studi spektrum frek utk maritim 2011

138
i PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI UNTUK KEPERLUAN DINAS MARITIM

Upload: fsfarisya

Post on 12-Jun-2015

726 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi spektrum frek utk maritim 2011

i

PENG G U NAA N S PEK TRU M

FREK UE NSI UN T UK

K EPERL UAN

DINAS MARITI M

Page 2: Studi spektrum frek utk maritim 2011

ii

P E N G G U N A A N S P E K T R U M F R E K U E N S I

U N T U K K E P E R L U A N

D I N A S M A R I T I M

Page 3: Studi spektrum frek utk maritim 2011

iii

PENGGUNAAN SPEKT RU M FREKU ENSI

UNT UK KEPERLU AN

D I NAS MARI T I M

PENGGUNAAN

Page 4: Studi spektrum frek utk maritim 2011

iv

PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI

UNTUK KEPERLUAN

DINAS MARITIM

@ Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang. Dilarang memperbanyak sebagian

atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun

mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan

lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Diterbitkan oleh Puslitbang SDPPI, Badan Penelitian dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia – Kementerian Komunikasi dan Informatika

Cetakan Pertama

Desember 2011

Page 5: Studi spektrum frek utk maritim 2011

i

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga buku “Penggunaan Spektrum

Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim” dapat diterbitkan.

Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai

penggunaan spektrum frekuensi khususnya untuk keperluan dinas maritim.

Sebagaimana kita ketahui, spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya

terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian

dalam mengaturnya. Untuk itu diperlukan suatu kegiatan manajemen spektrum

frekuensi dari suatu tahapan perencanaan hingga pendistribusian ketersediaan untuk

keperluan penyelenggaraan komunikasi maritim yang dalam implementasinya

diperlukan koordinasi dengan instansi terkat lainnya serta perlu dicermati

harmonisasi terkait peraturan yang dikeluarkan instansi terkait.

Alokasi spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim dapat dimanfaatkan

secara maksimal oleh pengguna frekuensi maritim terutama perusahaan-perusahaan

pelayaran, nelayan kecil atau pelayaran rakyat sehingga dapat mendukung sarana

keselamatan dan komunikasi serta kegiatan ekonomi di maritim.

Besar harapan kami buku ini dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan masyarakat, kalangan akademisi, dunia usaha dan para pembaca

tentang penggunaan spektrum frekuensi khususnya untuk keperluan dinas maritim.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Menteri Komunikasi dan

Informatika yang telah memberikan kepercayaan dan arahan kepada kami dalam

penerbitan buku ini dan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya

Perangkat Pos dan Informatika yang telah menerbitkan buku ini dan seluruh pihak

yang telah mendukung serta membantu penyelesaian buku “Penggunaan Spektrum

Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim”.

Jakarta, Desember 2011

KEPALA BADAN LITBANG SDM

AIZIRMAN DJUSAN

Page 6: Studi spektrum frek utk maritim 2011

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya

Perangkat Pos dan Informatika – Badan Litbang SDM dapat menyusun dan

menerbitkan buku “Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas

Maritim”.

Buku ini merupakan naskah publikasi dari Studi Penggunaan Spektrum Frekuensi

Untuk Keperluan Dinas Maritim yang telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika – Badan Litbang SDM

bekerjasama dengan PT IMT Mitra Solusi.

Buku ini terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu gambaran umum, pengumpulan data,

pembahasan, kesimpulan dan saran.

Besar harapan kami buku ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

masyarakat pada umumnya dan para pembaca khususnya. Kami menyadari bahwa

buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan masukan

yang konstruktif dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, Para Direktur

Jenderal, Para Staf Ahli dan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika yang

telah memberikan kepercayaan dan arahan kepada kami dalam penerbitan buku ini.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

mendukung serta membantu penyelesaian buku Penggunaan Spektrum Frekuensi

Untuk Keperluan Dinas Maritim”.

Jakarta, Desember 2011

KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN PERANGKAT POS

DAN INFORMATIKA

BARINGIN BATUBARA

Page 7: Studi spektrum frek utk maritim 2011

iii

DAFTAR ISI

SAMBUTAN .................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ........................................................................................................vi

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................... vii

BAB I GAMBARAN UMUM ...................................................................................... 1

1.1 Transportasi Maritim di Indonesia .................................................. 1

1.2 Pelayaran Rakyat ............................................................................ 3

1.3 Telekomunikasi Pelayaran .............................................................. 7

1.4 Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) .................... 10

1.5 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) untuk

Stasiun Radio Pantai (SROP) ....................................................... 28

1.6 Spektrum Frekuensi Radio ............................................................ 31

1.7 Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio. .......................... 31

1.8 Pengaturan Penggunaan Spektrum Frekuensi Maritim Berdasarkan

Radio Regulation ITU ................................................................... 33

1.9 Spektrum Frekuensi di Indonesia ................................................. 33

1.10 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan Spektrum

Frekuensi untuk Keperluan Maritim ............................................. 37

1.11 PNBP untuk Pengguan Spektrum Frekuensi Radio pada Dinas

Maritim ......................................................................................... 40

BAB II HASIL PENGUMPULAN DATA ................................................................ 45

2.1 Hasil In depth Interview ............................................................... 45

2.2 Hasil FGD ..................................................................................... 57

2.2.1 Hasil FGD di Jakarta ..................................................................... 57

2.2.2 Hasil FGD di Medan ..................................................................... 59

2.2.3 Hasil FGD di Surabaya ................................................................. 60

2.3 Hasil Quesioner Kualitas Pelayanan Maritim ............................... 62

BAB III ANALISIS .................................................................................................... 65

3.1 Pembahasan Hasil FGD ................................................................ 65

3.2 Pembahasan Hasil In Depth Interview .......................................... 67

3.3 Pembahasan Permasalahan ........................................................... 72

Page 8: Studi spektrum frek utk maritim 2011

iv

3.3.1 Evaluasi Terhadap Implementasi Kebijakan-kebijakan Pemerintah

Terkait Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim . 73

3.3.1.1 Kebijakan dari Kementrian Perhubungan ..................................... 74

3.3.1.2 Kebijakan dari Kementrian Komunikasi dan Informasi ............... 75

3.3.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim terhadap Layanan yang

Diberikan oleh Pemerintah ........................................................... 80

3.3.2.1 Persepsi Pengguna frekuensi Maritim dilihat dari tiap Dimensi

untuk (Importance Performance Anlysis) ..................................... 89

3.3.2.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim dilihat dari Indikator per

Dimensi ......................................................................................... 93

3.3.2.3 Analisa Importance Performance Analysis Perindikator dalam

dimensi .......................................................................................... 97

3.3.3 Koordinasi antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan

Penggunaan Frekuensi Radio ...................................................... 102

3.3.4 Harmonisasi Peraturan Terkait dengan Telekomunikasi Maritim104

3.3.5 Penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan

Spektrum Frekuensi Radio untuk Dinas Maritim ....................... 105

3.3.6 Pengawasan dan Pengendalian Frekuensi untuk Dinas Maritim

(Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun

Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta

Kementerian Kelautan dan Perikanan)Error! Bookmark not defined.

3.3.7 Optimalisasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit

Satelit .......................................................................................... 110

3.3.8 Pemanfaatan Frekuensi Lain untuk Mendukung Kegiatan Dinas

Maritim ....................................................................................... 111

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 113

4.1 Kesimpulan ................................................................................. 113

4.2 Saran/ Rekomendasi ................................................................... 116

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 120

Page 9: Studi spektrum frek utk maritim 2011

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Sistem Komunikasi Maritim .......................................................... 8

Gambar 1-2. Masterplan VTS dan INDOSREP ................................................. 9

Gambar 1-3. Konfigurasi Ship Reporting System di Indonesia ........................ 10

Gambar 1-4. Lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia ..................... 29

Gambar 1-5. GMDSS Coverage Area A1 ........................................................ 30

Gambar 1-6. GMDSS Coverage Area A2 ........................................................ 30

Gambar 1-7. Spektrum frekuensi Radio ........................................................... 31

Gambar 1-8. Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio .......................... 32

Gambar 1-9. Komposisi Penggunaan Frekuensi menurut Service dan

Subservice-nya tahun 2010. ......................................................... 37

Gambar 1-10. Peraturan-peraturan terkait dengan Spektrum Frekuensi Radio .. 39

Gambar 1-11. Data Historis Realisasi PNBP bidang Postel 2005-2010. ............ 41

Gambar 1-12. Proses Perijinan Maritim ............................................................. 44

Gambar 2-1. Scatter Diagram FGD Jakarta ..................................................... 58

Gambar 2-2. Scatter Diagram FGD Medan ...................................................... 60

Gambar 2-3. Scatter Diagram FGD Surabaya .................................................. 62

Gambar 3-1. Gambaran umum Keterkaitan antara Pemerintah dan Pengguna

Spektrum Frekuensi Maritim ....................................................... 72

Gambar 3-2. Gambaran Evaluasi Implementasi Kebijakan Pemerintah terkait

dengan Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim 73

Gambar 3-3. Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data ...................... 76

Gambar 3-4. Proses Permohonan Izin Frekuensi Radio Maritim. ...................... 77

Gambar 3-5. Penyebaran Anggota INSA berdasarkan Provinsi ....................... 81

Gambar 3-6. Populasi INSA Daerah Penelitian ................................................ 81

Gambar 3-7. Jumlah Sampel Daerah penelitian ................................................ 82

Gambar 3-8. Dimensi Assurance ...................................................................... 83

Gambar 3-9. Dimensi Emphaty ......................................................................... 84

Gambar 3-10. Dimensi Reliability ...................................................................... 85

Gambar 3-11. Dimensi Responsiveness .............................................................. 87

Gambar 3-12. Dimensi Tangible ......................................................................... 88

Gambar 3-13. Diagram Kartesius Dimensi Kualitas Layanan Frekuensi untuk

Keperluan Dinas Maritim ............................................................ 92

Gambar 3-14. Diagram Kartesius ....................................................................... 93

Gambar 3-15. Analisa Kuadran pada Dimensi Assurance .................................. 97

Gambar 3-16. Analisa Kuadran pada Dimensi Empahty .................................... 98

Gambar 3-17. Analisa Kuadran pada Dimensi Reliability .................................. 99

Gambar 3-18. Analisa Kuadran pada Dimensi Responsiveness ....................... 100

Gambar 3-19. Analisa Kuadran pada Dimensi Tangible .................................. 101

Gambar 3-20. Hubungan antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan

Penggunaan Frekuensi Radio ..................................................... 102

Gambar 3-21. Koordinasi yang terkait dengan Pengawasan Penggunaan

Spektrum frekuensi radio Maritim ............................................. 103

Gambar 3-22. Koordinasi antara Hubla dan SDPPI ......................................... 104

Page 10: Studi spektrum frek utk maritim 2011

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Jumlah Kapal Berdasarkan Jenis Pelayarannya ............................. 2

Tabel 1-2. Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran ............ 5

Tabel 1-3. Jumlah Perusahaan Angkutan Laut menurut Jenis Pelayaran ....... 5

Tabel 1-4. Jumlah Perusahaan Pelayaran menurut Provinsi ........................... 6

Tabel 1-5. Produksi Angkutan Laut di Indonesia ........................................... 6

Tabel 1-6. Kanal Maritim di Pita MF ............................................................ 13

Tabel 1-7. Kanal Maritim di Pita HF ............................................................ 14

Tabel 1-8. Kanal Maritim di Pita VHF ......................................................... 23

Tabel 1-9. Jumlah Penggunaan Frekuensi (ISR) berdasarkan pita Frekuensi33

Tabel 1-10. Penggunaan Pita Frekuensi per Provinsi pada tahun 2010 .......... 34

Tabel 1-11. Jumlah penggunaan kanal frekuensi menurut service 2008–2010

..................................................................................................... 35

Tabel 1-12. Pengguna Pita Frekuensi per Propinsi Tahun 2010 ..................... 36

Tabel 1-13. Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi 2005- 2010 .... 41

Tabel 2-1. Hasil In depth Interview di Jakarta ............................................. 46

Tabel 2-2. Hasil In depth Interview di Medan .............................................. 48

Tabel 2-3. Hasil In depth Interview di Surabaya ........................................... 50

Tabel 2-4. Hasil In depth Interview di Makassar .......................................... 52

Tabel 2-5. Hasil In depth Interview di Manado ............................................ 53

Tabel 2-6. Hasil In depth intervew dengan Ir. Tulus Rahardjo (Direktur

Pengendalian SDPPI, Ditjen Sumberdaya Perangkat Pos dan

Informatika, Kementerian Kominfo) ........................................... 55

Tabel 2-7. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Jakarta .... 57

Tabel 2-8. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Jakarta ....................................... 58

Tabel 2-9. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Medan .... 59

Tabel 2-10. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Medan ........................................ 59

Tabel 2-11. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Surabaya 61

Tabel 2-12. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Surabaya .................................... 61

Tabel 2-13. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan ............................ 63

Tabel 3-1. Resume Faktor-faktor yang berpengaruh pada pemanfaatan

Spektrum Frekuensi Radio Maritim dari Hasil FGD ................... 65

Tabel 3-2. Daftar Peraturan-peraturan pemerintah dari Kemenhub dan

Kemenkominfo terkait dengan Spektrum Frekuensi Maritim ..... 74

Tabel 3-3. Nilai Rata-rata Persepsi, Harapan, dan Kesenjangan Kualitas

Pelayanan ..................................................................................... 90

Tabel 3-4. Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi dan Harapan Dimensi ........ 91

Tabel 3-5. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran I 94

Tabel 3-6. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran II 94

Tabel 3-7. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran III

..................................................................................................... 95

Tabel 3-8. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran IV

..................................................................................................... 96

Tabel 3-9. Penggunaan Kanal Frekuensi radio Maritim untuk Komersial . 106

Page 11: Studi spektrum frek utk maritim 2011

vii

DAFTAR ISTILAH

ADSL : Asynchronuos Digital Subscriber Line

adalah sebuah teknologi interkoneksi data yang hanya menggunakan

kabel telepon biasa dengan kecepatan maximum Dowstream Up To 8

Mbps dengan jarak maksimal sekitar 1.820 Meter, dan kecepatan

maximum Upstream Up To 640 Kbps.

AOC : Aeronautical Operational Control

adalah komunikasiyang mendukungkeselamatan

danketeraturanpenerbanganyang biasanyaterjadi antarapesawat

danoperator

APC : Aeronautical Passenger Communication (a class of communication

which supports passenger communication)

AAC :Aeronautical Administrative Communication (a class of

communication which supports administrative communication)

ARE : Approved Radio Engineer

ARC : Approved Radio Certifier

BHP : Biaya Hak Penggunaan Frekuensi

adalah bentuk kewajiban bagi pengguna spektrum frekuensi radio

BSS : Broadcast Satellite Services

Broadcasting Satellite Services (BSS) or Direct-broadcast Satellite

Service (DBS) networks transmit broadcast and television signals

from a large central Earth station, via a satellite to relatively simple

receive-only Earth stations.

BTS : Base Transceiver System

adalah perangkat dalam suatu jaringan telekomunikasi seluler yang

berbentuk sebuah tower dengan ketinggian tertentu lengkap dengan

antena pemancar dan penerima serta perangkat telekomunikasi di

dalam suatu shelternya.

BWA : Broadband Wireless Access

refers to technology that provides high-speed wirelessInternet access

or computer networking access over a wide area.

CAGR : Compound Average Growth Rate

is a business and investing specific term for the smoothed annualized

gain of an investment over a given time period

CDMA : Code Division Multiple Access

adalah sebuah bentuk pemultipleksan dan sebuah metode akses

secara bersama yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu atau

frekuensi, namun dengan cara mengkodekan data dengan sebuah

kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada dan

Page 12: Studi spektrum frek utk maritim 2011

viii

menggunakan sifat-sifat interferensi konstruktif dari kode-kode

khusus itu untuk melakukan pemultipleksan.

DIMRS : Digital Integrated Mobile Radio System

Ditjen Hubla : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut

Ditjen Hubud : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara

DSC : Digital Selective Calling

is a standard for sending pre-defined digital messages via the

medium frequency (MF), high frequency (HF) and very high

frequency (VHF) maritime radio systems. It is a core part of the

Global Maritime Distress Safety System (GMDSS).

EDACS : Enhance Digital Access Communication System

is a radio communications protocol that held significant market

share.

EHF : Extremely High Frequency

is the highest radio frequencyband with a range of 30,000 to 300,000

megahertz.

ELT : Emergency Locator Transmitter

adalah sebuah alat pemancar kecil yang dilengkapi antena dan akan

memancar secara terus menerus jika alat tersebut basah terkena air

laut atau hempasan dan benturan yang cukup kuat (G Switch) dan

merupakan perlengkapan emergency pada setiap pesawat udara

dengan berbagai tipe pesawat dengan ukuran badan pesawat seperti

Boeing 737- 400.

FSS : Fixed Satellite Services

is the official classification (used chiefly in North America) for

geostationarycommunications satellites used for broadcast feeds for

television stations and radio stations and broadcast networks, as

well as for telephony, telecommunications and data communications.

FWA : Fixed Wireless Access

adalah jaringan telepon tetap, yang tidak menggunakan kabel yang

juga dikenal dengan Radio in the Local Loop (RLL) atau Wireless

Local Loop (WLL)digunakan sebagi pengganti kawat tembaga atau

sebagian bagian local loop pada jaringan telepon.

GMDSS : Global Maritime Distress and Safety Services

adalah sistem telekomunikasi marabahaya dan keselamatan secara

menyeluruh dalam dunia pelayaran yang berlaku di dunia dengan

menggunakan jaringan radio terestrial maupun satelit.

Page 13: Studi spektrum frek utk maritim 2011

ix

GSM : Global System for Mobile

is a standard set developed by the European Telecommunications

Standards Institute (ETSI) to describe technologies for second

generation (or "2G") digital cellular networks.

HF : High Frequency

is radio frequencies band with a range of 3 and 30 MHz.

ICAO : International Civil Aviation Organization

adalah sebuah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang

mengembangkan teknik dan prinsip-prinsip navigasi udara

internasional serta membantu perkembangan perencanaan dan

pengembangan angkutan udara internasional untuk memastikan

pertumbuhannya terencana dan aman.

IDRA : Integrated Digital Radio

IEEE : Institute of Electrical Engineering

is the world’s largest professional association dedicated to

advancing technological innovation and excellence for the benefit of

humanity.

ILS : Instrument Landing System

is a ground-based instrument approach system that provides

precision guidance to an aircraft approaching and landing on a

runway, using a combination of radio signals and, in many cases,

high-intensity lighting arrays to enable a safe landing during

instrument meteorological conditions (IMC), such as low ceilings or

reduced visibility due to fog, rain, or blowing snow.

IMO : International Maritime Organization

adalah merupakan salah satu Badan Khusus Perserikatan Bangsa

Bangsa (PBB) yang menangani masalah-masalah kemaritiman.

IMSIP : Internet Protocol Multimedia Subsystems

adalah arsitektur jaringan telekomunikasi yang berbasis pada

multimedia IP (internet protocol).

INMARSAT : International Maritime Satellite

IPSFR :Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio

IPP : Izin Penyelenggaraan Penyiaran

ISR : Ijin Stasiun Radio

ITU : International Telecommunication Union

dalah sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk

membakukan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi.

KRAP : Komunikasi Radio Antar Penduduk

Page 14: Studi spektrum frek utk maritim 2011

x

LF : Low Frequency

refers to radio frequencies (RF) in the range of 30 kHz–300 kHz.

LTE : Long Term Evolution

is a 4G wireless broadband technology developed by the Third

Generation Partnership Project (3GPP), an industry trade group.

MF : Medium Frequency

refers to radio frequencies (RF) in the range of 300 kHz to 3 MHz.

MSI : Maritime Safety Information

is information that is broadcast to mariners by official agencies for

their safety.

MSS : Mobile Satellite Services

refers to networks of communications satellites intended for use with

mobile and portable wireless telephones.

NAVTEX : Navigational Telex

is an international automated medium frequency direct-printing

service for delivery of navigational and meteorological warnings and

forecasts, as well as urgent marine safety information to ships.

NBDP : Narrow Band Direct Printing

is an automated direct printing service similar to NAVTEX, but does

not offer all of the same functionality such as avoiding repeated

messages.

NGN : Next Generation Network

is a broad term used to describe key architectural evolutions in

telecommunicationcore and access networks.

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

Permen :Peraturan Menteri

PM :Peraturan Menteri

PK : Penyedia Konten

PS : Penyedia Program Siaran

PDCA : Plan Do Check Act

is an iterative four-step management process typically used in

business, also known as the Deming circle/cycle/wheel, Shewhart

cycle, control circle/cycle, or plan–do–study–act (PDSA).

PMx : Penyedia Multiplexing

PM : Penyedia Menara

PNBP : Pendapatan Nasional Bukan Pajak

Page 15: Studi spektrum frek utk maritim 2011

xi

RR : Radio Regulation

is an intergovernmental treaty text of the International

Telecommunication Union (ITU), the Geneva-based specialised

agency of the United Nations which coordinates and standardises the

operation of telecommunication networks and services and advances

the development of communications technology.

SOLAS : Safety of Life at Sea

is an international maritime safety treaty.

SAR : Search and Rescue

is the search for and provision of aid to people who are in distress or

imminent danger.

SART : Search And Rescue Transponder

is a self contained, waterproof radartransponder intended for

emergency use at sea.

SHF : Super High Frequency

merupakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi antara 300

MHz sampai dengan 3 GHz (3.000 MHz).

STM : Syncronuous Transmission Mode

Proses pengirim dan penerima diatur sedemikian rupa agar memiliki

pengaturan yang sama, sehingga dapat dikirimkan dan diterima

dengan baik antar alat tersebut.

TASFRI : Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia

TEDS : TETRA Enhance Data Services

TETRA :Terresterial Trunked Radio

is a digital trunked mobile radio standard developed to meet the

needs of traditional Professional Mobile Radio (PMR) user

organisations for their Mission Critical Communications.

TIK : Teknologi Informasi dan Komunikasi

TKDN : Tingkat Kandungan Dalam Negeri

UHF : Ultra High Frequency

is the band extending from 300 MHz to 3 GHz.

UMTS : Universal Mobile Telephone Services

is a third-generation (3G) broadband, packet-based transmission of

text, digitized voice, video, and multimedia at data rates up to 2

megabits per second (Mbps).

UPT : Unit Pelaksana Teknis

Page 16: Studi spektrum frek utk maritim 2011

xii

VLF : Very Low Frequency

refers to radio frequencies (RF) in the range of 3 kHz to 30 kHz.

VHF : Very High Frequency

is the radio frequency range from 30 MHz to 300 MHz.

WiMAX : Worldwide Interoperability for Microwaves Access

merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless

access atau disingkat BWA) yang memiliki kecepatan akses yang

tinggi dengan jangkauan yang luas.

WLAN : Wireless Local Area Network

is one in which a mobile user can connect to a local area network

(LAN) through a wireless (radio) connection.

Page 17: Studi spektrum frek utk maritim 2011

1

BAB I GAMBARAN UMUM

1.1 Transportasi Maritim di Indonesia

Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,

kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis besar pelayaran

dibagimenjadi dua, yaitu Pelayaran Niaga (yang terkait dengan kegiatan komersial)

dan Pelayaran Non-Niaga (yang terkait dengan kegiatan non-komersial, seperti

pemerintahandan bela-negara).

Angkutan di Perairan (disepadankan dengan Transportasi Maritim) adalah

kegiatan pengangkutan penumpang, dan atau barang, dan atau hewan, melalui suatu

wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dan teritori tertentu (dalam

negeri atau luar negeri), dengan menggunakan kapal, untuk layanan khusus dan

umum.

Wilayah Perairan terbagi menjadi:

1) Perairan Laut: wilayah perairan laut

2) Perairan Sungai dan Danau: wilayah perairan pedalaman, yaitu: sungai,

danau,waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan.

3) Perairan Penyeberangan: wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan

ataujalur kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan

bergerak,penghubung jalur.

Indonesia sebagai Negara kepulauan menciptakan berbagai usaha pelayaran.

Berdasarkan luas wilayah operasinya, pelayaran dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Pelayaran Lokal

Pelayaran yang bergerak dalam propinsi atau beberapa propinsi yang

berbatasan. Biasanya luas wilayah operasi perusahaan pelayaran lokal

Indonesia tidak melebihi radius 200 mil dan kapal berkapasitass lebih kurang

200 DWT.

2. Pelayaran Nusantara (Antar Pulau atau Interinsular)

Wilayah operasi perusahaan pelayaran meliputi seluruh wilayah perairan

Republik Indonesia. Usaha pelayaran Nusantara ini pada umumnya

menggunakan kapal berukuran 1000 s/d 3000 DWT. Dalam pengertian

pelayaran nusantara ini tercakup di dalamnya jenis pelayaran rakyat yaitu

pelayaran dalam bentuk yanglebih sederhana dari pelayaran samudera dengan

wilayah operasi seluruh territorial Indonesia. Ukuran kapal yang dipakai

dalam pelayaran rakyat relatif lebih kecil daripada kapal pelayaran nusantara,

jumlahnya lebih banyak sehingga disebut armada semut.

3. Pelayaran Samudera

Jenis pelayaran yang beroperasi di perairan internasional dan bergerak antar

satu negara ke negara lain dan harus memperhatikan hukum serta konvensi

internasional yang berlaku.

Page 18: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

2

Pada tabel berikut tertera data perkembangan jumlah kapal di Indonesia dari tahun

2005-2009 menurut jenis – jenis pelayarannya.

Tabel 1-1. Jumlah Kapal Berdasarkan Jenis Pelayarannya

No Uraian (Description) Satuan

(Unit)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Pelayaran Nasional

(Domestic Shipping)

Perusahaan

(company)

1269 1380 1432 1620 1754

2 Pelayaran Rakyat

(Prahus)

Perusahaan

(company)

485 507 560 583 595

3 Non Pelayaran

(Special Shipping)

Perusahaan

(company)

317 326 334 367 382

Jumlah/Total 2071 2213 2326 2570 2731

Sumber : Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut, Ditjen Hubla

Adapun untuk jenis angkutan laut berdasarkan UU no 17 tahun 2008 tentang

pelayaran, terdiri atas :

a. angkutan laut dalam negeri;

b. angkutan laut luar negeri;

c. angkutan laut khusus, yang diselenggarakan hanya untuk melayani

kepentingan sendiri sebagai penunjang usaha pokok dan tidak melayani

kepentingan umum, di wilayahperairan laut, dan sungai dan danau, oleh

perusahaan yang memperoleh ijin operasi untuk hal tersebut.

d. angkutan laut pelayaran-rakyat

angkutan laut pelayaran-rakyat dapat melayari angkutan sungai dan danau

sepanjang memenuhi persyaratan alur dan kedalamansungai dan danau.

Berikut ini jenis-jenis kapal sebagai angkutan di perairan Indonesia diklasifikasikan

berdasarkan:

a. Berdasarkan tenaga penggerak : Kapal bertenaga manusia (Pendayung),

Kapal layar, Kapal uap, Kapal diesel atau Kapal motor, dan Kapal nuklir.

b. Berdasarkan jenis pelayarannya : Kapal permukaan, Kapal selam, Kapal

mengambang, dan Kapal bantalan udara.

c. Berdasarkan fungsinya :Kapal Perang, Kapal penumpang, Kapal barang,

Kapal tanker, Kapal feri, Kapal pemecah es, Kapal tunda, Kapal pandu,

Tongkang, Kapal tender, Kapal Ro-Ro, Kapal dingin beku, Kapal keruk,

Kapal peti kemas / Kapal kontainer, dan Kapal pukat harimau.

Sesuai dengan peraturan SOLAS 1974 seluruh kapal harus dilengkapi dengan

perlengkapan Radio, yaitu radio telephony (untuk kapal dibawah 300 GRT)

sedangkan untuk kapal GRT 300 keatas harus dilengkapi dengan sistim radio

GMDSS (Global Marine Distress Signal Systim). Sesuai dengan peraturan

Internasional SOLAS 1974 dan Colreg (collison regulation 1972) seluruh kapal

harus dilengkapi dengan peralatan Navigasi sebagai berikut :

1. Lampu Navigasi

2. Kompas magnet

3. Peralatan Navigasi lainnya

Page 19: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

3

4. Perlengkapan Radio/ GMDSS

5. Echo sounder

6. GPS, fax dan Navtex

7. Radar kapal dan Inmarsat

8. Engine Telegraph, telepon internal dan sistim pengeras suara

1.2 Pelayaran Rakyat

Pelayaran-Rakyat atau disebut juga sebagai Pelra adalah usaha rakyat yang

bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan

angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar termasuk Pinisi, kapal layar

bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran

tertentu. Pelayaran rakyat mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya

terdapat pada cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai

hubungan kerja antara pemilik kapal dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan

bentuk kapal yang digunakan.

Peran pelayaran rakyat semakin surut dan memprihatinkan sejalan dengan

perkembangan tehnologi kapal yang mengarah kepada kapal yang lebih cepat dan

lebih besar yang pada gilirannya lebih ekonomis. Pelayaran rakyat hanya sesuai

untuk angkutan dengan demand yang kecil, menghubungkan pulau-pulau yang

jumlah penduduknya masih rendah, ataupun pada angkutan pedalaman guna

memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah aliran sungai-sungai khususnya di

Kalimantan, Sumatera dan Papua. Permasalahan yang ditemukan pada angkutan

sungai adalah pendangkalan terutama pada musim kemarau. Untuk mengatasi

pendangkalan perlu dilakukan pengelolaan daerah aliran sungai, pengerukan,

termasuk pemasangan lock.

Pengembangan pelayaran rakyat tetap didorong oleh pemerintah untuk:

1. meningkatkan pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang

memiliki alur dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan danau;

2. meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional

dan lapangan kerja; dan

3. meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam

bidang usaha angkutan laut dan angkutan pedalaman nasional.

Pelayaran rakyat yang juga dikenal sebagai armada semut sebagai penyedia

angkutan di laut dalam menghubungkan antar pulau di Nusantara dan usaha yang

dilakukan oleh masyarakat ekonomi kecil - menengah yang sudah sejak lama

berkembang ini telah dilakukan secara turun temurun serta kesan tradisionalnya

masih dominan.

Kapal-kapal pelayaran rakyat mempunyai kemampuan berlayar ke tempat

yang tidak dapat dilayari kapal-kapal pelayaran konvesional. Adapun tipe kapal

unggulan yang berukuran besar dengan fungsi angkut barang, penumpang dan

hewan yang digunakan di pelayaran rakyat antara lain:

1. PINISI

Tipe ini berasal dari Sulawesi Selatan, dan pada umumnya berukuran sekitar 750

sampai dengan 450 ton. Tipe ini di eropa dikenal dengan istilah "SCHOONER",

Page 20: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

4

dan mempunyai dua tiang serta tujuh lembar layar. Di tiang belakang terdapat

dua lembar layar; bagian atasnya disebut TAPSERE atau JIB, tiang depan terdiri

atas dua lembar layar sama dengan tiang belakang, ditambah tiga lembar layar

didepan, yang disebut "COCORO" atau corong-corong.

2. LAMBO

Tipe ini berasal dari Sulawesi Tenggara (BUTON), tapi ada juga yang berasal

dari Sulawesi Selatan, berukuran sekitar 50 sampai dengan 150 ton. Di Eropa dan

USA jenis kapal ini dikenal dengan istilah "SLOOP". jenis ini memiliki satu tiang

dengan dua lembar layar yaitu satu corong-corong dan satu layar utama (main

sail).

3. LETE

Tipe ini berasal dari Madura dengan ukuran mulai 5 sampai dengan 150 ton. tipe

ini terdiri dari satu tiang pendek dan hanya memiliki satu layar utama, tetapi

kadang- kadang juga ditambahkan layar kecil di depannya.

4. NADE

Tipe ini berasal dari Sumatera, terutama dari daerah Sumatera bagian Timur,

Riau dan Sumatera Selatan; ukurannya sekitar 5 sampai dengan 100 ton. Pada

umumnya tipe ini bertiang satu dan layar tengahnya berbentuk segitiga.

Data Satatistik Kementerian Perhubungan yang terkait dengan Pelayaran

dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Dari tabel-tabel tersebut dapat kita lihat

pekembangan atau pertumbuhan jumlah kapal baik pelayaran nasional, non

pelayaran maupun pelayaran rakyat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal

ini berarti menambah pengguna frekuensi di dinas maritim. Untuk itu perlu

pengaturan yang efektif agar penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim ini

dapat optimal.

Page 21: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

5

Tabel 1-2. Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran

Tabel 1-3. Jumlah Perusahaan Angkutan Laut menurut Jenis Pelayaran

Page 22: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

6

Tabel 1-4. Jumlah Perusahaan Pelayaran menurut Provinsi

Tabel 1-5. Produksi Angkutan Laut di Indonesia

Page 23: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

7

Kondisi pelayaran rakyat

Kondisi pelayaran rakyat (Pelra) kian memprihatinkan. Kapal-kapal kayu

yang saat ini beroperasi sudah usang. Di sisi lain, kapal baru tidak dapat dibuat

karena sulit mendapatkan bahan baku. Jika tidak segera mendapat perhatian senus

pemerintah, lima tahun mendatang kapal tradisional yang mampu menembus daerah

terisolasi ini akan mati.

Permasalahan-permasalahan yang timbul di pelayaran rakyat disebabkan oleh

berbagai hal. Salah satu permasalahan yang ada di pelayaran rakyat yakni pelaku

pelayaran rakyat kesulitan karena ketidaktahuan mereka akan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Keterbatasan kualitas sumber daya

manusia membuat mereka tidak dapat berkutik ketika dianggap melanggar peraturan.

Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko

Setijowarno mengatakan, perlindungan pemerintah pada pelaku Pelra selama ini

masih sangat kurang. Hal itu tampak dari minimnya sosialisasi mengenai UU Nomor

17 Tahun 2008 kepada para pelaku pelayaran, terutama Pelra.

Keterbatasan SDM menjadi kendala utama. Dalam hal ini, pemerintah

seharusnya melakukan pembinaan, termasuk bagaimana meningkatkan kualitas

kapal, atau bagaimana seharusnya kapal-kapal itu melengkapi dokumen-dokumen

mereka.

Program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

untuk mendukung pengadaan pelayaran rakyat periode 2012-2015dari pemerintah

diharapkan dapat membantu pelayaran rakyat untuk bangkit dari keadaan yang

sekarang ini memprihatinkan.

Tidak hanya regulasi terkait pelayaran rakyat, pemerintah juga diminta

melindungi pelayaran rakyat sehingga keberlangsungannya tetap terjaga.

1.3 Telekomunikasi Pelayaran

Menurut PM 26 tahun 2011 tentang Telekomunikasi pelayaran, saranan

telekomunikasi pelayaran terdiri atas :

a. Stasiun Radio Pantai; dan

b. Vessel Traffic Services (VTS).

Gambaran sistem komunikasi maritim terlihat pada gambar berikut ini.

Page 24: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

8

Gambar 1-1. Sistem Komunikasi Maritim

Sedangkan Jenis Telekomunikasi-Pelayaran terdiri atas:

a. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS);

b. Vessel Traffic Services (VTS);

c. Ship Reporting System (SRS); dan

d. Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT).

Fungsi Telekomunikasi-Pelayaran adalah sebagai berikut :

I. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS),berfungsi untuk:

a. pemberitahuan tentang adanya musibah marabahaya (alerting);

b. komunikasi untuk koordinasi SAR;

c. komunikasi di lokasi musibah;

d. tanda untuk memudahkan penentuan lokasi;

e. pemberitahuan informasi mengenai keselamatan pelayaran;

f. komunikasi radio umum; dan

g. komunikasi antar anjungan kapal.

