suluhmhsa edisi 1

44
1 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Upload: suluh-mhsa

Post on 24-Mar-2016

257 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

majalah berita dan budaya madura

TRANSCRIPT

Page 1: suluhmhsa edisi 1

1Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 2: suluhmhsa edisi 1

2 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 3: suluhmhsa edisi 1

3Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Suluh Utama

Setiap warga negara republik ini, merindukan Indonesia yang seu-tuhnya, luhur, berbudi pekerti, damai dan benar-benar mencermin-kan Indonesia. Tetapi di sebagian wilayah republik ini, amuk mera-jalela. Rusuh di Pandeglang, Temanggung, Ambon, dan tawuranwarga di berbagai daerah menjadi tanda bahwa aroma persatuandan kesatuan sebagai sesama warga negara republik ini nyarishanya menjadi wacana saja

Akademia

Mencari Nasionalisme LewatNovel

Eksotika

Lanskap Madura

Potensi Desa

Ada Buah Naga di Rombasan

3Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Suluh utama

Suluh Khusus

Opini

Potensi Desa

Eksotika

Generasi Bangsa

Kronika Peristiwa

Politika

Akademia

Kronik

Oase

4

8

10

20

22

24

28

32

36

40

42

design: obbath/ grafis: david

Redaksi Suluh MHSA

Majalah Bulanan Suluh MHSA ini diterbitkan SAI (Said Abdullah Institute) Pembina: MH SaidAbdullah, Januar Herwanto. Pemimpin Umum: Moh Rasul Junaidy. Wakil Pemimpin Umum: AZahrir Ridlo. Pemimpin Redaksi: Abrari Alzael. Sekretaris Redaksi: Zeinul Ubbadi. Lay Outer:Ahmed Davidinejad. Reporter: Didik L Setia Budi, M Sa’ie. Fotografer: Mohammad Saiful Bahri.Biro Sampang: Fathurrahman. Biro Pamekasan: Nanang Sufiyanto. Biro Sumenep: ZaiturrahiemRB. Biro Bangkalan : Ervandi. Biro Jakarta: Alwi Assegaf Alamat Redaksi : Jalan Adirasa 5-7 Sumenep69417 tel. 0328-674374 faks. 0328-661719. email : [email protected]. web :www.suluhmhsa.com. Redaksi menerima sumbangan tulisan dari pembaca baik berupa opinimaupun artikel lainnya.

daftar isidaftar isidaftar isidaftar isidaftar isi

Page 4: suluhmhsa edisi 1

4 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Setiap warga negara republik ini, merindukan Indonesiayang seutuhnya, luhur, berbudi pekerti, damai dan benar-benar mencerminkan Indonesia. Tetapi di sebagian wilayahrepublik ini, amuk merajalela. Rusuh di Pandeglang, Te-manggung, Ambon, dan tawuran warga di berbagai daerahmenjadi tanda bahwa aroma persatuan dan kesatuan se-bagai sesama warga negara republik ini nyaris hanya menja-di wacana saja. Selebihnya, sebagian pihak memandangorang lain sebagai musuh dan karenanya layak dibunuh.

4 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

INDONESIA, kadang cinta

memang tidak selalu

memberikan yang kita

suka, tapi lewatnyalah kita

belajar menjadi dewasa

foto

: abra

ri a

l zael

Page 5: suluhmhsa edisi 1

5Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Kejadian-kejadian ini paradoksbukan saja rusuh menjauh dari rasadamai. Ini juga menjadi antiklimakslantaran sesama warga telah meman-dang orang lain sebagai yang pantasdicurigai dan dimusuhi. Faktor per-tama dan utama adalah lemahnyapemikiran penduduk Indonesia. Inimembuat warga begitu mudah ter-provokasi. Selain itu, sebagian pi-hak telah melakukan depolitisa-si yang menyebabkan wargatidak memahami politikdengan benar. Lemahnyapemikiran ini berbandingterbalik dengan semangatempat pilar kebangsaan(Pancasila, UUD 1945,NKRI, dan BhinnekaTunggal Ika) yangmendedahkan persatuan.

Belum lagi soal per-satuan dan kesatuan iniselesai, sebagian pendudukdi republik ini tidak mencin-tai produk dalam negeri. Merekamerasa sangat bangga apabila me-makai sesuatu yang dijual di luarnegeri. Padahal, jika bukan bangsaini yang mencintai produk negeriini, siapa lagi? Ketidakcintaan ter-hadap negeri ini seperti berdamp-ak sistemik ke wilayah yang san-gat lokal. Misalnya, sebagian war-ga Madura khususnya remaja hariini justru tidak senang jika diang-gap sebagai asli Madura.

Kejadian dalam berindonesia(dan bermadura ini) dapat dipastikanterjadi di daerah lain dengan studi-um yang berbeda. Itu dari aspek bu-daya, politik bahkan pendidikan. Dibidang ekonomi, situasinya bisa leb-ih parah. Bahkan, jejak ekonomi neo-liberalisme di Indonesia serasa meng-hilangkan aset nasional dengan ber-pindah ke tangan asing. Sampaisuatu ketika, pada akhirnya, jangan-jangan aset yang dimiliki bangsa laindi negeri ini justru jauh lebih banyakdibanding aset warga bangsa ini direpublik ini.

Soal nasionalisme ini, miripkerja sama lembaga satu dengan

lembaga dua. Lembaga satu selalumembantu lembaga dua dan terusmenerus begitu. Begitu banyakbantuan yang diberikan lembagasatu kepada lembaga kedua, sam-pai lembaga dua hanya memilikisesuatu yang kecil. Sebab ornamen-nya yang digunakan lembaga dualebih banyak disuplai lembagasatu. Sampai akhir-

nya,

ekonomi, budaya, politik,dan bahkan hukum.

Dalam ekonomi misalnya,arus modal asing mulai masukke Indonesia; PMA dan utang luarnegeri meningkat. Merujuk sejarahdi awal 1970-an, atas kerjasamadengan Bank Dunia, Dana MoneterInternasional (IMF), Bank Pemban-gunan Asia (ADB) dibentuk suatukonsorsium Inter-GovernmentGroup on Indonesia (IGGI) yang ter-diri atas sejumlah negara indus-tri maju untuk membiayai pem-bangunan di Indonesia. Saat it-ulah Indonesia dianggap telahmenggeser sistem ekonom-inya dari sosialisme ke arahsemi kapitalisme. Dunia ko-perasi yang mencirikan Indo-nesia pelan tapi pasti terg-erus.

Lalu memasuki periodeakhir 1980-an dan awal 1990-an,

sistem ekonomi di Indonesia ter-us mengalami pergeseran. Kebija-kan ekonomi pemerintah banyakdibawa ke arah libelarisasiekonomi; baik sektor keuangan, in-dustri, maupun sektor perdagan-gan. Pakto ‘88 dapat dianggap se-bagai titik tonggak kebijakan libel-arisasi ekonomi di Indonesia. Men-jamurnya industri perbankan di In-donesia, yang selanjutnya diikutidengan terjadinya transaksi utangluar negeri perusahaan-perusahaanswasta yang sangat pesat, mewar-nai percaturan ekonomi liberal In-donesia saat itu. Hingga saat ini,ekonomi di republik ini telah ter-gantung. Dengan kata lain nasion-alisme berbasis ekonomi mengal-ami erosi.

Begitu juga dengan budaya, di-mana bangsa lain terang-teranganmencaplok bahwa sebagian budayayang dilabeli Indonesia sesungguh-nya versi luar negeri milik bangsalain. Tidak berbeda pula pendidikansamar-samar telah menjadi “luarnegeri”. Inilah yang seharusnyadirenungkan bersama agar siapap-un di republik ini berpikir jangkapanjang berguna lebih massif danmengindonesia. (tim)

lembaga satu mengakuisisi lem-baga dua karena tidak kuatmenahan bantuan dan tak sang-gup menganti bantuan yang ter-us bertubi-tubi itu. Diam-diam,di republik ini sudah mengarahke model kerja sama tersebut.Suatu ketika, jika kondisi ini dib-iarkan mengalir tanpa nasional-isme, Indonesia hanya tinggalnama karena piranti yang bera-da di dalamnya sudah milik or-ang lain khususnya menyangkut

pendidikan sa-mar-samar telahmenjadi “luarnegeri”. Inilah

yang seharusnyadirenungkan

bersama

5Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 6: suluhmhsa edisi 1

6 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Madura sebagai bagian dari Indonesia, memiliki keaneka-

ragaman budaya. Dalam konstrukIndonesia, keanekaragaman terse-but sinergis dengan kebhinnekaandalam Pancasila. Kebhinnekaan iniyang menjadi bagian dari Pancasi-la seharusnya memuat logos (ke-mampuan berpikir), patos (seman-gat hidup), dan etos(budi pekertiluhur). Fakta menunjukkan, tiga halyang semestinya padu tersebut ber-jalan sendiri-sendiri bahkan se-bagian diantaranya nyaris tidak ter-lihat, soal budi pekerti itu.

Indonesia yang terdiri atas gu-gusan pulau memiliki kesamaandengan istilah taneyan lanjang versiMadura. Taneyan lanjang ini men-gajarkan kekerabatan sistemik dantidak terpisahkan yang menyatudalam taneyan lanjang. Tetapi, gu-gusan pulau yang menyatu dalamnusantara dan membentuk Indone-sia sebagaimana taneyan lanjang diMadura saat ini hampir tinggalnama. Sebab, arus informasi, ke-pentingan, dan pengaruh budayaluar diakui atau tidak menjajah ke-satuan dengan berbagai cara. Aki-batnya, aura sebagai republiktaneyan lanjang mulai samar danpada bagian tertentu hilang. Kere-takan antarkeluarga dalam lingk-up kecil dan ancaman disintegrasidalam skala besar semakin men-jelaskan rapuhnya kesatuan ber-bangsa yang pada awalnya kepadu-an ini menjadi budaya.

Memandang Indonesia darikacamata Madura yang seperti iniadanya tak lepas dari orangtua. Or- “

angtua ini terbagi pada dua kate-gore. Pertama, orangtua secara ge-netik. Kedua, orangtua geografis.“Sebagian orangtua tidak lagi men-gajarkan budaya kepada anaknya,”urai Dinara Maya Julianti, dosenfakultas ilmu sosial dan budayaUniversitas Trunojoyo, Bangkalan.

Perubahan budaya masyarakatterjadi karena banyak hal. Diant-aranya, kurangnya kesadaranmasyarakat di mana budaya yangberlaku sebenarnya sebagai iden-titas yang harus terpelihara dan le-stari. Di samping itu, pola hidupyang tidak terkendali dan tanpadisadari mengikis jatidiri. Bahkan,kemajuan teknologi ikut memanc-ing pergeseran budaya, pengaruhasing, dan erosi jati diri dalam ber-budaya semakin memperkeruhruntuhnya kerajaan budaya. “Mes-tinya, naghara ta’ kapotongan pe-kolan (pemerintah berwibawa jikaaparatnya jujur, bersih, dan disip-lin,” kata Sollahur Robbani, bu-dayawan Sampang.

Menanti PulihnyaMenanti PulihnyaMenanti PulihnyaMenanti PulihnyaMenanti Pulihnyayang yang yang yang yang TTTTTersengalersengalersengalersengalersengal

gugusan pulauyang menyatu

dalam nusantaradan membentuk

Indonesia se-bagaimana taney-an lanjang di Ma-dura saat ini ham-pir tinggal nama

6 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 7: suluhmhsa edisi 1

7Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Indonesia, berada pada posisi silang percaturan era leksosbudhankam dunia yang sangat rent-

an pengaruh. Zamrud khatulistiwa, menurut bu-dayawan Sampang Ali Daud Bey berada pada garisgeografis yang mempengaruhi karakter berbangsa.Di bagian utara terdapat Cina, India dan Pakistan.Sedangkan di bagian selatan terdapat Australia. Se-mentara, rancang bangun negara harus sinergis den-gan gerak global negara-negara tersebut.

Tetapi, posisi negara yang strategis ini tidak me-manfaatkannya sebagai geografis yang menunjangpembangunan di dalam negeri. Sebaliknya, kandun-gan alam, iklim dan karakter budaya dalam negerijustru diwarnai dari yang seharusnya mewarnai. Be-gitu dominannya warna yang masuk ke jagat ini, padaakhirnya warna bangsa yang sebenar-benarnya hari

Terpengaruh Geografisini tidak terlihat dengan sempurna. “Penghuni zamrudini telah meninggalkan budaya leluhurnya,” katanyapada saat mengurai budaya dalam seminar pra kongreskebudayaan Madura di Sampang akhir Mei lalu.

Faktor geografi juga muncul sebagai sisi lain darikonsep pembangunan manusia Indonesia. Begitu dah-syatnya proses akulturasi terhadap budaya tradisi, seh-ingga nilai-nilai luhur tergerus arus globalisasi. “Masi-hkah hal yang seperti itu terus dibiarkan?,” dia bertan-ya dan menjawabnya sendiri.

Lelaki yang juga aktif sebagai ketua dewan pen-didikan di Sampang itu menginginkan tindakan bersa-ma yang konkret tanpa adu otot untuk mencari siapayang superior. “Hanya pintar ngomong bukan solusi,”tegasnya. (abe)

Dimana Indonesia ?

7Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 8: suluhmhsa edisi 1

8 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

wawancara tokoh

Krisis persatuan yang menggema dihampir seantero nusantara, anginnyatertiup sampai ke Madura. Cekcok, ke-

kerasan antarkeluarga maupun pengeroyo-kan antarsesama warga menjadi tanda atas

terjadinya disharmoni. Kuat dugaan, reali-tas ini terjadi karena rasa bersaudara tidak

terwahana dengan baik dan tadarus Pan-casila yang tidak tuntas. Akibatnya, pada

sebagian individu menempuh caranyasendiri yang terkadang berseberangan

dengan kesantunan berkomunikasi bahkandari sisi kebangsaan mengabaikan empat

pilar (UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhinne-ka Tunggal Ika).

Secara tidak langsung, dua hal yang telah menyebabkan komu-nikasi berbangsa ini mengabaikan rasa persaudaraan. Antara

lain, retaknya pemahaman atas cinta tanah air karena war-ga merasa sudah selesai ketika hidupnya selesai pada

dataran individu. Akibat dari ini, orang lain cen-derung dianggap sososk yang tidak penting dan

karenanya tidak perlu diperhatian. Bahkan jikadianggap mengganggu dinilai layak mendapat

perlajaran dengan cara menorehkan kekerasan.Kedua, robeknya rasa bersatu dan ber-

tanah air ini disebabkan faktor budaya hidupyang matearealistik dan hedonistik. Saat

dua hal ini dominan dan dijadikan se-bagai cara pandang, out put pendidikan

politik cenderung solokarier. Antaralain, politisi saat ini terlebih dahulu

harus bertarung di kandangnyasendiri dan jika menang ke luar

Nasionalisme,Religiusitas & Regionalitas

Page 9: suluhmhsa edisi 1

9Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

kandang dan bertarung denganpolitisi lain di kandang yang ber-beda.

Itulah sebabnya, dipandangperlu menanamkan nilai-nilaikebangsaan pada peserta didikbahkan dalam usia sedini mu-ngkin. Itu dilakukan agar genera-si masa depan mengangap oranglain sebagai bangsanya dan me-nilai dirinya sebagai bagian pent-ing dari keseluruhan berbangsaseperti yang disampaikan RektorUIM Pamekasan, Madura, HMSahibudin yang berbicara soalkeindonesiaan, kemaduraan,dan kagamaan.

Menurut Anda, bagaimana na-sionalisme hari ini dalam pandan-gan anak muda?

Itu masalah kita semua. Sayajuga melihat tidak saja generasimuda tetapi generasi yang lebihmuda dan lebih tua juga begitu,mengalami gejala krisis berindo-nesia.

Kira-kira, apa penyebabnya?

Hemat saya itu sudah complicat-ed. Misalnya, dari aspek pendid-ikan seakan-akan tidak lagi men-genali yang terdapat di sekitarn-ya. Dalam konteks Madura, marikita hitung berapa banyak gen-erasi muda kita yang sudah tidakbisa berbahasa Madura yang leb-ih santun. Berapa banyak pulakaum muda yang tidak menghor-mati orang yang lebih tua. Bah-kan, begitu banyak generasimuda yang telah melampaui rasamalu dalam kasus berpacaran ditempat umum. Sebagai orang tua,seharusnya kita tidak boleh per-misif. Saya khawatir tidak malupada satu dimensi itu padaakhirnya juga tidak malu melaku-kan hal lain yang lebih jauh.

Apa solusinya?

Menurut saya harus terintegrasi.Karena ini Madura, saya ingin

Itu yang terjadi hari ini. Dalamkonsep terdahulu kan ada tigahal yang telah populer, Islami, In-donesiawi, dan Madurawi. Tiga halitu kan sudah memuat nasional-isme, religiusitas, dan regionali-tas.

Bagaimana cara menanamkannasinalisme, religiusitas, dan re-gionalitas itu?

