syaikh abdul qodir jaelani 1

5
8/14/2019 Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1 http://slidepdf.com/reader/full/syaikh-abdul-qodir-jaelani-1 1/5 Tuesday, April 24, 2007 Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (Bagian 2) Janji, Wasiat dan Ajaran Sang Wali Sebagai pewaris Nabi, para waliyullah mendapat hak istimewa memberikan syafa’at bagi murid dan pecintanya. Namun, persyaratannya tak mudah: meneladani sang wali dan mengikuti ajarannya yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah. . Dalam kitab Lujjainid Dani fi Manaqibi Sulthanil Awliya’ Syaikh Abdil Qadir Al- Jailani , karya Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdulkarim Al-Barzanji, termaktub sebuah janji sang wali, “Tidak seorang muslim pun yang melewati pintu madrasahku kecuali Allah akan meringankan bebannya di hari kiamat. Aku pasti akan menolong siapa pun yang tersesat jalan, baik ia sahabat-sahabatku, murid- muridku, maupun pecintaku. Kudaku selalu terkekang, panahku selalu terbentang, dan pedangku senantiasa terhunus untuk menolong mereka. Aku pasti menjaga dan menolong, meskipun mereka tak menyadarinya.” Kalimat indah itu diucapkan oleh penghulu para kekasih Allah SWT, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, yang juga Sulthanul Awliya, “raja” para waliyullah. . Janji itu memang syafa’at (pertolongan), yang oleh Rasulullah SAW, dengan izin Allah SWT, juga didelegasikan kepada beberapa golongan istimewa, seperti para awliya, guru mursyid, dan hufazhul Quran – para penghafal Al-Quran yang istiqamah menjaga dan mengamalkan Al-Quran. Para penghafal Al-Quran, misalnya, mempunyai hak memberi syafa’at kepada 10 orang keluarganya. Nilai syafa’at itu tentu tak setinggi Asy-Syafa’atul ‘Uzhma, syafa’at agung, sebagai hak istimewa Rasulullah SAW. Banyak keteladanan, nasihat, dan ajaran Syaikh Abdul Qadir yang perlu dipelajari dan diamalkan jika seseorang ingin dianggap patut menyandang status sebagai pecintanya, muridnya, atau sahabatnya. Yang paling awal harus ditanamkan ialah perasaan husnuzhan, atau baik sangka, dan cinta kepada sang guru. Ada beberapa murid yang sebelumnya tidak simpati, bahkan cenderung membencinya, namun kemudian berbalik mencintainya dan berguru kepadanya. Seorang di antaranya Syaikh Abduh Hamad bin Hammam. “Pada mulanya aku tidak suka kepada Syaikh Abdul Qadir. Walaupun aku seorang saudagar yang paling kaya di Baghdad, aku tidak pernah merasa tenteram ataupun puas hati. Pada suatu hari, ketika menunaikan shalat Jumat, aku tidak mempercayai karamah Syaikh Abdul Qadir. Sampai di masjid, aku dapati beliau sudah di sana. Aku mencari tempat yang tidak terlalu ramai, kebetulan persis di depan mimbar. Ketika Syaikh Abdul Qadir mulai berkhutbah, ada beberapa perkara yang menyinggung perasaanku.”

Upload: pudjijati

Post on 30-May-2018

313 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

8/14/2019 Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

http://slidepdf.com/reader/full/syaikh-abdul-qodir-jaelani-1 1/5

Tuesday, April 24, 2007

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (Bagian 2) 

Janji, Wasiat dan Ajaran Sang WaliSebagai pewaris Nabi, para waliyullah mendapat hak istimewa memberikansyafa’at bagi murid dan pecintanya. Namun, persyaratannya tak mudah:

meneladani sang wali dan mengikuti ajarannya yang bersumber dari Al-Qurandan sunnah.