II. Vessel Traffic Services (VTS), berfungsi untuk:

a. memonitor lalu lintas pelayaran dan alur lalu lintas pelayaran;

b. meningkatkan keamanan lalu lintas pelayaran;

c. meningkatkan efisiensi bernavigasi;

d. perlindungan lingkungan;

e. pengamatan, pendeteksian, dan penjejakan kapal di wilayah cakupan VTS;

f. pengaturan informasi umum;

g. pengaturan informasi khusus; dan

h. membantu kapal-kapal yang memerlukan bantuan khusus.

Page 25: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

9

Masterplan VTS dan IndoSREP di indonesia dapat dilihat pada gambar berikut

ini.

Gambar 1-2. Masterplan VTS dan INDOSREP

III. Ship Reporting System (SRS) berfungsi untuk:

a. menyediakan informasi yang up to date atas gerakan kapal;

b. mengurangi interval waktu kontak dengan kapal;

c. menentukan lokasi dengan cepat, saat kapal dalam bahaya yang tidak

diketahui posisinya; dan

d. meningkatkan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda di laut.

Pada gambar berikut ini terlihat konfigurasi Ship Reporting System (SRS) di

Indonesia.

MASTERPLAN VTS DAN INDOSREP

Page 26: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

10

Gambar 1-3. Konfigurasi Ship Reporting System di Indonesia

IV. Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT) berfungsi untuk:

a. mendeteksi kapal secara dini;

b. memonitor pergerakan kapal, sehingga apabila terjadi sesuatu musibah

dapat diambil tindakan atau diantisipasi; dan

c. membantu dalam operasi SAR.

Ketentuan LRIT ini diterapkan bagi Kapal-Kapal yang akan melakukan

pelayaran Internasional antara lain:

1) passenger ships, including high-speed passenger craft;

2) cargo ships, including high-speed craft, of 300 gross tonnage and

upwards;

3) mobile offshore drilling units.

1.4 Global Maritime Distress Safety System (GMDSS)

Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) merupakan konvensi

internasional mengenai prosedur keselamatan, ragam perangkat, dan protokol

komunikasi dalam meningkatkan keselamatan navigasi dan kemudahan

penyelematan (Search and Rescue) armada laut dan udara. Perangkat minimum

GMDSS antara lain:

I N T E R N E T

iMac iMaciMac iMac

iMac

Monitor Room at DGSC Hqs

iMac iMac iMac

Belawan (1)

iMac iMac iMac

Jakarta (1)

iMac iMac iMac

Bitung (1) for

Example )

Cilacap (2)

Tual

TernateLembar

Tapaktuan

Balikpapan (2)

Surabaya (1)

Banjarmasin (2)

Semarang (2)

Makassar (1)

Tarakan

Ambon (1)

Pontianak

Benoa (3)

Ketapang

Dumai (1)

Kendari

Bau-bau

Sampit

Batu Ampar

Pangkal Balam

Natuna

Samarinda

Sei Kolak Kijang

Teluk Bayur (2)

Palembang (1)

Sabang (2)

BimaSanana

Saumlaki

Com3

Com3

iMac

SD

SD

ESC

DLT

PROLIANT 8000

Ambon (1)

Kupang (2)

Sorong (2)

Jayapura (1)

Ambon (1)

Ambon (1)

AIS

Reporting by DSC/NBDP

Ende

Manokwari

Fak-fak

Merauke

Agats

Biak

Com3Com3

iMac

Pantoloan

3rd Class Coastal Station

Relay of Report

Reporting by DSC/NBDP

Manokwari

Fak-fak

Merauke

Com3

iMac

SD

SD

ES C

DLT

PR OLIA NT 8000

iMac

Screen-type

Display

Work-Station

Type PC

PC & Server

AIS

Transponder

DSC / NBDP

Tx/Rx

Existing

SHIP REPORTING CENTER

JAKARTA

KONFIGURASI SHIP REPORTING SYSTEM

DI INDONESIA

Satelli

Page 27: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

11

1. EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon)

406 MHz atau 1.6 GHz

2. NAVTEX (Navigational Telex)

3. Inmarsat Receiver (jika beroperasi di cakupan Inmarsat dan penggunaan

NAVTEX maupun HF NBDP tidak dimungkinkan)

4. SART (Search And Rescue Transponder)

1 untuk <300 GRT,

2 untuk 300 < GRT<500,

3 untuk > 500 GRT

5. DSC (Digital Selective Calling) Transceiver

mampu mengakomodasi DSC channel 6,13,16,70

2 portable VHF transceiver (<500 GRT), 3 VHF transceiver (>500

GRT) di perahu darurat

Kanal maritim di pita MF banyak ditujukan untuk daftar stasiun pantai dan keperluan

Distress, Safety, & Calling.

GMDSS area terbagi menjadi :

1. Area A1

radius 20-30 nautical mile dari stasiun pantai (Coast Station)

berada dalam jangkauan VHF stasiun pantai

2. Area A2

di luar area A1, dan tidak melebihi jarak 100-150 nautical mile

berada dalam jangkauan MF stasiun pantai

3. Area A3

di luar area A1 dan A2, dan berada dalam cakupan satelit GEO Inmarsat.

cakupan satelit GEO Inmarsat = 70⁰ LU hingga 70 ⁰ LS

4. Area A4

di luar area A1,A2,dan A3

daerah kutub utara/selatan dengan latitude >70 ⁰

Adapun perangkat GMDSS per area terdiri dari :

a. Perangkat untuk area A1 antara lain:

Armada yang beroperasi di daerah A1 diperbolehkan untuk mengganti 406

MHz EPIRB menjadi VHF DSC EPIRB

b. Perangkat untuk area A2, Armada yang beroperasi di daerah A2 diharuskan

untuk melengkapi diri dengan perangkat minimum dan tambahan:

Page 28: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

12

1 set Radio MF yang mampu TX/RX di frekuensi 2187.5 KHz

menggunakan DSC dan 2182 KHz menggunakan radio teleponi

1 Receiverpemantauan DSC di 2187.5 KHz

1 406 MHz EPIRB

1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-

27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya

atau kebutuhan telegraf

c. Perangkat untuk area A3 antara lain:

Armada yang beroperasi di daerah A3 diharuskan untuk melengkapi diri

dengan perangkat minimum dan tambahan set pilihan:

1 set perangkat stasiun kapal Inmarsat C

1 set Radio MF

1 Receiver pemantauan DSC di 2187.5 KHz

1 406 MHz EPIRB

1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-

27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya

atau kebutuhan telegraf

Atau:

1 set radio MF/HF yang mampu TX/RX di frekuensi distress & safety

pita maritim 1605-27500 KHz menggunakan DSC, radio teleponi,

NBDP (Narrowband Direct Printing)

1 Receiver MF/HF DSC yang mampu memantau terus di 2187.5 KHz,

8414.5 KHz, dan setidaknya 1 dari frekuensi distress DSC 4,207.5

kHz, 6,312 kHz, 12,577 kHz or 16,804.5 kHz kapan pun.

1 406 MHz EPIRB

1 set perangkat stasiun kapal Inmarsat C

d. Perangkat untuk area A4 antara lain:

Armada yang beroperasi di daerah A4 diharuskan untuk melengkapi diri

dengan perangkat minimum dan tambahan:

1 set radio MF/HF yang mampu TX/RX di frekuensi distress & safety

pita maritim 1605-27500 KHz menggunakan DSC, radio teleponi,

NBDP (Narrowband Direct Printing)

1 Receiver MF/HF DSC yang mampu memantau terus di 2187.5 KHz,

8414.5 KHz, dan setidaknya 1 dari frekuensi distress DSC 4,207.5

kHz, 6,312 kHz, 12,577 kHz or 16,804.5 kHz kapan pun.

1 406 MHz EPIRB

1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-

27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya

atau kebutuhan telegraf

Page 29: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

13

Adapun detail alokasi kanal frekuensi untuk Maritim terdapat pada tabel-tabel

berikut.

Tabel 1-6. Kanal Maritim di Pita MF

Frekuensi

MF

Kode Keterangan

490.0 KHz MSI Digunakan eksklusif untuk Tx MSI (Maritime Safety

Information) yang mencakup informasi meteorologi, dan

informasi darurat dari stasiun penjaga pantai ke kapal

menggunakan media telegraph NBDP.

518.0 KHz MSI Digunakan eksklusif untuk sistem NAVTEX internasional

2174.5 KHz NBDP-

COM

Digunakan untuk keperluan trafik komunikasi marabahaya

menggunakan media telegraph NBDP

2182.0 KHz RTP-COM Digunakan untuk keperluan trafik komunikasi marabahaya

menggunakan media radio telepon. Kelas emisi J3E.

Frekuensi MF

GMDSS

Alokasi

TASFRI

Keterangan TASFRI

490.0 KHz 415-495

KHz

Bergerak Maritim. Radionavigasi Penerbangan

5.79: Penggunaan pita frekuensi 415-495 kHz dan 505-526.5

kHz oleh maritim terbatas hanya untuk telegrafi radio.

5.79A: Pada saat mendirikan stasiun pantai dalam layanan

NAVTEX pada frekuensi 490 kHz, 518 kHz dan 4209.5 kHz,

sangat dianjurkan untuk mengkoordinasikan operasionalnya

lihat Resolusi 339.

518.0 KHz 505-526.5

KHz

Beergerak Maritim. Radionavigasi Penerbangan. Bergerak

Penerbangan. Bergerak darat

5.79, 5.79A (lihat 490.0 KHz)

5.84: Syarat-syarat penggunaan frekuensi 518 kHz oleh dinas

bergerak maritim diuraikan dalam Artikel 31 dan 52.

2174.5 KHz

2182.0 KHz

2187.5 KHz

2173.5-

2190.5

KHz

Bergerak (marabahaya dan panggilan)

5.108: Frekuensi pembawa gelombang 2182 kHz digunakan

untuk teleponi radio secara internasional guna keperluan

marabahaya dan frekuensi panggilan.

5.109: Frekuensi 2187.5 kHz, 4207.5 kHz, 6312 kHz, 8414.5

kHz, 12577 kHz, dan 16804.5 kHz merupakan frekuensi

marabahaya internasional bagi panggilan selektif digital.

5.110: Frekuensi 2174.5 kHz, 4117.5 kHz, 6268 kHz, 8376.5

kHz, 12520 kHz, dan 16695 kHz adalah frekuensi marabahaya

internasional bagi telegrafi cetak langsung berpita sempit.

5.111: Frekuensi pembawa 2182 kHz, 3023 kHz, 5680 kHz,

8364 kHz, dan frekuensi 121.5 MHz, 156.525 MHz, 156.8

MHz, dan 243 MHz dapat juga digunakan, berdasarkan

prosedur yang berlaku bagi dinas komunikasiradio terestrial,

untuk operasi SAR yang terkait dengan kendaraan angkasa

berawak.

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Page 30: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

14

Tabel 1-7. Kanal Maritim di Pita HF

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

NoF (KHz)

ShipF (KHz)

CoastRemarks

1-21 4000-406021 Channels, 3 KHz spacing

# Sub-Section C-1 #

Simplex ship to ship HF frequencies, shared with fixed services C-1.for supplementing ship-to-shore channels for duplex operation in Sub-Section A;for intership simplex (single-frequency) and cross-band operation;for cross-band working with coast stations Sub-Section C-2

for duplex operation with coast stations working in the band 4438-4650 kHz;for duplex operation with Channel Nos. 428 and 429

4063-4065(4063.3-4064.8)

6 Channles, 0.3 KHz spacing

Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission

401-427 4065-4146(4066.4-4144.4)

4357-4438(4358.4-4436.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 421: 4125/4417 is for Calling, Distress, and Safety

27 Channel, 3 KHz spacing

428

4294146-4152 (4146 & 4149) Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony, simplex operation

4146, 4149# Sub-Section B #

4351, 4354 Coast station frequencies may be paired with a ship station frequency from the Table of simplexfrequencies for ship and coast stations (see Sub-Section B) or with a frequency from the band 4 000-4063 kHz (see Sub-Section C-1) to be selected by the administration concerned.

4152-4172 (4154-4170)5 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems

4172-4181.75 (4172.5-4181.5)

18 Channel, 0.5 KHz spacing

4209.25-4219.25 (4210.5-4219)

18 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not

exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK. 4209.5 exclusive NAVTEX type information transmission

4181.75-4186.75 (4182-4186.5)

5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacingCalling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

Common Channel : 4184 & 4184.5 KHz

4186.75-4202.25 (4187-4202)

31 Channel, 0.5 KHz spacingWorking frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

4202.25-4207.25 (4202.5-4207)10 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)

4207.25-4209.25 (4207.5-4209)

4 Channel, 0.5 KHz spacing

4219.25-4221 (4219.5-4220.5)

3 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digital selective calling

4221-4351 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,

special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 31: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

15

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (KHz)

Ship

F (KHz)

Coast

Remarks

601-608 6200-6224(6201.4-6222.4)

6501-6525(6502.4-6523.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 606: 6215/6516 is for Calling, Distress, and Safety

8 Channel, 3 KHz spacing6224-6233

(6225.4, 6228.4, 6231.4)3 Channel, 3 KHz spacing

Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony

6233-6261(6235-6259)

7 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems

6261-6262.75

(6261.3-6262.5)5 Channels, 0.3 KHz spacing

Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission

6262.75-6275.75(6263-6275.5)

6280.75-6284.75(6281-6284.5)

34 Channel0.5 KHz spacing

6313.75-6330.75(6314-6330.5)

34 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds notexceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK

6275.75-6280.75(6276-6280.5)

5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing

Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphyCommon Channel : 6276 & 6276.5 KHz

6284.75-6300.25

(6285-6300)31 Channel, 0.5 KHz spacing

Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

6300.25-6311.75(6300.5-6311.5)

23 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)

6311.75-6313.75(6312.5-6313.5)

4 Channel0.5 KHz spacing

6330.75-6332.5(6331-6332)

3 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digital selective calling

6332.5-6501 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,

special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 32: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

16

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

numberF (KHz)

ShipF (KHz)

CoastRemarks

1-31 8101-819131 Channels, 3 KHz spacing

# Sub-Section C-2 #

Simplex ship to ship HF frequencies, shared with fixed services C-1.for supplementing ship-to-shore channels for duplex operation in Sub-Section A;for intership simplex (single-frequency) and cross-band operation;for cross-band working with coast stations Sub-Section C-2

For ship-to-shore or shore-to-ship simplex operations.for duplex operation with Channel Nos. 834,835, 836 and 837

801-832 8195-8290(8196.4-8289.4)

8719-8815(8720.4-8813.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 821: 8255/8779 is for Calling

32 Channel, 3 KHz spacing833 8291 Simplex. Channel 833: 8255/8779 is for Calling

834-837 8294, 8297# Sub-Section B #

8707, 8710, 8713, 87164 Channels

Coast station frequencies may be paired with a ship station frequency from the Table of simplexfrequencies for ship and coast stations (see Sub-Section B) or with a frequency from the band 8100-8195 kHz (see Sub-Section C-2) to be selected by the administration concerned.

8294-8300, (8295.4, 8298.4)

2 Channel, 3 KHz spacingSimplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony

8300-8340, (8302-8338)10 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems

8340-8341.75, (8340.3-8341.5)

5 Channels, 0.3 KHz spacing

Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission

8341.75-8365.75, (8342-8365.5)8370.75-8376.25, (8371-8376)

59 Channel, 0.5 KHz spacing

Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

8365.75-8370.75, (8366-8370.5)

5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing

Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

Common Channel : 8368 & 8369 KHz8376.25-8396.25

(8376.5-8396)40 Channel, 0.5 KHz spacing

8376.5,8416.25-8436.25(8417-8436)

40 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds notexceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK

8396.25-8414.25, (8396.5-8414)

36 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission

systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)

8414.25-8416.25, (8414.5-8416)4 Channel, 0.5 KHz spacing

8436.25-8438, (8436.5-8437.5)3 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digital selective calling

8438-8707 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,

special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 33: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

17

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (KHz)

Ship

F (KHz)

Coast

Remarks

1201-1241

12230-12353(12231.4-12351.4)

13077-13200(13078.4-13198.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 1221: 12290/13137 is for Calling, Distress, and Safety

41 Channel, 3 KHz spacing12353-12368

(12354.4 - 12366.4)5 Channel, 3 KHz spacing

Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony

12368-12420(12370-12418)

13 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems

12420-12421.75

(12420.3-12421.5)5 Channels, 0.3 KHz spacing

Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission

12421.75-12476.75(12422-12476.5)

110 Channel, 0.5 KHz spacing

Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

12476.75-12549.75

(12477-12549.5)12554.75-12559.75

(12555-12559.5)156 Channel

0.5 KHz spacing

12578.75-12656,75

(12579-12656.5)156 Channel

0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not

exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK

12549.75-12554.75

(12550-12554.5)5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing

Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

Common Channel : 12552 & 12553.5 KHz

12559.75-12576.75(12560-12576.5)

34 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)

12576.75-12578.75(12577-12578.5)

4 Channel0.5 KHz spacing

12656.75-12658.5(12657-12658)

3 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digital selective calling

12658.5-13077 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,

special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 34: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

18

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (KHz)

Ship

F (KHz)

Coast

Remarks

1601-1656

16360-16528(16361.4-16526.4)

17242-17410(17243.4-17408.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 1621: 16420/17302 is for Calling, Distress, and Safety

56 Channel, 3 KHz spacing16528-16549

(16529.4 – 16547.4)7 Channel, 3 KHz spacing

Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony

16549-16617(16551-16615)

17 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems

16617-16618.75

(16617.3-16618.5)5 Channels, 0.3 KHz spacing

Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission

16618.75-16683.25(16619-16683)

129 Channel, 0.5 KHz spacing

Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

16683.25-16733.75

(16683.5-16733.5)16738.75-16784.75

(16739-16784.5)193 Channel

0.5 KHz spacing

16806.25-16902,75

(16806.5-16902.5)193 Channel

0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not

exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK

16733.75-16738.75

(16734-16738.5)5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing

Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

Common Channel : 16736 & 16738 KHz

16784.75-16804.25(16785-16804)

39 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)

16804.25-16806.25(16804.5-16806)

4 Channel0.5 KHz spacing

16902.75-16904.5(16903-16904)

3 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digital selective calling

16904.5-17242 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,

special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 35: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

19

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channelnumber

F (KHz) Ship

F (KHz)Coast

Remarks

1801-1815

18870-18825(18781.4-18823.4)

19755-19800(19756.4-19798.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 1806: 18795/19770 is for Calling

15 Channel, 3 KHz spacing18825-18846

(18826.4 – 18844.4)7 Channel, 3 KHz spacing

Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony

18846-18870(18848-18868)

6 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile andspecial transmission systems

18870-18892.75(18870.5-18892.5)

45 Channel0.5 KHz spacing

19680.25-19703,25(19681-19703.5)

45 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems,at speeds not exceeding 100Bd for FSK and 200 Bd for PSK

18892.75-18898.25(18893-18898)

11 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and datatransmission systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK andfor A1A or A1B Morse telegraphy (working)

18898.25-18899.75(18898.5-18899.5)

3 Channel0.5 KHz spacing

19703.25-19705(19703.5-19704.5)

3 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digitalselective calling

19705-19755 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile, special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 36: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

20

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (KHz)

Ship

F (KHz)

Coast

Remarks

2201-2253

22000-22159(22001.4-22157.4)

22696-22855(22697.4-22853.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 2221: 22060/22756 is for Calling

53 Channel, 3 KHz spacing22159-22180

(22160.4 – 22178.4)7 Channel, 3 KHz spacing

Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony

22180-22240

(22182-22238)15 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission

systems

22240-22241.75(22240.3-22241.5)

5 Channels, 0.3 KHz spacing

Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission

22241.75-22279.25(22242-22279)

75 Channel, 0.5 KHz spacing

Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

22279.25-22284.25

(22279.5-22284)5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing

Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

Common Channel :22280.5 & 22281 KHz

22284.25-22351.75(22284.5-22351.5)

135 Channel0.5 KHz spacing

22375.75-22443,75(22376-22443.5)

135 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds notexceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK

22351.75-22374.25

(22352-22374)45 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission

systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)

22374.25-22375.75(22374.5-22375.5)

3 Channel0.5 KHz spacing

22443.75-22445.5(22444-22445)

3 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digital selective calling

22445.5-22696 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,

special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 37: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

21

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channelnumber

F (KHz) Ship

F (KHz)Coast

Remarks

2501-2510

25070-25100(25071.4-25098.4)

26145-26175(26146.4-26173.4)

Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 2510: 25097/26172 is for Calling

10 Channel, 3 KHz spacing25100-25121

(25101.4 – 25119.4)7 Channel, 3 KHz spacing

Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony

25121-25161.25(25123-25159)

10 Channel, 4 KHz spacing.

Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and specialtransmission systems

26161.25-25171.25(26161.5-25171)

20 Channel, 0.5 KHz spacing

Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

25171.25-25172.75Section IV – Morse telegraphy (calling) 0.5 KHz spacing

Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy

25172.75-25192.75(25173.5-25192.5)

40 Channel0.5 KHz spacing

26100.25-26120,75(26100.5-26120.5)

40 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, atspeeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK

25192.75-25208.25(25193-25208)

31 Channel, 0.5 KHz spacing

Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and datatransmission systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1Aor A1B Morse telegraphy (working)

25208.25-25210(25208.5-25209.5)

3 Channel0.5 KHz spacing

26120.75-26122.5(26121-26122)

3 Channel0.5 KHz spacing

Frequencies assignable to stations for digital selective calling

26122.5-26145 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile, special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems

Page 38: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

22

Pita HFITU-RR TASFRI

Lower Offset Upper Offset Lower Offset Upper Offset

4 MHz 4000.00 KHz 4438.00 KHz 4000.00 KHz 4438.00 KHz

6 MHz 6200.00 KHz 6525.00 KHz 6200.00 KHz 6525.00 KHz

8 MHz 8101.00 KHz 8815.00 KHz 8100.00 KHz 8815.00 KHz

12 MHz 12230.00 KHz 13200.00 KHz 12230.00 KHz 13200.00 KHz

16 MHz 16360.00 KHz 17410.00 KHz 16360.00 KHz 17410.00 KHz

18/19 MHz 18780.00 KHz 19800.00 KHz 18780.00 KHz 19800.00 KHz

22 MHz 22000.00 KHz 22855.00 KHz 22000.00 KHz 22855.00 KHz

25/26 MHz 25070.00 KHz

26100.25 KHz

25210.00 KHz

26175.00 KHz

25070.00 KHz

26100.00 KHz

25210.00 KHz

26175.00 KHz

Page 39: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

23

Tabel 1-8. Kanal Maritim di Pita VHF

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (MHz) Ship F (MHz)

Coast

United Kingdom United States Australia

0UK, 156.000 160.600 Private, coast guard Ⓐ

1US, 156.050 156.050 Port Operations and Commercial, VTS. Available only in New Orleans/Lower Mississippi area.

1UK,AU,ITU 156.050 160.650 Duplex Seaphone-based

2UK,AU,ITU 156.100 160.700 Duplex Seaphone-based

3UK,AU,ITU 156.150 160.750 Duplex Seaphone-based

4UK,AU,ITU 156.200 160.800 Duplex Seaphone-based

5US 156.250 156.250 Port Operations or VTS in the Houston, New Orleans and Seattle areas.

5UK,AU,ITU 156.250 160.850 Duplex Seaphone-based

6US,UK,AU,ITU 156.300 156.300 Simplex, Ship-to-ship + Ship-to-Air Intership Safety Messages, SAR messages to Coast Guard ship/aircraft.

Simplex, Rescue. International Co-Ordinated Air to Sea Rescue Frequency. Ship & Aircraft SAR

7US,AU 156.350 156.350 Commercial Seaphone-based

7UK,ITU 156.350 160.950 Duplex

8US,UK,AU,ITU 156.400 156.400 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Commercial (Intership only) Port Ops. Tug & Pilot Boat Services, Commerical Ship To Ship

9US,UK,AU,ITU 156.450 156.450 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Boater Calling. Commercial and Non-Commercial.

Port Ops. First Preffered Aircraft To Ship Or Coast Station Channel

10US,UK,AU,ITU 156.500 156.500 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Commercial Port Ops between Ship & Shore

11US,UK,AU,ITU 156.550 156.550 Simplex Commercial. VTS in selected areas. Port Ops between Ship & Shore

12US,UK,AU,ITU 156.600 156.600 Simplex Port Operations. VTS in selected areas. Harbor Control. Port Ops between Ship &

Shore

13US,UK,AU,ITU 156.650 156.650 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Intership Navigation Safety (Bridge-to-bridge). Ships >20m length maintain a listening watch on this channel in US waters.

International Shipping Navigation Channel

14US,UK,AU,ITU 156.700 156.700 Simplex Port Operations. VTS in selected areas. Ship To Shore/Shore To Ship

15US,UK,AU,ITU 156.750 156.750 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Environmental (Receive only). Used by Class C

EPIRBs.

Spills, Shipping Accidents-Ocean Environment

Protection. Onboard communication power no more than 1W

Page 40: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

24

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (MHz) Ship F (MHz)

Coast

United Kingdom United States Australia

16US,UK,AU,ITU 156.800 156.800 Simplex. International distress, safety and calling. Used for initial contact - then select a Working Channel.

International Distress, Safety and Calling. Ships required to carry radio, USCG, and most coast stations maintain a listening watch on this channel.International Marine VHF Calling Channel

17US,UK,AU,ITU 156.850 156.850 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ State Control Inland Waterways Control-State Govt Based. Onboard communication power no more than 1W

18US,AU 156.900 156.900 Commercial Communication being navigation related and the output transmission power limited to 1 watt or less to avoid harmful interference to

Channel 16.

18UK,AU,ITU 156.900 161.500 Duplex Public Use. Non-Commercial Boaters

19US 156.950 156.950 Commercial

19UK,AU,ITU 156.950 161.550 Duplex Public Use. Non-Commercial Boaters

20US 157.000 157.000 Port Operations

20UK, AU,ITU 157.000 161.600 Duplex Port Operations (duplex) Port Ops

21US 157.050 157.050 U.S. Coast Guard only

21UK,AU,ITU 157.050 161.650 Duplex Australian Volunteer Coast Guard [AVCG]

22US 157.100 157.100 Coast Guard Liaison and Maritime Safety Information Broadcasts. Broadcasts announced on channel 16.

22UK,AU,ITU 157.100 161.700 Duplex Australian Volunteer Coast Guard [AVCG]

23US 157.150 157.150 U.S. Coast Guard only

23UK,AU,ITU 157.150 161.750 Duplex Seaphone-based

24US,UK,AU,ITU 157.200 161.800 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based

25US,UK,AU,ITU 157.250 161.850 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based

26US,UK,AU,ITU 157.300 161.900 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based

27US,UK,AU,ITU 157.350 161.950 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based

28US,UK,AU,ITU 157.400 162.000 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based

Page 41: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

25

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (MHz) Ship F (MHz)

Coast

United Kingdom United States Australia

29-36 Private37UK 157.850 157,850 Private. Used By UK Marinas & Yacht Clubs38-59 Private

60UK,AU,ITU 156.025 160.625 Duplex Seaphone-based61UK,AU,ITU 156.075 160.675 Duplex Seaphone-based62UK,AU,ITU 156.125 160.725 Duplex Seaphone-based

63US 156.175 156.175 Port Operations and Commercial, VTS. Available only in New Orleans/Lower Mississippi area.

63UK,AU,ITU 156.175 160.775 Duplex Seaphone-based64UK,AU,ITU 156.225 160.825 Duplex Seaphone-based

65US 156.275 156.275 Port Operations65UK,AU,ITU 156.275 160.875 Duplex Port Ops

66US 156.325 156.325 Port Operations66UK,AU,ITU 156.325 160.925 Duplex Seaphone

67US,UK,AU,ITU 156.375 156.375 Simplex, Intership. HM Coastguard Search & Rescue

Commercial. Used for Bridge-to-bridge communications in lower Mississippi River. Intership only.

Marine Weather Broadcast 4 times daily from VMF555. Distress (supplementary)

68US,UK,AU,ITU 156.425 156.425 Simplex Non-Commercial Simplex, Port Ops69US,UK,AU,ITU 156.475 156.475 Simplex, Ship-to-Ship Non-Commercial Australian Navy Operations70US,UK,AU,ITU 156.525 156.525 Simplex. Digital Selective Calling (voice communications not allowed)71US,UK,AU,ITU 156.575 156.575 Simplex Non-Commercial Professional Fishing Trawlers etc & Regd Boat

Clubs72US,UK,AU,ITU 156.625 156.625 Simplex. Ship-to-ship Ⓐ Non-Commercial (Intership only) Simplex, Port Ops. Second Preffered Aircraft To

Ship Or Coast Station Channel73US,UK,AU,ITU 156.675 156.675 Simplex. Ship-to-ship Ⓐ Port Operations Simplex, Intership. Third Preffered Aircraft To

Ship Or Coast Station Channel74US,UK,AU,ITU 156.725 156.725 Simplex Port Operations Simplex, Port Ops75US,UK,AU,ITU 156.775 156.775 Simplex Simplex, Intership. Ship To Ship

Communcations Only (1 watt)76UK,AU,ITU 156.825 156.825 Simplex Simplex, Intership. Ship To Ship

Communcations Only (1 watt)

Page 42: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

26

Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010

Channel

number

F (MHz) Ship F (MHz)

Coast

United Kingdom United States Australia

77US,UK,AU,ITU 156.875 156.875 Simplex. Ship-to-ship Ⓐ Port Operations (Intership only) Australian Volunteer Coast Guard [AVCG]78US 156.925 156.925 Non-Commercial

78UK,AU,ITU 156.925 161.525 Duplex Non-commercial Ⓐ Non-commercial Calling & Working79US 156.975 156.975 Commercial. Non-Commercial in Great Lakes

only79UK,AU,ITU 156.975 161.575 Duplex Port Ops

80US 157.025 157.025 Commercial. Non-Commercial in Great Lakes only

80UK,AU,ITU 157.025 161.625 Duplex. UK Marinas Only Safety & Shipping Movements81US 157.075 157.075 U.S. Government only - Environmental

protection operations.81UK,AU,ITU 157.075 161.675 Duplex Safety & Shipping Movements

82US,AU 157.125 157.125 U.S. Government only Communication being navigation related and the output transmission power limited to 1 watt or less to avoid harmful interference to

Channel 16.82UK,AU,ITU 157.125 161.725 Duplex Govt Safety Bodys Only-Police, Fire, Marine

Auth etc.83US 157.175 157.175 U.S. Coast Guard only

83UK,AU,ITU 157.175 161.775 Duplex Seaphone-based84US,UK,AU,ITU 157.225 161.825 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based85US,UK,AU,ITU 157.275 161.875 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based

86AU 157.325 157.325 Communication being navigation related and the output transmission power limited to 1 watt or less to avoid harmful interference to Channel 16.

86US,UK,AU,ITU 157.325 161.925 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based87US,UK,AU,ITU 157.375 157.375 Simplex Public Correspondence (Marine Operator) Automatic Ship Identification & Surviellance

System87AU 157.375 161.975 Automatic Ship Identification & Surviellance

System88US,UK,ITU 157.425 157.425 Simplex Commercial, Intership only.

88AU 157.425 162.025 Seaphone-based

Page 43: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

27

GMDSS – Kelas Perangkat DSC terbagi menjadi :

Kelas A

Mencakup semua kemampuan di Annex 1, sesuai dengan standar persyaratan

instalasi MF/HF dan/atau VHF IMO GMDSS. Perangkat juga disarankan

mendukung fitur tambahan semi-otomatis/otomatis sesuai rekomendasi ITU-

R M.689, ITU-R M.1082 dan Tables 4.10.1 & 4.10.2

Kelas B (MF dan/atau VHF)

Menyediakan kemampuan minimum bagi kapal yang tidak diharuskan

menggunakan Kelas A, sesuai dengan standar persyaratan instalasi MF/VHF

IMO GMDSS. Perangkat juga disarankan mendukung fitur tambahan semi-

otomatis/otomatis sesuai rekomendasi ITU-R M.689, ITU-R M.1082 dan

Tabel 4.10.1 & 4.10.2

Kelas D (VHF)

Menyediakan kemampuan minimum untuk keperluan distress, urgency,

safety via VHF DSC termasuk pula panggilan/penerimaan rutin, tidak

diharuskan sesuai dengan standar instalasi VHF IMO GMDSS. Dapat

mendukung layanan tambahan semi-otomatis/otomatis.

Kelas E (MF dan/atau HF)

Serupa dengan Kelas D, untuk MF/HF DSC

GMDSS – Kategori EPIRB

Kelas A. Analog 121.5/243 MHZ, Float-free, aktif otomatis, terdeteksi oleh

pesawat, jangkauan terbatas. Tidak diperkenankan lagi untuk digunakan.

Kelas B. Analog 121.5/243 MHZ. Versi aktif manual dari Kelas A. Tidak

diperkenankan lagi untuk digunakan.

Kelas C. Analog VHF ch15/16. Aktif manual, beroperasi hanya pada kanal

maritim sehingga tidak terdeteksi oleh satelit maupun pesawat pada

umumnya. Tidak diperkenankan lagi untuk digunakan.

Kelas S. Analog 121.5/243 MHZ. Serupa dengan Kelas B tetapi mengapung

atau menjadi bagian dari perahu darurat. Tidak diperkenankan lagi untuk

digunakan.

Kategori I. Digital 406/121.5 MHZ. Float-free, aktif otomatis, terdeteksi

oleh satelit di dunia. Dikenal dan digunakan oleh GMDSS saat ini.

Kategori II. Serupa dengan Kategori I, kecuali aktif manual. Beberapa model

water-activated.

Inmarsat-E. 1646 MHz, Float-free, aktif otomatis, terdeteksi oleh satelit

GEO Inmarsat. Tidak lagi digunakan terhitung sejak 1 Desember 2006.

GMDSS – Analog & Digital EPIRB

Analog EPIRB (121.5 MHz) tidak dapat dideteksi oleh satelit GEO (GEO

mencakup hingga 85% belahan bumi).

Page 44: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

28

Digital EPIRB (406 MHz) dan Analog EPIRB dapat bekerja dengan satelit

LEO, namun Digital EPIRB bekerja lebih baik.

Analog EPIRB hanya memancarkan sinyal di 121.5 MHz. Digital EPIRB

selain memancarkan sinyal 121.5 MHz berdaya rendah, juga mengirimkan

kode identifikasi digital di 406 MHz.

Mayoritas kesalahan alert dari EPIRB 406 MHz dapat diselesaikan dengan

mudah via panggilan telepon. Lain hal dengan EPIRB 121.5 MHz dimana

setiap kesalahan alert harus dicek ke sumber menggunakan perangkat

direction finding. Dengan demikian, EPIRB 406 MHz akan menghemat

waktu SAR.

Penerimaan alert oleh satelit Cospas-Sarsat dari EPIRB 121.5 MHz hanya

dilakukan hingga 1 Februari 2009. Lewat tanggal tersebut, satelit hanya

menerima dari EPIRB 406 MHz, seiring dengan perubahan transmisi analog

menjadi digital.

Informasi lokasi yang diterima dari EPIRB 406 MHz jauh lebih akurat, dan

sinyal yang dikirim pun membawa informasi registrasi. Dari informasi

registrasi tersebut, jika registrasi dilakukan dengan tepat, dapat diketahui

informasi kontak pemilik, informasi kontak darurat, dan karakteristik

pengenal dari armada bersangkutan.

GMDSS – MMSI

Maritime Mobile Service Identity (MMSI) merupakan 9 digit nomor yang

mengidentifikasikan perangkat VHF. Bagian kiri dari MMSI menandakan negara

dan jenis stasiun.

