syok
DESCRIPTION
SYOKTRANSCRIPT
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS
FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN
SYOK
DISUSUN OLEH:MUHAMAD HAKIMI BIN KASUAHDI
C 111 11 822
PEMBIMBING SUPERVISOR:Dr. dr. IDHAM JAYA GANDA, SP.A (K)
PEMBIMBING RESIDEN:dr. IMELDA
dr. SRI JUNIARTY
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Muhamad Hakimi Bin Kasuahdi
NIM : C 111 11 822
Judul Refarat : Syok
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Juli, 2015
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Imelda dr. Sri Juniarty
Supervisor Pembimbing
Dr. dr. Idham Jaya Ganda, Sp.A (K)
2
BAB I
PENDAHULUAN
Syok merupakan sindroma klinis akut yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Syok
merupakan kondisi kegawatdaruratan yang masih sering terjadi secara khusus di
negara-negara berkembang. Keterlambatan penanganan seringkali menjadi
penyebab kematian pada anak dengan syok. Kurangnya pengetahuan masyarakat
umum dan kurangnya keterampilan tenaga medis dalam penanganan syok
seringkali menjadi penyebab utama kematian pada pasien anak dengan syok.1
Penanganan syok yang cepat dan tepat dapat mengurangi resiko kematian
pada penderita. Sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap syok, baik
kecepatan dalam menentukan diagnosa maupun ketepatan terapi. Kasus ini akan
sering ditemukan pada Instalasi Gawat Darurat pada layanan kesehatan, dan 5-15
menit penanganan awal merupakan kunci keberhasilan dari tatalaksana syok. 2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi1
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
II.2 Jenis-Jenis Syok3
1. Syok Hipovolemik
2. Syok Kardiogenik
3. Syok Distributif
Syok Anafilaktik
Syok Sepsis
Syok Neurogenik
II.2.1 Syok Hipovolemik1,2,4
Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat perdarahan
masif atau kehilangan plasma darah.
Penyebab Syok Hipovolemik pada Anak
Kehilangan dari sistem gastrointestinal
Muntah
Diare
Perdarahan
Kehilangan dari sistem kemih
Ketoasidosis diabetik
Diabetes insipidus
Insufisiensi adrenal
4
Penurunan asupan
Stomatitis
Faringitis
Anoreksia
Kehilangan cairan
Translokasi cairan tubuh
Obstruksi usus halus
Peritonitis
Pankreatitis akut
Luka bakar
Asites
Sindrom nefrotik
Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata
dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan
penurunan dari curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan
menimbulkan akibat bagi beberapa organ.
Mikrosirkulasi
Curah jantung yang menurun menyebabkan tahanan vaskuler sistemik
akan berusaha meningkatkan tekanan sistemik guna memberikan perfusi yang
cukup bagi jantung dan otak melebihi organ lainnya seperti otot, kulit, dan
khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan
metabolisme di otak dan jantung cukup besar, sedangkan kedua organ tersebut
tidak mampu menyimpan banyak energi cadangan. Kedua organ tersebut sangat
bergantung pada kebutuhan oksigen dan dan nutrisi serta sangat rentan terjadinya
iskemia. Ketika tekanan arterial rata-rata di bawah 60 mmHg maka aliran ke
organ akan berkurang drastis dan fungsi sel akan terganggu.
5
Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Keduanya berperan dalam respon autonom tubuh yang
mengatur perfusi serta substrak lain.
Kardiovaskular
Tiga variabel seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel,
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup.
Curah jantung merupakan penentu utama bagi perfusi jaringan. Curah jantung
merupakan hasil kali dari volume sekuncup dengan frekuensi jantung.
Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel yang berakibat
penurunan volume sekuncup.
Gastrointestinal
Aliran darah yang berkurang menuju jaringan intestinal mengakibatkan
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang
mati di dalam usus. Hal ini menyebabkan pelebaran pembuluh darah serta
peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan
depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut merupakan salah satu komplikasi dari syok dan
hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena penanganan yang baik
dalam penggantian cairan. Yang banyak terjadi saat ini adalah nekrosis tubular
akut akibat interaksi antara syok, sepsis, dan pemberian obat yang nefrotoksik
seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Salah satu contoh penyakit yang dapat menyebabkan syok hipovolemi
adalah demam berdarah dengue, yang biasa disebut dengan sindrom syok dengue.
