praktek nikah tahlil skripsi - institutional repository...
TRANSCRIPT
PRAKTEK NIKAH TAHLIL
(Studi Pada Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII,
Kabupaten Bungo, Jambi)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
SOPRIYANTO
NIM: 1110044100015
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
SOPRIYANTO : 1110044100015 Praktek Nikah Tahlil (Studi Kasus di Desa
Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Bungo). Konsentrasi
Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum,
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014, ix + 54 + lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek nikah tahlil
yang dilakukan oleh masyarakat desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII,
Kabupaten Bungo.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan
data melalui riset pustaka dan riset lapangan, metode interview, metode observasi dan
metode penulisan yang disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik sebuah
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktek nikah tahlil yang
dilakukan di desa Suka Jaya hukumnya diperbolehkan karena untuk membantu orang
yang ingin rujuk setelah talak tiga, dan ini menurut peraturan adat desa Suka Jaya
adalah termasuk hal-hal yang harus disegerakan.
Faktor yang mempengaruhi nikah tahlil ini adalah karena nikah tahlil ini
merupakan hal yang wajib disegerakan.dan faktor yang mempengaruhi responden
ingin menjadi muhallil adalah hanya untuk membantu orang tersebut agar kembali
melanjutkan rumah tangganya, namun tidak dapat dinafikan segelintir orang yang
mau menjadi muhallil karena faktor uang dan pengetahuannya yang kurang mengenai
nikah tahlil ini.
Kata Kunci : Praktek Nikah Tahlil
Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, M.A, M.H.
DaftarPustaka : Tahun 1974 s.d.Tahun 2011.
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap, kata Hamdallah karena tidak ada kata yang patut penulis
ucapkan atas rasa syukur yang mendalam kehadirat Allah SWT yang maha pengasih
lagi maha penyayang sehingga dengan perkenan-Nya jualah diberikan kemampuan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menjadi pemimpin dan
penyampai hidayah umat manusia dimuka bumi.
Penulis menyadari bahwa mungkin skripsi ini tidak dapat terwujud
sebagaimana yang diharapakan, tanpa bantuan dan bimbingan semua pihak. Oleh
karena itu penulis ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan rasa
terimakasih dan rasa hormat penulis kepada Bapak :
1. Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H dan Ibu Hj. Rosdiana Nasrun M.A. Ketua dan
Sekretaris Prodi Hukum Keluarga.
3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, M.A, M.H. Pembimbing yang telah banyak
membantu memberikan bimbingan, petunjuk, masukan serta kemudahan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
berguna.
5. Yanni Arfis. S.Ag Selaku Datuk Rio Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko
Bathin VII yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
vi
6. Masyarakat Kecamatan Muko-Muko Bathin VII yang memberikan informasi
untuk bahan pembuatan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Nurdin dan Ibunda Rukiah sujud abdiku
kepada kalian atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian
selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani
soghiro, kakak-kakak tercinta gusmiyati, M. Ihsan, M. Yusuf, Diana Santi.
S.Pt, M. Yunus. S.Pdi, Ani. S.Pdi dan Fatmawati. A.Md dan Dodi Romanja
yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan serta do’a restu
untuk keberhasilan selama kuliah
8. Sahabat-sahabatku Lebis Preska, Sukron Na’im, Mirza Vahlepi Putra, Rian Wahyu
Utomo, Adi Guna Sakti, Ahmad Buhori Muslim, Azhar Nasution, Ibnu Maulana,
Ibenk, Rusdi Rizki Lubis, Arif Rahman Hakim, M. Faudzan, Rifki Abdurrahman,
Irfan Zidny, Fajrul Islamy, Zaki, Raja Usman Hasibuan Natasha Nicola Anjani
Dekok, temen-teman Himboja (Himpunan Mahasiswa Bungo Jabodetabek) dan
IKMM ciputat yang selalu ada disaat suka dan duka penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
9. Teman-teman KKN Andaleh yang selalu memotivasi penulis, memberikan
arahan dan selalu berbagi ilmu sehingga hingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah JakartaJakarta, Februari 2014.
10. Seluruh teman-teman Peradilan Agama angkatan 2010 yang terkasih Defi
Uswatun Hasanah, Wardhatul Jannah. Nisa Oktaviani, Nurul Hikmah, zaky
Ahla Firdausy, Irfan Zidni, Moh. Ikhwan, Rifki Abdurrahman, dan lainnya
vii
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala canda tawa
dan keluh kesah selama dikelas, maaf kalau banyak kesalahan penulis baik
yang disengaja maupun tidak dan tentunya kalian adalah yang terindah selama
pembelajaran di kelas.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang
membacanya, dan penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang membangun
dari siapapun yang membaca skripsi ini demi sebuah tambahan keilmuan dan
wawasan, sehingga dikemudian hari penulis dapat mengevaluasi diri.
Penulis
Sopriyanto
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan & Perumusan Masalah ........................................ 8
C. Tujuan & ManfaatPenelitian .................................................... 9
D. Metode Penelitian ..................................................................... 10
E. Kerangka Teori ......................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 13
BAB II PERKAWINAN DAN NIKAH TAHLIL
A. Nikah Tahlil .............................................................................. 14
B. Nikah Yang Dilarang ................................................................ 17
C. Rukun Dan Syarat Perkawinan ................................................. 20
D. Hikamah Dan Tujuan Perkawinan ........................................... 25
ix
BAB III PROFIL DESA SUKA JAYA ...................................................... 30
A. Gambaran Umum Desa Suka Jaya ........................................... 30
B. Letak Geografis dan Demografi Desa Suka Jaya ..................... 32
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Desa Suka Jaya ......... 34
BAB IV PRAKTEK NIKAH TAHLIL ..................................................... 38
A. Praktek Nikah Tahlil ................................................................ 38
B. Faktor Nikah Tahlil .................................................................. 39
C. Pandangan Islam Dan Hukum Positif Terhadap Praktek Nikah
Tahlil ......................................................................................... 43
D. Respon Masyarakat Terhadap Praktek Nikah Tahlil ................ 46
E. Analisis Dan Wawancara ......................................................... 47
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 51
A. Kesimpulan ............................................................................... 51
B. Saran-saran ............................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 54
LAMPIRAN –LAMPIRAN .................................................................................. 57
1. Lampiran Surat Permohonan Pembimbing .......................................... 57
2. Lampiran Surat Keterangan Penelitian ................................................ 58
3. Lampiran Hasil Wawancara ................................................................. 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk
menyelamatkan manusia menggapai jalan yang lurus.1 Norma-norma abadi yang
dimiliki Islam tersebut keluar sebagai rangkaian peraturan yang disebut hukum.
Hukum tersebut bersifat baku dan diakui oleh undang-undang Tuhan atau Syariat
Islam bersifat permanen dan tidak dapat diubah.2
Sebagai makhluk sosial dan beragama, manusia memerlukan syariat untuk
dapat mempertahankan dan menyempurnakan agamanya itu. Dengan demikian
terdapat lima hal yang merupakan syarat bagi kehidupan manusia, yaitu: agama, akal,
jiwa, harta dan keturunan. Kelima hal ini disebut dengan daruriyat al-khamsa (lima
kebutuhan dasar) pada diri setiap manusia.3
Segi kehidupan yang diatur oleh Allah tersebut dapat dikelompokkan kepada
dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan lahir manusia
dengan Allah penciptanya. Aturan tentang hal ini disebut hukum ibadah. Tujuannya
untuk menjaga hubungan antara Allah dan penciptanya, yang disebut hablun min
1 Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum
Nasional), (Jakarta:RMBooks, 2012), h.1
2 Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum
Nasional), (Jakarta:RMBooks, 2012), h.1
3 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 2-3.
2
Allah. Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan
manusia yang lainnya dan alam sekitarnya. Aturan tentang hal ini disebut hukum
mu’amalat.
Salah satu contoh hubungan antara sesama manusia yang ditetapkan Allah
SWT adalah aturan pernikahan, karena manusia merupakan makhluk sosial yang
hidup saling membutuhkan satu sama lain, maka Allah menciptakan manusia
berapasang-pasangan agar kebutuhan biologis manusia terpenuhi agar manusia
terhindar dari yang namanya dosa atau murka dari Allah SWT.
Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat sakral, para Ulama fikih
mendefenisikan pernikahan itu adalah memiliki sesuatu melalui jalan yang
disyariatkan dalam agama, dengan tujuan menurut tradisi manusia. Menurut Syariat
Islam adalah menghalalkan sesuatu tersebut, akan tetapi ini bukanlah tujuan
perkawinan yang tertinggi dalam Syariat Islam. Tujuan yang tertinggi adalah
memelihara regenerasi, memelihara gen manusia, dan masing-masing suami istri
mendapat ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat tersalurkan.
Dalam Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut
bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan
kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga pernikahan, yang berasaldari kata
nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh.4
4 Rahman, Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003). hal. 7
3
Pengertian perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yang termuat dalam
pasal 1 ayat 2 perkawinan didefenisikan sebagai:
“Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.5
Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara
Indonesia berdasarkan kepada pancasila yang sila pertamanya adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa. Di sini dinyatakan dengan tegas bahwa perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawianan bukan
saja mempunyai unsur lahir atau jasmani tetapi juga unsur bathin atau rohani.6
Dalam Kompilasi Hukum Islam pengertian dan tujuan dari perkawinan itu
sendiri terdapat dalam pasal 2 dan 3 yaitu:
Pasal 2“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah”.
Pasal 3 “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah”.7
Aturan mengenai pernikahan ini sesungguhnya untuk menghormati kaum
wanita dan untuk membedakan antara manusia dengan hewan, karena dengan adanya
5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
6Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Prenada Media, 2006), hal. 43
7 Kompilasi Hukum Islam Bab II Dasar-Dasar Perkawinan
4
aturan tentang pernikahan maka anak keturunan manusia di dunia ini akan terjaga
kemuliaannya dan tujuan dari pernikahan tersebut akan dapat tercapai.
