susunan pengasuh -...

61

Upload: lethien

Post on 02-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui
Page 2: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

i

SUSUNAN PENGASUH:

Penanggung Jawab: drg. Hari Prajogo, M H Kes.

Pimpinan Redaksi:

Kolonel Kes (Purn) Petrus Boli, B.Sc.

Wakil Pimpinan Redaksi: Ns. Nur Fajariyah, S.Kep., M.Kep.

Redaksi Pelaksana:

Kolonel Kes (Purn) Martini, S.Kp., M.Kes. Ns. Harwina Widya Astuti, S.Kep., M.Kep.

Poerwatiningsih, S.Kom.

Mitra Bestari: Drs. Imam Yuwono, MM.

Kolonel Kes drg. Kusmiati, Sp. Pros. Ns. Sri Mulyatiningsih, S.Kep., M.Kep.

Sekretariat:

Ns. Rizqi Nursasmita, S.Kep., M.Kep.

Anggota: Ns. Khaerul Amri, S.Kep.

Hariyati, S.Pd, M.Kes. Poerwatiningsih, S.Kom.

Indriana Prawitasari, AMK. Farrah Anggita

Alamat Redaksi: Jl. Merpati No. 2 Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta 13610

Telp/Fax: (021) 80884040

ISSN: 2089-4597

JURNAL KESEHATAN AKADEMI KEPERAWATAN RSP TNI AU

Diterbitkan Oleh : Akademi Keperawatan RSP TNI AU, Jakarta

Page 3: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

ii

KATA PENGANTAR

Pelayanan kesehatan yang terpadu dan berkualitas semakin dibutuhkan oleh masyarakat.

Berbagai langkah telah dilakukan oleh pemerintah bersama dengan industri kesehatan.

Namun pelayanan ini dirasakan masih kurang dan perlu perbaikan secara terus menerus.

Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah melakukan

penelitian yang dapat bermanfaat secara langsung bagi pemerintah, industri kesehatan dan

masyarakat. Untuk ini sangat diharapkan peran dari perguruan tinggi, terutama perguruan

tinggi yang bergerak dalam bidang kesehatan. Jurnal kesehatan ini turut berperan dalam

meningkatkan pengetahuan dengan mempublikasi hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh

para ahli di bidangnya.

Dalam volume ini, pembaca dapat menikmati beberapa tulisan hasil riset dari dosen

perguruan tinggi Akademi Keperawatan RSP TNI AU dan Akademi Keperawatan Yaspen

Jakarta yang membahas tentang Analisis Kepuasan Pasien Unit Rawat Jalan di Rumkitdik

Pusdikkes TNI AD, Perawatan Kaki Diabetes, Efektifitas Pemberian Edukasi Berbasis

Audiovisual tentang ARV Terhadap Kepatuhan Pengobatan Pasien HIV/AIDS di RS TK II

Dustira Cimahi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Deteksi Hipoglikemia

pada Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Islam Jakarta.

Akhir kata semoga jurnal ini dapat menjadi bacaan yang bermanfaat.

Redaksi

Page 4: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

iii

DAFTAR ISI

Penerapan Prosedur Terapi Menghardik Tutup Mata Terhadap Peningkatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa II Cipayung

Nur Fajariyah & Pika Wardani

Hal. 1-17

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

Ety Nurhayati

Hal. 18-24

Asuhan Keperawatan Pada Klien Paska Partum Normal Dengan Tindakan Teknik Relaksasi di Ruang Nuri RUmah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta

Hariyati, Luluk Eka Meylawati,Wahyuni Dwi Rahayu, & Laily Rochmawati

Hal. 25-44

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia di RW 10 Keluarahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Lia Fitriyanti & Via Esti Cahyaningrum

Hal. 45-53

Studi Deskriptif Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Hiperbilirubinemia

Rizqi Nursasmita, Rahmat Budiman, Eka Fitriana, Iman Nurmansah, Heliodorus Aristosi

Hal. 54-57

Page 5: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

1

PENERAPAN PROSEDUR TERAPI MENGHARDIK TUTUP MATA TERHADAP PENINGKATAN MENGONTROL HALUSINASI

PENGLIHATAN DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA II CIPAYUNG

Ns. Nur Fajariyah, S.Kep., M.Kep

Pika Wardani

1. Staf Dosen Akademi Keperawatan RSP TNI AU 2. Mahasiswa Akademi Keperawatan RSP TNI AU

[email protected]

ABSTRAK

Salah satu bentuk gangguan jiwa yang banyak terjadi adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat, kronis yang memiliki ciri adanya delusi, halusinasi, pikiran, perilaku dan pembicaraan yang tidak terorganisir. Menurut WHO (2010) lebih dari 50% penderita skizofrenia tidak mendapat perawatan, di negara berkembang lebih dari 90% penderita skizofrenia tidak diobati. Hal ini membuktikan walaupun prevalensi skizofrenia meningkat setiap tahunnya dan dampak yang ditimbulkan buruk tetapi tidak diikuti upaya perawatan yang optimal. Gejala yang sering muncul adalah halusinasi, dimana gejala ini mencapai 70%. Halusinasi adalah perubahan sensori persepsi, merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada, sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan dan penghidu. Salah satu jenis halusinasi adalah halusinasi penglihatan. Halusinasi penglihatan merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, panorama yang luas dan kompleks, bersifat menyenangkan atau menakutkan. Salah satu cara mengontrol halusinasi penglihatan dengan menghardik tutup mata. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keefektifan penerapan terapi menghardik tutup mata pada halusinasi penglihatan. Desain penelitian dengan studi kasus perbandingan 2 responden yang diberi intervensi selama 3 hari perawatan. Tingkat keberhasilan keefektifan terapi dinilai melalui 10 kriteria pada tabel observasi prosedur terapi menghardik tutup mata. Hasil penelitian menunjukkan klien 1 Tn. A mampu melakukan 10 dari 10 kriteria yang ada pada tabel dengan skor 100%. Klien 2 Tn. R mampu melakukan 9 dari 10 kriteria yang ada pada tabel dengan skor 90%. Maka dapat disimpulkan penerapan terapi menghardik tutup mata memiliki keefektifitasan dan pengaruh dalam mengontrol halusinasi penglihatan yang dialami klien. Kata Kunci : Skizofrenia, Halusinasi, Menghardik, Bayangan, Palsu.

Page 6: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

2

ABSTRACT

One of the most common forms of mental disorder is schizophrenia. Schizophrenia is a chronic mental disorder that features delusions, hallucinations, thoughts, behaviors and disorganized speech. According to WHO (2010) more than 50% of people with schizophrenia are not get receiving appropriate treatment. Even in developing countries more than 90% of untreated schizophrenics. This proves that although the prevalence of schizophrenia is increasing every year and the impact is poor but not followed by optimal client care efforts. Symptoms that often appear in schizophrenia is hallucinations, where this symptom reaches 70%. Hallucinations are sensory changes of perception, feel the actual stimulus does not exist, feel the false sensations of sound, sight, taste and smell. One type of hallucinations is the hallucination of vision. Hallucinations of vision is a visual stimulus in the form of light beams, images, panoramas are broad and complex, can be fun or scary. One way to control hallucinations by rebuking the blindfold. This study aims to determine the level of effectiveness of the application of therapeutic blindfold on the client hallucinations of vision. The study design with case study comparing 2 respondents who were given intervention foe 3 days treatment. The success rate of therapeutic effectiveness is assessed through 10 criterias in the observation table. The research results show the client 1 Mr. A able to perform 10 of 10 criterias that exist in the table with a score of 100%. Client 2 Mr. R is capable of perfoming 9 ot the 10 criterias on the table with a score of 90%. It can be concluded that the application of therapeutic eye blindness has the effectiveness and influence in controlling the visual hallucinations experienced by the client. Key words : Schizophrenia, Hallucinations, Rebuke, Shadow, False . PENDAHULUAN Kesehatan merupakan suatu hal yang paling diinginkan oleh setiap individu di belahan dunia. Sebab dengan kesehatan, setiap individu dapat hidup secara produktif dan sejahtera sampai akhir hidupnya. Kesehatan tidak hanya meliputi kesehatan fisik tetapi juga kesehatan mental. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan (2009) yang menyatakan bahwa kesehatan merupakan suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. Selain itu menurut (WHO, 2003 cit Sri Eka Wahyuni, 2010) juga menyatakan bahwa kesehatan merupakan suatu keadaan sehat baik secara fisik, mental, sosial dan bukan hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan. Pernyataan ini

memberi arti bahwa kesehatan jiwa atau mental merupakan bagian integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan hanya berarti terbebas dari gangguan jiwa tetapi kesehatan jiwa diartikan sebagai suatu keadaan sejahtera dimana individu mampu menyadari kemampuan dirinya, mampu mengatasi stress yang biasa terjadi dalam kehidupannya, mampu bekerja secara produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya serta mampu berperan serta dalam komunitasnya (Undang-Undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 Tahun 2014). Sedangkan pengertian kesehatan jiwa menurut (Stuart & Laraia, 2005 cit Sri Eka Wahyuni, 2010) adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara

Page 7: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

3

fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya (Undang-undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 tahun 2014). Berdasarkan pengertian di atas, kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang seimbang yang tercermin dari pikiran, perilaku, perasaan yang memungkinkan individu untuk hidup bahagia dan sejahtera dalam menjalankan kehidupannya mulai dari bayi sampai akhir hidupnya. Kesehatan jiwa masyarakat (community mental health) telah menjadi bagian dari masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak globalisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru serta masalah-masalah sosial lainnya seperti kemiskinan dan juga tingkat pendidikan yang rendah. Apabila individu tidak mampu menyikapi dan beradaptasi dengan baik terhadap perubahan serta kejadian yang terjadi, maka akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan jiwa pada individu. Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapatkan perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor. Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, serta perhatian dari seluruh masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Menurut Yosep (2011) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

Gangguan jiwa merupakan dampak serius terhadap ketidakmampuan individu berfungsi secara efektif dalam waktu yang cukup lama yang ditandai degan terjadinya kerusakan proses berpikir, mood dan perilaku (The Canadian Mental Health Association, 2008). Sedangkan menurut National Alliance of Mental Illness of America (2010) menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan kondisi kesehatan individu yang ditandai dengan terjadinya gangguan pada proses pikir, perasaan, mood, kemampuan interaksi serta kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari. Sehingga gangguan jiwa dapat diartikan sebagai suatu kumpulan gejala yang tercermin dari pola pikiran, perasaan serta perilaku individu yang terganggu dan ditandai dengan terjadinya gangguan proses pikir, mood dan juga interaksi sosial dan kumpulan gejala tersebut menyebabkan individu mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari seperti self care serta menimbulkan penderitaan bagi individu yang mengalaminya. Menurut WHO masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan (Yosep, 2007). Di Indonesia diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari 220 juta penduduk mengalami gangguan jiwa (Swaberita, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizofrenia adalah 1,7% per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.

Page 8: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

4

Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata 14,3% di antaranya atau sekira 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka pemasungan di pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%. ( Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI ). Menurut Depkes RI (2009), jumlah klien yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang dengan kategori gangguan jiwa ringan (11,6%) dan yang mengalami gangguan jiwa berat (0,46%), pada klien dengan masalah gangguan jiwa hanya (30-40%) yang dapat sembuh total, (30%) tetap berobat jalan dan (30%) lainnya harus menjalani perawatan. Berdasarkan hasil penelitian dari Rudi Maslim dalam Mubarta (2011) prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55%. Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa 11,6% penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional (Riskesdas, 2007). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah gangguan jiwa mencapai 1,7 juta (Riskesdas, 2013). Salah satu bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi dan perilaku sosialnya (Hermann Melinda, 2008). Menurut National Institute Mental Heath of United States (2009) skizofrenia adalah penyakit otak yang kronis dan berat yang berakibat terhadap

individu sepanjang kehidupannya. Coconce dan Ramos (2009) juga menyebutkan bahwa skizofrenia adalah gangguan jiwa berat, kronis yang memiliki ciri-ciri yaitu adanya delusi, halusinasi, pikiran, perilaku dan pembicaraan yang tidak terorganisir. Skizofrenia dapat diartikan sebagai suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya penyimpangan realitas, kemunduran interaksi sosial dan juga pikiran yang tidak terorganisir serta menimbulkan distress dan disabilitas bagi klien dalam waktu yang lama. Diperkirakan penderita skizofrenia sebanyak 1% dari seluruh jumlah penduduk di dunia. Hasil penelitian menunjukkan, sekitar 80% pasien dirawat di RSJ dengan gangguan skizofrenia 25% pasien skizofrenia dapat sembuh, 25% dapat mandiri, 25% membutuhkan bantuan dan 25% kondisi berat (Efendi, 2009). Menurut WHO (2010) lebih dari 50% penderita skizofrenia tidak mendapat perawatan yang sesuai dan tidak hanya itu di negara-negara berkembang ditemukan lebih dari 90% penderita skizofrenia yang tidak diobati. Hal ini membuktikan bahwa walaupun prevalensi skizofrenia meningkat setiap tahunnya dan dampak yang ditimbulkan oleh skizofrenia buruk tetapi tidak diikuti oleh upaya perawatan klien yang optimal. Gejala yang sering muncul pada skizofrenia adalah halusinasi dimana gejala ini mencapai 70 % dari seluruh gejala yang ada. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan, individu merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat Budi Anna, 2012). Halusinasi menjadi fokus perhatian tim kesehatan karena halusinasi apabila tidak

Page 9: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

5

ditangani secara baik dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan halusinasi berisikan perintah untuk melukai dirinya sendiri maupun orang lain (Sri Eka Wahyuni, 2010). Secara klinik dan evidence base, halusinasi telah terbukti dapat menyebabkan distress pada individu (Garety, 1987 cit Sri Eka Wahyuni, 2010). Selain itu halusinasi sering menyebabkan ketakutan atau kecemasan bahkan depresi pada klien gangguan jiwa. Birchwood (2008) juga menyebutkan bahwa 40% klien skizofrenia mengalami depresi akibat halusinasi yang dialaminya. Menurut Pinikahana, Happell dan Keks (2003) dalam Sri Eka Wahyuni (2010) menyebutkan bahwa 9-13% klien skizofrenia mengalami suicide dan 20-50% klien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri. Hal tersebutlah yang menyebabkan halusinasi harus ditangani sesegera mungkin karena dampaknya akan menimbulkan masalah yang lebih besar bagi klien maupun orang lain dan lingkungannya. Dengan adanya Undang-undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik, serta memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Peran perawat sangat dibutuhkan dalam membantu memelihara kesehatan masyarakat, termasuk masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Peran perawat tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif adalah memberikan penjelasan tentang gangguan jiwa khususnya Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Penglihatan pada masyarakat umum, mulai dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala sampai dengan komplikasi yang akan terjadi bila tidak segera ditangani. Preventif adalah memberi penjelasan mengenai cara pencegahan

kekambuhan pasien dengan gangguan jiwa terutama dengan pasien Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi. Kuratif yaitu peran perawat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga pasien gangguan jiwa terutama dengan Gangguan Sensori Persespsi : Halusinasi penglihatan secara mandiri serta memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan dokter. Rehabilitatif peran perawat untuk memberikan dukungan dan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan gangguan jiwa terutama dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan di rumah. Menurut data yang diperoleh dari Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa II Cipayung Jakarta Timur pada bulan Juni 2017 jumlah warga bina sosial (WBS) yang saat ini dirawat di panti berjumlah 606 WBS terdiri dari 299 WBS perempuan dan 307 WBS laki-laki. Presentase gangguan jiwa yang terjadi adalah, klien yang menderita Isolasi Sosial sebesar 35% atau sekitar 69 WBS, Harga Diri Rendah sebesar 40% atau sekitar 79 WBS, Resiko Perilaku Kekerasan sebesar 40% atau sekitar 79 WBS, Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi sebesar 95% atau sekitar 187 WBS dan Defisit Perawatan Diri sebesar 98% atau sekitar 192 WBS. Presentase ini berdasarkan diagnosa yang dipegang oleh perawat di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa II Cipayung Jakarta Timur. Jumlah ini tidak 100% dikarenakan 1 WBS bisa memiliki 2 atau 3 diagnosa. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan apabila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan halusinasi penglihatan dapat berisikan bayangan-bayangan atau gambaran-gambaran menakutkan yang memperlihatkan klien bagaimana cara untuk melukai diri klien sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar. Berdasarkan data tersebut di atas, maka penulis menyusun laporan kasus dengan judul

Page 10: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

6

“Penerapan Prosedur Terapi Menghardik Tutup Mata Terhadap Peningkatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan Di

Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa II Cipayung.”