Sindrom Syok Dengue (SSD)5,6, adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
6
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi demam akut yang
disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4). Virus
dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
dan Aedes albopictus.
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal di bawah ini dipenuhi:
- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
o Uji Rumple Leede
o Petekie, ekimosis, atau purpura
o Perdarahan mukosa, (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
atau perdarahan dari tempat lain
o Hematemesis atau melena
- Trombositopenia (Jumlah trombosit <100.000/ul).
- Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia
Sindrom syok dengue ditandai dengan kriteria di atas untuk DBD disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi:
o Nadi yang cepat dan lemah
o Tekanan darah turun (≤ 20 mmHg)
o Hipotensi dibandingkan standar sesuai umur
o Kulit dingin dan lembab serta gelisah.
7
II.2.2 Syok Kardiogenik 3,7
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung yang dapat
disebabkan oleh preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah jantung
juga menurun pada disritmia. Gangguan preload dapat terjadi akibat
pneumotoraks, efusi perikardium, hemoperikardium, atau pneumoperikardium.
Gangguan afterload dapat terjadi akibat kelainan obstruktif kongenital, emboli,
peningkatan resistensi vaskular sistemik (misalnya pada feokromasitoma).
Gangguan kontraktilitas miokardium dapat diakibatkan oleh infeksi virus,
gangguan metabolik (seperti asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia), penyakit
kolagen, dan lain-lain. Disritmia, misalnya blok arterioventrikular atau takikardia
atrial paroksismal dapat mengakibatkan syok kardiogenik. Peningkatan resistensi
vaskular sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut akan berakibat
penurunan curah jantung.
Tabel: Etiologi syok kardiogenik
Manifestasi klinis syok kardiogenik timbul akibat gangguan fungsi sistolik
dan diastolik. Gangguan fungsi sistolik mengkibatkan curah jantung akan
menurun, sedangkan akibat gangguan fungsi diastolik mengakibatkan bendungan
di paru atau sistemik. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan tubuh
melakukan kompensansi dengan cara takikardi, vasokonstriksi, retensi cairan dan
garam, dan melepas hormon-hormon tertentu. Kondisi ini apabila berlangsung
8
terus menerus akan memperburuk kondisi jantung yang ditambah dengan
terdapatnya kelainan bawaan.
Secara klinis anak akan tampak pucat, lemas, badan dingin, takikardia,
hipotensi, berkurangnya perfusi perifer, akral dingin asidosis, dan oliguria serta
penurunan kesadaran.
Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi sistemik akibat terjadinya
depresi berat dari indeks kardiak dan hipotensi tekanan sistolik arterial menetap
(<90mmHg), di samping terjadinya peningkatan tekanan biji kapiler paru
>18mmHg.
Patofisiologi
Terjadinya infark miokard dapat mengakibatkan terjadinya aktivasi sitokin
inflamasi yang mengakibatkan meningkatnya kadar iNOS, NO, dan peroksinitrit,
dimana semuanya memiliki efek buruk multiple seperti:
a. Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
b. Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemi
c. Efek terhadap metabolisme glukosa
d. Efek proinflamasi
e. Penurunan responsivitas katekolamin
f. Merangsang vasodilatasi sistemik.
Anamnesis
Keluhan timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik.
Pasien dengan infark miokard akut akan datang dengan keluhan tipikal nyeri dada
yang akut dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner
sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah
sistolik yang menurun hingga < 90mmHg, dan dapat menurun hingga < 80 mmHg
apabila tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Denyut jantung umumnya dapat
9
meningkat akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi pernapasan
yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti di paru.