Bahkan Islam mengatur tujuan pernikahan lebih dari untuk memelihara anak
keturunan manusia yaitu dengan meletakkan hak-hak dan kewajiban bagi mereka,
defenisi pernikahan berikut ini lebih mengakomodasikan nilai-nilai tujuan
pernikahan, yaitu suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan pertolongan antara
laki-laki dan perempuan dan membatasi hak-hak serta kewajiban masing-masing
mereka.8
Hak-hak dan kewajiban dalam defenisi di atas dimaksudkan ketetapan syariat
Islam yang tidak tunduk kepada persyaratan dua orang manusia yang sedang
melaksanakan akad. Oleh sebab itu akad perkawinan hendaknya agar terasa pengaruh
kesuciannya sehingga mereka tunduk dan mematuhinya dengan hati lapang dan
ridha.9
Hikmah dari adanya pernikahan bagi dua sejoli yang hidup bersama dalam
satu rumah adalah masyarakat luas mengakui secara sah sebagai suami istri dan
dijauhkan dari prasangka yang bersifat negatif dan memojokkan. Dari kehidupan
bersama yang sah ini akan tercipta sebuah keluarga yang sakinah, dan terbentuk suatu
8 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-Usroh wa Ahkamiha fi al-tasyri’ Al-Islam.
Diterjemahkan oleh Abdul MajidKhon. Fikih munakahat.(Jakarta: Amzah, 2009) hal. 36
9Abdul Aziz Muhammad Azzam, Al-Usroh wa Ahkamiha fi al-tasyri’ Al-Islam.
Diterjemahkan oleh Abdul MajidKhon. Fikih munakahat.(Jakarta: Amzah, 2009) hal. 37
5
komunikasi yang harmonis antara anak, ayah, ibu, mertua, sanak famili dan para
tetangga di lingkungan sekitarnya.10
Jadi Hukum Positif dan Hukum Islam mengatur tentang hukum perkawinan
agar tujuan dari perkawinan tersebut dapat dipenuhi, dan kewajiban dan hak dari
setiap pasangan dapat dilakukan.
Setiap sesuatu yang telah disyariatkan dan dilarang oleh Allah SWT pasti
mempunyai maksud dan tujuan tertentu, bahkan para ulama usul fikih membahasnya
dalam suatu pembahasan yaitu dalam masalah Maqasid Al-Syariah salah satunya
adalah memelihara keturunan. Memelihara keturunan dilihat dari segi tingkat
kebutuhannya dapat dibedakan menjadi tingkatan:
1. Memelihara keturunan dalam tingkat daruriyat seperti disyariatkannya nikah
dan larangan berzina,
2. Memelihara keturunan dalam tingkat hajjiyat, seperti ditetapkannya
menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan hak
talak kepada suami.
3. Memelihara keturunan dalam tingkat tahsiniyat, seperti disyariatkannya
khitbah atau walimah.11
Demikian halnya dengan dilarangnya oleh Syariat melakukan nikah tahlil
karena tidak memenuhi Maqhasid Al-Syariah. Nikah tahlil adalah pernikahan seorang
10
Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:
Darussalam, 2004). hal. 35
11
Sapiudin, Shidiq, Ushul Fiqh (Jakarta: kencana, 2011). h. 229
6
laki-laki dengan perempuan yang telah diceraikan suaminya sampai tiga kali,
kemudian perempuan tersebut diceraikan agar halal dinikahkan oleh suaminya yang
telah menceraikannya sampai tiga kali.
Pernikahan tahlil atau pernikahan dengan laki-laki kedua bisa menjadi syarat
agar bisa nikah kembali suami pertama, dengan syarat:
a. Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang
wanita dengan suami kedua.
b. Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan
suamimaupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan seperi ini
disebut sebagai “nikah tahlil“; laki-laki kedua yang menikahi sang wanita,
karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“.
Para Ulama sepakat menyatakan bahwa nikah tahlil hukumnya haram, karena
sesuatu yang pelakunya dilaknat Allah SWT adalah sesuatu yang
diharamkan.12
Bahkan, termasuk dalam tindakan “merekayasa” ketika ada
seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan
niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami
pertama tidak mengetahui.
Dalam pernikahan tahlil, tidak ada sedikitpun kehendak untuk menikahinya. Jika
maksudnya untuk menggaulinya hari itu, dan ada seseorang yang mengisyaratkan
kepadanya untuk menceraikannya maka perbuatan ini tidak dibolehkan, di mana ia
bermaksud untuk menggaulinya selama satu hari atau dua hari. Berbeda dengan orang
12
Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: kencana, 2007) hal. 106
7
menikah dengan maksud tertentu, sementara perkaranya ada di tangannya. Dalam hal
ini, tidak ada seorangpun yang mengisyaratkan agar menceraikan istrinya.
Dari pernikahan tahlil, mustahil tercapainya tujuan dari pernikahan yang telah
di syariatkan agama Islam maupun yang telah di atur oleh hukum positif serta
Maqhasid Al-Syariah dari pernikahan, karena hanya bertujuan untuk menghalalkan
wanita tersebut terhadap suaminya yang telah menceraikannya sampai tiga kali dan
sebagai mata pencarian muhallil tersebut.
Namun di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin VII Kabupaten
Bungo, Jambi, nikah tahlil ini masih dilakukan dengan tujuan untuk menghalalkan
perempuan yang telah di talak tiga oleh bekas suaminya, agar bekas suaminya ini
dapat kembali menikahi perempuan tersebut. Akad nikah tahlil dilakukan hanya
dihadiri oleh beberapa orang saja, tanpa adanya walimah atau resepsi pernikahan.
Pernikahan tahlil ini tidak mengenal adanya pencatatan pernikahan dan hanya
dilakukan dengan niat menceraikannya setelah dukhul bukan dengan niat yang mulia
yaitu membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.
Faktanya umur pernikahan tahlil yang dilakukan ini hanya beberapa hari saja bahkan
hanya untuk dukhul setelah itu mereka bercerai dan bandot sewaan itu mendapatkan
upah dari pihak keluarga perempuan yang menjadi muhallalahu.
Setelah bandot sewaan itu bercerai dengan perempuan tersebut dan
mendapatkan upah, maka tidak ada lagi ikatan perkawinan diantara mereka. Artinya
bahwa pernikahan tahlil ini direkayasa dengan tujuan hanya untuk menghalalkan
seorang perempuan yang telah dijatuhi talak tiga oleh mantan suaminya.
8
Dengan latar belakang masalah yang di atas, maka penulis sanagat tertarik
untuk meneliti lebih lanjut tentang permasalahan ini dan mencoba membahasnya
dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul
“PRAKTEK NIKAH TAHLIL DI KECAMATAN MUKO-MUKO BATHIN
VII KABUPATEN BUNGO, JAMBI”
B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Sehubungan dengan luasnya pembicaraan tentang larangan perkawinan, maka
penulis akan membatasi hanya pada perkawinan tahlil, dalam tinjauannya menurut
Hukum Islam dan Hukum Positif yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Setelah melihat permasalahan pada latar belakang di atas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya, Kecamatan Muko-muko
Bathin VII. Kabupaten Bungo, Jambi.
b. Faktor apa saja yang mempengaruhi nikah tahlil di desa Suka Jaya,
Kecamatan Muko-muko Bathin VII, Kabupaten Bungo, Jambi.
c. Bagaimana pandangan hukum Islam serta hukum positif terhadap praktek
nikah tahlil di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten
Bungo, Jambi.
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui secara spesifik bagaimana praktek nikah tahlil dilakukan di
desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi.
b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi praktek nikah tahlil di
desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo, Jambi.
c. Untuk mengetahui dan memahami tentang perspektif hukum terhadap aturan
adanya praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin
VII Kabupaten Bungo, Jambi.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah;
a. Sebagai wujud kontribusi positif penulis terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya pada bidang perkawinan dan ilmu perundang-
undangan di Indonesia yang mengatur mekanisme perkawinan.
b. Memberikan satu karya ilmiah yang bermanfaat bagi civitas akademika
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
c. Dapat dijadikan rujukan bagi masyarakat secara umum tentang hukum nikah
tahlil yang terjadi di desa Suka Jaya Kecamatan Muko-muko Bathin VII
Kabupaten Bungo, Jambi.
10
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yakni penelitian yang difokuskan untuk menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dijadikan sumber informasi, untuk
menganalisa data secara non-statistik.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan normatif
empiris yakni dengan kajian perundang-undangan (statute approach). Dengan
pendekatan ini dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan tema sentral penelitian ini.Namun untuk kepentingan perolehan
dan analisa data.
3. Sumber data
Data yang digunakan terdiri dari data primer, sekunder.
Data primer terdiri dari hasil wawancara terhadap tokoh terkait, seperti
pelaku, tokoh adat dan agama serta tokoh masyarakat.
Data sekunder terdiri atas Al Quran, buku-buku teks yang ditulis oleh para
ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, serta peraturan perundang-
undangan terkait.
11
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh semua data yang dibutuhkan, digunakan alat pengumpul
data sebagai berikut:
a. Wawancara, berupa indept interview (wawancara yang mendalam) terhadap
beberapa orang informan yang terkait dengan perihal tema penelitian ini,
seperti pelaku, tokoh adat dan tokoh agama serta masyarakat di Desa Suka
Jaya.
b. Studi kepustakaan (library reseach), yaitu untuk memperoleh landasan teoritis
yang ada kaitannya dengan judul penulis bahas, dimana penelitian yang
dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah, artikel maupun
website.13
5. Analisa Data
Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara mengedit data, lalu data yang
sudah diedit tadi dikelompokkan dan diberikan pengkodean dan disusun berdasarkan
kategorisasi dan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang dirumuskan secara
deduktif. Dari data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif.14
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu dengan cara
menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data yang ada, lalu dianalisa
13 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008) h.141
14
Lexy. J moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)
h.135
12
lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan. Adapun pedoman yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2012.15
Serta penulisan ayat al-Qur’an dan Hadis ditulis satu spasi, termasuk
terjemahan al-Qur’an dan Hadis dalam penulisannya diketik satu spasi meskipun
kurang dari enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan ejaan yang
disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar pustaka ditulis diawal.16
E. Kerangka Teori
Perkawinan adalah suatu ikatan atau perbuatan hukum yang berkibat adanya
hak dan kewajiban antara orang yang melakukan perkawinan. Dalam nikah tahlil
tidak memiliki hal tersebut, karena hanya diniatkan untuk menghalalkan wanita yang
sudah ditalak tiga.
Nikah yang seperti ini dilarang oleh agama karena hanya memuaskan hawa
nafsu dan mengancam kemuliaan akad pernikahan. Didalam hukum positif di
Indonesia juga dilarang pernikahan yang seperti ini. Perikahan tahlil ini merupakan
pernikahan yang hanya diniatkan untuk menghalalkan perempuan yang ditalak tiga
oleh bekas suaminya dan tidak memiliki tujuan untuk ibadah maupun untuk menjaga
keturunan.
