tahun buku tidak sama dengan tahun takwim.docx

7
Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim, Bagaimana PPh Pasal 21-nya? Posted: 22 November 2014 | Author: Nasikhudin | Filed under: Bangga Bayar Pajak | Tags: penghitunggan PPh Pasal 21, PPh Pasal 21, PPh Pasal 21 tahun buku berbeda dengan tahun takwim, tahun buku, tahun pajak, tahun takwim |Leave a comment PERUSAHAAN saya menggunakan tahun buku Juli tahun berjalan sampai dengan Juni tahun berikutnya. Bagaimana saya menghitung PPh Pasal 21 karyawan saya? Kira-kira seperti itu seringnya Wajib Pajak mempertanyakan mengenai perbedaan tahun buku dan tahun takwim. Tulisan saya kali ini akan membahas mengenai perbedaan tahun tersebut dan bagaimana pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21-nya disertai contoh. Pengertian Tahun Buku, Tahun Takwim, dan Tahun Pajak Tahun Buku adalah tahun pembukuan yang dipergunakan oleh Wajib Pajak. Biasanya Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang sama dengan tahun kalender/tahun takwim yaitu Januari-Desember, namun banyak juga Wajib Pajak yang tahun bukunya berbeda, misalnya Juli-Juni, April-Maret, September- Agustus, dst. Tahun Takwim adalah tahun kalender. Dimana tahun kalender yang dipergunakan oleh negara kita adalah kalender masehi, yaitu Januari-Desember. Tahun Pajak sebagaimana didefinisikan di Pasal 1 angka 8 UU No 28 tahun 2007 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Berdasarkan definisi ini dapat kita simpulkan bahwa Tahun Pajak adalah mengikuti Tahun Buku Wajib Pajak. Bagian Tahun Pajak sebagaimana didefinisikan di Pasal 1 angka 9 UU No 28 tahun 2007 adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, akan mudah bagi Wajib Pajak jika Tahun Buku = Tahun Takwim = Januari – Desember. Namun pada praktiknya banyak Wajib Pajak yang menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Lalu Bagaimana PPh Pasal 21-nya? Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ/2012 mengatur beberapa hal, diantaranya sebagai berikut: Pasal 21 ayat (1) dan (2) PER-31/PJ/2012 a. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan b. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.

Upload: endo

Post on 30-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim.docx

Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim, Bagaimana PPh Pasal 21-nya?Posted: 22 November 2014 | Author: Nasikhudin | Filed under: Bangga Bayar Pajak | Tags: penghitunggan PPh Pasal 21, PPh Pasal 21, PPh Pasal 21 tahun buku berbeda dengan tahun takwim, tahun buku, tahun pajak, tahun takwim |Leave a comment

PERUSAHAAN saya menggunakan tahun buku Juli tahun berjalan sampai dengan Juni tahun

berikutnya. Bagaimana saya menghitung PPh Pasal 21 karyawan saya? 

Kira-kira seperti itu seringnya Wajib Pajak mempertanyakan mengenai perbedaan tahun buku dan tahun

takwim. Tulisan saya kali ini akan membahas mengenai perbedaan tahun tersebut dan bagaimana

pemenuhan kewajiban PPh Pasal 21-nya disertai contoh.

Pengertian Tahun Buku, Tahun Takwim, dan Tahun Pajak

Tahun Buku adalah tahun pembukuan yang dipergunakan oleh Wajib Pajak. Biasanya Wajib Pajak

menggunakan tahun buku yang sama dengan tahun kalender/tahun takwim yaitu Januari-Desember,

namun banyak juga Wajib Pajak yang tahun bukunya berbeda, misalnya Juli-Juni, April-Maret,

September-Agustus, dst.

Tahun Takwim adalah tahun kalender. Dimana tahun kalender yang dipergunakan oleh negara kita

adalah kalender masehi, yaitu Januari-Desember.

Tahun Pajak sebagaimana didefinisikan di Pasal 1 angka 8 UU No 28 tahun 2007 adalah jangka waktu

1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan

tahun kalender. Berdasarkan definisi ini dapat kita simpulkan bahwa Tahun Pajak adalah mengikuti

Tahun Buku Wajib Pajak.

