syariah
DESCRIPTION
syariahTRANSCRIPT
![Page 1: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/1.jpg)
Perbankan Syariah pada dekade terakhir menunjukkan tren perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan bertambahnya jumlah Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Sejalan dengan hal itu, dibutuhkan sumber daya insani profesional dalam mengembangkan industri perbankan syariah yang lebih baik dimasa yang akan datang. Ketersediaan SDM perbankan yang memahami tentang philosofi, prinsip-prinsip dasar bank syariah serta operasional bank syariah secara mumpuni merupakan sebuah keharusan agar dapat berkontribusi terhadap bisnis bank dan mendukung pertumbuhan industri perbankan syariah di tanah air.
Terkait dengan upaya pengembangan sumber daya insani perbankan syariah tersebut, ICDIF LPPI telah bekerjasama dengan Bank Indonesia sejak tahun 2005 dalam berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan. Pada tahun 2012 ini Bank Indonesia dan ICDIF LPPI kembali melaksanakan progam pelatihan bagi SDM Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan SDM perbankan nasional yaitu pelatihan Basic Training of Islamic Bank (Pelatihan Dasar Perbankan Syariah - PDPS).
Program tersebut bertujuan untuk memberikan pembekalan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan, sehingga mampu memahami prinsip dasar perbankan syariah dan memperoleh gambaran mengenai operasional bank syariah serta mampu berperan sebagai SDI perbankan syariah yang berkualitas, berkompeten dan profesional.
![Page 2: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/2.jpg)
Sistem keuangan dikatakan berfungsi efektif apabila secara struktural ia mampu menghubungkan antara unit surplus dengan unit defisit secara optimal. Sistem keuangan tersebut idealnya diharapkan mampu mendorong pertumbuhan dan mendukung perkembangan ekonomi yang tangguh, stabil, kuat, dan yang terpenting adalah kredibel serta dapat dipercaya (trustworthy).
Idealisme tersebut tidaklah mudah dicapai. Arus globalisasi dan revolusi pergerakan informasi, komunikasi dan teknologi menghasilkan perilaku sistem keuangan yang makin kompleks, kompetitif, dan terkait satu sama lain (interdependensi). Di samping perubahan yang dinamis, liberalisasi pasar keuangan juga telah meningkatkan terjadinya volatilitas yang saling berkaitan, ketidakstabilan keuangan, dan risiko sistemik.
Namun dengan suatu sistem dan strategi pengendalian risiko yang dikombinasikan dengan praktik tata kelola yang baik, kecukupan peraturan dan kebijakan, serta pengawasan yang tepat, hal itu bisa dicapai. Struktur manajemen makro dan mikro keuangan lebih efisien dan stabil bisa dicapai dan diwujudkan yang pada gilirannya dapat mengurangi berbagai risiko dan ketidakstabilan yang potensial di dalam sistem keuangan. Pengendalian risiko yang dimaksud bukan hanya secara makro, namun juga berlaku secara mikro di seluruh jasa keuangan. Tidak terkecuali perbankan syariah. Bahkan perbankan syariah dengan prinsip dan praktiknya yang berciri khusus telah membuktikan dirinya mampu bertahan di saat krisis keuangan global yang menderanya.
Sejarah dan karakteristik
Dunia Islam telah lama mendambakan sistem perekonomian yang berbasis nilai dan prinsip syariah (Islamic Economis System), yang dapat diterapkan dalam setiap aspek kehidupan bisnis dan transaksi keuangan mereka, terutama pelayanan jasa perbankan. Karena praktik bank (konvensional) selama bertahuntahun menggunakan sistem bunga yang dianggap sebagai riba.
Sampai kemudian muncul bank syariah. Ia merupakan perwujudan pelaksanaan ibadah, dan transaksi bisnis serta keuangan. Namun demikian bukan berarti praktik itu hanya dianut dan laku di masyarakat dan negara berpenduduk muslim. Ternyata di belahan dunia lain yang mayoritas penduduknya bukan penganut paham Islam, perkembangan praktik itu tak kalah mencengangkan.
Tidak kurang dari Citibank, Bank ANZ, ABN AMRO dan lembaga keuangan global lainnya, berhasil mempraktekkan dan mengembangkan industri keuangan syariah di berbagai negara. Ini berarti bahwa prinsip yang dikandung paham syariah Islam –misalnya prinsip kemitraan dan kebersamaan dalam pembagian keuntungan (profit distribution) dan risiko, dapat diadopsi dan berlaku universal.
Sistem keuangan Islam memiliki karakteristiknya yang unik, antara lain: prinsip titipan atau trust depository, bagi hasil atau profit sharing, jual beli atau sale and purchase, sewa atau operational and financial lease, dan jasa atau fee-based services. Ia juga tidak menganut berbagai bentuk bunga (usury), insider trading atau perdagangan berisiko di mana terdapat suatu informasi yang asimetris antara bank dan nasabahnya. Intinya perbankan syariah menghindari berbagai bentuk perjudian dan tingkat transaksi dengan spekulasi tinggi.
