tabel 2. rataan hasil analisa karakteristik hasil...

50
Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1063 proses respirasi. Tetapi pada saat proses pemasakan gula dalam buah akan meningkat dengan tajam dalam bentuk glukosa dan fruktosa (Sumadi et al., 2004) Total asam merupakan salah satu pengamatan yang penting dalam menentukan mutu produk olahan dengan asam. Penggunaan bahan baku yang mengandung asam yang cukup sehingga tidak perlu lagi di tambahkan asam sitrat, akan tetapi apabila bahan baku yang sedikit mengandung asam, perlu ditambahkan asam sehingga kesegaran dan nilai pH yang diinginkan dapat tercapai (Sudarmadji ddk,1997). Hasil analisa menunjukan bahwa total asam sari buah pisang kepok memiliki nilai tertinggi yaitu 1.33 % dan berbeda nyata dengan perlakuan jenis pisang tongka langit dengan nilai total asam 0,81%, dan sari buah pisang lampung 0,91%, tetapi tidak berbeda dengan sari buah pisang ambon dengan nilai kadar total asam 1,36%. Asam-asam organik yang paling banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan adalah asam malat dan asam sitrat. Pada buah pisang asam yang paling dominan adalah asam malat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dari nilai pH sari buah dari keempat jenis pisang.Ssari buah pisang lampung memiliki nilai pH 3,7 sedangkan sari buah pisang kepok dan pisang ambon memiliki nilai pH yang sama 3,5, sari buah pisang tongka langit memiliki nilai pH tinggi 3,9. Jika nilai pH semakin tinggi, maka samakin banyak ion H + yang berada dalam larutan. Perubahan nilai pH memberi pengaruh yang berlawanan terhadap kadar total asam, jika kadar total asam tinggi maka nilai pH rendah sedangkan bila kadar asam rendah nilai pH tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dimana total asam pisang tongka langit dan pisang lampung lebih rendah dan nilai pH nya tinggi, begitupun sebaliknya. Nilai pH sari buah pisang pada penelitian ini sesuai dengan nilai SNI, yaitu maksimal pH sari buah adalah 4. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah pisang tongka langit merupakan perlakuan terbaik berdasarkan sifat organoleptik maupun sifat kimianya sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi agroindustri olahan buah pisang di provinsi Maluku. DAFTAR PUSTAKA Bindelle, J., R. Pieper., C,A. Montoya., A.G. Van Kassel, dan P. Leterme. 2001. Non starch olysaccharide-degrading enzyme alter the microbial community and the fermentation patterns of barley cultivas and wheat products in an in vitro model of the porcine gastrointestinal tract. FEMS microbial. Ecol.76:553-563 Cahyono B. 2016. Sukses Budidaya Pisang di Pekarangan dan Perkebunan. Lyli publisher, Yogyakarta. 144 hlm. Pereira, A and M, Maraschin. 2015. Banana (Musa spp) form peel to pulp : Ethnopharmacologi, source oc bioactive compounds and its relevance for human health. J. Ethnopharmacy. 160 : 149- 163 Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1988. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Lyberti, Yogyakarta.

Upload: others

Post on 21-Jan-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1063

pisang tongka langit ini juga memiliki warna yang sangat menarik dibandingkan sari buah dari jenis pisang lainnya, sehingga panelis lebih menyukai sari buah pisang tongka langit ini dan menilainya sebagia ranking tertinggi. Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti terlihat pada tabel 1 menyatakan bahwa sari buah dari jenis pisang kepok menempati ranking pertama dan sari buah pisang tongka langit adalah rannking kedua, tetapi kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukan bahwa panelis lebih menyukai rasa dari sari buah pisang kepok, tetapi secara statistik kesukaan rasa ini tidak berbeda dengan rasa sari buah pisang tongka langit. Tingginya ranking tingkat kesukaan rasa sari buah pisang kepok diduga disebakan sari buah ini memiliki total gula yang tinggi sesuai dengan data hasil analisa total gula pada tabel 2 dan kemungkinan panelis lebih menyukai rasa manis, Hasil uji ranking terhadap aroma seperti terlihat pada tabel 1 menyatakan bahwa sari buah dari jenis pisang kepok menempati ranking pertama, kemudian ranking kedua adalah sari buah pisang tongka langit, dan ranking ketiga dan keempat adalah sari buah pisang ambon dan pisang lampung. Berdasarkan hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan dari sari buah dari keempat jenis pisang yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil uji ranking sari buah dari berbagai jenis pisang lokal ini dapatt disimpulkan bahwa sari buah dari jenis pisang kelompok plantain lebih disukai daripada sari buah dari kelompok pisang meja. Sifat Kimia

Hasil analisa karakteristik kimia sari buah dari perlakuan keempat jenis pisang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik Kimia Sari Buah Pisang Jenis Pisang Total

gula (%) Total Asam (%)

pH

Pisang tongka langit

19,09 b 0,81 c 3,9 a

Pisang kepok

19,38 a 1,33 a 3.,5 a

Pisang ambon

18,19 c 1,36 a 3.5 a

Pisang Lampung

18,52 d 0,91 b 3,7 a

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ 0.05

Hasil penelitian yang disajikan pada

Tabel 2 menunjukkan bahwa total gula sari buah pisang dari keempat jenis perlakuan berbeda nyata. Jenis kelompok pisang olahan (plantain) yaitu pisang tongka langit dan pisang kepok masing-masing sebesar 19,09% dan 19,38 lebih tinggi dibandingkan total gula jenis pisang meja yaitu pisang ambon (18,19%) dan pisang lampung (18,52%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bindelle et al (2011) yang mana rata-rata kadar total gula jenis pisang olahan (plantain) sebesar 38,3% lebih tinggi dibanding jenis pisang meja (banana) sebesar 33,2%.

Penurunan kandungan pati dan penambahan kandungan gula pada buah merupakan sifat yang paling menonjol pada proses pematangan buah pisang. Menurut Simmonds (1982), konsentrsi pati pada daging buah meningkat sampai 70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan pati didalam buah yang belum masak berkisar antara 20-25% dari total berat segarnya dan sekitar 2-5% saja yang mampu diubah menjadi gula dan sebagianya dilepas dalam bentuk CO2 melalui

proses respirasi. Tetapi pada saat proses pemasakan gula dalam buah akan meningkat dengan tajam dalam bentuk glukosa dan fruktosa (Sumadi et al., 2004)

Total asam merupakan salah satu pengamatan yang penting dalam menentukan mutu produk olahan dengan asam. Penggunaan bahan baku yang mengandung asam yang cukup sehingga tidak perlu lagi di tambahkan asam sitrat, akan tetapi apabila bahan baku yang sedikit mengandung asam, perlu ditambahkan asam sehingga kesegaran dan nilai pH yang diinginkan dapat tercapai (Sudarmadji ddk,1997). Hasil analisa menunjukan bahwa total asam sari buah pisang kepok memiliki nilai tertinggi yaitu 1.33 % dan berbeda nyata dengan perlakuan jenis pisang tongka langit dengan nilai total asam 0,81%, dan sari buah pisang lampung 0,91%, tetapi tidak berbeda dengan sari buah pisang ambon dengan nilai kadar total asam 1,36%. Asam-asam organik yang paling banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan adalah asam malat dan asam sitrat. Pada buah pisang asam yang paling dominan adalah asam malat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dari nilai pH sari buah dari keempat jenis pisang.Ssari buah pisang lampung memiliki nilai pH 3,7 sedangkan sari buah pisang kepok dan pisang ambon memiliki nilai pH yang sama 3,5, sari buah pisang tongka langit memiliki nilai pH tinggi 3,9. Jika nilai pH semakin tinggi, maka samakin banyak ion H+ yang berada dalam larutan. Perubahan nilai pH memberi pengaruh yang berlawanan terhadap kadar total asam, jika kadar total asam tinggi maka nilai pH rendah sedangkan bila kadar asam rendah nilai pH tinggi. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian dimana total asam pisang tongka langit dan pisang lampung lebih rendah dan nilai pH nya tinggi, begitupun sebaliknya. Nilai pH sari buah pisang pada penelitian ini sesuai dengan nilai SNI, yaitu maksimal pH sari buah adalah 4.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah pisang tongka langit merupakan perlakuan terbaik berdasarkan sifat organoleptik maupun sifat kimianya sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi agroindustri olahan buah pisang di provinsi Maluku.

DAFTAR PUSTAKA

Bindelle, J., R. Pieper., C,A. Montoya., A.G.

Van Kassel, dan P. Leterme. 2001. Non starch olysaccharide-degrading enzyme alter the microbial community and the fermentation patterns of barley cultivas and wheat products in an in vitro model of the porcine gastrointestinal tract. FEMS microbial. Ecol.76:553-563

Cahyono B. 2016. Sukses Budidaya Pisang di Pekarangan dan Perkebunan. Lyli publisher, Yogyakarta. 144 hlm.

Pereira, A and M, Maraschin. 2015. Banana (Musa spp) form peel to pulp : Ethnopharmacologi, source oc bioactive compounds and its relevance for human health. J. Ethnopharmacy. 160 : 149-163

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1988. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Lyberti, Yogyakarta.

Page 2: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1064

PENENTUAN FORMULASI OPTIMUM MINUMAN FUNGSIONAL BLACK MULBERRY (Morus nigra. L) DENGAN DESIGN EXPERT METODE MIXTURE

D-OPTIMAL BERDASARKAN RESPON ORGANOLEPTIK

DETERMINATION OF FUNCTIONAL DRINK FORMULATION FROM BLACK MULBERRY (Morus nigra. L) WITH DESIGN EXPERT MIXTURE METHOD

D-OPTIMAL BASED ON ORGANOLEPTIC RESPONSE

Yusman Taufik*, Jaka Rukmana, Thomas Gozali, Citra Tenri Wulandari Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT The purpose of this research was to get optimal formulation for making functional drink of black mulberry by using Design Expert. Responses in this study include organoleptic responses to the attributes of color, taste, flavor, and viscosity. The fixed variables in this study were 0.5% sodium benzoate 1000 ppm, 1.5% citric acid 0.1%, 1% pectin and 1% kitchen salt 0.1M. The changed variables in this study were the number of black mulberry fruit, water, and stevia sugar. There are 11 formulations offered by Design Expert software to produce an optimal formulation. The best formula based on data processing was sample with formulation of black mulberry fruit 49,193%, water 42,228% and stevia sugar 4,579% with organoleptic value in color attribute with score 4,47 (somewhat strong), taste with score 4,29 (somewhat strong ), flavor with a score of 3.98 (somewhat not strong), viscosity with a score of 4.54 (somewhat strong)

Keywords: Black Mulberry, Design Expert, D-Optimal Method, Functional Drink

ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan formulasi optimal dalam pembuatan minuman fungsional black mulberry dengan menggunakan suatu aplikasi yaitu Design Expert metode Mixture D-Optimal. Respon dalam penelitian ini meliputi respon organoleptik terhadap atribut warna, rasa, aroma dan kekentalan. Variabel tetap pada penelitian ini adalah natrium benzoat 1000ppm sebesar 0,5%, asam sitrat 0,1% sebesar 1,5%, pektin 1% dan garam dapur 0,1M sebanyak 1%. Variabel berubah dalam penelitian adalah jumlah buah black mulberry, air, dan gula stevia. Terdapat 11 formulasi yang ditawarkan oleh software Design Expert untuk memproduksi satu formulasi optimal. Formula terbaik berdasarkan hasil pengolahan data adalah sampel dengan formulasi buah black mulberry 49,193%, air 42,228%, dan gula stevia 4,579% dengan nilai organoleptik dalam atribut warna dengan skor 4,47 (agak kuat) , rasa dengan skor 4,29 (agak kuat), aroma dengan skor 3,98 (agak tidak kuat), kekentalan dengan skor 4,54 (agak kuat)

Kata kunci: Black Mulberry, Design Expert, Metode D-Optimal, Minuman Fungsional

Page 3: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1065

PENDAHULUAN

Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan tahun 2001 (BPOM), pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan hasil kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan pada jumlah penggunaan yang dianjurkan. Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet atau bubuk yang berasal dari senyawa alami. Produk minuman fungsional yang beredar di pasaran tersedia dalam berbagai bentuk, seperti jus (sari buah), serbuk minuman cepat larut (serbuk instan), serta dalam bentuk teh herbal (teh celup).

Minuman fungsional adalah minuman yang mengandung unsur-unsur zat gizi atau non zat gizi dan jika dikonsumsi dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Minuman fungsional merupakan jenis pangan atau produk pangan yang memiliki ciri-ciri fungsional sehingga berperan dalam perlindungan atau pencegahan, pengobatan terhadap penyakit, peningkatan kinerja fungsi tubuh optimal, dan memperlambat proses penuaan (Pratiwi.E, 2014).

Black mulberry sangat berpotensi, yaitu pada bagian buah yang memiliki zat aktif antosianin sebagai antioksidan (Anonymous, 2002). Ditinjau dari komposisi kimiawi buahnya, tanaman black mulberry memiliki senyawa-senyawa penting yang menguntungkan bagi kesehatan manusia.

Diantaranya adalah kandungan cyanidin yang berperan sebagai antosianin, insoquercetin, sakarida, asam linoleat, asam stearat, asam oleat, dan vitamin (karotin, B1, B2, C). Keunggulan yang dimilki tersebut menjadikan tanaman ini berpotensi untuk diolah menjadi produk pangan fungsional yang memiliki nilai tambah di masyarakat yang salah satunya dijadikan sebagai minuman fungsional.

Pengembangan formulasi menjadi hal yang sangat penting sehingga dapat menghasilkan produk pangan yang bisa diterima oleh masyarakat. Adanya pencampuran yang digunakan dalam formulasi pembuatan minuman fungsional black mulberry dapat mempengaruhi karakteristik dari produk yang dihasilkan.

Salah satu software yang dapat digunakan dalam penentuan formulasi minuman fungsional dari black mulberry secara optimal adalah Design Expert metode mixture D-Optimal. Design Expert digunakan untuk optimasi proses dalam respon utama yang diakibatkan oleh beberapa variabel dan tujuannya adalah optimasi respon tersebut (Bas dan Boyaci, 2007).

BAHAN DAN METODE

Bahan utama yang dgunakan dalam penelitian ini adalah buah black mulberry (Morus nigra L) grade A yang didapatkan dari Desa Cibodas, Maribaya Lembang, gula stevia konsentrasi 5%, dan air. Sedangkan bahan penunjang yang digunakan adalah asam sitrat konsentrasi 0,1%, pektin, natrium benzoat 1000ppm dan garam dapur konsentrasi 0,1M.

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis kimia adalah untuk pengujian skrining fitokimia polifenol yaitu FeCl3 5%, untuk skrining fitokimia flvonoid H2SO4 2N, untuk pengujian Antioksidan metode DPPH yaitu larutan DPPH, metanol, larutan blanko, dan untuk pengujian kadar total Flavonoid yaitu larutan quercetin, metanol, AlCl3 5%,

Page 4: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1066

Alat yang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional black mulberry adalah Pulper, meja, gelas, pisau, blender, saringan, panci, kompor, sendok, neraca digital, mangkuk, piring, spatula kayu, dan botol plastik.

Alat yang digunakan dalam analisis adalah timbangan digital, pipet, tabung reaksi, gelas ukur, cawan porselen, batang pengaduk, corong, gelas kimia, labu ukur, labu erlenmeyer, botol timbang, filler, tabung sentrifugasi, rak tabung reaksi, tangkrus, inkubator, pendingin (kulkas), viscotester oswald dan spektrofotometer, dan pH meter. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan yaitu Pembuatan produk minuman fungsional black mulberry dari formulasi yang didapat dengan menggunakan design expert metode mixture d-optimal dengan penggunaan variabel berubah dan tetap seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1. Pembatasan Formulasi (Variabel

Berubah) No Nama Low High

1 Black Mulberry 41 60

2 Air 35 50

3 Gula Rendah Kalori (Stevia 5%)

1 5

Tabel 2. Bahan Tambahan (Variabel tetap)

dalam Jumlah%

No Nama Jumlah (%)

1 Natrium Benzoat 1000ppm

0,5

2 Asam Sitrat 0,1% 1,5

3 Pektin 1

4 Garam Dapur 0,1M 1

Total 4 %

Tabel 3. Formulasi Minuman Fungsional Black Mulberry berdasarkan Metode Dx

No Formula

si

Black Mulberr

y (%) Air (%)

Gula (Stevia)

(%)

1 1 56.154 35.000 4.846

2 2 59.994 35.000 1.006

3 3 56.059 38.941 1.000

4 4 44.127 50.000 1.873

5 5 41.078 49.922 5.000

6 6 48.686 42.972 4.342

7 7 51.489 41.372 3.139

8 8 53.096 37.907 4.997

9 9 50.636 44.364 1.000

10 10 47.510 47.490 1.000

11 11 45.984 45.016 5.000

Kemudian beberapa formulasi yang

ditawarkan oleh program Design Expert metode Mixture D-Optimal dilakukan Analisis Respon Organoleptik dengan uji mutu hedonik terhadap 30 panelis dalam atribut warna, aroma, rasa dan kekentalan,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji mutu hedonik terhadap 30 panelis dengan menggunakan atribut dari segi warna, rasa, aroma dan kekentalan.

Atribut Warna

Warna adalah atribut mutu yang pertama kali dinilai dalam penerimaan suatu makanan. Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum sinar, selain itu warna bukan merupakan suatu zat atau menda melainkan

Page 5: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1067

suatu sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera mata atau retin mata. Apabila suatu produk mempunyai warna menarik maka akan menimbulkan selera seseorang untuk mencicipi makanan atau minuman tersebut. Selain itu, warna atribut kualitas yang paling penting, walaupun suatu produk mempunyai rasa yang enak dan tekstur yang baik, namun apabila warnanya tidak menarik maka akan menyebabkan produk tersebut kurang diminati (Kartika, 1987).

Hasil uji sidik ragam ANAVA akan menunjukan bahwa model yang direkomendasikan akan signifikan jika p “Prob > F” lebih kecil dari 0,05 (<0,0001) (Wulandari, 2007).

Prob > F yang dihasilkan dari pemodelan 11 formulasi awal yaitu sebesar 0,0368 pada organoleptik atribut warna, adapun pengaruhnya sebesar 3,68%. Nilai-nilai “Prob > F” kurang dari 0,0500 menunjukan pemodelan yang signifikan (berpengaruh) antara model satu dengan yang lain terhadap organoleptik dalam atribut warna dari minuman fungsional black mulberry yang dihasilkan.

Grafik Formula Optimal berdasarkan Organoleptik atribut warna dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Formula Optimal Berdasarkan Organoleptik atribut warna

Atribut Aroma Aroma dapat didefinisikan sebagai

sesuatu yang dapat diamati dengan indra pembau. Didalam industri pangan, pengujian terhadap bau atau aroma dianggap penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut. Selain itu, aroma juga dapat dijadikan indikator untuk menentukan terjadinya kerusakan pada produk (Kartika, 1998).

Data ANAVA terhadap 11 formulasi yang dijadikan model awal analisis data yang menunjukan hasil significant terhadap organoleptik dalam atribut aroma atau dapat diartikan bahwa 11 formulasi yang didapatkan berpengaruh terhadap analisis organoleptik yaitu aroma. Hal tersebut dikatakan karena “Prob >F” memiliki nilai yang sangat kecil (kurang dari 0,05) sehingga mengasilkan respon yang signifikan (berpengaruh).

Prob > F yang dihasilkan dari pemodelan 11 formulasi awal yaitu sebesar 0,0001 pada respon organoleptik atribut aroma, adapun pengaruhnya sebesar 0,01%. Nilai-nilai “Prob > F” kurang dari 0,0500 menunjukan pemodelan yang signifikan (berpengaruh) antara model satu dengan yang lain terhadap organoleptik atribut aroma dari minuman fungsional black mulberry yang dihasilkan.

Grafik Formula Optimal berdasarkan Organoleptik atribut aroma dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Grafik Formula Optimal Berdasarkan Organoleptik atribut aroma

Page 6: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1068

Atribut Rasa Penerimaan konsumen terhadap

makanan ditentukan juga oleh rasa makanan. Rasa terbentuk dari perpaduan komposisi bahan yang digunakan dalam suatu produk makanan. Rasa suatu bahan pangan merupakan hasil kerjasama beberapa indera pengelihatan, pembauan, pendengaran dan perabaan (Kartika, 1988).

Data ANAVA terhadap 11 formulasi yang dijadikan model awal analisis data yang menunjukan hasil significant terhadap organoleptik dalam atribut rasa atau dapat diartikan bahwa 11 formulasi yang didapatkan berpengaruh terhadap analisis organoleptik yaitu rasa. Hal tersebut dikatakan karena “Prob >F” memiliki nilai yang sangat kecil (kurang dari 0,05) sehingga mengasilkan respon yang signifikan (berpengaruh).

Prob > F yang dihasilkan dari pemodelan 11 formulasi awal yaitu sebesar 0,0001 pada respon organoleptik atribut rasa, adapun pengaruhnya sebesar 0,01%. Nilai-nilai “Prob > F” kurang dari 0,0500 menunjukan pemodelan yang signifikan (berpengaruh) antara model satu dengan yang lain terhadap organoleptik atribut rasa dari minuman fungsional black mulberry yang dihasilkan.

Grafik Formula Optimal berdasarkan Organoleptik atribut rasa dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Grafik Formula Optimal

Berdasarkan Organoleptik atribut rasa

Atribut Kekentalan Data ANAVA terhadap 11 formulasi

yang dijadikan model awal analisis data yang menunjukan hasil significant terhadap organoleptik dalam atribut kekentalan atau dapat diartikan bahwa 11 formulasi yang didapatkan berpengaruh terhadap analisis organoleptik yaitu kekentalan. Hal tersebut dikatakan karena “Prob >F” memiliki nilai yang sangat kecil (kurang dari 0,05) sehingga mengasilkan respon yang signifikan (berpengaruh).

