syair dalam lisan · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan...

150

Upload: others

Post on 21-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam
Page 2: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

ii

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta,

sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:

Kutipan Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana

dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.

100.000.000,- (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta

melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat

(1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta

melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat

(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan

dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).

Page 3: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

Dr. Liesna Andriany

KATA DAN MAKNA:

SYAIR DALAM LISAN

Page 4: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

iv

Kata dan Makna: Syair dalam Lisan Penulis: Dr. Liesna Andriany Layout: Imam Mahfudhi

Design Cover: Zulham Kautsar

Katalog Dalam Terbitan

Kata dan Makna: Syair dalam Lisan –/Dr. Liesna Andriany

Kota Tangerang: Mahara Publishing, 2020.

viii, 142 hal.; 24 cm

ISBN 978-602-466-165-6

1. Buku I. Judul

2. Majalah Ilmiah3. Standar

ISBN 978-602-466-165-6

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak dan menerjemahkan sebagian

atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Penerbit:

Mahara Publishing (Anggota IKAPI)

Jalan Garuda III B 33 F Pinang Griya Permai

Kota Tangerang, Banten, Indonesia 15145

Narahubung: 0813 6122 0435

Pos-el: [email protected]

Laman: www.maharapublishing.com

Page 5: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

v

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Pengasih dan Maha Penyayang. Atas rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan buku yang berjudul “Kata dan Makna: Syair dalam Lisan”

Buku ini merupakan uraian antara perpaduan linguistik, semantik,

pragmatik, dan sastra. Data dan contoh diambil dari syair lisan, sehingga

diuraikan juga metode pengambilan korpusnya dengan menggunakan

sastra yang disampaikan secara lisan. Dengan demikian diharapkan buku

ini akan menambah wawasan pembaca dalam hal linguistik dan sastra

lisan.

Penulis membagi buku ini menjadi 5 bab. Bab I memberi

gambaran tentang sastra lisan melayu beserta metode kajian lisannya

sampai pada cara mentranskripsi bahasa lisan ke dalam tulisan.

Kemudian Bab II mengemukakan tentang penutur lisan dan

penuturannya. Hal ini perlu untuk diketahui bagaimana penutur lisan

dapat menjadi professional, dan ini perlu diketahui untuk generasi

milenial sekarang ini. Berikutnya Bab III yang menguraikan tentang kata

dan pilihan kata yang digunakan penutur lisan secara spontan sehingga

lisan yang disampaikan berupa syair tersusun secara sistematis dan

harmonis. Bab V menguraikan dari hasil pembahasan dari Bab I sampai

Bab IV serta implikasi teoritik dan praktis dari materi pembahasan buku

ini. Pada buku ini juga diberikan glosarium untuk kata-kata yang kurang

lazim digunakan sehingga pembaca dapat memahami maknanya.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan buku ini tidak

terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik dari

kalangan akademik, keluarga, handaitaulan, maupun masyarakat. Oleh

Page 6: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

vi

karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan

terima kasih, serta penghargaan yang setulusnya kepada pihak-pihak

yang membantu.

Secara khusus buku ini untuk mengenang almarhum suami

tercinta Hapcin Suhairy, SE. Ak. M.Si. Demikian pula perhatian anak-

anakku tercinta, Dian Permata Sari, Afni Benazir, Maulida Hadry

Sa’adillah, dan Fattah Kafrawi Suryaningrat yang selalu menemani

dalam doa, sangat membesarkan hati dan membantu kelancaran

penyelesaian buku ini.

Sebagai ungkapan rasa terima kasih, penulis memohon kepada

Tuhan Yang Maha Kuasa semoga kepada semua pihak yang telah

berkenan memberikan dukungan dan bantuan selalu mendapat karunia-

Nya.

Penulis berkeyakinan bahwa buku ini masih sangat perlu

diperbaiki dan disempurnakan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

sifatnya membangun dan konstruktif sangan diharapkan untuk perbaikan

penulisan buku berikutnya. Akhirnya penulis berharap semoga buku ini

bermanfaat bagi pembaca dan berguna pula bagi pengembangan ilmu

pengetahuan bahasa Indonesia.

Medan, 1 April 2020

Penulis

Dr. Liesna Andriany

Page 7: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

vii

Kata Pengantar ................................................................................ v

Daftar Isi ......................................................................................... vii

BAB I MEMAHAMI SASTRA LISAN MELAYU ................... 1

A. Keberadaan Sastra Lisan Melayu ............................................ 1

B. Perhatian terhadap Sastra Melayu ............................................. 3

C. Penelitian Sastra Melayu .......................................................... 4

D. Syair Putri Hijau Bagian dari Sastra Melayu ............................ 5

E. Metode dalam Kajian Lisan ....................................................... 6

F. Penentuan Informan .................................................................. 9

G. Transkripsi Bahasa Lisan .......................................................... 11

H. Tahapan Analisis Syair Lisan .................................................. 12

BAB II PENUTUR LISAN DAN PENUTURAN ........................ 15

A. Penutur ................................................................................ 15

B. Riwayat Hidup Penutur ........................................................ ... 16

C. Seniman Lisan ........................................................................ 22

D. Belajar Bersyair ........................................................................ 25

E. Teknik Penyampaian Lisan ....................................................... 29

F. Persiapan Sebelum Bercerita ..................................................... 30

G. Gaya Bersyair ........................................................................... 32

H. Tempat Bersyair ........................................................................ 34

Page 8: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

viii

BAB III. KATA DAN PILIHAN KATA ....................................... 39

A. Konsep Sruktural ...................................................................... 39

B. Struktur Alur Cerita ................................................................... 42

C. Bait, Baris, dan Kata .................................................................. 47

D. Unsur Bunyi Kata ...................................................................... 75

1. Rima (Persajakan) ................................................................ 77

2. Aliterasi dan Asonansi ......................................................... 88

3. Irama .................................................................................... 92

E. Diksi (Pilihan Kata) ................................................................... 95

BAB IV GAYA BERBAHASA DAN BAHASA KIASAN ........... 105

A. Gaya Berbahasa ......................................................................... 105

1. Paralelisme .......................................................................... 106

2. Bentuk Inversi ..................................................................... 109

3. Bentuk Elips ........................................................................ 111

B. Bahasa Kiasan ........................................................................... 114

1. Majas Perbandingan ............................................................ 115

2. Majas Pertentangan ............................................................. 120

3. Majas Pertautan .................................................................. 123

BAB V PENUTUP .......................................................................... 129

A. Simpulan ............................................................................. 129

B. Implikasi Teoritik dan Praktis ............................................ 130

GLOSARIUM ................................................................................ 132

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 133

RIWAYAT HIDUP PENULIS ....................................................... 141

Page 9: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 1 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Sastra Melayu lama merupakan suatu bentuk warisan dokumen

budaya bangsa pada masa lampau. Sastra Melayu lama mengandung

rekaman buah pikiran orang- orang terdahulu yang berupa adat istiadat,

kepercayaan, ajaran moral, dan ilmu pengetahuan. Jenis sastra Melayu

lama ada yang berbentuk puisi dan berbentuk prosa. Yang termasuk sastra

berbentuk puisi adalah pantun, syair, dan gurindam, sedangkan yang

termasuk ke dalam sastra yang berbentuk prosa adalah mite, legenda, fabel

dan dongeng (Jayawati, 1997:2).

Sastra Melayu lama baik yang berbentuk prosa maupun puisi

disampaikan dengan menggunakan bahasa Melayu dan penyampaiannya

kepada khalayak biasanya secara lisan. Disebarkan dari generasi ke

generasi dari ayah turun ke anak, dari anak turun ke cucu, dan seterusnya

secara lisan. Menurut Hutomo (1993:1) karya yang diciptakan dan

disampaikan secara lisan dengan mulut, naik di dalam suatu pertunjukan

seni maupun di luarnya disebut sastra lisan. Lebih lanjut menurut Hutomo

(1991:3) peranan sastra lisan lebih besar daripada sastra tulis dalam

masyarakat tradisional. Sastra lisan merupakan milik bersama rakyat

tradisional, dan disebut juga sebagai sastra rakyat (folk’s literature).

Sastra lisan Melayu merupakan sastra yang lahir dan berkembang

di lingkungan masyarakat Melayu yang tinggal hampir di sepanjang pantai

Page 10: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

2 | Dr. Liesna Andriany

wilayah Indonesia. Salah satunya adalah sastra Melayu yang dimiliki

masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara. Sastra lisan pada

masyarakat Melayu merupakan suatu bagian dari budaya masyarakat

pendukungnya dan dipelihara secara turun temurun. Gambaran

pertumbuhan dan perkembangan budaya masyarakat Melayu dapat dilihat

dari perkembangan dan pertumbuhan sastranya. Sastra adalah cermin dari

situasi dan kondisi serta adat istiadat suatu masyarakat (Hamye, 1998:1).

Sejalan juga dengan pendapat Finnegan (1979:242-243) bahwa sastra lisan

khususnya puisi lisan berisi kewibawaan raja pada masa lalu, pandangan

hidup yang diterima, struktur sosial yang dipertahankan dan berbagai

upacara. Dalam hal ini, sastra lisan dapat dipakai untuk mengungkapkan

keadaan pada masa lampau yang hampir terlupakan.

Sastra lisan Melayu merupakan warisan budaya daerah yang

berkembang turun-temurun dalam masyarakat pendukungnya baik secara

lisan maupun tulisan. Asumsi ini sejalan dengan pernyataan yang

dikemukakan Hardjono (1979:1-2) bahwa sastra lisan pada umumnya

merupakan warisan budaya nasional dan masih mempunyai nilai berharga

yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini

dan masa yang akan datang antara lain hubungan dengan usaha pembinaan

apresiasi karya sastra, penciptaan karya sastra baru dan pembinaan

komunikasi antara pencipta dan masyarakat.

Sastra lisan Melayu sama halnya dengan sastra daerah lainnya yang

merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang

di tengah-tengah masyarakat. Pewarisan sastra lisan Melayu juga secara

turun temurun dan merupakan milik bersama. Sastra lisan Melayu

merupakan kebudayaan tradisional masyarakat Melayu yang dihasilkan

oleh anggota masyarakat dan untuk dinikmati oleh masyarakatnya pula.

Penyampaian sastra Melayu dilakukan dengan lisan dan tulisan.

Sastra Melayu yang disampaikan secara lisan merupakan cara

penyampaian yang tertua yang biasa dilakukan oleh masyarakat lama,

karena pada masa itu belum dikenal adanya tulisan. Sastra lisan di

Page 11: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 3 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

sampaikan secara lisan atau melalui tuturan. Pendengar akan menangkap

cerita yang disampaikan itu sambil menyaksikan cara penyampaian cerita.

Bila cerita yang didengar itu ditulis ke atas kertas akan dapat dilihat

bentuk lahir suatu karya itu atau berupa karya sastra tulis. A. Teeuw

(1988:281) menyatakan bahwa karya-karya sastra yang dahulunya

berbentuk lisan kemudian oleh masyarakat ditulis dalam berbagai bentuk

dan juga berbagai variasi penyampaian. Dengan adanya peralihan dari

bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra

tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

genre syair. Seperti yang dikemukakan Djamaris (1984:11) syair

merupakan jenis puisi lama selain mantra, peribahasa, pantun, gurindam,

talibun, dan sebagainya.

Sejak tahun 1974 Pemerintah Republik Indonesia melalui

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, mengadakan analisis bahasa

dan sastra, baik bahasa dan sastra Indonesia, Daerah, maupun asing

ditangani oleh Proyek Analisis Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

yang dipercayakan di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Tahun

1976 diberikan kepercayaan kepada daerah Sumatera Barat untuk

mengadakan analisis bahasa-bahasa di daerah Sumatera oleh Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Department Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia. Hasil kerja dari Instansi tersebut hingga

saat ini telah mulai kelihatan. Khususnya untuk daerah Sumatera Utara

dapat didokumentasikan sastra lisan Melayu Sumatera Utara dan telah

dibuat berbentuk buku yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Page 12: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

4 | Dr. Liesna Andriany

Sastra Melayu Sumatera Utara yang telah diteliti sejak pada tahun

1987 di antaranya Sastra Lisan Melayu Langkat oleh Masindan, dkk. Pada

tahun 1990 Fungsi dan Kedudukan Sastra Lisan Melayu Sedang oleh Eddy

Setia, dkk. Pada tahun 1990 Struktur Sastra Lisan Melayu Serdang oleh

Eddy Setia, dkk. Pada tahun 1977 Analisis Struktur dan Nilai Budaya

Cerita Rakyat Sumatera Utara Sastra Melayu oleh Maini Trisna Jayawati,

dkk. Semua analisis tersebut lebih mengutamakan hanya pada

pengumpulan dan penyalinan walaupun ada pada tahap analisis, tetapi

tidak merupakan analisis yang mendalam.

Selanjutnya, pada tahun 1989, Irwansyah mengadakan analisis

dengan judul Syair Putri Hijau: Telaah Sejarah Teks dan Resepsi, yang

merupakan tesisnya di Universitas Gadjah Mada Jogyakarta. Pada analisis

tersebut Irwansyah (1989) hanya membahas kajian tentang telaah teks

mengarah ke filologi, Syair Putri Hijau hubungannya dengan sejarah, dan

resepsi pembaca. Begitu juga dengan penyelidikan perihal syair, telah

banyak dilakukan. Pada analisis mengenai Syair Putri Hijau ini

tumpuannya pada sastra lisan, berbeda dengan analisis-analisis

sebelumnya.

Pada masa kini minat dan perhatian terhadap sastra Melayu jauh

lebih rendah dibandingkan dengan masa yang lalu. Menurut Masindan,

dkk (1987) yang meneliti tentang sastra lisan Melayu Langkat melihat

bahwa masyarakat Melayu Langkat sekarang kurang memberikan

perhatian kepada sastra lisan yang ada pada lingkungan mereka

dibandingkan dengan masa lalu. Selain itu, kenyataan pula bahwa yang

masih dapat menceritakan hasil sastra lisan, khususnya syair hanyalah

orang-orang yang sudah tua usianya dan jumlahnya juga sedikit yang kian

hari jumlahnya kian berkurang. Oleh sebab itu, dikhawatirkan dalam

waktu yang tidak terlalu lama hasil sastra Melayu mungkin akan punah.

Hal ini tentu tidak saja akan merugikan masyarakat Melayu sebagai

Page 13: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 5 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

pemilik dan pendukung sastra lisan tersebut, tetapi juga untuk bangsa

Indonesia.

Dengan kondisi yang demikian secara berangsur-angsur hasil

sastra daerah akan mengalami kepunahan di masyarakat Indonesia pada

umumnya dan masyarakat Melayu pada khususnya. Sesuai dengan tekad

pemerintah yang berusaha melestarikan dan memelihara bahasa dan

kebudayaan daerah untuk perkembangan bahasa dan kebudayaan nasional

sangat perlu diuraikan yang terkandung pada Syair Putri Hijau ini.

Pada umumnya syair berfungsi untuk penghibur hati karena syair

dapat membuat ketenangan pikiran dan dapat melepaskan diri dari desakan

emosi pada penikmat dan penuturnya. Begitu juga dengan strukturnya

yang mempunnyai perbedaan dari jenis-jenis karya sastra yang lain seperti

pantun dan gurindam. Syair biasanya disampaikan secara lisan, namun

syair hidup di dalam suasana bertulis. Bentuk penceritaannya bersifat

naratif, dan ada juga syair yang penceritaannya tidak bersifat naratif. Jadi,

akan lebih mudah untuk menyampaikan maknanya kepada penikmat. Syair

juga dapat berkembang mengikuti perubahan zaman.

Syair Putri Hijau merupakan sastra Melayu di Sumatera Utara

yang merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Selain itu,

Syair Putri Hijau mempunyai arti penting bagi masyarakat Melayu di

wilayah Sumatera Utara dan tergolong syair atau cerita yang disakralkan

oleh masyarakat setempat. Pada masyarakat Melayu Sumatera Utara syair

digunakan sebagai alat penghibur, sebagai alat pendidikan, sebagai alat

komunikasi, sebagai nyanyian untuk menidurkan anak, dan untuk mengisi

upacara adat. Syair Putri Hijau pada masyarakat Melayu Sumatera Utara

merupakan sastra yang hidup di daerah Sumatera bagian Timur yang

menggunakan bahasa Melayu sebagai alat penyampainnya. Untuk ini perlu

Page 14: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

6 | Dr. Liesna Andriany

diadakan analisis secara seksama tentang struktur, nilai budaya, makna

simbolik, fungsi sosial, dan tanggapan masyarakat pada Syair Putri Hijau.

Oleh karena itu fenomena pada tulisan ini adalah Syair Putri Hijau

yang didendangkan secara Lisan oleh penyair yang terdapat di desa Pantai

Gemih, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan fenomena tersebut, yang menjadi fokus dalam analisis Syair

Putri Hijau ini adalah Struktur, nilai budaya yang terkandung, makna

simbolik, fungsi sosial bagi masyarakat yang mendukungnya, dan

tanggapan masyarakat terhadap Simbolik Syair Putri Hijau.

Diharapkan deskripsi Syair Putri Hijau ini bermanfaat memerikan

struktur sastra lisan khususnya perulangan puisi lisan yang biasanya

dipengaruhi oleh aturan-aturan bahasa yang terdapat pada sastra lisan

tersebut. Menurut Finnegan (1979) prosodi merupakan ciri khas yang

paling banyak memberi bentuk pada sebuah puisi. Pada Syair Putri Hijau

sistem prosodi dipengaruhi oleh aturan-aturan bahasa sastra lisan tersebut.

Pembahasan ini mengenai metode kajian lisan. Khususnya syair

yang dilisankan. Pembahasan Syair Putri Hijau ini dilakukan secara

kualitatif deskriptif. Hal itu relevan dengan sifat dan wujud data serta

tujuan yang akan dicapai. Analisis kualitatif menurut Taylor dan Bogdan

(1984:5) qualitative methodologies refer to research procedures which

produce descriptive data: people’s own written or spoken words and

observable behavior (mengacu kepada prosedur analisis yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang

dan perilaku yang dapat diamati)

Sehubungan dengan pembahasan secara deskriptif kualitatif ini,

Moleong (2000:4-8) memberikan beberapa karakter sebagai berikut.

Pertama, analisis kualitatif berlatar alamiah. Pada analisis

membawa peneliti memasuki dan melibatkan sebagian waktu analisis

Page 15: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 7 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

untuk memahami fenomena analisis. Untuk keperluan ini, peneliti akan

banyak menghabiskan waktu analisis di tempat analisis. Hal ini

dimaksudkan, agar dalam mengamati dan memahami fenomena analisis,

peneliti dapat memperoleh informasi secara mendetail dan mendalam.

Pada analisis ini peneliti mempergunakan alat bantu, seperti tape recorder

dan kamera.

Kedua, manusia sebagai alat (instrument). Pada analisis ini penulis

sendiri merupakan alat pengumpul data utama; sedangkan penggunaan alat

ini sebatas sebagai alat bantu pengumpul data. Oleh karena itu, pada waktu

mengumpulkan data di lapangan, penulis berperan serta dalam kegiatan

kemasyarakatan yang disebut dengan pengamat berperan serta (participant

observation).

Ketiga, metode yang dipergunakan metode kualitatif. Metode ini

digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode

kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda;

kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara

peniliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat

menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Keempat, analisis data secara induktif. Induktif dalam artian

bahwa penarikan kesimpulan berangkat dari data alamiah yang ditemui

oleh peneliti. Teori yang dikembangkan berdasarkan hal-hal khusus yang

berhasil dikumpulkan.

Kelima, teori dari dasar (grounded theory). Analisis kualitatif

lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substansif yang

berasal dari data karena tidak ada teori a priori. Analisis ini mempercayai

apa yang dilihat, dan dari teori-dasar lebih dapat responsive terhadap nilai-

nilai kontekstual.

Keenam, deskriptif. Data analisis yang dikumpulkan berupa kata-

kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selain itu, semua dikumpulkan

berkemungkinan

Page 16: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

8 | Dr. Liesna Andriany

menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian,

laporannya pun akan lebih banyak berisi kutipan-kutipan data, apakah

kutipan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan laporan, atau

rekaman foto. Laporan yang ditulis sehubungan dengan analisis

menggunakan rancangan ini seringkali menampilkan kutipan data. Hal ini

dimaksudkan sebagai upaya menunjukkan pentingnya sesuatu yang

dijumpai oleh penulis pada saat mengadakan analisis.

Ketujuh, lebih mementingkan proses daripada hasil. Hal ini

disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang dianalisis akan jauh

lebih jelas apabila dalam proses.

Kedelapan, adanya “batas” yang ditentukan oleh “fokus”. Pada

analisis ini menghendaki ditetapkannya batas dalam analisis. Hal tersebut

disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, batas menentukan kenyataan

ganda yang kemudian mempertajam fokus. Kedua, penetapan fokus dapat

lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara analisis dan fokus.

Kesembilan, adanya kritertia khusus untuk keabsahan data. Data

atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara

memproleh data itu dari sumber lain. Tujuannya ialah membandingkan

informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar

ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data. Cara ini juga mencegah

bahaya subjektivitas.

Kesepuluh, desain yang bersifat sementara. Penyusunan desain

secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan. Jadi tidak

menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku sehingga

tidak dapat diubah lagi.

Kesebelas, hasil analisis dirundingkan dan disepakati bersama.

Analisis ini menghendaki agar pengertian dan hasil interprestasi yang

diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh informan yang dijadikan

sumber data.

Objek analisis ini adalah Syair Putri Hijau dalam sastra lisan

Melayu di desa Pantai Gemi, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat,

Page 17: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 9 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Propinsi Sumatera Utara. Legenda ini diangkat karena cerita Putri Hijau

sangat popular di daerah Sumatera bagian Timur (Sinar, 1971:28).

Pemilihan setting didasarkan dengan adanya tukang syair yang pandai

mensyair, di desa Pantai Gemi inilah terdapat pewaris aktif (tukang syair)

dan pewaris pasif dari folklor tersebut dan merupakan desa yang

masyarakatnya serta suasana desanya masih kental dengan nuansa adat

Melayunya. Dapat dilihat dari bahasa yang mereka pergunakan sehari-

hari, struktur rumah mereka yang masih banyak menggunakan rumah

tinggi dan bertangga atau rumah panggung, kepercayaan dan budaya

sehari-hari dibandingkan dengan desa-desa yang ada di Sumatera bagian

Timur lainnya.

Masyarakat Melayu tinggal di dalam wilayah Sumatera Utara

bahagian Timur yang meliputi daerah-daerah Aceh Timur, Langkat, Deli

Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu (Husny, 1957:7). Kelima daerah

tersebut bila dilihat dari segi bahasanya akan kelihatan masing-masing

memiliki dialek di daerah Langkat atau di daerah Asahan dan Labuhan

Batu berbeda dengan dialek di daerah Langkat atau di daerah Deli Serdang,

hal tersebut juga tercermin pada penyampaian sastra lisannya. Misalnya,

di dalam penuturan syairnya. Walaupun syair-syair yang ada di daerah-

daerah tersebut sama judulnya serta sama isinya namun memiliki variasi

yang berbeda di dalam penuturannya. Dengan demikian informan yang

tepat untuk diambil datanya sangat penting agar mendapat data yang sesuai

dengan tujuan analisis.

Informan sangat diperlukan untuk mendukung dan menggali

informasi dari sesuatu yang ingin diketahui. Informannya ditetapkan

dengan beberapa pertimbangan. Sebelum menentukan informan terlebih

dahulu mengikuti beberapa ketentuan. Teknik penentuan informan dalam

analisis kualitatif sangat erat dengan faktor-faktor kontekstual. Penentuan

Page 18: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

10 | Dr. Liesna Andriany

informan pada analisis ini digunakan teknik snowball. Menurut Nasution

(1996:32) snowball, responden diminta untuk menunjuk orang lain yang

dapat memberikan informasi, dan kemudian responden ini diminta pula

menunjuk orang lain, dan seterusnya yang dilakukan secara serial atau

berurutan. Pemilihan subjek yang dijadikan informan pada analisis

kualitatif tidak didasari teknik sampling, melainkan disesuaikan dengan

harapan yang paling mungkin informasi yang diinginkan tersebut dapat

diperoleh (Sunarto, 1997:46).

Terlebih dahulu penulis menjumpai ketua Majelis Adat Budaya

Melayu Indonesia (MBAMI) cabang Langkat. Selanjutnya, dari ketua

MABMI tersebut diketahui tentang orang yang mampu menyairkan

(tukang syair) Syair Putri Hijau. Setelah diperoleh informan, selanjutnya

identitas informan dideskripsikan dengan jelas, seperti yang berhubungan

dengan nama, usia, agama, pekerjaan, tingkat pendidikan, bahasa sehari-

hari yang dipakai, dan kedudukannya dalam masyarakat.

Syair lisan yang langsung dikumandangkan oleh tukang syair akan

direkam, setelah itu dibuat deskripsinya dengan mentranskripsikannya.

Menurut Hutomo (1991:77) cara perekaman ada dua jenis yaitu perekaman

dalam konteks asli, dan perekaman dalam konteks tidak asli. Pada analisis

ini teknik perekaman dalam konteks asli, artinya perekaman yang sengaja

diadakan pada saat pertunjukan berlangsung. Alat perekaman yang

digunakan yaitu tape recorder. Hasil rekaman pita suara (tape recorder)

tersebut difungsikan untuk menjaring data Syair Putri Hijau sesuai dengan

fokus dan tujuan dalam analisis ini.

Selain menggunakan perekaman juga dilakukan pencatatan.

Pencatatan sangat penting dalam analisis kualitatif, karena semua data

harus didukung oleh data konkret dan bukan ditopang dari ingatan.

Walaupun rekaman, wawancara, memiliki peranan yang sangat besar

dalam analisis, namun kesemua itu masih belum memadai. Di sinilah letak

pentingnya pencatatan data.

Page 19: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 11 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Hal-hal yang perlu dibuat pencatatannya oleh peneliti adalah yang

menyangkut masalah perekaman, informan, dan bahan. Catatan yang perlu

dibuat sehubungan dengan rekaman adalah tanggal rekaman, tempat

rekaman, keadaan masyarakatnya. Mengenai informan, catatan yang perlu

dibuat adalah untuk mengetahui nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan, bahasa sehari-hari yang dipakai, dan kedudukannya di

masyarakat.

Menurut Kridalaksana (1993:219) transkipsi ialah pengubahan

wicara menjadi bentuk tertulis, biasanya dengan menggambarkan tiap

bunyi/fonem dengan satu lambang. Pada ilmu folklor, yang disebut

transkripsi juga merupakan pemindahan dari bentuk lisan ke bentuk tulisan

(Hutomo, 1987:18). Jadi Syair Putri Hijau yang dituturkan oleh tukang

syair dapat ditranskripsikan dari bentuk lisan menjadi bentuk tulis.

Teknik transkripsi yang digunakan pada Syair Putri Hijau

mengikuti prinsip “pemindahan secara setia”. Hutomo (1987:18)

menyatakan bahwa “pemindahan secara setia” maksudnya, seluruh syair

yang dituturkan oleh tukang syair dipindahkan ke bentuk tulisan, maksud

menggunakan teknik ini agar hasil teks tidak jauh berbeda dengan

rekaman. Prinsip “pemindahan secara setia” ialah kata-kata yang

dituturkan oleh tukang syair semuanya dipindahkan ke bentuk tulisan, baik

itu ucapan yang salah, makna yang tidak jelas, salah dalam penggunaan

kata, maupun dialek (Hutomo, 1987:18). Pedoman yang digunakan dalam

penulisan transkripsi ini adalah pedoman penulisan pada Ejaan Bahasa

Indonesia. Bunyi-bunyi yang sesuai dengan bunyi bahasa dalam bahasa

Indonesia, ditulis dengan huruf vocal dan konsonan yang terdapat pada

Ejaan Bahasa Indonesia.

Setelah rekaman dialihkan ke bahasa tulisan, selanjutnya akan

dilakukan analisis. Menurut Kerlinger (1973:134) analysis means the

Page 20: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

12 | Dr. Liesna Andriany

categorizing, ordering, manipulating, and summarizing of data to obtain

answers to research questions (analisis data berarti kategorisasi, penataan,

manipulasi, dan peringkasan data untuk memperoleh jawaban bagi

pertanyaan analisis). Selanjutnya Kerlinger, (1973:134) menyatakan The

purpose of analysis is to reduce data to intelligible and interpretable form

so that the relations of research problems can be studied and tested

(Kegunaan analisis data adalah mereduksikan data menjadi perwujudan

yang dapat dipahami dan ditafsirkan dengan cara tertentu hingga relasi

masalah penelitian dapat ditelaah serta diuji). Data rekaman

ditranskripsikan dari bentuk rekaman ke bentuk tulisan. Pemindahan

dilaksanakan beberapa jam sesudah direkam, agar kemungkinan salah

dengar dapat diperkecil. Jadi, tidak ditunggu sampai terkumpul semua

data. Transkripsi selalu diusahakan selama berada di lapangan. Teknik

pemindahan data dari bentuk rekaman ke bentuk tulisan dengan

“pemindahan secara setia”.

Analisis ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik

analisis deskriptif adalah teknik analisis data yang mendeskripsi dan

menginterpretasi kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang

tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang sedang terjadi, atau

kecenderungan yang tengah berkembang (Sumanto, 1990:47). Teknik ini

digunakan untuk mendeskripsikan struktur Syair Putri Hijau.

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data.

Pengolahan data dilaksanakan dengan teknik analisis struktural yang

digabung dengan teknik yang dipakai oleh Ruth Finnegan. Analisis

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

(1) Struktur cerita dianalisis dengan cara

Page 21: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 13 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

(a) Setelah data ditranskripsi kemudian dibaca secara seksama teks

yang ada untuk menghayati dan memahami seluruh kata dan

makna dari sumber data.

(b) Menggarisbawahi baris-baris frasa, atau kata untuk menentukan

adanya rima, aliterasi, serta asonansi.

(c) Menganalisis perbaris kata yang menentukan adanya rima,

aliterasi, dan asosiasi.

(d) Menganalisis rekaman dengan menggunakan rekaman yang

diulang berkali-kali, untuk menentukan irama dan jatuhnya

tekanan pemisah baris kata atas dua bagian.

(e) Menganalisis hubungan baris-baris kata yang menunjukkan

munculnya kata dan bahasa kiasan.

Page 22: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

14 | Dr. Liesna Andriany

Page 23: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 15 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Penutur lisan sangat erat hubungannya dengan sastra lisan. Sastra

lisan adalah sastra yang disampaikan dari mulut ke mulut. Dengan

demikian, peranan penutur sangat penting dalam penyampaian sastra dan

kelangsungan hidup sastra itu. Kesuksesan dan kebiasaan bercerita bagi

masyarakat Melayu memang dijumpai dimana-mana, namun untuk

menuturkan suatu cerita dengan baik bukanlah suatu hal yang mudah.

Untuk itu diperlukan suatu keahlian.

