syi’iran tahlil

59

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

57 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYI’IRAN TAHLIL
Page 2: SYI’IRAN TAHLIL

SYI’IRAN TAHLIL

DI DUSUN KARANGGENENG, UMBULHARJO

CANGKRINGAN, SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sebagai Sarjana Strata 1

Dalam Ilmu Sejarah Islam

Oleh:

NURROFIK

01120669

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2008

Page 3: SYI’IRAN TAHLIL
Page 4: SYI’IRAN TAHLIL
Page 5: SYI’IRAN TAHLIL
Page 6: SYI’IRAN TAHLIL

MOTTO “Barang siapa mengenal dirinya, maka sesungguhnya dia mengenal Tuhannya”.1

“Allahumma Shalli wasallim ‘ala/ sayyidina wa maulanaa Muhammadin// …Ojo siro gumede karepe dewe/katekan pati sing mikul tonggo-tonggone//Ojo siro

sumugih karo sing ringkih/omah kubur wuruk lemah nggonmu mulih” (anonim, Ojo Dumeh, Syiiran Pesantren)2

“Runtuhnya sebuah harapan bukan suatu kepastian bahwa hari depanpun kan karam, selama kita masih tegar, selama kita masih berjuang, seribu jalan kan selalu

terbentang tuk menggapai sukses yang gemilang”.

1 Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara,

(Surabaya: Al-Ikhlas,1980), hlm. 130. 2 Zainal Arifin Thoha, Eksotisme Seni Budaya Islam, (Yogyakarta: Bukulaela, 2002), hlm. 83

Page 7: SYI’IRAN TAHLIL

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Ayahanda dan Ibuku tercinta atas kesabaran dan keihklasannya yang telah memberi dukungan baik moril maupun spiritual,

Rahma yang selalu dengan sabar menunggu, Orang-orang yang telah memberikan makna dalam hidupku,

serta almamaterku tercinta Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Page 8: SYI’IRAN TAHLIL

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan

Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Agama

Page 9: SYI’IRAN TAHLIL

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Syiiran Tahlil

Lampiran II : Pedoman Wawancara

Lampiran III : Surat Izin Penelitian dari Fakultas Adab

Lampiran IV : Surat Izin Penelitian dari Bappeda

Lampiran V : Curriculum Vitae

Page 10: SYI’IRAN TAHLIL

KATA PENGANTAR

��� ���� ���� �� ��

������� �� � ��� ,� �� ���� �� �� ����� ��� �� �� ��� �� ���

��!��"!�� �#$ ���% �& , �#'(� ��� )*$� ��% �&��! )*$ �*!� +( ��*��

��,-�.� �.� �.

Alhamdulillaahirobbil'aalamiin, segala puji syukur hanyalah ke Hadirat Ilahi

Rabbi yang telah menciptakan manusia dan mendidiknya dengan perantara kalam.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sanak

kerabat, para sahabat, dan pengikutnya.

Dengan limpahan karunia-Nya, penulis dapat menyeleseikan skripsi dengan

judul "Syiiran Tahlil di Dusun Karanggeneng, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman"

dalam rangka mengakhiri studi Program Strata Satu (S1) di Fakultas Adab UIN

Sunan Kalijaga. Di samping itu sebagai manusia biasa yang tidak luput dari

kelemahan dan keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan mungkin

tertulis sedemikian rupa tanpa adanya uluran tangan dan sumbangan pemikiran dari

pihak lain. Untuk itulah dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga,

2. Bapak Ali Sodiqin M. Ag. Selaku pembimbing yang telah menyediakan

waktu untuk mendiskusikan, mengoreksi dan meneliti kembali, sehingga

skripsi ini dapat tersusun layaknya karya ilmiah,

Page 11: SYI’IRAN TAHLIL

3. Ibu Dra. Soraya Adnani selaku Pembimbing Akademik.

4. Ketua jurusan SPI dan stafnya, serta seluruh dosen SPI dan karyawan Fakultas

Adab,

5. Kedua orang tuaku, Bpk. Sugiyono. dan Ibu Muniroh, doa-doa kalian adalah

semangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih untuk kasih

sayang serta dukungannya.

6. Kakakku Mbak Asih dan Mas Is

7. Rahma yang selalu memberi dukungan dan dengan sabar menunggu,

8. Temen-temen di SPI-C ‘01,

9. Teman-temenku Eko Wiyono, Amanah, Angger, dan Titin terimakasih atas

saran dan semangatnya,

10. Semua orang yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Mudah-mudahan tulisan ini, layak disebut sebagai karya ilmiah, karena

penyusun menyadari banyak kekurangan yang penulis hadapi. Sebagai langkah awal,

besar harapan agar skripsi ini dapat berguna. Amin.

Yogyakarta, 29 Agustus 2008

27 Sya’ban 1429 H

Penyusun

Nurrofik

Page 12: SYI’IRAN TAHLIL
Page 13: SYI’IRAN TAHLIL
Page 14: SYI’IRAN TAHLIL
Page 15: SYI’IRAN TAHLIL
Page 16: SYI’IRAN TAHLIL

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ………………………………………… ii

HALAMAN NOTA DINAS …………………………………………………… iii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… . iv

HALAMAN MOTTO …………………………………………………………… v

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………………… vi

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… .. vii

TRANSALITERASI …………………………………………………………… ix

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… xiii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xvii

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………………… 7

C. Tujuan dan Kegunaan……………………………………………… 8

D. Tinjauan Pustaka………………………………………………….. 8

E. Landasan Teori……………………………………………………. 10

F. Metodologi Penelitian……………………………………………. 13

G. Sistematika Pembahasan………………………………………… 15

Page 17: SYI’IRAN TAHLIL

BAB II : TINJAUAN UMUM DESA UMBULHARJO CANGKRINGAN

SLEMAN ………………………………………………………………………… 17

A. Kondisi Geografis………………………………………………… 17

B. Kondisi Sosial Budaya…………………………………………… 18

C. Kondisi Sosial Keagamaan………………………………………. 22

BAB III : DESKRIPSI SYI’IRAN TAHLIL DAN TAHLILAN …………….. 26

A. Ritual Selamatan Kematian Dalam Masyarakat Jawa …………… 26

1. Gambaran Umum Selamatan Kematian………………….. 26

2. Perkembangan Tahlilan di Jawa………………………….. 34

B. Sejarah Perkembangan Syi’iran…………………………………… 41

1. Pengertian Syi’iran…………………………………………41

2. Perkembangan Syi’iran di Jawa…………………………… 45

3. Syi’iran Tahlil di Dusun Karanggeneng .............................. 52

C. Proses PelaksanaanTahlilan dan Syi’iran Tahlil………………….. 58

BAB IV : NILAI DAN FUNGSI SYI’IRAN TAHLIL TERHADAP

PERKEMBANGAN MASYARAKAT KARANGGENENG UMBULHARJO

CANGKRINGAN SLEMAN ……………………………….…………………. 66

A. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Syi’iran Tahlil……………… 66

1. Nilai Keyakinan Keagamaan…………………………………. 66

Page 18: SYI’IRAN TAHLIL

2. Nilai Sosial…………………………………………………… 75

3. Nilai Budaya…………………………………………………. 77

B. Syi’iran Tahlil dan Fungsinya…………………………………… 78

BAB V : PENUTUP……………………………………………………………. 80

A. Kesimpulan ……………………………………………………… 80

B. Saran-Saran ……………………………………………………… 81

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 19: SYI’IRAN TAHLIL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna, karena manusia

diberi kelebihan oleh Tuhan yaitu akal untuk berfikir. Dengan akalnya manusia

berfikir dan mampu menciptakan kebudayaan yang akan tumbuh dan berkembang

dalam suatu masyarakat.3 Kebudayaan yang dilakukan masyarakat dilaksanakan

secara turun temurun.