Prob > F yang dihasilkan dari pemodelan 11 formulasi awal yaitu sebesar 0,0001 pada respon organoleptik atribut kekentalan, adapun pengaruhnya sebesar 0,01%. Nilai-nilai “Prob > F” kurang dari 0,0500 menunjukan pemodelan yang signifikan (berpengaruh) antara model satu dengan yang lain terhadap organoleptik atribut kekentalan dari minuman fungsional black mulberry yang dihasilkan.

Grafik Formula Optimal berdasarkan Organoleptik atribut kekentalan dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 6. Grafik Formula Optimal

Berdasarkan Organoleptik atribut kekentalan Formulasi Terpilih

Formulasi terpilih merupakan solusi atau formulasi optimal yang diprediksikan oleh Design Expert Metode D-Optimal berdasarkan hasil analisis terhadap respon organoleptik (atribut warna, aroma, rasa dan kekentalan).

Ketepatan formulasi dan nilai masing-masing respon tersebut dapat dilihat pada

Page 7: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1069

desirability. Desirability adalah derajat ketepatan hasil solusi atau formulasi optimal. Semakin mendekati nilai satu maka semakin tinggi nilai ketepatan formulasi, sehingga dapat disimpulkan berdasarkan nilai desirability yang telah mencapai 1,00 maka nilai respon memiliki ketepatan yang tinggi (Nugraha, 2014).

Formulasi terpilih berdasarkan desirability yang mendekati angka 1,00 adalah buah black mulberry 49,193%, air 42,228%, gula stevia 4,579%, Na Benzoat 0,5%, asam sitrat 1,5%, pektin 1% dan garam 1%.

Design Ekspert memberikan solusi formulasi optimal berdasarkan prediksi hasil respon organoleptik dalam atribut warna dengan skor 4,47 (agak kuat) , rasa dengan skor 4,29 (agak kuat), aroma dengan skor 3,98 (agak tidak kuat), dan kekentalan dengan skor 4,54 (agak kuat).

Perbandingan hasil analisis program design expert metoda d-optimal dengan analisis laboratorium terhadap minuman fungsional black mulberry formulasi terpilih dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Hasil Respon Design Expert dengan Analisis dari Laboratorium

No Respon Hasil

Design Expert

Hasil Analisis Laboratorium

1 Warna 4,47 5,1

2 Rasa 4,29 4,43

3 Aroma 3,98 4,17

4 Kekentalan 4,54 4,37

Perbandingan hasil program dan

analisis laboratorium ini bermaksud untuk mengukur derajat ketepatan program selain dari keterangan yang diberikan dalam bentuk desirability berjumlah 1 yang artinya baik.

Berdasarkan data yang dihasilkan bahwa selisih dari kedua hasil ini tidak terlalu jauh sehingga dapat dikatakan program memiliki ketepatan yang baik dalam menentukan formulasi produk yang dapat dilihat dari perbandingan hasil analisis yang masih berdekatan dengan hasil data program. Selain itu setelah dilakukan pengujian validasi dan verifikasi dengan menggukan metode uji F dan uji T didapat hasil bahwa kedua metode dapat dibandingkan dan tidak berbeda signifikan.

KESIMPULAN

Setelah dilakukakn penelkitian mengenai optimalisasi formulasi minuman fungsional black mulberry dengan menggunakan design expert metode mixture d-optimal, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Design Expert Metode D-Optimal

memberikan 11 formulasi awal untuk analisis data minuman fungsional black mulberry dengan variabel berubah yaitu buah black mulberry, air dan gula stevia 5%. Kemudian dihasilkan 1 formulasi akhir yang sudah disesuaikan standarnya dengan keinginan peneliti.

2. Formulasi optimal yang dihasilkan oleh design expert dengan variabel berubah yaitu buah black mulberry 49,193%, air 42,228%, dan gula stevia 4,579%, Variabel tetap yaitu natrium benzoat 1000ppm 0,5%, asam sitrat 0,1% yaitu 1,5%, pektin 1% dan garam dapur 0,1M 1%. Prediksi terhadap respon organoleptik dalam atribut warna dengan skor 4,47 (agak kuat) , rasa dengan skor 4,29 (agak kuat), aroma dengan skor 3,98 (agak tidak kuat), kekentalan dengan skor 4,54 (agak kuat) dan desirability 1,000.

3. Hasil analisis laboratorium formulasi optimal terhadap atribut warna yaitu dengan skor 5,1 (Suka), rasa yaitu

Page 8: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1070

dengan skor 4,43 (Agak Suka), dan atribut aroma yaitu dengan skor 4,17 (Agak Suka). Hasil analisis laboratorium mendekati prediksi program design expert metode d-optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2001. Kajian proses standarisasi produk pangan fungsional di Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Lokakarya Kajian Penyusunan Standar Pangan Fungsional. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Bas D, Boyaci IH. 2007. Modeling and Optimization I : Usability Of Response Surface Methodology. J Food Eng.

Kartika, B. 1987. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Yogyakarta.

Lee, S.H., Choi, S.Y., Kim, H., Hwang, J.S., Lee, B.G., Gao, J.J., & Kim, S.Y. 2002. Mulberroside F Isolated from the Leaves of Morus alba Inhibits Melanin Biosynthesis. Biological and Pharmaceutical Bulletin, 25(8): 1045-1048.

Nugraha, Dea. 2014. Optimalisasi Formulasi Food Bar Berbahan Tambahan (Isolat Soy Protein, Dekstrin, dan Madu) Menggunakan Program Design Expert Metoda D-Optimal (Skripsi). Universitas Pasundan Bandung.

Pratiwi .E. 2014. Studi Pembuatan Teh Daun Benalu Kopi (Loranthus parasiticus) dengan Tingkat Konsentrasi Sari Belimbing Wuluh sebagai Minuman Fungsional. Teknologi Pertanian, Universitas Andalas. Padang.

Zafar, M.S., Muhammad, F., Javed, I., Akhtar, M., Khaliq, T., Aslam, B., Waheed, A., Yasmin, R., & Zafar, H. 2013. White Mulberry (Morus alba): A Brief Phytochemical and Pharmacological Evaluations Account.

International Journal of Agriculture and Biology, 15(3): 612‒620.

Page 9: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1071

ANALISIS BIAYA TRANSAKSI PADA KELEMBAGAAN PERTANIAN GAPOKTAN PENERIMA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Zulkarnain*, dan Windu Mangiring Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK Penyaluran program PUAP melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), dimana Gapoktan merupakan kelembagaan pertanian pelaksana program PUAP. Dalam pelaksanaan program PUAP, biaya transaksi tidak dapat dihindarkan. Biaya transaksi menjadi suatu hal yang dianggap normal dan aktivitas menjadi hal yang lazim dalam proses pembuatan kontrak dan usaha pencapaian tujuan bersama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mempelajari struktur biaya transaksi pada kelembagaan pertanian Gapoktan penerima program PUAP di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Raman Aji Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan dengan Metode pengambilan sampel menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode purposive sampling (sengaja) dan metode simple random sampling (acak sederhana). Perwakilan sampel pertama diambil menggunakan metode purposive yakni ketua kelompok tani sedangkan perwakilan sampel yang ke dua ditentukan dengan menggunakan metode simple random yakni anggota kelompok tani penerima dana PUAP dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan. Responden dalam penelitian ini adalah ketua dan anggota kelompok tani penerima program PUAP pada Gapoktan Jaya Makmur di Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur sebanyak 68 orang. Untuk menjawab tujuan penelitian digunakan analisis biaya transaksi (transaction cost). Hasil yang didapatkan rata-rata biaya transaksi per anggota Gapoktan dalam penerimaan Program PUAP sebesar Rp. 203.235,00. Biaya pengamanan kontrak merupakan jenis biaya transaksi yang terbesar jika dibandingkan dengan biaya informasi maupun biaya koordinasi yaitu sebesar 58,61 %. Penyaluran dana Program PUAP kepada anggota sebesar Rp. 500.000, 00. Dengan adanya biaya transaksi maka dana batuan dari program PUAP yang diperoleh oleh anggota tampa disadari tidak sesuai dengan yang dikontrak. Kata kunci: Biaya transaksi, Gapoktan, Kelembagaan, Program PUAP

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi permasalahan baik dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya dan bidang-bidang lainnya. Beberapa masalah yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah diantaranya adalah masalah pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Tingginya

angka kemiskinan per tahun di Indonesia menjadikan kemiskinan sebagai masalah pokok nasional yang penanggulangannya menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial sehingga akan mempengaruhi perekonomian nasional (Yoyok, 2013)

Kemiskinan di Indonesia ditandai oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat, hal ini dapat ditunjukkan oleh Indeks

Page 10: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1072

Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang dirilis United Nations Development Program (UNDP). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan kualitas manusia Indonesia pada Tahun 2013 berada pada level 0,629 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke lima jika dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) (https://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Pembangunan_Manusia). Hasil yang cukup mencengangkan mengingat Indonesia adalah negara besar dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk.

Berdasarkan data BPS Tahun 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2015 sebesar 28,59 juta orang dimana sebanyak 59,79 persen penduduk miskin tersebut berada di daerah perdesaan yang pada umumnya bekerja pada subsektor pertanian tanaman pangan dan perikanan (nelayan). Kemiskinan di pedesaan disebabkan oleh adanya ketimpangan pembangunan antara desa sebagai produsen pertanian dan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan di pedesaan, pemerintah mengeluarkan kebijakan dan menggalakkan program-program revitalisasi dan pemberdayaan. Pada tanggal 11 Juni 2005 Presiden RI telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) sebagai salah satu dari Triple Track Strategy dari Kabinet Indonesia bersatu dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing ekonomi nasional dan menjaga kelestarian sumber daya pertanian, perikanan dan kehutanan. Selanjutnya dikeluarkan pula Undang Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

Menindak lanjuti kebijakan-kebijakan pemerintah, Departemen Pertanian melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor

545/Kpts/OT.160/9/2007 membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) serta diterbitkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 16/permentan/OT.140/2/2008 pada tanggal 11 Februari 2008 tentang Juknis Program PUAP. Program PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) selaku kelembagaan pertanian di Desa.

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) program PUAP telah disalurkan sebagian besar kepada Gapoktan-Gapoktan dengan nilai Rp 1,0573 trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta. Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 propinsi, 379 kabupaten atau kota, 1.834 kecamatan miskin dan 10.524 desa miskin.

Posisi kelembagaan dirancang untuk mengurangi biaya transaksi dalam pasar yang kompetitif (Williamson, 1981 dalam Richter, 2005). Pada kenyataannya, biaya transaksi tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan. Minimalisasi biaya transaksi memiliki arti penting tetapi meminimalisasi biaya transaksi bukanlah suatu tujuan melainkan sebuah proses untuk mencapai tujuan yang lebih luas dan maksimalisasi kesejahteraan masyarakat. Selain itu, biaya transaksi akan selalu positif dan ada dimana-mana (Allen, 2005).

Sejalan dengan perkembangan ilmu mengenai ekonomi kelembagaan, kelembagaan pertanian Gapoktan penerima Program PUAP pun diduga tidak akan luput dari adanya biaya transaksi. Dalam konteks kelembagaan pertanian Gapoktan, biaya transaksi didekatkan dengan prinsip menjalankan organisasi untuk mendukung program PUAP diantaranya yaitu (1) biaya

Page 11: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1073

pencarian informasi (Information cost); (2) biaya koordinasi (Coordination cost); (3) biaya pengamanan kontrak (Controlling cost). Biaya-biaya ini menjadi suatu hal yang dianggap normal, pada saat segala bentuk penyelewengan dan aktivitas menjadi hal yang lazim dalam proses pembuatan kontrak dan usaha pencapaian tujuan bersama.

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah pada penelitian yang berjudul “Analisis Biaya Transaksi Pada Kelembagaan Pertanian Gapoktan Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kabupaten Lampung Timur” adalah sebagai berikut “Bagaimana struktur biaya transaksi pada kelembagaan pertaniaan Gapoktan penerima program PUAP di Kabupaten Lampung Timur”. Adapun tujuan penelitian ini adalah : “Menganalisis dan mempelajari struktur biaya transaksi pada kelembagaan pertanian Gapoktan penerima program PUAP di Kabupaten Lampung Timur”

METODELOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dipilih secara

sengaja (purposive) yang berada pada Gapoktan Jaya Makmur Desa Raman Aji Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur. Dengan alokasi waktu mulai dari bulan April 2016 sampai dengan bulan

September 2017. Adapun alasan penentuan lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : (1) Gapoktan berada di wilayah Kabupaten Lampung Timur yang sedang dan telah mendapatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP secara bergulir pada tiap-tiap kelompok tani dimulai dari Tahun pertama program PUAP Tahun 2008, (2) Gapoktan tersebut merupakan binaan dari Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Peternakan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Lampung Timur, dan (3) Mendapatkan piagam penghargaan dari Bupati Kabupaten Lampung Timur atas prestasinya dalam pengembangan dana PUAP Kabupaten Lampung Timur. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani penerima program BLM PUAP pada Gapoktan Jaya Makmur sebanyak 568 orang. Teknik Pengambilan sampel tersebut didapatkan berdasarkan perhitungan (Sugiarto et al, 2003), dengan metode acak sederhana (simple random sampling). Berdasarkan perhitungan, sampel yang di dapat sejumlah 68. Proporsi untuk sampel dari masing-masing populasi anggota kelompok tani merujuk pada Nasir (1988).

Tabel 1. Nama kelompok tani, jumlah anggota kelompok tani dan jumlah sample pada Gapoktan

Jaya Makmur Desa Raman Aji Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur, 2015

No. Nama Kelompok Tani Jumlah Anggota Kelompok Tani Jumlah Sample

1 Subur Jaya 29 3

2 Tani Jaya 38 4

3 Yoso Makmur 30 4

4 Usaha Tani 30 4

Page 12: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1074

5 Usaha Tani I 28 3

6 Usaha Tani II 21 2

7 Usaha Tani III 26 3

8 Sido Makmur 30 4

9 Sediyo Maju 30 4

10 Sampurna II 23 3

11 Rasa Sampurna 26 3

12 Mekar Jaya 30 4

13 Maju Lestari 23 3

14 Tani Maju 30 4

15 Rukun Tani 30 4

16 Sri Tani 22 2

17 Al Amin 27 3

18 Tunas Tani 30 4

19 Sido Muncul 27 3

20 Sido Maju 38 4

Total 568 68

Sumber : BP4K Kab. Lampung Timur, 2015 Metode, Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode purposive sampling (sengaja) dan metode simple random sampling (acak sederhana). Perwakilan sampel pertama diambil menggunakan metode purposive yakni ketua kelompok tani. Pemilihan ketua kelompok tani dengan pertimbangan bahwa ketua kelompok tani memiliki informasi yang lebih banyak seputar implementasi dan alokasi pemanfaatan bantuan PUAP, serta dapat memberikan informasi pendukung lainnya yang lebih jelas lagi untuk penelitian ini. Sedangkan perwakilan sampel yang ke dua

ditentukan dengan menggunakan metode simple random. Pengambilan sampel ditujukan kepada anggota kelompok tani penerima dana PUAP dengan cara pengundian. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa data, yaitu : (1) data Primer adalah data yang di dapatkan dari hasil wawancara atau observasi secara langsung pada gapoktan serta kelompok tani di Desa Raman Aji Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur, (2) data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen yang dimiliki oleh kelompok tani yang berkaitan dengan obyek penelitian, lembaga terkait/instansi terkait, laporan-laporan, publikasi dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Dalam

Page 13: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1075

usaha pengumpulan data yang lengkap guna menyusun penelitian ini digunakan instrumen - instrumen penelitian seperti (1) Interview (Wawancara), (2) observasi (Pengamatan Langsung), (3) dokumentasi, dan (4) kuesioner Analisis Data

Dalam penelitian ini untuk menghitung biaya transaksi pada Gapoktan penerima program PUAP digunakan rumus sebagai berikut:

TC = X1n+ X2n+ X3n. Keterangan : TC= biaya transaksi (Transaction cost) X1n = biaya informasi (Information cost) X2n= biaya koordinasi (Coordination cost) X3n= biaya pengamanan kontrak (Controlling cost)

Pada penelitian ini biaya transaksi didekatkan dengan prinsip menjalankan organisasi untuk mendukung kegiatan program PUAP. Secara matematika, biaya informasi dapat ditulis sebagai berikut :X1 = (X11 + X12 + X13 ) Keterangan : X11 = biaya pengadaan program (Rp.) X12 = biaya awal mulanya terbentuknya

kelompok tani untuk kemudian menjadi gapoktan penerima program PUAP (Rp.),

X13 = biaya pertemuan agar petani menjadi Penerima Program PUAP (Rp.).

Secara matematika, biaya koordinasi dapat ditulis sebagai berikut : X2= (X21 + X22 + X23

+ X24 + X25) Keterangan : X21 = biaya transportasi (Rp.) X22 = biaya pertemuan (Rp.) X23 = biaya komunikasi (Rp.) X24 = biaya administrasi (Rp.) X25 = biaya pendapatan yang hilang (Rp.).

Secara matematika, biaya pengamanan kontrak dapat ditulis sebagai berikut X3 = (X31 + X32 + X33) Keterangan : X31 = iuran anggota (Rp.), X32 = gaji/honor ketua kelompok (Rp.), X33 = biaya insentif (Rp.).

HASIL

Biaya Transaksi

Teori biaya transaksi berasal dari pendekatan kelembagaan ekonomi baru dan berfokus pada tata kelola kelembagaan. Menurut Williamson (1986) dan Anwar (1995), ekonomi biaya transaksi berlainan dengan ekonomi neoklasikal, dimana ekonomi neoklasik menganggap dalam aktivitas ekonomi tidak mengalami hambatan yang berarti karena mempunyai informasi yang sempurna. Keadaan sebenarnya adalah pada setiap proses pertukaran ekonomi seperti dalam jual beli (economic exchange), terdapat hambatan yang dapat disebut biaya transaksi. Hubungan keterkaitan biaya transaksi (cost transaction) dengan kelembagaan mempunyai makna strategis sebagai indikator tingkat efisiensi kelembagaan. Indikator efisiensi kelembagaan diamati dari tinggi rendahnya biaya transaksi yang muncul dari kegiatan transaksi ekonomi. Semakin rendah biaya transaksi menunjukkan kelembagaan yang efisien, demikian sebaliknya (Yeager, 1999 dalam Yustika, 2006). Biaya transaksi tersebut bisa didefinisikan sebagai ongkos yang muncul untuk mencari informasi, melakukan koordinasi, membuat kontrak, dan menegakkannya (law enforcement). Biaya transaksi nampak memiliki bentuk beragam, yang hampir selalu disebabkan oleh ketidakpastian dan/atau informasi asimetris (Rahman A., 2011)

Biaya transaksi dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga yaitu biaya informasi, biaya koordinasi dan biaya pengamanan

Page 14: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1076

kontrak. Perhitungan biaya transaksi ini difokuskan pada kegiatan kelembagaan pertanian yang dilakukan di Desa Raman Aji Kecamatan Raman Utara, dalam hal ini

Gapoktan Jaya Makmur penerima Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan).

Tabel 2. Biaya Transaksi pada Kelembagaan Pertanian Gapoktan Jaya Makmur Penerima

Program PUAP

No. Jenis Biaya Transaksi Total Persentase

Biaya Transaksi (%)

1 Biaya Informasi

A. Biaya pengadaan program 16.838 8,28

B. Biaya awal mula terbentuknya kelompok tani menjadi anggota Gapoktan Penerima Program PUAP

1.471 0,72

C. Biaya pertemuan agar petani menjadi Penerima Program PUAP

20.016 9,85

Sub Total 38.325 18,86

2 Biaya Koordinasi

A Biaya Transportasi 4.421 2,175

B Biaya Pertemuan 4.575 2,25

C Biaya Komunikasi 1.448 0,71

D Biaya Administrasi 13.654 6,72

E Biaya Pendapatan Yang Hilang 21.703 10,68

Sub Total 45.792 22,53

3 Biaya Pengamanan Kontrak

A Iuran Anggota 100.000 49,20

B Gaji dan Honor Pengurus 17.647 8,68

C Insentif 1.471 7,24

Sub Total 119.118 58,61

Rata-rata Biaya Transaksi per Anggota Penerima Program PUAP

203.235 100

Sumber : Data Primer (diolah), 2017

Page 15: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1077

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan

bahwa rata-rata biaya transaksi per anggota dalam penerimaan Program PUAP sebesar Rp. 203.235,00. Biaya pengamanan kontrak merupakan jenis biaya transaksi yang terbesar jika dibandingkan dengan biaya informasi maupun biaya koordinasi yaitu sebesar 58,61 %. Penyaluran dana Program PUAP kepada anggota sebesar Rp. 500.000, 00. Dengan adanya biaya transaksi maka dana program PUAP yang diperoleh oleh anggota tampa disadari tidak sesuai dengan yang dikontrak. Biaya-biaya transaksi tersebut akan mengurangi bantuan modal petani yang didapatkan sehingga petani akan terkendala dalam berusahatani atau usaha. Petani tetap menerima bantuan modal tersebut walaupun dalam prosesnya ada biaya transaksi.

Adapun biaya transaksi dalam penerima program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) di Gapoktan Jaya Makmur adalah sebagai berikut : Biaya Informasi

Biaya informasi dapat bersifat ”pra” sebelum kegiatan dilakukan atau dilaksanakan, hanya sebatas mencari kepastian (suciatia dkk, 2014). Informasi yang dibutuhkan untuk merumuskan atau membuat kebijakan terkait dengan tindakan yang akan dilakukan, sehingga tindakan atau aktivitas yang diambil sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang diharapkan. Informasi yang dibutuhkan bukan hanya oleh individu dan kelompok dalam masyarakat, akan tetapi juga oleh semua jenis organisasi termaksud kelembagaan kelompok tani. Tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka di dalam berkomunikasi yang dilakukan untuk menanamkan pengetahuan (to impart knowledge) dan menambahkan informasi yang dapat dijadikan sebagai pengambilan keputusan anggota kelompok tani. Kakansing (2009) dalam Rintjap A.K., 2015 menyatakan

bahwa petani pada dasarnya melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhannya.

