studi tentang negara kesejahteraan
TRANSCRIPT
-
7/25/2019 Studi Tentang Negara Kesejahteraan
1/6
Studi tentang Negara kesejahteraanOleh Asep Mulyana
Studi tentang Negara Kesejahteraan (NK) tersebar dalam beberapa topik berikut: 1.
Kajian klasik tentang batasan dan asal-usul NK; 2. Studi Titmuss dan Esping-
Andersen yang melakukan kategorisasi NK berdasarkan cakupan penerima manfaat
kesejahteraan dan tingkat kemampuan negara melepaskan ketergantungan
kesejahteraan masyarakat terhadap pasar (dekomodifikasi); 3. studi-studi tentang
penciutan NK setelah mengalami krisis transisi pascaindustri; 4. Studi-studi tentang
replikasi NK di kawasan lain yang dihuni negara-negara industri baru, terutama di
Amerika Latin dan Asia Timur (Triwibowo dan Bahagijo 2006).
Dalam karya klasiknya, Asa Briggs mendefinisikan NK sebagai sebuah negara yangdengan kekuasaan terorganisir (melalui politik dan pemerintahan) memodifikasi
kekuatan pasar dalam tiga arahan: pertama, menjamin pendapatan minimum
individu dan keluarga terlepas dari nilai pasar atas pekerjaan dan properti mereka;
kedua, mengurangi atau menghapus resiko sosial yang berhubungan dengan
kontingensi sosial, seperti sakit, tua, dan pengangguran; ketiga, memberikan
pelayanan sosial dengan standar terbaik kepada semua warga tanpa memandang
perbedaan status dan kelas (Pierson dan Castle 2006).
NK mencapai titik kulminasi dari sebuah proses panjang yang dimulai dari abad 18
dengan pembangunan hak-hak sipil dan hukum, kemudian berlanjut pada abad 19
dengan munculnya hak politik, serta mencapai puncaknya pada abad 20 dengan
konsolidasi apa yang disebut Marshall sebagai kewargaan sosial. Pembangunan NK,
terutama di Skandinavia, sangat ditentukan oleh konsolidasi kelas buruh yang
melakukan perjuangan politik melalui parlemen dengan berafiliasi dengan kelas lain
(petani dan kelas borjuasi kecil) untuk melambagakan skema kesejahteraan sosial
(Esping-Andersen 1985). Masa keemasan NK pasca-Perang Dunia II dimana
kemakmuran, kesetaraan, dan kesempatan kerja penuh terbangun dengan sempurna.
(Segura-Ubiergo)
Tidak semua negara yang menerapkan rejim NK dapat memberikan manfaat dan
pelayanan jaminan sosial kepada seluruh penduduk. Titmuss (1968) meneliti
dinamika rejim NK dengan melihat cakupan penerima manfaat kebijakan
kesejahteraan sosial dalam dua tipe NK, yaitu: 1. NK residual yang memberikan
jaminan sosial kepada sebagian elemen dalam masyarakat, dalam hal ini rakyat
miskin; 2. NK institusional atau komprehensif yang memberikan akses dan pelayanan
sosial kepada seluruh penduduk.
https://asepmulyana02.wordpress.com/2012/10/18/studi-tentang-negara-kesejahteraan/https://asepmulyana02.wordpress.com/2012/10/18/studi-tentang-negara-kesejahteraan/ -
7/25/2019 Studi Tentang Negara Kesejahteraan
2/6
Studi yang dilakukan Titmuss ini disempurnakan oleh Esping-Andersen (1990) yang
membagi tipe-tipe rejim NK berdasarkan kapasitas negara untuk melakukan
kebijakan dekomodifikasi. Semakin rendah tingkat dekomodifikasinya, maka kian
terbatas pula cakupan dan penerima manfaat dari kebijakan kesejahteraan sosial
tersebut. Kapasitas negara ditentukan oleh konstelasi politik dan koalisi kelas di
parlemen dan dukungan publik kepada partai politik pengusung politik kesejahteraan.