Apresiasi kebudayaan seringkali dihubungkan dengan cara hidup, adat istiadat

suatu masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut, misalnya upacara tradisional

pada umumnya ditimbulkan adanya keyakinan atau doktrin yang juga merupakan

perwujudan dan religi.4 Semua aktivitas manusia yang berhubungan dengan religi dan

didasarkan pada suatu getaran jiwa biasanya disebut emosi keagamaan (religion

emotion). Emosi keagamaan mendorong manusia untuk melakukan tindakan religi.5

Dalam perkembangannya, kebudayaan mengalami akulturasi dengan bentuk-

bentuk kultur yang ada, sehingga bentuk dan coraknya dipengaruhi oleh budaya yang

bermacam-macam, seperti: Animisme, Dinamisme, Hindu dan Budha serta ajaran

Islam.6 Sebelum Islam datang masyarakat sudah menganut kepercayaan atau agama

3 Mudji Sutrisno, Nuansa-Nuansa Peradaban, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 24-25. 4 Koentjaraningrat, Sejarah Antropologi I, (Jakarta: Univesitas Indonesia Press, 1987), hlm. 4. 5 Sujarwo, Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif Moralitas Agama, (Yoyakarta:

Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 43. 6 A. Syahri, Implementasi Agama Islam Pada Masyarakat Jawa (Jakarta: Departeman

Agama, 1985), hlm. 2.

Page 20: SYI’IRAN TAHLIL

yang kental dengan ritualnya. Islam dibawa oleh para wali atau mubaligh bertujuan

menyebarkan agama tauhid yaitu Islam. Dalam melakukan dakwahnya para wali

bersifat sangat toleran sehingga mampu mengislamkan sebagian besar masyarakat

Jawa tanpa menimbulkan perselisihan yang berarti. Dalam dakwahnya para wali

berusaha memasukkan ajaran agama Islam ke dalam tradisi asal, tanpa

menghilangkan tradisi tersebut, tetapi hanya mengganti hal-hal yang bertentangan

dengan ajaran Islam.

Dalam proses penyebaran Islam di Jawa terdapat dua pendekatan tentang

berbagai macam cara yang ditempuh agar nilai–nilai Islam diserap menjadi bagian

dari budaya Jawa. Pertama, Islamisasi Kultur Jawa yaitu dalam pendekatan ini

budaya Jawa diupayakan agar tampak bercorak Islam. Kedua, Jawanisasi Islam, yang

diartikan sebagai upaya menginternalisasikan nilai-nilai Islam melalui cara

penyusupan ke dalam budaya Jawa. Melalui cara pertama Islamisasi dimulai dari

aspek formal terlebih dahulu sehingga simbol-simbol keislaman nampak secara nyata

dalam budaya Jawa, sedangkan cara kedua, meskipun istilah–istilah dan nama-nama

Jawa tetap dipakai, tetapi nilai yang dikandungnya adalah nilai-nilai Islam sehingga

Islam men-Jawa. Beberapa kenyataan menunjukkan bahwa produk-produk budaya

orang Jawa yang beragama Islam cenderung mengarah kepada polarisasi Islam

Page 21: SYI’IRAN TAHLIL

kejawaan atau Jawa yang keislaman, sehingga muncul istilah Islam Jawa atau Islam

Kejawen.7

Pandangan hidup orang Jawa (kejawen) merupakan perwujudan dan

kepercayaan terhadap adikodrati (Allah). Selain itu masyarakat Jawa juga

menghormati nenek moyang yang sudah meninggal. Sikap ini diwujudkan dengan

selalu mendo’akan orang yang sudah meninggal. Sikap hormat tersebut diungkapkan

dengan melakukan ritual tahlilan.

Tahlilan erat sekali kaitannya dengan kematian, karena tujuan utama tahlilan

adalah mendo’akan arwah-arwah yang terlebih dahulu dipanggil oleh Allah SWT.

Semua umat Islam meyakini bahwa setiap anak Adam (manusia) yang mati akan

menemukan dua kemungkinan. Pertama, siksa kubur karena amal buruknya ketika si

mayit hidup di dunia dan kedua, nikmat kubur karena amal baik yang pernah

diperbuat ketika hidup di dunia.8 Tidak hanya itu saja bagi orang-orang yang

ditinggal mati, sanak saudaranya juga berdo’a kepada Allah SWT agar Allah

menerima segala amal baiknya dan mengampuni dosa-dosanya serta meringankan

siksanya.

Upacara keagamaan yang berupa ritus kematian yang disebut dengan tahlilan

adalah suatu bentuk upaya yang dilakukan oleh orang-orang muslim yang masih

hidup untuk mendo’akan saudaranya yang mati. Memang pada dasarnya upacara

7 H. Ridin Sofwan, “Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Aspek Kepercayaan dan Ritual “

dalam Darori Amin (ed.), Islam & Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 119-120.

8 Adnan Syarif, Psikologi Qur'an, (Bandung: Pusaka Hidayah, 2002), hlm. 107.

Page 22: SYI’IRAN TAHLIL

kematian seperti tahlil bukan mutlak mangadopsi dari ajaran Islam, akan tetapi

merupakan akulturasi dari nilai-nilai budaya antara Islam dan budaya-budaya yang

ada di negara kita ini. Bukan suatu yang mengherankan apabila tahlilan hanya ada di

Indonesia saja.

Fenomena tahlilan yang terjadi hampir di seluruh pelosok Pulau Jawa juga

terjadi pada masyarakat di Dusun Karanggeneng. Mereka melakukan kegiatan

tahlilan tersebut dalam berbagai hal seperti: upacara kematian, peringatan kematiaan,

mendo’akan orang sakit agar lekas sembuh, pada saat hajatan warga sebagai wujud

rasa syukur dan acara-acara yang berbau keagamaan. Akan tetapi secara umum

tahlilan dilaksanakan apabila terjadi peristiwa kematian atau peringatan selamatan

kematian.

Ritual tahlilan yang dilaksanakan di Dusun Karanggeneng berbeda dengan

tahlilan yang biasa ada di kalangan masyarakat. Tahlilan yang ada di Dusun

Karanggeneng menggunakan syi’iran ketika dalam pembacaan lafad tahlil "lailaha

illallah ". Syi’iran biasa disebut dengan syi’iran tahlil (orang Karanggenang biasa

menyebutnya Singiran). Dalam pembacaan singiran dipimpin oleh seorang modin

yang juga bertugas memimpin tahlilan. Syi’ir atau Syi’iran tahlil atau Singiran

merupakan susunan kalimat yang disusun secara teratur dan bersajak yang ditulis

dalam bahasa Jawa berisi petuah ajaran-ajaran Islam.9

9 Jazim Hamidi, Asyari Abta (ed.), Syi’iran Kiai-Kiai, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005),

hlm v.

Page 23: SYI’IRAN TAHLIL

Syi’iran tahlil yang biasa dibacakan dalam tahlilan di Dusun Karanggeneng

berisi tentang petuah-petuah agar manusia selalu ingat akan hidup dan kehidupan di

dunia ini. Kehidupan di dunia tidaklah kekal, terdapat alam yang lebih langgeng yaitu

alam akhirat. Oleh karena itu dalam syi’iran juga mengingatkan manusia agar giat

mencari ilmu pengetahuan dalam rangka pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT

sebagai bekal dalam menghadapi alam akhirat kelak. Pembacaan syi’iran berlangsung

bersamaan dengan pembacaan tahlil. Dalam pembacaan tahlil, irama tahlil

disesuaikan dengan irama syi’iran yang dibacakan.

Acara tahlilan biasanya berlangsung cukup lama. Hal ini disebabkan jumlah

syi’iran yang dibaca sangat panjang. Syi’iran tahlil tersebut dibagi menjadi tiga

bagian, pertama; bagian awal syi’iran yang merupakan bagian pembuka, berisi

tentang proses terbebtuknya manusia, kedua; bagian tengah syi’iran yang merupakan

bagian penghubung atau jembatan untuk meneruskan pada bagian selanjutnya berisi

tentang petuah untuk mencari ilmu. Sedangkan bagian ketiga merupakan lanjutan

syi’iran bagian pertama berisi tentang proses kematian dan penutup syi’iran .10

Bagi masyarakat Karanggeneng syi’iran tahlil mempunyai makna yang

mendalam. Syi’iran tahlil ini merupakan sesuatu yang berdimensi sakral, sosial, dan

individual. Berdimensi sakral karena berkaitan dengan nilai-nilai religi ataupun

kepercayaan, dimensi sosial karena berkaitan dengan pelestarian keutuhan dan

10 Wawancara dengan Bapak Suryadi, seorang aparat pemerintah Desa Umbulharjo yang juga

seorang modin yang biasa memimpin tahlilan di Dusun Karanggeneng, tanggal 27 maret 2006.

Page 24: SYI’IRAN TAHLIL

keselamatan masyarakat, sedangkan dimensi individual karena berhubungan dengan

kepuasan pribadi dan keselamatan diri.