Pentingnya biaya transaksi yang diutarakan oleh North (1990) dalam Yustika (2006) bahwa biaya mencari informasi merupakan kunci dari biaya transaksi. Salah satu biaya transaksi yaitu biaya informasi, dimana biaya informasi merupakan biaya yang terdiri dari biaya pengadaan program, biaya pembentukan Koptan menjadi anggota Gapoktan Penerima Program PUAP, dan biaya pertemuan anggota Koptan agar menjadi penerima Program PUAP.

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa biaya informasi yang terbesar adalah biaya pertemuan anggota Koptan agar menjadi penerima Program PUAP. Biaya yang dikeluarkan berupa pertemuan untuk membahas Program PUAP. Pertemuan tersebut dilakukan tiga tahapan yaitu pertemuan membahas kesiapan kelompok tani, pertemuan membahas proses pembuatan RUA (Rencana Usaha Anggota), RUK (Rencana Usaha Kelompok) dan RUB (Rencana Usaha Bersama), dan pertemuan membahas pencairan dana. Dalam pertemuan tersebut, biaya yang dikeluarkan oleh anggota Gapoktan berupa minuman, snack (makanan ringan), bahan bakar, dan rokok.

Biaya informasi yang dikeluarkan oleh anggota Gapoktan sebesar Rp. 38.325,00 atau 18,86 % dari total biaya transaksi sebesar Rp. 203.235. Biaya informasi berkaitan dengan ketidaklengkapan informasi pada situasi di mana seluruh pihak yang melakukan transaksi menghadapi level informasi sama tetapi tidak lengkap. Akibat kekurangan informasi inilah yang menimbulkan tambahan biaya transaksi (Rahman A., 2011). Pentingnya biaya transaksi dikemukakan oleh North (1990) dalam Yustika (2006) menyatakan bahwa biaya mencari informasi merupakan kunci dari biaya transaksi, yang terdiri atas biaya untuk mengerjakan pengukuran kelengkapan-kelengkapan (attributes) yang dipertukarkan

Page 16: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1078

dan ongkos untuk melindungi hak-hak kepemilikan (property rights) dan menegakkan kesepakatan (enforcing agreements). Sehingga Satu pihak sangat mungkin memiliki informasi yang lebih, dibandingkan pihak lain. Kemudian inilah yang menimbulkan adanya biaya transaksi (Setyanti, A.M., 2016).

Kelompok yang terdiri dari individu-individu memiliki batas-batas kemampuan untuk memproses dan menggunakan informasi yang tersedia, sedangkan informasi yang tersedia sangatlah banyak dan kompleks (Setyanti, A.M., 2016). Pengaturan aturan

kelompok yang bisa mendorong rasa memiliki, tanggung jawab, dan partisipasi bisa ditegakkan, sehingga pada saat pertemuan, naik turunnya antusiasme dan hubungan sosial yang baik kohesivitas masyarakat di tingkat lokal bisa terjaga. Pertemuan kelompok bisa berupa tindakan kolektif masyarakat seperti arisan, yasinan dan gotong royong telah memainkan peran penting dalam menjaga semangat antar anggota kelompok (Arifin, B., 2006). Hal tersebut yang dilakukan oleh Gapoktan Jaya Makmur untuk mengumpulkan anggotanya.

Sumber : Data Primer (diolah), 2017 Gambar 2. Komponen Biaya Informasi pada Kelembagaan Pertanian Gapoktan Jaya Makmur

Penerima Program PUAP

Berdasarkan gambar 1, menunjukkan bahwa biaya informasi masih didominasi oleh biaya pertemuan agar petani menjadi penerima Program PUAP sebesar Rp. 20.016,00. Biaya pertemuan yang dikeluarkan oleh anggota Gapoktan penerima Program PUAP antara lain minuman/makanan, bahan bakar dan rokok. Dari ketiga sumber biaya pertemuan, biaya rokok yang paling besar dan

hampir keseluruhan anggota Gapoktan berjenis kelamin laki-laki. Menurut Nasrul (2012), adanya kelompok tani dapat menjadi konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerak ekonomi dari pra produksi hingga pemasaran. Pertemuan yang dilakukan oleh kelompok tani tidak sebatas mengenai program PUAP tetapi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan agribisnis mulai dari

Page 17: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1079

pengadaan saprodi, budidaya sampai pascapanen.

Sedangkan biaya pengadaan program sebesar Rp. 16.838,00 seperti mengadakan pertemuan pengurus Gapoktan dengan pihak BP3K dan BP4K, dan melakukan pelatihan pengurus Gapoktan (ketua, sekretaris, dan bendahara) selama 7 (tujuh) hari. Pelatihan tersebut untuk membantu pengurus Gapoktan dalam mengajukan program PUAP. Program PUAP yang diberikan berupa bantuan pendanaan kepada petani agar petani terbantu dalam melakukan usahataninya dan dana yang diberikan ini berupa pinjaman untuk dikembangkan, dimana dana tersebut diberikan kepada petani dengan syarat yang mudah (Sagala, Z., 2010). Pentingnya program PUAP untuk pengembangan usaha petani, maka perlu adanya pertemuan pihak-pihak terkait dalam hal ini adalah Gapoktan, BP3K dan BP4K. Pertemuan tersebut membicarakan prosedur dan persyaratan yang harus disiapkan untuk pengajuan program PUAP. Kemudian, pengurus Gapoktan mengikuti pelatihan guna mempermudah dalam proses pengajuan Program PUAP.

Biaya awal mula terbentuknya kelompok tani menjadi anggota Gapoktan Penerima Program PUAP yang paling sedikit dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 1.471, 00. Pihak Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) mengajak seluruh kelompok tani untuk membicarakan program-program pemerintah, salah satu program PUAP. Pihak Gapoktan menekankan bahwa program PUAP memberikan manfaat untuk meningkatkan usahanya. Sealin itu, program PUAP merupakan bantuan dana dari pemerintah yang nantinya ada evaluasi dari pemerintah bagi Gapoktan. Pengurus Gapoktan akan melakukan evaluasi bagi anggota Gapoktan penerima PUAP, hal ini sejalan dengan penelitian Nursyamsiah (2010) dalam Wijianto, A. dkk, 2012, yang menyatakan bahwa pengurus Gapoktan tidak akan memberikan pinjaman tahap kedua apabila

ada riwayat peminjam yang sulit mengembalikan pinjaman dana PUAP.

Biaya Koordinasi

Menurut Moekijat (1994) dalam Anggraeni, N.L.V. dkk, 2014, koordinasi merupakan sebagai penyelarasan kegiatan-kegiatan yang saling bergantung dari individu, kelompok atau organisasi yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan bersama. Dalam koordinasi yang efektif memiliki syarat, salah satunya melalui komunikasi yang efektif dan tukar menukar informasi secara terus menerus sehingga perbedaan-perbedaan antar individu dapat diatasi dan akan membawa perubahan-perubahan kebijakan maupun program untuk masa mendatang.

Koordinasi yang melalui konsensus dapat menjadi motivasi untuk kepentingan bersama yang saling membutuhkan atau membantu dengan melalui ide. Selain itu koordinasi melalui pedoman kerja menyangkut tugas, wewenang, tata kerja serta prosedur kerja agar terdapat kesatuan gerak dan kesatuan tindakan yang tertuang dalam petunjuk atau pedoman (Akmal, 2006). Menurut Arifin, B., 2006 biaya koordinasi untuk menjalankan kelompok sebagai organisasi atau kelembagaan yang solid tidak murah, hal tersebut bisa ditemukan di mana saja sesuai dengan tempat keberadaan kelembagaan atau organisasi.

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa biaya koordinasi yang terbesar adalah biaya pendapatan yang hilang. Biaya yang dikeluarkan anggota Gapoktan yang berupa pengantian akibat dari meninggalkan pekerjaannya. Hampir seluruh anggotaGapoktan merupakan petani sehingga pekerjaannya berhubungan dengan bidang pertanian. Dalam pertemuan, anggota Gapoktan berusaha hadir untuk mengetahui proses dan persyaratan program PUAP, sehingga anggota Gapoktan dapat mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan pada saat pengajuan dana bantuan dari program

Page 18: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1080

PUAP. Program PUAP sangat membantu petani dalam pengadaan saprodi sehingga

dapat meningkatkan pendapatan.

Sumber : Data Primer (diolah), 2017 Gambar 3. Komponen Biaya Koordinasi pada Kelembagaan Pertanian Gapoktan Jaya Makmur

Penerima Program PUAP

Berdasarkan gambar 2, menunjukkan bahwa biaya koordinasi masih didominasi oleh biaya pendapatan yang hilang sebesar Rp. 21.703,00 atau 10,68 % dari total biaya transaksi sebesar Rp. 203.235,00. Biaya pendapatan yang hilang dikeluarkan anggota Gapoktan yang berupa pengantian akibat dari meningalkan pekerjaannya untuk melakukan pertemuan atau rapat membahas tentang program PUAP. Komponen biaya koordinasi yang lainnya yaitu biaya administrasi. Biaya administrasi tersebut berkaitan dengan dokumen pengajuan program PUAP, hal-hal yang dibutuhkan buku tulis, fotocopy dokumen, materai dan alat-alat tulis. Besarnya biaya admintrasi yang dikeluarkan sebesar Rp.13.654,00 atau 6,72 % dari total biaya transaksi Rp. 203.235,00. Administrasi yang dilaksanakan secara teratur dan diatur maka dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Sehingga hal-hal yang terkait dengan administrasi akan terlihat dan tersusun rapih. Adminsitrasi yang teratur dilihat dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan tersebut harus dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan sedangkan administrasi yang diatur maksudnya seluruh kegiatan harus disusun, disesuaikan satu sama lainnya supaya terdapat keharmonisan dan keseimbangan tugas.

Biaya administrasi yang lebih besar penggunaannya adalah pembelian buku tulis, buku tulis tersebut dipergunakan untuk pencatatan mengenai data anggota Poktan/Gapoktan, pencairan dana bantuan Program PUAP, laporan keuangan Gapoktan dan pengembangan Program PUAP. Buku tersebut dibuat khusus supaya pada saat data yang dibutuhkan tidak mengalami kesulitan dalam mencarinya. Sehingga pada saat

Page 19: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1081

pelaporan pengembangan dana PUAP, Gapoktan sudah mempunyai data lengkap yang tersusun rapih. Dalam menjalankan organisasi/kelembagaan, pertemuan merupakan bagian yang tidak bisa ditinggalkan sehingga biaya pertemuan digunakan untuk mempertahankan soliditas organisasi/kelembagaan. Pertemuan merupakan kesempatan yang tidak bisa diabaikan di antara anggota kelompok untuk menghadirin pertemuan kelompok, karena petani bisa kehilangan waktu dan pendapatan pada hari itu. Besarnya biaya pertemuan pada saat koordinasi yang dikeluarkan sebesar Rp.4.575,00 atau 2,25 % dari total biaya transaksi Rp. 203.235,00. Pertemuan yang dilakukan satu kali pada waktu akhir musim tanam. Pertemuan tersebut membahas usahatani yang dilakukan oleh petani penerima PUAP seperti kendala-kendala dalam berusahatani, selain itu membahas dana PUAP yang telah dipergunakan.

Beberapa anggota Gapoktan harus mengeluarkan biaya transportasi yang berupa pembelian bahan bakar. Menurut Utomo (2010) dalam Setiani B., 2015, transportasi merupakan perpindahan penumpang atau orang dari suatu tempat ketempat lain atau tujuan yang dibutuhkan. Transportasi yang dipergunakan untuk menghadiri pertemuan atau rapat Gapoktan adalah sepeda motor. Hampir seluruh anggota Gapoktan bertempat tinggal didaerah yang sedikit jauh dari tempat sekretariatan Gapoktan Jaya Makmur. Besarnya biaya transportasi pada saat koordinasi yang dikeluarkan sebesar Rp.4.412,00 atau 2,17 % dari total biaya transaksi Rp. 203.235,00. Biasanya, banyak petani dengan senang hati bersedia berpartisipasi dalam pertemuan tersebut, tidak hanya untuk bersosialisasi dan berbagi pengetahuan bahkan pemecahan masalah tetapi berharap bisa mendapatkan lebih banyak informasi langsung dari Gapoktan yang merupakan wadah petani.

Dalam memperlancar koordinasi pengurus dan anggota Gapoktan, maka diperlukan biaya komunikasi. Komunikasi bertujuan untuk mengumpulkan orang yang mempunyai tujuan bersama serta berinteraksi satu sama lain untuk saling mengenal sehingga memandang mereka sebagai bagian dari kelompok (Mulyana, 2005). Biaya komunikasi yang dibutuhkan berupa telp maupun pesan singkat (sms), hal tersebut sering digunakan oleh anggota Gapoktan untuk mempermudah menyampaikan informasi pertemuan atau rapat sehingga anggota Gapoktan akan mengetahui jadwal maupun agenda yang akan dibahas. Besarnya biaya komunikasi pada saat koordinasi yang dikeluarkan sebesar Rp.1.448,00 atau 0,71 % dari total biaya transaksi Rp. 203.235,00. Biaya komunikasi tersebut paling sedikit dikeluarkan pada saat koordinasi. Biaya Pengamanan Kontrak

Keterkaitan biaya transaksi dengan kelembagaan mempunyai makna strategis sebagai indikator tingkat efisiensi. Salah satu biaya transaksi yang besar pengeluarannya adalah biaya pengamanan kontrak. Indikator efisiensi suatu kelembagaan dapat dilihat dari tinggi rendahnya biaya transaksi yang muncul dari aktivitas transaksi ekonomi (Yeager, 1999, dalam Yustika, 2006). Biaya transaksi tersebut dapat mengurangi pendapatan petani meskipun produksi meningkat.

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa komponen biaya pengamanan kontrak terdiri dari iuran anggota, gaji dan honor pengurus, dan insentif. Biaya yang dikeluarkan anggota Gapoktan yang berupa iuran anggota yang dilaksanakan setiap musim tanam. Sehingga secara tidak langsung sudah mengurangi dana PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) yang diterima petani (anggota Gapoktan). Untuk biaya pengamanan kontrak yang lain seperti honor pengurus Gapoktan, diberikan kepada ketua, sekretaris dan bendahara.

Page 20: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1082

Pemberian honor tersebut sudah disetujui oleh para anggota Gapoktan penerima program PUAP dengan tujuan untuk menganti waktu yang telah diluangkan pada saat mengurus

program PUAP. Selain itu, ada biaya pengamanan yang lain yang berupa insentif.

Sumber : Data Primer (diolah), 2017 Gambar 4. Komponen Biaya Pengamanan Kontrak pada Kelembagaan Pertanian Gapoktan Jaya

Makmur Penerima Program PUAP

Berdasarkan gambar 3, menunjukkan bahwa biaya pengamanan kontra didominasi oleh biaya iuran anggota sebesar Rp. 100.000,00 atau 49,20 % dari total biaya transaksi sebesar Rp. 203.235,00. Biaya iuran anggota dikeluarkan anggota Gapoktan yang merupakan kewajiban anggota Gapoktan, yang nantinya diperuntukan untuk anggota Gapoktan juga. Dalam proses pengajuan program PUAP, yang berperan adalah pengurus Gapoktan (ketua, sekretaris, dan bendahara). Pengurus Gapoktan melakukan pertemuan dengan anggota Gapoktan dan berkoordinasi dengan dinas terkait. Sehingga pengurus Gapoktan membutuhkan waktu dalam proses pengajuan program PUAP. Para pengurus Gapoktan merupakan petani sehingga pengurus sering kali meninggalkan pekerjaannya, oleh karena itu anggota Gapoktan menyetujui pemberian honor untuk

pengurus Gapoktan. Besarnya gaji atau honor pengurus sebesar Rp. 17.647,00 atau 8,68 % dari total biaya transaksi sebesar Rp. 203.235,00. Sedangkan untuk biaya pengamanan kontrak yang paling sedikit adalah insentif. Besarnya biaya insentif Rp. 1.471,00 atau 7,24 % dari total biaya transaksi. Biaya tersebut diberikan kepada penyuluh pertanian di daerah tersebut. Dalam proses pengajuan program PUAP, Gapoktan memerlukan masukan dan arahan dari penyuluh setempat. Selain itu, Gapoktan membutuhkan penghubung ke dinas-dinas terkait.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rata-rata biaya transaksi per anggota Gaoktan

Page 21: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1083

dalam penerimaan Program PUAP sebesar Rp. 203.235,00. Biaya pengamanan kontrak merupakan jenis biaya transaksi yang terbesar jika dibandingkan dengan biaya informasi maupun biaya koordinasi yaitu sebesar 58,61 %. Penyaluran dana Program PUAP kepada anggota sebesar Rp. 500.000, 00. Dengan adanya biaya transaksi maka dana batuan dari program PUAP yang diperoleh oleh anggota tampa disadari tidak sesuai dengan yang dikontrak. Biaya-biaya transaksi tersebut akan mengurangi bantuan modal petani yang didapatkan sehingga petani akan terkendala dalam berusahatani atau usaha. Petani tetap menerima bantuan modal tersebut walaupun dalam prosesnya ada biaya transaksi. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah bagi Gapoktan, komponen biaya dalam pengajuan program PUAP sebaiknya disederhanakan atau dikurangi sehingga akan menekan biaya transaksi. Sedankan bagi pemerintah, dengan adanya kebijakan pemerintah yang berupa pemberikan insentif kepada petani yang berupa program PUAP harus mempertimbangkan prosedur penyalurannya lebih dipersingkat dan sebaiknya mempergunakan sistem online.

DAFTAR PUSTAKA

Allen DW. 1991. What are Transaction

Cost?. Research in law and economics 14:1-18. www.sfu.ca

_________. 1999. Transaction Cost. 893-926. www.sfu.ca

_________. 2005. Marriage as an institution : A New Institutional Economic Approach. Simon Fraser University : Kanada.

Akmal, 2006. Koordinasi Antar Instansi Terkait dalam Pelaksanaan

Pembangunan di Daerah. Jurnal Demokrasi 5(1).

Anggraeni, N. L. V. Dkk, 2014. Peran dan Koordinasi Stakeholder dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan di Keacamatan Nglegok Kabupaten Blitar. Jurnal Administrasi Publik 3(12) : 2070-2076.

Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan. 2015. Nama kelompok tani dan jumlah anggota Gapoktan Jaya Makmur. Kabupaten Lampung Timur.

Departemen Pertanian. 2007. Gapoktan yang kuat dan mandiri yang menjadi wadah bagi kelompok tani dan para petani melakukan usaha agribisnis.

North DC. 1991. „Institution, Transaction Cost and Productivity in the Long Run” (paper).

North DC. 1995. The New Institutional Economics and Third World Development. Didalam : Harris et al, editor. The New Institutional Economics and Third World Development. Rouhedge : London.

North and Thomas. 1973. Rise of the Western World a New Economic History. Cambridge University Press : Australia.

Rintjap, A.K., 2015. Efektifitas Komunikasi dalam Penerimaan Informasi pada Kelompok Peternak Sapi Potong di Keacmatan Remhoken, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. PROSEMNAS MASY BIODIV INDOV 1(7).

Sagala, Z. 2010. Dampak Program PUAP terhadap Pendapatan Petani [Skipsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Setiani, B. 2015. Prinsip-Prinsip Pokok Pengelolaan Jasa Transportasi Udara. Jurnal Ilmiah Widya 3(2) : 103-109.

Sugiarto, D. Siagian, L.S. Sunarto, dan D.S. Oetomo. 2003. Teknik Sampling. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Page 22: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1084

Wijianto, A. A.N. Rachmawati, dan S. Marwanti. 2012. Pengaruh Program PUAP terhadap Produktivitas dan Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Kalirejo.

Williamson, OE. 1993. The Economic Analysis of Institution and

Organisation-in general and with Respect to country studies. Working paper no.133. Economic Departmen Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). www.oecd.org/dataoecd/45/5/070969.pdf

Page 23: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1085

RESPON KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KERIPIK BELEDANG BENGKULU DENGAN METODE IMPORTANCE PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)

COSTUMER SATISFACTION RESPONSE OF BELEDANG CHIPS BENGKULU

BY IMPORTANCE PEREFORMANCE ANALYSIS METHOD

Zulman Efendi*, Evanila Silvia, Reko Rahmad Wijaya Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Costumer satisfaction is comparison beetwen costumer’s expected satisfaction and actual performance. The aims of research were to identify the Beledang Chips attributes that consumers want, determine the costumer satisfaction and get a map attributes of lempuk. The research was conducted by purpossive sampling, validity and reliability test, improvement factor (IF), costumer satisfaction indexs (CSI) level and attributes mapping used costumers with convenience sampling technique. Variables and attributes used are quality, packaging design, and price of lempuk. The result showed there were 13 attributes considered by consumers for their interest in Beledang Chips. CSI level was 85.98% that classified as highly satisfied. Based on attributes mapping, average satisfaction and importance performance were 3.93 and 4.28. There was the color product in quadrant I for top priority, then packaging practices, packaging capabilities, oily impression, price suitability, without preservatives in quadrant II for keep up the good work, then lay out and attractive illustration, variant packaging, packaging colors, special pricing, cruncy, uniformity of size in quadrant III for low priority, and discount in quadrant IV for not expected. Thus, the business development of Beledang Chips Bengkulu can follow the advice as the awareness of the research results. Key words: beledang chips, importance performance analysis

ABSTRAK

Kepuasan pelanggan adalah perbandingan antara kepuasan konsumen dan kinerja aktual.. Pelanggan akan puas bila performansi aktual lebih tinggi dari harapan konsumen.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi atribut keripik beledang yang diinginkan konsumen, menentukan kepuasan konsumen dan mendapatkan atribut peta lempuk. Penelitian dilakukan dengan metode sampling, uji validitas dan reliabilitas, pengukuran faktor perbaikan atribut, tingkat kepuasan konsumen (CSI) dan pemetaan atribut. Variabel dan atribut yang digunakan adalah kualitas, desain kemasan, dan harga lempuk. Hasil penelitian menunjukkan ada 13 atribut yang dipertimbangkan konsumen untuk kepentingannya pada Chips Beledang. Tingkat CSI adalah 85,98% yang tergolong sangat puas. Berdasarkan pemetaan atribut, kepuasan rata-rata dan kinerja kepentingan adalah 3,93 dan 4,28. Pada kuadran I terdapat warna produk tergolong prioritas utama, kemudian pada kuadaran II terdapat kemasan praktis, kehandalan kemasan, kesan berminyak, kesesuaian harga, tanpa bahan pengawet yang tergolong perlu dipertahankan

Page 24: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1086

prestasinya, lalu pada kuadran III terdapat tata letak dan ilustrasi menarik, variasi kemasan, warna kemasan, harga khusus, kerenyahan, keseragaman ukuran keripik yang tergolong prioritas rendah, dan diskon berada di kuadran IV tergolong yang tidak penting. Dengan demikian, pengembangan bisnis Keripik Beledang Bengkulu dapat memperhatikan saran dari hasil penelitian tersebut. Kata kunci: importance performance analysis, keripik beledang

PENDAHULUAN

Ikan beledang atau disebut juga ikan layur (Trichiurus lepturus) merupakan salah satu potensi yang dimiliki perairan Bengkulu. Umumnya pengolahan sederhana yang dominan dilakukan nelayan selain dijual segar, adalah pengeringan dan pengasinan. Kemudian, salah satu pengembangan industri ikan beledang adalah industri keripik beledang. Keripik adalah produk diversifikasi bercirikan renyah (crispy), sangat sesuai sebagai camilan, atau makanan ringan (snack food). Bahan pembuatan keripik beledang antara lain ikan beledang pilihan, garam, telur, ketumbar, tepung beras, daun jeruk, dan bawang putih. Pembuatan keripik beledang sangat sederhana yakni pembaluran ikan beledang dengan tepung adonan kemudian dilakukan penggorengan.

