buku spektrum final

178
1 “SPEKTRUM OTONOMI DAERAH DALAM RUANG LINGKUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP” I. PENDAHULUAN. Berbicara masalah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia tidaklah terlepas dari masalah hak dan kewajiban pengelolaan itu sendiri. Disadari atau tidak, masalah lingkungan masih menjadi masalah minor dalam skala prioritas dibandingkan dengan masalah ekonomi dan politik. Walaupun demikian, masalah lingkungan masih memiliki bargaining power dibandingkan dengan masalah ekonomi dan politik. Tuntutan dunia luar agar pemerintah lebih cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah lingkungan yang terjadi merupakan tuntutan transformasi dari sekedar paradigma menjadi implementasi nyata. Karena masalah pengelolaan lingkungan hidup masih menjadi bagian dari masalah ekonomi dan politik maka sudah sewajarnya apabila konsep pengelolaan lingkungan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma dan implementasi Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi. Bagaimana paradigma dan implementasi Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi menyikapi masalah pengelolaan lingkungan hidup merupakan jembatan pembentukan kapasitas ( capacity building ) dan masalah pengelolaan lingkungan yang terus berlanjut ( sustainable development ). Dengan asumsi penggunaan beberapa dasar hukum yang telah dibangun berkaitan masalah lingkungan oleh pemerintah maka konsep pengelolaan lingkungan hidup untuk tahun 2005 – 2010 dapat dijelaskan melalui dua hal penting yaitu konsep kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dan konsep pelayanan publik. a. Konsep Kewenangan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Era Otonomi Daerah. Dengan dasar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan RUU tentang pemerintahan daerah Tahun 2004 maka dimulailah pemetaan masalah pengelolaan lingkungan hidup. Untuk lebih jelasnya maka perlu diketahui terlebih dahulu kandungan isi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 agar tercipta peta pemikiran yang lebih komprehensif.

Upload: faisol-faisol-rahman

Post on 25-Jul-2015

262 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

“SPEKTRUM OTONOMI DAERAH DALAM RUANG LINGKUP PENGELOLAANSUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN.

Berbicara masalah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia tidaklah terlepasdari masalah hak dan kewajiban pengelolaan itu sendiri. Disadari atau tidak,masalah lingkungan masih menjadi masalah minor dalam skala prioritasdibandingkan dengan masalah ekonomi dan politik. Walaupun demikian, masalahlingkungan masih memiliki bargaining power dibandingkan dengan masalahekonomi dan politik. Tuntutan dunia luar agar pemerintah lebih cepat tanggapdalam menyelesaikan masalah lingkungan yang terjadi merupakan tuntutantransformasi dari sekedar paradigma menjadi implementasi nyata.

Karena masalah pengelolaan lingkungan hidup masih menjadi bagian dari masalahekonomi dan politik maka sudah sewajarnya apabila konsep pengelolaanlingkungan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma danimplementasi Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi. Bagaimana paradigmadan implementasi Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi menyikapi masalahpengelolaan lingkungan hidup merupakan jembatan pembentukan kapasitas(capacity building) dan masalah pengelolaan lingkungan yang terus berlanjut(sustainable development). Dengan asumsi penggunaan beberapa dasar hukumyang telah dibangun berkaitan masalah lingkungan oleh pemerintah maka konseppengelolaan lingkungan hidup untuk tahun 2005 – 2010 dapat dijelaskan melaluidua hal penting yaitu konsep kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dankonsep pelayanan publik.

a. Konsep Kewenangan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Era OtonomiDaerah.

Dengan dasar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan RUU tentangpemerintahan daerah Tahun 2004 maka dimulailah pemetaan masalah pengelolaanlingkungan hidup. Untuk lebih jelasnya maka perlu diketahui terlebih dahulukandungan isi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 agar tercipta peta pemikiranyang lebih komprehensif.

2

Beberapa hal yang sangat mendasar pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999adalah membagi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke dalam DaerahPropinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom. WilayahDaerah Propinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil lautyang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairankepulauan. Dalam kaitan ini, kewenangan daerah Kabupaten dan Daerah Kota diwilayah laut adalah sejauh sepertiga dari batas laut daerah Propinsi. Di sampingitu, Undang-undang Pemerintah Daerah ini mengupayakan pemberdayaan danpeningkatan peran masyarakat secara aktif, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitasPemerintah kota/kabupaten, serta meningkatkan peran dan fungsi DewanPerwakilan Rakyat Daerah / DPRD. Oleh karena itu, otonomi daerah diletakkansecara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat yaitu daerahotonom yang mempunyai wewenang dan kebebasan untuk membentuk danmelaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya.

Propinsi Daerah Tingkat I dalam Undang-undang ini dijadikan Daerah Propinsiyang di samping berkedudukan sebagai Daerah Otonom juga berkedudukan sebagaiDaerah Administrasi yaitu sebagai wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakanfungsi kewenangan Pusat yang didelegasikan kepadanya. Di mana antara daerahotonom Propinsi dengan daerah otonom Kabupaten dan Kota tidak mempunyaihubungan hierarkis dalam arti bahwa Propinsi tidak membawahi Daerah Kabupatendan Kota, tetapi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan terdapat hubungankoordinasi, kerjasama, dan/atau kemitraan dengan daerah Kabupaten dan DaerahKota dalam kedudukan masing-masing sebagai daerah otonom. Sementara itu,dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi, Gubernur selaku wakil Pemerintahmelakukan hubungan pembinaan dan pengawasan terhadap Daerah Kabupatendan Daerah Kota. Kedudukan Propinsi sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagaidaerah administrasi dimaksudkan sebagai perekat hubungan antara pusat dandaerah dalam rangka memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan demikian dalam penyelenggaraan otonomi daerah, Gubernur selakupenyelenggara eksekutif daerah bertanggung jawab kepada DPRD Propinsi, dankedudukannya sebagai Kepala Daerah Administrasi bertanggung jawab kepadaPresiden. Sedangkan dalam penyelenggaraan otonomi di Daerah Kabupaten danDaerah Kota, Bupati atau Walikota bertanggung jawab kepada DPRD Kabupaten/DPRD Kota, dan berkewajiban memberikan laporan kepada Presiden melalui MenteriDalam Negeri.

3

Dalam peraturan perundangan tersebut kewenangan daerah mencakup kewenangandalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politikluar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, sertakewenangan bidang lain yang meliputi : kebijakan tentang perencanaan nasionaldan pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan,sistem administrasi negara, dan lembaga perekonomian negara, pembinaan danpemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam sertateknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.

Sedang kewenangan propinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalambidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, kewenangan yangtidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sertakewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya seperti :

• Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;

• Pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial danpenelitian yang mencakup wilayah propinsi;

• Pengelolaan pelabuhan regional;

• Pengendalian lingkungan hidup;

• Promosi dagang dan budaya/pariwisata;

• Penanganan penyakit menular hama tanaman, dan

• Perencanaan tata ruang propinsi.

Adapun kewenangan Propinsi sebagai wilayah Administrasi mencakup kewenangandalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakilPemerintah. Pelaksanaan azas dekonsentrasi ini diletakkan pada Daerah Propinsidalam kedudukannya sebagai Daerah Administrasi untuk melaksanakankewenangan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom.

Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan Daerah Kabupaten dan DaerahKota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian,perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup,pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Kewenangan ini dilaksanakan olehPemerintah kota/kabupaten Kabupaten dan Daerah Kota serta tidak dapat dialihkanke Daerah Propinsi. Hal tersebut dilaksanakan tanpa mengurangi arti dan

4

pentingnya prakarsa daerah dalam penyelenggaraan otonominya serta untukmenghindarkan kekosongan penyelenggaraan pelayanan dasar kepada masyarakat.Berbicara dalam konteks kewenangan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka sesuaidengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Pasal 7,8,9 dan 11) bahwakewenangan pengelolaan lingkungan hidup secara garis besar telah diatur sebagaiberikut :

• Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan melaksanakan pengelolaanlingkungan hidup di daerahnya.

• Daerah Propinsi memiliki kewenangan melaksanakan pengelolaan lingkunganhidup yang sifatnya lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dan hal lainyang belum mampu dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,di samping bertanggung jawab dalam pengendalian lingkungan hidup.

• Pemerintah Pusat memiliki kewenangan dengan berperan sebagai pengawasdan pembina dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup daerah.

Pengaturan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana tersebut diatas perlu didefinisikan dan diuraikan secara lebih jelas.

Di samping butir 1., telah ditegaskan bahwa daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memeliharakelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Kewenangan Daerah wilayah laut meliputi :

Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebataswilayah laut tersebut;

Pengaturan kepentingan administratif;

Pengaturan tata ruang;

Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah;

Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

Kewenangan Daerah dimaksud perlu diikuti dengan suatu uraian penjelasan yangmemadai untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Demikian halnya kewenangan bidang lain (di luar bidang politik luar negeri,pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter/fiskal dan agama) yang masihmelekat sebagai kewenangan Pemerintah Pusat, seperti : “Kebijaksanaan tentang

5

perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro,Pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, danKonservasi”; sangat perlu dikaitkan untuk kepentingan pengamanan kelestarianlingkungan hidup global, regional maupun lokal. Untuk itu diperlukan suatu konsepyang jelas tentang hal dimaksud.

Dengan diberlakukannya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, makapada dasarnya seluruh kewenangan sudah berada pada daerah Kabupaten danDaerah Kota. Dengan demikian wajah otonomi di masa yang akan datang cenderungmenggembungkan kewenangan di tingkat daerah, sehingga akan terbentuk formatdalam bentuk piramida, dengan kewenangan lebih besar pada Daerah Kabupaten/Kota, sehingga intervensi Pemerintah Pusat kepada Daerah Kabupaten/Kota akanberkurang.

Sebagai konsekuensi dari diberlakukannya undang-undang dimaksud, makalembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati, Pembantu Walikotamadya, danBadan Pertimbangan Daerah dihapus. Demikian pula instansi vertikal di daerahselain yang menangani bidang-bidang luar negeri, pertahanan keamanan,peradilan, moneter dan fiskal, serta agama menjadi perangkat Daerah. Semuainstansi vertikal yang menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan menjadimilik daerah. Ditegaskan bahwa selama belum ditetapkannya peraturanpelaksanaan undang-undang tersebut, seluruh instruksi, petunjuk atau pedomanyang ada atau yang diadakan oleh Pemerintah dan Pemerintah kota/kabupatenjika tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.Ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan/atau tidaksesuai dengan undang-undang ini harus diadakan penyesuaian.

Dengan menyimak uraian tersebut di atas, maka sesuai dengan Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” sudah jelas bahwa urusanpemerintahan di bidang lingkungan hidup sudah menjadi kewenangan DaerahKabupaten dan Daerah Kota, sedang Daerah Propinsi hanya menangani bidanglingkungan hidup yang sifatnya lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, danhal lain yang belum mampu dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan DaerahKota, di samping bertanggung-jawab dalam pengendalian lingkungan hidup. Perludigaris bawahi bahwa pemerintah daerah Propinsi dapat melakukan intervensi kedaerah Kabupaten/Kota jika pemerintah Kabupaten/Kota secara formal memintabantuan dalam penanganan masalah lingkungan hidup di daerahnya (Hak Inisiatif

6

pemerintah Kabupaten/Kota). Sedangkan pemerintah pusat sebagai pengawasdan pembina diharapkan dapat memfasilitasi penyelenggaraan pengelolaanlingkungan hidup daerah dalam arti upaya memberdayakan daerah otonom dalampengelolaan lingkungan hidupnya melalui pemberian pedoman, bimbingan,pelatihan, arahan dan supervisi.

b. Konsep Pelayanan Publik Dalam Era Otonomi Daerah.

Berbicara dalam konteks lahirnya konsep otonomi daerah sebagai bentukpeningkatan pelayanan publik, maka pengelolaan lingkungan hidup jugadiikutsertakan dalam dua strategi utama yaitu pertama, Pemberdayaan DaerahPropinsi dan Daerah Kabupaten/Kota berupa :

1. Peningkatan sumber daya manusia/SDM.

Perlu dirumuskan suatu konsep peningkatan SDM pengelola lingkungan hidupdaerah yang lebih efisien dan efektif. Dalam kaitan ini khususnya di sektorpemerintah yang memberlakukan kebijakan zero growth perlu segera disusun“program penataan pegawai dan program peningkatan kemampuan aparaturpemerintah daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup”. Keterbatasanmanual-manual teknis pengelolaan lingkungan hidup dan pengendaliandampak lingkungan di Tingkat Daerah perlu mendapatkan perhatian di dalammerumuskan konsep peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah Daerah.

2. Penguatan Sumber daya Pembiayaan

Guna mendorong kemampuan pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup diTingkat Daerah, maka perlu langkah untuk mengantisipasi undang-undangtentang “Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah”. Antisipasitersebut dilakukan melalui suatu pemikiran dan perumusan agar DanaPerimbangan yang terdiri dari penerimaan dari sumber daya alam, DanaAlokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.

Dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk pembiayaan pembangunandengan memperhatikan alokasi pembiayaan pengelolaan lingkungan hidupsecara memadai.

3. Penguatan peralatan dan perlengkapan

Upaya penguatan peralatan dan perlengkapan pengelolaan lingkungan hidup

7

daerah pada lembaga Bapedalda khususnya kantor dan laboratoriumlingkungan daerah perlu dirumuskan secara strategis.

Kedua, Strategi pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha sebagai perwujudankonsep Good Governance dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengankewenangan penuh Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pengelolaanlingkungan hidup daerahnya, maka kepada Daerah Kabupaten/Kota perlu dibekalikemampuan di dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat dan dunia usaha didalam pengelolaan lingkungan hidup. Sesuai dengan tujuan strategi ini makaada dua hal yang harus dilakukan secara berkesinambungan yaitu pertama,meningkatkan kemampuan Daerah Kabupaten/Kota di dalam membina dunia usahauntuk menghasilkan produk-produk komoditi daerah yang ramah lingkunganmelalui program-program cleaner production, ecolabeling, ecoeficiency gunamengantisipasi perdagangan bebas. Kedua, menyiapkan social control systems(SCS) dalam pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Dengan SCS ini makakedekatan pemerintah dengan masyarakat lewat transparansi informasipengelolaan lingkungan hidup (salah satu ukuran meningkatnya pelayanan publik)akan memberikan peluang lahirnya partisipasi masyarakat yang lebih besar dalampembangunan. Masyarakat daerah akan lebih berperan aktif dalam menilai sejauhmana keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup didaerahnya. Proses timbal balik (kontrol sosial) antara pemerintah dan masyarakatinilah yang diharapkan muncul dalam otonomi daerah di masa depan.

Dalam ruang lingkup pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, IsuOtonomi Daerah merupakan isu yang kompleks. Kompleksitas ini menyangkutkompleksitas konsep, komitmen, dan implementasi. Kompleksitas ini masih harusdipecahkan lebih lanjut dengan win-win solution baik secara top down approachmaupun bottom up approach (dalam garis kepemimpinan vertikal) dan gariskepemimpinan horizontal. Bagaimana seluruh jajaran pemerintah menyingkapimasalah pengelolaan serta pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup,baik ditingkat kasus maupun konflik merupakan isu strategis bagi pengembanganinstitusi pengelolaan lingkungan hidup di masa depan.

Rumusan konsep pelaksanaan otonomi di bidang pengelolaan lingkungan hiduppada tataran strategi akan dijadikan sumber dan acuan di dalam mewarnaipenyusunan dan revisi segala peraturan perundang-undangan dan peraturanpelaksanaan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup daerah.

8

II. SKEMA HUBUNGAN ANTARA ISU OTONOMI DAERAH DENGANPENGELOLAAN LINGKUNGAN.

Konsep KewenanganPengelolaan Lingkungan

Hidup Dalam Era OtonomiDaerah.

Konsep Pelayanan PublikDalam Era Otonomi Daerah

Otonomi daerah : Prosestransformasi ekonomi politikuntuk menuju pemerintahan

yang lebih baik

Piranti hukum : UU No. 22/1999, PP No. 25 Tahun 2001,dan RUU tentang pemerintah

daerah tahun 2004

Pemisahan hak dankewajiban antara

pemerintah Pusat, Propinsidan Kabupaten/Kota

Pelaksanaan GoodGovernance antara

pemerintah pusat, Propinsi,dan Kabupaten/Kota

dengan masyarakat dandunia usaha.

Kesamaan platformpengelolaan lingkunganhidup sebagai salah satu

indikator keberhasilanotonomi daerah (Politik

Lingkungan)

9

III. PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA.

Untuk menilai sejauh mana isu otonomi daerah telah dilaksanakan dalampenyelenggaraan lingkungan hidup maka perlu dilakukan pengukuran terhadapkinerja penyelenggara lingkungan selama periode pengamatan tahun 2001-2003,sehingga dalam pemetaan langkah kerja bagi penyelenggara lingkungan tahun2004-2009 dapat tercapai. Pengukuran kinerja penyelenggara lingkungan inidilakukan dengan menggunakan tabel matrik berisikan masalah, uraian masalah,langkah yang sudah dilakukan, status, stakeholder yang terkait, dan bidangprioritas.

Masalah berisikan pandangan umum mengenai permasalahan isu ekonomi, politik,dan sosial yang berkaitan erat dengan masalah lingkungan. Uraian masalahberisikan signifikansi dan verifikasi masalah yang telah terjadi selama periodepengamatan. Langkah aktual berisikan langkah-langkah penanganan masalahtersebut yang telah dilakukan selama ini. Status berisikan situasi dan kondisiyang sekarang terjadi. Stakeholder yang terkait berisikan pelaku penangananmasalah tersebut selama ini. Sedangkan Bidang prioritas berisikan pengelompokanmasalah dan keterkaitan masalah tersebut menjadi bidang-bidang tertentu yangberhubungan dengan lingkungan.

a. Penjelasan Isi Matrik Penyelenggaraan Lingkungan Periode Pengamatan2001-2003.

Masalah

Pembagianbidang tugaslingkungan hidupbagi pemerintahpusat, daerahpropinsi, dandaerahkabupaten /kota.

Uraian Masalah

Dalam konsepdesentralisasiekonomi, makapembagiankewajibanlingkungan tiappemerintahanpun terbagi-bagi.

Langkah Aktual

Baru tarafkebijakan danperencanaan disemua jajaranpemerintahan.Hasilpelanggaranlingkunganmasih diserahkankepadapengadilan untukdiurus.

Status

Masih berubah-ubah terutamamasalahperimbangankeuangan pusatdan daerah.

Stakeholderyang Terkait

• PemerintahPusat

• PemerintahOtonomPropinsi

• PemerintahKabupaten /Kota

BidangPrioritas

• Ekonomi• Politik• Lingkungan

10

Peran masyarakatnon pemerintahterhadappelanggaranlingkungan didaerah.

• Masyarakatmelakukanpenutupanpaksa, baikperusahaanmaupuninstalasilimbah.

• Masyarakatmelakukanclash actionlewat jalurpengadilan.

• Masyarakatmeminta ikutdilibatkandalampenyusunanamdal proyek.

Umumnyainisiatifmasyarakatlahyangmenyebabkanlahirnyaperlakuantersebut.Sosialisasiotonomi daerahsangat minimbahkan tidak ada.Telah dilakukanperundinganmengenaipengaruhlangsung dantidak langsungproyek, danmasalah gantirugi yang layak.

Peran langsungpemerintah, baikpemerintahpusat, daerah,dan DPR / DPRDmasih minim.Masalahpemasaran telahberjalan antaraIndonesia denganPemerintah Cina.Namun masalahganti rugi belumberhasil.

• Masyarakat• PemerintahPusat

• PemerintahOtonomPropinsi

• PemerintahKabupaten /Kota

• LSMLingkungan“Volunteer”.

• DinasPengelolaanLingkunganHidupKabupatenPurwakarta.

• LSM PERDUManokwari

• Menteri NegaraLingkunganHidup

• Pertamina• BeyondPetroleum (BP)

• LembagaUnited NationsHumanSettlementsProgramme.

• LembagaKetahananMasyarakatDesaBandarharjo

• Pemerintahkota/kabupatenKodyaSemarang

• DirektoratJenderal CiptaKaryaDepartemenPekerjaanUmum

• Bank Dunia(Yayasan PeduliPembangunanPerumahan dan

• Politik• Sosial• Lingkungan

Peran masyarakatdalammeningkatkankesejahteraandan kebersihansecara mandiri didaerahnya.

Proyekpemberdayaanmasyarakat dibeberapa daerahdi Indonesiaberhasilmembebaskankawasan ini darigenangan banjirpermanen.Derajat ekonomiwarga ikutterangkat.Kerjasama antaraNGO, Pemerintahkota/kabupatensetempat danswadayamasyarakat untukmembuatpembuangansampah terpisahdan pembuatankompos membuat

Contoh Proyekpemberdayaanmasyarakatadalah ProgramPerencanaanPemukimanKumuhBandarharjosejak awal tahun1993. Proyekpengembangansumber dayamanusiaBandarharjo.PembentukanKelompokSwadayaMasyarakat(KSM).Pembangunanjalan,pengelolaandrainase,penghijauan,

Berhasil secarapenuh sesuaikomitmen.DaerahmencontohanBanjarsari telahberhasilmenerapkan halini. Keberhasilanini semata-mataadalah hasiljerih payahmandiri danbukan daripemerintah.

• Sosial• Lingkungan

11

• Politik• Lingkungan

PemukimanKota BesarSemarang-YP4K)

• PusatPenelitianOseanologiLIPI.

• UNESCO.• DinasPariwisataPemerintahPropinsi DKIJakarta.

• PembinaanKesejahteraanKeluarga (PKK)

• Perusahaanpelanggarlingkungan.

• BadanPengendalianDampakLingkunganDaerah

• Komisi E DPRD.• PemerintahPropinsi.

• PemerintahKabupaten.

• Direktur PLN.• UniversitasNegeri danSwasta.

• PLTA Jatiluhur.• YayasanKonservasiLingkungan(Koling).

• BalaiKonservasi danPemangkuanHutan (BKPH).

• DinasPariwisataKabupaten.

• Wakil Petani(Penggunasumber dayaalam).

Secaraoperasional caraini mampumeredam“gejolakkebebasan tanpaaturan” tapisecarakonseptual caraini justrumemaksapengadilansebagai institusipengawaspelanggaranlingkungan danpenggunaansumber dayaalam. Peranpemerintahmenjadi hilang.

dan air bersih.KSM PaguyubanRumah Amblas(pinjaman tanpabunga selamadua tahun senilai5 juta rupiah)

Isu Reformasidan OtonomiDaerahmenyebabkankonflik baruantar penggunasumber dayaalam yangterbatassehinggamenimbulkansengketa dantuding-tudingankesalahan antarpemakai.

Konflik antaranggotamasyarakatdalampenggunaansumber dayaalam yangterbatas.

Membukamusyawarah danmenjembatanikepentinganantara dua belahpihak tersebut.Kalau tidak bisadilakukan makadilakukanpembicaraanlewat jalurhukum.

daerahpemukimanmenjadi lebihasri.

12

Berdasarkan isi matrik penyelenggaraan lingkungan periode pengamatan 2001-2003, perwujudan penyelenggaraan lingkungan hidup yang lebih baik memilikibeberapa kendala yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis kendala besar yaitukendala eksternal dan kendala internal. Kendala eksternal adalah kendala yangditemui di lapangan dan di luar otoritas pemerintah untuk menyelesaikannya.Sedangkan kendala internal adalah kendala yang berada pada tubuh pemerintahuntuk menjalankannya. Contoh kendala-kendala ini akan dijelaskan pada subbab berikut.

1. Kendala Eksternal.

Dalam prakteknya selama ini telah terjadi beberapa kendala eksternal dalampenyelenggaraan lingkungan hidup yang lebih baik. Kendala eksternal pertamaadalah konflik antar anggota masyarakat dalam penggunaan sumber daya alamyang terbatas. Isu Reformasi dan Otonomi Daerah justru menyebabkan konflikbaru antar pengguna sumber daya alam yang terbatas sehingga menimbulkansengketa dan tuding-tudingan kesalahan antar pemakai. Disadari atau tidak,kendala ini diawali dari tidak tersosialisasikannya dengan luas konsep OtonomiDaerah yang benar sehingga anggota masyarakat sering mensalahartikan otonomidaerah menjadi kebebasan. Sosialisasi otonomi daerah sangat minim bahkantidak ada.

Bagaimanakan peran masyarakat selama ini bereaksi terhadap pelanggaranlingkungan di daerah? Masyarakat (di sekitar kawasan tercemar) sering melakukanbeberapa langkah seperti langkah penutupan paksa secara sepihak (baikperusahaan maupun instalasi limbah tersebut), langkah pengajuan clash actionlewat jalur pengadilan, dan langkah pengajuan agar anggota masyarakat dilibatkandalam penyusunan amdal proyek. Pada umumnya langkah-langkah ini murnimerupakan inisiatif masyarakat yang merasa dirugikan.

Selama ini pemerintah baru membuka musyawarah dan menjembatani kepentinganantara dua belah pihak tersebut. Pemerintah umumnya telah menyelenggarakanpenelitian mengenai pengaruh langsung dan tidak langsung proyek, dan masalahganti rugi yang layak. Kalau tidak bisa dilakukan lebih lanjut maka dilakukanpembicaraan lewat jalur hukum. Secara operasional cara ini mampu meredam“gejolak kebebasan tanpa aturan” tapi secara konseptual cara ini justru memaksapengadilan sebagai bagian terpenting dalam institusi pengawas pelanggaran

13

lingkungan dan penggunaan sumber daya alam. Dengan kata lain, peran langsungpemerintah (baik pusat maupun daerah) menjadi hilang.

Kendala eksternal kedua adalah merupakan kendala psikologis dari masyarakatuntuk berusaha mengembangkan peran dirinya dalam meningkatkan kesejahteraandan kebersihan secara mandiri di daerahnya. Konsep Otonomi Daerah seringdiartikan oleh masyarakat sebagai konsep pelimpahan tanggung jawab hidupmasyarakat sepenuhnya kepada pemerintah kota/kabupaten. Padahal tanpa“konsep otonomi daerah” pun, beberapa proyek pemberdayaan masyarakat dibeberapa daerah di Indonesia berhasil mengangkat derajat ekonomi warga denganmembebaskan kawasan pemukimannya dari genangan banjir permanen. Hasilpengembangan kerjasama antara NGO (luar negeri) yang turut peduli dan swadayamasyarakat justru memperlihatkan langkah konkrit dibandingkan sekedarmenunggu bantuan pemerintah kota/kabupaten atau pusat untuk mengambilinisiatif perubahan (seperti membuat pembuangan sampah terpisah danpembuatan kompos yang membuat daerah pemukiman menjadi lebih asri). Bahkanbeberapa proyek pemberdayaan masyarakat seperti Program PerencanaanPemukiman Kumuh Bandarharjo, proyek Pengembangan Sumber Daya ManusiaBandarharjo, pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) PaguyubanRumah Amblas, pembangunan jalan, pengelolaan drainase, penghijauan, dan airbersih berhasil secara penuh murni swadaya masyarakat daerah Semarang.

2. Kendala Internal.

Kendala internal pertama adalah kendala koordinasi penyelenggaraan lingkunganantara pemerintah pusat dan daerah. Masalah ini merupakan masalah yang terbesarkarena sebagian besar koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah masihberkutat dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sedangkan koordinasioperasional dan fungsi kontrol sosial masyarakat terhadap pengelolaan lingkunganmasih belum tersikapi dengan jelas.

Kendala internal kedua adalah konsep pertanggungjawaban penyelenggaraanlingkungan yang melintasi batas propinsi / kota / kabupaten. Jika pelanggaranlingkungan tersebut melewati batas wilayah tertentu maka pertanggungjawabanpenyelenggaraan lingkungan yang lebih baik menjadi tidak jelas dengan UU No.22 Tahun 1999 tersebut. Contoh yang nyata misalnya kasus pencemaran sungaidan TPS (tempat pembuangan sampah). Sungai biasanya selalu melintasi beberapa

14

batas kota / kabupaten. Demikian pula dengan TPS (Contoh : Bantar Gebang).Konsentrasi pencemaran dari hulu ke hilir merupakan rangkaian tanggung jawabperbaikan yang berbeda-beda pula. Dengan kata lain, batas wilayah tidak dapatdijadikan satu-satunya landasan teori dan operasional untuk penyelenggaraanlingkungan yang lebih baik.

15

“SPEKTRUM EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN DALAM RUANG LINGKUPPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP ”

I. PENDAHULUAN.

Disadari atau tidak, pengamat-pengamat ekonomi Indonesia telah menempatkanekonomi politik pembangunan Indonesia sebagai ekonomi politik pembangunannegara dunia ketiga. Penempatan blok ekonomi politik pembangunan tersebutlebih didasarkan pada penempatan Indonesia sebagai lahan sumber daya danpotensial market dalam perdagangan dunia. Dengan kata lain, Indonesia masihmenjadi obyek ekonomi politik internasional dan belum menjadi subyek ekonomipolitik internasional. Ciri khas ini yang mendasari penempatan Indonesia sebagainegara dunia ketiga.

Bagaimana posisi ekonomi politik negara dunia ketiga dan hubungannya dengannegara-negara maju dalam perekonomian internasional merupakan pertanyaanyang sangat besar(Michael P. Todaro : 164). Dengan meningkatnya aktivitasperdagangan (ekspor/impor), berkembangnya penanaman modal swasta danbantuan keuangan dari pemerintah, dan perbaikan dalam persyaratan untukmelakukan transfer teknologi dan kerjasama yang lebih erat dalam banyak bidanglain, kebutuhan-kebutuhan yang sangat mendesak dari Dunia Ketiga diharapdapat dipecahkan lebih cepat. Integrasi yang lebih luas dan mendalam antaraDunia Ketiga dan perekonomian internasional merupakan garis pedoman dalamcara pikir dan cara tindak dalam politik pembangunan. Sebaliknya, ada yangmengatakan bahwa hanya melalui kemerdekaan selekasnya, masyarakat danperekonomian Dunia Ketiga dapat berdiri di atas kaki sendiri, untuk melakukankerjasama jangka panjang yang berhasil dengan masyarakat dan perekonomianlain di gelanggang internasional. Bukan integrasi, tetapi didasarkan oleh tiapkeadaan kongkrit-pembebasan dirilah yang akan menentukan orientasi dalamprogram politik pembangunan. Tulisan ini tidaklah bermaksud untukmenggambarkan politik pembangunan yang menekankan disosiasi sebagai carapemecahan semua masalah dunia. Yang lebih dimaksudkan ialah merangsangpemikiran, yang dapat diterima, baik atas dasar pengalaman-pengalaman sejarahyang kuat maupun berdasarkan hasil penelitian-penelitian baru mengenai struktursosial dan ekonomi Dunia Ketiga dan perekonomian internasional, yangmenimbulkan kesulitan-kesulitan dan masalah-masalah yang sangat mendesak

16

di Dunia Ketiga. Melalui kajian ini, konsep ekonomi politik pembangunan yangberlandaskan konsep lingkungan guna menunjang pembangunan berkelanjutandapat dipahami dan dimengerti sepenuhnya.

a. Dasar-Dasar Ekonomi, Politik, dan Sosial Yang Mampu Berkembang.

Penelitian-penelitian sejarah komparatif menunjukkan bahwa prasyarat bagi suatupembangunan ekonomi dan sosial yang berhasil adalah pemupukan modal dalamsuatu bentuk khusus. Dari segi pandangan murni ekonomi, gabungan faktor-faktor berikut ini merupakan hal yang fundamental :

• Peningkatan produksi pertanian secara nyata, sehingga makanan pokok untukrakyat sendiri dan penyediaan bahan-bahan mentah terjamin.

• Produksi perindustrian dari barang-barang konsumen yang dapat dibeli olehrakyat banyak, yakni barang-barang konsumsi massa yang berbeda denganbarang-barang konsumsi mewah.

• Produksi perindustrian dari alat-alat produksi : peralatan pertanian, alat-alat produksi untuk membuat barang-barang konsumsi misalnya pembuatanmesin-mesin ringan, alat-alat produksi untuk membuat alat-alat selanjutnya,seperti mesin-mesin untuk membuat pesawat-pesawat, komputer, teknikkontrol dan teknik pengaturan, telekomunikasi.

• Produksi barang-barang setengah jadi : produk-produk setengah jadi untukbarang-barang konsumsi seperti besi dan baja, kimia, energi ; barang-barangsetengah jadi untuk alat-alat produksi, seperti industri besi dan baja, energi,logam-logam NE.

• Pembuatan prasarana dan barang-barang yang disebut “konsumsi kolektif”seperti jaringan lalu lintas dan komunikasi, tempat-tempat pendidikan, dinaskesehatan, dan sebagainya.

Sejarah dari perekonomian yang mampu berkembang didasarkan padaperkembangan dan timbulnya secara lambat laun perhubungan timbal balik darilapangan-lapangan ekonomi tersebut. Dalam perkembangan yang memakan waktulama, makin tersusunlah struktur ekonomi dan demikian pula sistem politik,struktur masyarakat, sistem hukum dan seterusnya, sedangkan pada waktu yangsama hubungan intern timbal balik makin bertambah banyak pula. Badan-badan

17

sosial dan badan-badan ekonomi yang bersusun lapis dan saling terikat secaraintern demikian, dapat melakukan fungsi-fungsi pokok tertentu seperti berikut(Hans Dieter Senghaas : 50) :

• Biasanya di dalam badan-badan tersebut rakyat banyak diintegrasikan secaraproduktif dalam perekonomian : orang-orang memperoleh pekerjaan,menerima penghasilan dan menjadi konsumen, sehingga perbagai kebutuhanmereka dapat terpenuhi. Dalam perekonomian demikian terdapat hubunganintern diantara bentuk aparat produksi, jenis kegiatan, pembagianpendapatan dan isi konsumsi.

