taktis menulis artikel ilmiah di majalah atau jurnal...
TRANSCRIPT
1
HANDOUT
©2018 oleh Bambang Trimansyah
Handout ini disusun dalam “Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah di Majalah/Jurnal Ilmiah”
untuk Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika, BPPT.
Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain, pernah menyebutkan bahwa jumlah
peneliti di Indonesia kini minim sekali, hanya 34 orang per satu juta
penduduk. Jumlah itu jauh dari ideal, bahkan 1.000 peneliti per satu juta
penduduk juga masih belum ideal. Perbandingannya sangat kontras jika
dilihat dari negara maju. Di Amerika dan negara Eropa yang relatif lebih
maju, ada sekira 3.000—4.000 peneliti per satu juta penduduk.
Jumlah peneliti yang minim tersebut tentu mengkhawatirkan pada
bangsa yang populasinya besar ini. Begitu banyak masalah yang dihadapi
bangsa Indonesia, baik dari aspek ilmu sosial maupun ilmu eksakta yang
memerlukan pemecahan melalui penelitian ilmiah.
Penelitian pada dasarnya dilakukan untuk memecahkan persoalan atau
masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan manusia dengan
pendekatan ilmiah. Karena itu, penelitian didorong menghasilkan solusi
yang bermanfaat bagi kehidupan. Prinsip penelitian paling sederhana adalah
2
memberi gain (harapan) terhadap pain (rasa sakit) yang digambarkan sebagai
masalah di dalam kehidupan. Ada jargon yang muncul dari hal ini: No pain,
no gain.
Hasil penelitian yang kemudian dipublikasikan secara luas adalah
sebuah kelaziman, bahkan keharusan. Di Amerika, sangat terkenal jargon
publish or perish. Artinya, akademisi atau ilmuwan wajib menerbitkan
karyanya. Kalau tidak, silakan minggir alias jangan mengajar atau meneliti.
Minimnya jumlah peneliti tentu berkonsekuensi juga pada minimnya
jumlah publikasi ilmiah atau tulisan-tulisan ilmiah yang disebarluaskan,
misalnya melalui jurnal ilmiah. Di antara negara-negara ASEAN sendiri, kita
masih harus bersaing ketat.
Kemenristek Dikti menyampaikan laporan bahwa per 31 Juli 2017,
publikasi ilmiah internasional dari para akademisi dan peneliti di Indonesia
mencapai peringkat ketiga dari segi jumlah.
Sumber: Kemenristek Dikti, 2017
Kenaikan ini ditengarai karena ada “paksaan” untuk menulis KTI
(karya tulis ilmiah) dan memublikasikanya yaitu adanya Permenristekdikti
Nomor 20 Tahun 2017. Peraturan Menteri itu mengamanatkan setiap dosen
wajib membuat jurnal ilmiah yang terindeks Scopus minimal sekali dalam
setahun, sedangkan profesor dua tahun sekali. Jika tak mampu memenuhi
amanat tersebut, tunjangan dosen dan tunjangan profesornya dihentikan.
Adapun di kalangan fungsional peneliti, ada Peraturan Kepala LIPI No.
2 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Peneliti. Para
peneliti didorong untuk memublikasikan hasil penelitian dalam berbagai
3
bentuk KTI. Tiap-tiap KTI memiliki bobot angka kredit yang berbeda
bergantung pada media publikasinya.
Contohnya, untuk KTI berupa artikel ilmiah. Jika diterbitkan di media
internasional, angka kreditnya 40. Jika diterbitkan di media nasional
terakreditasi, angka kreditnya 25. Jika diterbitkan di media nasioal tidak
terakreditasi, angka kreditnya 5.
KTI dalam Peraturan Kepala LIPI Nomor 2, Tahun 2014 didefinisikan sebagai
berikut: “Karya tulis ilmiah yang selanjutnya disingkat KTI adalah tulisan
hasil litbang dan/atau tinjauan, ulasan (review), kajian, dan pemikiran
sistematis yang dituangkan oleh perseorangan atau kelompok yang
memenuhi kaidah ilmiah.”