Kapal (MIDXXXXXX)

232,233,234,235 : Inggris -> contoh: 232003556

525 : Indonesia

Stasiun Pantai (00MIDXXXX)

Contoh : 002320011 ->Solent Coastguard, Inggris

Grup Stasiun (0MIDXXXXX)

Contoh : 023207823

Perangkat DSC Portable

Contoh Inggris : 2359 -> 235900498

1.5 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) untuk Stasiun

Radio Pantai (SROP)

Persyaratan dan standar peralatan Global Maritime Distress and Safety

System (GMDSS) yang digunakan oleh Stasiun Radio Pantai (SROP), wajib memiliki

peralatan telekomunikasi-pelayaran:

a. Radio VHF DSC menggunakan perangkat radio VHF yang mampu

melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya channel 16 (156,800 MHz)

Page 45: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

29

dan VHF DSC pada channel 70 (156,525 MHz) di pita frekuensi (band) 156

– 174 MHz. (sesuai artikel 52 dan appendix 18);

b. Radio MF DSC menggunakan perangkat radio MF DSC yang mampu

melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya 2182 KHz dan DSC pada

frekuensi 2187,5 KHz di pita frekuensi (band) 1605 – 4000 KHz.(sesuai

artikel 52 dan Appendix 25);

c. Radio HF DSC menggunakan perangkat radio HF DSC yang mampu

melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya 4125 KHz dan/atau 6215KHz

dan/atau 8291 KHz dan/atau 12290 KHz dan/atau 16240 KHz dan DSC pada

frekuensi 4207,5 KHz dan/atau 6312 KHz dan/atau 8414,5 KHz dan/atau

12577 KHz dan/atau 16804,5 KHz di pita frekuensi (band) 4000 – 27500

KHz (sesuai artikel 52 dan Appendix 25);

d. Media komunikasi meliputi radio link, dan/atau kabel, dan/atau serat optik

dan/atau nirkabel; dan

e. komunikasi data, internet dan saluran telepon melalui jaringan

komunikasiumum.

Jumlah Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia sesuai lampiran KM 30 sampai

dengan tahun 2011, telah terpasang Stasiun Radio Pantai GMDSS sebagai berikut :

66 SROP dengan Area A1

54 SROP dengan Area A2

12 SROP dengan Area A3

4 SROP transmit Maritime Savety Information (MSI-NAVTEX)

Adapun penyebaran lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS dan coverage area A1 dan

A2 di Indonesia dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini.

Gambar 1-4. Lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia

Page 46: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

30

Gambar 1-5. GMDSS Coverage Area A1

Gambar 1-6. GMDSS Coverage Area A2

Page 47: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

31

1.6 Spektrum Frekuensi Radio

Alokasi spektrum frekuensi radio mengacu pada alokasi tabel alokasi

spektrum frekuensi yang dikeluarkan secara resmi oleh Himpunan Telekomunikasi

Internasional (International Telecommunication Union (ITU)) pada Peraturan Radio

Edisi 2008 (Radio Regulations, edition 0f 2008) yang juga menjadi acuan bagi

negara-negara lain di dunia. Alokasi spektrum frekuensi radio tersebut dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 1-7. Spektrum frekuensi Radio

Sumber : ITU Handbook of National Spectrum Mangement,1995

Dengan banyaknya kebutuhan akan spektrum frekuensi sedangkan sumber daya alam

ini terbatas maka harus dikelola dengan cara bijaksana dan tepat.

1.7 Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio.

Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio terdiri dari sejumlah fungsi-fungsi

yang bekerja secara sinergis untuk menghasilkan suatu kinerja dimana proses

perizinan spektrum frekuensi dapat dilayani dengan cepat dan selanjutnya

penggunaan spektrum frekuensi akan efektif dan efisien dan pada saat bersamaan

kondisi gangguan frekuensi (interferensi) adalah minimal.

Pengertian dari Gelombang Radio atau Gelombang Hertzian adalah

gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang lebih rendah dari 3000 GHz,

yang merambat dalam ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan. Spektrum

frekuensi merupakan salah satu sumber daya terbatas,sangat vital dan merupakan

aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Adapun sistem

pengelolaan spektrum frekuensi radio dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 48: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

32

Gambar 1-8. Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Sumber : ITU Handbook of National Spectrum Mangement,1995

Fungsi-fungsi tersebut adalah:

(1) Fungsi penataan dan perencanaan spektrum (spectrum planning and

allocation).

(2) Fungsi penetapan frekuensi dalam proses perizinan (licensing, assignment and

billing).

(3) Fungsi koordinasi agar penggunaan spektrum frekuensi di suatu wilayah

menjadi harmonis (frequency coordination and notification).

(4) Fungsi rekayasa frekuensi yang menghasilkan perencanaan dan alokasi

frekuensi secara efisien (spectrum engineering).

(5) Fungsi inspeksi stasiun radio yang beroperasi untuk menjaga ketaatan terhadap

aturan pengoperasian perangkat radio (inspectrion of radio installation).

(6) Fungsi penegakan hukum (law enforcement) adalah untuk memastikan

penggunaan perangkat radio mengikuti standar yang ditetapkan, serta untuk

menindak pelanggaran-pelanggaran penggunaan spektrum yang tidak sesuai

dengan perizinannya.

(7) Fungsi aturan, regulasi dan standar (rules, regulation and associated standards)

yang memberi penguatan terhadap pengaturan-pengaturan yang diperlukan.

(8) Fungsi monitor spektrum (spectrum monitoring) akan melakukan pengawasan

terhadap pancaran-pancaran frekuensi radio melalui infrastruktur Sistem

Monitor Spektrum Frekuensi Radio

Untuk melaksanakan semua fungsi pengelolaan spektrum frekuensi radio

tersebut di atas, maka dalam mencapai tujuannya yaitu maximize spectrum efficiency

and minimize interference, maka pengelolaan sumber daya spektrum frekuensi radio

ini berada di Kementrian Komunikasi dan Informatika, Ditjen SDPPI.

Page 49: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

33

1.8 Pengaturan Penggunaan Spektrum Frekuensi Maritim Berdasarkan

Radio Regulation ITU

Pengaturan penggunaan spektrum frekuensi khusus untuk maritim secara

internasional terdapat pada Radio Regulation ITU, dengan artikel-artikel yang

berhubungan dengan frekuensi maritim sebagai berikut :

Article 5 -Frequency allocations

Article 51 -Conditions to be observed in the maritime services

Article 52 -Special rules relating to the use of frequencies in Maritime

Services

Appendix 13 -Distress and safety communication Non-GMDSS

Appendix 15 -Frequencies for distress and safety communications for the

Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS)

Appendix 17 -Frequencies and channel arrangement in the high frequency

bands for maritime mobile services

Appendix 18 - Table of transmitting frequencies in the VHF maritimemobile

band

Appendix 25 -Provisions and associated frequency allotment Plan coast

radiotelephone stations operating in the maritime mobile bands

between 4 000 kHz and 27 500 kHz

1.9 Spektrum Frekuensi di Indonesia

Pada saat ini permintaan ijin ISR radio microwave mengalami kenaikan yang

sangat tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai gambaran jumlah penggunaan

Frekuensi (ISR) berdasarkan pita frekuensi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1-9. Jumlah Penggunaan Frekuensi (ISR) berdasarkan pita Frekuensi

Sumber : Data Statistik Ditjen Postel 2010

Page 50: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

34

Peningkatan ijin ISR yang paling besar terjadi pada spektrum SHF yang

diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan radio Microwave. Untuk mengetahui

penggunaan pita frekuensi per provinsi pada posisi tahun 2010, dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 1-10. Penggunaan Pita Frekuensi per Provinsi pada tahun 2010

Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010

Page 51: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

35

Penggunaan Spektrum frekuensi berdasarkan servisnya yang terdiri dari :

Aeronautical/Penerbangan

Broadcasting (TV & Radio)

Fixed Services

Land Mobile (Private)

Land Mobile (Public)

Maritim

Satellite

Tabel 1-11. Jumlah penggunaan kanal frekuensi menurut service 2008–2010

Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010

Berdasarkan pada tabel di atas, penggunaan frekuensi urutan ke 3 terbesar

sejak tahun 2008 adalah untuk Fixed Services, Land Mobile (Public) dan Land

Mobile (Provate) sejak dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.

Gambaran secara detil penggunaan frekuensi per provinsi dapat dilihat pada tabel

berikut.

Page 52: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

36

Tabel 1-12. Pengguna Pita Frekuensi per Propinsi Tahun 2010

Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010

Penggunaan menurut subservice yang cukup tinggi terjadi pada kelompok

service land mobile (public) : sub service GSM/DCS dan pada kelompok service land

mobile (private) : sub service standard. Penggunaan sub service GSM/DCS yang

tinggi ini sejalan dengan semakin berkembangnya industri telekomunikasi seluler

dengan semakin banyaknya oeprator dan jangkauan oleh masing-masing operator

sehingga semakin banyak BTS yang dibangun. Namun proporsi untuk penggunaan

sub service GSM/DCS sampai semester I tahun 2010 masih lebih rendah dari

proporsi penggunaanya selama tahun 2009.

Proporsi penggunaan frekuensi untuk subservice lainya tergolong kecil dan

penggunaan yang paling rendah untuk satelit. Untuk lebih jelasnya mengenai

penggunaan spektrum frekuensi tersebut, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Page 53: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

37

Gambar 1-9. Komposisi Penggunaan Frekuensi menurut Service dan Subservice-

nya tahun 2010.

Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010

1.10 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan Spektrum

Frekuensi untuk Keperluan Maritim

Dasar Hukum yang digunakan

1. UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

2. UU No 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran

3. PP No. 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio ...

4. PP No. 05tahun 2010 tentang Kenavigasian

5. Permen No. 40/2009 tentang TASRI

6. Permen No. 26 / 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran

7. PP No. 06 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang

Berlaku pada Departemen Perhubungan

8. PP No. 07 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang

Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika

Page 54: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

38

Regulasi pada saat ini

Ketentuan regulasi yang terkait dengan frekuensi disebutkan dalam Undang-undang

No 36 tahun 1999 pada pasal 33 dan pasal 34 yaitu :

Pasal 33

(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan

izin pemerintah

(2) Penggunaan spektrum frekuensi dan orbit satelit harus sesuai dengan

peruntukannya dan tidak saling mengganggu

(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum

frekuensi radio dan orbit satelit

(4) Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang

digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 34

(1) Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan

frekuensi, yang besaranya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita

frekuensi

(2) Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit

(3) Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2000 tentang Penggunaan

Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, menjelaskan secara lebih detil yang

terdiri dari :

Pembinaan (pada pasal 2)

Spektrum Frekuensi radio yang menjelaskan mengenai perencanaan,

Penggunaan, Perizinan, Realokasi Frekuensi radio, Biaya Hak Penggunaan

(BHP) Spektrum Frekuensi Radio, dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Orbit

Satelit (Pasal 3 ayat (1))

Pengawasan dan Pengendalian (pasal 3 Ayat (2))

Dalam ketentuan terkait dengan perencanaan spektrum frekuensi radio, dijelaskan

dalam Pasal 4 beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :

Dalam perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio harus diperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

a. mencegah terjadinya saling mengganggu;

b. efisien dan ekonomis;

c. perkembangan teknologi;

d. kebutuhan spektrum frekuensi radio di masa depan; dan/atau

e. mendahulukan kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan dan

penanggulangan keadaan marabahaya (Safety and Distress), pencarian dan

pertolongan(Search and Rescue/SAR), kesejahteraan masyarakat dan

kepentingan umum.

Page 55: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

39

Dalam hal perencanaan spektrum frekuensi, pemerintah telah merencanakannya dan

dituangkan dalam tabel alokasi frekuensi radio.

Ketentuan dalam regulasi yang ada pada saat ini secara keseluruhan dapat

digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 1-10. Peraturan-peraturan terkait dengan Spektrum Frekuensi Radio

Peraturan-peraturan ini sudah berjalan dalam beberapa tahun sehingga sudah

banyak manfaat yang sudah diperoleh oleh para stakeholder, meskipun ada beberapa

permasalahan-permasalahan yang ada. Oleh sebab itu di masa mendatang diharapkan

segala permasalahan yang muncul pada saat ini bisa dieliminasi dan bisa

mengantisipasi permasalahan-permasalahan di masa mendatang, agar di masa

mendatang kebutuhan dari para stakeholder spektrum frekuensi radio bisa dilayani

UU no. 36/1999 ttg

Telekomunikasi

PP No. 52/2000 ttg

Penyelenggaraan

Telekomunikasi

PP No. 7/2009 ttg

Jenis dan Tarif Atas

Jenis PNBP ...

DEPKOMINFO

PP No. 38/2007 ttg

Pembagian Urusan

Pemerintahan ...

Kabupaten/Kota

PP No. 53/2000 ttg

Penggunaan

Spektrum

Frekuensi Radio

dan Orbit Satelit

Permen No.

43/2009 ttg

Penyelenggaraan

Penyiaran ...

Penyiaran Televisi Permen No.

3/2006 ttg Peluang

Usaha u/

Penyelenggaraan

Jar. Bergerak ...

Nasional

Perdirjen Postel

No. 96/2008 ttg

Ppersyaratan

Teknis Alat

Perangkat ...

Frek.2.3 GHz

Kepdirjen Postel

No. 223/2002 ttg

Pengelompokan

Alat dan Perangkat

Telekomunikasi

Page 56: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

40

dengan baik dengan sudah mempertimbangkan segala aspek yang terkait secara

komprehensif.

Beberapa kebijakan spektrum frekuensi radio di Indonesia yang melatar

belakangi regulasi yang terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi radio,

diantaranya adalah :

Lisensi Frekuensi Radio diberikan melalui metode first come first served dan

beauty contest.

Lisensi Frekuensi Radio dipertimbangkan hanya sebagai media untuk

operator telekomunikasi (dan broadcasting).

Seringkali, Lisensi diberikan tanpa perencanaan spektrum frekuensi yang

mencukupi.

Hanya ada satu jenis dari Lisensi Radio Spektrum Frekuensi Radio yaitu

berbasiskan Izin Stasiun Radio (ISR)

Kurang Fleksibel, terlalu banyak pekerjaan administrasi, sulit verifikasi

Besaran nilai Biaya Hak Pengguna (BHP) frekuensi tahunan ditentukan

berdasarkan kepada jenis layanan dan teknologi untuk tiap pemancar (Tx)

yang dibangun.

Sulit pemeriksaan dan verifikasi.

Sulit menghitung besaran indeks pentarifan spektrum untuk teknologi baru.

Efek dari adanya kebijakan tersebut diantaranya adalah :

Penumpukan Spektrum (Spectrum hoarding)

Pengembangan serta roll out dari jaringan menjadi lambat kecuali beberapa

operator saja.

Konflik dari standar yang berkompetisi serta perencanaan frekuensi (GSM

dan AMPS/ CDMA di 890 MHz, UMTS dan PCS-1900 di 1900 MHz)

Kebijakan tersebut di atas sudah mewarnai penggunaan spektrum frekuensi

radio di Indonesia pada saat ini, dimana masih ada beberapa kebijakan pengaturan

spektrum frekuensi yang harus ditingkatkan agar pemanfaatan sumber daya yang

terbatas ini akan dapat bermanfaat secara maksimal bagi masyarakat, pemerintah dan

para pengguna sepektrum frekuensi.

1.11 PNBP untuk Pengguan Spektrum Frekuensi Radio pada Dinas Maritim

Sebagai akibat pemanfaatan spektrum frekuensi oleh para stakeholder

telekomunikasi, diperoleh pendapatan dari penggunaan spektrum frekuensi dengan

mengacu pada ketentuan dalam tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum

Frekuensi Radio, yang merupakan salah satu komponen dari pendapatan PNBP

Kemenkominfo.

Page 57: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

41

Tabel 1-13. Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi 2005- 2010

Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010

Gambar 1-11. Data Historis Realisasi PNBP bidang Postel 2005-2010.

Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010

CAGR dari Standarisasi dari tahun 2006 – 2010 paling tinggi dibandingkan dengan

unsur PNBP lainya, meskipun kontribusinya masih dibawah frekuensi, USO dan

Telekomunikasi.

Dengan melihat proporsi pendapatan di atas, kontribusi pendapatan dari

PNBP – Frekuensi adalah paling besar dan hal tersebut menunjukkan bahwa

penggunaan spektrum frekuensi oleh para stakeholder mengalami peningkatan yang

cukup besar dalam rangka untuk menghasilkan jenis jasa layanan telekomunikasi

yang diperlukan oleh masyarakat. Di masa mendatang pengelolaan manajemen

spektrum frekuensi harus selalu ditingkatkan kinerjanya sehingga kebutuhan akan

spektrum frekuensi akan dapat dilayani dengan baik dalam jangka waktu yang lebih

cepat, dalam proses yang lebih sederhana.

Pada saat ini kategori non komersial untuk penggunaan frekuensi untuk

kepentingan seperti Maritim pada kenyataanya menggunakan spektrum frekuensi

radio untuk kegiatanya, padahal dalam kenyataanya pemerintah yang dalam hal ini

Page 58: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

42

Ditfrek – Ditjen SDPPI menjalankan perannya dalam menjadi Lembaga Pengelola

Spektrum Frekuensi Radio yang merupakan sumber daya alam yang terbatas harus

dilakukan secara efektif dan efisien, melalui :

Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio yang bersifat dinamis

dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi.

Pengelolaan spektrum frekuensi radio secara sistematis dan didukung

sistem informasi spektrum frekuensi radio yang akurat dan terkini.

Pengawasan dan pengendalian pengunaan spektrum frekuensi radio yang

konsisten dan efektif.

Regulasi yang bersifat antisipatif dan memperikan kepastian hukum.

Kelembagaan pengelolaan spektrum frekuensi radio yang kuat, didukung

oleh sumber daya manusia yang profesional serta prosedur dan sarana

pengelolaan spektrum frekuensi radio yang memadai.

Mengingat kondisi negara Indonesia yang sangat luas dan merupakan negara

kepulauan, dimana kebutuhan spektrum frekuensi akan mutlak diperlukan dalam

rangka untuk membangun penyebaran jasa layanan telekomunikasi yang mengarah

ke broadband, oleh sebab itu semua pengguna frekuensi seharusnya tidak

dimasukkan dalam kategori non komersial akan tetapi di masa mendatang, semua

pengguna frekuensi harus dikenakan biaya agar dari masing-masing pengguna akan

dapat meningkatkanefisiensipenggunaanya dan dari pemerintah selaku Lembaga

Pengelola Spektrum Frekuensi Radio akan mendapatkan pendapatan dari

penggunaan resource ini. Dalam prakteknya, bisa saja instansi-instansi pengguna

frekuensi tertentu tidak harus membayar dengan menggunakan pola subsidi atau pola

yang cocok. Dengan pola ini maka akan dapat diketahui besarnya pendapatan yang

diperoleh oleh Ditfrek selama 1 tahun dalam mengelola spektrum frekuensi dan

berapa besar dari para instansi yang mendapatkan subsidi dari pemerintah sebagai

akibat penggunaan spektrum frekuensi dan selanjutnya akan bisa mengoptimalkan

penggunaanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya unuku memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Komunikasi radio untuk kepentingan maritim dan penerbangan merupakan

komunikasi radio yang berhubungann dengan keselamatan transportasi laut dan

udara. Dalam Radio Regulation ITU-R alokasi frekuensi untuk kepentingan ini

meliputi Aerotautical Mobile Services, Maritime Mobile Services, Radio Navigation

services, Redio Determination Services, Radio Location Service baik untuk Services

Terresterial dan satelit. Pengaturan dan penentuan kanal frekuensi untuk kepentingan

komunikasi ini dilakukan secara bersama-sama antara Ditjen Postel dengan Ditjen

Hubla dan Ditjen Hubud.Hubungan komunikasi radio maritim internasional

dikoordinasikan melalui ITU, IMO dan INMARSAT, sedangkan untuk hubungan

komunikasi radio penerbangan internasional dikoordinasikan melalui ITU dan ICAO.

Page 59: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

43

Dalam Radio Regulation (RR) ITU-R, alokasi frekuensi untuk komunikasi

maritim dan penerbangan meliputi :

Aeronautical Mobile Services

Maritime Mobile Services

Radio Navigation Services

Radio Determination Services

Radio Location Services

Dalam pengaturan dan penetuan kanal frekuensi Ditjen Postel melakukan

koordinasi dengan Ditjen Hubla, Ditjen Hubud dan Departemen Perhubungan.

Penggunaan komunikasi radio maritim dan penerbangan untuk kepentingan

pertahanan dan keamanaan negara dikoordinasikan bersama antara Ditjen Postel,

Ditjen Hubla, Ditjen Hubud, Departemen Perhubungan dan TNI.

Untuk hubungan komunikasi radio maritim internasional dikoordinasikan

melalui ITU, IMO, dan Inmarsat. Sedangkan untuk hubungan komunikasi radio

penerbangan internasional dikoordinasikan melalui ITU dan ICAO.

Untuk frekuensi radio stasiun pantai, komunikasi GMDSS maupun frekuensi

komunikasi radio penerbangan, terutama yang bekerja di HF yang dapat menembus

batas negara.

Proses perijinan Maritim, dari kondisi awal dampai dengan tahap akhir dapat

dijelaskan seperti pada gambar berikut.

Page 60: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

44

Gambar 1-12. Proses Perijinan Maritim

Sumber : www.Postel.go.id

Page 61: Studi spektrum frek utk maritim 2011

45

BAB II HASIL PENGUMPULAN

DATA

Hasil pengumpulan data yang telah dilakukan menggunakan metode FGD, In

depth interview, Kuesioner dan Studi Literatur. Hasil pengumpulan data ini

selanjutnya dianalisa lebih detil dalam bab pembahasan.

2.1 Hasil In depth Interview

In depth Interview telah dilaksanakan pada lima tempat yaitu Jakarta, Medan,

Surabaya, Makassar dan Manado dengan membuat janji terlebih dahulu, baik pada

regulator maupun pada pengguna frekuensi maritim.Untuk in depth interview di

Jakarta dilaksanakan di Hotel Akmani, in depth interview di Medan dilaksanakan di

Hotel Grand Angkasa Medan, in depth interview di Surabaya dilaksanakan di Hotel

Santika, in depth interview di Makassar dilaksanakan di Hotel Horizzon, in depth

interview di Manado dilaksanakan di Hotel Swiss Bell.

Hasil in depth interview dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Page 62: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

46

Tabel 2-1. Hasil In depth Interview di Jakarta

HUBLA SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PEMILIK KAPAL

1 Bagaimana evaluasi

implementasi

kebijakan-kebijakan

pemerintah dalam hal

penggunaan frekuensi

untuk keperluan dinas

maritim ?

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan menunjukkan bahwa

berbagai aturan (regulasi) yang telah diterbitkan pada

dasarnya tidak tumpang tindih. Implementasi dari regulasi

pemerintah telah berjalan sesuai dengan SOP yang ada.

Meskipun demikian pelaksanaan regulasi tersebut kurang

efektif dan efisien. ketidak efektifan dan ketidakefisienan dari

regulasi tersebut dapat terlihat pada proses penerbitan surat

izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim relatif

lama (jangka waktu lebih dari 2 bulan, SOP penerbitan izin

kurang lebih 44 hari kerja).

Kebijakan penggunaan

frekuensi maritim

sudah sesuai

peruntukannya baik

menurut regulasi ITU

dan Perarturan yang

berlaku.

Kebijakan penggunaan frekensi radio

maritim sudah sesuai peruntukannya.

Hanya saat ini dipergunakan untuk

kebutuhan marabahaya saja,

diakarenakan teknologi komunikasi

yang berkembang sehingga banyak

teknologi komunikasi yang digunakan

dalam aktifitas kemaritiman

implementasi kebijakan

penggunaan frekuensi maritim pada

pelayaran nelayan kecil sulit

dilaksanakan. Namun, untuk

pelayaran yang besar dan

internasional sudah sesuai

Pengurusan perijinan sering

kali terjadi keterlambatan

sementara pada saat yang

bersamaan kapal harus

berlayar. Solusi hal ini

Syahbandar mengeluarkan

surat izin berlayar sementara,

yang masa waktu

operasionalnya maksimal 3

bulan.

2 Bagaimana persepsi

pengguna frekuensi

maritim terhadap

layanan yang

diberikan oleh

pemerintah ?

Persepsi pengguna frekuensi

(Perusahaan perikanan besar

dengan kapasitas di atas 60 GT)

bahwa pada dasarnya pelayanan

yang diberikan oleh pemerintah

terkait dengan izin penggunaan izin

maritim dinilai baik (tidak ada

masalah)

Para pengguna menilai bahwa

pelayanan yang diperoleh dari

pihak Hubla relatif baik dan

cepat, sementara di kominfo-

SDPPI di nilai relatif lambat

3 Bagaimana koordinasi

antara Pemerintah dan

pemangku

kepentingan dalam hal

penggunaan frekuensi

radio ?

Pengorganisasian kebijakan spektrum frekuensi radio untuk

dinas maritim ditangani oleh dua kementrian yaitu kemeterian

perhubungan-dirjen hubla dan kememntrian kominfo-dirjen

SDPPI, dengan koordinasi sbb: kementrian perhubungan -dirjen

hubla memiliki otoritas terhadap pemberian rekomendasi atas

permohonan pihak pengguna (perusahaan pelayaran) ; dan

kemetrian kominfo-dijen SDPPI memiliki otoritas menindak

lanjuti rekomendasi dirjen hubla tsb dengan menerbitkan surat

izin penggunaan frekuensi radio (mensyahkan rekomendasi

dirjen hubla).

4 Bagaimana

harmonisasi peraturan

terkait dengan

telekomunikasi

maritim yang

dikeluarkan oleh

berbagai instansi ?

Pada dasarnya tidak terjadi disharmonisasi terkait dengan

peraturan yang dibuat oleh masing-masing kementrian.

Meskipun demikian ada bagian tugas yang seharusnya

dilakukan oleh dirjen hubla tetapi dikerjakan oleh kominfo

yaitu dalam memberikan sertifikasi terkait dengan kompetensi

operator radio kapal.

No. PermasalahanJAKARTA

Page 63: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

47

HUBLA SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PEMILIK KAPAL

5 Bagaimana penerapan

Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) untuk

pengguna spektrum

frekuensi radio pada

dinas maritim?

Pada dasarnya terkait dengan penggunaan

frekuensi radio untuk dinas maritim tidak

dikenakan biaya karena frekuensi tersebut

diperuntukkannya untuk marabahaya dan

keselamatan. Namun, untuk pengurusan

administrasi dalam hal penggunaan frekuensi

radio dikenakan biaya, sebagaimana yang

diatur dalam PP No. 6 Tahun 2009 tentang

PNBP. Demikian pula, peruntukkan penerimaan

tersebut merujuk pada peraturan tersebut.

PNBP untuk penggunaan spektrum frekuensi radio pada dinas

maritim lebih tepatnya merupakan wewenang Dirjen

Kenavigasian-Hubla dan Dirjen SDPPI-Kominfo, tapi di

syahbandar pun ada penerimaan yang merupakan PNBP, yaitu

pengurusan surat keselamatan berlayar, yang mana besaran

biaya untuk hal tersebut berdasarkan PP No. 6 Tahun 2009. dan

peruntukkannya juga merujuk pada aturan tersebut.

Sebelum berkembangnya teknologi

informasi, keberadaan srop ini sangat

penting,karena informasi yang masuk pada

kapal dan keluar dari kapal ini, hanya melalui

Srop. Saat ini ketika teknologi informasi

berkembang pesat, maka, para pemilik kapal

mempunyai statsion sendiri sehingga tidak

menggunakan jasa srop, selain itu juga

mereka menggunakan komunikasi satelit dan

seluler di kapal.

6 Bagaimana pengawasan

dan pengendalian

frekuensi untuk dinas

maritim (Ditjen SDPPI

Kementerian Komunikasi

dan Informatika maupun

Ditjen Perhubungan Laut

Kementerian Perhubungan

serta Kementerian

Kelautan dan Perikanan) ?

Selama ini pihak HUBLA belum pernah

mendapat laporan secara tertulis dari BalMon

mengenai pelanggaran yang terjadi, sehingga

pihak HUBLA juga tidak dapat menindak badan

usaha pelayaran yang melakukan

penyimpangan.

Pada dasarnya pengawasan dan koordinasi sudah jelas

aturannya yang telah diterbitkan pemerintah, yang mana dalam

hal ini syahbandar bertindak sebagai marine inspektor.

Syahbandar hanya mengawasi hal - hal yang berkaitan dengan

kelaikan kapal,seperti: standarisasi operatornya, dan perangkat

telekomunikasinya, yang kesemuanya ini ditujukan untuk

menerbitkan surat keselamatan kapal berlayar. Untuk

pengendalian tentunya merupakan otoritas dari kominfo, untuk

mengatur kanal frekuensi yang diperuntukkan untuk dinas

maritim berdasarkan ITU. Namun dalam operasionalisasinya

pengawasan dan pengendalian dilakukan oleh balai monitoring,

yang mana pelanggaran yang ditemukan akan dilaporkan pada

HUBLA.

7 Bagaimana Dinas

Maritim memanfaatkan

secara optimal

Penggunaan Spektrum

Frekuensi Radio dan Orbit

Satelit ?

Cara memanfaatkan secara optimal

penggunaan ferekuensi statsiun radio yang

orbit satelit yaitu dengan mengunakan

ferekuensi tersebut sesuai dengan

peruntukannya, untuk marabahaya dan

keselamatan.

Frekuensi untuk dinas maritim digunakan sesuai peraturan yang

ada, misalnya untuk kapal pandu dan laporan dari kapal saat

masuk ke pelabuhan.

Pemanfaatan spektrum frekuensi maritim

digunakan untuk komunikasi marabahaya

dan kapal pandu telah disesuaikan dengan

ketetapan ITU.

Frekuensi untuk dinas

aritim digunakan untuk

komunikasi dengan

pelabuhan dan antar

kapal.

8   Apakah ada frekuensi

lain yang bisa

dimanfaatkan untuk

mendukung kegiatan

dinas maritim (selain

frekuensi international) ?

Ada, yaitu radio link dari statsiun radio pantai

ke repeater dan fix to fix service dari antar

stasion radio pantai dan mercusuar.

Tidak ada, frekuensi yang digunakan sesuai dengan ketetapan

ITU .

Banyak penyalahan penggunaan frekuensi

maritim selain untuk penggunaan marine

seperti surat ijin ORARI/Amatir banyak

digunakan komunikasi dengan kapal-kapal.

No. PermasalahanJAKARTA

Page 64: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

48

Tabel 2-2. Hasil In depth Interview di Medan

BALAI MONITORING SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PELINDO

1 Bagaimana evaluasi

implementasi kebijakan-

kebijakan pemerintah

dalam hal penggunaan

frekuensi untuk

keperluan dinas maritim

?

implementasi peraturan

penggunaan frekuensi maritim

oleh pengguna banyak

penyimpangan artinya orator

radio belum tersersetifikati,

peralatan radio tidak sesuai

dengan spesifikasi yang

ditetapkan, inferensi. Namun hal

ini sulit dibuktikan karena alat

bukti misalnya rekaman tidak

ada.

Implementasi kebijakan peraturan

dalam penggunaan frekuensi maritim

sudah sesuai dengan regulasi. Namun

dalam kenyataan dilapangan masih

ada kelemahan dan kekurangannya

seperti keterlambatan penerbitan ijin

dari pusat, dan ini diberikan kebijakan

untuk berlayar dengan catatan bulan

berikutnya sudah memiliki surat ijin.

Tumpang tindih peraturan antara

instansi pemerintah, adanya stasiun

radio yang tidak mempunyai izin

sehingga perlu keseragaman aturan

antar instansi, sosialisasi peraturan,

tindakan tegas apabila terjadi

pelanggaran.

Implementasi kebijakan

penggunaan radio maritim

sudah sesuai dengan

regulasinya. Namun untuk

nelayan kecil sulit

diimplentasikan karena

keterbatasan SDM, dan

peralatan. Sementara itu untuk

nelayan besar dan internasional

sudah dilaksanakan sesuai

dengan peraturan.

Implementasi kebijakan peraturan

sudah sesuai dengan regulasi yang

ditetapkan. Perizinan kapal yang akan

berlayar sudah diantisifasi sesuai

dengan kemungkinan habisnya masa

berlaku izin penggunaan frekuensi

maritim yang memerlukan waktu lama

+- 2 bulan sehingga kapal tidak

terganggu dalam pelayaranya serta

bongkar muat yang memerlukan waktu

lama.

2 Bagaimana persepsi

pengguna frekuensi

maritim terhadap layanan

yang diberikan oleh

pemerintah ?

Para pengguna sering mengeluhkan

atas lamanya mereka memperoleh

surat izin penggunaan frekuensi radio

untuk keperluan maritim, sementara

urusan hal tersebut di Dinas

Perhubungan Laut dirasakan cepat

dan pelayanannya baik.

3 Bagaimana koordinasi

antara Pemerintah dan

pemangku kepentingan

dalam hal penggunaan

frekuensi radio ?

Koordinasi dilakukan sesuai dengan

regulasi dari ITU

4 Bagaimana harmonisasi

peraturan terkait dengan

telekomunikasi maritim

yang dikeluarkan oleh

berbagai instansi ?

Masih adanya peraturan yang

tumpang tindih antar instansi di

dalam pemerintah itu sendiri.

No. PermasalahanMEDAN

Page 65: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

49

PEMILIK KAPAL BALAI MONITORING SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PELINDO

5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna

spektrum frekuensi radio pada dinas

maritim?

Mengenai detail PNBP tidak tahu pasti

karena PNBP spektrum frekuensi di

stasiun pantai pembayarannya dilakukan

di Jakarta (AAIC untuk kapal)

6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian

frekuensi untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI

Kementerian Komunikasi dan Informatika

maupun Ditjen Perhubungan Laut

Kementerian Perhubungan serta Kementerian

Kelautan dan Perikanan) ?

Proses pengawasan masih kurang dan

tidak ada sanksi yang tegas terhadap

pelanggaran yang terjadi

7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan

secara optimal Penggunaan Spektrum

Frekuensi Radio dan Orbit Satelit ?

F

r

e

k

u

Pengoptimalan penggunaan alokasi

frekuensi untuk dinas maritim dilakukan

sesuai dengan peraturan di ITU.

8   Apakah ada frekuensi lain yang bisa

dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan

dinas maritim (selain frekuensi international)

?

Alokasi yang diberikan ITU dianggap

sudah cukup.

No. PermasalahanJAKARTA MEDAN

Page 66: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

50

Tabel 2-3. Hasil In depth Interview di Surabaya

PELINDO DISTRIK NAVIGASI SYAHBANDAR PEMILIK KAPAL

1 Bagaimana evaluasi

implementasi

kebijakan-kebijakan

pemerintah dalam hal

penggunaan frekuensi

untuk keperluan dinas

maritim ?

Perijinan disini tertib dan sesuai dengan yang telah ditetapkan jadi

jarang ada gangguan (Untuk masalah gangguan frekuensi tidak ada

hanya saja paling gangguan karena cuaca yang buruk) tidak seperti

di Banjar yang masih sangat semrawut karena truk juga memiliki HT

dan radio Rig sendiri. Terkait dengan kebijakan diharapkan tidak ada

regulasi atau perijinan yang mengharuskan menggunakan pesawat

merek tertentu sehingga user dapat memilih alat yang dirasa lebih

baik dan efektif kinerjanya untuk user sendiri (Icom dirasa lebih

daripada Motorola). Untuk SIKR diharapkan ijinnya tidak per

peralatan yang dimilki karena pengurusan ijinnya menjadi ribet jika

alat yang sudah memiliki surat ijin rusak dan tidak dapat digunakan.

Ada info jika perusahaan asing yang diberi satu lisensi untuk semua

alat komunikasi seperti HT yang ada di perusahaan tersebut (satu

ijin untuk beberapa perangkat).