Seperti dalam teori, lembaga pen-didikan terkecil sebenarnya adadi rumah tangga. Soal religiusi-tas itu dimulai dari rumah kita.Begitu pula tentang regionalitasenggi bunten juga di rumah kita.Hal yang sama juga soal nasion-alisme. Anak-anak kita dibiasa-kan mendengar lagu-lagu yangberdimensi tiga aspek. Jujur, sayamerasa terganggu ketika men-dengar anak-anak menyanyilagu-lagu sampah dan tidakmengajarkan apa-apa. Sebut sajamisalnya Keong Racun atau Kuc-ing Garong. Apa maknanya?Kan masih ada yang lebih ber-makna. Ada lagu-lagu nasional,tembang-tembang religius dannyanyian berbahasa Maduaryang lebih mendidik. Inovasimenuju three in one yang merang-kai religiusitas, regionalitas, dannasionalisme itu harus ditanam-kan sedini usia sebelum anak-cucu kita dijejali produk yangtidak memiliki arti. (abe)

peserta didik sedini mungkin te-lah mendapatkan tiga aspekpenting. Misalnya, anak-anaksejak kecil telah mendapat pela-jaran keindonesiaan, kemadu-raan, dan keagamaan. Saya kirasudah banyak yang tahu bahwa

9Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Biodata

Nama : Drs. HM. Sahibudin, SH., M.Pd

Ttl : Pamekasan, 12 Agustus 1963

Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Kawin

Pekerjaan : Rektor & Dosen Fakultas Agama

Islam Universitas Islam Madura

Alamat : Dsn. Langgar Desa Pangorayan Kec.

Proppo Pamekasan

Pekerjaan : Dosen Fakultas Agama Islam Universi

tas Islam Madura Th 1994-sekarang.

Riwayat Pendidikan

SD : SDN Mapper 1 Pamekasan Tahun 1977

SMP : SMPN 3 Pamekasan Tahun 1981

SMA : SMAN 1 Pamekasan Tahun 1984

Jenjang S1 : IAIN Sunan Ampel Pamekasan Tahun

1988

Jenjang S2 : Universitas Islam Malang Tahun 2006

Saya juga melihattidak saja generasimuda tetapi gen-erasi yang lebih

muda dan lebih tuajuga begitu, men-

galami gejala krisisberindonesia

warga Madura memiliki re-ligiusitas yang tinggi dan taatberibadah dan karenanya adayang menyebut Madura sebagaiserambi Madinah. Masalahnya,religiusitas ini kan tidak harusbertumpu pada simbol tetapisubstansial. Begitu pula tentangkeindonesiaan. Saya membay-angkan siapa saja menjadi Indo-nesia seutuhnya dengan,setidaknya, mengadopsi empatpilar kebangsaan (Pancasila,UUD 1945, NKRI, dan BhinnekaTunggal Ika). Begitu juga Madu-ra hemat saya selayaknya bisaditanamkan sejak usia dini.

Yang Anda amati?

Saya jadi teringat pada sebagianpeserta didik kita baik di SD sam-pai perguruan tinggi. Di tengahbanyak materi pelajaran, anak-anak kita kadang tidak utuh danbelajar tanpa fokus. Apa yang ter-jadi, sebagian anak kita kan tidakbegitu ahli di bidangnya. Man-tap di bahasa Inggris juga nggak,menguasai bahasa Arab ya ng-gak juga, dan begitu seterusnya.

Page 10: suluhmhsa edisi 1

10 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Kadarisman

Sastrodiwiryo

Budayawan

RASA KEMADURAAN

Ketika media massa di negara kita ramai dengan gonjang ganjing penghujatan terhadap kepemimpinan Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI, rupanya ada segelintir warga Madura yang ikut-ikutan menghujat. Akan

tetapi yang sangat menyedihkan, mereka yang menghujat, sebagaimana fotoyang dimuat di sebuah surat kabar, membawa poster dengan tulisan: “Nurdinke Madura, mati”, dilengkapi gambar arit dengan tetesan darah. Foto buramini betul-betul menyentak perasaan kita diiringi rasa prihatin yang mendalam.Rupanya masih ada orang Madura terpelajar yang justru bangga menunjukkansikap keras, kasar, sangar dan siap membunuh musuh-musuhnya.

Berangkat dari peristiwa kecil ini, kita telaah bersama tema yang ditetapkanoleh Panitya dalam acara Pra Kongres Budaya Madura. Tema ini pada satu sisisesungguhnya terasa sudah mem”vonis” bahwa di kalangan orang Madurasudah terjadi erosi rasa kemaduraan yang eskalatif. Seharusnya perlu ditelititerlebih dahulu apakah di kalangan masyarakat Madura betul-betul telah ber-langsung proses erosi rasa bermadura? Juga apakah erosi itu sudah merata atauhanya terjadi pada sekelompok komunitas tertentu saja; dan apa betul bersifatmassif serta prosesnya eskalatif ? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu,berikut ini kita simak berbagai fenomena yang muncul di kalangan masyarakat.

STEREOTIPE TENTANG ORANG MADURA

Peristiwa sebagaimana tergambar dalam foto buram seperti disinggung diatas, rupanya tidak disadari oleh pelakunya bahwa hal tersebut kian menguku-hkan citra negatip orang luar terhadap orang Madura, bahwa orang Madura“sangat mudah menghunus senjata dalam menyelesaikan masalah, penden-dam, dan tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan” (Giring, 2004).Apalagi persoalannya hanya menyangkut organisasi sepakbola.

Stereotype bahwa orang Madura keras, kasar, sangar, pendendam, bodoh, sukaberkelahi bahkan gampang membunuh, menurut catatan sejarah sudah adasejak zaman penjajahan. Dalam rangka politik adu domba, mereka mencipta-kan image orang Madura seperti itu. Namun anehnya, stereotype itu terus mele-kat sampai sekarang. Tidak mudah untuk menghapusnya, karena rupanya sudahterwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tampilnya orang Madura

ESKALASI & EROSI

RASA KEMADURAAN

Selama ini,masyarakat

Madura me-ngalami evolu-

si sosial, ken-datipun mu-

ngkin intensitasperubahannya

tidak secepatetnis lain di

sekitarnya

10 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Opini Kebangsaan

Page 11: suluhmhsa edisi 1

11Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

menjadi petinggi dan tokoh-tokohnasional, menjadi Jenderal, Pangli-ma dan Kepala Staf di jajaran TNI/Polri di Republik ini, rupanya tidakcukup kuat untuk mengikis citranegatip ini.

Menyikapi tudingan miring ini,orang Madura terbelah menjadibeberapa kelompok. Ada sekelom-pok orang yang kukuh dengan ke-maduraannya. Kelompok ini tidakpeduli dengan pendapat orang luar,dan secara konsekwen serta konsis-ten tetap berbudaya, berbahasa,berperilaku sebagai orang Madu-ra. Kelompok ini kebanyakan ter-diri dari golongan menengah danmasyarakat di “akar rumput”, danada pula dari golongan atas.

Kelompok kedua adalah kelompokyang terdiri dari orang-orang yangtidak peduli terhadap budayanya,dan orang-orang yang “malu men-jadi orang Madura” sehingga mera-sa perlu menyembunyikan identi-tas kemaduraannya. Kebanyakanmereka adalah para pejabat ataukaum intelektual yang berada diluar Madura.

Kelompok ketiga, adalah kelom-pok yang secara sadar dan berse-mangat berupaya untuk “memban-gun citra positip” dan mengikis ci-tra miring tentang Orang Madura.Kelompok ini pada umumnya ad-alah kaum terpelajar, tokohmasyarakat, para budayawan yangtinggal di Madura, serta sebagianperantau baik yang menjadi tokohdan petinggi nasional, maupunyang menjadi warga biasa. Merekatetap cinta dan peduli akan nasibetnisnya.

Mengacu pada pengelompokan ini,rupanya yang kita anggap mengal-ami erosi rasa bermaduranya ban-yak terjadi pada kelompok kedua.Sedangkan pada kelompok perta-ma, bisa saja dianggap mengalamipenggerusan rasa bermaduranya,akan tetapi sesungguhnya merekatidak persis seperti itu, melainkanmengalami pergeseran nilai.

MOBILITAS SOSIAL DI MADURA

Sekitar dua puluh tahun silam, sese-orang kalau karena sesuatu hal ter-paksa menyuguhkan teh dan bukan

kopi kepada tamunya, ketika mem-persilakan minum akan mengata-kan: “Eatore ka’dinto. Namong sapora-na model Pacenan”. Adapun yang di-maksud dengan model pecinan,karena konon tradisi di Cina tamudihormat dengan suguhan teh. Se-mentara orang Madura menghor-mati tamu dengan suguhan kopi.Itu, dulu. Sekarang, menyuguhitamu dengan air putih dalam gelaskemasan, sudah lumrah dan sangtuan rumah tidak perlu berbasa-basi lagi ketika menyilakan mi-num. Perubahan ini terjadi karenapengaruh teknologi kemasan, yangdirasa memberi “nilai tambah”bagi segelas air putih.

Dulu, orang Madura memiliki“keangkuhan” tidak mau disebutorang miskin, dan tidak mau men-erima bantuan yang berlabel “un-tuk orang miskin”. Sekarang,keangkuhan itu sudah pupus. Si

anggap biasa-biasa saja bahkan di-jadikan sebuah strategi.

Menyimak fenomena kecil sepertidi atas, kiranya kita tidak ragumengatakan bahwa orang Madurasedang mengalami pergeserannilai pada berbagai aspek kehidu-pan, baik ekonomi, sosial, politikmaupun budaya. Pergeseran nilaidan perubahan sosial pada sebuahetnis adalah sebuah keniscayaan,karena memang tidak adamasyarakat atau bangsa yang stag-nant. Semua bergerak dan berubah,sesuai dengan hukum sosial yangmengatakan bahwa di dunia initidak ada yang tidak berubah. Satu-satunya yang tidak berubah adalahperubahan itu sendiri.

Tentang perubahan sosial ini,Astrid S. Susanto mengatakan bah-wa ada tiga bentuk perubahan sos-ial, yaitu evolusi sosial (social evo-

11Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

miskin dan yang tidak miskinsama-sama berebut Raskin atau BLTtanpa rasa risih. Mungkin karenatekanan ekonomi atau karena or-ang-orang sudah berpikir pragma-tis, yang melahirkan perubahan ini.

Dua puluh tahun lalu, hampir-hampir tidak ada politikus yangpindah partai, karena dianggaptidak etis, dan akan dijuluki “kutuloncat”. Sekarang hal tersebut di-

lution), mobilitas sosial (social mo-bility) dan revolusi sosial (social rev-olution).

Sebagaimana bangsa-bangsa lain didunia, atau sub etnis lain di Indo-nesia, masyarakat Madura jugamengalami perubahan. Selama ini,masyarakat Madura mengalamievolusi sosial, kendatipun mu-ngkin intensitas perubahannyatidak secepat etnis lain di sekitarn-

foto: saiful bahri

Page 12: suluhmhsa edisi 1

12 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

ya. Akan tetapi sekarang, denganperkembangan teknologi utaman-ya teknologi informasi, komunika-si yang intens, ditambah adanyaJembatan Suramadu, diyakini bah-wa proses evolusi sosial sudah men-galami eskalasi dan beranjak kemobilitas sosial.

Jembatan Suramadu secara signifi-kan memang meningkatkan mobil-itas penduduk yang melahirkan ko-munikasi langsung dengan etnislain. Sehingga pada gilirannya ter-jadilah pertukaran informasi, trans-fer teknologi, persinggungan bu-daya yang sangat intensif. Dandalam proses ini terjadilah prosesassimilasi, akulturasi atau domina-si. Dalam budaya Madura tanggalnilai-nilai lama yang tidak sesuaidengan perkembangan situasi dantumbuh nilai-nilai baru. Tentu sajanilai-nilai ini ada yang positif danada yang negatip.

Selanjutnya yang perlu diamati,unsur budaya apa saja yang men-galami perubahan? Menurut Koent-jaraningrat, kebudayaan meliputitujuh unsur, yaitu sistem religi,sistem organisasi kemasyarakatan,sistem pengetahuan, bahasa, kese-nian, sistem mata pencaharian dansistem teknologi/ peralatan. Ketu-juh unsur tersebut juga ditemuidalam budaya Madura. Masing-masing unsur akan mengalami pe-rubahan, hanyasaja intensitasnyaberbeda. Unsur yang disebut awallebih sulit berubah daripada yang

disebut belakangan.

Sistem religi, diyakini tidak akanmengalami perubahan yang berar-ti. Orang Madura tidak akan be-ranjak dari keIslamannya. Hanyasaja yang mungkin terjadi adalahhantaman terhadap nilai-nilai keIs-laman, dengan masuknya nilai-nilai non Islami.

Sistem organisasi kemasyarakatan,mungkin saja mengalami pergese-ran. Akan tetapi perubahannyadiprediksi tidak akan menyentuh“akar rumput” Sedang sistem ilmupengetahuan pasti akan berubah.Perubahan ini justru diharapkan,yaitu terjadinya transfer ilmupengetahuan dan teknologi.

Bahasa dan kesenian merupakanunsur budaya yang secara teoritisrentan terhadap perubahan.Sekarang saja di Madura, perubah-an kedua unsur ini sudah sangatterasa. Anggota masyarakat, uta-manya kaum terpelajar sudah ban-yak yang meninggalkan “bahasaibu” sebagai pengantar dalam ke-hidupan keseharian di tengah ke-luarga, dan menggantinya denganBahasa Indonesia. Demikian haln-ya dengan kesenian. Banyak cabangseni yang dirasa tidak sesuai den-gan perkembangan zaman akanpunah, dan berganti dengan senikontemporer. Ke depan perubah-an itu akan makin melebar.

Sistem mata pencaharian dan

sistem teknologi juga pastiberubah. Mata pencaharian orangMadura akan bergeser dari sektorprimer ke sekunder atau tersier.Mereka yang tetap berada di sek-tor primer seperti para petani, akanbergeser aktifitasnya dari perta-nian subsistence ke agribisnis, darikerja manual ke masinal, dari tra-disional ke teknologikal.

Pergeseran-pergeseran nilai ini nat-inya akan melahirkan perubahanperilaku. Hal inilah mungkin yangoleh kita dirasakan sebagai terjad-inya “erosi rasa bermadura” atautergerusnya rasa kemaduraan.Akan tetapi sesungguhnya kita per-lu membedakan antara keduanya,yaitu antara tergerusnya rasa kema-duraan dengan proses pergeserannilai.

Terlepas dari hal-hal di atas, apabi-la kita mencermati perubahan per-ilaku masyarakat khususnya diPamekasan, sesungguhnya telahmuncul fenomena baru yaitu ter-jadinya pergerakan “arus balik” dibidang budaya. Beberapa ken-yataan berikut ini bisa dijadikanbukti penguat tentang hal tersebut

Dalam bidang bahasa, di Madurasekarang sudah terbit sekurang-kurangnya tiga Kamus Bahasa Ma-dura-Indonesia. Buku-buku pelaja-ran dan majalah berbahasa Madu-ra, sudah banyak yang mener-bitkannya. Bahkan saat ini sedangdigarap Terjemahan Al Qur’an kedalam Bahasa Madura.

Pemerintah Daerah di Madura jugamakin intens memberi perhatianterhadap bahasa, seni dan budayaMadura. Tahun lalu, PemerintahKabupaten Pamekasan menspon-sori penyelenggaraan Kongres Ba-hasa Madura. Dalam setiap perin-gatan Hari Jadi setiap Daerah, sela-lu diprogram kegiatan Pekan Bu-daya Madura. Fasilitas umumperkotaan seperti taman kota, adayang diberi nama dengan bahasaMadura, seperti Taman PottreKoneng, Sekar Pote. Kawasan PKLdiberi nama Sae Salera, Sae Rassa.Monumen Are’ Lancor sudah men-jadi landmark Pamekasan, danmasyarakat bangga dengan itu.Lagu dan tari Madura, sekarang

12 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

foto: saiful bahri

Page 13: suluhmhsa edisi 1

13Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

kian memperoleh tempat di kalan-gan masyarakat.

Media massa juga tidak keting-galan. Hampir semua Stasiun Ra-dio memiliki program berbahsaMadura. Surat Kabar dan majalahlokal semua menyediakan rubrikBahasa Madura. Hal yang menariklagi, komunikasi SMS antar wargabanyak yang mempergunakan ba-hasa Madura.

Dunia usaha juga memberikantempat yang memadai terhadapbudaya Madura. Batik Pamekasan,sudah menjadi tuan di negerinyasendiri, dan Orang Pamekasanbangga terhadap batiknya. Merekdagang, sekarang banyak yangmempergunakan bahasa Madura.Label bungkusan makanan kecilmisalnya, banyak yang memakaibahasa Madura, seperti PerusahaanKrepe’ Tette, Krepe’ Tengghang,Krepe’ Geddhang, Minuman Natade Ta’al, Rojhak Tajhin, TajhinEtem, Campor Lorjhu’, dan banyaklagi lainnya. Promosi dan iklandagang perusahaan banyak yangmempergunakan bahasa Madura.Apakah hal-hal tersebut tidak bisadijadikan bukti bahwa sekarangada arus balik yaitu kian mengen-talnya rasa kemaduraan atau “rasabermadura”?

