tafsir masa tabiin.pdf

13
SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DI MASA TABI’IN MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Tafsir Dosen Pengampu: Sihabuddin, M.AG. Disusun Oleh: M. Zaenul Millah (134411028) Zumrotun Nisa’ (134411029) M. Zamroni (134411030) Vita Fatmala (134411031) JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2014

Upload: eureka-himitsu

Post on 09-Dec-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tafsir pada masa tabiin

TRANSCRIPT

Page 1: TAFSIR masa tabiin.pdf

SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR

DI MASA TABI’IN

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Tafsir

Dosen Pengampu: Sihabuddin, M.AG.

Disusun Oleh:

M. Zaenul Millah (134411028)

Zumrotun Nisa’ (134411029)

M. Zamroni (134411030)

Vita Fatmala (134411031)

JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2014

Page 2: TAFSIR masa tabiin.pdf

1 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

BAB 1

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Sebagaimana sebagian sahabat terkenal dalam bidang tafsir, sebagian tabi’in

belajar dari mereka juga terkenal dalam bidang tafsir. Mereka bertumpu pada

sumber-sumber yang ada pada masa awal, ditambah dengan pemahaman dan

ijtihad mereka. Ustadz al-Dzahabi berkata, para mufassir itu bertumpu pada apa

yang ada dalam Al-Qur’an sendiri, riwayat yang mereka ambil dari sahabat yang

bersumber dari sahabat sendiri, riwayat yang mereka ambil dari ahli Kitab yang

ada pada kitab-kitab mereka dan apa yang dibukakan oleh Allah kepada mereka

melalui ijtihad dan penalaran terhadap Kitabullah1.

Kewajiban para tabi’in untuk menimba dengan timba mereka sendiri di dalam

menafsirkan Al-Qur’an, karena alasan mendesak bahwa tafsir yang mereka

riwayatkan dari Rasulullah SAW dan sahabat belum mencakup seluruh ayat Al-

Qur’an, melainkan terbatas pada ayat-ayat yang sulit dipahami oleh orang-orang

pada masanya. Dengan banyaknya pembukaan wilayah baru Islam, masuknya

orang-orang non-Arab kedalam agama Islam dan jauhnya masyarakat dari masa

Nabi SAW, kebutuhan akan tafsir sedikit demi sedikit bertambah berkaitan apa

yang sulit mereka pahami. Karena itu mereka yang berkecimpung dalam bidang

tafsir dari kalangan tabi’in perlu menyingkap kesulitan itu, ayat-ayat Al-Qur’an

sesuai dengan tingkat kebutuhan dan pertanyaan mereka sambil berpegang teguh

kepada sarana-sarana pemahaman, penelitian, prkatek-praktek berpikir dan

bernalar, di samping riwayat ma’tsur yang mereka miliki.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja data-data tafsir yang dihimpun Tabi’in?

2. Siapa tokoh-tokoh tafsir pada masa Tabi’in?

3. Bagaimana cara menghimpun tafsir pada masa Tabi’in?

4. Bagaimana Karakteristik Tafsir di Masa Tabi’in?

5. Apa pengertian Penafsiran Isra’illiyat?

6. Apa kelebihan, kekurangan, dan pendapat ulama tentang tafsir pada masa

tabiin?

1 Al-Dzahabi,Muhammad Husein, al-Tafsir wa Al-Mufassirin, Juz I, Mesir: Dar al-Maktub al-Haditsah, 1976.

Page 3: TAFSIR masa tabiin.pdf

2 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

BAB II

PEMBAHASAN

1. Data-Data Tafsir Yang Dihimpun Tabi’in

Untuk memisahkan hadits-hadits tafsir dari umum hadits, berusahalah

segolongan ulama hadits mengumpulkan hadits-hadits marfu’ dan hadits-hadits

mauquf yang mengenai tafsir saja.2

Penuntut-penuntut hadits di Makkah seperti Mujahid, Ikrimah dan Sa’id ibn

Jubair meriwayatkan tafsir yang diterima dari Ibnu Abbas.