Pada dasarnya implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam

hal penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim telah

mengikuti SOP yang ada. Namun, hal tersebut dianggap menjadi

penyebab dari ketidakefisienan dan ketidakefektifannya pelayanan

yang diberikan kepada para pengguna. Sebagai contoh: untuk

mendapatkan izin penggunaan frekuensi radio harus ke pusat, yang

mana hal ini tentunya akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Kondisi ini tidak terlalu memberatkan para perusahaan pelayaran

yang berkapasitas besar, karena pada umumnya mereka memiliki

agen pelayaran yang berkedudukan di Jakarta. Namun, untuk para

perusahaan pelayaran yang berkapasitas kecil dan menengah,

tentunya hal ini sangat memberatkan mereka. Untuk itu, hasil

evaluasi atas implementasi kebijakan pemerintah tersebut

menunjukkan bahwa para pengguna menginginkan pelayanan 1 pintu.

kapal yang akan berlayar

karena perizinan

penggunaan frekuensi radio

belum selesai atau habis

masa berlakunya diberikan

izin berlayar dengan

catatan pada bulan

berikutnya izin sudah

terpenuhi.

Masih Kurang efektif dan efisien

sehingga menimbulkan masalah

baru, contohnya keterlambatan

terbit SIKR

2 Bagaimana persepsi

pengguna frekuensi

maritim terhadap

layanan yang

diberikan oleh

pemerintah ?

Pihak Pelindo merasakan bahwa pelayanan yang diberikan cukup

memuaskan dan diharapkan ke depannya lebih ditingkatkan lagi

sehingga hasilnya memuaskan.

Para pengguna hanya dapat menilai

layanan dari Hubla di daerah, yaitu

pelayanannya baik. Hal ini

dikarenakan pengurusan izin

penggunaan frekuensi radio

dilakukan di Jakarta, yang mana hal

ini dilakukan oleh perwakilan dari

tiap-tiap perusahaan pelayaran

tersebut. Meskipun demikian, para

perusahaan pelayaran mengeluhkan

lamanya terbitnya surat izin

tersebut.

3 Bagaimana koordinasi

antara Pemerintah

dan pemangku

kepentingan dalam

hal penggunaan

frekuensi radio ?

Koordinasi dirasa masih kurang sehingga kedepannya diharapkan

Prosedur perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap)

untuk mempermudah proses pembuatan perijinan mengefektifkan

waktu pengurusan dan proses sosialisasi dapat dilakukan dengan

mudah.

kementrian perhubungan -ditjen hubla memiliki otoritas terhadap

pemberian rekomendasi atas permohonan pihak pengguna

(perusahaan pelayaran) ; dan kemetrian kominfo-dijen SDPPI memiliki

otoritas menindak lanjuti rekomendasi dirjen hubla tsb dengan

menerbitkan surat izin penggunaan frekuensi radio (mensyahkan

rekomendasi dirjen hubla.

Syahbandar sudah

membekali Diklat Khusus

MIR agara para MIR

manjadi kepanjangan

tangan pemerintah untuk

penertiban penggunaan

alat-alat komunikasi dan

frekuensi yang dipakai oleh

kapal-kapal.

Belum adanya sosialisasi dari

pemerintah ke pengguna

4 Bagaimana

harmonisasi peraturan

terkait dengan

telekomunikasi

maritim yang

dikeluarkan oleh

berbagai instansi ?

Koordinasi dirasa masih kurang sehingga kedepannya diharapkan

Prosedur perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap)

untuk mempermudah proses pembuatan perijinan mengefektifkan

waktu pengurusan dan proses sosialisasi dapat dilakukan dengan

mudah.

Berdasarkan aturan bahwa segala produk-produk hukum yang

diterbitkan harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi.

Demikian halnya pada peraturan yang terkait dengan penggunaan

spektrum frekuensi radio. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh

berbagai instansi, khususnya di daerah, telah merujuk kepada produk

peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, disharmonisasi

peraturan kecil kemungkinan untuk terjadi.

Syahbandar sudah

membekali Diklat Khusus

MIR agara para MIR

manjadi kepanjangan

tangan pemerintah untuk

penertiban penggunaan

alat-alat komunikasi dan

frekuensi yang dipakai oleh

kapal-kapal.

Belum adanya sosialisasi dari

pemerintah ke pengguna

SURABAYANo. Permasalahan

Page 67: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

51

PELINDO DISTRIK NAVIGASI SYAHBANDAR PEMILIK KAPAL

5 Bagaimana penerapan

Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) untuk

pengguna spektrum

frekuensi radio pada dinas

maritim?

PNBP di Pelindo diatur besaranyan 1,75 % dari pendapatan

pandu tunda sebelum ada pajak, tetapi untuk kelanjutannya

penggunaan PNBP itu sendiri secara detailnya saya tidak

banyak mengetahuinya.

PNBP : Direktorat Hubungan Laut mempunyai Statsiun Radio

Pantai yang melayani kapal-kapal, jika stakeholder menghubungi

dengan menggunakan frekensi maritim untuk korespondensi atau

pelayanan public dikenakan biaya jasa PNBP sedangkan untuk

keamanan dan keselamatan tidak di kenakan jasa PNBP

PNBP tidak ditangani oleh kami PNBP Yqang dikenakan hanya

biaya adminstrasi dalam

pemngurusan SIKR, untuk

biaya BHP frekuensi tidak

dikenakan.

6 Bagaimana pengawasan

dan pengendalian frekuensi

untuk dinas maritim (Ditjen

SDPPI Kementerian

Komunikasi dan Informatika

maupun Ditjen Perhubungan

Laut Kementerian

Perhubungan serta

Kementerian Kelautan dan

Perikanan) ?

untuk wilayah Surabaya Pengawasan yang dilakukan oleh

Balmon sehingga bila ada laporan gangguan frekuensi yang

diterima balmon akan segera ditindaklanjuti.

Pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim

belum berjalan sebagaimana mestinya, pihak hubla tidak pernah

mendapatkan laporan secara tertulis dari balmon terkait dengan

pelanggaran yang terjadi yang mana pada kenyataanya

pelanggaran itu ada. sebagai kasus adanya statsiun radio pantai

non GDPL yang tidak mendapatkan rekomendasi dari hubla

Pengawasan yang dilakukan

syahbandar pada saat MIR

sedang melakukan survey di

kapal.

Pengawasan yang dilakukan

berkaitan dengan kelengkapan

peralatan keselamatan dan

komunikasi radio

7 Bagaimana Dinas Maritim

memanfaatkan secara

optimal Penggunaan

Spektrum Frekuensi Radio

dan Orbit Satelit ?

Pelindo 3 Surabaya menggunakan frekuensi yang sudah

ditetapkan oleh Ditjen Hhubla yaitu VHF channel 12 (untuk

kapal pandu), 14 dan 16 (seringnya digunakan untuk

keperluan marabahaya). Channel frekuensi yang

dialokasikan itu sebenarnya tidak cukup karena kepadatan

kapal yang masuk sehingga pada prakteknya terkadang

menggunakan channel 6 atau channel 8 yang kosong.

Alokasi frekuensi radio untuk dinas maritim ditentukan

berdasarkan ketentuan ITU. Oleh karena itu, alokasi frekuensi

yang telah ditetapkan tersebut bersifat terbatas, maka harus

dimanfaatkan seoptimal mungkin. Pengoptimalan pemanfaatan

frekuensi radio tersebut dapat dilakukan dengan cara

memanfaatkannya sesuai dengan peruntukkannya. Namun, dalam

kondisi nyata sering terjadi pelanggaran dari para pengguna.

Para pengguna menggunakan frekuensi tersebut untuk

kepentingan darat atau sebaliknya, terlebih lagi penggunaan

frekuensi ini tidak dikenakan biaya. Pada umumnya pelanggaran

ini terjadi karena ketidaktahuan dari para pengguna atas

frekuensi tersebut. Pihak Hubla-Distrik Navigasi melakukan

kegiatan sosialisasi tentang penggunaan frekuensi tersebut

melalui kegiatan yang terprogram dan penjelasan face to face

pada saat para pengguna melakukan pendaftaran untuk

kepentingan tersebut.

Alokasi spektrum frekuensi

maritim digunakan untuk

komunikasi keselamatan dan

komunikasi pandu.

8   Apakah ada frekuensi lain

yang bisa dimanfaatkan

untuk mendukung kegiatan

dinas maritim (selain

frekuensi international) ?

Tidak ada Ada, menggunakan frekuensi yang telah ditentukan oleh pihak

pusat untuk komando antar stasiun radio pantai, yaitu radio link

dan fix to fix service .

Mengenai frekuensi lain yang bisa

dimanfaatkan untuk mendukung

kegiatan dinas maritim selain

frekuensi yang ditetapkan adalah

kewenangan Menkominfo bukan

syahbandar.

Tidak ada

SURABAYANo. Permasalahan

Page 68: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

52

Tabel 2-4. Hasil In depth Interview di Makassar

No. Permasalahan MAKASSAR

DISTRIK NAVIGASI BALAI MONITORING PELINDO PT PELNI

1 Bagaimana evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim ?

Implementasi kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan frekuensi radio untuk keperluan Dinas Maritim dinilai kurang lancar, tidak efektif dan efisien. Penyebab kondisi tersebut diduga karena terlalu banyak instansi yang menangani komunikasi pelayaran dan proses untuk mendapatkan izin penggunaan frekuensi tersebut berbelit -belit.

Implementasi kebijakan-kebijakan penggunaan frekuensi utnuk keperluan dinas maritim sering terjadi pelanggaran penggunaan frekuensi misalnya ijin RAPI digunakan untuk komunikasi maritim. Perlu koordinasi antara instasi dan implementasi para pengguna frekuensi maritim tentang regulasi yang ada sehingga tidak ada kejadian Pengguna frekuensi yang menggunakan frekuensi yang salah dan tidak tetap. Perlu adanya sosialisasi mengenai penggunaan dan sanksi, perlu diperhatikan masukan dari pengguna di lapangan. Nantinya akan dibentuk tim khusus yang terdiri dari SDPPI, Distrik Navigasi, Syahbandar, KKP dll agar prosedur pengurusan SIKR lebih mudah dan koordinasi dapat lebih mudah dilakukan.

2 Bagaimana persepsi pengguna frekuensi maritime terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah ?

Banyak keluhan dari para pengguna terkait dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, khususnya para pengguna dengan skala usaha kategori kecil dan menengah. Oleh karena itu, mereka mengharapkan adanya revitalisasi dalam hal pengurusan perizinan penggunaan frekuensi radio untuk keperluan maritim. Setidaknya untuk pengurusan izin baru boleh saja ditangani pihak pusat (Jakarta), sedangkan untuk perpanjangan dilakukan di daerah masing masing melalui UPT yang ada.

3 Bagaimana koordinasi antara Pemerintah dan pemangku kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio ?

Terkait dengan hal ini diharapkan semua pihak regulator dan operator harus sama-sama mengerti hak dan kewajiban masing -masing

Untuk pengawasan dan pengendalian spektrum frekuensi maritim dilakukan dialog dengan pihak syahbandar dan distrik navigasi Makassar serta pihak RAPI dan ORARI yang terkadang digunakan sebagai alternatif oleh pengguna

4 Bagaimana harmonisasi peraturan terkait dengan telekomunikasi maritim yang dikeluarkan oleh berbagai instansi ?

Harmonisasi peraturan yang terkait sudah cukup bagus Untuk pengawasan & pengendalian spektrum frekuensi maritim dilakukan dialog dg pihak syahbandar dan distrik navigasi Makassar serta pihak RAPI dan ORARI yg terkadang digunakan sbg alternatif oleh pengguna

5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna spektrum frekuensi radio pada dinas maritim?

Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk kegiatan maritim berupa biaya pengurusan sertifikasi dan jasa penggunaan navigasi pelayaran. Pemasukan ini diperuntukkan untuk peningkatan kualitas SDM, dan peralatan komunikasi pada regulator

6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan) ?

Pengawasan yang dilakukan dengan mengecek kelengkapan peralaan dan SIKR serta dengan berkoordinasi dengan instansi

Pengawasan yang dilakukan dengan memberikan teguran & peringatan-peringatan jika penggunaan frekuensi salah peruntukan nya dan terjadinya pelanggaran teknis.

7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan secara optimal Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit ?

Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim sudah optimal dan sesuai dengan kebutuhan di dinas maritim

Pengoptiumalan penggunaan spektrum frekuensi untuk dinas maritim dengan cara melakukan Pengawasan secara kontinue dengan bersama-sama instansi terkait dalam penggunaan frekuensi.

8 Apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan dinas maritim (selain frekuensi international) ?

Ada Tidak, frekuensi yang dapat digunakan sesuai dengan ketentuan Radio Regulation dari ITU saja.

Page 69: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

53

Tabel 2-5. Hasil In depth Interview di Manado

No.

Permasalahan

MANADO

INSA

PT AGRA MARINE

SETIA LINES

DISTRIK NAVIGASI BALAI MONITORING STASIUN RADIO

PANTAI

PT KARYA BAHARI LINES

PT LINTAS UTARA LINES

1 Bagaimana evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim ?

implementasi di lapangan dalam hal pengaturan frekuensi untuk penggunaan dinas maritim dianggap kurang lancar, karena masih maraknya penggunaan frekuensi untu pelayaran tidak sesuai peruntukannya. Disamping itu masih ada kecenderungan dipesisir pantai masuk sebagai stasion pantai dengan menggunkan ban Rapi (KRAP) dan ORARI.

Implementasi kebijakan-kebijakan penggunaan frekuensi utnuk keperluan dinas maritim sering terjadi pelanggaran penggunaan frekuensi misalnya ijin RAPI digunakan untuk komunikasi maritim. Perlu koordinasi antara instasi dan implementasi para pengguna frekuensi maritim tentang regulasi yang ada sehingga tidak ada kejadian Pengguna frekuensi yang menggunakan frekuensi yang salah dan tidak tetap. Perlu adanya sosialisasi mengenai penggunaan dan sanksi, perlu diperhatikan masukan dari pengguna di lapangan. Nantinya akan dibentuk tim khusus yang terdiri dari SDPPI, Distrik Navigasi, Syahbandar, KKP dll agar prosedur pengurusan SIKR lebih mudah dan koordinasi dapat lebih mudah dilakukan.

2 Bagaimana persepsi pengguna frekuensi maritime terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah ?

Pelayanan sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara Hubla dan Kominfo-SDPPI dalam memberikan pelayanan perizinan, pengawasan dan pengendalian penggunaan frekuensi dinas maritim.

3 Bagaimana koordinasi antara Pemerintah dan pemangku kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio ?

Di daerah pada prinsipnya sama dengan di pusat koordinasi antara dinas hubungan laut dan kominfo. Sebagai contoh: Dalam rangka pengawasan dan pengendalian spektrum frekuensi radio maritim dilakukan dialog dengan pihak syahbandar dan distrik navigasi.

Untuk kedepannya tim penegakan peraturan untuk dinas maritim yang akan dibentuk terdiri dari Balmon, ADPEL, SROP berfungsi melakukan opname lapangan dari sisi

Postel dan Adpel sebagai pemegang kuasa melakukan pengawasan secara intensive.

4 Bagaimana harmonisasi peraturan terkait dengan telekomunikasi maritim yang dikeluarkan oleh berbagai instansi ?

Tidak harmonis

Page 70: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

54

No.

Permasalahan INSA

PT AGRA MARINE

SETIA LINES

DISTRIK NAVIGASI BALAI MONITORING STASIUN RADIO

PANTAI

PT KARYA BAHARI LINES

PT LINTAS UTARA LINES

5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna spektrum frekuensi radio pada dinas maritim?

Komunikasi marabahaya dan pelaporan posisi kapal tidak berbayar. PNBP yang diambil yaitu pengiriman telegram resmi yang menggunakan master cable. PNBP yang ditarik ini dimanfaatkan dimanfaatkan untuk meningkatan SDM, dan peningkatan peralatan komunikasi pada regulator.

PNBP digunakan untuk Pengawasan & pengendalian penggunaan spektrum frekuensi

6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan) ?

Koordinasi antar instansi terkait dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan sangat didperlukan.

Perlu adanya deskripsi yang jelas masalah cakupan tupoksi dari regulator terkait sehingga tidak ada tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas msing-masing

Proses pengawasan yang dilakukan belum optimal. Dalam proses pengawasan perlu dilakukan pendekatan edukatif, teguran, dan penegakan peraturan yang tegas.

7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan secara optimal Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit ?

Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim sudah dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan fungsinya.

Regulator sudah mengoptimalkan penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan dinas maritim

Belum

8 Apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan dinas maritim (selain frekuensi international) ?

Tidak ada Tidak ada karena sudah disegel

Page 71: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

55

Tabel 2-6. Hasil In depth intervew dengan Ir. Tulus Rahardjo (Direktur Pengendalian SDPPI, Ditjen Sumberdaya Perangkat Pos dan Informatika,

Kementerian Kominfo)

No Permasalahan Pandangan SDPPI

1 Bagaimana evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan

pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk

keperluan dinas maritim ?

Mengenai regulasi yang ada, baik pada regulasi di Kominfo maupun di Hubla tinggal

disempurnakan saja jika ada yang kurang,tapi penyempurnaan disini dalam pengertian

memperkuat fungsi kedua-duanya, jangan sampai kewenangan dari masing-masing itu

ada yang mengambil alih.

Pendefinisian pelayaran rakyat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan

yang banyak muncul di UKM dan kapal-kapal kecil seperti penyalahgunaan ORARI,

amatir, dan KRAP di maritim. Penyalahgunaan alat-alat tersebut karena mereka

membutuhkan alat komunikasi namun alat komunikasi yang murah bagi komunikasi di

maritim tidak tersedia di pasar.

Alat komunikasi serta keselamatan di pelayaran rakyat tidak masuk dalam

ketentuan SOLAS, sehingga perlu dikoordinasikan penggunaan alat-alat komunikasi

dan keselamatan sesuai dengan kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat. Untuk

itu kita bisa bekerja sama dengan manufaktur dalam negeri untuk membuat peralatan

yang simple yang sesuai dengan kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat. Perlu

diperhatikan juga siapa yang akan mengatur permasalahan ini nantinya.

2 Bagaimana persepsi pengguna frekuensi maritim

terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah ?

-

3 Bagaimana koordinasi antara Pemerintah dan pemangku

kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio ?

Terkait dengan regulasi yang ada, baik pada regulasi di Kominfo maupun di Hubla,

tinggal disempurnakan saja jika ada yang kurang, penyempurnaan disini dalam

pengertian memperkuat fungsi kedua-duanya,jangan sampai kewenangan dari masing-

masing itu ada yang mengambil alih. Untuk regulasi yang sudah berjalan biar berjalan

tapi diperkuat saja mungkin mengenai koordinasinya.

Page 72: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

56

No Permasalahan Pandangan SDPPI

4 Bagaimana harmonisasi peraturan terkait dengan

telekomunikasi maritim yang dikeluarkan oleh berbagai

instansi ?

Kominfo mengacu pada ITU sedangkan Hubla mengacu pada IMO, dimana masing-

masing memiliki kewenangan sendiri-sendiri.

Untuk ITU dijabarkan ke Undang-undang 36, sedangkan IMO dijabarkan ke Undang-

undang no 17.

5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) untuk pengguna spektrum frekuensi radio pada

dinas maritim?

Frekuensi untuk dinas keselamatan maritim sudah tertentu atau khusus dan tidak boleh

digunakan untuk keperluan selain keselamatan, misalnya operasibongkar muat di

pelabuhan. Frekuensi yang digunakan di maritim ini termasuk yang tidak berbayar

kecuali untuk komunikasi diluar keselamatan seperti bongkar muat di pelabuhan

berbayar yang biayanya masuk pada PNBP

6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian frekuensi

untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI Kementerian

Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen

Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta

Kementerian Kelautan dan Perikanan) ?

Untuk urusan frekuensi diberikan ke Hubla, hal itu tidak bisa karena di ITU ada istilah

administrasi frekuensi. Administrasi frekuensi ini diketahui oleh dunia internasional

atau ITU (International Telecomunication Union) dan itu menjadi kewenangan

Kominfo. Namun berkaitan dengan pemanfaatannya bisa di Hubla, dan tentunya di

dalam pemanfaatannya ada prosedurnya, untuk keselamatan dan GMDSS (Global

Maritime Distress Safety System).

7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan secara

optimal Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan

Orbit Satelit ?

Mengenai frekuensi terdapat rujukan lain seperti FCC (Federal Communication

Commision).Dalam kontek organisasi internasional, Kominfo mengacu pada ITU

sedangkan Hubla mengacu pada IMO, dimana masing-masing memiliki kewenangan

sendiri-sendiri.

8 Apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan

untuk mendukung kegiatan dinas maritim (selain

frekuensi internasional) ?

Frekuensi untuk dinas maritim ini sudah dialokasikan tertentu dan dimungkinkan

disetiap daerah ada asosiasi yang mengatur masalah ini. Dimungkinkan juga ada stasiun

radio pantai khusus untuk pelayaran rakyat.

Page 73: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

57

2.2 Hasil FGD

Hasil FGD ini menunjukkan beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim, yang mana faktor

– faktor tersebut dikelompokkan ke dalam empat faktor, yaitu faktor penentu, faktor

penghubung, faktor terikat dan faktor bebas. Penetuan faktor – faktor tersebut

didasari atas hasil analisis perspektif dengan menggunakan aspirasi dari para peserta

FGD. Adapun hasil analisis perspektif dari hasil FGD yang dilakukan adalah sebagai

berikut.

2.2.1 Hasil FGD di Jakarta

FGD (Focus Group Discussion) dilaksanakan di Hotel Akmani, pada Rabu

27 Juli 2011. Berdasarkan hasil FGD dengan pihak regulator dan pengguna frekuensi

maritim, maka hasil FGD adalah sebagai berikut.

Faktor - faktor yang berpengaruh

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya menyelesaikan beberapa permasalahan

di atas, setelah dilakukan diskusi intensif, diperoleh 9 faktor yaitu:

1. SOP antara Kominfo dengan Hubla

2. Public Sharing

3. Regulasi

4. Harmonisasi UPT/Pemerintah

5. Service (Pelayanan)

6. Media Pelayanan (Teknologi Band Maritim)

7. Good Will Pemerintah (Nasionalisme)

Dengan menggunakan skala Likert dari nilai 0 sd 3, dimana 0 berarti tidak ada

pengaruh sama sekali dan 3 memiliki pengaruh sangat kuat. Hasil diskusi yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabel 2-7. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Jakarta

Setelah melalui proses dalam kegiatan Perpektif analysis akan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Page 74: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

58

Tabel 2-8. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Jakarta

Jika dipetakan seperti gambar berikut.

Gambar 2-1. Scatter Diagram FGD Jakarta

Berdasarkan diagram di atas:

1. Regulasi, Public Sharing, dan Good Will Pemerintah sebagai faktor

penentu, artinya keberadaannya sangat berpengaruh terhadap penggunaan

spekt rum frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim dan ketergantungannya

terhadap faktor-faktor lainnya sangat kecil.

2. Tidak terdapat faktor penghubung artinya tidak ada faktor dominan untuk

mempengaruhi dan juga dominan dipengaruhi faktor penentu, faktor bebas,

dan faktor terikat pada penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan

Dinas Maritim.

3. Harmonisasi UPT dan Service sebagai faktor terikat artinya, keberadaan

faktor tersebut sangat tergantung pada faktor penentu, faktor bebas, dan

faktor penghubung dalam penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan

Dinas Maritim.

4. SOP dan Teknologi Band Maritim sebagai faktor bebas artinya, keberadaan

faktor tersebut dapat diabaikan dalam penggunaan spektrum frekuensi

untuk keperluan Dinas Maritim.

Page 75: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

59

2.2.2 Hasil FGD di Medan

FGD Medan dilaksanakan di Hotel Grand Angkasa pada hari Kamis 28 Juli

2011 pada pukul09.00 - 13.00 WIB.

Faktor-faktor yang berpengaruh Pada FGD Medan

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya menyelesaikan beberapa permasalahan

di atas, setelah dilakukan diskusi intensif, diperoleh 8 faktor yaitu:

1. Regulasi

2. SOP

3. Harmonisasi/Sinkronisasi

4. Sosialisasi

5. Sanksi/Law Enforcement

6. Teknologi

7. Band Frekuensi Khusus Nelayan

8. Desentralisasi

Dengan menggunakan skala Likert dari nilai 0 sd 3, dimana 0 berarti tidak

ada pengaruh sama sekali dan 3 memiliki pengaruh sangat kuat. Hasil diskusi yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabel 2-9. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Medan

Setelah melalui proses dalam kegiatan Perpektif analysis akan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Tabel 2-10. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Medan

Jika dipetakan seperti gambar berikut.

Influences

(Pengaruh)

Dependences

(Ketergantungan)

Regulasi 2 2 3 3 3 3 2 18

SOP 0 3 3 3 2 2 2 15

Harmonisasi/Sinkronisasi 1 1 2 0 0 2 0 6

Sosialisasi 0 1 3 3 2 2 2 13

Sanksi/Law Enforcement 0 0 1 1 0 0 0 2

Teknologi 2 2 1 3 0 1 3 12

Band Frekuensi khusus Nelayan 2 1 1 3 1 1 3 12

Desentralisasi 3 1 2 2 0 0 0 8

TOTAL SCORE 8 8 13 17 10 8 10 12 86

Ba

nd

Fre

ku

en

si

kh

usu

s

Ne

lay

an

De

sen

tra

lisa

s

i

TOTAL SCORE

Sa

nk

si/L

aw

En

forc

em

en

t

Te

kn

olo

gi

Re

gu

lasi

SO

P

Ha

rmo

nis

asi

/

Sin

kro

nis

asi

So

sia

lisa

si

Faktor Influence (I) Koordinat (I ; D) klasifikasi faktor

Regulasi 1,5 ( 1,5 ; 0,66 ) Faktor Penentu

SOP 1,25 ( 1,25 ; 0,66 ) Faktor Penentu

Harmonisasi/Sinkronisasi 0,5 ( 0,5 ; 1,08 ) Faktor Terikat

Sosialisasi 1,08 ( 1,08 ; 1,41 ) Faktor Penghubung

Sanksi/Law Enforcement 0,16 ( 0,16 ; 0,83 ) Faktor Bebas

Teknologi 1 ( 1 ; 0,66 ) Faktor Bebas

Band Frekuensi khusus Nelayan 1 ( 1 ; 0,83 ) Faktor Bebas

Desentralisasi 0,66 ( 0,66 ; 1 ) Faktor Terikat18 12

Dependences

(D)

0,66

0,66

1,08

1,41

0,83

0,66

0,83

2 10

12 8

12 10

15 8

6 13

13 17

PengaruhKetergantun

gan

18 8

Page 76: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

60

Gambar 2-2. Scatter Diagram FGD Medan

Berdasarkan diagram di atas:

1. Regulasi dan SOP sebagai faktor penentu, artinya keberadaannya sangat

berpengaruh terhadap penggunaan spektrum frekuensi untuk keperluan

Dinas Maritim dan ketergantungannya terhadap faktor-faktor lainnya sangat

kecil.

2. Sosialisasi sebagai faktor penghubung artinya keberadaan sosialisasi

dominan untuk mempengaruhi dan juga dominan dipengaruhi faktor penentu,

faktor bebas, dan faktor terikat pada penggunaan spekt rum frekuensi untuk

keperluan Dinas Maritim.

3. Harmonisasi/Sinkronisasi, dan Desentralisasi sebagai faktor terikat

artinya, keberadaan faktor tersebut sangat tergantung pada faktor penentu,

faktor bebas, dan faktor penghubung dalam penggunaan spektrum

frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim.

4. Sanksi/Law Enforcement, Teknologi, dan Band Frekuensi Khusus

Nelayan sebagai faktor bebas artinya, keberadaan faktor tersebut dapat

diabaikan dalam penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan Dinas

Maritim.

2.2.3 Hasil FGD di Surabaya

Pelaksanaan FGD di Surabaya telah dilaksanakan di Surabaya pada hari

Senin 15 Agustus 2011 di Hotel Santika pada jam 14-00 – 18.00 WIB

Faktor-faktor yang berpengaruh

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya menyelesaikan beberapa permasalahan

di atas, setelah dilakukan diskusi intensif, diperoleh 9 faktor yaitu:

1. SOP antara Kominfo – Hubla

2. Sosialisasi kebijakan

3. Regulasi

Page 77: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

61

4. Service (Pelayanan)

5. Teknologi Band Maritim

6. Good Will Pemerintah

7. Penyamaan persepsi persyaratan perijinan

8. Manajemen Sistem pengurusan (satu atap)

9. Fleksibilitas aturan

Dengan menggunakan skala Likert dari nilai 0 sd 3, dimana 0 berarti tidak

ada pengaruh sama sekali dan 3 memiliki pengaruh sangat kuat. Hasil diskusi yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

Tabel 2-11. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Surabaya

Setelah melalui proses dalam kegiatan Perpektif analysis akan diperoleh hasil

sebagai berikut :

Tabel 2-12. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Surabaya

FaktorInfluence

(I)Koordinat (I ; D)

klasifikasi

faktor

SOP antara Kominfo - Hubla 0,45 ( 0,45 ; 0,96 ) Faktor Bebas

Sosialisasi kebijakan 0,51 ( 0.51 ; 0.66 ) Faktor Bebas

Regulasi 0,83 ( 0.83 ; 0.44 ) Faktor Bebas

Service (Pelayanan) 0,45 ( 0.45 ; 1.11 ) Faktor Terikat

Teknologi Band Maritim 0,38 ( 0.38 ; 0.14 ) Faktor Bebas

Good Will Pemerintah 0,83 ( 0.83 ; 0.66 ) Faktor Bebas

Penyamaan persepsi persyaratan

perijinan 0,7 ( 0.7 ; 0.66 ) Faktor Bebas

Manajemen Sistem pengurusan

(satu atap) 0,9 ( 0.9 ; 0.96 ) Faktor Bebas

Fleksibilitas aturan 0,12 ( 0.12 ; 0.37 ) Faktor Bebas

Dependences (D)

7 13 0,96

Pengaruh Ketergantungan

11 9 0,66

7 15 1,11

6 2 0,14

13 9 0,66

8 9 0,66

13 6 0,44

2 5 0,37

14 13 0,96

Page 78: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

62

Jika dipetakan seperti gambar berikut.

Gambar 2-3. Scatter Diagram FGD Surabaya

Berdasarkan diagram di atas:

1. Tidak terdapat faktor penentu.

2. Tidak terdapat faktor penghubung.

3. Service sebagai faktor terikat artinya, keberadaan faktor tersebut sangat

tergantung pada faktor penentu, faktor bebas, dan faktor penghubung dalam

penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim.

4. Regulasi, Good Will Pemerintah, Persyaratan Perijinan, Sosialisasi

Kebijakan, Teknologi Band Maritim, san Fleksibilitas Aturan sebagai faktor

bebas artinya, keberadaan faktor tersebut dapat diabaikan dalam penggunaan

spektrum frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim.

2.3 Hasil Quesioner Kualitas Pelayanan Maritim

Hasil Analisis Kuesioner Kinerja Pelayanan Frekuensi dinas maritim. Sesuai

dengan rumusan masalah ketiga yaitu bagaimana persepsi pengguna frekuensi

maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah di analisis menggunakan

diagram kartesius hasil analisis di jelaskan di bawah ini:

Analisis kesesuaian kepentingan dan kinerja pelayanan

Hasil skor jawaban masing-masing indikator pertanyaan digunakan untuk

mencari rata-rata nilai harapan dan kenyataan sebagaimana tertera pada tabel di

bawah ini.

Page 79: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

63

Tabel 2-13. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan

No. Dimensi dan Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata

%

Kinerja Kepentingan Kesesuaian

Reliability

1 Kecepatan penerbitan

Perizinan 309 434 3.09 4.34 71

2 Kesesuaian Data

Spesifikasi Izin 336 421 3.36 4.21 80

3

Ketepatan waktu

penyelesaian proses

perizinan

310 422 3.10 4.22 73

4

Kesesuaian Surat

Perizinan dengan

permintaan

332 408 3.32 4.08 81

5 Biaya perizinan 322 394 3.22 3.94 81

6

Kecepatan terhadap

perubahan, baik teknis

atau administrasi

298 382 2.98 3.82 78

7

Kualitas gangguan

frekuensi antar pengguna

rendah

347 407 3.47 4.07 85

Rata - rata 3.22 28.68 78

Responsiveness

8 Respon dalam

penanganan gangguan 310 380 3.10 3.80 81

9 Kecepatan dalam

meresponse masalah 315 417 3.15 4.17 75

10 Kecermatan dalam

memberikan pelayanan 324 404 3.24 4.04 80

Rata - rata 3.16 4.00 79

Emphaty

11 Kecepatan dan sikap

proaktif dalam melayani 325 413 3.25 4.13 79

12 Empaty dalam pelayanan 326 400 3.26 4.00 81

Rata - rata 3.26 8.13 80

Tangibles

13 Kemudahan Prosedur

Perizinan 340 434 3.40 4.34 78

14 Katerjangkauan lokasi

perizinan 338 380 3.38 3.80 88

15 Kemudahan cara

pembayaran 334 389 3.34 3.89 85

16 Image terhadap pegawai 362 397 3.62 3.67 98

Rata - rata 3.44 4.00 87

Sumber: hasil pengolahan data kuesioner

Page 80: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

64

No. Dimensi dan Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata

%

Kinerja Kepentingan Kesesuaian

Assurance

17 Kinerja sistem manajemen

yang handal 325 391 3.25 3.91 83

18

Image/Citra Layanan

layanan yang diberikan

Direktorat

334 414 3.34 4.14 81

Rata - rata 3.30 4.03 82

Rata – rata Semua Dimensi = = -

(X) (Y) (X)

3.27 4.04 81

Sumber: hasil pengolahan data kuesioner

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa untuk dimensi Reliabilitas persentase

kesesuaian terendah pada indikator kecepatan penerbitan perizinan (71%) dan

tertinggi pada indikator kualitas gangguan antar pengguna frekuensi rendah (85%)

dengan rata-rata kesesuaian variabel (78%) dalam kategori kesesuaian tinggi. Nilai

kesesuaian tertinggi adalah indikator Kesesuaian data spesifikasi izin, kesesuaian

Surat Perizinan dengan permintaan, biaya perizinan, dan kualitas antar gangguan

rendah. Kinerja untuk indikator diatas dianggap tidak memiliki masalah karena

memiliki kinerja diatas rata – rata. Sedangkan indikator kecepatan terhadap

perubahan baik teknis atau administrasi sama nilainya dengan nilai rata – rata.

Sedangkan nilai terendah diperoleh oleh indikator Kecepatan penerbitan perizinan

(71%) disusul nilai terendah berikutnya adalah Ketepatan waktu penyelesaian proses

perizinan (73%) ini menggambarkan bahwa pengguna frekuensi maritim

mempersepsikan bahwa pelayanan dalam masalah perizinan terutama dalam kaitan

kecepatan dan ketepatan keluarnya surat izin dipersepsikan memiliki kinerja yang

rendah.

Pada dimensi C, indikator kecepatan dalam merespon masalah memiliki

kesesuaiaan terendah (75%) dan tertinggi (81%) pada indikator respon dalam

penanganan gangguan dan kecermatan dalam memberikan pelayanan (80%), dengan

rata-rata kesesuaian variabel pada dimensi ini adalah (79 %) dalam kategori

kesesuaian tinggi. Pada indikator yang menyatakan rendah, hal ini menggambarkan

bahwa jika terjadi masalah yang dihadapi pengguna frekuensi maritim tidak direspon

secara cepat.

Pada dimensi Tangible, indikator image terhadap pegawai memiliki

kesesuaian tertinggi ( 98%) dan indikator kemudahan cara pembayaran memiliki

kesesuaian rendah yaitu (85%). Dengan rata – rata kesesuaian pada dimensi ini

sebesar 87% dalam kategori tinggi Nilai kesesuaian tertinggi lainnya adalah

keterjangkauan lokasi perizinan karena diatas nilai kesesuaiannya diatas nilai rata –

rata pada dimensi tersebut.

