subtitle "flight": hilangnya penekanan dan penyiratan kalimat akibat subtitling
TRANSCRIPT
Subtitle Flight: Hilangnya Penekanan dan Penyiratan Kalimat Akibat
Subtitling
Oleh:
Muhammad Al Ghifari
180410120038
Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya
Jalan Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor Sumedang
Universitas Padjadjaran, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis gejala pergeseran penerjemahan idiom
dan cursing serta penerjemahan terminologi-terminologi kedirgantaraan dalam
subtitle film "Flight" (2012) pada adegan awal film sampai adegan pesawat jatuh
yang mengalami penyederhanaan atau bahkan penghilangan dan penambahan
atribut sehingga membuat istilah-istilah tersebut menjadi terdengar berbeda dalam
bahasa sasarannya. Tiga hal utama yang saya kaji dalam penelitian ini yakni: 1).
strategi penerjemah dalam menerjemahkan dialog yang mengandung ragam bahasa
BSu (idiom dan cursing) yang berbeda dengan ragam bahasa BSa, 2). akurasi
penerjemahan dalam bahasa sasaran, dan 3). dialog yang mengandung terminologi
atau istilah tertentu pada subtitle.
Kata-kata kunci: akurasi, istilah khusus, strategi penerjemahan, subtitling
Sebuah karya film tentunya memiliki nilai-nilai serta pesan-pesan yang
terkandung di dalamnya baik itu dipaparkan secara tersurat maupun secara tersirat.
Subtitle, atau secara spesifik disebut sebagai terjemahan, menjadi suatu peranan
penting dalam mempertahankan atau bahkan mengubah pesan yang dituturkan
yang bergantung pada akurasi penerjemahannya. Film "Flight" yang saya ambil
sebagai bahan penelitian ini mengandung banyak terminologi di bidang dirgantara
dan juga mengandung banyak ragam bahasa yang salah satunya ditunjukkan
dengan penggunaan idiom dan kata-kata umpatan (cursing). Hal ini terjadi secara
sedemikian rupa mengingat tokoh utama di film ini yakni Whip Whitaker (Denzel
Washingon) adalah seorang pilot pecandu berat alkohol dan obat-obatan terlarang
yang memiliki keturunan afro-american dan terlibat dalam insiden kecelakaan
jatuhnya pesawat terbang yang ia terbangkan.
Subtitling merupakan salah satu bagian komposisi semiotik film dalam konteks
penyampaian pesan kepada penonton (Baker, 1998). Oleh karena itu , peran subtitle
pada film ini juga sangat terikat erat dengan aspek-aspek dalam film seperti poster,
iklan, tulisan surat, televisi, dan sebagainya. Dengan demikian penerjemahan
subtitle memiliki strategi yang berbeda dengan penerjemahan buku atau novel
mengingat cara penyampaian pesan pada penonton film juga berbeda jika
dibandingkan dengan penyampaian pesan pada pembaca buku atau novel.
Dengan demikian, timbul dua pertanyaan utama atas analisis subtitle film ini:
1). apakah matriks-matriks dalam analisis paper ini membuat pemaknaan dialog
dalam BSa menjadi berbeda jika dibandingkan dengan dialog BSu? dan 2). strategi
penerjemahan apakah yang digunakan penerjemah dalam proses subtitling pada
film ini?
Untuk mendukung penelitian ini, saya mengambil empat matriks utama yang
paling mencolok dalam subtitle film ini: 1). hilang atau bergesernya idiom dalam
subtitle., 2). ketiadaan umpatan (cursing), 3). penambahan atribut pada dialog, dan
4). ketiadaan padanan istilah penerbangan dalam BSa.
I. Hilang atau bergesernya idiom dalam subtitle.
No, I've been up since the crack of dawn.
(Flight: 2.01)
You're damn right. We need that speed to
punch through this crap.
(Flight: 11.46)
Margaret, get everybody strapped in
tight. (Flight: 17.49)
If you got a little too low, you just do a
little coke, okay? Get yourself back up,
all right? (Flight: 9.03)
Engine instruments are in the green.
Airspeed alive both sides.
(Flight: 9.37)
Tidak, aku sudah bangun dari tadi.
(Flight: 2.01)
Tepat sekali. Kita harus dengan cepat
melewati cuaca buruk ini. (Flight: 11.46)
Baik. Dudukkan semua penumpang.
(Flight: 17.49)
Kalau rasanya kurang, tambah lah
kokain. Kau akan merasa lebih baik.
(Flight: 9.03)
Instrumen mesin baik-baik saja.
Indikator kecepatan cek dua sisi.
