iv. hasil dan pembahasan 4. 1 deskripsi umum kecamatan ... · musim hujan, atau bulan-bulan basah...

50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Deskripsi Umum Kecamatan Pangalengan Kecamatan Pangalengan terletak di bagian selatan Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Jarak dari Kota Bandung sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Barat ke Kecamatan Pangalengan adalah 40 km, sedangkan dari Kecamatan Soreang sebagai ibu kota Kabupaten Bandung adalah 31 km. Kecamatan Pangalengan memiliki luas areal 25.360,85 ha yang terbagi atas 13 desa, 31 dusun, 158 Rukun Warga dan 773 Rukun Tetangga. Kecamatan Pangalengan berada pada 107°30′-107°37′ Bujur Timur dan 7°05′-7°18′ Lintang Selatan dengan batasan administrasi sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Kecamatan Cimaung b. Sebelah Selatan : Kabupaten Garut c. Sebelah Barat : Kecamatan Pasir Jambu d. Sebelah Timur : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kertasari Secara geogafis, Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian 700-1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kecamatan Pangalengan merupakan wilayah dengan curah hujan tertinggi di Kabupaten Bandung. Berdasarkan data curah hujan di Kecamatan Pangalengan mengacu pada data curah hujan di Kabupaten Bandung, rataan curah hujan tahunan 1.7182.603 mm/tahun. Secara garis besar musim hujan, atau bulan-bulan basah (curah hujan rataan bulanan 230 mm) terjadi mulai bulan Oktober, atau November dan musim kemarau, atau bulan-bulan kering (curah hujan < 100 mm) terjadi pada bulan Mei atau Juni. Suhu udara di Kecamatan Pangalengan berkisar 15 0 -23 0 C. Dalam unit Desa, curah hujan dan suhu udara dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel tersebut memperlihatkan 13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan. Curah hujan terbesar di desa Pangalengan, Margaluyu dan Tribaktimulya yaitu 2.400 mm/thn. Penyediaan air di Kecamatan Pangalengan diperoleh dari penyediaan air tanah dan air permukaan. Sumber air permukaan Kecamatan Pangalengan yaitu terpusat pada aliran Sungai Citarum dengan beberapa anak sungai antara lain Sungai Cisurili, Sungai Cisangkuy, Sungai Cibeureum dan Sungai Cibudug.

Upload: truongnhu

Post on 17-Mar-2019

255 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Deskripsi Umum Kecamatan Pangalengan

Kecamatan Pangalengan terletak di bagian selatan Kabupaten Bandung

Propinsi Jawa Barat. Jarak dari Kota Bandung sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa

Barat ke Kecamatan Pangalengan adalah 40 km, sedangkan dari Kecamatan

Soreang sebagai ibu kota Kabupaten Bandung adalah 31 km. Kecamatan

Pangalengan memiliki luas areal 25.360,85 ha yang terbagi atas 13 desa, 31

dusun, 158 Rukun Warga dan 773 Rukun Tetangga. Kecamatan Pangalengan

berada pada 107°30′-107°37′ Bujur Timur dan 7°05′-7°18′ Lintang Selatan

dengan batasan administrasi sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kecamatan Cimaung

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Garut

c. Sebelah Barat : Kecamatan Pasir Jambu

d. Sebelah Timur : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kertasari

Secara geogafis, Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian 700-1.500

meter di atas permukaan laut (mdpl). Kecamatan Pangalengan merupakan wilayah

dengan curah hujan tertinggi di Kabupaten Bandung. Berdasarkan data curah

hujan di Kecamatan Pangalengan mengacu pada data curah hujan di Kabupaten

Bandung, rataan curah hujan tahunan 1.718–2.603 mm/tahun. Secara garis besar

musim hujan, atau bulan-bulan basah (curah hujan rataan bulanan 230 mm) terjadi

mulai bulan Oktober, atau November dan musim kemarau, atau bulan-bulan

kering (curah hujan < 100 mm) terjadi pada bulan Mei atau Juni. Suhu udara di

Kecamatan Pangalengan berkisar 150-23

0C. Dalam unit Desa, curah hujan dan

suhu udara dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel tersebut memperlihatkan 13 Desa

yang ada di Kecamatan Pangalengan. Curah hujan terbesar di desa Pangalengan,

Margaluyu dan Tribaktimulya yaitu 2.400 mm/thn.

Penyediaan air di Kecamatan Pangalengan diperoleh dari penyediaan air

tanah dan air permukaan. Sumber air permukaan Kecamatan Pangalengan yaitu

terpusat pada aliran Sungai Citarum dengan beberapa anak sungai antara lain

Sungai Cisurili, Sungai Cisangkuy, Sungai Cibeureum dan Sungai Cibudug.

Tabel 11. Curah hujan dan suhu udara

Sumber : BP4K, 2011.

Tabel 12. Sebaran luas lahan di Kecamatan Pangalengan

Nama Desa

Luas Menurut Jenis Tanah (Ha)

Tanah

Sawah

Tanah

Kering

Tanah

Basah

Tanah

Perkebunan

Tanah

Fasilitas

Umum

Tanah

Hutan

Lamajang 1.325.009 1.036.487 - - 154,6 150

Pulosari 4.455 469.392 - 507,3 12 4.125

Warnasari - 568,19 - 414.191 39.148 1.345,2

Margamekar - 776.866 - 38.500 2.627 -

Margamukti - 343.854 - 959.686 17,2 1.292.309

Sukaluyu - 441,8 - 1.041,4 5 260

Margaluyu - 259,42 - 599,5 1,1 -

Pangalengan - 212.355 - 203 104.591 -

Margamulya 42,505 422.781 - 617.997 83,8 127.053

Tribaktimulya 78 227,1 - - 10,12 40

Banjarsari - 115,03 33,87 1.336,62 656.197 242.468

Sukamanah - 350 - - 3,7 494,47

Wanasuka 346.502 - 1.602.984 3.2695 2.950,59

Jumlah 1.372.047 3.262.547 34 2.033.517 179.738 1.427.625

No. Nama Desa Curah Hujan

(mm/thn)

Jumlah Bulan

Hujan

Suhu

Rataan (0C)

Ketinggian

Tempat (mdpl)

1. Pangalengan 2.400 7 18 - 22 1.200

2. Margaluyu 2.400 7 16 – 20 1.425–1.500

3. Banjarsari 1.831 7 18 - 25 1.500

4. Margamukti 1.746 7 20 1.400

5. Sukamanah 1.500 9 18 1.500

6. Warnasari 2.200 6 16 - 19 1.400

7. Pulosari 1.000–2.000 6 16 - 20 1.200-1.500

8. Sukaluyu 2.400 6 16 - 20 1.500

9. Margamulya 2.000 7 18 - 23 1.200

10. Tribaktimulya 2.400 10 16 - 20 1.200

11. Lamajang 130 9 20 - 23 700

12. Wanasuka 300 3-4 15 - 20 1.500

Sumber : BP4K, 2011

Pada Tabel 12 dapat dilihat fungsi tanah yang akan dimanfaatkan untuk

kegiatan agrobisnis seperti pertanian dan perkebunan, sebaran luas lahan di

Kecamatan Pangalengan

Tabel 13. Penggunaan lahan di Kecamatan Pangalengan pada tahun 2005

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha)

1 Sawah 118

2 Tegalan 3.221

3 Kebun

Kebun Campuran 1 106

Kebun Campuran 2 10

Kebun Teh 6.761

4 Semak Belukar

Semak Belukar 2.484

Rumput 138

5 Kawasan Reboisasi

Hutan Pinus 285

Hutan Eucalyptus 285

6 Hutan

Hutan Lebat 4.226

Hutan Sekunder 1863

7 Lain-lain

Badan Air 220

Permukiman 1.113

Total 20.830

Sumber : BP4K, 2011

Tabel 13 menunjukkan penggunaan lahan suatu wilayah yang dipengaruhi

oleh kondisi fisik dasar wilayahnya serta mencerminkan dominasi kegiatan

wilayah tersebut. Dalam hal ini, penggunaan lahan paling luas di Kecamatan

Pangalengan adalah untuk perkebunan Teh (6.761 ha). Sedangkan penggunaan

lahan untuk persawahan hanya sebesar 118 ha. Posisi Kecamatan Pangalengan

dalam konteks kebijakan pembangunan Kabupaten Bandung terlihat dalam Tabel

14. Pada tabel tersebut terdapat data potensi kawasan Kecamatan Pangalengan.

Pengembangan wilayahnya, antara lain untuk kawasan hutan produksi, kawasan

pangan lahan basah, kawasan tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan,

arahan untuk pengembangan agroindustri dan kawasan pariwisata. Dari data yang

tersedia, terlihat kawasan untuk perkebunan/tanaman tahunan paling luas, yaitu

6753 ha.

Tabel 14. Posisi Kecamatan Pangalengan dalam konteks kebijakan pembangunan

Kabupaten Bandung

Aspek Pengembangan

Wilayah

Potensi Kawasan / Kecamatan

Pangalengan

Kawasan hutan produksi 3.761 Ha

Kawasan pangan lahan basah 254 Ha

Kawasan tanaman

tahunan/perkebunan

6.753 Ha

Kawasan peternakan 61 Ha

Arahan menuju pengembangan

agroindustri

Kecamatan Pangalengan merupakan

salah satu Kecamatan yang diarahkan

untuk dikembangkan menjadi kawasan

agroindustri disamping Lembang,

Ciwidey dan Cisarua

Kawasan pariwisata Situ Cileunca, Perkebunan Teh

Malabar, kawah Papandayan dan Tirta

Kertamanah

Sumber : BP4K, 2011

Mata pencaharian merupakan suatu aktivitas manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Mata pencaharian juga dapat menggambarkan keadaan

sosial ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Jenis mata pencaharian penduduk

Pangalengan sangat bervariasi, mulai dari sektor agaris, perdagangan, kerajinan,

pemerintahan dan jasa. Jumlah petani di Kecamatan Pangalengan adalah 25.756

orang (71,27%), pengrajin 523 orang (1,44%), pedagang 5.630 orang (15,57%),

jasa 2.783 orang (7,7%) dan PNS/Polri/TNI 1.446 orang (4%). Dengan demikian

sebagian besar mata pencaharian masyarakat Pangalengan adalah bertani. Hal ini

dipengaruhi oleh ketersediaan SDA, SDM dan fasilitas sosial sebagai pendukung.

Penduduk Kecamatan Pangalengan berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat

pada Tabel 15. Pada tabel tersebut data berdasarkan dari 13 Desa yang ada di

Kecamatan Pangalengan.

Tabel 15. Penduduk Kec. Pangalengan, Bandung berdasarkan mata pencaharian

No. Desa Petani Pengajin Pedagang Jasa PNS / Polri

TNI

1 Lamajang 1.917 71 486 81 65

2 Tribaktimulya 966 189 - 302

3 Margamulya 3.096 109 597 423 136

4 Pangalengan 3.477 13 2 664 362

5 Pulosari 1.824 7 284 185 43

6 Markamekar 2.929 - 243 424 18

7 Warnasari 1.504 1 253 111 25

8 Sukaluyu 1.576 - 133 18 44

9 Margaluyu 1.593 - 362 273 30

10 Margamukti 3.432 22 671 109 125

11 Sukamanah 1.477 300 1.990 157 251

12 Banjarsari 1.036 - 420 128 25

13 Wanasuka 929 - - 210 20

Jumlah 25.756 523 5.630 2.783 1.446

Sumber : BP4K, 2011

Pemberdayaan SDM merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan

agar SDM dalam suatu organisasi dapat dimanfaatkan secara optimal.

Pemberdayaan SDM dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan dorongan

kepada masyarakat, sehingga mampu menggali potensi dirinya dan berani

bertindak memperbaiki kualitas hidupnya. Kondisi SDM masyarakat Pangalengan

berdasarkan indikator pendidikan dapat dilihat pada Tabel 16.

Berdasarkan tabel tersebut kebanyakan SDM pada masing-masing desa

adalah hanya tamatan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

Sedangkan untuk tamatan sekolah menengah umum (SMU) sedikit dan juga untuk

tamatan sarjana sangat sedikit. Di desa Pangalengan dan Margamukti paling

banyak SDM yang merupakan tamatan Sarjana. Pada tabel tersebut data meliputi

13 Desa yang ada di Kecamatan Pangalengan.

Tabel 16. Kondisi SDM masyarakat Pangalengan, Kab. Bandung

No. Desa Pendidikan (orang)

TK SD SMP SMU Sarjana

1 Lamajang 31 1.049 248 149 31

2 Tribaktimulya 20 427 178 131 25

3 Margamulya 72 2.439 1.432 809 71

4 Pangalengan 38 6.851 5.164 2.660 462

5 Pulosari 17 1.247 475 140 14

6 Markamekar 37 1.353 535 150 16

7 Warnasari 18 1.073 527 294 50

8 Sukaluyu 32 1.276 767 460 35

9 Margaluyu 99 1.275 1.104 637 27

10 Margamukti 140 1.850 1.507 181 112

11 Sukamanah 29 2.614 1.101 317 41

12 Banjarsari 158 1.216 961 152 25

13 Wanasuka 123 528 327 70 6

Jumlah 814 23.198 14.326 6.150 915

Sumber : BP4K, 2011

Lahan-lahan pertanian di Kecamatan Pangalengan sangat subur dan

produktif. Sebagian besar lahan tersebut dimanfaatkan untuk menanam komoditas

sayur-sayuran. Oleh karena itu, Kabupaten Bandung merupakan salah satu

wilayah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan

Agropolitan. Salah satunya adalah Kecamatan Pangalengan yang diperkirakan

mempunyai potensi sentra produksi pangan prospektif dan perlu dikembangkan

dengan pendekatan yang sistemik. Rencana pengembangan kawasan Agropolitan

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung diharapkan mampu menjadi

pedoman bagi masa depan kesejahteraan masyarakat Pangalengan.