Sektor usaha produksi keripik beledang mulai mendapat perhatian publik sebagai salah satu makanan oleh-oleh khas Bengkulu. Industri keripik beledang menghadapi persaingan merebut pasar yang ketat ditandai dengan bermunculan produk sejenis yang menawarkan atribut produk yang lebih menarik bagi konsumen. Usaha keripik beledang cukup menjanjikan karena didukung oleh potensi ikan beledang sebagai bahan baku yang berlimpah, terjangkau, dan proses pengolahan yang sederhana. Peluang ini dimanfaatkan oleh produsen keripik beledang Bengkulu. Usaha mempertahankan kenyamanan konsumen terhadap kesukaan keripik beledang belum banyak

diinformasikan khususnya dalam kajian variabel dan atribut keripik beledang yang dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen. Selain itu, penelitian mengenai pengembangan makanan khas keripik beledang perlu untuk memberi informasi perbaikan atribut-atribut yang berhubungan dengan kualitas yang memberikan kepuasan konsumen keripik ikan beledang.

Teori kepuasan konsumen menurut Kotler dan Keller (2012) bahwa kepuasan adalah perasaan seseorang atas kesenangan atau kekecewaan dari hasil perbandingan atas kinerja (performance) yang dirasakan dibandingkan dengan harapan (expectation) dari suatu produk. Penilaian kepuasan konsumen yakni apabila kinerja gagal memenuhi harapan, konsumen menjadi tidak puas begitupula sebaliknya apabila kinerja sesuai dengan harapan maka konsumen menjadi puas, jika keinerja melebihi harapan maka konsumen juga tinggi kepuasaanya (Kotler dan Keller, 2012).

Menurut Wardhani (2006), dalam menentukan kepuasan konsumen, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan atau industri yaitu : kualitas produk, kualitas layanan, emosional, harga dan biaya. Oleh karena itu, kepuasan konsumen merupakan susunan respon yang dapat mendorong konsumen untuk berkomitmen kepada produk dan layanan suatu industri sehingga diharapkan dapat meningkatkan market share suatu produk.

Salah satu metode yang dapat mengungkapkan dan mengetahui kepuasan

Page 25: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1087

prestasinya, lalu pada kuadran III terdapat tata letak dan ilustrasi menarik, variasi kemasan, warna kemasan, harga khusus, kerenyahan, keseragaman ukuran keripik yang tergolong prioritas rendah, dan diskon berada di kuadran IV tergolong yang tidak penting. Dengan demikian, pengembangan bisnis Keripik Beledang Bengkulu dapat memperhatikan saran dari hasil penelitian tersebut. Kata kunci: importance performance analysis, keripik beledang

PENDAHULUAN

Ikan beledang atau disebut juga ikan layur (Trichiurus lepturus) merupakan salah satu potensi yang dimiliki perairan Bengkulu. Umumnya pengolahan sederhana yang dominan dilakukan nelayan selain dijual segar, adalah pengeringan dan pengasinan. Kemudian, salah satu pengembangan industri ikan beledang adalah industri keripik beledang. Keripik adalah produk diversifikasi bercirikan renyah (crispy), sangat sesuai sebagai camilan, atau makanan ringan (snack food). Bahan pembuatan keripik beledang antara lain ikan beledang pilihan, garam, telur, ketumbar, tepung beras, daun jeruk, dan bawang putih. Pembuatan keripik beledang sangat sederhana yakni pembaluran ikan beledang dengan tepung adonan kemudian dilakukan penggorengan.

Sektor usaha produksi keripik beledang mulai mendapat perhatian publik sebagai salah satu makanan oleh-oleh khas Bengkulu. Industri keripik beledang menghadapi persaingan merebut pasar yang ketat ditandai dengan bermunculan produk sejenis yang menawarkan atribut produk yang lebih menarik bagi konsumen. Usaha keripik beledang cukup menjanjikan karena didukung oleh potensi ikan beledang sebagai bahan baku yang berlimpah, terjangkau, dan proses pengolahan yang sederhana. Peluang ini dimanfaatkan oleh produsen keripik beledang Bengkulu. Usaha mempertahankan kenyamanan konsumen terhadap kesukaan keripik beledang belum banyak

diinformasikan khususnya dalam kajian variabel dan atribut keripik beledang yang dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen. Selain itu, penelitian mengenai pengembangan makanan khas keripik beledang perlu untuk memberi informasi perbaikan atribut-atribut yang berhubungan dengan kualitas yang memberikan kepuasan konsumen keripik ikan beledang.

Teori kepuasan konsumen menurut Kotler dan Keller (2012) bahwa kepuasan adalah perasaan seseorang atas kesenangan atau kekecewaan dari hasil perbandingan atas kinerja (performance) yang dirasakan dibandingkan dengan harapan (expectation) dari suatu produk. Penilaian kepuasan konsumen yakni apabila kinerja gagal memenuhi harapan, konsumen menjadi tidak puas begitupula sebaliknya apabila kinerja sesuai dengan harapan maka konsumen menjadi puas, jika keinerja melebihi harapan maka konsumen juga tinggi kepuasaanya (Kotler dan Keller, 2012).

Menurut Wardhani (2006), dalam menentukan kepuasan konsumen, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan atau industri yaitu : kualitas produk, kualitas layanan, emosional, harga dan biaya. Oleh karena itu, kepuasan konsumen merupakan susunan respon yang dapat mendorong konsumen untuk berkomitmen kepada produk dan layanan suatu industri sehingga diharapkan dapat meningkatkan market share suatu produk.

Salah satu metode yang dapat mengungkapkan dan mengetahui kepuasan

konsumen adalah dengan Importance Performance Analysis (IPA). Menurut Supranto (2006), IPA merupakan suatu teknik untuk mengukur atribut dari tingkat kepentingan (importance) dan tingkat kinerja (performance) yang berguna untuk pengembangan program atau strategi pemasaran yang efektif. Kelebihan metode IPA dibandingkan metode lain diantaranya prosedur yang sederhana, pengambil kebijakan dapat dengan mudah menentukan prioritas kegiatan yang harus dilakukan dengan sumberdaya terbatas, serta metode ini cukup fleksibel untuk diterapkan pada berbagai bidang (Yola dan Budianto, 2013).

Pengukuran kepuasan ditinjau dari tingkat kepuasan yang selalu lebih rendah dari tingkat kepentingan disebut improvement factor (IF) untuk mengetahui rangking perbaikan atribut (Tzeng and Chang. 2011). Tingkat kepuasan secara keseluruhan digunakan Costumer Satisfaction Index (CSI) sehingga diketahui besarnya indeks kepuasan yang dihasilkan suatu produk. Berdasarkan perhitungan IF, CSI dan IPA maka dapat ditentukan prioritas perbaikan dan pengembangan kualitas suatu produk dalam lingkup meningkatkan kepuasan konsumen dan daya saing produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atribut-atribut keripik beledang, mengevaluasi tingkat kepentingan dan kinerja atribut-atribut untuk memperoleh prioritas perbaikan atribut sesuai respon konsumen dan mengetahui kepuasan menyeluruh terhadap kualitas keripik beledang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan disekitar area

sentra jajanan oleh-oleh Bengkulu, Jl. Sukarno-Hatta, Kel. Anggut, Kota Bengkulu. Data dianalisis pada Laboratorium Analisis Sistem, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Bengkulu.

Terdapat 3 (tiga) variabel yang dipandang perlu dikaji dalam penelitian ini yakni 1) Variabel Kualitas, 2) Variabel Desain Kemasan dan 3) Harga. Adapun sumber data berasal dari data primer yang didapat dari teknik wawancara dan kuisioner secara langsung, sedangkan data sekunder berasal dari sumber bacaan baik cetak maupun media elektronik.

Identifikasi Atribut. Identifikasi atribut-atribut pada masing-masing variabel yang diteliti berdasarkan hal yang dipertimbangkan dan diperlukan untuk memenuhi kepuasan konsumen melalui teknik purpossive sampling pada 20 orang konsumen yang menyatakan jawaban dengan agree-disagree scoring pada skala 1-5, dan selanjutnya diuji validitas mengikuti kaidah Ghozali (2006) dan uji reliabilitas mengikuti kaidah Nazir (2003),

Evaluasi atribut. Evaluasi tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen pada skala 1-5 terhadap atribut yang valid dan reliabel dengan 100 responden melalui teknik convenience sampling. Convenience sampling adalah penentuan siapa saja yang secara kebetulan bertemu dan dipandang cocok sebagai sumber data dapat digunakan sebagai responden (Sugiyono, 2000). Parameter yang ditentukan : 1. Identifikasi Atribut yang Valid dan

Reliabel 2. Improvement Factor (IF)

(Tzeng and Chang. 2011) IF dilakukan untuk mengetahui rangking perbaikan kualitas berdasarkan gap antara performance atau kinerja (X) dan importance atau kepentingan (Y) skala 1-5. 3. Costumer Satisfaction Index (CSI)

Keterangan: I=Skor kepentingan (skala 1-5) P=Skor Kepuasan (skala 1-5)

Page 26: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1088

ΣY=Total Skor Kepentingan (Kurniati dkk, 2016)

CSI dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan atribut kemudian dibandingkan dengan golongan tingkat kepuasan pelanggan (Irawan, 2002) yakni 0,00-0,35 = sangat tidak puas 0,36-0,50 = tidak puas 0,51-0,65 = cukup puas 0,66-0,80 = puas 0,81-1,00 = sangat puas 4. Model IPA Model IPA diakukan untuk memperoleh hubungan antara tingkat kepentingan (importance) yang menunjukkan harapan konsumen dan tingkat kepuasan yang menunjukkan kinerja (performance) suatu produk pada masing-masing atribut yang dipertimbangkan dalam memenuhi kepuasan konsumen. Model IPA telah banyak digunakan untuk mengetahui kualitas layanan pada layanan industri makanan, seperti pada restoran (Tzeng and Chang. 2011), coffe outlet (Adinegara and Turker, 2016), Kue Baytat (Kurniati dkk, 2016). Model IPA digambarkan dalam diagram kartesius. Atribut-atribut menempati posisi dalam diagram kartesius dari hasil perhitungan kepuasan (X) dan kepentingan (Y).

∑ ∑

Keterangan : n= jumlah data konsumen Xi=skor rata-rata kepuasan atribut ke-i Yi=skor rata-rata kepentingan atribut ke-i Kemudian ditentukan nilai rata-rata kepuasan (Xr) dan kepentingan (Yr) dari masing-masing atribut untuk menentukan pembagi diagram menjadi empat (4) ruang.

∑ ∑

N=jumlah atribut

Selanjutnya setiap atribut digambarkan dalam diagram kartesius seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Kartesius IPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Atribut Valid dan Reliabel

Berdasarkan hasil identifikasi atribut diketahui bahwa terdapat 3 variabel yakni kualitas produk, desain kemasan dan kebijakan harga. Pilihan desain kemasan dan harga karena menurut Syaputri (2015) pada penelitian keripik singkong, bahwa loyalitas konsumen sangat dipengaruhi secara signifikan oleh variabel kemasan, merek dan harga.

Tabel 1 memuat variabel beserta 13 atributnya yang dipertimbangkan dalam memenuhi kepuasan konsumen keripik beledang. Identifikasi ini dilakukan terhadap 20 konsumen yang masuk kategori mudah ditemui, cocok sebagai sumber data yang biasa mengkonsumsi keripik beledang, mudah berkomunikasi yang memiliki rentang umur 17-56 tahun, dan memberi kemudahan dan kenyamanan dalam wawancara dan pengisian kusioner.

Page 27: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1089

ΣY=Total Skor Kepentingan (Kurniati dkk, 2016)

CSI dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan atribut kemudian dibandingkan dengan golongan tingkat kepuasan pelanggan (Irawan, 2002) yakni 0,00-0,35 = sangat tidak puas 0,36-0,50 = tidak puas 0,51-0,65 = cukup puas 0,66-0,80 = puas 0,81-1,00 = sangat puas 4. Model IPA Model IPA diakukan untuk memperoleh hubungan antara tingkat kepentingan (importance) yang menunjukkan harapan konsumen dan tingkat kepuasan yang menunjukkan kinerja (performance) suatu produk pada masing-masing atribut yang dipertimbangkan dalam memenuhi kepuasan konsumen. Model IPA telah banyak digunakan untuk mengetahui kualitas layanan pada layanan industri makanan, seperti pada restoran (Tzeng and Chang. 2011), coffe outlet (Adinegara and Turker, 2016), Kue Baytat (Kurniati dkk, 2016). Model IPA digambarkan dalam diagram kartesius. Atribut-atribut menempati posisi dalam diagram kartesius dari hasil perhitungan kepuasan (X) dan kepentingan (Y).

∑ ∑

Keterangan : n= jumlah data konsumen Xi=skor rata-rata kepuasan atribut ke-i Yi=skor rata-rata kepentingan atribut ke-i Kemudian ditentukan nilai rata-rata kepuasan (Xr) dan kepentingan (Yr) dari masing-masing atribut untuk menentukan pembagi diagram menjadi empat (4) ruang.

∑ ∑

N=jumlah atribut

Selanjutnya setiap atribut digambarkan dalam diagram kartesius seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Kartesius IPA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Atribut Valid dan Reliabel

Berdasarkan hasil identifikasi atribut diketahui bahwa terdapat 3 variabel yakni kualitas produk, desain kemasan dan kebijakan harga. Pilihan desain kemasan dan harga karena menurut Syaputri (2015) pada penelitian keripik singkong, bahwa loyalitas konsumen sangat dipengaruhi secara signifikan oleh variabel kemasan, merek dan harga.

Tabel 1 memuat variabel beserta 13 atributnya yang dipertimbangkan dalam memenuhi kepuasan konsumen keripik beledang. Identifikasi ini dilakukan terhadap 20 konsumen yang masuk kategori mudah ditemui, cocok sebagai sumber data yang biasa mengkonsumsi keripik beledang, mudah berkomunikasi yang memiliki rentang umur 17-56 tahun, dan memberi kemudahan dan kenyamanan dalam wawancara dan pengisian kusioner.

Tabel 1. Variabel dan Atribut Keripik Beledang

Variabel Atribut Kualitas Produk

1.Warna Produk

2.Tanpa Pengawet 3.Renyah 4. Kesan Rendah

Minyak 5.Ukuran produk Desain Kemasan

6.Kemasan Praktis

7.Warna Kemasan 8.Lay out 9.Kemasan mendukung

keamanan produk 10.Variasi Kemasan Kebijakan Harga

11.Harga produk

12.Diskon 13.Promo

Desain kemasan teridentifikasi sebagai

variabel penting dalam penelitian ini. Atribut lay out dan warna menjadi salah satu atribut keberhasilan dalam membentuk persepsi kepuasan konsumen. Menurut Nugrahani (2015), desain grafis pada label dan kemasan dapat membentuk kontak pribadi antara produsen dan konsumen serta menciptakan efek psikologis tertentu pada individu seperti elemen yang mencakupi warna, teks dan elemen visual adalah elemen yang saling melengkapi dalam membentuk persepsi konsumen terhadap suatu produk.

Kebijakan harga beserta atributnya terpilih menjadi pertimbangan konsumen dalam membentuk respon tingkat kepuasan keripik beledang. Atribut yang dimaksud adalah harga produk, diskon yang merujuk pada pembelian berulang dalam jumlah paket tertentu, dan promo merujuk pada kegiatan pengenalan keripik beledang kepada khalayak sasaran dengan menonjolkan factor-faktor unggulan produk.

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian validitas atribut-atribut keripik beledang yang valid yakni telah memenuhi aturan nilai r hitung > r tabel (0,4227) untuk 20 konsumen pada nilai kritis 0,05. Nilai r hitung tertinggi dan terendah adalah Harga Produk sebesar 0,769 dan Tanpa Pengawet sebesar 0,512.

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Atribut r hitung r tabel Status 1.Warna Produk 0,589 0,4227 Valid 2.Tanpa Pengawet

0,512 0,4227 Valid

3.Renyah 0,524 0,4227 Valid 4. Kesan Rendah Minyak

0,624 0,4227 Valid

5.Ukuran produk 0,480 0,4227 Valid 6.Kemasan Praktis

0,500 0,4227 Valid

7.Warna Kemasan

0,655 0,4227 Valid

8.Lay out 0,547 0,4227 Valid 9.Kemasan mendukung keamanan produk

0,765 0,4227 Valid

10.Variasi Kemasan

0,516 0,4227 Valid

11.Harga produk 0,769 0,4227 Valid 12.Diskon 0,619 0,4227 Valid 13.Promo 0,695 0,4227 Valid

Atribut-atribut keripik beledang yang

telah valid maka diuji lanjut untuk menentukan tingkat reliabelnya sebagai atribut pengukuran kepuasan konsumen. Hasil uji reliabelitas disajikan pada Tabel 3 yang menunjukkan α > 0,60, sehingga dinyatakan atribut-atribut dalam penelitian ini reliabel. Reliabilitas adalah tingkat kehandalan instrumen bila digunakan berulang untuk mengukur produk yang sama akan menunjukkan data yang sama. Menurut Nazir (2003) Pada uji reliabilitas dihitung nilai Cronbach’s Alpha (α) apabila nilai α > 0,60

Page 28: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1090

maka disebut reliabel, sebaliknya jika α < 0,60 maka atribut tidak reliabel.

Tabel 3. Hasil Uji Reliabelitas

Variabel & Atribut α Status Kualitas (meliputi :Warna, Tanpa Pengawet, Renyah, Kesan Rendah Minyak, dan Ukuran produk)

0,651 Reliabel

Desain Kemasan (meliputi : Praktis, Warna Kemasan, Lay out, Kemasan mendukung keamanan produk, dan Variasi Kemasan)

0,690 Reliabel

Harga (meliputi: Harga produk, Diskon, dan Promo)

0,637 Reliabel

Semakin tinggi tingkat α maka semakin

stabil pula variabel tersebut dalam pengukuran atribut keripik beledang. Dengan demikian, variabel Kualitas Produk, Desain Kemasan dan Kebijakan Harga beserta atributnya sangat penting menjadi instrumen penentuan kepuasan konsumen keripik beledang. Tingkat reliabel yang paling tinggi adalah desain kemasan, sehingga menginformasikan bahwa konsumen saat ini sangat memperhatikan desain kemasan keripik beledang. . Improvement Factor (IF)

Berdasarkan Improvement Factor (IF) yang terdapat pada Tabel 4, maka didapatkan rangking yang menunjukkan urutan atribut yang perlu mendapatkan perbaikan untuk memenuhi kepuasan konsumen keripik beledang.

Posisi rangking pertama adalah warna, hal ini menggambarkan bahwa konsumen menilai gap antara kepuasan terhadap kepentingan atribut warna sangat besar

mencapai nilai mutlak |IF| sebesar 0,148. Dengan demikian perbaikan terhadap warna menjadi prioritas. Tzeng and Chang (2011), menyatakan bahwa perbaikan kualitas layanan harus mengikuti rangking improvement factor apabila semakin besar |IF| semakin besar juga kebutuhan perbaikannya.

Tabel 4. Rangking IF Atribut Keripik Beledang

Atribut X Y |IF| Rank 1.Warna Produk

3,75 4,40 0,148 1

2.Tanpa Pengawet

4,08 4,32 0,056 12

3.Renyah 3,85 4,15 0,072 9 4. Kesan Rendah Minyak

4,08 4,41 0,075 7

5.Ukuran Produk

3,73 4,13 0,097 4

6. Kemasan Praktis

4,05 4,55 0,110 2

7.Warna Kemasan

3,92 4,23 0,073 8

8.Lay Out 3,89 4,29 0,093 5 9.Kemasan Mendukung Keamanan Produk

4,07 4,45 0,085 6

10.Variasi Kemasan

3,83 4,27 0,103 3

11.Harga Produk

4,06 4,37 0,071 10

12.Diskon 3,95 4,12 0.041 13 13.Promo 3,89 4,17 0,067 11

Ket : X=Skor Kepuasan Y= Skor Kepentingan

Adapun fakta warna keripik beledang saat ini adalah berwarna coklat muda hingga coklat. Hal ini juga dipengaruhi lamanya penggorengan dan penggunaan bahan tambahan seperti kunyit sehingga kenampakan warna menjadi perhatian

Page 29: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1091

maka disebut reliabel, sebaliknya jika α < 0,60 maka atribut tidak reliabel.

