subjective well-being pada siswa smp yang mengalamieprints.ums.ac.id/52195/1/01.publikasi...

12
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMI BROKEN HOME Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Oleh: HUSNA AMALIA ADININGSIH F 100 130 165 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

Upload: others

Post on 11-Jan-2020

28 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

i

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMI

BROKEN HOME

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Oleh:

HUSNA AMALIA ADININGSIH

F 100 130 165

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

Page 2: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective
Page 3: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective
Page 4: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective
Page 5: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

1

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMI

BROKEN HOME

Abstrak

Subjective well-being adalah evaluasi kognitif dan emosional individu terhadap

kehidupannya, seperti yang dipahami orang-orang awam sebagai kebahagiaan,

ketentraman, dan kepuasaan hidup. Permasalahn broken home sering berdampak

buruk bagi seorang anak. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan

mendeskripsikan kondisi subjective well-being pada siswa SMP yang broken

home. Subjek atau informan dalam penelitian ini berjumlah 6 (enam) siswa SMP

yang brokoen home. Pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur

(semistructured interview) dan observasi deskriptif.Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik interaktif. Berdasarkan hasil analisis

dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa subjek cenderung merasa tidak

nyaman berada dirumah. Karena orang tua yang sibuk dengan urusan masing –

masing, tidak peduli dengan setiap masalah yang dihadapi anak, dan lebih sering

membentak. Hal ini juga membuat subjek merasa kurang dekat dengan orang

tuanya, dan memunculkan perasaan sedih, kecewa, jenuh, kesepian, dan merasa

terbebani.Untuk mendapatkan kenyamanan dan kebahagiaan yang dilakukan oleh

subjek adalah merokok, minum minuman keras, mengendarai sepeda motor (trek-

trekan) serta menunjukkan sikap berontak dengan cara selalu membantah perintah

orang tua. Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well being

siswa yang broken home antara lain : kondisi keluarga, respon/perhatian orang tua

yang kurang, kedekatan anak dengan orang tua, serta kesibukan orang tua dengan

urusan masing-masing

Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being

Abstrak

Subjective well being is the cognitive and emotional evaluation of individual to

their life, such as that is understand by layman as the happiness, serenity and the

satisfaction of life. Broken home often has the bad impact for a child. This study

aims to understaand and describe the condition of subjective well being in junior

high school whois broken home. There are six of junior high school students who

is broken home. The data collected by using semi structure interview and

descriptive observation.The technique of data analysis which is used in this

research is interactive techniques consisting of four steps, thatare data collection,

data reductive, data display, and making a conclusion. Based on the result of

analysis and discussion can be concluded that subject disposed feels not

comfortable when they are at home. Because of their parents are busy, and not

take care with them and often angry with them. This problem makes the subject

furthure from their parents and occuring thesad feeling, dissapointed, bored,

lonely and feels so burdened with the circumtances. To get comfortable and happy

condition. Then the subject smoking, drinking, riding the motorcycle with

Page 6: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

2

mischievous and then showing the bad attitude. Then factors that affect the

subjective well being at the students who are broken home such as the condition

of their family,the response or the lack of attention and the parents who are busy.

Kata Kunci: adolescent, junior high school students, subejctive well-being,

broken home

1. PENDAHULUAN

Kebahagiaan adalah hal yang utama, karena kebahagiaan sangat penting

bagi kehidupan manusia. Banyak orang mengeluhkan dirinya merasa tidak

bahagia walaupun secara materi sudah berkecukupan. Tak sedikit pula orang-

orang yang berpendidikan tinggi dan telah meraih gelar yang tertinggi di bidang

akademik,namun mengeluh masih belum merasa bahagia dengan apa yang telah

diraih hingga saat ini.

Manusia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selama

seharian penuh agar orang tersebut memiliki status sosial yang tinggi hingga bisa

mendapatkan semua keinginannya Manusia pada dasarnya selalu berusaha agar

hidupnya berkualitas dan bahagia.Terutama masa remaja awal dimana

kebahagiaan yang ingin diraih masih begitu besar.Pada masa –masa remaja

biasanya banyak yang dilakukan untuk memperoleh kebahagiaan meskipun harus

dengan cara yang baik atau tidak.Pada dasarnya setiap individu memilik

kesejahteraan yang berlimpah , namun kondisi tersebut bergantung pada

bagaimana setiap inidividu menanggapi emosi dalam dirinya (Sahai & Singh

2016) .

Hasil survey menyatakan bahwa dukungan orang tua mampu meminimalkan

kemungkinan-kemungkinan kenakalan yang terjadi pada anak.Meskipun keluarga

tidak harmonis namun anak harus bisa merasakan perhatian orang tuanya (

kapanlagi. com, 2016).