Pengembangan kawasan Agropolitan pada prinsipnya adalah upaya

peningkatan nilai tambah pertanian dilokalisir terjadi di dalam kawasan tersebut.

Untuk itu diperlukan potret komoditas yang antara lain meliputi proses produksi,

proses pengolahan dan proses pemasaran. Komoditas di Pangalengan dibedakan

berdasarkan jenisnya, yaitu (1) komoditas tanaman pangan dan hortikultura, (2)

komoditas buah-buahan, (3) komoditas perkebunan dan (4) komoditas peternakan.

Jenis tanaman pangan dan hortikultura yang terdapat di Kecamatan Pangalengan

adalah Cabe, Bawang putih, Bawang merah, Tomat, Sawi, Kentang, Kubis,

Mentimun, Buncis, Brokoli, Terong dan Sosin. Informasi mengenai kuantitas

produksi dari beberapa komoditas sayuran di atas dapat dilihat pada Tabel 17 - 19.

Tabel 17. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan No. Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi

Cabe Bawang Putih Bawang Merah Tomat

Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi

(Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton)

1. Wanasuka 10 356,8 0 0 0 0 0

2. Banjarsari 18 252 0 0 0 0 19 475

3. Margaluyu 130 1.859 0 0 0 0 92 2052

4. Sukaluyu 58 696 0 0 0 0 205 6.539,5

5. Warnasari 29 1.034,7 0 0 0 0 26 636

6. Pulosari 18 642,2 0 0 0 0 161 11.675,9

7. Margamekar 42 1.498,5 0 0 0 0 128 9.282,7

8. Sukamanah 27 963,4 0 0 0 0 83,0 6.019,3

9. Margamukti 16 192,0 0 0 0 0 208 6.326,5

10. Pangalengan 12 138,0 0 0 0 0 37,0 1.064,5

11. Margamulya 24 297,0 0 0 94,0 1.210,1 73,0 1.825

12. Tribaktimulya 15 165,0 0 0 336,0 3.783,3 46,0 3.336

13. Lamajang 14 499,5 0 0 591,0 6.654,6 27,0 1.958,1

Total 413 8.594,1 0 0 1.021 11.648 1.105 51.512

Sumber : BPS, 2011b

Pada tabel–tabel yang disajikan terdapat data 13 Desa dan produksi

sayuran utamanya pada masing-masing Desa di Kecamatan Pangalengan, yaitu

Desa Wanasuka, Banjarsari, Margaluyu, Sukaluyu, Warnasari, Pulosari,

Margamekar, Sukamanah, Margamukti, Pangalengan, Margamulya,

Tribaktimulya dan Lamajang. Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa sayuran yang

paling banyak diproduksi di Kecamatan Pangalengan adalah Tomat (BPS, 2011).

Total produksi yaitu 51.512 ton dengan luas areal 1.105 ha.

Berdasarkan Tabel 18, Kentang merupakan sayuran yang paling banyak

diproduksi, yaitu 270.199 Ton dengan luas lahan 3.584 ha. Desa Margamukti

merupakan desa yang memproduksi sayuran kentang paling banyak (BPS, 2011).

Sayuran Sawi juga merupakan sayuran potensial yang dikembangkan di

Kecamatan Pangalengan. Jumlah produksinya 31.575 ton dengan luas lahan 1.643

ha. Pada Tabel 19, Sayuran Buncis merupakan sayuran paling banyak diproduksi

(7.683,9 ton) dengan luas lahan 372 ha. Brokoli juga merupakan sayuran yang

potensial diproduksi di Kecamatan Pangalengan yaitu sebesar 4.707 ton

produksinya. Sedangkan untuk sayuran Terong dan Sosin tidak diproduksi di

Kecamatan Pangalengan (BPS, 2011).

Tabel 18. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan

No. Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi

Sawi Kentang Kubis Mentimun

Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi

(Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton)

1. Wanasuka 91 2.088,1 318 1.971 182 837,2 0 0

2. Banjarsari 41 940,8 103 216.918 78 2.100 0 0

3. Margaluyu 95 2.555,5 367 2.679,1 251 5.759,6 95 2.555,5

4. Sukaluyu 473 4.351,6 0 0 0 0 0 0

5. Warnasari 39 894,9 93 1.811,2 70 1.796 0 0

6. Pulosari 130 2.983,1 260 5.306,5 132 3.300 0 0

7. Margamekar 165 3.786,2 583 7.112,6 0 0 0 0

8. Sukamanah 133 3.051,9 351 2.457 287 6.585,7 0 0

9. Margamukti 178 4.084,5 718 14.936,9 539 12.368,2 0 0

10. Pangalengan 65 1.491,5 165 3.498 144 3.484,8 0 0

11. Margamulya 154 3.533,8 615 13.284 503 11.542,2 0 0

12. Tribaktimulya 79 1.812,8 11 224,5 215 4.933,5 0 0

13. Lamajang 0 0 0 0 2 45,9 1 28,3

Total 1.643 31.574,7 3.584 270.199,4 2.403 52.753,1 96 2.583,8

Sumber : BPS, 2011b

Tabel 19. Luas areal dan jumlah produksi sayuran di Kecamatan Pangalengan No. Desa Luas dan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Komoditi

Buncis Brokoli Terong Sosin

Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi

(Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton)

1. Wanasuka 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Banjarsari 0 0 0 0 0 0 0 0

3. Margaluyu 367 7.586,8 251 4.707 0 0 0 0

4. Sukaluyu 0 0 0 0 0 0 0 0

5. Warnasari 0 0 0 0 0 0 0 0

6. Pulosari 0 41,3 0 0 0 0 0 0

7. Margamekar 0 0 0 0 0 0 0 0

8. Sukamanah 0 0 0 0 0 0 0 0

9. Margamukti 0 0 0 0 0 0 0 0

10. Pangalengan 0 0 0 0 0 0 0 0

11. Margamulya 0 0 0 0 0 0 0 0

12. Tribaktimulya 0 0 0 0 0 0 0 0

13. Lamajang 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 372 7.683,9 251 4.707 0 0 0 0

Sumber : BPS, 2011b

4.2 Identifikasi Rantai Pasok

Rantai pasokan terdiri dari serangkaian kegiatan produktif yang terhubung

antara aktifitas nilai yang satu dengan yang lainnya membentuk rantai nilai

industri. Anggota utama rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan terdiri

dari pemasok bibit sayuran, petani sayuran sebagai produsen, pedagang atau

pengumpul sebagai agen yang mengumpulkan/membeli sayuran dari petani,

penjual/eksportir, perusahaan dan terakhir adalah konsumen yang terdiri dari

pasar luar negeri, pasar tradisional (dalam negeri) dan ritel/supermarket. Model-

model struktur rantai pasokan sayuran di Kecamatan Pangalengan disajikan pada

Gambar 9.

Gambar 9. Identifikasi stuktur rantai pasok sayuran di Kecamatan Pangalengan

Aliran komoditas sayuran di Pangalengan seperti terlihat pada Gambar 9

dibagi menjadi beberapa rantai berikut :

1. Struktur Rantai Pasok 1

Pemasok bibit Petani Pedagang/Pengumpul Penjual/Eksportir Pasar

tradisional

Pada rantai 1 tersebut komoditi sayuran yang dijual memiliki mutu yang baik,

karena sasaran pasarnya adalah luar negeri. Dalam rantai tersebut

penjual/eksportir melakukan sortasi, grading, pengemasan dan pelabelan

produk terlebih dahulu sebelum sayuran diekspor.

2. Struktur Rantai Pasok 2

Pemasok bibit Petani Pedagang/Pengumpul Pasar tradisional

Pada rantai pasokan 2, pelaku rantai pasok lebih pendek. Aliran komoditi

sayuran dari pedagang/pengumpul langsung dijual ke pasar tradisional. Dalam

hal ini, pedagang yang melakukan proses pengemasan dan pelabelan produk

untuk menambah nilai jual dari poduk tersebut.

3. Struktur Rantai Pasok 3

Pemasok bibit Petani Perusahaan Ritel/Supermarket

Dalam rantai pasok 3 ini, konsumen yang dituju adalah ritel dan supermarket.

Perusahaan yang memasok permintaan sayuran dari supermarket serta

melakukan mitra kerjasama dengan petani dalam hal produksi sayuran.

Perusahaan juga yang melakukan proses penyortiran, pengemasan dan

Pemasok bibit Petani

Pedagang/

Pengumpul

Penjual/

Eksportir

Pasar luar

negeri

Pedagang/

Pengumpul

Pasar

Tradisional

Perusahaan Ritel/Supermarket

Pasar

Tradisional

pelabelan sayuran sebelum sayuran dikirim ke ritel/supermarket. Di

Pangalengan sendiri, perusahaan besar yang hampir menguasai pasar sayuran

adalah PT Alamanda (perusahaan ekspor sayuran) dan PT Indofood Sukses

Makmur.

4. Struktur Rantai Pasok 4

Pemasok bibit Petani Pasar tradisonal

Rantai pasokan 4 merupakan rantai pasok yang paling pendek dibandingkan

yang lainnya. Aliran sayuran dari petani langsung dipasarkan ke pasar

tradisional. Dalam hal ini pasar yang dimaksud adalah pasar di Pangalengan

sendiri. Akan tetapi kebanyakan kualitas yang dijual ke pasar tersebut lebih

rendah dibandingkan kualitas untuk penjualan ke perusahaan atau ke

pedagang/pengumpul. Bahkan terdapat sekelompok petani yang menjual

sayurannya ke pasar setempat merupakan sisa sayuran yang tidak dibeli oleh

distributor. Namun, dalam hal harga penjualan walaupun aliran rantainya

paling pendek harga jual bisa kemungkinan lebih rendah dibandingkan rantai

pasok lainnya. Hal tersebut dikarenakan rataan konsumen/pembeli merupakan

warga setempat dan mereka terbiasa menawar hingga harga terendah. Selain

itu, kualitas sayuran juga tidak sebaik yang diperjualan melalui rantai pasok

lainnya.

Setiap anggota atau pelaku rantai pasokan sayuran di Pangalengan tersebut

mempunyai peran yang berbeda antara satu dengan lainya. Pemasok bibit sebagai

anggota pertama dalam proses tersebut mempunyai peran untuk memasok bibit

sayuran kepada petani. Petani sayuran merupakan produsen utama sayuran

sebagai anggota rantai hulu yang melakukan kegiatan budidaya sayuran, mulai

dari pengarapan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan hingga pemanenan.

Anggota rantai pasok selanjutnya, yaitu pedagang/pengumpul sayuran. Peran dari

pedagang/pengumpul yaitu mengumpulkan atau membeli sayuran dari para petani

untuk dijual ke penjual maupun eksportir. Akan tetapi pada rantai pasok lainnya,

pedagang atau pengumpul tidak ikut berperan dalam melakukan transaksi, dalam

hal ini petani sayuran langsung menjual bahan bakunya ke penjual atau eksportir.

Selain itu juga terdapat perusahaan besar yang melakukan kerjasama dengan para

petani/kelompok tani. Peran masing-masing anggota dalam model rantai pasok di

atas lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 20.

Tabel 20. Anggota rantai pasokan sayuran di Pangalengan

Tingkatan Pelaku Proses Aktivitas

Produsen Pemasok bibit

Petani (kelompok tani)

Budidaya

Pembelian

Distribusi

Penjualan

Melakukan budidaya

bibit dan produksi

sayuran

Menjual ke distributor

Distributor Pedagang/Pengumpul

Perusahaan

Eksportir

Pembelian

Sortasi

Grading

Pengemasan

Pelabelan

Pengemasan

Melakukan pembelian

sayuran dari petani

Melakukan proses

untuk menambah nilai

jual sayuran

Melakukan distributor

ke konsumen

Konsumen Pasar luar negeri

Pasar tradisional

Ritel/Supermarket

Masyarakat umum

Pembelian

Konsumsi

Melakukan pembelian

dari distributor

Melakukan konsumsi

sayuran

Dalam suatu rantai pasok terdapat tiga (3) aliran yang harus dikelola.

Pertama, aliran barang/bahan baku yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir

(downstream). Kedua, aliran uang (finansial) yang mengalir dari hilir ke hulu.

Ketiga, aliran informasi yang bisa mengalir dari hulu ke hilir atau sebaliknya.

Aliran bahan baku sayuran dikendalikan oleh pemasok bibit dan juga petani

sebagai produsen. Bahan baku didistribusikan oleh pedagang/pengumpul ke

penjual atau eksportir kemudian dipasarkan ke pasar-pasar maupun swalayan.

Sistem penjualan sayuran di Kecamatan Pangalengan berdasarkan dari permintaan

pasar. Dalam pasar terdapat banyak pedagang/pengumpul yang melakukan

transaksi dan negoisasi dengan para petani. Apabila telah terjadi kesepakatan

harga dari kedua belah, pedagang/pengumpul langsung dapat memanen sayuran di

sawah/ladang milik petani. Setiap hari transaksi tersebut berjalan dan harga

sayuran juga mengalami perubahan.

Beberapa sayuran yang utama di Pangalengan antara lain adalah kentang,

tomat, buncis, kubis, dan sawi. Untuk komoditi sayuran kentang terdapat beberapa

macam jenis yang di jual di pasar tersebut. Sebagai contoh, kentang superior

dengan harga Rp4.000/kg dan kentang Atlantik, yaitu Rp4.500/kg. Jenis kentang

Atlantik kebanyakan penjualannya terikat kontrak langsung antara

petani/kelompok tani dengan PT Indofood Sukses Makmur. Sedangkan komoditi

sayuran lainnya, seperti tomat harga berkisar Rp800/kg–Rp2.500/kg dan Sawi

dengan harga Rp1.100/kg.