METODE Pada bab ini diuraikan tentang metode penulisan yang diterapkan mahasiswa dalam studi kasus yang akan dilaksanakan. Bab ini berisi tentang desain atau rancangan studi kasus, subyek studi kasus, fokus studi kasus yang akan diteliti, definisi operasional, cara pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, cara pengolahan data dan etika penulisan. Karya tulis menggunakan studi kasus “Penerapan Prosedur Terapi Menghardik

Tutup Mata Pada Pasien Dengan Halusinasi Penglihatan.” Penerapan Prosedur Terapi Menghardik Tutup Mata Terhadap Peningkatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan. Tempat penelitian studi kasus dilakukan di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa II Cipayung Jakarta Timur. Waktunya 10-13 Juni 2017.

HASIL Dari Studi Kasus yang dilakukan oleh penulis selama meneliti diperoleh data hasil Studi kasus klien 1 dan klien 2 sebagai berikut : 1. Tabel 4.1 Pengumpulan Data

No. Nama Umur Jenis Kelamin 1. Tn. A 26 tahun Laki-laki 2. Tn. R 38 tahun Laki-laki

Klien 1 atas nama Tn. A berusia 26 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Klien 2 atas nama Tn. R berusia 38 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. 1. Tabel 4.2 Penilaian Observasi Prosedur Terapi Menghardik Tutup Mata Klien 1

Nama Klien : Tn. A Bangsal : Cenderawasih 7 Tanggal : 10-13 Juni 2017 No. Aspek Yang Dinilai Ya Tidak 1. Klien mampu menatap lawan bicara. √ 2. Klien mampu mengingat dan mampu difokuskan. √ 3. Klien mampu memperhatikan dan memiliki rasa

keingintahuan serta ketertarikan terhadap apa yang √

Page 11: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

7

diajarkan perawat. 4. Klien mampu menggunakan bahasa tubuh yan sesuai. √ 5. Klien mampu mempraktekkan cara menghardik tutup

mata dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan

6 Klien mampu mempraktekkan ulang cara menghardik tutup mata secara mandiri dengan baik dan benar.

7. Klien mampu menunjukkan keefektivitasan dari penerapan menghardik tutup mata dalam mengontrol halusinasi penglihatan yang dialaminya.

8. Klien mampu memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya adalah palsu dan memiliki keinginan untuk menghilangkan bayangan palsu tersebut dengan menghardik tutup mata.

9. Klien mampu memasukkan kegiatan menghardik tutup mata dalam jadwal kegiatan harian dan mengulang latihan menghardik tutup mata kembali sesuai jadwal kegiatan harian.

10. Klien mampu mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. √ Dari hasil penilaian observasi penerapan terapi menghardik tutup mata pada Klien 1 Tn. A diperoleh data bahwa Tn. A mampu melakukan 10 dari 10 kriteria yang ada pada tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata. Dengan hasil sebagai berikut klien mampu menatap lawan bicara, klien mampu mengingat dan mampu difokuskan, klien mampu memperhatikan dan memiliki rasa keingintahuan serta ketertarikan terhadap apa yang diajarkan perawat, klien mampu menggunakan bahasa tubuh yang sesuai, klien mampu mempraktekkan cara menghardik tutup mata dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau

lihat kamu bayangan palsu.” , klien mampu mempraktekkan ulang cara menghardik tutup mata secara mandiri dengan baik dan benar, klien mampu menunjukkan keefektivitasan dari penerapan menghardik tutup mata dalam mengontrol halusinasi penglihatan yang dialaminya, klien mampu memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya adalah palsu dan memiliki keinginan untuk menghilangkan bayangan palsu tersebut dengan menghardik tutup mata, klien mampu memasukkan kegiatan menghardik tutup mata dalam jadwal kegiatan harian dan mengulang latihan menghardik tutup mata kembali sesuai jadwal kegiatan harian, dan klien mampu mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.

Klien 2 Nama Klien : Tn. R Bangsal : Cenderawasih 7 Tanggal : 10-13 Juni 2017 No. Aspek Yang Dinilai Ya Tidak 1. Klien mampu menatap lawan bicara. √ 2. Klien mampu mengingat dan mampu difokuskan. √ 3. Klien mampu memperhatikan dan memiliki rasa

keingintahuan serta ketertarikan terhadap apa yang diajarkan perawat.

Page 12: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

8

4. Klien mampu menggunakan bahasa tubuh yang sesuai. √ 5. Klien mampu mempraktekkan cara menghardik tutup mata

dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau lihat kamu bayangan palsu.”

6. Klien mampu mempraktekkan ulang cara menghardik tutup mata secara mandiri dengan baik dan benar.

7. Klien mampu menunjukkan keefektivitasan dari penerapan menghardik tutup mata dalam mengontrol halusinasi penglihatan yang dialaminya.

8. Klien mampu memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya adalah palsu dan memiliki keinginan untuk menghilangkan bayangan palsu tersebut dengan menghardik tutup mata.

9. Klien mampu memasukkan kegiatan menghardik tutup mata dalam jadwal kegiatan harian dan mengulang latihan menghardik tutup mata kembali sesuai jadwal kegiatan harian.

10. Klien mampu mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. √

Dari hasil penilaian observasi penerapan terapi menghardik tutup mata pada Klien 2 Tn. R diperoleh data bahwa Tn. R mampu melakukan 9 dari 10 kriteria yang ada pada tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata dan Tn. R tidak mampu melakukan 1 kriteria yang ada pada nomor 7. Dengan hasil sebagai berikut klien mampu menatap lawan bicara, klien mampu mengingat dan mampu difokuskan, klien mampu memperhatikan dan memiliki rasa keingintahuan serta ketertarikan terhadap apa yang diajarkan perawat, klien mampu menggunakan bahasa tubuh yang sesuai, klien mampu mempraktekkan cara menghardik tutup mata dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau lihat kamu bayangan palsu.” , klien mampu mempraktekkan ulang cara menghardik tutup mata secara mandiri dengan baik dan benar, klien mampu memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya adalah palsu dan memiliki keinginan untuk menghilangkan bayangan palsu tersebut dengan menghardik tutup mata, klien mampu memasukkan kegiatan menghardik tutup mata dalam jadwal kegiatan harian dan mengulang latihan menghardik tutup mata kembali sesuai jadwal kegiatan harian, dan klien mampu mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Klien 2 Tn. R tidak mampu melakukan 1 kriteria yang ada pada nomor 7 dalam tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata yaitu klien tidak mampu menunjukkan keefektivitasan dari penerapan menghardik tutup mata dalam mengontrol halusinasi penglihatan yang dialaminya. 3. Tabel 4.3 Penilaian Pengetahuan Klien Tentang Halusinasi Penglihatan Klien 1 Nama Klien : Tn. A Bangsal : Cenderawasih 7 Tanggal : 10-13 Juni 2017

No. Aspek Yang Dinilai Ya Tidak 1. Klien mampu menjelaskan tentang penyakit √

Page 13: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

9

halusinasi penglihatan. 2. Klien mampu menjelaskan penyebab klien

mengalami halusinasi penglihatan. √

3. Klien mampu menjelaskan halusinasi penglihatan yang dialaminya (isi, waktu, frekuensi dan situasi).

4. Klien mampu mengungkapkan perasaannya terhadap halusinasi penglihatan yang dialaminya.

5. Klien mampu menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya.

6. Klien mampu mempraktekkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya.

7. Klien mampu menyebutkan cara yang paling efektif dalam penanganan halusinasi penglihatan sebelumnya.

8. Klien mampu menyebutkan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

9. Klien mampu menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

10. Klien mampu menjelaskan keefektivitasan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

Dari hasil penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan diperoleh data bahwa Klien 1 Tn. A mampu menjawab 8 dari 10 kriteria yang terdapat pada tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan. Dengan hasil sebagai berikut klien mampu menjelaskan tentang penyakit halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan penyebab klien mengalami halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan halusinasi penglihatan yang dialaminya (isi, waktu, frekuensi dan situasi), klien mampu mengungkapkan perasaannya terhadap halusinasi penglihatan yang dialaminya, klien mampu menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi

halusinasi penglihatannya, klien mampu mempraktekkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya, klien mampu menyebutkan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan. Klien 1 Tn. A tidak mampu melakukan 2 kriteria yang ada pada nomor 7 dan 10 dalam tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan yaitu klien tidak mampu menyebutkan cara yang paling efektif dalam penanganan halusinasi penglihatan sebelumnya dan klien tidak mampu menjelaskan keefektivitasan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

Klien 2 Nama Klien : Tn. R Bangsal : Cenderawasih 7 Tanggal : 10-13 Juni 2017 No. Aspek Yang Dinilai Ya Tidak 1. Klien mampu menjelaskan tentang penyakit halusinasi

penglihatan. √

Page 14: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

10

2. Klien mampu menjelaskan penyebab klien mengalami halusinasi penglihatan.

3. Klien mampu menjelaskan halusinasi penglihatan yang dialaminya (isi, waktu, frekuensi dan situasi).

4. Klien mampu mengungkapkan perasaannya terhadap halusinasi penglihatan yang dialaminya.

5. Klien mampu menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya.

6. Klien mampu mempraktekkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya.

7. Klien mampu menyebutkan cara yang paling efektif dalam penanganan halusinasi penglihatan sebelumnya.

8. Klien mampu menyebutkan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

9. Klien mampu menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

10. Klien mampu menjelaskan keefektivitasan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

Dari hasil penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan diperoleh data bahwa Klien 2 Tn. R mampu menjawab 8 dari 10 kriteria yang terdapat pada tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan. Dengan hasil sebagai berikut klien mampu menjelaskan tentang penyakit halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan penyebab klien mengalami halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan halusinasi penglihatan yang dialaminya (isi, waktu, frekuensi dan situasi), klien mampu mengungkapkan perasaannya terhadap halusinasi penglihatan yang dialaminya, klien mampu menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi

halusinasi penglihatannya, klien mampu mempraktekkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya, klien mampu menyebutkan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan. Klien 2 Tn. R tidak mampu melakukan 2 kriteria yang ada pada nomor 7 dan 10 dalam tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan yaitu klien tidak mampu menyebutkan cara yang paling efektif dalam penanganan halusinasi penglihatan sebelumnya dan klien tidak mampu menjelaskan keefektivitasan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan.

4. Hasil Pelaksanaan Jadwal kegiatan

Harian Klien 1 a. Tn. A pada hari Sabtu tanggal 10 Juni

2017 melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang terjadwal (jadwal kegiatan harian terlampir).

b. Tn. A pada hari Senin tanggal 12 Juni 2017 melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang terjadwal (jadwal kegiatan harian terlampir).

c. Tn. A pada hari Selasa tanggal 13 Juni 2017 melaksanakan kegiatan sesuai

Page 15: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

11

dengan yang terjadwal (jadwal kegiatan harian terlampir).

Klien 2 a. Tn. R pada hari Sabtu tanggal 10 Juni

2017 melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang terjadwal (jadwal kegiatan harian terlampir).

b. Tn. R pada hari Senin tanggal 12 Juni 2017 tidak melaksanakan kegiatan

yang sudah terjadwal yaitu kerja bakti dan menanam bunga karena klien ketiduran (jadwal kegiatan harian terlampir).

c. Tn. R pada hari Selasa tanggal 13 Juni 2017 melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang terjadwal (jadwal kegiatan harian terlampir).

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil studi kasus yang diperoleh dari pengumpulan data, penilaian observasi serta penilaian pengetahuan pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan dengan penerapan terapi menghardik tutup mata didapatkan presentase dari keefektivan penerapan terapi menghardik tutup mata sebagai berikut : 1. Jika klien mampu melakukan 10 dari 10

poin skornya 100% 2. Jika klien mampu melakukan 9 dari 10

poin skornya 90% 3. Jika klien mampu melakukan 8 dari 10

poin skornya 80%

4. Jika klien mampu melakukan 7 dari 10 poin skornya 70%

5. Jika klien mampu melakukan 6 dari 10 poin skornya 60%

6. Jika klien mampu melakukan 5 dari 10 poin skornya 50%

7. Jika klien mampu melakukan 4 dari 10 poin skornya 40%

8. Jika klien mampu melakukan 3 dari 10 poin skornya 30%

9. Jika klien mampu melakukan 2 dari 10 poin skornya 20%

10. Jika klien mampu melakukan 1 dari 10 poin skornya 10%

Berdasarkan kriteria presentase penilaian di atas didapatkan hasil sebagai berikut : Klien 1 Hasil penilaian observasi penerapan prosedur terapi menghardik tutup mata, Tn. A mampu melakukan 10 dari 10 poin yang ada dalam kriteria tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata maka tingkat keberhasilan dan keefektivitasan dari penerapan terapi menghardik tutup mata skornya 100%. Hasil penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan, Tn. A mampu menjawab 8 dari 10 poin yang ada dalam kriteria tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan maka tingkat pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan skornya 80%. Klien 1 Tn. A dari hari Sabtu sampai Senin tanggal 10-13 Juni 2017 konsisten dalam melaksanakan kegiatan (jadwal kegiatan harian terlampir).

Page 16: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

12

Klien 2 Hasil penilaian observasi penerapan prosedur terapi menghardik tutup mata, Tn. R mampu melakukan 9 dari 10 poin yang ada dalam kriteria tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata maka tingkat keberhasilan dan keefektivitasan dari penerapan terapi menghardik tutup mata skornya 90%. Hasil penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan, Tn. R mampu menjawab 8 dari 10 poin yang ada dalam kriteria tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan maka tingkat pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan skornya 80%. Klien 2 Tn. R pada hari Sabtu tanggal 10 Juni 2017 dan hari Selasa 13 Juni 2017 konsisten dalam melaksanakan kegiatan (jadwal kegiatan harian terlampir). Klien 2 Tn. R pada hari Senin tanggal 12 Juni 2017 tidak konsisten dalam melaksanakan kegiatan kerja bakti dan menanam bunga dikarenakan klien ketiduran (jadwal kegiatan harian terlampir). Asuhan keperawatan dengan tindakan keperawatan penerapan terapi menghardik tutup mata pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan tindakan pertama yang dilakukan adalah membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, mendiskusikan penyebab klien mengalami halusinasi penglihatan, mendiskusikan dengan klien tentang halusinasi penglihatan yang dialaminya meliputi isi, frekuensi, waktu, situasi dan respon klien saat halusinasi penglihatannya muncul, mengajarkan kepada klien cara mengontrol halusinasi penglihatan dengan cara pertama yaitu dengan cara menghardik tutup mata yaitu dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau lihat kamu bayangan palsu.” Diulang-ulang terus sampai dengan bayangan-bayangan itu

hilang dan tidak muncul lagi, meminta klien untuk mempraktekkan cara menghardik tutup mata secara mandiri dengan baik dan benar dengan meyakinkan di dalam hati bahwa bayangan-bayangan itu palsu serta memberikan pujian atas usaha yang dilakukan klien. Perbandingan antara kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi penglihatan sebelum diberikan terapi menghardik tutup mata kurang dan setelah diberikan terapi menghardik tutup mata mengalami peningkatan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keefektifan dari penerapan terapi menghardik tutup mata pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan adalah setelah diberikan terapi menghardik tutup mata klien 1 dan klien 2 mengalami penurunan tingkat halusinasi penglihatan, hal ini dikarenakan pada saat klien 1 dan klien 2 menutup mata saat melakukan terapi menghardik tutup mata klien 1 dan klien 2 menjadi lebih fokus dan berkonsentrasi pada halusinasi penglihatannya sehingga memungkinkan beberapa zat kimia di dalam otak seperti dopamin neurotransmiter tidak berlebihan. Rentang respon klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan dengan penerapan terapi menghardik tutup mata adalah individu memiliki mekanisme koping yang lebih baik dengan memberikan motivasi dan dukungan serta semangat pada klien bahwa halusinasi penglihatannya dapat hilang serta meyakinkan klien bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya palsu. Kepercayaan diri klien menjadi kuat dan kemampuan mengontrol halusinasi penglihatannya meningkat. Klien mampu berperilaku sesuai serta mampu berkomunikasi dengan baik dengan perawat maupun orang lain. Dengan penerapan terapi menghardik tutup mata ini mejadi cara untuk mengontrol halusinasi penglihatan klien.