Pada pemeriksaan dada ditemukan adanya ronkhi. Pada sistem
kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena di leher sering meningkat
distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien dengan kardiomiopati
dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial
atau tamponade. Irama gallop muncul pada disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran dari EKG dapat membantu menentukan etiologi syok
kardiogenik. Misal pada infark miokard akut akan tampak ST elevasi pada
gambaran EKG. Begitu juga bila terdapat aritmia atau gangguan irama jantung
yang menjadi etiologinya, maka akan tampak gangguan tersebut pada gambaran
EKG.
Foto Rontgen Dada
Pada foto rontgen polos akan tampak kardiomegali beserta tanda-tanda
kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi
komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard
akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali
Ekokardiogrfi
Pemeriksaan ini relatif cepat, aman, dan dapat dilakukan secara langsung
di tempat tidur pasien. Pada pemeriksaan ini dapat dinilai fungsi ventrikel kanan
dan kiri, fungsi katup-katup jantung, tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya
shunt (misal adannya defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi
perikardial atau tamponade.
Saturasi Oksigen
10
Pemantauan saturasi oksigen bermanfaat untuk mendeteksi adanya defek
septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah maka oksigen dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan akan terjadi saturasi yang step up bla dibanding saturasi oksigen
vena dari vena cava dan arteri pulmonal.
II.2.3 Syok Distributif 3
Syok distributif dapat terjadi akibat berbagai sebab, seperti blok saraf
otonom pada anestesia (syok neurogenik), anafilaksis, dan sepsis. Penurunan
resistensi vaskular sistemik secara mendadak akan berakibat penumpukan darah
dalam pembuluh darah perifer dan penurunan tekanan vena sentral. Pada syok
septik, keadaan ini diperberat dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga volume intravaskular berkurang.
II.2.3.1 Syok Anafilaktik8
Terdapat dua fase yang berlangsung selama proses terjadinya syok
anafilaktik, yaitu fase sensitasi dan fase aktivasi. Dimana fase sensitasi merupakan
awal dari terjadinya syok anafilaktik. Dimulai dari alergen yang memapari tubuh
tetapi tidak memberikan respon sistemik. Antigen akan dilawan oleh APC
(antigen precenting cel), yang terdiri dari sel B, makrofag, dan sel dendritik. APC
akan menghasilkan CD4 TH2 tipe sel T-helper.Set T akan mengaktifkan sel B
untuk mengalihkan IgM menjadi produksi alergen spesifik IgE yang akan
bersirkulasi keseluruh tubuh.
Fase aktivasi dimana alergen kembali memapari tubuh, sehingga IgE akan
teraktifasi. Hal ini menyebabkan terlepasnya mediator inflamasi seperti histamin,
proteoglikan, nitric oxide, sitokin, TNF-α, prostaglandin, PAF (platelet activating
factor). Histamin mengikat H1 dan H2 reseptor yang mengakibatkan terjadinya
urtikaria, pruritus, flushing, sakit kepala, bronkospasme, hipotensi dan takikardi.
Sedangkan Nitric oxide menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah.
II.2.3.2 Syok Sepsis 9,10,11,12
11
Pada syok septik dapat ditemukan tanda gangguan sirkulasi seperti
penurunan kesadaran, penurunan tekanan darah, akral dingin, sianosis, perabaan
nadi yang lemah, peningkatan waktu pengisian kapiler serta oligouria. Selain itu
dijumpai pula gangguan respirasi seperti takipnea, asidosis metabolik, serta edema
paru. Manifestasi perdarahan dapat ditemukan juga pada kulit berupa petekie,
ekimosis, dan purpura.
Selain gejala umum di atas terdapat istilah lain yang dapat ditemukan pada
20% kasus anak dengan syok septik, yaitu syok septik hangat (warm shock), yang
ditandai dengan gejala demam, penurunan kesadaran, takikardia, perabaan nadi
kuat, tekanan nadi melebar (tekanan diastolik menurun), perfusi menurun,
produksi urin menurun, pengisian kapiler melambat, ekstremitas hangat
(predominan vasodilatasi). Sedangkan pada syok septik dingin (cold shock)
predominan adalah vasokonstriksi dengan gejala demam atau hipotermia,
takikardia dengan nadi lemah, penurunan kesadaran, tekanan nadi sempit, perfusi
menurun, pengisian kapiler lambat, dan ekstremitas dingin.
