suluk pangadeg shalat

15
SULUK PANGADEG SHALAT Saya mohon berita, sehingga saya berkata pada Tuan, perihal shalat, duduk asalnya apa, berdiri dalam shalat dan juga ruku, itu asalnya dari apa. Berdiri asalnya api, bukan api yang bisa mati, bukan api yang panas, gelap jika dikisahkan, bukan api yang dibuat, yang tidak bisa dimatikan dan tak bisa berubah. Bukan api yang bisa didinginkan, bukan api yang bisa berubah, bukan api yang setan, itulah Nini waspadalah, dalam api itu ada cahaya (atau) roh idhafi maksudnya (Dewi Murtasiyah) berucap lalu menyembah. Kemudian rukuk bagaimana, asalnya dari apa, sempurnakan kesejatiannya, segera Ulama berkata, duh Raden anakku, saya mendengar perkataan para ulama. Rukuk asalya angin, bukan angin yang bisa berhenti, bukan angin yang merobohkan kekayuan, bukan angin prahara, tidak kaget seketika, bukan angin yang bisa dihentikan, sejatinya itu nafas. Yang dimaksud angin, puji tak pernah henti, yaitu nafas sejati, mengingat pujiannya, siang malam tanpa henti, itulah angin yang disebut total yang tak tersela seketika. Itulah tali pengikat hidup, yang memuji tanpa putus, berputar siang malam, tak berhenti seketika, akan rusak dunia (jika berhenti), sedangkan sujud asalnya air. Bukan air yang mengalir, bukan air yang bisa kering, air hidup sejati, yang menghidupi di dunia, bukan hidup yang bisa mati, yaitu maksudnya, air keabadian yang tak bisa berubah. Sang Dyah Ayu berkata lagi, duduk itu, dari apa berasal,saya mohon diberitahu, Sang Ulama sambil duduk, hai Nini, duduk berasal dari bumi. Bukan bumi yang bisa bergetar, bukan bumi yang bisa gempa, (akan tetapi) artinya adalah jasad, itulah bumi suci yang abadi, nah sekarang apa kehendakmu, ada lagi pertanyaan hamba, mohon Ayah Ulama ajarkan.

Upload: radenwiralodra

Post on 18-Jun-2015

235 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: SULUK PANGADEG SHALAT

SULUK PANGADEG SHALAT

Saya mohon berita, sehingga saya berkata pada Tuan, perihal shalat, duduk asalnya apa, berdiri dalam shalat dan juga ruku, itu asalnya dari apa.

Berdiri asalnya api, bukan api yang bisa mati, bukan api yang panas, gelap jika dikisahkan, bukan api yang dibuat, yang tidak bisa dimatikan dan tak bisa berubah.

Bukan api yang bisa didinginkan, bukan api yang bisa berubah, bukan api yang setan, itulah Nini waspadalah, dalam api itu ada cahaya (atau) roh idhafi maksudnya (Dewi Murtasiyah) berucap lalu menyembah.

Kemudian rukuk bagaimana, asalnya dari apa, sempurnakan kesejatiannya, segera Ulama berkata, duh Raden anakku, saya mendengar perkataan para ulama.

Rukuk asalya angin, bukan angin yang bisa berhenti, bukan angin yang merobohkan kekayuan, bukan angin prahara, tidak kaget seketika, bukan angin yang bisa dihentikan, sejatinya itu nafas.

Yang dimaksud angin, puji tak pernah henti, yaitu nafas sejati, mengingat pujiannya, siang malam tanpa henti, itulah angin yang disebut total yang tak tersela seketika.

Itulah tali pengikat hidup, yang memuji tanpa putus, berputar siang malam, tak berhenti seketika, akan rusak dunia (jika berhenti), sedangkan sujud asalnya air.

Bukan air yang mengalir, bukan air yang bisa kering, air hidup sejati, yang menghidupi di dunia, bukan hidup yang bisa mati, yaitu maksudnya, air keabadian yang tak bisa berubah.

Sang Dyah Ayu berkata lagi, duduk itu, dari apa berasal,saya mohon diberitahu, Sang Ulama sambil duduk, hai Nini, duduk berasal dari bumi.