Dusun Karanggeneng sendiri merupakan salah satu dusun di Desa

Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Letak dusun berada di

lereng Gunung Merapi bagian selatan dan merupakan wilayah langganan bencana

letusan Gunung Merapi. Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani

panggarap ladang/tegalan. Dengan menggarap ladang, mereka bisa menjual kayu

sekaligus memberi makan beberapa sapi dan kambing yang diternak di rumah sebagai

usaha tambahan. Kebanyakan anak muda membantu orang tuanya bekerja di ladang,

sebagian lagi bekerja ke kota Yogyakarta. Mayoritas penduduk Karanggeneng

beragama Islam. Terdapat satu masjid dan dua mushola di Karanggeneng yang setiap

harinya selalu digunakan penduduk untuk melakukan shalat berjamaah.

Meskipun dalam hal pelaksanaan kegiatan keagamaan tergolong kurang,

namun keyakinan mereka terhadap agama bisa dikatakan sangat luar biasa. Hal ini

paling tidak terlihat ketika ada acara kenduri atau selametan dan tahlilan yang biasa

diadakan untuk memperingati 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari atau 1000 hari kematian

salah satu penduduk.

Kenduri dan tahlilan adalah dua paket tradisi yang dilaksanakan secara

terpisah namun berada dalam satu malam. Biasanya kenduri diadakan setelah magrib,

sedangkan tahlilan diadakan setelah kenduri. Dalam dua acara ini, hampir semua

penduduk datang. Ini merefleksikan tingkat solidaritas yang sangat tinggi di kalangan

mereka.

Page 25: SYI’IRAN TAHLIL

Melihat dari uraian di atas menggugah keinginan peneliti untuk mengetahui

lebih jauh bagaimana perkembangan syi’iran, khususnya syi’iran tahlil yang ada di

Dusun Karanggeneng, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman. Bagaimana sejarah

perkembangan syi’iran, mengapa ritual syi’iran tahlil dilakukan, dan apa makna dan

pengaruh syi’iran terhadap perkembangan kehidupan masyarakat perlu diteliti lebih

lanjut.

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan,

maka penelitain yang berjudul "Syi’iran Tahlil di Dusun Karanggeneng Umbulharjo,

Cangkringan, Sleman" ini akan memfokuskan pada sejarah syi’iran, alasan syi’iran

tahlil dilakukan dan perkembangan syi’iran tahlil yang terdapat di Dusun

Karanggeneng, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman serta pengaruhnya bagi

perkembangan kehidupan masyarakat.

Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, maka rumusan masalahnya

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah perkembangan syi’iran?

2. Bagaimana proses ritual syi’iran tahlil yang dilakukan masyarakat

Karanggeneng?

3. Apa nilai, fungsi dan pengaruh ritual syi’iran tahlil terhadap

perkembangan kehidupan masyarakat Karanggeneng?

Page 26: SYI’IRAN TAHLIL

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Penelitian yang berjudul "Syi’iran Tahlil di Dusun Karanggeneng Umbulharjo

Cangkringan Sleman ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan tentang sejarah perkembangan Syi’iran.

2. Mengetahui proses ritual syi’iran tahlil yang dilakukan masyarakat

Karanggeneng.

3. Melihat nilai, fungsi dan pengaruh Syi’iran Tahlil terhadap perkembangan

kehidupan masyarakat Karanggeneng.

Adapun kegunaan penelitian ini untuk:

1. Menambah khasanah keperpustakaan kebudayaan Islam, terutama tentang

sejarah perkembangan Syi’iran dan Syi’iran Tahlil.

2. Dapat dijadikan bahan bacaan yang bisa dipakai sebagai salah satu

alternatif landasan pembinaan masyarakat yang berwawasan kebudayaan

dan memberikan informasi tentang syi’iran dan perkembangan syi’iran

yang ada di Yogyakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai ritual Syiiiran tahlil sangat menarik untuk diteliti lebih

mendalam, terutama tentang sejarah dan perkembangan syi’iran itu sendiri. Makna

ritual syi’iran tahlil sebenarnya mengarah pada kronologis ritual selametan kematian

Page 27: SYI’IRAN TAHLIL

dan tahlilan. Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilakukan, tulisan tentang

Syi’iran Tahlil di Dusun Karanggeneng Umbulharjo Cangkringan Sleman belum ada

yang menulisnya. Namun, terdapat beberapa karya tulisan yang berhubungan dengan

topik yang penulis angkat, di antaranya :

Buku karya Jazim Hamidi dan Asyahari Abta (ed.) berjudul "Syi’iran Kiai-

Kiai" yang diterbitkan oleh Pustaka Pesantren (kelompok penerbit LKiS) di

Yogyakarta tahun 2005. Buku ini berisi tentang kumpulan-kumpulan syi’ir populer,

salah satunya syi’ir tombo ati dan syi’ir tahlil. Syi’ir Tahlil yang terdapat dalam buku

ini berbeda isinya dengan Syi’ir yang ada di Dusun Karanggeneng. Dalam buku ini

juga dijelaskan tentang sejarah singkat perkembangan syi’iran yang ada di Indonesia.

Skripsi Achmad Ubaidilah, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta tahun 2002 yang berjudul "Pendidikan Akhlak Bagi Anak-Anak: Analisis

Atas Syi’ir Ngudi Susilo Karya Kyai Bisri Mustofa", di dalamnya membahas nilai-

nilai pendidikan terutama pendidikan akhlak bagi anak-anak yang terdapat pada

Syi’ir Ngudi Susilo karya Kyai Bisri Mustofa. Adapun dalam penelitian ini dibahas

tentang Syi’iran Tahlil.

Kemudian dalam skripsinya Jamaludin Amri, "Nilai-Nilai Islam dalam Tradisi

Ngijing pada Upacara Selametan Nyewu di Dusun Mudal, Argomulyo, Cangkringan,

Sleman" Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta tahun 2004. Skripsi ini membahas tentang tradisi ngijing yang terdapat

dalam ritual selametan 1000 hari kematian. Dalam skripsi itu dibahas juga tentang

ritual tahlilan yang mengiringi tradisi ngijing ini.

Page 28: SYI’IRAN TAHLIL

Selanjutnya dalam skripsi Siti Nurrobiah, "Pengaruh Nilai kesenian Nazam

Tauhid terhadap Masyarakat Giri Gondo (1991-2004)" juga dari Jurusan Sejarah

Peradaban Islam tahun 2004. Skipsinya berisi tentang perkembangan kesenian

khususnya Nazam Tauhid yang bentuknya hampir sama dengan Syi’iran yaitu berupa

susunan kalimat yang disusun secara teratur dan bersajak yang ditulis dalam bahasa

Jawa berisi petuah ajaran-ajaran Islam. Nazam tauhid ini juga dilagukan seperti

syi’iran, tetapi bedanya dalam kesenian nazam diiringi alat musik rebana dan

merupakan bagian dalam suatu pengajian, bukan dalam tahlilan.

Adapun yang membedakan skripsi ini dengan penelitian-penelitian yang

sebelumnya terletak pada jenis syi’iran yang digunakan yaitu berupa syi’iran tahlil,

proses pelaksanaan pembacaan syi’iran, dan pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat

Dusun Karanggeneng. Selain itu dalam skripsi ini dijelaskan pula pengertian dan

sejarah perkambangan syi’iran yang ada di Jawa pada umumnya dan Dusun

Karanggeneng pada khususnya.

E. Landasan Teori

Dalam upaya melakukan kontak dengan entitas supranatural yang diyakini

memiliki kekuatan dan pengaruh atas kehidupan di dunia, manusia menciptakan

tingkah laku atau perbuatan tertentu yang disebut ritus. Atas dasar tujuan yang ingin

dicapai, pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan ritus upacara itu menyerahkan segala

permasalahan dan pemecahannya kepada kehendak dan kebijakan entitas

Page 29: SYI’IRAN TAHLIL

supranatural.11 Ritus semacam ini, oleh Malinowski disebut sebagai ritus religius

(religius ritual), yang berasal dari kata latin yang berarti pola upacara keagamaan

yang terdiri dari rangkaiaan rumusan-rumusan, kata, bunyi, dan gerak-gerik yang

disetujui bersama oleh kelompok warga partisipannya.12

Ritus religius merupakan salah satu bagian dari sistem nilai budaya suatu

masyarakat yang memiliki berbagai fungsi, baik dalam kerangka pemenuhan

kebutuhan dasar individual, maupun dalam kerangka pemenuhan hubungan

masyarakat atau struktur sosial.13 Atas dasar kerangka fikir fungsi tersebut, Merton

menyatakan bahwa ritus mengandung dua fungsi utama, yaitu fungsi manifest

(tampak), dan laten (terselubung).14 Fungsi manifest adalah konsekuensi objektif

yang memberikan sumbangan pada penyesuaian atau adaptasi sistem yang

dikehendaki dan disadari langsung oleh pelaku (warga partisipan) sistem tersebut;

sementara fungsi laten adalah konsekuensi obyektif dari suatu ihwal budaya "yang

tidak dikehendaki" dan disadari langsung oleh pelakunya (warga partisipan).