Patofisiologi dan Patogenesis
1. Inflamasi tidak terkontrol
Beberapa sitokin yang menyebabkan SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrome) dan sepsis yaitu: tumor necrosis factor-α (TNF-α),
interleukin (IL-1β, IL-8, IL-6, IL-10, IL-4, IL-13), interferon dan
transforming growth factor-β (TGF-β). IL-10, IL-4, TGF-β adalah sitokin
anti inflamasi. TNF-α, IL-1β, IL-8, IL-6, IL-10 mempunyai hubungan
dengan morbiditas dan mortalitas sepsis. Sitokin ini akan berinteraksi satu
sama lain membentuk jaring-jaring dan saling menguatkan. Dilepasnya
sitokin ini akan memacu kaskade mediator non-protein lainnya yaitu
platelet activating factor (PAF), prostaglandin, nitric oxide, acute phase
protein yang menyebabkan trombosis di mikrovaskular, peningkatan
permeabilitas kapiler, menurunnya tahanan pembuluh darah sistemik,
apoptosis sel endotel dan epitel. Berubahnya aliran darah regional dan
trombosis mikrovaskuler dapat menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
2. Kegagalan sistem imun
12
Pada penderita sepsis terjadi gambaran imunosupresif, termasuk delayed
hypersensitivity, ketidakmampuan untuk menghilangkan infeksi, dan
predisposisi terjadinya infeksi nosokomial. Apabila sepsis terus berjalan
maka akan terjadi pergeseran kearah anti inflamasi dan imunosupresif.
Mekanisme imunosupresis pada sepsis:
3. Faktor genetik
Polimorfisme reseptor TNF, IL1, Fc, dan TLR mempunyai peranan dalam
angka kematian penyakit infeksi. Polimorfisme gen sitokin dapat
menentukan konsentrasi sitokin pro- dan anti-inflamasi dan mempengaruhi
respon hiper- atau hipoinflamasi terhadap suatu infeksi..
4. Disfungsi endotel pada sepsis
Disfungsi endotel dan aktivasi endotel dapat disebabkan oleh bakteri
patogen atau lipopolisakarida dari dinding bakteri yang menyebabkan
berubahnya fungsi endotel dari anti- ke pro-koagulan. Hal in dihubungkan
dengan menurunnya sintesis trombomodulin, menurunnya tissue-type
plasminogen activator dan heparan, meningkatnya ekspresi tissue factor
dan plasminogen activator inhibitor -1, dilepasnya mikropartikel yang
mengekspresikan TF, molekul adhesi seperti P-selektin, E-selektin,
intracellular adhesion molecule-1 (ICAM), vascular cell adhesion
molecule-1 transmigrasi ketempat adanya jejas. Aktivasi sel endotel akan
menyebabkan melekatnya trombosit pada dinding pembuluh darah.
Vasodilator seperti nitric oxide, prostacyclin dan vasokonstriktor:
endotelin, tromboksan, platelet-activating factor menyebabkan terjadinya
13
Perubahan dari respons inflamasi (Th1) ke anti inflamasi(Th-2)
Anergi
Apoptosis (hilangnya CD4 sel T, Sel B, dan sel dendrit.
Hilangnya ekspresi makrofag MHC-II dan molekul ko-stimulasi.
perubahan pada keseimbangan vasokonstriktor dan vasodilator. TNF-α
menyebabkan peningkatan permeabilitas sel endotel secara invitro dan
invivo, dan pada akhirnya terjadinya hipovolemia, hemokonsentrasi, dan
statis aliran darah.
Apoptosis sel endotel akan menyebabkan terjadinya peningkatan
respon pro-inflamasi. Rangsangan ICAM-1, VCAM-1 oleh IL-1
meningkatkan produksi reactive prostasiklin, dan aktivasi komplemen.
Disfungsi organ akan terus berlangsung sebagai akibat dari respons
infllamasi yang terjadi terus menerus, koagulasi, interaksi sel, yang
meneyebabkan oklusi mikrovaskuler, hipoksia, dan disfungsi organ.