Bukan bumi yang bisa bergetar, bukan bumi yang bisa gempa, (akan tetapi) artinya adalah jasad, itulah bumi suci yang abadi, nah sekarang apa kehendakmu, ada lagi pertanyaan hamba, mohon Ayah Ulama ajarkan.

Berdiri berasal dari api, tetapi menghadap kepada apa, rukuk berasal dari angin, bisa menghadap kepada apa, rukuk berasal dari angin, bisa menghadap kepada apa, sujud berasal dari air dan duduk yang berasal dari bumi, semua menghadap kepada apa.

Page 2: SULUK PANGADEG SHALAT

Seh Ngarip berkata pelan, yang berdiri itu, kehidupan yang dihadapnya, hidup yang tak akan terkena mati, bentuknya seperti ratna, memancarkan cahaya gilang gemilang, berdiri pada keduanya.

Rukuk berasal dari angin, menghadap sirullah, bagaikan bintang warnanya, cahayanya gilang gemilang, lastas sujud yang berasal dari air, menghadap apa.

(Yakni menghadapkan) kekasih Allah yang bernama Rasullah, itu yang dihadapnya, cahayanya ramai sekali bagaikan gurita, gemebyar bagaikan kilat, duduk yang berasal dari bumi menghadap apa.

Bentuknya lebih nyata, yang dihadapnya ialah, tidak sama warnanya, cahayanya lebih terang, Sang Dyah Ayu menyembah, (hai, Tuan) saya mohon dijelaskan.

Kembali ke masalah penghadapan tadi,yang berasal dari apa, yang berasal dari api, apa yang diucapkan dari Allah ta’ala, dan juga saat rukuk, saya mohon diberitahu.

Apa yang akan kau katakan, kalimatnya terimalah, manusia hendaknya melakukan sembahyang, mengapa saya berkata pada Tuan, karena keinginan saya, karena saat sujud apa yang dikatakan.

Kemudian saat duduk, bagaimana Tuan, (yang dikatakan) kepada Tuhan Allah), bagaimana kehendak Tuan, berkata Ulama, waktu berdiri yang diucapkan pada Tuhan.

Adalah maningkem itu Nini, itulah yang dikatakan pada Allah, rukuk yang berasal dari angin, yang diucapkan pada Tuhan, ya hayyu – ya hayyu demikian yang diucapkan, pada Tuhan Yang Mahamulia.

Sang Dyah Ayu berkata lagi, yang berasal dari angin, menjadi apa nant,i asal dari air menjadi apa, asal dari bumi menjadi apa, Sang Ulama berkata.

Adapun yang pertama, asal api menjadi wajah, asal angin yang kedua, menjadi nafas, yeng ketiga sujud yang berasal dari air, ia menjadi nyawa.

Duduk yang berasal dari bumi, ya menjadi badan, Si Murtasiyah katanya, tentang ngelmu tua, nah, Tuan ajarilah saya riwayat semuanya, agar saya menjadi tahu.

Sang Ayah segera katanya, asal api jadi nyawa, dan meliputi semuanya, menjadi bulu dan kulitmu, menjadi dagingmu, (itulah yang) berasal dari api, Nini hendaklah kau ketahui.

Page 3: SULUK PANGADEG SHALAT

Saya bertanya lagi, otot asalnya dari apa, tulang asalnya dari apa, otak asalnya dari apa, demikian juga mata, juga pendengaran, suara asalnya dari apa.

Sang Ulama menjawab, asal bumi dari mata, sedangkan yang menjadi suara, berasal dari api, sedangkan pendengaran asal dari bumi, dan selanjutnya.

Sumsum berasal dari bumi asli, asal dari air menjadi otot, adapun yang pertama, itu jadinya, asal dari bumi itu, yaitu menjadi hati.

Adapun yang pertama, yaitu air nama Allah, menjadi rupa artinya, sedangkan air sujudullah itu yang menjadi suara, air wadi yang dikatakan itu menjadi cahaya.

Air itu Nini, itu yang menjadi mata, air wadi artinya, yang menjadi telinga (pamyarsa) dan air mani menjadi otak, Sang Juwita berkata sambil menyembah.

Siapa yang melihat, apa yang ada dalam pikiran (tingal), dan pengucapan nanti, yang berucap dalam lesan, melihat dalam karsa, ya Tuan guru saya, mohon Tuan jelaskan.