• Hubungan intern ini dapat dilihat dalam proses perkembangan organik dariyang mudah sampai pada yang sukar untuk diuraikan : suatu teknologi yangrata-rata kurang potensial karena menghasilkan pendapatan rendah danpermintaan atas barang-barang peralatan dan konsumsi yang murah menujusuatu teknologi yang maju dan perekonomian potensial yang memungkinkanpendapatan yang lebih tinggi dan pemuasan macam-macam kebutuhan.

• Perekonomian yang demikian mengandung banyak kemungkinan berupakemajuan teknologi sampai pada tahap tertentu sehingga menentukanseluruh dinamika perkembangan.

• Perekonomian yang demikian dipengaruhi oleh perubahan struktur yangselalu terjadi. Inilah yang menjadi sebab berbagai krisis politik, sosial dankebudayaan yang sering timbul, yang biasanya dapat diatasi oleh tiapmasyarakat menurut caranya sendiri.

• Proses perkembangan yang berhasil dapat terlihat dalam kenyataan bahwadari masyarakat-masyarakat yang mulanya terpecah-pecah, timbullah badan-badan sosial yang relatif bersatu. Proses sejarah yang panjang menimbulkanpembentukan negara-negara teritorial yang masing-masingnya berdasarkankesatuan lembaga-lembaga politik, hukum, kebudayaan, bahasa, dansebagainya, dengan ciri khas masing-masing.

Tiap proses pembangunan yang berhasil sampai sekarang ditandai oleh tekanankhusus pada aspek-aspek tertentu dari pembangunan serta pada peningkatannyatahap demi tahap. Teori pembangunan menurut ilmu sosial baru, khususmenekankan pada dua faktor : yang satu pada tempat, yang diduduki oleh suatumasyarakat dalam pembagian kerja internasional, dan yang lain pada arti dari

18

konstelasi kekuasaan dan konstelasi dari kepentingan masyarakat itu sendiri.Kedua faktor itu mempunyai proses perkembangan masing-masing yangmenimbulkan sifat-sifat khusus.

Walaupun perkembangan sejarah yang berbeda dan orientasi sosial politik jugaberbeda-beda, namun kedua konsep tersebut, terutama jika dibandingkan denganbanyak negeri dunia ketiga, menunjukkan lebih banyak persamaan daripadaperbedaan dalam struktur pembentukan modal. Tak satupun dari kasus di atasbebas dari krisis ; dalam setiap kasus itu berkembang gejala-gejala krisis ; beberapadari krisis itu saling bertalian, misalnya ekologi ; tetapi dalam semua kasustersebut dengan adanya perbedaan besar pada tiap tahap perkembangan,terbinalah kemampuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan dasar dalam ekonomisebagaimana tersebut di atas, yang merupakan syarat pokok bagi pertumbuhankemakmuran.

b. Konteks Lingkungan hidup dalam Format Keadilan Masa Depan.

Keadilan masa depan diwujudkan dalam prinsip keberlangsungan hidup faktor-faktor produksi yang lebih lama sehingga generasi mendatang masih dapatmenikmati dari hasil produksi tersebut. Konsep ini merupakan nyawa dari konsepsustainable development yang telah dikembangkan di beberapa negara di dunia.Sedangkan penyelenggaraan lingkungan hidup yang jauh lebih baik merupakannyawa dari prinsip keadilan masa depan.

Selama ini lingkungan hidup masih dipandang sebagai pendukung faktor produksi.Artinya bahwa lingkungan hidup hanya dipandang sebagai bagian kecil daripemenuhan kebutuhan faktor produksi. Dalam konsep keadilan masa depan makapenyelenggaraan lingkungan hidup memperoleh porsi yang sama pentingnyadengan penyediaan faktor produksi. Keseimbangan antara penyelenggaraanlingkungan hidup dengan penyediaan faktor produksi menyebabkan lahirnyakonsep kemakmuran baru di masa depan. Bagaimana keseimbangan tersebut dapatterjadi di masa depan akan diulas sebagai berikut.

Langkah pertama adalah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam perwujudanpengentasan kemiskinan dan pembangunan pendidikan. Gejala kemiskinan yangmudah diketahui adalah kekurangan gizi, penyakit, tingginya tingkat kematianbayi, dan rendahnya harapan hidup, sedangkan gejala kemiskinan yang terselubung

19

adalah tingginya persentase buta huruf (baca tulis) dan lingkungan hidup hidupyang tidak manusiawi. Munculnya gejala tersebut pada umumnya disebabkanoleh ketidakmampuan dari orang miskin untuk memenuhi semua kebutuhan pokokhidupnya, sehingga mereka cenderung untuk mengabaikan hal-hal yang merekarasa tidak mempengaruhi dalam kesehariannya. Keseimbangan antarapenyelenggaraan lingkungan hidup dengan penyediaan faktor produksi dapatterjadi apabila pemerintah tidak saja membantu meningkatkan taraf hidup sumberdaya manusia tetapi juga meningkatkan tingkat pendidikan dan budaya sehinggawacana mengenai lingkungan hidup hidup tidak hanya menjadi kiasan semata..Untuk itu, langkah penyelenggaraan lingkungan hidup termasuk didalamnya adalahmenaikkan anggaran belanja negara peruntukan bidang pendidikan serta dapatmemberikan subsidi maupun beasiswa bagi anak-anak kelompok miskin agar dapatmengecap pendidikan. Jaminan untuk kelompok miskin juga perlu diupayakanmelalui peningkatan solidaritas dari anggota masyarakat yang lebih mampu.

Langkah kedua adalah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam perubahan polaproduksi dan konsumsi. Pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan di Indonesiamasih belum sepenuhnya disadari oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan hiduppokok seperti sandang, pangan, papan, air bersih dan energi dari tahun ke tahunterus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk, terutamadi kawasan perkotaan, serta pergeseran pola produksi agraris menjadi industri.Peningkatan pendapatan di sektor industri mengakibatkan perubahan polakonsumsi yang cenderung konsumtif dan tidak berkelanjutan. Sebagaikonsekuensinya, terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan materidan energi yang selanjutnya mengakibatkan pemenuhan kebutuhan hidup pokokyang tidak merata.

Pola konsumsi dan produksi menyangkut berbagai aspek, namun saat ini yangpaling mendesak untuk ditelaah lebih lanjut adalah mineral dan energi sertatransportasi. Pembangunan di sektor mineral dan energi ini selain memberikandampak positif juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidupberupa kerusakan alam, berkurangnya jumlah dan jenis tumbuh-tumbuhan yangsecara tidak langsung mengganggu fungsi hidrologis. Salah satu contoh arahkebijakan di sektor mineral dan energi adalah peninjauan yang menyeluruhterhadap pencarian cadangan mineral yang disesuaikan dengan produksi sehinggarasio di antara keduanya memberi harapan penggunaan cadangan mineral untuk

20

jangka waktu yang lebih panjang. Sedangkan pembangunan di sektor transportasidalam aspek lingkungan hidup, peningkatan transportasi ini memiliki andil yangbesar dalam penggunaan energi. Peningkatan penggunaan energi tersebut telahmengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) terutama nitrogen oksida(NOx) dan karbon dioksida (CO2). Salah satu contoh langkah penyelenggaraanlingkungan hidup di sektor transportasi adalah penyusunan rencana pembangunankota yang didasarkan pada rencana tata ruang yang dipadukan dengan rencanasistem transportasi.

Langkah ketiga adalah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam perlindungandan penyelenggaraan sumber daya alam. Sumber daya alam ini termasuk didalamnyaadalah sumber daya atmosfer dan perubahan iklim, hutan, pertanian,keanekaragaman hayati, laut dan pesisir, dan yang terakhir adalah sumber dayaair bersih.

Salah satu contoh arahan kebijakan dalam penyelenggaraan sumber daya atmosferdan iklim adalah pengurangan kegiatan yang dapat mempercepat perubahaniklim dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi dan menyesuaikan padaperubahan iklim karena Indonesia adalah negara yang rentan terhadap perubahantersebut baik dilihat dari segi ekonomi maupun aspek lainnya. Sedangkan contohlangkah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan sumber dayahutan adalah mempertimbangkan besarnya tingkat kerusakan sumber daya hutanakibat pemanfaatan hasil hutan kayu, kecilnya keuntungan yang diperolehmasyarakat sekitar hutan dari pola pemanfaatan hasil kayu tersebut, danmempertimbangkan hutan sebagai penyimpan karbon (carbon sink), makadiperlukan juga pergeseran tekanan penyelenggaraan sumber daya hutan daripola tree management menjadi pola forest ecosystem management. Pergeseranparadigma penyelenggaraan sumber daya hutan ini mensyaratkan ditingkatkannyapemahaman tentang penyelenggaraan ekosistem hutan melalui program penelitianyang terencana secara sistematis.

Contoh lain langkah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam penyelenggaraansumber daya berbasis pertanian adalah peninjauan ulang, revisi, dan mengubahkebijakan di bidang pertanian dengan memasukkan prinsip-prinsip pertanianberkelanjutan berbasis masyarakat. Sedangkan contoh langkah penyelenggaraanlingkungan hidup dalam penyelenggaraan sumber daya hayati adalahpengembangan dan implementasi pendekatan yang terintegrasi seperti pendekatan

21

ekosistem dalam setiap kegiatan ekonomi yang memanfaatkan lingkungan hidupdan sumber daya hayati yang terdapat didalamnya.

Langkah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan sumber dayakelautan dan pesisir adalah pembuatan strategi penyelenggaraan wilayah pesisir,rencana zonasi meliputi alokasi spasial dan penyelenggaraan pemanfaatan, rencanapenyelenggaraan yang meliputi panduan daerah tentang prioritas dan pemanfaatansumber daya yang ada, dan rencana pelaksanaannya. Pada pelaksanaannya diatas dalam hal pengambilan keputusan perlu transparan dan partisipasif, demikianjuga dalam hal implementasi, pemantauan dan evaluasi. Sedangkan contoh langkahpenyelenggaraan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan sumber daya air bersihadalah koordinasi pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 diantara kepala daerahdalam eksploitasi air dan penyelenggaraannya secara serius melalui programpenyelenggaraan air terpadu dengan memperhatikan peningkatan akses terhadapair bersih, konservasi air dan partisipasi masyarakat.

Langkah keempat adalah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam pembangunankesehatan dan pembangunan berkelanjutan. Penyelenggaraan lingkungan hidupyang dilakukan adalah peningkatan pelayanan kesehatan primer melaluiPUSKESMAS dan POSYANDU dengan secara partisipatif terhadap masyarakat denganmempertimbangkan nilai, keyakinan dan norma budaya. Untuk itu perlu komunikasiinovasi antara pihak pemberi pelayanan dan penerima pelayanan.

Langkah kelima adalah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam penyelenggaraanpemukiman. Langkah penyelenggaraan lingkungan hidup dalam penyelenggaraanpemukiman adalah merencanakan dan melaksanakan pembangunan pemukimanterpadu yang memperhatikan kondisi lokal yaitu kondisi ekosistem, lapanganpekerjaan, pelayanan masyarakat, keragaman sosial budaya dan sosial ekonomi.Termasuk isu penting adalah partisipasi kelompok utama dan pemberdayaanmasyarakat untuk memfasilitasi pembangunan pemukiman yang spesifik lokal.

Kelima langkah penyelenggaraan lingkungan hidup tersebut merupakankeseimbangan yang penting dalam format keadilan masa depan. Tanpa adanyakeseimbangan tersebut maka kemakmuran ekonomi politik yang ada tidak berumurpanjang, yang pada akhirnya akan menyeret bangsa Indonesia menuju krisisekonomi yang berkelanjutan.

22

c. Keterkaitan Struktur Ekonomi Politik Pembangunan Indonesia denganPengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Sebagai akibat dari ekonomi politik pembangunan Indonesia yang “konvensional”maka laju pertumbuhan kemakmuran (potensial welfare) yang diharapkanmenghasilkan beberapa distorsi. Distorsi ini tidak saja berlaku bagi bidang ekonomidan politik saja, melainkan meluas sampai ke bidang sosial dan lingkungan.

Belum diterapkannya prinsip Good Governance dalam dunia politik membawa efeknegatif bagi pelaksanaan kebijakan ekonomi politik pembangunan di Indonesia(Surna Tjahja Djajadiningrat : 28). Pada akhirnya kegagalan pelaksanaan kebijakantersebut berakibat buruk bagi bidang sosial dan lingkungan. Kasus kegagalanyang sering kali mencuat diantaranya kasus penyelenggaraan infrastruktur, tatakota dan lahan, dan pelanggaran lingkungan merupakan kasus kegagalan yangterus menerus berlangsung tanpa penyelesaian yang tuntas.

Dalam kasus penyelenggaraan infrastruktur air bersih misalnya, ”2002-2003 GlobalCompetitiveness Report” merujuk bahwa kualitas infrastruktur Indonesia secarakeseluruhan berada di urutan ke-64 dari 80 negara. Survei lain oleh Bank Duniauntuk 12 negara di Asia dan Australia menunjukkan, dalam hal penyediaan airbersih, Indonesia berada di urutan ketujuh, dengan hanya 16 persen dari populasiyang memiliki akses air bersih (Nila Ardhianie : 1). Rancangan Undang-UndangSumber Daya Air versi terakhir pembahasan Panitia Kerja Komisi IV DPR telahdibuat. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) SDA sendiri sudahmendekati final. Meskipun kontroversi dan penolakan muncul di sana-sini,kenyataannya panitia kerja (panja) menyetujui berbagai pasal yang sebelumnyamenggantung dan menimbulkan perdebatan keras, di antaranya soal ekspor airdan pembiayaan irigasi. Beberapa ahli bahkan mengatakan, versi RUU hasil panjajustru memiliki kualitas lebih rendah dibanding draf sebelumnya. Misalnya, masalahkoordinasi yang selama ini menjadi momok dalam pengelolaan apa saja diIndonesia masih tumpang tindih, tidak jelas. Kebingungan dalam pembagianperan jelas terlihat dalam RUU. Besar kemungkinan hal ini dipicu arah kebijakanSDA ke depan yang akan amat mengurangi peran pemerintah, baik dalampengelolaan di desa maupun kota. Pengelolaan di kota secara bertahap akandiserahkan kepada swasta, sementara di desa diserahkan kepada masyarakatpetani. Ke depan, tugas dan wewenang pemerintah hanya dalam penetapan alokasiair, pengawasan mutu pelayanan, memfasilitasi pengaduan masyarakat, dan

23

memberi izin pengusahaan. Pengelolaan oleh swasta seperti terjadi di DKI Jakartadan berbagai variannya sering disebut privatisasi. Banyak ahli mendefinisikanprivatisasi sebagai pengalihan sebagian atau seluruh aset/pengelolaan dariperusahaan publik ke swasta.

Hal penting lain yang perlu dicermati dari RUU ini adalah akan diberlakukannyasistem hak guna air yang terbagi atas hak guna pakai dan hak guna usaha. Hakguna pakai diperoleh tanpa izin untuk kebutuhan pokok dan pertanian rakyat.Adapun hak guna usaha diberikan kepada perorangan atau badan usaha. Izinuntuk hak guna usaha dikeluarkan pemerintah atau pemerintah daerah (pemda)sesuai kuota air yang ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, hak guna akan diberikandalam satu kesatuan dokumen perizinan, mencakup jumlah alokasi air baku dalamsatuan tertentu, izin lokasi pengambilan, jangka waktu, dan persyaratan teknis.Para ahli mengatakan bahwa di masa depan perdagangan air merupakankonsekuensi logis memperlakukan air sebagai economic good sehingga alokasinyaharus ditentukan pasar kompetitif yang akan segera diberlakukan di Indonesia.Artinya jika alokasi penjualan hak guna pakai dirasakan lebih rendah dari hakguna usaha sejumlah air maka kompensasi harus diatur untuk membayar pemilikhak guna pakai.

Dalam penelitian LPEM-FEUI melihat bahwa target pertumbuhan ekonomi sebesar6-7 persen pada tahun 2006 tampaknya sulit tercapai tanpa peningkatan signifikanperbaikan infrastruktur. Apalagi dengan rasio elektrifikasi Indonesia yang hanya53,4 persen. Dengan persentase sebesar itu, Indonesia berada di urutan ke-11dari 12 negara di Asia. Padahal dengan peningkatan infrastruktur kelistrikantersebut justru mendorong berkurangnya masyarakat miskin. Dibutuhkan waktupaling tidak 10 tahun untuk mengejar ketertinggalan ini. Wajar jika masalahinfrastruktur menjadi isu penting dalam sidang CGI. Persoalannya, anggaranmerupakan kendala yang dihadapi pemerintah dalam memperbaiki infrastrukturini. Kita bisa melihat, dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,persentase pengeluaran pembangunan hanya berkisar 70 persen dari totalpengeluaran pemerintah. Padahal anggaran pembangunan adalah kunci investasipemerintah, termasuk untuk infrastruktur. Dalam hal ini memang bantuanpembiayaan dari luar amat diharapkan. Ironisnya, kemampuan untuk menggunakanbantuan asing secara maksimal masih relatif rendah.

24

Kasus tata kota dan lahan juga menjadi masalah penting. Dalam sistem ekonomiglobal dengan pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran keberhasilan, satu-satunyaperkara penting bagi penguasa kota adalah bagaimana mengintensifkan danmemperluas pasar demi keuntungan tinggi. Dalam sistem macam itu, kota dipahamidan dikelola sebagai badan usaha sekaligus pasar, yang di dalamnya segala sesuatubisa dijual (tak terkecuali ruang). Warga kota dipandang tak lebih sebagaikonsumen. Sebagai pasar, kota dikembangkan dengan membangun pusat bisnisdan perdagangan skala besar, termasuk perkantoran, apartemen, dan rumahmewah. Pembangunan supermarket, mal, plaza, dan pusat-pusat perbelanjaandijadikan jalan tunggal pertumbuhan kota sekaligus solusi kemacetan ekonomikota. Tata ruang kota diabaikan. Kota dikelola dengan manajemen serba spontan.

Sebagai contoh nyata, perkembangan Kota Jakarta telah begitu menyimpangdari Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTR) 1985–2005. Jakarta menjadi kotainefisien dan tidak nyaman. Banjir tahunan menghanyutkan miliaran rupiah,selain korban jiwa dan orang sakit. Daerah rawan banjir meluas. Bukan hanyakonsumsi ruang untuk kegiatan komersial yang meningkat, tetapi juga konsumsimobil pribadi. Tahun 2002, dari 3.870.758 populasi kendaraan bermotor di Jakarta,91,3 persen (3,53 juta unit) kendaraan pribadi dan 2,5 persen (96.750) kendaraanumum. Dengan jumlah itu, kendaraan pribadi hanya bisa mengangkut 42,8 persendari jumlah orang yang bepergian dalam sehari, sementara kendaraan umumyang populasinya 2,5 persen mengangkut 57,2 persen sisanya. Laju rata-rata(commuting time), meningkat menjadi 79 menit tahun 2000. Artinya, kemacetankian menjadi-jadi akibat kesemrawutan kota dan tingginya populasi mobil pribadi.Meningkatnya jumlah penduduk miskin di kota-kota besar justru jadi indikatormeningkatnya ketimpangan sosial dan ketidakberesan manajemen kota. Bukansebaliknya, penduduk miskin sebagai sumber persoalan kota. Konsep kota sebagaibadan usaha sekaligus pasar menyembunyikan gagasan, sebuah kota yang berhasilhanya dihuni oleh individu-individu yang berhasil. Keberhasilan individu diukurdari tingginya daya beli. Semakin kota dihuni banyak individu berdaya beli tinggi,kian berhasil kota itu sebagai badan usaha. Implikasinya, kota dirancang hanyauntuk mereka yang berdaya beli tinggi. Sementara orang-orang miskin yang adadi luar jangkauan pasar, menjadi sasaran penertiban dan kontrol sosial. Apa yangterjadi kini adalah kota yang sedang kehilangan orientasi. Sifat sosial yangmendasari ada-nya kian terhapus komodifikasi ruang-ruang kota. Kota menjaditerfragmentasi dan terpolarisasi antara yang kaya dan miskin. Bentuk kota semakin

25

homogen dan didominasi oleh hadirnya ruang-ruang komersial. Kota bukan lagiruang sosial, tetapi murni ruang ekonomi. Dalam ruang ekonomi, bukan hanyasuara orang miskin yang dianggap sepi, tetapi juga suara cendekiawan, mahasiswa,dan ulama.

Kasus pelanggaran lingkungan di Indonesia merupakan akibat dari kegagalanekonomi politik pembangunan yang tidak tepat proses dan sasaran. Kasuspelanggaran ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian berbeda. Pertama, kasuspelanggaran lingkungan yang disebabkan dari proses ekonomi yang tidak berjalandengan benar. Kasus pelanggaran lingkungan ini merupakan akibat dari kurangnyainfrastruktur, tata kota dan lahan, dan kegiatan ekonomi yang merugikan. Contohkegiatan ekonomi yang merugikan adalah penjarahan dan pengalihfungsiankawasan hutan menjadi kawasan pertanian di Kabupaten Garut (di bagian atasGunung Mandalawangi) (Konflik Politik, Korupsi, dan Kerusakan Lingkungan : 1).Kegiatan ini meningkatkan luas lahan kritis di kabupaten ini mencapai 100.000hektar dan menjadi faktor penyebab terjadinya longsor. Sekedar informasi bahwasepanjang tahun 2003, sebenarnya banyak bencana alam tanah longsor dan banjirdi wilayah Jabar. Sebagaimana disampaikan para ahli geologi, sebagian besarwilayah Jabar, terutama Jabar bagian selatan, memang rawan longsor karenakondisi tanah yang kurang padat. Di sisi lain, kesadaran warga dan para pengelolahutan untuk mempertahankan kawasan hutan cukup memprihatinkan. Semestinyaperingatan para pakar geologi di atas ditanggapi dengan perilaku yang lebihberhati-hati dan berpikir ke depan dalam memanfaatkan potensi alam, khususnyapotensi hutan. Namun, semua itu tersisihkan oleh kepentingan pribadi dankepentingan jangka pendek. Dalam lima tahun terakhir, perusakan hutan di Jabarmencapai 100.000 hektar per tahun.

Pada setiap kejadian bencana alam, warga umumnya menerima dengan pasrahderita yang harus mereka hadapi. Akibatnya, hampir tidak pernah ada perbaikanyang menyeluruh atau evaluasi yang benar-benar mendalam untuk memastikantentang penyebab bencana ataupun langkah-langkah penanggulangannya agartidak terjadi di daerah-daerah lain. Kalaupun ada mereka mengajukan gugatanperwakilan (class action) kepada pihak yang dianggap pelanggar lingkunganmelalui Pengadilan Negeri (PN). Sayangnya, walaupun gugatan tersebut berhasildikabulkan namun proses selanjutnya-akibat rumitnya jalur birokrasi dan politik-telah mengaburkan perjuangan menuntut keadilan para warga korban bencanaalam.

26

Kedua, kasus pelanggaran lingkungan yang disebabkan dari kegagalan pemerintahsetempat untuk mengkoordinasikan pelaksanaan perbaikan lingkungan. Kasuspengadaan rumpon di Kabupaten Belu dan di Kupang misalnya, yang menelandana Rp 8,1 miliar untuk pengadaan sekitar 575 unit rumpon bagi nelayan (KonflikPolitik, Korupsi, dan Kerusakan Lingkungan : 2). Prosesnya bermasalah dan negaradirugikan Rp 3,4 miliar. Dalam beberapa kasus selanjutnya, penulis akanmerumuskannya dalam bab berikutnya.

27

Eko

nom

i Pol

itik

Pem

bang

unan

Neg

ara

Dun

ia K

etig

a(B

erke

mba

ng)

Pro

ses

Eko

nom

i yan

g Ti

dak

Ber

jala

n D

enga

n B

enar

(Keg

agal

an E

kono

mi

Pem

bang

unan

)

Mas

alah

Rek

lam

asi d

ida

erah

raw

an b

anjir

.

Mas

alah

ker

usak

an h

utan

.

Mas

alah

pen

ggun

aan

sum

ber d

aya

laut

.

Mas

alah

kon

serv

asi d

alam

tinja

uan

ekon

omi d

anpo

litik

.

Mas

alah

pen

gada

an te

naga

listri

k ya

ng m

urah

Mas

alah

sam

pah

Mas

alah

pen

cem

aran

limba

h in

dustr

i, ta

mba

ng,

dan

pete

rnak

an

Mas

alah

pem

ekar

an k

ota

besa

r dal

am e

ra re

form

asi.

Kur

angn

ya In

fras

trukt

urP

enat

aan

Kot

a da

n La

han

yang

tida

k be

nar

Kegi

atan

Eko

nom

i yan

gM

erug

ikan

Keg

agal

an K

oord

inas

ida

lam

Pel

aksa

naan

Per

baik

an L

ingk

unga

n(K

egag

alan

Pol

itik

Pem

bang

unan

)

Mas

alah

pen

anga

nan

kasu

sbe

ncan

a al

am.

Mas

alah

pen

gelo

laan

Sum

ber D

aya

Ala

mte

rbar

ukan

dan

tida

kte

rbar

ukan

.

Mas

alah

pen

gelo

laan

sum

ber d

aya

laut

.

Mas

alah

pen

gada

anSu

mbe

r Day

a A

ir

II.SKEMA HUBUNGAN ANTARA ISU EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN DENGAN PENGELOLAAN

LINGKUNGAN.

28

III. PERMASALAHAN EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN.

Untuk menilai sejauh mana isu lingkungan telah dilaksanakan dalampenyelenggaraan ekonomi politik pembangunan maka perlu dilakukan pengukuranterhadap kinerja penyelenggara lingkungan selama periode pengamatan tahun2001-2003, sehingga dalam pemetaan langkah kerja bagi penyelenggaralingkungan tahun 2004-2009 dapat tercapai. Pengukuran kinerja penyelenggaralingkungan ini dilakukan dengan menggunakan tabel matrik berisikan masalah,uraian masalah, langkah yang sudah dilakukan, status, stakeholder yang terkait,dan bidang prioritas.

Masalah berisikan pandangan umum mengenai permasalahan isu ekonomi, politik,dan sosial yang berkaitan erat dengan masalah lingkungan. Uraian masalahberisikan signifikansi dan verifikasi masalah yang telah terjadi selama periodepengamatan. Langkah aktual berisikan langkah-langkah penanganan masalahtersebut yang telah dilakukan selama ini. Status berisikan situasi dan kondisiyang sekarang terjadi. Stakeholder yang terkait berisikan pelaku penangananmasalah tersebut selama ini. Sedangkan Bidang prioritas berisikan pengelompokanmasalah dan keterkaitan masalah tersebut menjadi bidang-bidang tertentu yangberhubungan dengan lingkungan.

Masalah

ArahPembangunanIndonesia eraReformasi

Uraian Masalah

ArahpembangunanIndonesia yangmasih bertujuanuntukmeningkatkanpendapatansecara ekonomimerupakanaturan yangbelum berubah.Sedangkanpengembanganlingkunganbelum menjadiprioritas pentingdalampembangunanIndonesia.

Yang SudahDilakukan

Perbaikanmasalah ekonomiterutamaperbaikan nilaikurs mata uang,sedangkanmasalahlingkungan masih“Second option”.Isu lingkunganselalu masukdalampropagandapolitik, namunpelaksanaannyaselaludikorbankan olehkepentinganekonomi.

Status

Dalam sudutpandang ekonomadalah baik(walaupunstagnan), namundalam sudutlingkungankurang baik.Keseimbanganpasar masihmemungkinkanlahirnya konsep“Money Politics”di masa depan.

Stakeholderyang Terkait

• PemerintahPusat

• PemerintahOtonomPropinsi

• PemerintahKabupaten /Kota

• Partai Politik

BidangPrioritas

• Ekonomi• Lingkungan

29

Otonomi Daerahsebagai alternatiflebih baik bagisistem ekonomipolitik diIndonesia

Kesalahan sistemsentralisasimenyebabkanlahirnya sistemdesentralisasiyang lebihmenguntungkanmasyarakatdaerah

• Pengaturanlewat hukumyang berlaku(UU No. 22tahun 1999dan PP No. 25tahun 2000).

• Pemekarandaerah menjadibeberapapropinsi /kabupaten /kota yangbaru.

• Masih berupawacana ditingkat pusat.Walaupunsudahdilakukansecaraoperasional didaerah.

• Tawar-menawarmasalahpembagiankeuanganpusat dandaerah masihberlangsung.

PemerintahIndonesia bakalterkena kartukuning dari CGIyang berakibatpada pinjamanjangka panjangyang telahdicanangkan.Apalagi denganbelum terungkapbukti-buktipelaksanaanpencurian kayutersebut (belumpernahtertangkaptangan). Tawarmenawar antar Gto G tetapberlangsung.

• PemerintahPusat

• PemerintahOtonomPropinsi

• PemerintahKabupaten /Kota

• Ekonomi• Lingkungan

CGI akanmengevaluasikeseriusanIndonesiamengatasiperusakan hutan.Tidak cukupkementeriankehutanan sajauntuk menangkappembabat hutan.Di sisi lain adaindikasipemerintah danpartai politiksetempatmerupakan“backing” bagipenebang liartersebut.

MasalahKehutanan diIndonesia.

Dilakukanevaluasi CGIterhadap kinerjapengawasanhutan. Secaraoperasionaldilakukanpenyisiransawmill untukmemastikan kayutersebut legalatau tidak.

• ConsultativeGroup onIndonesia(CGI).

• YayasanTelapakIndonesia.

• Koordinatordaerah AntarKabupaten.

• BadanPengawasanKeuangan danPembangunan.

• Kepolisian danBrimob

• DinasKehutanan

• LembagaInvestigasiLingkungan(EIA)

• DepartemenKehutanan

• BapedalDaerah(PengendalianKerusakanEkosistemPesisir danLaut)

• Ekonomi• Politik• Lingkungan

• Ekonomi• Politik• Lingkungan

Masih tahaprencana danimbauan. Tawarmenawar terusberlangsung.Masihperdebatan,namun secarateori dapat

Sumber daya lautmenjadi SDAPotensial dimasa depan.Namunperangkat hukumdan penangananpencemaranmasih lemah.

Masalahpenggunaansumber daya lautdan pencemaranyang terjadi.

RencanakerjasamadenganpemerintahNorwegia untukmembentukperusahaan yangbertugasmenangani

30

Pencemarlingkungan bisamenempuh jalurdamai denganganti rugi dibawah harga.(UU Nomor 23/1997 Pasal 30).Penetapaninternasionalbahwa laut bukantong sampahbagi limbahtambang. Bukanjuga di darat dandi sungai.

masalah ini.Rencanapembuatan petaindekssensitivitaslingkungan (ISL).Masih tarafperdebatan danpenjaminanbahwa tangkipenyimpan danpipa tailing tidakbocor, sehinggabahayaSubmarinetailing disposal(STD) berakibatkecil bagilingkungan.

Lahirnya KonsepDesa Konservasiyang memberialternatif bagimasyarakat agartak merusakhutan buatmenyambungpenghidupannya.

diterima bahwaampas tambangdapat sajadibuang ke dasarlaut.

• LSM hukumLingkunganDivisi AdvokasidanPenyelesaianSengketa(ICEL)

• Pemda• KLH• BPPT• DepartemenKelautan

• Newmont.• WALHI.• PemerintahKanada.

• PemerintahPapua NewGuinea.

• Taman Nasional• LSM KelompokUsaha Bersama

• UniversitasNegeri

• Hotel danResort

Geliat Reformasiyang kebablasanmembuattindakanpenduduk dibeberapa daerahdalam wilayahTaman NasionalmenyerobotLahan,menebanginhutan, danmenjadikannyalahan pertanian.Bom digunakanpula di laut.

Masalah proyekreklamasi yangtidak layak secaralingkungan.

Belum adanyakonsep yangjelas danlengkapmembuatgagasan itumasih jauh darirealita.KomitmenStakeholder barutercapai dengantawar menawar.

Masalahkonservasi dalamtinjauanekonomi danpolitik.

• Ekonomi• Politik• Lingkungan

MasalahReklamasi didaerah rawanbanjir.

Perdebatanantarakementerian LHdengan rencanaPemerintahOtonom.

Baru taraf MasterPlan yang masihbuntu jalantengahnya.Indikasi tawarmenawar jugaterjadi.

• Menteri NegaraLingkunganHidup.

• GubernurDaerahOtonom

• BPPT.• BP Pantura.• PLTGU MuaraKarang danTanjung Priok.

• Politik• Lingkungan

31

Masalahpengadaantenaga listrikyang murahdenganmenggunakansumber dayayang melebihiambang batasemisi. Contoh :PLTU diIndonesia.

Karena krisisekonomi yangberkepanjanganmenyebabkankebanyakan PLTUdi Indonesiamembuang emisiSO2 melampauambang batas.

• Mengajukanalternatifpenggunaanflue gasdesulfurization(FGD) yangbisamemangkasemisi hingga160 persen.

• Diperkenalkannnya Bakumutu emisisumber tidakbergerak (Kep.13/MENLH/3/1995) di manaemisi < 750mg per m3 .

Imbauan SistemSanitary Landfilluntuk digunakanbagi setiappenimbunansampah didaerah.