.Dalam kitab Lujjainid Dani fi Manaqibi Sulthanil Awliya’ Syaikh Abdil Qadir Al-Jailani , karya Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdulkarim Al-Barzanji, termaktubsebuah janji sang wali, “Tidak seorang muslim pun yang melewati pintumadrasahku kecuali Allah akan meringankan bebannya di hari kiamat. Aku pastiakan menolong siapa pun yang tersesat jalan, baik ia sahabat-sahabatku, murid-

muridku, maupun pecintaku. Kudaku selalu terkekang, panahku selaluterbentang, dan pedangku senantiasa terhunus untuk menolong mereka. Akupasti menjaga dan menolong, meskipun mereka tak menyadarinya.” Kalimatindah itu diucapkan oleh penghulu para kekasih Allah SWT, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, yang juga Sulthanul Awliya, “raja” para waliyullah..Janji itu memang syafa’at (pertolongan), yang oleh Rasulullah SAW, dengan izinAllah SWT, juga didelegasikan kepada beberapa golongan istimewa, sepertipara awliya, guru mursyid, dan hufazhul Quran – para penghafal Al-Quran yangistiqamah menjaga dan mengamalkan Al-Quran. Para penghafal Al-Quran,misalnya, mempunyai hak memberi syafa’at kepada 10 orang keluarganya. Nilai

syafa’at itu tentu tak setinggi Asy-Syafa’atul ‘Uzhma, syafa’at agung, sebagai hakistimewa Rasulullah SAW.

Banyak keteladanan, nasihat, dan ajaran Syaikh Abdul Qadir yang perludipelajari dan diamalkan jika seseorang ingin dianggap patut menyandang statussebagai pecintanya, muridnya, atau sahabatnya. Yang paling awal harusditanamkan ialah perasaan husnuzhan, atau baik sangka, dan cinta kepada sangguru. Ada beberapa murid yang sebelumnya tidak simpati, bahkan cenderungmembencinya, namun kemudian berbalik mencintainya dan berguru kepadanya.Seorang di antaranya Syaikh Abduh Hamad bin Hammam.

“Pada mulanya aku tidak suka kepada Syaikh Abdul Qadir. Walaupun akuseorang saudagar yang paling kaya di Baghdad, aku tidak pernah merasatenteram ataupun puas hati. Pada suatu hari, ketika menunaikan shalat Jumat,aku tidak mempercayai karamah Syaikh Abdul Qadir. Sampai di masjid, akudapati beliau sudah di sana. Aku mencari tempat yang tidak terlalu ramai,kebetulan persis di depan mimbar. Ketika Syaikh Abdul Qadir mulai berkhutbah,ada beberapa perkara yang menyinggung perasaanku.”

Page 2: Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

8/14/2019 Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

http://slidepdf.com/reader/full/syaikh-abdul-qodir-jaelani-1 2/5

Syaikh Abduh Hamad melanjutkan, “Tiba-tiba, aku ingin buang air besar,sementara untuk keluar dari masjid tentu sangat sulit. Aku dihantui perasaangelisah dan malu, takut kalau-kalau aku buang air besar di dalam masjid. Dankemarahanku terhadap Syaikh Abdul Qadir pun memuncak. Tapi, seketika itu

beliau turun dari mimbar dan berdiri di depanku. Sambil terus berkhutbah, beliaumenutup tubuhku dengan jubahnya. Tiba-tiba aku merasa sedang berada disuatu lembah hijau yang sangat indah.”

Dalam jubah sang waliyullah itu, Syaikh Abduh Hamad seperti berada di sebuahlembah sunyi dengan anak sungai yang airnya mengalir tenang. Maka segeralahia menunaikan hajatnya, lalu mengambil air wudhu. Dan ketika ia berniatmenunaikan shalat, tiba-tiba sudah berada di tempat semula: di dalam jubahSyaikh Abdul Qadir – yang segara mengangkat jubahnya lalu kembaliberkhutbah di mimbar. “Aku sangat terkejut. Bukan karena perutku sudah lega,tapi juga perasaan marah, ketidakpuasan hati, dan perasaan jahat lainnya,

semuanya hilang,” tambahnya.

Selepas sembahyang Jumat, Syaikh Abduh Hamad pulang. Di jalan ia baru tahukunci rumahnya hilang. Ia pun lalu kembali ke masjid untuk mencarinya, tapi iatidak menemukannya sehingga terpaksa memesan kunci baru. Keesokanharinya ia dan rombongan meninggalkan Baghdad untuk berniaga. Tiga harikemudian, ia melewati sebuah lembah yang indah dengan anak sungai yangairnya jernih. Ia merasa seperti pernah buang hajat di sungai itu.

“Aku lalu mandi di sungai. Setelah selesai dan mau mengambil jubah, akumenemukan kembali kunci pintu rumahku, yang rupa-rupanya tertinggal dan

tersangkut pada sebatang dahan di sana. Setelah urusan dagangku selesai, akusegera menemui Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani di Baghdad dan menjadimuridnya,” tuturnya.