Sang Ayah pelan katanya, bumi yang dalam hati, sirullah itu artinya, bentuknya seperti intan, yang melihat dalam karsa, dzatullah itu namanya, bentuknya sangat terang bagai gurnita.

Yang mengucap dalam hati, disebut dzatullah, seperti maningkem bentuknya,  itu sebagai sebab, oleh yang menguasai alam, jangan berhenti pada terkaan, pada bentuk asalnya semua.

Dyah Ayu bertanya lagi, duduk yang berasal dari api itu, api darimana berasal, angin dari mana awalnya, air dari mana asalnya, dari apa asal muasalnya, ajarilah saya.

Akan halnya dengan bumi, asalnya dari apa, perkara yang empat hal jumlahnya itu, dari mana asalnya (masalah empat hal : api, angin, air, bumi), Sang Ulama berkata, bahwa perkara yang empat itu.

Adapun asalnya api, dari huruf Ba, (angin) asalnya huruf Tha, dan bumi, berasal dari Alip, air asalnya dari Kap.

Sang Dyah Ayu memeluk dan merangkul lutut Sang Ayah, aduh Tua Ayahanda, saya merasa mendapat anugrah, Sang Tapa berkata cukuplah putriku, pengajaranku padamu.

Page 4: SULUK PANGADEG SHALAT

Agar engkau tidak kebanyakan ilmu, hanya secukupnya saja, (pengantar pupuh berikutnya) Sang Ayu pelan katanya, saya mohon diberitahu, ada permasalahan saya, bagaimana caranya melayani seorang pria.

Kepada tujuan datangilah, arah konsentrasi kepada Tuhan, perhatian ditujukan ke hariban dengan rasa ngeri, menertawakan orang yang berbakti, setengah menyamai (mengolok-olok), bahkan menghina rasul, kafirnya sudah jelas, seperti perilaku orang Yahudi, kelak pasti kekal menjadi dasarnya neraka.

Banyak orang salah paham, oleh perkara yang rahasia, tekadnya jadi salah, mendengar pendapat sejati, salah paham dalam menerima, malah menjadi semakin tersesat, akan perkataan yang samar, meninggalkan shalat itu wajib, meninggalkannya itu lebih utama, meninggalnya itu lebih utama.

SULUK PANGADEG SHALAT

Itulah perkataan yang samar, ada yang dibuat batini, nyatanya meninggalkan shalat, tidak tahu bahwa itu wajib, (padahal) perintah Tuhan, kepada Nabi yang seratus dua puluh empat ribu, disuruh menegakkan shalat, semua tak ada yang meninggalkannya.

Tersebutlah Nabi Musa a.s. diperintahkan Tuhan agar mendekatkan (diri pada) Tuhan, lima puluh waktu fardhu, dalam sehari semalam, umatnya mengikuti, perintah Tuhan tersebut, tak ada yang mengeluh, itulah mukmin yang sesungguhnya, yaitu mukmin yang utama.

Meninggalkan shalat sempurna, bagaimanakah cara memahami, bahwa wajib meninggalkan shalat, wajibnya itu bagaimana, gerak lahir ataupun batin, dan sembah puji, jangan merasa bisa, hanya Allah yang memiliki.

Jangan merasa punya sembah, jangan merasa punya puji, dan segala gerak tindakan, jangan merasa memiliki, dan arah perhatian hati, wajib milik TuhanYyang Maha Agung, bahkan seluruh diri kita, itu adalah nafi, manusia tanpa memiliki gerak, tetapi Allah yang mengatur.

Yang namanya hamba, ketika hilang musnah tanpa ketinggalan, bahkan yang menjadi diri kita, digatikan oleh wujud Tuhan, yang mewujud ini perlambangnya adalah, bagaikan bintang kesiangan,  tersinari oleh matahari, bintang hilang tersinari oleh matahari.

Orang yang datang melakukan shalat, mengangkat qasdu tanpa ragu, jika itu diketahuinya, dam perhatian di hati, dan dengan hati bening, hati bening artinya membersamakan qasdu, takrun dan takyin (dan) lafal alif ketiganya itu.

Page 5: SULUK PANGADEG SHALAT

Huruf yang empat itu, pertama adalah Alif, Alif hakikatnya niyat, Lam awal dan Lam akhir, jatuhnya bersamaan, bertemu dengan niyat, Allah nama zat, yang di sembah dan  dipuj,, pada lafal Akbar sempurnalah segala niyat.

