sumber belajar penunjang plpg 2017 mata …sertifikasi.fkip.uns.ac.id/file_public/2017/modul...
TRANSCRIPT
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
PENDIDIKAN LUAR BIASA
BAB V
PENGEMBANGAN INTERAKSI, KOMUNIKASI,
DAN PERILAKU BAGI PESERTA DIDIK AUTIS
Penyusun:
TIM PENGEMBANG SUMBER BELAJAR PLB-FIP- UNESA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
1
BAB V
PENGEMBANGAN INTERAKSI, KOMUNIKASI, DAN PERILAKU BAGI PESERTA DIDIK AUTIS
A. PENDAHULUAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat menguasai materi, struktur,
konsep dan pola pikir keilmuan terkait pembelajaran bagi peserta didik autis. serta
menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu
1. Kompetensi Inti
Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu
2. Kompetensi Dasar (KD)/Kelompok Kompetensi Dasar (KKD).
a. Menguasai konsep autisme
b. Identifikasi dan asesmen peserta didik autis
c. Merancang asesmen pada peserta didik autis
d. Menguasai prinsip, teknik, dan prosedur pembelajaran pada peserta didik autis
e. Merancang layanan bagi peserta didik autis
B. MATERI
1. Konsep Dasar Autisme
1) Pengertian
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya
sendiri”. American Psychiatric Association disingkat APA (2013) menyebut
autisme pada DSM-5 sebagai Autism Spectrum Disorder (ASD), yaitu suatu
gangguan perkembangan saraf (neurodevelopmental disorder) yang ditandai
dengan hambatan komunikasi sosial dan interaksi sosial pada berbagai situasi
(termasuk hambatan dalam timbal balik sosial, perilaku komunikatif non-verbal
yang digunakan untuk interaksi sosial, dan keterampilan dalam mengembangkan,
mempertahankan dan memahami hubungan) dan juga adanya pola perilaku,
ketertarikan yang terbatas maupun aktivitas yang berulang.
2
Autisme merupakan suatu spectrum disorders, yaitu suatu gangguan yang
mempunyai rentangan lebar dan bergradasi mulai dari yang ringan sampai berat.
Artinya, walaupun memiliki gejala yang sama, tetapi setiap orang dengan autisme
dipengaruhi oleh gangguannya tersebut dengan cara yang berbeda dan dapat
berakibat berbeda pula pada perilakunya. Gejala dapat terjadi dengan kombinasi
yang berbeda-beda dan dapat bergradasi dari sangat ringan ke sangat berat.
Demikian pula dengan potensi kemampuan kognitifnya bervariasi dari diatas rata-
rata sampai retardasi mental berat.
Senada dengan DSM-5, the Individuals with Disabilities Education Act
(IDEA) USA (dalam Hallahan & Kaufman, 2011) mendefinisikan autisme sebagai
gangguan perkembangan yang mempengaruhi interaksi sosial dan komunikasi
verbal dan nonverbal secara signifikan, biasanya muncul sebelum usia tiga tahun,
yang mempunyai efek terhadap kemampuan pendidikan anak. Lebih lanjut
disebutkan bahwa karakteristik lain yang sering dikaitkan dengan anak autis
adalah terpaku pada aktivitas yang berulang dan gerakan stereotip, resisten
terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas sehari-hari, dan
memiliki respon yang tidak seperti anak lainnya terhadap pengalaman sensoris.
Penggunan kata autisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1943 oleh
Leo Kanner. Beliau menulis makalah dan menjabarkan gejala-gejala “aneh” yang
beliau temukan pada 11 anak yang menjadi pasiennya. Beliau melihat banyak
sekali persamaan gejala pada anak-anak tersebut, namun yang sangat menonjol
adalah anak ini sangat asyik dengan dirinya sendiri, seolah-olah ia hidup dalam
dunianya sendiri. Maka beliau memakai istilah autisme.
Beberapa tokoh mengemukakan bermacam rumusan definisi mengenai
gambaran yang menunjukkan autisme tersebut. Sutadi (2002) menjelaskan bahwa
autisme adalah gangguan perkembangan neorobiologis berat yang mempengaruhi
cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang
lain. Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara
berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain
terganggu karena ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan mengerti
perasaan orang lain. Lebih lanjut dijelaskannya bahwa penyandang autisme
3
memiliki gangguan pada interaksi sosial, komunikasi (baik verbal maupun non
verbal), imajinasi, pola perilaku repetitif dan resistensi terhadap perubahan pada
rutinitas.
Definisi yang dirumuskan Sutadi tersebut senada dengan definisi yang
ditulis oleh Gerlach (2000), “Autism is a complex develop-mental disability that
typical appears during the first three years of life. The result of a neurobiological
disorder that affects the functioning of the brain,…”
Sutadi dan Gerlach mengemukakan batasan yang sangat mirip. Hanya saja
Sutadi langsung menjelaskan ciri-ciri penyandang autisme secara rinci dalam
definisinya, sedangkan Gerlach tidak demikian. Ia menjelaskan hal tersebut pada
bagian tersendiri.
Kemudian Sunartini (2000) menjelaskan pula bahwa autisme diartikan
sebagai gangguan perkembangan perpasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas
dan kelainan yang muncul sebelum anak berusia 3 tahun, dengan ciri-ciri fungsi
yang abnormal dalam tiga bidang: (1) interaksi sosial, (2) komunikasi dan, (3)
perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga mereka tidak mampu
mengekspresikan perasaan maupun keinginan, sehingga perilaku dan hubungan
dengan orang lain menjadi terganggu. Keadaan ini terjadi tiga sampai empat kali
lebih banyak pada laki-laki dari pada anak perempuan. Autisme dapat terjadi pada
setiap anak tidak memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan
orangtua, ras, etnik maupun agama.
Bila diamati beberapa definisi autisme di atas, maka nyata sekali pada
hakekatnya memberikan batasan yang sama. Sama-sama menyatakan bahwa
autisme merupakan gangguan proses perkembangan yang mulai muncul dalam
tiga tahun pertama kehidupan, yang menyebabkan hambatan komunikasi dan
interaksi sosial, serta memiliki minat terbatas dan perilaku berulang. Hambatan
tersebut bisa menyebabkan gangguan pada bidang komunikasi, bahasa, kognitif,
sosial dan fungsi adaptif, sehingga menyebabkan anak-anak tersebut seolah-olah
berada dalam dunianya sendiri.
4
2) Derajat Autisme
Derajat berat ringannya autisitas anak berdasarkan DSM -5 dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu :
Derajat Autistik Komunikasi dan Interaksi
Sosial
Ketertarikan yang
terbatas dan perilaku
berulang
Derajat 1
Membutuhkan
dukungan/bantuan
ringan
Dapat berinteraksi sosial
tanpa bantuan, walaupun
mengalami kendala atau
kekurangan dalam
komunikasi sosial
Keterbatasan yang
nyata paling tidak
pada satu hal.
Derajat 2
Membutuhkan
dukungan / bantuan
sedang
Ditandai dengan kekurangan
dan keterbatasan dalam
berinteraksi serta dalam
memberikan respon secara
social
Ditandai dengan
keterbatasan yang
nyata dalam beberapa
hal.
Derajat 3
Sangat
membutuhkan
dukungan / bantuan
Kemampuan berkomunikasi
sosial yang terbatas
Ditandai dengan
adanya keterbatasan
yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
Derajat autistik berdasarkan fungsi kecerdasan dapat dikategorikan ke
dalam 3 tingkatan, yaitu :
1) Fungsi kecerdasan rendah.
Anak autis yang temasuk ke dalam kategori kecerdasan rendah maka
dikemudian hari kecil kemungkinan untuk dapat diharapkan untuk hidup
mandiri secara penuh, ia tetap akan memerlukan bantuan orang lain.
2) Fungsi kecerdasan menengah.
Apabila penyandang autis masuk ke dalam kategori kecerdasan menengah
maka memungkinkan untuk dilatih bermasyarakat dan mempunyai
5
kesempatan yang cukup baik bila diberikan pendidikan khusus yang dirancang
secara khusus untuk penyandang autis.
3) Fungsi kecerdasan tinggi.
Apabila penyandang autis masuk ke dalam kategori kecerdasan tinggi maka
dengan pendidikan yang tepat, diharapkan dapat hidup secara mandiri bahkan
dimungkinkan dapat berprestasi, dapat juga hidup berkeluarga.