Ulama-ulama kufah seperti ‘Alqamah, Al Aswad ibn Yazid, Ibrahim An

Nakha’I dan Asy Sya’by neriwayatkan hadits-hadits tafsir yang diterima dari Ibnu

Mas’ud.

2. Tokoh-Tokoh Tafsir Pada Masa Tabi’in

واشتهر بعض هذه املدارس بالتفسري وتتلمذ فيها كثري من التابعني ملشاهري املفسرين من

وهذه املدارس , وثالثة بالعراق, وأخرى باملدينة, فقامت مدرسة للتفسري مبكة, الصحابة

3.هي أشهر مدارس التفسري يف األمصار يف هذا العهد, الثالث

Berdasarkan Madrasah tempat asal mengkaji ilmu, tokoh-tokoh tafsir pada

masa Tabi’in dibagi menjadi tiga, yaitu:

A. Madrasah tafsir di Mekah yang dikepalai oleh Abdullah bin Abbas.

Tokoh-tokohnya:

1. Mujahid ibn Jabr al-Makki Maula al-Sa’ib ibn Abi al-Sa’ib

Mujahid dilahirkan pada tahun 21 Hijrah dan meninggal pada tahun

103 Hijrah. Nama lengkapnya Mujahid bin Jabar yang bergelar Abu Hajjaj Al-

Makky. Ia seorang ulama yang terkenal dalam tafsir. Adz-Dzahaby

mengatakan: "Ia adalah guru ahli baca Al-Qur'an dan ahli tafsir yang tidak

diragukan. Ia mengambil tafsir qur'an dari Ibnu Abbas". Ia salah seorang

murid Ibnu Abbas yang paling hebat dan yang paling dipercaya untuk

meriwayatkan tafsir. Oleh karenanya, Imam Bukhari banyak berpegang pada

2 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1954,

hal. 225 )77(صحفة , )التفسیو والمفسرون(, محمد حسین الذھبي 3

Page 4: TAFSIR masa tabiin.pdf

3 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

tafsirnya, sebagaimana halnya ahli-ahli tafsir yang lain, mereka juga banyak

berpegang atas riwayatnya. Ia sering mengadakan perjalanan kemudian

menetap di Kufah. Bila ada hal yang mengagumkan dia, maka ia pergi dan

menyelidikinya.

Kata An Nawawy : “Apabila kamu telah mengetahui tafsir Mujahid,

cukuplah bagimu tafsirnya itu”.4 Mujahid adalah ulama tafsir paling terkenal

di masa tabiin.

2. Sa’id ibn Jubair

Ia adalah Muhammad Sa’id ibn Jubair ibn Hisyam al-Asadi, berasal

dari Habasyah. Ia mempunyai banyak sahabat dan mengambil dari imam-

imam dari kalangan mereka. Yang terpenting adalah Ibn Abbas dan Ibn

Mas’ud. Ia termasuk pemuka dan imam tabi’in. Ia sangat menguasai tafsir ,

hadist dan fiqh. Ia telah berguru kepada Ibn Abbas dan mengambil Al-Qur’an

dan tafsir darinya. Di samping menghimpun qira’ah-qira’ah yang kuat dari

para sahabat dan menggunakan bacaan-bacaan itu.

Kemampuan qira’ah seperti itu telah memberinya keluasan untuk

memahami Al-Qur’an, mengetahui makna-maknanya dan mencermati rahasia-

rahasianya. Namun demikian, ia menahan diri dari mengemukakan

pendapatnya sendiri. Ini membuat sebagian ulama lebih mendahulukan

tafsirnya dibanding tafsir Mujahid dan murid-murid Ibn Abbas lainnya.

Qatabadah rahimahullah mengatakan bahwa Sa’id adalah tabi’in mengerti

tafsir.