Fungsionalisme sebagai perspektif teoritik dalam sosiologi bertumpu pada

pemikiran tentang sistem sosial budaya sebagai suatu macam organisme yang bagian-

bagiannya tidak hanya saling berhubungan, melainkan juga memberikan andil bagi

pemeliharaan stabilitas dan kelestarian hidup organisasi itu. Dasar penjelasan

11 Robertson, Roland (ed.)., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, diterjemahkan

oleh Ahmad Fedyani Syaifuddin, (Jakarta: CV.Rajawali, 1984), hlm. 95-98. 12 Harjana, AM., Penghayatan Agama : Yang Otentik dan Yang Tidak Otentik, (Yogyakarta:

Kanisius, 1993), hlm. 76 13 Ihromi, TO (ed.).,Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Gramedia, 1984), hlm.59-61. 14 Kaplan, David dan Albert A. Manners, Teori Budaya, diterjemahkan oleh Landung

Simatupang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) hlm. 78

Page 30: SYI’IRAN TAHLIL

fungsional adalah asumsi (tersurat ataupun tersirat) bahwa semua sistem budaya

memilki syarat-syarat fungsional tertentu untuk memungkinkan eksistensinya. Atau

sistem budaya memiliki kebutuhan yang semuanya harus dipenuhi agar sistem itu

dapat bertahan hidup. Jika kebutuhan sistem fungsional itu tidak dipenuhi, maka

sistem itu akan mengalami disintegrasi; atau akan berubah menjadi sistem lain yang

berbeda jenis.15

Dalam pengertian ini fungsionalisme merupakan asumsi bahwa setiap budaya

adalah suatu konfigurasi unik tersendiri yang terbentuk dari bagian-bagian yang

berinterelasi secara unik dan bagian-bagian tersebut harus dipahami hanya dalam

kaitan dengan konteks konfigurasi yang luas. Berbagai macam penelitian serupa

dalam sudut pandang fungsionalisme yang pernah dilakukan, pada prinsipnya

menjelaskan bahwa upacara ritual yang dilaksanakan oleh setiap masyarakat

pendukung ritus itu berkisar pada fungsinya memberikan ketenangan pada alam

semesta, pengendalian moral masyarakat, pemeliharaan solidaritas sosial dan

pendidikan terhadap generasi.16

Teori yang akan dipakai untuk mendasari penelitian syi’iran tahlil adalah teori

fungsional yang dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942).17 Yang

dimaksud "fungsi" disini adalah "pemenuhan kebutuhan". Kebutuhan menurut

Malinowski adalah sistem kondisi-kondisi dalam organisasi manusia di dalam

15 Ibid., hlm. 16 Nasikun, Sebuah Pendekatan untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia, (Yogyakarta:

Fakultas Sosial Politik Universitas Gajah Mada Press, 1984), hlm. 17 C.H.M. Palm, Sejarah Antropologi Budaya, (Bandung: Penerbit Jemmars, 1980), hlm. 59-

65.

Page 31: SYI’IRAN TAHLIL

perangkat kebudayaan dan hubungan dengan alam sekitar yang cukup dan diperlukan

bagi kelangsungan hidup golongan. Adapun inti dari teori fungsionalisme adalah :

bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu

rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh

kehidupannya (pemenuhan kebutuhan).18

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-historis dengan tidak

mengesampingkan analisis terhadap agama. Pendekatan ini diterapkan untuk

mengetahui kondisi masyarakat Dusun Karanggeneng yang masih mempertahankan

dan melestarikan pelaksanaan ritual syi’iran tersebut serta pola tindakan masyarakat

yang terlibat dalam ritual syi’iran tahlil yang merupakan hasil perkembangan masa

lampau.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian

yang difokuskan pada gejala-gejala umum yang ada dalam kehidupan manusia.19

Menurut Taylor metode penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

yang perilakunya dapat diamati.20

18 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Kebudayaan, (Jakarta: Universitas Indonesia Pers, 1980),

hlm. 71. 19 Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Kurnia Alam Semesta,

2003), hlm. 10. 20 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),

hlm. 3.

Page 32: SYI’IRAN TAHLIL

Proses penelitian ini diawali dengan mengumpulkan sumber. Sumber yang

digunakan adalah sumber tertulis ataupun sumber lisan. Sumber tertulis diperoleh

penulis melalui interview atau wawancara dengan tokoh masyarakat, pejabat

pemerintah, serta orang-orang yang terlibat dan mengetahui tentang syi’iran tahlil.

Interview atau wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mengumpulkan data dengan cara melakukan tanya jawab lisan serta bertatap muka

(face to face) dengan siapa saja yang dikehendaki.21

Sumber tertulis diperoleh dengan cara mengkaji buku-buku yang berkaitan

dengan tema penelitian. Selain sumber lisan dan tulisan, penulis juga mengumpulkan

foto, karena foto bisa menghasilkan data deskriptif dan digunakan menelaah segi-segi

subjektif dan hasilnya dianalisis secara induktif. Kemudian data–data yang terkumpul

baik tulisan maupun lisan dilakukan kritik atas keaslian sumber (kritik ekstern) dan

kredibilitas atas orang yang di wawancarai (kritik intern)22, sehingga dapat diperoleh

data yang dipercaya dan akurat.

Setelah data terkumpul, dipilih dan telah diuji kebenarannya maka tahap

selanjutnya adalah interpretasi atau penafsiran. Data yang telah dikumpulkan

kemudian diuraikan, dianalisis, dan disintesis (disatukan).

Tahap terakhir adalah penulisan. Dalam penelitian ini mencakup cara

penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian yang telah dilakukan.23 Proses

21 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),

hlm. 58-59. 22 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999), hlm. 99. 23 Ibid., hlm 105-107.

Page 33: SYI’IRAN TAHLIL

penulisan yang dilakukan didasarkan sisitematika yang telah dibuat penulis.

Penulisan merupakan cara menyusun kembali data-data yang telah teruji

kebenarannya.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yang

berusaha disusun menjadi sebuah gambaran ritual yang kronologis dan utuh dalam

tiga bagian besar. Bagian pertama adalah bab I sekaligus pendahuluan yang memuat

latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan yang terakhir sistematika pembahasan.

Bagian kedua terdiri dari tiga bab yang meliputi bab II , III, dan IV. Bab II

membahas tentang gambaran umum masyarakat Karanggeneng, Umbulharjo,

Cangkringan, Sleman, yang menjelaskan mengenai gambaran tentang kondisi

geografis, kondisi sosial budaya, dan kondisi sosial keagamaan masyarakat Dusun

Karanggeneng.

Bab III membahas tentang Deskripsi Syi’iran Tahlil Dan Tahlilan yang berisi

tentang Ritual Selamatan Kematian dalam masyarakat Jawa yang meliputi penjelasan

tentang gambaran umum selamatan kematian di Jawa dan perkembangan tahlilan di

Jawa. Pada bagian lain menjelaskan sejarah perkembangan syi’iran dan proses

pelaksanaan kegiatan tahlilan dan syi’iran tahlil.

Bab IV membahas tentang nilai dan fungsi Syi’iran Tahlil terhadap

perkembangan masyarakat Dusun Karanggeneng. Pada bab ini dipaparkan tentang

Page 34: SYI’IRAN TAHLIL

nilai-nilai yang terkandung dalam syi’iran tahlil yang meliputi nilai keyakinan

keagamaan, nilai sosial, dan nilai budaya. Selain itu dijelaskan juga fungsi syi’iran

tahlil bagi masyarakat Karanggeneng.

Bagian ketiga adalah bab V merupakan bagian penutup yang berisi

kesimpulan guna menjawab pokok masalah yang telah dirumuskan pada rumusan

masalah sebelumnya. Dalam bab ini juga memuat saran–saran yang diharapkan

berguna bagi kesinambungan penelitian.