MADURA KE DEPAN

Bagaimana menyikapi pergeserandan perubahan ini? Menghadapipergeseran nilai yang merupakansebuah keniscayaan tersebut, perludisikapi dengan berpedoman padaqoidah yang berasal dari kalanganPesantren yaitu: “Al muhafadzotu alalqodimis sholih wal akhdzu bil jadidilashlah” yang artinya “mempertah-ankan nilai lama yang baik danmenerima nilai baru yang lebihbaik lagi”.

Dalam rangka itu, kita perlu mem-bangun mentalitas baru yaitu “Men-talitas Pembaharuan” atau menu-rut Koentjaraningrat, “MentalitasPembangunan”. Mentalitas inimerupakan ramuan dari mentali-tas luhur yang kita miliki denganmentalitas baru yang sesuai denganbudaya Madura. Substansinya me-muat nilai yang mendukung kema-juan, seperti berorientasi ke masa

depan, menilai tinggi hasil karya,semangat kompetitif, mengutama-kan kejujuran, keterbukaan,efisiensi, hemat, menghargai wak-tu dan sesuai dengan syariat Islam.

Dalam membangun mentalitasbaru ini, kita harus bangkit bersa-ma. Pemerintah, Ulama/ PemukaMasyarakat, Cendekiawan/ Akade-misi, Budayawan, LSM, Insan Persperlu turun tangan bersama meru-muskannya.

Gerakan ini juga perlu Pelem-bagaan, mengingat orang Maduratidak mengenal Lembaga Adat se-bagaimana Ninik Mamak di Mi-nangkabau atau Subak di Bali. Ber-samaan dengan ini, para akademi-

yang mengintroduksi “Clurit Mas”dan mengatakan bahwa cluritsekarang bukan untuk menebas le-her melainkan untuk menebas ket-ertinggalan, kemiskinan dan ke-bodohan, perlu kita realisasikandalam kehidupan nyata. Clurit itumungkin berupa Perguruan Ting-gi, bisa Lembaga Keuangan Syari-ah, bisa juga berupa buku sepertiyang telah ditulis Mien A.Rivai,

Pertanyaan yang muncul : “Bisakahkita?”. Kalau Jerman bisa menum-buhkan semangat “Uber Alles”;kalau Jepang bisa menghidup-kembangkan semangat Bushidodan menghidupkan nilai-nilai lu-hur yang dijunjung para Samurai;kalau orang Cina bisa mentransferajaran perang Sun Tse menjadi aja-ran manajemen bisnis, mengapakita tidak? Karena itu jawaban ter-hadap pertanyaan tersebut, adalah:”Insyaallah kita bisa”.

SIMPULAN

Di kalangan Orang Madurasekarang berlangsung perubahansosial berikut pergeseran nilai. Adanilai-nilai atau tradisi yang aus dantanggal, dan ada nilai baru yangtumbuh.

Perubahan itu nampak dalam pe-rubahan perilaku, sehingga terasaseperti terjadi penggerusan rasakemaduraan atau erosi rasa berma-dura. Akan tetapi pada sisi lain,muncul fenomena baru yaitu just-ru menguatnya rasa kemaduraanatau rasa bermadura.

Kedepan, perubahan itu perlu di-manaje bersama. Perlu ditumbuh-kan “Mentalitas Pembaharuan”yang diikuti dengan proses penum-buhan, pelembagaan, serta sosial-isasi. Mentalitas baru tersebut berisiramuan antara nilai lama yangbaik, nilai yang direinterpretasi,redifinisi, revitalisasi dan refung-sionalisasi, dengan nilai-nilai baruyang lebih baik yang datang dariluar, yang sudah ditapis dan dise-suaikan dengan kondisi Madura,

Alhasil, Madura memang sedangberubah. Dan perubahan itu menu-ju ke keadaan yang lebih baik dantidak menuju ke kepunahan. In-syaallah.

12Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Kalau Jepang bisaKalau Jepang bisaKalau Jepang bisaKalau Jepang bisaKalau Jepang bisamenghidup-menghidup-menghidup-menghidup-menghidup-kembangkankembangkankembangkankembangkankembangkan

semangat Bushidosemangat Bushidosemangat Bushidosemangat Bushidosemangat Bushidodan menghidupkandan menghidupkandan menghidupkandan menghidupkandan menghidupkan

nilai-nilai luhurnilai-nilai luhurnilai-nilai luhurnilai-nilai luhurnilai-nilai luhuryang dijunjung parayang dijunjung parayang dijunjung parayang dijunjung parayang dijunjung para

Samurai; kalauSamurai; kalauSamurai; kalauSamurai; kalauSamurai; kalauorang Cina bisaorang Cina bisaorang Cina bisaorang Cina bisaorang Cina bisa

mentransfer ajaranmentransfer ajaranmentransfer ajaranmentransfer ajaranmentransfer ajaranperang Sun Tperang Sun Tperang Sun Tperang Sun Tperang Sun Tsesesesesemenjadi ajaranmenjadi ajaranmenjadi ajaranmenjadi ajaranmenjadi ajaran

manajemen bisnis,manajemen bisnis,manajemen bisnis,manajemen bisnis,manajemen bisnis,mengapa kita tidak?mengapa kita tidak?mengapa kita tidak?mengapa kita tidak?mengapa kita tidak?

si perlu menggiatkan kajian-kajiankemaduraan dan mendirikan Pu-sat-Pusat Studi Kemaduraan.

Sedang para Pemuka Masyarakatutamanya Budayawan, hendaknyaaktip menyeleksi, melakukan red-ifinisi, reinterpretasi, revitalisasidan refungsionalisasi terhadapnilai-nilai luhur yang kita miliki.Misalnya ungkapan “Oreng jhujhurmate ngonjhur, oreng ngeco’mate male-kko’, Asel ta’ Adhina asal, AndhapAsor” dan lain-lain perlu dihidup-kembangkan. D.Zawwawi Imron

Page 14: suluhmhsa edisi 1

14 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Hasil penelitian tim Pakem Maddhu tentang eksistensi Bahasa Madura(BM) di Pamekasan bulan Juni 2010 yang lalu cukup mengejutkan. Bahwa penggunaan Bahasa Madura di perkotaan, baik di kalangan remaja,

petani, pedagang, maupun di lingkungan keluarga sangat minim dan tidakeksis, karena dianggap kurang modern. Masyarakat cenderung menggunakanbahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Sedangkan di pinggiran kota di se-mua kalangan menunjukkan penggunaan BM masih cukup eksis dan ada ke-inginan kuat berbahasa Madura. walaupun di kalangan remaja masih banyaktejadi interfrensi bahasa Indonesia ke dalam BM. Sedangkan sampel desa disemua kalangan masih eksis dipakai dalam kehidupan berinteraksi setiap hariantar penutur. Mereka memandang BM sebagai warisan yang harus dilestari-kan kepada anak cucunya. Namun demikian, disimpulkan bahwa BAHASAMADURA AKAN PUNAH !

Prediksi kepunahan BM tidaklah berlebihan jika bercermin pada peneli-tian yang dilakukan oleh Unesco pada tahun 2006. Menurutnya, di dunia terda-pat 6500 bahasa, dan 100 di antaranya setiap tahun mengalami proses kematian.Bahkan pada abad ke-21 ini separuh jumlah itu akan punah (Tempo, 21 Peb’2007).Penyebabnya, 1) karena adanya perkawinan antar bangsa dan antar suku yangmenghasilkan keturunan dengan menggunakan bahasa pengantar berbeda daribahasa ibunya sebagai langkah kompromistis, 2) karena hilangnya kebang-gaan dan rendahnya komitmen penuturnya, 3) tidak dilakukannya pembukuandan pembakuan terhadap sistem dan struktur bahasa itu, 4) adanya pergeserannilai di tengah-tengah masyarakat yang mengedepankan aspek ekonomis danpraktis. Dan bahasa yang ditinggalkan biasanya dianggap tidak memiliki nilaiekonomis dan tidak praktis. 5) rendahnya dukungan politik-birokratis ter-hadap nasib bahasa itu.

Tampaknya kelima penyebab di atas menjadi penyebab pula dalam proseskematian bahasa daerah, termasuk BM. Berdasarkan penelitian Pusat BahasaDepdiknas RI pada tahun 2005, Bahasa Daerah (BD) berjumlah 731 dan padatahun 2007 tinggal 726 karena 5 bahasa di antaranya mati/punah. Keadaan inijuga terjadi dalam BM. Pada tahun 2000 (hasil penelitian B.K Purwo dalam Rifai:2007)penutur BM sebanyak 13 juta atau sekitar 5% dari jumlah penduduk Indonesiadan pada tahun 2007 (hasil penelitian Pusat Bahasa) penutur BM tinggal 10 Jutayang tersebar di berbagai daerah seperti Madura, Bondowoso, Probolinggo,Banyuangi, Pasuruan, dan Bawean. Bukan tidak mungkin suatu saat BM akanmenjadi vernakular, yaitu bahasa yang tidak memiliki status resmi. Ini artinyaBM sedang mengalami ancaman kepunahan yang serius jika tidak dilakukanupaya penyelamatan.

Atas keinginan menyelamatkan BM dari ancaman kepunahan inilah, semi-nar pra kongres dilakukan. Sebab kongres Kebudayaan Madura (KM) yang akandilaksanakan tahun 2012 nanti jika tidak disiapkan secara matang akan kembali

Opini Kebangsaan

Bahasa Madura,di Ambang

Akhmad ZainiStaf Pengajar Bahasa dan Sastra

Indonesia Unira

Di dunia terda-pat 6500 ba-

hasa, dan 100di antaranyasetiap tahunmengalami

proses kema-tian.

?

14 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Kematian

Page 15: suluhmhsa edisi 1

15Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

menjadi ajang temu alumni paratokoh yang diwarnai perdebatantanpa ujung. Akan sia-sia! Padahalkongres adalah harapan terakhirsemua pihak mengakhiri salah satupolemik tentang kodifikasi danpembakuan BM yang selama initerus berlangsung. Semua berharapKongres KM sebagai akhir vernaku-larisasi dan titik awal mengantar-kan BM sebagai bahasa yang besar.

Sebuah bahasa dikatakan besarapabila memiliki empat ciri, yaituadanya pembakuan terhadapsistem dan struktur bahasa itu, adan-ya media sebagai sarana ungkappenuturnya, berlangsungnya pros-es pengajaran di lembaga pendidi-kan, dan adanya komitmen penu-turnya untuk mengunakan dalamkomunikasi sehari-hari dan penga-ntar di banyak forum. Merujukpada empat ciri di atas, bagaimana-kah kondisi BM saat ini?

Pertama upaya pembakuan bi-asanya harus melewati proses kod-ifikasi, yaitu tahap pembakuan kosakata, ejaan, dan tata bahasa. Bahasayang telah mengalami proses iniakan menjadi bahasa standar ataubaku, yang tentunya dilakukandengan tulisan. Sebab standardisa-si bahasa ditemukan dalam tulisan,bukan dalam tuturan. Karena ituperlu pembakuan dan pembukuan.

Upaya pembukuan kosa katatelah dilakukan sejak tahun 1904yang dimulai dengan penyusunankamus BM yang ditulis oleh Kiliaan.Pada tahun 1913 Penninga dan Hen-driks menyusun kamus BM denganmendaftar sekitar 7000 lema atauentri (kata dasar) kata Madura, ter-masuk kosa kata Madura Kuno.Langkah penyusunan kamus diikutiSafioedin pada tahun 1977, dan padatahun 2007 Pemkab Pamekasan ber-sama tim Pakem Maddu menyusunkamus BM. Upaya lain pembakuankosa kata dilakukan pada tahun2006 dengan memasukkan sejum-lah kosa kata Madura ke dalamKamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) yang diterbitkan tahun 2008.Tahun 2007 Balai Bahasa Surabaya(Kini Balai Bahasa Jatim) menyusunkamus Indonesia-Madura. Padakedua upaya terakhir, penulis ter-libat sebagai tim. Pada tataran ini,BM cukup syarat untuk digolong-kan sebagai bahasa yang besar.

Sementara upaya pembakuan

ejaan dimulai 34 tahun yang lalu,yakni melalui serasehan yang di-laksanakan tanggal 28-29 Mei tahun1973 di Pamekasan. Hasilnya barusebatas konsep mengambang yangbelum menjadi kata sepakat di ant-ara para pakar BM. Pada tahun 2002dilakukan upaya lanjutan berupalokakarya, “Pemantapan Ejaan Ba-hasa Madura” di Surabaya denganhasil bahwa rumusan serasehantahun 1973 dapat dilaksanakan den-gan beberapa penyempurnaan. Ke-mudian pada tahun 2004 diterbitkanEjaan Yang Disempurnakan (EYD)BM yang kemudian disempurna-kan lagi pada tanggal 27 Septem-ber 2005 dalam acara “Pe-masyarakatan Pedoman EYD Ba-hasa Madura” yang dilaksanakan diHotel Elmi Surabaya. Walaupundemikian, sejumlah kritik dan per-debatan tentang EYD BM masih ter-us berlangsung yang membutkti-kan bahwa EYD BM itu belumsepenuhnya diterima oleh sejum-lah kalangan. Melihat kenyataanitu, Balai Bahasa Jatim kembalimengumpulkan para tokoh BMdalam seminar “Bahasa Madura” diSurabaya pada tanggal 22-23 No-vember tahun 2005. Dari seminarini, upaya pembakuan ejaan masihbelum sepenuhnya disepakati wa-laupun terdapat langkah kompro-mistis bahwa EYD BM tahun 2004sementara dapat digunakan hing-ga waktu yang tidak ditentukan.Baru tahun 2008 melalui kongresBM di Pamekasan, EYD BM 2004disepakati digunakan sebagai ejaanresmi.

Adapun upaya pembakuan tatabahasa telah lama dilakukan, mis-alnya oleh Depdikbud Jatim padatahun 1988 yang bekerja sama den-gan IKIP Malang yang kemudianterbit buku “Tata Bahasa Acuan Ba-hasa Madura”. Untuk menyempur-nakannya, pada tahun 2007, BalaiBahasa Jatim mengadakan acara“Lokakarya Penyusunan Tata Ba-hasa Madura” di Malang. Puncakpembakuan dan pembukuan di-lakukan tahun 2008 dalam KongresBahasa Madura di Pamekasan yangdigagas Balai Bahasa Jatim. Kemu-dian lahirlah buku rujukan “TataBahasa Baku Bahasa Madura”. Se-moga buku ini menjadi sejarah kee-masan penyelamatan BM.

Kedua terkait dengan media.

Mien Ahmad Rifaei dalam bukunya“Manusia Madura” mengatakan ke-prihatinannya terhadap perkem-bangan media cetak berbahasa Ma-dura. Menurutnya, tidak terdapatsurat kabar atau majalah dalam ba-hasa Madura yang mampu bertahanlama. Hal ini dikuatkan oleh peneli-tian Hariyadi (dalam Basar, 2006)yang menemukan bahwa pada tahun1981 jumlah majalah berbahasa Ma-dura sebanyak 75 eks, buletin 7 eks,selebaran 3 eks, dan buku pelajaran47 buah. Namun pada tahun 1990media yang masih bertahan tinggal1 buletin yaitu Buletin Konkonan ter-bitan tim Nabara Sumenep walau-pun pada akhirnya juga mengalamipasang surut. Pada tahun 2005 terbitBuletin Pakem Maddu yang diterbitkanPakem Maddu Pamekasan dan kinisering mengeluh karena tidak bany-ak tulisan yang disumbangkan olehmasyarakat. Hal yang sama dilaku-kan oleh Balai Bahasa Jatim yang me-

15Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Sebuah bahasa dika-takan besar apabilamemiliki empat ciri,yaitu adanya pem-

bakuan terhadapsistem dan strukturbahasa itu, adanya

media sebagai saranaungkap penuturnya,

berlangsungnya pros-es pengajaran di

lembaga pendidikan,dan adanya komit-

men penuturnyauntuk mengunakandalam komunikasi

sehari-hari dan pen-gantar di banyak

forum.

Page 16: suluhmhsa edisi 1

16 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

nerbitkan majalah “Jokotole” dimu-lai pada tahun 2008 dan saat ini tu-lisan yang termuat cukup mempri-hatinkan. Bukan saja karena penulis-nya cenderung tetap, juga isinyaterkesan yang penting ada. Sebab re-daksi sepertinya tidak banyak pili-han kecuali memuat tulisan yangmasuk yang jumlahnya sangat min-im. Karena memang masyarakat kitatidak memiliki tradisi menulis. Bah-kan dari 726 bahasa daerah, hanya 11bahasa yang penuturnya memiliki tr-adisi menulis. Sedangkan media ele-ktronik yang saat ini masih peduliterhadap BM hanyalah RRI Sumenep,radio Karimata FM, Madura Fm, Ral-ita FM (ketiga di Pamekasan), danJTV (walau banyak kritikan terhadapbahasa yang digunakan). Dari acaradi atas, yang ironis karena pengasu-hnya hampir semua para tokoh tuadan yang merespon juga dari kalan-gan yang sama. Tidak banyak anakmuda yang terlibat dalam mediatersebut. Semua menunjukkan bah-wa komitmen, minat, dan kemam-puan masyarakat Madura terhadapbahasanya masih rendah. Artinyamenuju besarnya bahasa Maduramasih membutuhkan kerja keraspara tokoh Madura. Yang sangat tem-pak saat ini adalah Balai Bahasa Ja-tim, di era kepemimpinan Drs. AmirMahmud yang bersemangat meles-tarikan Bahasa Madura yang diang-gapnya hampir punah. Ini membu-tuhkan dukungan semua pihak.