Diagnosis Sepsis
Definisi sepsis pada anak berdasarkan konsensus internasional
SIRS (2 dari 4 kriteria, 1 diantaranya harus terjadi suhu abnormal atau jumlah
leukosit yang abnormal)
1. Temperatur > 38.50C atau < 360C
2. Takikardi
3. Takipneu
4. Leukositosis atau neutrofil immature >10%
SEPSIS : SIRS + infeksi dugaan atau terbukti
Severe Sepsis : Sepsis + 1 gejala dibawah
1. Disfungsi kardiovaskular
40 ml/kg cairan isotonik intravena dalam 1 jam
Hipotensi <5th presentil pada umurnya, tekanan sistolik <2 SD
dibawah normal.
Atau
Dibutuhkan obat vasoaktif untuk mengatur tekanan darah.
Atau 2 dari :
Metabolik asidosis yang tidak dapat dijelaskan
Oliguria (urin <0.5 ml/kg/jam
Perpanjangan Capillary refill time5 detik
2. Acute respiratory distress syndrome
14
PaO2 ratio ≤300 mmHg, infiltrat bilateral pada pemeriksaan rontgen
toraks, dan tdak ada gejala gagal jantung kanan.
Atau,
Sepsis ditambah 2 atau lebih gagal disfungsi organ.
Septic Shock : Sepsis + disfungsi organ kardiovaskular.
Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) : Berubahnya fungsi organ
dimana homeostatis tubuh tidak dapat mengendalikan lagi tanpa intervensi obat.
Pemeriksaan Laboratorium
Biakan darah positif, pengecatan gram, Wright, biru metilen, atau akridin
orange buffy coat atau lesi petekie yang menampakkan mikroorganisme; asidosis
metabolik; trombositopenia; waktu trombin dan tromboplastin yang lama; kadar
fibrinogen serum turum; anemia; kenaikan PaO2 dan penurunan PaCO2;
perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Pada pemeriksaan serebrospinal dapat
menampakkan neutrofil dan bakteri.
II.2.3.3 Syok Neurogenik14
Syok neurogenik didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang
mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan yang disebabkan
oleh kegagalan sistem saraf dalam mempertahankan tonus vasomotor perifer.
Etiologi
Cedera akut medula spinalis
o Gangguan tonus simpatis perifer
Vasodilatasi
Venous return berkurang
CO berkurang
Diagnosis
Riwayat Penyakit
Pemeriksaan Fisik :
Kulit hangat, Defisit neurologis, Hipoteni, Bradikardi, Ada trauma yang
menyertai.
15
II.3 Penatalaksanaan 2,11,14
1. Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, makin
lama dimulainya tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis
2. Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen
aliran tinggi, stabilisasi jalan nafas, dan pemasangan jalur intravena,
diikuti segera dengan resusitasi cairan. Apabila jalur intravena perifer
sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.
3. Setelah jalur vaskuler didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan
bolus kristaloid isotonik (Ringer lactate, normal saline) sebanyak 20 ml/kg
dalam waktu 5-20 menit
4. Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan
perfusi jaringan. pada syok septik mungkin diperlukan cairan 60 mL/kg
dalam 30-60 menit pertama.
5. Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah
disfungsi jantung primer.
6. Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih
diperlukan cairan, pertimbangkan pemberian koloid. darah hanya
direkomendasikan sebagai pengganti volume yang hilang pada kasus
perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak adekuat meskipun
telah mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.
7. Pada syok septik, bila refrakter dengan pemberian cairan, pertimbangkan
pemberian inotropik.
8. Dopamin merupakan inotropik pilihan utama pada anak, dengan dosis 5-
10 µgr/kg/menit. apabila syok resisten dengan pemberian dopamin,
tambahkan epinefrin (dosis 0,05-0,3 µgr/kg/menit) untuk cold shock atau
norepinefrin (dosis 0,05-1 µgr/kg/menit) untuk warm shock.
9. Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stres
(hidrokortison 50 mg/m2/24 jam).