Page 35: SYI’IRAN TAHLIL

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian tentang Syi’iran Tahlil di Dusun Karanggeneng, Umbulharjo,

Cangkringan, Sleman dapat disimpulkan:

1. Syi’iran sangat dikenal luas di kalangan Islam tradisionalis Jawa, terutama

kalangan pesantren. Syi’iran adalah merupakan salah satu genre yang terdiri

atas kata dan lagu, yang beredar secara lisan (oral transmission) di antara

komunitas lokal Jawa. Sebagai sastra lisan, syi’iran memang bersifat lokal,

yaitu bahwa bahasa yang dipergunakan adalah bahasa daerah di mana tradisi

syi’iran itu ada. Termasuk dalam hal ini syi’iran tahlil yang ada di Dusun

Karanggeneng yang menggunakan bahasa Jawa, karena kultur masyarakatnya

memang masyarakat Jawa. Pada masyarakat Jawa syi’iran merupakan alat

sosialisasi ajaran Islam yang paling efektif karena melalui media kesenian

yang notabene banyak disukai orang. Puncak kejayaan syi’iran di Jawa adalah

berkembangnya berbagai kesenian yang bernafaskan Islam pada jaman

Walisongo.

2. Syi’iran tahlil sangat erat kaitannya dengan selamatan kematian. Dalam

pelaksanaan selamatan kematian tidak terlepas dari acara kenduri dan tahlilan.

Syi’iran tahlil merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

pelaksanaan tahlilan tersebut. Setiap pelaksanaan tahlilan untuk memperingati

Page 36: SYI’IRAN TAHLIL

seseorang yang telah meninggal, dalam tahlilan tersebut tradisi syi’iran tahlil

selalu dilaksanakan. Jadi syi’iran tahlil merupakan bagian dari ritual tahlilan.

3. Dalam syi’iran tahlil terdapat nilai-nilai yang bisa dilihat, antara lain: nilai

keyakinan keagamaan, nilai sosial, dan nilai budaya. Adapun fungsi dari

syi’iran tahlil sebagai media pengingat bahwa manusia nantinya akan

mengalami kematian. Selain itu fungsi syi’iran tahlil juga sebagai media

dakwah bagi masyarakat. Terdapat pengaruh yang sangat menonjol dari

syi’iran tahlil yaitu dalam peningkatan pola ibadah masyarakat, karena

masyarkat meyakini bahwa dengan mengikuti tahlilan merupakan bagian dari

ibadah.

B. Saran-saran

Penulis menyadari bahwa karya ini masih banyak kekurangan dan belum

begitu mendalam dalam melakukan penelitian. Untuk itu penulis mempunyai saran

terhadap karya ini:

1. Mudah-mudahan karya ini dapat berguna bagi khasananah sejarah

kebudayaan yang ada di Indonesia, terutama di Fakultas Adab UIN Sunan

Kalijaga. Tetapi untuk para penulis berikutnya diharapkan dapat melakukan

penelitian ini lebih mendalam, karena penulis menyadari masih banyak

kekurangan-kekurangan dalam karya tulis ini.

2. Penelitian ini merupakan salah satu karya tulis yang membahas tentang

Syi’iran tahlil, terutama tentang bagaimana sejarah syi’iran yang ada di Jawa

Page 37: SYI’IRAN TAHLIL

dan syi’iran tahlil yang ada di Dusun Karanggeneng. Penulis menghimbau

bahwa peneliitian tentang Syi’iran Tahlil tidak cukup sampai dengan karya

ini. Diperlukan kajian yang lebih mendalam agar diperolah hasil yang lebih

baik.

Page 38: SYI’IRAN TAHLIL

DAFTAR PUSTAKA Adi Nugraha, Kamus Penyerta Umum, Cet. Ke II. Jakarta: Bulan Bintang,

1953. Adnan Syarif. Psikologi Qur'an. Bandung: Pusaka Hidayah, 2002. Amin Syukur, A. “Aqidah Islam dan Ritual Budaya Dalam Umat Islam”,

dalam Darori Amin (ed.), Islam & Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media, 2002.

Ar-Rumi, Fahd Bin Abdurrahman. Ulumul Qur’an “Studi Kompleksitas Al-

Qur’an”. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1993. Ash-Shiddieqy, Hasbi. TM. Pedoman Dzikir dan Do’a. Jakarta: Bulan

Bintang, 1993. Budiyono Herusatoto. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT.

Hanindita, 2001. Departeman Agama. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan

Kitab Suci Al-Qur’an, 1983. Dudung Abdurrahman. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1999. _____________. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Kurnia Alam

Semesta 2003. Geertz, Clifford. The Religion of Java. Aswan Mahasin (terj.), Abangan,

Santri, dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Pelajar,1983.

Harjana, AM. Penghayatan Agama: Yang Otentik dan Yang Tidak Otentik.

Yogyakarta: Kanisius, 1993. Harry Yuniardi. Santri NU Menggugat Tahlilan. Bandung : Mujahid, 2003. Hasyim Asy’ari. Ahlussunnah Wal Jama’ah. Yogyakarta: LKPSM, 1999. Haviland, William. Antropologi, diterjemahkan oleh Soekarjo. Jakarta:

Airlangga, 1988.

Page 39: SYI’IRAN TAHLIL

Ihromi, TO (ed.). Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia, 1984. Jazim Hamidi, Asyari Abta (ed.). Syiiran Kiai-Kiai. Yogyakarta: Pustaka

Pesantren, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jakarta: Balai Pustaka, 1992. Kaplan, David dan Albert A. Manners. Teori Budaya, diterjemahkan oleh

Landung Simatupang.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Koentjaraningrat. Sejarah Antropologi I. Jakarta: Univesitas Indonesia Press,

1987. _____________. Sejarah Teori Kebudayaan. Jakarta: Universitas Indonesia

Press, 1980. _____________. Metode–metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia,1998. _____________. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta:

Gramedia, 1974. _____________. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan,

1971. _____________. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1994. Masroer Ch. Jb. The History of Java. Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2004. Muhyiddin. Tashilul Faidah Tarjamah Nadham Burdah. Magelang: Al-

Mukhtar , 1410 H. Munandar Sulaiman, M. Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial.

Bandung: PT. Eresco, 1991. Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999. Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2002. Mujdi Sutrisno. Nuansa-Nuansa Peradaban. Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Page 40: SYI’IRAN TAHLIL

Mulyadi, dkk. Upacara Tradisional sebagai Kegiatan Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen P dan K, 1984.

Mustafa Kemal Pasha dan Ahmad Adaby Darban. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta: LPPI, 2003.

Nasikun. Sebuah Pendekatan untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia.

Yogyakarta: Fakultas Sosial Politik Universitas Gajah Mada Press, 1984.

Palm, C.H.M. Sejarah Antropologi Budaya. Bandung: Penerbit Jemmars,

1980.Robertson, Roland (ed.)., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis. diterjemahkan oleh Ahmad Fedyani Syaifuddin. Jakarta: CV.Rajawali, 1984.

Ridwan. “Dialektika Islam dan Budaya Jawa”, dalam Ibda’. Volume 3,

Nomor 1 Januari - Juni 2005. Purwokerto: P3M STAIN Purwokerto, 2005.

Romdhon, dkk. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga

Press, 1988. Ruslie Alwies, M. Agama dalam Perspektif Antropologis. Surakarta: STAIN

Press, 2000. Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Gajahmada

University Press, 2002. Sholeh So'an. Tahlilan Penelusuran Historis atas Makna Tahlilan di

Indonesia. Bandung: Agung Ilmu, 2002. Sidi Gazalba. Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi. Jakarta:

Bulan Bintang, 1976. Simuh. Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam Mistik Jawa. Yogyakarta:

Yayasan Bentang Budaya, 1996. Sujarwo. Manusia dan Fenomena Budaya Menuju Perspektif moralitas

Agama. Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Suwardi Endaswara. Mistik Kejawen. Yogyakarta: Narasi, 2003. Syahri, A. Implementasi Agama Islam Pada Masyarakat Jawa. Jakarta:

Departeman Agama, 1985.