15 Tim Penulis Fakultas Syari’ah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h.11
16
Tim Penulis Fakultas Syari’ah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h.11
13
F. Sistematika Penelitian
Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka
penulis mengklasifikasikan dan menjelaskan permasalahan dalam beberapa bab
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini penulis
menjelaskan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang
mencakup jenis penelitian, pendekatan, sumber data, metode pengumpulan data,
analisis data, dan teknik penulisan.
Bab Kedua, merupakan penjelasan tentang nikah tahlil dalam Islam, hikmah
dan tujuan pernikahan dan pernikahan yang dilarang dalam Islam serta hukum positif
Indonesia.
Bab Ketiga, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang letak geografis dareah
tempat penelitian penulis yaitu, letak geografi, demografi dan sosial ekonomi serta
keadaan sosial keagaman dan pendidikan.
Bab keempat, dalam bab ini penulis menjelaskan hasil penelitian, yaitu
tentang bagaimana latar belakang penyebab pelaksanaan nikah tahlil di desa Suka
Jaya Kec. Muko-muko Bathin VII Kab. Bungo, Jambi, manfaat, pandangan Islam dan
hukum positif serta analisis penulis.
Bab kelima, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran
14
BAB II
PERKAWINAN DAN NIKAH TAHLIL
A. Nikah Tahlil
Orang melayu menamakannya cina buta, yaitu perkawinan seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang telah diceraikan suaminya sampai tiga kali. Setelah
habis iddahnya perempuan itu diceraikan supaya halal dinikahi kembali oleh
sumainya yang telah mentalaknya tiga kali.1
Nikah Tahlil adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang sudah dijatuhi talak tiga oleh suaminya, dan setelah masa
iddah selesai, lalu dia melakukan hubungan seksual dengan peempuan tersebut.
Setelah itu dia meneraikannya sehingga perempuan tersebut dapat menikah lagi
dengan suami sebelumnya.2
Menurut Amir Syarifuddin nikah tahlil secara etimologi berarti menghalalkan
hukumnya adalah haram. Kalau dikaitkan dengan perkawinan akan berarti perbuatan
yang menyebabkan seseorang yang semula haram melangsungkan perkawinan
menjadi boleh atau halal. Orang yang dapat menyebabkan halalnya orang lain
melakukan perkawinan itu disebut muhallil, sedangkan orang yang telah halal
1 Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). Hal. 38
2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah yang diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin. (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2011). hal. 256
15
melakukan perkawinan disebabkan oleh perkawinan yang dilakukan muhallil disebut
muhallal lah.
Nikah Tahlil dengan demikian adalah perkawinan yang dilakukan untuk
menghalalkan orang yang telah melakukan talak tiga untuk segera kembali kepada
istrinya dengan nikah baru.3
Rukun nikah tahlil seperti nikah biasa yang dilakukan dalam masyarakat
yaitu:
1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita
2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan
3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi
4. Akad nikah yaitu ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan
Kabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Rukun nikah merupakan bagian daripada hakekat perkawinan, artinya bila
salah satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu
perkawinan.4
Mengenai pernikahan tahlil, ada beberapa bentuk akad terhadap kesepakatan
penghalalan dan persyaratan terhadap penghalal, diantaranya:
1. Jika suami kedua berakad nikah dan mensyaratkan di tengah-tengah akad agar
menceraikannya setelah bercampur atau apabila telah bercampur, mereka
terpisah atau tidak ada lagi pernikahan antara mereka berdua.
3 Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: kencana, 2007) hal. 103-104
4 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 30.
16
Nikah yang seperti ini tidak dianggap dan hukumnya batal, karena ia
mensyaratkan larangan kelangsungan nikah sama halnya dengan pembatasan
nikah. Menurut Imam As-syafii adalah nikah penghalalan.
Ulama Malikiyah, Hanabilah, dan Imam Abu Yusuf sependapat dengan
pendapat di atas, yakni pembatalan akad nikah di atas karena pernikahan
sementara tidak berfaedah menghalalkan.
Adapun menurut Abu Hanifah hukum nikah penghalal adalah boleh, dan jika
sampai ada kesepakatan penghalalan hukumnya hanya dimakruhkan.
2. Jika kedua belah pihak sebelum akad sepakat talak sesudah bercampur tetapi
mereka tidak mempersyaratkannya di tengah-tengah akad. Pernikahan seperti
ini hukumnya makruh karena keluar dari perbedaan orang yang
mengharamkan.
3. Jika ia menikahinya tanpa syarat, tetapi niatnya menceraikan setelah
bercampur, ia berakad di hadapan orang banyak bahwa akad yang dilakukan
adalah akad selamanya.akad dalam kondisi tersebut sah tetapi makruh, jika ia
menjatuhkan talak setelah bercampur maka halal bagi suami pertama setelah
habis masa iddahnya.5
Tujuan nikah tahlil bukan membangun rumah tangga yang sakinah, melainkan
semata-mata untuk menghalalkan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya
untuk kembali rujuk dengan akad pernikahan yang baru. Apalagi jika dikaitkan
5 Abdul Aziz Muhammad Azzam dkk, Fiqih Munakahat (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 166
17
bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang shalih dan
shalihat.
Sebab Ayat Al-Quran menjelaskan bahwa orang yang telah ditalak tiga oleh
suaminya kemudian mereka ingin rujuk kembali maka haruslah menikah dengan laki-
laki lain terlebih dahulu, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah
ayat 230:
(٢٢.:٢)البقرة/
Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami
yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak
ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin
kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang
(mau) mengetahui. (Q:S/2:230).
B. Nikah yang dilarang
Didalam ajaran Islam juga mengenal adanya beberapa bentuk pernikahan
yang diharamkan, baik itu diharamkan karena tidak sesuai dengan tujuan pensyariatan
maupun diharamkan karena disebabkan oleh sesuatu atau larangan syariat diantaranya
adalah:
1. Nikah Mut’ah
Mut’ah adalah akad perkawinan yang dilaksanakan seakan untuk waktu
tertentu dengan mahar yang ditetapkan, baik untuk waktu yang panjang maupun
18
untuk waktu yang pendek, akad ini berakhir dengan berakhirnya waktu akad tanpa
jatuh talak.6
Nikah untuk waktu yang telah ditentukan artinya nikah yang terputus.
Pernikahan ini diharamkan karena akadnya hanya semata-mata untuk bersenang-
senang saja dan untuk memuaskan nafsu, nikah mut’ah tidak bertujuan untuk
mendapatkan keturunan atau hidup senagai suami istri dengan membina rumah
tangga yang sejahtera.
Pernikahan mut’ah bertentangan dengan hukum Al-quran tentang perkawinan,
talak, iddah, dan waris. Dalam pernikahan mut’ah tidak mengenal aturan tentang
talak karena perkawinan itu akan berakhir dengan habisnya waktuyang telah
ditentukan. Iddah dalam pernikahan mut’ah itu dua kali haid, empat puluh hari bagi
perempuan yang sudah tidak berdarah haid dan tidak mengenal adanya hak saling
mewarisi bagi suami istri tersebut.
2. Nikah Syighar
Nikah Syighar adalah pernikahan yang didasarkan pada janji atau kesepakatan
penukaran, yaitu menjadikan dua orang perempuan sebagai mahar atau jaminan
masing-masing. Ucapan akadnya adalah “saya nikahkan anda dengan anak saya atau
saudara perempuan saya, dengan syarat anda menikahkan saya dengan anak atau
saudara perempuan anda”. Jika pernikahan ini terjadi maka pernikahannya batal.7
6 Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang (Jakarta: CV, Cendekia Sentra Muslil,
1997) hal. 65
7 Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). hal. 36
19
3. Akad Dengan Niat Mentalak
Seseorang yang menikahi perempuan namun di dalam hatinya ada niat untuk
menceraikannya, hukumnya sama seperti nikah mut’ah, para ulama dan tokoh-tokoh
sahabat melarang adanya nikah mut’ah karena pernikahan itu hanya untuk waktu
tertentu dan pernikahan dengan niat ingin menceraikannya sama seperti pernikahan
untuk waktu tertentu8.
4. Menikah Dengan Istri Yang Penah Ditalak Tiga
Apabila seorang laki-laki menceraikan istrinya sampai tiga kali, maka ia tidak
halal rujuk kepada istrinya kecuali istrinya sudah pernah menikah dengan laki-laki
lain kemudian laki-laki tersebut menceraikannya dan habis masa iddahnya.
Perkawinan harus perkawianan yang benar bukan untuk maksud tahlil.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 230
(٢٢.:٢)البقرة/
Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan laki-laki
yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak
ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin
kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang
(mau) mengetahui. (Q:S/2:230).9
8Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). hal. 37
9Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1985). Hal. 39
20
Ayat di atas menjelaskan bahwa talak itu hanya dua kali yang boleh rujuk,
maka jika suami telah menjatuhkan talak sebanyak tiga kali, istrinya sudah tidak halal
lagi baginya. Sampai ada laki-laki lain yang menikah dengan perempuan tersebut
secara resmi dan benar-benar ingin membangun rumah tangga dengannya.10
Kemudian jika suami yang kedua menceraikannya, maka diperbolehkan bagi
suami pertama untuk kembali rujuk atau hidup bersama lagi, tetapi dengan catatan
keduanya berkeyakinan akan saling menghormati satu sama lainnya.11
C. Rukun dan Syarat Perkawinan
Sahnya suatu perbuatan hukum menurut hukum agama Islam harus memenuhi
dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat
merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum.
Perkawinan sebagai perbuatan hukum tentunya juga harus memenuhi rukun dan
syarat-syarat tertentu.
Agama Islam menentukan sahnya aqad nikah kepada tiga macam syarat,
yaitu:
1. Dipenuhinya semua rukun nikah
2. Dipenuhinya syarat-syarat nikah
3. Tidak melanggar larangan perkawinan sebagai yang ditentukan oleh syari’at.12
10
Al-Adzim Ma’ani dan DR. Ahmad Al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Quran dan Hadits,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal 128
11
Al-Adzim Ma’ani dan DR. Ahmad Al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Quran dan Hadits,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal 129
12
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 29.