Page 17: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

13

KESIMPULAN

Halusinasi penglihatan (visual, optik) adalah stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau yang menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat (Trimelia, 2011).

Menghardik tutup mata merupakan salah satu jenis cara menghardik, yaitu upaya menolak dan mengendalikan diri terhadap halusinasi yang muncul dengan cara memejamkan kedua mata lalu menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan dan mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau lihat kamu bayangan palsu.” Diulang-ulang sampai bayangan itu hilang dan tidak muncul lagi. Asuhan keperawatan dengan tindakan keperawatan penerapan terapi menghardik tutup mata pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan tindakan pertama yang dilakukan adalah membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, mendiskusikan penyebab klien mengalami halusinasi penglihatan, mendiskusikan dengan klien tentang halusinasi penglihatan yang dialaminya meliputi isi, frekuensi, waktu, situasi dan respon klien saat halusinasi penglihatannya muncul, mengajarkan kepada klien cara mengontrol halusinasi penglihatan dengan cara pertama yaitu dengan cara menghardik tutup mata yaitu dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau lihat kamu bayangan palsu.” Diulang-ulang terus sampai dengan bayangan-bayangan itu hilang dan tidak muncul lagi, meminta klien untuk mempraktekkan cara menghardik tutup mata secara mandiri dengan baik dan benar dengan meyakinkan di dalam hati bahwa bayangan-bayangan itu meyakinkan bahwa

bayangan-bayangan dalam halusinasi penglihatannya itu palsu serta memberikan pujian atas usaha yang dilakukan klien. Perbandingan antara kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi penglihatan sebelum diberikan terapi menghardik tutup mata kurang dan setelah diberikan terapi menghardik tutup mata mengalami peningkatan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keefektifan dari penerapan terapi menghardik tutup mata pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan adalah setelah diberikan terapi menghardik tutup mata klien 1 dan klien 2 mengalami penurunan tingkat halusinasi penglihatan, hal ini dikarenakan pada saat klien 1 dan klien 2 menutup mata saat melakukan terapi menghardik tutup mata klien 1 dan klien 2 menjadi lebih fokus dan berkonsentrasi pada halusinasi penglihatannya sehingga memungkinkan beberapa zat kimia di dalam otak seperti dopamin neurotransmiter tidak berlebihan.

Rentang respon klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan dengan penerapan terapi menghardik tutup mata adalah individu memiliki mekanisme koping yang lebih baik dengan memberikan motivasi dan dukungan serta semangat pada klien bahwa halusinasi penglihatannya dapat hilang serta meyakinkan klien bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya palsu. Kepercayaan diri klien menjadi kuat dan kemampuan mengontrol halusinasi penglihatannya meningkat. Klien mampu berperilaku sesuai serta mampu berkomunikasi dengan baik dengan perawat maupun orang lain. Dengan penerapan terapi menghardik tutup mata ini mejadi cara untuk mengontrol halusinasi penglihatan klien. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang didapatkan diperoleh data bahwa Klien 1 atas nama Tn. A berusia 26 tahun dan berjenis

Page 18: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

14

kelamin laki-laki. Hasil penilaian observasi penerapan prosedur terapi menghardik tutup mata pada Tn. A bahwa Tn. A mampu melakukan 10 dari 10 kriteria yang ada pada tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata. Dengan hasil sebagai berikut klien mampu menatap lawan bicara, klien mampu mengingat dan mampu difokuskan, klien mampu memperhatikan dan memiliki rasa keingintahuan serta ketertarikan terhadap apa yang diajarkan perawat, klien mampu menggunakan bahasa tubuh yang sesuai, klien mampu mempraktekkan cara menghardik tutup mata dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau lihat kamu bayangan palsu.” , klien mampu mempraktekkan ulang cara menghardik tutup mata secara mandiri dengan baik dan benar, klien mampu menunjukkan keefektivitasan dari penerapan menghardik tutup mata dalam mengontrol halusinasi penglihatan yang dialaminya, klien mampu memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya adalah palsu dan memiliki keinginan untuk menghilangkan bayangan palsu tersebut dengan menghardik tutup mata, klien mampu memasukkan kegiatan menghardik tutup mata dalam jadwal kegiatan harian dan mengulang latihan menghardik tutup mata kembali sesuai jadwal kegiatan harian, dan klien mampu mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Dari hasil penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan diperoleh data bahwa Klien 1 Tn. A mampu menjawab 8 dari 10 kriteria yang terdapat pada tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan. dengan hasil sebagai berikut klien mampu menjelaskan tentang penyakit halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan penyebab klien mengalami halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan halusinasi penglihatan yang dialaminya (isi, waktu, frekuensi dan situasi), klien mampu mengungkapkan perasaannya

terhadap halusinasi penglihatan yang dialaminya, klien mampu menyebutkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya, klien mampu mempraktekkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya, klien mampu menyebutkan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan. Klien 1 Tn. A tidak mampu melakukan 2 kriteria yang ada pada nomor 7 dan 10 dalam tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan yaitu klien tidak mampu menyebutkan cara yang paling efektif dalam penanganan halusinasi penglihatan sebelumnya dan klien tidak menjelaskan keefektivitasan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan. Klien 1 Tn. A dari hari Sabtu sampai Senin tanggal 10-13 Juni 2017 konsisten dalam melaksanakan kegiatan (jadwal kegiatan harian terlampir). Berdasarkan hasil pengumpulan data yang didapatkan diperoleh data bahwa Klien 2 atas nama Tn. R berusia 38 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Hasil penilaian observasi penerapan prosedur terapi menghardik tutup mata pada Tn. R bahwa Tn. R mampu melakukan 9 dari 10 kriteria yang ada pada tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata dan Tn. R tidak mampu melakukan 1 kriteria yang ada pada nomor 7. Dengan hasil sebagai berikut klien mampu menatap lawan bicara, klien mampu mengingat dan mampu difokuskan, klien mampu memperhatikan dan memiliki rasa keingintahuan serta ketertarikan terhadap apa yang diajarkan perawat, klien mampu menggunakan bahasa tubuh yang sesuai, klien mampu mempraktekkan cara menghardik tutup mata dengan cara memejamkan kedua mata dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan lalu mengatakan “Pergi-pergi kamu bayangan palsu saya tidak mau lihat, saya tidak mau lihat kamu bayangan palsu.” , klien mampu mempraktekkan ulang cara menghardik tutup mata secara mandiri

Page 19: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

15

dengan baik dan benar, klien mampu memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa bayangan yang klien lihat dalam halusinasi penglihatannya adalah palsu dan memiliki keinginan untuk menghilangkan bayangan palsu tersebut dengan menghardik tutup mata, klien mampu memasukkan kegiatan menghardik tutup mata dalam jadwal kegiatan harian dan mengulang latihan menghardik tutup mata kembali sesuai jadwal kegiatan harian, dan klien mampu mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir. Klien 2 Tn. R tidak mampu melakukan 1 kriteria yang ada pada nomor 7 dalam tabel penilaian observasi prosedur terapi menghardik tutup mata yaitu klien tidak mampu menunjukkan keefektivitasan dari penerapan menghardik tutup mata dalam mengontrol halusinasi penglihatan yang dialaminya. Dari hasil penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan diperoleh data bahwa Klien 2 Tn. R mampu menjawab 8 dari 10 kriteria yang terdapat pada tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan. dengan hasil sebagai berikut klien mampu menjelaskan tentang penyakit halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan penyebab klien mengalami halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan halusinasi penglihatan yang dialaminya (isi, waktu, frekuensi dan situasi), klien mampu mengungkapkan perasaannya terhadap halusinasi penglihatan yang dialaminya, klien mampu menyebutkan cara

yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya, klien mampu mempraktekkan cara yang selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasi penglihatannya, klien mampu menyebutkan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan, klien mampu menjelaskan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan. Klien 2 Tn. R tidak mampu melakukan 2 kriteria yang ada pada nomor 7 dan 10 dalam tabel penilaian pengetahuan klien tentang halusinasi penglihatan yaitu klien tidak mampu menyebutkan cara yang paling efektif dalam penanganan halusinasi penglihatan sebelumnya dan klien tidak menjelaskan keefektivitasan cara-cara mengatasi halusinasi penglihatan. Klien 2 Tn. R pada hari Sabtu tanggal 10 Juni 2017 dan hari Selasa 13 Juni 2017 konsisten dalam melaksanakan kegiatan (jadwal kegiatan harian terlampir). Klien 2 Tn. R pada hari Senin tanggal 12 Juni 2017 tidak konsisten dalam melaksanakan kegiatan kerja bakti dan menanam bunga dikarenakan klien ketiduran (jadwal kegiatan harian terlampir). Maka dapat disimpulkan bahwa Klien 1 Tn. A mampu melakukan 10 dari 10 kriteria yang ada pada tabel penilaian observasi penerapan terapi menghardik tutup mata dengan hasil 100%. Klien 2 Tn. R mampu melakukan 9 dari 10 kriteria yang ada pada tabel penilaian observasi penerapan terapi menghardik tutup mata dengan hasil 90%.

SARAN Untuk meningkatkan kualitas dari penerapan prosedur terapi menghardik tutup mata pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan di waktu yang akan datang, penulis memberikan beberapa saran yang mungkin dapat diterima untuk mahasiswa dan pengelola panti yaitu : 1. Bagi Mahasiswa

a. Diharapkan agar mahasiswa sebelum mulai melakukan penelitian agar lebih memahami tentang konsep dari Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan serta prosedur penerapan terapi menghardik tutup mata sehingga dalam pelaksanaannya lebih mudah untuk dapat memahami kasus yang ada.

Page 20: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

16

b. Memberikan motivasi dan dukungan serta menumbuhkan semangat dalam diri klien dalam penerapan terapi menghardik tutup mata untuk tercapainya keberhasilan dari terapi yang dilaksanakan.

c. Memperbanyak referensi sehingga dapat menerapkan terapi menghardik tutup mata dengan baik dan benar.

d. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya dengan klien lebih dalam sehingga dapat memperoleh data yang lebih banyak dan lebih akurat mengenai penyebab masalah pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan.

e. Dapat lebih menjalin komunikasi dengan baik dengan pihak pengelola panti untuk bekerja sama atau berkolaborasi dalam memberikan tindakan keperawatan pada klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan.

f. Dalam melakukan terapi tidak harus selalu berfokus pada teori tetapi juga

harus disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan klien yang ada.

2. Bagi Perawat a. Meningkatkan kemampuan dalam

melakukan dokumentasi keperawatan secara lengkap khususnya pada pengkajian untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan akurat.

b. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan tindakan keperawatan serta lebih memperhatikan kebutuhan dari klien Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan.

c. Melakukan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ditetapkan.

3. Bagi Pengelola Panti Diharapkan pengelola panti dapat memberikan informasi lebih lanjut secara terus-menerus kepada klien khususnya klien penderita Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Penglihatan mengenai prosedur terapi menghardik tutup mata untuk mengontrol halusinasi klien.

AH. Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Birchwood. (2009). Cognitive Behaviour Therapy For Command Hallucination. Diakses dari http://www.schizophrenia.com/szrese ch/archives/001073.html, diambil pada tanggal 26 Mei 2017. Budi, Anna Keliat. (2010). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC. Budi, Anna Keliat & Akemat. (2012). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Coconea & Ramos. (2009). Schizofrenia Overview, Diakses dari://www.emedicinehealth.com/sch zophrenia/article_em.htm#Schizophr nia%20Overview, diambil pada tanggal 2 Juni 2017. Cynthia, M. Taylor & Sheila. (2014). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan Edisi 10. Jakarta: EGC. Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS Tahun 2007). Depkes RI. (2009). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS Tahun 2009).

Page 21: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

17

Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS Tahun 2013). Dermawan, Deden & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

FIK UI. (2008). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Tidak dipublikasikan. FIK UI. (2008). Draft Terapi Spesialis Jiwa. Tidak dipublikasikan. Gail, W.Stuart. (2015). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC. Iyus, Yosep. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama. Iyus, Yosep & Sutini. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama. Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. (2011).

Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Mukripah, Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama. Nanda I. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014 Jakarta : EGC. Nita, Fitria. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Putra, Wirahman. (2012). Proposal Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi. Diakses Dari http://Wirahmanputra.ums.ac.id/BAB I pdf, diambil pada tanggal 26 Mei 2017.

The Canadian Mental Health Association. (2008). Mental Health-Mental Illness. Diakses dari http://www.hc-sc.gc.ca/hl vs/alt_formats/pacrb-dgapcr/pdf/iyh vsv/diseases-maladies/mental-eng.pdf, diambil tanggal 2 Juni 2017. Trimelia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: CV. Trans Info Media. Sri, Eka W. (2010). Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy Terhadap Halusinasi Pasien Di Rumah Sakit Jiwa. Swaberita. (2008). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. Towsend, Mary. (2008). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC. WHO. (2010). Mental Health. Diakses Dari http://www.who.int/mental_health/en/, diambil tanggal 3 Juni 2017. Http://www.depkes.go.id (Diakses tanggal 30 Mei 2017 Pukul 13.00 WIB)

Page 22: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

18

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PARTISIPASI SUAMI DALAM PERILAKU MENYUSUI

Ety Nurhayati1

[email protected]

ABSTRAK

Kegagalan pemberian ASI pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam cara pemberian ASI. Hal ini dapat dipengaruhi kondisi ibu, bayi, serta dukungan dari keluarga. Partisipasi suami berdampak pada kemauan dan kemampuan ibu untuk menyusui bayi, sehingga diharapkan perilaku menyusu bayi (kesiapan, rooting, pelekatan, dan pola menghisap) menjadi lebih efektif ketika suami mempunyai pengetahuan dan sikap positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang ASI terhadap partisipasi suami dalam pemberian ASI. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperiment post test only with control group. Populasi penelitian ini yaitu pasangan (suami istri) ibu post partum pervaginam yang menyusui diwilayah Bekasi. Sampel berjumlah 66 pasangan ibu postpartum yang diambil secara consecutive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata partisipasi suami dalam pemberian ASI menurut perilaku menyusu bayi (p-Value = 0,501). Penelitian ini merekomendasikan pemberian pendidikan kesehatan terhadap pasangan sejak masa antenatal dapat sebagai salah satu intervensi untuk kesuksesan praktek menyusui. Kata Kunci : Partisipasi Suami, Perilaku Menyusui, Pendidikan Kesehatan.

Page 23: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

19

ABSTRACT

Breastfeeding failure in infants can be due to errors in breastfeeding. This can be affected by the condition of the mother, baby, and support from the family. Husbandry participation has an impact on the willingness and ability of the mother to breastfeed the baby, so hopefully the baby suckling behavior (readiness, rooting, sticking, and sucking patterns) becomes more effective when the husband has knowledge and positive attitude. This study aims to determine the effect of health education on breastfeeding on husbands' participation in breastfeeding. This research is a quantitative research with quasi experiment post test only with control group design. The population of this study is a couple (husband and wife) postpartum vaginal mothers who breastfeed in the region of Bekasi. Sample amounted to 66 couples of postpartum mothers taken consecutive sampling. The results of this study indicate that there is no significant difference in mean husband participation in breastfeeding according to infant feeding behavior (p-Value = 0,501). This study recommends providing health education to couples since the antenatal period can be one of the interventions for successful breastfeeding practice. Keywords : Husband's Participation, Breastfeeding Behavior, Health Education.