Pemasaran komoditi sayuran dari para pedagang, atau pengumpul tersebut

kebanyakan yaitu Pasar Bandung, Bogor, Jakarta, Pasar Tangerang, Pasar Induk

Kramajati, Pasar Kemang Bogor dan Pasar Caringin Bandung. Untuk Kentang,

Kol dan Tomat, biasanya dipasarkan di daerah Pontianak. Sedangkan beberapa

kelompok tani bermitra dengan perusahaan ekspor antara lain PT Indofood Sukses

Makmur dan PT Alamanda.

Aliran finansial pada rantai pasokan sayuran di Pangalengan terjadi dari

konsumen, pengekspor atau penjual, pengumpul/pedagang, perusahaan atau

langsung ke petani dan kemudian ke pemasok bibit. Mekanisme pembayaran

untuk rantai pasok hilir adalah pembayaran transfer/tunai. Sedangkan di rantai

hulu, yaitu dari pedagang/pengumpul ke petani kebanyakan dilakukan

pembayaran dua kali sebelum sayuran laku terjual dan setelah laku terjual.

Beberapa penjual besar, atau seperti perusahaan ekspor ada yang

melakukan sistem kontrak kepada para petani. Sistem kontrak yang dimaksud

adalah sebuah sistem dimana para perusahaan memberikan pinjaman modal untuk

para petani. Pinjaman modal tersebut akan dikembalikan setelah petani menjual

kembali sayurannya, atau pembayarannya dengan cara mengurangi harga

penjualan. Pinjaman tersebut diberikan sebagai pengikat agar petani yang telah

mendapatkan pinjaman modal tidak menjual sayuran yang telah diproduksi ke

pedagang atau perusahaan lainnya. Didalam sistem kontrak tersebut, harga

sayuran menjadi lebih murah tinggi dibandingkan dengan penjualan ke

pedagang/pengumpul. Bentuk kerjasama antara petani dengan perusahaan berupa

aliran barang dan finansial, atau informasi seperti tergambar pada Gambar 10 dan

11.

Gambar 10. Aliran barang dan uang

Petani Perusahanan

Barang

Uang/Informasi

Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung

Gambar 11. Beberapa model rantai tataniaga produk agro di Kabupaten Bandung

Pada gambar di atas dapat dilihat beberapa model rantai tataniaga produk

agro di Kabupaten Bandung. Terdapat beberapa model struktur rantai pasokan,

dimana beberapa strukturnya sama dengan aliran rantai pasok sayuran di

Pangalengan. Dalam setiap struktur rantai terdapat pula perbedaan peran masing-

masing anggota (Gambar 12).

Gambar 12. Pemetaan pasar komoditas agro dibeberapa kota di Indonesia

Sumber : Ferdian, 2012

Sumber : Ferdian, 2012

Pada Gambar 12 terlihat pemetaan pasar untuk komoditas agro diseluruh

Indonesia, tujuan pasarnya diberbagai kota di Indonesia dan ekspor ke luar negeri.

Dalam setiap aliran distribusi bahan agro tersebut yang berperan adalah para

pelaku rantai pasok.

Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola

yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan kemudahan aplikasi di

lapangan dan upaya untuk menghemat biaya. Menurut Chopra dan Meindl (2004),

ada enam (6) pola jaringan distribusi yang berbeda untuk memindahkan produk

dari produsen ke konsumen, yaitu:

1. Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secara

langsung dari produsen ke konsumen akhir tanpa melalui perantara ritel

2. Manufacturer storage with direct shiping and in-transit merge, yaitu produk

dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan di gudang transit

3. Distributor storage with package carrier delivery, yaitu produk dikirim ke

konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan ekspedisi. Persediaan

disimpan di gudang distributor, atau ritel sebagai perantara

4. Distributor storage with last mile delivery, seperti pada pola distribusi

sebelumnya namun pihak ekspedisi memiliki tempat penyimpanan yang

menyebar dan berdekatan dengan lokasi konsumen (hanya beberapa mil)

5. Manufacture/distributor storage with customer pickup, yaitu produk dikirim ke

lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkan konsumen

6. Retail storage with customer pickup, yaitu stok disimpan secara lokal ditoko-

toko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan menelpon, atau

mendatangi secara langsung toko-toko ritel

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), keberhasilan kelembagaan rantai

pasok komoditas pertanian tergantung pihak-pihak yang terlibat mampu

menerapkan kunci sukses (key succes factor) yang melandasi setiap aktivitas di

dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses ini teridentifikasi melalui penelusuran

yang detail dari setiap aktivitas didalam rantai pasokan. Kunci sukses tersebut

adalah trust building, koordinasi dan kerjasama, kemudahan akses pembiayaan

dan dukungan pemerintah.

Berikut adalah identifikasi masing-masing anggota rantai pasok sayuran di

Pangalengan:

4.2.1 Identifikasi pemasok bibit sayuran dan pupuk

Persediaan pupuk kandang di Pangalengan sebagian besar berasal dari

daerah Kecamatan Sukabumi. Operasi pengangkutan pupuk kandang berlangsung

per harinya mencapai 8-20 truk yang dikirim ke Pasar Pangalengan. Masing-

masing truk memuat kurang lebih enam (6) ton pupuk kandang dengan asumsi per

karung berisi sekitar 30 Kg. Harga untuk pupuk sendiri Rp7.000/karung. Harga

pupuk tersebut setiap harinya terjadi perubahan.

Sistem penjualan terhadap pupuk, yaitu dengan cara penjual pupuk

melakukan pengiriman beberapa truk, kemudian terjadi tawar-menawar kepada

ketua kelompok tani/petani secara langsung. Jumlah pembelian pupuk tidak

bergantung pada pemesanan, akan tetapi tergantung kepada pembeli/petani pada

saat itu. Namun, apabila terjadi kelebihan persediaan pupuk daripada jumlah

permintaan dari petani, maka harga pupuk akan cenderung diturunkan dan

sebaliknya. Kelebihan pupuk yang dialami petani karena banyaknya pembelian

akan disimpan di gudang sebagai persediaan.

Penjual dan petani melakukan sistem pembayaran secara langsung setelah

terjadi kesepakatan harga antara kedua pihak. Pengangkutan, atau transportasi

dilakukan dengan menggunakan kendaraan bak, atau truk, biaya transportasinya

ditanggung oleh pihak pembeli/petani. Biaya transportasi untuk sekali perjalanan

sekitar satu juta rupiah. Dalam hal ini terjadi efisiensi dari kendaraan yang

digunakan, karena kendaraan tersebut setelah dipergunakan untuk pengangkutan

pupuk, selanjutnya dapat dipergunakan untuk mengangkut hasil komoditi sayuran

yang kemudian dipasarkan ke pasar-pasar tradisional.

Para petani, atau kelompok tani di Kecamatan Pangalengan melakukan

kegiatan sebagai pemasok bibit sayuran untuk memasok petani lain di

Pangalengan sendiri. Kegiatan para petani pemasok bibit dapat dikatakan sebagai

pekerjaan utamanya. Kebanyakan para petani yang melakukan budidaya

bibit/benih sayuran pernah melakukan pelatihan yang berhubungan dengan

pembibitan yang biasanya diselenggarakan oleh Balai Benih Induk dari Dinas

pertanian setempat. Dalam menjalankan usaha para kelompok tani untuk

pembibitan beranggotakan kurang lebih tujuh (7) petani. Jenis bibit yang

dibudidayakan rata-rata adalah bibit sayuran yang sering ditanam oleh petani lain,

seperti bibit granula Kentang, Tomat, Sawi dan Buncis. Jumlah bibit yang dijual

biasanya per empat (4) bulan sekali atau tergantung jenis sayurannya. Sebagai

contoh untuk bibit kentang, sekali penjualan dapat mencapai 50 ton bibit Kentang

per empat (4) bulan. Harga dari bibit sendiri dapat mencapai Rp18.000,00/Kg.

Dalam menjalankan kegiatan usaha pemasokan bibit sayuran, para kelompok tani

melakukan koordinasi dan kerjasama antara kelompok tani pemasok lainnya.

Beberapa sumber bibit/benih berasal dari budidaya milik sendiri, dari

sesama pemasok dan ada yang berasal dari alam. Rataan para kelompok tani

memiliki lahan untuk pembibitan dengan luas berhektar-hektar. Biaya awal untuk

melakukan pembibitan rataan mencapai 63 juta per hektar. Dalam melakukan

kegiatan pembibitan juga terdapat berbagai kendala. Kendala yang sering dihadapi

dalam melakukan pembibitan adalah hama dan air (musim). Selain kendala alam

juga kendala pemasaran, terkadang petani tidak membutuhkan bibit yang berasal

dari lingkungan sendiri. Sehingga petani yang melakukan pembibitan kebanyakan

juga melakukan usaha produksi pertanian sayuran sendiri.

4.2.2 Identifikasi petani sayuran

Sayuran yang diproduksi oleh petani di Kecamatan Pangalengan merupakan

gabungan hasil produksi para petani secara individual maupun dalam suatu

wadah, atau Poktan. Pembentukan Poktan dimaksudkan untuk membantu para

petani mengorganisasikan dirinya, terutama dalam meningkatkan produktivitas,

efisiensi usaha, permodalan, akses pasar, akses teknologi dan informasi, serta

meningkatkan kesejahteraan para petani. Saat ini Poktan yang ada di Kecamatan

Pangalengan berjumlah 155 petani.

Peranan Poktan yang ada di Kecamatan Pangalengan membawa harapan

besar bagi para petani. Dengan adanya Poktan, para petani memiliki pola tanam

teratur, pengolahan lahan yang lebih baik dan kemudahan dalam mendapatkan

bibit sayuran unggulan. Kemudian para petani mampu membina kontrak

kerjasama dengan perusahaan agribisnis terutama dalam memenuhi permintaan

(kuota) harian, mingguan, maupun bulanan.

Seperti terlihat pada Tabel 21 dan 22, Poktan yang ada di Kecamatan

Pangalengan dibedakan atas 2 (dua), yaitu berdasarkan Kelas Kelompok dan Jenis

Poktan. Poktan berdasarkan Kelas Kelompok terdiri dari Pemula, Lanjut, Madya

dan Utama. Sedangkan Poktan berdasarkan Jenis Poktan dibedakan atas Dewasa,

Pemuda dan Wanita.

Tabel 21. Poktan berdasarkan kelas kelompok

No. Desa Gapoktan Kelas Kelompok

Pemula Lanjut Madya Utama

1 Lamajang Lamajang 9 7 1 0

2 Tribaktimulya Bakti Mulya 5 2 0 0

3 Margamulya Margamulya 12 5 3 0

4 Pangalengan Wargi Setia 3 2 0 0

5 Pulosari Mukya Agung 2 6 2 0

6 Margamekar Mekar Mulya 9 5 2 0

7 Warnasari Berkah Mekar 14 6 0 0

8 Sukaluyu Saluyu 8 5 0 0

9 Margaluyu Margaluyu 5 3 0 0

10 Margamukti Mitra Mukti 10 7 1 0

11 Sukamanah Sukamanah 5 5 1 0

12 Banjarsari Banjarsari 5 0 0 0

13 Wanasuka Wanasuka 4 0 0 0

Jumlah 91 53 10 0 Sumber : BP4K, 2011

Tabel 22. Poktan berdasarkan jenis

No. Desa Poktan Jenis Kelompok Tani

Dewasa Pemuda Wanita

1 Lamajang 17 15 - 2

2 Tribaktimulya 7 6 - 1

3 Margamulya 20 18 1 1

4 Pangalengan 5 4 1 0

5 Pulosari 10 8 1 1

6 Markamekar 16 12 2 2

7 Warnasari 4 20 - 0

8 Sukaluyu 20 13 - 0

9 Margaluyu 8 7 - 1

10 Margamukti 13 15 1 2

11 Sukamanah 18 10 1 0

12 Banjarsari 11 5 - 0

13 Wanasuka 6 4 - 0

Jumlah 155 137 7 10

Sumber : BP4K, 2011

Petani di Kecamatan Pangalengan rataan berjenis kelamin pria dengan

kategori dewasa, namun ada juga ditemukan para kelompok tani khusus wanita

yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Status kepemilikan akan lahan yang

dibudidayakan kebanyakan adalah milik sendiri, akan tetapi beberapa Petani yang

menyewa dari petani lainnya. Dalam suatu Poktan rataan terdiri minimal lima (5)

orang Petani. Kebanyakan para petani sendiri masing-masing memiliki tenaga

Petani lainnya yang digaji dengan sistem upah mingguan.

Pola budidaya yang paling banyak diterapkan di Pangalengan adalah

polikultur atau tumpangsari. Produktivitas hasil panen untuk masing-masing

Poktan berbeda, biasanya dalam satu tahun sayuran dapat dipanen tiga (3) kali

panen. Dalam hal pembibitan atau pembenihan kebanyakan petani sudah memiliki

rekanan sesama petani pemasok bibit di Pangalengan. Namun, ada juga yang

melakukan pembibitan sendiri untuk digunakan sendiri. Para Petani yang

melakukan budidaya pembenihan secara sendiri dikarenakan para Petani pemasok

bibit tidak konsisten dalam menyediakan benih, serta biasaya mutu bibit yang

dihasilkan tidak sesuai dengan harapan petani sayuran.