Page 41: SYI’IRAN TAHLIL

Tejo Warsito, E. Tata Cara Kematian di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 1999. Thomas Wiyasa Bratawidjaja. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Sumber Internet Http://www.javapalace.org/portal kebudayaan dan kamardikan Http://geibreil.wordpress.com/2008/03/24/tradisi-tahlil-pitung-leksan-di-dusun-plosokuning-kelurahan-minomartani-kecamatan-ngaglik-sleman-yogyakarta/ Http://islamkuno.com/category/seni Http://nduwik.blogspot.com/2008/06/singiran.html

Page 42: SYI’IRAN TAHLIL

SYI’IRAN TAHLIL

Syi’iran ini berasal dari naskah syi’iran tahlil yang didapat dari Bapak Suryadi,

seorang modin yang ada di Dusun Karanggeneng.

Bismillah hirrohmaanirrohim

1. *Sun miwiti anebut asmaning Gusti.

2. Allah ingkang Moho Murah Moho Suci

3. *Bebukane kulo ngangget singir niki.

4. Kulo nurun serat banyu bening nami.

5. *Tegesipun kawruh ingkang langkung edi.

6. Kawruhipun poro saget jaman lami.

7. *Mengku raos kalangkung ingkang wigati.

8. Tumrap marang ingkang amarsudi ngelmi.

9. *Namung luwung kangge ular-ular kami.

10. *Bebasane kalamun ngupoyo ngelmi.

11. Mongko tiyang gesang kedah angawruhi.

12. *Amek geni nggowo damar kang prayogi.

13. *Kedah mbekto kawruh ingkang sawetoro.

14. Dados saget pitaken kelayan ceto.

15. *Wonten malih kasebut bebasan iro.

16. Ngangsu banyu pikulan warih tegesnyo.

17. *Pamersudi kawruh banyu urip iro.

18. Anganggeo pikulan beninging toyo.

19. *Banyu bening tegesipun gesangiro.

20. Inggih gesang anggesangi ing manungso.

21. *Seserapan kang wening pambudiniro.

22. Lajeng gampil sumerep sumbering toyo.

23. *Nggih Allahu alam ngiduk hinumiro.

Page 43: SYI’IRAN TAHLIL

24. Awit ngriku panggenane ingkang toyo.

25. *Langkung gawat awis manungso kang biso.

26. Menggah saget kelampahan nyiduk tirto.

27. *Ingkang dados panguripaning manungso

28. Ngantos saget asat pisan nyiduk tirto

29. *Tirto asat wekasing gurumaniro.

30. Kang rinuruh ririh patrap heneng-hening.

31. *Lungguhipun wonten awas sarto eling

32. Angon wayah mongso kulo kudu eling.

33. *Saking parmaniro kang kuoso paring.

34. Ing semanten nyuwun krido ingkang hening

35. *Saestune mboten kekalipan wingking.

36. Mungpuniko bebukaning banyu bening

Wuru.

37. *Nyumanggaken nyuwun krido ingkang hening.

38. Wadi iku karsaning piambak dingin.

39. *Wadi iku panggepoking bopo babu

40. Haran mani tegesipun kang satuhu.

41. *Tumuruning roso peperesan wau

42. Saking bintal makmur utek bopo babu.

43. *Ramaningkem campur roso bopo babu

44. Lajeng roso manggen pranakane babu.

45. *Haran tlogo kalkaosar tembung harbu

46. Pitung dinten lajeng kepanjingan latu.

47. *Tegesipun panasing bopo lan bibi

48. Wantawise kalih doso dinten ugi.

49. *Kepanjingan toyo marto ingkang nami

50. Wolu likur dinten kepanjingan bumi.

Page 44: SYI’IRAN TAHLIL

51. *Sarinipun panganan kang saking bibi

52. Wonten ngriku dados erah ing salami.

53. *Wolung doso dinten kepanjingan angin

54. Damel obah tanpo pakon iku angin.

55. *Dados saking karsaning piambak dingin

56. Ewo dane ingkang kadamel rumiyin.

57. *Lajeng gotro muhamaddun araniro

58. Makul kayat lajeng damel poncodriyo.

59. *Tigang wulan makul kayat lajeng karyo

60. Karyo napas dereng medal poncodriyo.

61. *Napas siro amunggah mudun kiwolo

62. Lamun minggah kempel tan ajur tarkino.

63. *Yen tumurun wonten awas kursiniro

64. Puji kadim ngalam kadim harapiro.

65. *Nggih puniko pujinipun pujinoro

66. Datan pegat amuji badan priyonggo.

67. *Haran Muhammadun wau soyo roso

68. Lajeng damel sekabat pirantiniro.

69. *Tangan kalih suku kalih ingkang kocap

70. Tembung Arab kasebut jaman wahediat.

71. *Kawan wulan kasebuting ngalam wahdat

72. Gangsal wulan kasebut ngalam wahhidiat.

73. *Kasebute ngalam awah enem wulan

74. Kasebute ngalam hajan pitung wulan.

75. *Kasebute ngalam misan wulung wulan

76. Kasebute ingsan kemil sangang wulan.

77. *Nanging napas dereng medal poncondriyo

78. Dugi mongso jabang bayi lahiriro.

79. *Kasbut muhammad payakun nama niro

Page 45: SYI’IRAN TAHLIL

80. Insan kemil manungso ingkang sampurno.

81. *Jabang bayi lejang nangis ingkang roso

82. Kasbut sadat sapisan panangis iro.

83. *Tuwin sadat tanpo sedu naminiro

84. Margi papat medalipun poncondriyo.

85. *Mungel Allah napas mlebet saking grono

86. Medalipun hamugelku saking grono.

87. *Dados awor kang ngebeki jagatiro

88. Inggih nomo solodo ing tembung arbu.

89. *Teges slamet saking tembung Islam wau

90. Nomo ampas napas saking mripat iku.

91. *Napas medal ing kuping tenna pasrahno

92. Ingkang medal ing tutuk tenu pusiko.

93. *Nggih puniko hanomo salat sadoyo

94. Ngriku angen-angen teksih nyimpen ugo.

95. *Wonten salebeting bintal makmur iro

96. Nyimpaniro wontening maniking netro

97. *Hinggih wonten salebet dimah puniko

98. Dereng saget dumateng bale haresnyo.

99. *Sareng sampun angkil balik jabang bayi

100. Makul kayat karso minggah medun ugi.

101. *Dateng jantung dateng utek den westani

102. Ngalam ilol angen-angen ingkang warni.

103. *Kados sipatipun piyambak kang warni

104. Wayangane wonten Pancering netrodi.

105. *Kedatone wonten nur Muhamad hadi

106. Pramulane manungso ran Muhamadi.

107. *Sebab mengku rosul roso kito niki

108. Lan Muhammad puniko sekawan iji.

Page 46: SYI’IRAN TAHLIL

109. *Kang satunggal mboten kacarios ngriki

110. Roso kito aran Muhamating jawi.

111. *Wujud kulo kang wonten pangilon ugi

112. Ingkang tigo Muhammad ing jero iki.

113. *Inggih ingkang wonten pancering netrodi

114. Ingkang warninipun kados kulo niki.

115. *Nggih puniko dununging sembah kitodi

116. Kang satunggal mboten kacarios ngriki

117. *Bok manawi pepingetaning projalmi

118. Dene rosul puniko sekawan iji.

119. *Kang satunggal kasebut rosul ing njawi

120. Rosul roso sajawining kito niki.

121. *Kaping kalih rosul njero ingkang nami

122. Ingkang saking salebeting kito nibi.

123. *Kang ngraosken sawernining tedo edi

124. Kasebuting rosul kadim kaping katri

125. *Nggih puniko roso salebeting ngimpi

126. Roso kito aran Muhammad ing Jawi.

127. *Kaping catur mboten kacarios ngriki

128. Bak menawi kangge pepingetan ugi.

129. *Angen-angen kang minongko guru kito

130. Barang karso barang karyo mituhunyo.

131. *Manut dawuhipun angen-angen iro

132. Inggih lampah ngideri jagat kuaso.

133. *Kuasane ningali datan panetro

134. Kuasane tanpo tutuk yen ngandiko.

135. *Tanpo prabot kuasane barang karyo

136. Nomo cebol nggayuh langit nggih puniko.

137. *Nanging niku dede Allah kang sanyoto

Page 47: SYI’IRAN TAHLIL

138. Sebab tehsih hakenging aral kadosto.

139. *Kengeng supe sinunge den tilem sarto.