Penutur syair pada masyarakat Melayu Langkat dikenal dengan

sebutan tukang syair. Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu

bersyair. Hal itu disebabkan penyampainnya yang berbeda dengan punutur

cerita. Bakat dan minat untuk seorang tukang syair itu diperlukan. Tidak

semua yang mampu bercerita mampu bersyair.

Penceritaan mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup

sastra lisan. Tanpa proses penceritaan, sastra lisan akan berangsur-angsur

hilang dan terlupakan. Kegiatan penuturan adalah ciri utama sastra lisan.

Penuturan sastra lisan dilaksanakan melalui cara menyanyikan,

mengucapkan, dan mendeklamasikan. Menurut Finnegan (1979:119)

pertunjukan atau penceritaan sastra lisan selalu dihubungkan dengan

istilah “menyanyikan” atau “melagukan” dan jarang dipakai istilah

“mengucapkan”. Penuturan syair selalu dilaksanakan dengan melagukan

Page 24: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

16 | Dr. Liesna Andriany

atau menyanyikan. tukang syair bercerita dengan lagu yang berirama

dengan turun naiknya nada serta intonasi merupakan cirri penceritaannya.

Tukang syair berusaha memikat perhatian pendengar dengan

berbagai cara. Mereka menyampaikan cerita dengan berirama. Bahasa

berirama digunakan ketika menyampaikan cerita dengan tujuan untuk

memudahkan mereka mengingat ceritanya. Ini dilakukan dengan

pertolongan rentak irama, pemilihan kata-kata yang indah dan juga lagu.

Ada juga tukang syair yang memperlihatkan gerakan tangan, kepala,

hentakan kaki serta mimik untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa

yang diceritakannya. Tujuan tukang syair berbuat demikian karena hendak

mempengaruhi pendengar supaya terus mengikuti cerita dengan penuh

khikmat. Senada dengan pendapat Sweeney (1987:108) bahwa cerita yang

ditampilkan hendaklah dapat dinikmati oleh pendengar.

Kemampuan tukang syair melagukan syair yang indah dan menarik

dengan gaya yang istimewa tentu ada hubungannya dengan latihan dan

minat serta memiliki bakat seni. Juga tidak terlepas dari pengaruh latar

belakang hidup tukang syair. Pembahasan pada bab ini akan dibicarakan

hal-hal yang berhubungan dengan tukang syair serta yang berhubungan

dengan cara penyampaiannya. Yang berhubungan dengan tukang syair

akan dibahas riwayat hidup tukang syair dari kecil hingga sekarang,

kehidupan sehari-harinya dan cara belajar menyairkan sebuah syair

dengan tujuan untuk melihat sejauh mana bakat dan minat yang ada

padanya dan latihan yang diperolehnya sehingga dapat membentuk dirinya

sebagai seorang tukang syair yang professional. Dalam hubungan dengan

penyampaian syair akan dikemukakan persiapan sebelum bersyair, dan

gaya bersyair. Terakhir yang akan dibahas mengenai tempat penceritaan.

Pak Djakfar dikenal sebagai tukang syair. Pak Djakfar

menerangkan bahwa dia telah berumur 50 tahun, suatu angka yang dikira-

Page 25: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 17 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

kira olehnya. Dia sendiri tidak tahu persis kapan dia lahir, Karena orang

tuanya tidak mencatat tanggal kelahirannya, karena orang tua dahulu tidak

seperti orang tua sekarang yang mencatat tanggal kelahiran anaknya.

Namun ia tahu bahwa ia dilahirkan di Desa Pantai Gemi. Dari mulai lahir,

dewasa, berkeluarga, dan hingga sudah bercucu di desa ini, tidak pernah

tinggal di daerah lain. Desa Pantai Gemi salah satu desa yang ada di

Kecamatan Stabat, kabupaten Langkat.

Nama lengkapnya Djakfar bin Rasyat atau biasa dipanggil Djakfar.

Perawakannya tinggi dan kurus, warna kulitnya hitam manis. Dia selalu

kelihatan riang gembira, karena sifatnya yang periang. Supel dalam

bergaul sehingga cepat akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Bila

berbicara dengan pak Djakfar selalu lawan bicaranya tertawa, karena

beliau selalu jenaka dalam berbicara. Tingkah lakunya sangat menjunjung

sopan santun, peramah dan sangat merendahkan diri bila berbicara perihal

pribadinya. Prinsip dalam pergaulannya adalah niat yang baik, jangan

mudah berbohong dan jangan mudah menfitnah.

Pak Djakfar merupakan keturunan masyarakat Melayu Deli sejati

karena ibu dan bapaknya sama-sama berasal dari desa Pantai Gemi. Ibunya

bernama Jariah berasal dari desa Pantai Gemi dan bapaknya bernama

Rasyat berasal dari desa Pantai Gemi juga. Dia menyatakan bahwa ia

penduduk desa ini dan dibesarkan desa ini dan mungkin sampai mati

tetap di desa ini1. Sebagian besar keluarganya tinggal di Desa Pantai Gemi.

Dia termasuk orang yang dituakan di desanya. Berdasarkan tutur keluarga

banyak yang sudah memanggil wak dan atok kepadanya.

Pak Djakfar memiliki keluarga besar. Hasil perkawinan bapak dan

ibu Pak Djakfar mendapat sepuluh orang anak, enam perempuan dan

empat laki-laki. Pak Djakfar merupakan anak yang keenam dari sepuluh

bersaudara. Bapak Pak Djakfar seorang yang pandai bersyair juga namun

tidak begitu terkenal seperti Pak Djakfar. Antara sepuluh orang bersaudara

itu hanya anak laki-laki saja yang mengikuti jejak langkah bapaknya

sebagai tukang syair.

Page 26: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

18 | Dr. Liesna Andriany

Djakfar terlahir dari keluarga yang pintar bersyair. Bapaknya

Rasyat pintar bersyair, begitu juga dengan saudara-saudara bapaknya

Bahkan adiknya Mail dan Zailani dan kakaknya Kasim pintar bersyair.

Djakfar tidak pernah diajarkan bersyair oleh bapak atau saudara-

saudaranya namun dorongan dari orangtua terutama bapaknya cukup kuat.

Dia belajar bersyair secara alami.

Selain bapak pak Djakfar, adik kandung bapaknya juga pintar

bersyair. Juga beberapa orang anak dari adik bapaknya atau saudara

sepupu dari Pak Djakfar. Mereka semua merasa senang dan gemar bila

berhubungan dengan kesenian dan budaya. Bahkan mereka membentuk

group bordah yaitu nyanyian yang menggunakan teks keagamaan dan

umumnya diiringi oleh alat musik, namun mereka tidak memberikan

identitas nama untuk group tersebut. Walaupun tanpa nama group

bordah tersebut telah dikenal oleh penduduk desa Pantai Gemi dan

sekitarnya. Setiap ada acara perkawinan, sunatan atau hari-hari besar Islam

lainnya mereka sering dipanggil untuk menampilkannya.

Ia menikah dengan wanita yang bernama Asmah seorang yang

bersuku Karo namun sudah lama tinggal di Desa Pantai Gemi, sehingga

tidak kelihatan lagi budaya Karonya tetapi sudah menjadi suku Melayu.

Dari perkawinannya dengan Asmah mereka mempunyai delapan anak.

Sekarang Pak Djakfar sudah menjadi seorang atok yang sesungguhnya

dalam artian beliau telah memiliki dua orang cucu, walaupun sebenarnya

cucunya sudah tiga orang, namun satu orang cucunya telah meninggal

dunia. Sudah dua orang anaknya yang berkeluarga dan sekarang tinggal di

samping rumahnya4. Masing-masing anaknya yang sudah kawin memiliki

seorang anak. Hidup berdampingan antara orang tua dan anak dengan

rukun dan damai, dan kelihatan terpancar kebahagiaan diwajah-wajah

mereka.

Menurut pengakuan Pak Djakfar ia beragama Islam, bersuku

Melayu, dan seorang Islam yang taat. Keluarga Djakfar merupakan

penganut Islam yang taat. Saat penulis berkunjung ke rumahnya terlihat

Page 27: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 19 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

berserakan perangkat alat sholat seperti telekung/mukena, sarung, sajadah,

dan kopiah. Dan pada waktu masuk sholat Zuhur penulis berserta keluarga,

dan tamu lain bergantian melaksanakan sholat Zhuhur, kebetulan ketika

peneliti di sana, ada dua orang tamu yang datang.

Rumah Pak Djakfar terletak di dusun V Desa Pantai Gemi, kira-

kira 6 kilometer dari jalan raya Stabat, dan menghadapt ke jalan desa.

Untuk sampai ke rumahnya dapat menggunakan sepeda motor atau mobil

pribadi. Kendaraan umum yang dapat masuk hanyalah ojek dengan ongkos

sekali jalan Rp. 3000,- Rumahnya terbuat dari kayu dan berbentuk rumah

suku Melayu umumnya sejak dahulu yang disebut rumah panggung.

Rumahnya berdiri di atas tiang-tiang yang tinggi, setidak-tidaknya 1 meter

dari atas tanah. Atapnya terbuat daripada nipah atau rumbia yang dianyam

sendiri. Untuk naik ke atas rumah, disediakan di depan pintu rumah sebuah

tangga, dengan lima buah anak tangga, dan biasanya anak tangga rumah

Melayu berjumlah ganjil. Lantai rumah terbuat dari papan, suhu udara di

rumah terasa sejuk sebab rumah penuh dengan jendela dan jerejak

(ventilatie) sehingga sirkulasi udara cukup. Di dalam rumah terdapat meja,

kursi sederhana, dan almari sederhana. Tidak terdapat alat elektronik di

dalam rumah seperti radio, TV. Hanya saja belum dapat dikatakan rumah

yang memenuhi syarat karena tidak memiliki MCK (mandi, cuci, dan

kakus). Yang ada hanya sebuah sumur di luar rumah dan tidak ada

penyekat sumur agar bisa dijadikan tempat mandi. Bila ingin membuang

hajat, harus berjalan beberapa meter dari belakang rumahnya atau di parit

yang berada di depan rumah. Di sekeliling rumahnya banyak pepohonan,

seperti rambutan, kelapa, dan pohon karet. Di samping kanan dan belakang

rumah beliau adalah rumah anak-anaknya.

Pendidikan Pak Djakfar hanya sampai di SR (Sekolah Rakyat)

sekarang SD kira-kira tahun 60-an dan tidak meneruskan ke SLTP karena

keadaan ekonomi orang tua yang tidak memungkinkan. Masyarakat

Melayu dahulu tidak mementingkan pendidikan umum, yang penting

pengetahuan keagamaan yang diperdalam. Kebanggaan orang tua

Page 28: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

20 | Dr. Liesna Andriany

masyarakat Melayu dahulu, bila anaknya pintar mengaji (menguasai

hukum agama Islam dan pintar membaca Al’quran). Sehingga untuk

belajar agama sangat ditekankandan diusahakan semaksimal mungkin,

sedangkan pendidikan umum kurang mendapat perhatian. Ada beberapa

bahasa yang dikuasainya dengan baik, yaitu bahasa daerah seperti bahasa

Karo, bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa sukunya sendiri yaitu

bahasa Melayu.

Pekerjaan pokok Pak Djakfar yaitu sebagai pedagang atau penjual

keliling dan membawa dagangannya dengan menggunakan sepeda.

Barang dagangan yang dijualnya tidak tetap, bila musim durian, ia menjual

durian, bila musim rambutan ia menjual rambutan, bila dapat pisang,

pisang yang dijual, dan bila ada ikan, ikan yang dijual. Namun lebih sering

ia menjual ikan karena ikan ini yang setiap hari ada. Dalam memenuhi

kebutuhan hidup keluarga, Djakfar dibantu istri dan anak gadisnya yang

sudah tamat sekolah tingkat SLTA bekerja sebagai petani, menggarap

sawah dan ladangnya. Di waktu senggang sambil melepas lelah selepas

pulang dari ladang istri dan anaknya mengambil daun rumbia yang banyak

tumbuh diladangnya untuk dijadikan atap. Pendapatan dari sawah dan

ladang serta atap tersebut dapat menambah penghasilan keluarga Pak

Djakfar.

Pak Djakfar juga memiliki berbagai macam kegemaran, seperti

menangkap ikan. Teknik menangkap ikannya dengan beberapa cara,

kadang-kadang dengan menggunakan pancing, dan kadang-kadang

dengan menggunakan bubu (merupakan jalinan buluh/bambu, kosong di

dalam, dinding dalam diberi berduri). Mulutnya di sebelah pangkal muka

bundar besar (tempat ikan masuk), di ujungnya kecil. Bubu diletakkan di

sungai pada sore hari dan pada pagi hari baru diambil, kalau rezeki

biasanya ikan sudah ada tertangkap di dalamnya. Bila ikan yang tertangkap

itu ikan gurami atau ikan besar lainnya biasanya dijual kepada

langganannya, karena harga ikan yang masih hidup lebih mahal dari ikan

yang sudah mati. Langganan ikan Pak Djakfar biasanya suku bangsa Cina.

Page 29: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 21 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Selain itu Pak Djakfar juga senang mengikuti perkembangan

politik baik politik di tanah air maupun di luar negeri. Ia senang sekali

dengan perubahan di tanah air ini. Era reformasi yang membuat banyak

perubahan di tanah air baik dari segi politik maupun dari segi sosial

budayanya. Pada tahun 1965 dia sudah ikut dalam gerakan BPRPI (Badan

Pengurus Rakyat Penunggu Indonesia) merupakan organisasi masyarakat

Melayu (rakyat penunggu) yang menuntut hak atas tanah yang

dipinjamkan kerajaan Melayu dahulu kepada Belanda, dan sekarang

dikuasai oleh Negara. Pernah ditahan selama satu minggu pada tahun 1968

karena menggerakkan massa berdemonstrasi untuk menuntut tanah

perkebunan yang dikuasai oleh Negara. Pada masa Orde Baru pernah

menjadi ketua BPRPI cabang Langkat selama tiga tahun yakni kira-kira

tahun 19987. Dan sampai sekarang tetap aktif memperjuangkan hal ulayat

tanah adat Melayu.

Hubungan Pak Djakfar dengan tetangga dan masyarakat di desanya

terjalin dengan baik. Dia sering menghadiri acara yang diselenggarakan

oleh penduduk desa pantai Gemi dan penduduk tetangga desanya. Seperti

acara kenduri perkawinan, pengajian dan gotong royong. Menjenguk

orang yang sakit dan takjiah bila ada tetangga dan kerabat yang ditimpa

kemalangan. Dia bahkan dikenal baik oleh pegawai-pegawai bupati

Langkat dan bahkan akrab dengan Camat Stabat. Begitu luas

pergaulannya, Pak Djakfar tidak memilih-milh dalam bergaul, baik

kalangan masyarakat atas maupun kalangan masyarakat bawah semua

sama saja baginya.

Pak Djakfar tidak ingat persis kapan, namun diperkirakannya kira-

kira tahun 1980-an ia diutus mewakili kontingen Langkat mengikuti

festival Budaya Melayu untuk membawakan syair. Ia mendapat juara

Harapan I dalam festival PBM (Pekan Budaya Melayu) se Asean tersebut.

Dengan kemenangan ini namanya semakin popular. Ia mulai mendapat

panggilan bersyair setiap ada kegiatan budaya Melayu. Dan selalu menjadi

utusan dari Kabupaten Langkat.

Page 30: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

22 | Dr. Liesna Andriany

Sebagai seorang seniman tidaklah langsung menjadi seniman yang

memiliki talenta sebagai seorang seniman. Menjadi seniman memerlukan

proses. Seperti juga pak Djakfar dari Desa Pantai Gemi ini. Menurut Pak

Djakfar pertama sekali ia mendengar cerita dan syair dari ‘bangsawan’

atau tonil/sandiwara sewaktu masih kanak-kanak. Kemudian ia juga sering

mendengar cerita dan syair pada waktu senggang dan kadnag-kadang

sewaktu seseorang dalam suasana bersendih atau mengenang nasib.

Adapun waktu-waktu senggang yang dimaksud ialah pada waktu

beristirahat dari pekerjaan bertani/berladang atau saat melepas lelah dari

seharian bekerja. Begitu pula pada waktu mencari ikan, di dalam sampan

sambil memilah-milah ikan hasil tangkapan. Juga cerita dan syair itu

dilakukan pada waktu menjelang anak-anak hendak tidur.

Masyarakat Melayu menyebut orang yang biasa menceritakan dan

menampilkan syair adalah tukang syair. Pak Djakfar sudah dikenal oleh

masyarakat Melayu Deli sebagai tukang syair. Ia dihargai sebagai seorang

yang berbakat dan sebagai seniman daerah. Ia dihargai karena memiliki

keahlian bersyair dari bakat. Siapa pun yang berbakat dan mampu

menceritakan dan melagukan syair disebut tukang syair. Untuk menjadi

seorang tukang syair tidak perlu suatu penobatan atau upacara. Seseorang

akan dikatakan sebagai seorang tukang syair, secara berlahan-lahan dapat

disandangnya kalau ia telah sering menceritakan dan melagukan syair di

depan kelompok pendengar. Selain bersyair ia juga mahir dalam ‘kasidah’,

‘barzanji’, ‘marhaban’, ‘bordah’, dan ‘bededeh’.

Pada masa mudanya, Pak Djakfar senang mendengarkan orang

yang bersyair. Dari kesenangannya mendengar syair itulah, ia menguasai

lagu dan ceritanya. Pada saat senggang lagu-lagu meluncur dari mulut,

bersama cerita yang diingatnya. Berikutnya ia baru mendatangi guru atau

orang yang pintar bersyair untuk belajar syair. Secara tidak disadari

kesenian ini telah mendarah daging ditubuhnya, ia belajar bersyair lebih

Page 31: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 23 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

kurang enam tahun, setelah itu dia pindah ke guru seni budaya Islam,

maksudnya belajar menyanyikan ‘kasidah’, ‘berzanji’, dan ‘marhaban’.

Bakat seninya sudah tampak, ketika Pak Djakfar berumur duabelas

tahun, sambil belajar mengaji, dia pun belajar bersyair. Belajar mengaji

dilakukan setelah sholat Maghrib dan selesai sholat Isya, setelah itu

dilanjutkan dengan belajar bersyair. Belajar bersyair sering dilakukan

sampai larut malam.

Djakfar menerangkan bahwa ia belajar bersyair mula-mula dari

ketertarikannya dengan tukang syair dalam mensyairkan terdengar sangat

merdu dan indah cerita dan melagukannya. Kemudian terus mencoba dan

mencoba sendiri untuk mengikuti irama lagu, hingga akhirnya ia bisa

melagukan syair. Di samping kemungkinan ada ‘bakat alam’. Disebut

bakat alam karena lahirnya sebagai penyair tidak melalui peresapan iklim

pikiran dewasa ini serta pengalaman kemasyarakatan dan kemanusiaan

secara intens, melainkan dengan mempersenyawakan yang diturunkan dari

keturunan yang berjiwa seni. Menurut Djakfar bapak, adik, kakak, dan

saudara-saudara dari bapaknya mahir bersyair. Hanya sayang bapaknya

tidak mengajarkannya bersyair. Djakfar hanya selalu mendengar bapaknya

ketika di sampan melantunkan syair, dan sangat merdu didengar. Dari

situlah keinginannya untuk mensyair secara tidak sengaja timbul.

Bagi Pak Djakfar pekerjaan tukang syair merupakan perkerjaan

sambilan dan suatu kegemaran. Bersyair merupakan panggilan jiwa

seninya dan bukan semata-mata untuk mencari nafkah. Dia bersyair itu

tidak mengharapkan upah, karena ia mempunyai pekerjaan pokok. Ia

bersyair hanya didorong oleh bakat seni dan kegemarannya bernyanyi.

Namun ia tidak menolak kalau diberi hadiah atau uang atas penceritaan

syair itu, ia tidak pernah menentukan jumlah yang pasti untuk sekali

mensyair, bahkan tidak keberatan kalau tidak diberi hadiah atau upah. Bagi

Pak Djakfar yang mempunyai pekerjaan tetap, kegiatan bercerita dengan

mensyairkannya hanya sebagai penyalur bakat seninya.

Page 32: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

24 | Dr. Liesna Andriany

Pak Djakfar tidak menggantungkan hidupnya dengan bersyair,

karena ia memiliki pekerjaan tetap sebagai pedagang keliling. Bahkan ia

merasa bahagia kalau orang lain senang mendengar syairnya. Penghasilan

dari penampilan bersyair tidak pernah mencukupi bagi pemenuhan

kehidupan sehari-hari. Dia tidak mengharapkan pemberian dari

pendengarnya, kecuali pemberian ala kadarnya dari pendengar. Namun

biasanya pendengar syair itu selalu memberi hadiah atau upah ala

kadarnya.

Sudah banyak tempat yang dikunjunginya untuk menunjukkan

kebolehannya sebagai seorang tukang syair. Pak Djakfar dulu sering

dipanggil untuk membawakan syair oleh orang yang memiliki hajatan,

seperti pesta perkawinan. Dia pernah bersyair di kota Labuhan Batu,

Rantau Prapat dalam acara PBM (Pekan Budaya Melayu) dan kota

Kisaran. Setiap tahun ikut mengisi acara TBM (Taman Budaya Medan)

dalam rangka Pekan Budaya Melayu. Juga sering tampil pada Pekan Raya

Sumatera Utara (PRSU) pada stan Melayu. Namun setelah reformasi ini

kegiatan kesenian budaya Melayu sementara waktu ini terhenti. Otomatis

kegiatan Pak Djakfar untuk menunjukkan kebolehannya bersyair juga

fakum, karena sekarang ini sudah jarang sekali orang yang mau

menanggap tukang syair untuk acara hajatan.

Penggemar syair sekarang ini menurut Djakfar sudah sangat

sedikit. Hanya orang tua-tua saja yang inin mendengarkan syair, itu pun

hanya sekedar mengenang masa lalu mereka. Seperti ketika peneliti

mendengarkan syair yang dilantunkan pak Djakfar di rumah salah seorang

anggota DPRD Tingkat II Langkat. Seorang laki-laki tua berumur lebih

kurang 60 tahun mengatakan bahwa dia sudah jarang sekali mendengar

syair ini. Dari komentar pendengar tadi dapat disimpulkan bahwa lantunan

syair itu sudah sangat jarang terdengar atau dilakukan. Dengan kondisi

yang memprihatinkan ini, dan rasa tanggungjawabnya sebagai seorang

seniman Melayu ada keinginan Djakfar untuk melestarikan dengan

membuat kaderisasi. Tetapi anak-anak sekarang menurut Djakfar sudah

Page 33: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 25 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

tidak tertarik lagi dengan kesenian tradisional khususnya syair ini.

Umumnya mereka enggan untuk belajar bersyair, mereka menganggap

kuno dan kolot. Hanya ada beberapa anak-anak yang ingin belajar bersyair

dan inilah yang terus dipacu oleh Pak Djakfar yang diharapkannya nanti

menjadi penggantinya kelak.

Pak Djakfar bukan saja mahir bersyair tetapi juga mahir

membawakan kesenian Melayu lainnya. Seperti kasidah, marhaban,

barzanji, dan bordah. Dengan kemampuannya ini dia terkenal sebagai

seniman daerah Melayu Langkat khususnya daerah langkat.

Sekali seorang anak tertarik minatnya untuk menjadi tukang syair,

ia akan selalu mencari kesempatan mendengarkan tukang syair bersyair.

Seperti yang dituturkan oleh Djakfar, demikian cintanya ia mendengarkan

syair, bahkan sejak ia masih duduk di Sekolah Rakyat sekarang Sekolah

Dasar. Setiap malam dia selalu ke rumah tukang syair yang pandai untuk

mendengar cerita dan syairnya.

Keahlian bersyair selain memerlukan bakat juga memerlukan

latihan dan pengetahuan. Cara belajar setiap tukang syair tidak sama.

Djakfar belajar menjadi tukang syair dengan secara langsung pada seorang

guru atau tukang syair. Belajar secara langsung menjadi tukang syair

dimaksudkan sebagai berikut, Djakfar sebagai seorang calon tukang syair

mengabdikan diri kepada tukang syair tua dengan cara mengikuti semua

petunjuknya. Djakfar belajar menjadi tukang syair dengan cara membantu

mengasuh anaknya yang masih kecil di rumah tukang syair tersebut.

Belajar menjadi tukang syair seperti ini tidak ada persyaratan pembayaran.

Pak Djakfar mempunyai beberapa guru, dan dari tiap guru itu, ia

akan meniru segi-segi tertentu pada gaya dan teknik mereka yang paling

menarik. Tukang syair yang menarik hatinya adalah Mahyin yang tinggal

di desa Pantai Gemi itu juga dan masih ada hubungan famili. Di sinilah

Page 34: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

26 | Dr. Liesna Andriany

Pak Djakfar mengabdikan dirinya. Pak Djakfar biasa memanggil Pak

Mahyin dengan sebutan atok. Pemilihan Djakfar terhadap tukang syair

tertentu didasarkan atas kekagumannya terhadap keterampilan atau

pengetahuan istimewa yang dimiliki Pak Mahyin tersebut, yang

diharapkannya akan bisa dimilikinya pula.

Kendati pun Pak Mahyin menganggap kepada Pak Djakfar sebagai

cucunya sendiri, namun dalam keluarga guru sering kali tetap

membedakannya dengan anak kandungnya. Dalam hal-hal tertentu

sesungguhnya ia memang pembantu (abdi), karena sebagai imbalan atas

ilmu yang diberikan kepadanya diharapkan bantuannya untuk melakukan

pekerjaan mengasuh anaknya. Sebagai imbalan atas pengabdiannya

dimasa datang tersebut. Ia belajar tentang berbagai macam cerita, gaya

melagukan gurunya yang istimewa. Cara bagaimana pengetahuan itu

disampaikan oleh guru kepada muridnya pada hakekatnya tidak berbeda

dari apa yang sudah menjadi terbiasa bagi si murid di rumah. Di sini pun

cara itu agak tidak diatur, dan sedikit banyak tergantung kepada prakarsa

Pak Djakfar dan kepada minat Pak Mahyin terhadapnya. Juga di sini proses

penyampaian itu ditandai dengan, sampai taraf tertentu, sifatnya yang

mengacak.

Pak Djakfar telah belajar menjadi tukang syair kepada dua orang

tukang syair sekaligus. Mula-mula ia belajar dengan tukang syair yang

bernama Pak Mahyin dan Pak Ramli yang keduanya masih ada hubungan

keluarga. Dalam waktu yang sama dia belajar dengan Pak Mahyin dan juga

dengan pak Ramli. Teknik belajarnya juga hampir sama, dengan yang

diterapkan Pak Mahyin dan Pak Ramli. Secara bergiliran dia belajar,

kadang-kadang belajar dengan Pak Mahyin dan kadang-kadang dengan

Pak Ramli. Dalam belajar beryair selalu beriring dengan belajar mengaji,

karena budaya Melayu identik dengan budaya Islam.

Cara belajarnya tidak khusus, tetapi sambil lalu. Sambil belajar

mengaji dia belajar bersyair. Pak Djakfar pertama sekali belajar bersyair

dari atoknya yaitu Pak Mahyin. Dari atoknya ini mula-mula didengar cerita

Page 35: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 27 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

dan dongeng yang disampaikan dengan cara disyairkan. Teknik belajarnya

tidak menggunakan tulisan, tetapi yang dipentingkan adalah kemampuan

menghafal. Pertama-tama dia disuruh menghafal cerita baris demi baris.

Setelah ia dapat menghafal cerita tersebut, lalu ia dilatih melagukannya.

Pada tahap pertama atoknya melagukan cerita itu, kemudian ia disuruh

mengulanginya. Kalau ada kesalahan, atoknya akan memberi petunjuk

bagaimana sebaiknya dan bagaimana seharusnya. Kadang-kadang bila

atoknya sedang melagukan, ia mengikuti pelan-pelan.

Pak Djakfar yang belajar secara langsung menggunakan hafalan

sebagai dasar utama untuk menguasai suatu cerita. Pada tahap pertama ia

harus menggunakan daya hafal untuk memperlancar penceritaan sehingga

susunan cerita dan baris-baris cerita sebagian besar dilahirkan sama

dengan susunan cerita dan baris-baris cerita dari gurunya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Friedman (dalam Finnegan, 1979:53) yang menyatakan

bahwa ‘Memorization… is the basic vehicle of oral tradition’ (hafalan

adalah wahana utama tradisi lisan). Begitu juga dengan hasil analisis

Arthur Waley (dalam Finnegan, 1979:53) bahwa that ‘he had merely

repeated the epic as he had learnt it’ (penerimaan hanya mengucapkan

epik seperti yang telah dipelajarinya). Parry dan Lord (1976:27-28) juga

menyatakan bahwa kadang-kadang pencerita di Yugoslavia dapat

mengulang secara tepat cerita-cerita yang sama yang telah mereka dengar

dari pencerita lain, kata demi kata, bahkan baris demi baris. Walaupun

demikian, penghafalan itu sedikit banyak telah mengalami penghausan.

Pak Djakfar tidak dapat menghafal seratus persen sama dengan apa yang

dipelajarinya. Selalu ada perubahan pada beberapa bagian walaupun tidak

terlalu besar.

Pak Djakfar belajar dengan Pak Ramli bukan hanya belajar

mengaji dan bersyair saja, tetapi juga seni Islam lainnya seperti kasidah,

marzanji, marhaban, dan bordah. Dengan Pak Ramli di samping belajar

ngaji, bersyair, dan kesenian lain juga diajarkan mengenai hukum-hukum

Islam. Jadi orang belajar bersyair bukan hanya diajar bersyair, tetapi juga

Page 36: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

28 | Dr. Liesna Andriany

dibina dalam ajaran agama. Gurunya lebih senang mengambil murid yang

berbudi luhur, selain berbakat. Selain kesenian, dia juga belajar membaca

Al-Qur’an dengan cara dilagukan yang dalam bahasa Melayu disebut

bekaah. Setelah dirasa Pak Djakfar telah menguasai semuanya dia pun

berhenti dan tidak lagi belajar dengan kedua gurunya tersebut.

Pak Djakfar mulai merasa tidak ada sesuatu lagi yang perlu

dipelajari dari gurunya, ia pun mulai mencoba sendiri. Sambil berjalan

sendiri ia mencari tukang syair lain lagi untuk belajar kepadanya barang

sebentar. Setelah berhenti belajar dari Pak Mahyin dan Pak Ramli , bukan

berarti dia puas sampai disitu. Pak Djakfar terus mencari guru yang lain

yang dirasanya dapat menambah kemampuannya tentang kesenian ini.

Kemudia Pak Djakfar belajar bededeng yaitu lagu solo tanpa iringan alat

musik untuk hiburan pada pesta perkawinan atau panen dengan Pak Halim

Majid. Lama belajarnya tidak tentu karena belajarnya tergantung bila

mereka bertemu saja, karena Pak Halim seorang pegawai Diknas Stabat

dan tinggalnya di Binjai. Dari Pak Halim inilah dia dapat mengikuti acara

PBM untuk bersyair. Jadi setiap ada acara PBM dimana pun Pak Djakfar

tampil sebagai tukang syair.