Petani Pangalengan mengatasi adanya hama dan penyakit sayuran dengan

tindakan pencegahan secara fisik maupun kimia. Akan tetapi kebanyakan para

Petani memilih bahan-bahan kimia untuk memberantas hama dan penyakit yang

menyerang sayuran. Hal tersebut yang menjadi salah satu kendala permasalahan

dalam menuju pertanian organik di Pangalengan. Dalam hal pengawasan mutu,

petani melakukan proses sorting dan grading terhadap produk sayurannya.

Namun, kebanyakan Petani tidak melakukan pengemasan dan pelabelan sendiri.

Pemerintah Pangalengan setempat, yaitu Dinas Penyuluh Pertanian telah

melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap pengawasan mutu sayuran. Hal

tersebut dilakukan agar mutu sayuran di Pangalengan sesuai dengan harapan

konsumen di pasar. Dalam aspek pemasarannya, para petani melalukan penjualan

di pasar Pangalengan. Di pasar tersebut terjadi pertemuan antara petani dengan

para pedagang/pengumpul, dimana kesepakatan harga sesuai dengan persetujuan

kedua (2) belah pihak. Namun, banyak Poktan yang menjalin kerjasama atau

bermitra dengan perusahaan besar seperti yang telah masuk di Kecamatan

Pangalengan adalah PT Alamanda (perusahaan eksport sayuran) dan PT Indofood

Sukses Makmur. Para petani di Pangalengan tidak melakukan kegiatan promosi

dalam memasarkan produk sayurannya, sehingga hal ini dapat mengurangi biaya

operasional petani. Akan tetapi hal tersebut juga dapat berdampak merugikan

petani, karena akses pasar menjadi terbatas.

Wilayah pemasaran Petani kebanyakan di pasar-pasar dalam satu Kabupaten

dan satu Provinsi. Untuk wilayah antar provinsi dan ekspor, petani hanya menjadi

produsen untuk didistribusikan ke distributor lainnya. Dalam melakukan

pemasaran, rataan Petani tidak mengalami kendala. Namun, adanya pasar yang

hanya terbatas dan peran Petani sebagai produsen mengakibatkan keuntungan

Petani menjadi cenderung kecil. Hal tersebut dikarenakan juga para Petani tidak

melakukan penjualan secara langsung ke konsumen, sehingga besar kemungkinan

harga produk untuk Petani menjadi rendah.

Dalam hal permodalan, Petani kebanyakan memiliki modal sendiri, atau

dibantu oleh keluarga namun sebagian juga berasal dari pinjaman dari Bank.

Kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintahan Kecamatan Pangalengan

terhadap pertanian, yaitu melakukan pembinaan terhadap budidaya tanaman

sayuran, terutama untuk sayuran organik pernah dilakukan namun sampai saat ini

belum ada penerapannya. Dalam hal produksi, Kecamatan Pangalengan sebagai

salah satu sentra pertanian sayuran unggulan di Kabupaten Bandung memiliki luas

lahan 10.888 Ha dengan produksi 441.256 ton. Sayuran yang diproduksi oleh para

petani di Kecamatan Pangalengan saat ini adalah sayuran yang aman untuk

dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan (Prima III). Pertanian Prima III yang

diterapkan oleh para petani merupakan langkah awal dan secara gadual menuju

pertanian organik. Penggunaan pestisida dan insektisida merupakan suatu

kebutuhan untuk mempertahankan kuantitas produksi dan dosis yang digunakan

masih dalam batas normal.

Pedoman budidaya sayuran baik (GAP) yang sesuai dengan kondisi

Indonesia sebagai panduan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk

yang aman dikonsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan.

Perwujudan penerapan budidaya sayuran yang baik dinyatakan dengan penerbitan

nomor registrasi yang diberikan sebagai hasil penilaian kebun, atau lahan usaha.

Komoditi sayuran unggulan di Kecamatan Pangalengan adalah Kentang, Kubis,

Sawi, Tomat dan Buncis. Berikut adalah keterangan dari masing-masing

komoditi:

a. Kentang

Produksi Kentang Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai

270.199,4 ton dengan luas areal 3.584 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah

utama penghasil Kentang di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi

14.936,9 ton dan luas areal 718 ha (BPS, 2011). Teknik budidaya Kentang di

Kecamatan Pangalengan masih tradisional dan tentunya belum terdapat budidaya

kentang organik.

b. Kubis

Produksi Kubis Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai

52.753,1 ton dengan luas areal 2.403 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah

utama penghasil Kubis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 12.368,2

ton dan luas areal 539 Ha (BPS, 2011). Proses produksi Kubis di Kecamatan

Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin,

serta tentunya belum terdapat budidaya Kubis organik.

c. Sawi

Produksi Sawi Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai

31.574,7 ton dengan luas areal 1.643 Ha. Desa Margamukti merupakan daerah

utama penghasil Kubis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 4.084,5

ton dan luas areal 178 Ha (BPS, 2011). Teknik budidaya Sawi di Kecamatan

Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin,

serta belum terdapat budidaya Sawi organik.

d. Tomat

Produksi Tomat Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai

51.512 ton dengan luas areal 2.403 Ha. Desa Margamulya merupakan daerah

utama penghasil Tomat di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 1.825

ton dan luas areal 73 Ha (BPS, 2011). Proses produksi Tomat di Kecamatan

Pangalengan masih tradisional dan belum banyak menggunakan bantuan mesin,

serta belum terdapat budidaya secara organik.

e. Buncis

Produksi Buncis Kecamatan Pangalengan pada tahun 2011 mencapai

7.683,9 ton dengan luas areal 372 Ha. Desa Lamajang merupakan daerah utama

penghasil Buncis di Kecamatan Pangalengan dengan total produksi 55,8 ton dan

luas areal 3 (tiga) Ha (BPS, 2011). Proses produksi Buncis di Kecamatan

Pangalengan masih tradisional dan belum terdapat budidaya secara organik.

4.2.3 Identifikasi pedagang/pengumpul sayuran

Sistem penjualan sayuran di Kecamatan Pangalengan berlangsung

berdasarkan dari permintaan pasar. Hal ini artinya para pedagang/bandar dan

petani melakukan transaksi dan negosiasi terhadap produk, serta harga. Setelah

terjadi kesepakatan harga dari kedua pihak, maka pihak pedagang dapat langsung

memanen/mengambil sayuran di kebun milik Petani. Setiap hari transaksi di pasar

tersebut berlangsung, sehingga sering terjadi perubahan harga sayuran. Misalnya,

untuk komoditi Kentang, terdapat beberapa harga tergantung dari jenis dan

kebijakan di pasar Pangalengan sendiri.

Kebijakan harga sayuran di Pangalengan bergantung juga harga di pasaran

dan kesepakatan dari para Petani. Untuk sayuran kentang berjenis Atlantik yang

diproduksi di Pangalengan tidak dipasarkan di pasar biasa, karena untuk jenis

tersebut sudah terikat kontrak dengan PT Indofood Sukses Makmur, sehingga

untuk bibit kentang Atlantik sudah disediakan dari pihak Indofood Sukses

Makmur kemudian para Petani yang dipilih untuk membudidayakannya secara

langsung menjual ke perusahaan kembali. Hal tersebut juga berlaku untuk

penjualan sayuran lainnya yang telah terikat dengan perusahaan besar lainnya

seperti PT Alamanda. PT Alamanda tersebut merupakan salah satu perusahaan

ekspor sayuran yang ikut berperan dalam bantuan dana dan bibit kepada para

Petani di Pangalengan.

Penjualan sayuran yang dilakukan oleh pedagang/pengumpul bervariasi.

Rataan setiap harinya para pedagang bisa mengangkut 1 (satu) kendaraan bak/truk

dengan asumsi kapasitasnya dapat mencapai 6 (enam) ton sayuran. Kendaraan

bak/truk yang digunakan untuk pengangkutan sayuran ke pasar digunakan juga

untuk mengangkut pupuk dari pasar untuk dijual ke para petani di Pangalengan

seperti terlihat pada Gambar 13 dan 14. Hal tersebut untuk mengefisienkan biaya

transportasi, sehingga masing-masing pihak dapat saling menguntungkan, serta

karena mahalnya biaya transportasi, sehingga hal tersebut juga dapat menghemat

biaya.

Gambar 13. Truk pengangkut pupuk dan sayuran

Gambar 14. Pengangkutan sayuran dengan mobil bak

Pemasaran sayuran tersebut kebanyakan ditujukan ke pasar-pasar di

Bandung, Bogor, Jakarta, Pasar Tangerang, Pasar Induk Kramatjati, Pasar

Kemang Bogor dan Pasar Caringin Bandung. Untuk Kentang, Kol dan Tomat,

biasanya dipasarkan antar Provinsi, yaitu di daerah Pontianak. Selain di pasar-

pasar, pemasaran juga ke swalayan/supermarket dan perusahaan (sistem kontrak).

Penjualan yang dilakukan oleh para pedagang/pengumpul skala besar di

Pangalengan sudah tertata dengan baik sistem manajemennya seperti yang

dilakukan oleh Perusahaan Dagang (PD) Hikmah.

PD Hikmah berdiri sejak tahun 1962, pendirinya bapak Hj. Hikmah.

Struktur organisasi dari PD Hikmah terdiri dari owner, dua (2) kepala (kepala

operasional dan administrasi) dan terdapat tiga (3) manager (marketing, keuangan

dan area) serta terdapat beberapa supervisor (kepala lapang). Jumlah karyawan

yang dimiliki saat ini 1300 orang. PD Hikmah mengelola sekitar 7 (tujuh)

kelompok tani di Pangalengan. Komoditi utamanya sendiri antara lain adalah

Kentang, benih Kentang, Kol, Cabe dan Wortel dan produk unggulan dari PD

Hikmah, yaitu kentang. Produk kentang yang dihasilkan dari PD Hikmah tersebut

sudah memiliki sertifikat dari Sucofindo (badan sertifikasi di Indonesia). Akan

tetapi sertifikat yang dimiliki belum mewakili sebagai produk kentang organik.

Untuk budidaya dalam pembenihan kentang memiliki screen house sendiri.

Saat ini PD Hikmah dikelola dengan manajemen modern dengan tenaga

profesional yang berasal dari keluarga maupun profesional lainnya. Dalam

pengembangan agribisnis, perusahaan membeli Kentang dari masyarakat, atau

Petani dengan harga pasar dari Poktan, sedangkan pengadaan bibit, pupuk dan

pestisida ditanggung oleh PD Hikmah sendiri. Dalam usahanya PD Hikmah juga

telah melakukan kerjasama dan kemitraan dengan berbagai perusahaan besar.

PD Hikmah memasarkan sayurannya kebanyakan di swalayan-swalayan

terkemuka seperti Lotte Mart, Makro, Hero yang berada di kawasan Jakarta,

Bogor dan Bandung. Selain itu pemasarannya juga di pasar-pasar

tradisional/induk. Untuk permodalan PD Hikmah sendiri bermitra dengan Bank

Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Bukopin. Pemasaran merupakan aktivitas

menyediakan sarana bagi pelanggan untuk mendapatkan produk serta

memengaruhi konsumen untuk membeli produk. Secara umum, sistem pemasaran

sayuran unggulan di Kecamatan Pangalengan pada umumnya hampir sama

dengan sistem pemasaran daerah-daerah lain. Pemasaran sayuran di Pangalengan

dilakukan dengan sistem kontrak dan pemasaran secara langsung agar mendapat

respon dari konsumen.

Para Petani di Pangalengan melakukan ikatan kontrak kerjasama dengan

perusahaan agribisnis, usaha olahan, perhotelan dan pelaku usaha lain yang

membutuhkan kepastian produk. Sistem kontrak sebenarnya menguntungkan

kedua belah pihak (petani dan mitranya). Dengan sistem kontrak ini akan

menjamin kuantitas, mutu dan kontinuitas produk bagi pelaku usaha. Manfaat

bagi petani adalah harga yang ditetapkan di atas harga pasar tradisional, kestabilan

harga selama periode tertentu, bantuan modal, bantuan benih dan prosedur

budidaya sayuran. Komoditas yang dijual dengan sistem kontrak biasanya akan

dipasarkan di berbagai pasar modern (supermarket atau swalayan), hotel dan

perusahaan agribisnis untuk tujuan ekspor.

Petani yang belum memiliki ikatan kontrak pemasaran akan menjual

sayurannya kepada konsumen akhir ataupun pembeli dalam jumlah besar (agen,

bandar, tengkulak dan pedagang/pengumpul). Sebelum panen, biasanya

perwakilan dari Poktan akan mencari pembeli di pasar tradisional Pangalengan.

Pasar tradisional inilah tempat berkumpulnya Poktan dengan para calon pembeli

yang berasal dari berbagai daerah. Poktan melakukan negoisasi dengan para calon

pembeli terkait jenis komoditas, kuantitas (kuintal, atau ton), harga dan cara

pembayaran. Selanjutnya bila ada kesepakatan, maka Petani dan pembeli

langsung menuju lahan pertanian.

Komoditas sayuran yang dijual kepada pembeli selanjutnya dijual di pasar-

pasar tradisional seperti pasar tradisional Pangalengan, Pasar Tradisional Caringin

(Bandung), Pasar Tradisional Bogor, Pasar Induk Keramat Jati (Jakarta), Pasar

Induk Tangerang dan berbagai daerah lainnya di Indonesia. Tabel 23

menunjukkan daftar harga beberapa sayuran unggulan di Pangalengan.