(Flight: 9.37)
Masing-masing gejala pada dialog-dialog di atas merupakan bagian dari
tingkat akurasi penerjemahan yang berujung pada pergeseran makna dan
penyederhanaan dialog pada BSa. Seperti misalnya pada contoh dialog (Flight:
2.01). Idiom "crack of dawn" di sini tidak secara harfiah diterjemahkan menjadi
"fajar menyingsing". Penyederhanaan dialog sedemikian rupa di contoh berikut
berdasarkan asumsi penerjemah bahwa penonton dianggap sudah mengerti bahwa
maksud Whip mengatakan "since the crack of dawn" adalah ia memang sudah
bangun sejak ia menerima telepon, meskipun kenyataan dalam film ini Whip baru
bangun ketika ia menerima telepon. Pengasumsian sedemikian rupa ini merupakan
cara penerjemah subtitle untuk membuat penulisan subtitle yang sesuai dengan
kaidah-kaidah penulisan subtitle yang salah satunya yakni penataan kata yang
mudah untuk dimengerti penonton.
Contoh-contoh dialog pada matriks ini juga menunjukkan adanya idiom yang
diterjemahkan secara berbeda namun tidak menggeser makna dialog tersebut. Hal
ini masing-masing terjadi pada dialog (Flight: 9.03, 9.37, dan 11,46). Penerjemahan
idiom yang tidak harfiah ini memberi efek yakni hilangnya unsur kiasan yang ingin
disampaikan oleh sang tokoh dalam tiap adegan di atas.
Salah satunya adalah idiom "in the green" yang diterjemahkan menjadi
"baik-baik saja". Hal ini membuat penyampaian pesan yang ingin dilakukan sang
tokoh (Evans) secara tersirat malah disampaikan secara tersurat dalam bahasa
sasarannya. Contoh dialog (Flight: 9.03) juga memberikan efek yang sama, hanya
saja penerjemahan idiom di sini secara tegas malah membuat dialog tersebut
terkesan hambar. Dialog tersebut tidak lagi memiliki cita rasa yang dimiliki oleh
percakapan antara seorang bandar narkoba dan seorang pecandu. Menurut saya
dialog tersebut malah terdengar seperti percakapan antara dokter dan pasiennya.
Hal yang sama juga terjadi di contoh dialog (Flight: 11.46) dimana Whip tidak lagi
terdengar seperti seorang pilot afro-american yang sedang berjuang menerbangkan
pesawatnya menembusa cuaca buruk dalam kondisi tertekan.
Dialog (Flight: 17.49) justru sedikit berbeda dengan dialog-dialog di stas.
Frasa "strapped in" di sini seharusnya bermakna "duduk dengan menggunakan
sabuk pengaman". Penyederhanaan dialog ini sepertinya dilakukan penerjemah
berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Armellino (2008) yang berkata
mengenai parafrase dalam penerjemahan.
Dari pembahasan matriks pertama ini saya membuat kesimpulan awal bahwa
efek yang ditimbulkan adalah lebih mudahnya penonton untuk mencerna kalimat
dalam BSu yang mengandung idiom yang kurang akrab di telinga penonton dalam
BSa sekaligus membuat dialog tersebut seakan-akan tidak memiliki variasi kalimat
yang bisa menyiratkan sesuatu.
II. Ketiadaan umpatan (cursing).
Because you want him to go to.. You
want a fucking tuition check. (Flight: 2.18)
Does he want to go to the fucking
school?
(Flight: 2.33)
Don't ever fucking touch my camera!
(Flight: 13.42)
In your fucking dreams.
(Flight: 14.29)
Hanya karena kau menanyakan tentang
sekolahnya?
(Flight: 2.18)
Memangnya dia mau masuk sekolah
itu?
(Flight: 2.33)
Jangan sentuh kameraku.
(Flight: 13.42)
Bajingan.
(Flight: 14.29)
Contoh selanjutnya yakni pada dialog (Flight: 2.18). Berbeda dengan contoh
sebelumnya, penghilangan pada dialog ini justru membuat dialog BSa menjadi
berbeda formatnya yang sebelumnya berbentuk kalimat sebab-akibat dalam BSu
menjadi sebuah kalimat Tanya dalam BSa yang berbeda pula isinya. Tidak ada
umpatan yang diterjemahkan juga menjadi sebab hilangnya penekanan dalam
dialog ini, Istilah cek juga tidak disertakan dalam dialog ini. Meskipun demikian,
saya berpikir bahwa hal seperti ini tidak menjadi masalah karena sebagian besar
masyarakat Indonesia belum akrab dengan istilah ‘cek’ dan penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari. Hanya dengan mengubah format kalimat, dialog ini menjadi
lebih mudah dicerna bagi penonton walaupun tidak lagi terdengar sebagai kalimat
yang sarkastik.
