bab iii analisis struktur cerita rakyat kabupaten...

63
BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN CIANJUR 3.1. Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur Sastra lisan Sunda merupakan titik awal dari perkembangan adanya sastra Sunda secara tertulis. Sastra lisan dapat digunakan untuk memperkaya khasanah kesusasteraan Sunda bahkan Indonesia. Sastra lisan dapat mengisi kekosongan yang terjadi bila para pengarang membutuhkan fariasi, atau dikatakan sebagai penunjang sastra tertulis. Sekarang ini sudah banyak para pakar yang telah menganggap sastra lisan, baik untuk kepentingan ilmu maupun kepentingan kehidupan yang lainnya dengan adanya penggarapan masalah, jelas bahwa sastra lisan itu merupakan materi yang dapat menciptakan kondisi yang dapat memungkinkan berkembangnya sastra Sunda yang bercorak baru dan selaras dengan perkembangan zaman. Dilihat dari kenyataannya, sastra lisan tidak terlepas dari kehidupan masyarakat, dan sastra lisan itu seperti juga sastra tertulis yang merupakan pancaran dari masyarakat pemeluknya. Dengan uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa sastra lisan di kabupaten Cianjur itu memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk mewariskan tat cara hidup, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari. 2. Sebagai alat untuk mewariskan kepercayaan

Upload: tranxuyen

Post on 31-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

BAB III

ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT

KABUPATEN CIANJUR

3.1. Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur

Sastra lisan Sunda merupakan titik awal dari perkembangan adanya sastra Sunda

secara tertulis. Sastra lisan dapat digunakan untuk memperkaya khasanah kesusasteraan

Sunda bahkan Indonesia. Sastra lisan dapat mengisi kekosongan yang terjadi bila para

pengarang membutuhkan fariasi, atau dikatakan sebagai penunjang sastra tertulis.

Sekarang ini sudah banyak para pakar yang telah menganggap sastra lisan, baik

untuk kepentingan ilmu maupun kepentingan kehidupan yang lainnya dengan adanya

penggarapan masalah, jelas bahwa sastra lisan itu merupakan materi yang dapat

menciptakan kondisi yang dapat memungkinkan berkembangnya sastra Sunda yang

bercorak baru dan selaras dengan perkembangan zaman.

Dilihat dari kenyataannya, sastra lisan tidak terlepas dari kehidupan masyarakat,

dan sastra lisan itu seperti juga sastra tertulis yang merupakan pancaran dari masyarakat

pemeluknya.

Dengan uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa sastra lisan di kabupaten Cianjur

itu memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Sebagai alat untuk mewariskan tat cara hidup, adat istiadat dan kebiasaan

sehari-hari.

2. Sebagai alat untuk mewariskan kepercayaan

Page 2: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3. Sebagai alat untuk menyampaikan pendidikan, baik pendidikan secara lahir

(berupa ilmu pengetahuan) maupun pendidikan batin, moral, etika, dan agama.

4. Sebagai cara untuk menyampaikan asal-usul kejadian dan hal-hal yang

mengandung berita atau sejarah.

5. Sebagai alat untuk hiburan, mengisi waktu senggang, baik waktu yang terluang

diantara pekerjaan penduduk sehari-hari, maupun waktu yang sengaja

disediakan dalam acara tertentu.

3.2. Penutur Cerita dan Kesempatan Bercerita

Dari hasil pendataan dan wawancara di lapangan yang dilakukan melalui

perekaman di daerah tempat penutur sendiri , bahwa para penutur cerita umumnya

berasal dan dibesarkan di daerah masing-masing sehingga mereka dapat lebih mengenal

dengan baik daerahnya beserta cerita tersebut.

Cerita lisan yang dikumpulkan adalah cerita yang disampaikan oleh penutur yang

tinggal di kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Cianjur. Perekaman cerita

dilakukan tidak jauh dari tempat-tempat kejadian yang terkandung dari ceritanya, bahkan

mencoba membuktikan atau melihat peninggalan-peninggalan ceritanya. Hanya sebagian

kecil saja cerita yang direkam bukan di dekat tempat kejadian.

Semua penutur umumnya orang-orang yang dianggap mengenal dengan baik dearah

di wilayahnya masing-masing dan mampu memberikan informasi tentang daerah-

daerahnya. Semua penutur merupakan asli orang Kabupaten Cianjur yang sehari-hari

menggunakan bahasa Sunda.

Page 3: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Pengetahuan tentang cerita-cerita yang dimiliki oleh para penutur umumnya

merupakan warisan dari keluarganya, seperti dari nenek, kakek, ayah, ibu, atau keturunan

tokoh yang mereka terima secara turun temurun. Sebagian lagi disebabkan cerita itu

sangat terkenal dalam lingkungannya sehingga cerita itu terpelihara di daerahnya.

3.3. Analisis Unsur Instrinsik Cerita Legenda

3.3.1. Sasakala Talaga Warna (Kec. Pacet)

3.3.1.1. Sinopsis

Syahdan, dahulu Talaga Warna merupakan sebuah kerajaan yang bernama

Prambonan. Rajanya memiliki putri bernama Mayangsari, yang terkenal sangat

cantik. Karena kecantikannya itulah Mayangsari sangat terkenal ke segala penjuru

dunia, sehingga banyak raja-raja yang hendak menjadikannya sebagai premeswari,

tapi tak satupun lamaran dari raja-raja tersebut yang diterima.

Salah seorang yang melamar adalah Prabu Manyir dari kerajaan Argabelah.

Dia terkenal sebagai raja yang gagah, sakti, bengis dan alim. Lamaran Prabu

Manyir disampaikan oleh patihnya, Aria Kalasusela.

Sebelum lamarannya dari Prabu Manyir tiba, telah datang pula lamaran dari

Raden Layung Kumendung, anak angkat dari Mahawiku Dewi Centringnmanik dari

padepokan Buana Pancatengah. Lamaran layung Kumendung tidak disampaikan

secara langsung, melainkan meminta bantuan dan mewakilkan kepada Patih Gajah

Panambur dari kerajaan Batungampar (rajanya Dewi Gelanggading). Hal

itudilakukan karena Layung Kumendung merasa dirinya tidak sederajat dan tidak

seimbang dengan Dewi Meyangsari.

Page 4: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Lamaran dari Layung Kumendung tidak diterima, dan ketika Patih Gajah

Panambur hendak undur diri dari Kerajaan Prambonan, datanglah Patih Kalasusela

yang membawa lamaran Prabu Manyir, lamarannya pun ditolak. Kalasusela merasa

terhina dan murka, karena dikira lamarannya ditolak disebabkan Putri Dewi

Mayangsari telah menerima lamaran dari Layung Kumendung. Akhirnya Patih

Kalasusela bertarung dengan Patih Gajah Panambur.

Melihat kejadian itu, Raja Prambonan melerainyadengan bijaksana, lalu

mengumumkan sayembara bahwa siapapun akan diterima menjadi menantunya asal

sanggup membuat dua telaga “Talaga Warna” yang dikerjakan dalam semalam.

Sayembara tersebut disambut baik oleh kedua patih yang berseteru.

Untuk mewujudkan persyaratan tersebut, Dewi Centrikmanik memohon

bantuan kepada Raden Suryakencana, putra kajian Dewi Citrawati. Berkat bantuan

Suryakencana, pembuatan telaga kembar pun dapat dirampungkan. Bersamaan

dengan selesainya pengerjaan telaga tersebut, datanglah Prabu Manyir dengan patih

dan rakyatnya, untuk memulai pengerjaan pembuatan talaga.

Melihat pesaingnya telah selesai membuat telaga, Prabu Manyir berang, dan

terjadilah peperangan sampai akhirnyaPatih Gajah Panambur dapat

mengalahkannya.

Setelah perang usai, Raden Layung Kumendung datang lagi ke Prambonan

untuk mengukuhkan lamarannya, tapi alangkah terkejutnya Layung Kumendung

karena ketika tiba di kerajaan disodori persyaratan tambahan, yaitu harus membawa

sebikul permata. Melalui Patih Gajah Panambur, Layung Kumendung meminta

bantuan lagi kepada Raden Suryakencana, dan setelah permata tersebut tersedia, dia

Page 5: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

berangkat lagi ke Prambonan untuk mempersenbahkan persyaratan tersebut.

Akhirnya lamarannya diterima.

Kerana sudah gagal melamar Dewi Mayangsari, Prabu Manyir berbalik arah

melamar Dewi Gelanggading, ratu Batungampar, tapi juga ditolak. Tidak kepalang

murkanya Prabu Manyir, kemudian kerajaan Batungampar diporakporandakannya

berubah bentuk menjadi gunung. Datang Gajah Panambur. Melihat negerinya

hancur, Gajah Panambur menjadi garam, kemudian Prabu Manyir ditangkap dan

dilemparkannya pula, kemudian menjelama menjadi sebuah gunung.

Setelah kedaan aman, Gajah Panambur pergi ke Buana Pancatengah untuk

menyaksikan pernikahan Layung Kumendung dengan Dewi Mayangsari. Tanpa

diduga, saat pernikahan berlangsung Dewi Mayangsari berbuat ulah, dia menghias

setiap helai rambutnya dengan permata. Kemudian raja menasehatinya, karena

disamping jelek juga memperlihatkan keserakahan, tapi Dewi Mayangsari

bukannya menerima teguran dari ayahnya tersebut, melainkan malah marah dan

melempari wajah ayahnya dengan bakul tempat permata tersebut.

Sontak kejadian tersebut itu membuat raja marah, kemudian raja berdiri dari

tempat duduknya keluarlah air memancur. Alangkah kecewanya pula Dewi

Centringmanik yang menyaksikan kejadian tersebut, dan tanpa disadari dari

mulutnya keluar kutukan bahwa kerajaan Prambonan akan berubah menjadi telaga

yang airnya berkilauan seperti permata.

Setelah itu, Dewi Centringmanik, Patih Gajah Panambur, dan Raden Layung

Kumendung kembali ke pertapaan. Layung Kumendung kemudian dikenal dengan

Page 6: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

nama Eyang Nagasari. Sepeninggal mereka kerajaan Prambonan berubah menjadi

telaga yang sekarang disebut “Talaga Warna”.

3.3.1.2. Alur/Plot

Alur cerita Sasakala Talaga Warna dapat diskemakan sebagai berikut :

Maharaja Prambonan mempunyai seorang putri yang sangat cantik, Dewi

Mayangsari. Banyak raja-raja yang hendak menjadikannya sebagai prameswari.

Dewi Mayangsari selalu menolak. Datang lamaran dari Raden Layung Kumendung.

Dewi Mayangsari juga menolak. Kemudian datang pula lamaran dari Prabu Manyir,

juga ditolak. Terjadi pertarungan antara utusan Layung Kumendung dengan utusan

Prabu Manyir. Raja Prambonan mengadakan sayembara (pemenangnya berhak

mempersunting Dewi Mayangsari). Pemenangnya Layung Kumendung. Dewi

Mayang sari mengajukan persyaratan tambahan (sebakul permata). Layung

Kumendung dapat memenuhinya. Saat pernikahan berlangsung, Dewi Mayangsari

menghias setiap helai rambutnya dengan permata. Raja melarangnya. Dewi

Mayangsari marah dan melempari raja dengan bakul tempat permata. Raja murka.

Dewi Centringmanik mengutuknya. Layung Kumendung, Dewi Centringmanik, dan

Gjah Panambur kembali ke pertapaan. Kerajaan Prambonan menjadi telaga.

Adapun peristiwa yang dialami Dewi Mayangsari adalah sebagai berikut : -

Dewi Mayangsari selalu menolak lamaran raja-raja – datang lamaran dari Raden

Layung Kumendung – ditolak – datang pula lamaran dari Prabu Manyir – juga

ditolak – raja mengadakan sayembara – pemenangnya Layung Kumendung – Dewi

Mayangsari menghiasi tiap helai rambutnya dengan permata – raja melarangnya –

Page 7: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Dewi Mayangsari melempari raja dengan bakul tempat permata – raja murka –

timbul kutukan dari Dewi Centringmanik – pernikahan tidak terjadi.

Layung Kumendung dapat melewati beberapa rintangan dalam hidupnya.

Peristiwa yang dialaminya adalah sebagai berikut : - Layung Kumendung

merindukan Dewi Mayangsari – Mahawiku Dewi Centringmanik bingung karena

Layung Kumendung tidak sederajat dengan Dewi Mayangsari – Dewi

Centringmanik maminta bantuan Eyang Uja – Eyang Uja memohon pertolongan

Patih Gajah Mada Panambur dari kerajaan Batu Ngampar – Gajah Panambur

menyampaikan lamaran Layung Kumendung – Lamaran ditolak – Gajah Panambur

bertarung dengan Patih Aria menang – Layung Kumendung diberi syarat tambahan

(sebakul permata) – Layung Kumendung berhasil memenuhinya – Dewi

Mayangsari menghias tiap helai rambutnya dengan permata – Raja Prambonan

murka – Dewi Centringmanik mengutuknya – Layung Kumendung, Dewi

Centringmanik, dan Gajah Panambur kembali ke pertapaan – Kerajaan Prambonan

menjadi telaga – pernikahan tidak terjadi.

Pertalian antar bagian-bagian alur tersebut merupakan hubungan sebab-akibat,

sebagai penanda hubugan yang logis, yang juga disertai dengan permainan aksioma,

yaitu bahwa perilaku tidak tepuji dan serakah akan mendatangkan bahaya dan

keburukan. Hal tersebut muncul terutama disebabkan oleh prilaku Dewi

Mayangsari yang menghias rambutnya gengan permata, serta tidak menerima

nasehat ayahnya, malah melempari wajah ayahnya dengan bakul permata. Kejadian

tersebut telah menimbulkan kekecewaan Mahawiku Dewi Centringmanik, sehingga

tanpa disadarinya keluarlah kutukan untuk Kerajaan Prambonan.