Begitu banyaknya jenis dari ragam KTI atau disebut ragam akademis
sehingga perlu dipetakan dalam klasifikasi yang ringkas seperti berikut ini.
Sumber: Trim, 2017
KTI
KTI Nonbuku
Kesarjanaan: skripsi, tesis, disertasi
Hasil Penelitian (Esai Ilmiah): laporan, makalah, artikel, komunikasi pendek
Ulasan: resensi
KTI Buku
Didaktik (Bahan Ajar): handout, diktat, modul,
buku ajar, buku referensi
Pengayaan: monografi, buku teks, buku pegangan
(handbook), buku panduan
Kompilasi: Bunga Rampai, Prosiding
4
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, banyak hal tumpang
tindih terkait penjenisan KTI. Sebagai contoh, esai atau makalah sama-sama
dipadankan dari paper dalam bahasa Inggris. Karena itu, esai dapat berarti
makalah atau esai dapat juga berarti artikel.
Sorenson (1992: 194) menyebut bahwa “tulisan esai merujuk pada
tulisan pendek yang menganalisis atau menginterpretasikan sesuatu dengan
cara personal”. Sorenson sendiri mengungkapkan ada banyak jenis esai,
yaitu analogi, sebab-akibat, klasifikasi, perbandingan dan kontras, definisi,
deskripsi, respons pertanyaan, analisis sastra, narasi (artikel), opini (artikel),
persuasi, analisis proses, laporan penelitian, dan tinjauan/ulasan (resensi).
Dalam hal ini penggolongan esai sebagai salah satu KTI induk akan
menurunkan laporan penelitian (research paper), makalah (paper), artikel,
komunikasi pendek, dan resensi sebagai contoh sub-KTI. Esai menjadi
pembeda yang jelas dengan KTI kesarjanaan, yaitu skripsi, tesis, dan disertasi.
Dalam ranah jurnalistik maka dikenal juga esai populer yang biasanya
ditulis oleh seorang pakar atau tokoh yang diakui kredibilitasnya. Karena itu,
penulis esai populer di media massa akan menyampaikan pandangannya
secara subjektif tentang suatu hal sebagai bagian gaya personalnya.
Penyebutan jenis artikel ilmiah tidaklah spesifik ada di dalam Perka
LIPI No. 4/E/2012 tentang Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Di dalam Perka LIPI
tersebut disebutkan bahwa jenis KTI terdiri atas
1. hasil litbang;
2. tinjauan, ulasan (review), kajian, dan pemikiran sistematis.
Bentuknya dapat berupa buku, bunga rampai, dan majalah/jurnal
ilmiah. Artikel ilmiah sebagai sebutan populer di kalangan akademisi atau
peneliti digolongkan ke dalam makalah lengkap dan komunikasi pendek
berdasarkan pembagian format LIPI. Adapun monografi merupakan karya
yang berdiri sendiri dan diterbitkan sendiri.
5
Terkait KTI kemudian ada pertanyaan tentang dikotomi ilmiah murni dan
ilmiah populer. Pembeda antara keduanya dapat dikenali dari pembaca
sasaran, bahasa, dan penyajian.
Sumber: Trim, 2017
Ilmiah (murni) dan ilmiah populer kemudian sering menjadi
perdebatan di kalangan masyarakat akademis atau masyarakat ilmiah. Di
satu sisi, ada sebagian masyarakat akademis-ilmiah ingin mempertahankan
ciri keilmiahan KTI sehingga menolak istilah ilmiah populer. Di sisi lain, ada
sebagian masyarakat akademis-ilmiah yang ingin mendobrak pandangan
minor dari masyarakat umum bahwa KTI itu sulit dipahami sehingga nilai
manfaatnya tidak dapat dirasakan secara luas.
Kadar keilmiahan yang kental memang terasa, terutama pada KTI
kesarjanaan sehingga kemudian muncul upaya konversi (penyaduran) KTI
6
tersebut menjadi lebih komunikatif dalam bentuk KTI lain, yaitu artikel
ilmiah atau buku. Karena itu, dorongan kecendekiaan seseorang dapat
terlihat dari upayanya menjadikan karya tulisnya dapat dipahami secara luas
dan kontekstual.