Tabel 23. Daftar harga beberapa sayuran unggulan di Pangalengan

No Komoditas Sayuran Harga (Rp)

1 Kentang 4.000,-

2 Kubis 2.000,-

3 Sawi 1.500,-

4 Tomat 2.000 –3.500,-

5 Buncis 4.500,-

4.2.4 Identifikasi konsumen sayuran organik

Hasil kajian terhadap konsumen sayuran organik ini digunakan untuk

mengetahui permintaan dan keinginan konsumen akan sayuran yang organik.

Kebanyakan konsumen sayuran organik adalah perempuan dengan pendidikan

rata-rata adalah sarjana dan kebanyakan profesinya adalah pegawai negeri. Para

konsumen memilih sayuran organik, karena konsumen menyadari akan

pentingnya kesehatan bagi tubuh. Selain itu salah satu alasan lain pemilihan

sayuran organik adalah karena konsumen mengetahui bahwa sayuran organik

memiliki kandungan mutu dan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan sayuran

biasa. Alasan lainnya, para konsumen merupakan vegetarian, sehingga konsumen

tidak rugi untuk mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan sayuran yang

bermutu tinggi. Rataan konsumen membeli sayuran organik 3-4 kali dalam

sebulan dan jenis sayuran yang dibeli juga bervariasi 2-3 jenis sayuran organik.

Awal dari ketertarikan para konsumen yang memilih untuk mengkonsumsi

sayuran organik, kebanyakan dikarenakan adanya iklan di Swalayan yang

mempromosikan sayuran organik. Dengan kata lain, konsumen lebih memilih dan

tertarik untuk membeli sayuran organik di Swalayan daripada di pasar tradisional.

Hal tersebut dikarenakan sayuran yang dijual di Swalayan lebih segar daripada

pedagang sayur keliling dan juga karena kebanyakan tempat tinggalnya lebih

dekat dengan Swalayan. Menurut para konsumen sayuran organik, yang menjadi

indikator bermutunya sayuran organik adalah mutu kesegaran dari sayurannya.

Selain itu para konsumen berpikir bahwa sayuran organik yang mereka beli baik

untuk kesehatan tubuh karena tidak menggunakan bahan pestisida, bersih dan

segar.

4.3 Analisis Lingkungan Usaha

Analisis lingkungan usaha adalah proses awal dalam manajemen strategi

yang bertujuan untuk memantau lingkungan perusahaan. Lingkungan perusahaan

mencakup semua faktor, baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan.

Secara garis besar analisis lingkungan usaha dapat dikategorikan ke dalam dua

bagian besar yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal perusahaan.

4.3.1 Identifikasi faktor internal

Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada dalam organisasi dan

secara normal memiliki implikasi langsung pada aktivitas organisasi. Analisis

faktor internal merupakan proses identifikasi terhadap faktor kekuatan dan

kelemahan dari dalam perusahaan seperti dapat dilihat pada Tabel 24. Lingkungan

internal dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan fungsional, yaitu

analisis yang dilakukan pada masing-masing fungsi dalam kelompok tani dengan

mengkaji manajemen, pemasaran, keuangan, kegiatan produksi dan operasi.

Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal di Pangalengan, terdapat

beberapa kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk menuju pertanian organik.

Poktan sebagai wadah belajar dan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara

para Petani memiliki peranan penting dalam menghadapi tantangan, ancaman,

hambatan dan gangguan, serta meningkatkan kesejahteraan Petani. Hubungan

baik antara ketua dan anggota Poktan dapat mencapai skala ekonomi, baik

kuantitas, mutu, maupun kontinuitas.

Tabel 24. Faktor internal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan

Faktor

Internal

Kekuatan Kelemahan

Manajemen 1. Hubungan baik yang

terjalin antara Ketua

dengan Anggota Poktan

1. Kemampuan SDM masih

rendah

Pemasaran 1. Harga sayuran organik

hampir sama dengan harga

sayuran semi organik.

2. Lemahnya akses Poktan

terhadap pasar sayuran

organik.

3. Kurangnya promosi sayuran

organik

Keuangan 1. Biaya produksi produk

organik terlalu tinggi

2. Keterbatasan modal

Produksi

dan operasi

1. Sayuran yang diproduksi

beraneka ragam.

2. Kondisi geogafis

mendukung

3. Pertanian ramah

lingkungan (Prima III)

4. Sayuran yang dihasilkan

aman dikonsumsi

1. Sertifikasi produk organik

belum ada

2. Mahalnya biaya transportasi

Kekuatan lain yang dimiliki oleh Poktan adalah sayuran yang diproduksi

beraneka ragam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sayuran

yang dihasilkan aman dikonsumsi (Prima III) dan pertanian ramah lingkungan

juga menjadi modal untuk menuju pertanian organik. Beberapa hal yang menjadi

kelemahan menuju pertanian organik di Pangalengan, antara lain kualifikasi SDM

(petani, atau anggota Poktan) di Pangalengan masih tergolong rendah. Kemudian

keinginan para Petani untuk beralih ke pertanian organik sebenarnya sudah ada.

Akan tetapi, para Petani engan untuk memproduksi sayuran organik, karena harga

sayuran yang diproduksi secara konvensional hampir sama dengan harga sayuran

yang diproduksi secara organik.

Lebih lanjut keterbatasan akses pasar juga merupakan kelemahan untuk

mengembangkan pertanian organik. Hal ini terjadi karena belum ada pasar dan

saluran distribusi produk organik di Pangalengan. Kurangnya promosi, biaya

produksi sayuran organik yang tinggi (terutama sertifikasi), keterbatasan modal

dan mahalnya biaya transportasi merupakan bagian dari kelemahan yang dihadapi

oleh para Petani di Pangalengan untuk menuju pengembangan pertanian organik.

4.3.2 Identifikasi faktor eksternal

Identifikasi terhadap faktor-faktor eksternal menghasilkan rumusan

mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi. Rumusan peluang dan ancaman

tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi pengembangan strategi produksi

sayuran organik di Pangalengan. Aspek-aspek yang ditinjau antara lain ekonomi,

sosial budaya, demografi, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan kompetitif.

Tabel 25 menunjukkan faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di

Pangalengan.

Tabel 25. Faktor eksternal strategi produksi sayuran organik di Pangalengan

Faktor Eksternal Peluang Ancaman

Ekonomi 1. Harga jual lebih tinggi

Sosial budaya dan

demogafi

1. Pertambahan jumlah

penduduk yang terus

meningkat.

2. Perubahan pola konsumsi

dan gaya hidup

masyarakat yang

cenderung back to nature

3. Loyalitas konsumen

organik yang tinggi.

4. Asosiasi pertanian organik

1. Serangan hama dan

penyakit perusak

tanaman

2. Iklim dan cuaca yang

tidak menentu

memengaruhi hasil

produksi

Politik,

pemerintah dan

hukum

1. Kebijakan pemerintah

mengenai progam “Go

organik 2010”

2. Dukungan pemerintah

1. Tarif ekspor sayuran

tinggi

Kompetitif 1. Kuota permintaan belum

terpenuhi semua

1. Konsinyasi harga dari

para agen tengkulak

Selama ini sayuran yang diproduksi di Pangalengan masih berada pada

tahap Prima-III (sayuran aman dikonsumsi) dan profit yang didapatkan masih

dapat menutupi biaya produksi. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin

meningkat, perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat yang cenderung

back to nature, loyalitas konsumen organik tinggi, adanya asosiasi pertanian

organik, kebijakan pemerintah mengenai progam “Go organik”, dukungan

pemerintah, kuota permintaan yang belum semua terpenuhi akan mendorong

peningkatan permintaan sayuran organik. Bila permintaan sayuran organik tinggi,

kemudian diikuti oleh biaya produksi yang efisien, serta harga jual tinggi akan

memberikan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan para petani.

Berdasarkan identifikasi faktor eksternal, terdapat beberapa ancaman untuk

menuju pertanian organik di Pangalengan, diantaranya serangan hama dan

penyakit perusak tanaman, iklim dan cuaca yang tidak menentu, tarif ekspor

sayuran tinggi, serta konsinyasi harga dari para agen, atau tengkulak.

4.4 Analisis Matriks IFE

Berdasarkan hasil analisis faktor internal, maka selanjutnya akan

diidentifikasi beberapa hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan Poktan.

Setelah faktor-faktor strategi internal Poktan yang meliputi kekuatan dan

kelemahan, maka dilakukan pengisian kuesioner. Penetapan bobot dan rating

melibatkan beberapa pihak, antara lain :

1. Ketua Poktan “Katata”

2. Ketua Poktan “Sari Tani”

3. Pedagang atau pengumpul di Pangalengan

4. Pemasok bibit di Pangalengan

5. Asisten Manager “Adi Farm”

6. Farm Manager “Hikmah Farm”

7. Marketing Manager “Hikmah Farm”

8. Ibu Kepala Desa Pangalengan (sebagai perwakilan konsumen)

9. Dinas Pertanian Tanaman Pangan (Bidang Hortikultura) Jawa Barat

Proses pembobotan IFE dapat dilihat pada Lampiran 7 Berdasarkan

penilaian responden terhadap faktor kunci internal strategi produksi sayuran

organik di Pangalengan, total skor rata-rata IFE adalah 2,260 (Tabel 26). Hal ini

dapat diartikan kemampuan Poktan untuk memanfaatkan kekuatan yang ada dan

mengatasi kelemahan tergolong rataan.

Tabel 26. Analisis matriks IFE

Faktor - Faktor Internal

Bobot

(a)

Rating

(b)

Nilai

Tertimbang

(a x b)

Kekuatan

A Sayuran yang diproduksi beraneka ragam 0,073 3,5 0,255

B Kondisi geografi mendukung 0,073 3,6 0,262

C Hubungan baik yang terjalin antara ketua dengan

anggota kelompok tani 0,064 3,3 0,210

D Pertanian ramah lingkungan (prima III) 0,079 3,8 0,302

E Sayuran yang dihasilkan aman dikonsumsi 0,084 4,0 0,336

Kelemahan

F Biaya produksi produk organik terlalu tinggi 0,081 1,2 0,097

G

Harga sayuran organik hampir sama dengan harga

sayuran semi organik 0,081 1,4 0,114

H Kemampuan SDM masih rendah 0,081 1,5 0,121

I Lemahnya akses kelompok tani terhadap pasar

sayuran organik 0,083 1,3 0,108

J Sertifikasi produk organik belum ada 0,078 1,5 0,117

K Keterbatasan modal 0,071 1,8 0,127

L Kurangnya promosi sayuran organik 0,084 1,2 0,101

M Mahalnya biaya transportasi 0,069 1,6 0,111

Total 1,000 2,260

Pada Tabel 26, hasil perhitungan matriks IFE terlihat bahwa sayuran yang

diproduksi aman dikonsumsi (skor 0,336) merupakan kekuatan utama dalam

strategi produksi sayuran organik di Pangalengan. Dengan demikian, sistem

produksi sayuran yang aman dikonsumsi dapat menjadi langkah utama menuju

pertanian organik murni. Hal ini juga didukung dengan pertanian di Pangalengan

yang ramah lingkungan (prima III) dengan skor 0,306. Kondisi geografi yang

mendukung menempati posisi ketiga dengan jumlah skor 0,262. Kemudian

sayuran yang diproduksi beraneka ragam (skor 0,255) dan hubungan baik antara

Ketua dengan Anggota Poktan (skor 0,210) menambah kekuatan yang dimiliki

Poktan di Pangalengan.

Kelemahan utama dari sistem pertanian organik di Pangalengan adalah

keterbatasan modal dengan skor 0,127. Kemudian didukung dengan kemampuan

SDM masih rendah (skor 0,121). Faktor kelemahan lainnya, yaitu sertifikasi

produk organik yang belum ada (0,117). Selain itu, harga sayuran organik

dipasaran harganya hampir sama dengan sayuran semi organik (skor 0,114).

Kelemahan lainnya, yaitu mahalnya biaya transportasi (skor 0,111), lemahnya

akses kelompok tani terhadap pasar sayuran organik (skor 0,108) dan kurangnya

promosi sayuran organik (skor 0,101). Faktor-faktor diatas merupakan kelemahan

dalam aspek pemasaran di Pangalengan. Biaya produksi sayuran organik yang

tinggi (skor 0,097) juga merupakan salah satu kelemahan.

4.5 Analisis Matriks EFE

Matriks EFE berisi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Poktan.

Pemberian bobot pada matriks EFE sama seperti pemberian bobot pada matriks

IFE. Proses pembobotan pada matriks EFE ini dapat dilihat pada Lampiran 8.

Berdasarkan penilaian responden terhadap faktor kunci eksternal strategi produksi

sayuran organik di Pangalengan, total skor rataan EFE 2,790 (Tabel 27). Hal ini

dapat diartikan kemampuan kelompok tani untuk memanfaatkan peluang-peluang

yang ada dan mengatasi ancaman-ancaman yang dihadapi oleh Poktan tergolong

rataan.

Tabel 27. Analisis matriks EFE

Pada Tabel 27, terlihat bahwa dukungan pemerintah merupakan peluang

yang paling besar di Pangalengan dalam menuju pertanian organik (skor 0,388).