![Page 3: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/3.jpg)
Dengan segala keunikannya itu, sistem keuangan syariah telah membuktikan bahwa ia tahan terhadap krisis keuangan global yang baru terjadi. Hal ini juga tidak terlepas dari stabilitas internalnya yang bertumpu pada kekuatan asset-based structures, yakni terdapatnya risiko dan return yang benar-benar dihasilkan dari underlying assets dan operasional bank, dan bukan perdagangan kertas semata-mata. Juga terbinanya hubungan antara investor dan pengusaha berdasarkan saling percaya, serta fitur partisipasi risiko dan return yang didistribusikan secara merata.
Selain itu, prinsip syariah yang berpatokan pada pembagian, distribusi, dan penyebaran pendapatan dan risiko secara proporsional, ternyata bermanfaat mendorong kegiatan ekonomi dan keuangan yang lebih transparan dan adil. Keadilan diyakini bakal membawa kesejahteraan, karena Islam menganggap umat manusia sebagai satu keluarga. Atau sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas geografis. Penyeimbangan aspek dunia dan akhirat inilah yang merupakan karakteristik unik sistem ekonomi Islam. Perpaduan unsur material dan spiritual ini tidak dijumpai dalam sistem perekonomian lain, baik kapitalis maupun sosialis.
Di Indonesia, bank syariah muncul secara resmi pada tahun 1992, sejalan dengan diberlakukannya UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Namun dalam kurun waktu lebih dari enam tahun perkembangan bank syariah belumlah sepesat bank-bank konvensional. Harapan kemudian membuncah dengan diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998, yang memberikan keleluasaan bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Manajemen risiko
Basel II adalah suatu rekomendasi dalam ketentuan dan aturan perbankan yang diterbitkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BIS). Tujuan Basel II pada prinsipnya adalah menciptakan peraturan dan ketentuan tentang berapa besarnya modal yang dibutuhkan dan harus dicadangkan bank guna melindungi dari berbagai risiko keuangan dan risiko operasional yang dihadapi. Tidak terkecuali manajemen risiko di perbankan syariah, walau penekanan dan profil risikonya bisa berbeda.
Praktik manajemen risiko perbankan syariah melalui proses integrasi beberapa pendekatan, terutama: 1) pendekatan yang holistik, 2) pendekatan berbagai disiplin ilmu, 3) pendekatan kualitatif dan kuantitatif, 4) pendekatan manajemen sentralisasi dan desentralisasi, serta 5) fokus pada risiko-risiko yang berkaitan dengan operasional perbankan syariah, termasuk risiko kepatuhan yang dikenal ketat terhadap hukum dan peraturan syariah. Selain itu bank syariah juga perlu menerapkan metodologi Enterprise Risk Management (ERM) yang berkaitan dengan Basel II Accord dan metodologi lain yang pas dengan ciri syariah.
Dalam rangka memenuhi ketentuan pada Basel II pilar pertama, perbankan syariah hendaknya memenuhi modal minimum berdasarkan profil risiko yang dikandungnya, agar modal yang dibukukan sesuai dengan modal yang seharusnya dibutuhkan. Beberapa prasyarat agar bank syariah mendapatkan kemanfaatan optimal dalam menerapkan manajemen risiko berdasarkan Basel II, antara lain adalah: pendekatan ERM di bank syariah mesti dilakukan secara menyeluruh, hati-hati dan paham dengan risiko khusus yang melekat pada bank syariah.
![Page 4: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/4.jpg)
Standar produk dan jasa perbankan syariah yang unik hendaknya dipatuhi para pelakunya, sehingga terhindar dari interpretasi yang beragam. Akhirnya, standar akuntansi dan audit bank syariah sebagai second line of defense, perlu disepakati, sehingga pembukuan nilai bank syariah dan temuan audit benarbenar dipahami, serta menambah nilai bagi bank syariah.
Melihat ke depan
Dengan mencermati karakteristik perbankan syariah, kemampuan dan daya tahannya terhadap hantaman krisis keuangan global, diperlukan upaya meningkatkan praktik operasional bank syariah yang lebih mantap agar perannya dalam perekonomian lebih besar. Namun disadari bahwa bankir dan praktisi di perbankan syariah, pada umumnya masih kurang memahami filosofi dan konsep dasar serta praktik bank syariah secara mendalam.
Terkadang para bankir yang ditempatkan di bank syariah belum merupakan bankir yang benar-benar berminat dan berniat membaktikan dirinya bekerja secara profesional di jajaran bank syariah. Masih dijumpai mereka yang sekedar bekerja mengisi lowongan pekerjaan sambil menunggu kesempatan pindah atau dipromosikan ke jajaran bank konvensional. Sehingga hasilnya menjadi kurang optimal, baik dalam operasionalisasi maupun dalam pemecahan masalah dan terobosan pengembangan bank syariah. Diperlukan strategi manajemen SDM bank syariah yang lebih memikat para pekerjanya, sehingga terjaring pekerja yang lebih berminat dan profesional.