Tabel 3. Hasil Uji Reliabelitas

Variabel & Atribut α Status Kualitas (meliputi :Warna, Tanpa Pengawet, Renyah, Kesan Rendah Minyak, dan Ukuran produk)

0,651 Reliabel

Desain Kemasan (meliputi : Praktis, Warna Kemasan, Lay out, Kemasan mendukung keamanan produk, dan Variasi Kemasan)

0,690 Reliabel

Harga (meliputi: Harga produk, Diskon, dan Promo)

0,637 Reliabel

Semakin tinggi tingkat α maka semakin

stabil pula variabel tersebut dalam pengukuran atribut keripik beledang. Dengan demikian, variabel Kualitas Produk, Desain Kemasan dan Kebijakan Harga beserta atributnya sangat penting menjadi instrumen penentuan kepuasan konsumen keripik beledang. Tingkat reliabel yang paling tinggi adalah desain kemasan, sehingga menginformasikan bahwa konsumen saat ini sangat memperhatikan desain kemasan keripik beledang. . Improvement Factor (IF)

Berdasarkan Improvement Factor (IF) yang terdapat pada Tabel 4, maka didapatkan rangking yang menunjukkan urutan atribut yang perlu mendapatkan perbaikan untuk memenuhi kepuasan konsumen keripik beledang.

Posisi rangking pertama adalah warna, hal ini menggambarkan bahwa konsumen menilai gap antara kepuasan terhadap kepentingan atribut warna sangat besar

mencapai nilai mutlak |IF| sebesar 0,148. Dengan demikian perbaikan terhadap warna menjadi prioritas. Tzeng and Chang (2011), menyatakan bahwa perbaikan kualitas layanan harus mengikuti rangking improvement factor apabila semakin besar |IF| semakin besar juga kebutuhan perbaikannya.

Tabel 4. Rangking IF Atribut Keripik Beledang

Atribut X Y |IF| Rank 1.Warna Produk

3,75 4,40 0,148 1

2.Tanpa Pengawet

4,08 4,32 0,056 12

3.Renyah 3,85 4,15 0,072 9 4. Kesan Rendah Minyak

4,08 4,41 0,075 7

5.Ukuran Produk

3,73 4,13 0,097 4

6. Kemasan Praktis

4,05 4,55 0,110 2

7.Warna Kemasan

3,92 4,23 0,073 8

8.Lay Out 3,89 4,29 0,093 5 9.Kemasan Mendukung Keamanan Produk

4,07 4,45 0,085 6

10.Variasi Kemasan

3,83 4,27 0,103 3

11.Harga Produk

4,06 4,37 0,071 10

12.Diskon 3,95 4,12 0.041 13 13.Promo 3,89 4,17 0,067 11

Ket : X=Skor Kepuasan Y= Skor Kepentingan

Adapun fakta warna keripik beledang saat ini adalah berwarna coklat muda hingga coklat. Hal ini juga dipengaruhi lamanya penggorengan dan penggunaan bahan tambahan seperti kunyit sehingga kenampakan warna menjadi perhatian

konsumen. Adapun atribut diskon memiliki IF terendah yakni 0,041, hal ini menggambarkan bahwa pemberian diskon saat ini telah berjalan baik dan tingkat kepuasannya di atas skor rata-rata kepuasan.

Costumer Satisfaction Index (CSI)

Tingkat kepuasan konsumen secara keseluruhan dapat diukur dengan CSI kemudian ditentukan tingkat kepuasan berdasarkan jenjang kepuasan (Irawan, 2002). Atribut-atribut keripik beledang memiliki CSI seperti dalam Tabel 5. Atribut dengan CSI besar akan memiliki pengaruh yang besar terhadap respon kepuasan konsumen keripik beledang sehingga perlu mendapat perhatian untuk dipertahankan kinerjanya.

Tabel 5. Costumer Satisfaction Index (CSI)

Atribut X Y X.Y 1.Warna Produk 3,75 4,40 16,50 2.Tanpa Pengawet 4,08 4,32 17,63 3.Renyah 3,85 4,15 15,98 4.Kesan Rendah Minyak

4,08 4,41 17,99

5.Ukuran Produk 3,73 4,13 15,41 6. Kemasan Praktis

4,05 4,55 18,43

7. Warna Kemasan

3,92 4,23 16,58

8.Lay Out 3,89 4,29 16,69 9.Kemasan Mendukung Keamanan Produk

4,07 4,45 18,11

10.Variasi Kemasan

3,83 4,27 16,35

11.Harga Produk 4,06 4,37 17,74 12.Diskon 3,95 4,12 16,27 13.Promo 3,89 4,17 16,22

Σ 47,26 219,90 Rata-Rata 3,93 4,30

Ket : X=Skor Kepuasan Y= Skor Kepentingan

= 0,93

Berdasarkan CSI maka secara keseluruhan keripik beledang Bengkulu memiliki nilai 0,94 sehingga menurut penggolongan Irawan (2002) berada dalam rentang sangat puas (0,81-1,00). Nilai CSI berbanding lurus dengan besarnya rata-rata skor kepentingan dan skor kepuasan, sehingga peningkatan skor akan berpengaruh terhadap peningkatan CSI. Walaupun demikian, target kepuasan konsumen adalah mencapai nilai 1,00 atas semua atribut keripik beledang. Oleh karena itu, produsen dan yang terlibat dalam pemasaran keripik beledang harus memperhatikan agar atribut-atribut berada dalam layanan maksimal.

Pada penelitian ini, rata-rata skor kepuasan adalah 3,93 sedangkan skor atribut yang jauh berada di bawah skor rata-rata kepuasan adalah atribut warna produk (3,75), renyah (3,85), ukuran produk (3,73), lay out (3,89), dan ukuran kemasan (3,83). Dengan demikian industri dapat memperhatikan atribut- atribut tersebut dalam pengembangan kepuasan konsumen agar mendapatkan total loyalitas terhadap keripik beledang suatu industri.

Model IPA

Model IPA merupakan pengeplotan nilai masing-masing atribut dan nilai rata-rata skor kepuasan dan kepentingan atribut keripik beledang. Kedudukan atribut-atribut dalam diagram kartesius IPA disajikan pada Gambar 2 dengan skor rata-rata kepuasan dan kepentingan adalah 3,93 dan 4,30. Kuadran kartesius IPA terbagi dalam empat bagian, yakni kuadran I, II, III dan IV yang memberikan makna dan kebijakan strategi sederhana yang perlu dilakukan oleh suatu industri keripik beledang.

Page 30: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1092

Gambar 2. Diagram Kartesius IPA Keripik

Beledang Bengkulu

Atribut yang berada dalam diagram I, hanya atribut warna produk. Atribut yang berada dalam kuadran I tergolong prioritas utama untuk diperhatikan, diperbaiki dan diupayakan dengan segenap sumber daya dapat memenuhi kepuasan konsumen. Skor warna produk keripik beledang berada di bawah skor rata-rata kepuasan dan di atas rata-rata skor kepentingan. Konsumen berharap produk keripik beledang memberikan warna yang lebih menarik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pada penelitian ini keripik beledang berwarna kurang menarik, yakni brown color. Oleh karena itu kegiatan pengolahan perlu diperhatikan seperti penggunaan suhu penggorengan dan bahan tambahan atau pewarna alami seperti kunyit perlu diorientasikan mendukung warna yang lebih menarik bagi konsumen. Secara visual warna berperan penting dan tampil sebagai faktor pertama yang dilihat konsumen.

Pada diagram II, terdapat atribut-atribut keripik beledang seperti kemasan praktis, kemasan mendukung keamanan produk, kesan rendah minyak, harga produk, dan tanpa pengawet. Atribut yang berada pada kuadran II tergolong atribut yang perlu dipertahankan layanan kepuasannya karena berada di atas rata-rata kepuasan dan kepentingan yang diinginkan konsumen. Berdasarkan hasil

peninjauan ke lokasi, diketahui bahwa kemasan yang digunakan menggunakan plastik tebal bahkan tersedia juga kemasan plastik sebagai kemasan primer yang ditempatkan pada kemasan kotak. Penggunaan kotak karton sebagai kemasan sekunder merupakan faktor pendukung keamanan produk. Penggunaan plastik rigid mika dan PP pada keripik beledang juga memberikan mutu simpan bagi keamanan produk. Hasil penelitian Rosalina dan Silvia (2015) atas penggunaan PP rigid dapat mempertahankan mutu simpan keripik beledang hingga 9 bulan 28 hari pada suhu 25oC atau 10 bulan 3 hari pada suhu 30oC.

Pada atibut berikutnya konsumen memberikan perKeripik beledang Bengkulu umumnya memenuhi kesan sedikit minyak, namun sebagai produk gorengan perlu dijamin penuntasan minyak goreng sehingga sampai oil-less.

Harga keripik beledang bervariasi diantaranya Rp 40.000,-/350g (kemasan karton), Rp 25.000,-/200g (kemasan plastik), dan Rp 20.000,-/150g (kemasan plastik). Respon konsumen menyimpulkan bahwa harga menjadi atribut penting dan sudah memenuhi kepuasan konsumen.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan keripik beledang telah dikonfirmasi tidak menggunakan pengawet, hanya menggunakan bahan pewarna alami dan bumbu seperti kunyit. Dengan demikian, konsumen lebih merasa yakin dalam mengkonsumsi keripik beledang dan merasa produk telah memberi harapan sesuai harapan konsumen.

Pada kuadran III terdapat atribut-atribut seperti lay out, variasi kemasan, warna kemasan, promo, renyah, dan ukuran produk. Atribut yang berada dalam kuadran III dapat digolongkan sebagai atribut yang tingkat kepentingannya rendah dibanding warna produk (kuadran I) menurut respon konsumen. Secara umum tidak perlu perubahan sumber daya namun atribut yang

Page 31: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1093

Gambar 2. Diagram Kartesius IPA Keripik

Beledang Bengkulu

Atribut yang berada dalam diagram I, hanya atribut warna produk. Atribut yang berada dalam kuadran I tergolong prioritas utama untuk diperhatikan, diperbaiki dan diupayakan dengan segenap sumber daya dapat memenuhi kepuasan konsumen. Skor warna produk keripik beledang berada di bawah skor rata-rata kepuasan dan di atas rata-rata skor kepentingan. Konsumen berharap produk keripik beledang memberikan warna yang lebih menarik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pada penelitian ini keripik beledang berwarna kurang menarik, yakni brown color. Oleh karena itu kegiatan pengolahan perlu diperhatikan seperti penggunaan suhu penggorengan dan bahan tambahan atau pewarna alami seperti kunyit perlu diorientasikan mendukung warna yang lebih menarik bagi konsumen. Secara visual warna berperan penting dan tampil sebagai faktor pertama yang dilihat konsumen.

Pada diagram II, terdapat atribut-atribut keripik beledang seperti kemasan praktis, kemasan mendukung keamanan produk, kesan rendah minyak, harga produk, dan tanpa pengawet. Atribut yang berada pada kuadran II tergolong atribut yang perlu dipertahankan layanan kepuasannya karena berada di atas rata-rata kepuasan dan kepentingan yang diinginkan konsumen. Berdasarkan hasil

peninjauan ke lokasi, diketahui bahwa kemasan yang digunakan menggunakan plastik tebal bahkan tersedia juga kemasan plastik sebagai kemasan primer yang ditempatkan pada kemasan kotak. Penggunaan kotak karton sebagai kemasan sekunder merupakan faktor pendukung keamanan produk. Penggunaan plastik rigid mika dan PP pada keripik beledang juga memberikan mutu simpan bagi keamanan produk. Hasil penelitian Rosalina dan Silvia (2015) atas penggunaan PP rigid dapat mempertahankan mutu simpan keripik beledang hingga 9 bulan 28 hari pada suhu 25oC atau 10 bulan 3 hari pada suhu 30oC.

Pada atibut berikutnya konsumen memberikan perKeripik beledang Bengkulu umumnya memenuhi kesan sedikit minyak, namun sebagai produk gorengan perlu dijamin penuntasan minyak goreng sehingga sampai oil-less.

Harga keripik beledang bervariasi diantaranya Rp 40.000,-/350g (kemasan karton), Rp 25.000,-/200g (kemasan plastik), dan Rp 20.000,-/150g (kemasan plastik). Respon konsumen menyimpulkan bahwa harga menjadi atribut penting dan sudah memenuhi kepuasan konsumen.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan keripik beledang telah dikonfirmasi tidak menggunakan pengawet, hanya menggunakan bahan pewarna alami dan bumbu seperti kunyit. Dengan demikian, konsumen lebih merasa yakin dalam mengkonsumsi keripik beledang dan merasa produk telah memberi harapan sesuai harapan konsumen.

Pada kuadran III terdapat atribut-atribut seperti lay out, variasi kemasan, warna kemasan, promo, renyah, dan ukuran produk. Atribut yang berada dalam kuadran III dapat digolongkan sebagai atribut yang tingkat kepentingannya rendah dibanding warna produk (kuadran I) menurut respon konsumen. Secara umum tidak perlu perubahan sumber daya namun atribut yang

berada sedikit di bawah rata-rata kepentingan perlu diwaspadai agar tidak masuk kuadran I. Atribut lay out, berada sedikit lebih rendah dari rata-rata kepentingan sehingga potensial berpindah ke kuadran I, yakni golongan atribut penting namun belum sesuai harapan konsumen. Lay out pada kemasan keripik beledang merupakan tata letak komponen pendukung keterangan label diantaranya penggunaan font dan logo serta ilustrasi.

Variasi kemasan dan warna kemasan keripik beledang mendapatkan respon di bawah rata-rata tingkat kepentingan dan kepuasan. Variasi kemasan yang disajikan antara lain kemasan plastik dan plastik dalam kotak karton berlapis plastik. Penggunaan alumunium foil tidak dilakukan karena beban biaya yang terlalu tinggi.

Warna kemasan kotak karton didominasi warna biru yang menunjukkan asal habitat ikan dari laut disertai fitur ikan beledang dengan mempertajam fokus penglihatan melalui tulisan warna kuning hingga kuning keemasan. Penggunaan warna kuning sangat membantu stimulasi mata, menurut Nugrahani (2015), misalnya warna merah dan kuning terbukti menimbulkan rasa lapar dan pembelian secara impulsif, sehingga kita melihat banyak kombinasi warna tersebut yang digunakan oleh gerai makanan cepat saji. Ketika sebuah produk memiliki karakter warna yang kuat, maka produk tersebut sudah memiliki modal untuk mempengaruhi respon konsumen.

Lay out, yang terkait warna, motif dan logi telah menjadi perhatian penting dalam merancang desain kemasan keripik beledang. Penelitian desain kemasan keripik lainnya seperti dinyatakan oleh Wicaksono dkk (2017), bahwa pada kemasan keripik belado “Christine Hakim”, bahwa terdapat 3 (tiga) indikator desain kemasan meliputi warna, motif, dan logo kemasan yang berpengaruh dalam keputusan pembelian produk.

Atribut lain yang membentuk respon konsumen dalam bentuk layanan publik

adalah kebijakan promo. Tingkat kepuasan kegiatan promo keripik beledang masih di bawah rata-rata kepuasan. Hal ini diduga konsumen tidak lazim membeli keripik beledang karena adanya promo, umumnya konsumen membeli di pusat jajanan sentra oleh-oleh Kota Bengkulu. Sedangkan kegiatan promo umumnya diberikan saat pameran produk, sedangkan promo khusus melalui banner, iklan cetak dan elekronik belum dilakukan.

Kerenyahan merupakan atribut yang selalu terdapat pada produk gorengan seperti keripik. Kerenyahan keripik beledang berhubungan dengan kondisi dimana ruang pada ikan beledang yang mengandung air teruapkan pada saat penggorengan dan ruang tersebut terisi oleh udara, sehingga volume ruang akhir lebih besar dibandingkan volume ruang awal. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada keripik beledang renyah berada dalam kuadran III. Hal ini membuktikan bahwa konsumen belum memperoleh kerenyahan yang maksimal dari keripik beledang, walaupun secara keseluruhan menjadi atribut yang kurang penting.

Ukuran produk yang dimaksud adalah ukuran ikan beledang. Berdasarkan letak atribut dalam diagram kuadran kartesius IPA dapat disimpulkan atribut yang paling lemah adalah ukuran produk. Hal ini diduga karena hampir semua produk keripik beledang memiliki ukuran ikan beledang yang sama. tidak dengan ukuran ikan beledang yang sama, bahkan terdapat campuran dengan jenis ikan lainnya.

Walupun demikian hal yang menarik dari temuan penelitian adalah enam atribut berada dalam kuadran III yaitu lay out, variasi kemasan, warna kemasan, promo, renyah dan ukuran produk tergolong dalam atribut yang prioritas rendah. Namun, skor enam atribut tersebut > 4 dari skala 1-5 tingkat kepentingan (1=sangat kurang penting, 2=kurang penting, 3=cukup penting, 4=penting, dan 5 =sangat

Page 32: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1094

penting). Lebih lanjut berdasarkan skala kepentingan maka enam atribut tersebut berada dalam daerah penting. Oleh karena itu, model IPA yang ditemukan dapat direkomendasikan sesuai skala prioritas pengembangan keripik beledang terutama atribut-atribut dalam kuadarn III yang masih berada di bawah skala 4 dari tingkat kepuasan skala 1-5 (memi1=sangat tidak puas, 2=tidak puas, 3=cukup puas, 4=puas, dan 5=sangat puas).

Pada kuadran IV, yakni golongan atribut yang memberikan kepuasan berlebih dibandingkan rata-rata skor kepuasan, namun kepentingannya rendah di bawah rata-rata kepentingan keripik beledang adalah atribut diskon. Diskon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelian berulang dan dalam jumlah tertentu. Hasil kajian respon konsumen menunjukkan bahwa konsumen keripik beledang mendapatkan diskon tersebut terutama jika pembeli dan pedagang telah saling mengenal, dan bekerjasama untuk mendatang profit bagi kedua belah pihak.

KESIMPULAN

Atribut keripik beledang yang diyakini

sebagai pertimbangan dalam menentukan kepuasan konsumen berjumlah 13 atribut yaitu warna produk, tanpa pengawet, renyah, kesan rendah minyak, ukuran produk, kemasan praktis, warna kemasan, lay out, kemasan mendukung keamanan produk, variasi kemasan, harga produk, diskon, dan promo.

Parameter Improvement Factor (IF) menempatkan atribut warna sebagai atribut prioritas perbaikan bagi keripik beledang. Sedangkan secara keseluruhan daya terima konsumen memilki CSI sebesar 0,93 kategori sangat puas dari skala 0-1.

Model IPA menunjukkan rekomendasi pada atribut warna dalam kuadran I menajdi prioritas perbaikan, sedangkan atribut yang harus dipertahankan adalah kemasan praktis,

kemasan mendukung keamanan produk, kesan rendah minyak, harga produk, dan tanpa pengawet.

DAFTAR PUSTAKA

Adinegara, GN.J., and S. P. Turker. 2016. An

Important-Performance Analysis of International offee Outlet Service Quality: Empirical Results from Coffee Outlets in Badung, Bali. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM). Volume 18, Issue 5 .Ver. I (May. 2016), PP 38-44

Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Irawan, H. 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Kotler, P. dan K. L. Keller. 2012. Marketing Management. 14th edition. Pearson Prentice Hall.

Kurniati, E., E. Silvia, E. dan Z. Efendi. 2016. Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Kue Baytat Bengkulu. J. Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 08, No.02:67-75

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta

Nugrahani, R. 2015. Peran desain Grafis pada Label dan Kemasan Produk Makanan UMKM. Jurnal Imajinasi. Vol.IX No. 2, Juli 2015:127-136

Rosalina, Y. dan E. Silvia. 2015. Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan dan Pendugaan Umur Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan Polypropylene Rigid. J. Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 07, No.01:1-6

Sugiyono, 2000. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Jakarta

Supranto. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Konsumen untuk

Page 33: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1095

penting). Lebih lanjut berdasarkan skala kepentingan maka enam atribut tersebut berada dalam daerah penting. Oleh karena itu, model IPA yang ditemukan dapat direkomendasikan sesuai skala prioritas pengembangan keripik beledang terutama atribut-atribut dalam kuadarn III yang masih berada di bawah skala 4 dari tingkat kepuasan skala 1-5 (memi1=sangat tidak puas, 2=tidak puas, 3=cukup puas, 4=puas, dan 5=sangat puas).

Pada kuadran IV, yakni golongan atribut yang memberikan kepuasan berlebih dibandingkan rata-rata skor kepuasan, namun kepentingannya rendah di bawah rata-rata kepentingan keripik beledang adalah atribut diskon. Diskon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelian berulang dan dalam jumlah tertentu. Hasil kajian respon konsumen menunjukkan bahwa konsumen keripik beledang mendapatkan diskon tersebut terutama jika pembeli dan pedagang telah saling mengenal, dan bekerjasama untuk mendatang profit bagi kedua belah pihak.

KESIMPULAN

Atribut keripik beledang yang diyakini

sebagai pertimbangan dalam menentukan kepuasan konsumen berjumlah 13 atribut yaitu warna produk, tanpa pengawet, renyah, kesan rendah minyak, ukuran produk, kemasan praktis, warna kemasan, lay out, kemasan mendukung keamanan produk, variasi kemasan, harga produk, diskon, dan promo.

Parameter Improvement Factor (IF) menempatkan atribut warna sebagai atribut prioritas perbaikan bagi keripik beledang. Sedangkan secara keseluruhan daya terima konsumen memilki CSI sebesar 0,93 kategori sangat puas dari skala 0-1.

Model IPA menunjukkan rekomendasi pada atribut warna dalam kuadran I menajdi prioritas perbaikan, sedangkan atribut yang harus dipertahankan adalah kemasan praktis,

kemasan mendukung keamanan produk, kesan rendah minyak, harga produk, dan tanpa pengawet.

DAFTAR PUSTAKA

Adinegara, GN.J., and S. P. Turker. 2016. An

Important-Performance Analysis of International offee Outlet Service Quality: Empirical Results from Coffee Outlets in Badung, Bali. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM). Volume 18, Issue 5 .Ver. I (May. 2016), PP 38-44

Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Irawan, H. 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Kotler, P. dan K. L. Keller. 2012. Marketing Management. 14th edition. Pearson Prentice Hall.