Sedangkan pada dimensi Assurance terendah image layanan yang

diberikan(81%) dan tertinggi (83%) dengan rata-rata kesesuaian variabel pada

dimensi ini adalah (82%) dalam kategori kesesuaian tinggi. Penilai tertinggi

diberikan kepada kinerja sistem manajemen yang handalyang diberikan Direktorat

masih dianggap memiliki citra yang baik juga masih dianggap memilki kinerja

sistem manajemen yang dapat diandalkan.

Page 81: Studi spektrum frek utk maritim 2011

65

BAB III ANALISIS

3.1 Pembahasan Hasil FGD

Berdasarkan hasil FGD dari stakeholder yaitu regulator dan pengguna

frekuensi maritim, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Tabel 3-1. Resume Faktor-faktor yang berpengaruh pada pemanfaatan Spektrum

Frekuensi Radio Maritim dari Hasil FGD

Penjelasan terkait dengan faktor penentu yang menjadi faktor yang dominan,

mempengaruhi Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

berdasarkan pendapat dari para regulator dan pengguna frekuensi adalah

1. Public Sharing

Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan

ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil, pada penggunaan spektrum

frekuensi untuk dinas maritim, artinya hak penggunaan secara bersama suatu

pita frekuensi ini, tidak boleh saling mengganggu dan para pengguna frekuensi

untuk keperluan dinas maritim ini tidak dapat mengklaim proteksi dari pengguna

pada frekuensi yang sama. Hal ini dikarenakan penggunaan bersama pita

frekuensi ini bersifat open dan digunakan secara bersama – sama dengan

Lokasi FGD Faktor - Faktor Faktor Penentu Faktor penghubung Faktor Terikat Faktor Bebas

Jakarta

SOP antara Kominfo dengan Hubla SOP antara Kominfo

dengan Hubla

Publik Sharing Publik Sharing

Regulasi Regulasi

Harmonisasi UPT/Pemerintah Harmonisasi

UPT/Pemerintah

Service ( Pelayanan) Service ( Pelayanan)

Media Pelayanan (Teknologi band

Maritim)

Media Pelayanan

(Teknologi band

Maritim)

Good Will Pemerintah Good Will

Pemerintah

Medan Regulasi Regulasi

SOP SOP

Harmonisasi/Sinkronisasi

Sosialisasi Sosialisasi

Sanksi/Low Enforcement Sanksi/Low Enforcement

Teknologi Teknologi

Band Frekuensi Khusus Nelayan Band Frekuensi Khusus

Nelayan

Desentralisasi Desentralisasi

Surabaya

SOP antara Kominfo dengan Hubla SOP antara Kominfo

dengan Hubla

Sosialisasi kebijakan Sosialisasi kebijakan

Regulasi Regulasi

Service (Pelayaran) Service (Pelayaran)

Teknologi Band maritim Teknologi Band maritim

Penyamaan persepsi persyaratan perijinan Penyamaan persepsi

persyaratan perijinan

Good Will Pemerintah Good Will Pemerintah

Penyamaan persepsi persyaratan perijinan Penyamaan persepsi

persyaratan perijinan

Manajemen Sistem pengurusan(satu atap Manajemen Sistem

pengurusan(satu atap

Fleksibilitas aturan Fleksibilitas aturan

Page 82: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

66

pengguna lain yang jumlahnya sangat banyak di dalam suatu sistem, penggunaan

frekuensi ini juga harus dikoordinasikan oleh Administrasi Telekomunikasi

Indonesia dengan administrasi telekomunikasi negara tersebut. Penggunaan

spektrum frekuensi maritim bersifat open dan digunakan secara bersama-sama

dengan pengguna lain yang jumlahnya cukup banyak di dalam suatu sistem.

Oleh sebab itu para pengguna spektrum frekuensi maritim harus menyadari

mengenai hal ini agar pemanfaatannya untuk menyalurkan informasi-informasi

kepada pihak lain mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati atau standard

operating procedure (SOP) agar kelancaran penyampaian informasi bisa

berjalan baik.

2. Regulasi

Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan

ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil. Regulasi akan mengatur

pemanfaatan spektrum frekuensi maritim di Indonesia, dimana dalam

pembuatannya sudah mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi

internasional yang terkait seperti dari ITU, IMO, dan lainya. Regulasi yang

terkait dengan maritim ternyata tidak hanya berada di Kemenkominfo saja akan

tetapi secara operasional banyak berada di Kemenhub – Ditjen Perhubungan

Laut. Kerjasama dan koordinasi dari Ditjen SDPPI – Kemenkominfo dan Ditjen

Hubla – Kemenhub baik dalam pembuatan regulasi, dan implementasi regulasi

di lapangan akan berdampak dan berpengaruh pada kinerja pemanfaatan

spektrum frekuensi radio maritim di Indonesia. Pada saat ini proses operasional

pengurusan ijin frekuensi Maritim dilakukan di Ditjen Hubla untuk selanjutnya

Ditjen Hubla memberikan rekomendasi kepada Ditjen SDPPI – Kemenkominfo,

untuk menerbitkan ijin penggunaan spektrum frekuensi maritim. Setelah Ditjen

SDPPI menerbitkan ijin penggunaan spektrum frekuensi maritim, selanjutnya

akan bisa dimanfaatkan oleh pengguna spektrum frekuensi maritim untuk

kepentingan dinas maritim. Cepat lambatnya proses perijinan dan tingkat

kerumitannya akan memberikan persepsi tertentu bagi pengguna spektrum

frekuensi radio maritim di Indonesia. Kegiatan ekonomi di Indonesia yang

melibatkan perpindahan barang yang menggunakan transportasi laut akan

cenderung meningkat oleh sebab itu, penggunaan spektrum frekuensi radio

maritim akan cenderung meningkat penggunaanya, meskipun alokasi spektrum

frekuensi tidak mengalami peningkatan. Oleh sebab itu dalam rangka untuk

meningkatkan peran regulasi dalam meberikan manfaat semaksimal mungkin

bagi pengguna spektrum frekuensi radio maritim, dengan meningkatkan

hubungan yang harmonis antara Ditjen SDPPI dan Ditjen Hubla, mempercepat

proses perijinan, kemudahan proses perijinan dan peningkatan pengawasan dan

monitoring spektrum frekuensi radio maritim di lapangan.

3. Goodwill Pemerintah

Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan

ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil. Goodwill pemerintah sangat

diperlukan dalam upaya untuk memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai

dengan kepentingan masyarakat, koordinasi antar Ditjen SDPPI – Ditjen Hubla

semakin baik, upaya sosialisasi mengenai SOP kepada para pengguna spektrum

frekuensi radio maritim secara menyeluruh terutama untuk pengguna pelayaran

Page 83: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

67

rakyat dan upaya dari pemerintah untuk bisa menyediakan perangkat radio

komunikasi maritim yang khusus untuk maritim (frekuensi di set hanya untuk

frekuensi maritim atau tidak all band) dengan harga yang terjangkau/sesuai

dengan daya beli masyarakat dan ketersediaan perangkat yang mudah dicari di

pasaran. Jika hal ini bisa dilakukan maka akan ada kecenderungan di masa

mendatang penggunaan spektrum frekuensi radio maritim akan bisa ditingkatkan

penggunaanya dan memberikan manfaat yang maksimal baik dari pemerintah

maupun bagi pengguna spektrum frekuensi radio maritim.

4. SOP

Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan

ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil. Di masa mendatang faktor ini

harus diperhatikan dengan baik agar pemanfaatan spektrum frekuensi radio

maritim bisa memberikan manfaat maksimal bagi pengguna, karena :

Sifat alokasi spektrum frekuensi radio maritim adalah public sharing

Alokasi spektrum frekuensi radio yang tetap dan tidak bertambah serta

berlaku global

Adanya kecenderungan jumlah pengguna spektrum frekuensi radio

maritim yang cenderung meningkat.

Dengan mengingat hal tersebut di atas, maka agarpenggunaan spektrum

frekuensi radio maritim dalam rangka pengiriman/penyampaian informasi

kepada para pengguna bisa dilayani dengan baik dan memberikan manfaat

semaksimal mungkin bagi pemerintah dan para pengguna spektrum frekuensi

radio maka semua pengguna harus mematuhi SOP dalam penggunaan spektrum

frekuensi maritim. Kegiatan sosialisasi oleh para pihak terkait dalam rangka

untuk menyampaikan dan menjelaskan mengenai SOP harus dilakukan secara

menyeluruh bagi pengguna spektrum frekuensi maritim, terutama untuk

pengguna dari kalangan nelayan yang berada di bawah naungan KKP.

3.2 Pembahasan Hasil In Depth Interview

Dari data matrik in depth interview pada bab v secara keseluruhan maka

dapat diperoleh beberapa hal untuk setiap permasalahannya seperti pada uraian

berikut ini.

Mengenai evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal

penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim dapat diambil beberapa point

penting dari hasil in depth interview antara lain :

Implementasi kebijakan pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk

keperluan dinas maritim telah berjalan sesuai dengan SOP yang ada. Meskipun

demikian pelaksanaan regulasi tersebut kurang efektif dan efisien. Hal ini ini

pertama dikarenakan proses penerbitan surat izin penggunaan frekuensi radio

untuk dinas maritim yang relatif lama (jangka waktu normal 2 bulan yaitu

maksimal 14 hari untuk pengurusan surat rekomendasi dari Hubla, dan 45 hari

untuk penerbitan surat ijin komunikasi radio dari Kominfo) dan untuk

mendapatkan izin penggunaan frekuensi tersebut prosesnya berbelit -belit. Dalam

pengurusan SIKR ini seringkali terjadi keterlambatan keluarnya namun pada saat

yang bersamaan kapal harus berlayar sehingga Syahbandar mengambil kebijakan

Page 84: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

68

dengan mengeluarkan surat izin berlayar sementara, yang masa waktu

operasionalnya maksimal 3 bulan agar kapal dapat berlayar tepat waktu. Hal ini

dilakukan agar pergerakan atau perputaran ekonomi perusahaan pelayaran tidak

terganggu. Hal kedua yang menyebabkan implementasi kebijakan pemerintah

mengenai penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim dipandang

kurang efektif dan efisien yaitu : pengurusan surat ijin yang harus ke pusat yang

menyebabkan pengguna yang tidak memiliki kantor perwakilan di pusat

mengeluarkan biaya yang lebih besar dibanding dengan biaya SIKR-nya sendiri.

Untuk itu, para pengguna menginginkan kedepannya ada pelayanan 1 pintu dan

pengurusan SIKR dapat dilakukan di UPT-UPT di daerah.

Kebijakan penggunaan frekuensi maritim sudah sesuai peruntukannya baik

menurut regulasi ITU dan Peraturan yang berlaku. Namun untuk kapal nelayan

kecil sulit diimplementasikan karena keterbatasan SDM, dan peralatan.

Sementara itu untuk kapal nelayan yang besar dan internasional sudah

dilaksanakan sesuai dengan peraturan sehingga tidak ada pelanggaran yang

terjadi menyangkut penggunaan frekuensi maritim.

Pada penggunaan frekuensi maritim banyak terjadi pelanggaran dan

penyimpangan oleh pengguna, misalnya terdapat banyak operator radio yang

belum memiliki sertifikat, bermunculannya stasiun radio pantai yang tidak

berijin, penyalahgunaan frekuensi maritim dan peralatan radio tidak sesuai

dengan spesifikasi yang ditetapkan. Interferensi atau pelanggaran-pelanggaran

sulit dibuktikan karena alat bukti seperti rekaman tidak ada. Sehingga perlu

koordinasi antara instasi terkait dan para pengguna frekuensi maritim tentang

regulasi yang ada untuk menanggulangi pelanggaran yang terjadi. Serta perlu

adanya sosialisasi mengenai peraturan yang ada, dan tindakan tegas apabila

terjadi pelanggaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya

pelanggaran.

Hal yang mempengaruhi kualitas komunikasi pada frekuensi maritime, salah satu

diantaranya adalah cuaca buruk.

Terkait dengan kebijakan diharapkan tidak ada regulasi atau perijinan yang

mengharuskan menggunakan pesawat merek tertentu sehingga user dapat

memilih alat mana yang dirasa lebih baik dan efektif kinerjanya untuk user

sendiri. Dan untuk SIKR diharapkan ijinnya tidak per peralatan yang dimiliki

karena pengurusan ijinnya menjadi ribet jika alat yang sudah memiliki surat ijin

rusak dan tidak dapat digunakan.

Mengenai regulasi yang ada, baik pada regulasi di Kominfo maupun di Hubla

perlu disempurnakan dalam pengertian memperkuat fungsi kedua-duanya, jangan

sampai kewenangan dari masing-masing itu ada yang mengambil alih.

Penyalahgunaan alat-alat ORARI, amatir, dan KRAP di maritim karena

pelayaran rakyat membutuhkan alat komunikasi namun alat komunikasi matitim

yang murah tidak tersedia di pasar.

Perlu dikoordinasikan penggunaan alat-alat komunikasi dan keselamatan sesuai

dengan kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat yang tidak masuk dalam

ketentuan SOLAS. Untuk itu dapat dilakukan kerja sama dengan manufaktur

Page 85: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

69

dalam negeri untuk membuat peralatan yang simple yang sesuai dengan

kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat. Serta perlu diperhatikan juga

siapa yang akan mengatur permasalahan ini nantinya.

Untuk permasalahan point 2 mengenai persepsi pengguna frekuensi maritim

terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah dapat terlihat dari penjelasan pada

point-point berikut ini:

Persepsi pengguna frekuensi (Perusahaan perikanan besar dengan kapasitas di

atas 60 GT) bahwa pada dasarnya pelayanan yang diberikan oleh pemerintah

terkait dengan izin penggunaan izin maritim dinilai baik (tidak ada masalah).

Para pengguna menilai bahwa pelayanan yang diperoleh dari pihak Hubla relatif

baik dan cepat (maksimal 14 hari sesuai dengan PM no 26 tahun 2011, sementara

di Kominfo di nilai relatif lambat (minimal 45 hari). Namun demikian ada

pengguna yang merasakan bahwa pelayanan yang diberikan cukup memuaskan

dan diharapkan ke depannya lebih ditingkatkan lagi sehingga hasilnya

memuaskan.

Selain mengenai waktu pengurusan, pengguna juga mengeluhkan pengurusan

izin penggunaan frekuensi radio yang harus dilakukan di Jakarta. Hal ini menjadi

masalah khususnya bagi para pengguna dengan skala usaha kecil dan menengah.

Oleh karena itu, mereka mengharapkan adanya revitalisasi dalam hal pengurusan

perizinan penggunaan frekuensi radio untuk keperluan maritim.

Untuk permasalahan mengenai koordinasi antara Pemerintah dan pemangku

kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio dari hasil in depth interview dapat

diambil beberapa point penting antara lain :

Kebijakan penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim melibatkan

dua kementerian yaitu Kementerian Perhubungan-Dirjen Hubla dan Kementerian

Kominfo-Dirjen SDPPI, dengan koordinasi sebagai berikut : Kementerian

Perhubungan - Dirjen Hubla memiliki otoritas terhadap pemberian rekomendasi

atas permohonan pihak pengguna (perusahaan pelayaran); dan Kementerian

Kominfo-Dirjen SDPPI memiliki otoritas menindak lanjuti rekomendasi Dirjen

Hubla tersebut dengan menerbitkan surat izin penggunaan frekuensi radio

(mensyahkan rekomendasi Dirjen Hubla).

Koordinasi yang terjadi dirasa masih kurang sehingga kedepannya diharapkan

Prosedur perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap) untuk

mempermudah proses pembuatan perijinan, mengefektifkan waktu pengurusan

dan proses sosialisasi dapat dilakukan dengan mudah.

Di daerah pada prinsipnya sama dengan di pusat koordinasi antara dinas

perhubungan laut dan kominfo. Sebagai contoh: Dalam rangka pengawasan dan

pengendalian spektrum frekuensi radio maritim dilakukan dialog dengan pihak

syahbandar dan distrik navigasi.

Harmonisasi peraturan terkait dengan telekomunikasi maritim yang

dikeluarkan oleh berbagai instansi dari hasil in depth interview tidak terdapat

disharmonisasi. Berdasarkan aturan bahwa segala produk-produk hukum yang

diterbitkan harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. Demikian halnya pada

peraturan yang terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi radio. Peraturan-

Page 86: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

70

peraturan yang dikeluarkan oleh berbagai instansi, khususnya di daerah, telah

merujuk kepada produk peraturan yang lebih tinggi. Kominfo mengacu pada ITU

sedangkan Hubla mengacu pada IMO, dimana masing-masing memiliki kewenangan

sendiri-sendiri. Untuk ITU dijabarkan ke Undang-undang 36, sedangkan IMO

dijabarkan ke Undang-undang no 17. Dengan demikian, disharmonisasi peraturan

kecil kemungkinan untuk terjadi. Peraturan untuk kapal-kapal kecil di bawah 300 GT

diserahkan kepada masing-masing negara dan saat ini masih belum ada aturannya.

Untuk penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna

spektrum frekuensi radio pada dinas maritim dari data hasil in depth intervivew dapat

terlihat bahwa :

Frekuensi yang digunakan di maritim termasuk yang tidak berbayar kecuali

untuk komunikasi diluar keselamatan seperti bongkar muat di pelabuhan itu

berbayar dan biayanya masuk pada PNBP.

PNBP yang dikenakan hanya biaya administrasi dalam pengurusan SIKR, untuk

biaya BHP frekuensi tidak dikenakan. Pemasukan ini diperuntukkan untuk

peningkatan kualitas SDM, dan peralatan komunikasi pada regulator. PNBP juga

digunakan untuk Pengawasan & pengendalian penggunaan spektrum frekuensi

PNBP di Pelindo diatur besarannya 1,75 % dari pendapatan pandu tunda sebelum

ada pajak, tetapi untuk kelanjutannya penggunaan PNBP itu sendiri secara

detailnya tidak banyak yang mengetahuinya.

Korespondensi atau pelayanan publik yang melalui stasiun radio pantai DJPL

dikenakan biaya jasa telekomunikasi pelayaran dan hal ini termasuk ke dalam

PNBP di Direktorat Hubungan Laut sedangkan untuk keamanan dan keselamatan

tidak di kenakan jasa PNBP

Komunikasi marabahaya dan pelaporan posisi kapal tidak berbayar. PNBP yang

diambil yaitu pengiriman telegram resmi yang menggunakan master cable.

Dari hasil in depth interview diperoleh beberapa hal berikut ini yang

berhubungan dengan pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim

(Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen

Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan

Perikanan :

Pada dasarnya pengawasan dan koordinasi sudah jelas aturannya yang telah

diterbitkan pemerintah, yang mana dalam hal ini syahbandar bertindak sebagai

marine inspector. Syahbandar hanya mengawasi hal - hal yang berkaitan dengan

kelaikan kapal, seperti: standarisasi operatornya, dan perangkat

telekomunikasinya, yang kesemuanya ini ditujukan untuk menerbitkan surat

keselamatan kapal berlayar. Untuk pengendalian tentunya merupakan otoritas

dari kominfo, untuk mengatur kanal frekuensi yang diperuntukkan untuk dinas

maritim berdasarkan ITU. Namun dalam operasionalisasinya pengawasan dan

pengendalian dilakukan oleh balai monitoring, yang mana pelanggaran yang

ditemukan akan dilaporkan pada HUBLA.

Proses pengawasan masih kurang atau belum optimal dan tidak ada sanksi yang

tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. Walaupun sampai saat ini Hubla tidak

Page 87: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

71

pernah mendapatkan laporan secara tertulis dari Balmon terkait dengan

pelanggaran yang terjadi.

Pengawasan yang dilakukan berkaitan dengan kelengkapan peralatan

keselamatan dan komunikasi radio.

Pengawasan yang dilakukan dengan memberikan teguran & peringatan-

peringatan jika penggunaan frekuensi salah peruntukannya dan terjadinya

pelanggaran teknis.

Koordinasi antar instansi terkait dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan

sangat diperlukan.

Perlu adanya deskripsi yang jelas masalah cakupan tupoksi dari regulator terkait

sehingga tidak ada tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

Dari hasil in depth interview mengenai pemanfaatan secara optimal Spektrum

Frekuensi Radio dan Orbit Satelit diperoleh beberapa hal berikut ini :

Alokasi frekuensi radio untuk dinas maritim ditentukan berdasarkan ketentuan

ITU. Pengoptimalan pemanfaatan frekuensi radio tersebut dapat dilakukan

dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan peruntukkannya. Namun, dalam

kondisi nyata sering terjadi pelanggaran dari para pengguna. Para pengguna

menggunakan frekuensi tersebut untuk kepentingan darat atau sebaliknya,

terlebih lagi penggunaan frekuensi ini tidak dikenakan biaya. Pada umumnya

pelanggaran ini terjadi karena ketidaktahuan dari para pengguna atas frekuensi

tersebut. Pihak Hubla-Distrik Navigasi melakukan kegiatan sosialisasi tentang

penggunaan frekuensi tersebut melalui kegiatan yang terprogram dan penjelasan

face to face pada saat para pengguna melakukan pendaftaran untuk kepentingan

tersebut. Sehinga penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim

dipandang sudah optimal dan sesuai dengan kebutuhan di dinas maritim.

Walaupun demikian pada realisasinya frekuensi VHF channel 12 digunakan

untuk kapal pandu, channel 14 dan 16 digunakan untuk keperluan marabahaya

tersebut dirasa masih kurang atau tidak cukup karena kepadatan kapal yang

masuk sehingga pada prakteknya terkadang menggunakan channel 6 atau

channel 8 yang kosong.

Pengoptimalan penggunaan spektrum frekuensi untuk dinas maritim inu juga

dapat dilakukan dengan cara melakukan Pengawasan secara kontinyu dengan

bersama-sama instansi terkait dalam penggunaan frekuensi.

Mengenai apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk

mendukung kegiatan dinas maritim (selain frekuensi internasional) dari hasil in depth

interview dapat diketahui :

Ada penggunaan radio link dari stasiun radio pantai ke repeater dan fix to fix

service, antara stasiun radio pantai dan mercusuar.

Tidak ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan

dinas maritim karena frekuensi yang digunakan harus sesuai dengan ketetapan

ITU.

Page 88: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

72

Banyak penyalahgunaan frekuensi maritim selain untuk penggunaan marine

seperti surat ijin ORARI/Amatir banyak digunakan komunikasi dengan kapal-

kapal.

Alokasi yang diberikan ITU dianggap sudah cukup.

Mengenai frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan

dinas maritim selain frekuensi yang ditetapkan adalah kewenangan Menkominfo

bukan syahbandar. Tidak, frekuensi yang dapat digunakan sesuai dengan

ketentuan Radio Regulation dari ITU saja.

Frekuensi untuk dinas maritim ini sudah dialokasikan tertentu dan dimungkinkan

disetiap daerah ada asosiasi yang mengatur masalah ini. Dimungkinkan juga ada

stasiun radio pantai khusus untuk pelayaran rakyat.

3.3 Pembahasan Permasalahan

Keterkaitan antara pemerintah dan pengguna dengan kewenangan masing-

masing, dapat dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 3-1. Gambaran umum Keterkaitan antara Pemerintah dan Pengguna

Spektrum Frekuensi Maritim

Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Perhubungan –

Hubla dan Kementerian Komunikasi dan Informatika – SDPPI dalam menjalankan

peran masing-masing dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam

Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Berdasarkan aturan-

Page 89: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

73

aturan tersebut, para pengguna spektrum maritim yang terdiri dari kapal-kapal yang

beroperasi di seluruh wilayah Indonesia, seharusnya mematuhi segala ketentuan

tersebut agar dapat beroperasi dalam menjalankan kegiatanya untuk membawa

barang dari satu tempat ke tempat lainya. Pada saat ini, untuk kapal-kapal yang

memiliki kapasitas yang besar sudah dilengkapi dengan peralatan yang lengkap dan

sudah memenuhi ketentuan yang telah disyaratkan oleh pemerintah. Namun di

lapangan masih ditemu kenali adanya kapal-kapal yang berukuran kecil atau kurang

dari 60 Gross Ton, masih belum dilengkapi dengan peralatan maritim yang sesuai

dengan yang disyaratkan, sehingga di lapangan dijumpai adanya beberapa

permasalahan yang timbul, diantaranya adanya penggunaan kanal frekuensi yang

tidak sesuai dengan peruntukannya.

Pembahasan lebih detil dari permasalahan-permasalahan dalam kegiatan studi

ini dijelaskan dan dibahas secara detail dalam item-item pokok bahasan berikut.

3.3.1 Evaluasi Terhadap Implementasi Kebijakan-kebijakan Pemerintah

Terkait Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim

Dalam melakukan analisa pembahasan terhadap implementasi kebijakan

pemerintah terkait, dilakukan analisa terhadap aturan-aturan yang telah dikeluarkan

oleh pemerintah, dan bagaimana implementasinya di lapangan. Secara umum

pembahasan dalam permasalahan ini, dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-2. Gambaran Evaluasi Implementasi Kebijakan Pemerintah terkait

dengan Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim

Page 90: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

74

Berdasarkan hasil pengumpulan data mengenai kebijakan-kebijakan atau berbagai

aturan (regulasi) pemerintah yang telah diterbitkan pada dasarnya tidak tumpang

tindih. Ini dapat kita lihat dari kebijakan – kebijakan yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3-2. Daftar Peraturan-peraturan pemerintah dari Kemenhub dan

Kemenkominfo terkait dengan Spektrum Frekuensi Maritim

No Kemenhub - Hubla Kemenkominfo - SDPPI

1 UU No. 17 tahun2008 tentang

Telekomunikasi Pelayaran

UU No. 36 tahun 1999 tentang

Telekomunikasi

2 1. PP no 5 tahun 2010 tentang

Kenavigasian

2. PP no 6 tahun 2009 tentang

PNBP

1. PP 53 tahun 2000 pengunaan

Spektrum frekuensi radio dan orbit

satelit

2. PP No. 7 tahun 2009 tentang Jenis

dan Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak yang berlaku

pada Departemen Kominfo

3 PM 26 tahun 2011 tentang

Telekomunikasi Pelayaran

1. PM 29 tahun 2009 tentang TASFRI

(Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi

Radio Indonesia)

2. PM N0 25 tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan

Menteri Komunikasi dan

Informatika No:

19/PER/M.KOMINFO/10/2005

tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif

Atas PNBP dari BHP Spektrum

Frekuensi Radio

Ketentuan-ketentuan yang terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi Maritim

dijelaskan sebagai berikut :

3.3.1.1 Kebijakan dari Kementrian Perhubungan

Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan yang

terkait dengan Maritim dapat dijelaskan sebagai berikut :

UU17/2008 tentang Telekomunikasi Pelayaran

PP no 5/2010 tentang Kenavigasian terdapat pembahasan mengenai pendirian

SROP untuk dinas bergerak pelayaran pada MF, HF, dan VHF; kegiatan

penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran; penyiaran berita marabahaya pada

MF, HF, dan VHF; Dinas bergerak pelayaran harus melaksanakan tugas jaga

dengar pada frekuensi marabahaya.

PP no 6/2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada

Departemen Perhubungan dijelaskan tentang tarif pemanduan.

Page 91: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

75

PM 26/2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran terdapat peraturan mengenai

persyaratan dan standar peralatan yang digunakan pada telekomunikasi

pelayaran dan frekuensi kerja peralatan tersebut, mengenai tata cara penyiaran

berita marabahaya dan frekuensi penyiaran yang dibedakan berdasarkan alat

yang digunakan.

.

3.3.1.2 Kebijakan dari Kementrian Komunikasi dan Informasi

Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan

Informatika yang terkait dengan Maritim dapat dijelaskan sebagai berikut :

UU 36/1999 tentang Telekomunikasi terdapat pasal-pasal yang membahas

tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib

mendapatkan izin pemerintah, sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling

mengganggu. Penggunanya wajib membayar biaya penggunaan frekuensi yang

diatur di dalam Peraturan Pemerintah. Selain itu juga dibahas mengenai

pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dilakukan

oleh pemerintah dan ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah

PP 53/2000tentang Pengunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

terdapat pasal-pasal yang membahas tentang pembinaan penggunaan spektrum

frekuensi radio dilakukan oleh Menteri dan dalam penggunaannya harus

memperhatikan hal-hal : mencegah terjadinya saling mengganggu, efisien dan

ekonomis, perkembangan teknologi, kebutuhan spektrum frekuensi radio dimas

depan, mendahulukan kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan

dan penanggulangan keadaan marabahaya dan penanggulangan keadaan

marabahaya, pencarian dan pertolongan, kesejahteraan masyarakat dan

kepentingan umum.selai itu juga terdapat pembahasan mengenai : penggunaan

frekuensi radio oleh kapal berbendera asing dan pengaturan tata cara

penggunaannya diatur dengan Keputusan Menteri, Menteri dapat menetapkan

penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dan

penggunaannya dikoordinasikan dengan pengguna yang sudah ada atau antar

pengguna dengan memenuhi prinsip efisiensi dan tidak saling mengganggu

mengikuti ketentuan internasional; Izin Stasiun Radio diberikan untuk jangka

waktu 5 (lima tahun) dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada

persetujuan Menteri; pengguna spektrum frekuensi radio yang tidak dikenakan

biaya antara lain telekomunikasi khusus keperluan pertahanan keamanan

negara, telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas khusus, telekomunikasi

khusus untuk keperluan instansi pemerintah ang digunakan oleh perwakilan

negara asing di Indonesia ke dan atau dari negara asal berdasarkan asas timbal

balik, hal ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

PM 29/2009 tentang TASFRI (Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio

Indonesia)

Kalau dilihat dari aturan-aturan yang ada di atas yang dikeluarkan oleh ke dua

Kementerian bersifat saling melengkapi satu sama lainya sesuai dengan kewenangan

masing-masing, dan dalam aturan tersebut tidak terlihat adanya tumpang tindih atara

satu aturan dengan aturan lainya.

Page 92: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

76

Berbagai regulasi tersebut dimaksudkan untuk menertibkan penggunaan

spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam yang terbatas

sebagaimana yang telah diberikan dan ditentukan penjatahan (allotment) kanal

frekuensi oleh ITU; sementara para penggunanya akan terus mengalami peningkatan.

Kejelasan aturan dalam regulasi-regulasi ini yang tertuang dalam Standar

Operational Prosedure (SOP) akan memudahkan dalam implementasi di lapangan,

yang mana beberapa hal negatif yang akan timbul atas penggunaan spektrum

frekuensi radio untuk maritim dapat diminimalisir. Hal ini beralasan karena

penggunaan spektrum frekuensi radio untuk maritim melibatkan 2 (dua) kementerian

yang tentunya perlu koordinasi yang jelas. Sejalan dengan hal tersebut, hasil FGD

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa regulasi dan SOP-nya merupakan faktor

penentu dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio. Artinya regulasi bersama-

sama dengan SOP yang ada merupakan landasan berpijak dari para pengguna dalam

memanfaatkan alokasi frekuensi yang telah diberikan, yang mana hal ini pada

akhirnya akan berdampak dan mempengaruhi kinerja pemanfaatan spektrum

frekuensi radio di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sangat konsen terhadap

penggunaan frekuensi radio untuk maritim karena hal ini sangat sarat dengan

keselamatan para pengguna dalam melakukan pelayaran, apapun jenis pelayarannya.

Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data untuk menjawab

permasalahan ini, yang dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3-3. Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data

Contoh implementasi dari kebijakan – kebijakan pemerintah :

Misalnya Proses Permohonan Izin Frekuensi Radio Maritim di Kominfo dimana dari

proses permohonan izin frekuensi radio sampai terbitnya SPP berlangsung 45 hari

kerja sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu 9001:2000 dan alurnya dari sesuai

dengan nomor : 17 /per/m.kominfo/9/2005 Tentang tata cara perizinan dan

ketentuan operasional Penggunaan spektrum frekuensi radio dan di Kemenhub sesuai

dengan KM 26 tahun 2011 pasal 27 ayat 1, yang menyebutkan izin pengadaan

telekomunikasi pelayaran dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari

kerja sejak survei selesai dilakukan oleh pejabat pemeriksa Telekomunikasi-

Pelayaran.

Page 93: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

77

Gambar 3-4. Proses Permohonan Izin Frekuensi Radio Maritim. Sumber : Kemkominfo

Berdasarkan gambar di atas Regulasi pemerintah, mengenai proses

permohonan izin frekuensi radio maritim telah berjalan sesuai dengan SOP

(Standard Operating Prosedur) yang ada. Berdasarkan data yang telah didapatkan di

lapangan, pelaksanaan regulasi tersebut kurang efektif dan efisien. Ketidak efektifan

dan ketidakefisienan dari regulasi tersebut dapat terlihat pada proses penerbitan surat

izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim relatif lama (jangka waktu lebih

dari 2 bulan, SOP penerbitan izin seharusnya maksimal 45 hari kerja). Berdasarkan

hasil in depth interview, menunjukkan bahwa proses perizinan frekuensi terkadang

melebihi dari waktu yang telah ditentukan dan hasil kuesioner menunjukkan,

pengguna frekuensi maritim memiliki persepsi yang rendah untuk indikator pada

dimensi reliability yaitu Indikator Kecepatan penerbitan perizinan,dengan masuknya

indikator ini pada kuadran I,hal ini perlu diperioritaskan untuk segera ditangani jika

Kemkominfo bisa mempersingkat waktu penerbitan perizinan, akan memberikan

kepuasan pada pengguna frekuensi maritim walaupun saat ini pengelolaan frekuensi

radio yang ditangani tidak hanya diperuntukkan untuk dinas maritim, tetapi meliputi

seluruh penggunaan frekuensi radio, seperti: penggunaan untuk penyiaran (radio dan

TV), aeronautikal, meteorologi, dinas-dinas bergerak publik, layanan tetap (fix

service), dinas bergerak privat. Namun hal ini jika terlaksana akan memberikan value

bagi pengguna frekuensi maritim, hal ini berkaitan dengan teori prilaku konsumen

yang menyatakan. Niat seseorang dapat timbul karena adanya perasaan senang yang

diperkuat oleh sikap positif, hal ini berarti bila seseorang senang dengan suatu

Page 94: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

78

produk/jasa maka niat beli konsumen dapat meningkat dan juga menurut Kotler 2009

kepuasan Pelanggan terjadi apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi

harapan pelanggan.

Misalnya dalam implementasi, penetapan penggunaan frekuensi radio untuk maritim

oleh pemerintah (baik dari pihak Ditjen SDPPI maupun pihak Ditjen Hubla) sesuai

dengan aturan yang ada. Penjatahan frekuensi radio untuk maritim mengikuti aturan

yang terdapat pada Apendiks 17 dan 18 dan peruntukkannya lebih diutamakan pada

keselamatan dan marabahaya dalam kegiatan pelayaran. Namun, hal tersebut hanya

lebih dititikberatkan pada pelayaran di luar pelayaran rakyat (perikanan). Hal ini

tentunya menjadi suatu persoalan, yang mana pelayaran rakyat juga menggantungkan

kehidupannnya di laut sementara keselamatan mereka menjadi terabaikan melalui

tidak terlayaninya dalam hal penggunaan frekuensi radio. Sebagaimana kita ketahui

bahwa alokasi frekuensi yang diperuntukkan untuk kepentingan maritim

sebagaimana ketentuan Radio Regulation (RR) ITU-R berupa maritime mobile

service dan radio navigation services baik teresterial maupun satelit memungkinkan

pelayaran rakyat (perikanan) mendapatkan pelayanan maritim.