Program sosialisasi, pendidikan dan pelatihan serta praktik menjalankan bank syariah yang komplit dan menyeluruh kepada calon dan bankir syariah, sangat diharapkan. Sehingga tidak ada keraguraguan di lapangan dalam menghadapi nasabah dengan segala permasalahannya. Apalagi bila kita mencermati kenyataan bahwa masyarakat dan pengguna jasa perbankan syariah tidak sedikit yang masih awam. Dengan kondisi itu maka edukasi kepada mereka pun sangat dibutuhkan agar peningkatan pangsa pasar perbankan syariah semakin mudah dicapai.
Di tingkat kebijakan, masih perlu dilakukan penggalian khazanah fikih muamalah yang lebih luas, dan kemudian menerjemahkannya dalam produk dan jasa perbankan modern, sejalan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
Dengan fungsinya sebagai lembaga syariah tertinggi yang menaungi dan mengawasi operasional kesyariahan lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia, DSN diharapkan mampu menyikapi perbedaan dan perkembangan yang terdapat di lapangan secara tepat. Dengan begitu DSN diharapkan tidak membingungkan nasabah dan masyarakat. Selain itu, DSN dan jajaran kunci bank syariah terus dibekali dengan praktik manajemen risiko perbankan syariah terkini, yang sinkron dengan Peraturan Bank Indonesia tentang penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum.
Untuk mendorong agar bank syariah lebih besar kontribusinya terhadap sistem keuangan nasional, kemauan politik pemerintah dan pembuat undang-undang serta peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ideal perlu direalisasikan. Apalagi posisi OJK sangat strategis yakni mengawasi seluruh lembaga keuangan Indonesia. Harapan kepada OJK adalah agar pengawasan sistem keuangan negara benar-benar tepat sasaran, mampu memberikan masukan dan arah yang jelas, yang pada gilirannya membuahkan nilai tambah bagi pengembangan lembaga keuangan, tidak terkecuali bank syariah. Semoga. (Oleh Gayatri Rawit Angreni)
![Page 5: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/5.jpg)
Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world)
lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah
(Islamic economic system) untuk dapat di terapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis
dan transaksi umat.
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni
sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam
jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank
konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari
apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau
profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Sekarang, saatnya kita membuktikan bahwa dengan sistem perbankan syariah kita
dapat menghilangkan wabah negative spread “keuntungan minus” dari dunia perbankan.
Tulisan ini dibuat dengan tujuan utama untuk memberi pengantar bagi sejarah
perkembangan Bank Islam di Indonesia dengan pembahasan pokok menyangkut
perkembangan teoritis, kelembagaan dan hukum positif mengenai Perbankan Islam. Namun
mengingat perbankan Islam bukan merupakan fenomena khas Indonesia serta
perkembangannya tidak mungkin terjadi tanpa pengaruh dunia luar, maka bab sebelumnya
akan membahas perkembangan perbankan Islam secara umum di luar Indonesia dan secara
internasional.
Berdasarkan uraian diats, maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan
judul “Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia”.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang penulisan ilmiah ini, penulis mengindentifikasikan
masalahnpenelitian sebagai berikut :
![Page 6: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/6.jpg)
a. Masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar
uang.
b. Kurangnya sosialisasi dan pengetahuan masyarakat tentang perbankan Syariah.
c. Masih banyak masyarakat yang menganggap perbankan Syariah tidak berbeda dengan
perbankan Konvensional yang mencari keuntungan dalam bisnisnya dengan jalan
membungakan uang kepada para nasabahnya.
1.3. Batasan Dan Rumusan Masalah
1.3.1. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis memfokuskan permasalahan dilihat
dari dasar hukum, manajemen perbankan Syariah, prinsip Syariah, kegiatan usaha Bank
Syariah, dan Bank Muamalat.
1.3.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, masalah dalam perumusan ini
dirumuskan sebagai berikut :
1) Seberapa besar kualitas Bank Syariah terhadap perekonomian Negara ?
1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan
1.4.1. Maksud Penulisan
Penulisan ini dikerjakan dengan maksud selain menyusun Penelitian Ilmiah sebagai
persyaratan dalam memenuhi penilaian mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan 1 pada
Program Strata Satu Sarjana Ekonomi Universitas Gunadarma Konsentrasi Manajemen serta
mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perbankan Syariah.
1.4.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk :
1) Mengerti dan memahami tentang dasar hukum perbankan syariah
2) Mengerti dan mengetahui tentang Prinsip Syariah
3) Memahami tentang kegiatan usaha bank syariah
1.5. Kegunaan Penulisan
Selanjutnya, kegunaan yang diharapkan dari penulisan ini adalah :
1) Secara Akademis
![Page 7: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/7.jpg)
diharapkan dapat mengetahui bagaimana sistem perbankan syariah beroperasional secara
lebih luas.
2) Secara Praktis
Diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya pengetahuan bagi pihak yang
ingin mengalokasikan dananya melalui lembaga perbankan.