Ketika diadakan festival budaya Melayu di Rantau Prapat, dia

belajar dengan Ibu Ramli yang berasal dari Tanjung Pura. Karena memang

bakat seni Pak Djakfar sudah ada ditambah dengan minatnya yang tinggi

terhadap syair, dalam waktu dua jam saja Ibu Ramli mengajarkan not

untuk irama syair, sudah dapat dikuasai oleh Pak Djakfar. Sebenarnya

syair sudah dikuasai dari hasil belajarnya secara alamiah, tinggal hanya

membetulkan yang kurang tepat atau kurang baik saja. Pada saat festival

itulah Pak Djakfar mendapat juara Harapan I dalam bersyair. Ia tidak

menyangka kalau dapat menang pada waktu itu, karena lawannya berasal

dari Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailan yang penampilan

bersyairnya baik.

Piala kemenangannya itu tidak dibawanya pulang menjadi milik

pribadi. Namun piala itu dititipkannya di Kantor Pemda Tingkat II

Page 37: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 29 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Kabupaten Langkat. Menurut penuturan Djakfar, piala itu bila disimpan di

rumahnya tidak memberi banyak arti. Dijual pun tidak cukup untuk

membeli beras. Bila piala itu diletakkan di kantor Pemda, semua orang bisa

melihat dan mengenangnya. Ternyata pandangan Djakfar benar, mulai dari

itu setiap ada kegiatan yang berhubungan dengan budaya Melayu, Djakfar

tidak pernah dilupakan sebagai tukang syair.

Teknik penyampaian antara tukang syair yang satu dengan tukang

syair yang lain berbeda-beda. Bila dilihat dari alat pembantu yang

digunakan untuk bersyair, maka ada tukang syair yang memakai alat

pembantu yaitu alat musik dan ada yang tidak menggunakan alat pembantu

berarti tanpa alat musik. Tukang syair yang menggunakan alat musik,

bercerita sambil memainkan alat musik seperti rebab atau gambus untuk

mengiringi cerita yang dilagukan mereka. Cara ini dianggap istimewa.

Sebagian besar tukang syair bercerita tanpa alat musik, dia hanya

mengandalkan suaranya.

Selain hal tersebut, teknik penyampaian syair dapat dilakukan

dengan dua cara. Pertama, secara formal, dan kedua secara tidak formal.

Pertama, teknik penyampaian syair secara formal maksudnya

penyampaian syair dilakukan atas dasar permintaan bila ada yang

mengundang atau pada acara-acara resmi. Seperti mengisi acara di kantor-

kantor, mengisi acara PBM yang setiap tahun diadakan oleh Pemda

Sumatera Utara, atau undangan orang yang punya hajatan di rumahnya.

Sedangkan teknik kedua tukang syair menyampaikan syair ialah secara

tidak formal. Penyampaian syair cara ini dapat dilakukan dimana saja dan

kapan saja, tergantung keinginan dan selera tukang syair itu sendiri.

Pembahasan berikutnya akan dikemukakan bagaimana Djakfar

tukang syair menyampaikan syairnya. Djakfar dalam menyampaikan

syairnya tidak menggunakan alat musik. Sedangkan mengenai cara

Page 38: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

30 | Dr. Liesna Andriany

penyampaiannya sebenarnya hampir sama antara cara formal dengan

tidak formal. Walaupun begitu akan dikemukakan perbedaan kedua cara

tersebut.

Persiapan sebelum bercerita tergantung pada cara pelaksanaannya.

Pelaksanaan secara tidak formal tentu akan berbeda dengan cara

pelaksanaan secara formal. Bila penyampaian secara tidak formal, tentu

saja penyampaian cerita dapat dipertunjukkan di sembarang tempat, kapan

saja tukang syair itu mau bersyair. Dapat dilakukan di pasar, di warung

kopi, di ladang atau di rumah tergantung selera tukang syair itu sendiri.

Pakaian tukang syair pun biasa saja. Misalnya memakai pakaian kemeja

berlengan panjang dan bercelana panjang, atau menggunakan kaus oblong

saja beserta celana panjang. Ringkasnya, cerita disampaikan dengan cara

yang bersahaja, berbeda dengan penyampaian secara formal.

Bila penyampaian syair secara formal, maka sebelum tukang syair

menyampaikan suatu cerita, pihak yang mengundangnya perlu

menyediakan beberapa persediaan. Seperti tempat bercerita dan

persembahan untuk upacara sebelum bercerita. Biasanya tempat bercerita

tukang syair disediakan pada suatu tempat khusus yang bisa dilihat oleh

orang banyak. Tujuan menempatkan tukang syair ditempat tertentu ialah

supaya penonton dapat menyaksikan seluruh gerak-geriknya sewaktu

bercerita dan dapat mendengar ceritanya dengan jelas.

Pakaian yang digunakan juga disesuaikan dengan tempat dia akan

menyampaikan. Pak Djakfar akan memakai pakaian lengkap adat

Melayu yaitu pakaian ‘teluk belanga’. Pakaian teluk belanga umumnya

berleher bulat belahan 15cm pada bagian muka dan keliling leher diberi

tusuk-tusuk hias. yang berwarna kuning, hitam atau hijau. Kemudian

dipinggangnya dililitkan kain songket atau kain tekat. Sebagai tutup

kepalanya Pak Djakfar menggunakan kopiah atau peci.

Page 39: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 31 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Khusus bagi Syair Putri Hijau dalam penyampaiannya tidak seperti

syair-syair yang lain. Pak Djakfar dan masyarakat Melayu memiliki

keyakinan bahwa Puteri Hijau itu masih ada dan memiliki kekuatan gaib.

Sehingga dipercayai bila akan menampilkan segala sesuatu yang

menyangkut tentang sang Puteri, seperti Syair Puteri Hijau harus terlebih

dahulu memberi tabik kepada sang Puteri untuk minta izin.

Cara minta izin dengan Puteri Hijau dengan memberi

persembahan. Persembahan inilah yang harus dipersiapkan terlebih dahulu

oleh yang mengundang. Benda-benda yang dipersiapkan itu terdiri dari

kapal kecil yang terbuat daripada pelepah pohon pinang yang mereka sebut

‘upik’. Pelepah pohon pinang itu dibentuk sedemikian rupa sehingga

menyerupai kapal layar. Di dalam kapal diisi dengan bunga rampai, bertih,

dan telur, setapak sirih serta kemenyan. Setelah itu kapal dihanyutkan ke

sungai. Sebelum dihanyutkan kemenyan diletakkan di suatu tempat

kemudian dibakar, setelah itu dimasukkan ke dalam kapal untuk

dihanyutkan. Kegunaan persembahan ini untuk mohon restu dan

keselamatan. Masih diyakini, bila tidak dilakukan maka bala akan

menimpa baik bagi tukang syair itu sendiri, pemilik hajat, maupun

masyarakat sekitarnya.

Persembahan tersebut dapat diganti dengan ‘nasi balai’. Seperti

ketika SPH akan dilantunkan oleh Pak Djakfar, ketua Tengku Syamsul

Azhar sebagai ketua MABMI Langkat meminta peneliti untuk membuat

sebuah ‘nasi balai’. Sebelum acara dilaksanakan balai ini diserahkan

kepada Pak Djakfar sebagai tukang syair yang katanya untuk meminta izin

dan mohon keselamatan agar semua tujuan dapat tercapai tanpa mendapat

hambatan. Bentuk ‘nasi balai’ bertingkat-tingkat dan pada umumnya

berkaki empat, seperti meja. Tinggi balai kira-kira setengah meter. Bentuk

susunannya sebagai berikut: tingkatan balai yang pertama berisi oulut

kuning, tingkatan paling atas berisi panggang ayam; di sekelilingnya

ditancapkan bunga telur dan beberapa batang merawal. Kemudian di

Page 40: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

32 | Dr. Liesna Andriany

tengah-tengah dihiasi dengan bunga balai sedemikian rupa sehingga

menarik perhatian.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa Pak Djakfar dalam

bersyair tidak menggunakan alat musik, ia hanya mengandalkan suaranya

saja. Sebelum melagukan syair, Pak Djakfar minum air putih terlebih

dahulu dengan alasan, agar kerongkongannya tidak kering. Setelah Pak

Djakfar mengucapkan assalamu allaikum waalaikum nassalam yang

merupakan suatu kebiasaannya bila akan memulai pembicaraan.

Umumnya orang hanya mengucapkan assalamualaikum warrahmatullahi

wabarakatu atau dipendekkan hanya assalamualaikum saja. Pak Djakfar

mulai dengan suara yang tenang, nada yang agak rendah. Suaranya merdu

dan caranya mengucapkan kata-kata sangat sempurna. Untuk mendukung

irama lagunya, ia menggunakan telapak tangannya yang ditepuk-tepukkan

ke pahanya, serta kakinya dihentak-hentakkan ke lantai. Setiap

melantunkan suara yang agak tinggi, ia sering memejamkan matanya.

Ketika ditanya, dia menjawab, “untuk dapat mengkonsentrasikan pada

nada suara yang tinggi agar suara tidak pecah”.

Ciri-ciri umum yang terdapat pada pencerita sastra lisan pada

umumnya, terdapat juga dalam penceritaannya, di samping cirri-ciri

individualnya. Ia memiliki potensi suara yang merdu dengan vocal yang

bulat. Dalam bersyair dia merupakan seorang yang tenang, tidak begitu

banyak menggerakkan badan, ada pun gerakan badan dan gerakan anggota

badan hanya untuk menyesuaikan irama lagu ceritanya. Gaya tambahan

yang sering dilakukannya adalah anggukan kepala, tatapan mata, juga gaya

meletakkan tangan di pipi seperti orang mengumandangkan azan. Kadang-

kadang tangannya dipukul-pukulkan ke paha sambil menghentakkan

kakinya. Selain gerakan badan dan anggota badan, juga mimik wajah,

Page 41: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 33 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

kerutan dahi, senyuman, ceria, dan ekspresi muka yang sedih, semua gaya

ini dipakai untuk mengisi penceritaannya.

Penceritaan dibagi menjadi duabelas tahap, yang dapat dibagi

secara garis besar menjadi tiga bagian yaitu tahap pendahuluan atau

pembukaan, tahap isi cerita, dan tahap menutup. Setiap selesai

penyampaian satu tahap, ia akan beristirahat sejenak. Dalam masa istirahat

itu ia akan mengambil kesempatan untuk meminum air putih atau

mengusap peluhnya. Setelah itu dilanjutkan kembali.

Pada waktu ia melagukan “meskipun cerita mustahil rasanya”

kepalanya ikut digelengkannya, sama dengan orang yang menyatakan

tidak mungkin. Pada bagian-bagian tertentu, adakalanya kepalanya

diangguk-anggukkan seolah-olah menyatakan setuju, gaya ini fungsinya

untuk memperkuat gaya penceritaan. Jadi suatu penceritaan hakekatnya

bukan hanya mengucapkan kata-kata atau baris-baris, tetapi merupakan

kegiatan yang menyangkut perbuatan anggota badan, pikiran, dan

penghayatan cerita. Sangat tepatlah bila dikatakan bahwa seorang syair di

samping harus mampu mengingat dan menceritakan cerita, juga harus

dapat melakonkan cerita itu di depan pendengarnya agar cerita itu benar-

benar hidup.

Gaya penceritaan yang dilakukan Pak Djakfar ketika bersyair,

tentu saja memiliki tujuan tertentu. Misalnya ia melakukan hal tersebut

untuk memancing pendengar agar tertarik pada cerita yang sedang mereka

dengarkan. Di samping itu, gerakan itu berguna pula untuk menghilangkan

kelakuan dan sifat monoton. Selain itu, di samping juga untuk dapat

menguasai cerita, tukang syair juga harus dapat menguasai dirinya agar

dapat bercerita secara wajar dan murni, bukan dibuat-buat, atau secara

tidak sadar. Di pihak lain, ia harus mampu menguasai pendengar agar

segala perbuatannya dalam penceritaan dapat disesuaikan pula dengan

pendengar. Jadi, tukang syair dan pendengar akan terikat oleh satu suasana

penceritaan yang serasi.

Page 42: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

34 | Dr. Liesna Andriany

Pada gambaran penceritaan Pak Djakfar ini, jelas terlihat bahwa

tukang syair dalam mempertunjukkan kebolehannya bersyair, telah

memeras pikiran, perasaan, dan daya ingatnya agar penceritaannya baik

dan sempurna. Ia juga memanfaatkan suaranya dengan baik, gerak badan

dan anggota badan, agar makna cerita dapat lebih dipahami secara

mendalam oleh pendengar. Tidak ada unsur sekecil apa pun yang tidak

memiliki makna. Apa saja yang dibuatnya dalam penceritaan merupakan

cara untuk memperjelas cerita kepada pendengar. Pendengar harus dapat

menangkap cerita itu secara jelas dan utuh. Oleh karena itu, Pak Djakfar

harus dapat menciptakan suasana yang mendukung adegan yang

merupakan isi cerita Puteri Hijau.

Semua yang dilakukan oleh Pak Djakfar memiliki fungsi.

Pendengar cerita itu merasa jelas dan tertarik disebabkan oleh adanya gaya

yang menghiasi penceritaan seperti gelengan kepala, anggukan kepala,

gerakan tangan, hentakan kaki, mimik wajah yang berubah-ubah, variasi

suara yang tinggi-rendah, dan tempo yang cepat-lambat. Sedang bagi Pak

Djakfar, semua itu menjadi alat untuk membantu menghidupkan cerita dan

memperkuat makna cerita. Jadi dalam penampilan, ia menggunakan

semaksimal mungkin apa yang dipunyainya, agar cerita itu bisa dipahami

oleh pendengar dengan sebaik-baiknya.

Sifat enggan berterus terang dari masyarakat Melayu Deli

menyebabkan penyampaian sesuatu nasehat, petunjuk, dan sesuatu

maksud diungkapkan dengan mempergunakan ungkapan-ungkapan dan

perlambangan-perlambangan. Untuk maksud itu mereka mempergunakan

ungkapan-ungkapan tertentu melalui pantun, prosa liris, dan syair.

Masyarakat Melayu Deli, seperti masyarakat lainnya juga suka berkumpul

bila waktu lowong. Mereka sekembali dari ladang/sawah, hutan atau

bekerja lainnya untuk melepas lelah dan berkomunikasi dengan orang

Page 43: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 35 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

sekelompoknya, mereka saling berkumpul. Sewaktu berkumpul mereka

mengisi waktu dengan jalan berbual ‘bercerita’, bokombu(r) ‘bercerita’

mendongeng dan lain-lain. Dalam pertemuan-pertemuan seperti itu

kemudian lahirlah apa yang dinamakan tukang cerita.

Seiring dengan masuknya agama Islam, tertumpang pula sastra

yang berbentuk syair dan sejenisnya sebagai penunjang penyebaran agama

Islam. Dengan demikian lahirlah tukang syair yang mampu menyairkan

tentang peristiwa sejarah, tentang asal-usul nama tempat, tentang makhluk

halus, dan sebagainya. Sehubungan dengan pengisian waktu lowong,

kemudian diikuti dengan keinginan akan hiburan, syair menjadi begitu

digemari oleh masyarakat Melayu Deli.

Pada masa dahulu, sering terdengar seseorang melagukan syair.

Seperti acara pesta perkawinan, saat menanam dan memanen padi,

membangun rumah dan sebagainya. Syair selain dipergunakan dalam

upacara-upacara tertentu, seperti upacara perkawinan, dipergunakan pula

untuk keperluan komunikasi antara petugas-petugas pemerintah dengan

masyarakat, misalnya, untuk menyampaikan penerangan atau lainnya.

Kadang-kadang juga seseorang bersyair untuk menghilangkan hati yang

sedih dan mengenang nasib.

Penyampaian syair dapat dilakukan pada tempat tertentu (secara

formal) sesuai dengan permintaan penanggap dan dimana saja (tidak

formal) sesuai dengan keinginan tukang penyair atau pun pendengarnya.

Bersyair dan mendengar syair merupakan hiburan yang digemari

masyarakat Melayu. Kebanyakan masyarakat Melayu di pedesaan adalah

petani, menurut Isa (1987:6-7) dalam masyarakat tani yang masih tebal

dengan unsur-unsur tradisional itu, hiburannya juga berupa hiburan

tradisional. Pertunjukan syair biasanya pada masa dulu selain pelengkap

acara hajatan, juga sebagai hiburan setelah orang selesai bekerja.

Masyarakat Melayu gemar bersyair atau pun mendengarkannya.

Bila musim menanam dan musim panen padi tiba, seorang pria atau wanita

yang pintar bersyair akan melagukan syair dengan irama yang merdu,

Page 44: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

36 | Dr. Liesna Andriany

sementara yang lainnya mendengarkan sambil duduk atau berbaring

dengan santai, setelah lelah bekerja. Syair juga dilagukan ketika waktu-

waktu senggang, yang dimaksudkan waktu senggang ialah pada waktu

beristirahat selepas kerja seharian dari kebun/ladang atau dari laut selesai

menangkap ikan, biasanya diwaktu malam hari hingga menjelang dini hari,

bahkan kadang sampai beberapa malam. Juga sering dilakukan orang tua

yang bercerita kepada anaknya, berceritanya dalam bentuk syair

menjelang hendak tidur21.

Di Yugoslavia, menurut Lord (1976:14-16) puisi epik Yugoslovia

merupakan hiburan utama bagi penduduk laki-laki dewasa yang tinggal di

desa-desa atau di kota-kota kecil. Penceritaannya dapat dilaksanakan di

salah satu rumah tempat orang berkumpul pada waktu senggang sesudah

bekerja, di kedai minuman, di pasar, di pesta, dan pada waktu bulan puasa.

Sedang pada masyarakat Melayu, bersyair dapat dilakukan disembarang

tempat, dan digemari oleh tua dan muda baik itu laki-laki maupun

perempuan, juga pertunjukan syair bagi masyarakat Melayu merupakan

sarana hiburan.

Penyampaian syair sering dilakukan di acara perkawinan, acara

promosi wisata, dan divestifal budaya Melayu. Pada acara perkawinan

penyampaian syair dilakukan pada saat ‘malam berinai’ yaitu malam

sebelum menikah, calon pengantin dihiasi menurut perkawinan pengantin,

yaitu pakai dester dan sebagainya. Didudukkan di atas pelaminan,

ditepungtawari, sambil memalitkan sedikit inai ketapak tangan calon

pengantin (Husny, 1972:98)

Malam sebelum akad nikah diadakan acara berinai, kuku dan ujung

jari tangan serta kaki calon pengantin dibungkus dengan inai, kemudian

calon pengantin didudukkan di pelaminan. Pesta berinai ini biasanya

dimeriahkan dengan hiburan-hiburan dari kesenian budaya Melayu seperti

tari inai, marzanzi, marhaban, bordah, dan syair. Untuk menampilkan

hiburan tersebut dibuat pantas yang diletakkan sedemikian rupa sehingga

dapat dilihat oleh calon pengantin dan para undangan. Biasanya

Page 45: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 37 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

penyampaian syair dilakukan pada bagian akhir setelah hiburan-hiburan

lain ditampilkan, karena penyampaian syair biasanya lama dan bisa

semalam suntuk. Dipercayai dengan adanya hiburan ini menambah

kekuatan gaib dari inai yang memang sudah memiliki kekuatan gaib untuk

mengusir setan dan lain-lainnya (Husny, 1972:99). Namun sekarang acara

adat seperti ‘malam berinai’ yang sudah menjadi tradisi ini sudah mulai

hilang, karena untuk mengadakan acara ini harus mengeluarkan biaya

besar. Hanya orang-orang yang mampu saja yang bisa melaksanakan

tradisi seperti ini. Selain itu kemajuan di bidang hiburan seperti radio,

televise, dan media cetak menyebabkan terjadinya pengaruh terhadap

penggunaan peranan syair sebagai hiburan.

Syair juga disampaikan pada acara promosi wisata. Pemda

Sumatera Utara tiap setahun sekali selalu mengadakan bulan promosi, baik

promosi industri maupun promosi wisata yang ada di Sumatera Utara.

Acara tersebut disebut “Medan Fair”, setiap kabupaten menempati sebuah

vaviliun dan disinilah diperkenalkan hasil industri dan daerah wisata, serta

kesenian dan kebudayaan daerah diperkenalkan kepada pengunjung.

Setiap malam untuk memeriahkan suasana, ditampilkan kesenian daerah

masing-masing. Seperti vaviliun Kabupaten langkat pada bulan April 2002

menampilkan kesenian daerah Melayu berupa tari-tarian Melayu,

bededeng, dan syair. Menurut Zainal (ketua Persatuan Kesenian Melayu

Langkat) dengan adanya “Medan Fair” ini manfaatnya banyak bagi

perkembangan kesenian budaya Melayu. Group kesenian yang dibinanya

sering diundang oleh kerajaan Malaysia untuk mengisi acara-acara

kesenian di Negara tersebut, seperti tari-tarian Melayu, bededeng, dan

syair.

Akhir-akhir ini, syair diceritakan dalam pertandingan di desa-desa

dan di kecamatan, bahkan antarnegara Asean. Usaha untuk melestarikan

pertunjukan syair ini Pemda telah membuat jadwal yang rutin diadakan

setiap tahun. Pelaksanaannya dilakukan di Taman Budaya Medan dengan

tajuk Pekan Budaya Melayu. Tapi sayang menurut Pak Djakfar setelah era

Page 46: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

38 | Dr. Liesna Andriany

reformasi ini kegiatan tersebut terhenti. Mudah-mudahan keadaan ini tidak

berlangsung lama, karena bila tidak ada usaha untuk menjaganya dari

kepunahan, kemungkinan kebudayaan Melayu yang memiliki nilai seni

yang tinggi akan hilang.

Selain adanya kehendak masyarakat untuk mempertahankan

tradisi, dijumpai pula kelenturan dalam mempertahankan tradisi ini. Kaum

muda sudah banyak yang tidak lagi memperhatikan kelangsungan tradisi

nenek moyang mereka, sebab ada hal-hal menurut mereka kurang serasi

dengan perkembangan keadaan. Upacara-upacara adat yang dilaksanakan

secara panjang kurang menarik perhatian mereka, karena tidak sesuai

dengan kondisi masa kini. Pertunjukan syair ini diancam kepunahan,

karena penutur syair sekarang adalah orang-orang yang sudah lanjut usia,

sedangkan tokoh muda untuk melanjutkannya tidak kelihatan.

Page 47: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 39 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Konsep yang digunakan sebagai pola acuan dalam struktur ini ialah

teori struktural. Luxemburg (1989:36) menjelaskan bahwa struktur adalah

kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok gejala. Kaitan tersebut

diadakan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya. Ditegaskan lagi

oleh Luxemburg, sebuah karya sastra atau peristiwa di dalam masyarakat

menjadi keseluruhan karena adanya relasi timbal balik antara bagiannya

dan antara bagian-bagian dengan keseluruhan. Karya sastra merupakan

suatu bentuk keseluruhan yang bagian-bagiannya saling terjalin

Analisis struktural pada prinsipnya bertujuan untuk membongkar

dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin

keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek yang terkandung, yang

bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:135).

Karya sastra mempunyai sebuah sistem yang terdiri atas seperangkat unsur

yang saling berhubungan. Maka untuk mengetahui kaitan antar unsur

dalam sebuah karya sastra itu penelaah teks sastra diawali dengan

pendekatan struktural.

Pendekatan struktural memusatkan perhatiannya pada sastra itu

sendiri, sebagai suatu dunia otonom. Sastra sebagai suatu totalitas

mengandung suatu struktur yang hanya dapat dipahami berdasarkan

unsur-unsurnya. Demikian juga unsur-unsur tersebut memainkan peranan

Page 48: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

40 | Dr. Liesna Andriany

yang hakiki. Oleh karena itu struktur karya sastra merupakan hubungan

antara unsur-unsur oembentuk dalam suatu keseluruhan.

Sebagai konsekuensi praktisnya, analisis struktural terhadap karya

sastra dilakukan dengan memusatkan amanatnya hanya pada karyanya,

mengungkapkan unsur-unsur pembangun strukturnya, dengan menelitinya

secara cermat, dan mengamati bentuk pertalian antar unsur yang

membangunnya menjadi satu struktur yang utuh, bulat, dan menyeluruh.

Syair adalah struktur yang merupakan susunan keseluruhan yang utuh.

Antara bagian-bagiannya saling berhubungan erat. Tiap unsur dengan

situasi tertentu tidak mempunyai arti dengan sendirinya, melainkan

ditentukan oleh hubungan dengan unsur-unsur lainnya yang terlibat dalam

situasi itu.

Untuk menganalisis struktur Syair Putri Hijau digunakan

pendekatan Ruth Finnegan. Finnegan (1979:90) menyatakan (forms and

genres are recognised because they are repeated. The collocations of line

or stanza or refrain are based on their repeated recurrence: metre, rhythm

or stylistic features like alliteration or parallelism are also based on

repeated patterns or sound, syntax or meaning). (bentuk dan genre

dikenali karena perulangan yang diulang. Kolokasi dari baris atau stanza

atau ulangan (refrain) berdasarkan perulangan yang diulang-ulang, seperti

rima, ritme, atau ciri khas stilistik seperti alliterasi, paralelisme juga

berdasarkan perulangan pola-pola bunyi, sintaks atau makna). Menurut

Finnegan (1979:90) the prosodic system is perhaps the feature which most

immediately gives form to a poem (sistem prosodic merupakan cirri khas

yang lebih banyak memberikan bentuk pada sebuah puisi). Tidak hanya

rima, tetapi juga mencakup aliterasi, asonansi, ritme, perulangan nada,

atau paralelisme. Pembahasan sistem prosodic tersebut harus ditujukan

pada bunyi-bunyi atau pola bunyi yang bersifat ‘istimewa’ atau khusus,

yaitu yang dipergunakan untuk mendapat efek puitis atau nilai seni.

Ritme timbul dari perulangan bunyi berturut-turut dan bervariasi,

misalnya rima akhir, asonansi, dan aliterasi. Begitu juga karena adanya

Page 49: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 41 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

paralelisme, ulangan-ulangan kata, ulangan-ulangan bait. Juga disebabkan

oleh tekanan-tekanan kata yang bergantian, disebabkan oleh sifat-sifat

konsonan dan vokalnya atau panjang pendeknya kata, juga disebabkan

oleh kelompok-kelompok sintaksis: gatra atau kelompok kata (Finnegan,

1907:90-109).

Penyair berusaha mengekspresikan jiwanya dalam puisi. Sarana

untuk mengekspresikan jiwanya dengan menggunakan makna kata dan

efek yang ditimbulkan oleh kata tersebut, seperti denotative, konotatif,

kosa kata, diksi, bahasa kiasan, citra, sarana retorika, faktor

ketatabahasaan, dan lain-lain yang berhubungan dengan struktur kata-kata

atau kalimat puisi. Namun penyair juga menggunakan kata-kata untuk

mengekspresikan perasaannya demgan kata-kata yang tidak dimengerti

oleh pendengarnya. Seperti dikemukakan Quain (dalam Finnegan,

understands…to fit his rhytms’ (bahkan ada pula pada situasi tertentu

dimana pengarang memilih kata-kata yang hanya ia sendiri yang mengerti

– untuk mencocokkan ritme puisinya).

Syair mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan,

merangsang imajinasi yang dikemas dalam susunan yang berirama.

Semua itu merupakan satu struktur yang utuh, bulat dan menyeluruh, yang

diekspresikan, dinyatakan dengan menarik. Syair merupakan rekaman dan

interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang

berkesan.

Kajian struktural merupakan kajian yang berusaha melihat

interelasi unsur atau bagian karya sastra. Hubungan antarunsur yang

diciptakan oleh karya sastra lebih penting daripada karya sastra itu sendiri.

Makna karya sastra sepenuhnya baru dapat diperoleh jika unsur-unsur itu

terintegrasi di dalam struktur yang merupakan keseluruhan satuan-satuan.

Keindahan puisi (baca syair) sebenarnya berada dalam

keterpaduan, kekompakan dan tidak dalam keadaan terpisah-pisah.

Pradopo (1987: 118) menyatakan, kajian struktural adalah kajian yang

melihat bahwa unsur-unsur sajak itu berhubungan secara erat, saling

Page 50: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

42 | Dr. Liesna Andriany

menentukan arti. Jadi, sebuah unsur tidak mempunyai makna dengan

sendirinya terlepas dari unsur-unsur lainnya.

Teeuw (1983b:61) menyatakan, kajian struktural adalah suatu

tahap analisis sastra yang sukar dihindari sebelum menuju ke kajian

selanjutnya. Oleh sebab itu sebelum pembahasan mengenai nilai-nilai

budaya, fungsi, dan makna simbolik serta resepsi masyarakat terlebih

dahulu menganalisis struktural.

Untuk mempermudah dalam melihat contoh, akan digunakan

singkatan SPH, angka rumawi sebagai petunjuk tahapan dalam syair, dan

angka arab sebagai petunjuk bait pada syair. Contoh: SPH, IV: 127-130

artinya SPH: Syair Putri Hijau, IV: tahap keempat yang diberi judul

“Mencari Cahaya Hijau”, dan 127-130: bait ke-127 sampai bait ke-130.

SPH merupakan suatu cerita yang dapat dibagi atas beberapa

bagian yang disebut tahapan. Tahap awal merupakan pembukaan dari

cerita yang dimulai dengan Bismillah, yang artinya ‘dengan nama Allah’.

Kata ‘bismillah’ berasal dari kata Arab yang diambil dari ayat suci Al-

Qur’an yaitu Bismillaahirrohmanirrahiim yang artinya ‘dengan nama

Allah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang’. Tukang syair memilih

kata lain sebagai kata pendamping pada kata ‘Bismillah’ dengan

mempertimbangkan persesuaian bunyi akhir dengan kata yang menjadi

inti pada tahap pembukaan. Dengan terlebih dahulu mengucap Bismillah

dengan ditambah dengan kata-kata lain pada permulaan baris pembukaan,

tukang syair ingin menyatakan bahwa syair segera dimulai.

Nor (1986:28) menyimpulkan bahwa biasanya syair Melayu, pada

permulaan syair itu dituliskan puji-pujian kepada Allah seperti terdapat

pada ‘Syair Perang Mengkasar’, ‘Syair Burung Pungguk’, ‘Syair Cinta

Berahi’, ‘Syair Sultan Yahya’. ‘Syair Bidasari’ dan beberapa syair yang

lain lagi. Hal ini berlaku pula pada SPH, kata ‘Bismillah’ pada

Page 51: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 43 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

pendahuluan SPH erat kaitannya dengan pandangan hidup masyarakat

Melayu, bahwa Melayu itu harus Islam. Masyarakat Melayu sangat

berpegang teguh pada ajaran Islam. Setiap memulai melakukan suatu

kegiatan harus dimulai dengan kata Bismillahirrahmaniirahiim.

Pendahuluan SPH adalah sebagai berikut:

Bismillah itu bermula kata

dengan nama Allah Tuhan Semesta

dikarangkan syair suatu cerita

orang dahulu empunya kata

(SPH, I:1)

Kata ‘cerita’ merupakan inti dari baris pembukaan syair ini.