Memang, Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani adalah ulama kharismatis, bahkanseorang sufi besar yang kepribadiannya sangat dikagumi. Dalam kitab Rijalul Fikr wa Da’wah fil Islam, Sayyid Abu Hasan An-Nadwi mengungkapkan, “SyaikhAbdul Qadir Jilani adalah sosok yang berkepribadian bersih, bersemangat,sangat kuat pengaruhnya. Dia seorang zahid, qana’ah, dan kuat menahansyahwat. Dia laksana mercusuar iman yang menerangi orang yang tersesatdalam kegelapan.”

Dalam taushiyah-taushiyahnya yang sangat menyentuh qalbu, sang waliyullahselalu mengingatkan agar setiap orang berpegang teguh pada ajaran Al-Qurandan sunnah Rasulullah SAW, setia menjalankan perintah Allah dan Rasul,menjauhi larangan-Nya, dan bersungguh-sungguh dalam mengendalikan nafsu.Ditekankannya agar pada taraf yang lebih tinggi ia bisa berserah diri sepenuhhati kepada kehendak-Nya. Menurutnya, ada tiga hal yang mutlak harus dijiwaidan diamalkan oleh seorang mukmin dalam segala keadaan. Pertama, menjaga

Page 3: Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

8/14/2019 Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

http://slidepdf.com/reader/full/syaikh-abdul-qodir-jaelani-1 3/5

perintah Allah; kedua, menghindar dari segala yang haram; ketiga, ridha dengantakdir Allah.

Salah satu wasiatnya yang sangat terkenal ialah ujarannya sebagai berikut,“Ikutilah sunnah Rasul dengan penuh keimanan, jangan mengerjakan bid’ah.

Patuhlah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, janganlah melanggar. Junjungtinggi tauhid, jangan menyekutukan Allah. Selalu sucikanlah Allah, dan janganberburuk sangka kepada-Nya. Pertahankanlah kebenaran-Nya, jangan pernahragu sedikit pun. Bersabarlah selalu, jangan menunjukkan ketidaksabaran.Beristiqamahlah dengan berharap kepada-Nya. Bekerjasamalah dalam ketaatan,

 jangan berpecah belah. Saling mencintailah, jangan saling mendendam.”

Bersatu dengan-NyaSementara dalam ranah tasawuf ia senantiasa megingatkan, “Tabir penutupqalbumu tak akan tersibak selama engkau belum lepas dari alam ciptaan; tidakberpaling darinya dalam keadaan hidup selama hawa nafsumu belum pupus;

selama engkau belum melepaskan diri dari kemaujudan dunia dan akhirat;selama jiwamu belum bersatu dengan kehendak Allah dan cahaya-Nya.

Jika engkau mengatakan, jiwamu bersatu dengan Allah dan mencapai kedekatandengan-Nya lewat pertolongan-Nya, maka makna hakiki yang dimaksud ialahberlepas diri dari makhluk dan kedirian, serta sesuai dengan kehendak-Nyatanpa gerakmu; yang ada hanya kehendak-Nya. Inilah keadaan fana dirimu, dandalam keadaan itulah engkau bersatu dengan-Nya, bukan bersatu denganciptaan-Nya. Bukankah Allah SWT berfirman, ‘Tak ada sesuatu pun yang serupadengan-Nya, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Allah takterpadani oleh semua ciptaan-Nya’? Istilah bersatu dengan-Nya hanya lazim

dikenal oleh mereka yang mengalaminya.”

Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memang mengajarkan penafian hasrat akankebendaan duniawiah. Sudah sejak awal ia mengkhawatirkan kecintaan manusiakepada materi yang berakibat ketidakseimbangan ruhani. Sebab, menurutnya,manusia yang sempurna ialah yang mempunyai keseimbangan materi danspiritual, yang satu sama lain saling menjaga dengan porsi yang sama, porsiyang adil.