3) Penulis ingin memberikan alternatif untuk para calon nasabah, di bank manakah sebaiknya
mereka menyimpan dana tabungannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Dasar Hukum
Kemunculaan perbankan syariah diawali dengan disahkannya Undang-Undang No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan yang menggantikan undang-undang perbankan sebelumnya
yakni Undang-undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Berdasarkan
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, selanjutnya dikeluarkan peraturan
pelaksanaan mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil yaitu dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dalam Pasal
13 huruf (c) Undang-Undang No. 7 tahun 1992 ditegaskan bahwa bank dapat menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Akan tetapi dengan ditetapkannya Undang-Undang
No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, peraturan pelaksana mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Syariah ditetapkan oleh
Bank Indonesia. Sehubungan dengan itu Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku melalui Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1999.
Perbankan syariah dalam menjalankan aktivitasnya wajib menggunakan heirarki
Peraturan Perundang-Undangan sebagai dasar hukum serta beberapa peraturan dari instansi
tertentu yang terkait secara langsung terhadap bank syariah. Adapun dasar hukum yang
menjadi dasar dari perbuatan subyek hukum terutama dalam perbankan syari’ah adalah
sebagai berikut :
1. Pancasila
![Page 8: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/8.jpg)
Pancasila tidak dimasukkan dalam heirarki perundang-undangan. Akan tetapi lebih
disebut sebagai norma dasar Negara. Pancasila merupakan landasan filosofis dari setiap
produk hukum di Indonesia, sehingga semua substansi peraturan yang berada dibawahnya
tidak bertentangan dengan setiap silan yang ada. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan landasan filosofis bagi institusi-institusi keagamaan termasuk juga bank syariah.
Secara umum sila ini memberikan pernyataan bahwa negara melindungi setiap warga
negaranya dalam menjalankan aktifitas keagamaannya selama tidak bertantangan dengan
hukum dan norma-norma sosial, sebagaimana dijabarkan dalam pasal 29 UUD 1945. Selain
itu, jika dihubungkan dengan prinsip Islam, sila ini menunjukkan adanya unsur tauhid atau
ke-Esa-an Allah SWT. dan sekaligus menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang
beragama.
Bank syariah dan Bank Pembiayaan Masyarakat yang menjalankan usahanya berdasar
pada prinsip ekonomi Islam (fiqh muamalah) memiliki kesempatan yang luas dalam
mengembangkan usahanya dengan adanya perlindungan dari negara, sebab usaha ini dapat
dikatagorikan dalam praktik peribadatan umat Islam pada bidang ekonomi. Usaha yang
mengedepankan prinsip tolong menolong, kejujuran, antaradin, dan keadilan sebagaimana
yang diajarkan dalam Islam.
2. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 dalam ilmu hukum disebut sebagai sumber
dari segala sumber hukum. UUD Tahun 1945 menempati posisi teratas dalam heirarki
perundang-undangan sebagaimana yang tedapat pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di atas.
Peletakan UUD 1945 pada posisi ini disebabkan kedudukannya yang urgen bagi negara, yaitu
sebagai salah satu syarat terbentuknya sebuah negara. Menurut Hans Kalsen Undang-Undang
Dasar dikategorikan sebagai Grundnormen atau norma dasar yang menjadi payung bagi
peraturan-peraturan yang berada dibawahnya. Aturan dasar pada ranah perekonomian
terdapat dalam Pasal 33 UUD Tahun 1945 yang berbunyi :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
![Page 9: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/9.jpg)
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan substansi pasal di atas dapat diketahui bahwa sistem perekonomian di
Indonesia mengacu pada beberapa prinsip, antara lain:
a. Kebersamaan dan kekeluargaan
b. Kemakmuran rakyat
c. Keadilan
d. Berkelanjutan
e. kemandirian
Bank Syariah sebagai salah satu pelaku perekonomian memiliki tanggung jawab untuk
mengimplementasikan prinsip-prinsip di atas dalam menjalankan aktivitasnya. Menghimpun
dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan
untuk meningkatkan kemandirian rakyat dalam berusaha yang berkelanjutan guna
meningingkatkan perekonomian mereka berdasarkan prinsip kekeluargaan.
3. Undang-Undang No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan
Sesungguhnya regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis di mulai sejak tahun
1967, yakni dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.14 Tahun 1967 Tentang Pokok-
Pokok Perbankan. Akan tetapi dalam Undang-Undang ini tidak ditemukan pasal yang
mengatur sistem Perbankan secara spesifik, terutama yang berkenaan dengan perbankan
syari’ah, melainkan mengatur sistem perbankan yang berlaku pada masa itu secara
komperehensif, yakni berupa perbankan konvensional.
Oleh karena itu pada periode ini, tidak dimungkinkan berdirinya sistem perbankan
syari’ah, akan tetapi Undang-Undang inilah yang akan berhubungan dengan kedudukan
perbankan syari’ah.
4. Periode Deregulasi 1 Juni 1983
Gagasan bank syariah di Indonesia muncul sejak tahun 1980-an oleh beberapa orang
praktisi di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin,
dan M Amien Azis. Di awal tahun 1980-an, sisitem pengendalian tingkat bunga oleh
pemerintah mulai mengalami kesulitan. Dan dampak yang muncul adalah :
a. Bank-bank yang telah didirikan sangat tergantung pada likuiditas Bank Indonesia
b. Tidak ada persaingan antar bank akibat dari penentuan tingkat bunga oleh pemerintah
![Page 10: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/10.jpg)
Hal tersebut menyebabkan pemerintah kemudian mengeluarkan Deregulasi dibidang
perbankan tanggal 1 juni 1983 yang membuka belenggu penetapan tingkat bunga tersebut
dengan harapan suatu bank dapat menentukan tingkat bunga sebesar 0%.