Page 8: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3.3.1.3. Pelaku/Penokohan

Pelaku pada Sasakala TalagaWarna terdiri atas :

1. Raja Prambonan (tidak disebutkan namanya), seorang yang arif dan bijaksana.

2. Dewi Mayangsari, putri raja Prambonan, sangat cantik, jelek perangainya.

3. Layung Kumendung, anak angkat Mahawiku Dewi Centringmanik.

4. Dewi Centringmanik, seorang mahawiku, seorang pertapa yang sakti di Buana

Pancatengah.

5. Eyang Uja, seorang maharesi yang sering dimintai pertolongannya.

6. Dewi Gelanggading, raja Batungampar.

7. Gajah Panambur, patih kerajaan Batunagmpar, seorang panglima perang yang

sangat digjaya.

8. Raden Suryakencana, putra Dewi Citrawati dari negara Kajinan, sangat sakti

dan sering dimintai pertolongan.

9. Dewi Citrawati, ibunda Raden Suryakencana dari negara jin.

10. Prabu Manyir, raja Argabelah, seorang yang gagah, berani, sakti, bengis dan

lalim.

11. Aria Kalasusela, patih Kerajaan Argabelah, seorang yang sakti dan bengis.

Berdasarkan peranannya dalam struktur alur, pelaku utama dalam Sasakala

Talaga Warna adalah Layung Kumendung dan Dewi Mayangsari. Kedua pelaku

itulah yang terlibat dalam pokok peristiwa cerita. Pelaku-pelaku lainnya berperan

sebagai pelaku tambahan atau pembantu.

Page 9: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Adapun berdasarkan wataknya, Layung Kumendung sebagai tokoh yang

memiliki tabiat baik, merupakan tokoh protagonis, sedangkan Prabu Manyir dan

Patih Aria Kalasusela sebagai lawannya, merupakan tokoh antagonis.

3.3.1.4. Latar/Setting

Kejadian dalam cerita ini berlatarkan beberapa tempat, yaitu :

1. Prambonan, kerajaan yang dikutuk oleh Dewi Centringmanik menjadi telaga.

2. Buana Pancatengah, padepokan tempat belajar dan betapa Raden Layung

Kumendung dan Mahawiku Dewi Centringmanik.

3. Argabelah, kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Manyir dan patihnya Aria

Kalasusela.

4. Batungampar, kerajaan yang dipimpin oleh Dewi Gelanggading dan patinya

Gajah Panabur.

5. Kerajaan jin, tempat Raden Suryakencana dan Dewi Citrawati.

6. Hutan, tempat bertempur antara Gajah Panambur dengan Aria Kalasusela.

7. Talaga (talaga warna), penjelmaan dari kerajaan Prambonan yang dikutuk.

Penyebutan nama tempat tersebut tidak disertai dengan gambaran atau

deskripsi konkret tentang keadaan (situasi), serta tidak pula digambarkan suasana

saat peristiwa cerita berlangsung. Demikian juga latar waktu, tidak disebutkan sama

sekali dan tidak tertera sepanjang jalinan cerita.

3.3.1.5. Tema dan Amanat

Tema yang tersirat dalam legenda ini adalah percintaan atau asmara yang

terbingkai dalam struktur kekuasaan. Bagi seorang putra non-kerajaan atau

Page 10: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

masyarakat umum, bukan hal yang mudah untuk memilih pasangan hidup atau jatuh

cinta kepada seorang putri raja, karena tidak sederajat. Hal ini dialami oleh Layung

Kumendung, yang terpaksa meminta bantuan Patih Gajah Panambur dari kerajaan

Batungampar untuk menyampaikan lamarannya kepada Dewi Mayangsari, putri

kerajaan Prambonan. Dalam hal ini, putri raja jodohnya adalah putra raja, atau

malah sekalian raja.

Hal yang sering muncul dalam cerita-cerita klasik, yaitu diselenggarakannya

sayembara untuk menentukan pendamping putri raja jika pelamrnya banyak.

Sayembara ini pun beragam jenisnya, mulai dari kesanggupan membuat membuat

atau mengadakan sesuatu, danau atau gunung misalnya, atau ajimat dan erhiasan

tertentu, sampai duel maut dalam sebuah pertarungan. Ini pun terjadi dalam cerita

Talaga Warna. Tentu saja yang berhak bersanding dengan putri raja adalah

pemenangnya, yaitu sang hero.

Tema lainnya yang menjiwai cerita ini adalah tema moral, yang juga sekaligus

sebagai amanat cerita. Amanat seperti ini pun kerap dijumpai dalam ksah-kisah

klasik: bahwa yangjujur dan baik akan selamat serta mendapatkan kebahagaiaan,

serta yang perilakunya menyimpang dan nista, akan mengalami penderitaan dan

siksaan. Hal tersebut di antaranya dialami oleh Dewi Mayangsari yang dikutuk oleh

Dewi Centringmanik setelah melempar ayahnya dengan bakul permata.

Cerita ini mengandung nilai kemasyarakatan (di samping legenda sebagai

salah satu genre sastra), yaitu penggambaran strata sosial yang dilestarikan dalam

perjodohan. Hal tersebut pernah dianut oleh sebagian masyarakat pada masa

lampau, seperti tergambar dalam ungkapan : emas jeung emas, perak jeung perak,

Page 11: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

tambaga jeung tambaga, artinya harus sebanding dan sederajat dan sederajat, orang

kaya jodohnya dengan orang kaya, ningrat dengan ningrat, dan dalam cerita ini

anak raja harus dengan anak raja.

Nilai sosial atau kemasyarakatan yang tergambar dalam konteks tersebut juga

digradasikan dengan nilai moral yang disimbolkan melalui prilaku dan watak

tokohnya yang menyimpang seperti disebutkan diatas.

3.3.2. Sasakala Batununggal (Desa Cihea)

3.3.2.1. Sinopsis

Setelah menempuh perjalanan yang sangat melelahkan. Tumenggung

Nampabaya dan Tumenggung Lirbaya beristirahat di sebuah hutan yang dikenal

angker, dengan disertai dua orang pengawalnya, Nayakerta dan Nayakerti. Saking

lelahnya kedua Tumenggung tersebut tertidur pulas di atas batu. Ketika itu, terjadi

hujan deras dan menimbulkan banjir besar, tapi karena sangat kelelahan, mereka

terus lelap. Di tengah malam, kedua pengawalnya terbangun, alangkah mereka

terkejutnya ketika menyaksikan junjungannya sudah tidak ada di tempat. Kemudia

mereka berteriak-berteriak dan menangis.

Sementara itu, kedua tumenggung sama sekali tidak menyadari bahwa mereka

telah terbawa banjir, dan ketika terbangun, keduanya merasa heran karena sudah

berada di bawah pohon pinang di atas parung. Setelah mengamati daerah

sekelilingnya, barulah mereka menyadari bahwa dirinya telah terbawa air bah.

Mereka dapat selamat karena keduanya memiliki ilmu Kleneng Putih.

Page 12: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Ketika mereka tertidur lelap, keduanya bermimpi didatangi seorang lelaki

bertubuh tinggi besar dan berjanggut. Lelaki itu berkata bahwa mereka harus

kembali ke tempat semula. Kedua bersaudara itu dinasehati bahwa bila di

perjalanan menemukan sebuah jejak besar, agar diikuti, dan jika jejak tersebut

berakhir di jalan buntu, akan menemukan sebuah benda (pusaka) yang sangat

berguna bagi raja. Barang tersebut dapat menyebabkan sangat dicintai oleh raja.

Setelah menyampaikan petuahnya, lelaki tua itu menghilang kembali.

Setelah peristiwa itu, batu besar tempat Tumenggung Nampabaya dan

Tumenggung Lirbaya tertidur disebut Batununggal oleh masyarakat Cihea,

lokasinya berada di kecamatan Bojongpicung.

3.3.2.2. Alur/Plot

Alur pada Sasakala Batununggal dapat diskemakan sebagai berikut :

Tumenggung Nampabaya dan Tumenggung Lirbaya dengan disertai dua orang

pengawalnya, Nayakerta dan Nayakerti, menempuh perjalanan panjang yang sangat

melelahkan. Keduanya beristirahat di hutan dan tertidur di atas sebuah batu. Dating

hujan dan banjir besar. Kedua Tumenggung tersebut hanyut terbawa banjir. Dalam

tidurnya mereka bermimpi bertemu seorang lelaki. Lelaki itu menasehati agar kedua

Tumenggung tersebut kembali, dan jika menemukan sebuah jejak yang besar harus

diikuti karena jejak tersebut merupakan petunjuk tentang sebuah benda (pusaka)

yang sangat berguna bagi raja. Lelaki tersebut kemudian menghilang kembali.

Sejak peristiwa itu, batu besar tempat Tumenggung Nampabaya dan Tumenggung

Lirbaya tertidur disebut Batununggal.

Page 13: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Laju alur dalam legenda ini sangat linear sehingga mudah untuk diikuti serta

tidak menimbulkan banyak tafsir. Di samping itu, alur yang digunakan pun

merupakan alur tunggal, yang tidak memiliki persimpangn atau anak alur lainnya.

Hal tersebut dapat menunjukan bahwa legenda ini sebenarnya merupakan fragmen

dari keseluruhan cerita yang mengisahkan Tumenggung Nampabaya dan Lirbaya

(bandingakan dengan Sasakala Pasir Asahan), artinya cerita ini hanya merupakan

sebagian kisaha yang menceritakan kejadian yang dialami oleh kedua tokoh

tersebut, dengan berlatar di sekitar atau meliputi terjadinya penamaan daerah

Batununggal.

3.3.2.3. Pelaku/Penokohan

Pelaku pada legenda Batununggal terdiri atas :

1. Nampabaya, seorang tumenggung

2. Lirbaya, seorang tumenggung

3. Nayakerta, seorang pengawal

4. Nayakerti, seorang pengawal

5. Lelaki tua, tinggi besar dan berjanggut, merupakan sosok yang hadir dan

memberi nasehat dalam mimpi Nampabaya dan Lirbaya.

6. Tokoh sentral dalam cerita ini adalah Nampabaya dan Lirbaya. Kedua tokoh

tersebut merupakan pusat pengisahan sehingga apapun yang dilakukannya

termasuk bekas tempat tidur mereka (batu) menjadi monumental. Adapun

Nayakerta, Nayakerti, dan lelaki tua, merupakan tokoh pembantu atau tokoh

tambahan.

Page 14: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3.3.2.4. Latar/Setting

Latar atau tempat kejadian dalam cerita ini yaitu di hutan, tempat beristirahat

dan tertidurnya Nampabaya dan Lirbaya. Tempat lain yang terasa yaitu sebuah area

yang disebut parung, yang ada pohon pinangnya, ketika kedua tumenggung tersebut

terjaga kembali dari tidurnya setelah terbawa dan dihanyutkan banjir.

Tidak ada penyebutan latar waktu dalam cerita ini, hanya suasana yang jelas

tergambar sepanjang cerita, misalnya ketika dua pengawal (Nayakerta dan

Nayakerti) kehilangan tuannya; tergambar sangat pilu, bahkan menangis dan

berteriak-teriak. Suasana lain juga tampak ketika Nampabaya dan Lirbaya

dinasehati oleh seorang lelaki tua dalam mimpinya. Kedua tumenggung tersebut

sangat khidmat menyimak petuah lelaki tua tersebut.

3.3.2.5. Tema dan Amanat

Tema dalam cerita ini adalah kepatuhan dalam menjalankan tugas yang

dikemas dalam bingkai petualangan atau ekspedisi. Pengemban tugas dan petualang

dalam kisah ini yaitu Nampabaya dan Lirbaya yang secara bertanggung jawab

menjalankan tugasnya sampai suatu hari sangat kelelahan dan beristirahat di sebuah

hutan, bukan hanya kepada kepada raja, kepatuhan kedua tumenggung ini pun

tampak ketika dinasehati oleh lelaki tua dalam mimpinya, yaitu agar segera kembali

ke tempat semula, serta jika dalam perjalanan kembali tersebut mendapatkan sebuah

benda pusaka, maka serahkanlah kepada raja, niscaya akan semakin disayang oleh

raja. Tampak sekali bahwa kedua tumenggung itu sangat setuju terhadap nasehat

Page 15: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

lelaki tua itu, dan sedikitpun tidak tersirat bahwa mereka akan melanggarnya,

termasuk menyerahkan benda (pusaka) kepada raja jika menemukannya.

Kepatuhan inilah, di samping sebagai tema, juga amanat yang dikndung dalam

cerita ini, bahkan sekaligus merupkan nilai, yaitu nilai etis yang harus dilakukan

oleh setiap pengemban amanah atau tugas. Selain tema, amanat, atau nilai yang

terkandung secara implicit, cerita ini merupakan kisah tentang penamaan suatu

tempat yang dalam genre sastra disebut lagenda. Oleh karma itu, cerita ini dari segi

bentuknya memiliki nilai sastra, walaupun dari segi teknik membangun konflik dan

suasana cerita tidak begitu unggul bahkan mungkin sangat lemah, sehingga secdara

keseluruhan nilai sastranya memang tidak cukup baik.

3.3.3. Sasakala Pasir Asahan (Desa Cihea)

3.3.3.1. Sinopsis

Nampabaya dan Lirbaya serta dua orang pengawalnya, Nayakerta dan

Nayakerti, sempat mengambil beberapa sarang burung wallet dalam melanjutkan

perjalanan panjangnya untuk menyusuri jalan yang dianjurkan oleh lelaki tua dalam

mimpinya, menuju arah selatan.

Sesampainya di daerah perbukitan, tepat di jalan buntu seperti yang

diamanatkan lelaki tua dalam mimpinya tersebut, mereka menemukan bebatuan

yang bentuknya bermacam-macam, di antaranya ada yang menyerupai batu asahan.