Kurniati, E., E. Silvia, E. dan Z. Efendi. 2016. Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Kue Baytat Bengkulu. J. Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 08, No.02:67-75

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta

Nugrahani, R. 2015. Peran desain Grafis pada Label dan Kemasan Produk Makanan UMKM. Jurnal Imajinasi. Vol.IX No. 2, Juli 2015:127-136

Rosalina, Y. dan E. Silvia. 2015. Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan dan Pendugaan Umur Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan Polypropylene Rigid. J. Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol. 07, No.01:1-6

Sugiyono, 2000. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Jakarta

Supranto. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Konsumen untuk

Meningkatkan Pangsa Pasar. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Syaputri, R. 2015. Pengaruh Kemasan, Merek dan Loyalitas Konsumen pada UKM Keripik Singkong Sulis di Samarinda. E-Journal Ilmu Administrasi Bisnis. 3 (1): 27-39

Tzeng, GH. and HF. Chang. 2011. Applying Importance-Performance Analysis as a Service Qyality Measure in Food Service Industry. J. Technol. Manag. Innov. Volume 6. Issue 3: 106-115

Wardhani, E. K. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Konsumen Jasa Penerbangan (Studi Kasus pada Jasa Penerbangan Garuda Indonesia Semarang-Jakarta). J.

Studi Manajemen & Organisasi. Vol. 3 No. 1:40-63

Wicaksono, P. A., H. Prastawa, dan Ardanesia. 2017. Redesain Kemasan Produk Keripik Balado “Christine Hakim” Prosiding : Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 Surakarta, 8-9 Mei 2017: 208-203

Yola , M. dan D. Budianto. 2013. Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Kualitas Pelayanan dan Harga Produk pada Supermarket dengan Menggunakan Metode Importance Performance Analysis (IPA). J. Optimasi Siste Industri. Vol. 12 No.1 : 301-309

.

Page 34: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1096

PENGARUH PENAMBAHAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK TEMPE KEDELAI

EFFECT OF SACCHAROMYCES CEREVISIAE ON THE ORGANOLEPTIC

PROPERTIES OF SOYBEAN TEMPEH

Samsul Rizal 1*, Maria Erna 1, Marniza2, Intan Ramadhani1 1Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Bengkulu *Email korespondensi: [email protected]

ABSTRACT In addition to mold that acts as a major microbe, bacteria and yeasts also have an important role in the fermentation process of tempe. The addition of yeast during fermentation is suspected to affect the formation of tempe aroma so that it affects its organoleptic properties. This study aimed to determine the effect of Saccharomyces cerevisiae addition on organoleptic properties of soybean tempe. The treatments include concentration of S. cerevisiae consisting of 1% and 3% and cooking method consist of 3 (two) ways ie. without cooking, frying, and steaming. The data were analyzed by variance to get the error estimator and the significance test to know the influence between the treatments. To know the difference between treatments was analyzed using Duncan Multiple Range Test (DMRT) at 5% level for observation on organoleptic properties of tempe. The level of hardness in the next tempe was tested using BNT advanced test at 5% level. Observation of organoleptic properties is done on the aroma of langu, the distinctive aroma of tempe, the taste of sour and bitter taste, and the overall acceptance of tempe. The results showed that tempe made with the addition of S. cerevisiae 1% and fried had the best organoleptic properties. Added S. cerevisiae 1% and fried to produce tempe with a distinctive aroma of tempeh better, lower odor, no taste acid, and not bitter. Based on the overall acceptance score of tempe with addition of S. cerevisiae 1% and fried preferably panelist than the other treatment Keywords: Saccharomyces cerevisiae, sifat organoleptic, tempe

ABSTRAK

Selain kapang yang berperan sebagai mikroba utama, bakteri dan khamir juga memiliki peran dalam proses fermentasi tempe. Penambahan khamir selama fermentasi diduga mempengaruhi pembentukan aroma tempe sehingga mempengaruhi sifat organoleptiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh penambahan Saccharomyces cerevisiae terhadap sifat organoleptik tempe kedelai. Perlakuan yang diterapkan meliputi konsentrasi S. cerevisiae yang terdiri dari 1% dan 3% dan cara pemasakan terdiri dari 3 (dua) taraf yaitu tanpa pemasakan, penggorengan, dan pengukusan. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapat penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan dianalisis menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada

Page 35: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1097

PENGARUH PENAMBAHAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK TEMPE KEDELAI

EFFECT OF SACCHAROMYCES CEREVISIAE ON THE ORGANOLEPTIC

PROPERTIES OF SOYBEAN TEMPEH

Samsul Rizal 1*, Maria Erna 1, Marniza2, Intan Ramadhani1 1Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Bengkulu *Email korespondensi: [email protected]

ABSTRACT In addition to mold that acts as a major microbe, bacteria and yeasts also have an important role in the fermentation process of tempe. The addition of yeast during fermentation is suspected to affect the formation of tempe aroma so that it affects its organoleptic properties. This study aimed to determine the effect of Saccharomyces cerevisiae addition on organoleptic properties of soybean tempe. The treatments include concentration of S. cerevisiae consisting of 1% and 3% and cooking method consist of 3 (two) ways ie. without cooking, frying, and steaming. The data were analyzed by variance to get the error estimator and the significance test to know the influence between the treatments. To know the difference between treatments was analyzed using Duncan Multiple Range Test (DMRT) at 5% level for observation on organoleptic properties of tempe. The level of hardness in the next tempe was tested using BNT advanced test at 5% level. Observation of organoleptic properties is done on the aroma of langu, the distinctive aroma of tempe, the taste of sour and bitter taste, and the overall acceptance of tempe. The results showed that tempe made with the addition of S. cerevisiae 1% and fried had the best organoleptic properties. Added S. cerevisiae 1% and fried to produce tempe with a distinctive aroma of tempeh better, lower odor, no taste acid, and not bitter. Based on the overall acceptance score of tempe with addition of S. cerevisiae 1% and fried preferably panelist than the other treatment Keywords: Saccharomyces cerevisiae, sifat organoleptic, tempe

ABSTRAK

Selain kapang yang berperan sebagai mikroba utama, bakteri dan khamir juga memiliki peran dalam proses fermentasi tempe. Penambahan khamir selama fermentasi diduga mempengaruhi pembentukan aroma tempe sehingga mempengaruhi sifat organoleptiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh penambahan Saccharomyces cerevisiae terhadap sifat organoleptik tempe kedelai. Perlakuan yang diterapkan meliputi konsentrasi S. cerevisiae yang terdiri dari 1% dan 3% dan cara pemasakan terdiri dari 3 (dua) taraf yaitu tanpa pemasakan, penggorengan, dan pengukusan. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapat penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan dianalisis menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada

taraf 5% untuk pengamatan terhadap sifat organoleptik tempe. Tingkat kekerasan pada tempe selanjutnya di uji menggunakan uji lanjut BNT pada taraf 5%. Pengamatan sifat organoleptik dilakukan terhadap aroma langu, aroma khas tempe, rasa asam dan rasa pahit, dan penerimaan keseluruhan tempe. Hasil penelitian menunjukkan tempe yang dibuat dengan penambahan S. cerevisiae 1% dan digoreng memiliki sifat organoleptik terbaik. Penambahan S. cerevisiae 1% dan digoreng menghasilkan tempe dengan aroma khas tempe lebih baik, bau langu lebih rendah, tidak berasa asam, dan tidak pahit. Berdasarkan skor penerimaan keseluruhan tempe dengan penambahan S. cerevisiae 1% dan digoreng lebih disukai panelis dibandingkan perlakuan lainnya. Kata Kunci: Saccharomyces cerevisiae, sifat organoleptic, tempe

PENDAHULUAN

Tempe merupakan makanan yang dibuat dengan cara memfermentasi kedelai dan dengan menginokulasikan jamur Rhizopus oligosporus dalam fermentasi padat (De Reu et al., 1994). Proses fermentasi kacang kedelai menjadi tempe akan memperbaiki sifat fisik maupun komposisi kimia kedelai. Di Indonesia, tempe merupakan makanan sumber protein yang sangat populer di semua lapisan masyarakat. Kandungan gizi yang terdapat pada tempe beranekaragam, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan gizi yang terdapat pada tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini disebabkan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).

Proses fermentasi pada pembuatan tempe meliputi dua tahap, yaitu fermentasi oleh aktivitas bakteri yang berlangsung selama proses perendaman kedelai, dan fermentasi oleh kapang yang berlangsung setelah diinokulasi dengan kapang. Menurut Mulyowidarso et al. (1989) bakteri merupakan mikroflora yang secara signifikan selalu tumbuh selama pembuatan tempe dan mempunyai peran yang penting. Proses fermentasi dalam pembuatan tempe dapat

mempertahankan sebagian besar zat-zat gizi yang terkandung dalam kedelai, meningkatkan daya cerna proteinnya, serta meningkatkan kadar beberapa macam vitamin B (Muchtadi, 2010). Jamur Rhizopus oligosporus berperan utama dalam pembuatan tempe. Selain jamur dan bakteri yang sudah dipelajari keterlibatannya dalam fermentasi tempe, terdapat kemungkinan bahwa khamir (ragi) dapat tumbuh selama fermentasi tempe (Nout, 2005). Beberapa jenis khamir telah ditemukan dalam tempe yang dipasarkan dan selama perendaman kedelai untuk pembuatan tempe (Samson et al., 1987). Apabila khamir mampu tumbuh dan berinteraksi dengan mikroflora lain maka kemungkinan khamir mempunyai peran dalam meningkatkan kualitas nutrisi dan flavor tempe (Kustyawati, 2009). Dalam penelitian ini, dipilih khamir jenis Saccharomyces cerevisiae yang akan ditambahkan dalam pembuatan tempe. Saccharomyces cerevisiae yang berasal dari ragi tape

Pemasakan merupakan salah satu cara pengolahan menggunkan pemanasan yang paling banyak dilakukan. Cara-cara pemasakan tempe yang umum dilakukan di rumah tangga adalah digoreng, direbus, dan dikukus. Penambahan Saccharomyces cerevisiae dalam pembuatan tempe dan cara pemasakan diharapkan mampu meningkatkan kualitas nutrisi dan karakterisitik sensori tempe. Pada penelitian ini penambahan

Page 36: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1098

Saccharomyces cerevisiae sebanyak 1%, dan 3% dilakukan untuk menemukan sifat organoleptik (rasa dan aroma) terbaik pada tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Saccharomyces cerevisiae dan cara pemasakan terhadap sifat organoleptik tempe (rasa, dan aroma).

Hasil penelitian Kustyawati (2009), menunjukkan bahwa tempe yang difermentasi dengan penambahan S. boulardii mengandung asam folat paling baik = 89.28 µg/100g, vit B12=3,95 mcg/100g, daidzein= 0,78 %. Tempe ini mempunyai tekstur kompak, diselimuti oleh miselium berwarna putih, dan mudah diiris. Inokulasi dengan yeast tertentu dan R. oligosporus dalam fermentasi kedelai menghasilkan tempe dengan aroma tertentu yang dapat menutupi aroma kedelai pada tempe umumnya. Hasil penelitian Gultom (2009), menunjukkan bahwa produk tempe terbaik adalah tempe dengan penambahan Fermipan dengan aroma khas tempe, sedikit lebih harum, tekstur yang kompak, dan jumlah miselium yang banyak. Namun saat ini belum diketahui penambahan Saccharomyces cerevisiae yang tepat dalam menghasilkan betaglukan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah kedelai, ragi tempe dengan merek dagang RAPRIMA, air bersih, Media agar produksi Oxoid meliputi Plate Count Agar (PCA), Malt Extract Agar (MEA), Saccharomyces cerevisiae (Fermipan), NaOH 2%, CH3COOH 2 M,, akuades, etanol, dan aluminium foil.

Peralatan yang digunakan adalah baskom, loyang, timbangan, panci, kertas saring, spatula, blender, loyang, cawan porselen, oven, desikator, hot plate, tanur, gelas ukur, piring kecil, sentrifuse,

erlenmeyer, alat titrasi, tabung reaksi, dan neraca analitik. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan empat ulangan. Faktor pertama adalah penambahan Saccharomyces cerevisiae dengan dua taraf, yaitu 1% (K1) dan 3% (K2). Faktor kedua adalah cara pemasakan pada tempe pada tempe, yaitu mentah (P1), penggorengan (P2), dan pengukusan (P3). Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapat penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan dianalisis menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk pengamatan terhadap sifat organoleptik tempe. Tingkat kekerasan pada tempe selanjutnya di uji menggunakan uji lanjut BNT pada taraf 5%. Pembuatan Tempe Kedelai

Pembuatan tempe kedelai berdasarkan Aptesia (2013). Tahapan yang dilakukan meliputi: kedelai disortasi untuk dipilih biji kedelai yang baik dan padat, lalu dilakukan pencucian menggunakan air yang mengalir sampai kotoran yang melekat terlepas dari biji kedelai. Selanjutnya kedelai direbus pada suhu 100°C selama 30 menit dalam air yang mendidih sampai kulit ari mudah terkelupas. Biji kedelai direndam dalam air selama 24 jam. Kulit ari dikupas dari biji kedelai dan direbus lagi selama 30 menit, lalu ditiriskan dan didinginkan. Tahap peragian dilakukan dengan cara setiap 100 gram kedelai ditambahkan ragi tempe sebanyak 0,2 gram diaduk sampai rata dan ditambahkan Saccharomyces cerevisiae (sesuai perlakuan). Setelah tercampur rata, biji kedelai dimasukan dalam plastik pengemas yang telah dilubangi. Biji kedelai yang dimasukan tersebut masing-masing memiliki berat 20 gram dalam setiap bungkusnya dan diberi label agar tidak

Page 37: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1099

Saccharomyces cerevisiae sebanyak 1%, dan 3% dilakukan untuk menemukan sifat organoleptik (rasa dan aroma) terbaik pada tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Saccharomyces cerevisiae dan cara pemasakan terhadap sifat organoleptik tempe (rasa, dan aroma).

Hasil penelitian Kustyawati (2009), menunjukkan bahwa tempe yang difermentasi dengan penambahan S. boulardii mengandung asam folat paling baik = 89.28 µg/100g, vit B12=3,95 mcg/100g, daidzein= 0,78 %. Tempe ini mempunyai tekstur kompak, diselimuti oleh miselium berwarna putih, dan mudah diiris. Inokulasi dengan yeast tertentu dan R. oligosporus dalam fermentasi kedelai menghasilkan tempe dengan aroma tertentu yang dapat menutupi aroma kedelai pada tempe umumnya. Hasil penelitian Gultom (2009), menunjukkan bahwa produk tempe terbaik adalah tempe dengan penambahan Fermipan dengan aroma khas tempe, sedikit lebih harum, tekstur yang kompak, dan jumlah miselium yang banyak. Namun saat ini belum diketahui penambahan Saccharomyces cerevisiae yang tepat dalam menghasilkan betaglukan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah kedelai, ragi tempe dengan merek dagang RAPRIMA, air bersih, Media agar produksi Oxoid meliputi Plate Count Agar (PCA), Malt Extract Agar (MEA), Saccharomyces cerevisiae (Fermipan), NaOH 2%, CH3COOH 2 M,, akuades, etanol, dan aluminium foil.

Peralatan yang digunakan adalah baskom, loyang, timbangan, panci, kertas saring, spatula, blender, loyang, cawan porselen, oven, desikator, hot plate, tanur, gelas ukur, piring kecil, sentrifuse,

erlenmeyer, alat titrasi, tabung reaksi, dan neraca analitik. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan empat ulangan. Faktor pertama adalah penambahan Saccharomyces cerevisiae dengan dua taraf, yaitu 1% (K1) dan 3% (K2). Faktor kedua adalah cara pemasakan pada tempe pada tempe, yaitu mentah (P1), penggorengan (P2), dan pengukusan (P3). Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapat penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan dianalisis menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk pengamatan terhadap sifat organoleptik tempe. Tingkat kekerasan pada tempe selanjutnya di uji menggunakan uji lanjut BNT pada taraf 5%. Pembuatan Tempe Kedelai

Pembuatan tempe kedelai berdasarkan Aptesia (2013). Tahapan yang dilakukan meliputi: kedelai disortasi untuk dipilih biji kedelai yang baik dan padat, lalu dilakukan pencucian menggunakan air yang mengalir sampai kotoran yang melekat terlepas dari biji kedelai. Selanjutnya kedelai direbus pada suhu 100°C selama 30 menit dalam air yang mendidih sampai kulit ari mudah terkelupas. Biji kedelai direndam dalam air selama 24 jam. Kulit ari dikupas dari biji kedelai dan direbus lagi selama 30 menit, lalu ditiriskan dan didinginkan. Tahap peragian dilakukan dengan cara setiap 100 gram kedelai ditambahkan ragi tempe sebanyak 0,2 gram diaduk sampai rata dan ditambahkan Saccharomyces cerevisiae (sesuai perlakuan). Setelah tercampur rata, biji kedelai dimasukan dalam plastik pengemas yang telah dilubangi. Biji kedelai yang dimasukan tersebut masing-masing memiliki berat 20 gram dalam setiap bungkusnya dan diberi label agar tidak

tertukar. Biji kedelai tersebut diletakan ampah yang terbuat dari anyaman bambu. Setelah itu tampah diletakan di atas rak yang terlindungi dari sinar/cahaya. Selanjutnya biji kedelai difermentasi pada suhu ruang yaitu sekitar 27°C dan dilakukan pengamatan tempe. Pengamatan Uji Organoleptik Faktor yang diamati pada uji sensori dilakukan pada tempe perlakuan meliputi aroma, rasa, tekstur, warna, dan penerimaan keseluruhan. Pengujian sensori tempe diuji cobakan kepada 20 orang panelis semi terlatih dari mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian menggunakan uji skoring. Uji skoring digunakan untuk menilai warna, tekstur, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan. Sampel yang diuji sebelumnya digoreng terlebih dahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aroma Langu

Hasil analisis sidik ragam menunjukan cara pemasakan berpengaruh sangat nyata terhadap aroma langu pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor pemasakan terhadap skor aroma langu pada tempe menunjukkan perlakuan P2 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya yaitu P1 dan P3. Skor penilaian aroma langu pada tempe adalah 1 (sangat langu), 2 (langu), 3 (agak langu), 4 (tidak langu), dan 5 (sangat tidak langu). Hasil uji lanjut dengan DMRT didapatkan bahwa perlakuan penggorengan menghasilkan tempe yang tidak langu (Gambar 1).

Gambar 1. Histogram skor aroma langu terhadap faktor pemasakan tempe

Wihandini et al. (2012) menjelaskan bahwa bau langu terjadi karena aktivitas enzim lipoksigenase yang ada secara alami terdapat dalam kedelai. Enzim ini aktif saat biji kedelai pecah pada proses pengupasan kulit dan penggilingan karena kontak dengan udara (oksigen). Kandungan enzim lipoksigenase bervariasi antarvarietas/galur kedelai sehingga intensitas langu masing-

masing varietas kedelai juga bervariasi. Hilangnya aroma langu ini disebabkan oleh adanya inaktivasi enzim lipoksigenase dengan pemanasan.

Aroma tempe yang dihasilkan pada fermentasi tempe terbentuk karena adanya aktivitas enzim dari kapang yang digunakan. Enzim ini akan memecah protein dan lemak kedelai membentuk aroma yang khas.

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

P1 P2 P3

Skor

Aro

ma

Pemasakan (P)

Page 38: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1100

Komponen aroma yang dihasilkan memiliki ukuran dan berat molekul yang lebih kecil dari bahan awalnya sehingga komponen lebih mudah menguap (volatil) dan tercium sebagai bau tempe. Aroma yang muncul tergantung pada jenis komponen yang dihasilkan selama proses fermentasi (Wihandini et al., 2012).

Aroma Khas Tempe

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan konsentrasi Saccharomyces

cerevisiae berpengaruh sangat nyata terhadap aroma khas tempe yang dihasilkan pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae menunjukkan perlakuan K1 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan K2. Perlakuan K1 memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K2 dengan skor aroma masing-masing 3,870 dan 3,540 (Gambar 2).

Gambar 2. Histogram skor aroma khas tempe terhadap faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae

Hasil analisis sidik ragam

menunjukkan pemasakan sangat berpengaruh nyata terhadap aroma khas tempe yang dihasilkan pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor pemasakan menunjukkan masing-masing perlakuan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Skor aroma khas tempe tertinggi dimiliki oleh perlakuan P3 dengan skor 3,950. Hasil uji lanjut DMRT skor aroma khas tempe terhadap faktor pemasakan disajikan Gambar 3.

Menurut Kustyawati (2009), pertumbuhan kapang dan Saccharomyces cerevisiae dapat mendorong pertumbuhan kapang dan mengubah penampakan dan flavor

tempe. Yeast akan berkontribusi pada interaksi antara mikroorganisme, perubahaan tekstur, dan biosintesa komponen flavor (Fleet, 1990; Welthagen dan Vilijoen, 1999).Pada fermentasi kedelai dengan R.oligosporus dan S. boulardii, menghasilkan tempe denganaroma harum-manis yang menutupi aroma kedelai padaumumnya karena yeast mempunyai aktivitas proteolitik danlipolitik yang sangat tinggi sehingga mampu menghidrolisaprotein maupun lemak menghasilkan asam amino, ester, asamlemak, etanol, acetaldehid, ethil acetate dan ethyl butyrate yang merupakan komponen flavor dan aroma (Villijoen dan Greyling, 1995).

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

K1 K2

Skor

Aro

ma

Konsentrasi Saccharomyces cerevisiae (K)

Page 39: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1101

Komponen aroma yang dihasilkan memiliki ukuran dan berat molekul yang lebih kecil dari bahan awalnya sehingga komponen lebih mudah menguap (volatil) dan tercium sebagai bau tempe. Aroma yang muncul tergantung pada jenis komponen yang dihasilkan selama proses fermentasi (Wihandini et al., 2012).

Aroma Khas Tempe

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan konsentrasi Saccharomyces

cerevisiae berpengaruh sangat nyata terhadap aroma khas tempe yang dihasilkan pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae menunjukkan perlakuan K1 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan K2. Perlakuan K1 memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K2 dengan skor aroma masing-masing 3,870 dan 3,540 (Gambar 2).