Tukang syair menitikberatkan syair pada kata ‘cerita’ dan ‘dahulu’.

Dengan kata ‘cerita’ berarti syair yang akan disampaikan berupa sebuah

cerita dan kata ‘dahulu’ menunjukkan waktu terjadinya cerita tersebut

pada masa dahulu atau masa silam.

Dalam pembukaan syair ini dinyatakan bahwa SPH berdasarkan

kisah nyata dan benar-benar terjadi di tanah Deli Sumatera Timur. Wujud

tiga peninggalan yang dibicarakan sebagai bukti yaitu sebuah pancuran

mandi Putri Hijau di Deli Tua, Meriam Puntung di istana Maimun

Medan, dan bekas tempat turun naga di sungai Deli Medan. Untuk lebih

jelasnya akan dikutipkan cuplikan syair tersebut sebagai berikut:

Cerita ini nyata terjadi

di Sumatera Timur di tanah Deli

konon cerita lama sekali

hikayat osorang raja yang asli

(SPH, I:4)

Page 52: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

44 | Dr. Liesna Andriany

Tiga keterangan saya tunjukkan

tuan dan puan boleh saksikan

bersama-sama kita pikirkan

benarkah ia atau pun bukan

(SPH, I:9)

Keterangan pertama mula dibagi

sebuah pancuran tempatnya mandi

sampai sekarang tinggallah sendi

di Deli Tua adalah lagi

(SPH, I:10)

Kerangan keterangan kedua lagi suatu

di istana maimun tempatnya mandi

meriamlah puntung asalnya ratu

beratapkan ijuk berlantaikan batu

(SPH, I:12)

Keterangan ketiga konon kabarnya

seekor naga yang amat besarnya

sungailah Deli tempat lalunya

sampai sekarang ada bekasnya

(SPH, I:13)

Bukti-bukti yang tersebut di atas itulah yang dianggap sebagai

peninggalan Putri Hijau. Sehingga cerita Putri Hijau ini dianggap tukang

syair bukanlah hanya sekedar dongeng atau legenda tetapi merupakan

cerita sejarah.

Page 53: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 45 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Setelah tahap pembukaan, selanjutnya tahap yang menceritakan

rangkaian peristiwa, yang penyampainnya dalam bentuk bersajak atau

berirama. Setiap tahapan itu biasanya dimulai dari awal sampai akhir

peristiwa, urutan penceritaannya dari satu tahapan ke tahapan berikutnya

(linear). Proses ini ada hubungannya dengan penceritaan secara lisan yang

tidak memungkinkan untuk melompat dari satu peristiwa ke peristiwa

yang lain. Jika terjadi lompatan peristiwa besar kemungkinan tukan syair

akan menemukan kesulitan untuk menjalin kembali ceritanya. Selain itu

cara ini juga untuk memudahkan ingatan pencerita sehingga tukan syair

lancer menyairkannya.

Pergantian dari tahapan satu ke tahapan berikutnya ditandai oleh

judul yang dikemukakan oleh tukang syair. Dengan judul yang

dikemukakan itu si pendengar dapat mudah mengikuti jalannya cerita.

Tukang syair akan menguraikan dengan cara melagukan atau

menyairkannya tahapan demi tahapan sehingga tahapan itu menjadi satu

rangkaian cerita yang utuh.

Tahapan-tahapan disusun oleh tukang syair dengan merangkaikan

baris-baris menjadi bait. Masing-masing bait terdiri atas empat baris, dan

biasanya berisi empat atau lima kata setiap barisnya. Bait itu hanya

merupakan bagian terkecil dari tahapan, jadi bukan merupakan tahapan.

Sesudah satu bait dibeberkan, tukan syair berhenti sejenak untuk menarik

nafas, baru kemudian melanjutkan pada bait berikutnya. Namun kadang-

kadang pemisahan antara satu bait dengan bait yang lain diantarai oleh

perhentian yang agak pendek namun bernada menurun. Pemisahan antara

satu bait dengan bait yang lain ditandai dengan suku kata pada akhir

baris diucapkan panjang. Satu baris biasanya terjadi dua kali perpanjangan

kasta pada suku kata, yaitu pada suku kata terakhir kata kedua, dan suku

kata terakhir pada kata keempat atau kelima.

Page 54: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

46 | Dr. Liesna Andriany

Ada tahapan pembukaan tentu ada tahapan penutup. Tahapan akhir

merupakan tahapan penutup yang diberi judul ‘akhirulkalam’. Pada

tahapan penutup ini tukang syair merendahkan diri dan mohon maaf apa

bila ada kesalahan, juga harapan untuk dapat berjumpa kembali dilain

waktu. Sejarah Putri Hijau tidak akan pernah berakhir. Tukang syair

menundukkan kepala memberi hormat dan tanda mohon diri dari pada

pendengar. Tukang syair menutupnya sebagai berikut:

Sampai disini syair pun tamat

syairnya banyak tak betul amat

mengarangkan dia habislah cermat

pinggang dan tengkuk rasanya lumat

(SPH, XII:271)

Akhirulkalam saya berperi

tangan diangkat sepuluh jari

sembah diatur kanan dan kiri

ampun dan maaf mohon diberi

(SPH, XII:273)

Kapal berlayar ke pulau pinang

hendak menuju ke negri sebrang

sejarah Putri Hijau tidakkan hilang

selagilah bumi lagi terbentang

(SPH, XII:275)

Bagian penutup juga kita dapati nama tukang syair. Dapat dilihat pada bait

terakhir.

Page 55: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 47 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Daun selasih di atas dulang

Dulang berseni di atas tikar

Terimalah kasih yang kami lagukan

Yang melagukan djakfar (SPH, XII:277)

C. Bait, Baris, dan Kata

Jumlah bait, baris, kata termasuk suku kata dalam puisi tradisional

(baca syair) sangat diperhitungkan. Jumlah bait dalam sebuah syair

tergantung pada panjangnya cerita yang akan disampaikan. Seperti

dikemukakan Finnegan (1979:93) In the east, by contrast, syllable

counting is a common basis for metrical forms (di timur, perhitungan suku

kata adalah dasar umum untuk bentuk-bentuk berima). Edmonson (dalam

Finnegan, 1979:93) memberi contoh, for instance, in Japanese court

poetry, Toda song’s, Malay and Balinese verse, and in much of the poetry

of China, Mongolia and Korea (puisi di kalangan istana Jepang, lagu-lagu

Toda, puisi Melayu dan Bali, dan dalam banyak puisi Cina, Mongolia dan

Korea). Baris dalam puisi biasanya dibentuk dari frase dan pada akhir frase

biasanya bernada tinggi dan diikuti oleh jeda yang menunjukkan larik itu

belum lengkap atau biasa disebut dengan enjambemen. Karena peristiwa

sambung menyambungnya isi dua larik sajak yang berurutan disebut

dengan enjambemen (Sudjiman, 1986:25).

Fungsi bait menurut Luxemburg (1989: 196) adalah membagi

sebuah teks menjadi bab-bab pendek. Pembagian ini mendukung susunan

tematik yang ingin diuraikan atau diutamakan penyair. Bentuk bait puisi

apabila diuraian dalam bentuk alinea, maka akan terdiri dari beberapa

kalimat panjang. Sedangkan baris-baris puisi merupakan pemadatan dari

baris-baris kalimat biasa, maka sering ditemui tidak adanya kata

penghubung atau kata tunjuk seperti halnya dalam kalimat sehari-hari.

Page 56: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

48 | Dr. Liesna Andriany

Secara fungsional bentuk bait mempunyai kesamaan dengan bentuk baris,

yakni menambah kesan estetis dan kesan puitis.

Ciri-ciri umum bentuk syair, terdiri dari empat baris, setiap baris

mengandung empat kata sekurang-kurangnya teridir dari sembilan sampai

dua belas suku kata (Fang, 1993:201). Suku kata bahasa Melayu biasanya

berupa dua atau tiga suku kata, sehingga jumlah suku kata pada tiap baris

bisa menjadi delapan hingga dua belas suku kata. Hanya persajakan akhir

syair memakai skema rima aaaa (Hartoko, 1986:140). Walaupun begitu

mungkin ada juga sebagai variasi dalam skema rima yang lain seperti aaba.

Pada analisis ini akan dicoba mencari faktor-faktor tersebut di atas dari

SPH ini.

SPH terdiri atas 12 tahapan. Setiap tahapan memiliki judul dan

memuat beberapa bait. Masing-masing bait terdiri atas empat baris dan

biasanya berisi tiga kata, empat kata, lima kata, bahkan enam kata per

baris. Jumlah suku katanya ada yang tujuh suku kata, delapan suku kata,

sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku kata, 12 suku kata, 13 suku kata,

14 suku kata, 15 suku kata, dan 16 suku kata setiap baris.

Tahapan I dengan judul “Syair Putri Hijau” terdiri dari 14 bait.

Masing- masing bait tediri atas empat baris. Setiap baris jumlah katanya

bervariasi, ada tiga kata, empat kata, dan ada enam kata. Jumlah suku

katanya ada yang 10 suku kata, 11 suku kata, 12 suku kata, dan 15 suku

kata setiap baris. Seperti contoh berikut ini:

Cerita ini nyata terjadi

di Sumatera Timur di tanah Deli

konon cerita lama sekali

hikayat osorang raja yang asli

(SPH, I:4)

Page 57: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 49 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Tiga keterangan saya tunjukkan

tuan dan puan boleh saksikan

bersama-sama kita pikirkan

bernarkah ia atau pun bukan

(SPH, I:9)

Karangan keterangan kedua lagi suatu

di istana maimun tempatnya itu

meriam puntung asalnya ratu

beratapkan ijuk berlantaikan batu

(SPH, I:12)

Bait (4), (9), dan (12) masing-masing berisi empat baris, pada bait

(4), baris pertama empat kata dan jumlah suku katanya sepuluh suku kata,

baris kedua enam kata dan jumlah suku katnaya 11 suku kata, baris ketiga

empat kata dengan jumlah suku katanya 10 suku kata, dan baris keempat

lima suku kata dengan jumlah suku katanya 11 suku kata. Pada bait (9),

baris pertama empat kata dan jumlah suku katanya 11 suku kata, baris

kedua lima kata dan suku katanya berjumlah 10 suku kata, baris ketiga

tiga suku kata dengan jumlah suku katanya sepuluh, dan baris keempat

empat kata dengan jumlah suku katanya sepuluh. Bait (12), baris bertama

lima kata dan jumlah suku katanya 15 suku kata, barus kedua lima kata

dan jumlah suku katanya 12, barus ketiga empat kata dengan jumlah suku

katanya 11, dan baris keempat empat kata dengan jumlah suku katnaya 12

suku kata.

Tahapan II dengan judul “Sultan Sulaiman” terdiri atas 14 bait.

Masing-masing bait terdiri atas empat baris. Setiap baris jumlah katanya

ada yang tiga kata, empat kata, dan lima kata. Jumlah suku kata masing-

masing baris bervariasi, ada sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku

Page 58: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

50 | Dr. Liesna Andriany

kata, 12 suku kata, 14 suku kata, dan 15 suku kata. Seperti contoh berikut

ini

Wajahnya bersinar berseri-seri

laksana paras anakkan peri

tiada bandingnya di dalam negeri

mahal didapat sukar dicari

Putih kuning tubuhnya sedan

giginya berkilat sebagai intan

laksana sinar bintang selatan

menjadikan lupa segala ingatan

(SPH, II 19-20)

Pertolongan tabib pun tiada berfaedah

semakin gering sultan yang syahda

ajal baginda hampirlah sudah

ke negeri baka akan berpindah

(SPH, II:24)

Selesai setelah selesai pekerjaan itu

tinggallah putranya berhati mutu

duduk bermenung setiap waktu

ingkatkan ayahda paduka ratu

(SPH, II:27)

Bait (19), (20), (24), dan (27) masing-masing terdiri atas empat

baris. Baris pertama pada bait (19) berisi tiga kata dengan jumlah suku

katanya 11, baris kedua berisi empat kata dan jumlah suku katanya 10 suku

kata, baris ketiga berisi lima kata dan suku katanya berjumlah 12 suku kata,

dan baris keempat empat kata dengan jumlah suku katanya 10 suku kata,

Page 59: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 51 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

dan bait (20) setiap baris terdiri atas empat kata namun jumlah suku

katanya berbeda, baris pertama jumlah suku katanya sembilan suku kata,

baris kedua 11 suku kata, baris ketiga 10 suku kata, dan baris keempat 12

suku kata. Pada bait (24) setiap baris terdiri dari lima kata kecuali baris

ketiga terdiri atas empat kata, sedangkan jumlah suku katanya bervariasi,

baris pertama 14 suku kata, baris kedua dan ketiga 10 suku kata, dan

baris keempat 11 suku kata. Bait (27) selain baris pertama yang berisi lima

kata, setiap barisnya terdiri atas empat kata, jumlah suku katanya masing-

masing berbeda, baris pertama 15 suku kata, baris kedua dan keempat 11

suku kata dan baris ketiga 10 suku kata.

Tahapan III dengan judul “Raja Aceh” terdiri atas 11 bait. Masing-

masing bait berisi empat baris. Setiap baris bervariasi jumlah katanya, ada

yang tiga kata, empat kata, dan lima kata. Baris-baris tersebut ada yang

memuat sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku kata, 12 suku kata, dan

13 suku kata. Seperti contoh berikut.

Ada kepada masa suatu

petang Jum’at malamnya sabtu

Baginda berdiri di muka pintu

Sambil memandang ke sini Satu

(SPH, III:32)

kepada wajir baginda berkata

wahai pamanda coba cerita

cahaya apakan demikian yang nyata

belumlah pernah dipandang masa

(SPH III:35)

Setelah siang sudahlah hari

Page 60: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

52 | Dr. Liesna Andriany

Baginda semacam balairungsari

dihadap oleh perdana mentri

wajahnya muram tiada terperi

(SPH, III:37)

Bait (32), (35), dan (37) terdiri atas empat baris. Bait (32), baris

pertama dan kedua berisi empat kata, dan baris ketiga serta baris keempat

berisi lima kata, sedangkan jumlah suku katanya bervariasi, baris pertama

dan keempat 10 suku kata, sedangkan baris kedua dan ketiga sembilan

suku kata dan 11 suku kata. Pada bait (35) setiap baris terdiri atas empat

kata kecuali baris ketiga lima kata, jumlah suku kata baris pertama 11

suku kata, baris kedua dan keempat 10 suku kata, dan baris ketiga 13

suku kata. Pada bait (37), setiap baris terdiri atas empat kata kecuali baris

kedua terdiri atas tiga kata, jumlah suku kata baris pertama 10 suku kata,

baris kedua 12 suku kata, baris ketiga dan keempat 11 suku kata.

Tahapan IV dengan judul “Mencari Cahaya Hijau” terdiri atas 52

bait. Masing-masing bait berisi empat baris. Masing-masing baris ada yang

berisi tiga kata, empat kata, dan lima kata. Sedangkan jumlah suku kata

setiap baris bervariasi, ada sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku kata,

12 suku kata, 13 suku kata, dan 14 suku kata. Dapat dilihat pada contoh

berikut.

Dengan takdir Robbulijaji

sampailah mereka ke Labukan Deli

ke dalam kota langsung sekali

sambil menyamar sebagai kuli

(SPH, IV:46)

Cantiklah sungguh puteri bangsawan

Page 61: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 53 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

bersama dengan budi dermawan

mukanya jujur kilau-kilauan

memberi asyik laki-laki dan perempuan

(SPH, IV:55)

Setelah kelengkapan sedia belaka

sauh ditarik layar dan jangka

kapal melancar di Selat Malaka

hilang dimata dengan seketika

(SPH, IV:57)

Bait (46), (55), dan (57) terdiri atas empat baris. Pada bait (46),

baris pertama berisi tiga kata, baris kedua dan ketiga berisi lima kata, dan

baris keempat berisi empat kata, sedangkan jumlah kata pada baris pertama

sembilan suku kata, baris kedua 12 suku kata, dan baris ketiga dan keempat

10 suku kata. Bait (55), baris pertama dan kedua terdiri atas empat kata,

baris ketiga tiga kata, dan baris keempat lima kata, jumlah suku kata pada

baris pertama 11 suku kata, baris kedua dan ketiga 10 suku kata, dan baris

keempat 14 suku kata. Bait (57), baris pertama dan keempat berisi empat

kata, dan baris kedua dan ketiga berisi lima kata, jumlah suku kata baris

pertama 13 suku kata, baris kedua 10 suku kata, dan baris ketiga dan

keempat 11 suku kata.

Tahapan V yang berjudul “Raja Aceh Pergi Menyerang” terdiri

atas 41 bait. Setiap bait berisi empat baris. Masing-masing baris ada yang

mengandung tiga kata, empat kata, dan lima kata. Jumlah suku kata tiap-

tiap baris bervariasi, ada sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku kata,

12 suku kata, 13 suku kata, 14 suku kata, dan 15 suku kata. Dapat dilihat

pada contoh berikut.

Page 62: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

54 | Dr. Liesna Andriany

Baginda pun lalu mengadakan musyawarah

maksud hendak berkirim surat

ke Deli disampaikan hasrat

supaya tiada kekurangan syarat

(SPH, V:101)

Tersebut kisah di dalam istana

Baginda mufakat dengan sempurna

menghimpun laskar dimana-mana

dengan seketika menderu bahana

(SPH, V:109)

Setelah malamlah sianglah tentu

lengkaplah sudah semuanya itu

keluarlah laskar dari kota batu

akan bertempur membela ratu

(SPH, V:111)

Begitulah kebanyakan manusia sekarang

melihat uang matanya terang

meskipun lehernya akan diparang

berani lenyap setianya kurang

(SPH, V:123)

Page 63: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 55 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Bait (101), (109), (111), dan (123) terdiri dari empat baris. Pada

bait (101), baris pertama dan ketiga berisi lima kata, baris kedua dan

keempat berisi empat kata, sedangkan jumlah suku kata baris pertama 14

suku kata, baris kedua dan ketiga sembilan suku kata, baris keempat 12

suku kata. Bait (109), baris pertama memuat lima kata, baris kedua empat

kata, baris ketiga tiga kata, dan baris keempat empat kata, jumlah suku

kata baris pertama dan kedua 11 suku kata, baris ketiga 10 suku kata, dan

baris keempat 12 suku kata. Pada bait (111) baris pertama dan baris ketiga

terdiri atas lima kata, dan baris kedua dan keempat empat kata, jumlah

suku kata pada baris pertama 13 suku kata, baris kedua 11 suku kata, baris

ketiga 12 suku kata, dan baris keempat 10 suku kata. Pada bait (123), setiap

baris terdiri atas empat kata, sedangkan jumlah suku katanya bervariasi,

baris pertama 15 suku kata, baris kedua 10 suku kata, dan baris ketiga

serta baris keempat 11 suku kata.

Tahapan VI yang berjudul “Raja Aceh dengan Putri Hijau” terdiri

atas 16 bait. Masing-masing bait berisi empat baris. Setiap baris ada yang

memuat tiga kata, empat kata, lima kata, dan enam kata. Jumlah kata

masing-masing baris ada yang sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku

kata, 12 suku kata, 13 suku kata, dan 14 suku kata. Seperti contoh berikut.

Setelah tiba di dalam istana

puteri dicarinya ke sini ke sana

hatinya suka terlalu bena

perampangnya menang dengan sempurna

Demi terpandang oleh Baginda

atas paras puteri yang syahda

iman tergoyang di dalam dada

Page 64: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

56 | Dr. Liesna Andriany

berahinya terbit berganda-ganda

(SPH, VI:137-138)

Hanya sedikit permohonan ada

pada tuanku usul yang syahda

jika ada rahim adinda

harap kabulkan jangan tiada

(SPH, VI:142)

Baginda mendengar kata begitu

hatinya riang bukan suatu

kelengkapan kesediaan ini dan itu

inang pengasuh untuk membantu

(SPH, VI:139)

Bait (137), (138), (142), dan (149) terdiri atas empat baris. Pada

bait (137), baris pertama mengandung lima kata, baris kedua enam kata,

baris ketiga dan keempat empat kata, jumlah suku kata baris pertama dan

baris keempat 11 suku kata, baris kedua 13 suku kata, dan baris ketiga 10

suku kata. Bait (138), baris pertama berisi empat kata, baris kedua dan

ketiga lima kata, dan baris keempat tiga kata, sedangkan jumlah kata baris

pertama dan ketiga 10 suku kata, baris kedua 12 suku kata, dan baris

keempat 11 suku kata. Bait (142), setiap baris berisi empat kata, kecuali

baris kedua lima kata, sedangkan jumlah kata. Baris pertama 11 suku kata,

baris kedua dan keempat 10 suku kata, dan baris ketiga sembilan suku kata.

Pada bait (149), setiap baris berisi empat kata kecuali baris ketiga lima

Page 65: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 57 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

kata, jumlah suku kata baris pertama 11 suku kata, baris kedua dan

keempat 10 suku kata, dan baris ketiga 14 suku kata.

Tahapan VII dengan judul “Putri Hijau Berlayar ke Aceh” terdiri

atas 13 bait. Setiap bait berisi empat baris. Masing-masing baris ada yang

mengandung tiga kata, empat kata, lima kata, dan enam kata, sedangkan

jumlah suku katanya ada yang sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku

kata, 12 suku kata, 13 suku kata, dan 14 suku kata. Contoh tersebut dapat

dilihat beikut ini.

Di Tanjung Jambu Air kapal berhenti

banyaklah orang datang melihati

supaya semuanya sangat berbesar hati

melihat rajanya tiada mati

Baginda pun lalu mengulang kata

ayuhai adinda puteri juita

negeri Aceh sampailah kita

marilah turut bersama serta

(SPH, VII:154-155)

Masinglah-masing membawa persembahannya

segenggam bertih sebutir telurnya

setiap orang demikian halnya

di tepi pantai longgokkan semuanya

(SPH, VII:158)

Page 66: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

58 | Dr. Liesna Andriany

Banyak orang heran di hati

melihat perbuatan demikianlah peri

kerana belum pernah dilihati

pekerjaan aneh nyatalah pasti

(SPH, VII:163)

Bait (154), (155), (158), dan (163) terdiri atas empat baris. Pada

bait (154), baris pertama berisi enam kata, baris kedua dan keempat empat

kata, dan baris ketiga lima kata, jumlah suku kata baris pertama 12 suku

kata, baris kedua dan keempat 11 suku kata, dan baris ketiga 14 suku kata.

Pada bait (155) baris pertama dan baris ketiga berisi lima kata, dan baris

kedua serta baris keempat empat kata, jumlah suku kata baris pertama dan

baris ketiga 11 suku kata, baris kedua 12 suku kata, dan baris keempat 10

suku kata. Bait (158), baris pertama berisi tiga katam baris kedua dan

ketiga empat kata, dan baris keempat lima kata, jumlah suku kata baris

pertama 13 suku kata, baris kedua dan ketiga 11 suku kata, dan baris

keempat 12 suku kata. Bait (163), setiap baris berisi empat kata kecuali

baris pertama berisi lima kata, jumlah suku kata baris pertama sembilan

suku kata, baris kedua 14 suku kata, baris ketiga dan keempat 11 suku

kata.

Tahapan VIII yang berjudul “Putri Hijau Dilarikan Naga” terdiri

atas 16 bait. Setiap bait berisi empat baris. Masing-masing baris ada yang

mengandung tiga kata, empat kata, dan lima kata. Jumlah suku kata

masing-masing baris ada yang sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku

kata, 12 suku kata, 13 suku kata, dan 14 suku kata. Seperti contoh berikut.

Dengan kodrat Tuhan semesta

waktu menteri sedang meminta

Page 67: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 59 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

hari pun jadi gelap gulita

gelombang pun besar badai pun serta

(SPH, VIII:171)

Keranda terapung tiadalah tenggelam

kelihatannya puteri berbaring di dalam

wajahnya bersih laksana nilam

bagaikan bulan di waktu malam

Ia kemudian naga lalu menyelam

bersama keranda lalulah tenggelam

betapa akhirnya Allahualam

sampai sekarang tinggallah kelam

(SPH, VIII:176-177)

Bait (171), (176), dan (177) terdiri atas empat baris. Pada bait

(171), baris pertama dan kedua berisi empat kata, baris ketiga lima kata,

dan baris keempat enam kata, jumlah suku kata baris pertama sembilan

suku kata, baris kedua dan ketia 10 suku kata, dan baris keempat 11 suku

kata. Pada bait (176), baris pertama dan ketiga berisi empat kata, dan baris

kedua dan keempat lima kata, jumlah suku kata baris pertama 13 suku kata,

baris kedua 14 suku kata, baris ketiga dan baris keempat masing-masing

10 suku kata. Bait (177), baris pertama berisi lima kata, baris kedua dan

keempat empat kata, dan baris ketiga tiga kata, sedangkan jumlah suku

kata baris pertama 13 suku kata, baris kedua 12 suku kata, baris ketiga dan

keempat masing-masing 10 suku kata.

Page 68: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

60 | Dr. Liesna Andriany

Tahapan IX yang berjudul “Mambang Yazid” terdiri dari 36 bait.

Masing-masing bait berisi empat baris. Setiap baris ada yang memuat tiga

kata, empat kata, lima kata, dan enam kata. Jumlah suku katanya ada yang

delapan suku kata, sembilan suku, kata 10 suku kata, 11 suku kata, 12 suku

kata, 13 suku kata, 14 suku kata, 15 suku kata, dan 16 suku kata. Contoh

tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Sangatlah heran di dalam hati

naga pun lenyap naga berganti

lengkap dengan dayang siti

sekalian cantik nyatalah pasti

Sedang puteri termenung loka

memikirkan kejadian itu ketika

dengan tiada disangka-sangka

berdiri dihadapan-hadapannya paduka

(SPH, IX:186-187)

Bakarlah kemenyan sebutlah nama

Mambang Yazid raja panglima

dengan seketika akan menjelma

membela adikku muda utama

(SPH, IX:192)

Ke Deli Baginda baginda kembali

menuju arah ke negeri asli

Page 69: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 61 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

maksud mencari Mambang Khayali

seorang semoga dipertemukan Robbulijali

(SPH, IX:199)

Pesan kakanda adinda dengarkan

janganlah sekali adinda abaikan

perbuatan baik itulah diutamakan

angkara murka jangan turutkan

(SPH, IX:213)

Setelah sudah demikianlah itu

lalu diciptakan tempat suatu

di mercu Sibayak di celah batu

indahnya permai bukan suatu

(SPH, IX:216)

Bait (186), (187), (192), (199), (213), dan (216) terdiri atas empat

baris. Pada bait (186), setiap baris berisi empat kata kecuali baris pertama

berisi lima kata, jumlah suku kata baris pertama dan baris kedua masing-

masing 10 suku kata, baris ketiga delapan suku kata, dan baris keempat 11

suku kata. Bait (187), baris pertama dan kedua berisi empat kata, baris

ketiga tiga kata, dan baris keempat lima kata, jumlah suku kata baris

pertama dan baris ketiga masing-masing 12 suku kata, baris ketiga 13 suku

kata, dan baris keempat 15 suku kata. Bait (192), masing-masing baris

berisi empat kata, jumlah suku katanya bervariasi, baris pertama, ketiga,

dan keempat masing-masing 11 suku kata, dan baris kedua sembilan suku

Page 70: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

62 | Dr. Liesna Andriany

kata. Pada bait (199), setiap baris berisi empat baris kecuali baris kedua

berisi lima kata, jumlah suku kata baris pertama 12 suku kata, baris kedua

11 suku kata, baris ketiga 10 suku kata, dan baris keempat 16 suku kata.

Bait (213), setiap baris berisi empat kata, namun jumlah suku katanya

bervariasi, baris pertama 11 suku kata, baris kedua 12 suku kata, baris

ketiga 14 suku kata, dan baris keempat 10 suku kata. Pada bait (216), setiap

baris berisi empat kata kecuali baris ketiga enam kata, jumlah suku kata

baris pertama 12 suku kata, baris kedua dan ketiga masing-masing 11 suku

kata, dan baris keempat 10 suku kata.

Tahapan X dengan judul “Sumpah Mambang Yazid” terdiri atas 12

bait. Masing-masing bait berisi empat baris. Setiap baris ada yang terdiri

atas tiga kata, empat kata, lima kata, dan enam kata. Jumlah suku katanya

setiap katanya bervariasi ada sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku

kata, 12 suku kata, 13 suku kata, 14 suku kata, dan 15 suku kata. Dapat

dilihat pada contoh berikut.

Jika dikabulkan Robbulijali

sumpahku makbul sama sekali

tidaklah aku akan kembali

membuat onar di tanah Deli

(SPH, X:224)

Setelah Baginda mengucapkan sumpahnya

merasa puas dalam hatinya

gunung pun lalu tinggalkannya

menuju kembali ketempat kediamannya

Page 71: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 63 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Begitulah menurut cerita orang

entahlah lebih atau pun kurang

di Tanjung Jambu Air naga berenang

darilah dahulu hingga sekarang

(SPH, X:227-228)

Bait (224), (227), dan (228) terdiri atas empat baris. Pada bait

(224), baris pertama berisi tiga kata, baris kedua dan ketiga berisi empat

kata, dan baris keempat berisi lima kata, jumlah suku kata masing-masing

baris 10 suku kata kecuali baris pertama berjumlah 11 suku kata. Bait

(227), setiap baris berisi empat kata, namun jumlah suku katanya

bervariasi, baris pertama 13 suku kata, baris kedua 10 suku kata, baris

ketiga sembilan suku kata, dan baris keempat 14 suku kata. Pada bait

(228), baris pertama dan baris keempat berisi empat kata, baris kedua lima

kata, baris ketiga enam kata, jumlah suku kata baris pertama dan baris

ketiga masing-masing 12 suku kata, baris kedua berisi 10 suku kata, dan

baris keempat 11 suku kata.

Tahapan XI dengan judul “Bertemu dengan Putri Hijau” terdiri atas

42 bait. Setiap bait berisi empat baris. Masing-masing baris ada yang

memuat tiga kata, empat kata, lima kata, dan enam kata. Jumlah suku

katanya ada yang sembilan suku kata, 10 suku kata, 11 suku kata, 12 suku

kata, 13 suku kata, 14 suku kata, dan 15 suku kata. Terlihat pada contoh

berikut.