Esping-Andersen kemudian membagi rejim NK dalam tiga tipe, yakni: 1. NK sosial
demokrat di Skandinavia yang memberikan jaminan sosial kepada seluruh penduduk
dengan cakupan jaminan sosial yang lengkap. Rejim ini melepaskan ketergantungan
masyarakat dari pasar dengan kebijakan kesempatan kerja penuh; 2. NK konservatif
di Eropa Daratan yang memberikan tekanan pada peran keluarga sebagai pihak
penanggung resiko dan memberikan jaminan sosial kepada pihak yang segmented
tergantung pada jenis pekerjaannya; 3. NK liberal di negara-negara Anglo-Saxon yang
memberi jaminan sosial pada segmen paling rentan atas resiko dan jumlahnya sangat
terbatas. Rejim ini lebih menggantungkan kesejahteraan masyarakat kepada pasar.
Pierson (2001) mencatat bahwa rejim NK menemukan masa-masa emasnya sejak
berakhirnya Perang Dunia II sampai akhir 1970-an. Paralel dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, negara-negara penganut rejim NK menerapkan berbagai
kebijakan kesejahteraan sosial baru seperti program pensiun, jaminan orang cacat,dan santunan bagi para penganggur.
Masa-masa kejayaan rejim NK makin menciut, setidaknya, karena dua hal, pertama,
faktor eksogen berupa perubahan tata ekonomi global terkait deregulasi pasar modal
demestik dan internasional. Rejim-rejim NK kehilangan kendali atas kebijakan nilai
tukar, suku bunga dan fleksibilitas fiskal. Mereka juga harus menurunkan standar
kebijakan sosial untuk menekan biaya tenaga kerja dan meningkatkan daya saing
internasional. terkena imbasnya sehingga harus melakukan restrukturisasi yang luas
(Triwibowo dan Bahagijo 2006: 30).
Kedua, adanya faktor-faktor endogen yang, bersama-sama globalisasi, mendorong
restrukturisasi NK, yakni: 1. Transisi pascaindustri yang menurunkan kecepatan
pertumbuhan produktifitas. Hal ini memicu pengangguran menciutkan basis
anggaran negara di satu sisi dan menambah beban tanggungan negara di sisi lain.
Pergeseran sektor industri manufaktur yang efisien dan padat modal ke sektor jasa
yang padat karya juga menyulitkan negara untuk memperluas basis pajak melalui
peningkatan upah dan gaji. Negara pun mengalami kesulitan membiayai
-
7/25/2019 Studi Tentang Negara Kesejahteraan
3/6
kesejahteraan sosial; 2. Matangnya negara kesejahteraan akibat menuanya struktur
demografi. Situasi ini memberatkan beban fiskal untuk jaminan sosial di satu sisi dan
memberatkan beban pajak bagi tenaga kerja produktif di sisi yang lain; 3.
Transformasi struktur rumah tangga dan keluarga yang ditandai oleh masuknya kaum
perempuan ke pasar tenaga kerja, merosotnya angka kelahiran, dan meningkatnya
jumlah single-parent household. Situasi ini memang meningkatkan basis pajak,
namun pada sisi lain justru menghilangkan jasa-jasa domestik yang semula
disediakan dalam rumah tangga secara gratis. Alhasil, negara harus menciptakan jasa
baru atau memberikan subsidi yang cukup besar atas jasa-jasa yang bisa disediakan
pihak swasta (Pierson dalam Triwibowo dan Bahagijo 2006: 3133).
Faktor endogen dan eksogen di atas memaksa rejim-rejim NK untuk melakukan
strategi restukturisasi yang berbeda di setiap tipe rejim. Pada rejim liberal Anglo-
Saxon, terutama Inggris dan Selandia Baru, stategi yang ditempuh untuk mengatasi
transisi pascaindustri adalah rekomodifikasi, yaitu memperkuat ikatan tenaga kerja
kepada pasar. Pasokan kesejahteraan diperketat dan dibatasi. Sementara pada rejim
sosial demokrasi Skandinavia dan konservatif Eropa Daratan, strategi yang ditempuh
ada dua, yaitu: 1. Cost containment, upaya menekan defisit anggaran dengan
mengurangi belanja sosial dan mengurangi beban pajak dengan mengerem kebiajakan
pajak progresif; 2. Rekalibrasi, yaitu upaya penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan
baru melalui (a) rasionalisasi (modifikasi kebijakan/program yang ada agar lebihefektif, dan dini dilakukan rejim NK sosial demokrasi, (b) updating (penyusunan
kebijakan/program baru sebagai tanggapan atas kebutuhan-kebutuhan baru, dan ini
dilakukan oleh rejim NK konservatif (Ibid).