Akan tetapi Deregulasi 1 juni 1983 ini tidak menimbulkan suatu dampak yang merupakan
penerapan dari sistem perbankan syari’ah melalui perjanjian murni berdasarkan prinsip bagi
hasil.
Ada beberapa alasan yang menghambat ter-realisasinya Deregulasi tersebut, yakni:
a. Operasi bank islam yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur
b. Deregulasi tersebut tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan N0.14 Tahun 1967
c. Konsep Bank Islam dianggap berkonotasi ideologis, karena berkaitan dengan Negara Islam,
sedangkan Indonesia bukanlah Negara Islam.
Dan pada masa itu Bank Islam belum dapat berdiri, karena bank-bank yang telah ada di
Indonesia masih beranggapan bahwa sistem bank tanpa bunga bukanlah sebagai bisnis yang
dapat menguntungkan. Oleh karena itu digunakanlah badan hukum koperasi sebagai bentuk
hukumnya, sebagai wadah penerapan sistem perbankan syari’ah.
5. Periode Pakto 1988
Pada tahun 1988, pemerintah memandang perlu untuk membuka peluang bisnis
perbankan seluas-luasnya dengan tujuan untuk memobilitasi dana masyarakat untuk
menunjang pembangunan. Oleh karena itu dikeluarkanlah Paket Kebijaksanaan Pemerintah
Bulan Oktober (PAKTO) pada tanggal 27 1988 yang berisi tentang liberalisasi perbankan
yang memungkinkan pendirian bank-bank baru selain bank-bank yang telah ada.
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Titik terang berdirinya Bank Syariah dimulai sejak diadakannya lokakarya Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang dilanjutkan pada Musyawarah Nasional IV MUI pada tahun 1990.
Kemudian pada tahun 1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia yang memakai prinsip
ekonomi Islam dalam menjalankan aktivitasnya. Secara yuridis keberadaan bank Syariah
pertama kali diakui oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 adalah peraturan operasional dari Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan
Pemerintah ini disebutkan mengenai bank bagi hasil, yakni:
Bank Umum yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil, dalam rancangan anggaran
dasar dan rencana kerja harus secara tegas mencantumkan kegiatan usaha bank yang semata-
mata berdasarkan prinsip bagi hasil.
![Page 11: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/11.jpg)
Tidak ada pasal lain dalam peraturan pemerintah ini yang mengatur mengenai bank yang
menjalankan prinsip bagi hasil dalam aktivitasnya.
8. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan
Pada tahun 1998, undang-undang nomor Nomor 7 Tahun 1992 dicabut dan diganti
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Perubahan-perubahan
yang ada dalam substansi undang-undang perbankan memberikan peluang yang lebih besar
kepada bank syariah untuk berkembang. Adapun tujuan dikembangnya sistem perbankan
syariah antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga
2. Membuka peluang bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan (mutual investor
relationship)
3. Meniadakan pembebana bunga yang berkesinambungan dan pembiayaan usaha berbasis
moral.
Undang-undang ini memberikan penegasan terhadap konsep perbankan Islam dengan
mengubah penyebutan “Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil” pada Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 menjadi “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”.
9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang perbankan syariah adalah
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008. Undang-undang ini muncul setelah perkembangan
perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan.
10. Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Selain dasar hukum yang telah disebutkan di atas, landasan hukum Islam yang dimaksud
dalam perbankan syariah adalah fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tertentu yang
berwenang sebagaimana yang diatur pada pasal 1 poin ke-12 Undang-undang Nomor 21
Tahun 2008 :
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang syariah.
2.2. Pengertian Prinsip Syariah
Pengertian Prinsip Syariah juga tertuang dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 21 Tahun
2008 yakni prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenengan dalam penetapan fatwa dibidang
![Page 12: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/12.jpg)
syariah. Berdasarkan ketentuan ini, maka apa itu prinsip syariah dan implementasinya dalam
praktik perbankan terkait dengan rukun dan syaratnya berpedoman pada berbagai fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang
terkait dengan Perbankan Syariah.
Prinsip Syariah selanjutnya yang berunsur islamiah adalah :
1. Prinsip bagi hasil (mudharabah)
2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
3. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
4. Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
5. Prinsip pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).
Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang
menjiwai bank syariah, yaitu :
1. Keadilan, kesamaan dan solidaritas
2. Larangan terhadap objek dan makhluk
3. Pengakuan kekayaan intelektual
4. Harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way)
5. Tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban
6. Kondisi umum dari kredit
7. Dualiti risiko
Menurut Muhammad Budi Setiawan, prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang
harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah :
1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai
ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjam dana.
![Page 13: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/13.jpg)
3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media
pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam.
Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip dari kegiatan perbankan di bidang syariah tersebut sebenarnya hanya
digolongkan pada 3 kegiatan pokok, yaitu:
1. Kegiatan Penghimpunan Dana (yang dikenal dengan istilah “Funding”)
Artinya, Bank mengumpulkan dana dari masyarakat untuk disimpan dalam bank dimaksud.
Dalam perbankan syariah, Prinsip/bentuk konkrit dari kegiatan Funding tersebut terdiri atas:
a. Prinsip Wadi’ah (titipan).
yaitu penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya
untuk menjaga dana tersebut.
Jadi orang menaruh dana di dalam Bank tersebut. Bank selaku pihak yang menerima dana
dimaksud dapat menyimpan dana tersebut dalam rekening yang berbentuk: Giro atau dalam
bentuk tabungan biasa.
b. Prinsip Mudharabah (bagi hasil).
Adalah: kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk
melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.
Jadi nasabah yang menabungkan atau mendepositokan dananya pada Bank. Kemudian dana
tersebut digunakan oleh Bank untuk membiayai suatu usaha, dan hasilnya dibagi antara Bank
selaku pengelola dan nasabah selaku pemilik dana dengan nisbah tertentu. Bentuk Funding
yang menggunakan prinsip mudharabah ini bisa berbentuk: Deposito atau tabungan biasa.
2. Kegiatan Penyaluran Dana (yang dalam bisnis dikenal dengan istilah “Financing”)
Dana yang terdapat di Bank, dapat disalurkan kembali oleh Bank kepada masyarakat, dengan
menggunakan 3 prinsip pokok, yaitu :
a. Prinsip Jual beli, dimana bentuk akadnya bisa berupa:
Murabahah, yaitu: pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh Bank selaku shahib
al mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa
harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau
laba bagi shahib al-mal dan pengembaliannya dapat dilakukan secara tunai atau secara
angsuran.
![Page 14: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/14.jpg)
Istishna adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan criteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dengan pihak penjual. Biasanya
digunakan untuk pembiayaan manufaktur seperti: pemesanan mobil pada dealer, pemesanan
pembelian rumah pada developer. dll.
Salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan
bersamaan dengan pemesanan barang. Biasanya jual beli yang objeknya di bidang agribisnis.
Jadi seperti padi, gandum, tebu, dll.
b. Prinsip Kerjasama Bagi Hasil, dimana akadnya bisa berbentuk:
Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan
pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan
nisbah.
Musyarakah adalah bentuk kerjasama dimana modal ditanggung bersama antara pelaksana
dengan pemilik modal. Jadi, jika ada keuntungan maupun kerugian, maka untung rugi
tersebut dibagi dua untuk bagian yang sama besarnya. Bedanya dengan mudharabah adalah:
pada musyarakah Bank tidak semata-mata menjadi pemilik modal saja, melainkan juga
bertindak sebagai pelaksana kegiatan/pekerjaan.
c. Prinsip Sewa (Ijarah) adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.
Ijarah terbagi atas 2 bentuk, yaitu :
Sewa Menyewa murni (Ijarah murni)
Sewa menyewa dengan hak untuk membeli pada akhir masa sewa (Ijarah wal iqtiqna atau lebih
dikenal dengan Ijarah Muntahiyah bi al tamlik atau dikenal juga dengan singkatan IMBT).
Bentuk IMBT ini sangat mirip dengan konsep sewa beli (leasing) pada hukum positif.
3. Prinsip Jasa Keuangan (yang dikenal dengan istilah “Sevice”)
Dalam melaksanakan tugasnya dibidang jasa keuangan, pihak Bank mengutip biaya jasa.
Bentuk jasa yang disediakan oleh pihak Bank adalah :
a. Wakalah yang artinya pemberian kuasa dari nasabah kepada Bank untuk melakukan sesuatu,
misalnya pembelian suatu barang.
b. Kafalah Adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/
pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (peminjam)
Dalam hukum positifnya dikenal sebagai pemberian jaminan perorangan atau perusahaan
(personal guarantee atau company guarantee), performance bond, bid bond, bank garansi.
c. Hawalah adalah: pengalihan hutang dari muhil al-ashil kepada muhal’alaih Dalam hukum
positifnya dikenal sebagai pengalihan hutang (subrograsi). Dalam prakteknya mengenai
hiwalah ini akan dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan factoring atau anjak piutang.
![Page 15: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/15.jpg)
d. Rahn (Gadai) adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai
jaminan. Jadi, seperti pada konsep gadai yang berlaku pada hukum positif, dimana pihak
pemilik barang menyerahkan barangnya kepada Bank. Bedanya adalah: pihak pemilik barang
tidak membayar bunga dari pinjaman yang diterimanya, melainkan membayar biaya
penitipan. Dimana biaya tersebut digunakan untuk sewa tempat penitipan dan asuransi barang
yang digadaikan.
e. Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah dengan pihak
peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu.
f. Sharf adalah pertukaran antara emas dengan perak atau sebaliknya, atau pertukaran antara
mata uang asing dengan mata uang lainnya (baik mata uang domestic maupun mata uang
Negara lainnya). Konkritnya sharf ini adalah: jasa money changer atau perdagangan valas.