• Belumditindaklanjuti karenaharganyamilyaranrupiah.

• Tawarmenawarwaktupelaksanaanbatasmaksimumemisi.

• Kantor MenteriLingkunganHidup.

• BiroLingkungandan TeknologiDepartemenPertambangandan Energi.

• BadanPengkajiandan PenerapanTeknologi(BPPT).

• Ekonomi• Politik• Lingkungan

Masalah sampahdalam tinjauanekonomi danpolitik.

Tidak adanyadanapengembanganwilayah dankonsep garispolitik yang jelasmenyebabkanmasalah sampahterabaikan danmengancamPencemaran airtanah.

Limbah industritelah mengalir kepesawahan dansungaimengakibatkanepidemi gondok.Hasil teslaboratoriummemperkuatadanya logamberat, tapipemerintah takjuga bertindak.Pencemaranlimbah padat(sludge) yangtelah menjadiblack liquor telah

Keberhasilannyadipertanyakankarenadiperlukananggaran yangsangat besar(Rp. 12 Milyarper penimbunansampah pertahun).

• Tim penelitiantarPemerintahKabupatenyang terkait.

• Kepala SeksiPemusnahanSampah.

• Ekonomi• Politik• Lingkungan

Masalahpencemaranlimbah industri,tambang, danpeternakandalam tinjauanekonomi danpolitik.

• Pengungkapansecara kimiawitentangkandungandan kadarlimbah padatdi daerahtersebut.

• bekerjasamadenganinstitusipenelitian(contoh BalaiBesar SelulosaBandung)dalammengubahlimbah

• Ada indikasisaluran“siluman” diluar saluranresmi bakinstalasipengolah airlimbah (IPAL).

• Belum adatindakanpreventifkarenaperbedaanhasilpenelitian.

• Daur ulangnyamasihterbentur

• LSMLingkungan“Volunteer”.

• DinasPengelolaanLingkunganHidupKabupaten

• DinasKesehatan

• UniversitasNegeri.

• BadanPengendalianDampakLingkunganPropinsi.

• Ekonomi• Politik• Lingkungan

32

Masalahurbanisasi danpemekaran kotabesar dalam erareformasi.

menumpuk disungai telahmenjadi sumberpenyakit ketikahujan. Langkahpendudukkebanyakanhanya menuntutganti rugisebagaikompensasi untukkesehatan, danbukan perbaikanlingkungan.

menjadi bahanpendukungproduksi.

• Menerima klaimkompensasi,dan perubahanlingkunganyang lebih baikdan diatur olehpengadilan.

perizinan.Keberhasilannya masihdalam bentukpenelitian.

• Masihmenungguputusanpengadilan

• PerusahaanIndustri

• LSM RiauMandiri

• LSM LestariHijau

• BapedaldaKabupaten

• Balai BesarSelulosaBandung

• Bapedal Pusat• KLH• Perwakilanpenduduk.

• Universitasnegeri(LaboratoriumTeknologi danManajemenLingkungan)dan universitasswasta.

• PemerintahDaerahPropinsi danKota.

• LSM sosial.• Universitasnegeri

• Sosial• Politik• Lingkungan

Masalahkomitmen yangtidak jelasmenyebabkansetelahpenggusuransemakinmenyudutkannasib rakyatkecil.Transmigrasiyang belummatang terusdipaksakanuntukdijalankan.

• Penggusurandanpembongkarandaerahserapan airdan tanah-tanahpemerintahyang diambilseenaknyaolehpenduduk.

• Pemulanganorang-orangyang tidakpunyapekerjaan.

• Ajakantransmigrasitetapdilakukan.

Reformasi yangngawur membuattindakanpenduduk dibeberapa daerahkota besarseenaknyamenyerobotlahan danmenjadikannyapemukimanpermanen.Daerah serapanair dijadikanpemukiman.Kesalahan padasistempemberian ijinmembangun dankelonggarantindakan danwaktu yangdiberikan olehpemerintahdaerah.

33

a. Penjelasan Isi Matrik Isu Ekonomi Politik Dalam Ruang LingkupLingkungan Hidup Di Indonesia.

Ekonomi politik pembangunan (selanjutnya disebut perekonomian periferi)Indonesia sangat berbeda, malah bertentangan dengan apa yang digambarkandalam garis besar di sini sebagai perekonomian yang mampu berkembang. Halini dapat dibuktikan sebagai berikut (Hans Dieter Senghaas : 51) :

• Biasanya hanya bagian-bagian tertentu dari ekonomi pertanian yang dapatmenghasilkan barang-barang, yang dari antaranya ada yang dapat diekspor(bahan makanan dan bahan mentah); peningkatan produktivitas pertaniansecara luas yang meliputi perbagai bidang, tidak dapat diharapkan. Untukitu persyaratan dasar untuk berhasilnya proses perkembangan tidak ada.Demikian pula halnya dengan sektor bahan mentah. Walaupun produksisektor ini di banyak tempat memang tinggi, namun sektor tersebut dalambanyak hal belum terpadu dengan perekonomian setempat dan oleh karenaitu, lebih merupakan ekonomi kantong (enklave).

• Produksi perindustrian barang-barang konsumsi untuk rakyat banyakketinggalan terhadap impor barang-barang konsumsi mewah hasilperindustrian atau dalam banyak hal lebih ketinggalan dari produksi barang-barang konsumsi mewah hasil perindustrian domestik. Distorsi ini terlihatpada besarnya dan, dalam beberapa hal, pada makin menonjolnya perbedaanpendapatan rakyat di Indonesia. Jika dalam proses perkembangan, rakyatbanyak tidak berpartisipasi dalam aktivitas produksi, maka rakyat juga tidakmemperoleh pendapatan, sehingga tidak ada permintaan barang-barangkonsumsi rakyat, perpaduan antara pertanian dan perindustrian tidakterlaksana dan perkembangan pasar dalam negeri mengalami stagnasi.

• Biasanya dalam perekonomian periferi pembuatan sendiri alat-alat produksi(peralatan tangan, barang-barang perlengkapan, teknologi) tidak dapatdilaksanakan. Pembangunan usaha itu dihalangi oleh ikut masuknyaperekonomian itu dalam pembagian kerja internasional yang tidak seimbang:Indonesia mengekspor ke negara industri bahan pertanian yang belum atausedikit diolah, bahan-bahan mentah dan barang-barang jadi yang tidakmemerlukan kerja banyak; negara industri kemudian menukarnya denganbarang-barang jadi, mesin-mesin, teknologi, dan keahlian. Karena Indonesiatidak memproduksi sendiri barang-barang ini maka negara ini tidak mendapat

34

dorongan untuk berkembang, juga jika persyaratan tukar-menukar antaranegara itu dengan negara industri seimbang atau adil (meskipun tidak adamasalah dalam terms of trade). Dalam satu dua hal, di mana alat-alat produksidibuat sendiri, maka alat-alat itu biasanya disesuaikan dengan tingkatpertumbuhan yang paling maju dan dengan demikian memproduksi barang-barang perlengkapan untuk membuat barang-barang konsumsi mewah danprasarana yang diperlukan untuk maksud itu. (Contoh : pembuatan alat-alat produksi suatu cabang produksi mobil pada suatu tingkat perkembangantertentu, yang sama sekali belum dapat melayani keperluan rakyat akanlalu lintas, baik dengan kendaraan umum maupun dengan alat-alat lalulintas yang lebih sederhana seperti sepeda).

• Produksi barang-barang setengah jadi sedikit diperkembangkan dan bersamadengan kurangnya produksi barang-barang perlengkapan dan teknologi,menciptakan ketergantungan teknologis yang sangat besar dari Indonesiapada negara industri. Hal ini mengakibatkan ketergantungan keuangan yangmakin bertambah besar, seperti tampak pada masalah perhutangan.

• Hal-hal mengenai konsumsi kolektif (misalnya pendidikan, kesehatan) sertaperkembangan prasarana, biasanya tidak menyokong tercapainya persatuanmasyarakat-masyarakat Indonesia, tetapi justru memperdalam perpecahanmasyarakat-masyarakat tersebut dalam beberapa kutub pertumbuhan (denganprasarana yang relatif maju) dan suatu daerah pedalaman yang luas.

Dalam perekonomian semacam ini tidak terdapat bidang-bidang yang dibutuhkanoleh suatu masyarakat yang mampu berkembang (seperti pertanian yang kuat,produksi barang-barang konsumsi massa, industri barang-barang perlengkapandan prasarana yang luas) termasuk kerugian-kerugian yang saling ditimbulkanoleh bidang-bidang itu sendiri. Keadaan ini- untuk menggunakan teoripembangunan Friedrich List-dapat disebut sebagai ekonomi timpang (Verkruppelt).Masalah pokoknya bukanlah bahwa dalam perekonomian tersebut tidak dapatdiadakan pembentukan modal dan oleh sebab itu seluruh perekonomian menjaditerhenti. Malah sebaliknya, Indonesia mempunyai pertumbuhan ekonomi yangnyata; namun pertumbuhan itu hanya terpusat pada sedikit bidang yang disebutkutub-kutub pertumbuhan. Perluasan pasaran dalam negeri secara besar-besarantidak terjadi dan tidak pula terdapat keseimbangan. Kerapuhan ini disebabkanoleh :

35

• Oleh hubungan yang tidak baik antara pertanian dan perindustrian (hubunganke depan dan ke belakang tidak ada).

• Oleh kekurangan intensitas produksi, artinya karena kekurang-lancaranperputaran ekonomi; sebagian dari aktivitas ekonomi, khususnya produksiteknologi, barang-barang perlengkapan, sebagian besar barang-barangsetengah jadi dan barang-barang konsumsi dilaksanakan di negara-negaraindustri. Hasil ekonomi dan sosial dari keadaan ini (kesibukan kerja,penghasilan, kualifikasi tenaga kerja dan sebagainya) terus-menerus tidakdapat dinikmati oleh negara-Indonesia, sehingga menimbulkan kepincangan-kepincangan dalam struktur negeri-negeri tersebut.

• Oleh kecenderungan intern yang ditimbulkan oleh sebab-sebab sosiologisdalam tahap-tahap industrialisasi, yaitu kecenderungan untuk memenuhipermintaan golongan-golongan yang berpenghasilan tinggi (oligarki tanah,oligarki impor dan ekspor, kelas menengah kota, anggota-anggota sektor-sektor jasa, administrasi pemerintahan dan militer, yang sebagiannya darikalangan pekerja yang mendapatkan bayaran lebih tinggi di pusat-pusatperkotaan), sedangkan produksi barang-barang konsumsi untuk rakyat banyaksedikit banyak terhalang oleh daya beli kelompok ini yang masih di bawahrata-rata atau masih berkembang secara negatif.

• Oleh sempitnya prasarana dalam negeri yang merupakan akibat dari tidaklancarnya perputaran ekonomi, peredaran ekonomi dan sama sekali bukanmerupakan suatu keadaan yang timbul begitu saja.

Masalah Indonesia bukan terletak dalam ketidakmampuan mereka mengadakanpembentukan modal, melainkan dalam pengerahan kekuatan-kekuatan ekonomi,riil maupun potensial yang tidak tepat. Pertumbuhan ekonomi seperti ini tidakdapat membantu membuka pasaran setempat, karena di sini terjadi pertumbuhantanpa perkembangan sosial. Pembukaan pasaran dalam negeri yang tidak sempurnamempunyai berbagai sebab yaitu : Pertama, sebagian besar dari barang-barangyang diproduksi, tidak dimaksudkan untuk pasaran dalam negeri, tetapi untukpasaran dunia (dalam banyak hal terdapat mono-kultur yang berorientasi ekspor).Kedua, biasanya mesin-mesin, teknologi, dan pola konsumsi masih menirumasyarakat industri maju. Pengalaman dalam sejarah menunjukkan, bahwa hanyaperekonomian yang sudah kuat dapat menerima tawaran teknologi dari negara-negara industri maju, tanpa merusak perekonomian negeri itu sendiri. Negara-

36

Indonesia justru belum kuat dan oleh karena itu justru tidak cocok untuk memilihtawaran demikian dari pasaran dunia. Struktur konvensional pembentukan modalyang salah ini dan yang merugikan rakyat banyak adalah akibat daridiikutsertakannya Amerika Latin, Afrika, dan Asia dalam pembagian kerjainternasional yang tidak seimbang.. Waktu negara-negara industri maju di Baratmasih berkembang melalui pembukaan pasaran dalam negeri mereka danmemanfaatkan penawaran barang-barang dari daerah jajahan (bahan-bahanmentah pertanian dan mineral yang murah, energi murah, dan tenaga kerja murah),maka keterlibatan negeri-negeri Amerika Latin, Afrika, dan Asia pada kebutuhannegeri-negeri industri, menghalangi pembukaan pasaran domestik mereka sendiri.Keterlibatan benua-benua di bagian selatan dalam pembagian kerja internasionalyang tidak seimbang telah menyebabkan bangunan-bangunan ekonomi setempatdi wilayah-wilayah itu berubah ; dari perekonomian yang agak mengandungkemampuan berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan hidup langsung yangsederhana (apa yang dinamakan ekonomi subsistensi) menjadi ekonomi periferiyang pincang, yang dinamikanya menyebabkan akibat-akibat berikut :

• Ketidak mampuan untuk melibatkan rakyat banyak secara produktif dalamperekonomian.

• Bertambahnya ketidakmampuan untuk memberi makanan kepada rakyatbanyak dengan hasil pertanian setempat.

• Ketidakmampuan untuk menemukan dan membuat alat-alat produksi sendiri(peralatan tangan, barang-barang perlengkapan, teknologi) danketidakmampuan mengadakan penyesuaian terhadap barang-barang yangdiproduksi di tempat lain dengan kebutuhan setempat.

• Ketidakmampuan untuk mengatur pertumbuhan penduduk, yang diakibatkanoleh kekacauan-kekacauan di bidang sosio-ekonomi.

• Ketidakmampuan untuk menerapkan sendiri kemajuan teknik pada situasisetempat dan untuk mengubah struktur yang telah diambil-alih.

• Ketidakmampuan untuk menahan proses meluasnya perpecahan intern yangnyata (heterogenitas struktural) dan memulihkannya.

37

• Ketidakmampuan untuk menghormati, dalam peraturan yang berlaku hak-hak politik rakyat banyak dan martabat manusia. Proses pengawasan politikmakin diperketat secara dramatis sejak jaman perjuangan kemerdekaanpolitik.

• Dari dialektika pertumbuhan yang salah arah dan kesengsaraan rakyat,tumbuhlah pertentangan sosial besar, yang menjadi latar belakangbertambahnya kekuasaan militer dalam masyarakat Indonesia.

Dibutuhkan suatu gambaran yang jelas mengenai struktur dasar dari perekonomianIndonesia untuk memperoleh garis-garis pedoman untuk dapat membantu politikpembangunan. Jika perekonomian Indonesia secara konvensional dianggap sebagaitradisional-terbelakang, yang dibedakan dari perekonomian modern dari Baratatau timur, maka berarti mereka hanya dianggap edisi-edisi kecil tahap awal daribangunan ekonomi Barat atau Timur, yang tinggal digerakkan saja, sehinggakegagalan politik pembangunan dalam strategi yang membangun di atasperekonomian Indonesia itu sebetulnya sudah inheren dalam interprestasisemacam itu. Hal ini telah dibuktikan dengan nyata oleh kegagalan ekonomipolitik pembangunan dalam dasawarsa-dasawarsa yang silam.

b. Kendala-kendala dalam mewujudkan penyelenggaraan lingkungan hidupyang lebih baik.

Dalam konteks ekonomi politik, perwujudan penyelenggaraan lingkungan hidupyang lebih baik memiliki beberapa kendala yang dapat dibagi menjadi 2 (dua)jenis kendala besar yaitu kendala eksternal dan kendala internal. Kendala eksternaladalah kendala yang ditemui di lapangan dan di luar otoritas pemerintah untukmenyelesaikannya. Sedangkan kendala internal adalah kendala yang berada padatubuh pemerintah untuk menjalankannya. Contoh kendala-kendala ini akandijelaskan pada sub bab berikut.

1. Kendala Eksternal.

Dalam prakteknya pemerintah Indonesia sering mendapatkan kendala eksternaldalam melakukan penyelenggaraan lingkungan hidup yang lebih baik. Sebagianbesar kendala-kendala ini merupakan kendala yang diakibatkan oleh reaksi negatifmasyarakat dari adanya krisis ekonomi dan politik. Reaksi negatif tersebut

38

merupakan hasil reaksi masyarakat yang melihat bahwa reformasi merupakankebebasan yang absolut sehingga mereka melakukan tindakan-tindakan yangmelawan hukum dan merusak kelestarian lingkungan hidup.

Kendala pertama yang harus dihadapi adalah kendala klaim yang dilakukan olehbeberapa oknum masyarakat sipil yang tidak bertanggung jawab terhadapkelestarian lingkungan hidup hidup yang telah ada. Contoh nyata adalah masalahurbanisasi dan pemekaran kota besar dalam era reformasi. Reformasi yang ngawurmembuat tindakan penduduk di beberapa daerah kota besar seenaknya menyerobotlahan dan menjadikannya pemukiman permanen. Daerah serapan air dijadikanpemukiman. Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan melakukanpenggusuran dan pembongkaran daerah serapan air dan tanah-tanah pemerintahyang diambil seenaknya oleh penduduk, pemulangan orang-orang yang tidakpunya pekerjaan, dan ajakan transmigrasi yang tetap dilakukan. Masalah inisemakin berbuntut panjang karena masalah komitmen yang tidak jelasmenyebabkan setelah penggusuran semakin menyudutkan nasib rakyat kecil,sedangkan program transmigrasi yang belum matang terus dipaksakan untukdijalankan. Masalah konservasi dalam tinjauan ekonomi dan politik. GeliatReformasi yang kebablasan membuat tindakan penduduk di beberapa daerah dalamwilayah Taman Nasional menyerobot Lahan, menebangin hutan, danmenjadikannya lahan pertanian. Bom digunakan pula di laut. Lahirnya KonsepDesa Konservasi yang memberi alternatif bagi masyarakat agar tak merusak hutanbuat menyambung penghidupannya. Belum adanya konsep yang jelas dan lengkapmembuat gagasan itu masih jauh dari realita.

Kendala kedua yang harus dihadapi adalah kendala pencurian sumber daya alampenting oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Contoh nyata adalahmasalah masalah kehutanan di Indonesia. Langkah operasional dilakukanpenyisiran sawmill untuk memastikan kayu tersebut legal atau tidak. Namuntetap saja belum terungkap bukti-bukti pelaksanaan pencurian kayu tersebut(belum pernah tertangkap tangan).

Kendala ketiga yang harus dihadapi adalah kendala pencemaran secara sengajayang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Contoh pertamaadalah masalah pencemaran limbah industri, tambang, dan peternakan. Limbahindustri telah mengalir ke pesawahan dan sungai mengakibatkan epidemi penyakit.Ada indikasi saluran “siluman” di luar saluran resmi bak instalasi pengolah air

39

limbah (IPAL). Ada indikasi saluran “siluman” di luar saluran resmi bak instalasipengolah air limbah (IPAL). Pencemaran limbah padat (sludge) yang telah menjadiblack liquor telah menumpuk di sungai telah menjadi sumber penyakit ketikahujan. Langkah yang dilakukan baru pengungkapan secara kimiawi tentangkandungan dan kadar limbah padat di daerah tersebut. Contoh kedua adalahmasalah penggunaan sumber daya laut dan pencemaran yang terjadi. Sumberdaya laut masih menjadi kuburan sampah bagi beberapa industriawan di Indonesia,melalui jalur sungai. Contoh ketiga adalah masalah pengadaan tenaga listrikyang murah dengan menggunakan sumber daya yang melebihi ambang batasemisi. Contoh : PLTU di Indonesia. Karena krisis ekonomi yang berkepanjanganmenyebabkan kebanyakan PLTU di Indonesia membuang emisi SO2 melampauambang batas. Langkah yang dilakukan adalah mengajukan alternatif penggunaanflue gas desulfurization (FGD) yang bisa memangkas emisi hingga 160 persen.Diperkenalkannnya Baku mutu emisi sumber tidak bergerak (Kep. 13/MENLH/3/1995) di mana emisi < 750 mg per m3 . Sayangnya langkah ini terhenti karenaharganya milyaran rupiah.

2. Kendala Internal.

Dalam kaidah institusi dan hukum, pemerintah Indonesia sering pula melakukankesalahan pula dalam melakukan penyelenggaraan lingkungan hidup yang lebihbaik. Sebagian besar kendala-kendala ini merupakan kendala yang diakibatkanoleh kurang kuatnya komitmen pemerintah terhadap penyelenggaraan lingkunganhidup.

Kendala pertama adalah masalah koordinasi antar institusi dalam penyelenggaraanlingkungan hidup yang lebih baik. Contoh nyata adalah masalah reklamasi didaerah rawan banjir dimana proyek reklamasi tersebut tidak layak secaralingkungan hidup. Perdebatan antara kementerian LH dengan rencana PemerintahOtonom memperlihatkan tidak adanya koordinasi yang benar dalam tubuhpemerintah.

Kendala kedua adalah masalah kedudukan pemerintah yang secara institusi danhukum tidaklah kuat. Indikasi tawar menawar selalu terjadi dalam setiap ancamankerusakan lingkungan hidup. Tawar-menawar tersebut bisa saja berupa tawarmenawar waktu pelaksanaan batas waktu maksimum dan pemberian kelonggarantindakan dan waktu yang diberikan oleh pemerintah daerah, tawar menawar antar

40

pemerintah dengan negara pemberi pinjaman (tanpa tujuan penyelenggaraanlingkungan hidup didalamnya), kesalahan perizinan (contoh sistem pemberianijin membangun), tawar-menawar komitmen stakeholder, perdebatan danpenjaminan hasil penelitian (perbedaan hasil penelitian menghambat langkahpenyelesaian), bahkan yang terburuk adalah tawar-menawar ganti rugi di bawahharga. (Contoh UU Nomor 23/1997 Pasal 30 di mana perangkat hukum danpenanganan pencemaran diperlemah. Pencemar lingkungan hidup bisa menempuhjalur damai dengan Penetapan internasional bahwa laut bukan tong sampah bagilimbah tambang. Bukan juga di darat dan di sungai). Kendala ini semakindiperuncing dengan adanya kolusi yang tidak sehat dalam penyelenggaraanlingkungan hidup hidup. Masalah “backing” masih menjadi masalah yang belumterselesaikan.

Kendala ketiga adalah masalah tanggung jawab dan komitmen penyelenggaraanlingkungan hidup. Selama ini pemerintah masih berperan dalam bidangperencanaan, penelitian, dan imbauan, sedangkan masalah hukuman danpengaturan kompensasi masih diserahkan kepada pengadilan. Dualismepenanganan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup menyebabkantidak sinkronnya jalur penyelenggaraan lingkungan hidup. Di samping itu, tidakadanya dana pengembangan wilayah dan konsep garis politik yang jelasmenyebabkan masalah-masalah ini terombang-ambing sedangkan pencemarandan kerusakan terus berlangsung. Kerjasama yang dilakukan antara pemerintahdengan negara donor masih berkutat dalam bidang penelitian. Bahkan dalambeberapa kasus, pihak negara donorlah yang banyak mengambil alih bidangpenelitian ini. Di sisi lain, klaim kompensasi masih berkutat dengan klaimkesehatan dan bukan klaim perbaikan lingkungan hidup.

41

“SPEKTRUM POLITIK LINGKUNGAN DALAM RUANG LINGKUP PENGELOLAANSUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN.

Banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah lingkungan terutama adalahurusannya para ahli ilmu pengathuan alam, pendapat itu tidak sepenuhnya benar.Permasalahan lingkungan yang mencuat ke permukaan dan ramai dibicarakan,sesungguhnya tidak terangkat oleh kekuatan aspek-aspek biofis dari permasalhanitu, melainkan oleh seperangkat faktor-faktor “non teknis” alias “sosial”, sepertiyang terjadi dengan penurunan debit air Danau Toba. Dengan demikian, harusdimengerti terlebih dahulu, apa yang dimaksudkan sebagai “isu lingkungan”(environmental issue).

Dalam pengertian ilmu politik, isu adalah “suatu masalah yang belum terpecahkan,yang mengundang ataupun tidak mengundang perdebatan, yang menunggu suatupemecahan masalah dari yang berwenang”.

Isu lingkungan dapat juga digolongkan sebagai isu politik, sebab perdebatantentang suatu masalah ekologis, tidak terlepas dari interaksi kekuatan politikserta momen historis tertentu dalam suatu masyarakat atau negara, di sampingtingkat pengetahuan masyarakat atau bangsa itu tentang masalah lingkunganyang bersangkutan.

Pengertian lain dari hal itu seperti dikemukakan oleh ahli politik lingkunganAmerika Lynton K. Caldwell (1984), „ suatu isu adalah suatu gejala psikologipolitik dan tak selalu didasarkan pada hasil-hasil penelitina ilmu pengatahuanalam: opini masayarakat, dan bukan hanya fakta-fakta yang mencipatakan isu-isu itu”.

Suatu masalah lingkungan yang sedang muncul atau berkembang menjadi isupolitik, sebagai hasil interaksi faktor-faktor ilmu pengetahuan alam, teknis,ekonomi dan terutama psikologis. Kebijakan-kebijakan tertentu dikonfirmasi danditerapkan oleh orang-orang yang bertanggung jawab kepada generasi sekarang,bukan kepada generasi mendatang. Karena itu, kepentingan suatu isu sebagaisasaran pembentukan kebijakan (policy making) tidak terlalu ditentukan olehpentingnya masalah itu dalam biosfer.

42

Mengingat urgensi politis selalu dipengaruhi apapun yang dianggap penting olehkhayalak ramai, kondisi keamanan, kesiapan teknis untuk memecahkan masalahitu, hingga akhirnya implikasi dari hal tersebut dapat diproyeksikan untukkepentingan pribadi yang mengarah pada pengambilan keputusan.

Selain itu isu-isu lingkungan yang kritis diterima secara berbeda di lingkunganilmuwan dibandingkan dengan di lingkungan politik. Dan walaupun ilmupengetahuan alam dan teknologi menentukan tingkat kesadaran masyarakat ataubangsa terhadap masalah lingkungan, faktor-faktor politis seringkali menentukanapakah pemecahan masalah itu dirasakan mendesak atau tidak.

Sambutan masyarakat Sumatera Utara terhadap pembangunan Proyek Asahanberubah dari waktu ke waktu. Pada mulanya, rencana proyek itu disambut denganpenuh antusiasme, sebagai pertanda penyerapan pembangunan dari Jawa keSumatera Utara. Namum pada saat air Danau Toba mulai turun ketika PLTA Sigura-gura sedang dibangun, orang mulai was-was. Sampai-sampai pemerintahmenyelenggarakan suatu seminar ilmiah tentang dampak pembangunan bendunganbesar di Medan.

Masalah-masalah lingkungan yang muncul ke arena perdebatan umum,sesungguhnya hanya sebagian kecil dari masalah-masalah pencemaran danpengrusakan lingkungan yang secara obyektif terjadi, dan sangat tergantungdari dinamika politik suatu negara. Khususnya dinamika gerakan lingkungan dinegara itu. (Aditjondro, 2003)

II. SKEMA HUBUNGAN ANTARA POLITIK LINGKUNGAN DENGANPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.

Gerakan lingkungan, menurut literatur sosiologi lingkungan, digunakan dalampengertian sebagai berikut :

• Sebagai penggambaran perkembangan tingkah laku kolektif (collectivebehavior) tertentu.

• Sebagai jaringan konflik-konflik dan interaksi politis di seputar isu-isulingkungan dan isu-isu lain yang terkait.

• Sebagai perwujudan dari perubahan opini publik dan nilai-nilai yangmenyangkut lingkungan.

43

Pendek kata, gerakan lingkungan dapat dimanifestasikan dalam tiga bentuk, yaitugerakan “ide-ide” yang muncul dan berkembang dalam masyarakat, baik melaluimedia komunikasi massa maupun melalui komunikasi antarpribadi, serta gerakan“konflik-konflik politik” yang semuanya menyangkut berbagai aspek pengelolaanlingkungan hidup.

Gerakan lingkungan, menurut Denton E. Morrison, dibagi menjadi tiga komponen,yaitu:

• The organized or voluntary movement

• The public environmental movement

• The institutional environmental movement

Komponen pertama yang paling sering dibicarakan adalah “gerakan lingkunganterorganisir” atau “gerakan lingkungan yang sukarela” (the organized or voluntarymovement. Termasuk kategori ini adalah organisasi-oragnisasi lingkungan sepertiWALHI, Skephi, dan Pelangi.

Komponen kedua, “gerakan lingkungan publik” (the public environmentalmovement), adalah khalayak ramai (the public) yang dengan sikap, tindakansehari-hari dan kata-kata mereka menyatakan keengganan atau kesukaan merekaterhadap sekosistem tertentu, pola hidup tertentu, serta flora dan fauna tertentu.

Komponen ketiga dapat dikatakan sangat menentukan dalam negara-negaraberkembang, seperti di Indonesia, dimana peranan “negara” sangat dominan,adalah “gerakan lingkungan yang terlembaga”. Yakni aparat-aparat birokrasi resmiyang punya wewenang hukum (yurisdiksi) terhadap kebijakan umum tetntanglingkungan hidup, atau yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Di Indonesiaadalah Kantor Negara Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), DepartemenKehutanan, khususnya Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA),Badan Pertanahan Nasional, dan Departemen Pertambangan dan Energi.

Komponen “gerakan lingkungan terlembaga” ini penting diamati tersendiri,contohnya EPA (Environmental Protection Agency, USA), kemampuan EPA untukmengendalikan polusi air dan udara misalnya, dipengaruhi oleh kebijakan badan-badan pemerintahan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaanluar negeri, penciptaan lapangan kerja, inflasi, dan ketersediaan sumber-sumberenergi.

44

Ketritunggalan hakikat gerakan lingkungan, menurut Buttel dan Larson III, punyabeberapa manfaat. Pertama, struktur gerakan lingkungan di setiap negara yaknihubungan di antara ketiga komponen itu bisa berbeda-beda, dan ini membawavariasi yang cukup berarti di antara paha limngkungan (environmentalism) dinegara-negara itu. Kedua, taktik dan ideologi gerakan lingkungan terorganisir disuatu negara dapat dilihat sebagai hasil interaksi di antara komponen-komponenkelas di negara itu di satu pihak, dan kelompok-kelompok kepentingan (interestgroup) di pihak lain. Seperti yang terjadi di Jepang telah menciptakan suatumekanisme pengambilan keputusan yang relatif “tertutup”, yang hampir taktertembus oleh tuntutan kelompok-kelompok kepentingan yang tidak sesuaidengan kebijakan pemerintah Jepang yang menghendaki pertumbuhan ekonomimelesat pesat.

Dengan demikian, gerakan lingkungan teroganisir di Jepang kurang begitu berartidibandingkan dengan di Amerika, dimana hubungan antara komponen gerakanlingkungan terorganisir lebih “terbuka, bahkan dirasuki jaringan-jaringan atasdasar “issu” atau issue networks alias marble cakes. Artinya, pemerintah danorganisasi-organisasi bukanlah “kue-kue lapis” yang dalam segala halhubungannya sanngat bersifat hirarkis, melainkan lebih merupakan “jaringankepentingan” yang lintas kelas, seperti warna-warna kelereng (marble).

Politik lingkungan dapat diartikan sebagai interaksi antara kekuatan-kekuatan(badan-badan pemerintah, perusahaan-perusahaan swasta, badan-badan dana,organisasi-organisasi lingkungan) yang mempengaruhi keputusan untukmemanfaatkan sumber-sumber daya alam dan mengubah ekosistem-ekosistemyang mempengaruhi komunitas-komunitas yang ada didalamnya. Gambar 1mengilustrasikan definisi tentang politik lingkungan.

45

Gambar 1. Politik Lingkungan (Aditjondro, 2003)

����i # #

���K&'%���� �%! &( &

��������n$##" # ##

������������� �$!#" ## #####&#

��� ��� ��$ #&## ! " #��#

��������� m%" #" " #&

��� ������s$#& ## #"

���##

�������� i #### %#&

��k##� �� ���&#&##

��k" #� ���&###

��$#� �� ���&#&###

��k$#� �� ���&#&###

�����n$###"��� ��##&#

�����- $#! #"��������a##! # " ###

����� ��$####! ##

� ����-& ###�����#! ###����� " ##

��������i "### #!

POLITIKLINGKUNGAN

Interaksi

antara

Kekuatan-kekuatan yang terdiridari

yang mempengaruhi

Proses pengambilan keputusan Badan-badanpemerintah

untukmemanfaatkan

untukmengubah Perusahaan-

perusahaan swasta

untukmempengaruhi

Sumber-sumber dayaalam

Ekosistem-ekosistem

Badan-badan dana

Yang mempengaruhi Organisasi-organisasilingkungan

Komunitas-komunitas

46

Politik lingkungan adalah segala upaya untuk mengambil tindakan terhadappermasalahan lingkungan. Politik lingkungan di dunia merupakan bagian suatugerakan atau aliran politik yang lebih besar lagi, yaitu politik hijau (green politics).Politik hijau berkembang dari hubungan gerakan sosial dan lingkungan yangmerespon kebijakan nuklir perang dingin, degradasi lingkungan di dunia, perang,struktur kekuasaan patriarchal top-down, dan isu kebebasan sipil. Fokus padakehidupan ekologi dengan cepat menjadi prinsip utama aliranini.(www.greeninformation.com)

Politik hijau sendiri merupakan aliran alternatif lain dibandingkan aliran yangada, yaitu kiri (labour based) dan kanan (capital based). Aliran ini terbentukkarena aliran-lairan karena bukan berbasis ekologi melainkan berbasis ekonomidianggap tidak dapat mengatasi permasalahan yang ada, .