3. Ikrimah Maula Ibnu Abbas

Ia lahir pada tahun 25 Hijrah dan wafat pada tahun 105 Hijrah. Imam

Syafi'i pernah mengatakan tentang dia: "Tidak ada seorangpun yang lebih

pintar perihal Kitabullah daripada Ikrimah", ia adalah maula (hamba) Ibnu

Abbas r.a. ia menerima ilmunya langsung dari Ibnu Abbas, begitu juga Al-

Qur'an dan Sunnah", ia mengatakan: "Aku telah menafsirkan isi lembaran-

lembaran mushhaf dan segala sesuatu yang aku bicarakan tentang Al-Qur'an,

semuanya dari Ibnu Abbas".

Tentang otobiografinya dalam kitab Al-I'lam disebutkan sebagai

berikut: "Ikrimah bin Abdullah Al-Barbary Al-Madany, Abu Abdillah seorang

4 M. Hasbi Ash Shiddieqy, opcit, hal. 218

Page 5: TAFSIR masa tabiin.pdf

4 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

hamba Abdul1ah bin Abbas, adalah Tabi'in yang paling pandai tentang tafsir

dan kisah-kisah peperangan, ia sering merantau ke negara-negara luar.

Diantara tiga ratus orang yang meriwayatkan tafsir daripadanya tujuh puluh

lebih adalah golongan tabi'in. Ia pernah juga ke Maghrib untuk mengambil

ilmu dari penduduknya kemudian ia kembali ke Madinah Al-Munawwarah.

Setelab ia kembali di Madinah ia dicari Amirnya, tetapi ia menghilang sampai

mati.

Kewafatannya di kota Madinah bersamaan dengan kewafatan seorang

penyair tenar Kutsayyir Azzah dalam hari yang sama, sehingga dikatakan

orang: "Seorang ilmiawan dan seorang penyair meninggal dunia".

4. Atha bin Aby Rabbah

Ia dilahirkan pada tahun 27 Hijriah dan wafat pada tahun 114 Hijriah.

Ia hidup di Mekah sebagai ahli fatwa dan ahli hadits bagi penduduknya. Ia

seorang tabi'in yang tergolong tokoh-tokoh ahli fikih. Ia sangat percaya dan

mantap kepada riwayat Ibnu Abbas.

Imam besar Abu Hanifah An-Nu'man berkata: "Aku belum pernah

berjumpa dengan seorang yang lebih utama daripada Imam 'Atha' bin Aby

Rabbah". Qatadah mengatakan: "Tabi'in yang paling pandai itu ada empat,

yaitu: 'Atha' bin Aby Rabbah seorang yang paling pandai tentang manasik,

Sa'id bin Zubair orang yang paling pandai tentang tafsir dan seterusnya." Ia

meninggal dunia di kota Mekah dan dikebumikan juga di kota itu dalam usia

47 tahun.

5. Thawus bin Kaisan Al-Yamany

Ia dilahirkan pada tahun 33 Hijriah dan wafat pada tahun 106 Hijriah.

Ia terkenal sebagai penafsir al-Qur'an. Kemahirannya menunjukkan tentang

hafalan, kecerdasan, ketakwaannya, zuhud dan ahli islah. Ia menjumpai sekitar

lima puluh orang sahabat. Banyak orang-orang yang menerima ilmu

pengetahuan darinya. Ia seorang ahli ibadah serta tidak terpengaruh pada

dunia. Dituturkan, bahwa dirinya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram

sebanyak empat puluh kali. Kalau ia berdo'a selalu dikabul, sehingga Ibnu

Abbas pernah berkata: "Aku menduga Thawus adalah ahli surga".

Dalam kitab Al-I'lam disebutkan tentang otobiografinya sebagai

berikut: "Thawus bin Kaisan Al-Khulany Al-Hamdany Abu Abdirrahman

adalah tergolong tabi'in yang sangat besar tentang pengetahuan agamanya,

Page 6: TAFSIR masa tabiin.pdf

5 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

riwayat haditsnya, kesederhanaan hidupnya dan keberaniannya memberi

nasihat kepada khalifah-khalifah serta raja-raja. Beliau berasal dari Persia

sedang tempat kelahiran dan kedewasannya adalah Yaman. Ia wafat pada

waktu menjalankan ibadah haji di Muzdalifah, yang ketika itu seorang

khalifah Hisyam bin Abdul Malik sedang menunaikan haji juga, lalu beliau

menyembahyangkannya.