3) Karakteristik Peserta Didik Autis
Merujuk pada berbagai definisi diatas, maka karasteristik hambatan dominan
pada peserta didik autis adalah sebagai berikut:
1) Perilaku terbatas dan Perilaku mengulang
Hambatan tentang perilaku terbatas meliputi hambatan yang terjadi di
beberapa area berikut ini antara lain: sangat meyukai perilaku yang diulang-
ulang, misalnya flapping dan menata mobil mainan, mempunyai cara
komunikasi yang tidak lazim/unik antara lain echolalia, monologues, jargon.
Cenderung melakukan kegiatan yang sama atau rutin, cenderung memiliki
ketertarikan yang dominan pada hal-hal yang spesifik (highly restricted,
fixated special interests). Memiliki sensori yang terkadang sangat sensitive
atau sebaliknya (Hyper-or hypo-reactivity to sensory input). Memiliki sensori
terhadap lingkungan yang tidak lazim seperti benda berputar,
pembauan/penciuman, perabaan, dan sejenisnya
2) Hambatan kumunikasi dan berinteraksi sosial
Hambatan komukasi sosial dan interaksi sosial meliputi hambatan yang terjadi
dibeberapa area berikut ini antara lain: membuka dan melanjutkan
percakapan, komunikasi secara non verbal, berbagi kesenangan atau hobi
dengan orang lain, memahami emosi yang terjadi pada diri sendiri dan orang
lain, berinisiatif untuk melakukan interaksi sosial, memelihara dan
mengembangkan suatu hubungan dalam pergaulan, tidak tertarik untuk
berteman, perilaku yang sulit beradaptasi terhadap suatu perubahan,
hambatan dalam berbicara dan logika berpikir.
Bila dilihat dari penampilan luar secara fisik, maka peserta didik autis tidak
berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya. Perbedaannya baru dapat dilihat
6
apabila mereka melakukan aktivitas seperti : berkomunikasi, bermain dsb. Ronald
(1992) mengatakan bahwa anak dengan gangguan autisme tidak akan merespon
stimulus dari lingkungan sebagaimana mestinya, memperlihatkan kemiskinan
kemampuan dan sering merespon lingkungan secara aneh.
Leo Kanner dalam Peeters (1994) dan Widyawati (2002) memberikan
penjelasan mengenai karakteristik khusus anak-anak dengan autisme. Dengan
memahami karakteristiknya ini kita dapat membedakan peserta didik autis dengan
anak yang lain yang bukan penyandang autisme. Karakteristik tersebut ditinjau
dari interaksi sosial, komunikasi dan pola bermain,serta aktivitas dan minat.
1) Karakteristik dari segi interaksi sosial
Anak dengan autisme dapat dikenali dengan memahami interaksi sosialnya
yang ganjil dibandingkan anak pada umumnya. Seperti :
a) Menolak bila ada yang mau memeluk
b) Tidak mengangkat kedua lengannya bila diajak untuk digendong
c) Ada gerakan pandangan yang abnormal
d) Gagal menunjukkan suatu objek kepada orang lain
e) Sebagian anak autistic tak acuh dan tak bereaksi terhadap pendekatan
orangtuanya,tapi sebagian lainnya malahan merasa terlalu cemas bila
berpisah dan melekat pada orangtuanya
f) Gagal dalam mengembangkan permainan bersama teman-teman
sebayanya, merekalebih suka menyendiri
g) Keinginan untuk menyendiri sering tampak pada masa kanak-kanak dan
akan makin berkurang sejalan dengan bertambah usianya
h) Tidak mampu memahami aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi
sosial
i) Tidak mampu untuk memahami ekspresi wajah orang, ataupun untuk
mengekspresikan perasaannya baik dalm bentuk vocal ataupun dalam
ekspresi wajah.
Walaupun mereka berminat untuk mengadakan hubungan dengan
teman-teman, sering kali terdapat hambatan karena ketidak mampuan
mereka memahami aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi sosial
7
tersebut. Kesadaran sosial yang kurang ini mungkin yang menyebabkan
mereka tidak mampu untuk memahami ekspresi wajah orang, ataupun untuk
mengekspresikan perasaannya baik dalam bentuk vocal ataupun dalam
ekspresi wajah. Kondisi diatas menyebabkan anak dengan autisme tidak dapat
berempati kepada oang lain.
2) Karakteristik dari segi komunikasi dan pola bermain
Sekitar 50% penyandang autisme mengalami keterlambatan dan
abnormalis dalam berbahasa. Hal ini merupakan keluhan yang paling sering
disampaikan oleh orangtua anak-anak dengan autisme.
Bergumam yang biasanya pada tahap perkembangan bicara yang
normal muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata pada anak penyandang
autisme hal ini mungkin tidak nampak.
Dalam hal berbicara, bila ada orang berbicara terhadap anak
penyandang autisme, sering mereka tidak mampu memahami ucapan yang
ditujukan pada mereka. Bila tertarik pada sesuatu objek/benda, biasanya
mereka tidak menunjuk atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan
keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orangtuanya untuk dipakai
mengambil objek yang dimaksut.mereka juga mengalami kesukaran dalam
memahami arti kata-kata serta penggunaan bahasa yang sesuai konteksnya.
Seperti menggunakan kata ganti orang terbalik, “saya” dipakai sebagai kata
ganti untuk orang lawn bicaranya, sedangkan menyebut dirinya sendiri dengan
kata ganti “kamu”. Mereka sering terlihat senang mengulang kata-kata yag
baru saja mereka dengar atau yang pernah ia dengar sebelumnya tanpa
maksut digunakan untuk komunikasi, sering berbicara pada dirinya sendiri, dan
mengulang-ulang potongan lagu atau iklan televise dan mengucapkan dalam
suasana tidak sesuai.
Anak-anak ini juga mengalami kesukaran dalam berkomunikasi
walaupun mereka dapat berbicara dengan baik. Misalnya karena ia tidak tahu
kapan gilirannya bicara, bagaimana memilih topik pembicaraan. Mereka sering
terus mungulang-ulang pertanyaan biarpun mereka telah mengerti
8
jawabannya atau memperpanjang topik pembicaraan yang ia sukai tanpa
mempedulikan lawan bicaranya.
Anak ini berbicara sering monoton, kaku dan menjemukan.mereka
suka mengatur suara volume dan intonasi suaranya, tidak tahu kapan harus
merendahkan volume suara, misalnya membicarakan hal yang pribadi dia
tetap berbicara denga keras.
Mereka mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaan/emosi
melalui suara. Dalam komunikasi non-verbal, dia juga mengalami gangguan.
Mereka sering tidak menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk
mengungkapkan prasaannya dan untuk merasakanperasaan orang lain seperti
menggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis, dsb.
3) Karakteristik dari segi aktivitas dan minat
Pada aspek ativitas dan minat, anak penyandang autisme
memperlihatkan abnormalitas dalam bermain, seperti stereotipi, diulang-
ulang, dan tidak kreatif. Beberapa anak mungkin tidak menggunakan alat
mainannya sesuai dengan yang seharusnya. Demikian juga kemampuan untuk
menggantikan satu benda dengan benda lain yang sejenis sering tidak sesuai.
Anak penyandang autisme menolak adanya perubahan lingkungan dan
rutinitas baru. Misalnya; mereka bisa mengalami kesukaran bila jalan yang
biasa ia tempuh ke sekolah diubah atau piring yang biasa dipakainya untuk
makan diganti. Mainan baru yang berminggu-minggu, kemudian baru ia bisa
menerima. Contohnya; seorang anak penyandang autisme menangis bila
waktu naik tangga ibunya tidak menggunakan kaki kanan terlebih dahulu.
Mereka juga sering memaksakan orang tuanya untuk mengulang suatu kata
atau potongan kata.
Dalam hal minat yang terbatas dan sering aneh. Misalnya mereka
sering membuang waktu berjam-jam hanya untuk memainkan sakelar listrik,
memutar-mutar botol, dsb. Mereka mungkin sulit dipisahkan dari suatu benda
yang tidak lazim dibawa-bawa dan menolak meningglkan rumah tanpa benda
tersebut. Misalnya seorang anak laki-laki autism selalu membawa-bawa
9
sebuah batu kemana saja dia pergi. Sehingga batu tersebut sudah menjadi
sangat licin dan bersih.