21
a. Rukun Nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu
melangsungkan perkawinan. Jadi dapat digolongkan kedalam syarat formil, dan
terdiri atas:
1. Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita
2. Harus ada wali bagi calon mempelai perempuan
3. Harus disaksikan oleh dua orang saksi
4. Akad nikah yaitu Ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan
Qabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Adapun rukun nikah menurut para Ulama madzhab adalah sebagai berikut:
1. Jumhur Ulama
a. Adanya calon suami istri yang melakukan perkawinan
b. Adanya wali dari pihak calon mempelai wanita
c. Adanya dua orang saksi
d. Sighat akad nikah, yaitu Ijab dan Qabul
2. Menurut Imam Malik
a. Wali dari pihak perempuan
b. Mahar atau mas kawin
c. Calon pengantin laki-laki
d. Calon pengantin perempuan
e. Sighat akad nikah
22
3. Menurut Imam As-Syafi’I
a. Calon pengantin laki-laki
b. Calon pengantin perempuan
c. Wali
d. Dua orang saksi
e. Sighat akad nikah
4. Menurut Imam Hanafi
Menurut madzhab ini rukun nikah itu hanya ada Ijab dan Qabul saja (yaitu
akad yan dilakukan oleh wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).13
Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat perkawinan, artinya bila salah
satu dari rukun nikah tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi suatu perkawinan.14
b. Syarat-syarat Nikah
Syarat-syarat nikah menurut agama Islam diperinci ke dalam syarat-syarat
untuk mempelai wanita dan syarat-syarat untuk mempelai laki-laki. Syarat-syarat
nikah ini dapat digolongkan ke dalam syarat materil dan harus dipenuhi agar dapat
melangsungkan pernikahan.
Syarat bagi calon mempelai laki-laki:
1. Beragama Islam
2. Terang laki-lakinya (bukan banci)
3. Tidak dipaksa (dengan kemauan sendiri)
13
Abdul rahman Al-Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 47-48.
14
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 30.
23
4. Tidak beristri lebih dari empat orang
5. Bukan mahramnya bakal istri
6. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan bakal istrinya
7. Mengetahui bakal istrinya tidak haram dinikahinya
8. Tidak sedang dalam Ihram Haji atau Umrah.
Syarat bagi calon mempelai wanita:
1. Beragama Islam
2. Terang perempuannya (bukan banci)
3. Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya
4. Tidak bersuami, dan tidak dalam masa iddah
5. Bukan mahram bakal suami
6. Belum pernah dili’an (sumpah li’an) oleh bakal suaminya
7. Terang orangnya
8. Tidak sedang dalam Ihram Haji atau Umrah.15
Jika tidak dipenuhinya syarat-syarat nikah tersebut di atas berakibat batal atau
tidak sah (fasid) nikahnya. Selain syarat-syarat tersebut masih ada syarat lain yang
harus diperhatikan oleh umat Islam dalam hal akan melangsungkan pernikahan, yaitu
syarat tidak melanggar larangan pernikahan.16
Dalam hukum Islam terdapat tingkatan atau penggolangan hukum, yaitu
mubah, sunnah, wajib, makruh dan haram. Berkaitan dengan hal ini nikah
15
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 31. 16
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal. 32.
24
mempunyai hukum yang berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dialami oleh
seseorang. Hukum nikah itu adalah:
1. Wajib
Bila seseorang dilihat dari pertumbuhan jasmaniyahnya layak sekali untuk
menikah, nafsunya sudah mendesak, takut terjerumus dalam perzinaan dan
mampu memberikan nafkah lahir bathin, maka wajiblah ia menikah. Karena
menjauhkan diri dari yang haram itu wajib. Sedangkan untuk itu dapat
dilakukan dengan baik, kecuali menikah.17
2. Sunnah
Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu untuk
menikah, tetapi masih dapat menahan dirinya dari melakukan zina, maka
baginya sunnah hukumnya.18
3. Haram
Seseorang akan mengawininya dengan maksud menyakiti atau
mempermainkannya, maka ia akan haram mengawini wanita itu. Apalagi
tidak mampu memenuhi nafkah lahir bathin istrinya serta nafsunya tidak
mendesak maka haramlah dia menikah.
4. Mubah
Menikah dimubahkan bagi seseorang atau laki-laki yang tidak terdesak oleh
alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang
mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya mubah.
17
Abdurrahman Al Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 18
18
Abdurrahman Al Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hal. 19
25
5. Makruh
Adapun menikah makruh hukumnya bagi laki-laki yang lemah syahwatnya
dan tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya walaupun dia kaya dan
tidak merugikan istrinya, ia lebih baik tidak kawin terlebih dahulu karena
apabila kawin takut akan membawa kesengsaraan bagi istrinya.19
D. Hikmah dan Tujuan Perkawinan
Allah mensyari’atkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi
kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan
yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan Allah.Untuk mencapai kehidupan
yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah telah
membekali dengan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik.20
Sebagaimana firman Allah SWT
.. /(٢٢: ٢)الروم
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS/30:21)
Rumah tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil, yang terdiri
dari pasangan suami isteri, anak-anak, mertua dan sebagainya. Terwujudnya suatu
19
Bakri A Rahman dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan dan Hukum Perdata, (Jakarta:
PT Hidayakrya Agung , 1998), hal. 22
20
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2009), hal. 39.
26
rumah tangga yang sah setelah didahului oleh Aqad Nikah atau Perkawinan sesuai
dengan ajaran Agama dan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perkawinan harus diawali dengan niat yang ikhlas karena Perkawinan itu
adalah suruhan Allah dan RasulNya terhadap Hambanya yang mampu.Sebelumnya
pihak-pihak yang bersangkutran (calon suami isteri) hendaklah berusaha mempelajari
dasar-dasar dan tujuan berumah tangga serta seluk beluk pernikahan yang
bersangkutan dengan itu.
Hal itu dimaksudkan supaya landasan atau pondamen rumah tangga yang
akan didirikan itu lebih baik dan lebih kuat, tidak mudah mengalami kegoncangan
dan krisis dalam melayarkan bahtera rumah tangga berikutnya. Selanjutnya
perhatikanlah uraian-uraian ringkas tentang tujuan dan hakekat Perkawinan, baik
menurut ajaran Agama maupun menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974, serta
pengaruhnya lingkungan dan masyarakat, Bangsa dan Agama.21
Manfaat Perkawinan itu telah dirasakan oleh setiap orang yang berumah
tangga antara lain, terdapatnya kepuasan dan ketenangan jiwa (hati), rasa kasih
sayang terhadap isteri dan anak-anak yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab,
baik di bidang kesejahteraan lahiriyah dan batiniyahnya, seperti membentuk
keperibadian anak atau keluarga dengan ajaran Agama dan ilmu pengetahuan lainnya,
dengan tujuan agar terwujud rumah tangga yang sejahtera, bahagia lahir dan batin,
memperoleh keturunan yang sah, suci dimasa yang akan datang.22
21
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1993), hal. 26.
22
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1993), hal. 27.
27
Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekadar pada batas memenuhi
kebutuhan biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan
penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi, dan agama. Di antaranya yang
terpenting adalah sebagai berikut:
1. Memelihara gen manusia.
Pernikahan sebagai sarana untuk memelihara keberlangsungan gen manusia,
alat reproduksi, dan regenerasi dari masa ke masa. Dengan pernikahan inilah manusia
akan dapat memakmurkan hidup dan melaksanakan tugas sebagai khalifah dari Allah.
Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
(/٩٤: ٢٢الحجرات)
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Q:S/13:49)
Dapat dikatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut dapat melalui nafsu
seksual yang tidak harus melalui syariat, namun cara tersebut dilarang oeh Syariat
Islam. Karena yang demikian itu akan menyebabkan terjadinya penganiayaan, saling
menumpahkan darah, dan menyia-nyiakan keturunan sebagaimana yang terjadi pada
binatang.
28
2. Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh.
Di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius.
Seseorang akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat
kemanusiaannya, yaitu ikatan rohani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat
manusia dan menjadi mulia dari tingkat kebinatangan yang hanya menjalin cinta
syahwat antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri
sesungguhnya adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan memandang.
3. Nikah sebagai perisai diri manusia.
Nikah dapat menjaga diri kemanusiaan dan menjauhkan dari pelanggaran-
pelanggaran yang diharamkan dalam agama. Karena nikah memperbolehkan masing-
masing pasangan melakukan kebutuhan biologisnya secara halal dan mubah.
Pernikahan tidak membahayakan bagi umat, tidak menimbulkan kerusakan,
tidak berpengaruh dalam membentuk sebab-sebab kebinatangan, tidak menyebabkan
tersebarnya kefasikan, dan tidak menjerumuskan para pemuda dalam kebebasan.
4. Melawan hawa nafsu.
Nikah menyalurkan nafsu manusia menjadi terpelihara, melakukan maslahat
orang lain dan melaksanakan hak-hak istri dan anak-anak dan mendidik mereka.
Nikah juga melatih kesabaran terhadap akhlak istri dengan usaha yang
optimal memperbaiki dan memberikan petunjuk jalan agama. Semua manfaat
pernikahan diatas tergolong perbuatan yang memiliki keutamaan yang agung.
Tanggung jawab laki-laki terhadap rumah tangganya adalah tanggung jawab
kepemimpinan dan kekuasaan. Istri dan anak-anak adalah keluarga yang dipimpin.
29
Keutamaan memimpin sangatlah agung. Tidak rasional jika disamakan seseorang
yang sibuk mengurus diri sendiri dengan orang yang sibuk mengurus dirinya dan diri
orang lain.23
Perkawinan dan tujuan perkawinan sangat erat hubungannya dengan agama,
maka pendidikan agama dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk
membentuk keluarga bahagia. Sebab sesungguhnya agama membuat hidup dan
kehidupan manusia lebih bermakna.24
23
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2009), hal. 40-41.
24
Daud ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)
cet. 2 hal. 26
30
BAB III
PROFIL DESA SUKA JAYA
A. Gambaran Umum Desa Suka Jaya
Desa Suka Jaya merupakan satu dari delapan desa yang ada di Kecamatan
Muko-muko Bathin VII Kabupaten Bungo yang dulunya masih bersatu dengan Desa
Mangun Jayo dan Baru pada tahun 2008 memisahkan diri dengan nama dusun Suka
Jaya.
Adanya program pemekaran desa membuat desa Suka Jaya ingin mandiri,
melihat desa Suka Jaya ini dari segi persyaratannya seperti adanya satu buah sekolah
dasar dan satu buah Madrarah Tsanawiyah, artinya sudah memenuhi maka desa
mandiri.
Dusun ini pertama dipimpin oleh A. Jarimi sebagai Rio pertama yang
menjabat tahun 2008-2009, setelah itu dilanjutkan oleh pejabat sementara yaitu Uyun
Fauzan karena pemimpin pertama (Datuk Rio) meninggal dunia sampai Yanni Arfis
menang dalam pemilihan Rio dusun Suka Jaya dan memimpin Dusun Suka Jaya
Sampai sekarang dan dibantu oleh aparatur pemerintahan desa lainnya.