Hal serupa juga terjadi pada contoh dialog (Flight: 14.29). Dialog BSa yang
berbunyi "Di dalam mimpimu" dan "bajingan" tentu memiliki masing-masing
makna yang berbeda. Akan tetapi, justru dengan pengubahan penerjemahan seperti
ini subtitle dalam BSa menjadi memiliki penekanan emosi yang kuat sama seperti
kalimat yang dituturkan tokoh dalam BSu.
Dua contoh terakhir yakni (Flight: 2.33) dan (Flight: 13.42) justru dua dialog
yang mengalami perbedaan dari sisi pragmatis antara dialog BSu dan dialog
BSa-nya. Kata umpatan "fucking" yang tidak disertakan dalam subtitle dialog BSa
turut menghilangkan rasa marah yang timbul dari ekspresi masing-masing tokoh
pada masing-masing adegan dialog ini. Dialog dalam subtitle BSa di satu sisi
menjadi terasa datar karena ketiadaannya padanan cursing yang dilakukan tokoh
untuk dialog subtitle dalam BSa.
Larson (1984), mengatakan bahwa terjemahan yang akurat adalah terjemahan
yang semaksimal mungkin mampu menyampaikan pesan dari BSu ke dalam BSa.
Bagaimana pun juga, penekanan dalam dialog yang diungkapkan melalui umpatan
(cursing) sebaiknya tidak dihilangkan walaupun di satu sisi hal ini dapat membuat
struktur kalimat dalam BSa menjadi lebih sesuai untuk sebuah subtitle. Saya
berpikir bahwa apa yang dilakukan penerjemah subtitle ini dimaksudkan untuk
membuat subtitle BSa tidak menjadi subtitle yang berisi dialog yang kasar
mengingat lembaga sensor film di Indonesia cukup ketat dalam hal ini.
III. Penambahan atribut pada dialog.
What's going on with you? I thought
you're clean.
(Flight: 8.23)
For weather.
(Flight: 11.20)
.
Apa masalahmu? Aku kira kamu sudah
bebas Narkoba?
(Flight: 8.23)
Menghindari cuaca buruk.
(Flight: 11.20)
Contoh dialog (Flight: 8.23) terjadi pada saat Nicole mengunjungi temannya di
lokasi pengambilan gambar film porno untuk meminta narkoba padanya. Teman
Nicole mengatribusikan diri Nicole sebagai subjek yang "clean" direlasikan oleh
penerjemah subtitle dialog film ini dengan keseharian tokoh Nicole yang
merupakan seorang penghuna obat-obatan terlarang. Dengan dialog teman Nicole
yang mengatakan bahwa Nicole sudah "clean", penambahan atribut "bebas
narkoba" menjadi relevan untuk digunakan dalam subtitle dialog BSa. Hal ini juga
bisa jadi sebagai cara untuk mempermudah para penonton dalam BSa untuk
memahami acuan kata "clean" dengan lebih spesifik.
Tidak jauh berbeda dengan contoh dialog pertama, contoh dialog (Flight:
11.20) juga dimaksudkan untuk memberikan penjelasan secara lebih terperinci
tetapi dalam konteks yang berbeda. Ketika Whip mengatakan dialog pada adegan
ini, pemandangan di layar menunjukkan bahwa pesawat yang dipiloti oleh Whip
sedang berada dalam kepungan awan hitam yang disertai sambaran guntur
disekelilingnya. Penambahan frasa dalam dialog ini menjadi berterima mengingat
Baker (1998) juga mengategorikan susunan gambar pada film juga menjadi salah
satu media penyampaian film yang disebut juga sebagai non-verbal visual channel
(NVC).
IV. Ketiadaan padanan istilah penerbangan dalam BSa.
A little tired. A quick turnaround for me,
10 turns in three days. Off tomorrow.
(Flight: 6.13)
Southjet 227, Orlando, you need to check
your Mode C. Your transponder
indicates you are descending.
(Flight: 11.55)
The elevator feels really stiff, sir.
(Flight: 17.43)
We got a jammed stabilizer.
(Flight: 30.09)
Sedikit capek. Ada sekali rute putar
balik, 10 penerbangan dalam tiga hari.
Besok aku libur. (Flight: 6.13)
Southjet 227, Orlando. Coba periksa
altimeter, transponder anda
menunjukkan sedang turun.
(Flight: 11.55)
Elevatornya berat sekali, pak.
(Flight: 17.43)
Stabilizer kami macet.