Kemudian Nampabaya dan Lirbaya mengambil satu yang paling besar, lalu

dipatahkannya. Begitu terpotong, tampak di dalamnya terdapat sebuah permata.

Permata itu kemudian dipakai untuk mengasah pedang Nayakerta. Setelah diasah,

Page 16: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

oleh Nampabaya pedang tersebut dicobatebaskan ke paha Nayakerti, dan ternyata

Nayakerti terluka hingga mengeluarkan banyak darah. Segeralah Nampabaya

mengusap paha Nayakerti. Sekejap itu pula luka Nayakerti sembuh kembali.

Atas peristiwa itu, mereka menjadi was-was, sebab sebelumnya mereka

terkenal, terutama di Mataram, sebagai orang sakti yang tidak mempan senjata

tajam, tapi sekarang kenyataannnya lain, setelah pedannya diasah dengan batu

permata. Kemudian Nampabaya mengambil dan membawa pulang beberapa batu

asahan dan menyuruh agar yang lainnya dibuang ke curug (air terjun) Cihea.

Setelah itu mereka segera kembali ke Mataram untuk menyerahkan barang

temuannya tersebut.

Alangkah senangnya Sultan Agung ketika menerima persembahan tersebut,

dan sebagai penghargaan atas pengabdian kedua tumenggung itu, Sultan

menganugrahkan kekuasaan kepada Nampabaya sebagai Dalem Cihea, sedangkan

Lirbaya diangkat menjadi patihnya. Mereka pun dilengkapi dengan pakaian

kebesaran, gamelan, senjata pusaka, perlengkapan rumah tangga, serta bebrapa

pengawal dan pasukannya.

Kini, tempat ditemukannya batui berbentuk asahan tersebut oleh masyarakat

sekitarnya dinamakan Pasir Asahan, terletak di Desa Kemang. Sebagian

masyarakat beranggapan bahwa tempat tersebut keramat, serta dipercaya pula

bahwa bebatuannya memiliki banyak khasiat.

3.3.3.2. Alur/Plot

Page 17: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Alur cerita SasakalaPasir Asahan dapat diskemakan sebagai berikut :

Nampabaya, Lirbaya, Nayakerta, dan Nayakerti melanjutkan perjalanan. Di jalan

buntu menemukan bebatuan yang bentuknya menyerupai batu asahan. Nampabaya

dan Lirbaya mengambil satu dan mematahkannya. Di dalam patahan batu tersebut

terdapat permata. Pedang Nayakerta diasah dengan permata. Pedang ditebaskan ke

paha Nayakerti. Nayakerti terluka dan mengeluarkan banyak darah. Nampabaya

mengusap paha Nayakerti. Sekejap luka Nayakerti sembuh kembali.

Nampabaya, Lirbaya Nayakerta, Nayakerti dikenal sebagai orang yang tak

mempan senjata tajam. Setelah pedang diasah dengan batu permata, jadi tembus.

Meraka was-was. Nampabaya mengambil dan membawa pulang beberapa batu

asahan. Nampabaya menyuruh membuang batu asahan sisanya ke curug (air terjun)

Cihea. Mereka segera kembali ke Mataram untuk menyerahkan barang temuannya

tersebut. Sultan Agung senang menerima persembahan itu. Nampaknya diangkat

menjadi Dalem Cihea. Tempat ditemukannya batu berbentuk asahan dinamakan

Pasir Asahan.

Alur dalam legenda ini hampir mirip dengan alur pada cerita Sasakala

Batununggal (SB). Selain datar, juga tidak ada gejolak yang menimbulkan kejutan

cerita, walaupun memang ada beberapa peristiwa luar biasa atau ajaib, di antaranya

ketika Nayakerti ditebas pahanya dan terluka, kemudian luka itu diusap oleh

Nampabaya serta seketika itu sembuh kembalai, tapi penyajian peristiwa itu

dinarasikan secara verbal sekali, sehingga tidak ada teknik maupun segi intrisik

cerita yang disampaikan melalui kepekatan ikonisitas. Bisa jadi, keseluruhan

pengaluran dalam cerita ini tidak jauh berbeda dengan SB karena memang kisah ini

Page 18: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

merupakan kelanjutan, sehingga semestinya secara keseluruhan merupakan satu

cerita, karena baik tokoh maupun jalinan peristiwanya masih merupakan satu

kesatuan, tetapi karena cerita ini penyebarannya secara lisan, maka terjadi

pemenggalan pengisahannya, sesuai dengan latar tempat yang dikisahkannya.

3.3.3.3. Pelaku/Penokohan

Pelaku pada Sasakala Pasir Asahan terdiri atas:

1. Nampabaya, seorang tumenggung

2. Lirbaya, seorang tumenggung

3. Nayakerta, seorang pengawal

4. Nayakerti, seorang pengawal

5. Lelaki tua, tinggi besar dan berjanggut,k merupakan sosok yang hadir dan

memberi nasehat dalam mimpi Nampabaya dan Lirbaya.

6. Sultan Agung, Raja Mataram.

3.3.3.4. Latar/Setting

Beberapa nama tempat yang disebutkan dan menjadi latar dalam cerita ini,

antara lain:

1. Cihea, yaitu sebuah wilayah kadeleman yang dipimpin oleh Nampabaya.

2. Curug Cihea, adalah sebuah air terjun yang terletak di Cihea, tempat

dibuangnya sebagian batu yang menyerupai asahan.

3. Mataram, nama sebuah kerajaan di Jawa, yang kerap menarik upeti dari

kerajaan-kerajaan kecil atau kedaleman.

Page 19: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

4. Perbukitan, sebuah kawasan yang dilalui oleh rombongan Nampabaya dan

kawan-kawan.

5. Arah selatan, yaitu arah yang harus ditempuh oleh Nampabaya dan kawan-

kawan dalam meneruskan perjalannnya sesuai petunjuk lelaki tua dalam

mimpinya.

6. Jalan buntu, sebuah jalan sebagai tanda atau tempat ditemukannya jenis

bebatuan yang menyerupai asahan serta di dalamnya mengandung batu permata.

Tidak ada penyebutan latar waktu dalam cerita ini, tetapi gambaran suasana

cerita sangat jelas kentara, misalanya kegembiraan Nampabaya dan kawan-kawan

ketika menemukan bebatuan seperti yang disebutkan oleh lelaki tua dalam

mimpinya. Begitu pun kegembiraan raja Mataram ketika menerima persembahan

dari Nampabaya, yaitu batu hasil penemuan tersebut. Tergambar pula bagaimana

was-wasnya perasaan Nampabaya dan kawan-kawan ketika mengetahui bahwa

permata yang terdapat dalam batu tersebut jika dipakai untuk mengasah pedang,

maka pedang tersebut akan dapat menembus tubuh mereka, padahal selama ini

mereka, khususnya di Mataram, sangat dikenal tidak mempan senjata tajam.

Keseluruhan suasana cerita tersebut menyatu dalam jalinan peristiwa yang

intern serta sekaligus menimbulkan multi tafsir, misalnya kegembiraan raja

Mataram ketika menerima persenbahan bebatuan (batu asahan), tampak gembira.

Hal tersebut dapaty ditafsirkan karena memang merasa bahagia memiliki bawahan

yang taat dan patuh, atau bisa pula karena dia mengetahui bahwa jika batu tersebut

dipatahkan, di dalamnya terdapat batu permata yang dapat dipakai untuk mengasah

Page 20: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

pedang, serta jika pedang telah diasah dengan batu permata tersebut, maka pedang

itu dapat menembus menembus tubuh Nampabaya dan Kawan-kawan, yang selama

ini dikenal kebal senjata tajam. Demikian juga tindakan Nampabaya dan kawan-

kawan yang menyerahkan batu temuannya tersebut kepada raja Mataram, dapat

ditafsirkan beragam. Bisa jadi satu sisi hal tersebut menunjukan sikap ketaatan dan

kepatuhan Nampabaya dan Kawan-kawan dalam menjalankan tugas, tapi dapat pula

berarti bahwa mereka sangat konyol dan sembrono, karena mereka sudah

mengetahui bahwa batu (permata) tersebut dapat menyebabkan kekebalan mereka

hilang, tetapi tetap saja batu tersebut dipersembahkan kepada Sultan Agung

Mataram, yang jika suatu saat terjadi konflik antar mereka, akan mudah Nampabaya

dan kawan-kawan ditangani dan terkalahkan.

3.3.3.5. Tema dan Amanat

Tema yang termaktub dalam cerita ini adalah tentang pengabdian dan

kepatuhan dala menjalankan tugas, yang dimajemukan dengan kisah petualangan

atau ekspedisi. Adalah Nampabaya dan Lirbaya serta dua orang pengawalnya, yang

secara terus-menerus melakukan pencarian terhadap barang (benda) pusaka.

Ternyata barang bertuah tersebut diiperolehnya di sebuah jalan buntu dekat

perbukitan. Hal itu bisa didapatkannya berdasarkan petunjuk seorang lelaki tua

dalam mimpinya.

Benda yang dicari-cari, dan ternyata (sebenarnya), membahayakan dirinya

karena dapat menghilangkan kekebalan terhadap senjata tajam, mereka serahkan

kepada Sulata Agung Mataram. Tentu saja Sultan Agung sangat senang dan

gembira, karena mungkin dia merasa mempunyai bawahan yang sangat taat dan

Page 21: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

patuh terhadap segala perintahnya, atau bisa juga dia senang karena disamping

persembahan tersebut sebagai pertanda kepatuhan, juga kasiat benda itu yang dapat

digunakan untuk mengatasi sekaligus mencari titik lemah Nampabaya dan kawan-

kawan.

Ketaatan dan kepatuhan inilah, amanat yang tersirat dari kisah ini, apalagi

biarpun hatinya was-was, Nampabaya dan kawan-kawan tetap saja dengan tulus dan

tanpa berprasangka buruk menyerahkan barang temuannya tersebut. Hal itulah yang

menunjukan bahwa mereka memang benar-benar loyal dan penuh dedikasi dalam

mengemban sebuah misi.

3.3.4. Eyang Saparantu (Kp. Saparantu Ds. Kademangan)

3.3.4.1. Sinopsis

Di Cibalagung ada sebuah kadaleman yang disebut Kadaleman Cikadu,

dipimpin oleh R.A. Natamanggala I. dikenal sebagai pemimpin yang arif dan

bijaksana, sehingga disayangi rakyatnya.

Di daerah lain, di wilayah Cirebon, hidup seorang pemuda berbadan tegap,

tampan, gagah, dan sakti, bernama Longgar jaya./ pada suatu hari terbesit dalam

pikiran Longgar Jaya untuk mengembara guna menambah ilmunya.

Bertahun-tahun ia mengembara, hingga suatu hari tiba di sebuah hutan, dan

dilihatnya ada sebuah gua, kemudian ia masak dan bersemedi di situ. Setelah

Page 22: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

berhari-hari bersemedi, pada suatu malam, ia didatangi seorang kakek berpakaian

putih-putih dan berjanggut panjang. Kakek tersebut berpesan agar Longgar jaya

segera menghentikan pengembaraannya untuk kemudian mengabdi pada Negara

dan mengamalkan ilmunya. Ia disuruh pergi kea rah barat, di sana ia akan

menemukan sebuah kadaleman. Ketika Longngar Jaya membuka matanya, di

hadapannya telah ada sebuah tongakat. Dengan berbekal tongkat itulah, Longgar

Jaya berangkat menuju arah yang ditunjukan oleh si kakek tersebut. Kelak, ia

sampai di sebuah kadaleman, kemudian ia mengabdikan diri di situ.

Longgar Jaya terbilang seorang yang jujur dan cakap serta sakti, oleh sebab

itu ia diangkat menjadi pengikut R.A. Natamanggala I. Di akhir hayatnya, Longgar

Jaya mengubah namanya menjadi Eyang Saparantu. Kata saparantu berasal dari

kata samporang dan ratu, artinya tempat melakukan musyawarah.

Eyang Saparantu kemudian menancapkan tongkatnya hingga tumbuh menjadi

pohon besar dan berbuah, serta buahnya berkhasiat dan sangat ajaib. Kata saparantu

kemudian diabadikan menjadi nama sebuah wilayah, yaitu Kampung Saparantu,

serta menjadi nama sebuah pohon, yaitu pohon Saparantu.

3.3.4.2. Alur/Plot

Alur dalam cerita ini dapat diskemakan sebagai berikut. R.A. Natamanggala I.

dalem Cikadu, terkenal sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana, sehingga

disayangi rakyatnya. Di daerah, ada seorang pemuda bernama Longgar jaya. Ia

bertekad untuk mengembara guna menambah ilmunya. Dalam pengembaraannya ia

bersemedi di sebuah gua. Dalam persemediaannya Longgar Jaya didatangi seorang

Page 23: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

kakek berpakaian putih-putih dan berjanggut panjang. Longgar Jaya disuruh segera

menghentikan pengembaraannya untuk kemudian mengabdi kepada Negara dan

mengamalkan ilmunya. Kakek tersebut meninggalkan sebuah tongkat untuk

Longgar Jaya.Longgar Jaya menempuh perjalanan hingga sampai di kadaleman

Cikadu. Ia mengabdikan diri di situ. Ia diangkat menjadi pengikut Natamanggala I

karena dianggap cakap dan jujur. Di akhir hayatnya Longgar Jaya berganti nama

menjadi Eyang Saparantu. Nama tersebut diabadikan menjadi nama sebuah daerah,

yaitu Kampung Saparantu, dan nama sebuah pohon, yaitu pohon Saparantu.