Dari organisasi yang berbasis aliran tersebut terbentuk partai di negara-negaraeropa yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, sampai akhirnya terbentuksuatu jaringan organisasi politik hijau di dunia.

Gerakan politik hijau mempunyai empat pilar utama, yaitu ekologi (ecology),anti kekerasan (nonviolence), keadilan sosial (social justice) dan demokrasi akarrumput (grassroot democracy). Pada tahun 2001 di Canberra, Australia, disepakatienam prinsip utama gerakan lingkungan di dunia, yaitu :

1. Ecological Wisdom

2. Social Justice

3. Participatory Democracy

4. Nonviolence

5. Sustainability

6. Respect for Diversity

Gerakan politik hijau di suatu negara pada awalnya terbentuk karena kesadaranlingkungan beberapa individu yang akhirnya membentuk suatu organisasi kecilyang pada akhirnya membentuk suatu organisasi politik. Kesadaran lingkunganmerupakan elemen yang penting dalam superstruktur ideologi dalam masyarakatmodern dan kemampuan pengejaran perkembangan ekonomi. (Redclift, 1984)

47

III. POLITIK LINGKUNGAN DI INDONESIA.

Di Indonesia, gerakan politik hijau belum terlihat banyak berperan dalam kancahpertarungan politik di Indonesia. Manuver-manuver gerakan lingkungan barudilakukan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Partai politik yang adabelum terlihat melakukan manuver yang mengarah ke lingkungan. Usaha-usahamengatasi permasalahan lingkungan yang dilakukan mayarakat dan LSM seringkali menjadi sia-sia jika berhadapan dengan institusi pemerintah.

Jika pendekatan „tripartite“, secara garis besar dapat dikatakan bahwa hubunganantara gerakan lingkungan yang terlembaga (institutional environmentalmovement) dan gerakan lingkungan yang terorganisir (organized environmentalmovement), agak mirip seperti AS.

Banyak issue networks yang menjelujuri hubungan antara aparat-aparat negaradan lembaga-lembaga pengembang swadaya masayarakat, yang sama-sam berasalkdari jkelas menengah ke atas. Namun dipihak lain gerakan lingkungan publik diIndonesia sulit dilakukan artikulasi politiknya secara konsisten sejak awal eraOrde Baru melalui pengibirian partai-partai politik, fungsi oragnisasi-organisasimassa.

Politik lingkungan di Indonesia, mengacu pada definisi politik lingkungan diatas,dapat dikatakan buruk. Interaksi antara tiga komponen, terorganisasi; publik;dan terlembaga, dapat dikatakan berjalan satu arah. Interaksi lebih banyak darikomponen terlembaga ke dua komponen lainnya. Sedangkan interaksi lainnyadapat dikatakan tidak terjadi, kalaupun terjadi hanya sebatas keluhan dan demoyang tidak ditanggapi. Komponen publik tidak terlibat, atau lebih tepatnya tidakdilibatkan dalam pengambilan keputusan. Gambar dibawah ini dapat memberikanilustrasi politik lingkungan di Indonesia.

48

gambar 2. Politik lingkungan di Indonesia (Aditjondro, 2003)

Usaha-usaha untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia dapat dilihatdari tindakan-tindakan pemerintah, dapat dikatakan politik lingkungan yangdilakukan pemerintah, dalam menangani permasalahan lingkungan. Dapatdikatakan tindakan-tindakan yang telah dilakukan pemerintah belumlah efektif.Hal ini dipengaruhi oleh beberapa sebab antara lain :

����i # #

���K&'%���� �%! &( &

��������n$##" # ##

������������� �$!#" ## #####&#

��� ��� ��$ #&## ! " #��#

��������� m%" #" " #&

��� ������s$#& ## #"

���##

�������� i #### %#&

��k##� �� ���&#&##

��k" #� ���&###

��$#� �� ���&#&###

��k$#� �� ���&#&###

�����n$###"��� ��##&#

�����- $#! #"��������a##! # " ###

����� ��$####! ##

� ����-& ###�����#! ###����� " ##

��������i "### #!

���� #! #

POLITIKLINGKUNGAN

Interaksi

antara

Kekuatan-kekuatan yang terdiridari

yang mempengaruhi

Proses pengambilan keputusan Badan-badanpemerintah

untukmemanfaatkan

untukmengubah Perusahaan-

perusahaan swasta

untukmempengaruhi

Sumber-sumber dayaalam

Ekosistem-ekosistem

Badan-badan dana

Yang mempengaruhi Organisasi-organisasilingkungan

Komunitas-komunitas

terputus

49

• Konsep pembangunan

Konsep pembangunan sejak jaman orde baru hingga sekarang menitikberatkan pada pembangunan ekonomi dengan memamanfaatkan sumber dayaalam (resource based). Hal ini dapat dilihat pada salah satu butir yangterdapat pada GBHN, yaitu memperbaiki kondisi ekonomi denganmemanfaatkan sumber daya alam sebaik-baiknya. Konsep pembangunan yanghanya berdasarkan pemanfaatan sumber daya alam saja dan mengandalkaninvestasi asing menyebabkan kerusakan lingkungan menjadi lebih parah.Dengan kata lain kita menjual sumber daya alam kita ke pihak investor.Kondisi perekonomian yang menurun sejak tahun 1997 hingga sekarangdan beban hutang luar negeri yang cukup besar, membuat isu lingkunganmenjadi lebih terpinggirkan lagi. Hal ini dapat dilihat pada anggaran untukpengelolaan lingkungan.

• Anggaran

Anggaran untuk pengelolaan lingkungan sangatlah kecil, hal ini telahberlangsung sejak jaman orde baru. Ketika krisis ekonomi terjadi, anggaranpengelolaan lingkungan menjadi lebih kecil lagi, yaitu berkisar antara 0.08%- 0.163% pengeluaran pemerintah.

• Lingkungan sebagai isu politik

Hingga saat ini lingkungan belum menjadi isu politik di kalangan para elitpolitik. Para elit politik lebih memilih isu ekonomi dan sosial. Hal itu dapatdilihat dari partai-partai politik yang akan mengikuti Pemilu mendatang.Tidak ada satupun partai politik yang mengangkat lingkungan sebagai isuutama. Lingkungan hingga saat ini hanya menjadi wacana politik saja dalamdiskusi, lokarya, dan seminar. Hal ini tentunya menyebabkan isu lingkungansebagai anak tiri. Isu lingkungan baru muncul ketika ada suatu permasalahanlingkungan, kasus Bohorok adalah salah satunya.

• Koordinasi dan komunikasi

Salah satu sebab tindakan pemerintah kurang efektif adalah koordinasi.Koordinasi secara horisontal, vertikal maupun diagonal dapat dikatakan tidakmempunyai komunikasi yang baik. Dengan dikeluarkannya undang-undangtetang otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih besarkepada pemerintah kabupaten/kota membuat koordinasi menjadi lebih sulit.

50

Permasalahan lingkungan yang selama ini dikendalikan secara sentralistik,sekarang ini menjadi sepenuhnya kewenangan pemerintah kabupaten/kota.Ketidakmengertian suatu institusi pemerintah siapa yang menjadi leadingagent dan tidak adanya koordinasi yang baik menyebabkan kelambanandalam penanganan permasalahan lingkungan.

Hubungan pemerintah dengan LSM lingkungan dapat dikatakan tidakharmonis. Komunikasi antar keduanya dapat dikatakan buruk. Pemerintahsering kali mendapat kritikan dan kecaman dari LSM. Hubungan kerjasamaatau partnership antar keduanya boleh dikatakan tidak ada.

• Partisipasi pengelolaan lingkungan

Salah satu penyebab permasalahan lingkungan adalah budaya sadarlingkungan pada masyarakat yang hampir tidak ada. Partisipasi pengelolaanlingkungan dalam masyarakat belum terbentuk. Partisiapsi masih terbataspada LSM lingkungan. Usaha pemerintah dalam mengkampanyekan parisipasipengelolaan lingkungan belum merasuki masyarakat banyak. Usaha-usahaterebut lebih banyak bersifat seremonial, sementara itu tindak lanjut dariusaha tersebut masih kurang.

• Reaktif vs antisipatif

Usaha pemerintah dalam menangani permasalahan lingkungan masih bersifatreaktif. Pemerintah lebih banyak bertindak ketika permasalahan lingkunganmuncul. Program-program yang sebenarnya dibuat untuk mengantisipasiagar tidak terjadi permasalahan lingkungan, seperti AMDAL, Proper, Prokasih,dsb, pada akhirnya hanya bersifat formalitas saja. Tindakan pengawasanatas terlaksananya program dapat dikatakan tidak ada. Pemerintah masihbelum konsisten melaksanakan program-program tersebut. Sebagai contoh,apakah pelaksanaan RPL dan RKL dari suatu proyek diawasi atau tidak.

• Hukum

Penegakan hukum di Indonesia masih menjadi lip service pemerintah saja,hal ini juga berlaku bagi kasus lingkungan. Sering kali kasus pelanggaranlingkungan gagal dalam proses hukum.

51

• Fungsi kontrol

Salah satu kelemahan terbesar di Indonesia adalah tidak adanya fungsi kontrol.Kurangnya pengawasan terhadap suatu program, seperti pelaksananan RPLdan RKL, menyebabkan terjadinya banyak kasus lingkungan yang terjadi yangseharusnya dapat dihindari. Ketidakjelasan siapa mengawasi siapa/apa dalampelaksanaan suatu program juga menyebabkan terjadinya kasus lingkungan.Lembaga yang lebih tinggi (pusat/propinsi) berfungsi sebagai pengawaspenyelengaraan lingkungan pada tingkat di bawahnya, tetapi salah satu butirdari PP no 25/2000 menyebutkan fungsi pengawasan terhadap tingkat dibawahnya hanya pengawasan penyelenggaraan lintas daerah.

Kontrol sosial (bottom up) dari mayarakat terhadap pemerintah dan legislatifdapat dikatakan tidak ada. Seharusnya dalam paradigma baru mengenaipartisipasi masayarakat di awal orde reformasi memiliki kekuatan terpentingdalam proses pengambilan keputusan. Pada kenyataanya hal itu tidak pernahterjadi karena sistem pengambilan keputusan pada jaman Orde Baru masihdipakai hingga saat ini.

• Kesenjangan intelektual

Tampaknya ada kesenjangan „intelektual“ antar tingkat pemerintahan. Acuan/aturan yang dibuat tingkat pemerintahan yang lebih tinggi sering kaliditerapkan begitu saja oleh tingkat pemerintahan dibawahnya tanpa dipelajarilebih lanjut. Acuan/aturan yang diterapkan begitu saja menyebabkan terjadinyakasus-kasus lingkungan, sebagai contoh adalah kasus Bandung Utara.

• Kemauan melaksanakan acuan/aturan dengan baik dan benar

Poin ini mungkin merupakan kelemahan terbesar di Indonesia. Kemauanmenjalankan acuan/aturan, terlepas acuan/aturan itu benar atau salah, dapatdikatakan sangat kurang. Banyak kasus lingkungan yang sebenarnya dapatdihindari jika aturan tersebut mau dilaksanakan dengan baik dan benar.

• Budaya Feodalisme

Sistem birokrasi yang ditumbuhkan, sejak jaman penjajahan Belanda, adalahbirokrasi yang berjenjang. Penjajah Belanda telah berhasil membangun sistempemerintahan dengan mencipatakan di lapisan tengah satu kelompok elitbirokrasi pribumi yang mengabdi kepada kepentingan penguasa kolonial.

52

Pada lapisan ini, sistem nilai feodal tradisional masih berakar kuat. Birokrasiyang diciptakan pada waktu itu adalah birokrasi yang mengadi pada atasan,bukan suatu sistem yang melayani masyarakat.

Gerak-gerik birokrasi pada jaman penjajahan, khsususnya sangat nyata selamaOrde Baru, menunjukkan kemiripan bahkan kesamaan dengan tingkah lakubirokrasi di zaman penjajahan. Secara tidak sadar kita masuk dalamkontradiksi; membangun sistem sosial dan masyarakat modern yang merdekadengan nilai-nilai yang dibangun justru untuk menghambat kemerdekaandan mempertahankan kebiasaan feodalistik tradisional.

• Mengkomunikasikan Lingkungan

Sering kali program-program lingkungan yang dibuat oleh pemerintah tidaksampai pada masyarakat. Hal ini kurangnya mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan maupun program-program lingkungan ke masyarakat. Akibatnyaapa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah tidak dapat berjalan denganbaik, kalau mau tidak dibilang gagal.

• Proses Pengambilan Keputusan

Di Indonesia, pada umumnya proses pengambilan keputusan, baik itu berupakebijakan maupun aturan, dapat dikatakan dimabil oleh satu komponensaja, yaitu pemerintah. Komponen lainnya tidak banyak terlibat, dapatdikatakan tidak terlibat sama sekali, dalam pengambilan keputusan. Badanlegislatif yang seharusnya menyuarakan suara publik juga tidak menjalankanfungsinya dengan baik. Suara yang dibawa lebih banyak untuk kepentingankelompoknya saja. Hal ini menyebabkan banyak keputusan-keputusan yangdiambil sering kali mengecewakan masyarakat, yang sebenarnya adalahkomponen yang terkena dampak dari keputusan tersebut.

• Pelayanan Publik

Institusi pemerintah seharusnya merupakan suatu institusi pelayanan publik.Tetapi pada kenyataannya, institusi pemerintah lebih banyak bersifat sebagai“majikan” dibandingkan sebagai “pelayan”. Hal ini dapat dilihat keputusan-keputusan yang diambil. Banyak keputusan-keputusan tidak berpihak kepadapublik tetapi berpihak kepada kelompok-kelompok tertetnu saja. Kepentinganpublik lebih sering dikorbankan. Salah satu sebabnya adalah budaya yangterbentuk cukup lama, terutama pada jaman orde baru, yang sulit untuk diubah.

53

“SPEKTRUM GLOBALISASI DALAM RUANG LINGKUP PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP“

I. PENDAHULUAN.

Masalah globalisasi dalam ruang lingkup lingkungan dapat dilihat dari berbagaikacamata, tetapi secara umum pandangan dunia dapat dibagi menjadi 2 kelompokutama yaitu pertama, apa yang ada di dunia ini tidak cukup untuk seluruh dunia.Pandangan ini melahirkan apa yang dimaksud dengan kaum kapitalis yang berupayamenguasai semua kapital untuk mencapai kemakmuran. Kedua, apa yang ada didunia ini cukup untuk seluruh dunia. Konsep kapitalisme ini menjadi meluas danmerambah ke sistem sosialis dan feodalis sehingga menjadi pegangan bagikemakmuran bersama.

Dampak globalisasi terhadap kerusakan lingkungan dapat terjadi jika pembangunandidukung sepenuhnya oleh PMA. Logikanya, setiap produsen luar negeri mencobamenekan ongkos eksternalitas yang semakin besar dengan mengalihkan investasiyang berteknologi rendah (rendah pengelolaan lingkungannya) kepada negara-negara yang sangat butuh investasi seperti itu. Dan itu yang terjadi di Indonesia.Kondisi “Center of Pheriphery” juga terjadi dalam kasus produksi di Indonesiadimana setiap produsen di Indonesia hanya menjalankan apa yang diperintahkanoleh negara luar. Dengan kata lain, kerusakan lingkungan dibarengi pula dengankeuntungan berlipat dari negara lain.

Ada pemeo yang menekankan pada Sustainable Development sebagai ajakan oranguntuk hidup sederhana. Hidup sederhana ini merupakan proses pengurangankonsumsi sumber daya yang pada akhirnya mengurangi kerusakan terhadaplingkungan. Agar sustainable development seperti itu dapat berjalan maka perluadanya kontrol sosial.

Globalisasi telah menjadi proses yang berarti pada saat ini. Ketika peluang dankeuntungan dari proses ini menjadi perdebatan yang sengit antara pendukungdan penolaknya, baru-baru ni telah terjadi peningkatan kesadaran diantarapembuat kebijakan di Selatan, analis dan alademisi, seperti juga organisasi-organisasi non pemerintah di Selatan maupun Utara. Kegagalan konferensi WorldTrade Organization tingkat menteri pada bulan Desember 1999 di Seattle, AmerikaSerikat, merupakan pertanda kesadaran ini.

54

Alasan perubahan persepsi dan tingkah laku ini adalah macam-macam.diantarafaktor-faktor penting adalah perbedaan keuntungan yang nyata terhadapkebanyakan negara-negara berkembang dari membuka perekonomian mereka,walaupun publikasi yang baik dalam hal dan pendapatan; kegagalan ekonomidan dislokasi sosial pada banyak negara berkembang banyak disebabkan olehliberalisasi pasar dan finansaial yang cepat; pertumbuhan ketimpangankesejahteraan dan perluang bereasal dari globalisasi; dan presepdi bahwa msalahlingkungan, sosial dan kultural menjadi lebih buruk oleh ekonomi pasar bebasglobal.

Globalisasi ekonomi bukanlah suatu proses baru, telah lebih dari 5 abad padanegara-negara yang berekonomi maju telah meningkatkan jangkauannya melaluiaktivitas perdagangan dan produksi (intensif pada periode kolonialisasi) ke daerahlain di seluruh dunia. Pada dua atau tiga dekade terakhir, laju globalisasi ekonomimenjadi lebih cepat karena beberapa faktor seperti pengembangan teknologi,tetapi terutama kebijakan liberalisasi yang melintas ke seluruh penjuru dunia.

Aspek terpenting dari globalisasi ekonomi adalah runtuhnya batas-batas ekonominasional; penyebaran secara internasional aktivitas perdagangan, finansial danproduksi, dan meningkatnya kekuatan perusahaan transnasional dan institusifinansial internasional dalam proses ini. Ketika globalisasi ekonomi menjadi tidakmerata, dengan meningkatnya investasi dan perdagangan yang terfokus padabeberapa negara, hampir semua negara terpengaruh oleh proses ini. Sebagaicontoh, sebuah negara berpendapatan kecil berpartisipasi hanya pada sebagiankecil dari perdagangan dunia, tetapi perubahan dalam permintaan atau hargadari komoditas eskport atau kebijakan pengurangan pajak impor dapatmenyebabkan dampak ekonomi dan sosial yang besar pada negara tersebut. Negaratersebut mungkin mempunyai peranan marjinal dalam perdagangan dunia, tetapiperdagangan dunia mempunyai pengaruh yang ckup besar terhadap negaratersebut, mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada beberapa negaraberkembang.

Liberalisasi eksternal dari ekonomi nasional meliputi runtuhnya batas-batasnasional terhadap aktivitas ekonomi, menghasilkan keterbukaan dan integrasiyang lebih besar suatu negara di pasar dunia. Pada kebanyakan negara, batasnegara telah dihilangkan untuk sektor keuangan dan pasar finansial, perdagangandan investasi asing langsung (direct foreign investment).

55

Yang paling penting dan unik dari proses globalisasi sekarang adalah ‘globalisasi’kebijakan nasioanl dan mekanisme pembuatan kebijakan. Kebijakan nasional(termasuk dalam bidang ekonomi, sosial, kultural dan teknologi) yang beradapada kewenangan negara dan rakyat pada suatu negara, pada saat ini telahdipengaruhi oleh badan-badan dunia dan proses dari perusahaan swasta besardan pemain pada bidang ekonomi/keuangan. Hal ini membawa erosi pada kekuasannasional dan berkurangnya kemampuan pemerintah dan masyarakat untukmembuatv pilihan dari opsi-opsi dalam kebijakan dalam bidang ekonomi, sosialdan kultural.

Pada banyak negara berkembang terlihat kapasitas pembuatan kebijakan secaraindependen telah terkikis dan harus mengadopsi kebijakan yang dibuat olehpihak lain, yang mungkin dapat merusak keseimbangan suatu negara. Negara-negara maju, yang merupakan pemain-pemain utama dan juga mengendalikanproses dan kebijakan dari agensi-agensi ekonomi internasional, lebih baik dalammengendalikan kebijakan nasional mereka sendiri seperti menentukan kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek institusi internasional dan sistem global.Bagaimanapun, perusahaan-perusahaan besar juga mempunyai peranan yangsangat besar dalam menentukan keputusan walaupun itu juga di negara maju,pada pengeluaran kekuasan negara atau pemimpin sosial dan politik.

56

gambar 1. Definisi Globalisasi

� ����I *' ) ) (

�������� # # " ##��ُّ����## ##

��� �����n" %#" # #������� # # ##

��� ����a #& ##" #� ����� ���### ##&# ��� �����# ###&##

���) ###������� #! ####

���" ##

������ �������# ## # " ## ����%#!"����� ������ ##!#"######

����������� ��a# " #### " ## #�� ) '�� ��������, &#### ##

�������������� #"# !%$$$ #���) $ $�l

����2$##"������ : # # ##��� "������n ### #"

���##"�l

� ��i &#

��� �i %#&#������g#####!

��a#"

����N) ( ( "(���)$#

�� ��������" ## # #### ���������"### ! # ##

��� �������%#!#" ## # #��� �������h##&# # ##

���������� ("## # ### � �d(#������$#" # �� '

������ ��! ## ##" #� �������a&#" #" ! #"������ ����## ##&### "� �������ُّ ���&#" #" !# " # #���� �����! ## ###" ##�l !

�� �� ��������%" #& # ##

��� ##&

���i $" # ���$#" �����# $ ## ����$# Ekonomi Sosial Lingkungan Kultural

GLOBALISASI

Intervensi pihak asing(peran swasta, badan-badan internasional,lembaga-lembaga nonpemerintah lebihdominan dari perannegara) terhadapsuatu negara

melalui

Gerakan organisasi nonpemerintah, tokoh-tokohsosial dan lingkungan (WorldSocial Forum, WSF)- ketidakadilan bagimasyarakat negaraberkembang (terutamamasyarakat kurang mampu)

- kerusakan lingkungan- dll

Konvensi 2International:- iklim- keanekaragamanhayati

- dll

Liberalisasi, freetrade,freemarket:- perdagangan multilateraldikendalikan organisasidunia (WHO)

- mengurus perdagangan, jasa(GATS), hak intelektual(TRIPS)

- dll

Mempunyaipengaruh yang

nyata

Belum terlihat pengaruhnya

KEBIJAKAN(Policy)

suatu negara (terutama negaraberkembang)

dampak

57

Aspek yang lebih penting adalah proses yang sekarang terjadi adalah institusiglobal yang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembuatan kebijakanyang secara tradisional merupakan kewenangan pemerintah nasional. Pemerintahsekarang harus mengadopsi kebijakn yang dibuat berdasarkan keputusan danaturan institusi internasional. Institusi penting tersebut adalah Bank Dunia (WorldBank), Dana Moneter Internasional (Internasional Monetary Fund, IMF) danOrganisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization, WTO).

Institusi Bretton Wood (IMF dan Bank Dunia) mempunyai otoritas yang yangbesar pada sebagian besar negara berkembang (dan negara yang sedang dalamproses transisi) yang bergantung pada pinjaman terhadap kedua lembaga tersebut.

Negosiasi putaran Uruguay (Uruguay round) telah memberikan kekuatan yanglebih besar pada sistem GATT, dan perjanjian yang dibuat di bawah organisasipengganti GATT, WTO, telah menetapkan ketentuan dalam bidang-bidang baru,termasuk hak kekayaan intelektual, pelayanan, pertanian dan investasi yangberhubungan dengan perdagangan. Menurut beberapa analis, perjanjian yangdibuat pada Putaran Uruguay mempunyai perjanjian yang tidak adil , dan perjanjiandan sistem WTO (termasuk sistem pengambilan keputusan) cenderung melawankepentingan pihak Selatan. Perjanjian yang terjadi sekarang membutuhkankebijakan dan aturan domestik dari negara anggota yang disesuaikan denganaturan yang mereka miliki.

Kebanyakan negara Selatan, termasuk Indonesia didalamnya, tidak mampu meraihkeuntungan dari globalisasi karena beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahannegara-negara Selatan disebabkan beberapa faktor. Negara-negara berkembanglemah secara ekonomi untuk memulai dengan kekurangan kapasitas ekonomidomestik dan mempunyai infrastruktur sosial yang lemah karena pengalamankolonial. Mereka menjadi lebih lemah karena harga expor yang rendah dan bebanhutang yang cukup tinggi. Kebijakan yang dibuat umumnya merupakan lampirandari paket penjadwalan ulang pinjaman. Kebanyakan negara-negara berkembangjuga teridentifikasi sebagai negara dengan kediktatoran, penyalahgunaankekuasaan dan kesalahan mengurus perekonomian (economic mismanagement),yang merusak proses pembangunan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan banyaknegara-negara Selatan berada dalam posisi yang lemah dalam menghadapiglobalisasi, seperti kondisi untuk kesuksesan dalam liberalisasi yang tidak muncul.

58

Dengan kurang kondusifnya kondisi dan persiapan, liberalisasi yang cepatmenyebabkan lebih berbahaya daripada mendapatkan keuntungan.

Kelemahan juga terlihat dalam kekuatan negosiasi dan posisi tawar (bargainingposition) dalam hubungan internasional. Mempunyai utang luar negeri yang cukupbesar dan sangat bergantung pada dana pinjaman bantuan baik itu dari negaramaju maupun lembaga internasional, melemahkan kapasitas mereka dalambernegosiasi. Selain itu juga negara-negara berkembang tidak terorganisasi denganbaik di negaranya sendiri. Institusi pemerintah tidak mempersiapkan secara baikdalam menghadapi perkembangan ekonomi global yang cepat dan dalam negosiasiglobal. Interaksi atau hubungan antara kaum intelektual, LSM dan pemerintahsangatlah lemah. Dengan kondisi seperti itu banyak negara berkembang, khususnyaIndonesia, tidak siap dalam menghadapi globalisasi, akibatnya bidang sosial,ekonomi dan lingkungan terkena dampak dari ketidaksiapan tersebut.

II. SKEMA HUBUNGAN ANTARA SPEKTRUM GLOBALISASI DAN PENGELOLAANSUMBER DAYA ALAM LINGKUNGAN HIDUP.

Banyak kalangan, terutama para tokoh dunia yang bergerak di bidang sosial danlingkungan, gelombang globalisasi mempunyai dampak yang sangat buruk bagisumber daya alam dan lingkungan serta kesejahteraan sosial di negara berkembang.Kekuatan ekonomi dunia melalui perdagangan bebas dan liberalisasi yangmengusulkan pengelolaan sumber daya alam seperti, kehutanan, barang mineral,dan air, dikhawatirkan kerusakan lingkungan yang sudah ada semakin bertambahbesar. Selain itu juga dipersoalkan masalah keadilan. Pengelolaan sumber dayaalam, terutama air, yang dikelola oleh pihak swasta akan mengakibatkan hilangnyaakses masyarakat setempat terhadap sumber daya alam. Kerusakan lingkunganyang semakin parah dan kehilangan akses terhadap sumber daya alam merupakandampak negatif dari globalisasi yang dikhawatirkan banyak pihak penentangglobalisasi. Tetapi pendapat yang berbeda ini sering kali tidak mendapat tanggapandari pihak pembuat kebijakan di banyak negara berkembang yang disebabjanantara lain oleh faktor-faktor yang telah disebutkan diatas seperti beban hutangdan sebagainya.

Meskipun globalisasi ekonomi memberikan tekanan terhadap lingkungan, padasatu sisi memperkuat kekuatan untuk menjadi lebih baik. Jaringan internasionalkekuatan publik (civil society) memperkuat suara untuk perlindungan lingkungan

59

pada tingkat nasional. Suara-suara ini akan memperkuat penggunaan bahasayang sama dari prinsip-prinsip penyelenggaraan lingkungan (environmentalgovernance principles) yang diartikulasikan selam Konvensi Aarhus.

Bersamaan dengan tekanan publik, peluang penting bersamaan dengan tekananpasar. Globalisasi perdagangan dan penghilangan batas-batas perdaganganmenempatkan tekanan pada industri domestik untuk mencapai posisi yangkompetitif melalui efisiensi yang lebih baik dan manajemen lingkungan yanglebih bertanggung jawab.

Dampak globalisasi terhadap kerusakan lingkungan dapat terjadi jika pembangunandidukung sepenuhnya oleh PMA. Logikanya, setiap produsen luar negeri mencobamenekan ongkos eksternalitas yang semakin besar dengan mengalihkan investasiyang berteknologi rendah (rendah pengelolaan lingkungannya) kepada negara-negara yang sangat butuh investasi seperti itu.

Gambar 2. Hubungan globalisasi dengan lingkungan

� ����I *' ) ) (

��� ���$# ## " ���i # #

���! " #���k! ##

���� ##

����N$ $$

����$#"� ����&####�����i# ###

��� %#&���"#"

�����! &#" "��� ����?##&#" # #

������ ��! "# ####� ����&" #" #

����� ��s ! " ## ##��� �� ���##&" # ##

������### # "

���%#&����� ##"

����h! #" !���������##!###" #

������ ####��������a! # # ##

����� ���##&## ##���� #

�������"#### " #����##"#

GLOBALISASI

Kondisi negara- ekonomi- sosial- politik- kultural

Kesiapan menghadapiglobalisasi

KEBIJAKAN

Dampak Sosial- Masyarakat semakinsejahtera?

- ketidakadilan bagimasyarakat(kehilangan aksespemanfaatansumber daya alam)?

Dampak Lingkungan- bertambahparahnyakerusakanlingkungan?

- laju berkurangnyasumber dayaalam?

- hilangnyakeanekaragamanhayati

60

Gelombang globalisasi ekonomi yang begitu kencang bukanlah sesuatu hal yangdapat dicegah oleh suatu negara manapun yang ada di dunia. Hal yang menjadipenting adalah bagaimana sikap suatu negara dalam menghadapi globalisasi.Sukses tidaknya suatu negara dalam menghadapi gelombang globalisasi padaakhirnya bergantung pada kesiapan negara tersebut, hal ini dapat dilihat darikebijakan-kebijakan maupun aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintahnegara tersebut.

III. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP.

Dalam hal menghadapi isu globalisasi, Indonesia menyatakan bahwa “suka atautidak suka” akan ikut aktif didalamnya. Masalahnya adalah justru pada “pernyataankesiapan” tersebut karena Malaysia walaupun tidak suka tetapi telah siap ataumemiliki basis ekonomi yang cukup (Program Wawasan 2020), begitu pulaSingapura. Indonesia dapat dikatakan tidak siap karena kemampuan berproduksinyayang tidak baik. Istilah “tidak baik” dalam arti kata kemandirian produksinya.

a. Dampak WTO.

Dampak dari perdagangan bebas dan liberalisasi antara lain adalah masuknyapihak asing ke Indonesia. Investasi asing yang masuk tidak hanya ke bidangperekonomian saja, antara lain sektor pertambangan dan industri, tetapi jugapengelolaan sumber daya alam. Sebagai contoh adanya konsesi-konsesi barupertambangan. Hal ini menimbulkan kontorversi karena dikhawatirkan denganadanya konsesi baru akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih parahdari yang sudah ada. Liberalisasi perkebunan ternyata membawa dampak yangcukup signifikan, yaitu semakin tingginya kawasan hutan alam menjadiperkebunan. Hal ini setidaknya akan menyebabkan dampak lingkungan di lokasitersebut.

Pemerintah juga acap ditekan untuk melonggarkan kebijakan-kebijakanpengelolaan surnberdaya alam dan menyesuaikannya dengan skema penyesuaian,struktural yang berpihak pada masuknya investasi asing serta perdagangan bebas.Insentif ke arah perdagangan bebas telah memacu ekstraksi sumberdaya alamtanpa diiringi upaya untuk menginternalisasi biaya eksternalitas lingkungan yangtimbul.

61

Kekhawatiran akan globalisasi tidak hanya pada pada eksploitasi sumber dayaalam saja, tetapi juga aturan hak karya intelektual (HAKI) yang diterapkan. Saatini penghancuran lingkungan, yang berupa pencurian keaneka ragaman hayati,melalui rezim patent, privatisasi dan komodifikasi air maupun pelayanan sosial,menjadikan negara tidak mampu lagi mempertahankan jati diri sebagai pelindungwarga negara seperti dalam teori kontrak sosial.

b. Utang Luar Negeri.

Ekonomi yang babak belur akibat krisis ’berkepanjangan, menyebabkan Indonesiasemakin dalam terperangkap dalam ’jebakan utang luar negeri’. Hal itu terjadikarena utang luar negeri oleh pemerintahan Soeharto, Habibie, Wahid dan kiniMegawati, dijadikan solusi utama bagi pemulihan dan pembangunan ekonomi.Barangkali juga sebagai sumber korupsi. Padahal ketergantungan Indonesia yangmendalam terhadap utang luar negeri telah relatif tinggi bahkan sejak sebelumkrisis berlangsung.

Dengan melihat dampak jerat utang luar negeri yang dialami oleh Indonesia dannegara-negara miskin lainnya, nampak jelas bahwa disini ada persoalanketidakadilan global yang akut. Sesungguhnyalah ketergantungan Indonesiaterhadap utang luar negeri akhirnya dijadikan alat oleh rezim kapitalisme globaluntuk memaksakan agenda liberalisasi perdagangan dan ekonomi.

c. Konvensi Internasional.