Berdasarkan hasil penelitian Wicaksono (dalam Abi Meindra, 2009)

menunjukkan bahwa media gelombang radio High Frequency (HF) dapat digunakan

sebagai frekuensi operasional untuk keperluan komunikasi bagi pelayaran rakyat

(perikanan), yang mana frekuensi ini termasuk dalam regulasi alokasi frekuensi yang

berlaku. Atas kondisi tersebut, maka pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan

(yang selanjutnya disingkat KKP) melalui Stasiun Pengendalian Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan menerapkan sistem transmitter VMS (Vesssel Monitoring

System) dengan menggunakan satelit INMARSAT sejak tahun 2008. Pihak KKP

mewajibkan kepada kapal-kapal perikanan untuk menggunakan VMS sebagai syarat

perizinan penangkapan ikan. Di samping untuk mengontrol penggunaan sumberdaya

laut (daerah under and over fishing), penggunaan VMS ini setidaknya dapat

memberikan informasi mengenai posisi, kondisi dan aktivitas kapal penangkap ikan.

Selain VMS tersebut, perangkat komunikasi yang digunakan oleh kapal-kapal

perikanan berupa perangkat komunikasi SSB.

Hasil in depth interview pada pihak Ditjen Hubla (Kenavigasian) sebagai

pihak yang lebih banyak terkait secara operasional dalam hal penggunaan frekuensi

radio untuk maritim menjelaskan bahwa pelayaran rakyat (perikanan) tidak termasuk

dalam pelayanan ini dikarenakan pelayaran rakyat (perikanan) tidak diatur dalam

Konsensus SOLAS 74 (Safety of Life at Sea). Berdasarkan konsensus tersebut

menyebutkan bahwa setiap kapal laut yang memiliki bobot melebihi ketentuan

tertentu (1600 GRT) harus dilengkapi pesawat komunikasi radio untuk distress and

safety (keselamatan dan marabahaya) dengan sistem komunikasi radio non GMDSS

yang digunakan adalah telegrafi kode Morse pada 500 kHz MF dan radio-telephony

pada frekuensi 2182 kHz atau 156.8 MHz (Channel 16) VHF. Dengan demikian,

pelayaran rakyat (perikanan) dengan kondisi yang serba terbatas, baik dari segi

sumberdaya manusia maupun kapasitas pelayaran, dengan sendiri tidak dapat ter-

cover dalam pelayanan maritim terkait dengan penggunaan frekuensi radio tersebut.

Terkait dengan ketentuan SOLAS tersebut, para pengguna dari pelayaran yang

diperuntukkan dalam pelayanan maritim mengalami kesulitan dalam pengoperasian

komunikasi maritim dengan menggunakan perangkat-perangkat sebagaimana

ketentuan yang ada. Perangkat komunikasi dengan menggunakan kode morse akan

Page 95: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

79

menyulitkan pihak operator dengan pengetahuan komunikasi minimum, sehingga

seringkali terjadi kesalahan penyampaian informasi tanda bahaya.

Atas permasalahan-permasalahan tersebut, pihak Ditjen Hubla

(Kenavigasian) mengharapkan bahwa adanya frekuensi radio khusus untuk maritim

yang dapat meng-cover semua jenis pelayaran yang ada dengan perangkat

komunikasi yang relatif mudah pengoperasiannya dan harga terjangkau oleh pihak

para pengguna. Terkait permasalahan komunikasi berdasarkan ketentuan SOLAS,

sejak tahun 1999 diberlakukannya persyaratan GMDSS. Sistem GMDSS merupakan

suatu sistem komunikasi global dan jaringan penentu lokasi dengan perangkat yang

dapat dioperasikan oleh seseorang dengan pengetahuan komunikasi yang terbatas,

tetapi dapat memberikan informasi tanda bahaya (search and rescue, SAR) yang

pada akhirnya dapat dikoordinasikan untuk menjamin keselamatan pelayaran. Untuk

itu, pihak Ditjen Hubla mengeluarkan suatu kebijakan bahwa untuk kapal laut yang

melayani jalur domestik/dalam negeri diberi kesempatan sampai tahun 2009 sebagai

masa transisi untuk melengkapi perangkat GMDSS. Penggunaan standar perangkat

keselamatan GMDSS disesuaikan dengan wilayah pelayarannya (A1, A2, A3, dan

A4). Penilaian atas standar perangkat keselamatan pelayaran merupakan otoritas

wewenang dari Syahbandar. Syahbandar melakukan inspeksi dan mengeluarkan

Surat Izin Berlayar jika standar keselamatan telah terpenuhi.

Misalnya Implementasi dari kebijakan pemerintah mengenai penggunaan

frekuensi radio untuk maritim terlihat bahwa frekuensi yang dialokasikan untuk

kepentingan maritim sebagaimana aturan yang ada seringkali disalahgunakan oleh

para pengguna, yang mana hal ini dikategorikan sebagai suatu pelanggaran.

Berdasarkan hasil kuisioner menunjukkan bahwa para pengguna menilai bahwa

kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas

maritim seringkali tidak diketahui oleh para pengguna. Akibat hal tersebut banyak

ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh para pengguna, diantaranya:

penggunaan frekuensi maritim untuk kepentingan darat, terlebih lagi penggunaan

frekuensi ini tidak dikenakan biaya.

Evaluasi Implementasi

Secara teori, unsur manajemen fungsi evaluasi lebih menekankan pada aspek

penilaian proses pelaksanaan rencana, mengenal ada tidaknya penyimpangan, dan

tercapainya sasaran yang telah ditetapkan. Berlandaskan pada uraian di atas, evaluasi

terhadap implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penggunaan frekuensi

untuk keperluan Dinas Maritim terlihat bahwa pada dasarnya implementasi atas

kebijakan yang telah disusun oleh pemerintah (Ditjen SDPPI dan Dijen Hubla)

kurang berjalan sesuai dengan perencanaan yang ada dan tidak tercapainya sasaran

yang telah ditetapkan. Hal ini dapat terlihat dari penggunaan spektrum frekuensi

radio untuk maritim yang telah mengalami penyimpangan dari perencanaan yang

telah ditetapkan sebelumnya, yaitu frekuensi tersebut diperuntukkan untuk

kepentingan keselamatan para pengguna malah digunakan pada kepentingan darat

untuk komunikasi korespondensi publik, dan sebaliknya frekuensi radio untuk

kepentingan darat digunakan pada kepentingan maritim; sementara jasa

telekomunikasi yang diperuntukkan untuk korespondensi publik yang telah

disediakan oleh pemerintah relatif kurang penggunaannya oleh para pengguna

sehingga menurunkan penerimaan pemerintah.

Page 96: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

80

Di samping itu, sasaran dari implementasi atas kebijakan pemerintah ini

relatif menyimpang dari amanah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), yang mana

penggunaan frekuensi radio ini lebih diutamakan untuk dinas maritim pada pelayaran

yang masuk pada Konsensus SOLAS. Oleh karena itu, diperlukan itikad baik

(goodwill) pemerintah dalam upaya memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai

dengan kepentingan masyarakat, koordinasi antar Ditjen SDPPI – Ditjen Hubla yang

semakin baik, dan sosialisasi mengenai SOP dari regulasi yang ada kepada para

pengguna. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil FGD menunjukkan bahwa

itikad baik (Goodwill) pemerintah merupakan faktor penentu dalam hal pembenahan

kebijakan-kebijakan yang ada pada kepentingan maritim. Jika hal ini dapat dilakukan

oleh pemerintah maka semuanya akan berjalan dengan lancar.

3.3.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim terhadap Layanan yang

Diberikan oleh Pemerintah

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagal upaya pemenuhan kebutuhan penerima

pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan. SedangkanPenerima pelayanan publik adalah orang,

masyarakat, lembaga instansi pemerintah dan dunia usaha, yang menerima pelayanan

dari aparatur penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai

kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat.

Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang

disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang

baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah

melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas

pelayanan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik

berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara

NOMOR:KEP/25/25/M.PAN/2/2004, tentang pedoman umum penyusunan indeks

kepuasan masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah dimana Kebijakan

pendayagunaan aparatur negara dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan harus

dilaksanakan secara konsisten dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan

masyarakat, sehingga pelayanan pemerintah kepada masyarakat dapat selalu

diberikan secara cepat, tepat, murah, terbuka, sederhana dan mudah dilaksanakan

serta tidak diskriminatif. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pelayanan

kepada masyarakat merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus dan

berkelanjutan oleh semua jajaran aparatur negara pada semua tingkatan.

Salah satu pengguna frekuensi maritim yang menjadi subjek penelitian adalah

para pemilik kapal sebagai anggota INSA. Penyebaran anggota INSA di Indonesia

dapat terlihat pada gambar berikut.

Page 97: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

81

Gambar 3-5. Penyebaran Anggota INSA berdasarkan Provinsi

Sumber : INSA Directory 2011

Mayoritas anggota INSA 1168 perusahaan, dimana tersebar di Jakarta

sebanyak Dari gambar di atas terlihat mayoritas anggota INSA 1168 perusahaan

tersebar di Jakarta sebanyak 59,07%, Jawa timur 6,25%, Kalimantan Timur 5,82%,

kepulauan Riau 4,45%, Riau dan Kalimantan Barat masing – masing 3,42%.

Penyebaran pelayaran yang belum merata terlihat dari jumlah penyebaran anggota

INSA pada gambar di atas membua peluang bertambahnya armada pelayaran di

Indonesia semakin besar untuk memenuhi kebutuhan akan pelayaran di masa datang.

Dari data tersebut di atas dipilih lima kota besar yang dianggap dapat

mewakili seluruh Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Manado dan Makassar.

Berdasarkan ini merupakan uraian hasil survei serta pengolahan kuesioner dari para

pengguna frekuensi maritim yang berjumlah 100 responden. Adapun populasi di

daerah penelitian yang diambil digambarkan pada gambar berikut ini.

Gambar 3-6. Populasi INSA Daerah Penelitian

Sumber : Data Olahan Kuesioner

Page 98: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

82

Populasi per wilayah Survei untuk wilayah Jakarta, Surabaya, Manado,

Makassar dan Medan sebagaimana yang terlihat pada gambar di atas, dimana

anggota Jakarta mendominasi sebanyak 84 %, dibandingkan daerah lain, hal ini

dikarenakan Jakarta merupakan ibukota negara, dimana sebagian besar kegiatan

perekonomian berpusat disana, termasuk juga kegiatan ekonomi yang berhubungan

dengan pelayaran nasional dimana memperngaruhi dalam pertumbuhan

perekonomian nasional.

Berdasarkan populasi di atas, maka, untuk sampel diambil sebanyak 100 hal

ini berdasarkan standar jumlah sampel Quality of Service (QOS) dari ITU

(International Telecomunication Union) dimana jumlah sampel minimal sebanyak

100 responden.

Gambar 3-7. Jumlah Sampel Daerah penelitian

Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan gambar diatas, pengambilan sampel untuk daerah penelitian

berdasarkan judgement dari peneliti, dimana pengambilan jumlah sampel tersebut

dianggap mewakili dari populasi yang ada pada daerah penelitian. Judgment itu

misalnya, di lihat dari proporsi jumlah populasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai service quality, dimensi –

dimensi yang diukur, meliputi, Assurance, Emphaty, Reliability, Responsiveness,

Tangible dan interpretasi tiap dimensi dijelaskan pada uraian di bawah ini

Page 99: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

83

Dimensi Assurance

Dimensi Assurance terdiri dua indikator yaitu kinerja sistem manajemen yang

handal dan indikator citra/image layanan yang diberikan direktorat. Kinerja dari

kedua indikator ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-8. Dimensi Assurance Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan gambar di atas kinerja indikator dari sistem manajemen yang

handal, yang mendominasi adalah yang menjawab memuaskan, yaitu sekitar 40 %,

yang menjawab sangat memuaskan sebanyak 3% namun begitu cukup banyak juga

yang menjawab cukup memuaskan sebesar 36 %, yang menjawab kurang

memuaskan sebesar 21%, hal ini perlu mendapat perhatian bagi Kemkominfo, karena

walaupun jawaban memuaskan mendominasi tapi banyak juga yang menjawab cukup

memuaskan dan kurang memuaskan, perhatian yang dimaksud, misalnya melakukan

perbaikan pada pelayanan yang diberikan pada pengguna sehingga sistem

manajemen yang handal dapat dirasakan oleh pengguna frekuensi maritim terbentuk.

Untuk kinerja Image layanan yang diberikan direktorat yang menjawab cukup

memuaskan mendominasi yaitu sekitar 67 %, hal ini dikarenakan image yang

terbentuk pada pengguna frekuensi maritim baru sebesar cukup memuaskan , hal in

perlu untuk mendapat perhatian bagi kemkominfo agar memberikan nilai lebih pada

unsur – unsur pembentuk citra/image, sehingga persentasi image dominan yang

terbentuk saat ini dapat berkurang menjadi memuaskan dan sangat memuaskan yang

mendominasi. Menurut Simamora (2003) menyatakan bahwa citra adalah persepsi

yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception). Jadi tidak mudah

untuk membentuk citra sehingga bila terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra

yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan

pesaingnya. Sedangkan Citra menurut Randall (2001:7). Citra merek adalah segala

sesuatu yang ada di benak seseorang yang secara total, dimana meliputi keseluruhan

Page 100: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

84

dari informasi yang mereka terima mengenai merek produk tersebut baik itu dari

pengalaman, percakapan orang-orang (word of mouth), periklanan (advertising),

kemasan (packaging), pelayanan (service) dan lain sebagainya. Informasi-informasi

tersebut kemudian diolah dan dimodifikasi berdasarkan pendapat atau persepsi

selektif, kepercayaan-kepercayaan yang dianut, norma-norma sosial dan lain-lain.

Dimensi Emphaty

Dimensi Emphaty terdiri dua indikator yaitu kecepatan dan sikap proaktif

dalam melayani dan emphaty dalam memberikan pelayanan. Kinerja dari kedua

indikator ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-9. Dimensi Emphaty Sumber : Data Olahan Kuesioner

Dari gambar di atas, secara umum persepsi yang telah terbentuk pada para pengguna

frekuensi maritim untuk indikator kecepatan dan sikap proaktif dalam melayani dan

emphaty dalam memberikan pelayanan sudah memuaskan, hal tersebut dapat dilihat

dari nilai prosentase yang besar yaitu 52 % sehingga perlu untuk dipertahankan

karena kedua indikator tersebut sudah memberikan interpretasi yang baik pada para

pengguna frekuensi maritim. Hal tersebut berkaitan dengan yang dikatakan Hawkins,

Best dan Coney (2004:291), Interpretation is the assigment of meaning to sensations.

It is a function of the gestalt or pattern, formed by the characteristics of the stimulus,

the individual, and the situations. Dari pengertian di atas dapat di kaji bahwa

Interpretasi adalah pola yang dibentuk oleh karakteristik dari stimulus, individu, dan

lingkungan.

Page 101: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

85

Dimensi Reliability

Dimensi Reliability terdiri dari 7 indikator yaitu kecepatan penerbitan

perizinan, kesesuaian data spesifikasi izin, ketepatan waktu penyelesaian proses

perizinan, kesesuaian surat perizinan dengan permintaan, biaya perizinan, kecepatan

Kinerja dari kedua indikator ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3-10. Dimensi Reliability Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan gambar di atas dapat dikaji beberapa hal sebagai berikut:

Untuk Indikator Kecepatan penerbitan perizinan, menurut persepsi pengguna

frekuensi maritim sudah memuaskan sebanyak 53 %, hal ini dikarenakan penerbitan

surat izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim sudah mengikuti SOP

yang ada, yaitu jangka waktu yang ditetapkan untuk itu ± 45 hari kerja.tapi walaupun

begitu nilai akumulasi antara sangat tidak memuaskan, kurang memuaskan dan

cukup memuaskan juga besar yaitu sekitar 44% akan tetapi persepsi tersebut bisa

diubah menjadi sangat memuaskan yang dominan jika Kemkominfo bisa

mempersingkat waktu penerbitan perizinan, sehingga persepsi yang terbentuk pada

para pengguna frekuensi menjadi dominan pada sangat memuaskan, walaupun saat

ini pengelolaan frekuensi radio yang ditangani tidak hanya diperuntukkan untuk

dinas maritim, tetapi meliputi seluruh penggunaan frekuensi radio, seperti:

penggunaan untuk penyiaran (radio dan TV), aeronautikal, meteorologi, dinas-dinas

bergerak publik, layanan tetap (fix service), dinas bergerak privat. Namun hal ini jika

terlaksana akan memberikan value bagi pengguna frekuensi maritim, hal ini

berkaitan dengan teori prilaku konsumen yang menyatakan.Niat seseorang dapat

timbul karena adanya perasaan senang yang diperkuat oleh sikap positif, hal ini

berarti bila seseorang senang dengan suatu produk/jasa maka niat beli konsumen

dapat meningkat.

Untuk Indikator kesesuaian data spesifikasi, dapat dikaji bahwa 50 %

pengguna frekuensi maritim merasakan kepuasan karena keberadaan frekuensi yang

dialokasikan pada pengguna frekuensi maritim sudah sesuai dengan yang

diperuntukkannya dan tidak mengalami interferensi. Hal ini mengindikasikan bahwa

Page 102: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

86

pengguna frekuensi maritim sudah dapat menerima spesifikasi data yang ditawarkan

oleh Kemkominfo, yaitu Chanel 16 untuk marabahaya, Channel 12 dan 14 untuk

komunikasi pandu. Tapi perlu mendapat perhatian, walaupun nilai kinerja yang

terbentuk sudah 50% tapi masih banyak juga yang mengatakan sangat tidak

memuaskan, kurang memuaskan dan cukup memuaskan, sehingga perlu untuk

mendapat perhatian dari pihak Kemkominfo.

Untuk Indikator ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, pengguna

frekuensi maritim sebanyak 35% menjawab memuaskan, hal ini mengindikasikan

bahwa pelanggan belum dapat menerima waktu penyelesaian proses perizinan yang

ditawarkan oleh Kemkominfo, berdasarkan wawancara dengan para pengguna

frekuensi maritim, dimana pengguna frekuensi menganggap waktu yang ditawarkan

masih terlalu lama, terkadang waktu penyelesaian proses perizinaan tidak tepat

waktu. Hal ini tentunya berdampak negatif terhadap kegiatan pelayaran.

Sebagaimana kita ketahui bahwa kegiatan pelayaran tidak bisa ditunda karena

keperluan pengangkutan kebutuhan pokok ke berbagai tujuan dan bongkar muat

yang sering kali tidak dapat diprediksi waktunya. Dengan kondisi tersebut, high cost

tidak dapat terhindarkan oleh para pengguna. Para pengguna tetap melakukan

pelayaran dengan membawa surat izin sementara dari Syahbandar dengan jangka

waktu maksimum 3 (tiga) bulan. Khususnya untuk untuk jenis pelayaran rakyat, yang

mana didominasi oleh pelayaran perikanan, lamanya waktu penerbitan surat izin

penggunaan frekuensi radio sangat kontradiksi dengan kegiatan perikanan itu sendiri.

Kegiatan melaut di sektor perikanan sangat tergantung dengan kondisi alam, yang

mana acuan pelayaran berdasar pada letak ordinat bulan (arah mata angin), sehingga

perijinan sering diabaikan oleh para nelayan dikarenakan prosesnya yang cukup

lama. Jika hal ini tidak di tindaklanjuti, maka kekecewaan pengguna frekuensi

terhadap kinerja Kemkominfo akan membentuk image yang kurang baik dimana

berdampak pada kredibilitas suatu instansi. Fombrun (1996) menyatakan kredibilitas

perusahaan merupakan aspek penting dari reputasi perusahaan, yang

menggambarkan representasi perceptual dari apa yang telah dilakukan perusahaan

dan prospek masa depan yang merupakan penilaian agregat banyak pribadi tentang

perusahaan. Keller (2009) mendefinisikan kredibilitas perusahaan sebagai:"the extent

to which consumers believe that a firm can design and deliver products and services

that satisfy customer needs and wants”. Pengertian ini menjelaskan bahwa

kredibilitas perusahaan adalah sejauh mana konsumen yakin bahwa perusahaan

mendesain dan dapat memberikan produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan

keinginan pelanggan. Seperti yang disampaikan Fombrun, Keller juga menyatakan

bahwa kredibilitas perusahaan bagian dari reputasi perusahaan. Keller secara

eksplisit menyebutkan bahwa "keahlian" dan "mempercayai" sebagai elemen penting

dari kredibilitas korporat. Pada intinya, kredibilitas perusahaan adalah dianggap

sebagai kepercayaan dan keahlian dari sebuah perusahaan.

Untuk indikator kesesuaian surat perizinan dengan permintaan, misalnya

permintaan untuk waktu perpanjangan izin berlayar, maka pengguna frekuensi

maritim 50 % menjawab memuaskan artinya, keinginan dari pengguna frekuensi

maritim telah sebagian besar telah dipenuhi oleh Hubla ataupun Kemkominfo, tapi

wakaupun demikian masih banyak juga yang menjawab cukup memuaskan sebanyak

21%, kurang memuaskan 21% dan tidak memuaskan 8 %, hal ini dikarenakan apa

yang menjadi harapan dari pengguna frekuensi ternyata masih jauh dari apa yang

Page 103: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

87

dirasakannya. Hal ini berkaitan dengan dengan teori dai Mowen & Minor (2004)

yang mendefinisikan sikap (attitude) sebagai “afeksi atau perasaan untuk atau

terhadap rangsangan sebuah rangsangan”. Sikap sebagai suatu evaluasi yang

menyeluruh dan memungkinkan seseorang untuk merespon dengan cara yang

menguntungkan atau tidak terhadap obyek yang dinilai.

Untuk Indikator Biaya perizinan, khususnya biaya izin stasiun radio para

pengguna frekuensi 41 % menyatakan cukup memuaskan, hal ini dikarenakan masih

adanya biaya pengurusan yang dikeluarkan oleh pengguna frekuensi maritim sampai

dengan keluarnya surat izin.

Untuk Indikator kecepatan terhadap perubahan baik teknis ataupun

administrasi, 51 % menyatakan memuaskan, 8 % cukup memuaskan, 29 % kurang

memuaskan, 12 % sangat tidak memuaskan. Pengguna frekuensi ini memberikan

respon memuaskan, hal ini karena pihak Kemkominfo cepat melakukan perubahan

seiring dengan meningkatnya peran teknologi saat ini.

Untuk Indikator Kualitas gangguan frekuensi antar pengguna rendah, 6 %

menjawab sangat memuaskan, 41% menjawab memuaskan, 47 % menjawab cukup

memuaskan, 6 % menjawab kurang memuaskan hal ini dikarenakan para pengguna

frekuensi maritim masih mendapatkan adanya interferensi pada saat menggunakan

frekuensi yang diperuntukkannya. Hal ini perlu untuk mendapat perhatian bagi

Kemkominfo agar memperhatikan keluhan dari para pengguna frekuensi karena jika

hal ini dibiarkan berlarut–larut akan menimbulkan kredibilitas Kemkominfo

menurun di mata para pengguna frekuensi maritim karena tingkat kepuasan

pelanggan dipengaruhi positif oleh dimensi pelayanan yang diberikan oleh suatu

institusi.

Dimensi Responsiveness

Dimensi Responsiveness terdiri dari 3 indikator, yaitu respon penanganan

gangguan, kecepatan merespon masalah dan kecermatan dalam memberikan

pelayanan.

Gambar 3-11. Dimensi Responsiveness Sumber : Data Olahan Kuesioner

Page 104: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

88

Penjelasan terkait gambar di atas adalah sebagai berikut:

Untuk indikator respon penanganan ganguan, 3 % menjawab dengan sangat

memuaskan, 44% pengguna frekuensi menjawab dengan cukup memuaskan, sebesar

32 % menjawab kurang memuaskan 24 %, Kalau dilihat dari persentase yang

menjawab ternyata masih banyak yang menjawab cukup memuaskan atau yang lebih

rendah dibawahnya, hal ini di karenakan berdasarkan hasil wawancara masih

terdapat pengguna frekuensi lain yang menggunakan frekuensi untuk keselamatan,

untuk keperluan di luar itu, sehingga mengganggu pengguna frekuensi lain ketika

dilaporkan kepada Kemkominfo, masih kurang cepat penanganannya sehingga,

gangguan tersebut terulang kembali.

Untuk indikator kecepatan merespon masalah, pengguna frekuensi maritim

menjawab memuaskan sebanyak 52%, hal ini dikarenakan pengguna kelompok ini

mendapat kepuasan karena mendapat respon yang cepat dari pihak Kemkominfo, tapi

walaupun begitu, masih banyak juga pengguna yang menjawab cukup, puas bahkan

yang kurang puaspun besar, hal ini perlu mendapat perhatian dari pihak

Kemkominfo, agar cepat merespon permasalahan yang ada pada pengguna frekuensi

khususnya maritim, sehingga kegitan dapat berjalan dengan lancar.

Untuk Indikator Kecermatan dalam memberikan pelayanan 45%, pengguna

frekuensi menjawab memuaskan, hal ini dikarenakan para petugas memberitahukan

jika pengguna frekuensi melakukan kekeliruan, misalnya pada form pengisian

persyaratan saat sertifikasi operator dan izin stasion radio, tapi walaupun begitu mash

banyak juga yang menjawab cukup memuaskan, kurang memuaskan dan tidak

memuaskan, hal ini dikarenakan, proses alur perizinan yang bukan satu pintu,

sehingga membuat kesal dari pengguna frekuensi.

Gambar 3-12. Dimensi Tangible Sumber : Data Olahan Kuesioner

Page 105: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

89

Dimensi Tangible

Dimensi Tangible terdiri dari 3 indikator, yaitu kemudahan prosedur

perizinan, kemudahan cara pembayaran, Keterjangkauan lokasi perizinan dan

kemudahan cara pembayaran.

Untuk indikator Kemudahan prosedur pelayanan, para pengguna frekuensi

maritim 3 % menjawab sangat memuaskan, 63% menjawab dengan memuaskan, 11

% cukup memuaskan, 17 % menjawab kurang memuaskan dan 6% menjawab sangat

tidak memuaskan. Dari data diatas sebagian besar menjawab memuaskan hal ini

dikarenakan alur proses permohonan izin frekuensi radio maritim mudah.

Kemudahan prosedur pelayanan ini memberikan kepuasan kepada para pengguna

frekuensi. Hal ini berkaitan dengan teori dimana menurut Kotler (2009) satisfaction

is a person`s feelings of pleasure ordisappointment resulting from expectations.Dari

pengertian tersebut dapat dikaji bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang

atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk

yang dirasakan dan diharapkan. Walupun begitu, namun masih banyak pengguna

frekuensi yang memberikan alternatif jawaban lain, hal ini perlu untuk mendapat

perhatian dari Kemkominfo karena menjaga kepuasan pelanggan adalah kunci untuk

dapat mempertahankan mereka dan meningkatkan profitabilitas.

Untuk Indikator keterjangkauan lokasi perizinan, para pengguna frekuensi

maritim 10 % menjawab sangat memuaskan, 24% menjawab memuaskan, 46 %

menjawab cukup memuasakan, 10 % kurang memuaskan. Dari data tersebut dapat

dijelaskan bahwa sebagian besar pengguna frekuensi menjawab cukup memuaskan

dibandingkan dengan dengan memuaskan ataupun sangat memuaskan , hal ini berarti

lokasi proses perijinan masih menjadi kendala di sebagian besar pengguna frekuensi

maritim hal ini dikarenakan semua proses perizinan frekuensi radio maritim

dilaksanakan di Jakarta, dan ini dinilai cukup memberatkan bagi pengguna frekuensi

yang berdomisili di luar Jakarta sehingga menyebabkan high cost.

Untuk Indikator kemudahan cara pembayaran, 68%, menjawab dengan memuaskan,

hal ini dikarenakan pembayaran sudah tidak manual atau pergi ke loket tapi melalui

pembayaran di bank, sehingga mempermudah pihak pengguna frekuensi maritim dan

lebih praktis.

3.3.2.1 Persepsi Pengguna frekuensi Maritim dilihat dari tiap Dimensi untuk

(Importance Performance Anlysis)

Persepsi pengguna akan dijelaskan dalam beberapa analisis sebagai berikut :

a. Analisis Nilai Rata-rata Persepsi, Harapan, dan Kesenjangan Kualitas

Pelayanan

Berikut dijelaskan hasil analisis nilai rata-rata kinerja & kepentingan kualitas

pelayanan pemerintah terhadap masyarakat pengguna frekuensi maritim.

Pada tabel adalah hasil rata-rata persepsi kinerja, kepentingan/harapan, dan

kesenjangan kualitas pelayanan tiap dimensi kualitas pelayanan pemerintah

terhadap masyarakat pengguna frekuensi maritim. Adapun hasil pengolahan

akan terlihat pada tabel di bawah ini :

Page 106: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

90

Tabel 3-3. Nilai Rata-rata Persepsi, Harapan, dan Kesenjangan Kualitas

Pelayanan

Dimensi Kualitas

Pelayanan

Kinerja Kepentingan Kesenjangan

Assurance 3.30 4.03 -0.73

Emphaty 3.26 4.07 -0.81

Reliability 3.22 4.10 -0.88

Responsiveness 3.16 4.00 -0.84

Tangible 3.44 4.00 -0.57

Rata-Rata 3.27 4.04 -0.76

Berdasarkan Tabel di atas, nilai rata-rata persepsi kepuasan pelayanan akan

dimensi assurance sebesar 3,30, sedangkan nilai rata-rata kepentingan dimensi

assurance sebesar 4,03. Nilai kesenjangan rata-rata terhadap dimensi assurance

dengan demikian sebesar -0,73. Kesenjangan negatif ini menunjukkan bahwa

harapan pengguna jasa pelayanan dinas pemerintah akan dimensi assurance

lebih tinggi dibandingkan yang dipersepsikan selama ini.

Nilai rata-rata persepsi kepuasan pelayanan akan dimensi empahty sebesar

3,26, sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar 4,07. Nilai kesenjagan rata-

rata terhadap dimensi empathy dengan demikian sebesar -0,81. Kesenjangan

negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna jasa pelayanan dinas

pemerintah akan dimensi emphaty lebih tinggi dibandingkan yang

dipersepsikan.

Nilai rata-rata persepsi kepuasan layanan akan dimensi reliability sebesar

3,22, sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar 4,10. Nilai kesenjagan rata-

rata terhadap dimensi reliability dengan demikian sebesar -0,88. Kesenjangan

negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna jasa pelayanan dinas

pemerintah akan dimensi reliability atau keandalan lebih tinggi dibandingkan

yang dipersepsikan.

Nilai rata-rata persepsi kepuasan pelayanan akan dimensi Responsiveness

sebesar 3,16, sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar 4,00. Nilai

kesenjagan rata-rata terhadap dimensi Responsiveness dengan demikian sebesar

-0,84. Kesenjangan negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna jasa

pelayanan dinas pemerintah akan dimensi Responsiveness lebih tinggi

dibandingkan yang dipersepsikan.

Nilai rata-rata persepsi kepuasan pengguna layanan jasa pemerintah akan

dimensi Tangible sebesar 3,44 sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar

4,00. Nilai kesenjangan rata-rata terhadap dimensi Tangible dengan demikian

sebesar -0,88. Kesenjangan negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna

jasa pelayanan pemerintah akan dimensi Tangible lebih tinggi dibandingkan

yang dipersepsikan.

Page 107: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

91

Nilai rata-rata persepsi kepuasan pengguna layanan frekuensi maritimakan

ke lima dimensi sebesar 3,27, sedangkan nilai rata-rata kepentingan pengguna

layanan frekuensi maritim ke lima dimensi sebesar 4,04. Nilai kesenjangan rata-

rata terhadap ke lima dengan demikian sebesar -0,76. Dalam hal ini terdapat

kesenjangan (gap) antara kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah dalam

hal ini kementrian komunikasi dan informasi dengan yang diharapkan oleh

pengguna layanan jasa pemerintah. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa

harapan pengguna akan ke lima dimensi lebih tinggi dibandingkan yang

dipersepsikan selama ini.

b. Analisis Tingkat Kesesuian dan Prioritas

Perhitungan tingkat kesesuaian dilakukan untuk mengetahui urutan prioritas

atribut-atribut dari dimensi kualitas yang menjadi prioritas perbaikan yang

dinilai berdasarkan presentase perbandingan nilai kinerja dengan tingkat

kepentingan dimensi menurut penilaian dari responden. Berdasarkan Martila &

James (1997), telah memecahkan penilaian tingkat kesesuaian antara persepsi

dan harapan dimana Jika persentase berada pada kisaran 0 – 49%, berarti tidak

sesuai. Kisaran 50 – 59%, berarti kurang sesuai. Kisaran 60 – 79%, berarti

cukup sesuai, dan bila berada pada kisaran 80 – 100%, berarti telah sesuai antara

persepsi dengan harapan.

Tabel 3-4. Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi dan Harapan Dimensi

Dimensi Kualitas

Pelayanan

Kinerja Kepentingan Tingkat

Kesesuaian %

Assurance 659 805 81.86%

Emphaty 651 813 80.07%

Reliability 2254 2868 78.59%

Responsiveness 949 1201 79.02%

Tangible 1374 1600 85.88%

Rata-Rata 81.08%

Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kesesuaian

antara persepsi dan harapan pada tiap dimensi berada pada kisaran 78.59% –

85,88%. Dari perhitungan menggunakan rumus tersebut diatas akan diperoleh

urutan persentase nilai masing-masing atribut. Prioritas perbaikan dilakukan

pada tiap-tiap atribut dari dimensi kualitas pelayanan, mulai dengan nilai

terkecil sampai dengan yang terbesar.

Hal pertama yang perlu mendapat penanganan segera adalah pada dimensi

reliability, dimana pihak pemerintah dalam hal ini kominfo perlu memberikan

arahan kepada pegawai seperti dalam hal Kecepatan penerbitan perizinan,

Ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, Kesesuaian Surat Perizinan

dengan permintaan, penanganan gangguan frekuensi antar pengguna, karena

memiliki tingkat kesesuaian yang paling rendah diantara ke lima dimensi yakni

sebesar 78,59%. Kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness dengan nilai

sebesar 79,02%, demikian seterusnya diikuti oleh dimensi Emphaty dan

Assurance nilai sebesar 80,07% dan 81,86%. Tetapi secara keseluruhan tingkat

Page 108: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

92

kesesuaian yang terjadi antara persepsi dan harapan dianggap masih baik dengan

nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 81,08%.

c. Analisis Diagram Kartesius Seluruh Dimensi Kualitas Pelayanan

Nilai rata-rata total harapan/kepentingan kualitas pelayanan untuk seluruh

dimensi kualitas pelayanan adalah 4,04 dan nilai rata-rata total persepsi kinerja

pelayanan adalah sebesar 3,27. Ke empat kuadran untuk ke lima dimensi dengan

demikian terbentuk dengan menarik garis vertikal pada titik 3,27 sumbu

horisontal dan garis horisontal pada titik 4,04 sumbu vertikal.

Gambar 3-13. Diagram Kartesius Dimensi Kualitas Layanan Frekuensi untuk

Keperluan Dinas Maritim Sumber : Data Olahan Kuesioner

Dimensi yang terletak pada kuadran I ada dua (2) yaitu dimensi relibilitas dan

emphaty, dimensi ini dianggap penting oleh pengguna layanan frekuensi untuk

keperluan dinas maritim sehingga sangat penting untuk pihak manajemen dalam

hal ini pemerintah untuk segera diperbaiki. Pada kuadran III terdapat satu (1)

yaitu dimensi responsiveness, dimensi yang berada pada kuadran III ini tidak

terlalu masalah karena prioritasnya rendah. Terdapat dua (2) dimensi yang

terletak pada kuadran IV, yaitu Assurance dan Tangible. Secara teroritis dimensi

ini dianggap tingkat kepentingan rendah namun kinerjanya sudah sudah baik

sehingga peningkatan kinerja pada dimensi ini hanya akan menyebabkan

terjadinya pemborosan sumber daya.