PENDAHULUAN

The Centers for Disease Control and Prevention [CDC] (2012), menyatakan bahwa seorang ibu dapat melakukan pencegahan efektif untuk menjaga kesehatan bayi melalui menyusui. Angka keberhasilan dikalangan ibu-ibu yang ingin menyusui dapat ditingkatkan melalui dukungan aktif dari keluarga, teman, masyarakat, dokter, pengusaha, dan pembuat kebijakan. Air susu ibu (ASI) penting bagi kesehatan bayi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Waktu untuk memulai dan terus menyusui sangat penting dalam mengurangi risiko dari kegagalan menyusui dini dan lanjutan (Suwantika & Postma, 2013). Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan, memberikan zat-zat kekebalan terhadap penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (Kemenkes, 2010). Pemberian ASI dapat mencegah risiko penyakit dan mengurangi kematian anak di

negara berkembang (Roberts, Carnahan, & Gakidou, 2013). Pemberian ASI secara optimal pada bayi pada usia 0-6 bulan, dilanjutkan sampai usia dua tahun memiliki dampak potensial terbesar pada kelangsungan hidup anak dari semua intervensi pencegahan, dengan potensi untuk mencegah lebih dari 800.000 kematian (13 persen dari semua kematian) pada anak balita di negara berkembang (UNICEF, 2011). Menyusui juga tak lepas dari dukungan suami yang mempunyai peran sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu. Ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi, seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui (Riordan & Wambach, 2010).

Page 24: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

20

Studi oleh Februhartanty (2008) menunjukkan bahwa pengetahuan ayah yang baik mengenai ASI akan berpengaruh signifikan terhadap peran ayah, yaitu pencarian informasi tentang pemberian ASI dan makanan bayi, keterlibatan dalam membuat keputusan tentang pemberian makanan saat ini. Pengetahuan yang dimiliki suami tentang ASI, tak lepas dari dukungan penuh dan spesifik dari petugas kesehatan dapat membuat ayah menjadi sosok yang lebih percaya diri, aktif mendukung dan mencari informasi tentang menyusui sehingga berdampak positif bagi keberhasilan praktik menyusui (Coleman, Garfield & Committee on Psychosocial Aspects of Child and Family Health, 2004). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang ASI untuk suami terhadap perilaku menyusu bayi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap partisipasi suami dalam pemberian ASI, sehingga dapat diidentifikasi karakteristik pasangan (suami dan istri) berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anak, diidentifikasi partisipasi suami terhadap perilaku menyusu bayi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

METODA

Penelitian ini dilakukan pada empat puskesmas di wilayah Kecamatan Bekasi Timur yaitu puskesmas Bojong Rawa Lumbu, Bantar Gebang, Mustika Jaya, dan Karang Kitri. Metode penelitian menggunakan desain quasi experiment post test only with control group. Sampel penelitian adalah suami dari ibu post partum pervaginam yang menyusui yang dibagi menjadi kelompok kontrol dan intervensi dengan besar sampel 66 responden yang diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling.

HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Ibu Postpartum dan Suami Ibu Postpartum serta Uji Homogenitas Responden di Bekasi, Oktober - Desember 2015 (n = 66)

No Variabel Kelompok p-

value Intervensi Kontrol f % f % 1 Pekerjaan ibu Bekerja 0 0 0 0 1,000 Tidak bekerja 33 100 33 100

2 Pendidikan ibu SD- SMP 4 12,1 2 6,1 0,672 SMA

29 87,9 31 93,9

Pendidikan Tinggi 0 0 0 0

3 Pekerjaan suami Tidak bekerja 0 0 0 0 1,000 Bekerja 33 100 33 100

4 Pendidikan suami SD- SMP 0 0 0 0 1,00 SMA 33 100 33 100 Pendidikan Tinggi 0 0 0 0

5 Jumlah Anak 1 anak 21 64 24 73 0,000 >1 anak 12 36 9 27

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat hasil uji kesetaraan responden berdasarkan pekerjaan responden, pendidikan responden, pekerjaan suami, dan pendidikan suami baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, nilai p pada masing-masing karakteristik lebih dari nilai alpha menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna untuk karakteristik responden antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (uji homogen.dengan p value > 0,05). Sedangkan pada karakteristik jumlah anak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol karena p value menunjukkan p-Value< 0,05). Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu Postpartum, Suami Ibu Postpartum dan Bayi dan Hasil Uji Homogenitas pada Responden di Bekasi, Oktober - Desember 2015 (n = 66)

Page 25: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

21

Variabel N Mean SD p-Value

CI (95%)

Usia Ibu (Tahun)

Kontrol 33 30,42 3,16 0,215 (-1,29-2,08)

Intervensi 33 30,82 3,68

Usia Suami (Tahun)

Kontrol 33 32,94 2,77 0,618 (-1,22-1,52)

Intervensi 33 32,79 2,81

Usia Bayi (Hari)

Kontrol Intervensi

33 33

11,03 11,97

2,72 2,81

0,693 (-4,60-2,72)

Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan tidak ada perbedaan usia ibu, usia suami, dan usia bayi antara kelompok kontrol dan intervensi untuk usia responden (uji homogen dengan p-value > 0,05) sehingga dapat dikatakan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol homogen.

Grafik 1. Grafik Observasi Partisipasi Suami oleh Istri pada Kelompok Kontrol dan Intervensi Setelah Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang ASI di Bekasi, Oktober - Desember 2015 (n = 66)

Berdasarkan grafik 1, digambarkan bahwa rata-rata partisipasi suami yang diobservasi oleh istri pada kelompok intervensi lebih tinggi pada hari kedua yaitu 76% dibanding kelompok kontrol sebesar 70%. Tabel 3. Partisipasi Suami dalam Pemberian ASI yang di Observasi Istri pada Kelompok Intervensi Setelah Diberi Perlakuan Pendidikan Kesehatan tentang ASI di Bekasi, Oktober - Desember 2015 (n=33)

Kelompok Intervensi Mean P value Hari 1 7,58 0,0001 Hari 2 7,64 0,0001 Hari 3 7,7 0,0001

Dari tabel 3 diatas tersebut dapat digambarkan bahwa rata-rata partisipasi suami dalam pemberian ASI pada kelompok intervensi lebih tinggi pada hari ketiga (7,7) dibandingkan dengan hari pertama dan hari kedua. Hubungan partisipasi suami dalam pemberian ASI yang diobservasi istri pada kelompok intervensi setelah diberi perlakuan pendidikan kesehatan tentang ASI memiliki hubungan yang signifikan di ketiga harinya. Grafik 2. Grafik Partisipasi Suami dalam Pemberian ASI yang Diobservasi Istri pada Kelompok Intervensi Setelah Diberi Perlakuan Pendidikan Kesehatan tentang ASI di Bekasi, Oktober - Desember 2015 (n=33)

Berdasarkan grafik 2 tersebut dapat digambarkan bahwa rata-rata partisipasi suami dalam pemberian ASI yang diobservasi istri pada kelompok intervensi dari hari pertama sampai hari ketiga mengalami kenaikan setelah diberi perlakuan pendidikan kesehatan tentang ASI. Tabel 4. Hubungan Partisipasi Suami dalam Pemberian ASI yang Diobservasi Istri dengan Perilaku Menyusu Bayi pada Kelompok Intervensi Setelah Diberi Perlakuan Pendidikan Kesehatan tentang ASI di Bekasi, Oktober - Desember 2015 (n=33)

Page 26: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

22

Variabel N Mean SD Nilai f

(Anova) p-

Value

Perilaku Menyusu Bayi

Tidak Efektif 0 0 0

0,465 0,501 Kurang Efektif 14 7,79 0,699

Efektif 19 7,63 0,597

Pada tabel di atas terlihat bahwa yang perilaku menyusu bayinya kurang efektif rata-ratanya adalah 7,79 dan yang perilaku menyusu bayinya efektif rata-ratanya adalah 7,63. Hasil uji Anova memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata partisipasi suami dalam pemberian ASI menurut perilaku menyusu bayi (p value = 0,501). Grafik 5 Partisipasi Suami dalam Pemberian ASI yang Diobservasi Istri dengan Perilaku Menyusu Bayi pada Kelompok Intervensi Setelah Diberi Perlakuan Pendidikan Kesehatan tentang ASI di Bekasi, Oktober - Desember 2015 (n=33) Pada grafik di atas terlihat bahwa partisipasi suami dalam pemberian ASI yang diobservasi istri dengan perilaku menyusu bayi pada kelompok intervensi lebih banyak pada perilaku menyusu bayinya efektif.

PEMBAHASAN

Riordan dan Wambach, (2010) menyatakan bahwa suami memegang peranan penting dalam keberhasilan dan kegagalan menyusui. Sekarang ini, masih banyak suami yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Suami menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Sebenarnya suami mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu. Ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi, seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui. Hal ini terlihat dari hasil penlitian ini bahwa tidak ada pengaruh partisipasi suami dengan perilaku menyusu bayi (p-value > 0,05). Bentley, Deborah, dan Joan (2003) dalam studinya juga menekankan bahwa keputusan ibu untuk menyusui dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai faktor dari tingkat makro hingga faktor-faktor tingkat mikro yang salah satunya adalah ayah. Di sisi lain, ayah merupakan sumber dukungan penting pada dua masa menyusui yaitu sejak pertama kali menyusui hingga enam bulan pertama kelahiran bayi. Oleh karena itu, dukungan ayah kepada ibu baik secara psikologis maupun fisik sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan menyusui. Pada penelitian ini tidak terdapatnya pengaruh partisipasi suami dalam kelancaran menyusu bayi bsa disebabkan oleh factor pekerjaan suami. Sebanyak 100% suami bekerja, sementara sebanyak 100% ibu tidak bekerja.

SIMPULAN

Simpulan yang didapatkan pada penelitian ini yaitu seluruh responden ibu pendidikan SMA dan tidak bekerja, tingkat pendidikan

0

14

19

02468

101214161820

Tidak Efektif

Kurang Efektif

Efektif

F

Page 27: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

23

dan pekerjaan suami pada kedua kelompok didapatkan semua suami mempunyai pendidikan SMA dan bekerja. Ada perbedaan bermakna dalam partisipasi suami untuk pemberian ASI (yang diobservasi oleh istrinya) pada kelompok intervensi setelah diberi perlakuan pendidikan kesehatan tentang ASI, ada perbedaan bermakna dalam partisipasi suami untuk pemberian ASI (yang diobservasi oleh istrinya) antara kelompok kontrol dan intervensi, tidak ada hubungan antara partisipasi suami dalam pemberian ASI menurut istrinya dengan perilaku menyusu bayinya dikelompok intervensi.

SARAN

Diharapkan institusi kesehatan mengembangkan metode lain yang dapat mendukung pemberian dan penggunaan ASI secara optimal. Penyuluhan kesehatan tentang ASI secara umum dan proses menyusui dengan melibatkan keluarga terutama suami dapat dilakukan sejak dini atau pada waktu antenatal care. Penyuluhan ini dapat membantu ibu dalam mempersiapkan proses menyusui, sehingga ibu pada masa post partum dapat berperilaku optimal dalam proses menyusui baik pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dalam menyusui. Pentingnya dilakukan pelatihan bagi perawat yang memberikan pelayanan pada tatanan keperawatan maternitas sehingga mampu dan trampil dalam melaksanakan penyuluhan tentang ASI dan proses menyusui. Perlunya pemantauan dan tindak lanjut serta pedoman bagi tenaga kesehatan ditingkat puskesmas yang memuat secara rinci kegiatan yang harus dilaksanakan dalam rangka peningkatan pemberian ASI dan proses menyusui secara terus menerus dan secara berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Bentley, M. E., Deborah, L.D., & Joan L. J. (2003). Breastfeeding among low income, African-American women: Power, beliefs and decision making. J. Nutr, 133, 305–309.

Centre for Disease Control (CDC). (2012). Breastfeeding report card. USA: CDC.

Cohen, R., Linda, L., & Wendy, S. (2002). A

description of male-focused breastfeeding promotion corporate lactation program. J Hum Lact, 18(1).

Coleman, W. L., Garfield, C., & Committee

on Psychosocial Aspects of Child and Family Health. (2004). Fathers and pediatricians: Enhancing men’s roles in the care and develepment of their children. Pediatrics, 113, 1406-1411.

Kementerian Kesehatan RI.. (2011). Materi

advokasi-BBL kematian bayi.Jakarta: Kemenkes RI

Riordan, J., & Wambach, K. (2010).

Breastfeeding and human lactation (4th ed.). Sudburry Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers.

Roberts, T., Carnahan, E., & Gakidou, E.

(2013). Burden attributable to suboptimal breastfeeding: A cross-country analysis of country-specific trends and their relation to child health inequalities. The Lancet.

Suwantika, A. A., & Postma, M. J. (2013).

Effect of breastfeeding promotion interventions on cost-effectiveness of rotavirus immunization in Indonesia. BMC Public Health, 13:1106. Retrieved from http://www.biomedcentral.com/1471-2458/13/1106.

United Nations Children's Fund (UNICEF)

(2011). Monitoring the Situation of

Page 28: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

24

Women and Children: Child Nutrition Breastfeeding. http://www.childinfo.org/breastfeedingprogress.html.

Page 29: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

25

Asuhan Keperawatan Pada Klien Paska Partum Normal Dengan Tindakan Teknik Relaksasi di Ruang Nuri Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta

Hariyati, SP.d., M.Kes

Ns. Luluk Eka Meylawati, S.Kep Ns. Wahyuni Dwi Rahayu, S.Kep

Laily Rochmawati

1. Staf Dosen Akademi Keperawatan RSP TNI AU 2. Staf Dosen Akademi Keperawatan RSP TNI AU 3. Staf Dosen Akademi Keperawatan RSP TNI AU 4. Mahasiswa Akademi Keperawatan RSP TNI AU

ABSTRAK

Periode postpartum adalah jangka waktu antara lahirnya bayi dengan kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal seperti sebelum hamil. Periode ini sering kali disebut masa nifas (puerperium), atau trimester keempat kehamilan, meskipun masa nifas secara tradisional dikatakan berlangsung 6 minggu, lamanya bervariasi pada tiap wanita. Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk membandingkan tindakan keperawatan teknik relaksasi pada klien paska partum normal. Metode yang digunakan adalah dengan cara pemeriksaan fisik, wawancara, observasi, data dokumentasi dan studi kepustakaan. Teknik relaksasi merupakan salah satu cara non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu paska partum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi terhadap penurunan nyeri pada ibu paska partum. Telah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam pada 2 klien. Klien 1 mengeluh nyeri dengan skala 5, setelah 2 hari perawatan dilakukan tindakan teknik relaksasi klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 2. Pada klien 2 mengeluh nyeri dengan skala 6, setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam selama 2 hari klien mengeluh nyeri berkurang dengan skala 4. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri pada ibu paska partum normal. Kata Kunci : Postpartum, masa nifas, teknik relaksasi, nyeri.