Demikianlah, literatur-literatur penting di atas mencoba memberi penjelasan atas NK
yang merupakan perkembangan kelembagaan kesejahteraan yang fenomenal di
negara-negara demokrasi kapitalis maju. Pencapaian NK dalam mengangkat
kesejahteraan warganya menjadi magnet tersendiri yang merangsang negara-negara
berkembang di belahan Selatan, khususnya Amerika Latin dan Asia Timur, untuk
melakukan replikasi terbatas dengan membangun kelembagaan NK melalui
kebijakan-kebijakan kesejahteraan sosial.
Ada beberapa studi yang dilakukan untuk meneliti eksperimen pelembagaan negara
kesejahteraan di luar Eropa. Pertama, studi yang dilakukan Segura-Ubiergo menguji
jalan Amerika Latin dalam pembangunan sistem ksejahteraan dan menganalisis
dampak globalisasai dan politik domestik pada komitmen anggaran pemerintah pada
jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Negara Amerika Latin dipandang penting
-
7/25/2019 Studi Tentang Negara Kesejahteraan
4/6
sejak negara-negara di kawasan ini, Chili, Kostarika, dan Peru, memiliki sistem
ksejahteraan yang punya sejarah panjang seperti di Eropa dengan skema pensiun,
pelayanan kesehatan, dan jaminan keluarga.
Ubiergo menyimpulkan bahwa: 1. perdagangan yang makin terbuka paralel dengan
pengurangan secara signifikan pada belanja sosial. Meski dampak tersebut tidaklah
sama untuk semua kategori. Dampak negatif keterbukaan perdagangan bekerja secara
penuh melalui pengeluaran jaminan sosial, tapi tidak tampak pada kebijakan di sektor
pendidikan dan kesehatan; 2. pergeseran ke sistem politik demokratik rupanya tidak
berdampak negatif pada pengeluaran jaminan sosial, tetapi berhubungan dengan
peningkatan dalam belanja pendidikan dan kesehatan. Belanja sosial di Amerika Latin
berbasis pada pekerja di sektor formal padahal mayoritas masyarakat kelas bawah
bekerja di sektor informal, sehinga kelas mayoritas ini tidak masuk dalam skema
transfer (utamanya pensiun). Maka tidak mengherankan jika kelompok ini tidak
menekan pemerintah untuk meningkatkan program jaminan sosial yang tidak
menguntungkan mereka secara langsung. Hal ini berbeda dengan belanja untuk
pendidikan dan jaminan kesehatan yang dinikmati oleh segmen penduduk yang lebih
luas.
Kedua, studi yang dilakukan Haggard dan Kaufman (2008), menganalisis komitmen
kesejahteraan di tiga kawasan besar, yaitu Amerika Latin, Asia Timur, Eropa Timurdengan rentang waktu antara awal perang dunia sampai akhir 1970-an. Studi ini
berkesimpulan bahwa reformasi kesejahteraan di tiga kawasan ini bergerak dalam
jejak-jejak yang berbeda. Beberapa negara memperluas jaminan dan pelayanan sosial,
sementara negara lainnya meliberalisasi atau menciutkan komitmen atas kebijakan
kesejahteraan sosial.