Sesungguhnya niat yang utama, adalah akan leburnya yang dua hal, tak ada lagi Gusti Kawula, jika masih kawula Gusti, itu belum utama, belum tinggal shalatnya, maksudnya masih (terpisah) satu-satu, ternyata masih dua, tidak hilang adanya roroning atunggal.

Sesungguhnya perhatianmu, bersama kasih Tuhan, (karena) hamba tidak sanggup, kalau tidak karena anugrah, bisanya berbakti anugrah Tuhan yang dijatuhkan pada hamba, yang menjadi perantara puji, jadi kehendak sembah puji dan anugrah.

Hamba adalah wujud nyata, dari keadaan Tuhan, mengheningkan wujud konsentrasi, yang menjadi tempat jatuhnya anugrah, yang menyembah dan memuji, tak lain adalah hambanya, yaitu tajali sifat Dzat Tuhan, hamba itu hanya dijadikan sarana.

Mana yang disebut hamba, yang menjadi tanda sejati, yaitu yang dicari, sebagai kekasih Tuhan, bahwa dan adalagi, yeng memberi jalan luhur, maka terimalah, baik siang dan malam, (agar) tidak tersesat sebagai hamba.

Dan mantapnya penerimaan, pada siang dan malam, yaitu yang diterima, menghamba kepada Tuhan, jika sudah sampai kepada mahabbah (sih), apa yang dikehendaki pasti tercapai, bagaimana puji dan sembah, pada konsentrasi belum tepat, perasaannya waliyullah yang datang.

Jadinya orang siap sedia, yang merasa menjadi kekasih Tuhan, (padahal) penyembahannya salah kira, menghadapny ketika shalat nafi, salahnya kafir sidik, yang justru kafir besar, maka waspadailah, itu semua menjalani, salah tanda ilmunya, tanda menjadi berbahaya.

Yang dimaksud dengan sidik, merasa dapat mengatur Tuhan, atau memisahkannya, ilmu itu lebih “berbahaya”, berbahayanya itu juga, tidak hanya luar dalam, dekat tidak bersentuhan, jauhnya tak ada hanya diam, itu waspadailah di alammu.

Lafalnya adalah ladah rukalama jalma, artinya tidak berpisah tidak berkumpul dengan Tuhan, tapi tidak ketinggalan dalam tindakannya, jika sulit diterima maksudnya, tapi jangan sampai salah terima, perlambangnya bagaikan kumandang dengan suara.

Bagaikan guruh dengan air, bagaikan asap dan api, sperti Ki Dalang dengan wayang, ibarat papan dengan tulisan, pahamilah, maksudnya

Page 6: SULUK PANGADEG SHALAT

dermawan itu, malah berderma padanya, memperhatikan Tuhan dan waspada jangan sampai salah paham.

Tidak akan sampai perhatiannya, menghambakan diri pada Tuhan, tetapi dengan persembahan dan pujian itu, pada siang dan malam hari, agar sungguh-sungguh mencari, jika tidak memuji dan menyembah, ingatlah Tuhan, yang memiliki kita semua.

Jenis sembah semuanya, lima jumlahnya, pertama sembahyang jamaah namanya, adalah apa yang keluar dari lidah, banyak yang datang, itulah sembahyang jamaah namanya, apa yang telah diucapkan, itulah laku sembahyang berjamaah.

Kedua sembah wusta, itu di dalam hati, jangan mendua perhatian, bersatu dengan Tuhan, jika melihat bagaimana caranya,jika tidak menemukan (karena Tuhan itu), tanpa rupa tanpa warna, seperti tujuan bertemu dengan Tuhan.

Bagaimanakah orang yang meninggalkan shalat, mengaku menjalakan dengan baik, sungguh sangat mengerikan, menyamai-nyamai orang mukmin, bahkan memalukan, (orang seperti itu) bagaikan menertawakan Rasul, kelak merekan akan menjadi pimpinan keburukan, sperti orang kafir Yahudi, dan (di akherat) pasti akan hancur lebur di neraka.

Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat, bagaimanakah jika (ingin) mengetahui, wajib meninggalkan shalat, wajibnya itu bagaimana, meninggalkan lahir (atau) batin, tak ada hal lain yang diperhitungkan, juga perbuatan kita, bahwa kita tidak memiliki, tetapi hanya Allah  yang mengusai seluruh gerak shalat.

Yang namanya hamba, segera sirna tak ketinggalan, sesungguhnya ADAnya hamda adalah tidak ada, digantikan oleh ADA-Nya, hamba sesungguhnya adalah nafi, hamba dalam kelaiannya ibarat bintang kesiangan, terkena sorot matahari, bintang hilang tidak tanpak.

Orang yang hendak melakukan shalat tunggal, (hendaknya mengamalkan) qasdu takrun dan takyin, itulah yang sempurna, pahamilah budi, hati nurani, maksudnya memahamkan qasdu takrun dan takyin, dan menghayati lafal Allahu Akabar.

Perhatikan abjad Ha, dan makna abjad Alif yang hak, niyat itu Lam awal, Lam akhir demikian juga, Hu jatuhnya niyat, pahamilah niyat itu, kepada Allah satu-satunya zat, itulah niyat yang lurus, Allahu Akbar adalah lafal niat yang sempurna.

Page 7: SULUK PANGADEG SHALAT

Niyat adalah tak ada, penyatuan yang dua, tidak ada Gusti Kawula, jika masih kawula Gusti (ketika shalat), lebih baik makan tidur saja, bagaimana agar selamat, dua menjadi satu, satu menjadi dua, tidak hilang kawula Gusti.

Pengetahuan seorang hamba, pikirkanlah kasih sayang Tuhan, jika manunggal dengan hamba, tidak ada yang menyebut Tuhan, kecuali adalah hamba-Nya, jadi sesungguhnya adalah, Tuhan sendirilah yang menyembah dan memuji, hamba hanya dijadikan sarana.

Hamba adalah tempat wujud nyata, dari keadaan Tuhan yang sesungguhnya, jika dikatakan wujud tunggal, yang kedua adalah Tuha., yang namanya manusia, adalah kekasih Tuhan, yang namanya manusia,  adalah menjadi tempat anugrah, tidak ada yang lain selain manusia.

Siapakah yang disebut manusia, yang terus lahir batin, (yang dalam dirinya) ada Tuhan, tidak memiliki gerak mendua, hanya kepada Tuhan,  yang memberikan jalan yang luhur, dan tidak ada lain, hanya Tuhan yang memberi anugrah, maka segala apa yang di anugrahkan Tuhan hendaknya diterima.

Shalat itu ada lima jenis, pertama shala jamaah, adalah apa yang keluar dari lidah, tempat berkumpulnya orang-orang, itulah yang disebut shalat jamaah, laksanakan dengan baik, apa yang telah diucapkan, itulah laku shalat berjamaah.

Apa yang engkau ucapkan, selaras antara lahir dan batin, yang terlena oleh karena mengikuti saja, Nabi yang dikasihi, yang dicintai Tuhan, hal yang demikian itu, pahamilah apayang lahir dan yang batin, itulah yang dimaksud shalat jamaah.

Yang kedua adalah shalat wusta, menjadi penerang hati, adalah tidak putus,  sama dengan lama hati, bertemu dengan Tuhan, sebagai tujuan hidupnya, hendak bertemu dengan-Nya, zat yang tanpa rupa tanpa warna, maka luar dalam waspadamu.

Yang kedua shalat wusta, namanya hamba dan Tuhan, bahwa hamba sesungguhnya tidak ada, hamba itu bersifat nafi, dia tidak memiliki, purba wasesa semua adalah hak Tuhan, Tuhan dan segala gerak laku adalah kehendak Tuhan.

Shalat yang ketiga (yaitu shalat haji), jangan lagi melihat hamba dan Tuhan secara dualis, ruh yang berbicara, fungsi jasad digantikan oleh ruh, tempat kenyataan “kendang agung”, kesatuan yang sebenar-benarnya.

Page 8: SULUK PANGADEG SHALAT

Hal itu bukanlah bahan pembicaraan, (hanya) pendapat yang mengetahui, tentang salah benar oleh Sang Pujangga, mana hal yang salah, salah bagi yang belum mengalami, benar bagi yang sudah mengetahui, maka carilah guru (yang mumpuni), itulah yang namanya ilmu, yakni pahamilah makna shalat haji.