Ketiga pengajaran BM di lem-baga pendidikan dapat dikatakanberjalan jika terdapat beberapa ko-mponen utama yaitu tersusunnyakurikulum, bahan ajar, metode, dan

tersedianya tenaga pendidikan.Sejak pemberlakukan kuriku-

lum nasional 1968, BM menjadi ba-hasa pengantar di sekolah. Padakurikulum 1977, BM mengalamikemunduran karena BM sebagaimuatan lokal yang tidak wajib dia-jarkan. Bahkan pada kurikulum1984, BM sekedar pelajaran mapelalternatif yang diajarkan denganmengurangi pelajaran bahasa Indo-nesia. Sampai di sini kurikulum BMbelum tersusun secara baik. Barupada kurikulum 1994, BM kembalimendapat peluang cukup besardikembangkan di sekolah. Hal ini

16 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Orang MaduraOrang MaduraOrang MaduraOrang MaduraOrang Maduraenggan berbahasaenggan berbahasaenggan berbahasaenggan berbahasaenggan berbahasa

Madura karenaMadura karenaMadura karenaMadura karenaMadura karenamenghindari kesanmenghindari kesanmenghindari kesanmenghindari kesanmenghindari kesan(walau hanya seke-(walau hanya seke-(walau hanya seke-(walau hanya seke-(walau hanya seke-

dar anggapan)dar anggapan)dar anggapan)dar anggapan)dar anggapan)sebagai Madurasebagai Madurasebagai Madurasebagai Madurasebagai Madurayang tidak majuyang tidak majuyang tidak majuyang tidak majuyang tidak maju

atau memiliki ke-atau memiliki ke-atau memiliki ke-atau memiliki ke-atau memiliki ke-san negatif sebagaisan negatif sebagaisan negatif sebagaisan negatif sebagaisan negatif sebagai

daerah terbela-daerah terbela-daerah terbela-daerah terbela-daerah terbela-kang, keras, dankang, keras, dankang, keras, dankang, keras, dankang, keras, dan

berasal dari daerahberasal dari daerahberasal dari daerahberasal dari daerahberasal dari daerahminusminusminusminusminus

diperkuat oleh ketetapan Kep.Kandepdikbud Jatim No. 1702/104/M/94 tanggal 30 Maret 1994tentang Kurikulum Muatan Lokal.Sejak keluarnya keputusan dimak-sud, BM menjadi muatan lokal diSD dan SLTP. Untuk jenjang SMAhanya diajarkan di SPG, SGO, danPGA. Dengan lahirnya keputusandi atas, BM memiliki kurikulumyang resmi yang diterbitkan Dep-dikbud Jatim. Bahkan pada tahun2006 Pemkab Pamekasan melaluiPerda No. 13 tahun 2006 tentangSistem Penyelenggaraan Pendidi-kan, ada harapan nasib BM lebihbaik karena di Pamekasan, BMharus diajarkan mulai dari TK hing-ga SMA. Konsep kurikulum terkaitPerda di atas saat ini sedang disus-un Pakem Maddu Pamekasan. Say-angnya komitmen terhadap penga-jaran BM melalui Perda hanya ter-dapat di Pamekasan. Sementara ditiga kabupaten lainnya di Madurabelum melakukan hal yang sama.Itupun sampai saat ini pelajaran BMdi SMA Pamekasan belum dapat di-realisasikan secara komprehensif.

Kendala dalam implementasiPerda tersebut pada tenaga edukat-ifnya. Keterbatasan tenaga eduka-tif disebabkan hampir tidak adasarjana strata 1 (S1) yang berlatarbelakang BM di samping kelom-pok-kelompok pelestari bahasaMadura yang ada saat ini terancampunah tanpa regenerasi. Upaya al-ternatif menyiapkan tenaga penga-jar BM dilakukan di UniversitasMadura (Unira) Pamekasan padaProdi Bahasa Indonesia yangmengembangkan mata kuliah tam-bahan wajib keahlian BM sebany-ak 16 SKS dengan mendatangkandosen luar biasa (walaupun tidakbergelar sarjana BM). Harapan kitaadalah kesuksesan para tokoh Ma-dura yang saat ini sedang melobiDepdiknas untuk membuka juru-san BM di perguruan tinggi walau-pun kendala utama adalah tenagaedukatif karena untuk membukajurusan atau Prodi baru mem-persyaratkan tenaga dosen lulusanPasca Sarjana (S2) yang relevan. Up-aya membuka Prodi BM tampakn-ya hanya akan berakhir menjadicita-cita semata, sulit terwujud. Se-lain sulitnya mendapat ijin opera-sional, juga akan terkendala pemi-nat (calon mahasiswa). Sebab jum-lah peminat akan linier dengan pe-

foto: saiful bahriSENJA: Alam yang masih sangat asri dan bersahabat, membuat anak Madura

bebas berekspresi tanpa harus takut polusi.

Page 17: suluhmhsa edisi 1

17Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

luang dunia kerja.Terkait dengan bahan ajar.

Jumlah bahan ajar BM hingga saatini masih sangat terbatas. Tercatatpara penulis buku pelajaran BM disekolah antara lain, Ratnawi Pad-modiwirjo, Djufri, Umar Sastrodi-wirdjo (orang tua Wabup Pam-ekasan), HM. Dradjid, Drs H. Muak-mam, Drs. H. Kutwa, M.Pd.,Moh.Tayib, Drs. H. Chairil Basar,M.Pd dll. Adapun dari kalanganpemuda hanya M. Hafidz Effendii,M.Pd sebagai kader Pakem Maddhuyang saat ini baru menjadi penulispendamping.

Keempat komitmen orang Ma-dura berbahasa Madura masih san-gat rendah. Ini terlihat dari keeng-ganan menggunakan BM dalamberkomunikasi terutama ketika ber-temu di daerah lain. Mereka lebihmemilih berbahasa Indonesia atauJawa agar terkesan modern danmenghindari kesan sebagai orangMadura. Rendahnya komitmen inisangat dipengaruhi olehperkembangan sebuah bahasa yangsenantiasa mengikuti tiga hal, ke-majuan daerah penutur, nilai ekon-omis dan apek kepraktisan. Orang

17Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Madura enggan berbahasa Madurakarena menghindari kesan (walauhanya sekedar anggapan) sebagaiMadura yang tidak maju atau me-miliki kesan negatif sebagai daerahterbelakang, keras, dan berasal daridaerah minus di samping BM diang-gap kurang memiliki nilai tawarekonomis. Misalnya tidak menjadipertimbangan utama untukmelamar sebuah pekerjaan tertentuatau tidak mampu mengangkat pris-tise penuturnya sebagai orang mod-ern dan ilmuan. BM dianggap tidakpraktis dan justru menyulitkan, baikdalam tindak tutur (karena diikatoleh tingkatan bahasa) maupundalam tulisan karena memiliki fondan fonem yang sangat banyak,apalagi dengan menggunakansistem penulisan secara fonemis(satu fonem menggunakan lambangberbeda).

Selain faktor ekstrinsik di atas,kepunahan BM juga karena faktor in-trinsik. BM tidak mampu memenu-hi kebutuhan komunikasi di era glo-balisasi yang heterogen dan tidakmampu menjadi penggali, penafsir,dan penyampai ilmu pengetahun,akibatnya ruang gerak BM semakin

menyempit dan lambat laun diting-galkan penuturnya. Padahal padatahun 1951 Unesco telah merekomen-dasikan penggunaan bahasa ibu (BD)dalam pengantar pendidikan karenasecara psikologis, bahasa ibu telahmenjadi alat berfikir sejak kecil bagipelajar.

“Melihat kondisi BM sebagaimanadiuraikan di atas, tampaknya kondisi BMuntuk menjadi bahasa yang besar masihproblematik. Jangankan menuju besar,bertahan saja kiranya cukup bagus.”

Dengan mengenyampingkansikap utopis terhadap cita-cita be-sarnya BM, ada tawaran yang bisa(semoga) menyelematakan BM,yaitu merujuk pendapat Rusli Ab-dul Ghani (Dewan Bahasa dan Pus-taka Malaysia), yaitu mengokohkankekuatan politik, teknologi, dankesarjanaan/pendidikan.

Pertama; dalam konteks politik,Madura sebagai daerah yang memi-liki nilai tawar tinggi perlu terusdikembangkan. Bisa mungkin Ma-dura sebagai provinsi menjadi salahsatu solusi kekuatan politik kelem-bagaan. Sementara politik penggu-na, maka penuturnya perlu memili-

EKSOTIS : Beragam budaya Madura yang unik dan menerik sebenarnya menggambarkan betapa Madura memiliki cita rasa dan

peradaban yang tak kalah maju dengan masyarakat di daerah lainnya

foto: saiful bahri

Page 18: suluhmhsa edisi 1

18 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

ki martabat yang terus meningkatdi tengah-tengah komunitas yangdominan, mampu meningkatkankesejahteraannya, memegang legit-imasi yang kuat di mata komunitasyang dominan, memiliki posisiyang kuat di dalam sistem pendidi-kan, penuturnya dapat menulisdalam bahasanya, dan dapat me-manfaatkan teknologi elektronik se-bagai media berkomunikasi (DavidCrystal dalam Irawan, 2008).

Kedua; bidang teknologi yangdiproduksi Madura perlu mempertah-ankan BM sebagai label atau merk.Misalnya batik asli Madura, jenis kes-enian, kerajinan tangan, dll. Syukurhasil teknologi itu dapat merambahmanca negara sehingga BM dapat dike-nal mereka. Lihatlah Bahasa Inggrislewat bahasa teknologinya, internet,hollywood, dll.

Ketiga; kesarjanaan yang iden-tik dengan bidang pendidikan,pengetahuan, dan kebudayaan. Padaaspek ini para ilmuan Madura perlumemperbanyak penulisan teks ber-bahasa Madura yang menggali po-tensi-potensi Madura yang saat inihampir punah. Seperti jenis-jenisrumah dan bagian-bagiannya, alatteknologi tradisional, batik dan rag-amnya, dll. Pemerintah daerah bisajadi melakukan penganugerahanduta bahasa Madura, mulai tingkatkabupaten hingga Bakorwil.

Langkah lain, menggunakanpendekatan birokratis. Artinya pen-guasa daerah yang harus berdiri dipihak terdepan melakukan upayapelestarian dan pengembangan.Pendekatan birokratis pernah suk-ses dilakukan di India dalam upayapelestarian bahasa daerah Hindi.

Hal yang sama dilakukan di Ameri-ka untuk melestarikan bahasa daer-ah di Mexiko. Langkah yang dilaku-kan kedua negara itu antara lain,menerbitkan perundang-undanganperlindungan bahasa daerah,mendirikan devisi khusus semacamlembaga yang didanai daerah yangkhusus mengurusi pelestarian danpengembangan bahasa daerah(tidak sekedar organisasi milikmasyarakat semacam Pakem Mad-du dan Nabara), berupaya mendor-ong masyarakat berkeinginan un-tuk meningkatkan bahasa daerahdengan menyediakan alokasi danayang cukup dari pemerintah,melakukan komunikasi denganmenggunakan bahasa daerah dalamacara-acara tertentu, pembakuanejaan, memfasilitasi penelitian-penelitian tentang bahasa daerah,menerbitkan media berbahasa daer-ah dan buku-buku yang dibuatmasyarakat, mendidik tenagaedukatif, mendirikan lembaga pen-didikan/sekolah yang khususmelatih para calon guru bahasa daer-ah yang kemudian dijadikan tenagadaerah, dll.

Pijakan pemerintah daerah un-tuk melakukan pelestarian BM adalahPeraturan Menteri Dalam NegeriNomor 40 Tahun 2007 tentang Pe-doman bagi kepala daerah dalam pe-lestarian dan pengembangan bahasanegara dan bahasa daerah yang diteta-pkan 21 Agustus 2007 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 20092ten-tang Bendera, Bahasa, dan LambangNegara, serta Lagu Kebangsaan. PadaPasal 42 termaktub (1) Pemerintahdaerah wajib mengembangkan,membina, dan melindungi bahasadan sastra daerah agar tetap memenu-hi kedudukan dan fungsinya dalamkehidupan bermasyarakat sesuai den-gan perkembangan zaman dan agartetap menjadi bagian dari kekayaanbudaya Indonesia. (2) Pengembangan,pembinaan, dan pelindungan se-bagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan secara bertahap, sistematis,dan berkelanjutan oleh pemerintahdaerah di bawah koordinasi lembagakebahasaan. (3) Ketentuan lebih lan-jut mengenai pengembangan, pem-binaan, dan pelindungan sebagaima-na dimaksud pada ayat (1) diaturdalam Peraturan Pemerintah.

Kuatkan identitas dan selamat-kan Bahasa Madura !

KERJA KERAS: Jika ada yang mengatakan orang Madura miskin karena malas, itu sama

sekali salah. Kerja keras seperti penambang batu ini bukan hal asing di Madura

foto

: saifu

l bahri

18 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 19: suluhmhsa edisi 1

19Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 20: suluhmhsa edisi 1

20 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Memasuki Desa Rombasan,bagi yang belum pernahpernah bertandang akan

sedikit heran. Sebab, disepanjang jalan,akan menemui suasana yang berbedadengan desa lain di Sumenep bahkandi Madura. Sebab, di sana kini tum-buh subur tanaman buah naga. Ke-munculan buah naga ini telah ada diDesa Rombasan sejak tahun 2005. Inisetelah tanaman tembakau tak sesuk-ses di era 80-an. Sebab, harga tembakauanjlok sebagian dijual seharga Rp 5ribu/kg seperti yang terjadi dua tahunlalu. Pasca terpuruknya tembakau, se-bagian petani beralih ke tanaman al-ternatif. Misalnya, petani di desa Rom-basan Kecamatan Pragaan kini bera-lih ke tanaman buah naga yang kononberkhasiat ini.

Pemdes Rombasan sudah men-yarankan warganya beralih ke tan-aman alternatif di luar tembakau.Bahkan, Kades Rombasan HM Mu-hklis Hidayat pun didaulat menja-di penggerak tanaman yang semu-la subur di Tiongkok itu. DragonFruit atau populer disebut buahnaga (buah dari tanaman hylocer-eus undatus) ini tergolong speciesbaru di Indonesia. Awalnya, tana-man ini tumbuh di negeri asalnya.Di Tiongkok tanaman ini juga dis-ebut thang-loy (buah purba).

Menurut Mukhlis, warga Tion-gkok menganggap buah ini mem-bawa berkah dan sering muncul diacara pemujaan. Selain itu, katanya,

warga di suku Indian dan pendudukMexico juga mengkonsumsi buahini. Mereka menyebutnya denganpitaya roja atau pitaya merah. Buahini tergolong elit dan mahal teruta-ma di Vietnam dan Thailand. Selainitu, buah naga dihasilkan tanamansejenis kaktus. Dia menambahkan,buah ini mempunyai sulur batangyang tumbuh menjalar. Batangnyaberwarna hijau dengan dengan ben-tuk segi tiga. Bunganya besar, ber-warna putih, harum, dan mekar dimalam hari. Setelah bunga layu,akan terbentuk bakal buah yangmenggelantung di setiap batangn-ya. Kultivar aslinya, tanaman iniberasal dari hutan teduh.

Biasanya, warga memperban-yak tanaman dengan cara stek ataumenyemai biji. Tanaman akan tum-buh subur jika media tanam porous(tidak becek), kaya akan unsur hara,berpasir, cukup sinar matahari danbersuhu antara 38o-40o C. Muhlismengatakan, jika perawatan cukupbaik, tanaman akan mulai berbuahpada umur 11- 17 bulan. Di Rom-basan, arela buah Naga mencapai 3hektare. Sejauh ini, buah tersebutdijual ke pasar lokal dan regionalJatim dengan harga mencapai Rp.15 ribu per buah tergantung besar-kecilnya ukuran buah. “Kami yakinbuah naga ini menjadi tanaman al-ternatif dan sesuai dengan konser-vasi tanah Madura khususnya di sini(Rombasan),” pungkasnya. (tur)

Sumenep

Ada Buah Naga di Rombasan

20 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

BUAH NAGA: Salah satu pontensi yang ada di pulau madura adalah budi daya Buah Naga di

Desa Rombasan Pragaan Sumenep

foto

: saifu

l bahri

MayoritasBerbasis Pertanian

Desa Rombasan Kecama-

tan Pragaan Sumenep dihuni

sekitar 900 jiwa. Pada pemilu

lalu, pemilih di desa ini menca-

pai 600-an orang. Potensi desa

lebih banyak bersumber dari

alam. Sebagian besar pen-

duduknya memilih sebagai pet-

ani. Sele-bihnya peternak, peda-

gang, dan wiraswasta lainnya.

Menurut Kepala Desa Rom-

basan, Muhklis, Rombasan dan

sekitarnya memerlukan lokasi

wisata buah. Dia beralasan,

wilayah barat daya Sumenep

yang berbatasan dengan Pam-

ekasan ini menyajikan buah

yang beragam. Antara lain, dia

mencontohkan buah naga, kela-

pa muda dingin dan bakar, si-

walan, pisang, jagung, dan se-

bagainya.