Bagian Tahun Pajak sebagaimana didefinisikan di Pasal 1 angka 9 UU No 28 tahun 2007 adalah bagian

dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, akan mudah bagi Wajib Pajak jika Tahun Buku = Tahun

Takwim = Januari – Desember. Namun pada praktiknya banyak Wajib Pajak yang menggunakan tahun

buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

Lalu Bagaimana PPh Pasal 21-nya?

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ/2012 mengatur beberapa hal, diantaranya sebagai

berikut:

Pasal 21 ayat (1) dan (2) PER-31/PJ/2012

a. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan

pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan

b. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal

26 untuk setiap masa pajak.

Pasal 14 ayat (2) PER-31/PJ/2012

c. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak

terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun,

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu)

bulan dikalikan 12 (dua belas);

2. dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur maka perkiraan penghasilan

Page 2: Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim.docx

yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah

penghasilan yang bersifat tidak teratur.

Pasal 14 ayat (3) PER-31/PJ/2012

d. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap terhitung sejak awal tahun kalender dan mulai

bekerja setelah bulan Januari, termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain,

banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau faktor pembagi

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalendersejak yang

bersangkutan mulai bekerja.

Pasal 1 angka 24 PER-31/PJ/2012

e. Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu di mana Pegawai Tetap

berhenti bekerja.

Pasal 14 ayat (5) PER-31/PJ/2012

f. Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara Pajak

Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian

tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak

yang bersangkutan.

Berdasarkan hal-hal di atas, dapat kita simpulkan bahwa PPh Pasal 21 terutang untuk setiap masa pajak

menggunakan penghasilan yang diperkirakan selama setahun, kemudian PPh-nya dibagi jumlah bulan

dalam penyetahunan tersebut. Pada dasarnya perhitungan PPh Pasal 21 menggunakan tahun takwim,

yaitu Januari-Desember. Hal ini tercermin dari penghitungan PPh Pasal 21 di masa pajak terakhir

(Desember) sebagaimana dijelaskan di atas.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak yang Tahun Bukunya berbeda dengan Tahun

Takwim

Pada bagian ini akan diuraikan contoh perhitungan PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya

berbeda dengan tahun takwim. Contoh yang diberikan akan meliputi dua hal, yaitu pada saat Wajib

Pajak pertama kali berdiri dan pada tahun berikutnya. Contoh yang diberikan hanya perhitungan PPh

Pasal 21 bagi Pegawai Tetap.

PT Mandala adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan besar, mulai berdiri bulan Juni

2014. PT Mandala menggunakan tahun buku Juli-Juni. Pada bulan Juli 2014 PT Mandala baru

memperoleh NPWP dimana di Surat Keterangan Terdaftar-nya salah satu kewajibannya adalah PPh

Pasal 21. Pada bulan Juli 2014 juga PT Mandala mulai beroperasi komersial dan mulai membayarkan

gaji kepada para karyawannya. Salah satu pegawai tetap-nya adalah Bapak Robertus (WNI).

Berdasarkan kartu NPWP, surat nikah, dan kartu keluarganya, Bapak Robertus berstatus kawin dengan

2 orang tanggungan. Gaji yang dibayarkan kepada Bapak Robertus setiap bulan mulai bulan Juli sampai

dengan seterusnya adalah Rp15.000.000,-/bulan. PT Mandala mengikuti program Jamsostek, premi

Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing

0,5% dan 0,3% dari gaji. PT Mandala menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,7%

dari gaji sedangkan Bapak Robertus membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gajinya setiap

bulan. Disamping itu PT Mandala juga mengikuti program pensiun dari dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp100.000 dibayar perusahaan dan Rp50.000

dibayar sendiri oleh Bapak Robertus. Hitunglah PPh Pasal 21 Bapak Robertus pada:

1. bulan Juli 2014 jika Bapak Robertus hanya menerima gaji saja

2. bulan Nopember 2014 jika pada bulan yang sama Bapak Robertus menerima bonus sebesar 2x

gajinya setiap bulan

Page 3: Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim.docx

3. bulan Desember 2014, bapak Robertus hanya menerima gaji saja

4. bulan Januari 2014, bapak Robertus hanya menerima gaji saja

Penyelesaian

1. Penghitungan PPh Pasal 21 Bapak Robertus bulan Juli 2014 adalah:

Gaji Rp  15.000.000,-

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 75.000,-

Premi Jaminan Kematian Rp 45.000,-

Jumlah Penghasilan Bruto Rp 15.120.000,-

 Pengurangan:

 1. Biaya Jabatan

5% x Rp15.120.000,-

Rp 500.000,-

 2. Iuran Pensiun Rp 50.000,-

 3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 300.000,-

 Jumlah Pengurang Rp 850.000,-

 Penghasilan neto sebulan Rp 14.270.000,-

 Penghasilan neto setahun

6 x Rp14.270.000,-

Rp 85.620.000,-

 PTKP (K/2) Rp 30.375.000,-

 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 55.245.000,-

 PPh Pasal 21 terutang Rp 3.286.750,-

 PPh Pasal 21 bulan juli

 1/6 x Rp3.286.750,-

Rp 547.791,-

2. Perhitungan PPh Pasal 21 Bapak Robertus bulan Nopember (dengan pembayaran bonus)

Page 4: Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim.docx

Gaji Rp  15.000.000,-

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 75.000,-

Premi Jaminan Kematian Rp 45.000,-

Jumlah Penghasilan Bruto sebulan Rp 15.120.000,-

Penghasilan Bruto Setahun Rp 90.720.000,-

Bonus (2x gaji sebulan) Rp 30.000.000,-

Jumlah Penghasilan Bruto setahun Rp 120.720.000,-

 Pengurangan:

 1. Biaya Jabatan

5% x Rp120.720.000,-

Rp 6.000.000,-

 2. Iuran Pensiun 6xRp50.000,- Rp 300.000,-

 3. Iuran Jaminan Hari Tua 6xRp300.000,- Rp 1.800.000,-

 Jumlah Pengurang Rp 8.100.000,-

 Penghasilan neto setahun Rp 112.620.000,-

 PTKP (K/2) Rp 30.375.000,-

 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 82.245.000,-

 PPh Pasal 21 terutang dengan bonus Rp 7.336.750,-

 PPh Pasal 21 terutang tanpa bonus Rp 3.286.750,-

 PPh Pasal 21 terutang atas bonus Rp 4.050.000,-

Page 5: Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim.docx

Sehingga PPh Pasal 21 terutang bulan Nopember adalah:

PPh Pasal 21 atas bonus + PPh Pasal 21 tanpa bonus sebulan

= Rp4.050.000,- + Rp547.791,- = Rp4.597.791,-

3. Perhitungan PPh Pasal 21 Bapak Robertus bulan Desember (masa pajak terakhir)

Gaji Juli-Desember Rp  90.000.000,-

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Juli-Desember Rp 450.000,-

Premi Jaminan Kematian Juli-Desember Rp 270.000,-

Bonus Rp 30.000.000,-

Penghasilan Bruto Setahun Rp 120.720.000,-

 Pengurangan:

 1. Biaya Jabatan

5% x Rp120.720.000,-

Rp 6.000.000,-

 2. Iuran Pensiun Rp 300.000,-

 3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 1.800.000,-

 Jumlah Pengurang Rp 8.100.000,-

 Penghasilan neto setahun Rp 112.620.000,-

 PTKP (K/2) Rp 30.375.000,-

 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 82.245.000,-

 PPh Pasal 21 terutang Juli-Desember Rp 7.336.750,-

 PPh Pasal 21 telah dipotong Juli-Nopember Rp 6.788.955,-

 PPh Pasal 21 bulan Desember Rp 547.795,-

4. Perhitungan PPh Pasal 21 Bapak Robertus bulan Januari 2015

Page 6: Tahun Buku Tidak Sama Dengan Tahun Takwim.docx

Gaji Rp  15.000.000,-

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 75.000,-

Premi Jaminan Kematian Rp 45.000,-

Jumlah Penghasilan Bruto Rp 15.120.000,-

 Pengurangan:

 1. Biaya Jabatan

5% x Rp15.120.000,-

Rp 500.000,-

 2. Iuran Pensiun Rp 50.000,-

 3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 300.000,-

 Jumlah Pengurang Rp 850.000,-

 Penghasilan neto sebulan Rp 14.270.000,-

 Penghasilan neto setahun

12 x Rp14.270.000,-

Rp 171.240.000,-

 PTKP (K/2) Rp 30.375.000,-

 Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 140.865.000,-

 PPh Pasal 21 terutang Rp 20.216.250,-

 PPh Pasal 21 bulan juli

 1/12 x Rp20.216.250,-

Rp 1.684.687,-

Semoga bermanfaat!