Gerakan-gerakan stereotipi tampak hampir semua anak penyandang
autisme. Seperti gerakan menggoyang-goyangkan tubuh, menyeringai,
menggerakan jari jari jemarinya didepan mata, dsb. Mereka juga menyukai
objek yang berputar, seperti kipas angin tau mesin cuci.
Perilaku anak penyandang autism juga bisa dipengaruhi oleh reaksinya
terhadap perangsangan indera. Beberapa anak penyandang autisme
menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis), mereka akan
menutup teliganya bila mendengar suara yang keras seperti gonggongn anjing,
sirene mobil, dsb. Ada lagi penyandang autistme yang sangat tertarik dengan
buyi jam tangan atau suara remasan kertas. Anak yang lain mungkin tegang
bila melihat sinar terang seperti lampu sorot diruang praktek dokter gigi, tapi
sebaliknya beberapa anak mungkin menyukai sinar. Mereka mungkin sangat
sensitif terhadap sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar,
seperti wol, atau baju degan lebel yang masih menempel, semua itu dapat
membuat mereka temper tantrums. Begitu pula baju lengan pendek diganti
dengan baju lenga panjang. Di lain pihak ada juga anak yang tidak peka
terhadap rasa sakit, tidak menangis saat mengalami luka yang parah. Hal lain
yang sering ditemukan anak penyandang autisme suka kepada objek yang
berputar.
Berikut ini akan diuraikan beberapa penjelasan untuk memahami
alasan atau latar belakang perilaku stereotip dan minat yang terbatas pada diri
anak-anak penyandang autisme (Sleuween, 1996);
a) Karena menyenangkan: Perilaku anak penyandang autisme yang sering
melihat bagaimana sinar matahari menerobos masuk lewat jari-jemarinya
terasa menyenangkan.
b) Memenuhi dorongan yang tidak dapat ditahan: Bertanya berulang ulang
c) Menghindari kegagalan dan mempertahankan diri dari kesulitan atau
rasa sakit: Automutilasi (menyakiti diri sendiri) pada anak dapat bermula
10
untuk menghindari rasa sakit yang lebih besar seperti membentur-
benturkan kepala.
d) Belajar lebih banyak mengenal dunia dengan caranya sendiri: Bila anak
penyandang autisme diberi sebuah pensil, ia tidak langsung menggunakan
atau menulis. Akan tetapi sering mereka memegang, mengusap-
usap,dicium, serta dijilatinya.
e) Sebagai reaksi terhadap stress atau tekanan. Kembali pada rutinitas atau
ritual dapat menajdi cara agar dapat menghindar dari dan mengontrol rasa
takut
f) Sebagai fungsi komunikatif. Misalnya perilaku automutilasi dapat
merupakan cara anak penyandang autisme mencari perhatian. Misalnya
bila dia lapar dia dapat berulang kali menyentuh mulutnya agar jelas
bahwa dia lapar.
g) Untuk menyiapkan diri pada langkah berikutnya. Beberapa perilaku
motorik merupakan persiapan bagi anak untuk melakukan perilaku
berikutnya. Misalnya seorang anak penyandang autisme akan melompat-
lompat sebelum lari menuju seseorang untuk memberi salam..
h) Sebagai cara lari dari situasi yang sulit. Hal ini berkaitan dengan hal-hal
tersebut di atas. Misalnya, seorang anak penyandang autisme dapat
mencium orang setiap kali orang ini menanyakan hal sulit padanya
Bila dikatakan bahwa anak-anak penyandang autisme memiliki cara
berpikir yang berbeda maksudnya adalah bahwa otak mereka menerima informasi
dari pengindraan (telinga, mata, kulit dan hidung) dengan cara yang lain. Mereka
mendengar, merasa dan melihat sebagaimana orang lain tetapi otak mereka
menangani informasi-informasi tersebut dengan cara berbeda. Oleh karena itu
mereka menunjukkan perbedaan dalam berkomunikasi dan berinteraksi.
Perbedaan ini berkaitan dengan masalah memberikan arti terhadap apa yang
mereka lihat. Mereka selalu tergantung pada apa yang secara harfiah mereka
lihat. Misalnya ketika seorang anak melihat kata-kata “apel, pisang, jeruk” pada
usia tertentu mereka akan berpikir tentang buah-buahan. Tetapi anak penyandang
11
autisme tidak akan demikian, dia tidak segera menghubungkan kata buah-buahan
dengan ketiga kata tersebut. Berhubung cara berpikir mereka spesifik atau khusus,
anak-anak penyandang autisme juga mengalami kesulitan dalam meberikan arti
pada tanda-tanda non-verbal.
Selain karakteristik diatas, ditemukan beberapa gangguan pada beberapa
bidang yang bisa saja dialami oleh sebagian anak dengan autisme, dan ada
kaitannya dengan karakteristik diatas.
a) Gangguan Kognitif
b) Gangguan pada Motorik
c) Gangguan Tidur dan Makan
d) Gangguan Afek dan Mood serta Emosi
e) Perilaku yang Membahayakan Diri Sendiri
f) Gangguan Kejang
Untuk membantu memahami siapa penyandang autisme tersebut dengan
berbagai karakteristik tersebut diatas, perlu disimak ilustrasi berikut ini.
“Suatu pagi ketika anak-anak dari sekolah dasar terdekat beristirahat. Sebagian
anak bermain kelereng dan beberapa anak perempuan bergerombol sambil
tertawa bersama-sama. Dua orang guru berkeliling mengawasi mereka. Pada tepi
lapangan bermain ada anak seorang anak normal usia 8 tahun. Dia
memperhatikan jari jemarinya, memutar-mutar mempermainkannya tepat di
bawah wajahnya. Sinar matahari menerobos masuk melalui jemarinya. Kemudian
tiba-tiba ia berhenti lalu meloncat-loncat sambil tertawa keras lalu berlari
menyeberangi lapangan menuju sudut lain dari lapangan. Caranya berlari agak
aneh karena sambil menepuk-nepukkan tangannya. Salah satu guru
memperhatikan kemudian memanggilnya. Namun dia tidak bereaksi. Pada sudut
yang dituju dia berhenti dan mulai memutar-mutar jemarinya lagi seakan-akan
melihat matahari melalui jemarinya’ (Sleeuwen, 1996 dalam Azwandi
Yosfan:2005,14).
Dalam ilustrasi tersebut nampak bahwa perilaku yang muncul tersebut
merupakan perilaku yang atas dorongan dari dalam diri sendiri. Anak tersebut
tidak tertarik dengan hal lain di luar keasyikannya, meskipun dipanggil guru. Ia
12
tidak peduli apakah perilakunya wajar atau tidak menurut pandangan orang lain.
Anak penyandang autisme “berada di dunianya sendiri”.
2. Identifikasi dan Asesmen Peserta Didik Autis
a. Identifikasi
Identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang
dimaknai sebagai proses penjaringan atau proses menemukan apakah anak
mempunyai kelainan/masalah, atau proses pendektesian dini terhadap anak
berkebutuhan khusus. Istilah identifikasi anak dengan kebutuhan khusus
dimaksudkan sebagai suatu usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga
kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan secara fisik-motorik, bicara, emosi sosial dan kognisi
dalam pertumbuhan - perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
Masalah-masalah pada anak ini didapat dari keluhan-keluhan orang tua
dan keluarganya, keluhan guru, dan bisa didapat dari pengalaman-pengalaman
lapangan. Identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering
berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tua, pengasuh, guru, dan pihak-
pihak yang terkait dengan anak. Sedangkan langkah berikutnya untuk melakukan
pengamatan yang lebih serius tentang gangguan yang terjadi pada anak sering
disebut asesmen.
Identifikasi pada umumnya dilakukan dengan melakukan observasi pada
anak, bisa dilakukan di usia 18 bulan atau bahkan usia lebih muda lagi. Identifikasi
dilakukan untuk mengidentifikasi apakah anak mempunyai kecenderungan
mengalami gangguan spektrum autisme dengan melalui pengamatan pada tanda
dan gejala autisme yang ditunjukkan oleh anak.