Ia enggan mendekati Raja-raja dan Amir-amir, Ibnu Taimiyah

mengatakan: "Orang yang selalu menjauhi Sultan itu ada tiga yaitu, Abu Dzar,

Thawus dan Ats-Tsaury".

Sedangkan Madrasah tafsir di Madinah dikepalai oleh Abi Bin ka'ab

yang mempunyai murid: Zaid bin Aslam, Abu Aliyah dan Muhammad bin

Kab Qurjiy. Mereka langsung mengambil ilmu tafsir dari Abi.Adapun

Madrasah tafsir yang terletak di Irak dikepalai oleh Abdullah bin Mas’ud yang

banyak menggunakan tafsir dengan ra’yu dan ijtihad dalam metode

menafsirkan al-Qur’an sehingga menjadikan mereka ahli ra’yu dan ijtihad,

adapun murid-murid beliau:

Alqomah bin Kues, Masruk, Al- Aswad bin Yazid, Murotul Hamdani, Amiru

Syaby, Al- Hasan Al- Bashry, Qotadah.

B. Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah

Tokoh-tokohnya:

1. ‘Alqamah ibn Qais

Ia lahir disaat Rasulullah SAW masih hidup. Ia meriwayatkan dari

Umar, Utsman, Ibn Mas’ud dan lain-lain. Ia termasuk periwayat paling

populer dari Ibn Mas’ud. Banyak ulama yang menilainya tsiqah. Imam Ahmad

berkata, ia seorangtsiqah dari ahli kebaikan. Ia ada di al-Kutub al-Sittah. Ia

meninggal pada tahun 61 atau 62 H.

2. Masruq ibn al-Ajda’ ib Malik ibn Umayyah al-Hamdzani al-Kufi al-Abid

Ia seorang yang wara’ dan zahid. Ia banyak menyertai Ibn Mas’ud,

disamping meriwayatkan pula dari Khulafa’urrasyidin dan yang lain. Ia imam

di bidang tafsir, alim terhadap Kitabullah. Banyak ulama yang

menilainya tsiqah. Ibn Ma’in berkata, ia tsiqah, la yus’al ‘anbu (tidak

dipertanyakan). Al-Qadli Syuraih meminta pertimbangannya dalam

memutuskan masalah-masalah penting. Yang meriwayatkan darinya adalah al-

Page 7: TAFSIR masa tabiin.pdf

6 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

Sya’bi, Abu Wa’il dan yang lain karena kejujuran riwayatnya. Para penulis al-

Kutub al-Sittah juga mentakhrijnya. Ia wafat pada tahun 63 H.

3. Al-Aswad ibn Yazid ibn Qais al-Nakha’i (Abu Abdirrahman)

Ia termasuk pembesar tabi’in dan termasuk periwayat Ibn Mas’ud. Ia

meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Ali, Hudzaifah, Bilal dan yang lain.

Ia tsiqahsaleh, mengena Kitabullah. Banyak ulama yang menilainya tsiqah.

Para penulis al-Kutub al-Sittah juga mentakhrijnya. Ia meninggal di Kufah

tahun 74 atau 75 H.

4. Murrah al-Hamadzani

Ia adalah Abu Isma’il Murrah ibn Syarahil al-Hamadzani al-Kufi al-

Abid, yang dikenal dengan Murrah al-Thayyib dan Murrah al-Khair karena

banyak ibadah, sangat wara’ dan sangat takwa. Ia meriwayatkan dari Abu

Bakar, Umar, Ubai ibn Ka’b, Abdullah ibn Mas’ud dan yang lain. Yang

meriwayatkan darinya adalah al-Sya’bi dan yang lain. Yang meriwayatkan

darinya adalah al-Sya’bi dan yang lain. Banyak ulama yang menilainya tsiqah.