Kajian ini memperlihatkan perluasan kebijakan sosial dipengaruhi oleh tipe rejim dan
penyesuaian kebijakan yang dilakukan menghadapi krisis ekonomi. Transisi ke
pemerintahan demokrasi memperkuat insentif untuk memperluas komitmen
kesejahteraan public ke sektor penduduk yang rentan. Sementara itu, krisis ekonomi
yang membuka jalan bagi penyesuaian struktural propasaryang diikuti dengan
kebangkitan liberalisasi perdagangan dan pasar modal, privatisasi, dan berbagai
reformasi berorientasi pasarcukup mengganggu sektor yang berlindung dari resiko
pasar baru karena besaran belanja sosial dipengaruhi oleh faktor ini.
Negara-negara di kawasan ini mengembangkan model kesejahteraan yang sangat
berbeda dengan model NK pascaperang di Eropa. Di negeri lahirnya NK, kekuatan dan
-
7/25/2019 Studi Tentang Negara Kesejahteraan
5/6
lingkup gerakan buruh linier dengan lingkup dan progresifitas NK. Kekuatan buruh di
negara berkembang merepresentasikan segmen yang kecil dari kekuatan kelas
pekerja, sehingga peran kelas ini kurang signifikan dalam mendorong pelembagaan
kebijakan kesejahteraan sosial. Manfaat dari kebijakan kesejahteraan sosial
didapatkan tidak hanya dari pajak para pekerja tetapi juga pajak umum dan inflasi
kelompok berpendapatan rendah.
Ketiga, studi yang dilakukan Pierson (2004) yang memeriksa penerapan kebijakan
kesejahteraan sosial di Amerika Latin dan Asia Timur. Untuk kasus Amerika Latin,
Pierson membagi tiga golongan eksperimen NK di Amerika Latin, yaitu regional
pioneer, intermediate, dan late comers. Kategori pertama lebih dulu menerapkan
kebijakan kesejahteraan sosial dengan cakupan manfaat yang lebih besar ketimbang
kategori sesudahnya.
Sementara untuk kasus Asia Timur, Pierson meneliti sistem jaminan sosial di Jepang
yang lebih tersegregasi dan memperlihatkan pentingnya peran keluarga sebagai
penyedia kesejahteraan. Komodifikasi kesejahteraan tampak dari upaya
pengembangan sistem jaminan kesejahteraan kepada perusahaan dan keluarga atau
komunitas, sedangkan negara hanya berperan dalam penyediaan jasa sosial
(Triwibowo dan Bahagijo 2006). Lemahnya posisi buruh nampaknya menjadi ciri
pelembagaan NK di Asia Timur, sehingga tuntutan akan adanya sistem jaminan sosialhampir tidak tampak. Di Taiwan dan Korea Selatan, kebijakan kesejahteraan sosial
bukan target penting jika dilihat porsi belanja sosial yang sangat rendah.
Studi lain menunjukkan bahwa sistem jaminan sosial di kawasan ini bersandar pada
tiga kebijakan utama, yaitu jaminan pensiun, jaminan kesehatan, dan santunan bagi
orang cacat. Cakupan penerima manfaatnya juga sangat rendah karena banyaknya
warga yang terserap dalam sektor informal (Huber dalam Triwibowo dan Bahagijo
2006). Namun NK kesejahteraan tidak identik dengan kebijakan sosial kesejahteraan
an sich. NK mensyaratkan adanya basis yang penting, yaitu kewargaan sosial,
sehingga replikasi sistem jaminan sosial di Amerika Latin dinilai dapat disetarakan
dengan NK di Eropa (Figueira 2005).
Goodman dan Peng (1996) menyimpulkan bahwa pengadopsian beragam aspek dari
NK di Asia Timur tidak bisa disandingkan dengan model pelembagaan kesejahteraan
sosial di Eropa karena perbedaan konteks sosial politik dan budaya yang begitu
mencolok. Gogh (2000) mencatat bahwa apa yang terjadi di Asia Timur lebih tepat
dikategorikan sebagai negara developmentalis ketimbang NK yang sepenuhnya
-
7/25/2019 Studi Tentang Negara Kesejahteraan
6/6
menjalankan ekonomi propasar, sehingga kebijakan sosial hanyalah subordinat dalam
mainstream kebijakan ekonomi (Triwibowo dan Bahagijo 2006).