(Flight: 30.09)
Pada matriks ke-4 ini terlihat jelas fenomena peminjaman kata dari bahasa
sumber untuk digunakan dalam dialog subtitle di bahasa sasaran. Kata-kata tersebut
contohnya adalah transponder, elevator, dan stabilizer yang masing-masing dapat
ditemukan dalam (Flight: 11.55, 17.43, dan 30.09). Penerjemahan subtitle dengan
metode ini sepertinya sengaja dilakukan penerjemah untuk mempertahankan unsur
kedirgantaraan dalam dialog-dialog tersebut melalui penggunaan beberapa
terminologi dalam BSu ini. Selain itu, terminologi-terminologi di atas juga sudah
menjadi istilah yang baku dalam dunia penerbangan. Akan tetapi ada satu istilah
yang justru diterjemahkan menjadi istilah yang berbeda dari bahasa sumbernya
yakni penerjemahan terminologi "Mode C" menjadi "altimeter". Akan tetapi hal
demikian tidak lah menjadi persoalan sebab pengertian "Mode C" menurut
www.airsport-corp.com adalah bagian dari transponder pesawat terbang yang
menunjukkan dan memberi peringatan pada pilot mengenai ketinggian pesawat
terbang. Padanan "altimeter" yang digunakan dalam dialog ini justru dimaksudkan
untuk memberikan alternatif lain bagi para penonton dalam bahasa sasaran untuk
memahami dialog yang terjadi sebab terminologi "altimeter" lebih mudah dipahami
karena terdengar lebih umum. Di sisi lain, fungsi altimeter juga serupa dengan
Mode C pada transponder pesawat terbang.
Dialog (Flight: 6.13) justru memberikan makna yang berbeda dari bahasa
sumbernya. "Turnaround" dalam dunia penerbangan mengacu pada masa dimana
pesawat terbang baru mendarat di bandara menunggu untuk dapat kembali terbang.
Di masa ini biasanya pesawat tersebut kembali dipersiapkan ulang untuj melakukan
penerbangan, biasanya karena hal ini pula penindaan keberangkatan banyak terjadi
(ec.europa.eu).
Pada matriks yang terakhir ini, saya menarik kesimpulan awal bahwa banyak
sekali strategi yang dapat digunakan oleh penerjemah dalam mengartikan
terminology atau istilah tertentu pada bahasa sasaran. Akan tetapi penggunaan
metode ini harus lah sesuai pada konsep dan konteksnya agar tidak terjadi
kesalahan penerjemahan seperti halnya yang terjadi dalam contoh dialog (Flight:
6.13) yang mengartikan terminologi "turnaround" menjadi "rute putar balik" yang
sudah jelas memiliki makna yang berbeda.
Kesimpulan
Dari analisis keempat matriks yang saya lampirkan di atas, saya dapat menjawab
pertanyaan penelitian yang sebelumnya telah saya tuliskan di bagian awal paper ini.
Jawaban tersebut ialah: 1). Matriks-matriks dalam analisis paper ini tentu sebagian
besar mengubah cara penyampaian pesan dialog BSu melalui bentuk kalimat yang
berbeda dalam BSa. Walaupun demikian, matriks-matriks ini di sisi lain dapat
membuat penonton dalam BSa menjadi lebih mudah dalam memahami
dialog-dialog yang dituturkan karena matriks-matriks ini secara tidak langsung
juga menimbulkan aspek domestication yang membuat pemaknaan dialog dengan
dua bahasa yang berbeda melalui tuturan tokoh dan subtitling menjadi dapat
dipahami sebagai satu capaian yang sama meskipun dengan strategi yang berbeda. ,
dan 2). strategi penerjemahan yang dilakukan penerjemah dalam menerjemahkan
subtitle film ini di antaranya adalah parafrasing, borrowing, serta penambahan dan
penghilangan kata untuk menerjemahkan idiom dan cursing serta menjelaskan
terminology kedirgantaraan dalam beberapa dialog. Strategi-strategi ini tentunya
dilakukan sambil mengacu pada aspek-aspek dalam film yang dinyatakan oleh
Baker (1998).
Daftar Pustaka
Zemeckis, Robert. (2012). Flight. USA: Paramount Pictures
Zemeckis, Robert. (2012). Flight (Tr: TOP Entertainment). USA: Paramount
Pictures
Baker, M. (1998). In Other Words, A Coursebook on Translation. London:
Routledge, 11 New Fetter Lane, EC4P 4EE
Larson, M.L.(1984). Meaning-Based Translation, a guide to Cross Language
Equivalence. USA: University Press of America.
Newmark, P. (1988). A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall
Daftar Kamus
KBBI (daring) http://kbbi.web.id
Merriam-Webster Dictionary (online) http://merriam-webster.com
Pranala Luar
www.airsport-corp.com
ec.europa.eu