Page 30: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

26

ABSTRACT

The postpartum period is the period between the birth of the infant and the return of the reproductive organs to the normal state as before pregnancy. This period is often called the puerperium, or fourth trimester of pregnancy, although the puerperium period is traditionally said to last 6 weeks, varying in length for each woman. This Scientific Writing aims to compare the nursing action of relaxation techniques to normal post-partum clients. The method used is by physical examination, interview, observation, documentation data and literature study. Relaxation techniques are one of the non-pharmacological ways to reduce pain in post-partum mothers. The purpose of this study to determine the effect of relaxation techniques on the reduction of pain in post-partum mothers. Has been done deep breath relaxation techniques on 2 clients. Client 1 complained of pain on a scale of 5, after 2 days of treatment performed the relaxation technique the client said the pain decreased with the pain scale 2. In client 2 complained of pain with a scale of 6, after a deep breath relaxation techniques for 2 days the client complained of pain decreased with the scale 4. This suggests that the action of relaxation techniques may decrease pain in post-partum normal mothers. Keywords: Postpartum, puerperium, relaxation techniques, pain. PENDAHULUAN Masa paska partum merupakan masa transisi fisik dan psiokologis bagi ibu baru dan seluruh keluarga. Orangtua dan anak (jika sudah ada) harus beradaptasi dengan struktur keluarga baru, mengintegrasikan bayi baru lahir ke dalam sistem keluarga mereka, dan mengembangkan suatu pola interaksi yang berbeda dalam unit keluarga tersebut. Menurut WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara – negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara – negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut WHO, Angka Kematian Ibu (AKI) 81% akibat komplikasi selama hamil dan bersalin dan 25% selama masa nifas. (WHO, 2012) Dapat kita ketahui bahwa cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan semakin meningkat dari tahun ke tahun, dari angka 81,08% pada

tahun 2008 menjadi 90,88% di tahun 2013. Begitu pula dengan cakupan kunjungan nifas yang terus mengalami kenaikan dari 17,9 % pada tahun 2008 menjadi 86,64 di tahun 2013. Komplikasi persalinan di masa nifas atau masa nifas tidak terkontrol oleh penolong persalinan. Semakin lebar jarak persalinan dengan kunjungan nifas, maka resiko terjadinya kematian ibu semakin besar. (Infodatin, 2012) Pada masa paska partum jika tidak segera dilakukan penanganan maka dapat muncul masalah atau komplikasi sebagai berikut : 1. Perdarahan pervagina, perdarahan pervagina yang melebihi 500ml setelah bersalin didefinisikan sebagai perdarahan paska persalinan. Semua ibu paska partum harus dipantau ketat untuk mendiagnosis perdarahan fase persalinan. 2. Infeksi masa nifas, infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi Angka Kematian Ibu. 3. Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur. 4. Pembengkakan di wajah dan ekstremitas. 5. Demam, muntah, rasa sakit

Page 31: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

27

waktu berkemih. 6. Payudara berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit. 7. Kehilangan nafsu makan yang cukup lama. 8. Rasa sakit dan pembengkakan di kaki. Setelah melahirkan ibu juga akan mengalami gangguan nyeri yang mencapai 70,9%, penyebab utama nyeri adalah jahitan perineum. Maka dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam ibu akan merasa lebih nyaman. Hasil penelitian Evi Nur Imanah (2009) tentang pengaruh teknik relaksasi terhadap penurunan nyeri luka jahitan perineum pada ibu paska partum yang menunjukkan 20 responden tingkatan nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi mengalami nyeri sebanyak 17 orang atau 85%, setelah dilakukan teknik relaksasi nyeri berkurang sebanyak 11 orang atau 55%. Tidak merasa nyeri sebanyak 9 orang atau 45%. Hal ini menunjukkan bahwa teknik relaksasi adalah salah satu terapi nonfarmakologis dalam mengurangi nyeri. Maka dari itu perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan. Peran perawat dapat dilihat dari aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Bentuk upaya promotif yaitu usaha mempromosikan kesehatan dengan melakukan penyuluhan kesehatan kepada ibu paska partum untuk meningkatkan kesehatan sehingga ibu dapat melakukan masa nifas secara normal. Tindakan preventif yaitu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Pada tindakan ini dapat dilakukan dengan menganjurkan ibu paska partum untuk rajin melakukan vulva hygiene agar tidak terjadi resiko infeksi dan perdarahan. Begitupun tindakan kuratif dapat dilakukan dengan pemberian perawatan payudara dan pemberian obat sesuai program. Tindakan rehabilitatif yaitu upaya untuk mengembalikan organ reproduksi pada ibu paska partum yang sangat diperlukan pengawasan dan perawatan dari tenaga

kesehatan dengan cara menganjurkan klien untuk melakukan masase uterus.

Page 32: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

28

Berdasarkan data yang diperoleh dari data Rekam Medis Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa, dari 3 bulan terakhir yaitu bulan Februari sampai April 2017 tercatat jumlah ibu melahirkan ada 132 jiwa yang melahirkan secara normal ada 29 jiwa atau 22 %. Yang melahirkan secara sectio caesaria ada 103 jiwa atau 78 %. Berdasarkan data tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Paska Partum Normal Dengan Tindakan Teknik Relaksasi di Ruang Nuri Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta”. Teknik relaksasi merupakan salah satu cara non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri pada ibu paska partum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi terhadap penurunan nyeri pada ibu paska partum. METODE Penelitian ini merupakan studi kasus untuk menilai asuhan keperawatan pada klien paska partum normal dengan tindakan teknik relaksasi dan menggunakan metode deskriptif yaitu dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Studi kasus asuhan keperawatan ini dilakukan di Ruang Nuri Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa pada tanggal 10-19 Juni 2017. Tindakan relaksasi pada klien Paska Partum Normal. 1. Data primer

Merupakan data yang dikumpulkan sendiri saat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan paska partum normal, meliputi : a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi Inspeksi merupakan proses observasi yang dilaksanakan secara sistematis. Pemeriksaan mulai dari kepala, leher, dada, axilla, abdomen, genetalia, anus, ekstremitas, kulit dan mammae.

2) Palpasi Teknik yang menggunakan indra peraba tangan dan jari. Pada kasus ini palpasi dilakukan untuk mengetahui kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan keadaan kandung kemih.

3) Perkusi Merupakan pemeriksaan dengan teknik mengetukkan jari dibagian tubuh klien yang akan dikaji untuk membandingkan bagian yang kiri dengan yang kanan.

4) Auskultasi Pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh.

b. Wawancara Adalah suatu pengumpulan data dimana peneliti mendapat keterangan secara lisan dari responden, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut.

c. Observasi (pengamatan)

Adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati subyek. Pada kasus ini peneliti memperoleh data objektif yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada klien untuk mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri, abdomen dan keadaan luka.

2. Data sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada. a. Data dokumentasi

Page 33: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

29

Adalah semua bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan dokumentasi. Dalam kasus ini dokumentasi dilakukan dengan

mengumpulkan data yang diambil dari catatan medis klien.

b. Studi kepustakaan

HASIL

Kasus 1 1. Pengkajian

Dalam pengkajian data yang diperoleh melalui wawancara dari klien, pemeriksaan fisik, catatan medik, dan catatan keperawatan yang didapat melalui pengkajian pada tanggal 8 Juni 2017 sebagai berikut : a. Identitas

Nama klien Ny. S umur 37 tahun, suku Jawa bangsa Indonesia, agama Islam, pendidikan S2 Matematika, pekerjaan Dosen, alamat Rusunawa TNI AU Jatisari Jatiasih Bekasi. Nama suami Tn. T umur 29 tahun, suku Jawa bangsa Indonesia, agama Islam, pendidikan SLTA, pekerjaan TNI AU, alamat Rusunawa TNI AU Jatisari Jatiasih Bekasi. Status perkawinan

menikah 1 kali, lamanya perkawinan 2 tahun.

b. Resume Klien datang ke Ruang Nuri pada tanggal 7 Juni 2017 pukul 12.30 WIB dengan keluhan perut terasa kencang dan keluar lendir darah dari vagina sejak pagi, umur kehamilan 37 minggu, dengan G1P0A0, TTV (TD 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Suhu 36,8°C, RR 20 x/menit) pada tanggal 8 Juni 2017 pukul 07.45 WIB telah dilakukan induksi dan memasuki pembukaan 3 cm sampai dengan pukul 09.50 WIB klien merasakan kontraksi yang sangat kuat, TFU (tinggi fundus uteri : 30 cm) saat dilakukan pemeriksaan dalam mulai meningkat

menjadi pembukaan lengkap. Pada pukul 10.08 WIB di pimpin mengeran akhirnya bayi lahir dengan normal. Pada saat paska partum kontraksi uterus kuat, konsistensi uterus keras, maka muncul masalah keperawatan paling utama yaitu : Resiko perdarahan dengan tindakan mandiri perawat yaitu melakukan palpasi fundus uteri, melakukan masase uterus, serta mengukur TFU.

c. Riwayat Keperawatan 1) Keluhan Utama

Klien mengatakan telah melahirkan secara normal 4 jam yang lalu dan sekarang

klien mengatakan nyeri pada luka jahitan.

2) Riwayat Persalinan Sekarang Klien melahirkan pada tanggal 8 Juni 2017 pukul 10.08 WIB dengan tipe persalinan : Partus Spontan, jenis kelamin bayi : Perempuan, berat badan : 3400 gram, panjang badan : 48,5 cm, apgar score 8/9. Lama persalinan 2 jam 30 menit. Jumlah perdarahan 250 cc.

3) Riwayat Obstetri Klien mengatakan kehamilan ini adalah kehamilan anak yang pertama dengan usia kehamilan 37 minggu dengan persalinan normal.

4) Riwayat Keluarga Berencana

Page 34: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

30

Klien mengatakan tidak pernah memakai KB dan belum ada rencana untuk memakai KB.

5) Riwayat Imunisasi TT Klien mengatakan pernah 1 x imunisasi TT pada saat sebelum menikah. Selama hamil klien mengatakan tidak pernah imunisasi TT.

6) Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, jantung dan lain-lain.

7) Riwayat Kebiasaan Sehari-hari Sebelum Dirawat a) Pola Nutrisi dan Cairan

Frekuensi makan 3 x sehari, tidak ada alergi pada semua makanan, nafsu makan baik tidak ada masalah mengunyah dan menelan. Berat badan sebelum hamil 67 kg dan sekarang berat badannya 78 kg.

b) Pola Eliminasi Frekuensi eliminasi BAB 2 x sehari, karakterisktik feses lunak, tidak ada hemoroid dan tidak ada keluhan. Frekuensi BAK 7 x sehari selama hamil, warna kuning jernih dan tidak ada keluhan.

c) Personal Hygiene Klien mengatakan mandi 2 x sehari, oral hygiene 3 x sehari, cuci rambut 1 x sehari.

d) Pola Aktifitas/Istirahat dan Tidur Klien mengatakan sebagai dosen mengajar, tetapi selama kehamilan sudah 32 minggu klien sudah berhenti mengajar.

Kegiatan siang hari klien tidur siang selama kurang lebih 2 jam, saat beraktifitas klien mengatakan tidak ada keluhan, aktifitas sehari-hari klien mandiri.

e) Pola Kebiasaan Yang Mempengaruhi Kesehatan Klien mengatakan tidak merokok, minum-minuman keras dan tidak ada ketergantungan obat.

f) Pola Seksualitas Klien mengatakan tidak ada masalah pada pola seksualitasnya.

g) Riwayat Psikososial Klien mengatakan kehamilan ini memang direncanakan sudah 2 tahun. Perasaan klien dan keluarga sangat senang atas persalinan ini karena ini merupakan anak pertama. Klien tinggal dengan suaminya, dan berperan sebagai istri. Harapan dari perawatan ini adalah ingin cepat pulang kerumah.

8) Status Sosial Ekonomi Klien mengatakan penghasilan perbulannya lebih dari Rp. 4.000.000,00 dan perbulannya pengeluarannya tidak menentu.

d. Pemeriksaan Fisik 1) Sistem Kardiovaskuler

Tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 36,1°C, nadi 80 x/menit dengan irama teratur denyut kuat, pengisian kapiler 2 detik tidak ada edema, konjungtiva normal ananemis, sklera normal anikterik, tidak mempunyai riwayat jantung dan tidak mempunyai keluhan.

Page 35: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

31

2) Sistem Pernafasan Jalan nafas bersih, pernafasan tidak sesak, tidak menggunakan alat bantu nafas, frekuensi nafas 20 x/menit, irama teratur, kedalaman dangkal, tidak batuk dan tidak ada sputum, suara nafas normal vesikuler.

3) Sistem Pencernaan Keadaan mulut gigi tidak ada caries, tidak ada stomatitis, lidah tidak kotor, tidak memakai gigi palsu, tidak bau mulut, klien tidak muntah, tidak ada kesulitan menelan, klien tidak mual, nafsu makan baik, tidak ada nyeri diperut dan rasa penuh diperut. BB sekarang 78 kg dan TB 168 cm. Klien mengatakan belum BAB selama setelah melahirkan. Tidak ada konstipasi dan tidak ada hemoroid.

4) Neurosensori Status mental berorientasi, klien tidak memakai kacamata dan alat bantu dengar. Klien tidak ada gangguan bicara.

5) Sistem Endokrin Gula darah klien 76 mg/dl.

6) Sistem Urogenital BAK rutin selama hamil 7 x sehari terkontrol, warna kuning dan tidak ada keluhan.

7) Sistem Integumen Turgor kulit elastis baik, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, kebersihan kulit bersih, keadaan rambut bersih.

8) Sistem Muskuloskeletal Tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada odema, dan reflek patella baik.

9) Dada dan Axilla

Mammae membesar, aerola mammae berwarna coklat kehitaman, papila mammae exverted, kolostrum keluar, klien belum memproduksi asi karena belum menyusui selama paska partum.

10) Perut/Abdomen Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, konsistensi uterus kuat, luka operasi tidak ada dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

11) Anogenital Lochea rubra warna merah, jumlahnya 1 pempers penuh, bau amis, perineum tidak utuh terdapat episiotomi 10 jahitan, tidak ada tanda-tanda REEDA.

e. Pemeriksaan Penunjang Hasil laboraturium : Hemoglobin 9,5 gr/dl (normal : 11,7-15,5 gr/dl) hematokrit 30 % (normal : 35-47 %), trombosit 389.000 mm3 (normal : 150-440 ribu mm3), lekosit 12.400 mm3 (normal : 3600-11000 mm3).

f. Penatalaksanaan Terapi obat selama di Ruang Nuri : Klien terpasang cairan infus RL 20

tpm, injeksi Ceftriaxone 3x1 ampul melalui IV,

Nulacta 3x1 melalui oral. g. Data fokus

1) Data Subyektif Klien mengatakan habis melahirkan 4 jam yang lalu. Klien mengatakan sudah mengganti pembalut 1 x. Klien mengatakan terdapat 10 jahitan. Klien mengatakan nyeri pada luka jahitan, dengan skala nyeri 5. Klien mengatakan nyeri saat berjalan dan bergerak. Klien mengatakan selama setelah

Page 36: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

32

persalinan baru 1 x BAK. Klien mengatakan masih sedikit takut untuk BAK karena luka jahitannya.

2) Data Obyektif Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,1°C, respirasi 20 x/menit. Tampak darah penuh 1 pampers lochea rubra warna merah jumlah 50 cc, bau amis, kontraksi kuat, konsistensi uterus keras, TFU

(tinggi fundus uteri) 35 cm atau 2 jari dibawah pusat. Klien tampak gelisah, klien kadang tampak meringis, tampak luka jahit pada perineum. Klien tampak berhati-hati dalam BAK. Hasil laboraturium : Hemoglobin 9,5 gr/dl, hematokrit 30 %, trombosit 389.000 mm3, lekosit 12.400 mm3.

h. Analisa data

No Data Masalah Etiologi 1. Ds :

a. Klien mengatakan habis melahirkan 4 jam yang lalu.

b. Klien mengatakan sudah mengganti pembalut 1 x.

Do : a. TTV (TD : 110/70 mmHg, N :

80 x/menit, S : 36,1°C, RR : 20 x/menit)

b. Tampak perdarahan ± 50 cc. c. Lochea rubra warna merah, bau

amis. d. Kontraksi uterus kuat. e. Konsistensi uterus keras. f. TFU 35 cm (2 jari dibawah

pusat) g. Hasil laboraturium :

Hemoglobin 9,5 gr/dl.

Resiko tinggi perdarahan

Proses involusi

2. Ds : a. Klien mengatakan terdapat 10

jahitan. b. Klien mengatakan nyeri pada

luka jahitannya dengan skala nyeri 5.

c. Klien mengatakan nyeri saat berjalan dan bergerak.

Do : a. Klien tampak gelisah. b. Klien kadang tampak meringis.

Nyeri akut Trauma jaringan (luka episiotomi)

Page 37: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

33

c. Tampak luka jahit pada perineum.

d. TTV (TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,1°C, RR : 20 x/menit)

3. Ds : a. Klien mengatakan baru 1 x

BAK. b. Klien mengatakan masih sedikit

takut untuk BAK, karena luka jahitannya.

Do : a. Klien tampak gelisah. b. Klien tampak berhati-hati dalam

BAK.

Gangguan eliminasi BAK

Luka perineum

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses involusi. Tanggal ditemukan 8 Juni 2017.

b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi)

Tanggal ditemukan 8 Juni 2017, teratasi tanggal 9 Juni 2017.

c. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan luka perineum. Tanggal ditemukan 8 Juni 2017.

3. Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi a. Nyeri akut berhubungan

dengan trauma jaringan (luka episiotomi) Ds : Klien mengatakan terdapat 10 jahitan, klien mengatakan nyeri pada luka jahitan dengan skala nyeri 5, klien mengatakan nyeri saat berjalan dan bergerak. Do : Klien tampak gelisah, klien kadang tampak meringis, tampak luka jahit pada perineum, TTV (TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,1°C, RR : 20 x/menit). Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan klien dapat : 1) Mengontrol nyeri 2) Menunjukkan tingkat

nyeri dengan mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang dengan menunjukkan skala nyeri ringan (2-3)

3) Tanda-tanda vital normal TD : 100/70 mmHg – 120/80 mmHg N : 70-80 x/menit S : 36,1°C- 36,8°C RR : 16-20 x/menit

Page 38: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

34

Rencana tindakan : 1) Kaji secara

komprehensif tentang nyeri meliputi : Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

2) Observasi TTV setiap 8 jam.

3) Gunakan komunikasi teurapetik agar klien dapat mengekspresikan nyeri.

4) Ajarkan teknik relaksasi.

5) Monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri

6) Kolaborasi pemberian obat analgesik.

Pelaksanaan : Kamis 8 Juni 2017 Pukul 15.00 WIB mengobservasi TTV, hasil : (TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,1°C, R : 20 x/menit). Pukul 15.30 WIB mengkaji nyeri, hasil : klien mengatakan nyeri saat berjalan, klien mengatakan skala nyeri 5, klien mengatakan nyeri pada area yang dijahit. Klien tampak gelisah, klien kadang tampak meringis. Pukul 16.50 WIB mengajarkan teknik relaksasi, hasil : klien mengatakan masih nyeri dengan skala nyeri 4. Pukul 17.30 WIB memberikan obat oral asam afenamat. Hasil : respon klien baik obat langsung diminum. Pukul 19.45 WIB memonitor kenyamanan klien terhadap

manajemen nyeri, hasil : klien mengatakan masih nyeri, klien kadang tampak meringis. Jumat 9 Juni 2017 Pukul 08.45 WIB mengkaji nyeri, hasil : klien mengatakan jika untuk berjalan masih nyeri, skala nyeri 4, klien kadang tampak meringis. Pukul 09.10 WIB menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, klien tampak rileks. Pukul 10.30 WIB observasi TTV (TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,2°C, RR : 20 x/menit). Pukul 13.15 WIB mengkaji nyeri, hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, skala 2, klien tampak nyaman, klien tampak rileks. Pukul 13.30 WIB klien pulang. Evaluasi : Kamis 8 Juni 2017 S : Klien mengatakan masih nyeri, skala nyeri 5. O : Klien kadang tampak

meringis, TTV (TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,1°C, R : 20 x/menit)

A : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi.

P : Lanjutkan rencana tindakan. a. Observasi TTV

setiap 8 jam. b. Kaji nyeri. c. Anjurkan teknik

relaksasi.

Page 39: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

35

Jumat 9 Juni 2017 S : Klien mengatakan

nyeri berkurang, skala nyeri 2.

O : Klien tampak rileks, TTV (TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,2°C, RR : 20 x/menit)

A : Tujuan tercapai, masalah teratasi.

P : Rencana tindakan dihentikan.

Kasus 2 1. Pengkajian

Dalam pengkajian data yang diperoleh melalui wawancara dari klien, pemeriksaan fisik, catatan medik, dan catatan keperawatan yang didapat melalui pengkajian pada tanggal 11 Juni 2017 sebagai berikut : a. Identitas

Nama klien Ny. I umur 30 tahun, suku Jawa bangsa Indonesia, agama Islam, pendidikan S1, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, alamat Jl. Mandala V RT 001 RW 002 No. 28 Cililitan Jakarta Timur. Nama suami Tn. F umur 31 tahun, suku Jawa bangsa Indonesia, agama Islam, pendidikan S1, pekerjaan Swasta, alamat Jl. Mandala V RT. 001 RW 002 No. 28 Cililitan Jakarta Timur. Status perkawinan menikah 1 kali, lamanya perkawinan 7 tahun.

b. Resume Klien datang ke Ruang Nuri pada tanggal 10 Juni 2017 pukul 17.30 WIB dengan keluhan klien mengatakan sudah kontraksi sejak jam 3

dini hari. Umur kehamilan 39 minggu degan G2P1A0. TTV (TD : 120/70 mmHg, Nadi : 71 x/menit, Suhu : 36,1°C, RR : 24 x/menit). Dilakukan pemeriksaan dalam, sudah memasuki pembukaan 3 cm. Pada pukul 19.40 WIB klien mengeluh sangat mules. Saat dilakukan pemeriksaan dalam sudah memasuki pembukaan lengkap. Pada pukul 19.50 WIB telah lahir bayi secara spontan. Jenis kelamin bayi laki-laki, BB : 3050 gram, PB : 48 cm, plasenta lengkap. Pada saat paska partum kontraksi uterus kuat, konsistensi uterus keras, maka muncul masalah keperawatan paling utama yaitu : Resiko perdarahan dengan tindakan mandiri perawat yaitu melakukan palpasi fundus uteri, melakukan masase uterus, serta mengukur TFU.

c. Riwayat Keperawatan 1) Keluhan Utama

Klien mengatakan telah melahirkan secara normal 12 jam yang lalu dan sekarang klien mengatakan nyeri pada luka jahitan, klien mengatakan dijahit sebanyak 8 jahitan.

2) Riwayat Persalinan Sekarang Klien melahirkan pada tanggal 10 Juni 2017 pukul 19.50 WIB dengan tipe persalinan : Partus Spontan, jenis kelamin bayi : Laki-laki, berat badan : 3050 gram, panjang badan : 48 cm, apgar score 8/9. Lama

Page 40: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

36

persalinan 2 jam 30 menit. Jumlah perdarahan 250 cc.

3) Riwayat Obstetri Klien mengatakan kehamilan ini adalah kehamilan anak yang kedua dengan usia kehamilan 39 minggu dengan persalinan normal. Klien mengatakan anak pertamanya berjenis kelamin perempuan.

4) Riwayat Keluarga Berencana Klien mengatakan pernah meamakai KB jenis nya IUD selama 2 tahun pada tahun 2012-2104. Masalah yang terjadi adalah klien mengatakan haidnya lama bisa 1 minggu lebih. Rencana yang akan datang adalah klien ingin menggunakan jenis kontrasepsi implant.

5) Riwayat Imunisasi TT Klien mengatakan pernah 2 x imunisasi TT. Selama hamil klien mengatakan tidak pernah imunisasi TT.

6) Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, jantung dan lain-lain.

7) Riwayat Kebiasaan Sehari-hari Sebelum Dirawat a) Pola Nutrisi dan Cairan

Frekuensi makan 3 x sehari, tidak ada alergi pada semua makanan, nafsu makan baik tidak ada masalah mengunyah dan menelan. Berat badan sebelum hamil 60 kg

dan sekarang berat badannya 72 kg.

b) Pola Eliminasi Frekuensi eliminasi BAB 1 x sehari, karakterisktik feses lunak, tidak ada hemoroid dan tidak ada keluhan. Frekuensi BAK 6 x sehari selama hamil, warna kuning jernih dan tidak ada keluhan.

c) Personal Hygiene Klien mengatakan mandi 2 x sehari, oral hygiene 3 x sehari, cuci rambut 1 x sehari.

d) Pola Aktifitas/Istirahat dan Tidur Klien mengatakan sebagai ibu rumah tangga. Kegiatan siang hari klien tidur siang selama kurang lebih 2 jam, saat beraktifitas klien mengatakan tidak ada keluhan, aktifitas sehari-hari klien mandiri.

e) Pola Kebiasaan Yang Mempengaruhi Kesehatan Klien mengatakan tidak merokok, minum-minuman keras dan tidak ada ketergantungan obat.

f) Pola Seksualitas Klien mengatakan tidak ada masalah pada pola seksualitasnya.

g) Riwayat Psikososial Klien mengatakan kehamilan ini memang direncanakan setelah kelahiran anak

Page 41: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

37

pertamanya. Perasaan klien dan keluarga sangat senang atas persalinan ini. Klien tinggal dengan suami dan anaknya, dan berperan sebagai istri. Harapan dari perawatan ini adalah ingin cepat pulang kerumah.

8) Status Sosial Ekonomi Klien mengatakan penghasilan perbulannya lebih dari Rp. 2.000.000,00 dan perbulannya pengeluarannya tidak menentu.

d. Pemeriksaan Fisik 1) Sistem Kardiovaskuler

Tekanan darah 110/80 mmHg, suhu 36,2°C, nadi 80 x/menit dengan irama teratur denyut kuat, pengisian kapiler 2 detik tidak ada edema, konjungtiva normal ananemis, sklera normal anikterik, tidak mempunyai riwayat jantung dan tidak mempunyai keluhan.

2) Sistem Pernafasan Jalan nafas bersih, pernafasan tidak sesak, tidak menggunakan alat bantu nafas, frekuensi nafas 22 x/menit, irama teratur, kedalaman dangkal, tidak batuk dan tidak ada sputum, suara nafas normal vesikuler.

3) Sistem Pencernaan Keadaan mulut gigi tidak ada caries, tidak ada stomatitis, lidah tidak kotor, tidak memakai gigi palsu, tidak bau mulut, klien tidak muntah, tidak

ada kesulitan menelan, klien tidak mual, nafsu makan baik, tidak ada nyeri diperut dan rasa penuh diperut. BB sekarang 72 kg dan TB 159 cm. Klien mengatakan belum BAB selama setelah melahirkan. Tidak ada konstipasi dan tidak ada hemoroid.

4) Neurosensori Status mental berorientasi, klien tidak memakai kacamata dan alat bantu dengar. Klien tidak ada gangguan bicara.

5) Sistem Endokrin Gula darah 80 mg/dl.

6) Sistem Urogenital BAK rutin selama hamil 6 x sehari terkontrol, warna kuning dan tidak ada keluhan.

7) Sistem Integumen Turgor kulit elastis baik, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, kebersihan kulit bersih, keadaan rambut bersih.

8) Sistem Muskuloskeletal Tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada odema, dan reflek patella baik.

9) Dada dan Axilla Mammae membesar, aerola mammae berwarna coklat kehitaman, papila mammae exverted, kolostrum keluar, klien memproduksi asi, tetapi asinya tidak lancar, tidak ada pembengkakan.

10) Perut/Abdomen Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, konsistensi uterus

Page 42: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

38

kuat, luka operasi tidak ada dan tidak ada tanda-tanda infeksi.

11) Anogenital Lochea rubra warna merah, jumlahnya 1 pempers tidak penuh, bau amis, perineum tidak utuh terdapat episiotomi 8 jahitan, tidak ada tanda-tanda REEDA.

e. Pemeriksaan Penunjang Hasil laboraturium : Hemoglobin 12,7 gr/dl (normal : 11,7-15,5 gr/dl) hematokrit 36,70 % (normal : 35-47 %), trombosit 213.000 mm3 (normal : 150-440 ribu mm3), lekosit 7.800 mm3 (normal : 3600-11000 mm3).

f. Penatalaksanaan Infus RL 20 tpm, asam afenamat 500 mg 3x1 tablet, injeksi IV ceftriaxone 3x1 ampul.

g. Data fokus 1) Data Subyektif

Klien mengatakan habis melahirkan 12 jam yang lalu. Klien mengatakan sudah mengganti pembalut sebanyak 3x. Klien mengatakan dijahit sebanyak 8 jahitan. Klien

mengatakan nyeri pada luka jahitan, skala nyeri 6. Klien mengatakan nyeri pada saat BAK. Klien mengatakan asinya tidak lancar, hanya keluar sedikit.

2) Data Obyektif Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,2°C, respirasi 22 x/menit. Darah tidak penuh 1 pampers lochea rubra warna merah jumlah 40 cc, bau amis, kontraksi kuat, konsistensi uterus keras, TFU (tinggi fundus uteri) 35 cm atau 2 jari dibawah pusat. Klien tampak gelisah, klien tampak meringis, tampak luka jahit pada perineum. Klien tampak fokus pada area nyeri. Asinya tampak keluar sedikit, klien tampak antusias ingin menyusui bayinya. Hasil laboraturium : Hemoglobin 12, 07 gr/dl, hematokrit 36,70 %, trombosit 213.000 mm3, lekosit 7.800 mm3.

h. Analisa data

No Data Masalah Etiologi 1. Ds :

a. Klien mengatakan habis melahirkan 12 jam yang lalu.

b. Klien mengatakan sudah mengganti pembalut sebanyak 3x.

Do : a. TD : 110/80 mmHg, S :

Resiko tinggi perdarahan

Proses involusi

Page 43: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

39

36,2°C, N : 80 x/menit, RR : 22 x/menit

b. Tampak perdarahan ±40cc. c. Lochea rubra warna merah,

bau amis. d. Kontraksi uterus kuat. e. Konsistensi uterus keras. f. TFU : 35 cm (2 jari

dibawah pusat) g. Hb : 12,07 gr/dl.

2. Ds : a. Klien mengatakan dijahit

sebanyak 8 jahitan. b. Klien mengatakan nyeri

pada luka jahitan, skala nyeri 6.

c. Klien mengatakan nyeri pada saat BAK.

Do: a. Klien tampak gelisah. b. Klien tampak meringis. c. Tampak luka pada jahitan

perineum. d. Klien tampak fokus pada

area nyeri.

Nyeri akut Trauma jaringan (luka episiotomi)

3. Ds : a. Klien mengatakan asinya

tidak lancar Do : a. Asinya tampak keluar

sedikit. b. Klien tampak antusias ingin

menyusui bayinya.

Menyusui tidak efektif

Kurang pengetahuan perawatan payudara

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses involusi. Ditemukan tanggal 11 Juni 2017.

b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi)

Ditemukan tanggal 11 Juni 2017 teratasi tanggal 12 Juni 2017.

c. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan perawatan payudara. Ditemukan tanggal 11 Juni 2017.

3. Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi

Page 44: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

40

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi)

Ds : Klien mengatakan dijahit sebanyak 8 jahitan, klien mengatakan nyeri pada luka jahitan dengan skala nyeri 6, klien mengatakan nyeri pada saat BAK. Do : Klien tampak gelisah, klien tampak meringis, tampak luka pada jahitan perineum, klien tampak fokus pada area nyeri. TTV (TD : 110/80 mmHg, S : 36,2°C, N : 80 x/menit, RR : 22 x/menit)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan klien dapat : 1) Mengontrol nyeri 2) Menunjukkan tingkat nyeri

dengan mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang dengan menunjukkan skala nyeri ringan (2-3)

3) Tanda-tanda vital normal TD : 100/70mmHg – 120/80 mmHg N : 70 – 80 x/menit S : 36,1°C – 36,8°C RR : 16 – 20 x/menit

Rencana tindakan : 1) Kaji secara komprehensif

tentang nyeri meliputi : Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

2) Observasi TTV setiap 8 jam. 3) Gunakan komunikasi

teurapetik agar klien dapat mengekspresikan nyeri.

4) Ajarkan teknik relaksasi. 5) Monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri. 6) Kolaborasi pemberian obat analgesik. Pelaksanaan : Minggu 11 Juni 2017 Pukul 09.10 WIB mengkaji nyeri, hasil : klien mengatakan nyeri pada area luka jahutan dengan skala nyeri 6, klien tampak meringis, klien tampak gelisah. Pukul 09.45 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, hasil : klien dapat melakukan dengan baik, klien mengatakan sedikit rileks. Pukul 10.30 WIB mengobservasi TTV, hasil : TD 110/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,2°C, RR : 20 x/menit. Pukul 12.10 WIB memberikan obat oral asam afenamat, hasil : klien respon baik obat langsung diminum. Pukul 13.45 WIB mengkaji skala nyeri, hasil : klien masih mengatakan nyeri dengan skala nyeri 5, klien kadang tampak meringis. Senin 12 Juni 2017 Pukul 08.45 WIB monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri, hasil : klien mengatakan masih sedikit nyeri dengan skala nyeri 4. Pukul 09.10 WIB menganjurkan klien teknik relaksasi napas dalam, hasil : klien masih mengatakan nyeri skala 4. Pukul 10.45 WIB mengobservasi TTV, hasil (TD : 120/80 mmHg, N : 78 x/menit, S : 36,1°C, RR : 20 x/menit). Pukul 12.00 WIB mengkaji skala nyeri, hasil : klien masih mengatakan sedikit nyeri, skala nyeri 4, klien

Page 45: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

41

tampak tidak rileks. Pukul 12.30 WIB klien pulang. Evaluasi : Minggu 11 Juni 2017 S : Klien masih mengatakan nyeri dengan skala nyeri 5. O : Klien kadang tampak

meringis, TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36,2°C, RR : 20 x/menit.