Dalam hal ini Wibowo (2013: 3) menyebutkan “seorang penulis belum
tentu cendekia dan seorang yang cendekia belum tentu menulis”.
Kecendekiaan seseorang dapat dideteksi dari bahasa tulis yang
digunakannya dan seberapa banyak cara yang dikuasainya untuk
mengalirkan tulisan. Dalam kritiknya, Wibowo menyebutkan kondisi
menganggap hanya ada satu cara untuk menyajikan tulisan melahirkan
pembimbing killer yang berkesan memaksakan kehendak karena
“kacamatanya” buram oleh hal-hal yang bersifat kontekstual (2013: 3).
Pembimbing yang dimaksud adalah para pembimbing karya-karya
kesarjanaan.
Kontekstualitas berkenaan dengan strategi komunikasi yang dirancang
penulis untuk audiensi atau pembaca sasarannya. Wibowo (2013: 4)
menyampaikan pendapat bahwa penulis artikel ilmiah harus mencerminkan
kecendekiaannya melalui gaya menulis ilmiah populer.
Ilmiah populer dapat disimpulkan sebagai upaya penulis menyajikan
tulisannya keluar dari kesan membuat dahi para pembacanya berkerut,
dipenuhi istilah teknis, dan jargon keilmuan yang berat-berat. Walaupun
demikian, ciri keilmiahan yang dikandung KTI populer tidaklah hilang.
Ilmiah populer menjadi lebih komunikatif karena mengandung ciri
emansipatoris, singkat, jelas, tepat, mencerahkan, dan objektif (Wibowo,
2013: 5).
Diseminasi didefinisikan di dalam KBBI sebagai penyebarluasan ide atau
gagasan. Dalam Lampiran Peraturan Kepala LIPI Nomor 2 Tahun 2014,
diseminasi didefinisikan sebagai “penyampaian hasil litbang dan/atau
pemikiran di bidang iptek kepada masyarakat dan/atau pemangku
kepentingan untuk dimanfaatkan atau dikembangkan lebih lanjut”.
7
Karena itu, KTI yang didiseminasikan harus mampu berkomunikasi
dengan pembaca sasarannya yaitu pemangku kepentingan pada bidang yang
menjadi bahasan. Contohnya, hasil penelitian di bidang kesehatan tentang
pencegahan endemi demam berdarah perlu didiseminasikan agar
masyarakat yang awam soal kesehatan dapat mengetahuinya.
KTI juga dapat dibedakan dari model atau cara publikasi yang dilakukan
yaitu dikelompokkan menjadi mandiri, mandiri-berkelompok, dan
berkelompok. Publikasi Mandiri adalah KTI yang ditulis/disusun hanya oleh
satu orang. Publikasi Mandiri-Berkelompok adalah KTI yang ditulis/disusun
oleh satu orang atau lebih. Publikasi Berkelompok adalah KTI yang terdiri
atas kumpulan tulisan beberapa orang.
Sumber: Trim, 2017
8
Publikasi KTI dapat dilakukan pada berbagai wahana publikasi berikut
ini yang menjadi acuan penilaian angka kredit ataupun kelulusan, yaitu
• presentasi;
• sidang atau pertemuan ilmiah (seminar, lokakarya, dsb.);
• majalah/jurnal ilmiah;
• buku (penerbit buku).
Publikasi dapat dilakukan secara tercetak ataupun secara daring (online).
Untuk majalah/jurnal ilmiah, penilaian bobot publikasi dibedakan atas
majalah ilmiah internasional, majalah ilmiah nasional terakreditasi, dan
majalah ilmiah nasional tidak terakreditasi. Adapun untuk penerbitan buku,
bobot publikasi dibedakan atas penerbitan di penerbit internasional dan
penerbit nasional.
Masalah umum dalam publikasi KTI berbentuk artikel ilmiah di
majalah/jurnal ilmiah adalah produktivitas yang rendah dari para akademisi
dan peneliti sendiri. Produktivitas penelitian tidak selalu berbanding lurus
dengan produktivitas tulisan.