Ia memang tokoh unik. Meski sebagian sufi sering dicitrakan lebih mementingkanhaqiqat daripada syari’at – karena perilakunya yang dianggap nyeleneh – ia

 justru dengan tegas menjunjung tinggi pelaksanaan syari’at sebagai landasanberthariqah dalam rangka menggapai haqiqat dan ma’rifat..Keseimbangan Tiga Pilar Dalam salah satu kitab karyanya, Al-Ghun-yah li Thalibi Thariqil Haqq, yangmemuat panduan beragama, dengan jelas tergambar betapa sang syaikh sangatmementingkan keseimbangan di antara tiga pilar kehidupan beragama kaummuslimin, yaitu iman (aqidah), Islam (syari’at), dan ihsan (akhlaq, tasawuf). Oleh

Page 4: Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

8/14/2019 Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

http://slidepdf.com/reader/full/syaikh-abdul-qodir-jaelani-1 4/5

karena itu tidaklah benar jika ada orang yang mengaku sebagai pengikut danpecinta Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani tapi hanya mementingkan salah satu pilar.

Misalnya dalam masalah syafa’at Rasulullah SAW, Syaikh Abdul Qadir menulis,“Seorang mukmin haruslah meyakini bahwa Allah SWT akan menerima syafa’at

Rasulullah SAW bagi umatnya yang telah telanjur berbuat dosa, baik dosa besar maupun kecil, yang karenanya mereka ditetapkan masuk neraka, baik syafa’atyang berlaku umum bagi semua umat sebelum proses hisab (perhitungan amal),maupun yang berlaku khusus bagi mereka yang telah masuk neraka.”.Dengan syafa’at tersebut seluruh orang beriman yang berada di neraka kelakakan keluar, sehingga tidak ada seorang pun yang berada di dalamnya. Selagiada sebutir dzarrah (benda terkecil) keimanan dalam qalbu seseorang, danselama ia mengakui dengan tulus bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah SWT,orang itu akan mendapatkan syafa’at dari Rasulullah SAW, sebagaimana sabdabeliau, “Syafa’atku, insya Allah, akan didapatkan oleh siapa saja dari umatku

selama ia tidak mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu.” (HRAbu Hurairah).

Sebagaimana Rasulullah SAW mempunyai syafa’at, para nabi yang lain punmemilikinya, begitu pula orang-orang shiddiq (yang kepercayaannya akankebenaran Rasul sangat teguh), serta orang-orang shalih – yang semuanyatentu dengan izin Allah SWT. Dan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani memang layakmenjadi salah seorang wasilah (perantara) dalam berdoa, karena ketinggianderajatnya di sisi Allah SWT. Namun perlu diingat, ketinggian derajat sangSulthanul Awliya itu di sisi Allah diperoleh berkat kedalaman ilmunya dalambidang syari’at.

Cahaya yang MenyesatkanKisah penutup berikut ini menggambarkan keluasan ilmu Syaikh Abdul Qadir yang menuntunnya mampu melampaui semua godaan yang menghadang lakusuluknya.

Ketika suatu malam Syaikh Abdul Qadir bermunajat di zawiyahnya, tiba-tibamuncul sesosok cahaya yang sangat terang benderang di depannya. Dengansuara yang agung, cahaya itu berkata, “Hai Abdul Qadir, aku adalah tuhanmu.Karena ketekunan ibadahmu, mulai saat ini aku halalkan bagimu semua perkarayang haram.”

Tanpa bergerak, tapi dengan ekspresi murka, Syaikh Abdul Qadir menghardikcahaya itu, “Enyahlah engkau, wahai mahkluk terkutuk!”

Seketika, cahaya terkutuk itu padam meninggalkan kepulan asap tipis. Tiba-tibasuara ghaib terdengar lagi, “Kau memang hebat, Abdul Qadir. Keluasanpengetahuanmu mengenai syari’at dan hukum Allah telah menyelamatkanmu.

Page 5: Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

8/14/2019 Syaikh Abdul Qodir Jaelani 1

http://slidepdf.com/reader/full/syaikh-abdul-qodir-jaelani-1 5/5

Padahal, sebelum engkau, aku telah berhasil menyesatkan 70 orang sufi dengancara yang sama seperti ini.”

Ketika pengalaman spiritual itu diceritakan kepada murid-muridnya, salahseorang di antara mereka bertanya, “Dari mana Tuan tahu cahaya itu adalah

iblis, bukan Allah?”

Dengan tenang Syaikh Abdul Qadir menjawab, “Dari ucapannya, ‘Aku halalkanbagimu semua perkara yang haram’. Aku tahu, tidak mungkin Allah SWT akanmemerintahkan sesuatu yang buruk dan keji.” Begitulah ketinggian ilmu danketeguhan iman seorang waliyullah. (Kang Iftah, dari berbagai sumber)