Pada dasarnya konvensi internasional yang ikut ditandatangani merupakan suatuusaha dunia untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi. Indonesiaikut menandatangani sejumlah konevensi internasional. Dengan menandatanganikonevensi-konvensi tersebut, Indonesia dapat memperoleh dana bantuan daripihak luar, apapun bentuknya. Dengan dana tersebut diharapkan permasalahanlingkungan yang terjadi di Indonesia dapat diatasi. Tetapi di sisi lain, aksesterhadap sumber daya alam bagi masyarakat yang memanfaatkannya untukmemenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menjadi berkurang.

62

gambar 3. pengaruh globalisasi terhadap Indonesia

��� ��I *&* ( )

�������������# ##!# " #" � ���&#!"����� ������! ## ########

����������� ��a# ##### ### #�� ) ! '�� ��������, ! &" ###! #"

������� ������� ### &$#$! #���)! # %

���� ������ :$####"# # #���! "������ ���! " ###" #! ##�l !

����I $ $ %

��� �n$#&#���%##������A$" ## #

����� ����, $ ### ####����% ##

� ��n %#"

����� $###�� ��� # ��� ##������ ##! " #

�� ����f #### #

����� $###�� ������) # ###��������� ##!"#! #"

����f # ##���� ����� ## #" ####��� �A ## #����� ����� �A #! " # " #"

����n$##"�������"#### " #���##"

��٪��k %###����i %###���� ��" #! &#"����� � �M ###"# # #�l"������ �� "## # ! "

�� �������" #! #" # #"��� ����a%#&##! #

�� ژ� ��������&( &' !& ! ! &'' '

��������� ������������! ## # ##&#####" ## # # !��� ������ " ### " #

�������� # ##" ���������� ## ##" ##

��ُّ�����i ! # ### ������������ �� ���������� ### # ###" # ## #### ###

�������� "###���

�� �����n $" ##" ##� �������t %$$ # ##

� �� ����&" # ## ���������i "# ##" #

� �����&#" ##

���� �������g$# ###" ## ��ِّ � ������" #### # ## #

��ِّ ����� �����" #! ## &### ������������) #######" #

����N%$ $ ۵�ِّ � ������٪�������� ���� �����! $ # %%$ $%$ $####" ##! # #

GLOBALISASI

Konvensi2 International-iklim-keanekaragaman hayati-dll

Liberalisasi, freetrade,freemarket:-perdagangan multilateraldikendalikan organisasidunia (WTO)-mengurus perdagangan,jasa (GATS), hak inteletual(TRIPS)-Dana untuk

mengatasipermasalahanlingkungan, sptCDM dll-syarat-syarat yangharus dipenuhiuntuk memperolehdana

INVESTASI

KONDISI INDONESIA SAAT INI

- pola pembangunan berdasarkan investasi PMA- kondisi perekonomian

- situasi politik- ketidakpastian hukum- utang luar negeri

- tidak adanya perananpublik dalam menentukan kebijakan- tingkat korupsi

- dll

Hak paten Ekslpoitasi SDA(Kehutanan, Kelautan,

Mineral)

Pembukaanpabrik

Pencuriankeanekaragaman

hayati

-Pencemaran (air, udara,tanah)-berkurangnya lahanproduktif-kerusakan lingkungan-deplesi SDA-privatisasi pengelolaanSDA

-Pencemaran(air, udara,tanah)-berkurangnyalahanproduktif

Akses pemanfaatanSDA oleh manyarakatmenjadi terbatas(ketidakadilan bagi

masyarakat)

KEBIJAKAN(Cth : RUU SDA, Konsesi baru pertambangan dilokasi kehutanan

Kerusakan lingkungan yangsudah ada akan semakin

parah (magnitudekerusakan lingkungan akan

semakin besar)

63

Bagaimana gambaran pengaruh globalisasi di Indonesia dapat dilihat salah satuproduk aturan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh pemerintah, yaitu RUU SumberDaya Air. Banyak kalangan, terutama LSM, yang mensinyalir bahwa lembaga-lembaga keuangan Internasional, yang memberikan banyak pinjaman ke Indonesia,berperan cukup besar dalam menentukan RUU Sumber Daya Air ini. Hal ini dapatdilihat bahwa pengaruh asing mempunyai peran yang cukup besar dalammenentukan kebijakan di Indonesia. Di satu sisi pengelolaan sumber daya airoleh pihak swasta dapat membuat pengelolaan menjadi lebih efektif dan efisien,tetapi di sisi lain kepentingan masyarakat akan haknya atas air menjadi hilang.Dan hal ini dianggap akan menambah beban bagi masyarakat, terutama masyarakatkurang mampu. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan pemerintah dalammensinergikan kepentingan masyarakat dengan tekanan dari luar.

Permasalahan lingkungan akibat adanya globalisasi sebenarnya permasalahanyang sama. Artinya ada atau tidak globalisasi permasalahan lingkungan yangada tetap sama, seperti pencemaran, dampak lingkungan akibat penggundulanhutan, permasalahan lingkungan di perkotaan dan lain-lain. Tetapi dengan adanyaglobalisasi yang dikhawatirkan adalah magnitude kerusakan yang semakin besar.

gambar 4. dampak lingkungan

���� ������� :%$! ' $## $#$$������� ���n!!#$$##' $ ! $��� �A! !#$ $���! !#$�l !!

���� �������� �����i ##! $#$#$#! $##$$#$

���� ���������g#$! ##$#$$ $$

Permasalahan lingkungan:- pencemaran lingkungan- deplesi SDA- banjir- dll

kerusakan lingkungan akibat globalisasi

kerusakan lingkungan sekarang

64

Globalisasi hanya merupakan suatu perkembangan dunia yang mempengaruhisituasi di Indonesia. Permasalahan lingkungan yang telah terjadi sekarang danyang akan terjadi akibat adanya globalisasi masih sama. Yang menjadi masalahsebenarnya sekarang adalah bagaimana usaha menangangi permasalahanlingkungan yang ada sekarang dan bagaimana antisipasi kerusakan lingkunganakibat adanya globalisasi. Penanganan permasalahan lingkungan yang adasekarang dapat dikatakan belum efektif. Jika permasalahan lingkungan akibatkegiatan domestik belum sanggup ditangani dengan baik, bagaimana kerusakanlingkungan yang lebih besar akibat globalisasi dapat ditangani mengingat kondisiIndonesia saat ini.

Kendala terbesar bagi Indonesia dalam menerima isu globalisasi adalahkemandirian dalam jati diri budaya, teknologi, dan sistem ekonomi. Tanpakemandirian tersebut, isu budaya, teknologi dan ekonomi menjadi produk mentahyang langsung diimplementasikan tanpa ada perubahan terlebih dahulu. Apakahperubahan tersebut mendahului masuknya isu atau isu dulu yang masuk barudilakukan perubahan, merupakan tantangan bagi pemerintah.

Pemerintah menghadapi tantangan yang cukup besar dalam menghadapiglobalisasi yaitu bagaimana mensinergikan tekanan dari luar dengan kepentinganmasayarakat banyak, melalui piranti birokrasi yang telah dimiliki. Dengan sinergiini maka diharapkan piranti birokrasi yang ada menjadi lebih efektif dan efisiendalam melayani publik.

65

“SPEKTRUM KEBUDAYAAN DALAM RUANG LINGKUP SUMBER DAYA ALAMDAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN.

Budaya merupakan karya cipta manusia yang dihasilkan dari interaksi manusiadengan sesamanya maupun dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Budayaini tercipta karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial dimanamanusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia harus berhubungan dengan oranglain untuk mengembangkan dirinya selain itu manusia berinteraksi dengan alamsekitar untuk dapat mempertahankan hidupnya. Dengan interaksi antar sesamadan dengan lingkungan sekitar membentuk suatu sikap atau pola tingkah lakuyang umum dari anggota masyarakat pada suatu lingkungan tertentu. Jadikebudayaan sangat tergantung dari kondisi lingkungan dan sosial masyarakattersebut.

Karena sikap atau pola tingkah laku yang membentuk suatu kebudayaan padasuatu daerah tercipta dari interaksinya dengan lingkungan tempat mereka tinggalmaka kebudayaan sangat terkait dengan alam dan kondisinya. Misalnya kebudayaandi daerah pesisir pantai sangat berbeda dengan kebudayaan didaerah pegunungan.Pada awalnya manusia melalui budayanya sangat memperhatikan keseimbangandan keteraturan antara manusia dengan alam. Manusia sangat menghormatikeberadaan alam, bahkan ada beberapa kebudayaan yang menganggap alamsebagai Dewa, sehingga masyarakatnya menaruh hormat terhadap alam sepertisungai, gunung, hutan dan lain sebagainya. Setelah munculnya agama monotheis,kebudayaan berkembang tidak lagi menganggap alam atau benda-benda yang dialam sebagai dewa melainkan sebagai tempat mereka tinggal dan hidup. Padamasa itu sumber daya alam masih sangat berlimpah dan masyarakat masih memakaidan mengambil sumber daya alam hanya untuk keperluan sehari-hari sehinggaalam masih dapat memperbaharui dan memperbaiki “dirinya” dari kerusakan yangada. Eksploitasi sumber daya alam mulai berkembang pesat semenjakditerapkannya teori ekonomi modernnya Adam Smith pada masyarakat terutamamasyarakat Eropa. Dan eksploitasi tersebut tumbuh secara deret ukur terutamasetelah terjadinya revolusi industri pada abad ke-18, perkembangan kehidupanmanusia dan kebudayaan semakin menyimpang jauh dari keseimbangannya denganalam. Hal ini juga terjadi karena pertumbuhan jumlah penduduk meningkat secara

66

pesat dan semakin berkembangnya budaya egosentris dimana pemenuhankebutuhan manusia merupakan prioritas yang utama. Perkembangan ini semakinmengesampingkan posisi alam menjadi sekedar objek pemenuhan kebutuhan hidupmanusia.

Kondisi ini masih berlaku sampai sekarang, walaupun kesadaran bahwa alamsudah semakin tidak mampu menanggun beban pemenuhan kebutuhan manusiasemakin besar tetapi masih belum cukup untuk dapat mengatasi berbagaipermasalahan yang ada. Masih banyak negara yang berkutat pada masalahpemenuhan kebutuhan dasar penduduknya, sehingga perhatian kepada kelestarianalam masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini berlaku juga di Indonesia, apalagidengan adanya krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun yang lalu dimanakrisis itu mengakibatkan tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakatIndonesia merosot tajam. Dengan jumlah penduduk yang banyak dengan tingkatkesejahteraan sebagian besar masyarakatnya yang rendah, memaksa pemerintahIndonesia menetapkan prioritas utamanya pada pemenuhan kebutuhan dasarmasyarakat. Hal ini menyebabkan secara umum tingkat kesadaran akan pentingnyakelestarian alam di dalam masyarakat Indonesia masih sangat kurang, baik secaraindividu maupun dalam bentuk kelompok masyarakat maupun lembaga pemerintah.Semua masih berkutat didalam pemenuhan kebutuhan primer atau kebutuhandasar. Oleh karena itu prioritas masyarakat secara umum dan pemerintah adalahtingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sehingga aspek-aspek lain sepertilingkungan dan kebudayaan lebih diserahkan kepada individu masing-masing.

Selama ini, yang dimaksud dengan kebudayaan lebih kepada kebudayaanpeninggalan nenek moyang, dan peninggalan itu lebih dalam berupa karya senimaupun benda-benda purbakala. Hal-hal ini yang masih diatur dan dikelola olehpemerintah. Sedangkan hubungan sosial antar masyarakat maupun anggotamasyarakat lebih banyak diserahkan kepada masyarakat. Jadi tingkah laku maupunsikap masyarakat lebih didasarkan pada interaksi antara anggota masyarakat daninformasi maupun kondisi yang terjadi dilingkungan dimana mereka tinggal.

Kebudayaan post modernisasi, seperti budaya globalisasi, dan budaya instanyang sekarang banyak dianut oleh masyarakat di kota-kota metropolitan danjuga kota-kota besar lainnya di Indonesia, merupakan contoh yang paling jelasberpengaruh di masyarakat. Yang disayangkan dalam mengambil pengaruh budayamodern ini hanya yang diambil sisi yang menguntungkan atau menyenangkan

67

saja, terutama pola konsumtif yang paling kentara terlihat. Sedangkan kesadaranmengenai kebersihan dan pelestarian lingkungan yang juga marak di masyarakatmodern tidak dianut.

Budaya Paternalistik di Indonesia.

Menurut Hofstede, masyarakat Indonesia termasuk masyarakat dengan ciri jarakkuasa (power distance) yang tinggi dibandingkan dengan 53 masyarakat bangsalain di dunia. Dalam masyarakat seperti ini, bawahan merasa dirinya “jauh” dariatasannya. Ciri lain dari budaya ini adalah atasan merasa berhak atas hak-hakistimewa (privileges), bawahan merasa hak-hak yang diterima atasan adalah wajar,bawahan harus setia kepada atasan, orang yang berkuasa seharusnya juga kaya,bawahan tergantung kepada atasan, kekuasaan didasarkan atas hubungan keluargadan koneksi. Dalam masyarakat seperti itu hubungan atasan bawahan bersifatpaternalistik, atasan adalah bapak yang harus dituruti dan ditiru.

Sebenarnya hubungan yang sifatnya paternalistik tidak dengan sendirinya akanmenimbulkan masalah. Masalah baru timbul apabila yang menjadi atasan adalahorang yang korup atau tidak jujur atau suka menyalahgunakan kekuasaannya dantidak bijaksana dalam mengambil sikap dan membuat keputusan. Bawahan akansegera mengikuti tingkah laku tersebut, dan biasanya kebiasaan atau tingkahlaku yang buruk lebih mudah ditiru daripada tingkah laku yang baik. Tingkahlaku atasan atau pemimpin yang buruk dijadikan pembenaran oleh bawahanuntuk melakukan hal yang sama. Masyarakat Singapura juga adalah masyarakatdengan jarak kuasa yang relatif tinggi. Tetapi Singapura dikenal sebagai negarayang bersih dari korupsi. Bawahan dan masyarakat luas mengikuti atau menirupemimpin mereka yang tidak korup.

Disamping jarak-kuasa yang tinggi, masyarakat Indonesia juga termasukmasyarakat yang kolektivitasnya tinggi. Masyarakat kolektif cirinya antara lain ;identitas seseorang cenderung dikaitkan dengan kelompoknya, harmoni harustetap dijaga dan konflik harus dihindari, pendapat kelompok mendominasipendapat individu, berbuat salah akan menimbulkan rasa malu dan kehilanganmuka (bukan perasaan bersalah).

Masyarakat kolektif ditandai oleh kebersamaan yang tinggi. Kelemahan dari bentukmasyarakat kolektif ini adalah jika suatu perbuatan telah dianggap biasa walaupunperbuatan itu salah, perbuatan tersebut tidak dianggap menimbulkan rasa malu

68

sehingga orang-orang bersama-sama melakukan perbuatan tersebut walaupunperbuatan itu salah. Seperti contohnya korupsi, karena masyarakat sudahmengganggap korupsi sebagai suatu perbuatan yang biasa maka hampir semuaorang melakukan korupsi. Jadi disini terjadi kebersamaan dalam korupsi danjuga contoh lain kebersamaan dalam melakukan tindak kekerasan. Jadi, secaradiam-diam terjadi korupsi yang terorganisis.

Selain itu contoh lainnya misalnya tidak ada satu pun pemimpin kita yang membericontoh untuk menjaga kebersihan dan mencintai alam sehingga sangat sulitmembentuk masyarakat Indonesia yang menjaga kebersihan dan melestarikanalam.

Sistem birokrasi yang ada di Indonesia merupakan sistem yang diwariskan olehpemerintahan kolonial Belanda kepada kita. Sistem birokrasi yang ditumbuhkanadalah sistem birokrasi yang berjenjang. Pada puncak piramida adalah gubernurjenderal, gubernur dan kemudian dibawahnya diikuti oleh lapisan residen, asistenresiden, bupati, wedana, asisten wedana dan yang paling bawah adalah pemimpinrakyak (seperti lurah dan yang sejenisnya). Penjajah Belanda telah berhasilmembangun sistem pemerintahan dengan menciptakan di lapisan tengah satukelompok elit birokrasi pribumi yang mengabdi kepada kepentingan penguasakolonial. Pada lapisan ini, sistem nilai feodal tradisional masih berakar kuatditunjukkan dengan ethos kerja “ngawula ing praja lan raja”, yang artinyamenghamba kepada negara dan raja.

Dengan bentuk budaya masyarakat yang seperti ini terlihat bahwa pengaruh dankekuasaan atasan dalam hal ini pemerintah menjadi sangat besar dan sangatmenentukan hitam putihnya negara ini. Jadi setiap tindakan pemerintah secaraformal dalam tatanan kepemerintahan maupun tindakan pemerintah secarainformal dalam hal ini para birokrat sangat menentukan arah perjalanan bangsaini. Termasuk dalam hal ini pembentukan budaya masyarakat Indonesia secaraumum sangat bergantung dengan kebijakan yang diambil pemerintah dan perilakubirokratnya.

Budaya masyarakat daerah masih ada dan masih sering dilaksanakan oleh sebagianmasyarakat di berbagai daerah di Indonesia, tetapi budaya tersebut terbatasoleh lokalitas dimana budaya tersebut hanya dilakukan oleh masyarakat padadaerah tertentu dan tidak dilaksanakan secara umum oleh masyarakat Indonesia.

69

Selain itu jika budaya tersebut harus berhadapan dengan aturan dan perundang-undangan yang ditetapkan dan dikeluarkan oleh pemerintah maka sering terjadibudaya daerah tersebut harus kalah dengan aturan yang ditetapkan olehpemerintah.

Gambar 1. Hubungan antara isu budaya dengan pengelolaan lingkungan hidup diIndonesia

II. SKEMA HUBUNGAN ANTARA BUDAYA DENGAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.

Manusia dan lingkungan tidak dapat dipisahkan karena tanpa alam atau lingkungantidak akan ada manusia. Lingkungan merupakan tempat tinggal, tempatmempertahan hidup, sebagai penyedia sumber-sumber yang dimanfaatkan olehmanusia untuk terus hidup, tempat membuang sisa-sisa dari semua aktivitasmanusia. Bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dapat dilihat daripola hidup,sikap dan perilaku individunya dan etika dan norma-norma yang adadidalam masyarakat.

Di dalam struktur masyarakat bernegara masa kini selain sikap dan pola hidupindividu, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat ada juga aturan-aturanyang ditetapkan pemerintah yang menjadi batasan dan acuan yang berlaku dalamkehidupan bernegara. Seperti terlihat dalam skema diatas bahwa ada tiga susunan

Pemerintah

Masyarakat

Individu

KebijakanPeraturan/UU

EtikaNorma-norma

SikapTingkah Laku

LINGKUNGAN

BU

DA

YA M

ASY

AR

AK

AT

IND

ON

ESIA

MASYARAKATDUNIA

70

yang berpengaruh dalam perkembangan budaya yaitu pemerintah, masyarakatdan individu. Budaya daerah masuk dalam norma-norma dan etika dalammasyarakat, sedangkan seni dan daya kreativitas masuk dalam individu. Andilpemerintah dalam pembentukan budaya adalah pada aturan dan kebijakan yangdikeluarkan oleh pemerintah dan tingkah laku para pemimpin dan birokratnyaseperti diketahui dalam budaya paternalistik, pemimpin menjadi panutan bagibawahannya dan masyarakat luas. Sebagai contoh di Singapura pada tahun 1960-an masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan, tetapi kemudiandikeluarkan peraturan larangan membuang sampah sembarangan oleh pemerintahSingapura. Peraturan ini dilaksanakan secara ketat dan disiplin sehingga secaraperlahan membentuk sikap dan budaya menjaga kebersihan pada masyarakatSingapura. Sehingga sekarang tanpa aturan tersebut pun masyarakat Singapuratetap menjaga kebersihan lingkungannya.

Masyarakat dunia pun berpengaruh dalam membentuk budaya pada masyarakatterutama semenjak era globalisasi dimana teknologi informasi berkembang secarapesat. Hampir semua kejadian yang terjadi di belahan dunia lain dalam hitunganmenit bahkan detik dapat diketahui oleh masyarakat lain di belahan dunia lain.Informasi yang didapat secara cepat dan tiada hentinya ini juga dapat membentukdan merubah cara pandang, pola hidup dan tingkah laku masyarakat maupunindividu. Selain itu hubungan pemerintah antar negara dapat juga mempengaruhikebijakan yang diambil oleh satu pemerintahan. Misalnya sikap pemerintahAmerika melalui IMF (Lembaga Keuangan Internasional) memaksa pemerintahIndonesia serius dalam menangani permasalahan kebakaran hutan dan penebanganliar.

Dari budaya masyarakat Indonesia yang paternalitik kolektif terlihat bahwa peranpemerintah dalam membangun sikap masyarakat yang peduli terhadap lingkunganpenting, malah bisa dikatakan sangat penting. Oleh sebab itu untuk melestarikanalam harus ada sikap dari pemimpin dan para birokrat di dalam pemerintahanyang pro dengan lingkungan sehingga sikap mereka sehari-hari akan menunjangpelestarian lingkungan dan itu akan menjadi panutan bagi para bawahan danmasyarakat luar. Selain itu kebijakan yang diambil akan selalu memperhatikankelestarian dan keberlanjutan lingkungan tersebut.

Selain itu pendidikan juga penting dalam mempengaruhi sikap dan tingkah lakuseseorang, dalam hal ini yang berhubungan dengan kesadaran mengenai

71

pelestarian lingkungan. Tetapi tingginya tingkat pendidikan juga harus dibarengidengan pengetahuan mengenai lingkungan dan pelestariannya yang memadai,karena jika tidak dibarengi dengan pengetahuan mengenai pentingnya pelestarianlingkungan tidak akan membuat masyarakat menjadi peduli dengan lingkungan.

III. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN KEBUDAYAAN YANG TERKAIT DENGANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA.

1. Masyarakat dan kebudayaan Indonesia saat mengalami krisis identitas karenaotoritas dan kewenangan yang dipaksakan. Banyak aturan yang mengekangkebebasan masyarakat untuk berekspresi dan berkreasi menyebabkanperkembangan budaya mandeg dan terkooptasi dengan kebijakan mengenaistabilitas keamanan nasional.

2. Tidak adanya program pendidikan yang jelas terutama mengenai lingkunganbaik pada pendidikan tingkat dasar, maupun tingkat menengah menunjukkanbahwa perhatian pemerintah terhadap masalah lingkungan masih sangatkurang. Padahal, pendidikan mengenai lingkungan baik pemanfaatannyayang benar maupun pelestarian merupakan dasar bagi sikap masyarakatdalam melihat dan melestarikan lingkungan. Hal ini lebih diperparah dengankondisi pasca krisis ekonomi dimana semua sumber daya diprioritaskan padapemulihan kondisi perekonomian bangsa, sehingga bahkan pendidikansebagai dasar peningkatan mutu sumber daya manusia tidak terperhatikanjuga.

3. Selama ini bahan bakar penggerak perekonomian Indonesia adalah sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak. Jadi selamasumber daya alam menjadi tumpuan utama dari perekonomian kita selamaitu pun juga alam hanya akan menjadi objek eksploitasi yang keberadaannyahanya sebagai faktor penunjang produksi.

4. Dengan kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan permasalahanlingkungan, serta tidak adanya dasar pemahaman yang ditanamkan semenjakdini pada masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan hidupmembuat posisi lingkungan hanya berupa benda mati yang dianugrahkankepada bangsa ini untuk digunakan semaksimal mungkin tanpamemperhatikan kondisi serta kelestariannya. Hal ini membuat tekanan

72

terhadap lingkungan semakin besar dan kuat, sehingga kerusakan lingkungansemakin parah karena baik pemerintah maupun masyarakat hanyamemperlakukan lingkungan sebagai obyek dalam aktivitas perekonomiandan kehidupan.

5. Konsep peningkatan kesejahteraan yang hanya dilihat dari pencapaiantingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja, tanpa melihat berapa besarbiaya yang dikeluarkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan tersebut sertaberapa besar kerusakan lingkungan yang terjadi dari kebijakan tersebut.

6. Budaya korupsi, kolusi dan nepotisme yang marak terjadi di Indonesiamembuat banyak orang bersaing mendapatkan hak penggunaan sumber dayatermasuk sumber daya alam untuk keuntungan sendiri maupun keuntungankelompok. Dalam budaya tersebut sangat menekankan hasil atau keuntunganyang maksimal dengan waktu yang secepat-cepatnya. Hal ini menyebabkanorang yang mendapatkan hak pengelolaan sumber daya mengekspoitasisumber daya tersebut semaksimal mungkin tanpa memperhatikankeberlanjutannya untuk generasi mendatang selain itu untuk mendapatkankeuntungan yang sebesar-besarnya maka digunakan biaya yang sekecil-kecilnya sehingga kerusakan yang terjadi menjadi maksimal karena biayapengelolaan yang seharusnya dikeluarkan untuk mengelola lingkunganmenjadi hilang atau sangat kecil.

7. Dengan kurangnya perhatian pemerintah pada permasalahan lingkungan,maka sebagian besar kebijakan yang diambil pemerintah tidak memihakkepada pelestarian lingkungan, ada beberapa kebijakan yang terkait denganlingkungan itu pun karena desakan dari pihak luar (desakan internasional)maupun karena kondisi yang terjadi sudah sedemikian parah sehingga menarikperhatian pemerintah.

8. Kurang matangnya sebuah kebijakan menjadikan program yang dilaksanakantidak efesien atau bahkan tidak mencapai sasaran yang diharapkan. Sebagaicontoh program transmigrasi; selama ini program tersebut hanyamemindahkan penduduk dari lingkungan atau pulau yang padat ke pulauyang lebih sedikit jumlah penduduknya. Jarang program tersebut yangmembawa hasil yang optimal baik bagi penduduk yang dipindahkan,masyarakat maupun pemerintah tempat para transmigran ditempatkanmaupun daerah asal transmigran. Hal ini disebabkan kurang matangnya

73

perencanaan program transmigrasi, misalnya tidak ada studi kelayakanmengenai budaya asal transmigran dengan budaya penduduk asli daerahdimana transmigran ditempatkan, selain itu juga tidak ada atau kurangnyasarana-sarana pendukung yang layak untuk sebuah pemukiman. Yang terjadilebih banyak transmigran yang pulang lagi ke daerah asal meninggalkanlokasi transmigrasi yang telah rusak karena diolah dengan tidak tepat dankemudian ditinggalkan.

9. Contoh lainnya adalah budaya mudik yang dilakukan sebagian pendudukkota besar pada saat perayaan hari besar keagaaman. Budaya tersebut baikuntuk meningkatkan hubungan sosial masyarakat tetapi ada dampak sampingyang sering terjadi yaitu ketika kembali ke kota para pemudik membawasanak keluarga untuk bekerja di kota-kota besar. Hal ini menambah bebantermasuk beban lingkungan pada kota-kota besar di Indonesia terutamaJakarta. Beberapa kebijakan yang diambil untuk mengatasi permasalahantersebut misalnya dengan penertiban penduduk, operasi yustisi tidakmenyelesaikan akar permasalahan. Kebijakan tersebut hanya bersifatsementara karena selama kesenjangan ekonomi dan sosial terjadi antarakota-kota besar dengan kota-kota lainnya, hal tersebut akan terus terjadi.

10. Selain permasalahan diatas yang diakibatkan karena sikap kurang berpihakdari pemerintah dan budaya yang berkembang pada saat ini, ada pula budayalama yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dalam hal ini hewanlangka. Ada beberapa budaya yang meyakini bahwa hewan langka dalamhal ini daging, darah, tanduk, maupun bagian tubuh lainnya, dapatmenyembuhkan penyakit atau memberikan kekuatan pada manusia. Budayaini sudah berkembang sangat lama dan masih berlaku sampai sekarang.Pada masa lalu ketika semua masih berlimpah ruah, budaya tersebut tidakmenimbulkan permasalahan, tetapi sekarang dimana hewan yang diyakinimemiliki khasiat tertentu sudah sangat langka, budaya tersebut sangatmembahayakan kelestarian hewan tersebut.

a. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Institusi Pengelolaan Lingkungan.

1. Sebagian besar permasalahan lingkungan yang berhubungan dengan budayaterkait secara tidak langsung. Sehingga suatu Institusi PenyelenggaraanLingkungan tidak dapat secara langsung membuat kebijakan atau melakukan

74

suatu perubahan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sudah ada Institusilainnya yang bertanggung jawab terhadap masalah kebudayaan. Yang jaditugas dari Institusi Penyelenggaraan Lingkungan adalah bagaimanameyakinkan institusi tersebut dan masyarakat bahwa keberadaan dankeberlanjutan lingkungan sangat penting untuk dijaga.

2. Institusi Penyelenggara Lingkungan belum dapat memasukkan agendapelestarian lingkungan kedalam sebagian besar kebijakan pemerintahsehingga keberpihakan pemerintah terhadap masalah lingkungan ini lebihtinggi dari sebelumnya.

3. Kurang kuatnya posisi dan peran Institusi Penyelenggaraan Lingkungan dalammenentukan kebijakan pemerintah di bidang-bidang lain yang menyebabkanlingkungan tidak mendapatkan prioritas yang utama dalam setiappengambilan keputusan oleh pemerintah.

4. Institusi Penyelenggara Lingkungan sendiri tidak memiliki kebijakanmengenai peningkatan pemahaman tentang pelestarian lingkungan dimasyarakat.

5. Selama ini yang menjadi fokus perhatian Institusi Penyelenggara Lingkunganhanyalah lingkungan, misalnya pencemaran lingkungan, kerusakanlingkungan bukan faktor-faktor lain yang mendorong terjadinya pencemaranmaupun kerusakan lingkungan seperti faktor sosial budaya dalam hal iniperilaku masyarakat. Faktor-faktor tersebut sering dianggap sebagai faktor-faktor dari luar yang bukan merupakan wewenang Institusi PenyelenggaraLingkungan.

b. Alternatif-alternatif pemecahan yang dirasakan sesuai dengan hambatanatau kendala-kendala yang dihadapi oleh Institusi PenyelengaraLingkungan.

1. Institusi Penyelenggara Lingkungan harus dapat menyakinkan pemerintahdengan data-data dan bukti-bukti bahwa permasalahan lingkungan sangatpenting untuk segera diatasi dan permasalahan lingkungan merupakanpermasalahan bersama bukan permasalahan satu pihak saja.

75

2. Institusi Penyelenggara Lingkungan harus dapat memasukkan ataumenginternalisasi masalah lingkungan kedalam kebijakan-kebijakanpemerintah dibidang-bidang pendidikan baik formal maupun informal sebagaibagian dari pembentukan sikap dan tingkah laku yang ramah lingkungan.

3. Institusi Penyelenggara Lingkungan harus mempunyai badan yangmenganalisa semua kebijakan yang telah ada dan yang akan dikeluarkanoleh pemerintah dibidang pendidikan dan kebudayaan serta memberikanmasukan kepada Institusi yang berwenang maupun pemerintah dalammerencanakan maupun menjalankan kebijakan tersebut.

4. Institusi Penyelenggara Lingkungan harus dapat menjadi pencetuspembentukan Good Enviromental Governance (GEG), karena pembentukanGEG ini merupakan suatu keharusan dalam membentuk masyarakat yangmempunyai budaya yang peduli lingkungan.

76

“SPEKTRUM KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM RUANG LINGKUPPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN.

Program pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia terutama memberikanperhatian kepada pembangunan sosial dan penyelesaian masalah sosial.Pembangunan sosial merupakan usaha perubahan sosial yang dirancang untukmeningkatkan kesejahteraan rakyat yang selaras dengan pembanguhan ekonomi(Midgley 1994). Penyelesaian masalah sosial dipandang sebagai satu penyelesaiandari keadaan dimana orang tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya. Fokusprogram pembangunan kesejahteraan sosial ditujukan kepada anak-anak danremaja, kemiskinan, wanita dan orang tua, penderita penyakit kronis, keluargabermasalah, minoritas, dan masalah-masalah sosial lainnya akibat daripembangunan ekonomi.

Kompleksnya masalah kesejahteraan sosial menyebabkan pembangunan danmasalah tersebut memerlukan perhatian, bukan hanya dari pihak pemerintahtetapi juga masyarakat. Walau bagaimanapun, pemerintah mempunyai tanggungjawab yang utama dalam usaha kesejahteraan sosial. Namun, kerjasama daripihak masyarakat dan organisasi bukan pemerintah perlu juga terus ditingkatkan.Peningkatan usaha ini dapat dilakukan melalui kerjasama dalam berbagai programseperti perlindungan, keselamatan, jaminan dan bantuan sosial. Kerjasama inimenunjukkan semakin luasnya perhatian masyarakat dan swasta dalam bidangpembangunan kesejahteraan sosial.

a. Kemiskinan sebagai salah satu masalah dalam kesejahteraan sosial.

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa laluumumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskindalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modernpada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan,dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami olehnegara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, sepertiInggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung

77

tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah.Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrikyang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehinggakemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukimankumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi,kriminalitas, pengangguran.

Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutamapada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an AmerikaSerikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besarpenduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyakmemberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatatsebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional /Susenas 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa diperkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kalilipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yanghanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaandan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakanmakin bertambah.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinanalamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumberdaya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam.Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakatmembuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomidan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Makaitulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunanyang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dariberbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutamaakibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomiakan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawarrendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologiterutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan,

78

dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitasdan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.

Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan masyarakatuntuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan sosialmasih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomisecara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitupendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukanBiro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah pendekatanpengeluaran.

Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan pendudukperkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per bulan dan pendudukmiskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan. Dengan perhitunganuang tersebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara dengan 2.100kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimumlainnya, seperti sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. Angka gariskemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan angka tahun 1996sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untukpenduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.

Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasikemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraithmelihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinanumum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnyamelihat secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman(cyclical), dan kemiskinan individu.

Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalamikekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebabkeadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala dayabeli masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadidi Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang,terutama kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.

79

b. Kesejahteraan sosial dan kemiskinan dilihat dari keterkaitannya denganlingkungan alam dan variabel penduduk.

Kesejahteraan sosial dan kemiskinan dilihat dari keterkaitannya dengan lingkunganalam dan variabel penduduk dapat digambarkan sebagai berikut

Lingkungan Alam:

-Ketersediaan SDA-TingkatPencemaran

Variabel Penduduk:

-Ferti litas-Mortalitas-Mobilitas (migrasi)

Kesejahteraan Sosial-Kesejahteraan Fisik

-Kesejahteraan Ekonomi-Kesejahteraan Spiritual

Lingkungan Alam:

-Ketersediaan SDA-TingkatPencemaran

Variabel Penduduk:

-Ferti litas-Mortalitas-Mobilitas (migrasi)

Kesejahteraan Sosial-Kesejahteraan Fisik

-Kesejahteraan Ekonomi-Kesejahteraan Spiritual

Gambar . Kulitas Lingkungan Hidup dan Kependudukan

• Berbagai variabel kependudukan seperti kelahiran, kematian dan mobilitasakan mempengaruhi daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusiayang tercermin dari ketersediaan/ketidak-tersediaan sumberdaya alammisalnya sumber daya laut (ikan, rumput laut, dan sebagainya), ada tidaknyalahan, ada tidaknya sumber air bersih, hutan dan satwa liar, dan ada atautidaknya pencemaran (udara, air dan tanah). Ketersediaan/ketidaksediaantersebut sangat menentukan kualitas lingkungan suatu wilayah yang padagilirannya akan mempengaruhi kesejahteraan sosial dari penduduk yangberada di lingkungan tersebut

• Kesejahteraan sosial sendiri seringkali ditentukan oleh faktor-faktorkesejahteraan fisik, ekonomi serta spiritual. Kesejahteraan fisik biasanyaditentukan oleh tingkat kesehatan serta keamanan masyarakat. Kesejateraanekonomi mencakup kemampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan

80

hidupnya seperti makanan, minuman, perumahan dan pakaian serta sekaligusmeningkatkan sarana kesehatan, pendidikan dan kesempatan kerja. Dalamhal ini, sumber daya alam akan merupakan faktor penentu untukmeningkatkan kesejahteraan ekonomi. Pengurasan dan penurunan sumberdaya alam akan membayakan kemampuan penduduk di dalam usahanyamemenuhi kebutuhan hidup serta kemampuannya untuk meningkatkan tarafhidupnya atau dengan kata lain terjadi penurunan dalam kesejahteraanekonomi. Penurunan dalam kesejahteran ekonomi dalam suatu ambang batastertentu disebut kemiskinan. Demikian pula dengan kesejahteraan spiritual.Hal ini berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap jaminan masa depan,keharmonisan dalam kehidupan keluarga dan kesempatan di dalammenjalankan ibadah agama.

81

II.SKEMA HUBUNGAN SPEKTRUM KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA

ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.

TUR

UN

NYA

PEN

DAP

ATA

N

MEN

ING

KAT

NY

ABI

AYA-

BIAY

A(L

ISTR

IK, A

IR ,

BBM

)

PEN

ING

KAT

ANPR

OSE

NTA

SEPE

ND

UD

UK

MIS

KIN

MER

OSO

TNY

A D

AYA

DU

KUN

G D

AN M

UTU

LIN

KUN

GAN

HID

UP

PEN

DID

IKAN

RE

ND

AH

KEM

AM

PUAN

EKO

NO

MI R

EN

DAH

-MEN

GO

LAH

LA

HAN

MA

RG

INAL

/LAH

ANKR

ITIS

/LA

HA

N M

ISK

INH

ARA

YAN

GP

RO

DU

KTIV

ITAS

NY

AR

END

AH.

-M

EM

BU

AT

USA

HA

YAN

G M

ENC

EMAR

ILI

NG

KUN

GAN

PEM

UK

IMA

N K

UM

UH

DIP

ERKO

TAAN

ME

NY

EBAB

KAN

DIP

ERLU

KAN

PR

OG

RAM

PEN

GEN

TASA

NK

EMIS

KIN

AN

DID

ASA

RKA

N P

ADA

KEM

AMPU

ANPE

NG

ELO

LAAN

LIN

GK

UN

GA

H H

IDU

PSE

CAR

A BI

JAK

SAN

A D

AN H

ATI-

HA

TID

EN

GAN

SE

LALU

MEM

PER

HAT

IKAN

DAY

A D

UK

UN

G S

UM

BER

ALA

M D

AN

LIN

GKU

NG

AN S

ETE

MPA

T

PEN

GU

NAA

N P

END

EKAT

AN

ATA

UTE

KNO

LOG

I Y

ANG

TID

AK

BER

SAH

ABAT

DE

NG

AN L

ING

KUN

GAN

DA

LAM

UPA

YA

PEN

ING

KATA

NPE

ND

APA

TAN

MAS

YAR

AKA

T M

ISKI

N

PEN

ING

KATA

NPE

NC

EMAR

AN

DAN

PER

USA

KAN

LIN

GK

UN

GAN

HID

UP

PEN

GH

ASI

LAN

YAN

GBE

RKE

LAN

JUTA

N

PEN

ING

KATA

N P

END

IDIK

AN

DAN

KET

RA

MPI

LAN

,AKS

ESI

BILI

TAS

ASET

DA

N F

AKT

OR

PR

OD

UK

SI

PEN

ING

KATA

N A

KSES

IBIL

ITAS

TER

HAD

AP P

ELAY

ANAN

SO

SIAL

USA

HA-

US

AHA

PEN

ING

KATA

NPE

MAN

FAA

TAN

DAN

PEL

ESTA

RIA

NFU

NG

SI S

DA

YAN

G S

EC

AR

ALA

NG

SU

NG

ME

MPE

NG

AR

UH

IKE

HID

UP

AN P

END

UD

UK

MIS

KIN

BIDANGPROGRAMYANGDICANANGKAN

KEG

IATA

N Y

ANG

TEL

AH D

ANS

EDAN

G D

ILAK

UK

ANM

EM

BAN

TU I

ND

US

TRI

SKA

LAK

ECIL

D

EN

GAN

ME

MB

ANG

UN

INST

ALA

SI P

EN

GO

LAH

AN

AIR

LIM

BAH

D

I SE

NTR

A-S

ENTR

AIN

DU

STR

I

PR

OG

RAM

KER

JA

KL

H1.

AKT

IF M

ENJE

LASK

ANKE

TER

KAIT

AN

AN

TAR

A PR

OG

.PE

NG

ENTA

SAN

KE

MIS

KIN

AND

AN P

ENG

ELO

LAAN

LIN

GK.

HID

UP

2.M

ENG

INTE

GR

ASIK

AN 3

BID

.PR

OG

. PE

NG

ENTA

SAN

KEM

ISKI

NA

N D

EN

GAN

SEK

TOR

LAIN

3.M

EM

ASU

KKA

N T

UJU

AN U

NTU

KM

EN

ING

KATK

AN

KES

EJA

HTE

RAA

N D

ANP

END

APAT

AN M

ASY

MIS

KIN

DAL

AM

KE

RAN

GK

A KE

BIJ

AKA

NN

ASI

ON

AL4.

ME

MBA

NTU

SEK

TOR

LAI

ND

ALAM

M

ELA

KSA

NAK

AN

PRO

GR

AM

PE

NG

ENTA

SAN

KEM

ISKI

NA

N

KUR

ANG

NYA

AKS

ESU

NTU

K M

EMEN

UH

IK

EBU

TUH

AN H

IDU

PSE

PER

TI A

IR B

ER

SIH

PEN

GG

UN

AAN

AIR

SUN

GAI

PEN

UR

UN

ANTI

NG

KAT

KESE

HAT

ANM

ASY

ARAK

AT

TUR

UN

NYA

PEN

DAP

ATA

N

MEN

ING

KAT

NY

ABI

AYA-

BIAY

A(L

ISTR

IK, A

IR ,

BBM

)

PEN

ING

KAT

ANPR

OSE

NTA

SEPE

ND

UD

UK

MIS

KIN

MER

OSO

TNY

A D

AYA

DU

KUN

G D

AN M

UTU

LIN

KUN

GAN

HID

UP

PEN

DID

IKAN

RE

ND

AH

KEM

AM

PUAN

EKO

NO

MI R

EN

DAH

-MEN

GO

LAH

LA

HAN

MA

RG

INAL

/LAH

ANKR

ITIS

/LA

HA

N M

ISK

INH

ARA

YAN

GP

RO

DU

KTIV

ITAS

NY

AR

END

AH.

-M

EM

BU

AT

USA

HA

YAN

G M

ENC

EMAR

ILI

NG

KUN

GAN

PEM

UK

IMA

N K

UM

UH

DIP

ERKO

TAAN

ME

NY

EBAB

KAN

DIP

ERLU

KAN

PR

OG

RAM

PEN

GEN

TASA

NK

EMIS

KIN

AN

DID

ASA

RKA

N P

ADA

KEM

AMPU

ANPE

NG

ELO

LAAN

LIN

GK

UN

GA

H H

IDU

PSE

CAR

A BI

JAK

SAN

A D

AN H

ATI-

HA

TID

EN

GAN

SE

LALU

MEM

PER

HAT

IKAN

DAY

A D

UK

UN

G S

UM

BER

ALA

M D

AN

LIN

GKU

NG

AN S

ETE

MPA

T

PEN

GU

NAA

N P

END

EKAT

AN

ATA

UTE

KNO

LOG

I Y

ANG

TID

AK

BER

SAH

ABAT

DE

NG

AN L

ING

KUN

GAN

DA

LAM

UPA

YA

PEN

ING

KATA

NPE

ND

APA

TAN

MAS

YAR

AKA

T M

ISKI

N

PEN

ING

KATA

NPE

NC

EMAR

AN

DAN

PER

USA

KAN

LIN

GK

UN

GAN

HID

UP

PEN

GH

ASI

LAN

YAN

GBE

RKE

LAN

JUTA

N

PEN

ING

KATA

N P

END

IDIK

AN

DAN

KET

RA

MPI

LAN

,AKS

ESI

BILI

TAS

ASET

DA

N F

AKT

OR

PR

OD

UK

SI

PEN

ING

KATA

N A

KSES

IBIL

ITAS

TER

HAD

AP P

ELAY

ANAN

SO

SIAL

USA

HA-

US

AHA

PEN

ING

KATA

NPE

MAN

FAA

TAN

DAN

PEL

ESTA

RIA

NFU

NG

SI S

DA

YAN

G S

EC

AR

ALA

NG

SU

NG

ME

MPE

NG

AR

UH

IKE

HID

UP

AN P

END

UD

UK

MIS

KIN

BIDANGPROGRAMYANGDICANANGKAN

KEG

IATA

N Y

ANG

TEL

AH D

ANS

EDAN

G D

ILAK

UK

ANM

EM

BAN

TU I

ND

US

TRI

SKA

LAK

ECIL

D

EN

GAN

ME

MB

ANG

UN

INST

ALA

SI P

EN

GO

LAH

AN

AIR

LIM

BAH

D

I SE

NTR

A-S

ENTR

AIN

DU

STR

I

PR

OG

RAM

KER

JA

KL

H1.

AKT

IF M

ENJE

LASK

ANKE

TER

KAIT

AN

AN

TAR

A PR

OG

.PE

NG

ENTA

SAN

KE

MIS

KIN

AND

AN P

ENG

ELO

LAAN

LIN

GK.

HID

UP

2.M

ENG

INTE

GR

ASIK

AN 3

BID

.PR

OG

. PE

NG

ENTA

SAN

KEM

ISKI

NA

N D

EN

GAN

SEK

TOR

LAIN

3.M

EM

ASU

KKA

N T

UJU

AN U

NTU

KM

EN

ING

KATK

AN

KES

EJA

HTE

RAA

N D

ANP

END

APAT

AN M

ASY

MIS

KIN

DAL

AM

KE

RAN

GK

A KE

BIJ

AKA

NN

ASI

ON

AL4.

ME

MBA

NTU

SEK

TOR

LAI

ND

ALAM

M

ELA

KSA

NAK

AN

PRO

GR

AM

PE

NG

ENTA

SAN

KEM

ISKI

NA

N

KUR

ANG

NYA

AKS

ESU

NTU

K M

EMEN

UH

IK

EBU

TUH

AN H

IDU

PSE

PER

TI A

IR B

ER

SIH

PEN

GG

UN

AAN

AIR

SUN

GAI

PEN

UR

UN

ANTI

NG

KAT

KESE

HAT

ANM

ASY

ARAK

AT

82

Skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Peningkatan pencemaran maupunpengrusakan lingkungan hidup dapat menyebabkan merosotnya daya dukung danmutu lingkungan hidup yang pada akhirnya berimplikasi pada penduduk melaluiturunnya pendapatan atau penghasilan mereka

Menurunnya pendapatan ditambah dengan terjadinya krisis dimana terjadikenaikan biaya-biaya hidup yang cukup signifikan memicu peningkatan prosentasependuduk miskin. Penduduk miskin yang mempunyai kemampuan ekonomi rendahkurang mempunyai akses pada tingkat pendidikan formal maupun informalsehingga banyak dari mereka yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyaiakses pada kebutuhan hidup sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan.

Ekonomi rendah, tidak memiliki cukup pengetahuan serta tidak mempunyai aksespada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari menyebabkan penduduk miskinmelakukan pengolahan pada lahan marginal/lahan kritis/lahan miskin yangproduktivitasnya rendah untuk mencari makan, membuat usaha tanpamemperhatikan pencemaran dari limbah yang dihasilkan, membuat pemukimandi tempat-tempat yang kumuh, menggunakan air sungai untuk aktivitas sehari-hari dan masih banyak kegiatan pemanfaatan sumber daya alam lainnya yangkurang mempertahatikan lingkungan. Intinya, minimnya pengetahuan merekadan kesulitan ekonomi menyebabkan kegiatan yang dilakukan oleh pendudukmiskin seringkali menimbulkan dampak yang merugikan pada lingkungan yangpada akhirnya lebih mengurangi lagi kesejahteraan mereka atau makin membuatmereka miskin. Misalnya, pemukiman di tempat-tempat kumuh seperti di bantaransungai dan penggunaan air sungai di sekitarnya dapat menyebabkan banjir sertapencemaran air sungai. Dengan banjir maka masyarakat yang sudah miskin menjaditambah miskin dan dengan pencemaran sungai masyarat mendapat tambahanpengeluaran berupa biaya pengobatan padahal akses untuk pelayanan kesehatansangat terbatas

Dengan memperhatikan hubungan antara kemiskinan dan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak hati-hati maka program pengentasan kemiskinan sebaiknyadidasarkan pada kemampuan pengelolaan lingkungah hidup secara bijaksana danhati-hati dengan selalu memperhatikan daya dukung sumber alam dan lingkungansetempat sehingga dapat diperolah penghasilan yang berkelanjutan. Berdasarkanprogram tersebut, bidang yang dicanangkan antara lain peningkatan pendidikandan ketrampilan, aksesibilitas aset dan faktor produksi, peningkatan terhadap

83

aksesibilitas pelayanan sosial serta usaha-usaha peningkatan pemanfaatan danpelestarian fungsi sumber daya alam yang secara langsung mempengaruhikehidupan penduduk miskin.

Dari bidang-bidang tersebut, kegiatan kerja dapat dilakukan oleh institusipenyelenggara lingkungan meliputi pemberian bantuan kepada industri kecil untukmembangun instalasi pengolah limbah, menjelaskan secara aktif hubungan antarapengentasan kemiskinan dan pengelolaan lingkungan hidup, menginterasikanbidang-bidang pengentasan kemiskinan dengan sektor lain, memasukkan tujuanuntuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat miskin dalamkerangka kebijakan nasional serta membantu sektor lain dalam pelaksananaprogram pengentasan kemiskinan.

III. PERMASALAHAN ISU KEMISKINAN.

Berbagai permasalahan yang timbul dari isu kemiskinan di Indonesia dapatdiilustrasikan sebagai berikut :

• Peningkatan jumlah penduduk miskin setelah krisis keuangan. Jumlahpenduduk miskin setelah krisis keuangan dapat dilihat pada tabel berikut.Dari tabel terlihat adanya peningkatan jumlah penduduk miskin yang hampirdua kali lipat pada tahun 1998 dibandingkan dengan tahun 1993.

Tabel Jumlah Penduduk Miskin setelah Krisis Keuangan(dalam jutaan rupiah)

Tahun Perkotaan Pedesaan Total

1993 8,7 17,2 25,91997 9,6 24,9 34,51998 17,6 31,9 49,5Feb.1999 15,7 32.7 48,4Ags.1999 12,4 25,1 37,5

• Peningkatan jumlah murid putus sekolah. Akibat menurunnya kesejahteraanekonomi penduduk (atau kemiskinan) jumlah murid SD yang putus sekolahmeningkat drastis, dari 833.000 anak pada tahun 1997 menjadi 919.000 anakpada tahun 1998. Sementara itu di tingkat SLTP, jumlah putus sekolah meningkatdari 365.000 anak pada tahun 1997 menjadi 643.000 pada tahun berikutnya

84

• Pembangungan pemukiman liar. Kemiskinan telah menyebabkan tidakmampunya penduduk untuk membangun perumahan yang layak huni. Kondisiini menyebabkan tumbuhnya pemukiman liar di pinggir-pinggir sungai yangmengakibatkan penyempitan aliran sungai sehingga dapat terjadi banjir.Kondisi ini cukup membingungkan, disatu sisi penduduk yang tinggal dibantaran kali merupakan penyebab terjadinya banjir dan di sisi lainnyamereka juga adalah korban dari banjir itu sendiri disamping masyarakatdisekitarnya. Kurang bijaksananya pemerintah dalam menangani bantarankali telah memicu perlawanan warga, padahal maksud awal dari pemerintahadalah untuk melindungi warga dari banjir. Yang menjadi pertanyaan adalahdimana posisi warga dalam penanganan masalah bantaran kali, sebagaisubjek atau objek belaka? Bangunan perumahan di bantaran kali ini banyakditemui di Kawasan Ibu Kota Jakarta.

• Kemiskinan dan pengrusakan hutan.Adanya pendatang-pendatang barudengan tingkat kesejateraan yang rendah menyebabkan lebih dari 12.000hektar, atau sekitar 60 persen kawasan hutan di Gunung Betung, Lampung,rusak. Bahkan beberapa di antaranya rusak parah, tak ada lagi tumbuhan dibagian tersebut. Di beberapa kawasan, hutan itu telah berubah menjadiareal pemukiman dan perladangan. Kerusakan hutan membuat kawasan yangdigunakan sebagai daerah tangkapan air dan sumber air itu kehilanganfungsinya. Hilangnya cadangan air itu menyebabkan banyak kawasanpersawahan di Lampung yang terancam gagal panen lantaran kekurangansuplai air. Kerusakan hutan juga menimbulkan dampak terhadap daya dukungkehidupan masyarakat di masa depan, karena air merupakan salah satu dayadukung kehidupan yang amat penting. Semua makhluk hidup perlu air untukkelangsungan kehidupan mereka. Jika saat ini hutan dibabati, maka kitaakan kehilangan daya dukung kehidupan itu, dan jika tidak ditata, satusaat nanti banjir maupun kekeringan akan mengancam.

• Program peningkatan kesejahtaraan dari pemerintah. Sejak jaman Orde Barutelah banyak program-program peningkatan kesejahteraan yang dibuat untukmengurangi jumlah penduduk miskin. Ada beberapa inpres yang dilakukandengan pola pendekatan kesejahteraan, yaitu :

85

1. Inpres Desa Tertinggal, tujuannya adalah menciptakan kesetaraan desa danmenciptakan lapangan kerja di pesedaan

2. Inpres kesehatan, tujuannya adalah memberikan layanan kesehatan yangmudah dan murah untuk penduduk pedesaan.

3. Inpres pendidikan, tujuannya adalah memberikan layanan pendidikan yanggratis untuk pendidikan dasar sampai menengah.

4. Inpres obat obatan, tujuannya adalah untuk memberikan obat-obatan yangmurah kepada masyarakat miskin

Di samping inpres-inpres tersebut, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tujuannya adalah meningkatkan pendapatan dankesejahteraan penduduk pedesaan, misalkan :

1. Ketentuan mengenai Kredit Usaha Tani, untuk memudahkan petanimendapatkan modal untuk mengolah tanah

2. Ketentuan mengenai kredit perbankan (KIK atau kredit candak kulak)tujuannya adalah memberikan kemudahan rakyat untuk mendapatkanmodal untuk usaha diluar sektor pertanian.

3. Pembebasan pajak untuk hasil pertanian.

4. Subsidi atas pupuk dan obat obatan pertanian

5. Penetapan harga dasar gabah, untuk menjamin nilai tukar petani (padi)tidak turun, bahkan meningkat terhadap hasil produk industri lainnya.

6. Pola KKPA untuk sistim transmigrasi terpadu, tujuannya adalahmenjamin para transmigran mendapatkan penghasilan yang tetap danalat produksi.

7. dan lain lain.

Masih banyaknya prosentase yang kurang sejahtera atau penduduk miskinmerupakan indikasi dari ketidakberhasilan program-program tersebut. Secaragaris besar ketidakberhasilan program-program untuk orang miskin berkaitandengan tiga akar permasalahan yaitu kelembagaan, regulasi dan goodgovernance. Dana-dana yang ditujukan untuk program seringkali jumlahnyamenjadi lebih kecil pada saat sampai di penerima akhir. Kebocoron danpenyelewangan dana adalah kondisi yang menjadi lazim di Indonesia.

86

• Studi kasus kemiskinan di Teluk Palu (Provinsi Sulawesi Tengah). Di sini,kemiskinan lebih banyak disebabkan kerusakan ekosistem seperti: pengolahansumberdaya perikanan secara berlebih-lebihan oleh perusahaan perikanan,pengelolaan galian C terdapat di sepanjang Teluk Palu, dan limbah rumahtangga yang semuanya bermuara di Teluk Palu. Hal ini ditanggapi olehbeberapa LSM yang kemudian melahirkan Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP).Gerak penanggulangan kemiskinan kemudian dilakukan melalui langkah-langkah perlawanan dari masyarakat asli melalui wadah SNTP terhadap pihak-pihak yang selama ini mengambil keuntungan di teluk. SNTP menyiapkanbasis-basis masyarakat nelayan, yaitu suatu kesatuan komunitas yang terdiridari para nelayan. Pada setiap basis dibentuk kelompok-kelompok kecil-atau kelompok dua-an dengan bantuan dana dari lembaga PemulihanKerberdayaan Masyarakat (PKM). Sementara Yayasan Pendidikan Rakyatbertindak sebagai pendamping lapangan.

Keberadaan SNTP berhasil membangun norma pengelolaan sumber daya perairan,dengan membuat kesepakatan bersama, yaitu:

Setiap orang diperbolehkan menangkap ikan di teluk, tetapi harusmenggunakan alat tangkap yang tidak mengeksploitasi secara besar-besaran.Alat tangkap harus sederhana sehingga pendapatan antar nelayan bisa merata.Disamping itu, tidak terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran.

Secara sederhana norma pengelolaan sumberdaya perairan tersebut dapatdipandang sebagai visi masyarakat lapisan bawah dalam upayapenanggulangan kemiskinan bagi diri mereka sendiri

Sementara itu, semaraknya usaha pertambangan galian C di Sulawesi Tengahtelah mendatangkan gerakan perlawanan dari masyarakat. Perlawanan ituberkaitan dengan dampak dari pengelolaan galian C tersebut kepadamasyarakat luas, yang dapat dilihat pada beberapa aspek berikut:

Galian C pada mulanya merupakan usaha-usaha tradisional yang telahberlangsung lama sebagai bagian dari usaha kecil masyarakat denganmenggunakan teknologi sederhana. Dampaknya secara ekologi relatif kecil.Namun sejak tahun 1980-an, usaha galian C berpindah tangan dari masyarakatkecil ke pengusaha besar sebagai akibat dari dikeluarkannya seperangkatPerda tentang galian C yang terus diperbaharui sejak tahun 1980-an.

87

Dengan beralihnya pengusahaan galian C dari masyarakat kecil ke padapengusaha besar menimbulkan kerusakan ekologi yang berakibat padagangguan pada sistem pertanian dan sistem perikanan tangkap di Teluk Palu.Akibatnya masyarakat petani kecil dan nelayan kecil dirugikan secara ekonomi,

Praktek galian C yang dilakukan oleh para pengusaha yang dikawal dengankebijakan daerah sekalipun merugikan secara ekonomi dan secara ekologipada tingkat petani/nelayan tetapi tetap memberikan defisa yang signifikankepada PAD. Karena itu ketegangan yang terjadi mengarah kepada konflikvertikal antara pemerintah daerah dan masyarakat kecil.

Konflik jenis ini merupakan salah satu persoalan penting dalam kehidupanmasyarakat Sulawesi Tengah. Hal ini karena semakin terpinggirkannya pendudukasli dari kehidupan tradisionalnya, akibat dari hegemoni para pendatang. Parapendatang menguasai sebahagian besar sumberdaya agraris di akwasan tersebut.Isu kemiskinan berkenaan dengan hal ini adalah terjadinya kesenjanganpenguasaan aset ekonomi antara para pendatang dengan penduduk asli. Gejalakemiskinan muncul sebagai akibat dari interaksi fungsional yang berkepanjanganantara penduduk pendatang yang memiliki etos kerja tinggi dengan pendudukasli yang memiliki etos kerja rendah.

• Dampak kebijakan pelarangan ekspor rotan pada peningkatan kemiskinandan pengrusakan hutan alam di Indonesia

Terdapat dua kepentingan yang berbeda antara petani dan pengumpul rotandengan kalangan industri pengolahan rotan. Sebagai petani dan pengumpulyang menghasilkan bahan baku, mereka memerlukan peluang pasar yanglebih luas agar harga di tingkat petani dapat lebih baik. Sementara itu,kalangan industri pengolahan rotan menginginkan adanya keberlangsunganpasokan bahan baku dengan harga yang murah. Jika kebijakan pelaranganekspor rotan mentah (asalan) atau penaikan pajak eksport (PE) diberlakukanmaka akan berdampak pada penyempitan peluang pasar bahan baku, yangpada akhirnya akan menurunkan harga bahan baku dan harga rotan ditingkat petani dan pengumpul. Kebijakan ini akan merugikan kalanganpetani dan pengumpul rotan yang diperkirakan berjumlah sekitar 250 ribuorang. Walaupun tidak tidak dapat dibantah, bahwa kebijakan tersebutmemang telah meningkatkan nilai ekspor produk rotan jadi pada periodeyang sama

88

Rendahnya harga baku rotan di tingkat petani dan pengumpul akanmemberikan dampak negatif bukan hanya pada keadaan ekonomi dan sosial,tetapi juga pada keadaan lingkungan terutama kelestarian hutan.Sebagianbesar petani dan pengumpul rotan tinggal di dalam dan sekitar hutan.Kerusakan hutan tersebut dapat terjadi karena dua hal; pertama, akan terjadikonversi kebun rotan milik petani (terutama di Kaltim dan Kalteng) menjadibentuk pengolahan lahan yang lain dengan sistem monokultur seperti kebunkelapa sawit. Seperti diketahui bahwa kebun rotan adalah salah satu modelwana tani (agroforestry). Kedua, pengumpul rotan (terutama di Sulawesidan Sumatera) akan beralih kepada aktifitas penebangan kayu di hutanalam daripada memungut rotan. Hal ini berdampak kepada bertambahnyaancaman terhadap kerusakan hutan alam.

a. Kendala dalam Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan.

Mengacu pada skema penanggulan kemiskinan yang telah digambarkan di atasmaka tampak jelas bahwa peran institusi penyelenggara lingkungan tidak terlepasdari berbagai sektor yang terkait. Dengan demikian koordinasi lintas sektor menjadihal diperlukan dan ini menjadi kendala utama karena koordinasi lintas sektormemerlukan komitmen yang tinggi diantara mereka yang terlibat .

• Kerjasama institusi penyelenggara lingkungan dan institusi finansial dalamrangka membantu industri usaha kecil untuk membangun instalasi pengolahlimbah termasuk juga pengalokasian secara benar dana subsidi yang diberikanoleh pemerintah sebagai bantuan pada industri kecil jika ada. Selama ini,salah satu penyebab kurang berhasilnya program-program bantuanpemerintah seperti INPRES dsb adalah oleh ketidakjelasan pihak penerimabantuan atau banyaknya potongan sebelum dana tersebut sampai pada pihakyang berkepentingan.Seperti dikatakan di atas, akar permasalahanketidakberhasilan berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah adaahkelembagaan, regulasi dan good governance.

• Kerjasama institusi penyelenggara lingkungan dengan media masa dan dalambentuk sosialisasi lainnya untuk menjelaskan pentingnya memperhatikanpengelolaan lingkungan hidup dalam mengentaskan kemiskinan

89

• Ketergantungan institusi penyelenggara lingkungan dengan institusikesehatan dan institusi pendidikan untuk menyelenggarakan layanankesehatan dan pendidikan bagi masyarakat miskin. Dengan kata lain, secaraprosedur penyelenggaraan kedua layanan ini berada diluar kendali institusipenyelenggara lingkungan.

• Ketergantungan institusi penyelenggara lingkungan dengan berbagai institusilainnya dalam rangka memasukkan analisis dampak dari suatu kebijakanpada lingkungan seperti contoh kebijakan pajak ekspor rotan yang padaakhirnya menimbulkan pengrusakan hutan alam di Indonesia.

Kendala lain yang dihadapi oleh institusi penyelenggara lingkungan adalahresistensi dari masyarakat itu sendiri. Seringkali masyarakat menyadari bahwatindakan yang mereka lakukan dapat merusak lingkungan namun masyarakattidak ingin mengubahnya dengan alasan alternatif yang disediakanpemerintah lebih sulit dijangkau atau kurang menguntungkan.

b. Keterkaitan isu kemiskinan dengan isu lainnya.

Berbagai keterkaitan antara isu kemiskinan dan isu lainnya dapat dijelaskansebagai berikut:

• Isu kemiskinan, isu teknologi dan konflik; Teknologi dapat menyebabkansekelompok orang yang menguasai teknologi yang lebih canggih untukmenguasai sumber daya alam tertentu. Penguasaan ini menimbulkansekolompok orang tersingkir, mereka menjadi miskin karena tidakmendapatkan akses. Kesenjangan yang terjadi antara kedua kelompoktersebut ditambah lagi dengan keberpihakan pemerintah pada salah satukelompok saja dapat memicu terjadinya konflik dan jika telah terjadi konfliktidak ada satu pihakpun yang merasa bertanggung jawab untuk memelihatrakelestarian atas suatu sumber daya alam (lihat kasus Sulawesi Tengah)

• Isu kemiskinan dan isu bencana alam; Penduduk miskin yang tidak memilikiakses pada lahan akhirnya mengolah lahan kritis yang rawan longsor ataumendirikan rumah di bantaran sungai yang rawan banjir.

• Isu kemiskinan dan isu hutan; Contohnya; pendatang-pendatang baru dengantingkat kesejateraan yang rendah menyebabkan lebih dari 12.000 hektar,atau sekitar 60 persen kawasan hutan di Gunung Betung, Lampung rusak.

90

• Contoh lainnya adalah kebijakan pelarangan ekspor rotan denganmeningkatkan pajak ekspor menyebabkan rendahnya harga baku rotan ditingkat petani dan pengumpul pengumpul rotan sehingga petani beralihkepada aktifitas penebangan kayu di hutan alam daripada memungut rotan(terutama di Sulawesi dan Sumatera)

Jika ternyata hutan yang mereka rusak adalah hutang lindung maka keterkaitanisu ini menjadi lebih luas lagi yaitu antara isu kemiskinan, hutan dan konservasi.

91

“SPEKTRUM TEKNOLOGI DALAM RUANG LINGKUP PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN.

Teknologi terdapat dimana-mana dan seringkali kurang mendapat perhatian atasperannya yang signifikan untuk membentuk kehidupan manusia. Jika diamatisecara lebih hati-hati, maka kita akan menyadari bahwa sepanjang tahun teknologidibuat hampir dalam segala aspek kehidupan manusia, walaupun banyak diantarakita yang kurang menyadari bagaimana untuk mengelola teknologi tersebut.

Dari sejak jaman sejarah, manusia telah membuat, menciptakan danmenggunakan teknologi baik individual maupun kelompok. Dari catatansejarah, dapat diketahui bahwa secara alamiah manusia menciptakan teknologi(dengan melalui penciptaan, pembelajaran atau pembuatan ulang) danmenggunakan teknologi untuk tujuan hidupnya. Sebagian besar penciptaanteknologi adalah melalui penyesuaian secara insting terhadap lingkungankehidupan manusia, berdasarkan trial and error, kadangkala berdasarkan suatukesempatan dan seringkali tidak disengaja. Pakar sosial dan psikologi menunjukbahwa keindahan dari kehidupan adalah menyelesaikan masalah. Maka dapatdikatakan bahwa teknologi sebagai “sesuatu “ yang dibuat manusia, pasti terkaitdengan kehidupan manusia dalam berbagai cara dan memberikan “multiplefunction” untuk berbagai penyelesaian masalah.