Gambar 2. Histogram skor aroma khas tempe terhadap faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae

Hasil analisis sidik ragam

menunjukkan pemasakan sangat berpengaruh nyata terhadap aroma khas tempe yang dihasilkan pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor pemasakan menunjukkan masing-masing perlakuan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Skor aroma khas tempe tertinggi dimiliki oleh perlakuan P3 dengan skor 3,950. Hasil uji lanjut DMRT skor aroma khas tempe terhadap faktor pemasakan disajikan Gambar 3.

Menurut Kustyawati (2009), pertumbuhan kapang dan Saccharomyces cerevisiae dapat mendorong pertumbuhan kapang dan mengubah penampakan dan flavor

tempe. Yeast akan berkontribusi pada interaksi antara mikroorganisme, perubahaan tekstur, dan biosintesa komponen flavor (Fleet, 1990; Welthagen dan Vilijoen, 1999).Pada fermentasi kedelai dengan R.oligosporus dan S. boulardii, menghasilkan tempe denganaroma harum-manis yang menutupi aroma kedelai padaumumnya karena yeast mempunyai aktivitas proteolitik danlipolitik yang sangat tinggi sehingga mampu menghidrolisaprotein maupun lemak menghasilkan asam amino, ester, asamlemak, etanol, acetaldehid, ethil acetate dan ethyl butyrate yang merupakan komponen flavor dan aroma (Villijoen dan Greyling, 1995).

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

K1 K2

Skor

Aro

ma

Konsentrasi Saccharomyces cerevisiae (K)

Gambar 3. Histogram skor aroma khas tempe terhadap faktor pemasakan.

Rasa Pahit Hasil analisis sidik ragam

menunjukkan cara pemasakan sangat berpengaruh nyata terhadap rasa pahit yang dihasilkan pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor pemasakan menunjukkan perlakuan P3 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya dengan skor 3,015 (agak pahit). Skor tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2 dengan skor 3,485 (agak pahit). Hasil uji lanjut rasa pahit pada faktor pemasakan dalam bentuk histogram skor rasa pahit terhadap faktor pemasakan disajikan pada Gambar 4.

Menurut Kustyawati (2009), fermentasi kedelai dengan R. oligosporus dan S. boulardii, menghasilkan tempe dengan aroma harum-manis yang menutupi aroma kedelai pada umumnya karena yeast mempunyai aktivitas proteolitik dan lipolitik yang sangat tinggi sehingga mampu menghidrolisa protein maupu lemak menghasilkan asam amino, ester, asamlemak, etanol, acetaldehid, ethil acetate dan ethyl butyrateyang merupakan komponen flavor dan aroma (Villijoen dan Greyling, 1995).

Gambar 4. Histogram skor rasa pahit terhadap faktor pemasakan

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

P1 P2 P3

Skor

Aro

ma

Pemasakan (P)

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

P1 P2 P3

Skor

Ras

a Pa

hit

Pemasakan (P)

Page 40: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1102

Rasa Asam Hasil analisis ragam menunjukkan

konsentrasi Saccharomyces cerevisiae dan pemasakan sangat berpengaruh terhadap rasa asam yang dihasilkan pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae menunjukkan perlakuan K1 dan K2 saling berbeda nyata terhadap rasa asam pada tempe. Skor rasa asam tertinggi dimiliki oleh perlakuan K1 yaitu 3,290 (agak asam) dan perlakuan K2 memiliki skor 3,033 (agak asam). Histogram

skor rasa asam terhadap fakor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae disajikan pada Gambar 5.

Hasil uji lanjut DMRT pada faktor pemasakan menunjukkan perlakuan P1, P2, dan P3 saling berbeda nyata. Skor tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2 yaitu 3,585 (tidak asam). Perlakuan P1 memiliki skor 3,020 (agak asam) sedangkan perlakuan P3 memiliki skor 2,880 (agak asam). Histogram skor rasa asam terhadap fakor pemasakan disajikan pada Gambar 6..

Gambar 5. Histogram skor rasa pahit terhadap faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae

Gambar 6. Histogram skor rasa asam terhadap faktor pemasakan

Rasa asam yang ditimbulkan dipengaruhi oleh fermentasi yang melibatkan Saccharomyces cerevisiae. Menurut

Kustyawati (2009), yeast berkontribusi pada interaksi antara mikroorganisme, perubahan tekstur dan biosintesa komponen flavor.

0.0000.5001.0001.5002.0002.5003.0003.5004.000

K1 K2

Skor

Ras

a As

am

Konsentrasi Saccharomyces cerevisiae (K)

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

P1 P2 P3

Skor

Ras

a As

am

Pemasakan (P)

Page 41: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1103

Rasa Asam Hasil analisis ragam menunjukkan

konsentrasi Saccharomyces cerevisiae dan pemasakan sangat berpengaruh terhadap rasa asam yang dihasilkan pada tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae menunjukkan perlakuan K1 dan K2 saling berbeda nyata terhadap rasa asam pada tempe. Skor rasa asam tertinggi dimiliki oleh perlakuan K1 yaitu 3,290 (agak asam) dan perlakuan K2 memiliki skor 3,033 (agak asam). Histogram

skor rasa asam terhadap fakor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae disajikan pada Gambar 5.

Hasil uji lanjut DMRT pada faktor pemasakan menunjukkan perlakuan P1, P2, dan P3 saling berbeda nyata. Skor tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2 yaitu 3,585 (tidak asam). Perlakuan P1 memiliki skor 3,020 (agak asam) sedangkan perlakuan P3 memiliki skor 2,880 (agak asam). Histogram skor rasa asam terhadap fakor pemasakan disajikan pada Gambar 6..

Gambar 5. Histogram skor rasa pahit terhadap faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae

Gambar 6. Histogram skor rasa asam terhadap faktor pemasakan

Rasa asam yang ditimbulkan dipengaruhi oleh fermentasi yang melibatkan Saccharomyces cerevisiae. Menurut

Kustyawati (2009), yeast berkontribusi pada interaksi antara mikroorganisme, perubahan tekstur dan biosintesa komponen flavor.

0.0000.5001.0001.5002.0002.5003.0003.5004.000

K1 K2

Skor

Ras

a As

am

Konsentrasi Saccharomyces cerevisiae (K)

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

P1 P2 P3

Skor

Ras

a As

am

Pemasakan (P)

Komponen flavor yang timbul akan menyebabkan perubahaan aroma dan rasa pada tempe. Menurut Dwinaningsih (2010), aroma khas ini ditunjukkan dengan adanyabau seperti tape atau alkohol yang disebabkan oleh beras yangterfermentasi. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya komponenkarbohidrat yang diurai oleh kapang. Perubahaan aroma yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menyebabkan perubahan rasa yang dihasilkan pada tempe. Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan konsentrasi Saccharomyces cerevisiae berpengaruh sangat nyata terhadap

penerimaan keseluruhan tempe. Perlakuan pemasakan sangat berpengaruh nyata terhadap penerimaan keseluruhan tempe. Interaksi antara konsentrasi Saccharomyces cerevisiae dan pemasakan tidak berpengaruh nyata terhadap penerimaan keseluruhan tempe. Hasil uji lanjut DMRT pada faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae menunjukkan perlakuan K1 berbeda nyata dengan perlakuan K2. Hasil uji lanjut penerimaan keseluruhan terhadap faktor konsentrasi Saccharomyces cerevisiae dalam bentuk histogram skor penerimaan keseluruhan terhadap faktor konsentrasi S. cerevisiae disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram skor penerimaan keseluruhan terhadap faktor konsentrasi Saccharomyces

cerevisiae

Hasil uji lanjut DMRT penerimaan keseluruhan terhadap faktor pemasakan menunjukkan perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan perlakuan P3. Skor tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2 yaitu 3,530 (suka). Skor pelakuan P1 dan P3 adalah 3,070 (agak suka) dan 2,730 (agak suka). Histogram skor penerimaan keseluruhan terhadap faktor pemasakan disajikan pada Gambar 8.

Penerimaan keseluruhan mencakup aroma langu, aroma khas tempe, rasa asam, dan rasa pahit pada tempe. Skor penerimaan keseluruhan tertinggi pada faktor konsentrasi

Saccharomyces cerevisiae dimiliki oleh perlakuan K1, sedangkan pada faktor pemasakan skor tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2. Menurut Gultom (2009), hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa tempe dengan penambahan fermipan 1 % lebih disukai panelis dibandingkan dengan tempe dengan penambahan ragi tempe dan tempe dengan penambahan biakan murni Saccaromyces cerevisiae. Kesukaan panelis ini karena aroma yang khas tempe dan sedikit lebih harum, rasanya yang disukai, tekstur yang kompak dan juga miselium yang banyak.

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

K1 K2

Pene

rimaa

n Ke

selu

ruha

n

Konsentrasi Fermipan (K)

Page 42: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1104

Gambar 8. Histogram skor penerimaan keseluruhan terhadap faktor pemasakan

Perlakuan Terbaik

Pada penelitian ini pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada hasil pengujian produk tempe dengan parameter organoleptik. Perlakuan terbaik adalah perlakuan yang memiliki hasil organoleptik aroma langu (skoring), aroma khas tempe (skoring), rasa asam (skoring), rasa pahit (skoring), dan penerimaan keseluruhan (hedonik); serta nilai kekerasan tertinggi. Hasil analisis perlakuan terbaik dengan perlakuan konsentrasi Saccharomyces cerevisiae dan cara pemasakan adalah sebagai berikut.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa perlakuan terbaik pada tempe dengan perlakuan penambahan Saccharomyces cerevisiae K1 (1%) dan cara pemasakan P2 (penggorengan) memiliki karakteristik terbaik pada sebagian besar parameter. Hal ini didasarkan pada uji lanjut yang digunakan pada masing-masing parameter. Tempe dengan penambahan Saccharomyces cerevisiae 1% dan cara pemasakan penggorengan memiliki aroma tidak langu; aroma khas tempe; rasa agak asam; rasa agak pahit.

Tabel 1. Kriteria pemilihan produk tempe terbaik dari masing-masing parameter.

Parameter Perlakuan

K1P1 K2P1 K1P2 K2P2 K1P3 K2P3 Aroma langu 3,150b 3,190b 3,970a* 3,720a 3,120b 3,160b Aroma khas tempe

3,950b 3,590cd 4,160a* 3,740c 3,500d 3,290e

Rasa asam 3,090c 2,950c 3,710a* 3,460b 3,070c 2,690d Rasa pahit 3,370ab 3,340ab 3,520a* 3,450a 3,140bc 2,890c Penerimaan keseluruhan

3,150c 2,990d 3,610a* 3,450b 2,870d 2,590e

Kekerasan 0,4759b 0,4762b 0,4790a 0,4794a 0,4796a* 0,4792a Keterangan:

1. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% dan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5% (parameter kekerasan)

2. Tanda (*) = perlakuan terbaik

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

P1 P2 P3

Pene

rimaa

n Ke

selu

ruha

n

Pemasakan (P)

Page 43: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1105

Gambar 8. Histogram skor penerimaan keseluruhan terhadap faktor pemasakan

Perlakuan Terbaik

Pada penelitian ini pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada hasil pengujian produk tempe dengan parameter organoleptik. Perlakuan terbaik adalah perlakuan yang memiliki hasil organoleptik aroma langu (skoring), aroma khas tempe (skoring), rasa asam (skoring), rasa pahit (skoring), dan penerimaan keseluruhan (hedonik); serta nilai kekerasan tertinggi. Hasil analisis perlakuan terbaik dengan perlakuan konsentrasi Saccharomyces cerevisiae dan cara pemasakan adalah sebagai berikut.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa perlakuan terbaik pada tempe dengan perlakuan penambahan Saccharomyces cerevisiae K1 (1%) dan cara pemasakan P2 (penggorengan) memiliki karakteristik terbaik pada sebagian besar parameter. Hal ini didasarkan pada uji lanjut yang digunakan pada masing-masing parameter. Tempe dengan penambahan Saccharomyces cerevisiae 1% dan cara pemasakan penggorengan memiliki aroma tidak langu; aroma khas tempe; rasa agak asam; rasa agak pahit.

Tabel 1. Kriteria pemilihan produk tempe terbaik dari masing-masing parameter.

Parameter Perlakuan

K1P1 K2P1 K1P2 K2P2 K1P3 K2P3 Aroma langu 3,150b 3,190b 3,970a* 3,720a 3,120b 3,160b Aroma khas tempe

3,950b 3,590cd 4,160a* 3,740c 3,500d 3,290e

Rasa asam 3,090c 2,950c 3,710a* 3,460b 3,070c 2,690d Rasa pahit 3,370ab 3,340ab 3,520a* 3,450a 3,140bc 2,890c Penerimaan keseluruhan

3,150c 2,990d 3,610a* 3,450b 2,870d 2,590e

Kekerasan 0,4759b 0,4762b 0,4790a 0,4794a 0,4796a* 0,4792a Keterangan:

1. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5% dan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5% (parameter kekerasan)

2. Tanda (*) = perlakuan terbaik

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

P1 P2 P3

Pene

rimaa

n Ke

selu

ruha

n

Pemasakan (P)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Perlakuan penambahan Saccharomyces

cerevisiae dan cara pemasakan berpengaruh sangat nyata terhadap rasa asam, aroma khas tempe dan penerimaan keseluruhan pada tempe

2. Perlakuan terbaik berdasarkan rekapitulasi data penelitian adalah perlakuan penambahan konsentrasi Saccharomyces cerevisiae K1 (1%) dan cara pemasakan P2 (penggorengan) yang memberikan nilai tertinggi terhadap parameter organoleptik.

DAFTAR PUSTAKA

Aptesia, L.T. 2013. Pemanfaatan

Lactobacillus Casei dan Tapioka Dalam Upaya Menghambat Kerusakan Tempe Kedelai. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

De Reu, J.C., Ramdaras. D., Rombouts F.M. dan Nout, M.J.R. (1994). Changes in soya bean lipids during tempe fer-mentation. Food Chemistry50: 171-175.

Dwinaningsih, E.A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak serta Lama Fermentasi. (Skripsi). Universitas Sebeleas Maret. Surakarta

Fleet, G.H. 1990. A Review: Yeast in dairy product. Journal of Applied Microbiology 1990, 68, 199-211.

Gultom, U.Y. 2009. Kajian Penambahan Yeast (Saccharomyces cereviciae) Terhadap Kandungan Nutrisi dan Sifat Organoleptik Tempe. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandarlampung

Kasmidjo, R. B., 1990. TEMPE: Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakata

Kustyawati, M.E. 2009. Kajian Peran Yeast Dalam Pembuatan Tempe. Agritech, Vol. 29, No. 2, Juli 2009

Mulyowidarso, R.K., Fleet, G.H. dan Buckle, K.A. (1989). The microbial ecology of soybean soaking for tempe production. International Journal of Food Microbiology8: 35-46.

Nout, M.J.R. and Kiers, J.L. 2005. Review: Tempe fermentation, innovation and functionality: update into he third millennium. Journal of Applied Microbiology 2005, 98, 789–805

Samson, R.A., Kooij, V. dan deBoer, E. (1987). Microbiologi-cal quality of commercial tempeh in the Netherlands.Journal of Food Protection50: 92-94.

Villijoen, B.C. dan Greyling, T. (1995). Yeast associated with cheddar and gouda making. International Journal of Food Microbiology 28: 79-88.

Welthagen, J.J. dan Vilijoen, B.C. (1999). The isolation and identification of yeasts obtained during the manufacture and ripening of cheddar cheese. Food Microbiology 16: 63-73.

Wihandini, D. B., Lily Arsanti, Agus Wijarnaka. 2012. Sifat Fisik, Kadar Protein, dan Uji Organoleptik Tempe Kedelai Hitam dan Tempe Kedelai Kuning dengan Berbagai Metode Pemasakan. Nutrisia, Vol. 14, No. 1, Maret 2012.

Page 44: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1106

KARAKTERISTIK RAGI KAPANG KHAMIR INDIGENUS UNTUK PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PUTIH LOKAL FERMENTASI

THE CHARACTERISTICS OF INDIGENOUS YEAST AND MOLD FOR LOCAL WHITE

CORN FLOUR PRODUCTION

Rahmawati1*, Rijanti Rahaju Maulani2, Dede Saputra3

1Program Studi Teknologi Pangan Universitas Sahid Jakarta 2Program Studi Teknologi Pasca Panen, Sekolah Ilmu Teknologi Hayati, Institut Tekniknologi

Bandung 3Departemen Teknologi Pangan, Universitas Bina Nusantara Jakarta

*E-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

This research was aimed to study the characterization of solid starter culture that is contained indigenous mold yeast which will be used for producing fermented local white corn flour. The research method used is experiment with 2 factors, namely the type of the filler material and the time of drying. Fillers used rice flour, tapioca, and corn flour with drying time of 48 and 72 hours for dried yeast with oven 40C and 7 days for sun-dried yeast. The solid starter culture made were AC and CC. The AC solid culture starter contained 4 amilolytic yeast molds; whereas the CC contained 10 yeast molds. The results showed that the best solid culture starter for AC was product that dried over the sun for 7 days and CC was product that dried in an oven at 40 C for 48 hours. The characteristics of the best AC and CC were: total mold yeast log 8.48 and log 8.77; water content of 12.57% and 13.34%; pH values 4 and 5; aw values of 0.89 and 0.74.

Keyword : drying time, filler type, indigenous mold and yeast, solid starter culture AC and CC,

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakterisasi ragi kapang khamir indigenus yang akan digunakan untuk pembuatan tepung jagung putih lokal fermentasi. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan 2 faktor, yaitu penggunaan jenis bahan pengisi ragi dan lama waktu pengeringan. Bahan pengisi yang digunakan tepung beras, tapioka, dan tepung jagung dengan lama pengeringan 48 dan 72 jam untuk ragi yang dikeringkan oven 40C dan 7 hari untuk ragi yang dikeringkan sinar matahari. Ragi yang dibuat adalah AC dan CC.Ragi AC berisi 4 kapang khamir amilolitik dan ragi CC berisi 10 kapang khamir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pengisi tepung jagung menghasilkan ragi terbaik. Ragi AC terbaik pada ragi yang dikeringkan dengan matahari selama 7 hari dan ragi CC pada ragi yang dioven pada suhu 40 C selama 48 jam. Karakteristik ragi AC dan CC terbaik berturut-turut: total kapang khamir log 8.48 dan log 8.77; kadar air 12.57% dan 13.34%; nilai pH 4 dan 5; nilai aw 0.89 dan 0.74. Kata Kunci : jenis media pengisi ragi, kapang khamir indigenus, lama pengeringan, ragi AC dan

CC.

Page 45: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1107

KARAKTERISTIK RAGI KAPANG KHAMIR INDIGENUS UNTUK PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PUTIH LOKAL FERMENTASI

THE CHARACTERISTICS OF INDIGENOUS YEAST AND MOLD FOR LOCAL WHITE

CORN FLOUR PRODUCTION

Rahmawati1*, Rijanti Rahaju Maulani2, Dede Saputra3

1Program Studi Teknologi Pangan Universitas Sahid Jakarta 2Program Studi Teknologi Pasca Panen, Sekolah Ilmu Teknologi Hayati, Institut Tekniknologi

Bandung 3Departemen Teknologi Pangan, Universitas Bina Nusantara Jakarta

*E-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

This research was aimed to study the characterization of solid starter culture that is contained indigenous mold yeast which will be used for producing fermented local white corn flour. The research method used is experiment with 2 factors, namely the type of the filler material and the time of drying. Fillers used rice flour, tapioca, and corn flour with drying time of 48 and 72 hours for dried yeast with oven 40C and 7 days for sun-dried yeast. The solid starter culture made were AC and CC. The AC solid culture starter contained 4 amilolytic yeast molds; whereas the CC contained 10 yeast molds. The results showed that the best solid culture starter for AC was product that dried over the sun for 7 days and CC was product that dried in an oven at 40 C for 48 hours. The characteristics of the best AC and CC were: total mold yeast log 8.48 and log 8.77; water content of 12.57% and 13.34%; pH values 4 and 5; aw values of 0.89 and 0.74.

Keyword : drying time, filler type, indigenous mold and yeast, solid starter culture AC and CC,

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakterisasi ragi kapang khamir indigenus yang akan digunakan untuk pembuatan tepung jagung putih lokal fermentasi. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan 2 faktor, yaitu penggunaan jenis bahan pengisi ragi dan lama waktu pengeringan. Bahan pengisi yang digunakan tepung beras, tapioka, dan tepung jagung dengan lama pengeringan 48 dan 72 jam untuk ragi yang dikeringkan oven 40C dan 7 hari untuk ragi yang dikeringkan sinar matahari. Ragi yang dibuat adalah AC dan CC.Ragi AC berisi 4 kapang khamir amilolitik dan ragi CC berisi 10 kapang khamir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pengisi tepung jagung menghasilkan ragi terbaik. Ragi AC terbaik pada ragi yang dikeringkan dengan matahari selama 7 hari dan ragi CC pada ragi yang dioven pada suhu 40 C selama 48 jam. Karakteristik ragi AC dan CC terbaik berturut-turut: total kapang khamir log 8.48 dan log 8.77; kadar air 12.57% dan 13.34%; nilai pH 4 dan 5; nilai aw 0.89 dan 0.74. Kata Kunci : jenis media pengisi ragi, kapang khamir indigenus, lama pengeringan, ragi AC dan

CC.

PENDAHULUAN

Hasil penelitian pengolahan tepung jagung putih lokal varietas Anoman 1 yang dibuat dengan proses fermentasi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan karakteristik tepung alaminya. Proses fermentasi dilakukan dengan memberikan kapang dan khamir indigenus hasil penelitian sebelumnya (Rahmawati et al. 2013) dengan jumlah kapang khamir dan waktu fermentasi tertentu. Hasil menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi menyebabkan komposisi kimia tepung menjadi lebih rendah dibandingkan tepung alaminya, selain itu ukuran granula juga semakin mengecil walaupun bentuknya tetap sama, yaitu poligonal. Kemampuan tepung menyerap air dan minyak lebih rendah dibandingkan tepung alami. Hal ini menunjukkan tepung hasil fermentasi menjadi lebih baik untuk dibuat produk gorengan (Rahmawati et al. 2016).