Desa Suka Jaya menganut sistem kelembagaan pemerintahan dengan pola
minimal, berikut peneliti menggambarkan skema kelembagaan desa Suka Jaya
kecamatan Muko-Muko Bathin VII kabupaten Bungo.
31
Skema Pemerintahan Desa Suka Jaya
BPD
Ajidan
RIO
Yanni
Arfis,S,Ag
KK. SISKO
BATHIN
M. Haris
KK. LEBAK
RAJO
H. Darwin
Pelaksana Teknis
BIDES
PPL
TP PKK
LPM
KAJUR
UMUM
Zulkifli
KAJUR
PEMBANGUNAN
M. Syafwan
SEKDUS
Jawasriyadi
KAJUR PEM
Zainuddin
KK. RAWA
SIALANG
Humaidi
KK. BELUR
MELINTANG
Adnan US.
32
B. Letak Geografis dan Demografi Desa Suka Jaya
1. Letak geografis desa Suka Jaya
Hampir keseluruhan desa dikecamatan Muko-Muko Bathin VII merupakan
daerah berbukit dengan ketinggian desa antara 66-100 m dari permukaan laut.
Berdasarkan statistik ketinggian desa dari permukaan laut desa tanjung agung
merupakan desa yang paling tinggi yaitu 100 m dari permukaan laut, bearti
ketinggian desa Suka Jaya adalah 66.12 m dari permukaan laut. Desa Suka Jaya juga
di aliri sungai Batang Bungo.1
Desa Suka Jaya ini tidak terlalu jauh dari ibu kota kabupaten, dan akses
menuju kotapun digolongkan sangat mudah. Sedangkan dari ibukota kecamatan
hanya berjarak lebih kurang 1.5 km. Jadi tidak ada kendala dalam transportasi dan
rata-rata setiap rumah mempunyai kendaraan roda dua.
2. Letak Demografi Dusun Suka Jaya
a. Batas Wilayah
No Batas wilayah Daerah perbatasan
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun
Sungai Arang
Kecamatan Bungo Dani
2. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Dusun
Tanjung Agung Kecamatan
Muko-Muko Bathin VII
1http://bungokab.bps.go.id/data/publikasi/publikasi 28/publikasi/files/search/searchtext.xml.
diunduh pada pada hari kamis 6 maret 2014 pukul 21.13
33
3. Sebelah Barat
berbatasan dengan Dusun
Mangun Jayo Kecamatan
Muko-MUKO Bathin VII
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai
Mengkuang Kecamatan
Rimbo Tengah
b. Luas Wilayah
Desa Suka Jaya mempunyai Luas wilayah 1.500 meter yang terdiri dari:
No Jenis Jumlah
1.
2.
3.
Tanah persawahan
Tanah pekarangan
Tanah tegalan
15 (lima belas) ha
10.5 (sepuluh koma lima) ha
3.4 (tiga koma empat) ha
c. Keadaan Iklim
Desa Suka Jaya umumnya mempunyai iklim kemarau dan penghujan,
seperti iklim di desa-desa lain di kabupaten Bungo. Hal tersebut mempunyai
pengaruh langsung terhadap pola tanam yang ada di desa Suka Jaya.2 Yang
sebagian besar mata pencarian penduduknya adalah menjadi buruh tani, yaitu
dengan memanen hasil karet dari kebun karet orang lain.
2 Buku peraturan dusun No. 7 Tahun 2010
34
d. Kondisi sosial desa Suka Jaya
Dilihat dari segi keagamaan penduduk desa Suka Jaya 100% beragama
Islam dan hampir dipastikan belum ada warga desa Suka Jaya ini menganut
agama selain Islam.
Bila dilihat dari segi suku, pada umumnya penduduk asli provinsi
Jambi adalah bersuku melayu dan adat yang dipakai juga merupakan adat
melayu.
Menurut data sensus penduduk pada tahun 2013 penduduk desa Suka
Jaya berjumlah 1134 yang terdiri dari 556 jiwa laki-laki dan 578 jiwa
perempuan dengan jumlah KK sebanyak 300 KK.
Dari segi keamanan desa memiliki keamanan yang cukup memadai
dengan adanya sistem ronda di setiap RT dan didukung dengan adanya
poskamling sebanyak 2 buah.
C. Kondisi Perekonomian dan Pendidikan Desa Suka Jaya
1. Kondisi Perekonomian
Kondisi ekonomi masyarakat desa Suka Jaya sebagian besar tergolong
menengah kebawah. Dimana sebagian besar penduduk Desa Suka Jaya
berprofesi sebagai buruh tani karena dusun ini merupakan Desa pertanian, dan
selebihnya bekerja sebagai PNS dan pedagang.
Dari 1134 jumlah penduduk desa ini yang terdiri dari 556 laki-laki dan
578 perempuan sebagian besar tidak mempunyai pekerjaan tetap, hanya
bekerja sebagai buruh tani atau buruh dari pengusaha karet.
35
Penduduk menurut jenis profesi atau pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pegawai Negeri Sipil
Pensiun PNS
Guru
Kepolisian
Pedagang
Buruh tani
92 orang
9 orang
12 orang
9 orang
5 orang
273 orang
2. Kondisi Pendidikan
Secara umum masyarakat desa Suka Jaya masih tergolong ketinggalan
bila dilihat dari kondisi pendidikan. Dalam berbagai tingkatan, baik itu
ditingkat perguruan tinggi maupun ditingkat sekolah menengah atas.
Di desa Suka Jaya terdapat beberapa sarana pendidikan baik
pendidikan formal maupun non formal.
a. Sekolah Dasar (SD) : satu (1) buah
b. Madrasah Tsanawiyah (MTs) : satu (1) buah
c. TPA : dua (2) buah
Dari hasil wawancara peneliti dengan datuk rio dusun Suka Jaya
didapatkan informai yang menjelaskan, bahwa desa ini masih ketinggalan di
bidang pendidikan dibandingkan dengan desa-desa lain. Hal ini membuat
36
tingkat pengangguran meningkat, yang terjadi adalah warga masyarakat
menjadi buruh tani upahan, yang sebenarnya gajinya tidak mencukupi untuk
kebutuhan sehari-hari. Sehingga tingakat kejahatanpun semakin meningkat,
misalkan seringnya hasil pertanian warga hilang sebelum sempat dipanen.
Untuk memperjelas keterangan diatas dapat dilihat dari gambaran
tingkat pendidikan di desa Suka Jaya dengan menggunakan hasil sensus
penduduk tahun 2010, sebagai berikut:3
No Uraian Jumlah Jumlah keseluruhan
1 Jumlah jiwa 1134
1. Laki-laki 556
2. Perempuan 578
2 Jumlah KK 300
3 Pendidikan
1. Belum tamat SD 148
2. Tamat SD 185
3. SLTP 168
4. SLTA 217
5. Diploma I/II 43
6. Akademi, Diploma III, 20
7. Diploma IV/Strata I 68
3 Buku peraturan dusun No. 7 Tahun 2010
37
Bila dilihat dari jumlah keseluruhan anak yang berumur dari 15 tahun
sampai dengan 25 tahun dan dibandingkan dengan jumlah anak-anak yang
melanjutkan pendidikan di atas SD, maka dapat disimpulkan hanya sebagian
kecil yang melanjutkan sekolah, bearti selebihnya putus sekolah.
3. Kondisi Keagamaan
Secara umum seluruh masyarakat desa Suka Jaya 98% menganut
agama Islam, dan sarana peribadatan yaitu terdapat satu (1) buah mesjid dan
dua (2) buah musholla, dimana musholla ini dipergunakan untuk tempat anak-
anak mengaji pada waktu sore hari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
No Sarana Peribadatan Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Masjid
Musholla
Gereja
Vihara
Pura
1 buah
2 buah
-
-
-
Biasanya kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh msyarakat desa
Suka Jaya di mesjid ini selain memperingati hari-hari besar Islam juga
dipergunakan untuk pengajian setiap malam jumat.
38
BAB IV
PRAKTEK NIKAH TAHLIL
A. Praktek Nikah Tahlil di Desa Suka Jaya
Perceraian merupakan sesuatu perkara yang halal namun sekaligus dibenci
oleh Allah SWT. Orang-orang yang menjatuhkan talak sampai tiga kali baik istrinya
maupun suaminya dalam pandangan masyarakat desa Suka Jaya adalah dianggap
sebagai orang yang yang kurang waras pikirannya. Apalagi bagi seorang wanita
merupakan sebuah aib dan harus cepat-cepat di tahlil atau menikah dengan orang lain.
Sebab dikhawatirkan jika suatu saat akan kembali rujuk dengan mantan suaminya
tanpa ditahlil terlebih dahulu. menurut pandangan masyarakat didesa ini orang mabuk
talak tiga itu tidak seperti mabuk janda biasa tapi seperti orang yang kurang waras.1
Di desa Suka Jaya ini terdapat beberapa orang muhallil yang bersedia
mentahlil atau menikah dengan perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya. dan
perempuan yang ditahlil tersebut tidak hanya dari desa Suka Jaya saja melainkan juga
dari kecamatan-kecamatan lain.
Dalam prakteknya pernikahan tahlil ini dilakukan sepertinya pernikahan biasa,
yang wajib adanya rukun dan syarat dari suatu pernikahan. Seperti adanya wali dari
1 Wawancara dengan tokoh adat. Desa Suka Jaya Pada tanggal 5 februari 2014 di
kediamannya.
39
pihak perempuan, saksi pernikahan dan mahar serta akad pernikahan.2 Adapun
mengenai jumlah mahar tergantung kemampuan laki-laki yang akan menikah tesebut.
Dan pernikahan ini dilakukan bukan di depan pegawai pencatat nikah (PPN) dan
dilakukan di kediaman muhallil. Setelah akad pernikahan ini selesai mereka menjadi
layaknya suami istri.
Namun umur pernikahan ini tidak berlangsung lama, hanya berkisar 3 hari
sampai satu minggu saja, setelah itu mereka bercerai tanpa ada lagi ikatan perkawinan
di antara mereka berdua.
Artinya pernikahan tahlil ini tidak bertujuan untuk mencapai tujuan mulia dari
sebuah pernikahan, yaitu membentuk sebuah rumah tangga dan sebuah keluarga serta
menjaga keturunan umat manusia.
Jika dilihat dari segi akadnya pernikahan ini dilakukan seperti pernikahan
biasa tanpa ada persyaratan apapun dalam akad tersebut, jadi menurut pendapat salah
satu tokoh ulama dan adat desa Suka Jaya bahwa pernikahan ini sah hukumnya
karena yang membatalkan sebuah akad pernikahan adalah persyaratan yang
diucapakan dalam suatu akad yang tidak bisa dipenuhi oleh orang yang berakad.