A : Tujuan teratasi sebagian, masalah belum teratasi. P : Lanjutkan rencana tindakan. a. Observasi TTV setiap 8

jam. b. Monitor kenyamanan

klien terhadap manajemen nyeri.

c. Kaji skala nyeri. d. Anjurkan teknik

relaksasi. Senin 12 Juni 2017 S : Klien masih mengatakan nyeri, dengan skala nyeri 4. O : Klien tampak tidak rileks,

TD : 120/80 mmHg, N : 78 x/menit, S : 36,1°C, RR : 20 x/menit.

A : Tujuan teratasi sebagian, masalah belum teratasi. P : Anjurkan klien teknik relaksasi jika nyeri nya kambuh.

PEMBAHASAN Penulis akan membahas kasus yang diamati dengan membandingkan tindakan keperawatan teknik relaksasi klien paska partum normal pada kasus 1 dan kasus 2. Pembahasan ini disusun dengan tahap-tahap proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data serta merumuskan masalah. Pada tahap pengkajian ada beberapa perbedaan antara kasus 1 dan kasus 2 diantaranya pada kasus 1 keluhan utama klien terdapat nyeri pada luka perineum skala 5 pada 4 jam masa paska partum, tetapi pada kasus 2 keluhan utama terdapat nyeri luka perineum skala 6 pada 12 jam masa paska partum. Hal ini dikarenakan perbedaan mobilisasi fisik. Pada kasus 1 klien merupakan orang yang aktif dan mendapat dukungan penuh dari suami, sedangkan kasus 2 klien merupakan orang yang manja.

2. Diagnosa Keperawatan

Pada tahap diagnosa keperawatan terdapat perbedaan antara kasus 1 dan kasus 2. Pada kasus 1 dan kasus 2 terdapat diagnosa yang berbeda yaitu pada kasus 1 diagnosa keperawatannya adalah resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses involusi, nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi), gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan luka perineum. Sedangkan pada kasus 2 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses involusi, nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi) dan menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan payudara.

3. Perencanaan Pada tahap ini penulis menentukan rencana tindakan sesuai dengan literatur atau pedoman yang sudah ada. Pada kasus 1 dan kasus 2 tidak ada perbedaan rencana tindakan.

Page 46: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

42

4. Pelaksanaan Pada tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan pedoman perencanaan. Pada kasus 1 dan kasus 2 tidak ada perbedaan tindakan keperawatan.

5. Evaluasi

Pada tahap ini merupakan akhir dari proses keperawatan. Pada kasus 1 dan kasus 2 terdapat perbedaan hasil evaluasi. Pada kasus 1 klien 4 jam paska partum mengeluh nyeri pada luka jahitan dengan skala nyeri 5, setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam klien mengatakan nyeri berkurang dengan menunjukkan skala nyeri 2 pada hari kedua perawatan. Dengan hal ini maka tujuan tercapai dan masalah teratasi. Pada kasus 2 klien 12 jam paska partum mengeluh nyeri pada luka

jahitan dengan skala nyeri 6, setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam klien mengatakan nyeri sedikit berkurang dengan menunjukkan skala nyeri 4 pada hari kedua perawatan. Dengan ini maka tujuan tercapai sebagian dan masalah belum teratasi. Terdapat perbedaan hasil evaluasi dari tindakan teknik relaksasi nafas dalam dikarenakan pada klien kasus 1 klien merupakan orang yang aktif dan suaminya sangat mendukung dalam masa pemulihan istrinya agar bisa cepat pulih dan cepat pulang agar bisa merawat bayinya yang merupakan anak pertamanya setelah 2 tahun menikah. Pada klien kasus 2, klien merupakan orang yang manja, klien kurang dalam melakukan gerakan karena klien hanya terfokus dalam area nyerinya saja.

KESIMPULAN Dari uraian bab pembahasan maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengkajian

Pada kasus 1 data subyektifnya klien mengatakan nyeri pada luka jahitan, dengan skala nyeri 5. Klien mengatakan nyeri saat berjalan dan bergerak. Data obyektifnya tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,1°C, respirasi 20 x/menit. Klien tampak gelisah, klien kadang tampak meringis, tampak luka jahit pada perineum. Klien tampak berhati-hati dalam BAK. Pada kasus 2 data subyektifnya klien mengatakan nyeri pada luka jahitan, skala

nyeri 6. Klien mengatakan nyeri pada saat bergerak. Data obyektifnya tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36,2°C, respirasi 22 x/menit. Klien tampak gelisah, klien tampak meringis, tampak luka jahit pada perineum. Klien tampak fokus pada area nyeri. Maka terjadi perbedaan antara kasus 1 dan kasus 2 yaitu pada kasus 1 klien mengeluh nyeri pada luka jahitan dengan skala nyeri 5. Sedangkan pada kasus 2 klien mengeluh nyeri pada luka jahitan dengan skala nyeri 6.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul saat dilakukan pengkajian yang merupakan

Page 47: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

43

diagnosa prioritas adalah nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi). Terdapat perbedaan diagnosa keperawatan pada kasus 1 yaitu : Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan luka perineum. Pada kasus 2 yaitu : Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan perawatan payudara.

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan dengan nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (luka episiotomi) dilakukan tindakan dengan tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan klien dapat : 1) Mengontrol nyeri 2) Menunjukkan tingkat nyeri dengan

mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang dengan menunjukkan skala nyeri ringan (2-3)

3) Tanda-tanda vital normal TD : 100/70mmHg – 120/80

mmHg N : 70 – 80 x/menit S : 36,1°C – 36,8°C RR : 16 – 20 x/menit Rencana tindakan : Observasi TTV,

kaji nyeri, monitor kenyamanan klien terhadap

manajemen nyeri, kolaborasi pemberian obat analgesik.

4. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada kasus 1 dan kasus 2 adalah observasi TTV, mengkaji nyeri, mengajarkan teknik relaksasi, memonitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri, serta memberikan obat analgesik.

5. Evaluasi

Setelah melakukan tindakan keperawatan, pada kasus 1 klien 4 jam

paska partum mengeluh nyeri pada luka jahitan dengan skala nyeri 5, setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi napas dalam selama 2 hari klien mengatakan nyeri berkurang dengan menunjukkan skala nyeri 2. Dengan hal ini maka tujuan tercapai dan masalah teratasi. Pada kasus 2 klien 12 jam paska partum mengeluh nyeri pada luka jahitan dengan skala nyeri 6, setelah dilakukan tindakan teknik relaksasi napas dalam selama 2 hari klien mengatakan nyeri sedikit berkurang dengan menunjukkan skala nyeri 4. Dengan ini maka tujuan tercapai sebagian dan masalah belum teratasi.

SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis ingin memberikan beberapa saran untuk dapat meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan keperawatan kepada : 1. Rumah Sakit

Diharapkan pendokumentasian lebih ditingkatkan lagi untuk menunjang data yang diperlukan.

2. Mahasiswa a. Para mahasiswa lebih meningkatkan

keterampilan dalam melakukan pengkajian hingga didapatkan masalah yang sesuai dengan keluhan.

b. Para mahasiswa perlu mengingatkan pendokumentasian sebagai pertanggung jawaban dari setiap tindakan.

3. Institusi Diharapkan institusi memperbanyak literatur mengenai keperawatan maternitas dengan tahun terbit 10 tahun terakhir untuk digunakan referensi mahasiswa agar mahasiswa tidak mengalami hambatan dalam melakukan asuhan keperawatan

Page 48: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

44

Abdul, George. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Edisi 5. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Aspiani, Reny Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas, Aplikasi NANDA, NIC dan NOC. Jakarta: CV Trans Info Media. Green, Carol J. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Maternal & Bayi Baru Lahir. Alih Bahasa, Monica Ester [et.al] : editor edisi bahasa Indonesia, Sari Isnaeni, dkk. Jakarta : EGC. Infodatin. (2012). Infodatin Ibu. Diunduh pada Tanggal 24 Mei, Pukul 12.45 WIB dari website

http://www.depkes.go.id/resources/downlo d/pusdatin/infodatin/ infodatin-ibu.pdf. Karen. (2013). Buku Saku Maternal Neonatal. Edisi 2. Jakarta :EGC. Lowdermilk, Perry, Cashion. (2013). Buku Keperawatan Maternitas. Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika. Reeder, Martin, Griffin. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Edisi 18. Jakarta : EGC. Serri. (2009). Asuhan Keperawatan Dalam Maternitas Dan Genokologi. Cetakan Pertama. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Page 49: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

45

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI RW 10

KELURAHAN KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR TAHUN 2015

Lia Fitriyanti S.Kep.M.Kes

Via Esti Cahyaningrum

1. Staf Dosen Keperawatan Universitas M.H Thamrin 2. Mahasiswa Keperawatan Universitas M.H Thamrin

ABSTRAK

Osteoporosis adalah salah satu penyakit degeneratif yang banyak dialami lansia, yaitu berkurangnya kepadatan/massa tulang. Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita osteoporosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia yang dilakukan di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan desain deskritif analitik dengan desain cross sectional dan teknik random sampling dengan sampel sebanyak 86 lansia yang berusia diatas 45 tahun yang berada di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur. Hasil penelitian didapatkan bahwa perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia di RW 10 Kelurahan Kramat Jati adalah baik yaitu sebesar 53,3% dengan faktor-faktor yang berhubungan terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia adalah umur (p=0,001), jenis kelamin (p=0,001), pendidikan (p=0,000), pekerjaan (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,000), fasilitas (p=0,852), dukungan keluarga (p=0,001), dan dukungan tenaga kesehatan (p=0,001). Peneliti menyarankan terhadap petugas kesehatan untuk mengadakan promosi kesehatan untuk lansia melalui penyuluhan osteoporosis dan para lansia berperilaku hidup sehat untuk mencegah terjadinya penyakit tulang. Kata Kunci : Osteoporosis, perilaku, pencegahan

Page 50: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

46

PENDAHULUAN Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu (Stanley, 2006). Berdasarkan data dari National Centre of Health Statistics(NCHS) dalam (Zulfitri, 2010), angka penduduk lansia di Amerika Serikat mencapai lebih dari 35 juta jiwa atau sebesar 12% dan diperkirakan pada tahun 2050, meningkat menjadi 20%. Di Indonesia, memproyeksikkan pada tahun 2020 mendatang usia harapan hidup lansia menjadi 71,7 tahun dengan perkiraan jumlah lansia 28,8 juta jiwa atau 11,34% (Utomo dalam Zulfitri, 2010).

Peningkatan jumlah lansia tersebut akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun salah satunya adalah masalah osteoporosis (Mubarok, 2008). Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang menjadi rapuh dan perburukan mikroarsitektur tulang. Penyakit osteoporosis ini berbahaya karena merupakan penyakit yang tidak memiliki gejala sampai penderita osteoporosis mengalami patah tulang (Depkes, 2009). Menurut WHO pada tahun 2009, osteoporosis menduduki peringkat kedua di bawah penyakit jantung. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation (IOF) lebih dari 30% wanita di seluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40% sedangkan pria resikonya berada pada angka 13% (WHO,2009). Dampak osteoporosis diIndonesia sudah dalam tingkat yang harus diwaspadai, yaitu mencapai 19,7% dari populasi. (Depkes, 2009). Berdasarkan uraian di atas, penelititertarikuntukmelakukanpenelitianmengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan osteoporosis

padalansiadi RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015. METODE Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional dan menggunakan analisis deskritif analitik, Penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menggambarkan suatu fenomena kesehatan yang terjadi di masyarakat dengan metode non eksperimen (disajikan dalam bentuk tabel) antara variabel dependen (perilaku pencegahan osteoporosis) dengan variabel independen (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, dukungan keluarga dan dukungan tenaga kesehatan). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berumur diatas 45 tahun yang berjumlah 357 lansia dan bertempat tinggal di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur . Jumlah sampel sebanyak 86 responden dengan kriteria inklusi yaitu lansia yang berumur di atas 45 tahun, lansia dalam keadaan sehat jasmani (mampu berbicara, melihat dan menulis). Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Data primer yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari responden dengan cara memberikan angket/kuesioner kepada responden. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah random sampling yaitu dengan cara pengambilan sampel secara acak dengan menggunakan lotre (undian) dan menggunakan rumus Slovin. HASIL Hasil penelitian tentang perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun

Page 51: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

47

2015 disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 1. Distribusi Frekuensi karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) lansia tentang pencegahan osteoporosis pada lansia di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur.

Karakteristik Jumlah Presentase Umur > 60 Tahun

37

43,0

45-59 Tahun 49 57,0 Total 86 100

Jenis Kelamin Laki-laki

42

48,8

Perempuan 44 51,2 Total 86 100

Pendidikan Rendah (≤ SMA)

38

44,2

Tinggi (> SMA) 48 55,8 Total 86 100

Pekerjaan Tudak Bekerja

42

48,8

Bekerja 44 51,2 Total 86 100

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden berumur 45-59 tahun sebanyak 49 orang (57%) dengan jenis kelamin mayoritas adalah perempuan sebanyak 44 orang (51,2%) dengan mayoritas responden yaitu berpendidikan tinggi sebanyak 48 orang (55,8%) dan responden mayoritas bekerja sebanyak 44 orang (51,2%). Tabel 2 Distribusi frekuensi perilaku lansia tentang pencegahan osteoporosis di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur.

Perilaku Jumlah Presentase Buruk 40 46,5 Baik 46 53,5 Total 86 100

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas lansia yang berperilaku baik dalam pencegahan osteoporosis yaitu sebanyak 46

responden (53,5%), dan lansia yang berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis yaitu sebanyak 40 responden (46,5%). Tabel 3 Distribusi frekuensi pengetahuan lansia tentang pencegahan osteoporosis di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur.

Pengetahuan Jumlah Presentase Kurang 42 48,8

Baik 44 51,2 Total 86 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas lansia yang berpengetahuan baik sebanyak 44 responden (51,2%) dan lansia yang berpengetahuan kurang sebanyak 42 responden (48,8%). Tabel 4 Distribusi frekuensi sikap lansia tentang pencegahan osteoporosis di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur.

Perilaku Jumlah Presentase Negatif 41 47,7 Positif 45 52,3 Total 86 100

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas lansia yang bersikap positif sebanyak 45 responden (52,3%) dan lansia yang bersikap negatif sebanyak 41 responden (47,7%). Tabel 5 Distribusi frekuensi ketersediaan fasilitas tentang pencegahan osteoporosis di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur.

Ketersediaan Fasilitas

Jumlah Presentase

Tidak tersedia 41 47,7 Tersedia 45 52,3

Total 86 100 Berdasarkan tabel 5menunjukkan bahwa mayoritas lansia yang menjawab bahwa di lingkungan RW 10 kelurahan Kramat Jati,

Page 52: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

48

tersedia fasilitas kesehatan lansia yaitu sebanyak 45 responden (52,3%) dan lansia yang menjawab bahwa di lingkungan RW 10 kelurahan Kramat Jati, tidak tersedia fasilitas kesehatan lansia sebanyak 41 responden (47,7%). Tabel 6 Distribusi frekuensi dukungan keluarga tentang pencegahan osteoporosis di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur.

Dukungan Keluarga

Jumlah Presentase

Kurang Mendukung

41 47,7

Mendukung 45 52,3 Total 86 100

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas lansia yang mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 45 responden (52,3%) dan lansia yang kurang mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 41 responden (47,7%). Tabel 7 Distribusi frekuensi dukungan tenaga kesehatan tentang pencegahan osteoporosis di wilayah RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur.