Ia di takhrij oleh para penulis al-Kutub al-Sittah. Ia wafat tahun 76 H.

5. Amir al-Sya’bi

Ia adalah Abu Amr Amir ibn Syarahil al-Sya’bi al-Himyari al-Kufi al-

Tabi’i al-Jalil Qadli Kufah. Ia meriwayatkan dari Umar, Ali dan Abdullah ibn

Mas’ud, meski ia tidak mendengar langsung dari mereka. Ia juga

meriwayatkan dari Abu Hurairah, Aisyah, Ibn Abbas, Abu Musa al-Asy’ari

dan lain-lain.

Meski banyak ilmu, ia sangat berhati-hati untuk mentakwilkan

Kitabullah dengan pendapatnya sendiri. Ibn Athiyyah berkata, sejumlah ulama

salaf, seperti Sa’id ibn al-Musayyab dan Amir al-Sya’bi sangat mengagungkan

tafsir Al-Qur’an dan mereka menahan diri dari menafsirkannya dengan

pendapat mereka karena sikap hati-hati. Tiga hal yang aku tidak akan

mengeluarkan pendapatku sampai aku mati yaitu Al-Qur’an, ruh dan

ra’yu. Ia wafat tahun 109 H menurut pendapat yang masyhur.

6. Al-Hasan al-Bashri

Ia adalah Abu Sa’id al-Hasan al-Bashri ibn Abi al-Hasan Yassar al-

Bashri maula al-Anshar. Ibunya adalah Khayyirah muala umm Salamah. Ia

lahir setelah kekhalifahan Umar ibn al-Khaththab.

Page 8: TAFSIR masa tabiin.pdf

7 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

Ia meriwayatkan dari Ali, Ibn Umar, Anas dan sejumlah sahabat dan

tabi’in. Ibn Sa’d berkata, ia tsiqah ma’mun, ilmuwan yang agung, fashih,

tampan, bertakwa dan bersih hatinya. Sampai dikatakan bahwa ia adalah tuan

kalangan tabi’in. Hadistnya ada di al-Kutub al-Sittah. Ia wafat tahun 110 H

dalam usia 88 tahun.

7. Qatadah ibn Di’amah al-Sadusi

Nama kun-yahnya Abu al-Khaththab al-Akmah, keturunan Arab,

tinggah di Bashrah. Ia termasuk periwayat Ibn Mas’ud, disamping

meriwayatkan dari Anas ibn Malik, Abu al-Thufail, Ibn Sirin, Ikrimah, Atha’

ibn Abi Rabah dan yang lain. Ia memiliki daya hapal yang kuat, luas

wawasannya dibidang syair dan memahami benar sejarah Arab, silsilah

mereka dan menguasai bahasa Arab fashih. Karena ia sangat pandai dan

bidang tafsir dan banyak ilmu. Abu Hatim berkata, aku mendengar Ahmad ibn

Hanbal, dan ia menuturkan Qatadah, lalu ia memujinya panjang lebar, lalu ia

membeberkan ilmunya, fiqihnya dan pengetahuannya tentang berbagai

pendapat dan tafsir serta menilainya hafidh da faqih, lalu berkata, sedikit

sekali engkau bisa menemui orang yang melebihinya, kalu sepadan mungkin

saja. Ia wafat tahun 117 H dalam usia 56, menurut pendapat yang masyhur.