B. Faktor Praktek Nikah Tahlil
Masyarakat di kecamatan Muko-Muko Bathin VII khususnya di desa Suka
Jaya yang melakukan praktek nikah tahlil dengan menyebutkan beberapa alasan yang
kemudian didukung oleh beberapa tokoh masyarakat dengan berbagai macam
pertimbangan yang selanjutnya disebut tokoh tokoh agama/ Ulama.
2 Hasil wawancara dengan salah satu tokoh ulama desa Suka Jaya tanggal 14 januari 2014 di
kediamannya
40
Praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya ini dilakukan dengan beberapa faktor
diantaranya adalah:
1. Jika pasangan suami istri yang bercerai sampai tiga kali atau istrinya sudah
ditalak sampai tiga kali, dan mereka ingin rujuk kembali, maka disyaratkan
agar istrinya harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain.
Sebagaimana firman Allah SWT.
. /(٢٢.:٢)البقرة
Artinya: kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua),
Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin
dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas
suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang
(mau) mengetahui. (Q:S/2:230).
2. Menurut adat yang berlaku di desa Suka Jaya, pernikahan tahlil ini dibolehkan
dengan landasan hukum adatnya adalah wajib segera itu ada empat hal yaitu:
a. Menuntut akan kawin
b. Cerai akan rujuk
c. Kafir masuk islam
d. Orang meninggal dunia
41
Empat hal ini menurut adat yang berlaku di desa Suka Jaya harus
segera dilaksanakan, karena hal inimerupakan sesuatu yang sangat penting
dan jika tidak dilaksanakan dengan cepat maka berdosa.
Dalam hal ini yang menjadi topik pembicaraannya adalah orang yang
telah talak tiga dan mereka ingin rujuk kembali. Hal ini menyebabkan harus
dilakukan pernikahan terlebih dahulu dengan terhadap wanita tersebut dengan
laki-laki selain suaminya.
3. Praktek nikah tahlil ini sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang dahulu,
sampai sekarang tetap di bolehkan karena jika perempuan yang telah di talak
tiga oleh suaminya itu dan belum menikah dengan laki-laki lain atau belum
ditahlil kemudian mereka ingin rujuk dan lari kedaerah lain yang masyarakat
daerah itu tidak mengetahui bahwa mereka telah talak tiga, maka hukumnya
adalah haram atau sama dengan zina.
4. Kemudian jika talak tiga itu tidak di tahlil secepatnya maka baik suami
ataupun istri yang talak tiga itu akan mendapatkan kutukan dari yang maha
kuasa, bahkan desapun juga akan mendapatkan kutukan, ini menurut hukum
adat yang berlaku di desa ini sesuai larangan adat yang berbunyi:
“Jangankan semakan seminum setepianpun dilarang”
artinya orang yang talak tiga itu tidak boleh hidup bersama dalam sebuah
daerah atau terjadi perbedaan status sosial dalam organisasi masyarakat.3
3Wawancara dengan tokoh adat. desa Suka Jaya Pada tanggal 5 februari 2014 di kediamannya
42
Bagi muhallil faktor yang menyebabkan dia mau menjadi seorang muhallil
secara umum beraneka ragam, berikut hasil wawancara penulis dengan para muhallil:
Castelo (nama samaran) bahwa dia telah menjadi muhallil sejak tahun 2003,
alasan dia mau menjadi seorang muhallil adalah bahwa setiap laki-laki itu pasti
membutuhkan perempuan dalam hidupnya dan laki-laki mana juga yang mampu
menahan syahwatnya. Dan setelah dia melakukan pernikahan malah mendapatkan
sejumlah uang, bahkan dia mengaku bahwa uang yang dia dapat ketika menikah tidak
ada batasan jumlahnya.
Roger (nama samaran) bahwa alasan dia mau menjadi seorang muhallil relatif
sama dengan responden sebelumnya, akan tetapi dia melakukan nikah tahlil ini selain
mendapatkan sejumlah uang dia juga merasakan manisnya madu pernikahan.
Jhony (nama samaran) bahwa dia melakukan nikah tahlil ini dikarenakan
hanya ingin membantu orang yang sudah talak tiga, karena kasian melihat anak-
anaknya, karena orang tuanya telah berpisah, dan alasan lain adalah agar orang yang
telah talak sampai tiga kali itu dapat kembali melanjutkan rumah tangganya, serta
agar mereka terhindar dari dosa besar jika orang yang talak tiga ini rujuk ditempat
lain tanpa ada pentahlilan terhadap istrinya terlebih dahulu. alasan ini juga seperti apa
yang diungkap oleh rico (nama samaran)
43
C. Pandangan Islam Dan Hukum Positif Terhadap Praktek Nikah Tahlil
1. Pandangan Hukum Islam
Dalam hukum perkawinan Islam juga mngenal adanya larangan
perkawinan yang di dalam Fikih disebut dengan mahram atau orang yang haraam
dinikahi, selanjutnya di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan muhrim.4
Para ulama Fikih membagi mahram ini menjadi dua macam yaitu Mahram
Muaqqad (larangan menikah untuk waktu tertentu) dan Mahram Mu’abbad
(larangan untuk selamanya). Wanita yang haram dinikahi untuk waktu selamanya
terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Wanita-wanita satu keturunan
b. Wanita-wanita sepersusuan
c. Wanita-wanita yang haram dinikahi karena hubungan persemendaan.5
Sedangkan wanita yang haram dinikahi untuk waktu tertentu atau yang
bersifat muaqqat sebagaimana yang termuat dalam pasal 40 Kompilasi Hukum
Islam:
a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria
lain
b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain
4 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata Islam di Indonesia (jakarta:
kencana, 2006) hal. 145
5 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata Islam di Indonesia (jakarta:
kencana, 2006) hal. 146
44
c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam.6
Selanjutnya selain yang disebutkan di atas Islam juga melarang
perkawinan seperti nikah mut’ah, nikah syighar, nikah dengan niat untuk
mentalak, nikah dengan istri yang sudah di talak tiga dan yang terakhir adalah
nikah tahlil.
Karena luasnya pembahasan mengenai larangan pernikahan ini penulis
lebih fokus terhadap pernikahan tahlil sebab fokus penilisan ini mengenai
pernikahan tahlil.
Kedudukan pernikahan dalam Islam dari suatu sisi merupakan sunnah
Rasulullah SAW dan pada sisi lain, berfungsi sebagai penyambung keturunan
agar silsilah keluarga tidak terputus.7
Namun pernikahan tahlil ini hanya berfungsi untuk menghalalkan
perempuan yang telah ditalak tiga oleh suaminya untuk rujuk kembali dengan
mantan suaminya tersebut. Nikah yang seperti ini hukumnya adalah haram.
Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah SAW
( لم ) أال أخبركم بالتٍس المستعار؟قال رسول اهلل صلى اهلل علٍه و س -قال عقبت به عامر :
المحلل والمحلل له ( لعه اهللقالوا بلى . ٌا رسول اهلل قال ) هو المحلل . 8
6 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata Islam di Indonesia (jakarta:
kencana, 2006) hal. 150
7 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006)
hal. 7 8Sunan Ibnu Majjah Hadits No 1936, dikutip dari maktabah syamilah, bab
muhallil wa muhallalahu. hal. 623 Matan hadits: . حدثنا ٌحٍى به عثمان به صالح المصري
قال رسول -حدثنا أبً قال سمعت اللٍث به سعد ٌقول قال لً أبو مصعب مشرح به هاعان قالعقبت به عامر :
لعه اهللأال أخبركم بالتٍس المستعار ؟ ( قالوا بلى . ٌا رسول اهلل قال ) هو المحلل . اهلل صلى اهلل علٍه و سلم )
المحلل والمحلل له (
45
Artinya: Uqbah bin Amir berkata telah bersabda Rasulullah SAW, maukah
kuberitahukan kepadamu tentang kambing jantan yang dipinjam? Para
sahabat menjawab, mau wahai Rasulullah. Rasulullah bersabda, yaitu
muhallil. Allah melaknat muhallil dan muhallal lah. (HR. Ibnu
Majjah).9
Namun jika didalam akadnya tidak ada disyaratkan apapun, maka
hukumnya sah karena yang membatalkan suatu akad adalah syarat yang
diucapkan dalam akad namun tidak dilaksanakan.
2. Pandangan Hukum Positif
Permasalahan dalam perkawinan sudah sedemikian rupa diatur dalam
Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan dalam Kompilasi Hukum Islam, baik
mengenai tujuan perkawinan maupun masalah-masalah yang datang setelah
perkawinan
Dalam Kompilasi Hukum Islam sudah sangat jelas bahwa perkawinan
merupakan ikatan yang suci dan mempunyai tujuan yang suci pula, sangat
melindungi hak-hak perempuan.
Nikah tahlil bertentangan dengan aturan-aturan yang dijelaskan dalam
undang-undang perkawinan. Karena adalam pernikahan ini tidak ada pencatatan,
tidak bertujuan untuk membentuk sebuah rumah tangga.
Jadi menurut hukum positif yang mengatur tentang perkawinan,
pernikahan tahlil bertentangan dengan aturan perkawinan baik mengenai prinsip-
prinsip maupun mengenai tujuannya karena perkawinan tersebut mencederai
9 Asrorun Ni’am Sholeh, fatwa-fatwa masalah pernikahan dan keluarga, (Jakarta: Garaha
Pramuda, 2008), hal. 37
46
pasal 2 KHI dan undang-undang no 1 tahun 1974 yang menjelaskan suatu tujuan
perkawinan.
D. Respon Masyarakat Terhadap Praktek Nikah Tahlil
1. Tokoh Agama
Memang dalam ajaran Islam pernikahan Tahlil ini dilarang, namun nikah
tahlil yang diharamkan adalah jika disyaratkan dalam akadnya seperti menikah
dengan batasan waktu atau dalam akadnya disebutkan syarat seperti setelah dukhul
maka jatuhlah talak dan tidak ada lagi pernikahan diantara kalian.
Menurut para Ulama di desa ini, alasan lain yang menguatkan adalah
dikhawatirkan akan terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, seperti suami istri yang
telah talak tiga dan ingin rujuk kembali, tetapi istrinya belum di mahallil kemudian
mereka pergi ketempat lain dan rujuk di sana tanpa istrinya menikah dengan orang
lain, dan itu hukumnya adalah haram.