Menurut Diner & Chan (2011) Subjective well being diartikan sebagai

evaluasi individu atas kehidupan yang dijalani ,yaitu penilaian kepuasan hidup

dan suasana hati atau emosi. Evaluasi tersebut meliputi penilaian

emosionalterhadap kejadian yang dialami dan sejalan dengan penilaian kognitif

terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup. Seseorang dikatakan dalam kondisi

bahagia dapat dilihat dari cara berpikirnya atau sifat keterbukaan dilingkungan

Page 7: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

3

sekitarnya,selain itu komponen koginitf yang dimiliki individu dapat

mencerminkan tentang kepuasan diberbagai bidang dalam kehidupannya (Duran

& Barlas, 2016) .

Menurut Sallenger (1934) broken home adalah kondisi orang tua yang

penuh dengan kerenggangan serta tidak menjalankan fungsinya sebagai orang tua,

sehingga membentuk kepribadian anak menjadi brutal/rusak.

Menurut Omoruyi (2014 ) bahwa keluarga merupakan tempat pertama anak

kontak dengan dunia luarnya dimana didalam keluarga anak akan mendapatkan

pengetahuan psikologis, moral dan spiritual pada anak. Sebaliknya jika keluarga

yang mengalami broken home justru anak akan terlihat tertekan dan anak akan

merasa tidak nyaman dirumahnya serta berpengaruh pada prestasi akademiknya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan kondisi

subjective well-being pada siswa SMP yang broken home.

2. METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan metode

pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur (semistructured

interview) dan observasi deskriptif. Teknik pemilihan subjek atau informan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu penentuan

informan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh informan yang dipilih karena

ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan

(Herdiansyah, 2015). Subjek atau informan dalam penelitian ini berjumlah 6

(enam) siswa SMP yang broken home di kota Surakarta. Metode dan alat

pengambilan data menggunakan wawancara dan observasi.

Untuk memudahkan dalam analisis data berupa hasil wawancara dan

observasi. Menurut Sarwono (2006) analisis kualitatif merupakan analisis yang

mendasarkan pada adanya hubungan sematis antar variabel yang sedang diteliti

dengan tujuan agar peneliti mendapatkan makna hubungan variabel sehingga

dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data interaktif menurut Milles &

Huberman (1984) dimana analisis tersebut terdapat tiga tahap, diantaranya : tahap

Page 8: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

4

reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi

data.

Tabel Informan Penelitian

No Nama

(Inisial)

Usia Jenis kelamin Tinggal di

rumah

1 MK 13 tahun Laki-laki Ayah dan ibu

2 RM 13 tahun Laki-laki Ayah dan ibu

3 IN 13 tahun Perempuan Ayah dan ibu

4 MN 13 tahun Perempuan Ayah dan ibu

5 DT 14 tahun Perempuan Ayah dan ibu

6 EK 14 tahun Perempuan Ayah

Tabel Pelaksanaan Wawancara

No Informan Pelaksanaan Lokasi

1 RM

(13 tahun)

Jum’at, 10 Maret 2017

(±pukul 09.00 – 09.20 WIB)

Sekolah

2 MK

(13 tahun)

Jum’at 10 Maret 2017

(±pukul 09.30 - 09.45 WIB)

Sekolah

3 IN

(13 tahun)

Jum’at, 10 Maret 2017

(±pukul 10.00 – 10.15 WIB)

Sekolah

4 MN

(13 tahun)

Jum’at 10 Maret 2017

(±pukul 11.00 – 11.20 WIB)

Sekolah

5 DT

(14 tahun )

Senin,13 M aret 2017

(±10.00 – 10.15 WIB )

Sekolah

6 EK

(14 tahun )

Kamis , 16 Maret 2017

( 09.00- 09.22 WIB )

Sekolah

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami broken home

dalam keluarga 2 dari 6 subjek sudah membaik tidak ada konflik yang terjadi

antara kedua orang tuanya, namun 4 subjek keluarganya masih mengalami

Page 9: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

5

permasalahan yang terjadi antara kedua orang tuanya, sehingga subjek merasa

tidak nyaman, selain itu saat wawancara berlangsung subjek terlihat menunduk

dan volume suara terdengar kecil. Hal ini sesuai dengan penelitiam yang

dilakukan oleh Nayana (2013) bahwa peran keluarga sangat berhubungan positif

dengan subjective well being, semakin tinggi keberfungsian keluarga maka

semakin tinggi juga subjective well being pada remaja.