2.3 Kegiatan Usaha Bank Syariah
Undang-Undang Perbankan Syariah, telah, disahkan oleh DPR-RI pada hari Selasa,
17 Juni 2008. Dengan lahirnya UU Perbankan Syariah perkembangan bank syariah ke depan,
diharapkan, akan mempunyai peluang usaha yang lebih besar di Indonesia. UU Perbankan
Syariah memberikan peluang akivitas usaha bank syariah yang lebih banyak dan beragam
dibandingkan bank konvensional. Terdapat usaha-usaha yang bisa dilakukan oleh sebuah
bank umum syariah dan tidak dapat dilakukan oleh bank konvensional.
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan bank syariah di atas, tidak semuanya dapat
dilakukan oleh unit usaha syariah, dan hanya dapat dilakukan oleh bank umum syariah.
Kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh bank umum syariah adalah :
1. Menjamin penerbitan surat berharga.
2. Penitipan untuk kepentingan orang lain.
3. Menjadi wali amanat.
4. Penyertaan modal.
5. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pension.
6. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang syariah.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh sebuah bank umum syariah dan tidak dapat
dilakukan oleh bank konvensional (vide Pasal 19 s.d 21) adalah :
![Page 16: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/16.jpg)
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa Giro, Tabungan atau bentuk lainnya, dan
bentuk investasi berupa Tabungan, Deposito atau bentuk lainnya berdasarkan akad yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan pembiayaaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, musyarakah, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. Menyalurkan pembiayaan untuk transaksi jual-beli dengan berbagai akad yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
5. Menyalurkan pembiayaan penyewaan kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa
beli yang tidak bertentangan dengan prinsip syaraih.
6. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah
7. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah.
8. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan/atau Bank Indonesia.
9. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga berdasarkan suatu akad yang sesuai
dengan prinsip syariah
10. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan akad yang berdasarkan
prinsip syariah.
11. Melakukan fungsi Wali Amanat berdasarkan akad wakalah.
12. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah
13. Menyediakan tempat penyimpanan barang dan surat berharga, memindahkan uang, dan
kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
14. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
pembiayaan berdasarkan prinsip berdasarkan prinsip syariah.
17. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.
18. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
![Page 17: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/17.jpg)
19. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek dan jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pasar uang.
20. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan
menggunakan sarana elekronik.
21. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang.
22. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang
berdasarkan prinsip syariah.
BAB III
METODE PENULISAN
1.1. Objek Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan objek penelitian dengan menggunakan
data dari buku Bak dan Lembaga Keuangan, artikel, internet.
1.2. Variabel Penulisan
1.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan ini, untuk memperoleh data dan kesimpulan yang obyektif dan
memenuhi permasalahan yang akan dibahas, maka dilakukan beberapa metode penelitian
sebagai berikut :
a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang cara pengambilannya melalui browsing di internet.
b. Studi Pustaka
Studi Pustaka adalah penulis memperoleh data dari beberapa litelatur yang berkaitan dengan
penulisan dan berpedoman pada buku sebagai acuan penulisan ini.
BAB IV
PENUTUP
![Page 18: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/18.jpg)
1.1. Kesimpulan
Keberadaan perbankan Islam atau yang pada perkembangan mutakhir disebut sebagai
Bank Syariah di Indonesia telah diakui sejak diberlakukannya Undang-undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, dan lebih dikukuhkan dengan diundangkannya Undang-undang No.
10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 beserta beberapa
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (PBI) sebagaimana telah dibahas di muka.
Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-
hukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan
bagi masyarakat, khususnya muslim.
Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum
keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.
1.2. Saran
Dilihat dari keuntungan-keuntungan dan manfaat dari bank syariah sendiri,
seharusnya masyarakat menggunakan bank syariah sebagai tempat penyimpan modal. Namun
faktanya pada zaman ini masih banyak yang menggunakan bank konvensional karena tergiur
oleh bunga yang dijanjikan. Padahal bunga adalah riba dalam hukum Islam.
Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
![Page 19: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/19.jpg)
Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. Sistem pertama yang dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba / bagi hasil) pada tahun 1963. kemudian pada tahun ’70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Baru kemudian berdiri Islamic Development Bank pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, yang menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara anggotanya dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.
Kemudian setelah itu, secara berturut-turut berdirilah sejumlah bank berbasis Islam antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979) Phillipine Amanah Bank (1973) berdasarkan dekrit presiden, dan Muslim Pilgrims Savings Corporation (1983). Bagaimana dengan di Indonesia?
Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank Muamalat sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Kamudian, IDB memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturan Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Rinsip Bagi Hasil. Sampai saat ini, pada tahun 2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Hanya saja, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan (ringkasan berdasarkan sumber: http://ms.wikipedia.org/ wiki/ Perbankan syariah; E-book: Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, 2002; dan http://www.sinarharapan.co.id/ ekonomi/ Keuangan/ 2005/ 0103/keu2.html)
![Page 20: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/20.jpg)
Sedangkan untuk pertumbuhan asetnya, sistem perbankan Islam telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sebesar 74% per tahun selama kurun waktu 1998 sampai 2002 (nominal dari Rp. 479 milyar pada tahun 1998 menjadi 2.718 milyar pada tahun 2001). Dana pihak ketiga telah meningkat dari Rp. 392 Milyar menjadi 1.806 milyar. (Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, 2002: 5). Volume usaha mengalami pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 64,98 % pada periode 2001-2003, bahkan pada tahun 2004 pertumbuhannya mencapai 80,56 %. Dari sisi ekspansi untuk pembiayaan meningkat sebesar 101,08 % dengan pertumbuhan dana yang dihimpun dari pihak ketiga sebesar 85,33%.(http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/Keuangan/2005/0103/keu2.html)
Berdasarkan perhitungan Bank Indonesia sampai akhir November 2004 rasio antara pembiayaan dan penghimpunan dana (financing to deposit ratio/FDR) mencapai 104,81 % dan ini merupakan angka tertinggi bila dibandingkan dengan semua perbankan syariah di negara-negara lain. Angka LDR (Loan Deposit Ratio) mencapai tingkat yang lebih tinggi dibanding perbankan konvensional Indonesia yang mencapai rata-rata sebesar 48 %. (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/Keuangan/2005/0103/keu2.html)
![Page 21: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/21.jpg)
Sejarah Perkembangan Industri Perbankan Syariah di Indonesia
Posted by iB Zone on 01 December 2008. One comment.
Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia diawali dari aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang Islami. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa sistem perbankan syariah yang menerapkan bagi hasil sangat menguntungkan, baik untuk nasabah dan bank.
Pada awal tahun 1980-an, rintisan pendirian perbankan syariah mulai dilakukan. Maraknya seminar dan diskusi tentang urgensi bank syariah yang dilakukan masyarakat dan akademisi kian memantapkan langkah itu. Sebagai sebuah uji coba, mereka kemudian mempraktekkan gagasan tentang bank syariah dalam skala kecil. Sejak itu, berdirilah Bait Al-Tamwil Salman di Institut Teknologi Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta.
Keberadaan badan usaha pembiayaan non-bank yang mencoba menerapkan konsep bagi hasil ini semakin menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan hadirnya alternatif lembaga keuangan syariah untuk melengkapi pelayanan lembaga keuangan konvensional yang sudah ada.
Mencermati aspirasi masyarakat untuk memiliki lembaga keuangan syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) selanjutnya menindaklanjuti aspirasi tersebut dengan melakukan pendalaman konsep-konsep keuangan syariah, termasuk sistem perbankan syariah.
Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional Keempat MUI di Jakarta pada 22-25 Agustus 1990.
Hasilnya, lahirnya amanat untuk pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam pertama di Indonesia. Kelompok kerja ini disebut Tim Perbankan MUI yang bertugas untuk menindaklanjuti aspirasi dan keinginan masyarakat tersebut serta melakukan berbagai persiapan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.
Hasil kerja dari Tim Perbankan MUI ini adalah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI). Akte pendirian BMI ditandatangani pada tanggal 1 November 1991 dan BMI mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Selain BMI, pionir perbankan syariah yang lain adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Mardhatillah dan BPR Berkah Amal Sejahtera yang didirikan pada tahun 1991 di Bandung, yang diprakarsai oleh Institute for Sharia Economic Development (ISED).
Dukungan Pemerintah dalam mengembangkan sistem perbankan syariah ini selanjutnya terlihat dengan dikeluarkannya perangkat hukum yang mendukung sistem operasional bank syariah, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No. 72 Tahun 1992.
![Page 22: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/22.jpg)
Ketentuan ini menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia, yaitu beroperasinya sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Pada tahun 1998, terjadi perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Perubahan itu semakin mendorong berkembangnya keberadaan sistem perbankan syariah di Indoneisa.
Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998, Bank Umum Konvensional diperbolehkan untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan UUS (Unit Usaha Syariah). Dalam UU ini pula untuk pertamakalinya nama “bank syariah” secara resmi menggantikan istilah “bank bagi hasil” yang telah digunakan sejak tahun 1992.
Dalam perjalanan waktu, pengalaman membuktikan bahwa sistem perbankan syariah telah menjadi salah satu solusi untuk membantu perekonomian nasional dari krisis ekonomi dan moneter tahun 1998. Sistem perbankan syariah terbukti mampu menjadi penyangga stabilitas sistem keuangan nasional ketika melewati guncangan.
Kemampuan itu semakin mempertegas posisi sistem perbankan syariah sebagai salah satu potensi penopang perekonomian nasional yang layak diperhitungkan.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai “lebih dari sekedar bank” (beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi, diyakini bahwa di masa mendatang minat masyarakat Indonesia akan semakin tinggi untuk menggunakan bank syariah. Dan pada gilirannya, hal tersebut akan meningkatkan signifikansi peran bank syariah dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional, bersama-sama secara sinergis dengan bank konvensional dalam kerangka Dual Banking System (sistem perbankan ganda) Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
![Page 23: syariah](https://reader034.vdokumen.com/reader034/viewer/2022042815/557212dc497959fc0b911926/html5/thumbnails/23.jpg)