Adapun peristiwa yang dialami oleh Longgar Jaya, yaitu : - ia berniat untuk

mengambara – ia bersemedi di sebuah gua – mendapatkan petunjuk – melakukan

perjalanan kembalai – tiba di Kabupaten Cikadu – ia mengabdikan diri dan diangkat

menjadi pengikut Natamanggala I – Longgar Jaya berganti nama menjadi Eyang

Saparantu – nama tersebut diabadikan menjadi nama sebuah daerah dan nama

pepohonan.

3.3.4.3. Pelaku/Penokohan

Pelaku dalam cerita ini terdiri atas :

1. Natamanggala I, Dalem Cikadu yang terkenal arif dan bijaksana.

2. Longgar Jaya, seorang yang jujur dan cakap serta gemar mencari ilmu dan

semedi, pada akhirnya sempat berganti nama menjadi Eyang Saparantu.

3. Kakek, berpakaian putih-putih dan berjanggut panjang, merupakan sosok yang

hadir dalam mimpi Longgar jaya ketika sedang bersemedi di sebuah gua.

Tokoh utama yang menjadi pusat pengisahan pada cerita ini adalah Lomgar

Jaya. Hampir seluruh jalinan cerita dan bagian-bagian peristiwa mengisahkan tokoh

Page 24: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

ini bahkan penamaan daerah yang kemudian disebut sebagai Kampung Saparantu,

berasal dari nama tokoh ini. Adapun tokoh lainnya seperti Natamanggala I dan

kakek tua yang hadir dalam mimpi Loanggar jaya, merupakan tokoh tambahan atau

tokoh pembantu.

Latar/Setting

Ada beberapa penyebutan nama tempat dalam cerita ini, yaitu :

1. Cibalagung, nama sebuah wilayah yang didalamnya terdapat Kadaleman

Cikadu.

2. Cikadu, nama sebuah kadaleman yang dipimpin oleh Natamanggala I.

3. Cirebon, nama sebuah daerah yang menjadi kampong halaman Longgar jaya.

4. Kampung saparantu, yaitu nama sebuah kampong yang penamaannya diambil

dari nama Eyang Saparantu alias Longgar jaya.

Di samping itu, ada juga penyebutan nama tempat lain yang memiliki arti

umum, yaitu hutan, tempat tinggal Longgar jaya dalam pengembaraannya; gua,

tempat bersemedinya Longgar Jaya; arah barat, arah mata angin yang harus

ditelusuri longgar jaya berdasarkan petunjuk kakek tua dalam mimpinya;

kadaleman, tempa tujuan yang harus dicari oleh Longgar Jaya untuk mengabdikan

diri.

Latar waktu yang disebut dalam cerita ini, antara lain :

1. Malam, yaitu ketika Longgar Jaya menerima ilham atau petunjuk dalam tidur

dan mimpiny, agar ia segera menghentikan pengembaraannya dan kemudian

mengabdikan diri kepada Negara.

Page 25: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

2. siang dan malam, yaitu rentang dan silih bergantinya waktu yang harus dilalui

Longgar jaya untuk menemukan sebuah kadaleman guna mengabdikan diri.

3. Akhir hayat, menunjukan akhir masa hidup Longgar jaya, ketika (sebelumnya)

dirinya sempat berganti nama menjadi Eyang Saparantu.

Gambaran suasana cerita sejak awal hingga akhir relative datar, tanpa ada

konflik atau gejolak yang berarti, walaupun tidak dapat dinafikan munculnya

suasana tertentu pada bagian cerita tertentu pula, misalnya suasana khusuk dan

khidmat ketika Longgar jaya bersemedi di gua dan menerima petunjuk dari kakek

tua dalam mimpinya. Suasana lainnya yaitu sikap tenang pada diri Longgar Jaya,

baik ketika dia berangkat untuk mengembara maupun ketika dia berhenti semedi

untuk kemudian mencari kadaleman guna mengabdikan diri.

Tema dan Amanat

Tema pokok yang mewarnai cerita ini adalah pengabdian dan kesejatian

hidup, hal tersebut tergambar terutama dari seluruh kisah yang dialami Longgar

jaya. Inti pesan yang bisa ditangkap adalah bahwa hidup memang harus berguna.

Tidak cukup banyak ilmu, keahlian dan kecakapan, jiak tidak diamalkan dan tidak

dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Oleh karena itu, pengabdian merupakan

lading amal yang melimpah dan sekaligus mulia, jika dilakukan dengan ikhlas dan

penuh kesungguhan. Dan, tentu, keharuman nama setelah seseorang tiada, akan

terus mewangi seiring dengan manfaat yang dipetik oleh masyarakat banyak dari

Page 26: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

yang pernah diamalkan semasa hidupnya, sehingga pepatah yang menyatakan

“gajah mati meninggalakan gading, harimau mati meninggalakan belang‟

merupakan sebuah kado istimewa yang semestinya diterima oleh orang seperti itu,

semisal Longgar Jaya.

Sanghyang Tapak (Kp. Babakan Ds. Leuwikoja)

3.3.5.1. Sinopsis

Alkisah, seorang tokoh bernama Eyang haji Manggurat Datar, beristrikan

Candra Wulan. Sepasang suami istri ini memimpin sebuah wilayah kekuasaan serta

memiliki pengaruh sangat kuat di masyarakat. Mereka menjadi pelindung dan

tumpuan hati warga. Semasa pemerintahannya, Haji Manggurat Datar memiliki

seorang pembantu utama dengan pangkat demang. Orang kepercayaannya tersebut

bernama Eyang Demang Candra Manggala. Segala sikap dan tindakan demang

inisangat arif, bijaksana, serta mampu menjaga wibawa. Hal tersebut menimbulkan

rasa tentram dan kenyamanan bagi warga.

Semasa pemerintahannya, Haji Manggurat Datar membuat dua tanda

peninggalan, yaitu sebuah batu panjang yang diatasnya terdapat telapak kaki

kirinya, sedangkan telapak kai kanannya terdapat pada sebuah pohon. Tapak kai

tersebut timbul sebagai titik pijakan ketika Haji manggurat datar terbang menuju

Bogor. Di kawasan Bogor pun terdapat tapak kaki Haji Manggurat Datar pada

sebuah batu besar. Peninggalan kedua yaitu sebuah batu besar menyerupai kasur.

Batu tersebut bekas Candra Wulan, istri Haji Manggurat datar, melahirkan.

Page 27: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Berawal dari peninggalannya tersebut, berupa tapak kaki, Haji Manggurat

Datar dijuluki Syanghyang Tapak. Nama tersebut kemudian diabaikan menjadi

nama sebuah wilayah yang terletak di tangah hutan. Oleh sebagaian masyarakat,

tempat itu dianggap keramat. Untuk mencapai tempat tersebut terlebih dahulu harus

mendaki gunung, kemudian melewati semak-semak dan pepohonan besar.

3.3.5.2. Alur/Plot

Alur cerita Sanghyang Tapak dapat diskemakan sebagai berikut : Eyang Haji

Manggurat Datar bersama Candra Wulan, istrinya, memimpin sebuah wilayah serta

memiliki pengaruh sangat kuat di masyarakat. Rakyat merasa terlindungi dan

diayomi oleh kepemimpinannya. Haji Manggurat Datar memiliki seorang pembantu

utama yaitu Eyang Demang Candra manggala. Haji Manggurat datar membuat dua

tanda peninggalan, yaitu telapak kaki dan sebuah batu besar menyerupai kasur,

bekas Candra Wulan melahirkan. Berkat peninggalannya tersebut Haji Manggurat

datar dijuluki Sanghyang Tapak.

Alur kisah ini, seperti rentetan peristiwa yang sering diceritakan warga Desa

Leuwikoja, merupakan alur sorot balik. Pengisahan terlebih dahulu menceritakan

sebuah lokasi yang disebut Sanghyang Tapak. Tempat tersebut terletak di tengah

hutan dengan medan tempuh yang cukup sulit dilalui. Setelah penggambaran

tentang daerah Sanghyang Tapak, barulah kisah dimulai dengan menceritakan

Ikhwal haji Manggurat Datar berkaitan dengan kiprahnya dalam mengelola daerah

kekuasaannya yang dipandang sangat berhasil, karena di samping sikapnya yang

arif dan bijaksana, juga mampu menjadikan daerahnya makmur dan sejahtera.

Page 28: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Setelah penjabaran cerita itu, ditimpali dengan kisah berikutnya tentang pemberian

gelar Sanghyang Tapak kepada Haji Manggurat Datar, dengan latar belakang bahwa

Haji Manggurat Datar telah meninggalkan beberapa bekas telapak kakinya di

beberapa tempat.

3.3.5.3. Pelaku/Penokohan

Beberapa pelaku yang menggerakan cerita Sanghyang Tapak, yaitu :

1. Haji Manggurat Datar, seorang yang arif dan bijaksana, yang mampu membawa

rakyatnya menjadi makmur dan sejahtera, dijuluki sebagai Sanghyang Tapak.

2. Candra Wulan, istri Haji manggurat Datar, yang turut menjadikan daerah

pimpinan Haji Manggurat Datar menjadi tentram.

3. Eyang Demang Candra Manggala, orang kepercayaan Haji Manggurat Datar

berpangkat demang.

4. Rakyat, pelaku kolektif, masyarakat yang dipimpin oleh Haji Manggurat Datar.

3.3.5.4. Latar/Setting

Latar tempat sebagai arena berlangsungnya peristiwa cerita dalam legenda

Sanghyang Tapak antara lain :

1. Hutan, tempat (beradanya0 sebuah kawasan yang disebut Sanghyang Tapak

sebagai tempat yang dianggap keramat.

Page 29: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

2. Gunung, kawasan yang mengitari wilayah Sanghyang Tapak, jalan yang harus

dilalui menuju Sanghyang Tapak.

3. Bogor, nama tempat yang dituju Haji Manggurat Datar dengan cara terbang,

serta meninggalkan sebuah jejak di tempat tersebut, yaitu sebuah tapak kaki.

Tidaka ada penyebutan latar waktu dalam cerita ini, sedangkan suasana cerita

berlangsung dalam sebuah kedaan yang tentram, adem, dan tenang. Hal tersebut

antara lain disebabkan karena Haji Manggurat Datar yang dibantu Eyang Demang

Candra Manggala, memerintah dan mengelola wilayahnya dengan arif dan

bijaksana, sehingga ketentraman, kemakmuran dan kesejahteraan dapat tercipta.

Tema dan Amanat

Tema dan sekaligus amanat yang diusung ini adalah pemerintahan yang adil

dan makmur, dengan berlandaskan kepada sikap pemimpinnya yang arif dan

bijaksana. Menghormati sesame dan menyayangi seluruh rakyatnya, merupakan,

merupakan cerminan figure seorang pemimpin yang layak menjadi panutan

rakyatnya, seperti tergambar dalam prilaku Haji Manggurat Dtar beserta istrinya,

Candra Wulan, serta Eyang Demang Candra Manggala, seorang demang, orang

kepercayaan Haji Manggurat Datar.

Surya Kancana (Kec. Cikalong Wetan)

3.3.6.1. Sinopsis

Prabu Siliwangi mempunyai anak bernama Mundingsari. Mundingsari

mempunyai anak diberinama Mundingsari Leutik. Mundingsari Leutik mempunyai

Page 30: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

anak bernama Pucuk Umum, yang tinggal di Banten Girang. Pucuk Umum

mempunyai anak bernama Sunan Parnggangsa. Putra sulung Sunan Parunggangsa

seorang laki-laki bernama Sunan Wanafsi.

Sunan Wanafsi menjadi raja di Talaga (Majalengka). Ia mempunyai anak di

antaranya Sunan Ciburang. Sunan Ciburang terkenal dengan kesaktiannya, ia kebal

terhadap senjata tajam serta taat beribadat. Sunan Ciburang mempunyai anak

bernama Raden Arya.

Raden Arya terkenal sebagai orang yang taat beragama. Suatu hari ia

meninggalkan ayahnya untuk berkelana menuju arah barat, hingga akhirnya sampai

di Sagaraherang. Sambil bermukim di sana, ia terus memperdalam ilmu agama.

Kemudian ia mempunyai seorang anak yang diberi nama Arya Wiratanudatar.

Kelak, dialah yang menjadi Dalem Cikundul.

Arya Wiratanundatar tumbuh menjadi dewasa sebagai seorang anak laki-laki

yang gagah, tampan, dan suka bertapa. Benyak perempuan yang mengharapkan

dirinya, tap selalu ditolak. Suatu ketika ia bertapa di atas Batu Agung (Pucuk Batu

Agung) dengan khusuk tanpa tergoda, siang malam senantiasa memuji Tuhan. Ada

tiga hal yang diinginkannya dari tapa tersebut, yaitu ingin diberi ketetapan hati

dalam keimanannya, ingin mendapatkan kebahagiaan di alam baqa, dan ingin

mendapatkan keturunan yang kelak menjadi pemimpin Negara.

Selesai bertapa selama empat puluh malam, datanglah seorang wanita yang

sangat cantik, yang membuat Arya Wiratanudatar merasa tak percaya atas yang

dilihatnya, sebab baru kali itu ia melihat wanita secantik itu. Kemudian ia bertanya

tentang nama, alamat, dan tujuan perempuan itu mendatanginya. Tanpa tedeng

Page 31: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

aling-aling perempuan tersebut menjelaskan jati dirinya, bahwa dia seorang putrid

jin bernama Indang Sukesih, dengan maksud hendak menyerahkan diri untuk

menjadi istri Wiratanudatar.

Akhirnya pernikahan terjadi, Arya Wiratanudatar masuk kea lam jin. Dari

pernikahan ini Wiratanudatar mempunyai dua orang anak, yaitu Indang Kancana

dan Surya Kancana. Kedua anak ini tumbuh dengan baik, tetapi sangat nakal

sehingga orang tuanya kewalahan. Oleh sebab itu, keduanya dibuang, Indang

Kancana dilemparkan kea rah timur dan jatuh di Gunung Kumbang, sedangkan

Surya Kancana dilemparkan kea rah selatan dan jatuh di Gunung Gede.