Pria yang pernah bermukim

di Jakarta itu yakin aneka buah

yang bisa tumbuh di Pragaan

khususnya Rombasan bisa ber-

kembang pesat karena pola

penjualannya lebih tertata. Sela-

ma ini, aneka buah dipasarkan

tradisional yang diyakini baik

menurut masyarakat. Tetapi saat

dil ihat dari aspek penyajian

barang untuk dijual, Mukhli men-

gakui jauh apabila dibanding

cara orang malang menjajakan

aneka buah. “Hemat saya harus

ada inovasi dari pemerintah,”

uajr-nya. (tur)

Mukhlis, Kades Rombasan bersama Pak

De Karwo

foto

: abra

ri a

l zael

Potensi Desa

Page 21: suluhmhsa edisi 1

21Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Di era 1980-an namaKecamatan Larangansempat melambung. Itu

lantaran kecamatan di tepi timurKabupaten Pamekasan inimemiliki potensi jeruk. Saat itu,jeruk yang diproduksi di lahanlokal kecamatan Larangan begitusubur dan menjelajah pasar lokaldan regional. Tetapi kini, jeruk diLarangan nyaris tidak terdengar.

Meredupnya potensi jeruk inikarena dua faktor. Pertama, adaindikasi tanah bekas tanamanjeruk di era lalu itu mengandungkeasaman. Itu dipicu denganpenggunaan pupuk non organikyang tidak berimbang. Sehingga,tingkat kesuburan tanah tidakseperti dulu saat jeruk mencapaimasa keemasan di Larangan.Kedua, saat ini tanaman jerukdihinggapi pengganggu termasukpenyakit CVPD (Citrus VeinPhloem Degeneration).

Untuk menjaga kelangsungan dankualitas hidup tanaman jeruk,perlu adanya perhatian khususterhadap penyakit CVPD,terutama pada kebun-kebun jerukyang masih bebas CVPD, karenapengendalian penyakit tersebutjika sudah ada dipertanamansangat sulit dilakukan.

Menurut pendamping petaniLarangan Sunnairi, berbagai carasudah dilakukan untukmembasmi virus tersebut. Bahkan,cara infus sudah dilakukan petani.Sayangnya, virus tersebut belumhilang secara menyeluruh danmasih menggerogoti tanamanjeruk. Petani juga mencoba

melakukan penebangan secaramassif dan kembali menanam.

Hasilnya, kata pria yang jugastaf di Kecamatan Larangan ini,rata-rata pohon jeruk yangditanam setelah panen satuhingga dua kali, tanaman lemasuntuk selanjutnya mati secaraperlahan-lahan. “Tetapi kamimasih optimis dan jerukkembali menjadi primadona diLarangan,” paparnya.

Berdasar pantauannya, petanipascaruntuhnya keemasantembakau mencari tanamanalternatif yang berhasil gunadan memiliki prospek pasaryang tinggi. Dia mengamati,selain jeruk sebagian petanitelah beralih ke tanaman danvaritas lain.

Misalnya, Sunnairi mencontoh-kan, sebagian petani kembali ketanaman pokok seperti padi danjagung. Selebihnya, petanimelirik semangka dan hor-tikultura. Termasuk, petaningopeni bawang merah.

Di Larangan sendiri, ujarnya,tanaman yang layak tumbuhadalah tumbuhan sejenis padi,mangga, tomat, dan tembakau.itu sendiri. “Tapi kan tembakausepertinya masa depannyasuram,” katanya.

Cuaca yang selalu tidak teraturmembuat tembakau sulitdiproduksi dengan baik.Karenanya, menurut Sunnairi,tembaku tidak bisa dijadikantumpuan harapan. (tur)

Pamekasan

Larangan

Potensi Desa

Merindu Jeruk

21Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

JERUK: Di Kecamatan Larangan Pamekasan

potensi budi daya jeruk sangat bagus.

foto: saiful bahri

Dibayang-bayangi Hama

Pertanian di kecamatan

Larangan khususnya di desa Montok

dan sekitarnya dibayang-bayangi

hama. Pda tanaman jeruk, hama tidak

beranjak pergi dan menggerogoti

pohon. Ini yang dialami petani sejak

beberapa tahun terakhir ini. Sebab,

pohon jeruk yang berada di kawasan

kecamatan Larangan dan sekitarnya

terserang hama CVPD CVPD (Citrus

Vein Phloem Degeneration).

Menurut kades Montok Abdul

Wahed, penyebab penyakit CVPD

yang juga disebut citrus greening atau

huanglongbin merupakan bakteri

Liberobacter yang tergolong dalam

subdivisi Protobacteria (Chen. 1998).

Bakteri Liberobacter hidup dalam

floem tanaman jeruk dan

menimbulkan gejala yang khas,

bakteri tersebut belum bisa dibiakkan.

Akibat dari hama tersebut,

Wahed mengakui tanaman jeruk yang

pernah mencapai keemasan di tahun

80-90 an tidak bisa diharap hingga

tahun depan. Sebab berdasar teori,

CVPD terlebih dahulu dimusnahkan

dari pepohonan jeruk dan butuh waktu

selama dua tahun karena sudah

masuk golongan endemis. Wahed

menyadari butuh waktu untuk

mengembalikan jeruk ke Larangan

setelah sebelumnya pernah juara

nasional. “Untuk sementara, jeruk di

Larangan belum pulih dan masih jauh

dari keemasan seperti tempo dulu,”

Wahed menguraikan. (abe)

Page 22: suluhmhsa edisi 1

22 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 201122 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

foto-foto Saiful Bahri

Page 23: suluhmhsa edisi 1

23Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011 23Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 24: suluhmhsa edisi 1

24 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Kerusuhan yang terjadi di hampir setiapdaerah di Indonesia menyisakan perhatiandi benak putri batik Pamekasan, FenniRosiana. Mahasiswa Unira Pamekasan inimenaruh rasa haru dan tidak habis pikir.Padahal, katanya, semua orang sejatinyabersaudara yang terlindungi dalam negarakesatuan. Bagi dia, NKRI tidak bisa ditawar

dan harga mati yang ditandai bersatunyamasyarakat. Tetapi, dia ragu masyarakat bisabersatu seluruhnya. Sebab, setiap orangberbeda karakter satu sama lain. Namunmengacu Bhinneka Tunggal Ika, perbedaanseharusnya tidak sampai menyebabkankerusuhan. “Jujur, aku ngeri menyaksikankerusuhan antarsesama,” katanya.

Page 25: suluhmhsa edisi 1

25Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Cewek yang ikut aktif mempromosikan batik kepadawarga luar Pamekasan ini mendambakan realitas tanpakekerasan. Dia memimpikan tatanan masyarakat sepertihabitat bunga yang beragam dalam sebuah kebun.Menurut dia, tulip, matahari, bogenvile, melati, mawar,dan bunga lainnya yang berbeda dia yakini pasti indahdalam taman. Seolah-olah, ujarnya, kehadiran bungayang berbeda hadir untuk bersatu dan merangkaikeindahan tersendiri. “Melankolis banget ya, atau karenaaku terlalu romantis,” katanya lalu tersenyum.

Menurutnya, semua orang sejatinya harussadar bahwa keberagaman adalah fitrah yangsengaja diciptakan tuhan untuk kebaikan.Perbedaan tidaklah untuk dijadikan jalanmembuat manusia menjadi destroyer ataupenghancur satu sama lain. “Perbedan, baikyang membuat kita nyaman atau tidak,hakikatnya adalah ujian, sejauh mana kita bisabijak berdiri di antara perbedaan-perbedaanitu” pungkasnya dengan mimik serius. (abe)

Model yang saat ini bekerja pada salahsatu bank di Pamekasan, Apriana SuciWulandari, merasa harus dalammencintai produk dalam negeri.Menurutnya, mengonsumsi produkbuatan sendiri secara tidak langsungmenegaskan cinta pada Indonesia.Perempuan lulusan SMAN 1 di KotaGerbang Salam ini juga mengakuiapabila pada sebagian remaja sudah adayang bergaya ala luar negeri. Padahal,urai cewek kelahiran Pamekasan 3 April1990 ini, sesuatu yang berasal dari luarnegeri belum tentu baik. Bahkan,perempuan yang akrab disapa Ria inipernah mendengar produk yang dibeli diluar negeri sebenarnya barang dariIndonesia.

Karenanya, pada kostum yangdikenakannya baik sebagai wanita karirmaupun model, cewek berlesung pipi iniseringkali berinovasi sendiri terutama batik.Ria mengakui karya sendiri terasa lebihpunya aura. Model ini mengaku senangbatik. Alasannya, batik asli Indonesiasudah jamak dikenakan warga di lintasusia. Bahkan, katanya, pasca diakuinyabatik sebagai karya adiluhung anak bangsa(Indonesia) di tingkat dunia, Pamekasanjuga kecipratan aromanya setelahGubernur Jatim Soekarwo menetapkanPamekasan sebagai satu-satunyaKabupaten Batik di Jawa Timur. “Koleksibatikku banyak lho, kan cinta Indonesia,Madura dan Pamekasan juga,” ujarnyabangga. (abe)

25Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 26: suluhmhsa edisi 1

26 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Setiap warna memiliki arti yang menandakan seseorang yang gemar denganwarna itu. Seperti Femiastuti Ekanova, mengaku senang warna yang natural. Ada tiga warna yang menjadi favorit alumni SMAN 1 Sumenep ini. Pertama

merah, putih, dan hitam. Menurutnya, warna-warna itu alami. Kealamian warna itudigunakan bangsa ini untuk bendera, merah-putih. Sedangkan warna hitamseringkali digunakan untuk pentas teater. Bukan berarti, warna lain tidak disukai.“Cuma aku senengnya yang natural, lihat bajuku,” katanya mengenakan kostumatasan merah yang dipadu dengan rok warna putih.

Secara tidak langsung, Nova ingin menunjukkan dirinya sebagai remaja yangcinta tanah air dan produk dalam negeri. Dia merasa ikut bertanggungjawab untukmenebar rasa simpati kepada Indonesia melalui warna. Meski dia akui hal itu tidakbegitu penting, tetapi Nova merasa harus ada yang meruwat warna bangsa. Selainitu, dia juga senang dengan warna kaos Madura yang juga memiliki dwiwarna.“Merah dan putih kan?,” dia bercanda. (dav)

26 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 27: suluhmhsa edisi 1

27Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Bila sebagian remaja agak malu-malu mengakui jadi dirinya sebagai orangMadura, tidak demikian halnya dengan Frida Ika Rahmawati. Model yangsaat ini menjadi wanita karir di dunia perbankan ini justru merasa sangat

pede (percaya diri) mengakui dirinya sebagai orang Madura. Alasannya, Maduramemiliki ciri khas, unik, dan pernah menjadi negara di jamannya terutama saatnegara ini masih menganut Republik Indonesia Serikat. Karena itu, cewek asalSumenep yang akrab disapa Frida ini, mengaku sangat tegas mengakui dirinyasebagai orang Madura.

Perempuan yang pernah menjadi presenter di Madura Channel ini,merasa aneh saja bila ada generasi yang mengingkari tanah kelahirannya. Modelyang memiliki alis indah ini mengatakan, tidak merasa sebagai orang Madurapadahal sebenarnya warga Madura, justru telah memposisikan diri sebagai sosokyang tidak jujur. Selain itu, urainya, tidak mengakui diri sebagai Maduar bahkanIndonesia sebentuk pengingkaran terhadap nasionalisme berbangsa danbermadura. “Apapun yang terjadi, I love Madura,” Frida menegaskan jati dirinya.(dav)

Page 28: suluhmhsa edisi 1

28 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 201128 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

PDS SMAN 1 P

Kiri-Kanan: MH. Said

KH. Kholilurrahman, Sirmadji, Saiful BahriPara undangan berdiri menyanyikan Lagu Indonesia Raya

Puan Maharani menyampaikan orasi klbangsaan

Page 29: suluhmhsa edisi 1

29Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011 29Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

PDS SMAN 1 PAMEKASAN menyanyikan lagu nasional

Kiri-Kanan: MH. Said Abdullah, Puan Maharani,

KH. Kholilurrahman, Sirmadji, Saiful BahriBupati Pamekasan,KH. Kholilurrahman memberikan bantuan

Para undangan beramah tamah

Page 30: suluhmhsa edisi 1

30 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 201130 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 31: suluhmhsa edisi 1

31Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011 31Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 32: suluhmhsa edisi 1

32 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

M-Spose (Madura Surveyand Policy Studies) meski belum lama berdiri,

berani melakukan survey kepua-san publik di seluruh pemkab diMadura. Berdasar survey, publikmemberikan penilaian yang berag-am. Satu sisi pemkab baik tetapi disebagian besar tidak baik dalampersepsi masyarakat. Bahkan untukbeberapa kebijakan terkait rekrut-men CPNS, publik menilai pemk-ab melakukan reformasi setengahhati. Meski tidak terbukti, tetapipublik mencium aroma KKN dalamrekrutmen tersebut.

Karena itu, M-Spose melaku-kan survey ke semua pemkab diMadura sebagai pembanding dansecond opinion dari masyarakat. Inidirasa penting agar pemkab tidakhanya mendengar informasi dari ja-jarannya yang terkadang ABS (asalbapak senang). Selain itu, M-Spos-es memberikan kesempatan kepa-da publik untuk menilai. Sebab,suara rakyat yang selama ini dititip-kan kepada wakilnya seringkalinyaris tidak terdengar. Bagaimanamasyarakat menilai pemerintahkabupaten di Madura? Hasil surveyversi M-Spose ini pasti memberi-kan kabar yang tidak sama.

Kabupaten Sampang

Sejak 26 Pebruari 2008 lalu, Sampang dipimpin Noer Tjahja dan

Fannan Hasyib masing-masing se-bagai bupati dan wakil bupati(2008-2013). Berdasar survey, bu-pati-wabup responden menyatakanmengenal Noer Tjahja (64%), NoerTjahja sebagai bupati (97%). aksep-tabilitas publik terhadap Noer Tjah-ja (46%), menyukai alasan figurnyabaik (30%), memiliki kinerja bagus(29%) dan merakyat (19%). Semen-

tara 18% tidak menyukai karenakurang peduli masyarakat (59%).Noer Tjahja versi publik dinilaikurang menepati janji (13%). Kin-erja Pemkab Sampang di bawahNoer Tjahja menurut publik kurangmemuaskan (40%). Sementara itupublik menyatakan kinerja pemk-ab cukup memuaskan (35%), me-muaskan (23%) dan sisanya sangatmemuaskan (3%).

Sektor yang dianggap berhasildi Sampang adalah pembangnanjalan dan jembatan (37,1%), pendid-ikan (16,7%), dan pelayanan keseha-tan (10,6%). Yang dianggap kurangberhasil juga perbaikan jalan danpenambahan infrasrtuktur (68%) danpenyediaan lapangan kerja sertapengangkatan CPNS lebih transpa-ran (11%). Publik juga berharappemkab menanggulangi banjir danpengelolaan air di musim kemarau.Dalam penanganan banjir 59,5% re-sponden mengharap pembuatan sa-luran air hujan menuju laut, drain-ase (20,3%) pembuatanwaduk(20,3%). Selain itu, publik in-ginkan bor sumur (50,0%), dankenaikan kinerja PDAM (38,3%).

Persepsi masyarakat terkaittransparansi menilai penegakan hu-kum adil (42%), APBD disosialisasi-kan (18%), pengisian jabatan tidakproporsional (22%) dan rekrutmenCPNSD tak adil (21%). Persepsimasyarakat terhadap pelayananpublik menilai penyediaan aksesjalan kurang baik (47 %), sudah baik(44 %). Di sektor pendidikan, re-sponden menilai sudah baik (82 %)dan kurang baik (10 %).

Selain itu, responden menya-takan dukungan pemkab terhadapkemajuan Ponpes baik (77 %),kurang baik (12 %). Untuk kesem-patan memperoleh lapangan peker-jaan, responden menilai tidak baik

(64 %) dan kurang baik (28 %). Dibidang pelayanan pengurusan do-kumen kependudukan (KTP, KK,Akta Kelahiran) responden menilaibaik (68 %) dan kurang baik (17 %).Sektor kemampuan dalam menan-gani permasalahan sosial menilaitidak baik (48 % ), menilai kurangbaik (29 %). Tingkat pengenalanmasyarakat terhadap SKPD secaraumum reponden mengaku belummendengar dinas-dinas yang ada dilingkungan pemkab. Dinas yangpaling tinggi pengenalannya, dinaskesehatan (85%), pendidikan (62%)dan pertanian (52%).

Pada Kinerja SKPD, respondenmenyatakan banyak tidak tahu ter-hadap SKPD. Misalnya dinas per-hubungan (45%) dan badan kepe-gawaian (47%) sebagai lembagayang kurang memuaskan. Yakni,dinas kesehatan (2,73%) dan disdik(2,63%) merupakan dinas yang ki-nerjanya baik. Dari sisi ekspektasi,bupati–wabup telah memberi ban-tuan biaya sekolah (49,5%), sedan-gkan 33,3% responden berharapagar biaya sekolah (SD,SMP,SMA)diratiskan. Bidang kesehatan, pub-lik gratis dalam biaya di puskes-mas (40,6%) dan responden ber-harap anggaran khusus untuk pen-gobatan gratis bagi warga miskin(22,8%) dan peningkatan pelayan-an di Puskesmas dan RSUD Sam-pang (8,1%) serta pendirian Posk-esdes (Pos Kesehatan Desa) di set-iap Desa (8,1%).