Dukungan Keluarga

Jumlah Presentase

Kurang Mendukung

42 48,8

Mendukung 44 51,2 Total 86 100

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas lansia yang mendapat dukungan tenaga kesehatan sebanyak 44 responden (51,2%) dan lansia yang kurang mendapatkan dukungan tenaga kesehatan sebanyak 42 responden (48,8%). Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Umur Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Umur Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

> 60 Tahun

25 (67,6%

)

12 (32,4%)

0,00

1

4,722 (1,886

-11,82

7) 45-59 Tahun

15 (30,6%

)

34 (69,4%)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa lansia yang berumur diatas 60 tahun akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 4,7 lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berumur 45-59 tahun (OR= 4,722 ; p-value= 0,001). Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Jenis Kelamin Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Jenis Kelami

n

Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

Laki -

Laki

28 (66,7%

)

14 (33,3%)

0,001

5,333 (2,119

– 13,42

2)

Perempuan

12 (27,3%

)

32 (72,7%)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa lansia yang berjenis kelamin laki-laki akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 5,3 lebih banyak dibandingkan dengan lansia yang berjenis

Page 53: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

49

kelamin perempuan ( OR= 5,333; p-value 0,001). Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pendidikan Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Pendi- dikan

Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

Rendah (≤

SMA)

29 76,3%)

9 (23,7%)

0,000

10,838

(3,963 –

29,644),

Tinggi

(> SMA)

11 (22,9%

)

37 (77,1%)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa lansia yang berpendidikan rendah akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 10,8 lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi ( OR= 10,838; p-value 0,000). Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pekerjaan Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Pekerjaan

Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

Tidak Bekerja

29 (69%)

13 (31%)

0,000

6,692 (2,600

Bekerja

11 (25%)

33 (75%)

-17,22

3)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa lansia yangtidak bekerja akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 6,69 lebih banyak dibandingkan dengan responden yang bekerja (OR= 6692 ; p-value 0,000). Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pengetahuan Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Pengetahuan

Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

Kurang 34 (81%)

8 (19%)

0,000

26,917

(8,479-

85,452)

Baik

6 (13,6%

)

38 (86,4%)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa lansia yangmemiliki pengetahuan kurang akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 26,9 lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan baik (OR= 26,971 ; p-value 0,000). Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Sikap Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Sikap Perilaku Pencegahan

p-Valu

OR (95%

Page 54: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

50

osteoporosis e CI)

Buruk Baik

N N

Negatif 33 (80,5%

)

8 (19,5%)

0,000

722,393

(7,332-

68,388)

Baik

7 (15,6%

)

38 (84,4%)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa lansia yangmempunyai sikap negatif akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 22,3 lebih banyak dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap positif (OR= 22,393 ; p-value 0,000). Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Ketersediaan Sarana dan Prasarana Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Ketersediaan Fasilita

s

Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

Tidak Tersedi

a

20 (48,8%

)

21 (51,2%)

0,852

1,190 (0,509

-2,782)

Tersedia

20 (44,4%

)

25 (55,6%)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 14 menunjukkan bahwa lansia yang menjawab tidak tersedia fasilitas kesehatan akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 1,1 lebih banyak dibandingkan dengan responden

yang menjawab tersedianya fasilitas kesehatan(OR= 1,190 ; p-value 0,852). Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Dukungan Keluarga Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Dukungan

Keluarga

Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

Kurang Mendukung

27 (65,9%

)

14 (34,1%)

0,001

4,747 (1,907

-11,82

0)

Mendukung

13 (28,9%

)

32 (71,1%)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 15 menunjukkan bahwa lansia yangkurang mendapat dukungan keluarga akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 4,7 lebih banyak dibandingkan dengan responden yangmendapat dukungan keluarga(OR= 4,747 ; p-value 0,001). Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan Lansia Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Di RW 10 Kelurahan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2015

Dukungan

Tenaga Keseha

tan

Perilaku Pencegahan osteoporosis

p-Valu

e

OR (95% CI)

Buruk Baik

N N

Kurang Mendukung

28 (66,7%

)

14 (33,3%)

0,001

5,333 (2,119

-

Page 55: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

51

Mendukung

12 (27,3%

)

32 (72,7%)

13,422)

Jumlah 40 46 Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa lansia yangkurang mendapat dukungan tenaga kesehatan akan berpeluang untuk berperilaku buruk dalam pencegahan osteoporosis 5,3 lebih banyak dibandingkan dengan responden yang mendapat dukungan tenaga kesehatan (OR= 5,333 ; p-value 0,001). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitu lansia yang berumur 45-59 tahun sebesar 57,0%. Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,001, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia dangan perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia.Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Eka (2012), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna (p=0,18) antara usia dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitu perempuan sebesar 51,2%.Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,001, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan pencegahan osteoporosis pada lansia. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitu lansia berpendidikan tinggi sebesar 55,8%. Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,000, menunujukkan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan

dengan pencegahan osteoporosis pada lansia. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Eka (2012), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna (p=0,07) antara pendidikan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitu lansia yang bekerja sebesar 51,2%. Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,000, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Eka (2012), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna (p=0,469) antara pekerjaan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitu lansia dengan pengetahuan baik 51,2%.Adapun hasil Uji Square diperoleh nilaip-value 0,000,menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis ada lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asima Sirait (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna (p=0,007) antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitu sikap lansia yang positif 52,3%. Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,000, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara sikap terhadap perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asima Sirait (2012), yang menyatakan bahwa

Page 56: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

52

ada hubungan yang bermakna (p=0,001) antara sikap dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitulansia yang menjawab tersedia fasilitas kesehatan lansia yaitu 52,3%.Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,852 , menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara fasilitas dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Eka (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna (p=0,001) antara fasilitas dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitulansia yang mendapat dukungan keluarga 52,3%. Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,001 dan 95% CI =1,907-11,820, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan perilaku pencegahan osteoporosis.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Eka (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna (p=0,001) antara dukungan keluarga dengan perilaku pencegahan osteoporosis. Berdasarkan hasil uji statistik analisis univariat, didapatkan bahwa mayoritas yang berperilaku dalam pencegahan osteoporosis yaitulansia yang mendapat dukungan tenaga kesehatan 51,2%. Adapun hasil Uji Square diperoleh nilai p-value 0,001, menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara dukungan tenaga kesehatan dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada lansia.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Eka (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna (p=0,001) antara dukungan tenaga kesehatan dengan perilaku pencegahan osteoporosis. DAFTAR PUSTAKA Alexander, I. M. & Knight, K.A. 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai Osteoporosis dan Osteoponia. Jakarta: Indeks. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Bare and Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (alih bahasa Agung Waluya). Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC Cosman, F. 2009. Osteoporosis. Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Waspadai Osteoporosis diIndonesia.http://www.depkes.co.id/index.phphtml, diakses tanggal 25 April 2015. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pertumbuhan Lansia di Indonesia.http://www.depkes.co.id/index.phphtml, diakses tanggal 25 April 2015. Fauzi, A. 2010 . Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Wanita Pre Menoupause Di Wilayah Puskesmas Arjuno Malang. Skripsi. Malang Malahayati. Handayani, Dwi Eka. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan Osteoporosis Pada Pegawai Administrasi Perempuan Di Universitas Indonesia. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Hidayat, Azis Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Page 57: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

53

Iskandar, M. 2012. Gambaran Perilaku Keluarga tentang Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol 1, No.1 Tahun 2013 Junaidi. 2007. Osteoporosis Pada Manula. Jakarta : Pustaka Populer Obor. Karolina, Maha Sari. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis Yang dilakukan Lansia. Skripsi. Fak Kedokteran USU. Meilani, A. 2007. Hubungan Pengetahuan Dengan Upaya Pencegahan Dini Osteoporosis Wanita Usia 40-60 Tahun di Perumnas Simalingkar Medan. Skripsi. PSIK USU. Mubarak. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: CV.Sagung Seto. Mubarak,Wahit, Iqbal, dkk.2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama. Jakarta : Rineka cipta. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC. Sudoyo, A.W., et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II. (Ed ke-4). Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R& D). Bandung : Alfabeta.

Tandra. 2009. Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Tjahjadi, Vicynthia. 2009. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Osteoporosis. Pustaka Widyamara : Semarang. Zulfitri, R. 2010. Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Hipertensi Dengan Perilaku Lansia Mengontrol Kesehatan di Rumah, Jurnal Ners Indonesia (JNI). Vol 1, No. 1 Tahun 2011.

Page 58: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

54

STUDI DESKRIPTIF ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

Rizqi Nursasmita1, Rahmat Budiman2, Eka Fitriana3, Iman Nurmansah4, Heliodorus

Aristosi5

Akademi Keperawatan RSP TNI AU

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Perawat anak memiliki peran penting untuk mencegah terjadinya dampak negatif hiperbilirubinemia pada bayi dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak. Tujuan penelitian adalah menggambarkan asuhan keperawatan pada bayi dengan hiperbilirubinemia. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus terhadap empat bayi. Hasil penelitian menggambarkan muncul diagnosa keperawatan aktual dan risiko dalam asuhan keperawatan pada bayi dengan hiperbilirubinemia. Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari nilai laboratorium bilirubin bayi menjadi normal.

Kata kunci: hiperbilirubinemia, bayi, asuhan keperawatan, ikterik

Page 59: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

55

ABSTRACT Pediatric nurses have an important role to reduce the impact of hyperbilirubinemia in infants by providing comprehensive nursing care. The aim of the study was to describe nursing care in infants with hyperbilirubinemia. The research used descriptive method with case study approach to four infant. The result: there was actual nursing diagnose and risks in nursing care in infants with hyperbilirubinemia. After performing nursing care for three days the bilirubin laboratory become to normal. Keywords: hyperbilirubinemia, infant, nursing care, icteric PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2006). Angka kejadian penyakit hiperbilirubinemia sebanyak 51,47% di Indonesia (WHO, 2015), ikterus terjadi pada 60% bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan. Data di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta, didapatkan hiperbilirubinemia masuk ke dalam 10 kasus penyakit terbanyak. Di ruang Parkit RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta pada bulan Maret sampai dengan Juni 2017 ditemukan insiden penyakit hiperbilirubinemia sebanyak 31.9% yang artinya dari 119 pasien anak di ruang Parkit terdapat 38 kasus penyakit hiperbilirubinemia. Melihat angka kejadian penyakit hiperbilirubinemia di ruang Parkit RSAU dr. Esnawan Antariksa Jakarta diperlukan asuhan keperawatan yang tepat agar tidak menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah kernikterus dimana terjadi kerusakan otak yang ditandai dengan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan dan retardasi mental. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rancangan deskriptif

dengan pendekatan studi kasus, dengan melakukan asuhan keperawatan pada bayi dengan hiperbilirubinemia selama 3 hari dengan jumlah sampel 4 bayi yang berusia 4 sampai 6 hari, 3 berjenis kelamin perempuan dan 1 berjenis kelamin laki-laki. HASIL Hasil pengkajian didapatkan responden dalam penelitian ini berjumlah 4 bayi. Diagnosa keperawatan aktual yang muncul yaitu hipertermi dan kurang pengetahuan ibu. Diganosa keperawatan risiko yang muncul antara lain: risiko kekurangan volume cairan dan elektrolit, risiko cedera internal, risiko cedera mata, dan risiko kekurangan integritas kulit. Perencanaan keperawatan yang dilakukan meliputi: menurunkan hipertermi dengan tindakan mandiri maupun kolaborasi antipiretik, memberikan pendidikan kesehatan tentang bayi dengan hiperbilirubinemia pada ibu, mencegah terjadinya kekurangan cairan pada bayi, mencegah cedera internal, cedera mata, kerusakan integritas kulit selama perawatan dengan fototerapi. Seluruh implementasi keperawatan dapat diaplikasikan baik secara mandiri maupun kolaborasi. Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium bilirubin total setiap responden sebelum dilakukan asuhan keperawatan bervariasi berkisar antara 12,7 mg/dL sampai 21,8 mg/dL. Setelah dilakukan asuhan

Page 60: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

56

keperawatan selama 3 hari nilai laboratorium bilirubin semua responden berangsur-angsur turun hingga 57% dari nilai sebelumnya. PEMBAHASAN Hasil temuan pada kasus menunjukkan bahwa bayi menderita hiperbilirubinemia saat usia 4-6 hari. Hal ini sesuai dengan program pemerintah yaitu kunjungan neonatal I pada hari ke 7 setelah kelahiran. Tujuan dari program ini yaitu untuk mendeteksi sedini mungkin permasalahan yang terjadi pada bayi. Menurut Ngastiyah (2005), ikterus dibagi menjadi 2 macam, yaitu ikterus fisiologis dan ikterus patologis. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua sampai hari ketiga setelah kelahiran, kadar bilirubin indirek tidak melewati 12 mg/dL, dan tidak menyebabkan morbiditas pada bayi, sedangkan ikterus patologis terjadi pada 24 jam pertama, kadar bilirubin indirek tidak melewati 10 mg/dL, dan terlihat kuning pada telapak tangan dan kaki. Dalam kasus ini, seluruh responden termasuk ke dalam ikterus patologis karena berdasarkan hasil pemeriksaan, bayi tampak kuning pada seluruh tubuh dengan kadar bilirubin total lebih dari 12 mg/dL. Menurut Moeslichan (2004), faktor yang berhubungan dengan munculnya ikterus antara lain inkomtabilitas ABO, rendahnya asupan ASI, kurangnya terpapar sinar matahari dan gangguan hepar. Berdasarkan hasil anamnesa, ibu mengatakan bayinya menyusui 4 kali sehari, sedangkan The American Academy of Peiatrics (AAP) merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam) sehingga dapat terjadi kurangnya asupan nutrisi untuk metabolisme dalam tubuh, yang dapat menyebabkan bayi menjadi ikterus. Dalam kasus ini, pemberian ASI sangat

kurang hanya 4 kali sehari sehingga terjadi penumpukan bilirubin indirek yang tidak bisa dikonjugasi menjadi bilirubin direk di dalam hepar dan tidak dapat disekresikan melalui feses dan urine akibatnya produksi billirubin indirek dalam tubuh bayi menjadi tinggi. Oleh karena itu, tenaga kesehatan khususnya bidan dapat memberikan promosi kesehatan mengenai ASI Ekslusif, cara pemberian ASI, hiperbilirubin dan ikterus sehigga asupan ASI dan optimal dan mencegah terjadinya hiperbilirubin atau ikterik. Kemungkinan penyebab yang lain adalah inkomtabilitas ABO. Terjadinya inkomtabilitas ABO karena terjadinya perbedaan antara darah ibu dan bayi. Dalam kasus tidak dilakukan pemeriksaan rhesus. Kurangnya pengetahun tentang pemberian ASI eksklusif, cara menjemur bayi yang benar, dan perawatan hiperbilirubinemia menjadi faktor penyebab dari timbulnya bayi kuning atau ikterus. Oleh karena itu dilakukan intervensi keperawatan pemberian pendidikan kesehatan. KESIMPULAN Setelah melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari, masalah teratasi dengan salah satu indikator nilai laboratorium bilirubin bayi menjadi normal. DAFTAR PUSTAKA Dewi, V. N. L. (2013). Asuhan Neonatus Bayi

dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika: Jakarta.

Hidayat, A, A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

Manggiasih, Vidia Atika. (2016). Asuhan Kebidanan pada Neonatus Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media .

Page 61: SUSUNAN PENGASUH - akper-rspau.ac.idakper-rspau.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Jurnal-Vol.4-2018.pdf · Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Partisipasi Suami Dalam Perilaku Menyusui

57

Maryati, D., Sujianti & Budiarti, T. (2011). Buku Ajar Neonatus Bayi dan Balita. Cilacap: Trans Info Media.

Nurarif A, H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi

Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnos Medis NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Jogja.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ridha, H. N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Riskesdas, (2015). Profil Kesehatan Indonesia. Diakses pada tanggal 05 Agustus 2017 pukul 22.31 dari http//www.depkes.go.id.

Suriadi & Yuliani, R. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suriadi & Yuliani, R. (2010). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.