Lalu menjawab datuk nahoda

wahai Ahmad orang yang muda

jikalah tuan merasa muda

Page 72: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

64 | Dr. Liesna Andriany

kepada beta keberatan tiada

Beta doakan mudah-mudahan

engkau menyelam dipeliharakan Tuhan

terhindar sekalian bencana kesusahan

berhasil hendaknya usaha kepayahan

(SPH, XI:241-242)

Sangatlah ia merasa ketakutan

menentang paras puteri pingitan

disangkakan menjelma jelmaan dewa lautan

datangnya hendak berbuat kejahatan

(SPH, XI:249)

Tidak sekali patik menyangka

jauh kedalaman taman duli paduka

diharap tuanku janganlah murka

kepada patik orang celaka

(SPH, XI:254)

Bait (241), (242), (249), dan (254) terdiri atas empat baris. Pada

bait (241) setiap baris berisi empat kata, namun jumlah suku katanya

bervariasi, baris pertama dan baris ketiga masing-masing 10 suku kata,

baris kedua sembilan suku kata, dan baris keempat 12 suku kata. Bait

(242), setiap baris berisi empat kata kecuali baris pertama berisi tiga kata,

jumlah suku kata baris pertama 10 suku kata, baris kedua dan baris

keempat masing-masing 13 suku kata, dan baris ketiga 14 suku kata. Pada

Page 73: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 65 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

bait (249), masing-masing baris terdiri atas empat kata kecuali baris ketiga

terdiri atas lima kata, jumlah suku kata baris pertama dan keempat masing-

masing berisi 12 suku kata, baris kedua 11 suku kata, dan baris ketiga 15

suku kata. Bait (254), setiap baris berisi empat kata kecuali baris kedua

berisi enam kata, jumlah suku kata baris pertama dan keempat 10 suku

kata, baris kedua 12 suku kata, dan baris ketiga 11 suku kata.

Tahapan XII dengan judul “Akhirulkalam” terdiri atas 7 bait.

Masing-masing bait berisi empat baris. Setiap baris ada yang terdiri atas

tiga kata, empat kata, lima kata, dan enam kata. Jumlah suku katanya

setiap baris bervariasi ada tujuh suku kata, 10 suku kata, 11 suku kata, 12

suku kata, 13 suku kata. Dapat dilihat pada contoh berikut.

Sampai di sini syair pun tamat

sajaknya banyak tak betul amat

mengarangkan dia habislah cermat

pinggang dan tengkuk rasanya lumat

Sedikit saja saya pohonkan

menyalin syair hendaklah lagukan

supaya gembira yang amat mendengarkan

faedahnya banyak tentu didapatkan

(SPH, XII:271-272)

Daun selasih di atas dulang

dulang berseni di atas tikar

terimalah kasih yang kami lagukan

yang melagukan Djakfar

(SPH, XII:277)

Page 74: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

66 | Dr. Liesna Andriany

Bait (271), (272), dan (277) terdiri atas empat baris. Pada bait (271)

baris pertama berisi enam kata, baris kedua dan keempat berisi lima kata,

dan baris ketiga berisi empat kata, jumlah suku kata setiap baris masing-

masing 10 suku kata kecuali baris ketiga 11 suku kata. Bait (272), setiap

baris berisi empat kata kecuali baris ketiga berisi lima kata, jumlah suku

kata baris pertama 10 suku kata, baris kedua 11 suku kata, baris ketiga 13

suku kata, dan baris keempat 12 suku kata. Pada bait (277), setiap baris

berisi lima kata kecuali baris keempat berisi tiga kata, jumlah suku kata

baris pertama dan kedua masing-masing 10 suku kata, baris ketiga 12 suku

kata, dan baris keempat tujuh suku kata.

Berdasarkan uraian tersebut, pada umumnya jumlah kata dalam

baris SPH memiliki kecenderungan bervariasi antara tiga kata sampat

enam kata. Jumlah kata SPH, rata-rata dalam sebaris mengandung empat

atau lima kata, dan empat kata adalah merupakan baris-baris yang

terbanyak dalam SPH. Namun begitu ada juga baris-barisnya yang

mengandung tiga atau enam kata, tetapi keadaan begini tidaklah begitu

banyak. Antara baris pertama dan kedua bukan merupakan sampiran dari

baris ketiga dan keempat, akan tetapi masing-masing baris sudah

merupakan isi.

Kalau dilihat dari jumlah suku katanya pada tiap baris umumnya

bervariasi. Setiap baris cenderung berjumlah antara sembilan hingga dua

belas suku kata. Jarang-jarang ditemukan baris-baris yang mengandung

lebih dari dua belas suku kata. Kecenderungan yang paling besar ialah

sepuluh dan sebelas suku kata dan yang paling banyak adalah baris-baris

yang terdiri dari sepuluh suku kata. Sepertinya tukang syair selalu

mempertahankan jumlah suku kata pada baris sebanyak sepuluh dan

sebelas suku kata ini berkaitan hubungannya dengan irama. Pada

umumnya panjang baris dalam puisi lisan atau cerita yang berbentuk puisi

Page 75: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 67 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

mempunyai jumlah suku kata yang dipertahankan oleh pencerita (Tuloli,

1991:135). Kadang-kadang sering pula terjadi penyimpangan atau

kesalahan di dalam baris sehingga baris-baris itu menjadi sangat panjang

atau sangat pendek (Lord, 1976:38).

Tukang syair berusaha mempertahankan jumlah suku katanya pada

tiap baris sepuluh dan sebelas suku kata dapat dilihat pada perhitungan

yang telah dilakukan pada SPH. Caranya ialah dengan menghitung seluruh

suku kata pada setiap baris SPH. Dari hasil perhitungan suku kata tiap baris

tersebut dapat dibuktikan kecenderungan tukang syair mempertahankan

jumlah suku kata pada baris. Hasil perhitungan itu dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Page 76: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

68 | Dr. Liesna Andriany

Tabel 1

Rekapitulasi Suku Kata Dalam Baris

No

Suku kata

perbaris

Jumlah

baris

Prosentase Tingkat

kecenderungan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

7 suku kata

8 suku kata

9 suku kata

10 suku kata

11 suku kata

12 suku kata

13 suku kata

14 suku kata

15 suku kata

16 suku kata

2

1

32

416

396

179

47

24

5

2

0,18

0,11

2,89

37,68

35,87

16,21

4,26

2,17

0,45

0,18

VIII

IX

V

I

II

III

IV

VI

VII

VIII

Jumlah 1104 100

Berdasarkan tabel rekapitulasi suku kata dalam baris tersebut dapat

dibuktikan bahwa SPH cenderung berjumlah sepuluh kata dan sebelas kata

dalam tiap baris. Dari 1104 baris syair, terdapat 416 baris yang

menggunakan sepuluh suku kata atau sekitar 37,68% dan 396 baris

bersuku kata sebelas atau sekitar 35,87%. Jumlah keduanya bila

digabungkan menjadi 732 baris atau 73,55%. Sedangkan tingkat

kecenderungan ketiga sebanyak 179 baris atau 16,21% adalah

berjumlah dua belas suku kata tiap baris dan tingkat kecenderungan

Page 77: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 69 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

keempat adalah tiga belas suku kata tiap baris sebanyak 47 baris. Hanya

terdapat 35 baris saja yang mengandung kurang dari sepuluh suku kata,

atau 3,18% dari jumlah keseluruhan baris, yaitu tujuh suku kata, delapan

suku kata, dan sembilan suku kata. Seperti contoh di bawah ini.

Tujuh suku kata.

Ya Allah ya Tuhanku (SPH, X:219)

1 2 1 3 = 7

Delapan suku kata.

Lengkap dengan dayang siti (SPH, IX:186)

2 2 2 2 = 8

Sembilan suku kata.

Putri Hijau putri kedua (SPH, II:17)

2 2 2 3 = 9

Bait (219) baris ‘ya Allah ya Tuhanku’ terdiri atas tujuh suku kata. Bait

(186) pada ‘lengkap dengan dayang siti’ terdiri atas delapan suku kata.

Bait (17) pada ‘Putri Hijau putri kedua’ terdiri atas sembilan suku kata.

Terdapat 31 baris yang mengandung empat belas suku kata, lima

belas suku kata, dan enam belas suku kata tiap baris atau sekitar 2,80%.

Seperti contoh di bawah ini:

Empat belas suku kata.

Perbuatan baik itulah diutamakan (SPH, IX:213)

4 2 3 5 = 14

Page 78: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

70 | Dr. Liesna Andriany

Lima belas suku kata.

Selesai setelah selesai pekerjaan itu (SPH, II:27)

3 3 3 4 2 = 15

Enam belas suku kata.

Sebab pun permintaan-permintaan patik begitu (SPH, VI:146)

2 1 4 4 2 3 = 16

Bait (213) pada ‘perbuatan baik itulah diutamakan’ terdiri atas 14 suku

kata. Bait (27) pada ‘selesai setelah selesai pekerjaan itu’ terdiri atas 15

suku kata. Bait (146) pada ‘sebab pun permintaan-permintaan patik begitu’

jumlah suku katanya 16.

Jika tukang syair berusaha untuk mempertahankan jumlah suku

kata yang tetap dalam baris, namun masih ada baris yang terlalu pendek

atau terlalu panjang ini berarti merupakan suatu kekeliruan. Tapi tidak

semua karena kekeliruan, tukang syair memanjangkan atau memendekkan

baris karena ia juga tetap ingin mempertahankan irama dan jumlah suku

katanya. Hal lain lagi yang dapat dianggap sebagai suatu kekeliruan,

kadang-kadang kata-kata dalam baris yang diucapkan tukang syair terlepas

dari pengawasannya (tidak terkontrol). Namun baris yang seperti ini tidak

banyak. Misalnya seperti contoh baris di bawah ini.

‘hikayat osorang raja yang asli’ (SPH, I:4)

Kerangan keterangan kedua lagi suatu (SPH, I:12)

Selesai setelah selesai pekerjaan itu (SPH, II:27)

Lajunya kapal bukan kebebuatan (SPH IV:58)

Syahbandar mendengar dengannya mata (SPH, IV:64)

Page 79: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 71 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Bait (40) seharusnya ‘Hikayat seorang raja yang asli’. Bait (12)

seharusnya ‘Keterangan kedua lagi sesuatu’. Bait (27) seharusnya ‘Setelah

selesai pekerjaan itu’. Bait (58) seharusnya ‘Lajunya kapan bukan buatan’.

Bait (64) seharusnya ‘Syahbandar memandang dengannya mata’.

Tukang syair dalam mempertahankan irama dan juga jumlah suku

katanya pada setiap baris dengan cara memperpanjang kata. Cara yang

dipakai untuk memperpanjang kata ialah dengan menambahkan ‘lah’ dan

memberi ‘perulangan’.

Cara yang pertama ialah dengan penambahan ‘lah’ pada salah satu

katanya. Penambahan kata ‘lah’ merupakan cirri dialek bahasa Melayu

Deli. Menurut Hollander, (1984:115) guna ‘lah’ untuk lebih memberikan

tekanan kepada kata itu, atau untuk menarik perhatian pendengar atau

pembaca secara lebih tertentu kepada kata tersebut atau benda/hal yang

diberi arti oleh –lah. Contoh baris yang ditambah ‘lah’ pada katanya

sehingga berjumlah sepuluh kata adalah sebagai berikut.

Padalah patik empunya kira (SPH, III:36)

3 2 3 2 = 10

Barulah senang di dalam dada (SPH, IV:63)

3 2 1 2 2 = 10

Jikalah ada Allah membantu (SPH, IV :72)

3 2 2 3 = 10

Kapallah Aceh tibalah tentu (SPH, IV:88)

3 2 3 2 = 10

Janganlah banyak pikir dan kira (SPH, IV:91)

Page 80: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

72 | Dr. Liesna Andriany

3 2 2 1 2 = 10

Sudahlah takdir Tuhan yang satu (SPH, V:127)

3 2 2 1 2 = 10

Kata yang ditambah ‘lah’ pada bait (36) ialah ‘pada’, bait (63) pada kata

‘baru’, bait (72) pada kata ‘jika’, bait (88) pada kata ‘kapal’ dan ‘tiba’, bait

(91) pada kata ‘jangan’, dan bait (127) pada ‘sudah’. Penambahan ‘lah’

pada kata-kata tersebut untuk memperpanjang kata, sehingga jumlah suku

katanya menjadi 10 suku kata.

Contoh baris yang ditambah’lah’ pada katanya sehingga berjumlah

sebelas suku kata adalah sebagai berikut.

Tersebutlah pula kisah yang satu (SPH, III:29)

4 2 2 1 2 = 11

Rajalah Aceh tiada bandingnya (SPH, III:30)

3 2 3 3 = 11

Kayalah miskin muda dan remaja (SPH, III:31)

3 2 2 1 3 = 11

Supayalah patik menurut malu (SPH, III:39)

4 2 3 2 = 11

Tidaklah patik merasalah negri (SPH, III:41)

3 2 4 2 = 11

Mereka tercengan lalulah lama (SPH, IV:50)

3 3 3 2 = 11

Page 81: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 73 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Katalah orang yang empunya madah (SPH, IV:52)

3 2 1 3 2 = 11

Penambahan ‘lah’ di bait (29) pada kata ‘tersebut’, bait (30) pada kata

‘raja’, bait (31) pada kata ‘kaya’, bait (39) pada kata ‘supaya’, bait (41)

pada kata ‘tidak’, bait (50) pada kata ‘lalu’, dan bait (52) pada kata ‘kata’.

Penambahan ‘lah’ pada kata-kata tersebut untuk memperpanjang kata

sehingga jumlah suku katanya menjadi 11 suku kata.

Cara kedua, memberi perulangan pada baris yang memiliki tiga

kata. Contoh baris yang terdiri dari tiga kata yang diberi perulangan

sehingga berjumlah sepuluh suku kata sebagai berikut.

Setelah sudah berkata-kata (SPH, IV:64)

3 2 5 = 10

Setelah sudah berperi-peri (SPH, IV:92)

3 2 5 = 10

Pada bait (64) kata yang diulang ‘kata’ sehingga menjadi 10 suku kata.

Bait (92) kata yang diulang ‘peri’ sehingga jumlah suku katanya menjadi

10 suku kata.

Contoh baris yang terdiri dari tiga kata yang diberi perulangan

sehingga berjumlah sebelas suku kata sebagai berikut.

Beramuk-amukan tiada terhemat (SPH, V:112)

6 3 3 = 11

Berahinya terbit berganda-ganda (SPH, IV:138)

4 2 5 = 11

Page 82: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

74 | Dr. Liesna Andriany

Dindingnya hablur berkilat-kilatan (SPH, XI:245)

3 2 6 = 11

Bait (112) kata yang diulang ‘amuk’ sehingga jumlah suku katanya dalam

satu baris menjadi 11 suku kata. Bait (138) kata yang diulang ‘ganda’

sehingga jumlah suku kata dalam satu baris menjadi 11 suku kata. Bait

(245) kata yang diulang ‘kilat’ sehingga jumlah suku katanya dalam

sebaris menjadi 11 suku kata.

Semua yang bercetak miring adalah kata tambahan. Ternyata

penambahan ‘lah’ dan penambahan kata yang diulang bukan saja untuk

mononjolkan kata sebagai bagian penting dalam kalimat, tetapi juga

mempertahankan jumlah suku kata dalam baris, dan untuk memperlancar

pengucapan baris demi baris. Keharmonisan dalam irama dan keindahan

bunyi antar baris akan terwujud, jika jumlah sukunya dipertahankan

sepuluh suku kata atau sebelas suku kata pada tiap baris.

Dengan demikian, jelas terdapat variasi penggunaan kata dan suku

kata pada tiap baris. Namun tukang syair berusaha mempertahankan

jumlah suku katanya. Dalam mempertahankan jumlah suku kata ini tukan

syair menggunakan cara yaitu memanjangkan baris dengan menambah

‘lah’ dan mengulang kata tertentu.

Syair merupakan suatu genre puisi Melayu tradisional yang umum

diketahui dan digemari dalam seluruh masyarakat Melayu. Syair terdiri

dari empat baris serangkap atau sebait, pada umumnya mengandung empat

kata tiap baris. Setiap stanza syair merupakan sebagian dari puisi yang

panjang Syair berskema rima aaaa dan sedikit sekali berirama dalaman.

Puisi atau sajak secara umum terdiri atas struktur estetik dan

ekstraestetik. Kedua bagian ini terbagi lagi atas unsur-unsur sajak yang

lebih kecil. Puisi mempunyai sifat, struktur, dan konvensi-konvensi yang

Page 83: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 75 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

khusus. Oleh karena itu, untuk memahaminya perlu dimengerti dan

dipelajari konvensi-konvensi dan struktur puisi itu.

Berbicara tentang struktur syair atau puisi, tidak terlepas dari

berbicara mengenai elemen-elemen syair atau puisi dan efek-efeknya.

Berbeda dari bahasa dalam prosa, bahasa dalam syair amatlah terstruktur.

Hal-hal yang termasuk pada struktur syair merupakan pola-polanya yang

menyangkut diksi dan imaji, susunan kata-katanya, pembagiannya dalam

baris-baris, bentuk ritme atau meter (metrumnya), pengulangan suara

seperti pada rima dan pembagiannya atas bait sajak atau stanza. Selain

yang tersebut di atas, masih terdapat faktor-faktor lain yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari struktur verbal puisi. Sebagai contoh,

arti keseluruhan dari perasaan yang dituangkan dalam diksi sebuah larik,

tidak terpisahkan dari bentuk metriknya. Perasaan dan bentuk tidak

terpisah-pisah, melainkan merupakan satu kesatuan yang utuh.

Pada analisis analisis ini, penganalisisan struktur Syair Putri Hijau

(selanjutnya disingkat SPH) merupakan analisis struktur sastra lisan.

Penguraian struktur SPH akan dilakukan dengan cara menganalisis yang

berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut. Struktur alur cerita SPH yang

meliputi bagian-bagian dalam susunan cerita, yaitu tahapan. Bentuk baris-

baris akan ditinjau dari segi jumlah kata dan suku kata. Selain itu, juga

akan dianalisis unsur-unsur bunyi yang berhubungan dengan rima,

aliterasi, asonansi, serta irama. Analisa gaya bahasa akan meliputi

paralelisme, inversi, ellipsi. Juga akan dianalisis nantinya dalam

pembahasan struktur ini adalah pemilihan kata (diksi) dan

mengungkapkan bahasa kiasan dan digunakan.

Syair mempunyai konvensi sastra sendiri yang memenuhi

persyaratan keindahan luaran yaitu bunyi. Wellek dan Warren (1989:198)

menyatakan bahwa efek bunyi tidak bisa dipisahkan dari makna dan nada

Page 84: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

76 | Dr. Liesna Andriany

setiap baris puisi. Pernyataan tersebut memberi ketegasan bahwa bunyi-

bunyi dalam puisi mempunyai peranan yang penting bagi ekspresi, sebab

kecuali hiasan bunyi-bunyi tersebut mempunyai ekspresi dan ikut

membawa nada, irama, suasana, perasaan, serta gejolak batin tukang syair.

Bunyi dalam puisi mempunyai peranan yang sangat penting karena

bunyi merupakan norma utama pembentuk puisi. Unsur sebuah puisi

dibina terutama dalam kemerduan bunyi (Esten, 1984:10). Roman

ingarden (dalam Wellek dan Warren, 1989:187) mengemukakan bahwa

lapis bunyi (sound stratum) adalah lapus norma pertama yang menjadi

dasar timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti (unit of meaning).

Pembicaraan tentang bunyi dalam puisi bersifat estetik, artinya bunyi

merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga

ekspresif.

Menurut Finnegan (1979:90) The most marked feature of poetry is

surely repetition (cirri khas yang paling banyak pada puisi adalah

perulangan). Perulangan bunyi dalam puisi atau epik puisi terjadi hampir

dalam seluruh baris-barisnya. Perulangan bunyi itu mempengaruhi makna

yang terpantul dari puisi itu (Luxemburg, 1993:89). Kegunaan bunyi

dalam puisi menurut Pradopo adalah bunyi bersifat estetik, merupakan

unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekpsresif. Bunyi ini

erat hubungannya dengan anasir-anasir music, misalnya: lagu, melodi,

irama, dan sebagainya. Bunyi ini di samping hiasan dalam puisi, juga

mempunyai tugas yang lebih penting lagi yaitu untuk memperdalam

ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas,

menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya (1987:22). Dengan

kata lain, unsur bunyi dengan segala aspeknya turut menentukan

keberhasilan atau kegagalan suatu puisi.

Pada SPH bunyi juga dimanfaatkan tukang syair sebagai penanda

tahapan, bait, adanya hubungan makna dan struktur antar unsur dalam

Page 85: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 77 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

baris atau antara baris dengan baris. Berkenaan dengan pendapat Finnegan

(1979:90) The prosodic system is perhaps the feature which most

immediately gives form to a poem (sistem prosodi ciri khas yang paling

banyak memberi bentuk pada sebuah puisi). Akan tetapi yang perlu

mendapat perhatian pada prosodi adalah unsur-unsur yang hanya dimiliki

oleh puisi.

Pada puisi sering dijumpai persamaan bunyi atau perpaduan bunyi.

Kadang-kadang persamaan bunyi terdapat dalam satu baris, tetapi tidak

jarang terdapat pada baris yang berlainan. Persamaan bunyi itu disebut

rima. Menurut Brunvand (1968: 60) rhyme is a basic Stylistic device of

verbal folklore (rima adalah sebuah sarana dasar stilistik pada folklor

verbal). Sajak atau rima bisa terdapat pada awal dan akhir baris, dan

sebagai pengulangan bunyi, rima mempunyai fungsi efoni (Wellek dan

Warren, 1989:199). Menurut Pradopo (1987:37) rima atau sajak pada

umumnya dibagi atas sajak akhir, sajak dalam, sajak tengah, aliterasi, dan

asonansi.

Rima di dalam SPH terutama pada akhir baris, merupakan tanda

tahapan, dan bait. Unsur rima yang terdapat pada akhir baris dapat

berfungsi untuk menciptakan keindahan akustik bagi pendengarnya.

Pendengar tidak semata-mata tertarik pada isi cerita saja, tetapi juga pada

keindahan yang ditimbulkan oleh rimanya. Ada bermacam-macam rima

yang dipergunakan sebagai unsur kepuitisan SPH yaitu rima awal, rima

tengah, rima akhir, aliterasi, dan asonansi. Pada bagian ini akan dibahas

satu persatu bentuk rima yang tersebut di atas.

(1) Rima Awal

Rima awal merupakan persamaan bunyi yang terdapat pada awal

baris. Rima awal banyak dijumpai pada SPH. Contoh penggunaan rima

awal sebagai berikut:

Page 86: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

78 | Dr. Liesna Andriany

(1) Dengan beberapa daya upaya

dapatlah mereka berita cahaya

di Deli Tua nyatalah dia

dalam istana tempat yang mulia

(SPH, IV:47)

(2) Keterangan ketiga konon kabarnya

seekor naga yang amat besarnya

sungailah Deli tempat keluarnya

sampai sekarang ada bekasnya

(SPH, I:13)

(3) Sultan Sulaiman nama baginda

kaya hukumnya adil cacat tiada

kaya miskin tua dan muda

dihukumkan baginda tidak berbeda

(SPH, II:16)

(4) Mendengar sembah Ahmad Bahari

merasa belas hatinya puteri

dengan manisnya lalu berseri

jika demikian maaf kuberi

(SPH, X:225)

Bait (47) rima awal terdapat pada seluruh baris yang merupakan

unsur konsonan d, dan berkombinasi dengan rima akhir dengan unsur

bunyi vokal a. Pada bait (13) terdapat rima awal pada baris kedua, ketiga,

keempat, yang merupakan unsur bunyi konsonan s. Rima awal ini

berkombinasi dengan rima akhir dengan bunyi vokal a. Dalam bait (16)

rima awal terdapat pada bunyi kaya yang berupa satu kata, terlihat adanya

repetisi. Rima awal ini berkombinasi dengan rima akhir dengan bunyi

vokal a. Pada bait (255) rima awal terdapat pada bunyi me yang merupakan

unsur bunyi prefix me-. Rima awal ini berkombinasi dengan rima akhir

dengan bunyi ri.

Page 87: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 79 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Untuk dapat terciptanya kesamaan dan keharmonisan bunyi tukang

syair harus memilih kata dan membentuk kata. Dalam masalah rima awal

ini, untuk memilih kata dan pembentukan kata yang dapat mendukung

terciptanya kesamaan dan keharmonisan bunyi dilakukan dengan cara

mengulang kata-kata yang sama pada posisi awal baris, memilih kata-kata

yang mempunyai bunyi awal yang sama, dan membentuk kata-kata dengan

pola afiks yang sama.

(2) Rima Tengah

Rima tengah adalah persamaan bunyi yang terdapat dibagian

tengah baris. Persamaan bunyi pada bagian tengah baris tidak banyak

dijumpai pada bait-bait SPH. Untuk lebih jelasnya akan dikutip cuplikan

syair tersebut sebagai berikut:

(1) Janganlah adinda berhati pilu

Ingatkan masa-masa yang telah lalu

Musuhlah telah kakandalah palu

Hapuslah sudah aib dan malu

(SPH, IX:189)

(2) Setelah kelengkapan sedia belaka

sauh ditarik layar dan jangka

kapal melancar di Selat Melaka

hilang di mata dengan seketika

(SPH, VI:57)

(3) Supaya tuan mengetahui terang

kami hendak pergi berperang

ke Deli hendak pergi menyerang

membawa laskar seribu orang

(SPH, I:3)

(4) Di tepi pantai semuanya dilonggokkan

banyaknya tiada lagi terperikan

Page 88: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

80 | Dr. Liesna Andriany

apabila semuanya sudah dilengkapkan

ke dalam laut disuruh buangkan

(SPH, VII:161)

Bait (189) bunyi lah yang terletak di tengah baris yang diulang,

yaitu pada kata ‘janganlah’, ‘telah’, ‘masuklah’, dan ‘hapuslah’.

Perulangan bunyi lah pada baris pertama, ketiga, dan keempat merupakan

unsur bunyi partikel ‘lah’. Bunyi lah ini merupakan persamaan rima

tengah yang berkombinasi dengan rima akhir. Pada bait (57) bunyi ‘di’

yang diulang pada baris kedua sebagai unsur bunyi prefiks di- dan pada

baris ketiga dan keempat bunyi yang diulang merupakan unsur bunyi di

sebagai kata depan (preposisi). Bunyi di yang diulang merupakan rima

tengah yang berkombinasi dengan rima akhir. Namun dalam bait (99) dan

bait (162) terdapat variasi tidak semua baris yang mendapat perulangan

bunyi yang sama. Pada bait (99) bunyi yang diulang terdiri dari dua kata

yaitu hendak pergi, terletak hanya pada baris ketiga dan keempat, dan pada

bait (162) bunyi yang diulang hanya satu kata yang terletak pada baris

pertama dan ketiga, kata yang diulang ‘semuanya’. Dapat dilihat unsur

bunyi yang diulang terdiri atas dua bunyi, tiga bunyi, satu kata, bahkan dua

kata. Ada beberapa variasi, yaitu pada satu bait semua baris yang diulang,

namun pada bait yang lain beberapa baris saja bunyi yang diulang.

(3) Rima Akhir

Rima akhir adalah persamaan bunyi yang terdapat pada akhir baris.

Rima akhir ini dijumpai pada hampir semua bait SPH, karena kekuatan

syair ini bertumpu pada pilihan kata untuk menghasilkan rima pada akhir

baris. Contoh penggunaan rima akhir pada SPH sebagai berikut:

(1) Adapun maksud syair dikarangkan

Bukanlah ahli saya tunjukkan

Riwayat yang benar saya paparkan

Lebih dan kurang harap maafkan

Page 89: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 81 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

(SPH, I:2)

(2) Lemah lembut baginda merasa

Wahai wazirku usul yang syahda

Perintahkan ya orang jangan tiada

Mencari cahaya dimana saja

(SPH, III:40)

(3) Giginya putih cahaya cemerlang

Umpama diam di dalam baling

Gaya dan sikap indah terbilang

Jika terpandang semangat hilang

(SPH, IV:56)

Bait (2) bunyi kan merupakan bunyi yang diulang pada akhir

semua baris, merupakan unsur bunyi sufiks ‘-kan’. Bunyi sufiks ‘-kan’

yang diulang terletak pada kata ‘dikarangkan’ pada baris pertama, kata

‘tunjukkan’ pada baris kedua, kata ‘paparkan’ pada baris ketiga, dan kata

‘maafkan’ pada baris keempat. Pada bait (40) rima terdapat pada bunyi a

yang diulang pada akhir baris, hanya satu bunyi saja yaitu pada kata

‘merasa’,’syahda’,’tiada’, dan ‘saja’. Pada bait (56) rima akhirnya tiga

bunyi pada setiap baris, bunyi yang diulang adalah lang. bunyi lang

yang diulang terletak di baris pertama pada kata ‘cemerlang’, pada kata

‘balang’ di baris kedua, pada kata ‘terbilang’ di baris ketiga, dan pada kata

‘hilang’ di baris keempat. Dengan memperhatikan contoh tersebut dapat

dilihat bahwa penggunaan bentuk rima akhirnya berpola aaaa, yang

merupakan ciri khas syair. Pengulangan bunyi yang menjadi titik tolak

pembentukan rima lebih banyak didapatkan pada akhir baris.

Beberapa baris syair akan dijumpai bunyi nya, namun jumlahnya

tidak banyak hanya 32 baris. Contoh penggunaan bunyi nya dapat dilihat

sebagai berikut:

Masinglah-masing membawa persembahannya

Page 90: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

82 | Dr. Liesna Andriany

Segenggam bertih sebutir telurnya

Setiap orang demikian halnya

Di tepi pantai longgokkan semuanya

(SPH, VII:158)

Bait (158) bunyi ‘nya’ merupakan bunyi yang diulang pada akhir semua

baris. Bunyi ‘nya’ yang diulang terletak di baris pertama pada kata

‘persembahan’, di baris kedua pada kata ‘telur’, di baris ketiga pada kata

‘hal’, dan di baris keempat pada kata ‘semua’. Bunyi nya ini digunakan

tukang syair sebagai kata yang ditambahkan dengan tujuan untuk

kesamaan dan keharmonisan bunyi rima akhir. Karena jika dilihat pada

keseluruhan baris itu, tidak dapat diberikan sufiks yang sesuai untuk

menyamakan rima akhirnya agar indah dan harmonis kedengaran.

Selain bunyi nya, penambahan bunyi an dan bunyi ‘kan’ sebagai

unsur bunyi sufiks juga terdapat dalam SPH. Contoh penggunaan sufiks ‘-

an’ dan sufiks ‘-kan’ dapat dilihat sebagai berikut:

Lajunya kapal bukan buatan

berlayar menyusur tepi daratan

berkibar bendera haluan buritan

Labuhan Deli jadi tempatan

(SPH, VI:58)

Putri Hijau baginda peliharakan

apa kehendaknya baginda turunkan

tiada pernah baginda bantahkan

kasih dan sayang tiada terperikan

(SPH: II:22)

Page 91: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 83 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Bait (58) semua barisnya berima akhir bunyi ‘an’ yang merupakan unsur

bunyi sufiks ‘-an’. Bunyi sufiks ‘-an’ yang diulang terletak pada kata

‘kebebuat’ di baris pertama, pada kata ‘darat’ di baris kedua, pada kata

‘burit’ di baris ketiga, dan pada kata ‘tempat’ di baris keempat. Bait (22),

bunyi kan merupakan bunyi yang diulang pada akhir semua baris,

merupakan unsur bunyi sufiks ‘-kan’. Bunyi sufiks ‘-kan’ yang diulang

terletak pada kata ‘pelihara’ di baris pertama, di baris kedua pada kata

‘turun’, di baris ketiga pada kata ‘bantah’, dan di baris keempat pada kata

‘terperi’. Sufiks ‘-kan’ yang merupakan frekuensi paling banyak dijumpai,

yaitu 76 baris dan sufiks ‘-an’ sebanyak 28 baris. Sufiks ‘-an’ dan sufiks

‘-kan’ ini juga untuk mendapatkan rima akhir yang sama. Penggunaan

sufiks ‘-an’ dan sufiks ‘-kan’ untuk membantu kata lain agar mendapat

rima akhir yang sama.