Sebagian adalahhal  yang dilarang, jika hendak memperebutkan ilmu, tak ada yang mau kehilangan, tidak juga mau bermufakat, maka ramai tidak karuan, padahal maksudnya mencari ilmu, tapi sama-sama merasa pandai, tidak mau berfikir kemungkinan kesalahan diri, padahal jika salah maka jadilah tersesat.

Jadinya orang-orang saling berebut, merasa paling pandai, tidak merasa, dalil Qur’an itu berbunyi (bahwa) jika hendak mengetahui, menunutut ilmu yang banyak, manusia harus memahami ilmu sejati, punya badan jangan merasa kalau bisa.

Keempat adalah shalat daim, tak pernah putus dalam hati, sudah melihat terhadap Tuhan Yang Mahaluhur, itulah makrifat, tak adalagi Tuhan dan hamba, yang disebut dalam hati, hanyalah Allah Yang Tunggal.

Jangan mendua Tuhan, dari awal hingga akhir, zat-Nya memang belum ada, namanya akhir yang ketinggalan, yang akhir jasadnya, kemudian diberi ruh, yang menjadi kenyataan, keterpaksaan sejati, itulah artinya satu yang menyatu.

Yang kelima artinya adalah, anugrah yang sejati, namanya shalat ismu alam, adanya roh dan jasad, sebaiknya pahamilah, maksudnya Yang Maha Agung, sebutlah asma Tuhan tak pernah henti, melihat Tuhan dunia akan abadidalam suksma.

Tanpa henti perhatianmu, (memikirkan) terjadinya bumi dan langit, itulah anugrah kehendak Allah, merupakan ayat atau tanda yang sejati, yang dikehendaki ilmu, tidak dua atau tiga, itulah kenyataan wajah (doa tawajuh), mantra yang suci, yang dimaksud wajah adalah ruh.

Ada hal yang perlu diketahui, tentang tiga hal, pertama adalah zat, kedua sifat, dan winardi, yaitu orang yang tahu ag’alnya, maksudnya zat adalah, tidak ada zat lain kecuali zat Allah yang kekal abadi.

Ada pun yang disebut sifat, adalah disebut hidup, menguasai alam malakut, tak ada yang berkuasa, tak ada yang memberinya ilmu, hanya Allah Yang Agung, yang amurba amasesa, tak ada yang menyamai, tidak hidup kecuali Allah wujud hidup.

Page 9: SULUK PANGADEG SHALAT

Ada pun yang disebut af’al, adanya punya pengertian, hanya Allah yang berkarya, hamba tidak memiliki, baik jiwa maupun raga, tidak ada yang terhitung, termasuk perbuatan kita, bukan kita yang memiliki, ketahuilah bahwa hambasama sekali tak memiliki kuasa.

Barang siapa tahu akan dirinya, akan tahu siapa Tuhan-nya, maksudnya barang siapa bisa memahami sesungguhnya dirinya itu tidak ada, bahwa dirinya itu nafi, tak berwujud apa pun, pertanda ia tahu akan Allah, ketahuilah yang sesungguhnya, tak ada lain kecuali Allah Yang Mahamulia.

Berkata Rasulullah, ilmu pengetahuan yang sejati, adalah barang siap yang menyembah asma (Tuhan), tetapi tidak tahu siapa asma (Tuhan) itu, sungguh dia itu kafir, kalau tidak tahu artinya, orang munafik, orang yang mengaku tidak tahu akan asma (Tuhan-nya).

Orang (harus tahu akan) asma dan maknanya, syirik jika tidak mengetahuinya, orang yang tahu akan makna, dengan pengetahuan yang benar, kalaulah sudah tahu, itulah mukmin yang sebenarnya, dan tinggal makna, kebenaran yang diketahui, itulah yang disebut mukmin makrifat.

Berkata ahli hakikat, saya mengenali (melihat) ruhku, seperti mengenali Tuhan, dan maksudnya mengenali ruh yang Agung adalah (dengan) mendekatinya ruh, tidak beda dengan ilmu sejati, ialah antara ruh dan Tuhan.