Banyak hasil penelitian yang kemudian hanya berhenti pada laporan
hasil penelitian. Laporan itu tidak diteruskan dalam publikasi ilmiah yang
dapat menjadi konsumsi banyak orang dalam suatu bidang.
Produktivitas ini dapat dihubungkan dengan beberapa hal, di
antaranya
1. persoalan tidak memiliki waktu yang cukup untuk menulis;
2. persoalan tidak mampu menuangkan gagasan ke dalam tulisan; dan
3. persoalan tidak memiliki kepercayaan diri untuk menuangkan gagasan
ke dalam tulisan.
Masalah kedua adalah masalah plagiarisme disebabkan minimnya
kesadaran menghargai hasil karya orang lain, dorongan-dorongan instan
9
untuk mendapatkan angka kredit, dan juga ketidaktahuan tentang batasan-
batasan plagiat.
Bagaimana pun menulis KTI secara baik dan benar, sekaligus produktif
kini tidak dapat dihindarkan oleh seorang peneliti. Ia harus menulis setiap
tahunnya paling tidak dua KTI.
Selain bermanfaat untuk pribadinya, KTI yang dihasilkannya juga
menjadi sumbangsih bagi ilmu pengetahuan yang sangat berguna. Itu sebab-
sebabnya beberapa negara mendorong para akademisi dan penelitinya
menghasilkan sebanyak mungkin publikasi ilmiah demi menunjukkan
prestise bangsanya, juga menunjukkan kesiapan mereka memasuki era
ekonomi berbasis ilmu pengetahuan.
Dalam pelatihan ini, dua persoalan tersebut yang hendak diatasi yaitu
persoalan produktivitas dan persoalan menghindari plagiarisme. Acuan
yang digunakan dalam praktik penulisan adalah acuan berdasarkan Perka
LIPI No. 04/E/2012 yaitu Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Hal pertama yang dilakukan seseorang dalam menulis adalah mengenali ciri
dan bagian-bagian tulisan yang disebut dengan anatomi tulisan. Setiap
tulisan memiliki karakteristik sendiri yang sangat mungkin berbeda
aturannya di antara setiap lembaga.
Seberapa panjang sebenarnya sebuah artikel ilmiah harus dituliskan? Ukuran
yang lazim digunakan untuk menetapkan panjang artikel dalam artikel
adalah jumlah kata.
Di dalam Pedoman Penulisan KTI yang dikeluarkan oleh LIPI tidak
dipersyaratkan secara tegas tentang panjang sebuah makalah lengkap atau
komunikasi pendek. Kotze (2007 dalam Leo, 2017) memperkirakan panjang
artikel pada suatu jurnal berkisar antara 4.000—7.000 kata.
10
Tiap jurnal ilmiah biasanya memiliki kebijakan tersendiri terkait
dengan jumlah kata dalam satu artikel ilmiah. Berikut ini tabel yang memuat
ukuran detail sebuah artikel jurnal menurut Kotze.
Sumber: Kotze 2007, dalam Leo 2017 yang disesuaikan dengan sumber lainnya.
Jika mengacu pada Pedoman Penulisan KTI LIPI, hanya ada panduan
untuk jumlah abstrak yang dibedakan dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris serta jumlah minimal referensi (daftar acuan) yang digunakan.
11
Sumber: Peraturan Kepala LIPI No. 04/E/2012
Estimasi panjang tulisan artikel ilmiah yang ditawarkan Kotze dapat
digunakan. Jika diasumsikan 300 kata sama dengan 1 halaman A4, panjang
tulisan 3.000 kata adalah sama dengan 10 halaman A4.
Pola artikel jurnal mirip dengan pola penulisan paragraf yaitu deduktif dan
induktif. Leo (2017) menjelaskan bahwa “Artikel deduktif adalah artikel
penelitian kuantitatif yang dimulai dari pernyataan umum penelitian berupa
hipotesis. Hipotesis adalah dugaan sementara yang diungkapkan ke dalam
bentuk kalimat pernyataan dan untuk diuji seara empiris berdasarkan teori.
Teori ditelusuri dan digunakan sebagai dasar pengembangan instrument
penelitian untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang dikumpulkan.