Bidang penyediaan lapangankerja responden ingin bantuanmodal usaha bagi UKM (39,9%),kursus-pelatihan kerja bagi pemu-da (25,4%), kerjasama pemkab-swasta (18,7%) dan transparansidalam rekrutmen CPNSD (10,4%).

Bidang perikanan, respondeningin bantuan modal (19,7%), jami-nan ketersediaan bibit dengan har-ga terjangkau (18,3%). Di wilayahperkebunan dan pertanian, re-sponden bantuan pengeboransumur (37,2%) dan stabilitas hargajual hasil perkebunan (30,6%). Per-tanian, responden menginginkansubsidi pupuk bagi petani (34,5%)dan batuan modal bagi petani(28,4%). Kependudukan dan capil,pembuatan KTP gratis (54,1%),

Politika

BERGERILYA,M-SPOSE MENCARI DATA

Page 33: suluhmhsa edisi 1

33Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

mempercepat proses pelayanan do-kumen kependudukan (18,4%) dankemudahan memperoleh doku-men kependudukan (17,9%).

Sementara pembangunan in-frastruktur responden ingin perbai-kan jalan yang rusak di (72,4%) danpaling dominan dalam bidang in-frastruktur ini. Responden meng-inginkan pemkab memperbaikijembatan (13,8%), perbaikan selo-kan dan drainase (8,2%). Re-sponden ingin pemkab pembuan-gan sampah (23,2%) dan pemberi-an bekal/ilmu pengolahan sampahrumah tangga (17,9%), pembuatanTPA (16,6%).

Kabupaten Bangkalan

Ekspektasi masyarakat Bangkalanterhadap pemkab Bangkalan di

bawah kepemimpinan Fuad Amin-SyafikRofii cukup beragam. Re-sponden mengaku Fuad Amin (81%),tidak mengenal (13%) dan tidak men-jawab (6%). Mayoritas respondenmengenal sosok Fuad Amin bupati(92%) dan sebagai kiai (5%) dan ang-gota DPRD (2%). 78% masyarakatmenyukai Fuad Amin dengan alasan,13,5% karena figur yang baik danmerakyat. Sedangkan 8% masyarakattidak menyukai karena kurang mem-perhatikan masyarakat (42,9%) danotoriter (28,6%). 46% responden men-yatakan puas atas kinerja bupati, 25%cukup memuaskan, 6% sangat me-muaskan atas kinerja bupati. Sement-ara itu 23% masyarakat menyatakankurang puas atas kinerjanya.

Pembangunan yang dinilaiberhasil antar lain pendidikan(25%), jalan dan jembatan (22%), in-frastruktur-tata kota (15,5%) danpelayanan kesehatan (11,5%). Sek-tor pembangunan yang dinilaigagal, perbaikan jalan (44,5%), in-frastruktur (8%) dan pertanian (6%).Selain itu, 84% masyarakat menga-nggap Suramadu mempunyai pen-garuh lebih baik. 44,19% respondenmengangap semakin mudah akseske Surabaya dengan Suramadu.Dari 4% masyarakat yang menga-nggap Suramadu semakin buruk,33,3% diantaranya menganggappendapatan sopir perahuberkurang, pencemaran lahan per-tanian (33,3%) dan semakin bany-

ak kecelakaan (33,3%).Persepsi masyarakat atas

transparansi kebijakan sebanyak59% responden menilai penegakanhukum berjalan baik, 28% re-sponden menilai pengisian jabatanstruktural berjalan transparan,27,5% responden menilai APBD di-sosialisasikan kepada masyarakatdan 43% responden responden me-nilai pelaksanaan rekrutmen CP-NSD tidak berjalan transparan danadil. Persepsi masyarakat terhadappelayanan publikdi 55% respondenmenganggap penyediaan aksesjalan kurang baik dan 37% lainnyamenganggap baik. 69% respondenmenganggap pembangunan dibidang pendidikan sudah baik dan18% yang lain menilai kurang ber-jalan baik.

Di luar itu, 48% masyarakatmenyatakan dukungan terhadap ke-majuan Ponpes baik, sementara 41%masyarakat menilai dukungan pemk-ab kurang baik, 64% masyarakatmenilai kinerjanya baik untuk pel-ayanan dan pengurusan dokumen,sementara itu 28% responden men-yatakan kurang baik. Persepsimasyarakat terhadap beberapa dinasmemiliki tingkat pengenalan yangtinggi dalam masyarakat antara lain,dinas kesehatan (85%), pendidikan(85%), pertanian-peternakan(70,5%)danBadanPemberdayaanperem-puandan KB (71%). Sedangkan dinaslainnya rata-rata kurang dikenali re-spoden.

Berdasarkan tingkat penge-nalannya, dinas kesehatan dan pen-didikan sebagai dinas yang palingtinggi tingkat pengenalannya. Se-dangkan dinas pertambangan danenergi dan PU ciptakarya dan ta-taruang sebagai dinas yang palingrendah tingkat pengenalannya. Se-mentara Dinas paling sering di-gunakan oleh masyarakat adalahdinas kesehatan (70,5%), dinas pen-didikan (70,5%), dinas kependudu-kan dan catatansipil (51,5%), DinasPertanian dan Peternakan (47,5%)dan Badan Pemberdayaan Perem-puan dan KB (41,5%).

Dari responden yang menge-nal SKPD, menyatakan hampir se-mua SKPD dalam penilaian re-spoden baik dengan prosentase di-atas (40%). Karenanya mereka me-

miliki harapan dan pikiran yangpositif positif terhadap pemerintahdaerah setempat.

Harapan respoden terakaitbidang pendidikan adalah biayasekolah gratis (56,9%) dan harapanmereka kedua yang paling menon-jol, adalh bantuan biaya sekolahbagi warga miskin (23,4%). Semen-tara Harapan tertinggi masyarakatpada bidang kesehatan adalah bi-aya berobat di Puskesmas (45,6%)dan harapan tertinggi selanjutnyaadalah adanya anggaran khususuntuk pengobatan gratis bagi war-ga miskin (16,3%) dan ketersediaanobat-obatan dengan harga terjan-gkau (13,5%).

Di bidang kependudukan ter-dapat dua harapan masyarakat,yakni pembuatan KTP gratis(50,5%) dan kemudahan memper-oleh dokumen kependudukan(27,2%). Harapan pembangunandan perbaikan jalan rusak diBangkalan (67,3%) menjadi yangpaling dominan dalam bidang in-frastruktur. Dalam penangananPKL harapan tertinggi masyarakatpenyediaan lahan relokasi yangstrategisbagi PKL (40,9%). Kemu-dian penataan PKL di Bangkalan(28,1%) disusul larangan berjualan-bagi PKL di jalan utama (23,6%).Bidang kehidupan beragama hara-pan tertinggi responden adalahbantuan modal bagi pesantren(32%), kemudianmencipta-kankerukunanberagama yang kon-dusif (22%), membangun saranadan prasarana peribadatan (17,5%)dan menjaga budaya lokal madurayang agamis (17%).

Pembuatan TPA (18,36%),memperbanyak fasilitas pembuan-gan sampah (17,87%), perlombaankampung bersih (16,91%) dan pe-nambahan tenaga pembersih sam-pah (14,98%) menjadi harapanmasyarakat yang dominan di-bidang kebersihan dan pengelolaansampah. Selain itu Menurutmasyarakat terdapat tiga harapanutama. Dalam bidang keamanan,tindakan tegas dari aparat terhadappelaku kriminalitas (30,9%), men-ciptakan suasana yang aman didaerah (29,9%) dan menciptakansistem keamanan lingkungan ber-basis masyarakat (28,4%)

Politika

33Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 34: suluhmhsa edisi 1

34 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Kabupaten Pamekasan

Ternyata hanya 89% sajamasyarakat Pamekasan yang men-

genal Drs. H. Kholilurrahman sedang-kan 6,5 % mengatakan tidak mengenal.Sementara sisanya (4,5%) tidak men-jawab. Dari 89% masyarakat yang men-genal Drs. H. Khililurrahman, 96.1%mengenalnya sebagai bupati, 3.4% men-genal sebagai seorang kyai dan 0.6%mengenal sebagai direktur sebuah bank.

81.7% masyarakat Pamekasanmenyukai profil Bupati PamekasaDrs. H. Kholilurrahman sedangkanyang tidak menyukai profilnya se-banyak 5.4%. Alasan beragam: seban-yak 47% masyarakat Pamekasanmenilai bahwa kinerja Pemkab Pam-ekasan saat ini memuaskan, sedang-kan 31% menjawab kurang memuas-kan dan 20% menjawab cukup me-muaskan. Sektor pembangunan diKabupaten Pamekasan yang dinilaigagal oleh masyarakat adalahmasalah perbaikan jalan (37.1%), se-lanjutnya masalah pertanian (25.8%)dan pembangunan pendidikanse-banyak 6.5%. Sementara Sektor pem-bangunan di kabupaten Pamekasanyang dinilai berhasil olehmasyarakat adalah masalah pemban-gunan jalan dan jembatan (36.81%),selanjutnya masalah pembangunanpendidikan (25%) dan masalah per-tanian yang semakin maju (7.9%).

Berdasarkan persepsi masyara-kat kabupaten Pamekasan, untukmasalah penegakanhukum 67.5%masyarakat menyatakan sudah di-lakukan secara adil. Dan untukmasalah proses rekrutmen CPNSsebanyak 54% masyarakat menya-takan tidak tahu. Untuk masalahKebijakan di bidang Pendidikan,56%) respnden sangat berharapagar biaya sekolah (SD,SMP,SMA)di pamekasan digratiskan. Lain dariitu mereka juga berharap agarPemkab memberi bantuan biayasekolah bagi warga miskin (24.8%).Di bidang kesehatan 50.9% re-sponden berharap biaya pengoba-tan di PUSKESMAS digratiskan.Dan juga pelayanan di PUSKES-MAS dan RSUD ditingkatkan pel-ayanannya (18.8%).

Untuk masalah penyediaanlapangankerja, masyarakat berharaptertinggi agar bantuan modal usahabagi usaha mikro, kecil dan wirausa-

ha bagi warga miskin (51.4%) danmasalah rekrutmen CPNSD agar di-lakukan secara adil dan transparan(46.4%) Untuk masalah kebijakanperikanan dan penggaraman,masyarakat berharap agar ketersedi-aan bibit ikan dijamin (31.9%) dandiberikan bantuan alat penangkap-ikan (15.%). Sementara di bidang Per-tanian, masyarakat berharap terting-gi agar diberikan subsidi pupuk bagipetani (51.9%) dan diberikan bantu-an modal bagi petani (24.1%). Dibidang kependudukan dan catatan-sipil, masyarakat berharap tinggiagar untuk masalah pembuatan KTPdigratiskan (54.4%) dan kemudahanmemperoleh dokumen kependudu-kan (KK, Aktelahir, dll) (23.3%).

Sementara Di bidang sosial danbencana alam masyarakat berharaptinggi agar program sekolah gratisbagi anak jalanan (46.5%) dan kursusketerampilan bagi PSK agar beralihprofesi (15.5%) dan pembuatan pos-ko penanggulangan bencana (13,1%).Di bidang Perhubungan dan Trans-portasi masyarakatberharap agar di-lakukan penataan kembali jalur trans-portasi dikab. Pamekasan (48.1%) danpeningkatan pelayanan angkutanu-mum (13.5%). Di bidang pemban-gunan infrastruktur masyarakat ber-harap tinggi agar pembangunan danperbaikan jalanrusakdikab. Pam-ekasan (62.8%) dan pembagunan/per-baikanjembatan (17.3%). Bidang Ke-hidupan Beragama masyarakat ber-harap tinggi agar dibangun sarana danprasarana peribadatan (49.3%), ban-tuan modal kepada pesantren (19.6%)dan menjaga budaya lokal madurayang agamis (18,7%).

Di bidang potensi wisatamasyarakat berharap tinggi agardilakukan peningkatan potensiwisata alam dikab. Pamekasan(38.5%) dan peningkatan potensiwisata keluarga (22%). Di bidangpotensi Olah raga masyarakat ber-harap tinggi agar keterlibatan Pemk-ab Pamekasan dalam penangananpersatuan sepak bola Pamekasan(40.4%) dan peningkatan pemban-gunan fasilitas Olah raga (27.1%).

Kabupaten Sumenep

95,3% responden mengaku kenaldengan Bupati Sumenep, KH.

Abuya Busyro Karim. Sementara

0,2% mengaku tidak mengenal dan4,4% tidak menjawab/tidak tahu.Secara umum masyarakat KabSumenep mengenal KH AbuyaBusyro Karim sebagai Bupati Sume-nep (84%), mengenal sebagai kiai(7%),sebagai anggota DPRD (7%)dan lainnya (2%).

Ekseptabilitas Publik terhadapKH. Abuya Busyro Karim FigurAbuya Busyro Karim di mata re-sponden cukup baik 71% dan ala-san tertinggi menyukai karena fak-tor keagamaan 37%, figur yangbaik 15% dan merakyat 13%. Sedan-gkan responden yang tidak menyu-kai Abuya Busyro Karim sebany-ak(4%) karena alasan tidak mene-pati janji. Terkait dengan penilaianterhadap kinerja pemerintah KabSumenep dibawah kepemimpinanKH Abuya Busyro Karim-IrSungkono Sidik, secara umum re-sponden menilai cukup memuas-kan 49%, kurang memuaskan 25%,memuaskan 23% dan sangat me-muaskan 3%.

Dalam sektor pembangunan56% responden yang menilai pemk-ab sumenep kurang berhasil dalamperbaikan jalan desa, 8% dalambidang distribusi listrik yang tidakmerata dan tidak continu, 7% ter-kait masalah pertanian, 4% pelay-anan kesehatan, 4% masalahekonomi, dan 4% d pembangunaninfrastruktur. Sedangkan sektorpembangunanyang dinilai berhasiladalahpembangunan pertanian25%,pembangunan jalan dan jem-batan22%, pendidikan 16%, dan-pembangunan sarana keseha-tan12%.

Tentang perkembangan pem-bangunan kepulauan menurut kep-ulauan, 51% responden menilaitidak ada perubahan, 45% re-sponden menilai menjadi lebihbaik dan 4% menilai semakin bu-ruk. Adapun alasan penilaian ter-hadap perkembangan pemban-gunan kepulauan; tidak ada pe-rubahan; memang tidak ada pe-rubahan 53%; dan karena barumenjabat (99 hari)33%. Alasan men-jadi lebih baik; bantuan tersalurdengan baik 39%, program-pro-gram yang direncanakan sudahberjalan dengan baik 13%, banyakjalan dalam rencana perbaikan 11%.Sedangkan alasan semakin buruk

Politika

Page 35: suluhmhsa edisi 1

35Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

karena jalan yang masih dalamkondisi rusak berat 50%.

Persepsi Masyarakat TerkaitDengan Transparansi KebijakanPEMKAB Sumenep Persepsi re-sponden terhadap pengisian jaba-tan struktural di Pemkab Sumenep(apakah telah dilakukan secara pro-porsional dan transparan?), sebagi-an besar responden menjawab tidaktahu (77%), sementara yang men-jawab Y (17%) d menjawab Tid k(6%) j b Ya dan j b Tidak (6%).

Persepsi terhadap proses rek-rutmen CPNSD di Kabupaten Sume-nep berlangsung transparan danadil, sebagian besar menjawabtidak tahu(66%), (66%) menjawab Y(20%) dan Tidak (14%). Sementaraitu persepsi responden terhadappenegakan hukum di KabupatenSumenep, sebagian besar re-sponden menjawab tidak tahu(40%), yang menjawab Ya (39%)dan menjawab Tidak (21%). Tidak(21%) .

Harapan responden dalambidang Pendidikan; Biaya sekolah(SD,SMP, SMA sederajat) GRATIS48,1%, Bantuan biaya sekolah bagiwarga miskin 31,3%, Peningkatankinerja dan kualitas guru 7,4%, Per-baikan gedung sekolah yang rusak6,7%, Penambahan/ rekrutmen ten-aga pengajar/guru 2,5%, Pengada-an buku-buku pelajaran 2,0%, Pro-gram beasiswa bagi siswa ber-prestasi buku buku1,7%, Kemuda-han sekolah di SMP/SMA Negeri1,2%, Uang Partisipasi dihapus 0,2%

Harapan bidang Kesehatan Bi-aya pengobatan di puskesmas grat-is 41%, Anggaran khusus untukpengobatan gratis bagi warga mis-kin 20%, Peningkatan pelayan dipuskesmas dan RSUD dr.Moh. An-war Sumenep 18%, Pendirian Posk-esdes (Pos kesehatan desa) di tiap-tiapkelurahan 7%, Peningkatankualitas dan kinerja tenaga dokterdan para medis 6%, Ketersediaanobat-obatan dengan harga terjan-gkau 5%, Penambahan fasilitas obatobatanmedis di puskesmas 2%, Pe-nambahan/rekrutmen tenaga dok-ter dan para medis1 %.