3.3.6.2. Alur/Plot

Alur cerita Surya Kancana dapat diskemakan menjadi sebagai berikut. Raden

Arya Wiratanudatar, Dalem Cikundul, merupakan keturunan kedelapan dari Prabu

Siliwangi. Dia seorang pertapa dan taat beragama. Ketika menginjak dewasa dia

merupakan seorang lelaki yang tamoan dan gagah. Banyak perempuan yang ingin

diperistri. Dalam sebuah pertapaan dia di datangi seorang perempuan dari negeri

kajinan, Indang Sukesih. Arya Wiratanudatar menikah dengan Indang Sukesih di

Negara jin. Mereka mempunyai anak dua, Indang Kancana dan Surya Kancana.

Kedua anaknya tersebut sangat nakal. Indang Sukesih dan Wiratanudatar kewalahan

mengurus anaknya tersebut. Anaknya dibuang. Indang Kancana ke Gunung

Kumbang dan Surya Kancana ke Gunung Gede.

Alur yang digunakan dalam cerita ini merupakan alur maju. Cerita ini dimulai

dengan silsilah keluarga, mulai dari Prabu Siliwangi sampai Aria Wiratanudatar,

Page 32: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

sampai akhirnya mempunyai anak Surya Kancana. Alur kisah ini sangat linear

sehingga mudah diikuti, walaupun ada kemungkinan pendengar atau pembaca cerita

akan mempunyai kesulitan dalam mengingat nama tokoh-tokoh, terutama tokoh-

tokoh keturunan Prabu Siliwangi yang cukup banyak disebutkan dalam kisah ini.

3.3.6.3. Pelaku/Penokohan

Nama pelaku dalam legenda Surya Kancana adalah sebagai berikut :

1. Prabu Siliwangi, merupakan titik tolak pengisahan, sebagai leluhur dari tokoh-

tokoh dalam cerita ini.

2. Mundingsari, putra Prabu Siliwangi.

3. Mundingsari Leutik, putra Mundingsari.

4. Pucuk Umum, putra Mundingsari Leutik, tinggal di Banten Girang.

5. Sunan Parunggangsa, putra Pucuk Umum

6. Sunan Wanafsi, raja Talaga, putra sulung Sunan Parunggangsa.

7. Sunan Ciburang, putra Sunan Wanafsi, terkenal sakti, ia kebal terhadap senjata

tajam dan sangat taat beribadah.

8. Raden Arya, putra Sunan Ciburang, seorang yang taat beragama dan seorang

pertapa.

9. Arya Wiratanudatar, putra Raden Arya, Dalem Cikundul, menikah dengan

putrid jin, Indang Sukesih.

10. Indang Sukesih, putri kajinan, istri Arya Wiratanudatar.

11. Indang Kancana, anak Wiratanudatar dari Indang Sukesih, sangat nakal.

12. Surya Kancana, anak Wiratanudatar dari Indang Sukesih, sangat nakal.

Page 33: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Tokoh yang paling banyak dikisahkan dalam legenda ini adalah Arya

Wiratanudatar, sejak dia remaja dan rajin bertapa, samapai menemukan jodohnya

dengan putrid jin. Oleh sebab itu, wlaupun yang diangkat menjadi bahan cerita ini

adalah tokoh Surya Kancana, tetapi segala latar belakang kehidupan Arya

Wiratanudatar paling menonjol dan banyak dikedepankan, karena persoalan

tersebut sekaligus merupakan latar belakang kelahiran dan kehidupan Surya

Kancana. Hal tersebut malah menjadi simpul yang dapat dinurut: mengapa Surya

Kancana lahir? Dan turunan darimana dia? Serta mengapa pula perilakunya sangat

nakal sehingga perlu diasingkan ke Guinung Gede?.

Adapun tokoh lainnya yang cukup banyak jumlahnya, mulai dari prabu

Siliwangi hingga Raden Arya, memiliki peranan yang relative sama dalam jalinan

peristiwa cerita. Mereka hanyalah pelaku pelengkap dan tambahan, yang berfungsi

mendukung dan mengukuhkan posisi pelaku utama.

3.3.6.4. Latar/Setting

Beberapa nama tempat sempat disebutkan dalam legenda ini, antara lain :

1. Pajajaran, nama sebuah kerajaan di Tatar Sunda yang dalam legenda ini rajanya

bernama Prabu Siliwangi.

2. Banten Girang, tempat tinggalnya Prabu Pucuk Umum, anaknya Mundingsari

Leutik.

3. Talaga, nama sebuah kerajaan kecil yang terletak di Majalengka.

4. Barat, arah mata angina sebagai arah jalan yang harus ditempuh oleh Raden

Arya.

Page 34: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

5. Sagaraherang, tempat bermukim (sementara) Raden arya.

6. Cikundul, yaitu suatu daerah administrative (kadaleman) yang terletak di

wilayah Cianjur.

7. Gunung Kumbang, tempat dibuang atau diungsikannya Indang Kancana.

8. Gunung Gede, tempat dibuangnya Surya kancana.

Tidak terdapat dan tidak disebutkan latar waktu dalam cerita ini, tetapi

suasana cerita jelas tergambar sepanjang jalan cerita. Ada suasana khusuk dan

khidmat, seperti adegan bertapa, ada juga suasana jengkel, misalnya ketika Arya

Wiratanudatar dan Indang Sukesih menghadapi kenakalan Surya Kancana dan

Indang Kancana.

3.3.6.5. Tema dan Amanat

Tema yang diangkat dalam legenda ini yaitu tentang silsilah keturunan yang

berimplikasi terhadap pemegang kekuasaan di sebuah kerajaan. Sebuah legitimasi

rupanya menjadi suatu hal yang sangat penting, karena berkaitan dengan imej atau

citra seseorang di masyarakat. Oleh sebab itu tak pelak jika mengurai asal muasal

atau silsilah seorang penguasa atau raja, puncaknya dapat ditentukan akan

mengambil simpul keturunan dari Prabu Siliwangi, seperti pada legenda ini.

Tema cerita tersebut sekaligus menyiratkan amanat, bahwa jika dalam sebuah

rantai ada yang berprilaku ganjil, maka ia hendaknya rela menjalani hukuman,

seberat apapun, sesuai serta sebanding dengan tingkat kesalahannya, seperti

diasingkannya Indang kancana dan Surya Kancana karena dianggap terlalu nakal

oleh ibu-bapaknya.

Page 35: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Kadaleman Cikadu (Kp. Cikadu, Ds. Jamali, Kec. Mande)

3.3.7.1. Sinopsis

Cikadu merupakan sebuah wilayah yang terletak di daerah Cibalagung,

dengan dalemnya Raden Aria Natamanggala, seorang yang gagah perkasa, cicit

Sunan Wanafri Cirebon dan cucu Pangeran Girilaya.

Semenjak remaja hingga dewasa, Natamanggala mempunyai kebiasaan

mengembara dan bertapa. Dalam sebuah semedinya, ia mendapat petunjuk harus

berangkat kea rah timur, maka sampailah ia ke Kerajaan Mataram. Setiap ia singgah

di suatu tempat, ia selalu mengganti namanya, mula-mula ia mengganti namanya

dengan Babad Angsa, kemudian ganti lagi menjadi Babad Kinayungan.

Sesampainya di Mataram, ia mengabdikan diri di situ, sambil ditugaskan

menyebarkan agama Islam. Walupun ia dipercaya, ia tidak merasa puas, tetapi ingin

mengembara lagi. Kemudian ia laksanakan niatnya tersebut ketika pulang dari

sebuah kegiatan penyebaran agama, ia tidak pulang ke Mataram, melainkan

langsung meloloskan diri kea rah barat, hingga sampai di kadaleman Cipamingkis

(Bogor sekarang) yang dipimpin oleh Eyang Cipamingkis, pamannya sendiri.

Setelah lama tinggal di kadaleman, Natamanggala dinikahkan dengan putrid dalem,

kemudian ia disuruh mencari tempat untuk membuka kadaleman baru.

Sampailah Natamanggala dan istri di sebuah hutan. Kemudian ia membuka

hutan tersebut menjadi sebuah perkampungan (Cikadu sekarang), dan berdatanglah

orang-orang untuk bermukim di daerah itu.

Page 36: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Suatu hari ia kedatangan sembilan orang Bugis, pelarian dari Cipamingkis.

Orang-orang tersebut pernah mengacau di Cipamingkis karena gagal mendapatkan

pusaka dalem dan urung niatnya untuk memperistri putri dalem. Maksud

kedatangan mereka pun tiada lain untuk meminta kembali putrid dalem. Tentu saja

Kinayungan geram, hingga akhirnya terjadi pertarungan, dan orang-orang Bugis

tersebut dapat dikalahkan dengan senjata pusaka Dalem Cipamingkis. Seusai

pertarungan, Kinayungan bermaksud mengembalikan pusaka tersebut kepada

Dalem Cipamingkis, tetapi malah dihadiahkannya kepada istrinya.

Setelah peristiwa itu, Kinayungan meneruskan pembangunan Cikadu hingga

menjadi kadaleman yang besar dan makmur. Demikian juga penyebaran agama

Islam sangat pesat di kadaleman ini.

Tersiarlah kabar ke Mataram bahwa ada sebuah kadaleman baru yang

dipimpin oleh Kinayungan. Alangkah tersinggungnya sultan, kemudian ia

mengirimkan utusannya untuk menangkap Babad Kinayungan. Ketika utusan tiba

di Cikadu, Kinayungan segera tahu dan segeralah ia mengganti namanya menjadi

Prabu Sacakusumah, maka niscaya orang yang dicari oleh utusan tersebut yaitu

babad Kinayungan tidak terdapat di cikadu, maka kembalilah utusan itu ke

Mataram. Dari Mataram utusan tersebut disuruh kembali ke Cikadu untuk

menangkap Prabu Sacakusumah. Kabar itupun segera sampai kepada Prabu

Sacakusuma, maka segeralah ia mengganti namanya menjadi Sukma Muda. Ketika

utusan sampai dan mencari nama Prabu Sacakusumah, tidak ia dapatkan di Cikadu,

maka kembalilah ia ke Mataram. Dari Mataram ia disuruh kembali dan harus

menangkap Sukma Muda, karena Sukma Muda diyakini sebagai Babad

Page 37: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Kinayungan. Kali ini Natamanggala tidak dapat mengelak, ia hanya berpesan

bahwa ia akan dating ke Mataram dengan dikirimnya sebuah tombak pusaka dari

Mataram.

Dengan mengendarai tombak pusaka tersebut pergilah Natamanggala ke

Mataram. Sesampainya di kadaleman ia tidak disambut dengan kemarahan,

melainkan dengan penuh rasa senang dan keramahan Sultan. Kemudian ia diajak

berbincang tentang asal-usul dan silsilah, yang ternyata ia memiliki tali

persaudaraan dengan Sultan. Setelah itu Kinayungan diberi gelar menjadi Aria

Natamanggala I. kemudian ia kembali lagi ke Cikadu.

Dala menjalankan roda pemerintahannya, Natamanggala I dibantu oleh dua

orang patih, yaitu Eyang Singkerta dan Eyang Singakerti, serta seorang penasehat,

yaitu Kiai Penghulu Muhammad Soleh. Dibawah kepemimpinannya, kadaleman

Cikadu berkembang sangat pesat, sampai akhiranya Natamanggala I wafat, dan

dimakamkan di Cikadu, sehingga terkenal dengan sebutan Dalem Cikadu.

3.3.7.2. Alur/Plot

Alur cerita Sasakala Kadaleman Cikadu dapat diskemakan sebagai berikut

Raden Aria Natamanggala merupakan cucu Pangeran Girilaya atau cicit

Sunan Wanafri Cirebon. Kesukaannya adalah mengembara dan bertapa. Ia

mendapatkan petunjuk untuk pergi kea rah timur. Mengabdi di Kerajaan Mataram.

Ia sempat mengganti namanya menjadi Babad Angsa, kemudian ganti lagi menjadi

Babad Kinayungan.

Page 38: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Ia minggat dari mataram. Pergi ke kadaleman Cipamingkis. Nikah dengan

putrid dalem. Mendirikan kadaleman baru (Cikadu). Dating sembilan orang BVugis

hendak mengambil istrinya. Terjadi pertarungan. Orang-orang Bugis tewas. Cikadu

menjadi kadaleman yang besar dan makmur.

Sultan Mataram mengetahui keberadaan Kinayungan dengan kadaleman

barunya. Sultan mengirimkan utusan menangkapnya. Kinayungan mengganti nama

menjadi Prabu Sacakusumah. Utusan tidak menemukan Kinayungan dan kembali

ke Mataram. Utusan kembalkai dating untuk menangkap Prabu Sacakusumah.

Kinayungan mengganti namanya lagi menjadi Sukma Muda. Utusan tidak

menemukan Prabu Scakusumah dan kembali ke Mtaram. Utusan dating lagi untuk

menangkap Sukma Muda karena diyakini sebagai babad Kinayungan.

Natamanggala tidak dapat mengelak. Ia dating ke Mataram dengan menunggangi

tombak pusaka. Ia ternyata memiliki tali persaudaraan dengan sultan. Ia diberi gelar

Natamanggala I.

3.3.7.3. Pelaku/Penokohan

Tokoh atau pelaku pada cerita ini adalah :

1. Natamanggala, demang Cikadu, seorang petapa dan gemar mengembara, sering

berganti nama diantaranya menjadi Babad Angsa, Babad Kinayungan, Prabu

Sacakusumah, dan Sukma Muda.