Pada dasarnya rima akhir di dalam SPH terdiri atas dua huruf.

Pertama adalah vokal dan yang kedua adalah konsonan. Kedua jenis huruf

tersebut yang terdapat dalam SPH adalah vokal a, i, dan u, serta konsonan

n, h, t, r, dan ng. contoh penggunaan rima akhir pada SPH dapat dilihat

sebagai berikut.

Ketika hari sudahlah siang

keduanya bangun lalulah sembahyang

dalam hatinya sangatlah riang

tempat cahaya sudah terbayang

Dengan takdir Robbulijaji

sampailah mereka ke Labuhan Deli

ke dalam kota langsung sekali

sambil menyamar sebagai kuli

Page 92: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

84 | Dr. Liesna Andriany

Dengan beberapa daya upaya

dapatlah mereka berita cahaya

di Deli Tua nyatalah dia

dalam istana tempat yang mulia

Itulah cahaya puteri ratu

bukanlah sinar jin dan hantu

Puteri Hijau namanya tentu

parasnya cantik bukan suatu

Parasnya elok bagai digambar

memandang puteri bagai pendekar

indah puteri tiada terkabar

lalu mengucap Allahuakbar

(SPH, IV:45-49)

Katalah orang yang empunya wadah

ke negri Aceh sampailah sudah

tiadalah lagi berhati gundah

ke dalam kota menyampaikan wada

(SPH, IV:52)

Cantiklah sungguh puteri bangsawan

bersama dengan budi dermawan

Page 93: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 85 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

mukanya jujur kilau-kilauan

memberi asyik laki-laki dan perempuan

(SPH, IV:55)

Nama bersuami ampunlah patik

kerana mengeluh bukanlah setitik

belum mengetahui bunga dan putik

tak dapat membedakan sutera dan batik

(SPH, IV:77)

Bait (45) rima terdapat pada bunyi ng yang diulang pada akhir

baris. Bunyi ng yang diulang pada akhir baris terletak di baris pertama

pada kata ‘siang’, di baris kedua pada kata ‘sembahyang’, di baris ketiga

pada kata ‘riang’, dan di baris keempat pada kata ‘terbayang’. Bait (46)

rima terdapat pada bunyi i yang diulang pada akhir baris.Bunyi i yang

diulang pada akhir baris terletak di baris pertama pada kata ‘Robbulijaji’,

dibaris kedua pada kata ‘Deli’, di baris ketiga terletak pada kata ‘sekali’,

dan di baris keempat terletak pada kata ‘kuli’. Bait (47) rima terdapat pada

bunyi a yang diulang pada akhir baris. Bunyi a yang diulang pada akhir

baris terletak di baris pertama pada kata ‘upaya’, di baris kedua pada kata

‘cahaya’, di baris ketiga terletak pada kata ‘dia’, dan di baris keempat

terletak pada kata ‘mulia’. Pada bait (48) rima terdapat pada bunyi u yang

diulang pada akhir baris. Bunyi u yang diulang pada akhir baris terletak di

baris pertama pada kata ‘tentu’, dan di baris keempat terletak pada kata

‘suatu’. Bait (49) rima terdapat pada bunyi r yang diulang pada akhir baris.

Bunyi r yang diulang pada akhir baris terletak di baris pertama terletak

pada kata ‘digambar’, di baris kedua terletak pada kata ‘pendekar’, di baris

ketiga terletak pada kata ‘terkabar’, dan di baris keempat terletak pada kata

Page 94: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

86 | Dr. Liesna Andriany

‘Allahuakbar’. Bait (52) rima teradapat pada bunyi h yang diulang pada

akhir baris. Bunyi h yang diulang pada akhir baris terletak di baris pertama

pada kata ‘wadah’, di baris kedua terletak pada kata ‘sudah’, di baris ketiga

terletak pada kata ‘gundah’, dan di baris keempat terletak pada kata

‘wadah’. Bait (55) rima terdapat pada bunyi n yang diulang pada akhir

baris. Bunyi n yang diulang pada akhir baris terletak di baris pertama pada

kata ‘bangsawan’, di baris kedua terletak pada kata ‘dermawan’, di baris

ketiga terletak pada kata ‘kilau-kilauan’, dan di baris keempat terletak pada

kata ‘perempuan’. Pada bait (77) rima terdapat pada bunyi k yang diulang

pada akhir baris. Bunyi k yang diulang pada akhir baris terletak di baris

pertama pada kata ‘patik’, di baris kedua terletak pada kata ‘setitik’, di

baris ketiga terletak pada kata ‘putik’, dan di baris keempat terletak pada

kata ‘batik’.

Hal yang menonjol dalam rima akhir ialah penggunaan bunyi a dan

i yang sangat banyak. Huruf-huruf vokal dan konsonan yang dipilih untuk

rima di akhir baris biasanya merupakan huruf yang sudah umum di dalam

bahasa Melayu. Oleh karena itu tidak ada ditemukan rima di akhir baris

yang mempergunakan vokal o dan e, maupun konsonan j, q, v, w, x, y, dan

z. Dari tiga vokal utama bahasa Melayu, ternyata bunyi a lebih dominan

dalam pembentukan rima akhir. Bunyi-bunyi lain dipergunakan dengan

frekuensi yang rendah. Sesudah bunyi a, bunyi i termasuk yang lebih

banyak dipakai sebagai rima akhir jika dibandingkan dengan bunyi u.

setelah dihitung rima akhir dengan bunyi a dalam SPH terdapat 376 baris

yang berakhir dengan bunyi a dari 1104 baris atau 32,98%. Baris-baris

yang berakhir dengan bunyi i mencapai 263 baris atau 23,07%, dan baris-

baris yang berakhir dengan bunyi u sebanyak 96 baris. Selain bunyi vokal

yang dominan, bunyi konsonan yang paling banyak dipergunakan sebagai

rima akhir adalah bunyi n sebanyak 153 baris, setelah itu bunyi ng 64 baris,

selebihnya bunyi t, h, dan r.

Page 95: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 87 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Selain dari bentuk rima akhir aaaa yang umum bagi syair, dalam

SPH ini terjadi beberapa bait yang memiliki bentuk rima yang berlainan

namun jumlahnya tidak banyak hanya 9 bait. Pola rima akhirnya abbb,

abaa, dan abab. Dapat dilihat pada contoh berikut:

(1) Rima abbb

Baginda pun lalu mengadakan musyawarah

Maksud hendak berkirim surat

Ke Deli di sampaikan hasrat

Supaya tiada kekurangan syarat

(SPH, V:101)

(2) Rima abaa

Laskarlah Deli nyata kelihatan

ke sana ke mari berlompat-lompat

memungut uang berebut-rebutan

hatinya suka bukan buatan

(SPH, V:122)

(3) Rima abab

Kalaulah ada sumur di ladang

bolehlah kita menumpang mandi

kalaulah ada umur yang panjang

acaralah ini disambung lagi

(SPH, XII:276)

Bait (101) baris pertama berima akhir bunyi h yang terletak pada kata

‘musyawarah’, baris kedua berima akhir bunyi t, yang terletak pada kata

‘surat’, baris ketiga berima akhir bunyi t yang terletak pada kata ‘hasrat’,

dan baris keempat berima akhir bunyi t yang terletak pada kata ‘syarat’.

Jadi bait (101) pola rima akhirnya abbb. Pada bait (122) baris pertama

berima akhir bunyi n yang terletak pada kata ‘kelihatan’, baris kedua

berima akhir bunyi t yang terletak pada kata ‘berlompat-lompat’, dan baris

Page 96: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

88 | Dr. Liesna Andriany

ketiga dan baris keempat berima akhir bunyi n yang terletak pada kata

‘berebut-rebutan’ dan kata ‘buatan’.Bait (122) pola rima akhirnya abaa.

Pada bait (276) baris pertama dan baris ketiga sama-sama berima akhir

bunyi ng yang terletak pada kata ‘ladang’ dan kata ‘panjang’, sedangkan

baris kedua dan keempat sama-sama berima akhir bunyi i yang terletak

pada kata ‘mandi’ dan kata ‘lagi’. Sehingga bait (276) pola rima akhirnya

abab. Kelainan-kelainan rima akhir ini mungkin disengaja oleh tukang

syair, karena tiadanya kata-kata yang sesuai untuk mendapatkan rima akhir

yang sama. Dikatakan demikian karena perbedaan rima akhir antara satu

baris dengan baris yang lain tidak jauh berbeda.

Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bunyi vokal

a dan vokal i merupakan bunyi yang terbanyak dipakai oleh tukang syair

dalam membentuk atau membangun rima pada akhir baris. Penggunaan

vokal a dan i serta konsonan n yang terbanyak dipilih, hal ini berkaitan

dengan kecenderungan kata-kata bahasa Melayu yang umum

dipergunakan lebih banyak akhir katanya berbunyi a dan i, serta untuk

konsonan adalah bunyi n. Dapat dikatakan bahwa unsur bunyi yang

digunakan tukang syair untuk membangun atau membentuk rima tidak

terlepas dari sistem fonetik bahasa Melayu. Jadi dapat disimpulkan bahwa

dalam masalah rima tukang syair harus mengadakan pemilihan kata dan

pembentukan kata yang dapat mendukung terciptanya bunyi yang sama

dan harmonis. Kesamaan dan keharmonisan bunyi ini dilakukan tukang

syair dengan cara memilih kata yang memiliki bunyi kata akhir yang

sama, mengulang suku kata yang sama pada akhir baris, dan membentuk

kata-kata dengan pola sufiks yang sama. Dengan adanya bunyi-bunyi yang

sama maka syair kedengaran merdu dan tentunya menyenangkan.

2. Aliterasi dan Asonansi

Bunyi dalam puisi (baca syair) dipergunakan juga sebagai

orkestrasi, yaitu sebagai sarana untuk menimbulkan bunyi musik. Bunyi

Page 97: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 89 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

vokal dan bunyi konsonan yang disusun sedemikian rupa akan

menimbulkan bunyi-bunyi merdu dan berirama. Jika dilihat dengan

seksama, di samping rima awal, rima tengah, dan rima akhir, di dalam puisi

sering dijumpai persamaan bunyi dalam satu baris. Persamaan itu ada yang

berupa bunyi konsonan dan ada pula yang berupa bunyi vokal. Reske

(1966:21) menyatakan alliteration: the repetition of the same sound at the

beginning of several words which are near one another (perulangan bunyi

pada awal beberapa kata yang berdekatan suku dengan lainnya disebut

aliterasi), selanjutnya Reaske (1966:21) menyatakan assonance is the use

of identical vowel sounds surrounded by different kinds of consonant

sounds in close proximity to each other (asonansi digunakan pada bunyi

vokal yang sama yang dikelilingi oleh bunyi konsonan yang berbeda

dalam kedekatan kata masing-masing lainnya). Fungsi aliterasi dan

asonansi adalah untuk memperdalam rasa, selain untuk orkestra dan

memperlancar ucapan (Pradopo, 1987:37).

Menurut Finnegan (1979:93) variasi rima untuk memberikan

struktur bait juga dihasilkan oleh aliterasi, asonansi, rima, atau

paralelisme. Demikian juga tukang syair, selain mementingkan rima juga

mementingkan aliterasi dan asonansi. Bila diperhatikan dengan teliti,

selalu terdapat ulangan bunyi konsonan dan vokal, atau kombinasi bunyi

konsonan dan vokal pada setiap baris dalam tahapan, dan bait.

Penggunaan aliterasi dan asonansi banyak dijumpai pada SPH. Hal

ini dapat dilihat pada contoh yang berasal dari sebagian tahapan yang

diberi judul ‘Putri Hijau Berlayar ke Aceh’ berikut:

Baris (601) Sekalian rakyat Deli negeri

merasa pilu tiada terperi

ditinggalkan oleh tuannya puteri

Page 98: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

90 | Dr. Liesna Andriany

masinglah-masing duduk termenung diri

Baris (605) Tersebutlah pula kisah angkatan

beberapa hari menempuh hutan

kemudian berlayar di dalam lautan

jauh dari tanah-tanah daratan

Baris (609) Haluan menuju ke sebelah utara

terberang berdenging berputar jentera

kapal pun laju tiada terkira

laksana butung di atas udara

Baris (613) Di Tanjung Jambua Air kapal berhenti

Banyaklah orang datang melihati

Supaya semuanya sangat berbesar hati

Melihat rajanya tiada mati

Baris (617) Baginda pun lalu mengulang kata

ayuhai adinda puteri juwita

ke negeri Aceh sampailah kita

marilah turut bersama serta

(SPH, VII:151-155)

Tahapan ini terdapat 13 bait yang masing-masing terdiri atas empat

baris. Pada contoh di atas bait-bait yang berdekan unsur aliterasi dan

asonansinya terjadi ketidaksamaan pada setiap baris. Pengulangan bunyi

konsonan pada setiap baris bervariasi, namun pengulangan bunyi vokal a

Page 99: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 91 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

terdapat pada semua baris dalam tahapan itu. Pada bait (151) aliterasi

bervariasi, masing-masing baris berbeda, baris (601) merupakan

perulangan konsonan l, baris (602) dengan baris (603) merupakan

perulangan konsonan t, baris (604) merupakan perulangan m, dan asonansi

dibangun oleh perulangan yang sama pada setiap baris dengan vokal a, e,

dan i. bait (152) baris (605) dan baris (607) barisnya diciptakan dengan

aliterasi l, baris (606) aliterasinya merupakan perulangan konsonan h, dan

baris (608) aliterasinya d dan t, sedangkan asonansi setiap baris pada bait

ini dibangun oleh vokal a, i, u. Pada bait (153) baris (609) aliterasi tercipta

oleh perulangan konsonan l, baris (610) aliterasi tercipta oleh perulangan

konsonan b dan t, bairs (611) aliterasinya berupa konsonan p dan t, baris

(612) aliterasinya berupa konsonan d dan asonansi setiap baris tercipta

oleh perulangan vokal a. Selanjutnya, bait (154) baris (613) perulangan

konsonan t dan j merupakan unsur pembangunan aliterasi, baris (614)

unsur pembangunan aliterasinya konsonan t, baris (615) unsur

pembangunan aliterasinya konsonan s, baris (616) unsur pembangunan

aliterasinya konsonan m dan t, dan perulangan vokal a pembangun

asonansi. Bait (155) baris (617) aliterasinya pada konsonan l, baris (618)

perulangan konsonan d dan t merupakan pembangun aliterasi, baris (619)

aliterasinya merupakan perulangan konsonan k, dan baris (620)

perulangan konsonan m,s dan t, merupakan pembangun aliterasinya,

sedangkan asonansi dibangun oleh perulangan vokal a. Pengulangan bunyi

vokal yang paling dominan adalah bunyi a yang terdapat pada semua baris.

Berdasarkan analisis rima, aliterasi, dan asonansi dapat dikatakan

bahwa tukang syair bukan hanya mengulang kata yang sama, memilih

kata-kata yang mempunyai bunyi suku kata yang sama, dan membentuk

kata-kata dengan pola afiks yang sama tetapi juga menggunakan pola

penggunaan bunyi yang teratur dan ekspresif. Dengan variasi ini akan

menimbulkan bunyi merdu dan berirama sehingga suasana akan menjadi

dinamis dan tidak monoton. Perulangan bunyi konsonan dan vokal ini akan

Page 100: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

92 | Dr. Liesna Andriany

menciptakan satu suasana music yang menimbulkan keindahan bagi

telinga pendengar.

3. Irama

Irama mempunyai peranan yang penting dalam puisi (baca syair).

Irama yang ekspresif, sebagai aspek gaya, berhubungan erat dengan irama

teratur yang digunakan oleh penyair dalam kebanyakan puisi. Alunan yang

dikesankan oleh perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus

panjang pendeknya bunyi, keras lembutnya tekanan dan tinggi rendahnya

nada yang disebut dengan irama (Sudjiman, 1986:35). Irama diperoleh

dengan mengulang kombinasi interval antara suara atau tekanan keras dan

lemah. Pertentangan suara antara lemah, tinggi, rendah yang terjadi

berulang-ulang secara teratur akan menimbulkan irama atau ritme.

Pada kehidupan sehari-hari banyak dijumpai irama. Dengan irama

itu kita berbicara, berbaris, bernyanyi, bersenam, menari, dan sebagainya.

Dalam karya sastra irama membuat rangkaian kata seolah-olah hidup dan

bernyawa. Di samping itu, irama juga berperan dalam menambah

keindahan dan menjelaskan maksud puisi.

Menurut Pradopo (1987:40) irama ada dua macam yaitu metrum

dan ritme. Matra berasal dari kata Latin metrum, yaitu irama. Dalam hal

ini matra ialah bagan yang dipakai dalam penyusunan baris-baris sajak

yang berhubungan dengan jumlah, panjang, atau tekanan suku kata

(Shadily, 1983:2173). Metrum adalah irama yang tetap, artinya

pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu yang disebabkan oleh

jumlah kata yang sudah tetap saja (Pradopo, 1987:40). Selanjutnya

Luxemburg (1989:100) menyatakan bahwa matra (metrum) distribusi

tekanan atau kepanjangan suku kata, atau bunyi dalam larik-larik dan

kumpulan larik secara skematis. Dari beberapa pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa matra merupakan distribusi tekanan dan jumlah kata

yang teratur pada setiap baris. Sedangkan Ritme adalah irama yang

Page 101: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 93 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

disebabkan pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara

teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap, melainkan

hanya menjadi gema dendang sukma penyair (Pradopo, 1987:40).

Kondisi matra dan pola susunan baris setiap sastra lisan tidak sama.

Lord (1976: 21 dan 32) dalam analisisnya terhadap cerita di Yugoslavia

menemukan adanya matra. Dalam tradisi lisan Yugoslavia setiap baris

terdiri dari 10 suku kata dengan perhentian sesudah suku kata keempat.

Selain itu, Finnegan (1979:96) menyatakan In languages where the tone

of a syllable is significant in defining its meaning…this feature too may be

used as a structuring device in poetry-oral particularly (dalam bahasa-

bahasa dimana tone pada suku kata adalah penting dalam memerikan

makna, ciri khas ini juga mungkin digunakan sebagai sarana menyusun

puisi lisan), ini karena sistem bahasanya yang demikian. Dalam baris-baris

SPH terasa ada irama yang tetap dan berulang-ulang. Artinya pada setiap

baris, letak suku-suku kata yang mendapat tekanan atau sama lain jaraknya

ditempuh dalam waktu yang hampir sama. Namun karena tekanan kata

bahasa Melayu tidak membedakan arti maka metrumnya tidak dapat

dicari. Sejalan dengan pendapat Teeuw bahwa sampai sekarang belum

pernah dikemukakan sesuatu yang tahan uji dari segi ilmiah mengenai soal

irama dalam bahasa Indonesia, belum ada yang cocok dengan struktur

bahasa Indonesia. Satuan yang merupakan dasar larik sajakl Indonesia

adalah kata, bukan suku kata (1983:23). Setiap baris terbagi atas dua

bagian dengan tanda garis miring (/) sebagai tanda pembagiannya. Tanda

garis miring (/) merupakan tanda perhentian atau biasa disebut dengan

caesura. Beberapa contoh yang diambil dari sebagian tahapan

‘pembukaan’ sebagai berikut.

Bismillah itu / bermula kata Baris 1

3 2 3 2

Page 102: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

94 | Dr. Liesna Andriany

dengan nama Allah / Tuhan semesta

2 2 2 2 3

dikarangkan syair / suatu cerita

4 2 3 3

orang dahulu / empunya kata

2 3 3 2

Adapun maksud / syair dikarangkan Baris 5

3 2 2 4

bukanlah ahli / saya tunjukkan

3 2 2 3

riwayat yang benar / saya paparkan

3 1 2 2 3

lebih dan kurang / harap maafkan

2 1 2 2 3

Tetapi karena / terniat sudah Baris 9

3 3 3 2

mensyairkan syair / suatu nan madah

4 2 3 1 2

mudah-mudahan / jadi cebaidah

5 2 3

Page 103: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 95 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

untuk pelipur / hati yang gundah

2 3 2 1 2

(SPH,I:1-3)

Dengan contoh tersebut dapat dilihat bahwa baris (1), (3), (4), (6),

(8), (10), (11), (12) merupakan baris-baris yang suku katanya berjumlah

genap, maka perhentian tengah terdapat pada bagian tengah baris atau pada

akhir suku kata yang bercetak miring. Baris-baris yang suku katanya

berjumlah ganjil seperti baris (2), (5), (7), dan (9) perhentian terletak pada

unsur semantisnya. Pada baris-baris yang terdiri empat kata, perhentian

terletak di antara keempat kata itu atau pada akhir kata kedua, seperti baris

(1), (3), (4), (5), (6), dan (9). Baris-baris yang jumlah katanya tiga dan lima

perhentiannya terletak setelah akhir frase atau pada unsur semantiknya,

seperti baris (2), (7), (8), (10), (11) dan (12). Berdasarkan pemisahan baris

itu, susunan ritmenya dapat dilihat sebagai berikut: 5-5, 6-6, 6-5, 5-6.

Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa SPH ini ada irama

yang tetap dan berulang-ulang sehingga menimbulkan irama yang teratur.

Waktu yang diperlukan antara pengucapan satu suku kata yang ditekan –

yaitu yang dicetak miring – dengan suku kata yang ditekan lainnya dalam

larik di atas adalah sama. Dengan demikian terjadilah irama yang teratur.

Hal ini disebabkan oleh (a) jumlah kata pada perhentian tengah tetap pada

kata yang kedua, (b) perhentian tetap pada akhir frase, (c) perhentian tetap

memperhatikan semantic, sehinggatekanannya tetap, hingga alun suara

yang menaik dan menurun juga tetap saja. Dengan demikian dapat

diketahui bahwa SPH cenderung menggantungkan daya ungkapnya pada

lagu atau intonasi.

E. Diksi (Pilihan Kata)

Keindahan puisi banyak ditemukan oleh pemilihan dan

penempatan kata di dalam baris. Dalam puisi penempatan kata-kata sangat

Page 104: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

96 | Dr. Liesna Andriany

penting artinya dalam rangka menumbuhkan suasana puitik yang

membawa pada penikmatan dan pemahaman yang menyeluruh dan total.

Kata-kata yang sudah dipilih oleh penyair dalam puisinya bersifat absolute

dan tidak dapat diganti dengan padanan katanya, sekali pun maknanya

sama (Waluyo, 1987,73). Keestetisan komposisi puisi akan terganggu jika

kata-kata dalam puisi diganti dengan padanan katanya.

Kalau di dalam puisi pengarang untuk menyatakan perasaannya

sangat memperhatikan pilihan kata, demikian pula halnya di dalam syair.

Pilihan kata atau diksi di dalam syair dipakai sebagai penyampai pesan

yang dikombinasikan dengan unsur bunyi pada rima akhir. Kadang-

kadang pilihan kata itu melanggar rima yang sudah umum, akan tetapi dari

segi bunyi maupun arti hal itu terpaksa dilakukan.

Diksi di dalam syair penting untuk menciptakan rima akhir. Rima

yang tidak mengikuti rumus aaaa atau pun jumlah baris dalam satu bait

disebabkan diksi yang sulit dicari. Untuk tidak menghilangkan isi cerita,

syair kadang-kadang terpaksa menyimpang dari konvensi yang sudah ada.

Seperti terlihat pada contoh berikut:

Baginda pun lalu mengadakan musyawarah

maksud hendak berkirim surat

ke Deli disampaikan hasrat

supaya tiada kekurangan syarat

(SPH, X:223)

Kalaulah ada sumur diladang

bolehlah kita menumpang mandi

kalaulah ada umur yang panjang

Page 105: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 97 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

acaralah ini disambung lagi

(SPH, XII:271)

Dengan memperhatikan penggunaan bentuk rima pada bait

tersebut, akan diperoleh bait (223) berpola abaa dan bait (271) berpola

abab. Pola rima ini menyimpang daru ketentuan rima syair yang baik,

apalagi nilai estetika rima sebuah syair terletak pada rima akhir. Namun

ketidaksamaan rima akhir ini mungkin disengaja oleh tukang syair karena

tidak ada pilihan kata yang sesuai untuk mendapatkan rima akhir yang

sama atau karena kecepatan harus menyusun kata, sehingga tidak sempat

untuk memikirkan sinonim kata tersebut. Pilihan kata ‘musyawarah’,

‘surat’, ‘hasrat’, dan ‘syarat’ pada bait (223) tidak ada padanan kata untuk

menggantikan kata-kata tersebut. Bila diganti akan memberi kesan dan

pengertian yang berbeda sehingga syair yang merupakan media

penyampai pesan tidak tercapai. Namun begitu perbedaan rima akhir

antara satu baris dengan baris yang lain tidak jauh bedanya. Sehingga tidak

mempengaruhi penampilan syair. Begitu juga pada bait (271) kata

‘ladang’, ‘mandi’, ‘panjang’, dan ‘lagi’ yang berupa serangkap pantun

juga diciptakan karena tidak adanya pilihan kata yang tepat untuk

menggantikan kata tersebut sehingga harus mengorbankan bunyi rimanya.

Kedatangan bangsa Arab di tengah-tengah bangsa Melayu banyak

memberi pengaruh, baik dari tatanan kehidupan sehari-hari, kepercayaan,

maupun pada sastranya. Salah satu pengaruh bangsa Arab pada sastra

masyarakat Melayu adalah kehadiran syair sebagai salah satu seni yang

diminati bangsa Melayu. Tentu saja syair terikat oleh aturan-aturan yang

berlaku sebagaimana syair pada bangsa Arab. Begitu pada dalam hal

pilihan kata (diksi) pada syair. Istilah-istilah keagamaan yaitu agama Islam

dan kosa kata yang berasal dari bahasa Arab sangat besar pengaruhnya.

Menurut Finnegan (1979:111) A literary language may have polical as

well as prosodic implications (bahasa sastra memiliki politik di samping

Page 106: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

98 | Dr. Liesna Andriany

implikasi prosodic). Begitu juga dengan SPH, kata-kata Arab tampak pada

contoh berikut:

Bismillah itu bermula kata

dengan nama Allah Tuhan semesta

dikarangkan syair suatu cerita

orang dahulu empunya kata

(SPH, I:1)

Baginda berpulang ke Rahmatullah

tahta kerajaan tinggallah sudah

harta dunia sudah berjumlah

kepada yang lain diberikan Allah

(SPH, II:25)

Parasnya elok bagai digambar

Memandang puteri bagai pendekar

Indah puteri tiada terkabar

lalu mengucap Allahuakbar

(SPH, IV:49)

Pilihan kata Bismillah pada bait (1) yang artinya ‘dengan nama

Allah’ merupakan kata yang langsung dikutip dari kitab suci agama Islam

Al-Qur’an. Merupakan bahasa Arab yang menandakan bahwa segala

sesuatu pekerjaan harus terlebih dahulu dimulai dengan mengucapkan

Bismillah. Demikian juga dalam memulai syair harus dimulai dengan kata

Page 107: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 99 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Bismillah atau Bismillahirrohmanirrahim’yang sama artinya ‘dengan

nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’. Pada syair ini

kata Bismillahirrohmanirrahim disingkat hanya Bismillah. Penggunaan

kata tersebut lebih tepat berpasangan dengan kata ‘itu bermula kata’ dari

pada kata Bismillahirrohmanirrahim saja sebagai baris awal pembukaan.

Apalagi bila kata Bismillahirrohmanirrahim berpasangan dengan kata ‘itu

bermula kata’, tentu menyimpang dari jumlah suku kata yang lazim dalam

syair. Pada bait (25) terdapat penggunaan kata rahmatullah yang juga

berasal dari bahasa Arab. Kata rahmatullah bersinonim dengan kata

‘meninggal dunia’, ‘wafat’, ‘mangkat’, ‘gugur’, ‘mati’, dan ‘mampus’.

Diyakini oleh umat yang beragama Islam bahwa orang yang meninggal

dunia adalah orang yang mendapat rahmat dari Tuhan. Walaupun kata

rahmatullah sama artinya dengan kata ‘meninggal dunia’, ‘wafat’,

‘mangkat’, ‘gugur’, ‘mati’, dan ‘mampus’ namun kedudukan kata

rahmatullah tidak dapat diganti meskipun sama artinya. Dari segi

keestetisan bunyi, kata rahmatullah akan mendukung rima pada larik

berikutnya yaitu ‘sudah’. Persamaan rima akhir dengan bunyi ah pada kata

rahmatullah, kata ‘sudah’, kata berjumlah, dan Allah jelas sebagai

pertimbangan tersendiri. Bait (49) terdapat kata yang berasal dari bahasa

Arab ‘Allahuakbar’ yang artinya sama dengan ‘Tuhan Maha Besar’.

Walaupun bunyi akhir kata Allahuakbar dan kata padanannya “Tuhan

Maha Besar” sama-sama berbunyi ar, namun kata-kata Allahuakbar tidak

dapat diganti dengan padanan katanya. Bila hanya dilihat dari segi

kesamaan bunyi pada akhir baris untuk menyamakan rima akhir, kata

‘Tuhan Maha Besar’ dapat saja digantikan, akan tetapi pilhan katanya

tidak tepat, karena kata Allahuakbar nilai rasanya tidak sama dengan

kata ‘Tuhan Maha Besar’. Dengan kata Allahuakbar terasa bahwa tukang

syair sangat mengagungkan Tuhan. Kata Allahuakbar merupakan kata

pertama yang diucapkan pada waktu menghadap Tuhan (Sholat) bagi umat

yang beragama Islam dan kata ini tidak dapat diganti dengan bahasa apa

pun. Pilihan kata Bismillah, rahmatullah, dan Allahuakbar selain

Page 108: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

100 | Dr. Liesna Andriany

dianggap lebih tepat mewakili gagasan yang ingin disampaikan, kata-kata

itu sendiri sebagai bentuk yang diwarnai oleh konteks sosial budaya

masyarakat Melayu. Juga mengandung nilai ideologis bahwa masyarakat

Melayu identik dengan Islam, dalam arti kata seseorang dikatakan Melayu

kalau dia seorang yang beragama Islam. Ada istilah yang terkenal pada

masyarakat Melayu “masuk Melayu – masuk Islam” (Sinar, 1994:23).