Hasil analisis akan ditarik menjadi simpulan.”
Secara sederhana dapat disebutkan bahwa artikel ilmiah dengan pola
deduktif menyajikan pernyataan umum lebih dulu, lalu dijelaskan secara
spesifik tahap demi tahap.
12
Sumber: Leo, 2017, dengan penyesuaian
Selanjutnya, Leo (2017:188) juga menjelaskan bahwa “Artikel induktif
adalah artikel penelitian kualitatif yang dimulai dari data spesifik. Data yang
dikumpulkan berkembang dan menuntut pengembangan instrument
penelitian. Instrumen yang dikembangkan menuntut adanya teori, artinya
teori juga dikembangkan.”
Menurut Leo lagi bahwa judul penelitian kualitatif sering bergesar atau
bahkan berubah dari judul awal penelitian. Dengan kata lain, artikel deduktif
dimulai dari informasi atau pernyataan-pernyataan yang spesifik dan
semakin berkembang menjadi pernyataan yang lebih umum (Leo, 2017:188)
Hipotesis ditelusuri melalui teori dan instrumen penelitian
JUDUL
13
Sumber: Leo, 2017, dengan penyesuaian
KTI yang diharapkan ditulis oleh para peneliti adalah KTI yang mengandung
data dan informasi untuk memajukan iptek serta ditulis sesuai kaidah-kaidah
ilmiah. Kaidah KTI berdasarkan Pedoman Karya Tulis Ilmiah terdiri atas
sifat-sifat berikut:
a. Logis, berarti kerunutan penjelasan dari data dan informasi yang masuk
ke dalam logika pemikiran kebenaran ilmu;
b. Obyektif, berarti data dan informasi sesuai dengan fakta sebenarnya;
c. Sistematis, berarti sumber data dan informasi yang diperoleh dari hasil
kajian dengan mengikuti urutan pola pikir yang sistematis atau litbang
yang konsisten/berkelanjutan;
d. Andal, berarti data dan informasi yang telah teruji dan sahih serta masih
memungkinkan untuk terus dikaji ulang;
e. Desain, berarti terencanakan dan memiliki rancangan; dan
JUDUL ARTIKEL BERGESER ATAU BERUBAH
14
f. Akumulatif, berarti kumpulan dari berbagai sumber yang diakui
kebenaran dan keberadaannya serta memberikan kontribusi bagi
khasanah iptek yang sedang berkembang. (LIPI, 2012)
Ada beberapa versi anatomi bagian-bagian artikel ilmiah. Dalam konteks
pelatihan ini, kita berfokus pada anatomi yang disarankan di dalam Perka
LIPI No. 04/E/2012.
a. Makalah Lengkap
•
•
•
•
•
•
•
•
•
15
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Sumber: LIPI, 2012 dengan modifikasi
16
b. Komunikasi Pendek
Pada prinsipnya bagian-bagian komunikasi pendek hampir sama dengan
makalah lengkap. Namun, ada beberapa pembeda berikut:
1) isi yang disampaikan lebih ringkas;
2) abstrak terbatas, maksimal seratus kata;
3) tidak mencantumkan kata kunci;
4) bahan dan metode bukan bagian yang terpisahkan,
5) eksperimental prosedur bisa saja dimasukkan ke
dalam legenda dan catatan kaki; dan
6) hasil dan diskusi/pembahasan digabungkan menjadi satu bagian. (LIPI,
2012)
Beberapa bidang ilmu memiliki gaya penulisan masing-masing, antara
lain menggunakan subjudul atau tanpa subjudul, namun secara umum isi
dari suatu komunikasi pendek harus mengandung unsur-unsur tersebut di
atas. Apabila komunikasi pendek diterbitkan, maka pengelola majalah ilmiah
memberikan tanda/keterangan bahwa KTI tersebut merupakan komunikasi
pendek.
Menulis sejatinya merupakan proses bertahap. Lemahnya kemampuan
menulis sebagian besar di antara kita saat ini umumnya disebabkan
pemelajaran menulis tanpa bertumpu pada proses. Kurikulum di negara-
negara maju selalu menyertakan proses ini, termasuk mulai tingkat sekolah
dasar hingga perguruan tinggi. Inilah proses standar itu.