Secara keseluruhan persepsi pengguna frekuensi maritim terhadap layanan

yang diberikan oleh pemerintah sudah baik, namun yang harus menjadi

perioritas ada pada dimensi reliability dan emphaty. Dimensi reliabilitas terkait

Kecepatan penerbitan perizinan, Kesesuaian Data Spesifikasi Izin, Ketepatan

waktu penyelesaian proses perizinan,Kesesuaian Surat Perizinan dengan

permintaan, Biaya perizinan, Kecepatan terhadap perubahan, baik teknis atau

administrasi, dan penanganan gangguan frekuensi. Sedangkan emphaty

Kecepatan dan sikap pro-aktif dalam melayani dan Empati dalam memberikan

pelayanan.

Page 109: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

93

3.3.2.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim dilihat dari Indikator per

Dimensi

Untuk memetakan pada diagram kartesius dilakukan perhitungan dimana

Rata-rata dari nilai kepentingan pada sumbu y dan nilai kinerja pada sumbu x yang

telah diketahui. Berdasarkan hasil perhitungan ditunjukan pada gambar dibawah ini

Berikut adalah penempatan masing-masing indikator dalam diagram Kartesius

kinerja layanan yang diberikan terhadap penggunaan frekuensi maritim.

Gambar 3-14. Diagram Kartesius

Sumber : Data Olahan Kuesioner

Dalam gambar dari diagram Kartesius di atas terlihat bahwa letak dari indikator-

indikator pelayanan berdasar persepsi kepentingan dan kinerja terbagi menjadi empat

kuadran. Adapun interpretasi dari diagram Kartesius tersebut dijelaskan sebagai

berikut:

a. Kuadran I

Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal yang perlu diprioritaskan untuk

ditangani segera oleh manajemen pelayanan, sebab perihal ini dinilai sangat

penting oleh penggunafrekuensi maritimsementara dalam kenyataannya

masih belum sesuai harapan. Adapun indikator-indikator termasuk dalam

kuadaran ini adalah adalah:

Kesesuaian (%)

kesesuaian (%)

Kecepatan penerbitan perizinan

Kesesuaian data spesifikasi izin

Ketepatan Waktu Penyelesaian Proses Perizinan

Kesesuaian surat perizinan dengan pelrmintaan

Biaya Perizinan

Kecepatan perubahan baik teknis maupun adnin

Kualitas gangguan rendah

Respon dalam penanganan gannguan

Kecepatan dalam merespon masalah

Kecermatan dalam memberikan pelayanan

Kecepatan dan sikap proaktif dalam melayani

Emphaty dlm pelayanan

Kemudahan prosedur perizinan

Keterjangkauan lokasi perizinan

Kemudahan cara pembayaran

Image terhadap pegawai

Kinerja sistem manajemen yang handal

Image layanan yang diberikan direktorat

3,70

3,80

3,90

4,00

4,10

4,20

4,30

4,40

2,80 2,90 3,00 3,10 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 3,70

Ke

pe

nti

nga

n

Kinerja

Page 110: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

94

Tabel 3-5. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk

Kuadran I

Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata %

Kinerja Kepentingan Kesesuaian

Reliability

Kecepatan

penerbitan

perizinan

309 434

3.09 4.34 71%

Reliability

Ketepatan

waktu

penyelesaian

proses

perizinan

310 422

3.10 4.22 73%

Emphaty

Kecepatan

dan sikap

pro-aktif

dalam

melayani

325 413

3.25 4.13 79%

Responivness

Kecepatan

meresponse

masalah

315 417

3.15 4.17 75%

Hasil ini menggambarkan bahwa pada kuadran I terdapat 4 indikator untuk

mengukur pelayanan kinerja pemerintah terkait dengan pelayanan dinas

maritim yang harus segera diperioritaskan untuk segera ditangani karena

pengguna frekuensi maritim memiliki persepsi yang rendah untuk ke -4

indikator ini yaitu pada dimensi reliability yaitu Indikator Kecepatan

penerbitan perizinan, Indikator Ketepatan waktu penyelesaian proses

perizinan. Pada dimensi Emphaty, yaitu Kecepatan dan sikap pro-aktif dalam

melayani, dan pada dimensi indikator Kecepatan meresponse masalah.

b. Kuadran II

Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal yang perlu dipertahankan, karena pada

umumnya tingkat pelaksanaan dari faktor pelayanan telah sesuai antara

harapan dan kenyataan yang dialami pengguna frekuensi maritim. Indikator-

indikator yang termasuk kuadran ini adalah:

Tabel 3-6. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk

Kuadran II

Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan

Rata- Rata

% Kinerja Kepentingan

Tangible Kemudahan prosedur

Perizinan 340 434 3.40 4.34 78%

Reliability Kesesuaian Data

Spesifikasi Izin 336 421 3.36 4.21 80%

Reliability Kesesuaian surat

perizinan dengan

permintaan

332 408 3.32 4.08 81%

Reliability Kualitas gangguan

frekuensi antar

pengguna rendah

347 407 3.47 4.07 85%

Assurance Image/Citra Layanan

layanan yang

diberikan Direktorat

334 414 3.34 4.14 81%

Page 111: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

95

Sedangkan pada kuadran II terdapat lima indikator atau indikator yang

menunjukan nilai yang sesuai antara harapan dan kinerjanya, ini

menggambarkan bahwa kelima indikator ini perlu di pertahankan atau

dengan kata lain prestasinya sudah baik yaitu pada dimensi Reliability

yaitu: Indikator Kesesuaian Data Spesifikasi Izin, Indikator Kesesuaian

Surat Perizinan dengan permintaan, kualitas gangguan antar pengguna

rendah. Pada dimensi Assurance yaitu Indikator Image/Citra Layanan yang

diberikan Direktorat dan dimensi Tangible, yaitu indikator kemudahan

prosedur perizinan.

c. Kuadran III

Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal pelayanan yang masih dianggap

kurang penting bagi pengguna frekuensi maritim, karena pada umumnya

kualitas pelaksanaannya biasa-biasa saja dari pihak pemerintah/Kominfo.

Adapun indikator-indikator yang termasuk dalam kuadran ini adalah:

Tabel 3-7. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk

Kuadran III

Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata %

Kinerja Kepentingan Kesesuaian

Responsiveness

Kecermatan

dalam

memberikan

pelayanan

324 404 3.24 3.04 82%

Responsiveness

Respon

dalam

penanganan

gangguan

310 380 3.10 3.80 81%

Reliability

Kecepatan

perubahan

baik teknis

maupun

administrasi

298 382 2.98 3.82 78%

Reliability Biaya

perijinan 322 394 3.22 3.94 81%

Emphaty

Emphaty

dalam

pelayanan

326 400 3.26 4.00 81%

Assurance

Kinerja

sistem

manajemen

yang handal

325 391 3.25 3.91 83%

Pada kuadran III menunjukkan perihal pelayanan yang masih dianggap

kurang penting bagi pengguna frekuensi maritim karena pada umumnya

kualitas pelaksanaannya biasa-biasa saja. Terdapat 6 indikator yang diaggap

biasa saja, yaitu dari dimensi Responsiveness yaituIndikator Kecermatan

dalam memberikan pelayanan, indikator Respon dalam penanganan

gangguan, pada dimensi Reliability, yaitu: indikator Kecepatan perubahan

Page 112: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

96

baik teknis maupun administrasi, indikator Biaya perijinan, dimensi

Emphaty, yaitu indikator emphaty dalam pelayanan, dan dimensi

Assurance, yaitu indikator kinerja sistem manajemen yang handal.

d. Kuadran IV

Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal yang dinilai berlebihan oleh

penggunafrekuensi maritim. Hal ini disebabkan karena pengguna frekuensi

maritim menganggap pelayanan tersebut tidak terlalu penting, akan tetapi

pelaksanaannya telah dilakukan dengan sangat baik. Indikator-indikator

yang termasuk dalam kuadran ini adalah:

Tabel 3-8. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk

Kuadran IV

Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan

Rata-rata %

Kinerja Kepentingan Kesesuaian

Tangible

Kemudahan

cara

pembayaran

335 377 3.35 3.77 89%

Tangible

Image

terhadap

pegawai

331 386 3.31 3.86 86%

Tangible Keterjangkauan

lokasi perijinan 358 393 3.58 3.93 91%

Terdapat 3 indikator atau indikator pelayanan yang masuk dalam kuadran

ini. Hasil ini menggambarkan pengguna frekuensi maritim menganggap

pelayanan tersebut tidak terlalu penting, akan tetapi pelaksanaannya telah

dilakukan dengan sangat baik yaitu pada dimensi tangible yaitu: indikator

Kemudahan cara pembayaran, Image terhadap pegawai, Keterjangkauan

lokasi perijinan

Penyebab kondisi tersebut diduga karena kominfo menangani tidak hanya

untuk kebutuhan maritim saja tetapi untuk perizinan frekuensi untuk

layanan laianya. Untuk menghindari ketidak efektifan dari hasil

pengumpulan data menujukan adanya permintaan sebaiknya pelayanan

perizinan di laksanakan melalui pelayanan 1 pintu dan untuk keprluan

perizinan di daerah dapat dilaksanakan di wilayah masing-masing, hal

tersebut dikarenakan untuk perusahaan yang tidak memiliki kantor pusat di

Jakarta akan menjadi beban.

Page 113: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

97

3.3.2.3 Analisa Importance Performance Analysis Perindikator dalam dimensi

Dimensi Assurance

Dimensi Assurance dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah

digunakan dua atribut atau dua pertanyaan yaitu mengenai kinerja sistem

manajemen secara keseluruhuan dan citra layanan yang dipersepsikan oleh

pengguna frekuensi maritim. Assurance pada dasarnya merupakan jaminan

kepercayaan pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh

pemerintah dalam hal ini direktorat yang terkait dengan pelayanan frekuensi

untuk keperluan dinas maritim. Analisa kuadran pada dimensi Assurance dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-15. Analisa Kuadran pada Dimensi Assurance Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan gambar di atas pada dimensi ini hasil analisis pemetaan menujukan

bahwa dari kedua atribut ini ada pada dua kuadaran yang berbeda yang pertama

atribut yang mengukur citra layanan yang diberikan direktorat ada pada kuadaran

dua ini menujukan bahwa pada dasarnya pengguna frekuensi maritim merasa

yakin atau percaya sepenuhnya bahwa layanan yang diberikan terkait dengan

penggunaan frekuensi maritim merupakan jaminan bagi pengguna terkait

legalitas perizinan. Sedangkan indikator kinerja sistem manajemen ada pada

kuadaran tiga ini menunjukan atribut ini sudah dianggap given bahwa persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap standard operating prosedur terkait sistem

manajemen sudah selayaknya menjadi garapan, karena itu penggunan

menganggap meski kinerjanya rendah tapi pengguna merasa kurang penting

untuk menjadi prioritas perbaikan kinerja pelayanan. Dalam kontek ini tentu

strategi yang perlu dilakukan yaitu 1). Pemerintah perlu terus mempertahaankan

Kinerja sistem manajemen yang

handal

Image/Citar layanan yang

diberikan Direktorat

3,85

3,90

3,95

4,00

4,05

4,10

4,15

4,20

3,24 3,26 3,28 3,30 3,32 3,34 3,36

Tin

gkat

Kep

enti

nga

n

Kinerja Pelayanan

Atribut Dimensi Assurance

Page 114: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

98

image masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah terkait

dengan penggunaan frekuensi menjadi jaminan atau rasa aman dalam proses

operasi perusahaan. 2). Persepsi masayarakat yang telah memberikan

kepercayaan kepada pemerintah mengenai pengaturan penggunaan ferekuensi

maritim harus terus ditingkatkan dengan mempermudah SOP. 3). Membuat

sistem informasi manajemen yang baik sehingga masayarakat lebih mudah

mengakses informasi dan prosedur layanan.

Dimensi Emphaty

Dimensi Emphaty dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah

digunakan dua atribut atau dua pertanyaan yaitu kecepatan dan sikap pro-aktif

personil yang melayani dan empati dalam memberikan pelayanan. Analisa

kuadran pada dimensi Empati dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 3-16. Analisa Kuadran pada Dimensi Empahty Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan hasil pemetaan diagram menunjukan bahwa atribut kecepatan dan

sikap proaktif personil dalam memberikan pelayanan ada pada kuadran satu hal

ini menujukan bahwa masyarakat atau pengguna layanan frekuensi maritim

merasa kinerjanya rendah padahal mereka merasa atribut ini sangat penting

artinya kecepatan dan sikap proaktif menjadi harapan yang paling tinggi bahwa

dalam memberikan proses pelayanan, pengguna berharap bahwa para personil

yang memberikan pelayanan dapat memposisikan diri sama seperti para

mengguna sehingga akan tahu apabila pengguna memperoleh kesulitan jika tidak

Kecepatan dan sikap pro-aktif

dalam melayani

Empati dalam memberikan

pelayanan

3,98

4,00

4,02

4,04

4,06

4,08

4,10

4,12

4,14

3,25 3,25 3,25 3,25 3,26 3,26 3,26 3,26

Tin

gkat

Kep

enti

nga

n

Kinerja Pelayanan

Atribut Dimensi Emphaty

Page 115: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

99

dilayani dengan sikap proaktif dan lambat akan merasa kecewa. Namun demikian

secara keseluruhan rasa empati telah dirasakan cukup baik. Untuk memperbaiki

atribut ini beberapa strategi yang perlu dilakukan 1). Memberikan pelatihan yang

relevan terkait dengan sikap dalam memberikan pelayanan, 2). Memberikan

keyakinan kepada para personil pelayan bahwa bekerja dengan empati terhadap

orang lain dan bekerja dengan baik adalah ladang ibadah.

Dimensi Reliability

Dimensi Reliability dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah

digunakan tujuh atribut atau pertanyaan yaitu kecepatan penerbitan izin,

ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, kesesuaian data, kecepatan

terhadap perubahan teknis dan administrasi, kesesuaian, biaya dan ganguan

frekuensi.Analisa kuadran pada dimensi Reliability dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Gambar 3-17. Analisa Kuadran pada Dimensi Reliability Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan pemetaan diagram menunjukan atribut dimensi reliability yang

terdapat pada kuadaran satu ada dua yaitu kecepatan penerbitan izin dan

ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, hasil ini menggambarkan bahwa

atribut ini harus menjadi prioritas perbaikan ternyata pengguna dalam hal ini

responden menganggap bahwa kinerjanya tidak baik padahal ini sangat penting.

Kecepatan penerbitan perizinan

Kesesuaian Data Spesifikasi Izin

Ketepatan waktu penyelesaian

proses perizinan

Kesesuaian Surat Perizinan

dengan permintaan

Biaya perizinan Kecepatan terhadap

perubahan, baik teknis atau

administrasi

Kualitas gangauan

frekuensi antar pengguna

3,70

3,80

3,90

4,00

4,10

4,20

4,30

4,40

2,92 3,02 3,12 3,22 3,32 3,42 3,52

Tin

gkat

Kep

enti

nga

n

Kinerja Pelayanan

Atribut Dimensi Reliability

Page 116: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

100

Berdasarkan hasil FGD dan in depth interview menunjukan hasil yang

menguatkan bahwa ada permasalahan terkait dengan proses perizinan terutama

pada kecepatan penerbitan dan ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan

yang dipersepsikan cukup lama. Sehingga strategi yang perlu dilakukan adalah

memotong jalur prosedur yang panjang, memberikan pelayanan satu pintu atau

satu atap, memberikan prioritas kepada dokumen yang lebih dahulu masuk

apakah ini dari perusahaan besar ataupun yang kecil. Bagi perusahaan yang ada

diluar Jakarta sebaiknya dilakukan desentralisasi layanan atau kalau tidak

memberikan pelayanan secara online.

Dimensi Responsiveness

Dimensi Responsivenes dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah

digunakan tiga atribut atau pertanyaan yaitu kecepatan merespon masalah yang

dihadapi pengguna layanan, kecermatan dalam memberikan pelayanan,

penanganan ganggunan. Analisa kuadran pada dimensi Responsiveness dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-18. Analisa Kuadran pada Dimensi Responsiveness Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan pemetaan diagram kartesius menunjukan terdapat satu atribut yang

perlu mendapatkan prioritas perbaikan yaitu dimensi kecepatan dalam merespon

masalah. Atribut ini sangat penting dimata pengguna karena berhubungan dengan

waktu, dalam bisnis waktu adalah uang sehingga penggunan merasa respon

terhadap permasalahan yang dihadapinya perlu cepat ditangani sehingga tidak

Penanganan gangguan

Kecepatan meresponse

masalah

Kecermatan dalam

memberikan pelayanan

3,75

3,80

3,85

3,90

3,95

4,00

4,05

4,10

4,15

4,20

3,06 3,11 3,16 3,21 3,26

Tin

gkat

Kep

enti

nga

n

Kinerja Pelayanan

Atribut Dimensi Responsiveness

Page 117: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

101

banyak membuang waktu. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan

memberikan layanan penggaduan yang dapat segera direspon oleh petugas atau

membuat hotline pengaduan yang khusus untuk merespon secara cepat terhadap

masalah yang dihadapi pengguna.

Dimensi Tangible

Dimensi Tangible dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah

digunakan empat atribut atau pertanyaan yaitu kemudahan prosedur perizinan,

kemudahan cara pembayaran, keterjangkauan lokasi perizinan, image personil.

Analisa kuadran pada dimensi Tangible dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-19. Analisa Kuadran pada Dimensi Tangible Sumber : Data Olahan Kuesioner

Berdasarkan pemetaan menunjukan bahwa prosedur perizinan dipersepsikan

sangat penting namun berdasarkan hasil yang penggumpulan data dilapangan

dipersepsikan masih cukup merepotkan, ini artinya prosedur yang ada saat ini

masih dipersepsikan tidak mudah. Karena atribut ini ada pada kuadaran satu

maka perlu menjadi prioritas perbaikan, sehingga pemerintah perlu melakukan

dan pengkaji bagaimana sebaiknya prosedur yang dianggap tidak merepotkan

dalam memperoleh izin penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim.

Kemudahan prosedur Perizinan

Keterjangkauan lokasi perizinan

Kemudahan cara pembayaran

Image terhadap personil / pegawai

3,70

3,80

3,90

4,00

4,10

4,20

4,30

4,40

3,24 3,34 3,44 3,54 3,64

Tin

gkat

Kep

enti

nga

n

Kinerja Pelayanan

Atribut Dimensi Tangible

Page 118: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

102

3.3.3 Koordinasi antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan Penggunaan

Frekuensi Radio

Koordinasi ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antara pemerintah yang

diwakili oleh Kemenhub dan Kemenkominfo dengan pengguna spektrum frekuensi

radio maritim, yang dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3-20. Hubungan antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan

Penggunaan Frekuensi Radio

Pada saat ini koordinasi antara pemangku kepentingan akan dijelaskan dalam 2 hal

yang terkait dengan perizinan dan pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio

maritim, yang akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Koordinasi yang terkait dengan Perizinan

Pada saat ini dalam proses perijinan supaya kapal-kapal dapat berlayar harus

mendapatkan ijin dari pemerintah, dan terkait dengan penggunaan spektrum

frekuensi radio maritim, adalah sebagai berikut :

1. Pengguna spektrum frekuensi akan mengajukan perijinan berlayar yang

diantaranya adalah ijin penggunaan spektrum frekuensi maritim kepada

Hubla.

Page 119: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

103

2. Hubla akan melakukan pengecekan terhadap pengajuan tersebut dan terkait

dengan penggunaan spektrum frekuensi akan memberikan rekomendasi

kepada Kemenkominfo – SDPPI.

3. Pengguna spektrum frekuensi setelah mendapatkan rekomendasi dari

Hubla, baru akan mengajukan perijinan penggunaan spektrum frekuensi

radio maritim kepada Kemenkominfo – SDPPI.

4. Setelah mendapatkan ijin dari Kemenkominfo – SDPPI, pengguna baru bisa

mendapatkan izin berlayar dari Kemenhub – Hubla.

b. Koordinasi yang terkait dengan Pengawasan Penggunaan Spektrum

frekuensi radio Maritim

Dalam hal pengawasan penggunan spektrum frekuensi radio maritim di

lapangan pemerintah yang dalam hal ini Hubla dan SDPPI akan menjamin

bahwa frekuensi yang telah dialokasikan dijaga dan dalam kondisi baik. Jika di

lapangan terjadi interferensi maka antara Hubla dan SDPPI akan melakukan

koordinasi sesuai dengan kewenangannya.

Alur pengawasan/inspeksi :

Gambar 3-21. Koordinasi yang terkait dengan Pengawasan Penggunaan

Spektrum frekuensi radio Maritim

Berdasarkan gambar di atas, koordinasi dalam pengawasan dan pembinaan

penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim dilakukan oleh Kementrian

Komunikasi dan Informatika dilakukan secara vertikal dari pusat ke daerah atau

UPT. Koordinasi horizontal antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan

Informatika dengan Dirjen Perhubungan Laut. Namun belum ada koordinasi

antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika dengan KKP

dalam pengawasan dan pembinaan penggunaan frekuensi radio untuk dinas

maritim di kapal perikanan. Hal ini yang dimungkinkan menyebabkan

banyaknya penyalahgunaan frekuensi di dinas maritim oleh kapal perikanan

seperti data yang diperoleh saat in depth interview dan survei di berbagai kota

yang telah dilakukan. Berikut ini gambaran koordinasi yang terjadi saat ini.

Page 120: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

104

Dirjen

Perhubungan

Laut

Kementerian

Kominfo

Kementerian

Kelautan dan

Perikanan

UPT (Balai

Monitoring)Syahbandar

Kapal PerikananKapal Dan SROP

non DJPL

Pengguna

Frekuensi Maritim

Dinas Maritim

Gambar 3-22. Koordinasi antara Hubla dan SDPPI

Untuk perbaikan di masa mendatang perlu dilakukan perubahan dalam

koordinasi pengawasan dan pembinaan penggunaan frekuensi radio untuk dinas

maritim antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika dengan

instansi lain yang terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan frekuensi radio di

dinas maritim. Dalam hal ini perlu adanya tambahan koordinasi horizontal

antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika dengan KKP,

sehingga terjalin pengawasan diantara kedua kementrian tersebut sehingga

penggunaan spektrum frekuensi radio maritim dalam rangka

pengiriman/penyampaian informasi kepada para pengguna bisa dilayani dengan

baik dan memberikan manfaat semaksimal mungkin bagi pemerintah dan para

pengguna spektrum frekuensi radio dalam hal ini KKP. Hal ini berkaitan dengan

hasil FGD, dimana Goodwill pemerintah sangat diperlukan dalam upaya untuk

memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai dengan kepentingan masyarakat, Jika

hal ini bisa dilakukan maka akan ada kecenderungan di masa mendatang

penggunaan spektrum frekuensi radio maritim akan bisa ditingkatkan

penggunaanya dan memberikan manfaat yang maksimal baik dari pemerintah

maupun bagi pengguna spektrum frekuensi radio maritim.

3.3.4 Harmonisasi Peraturan Terkait dengan Telekomunikasi Maritim

Terkait dengan dugaan disharmonisasi peraturan telekomunikasi maritim

yang dikeluarkan oleh berbagai instansi, berdasarkan hasil wawancara menunjukan

bahwa pada dasarnya tidak terjadi disharmonisasi peraturan yang dibuat oleh

masing-masing kementrian, namun demikian ada bagian tugas yang seharusnya

dilakukan oleh dirjen hubla tetapi dikerjakan oleh kominfo yaitu dalam memberikan

sertifikasi terkait dengan kompetensi operator radio kapal. Sebaiknya aturan-aturan

yang dikeluarkan harus merujuk pada aturan yang tertinggi.

Berdasarkan konsensus yang ada bahwa setiap aturan perundang-undangan

yang ada harus merujuk dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Page 121: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

105

Demikian halnya pada peraturan telekomunikasi maritim, pada dasarnya tidak terjadi

disharmonisasi peraturan yang berlaku pada kementerian masing-masing. Hal ini

dapat terlihat dari produk peraturan yang ada seperti pada Tabel 3.2. Kalau dilihat

dari isi aturan-aturan tersebut, satu dengan yang lainya saling mendukung dan

menguatkan.

Agar penggunaan spektrum frekuensi radio maritim dalam rangka

pengiriman/penyampaian informasi kepada para pengguna bisa dilayani dengan baik

dan memberikan manfaat semaksimal mungkin bagi pemerintah dan para pengguna

spektrum frekuensi radio maka semua pengguna harus mematuhi SOP dalam

penggunaan spektrum frekuensi maritim. Kegiatan sosialisasi oleh para pihak terkait

dalam rangka untuk menyampaikan dan menjelaskan mengenai SOP harus dilakukan

secara menyeluruh bagi pengguna spektrum frekuensi maritim, terutama untuk

pengguna dari kalangan Nelayan yang berada di bawah naungan KKP.

3.3.5 Penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan

Spektrum Frekuensi Radio untuk Dinas Maritim

Strategi pemerintah dalam mengoptimalkan PNBP sebagai masukan

penyempurnaan kebijakan penggunaan frekuensi rasio khususnya untuk keperluan

dinas maritim, kalau dilihat dari komponen PNBP dari BHP Frekuensi kelihatanya

sulit untuk bisa digali karena dalam peraturan yang ada, menyebutkan bahwa ada

komponen dalam formula perhitungan BHP frekuensi yang nilainya nol, jadi

penggunaan alokasi untuk band frekuensi maritim baik digunakan untuk kepentingan

bongkar muat dan kepentingan keselamatan akan menghasilkan nilai nol atau tidak

dikenakan biaya BHP frekuensi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan PNBP dari

maritim bisa digali dari komponen PNBP lainya yaitu BHP Jastel dan BHP USO.

Dalam kegiatan operasional pelayaran di tanah air, banyak penggunaan spektrum

frekuensi maritim yang digunakan untuk menyalurkan informasi data dan suara

(menggunakan Inmarsat), yang mana penyelenggaranya dilakukan oleh perusahaan

yang berafiliasi dengan perusahaan luar negeri, seperti untuk Vessel Monitoring

System (VMS) yang digunakan untuk kegiatan di KKP. Perusahaan yang dimaksud

adalah :

a. PT. CSL Argos Indonesia yang menggunakan satelit Argos

b. PT. SOG Indonesia yang menggunakan satelit Inmarsat D+

c. PT Pasific Satelit Nusantara yang menggunakan satelit garuda

Perusahaan tersebut di atas, berpotensi untuk dikenakan BHP Telekomunikasi dan

BHP USO, akan tetapi untuk BHP Frekuensi tidak bisa dikenakan karena

menggunakan band maritim dan ketentuan dalam peraturan yang ada adalah tidak

dikenakan biaya.

Penggunaan frekuensi radio di dinas maritim untuk navigasi, keselamatan,

operasi pelabuhan dan komunikasi umum. Untuk meningkatkan PNBP dapat

dilakukan dengan beberapa cara antara lain:

Page 122: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

106

Kemudahan prosedur pengurusan SIKR dengan demikian akan efektif dalam

waktu pengurusan sehingga dapat mengurangii pengguna yang tidak

memiliki SIKR karena kerumitan prosedur yang ada saat ini

Dengan adanya peraturaan yang mengaharuskan kapal-kapal perikanan dan

kapal-kapal pelayaran rakyat di bawah 300 GT menggunakan sarana

keselamatan navigasi dan alat komunikasi radio dapat menembah jumlah

pengguna frekuensi maritim yang harus memiliki SIKR.

pemberlakukan komersialisasi di beberapa kanal frekuensi untuk komunikasi

maritim seperti yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 3-9. Penggunaan Kanal Frekuensi radio Maritim untuk Komersial

Cahnnel

Number

Ship Transmit

(MHz)

Ship Receive

(MHz)

Use

07A 156.350 156.350 Commercial

08 156.400 156.400 Commercial

09 156.450 156.450 Commercial

10 156.500 156.500 Commercial

11 156.550 156.550 Commercial

18A 156.900 156.900 Commercial

19A 156.950 156.950 Commercial

63A 156.175 156.175 Commercial

67 156.375 156.375 Commercial

79A 156.975 156.975 Commercial

80A 157.025 157.025 Commercial

88A 157.425 157.425 Commercial

Berdasarkan hasil wawancara menunjukan Penerimaan Negara Bukan Pajak

untuk kegiatan maritim ada namun penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) merujuk pada PP No. 6 Tahun 2009.

Mengenai PNBP yang berlaku, berikut ini inventarisasi pembebanan PNBP

pada dinas maritim. Dinas Maritim tidak ada pengenaan BHP frekuensi untuk

penggunaan atau pemanfaatan frekuensi. Hal ini berdasarkan dalam Peraturan

Pemerintah nomor: 53 Tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan

orbit satelit, untuk keperluan dinas khusus seperti navigasi dan keselamatan

pelayaran. Adapun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di dinas

maritim bila dilihat dari PP no 5 /2010 dan PP no 6/ 2009 Departemen Perhubungan

antara lain :

1. Biaya Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, namun Biaya

pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tidak dikenakan bagi:kapal

perang, kapal negara, kapal rumah sakit, kapal yang memasuki suatu

pelabuhan khusus untuk keperluan meminta pertolongan atau kapal yang

memberi pertolongan jiwa manusia, kapal yang melakukan percobaan

berlayar, dan kapal swasta yang melakukan tugas pemerintahan.

Page 123: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

107

2. Biaya Pemanfaatan Telekomunikasi-Pelayaran

Pelayanan berita dalam dinas bergerak pelayaran dari kapal ke darat atau

sebaliknya dan pelayanan berita dari kapal ke kapal lain melalui stasiun radio

pantai atau stasiun bumi pantai, korespondensi umum dikenakan biaya

pelayanan Telekomunikasi-Pelayaran.Pelayanan Telekomunikasi-Pelayaran

mengenai berita marabahaya, berita segera, dan berita keselamatan berlayar

tidak dikenakan biaya.

Penyelenggaraan pemanduan yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan

Unit Penyelenggara Pelabuhan dipungut biaya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan pemanduan yang dilakukan oleh badan usaha pelabuhan

dipungut biaya yang besarnya ditetapkan oleh badan usaha pelabuhan

berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh

Menteri.Badan usaha pelabuhan yang mengelola dan mengoperasikan

pemanduan wajib membayar persentase dari pendapatan yang berasal dari

jasa pemanduan kepada Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan

Pajak.

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di dinas maritim

dari sisi Kominfo dilihat dari PP no 7/2009 Departemen Kominfo yaitu Biaya Hak

Penggunaan (BHP) untuk Izin Stasiun Radio (ISR).

Pelaksanaan penerapan PNBP dilapangan sudah sesuai dengan PP no 5/2010

dan PP no 6/ 2009 Departemen Perhubungan serta PP no 7/2009 Departemen

Kominfo yang ada berdasarkan dari hasil survey dan in depth interview di 5 kota.

Di Indonesia, pengaturan serta penentuan kanal frekuensi radio untuk Dinas

Maritim dilakukan bersama antara Kemkominfo-Ditjen SDPPI dan Kemenhub-

Ditjen Hubla. Meskipun demikian, secara operasional penggunaan frekuensi radio

untuk kepentingan maritim ini lebih banyak ditangani oleh pihak Ditjen Hubla,

termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (yang selanjutnya disingkat PNBP) atas

kegiatan ini. Pihak Ditjen Hubla dalam penerapan PNBP pada penggunaan spektrum

frekuensi radio untuk dinas maritim merujuk pada PP No. 6 Tahun 2009. Dalam

pasal 3 ayat (1) dan (2), PP No. 6 Tahun 2009 disebutkan bahwa terhadap kegiatan

tertentu, jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Perhubungan dapat dikenakan

tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah). Kegiatan tertentu sebagaimana yang dimaksud

pada ayat (1), diantaranya adalah kegiatan search dan rescue, bencana alam, dan

bantuan kemanusiaan. Bertitik tolak dari aturan tersebut, maka ditetapkan bahwa

penggunaan frekuensi radio untuk maritim tidak dikenakan biaya karena hal tersebut

diperuntukkan untuk kepentingan keselamatan para pengguna. Jika penggunaan jasa

telekomunikasi untuk pelayanan publik, maka dikenakan biaya sesuai dengan aturan

yang berlaku.

Secara operasional penerimaan pemerintah atas jasa telekomunikasi ini

ditangani oleh Stasiun Radio Pantai. Para pengguna (pemilik kapal) dapat

berkomunikasi dengan kru kapal melalui Stasiun Radio Pantai menggunakan jasa

telekomunikasi berupa telegram radio dan radio telepon. Namun, seiring

perkembangan teknologi penggunaan jasa telekomunikasi ini relatif menurun bahkan

hampir tidak ada di masa sekarang. Berdasarkan hasil in depth interview dengan

Page 124: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

108

pihak Stasiun Radio Pantai Kelas I disebutkan bahwa fenomena penurunan

penggunaan jasa telekomunikasi pemerintah mulai terjadi di awal tahun 2000. Pada

tahun sebelumnya, pihak Stasiun Radio Pantai menerima telegram dalam sehari rata-

rata 120.000 telegram dari para pengguna. Kondisi ini disebabkan oleh adanya

Stasiun Radio Pantai dari para pengguna (Badan Usaha Pelayaran) sehingga

komunikasi dari mereka ke kapal dapat dilakukan secara langsung, tanpa melalui

Stasiun Radio Pantai pemerintah. Adapun jaringan yang dimanfaatkan oleh Stasiun

Radio Pantai Badan Usaha tersebut adalah jaringan satelit INMARSAT.

Penggunaan satelit INMARSAT juga dilakukan oleh pihak KKP melalui

penerapan Sistem Transmitter VMS. Kepada kapal-kapal penangkapan ikan.

Penggunaan sistem ini merupakan kerjasama pihak KKP dengan provider ARGOS di

Perancis. Adapun sistem komunikasi, yaitu: informasi dari kapal dikirim ke

INDOSAT, yang selanjutnya diteruskan ke Stasiun Bumi Pantai KKP. Dari aktivitas

sistem ini, KKP melalui perusahaan kapal perikanan telah memberikan masukan

dana yang relatif besar terhadap provider sistem VMS tersebut; sementara

penerimaan negara atas hal ini tidak ada. Di samping itu, penerimaan atas sistem ini

secara langsung meningkatkan performa INDOSAT yang pada akhirnya berdampak

pada pertumbuhan ekonomi negara yang memiliki satelit tersebut.

Fenomena-fenomena tersebut memberikan suatu masukan ke pemerintah

dalam hal menginventarisir sumber-sumber pembebanan PNBP pada dinas maritim

sehingga pemanfaatan sumberdaya ini dapat memberikan kontribusi yang maksimal

melalui peningkatan PNBP-nya. Di samping jasa telekomunikasi, jenis pelayanan

yang dikategorikan sebagai PNBP dalam kegiatan maritim berupa: biaya pengurusan

sertifikasi dan jasa penggunaan navigasi pelayaran. Seluruh PNBP wajib disetor

langsung secepatnya ke kas Negara (Pasal 10, PP No. 6 Tahun 2009). Adapun

peruntukkan dari pemasukan PNBP ini sesuai dengan aturan Kementerian Keuangan,

yang mana umumnya untuk peningkatan kualitas SDM dan peralatan komunikasi

pada instansi yang bersangkutan.

Bertitik tolak dari hal tersebut, maka ditetapkan bahwa penggunaan frekuensi

radio maritim tidak dikenakan biaya karena hal tersebut diperuntukkan untuk

kepentingan keselamatan para pengguna. Adapun operasional dari penggunaan

frekuensi radio tersebut adalah sebagai berikut:

1) Ditjen Hubla mempunyai Stasiun Radio Pantai yang melayani kapal-kapal, jika

pengguna frekuensi maritim menghubungi dengan menggunakan frekuensi

maritim untuk korespondensi atau pelayanan publik dikenakan biaya jasa

PNBP; sedangkan untuk keamanan dan keselamatan tidak di kenakan jasa

PNBP. Namun, penerimaan dari kegiatan ini mulai menurun seiring dengan

kemajuan teknlogi telepon satelit dan selular yang dapat terlayani di atas kapal.