Pada sebagian anak gejala sudah ada sejak lahir. Autisme agak sulit di
diagnosis pada usia bayi, tetapi penting untuk mengetahui gejala dan tanda
penyakit ini sejak dini karena penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil
yang lebih baik. gejala-gejala akan tampak makin jelas setelah anak mencapai usia
13
3 tahun. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau usia
anak, gejala tersebut adalah sebagai berikut :
1) Usia 0-6 bulan
a) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
b) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
c) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
d) Tidak mengoceh
e) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
f) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
g) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
2) Usia 6 – 12 Bulan
a) Kaku bila digendong
b) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
c) Tidak mengeluarkan kata sampai usia 16 bulan
d) Tidak tertarik pada boneka atau mainan lain
e) Memperhatikan tangannya sendiri
f) Tidak merespon jika dipanggil namanya
g) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
3) Usia 12 – 36 bulan
a) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
b) Melihat orang lain sebagai “benda”
c) Kontak mata terbatas, cenderung hindari kontak mata dengan orang lain
d) Tertarik pada benda tertentu, misalnya sangat suka benda-benda bulat,
berputar, atau suka benda-benda bungkus (kotak) obat atau makanan
e) Kaku bila digendong
4) Usia 4 – 5 Tahun
a) Sering didapatkan ekolalia (membeo)
b) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
c) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
d) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
e) Temperamen tantrum atau agresif
14
Selain dengan mewaspadai beberapa gejala diatas, identifikasi terhadap
autisme dapat dilakukan secara sederhana dengan instrument Modified Checklist
for Autism in Toddlers disingkat M-CHAT. Instrumen ini bisa digunakan untuk
mendeteksi gejala autisme untuk anak usia 18 bulan atau sebelum 3 tahun. M-
CHAT ini merupakan daftar atau checklist yang berjumlah 23 item, berisi gejala-
gejala dini dari gangguan autisme. Cara menggunakan sangat mudah, yaitu
dengan menjawab Ya atau Tidak pada pernyataan yang tertulis dalam checklist.
b. Asesmen
Seperti yang sudah disebutkan, bahwa asesmen ini merupakan langkah
berikutnya setelah identifikasi untuk melakukan pengamatan yang lebih serius
tentang gangguan yang terjadi pada anak. Asesmen dalam pendidikan khusus
dirancang untuk mengetahui kelayakan seorang peserta didik diberi layanan
pendidikan khusus. Seorang peserta didik spektrum autisme layak diberi layanan
pendidikan khusus apabila hambatan yang dimiliki baik hambatan fisik, kognitif,
komunikasi, sosial atau emosional, dan/atau perkembangan adaptifnya berakibat
terhadap kemampuan pendidikannya (IDEA dalam Hallahan & Kaufman, 2011).
Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang
seseorang anak menggunakan berbagai teknik dan sumber informasi, yang akan
digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan
dengan keadaan anak yang bersangkutan. Lerner & Kline (dalam Kemendikbud,
2014) menyatakan bahwa asesmen merupakan suatu kegiatan untuk melakukan
pengamatan, analisis tugas, pemberian tes untuk menafsirkan, mendeskripsikan
tentang karakteristik seseorang, guna pengambilan keputusan tentang pelayanan
bagi individu yang bersangkutan.
Asesmen pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan suatu
proses yang sistematis dengan menggunakan instrumen yang relevan untuk
mengetahui perilaku belajar anak untuk tujuan penempatan dan belajar (Wallace
& Mc Longlin dalam Kemendikbud, 2014). Segala informasi yang berkaitan dengan
anak harus dikumpulkan, dan karenanya asesmen pendidikan luar biasa
15
merupakan upaya interdisipliner melibatkan berbagai profesi, seperti psikiater,
dokter, psikolog, fisioterapis dan profesi lainnya.
Kegiatan asessmen memberikan manfaat :
1) Untuk mengetahui mengenai identitas anak autisme secara lengkap dan terinci
2) Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan anak autisme
3) Pedoman untuk mengklasifikasikan dan menyusun program-program kegiatan
anak autisme
4) Pedoman untuk penyusunan program dan strategi pengajaran
5) Pedoman untuk penyusunan pengajaran individual (IEP)
Aspek yang menjadi obyek asessmen dalam pengumpulan data dan
informasi masalah anak adalah mengenai :
1) Identitas anak autisme
2) Riwayat perkembangan anak, riwayat terapi, pendidikan, dan riwayat
kesehatan (anamnesa)
3) Kondisi dan kemampuan fisik : bagaimana kondisi fisik anak autisme,
bagaimana pula kemampuan melakukan kegiatan ADL, serta kemampuan
koordinasinya.
4) Kondisi dan kemampuan psikis anak : bagaimana sikap dan kehidupan
emosionalnya, kepribadiannya, kesukaannya, yang ditakuti anak,
kecenderungan perilakunya.
5) Kemampuan intelektualnya apakah tinggi, sedang atau rendah.
6) Aspek sosial bagaimana anak berinteraksi sosial, kemampuan menolong
7) Aspek perilaku : berkelebihan atau berkekurangan.
Asesmen dapat dilakukan secara formal dan informal. Asesmen formal
menggunakan instrument terstandar dan dilakukan oleh individu yang terlatih
(bersertifikat), sedang asesmen informal instrumennya tidak terstandar. (asesmen
for learning). Asesmen pada pada peserta didik peserta didik autis di sekolah
khusus menggunakan pendekatan asesmen informal. Guru dapat membuat
instrumen asesmen sesuai kebutuhan.
Teknik asesmen dapat menggunakan wawancara dan observasi.
Wawancara dapat dilakukan kepada individu yang mengenali peserta didik autis
16
secara mendalam misalnya orang tuanya, nenek atau kakeknya, bibi, pembantu,
atau baby sitter dan teman sekolah jika dibutuhkan. Sedang observasi dapat
dilakukan melalui mengamati kinerja, penugasan (proses), ataupun portofolio.
Kegunaan Hasil Asessmen sebagai berikut:
1) Skrining anak
2) Klasifikasi atau penempatan anak
3) Perencanaan program
4) Evaluasi program dan
5) Asessmen kemajuan individu anak
Hasil asesmen kemudian dirangkum menjadi profil peserta didik yang
menampilkan karakteristiknya, kebutuhan khusus, dan kekuatan. Profil peserta
didik tersebut kemudian akan dijadikan dasar untuk merancang pembelajaran
yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dan kekuatan peserta didik autis.
c. Langkah-langkah Asesmen
Dalam melakukan asesmen peserta didik autis perlu dilakukan periapan.
Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang antisipatif terhadap
kemungkinan-kemungkinan terjadi pada peserta didik autis. Adapun langkah-
langkah asesmen bagi peserta didik autis sebagai berikut.
Terkait wawancara dengan orang tua:
1) Guru membuat perjanjian kepada orang tua untuk bertemu. Waktu
disesuai dengan situasi dan kondisi
2) Siapkan ruangan dan instrumen asesmen.
3) Usahakan ruang yang nyaman. Pastikan tidak terganggu proses
asesmennya.
4) Guru menggali informasi dengan bertanya kepada orang tua tentang aspek
perkembangan peserta didik autis seperti interaksi, komunikasi, dan
perilaku, emosi, sensori dan hal-hal yang terkait perkembangan peserta
didik dan catatlah (siapkan instrumen asesmen)
Terkait dengan observasi peserta didik autis:
1) Guru membuat perjanjian untuk melakukan observasi peserta didik.
17
2) Guru menyiapkan ruangan dan alat peraga yang dibutuhkan. Ruangan dan
alat peraga disiapkan sesuai dengan kebutuhan informasi yang diperlukan.
3) Guru memasukkan peserta didik ke dalam ruangan yang telah ditentukan.
Peserta didik dapat ditemani oleh orang tuanya di dalam proses asesmen
jika masih dibutuhkan.
4) Guru memberikan kesempatan kepada orang tua dan peserta didik untuk
masuk ruangan terlebih dahulu. (10-15 menit). Terkadang peserta didik
autis nyaman bersama orang tuanya
5) Guru masuk ruangan untuk mengamati perilaku peserta didik autis dan
situasi untuk menentukan tindakan selanjutnya. Jangan terburu-buru
terlibat dengan peserta didik autis jika memang peserta didik belum siap
dengan kehadiran guru.
6) Guru meminta kepada orang tua untuk melakukan aktifitas tertentu
menggali informasi tentang interaksi, komunikasi, dan perilaku, sensorinya,
emosional dan sebagainya)
7) Jika situasi memungkinkan, guru dapat memberikan penugasan, tes kinerja,
pada peserta didik dalam melakukan observasi dengan memberikan tugas,
melakukan tes, menelaah portofolio dan mencatat proses dan hasilnya.
d. Contoh Instrumen Asesmen (diadopsi dari Kemendikbud, 2014)
Pedoman Wawancara ke Orangtua
Nama lengkap :...............................................