Setiap teknologi adalah tool atau cara yang dibuat oleh manusia secara sederhanauntuk meningkatkan kapasitas mental maupun fisik manusia. Peningkatankapasitas manusia dapat untuk tujuan yang berbeda-beda seperti untuk suatukegiatan (mengangkat, memegang, mendorong, menarik, dsb), visibilitas (melihat,memperbesar, teleskoping dsb), komunikasi (berbicara,mendengar, menulis,mencetak dsb), mobilitas ( di darat, di laut dan di udara). Suatu contoh yangbaik untuk peningkatan kapasitas mental adalah teknologi meningkatkankemampuan untuk mencatat, menyimpan, memanipulasi dan mengambil kembaliinformasi. Akan tetapi, walaupun terdapat keterbatasan pada kemampuan fisikmanusia tetapi tidak ada pembatasan untuk kemampuan mental manusia. Olehkarena itu teknologi lebih terlihat mempunyai kekuatan dalam area fisik, dantampaknya manusia tetap lebih berkekuatan dalam area mental.

92

Teknologi tidak hanya meningkatkan kapasitas individual, teknologi juga dapatdibuat dan digunakan untuk meningkatkan kapasitas kelompok. Dalam dunia inisangat sedikit hal yang dapat dilakukan sendirian, oleh karena itu berbagai tooltelah dan sedang dikembangkan untuk mengorganisasikan aktivitas kelompok(seperti produksi, konstruksi, distribusi, pelayanan dsb). Teknologi membuat setiapkelompok organisasi lebih berkemampuan dibandingkan dengan penjumlahandari masing-masing individu.

Teknologi memungkinkan pemuasan kebutuhan manusia yang lebih baik.Seperti diketahui dari sejumlah literatur yang diambil oleh ilmu sosial bahwaterdapat hirarki dari kebutuhan manusia. Paling sedikit terdapat empat levelkebutuhan manusia. Level pertama adalah “kebutuhan untuk bertahan” (yaitukebutuhan atas udara, air dan makanan). Tingkat yang kedua adalah “kebutuhankeamanan” (yaitu kebutuhan atas pakaian, perawatan kesehatan danperlindungan). Level ketiga adalah “kebutuhan sosial “ (yaitu kebutuhanpendidikan, tempat tinggal dan mobilitas). Level yang paling tinggi yaitu levelkeempat adalah “kebutuhan pengakuan diri” (yaitu kebutuhan untuk bebas,kekuasaan dan pencapaian). Tidak sulit untuk melihat dari berbagai literaturdalam geografi dan sejarah manusia bahwa teknologi telah digunakan sebagaialat/cara untuk memuaskan kebutuhan manusia pada berbagai level tersebut.Terlihat pula bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan pada level yang lebih rendahmaka munculnya level kebutuhan yang lebih tinggi menjadi signifikan dan memintapenggunaan teknologi yang lebih canggih lagi (artinya lebih baik dari teknologisebelumnya). Dengan kata lain, teknologi baru telah menggantikan teknologilama untuk memuaskan tipe tertentu dari kebutuhan manusia dengan cara yanglebih baik

Satu aspek penting lainnya dari sifat manusia adalah manusia suka berkompetisi.Maka individu membuat dan menggunakan teknologi untuk berkompetisi dalamkarir, olah raga, seni dan kerajinan. Suatu kelompok organisasi membuat danmenggunakan teknologi untuk mendapatkan perolehan wilayah (seringkali untukmendapatkan lebih banyak sumber daya alam) dan keuntungan pasar (untukmendapatkan lebih sumber daya finansial) dalam rangka untuk meningkatkanstandar kehidupan kelompok secara keseluruhan.

Teknologi dalam konteks transformasi ekonomi dari sumber-sumberteknologi. Dalam konteks transformasi ekonomi dari sumber-sumber teknologi

93

maka teknologi dapat dipandang sebagai kombinasi dari peralatan fisik danpengetahuan (know how) yang terkait dengan pembuatan dan penggunaanteknologi. Dengan cara pandang ini, teknologi dapat dibagi atas empat bentukperwujudan, yaitu teknologi pada objek (fasilitas atau techno-ware); teknologipada manusia (kemampuan atau humanware); teknologi pada dokumen (faktaatau info-ware) dan teknologi pada institusi (framework atau orga-ware).

Keempat komponen teknologi tersebut diperlukan secara simultan. Tidak adatransformasi yang dapat terjadi jika salah satu dari komponen tersebut tidakada. Dari keempat komponen tersebut, human-ware adalah sumber yang pokoksedangkan info-ware adalah modal pengetahuan. Negara atau organisasi dengantingkat human-ware serta akses dan kontrol info-ware yang tinggi merupakanbroker yang memiliki kekuatan besar dimasa yang akan datang.

Kontradiksi antara perubahan masyarakat dan perkembangan teknologi. Dalamhal perubahan masyarakat dan perkembangan teknologi kelihatannya terdapathal yang kontradiktif. Walaupun pada awalnya teknologi diciptakan untukmeningkatkan kesejahteraan umat manusia, mempermudah segala aktivitas yangdilakukan oleh umat manusia dan memelihara kondisi lingkungan sekitar agartetap dapat memberikan sumber daya yang memadai bagi kelangsungan hidupumat manusia. Namun, dalam perkembangannya, teknologi justru menjadi pemicupertama penurunan kualitas lingkungan dengan sangat drastis. Penggunaan bahanbakar fosil untuk menjalankan industrialisasi sejak masa awal revolusi industri,memicu penggunaannya secara besar-besaran hingga mengakibatkan penurunankualitas lingkungan dan penipisan sumber daya alam bagi generasi berikut. Jikasebelum masyarakat industri muncul, hampir 80 persen benda yang digunakanmanusia berasal dari hewan dan 20 persen dari mineral, industrialisasi mengubahkecenderungan itu. Industrialisasi mulai terpusat pada cadangan bumi berupaenergi dan material tak terbaharui, seperti bahan baku fosil dan mineral. Padasaat inilah kapitalisme industrial mengeruk seluruh bahan baku tanpamempedulikan akibat pada lingkungan, sehingga pada abad ke-19, Inggris telahmenjadi ‘’bengkel dunia’’. Tidak hanya itu, asap dan buangan pabrik meracuniudara, air, dan tanah serta bahan-bahan kimia yang dibuang ke lingkunganberdampak berat bagi pekerja dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Dengandemikan dapat dikatakan, akibat lain revolusi industri adalah habisnya kekayaanalam dengan laju yang mengerikan, hancurnya hubungan dengan tanah, dan

94

tersingkirnya petani ke belakang. Sementara itu, populasi membengkak, teknologimenguasai lingkungan, dan kekayaan material meningkat. Kondisi kerusakan alamyang terus memburuk ini menimbulkan kesan seakan-akan laju perkembanganteknologi tidak akan pernah bisa berjalan beriringan dengan keperdulian padalingkungan hidup.

Namun, seiring dengan makin menguatnya keperdulian global pada masa depanbumi, telah membawa pergeseran paradigma dalam hubungan teknologi danlingkungan hidup. Hal ini dimulai dari seorang biolog Amerika, Barry Commoneryang pada tahun 1962 mengingatkan resiko makin meningkatnya polusi. MenurutBarry, mata rantai ekologi terputus akibat industri dan digantikannya produkalami dengan bahan sintetis. Sejak itu pula (1962-1970-an), banyak kalangantermasuk industriawan berusaha ramah dengan lingkungan. Kemudian munculkebutuhan untuk mengembangkan teknologi yang dapat menjaga tingkatkeberlanjutan lingkungan beserta segala sumber daya yang dimilikinya. Teknologitidak lagi hanya dilihat sebagai alat eksploitasi, tetapi lebih sebagai alatpemeliharaan lingkungan beserta sumber dayanya agar kehidupan umat manusiadan lingkungan alam dapat berkelanjutan. Dengan kata lain, perlindunganlingkungan bersama-sama dengan peningkatan kualitas hidup dan memeliharakemampuan bersaing, memerlukan perubahan teknologi. Pada umumnya teknologibaru ini lebih efisien. Artinya, teknologi ini memerlukan lebih sedikit input,termasuk energi per satuan output, serta kurang mencemari dibandingkanteknologi lama yang digantikannya. Singkatnya, telah tumbuh perubahan orientasipembangunan dengan teknologi baru berwawasan lingkungan dengan semboyan:produce more with less resources, with less energy and with less waste.

95

II.SKEMA HUBUNGAN SPEKTRUM TEKNOLOGI DENGAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

LINGKUNGAN HIDUP.

Secara lebih spesifik keterkaitan antara isu teknologi dan lingkungan dapat digambarkan sebagai berikut:

Dam

pak

Tekn

olog

i maj

u

Kem

ajua

n te

knol

ogi h

arus

dite

rima

seca

ra m

enye

luru

h .

"Par

t sel

ectio

n is

impo

ssib

le".

Pen

ingk

atan

efis

iens

i,pe

ning

kata

n ou

tput

,m

enin

gkat

kan

daya

duku

ng li

ngku

ngan

dsb

Pen

cem

aran

ata

ude

gara

si s

umbe

r day

aal

am

Ber

kont

ribus

i ter

hada

pin

equa

lity

Tekn

olog

i men

jadi

sim

bol d

an p

enci

traan

terh

adap

kel

asse

seor

ang

Peng

uasa

an s

umbe

rda

ya a

lam

ole

h pe

mili

kte

knol

ogi

Tekn

olog

i ber

sih

pad

apr

oses

pro

duks

i

Tekn

olog

i unt

ukm

engo

lah

limba

h ya

ngdi

hasi

lkan

ole

h pr

oses

prod

uksi

Tekn

olog

i yan

gm

erus

ak li

ngku

ngan

Kons

truks

i Sos

ial

Tekn

olog

i

Konf

lik

Inse

ntif

Paja

kS

ubsi

sdi-

hiba

hSu

bsid

i -P

inja

mam

luna

k

AM

DA

LIn

sent

if Pa

jak

Ret

ribus

i em

isi

Pen

egak

an h

ukum

an

Pen

egak

an h

ukum

Bud

aya

Hid

up S

eder

hana

Pen

egak

an H

ukum

Gambar. Skema Hubungan Isu Teknologi dan Lingkungan

96

Skema diatas menggambarkan bahwa tekonologi maju berdampak pada dua halyaitu penerimaan secara menyeluruh dari suatu teknologi dan kontribusi teknologimaju pada inequality

Penerimaan secara menyeluruh suatu teknologi mengandung pengertian bahwasuatu teknologi dapat dipandang dari dua sisi. Sisi yang pertama adalah teknologiyang memberikan keuntungan pada lingkungan seperti misalnya peningkatanoutput dan peningkatan daya dukung lingkungan. Teknologi seperti ini, dapatdiperoleh dari pemanfaatan teknologi bersih pada proses produksi maupunpenggunaan teknologi pengolah limbah diakhir proses produksi untuk meminimasipengrusakan lingkungan.

Pada dasarnya, penggunaan teknologi bersih pada proses produksi yangmemerlukan lebih sedikit input, termasuk energi per satuan output serta kurangmencemari lingkungan ini mengikis pendekatan tradisional dalam memandanghubungan industri dengan teknologi. Pendekatan tradisional melihat bahwaindustri mengakibatkan masalah lingkungan dan mencoba mencari jalan keluaryang bertanggung jawab untuk meminimalkan kerusakan yang dapat diakibatkan.Sebaliknya, pendekatan yang didasarkan pada teknologi yang bersih seharusnyamencari cara proses produksi yang dapat meniadakan atau mengurangi masalahyang mungkin terjadi sejak awal, sebelum permasalahan yang berkaitan denganmasalah lingkungan muncul. Misalnya, lewat pendekatan minimalisasi limbahdan ’’dematerialisasi’’, dengan kata lain telah terjadi pergeseran dari pengendalipolusi ke pencegahan polusi. Pengendali polusi berarti membersihkan limbahsetelah limbah tersebut terbentuk sebagai sisa proses produksi. Sedangkanpencegahan polusi memfokuskan diri pada peminimalan atau penghindaran darilimbah sebelum limbah tersebut tercipta.

Secara garis besar pilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan dalamlima bagian :

• Good House-Keeping; Good house-keeping mencakup tindakan prosedural,adminsitratif atau institusional yang dapat digunakan perusahaan untukmengurangi limbah atau emisi. Konsep ini sebenarnya telah banyakditerapkan oleh kalangan industri untuk meningkatkan efisiensi dengancara “good operating practice” yang antara lain meliputi: tatacarapenanganan dan inventarisasi bahan, pencegahan kehilangan bahan ataumaterial dan pemisahan limbah menurut jenisnya.

97

• Perubahan material input; Perubahan material input bertujuan untukmengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang masukatau digunakan dalam proses produksi, sehingga dapat dihindari terbentuknyalimbah B3 dalam proses produksi. Perubahan material input termasukpemurnian bahan dan subsitusi bahan.

• Perubahan teknologi; Perubahan teknologi yang mencakup modifikasi prosesdan peralatan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi limbah danemisi. Perubahan teknologi dapat dilaksanakan mulai dari yang sederhanadalam waktu yang singkat dan biaya murah sampai perubahan yangmemerlukan investasi tinggi. Tindakan yang termasuk ke dalam kelompokini adalah perubahan proses produksi, perubahan peralatan, tata letakperpipaan, penggunaan peralatan otomatis dan perubahan kondisi proses

• Perubahan produk; Perubahan produk meliputi subsitusi produk, konservasiproduk dan perubahan komposisi produk.

• On-site reuse; Merupakan upaya penggunaan kembali bahan-bahan yangterkandung dalam limbah, baik digunakan kembali pada proses awal atausebagai material input dalam proses yang lain.

Dampak selanjutnya dari teknologi maju adalah teknologi maju berkontribusiuntuk menciptakan inequality.

• Inequality yang pertama; Perbedaan kepemilikan teknologi cenderungmembuat kelas-kelas sosial yang berbeda. Ini merupakan akibat darikonstruksi sosial teknologi (social construction of technology) yaitu sebuahpendekatan sosiologikal tentang teknologi. Teknologi menjadi sebuahpencitraan terhadap permintaan masyarakat yang dapat mengubah citramasyarakat itu. Jadi, kebutuhan terhadap teknologi adalah benar-benarkebutuhan sosial itu sendiri dan bukan sekadar kebutuhan teknologi semata.Citra terhadap teknologi tidak lepas dari simbol dan kelas sosial masyarakat,bahkan masyarakat memberi penghargaan kepada teknologi tak saja karenafungsi teknologi itu bermanfaat namun karena teknologi itu menjadi simboldan pencitraan terhadap kelas sosial seseorang. Dengan demikian teknologimemiliki dua fungsi yaitu fungsi mekanik yang melekat sebagai sebabfungsional teknologi itu dan fungsi sosial bahwa teknologi adalah pencitraanterhadap masyarakat yang memakainya.

98

Fungsi-fungsi teknologi ini seringkali tidak memiliki hubungan kausalitas,artinya fungsi mekanisasi teknologi tidak selamanya berhubungan denganfungsi sosial. Suatu contoh, seseorang membeli mobil BMW tidak adahubungan dengan manfaat mekanik yang ia peroleh karena kalau untukmenaiki mobil mewah dan nyaman sebenarnya ia memiliki banyak mobilsemacam itu. Namun justru ia memperoleh manfaat sosial tinggi daripencitraan kelas sosialnya di masyarakat karena masyarakat memberipencitraan terhadap simbol kelas tertinggi bagi masyarakat yangmenggunakan mobil mewah bermerek BWM. Jika dilihat lebih dalam,pencitraan ini menimbulkan sifat konsumtif pada masyarakat dimanamasyarakat menggunakan teknologi yang mungkin melebihi dari yang merekabutuhkan, misalnya 2 sampai 3 mobil dalam satu keluarga untuk setiapanggota keluarga. Selanjutnya, jika ditarik lebih kebelakang lagi, kondisiini dapat dipandang sebagai salah satu pemicu timbulnya kemacetan lalulintas yang pada akhirnya meningkatkan polusi udara ( dari asap buangkendaraan bermotor) dan pemborosan energi.

• Inequality yang kedua; Penggunaan teknologi yang berbeda seringkalimenyebabkan individu yang mengusai teknologi yang lebih canggihmelakukan penguasaan pada suatu sumber daya sehingga menimbulkankonflik pemanfaatan dan konflik kewenangan. Kedua konflik ini akanmengurangi rasa memiliki (stewardship) pihak-pihak yang bertikai dan merekaakan mengabaikan kelestarian sumber daya yang dimanfaatkan. Implikasinya,sumber daya akan mengalami degradasi sampai pada tingkat yangmengkhawatirkan.

Skema diatas juga menggambarkan adanya intervensi atau langkah-langkah yangdapat diambil untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh teknologi maju.

• Untuk menggalakan penggunaan teknologi bersih kegiatan yang dapatdilakukan oleh pemerintah (atau secara lebih spesifik oleh institusipenyelenggara lingkungan) antara lain sistem insentif pajak, pemberiansubsidi-hibah, pemberian subsidi–pinjaman lunak.

Insentif pajak dapat berbentuk kredit pajak atau pengurangan pajak.Misalnya untuk pemanfaatan produk atau bahan yang lebih ramah lingungandapat diberikan kredit pajak atau pengurangan pajak

99

Subsidi-hibah dapat ditujukan untuk mendorong dilakukannya riset untukmenanggulangi pengeluaran atau kegiatan lain untuk manfaat lingkungan.Hibah dapat digunakan untuk membeli teknologi bersih oleh sektor swasta

Subsidi-pinjaman lunak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ramahlingkungan atau membeli peralatan yang ramah lingkungan.

Secara keseluruhan, insentif pajak, subsidi hibah, subsidi–pinjamanlunak merupakan iklim kondusif yang harus mampu diciptakan olehpemerintah (terutama institusi penyelenggara lingkungan) sehinggapengusaha, lembaga penelitian dapat bermitra melakukan kegiatan penelitiandan pengembangan untuk mencari alternatif-alternatif teknologi dan prosesyanglebih akrab lingkungan.

• Untuk menggalakan penggunaan teknologi pengolahan limbah kegiatan yangdapat dilakukan antara lain mengembalikan fungsi AMDAL sebagai analisadampak lingkungan atas suatu kegiatan yang dapat dipercaya, insentif pajak,retribusi emisi dan penegakan hukum. Analisa lingkungan seperti AMDALyang dilakukan untuk menilai dampak dari suatu kegiatan pada lingkunganharus merupakan hasil analisa dapat di percaya dan menjadi acuan yangdilaksanakan pemilik kegiatan

Retribusi emisi merupakan pungutan yang harus dibayar oleh suatu kegiatanuntuk setiap unit limbah cair atau gas yang dikeluarkan ke media lingkungna.Jumlah dan kualitas emisi ini diukur dan pungutan dikenakan berdasarkanketetapan yang disusun. Tujuan dari retribusi emisi adalah untuk mendorongpencemar untuk mengurangi ongkos yang harus ditanggung melaluipengurangan limbahnya. Dalam retribusi emisi ini, pemerintah institusipenyelenggara lingkungan dapat berperan sebagai badan pengawas yangmengetahui secara pasti besarnya limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatansehingga institusi penyelenggara lingkungan dapat memberikan masukandalam membuat ketetapan jumlah retribusi yang harus dibayarkan.

Instrumen ini telah digunakan secara luas di Eropa, Perancis, Jerman, Italia danBelanda. Hampir seluruhnya digunakan untuk limbah domestik dan digunakanuntuk mengakumulasikan dana untuk anggara pengendalian pencemaran.

• Untuk mengendalikan penggunaan teknologi yang dapat merusak lingkungandan penggunaan teknlogi untuk menguasai sumber daya alam sehingga

100

terjadi konflik maka perlu adanya upaya penegakan hukum melalui kejelasanperaturan yang dibuat oleh institusi penyelenggara lingkungan hidup danberbagai pihak yang terkait

• Budaya hidup sederhana, hidup hemat merupakan upaya pemberdayaanmasyarakat agar tidak menggunakan teknologi sebagai kebutuhan konsumtifuntuk meningkatkan citra dirinya. Pemberdayaan dapat dilakukan denganmendidik masyarakat melalui berbagai media seperti iklan layanan masyarakatdi televisi dan radio serta artikel-artikel pada majalah, koran dan tabloid.Contohnya, masyarakat disadarkan bahwa kepemilikan mobil yang melebihikebutuhan telah menyebabkan ruas jalan yang tersedia tidak sebandingdengan jumlah mobil yang melintasi jalan tersebut. Akibatnya timbulkemacetan. Kemacetan meningkatkan polusi udara dan meningkatkankebutuhan bahan bakar. Polusi udara dapat meningkatkan angka kesakitandan peningkatan kebutuhan bahan bakar dapat menyebabkan krisis energikarena bahan bakar berasal dari sumber daya yang tidak terbaharukan,

III. PERMASALAHAN TEKNOLOGI.

Berbagai masalah yang terkait dengan isu teknologi di Indonesia dapatdigambarkan sebagai berikut

1. Dalam hubungannya dengan penggunaan teknologi yang ramah lingkunganpada industri, baik penggunaan teknologi bersih maupun penggunaanteknologi pengolahan limbah, Prof P. Sudarto mengungkapkan bahwakebijakan dunia industri dalam pengelolaan lingkungan dapat dikategorikanmenjadi beberapa tahap, yaitu reaktif, receptive, konstruktif dan pro-aktif (Kompas, Maret 2001).

• Tahap reaktif adalah tahap konvensional yang dilakukan oleh sebagianbesar industri di Indonesia. Dalam tahap ini, pengelolaan limbah masihsebatas bagaimana agar limbah hasil produksi sesuai dengan standarbaku mutu. Tahap ini dikenal dengan pendekatan the end of the pipe

• Pada tahap receptif, industri telah memikirkan bagaimana menggunakancara-cara kreatif agar limbah hasil produksinya memenuhi standar bakumutu, misalnya melalui pengembangan kesadaran manajemenperindustrian

101

• Pada tahap konstruktif, industri telah melalukan pengelolaan lingkunganmulai dari tahapan awal yaitu pemilihan baku, proses produksi, bahanjadi, pengepakan sampai limbah hasil produksinya hendak dibuang.Tahap ini disebut sebagai pendekatan the beginning of the pipe

• Pada tahap pro-aktif, industri telah menginternalisisasikan secara penuhdimensi lingkungan dlam sistem manajemen perindustrian.

Temuan dari Departemen Lingkungan Hidup memperlihatkan bahwa motivasisebagian besar industri di Indonesia masih berada pada tatanan reaktif, bahkanbanyak yang berada pada tatanan sebelum reaktif. Sebab, motivasi perindustrianuntuk mengadopsi kebijakan lingkungan lebih disebabkan oleh demi mentaatiperaturan pemerintah, menghindarkan diri dari tanggung jawab, dan menyesuaikandengan tuntutan konsumen. Dalam hal ini kesadaran untuk pembangunanberwawasan lingkungan masih kecil sekali.

Selanjutnya, kebijakan insentif dan disinsentif yang didasarkan pada hasilpenilaian kinerja perindustrian dalam mengendalikan dampak lingkungan telahdikembangkan oleh Bapedal berkoordinasi dengan pihak terkait dengan namaPROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perindustrian ) Dalampelaksanaannya, PROPER berpegang pada prinsip-prinsip dasar penyelenggaraanpemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu; transparansi, partisipatif,dan akuntabilitas.

Program lainnya yang berkaitan dengan produksi bersih yang sedang dikembangkandi Indonesia adalah label lingkungan dan sistem manajemen lingkungan. Programini dikembangkan dengan bekerja sama dengan instansi terkait. Walaupundemikian, banyaknya program yang ditawarkan pemerintah masih belum memacuindustri untuk menggunakan teknologi yang meminimasi limbah atau pengrusakanlingkungan. Seperti yang tercatat dalam departemen Perindustrian danPerdagangan, pada tahun 2002 lebih kurang hanya 332 perusahaan yang telahmengintegrasikan faktor lingkungan dengan kegiatan industri dari 1.297.322perusahaan kecil, menengah dan besar.

2. Beberapa contoh dimana penggunaan teknologi maju seringkali menimbulkandampak yang lebih besar terhadap lingkungan dibandingkan denganteknologi yang sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

102

• Penggunaan teknologi peledakan pada pembukaan lahan pertambangandisamping mempercepat proses pembukaan lahan juga meningkatkankerusakan yang ditimbulkannya dibandingkan dengan proses pembukaanlahan yang menggunakan teknologi yang lebih rendah.

• Teknologi maju yang digunakan untuk menangkap ikan akanmempercepat laju pemanfaatan Sumber Daya Kelautan ,sehingga tidaktersedia waktu untuk melakukan regenerasi kembali.

Belum atau kurangnya aturan dan penegakan kerangka hukum yang didukungoleh kesadaran lingkungan menyebabkan kedua peristiwa ini sering terjadi

3. Permasalahan dimana teknologi dapat menimbulkan pengusahaan sumberdaya kunci oleh penguasaan sekelompok orang saja dapat digambarkansebagai berikut;

• Di selat Lembeh, nelayan Taiwan yang bekerjasama dengan yayasantertentu menyewaperairan tempat penangkapan ikan nelayantradisional, dan memasang jala net raksasa berukuran 300 x 500 m dimulut Selat Lembe (Suara Pembaruan 29.05.97). Akibatnya nelayantradisional sekitar Selat Lembe, dan nelayan komersial dari SulawesiUtara, menangkap ikan dengan jumlah yang terus menerus menurun.

• Di Talise, pengusaha budidaya mutiara mengembangkan usahanya secaraekstensif di wilayah penangkapan ikan tradisional, dan memaksa paranelayan tradisional keluar dari perairan tersebut.

Belum atau kurang jelasnya aturan kewilayahan aturan penggunaan teknologidan penegakkan kerangka hukum menyebabkan peristiwa ini sering terjadi

Tantangan pelaksanaan skema. Mengaitkan permasalahan yang dikemukakandi atas dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (lihat sisi sebelahkanan dari skema hubungan antara teknologi dan lingkungan) maka dapat diambilsuatu kesimpulan bahwa dalam beberapa sisi pemerintah telah berupaya untukmelaksanakan apa yang tertera dalam skema, salah satunya adalah pemberianinsentif dan disinsentif melalui PROGRAM PROPER, namum disisi lainnyaketidakjelasan aturan yang dibuat pemerintah ditambah lagi dengan kerangkapenegakan hukum yang lemah menyebabkan LAW ENFORCEMENT atas apa yangdibuat atau digariskan oleh pemerintah menjadi sia-sia.

103

Jika dilihat dari tiga sisi yang penting yaitu publik, swasta (dunia usaha) danpemerintah maka kendala pelaksanaan insentif, retribusi, penegakan hukum,penggunaan teknologi alternatif, pelaksanan hidup sederhana dsb dapatdigambarkan sebagai berikut:

1. Sektor publik; Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadaridampak lingkungan yang ditimbulkan oleh tindakan mereka. Masyarakatbanyak yang belum menyadari bahwa kemacetan mempunyai akibat tidaklangsung pada percepatan penggunaan cadangan minyak bumi yangmerupakan sumber daya alam yang tidak terbaharukan. Di samping itu,masyarakat tidak mendapatkan informasi yang memadai atau tidak maumencari informasi mengenai bagaimana pabrik/pengusaha dari produk yangmereka konsumsi melakukan pengrusakan lingkungan dari teknologi yangmereka gunakan. Kalaupun masyarakat mendapatkan informasinya,masyarakat seringkali tidak memiliki pilihan karena produk tersebut ternyatalebih murah dari produk lainnya yang diketahui memanfaatkan teknologiyang lebih ramah lingkungan.

Di sisi lainnya, peningkatan pendidikan, pengetahuan dan taraf hidup telahmenyebabkan masyarakat dapat mengembangkan nilai-nilai baru yangmempengaruhi pola konsumsi dan tingkat kebutuhan masyarakat. Nilai-nilaibaru ini dapat dijadikan sebagai kekuatan yang mengontrol penggunaanteknologi ramah lingkungan oleh industri. Namun yang menjadi kendalaadalah saluran aspirasi apa yang secara tepat dapat mengakomodasi nilai-nilai baru tersebut. Sebenarnya, PROPER yang dijalankan oleh pemerintahtelah memasukkan unsur kontrol dari masyarakat namun dalam pelaksanaanyakurang berfungsi secara efektif.

2. Sektor swasta (pengusaha); Sebenarnya kendala utama yang dihadapi olehsektor swasta adalah kurangnya tanggung jawab sosial dari sektor swasta.Hal ini terkait dengan tanggung jawab dunia usaha pada stakeholder yangsalah satunya adalah masyarakat di sekitar pabrik atau secara lebih jauhlagi terkait dengan pelaksaaan “good governance”.

Hambatan lainnya yang juga penting adalah kendala ekonomi. Hambatanini muncul bila kalangan usaha tidak mendapatkan keuntungan dalampenerapan produksi bersih. Contoh hambatan tersebut adalah: kenaikan

104

ongkos produksi (keperluan biaya tambahan untuk peralatan), tingginyamodal/investasi, proyek menguntugnkan tapi tidak ada modal. Kendala inidijembatani oleh pemerintah dengan melalui subsidi.

Walaupun demikian, pada hakekatnya yang paling penting bagi kalanganswasta (dunia usaha) adalah menumbuhkan rasa tanggung jawab kepadaseluruh stakeholder yang merupakan bagian dari pelaksanaan “goodgovernance” Tanpa perasaan tersebut, sistem insentif, retribusi dan berbagaisistem penghargaan lainnya maupun pemberian subsidi tidak akanmenyelesaikan permasalahan, bahkan dapat menjadi pemicu korupsi(penyalahgunaan sistem insentif, retribusi, subsidi dsb)

3. Pemerintah; Seperti halnya dengn sektor swasta , budaya korupsi sebagaidampak dari tidak terlaksananya good corporate governance telahmenyebabkan terjadinya penyelewangan pada berbagai program pemberianinsentif, retribusi, pemberian subsidi, kajian lingkungan seperti AMDAL dsb.Bahkan dalam penyelesaian suatu konflik, aturan dan penegakan hukumyang memadai tidak dapat dilakukan karena adanya keberpihakan padamereka yang memiliki kekuasaan lebih.

Dalam kerangka pemikiran yang paling umum, dapat dikatakan bahwa upaya KLHuntuk dapat meminimasi dampak buruk dari teknologi terhadap lingkungan tidakterlepas dari perwujudan good governance (lihat gambar berikut)

105

Selanjutnya, keterkaitan isu teknologi dengan isu lainnya dapat digambarkansebagai berikut

1. Isu teknologi dan budaya; penggunaan teknologi sebagi simbol pencitraandiri telah menimbulkan budaya konsumtif

2. Isu teknolgi dan pencemaran; penggunaan teknologi yang tidak ramahlingkungan pada kegiatan manusia termasuk kegiatan industri dapatmemberikan dampak pencemaran lingkungan dan penurunan daya dukunglingkungan

3. Isu teknologi dan konflik; penguasaan teknologi oleh sekelompok orangyang mengakibatkan kelompok tersebut mempunyai kekuasaan sumber dayatertentu merupakan pemicu terjadinya konflik.

4. Isu teknologi dan globalisasi; tuntutan dari dunia internasional untuk produk-produk yang ramah lingkungan dapat menjadi pemicu bagi dunia usahauntuk menggukan teknologi bersih atau teknologi pengendali limbah.

PUBLIK SW ASTA /DUN IA USAH A

PEMERINTAH

IN FORMA SI,PEN GETAHU AN.

SALURA N ASPIRA SI

K ONTR OL

KETERB UKA AN

INSENTIF, RETR IB USI,REGULA SI ,SUBSIDI,

ATU RAN DAN H UKU MINFORMA SI , R & D

KONTROL

TANGGUN G JAW A BSOSIA L

DENGAN AD ANYA KONTR OL D AN PENEGAKANHU KUM DMAKA SISTEM IN SEN TIF , RETRIBUSI ,

SUBSIDI DAPAT BER JALAN SESUAI TU JUAN NYADAN DAPAT M ENCEGAH T IM BU LNYA KONFLIK

KONTROL

KONTR OLKONTR OL

106

“SPEKTRUM PENGELOLAAN BENCANA DALAM RUANG LINGKUPPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN.

Banjir, longsor, gempa bumi, angin topan merupakan contoh bencana-bencanaalam yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Lebih jauhlagi, bencana alam juga menimbulkan korban luka-luka dan kematian sertakerusakan yang tidak ternilai besarnya dan dapat menimbulkan trauma kepadamasyarakat yang mengalaminya. Selain bencana alam, ada juga bencana yangterutama diakibatkan oleh kelalaian ataupun faktor-faktor lain yang disebabkanoleh tindakan manusia. Ini disebut istilah dengan bencana teknologi, misalnyainsiden kebocoran kapal tanker minyak yang mengakibatkan pencemaran laut.