Hal –hal yang dapat membuat seorang anak merasa bahagia di tengah -

tengah keluarga yang tidak harmonis yaitu 5 subjek merokok bersama teman,

minum-minuman keras bersama teman, bermain bersama teman di tempat yang

sudah menjadi kebiasaannya, melihat kedua orang tua kembali akur tidak

memiliki masalah. Namun 1 subjek mengatakan apabila hal yang membuatnya

merasa bahagia yaitu dapat berkomunikasi kembali dengan ibunya yang sekarang

sudah bercerai dengan ayahnya dan sudah memiliki keluarga baru. Hal tersebut

sesuai dengan teori Sahai & Singh (2016) yang menyatakan bahwa pada masa –

masa remaja biasanya banyak yang dilakukan untuk memperoleh kebahagiaan

meskipun harus dengan cara yang baik atau tidak. Pada dasarnya setiap individu

memilik kesejahteraan yang berlimpah , namun kondisi tersebut bergantung pada

bagaimana setiap inidividu menanggapi emosi dalam dirinya.

Respon orang tua pada masalah yang dihadapi oleh anak cenderung kurang

baik. Hal ini terbukti dari 5 subjek masih mau merespon/menanggapi

permasalahan yang dialami, namun terkadang dengan cara membentak terlebih

dahulu, sedangkan 1 subjek, orang tuanya khususnya ibu subjek tidak peduli

dengan masalahnya karena sibuk dan lebih perhatian pada keluarga barunya.,

sehingga akan menimbulkan rasa tidak berarti di dalam rumah dan lebih tidak

peduli dengan orang tua dengan menunjukan sikap berontak. Menurut Sullenger

(1934) broken home adalah kondisi orang tua yang penuh dengan kerenggangan

serta tidak menjalankan fungsinya sebagai orang tua, sehingga membentuk

kepribadian anak menjadi brutal/rusak.

Koping yang terjadi pada anak yang bermasalah pada keluarganya kurang

baik, hal ini dilihat dari 3 dari 6 subek lebih memilih untuk merokok, mulai

ketagihan dengan minum-minuman keras, trek-trekan yang dilakukan berasama

Page 10: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

6

teman-teman mainnya dan berontak dengan orang tuanya yang di wujudkan

dengan sikap membantah dan tidak memenuhi perintah orang tuanya. Menurut

penelitian dari Sujoko (2012) menyatakan bahwa penyebab kenakalan pada

remaja berasal dari ketidakberfungsian orang tua dalam keluarga

Kedekatan subjek dengan orang tua cenderung tergolong kurang, 3 subjek

tidak dekat dengan kedua orang tuanya, 2 subjek lebih dekat dengan ibu dan 1

subjek lebih dekat dengan ayah, hal tersebut terjadi karena kedua orang tua yang

terlalu sibuk dengan pekerjaan/ urusannya masing - masing dan tidak peduli

dengan anak terkadang anak dititipkan dengan kerabat lain seperti bibi atau

dengan pamannya. Hal ini seseuai dengan teori Comanor & Phillips (2002) yang

menyatakan bahwa anak yang lebih dekat atau sering tinggal bersama kakek,

nenek, atau kerabat yang lainnya maka anak akan lebih cenderung menghabiskan

waktunya di luar rumah serta merasa tidak nyaman karena merasa dirinya tidak

berarti di dalam keluarga.

Perasaan saat berada di rumah, 1 subjek mengatakan masih merasa nyaman

saat berada di rumah karena subjek sudah terbiasa dengan keadaan yang

demikian, kemudian 4 subjek lainnya merasa tidak nyaman saat berada di rumah,

karena keadaan orang tua selalu bertengkar di dalam rumah karena perbedaan

pendapat atau hanya karena masalah sepele dan 1 subjek lainnya malas ketika di

rumah. Selain itu perasaan yang dirasakan pada 6 subjek yaitu perasaan sedih,

kecewa, kesepian, tidak betah saat berada di rumah, jenuh dan merasa terbebani

dengan keadaan yang demikian.