Tempat tgl lahir : ..............................................
Alamat : ..............................................
Jenis kelamin : L/P
Tanggal wawancara : ..............................................
1. Waktu Ibu Mengandung
a. Apakah saat ibu mengandung diserang sesuatu penyakit ?.......................
18
b. Apakah saat ibu mengandung merasakan adanya kelainan kandungan
(seperti: peredaran darah bagi/janin terganggu) ?.....................................
c. Apakah saat ibu mengandung mengalami trauma atau kecelakaan ?
................................
d. Jika mengalami kecelakaan apa yang dilakukan oleh ibu saat itu ?
................................
2. Pada saat Kelahiran (natal)
a. Bagaimana kondisi saat proses kelahiran putra/putri ibu ?
......................................
b. Apakah dalam proses kelahiran mengalami kesulitan sehingga adanya proses
kelahiran yang dipaksa, dengan forcep ?......................................
c. Apakah bayi lahir sebelum waktunya ? ....................................................
d. Apakah saat bayi lahir terdengar menangis ? .........................................
e. Berapa berat bayi saat dilahirkan ? ........................................................
3. Post Natal
a. Apakah anak/bayi pernah mengalami kecelakaan, pukulan, benturan di atas
kepala yang terlalu keras ?...................................................................
b. Apakah anak/bayi pernah mengalami infeksi penyakit yang menyerang otak ?
seperti meningitis, encephalitis, influenza............................................
c. Apakah anak/bayi pernah mengalami keracunan karbonmonoksida ?
.......................................................
………………, ...........................
Informan/Orangtua Anak
(..............................)
Instrumen Observasi
Identitas anak : .............................................
19
Nama lengkap :...............................................
Tempat tgl lahir : ..............................................
Alamat : ..............................................
Jenis kelamin : L/P
Tanggal observasi : ..............................................
Nama Observer : .............................................
No Kemampuan Anak Ya Tidak
1. Kontak mata anak
a. Anak menatap bisa melihat orang lain
b. Menghindar tatap mata dengan orang lain
c. Respon terhadap orangtua atau orang lain
d. Menutup mata jika ketemu orang lain
2. Imitasi / Meniru Motorik Kasar
a. Anak menirukan tangan ke atas
b. Anak menirukan tangan ke samping
c. Anak menirukan tepuk tangan
d. Anak menirukan jabat tangan
e. Anak menirukan menendang dst
3. Imitasi/Meniru Motorik Halus
a. Anak menirukan menyatukan satu jari
b. Anak menirukan menyatukan dua jari dst
c. Anak menirukan memegang pensil
d. Anak menirukan menulis
e. Anak menirukan mewarnai dst
4 Imitasi suara
a. Menirukan huruf vokal (a, i, u,e, o)
b. Anak menirukan suku kata (ba, bi, bu,ma, mi,mu)
c. Anak menirukan kata yang terdiri dua suku kata (bubu,
bobo, babi dstnya)
20
d. Anak menirukan dua kata
e. Anak menirukan 3 kata
5. Perintah sederhana satu tahap
a. Anak sudah bisa duduk
b. Anak sudah bisa berdiri
c. Anak sudah bisa ambil
d. Anak sudah bisa tutup
e. Anak sudah bisa lepas dst
6. Pre akademik
a. Anak menyamakan benda identik dengan benda identik
b. Anak menyamakan benda nyata dengan model
c. Anak menyamakan model dengan model
d. Anak menyamakan gambar dengan model
e. Anak menyamakan gambar dengan gambar
f. Anak menyamakan tulisan dengan gambar dst
g. Anak menyamakan :
- Huruf
- Angka
- Bentuk
7. Akademik
a. Anak bisa mengidentifikasi angka
b. Anak bisa mengidentifikasi huruf
c. Anak mengidentifikasi bentuk
d. Anak bisa mengidentifikasi warna
8 Keterampilan social
a. Bermain dengan teman sebayanya
b. Mendekat ke teman sebayanya
c. Menunggu giliran
d. Berbaur dengan orang dewasa
e. Suka menyendiri
21
9 Kemampuan bahasa reseptif
a. Melakukan instruksi sederhana satu tahap
b. Meminta sesuatu dengan menunjuk bendanya
10 Kemampuan bahasa ekspresif
a. Menjawab pertanyaan sederhana
b. Meminta benda dengan diucapkan
…………, .....................
Observer
(..............................)
3. Program Pengembangan Interaksi, Komunikasi, dan Perilaku Peserta Didik Autis
a. Prinsip
Pendidikan dan pengajaran peserta didik autis pada umumnya
dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berkut
1) Terstruktur
Pendidikan atau pemberian materi pembelajaran dimulai dari bahan
ajar/materi yang mudah ke yang sukar. Setelah kemampuan
tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat
diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari
materi sebelumnya. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi
peserta didik autis meliputi struktur (waktu, ruang, dan kegiatan)
2) Terpola
Kegiatan peserta didik autis biasanya terbentuk dari rutinitas yang
terpola dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah
(lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.Oleh
karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau dibiasakan
dengan pola yang teratur.Namun, bagi peserta didik dengan
kemampuan kognitif yang telah berkembang,dapat dilatih dengan
memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
lingkungannya, supaya peserta didik dapat menerima perubahan
22
dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan
pada akhirnya peserta didikakan lebih mudah menerima perubahan,
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat
berperilaku secara wajar(sesuai dengan tujuan behaviortherapi).
3) Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari
tujuan yang ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan
evaluasi.Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip dasar
sebelumnya.Sebab dalam program materi pendidikan harus
dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak,
sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar
target program yang kedua, demikian pula selanjutnya
4) Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi peserta
didik autis,prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila
peserta didik berperilaku positif memberi respon positif terhadap
sesuatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat
memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila
peserta didik berperilaku negatif (reinforcement). Hal tersebut juga
dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance)
secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus
sesuai dengan perilaku sebelumnya.Konsisten memiliki arti "Tetap",
bila diartikan secara bebas konsisten mencakup tetap dalam
berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing
berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan
peserta didik sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki
masing-masing individu peserta didik autistik.Sedangkan arti
konsisten bagi peserta didik adalah tetap dalam mempertahankan
dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang muncul
dalam ruang dan waktu yang berbeda.Orang t ua pun dituntut
konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap
23
dan memberikan perlakukan terhadap peserta didik sesuai dengan
program pendidikan yang telah disusun bersama antara
pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi
pembelajaran di sekolah dan dirumah.
5) Continue
Pendidikan dan pengajaran bagi peserta didik autis sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan peserta didik pada umumnya.Maka
prinsip pendidikan dan pengajaran yang berkesinambungan juga
mutlak diperlukan bagi peserta didik autis. Continue disini meliputi
kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program
pendidikan dan pelaksanaannya.Kontinuitas dalam pelaksanaan
pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti
untuk kegiatan dirumah dan lingkun gan sekitar peserta
didik.Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagipeserta
didik autis harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan
dan integral (menyeluruh dan terpadu)
b. Rambu-rambu Pelaksanaan
Dalam melaksanakan program pengembangan interaksi, komunikasi, dan
perilaku peserta didik autis perlu memperhatikan rambu-rambu pelaksanaan agar
tidak terjadi salah dalam merancang program, melaksanakan dan meng evaluasi
program kegiatannya. Rambu-rambu yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
1) Program pengembangan interaksi, komunikasi, dan perilaku dibuat tidak
berdasarkan jenjang, satuan pendidikan dan tingkatan kelas, tetapi
disesuaikan dengan jenis, klasifikasi, tingkat kemampuan peserta didik, tingkat
perkembangan emosi dan usia;
2) Asesmen tentang kondisi peserta didik autis perlu diketahui sebelumnya
untuk menentukan jenis latihan yang cocok dan sesuai;
3) Metode, alat pengembangan untuk pelatihan, dan evaluasi diserahkan
sepenuhnya kepada guru;
24
4) Bentuk latihan pengembangan interaksi, komunikasi, dan perilaku sebaiknya
bervariasi, menarik perhatian, merangsang emosi serta menuntun ke arah
kesanggupan diri untuk melakukannya;
5) Proses pengembangan dilaksanakan peserta didik dengan mengutamakan
aspek senso-motoris dan psikomotor
6) Penguasaan kemampuan dan indikator tidak harus dilakukan secara
berurutan, tetapi guru diberi wewenang untuk memilih sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan peserta didik.