140. Pramilane namung dados guru kito.

141. *Ewo dene napasing poro manungso

142. Kang ngubengi ing badan sakujur iro.

143. *Pancodriyo utawi ing kulitiro

144. Tembung jawi den westani Yang Brahmono.

145. *Mboten njaler mboten estri tanpo karso

146. Kang mekaten kasebut pralambang jowo.

147. *Randu alas amrambat sembukan biso

148. Tembung arab nomo kayun nastaniro

149. *Angen-angen nomo kayat nastaniro

150. Angen-angen gesang saking napasiro.

151. *Gesangipun napas saking wangwung-wangwung

152. Milo lajeng angebeki langit buono

Witing Kelopo

* Hurip iku wajibe aluru ngelmu, biso madangi atimu,

ojo kleru ojo kleru biso ngedohke bebendu, kinasihan mring gustimu.

*Nenangio rasamu dimen karoso, rasakeno urip iro,

aneng dunyo-aneng dunyo, ojo podo demen cidro, cidro iku nemu bopo.

*Cecawiso ngelmu kang bakal tak gowo, ngamal soleh kang prayogo,

aduh nyowo-aduh nyowo iku dadi kantiniro, sowaniro mring yang sukmo.

*Rumongsoa yen siro iku kawulo, ngawuloa mring yang sukmo,

aduh nyowo-aduh nyowo, turuten sadawuhiro, lamun temen nemu begjo.

Page 48: SYI’IRAN TAHLIL

*Kantenono tekatmu yo kongsi onyo, lamun onyo nemu opo,

ojo gelo-ojo gelo, siro nora biso tuwo, siksane Gusti kang kwoso.

Lajengipun singir

1. *Nuwun maklum poro sederek sadoyo

2. Kulo bade nerusaken caritanyo

3. *Caritanyo ingkang wus kasbuting ngarso

4. Bilih karso sumonggo migatosno

5. *Terangipun nomo wusono ing ngriki

6. Dene napas dereng medal saking jalmi.

7. *Nomo iling manggen ing nur Muhammadi

8. Dene sadat kang mratelaaken ugi.

9. *Lailaha illallahe muhammadi

10. Rosullulah meniko sebatan neki

11. *Nggih puniko klimah kalih ingkang nami

12. Kang satunggal pangandiko Allah jene

13. *Mila tiyang yen wicanten nglebet ugi

14. Ing lebete wonten pangandiko yekti.

15. *Dene tutuk namung wicanten sadarmi

16. Ing sadayo tiyang mireng lan ningali.

17. *Tentunipun kekalih sami nglampahi

18. Tiyang niku saben dinten nyowo sudo.

19. *Sudanipun yen kengeng upa mekno

20. Kados tiyang ngikal bolah sabendino.

21. *Ingkang gulung pun angen-angen puniko

22. Cepak napas bade telas wonten tondo.

23. *Tondo yakin ing cacah pitung prekoro

Page 49: SYI’IRAN TAHLIL

24. Nanging mboten kasebut serat puniko.

25. *Bok menawi pepingetaning poro jalmi

26. Lah ing ngriku dumugi janjianiro.

27. *Telas napas dateng angen-angen iro

28. Kawestanan angen-angen badan sukmo

29. *Kengeng dipun westani pangeran kito

30. Sabab angen-angen kang wus badan sukmo

31. *Badan sukmo sifat suci kananiro

Wuru

32. Saking jempolaning suku ingkang kiwo.

33. *Minggah dateng salebeting jantung ugo

34. Yen wus telas minggah tan ajul tarkino.

35. *Angen-angen anggulung warnining roso

36. Sumedjanyo kabekto kundur sadoyo.

37. *Kundur dateng karatonipun sadoyo

38. Wonten tanajul tarkino mboten lomo.

39. *Lajeng manjing ing jagatiro proyonggo

40. Kawestanan nur Muhammad jagatiro.

41. *Langkung ageng katimbang jagat puniko

42. Ngalam sahir namining jagat puniko.

43. *Sajatine ngalam kabir namairo

44. Ngalam sahir puniko ngalam sejati.

45. *Dunumunging dalem mboten iro kami

46. Ngalam kabir ngalam kang datan sejati.

47. *Terangipun nggih ngalam dunyo puniki

48. Sejatine batine ngalam donyodi.

49. *Nggih puniko namaning kahanan jati

50. Pramilane tiyang gesang asring ngimpi.

51. *Angen-angen manjing ing nur Muhamadi

Page 50: SYI’IRAN TAHLIL

52. Aningali ing jagatiro pribadi.

53. *Nanging tiyang ngimpi teksih gadah wedi

54. Angen-angen dereng badan napas ugi.

55. *Kados ingkang kacarios nginggil niki

56. Ngandap niki panengeraniro jalmi.

57. *Panengere tiyang bade mantuk iro

58. Bade mantuk dateng kelanggengan iro.

59. *Criyosipun poro sepuh jaman kino

60. Kedah saget nyriosi kelayan cetho.

61. *Kados ingkang kasebut ngandap puniko

62. Lamun kirang setahun amireng nyoto.

63. *Asring mireng sworo dening ngalam donyo

64. Lamun kirang sangang wulan ningalono.

65. *Aningali suryo cemeng tingaliro

66. Lamun kirang setengah tahun mirsoa.

67. *Toyo abrit latu cemeng tingaliro

68. Lamun kurang satus dinten mirsanono.

69. *Sagebyaran ing ngajeng wonten sagoro

70. Lawan malih wayangan petak kang rupo.

71. *Ugi asring katinggal tilem lir leno

72. Kirang wulung doso dinten tengeriri.

73. *Tanganipun piyambak kang tumpangeno

74. Numpang bathuk mboten katinggal sanyoto.

75. *Tengerane kirang pitung doso dino

76. Driji manis kaangkat mboten kuwoso.

77. *Mboten linyok saestu panengeriro

78. Panengere yen kirang sewidak dino.

79. *Mrikso suryo wetan kados wonten koco

80. Nglebet koco wonten warnining priyonggo.

Page 51: SYI’IRAN TAHLIL

81. *Panengere kirang kalih doso dino

82. Yen katilap palenggahan rosul roso.

83. *Mboten keri nggih puniko cetok iro

84. Panengere lamun kirang pitung dino.

85. *Manah suwung tanpo ajeng ananiro

86. Panengere lamun kirang telung dino.

87. *Sworo kuping gembrubuk pun tentu sirno

88. Namung mireng sworo bayi lahiriro.

89. *Lamun kirang sadinten sadalu ugo

90. Medalipun napas asrep saking grono.

91. *Ilat panas irung mingkup ingkang nyoto

92. Kedut ingkang wonten suku lajeng sirno.

93. *Langkung geter kedut ingkang wonten dodo

94. Nur Muhamad byar katingal byar boteno.

95. *Lamun kirang sadinten napas puniko

96. Medal kirang mlebet kirang ingkang nyoto.

97. *Awis katon sekedik ing napas iro

98. Wus kagulung dening angen-angen iro.

99. *Lajeng bade kabekto kundur sedoyo.