2. Sunan Wanafri, buyut Natamanggala.

3. Pangeran Girilaya, kakek Natamanggala.

4. Eyang Cipamingkis, paman Natamanggala.

Page 39: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

5. Putri dalem, istri Natamanggala, anak Eyang Cipamingkis.

6. Sultan, raja Mataram.

7. Hulubalang, utusan Sultan Mataram untuk menangkap Natamanggala.

8. Eyang Singakerta, patih Kadaleman Cikadu.

9. Eyang Singakerti, patih Kadaleman Cikadu.

10. Kyai Penghulu Muhammad Soleh, penasehat Kadaleman Cikadu.

11. Orang Bugis, berjumlah sembilan orang, buronan yang pernah mengacau di

Kadaleman Cipamingkis.

3.3.7.4. Latar/Setting

Beberapa nama temapat yang disebutkan dalam cerita ini adalah :

1. Cikadu, sebuah kadaleman yang terletak di kawasan Cibalagung (Kec. Mande).

2. Cirebon, tempat asal Sunan Wanafri.

3. Kerajaan Mataram, sebuah kerajaan yang dikunjungi natamanggala berdasarkan

petunjuk dalam semedinya.

4. Cipamingkis, sebuah kadaleman (sekarang Bogor) yang dipimpin oleh Eyang

Cipamingkis, paman Natamanggala.

5. Gua dan Hutan, tempat mengembara dan bertapanya Natamanggala.

6. Arah timur, arah perjalanan yang harus ditempuh oleh Natamanggala

berdasarkan petunjuk semedinya.

Seperti pada legenda lainnya, tidak ada penyebutan latar waktu dalam

keseluruhan jalinan cerita. Seluruh peristiwa walaupun berlangsung dalam hitungan

tahunan, semenjak Natamanggala remaja hingga beristri dan menjadi dalem Cikadu,

Page 40: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

tapi secara eksplisit tidak terdapat keterangan waktu, baik penyebutan nama hari,

bulan, maupun tahun, juga tidak disebutkan terjadinya peristiwa cerita yang

merujuk pada keterangan waktu seperti pagi, siang, malam, dan lainnya.

Suasana cerita yang tergambar dalam legenda ini cukup beragam, ada suasana

khusuk dan khidmat, yaitu ketika Natamanggala bersemadi, ada suasana tertantang

dan penasaran, yaitu ketika Natamanggala kabur dari Mataram, ada pula suasana

marah dan garam, yaitu ketika Natamanggala disatroni sembilan orang Bugis yang

hendak mengambil istrinya hingga terjadi pertarungan yang menewaskan sembilan

orang Bugis tersebut, ada juga suasana tegang dan was-was, yaitu ketika

Natamanggala dicari dan hendak ditangkap oleh hulubalang utusan Sultan, serta ada

suasana senang dan gembira, yaitu ketika diketahui bahwa silsilah Natamanggala

dan Sultan Mataram ternyata memiliki pertalian persaudaraan.

3.3.7.5. Tema dan Amanat

Pokok cerita yang menjiwai seluruh peristiwa dalam leginda ini adalah

berpadunya antara jiwa petualang dan petapa dengan tekad untuk mengabdi serta

keteguhan hati untuk mempertahankan dan menjaga harga diri. Hal tersebut

tergambar semenjak Natamanggala bersemedi, kemudian mengabdi ke Mataram

dan kembali kabur untuk bertualang, mengabdikan diri di kadaleman Cipamingkis,

serta bertarung dengan sembilan orang Bugis yang hendak merampas istrinya,

hingga menewaskan orang Bugis tersebut.

Page 41: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Eyang Jambalan (Kp. Jamali, Ds. Jamali. Kec. Mande)

3.3.8.1. Sinopsis

Setelah Natamanggala I wafat, pimpinan kadaleman dilanjutkan oleh

putranya, yaitu Natamanggala II. Dia memerintah sangat arif dan bijaksana. Di

samping memfokuskan pada bidang pemerintahan, juga melanjutkan program

ayahnya, yaitu syiar agama. Dalam melaksanakan tugasnya, Natamanggala II

dibantu oleh dua orang Patih, yaitu Eyang Patih Mangku Nagara dan Eyang Patih

Manggung Nagara.

Selama pemerintahannya, kedaleman Cikadu pernah disatroni tujuh orang

Bugis yang hendak membalas dendam atas kematian rekannya sewaktu bertarung

dengan Natamanggala I. oaring Bugis tersebut maksudnya hendak mencari

Natamanggala I, tetapi karena sudah wafat, rasa dendam tersebut mereka

lampiaskan kepada putranya, Natamanggala II.

Betapa murka kedua patihnya mendengar tantangan dari orang Bugis itu.

Mereka bersiaga untuk menghadang tantangan tersebut, tetapi Natamanggala II

melarangnya karena dia dianggap bahwa dendam tersebut ditunjukan kepada

ayahnya, dan bahwa ayahnya telah wafat, maka putranyalah yang harus

menanggungnya.

Natamanggala II segera melesat ke suatu tempat yang sekarang disebut

Jamban, diikuti ketujuh orang Bugis. Pertarungan berlangsung cukup lama, namun

Page 42: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

akhirnya orang-orang Bugis tersebut kewalahan dan tewas. Konon ceceran darah

mereka masih terlihat segar di daerah Jamban sampai tahun tiga puluhan.

Setelah itu, Natamanggla II meneruskan pembangunan kadaleman disertai

dengan syiar Islam, sehingga banyak bermunculan pondok-pondok pesantren, di

antaranya di Kanayakan yang dipimpin oleh Kyai Haji Muhammad Soleh atau

dikenal Eyang Kanayakan.

Natamanggala II wafat pada usia lanjut. Ia dimakamkan di Cibalagung.

Kecamatan Mande, sesuai keinginannya. Kini ia dikenal dengan sebutan Eyang

Jamban.

3.3.8.2. Alur/Plot

Alur cerita Eyang Jamban dapat diskemakan sebagai berikut. Natamanggala I

wafat. Pimpinan kadaleman dilanjutkan Natamanggala II. Dia dibantu oleh dua

orang Patih, yaitu Eyang Patih Mangku Nagara dan Eyang Patih Manggung Nagara.

Dating tujuh orang Bugis yang hendak membalas dendam atas kematian rekannya

sewaktu bertarung dengan rekannya sewaktu bertarung dengan Natamanggala I.

kedua patih hendak menghadangnya. Natamanggala II menghadapinya seorang diri.

Ketujuh orang Bugis tersebut tewas. Ceceran darahnya terlihat segar di daerah

Jamban sampai tahun tiga puluhan. Natamanggala II meneruskan pembangunan

kadaleman dan syiar Islam. Bermunculan pondok-pondok pesantren, di antaranya di

Kanayakan yang dipimpin oleh Kyai Haji Muhammad Soleh atau dikenal Eyang

Kanayakan. Natamanggala II wafat, dimakamkan di Cibalagung Kecamatan mande.

Kini ia dikenal dengan sebutan Eyang jamban.

Page 43: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Peristiwa yang dialami Natamanggala II meliputi : - naik tahta menjadi dalem

menggantikan ayahnya – dia menjalankan pemerintahan dengan arif dan bijaksana

– dating tujuh orang Bugis yang hendak membalas dendam – kedua patihnya

bermaksud menghadangnya – Natamanggala II menghadapinya sendiri – ketujuh

orang Bugis tersebut tewas – Natamanggala II melanjutkan pembangunan

kadaleman dan syiar agama – bermunculan pondok pesantren termasuk di

Kanayakan – Natamanggala II wafat – dimakamkan di Cibalagung – ia dikenal

dengan sebutan Eyang Jamban.

Alur cerita legenda Eyang Jamban merupakan alur maju. Cerita dimulai

ketika Natamanggla I, kemudian datang orang Bugis yang hendak membalas

dendam sampai akhirnyamereka tewas, Natamanggala II meneruskan pembangunan

di akdaleman, hingga akhirnya dia wafat.

Munculnya kelompok orang bugis yang hendak membalas dendam,

merupakan „penyedap‟ cerita yang memberikan rasa „pedas‟ pada legenda ini,

sehingga ceritanya tidak datar, apalagi dalam mengatasinya, Natamanggala II

mengahadapinya secara kesatria. Hal tersebut mampu memberikan rasa takjub dan

tamasya pada batin pembaca atau apresiator kisah ini.

3.3.8.3. Pelaku/Penokohan

Tokoh atau pelaku pada cerita ini adalah sebagai berikut :

1. Natamanggala I, Dalem Cibalagung, ayah Natamanggala II.

2. Natamanggala II, penerus tahta kadaleman Cibalagung, seoranmg pemimpin

yang berjiwa kesatria, dijuluki sebagai eyang Jamban.

Page 44: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3. Eyang Patih Mangku nagara, Patih Kadaleman Cibalagung masa Pemerintaha

Natamanggala II.

4. Eyang Patih Manggung Nagara, Patih Kadaleman Cibalagung masa

Pemerintaha Natamanggala II.

5. Kyai Muhammad Soleh, penasehat kadaleman sejak masa pemerintahan

Natamanggala I, pemimpin Pondok Pesantren Kanayakan, disebut juga Eyang

Kanayakan.

6. Tujuh orang Bugis, merupakan kawan dari sembilan orang bugis yang tewas

ketika bertarung melawan Natamanggala I.

Pusat pengisahan dan tokoh utama pada cerita ini adalah Natamanggala II.

Adapun tokoh-tokoh lainnya seperti Natamanggala I, Eyang Patih Mangku Nagara,

dan Kyai Muhammad Soleh, merupakan tokoh pembantu atau tokoh tambahan.

Berdasarkan watak dan perilakunya, Natamanggala II merupakan tokoh

protagonist. Ia merupakan sosok yang memperjuangkan hak dan nilaki kebenaran,

sedangkan tujuh orang Bugis merupakan tokoh antagonis, yang datang ke

Kadaleman Cibalagung dianggap ingin mengacau, yaitu membalas dendam atas

kematian sembilan orang rekannya pada masa pemerintahan Natamanggala I.

3.3.8.4. Latar/Setting

Beberapa nama tempat yang disebutkan dalam kisah ini adalah :

1. Cibalagung, kedaleman yang dipimpin oleh Natamanggala II atau Eyang

Jamban.

2. Jamban, tempat bertarungnya antara Natamanggala II dengan tujuh orang Bugis.

Page 45: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3. Kanayakan, (kawasan) Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Kyai Muhammad

Soleh alias Eyang kanayakan

Suasana yang tergambar dalam cerita ini antara lain rasa kemarahan dan

geram dari Eyang Patih Mangku nagara dan Eyang Patih Manggung nagara, ketika

ke Cibalagung datang tujuh orang Bugis yang hendak membalas dendam. Selain itu,

juga ada suasana semangat dan rasa damai di masyarakat ketika mereka melakukan

pembangunan di kadaleman, termasuk membangun pondok-pondok pesantren.

Tidak terdapat penyebutan latar waktu, baik hari, bulan, tahun, jam dan yang

lainnya dalam cerita ini.

Tema dan Amanat

Ide pokok dalam cerita cerita ini adalah tentang rasa tanggung jawab yang

diwujudkan dalam bentuk pengabdian dan kepemimpinan. Hal tersebut terutama

tergambar dalam tokoh Natamanggala II. Bahwa mengemban suatu kepercayaan,

terutama menjadi pemimpin, hendaknya dilakukan dengan baik dan benar sesuai

dengan aturan dan norma serta bersandar kepada ajaran agama. Dengan demikian,

pembangunan yang dilakukan, khususnya di Kadaleman Cibalagung, disamping

mengejar segi jasmaniah –material, juga aspek rihaniah-spiritual. Hal tersebut di

antaranya terwujud selain masyarakat menjadi makmur dan damai, juga merasa

tentram dan damai, juga merasa tentram dan tenang.

Hal lainnya yang tergambar dari cerita ini adalah bahwa rasa tanggung jawab

tidak bisa dilemparkan kepada pihak lain, tetapi harus dihadapi sendiri apapun

resikonya. Hal tersebut tergambar ketika ke Cibalagung datang orang Bugis yang

Page 46: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

hendak membalas dendam kepada Natamanggala I, dan ternyata telah wafat, maka

Natamanggala II sebagai putranya dengan mantap dan siap menghadapinya,

walupun patihnya menghalangi dan mengkhawatirkan keselamatannya. Dalam al ini

Natamanggala II beranggapan bahwa dendam yang ditunjukan kepada ayahnya,

tentu saja harus dihadapi oleh putranya, bukan oleh orang lain. Dari peristiwa itu

terlihatlah rasa tanggung jawab pribadi Natamanggala II sebagai dalem Cibalagung,

yang tidak mengorbankan orang lain untuk keselamatan dirinya, melainkan

menghadapi berbagai ancaman dari luar dengan jiwa ksatria.

Dalem Pulo (Kp. Kaum Kaler Ds. Kademangan)

3.3.9.1. Sinopsis

Kadaleman Cibalagung berakhir ketika masa pemerintahan Natamanggala IV.

Ketika itu wilayahnya meliputi bagian barat Muka Cianjur, bagian timur Sungai

Citarum, bagian selatan Cirata Kec. Karang Tengah, dan Bagian utara daerah

Nyampay Kabupaten Cianjur.

Pemerintahan Natamnggala IV dibantu oleh dua orang patih, yaitu Eyang

Nurbayan dan Eyang Nurbayin, serta penasehat kadaleman yaitu Kyai Panghulu

Muhammad Sobari.

Pada masa pemerintahan Natamanggala IV terjadi “Perang Pangawelan”,

yaitu perang melawan Cina. Pada waktu yang telah ditentukan, yaitu hari Sabtu,

Natamanggala IV beserta balatentaranya menyerbu Cina yang berada di wilayah

utara, padahal di Cibalagung ada kepercayaan pantangan bahwa hari sabtu tidak

Page 47: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

boleh pergi kea rah utara, jika hal tersebut dilakukan sama dengan menjemput

malapetaka.