c. Kompetensi dan Indikator
Untuk memberikan arah atau tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan
program pengembangan interaksi, komunikasi dan perilaku, maka ditetapkan
kemampuan dan indikator yang dapat dijadikan acuan oleh guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan menilai kegiatan pengembangan interaksi,
komunikasi dan perilaku peserta didik autis. Kemampuan dan indikator
pengembangan interaksi, komunikasi dan perilaku untuk peserta didik autis adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Kompetensi dan Indikator
KOMPETENSI INDIKATOR
A. Keterampilan Sosial
1.Mampu bersosialisasi di
lingkungan sekitar
Memanggil orang disekitarnya/ temannya
menjawab pertanyaan sederhana mengenai ‘apa,
siapa’
Dapat meminta yang dibutuhkan
Memilih kegiatan untuk mengisi waktu luangnya
(pilihan)
Berbagi , menolong, empati, dan membantu
teman
Bersabar saat menunggu giliran/ antrian
Mematuhi aturan
(boleh/ tidak boleh di lakukan)
25
Menyatakan perasaan secara sederhana terhadap
orang lain ( suka dengan teman yang dianggap
baik dan sebaliknya)
Menjaga/memelihara barang miliknya
Mengungkapkan keinginan secara lisan dan tulisan
Berkomunikasi dalam kegiatan social di lingkungan
secara lisan dan tulisan
Mengidentifikasi emosi senang, gembira, sedih,
kesal/marah, bosan
Menceritakan suatu kejadian/orang/tempat
Mengenal berbagai macam agama dan
perbedaannya
Mengenal aturan sosial di lingkungan
Menunjukkan perilaku jujur, bertanggung jawab,
santun dan percaya diri
2.Mengidentifikasi orang-
orang atau tempat-tempat
yang ada di sekitar
Mengenal dan mengidentifikasi diri sendiri
Mengenal dan mengidentifikasi keluarga inti
Mengenal dan mengidentifikasi teman sekelas
Mengenal dan mengidentifikasi guru-gurunya
Mengenal dan mengidentifikasi keluarga terdekat
Menggunakan kata “apa” dan “siapa”
Mengenal dan mengidentifikasi berbagai berbagai
macam profesi
Mengenal dan mengidentifikasi tempat ibadah
Mengenal dan mengidentifikasi tempat umum
seperti sekolah, mall, pasar, rumah sakit dll
Mengenal fungsi benda di lingkungan sekolah dan
rumah
3.Mampu mengikuti Memilih kegiatan sendiri
26
permainan dengan baik Mengajak teman untuk bermain
Dapat mengikuti lomba dalam permainan
Dapat bekerjasama dengan oranglain/temannya
Bermain bersama 2-7 orang teman secara
bersamaan
Melakukan permainan terstruktur
4.Mampu menunjukkan
prilaku yang baik
Mau meminjamkan miliknya dengan senang hati
Dapat dibujuk
Mulai menghargai oranglain/ temannya
Dapat mengalah
Dispilin terhadap aturan
Dapat diarahkan saat kegiatan
Memahami kata ya dan tidak untuk hal yang boleh
dan tidak boleh dilakukan
Menunjukkan sikap kebersamaan pada saat
berinteraksi dengan orang lain.
B.Sensoris motoric
1. Terampil melakukan
latihan keseimbangan
Berdiri dengan satu kaki
Melakukan kegiatan melompat
Melakukan gerakan menggantung/ bergelayut
Meniti diatas papan titian
Berjalan dengan berbagai tehnik
Berdiri di atas papan keseimbangan
2. Mampu melakukan
latihan motorik halus
Mengkoordinasikan jari-jari tangan untuk
memegang benda pipih dan kecil
Memegang alat tulis
Menuang air atau benda-benda yang berukuran
kecil ke suatu tempat dengan tepat
Meronce manik-manik dengan tepat
27
Berkarya seni menggunakan media atau lainnya
Meremas kertas, plastisin atau kain dengan
menggerakkan seluruh jari
Membalik, menyobek dan melipat kertas
3.Mampu melakukan latihan
motorik kasar
Melempar dan menangkap bola dengan benar
Menarik suatu benda
Membuka-menutup suatu objek
Membuat/menyusun menara dengan 5 balok atau
lebih
Berlari sambil membawa sesuatu tanpa jatuh
Terampil menggunakan alat-alat rumah tangga
Dapat berguling diatas matras
Menguasai gerakan senam
Mulai trampil mengendarai sepeda
Mengangkat beban
4.Mampu membedakan
kegiatan yang menggunakan
panca indera (sensoris)
Mengetahui berbagai macam rasa
Mengetahui berbagai macam sentuhan
Mengetahui berbagai macam atribut
Mengetahui berbagai macam aroma
Mengetahui berbagai macam suasana
Mengetahui berbagai macam suara
C.Pengembangan diri
1.Merawat diri sendiri
Melakukan kegiatan BAB atau buang air di kamar
mandi
Berpakaian dengan rapi
Melakukan kegiatan mandi dengan mandiri
Mengenal dan menghindari benda berbahaya
28
Membersihkan ruangan yang kotor
2.Kemandirian Menyebutkan alat makan dan minum
Menggunakan alat makan dan minum
Mengambil nasi dan lauk sendiri
Makan dan minum secara mandiri
Makan menggunakan tangan
Makan menggunakan sendok dan garpu
Makan makanan berkuah tidak tercecer
Membuka makanan kemasan
Menuang air ke dalam gelas dari teko /dispenser.
Minum menggunakan gelas atau cangkir
Minum menggunakan sedotan
Minum minuman dalam kemasan
Makan di restoran
Melakukan tatacara makan dengan sopan
Mengetahui bahaya
D.Bahasa dan Komunikasi
1.Melakukan komunikasi
awal dengan benar
Melakukan kontak mata pada saat berkomunikasi
Menirukan verbal vocal
Menirukan rabanan
Menjawab” iya” setiap kali namanya di panggil
Menjawab kabar sesuai dengan kondisi pada saat
itu
Memberi salam pada saat bertemu orang lain
Mengidentifikasi benda- benda yang ada di sekitar
beserta fungsinya
Mengetahui bagian anggota tubuh dan fungsinya
2. Melakukan komunikasi 2 Menyampaikan pesan ke orang lain
29
arah dengan benar Mengungkapkan keinginan
Memahami preposisi
Memahami dua perintah secara bersamaan
Memahami penggunaan kata Tanya
Membedakan kata kerja,kata sifat dan lawan kata
Menceritakan kembali kejadian/informasi yang di
dapat
Mengartikan cerita bergambar (squeen)
3. Komunikasi tulisan Membuat karangan sederhana
Mengetahui arti simbol-simbol
d. Prosedur Pelaksanaan: Asesmen, Perencanaan, Pelaksanaan, Penilaian
ASESMEN
KOMPETENSI
30
Gambar 1 Prosedur: Asesmen, Perencanaan, Pelaksanaan, Penilaian
e. Strategi
Peserta didik autis merupakan populasi yang sangat beragam. Peserta
didik autis umumnya membutuhkan strategi pengajaran dan intervensi
pendidikan yang beragam pula. Departemen of Education UK mengemukaan
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang strategi pembelajaran
yang tepat bagi peserta didik autis, antara lain:
1. Peserta didik autis memiliki cara berpikir yang berbeda sehingga mungkin
akan memiliki perspektif yang berbeda dalam berbagai situasi dan mungkin
dapat terlihat sangat tertarik dan terpaku terhadap sesuatu.
2. Peserta didik autis bisa saja tampak fokus terhadap dirinya sendiri dan
mungkin terlihat bahwa satu-satunya kebutuhannya tertuju pada dirinya.
3. Peserta didik autis memiliki profil pembelajaran yang tidak biasa. Secara
kemampuan intelektual, mungkin memiliki kesulitan besar dengan tugas
hidup adaptif meliputi mengurutkan dan mengorganisasikan sesuatu,
misalnya membawa buku yang benar untuk sekolah atau mengatur meja.