17
Sumber: Dari berbagai sumber dengan modifikasi
Jadi, ada lima proses menulis yang harus dilalui seorang penulis. Proses
utama yaitu prewriting atau pramenulis. Proses ini disebut juga proses
penciptaan mental. Seorang penulis harus membayangkan karyanya kelak
akan jadi seperti apa dan dibangun dengan bahan-bahan apa saja. Ibarat
Anda hendak membangun sebuah rumah maka diperlukan cetak biru desain
rumah.
a. Pramenulis
Jika Anda telah mendapatkan satu ide atau topik yang hendak Anda tulis,
adalah keharusan bagi Anda melakukan pemikiran dan pengumpulan
informasi. Anda harus menguatkan kelayakan ide tersebut dengan argumen-
argumen yang diperoleh melalui membaca, wawancara, refleksi (renungan),
menulis catatan harian, bertukar pikiran dengan orang lain, membuat daftar,
dan merekam pengalaman.
Dengan kemajuan teknologi kini, satu gawai dapat Anda gunakan
untuk semua kegiatan tersebut. Anda bisa membaca buku elektronik di
smartphone, begitu pula melakukan wawancara menggunakan fitur voice
recorder. Anda juga dapat mencatat di sana atau mengabadikan beberapa
fenomena lewat kamera di mobile phone Anda itu. Jadi, bagian ini sangatlah
18
menarik untuk menggumpalkan minat Anda menulis. Ada dukungan data
dan fakta bahwa topik itu memang harus Anda teliti dan tuliskan.
Pemikiran dan pengumpulan informasi akan mendorong Anda untuk
mengonkretkan topik tulisan dari ide besar (tema) yang hendak Anda garap.
Perhatikan hierarki berikut ini.
Sumber: Trim, 2017
Fokuslah pada topik, bukan tema. Topik adalah ide yang lebih spesifik.
Dalam beberapa kasus, topik kadang identik dengan judul. Topik menjadi
dasar tahapan selanjutnya yaitu mengumpulkan bahan-bahan tulisan berupa
a. referensi dari buku atau media lainnya;
b. contoh-contoh;
c. studi kasus;
d. perbandingan;
e. informasi mutakhir.
Dari sini Anda kemudian dapat menerapkan penggunaan peta pikiran
untuk memecah topik menjadi sub-subtopik.
IDE UTAMA
IDE SPESIFIK
DETAIL DETAIL
IDE SPESIFIK
19
Sumber: Trim, 2017
Seiring dengan menentukan topik, Anda juga harus menentukan tujuan
penulisan. Dalam hal penulisan artikel ilmiah, Anda dapat menggariskan
tujuan berikut ini:
a. menginformasikan sesuatu; dan
b. menjelaskan sesuatu.
Tujuan menginformasikan dan menjelaskan sesuatu secara lebih detail
dapat Anda lakukan dengan menulis makalah lengkah. Adapun untuk
menginformasikan sesuatu secara ringkas, Anda dapat menulis komunikasi
pendek.
Penyajian tulisan atau artikel Anda juga sangat bergantung pada
pembaca sasaran yang Anda tuju. Pembaca sasaran KTI sangat captive
(terbatas), bahkan niche (ceruk).
Pembagian pembaca sasaran artikel ilmiah dapat diuraikan seperti ini.
TOPIK PENULISAN
SUBTOPIK
SUBTOPIK
SUBTOPIK SUBTOPIK
SUBTOPIK
20
Kategori Penjelasan
Sumber: Bambang Trim
Tahap akhir dari proses pramenulis yaitu mengorganisasikan bahan
sehingga Anda akan menghasilkan keluaran berupa matriks ragangan
(outline). Matriks ragangan akan menjadi pemandu Anda selanjutnya untuk
menulis buku.
Ragangan atau kerangka karangan (outline) penting dibuat untuk
tulisan apa pun, terutama nonfiksi. Ragangan juga berfungsi sebagai frame
work yang memagari pembahasan sebuah tulisan agar tetap fokus pada topik.