Mengenai besaran pembiayaan atas jasa ini tidak ada informasi yang pasti

karena pembayarannya dilakukan di Jakarta (AAIC untuk kapal)

2) Pelayanan yang dikategorikan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk

kegiatan maritim berupa: biaya pengurusan sertifikasi dan jasa penggunaan

navigasi pelayaran. Adapun peruntukkan dari pemasukan PNBP ini sesuai

dengan aturan yang ada, yang mana umumnya 20% ke kas negara dan 80%

untuk peningkatan kualitas SDM, dan peralatan komunikasi pada instansi yang

bersangkutan.

Page 125: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

109

3.3.6 Pengawasan dan Pengendalian Frekuensi untuk Dinas Maritim (Ditjen

SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen

Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian

Kelautan dan Perikanan)

Untuk melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian frekuensi para

pihak terkait harus disediakan peralatan-peralatan yang mendukung kegiatan

operasionalnya, diantaranya adalah ketersediaan alat perekam/ monitoring terhadap

adanya gangguan frekuensi sehingga mudah ditindaklanjuti.

Hasil pengumpulan data menunjukan bahwa pengawasan dan pengendalian

frekuensi untuk dinas maritim belum berjalan sebagaimana mestinya, pihak hubla

tidak pernah mendapatkan laporan secara tertulis dari Balmon terkait dengan

pelanggaran yang terjadi yang mana pada kenyataanya pelanggaran itu ada. Sebagai

kasus adanya stasiun radio pantai non DJPL yang tidak mendapatkan rekomendasi

dari Hubla. Proses pengawasan masih kurang dan tidak ada sanksi yang tegas, tidak

ada sanksi terhadap pelanggaran, sesuai dengan peraturan di ITU, belum ada

sosialisasi, maka banyak terdapat stasiun radio tanpa ijin (gelap) di perusahaan

pelayaran. Pada dasarnya pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh kedua

kementrian yang terlibat telah sesuai dengan SOP yang ditetapkan dan dilakukan

secara kontinyu secara bersama-sama dengan instansi terkait. Sebagai contoh bila

ada gangguan langkah awal dilakukan monitoring, selanjutnya penghentian aktifitas

emisi pengganggu dan ditindaklanjuti dengan penindakan sesuai aturan yang berlaku.

Namun demikian diperlukan kejelasan deskripsi dari cakupan TUPOKSI Regulator

yang terkait, sehingga tidak terjadi tumpang tindih.

Berdasarkan regulasi/kebijakan yang ada bahwa pengawasan dan

pengendalian terhadap penggunaan frekuensi radio untuk Dinas Maritim merupakan

otoritas Kemkominfo. Meskipun demikian, kegiatan pengawasan dan pengendalian

tetap dikordinasikan dengan pihak Kementerian Perhubungan Laut.

Pada pihak Kemkominfo, kegiatan pengawasan terhadap penggunaan

frekuensi radio dilakukan oleh pihak Balai Monitoring (yang selanjutnya disingkat

Balmon). Balmon bertindak mengawasi apakah alokasi frekuensi radio yang

diberikan kepada para pengguna telah digunakan sesuai dengan peruntukkannya atau

tidak, seperti: frekuensi radio untuk Dinas Maritim digunakan untuk kepentingan

darat dan sebaliknya; dan kegiatan pengendalian dilakukan oleh pihak Ditjen SDPPI.

Pengendalian terhadap frekuensi radio diwujudkan melalui pengaturan

alokasi frekuensi dengan diterbitkannya surat izin penggunaan frekuensi radio.

Laporan pengawasan dari Balmon atas pelanggaraan yang terjadi diberikan kepada

pihak Kemenhub – Ditjen Hubla: Ditjen Kenavigasian, yang mana pihak ini nantinya

akan memberikan Surat Peringatan (SP) dan pembekuan izin badan usaha (tindakan

lanjutan jika SP diindahkan) kepada pengguna (user) yang melakukan pelanggaran

tersebut.

Lebih lanjut, dalam rangka pengawasan dan pengendalian spektrum frekuensi

radio maritim dilakukan dialog dengan pihak syahbandar dan distrik navigasi.

Terkait dengan hal ini diharapkan semua pihak regulator dan operator harus sama-

sama mengerti hak dan kewajiban masing-masing. Hal ini berkaitan dengan hasil

FGD yaitu Public Sharing, artinya penggunaan bersama pita frekuensi ini bersifat

Page 126: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

110

open dan digunakan secara bersama – sama dengan pengguna lain yang jumlahnya

sangat banyak di dalam suatu sistem, penggunaan frekuensi ini juga harus

dikoordinasikan oleh Administrasi Telekomunikasi Indonesia dengan administrasi

telekomunikasi negara tersebut. Oleh sebab itu para pengguna spektrum frekuensi

maritim harus menyadari mengenai hal ini agar pemanfaatannya untuk menyalurkan

informasi-informasi kepada pihak lain mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati

atau standard operating procedure (SOP) agar kelancaran penyampaian informasi

bisa berjalan baik.

3.3.7 Optimalisasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

Untuk melakukan optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio dan

orbit satelit bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah :

Mengurangi terjadinya gangguan atau interferensi atau penggunaan yang

tidak sesuai dengan peruntukannya

Mempercepat proses perijinan pengurusan

Khususnya untuk pelayaran rakyat, untuk memenuhi kebutuhan operasional

selama dalam pelayaran, ada dua alternatif usulan yaitu :

a. Alternatif 1 : Menggunakan perangkat radio maritim yang didesain khusus

dengan penjelasan sebagai berikut :

Membuat perangkat radio komunikasi yang khusus menyediakan band

maritim tertentu disesuaikan dengan area kegiatan pelayaran rakyat,

misalkan pada band VHF

Harga dari perangkat tersebut terjangkau oleh masyarakat

Disosialisasikan SOP kepada para nelayan yang akan menggunakan

perangkat tersebut oleh pihak yang terkait, KKP dan Kominfo – SDPPI.

Diusulkan menggunakan dana USO sebagai salah satu alternatifnya untuk

pengadaan perangkat radio maritim.

Diberikan kemudahan proses perijinannya, misalkan class license.

Pemberdayaan industri dalam negeri

b. Alternatif 2 : Pemberdayaan penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang ada,

dengan penjelasan sebagai berikut :

Bekerja sama dengan penyelenggara seluler yang memiliki alokasi

frekuensi pada band rendah agar mau membangun jaringannya pada area

yang diperlukan oleh anggota pelayaran rakyat

Memberdayakan sejumlah tower yang dimiliki oleh stasiun pantai atau

fasilitas yang dimiliki oleh stakeholder dinas maritim

Pola bisnis yang saling menguntungkan

Para Nelayan bisa menggunakan jasa layanan yang dimaksud dengan tarif

yang disesuaikan dengan daya belinya.

Page 127: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

111

Berdasarkan hasil pengumpulan data baik dari pengguna frekuensi maritim

maupun pakar terkait dengan pemanfaatan secara optimal penggunaan spektrum

frekuensi radio dan orbit satelit sering ditemukan penyimpangan atas penggunaan

frekuensi tersebut, yang mana hal ini dikategorikan sebagai pelanggaran aturan yang

berlaku. Selama ini Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit untuk

dinas maritim kurang optimal karena banyak menggunakan radio pantai non hubla,

sehingga frekuensi radio pantai hanya digunakan untuk marabahaya dan keselamatan

saja.

Secara teori, optimal berarti penggunaan masukan (input) seminimal mungkin

dengan keluaran (output) yang maksimal. Terkait dengan hal tersebut, spektrum

frekuensi radio untuk dinas maritim sebagai input yang keberadaannya terbatas

(minimal) harus dikelola dengan baik guna mendapatkan keluaran yang maksimal.

Alokasi frekuensi telah ditetapkan berdasarkan ketetapan dari pihak Kominfo –

Ditjen SDPPI dengan merujuk pada aturan ITU. Oleh karena itu, tentunya alokasi

frekuensi ini tidak ditingkatkan tetapi penggunaan dari alokasi yang diberikan yang

harus dapat dioptimalkan, yang mana pengoptimalan penggunaan frekuensi radio

untuk dinas maritim dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

1. Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim sesuai dengan

peruntukkannya dan kepentingannya sebagaimana yang tertuang dalam

aturan Radio Regulation ITU, IMO, dan peraturan pada kementerian terkait

2. Pelayanan pengurusan surat izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas

maritim yang cepat, tepat, transparan, dan non diskriminasi sesuai dengan

Kemenpan No. 26 Tahun 2004

3. Pengawasan dan penertiban penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim

perlu dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk

meminimalkan pelanggaran yang terjadi.

Spektrum frekuensi radio dan orbit satelit di dinas maritim digunakan untuk

navigasi, keselamatan dan komunikasi umum. Hal ini sesuai dengan peraturan telah

ditetapkan organisasi internasional ITU dalam radio Regulation-nya. Dari 88

channel alokasi frekuensi untuk maritim yang tercantum di appendix 18 Radio

Regulation, hampir semuanya sudah digunakan sesuai dengan peruntukannya dan

penggunaan spektrum frekuensi untuk maritim ini digunakan secara sharing.

Terkait penggunaan spektrum frekuensi radio di dinas maritim ini dapat

dikatakan sudah optimal bila dilihat dari ketepatan penggunaan alokasi frekuensi

tersebut sesuai dengan peruntukan. Dan jika dilihat dari jumlah kanal yang tersedia

dibandingkan dengan jumlah kapal anggota INSA sebagai pengguna frekuensi di

dinas maritim yaitu 5.081 maka di asumsikan alokasi frekuensi untuk maritim 88

channel tersebut sudah digunakan semua dan maksimal penggunaannya untuk

navigasi, keselamatan, pemanduan dan komunikasi umum.

3.3.8 Pemanfaatan Frekuensi Lain untuk Mendukung Kegiatan Dinas

Maritim

Alokasi frekuensi lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung

kegiatan dinas maritim selain yang telah ditetapkan oleh ITU sebenarnya tidak ada.

Hal ini karena spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas, dan

Page 128: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

112

penggunaannya harus sesuai dengan peruntukannya agar tidak saling menganggu

mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat ke segala arah tanpa

mengenal batas wilayah negara. Namun pada kenyataannya dilihat dari hasil survei

dan in depth interview terdapat beberapa penyalahgunaan peruntukan frekuensi

seperti frekuensi RAPI, KRAP dan amatir digunakan untuk komunikasi maritim.

Serta terdapat pemanfaatan alat komunikasi GSM dikapal untuk komunikasi operator

kapal dengan perusahaan pelayaran tanpa memanfaatkan fasilitas stasiun radio pantai

milik Ditjen Hubla yang ada.

Berdasarkan hasil in depth interview dan survei yang dilakukan menyebutkan

bahwa dalam kegiatan dinas maritim terdapat pemanfaatan frekuensi lain selain dari

alokasi frekuensi maritim, antara lain: radio link dan fix service, yang mana

frekuensi ini dipergunakan untuk komando antar stasiun radio pantai. Serta terdapat

penggunaan alat komunikasi selular di atas kapal penumpang komersial dan ORARI

pada pelayaran rakyat yang tidak memiliki perangkat komunikasi maritim. Selain

pelanggaran-pelanggaran tersebut juga terjadi penyalahgunaan frekuensi keselamatan

yang digunakan bukan untuk komunikasi keselamatan oleh pelayaran rakyat.

Berbagai pelanggaran yang terjadi bisa disebabkan oleh operator kapal yang

tidak mengetahui pemanfaatan frekuensi dan alat komunikasi maritim secara benar

dan legal sebagaimana yang diharuskan pemerintah. Namun hal tersebut dapat

dimungkinkan karena kurangnya sosialisasi peraturan yang ada serta koordinasi antar

pengguna frekuensi dengan pemerintah.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif dan

berkelanjutan, dapat juga dialokasikan frekuensi khusus untuk pelayaran rakyat, serta

perlu dilakukan kerjasama dan koordinasi dalam pengawasan penggunaan frekuensi

antara Kominfo, Perhubungan Laut dan KKP.

. .

Page 129: Studi spektrum frek utk maritim 2011

113

BAB IV KESIMPULAN DAN

SARAN

4.1 Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari paparan mengenai Penggunaan

Spektrum Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim sebagai berikut:

1. Implementasi kebijakan : Regulasi pemerintah, khususnya mengenai proses

permohonan izin frekuensi radio maritim telah berjalan sesuai dengan SOP

(Standard Operating Prosedur) yang ada. Namun proses perizinan frekuensi

terkadang melebihi dari waktu yang telah ditentukan sehingga dianggap kurang

efektif dan efisien, dan indikator mengenai kecepatan proses perizinan,

kinerjanya pada saat ini masih belum optimal dan perlu diprioritaskan untuk

diperbaiki.

Hasil FGD menunjukkan variabel penentu dalam kebijakan frekuensi antara

lain: itikad baik (goodwill) pemerintah, regulasi, SOP dan public sharing.

Dalam upaya memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai dengan kepentingan

masyarakat, diharapkan koordinasi antara Ditjen SDPPI – Ditjen Hubla yang

semakin baik, dan sosialisasi mengenai SOP dari regulasi yang ada kepada para

pengguna lebih ditingkatkan.

2. Secara keseluruhan persepsi pengguna frekuensi maritim terhadap layanan

yang diberikan oleh pemerintah sudah baik, akan tetapi pada dimensi-dimensi

berikut harus ditingkatkan prioritasnya yaitu :

Reliability yaitu kehandalan terhadap pelayanan yang di berikan oleh

pemerintah terkait dengan penggunaan frekuensi untuk dinas maritime

Emphaty yaitu sikap ramah, sopan santun dan penghargaan para petugas

dalam memberikan pelayanan terhadap kepentingan pemohon/pelanggan

dalam hal ini penggunaan frekuensi untuk dinas maritim.

Indikator untuk mengukur kinerja pelayanan pemerintah terkait dengan

pelayanan dinas maritim yang harus segera diprioritaskan untuk segera

ditangani adalah pada dimensi-dimensi sebagai berikut :

Reliability yaitu Kecepatan penerbitan perizinan terkait dengan

permohonan izin penggunaan frekuensi untuk dinas maritim, ketepatan

waktu penyelesaian proses perizinan yang dipersepsikan masih lambat.

Responsiveness yang perlu mendapatkan prioritas adalah kecepatan dalam

merespon setiap masalah yang dihadapi pemohon/pelanggan dalam hal ini

penggunaan frekuensi untuk dinas maritim baik yang bersifat administratif

maupun yang bersifat teknis dilapangan.

Emphaty yang perlu mendapatkan prioritas yaitu kecepatan dan sikap pro-

aktif dalam melayani artinya bahwa setiap petugas pelayanan harus

Page 130: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

114

berusaha lebih respek terhadap pemohon, karena pemohon sebenarnya

posisi tawarnya lebih rendah sehingga akan cepat kecewa jika petugas

tidak memiliki sikap pro-aktif.

3. Koordinasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan dalam hal

penggunaan frekuensi maritim, terdiri dari koordinasi Perizinan dan koordinasi

pengawasan Penggunaan Spektrum frekuensi radio Maritim, dapat

diformulasikan sebagai berikut :

Koordinasi Perizinan : Kementerian Perhubungan - Dirjen Hubla

memiliki otoritas terhadap pemberian rekomendasi atas permohonan

pihak pengguna (perusahaan Pelayaran) dan Kementerian Kominfo -

Dirjen SDPPI memiliki otoritas menindak lanjuti rekomendasi Dirjen

Hubla dengan menerbitkan Surat Izin Penggunaan Frekuensi Radio

(mensyahkan rekomendasi Dirjen Hubla). Kedepan diharapkan prosedur

perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap) untuk

mempermudah proses pembuatan perijinan, mengefektifkan waktu

pengurusan lebih mudah.

Koordinasi pengawasan alokasi frekuensi maritim di Kemkominfo –

SDPPI (Balmon) dan untuk pengawasan penggunaan radio maritim

dilaksanakan di Kemenhub – Hubla (Adpel/syahbandar dan direktorat

navigasi) diharapkan ditingkatkan agar supaya pelanggaran-pelanggaran

terhadap penggunaan spektrum frekuensi pada band maritim bisa

ditindaklanjuti dan diselesaikan dengan baik.

5. Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Perhubungan –

Hubla dan Kementerian Komunikasi dan Informatika – SDPPI dalam

menjalankan peran masing-masing dengan membuat kebijakan-kebijakan yang

dituangkan dalam Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan

Menteri. Berdasarkan aturan-aturan tersebut, para pengguna spektrum maritim

yang terdiri dari kapal-kapal yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia,

seharusnya mematuhi segala ketentuan tersebut agar dapat beroperasi dalam

menjalankan kegiatanya untuk membawa barang dari satu tempat ke tempat

lainya. Pada saat ini, untuk kapal-kapal yang memiliki kapasitas yang besar

sudah dilengkapi dengan peralatan yang lengkap dan sudah memenuhi

ketentuan yang telah disyaratkan oleh pemerintah. Namun di lapangan masih

ditemu kenali adanya kapal-kapal yang berukuran kecil atau kurang dari 60

Gross Ton, masih belum dilengkapi dengan peralatan maritim yang sesuai

dengan yang disyaratkan, sehingga di lapangan dijumpai adanya beberapa

permasalahan yang timbul, diantaranya adanya penggunaan kanal frekuensi

yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

6. Strategi pemerintah dalam mengoptimalkan PNBP dari BHP frekuensi

kelihatanya sulit untuk bisa digali karena ada komponen dalam formula

perhitungan BHP frekuensi yang nilainya nol, jadi tidak ada pengenaan BHP

Frekuensi untuk penggunaan alokasi frekuensi maritim berdasarkan PP nomor

53 tahun 2000 dan PP no 7 tahun 2009.

PNBP yang berlaku di dinas maritim bila dilihat dari PP no 5 tahun 2010 dan

PP no 6 tahun 2009 Kemenhub antara lain:

Page 131: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

115

Biaya Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi – Pelayaran

Biaya Pemanfaatan Telekomunikasi – Pelayaran, dengan kemajuan

teknologi saat ini praktis tidak digunakan untuk komunikasi publik.

Korespondensi atau pelayanan publik yang melalui stasiun radio pantai DJPL

dikenakan biaya jasa telekomunikasi pelayaran dan dalama hal ini termasuk ke

dalam PNBP di Direktorat Perhubungan Laut sedangkan untuk keamanan dan

keselamatan tidak dikenakan jasa PNBP.

Komunikasi marabahaya dan pelaporan posisi kapal tidak berbayar.

7. Pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim belum berjalan

sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan koordinasi dan laporan gangguan

yang didukung dengan bukti akurat.

Pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan sumber daya frekuensi

radio untuk dinas maritim dan sertifikasi operator merupakan otoritas

Kemkominfo dilakukan oleh pihak Ditjen SDPPI.

Pengawasan pemanfaatan telekomunikasi dan navigasi pelayaran merupakan

otoritas dari Kemenhub yang dilakukan oleh Ditjen Hubla.

Pengendalian terhadap frekuensi radio diwujudkan melalui pengaturan alokasi

frekuensi dengan rekomendasi oleh Ditjen Hubla dan diterbitkannya surat izin

penggunaan frekuensi radio (ISR) oleh Ditjen SDPPI.

8. Cara optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dapat

dilakukan dengan cara :

Mengurangi terjadinya gangguan atau interferensi dan penggunaan yang

tidak sesuai dengan peruntukannya.

Mempercepat proses pengurusan perijinan

Sertifikasi operator

Khusus untuk pelayaran rakyat :

Menyediakan perangkat radio komunikasi khusus band maritim dengan :

harga terjangkau, unlicence, dana pengadaan dari USO, dan

memberdayakan industri dalam negeri dalam pengadaannya.

Sosialisasi SOP penggunaan perangkat tersebut oleh pihak terkait

Pemanfaatan teknologi yang murah dan luas penggunaannya seperti

seluler.

Pengoptimalan penggunaan spektrum frekuensi untuk dinas maritim juga dapat

dilakukan dengan cara melakukan pengawasan secara kontinyu bersama-sama

instansi terkait.

9. Temuan yang didapat pada penelitian ini yaitu pada kegiatan dinas maritim

terdapat pemanfaatan frekuensi lain atau penyalahgunaan frekuensi, antara lain:

komunikasi menggunakan selular antara operator komunikasi kapal dengan

pemilik kapal dan penggunaan KRAP serta ORARI pada pelayaran rakyat yang

tidak memiliki perangkat komunikasi maritim sesuai standar.

Page 132: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

116

4.2 Saran/ Rekomendasi

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk Penggunaan Spektrum

Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim antara lain:

1. Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat pengguna

spektrum frekuensi maritim, disarankan untuk meningkatkan koordinasi antara

Kemenhub – Hubla dengan Kemenkominfo – SDPPI dengan membahas

permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan yang terkait dengan

aspek perizinan dan pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio

maritim.

2. Untuk kualitas pelayanan dimensi yang perlu diperbaiki karena mendapatkan

persepsi yang kurang baik dimata pengguna frekuensi maritim adalah pada

dimensi emphaty yaitu indikator kecepatan dan sikap proaktif dalam melayani,

dimensi reliabiliti, yaitu kecepatan penerbitan perizinan, ketepatan waktu

penyelesaian proses perizinan, pada dimensi responsiveness, kecepatan

merespon masalah dan pada dimensi tangible yaitu kemudahan proses

perijinan. Namun demikian beberapa yang akan diasarankan untuk setiap

dimensi adalah :

- Dimensi Assurance

Assurance pada dasarnya merupakan jaminan kepercayaan pengguna

frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah dalam

hal ini direktorat yang terkait dengan pelayanan frekuensi untuk keperluan

dinas maritim. Agar kinerja layanan lebih baik ada beberapa strategi yang

perlu dilakukan yaitu 1). Pemerintah perlu terus mempertahankan image

bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah terkait dengan

penggunaan frekuensi menjadi jaminan atau rasa aman dalam proses

operasi perusahaan. 2). Persepsi masayarakat yang telah memberikan

kepercayaan kepada pemerintah mengenai pengaturan penggunaan

ferekuensi maritim harus terus ditingkatkan dengan mempermudah SOP. 3).

Membuat sistem informasi manajemen yang baik sehingga masayarakat

lebih mudah mengakses informasi dan prosedur layanan.

- Dimensi Emphaty

Emphaty merupakan sikap pro-aktif setiap personil dalam memberikan

pelayanan serta berusaha memahami perasaan pengguna/pemohon terhadap

apa yang mereka rasakan dalam proses memperoleh layanan yang diberikan

dalam hal ini pelayanan frekuensi untuk keperluan dinas maritim.

Kecepatan dan sikap proaktif menjadi harapan yang paling tinggi bahwa

dalam memberikan proses pelayanan, pengguna berharap bahwa para

personil yang memberikan pelayanan dapat memposisikan diri sama seperti

para mengguna sehingga akan tahu apabila pengguna memperoleh kesulitan

jika tidak dilayani dengan sikap proaktif dan lambat akan merasa kecewa.

Untuk memperbaiki emphaty beberapa strategi yang di rekomendasikan

adalah sebaiknya setiap personil diberikan pelatihan yang relevan terkait

dengan sikap dalam memberikan pelayanan, diberikan keyakinan kepada

para personil pelayan bahwa bekerja dengan empati terhadap orang lain dan

bekerja dengan baik adalah ladang ibadah.

Page 133: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

117

- Dimensi Reliability

Dimensi Reliability dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh

pemerintah digunakan tujuh atribut atau pertanyaan yaitu kecepatan

penerbitan izin, ketepatan waktu penyelesaian proses perizinana, kesesuaian

data, kecepatan terhadap perubahan teknis dan administrasi, kesesuaian,

biaya dan gangguan frekuensi. menunjukan hasil yang menguatkan bahwa

ada permasalahan terkait dengan proses perizinan terutama pada kecepatan

penerbitan dan ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan yang

dipersepsikan cukup lama. Sehingga strategi yang perlu dilakukan adalah

memotong jalur prosedur yang panjang, memberikan pelayanan satu pintu

atau satu atap, memberikan prioritas kepada dokumen yang lebih dahulu

masuk (First In First Served) apakah ini dari perusahaan besar ataupun

yang kecil. Bagi perusahaan yang ada diluar Jakarta sebaiknya dilakukan

desentralisasi layanan atau kalau tidak memberikan pelayanan secara

online.

- Dimensi Responsiveness

Dimensi Responsivenes merupakan persepsi pengguna frekuensi maritim

terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah terkait kecepatan

merespon masalah yang dihadapi pengguna layanan, kecermatan dalam

memberikan pelayanan, penanganan ganggunan. Atribut yang perlu

mendapatkan prioritas perbaikan yaitu dimensi kecepatan dalam merespon

masalah. Atribut ini sangat penting dimata pengguna karena berhubungan

dengan waktu, dalam bisnis waktu adalah uang sehingga penggunan merasa

respon terhadap permasalahan yang dihadapinya perlu cepat ditangani

sehingga tidak banyak membuang waktu. Strategi yang dapat dilakukan

adalah dengan mengembangkan pelayanan one stop process, memberikan

layanan penggaduan yang dapat segera direspon oleh petugas atau membuat

hotline pengaduan yang khusus untuk merespon secara cepat terhadap

masalah yang dihadapi pengguna (tersedianya kotak saran) dan

standardisasi prosedur pelayanan yang lebih simple.

- Dimensi Tangible

Dimensi Tangible dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi

pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh

pemerintah digunakan empat atribut atau pertanyaan yaitu kemudahan

prosedur perizinan, kemudahan cara pembayaran, keterjangkauan lokasi

perizinan, image personil. Berdasarkan pemetaan menunjukan bahwa

prosedur perizinan dipersepsikan sangat penting namun berdasarkan hasil

yang penggumpulan data dilapangan dipersepsikan masih cukup

merepotkan, ini artinya prosedur yang ada saat ini masih dipersepsikan

tidak mudah. Karena atribut ini ada pada kuadaran satu maka perlu menjadi

prioritas perbaikan, sehingga pemerintah perlu melakukan dan mengkaji

bagaimana sebaiknya prosedur yang dianggap tidak merepotkan dalam

memperoleh izin penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim.

Page 134: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

118

3. Untuk meningkatkan penggunaan spektrum frekuensi dan peningkatan BHP

Frekuensi disarankan penggunaan frekuensi di pelabuhan untuk kepentingan

bongkar muat/komersial tidak menggunakan band maritim, tapi alokasi band

bergerak darat supaya pemerintah akan mendapatkan BHP frekuensi.

4. Untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas

maritim (Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun

Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian

Kelautan dan Perikanan) disarankan sebagai berikut :

Masing-masing pihak menjalankan pengawasan dan pengendalian sesuai

dengan kewenangan masing-masing.

Jika terjadi gangguan di lapangan, para pihak terkait bisa menunjukan

bukti otentik gangguan, misalnya rekaman

Pihak terkait menindaklanjuti bukti laporan gangguan tersebut melakukan

pengecekan di lapangan untuk selanjutnya melakukan tindakan.

Melakukan koordinasi secara intensif pada saat terjadi gangguan di

lapangan.

5. Untuk melakukan optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit

satelit bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah :

Mengurangi terjadinya gangguan atau interferensi atau penggunaan yang

tidak sesuai dengan peruntukannya

Mempercepat proses pengurusan perijinan terutama untuk perapanjangan

Sertifikasi operator penguna radio maritim

6. Khususnya untuk pelayaran rakyat, untuk memenuhi kebutuhan operasional

selama dalam pelayaran, ada dua alternatif usulan yaitu :

a. Alternatif 1 : Menggunakan perangkat radio maritim yang didesain

khusus dengan penjelasan sebagai berikut :

Membuat perangkat radio komunikasi yang khusus menyediakan band

maritim tertentu disesuaikan dengan area kegiatan pelayaran rakyat,

misalkan pada band VHF

Harga dari perangkat tersebut terjangkau oleh masyarakat

Disosialisasikan SOP kepada para nelayan yang akan menggunakan

perangkat tersebut oleh pihak yang terkait, KKP dan Kominfo –

SDPPI.

Diusulkan menggunakan dana USO sebagai salah satu alternatif untuk

pengadaan perangkat radio maritim.

Diberikan kemudahan proses perijinannya, misalkan class license.

Pemberdayaan industri dalam negeri

b. Alternatif 2 : Pemberdayaan penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang

ada, dengan penjelasan sebagai berikut :

Page 135: Studi spektrum frek utk maritim 2011

Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim

119

Bekerja sama dengan penyelenggara seluler yang memiliki alokasi

frekuensi pada band rendah (misal pada frekuensi 400 MHz), agar

mau membangun jaringannya pada area yang diperlukan oleh anggota

pelayaran rakyat

Memberdayakan sejumlah tower yang dimiliki oleh stasiun pantai atau

fasilitas yang dimiliki oleh stakeholder dinas maritim

Pola bisnis yang saling menguntungkan

Para Nelayan bisa menggunakan jasa layanan yang dimaksud dengan

tarif yang disesuaikan dengan daya belinya.

7. Upaya pemerintah, untuk meningkatkan PNBP dari maritim bisa digali dari

komponen PNBP lainnya yaitu BHP Jastel dan BHP USO. Dalam kegiatan

operasional pelayaran di tanah air, banyak penggunaan spektrum frekuensi

maritim yang digunakan untuk menyalurkan informasi data dan suara

(menggunakan Inmarsat), yang mana penyelenggaranya dilakukan oleh

perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan luar negeri, seperti untuk Vessel

Monitoring System (VMS) yang digunakan untuk kegiatan di KKP. Perusahaan

tersebut di atas, berpotensi untuk dikenakan BHP Telekomunikasi dan BHP

USO, akan tetapi untuk BHP Frekuensi tidak bisa dikenakan karena

menggunakan band maritim dan ketentuan dalam peraturan yang ada adalah

tidak dikenakan biaya.

8. Pelayanan sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara Hubla dan Kominfo-

SDPPI dalam memberikan pelayanan perizinan, pengawasan dan pengendalian

penggunaan frekuensi dinas maritim.

10. Frekuensi sharing khusus untuk pelayaran rakyat (kapal-kapal dibawah 300

GT) dapat memanfaatkan salah satu kanal frekuensi maritim di frekuensi VHF

yang tidak digunakan untuk navigasi keselamatan dan komunikasi pandu

seperti kanal 7A.

11. Pelanggaran penggunaan frekuensi diluar alokasi maritim oleh nelayan kecil

atau pelayaran rakyat dimungkin karena pendidikan mengenai frekuensi dan

alat komunikasi untuk maritim yang masih sangat minim. Menghadapai hal ini

direkomendasikan untuk mensosialisasikan regulasi frekuensi maritim dan alat

komunikasi maritim yang memenuhi standar, dan memberikan pelatihan-

pelatihan bagi operator kapal-kapal palayaran rakyat.

12. Regulator perlu mempertimbangkan kemajuan dan kemampuan teknologi

komunikasi maritim ke depan.

13. Seiring dengan pertumbuhan pengguna komunikasi maritim maka perlu

didorong penggunaan standar dan teknologi yang lebih efektif dan efisien

dalam penggunaan spektrum frekuensi (melalui type approval).

14. Peningkatan PNBP dari BHP frekuensi hanya bisa dilakukan pada kegiatan

komersial/publik di pelayaran seperti akses komunikasi seluler/ internet bagi

penumpang, telemetri kargo, dan lain-lain.

Page 136: Studi spektrum frek utk maritim 2011

120

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar. (2008). PokoknyaKualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya

2009. Bundesministerium fuer Wirtschaft und Technologie, breitbandstrategie der

Bundesregierung. www.bmwi.de.

Bachtiar S Bachri, 2010. Meyakinkan validitas Data Melalui Triangulasi Pada

Penelitian Kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan Vol 10 No 1, April 2010

(46-62).

Buku Penyusunan Standar Pelayanan Publik Lembaga Administrasi Negara

Republik Indonesia (2003:24-27).

Churchill, Gilbert A and Iacobucci Dawn. 2005. Marketing Research:

Methodological Foundation. Ninth Edition, Thomson South-Western.

Colman, Andrew M. 2002. Dictionary of Psychology. Oxford: Oxford University

Press.

Clare Chua Chow and Peter Luk, 2005. A Strategic Service Quality Approach Using

Analytic Hierarchy Process. Managing Service Quality. Vol. 15 No. 3, 2005

pp. 278-289Emerald Group Publishing Limited

Data Statistik Ditjen Postel, 2010. Jakarta

Daviddow, William H. & Bro Uttal. 1989. Total Customer Service. New York:

Harper & Row Publisher.

Denny. 2010. Alokasi Frekuensi. Kebijakan dan Perencanaan Spektrum Indonesia.

Koppostel. Jakarta. Indonesia.

Denzin(1970), Cohen & Manion (1994) dalam Alwasilah (2008:150).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Kedua Catatan IX, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, Hlm.705

Fandy, Tjiptono, 1995. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi.

Fitzsimmons, James A and Mona J. Fitzsimmons, 2001. Service Management:

Operations, Strategy, and Information Technology. Third Edition. Singapore:

McGraw-Hill Book Co.

Fombrun, Charles J. 1996. Reputation: Realizing Value from the Corporate Image.

Boston, MA: Harvard Business School Press.

Hawkins, Best, dan Coney. 2004. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy.

9th

edition, Mc Graw Hill, USA, New York.

Herlina, Yosi, 2008. Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal VHF untuk

Komunikasi pada Band Maritim.

Page 137: Studi spektrum frek utk maritim 2011

121

http://www.ri.go.id/id/index.php/content/view/index.php?option=com_

content&task view&id7021&Indikatorid=695(diunduhjam19.30,9juli2009).

http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal diakses 16 September 2011.

http://www.igh.org/triangulation/diunduh pada tanggal29Mei2008,

Ibrahim, Amin, 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta Implementasinya.

Bandung: Mandar Maju.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995

Ismail, Suhono, Hendrawan, Basuki Y Iskandar, 2009. Perhitungan Pola Efisiensi

Penggunaan Spektrum Menggunakan Pendekatan Tekno Ekonomi Untuk Layanan

Seluler di Indonesia. Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan

Komunikasi untuk Indonesia.

Kandampully, Jay, 1998. Service Quality to Service Loyalty : A Relationship which goes

Beyond Customor Service, Total Quality Mangement, Vol.9, no 6 (431-443)

Khahzli, Wahyuni, 2009. Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal HF untuk Komunikasi

pada Band Maritim

Lembaga Administrasi Negara (LAN) (1998) dan Kepmenpan No. 81 Tahun 1995

Mowen, John C. dan Michael Minor. 2001. Consumer Behavior. 5th Ed. New Jersey:

Prentice-Hall.

Nazir. 2002. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Anggota IKAPI

Randall, Geoffrey. 2001. The Art of Marketing: Branding. London: Kogan Page.

Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.

Robin Bourgeois & Franck Jésus. Participatory Prospective Analysis: Exploring and

Anticipating Challenges with Stakeholders. UNESCAP-CAPSA

Richard Barrett. Vocational Business: Training, Developing and Motivating People Business

& Economics - 2003. - Page 51

Sekaran, Uma, 2006. Research Methods For Business. Metodologi Penelitian untuk

Bisnis. Edisi Pertama. Salemba Empat

Suhartini, Sri, 2006. Komunikasi Radio HF untuk Dinas Bergerak. Penelitian Bidang

Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN.

Sugiyono. (2007). Metodologi PenelitianPendidikan. Bandung : Alfabeta.

Wicaksono, Abi Meindra, 2009. Studi Pemilihan Frekuensi Operasional Untuk Sistem

Komunikasi HF pada Band Frekuensi Maritim

Yuwono Trisno, Abdulloh. Kamus Besar Bahasa Indonesia Praktis, Surabaya, 1994,

Zeithaml, Valarie A., A. Parasuraman & Leonard L. Berry. 2009. Delivering Quality

Service. New York: The Free Press.

Page 138: Studi spektrum frek utk maritim 2011

122