Hal ini berdasarkan kaidah Ushul Fikih yang menerangkan tentang Syaddu Al-
zariah, di mana Syaddu Al-Zariah itu adalah suatu masalah yang tampaknya mubah,
tetapi kemungkinan bisa menyampaikan kepada pekara yang telarang. Sesuatu yang
menyebabkan jatuh atau terbawa kepada perbuatan yang terlarang maka hukumnya
adalah haram.10
10
Wawancara dengan salah satu ulama di dusun Suka Jaya. Pada tanggal 14 januari 2014 di
kediamannya.
47
2. Tokoh Adat
Menurut ketua lembaga adat desa Suka Jaya, hukum nikah Tahlil juga
diperbolehkan karena jika tidak dilaksanakan akan disumpah biso kawi yang
dijelaskan dalam seluko adat yaitu “ibarat kayu di tengah tebat ke ateh dak bapucuk
kebawah dak baurat di tengah-tengah digakuk kumbang” yang artinya seperti
kerakap tubuh di batu hidup segan mati pun tak mau.
Jadi kalau orang yang telah ditalak tiga oleh suaminya kemudian belum
dibersihkan maka akan ada kesenjangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat,
bahkan masyarakat tidak mau bergaul dengan orang tersebut.
Oleh sebab itu setiap orang yang ditalak tiga maka setelah habis masa
iddahnya secepat mungkin harus segera ditahlilkan. karena orang yang talak tiga
kemudian ingin kembali rujuk untuk melanjutkan rumah tangganya, jika tidak
disegerakan maka ara anggota lembaga adat juga dikenakan sumpah biso kawi. Ini
merupakan peraturan adat yang sudah dilaksanakan sejak dahulu.11
E. Analisis Hasil Wawancara
Setelah melakukan wawancara secara mendalam terhadap tokoh masyarakat,
ketua lembaga adat, pelaku nikah tahlil atau muhalil dan para Ulama yang berada
didesa ini maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
Bahwa praktek nikah tahlil yang dilakukan di desa Suka Jaya ini hukumnya
adalah boleh, karena melakukan sesuatu untuk niat kebaikan terhadap orang lain.
11
Wawancara dengan tokoh adat.desa Suka Jaya Pada tanggal 5 februari 2014 di
kediamannya.
48
Kemudian praktek nikah tahlil ini juga tidak fasid atau batal pernikahannya,
walaupun pernikahan ini diniatkan untuk menghalalkan perempuan yang telah ditalak
tiga oleh suaminya untuk kembali rujuk dengan suaminya tersebut, karena yang
membatalkan suatu pernikahan bukanlah hal-hal yang diniatkan, tetapi sesuatu yang
disyaratkan tidak penuhi maka batal suatu akad pernikahan.
Hal ini sesuai dengan pendapat imam As-SyafiI sebagimana yang dikutip oleh
Amir Syarifuddin Dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkwinan Islam di
Indonesia, bahwa jika didalam akad tidak tidak syarat untuk menceraikan perempuan
tersebut setelah dukhul atau selainnya tetapi hanya diniatkan saja, maka hukum
pernikahan tahlil tersebut adalah sah karena dalam akad perkawinan itu tidak terdapat
adanya persyaratan.12
Akan tetapi sebuah akad perkawinan hanya batal dengan apa yang disyaratkan
bukan dengan apa yang diniatkan.13
dengan demikian pernikahan tahlil yang
dilakukan di desa Suka Jaya, hukumnya sah karena dalam prakteknya akad yang
dilangsung tidak ada syarat apapun.14
Pernikahan tahlil ini tidak jauh berbeda dengan pernikahan biasa baik dari
segi rukunnya maupun syaratnya, hanya saja yang ada perbedaan adalah pada syarat
calon mempelai perempuan yaitu harus sudah di jatuhi talak tiga oleh suaminya.
12
Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (jakarta: kencana, 2007) hal. 106
13
Amir Syarifuddin, hukum perkawinan Islam di Indonesia (jakarta: kencana, 2007) hal. 107
14
Wawancara dengan salah satu ulama di dusun Suka Jaya. Pada tanggal 14 januari 2014 di
kediamannya.
49
Jika dilihat dari segi akadnya, akad yang dilakukan seperti pernikahan biasa
tanpa ada disyaratkan untuk menceraikannya setelah dukhul. Jika ada pensyaratan
seperti akan cerai setelah mereka melakukan hubungan badan maka hukumnya adalah
haram. Hal ini berdasarkan beberapa pendapat ulama di antaranya:
1. Imam Syafi’I
Beliau mengatakan muhallil yang merusak hukum sahnya pernikahan adalah
mereka yang menikahi perempuan dengan mensyaratkan tahlil, kemudian
menceraikannya. Tetapi jika orang yang melakukan nikah tidak mensyaratkan
atau menyebutkannya di dalam akad nikah, maka akad nikah yang dilakukan
adalah sah.15
2. Imam Abu Yusuf
Menurut beliau, nikah tahlil ini hukumnya tidak sah karena hanya bertujuan
untuk menghalalkan nikah lagi atau rujuk dengan suami sebelumnya.
3. Imam Abu Hanifah
Jika laki-laki itu mensyaratkan tahlil ketika melakukan akad dengan
menyebutkan tujuan pernikahannya untuk menghalalkan perempuan tersebut
agar dia bisa menikah lagi dengan suami sebelumnya, maka perempuan yang
dinikahinya boleh menikah kembali dengan suami sebelumnya tapi dibenci
sebab nikah tidak dapat dibatalkan dengan syarat yang batil. Dengan
demikian, perempuan yang ditahlil itu diperbolehkan menikah kembali
15
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah yang diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin. (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2011). hal. 261
50
dengan suami sebelumnya, manakala dia sudah bercerai atau suami yang
menikahinya secara tahlil meninggal dunia dan dia sudah melewati masa
iddahnya.16
Jika dilihat dari aspek peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perkawinan di indonesia, menjelaskan tentang tujuan utama dari suatu pernikahan
yaitu untuk membentuk suatu keluarga atau rumah tangga yang sakinah mawaddah
warahmah, sebagaimana yang tertera dalam pasal Pasal 3 “Perkawinan bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah”.17
hal ini memang bertentangan karena nikah tahlil ini tidak mempunyai tujuan
untuk membentuk suatu keluarga sebagaimana yang di dalam aturan perundang-
undangan. Akan tetapi pernikahan tahlil yang dilakukan didesa ini bertujuan untuk
menghalalkan kembali wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya untuk kembali
rujuk dengan suaminya tersebut. Artinya bertujuan untuk menmbantu suami istri
tersebut melanjutkan rumah tangganya.
Walaupun tidak untuk membentuk suatu keluarga, akan tetapi nikah tahlil
juga sebagai antisipasi dari perbuatan zina jika suami istri itu pergi ke suatu tempat
dan mereka menikah kembali tanpa ada pentahlilan terhadap perempuan itu terlebih
dahulu. Perbuatan yang seperti ini merupakan suatu perbuatan yang sangat
menentang hukum Allah SWT dan merupakan suatu dosa besar.
16
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah yang diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin. (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2011). hal. 261
17
Kompilasi Hukum Islam Bab II Dasar-Dasar Perkawinan
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan secara panjang lebar mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan nikah tahlil dalam bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis
menarik kesimpulan bahwa:
1. Praktek nikah tahlil di desa Suka Jaya ini dilakukan oleh beberapa orang yang
ingin rujuk kembali dengan setelah bercerai sampai tiga kali, pernikahan ini
dilakukan seperti pernikahan biasa namun umur pernikahannya tidak
berlangsung lama hanya berkisar tiga hari sampai satu minggu
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Motivasi dilakukannya nikah tahlil ini
adalah untuk menghalalkan kembali istri yang telah ditalak tiga oleh suaminya
untuk kembali rujuk dengan suaminya tersebut.
Kemudian pernikahan tahlil ini dibolehkan karena menurut hukum adat yang
berlaku di Desa ini bahwa salah satu yang harus dan wajib disgerakan adalah
orang yang bercerai kemudian mereka ingin rujuk kembali.
Faktor yang dominan adalah keinginan muhallil untuk membantu suami istri
yang telah bercerai sampai tiga kali untuk kembali rujuk dan melanjutkan
kehidupan rumah tangga mereka.
52
3. pernikahan tahlil menurut hukum Islam hukumnya adalah haram jika ada
suatu syarat di dalam akadnya, namun jika tidak ada syarat didalam akadnya
dan bertujuan untuk membentu orang tersebut tanpa ada rekayasa sedikitpun
dalam akadnya maka nikah ini adalah sah, karena yang membatalkan suatu
akad itu adalah syarat yang diucapkan dalam sebuah akad dan syarat itu tidak
dapat dipenuhi.
Memang pernikahan tahlil ini bertentangan dengan hukum positif yang
menjelaskan tujuan dari sebuah perkawinan, namun disisi lain pernikahan ini
juga bertujuan untuk membantu orang yang telah talak sampai tiga kali untuk
kembali melanjutkan rumah tangganya juga sebagai antisipasi jika suami istri
tersebut menikah ditempat lain tanpa adanya pentahlilan terlebih dahulu.
Jadi menurut hukum positif tetap dilarang karena bertentangan dengan prinsip
perkawinan yaitu akad yang mitsaqan ghalidzan, dan tujuan darip perkawinan
yang tercantum dalam pasal 2 ayat 3 dan 3
B. Saran
Mengingat bahwa perkawinan merupakan peristiwa sakral yang terjadi sekali
dalam seumur hidup tanpa terkecuali karena satu dan lain hal yang membuat suatu
perkawinan itu berakhir, dan mengingat bahwa perkawinan itu sendiri harus terjaga
keabsahannya oleh karena itu menanggapi praktek nikah tahlil ini, penulis ingin
menyampaikan beberapa saran yang insya allah bermanfaat. Walaupun keputusan
terakhir ada pada masing-masing individu yang menjalaninya karena ini berkaitan
dengan pemahaman sesorang.
53
Adapun saran-saran yang ingin penulis ungkapkan adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya penyuluhan tentang hukum pernikahan khususnya mengenai
nikah tahlil dan segala masalah yang ada didalamnya. Karena motivasi
sebagian kecil pelaku nikah tahlil ini hanya uang dan syahwat saja.
2. Bagi pelaku nikah tahlil diharapkan mengerti tentang tujuan dari pernikahan
yang sesungguhnya dan jangan menikah tahlil hanya mengharapkan sejumlah
uang.