4. Sebagian besar peserta didik autis lebih mudah memahami informasi yang
disajikan secara visual.
5. Peserta didik autis dapat mempunyai sedikit pemahaman atau tidak memiliki
pemahaman sama sekali tentang perasaan dan pikiran orang lain.
6. Peserta didik autis kemungkinan memiliki keunikan pemrosesan sensori,
misalnya penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan/penciuman,
perabaan.
7. Peserta didik autis mungkin memiliki masalah medis, makanan yang
terbatas, masalah pencernaan, atau masalah dalam “toileting”.
8. Setiap peserta didik autis merupakan individu yang unik, tidak bisa
disamaratakan. Untuk mengetahui tentang peserta didik autis, sangat
penting untuk mengenal karakteristik individual masing-masing anak.
31
Studi telah mendokumentasikan bahwa pembelajaran yang efektif untuk
peserta didik autis adalah yang terstruktur, dapat diprediksi, dan sesuai dengan
kemampuannya (Autism Society of America, Heflin & Alaimo dalam Gargiulo,
2012). Sebagian besar peserta didik autis berperilaku baik saat berada dalam
situasi lingkungan yang terstruktur daripada yang tidak terstruktur, dan program
pendidikan khusus yang menerapkan lingkungan terstruktur biasanya memiliki
hasil yang lebih baik. Departemen of Education UK dan beberapa ahli (AAWA,
2005; Gargiulo, 2012; Mangunsong, 2009) menyebutkan beberapa strategi
untuk mewujudkan hal-hal tersebut, sebagai berikut.
1) Lingkungan yang terstruktur
Ketika menangani peserta didik dengan spektrum autisme, sangat
penting mengatur lingkungan sekitar untuk mengurangi gangguan
konsentrasi dan memenuhi kebutuhan tambahan seperti pada gangguan
sensorik dan perhatian. Susunan dan suasana kelas adalah salah satu hal
yang penting untuk membantu peserta didik autis memahami tujuan dan
membantu mengakses kurikulum. Hal ini juga terbukti memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku yang positif. Pengaturan lingkungan
tersebut dapat berupa:
a) mengurangi gangguan visual (sedikit dekorasi atau tidak ada)
b) tempat duduk yang mendukung
c) membelakangi jendela
d) pencahayaan yang baik
e) penetapan area belajar, area “tenang” (“break” area) atau area sensori,
dan area transisi
f) perhatian terhadap suara yang mungkin mengganggu anak (misalnya AC)
g) mainan dan material lainnya berada diluar jangkauan dan dalam lemari
tertutup
2) Material Pendukung
Dalam rangka memaksimalkan pembelajaran dan kemampuan anak
dalam berkomunikasi, pendidik akan sering menggunakan material
pendukung tambahan, terutama yang bersifat visual. Material ini akan
32
meningkatkan komunikasi baik verbal maupun nonverbal serta memberikan
struktur yang menguntungkan bagi anak dengan spektrum autisme.
Beberapa material pendukung, yaitu:
a) Ketersediaan jadwal, membantu peserta didik atuis memahami dan
memprediksi aktivitas yang akan dilakukan di sekolah dan membantu
mengatasi perubahan. Jadwal dapat berupa gambar/tulisan untuk jadwal
harian (untuk membantu transisi dari satu sesi ke sesi berikutnya) atau
jadwal aktivitas pada satu sesi (untuk membantu transisi dari satu
aktivitas ke aktivitas selanjutnya)
b) tulisan pada benda-benda di sekeliling ruangan
c) papan pilihan (choice board) yang dilengkapi gambar/tulisan
d) aktivitas yang memiliki awal dan akhir yang jelas
e) penguatan (reward) yang sangat memotivasi
f. Macam-macam Pendekatan
Tidak ada satu pun pendekatan pembelajaran yang bisa efektif untuk semua
peserta didik autisme. Namun diantara berbagai macam pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan prinsip pembelajaran tersebut diatas adalah
Treatment and Education of Autistic and related Communicationhandicapped
Children (TEACCH). Pendekatan ini sangat menekankan prediksibilitas, organisasi
dari lingkungan fisik, dan aktivitas yang menggunakan dukungan visual (Mesibov,
Shea & Schopler dalam Gargiulo, 2012). Selain itu, pendekatan lainnya yang telah
diterima luas dan dianggap efektif adalah Applied Behavior Analysis (ABA), namun
perlu diketahui bahwa pendekatan ABA yang terbaru lebih humanis. Selain ABA
dan TEACCH, ada beberapa pendekatan pembelajaran yang bisa diterapkan,
antara lain: DTT (Discrete Trial Training), Intervensi LEAP (Learning Exoerince an
Alternative Program for Preschooles and Parent), atau Floor Time.
g. Contoh Pelaksanaan Program (diadopsi dari Kemendikbud, 2014)
1) 1.Aspek: Keterampilan Sosial
Kompetensi: 1. Mampu bersosialisasi di lingkungan sekitar (lihat Tabel 1)
Langkah – langkah pelaksanaan program:
33
a) Indikator: Memanggil orang disekitarnya
(1) Guru mencontohkan bagaimana memanggil orang lain dengan tepat
(2) Memberi instruksi pada peserta didik untuk mempraktekkan yang sudah
contohkan guru
b) Indikator: Menjawab pertanyaan sederhana mengenai ‘apa, siapa’
(1) Guru menjelaskan tentang penggunaan kata “apa “ dan “ siapa “
(2) Kata “apa “ digunakan untuk menanyakan benda atau barang
c) Indikator: Meminta yang dibutuhkan, dan melakukan permainan terstruktur
(1) Guru menunjukkan beberapa benda pada anak.
(2) Peserta didik meminta sesuai yang dibutuhkan
(3) Guru memberikan contoh menyusun puzel
(4) Peserta didik menyusun puzel sesuai waktu yang ditentukan
d) Indikator: Mampu memilih kegiatan untuk mengisi waktu luangnya
(1) Guru memperlihatkan beberapa foto kegiatan
(bermain,berkebun,belajar)
(2) Peserta didik memilih salah satu kegiatan
(3) Guru membimbing peserta didik dalam melakukan kegiatan tersebut
e) Indikator: Mampu berbagi , menolong, empati, dan membantu teman
(1) Guru mendemonstrasikan cara berbagi dengan orang lain, menolong empati,
dan membantu teman.
(2) Peserta didik mempraktekkan contoh menolong/membantu orang lain
(3) Peserta didik mempraktekkan cara berbagi dengan orang lain
(4) Peserta didik mempraktekkan cara berempati dengan orang lain
(5) Peserta didik memberi ucapan selamat pada teman yang meraih prestasi
(6) Peserta didik menghibur teman yang sedang kesusahan
2)Aspek: Sensoris motorik
Kompetensi: 1. Terampil melakukan materi latihan keseimbangan (Lihat Tabel 1)
Langkah-langkah pelaksanaan program:
a) Indikator: Berdiri dengan satu kaki
(1) Berdiri dengan satu kaki selama dua detik, lima detik, sepuluh detik…dst
34
(2) Kegiatan tersebut di ulang –ulang sampai anak mampu berdiri dengan satu
kaki selama mungkin.
b) Indikator: Melakukan kegiatan melompat
(1) Guru memberikan contoh melompat kedepan dengan dua kaki, kemudian
peserta didik melompat jika belum sempurna di ulangi sampai peserta
didik dapat melakukanya
(2) Guru memberikan contoh melompat kebelakang dengan dua kaki,
kemudian peserta didik mengikuti melompat ke belakang,jika belum
sempurna diulangi lagi smpai peserta didik menguasainy
c) Indikator: Melakukan gerakan menggantung/ bergelayut
(1) Guru memberi contoh gerakan menggantung /bergelayut kemudian
peserta didik mengikuti gerakan tersebut dengan bimbingan guru
(2) Peserta didik dapat melakukan kegiatan menggantung ,/mengglayut
dengan waktu yang telah ditentukan
d) Indikator: Meniti diatas papan titian
(1) Guru memberi contoh dan membimbing cara meniti di atas papan yang
cukup lebar kemudian secara bertahap papan titiannya diganti dengan
yang agak sempit.