C. Madarah Tafsir di Madinah

Tokoh-tokohnya:

a. Abu al-Aliyah adalah Rafi’ ibn Mihran al-Rayyabi maula al-Rayyabi

Ia msuk Islam dua tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Ia termasuk

periwayat Ubai ibn Ka’b dan yang lain. Yang meriwayatkan darinya adalah al-

Rabi’ ibn Anas, seorang tabi’i tsiqah. Banyak ulama memberikannya

kesaksian akan keilmuannya dan keutamaannya. Para penulis al-Kutub al-

Sittah telah menyepakatinya. Ia wafat tahun 90 H, menurut pendapat yang

paling kuat.

b. Muhammad ibn Ka’b al-Quradhi

Ia telah meriwayatkan dari Ali, Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas, di samping

meriwayatkan dari Ubai ibn Ka’b dengan wasithah (perantara). Ia dikenal

tsiqah, adil dan wara’. Ia alim dibidang hadis dan takwil Al-Qur’an. Ibn Aun

berkata, aku belum pernah melihat orang yang lebih alim tentang takwil Al-

Qur’an dibanding al-Quradhi. Ibn Hibban berkata, ia termasuk pemuka warga

Page 9: TAFSIR masa tabiin.pdf

8 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

Madinah dalam hal ilmu dan keagamaan. Ia ditakhrij oleh penulis al-Kutub al-

Sittah. Ia wafat tahun 118 H.

c. Zaid ibn Aslam

Ia adalah Abu Usamah atau Abu Abdillah al-Adawi al-Madani al-

Faqih al-Mufassir Maula Umar ibn al-Khaththab. Ia termasuk pemuka tabi’in

dan termasuk imam tafsir. Ulama memberikan kesaksian akan ke-tsqah-an dan

keadilannya. Ia memiliki banyak ilmu dan tidak segan-segan menafsirkan Al-

Qur’an dengan ra’yunya. Banyak yang mengambil tafsir darinya, yang

terkenal di antaranya adalah putranya, Abdurrahman dan Malik ibn Anas

Imam Dar al-Hijrah. Ia wafat tahun 136 H.

3. Cara Menghimpun Tafsir

Sumber tafsir pada zaman tabi’in ialah penjelasan dari ayat Al-Qur’an sendiri,

dari riwayat sahabat yang diterima dari Nabi SAW, tafsir dari sahabat-sahabat,

penjelasan dari para Ahli Kitab, dan tafsir dengan jalan ijtihad.5

Sebagaimana dalam kalangan sahabat ada yang menerima dan ada yang

menolahk “tafsir bil Ijtihad”, begitu juga dalam kalangan tabi’in. Di antara tabi’in

yang menolak dasar Ijtihad dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah Sa’id ibnul

Musaiyah dan Ibnu Sirin. Diantara yang membolehkan adalah Mujahid, Ikrimah dan

sahabat-sahabatnya.6

Ijtihad para tabi’in sendiri sebagai buah dari kajian mereka terhadap

Kitabullah dan pengetahuan mereka tentang bahasa Arab.

4. Karakteristik Tafsir Di Masa Tabi’in

Kualitas tafsir bi al-ma’tsur pada periode ini, tentu tidak senilai dengan tafsir

yang muncul sebelumnya, baik dibandingkan dengan tafsir zaman Rasulullah SAW.

maupun zaman sahabat. Namun dari perkembangannya, tafsir tabiin jauh lebih

berkembang daripada periode sebelumnya, terutama tafsir bi al-ra’yi. Karena kualitas

tafsir periode ini, para ahli berbeda pendapat dalam pengambilan hasil tafsiran pada

periode ini, terutama tafsir bi al-ra’yi.

Satu pihak menolak penafsiran tabiin karena secara kronologis mereka tidak

mendengar langsung dari Nabi Muhammad SAW. atas apa yang mereka tafsirkan.

Alasan lain bahwa para tabiin tidak menyakskan saat turunnya al-Qur’an. Ibnu

5 Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs. A. Fuadlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Offset Angkasa,

1987, hal. 108 6 M. Hasbi Ash Shiddieqy, opcit, hal. 220

Page 10: TAFSIR masa tabiin.pdf

9 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

Taimiyah menyatakan bahwa pernyataan atau fatwa tabiin tidak boleh dijadikan

hujjahmbagi umat sesudahnya. Adapun hasil ijma’ mereka atas sesuatu dapat

dijadikan hujjah. Akan tetapi apabila terjadi perbedaan pendapat, pendapat yang satu

tidak dapat dijadikan hujjah atas lainnya dan tidak dijadikan hujjah oleh umat

sesudahnya. Sikap terbaik adalah mengembalikan segala permasalahan al-Qur’an dan

as-Sunnah kepada keumuman bahasa arab, atau perkataan para sahabat.