Matriks ragangan untuk artikel ilmiah populer terdiri atas judul,
subjudul, bahan, dan estimasi panjang tulisan. Perhatikan tabel beriktu ini.
21
Sumber: Bambang Trim
b. Menulis Draf
Put your idea down to paper. Itulah kalimat perintah untuk mendeskripsikan
drafting. Draf atau buram adalah tulisan yang dibuat sekali jadi. Pada saat
menulis draf, Anda disarankan untuk menuliskan apa saja yang
terpikirkan—tentunya terkait dengan bab atau subbab yang Anda susun—
dan tidak melakukan editing pada saat menulis.
Setelah menyusun matriks ragangan, tulislah setiap bagian sebagai draf.
Perhatikan bagan berikut ini.
22
Teras yang terdapat pada pendahuluan adalah paragraf-paragraf awal
untuk menggiring perhatian pembaca terhadap topik yang dibahas.
Perhatikan teras berikut ini. Manakah teras yang menurut Anda lebih mudah
untuk dipahami?
Makrofungi merupakan organisme yang sangat penting dalam menunjang
kehidupan di permukaan bumi. Di alam, terutama di hutan, makrofungi
berperan dalam siklus energi melalui proses dekomposisi oleh enzim-
enzim yang dihasilkan dalam merombak senyawa kompleks seperti
selulosa dan khitin menjadi bentuk sederhana (glukosa). Di samping itu,
makrofungi juga penting dalam menyediakan unsur-unsur hara lainnya
yang dibutuhkan tumbuhan. Makrofungi lainnya bersimbiosis dengan
tanaman membentuk mikoriza. Jenis-jenis mikoriza dari makrofungi yang
banyak ditemukan di lapangan adalah Sceloderma spp, Boletus spp, Agaricus
spp, dan lain-lain.
(Noveritas, “Keanekaragaman Makrofungi di Indonesia dan Potensinya”,
Jurnal Ilmu dan Budaya, Agustus 2012)
IDE Framework
Tulis Teras
Gunakan Data, Fakta,
Fenomena untuk Memulai
Teras
Kembangkan Isi
Bahan/
Sumber
23
Bidan kampung di masyarakat Banjar telah ada jauh sebelum masa
kolonial Belanda mengenalkan medis di wilayah Indonesia. Bidan
kampung adalah seorang perempuan yang umurnya sudah cukup tua
(50—70 tahun) dan tidak melahirkan lagi sehingga mampu membantu
persalinan orang lain. Bidan kampung pada umumnya mendapatkan
keterampilan turun-temurun dari generasi di atasnya. Sebagai penolong
persalinan, bidan kampung di komunitas Banjar ini lebih diminati
daripada penolong medis lainnya.
(Serilaila, “Menjaga Tradisi: Tingginya Animo Suku Banjar Bersalin
kepada Bidan Kampung”, Jurnal Humaniora, Juni 2010)
Prinsip penting yang harus Anda pegang dalam membuat teras adalah
tunjukkan, jangan memberi tahu. Umumnya dalam tulisan-tulisan ilmiah,
para penulis terjebak menulis teras yang memberi tahu, seperti memulai
langsung dengan definisi. Kecenderungan ini membuat tulisan ilmiah
menjadi tidak menarik, tampak menggurui, dan kering dari narasi.
24
c. Revisi dan Editing
Setelah draf selesai, penulis berkesempatan melakukan revisi, baik revisi
minor maupun revisi mayor. Revisi mayor terjadi jika penulis mengubah
hierarki tulisan atau menambahkan bagian baru yang menurutnya penting
ditambahkan. Revisi memberi kesempatan bagi penulis menyempurnakan
hierarki tulisan dan penyajiannya.
Penyempurnaan draf revisi selanjutnya dilakukan melalui editing. Jadi,
editing tidak dilakukan bersamaan dengan revisi. Editing dilakukan untuk
menghasilkan draf final.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam editing, yaitu
1. kesalahan tik (typhographical error);
2. kebahasaan: EBI, tata kalimat, dan paragraf;
3. ketelitian data dan fakta;
4. kelegalan (terkait plagiarisme) dan kepatutan.