(2) Peserta didik menirukan kegiatan meniti di atas papan titian dengan
bimbingan guru,kemudian dilepas sehingga peserta didik dapat melakukan
sendiri
3) Aspek: Pengembangan Diri
Kompetensi: 1.Merawat diri sendiri (lihat Tabel 1)
Langkah-langkah Pembelajaran
a) Indikator: Buang air kecil/besar di WC jongkok atau wc duduk
(1) Membuka pintu, masuk kamar mandi dan menutup pintu
(2) Membuka celana luar dan dalam
(3) Jongkok /duduk di atas wc/cloosed dengan tepat dan benar.
(4) Melakukan buang air kecil / besar
(5) Cebok menggunakan gayung.
35
(6) Memakai kembali celana dalam dan celana luar.
(7) Mencuci tangan dengan sabun.
(8) Mengeringkan tangan dengan tisu
(9) Membuka kunci pintu, membuka dan keluar dari kamar mandi
(10) Menutup kembali pintu .
b) Indikator: Berpakaian dengan rapi
(1) Mengambil baju dan celana dari lemari
(2) Membuka kancing baju
(3) Memasukkan lengan baju kanan ke tangan kanan
(4) Memasukkan lengan baju kiri ke tangan kiri
(5) Mengancingkan baju dengan tepat sampai selesai
(6) Membuka kancing dan retsleting celana
(7) Memasukkan kaki kanan ke lobang celana sebelah kanan
(8) Memasukkan kaki kiri ke lobang celana sebelah kiri
(9) Mengancingkan / menarik retsleting celana sampai rapi
c) Indikator: Melakukan kegiatan mandi sendiri
(1) Membuka pintu masuk kamar mandi dan menutup kembali pintu.
(2) Menanggalkan baju,celana,kaos dalam dan celana dalam
(3) Membuka kran air.
(4) Membasahi / menyiram seluruh badan dengan gayung.
(5) Menggosokkan sabun ke seluruh tubuh dan
(6) Menggosoknya hingga merata ke badan.
(7) Menyiram seluruh tubuh dengan gayung sampai bersih.
(8) Mengeringkan badan dengan handuk.
(9) Keluar kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi
d) Indikator: Melepas sepatu dan kaos kaki
(1) Peserta didik duduk di kursi
(2) peserta didik dengan bimbingan guru melepas ikatan tali sepatu
(3) Melepas sepatu bergantian kaki kanan dan kiri
(4) Melepasakan kaos kaki kanan dan kiri
(5) Menyimpan kaos kaki di tempat cucian / keranjang pakaian kotor
36
e) Indikator: Melepas kancing baju, retsleting celana, melepas baju dan celana
(1) Guru memdemonstrasikan cara melepas baju dan celana.
(2) Peserta didik melepas baju dimulai dengan melepas lengan kanan dan
kiri.
(3) Peserta didik melepas kait dan menurunkan retsleting celana dan
melepas celana
(4) Memasukkan pakaian kotor di keranjang pakaian kotor.
4) Aspek: Bahasa dan Komunikasi
Kompetensi: 1.Melakukan komunikasi awal dengan benar (lihat Tabel 1)
Langkah-langkah pelaksanaan program
a) Indikator: Melakukan kontak mata pada saat berkomunikasi
(1) Guru memanggil nama peserta didik ,sambil berkata “ lihat “
(2) Guru mengulang panggilan kepada peserta didik sambail berkata “ lihat “
dan memegang dagu peserta didik diarahkan ke muka kita sebelum kita
berkomunikasi.
(3) Kegiatan ini diulang-ulang sampai peserta didik ada kontak mata setiap
dipanggil.
b) Indikator: Menirukan ucapan/verbal vocal
1) Guru menginstruksikan “ Tirukan “ ,kemudian guru mengucapkan kata
dan peserta didik menirukan kata yang diucapkan guru.
2) Dilanjutkan dengan mengulang ucapan kata yang telah lalu, diulang
sampai ucapan peserta didik benar.
c) Indikator: Menirukan rabanan
(1) Guru memberikan contoh ucapan rabanan( ba..ba..ba..ba..ba )
(2) (ma..ma..ma..ma)
(3) Peserta didik menirukan ucapan rabanan dari guru
d) Indikator: Menjawab” iya” setiap kali namanya di panggil
(1) Guru memanggil nama peserta didik ,dan menginstruksikan kepada
peserta didik untuk menjawab “ Ya “ .
37
(2) Peserta didik menjawab “ Ya “ setiap kali mendengar namanya dipanggil.
Kalau peserta didik belum menjawab /bereaksi maka diulang samapai
menjawab “ Ya “
e) Indikator: Mampu menjawab pertanyaan tentang keadaan seseorang sesuai
dengan kondisi pada saat itu.
(1) Guru bertanya kepada peserta didik “ Apa Kabar “,kemudian kalau
peserta didik belum juga menjawab maka guru memberikan instruksi
kepada peserta didik untuk menjawab dengan kata “ baik “ bu /pak.
(2) Guru mengulang lagi untuk memenggil sampai peserta didik benar-benar
mengerti / bereaksi jika namanya dipanggil
f) Indikator: Mampu memberi salam pada saat bertemu orang lain
(1) Peserta didik diajarkan bagaimana seharusnya apabila kita bertemu dengan
orang lain , kita harus menyapa dan memberi salam, contoh : bila bertemu
dengan guru,kepala sekolah , tetangga ,teman baik di rumah maupun di
sekolah.
(2) Pembiasaan ini harus diberikan secara terus menerus sampai peserta didik
terkondisi dengan kebiasaan ini.
Catatan: Penguasaan kemampuan dan indikator tidak harus dilakukan secara
berurutan, tetapi guru diberi wewenang untuk memilih sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan peserta didik. Program diatas hanya contoh, Kompetensi dan indicator
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
h. Penilaian
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik autis pada program interaksi,
komunikasi dan prilaku. Penilaian program interaksi, komunikasi dan perilaku oleh
guru yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk memantau proses
dan kemajuan belajar peserta didik autis serta untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan program interaksi, komunikasi dan perilaku peserta didik autis.
38
Penilaian pada program interaksi, komunikasi dan perilaku dilakukan dengan
mengacu pada indikator dari kompetensi. Hasil penilaian oleh guru dianalisis lebih
lanjut untuk mengetahui kemajuan dan kesulitan yang dihadapi peserta didik autis
dalam pelaksanaan program interaksi, komunikasi dan perilaku.
Penilaian program interaksi, komunikasi dan perilaku sebagai proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik autis, antara lain mencakup penilaian otentik, penilaian diri,
penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, dan ujian sekolah. Dalam program interaksi, komunikasi
dan perilaku, guru melaksanakan penilaian otentik merupakan penilaian yang
dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input),
proses,dan keluaran (output) program interaksi, komunikasi dan perilaku.
Penilaian hasil program interaksi, komunikasi dan perilaku untuk peserta
didik autis mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,dan keterampilan yang
dilakukan disesuaikan dengan aspek, kompetensi dan indikator sehingga dapat
digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar
yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi atau
aspek, kompetensi, indikator, dan proses program interaksi, komunikasi dan
perilaku.
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah Penilaian Acuan Kriteria
(PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar
minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan
karakteristik kompetensi yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik
peserta didik autis.
39
REFERENSI
American Psychiatric Association (APA). (2013). Diagnostic and Statistical Manual for
Mental Disorders 5th ed DSM 5. Arlington:American Psychiatric Publishing.
Autism Association of Western Australia (AAWA). (2005). Autism in the Classroom: A
Resource Kit for Teachers of Students with an Autism Spectrum Disorder. Shenton
Park: Autism Association of Western Australia Inc.
Azwandi, Y. (2005). Mengenal dan Membantu Penyandang Autisme. Jakarta:DIKTI.
Departemen of Education UK. Resource File for Special Educational Needs:The Autistic
Spectrum.
Gargiulo, R.M. (2012). Special education in contemporary society : an introduction to
exceptionality, ed.4, e-book. California:Sage Publication Inc.
Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M. (2011). Handbook of Special Education. New York:
Routlegde Taylor and Francis Group.
Handoyo. (1982). Autisme. Jakarta:PT Bina Ilmu Populer.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). Pedoman Pengembangan Interaksi,
Komunikasi, dan Perilaku Peserta Didik Autis. Jakarta:Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid 1,
Depok:Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
(LPSP3), Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Maurice. C. Behavioral Intervention for Young Children with Autism. Texas:PRO-ED Inc.
Autism.
Sutadi, dkk. (2003). Penatalaksanaan Holistik Autism. Jakarta:Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
40