Berkata Syekh Mahmud, jauhnya tempat Tuhan bersemayam itu, seperti jauhnya orang kafir, dari surga yang luhur, (karena mereka) meninggalkan shalat sejati, lebih luhur tinggal shalat lalu ngobrol.

Meninggalkan shalat itu maksudnya, shalat lahir dan batin, tak merasa memuji menyembah, ingat pada satu-satunya, tidak merasa memiliki, tak berkuasa atas tindakannya, hanya anugrah Allah, tak merasa menyebah memuji, seluruh tindakan shalat adalah tindakan Allah.

Sempurnanya shalat itu, tidak melihat dua, tidak melihat Tuhan, hamba tidak diperlihatkan, hilang kawula Gusti, tak ada kuasa menguasai, tetapi maksudmu, yang menyembah dan memuji itu, telah diganti oleh anugrah Allah.

Berkata orang yang utama, shalat itu berubah-ubah, mana yang dimaksud nyata, yang disebut nyata yang mana, artinya nyata ini yang benar-benar nyata dalam akal, yang nyata yang mana, akal itu adalah roh sejati maka pahamilah.

Adapun shalat puasa, dan zakat serta naik haji, meruntuhkan berhala, adapun shalat wajib, (adalah tergantung pada) waktu, waktu shalat yang

Page 10: SULUK PANGADEG SHALAT

ditentukan, itu menjadi berhala jika masih memuji, tidak diterima panembahnya (jika masih) jadi berhala.

Bagaimanakah maksud shalat, orang yang mengetahui Tuhan, dengan hati yang terang, pahamilah yang sebaik-baiknya, jangan sampai salah terima, sesungguhnya hening itu, adalah hening pada Yang Tunggal, yang disebut hati hening, yaitu cahaya zat yang nyata.

Berkata Abu Bakar, orang yang dikasihi Allah, yang mendapat rahmatullah, bahwa yang dimaksud shalat sejati (adala) meninggalkan segala sesuatu (dan memusatkan pada) satu hal, bukan pada yang lain selain Allah, tak ada sesuatu pun melainkan hanya Allah Yang Esa, yang amurba amasesa.

Yang dimaksud shalat, empat jumlahnya, dan kelima kesempurnaannya, pertama wudhu tanpa air, kedua niyat, ketiga ikrar, keempat makrifat tanpa netra jati, dan kelima tanpa makrifat.

Ingatlah dikau waspada makrifat, yaitu Tuhan yang sesungguhnya, yang memuji dan dipuji sendiri, memuji pujian-Nya, tak ada yang lain sejati, hanya Allah yang Agung, hilanglah esensi manusia, tak ada makhluk yang sejati, hanya diri Allah-lah yang melakukan shalat.

Berkata Nabi yang terkasih, membicarakan orang yang shalat, hendak mengetahui Tuhannya, (jika) tidak mengetahui maka sia-sialah salat yang dilakukannya, tingkang laku orang shalat, (ingin) mengetahui sesungguhnya, mengetahui seperti apa, jika mengetahui seperti mata melihat maka jadilah ia kafir, (karena Tuhan itu) tanpa warna tanpa rupa.

Jika tidak mengetahui Tuhan, sesungguhnya akan buta besok di akherat, hendak mengetahui nantinya, maka carilah seorang guru, tentang kawruh sejati, tingkah laku orang shalat, harus tahu benar, perihal shalat tunggal, tunggal wujud hamba dan dan Tuhan, yang menjadi kenyataan.

Mengetahui hamba dan Tuhan, niat tiga hal, qasdu takrun dan takyin, ketahuilah perbedaannya niat yang tiga itu satu-persatu, qasdu adalah permohonan, niat itu bukan jenis dan ucapannya, berdiri rukuk dan sujud itu juga bukan niat.

Yang kedua, takrun yang menggantikan, dudukmu stelah rekaat, yang keempat atau ketiga, dalam waktu Ngasar atau Subuh, pahamilah satu-persatu, menghitung rekaat tidak boleh keliru, takyin yang ketiga, menyatakan padaSshalat Subuh, Magrib dan Isya.

Jika (tidak) memakai qasdu takyin,  maka salatnya orang itu tidak sempurna, jika tidak memakai bagaimana, apakah batal shalatnya, niat itu adalah yang wajib, yang tak boleh ditinggal, sedangkan ketiganya, qasdu

Page 11: SULUK PANGADEG SHALAT

takrun dan takyin itu, jika tak dipakai shalatnya tidak sempurna (tetapi tidak batal).