Sementara pihak lain menerima tafsiran tabiin dengan alasan bahwa

kebanyakan tafsiran tabiin itu berkaitan dengan hasil tafsiran yang dilakukan sahabat.

Perkataan ini merujuk pada perkataan Mujahid maupun Qatadah yang menyatakan

bahwa tidak ada satu ayatpun dari al-Qur’an, kecuali tafsirannya telah didengar dari

sahabat. Akan tetapi, apabila penafsiran itu cenderung menggunakan ra’yu, ia tidak

wajib mengambilnya. Dari dua pendapat diatas, dapat dijelaskan bahwa tafsiran tabiin

pada hakikatnya boleh diambil dan dapat dijadikan sandaran hukum, selama sesuai

dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.7

Adapun karakteristik tafsir pada masa Tabiin dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. Terkontaminasinya tafsir di masa ini dengan masuknya Israiliat dan Nasraniyat,

yang bertentangan dengan 'aqidah Islamiyah yang dibawa masuk ke dalam

kalangan umat Islam dari kelompok Islam yang dahulunya Ahli kitab seperti

Abdullah bin Salam, Ka'ab Ahbar, Abdul Malik bin Abdul Ajiz ibnu Jariz.

b. Tafsir pada zaman dahulu senantiasa terpelihara dengan metode talaqqi dan

riwayat, akan tetapi pada zaman tabi’in metode dalam periwayatannya dengan

metode global, sehingga berbeda dengan yang ada di zaman Rasulullah dan

sahabat.

c. Munculnya benih-benih perbedaan mazhab pada masa ini, sehingga implikasi

sebagian tafsir digunakan untuk keperluan mazhab mereka masing-masing;

sehingga tidak diragukan lagi ini akan membawa dampak bagi tafsir itu sendiri,

seperti Hasan Al-bashri telah menafsirkan al-Qur’an dengan menetapkan qadar

dan mengkafirkan orang yang mendustainya.

d. Banyaknya perbedaan pendapat di kalangan para Ttabi’in di dalam masalah tafsir,

walaupun terdapat pula di zaman sahabat, namun tidak begitu banyak seperti di

zaman tabi’in.

7 Khaeruman Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, 2004, hal.91

Page 11: TAFSIR masa tabiin.pdf

10 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

5. Tafsir Israilliyat

Isra’iliyat adalah corak yahudi dan nasrani yang mewarnai tafsir, serta budaya

keduanya (yahudi dan nasrani) yang mempengaruhi tafsir. Awal mula masuknya

isra’iliyat dalam tafsir ini pada zaman sahabat nabi. Karena pada waktu itu mereka

(para sahabat) berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang sifatnya lebih rinci pada

para ahlul kitab (yahudi dan nasrani). Namun setelah mendapatkan informasi atau

data dari ahlul kitab, mereka membiarkan data itu disajikan begitu saja dalam tafsir

tanpa mempertimbangkan kevalidan data tersebut. Artinya, benar atau bohongnya

data tersebut belum teridentifikasi.Disamping itu, mereka masih berjibaku pada dua

hadis nabi yang terkesan bertentangan, yaitu: “Janganlah kalian membenarkan ahlul

kitab dan jangan pula menyalahkannya. Tapi ucapkanlah: kami beriman kepada Allah

dan apa yang telah diturunkan kepada kami!”, dan “Sampaikanlah dariku walaupun

satu ayat dan bani isra’il”.Sedangkan pada masa tabi’in, mereka (ahli tafsir para

tabi’in) memasukkan data-data informasi dari ahlul kitab dengan tanpa ragu pada

tafsir-tafsir mereka.