SPH banyak menggunakan kata-kata arkais, yaitu kata-kata kuno

yang menurut Aminuddin (1997:235) kuno merujuk pada kata yang sudah

terasa janggal digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Penggunaan kata-

kata lama ‘arkais’ bertujuan untuk menimbulkan suasana kembali kemasa

lalu atau nostalgia, atau sebaliknya membawa masa lalu ke masa kini

(Atmazaki, 1993:38). Terlihat pada contoh berikut:

Pertolongan tabib pun tiada berfaedah

semakin gering Sultan yang Syahda

ajal baginda hampirlah sudah

ke negeri baka akan berpindah

(SPH, II:24)

Itulah permohonan patik yang lata

harap dikabulkan oleh sangnata

jika membantah duli mahkota

naik ke darat mohonlah beta

(SPH, VII:159)

Penggunaan kata ‘tabib’, ‘gering’, ‘syahda’, ‘patik’, ‘lata’,

‘sangnata’, ‘duli’, dan ‘beta’ sudah terasa janggal digunakan dalam

Page 109: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 101 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

komunikasi sehari-hari. Untuk zaman modern ini, kata-kata itu

memberikan kesan kembali ke masa silam. Pada bait (24) terdapat kata

‘tabib’ yang artinya orang yang pintar mengobati orang sakit dengan

pengobatan tradisional, kata ‘gering’ yang artinya ‘sakit’, kata ‘syahda’

yang artinya ‘mulia’. Penggunaan kata ‘tabib’ memberi makna bahwa

pada masa itu tidak ada dokter, yang ada hanya seorang tabib yang

sekarang sama pengertiannya dengan dokter. Tabib pada masa lalu

merupakan orang yang disegani karena memiliki pengetahuan yang dapat

menyembuhkan orang sakit. Kalangan istana biasanya akan memanggil

tabib bila ada anggota keluarganya yang sakit. Sekarang tabib sudah

langka diganti dengan dokter. Pemilihan kata ‘tabib’ sangat tepat untuk

menggambarkan suasana istanasentris pada masa lalu. Kata ‘gering’ juga

merupakan kata yang sudah tidak dipergunakan lagi dalam komunikasi

sehari-hari. Arti kata ‘gering’ adalah ‘sakit’, merupakan kata khusus yang

hanya digunakan kepada raja, bukan untuk rakyat kebanyakan. Pemilihan

kata ‘syahda’ merupakan pemilihan kata yang tepat untuk mendukung

gagasan yang disampaikan penyair. Kata ‘syahda’ selain untuk

menghormati Sultan karena artinya ‘mulia’, tetapi juga untuk rima akhir

agar menghasilkan irama yang merdu. Walaupun tidak sama benar namun

bunyinya tidak jauh berbeda. Pada bait (159) ditemukan penggunaan kata

arkais seperti kata ‘patik’ yang artinya sebutan diri untuk seorang ‘budak

belian’ yang digunakan terhadap atasan terutama kepada raja ‘lata’ yang

artinya ‘hina’, sangnata yang artinya ‘raha’, kata ‘duli’ yang artinya ‘kata

kehormatan yang dipakai apabila berkata kepada raja atau berbicara

tentang raja’, dan kata ‘beta’ yang artinya ‘hamba sahaya’. Kata ‘beta’

dikemukakan dalam syair, dan di dalamnya tidak ada perbedaan pangkat

(Hollander, 1984:143). Pemilihan kata ini untuk menggambarkan suasana

kerajaan sehingga terasa lebih hidup, seakan-akan pendengar berada pada

masa raja-raja. Kata ‘patik’ berpasangan dengan kata ‘lata’, bukan hanya

sekedar menyamakan rima akhir pada larik berikutnya tetapi juga

menyatakan kerendahan hati dari yang memohon. Seseorang yang

Page 110: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

102 | Dr. Liesna Andriany

bermohon atau yang meminta sesuatu agar dapat terkabul tentu harus

merendahkan diri, meminta berarti tangan di bawah. Kata ‘patik’ adalah

kata ganti orang pertama tunggal bagi budak belian dan kata ‘lata’

mempertegas kata ‘patik’. Pemilihan kata ‘patik yang lata’ sesuai untuk

mengungkapkan seorang manusia hina yang tingkat sosialnya sangat

rendah. Kata ‘patik’ saja sudah menggambarkan bahwa orang tersebut

orang yang rendah tingkatannya, ditambah lagi dengan kata ‘lata’ berarti

seseorang yang rendah derajatnya bahkan dibawah hamba belian. Pada

baris terakhir bait (159) pengganti orang pertama tunggal tidak lagi

menggunakan kata ‘patik’ tetapi menggunakan kata ‘beta’, ini semata-

mata untuk menyamakan rima akhir. Kata ‘patik’, dan ‘beta’ sama artinya

dengan ‘saya’ atau ‘aku’. Pemilihan kata ‘lata’, ‘sangnata’, dan ‘beta’

bukan secara kebetulan, di samping artinya lebih tepat bunyi yang

ditimbulkan dari kata-kata tersebut terdengar indah. Apabila kata-kata

tersebut diganti dengan padanannya meskipun artinya sama, maka

keindahan suara terganggu karena rimanya tidak sama. Akibat lain, makna

kata padanan tersebut kurang bisa mewakili gagasan penyair.

Oleh karena sebuah syair biasanya merupakan lukisan cerita yang

panjang, maka sulit tukang syair membuat syair itu sempurna sesuai

dengan syarat sebuah syair yang baik. Dengan jumlah suku kata yang

sama tiap baris, irama yang teratur, bunyi yang terdengar sama, dan arti

kata yang selalu sesuai dan mudah dipahami. Sering terjadi syarat-syarat

tersebit tidak dapat dipenuhi, semata-mata tersusun empat baris sebait

yang disusun tidak memperhatikan arti dan pilihan kata yang tepat

sehingga tersimpul dalam tiap-tiap kata.

Menurut Quain (dalam Finnegan, 1979:110) There is even the

situation where the poet chooses ‘words which he alone understands’… to

fit his rhytms (ada situasi dimana penyair memilih ‘kata kata yang dia

sendiri yang mengerti’… untuk mencocokkan ritmenya). Hal tersebut

Page 111: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 103 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

berlaku pula pada SPH, sering digunakan pilihan kata yang tidak tepat,

penggunaan kata yang tidak jelas lagi artinya, digunakan sekedar untuk

membuat keempat baris itu berima akhir sama. Kutipan bait yang

penggunaan katanya kurang jelas artinya sebagai berikut.

Nakhoda menjawab lancer berkata

ayuhai saudara syahbandar yang pokta

kami dari Aceh membawalah warta

bukannya hendak melanggar kota

(SPH, IV:62)

Bentara berjalan masuk ke dalam

bertemu dengan azirulkalam

ia pun segera memberi salam

menyampaikan titah duli syahalam

(SPH, IV:89)

Segala pahlawan bangsa berani

berkendaraan di atas kuda sembrani

memakai baju besi kursani

peluru senapang boleh tertahani

(SPH, V:110)

Penggunaan kata ‘pokta’ pada bait (62), kata ‘azirulkalam’ pada

bait (89), dan kata ‘kursani’ pada bait (110) merupakan kata yang tidak

jelas lagi artinya. Penggunaan pilihan kata tersebut hanya sekedar untuk

Page 112: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

104 | Dr. Liesna Andriany

membuat keempat baris berima akhir yang sama. Kata-kata tersebut

merupakan kata-kata yang asing buat telinga. Bila arti kata ‘pokta’, kata

‘azirulkalam’, dan kata ‘kursani’ dihubungkan dengan seluruh baris

masing-masing bait pun makna kata tersebut tidak dapat secara tepat

diketahui. Kata ‘pokta’ dan kata ‘kursani’ merupakan kata adjectival,

sedangkan kata azirulkalam merupakan kata nomina. Pemilihan kata-kata

tersebut hanya sebagai pendukung rima pada larik berikutnya. Jelas di sini

pemilihan kata-kata tersebut adalah berdasarkan pertimbangan kemerduan

bunyi tanpa melihat arti sehingga terdengar indah.

Dilihat dari pembahasan diksi (pilihan kata) pada SPH tampak

adanya kecenderungan tukang syair dalam pemilihan kata. Di samping

mencari keselarasan bunyi, juga mengungkapkan pesan sesuai dengan

sosial budaya Melayu yaitu dengan menampilkan penggunaan kata-kata

yang berasal dari kitab suci Al-Qur’an.

Page 113: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 105 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Istilah gaya berbahasa digunakan pada tulisan ini untuk

membedakan stily (gaya seseorang berbicara) dengan bahasa kiasan.

Sastra sebagai cipta seni yang bermedium bahasa tidak terlepas dari unsur

kata dan maknanya. Gaya pengungkapan penyair sebagian besar terwujud

dan dapat dinikmati lewat bahasa yang digunakannya. Karena bahasa

sebagai medium karya seni yang berbentuk sastra. Setiap penyair

mempunyai gaya tersendiri dalam mengungkapkan perasaannya. Gaya

tersebut yang menjadikan ciri khas penyair dan mampu membedakan

antara penyair yang satu dengan penyair yang lain.

Gaya bahasa dapat merupakan cermin dari kepribadian, watak, dan

kemampuan dari seseorang yang menggunakan bahasa itu. Sehingga

dikenal adanya pernyataan stilus, virum, arguit atau ‘gaya mencerminkan

orangnya (Aminuddin, 1997:26). Semakin baik gaya bahasa seseorang,

semakin baik pula penilaian orang lain terhadapnya, begitu juga

sebaliknya, semakin buruk gaya bahasa seseorang semakin buruk

penilaian yang diberikan kepadanya. Lewat pemilihan dan penggunaan

gaya bahasa seseorang dapat diketahui tingkat pendidikan, kelompok

sosial, dari lingkungan sosial budayanya.

Page 114: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

106 | Dr. Liesna Andriany

Biasanya gaya bahasa yang dipakai tukang syair selain untuk

keindahan dalam bersyair juga untuk mempermudah pemahaman makna

penceritaan. Sesuai dengan pendapat Pradopo (1987:93) gaya bahasa dapat

menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat. Gaya bahasa

yang akan dibahas di sini adalah cara penggunaan bahasa si penutur atau

tukang syair secara khusus.

Ada beberapa gaya bahasa yang dipakai pada penutur lisan dalam

menyampaikan syairnya, pada pembahasan ini akan dikemukakan sebagai

berikut.

1. Paralelisme

Menurut Finnegan (1979:98) Parallelisme is another important

structural device in oral poetry. It consists basically of a type of repetition

(usually a binary pattern) in which one element is changed, the other-

usually the syntactic frame itself remaining constant (Paralelisme

merupakan sarana struktur penting lain dalam puisi lisan. Paralelisme

berdasarkan pada sebuah tipe perulangan (biasanya sebuah pola binary)

sebuah unsurnya diganti, yang lain – biasanya kerangka sintatik itu sendiri-

tetap konstan. Bentuk perulangan merupakan satu bentuk dasar dalam

segala jenis puisi. Menurut Pradopo (1987:97) paralelisme (persejajaran)

ialah mengulang isi kalimat yang maksud tujuannya serupa. Paralelisme

berusaha menjelaskan suatu hal dengan mengulang kata-kata yang sama

secara berurutan.

Paralelisme merupakan bentuk pengulangan sintaksis yaitu

kesamaan struktur antarkalimat atau bagian kalimat. Paralelisme sering

juga disertai dengan pengulangan kata, frasa, atau konstruksi gramatikal

yang sama (Luxemburg, 1989:62). Pengulangan dan penyusunan kata

secara paralelisme memberi kesan bahwa kata-kata yang diulang dan

disusun secara parallel tersebut mendapat penekanan khusus. Bagi

pendengar, paralelisme sangat membantu guna mendapatkan makna

Page 115: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 107 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

gagasan penyair secara lebih jelas. Bunyi-bunyi kata yang diulang tersebut

kedengarannya nyaring dan merdu antara baris. Paralelisme yang terdapat

pada SPH ada tiga yaitu (1) paralelisme perulangan antara baris, (2)

paralelisme perulangan dalam sebaris, dan (3) paralelisme selang baris.

Paralelisme Perulangan antara Baris

Pada beberapa baris yang berdekatan terdapat kata atau frasa yang

diulang di puisi yang sama dan memiliki struktur gramatikal yang sama.

Makna yang terkandung pada baris-baris yang parallel ada yang mirip dan

ada yang tidak. Contoh paralelisme antara baris sebagai berikut.

Baris (22) yang sulit itu menjadi nyata

(23) lautan boleh menjadi kota

(24) gunung yang tinggi menjadi rata

(SPH, I:6)

(394) kami hendak pergi berperang

(395) ke Deli hendak pergi menyerang

(SPH, V:99)

(470) ke dalam meriam kita cobakan

(471) ke dalam meriam kita tembakkan

(SPH, V:118)

(478) ke tengah padang lalu dihadangkan

(479) sumbu ditaruh lalu dibubarkan

(SPH, V:120)

Page 116: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

108 | Dr. Liesna Andriany

Pada contoh tersebut terdapat pola baris sebagai berikut: baris (22),

(23), dan (24) verba + nomina, dan memiliki makna yang berbeda. Baris

(394) dan (395) verba + verba, dan memiliki makna yang mirip. Baris

(470) dan (471) adverbial + nomina + nomina + verba, dan memiliki

makna yang hampir sama. Baris (478) dan baris (479) adverbial + verba,

dan maknanya berbeda.

Paralelisme Perulangan dalam Sebaris

Paralelisme perulangan dalam sebaris merupakan perulangan dua

kata atau dua frasa yang terdapat dalam satu baris dan struktur gramatikal

yang sama. Makna pada kedua kata atau frasa tersebut terkadang ada yang

hampir sama dan ada yang berbeda. Contoh paralelisme dalam sebaris

sebagai berikut.

Baris (76) mahal didapat sukar dicari (SPH, II,19)

(311) bersama hidup bersama fani (SPH, IV:78)

(145) setelah siang sudahlah hari (SPH, III, 37)

(405) diperbuat surat diberikan pahlawan (SPH, V:102)

(1055) membuka lemari membuka peta (SPH, XI:265)

Pola baris contoh tersebut yaitu: baris (76) adjektival + verba dan

adjektival + verba, memiliki makna yang hampir sama. Baris (311) verba

+ nomina dan verba + nomina, memiliki makna yang berlawanan. Baris

(145) adjektival + nomina dan adjektival + nomina, memiliki makna yang

hampir sama. Baris (405) verba + nomina dan verba + nomina, memiliki

makna berbeda. Baris (1055) verba + nomina dan verba + nomina,

memiliki makna berbeda.

Page 117: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 109 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Paralelisme Perulangan Selang Baris

Perulangan beberapa baris secara berselang seling. Struktur dan

unsur baris pertama diulang pada baris yang lain setelah diselingi oleh

baris lain. Contoh paralelisme selang baris sebagai berikut.

Baris (1089) kalaulah ada jarum yang patah

(1090) jangan disimpan di dalam peti

(1091) kalaulah ada kata yang salah

(1092) jangan disimpan atau ditolong diperbaiki

(SPH, XII:274)

(1097) kalaulah ada sumur di ladang

(1098) bolehlah kita menumpang mandi

(1099) kalaulah ada umur yang panjang

(1100) acaralah ini disambung lagi

(SPH, XII:276)

Baris (1089) pola baris adverbial interogatif + nomina + adjektival

diulang pada baris (1091). Baris (1090) polanya negasi + verba diulang

pada baris (1092). Selanjutnya pada baris (1097) pola baris adverbial

interogatif diulang pada baris (1099).

2. Bentuk Inversi

Bentuk inversi untuk bentuk pembalikkan merupakan urutan kata

yang normal dalam kalimat diubah. Inversi di dalam sastra berfungsi agar

suatu gambaran menjadi ekspresif atau untuk memberi tekanan khusus

kepada kata tertentu (Luxemburg, 1989:63). Fungsi inversi pada SPH

Page 118: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

110 | Dr. Liesna Andriany

berbeda dengan yang dikemukakan Luxemburg. Bentuk inversi pada SPH

berfungsi untuk menyamakan irama akhir. Sebab bila kalimat inversi

tersebut dikembalikan ke bentuk normal kemungkinan kesamaan bunyi

rima akhir tidak dapat dipertahankan.

Misalnya pada bait di bawah ini

mereka berjalan sehari-hari

sehingga sampai malamnya hari

sambil melihat kian kemari

maksudnya cahaya hendak dicari

(SPH, IV:43)

Kalimat inversi pada bait (43) adalah ‘maksudnya cahaya hendak dicari’.

Bila kalimat tersebut dibalik menjadi susunan kalimat yang normal

menjadi ‘maksudnya hendak mencari cahaya’, maka rima akhir pada bait

(43) tidak akan sesuai dengan baris-baris normal yang lain. Rima pada

baris-baris yang susunannya normal berakhir dengan bunyi i, sedangkan

rima baris yang susunannya diubah dari bentu inversi ke bentuk normal

rimanya berakhir dengan bunyi a.

Bentuk inversi banyak terdapat pada SPH, ini sesuai dengan

pendapat Luxemburg (1989:63) bahwa dalam syair Melayu banyak

terdapat susunan seperti ini. Contoh bentuk inversi yang lain pada SPH.

Baris (233) kapal berlabuh sauh diturunkan

(234) gemuruh meriam orang tembakkan

(235) orang di pasar yang mendengarkan

(236) musuh menyerang mereka sangkakan

(SPH, IV:59)

Page 119: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 111 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Kalimat inversi pada bait (59) adalah ‘musuh menyerang mereka

sangkakan’. Bila kalimat tersebut dibalik menjadi susunan kalimat normal

menjadi ‘mereka sangkakan musuh menyerang’, maka rima akhir pada

bait (59) tidak akan sesuai dengan baris yang lain. Rima pada baris-baris

yang lain dengan bunyi n, sedangkan rima akhir pada kalimat yang diubah

ke bentuk normal rimanya berakhir dengan bunti ng.

3. Bentuk Elips

Bentuk elips adalah bentuk yang terjadi kalau bagian kalimat

tertentu tidak ada (Luxemburg, 1989:64). Bila dilihat satu persatu baris-

baris yang terdapat dalam SPH akan banyak dijumpai bentuk elips.

Sebagian besar baris-barisnya berbentuk elips. Bentuk kalimat lengkap

minimal memiliki unsur pola S (subjek), P (predikat), dan O (objek) maka

bentuk elips merupakan bentuk yang salah satu unsur-unsur tersebut

hilang. Bisa saja unsur yang dihilangkan itu berupa subjek, predikat, atau

objek. Misalnya dapat kita lihat pada (SPH, VII:151) di bawah ini.

Sekalian rakyat Deli negeri

S

merasa pilu tiada terperi

P O

ditinggalkan oleh tuannya putri

P O

masinglah-masing duduk termenung diri

S P O

Bait (151) setiap baris merupakan kalimat yang berbentuk elips

kecuali baris keempat. Baris pertama adalah ‘sekalian rakyat Deli negeri’

Page 120: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

112 | Dr. Liesna Andriany

hanya memiliki unsur subjek dan baris kedua ‘merasa pilu tiada terperi’

unsurnya terdiri dari predikat dan objek. Bila kedua baris ini dihubungkan,

subjek yang hilang pada baris kedua dapat ditemukan pada baris pertama.

Kalau kedua kalimat ini disatukan akan menjadi kalimat yang lengkap

yaitu ‘sekalian rakyat Deli negeri merasa pilu tiada terperi’. Namun hal ini

tidak lajim untuk sebuat syair karena terlalu panjang dan menyalahi aturan

syair.

Contoh lain kalimat elips yang terdapat pada SPH yang diambil

dari bagian tahapan yang berjudul ‘Putri Hijau Berlayar ke Aceh’.

…………………….

beberapa hari menempuh hutan

(subjek hilang)

kemudian berlayar di dalam hutan

(subjek hilang)

……………………..

(SPH, VII:152)

……………………..

harap dikabulkan oleh sang nata

(subjek hilang)

jika membantah duli mahkota

(subjek hilang)

…………………………

Page 121: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 113 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

(SPH, VII:159)

………………………….

seorang sebutir telur yang nyata

(predikat hilang)

…………………………..

(SPH, VII:160)

……………………………

melihat perbuatan demikianlah peri

(subjek hilang)

…………………………….

(SPH, VII:163)

Bait (152) pada ‘beberapa hari menempuh hutan’ hanya memiliki unsur

predikat dan objek sedangkan subjeknya hilang, pada ‘kemudian berlayar

di dalam hutan’ juga hanya memiliki unsur predikat dan objek, sedangkan

subjeknya hilang. Bait (159) pada harap dikabulkan oleh sang nata’ dan

pada ‘jika membantah duli mahkota’ sama-sama hanya memiliki unsur

predikat dan objek, sedangkan subjeknya hilang. Pada bait (160) pada

‘seseorang sebutir telur yang nyata’ hanya memiliki unsur subjek dan

objek, sedangkan predikatnya hilang. Pada bait (163) pada ‘melihat

perbuatan demikianlah peri’ hanya memiliki unsur predikat dan objek,

sedangkan subjeknya hilang. Jadi pemilihan dan pembuatan kalimat elips,

bagi tukang syair bukan saja keefisienan penggunaan kata saja yang

diperhatikan melainkan juga usaha untuk mempertahankan jumlah suku

kata yaitu sepuluh atau sebelas suku kata.

Page 122: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

114 | Dr. Liesna Andriany

B. Bahasa Kiasan

Bahasa kiasan merupakan penggunaan bahasa yang maknanya

tidak seperti di dalam kamus, tetapi memiliki makna tambahan atau makna

kiasan. Hal ini salah satunya disebabkan karena ingin menyampaikan

sesuatu tidak secara langsung, tetapi menggunakan perbandingan, analogi,

dan juga persamaan. Penggunaan kata atau kalimat yang tidak langsung

dan memiliki makna lain selain makna yang sesungguhnya atau makna

kiasan ini disebut juga dengan majas atau gaya bahasa atau bahasa kiasan.

Puisi atau sajak mengatakan sesuatu tetapi artinya lain.

Maksudnya, terdapat ketidaklangsungan arti dalam sajak yang bisa

disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti, atau penciptaan arti

(Riffaterre, 1978:1-2). Bahasa kiasan atau majas ‘figurative language’

termasuk kepada ketidaklangsungan ucapan berupa penggunaan arti.

Sebuah atau sekelompok kata tidak mengandung arti denotasi tetapi arti

lain karena telah dimasuki oleh unsur-unsur tertentu.

Penghadiran diksi secara cermat, penggunaan makna konotatif

lebih banyak daripada makna denotative merupakan aspek eksentuasi

estetis puisi sekaligus merupakan gambaran ekspresi emosi penyair. Selain

itu, ada cara lain untuk mempertinggi kapasitas keindahan puisi, yakni

dengan menggunakan majas atau bahasa kiasan atau bahasa figuratif.

Bahasa kiasan membuat puisi menjadi menarik. Menurut Pradopo

(1987:62) bahasa kiasan adalah mempersamakan sesuatu hal lain supaya

gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup. Bahasa kiasan

merupkan sarana ungkap yang halus, karena sesuatu hal yang dimaksud

pengarang diungkapkan dengan membandingkan hal yang lain. Sarana

puisi sebagai perlambang atau kiasan wacana tidak langsung yang

berbicara dengan metonomia dan metafora, yang membandingkan dua

dunia, serta dapat menyampaikan tema melalui pemindahan dari satu

Page 123: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 115 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

idiom ke idiom lain merupakan bahasa kiasan atau biasa juga disebut

majas (Wellek dan Warren, 1989:236).

Jenis majas umumnya terbagi atas (1) majas perbandingan seperti

simile (umpamaan), metafor (kiasan), analogi, personifikasi (insanan), (2)

majas pertentangan seperti ironi, hiperbola, litotes; (3) majas pertautan

seperti metonomia, sinekdoke, kilatan, eufemisme. Di bawah ini akan

dibahas beberapa jenis majas yang ada pada SPH.

1. Majas Perbandingan

Majas perbandingan atau perumpamaan atau simile merupakan

bahasa kiasan yang membandingkan dua hal berbeda yang secara ekspilit

menggunakan kata-kata pembanding bagai, seperti, laksana, bak,

seumpama, dan lain-lain (Pradopo, 1987:62). Terdapat empat istilah untuk

menganalisis gaya perbandingan yaitu pembanding dikenal dengan istilah

vehicle, pebanding (yang dibandingkan) dikenal dengan istilah tenor, kata

perangkai, dan motif (Luxemburg, 1989:65). Namun kadang-kadang tidak

semuanya istilah itu ditampilkan.

Kutipan di bawah ini merupakan contoh penggunaan majas similie

pada SPH.

Putri Hijau disebut nama

cantiknya tidak dapat disama

bagai dewa turun menjelma

…………………………..

(SPH, II:18)

…………………………..

Tentara bagai semut melata

Page 124: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

116 | Dr. Liesna Andriany

(SPH, V:100)

………………………….

Hatiku hancur bukan suatu

laksana kaca jatuh ke batu

(SPH, VIII:170)

Bait (18), unsur pebanding ialah ‘Putri Hijau disebut nama’, sebagai

pebandingnya ialah ‘dewa turun menjelma’, kata perangkai ialah ‘bagai’,

dan ‘cantiknya’ merupakan motif yang mendasari perbandingan yang

dapat diadakan antara ‘Putri Hijau’ dan ‘dewa’. Bait (100) pembanding

ialah ‘tentara’, kata perangkai ialah ‘bagai’, pembandingnya ‘semut

melata’. Motifnya tidak ditemukan dalam perumpamaan itu. Oleh sebab

itu, motif harus diinterpretasikan berdasarkan sifar pembanding. ‘Semut

melata’ berarti ‘berjalan berbaris seperti iring-iringan semut’. Pada bait

(170) terlihat sebagai pebandingnya ‘hatiku’, sedangkan pembandingnya

‘kaca jatuh ke batu’, kata perangkai ialah ‘laksana’, dan motifnya ‘hancur’.

Perbandingan antara ‘hatiku’ dengan ‘kaca jatuh ke batu’ didasari oleh

motif ‘hancur’.

Jenis majas berikutnya yang akan dianalisis adalah majas metafora.

Majas metafora (kiasan) adalah majas yang mengandung perbandingan

yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan

kesamaan atau kesejajaran makna diantaranya (Sudjiman, 1986:41). Kata

perangkai ‘seperti’, ‘sebagai’, ‘laksana’, dan sebagainya tidak ada dalam

majas metafora. Sering sekali maksud sebuah metafora-implisit hanya

berdasarkan asosiasi-asosiasi pribadi karena memang tidak ada aturan

untuk maksud tiap metafora (Atmazaki, 1993:52)

Majas metafora pada SPH dapat dilihat sebagai berikut:

Page 125: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 117 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

…………………………

ke negeri baka akan berpindah

(SPH, II:24)

………………………….

menetang paras puteri utama

cantik majelis dewi menjelma

………………………….

(SPH, IV:50)

………………………….

Pada adikku dewa lukisan

…………………………..

(SPH, IX:212)

Bait (24) tidak ada unsur pembanding, kata perangkai, dan motif, yang ada

hanya pembandingnya saja yaitu ‘ke negri baka akan berpindah’, oleh

karena itu harus lebih dalam memahami sifat dari pembanding agar dapat

menginterpretasi motifnya karena beberapa unsurnya tidak ada. Untuk

mengetahui pebanding kita harus mencari lewat konteks. Tentu saja

terlebih dahulu harus dicari motif yang melekat pada pembandingnya.

‘Baka’ bersifat kekal dan selama lamanya, dan ‘negri baka’ merupakan

suatu negri yang abadi, kehidupan abadi menurut kepercayaan agama

Islam adalah kehidupan setelah mati, maka dapat diinterpretasikan bahwa

motifnya berpadanan dengan ‘mati’, ‘mampus’, ‘meninggal’, ‘wafat’,

‘gugur’, ‘mangkat’, dan ‘meninggal dunia’. Pada bait (50) pebandingnya,

‘paras puteri’, pembandingnya ‘dewi’, dan motifnya ‘cantik’, tidak ada

Page 126: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

118 | Dr. Liesna Andriany

kata perangkai. Walaupun tidak ada kata perangkai namun dapat dikaitkan

antara pebanding, pembanding, dengan motifnya. Selanjutnya bait (212)

unsur pebanding, ialah ‘adikku’, dan sebagai pembandingnya ialah ‘dewa

lukisan’, tidak memiliki motif dan kata perangkai. Motifnya tidak ada

dalam perumpamaan itu, sehingga motif harus diinterpretasikan

berdasarkan sifat pembanding. ‘Dewa’ bersifat sempurna dan cantik,

kecantikannya tidak ada bandingnya. Jadi ‘adikku’ diumpamakan seperti

seorang yang sempurna dan cantik.

Selanjutnya, pembahasan mengenai majas personifikasi (insanan).

Majas personifikasi adalah majas yang memberikan sifat-sifat manusia

kepada barang yang tidak bernyawa (Sudjiman, 1986:35). Dengan majas

personifikasi benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

digambarkan memiliki sifat kemanusiaan.

Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut.

………………………….

orang Aceh banyaklah mati

disapu peluru meriam sakti

(SPH, V:128)

di mercu Sibayak gunung perkasa

………………………….

(SPH, X:218)

Kiasan majas personifikasi pada bait (128) menyuratkan benda

mati dapat melakukan pekerjaan seperti halnya manusia. Itulah sebabnya

peluru meriam sakti dapat melakukan pekerjaan membersihkan sesuatu.

Bila seseorang menyapu tentu saja yang akan dibersihkan atau dibuang

Page 127: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 119 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

sesuatu yang tidak berguna dan biasanya sampah. Peluru meriam sakti

dapat mengusir orang Aceh yang dianggap sebagai orang-orang yang tidak

berguna (sampah) karena mereka adalah musuh. Pada bait (218)

memperlihatkan fenomena metaforik yang berbeda. Benda mati

menyerupai sifat manusia. Perkasa merupakan sifat yang dimiliki oleh

manusia. Untuk menggambarkan gunung yang kokoh diumpamakan

gunung itu seperti manusia perkasa. Penggunaan personifikasi ini dibuat

untuk lebih mengkongkritkan bayangan, sehingga syair menjadi lebih

hidup dan lukisan angan jadi lebih terang.

Analisis selanjutnya beralih pada majas perbandingan berupa

majas analogi. Majas analogi adalah kesamaan sebagai ciri antara dua

benda atau hal yang dapat dipakai sebagai dasar perbandingan (Sudjiman,

1986:6) Pada SPH majas perbandingan berupa analogi relatif kecil

dipergunakan. Berdasarkan data yang ada majas analogi hanya ada pada

bait (56) dan bait (69). Penggunaan majas analogi dapat dilihat pada data

berikut.

giginya putih cahaya cemerlang

……………………………..

(SPH , IV:56)

……………………………..

jika tiada suatu yang menghalang

memohon mustika cahaya gemilang

(SPH, IV:69)

Bait (56) gigi putih disepadankan dengan cahaya cemerlang, putih

bersifat bersih dan cemerlang sehingga bercahaya. Oleh karena itu gigi

yang putih dapat dianalogikan dengan cahaya cemerlang. Dalam bait (69),

Page 128: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

120 | Dr. Liesna Andriany

mustika merupakan permata yang sangat berharga, cantik, mahal, dan

sukar didapat. Sifat permata memancarkan cahaya. Pada bait tersebut, bila

dihubungkan dengan bait-bait sebelumnya yang dikatakan mustika adalah

Putri Hijau, karena Putri Hijau merupakan permata kerajaan Deli.