3. Bagi pemerintah kabupaten bungo khususnya desa Suka Jaya dari segi
pendidikan dan pengetahuan tentang Islam dan hukum perkawinan hendaknya
harus lebih ditingkatkan terlebih lagi dalam masalah perkawinan
4. Diharapkan bagi kepala desa atau Datuk Rio desa Suka Jaya membuat sebuah
program kajian terhadap kitab-kitab fikih khususnya mengenai hukum-hukum
pernikahan dengan mendatangkan Ulama atau orang yang berkompeten
dibidang itu.
5. Diharapkan bagi para Ulama tokoh adat hendaknya menggali ilmu tentang
Undang-undang perkawinan di Indonesia supaya bisa memahami mekanisme
pernikahan dan perceraian sebagaimana diatur dalam perundang-undangan
yang berlaku.
54
DAFTAR PUSTAKA
A Rahman, Bakri dan Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan dan Hukum Perdata.
Jakarta: PT Hidayakarya Agung, 1998.
Alhamdani, Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 1985.
Ali, Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002.
Asmawi, Mohammad. Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta:
Darussalam, 2004.
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama. Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986.
Aziz Muhammad Azzam, Abdul. Al-Usroh Wa Ahkamiha Fi Al-Tasyri’al-Islam.
Diterjemahkan oleh Abdul majid Khon. Fikih munakahat. Jakarta: Amzah,
2009.
Buku peraturan dusun No. 7 Tahun 2010
Ghazaly, Rahman. fiqh munakahat, Bogor: Kencana, 2003.
http://bungokab.bps.go.id/data /publikasi/files/search/searchtext.xml. diunduh pada
pada hari kamis 6 maret 2014 pukul 21.13
J moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004.
Kompilasi Hukum Islam
Ma’ani, Al-Adzim dan Ahmad Al-Ghundur, hukum-hukum dari Al-Quran dan
Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.
Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008.
Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang. Jakarta: CV, Cendekia Sentra
Muslil, 1997.
Nazar Bakri, Sidi. Kunci Keutuhan Rumah Tangga. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,
1993.
55
Ni’am Sholeh, Asrorun. Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga. Jakarta:
Garaha Pramuda, 2008.
Nuruddin, Amiur. dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Jakarta: Prenada Media, 2006.
Rahman Al-Ghazali, Abdul. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana, 2003.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah yang diterjemahkan oleh Abdurrahim dan Masrukhin.
Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011.
Shidiq, Sapiudin. Ushul Fiqh. Jakarta: kencana, 2011.
Sopyan, Yayan. Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam
Hukum Nasional. Jakarta: RMBooks, 2012.
Sudirman Abbas, Ahmad. Pengantar Pernikahan. Jakarta: PT. Prima Heza Lestari,
2006.
Sunan Ibnu Majjah Hadits No 1936, bab muhallil wa muhallalahu. Di kutip dari
maktabah Syamilah
Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana, 2004.
Syarifuddin, Amir. hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007.
Tim Penulis Fakultas Syari’ah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2004.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Wawancara Dengan Tokoh Ulama Bapak Abdullah
Pertanyaan:
Apa pendidikan terakhir anda?
Jawaban:
Tamat kelas tujuh pondok pesantren As’ad jambi
Pertanyaan:
Bagaimana menurut anda praktek tentang praktek nikah tahlil
Jawaban:
Praktek nikah tahlil ini sebenarnya sudah dijelaskan dalam hadits rasulullah di mana Allah
melaknat muhallil dan muhalla lahu, namun jika tidak dilaksanakan ini dikhawatirkan akan
terjadi beberapa kemungkinan buruk salah satunya adalah bagaimana jika suami istri yang telah
talak tiga kemudian mereka pergi ketempat lain dan menikah di sana tanpa harus ditahlil terlebih
dahulu istrinya itu, bukankah itu merupakan suatu perbuatan dosa besar. Nah pernikahan tahlil
ini juga merupakan sesuatu antisipasi agar mereka terhindar dari perbuatan dosa tersebut.
Pertanyaan:
Bagaimana cara pernikahannya apakah seperti nikah biasa atau ada yang direkayasa
Jawaban:
Pernikahannya seperti pernikahan biasa seperti adanya saksi, wali, mahar dll. Namun pernikahan
ini tidak disaksikan atau tidak ada walimahnya, terus didalam akadnya juga seperti pernikahan
biasa tanpa ada yang direkayasa
Pertanyaan:
Pernikahan tahlil ini kan hanya untuk waktu tertentu, apakah dalam akadnya ada disebutkan
batas waktunya
Jawaban:
Dalam akadnya tidak ada disyaratkan sesuatupun, dan tidak pula disebutkan batas waktunya,
namun ini sudah menjadi tradisi adat di desa ini
Wawancara Dengan Tokoh Adat Bapak Nurdin
Pertanyaan:
Bagaimana menurut adat yang berlaku tentang hukum pernikahan tahlil
Jawaban:
Nikah tahlil ini diperbolehkan karena wanita yang telah ditalak tiga, jika tidak di tahlilkan
secepatnya merupakan aib bagi dusun, maka harus cepat-cepat ditahlilkan
Pertanyaan:
bagaimana tatacara dan akad dalam pelaksanaan pernikahan ini
jawaban:
pernikahan ini seperti pernikahan biasa, dan didalam akadnyapun tidak ada yang berbeda
pertanyaan:
bagaimana tentang umur pernikahan yang hanya sebentar
jawaban:
mengenai umur pernikahan yang relatif singkat ini sama sekali tidak ada rekayasa, dari segi
akadpun juga tidak ada sesuatupun yang disyaratkan. Namun sudah menjadi kebiasaan sejak
zaman dahulu bahwa mereka menikah hanya bertujuan untuk mentahlil agar perempuan tersebut
bisa kembali melanjutkan rumah tangga mereka.
Pertanyaan:
Jika orang yang talak tiga ini ingin rujuk kemudian tidak disegerakan, bagaimana menurut
hukum adat di desa ini
Jawaban:
Ada empat perkara yang harus disegerakan
1. Menuntut akan kawin
2. Cerai akan rujuk
3. Kafir masuk islam
4. Orang meninggal dunia
Yang empat hal diatas ini harus disegerakan jika tidak akan dikenakan sumpah biso kawi yaitu
sumpah adat.
Wawancara Dengan Responden Pertama
Perntanyaan:
Apa pendidikan terakhir anda
Jawaban:
Tamat SD
Pertanyaan:
Berapa umur anda
Jawaban:
41 tahun
Tidak tamat sekolah dasar
Pertanyaan:
Apa pekerjaan anda
Jawaban:
Jadi buruh tani karet
Pertanyaan:
Berapa rata-rata penghasilan anda perbulan
Jawaban:
Hanya bekisar 800 ribu perbulan
Pertanyaan:
Apa motivasi anda mau menjadi seorang muhallil
Jawaban:
Sebenarnya motivasi saya mau menjadi seorang muhallil adalah ya untuk mendapatkan sejumlah
uang, biar bisa untuk membantu perekonomian. Maklum sekrang karet lagi turun harganya Cuma
7000 per kilo,
Pertanyaan:
Siapa yang memberi uang tersebut
Jawaban
ya dari pihak perempuan yang ditahlilkan
pertanyaan:
sudah berpa kali anda menjadi muhallil dan berapa uang yang anda peroleh dari setiap anda
menikah
jawaban:
lebih dari tujuh kali, uang yang saya peroleh dari setiap pernikahan tersebut berkisar tiga ratus
ribu
pertanyaan:
dari daerah mana saja wanita yang akan ditahlil tersebut
jawaban:
wanita yang datang dari beberapa daerah, ada yang dari kecamatan bungo dani yang jelas masih
dalam daerah kabupaten bungo
Wawancara Dengan Responden kedua
Perntanyaan:
Apa pendidikan terakhir anda
Jawaban:
Tidak tamat sekolah dasar
Pertanyaan:
Berapa umur anda
Jawaban:
45 tahun
Apa pekerjaan anda
Jawaban:
Ngambil pasir di sungai
Pertanyaan:
Berapa rata-rata penghasilan anda perbulan
Jawaban:
Hanya bekisar 1.000.000 perbulan
Pertanyaaan:
Apa motivasi anda mau menjadi seorang muhallil
Jawaban:
Sebenarnya motivasi saya mau menjadi seorang muhallil adalah ya untuk mendapatkan sejumlah
uang, biar bisa untuk membantu perekonomian.
Pertanyaan:
Siapa yang memberi uang tersebut
Jawaban
ya dari pihak perempuan yang ditahlilkan
pertanyaan:
sudah berpa kali anda menjadi muhallil dan berapa uang yang anda peroleh dari setiap anda
menikah
jawaban:
udah tiga kali, uang yang saya peroleh dari setiap pernikahan tersebut berkisar tiga ratus ribu
pertanyaan:
dari daerah mana saja wanita yang akan ditahlil tersebut
jawaban:
wanita yang datang dari beberapa daerah, ada yang dari kecamatan sebelah yang jelas masih
dalam daerah kabupaten bungo.
Wawancara Dengan Responden ketiga
Perntanyaan:
Apa pendidikan terakhir anda
Jawaban:
Hanya tamat SD
Pertanyaan:
Apa pekerjaan anda
Jawaban:
Jadi buruh tani karet
Pertanyaan:
Berapa rata-rata penghasilan anda perbulan
Jawaban:
Hanya bekisar 1.200.000 ribu perbulan
Pertanyaan:
Apa motivasi anda mau menjadi seorang muhallil
Jawaban:
Sebenarnya motivasi saya mau menjadi seorang muhallil adalah hanya ingin membantu orang
yang telah bercerai sampai tiga kali agar mereka kembali melanjutkan rumah tangga mereka kan
kasian anak-anak mereka.
Pertanyaan:
Tapi apakah anda juga memperoleh uang dari pernikahan tersebut
Jawaban:
Ya kalau dikasih uang ya diterima tapi bukan sebagai upah menjadi muhallil
Pertanyaan:
Siapa yang memberi uang tersebut
Jawaban
ya dari pihak perempuan yang ditahlilkan
pertanyaan:
sudah berpa kali anda menjadi muhallil dan berapa uang yang anda peroleh dari setiap anda
menikah
jawaban:
sudah dua kali, uang yang saya peroleh dari setiap pernikahan tersebut berkisar dua ratus ribu
pertanyaan:
dari daerah mana saja wanita yang akan ditahlil tersebut
jawaban:
wanita yang datang dari beberapa daerah, ada yang dari kecamatan bungo dani yang jelas masih
dalam daerah kabupaten bungo