Dalam hal penyediaan lapan-gan kerja, harapan tertinggimasyarakat Kab Sumenep adalahbantuan modal usaha mikro dan

wirausaha baru (49%). Selanjutnyarekrutment CPNSD dilakukan se-cara adil dan transparan sebesar(18%), kerjasama Pemkab Sumenepdengan perusahaan swasta (16%)dan (18%) kursus/pelatihan kerjadan kewirausahaan bagi pemuda/remaja (13%).

Pada bidang kependudukandan catatan sipil adalah pembuatanKTP gratis ( (55%) dan kemudahanmemperoleh dokumen kependudu-kan (23%). Harapan ini sebenarnyasejalan dengan semangat PemkabSumenep untuk mereposisi kebija-kan pembuatan KTP pada kecama-tan, sehingga warga kepulauan jugateraspirasikan.

Sementara Pada bidang trans-portasi kepulauan, harapan yangpaling tinggi adalah memperban-yak armada kapal (44%) dan mem-perbanyak jadwal penyeberangan(29%) pemeliharaan dan men-ingkatkan fasilitas pelabuhan(18%). Harapan ini logis karenasampai saat ini penyeberanganantar pulau di Sumenep masih adayang 2 kali seminggu.

Bidang pembangunan infras-truktur, harapan tertinggi adalahpembangunan dan perbaikan jalanrusak di Kab. Sumenep (80%).Bidang penyediaan listrik, harapantertinggi adalah penyaluran listriksecara merata di kawasan kepu-lauan (45 8%) adanya teknologi(45.8%), penyediaan listrik bagidaerah terpencil (25.5%) dan mem-inimalisasi kejadian listrik mati(22,5%).

Bidang pengembagan potensiwisata, harapan tertinggi adalahpeningkatan potensi wisata alam diSumenep (53 3%) dan peningkatan(53,3%)fasilitas pada lokasi wisata(15,1%). Potensi wisata di Sumenepsangat besar, namun sampai saat inipengelolaannya masih belum mak-simal. Bidang penyediaan air besih,

harapan tertinggi masyarakat KabSumenep adalah menambah sum-ber air bersih (37%) dan menam-bahmobil pengiriman air bersihterutama saat panen tembakau(30%). Dinasterkait (PDAM) denganbidang ini juga tak luput dari hara-pan responden untuk dimaksimal-kan (14%).

Responden masih relatif ting-gi responnya dalam beberapa pro-gram yang dijanjikan oleh PemkabSumenep dibawah kepemimpinanKH Abuya Busyro Karim. Programseperti Puskesmas gratis (79%), PBBgratis (77%) dan ketersediaan pu-puk dengan harga terjangkau (64%)sudah familiar di tengahmasyarakat. Tentu kondisi ini ter-bangun atas dasar tigaprogram uta-ma yang selalu dikampanyekanoleh pasangan terpilih Bupati Sume-nep dalam pencalonannya dulu.Namun, apakah ketiga programtersebut sudah terlaksana secaramaksimal? perlu ada pendalamanlebih lanjut.

Ketika responden dihadapkanpada pertanyaan apakah programtersebut sudah berjalan secara mak-simal? Sebagian besar menyatakan(meskipun tidak berbeda jauhselisihnya) bahwa beberapa pro-gram seperti Puskesmas gratis(36,8%), PBB Gratis (49,8%), dan Pro-gram pupuk terjangkau (39,2%)masih dianggap berjalan kurangmaksimal. Kondisi ini perlu segeradiperbaiki mengingat ketiga pro-gram diatas merupakan programunggulan bupati terpilih saat ini.Untuk program yang dianggapkurang dikenal di tengahmasyarakat, justru dianggap ber-jalan lebih maksimal, Guru GTT(41%) dan perijinan 1 atap (47,4%).***

Jumlah respondenJumlah respondenJumlah respondenJumlah respondenJumlah responden : 200 Responden per kabupaten: 200 Responden per kabupaten: 200 Responden per kabupaten: 200 Responden per kabupaten: 200 Responden per kabupatenUnit sampelUnit sampelUnit sampelUnit sampelUnit sampel : Rumahtangga: Rumahtangga: Rumahtangga: Rumahtangga: RumahtanggaMetode samplingMetode samplingMetode samplingMetode samplingMetode sampling : Multistage Random Sampling: Multistage Random Sampling: Multistage Random Sampling: Multistage Random Sampling: Multistage Random SamplingWilayah SurveyWilayah SurveyWilayah SurveyWilayah SurveyWilayah Survey : Bangkalan, Sampang,: Bangkalan, Sampang,: Bangkalan, Sampang,: Bangkalan, Sampang,: Bangkalan, Sampang,

Pamekasan dan Sumenep Pamekasan dan Sumenep Pamekasan dan Sumenep Pamekasan dan Sumenep Pamekasan dan SumenepMargin of errorMargin of errorMargin of errorMargin of errorMargin of error : 3,4 %: 3,4 %: 3,4 %: 3,4 %: 3,4 %Per iodepenel i t ianPer iodepenel i t ianPer iodepenel i t ianPer iodepenel i t ianPer iodepenel i t ian : 27 Januari – 6 Februari 201: 27 Januari – 6 Februari 201: 27 Januari – 6 Februari 201: 27 Januari – 6 Februari 201: 27 Januari – 6 Februari 20111111

Summary Responden

Politika

Page 36: suluhmhsa edisi 1

36 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Suatu ketika, katakanlah Amir, menyampai-kan keinginannya untuk menjadi dokter kepada

orangtuanya. Semangat ini justru dijawab den-gan kalimat yang membuat anak itu kerdil.

Orang tua mengatakan, “Amir, kamu tidakpantas menjadi dokter, kamu tidak ada po-

tongan jadi dokter, kamu tidak pantas jadidokter, masak takut pada darah mau jadi

dokter.”

Kalimat-kalimat itu justru datangdari lingkungan terkecil anak, kelu-arga. Tidak menutup kemungkinan,teman maupun guru di sekolah ikutmemperkeruh suasana dan men-ciptakan anak semakin kerdil,tidak percaya diri, dan padaakhirnya tidak punya cita-cita.

Pakar game interaktif SugengPriyanto mengatakan hal itu saat seminar

pendidikan nasional di GNI Sumenep (29/11) yang dihelat IGI (Ikatan Guru Indonesia).

Penindasan terhadap peserta didik ternyata tidakhanya sampai di situ. Subyek utama dalam pendidikan

(guru) masih menempatkan peserta didik sebagai obyek.Padahal, seharusnya, kehadiran guru di ruangan kelas men-jadi fasilitator, katalisator, dan motivator. Bila guru menja-di kakek segalatahu, peserta didik tidak bisa tegak berdirikarena diganggu oleh kehadiran guru yang tidak profesion-al. “Perlu ada inovasi agar sekolah tidak menjemukan,” katapria nomaden ini.

Lelaki yang berpindah-pindah dari satu ke kota lain itumenyarakan guru juga menciptakan game inovatif. Sehing-

ENERJIK : Sugeng Priyanto saat

mendedahkan pendidikan berbasis game

interaktif di gedung GNI Sumenep.

Akademia

Kegiatan pembelajaran masih kurang mendidik

peserta didik untuk menjadi sosok yang kerdil.

Ini dibuktikan dengan kehadiran lingkungan

yang tidak menunjang potensi peserta didik di

sekitarnya. Buktinya, orangtua di rumah tidak

menopang hasrat jangka panjang anaknya.

foto

: Abra

ri A

l Zael

Page 37: suluhmhsa edisi 1

37Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

DEMONSTRASI : Sejumlah peserta didik SMPN 2 Sumenep saat demontrasi pembelajaran melalui

game interaktif

ga, peserta didik khususnya di TKdan SD anak-anak tidak merasadirampas hak bermainnya padasaat berada di sekolah. Surveymembuktikan, sebagian besar pe-serta didik tidak kerasan di ruangkelas. Itu terjadi karena guru gagalmembuat peserta didiknya betah diruang belajar. Akibatnya, pesertadidik ingin petugas sekolah segeramemgunyikan bel yang menjaditanda jam istirahat atau saat pulangsudah tiba. Dari survey ini juga ter-bukti, begitu bel berbunyi, pesertadidik buru-buru ingin cepat keluardari ruang kelas dan merasa bebas.Padahal, saat bel berbunyi pesertadidik seharusnya merasa “sedih”karena jam palajaran berakhir danmerasa kehilangan.

Selain itu, guru terkadangtidak mengerti kemauan pesertadidiknya yang beragam keinginan-nya. Fakta menujukkan, sebagianguru menginginkan peserta didikn-ya dibuat seragam dan kurangmenghargai soal potensi yangdibawanya. Setiap anak, kata Sug-eng, memiliki pilihan dan pilahanyang berbeda. Sebagian ingin men-jadi dokter dan karenanya mengge-mari eksak. Sebagian lain tidaksuka eksak karena tidak ingin men-jadi sosok yang serba eksak. Say-angnya, pada guru tertentu seringmemberi label pada peserta didiktertentu sebagai subyek pendidi-kan yang bodoh dan tidak bisa ber-pikir maju. “Tanpa disadari, (guru)mengatakan bodoh pada pesertadidik sebenarnya telah mengerdil-kan peserta didik, sebab dengankata-kata itu, secara tidak langsungtelah memangkas kepercayadiriananak untuk tumbuh lebih baik.”imbuhnya.

Itulah sebabnya, guru dan pe-serta didik di sekolah harus beradapada orbitnya masing-masing.Sebab kehadiran guru dan pesertamerupakan komponen yang sama-sama penting untuk menciptakaniklim pendidikan yang semakinmembaik untuk menghasilkan output pembelajaran yang semakinbaik juga. “Bila ada yang terlanjurberbuat tidak baik dan menegrdil-kan siswa, saatnya aktivitas itu di-akhiri,” pria asal Blitar itumenyudahi narasinya. (abe)

Biarkan Subyek Pendidikan

BerinovasiDisadari, sebagian guru selama ini kurang profesional dalam

melakukan aktivitas pembelajaran di sekolah. Itu terjadi bukanguru tidak punya teori. Tetapi, teori di lapangan terkadang hanyamenopang sebagian saja dari aplikasi pembelajaran. Fandi Sukisno,Ketua IGI (Ikatan Guru Indonesia) merasa konsep pembelajaran daritahun ke tahun mengalami perkembangan. Tetapi, perkembangan itutidak tuntas karena kebijakan menyangkut pendidikan cendrungberubah tergantung pimpinan di pusat kekuasaan. Unas, katanya,menjadi salah satu contoh paling mutakhir yang membuat polapembelajaran tidak diminati peserta didik lantaran unas menjadimomok.

37Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Fandi bermimpi para guru khususnay di lingkaran IGI menyadaripentingnya inovasi pembelajaran tidak hanya saat mengikuti semi-nar. Tetapi saat kembali ke sekolah, guru tiba-tiba kembali ke masalalunya yang anti demokrasi dalam pembelajaran. Sering dijumpai,kehadiran guru di ruang kelas menjadi sosok yang paling tahu tentangpendidikan. Padahal, bisa jadi peserta didik lebih unggul karenamengikuti perkembangan di luar sekolah tetapi masih memilikisinergitas dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. “Guru yang baikapabila tidak hanya memberikan informasi, tetapi ada nilai lebih yangbisa ditangkap oleh peserta didik” ungkapnya.

Itu juga yang dirasakan ketua PGRI Nurul Hamzah. Akhir-akhirini, guru lebih terbuka dalam menghadapi perbedaan termasukmenghadapi peserta didiknya yang memiliki potensi yang beragam.Namun, lelaki yang akrab disapa Mas Nunu itu menyadari padasebagian kecil guru masih mengaktifkan pembelajaran dengan polalama. Misalnya, guru cenderung “memaksa” peserta didik untukmengikuti pola guru yang tidak disukai peseta didik. Mestinya, jikasatu pola tidak berhasil membuat peserta didik mengerti harus dicobadengan pola lain yang lebih komunikatif dan inovatif. “Namunsebagian besar karena telah mengikuti workshop, diklat, dan semi-nar, guru merealisasikannya di tempatnya bekerja meski belummaksimal,” mantan kasek SMPN 1 Sumenep itu menjelaskan. (abe)

foto

: Abra

ri A

l Zael

Page 38: suluhmhsa edisi 1

38 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Akademia

Kegerahan atas ancaman disintegrasi tidak saja munculdari sejumlah nasionalis

yang selama ini berkutat dalam dipolitik, pendidikan, sosial, danekonomi. Tetapi, kobaran nasional-isme adakalanya hadir dari seniman.Ini yang dilakukan Lan Fang dalamnovel terbarunya, Ciuman di BawahHujan. Sastrawan ini merasa gerahketika negerinya tergadai dan me-

munculkan tampilan yang tidak In-donesia Banget sebab perjalanan ber-bangsa diwarnai anarkisme khusus-nya dalam politik.

Itulah yang dikatakan Lan Fang saatdiundang untuk berbicara men-genai novelnya di aula AsySyarkawi Annuqayah Guluk-guluk20 Mei 2011 lalu. Momentum di harikebangkitan nasional itu diakui LanFang saat yang tepat untukmenggelorakan nasionalismekhususnya dalam politik. Menurut-nya, politik dewasa ini menggeli-kan dan bisa mengganggu oranglain karena sesekali politik mewu-judkan tindakan yang tidak lazim.Diantaranya, para politisi terkesanberbaik-baik kepada masyarakatketika masyarakat dianggap pent-ing untuk diorangkan dalam mo-mentum politik.

Idealnya, lanjut dia, ada atau tidakada momentum politik siapa sajaharus berbagai dengan sesama.Model inilah yang diakui perem-puan Surabaya itu sebagai tindakanyang Indonesia Banget. Memang,akunya, novel yang sebelumnyatelah dimuat di harian KOMPASsecara bersambung itu terdiri atasbeberapa aspek baik nasionalisme,romantisme, dan psikologi.

Diantaranya, Lan Fang menyebutpersinggungan antarpolitisi yangberbeda haluan partai harus dipa-hami telah menampilkan tekstur

yang berbau disintegrasi. Menurut-nya, perbedaan itu indah saatmanasesuatu yang berlainan disampai-kan dengan santun. Namun, faktamenunjukkan, telah terjadiketidaksantunan antarpolitisi baikdi dalam maupun di luar partai.Akibatnya, sebagian masyarakatjuga ikut terbelah karena politik itusendiri dan nyaris mengabaikanpersatuan dan kesatuan. “Inimasalahnya,” ujarnya menjelaskan.

Selain itu, novel yang ditulisnyadalam kurun waktu delapan bulanitu juga mengajak bernasionalismemelalui kesantunan puisi sepertibait Aku ingin terus membaca angin.Dia menjelaskan diksi angin yangdipilih dalam bait puisi ini karenanasionalisme di republik masih sep-erti angin, tak berwarna.

Lan Fang juga menyebut novelnyaberdimensi psikologis karena situ-asi politik belakangan ini agak sedi-kit kurang sehat secara psikis mes-ki diperagakan sejumlah orangyang secara fisik sehat. “Masalah-nya sebagian realitas politik kitamasih sakit dan butuh sentuhankeindonesiaan yang santun,”pungkasnya.

Berbeda dengan penulis Ciuman diBawah Hujan, wartawan senior Ma-dura Abrari Alzael menilai novelmasuk ke karya fiksi. Pria yang saatini berkhidmat di Madura Channelsaat membedah buku ini mengang-

IkhtiarNasionalismeLewat Novel

Diksi angin dipilihdalam bait-bait

puisi ini sebagaipersonifikasi kare-na nasionalisme direpublik ini masihseperti angin, tak

berwarna.

“38 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 39: suluhmhsa edisi 1

39Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

gap novel masuk dalam kategorekarya fiksi. Sedangkan idenya, katadia, bisa bersumber dari fakta ataujustru fiksi sama sekali.

Pria yang akrab disapa Alzael inimenilai sosok Fung Lin dalam nov-el ini sebagai jurnalis. Sebagai jur-nalis, Fung Lin menemukan bany-ak hal dalam kehidupan nyata. Du-nia jurnalistik mempertemukan-nya dengan Ari dan Rafi, dua or-ang politisi yang ternyata memili-ki perhatian terhadap perkemban-gan sastra (Indonesia). PerkenalanFung Lin dan Ari dikisahkan amatromantis : Fung Lin tak betahmenunggu seorang pejabat yangtak kunjung datang dalam sebuahacara.

Saat ia mengomeli seseorang yangtak dikenalnya karena keterlam-batan Ari, orang itu ternyata Ari;namun Ari tampak sabar menden-gar gerutuannya. Ari juga menam-pakkan sikap yang lembut dan ber-beda dari apa yang selama ini FungLin anggap sebagai sikap seorangpejabat. Dari sini segala asumsiFung Lin tentang politisi, pejabat,atau orang-orang politik mulaimengalami perubahan. “BegitulahLan Fang menyajikan pola tuturpenceritaan yang tak biasa,” ter-angnya.