Natamanggala mempunyai delapan orang putra. Ketika dia wafat, putranya

tersebut masih kecil-kecil, sehingga tidak ada yang meneruskan pemerintahan di

kadaleman. Akhirnya kadaleman Cibalagung runtuh kerena tidak ada penerusnya.

Natamanggala IV dimakamkan di daerah Pulo Cibalagung, sehingga disebut Dalem

Pulo.

3.3.9.2. Alur/Plot

Alur cerita Dalem Pulo dapat diskemakan sebagai berikut. Kedaleman

Cibalagung diperintah oleh Natamanggla IV. Wilayahnya meliputi bagian barat

derah muka Cianjur, bagian timur Sungai Citarum, bagian selatan Cirata Kec.

Karang Tangah, dan bagian utara derah Nyampay Kabupaten Cianjur.

Natamanggala IV dibantu oleh patih Eyang Nurbayan dan Eyang Patih Nurbayin,

serta penasehatnya Kyai Penghulu Muhammad Sobari. Terjadi “Perang

Pangawelan”, perang melawan Cina. Pasukan Natamanggala IV menyerbu Cina di

wilayah utara pada hari sabtu. Di Cibalagung ada pantangan bahwa pada hari sabtu

tidak boleh pergi kea rah utara. Natamanggala IV mempunyai delapan orang putra.

Putranya masih kecil-kecil. Natamanggala IV wafat. Tidak ada yang meneruskan di

kadaleman. Kadaleman Cibalagung runtuh.

Alur cerita Dalem Pulo merupakan alur sorot balik. Cerita dimulai dengan

kisah runtuhnya Kadaleman Cibalagung. Setelah itu dinarasikan berbagai keadaan

Page 48: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

dan peristiwa yang terjadi di kadaleman, mulai dari batas-batas wilayah, struktur

pemerintahan, perang melawan Cina, pantang orang Cibalagung, struktur

pemerintahan, putra Natamanggala IV yang masih kecil-kecil, tidak ada regenerasi

di kadaleman, sampai melingkar kembali pada peristiwa runtuhnya Kadaleman

Cibalagung.

Konflik cerita terletak pada peristiwa perang melawan Cina, walaupun situasi

berlangsungnya peristiwa tersebut tidak digambarkan sama sekali, sehingga kurang

memainkan emosi pembaca ataui apresiator. Hal yang ditonjolkan malah pantangan

orang Cibalagung yang tidak boleh berpergian pada hari sabtu kea rah utara,

sehingga seolah-olah penyerbuan terhadap Cina yang dilakukan pada hari sabtu

merupakan penyebab runtuhnya Kadaleman Cibalagung.

3.3.9.3. Pelaku/Penokohan

Tokoh dalam legenda ini adalah :

1. Natamanggala IV, Dalem terakhir di kedaleman Ciabalagung.

2. Eyang Nurbayan, Patih Kadaleman Cibalagung masa Pemerintahan

Natamanggala IV.

3. Eyang Nurbayin, Patih Kadaleman Cibalagung masa Pemerintahan

Natamanggala IV.

4. Kyai Penghulu Muhammad Sobari, penasehat Kadaleman Cibalagung masa

Pemerintahan Natamanggala IV.

Tokoh utama yang menajadi pusat pengisahan dalam legenda ini adalah

Natamanggala IV, sedangkan tokoh-tokoh lainnya merupakan tokoh pembantu atau

Page 49: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

tokoh tambahan. Oleh sebab itu, segala peristiwa yang terjadi pada kisah ini berasal

dan bermuara pada diri Natamanggala IV.

3.3.9.4. Latar/Setting

Beberapa latar tempat yang disebutkan dalam legenda ini adalah sebagai

berikut

1. Cibalagung, merupakan wilayah kadaleman.

2. Muka Cianjur, batas sebelah barat kadaleman Cibalagung.

3. Sungai Citarum, batas sebelah timur kadaleman Cibalagung.

4. Cirata Kec./ karang Tengah, batas sebelah selatan kadaleman Cibalagung.

5. Nyampai, batas sebelah utara kadaleman Cibalagung

6. Pulo, nama tempat di wilayah Cibalagung, tempat dimakamkannya

Natamanggala IV sehingga dikenal sebagai Dalem Pulo.

7. Utara, merupakan arah mata angina yang tidak boleh dituju oleh warga

Cibalagung pada hari sabtu, sebab diyakini dapat mendatangkan malapetaka.

Suasana yang tergambar dalam cerita ini di antaranya suasana korban perang

atau semangat perjuangan/patriotisme, terutama pada adegan “Perang Pangawelan”.

Selain itu, juga ada suasana mistis atau aura supranatural, yaitu pada pendeskripsian

pantangn atau larangan tidak boleh berpergian kea rah utara pada hari asbtu bagi

warga Cibalagung. Suasana lain adalah keprihatinan, yaitu ketika Natamanggala IV

wafat, sedangkan anak-anaknya masih kecil, maka tidak ada yang meneruskan

memegang kekuasaan di kedaleman Cibalagung. Hal tersebut telah menimbulkan

runtuhnya kadaleman karena tidak ada regenerasi kepemimpinan.

Page 50: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3.3.9.5. Tema dan Amanat

Pokok cerita yang diangkat dalam legenda ini adalah masalah regenerasi

kepemimopinan, khususnya di kedaleman. Tampak kepemimpinan yang diturunkan

secara hirarkis, kekeluargaan, pada akhirnya menemukan jalan bubntu, karena putra

dalem yang seharusnya naik tahta, ternyata belum cukup usia. Keadaan demikian

bukan hanya telah menimbulkan stagnasi kepemimpinan, tetapi malah dapat

menimbulkan prahara, yaitu runtuh atau bubarnya kadaleman. Dalam hal ini,

pemilihan kepemimpinan yang dilakukan secara demokratis lebih dapat menjamin

keberlangsungan sebuah system pemerintahan, dibandingkan dengan system

pewarisan kekuasaan.

Ide cerita lain yang terlontar dalam legenda ini adalah tentang mitos atau

kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tergambar dari keyakinan warga Cibalagung

bahwa tidak boleh pergi ke arah utara pada hari sabtu. Keyakinan tersebut

dikontraskan dengan terjadinya penyerangan atau perang melawan Cina di wilayah

utara yang terjadi pada hari sabtu. Kendatipun dari perang tersebut tidak

menimbulkan kekalahan bagi pihak kadaleman Cibalagung, tetapi dapat ditafsirkan

seolah-olah bahwa runtuhnya kadaleman pada beberapa waktu kemudian sebagai

akibat dari perang tersebut yang terjadi di wilayah utara pada hari sabtu.

Eyang Paninggaran (Kp. Gunung Masigit, Ds. Jamali)

3.3.10.1. Sinopsis

Page 51: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Alkisah, seorang pemuda yang menaruh minat terhadap ajaran agama, berguru

kepada Syeh Maulana Syarif Hidayatulloh. Dia dikenal sebagai murid yang rajin,

tabah, penuh rasa tanggung jawab, serta sangat taat, sehingga sangat disayangi

gurunya. Selain itu, dia memiliki hobi berburu, oleh sebab itu masyarakat

menyebutnya Eyang Paninggaran.

Suatu hari Eyang Paninggaran dipanggil oleh gurunya. Dia dinasehati agar

segera mengamalkan ilmunya serta turut membantu syiar agama. Maka

berangkatlah Eyang Paninggran ke arah barat dengan berjalan kaki. Di sepanjang

perjalanan dia terus melakukan dakwah.

Di perjalanan, Eyang Paninggaran bertemu dengan Ariwiratanudatar, Dalem

Cikundul. Ketika Ariawiratanudatar akan kembali ke Cikundul, Eyang Paninggaran

meminta untuk turut ke Cikundul, dia ingin mengabadikan diri di Cikundul.

Belum seberapa lama mengabdikan diri di Kadaleman Cikundul, Eyang

Paninggaran kemudian disuruh mencari daerah baru untuk dijadikan kadaleman. Ia

segera pergi, tanpa merasa kesulitan karena sudah terbiasa keluar masuk hutan.

Sampailah ia di Pasir. Kemudian ia buka Pasir tersebut menjadi perkampungan, lalu

mendirikan pondok pesantren yang ia pimpin sendiri. Berdatanglah orang-orang

untuk menuntut ilmu dan menetap di perkampungan tersebut.

Tahun silih berganti, perkampungan tersebut semakin ramai. Seiring dengan

itu, usia Eyang Paninggaran makin lanjut, hingga akhirnya wafat. Dia dimakamkan

di Pasir.

3.3.10.2. Alur/Plot

Page 52: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Alur cerita legenda ini dapat diskemakan menjadi sebagai berikut : seorang

pemuda berguru kepada Syeh Maulana Syarif Hidayatulloh. Dia sangat rajin, tabah,

penuh rasa tanggung jawab, serta sangat taat. Dia sangat disayang gurunya. Dia

memiliki hobi berburu sehingga disebut Eyang Paninggaran. Gurunya memanggil

dan menasehatinya agar dia segera mengamalkan ilmunya. Dia pergi ke arah barat

dengan berjalan kaki. Di sepanjang perjalanan dia terus berdakwah. Bertemu

dengan Ariawiratanudatar, Dalem Cikundul. Dia ikut ke cikundul untuk

mengabdikan diri. Dia disuruh mencari area baru untuk dijadikan kadaleman.

Sampai di Pasir. Pasir tersebut dibukanya dijadikan perkampungan. Berdatanglah

orang yang hendak mengaji dan bermukim. Usia Eyang Paninggaran semakin

lanjut. Dia meninggal. Dimakamkan di daerah Pasir.

Alur yang digunakan dalam cerita ini merupakan alur maju. Cerita dimulai

dari pengisahan tentang seorang pemuda yang dijuluki Syeh Paninggaran,

kemudian diceritakan kebiasaannya, keinginannya untuk mengabdi, membuka

kadaleman baru, sampai wafatnya.

3.3.10.3. Pelaku/Penokohan

Nama tokoh-tokoh yang disebut dalam legenda ini adalah sebagai berikut :

1. Syeh Maulana Syarif Hidatatulloh, guru Eyang Paninggaran.

2. Eyang Paninggaran, seorang yang menaruh minat tinggi tarhadap bidang agama,

pendiri pesantren.

3. Ariawiratanudatar, Dalem Cikundul.

Page 53: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Eyang Paninggaran merupakan tokoh yang paling banyak disorot dan selalu

hadir dalam setiap adegan cerita. Oleh sebab itu, dia merupakan tokoh utama, yang

selalu menghidupkan peristiwa cerita. Adapun tokoh lainnya, merupakan tokoh

tambahan atau tokoh hiburan.

Latar/Setting

Beberapa tempat yang menjadi latar terjadinya dalam peristiwa dalam kisah

ini adalah:

1. Cikundul, nama sebuah kadaleman yang dipimpin oleh Ariawiratanudatar.

2. Pasir, nama sebuah daerah yang kemudian dijadikan perkampungan oleh Eyang

Paninggaran.

3. Pondok Pesantren, tempat menimba ilmu yang didirikan oleh Eyang

Paninggaran.

4. Hutan, wilayah yang harus dilalui oleh Eyang Paninggaran untuk mencari

daerah baru untuk dijadikan padaleman.

5. Arah barat, arah wilayah yang harus dicari oleh Eyang Paninggaran untuk

penyebaran agama Islam.

Tidak terdapat keterangan waktu untuk menunjukan saat-saat berlangsungnya

peristiwa dalam cerita, sedangkan suasana yang tergambar di antaranya ada suasana

khusuk dan taat, yaitu ketika Eyang Paninggaran menuntut Ilmu kepada Syeh

Maulana Syarif Hidayatulloh, suasana tertantang dan petualang, yaitu ketika Eyang

Paninggaran diharuskan mencari daerah baru untuk dijadikan kadaleman, serta

Page 54: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

suasana senang dan meriah, yaitu ketika perkampungan yang telah dibuka oleh

Eyang Paninggaran banyak dikunjungi orang untuk mengaji dan bermukim.

Tema dan Amanat

Pokok masalah yang diangkat dan menjiwai legenda ini adalah spirit mencari

ilmu yang disandingkan dengan keikhlasan hati untuk mengabdi. Hal pertama

sangat kentara terutama ketika Eyang Paninggaran berguru kepada Syeh Maulana

Syarif Hidayatulloh, sedangkan yang kedua tampak ketika Eyang Paninggaran

harus mengamalkan ilmunya bagi orang banyak (membuka pesantren), serta ketika

dia ikut tinggal di Cikundul untu mengabdi kepada dalem. Dari hal tersebut tersirat

pesan bahwa mencari ilmu memang harus dijalani dengan sepenuh hati dan jangn

tanggung-tanggung, serta ilmu yang sudah diperoleh hendaknya diamalkan agar

bermanfaat bagi kemaslahatan umat.

Eyang Kaputihan (Kp. Kaum Kaler Desa Kademangan)

3.3.11.1. Sinosis

R.A. Natamanggala adalah keturunan Cirebon yang kemudian pindah ke

Cibalagung. Ketika awal kepindahannya, Cibalagung masih merupakan belantara

yang angker dan rawan. Itulah sebabnya Eyang Ratna Komala, ibunda

Natamanggala I, mengutus Eyang Rangga Wijaya, seorang yang sangat sakti serta

mampu manaklukan semua jenis mahkluk halus, untuk membantu Natamanggala I,

karena dikhawatirkan akan mendapatkan kesulitan di tempatnya yang baru.