2. Majas Pertentangan

Majas pertentangan merupakan bahasa kiasan yang secara eksplisit

mempertemukan dua hal yang berbeda secara koordinatif atau sebaliknya

memisahkan dua hal yang sama, yang kudus dengan profan, yang baik

dengan yang buruk, yang hitam dengan putih (Yuwana dkk, 2000:59).

Pada SPH hanya majas ironi dan hiperbola saja yang ada sedangkan majas

litotes tidak ditemukan.

Pembahasan pertama majas pertentangan mengenai majas ironi.

Majas ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan

dengan kenyataan yang sesungguhnya, misalnya dengan mengemukakan

(1) makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya; (2)

ketidaksesuaian antara harapan dan kenyatann; (3) ketidaksesuaian antara

suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya

(Sudjiman, 1986:36).

Majas ironi dalam SPH sangat langka, setelah diadakan

pengamatan dengan cermat, ditemukan sebagai berikut.

………………………………

memegang pedang hatinya hambar

(SPH, V:121)

……………………………….

menjadi hina orang yang mulia

(SPH, V:133)

Page 129: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 121 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Bait (121) ‘memegang pedang hatinya hambar’ merupakan makna yang

bertentangan antara kata ‘memegang pedang’ dengan ‘hatinya hambar’.

Seseorang yang memegang benda tajam seperti pedang biasanya memiliki

semangat yang menggebu-gebu, namun pada bait (121) berlawanan

artinya, bukan memiliki semangat yang besar tetapi menjadi tidak

bergairah karena hatinya hambar. (pada bait (133) ‘menjadi terhina orang

yang mulia’, seseorang yang memiliki kekuasaan dan kedudukan tinggi

yang selalu dimuliakan oleh orang banyak ternyata menjadi terhina dan

tidak memiliki harga diri lagi, ini adalah sebuah keadaan yang ironi.

Namun pada bait lain majas ironi berubah menjadi majas sarkasme

yakni penggunaan kata-kata yang keras dan kasar untuk menyindir atau

mengkritik (Waluyo, 1995:86). Lihat (SPH, V:123) berikut.

begitulah kebanyakan manusia sekarang

melihat uang matanya terang

……………………………..

Bait (123) terlihat majas yang mengeritik secara keras kepada orang yang

karena uang segalanya menjadi lancer/terang. Kata-katanya tajam dank

eras, langsung pada sasaran tidak lagi menggunakan sindiran.

Pembahasan selanjutnya mengenai majas hiperbola. Menurut

Sudjiman (1986:12) majas hiperbola adalah majas yang didalam

ungkapannya melebih- lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan. Majas

ini banyak dipergunakan pada SPH. Berikut ini contoh majas hiperbola.

………………………………

lautan boleh menjadi kota

gunung yang tinggi menjadi rata

(SPH, I:6)

Page 130: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

122 | Dr. Liesna Andriany

demi baginda mendengarkan kabar

hatinya goncang darah berdebar

……………………………….

(SPH, IV:71)

…………………………………

kalaulah tidak tentu di serang

kota dijadikan abu dan arang

(SPH, V:106)

…………………………………

merah dan padam warna mukanya

tetapi dapat disabarkannya

(SPH, V:107)

lalu menderam bunyi menderu

memenuhi lautan segenap penjuru

………………………………….

(SPH, IX:183)

Bait (6) penggunaan kata-kata yang berlebih-lebihan pada ‘lautan boleh

menjadi kota / gunung yang tinggi menjadi rata’, suatu yang terlalu sulit

dilakukan oleh orang biasa, membuat laut menjadi kota dan meratakan

gunung yang tinggi. Pada bait (71) penggunaan kata-kata yang berlebihan

pada ‘hatinya goncang dara berdebar’, untuk menggambarkan orang yang

sangat marah. Bait (106) penggunaan kata-kata tersebut berarti

‘menghancurkan kota’. Bait (107) penggunaan kata-kata yang berlebih-

lebihan pada ‘merah dan padam warna mukanya’, juga untuk menyatakan

orang yang sangat marah dan (183) terlihat penggunaan kata-kata yang

Page 131: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 123 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

berlebih-lebihan pada ‘lalu menderam bunyi menderu / memenuhi lautan

segenap penjuru’, untuk menyatakan suara yang sangat keras, suara

menderamnya sampai ke segala penjuru, sesuatu yang terlalu berlebih-

lebihan.

Pada contoh tersebut terlihat penggunaan kata-kata yang berlebih-

lebihan, dalam kaitan ini diartikan sebagai sesuatu yang tidak mungkin

terjadi. Gunanya hanya untuk memberikan penegasan – tidak terdapat di

dalamnya sindiran atau ejekan seperti dalam ironi. Suatu keadaan

dilukiskan secara berlebihan sehingga muncul ekspresif yang diinginkan.

3. Majas Pertautan

Majas pertautan adalah majas yang menghubungkan dua hal yang

berbeda secara fisik, tetapi memiliki kesamaan sifat atau kesamaan hakikat

tanpa melalui kata-kata atau ungkapan penghubung kebahasaan (Yuwono

dkk, 2000:62). Majas pertautan yang ditemukan pada SPH hanya majas

sinekdoke. Menurut Waluyo (1995:85) majas sinekdoke adalah

menyebutkan sebagian untuk keseluruhan atau menyebutkan keseluruhan

untuk maksud sebagian. Majas pertautan yang menyebutkan nama bagian

sebagai pengganti nama keseluruhan disebut pars pro toto, dan majas

pertautan yang menyebutkan nama keseluruhan sebagai pengganti nama

bagiannya disebut totum pro parte (Sudjiman, 1986:70). SPH yang

mengandung majas sinekdoke, dapat dilihat pada data berikut.

……………………………..

kedengaran suara gegap gempita

persembahan pada paduka ratu

kapallah Aceh tibalah tentu

(SPH, IV:88)

Page 132: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

124 | Dr. Liesna Andriany

…………………………….

segala pahlawan Aceh negara

sebagai harimau dalam penjara

(SPH, V:113)

………………………………

orang Aceh banyalah mati

disapu peluru meriam sakti

(SPH, V:128)

tersebutlah pula kisah angkatan

beberapa hari menempuh hutan

……………………………..

(SPH, VII:152)

Bait (88) kata ‘kapallah Aceh’ untuk menyebut kapal Aceh yang kembali

ke Aceh dari negri Deli dalam rangka melamar Putri Hijau. Penggunaan

‘kapallah Aceh’ hanyalah untuk menyebut kapal yang pergi sebagai utusan

untuk melamar Putri Hijau, bukan seluruh kapal yang ada di Aceh. Bait

(113) terdapat kata ‘segala pahlawan Aceh’ memiliki arti ‘tentara Aceh

yang ikut berperang di tanah Deli untuk merebut Putri Hijau saja’, bukan

termasuk tentara Aceh keseluruhannya, baik yang berada di Aceh maupun

yang ikut ke tanah Deli. Jadi, menyebutkan seluruhnya untuk menyatakan

sebagian yang disebut totum pro parte. Pada bait (128) penggunaan kata

‘orang Aceh’ berarti orang Aceh banyak yang mati karena kena tembakan

meriam sakti. Sebenarnya yang dimaksudkan dengan ‘orang Aceh’ di sini

adalah orang Aceh yang pergi ke negri Deli untuk berperang

Page 133: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 125 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

memperebutkan Putri Hijau, tidak seluruh orang Aceh dan tidak termasuk

orang Aceh yang berada di negri Aceh. Jadi kata-kata itu termasuk totum

pro parte. Kata ‘angkatan’ yang terdapat pada bait (40) adalah pars pro

toto, untuk menyebut para pasukan negri Aceh yang membawa Putri Hijau

ke negri Aceh digantikan dengan kata ‘angkatan’. Maksud tukang syair

‘angkatan’ adalah rombongan yang membawa Putri Hijau, berarti bukan

hanya pasukan Aceh atau tentara Aceh saja yang termasuk di situ, tetapi

juga Putri Hijau, Raja Aceh, dayang-dayang, dan hulu balang mentri.

Penggunaan bahasa kiasan sinekdoke untuk mengintensifkasikan arti dan

memberikan kesan yang kuat kepada pendengar tentang persoalan yang

dibicarakan.

Hasil analisis struktur tersebut selanjutnya didiskusikan dengan

hasil temuan ahli sebagai berikut. Finnegan (1979) menyatakan bahwa

ciri khas puisi adalah perulangan, dan sistem prosodic merupakan sifat

yang paling banyak memberikan bentuk pada puisi. Pada prinsipnya

perulangan yang diulang itu berupa rima, aliterasi, asonansi, dan

paralelisme. Pada bahasa-bahasa yang tekanan suku katanya membedakan

arti maka puisi lisannya disusun berdasarkan tekanan suku kata. Seperti

bahasa Cina dan bahasa Yoruba di Afrika Barat.

Lord (1976) pernah mengkaji cerita rakyat Yugoslovia. Temuan

yang dihasilkan menunjukkan bahwa adanya matra pada cerita-cerita di

daerah tersebut. Dalam tradisi lisan Yugoslovia ditemukan bahwa pada

setiap baris terdiri dari 10 kata dengan perhentian sesudah suku kata

keempat.

Pertemuan Ilmiah Nasional III Hiski pernah menelaah tentang

unsur-unsur syair Siti Zubaidah Perang Cina edisi Abdul Mutalib Abdul

Gani. Temuan yang dihasilkan menunjukkan bahwa, karena syair terikat

pada pola maka bentuk syair sangat terbatas dan daya kreativitas kurang.

Pada syair tersebut tidak dijumpai rima dalam seperti rima awal, rima

Page 134: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

126 | Dr. Liesna Andriany

tengah, aliterasi, dan asonansi. Kekuatan syair hanya bertumpu pada

pilihan kata untuk menghasilkan rima pada akhir baris.

Temuan yang dihasilkan Mohd Yusof Nor (1986) memiliki

kemiripan dengan temuan yang dihasilkan Finnegan. Mohd. Yusof Nor

meneliti mengenai Syair Sinyor Kosta, temuan yang dihasilkan

menunjukkan bahwa perulangan, rima, asonansi, dan paralelisme terdapat

pada syair tersebut. Kesemua unsur bertujuan untuk menarik perhatian

atau untuk menunjukkan intensiti serta berfungsi menunjukkan ekonomi

kata.

Berbagai analisis tersebut dapat dideskripsikan ke dalam tabel

berikut.

Tabel 2

Temuan Struktur

No Peneliti Judul Temuan

1

2

Finnegan

(1979) Alber B.

Lord

(1976)

Pertemuan

Oral Poetry The

Singer of Tales

Unsur-unsur

Syair

Siti Zubaidah Pe-

Ciri khas puisi adalah

perulangan dan sistem

prosodik merupakan sifat

yang paling banyak

memberikan bentuk pada

puisi. Pada bahasa-bahasa

yang penekanan suku kata

membedakan arti, akan

digunakan sebagai sarana

menyusun puisi lisan.

Cerita-cerita di daerah

Yugoslovia memiliki

matra. Tidak dijumpai rima

dalam, se perti rima awal,

rima tengah, aliterasi, dan

asonansi, yang ada hanya

rima pada akhir baris.

Page 135: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 127 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

3

Ilmiah

Nasional

III Hiski (1990)

Mohd. Yusof

Nor(1986)

Liesna

Andriany

(2002)

rang Cina edisi

Abd.Mutalib

Abdul Gani

Syair Sinyor

Kosta

Syair Putri Hijau

dalam sastra

Lisan Melayu

Deli

Syair Sinyor Kosta

dibangun oleh perulangan,

rima aliterasi, asonansi, dan

paralelisme.

Syair Putri Hijau dibentuk

dari perulangan sistem

prosodic. Sistem

perulangan yang didukung

oleh matra tidak

ditemukan, karena tekanan

kata bahasa Melayu tidak

membedakan arti. Pola

baarisnya cenderung

menggantungkan daya

ungkapannya pada lagu

atau intonasi, sehingga

dalam baris-barisnya terasa

ada irama yang tetap dan

berulang.

Berdasarkan tabel 2 tersebut dapat dikemukakan bahwa temuan

dalam analisis SPH berbeda dengan analisis sebelumnya, khususnya

mengenai sistem perulangan yang didukung oleh matra yang tetap pada

suku kata tertentu. Dari analisis struktur SPH ditemukan bahwa SPH

sebagai karya sastra yang merupakan sebuah struktur yang dibangun oleh

perulangan sistem prosodic. Keseluruhan komponen itu merupakan satu

kesatuan yang bulat yaitu hubungan antara komponen-komponennya

saling berkaitan dan saling menunjang secara fungsional. Hal tersebut

memperkuat perdapat Finnegan (1979), namun terdapat perbedaan yang

Page 136: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

128 | Dr. Liesna Andriany

besar pada sistem perulangan yang terdapat pada SPH. Dalam SPH tidak

ditemukan sistem perulangan yang didukung oleh matra yang tetap pada

suku kata tertentu, karena bahasa Melayu tidak mengenal perbedaan

tekanan suku kata.

Dari urutan tersebut, dapat dikemukakan temuan yang berupa

konsep sebagai berikut, “struktur sastra lisan khususnya perulangan puisi

lisan dipengaruhi oleh aturan-aturan bahassa yang terdapat dalam sastra

lisan tersebut”.

Page 137: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 129 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Kajian lisan dari segi kata telah menemui beberapa temuan. Syair

mempunyai susunan yang teratur dan khusus. Sebagai ragam sastra lisan,

syair mempunyai ciri-ciri yang sama dengan ragam lain selain ciri-ciri

khususnya. Persamaan itu terutama dalam keterikatan pada jumlah baris

tiap bait, kata dan suku kata tiap baris, rima, dan paralelisme.

Unsur bunyi dalam Syair mempunyai peranan penting dalam

pembentukan rima, aliterasi, dan asonansi. Variasi penggunaan ketiga

unsur bunyi ini berfungsi selain untuk menimbulkan bunyi yang indah dan

menciptakan suasana yang dinamis, juga berfungsi memperkuat makna,

dan memperdalam kesan. Bunyi juga mempunyai fungsi pengikat antara

tahapan yang satu dengan tahapan yang lain, serta berkaitan dengan sistem

fonetik bahasa Melayu.

Pada syair kondisi matra tidak ada karena tekanan bahasa Melayu

tidak membedakan arti. Perhentian sementara tidak berada pada suku kata

tetap seperti pada matra, tetapi bervariasi secara dinamis. Hal tersebut

disebabkan oleh (1) jumlah kata pada perhentian tengah tetap pada kata

yang kedua, (2) perhentian tetap pada akhir frase, dan (3) perhentian tetap

memperhatikan semantic. Yang utama adalah irama yang sesuai dengan

unsur gramatikal bahasa itu sendiri.

Page 138: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

130 | Dr. Liesna Andriany

Penggunaan gaya berbahasa atau cara penggunaan bahasa lisan

pada penyampaian syair meliputi paralelisme, bentuk inversi, dan bentuk

elips. Khusus paralelisme, terdapat jenis (1) paralelisme perulangan antara

baris, (2) paralelisme perulangan dalam sebaris, dan (3) paralelisme selang

baris. Kesemua pengguna gaya bahasa pada syair untuk menghidupkan

cerita dan menimbulkan rasa tertentu. Pilihan kata atau diksi dalam syair

pada dasarnya sebagai pendukung rima pada akhir baris sehingga

terdengar keselarasan bunyi. Diksi selain sebagai mewakili gagasan

tukang syair, juga untuk pengungkapan pesan sosial.

Bahasa kiasan dalam syair setelah dianalisis terdapat majas simile,

majas metafora, majas personafikasi, dan majas analogi. Majas-majas

pembanding ini digunakan tukang syair untuk membuat cerita menjadi

hidup dan lukisan angan menjadi lebih terang. Majas pertentangan juga

dijumpai pada syair, yang terdiri dari majas ironi dan hiperbola. Selain

majas tersebut di atas ada juga majas pertautan antara lain majas pars pro

toto dan maja totum pro parte.

B. Implikasi Teoristik dan Praktis

Temuan yang telah diungkapkan sebelumnya, sedikitnya dapat

menambah wawasan teori lisan, khususnya di Indonesia. Konstribusi

teoretik analisis ini berupa penerapan konsep struktur lisan yang

ditawarkan Ruth Finnegan (1979). Meskipun konsep tersebut tidak

sepenuhnya sesuai dengan syair yang menggunakan bahasa Indonesia.

Konsep struktur yang ditawarkan Ruth Finnegan bahwa ciri khas puisi

adalah perulangan dan sistem prosodi merupakan sifat yang paling banyak

memberikan bentuk pada puisi. Pada prinsipnya perulangan yang diulang

itu berupa rima, aliterasi, asonansi, dan paralelisme.

Telah terbukti dalam tulisan ini bahwa syair memiliki perulangan-

perulangan sistem prosodik. Hal tersebut memperkuat pendapat Finnegan.

Secara umum, terdapat persamaan antara hasil temuan Finnegan dengan

Page 139: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 131 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

temuan dalam tulisan ini yaitu, adanya perulangan sistem prosodic. Namun

terdapat perbedaan yang sangat besar antara sistem perilangan yang

ditemukan Finnegan pada sastra lisan Cina dan Yoruba di Afrika Barat

dengan sistem perulangan yang terdapat dalam syair. Dalam syair lisan

tidak ditemukan sistem perulangan yang didukung oleh matra yang tetap

pada suku kata tertentu. Karena tekanan kata bahasa Melayu tidak

membedakan arti maka pada SPH pola barisnya cenderung

menggantungkan daya ungkapnya pada lagu dan intonasi.

Temuan dalam analisis ini minimal dapat dijadikan bahan

pertimbangan terhadap konsep perulangan Finnegan. Konsep itu belum

mencakup semua sistem perulangan yang terdapat pada berbagai ragam

sastra lisan. Namun perlu diakui bahwa hasil analisis Finnegan itu telah

memberi dasar teoretis.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut disarankan kepada para

pengajar sastra baik di SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi, untuk

menggunakan hasil analisis ini sebagai bahan pengajaran bahasa lisan.

Saran ini dikemukakan mengingat kata dan pilihan kata serta penutur dan

tuturannya yang terdapat pada syair dapat dijadikan sumbangan untuk

pengajaran bahasa lisan. Selanjutnya untuk menjaga kelestarian syair

sebagai seni yang khas dan menjadi identitas daerah masyarakat Melayu

disarankan kepada pemerintah daerah setempat, seniman, dan masyarakat

secara bersama-sama menjaga kelestariannya.

Page 140: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

132 | Dr. Liesna Andriany

GLOSARIUM

Bait 21 Syahda: yang mulia

23 gering: sakit

33 kumala: batu yang indah dan bercahaya

35 wazir: perdana mentri

36 patik: budak belian

56 balang: botol berleher panjang

62 pokta: terbaik, mulia

65 lata: buruk, kotor, hina

67 gana: besar

78 fani: mati

87 bentara: pembantu raja

153 jentera: roda pemintal kincir

158 bertih: beras yang disangrai di kuali sampe

kulitnya pecah

159 sagnata: baginda

159 duli: kata kehormatan yang dipakai apabila

berkata kepada raja atau berbicara tentang

raja

172 lancang: perayu layar yang sangat laju

179 ingau-ingauan:terlalu berharap memperoleh sesuatu

202 madah: kata-kata pujian

256 kersik: batu kerikil halus

Page 141: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 133 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1997 .Stilistika. Semarang: IKIP Semarang Press

Astuti, Sri Retna, dkk.1996/1997 Unsur-Unsur Nilai Budaya dalam Serat

Witaradya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Atmazaki. 1993 Analisis Sajak. Bandung: Angkasa

Atmazaki 1990 Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.

Awaluddin, S. 1986 Kebudayaan Nasional. Jakarta: Karunika

Bascom, William R. 1965 “Four Functions of Folklore” in The Strudy

of Floklore. Englewood Eliffs, N.J: Prentice-Hall, Inc. p. 290-294

Brown, A.R.Radcliffe. 1990 Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat

Primitif. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian

Pelajaran Malaysia

Brunvand, Jan Harold 1968 The Study of American Folklore: An

Introduction. New York: W.W. Norton and Company Inc.

Chadman, Gary dan Ross Campbell. 2000 Lima Bahasa Kasih untuk

Anak-Anak. (Alih bahasa oleh Meitasari Tjandrasa). Batam:

Interaksi

Chadwick, Charles. 1991 Simbolisme. (Penerjamah Samsiah Mohd. Said).

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian

Pendidikan Malaysia.

Page 142: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

134 | Dr. Liesna Andriany

Danandjaja, James. 1990 “Metode Analisis Kualitatif dalam Peneltian

Folklor” dalam Pengembangan Analisis Kualitatif Bidang Bahasa

dan Sastra. Malang: Hiski Komisariat Malang (Penyunting

Aminuddin), 93-98.

Danandjaja, James. 1997Ilmu Gosip, Gongeng, dll. Jakarta: Grafiti Pers.

Daud, H. Mohammad Ali. 1998 .Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Djamaris Edwar. 1984 Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra

Indonesia Lama) Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan

Daerah.

Dundes, Alan. 1965 The Study of Folklore. Englewood Cliffs, N.J:

Prentice-Hall, Inc.

Esten, Mursal. 1984 Sastra Indonesia dan Tradisi Sub Kultur. Bandung:

Angkasa.

Faisal, Tengku Bakri. 1997 Resam Adat Budaya Melayu. Langkat:

MABMI Kabupaten Tingkat II Langkat.

Fang, Liaw Yock. 1993 Sejarah Kesastraan Melayu Klasik. Jakarta:

Erlangga.

Fanani, M, dkk. 1997 Analisis Struktur dan Nilai Budaya Hikayat Indra

Dewa, Hikayat Dewa Mandu, Hikayat Maharaja Bikramasakti.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Fanani, M, dkk. 1998 Analisis Struktur dan Nilai Budaya dalam Hikayat

pendawa Lima, Maharaja Garebag Jagat, dan Lakon Jaka Sukara.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Page 143: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 135 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Finnegan, Ruth. 1979 Oral Poetry. London: Cambridge University Press.

Hanye, Paternus, dkk. 1998 Sastra Lisan Kayaan, Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Herusatoto,B Hartoko, Dick dan B. Rahmato. 1986 Pemandu di Dunia

Sastra. Yogyakarta: Kanisius

Herusatoto, Budiono. 1985 Simbolisme dalam Budaya Jawa.

Yogyakarta: Hanindia

Husny, Tengku. H.M.Cah. 1975 Lintasan Sejarah Peradabandan Budaya

Penduduk Melayu Pesisir Deli. Medan: B.P. Husny.

Hutomo, Suripan Sadi. 1991 Mutiara yang Terlupakan Pengantar Studi

Sastra Lisan. Hiski: Komisarit Jawa Timur.

Hutomo, Suripan Sadi. 1993 Cerita Kentrung Sarahwulan di Tuban.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hollander, S.J.de. 1987 Pedoman Bahasa dan sastra Melayu. (Penerjemah

T.W. Kamil). Jakarta: PN Balai Pustaka Seri ILDEP

Ikram, Achadiati, (ed). 1988 Bunga Rampai Bahasa Sastra dan Budaya.

Jakarta: Intermasa.

Irwansyah. 1989. Syair Putri Hijau: Telaah Sejarah Teks dan Resepsi.

Yogyakarta:

UGM (Tesis)

Isa, Mustafa Mohd. 1987. Awang Belanga Penglipur Lara dari Perlis.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan pustaka Kementrian

Pendidikan Malaysia.

Page 144: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

136 | Dr. Liesna Andriany

Jakari, Muhammad. 1995 “Deskripsi Umum Sejarah dan Eksistensi

Kebudayaan Musikal Etnis Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara”

dalam Lantun (Editor Z. Pangaduan Lubis, dkk) Medan: USU

Press.

Kerlinger, Fred.N. 1973 Foundations of Behavioral Research. New

York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamis Linguistik. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Krampen, Martin. 1996. “Ferdinand De Saussure dan Perkembangan

Semiologi” dalam Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Hlm. 55-63Lord, Albert B.

Krampen, Martin.1976. The Singer of Tales. New York: Antheneum.

Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, dan Wiliem g. Weststeijn. 1989 Tentang

Sastra (Diterjemahkan oleh Achadiati Ikram) ILDEP. Jakarta: PT

Intermasa.

Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, dan Wiliem g. Weststeijn.1992

Pengantar Ilmu Sastra. (Diindonesiakan oleh Dick Hartoto).

Jakarta Gramedia.

Mahadi. 1975 Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu atas

Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975). Bandung:

Alumni.

Masindan, dkk.1987 Sastra Lisan Melayu Langkat. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Meuraxa, Dada. 1973 Sejarah Kebudayaan Suku-Suku di Sumatera

Utara. Medan: Sasterawan Medan

Page 145: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 137 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Miles, Matthew. B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data

Kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-

Press.

Moleong, Lexy, J. 2000. Metodologi Analisis Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosda.

Nasution,S. 1996. Metode Analisis Naturalistik Kualitatif. Bandung:

RTarsito.

Nor, Mohd. Yusof. 1988. Syair Sinyor Kosta. Kuala Lumpur: Teks

Publishing Sdn. Bhd.

Noth, Winfried. 1993 Handbook of Semiotics. Indiana: The Assosiation of

American University Presses.

Ong, Walter J. 1988 Orality and Literary. The Technologizing of the

Word. London dan New York. Metheun.

Pertemuan Ilmiah Nasional III Hiski

1990 Analisis Unsur-unsur “Syair Siti Zubaidah Perang China”

Edisi Abdul Gani. Malang: Hiski.

Pradopo, Rachmad Djoko. 1989. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Pradopo, Rachmad Djoko.1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik,

dan Penerapannya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Phillips, Bernard.S. 1976 Social Research Strategy and Tactics. New

York: Macmillan Publishing Co.Inc.

Reaske, Christopher Russell. 1996.How to Analyze Poetry. New York:

Monarch Press.

Page 146: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

138 | Dr. Liesna Andriany

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotic of Poetry. Bloomington: Indiana

University Press.

R.Rosmawati, dkk. 1990. Struktur Sastra Lisan Melayu Serdang. Jakarta:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Said, H. Mohammad. 1981 Aceh Sepanjang Abad. Medan: Waspada

Sastrowardojo, Subagio. 1971.Bakat Alam dan Intelektualisme. Jakarta:

Pustaka jaya.

Shadily, Hasan. 1983 Ensiklopedia Indonesia. Jakarta:

Ichtiar Baru-Van Hoeve.

Sinar, Tengku Luckman. 1994. Jatidiri Melayu, Medan: Lembaga

Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu-MABMI

Sinar, Tengku Luckman.1971. Sari Sedjarah Serdang. Medan: Pustaka

Pribadi

Steinberg, David J. 1982. “Alam Kehidupan Petani” dalam Elite dalam

Perspektif Sejarah. Penyunting Sartono Kartodirdjo. Jakarta:

LP3ES. Hm. 1-23

Sudikan, Setya Yuwana. 2001a. Metode Penilitian Kebudayaan.

Surabaya: Unesa Unipress dan Citra Wacana.

Sudikan, Setya Yuwana. 2001a.2001b. Metode Analisis Sastra Lisan.

Surabaya: Citra Wacana.

Sudjiman. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.

Sumanto. 1990. Metodologi Analisis Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta:

Andi Offset.

Page 147: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 139 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Sunarto. 1997 Dasar dan Konsep Analisis. Surabaya: Program

Pascasarjana

Supratno, Haris. 1998 Transformasi Cerita Damarwulan ke Dalam

Pertunjukan Wayang Krucil di Tuban. Surabaya: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Surabaya Lembaga Analisis.

Sweeney, Amin. 1987 A Full Hearing. Berkeley, Los Engeles dan

London: University of California Press.

Taylor, J.Steven dan Robert Bogdan. 1984 Introduction to Qualitative

Research Methods. The Search for Meanings. New York: John

Wiley & Sons Inc.

Teeuw, Andreas. 1984a. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.

Tim Penyusun Departemen Agama Republik Indonesia. 1995. Al-Qur’an

dan Terjemahannya. Jakarta: Khadiun Al-Haramain Asy-

Syarifain.

Tim Penyusun Kamus. 1990 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Tuloli, Nani. 1991. Tanggomo Salah Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo.

Jakarta: Intermasa.

Vredenbregt, Jacob. 1984. Metode dan Teknik Analisis Masyarakat.

Jakarta: Gramedia.

Walizer, Michael H. dan Paul L. WienirS. 1991. Metode dan Analisis

Analisis Mencari Hubungan (alih bahasa oleh Arief Sukadi

Sudiman) Jakarta: Erlangga.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Page 148: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

140 | Dr. Liesna Andriany

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1992. Teori Sastra. (diindonesiakan

oleh Melani Budianta). Jakarta: PT. Gramedia.

Yuwana, Setya, dkk. 2000. Pendekatan Stilistik dalam Puisi Jawa Modern

Dialek Using. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Kebudayaan.

Zoest, Aart Van. 1993 Semiotika. (Diterjemahkan oleh Ani Soekowati).

Jakarta: Yayasan Sumber Agung.

Zoest, Aart Van. 1996 “Interpretasi dan Semiotika” dalam Serba-Serbi

Semiotika. Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest (ed). Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 1-25.

Page 149: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

| 141 KATA DAN MAKNA: SYAIR DALAM LISAN

Dr. Liesna Andriany lahir di Jakarta. 4 Pebruari 1963.

Mengenyam Pendidikan Sarjana Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni Indonesia di IKIP Negeri Medan,

1987. Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra

Universitas Negeri Surabaya. 2002 dan Program

Doktor Linguistik Universitas Sumatera Utara, 2011.

Ditengah kesibukan menjalankan amanah pengabdian secara profesional

sebagai pengajar di Universitas Islam Sumatera Utara dan struktural di

universitas. Penulis telah mampu menghasilkan berbagai karya ilmiah.

Tulisan tersebut diantaranya;

• Model Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis

Kompetensi di SMA Medan

• Analisis Pemakaian Bahasa Skripsi Mahasiswa (Studi Kasus

Mahasiswa FKIP-UISU Medan)

• Analisis Kesalahan Pemakaian Bahasa Skripsi Mahasiswa dalam

Rangka Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Indonesia

sebagai Kelompok Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)

• Pemanfaatan Barang Bekas sebagai Media Pembelajaran.

• Pengembangan Model Pendidikan Karakter dalam Pembentukan

Karakter Bangsa (Studi Pendidikan Karakter di Universitas Islam

Sumatera Utara).

Page 150: SYAIR DALAM LISAN · 2020. 6. 17. · bahasa lisan ke bahasa tulis interaksi di antara sastra lisan dan sastra tulisan dapat meningkatkan nilai seperti yang sering terpancar di dalam

142 | Dr. Liesna Andriany

• Konsep Dasar Leksikogramatika Interpersonal (Kajian Linguistik

Fungsional Sistemik dalam Pembelajaran).

• Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi (Terinternalisasi

dalam Catur Dharma dan Budaya Kampus)

• Analisis dan Interpretasi Leksikogrmatika Interpersonal dalam

Wacana Kelas.

• Javanese Lectical Configuration