Hal tersebut juga didukung oleh perubahan pola konsumsi dan gaya hidup

masyarakat yang cenderung back to nature (skor 0,339). Kebijakan pemerintah

Faktor- Faktor Eksternal

Bobot

(a)

Rating

(b)

Nilai

Tertimbang

(a x b)

Peluang

A

Pertambahan jumlah penduduk yang terus

meningkat 0,073 3,2 0,234

B

Perubahan pola konsumsi dan gaya hidup

masyarakat yang cenderung back to nature 0,087 3,9 0,339

C

Kebijakan pemerintah mengenai program "Go

organik 2010" 0,086 3,6 0,310

D Loyalitas konsumen organik tinggi 0,073 3,3 0,242

E Asosiasi pertanian organik 0,069 3,0 0,208

F Harga jual sayuran organik lebih tinggi 0,083 3,6 0,297

G Kuota permintaan belum terpenuhi semua 0,076 3,2 0,243

H Dukungan pemerintah 0,102 3,8 0,388

Ancaman

I Serangan hama dan penyakit perusak tanaman 0,089 1,6 0,142

J

Iklim dan cuaca yang tidak menentu

mempengaruhi hasil produksi 0,085 1,7 0,144

K Konsinyasi harga dari para agen/tengkulak 0,078 1,7 0,133

L Tarif ekspor sayuran tinggi 0,098 1,1 0,108

Total 1,000 2,790

mengenai adanya program “Go Organik 2010” juga menjadi peluang besar untuk

menuju pertanian organik di Pangalengan (skor 0,310). Selain itu, peluang

lainnya adalah kuota permintaan akan sayuran organik yang belum semua dapat

terpenuhi (skor 0,243), loyalitas konsumen organik yang tinggi (skor 0,242),

pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat (skor 0,234) dan asosiasi

pertanian organik (skor 0,208). Semua faktor tersebut menjadi peluang di

Kecamatan Pangalengan untuk menuju pertanian organik.

Ancaman utama yang dihadapi dalam produksi sayuran organik di

Pangalengan adalah iklim dan cuaca yang tidak menentu memengaruhi hasil

produksi (skor 0,144). Selain itu serangan hama dan penyakit perusak tanaman

(skor 0,142) merupakan ancaman yang besar juga di Pangalengan. Kemudian

adanya konsinyasi harga dari para agen/tengkulak (skor 0,133) dan ancaman dari

pemerintahan yang menjadi kendala adalah tarif ekspor sayuran yang tinggi (skor

0,108).

4.6 Matriks IE

Dari hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka

akan lebih dipertajam dengan analisis internal dan eksternal yang menghasilkan

matriks Internal-External (IE). Kegunaan matriks IE adalah untuk mengetahui

posisi Poktan saat ini. Informasi spesifik tentang lingkungan internal, maupun

eksternal perusahaan mengacu pada satu cara untuk mendapatkan suatu

kemampuan strategi antara peluang eksternal dan kekuatan internal. Pemetaan

posisi perusahaan sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam

menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi. Dengan nilai matriks IFE

2,260 yang artinya faktor internal berada pada posisi rataan. Sedangkan total nilai

tertimbang pada matriks EFE adalah 2,790 memperlihatkan respon yang diberikan

oleh kelompok tani terhadap lingkungan eksternal tergolong rataan.

Posisi Poktan di Pangalengan berada pada Kuadran V (hold and maintain),

yaitu memiliki kemampuan internal dan eksternal rataan. Poktan yang masuk ke

dalam kuadran ini sebaiknya dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan

pengembangan produk. Gambar 15 menunjukkan hasil analisis matriks IE Poktan

di Pangalengan.

Gambar 15. Analisis matriks IE Poktan di Pangalengan

4.7 Analisis Matriks SWOT

Analisis menggunakan matriks SWOT adalah identifikasi sistematis atas

kondisi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan, serta lingkungan eksternal

yang menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi Poktan. Tujuan dari tahap

pencocokan (matriks SWOT) adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang

layak, bukan untuk memilih strategi mana yang terbaik. Tidak semua alternatif

strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih dan

diimplementasikan.

Dengan analisa ini diharapkan kelompok tani dapat menyusun strategi

bersaing berdasarkan kombinasi antara faktor- faktor internal dan eksternal yang

telah disajikan dalam matriks IFE dan EFE, sehingga pada akhirnya didapatkan

strategi yang sesuai berdasarkan posisi dan kondisi kelompok tani. Strategi ini

terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil analisis

matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 28.

Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman yang dihadapi, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif

strategi yang akan diterapkan. Dengan pilihan strategi yang tepat, diharapkan

dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya untuk mengurangi kelemahan dan

menghadapi ancaman yang ada. Melalui matriks SWOT akan diperoleh alternatif

strategi untuk menentukan critical decision.

Kuat Rataan Lemah

3,0 – 4,0 2,0 – 2,99 1,0 – 1,99

Tinggi

3,0

(I)

(II)

(III) 3,0 – 4,0

Menengah

2,0

(IV)

(V)

(VI) 2,0 – 2,99

Rendah

1,0

(VII)

(VIII)

(IX) 1,0 – 1,99

Total Nilai IFE diberi Bobot

To

tal

Nil

ai

EF

E

dib

eri

Bob

ot

4,0 3,0 2,0 1,0 2,260

2,790

Tabel 28. Analisis strategi IFE dan EFE

Kekuatan (Strengths–S) Kelemahan (Weakness–W)

Faktor

Internal

(Internal

Factor)

Faktor

Eksternal

(External

Factor)

1. Sayuran yang

diproduksi beraneka

ragam

2. Kondisi geogafi

mendukung

3. Hubungan baik yang

terjalin antara Ketua

dengan Anggota

Poktan

4. Pertanian ramah

lingkungan (Prima

III)

5. Sayuran yang

dihasilkan aman

dikonsumsi

1. Biaya produksi produk

organik terlalu tinggi

2. Harga sayuran organik

hampir sama dengan harga

sayuran semi organik

3. Kemampuan SDM masih

rendah

4. Lemahnya akses kelompok

tani terhadap pasar sayuran

organik

5. Sertifikasi produk belum ada

6. Keterbatasan modal

7. Mahalnya biaya transportasi

Peluang

(Opportunities–O)

1. Pertambahan jumlah

penduduk yang terus

meningkat

2. Perubahan pola

konsumsi dan gaya

hidup masyarakat yang

cenderung back to

nature

3. Kebijakan pemerintah

mengenai program "Go

organik 2010"

4. Loyalitas konsumen

organik tinggi

5. Asosiasi pertanian

organik.

6. Harga jual lebih tinggi

7. Kuota permintaan

belum terpenuhi semua

8. Dukungan pemerintah.

Strategi S–O

1. Meningkatkan mutu,

kuantitas dan

kontinuitas produksi.

2. Memperluas pasar

dan mempermudah

saluran distribusi

3. Memfokuskan

pengembangan

produk sayuran

organik premium

Strategi W–O

1. Fasilitasi dan dukungan

pemerintah

2. Penguatan terhadap aspek

finansial (permodalan)

3. Memenuhi standar mutu

produk sayuran organik

sesuai keinginan pembeli

4. Melakukan kemitraan dengan

pasar Swalayan dalam

pendistribusian produk

sayuran organik

Ancaman

(Threats–T)

1. Serangan hama dan

penyakit perusak

tanaman

2. Iklim dan cuaca yang

tidak menentu

mempengaruhi hasil

produksi

3. Konsinyasi harga dari

para agen /tengkulak

4. Tarif eskpor sayuran

tinggi.

Strategi S–T

1. Perencanaan pola

tanam yang lebih

baik

2. Pengembangan

produk sayuran

organik unggulan

Strategi W–T

1. Melakukan riset pasar

sayuran organik dan

merencanakan perkembangan

pemasarannya

2. Memantau dan mengawasi

harga sayuran di setiap

tingkatan rantai pasok

3. Membentuk asosiasi

produsen sayuran organik

ditingkat Gapoktan dan

Poktan

1. Strategi S–O (Strengths–Opportunities)

Strategi S–O adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Pada saat ini permintaan produk

sayuran organik di Pangalengan masih belum ada. Hal ini disebabkan karena

pertanian yang diterapkan oleh kelompok tani di Pangalengan masih kategori

aman dikonsumsi (Prima III). Sementara dalam pertanian organik aspek mutu

merupakan sasaran penting. Mutu produk yang baik juga dapat memberikan nilai

tambah bagi petani, terutama dalam bersaing memasarkan produk sayuran organik

(competitive). Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan keterpaduan kebijakan dan

kegiatan, sejak tahap pra produksi, produksi, sampai pasca panen termasuk

penyimpanan dan pengangkutan. Sertifitikasi produk juga dibutuhkan untuk

meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang memenuhi

persyaratan organik.

Fluktuasi harga sayuran yang sangat ekstrim terkadang dialami oleh

Poktan di Pangalengan. Hal ini disebabkan oleh 2 (dua) hal, yaitu :

1. Kelebihan penawaran produk sayuran di pasaran (excess supply). Hal ini terjadi

karena panen yang melimpah, sementara permintaan sayuran tetap. Akibatnya

adalah harga produk sayuran ditingkat petani akan jatuh di bawah harga

normal. Kondisi ini akan menyebabkan Petani mengalami kerugian.

2. Produk yang dipasarkan sangat sedikit sementara permintaan tetap, atau

meningkat (excess demand). Kondisi ini seharusnya memperkuat posisi petani

untuk menaikan harga di atas harga normal. Namun yang terjadi adalah harga

produk sayuran ditingkat petani hanya meningkat sampai 10% dari harga

normal.

Untuk mengatasi fluktuasi harga yang sangat ekstrim di lingkungan Poktan,

diperlukan pola tanam yang baik dan teratur. Poktan perlu melakukan

penjadwalan mulai dari pra produksi hingga pasca panen. Dengan sistem ini

kelompok tani dapat menyediakan produk secara kontinyu dan sesuai dengan

permintaan pasar. Untuk membuka akses pasar dan rantai distribusi produk

sayuran organik di Pangalengan dapat dimulai dengan melakukan kontrak

kerjasama antara kelompok tani dengan para pelaku usaha agribisnis. Dengan

adanya kontrak pemasaran ini akan mendorong petani untuk menyediakan produk

sayuran organik yang bermutu. Selanjutnya jumlah produk yang dipanen sesuai

dengan permintaan. Sistem kontrak juga dapat menjamin kontinuitas produk

kepada para pelaku usaha agribisnis, serta harga yang relatif stabil selama periode

tertentu. Strategi lainnya yaitu memfokuskan untuk pengembangan produk

sayuran organik premium. Strategi ini untuk mengarahkan dan mendorong para

petani di Pangalengan untuk beralih secara bertahap dari pertanian sayuran Prima

III menuju pertanian sayuran organik.

2. Strategi W–O (Weakness–Opportunities)

Strategi W–O merupakan strategi yang bertujuan untuk memperbaiki

kelemahan untuk meraih peluang. Penyediaan fasilitas dan dukungan pemerintah

sangat dibutuhkan untuk mengembangkan pertanian sayuran organik di

Pangalengan. Fasilitas pra produksi hingga pasca panen yang memadai dapat

mendorong Poktan untuk beralih ke pertanin organik. Penggunaan alat-alat

teknologi pertanian yang berbasis ramah lingkungan dan pembangunan sarana dan

prasarana yang baik dan lengkap merupakan faktor-faktor pendukung yang sangat

dibutuhkan untuk memajukan pertanian organik di Pangalengan.

Salah satu tantangan pengembangan pertanian organik di Pangalengan

adalah aspek finansial atau modal (struktur biaya produksi dan pendapatan). Pada

umumnya petani maupun kelompok tani di Pangalengan memiliki modal finansial

yang relatif kecil. Bahkan terdapat beberapa Poktan yang meminjam modal usaha

sebelum memulai produksi. Keterbatasan modal meyebabkan produktivitas yang

rendah dan belum terkelolanya SDA dan SDM secara maksimal. Oleh karena itu,

penguatan aspek finansial (modal) merupakan faktor yang sangat penting. Dalam

mengembangkan pertanian organik membutuhkan biaya yang tidak sedikit,

terutama permodalan awal untuk mendapatkan sertifikasi lahan. Kemudian

pasokan bibit, atau benih yang tersertifikasi masih terbatas, sehingga harganya

lebih mahal bila dibandingkan dengan bibit biasa. Oleh karena itu, bantuan

finansial dari pemerintah untuk memberikan pinjaman modal usaha dengan bunga

rendah (kurang dari 6%) ataupun subsidi benih dan pupuk dapat membantu petani

untuk mengembangkan pertanian organik di Pangalengan.

Memenuhi dan memproduksi sayuran yang bermutu sesuai dengan standar

dan keinginan pembeli merupakan salah satu kelemahan yang harus diperbaiki

oleh para petani di Pangalengan untuk mengembangkan pertanian sayuran

organik. Mutu dari sayuran merupakan faktor penting bagi para konsumen dalam

membeli suatu produk, karena selain membeli produknya nilai yang lebih

berharga adalah manfaat dari produk yang telah dibeli. Struktur dari rantai pasok

sayuran organik tentunya tidak jauh berbeda dengan sayuran biasa. Oleh karena

itu, untuk menjamin keberlangsungan rantai distribusi pemasarannya, para petani

di Pangalengan diharapkan untuk melakukan kemitraan dengan pasar swalayan.

Dengan bermitra maka produk sayuran organik yang telah diproduksi sudah

memiliki pasar tetap dan rantai distribusinya juga akan berjalan secara kontinu.

3. Strategi S–T (Strengths–Threats)

Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk

meminimalisasi ancaman eksternal. Produktivitas suatu komoditas sayuran

bergantung pada faktor genetis, teknik budidaya dan interaksi dengan faktor

lingkungan seperti tanah. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur

cuaca dan iklim misalnya hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh cuaca dan iklim

terkadang menguntungkan tetapi tidak jarang merugikan. Suhu udara dan tanah

mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Setiap jenis tanaman mempunyai

batas suhu minimum, optimum dan maksimum berbeda-beda untuk setiap tingkat

pertumbuhannya.