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa tepung jagung hasil fermentasi dengan kapang khamir indigenus mempunyai kelebihan yang dapat dikembangkan sebagai tepung alternatif untuk bahan baku produk gorengan. Agar tepung dapat dikomersialkan, maka dirasa perlu untuk mempermudah proses fermentasi. Saat ini proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan kapang khamir indigenus dengan jumlah dan waktu tertentu, di mana kapang khamir ditambahkan dalam bentuk kultur terpisah. Masing-masing kultur kapang dan khamir diperbanyak dan ditambahkan secara sendiri-sendiri. Untuk mendapatkan kultur yang sesuai dengan kebutuhan, diperlukan waktu yang cukup lama untuk menyiapkannya dan tenaga khusus untuk mengerjakannya.

Untuk mempermudah proses fermentasi maka kultur kapang dan khamir perlu dibuat dalam bentuk ragi. Ragi atau laru atau inokulum adalah kultur mikroba yang diinokulasi ke dalam medium fermentasi pada saat kultur mikroba berada pada fase

pertumbuhan eksponensial. Mutu makanan hasil fermentasi tergantung pada tipe dan mutu mikroba yang berada pada inokulum. Ketersediaan starter yang tepat merupakan faktor penting untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Untuk menghasilkan produk yang baik, maka perlu dibuat ragi yang sudah mengandung kapang dan khamir dalam jumlah sesuai kebutuhan.Di mana, pada pembuatan ragi diperlukan bahan pengisi berupa bahan sumber karbohidrat sebagai media tumbuh kapang khamir. Sumber karbohidrat yang dapat digunakan antara lain beras, tepung beras, tepung tapioka, dan tepung maizena (Fauzi et al. 2012). Selain itu proses pembuatan ragi khususnya tahap pengeringan memegang peran penting terhadap ketersediaan mikroorganisme dan umur simpan ragi yang dihasikan. Cara, suhu, dan waktu pengeringan tampaknya perlu diperlajari untuk dapat menghasilkan ragi yang mempunyai ketersediaan mikroba dalam jumlah yang tidak jauh berbeda dibandingkan sebelum dikeringkan dan kadar air yang rendah agar mempunyai umur simpan lama. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini untuk mempelajari proses pembuatan ragi yang mengandung kapangkhamir indigenus yang akan digunakan pada pembuatan tepung jagung putih lokal fermentasi dan karakteristik ragi yang dihasikan.

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jagung putih varietas Anoman 1 yang diperoleh dari Balai Penelitian Serealia Maros; kultur starter terdiri atas kapang dan khamir, yaitu: Penicillium chrysogenum, Penicillium citrinum, Aspergillus niger, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Fusarium oxysporum,Acremonium strictum, Candida famata, Kodamaea ohmeri, Candida

Page 46: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1108

krusei/incospicua yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi penelitian sebelumnya (Rahmawati et al. 2013). Media dan bahan lain yang digunakan antara lain Potato Dextrose Agar(PDA), Potato Dextrose Broth (PDB), asam tartarat, air minum dalam kemasan, alkohol, spirtus, alumunium foil, dan bahan kimia lainnya. Bahan pembuat ragi berupa tepung beras, tapioka, tepung jagung. Alat yang digunakan adalah wadah-wadah untuk proses fermentasi, alat untuk pertumbuhan kapang dan khamir, alat gelas, dan alat untuk analisa.

Tahap awal penelitian dilakukan persiapan kultur starter, dilanjutkan dengan proses pembuatan ragi/laru, dan pengujian mutu ragi. Ragi yang mempunyai viabilitas kapang khamir terbaik (jumlah tinggi) akan ditumbuhkan pada grits jagung. Metode yang dilakukan adalah eksperimen dengan 2 (dua) faktor, yaitu penggunaan jenis bahan pengisidan lama waktu pengeringan. Sumber karbohidrat yang digunakan adalah tepung

beras, tapioka, dan tepung jagung. Lama waktu pengeringan yang digunakan adalah 48dan 72 jam untuk ragi yang dikeringkan dengan oven 40C(Tsaousi et al.2008 dan Hidayat et al. 2009) dan 7 hari untuk ragi yang dikeringkan dengan sinar matahari. Kultur starter yang dibuat ragi adalah AC dan CC. Ragi AC adalah ragi yang mengandung kapang khamir amilolitik, sedangkan ragi CC adalah ragi yang mengandung semua kapang khamir indigenus (Rahmawati 2016). Proses pembuatan ragi mengacu pada penelitian Maknun(2015) yang dimodifikasi. Bagan proses pembuatan disajikan pada Gambar 1. Laru yang dihasilkan diuji viabilitas total kapang khamir, nilai aw dan kadar air. Jumlah kapang khamir yang digunakan pada awal pembuatan ragi sebanyak 106 cfu/mLdi mana jumlah ini dihitung dengan menggunakan hemasitometer. Dipilih 2 ragi terbaik berdasarkan uji viabilitas, kadar air, pH, dan nilai aw.

Gambar 1. Bagan proses pembuatan laru Sumber: Maknun , 2015 (yang dimodifikasi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan ragi

Ragi yang dibuat terdiri dari 2 jenis, yaitu ragi yang berasal dari kultur AC dan kultur CC. Kultur AC terdiri dari mikroba

amilolitik, yaitu : Penicilliumcitrinum, Aspergillusniger, Acremoniumstrictum and Candida famata. Di mana kultur CC terdiri dari Penicillium chrysogenum, Penicillium citrinum, Aspergillus niger, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Fusarium

tepung beras/ tapioka / tepung jagung

Pencampuran Air

sterilisasi Nasi steril

Suspensi kultur sesuai perlakuan

Pencampuran

Penggilingan & penepungan - pengovenan 40 °C (24, 48, 72 jam) - sinar matahari jam 7-15 wib (7 hari)

Inkubasi suhu ruang 3-4 hari

Page 47: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1109

krusei/incospicua yang diperoleh dari hasil isolasi dan identifikasi penelitian sebelumnya (Rahmawati et al. 2013). Media dan bahan lain yang digunakan antara lain Potato Dextrose Agar(PDA), Potato Dextrose Broth (PDB), asam tartarat, air minum dalam kemasan, alkohol, spirtus, alumunium foil, dan bahan kimia lainnya. Bahan pembuat ragi berupa tepung beras, tapioka, tepung jagung. Alat yang digunakan adalah wadah-wadah untuk proses fermentasi, alat untuk pertumbuhan kapang dan khamir, alat gelas, dan alat untuk analisa.

Tahap awal penelitian dilakukan persiapan kultur starter, dilanjutkan dengan proses pembuatan ragi/laru, dan pengujian mutu ragi. Ragi yang mempunyai viabilitas kapang khamir terbaik (jumlah tinggi) akan ditumbuhkan pada grits jagung. Metode yang dilakukan adalah eksperimen dengan 2 (dua) faktor, yaitu penggunaan jenis bahan pengisidan lama waktu pengeringan. Sumber karbohidrat yang digunakan adalah tepung

beras, tapioka, dan tepung jagung. Lama waktu pengeringan yang digunakan adalah 48dan 72 jam untuk ragi yang dikeringkan dengan oven 40C(Tsaousi et al.2008 dan Hidayat et al. 2009) dan 7 hari untuk ragi yang dikeringkan dengan sinar matahari. Kultur starter yang dibuat ragi adalah AC dan CC. Ragi AC adalah ragi yang mengandung kapang khamir amilolitik, sedangkan ragi CC adalah ragi yang mengandung semua kapang khamir indigenus (Rahmawati 2016). Proses pembuatan ragi mengacu pada penelitian Maknun(2015) yang dimodifikasi. Bagan proses pembuatan disajikan pada Gambar 1. Laru yang dihasilkan diuji viabilitas total kapang khamir, nilai aw dan kadar air. Jumlah kapang khamir yang digunakan pada awal pembuatan ragi sebanyak 106 cfu/mLdi mana jumlah ini dihitung dengan menggunakan hemasitometer. Dipilih 2 ragi terbaik berdasarkan uji viabilitas, kadar air, pH, dan nilai aw.

Gambar 1. Bagan proses pembuatan laru Sumber: Maknun , 2015 (yang dimodifikasi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan ragi

Ragi yang dibuat terdiri dari 2 jenis, yaitu ragi yang berasal dari kultur AC dan kultur CC. Kultur AC terdiri dari mikroba

amilolitik, yaitu : Penicilliumcitrinum, Aspergillusniger, Acremoniumstrictum and Candida famata. Di mana kultur CC terdiri dari Penicillium chrysogenum, Penicillium citrinum, Aspergillus niger, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Fusarium

tepung beras/ tapioka / tepung jagung

Pencampuran Air

sterilisasi Nasi steril

Suspensi kultur sesuai perlakuan

Pencampuran

Penggilingan & penepungan - pengovenan 40 °C (24, 48, 72 jam) - sinar matahari jam 7-15 wib (7 hari)

Inkubasi suhu ruang 3-4 hari

oxysporum,Acremonium strictum, Candida famata, Kodamaea ohmeri, Candida krusei/incospicua.

Proses pembuatan ragi AC dan CC menggunakan media yang sama, yaitu tepung beras, tepung tapioka, dan tepung jagung. Proses pengeringan yang digunakan ada 2, yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan

oven. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan selama 7 hari, di mana pengeringan dilakukan antara jam 8-15 WIB. Sementara itu, pengeringan dengan oven dilakuka pada suhu40C selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Hasil pengujian disajikan pada Tabel 1, sedangkan foto ragi disajikan pada Gambar 1 dan 2.

Tabel 1. Karakteristik ragi hasil pengeringan dengan matahari dan oven No. Proses

pengeringan Media Keterangan

1 Sinar matahari, 7 hari

Tepung beras Ragi kering dan bisa dihancurkan 2 Tepung tapioka Ragi kering dan bisa dihancurkan 3 Tepung jagung Ragi kering dan bisa dihancurkan 4 Oven 24 jam,

suhu 40C Tepung beras Ragi belum kering

5 Tepung tapioka Ragi belum kering 6 Tepung jagung Ragi belum kering 7 Oven 48 jam,

suhu 40C Tepung beras Ragi kering dan bisa dihancurkan

8 Tepung tapioka Ragi kering dan bisa dihancurkan 9 Tepung jagung Ragi kering dan bisa dihancurkan 10 Oven 72 jam Tepung beras Ragi keringdan bisa dihancurkan 11 Tepung tapioka Ragi kering dan bisa dihancurkan 12 Tepung jagung Ragi kering dan bisa dihancurkan

Tabel 1 menunjukkan bahwa waktu pengeringan 24 jam menghasilkan ragi yang masih basah (belum kering). Mengingat ragi yang masih basah akan mudah rusak dan sulit

untuk ditangani, maka waktu pengeringan yang akan digunakan selanjutnya adalah 48 dan 72 jam.

Ragi AC & CC Ragi AC &CC Ragi CC & AC Tepung beras Tepung tapioka Tepung jagung

Gambar 1. Ragi AC dan CC dengan media tepung beras, tepung tapioka dan tepung jagung

dengan pengeringan menggunakan matahari selama 7 hari

Ragi hasil pengeringan matahari terlihat lebih kering dan rapuh dibandingkan ragi

oven. Menurut Dinstel (2017), suhu sinar

Page 48: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1110

matahari kurang lebih 100F ( 37,78C). Suhu ini lebih rendah dibandingkan suhu oven, namun karena waktu pengeringan yang diperlukan lebih lama (7 hari) maka ragi yang diperoleh lebih kering dan rapuh.

Gambar 1 menunjukkan bahwa warna ragiberbeda-beda, di manawarna ragi tampaknya dipengaruhi oleh bahan pengisi yang digunakan. Ragi dengan bahan pengisi

tepung beras berwana putih sedikit kecoklatan (broken white) untuk ragi AC dan coklat muda untuk ragi CC. Sementara itu ragi dengan bahan pengisi tepung tapioka berwarna hijau tua (AC) dan putih (CC). Ragi dengan bahan pengisi tepung jagung relatif berwarna hampir sama, yaitu coklat kekuningan (CC) dan coklat muda kekuningan (AC).

Ragi AC Ragi AC Ragi AC

Ragi CC Ragi CC Ragi CC

Tepung beras Tepung tapioka Tepung jagung

Gambar 2. Ragi AC dan CC dengan media tepung beras, tepung tapioka dan tepung jagung dengan pengeringan menggunakan oven 40C selama 72 jam

Secara umum, warna ragi yang

dikeringkan dengan oven lebih muda dibandingkan ragi matahari. Hal ini terkait dengan suhu dan lama pengeringan yang digunakan. Pengeringan dengan sinar matahari bersuhu 37,78C dengan waktu lebih lama (7 hari) dibanding oven (suhu 40C selama 48 dan 72 jam). Selain itu warna kapang khamir juga diduga memengaruhi warna ragi. Hasil penelitian Rahmawati (2013) menunjukkan bahwa kapang yang diidentifikasi mempunyai hifa berwarna putih

dengan spora biru kehijauan (Penicilium), abu-abu kehitaman (A. niger dan Rhizopus), dan pink oranye (F. oxysporum dan A. strictum).Sementara itu, koloni khamir mempunyai warna putih. Mutu Ragi

Mutu ragi ditentukan oleh beberapa faktor. Hasil uji total kapang khamir, kadar air, nilai pH dan nilai aw ragi dapat dilihat pada Tabel 2,3, 4, dan 5.

Page 49: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 1111

matahari kurang lebih 100F ( 37,78C). Suhu ini lebih rendah dibandingkan suhu oven, namun karena waktu pengeringan yang diperlukan lebih lama (7 hari) maka ragi yang diperoleh lebih kering dan rapuh.

Gambar 1 menunjukkan bahwa warna ragiberbeda-beda, di manawarna ragi tampaknya dipengaruhi oleh bahan pengisi yang digunakan. Ragi dengan bahan pengisi

tepung beras berwana putih sedikit kecoklatan (broken white) untuk ragi AC dan coklat muda untuk ragi CC. Sementara itu ragi dengan bahan pengisi tepung tapioka berwarna hijau tua (AC) dan putih (CC). Ragi dengan bahan pengisi tepung jagung relatif berwarna hampir sama, yaitu coklat kekuningan (CC) dan coklat muda kekuningan (AC).

Ragi AC Ragi AC Ragi AC

Ragi CC Ragi CC Ragi CC

Tepung beras Tepung tapioka Tepung jagung

Gambar 2. Ragi AC dan CC dengan media tepung beras, tepung tapioka dan tepung jagung dengan pengeringan menggunakan oven 40C selama 72 jam

Secara umum, warna ragi yang

dikeringkan dengan oven lebih muda dibandingkan ragi matahari. Hal ini terkait dengan suhu dan lama pengeringan yang digunakan. Pengeringan dengan sinar matahari bersuhu 37,78C dengan waktu lebih lama (7 hari) dibanding oven (suhu 40C selama 48 dan 72 jam). Selain itu warna kapang khamir juga diduga memengaruhi warna ragi. Hasil penelitian Rahmawati (2013) menunjukkan bahwa kapang yang diidentifikasi mempunyai hifa berwarna putih

dengan spora biru kehijauan (Penicilium), abu-abu kehitaman (A. niger dan Rhizopus), dan pink oranye (F. oxysporum dan A. strictum).Sementara itu, koloni khamir mempunyai warna putih. Mutu Ragi

Mutu ragi ditentukan oleh beberapa faktor. Hasil uji total kapang khamir, kadar air, nilai pH dan nilai aw ragi dapat dilihat pada Tabel 2,3, 4, dan 5.

Tabel 2. Jumlah total kapang khamir ragi (log kol/mL) Jenis

pengeringan Jenis ragi

CC AC Tep beras tapioka Tep jagung Tep beras tapioka Tep jagung

Matahari 7 hari 7.00 7.39 6.11 5.62 5.76 8.48 Oven 48 Jam 7.67 - 8.77 - 6.61 7.66 Oven 72 Jam - 6.23 7.64 - - 7.72

Jumlah total kapang khamir ragi CC

berkisar antara log 6.11 – 8.77, di mana ragi AC berjumlah log 5.62 – 8.48. Total kapang khamir ragi CC secara umum lebih tinggi dibandingkan ragi AC. Diduga hal ini terkait dengan jenis dan jumlah mikroba awal yang ditambahkan. Ragi CC dibuat dari 10 jenis mikroorganisme dan ragi AC dibuat dari 4 jenis mikroorganisme. Masing-masing mikroorganisme yang ditambahkan pada pembuatan ragi berjumlah 106 kol/mL. masih cukup tingginya jumlah log koloni/mL ragi diduga berkaitan dengan karakteristik kapang khamir yang digunakan, di mana Penicilium, Rhizopus, Aspergillus tumbuh optimum pada

suhu antara 35 -37 C (Pitt dan Hocking 2009). Dengan demikian, pengeringan ragi pada suhu 40 C tidak menyebabkan penurunan jumlah total kapang khamir.

Tabel 2 menunjukkan media tepung jagung menghasilkan total kapang khamir paling tinggi dibandingkan media lainnya. Hal ini diduga ada hubungan dengan asal kapang khamir yang digunakan, yaitu hasil isolasi dan identifikasi pada fermentasi grits jagung secara spontan. Ragi CC yang mempunyai total kapang khamir tertinggi pada pengeringan oven 48 jam dan ragi CC pada pengeringan dengan matahari.

Tabel 3. Kadar air ragi (%) dengan metode pengeringan dan jenis ragi berbeda

Jenis pengeringan

Jenis ragi CC AC

Tep beras tapioka Tep jagung Tep beras tapioka Tep jagung Matahari 11.81 13.11 13.67 12.11 17.16 13.34 Oven 48

Jam 25.77 12.49 12.57 27.58 14.50 23.74

Oven 72 Jam

11.67 8.92 12.30 10.65 9.41 17.66

Kadar air dan nilai aw menentukan

umur simpan produk yang akan disimpan. Karena keduanya merupakan penunjuk ketersediaan air dalam bahan untuk mikroorganisme hidup (Barbosa-Canovas et al. 2007). Semakin rendah kadar air dan nilai aw, akan membuat umur simpan produk semakin lama. Secara umum ragi yang dihasilkan mempunyai kadar air yang relatif tinggi, yaitu berkisar 9.41 – 27.58 %. Kadar air ragi yang dikeringkan dengan oven 48 jam

lebih tinggi dibandingkan oven 72 jam. Menurut SNI nomor 01-2982-1992 mengenai ragi roti kering, kadar air maksimal ragi adalah 8% (BSN 1992). Berdasarkan hal tersebut, maka ragi yang dianggap baik adalah ragi yang memiliki kadar air rendah diantara ragi-ragi tersebut. Jika dikaitkan dengan jumlah total kapang khamir, maka kadar air yang baik untuk ragi CC pada ragi tepung jagung oven 48 jam dan ragi AC pada ragi tepung jagung dengan pengeringan matahari.

Page 50: Tabel 2. Rataan Hasil Analisa Karakteristik hasil ...thp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/buku-2_Part8.pdf · Pisang Hasil uji rangking terhadap rasa sari buah seperti

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”1112

Tabel 4. Nilai pH ragi dengan metode pengeringan dan jenis ragi berbeda Jenis

pengeringan Jenis ragi

CC AC Tep beras tapioka Tep jagung Tep beras tapioka Tep jagung

Matahari 4.00 5.00 5.00 4.00 4.50 5.00 Oven 48 Jam 4.00 5.00 4.00 4.50 4.00 4.50

Oven 72 Jam 4.50 4.50 5.00 4.50 4.00 4.50

Nilai pH merupakan salah satu indikator mutu pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ragi yang dihasilkan mempunyai nilai pH berkisar 4.00 – 5.00 yang relatif cukup rendah. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (2013) kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu 2 – 8.5, di mana khamir pada umumnya tumbuh pada pH 4.0 – 4.5 dan tidak akan tumbuh dengan baik pada suasana basa.Rendahnya nilai pH ragi hasil penelitian

diharapkan aman karena mikroorganisme penghasil toksin tidak bisa tumbuh pada pH rendah. Selain itu nilai pH ini cocok untuk pertumbuhan kapang dan khamir. Hal ini didukung oleh jumlah total kapang khamir yang relatif masih tinggi. Dengan demikian diharapkan ragi AC dan CC dapat berperan baik selama proses fermentasi, sehingga mutu tepung yang dihasilkan relatif sama dengan penggunaan ragi cair.

Tabel 5. Nilai aw ragi dengan metode pengeringan dan jenis ragi berbeda

Jenis pengeringan

Jenis ragi CC AC

Tep Jagung

Tapioka Tepberas Tep Jagung

Tapioka Tep beras

Matahari 0.74 0.70 0.70 0.74 0.83 0.72 Oven 48 jam 0.89 0.58 0.62 0.88 0.77 0.73 Oven 72 jam 0.86 0.52 0.55 0.86 0.77 0.51

Secara umum nilai aw hasil penelitian

berkisar antara 0.51- 0.89. Di mana ragi yang dikeringkan dengan oven memiliki nilai aw yang relatif lebih rendah dibandingkan matahari.Hal ini diduga terkait dengan metode pengeringan dengan oven lebih konsisten dan terjaga suhunya. Secara umum kapang khamirdapat hidup pada nilai Aw minimum tertentu. Aspergillus hidup pada aw minimum 0.98, Rhizopus 0.93, dan Penicillium 0.99, di mana khamir secara umum dapat hidup pada Aw sekitar 0.88-0.94 (Muchtadi dan Sugiono 2013). Berdasarkan hal tersebut, ragi yang dibuat dari tepung jagung relatif lebih mendekati aw minimum untuk pertumbuhan kapang khamir yang digunakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Secara umum tepung beras, tepung

tapioka dan tepung jagung dapat digunakan sebagan media ragi.

2. Ragi kering diperoleh pada pengeringan dengan oven 40C selama 48 dan 72 jam dan matahari selama 7 hari.

3. Ragi yang diperoleh mempunyai warna berbeda yang dipengaruhi oleh warna hifa kapang dan khamir yang digunakan. Secara umum warna ragi yang dikeringkan dengan oven relatif lebih muda dibandingkan ragi matahari.