Page 55: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Atas perintah Eyang Ratna Komala serta anjuran dari Eyang Ratna Wulan,

ibunya sendiri, Eyang Rangga Wijaya menetap di Cibalagung. Dengan menetapnya

dia di Cibalagung, kedaan tempat itu menjadi berubah. Tempat yang semula angker

dan rawan, kini menjadi nyaman menentramkan. Mengingat jasanya itulah, Eyang

Rangga Wijaya diberi gelar sebagai Eyang Kaputihan.

Salah satu atraksi kesaktian Eyang Rangga Wijaya yaitu ketika di tengah

lapangan Cibalagung memancar iar yang besar, sehingga menyebabkan lapangn

tersebut tidak dapat digunakan, Eyang Rangga Wijaya menghentikannya dengan

senjata miliknya, yaitu besi kuning. Cara yang dilakukannya yaitu dengan

menancapkan besi kuning tersebut di tengah lapangan, seketika itu juga air yang

memancar tersebut berhenti. Ketika wafat, Eyang Rangga Wijaya dimakamkan di

Cibalagung.

3.3.11.2. Alur/Plot

Alur cerita Eyang Kaputihan dapat diskemakan sebagai berikut, R.A.

Natamanggala I pindah dari Cirebon ke Cibalagung, Eyang Ratna Komala, Ibunda

Natamanggala I, mengkhawatirkannya karena Cibalagung masih angker dan rawan.

Eyang Rtana Komala mengutus Eyang Rangga Wijaya untuk tinggal di

Cibalagung dan menjaga Natamanggala I, Cibalagung menjadi aman dan tentram.

Eyang Rangga Wijaya digelari sebagai Eyang Kaputihan karena jasanya tersebut.

Muncul air yang memancar di tengah lapangan Cibalagung. Eyang Rangga Wijaya

menghentikannya dengan besi kuning, yaitu dengan menancapkannya di tengah

Page 56: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

lapangan, air seketika itu juga berhenti memancar. Eyang Rangga Wijaya

dimakamkan di Cibalagung.

Rangkaian peristwa yang dialami Eyang Rangga Wijaya adalah : - pindah ke

Cibalagung untuk menetap dan menjaga Natamanggala I – mengamankan

Cibalagung yang masih angker dan rawan terutama dari gangguan mahkluk halus –

berhasil menghentikan pancaran air di tengah lapang Cibalagung – digelari Eyang

Kaputihan karena jasanya telah membuat Cibalagung menjadi aman dan tentram –

wafat dan dimakamkan di Cibalagung.

Alur yang digunakan dalam cerita ini adalah alur maju. Kronologis cerita

berlangsung dari kepindahan Natamanggala I ke Cibalagung yang diikuti oleh

kepindahan Rangga Wijaya, kemudian perubahan keadaan Cibalagung dari yang

semula angker dan rawan menjadi aman dan tentram, muncul peristiwa air

memancar di lapangn Cibalagung, kemudian dapat diatasi oleh Eyang Rangga

Wijaya hingga dia digelari Eyang Keputihan, sampai dia wafat dan dimakamkan di

Ciabalagung.

3.3.11.3. Pelaku/Tokoh

Pelaku yang menggerakan kisah Eyang Kaputihan adalah :

1. Natamanggala I, seorang putra Cirebon yang pindah ke Cibalagung dan menjadi

dalem pertama di Cibalagung.

2. Eyang Ratna Komala, ibunda Natamanggala I.

Page 57: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3. Eyang Rangga Wijaya, digelari Eyang Kaputihan, seorang yang sangat sakti dan

mampu menaklukan mahkluk halus, pindah dan bermukim di Cibalagung untuk

menjaga Natamanggala I.

4. Eyang Ratna Wulan, ibunda Eyang Rangga Wijaya.

5. Makhluk halus, jenis mahkluk yang diduga banyak terdapat di Cibalagung, yang

membuat daerah tersebut menjadi angker dan rawan.

Tokoh utama yang menjadi pusat pengisahan dan paling banyak mengalami

peristiwa dalam cerita adalah Eyang Rangga Wijaya atau Eyang Kaputihan,

sedangkan tokoh lainnya seperti Natamanggala I dan Eyang Ratna Komala,

merupakan tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Adapun berdasarkan watak dan

perilakunya, Eyang Rangga Wijaya merupakan tokoh protagonis, sedangkan

mahkluk halus yang dianggap sering mengganggu, merupakan tokoh antagonis.

3.3.11.4. Latar/Setting

Beberapa tempat yang menjadi latar dalam cerita ini adalah :

1. Cirebon, tempat asal Natamanggala I dan Eyang Rangga Wijaya.

2. Cibalagung, perkampungan baru yang dibuka dan dikelola oleh Natamanggala I

dibantu Eyang Rangga Wijaya.

3. Hutan belantara, kondisi awal Cibalagung sebelum dibuka menjadi

perkampungan oleh Natamanggala I dan Eyang Rangga Wijaya.

4. Lapangan, temapat keluarnya air yang memancar di Ciabalagung yang

kemudian dapat diatasi oleh Eyang Ranmgga Wijaya.

Page 58: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Tidak ada penyebutan waktu sebagai latar berlangsungnya cerita, sedangkan

suasana yang tergambar di antaranya terdapat suasana mencekam. Hal tersebut

dipengaruhi oleh aura mistis yang menjiwai sebagian besar cerita, terutama oleh

munculnya tokoh mahkluk halus. Suasana tersebut berlangsung sejak

pendeskripsian Cibalagung yang disebut sebagai belantara yang masih angker dan

rawan, sampai munculnya air memancar di tengah lapangan Cibalagung yang hanya

bisa diatasi oleh senjata besi kuning. Suasana lainnya adalah rasa aman dan tentram,

terutama tergambar dari keadaan Cibalagung setelah dikelola oleh Natamanggala I

dan Eyang Rangga Wijaya.

3.3.11.5. Tema dan Amanat

Tema yang diangkat dalam legenda ini adalah tentang keteguhan hati dan rasa

percaya diri. Bahwa manusia merupakan mahkluk yang mulia, hal tersebut

merupakan modal dalam mengatasi berbagai masalah dan rintangan, baik terhadap

gangguan yang datang dari sesamanya maupun dari gangguan mahkluk halus.

Dengan berbekal keyakinan bahwa manusia merupakan mahkluk yang unggul,

maka segala kesulitan dalam bentuk apapun, niscaya dapat diatasi asal ada

keinginan untuk berusaha. Hal tersebut seperti dilakukan Natamanggala I dan

Eyang Rangga Wijaya yang Mampu menyulap lahan angker dan rawan

(Cibalagung), menjadi daerah yang nyaman dan tentram. Spirit itulah tema dan

amanat yang dikandung dalam legenda Eyang Kaputihan.

Sasakala Pasirdalem dan Irigasi Ciaripin (kec. Kadupandak)

3.3.12.1. Sinopsis

Page 59: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Syahdan, pada tahun 1912 – 1920 Desa Parakantugu dipimpin oleh

Suramanggala, seorang kepala desa yang diangkat oleh pemerintah kolonial

Belanda. Pada masa pemerintahannya, masyarakat Peuntas atau sekarang disebut

Pasirdalem, pernah berinisiatif mambangun saluran irigasi untuk pertanian. Saluran

irigasi tersebut kemudian dinamai Ciaripin.

Hasil pembuatan irigasi tersebut kemudian dilaporkan kepada Dalem Cianjur

yang dijabat oleh R.A.A. Wiranatakusumah XII. Mendengar laporan tersebut

Dalem berniat mengunjungi Parakantugu. Kabar kedatangan Dalem disambut oleh

masyarakat dengan membangun tempat macangkrama (tempat pertemuan setengah

resmi) di atas bukit. Dari tempat tersebut terlihat hamparan pemandangan dan

gundukan perkampungan serta pesawahan yang dikelilingi kali Cibuni. Di sebelah

selatan menjulang Gunung Brengbreng, sebagai batas Kec. Kadupandak dengan

Kec. Sindangbarang, yang sekarang dikenal Kec. Argabinta, memanjang dari timur

ke barat.

Tepat pada waktu yang telah direncanakan, dalem Cianjur yang ke-12 tersebut

datang disertai pejabat lainnya : bupati, wedana, sampai pamong desa beserta warga

masyarakat. Pertemuan tersebut berlangsung tujuh hari tujuh malam.

Kunjungan dan ucapan selamat atas pembuatan irigasi tersebut membuat

bahagia dan bangga warga masyarakat. Sampai sekarang saluran irigasi itu masih

berfungsi serta namanya pun tidak berubah, yaitu Ciaripin, sedangkan nama

Pasirdalem kini diabadikan menjadi nama sebuah desa pemekaran dari

Parakantugu.

3.3.12.2. Alur/Plot

Page 60: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

Alur cerita Sasakala Pasirdalem dan Irigasi Ciaripin dapat diskemakan

sebagai berikut : masyarakat Peuntas atau Pasirdalem berinisiatif membangun

saluran irigasi yang dinamai Ciaripin. Pembuatan irigasi tersebut dilaporkan kepada

Dalem Ciajur, R.A.A. Wiranatakusumah XII. Dalem mengunjungi Parakantugu.

Masyarakat menyambutnya dengan membangun tempat pertemuan setengah resmi

di atas bukit.

Dari temapat tersebut terlihat hamparan pemandangan di sekelilingnya. Dalem

datang disertai pejabat lainnya. Pertemuan berlangsung tujuh hari tujuh malam.

Kunjungan Dalem membuat bahagia dan bangga warga masyarakat. Saluran irigasi

itu masih berfungsi sampai sekarang. Nama Pasirdalem diabadikan menjadi nama

sebuah desa pemekaran.

Alur cerita kisah ini bersifat linear, mudah diikuti serta tidak banyak

mengandung simpangan. Peristiwa-peristiwa cerita dihadirkan secara runut dan

beruntun, mulai dari pengisahan kepala desa Suramanggala sampai pengabdian

nama Pasirdalem menjadi nama sebuah desa.

3.3.12.3. Pelaku/Penokohan

Tokoh cerita yang terlibat dalam peristiwa legenda Sasakala Pasirdalem dan

Irigasi Ciaripin, adalah sebagai berikut :

1. Suramanggala, kepala desa Parakantugu yang diangkat oleh pemerintah kolonial

Belanda.

2. R.A.A. Wiranatakusumah XII, Dalem Cianjur ke-12, yang meresmikan irigasi

Ciaripin.

Page 61: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

3. Bupati, wedana, camat, pamong desa, merupakan rombongan yang menyertai

kedatangan Dalem ke Parakantugu, yang juga disertai warga masyarakat.

Hanya ada dua nama orang yang disebutkan dalam legenda ini, yaitu

Wiranatakusumah XII dan Suramanggala, sedangkan bupati, wedana, camat, dan

yang lainnya merupakan nama jabatan. Dari nama-nama tersebut pun tidak ada

yang dominan dikisahkan, tetapi hanpir semuanya memiliki peranan yang merata.

Hal tersebut dapat dimengerti mengingat legenda ini menceritakan tentang asal-

muasal suatu tempat, bukan penamaan atau pemberian gelar kepada seseorang.

Oleh sebab itu, yang lebih ditonjolkan adalah peristiwa-peristiwa yang berkaitan

dengan nama-nama tempat dimaksud, bukan dengan nama tokoh atau pelakunya,

yang malah hanya diceritakan sekilas saja.

Latar/Setting

Beberapa nama tempat yang menjadi latar terjadinya peristiwa dalam legenda

ini yaitu :

1. Parakantugu, sebuah desa yang dipimpin oleh Suramanggala.

2. Peuntas, tempat perkampungan yang terletak di sebelah seberang, disebut juga

Pasirdalem.

3. Pasirdalem, nama sebuah desa hasil pemekaran, dahulunya disebut juga

Peuntas.

4. Ciaripin, nama saluran irigasi yang dibangun secara swadaya oleh masayarakat

Parakantugu.

5. Cianjur, pernah menjadi nama kadaleman, kemudian manjadi nama kabupaten.

Page 62: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,

6. Kali Cibuni, kali yang mengitari beberapa perkampungan dan pesawahan.

7. Gunung Brengbreng, batas antara Kec. Kadupandak dengan Kec.

Sindangbarang, pemandangan di sebelah selatan yang dapat dilihat dari Bale

Macangkrama.

Latar waktu yang tersurat dalam cerita ini yaitu tahun 1912-1920. angka

tersebut menunjukan masa pemerintahan Desa Parakantugu yang dipimpin oleh

Suramanggala.

Adapun suasana yang tergambar dalam cerita ini adalah rasa senang dan

gembira, terutama terlihat ketika Desa Parakantugu dikunjungi Dalem Cianjur

beserta rombongan. Selain itu, juga ada suasana kebersamaan dan rasa gotong

royong, yaitu ketika warga Peuntas membangun saluran irigasi Ciaripin.

Tema dan Amanat

Tema dan amanat yang terkandung dalam legenda ini adalah tentang

kebersamaan hidup dan gotong royong. Hal tersebut tercermin dari perilaku kolektif

masyarakat Peuntas atau Pasirdalem yang secara bersama-sama dan swadaya

membangun saluran irigasi. Banyak sekali fungsi dari pembangunan sarana irigasi

tersebut, baik untuk pengairan lahan pertanian, maupun sebagai sumber resapan air

bersih. Dengan demikian, pengerjaan sebuah fasilitas umum yang dilakukan dengan

penuh rasa kesadaran serta didasari keikhlasan, akan membuahkan hasil yang

memuaskan serta menimbulkan rasa cita bagi seluruh warga, seperti yang dialami

oleh masyarakat Desa Parakantugu. Hal itulah di antaranya, benang merah yang

dapat ditarik dari amanat legenda Sasakala Pasidalem dan Irigasi Ciaripin.

Page 63: BAB III ANALISIS STRUKTUR CERITA RAKYAT KABUPATEN …file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH/... · Kedudukan Sastra Lisan Sunda di Kabupaten Cianjur ... Kerajaan jin,