Sumber referensi yang Anda perlukan untuk editing, yaitu Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI),
kamus istilah, buku pintar, ensiklopedia, dan lain-lain.
Selain masalah bahasa, Anda juga perlu melakukan editing data dan
fakta serta legalitas dan kepatutan. Editing data dan fakta menghindarkan
Anda dari kesalahan fatal menyajikan data atau fakta yang dapat berakibat
menurunnya kredibilitas Anda sebagai penulis. Adapun editing legalitas dan
25
kepatutan dapat menghindarkan Anda tersangkut masalah etika (plagiat),
bahkan juga masalah hukum.
Demikianlah materi ringkas tentang “Taktis Menulis Artikel Ilmiah” yang
dapat dipraktikkan langsung oleh para akademisi atau peneliti, terutama
mereka yang telah menghasilkan karya tulis ilmiah berupa artikel atau esai
ilmiah.
Langkah-langkah dalam handout ini dapat langsung Anda praktikkan
dan jika ada hal-hal yang ingin Anda konsultasikan, dapat menghubungi
pemateri (tutor) ke WA/HP 081519400129 atau ke email
Kalidjernih, Freddy K. 2010. Penulisan Akademik: Esai, Makalah, Artikel, Jurnal
Ilmiah, Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Widya Aksara Press.
Leo, Sutanto. 2017. Mencerahkan Bakat Menulis. Jakarta: Gramedia.
LIPI, 2012. Panduan Karya Tulis Ilmiah: Peraturan Kepala LIPI No. 04/E/2012.
Jakarta: LIPI.
Tim Editor LIPI Press. 2015. Pedoman Penerbitan Buku LIPI Press. Jakarta: UPT
Balai Media dan Reproduksi (LIPI Press).
Rifai, Mien A. 2011. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan
Karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sorenson, Sharon. 1992. Webster’s New WorldTM Student Writing Handbook.
New York: Prentice Hall.
Syaefullah, Avip. 2015. Prinsip Dasar Penyusunan dan Penulisan Karya Tulis
Ilmiah: The Fundamental of Scientific Writing. Jakarta: Grasindo.
The Liang Gie. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Penerbit Andi.
26
Tim Editor LIPI Press, 2014. Pedoman Penerbitan Buku LIPI Press. Jakarta: LIPI
Press.
Trim, Bambang. 2012. Tak Ada Naskah yang Tak Retak. Bandung: Trim
Komunikata.
---. 2017. 200+ Solusi Editing Naskah dan Penerbitan. Jakarta: Bumia Aksara.
Wibowo, Wahyu. 2013. Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif. Jakarta: Bumi
Aksara.
Bambang Trimansyah atau yang lebih dikenal dengan nama pena Bambang
Trim adalah praktisi di bidang penulisan-penerbitan dengan pengalaman
lebih dari 24 tahun. Ia adalah lulusan Prodi D3 Editing Unpad dan S1 Sastra
Indonesia Unpad. Sejak 1994, ia telah menulis buku pelajaran, lalu merintis
karier sebagai editor buku hingga menjadi pimpinan puncak di beberapa
penerbit nasional. Pengalaman akademis diperolehnya dengan menjadi
dosen di almamaternya, Prodi D3 Editing Unpad, serta juga di Jurusan
Penerbitan, Politeknik Negeri Jakarta dan Politeknik Negeri Media Kreatif.
Kini Bambang Trim menjabat sebagai direktur di Institut Penulis Indonesia,
LSP Penulis dan Editor Profesional, serta menjadi Ketua Umum
Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro). Ia juga telah berbagi
tentang penulisan dan penerbitan di banyak lembaga, seperti BPK, KPK,
Setneg Wapres RI, Badan Informasi Geospasial, Komisi X DPR-I, Puskurbuk
Kemendikbud, LIPI Press, Pusbindiklat LIPI, Puslitair Kemen PUPR,
Pusdiklatnakes, Balitbang Kemenkes, IAARD Press, UB Press, UMM Press,
Pusdiklatren Bappenas, dan BMKG.