Faktor yang menyebabkan anak tidak merasa nyaman saat berada di rumah

yaitu karena masalah kesibukan orang tua yang mengakibatkan kurangnya

perhatian yang diberikan pada anak, kedekatan anak dengan orang tua yang tidak

terjalin dengan baik, dan respon orang tua yang acuh tak acuh. Pada 1 subjek yang

orang tuanya telah bercerai, menganggap bahwa perceraian orang tua merupakan

hal yang paling berat bagi subjek, karena sejak dulu ibunya tidak bisa

menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus memberikan perhatian

pada anak, namun pada kenyataannya ibu subjek hanya mementingkan urusannya

sendiri. Hal ini sesuai dengan teori Patrick & Chrucill (2012) yang menyatakan

Page 11: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

7

bahwa keluarga yang mengalami broken home mengakibatkan perasaan hancur

dalam hati seorang anak,dari kehncuran hatinya makan akan menimbulkan

gangguan pada pikiran dan jiwa pada anak, baik taraf ringan hingga berat,

permasalahan tersebut akan membuat seorang anak akan menurunkan rasa

percaya pada orang tuanya.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa subjek

cenderung merasa tidak nyaman berada dirumah. Karena orang tua yang sibuk

dengan urusan masing –masing, tidak peduli dengan setiap masalah yang dihadapi

anak, dan lebih sering membentak. Hal ini juga membuat subjek merasa kurang

dekat dengan orang tuanya, dan memunculkan perasaan sedih, kecewa, jenuh,

kesepian, dan merasa terbebani. Untuk mendapatkan kenyamanan dan

kebahagiaan yang dilakukan oleh subjek adalah merokok, minum minuman keras,

mengendarai sepeda motor (trek-trekan) serta menunjukkan sikap berontak

dengan cara selalu membantah perintah orang tua. Kemudian faktor-faktor yang

mempengaruhi subjective well being siswa yang broken home antara lain : kondisi

keluarga, respon/perhatian orang tua yang kurang, kedekatan anak dengan orang

tua, serta kesibukan orang tua dengan urusan masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Ahiaoma,I.(2012). The psycho-social effect of parental separation and divorce on

adolescents: Implications for counselling in Surulere Local Government

Area of Lagos State. International Journal of Psychology and

Counselling.5,(7).162-168

Ananda. (2016, Oktober 8).Kenapa Bolos Sekolah ?. kapanlagi.com. Diunduh dari

:http://teen.Kapanlagi.com/boys/pubertas/kenapa-siswa-bolos-sekolah-

f0210d.html.

Comanor, W. S., & Phillips, L. (2002). The Impact of Income and Family

Structure on Delinquency. Journal of Applied Economics, 5, (2), 209-

232.

Page 12: SUBJECTIVE WELL-BEING PADA SISWA SMP YANG MENGALAMIeprints.ums.ac.id/52195/1/01.PUBLIKASI ILMIAH.pdf · Kata Kunci: broken home, remaja, siswa SMP, subjective well-being Abstrak Subjective

8

Diener, E.,& Chan,M.Y. (2011).Happy People Live Longer. Subjective Well Being

Contrlbutes to Health and Longevity. Applied Psychology: Health and Well-

Being.3,(4),1-43

Duran,S. & Barlas,G.U.(2016).Effectiveness of Psychoeducation Intervention on

Subective Well Being and Self Compassion of individuals with mental

disabilities.Journal of Research in Medical Sciences.4(1).181-188.

Herdiansya,H.(2015).Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu

Psikologi.Jakarta: Salemba Humanika.

Milles, M. B.,& Huberman, M.A. (1984). Qualitative Data Analysis. London:

Sage Publication.

Nayana,F.N.(2013).Kefungsian Keluarga dan Subjective Well-Being pada Remaja

.Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 01, (2), 230-244.Diunduh dari :

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/view/1580/1680.

Omoruyi,V.I.(2014). Influence Of Broken Homes On Academic Performance

Andpersonality Development Of The Adolescents In lagos state.

European Journal of Educational and Development Psychology.2(1),

11-24.

Patrick.,F.,& Chrucill,A.(dalam penerbitan).The path taken :The Effect Of

Divorce On Children.Marriage&Religion Research Institute.

Sahai, A.,& Singh, A. (2016). Organizational Justice Enhances Subjective Well-

Being . The International Journal of Indian Psychology.3(6).21-33.

Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Sujoko.(2012). Hubungan Antara Keluarga Broken Home, Pola Asuh Orang Tua

dan Interaksi Teman Sebaya Dengan Kenakalan Remaja. Tesis (tidak

diterbitkan). Surakarta: Umiversitas Setia Budi. Diunduh dari

:https://psikologi05.files.wordpress.com/2012/02/naskah-publikasi.pdf.

Sullenger, E. T. (1934). Journal of Criminal Law and Criminology. Juvenile

Deliquency a Product of The Home,24(6),1088-1092.

Setyarahajoe,R.,& Nurlita,I.(2014). Interpersonal Communication Pattern of

Broken Home’s Teens with their Parents in Surabaya to Minimize

Juvenile Delinquency. Academic Research International. 5, (2).385-

391.