Di samping karena kemudahannya dalam perolehan data dan informasi dari

ahlul kitab, mereka pun membolehkan penyajiannya dalam tafsir. Isra’iliyat dinilai

menimbulkan pengaruh yang buruk bagi dunia tafsir karena kevalidan datanya yang

samasekali tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang kebenarannya, isra’iliyat dibagi

menjadi tiga kategori:

Pertama; isra’iliyat yang diketahui kebenarannya dengan gamblang dan dapat

diterima karena bersumber dari Nabi Muhammad secara langsung. Kedua; isra’iliyat

yang secara hukum dipersalahkan karena sangat jelas kebohongannya dan tidak dapat

diterima samasekali. Dan yang ketiga; isra’iliyat yang maskuutun ‘anhu (dibiarkan),

yaitu isra’iliyat yang tidak teridentifikasi kebenaran dan kebohongannya. Akan tetapi

kategori ketiga ini oleh para ulama dinilai tidak berfaedah dalam agama.

Para sahabat menghubungi orang-orang seperti Wahab, Ka’ab dan Abdullah

ibn Salam. Para tabi’in menghubungi seperti Ibnu Juraij.8

8 M. Hasbi Ash Shiddieqy, opcit, hal. 212

Page 12: TAFSIR masa tabiin.pdf

11 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

6. Kelebihan, Kekurangan, Dan Pendapat Ulama Tentang Tafsir Pada Masa

Tabiin

Sejumlah ulama berpendapat bahwa tafsir tabi’in tidak diambil, karena mereka

tidak sezaman dengan turunnya wahyu, tidak menyaksikan situasi dan kondisi yang

menyertai turunnya. Sehingga mungkin melakukan kesalahan dalam memahami apa

yang dikehandaki oleh Al-Qur’an. Di samping itu keadilan (al-adalah, kualitas

pribadi) tidak di nash, berbeda dengan sahabat.

Ibn Taimiyyah berkata, Syu’bah ibn al-Hajjaj dan yang lain mengatakan

bahwa pendapat tabi’in bukanlah hujjah, bagaiman mungkin bisa menjadi hujjah di

bidang tafsir? Yakni, pendapat mereka tidak bisa menjadi hujjah bagi yang lain yang

memiliki pendapat yang berbeda. Ini benar. Adapun bila mereka sepakat mengenai

sesuatu maka tidak diragukan lagi kehujjahannya. Sehingga pendapat sebagian

bukanlah menjadi hujjah sebagian lain dan orang sesudah mereka. Hal itu

dikembalikan kepada bahasa Al-Qur’an, sunnah, bahasa Arab atau pendapat sahabat.

Sebagian mufassir berpendapat bahwa pendapat tabi’in di bidang tafsir di akui

dan diambil, karena mereka menerimanya umumnya dari sahabat dan status mereka

adalah adil.

Pendapat yang seyogyanya dipegang berkenaan dengan tafsir tabi’in ini adalah

tidak harus diambil, kecuali dengan dua syarat, yakni :

Yang diriwayatkan dari mereka bukanlah masalah yang merupakan wilayah

ijtihad. Tabi’in yang bersangkutan tidak dikenal mengambil riwayat dari ahli

kitab. Bila kedua syarat ini terpenuhi, maka bisa diambil dan bila tidak maka juga

tidak bisa di ambil.

Page 13: TAFSIR masa tabiin.pdf

12 | S e j a r a h P e r k e m b a n g a n T a f s i r d i m a s a T a b i ’ i n

Daftar Pustaka

Al-Dzahabi, Muhammad Husein, al-Tafsir wa Al-Mufassirin Juz I, Mesir: Dar

al_maktub al-Haditsah

Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an/Tafsir. Semarang:

Bulan Bintang, 1954

Badri, Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia,

2004

Iqbal, Drs. Mashuri Sirojuddin, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Angkasa,1987