16
10. Dobutamin digunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan curah
jantung yang rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang meningkat,
ditandai dengan ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler memanjang,
dan produksi urin bekurang tetapi tekanan darah normal.
11. Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah
diagnosis ditegakkan, setelah sebelumnya diambil darah untuk pemeriksaan
kultur dan tes resistensi.
12. Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai
didapatkan hasil kultur dan antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab.
13. Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi
jaringan dan homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi denyut
jantung normal, tidak ada perbedaan antara nadi sentral dan perifer, waktu
pengisian kapiler <2 detik, ekstremitas hangat, status mental normal,
tekanan darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam, penurunan laktat serum.
14. Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi, tetapi
perbaikan rasio antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah yang
disebut sebagai syok indeks, dapat dipakai sebagai indikator adanya
perbaikan perfusi.
Tabel: Obat penatalaksanaan syok
Obat Efek Dosis Keterangan
Dopamin Menguatkan kontraksi Dosis sedang: 5-
15 µg/kg/min
Dosis tinggi: 15-
25 µg/kg/min
Meningkatkan
resiko disritmia
pada dosis tinggi
Meningkatkan tekanan
darah ginjal (dosis
ringan/sedang)
Vasokonstriksi (dosis
tinggi)
Epinefrin Meningkatkan detak
jantung dan
menguatkan kontraksi
0.05-3.0
µg/kg/min
Dapat mengurangi
perfusi ginjal
dikarenakan
penggunaan O2
yang tinggi pada
17
jantung.
Vasokonstriksi yang
ampuh
Beresiko tinggi
disritmia
Dobutamin Meningkatkan
kontraksi jantung
1-20 µg/kg/min Vasokonstriktor
yang lemah
Memberi efek sedikit
pada denyut jantung.
Baik digunakan
pada syok
kardiogenikVasodilator perifer
Norepinefrin Vasokonstriktor yang
kuat
0.05-1.5
µg/kg/min
Memberi efek yang
lemah pada kekuatan
konstriksi jantung
Phenylephrine Vasokonstriktor yang
kuat
0.5-2.0 µg/kg/min Dapat
menyebabkan
hipertensi tiba-tiba
Dapat digunakan pada
pasen takikardi
Dapat
menyebabkan
peningkatan
konsumsi O2.
Milrinone Inotropin yang ampuh
Vasodilator perifer
Loading 50
µg/kg/min lebih
dari 15 menit
0.5-1 µg/kg/min
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman. Shock. Nelson Textbook of Pediatrics on MD Consult Ed 18.
Chapter 68
2. Kushartono H, Pudjiadi A. Syok. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2013
3. Hobson Michael J, Chima Ranjit S. Pediatric Hypovolemic Shock. The Open
Pediatric Journal. 2013. Hal 10-15
4. Rajapakse S. Dengue Shock. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock.
Department of Clinical Medicine, Faculty of Medicine, University of Colombo,
Sri Lanka. 2011
5. Gottesman Brent. Anaphylaxis. Emergency Medicine Reports Vol. 32, 3
January 2011.
6. Dewi R. Sepsis dan Kegagalan Multi Organ. Buku Ajar Pediatri Gawat
Darurat. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013
7. Enrione Maria Annette, Powell Keith R. Sepsis Shock. Nelson Textbook of
Pediatrics on MD Consult Ed 18. Chapter 176
8. Dellinger R Phillip, Levy MM, dkk. Surviving Sepsis Campaign: International
Gudelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock. 2012
9. Setiatati Tatty E. Penatalaksanaan Syok Septik Pada Anak. Simposium
Nasional Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005.
10. Rifki Az. Mengenal Syok. Mini Simposium Emergency in Field Activities.
Hippocrates Emergency Team. 2013
11. http://idai.or.id/professional-resources/rekomendasi/tata-laksana-syok.html
12. Derek S. Wheeler, Rajit K. Basu. Pediatric Shock: An Overview. The Open
Pediatric Medicine Journal, 2013.
13. Louis M. Bell. Shock. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th Ed.
Section 1, Chapter 3.
14. Davendralingam Sinniah. Shock in Children. IeJSME 2012: 6.
20