Nasehat ini adalah nasehat yang terlarang, yang sebagaian jangan sampai kurang pertimbangan, peribahasanya menertawakan memaksa (orang yang) hendak tahu, perkataannya menyakitkan hati, tak bisa dikalahkan, justru (sebenarnya) itu orang yang bingung, ingin mengajak pertengkaran, dan menyombongkan kalau bisa ilmu tafsir, (tapi) terlalu mementingkan nilai susastranya.

Bertanya pada orang mukmin, tentang pengertian shalat, ketahuilah berpisah dan berkumlpulnya, siapakah orang mukmin sebenarnya, yaitu orang yeng mengetahui, kesejatian shalat, dan berpisah bersatunya (hanba dan Tuhan), shalat itu bukanlah shalat hamba, melainkan anugrah Tuhan yang melimpah pada hamba.

Yang meninggalkan shalatyang  wajib, dan yang sudah sempurna “meninggalkan shalat”, seperti apa perbuatannya, jika tidak tahu sia-sia olehnya menjalani, sulit memahami shalat, jangan sampai keliru, dikiranya sudah bersatu (padahal belum), bahayanya meninggalkan shalat sejati, yang wajib dilakukan.

Jika meninggalkan shalat adalah kafir, tak boleh mayatnya dimandikan, itu adalah orang yang mati tidak sempurna, tidak berhak meninggalkan bukti, itulah orang yang meninggalkan shalat, itulah janjinya, dan lagi tidak absah menyembelih (karena) telah mrusak kalimah dua (syahadat), itulah orang yang meninggalkan shalat.

Page 12: SULUK PANGADEG SHALAT

Ingat-ingatlah karya penulis, tentang hal yang wajib dalam niat, lafal Allahu itu tempatnya,lafal Hu jatuhnya,  lafal Akbar kenyataan sejati, lafal yang tiga itu ciptalah dalam hati, itulah wajib yang harus diingat, dan waspadailah konsentrasimu.

Segeralah kau ketahui Nak, konsentrasi dalan shalat yaitu, dinamakan lenyapnya shalat, jumlahnya ada empat hal ketahuilah satu-persatu, pertama munajat, kedua disebut ihram, ketiga tubadil dan kempat mikraj.

Artinya munajat adalah, seluruh bacaan dalam shalat, dalam shalat, jangan merasa itu ucapanmu (karena engkau) satu ucapan dengan Tuhan, semuanya hafalkanlah, hening ciptakan dalam kalbu, Tuhan yang mendengar, konsentrasilah (bahwa) Tuhan ada di depanmu, (ketika) engkau takbir.

Kemudian bacalah wajah (doa iftitah), untuk menghadapkan diri dengan Tuhan Yang Maha Pengasih, (dan yang memberi) petunjuk, (dan pernyataan) pengabdian kepada Tuhan, wajah itu hanya sunah, Surat Al Fatihah yang wajib, lalu bacalah Bismillah (menyebut), nama Tuhan yang Maha Pemurah dan pengasih, di dunia dan sampai akhir kelak, di Hari Kiamat.

Ihram itu adalah terliputi kepada sifat jamal, tak boleh berubah konsentrasinya, jamal itu adalah sifat Tuhan, yang maknanya indah, adi dan Mahaluhur, tak ada yang menyamai, Maha Pengasih dan mengasihidalam hati, setiap manusia.

Artinya tubadil,  menyadari segala tingkahnya, (dan) kenyataan semuanya, jangan sampai salah, membecarakan Tuhan Yang Maha Agung, bagaikan lampu dan cahaya, Nak, keduanya satu, tidak menjadi ruh itu sembah utama, lalu mikraj artinya, Nak, tidak merasa terhadap segala tingkahnya.

Mikraj itu artinya,  kekosongandirimu tidak berkuasa, segala ucapanya adalah kuasa (tetapi) kosong, seluruh geraknya dari Allah, semua dari Allah, gerak tindakannya, karena hamba tak bisa membuat gerak dan tindakan itu hanya bagaikan sampah yang hanyut, ikut perjalanan air.

——-T A M A T ——–