Suhu udara juga merupakan faktor penting dalam menentukan tempat dan

waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai faktor

penentu dari pusat-pusat produksi tanaman, misalnya kentang di daerah bersuhu

rendah (180-21

0C). Keberadaan hama dan penyakit pada tanaman juga sangat

dipengaruhi oleh dinamika iklim. Perubahan cuaca dan iklim yang sangat ekstrim,

terutama kekeringan dan banjir dapat menyebabkan gagal panen. Cuaca dan iklim

merupakan kondisi alam dalam wilayah yang luas dan tidak dapat dikendalikan

oleh Poktan. Namun Poktan dapat mensiasati hal itu dengan menanam jenis

tanaman yang sesuai dengan musimnya. Salah satu pendekatan yang paling efektif

untuk menghadapi perubahan cuaca dan iklim adalah menyesuaikan sistem usaha

tani dan paket teknologinya dengan kondisi iklim setempat. Penyesuaian tersebut

harus berdasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim secara

baik melalui analisis dan interpretasi data iklim.

Data yang lengkap dan akurat melalui pengamatan akan memberikan

kejelasan gejala dan anomali cuaca atau iklim kepada Poktan. Dengan adanya data

yang valid, maka data cuaca dapat diolah hingga informasinya dapat bermanfaat

bagi petani maupun pengguna lain. Informasi yang diberikan akan sangat

membantu dalam manajemen pertanian, karena unsur-unsur cuaca memberikan

dampak langsung terhadap pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Dengan

adanya informasi cuaca dan iklim, Poktan dapat melakukan perencanaan pola

tanam yang lebih baik untuk menghadapi cuaca dan iklim tidak menentu. Selain

itu, kekuatan internal yang harus dikembangkan adalah mengembangkan

pertanian Prima III menuju pertanian sayuran organik unggulan. Pengembangan

tesebut diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah sayuran ditingkat harga

dari para distibutor.

4. Strategi W–T (Weakness–Threats)

Strategi W-T adalah taktik yang diarahkan dengan meminimalisasi

kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Riset pemasaran

merupakan kegiatan penelitian di bidang pemasaran, seperti pengumpulan data

produk sayuran organik yang banyak diminati konsumen, serta bernilai tambah

tinggi, saluran atau rantai distribusi, informasi harga, segmentasi pasar dan tingkat

persaingan.

Dengan mengetahui kondisi pasar dan tingkat persaingan, maka Poktan

dapat membuat produk sesuai dengan permintaan pasar. Dari hasil riset pasar juga

dapat diketahui segmentasi produk, dimana produk tersebut dibutuhkan, kapan

produk tersebut harus dipasok dan mutu produk yang diinginkan oleh konsumen.

Selain itu juga dapat diketahui besarnya permintaan nyata dan potensi permintaan,

kemudian kapan saat-saat permintaan memuncak, kapan saat-saat menurun.

Kesemuanya itu ditujukan sebagai masukan bagi Poktan termasuk stakeholder

dalam rangka pengambilan keputusan. Hasil riset pemasaran ini dapat dipakai

untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut peluang pasar.

Memperkenalkan dan menginformasikan produk sayuran organik juga perlu

dilakukan untuk menarik minat konsumen. Promosi dapat dilakukan dengan

berbagai cara antara lain melalui pameran, iklan media massa, maupun cetak,

menyebarkan brosur dan sebagainya.

Rantai distribusi yang sangat panjang dapat memicu terjadinya spekulasi

harga diantara para agen atau tengkulak. Spekulasi harga yang sangat ekstrim

dapat merugikan para petani. Hal ini terjadi karena masing-masing pelaku pasar

akan berusaha mencari keuntungan dari setiap harga jual produk. Bila daya beli

konsumen tetap, maka harga produk ditingkat Petani akan ditekan sampai di

bawah harga normal. Untuk mencegah terjadinya spekulasi harga dalam rantai

distribusi, maka dibutuhkan pengawasan terpadu dari dinas pertanian. Melakukan

efisiensi dalam rantai distribusi juga perlu dilakukan untuk menghindari biaya

(cost) yang terlalu besar. Informasi harga komoditas juga sebaiknya dapat diakses

oleh Poktan secara langsung. Dengan adanya transparansi harga, maka petani

dapat menetapkan harga normal suatu komoditas dan hal ini tentunya dapat

memberikan nilai tambah kepada petani atau kelompok tani. Selain itu, peranan

pemerintah dalam regulasi harga sangat dibutuhkan terutama untuk memperkuat

posisi daya tawar petani. Bila harga yang ditetapkan dapat memberikan nilai

tambah kepada petani, atau Poktan, tentunya akan mendorong petani untuk

meningkatkan mutu dan produktivitas. Dalam hal ini, dukungan dalam

pengawasan dan pemantauan harga sayuran di setiap tingkatan rantai pasok sangat

diperlukan.

Dalam melakukan pengembangan pertanian organik di Pangalengan, selain

dukungan dari pemerintah kerjasama antar petani juga merupakan faktor yang

sangat penting. Para petani di Pangalengan harus mampu membentuk suatu

asosiasi produsen untuk sayuran organik, baik ditingkat Gapoktan dan Poktan.

Asosiasi tersebut diharapkan mampu menjadi wadah untuk menampung segala

kesulitan dan mengatasi semua kendala dalam melakukan produksi sayuran

organik. Dengan adanya asosiasi, para petani akan lebih tergerak dan termotivasi

untuk menjadi produsen sayuran organik. Kerjasama antar petani tersebut dapat

berupa kerjasama terkait secara teknis dan teknologi, serta dalam aspek finansial.

Antar petani dapat melakukan penggabungan modal, atau saling meminjam modal

untuk melakukan produksi sayuran organik.

4.8 Prioritas Strategi Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Sayuran

Organik di Kecamatan Pangalengan – Bandung

Pemilihan strategi merupakan tahap terakhir dari proses pengolahan data

dalam kajian ini. Alat analisis yang digunakan untuk memilih strategi dari

beberapa alternatif strategi yang berhasil dibangkitkan yaitu dengan menggunakan

AHP. Penggunaan AHP sebagai alat untuk pemilihan strategi karena AHP

memiliki fleksibilitas yang tinggi, kemampuan untuk mengakomodasi

kompleksitas permasalahan yang ada kedalam sebuah hirarki dan kendalanya

mengakomodasi konflik diantara para pakar yang memberikan pendapat.

Identifikasi untuk tiap masing-masing unsur dalam hirarki AHP dilakukan

oleh pendapat tiga (3) orang ahli/pakar dalam pertanian sayuran organik. Para

ahli/pakar tersebut meliputi pelaku rantai pasok oleh Bapak Bunyan, MS sebagai

perwakilan dari praktisi, Bapak Sidik Haryanto, MSc yang merupakan Kasi

Teknologi Subdit Budidaya Tanaman Sayuran, Direktorat Jenderal Hortikultura-

Kementrian Pertanian sebagai perwakilan dari pemerintah dan staf pengajar

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian–IPB yaitu Dr.

Ahmad Junaedi, MS sebagai perwakilan dari akademisi.

8.1 Ultimate Goal (UG)

UG dari struktur hirarki ini adalah “menyusun konsep strategi persiapan

pengembangan rantai pasok sayuran organik di Kecamatan Pangalengan,

Kabupaten Bandung. Harapan strategi yang diperoleh adalah strategi dalam

mengembangkan dan menciptakan rantai pasok menuju pertanian sayuran organik

di Pangalengan. Dalam hal manajemen rantai pasok di Pangalengan untuk sayuran

organik masih perlu kajian yang lebih dalam dan luas, sehingga harapan serta

tujuan dari kajian ini setidaknya dapat memetakan setiap unsur dalam rantai pasok

pertanian sayuran di Pangalengan menuju konsep pengembangan pertanian

sayuran organik.

4.8.2 Faktor

Faktor-faktor utama yang berpengaruh nyata dalam pengembangan

manajamen rantai pasok adalah :

a. SDM

SDM merupakan motor dari aliran rantai pasok sayuran di Kecamatan

Pangalengan, maka setiap pemain yang berperan terhadap manajemen rantai

pasok dilakukan oleh SDM, yang mana untuk menghasilkan suatu aliran rantai

pasok yang baik untuk sebuah komoditas dibutuhkan SDM bermutu. Selain itu,

untuk menuju pertanian organik peran utama adalah SDM dari para petani. Faktor

penentu keberhasilan dalam konsep pengembangan menuju pertanian organik di

Pangalengan adalah SDM yang memiliki kompeten, ahli didalamnya dan

memiliki kemauan untuk belajar.

b. Modal

Modal merupakan faktor utama yang diperlukan untuk menjalankan suatu

usaha, termasuk untuk pengembangan rantai pasok untuk pertanian organik di

Pangalengan ini. Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk

administratif yang tidak rumit akan memudahkan pihak-pihak di dalam rantai

pasokan dalam mengembangkan usahanya. Modal juga merupakan masalah yang

sering muncul ketika suatu usaha ingin berkembang, karena dibutuhkan sejumlah

modal untuk melakukan kegiatan investasi. Demikian pula dalam usaha

pengembangan rantai pasok, modal merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam

kegiatan produksi, karena digunakan untuk membiayai kegiatan operasional.

Untuk biaya awal menuju pertanian organik, dibutuhkan modal yang tidak sedikit,

karena untuk awal pembiayaan sertifikasi lahan memerlukan biaya besar.

c. Potensi Pasar

Potensi pasar merupakan kemampuan pasar untuk memasarkan produk

sayuran organik yang telah dihasilkan oleh Petani. Peluang pasar didalam negeri

maupun diluar negeri yang besar tehadap produk organik harus dimanfaatkan oleh

para pelaku usaha rantai pasok di Pangalengan. Hal ini dikarenakan saat ini orang

sudah semakin sadar akan pentingnya asupan pangan yang sehat, sehingga dari

pola konsumen sendiri akan menciptakan peluang pasar yang besar dan mudah

untuk melakukan penetrasi produk organik ke pasaran.

d. Dukungan Pemerintah

Dalam program “Go Organic 2010”, pemerintah merupakan pelaku utama

sebagai penggerak menuju pertanian organik. Dukungan pemerintah merupakan

faktor yang sangat dibutuhkan oleh para pelaku rantai pasok pertanian di

Pangalengan untuk menuju pertanian sayuran organik. Selain dukungan

kebijakan, dalam bentuk sosialisasi ke produsen, maupun konsumen pangan

organik, regulasi dalam bentuk SNI dan pedoman pendukung lainnya, bantuan

teknis dan penerapan, pembinaan serta pengawasannya. Selain itu pemerintah

juga dapat memfasilitasi pengadaan pameran, pelatihan dan lain sebagainya.

4.8.3 Aktor

Aktor-aktor utama yang berpengaruh terhadap strategi pengembangan

manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan adalah :

a. Petani dan pedagang

b. Pemerintah

c. Lembaga riset dan perguruan tinggi

d. Lembaga keuangan

e. Konsumen

4.8.4 Tujuan

Tujuan penyusunan strategi manajemen rantai pasok sayuran organik di

Pangalengan adalah :

a. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi

manajemen rantai pasok sayuran organik di Pangalengan

b. Mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan

c. Menyusun strategi rantai pasok yang tepat untuk sayuran organik bernilai

tambah tinggi berbasis petani di Pengalengan

4.8.5 Alternatif Strategi

Alternatif strategi pengembangan manajemen rantai pasok yang diperoleh

melalui analisis SWOT adalah :

a. Meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi

b. Memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi

c. Fasilitasi dan dukungan pemerintah serta asosiasi antar petani

d. Penguatan aspek finansial (modal)

e. Perencanaan pola tanam yang lebih baik

f. Melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan pengembangan

pemasarannya

g. Memantau dan mengawasi harga

Goal

Faktor

Aktor

Memperluas

pasar/ kemitraan

dan

mempermudah

saluran distribusi

Menyusun strategi pengembangan

manajemen rantai pasok sayuran organik

di Kecamatan Pangalengan, Kab.

Bandung

SDM Modal Potensi Pasar Dukungan Pemerintah

Petani dan Pedagang Pemerintah Lembaga riset dan

perguruan tinggi

Lembaga Keuangan Konsumen

Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan

eksternal yang memengaruhi manajemen

rantai pasok sayuran organik di

Pangalengan

Mengidentifikasi peranan para

pelaku rantai pasok sayuran di

Pangalengan

Menyusun strategi rantai pasok yang sesuai

untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi

berbasis petani di Pangalengan

Meningkatkan

mutu, kuantitas

dan kontinuitas

produksi

Fasilitasi dan

dukungan

pemerintah serta

asosiasi antar

petani

Penguatan aspek

finansial (modal)

Memantau

dan

mengawasi

harga

Perencanaan pola

tanam yang lebih

baik

Melakukan riset

pasar sayuran

organik dan

perencanaan

pengembangan

pemasaran

Gambar 16. Struktur hirarki AHP

Tujuan

Alternatif

Strategi

4.9. Analisis Hubungan Antar Unsur Hirarki

4.9.1 Hubungan faktor dan ultimate goal

Tabel 29 menunjukkan hubungan antara faktor dan goal dalam struktur

hirarki AHP. Faktor yang dianggap paling penting terhadap konsep strategi

pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan

Pangalengan adalah modal dengan bobot 0,375. Modal merupakan faktor awal

untuk dapat menerapkan dan mengembangkan pertanian sayuran menuju organik

di Pangalengan. Tanpa adanya pembiayaan dan modal yang cukup, maka para

petani tidak akan tergerak untuk memproduksi sayuran organik di Pangalengan.