100. Dene ingkang kasebut makul kayadi.

101. *Banyu urip sarto ingkang nguasani

102. Kadostohing ngajak gesang ngajak mati.

103. *Ngajak tilem kuwoso makul kayadi

104. Angen-angen ngajak gesang emoh mati.

105. *Sarto angen-angen ajeng malik ugi

106. Nanging makul kayat ingkang nyentosani.

107. *Nadyan angen-angen ngajak gesang lami

108. Mongko makul kayat nedyo mantuk ugi.

109. *Angen-angen amegso mboten kuwawi

Page 52: SYI’IRAN TAHLIL

110. Nopo malih ngen-angen ngajak ngeleki.

111. *Mongko makul kayat ajeng tilem ugi

112. Angen-angen ambruk margo tan kuwawi.

113. *Menggah panggenanipun makul kayatdi

114. Mboten tebih saking badan manungsodi.

115. *Turing guru nedahaken mboten keni

116. Lamun siro dereng hening kang sayekti.

117. *Makul kayat ingkang murbo masisani

118. Ingkang damel badan sakujur puniki.

119. *Kados ingkang kacarios ngajeng ngriki

120. Owel sanget teko mboten den tuduhi.

121. *Uwasipun babar pisan kang sayekti

122. Tumprap ingkang dereng dungkap ingkang ngelmi.

123. *Dadosaken cuwaning panggalih sami

124. Nanging kados pundi malih poro kami.

125. *nggih sampun kalebet limprah saugi

126. Serat jawi kang ngewrat babakan ngelmi.

127. *Yen suraos ipun ngantos meh dumugi

128. Dugi batos lajeng djagak santun ngelmi.

129. *Santun sambet senasring serat puniki

130. Lamun bade angupoyo uwasiro.

131. *Bebasane kang sampun kasebut ngarso

132. Inggih kedah kagurokno ingkang cetho.

133. *Nanging sampun luwung tumrap kang ngupoyo

134. Amarsudi kawruh ingkang sebut ngarso.

135. *Soho kengeng gagaran pitakeniro

136. Nopo malih lajeng milo nuwung krido.

137. *Tentu mboten kekilapan ning sadoyo

138. Bok manawi malah mesem basaniro.

Page 53: SYI’IRAN TAHLIL

139. *Mboten langkung ngumangga aken puniko

140. Titi tamat caritaning serat niki.

141. *Kulo nurun serat banyu bening nami

142. Dados kawruh ing gesang langkung edi.

143. *Ngemot kawruh asal usuling sujalmi

144. Titi nurun anuju dino respadi.

145. *Tanggalipun kaping sewelas puniki

146. Wulan suro puniko namining reki.

147. *Tahunipun anuju tahun jimakir

148. Sewu wulung atus wulung doso kalih

149. *Kaping kalih welas tanggalnyo masehi.

150. Wulanipun oktober namining reki

151. *Tahun sewu sangangatus seket siji.

152. Bilih lepat panyeratipun puniki

153. *Nyuwun pangapuro mringkang maos ngriki.

154. Duh Allahu nyuwun pangapuro mami

155. *Sekataning serat kulo waos niki

156. Mugi paring rahmat mring kawulo sami.

157. *Kang kuwoso kang murbo lan masesani

Catatan: Teks syi’iran yang didapat penulis ini, terdapat kesalahan dalam

penulisan. Menurut tata bahasa Jawa, penulisan huruf yang berbunyi

“o”, seharusnya ditulis “a”, terutama pada akhir kata. Akan tetapi dalam

teks ini huruf yang berbunyi “o”, tetap di tulis “o”. Misalkan dalam bait:

Sun miwiti anebut asmaning Gusti.

Allah ingkang Moho Murah Moho Suci

Bebukane kulo ngangget singir niki.

Kulo nurun serat banyu bening nami……..

Page 54: SYI’IRAN TAHLIL

Penulisan yang benar seharusnya sebagai berikut:

Sun miwiti anebut asmaning Gusti.

Allah ingkang Maha Murah Maha Suci

Bebukane kula ngangget singir niki.

Kula nurun serat banyu bening nami……..

Page 55: SYI’IRAN TAHLIL

PEDOMAN WAWANCARA

Pedoman wawancara diajukan untuk mendapatkan informasi dari subjek

penelitian mengenai objek penelitian yang dilakukan. Adapun pertanyaan yang

diajukan meliputi:

1. Bagaimana keadaan Geografis Dusun Karangeneng?

2. Bagaimana bentuk adat dan kepercayaan masyarakat?

3. Bagaimana kondisi keagamaan masyarakat?

4. Apa arti dari syiiran tahlil?

5. Sejak kapan syiiran tahlil ini ada dan dipakai ?

6. Bagaimana sejarah perkembangan syiiran tahlil?

7. Apa tujuan dilakukannya tahlilan dan pembacaan syiiran tahlil?

8. Apa fungsi dari syiiran tahlil dalam tahlilan?

9. Apa makna dan pengaruh syiiran tahlil bagi masyarakat?

10. Nilai-nilai apa saja yang ada dalam syiiran tahlil?

11. Apa hubungannya syiiran tahlil dengan ritual kematian?

12. Dalam acara apa saja syiiran tahlil dibacakan?

13. Apa isi dari Syiiran tahlil itu?

14. Bagaimana proses pelaksanaan syiiran tahlil?

Page 56: SYI’IRAN TAHLIL
Page 57: SYI’IRAN TAHLIL
Page 58: SYI’IRAN TAHLIL

CURRICULUM VITAE

Nama : Nurrofik

Tempat tanggal lahir : Subang, 27 September 1982

NIM : 01120669

Fakultas : Adab

Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam

Alamat : Kp. Rancabogo Rt15/04, Desa Sukamulya,

Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Nama Ayah : Sugiyono

Pekerjaan : Kepala SD.

Nama Ibu : Muniroh

Pekerjaan : Guru SD

Riwayat Pendidikan:

1. SD Negeri Rancabogo 2 lulus tahun 1994

2. SMP Negeri 1 Pagaden lulus tahun1997

3. SMU Negeri 1 Subang lulus tahun 2000

4. UIN Sunan Kalijaga masuk tahun 2001

Yogyakarta, 29 Agustus 2008 Penulis Nurrofik

Page 59: SYI’IRAN TAHLIL

Abstraksi Skripsi berjudul “Syi’iran Tahlil di Dusun Karanggeneng, Umbulharjo, Cangkringan,

Sleman”, disusun oleh Nurrofik, Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Adab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pandangan hidup orang Jawa (kejawen) merupakan perwujudan dan kepercayaan terhadap adikodrati (Allah). Selain itu masyarakat Jawa juga menghormati nenek moyang yang sudah meninggal. Sikap ini diwujudkan dengan selalu mendo’akan orang yang sudah meninggal. Sikap hormat tersebut diungkapkan dengan melakukan ritual tahlilan.

Tahlilan erat sekali kaitannya dengan kematian, karena tujuan utama tahlilan adalah mendo’akan arwah-arwah yang terlebih dahulu dipanggil oleh Allah SWT. Semua umat Islam meyakini bahwa setiap anak Adam (manusia) yang mati akan menemukan dua kemungkinan. Pertama, siksa kubur karena amal buruknya ketika si mayit hidup di dunia dan kedua, nikmat kubur karena amal baik yang pernah diperbuat ketika hidup di dunia. Tidak hanya itu saja bagi orang-orang yang ditinggal mati, sanak saudaranya juga berdo’a kepada Allah SWT agar Allah menerima segala amal baiknya dan mengampuni dosa-dosanya serta meringankan siksanya.

Fenomena tahlilan yang terjadi hampir di seluruh pelosok Pulau Jawa juga terjadi pada masyarakat di Dusun Karanggeneng. Ritual tahlilan yang dilaksanakan di Dusun Karanggeneng berbeda dengan tahlilan yang biasa ada di kalangan masyarakat. Tahlilan yang ada di Dusun Karanggeneng menggunakan syi’iran ketika dalam pembacaan lafad tahlil "lailaha illallah". Syi’iran biasa disebut dengan syi’iran tahlil (orang Karanggenang biasa menyebutnya Singiran).

Bagi masyarakat Karanggeneng syi’iran tahlil mempunyai makna yang mendalam. Syi’iran tahlil ini merupakan sesuatu yang berdimensi sakral, sosial, dan individual. Meskipun dalam hal pelaksanaan kegiatan keagamaan tergolong kurang, namun keyakinan mereka terhadap agama bisa dikatakan sangat luar biasa. Hal ini paling tidak terlihat ketika ada acara kenduri atau selametan dan tahlilan yang biasa diadakan untuk memperingati 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari atau 1000 hari kematian salah satu penduduk.

Syi’iran tahlil sangat erat kaitannya dengan selamatan kematian. Dalam pelaksanaan selamatan kematian tidak terlepas dari acara kenduri dan tahlilan. Syi’iran tahlil merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pelaksanaan tahlilan tersebut. Setiap pelaksanaan tahlilan untuk memperingati seseorang yang telah meninggal, dalam tahlilan tersebut tradisi syi’iran tahlil selalu dilaksanakan. Jadi syi’iran tahlil merupakan bagian dari ritual tahlilan.

Dalam syi’iran tahlil terdapat nilai-nilai yang bisa dilihat, antara lain: nilai keyakinan keagamaan, nilai sosial, dan nilai budaya. Adapun fungsi dari syi’iran tahlil sebagai media pengingat bahwa manusia nantinya akan mengalami kematian. Selain itu fungsi syi’iran tahlil juga sebagai media dakwah bagi masyarakat. Terdapat pengaruh yang sangat menonjol dari syi’iran tahlil yaitu dalam peningkatan pola ibadah masyarakat, karena masyarkat meyakini bahwa dengan mengikuti tahlilan merupakan bagian dari ibadah.