Anehnya, lanjut Alzael, dalam be-berapa kesempatan Lan Fang meng-hadirkan kisah yang surealis. Mis-alnya, ujar dia, ada sebuah adegantentang tikus-tikus yang begitubanyak menggerogoti Fung Lindalam novel ini. Ia juga sempatmenyindir penanganan kasus lum-pur Lapindo yang belum tuntas-tuntas hingga kini. “Nah, apakahsemua ini memang dibuat denganmaksud atau alasan eksplorasi pen-ceritaan yang sedapat mungkinunik? Mungkin itu alasannya,”ombuhnya.

Namun alasan itu membuat novelini kurang begitu greget memanc-ing emosi pembaca untuk terlibatdalam jalinan kisah yang tengahdibangun Lan Fang; juga membuatpembaca enggan menyelidiki sam-bil menyimpan rasa ingin tahu hal-hal yang terjadi dalam diri paratokohnya yang masing-masing

memiliki kisah yang unik. Tentangpolitik sebagai tema, Lan Fang bisadikatakan masih menggarapnyadalam tataran normatif.

Menurut pria yang juga aktif didean kesenian Pamekasan-Sume-nep ini, Lan Fang masih kurangjauh menggerapai intrik-intrik poli-tik yang dikembangkan olehtokoh-tokohnya, yakni Rafi dan Ari— dua orang yang menjadi politi-si. Rafi dan Ari terkesan sebagaipolitisi yang baik-baik saja. Mere-ka berdua, karena sedikit-banyakterlibat hubungan asmara denganFung Lin, pada akhirnya hanyamenjadi tokoh-tokoh yang kurangmenghadirkan konflik yang lebihmendalam dan rumit dalam duniapolitik.

Untuk sekedar diketahui, novel inidigarap pada saat-saat pemilihanGubernur Jatim dan legislatif ten-gah dihelat pada tahun 2009 lalu.Suasana yang hiruk-pikuk atas pes-ta rakyat inilah yang tampaknyamenjadi cikal-bakal lahirnya nov-el ini ; walaupun tak semua bagiannovel ini tergarap saat momen ituberlangsung. Di dalam novel inijuga ada penggalan-penggalan nov-elet yang pernah digarap Lan Fangbeberapa tahun silam. Judul novel-et itu 1001 Hari di Hongkong. Nov-elet itu menjadi pemenang dalam

sayembara novelet (cerita bersam-bung) yang dihelat oleh MajalahFemina. Dalam novel ini, peng-galan-penggalan novelet itu dijadi-kan Lan Fang sebagai novel FungLin yang dibaca Rafi dan Ari.

Menjadikan nama sendiri sebagainama tokoh utama dalam sebuahcerpen atau novel mungkin bukanmasalah yang berarti. Namun, darisitu, menurut hemat saya, sebuahobsesi kepengarangan dapat terba-ca. Lewat karyanya ini, mungkinmasih terlalu dini untuk menyebutLan Fang sebagai seorang novelisyang amat nasionalis. Tapi,setidaknya, dari novel ini, dan be-berapa karyanya yang lain, LanFang telah menulis berbagai ge-jolak budaya yang terus terjadidalam masyarakat kita.

Lan Fang memiliki ketajaman yangmulai terasah dalam mengamatiberbagai peristiwa sosial; dan kemu-dian meramunya dalam sebuah nov-el seperti yang ditulisnya kali ini.Inilah yang mungkin perlu diingatsaat membaca novel ini. Nah, darinovel ini, para pembaca sastra ditanah air bisa berbangga, karena adaseorang novelis wanita — apa punjati-diri atau pun suku bangsanya —yang mau menggarap sebuah noveldengan mengangkat dunia politikdalam ceritanya. (obeth)

BEDAH BUKU : Lan Fang pengarang novel Ciuman di Bawah Hujan sedang mempresentasikan novelnya

bersama Abrari Al-Zael wartawan senior Madura Channel di INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep

39Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

foto: obeth

Page 40: suluhmhsa edisi 1

40 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Kronik

ganggu” konsistensi budaya lokal.Keempat, budaya lokal dianggaptidak menguntungkan secara finan-sial di tengah masyarakat yanghedonistik. Dari sinilah munculgagasan dari SAI untuk menggelarkongres kebudayaan Madura. Mes-ki tidak ingin menjadi pemadamkebakaran, tetapi setidaknya SAIingin berbuat, sekecil apapun.

Kongres Kebudayaan Madurayang diawali pra kongres ini sebe-narnya bukan pertama kali. Seki-tar empat tahun lalu, SAI telahmenyelenggarakan kongres kebu-dayaan Madura yang pertama diSumenep. Tahun ini, pada kongreskali kedua di tahun ini juga akandigelar di kota yang sama. Pemili-han Sumenep sebagai lokasi kon-gres bukan untuk menomorduakan

kabupaten yang lain. Ini dilakukanhanya untuk memudahkan koordi-nasi dengan jajaran SAI yang ber-kantor di Sumenep. Tetapi pra kon-gres ini telah, sedang dan akan di-lakukan di setiap kabupaten diMadura.

Jamak diketahui, selama inibudaya Madura pantas didugamengalami krisis identitas. Seh-ingga, sisi kesenian, kebahasaan,relasi gender, dan aspek kebu-dayaan lainnya yang mencirikanMadura mulai terlihat samar. Ituterjadi karena pewaris Maduramengalami krisis nasionalisme-bermadura. Kondisi ini dikhawat-irkan akan melenyap sepertiprediksi sejumlah pihak berbasisriset, yang dilakukan lembagalokal Madura, regional, nasional

MeruwatJejak LeluhurSAI dan Kongres Kebudayaan Madura

Said Abdullah Institute (SAI)meruwat kebudayaan Madura melalui acara Pra Kongres

Kebudayaan Madura di semuakabupaten di Madura (Sumenep,Pamekasan, Sampang, danBangkalan). Ruwatan regional iniberawal dari kesaksian paradoksatas khazanah budaya lokal yangmulai rontok. Ada beberapa halyang menyebabkan budaya lokalini pelan tapi pasti mulai sepertisabun mandi, semakin lama kiantipis dan kurang wangi.

Pertama, budaya lokal hanyaterkesan diopeni orang tua (bah-kan sebagian diantaranya telahwafat). Kedua, generasi Madurakurang apresiatif terhadap warisanleluhur. Ketiga, budaya luar Ma-dura menembus batas dan “meng-

Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 201140

Bupati Pamekanan,KH. Kholilurrahaman

Memberikan

sambutan dalamacara seminar Pra

Kongres Kebudayaan

Madura di Kabupaten

setempat.

foto: Saiful Bahri

Page 41: suluhmhsa edisi 1

41Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

bahkan internasional.Dalam acara pra kongres ini,

ada beberapa rekomendasi yang di-ajukan masyarakat sebagai salahsatu bahan untuk Kongres Kebu-dayaan Madura yang dijadwalNopember mendatang. Diantaran-ya, masya-rakat Madura meng-inginkan kejayaan budi pekerti ha-dir kembali baik di sekolah, ru-mah, dan di mana pun. Ini dinilaipenting karena sebagian besar gen-erasi muda Madura saat ini abai ter-hadap persoalan itu. Selain itu, dis-ampaikan pula strategi meruwatbudaya Madura dengan berbagaipendekatan.

Diantaranya, pendekatan keba-hasaan agar ditingkatkan gengsin-ya bukan hanya menjadi pengan-tar komunikasi tetapi menjadi ba-hasa ekonomi, pendidikan, bahkanpolitik, setidaknya di Madura. Se-lain itu, budaya Madura diekplo-rasi agar konstruk budaya ini sea-kan-akan tidak hanya terkantukpada kerapan, sape sonok, dan kes-enian (tari, musik, dan tradisi) lain-nya. Sebab, budaya Madura terkaitbanyak hal menyangkut kehidu-pan. Forum pra kongres kebu-dayaan juga memberikan masukan

agar siapapun merasa bangga se-bagai Madura di Madura maupundi luar Madura. Ini juga dianggappenting karena ada indikasi se-bagain warga Madura justru lebihsenang mengaku bukan sebagaiwarga Madura.

Pembina SAI, MH Said Abdul-lah mengaku sangat respek ter-hadap kebudayaan. Dia ragu apa-bila pemeliharaan budaya lokal(Madura) diserahkan kepada war-ga luar Madura. Itu sebabnya,penyelamatan budaya lokal danMadura secara keseluruhan dianilai harus digalakkan masyarakatsecara bersama-sama sebelumakhirnya terancam punah karenatidak dirawat dengan baik olehyang berhak memeliharanya. “Kon-gres Kebudayaaan Madura ini han-ya narasi kecil untuk menggugahkesadaran,” kata Said.

Itu juga disampaikan HDZawawi Imron saat menjadi narasumber pra kongres kebudayaan dipendopo Agung Sumenep. Menu-rut penyair nasional asal Batang-Batang itu, generasi muda Madurasaat ini merupakan pewaris sah ataskebudayaan Madura untuk keles-tariannya di masa yang akan da-

tang. Jika generasinya saja tak pedu-li, Zawawi mengatakan tidak he-ran bila pada saatnya nanti wargaMadura belajar budaya Madura keBelanda. Karena itu, Zawawi mem-berikan apresiasi yang tinggi ter-hadap SAI yang menggelar Kon-gres Kebudayaan Madura yang di-awali pra kongres di semua kabu-paten di Madura. “Seperti puisi, kitasesungguhnya bagian dari Madu-ra, akulah darahmu,” pekiknya.

Sama halnya dengan bu-dayawan Pamekasan KadarismanSastrodiwirjo yang menguraimakalah dalam pra kongres kebu-dayaan yang digelar di Pamekasanbulan lalu. Menurutnya, telah ter-jadi pergeseran kebudayaan di Ma-dura. Misalnya, budaya Madurayang semula sangat ramah dan san-tun bergerak ke pop yang berdi-mensi instan-hedonistik. Selain itu,pria yang akrab disapa Dadang inijuga menilai adanya kehilanganidentitas dari sebagian besar gen-erasi Madura. Ini dibuktikan den-gan tidak adanya rasa sebagai war-ga Madura di rantau. “Heran, men-gapa generasi muda kita merasatidak bangga mengakui diri se-bagai generasi Madura,” paparnya.

41Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Masyarakat Madura dikenal memiliki karakterdan corak kehidupan yang berbeda daridaerah lainnya dan kaya budaya. Sayangnya,

kebudayaan daerah tersebut tidak diimbangi dengantindakan untuk melestarikannya.

Bupati Sampang Noer Tjahja menyampaikan haltersebut dalam seminar pra kongres kebudayaanMadura di Kabupaten Sampang (28/11) lalu. Pendapatbupati yang disuarakan Wabuhnya, Fannan Hasib,menilai generasi muda sebenarnya merupakankomponen masyarakat yang sangat penting dalamkebudayaan. Fakta menunjukkan, generasi muda saatini tidak begitu peduli terhadap kelestarian budayaleluhurnya. Sebab, anak muda memilih budaya yanglain dan dilestarikan di tengah komunitaskebudayaannya yang mulai susut.

Karena itu, bupati memandang perlu pendidikankebudayaan yang terdiri atas banyak aspek ituditanamkan pada anak sejak usia dini. Ini harusdilakukan agar budaya daerah terus berlanjut meski

sebagian diantaranya nyaris atau bahkan telah punah.Bupati berjanji akan membangun fasilitas daninfrastruktur yang berkai dengan kebudayaankhususnay kesenian.(abe)

Tak Bangga Berbudaya Madura

SERIUS: Marina warga negeri Rusia (tengah), peserta pra kongres

kebudyaan Maudra di Kabupaten Sampang

foto

: Abra

ri A

l Zael

Page 42: suluhmhsa edisi 1

42 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Sebuah daerah di timur laut Kenya, Ogaden,diperebutkan Somalia – Ethiopia beberapa tahunlalu. Daerah ini awalnya dikuasai Ethiopia. Tetapi

kaum nasionalis mengklaim Ogaden merupakanteritorial Somalia. Mayoritas warga Somaliamenghuni, menjadi penduduk Ogaden. Tetapi klaimini tidak diterima Ehiopia. Perang menjadi jawabandan Somalia keluar sebagai pemenang. Hanya,keunggulan Somalia tidak mutlak karena ada campurtangan pihak dari negara lain.

Spirit nasionalisme selalu muncul untukmempertahankan diri dari gangguan. Tetapi di sebuahrumah makan tak jauh dari patung singa (Merlion),seorang rekan di Singapura dengan banggamengatakan Singapura T.O.P.B.G.T. Daratan negeriberpenduduk sekitar 5,08 juta jiwa memuai sepertihukum besi dalam panas. Memang sedikit agak heran,karena di Indonesia daratannya justru susut karenagelombang alami dan abrasi yang disengaja.

Rekan saya yang asli Indonesia itu memilih menjadipenduduk Singapura karena merasa lebih nyaman danaman. Di Singapura, tas yang tertinggal di stasiun pundengan begitu mudah ditemukan dan kembali kepemiliknya. Sedangkan tas di gendongan pemiliknya,di Indonesia bisa hilang. “Tak usah lah cerita detilIndonesia tu macam mana,” katanya. Ia menilai Indo-nesia hanya tempat untuk lahir dan mati, padaakhirnya.

Rasa penasaran soal daratan yang memuai di Singapuraitu belum tuntas. Sebelum akhirnya meninggalkanSingapura, saya minta ia menjelaskan tentang daratanyang memuai itu. Ia katakan, kata menjelaskan di negeriyang dihuninya saat ini membuat sesuatu yang semulakabur menjadi lebih jelas dan tuntas. Tetapi, sekalilagi dia bercanda. Di negeri kelahirannya, di Indone-sia, ia anggap menjelaskan berarti menyebabkanpersoalan justru tidak semakin jelas. Itu juga yangterjadi dalam kata menyumbangkan lagu. Di Indonesia,katanya, menyumbangkan lagu berarti menyanyikanlagu yang semula merdu menjadi sumbang.

Soal teori pemuaian daratan itu, di Singapura terjadi.Orang-orang Indonesia mengangkut tanah. Bahkanpulau tak bertuan pun digerus lalu ditimbunkan kebibir pantai Singapura. Teori besar – kecil pun muncul.Sesuatu yang semula kecil bisa besar dan sebaliknya,yang awalnya besar jadi kecil. Tetapi itulah, cinta tanahair telah dijelaskan warga republik ini denganmengangkut tanah di negerinya dan diceburkan keair, di Singapura.

Ogaden

Sebagai bangsa, nama besar republik ini mengecilbukan saja pada konteks sebagian daratannya yangtelah dimiliki pihak lain. Tetapi besar sesungguhnyamemiliki perhatian yang besar pada sesuatu yangkecil-kecil. Memang, ada perhatian terhadap yangkecil-kecil terutama pada judi, narkoba dan mafiasistemik. Pada bandar besar, di tanah ini terkesandibiarkan (untuk tidak menyebut dipelihara) laludijadikan mesin ATM. Itu juga yang (mungkin) terjadipada koruptor di negeri ini.

Nasionalisme sebenarnya setiap siapa saja memeliharayang pantas dijaga di satuan terkecilnya ; di dalammaupun di luar rumah. Dalam kurun waktu 66 tahunsetelah Indonesia merdeka, urusan memperhatikanyang kecil-kecil ini kadang luput dari perhatian.Bahkan, ketidakjujuran itu telah dimulai dari rumah,terus merambah ke luar rumah, dan masuk kembalike rumah dengan membawa ketidakjujuran baru baiksebagai anak bangsa maupun sebagai anak dariorangtua yang pernah melahirkannya, dulu!

Pada religiusitas, semangat nasionalisme memilikikemiripan alam kontruk. Saat ini, manusia beragamamenderita kegamangan. Seolah-olah, agama tidakmenyelesaikan problem yang dihadapi. Padahal,agama sesungguhnya dapat menyelesaikan masalahpenganutnya. Persoalannya telah terjadi penghambaanyang tidak total dari penganut terhadap agama yangdiyakininya. Di sinilah pemeluk agama frustasi danbahkan agama yang diyakininya benar dilacurkanuntuk kepentingan dirinya yang justru bertentangandengan urgensi beragama itu sendiri.

Sedangkan pada nasionalisme yang menurut sebagianorang retak saat ini, justru terjadi karena warga darisebuah nation itu tidak melakukan totalitas dalamberbangsa. Pancasila diyakini benar dalam konsepbernegara tetapi ia hanya menjadi hiasan. Begitu jugaUUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika juag dapatdimengerti sebagai pilar kebangsaan. Tetapi semuaitu, tinggal wacana.

Lebih parah dari itu, kita tidak pernah marah denganpengabaian itu. Justru, pelan-pelan menjadi sosokyang mengambil bagian dalam penyelewengan atastegaknya pilar-pilar bangsa. Padahal, rakyat Somaliasaja bisa geram ketika Ethiopia hendak mengambilsebagian dari daerah yang dimilikinya, Ogaden itu.Sementara di republik ini, warga negera menyerahkantanah airnya “begitu saja” kepada Singapura bahkankepada negara lain secara tersembunyi atau ataudengan cara yang lebih barbar(*)

Oleh : Abrari Alzael

OASE

42 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 43: suluhmhsa edisi 1

43Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011

Page 44: suluhmhsa edisi 1

44 Suluh MHSA | edisi I | Th. I | Juni 2011