Tabel 29. Hubungan faktor dan goal

Faktor/UG Konsep strategi pengembangan manajemen

rantai pasok sayuran organik di Kecamatan

Pangalengan - Bandung

SDM 0,166

Dukungan Pemerintah 0,228

Potensi Pasar 0,231

Modal 0,375

4.9.2 Hubungan faktor dan aktor

Tabel 30 menunjukkan hubungan antara faktor dan aktor dalam struktur

hirarki. Aktor yang paling mempengaruhi SDM adalah petani dan pedagang

(bobot 0,383). Para petani merupakan orang pertama yang akan memproduksi

sayuran organik dan sekaligus sebagai produsen untuk rantai pasok distribusi

sayuran organik. Aktor yang paling mempengaruhi faktor modal adalah konsumen

dan lembaga keuangan (bobot 0,299). Dalam hal ini lembaga keuangan adalah

untuk dukungan dan penguatan finansial.

Aktor yang paling memengaruhi faktor potensi pasar adalah konsumen

dengan bobot 0,443. Hal ini karena konsumen merupakan tujuan utama dari suatu

produk diproduksi apabila tidak ada konsumen maka tidak akan tercipta suatu

pasar. Aktor yang paling mempengaruhi dalam faktor dukungan pemerintah di

Pangalengan adalah lembaga keuangan (bobot 0,364). Lembaga keuangan yang

dimaksud dapat berupa bank pemerintahan yang ikut serta dalam mendukung

pembiayaan pertanian organik di Pangalengan.

Tabel 30. Hubungan faktor dan aktor Aktor/faktor SDM Modal Potensi Pasar Dukungan

Pemerintah

Petani dan Pedagang 0,383 0,061 0,082 0,113

Pemerintah 0,107 0,244 0,169 0,149

Lembaga Riset dan

Perguruan Tinggi

0,087 0,104 0,169 0,160

Lembagan Keuangan 0,163 0,299 0,137 0,364

Konsumen 0,260 0,292 0,443 0,215

4.9.3 Hubungan aktor dan tujuan

Tabel 31 menunjukkan hubungan antara aktor dan tujuan dalam hirarki.

Bagi petani dan pedagang, pemerintah, lembaga riset dan perguruan tinggi, serta

konsumen tujuan yang paling dianggap penting adalah menyusun strategi rantai

pasok yang sesuai untuk sayuran organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di

Pangalengan dengan bobot berturut-turut 0,460, 0,600, 0,685 dan 0,584.

Sedangkan dari sisi aktor lembaga keuangan mengganggap tujuan yang paling

penting adalah mengidentifikasi peranan para pelaku rantai pasok sayuran di

Pangalengan (bobot 0,600).

Tabel 31. Hubungan aktor dan tujuan

Tujuan/Aktor Petani

dan

Pedagang

Pemerintah Lembaga

Riset dan

Perguruan

Tinggi

Lembaga

Keuangan

Konsumen

Mengidentifikasi

faktor-faktor internal

dan eksternal yang

memengaruhi

manajemen rantai

pasok sayuran organik

di Pangalengan

0,221 0,200 0,200 0,234 0,281

Mengidentifikasi

peranan para pelaku

rantai pasok sayuran

di Pangalengan

0,319 0,200 0,600 0,080 0,135

Menyusun strategi

rantai pasok yang

sesuai untuk sayuran

organik bernilai

tambah tinggi

berbasis petani di

Pangalengan

0,460 0,600 0,200 0,685 0,584

4.9.4 Hubungan tujuan dan alternatif strategi

Tabel 32 menunjukkan hubungan antara tujuan dan alternatif strategi dalam

struktur hirarki AHP. Alternatif memperluas pasar/kemitraan, mempermudah

saluran distribusi serta melakukan riset pasar sayuran organik dan perencanaan

pengembangan pemasarannya dianggap merupakan alternatif-alternatif paling

penting untuk mencapai tujuan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan

eksternal yang memengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di

Pangalengan dengan bobot 0,217. Alternatif perencanaan pola tanam yang lebih

baik merupakan alternatif paling penting untuk tujuan mengidentifikasi peranan

para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dengan bobot 0,342. Sedangkan

untuk tujuan menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran organik

bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan alternatif strategi yang

dianggap paling penting adalah memperluas pasar dan mempermudah saluran

distribusi dengan bobot 0,239.

Tabel 32. Hubungan tujuan dan alternatif strategi

Alternatif

Strategi/Tujuan

Mengidentifikasi

faktor-faktor internal

dan eksternal yang

mempengaruhi

manajemen rantai

pasok sayuran organik

di Pangalengan

Mengidentifikasi

peranan para pelaku

rantai pasok sayuran

di Pangalengan

Menyusun strategi

rantai pasok yang

sesuai untuk sayuran

organik bernilai

tambah tinggi berbasis

petani di Pangalengan

Meningkatkan mutu,

kuantitas dan kontinuitas

produksi

0,054 0,240 0,041

Memperluas

pasar/kemitraan serta

mempermudah saluran

distribusi

0,217 0,079 0,239

Fasilitasi dan dukungan

pemerintah serta asosiasi

antar petani

0,202 0,083 0,163

Penguatan aspek

finansial (modal)

0,054 0,074 0,155

Perencanaan pola tanam

yang lebih baik

0,054 0,342 0,060

Melakukan riset pasar

sayuran organik dan

perencanaan

pengembangan

pemasaran

0,217 0,097 0,185

Memantau dan

mengawasi harga

0,202 0,083 0,158

4.10 Analisis Pemilihan Strategi Rantai Pasok

4.10.1 Faktor

Tabel 33 menunjukkan bobot faktor terhadap goal yaitu menyusun konsep

strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan

Pangalengan. Faktor SDM merupakan faktor prioritas pertama dalam pencapaian

goal dari kajian ini dengan bobot 0,375. Kemudian faktor lain berturut-turut

berdasarkan prioritas paling tinggi ke rendah adalah potensi pasar (0,231),

dukungan pemerintah (0,228) dan SDM (0,166).

Tabel 33. Bobot faktor terhadap goal

Faktor Bobot Prioritas

Modal 0,375 1

Potensi Pasar 0,231 2

Dukungan Pemerintah 0,228 3

SDM 0,166 4

4.10.2 Aktor

Tabel 34 menunjukkan bobot aktor terhadap goal yaitu menyusun konsep

strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan

Pangalengan. Dalam mencapai keberhasilan dari kajian ini aktor yang paling

mempengaruhi goal adalah konsumen dengan bobot 0,306. Hal ini menunjukkan

konsumen menjadi aktor untuk dapat menggerakkan dan menjadi tujuan utama

dalam penyusunan konsep strategi rantai pasok di Pangalengan. Aktor yang

menjadi prioritas kedua adalah lembaga keuangan (0,252), hal ini menunjukkan

bahwa pembiayan dan modal menjadi faktor penting untuk terciptanya goal.

Kemudian aktor lain bertutur-turut adalah pemerintah (0,183), petani dan

pedagang (0,145), serta lembaga riset dan perguruan tinggi menjadi prioritas aktor

terakhir (0,128).

Tabel 34. Bobot aktor terhadap goal

Aktor Bobot Prioritas

Konsumen 0,306 1

Lembagan Keuangan 0,252 2

Pemerintah 0,183 3

Petani dan Pedagang 0,145 4

Lembaga Riset dan

Perguruan Tinggi

0,128 5

4.10.3 Tujuan

Tabel 35 menunjukkan bobot tujuan terhadap goal yaitu menyusun konsep

strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran organik di Kecamatan

Pangalengan. Tujuan menyusun strategi rantai pasok yang sesuai untuk sayuran

organik bernilai tambah tinggi berbasis petani di Pangalengan (bobot 0,375)

merupakan prioritas utama dalam pencapaian goal. Artinya strategi yang sesuai

yang harus diutamakan agar tercipta goal. Prioritas tujuan kedua mengidentifikasi

peranan para pelaku rantai pasok sayuran di Pangalengan dengan bobot 0,180.

Kemudian prioritas terakhir adalah mengidentifikasi faktor-faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhi manajemen rantai pasok sayuran organik di

Pangalengan (bobot 0,153).

Tabel 35. Bobot tujuan terhadap goal

Tujuan Bobot Prioritas

Menyusun strategi rantai

pasok yang sesuai untuk

sayuran organik bernilai

tambah tinggi berbasis

petani di Pangalengan

0,375 1

Mengidentifikasi peranan

para pelaku rantai pasok

sayuran di Pangalengan

0,180 2

Mengidentifikasi faktor-

faktor internal dan eksternal

yang memengaruhi

manajemen rantai pasok

sayuran organik di

Pangalengan

0,153 3

4.10.4 Alternatif strategi

Tabel 36 menunjukkan bobot alternatif strategi terhadap goal yaitu

menyusun konsep strategi pengembangan manajemen rantai pasok sayuran

organik di Kecamatan Pangalengan. Alternatif strategi dengan prioritas utama

adalah memperluas pasar/kemitraan serta mempermudah saluran distribusi dengan

bobot 0,205. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai goal dalam kajian ini

saluran distribusi dan perluasan pasar merupakan strategi utama yang harus

diterapkan. Kemudian diurutan kedua alternatif strateginya melakukan riset pasar

sayuran organik dan perencanaan pengembangan pemasaran dengan bobot 0,180.

Hal tersebut berkaitan dengan mencari peluang pasar untuk mengembangkan dan

memasarkan sayuran organik di Pangalengan.

Alternatif strategi ketiga adalah fasilitasi dan dukungan pemerintah serta

asosiasi antar petani (bobot 0,157). Dalam strategi ini peran pemerintah sebagai

fasilitator dan pendukung sangat dibutuhkan untuk mencapai goal. Prioritas

strategi keempat adalah memantau dan mengawasi harga dengan bobot 0,156.

Alternatif strategi ini dapat diterapkan bersama dengan strategi prioritas ketiga

yaitu dengan dukungan dari pemerintah. Penguatan aspek finansial (modal)

merupakan alternatif prioritas kelima (0,114). Untuk alternatif keenam dan

ketujuh berturut-turut, yaitu perencanaan pola tanam yang lebih baik (bobot

0,107) dan meningkatkan mutu, kuantitas dan kontinuitas produksi (bobot 0,081).

Kedua alternatif terakhir tersebut berkaitan dengan produksi dari sayuran organik.

Tabel 36. Bobot alternatif strategi terhadap goal

Alternatif Strategi Bobot Prioritas

Memperluas

pasar/kemitraan serta

mempermudah saluran

distribusi

0,205 1

Melakukan riset pasar

sayuran organik dan

perencanaan pengembangan

pemasaran

0,180 2

Fasilitasi dan dukungan

pemerintah serta asosiasi

antar petani

0,157 3

Memantau dan mengawasi

harga

0,156 4

Penguatan aspek finansial

(modal)

0,114 5

Perencanaan pola tanam yang

lebih baik

0,107 6

Meningkatkan mutu,

kuantitas dan kontinuitas

produksi

0,081 7

4.11 Implikasi Manajerial

Berdasarkan hasil analisis SWOT dan pengambilan keputusan dengan AHP,

maka dapat dilihat bahwa alternatif strategi yang paling baik adalah memperluas

pasar dan mempermudah saluran distribusi. Pengembangan pasar tersebut

dilakukan dengan cara memperluas saluran distribusi dan pemasarannya. Hal ini

dapat dilakukan melalui peningkatan promosi, membuka gerai di supermarket

atau tempat lain dan melalui iklan, atau internet. Di Kecamatan Pangalengan

saluran distribusi sayuran yang sudah ada tidak tersusun dengan manajemen yang

baik. Beberapa Poktan saja yang memiliki kemitraan dengan perusahaan besar

akan tetapi kelompok atau petani lain hanya melakukan penjualan dan distribusi

yang tidak terencana dan tidak konsisten. Hal tersebut juga dikarenakan pasar

untuk penjualan yang kurang luas dan adanya aliran rantai pasokan sayuran yang

terlalu panjang telah menyebabkan penjualan tidak tertata dengan baik.

Kegiatan konkrit dari strategi ini juga memerlukan dukungan dari

pemerintah, terutama pemerintah Kabupaten Bandung sebagai pihak yang

berwenang dalam mengambil kebijakan dan memutuskan beberapa peraturan

yang mengatur agribisnis di Pangalengan. Salah satu dukungan yang sangat

diperlukan saat ini di Pangalengan adalah dalam hal sertifikasi untuk lahan dan

produk organik. Agar pelaksanaan strategi berjalan dengan efektif dan efisien

perlu dilakukan pola planning, organizing, actuating dan controlling (POAC).

Planning yaitu merencanakan rumusan strategi dengan baik sesuai kebutuhan di

lapangan, selanjutnya diikuti pengorganisasian yang baik terkait siapa saja pelaku

yang akan terlibat dan berperan utama dalam strategi ini. Dalam proses

pelaksanaannya harus ada kegiatan controlling untuk menjaga agar strategi yang

dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

Berdasarkan rantai pasok yang sudah ada, ada beberapa aliran rantai yang

panjang, karena bertujuan untuk memperluas jangkauan distribusi dan pasar.

Akan tetapi apabila dilakukan pemotongan mata rantai pasok akan membantu

menghilangkan pembelian dengan sistem ijon yang sering dilakukan oleh

pedagang, atau pengumpul sayuran di Pangalengan. Dalam identifikasi para

pelaku rantai pasok sayuran tersebut, sistem ijon yang sering dilakukan oleh para

pedagang/pengumpul sebagai sistem yang menyebabkan petani lebih sulit untuk

mendapatkan pendapatan yang lebih baik, namun sisi kelemahannya apabila

sistem tersebut dihapuskan, maka jangkauan pasar dan distribusi sayuran di

Pangalengan tidak akan luas.