Di Indonesia sendiri, pada akhir tahun 2003 hingga awal tahun 2004, di berbagaiwilayah terjadi bencana alam, terutama banjir, longsor, dan gempa bumi. Haltersebut tentunya membawa kerugian yang sangat besar bagi masyarakat.Meskipun terjadinya bencana alam merupakan hal yang tidak dapat dihindari,namun yang belum banyak disadari masyarakat adalah bahwa besarnya dampakdan kerugian akibat terjadinya bencana tersebut sesungguhnya dapat direduksi.Antisipasi dan reduksi dampak dari suatu bencana alam merupakan bagian dariupaya pengelolaan bencana. Dalam hal ini, fenomena bencana tidak sajamembutuhkan suatu penanganan pada saat bencana itu terjadi, tapi jugamembutuhkan pengelolaan yang meliputi upaya-upaya mitigasi sebelum terjadinyabencana maupun penanganan pasca terjadinya bencana.

Biaya penanganan bencana yang semakin meningkat sebenarnya menjadi indikasibahwa semakin banyak kegiatan pembangunan yang memiliki atau menimbulkanpotensi bahaya. Kasus-kasus yang terjadi menunjukkan bahwa pembangunanyang tidak berkelanjutan merupakan akar masalah dari meningkatnya biayapenanganan bencana. Pola pemanfaatan lahan dan pembangunan pada umumnyatidak atau kurang memperhatikan faktor-faktor alam yang berkontribusi padaterjadinya bencana. Misalnya, pembangunan pemukiman tertentu tanpamemperhatikan faktor perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya gempa,banjir, kebakaran. Hal itu mungkin dilakukan dengan pertimbangan ekonomis,namun dalam jangka panjang tidak bersifat berkelanjutan. Akibatnya, pada saat

107

bencana itu terjadi timbul biaya penanganan bencana yang kemudian dibebankanpada masyarakat keseluruhan sebagai pembayar pajak. Ini bukanlah kebijakanyang baik dan adil karena keputusan-keputusan yang sifatnya ekonomis bagisekelompok masyarakat untuk jangka pendek, ternyata menimbulkan implikasijangka panjang bagi masyarakat yang lebih luas; dan pada akhirnya berpengaruhpada kemampuan masyarakat luas dalam melaksanakan pembangunan.

II. SKEMA HUBUNGAN ANTARA PENGELOLAAN BENCANA DENGANPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.

Visi pembangunan yang berkelanjutan di antaranya mensyaratkan penggunaansumber daya secara efisien oleh masyarakat, termasuk keputusan penggunaanlahan secara efisien sehingga meminimalkan potensi bencana. Salah satu indikatorpenting dari masyarakat yang berkelanjutan dalam hal ini adalah masyarakatyang memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resistant community).Masyarakat yang memiliki ketahanan terhadap bencana adalah masyarakat yangsadar akan adanya potensi bencana dalam hidup mereka dan berupaya untukmereduksi tingkat kerawanan hidupnya terhadap adanya bencana. Untuk mencapaihal ini, diperlukan adanya pengelolaan bencana secara komprehensif yangdiilustrasikan dengan gambar di bawah ini.

* Keputusan penggunaan lahan* Konservasi energi dan sumber daya* Pelestarian integritas sistem biologis dan fisik ~> membatasi degradasi lingkungan dan pemeliharaan sistem alam* Hal-hal yang spesifik terhadap jenis bencana

Mitigasibencana

penanganansaat

terjadinyabencana

Intensitaskerusakan

ProgramRutin

Pemerintah

PemulihanKondisiPasca

Bencana

BencanaAlam

Faktor Alam

KapasitasPembangunan

(yang lebihbaik)

Perspektif baru: pemulihan kondisisebagai kesempatan untuk rekonstruksipembangunan yang lebih berkelanjutan

* Isyu-isyu keselamatan dan kondisi kritis* tujuan jangka panjang dari rencana pemulihan

* Keterlibatan masyarakat* Kemampuan pemerintah lokal

* Kemauan politik* Sistem institusional pemerintah* Partisipasi aktif masyarakat

Pembangunanyang

Berkelanjutan

Masyarakatyang memiliki

ketahananterhadapbencana

Gambar Pengelolaan Bencana Secara Komprehensif

108

Pada gambar di atas terlihat bahwa terdapat tiga hal utama dalam pengelolaanbencana, yaitu mitigasi bencana, penanganan saat terjadinya bencana danpemulihan kondisi pasca bencana. Mitigasi bencana bukan merupakan hal yangbersifat insidental melainkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari programrutin pemerintah. Mitigasi bencana berupaya untuk mewujudkan masyarakat yangmemiliki ketahanan terhadap bencana (disaster-resilient community). Masyarakatyang memiliki ketahanan terhadap bencana adalah masyarakat yang juga memilikikemampuan yang lebih baik dalam penanganan saat terjadinya bencana. Hal iniakan berujung pada intensitas kerusakan bencana yang lebih kecil dibandingkanmasyarakat yang tidak “sadar bencana”. Untuk memperbaiki kondisi setelahterjadinya bencana, diperlukan upaya pemulihan kondisi pasca bencana yangdipandang sebagai suatu upaya untuk melakukan rekonstruksi ke arahpembangunan yang lebih berkelanjutan dibandingkan kondisi sebelum terjadinyabencana. Hal ini akan menghasilkan kapasitas pembangunan yang lebih baiksebagai prasyarat tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.

Mitigasi bencana meliputi aspek-aspek seperti keputusan penggunaan lahan,konservasi energi dan sumber daya, pelestarian integritas sistem biologis danfisik, serta hal-hal tertentu yang sifatnya spesifik terhadap jenis bencana.Keberhasilan upaya mitigasi bencana sangat dipengaruhi oleh kemauan politikyang besar untuk melakukan mitigasi bencana sebagai bagian dari upayapengelolaan bencana yang komprehensif, kesiapan sistem institusional pemerintahdalam melakukan mitigasi bencana, dan terakhir, besarnya keterlibatan aktifmasyarakat sebagai komponen utama dalam mitigasi bencana.

Masyarakat yang berkelanjutan mampu menggunakan sumber daya lahan yangdimilikinya secara efisien. Keputusan penggunaan lahan yang efisien menyadaripentingnya perencanaan ruang terbuka bagi jalur hijau, taman, dan lansekap.Tata guna lahan yang baik berupaya sedapat mungkin untuk menghindaridilakukannya pembangunan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi bencanayang besar, seperti daerah rawan gempa, dataran banjir, dan sebagainya.Masyarakat berkelanjutan juga berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatanlahan urban yang kurang dimanfaatkan (underutilized).

Konservasi sumber daya dan energi merupakan upaya dasar yang perlumendapatkan prioritas tinggi. Hal ini memungkinkan dilakukannya pembangunansecara efisien dan dapat menunjang keputusan penggunaan lahan yang lebih

109

baik. Upaya ini perlu difokuskan pada sistem transportasi yang lebih baik yangdiarahkan pada penggunaan transportasi publik dan tempat-tempat transit publikserta diciptakannya lingkungan dengan beragam penggunaan (mixed-use) sehinggaketergantungan terhadap moda kendaraan bermotor menjadi jauh berkurang.

Pelestarian integritas sistem biologis dan fisik merupakan salah satu indikatorterpenting dari pembangunan berkelanjutan. Hal ini diwujudkan melalui minimasidegradasi lingkungan dan peningkatan pemeliharaan sistem alam, seperti lahanbasah, dataran banjir (floodplains), bantaran sungai, wilayah rawan longsor,zona aktif gempa; yang dapat meningkatkan ketahanan masyarakat dalammenghadapi bencana alam.

Hal-hal yang bersifat spesifik untuk mitigasi tiap jenis bencana misalnya untuk:

1. Banjir, meliputi: penguatan regulasi pengelolaan dataran banjir, identifikasikemungkinan pengambilalihan wilayah rawan banjir, dan penentuan prioritaslangkah mitigasi untuk mereduksi potensi banjir.

2. Gempa bumi, meliputi: standar rancangan struktur bangunan tahan gempaatau standar rekayasa untuk mereduksi potensi longsor.

3. Kebakaran hutan, meliputi: memundurkan wilayah pembangunan sehinggamenjauhi wilayah rawan kebakaran hutan, akses transportasi yang cukup,ketersediaan air bersih, dan pengelolaan vegetasi.

Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mewujudkan suatu masyarakatyang memiliki ketahanan terhadap bencana, harus dipertimbangkan hal-halberikut:

1. Membangun kemitraan dalam masyarakat yang melibatkan kalangan luas,seperti pimpinan pemerintah daerah, organisasi masyarakat, kalangan usaha,dan masyarakat individual.

2. Mengkaji risiko bencana untuk menentukan bagian mana dari suatumasyarakat yang terkena dampak bencana, seberapa besar potensi terjadinyabencana, berapa besar kemungkinan intensitas bencana.

3. Menentukan prioritas dari upaya mitigasi, termasuk menentukan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan upaya tersebut dan identifikasisumber-sumber bantuan teknik dan dana.

110

4. Mengkomunikasikan keberhasilan yang dilakukan masyarakat melalui berbagaimedia untuk membangun dukungan terhadap upaya mitigasi bencana danmenyebarluaskan manfaat dari dilakukannya mitigasi bencana.

Penanganan saat terjadinya bencana terutama difokuskan pada kesiapanmasyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat saat bencana terjadi di manahal ini sangat dipengaruhi oleh mitigasi bencana, dan kesiapan pemerintah dalammengatasi kondisi darurat saat bencana terjadi. Kesiapan pemerintah terutamamenyangkut mekanisme koordinasi dalam menangani korban bencana danmengantisipasi bencana susulan sesaat setelah terjadinya bencana.

Pemulihan kondisi bencana dilakukan dalam kondisi yang relatif stabil setelahbencana terjadi. Dalam hal ini, pemulihan kondisi bencana yang ideal diletakkandalam perspektif pembangunan berkelanjutan di mana pemulihan kondisi bencanamenjadi suatu kesempatan untuk melakukan rekonstruksi pembangunan ke arahyang lebih berkelanjutan. Dalam konteks tersebut, rekonstruksi pasca bencanamerupakan suatu investasi untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang lebihaman dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap bencana. Namun,implementasi dari hal itu tidaklah mudah karena diperlukan adanya kepemimpinanyang efektif dan dibatasi oleh batasan waktu yang sempit. Langkah-langkahuntuk mencapai perencanaan pemulihan pasca bencana yang baik yaitu :

1. Gunakan waktu yang ada untuk mengembangkan suatu strategi pemulihanyang bersifat holistik, bila mungkin manfaatkan bantuan teknis danpembiayaan dari luar.

2. Tentukan tujuan dan sasaran masyarakat setempat.

3. Anggaplah bahwa proses perencanaan merupakan rencana itu sendiri,sehingga proses itu harus terbuka, partisipatif, tetapi juga cepat mencapaikesepakatan.

4. Gunakan perencanaan dengan multi tujuan untuk memperhitungkan jugamanfaat-manfaat lain dari integrasi konsep mitigasi bencana danpembangunan berkelanjutan dalam tindakan pemulihan.

5. Fleksibel.

6. Gunakan berbagai sumber pembiayaan, termasuk bantuan dana yang tidaksecara langsung terkait dengan bencana, bantuan dari pemerintah pusatmaupun swasta.

111

7. Maksimalkan keterlibatan seluruh kelompok masyarakat.

8. Maksimalkan keterlibatan mitra-mitra non tradisional, seperti LSM.

9. Buatlah rencana yang ringkas dengan prioritas pada tindakan pemulihansesegera mungkin, jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan detilrencana dapat dikembangkan setelah itu.

III. PERMASALAHAN PENGELOLAAN BENCANA.

a. Bencana-bencana yang terjadi di Indonesia.

Pada beberapa tahun terakhir ini, bencana-bencana yang terjadi di Indonesiasemakin menunjukkan eskalasi masalah baik berupa bencana alam (naturaldisaster) maupun bencana akibat kelalaian manusia (technological disaster), yangmeliputi bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, kekeringan, kebakaran hutan,tumpahan minyak di laut, dan bencana industri. Kehilangan nyawa, korban luka-luka, kerusakan harta benda telah mengakibatkan berbagai permasalahan dankesengsaraan bagi masyarakat. Bahkan bencana tersebut ada yang berdampakhingga di luar wilayah Indonesia dan mempengaruhi hubungan antara negara.

Komponen-komponen pengelolaan bencana di Indonesia diilustrasikan secarasingkat pada matriks berikut ini.

Komponen-komponen dalam Pengelolaan Bencana di Indonesia

Masalah

Mitigasibencana

Uraianmasalah

ö Identifikasipotensibencana danpemantauanterhadapwilayah-wilayahrawanbencana

Kebijakan

ö Pemantauanmelalui satelitterhadap kondisicuaca dan tutupanlahan oleh Lapandan BMG

ö Pemantauan debitsungai olehKimpraswil atauDinas PU

ö Pemantauanaktivitas gunungberapi oleh DVMBG

ö Hasil pemantauantelah

Efektivitas

ö Masyarakat masih banyakyang belum mengetahuiinformasi hasil pemantauan

ö Pematauan terhadap kondisirawan bencana masihdititikberatkan untukbencana banjir dan longsorserta aktivitas gunungberapi; belum meliputisemua jenis bencana

ö Keterbatasan danamengakibatkan up datingdata dilakukan dalam jangkawaktu yang lama

Stakeholderterkait

Direktoratvulkanologi danmitigasibencanageologi(DVMBG),Lapan, BMG,Kimpraswil,DPU, KLH,Dephut, mediamassa (TV,radio, mediacetak, dll).

MasalahUtama

Politik

112

Masalah Uraianmasalah

Kebijakan Efektivitas Stakeholderterkait

MasalahUtama

disosialisasikanmelalui SistemInformasiManajemen danMitigasi Bencanamelalui internetyang di-up datesecara periodik

ö Revitalisasipenataan ruang,contoh: Keppres114/1999

ö Penataan kembalikawasanpemukiman didaerah rawanbencana, misal:bantaran sungai

ö Masih minimnya data hasilpemantauan dalam skalayang lebih besar yangdimiliki pemda sebagaidasar perumusan kebijakanmitigasi bencana

ö Masih rendah karena kurangditindaklanjuti denganpenegakan hukum, terutamauntuk penyimpanganpemberian IMB dan SIPPT

ö Pendekatan yang digunakankurang tepat, misal: dalampenggusuran; dan masihkurangnya pelayanan kepadamasyarakat yang kurangmampu, misal: relokasipenduduk, penyediaanrumah murah

ö Regulasi sudah ada tetapidalam kenyataan tidakdidukung denganpenindakan tegas terhadappelanggaran

ö Perambahan hutan semakinparah

ö Terkait dengan efektivitasAMDAL dan penegakan BakuMutu

ö STD baru pada tahap ujicobadi Lhokseumawe. Cilegondan Gresik.

ö Pengelolaan sisi permintaan(demand management)masih kurang

ö Tata ruang

ö Perlindungandaerah konservasi

ö Regulasi bagiindustri untukminimasi dampakdan sistemtanggap darurat(STD)

ö Pemeliharaansistem alamdan minimasidegradasilingkungan

Bappenas,Kimpraswil,BKTRN, sektorpengguna lahanterkait, DPR

KLH, BPLHD,Dephut,Deperindag,Deptan, LSM,masyarakat,industri,Kejagung,Kepolisian, LSM

Politikdan sosial

Lingkungandanpolitik

ö PenyeimbanganSupply danDemand sumberdaya ® telahmulai dilakukan disektor energi danair.

ö Konservasisumber dayadan energi

Instansi padasektor terkait,industri,pemda,masyarakat, LSM

Kimpraswil, LH/

Ekonomi,lingkungandanpolitik

113

Masalah Uraianmasalah

Kebijakan Efektivitas Stakeholderterkait

MasalahUtama

ö Prasaranapendukunguntukmereduksikerawananterhadapbencana

ö Pengembanganprasarana sumberdaya air, drainase,air limbah danpersampahanuntuk masalahbanjir dankekeringan

ö Sosialisasipenanggulanganbanjir

ö Mekanismeevakuasi danpenanganankondisi darurat

ö PenangananPengungsi

ö Kurangnya pemeliharaanterhadap prasaranaeksisting, sedangkankapasitas pembangunanprasarana baru masihterbatas

BPLHD,Pertanian,Kehutanan

Depdiknas, Dep.

Ekonomidanpolitik

ö Baru dilakukan untukmitigasi bencana banjir dandengan intensitas rendah

ö Kurangnya koordinasi dalammekanisme evakuasi

ö Bantuan yang diberikantidak tepat sasaran dantidak merata.

ö Lambatnya upayapenanganan

ö Program-program padaumumnya masih dalamtataran konsep yang belumdiimplementasikan

ö Beberapa pemda mulaimenerapkan seperti PemdaJakarta, pemda Bahorok

ö Membangun“budayakeselamatan”

ö Penanganankondisikritis

ö Keselamatan

informasi,pemda

Menkokesra,Kimpraswil,Menkeu, LH,Mensos, Depkes,Bakorlak/Satkorlak PB,PMI, masyarakat

Bappenas,Kimpraswil, LH,Pemda,masayrakat

Budaya

Penanganansaatterjadinyabencana

Politik

Pemulihankondisipascabencana

ö Rekonstruksipembangunandengantujuanjangkapanjang

ö Sudah adaprogram-programrekonstruksi yangbervisi jangkapanjang untukmasalahpenanganan banjirdan lonsor

Politik

Peristiwa bencana yang terjadi pada tahun 2002-2003 antara lain yaitu :

1. Banjir dan tanah longsor

Pada tahun 2003, banjir melanda berbagai tempat di Indonesia sepertiSorong, Kota Waringin (Kalimantan Tengah), Bahorok, Jawa Barat, NusaTenggara Timur, Jambi, Sumatera Selatan, Riau, dan Pontianak. Bencanabanjir yang mendapatkan sorotan terbesar adalah bencana yang terjadi dikawasan wisata Bukit Lawang, Bahorok yang juga merupakan tempatrehabilitasi orang utan. Bencana tersebut meluluhlantakkan kawasan wisataBukit Lawang dan menewaskan lebih dari 150 jiwa. Bahkan hingga saat inimasih banyak jenasah yang tidak diketemukan. Analisis dari berbagaikalangan menunjukkan bahwa perambahan hutan pada kawasan TN Gunung

114

Leuser, tingginya curah hujan, serta kecuraman tebing menjadi faktor utamaterjadinya longsor yang kemudian diikuti dengan banjir bandang. Perambahanhutan juga disinyalir menjadi penyebab banjir bandang di kawasan wisataPelabuhan Ratu, Sukabumi, yang kemudian diperparah dengan pembangunanperkantoran dan pemukiman. Hal yang sama juga disinyalir terjadi di daerahSorong dan Jambi. Bila kondisi seperti ini dibiarkan berlanjut, kemungkinanbesar bencana serupa akan terjadi pada wilayah-wilayah lain. Longsor akibatcurah hujan yang tinggi juga terjadi di Kab. Pontianak, Garut, Flores, Kab.Bandung, Kab. Kebumen, Tasik malaya, dan Malang. Secara umum, penyebabutama musibah banjir dan longsor adalah :

• Curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan curah hujan normal

• Perubahan tata guna lahan, baik pada daerah hulu (terutama daerahtangkapan air seperti hutan) maupun pada daerah hilir

• Penyempitan dan pendangkalan sungai

2. Bencana kekeringan

Kekeringan telah melanda sentra-sentra produksi tanaman seperi Pulau Jawa,Bali dan Lombok hingga menjadi semakin parah pada tahun 2003 ini. MenurutMenkokesra Jusuf Kalla, lahan yang mengalami kekeringan pada akhir Juli2003 sudah mencapai 450.338 ha dan 91.122 ha tanaman padi mengalamipuso. Di Jawa Tengah, daerah yang mengalami kekeringan parah adalahKabupaten Sragen, Blora, Rembang, Cilacap, Grobogan, Kudus, dan Demak.Sementara di Jawa Barat, tahun 2003 ini Indramayu mengalami kekeringanpaling parah dalam 8 tahun terakhir. Dampak kekeringan ini tidak sajadirasakan oleh petani, namun juga oleh nelayan. Para nelayan semakinsulit mendapatkan air bersih, ikan tangkapan, maupun kesulitan biaya karenameningkatnya harga barang-barang kebutuhan untuk melaut.

3. Tumpahan minyak di laut

Diperkirakan bahwa 27% suplai minyak dunia diangkut melalui Selat Malaka.Bahkan 100-150 tanker domestik membawa minyak mentah dan produkminyak melalui Selat Makassar. Selain itu hingga saat ini terdapat 427anjungan di tengah laut. Dengan demikian terdapat potensi pencemaranyang besar dari tumpahan minyak di laut. Namun hingga saat ini belumterdapat peraturan yang dapat menjadi acuan antar instansi. Pada tahun

115

2001 juga terjadi kebocoran tanker curian di perairan Tegal. Karena tankertersebut barang curian, tidak ada pihak yang mau bertanggung jawab akibatinsiden yang terjadi. Akibat tumpahan minyak, tambak-tambak tercemardan banyak ikan-ikan yang mati.

4. Musibah kegiatan industri

Peningkatan jumlah industri di Indonesia berimplikasi pada peningkatanpotensi kecelakaan/musibah kerja bagi masyarakat maupun lingkungan.Berdasarkan data dari Depnaker pada tahun 2002 ditemukan 66.367 kasusdengan 4142 korban jiwa, 20.970 orang cacat dan 87.390 sementara tidakmampu bekerja.

5. Gempa bumi

Pada tahun 2002, gempa tektonik berkekuatan 5,3 skala Richter (SR) terjadidi Banda Aceh dan menimbulkan kerusakan berat di P. Simeulue. Selain itugempa juga terjadi di Papua dengan kekuatan 7,4 SR dan di Dieng dengankekuatan 1 –3,4 SR. Pada tahun 2003 juga terjadi gempa di Sukabumi dengankekuatan 5,3 SR. Gempa ini merupakan gempa tektonik yang disebabkanoleh pergerakan lempeng Cimandiri. Gempa tektonik juga terjadi di Bengkuludengan kekuatan 5 SR.

6. Letusan Gunung berapi

Pada tahun 2002 terjadi letusan di gunung Papandayan tanpa adanyaperingatan dini. Pemantauan aktiitas gunung berapi kurang memperhatikansinyal-sinyal aktivitas gunung berapi.

7. Angin dan badai

Pada bulan Oktober 2003 angin puyuh melanda Kelurahan Karang TengahKecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi dan mengakibatkan sedikitnyakerusakan 77 unit rumah.

b. Mitigasi Bencana.

Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh darisuatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Tindakan mitigasi meliputi cakupanyang luas, mulai dari kegiatan fisik pembangunan prasarana hingga perumusan

116

kebijakan atau prosedur yang mengintegrasikan penilaian bahaya ke dalam kedalam rencana tata guna lahan. Meskipun kebanyakan orang masih melihatbencana sebagai suatu hal yang tidak dapat diprediksi dan terjadi begitu sajakarena faktor alam, namun sesungguhnya potensi bencana pada suatu wilayahdapat diperkirakan dan dikurangi tingkat bahayanya dengan cara mengendalikanfaktor-faktor determinan bencana.

Tahapan paling kritis dalam upaya mitigasi bencana adalah identifikasi risiko-risiko yang terkait dengan bencana. Tahapan ini membutuhkan adanya pemahamanterhadap bencana alam, proses-proses yang menyebabkan terjadinya bencanatersebut, pengaruh bencana terhadap lingkungan buatan manusia, kerusakanmaterial dan non material akibat terjadinya bencana, yang membutuhkan kajianpara ahli secara multi disiplin, dari ahli seismologi, vulkanologi, klimatologi,hidrologi, insinyur, ekonom, ahli medis, dan ahli ilmu sosial. Hal-hal mendasaryang dikaji dalam bahaya bencana yaitu:

• Bagaimana timbulnya bencana

• Bagaimana kemungkinan terjadinya dan skala besarnya bencana

• Mekanisme fisik kerusakan

• Kegiatan-kegiatan yang paling rentan terhadap terjadinya bencana

• Besarnya tingkat kerusakan akibat bencana

Sayangnya, di Indonesia upaya mitigasi bencana masih belum mendapatkanperhatian utama dibandingkan upaya penanganan saat terjadinya bencana, kecualipada beberapa wilayah tertentu yang mulai menerapkannya setelah terjadi bencanabanjir pada skala yang cukup besar, seperti di Jakarta dan Bahorok. Bencanabanjir dan longsor memang merupakan bencana yang paling mendapatkanperhatian besar dari pemerintah.

Menteri Kimpraswil Soenarno menyatakan bahwa kebijakan nasional penangananbanjir untuk kawasan Jabodetabek dan Bopuncur memiliki sifat strategis nasionalyaitu :

1. Aspek penataan ruang dengan maksud untuk konservasi kawasan lindungserta mengendalikan pembangunan sesuai pola peruntukan ruangnya yangmenjamin fungsi kawasan-kawasan resapan air dan penahan air lainnya.

117

2. Kedua aspek prasarana sumber daya air dalam satuan wilayah sungai (SWS)yang merupakan kesatuan perencanaan, pemanfaatan, dan pengelolaan untukmenjamin adanya keseimbangan antara supplay dan demand bagi berbagaikebutuhan masyarakat.

3. Aspek ketiga berupa pengembangan prasarana perkotaan, yaknipengembangan sistem drainase, air limbah dan pengelolaan pesampahanterpadu, temasuk utilitas lainnya untuk menghindari terjadinya genanganbanjir serta meningkatkan kondisi lingkungan permukiman dan kawasanbudidaya lainnya.

4. Aspek keempat yakni penataan kawasan perumahan dan permukiman yangsesuai dengan rencana tata ruang kota, termasuk penataan kembalipermukiman di sepanjang bantaran sungai.

c. Aspek tata ruang.

Pada kenyataannya, revitalisasi penataan ruang kawasan Jabodetabek danBopunjur yang diperkuat dengan Keppres no 114 tahun 1999 mengalami banyakhambatan di lapangan. Pada satu sisi, kurang terdapat ketegasan pemerintahdalam penegakan hukum yang terkait dengan penyimpangan pemberian IMBmaupun SIPPT. Pemerintah juga perlu memberikan perhatian lebih padapengurugan tanah yang dilakukan masyarakat yang dapat “memindahkan” lokasirawan genangan, seperi yang terjadi pada wilayah-wilayah di Jakarta. Genanganair dalam waktu lama juga berbahaya karena dapat menimbulkan berbagaikerusakan terhadap infrastruktur, instalasi listrik, penyakit serta menurunnyakualitas hidup (Kompas, 20 November 2003). Pada sisi lain, upaya penataankembali pemukiman terutama pada wilayah di sepanjang bantaran sungai jugamendapatkan banyak hambatan karena melibatkan terjadinya penggusuran wargaseperti yang banyak terjadi di berbagai wilayah di Jakarta. Meskipun penggusuranwarga dengan alasan untuk mengembalikan fungsi bantaran sungai dalammengatasi banjir dapat diterima banyak pihak, namun pendekatan dalammelakukan penggusuran serta penyediaan alternatif pemukiman maupun relokasimasyarakat tergusur masih mendapatkan banyak kritikan.

Upaya mitigasi bencana apapun secara strategis melalui penataan ruang berartibahwa berbagai pertimbangan mengenai potensi bencana serta reduksi determinan

118

bencana telah dimasukkan dalam kebijakan tata ruang. Misalnya: pengelolaanruang terbuka secara efektif untuk mencegah terjadinya pembangunan padawilayah-wilayah rawan banjir, lempengan aktif, gunung berapi aktif, dan bencanalainnya. Selain itu perlu adanya regulasi-regulasi khusus yang terkait denganpemanfaatan lahan pada wilayah rawan bencana. Misalnya, persyaratan bangunanpada wilayah rawan gempa, rawan banjir, longsor dan sebagainya. Dr Ir RidwanDjamaluddin, peneliti gempa dari BPPT berpendapat bahwa mitigasi bencanaharus diterapkan di lokasi rawan gempa yang menjadi evaluasi tata ruang daerah,menghindari pemukiman dan segala bangunan infrastruktur pada daerah zonabahaya atau zona patahan aktif. Pada sisi lain, Tim Asistensi Teknis MitigasiBencana dari KMNRT telah berhasil merancang spesifikasi teknik rumah tahangempa untuk wilayah Bengkulu, namun belum diberlakukan dalam bentuk regulasi.

d. Aspek pemeliharaan sistem alam dan minimasi degradasi lingkungan.

Pemeliharaan sistem alam dan minimasi degradasi lingkungan juga merupakanaspek penting dalam upaya reduksi kemungkinan terjadinya bencana. Sepertihalnya dengan bencana banjir dan longsor di banyak tempat di Indonesia, rusaknyasistem alam dan degradasi lingkungan dituding sebagai faktor utama terjadinyabencana. Misalnya, kerusakan hutan pada TN Gunung Leuser yang meningkatpesat yaitu dari 229.570,27 ha hutan rusak dan 27.410,054 hutan gundul tahun1985 menjadi 653.482,17 ha hutan rusak dan 262.564,27 hutan gundul (Kompas,8 November 2003). Sementara di Jabotabek, situ-situ yang berfungsi sebagaitempat parkir air dan kawasan resapan sudah banyak yang mengalamipendangkalan dan beralih fungsi. Data dari Departemen Kimpraswil menunjukkanbahwa dari 200 situ yang ada, luasnya menyusut menjadi 1.462,78 ha dari semula2.337,10 ha (Kompas, 8 Oktober 2003). Terlantarnya situ-situ ini diakibatkanrendahnya perhatian pemerintah maupun masyarakat terhadap keberadaan situdan fungsi ekologis yang dimilikinya. Pada tahun 2003 ini, alokasi danapenyelamatan situ meningkat dari Rp 1 milyar pada tahun-tahun sebelumnyamenjadi Rp 4 milyar. Namun jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan upayakonservasi situ yang mencapai Rp 500 milyar.

Upaya konservasi sistem alam juga mendapatkan hambatan berupa konflikpemanfaatan dengan masyarakat. Misalnya, upaya konservasi situ yang berpacudengan upaya warga yang mengklaim lahan bekas situ yang mengalami

119

pendangkalan sebagai lahan miliknya. Dalam hal ini, upaya penegakan hukumsaja tidak akan menyelesaikan masalah yang sudah berlarut-larut, namun sangatdiperlukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan perlunya konservasisistem alam.

Upaya minimasi degradasi lingkungan bertujuan untuk meminimalkan tekanandari kegiatan-kegiatan manusia terhadap sistem alam sehingga dapat mereduksifaktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana. Hal ini juga berkaitandengan bencana yang diakibatkan oleh kelalaian manusia, seperti tumpahanminyak atau musibah kegiatan industri. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintahadalah regulasi berupa persyaratan ANDAL yang dilengkapi dengan RKL dan RPL,baku mutu lingkungan, dan regulasi lingkungan lainnya. Khusus untuk mitigasimusibah kegiatan industri, pemerintah juga mulai menerapkan uji coba SistemTanggap Darurat (STD) dan pengembangan model komunikasi antara pemerintah-industri-masyarakat di daerah Lhokseumawe-Cilegon-Gresik.

Terkait dengan AMDAL, banyak pihak menilai instrumen AMDAL kurang efektifkarena pada kenyataannya hanya dijadikan sebagai dokumen formal untukmemenuhi persyaratan perolehan izin operasi. Selain itu, menurut OttoSoemarwoto (Kompas, 8 Juni 2000) teknologi penyusunan Amdal telah mengalamistagnasi. Sejak Amdal diumumkan tahun 1986, teknologi tidak berubah. Padahal,teknologi Amdal telah banyak berkembang, misalnya dengan menggunakankomputer (computer modeling). Dalam hal ini, pemantauan kesesuaian operasionalindustri dengan RKL dan RPL yang telah disusunnya masih dirasakan kurang dantidak ada sanksi hukum yang diberikan bila terjadi penyimpangan. Oleh karenaitu, WALHI berpendapat bahwa untuk memperkuat efektivitas AMDAL perluditerapkan Audit lingkungan sebagai instrumen penegakan (enforcement tool)terhadap implementasi RKL dan RPL, bukan sebagai alat manajemen semata sepertiyang terjadi pada negara-negara di Eropa.

e. Aspek konservasi sumber daya dan energi.

Mitigasi bencana juga harus melibatkan upaya konservasi sumber daya dan energi.Hal ini meliputi kebijakan penyeimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan(demand) sumber daya sehingga tercapai suatu kondisi yang harmonis.Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan sumber daya akanmenimbulkan tekanan terhadap lingkungan yang kemudian dapat memicu faktor-

120

faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana. Upaya penyeimbanganketersediaan pasokan dan permintaan ini yang meliputi pengelolaan pada sisipasokan maupun permintaan mulai dilakukan pada sektor energi dan air, namunpada umumnya upaya penyeimbangan ini masih dilakukan pada sisi pasokansaja.

Pada sektor energi listrik misalnya, pasokan energi listrik seharusnya tidak hanyaberfokus pada pemenuhan kebutuhan listrik, tapi juga pencarian alternatif jenissumber energi listrik yang lebih ramah lingkungan. Sementara pada sisipermintaan, masyarakat juga harus memiliki kesadaran akan pentingnyapenghematan penggunaan listrik terhadap tercapainya keseimbangan antarapasokan dan permintaan yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Dalamhal ini, perlu dibangun budaya penggunaan sumber daya secara hemat di dalammasyarakat. Pemerintah juga perlu merumuskan regulasi maupun instrumen-instrumen insentif maupun disinsentif yang mendorong ke arah tercapainyakeseimbangan tersebut.

f. Aspek prasarana pendukung untuk mereduksi kerawanan terhadapbencana.

Pembangunan prasarana pendukung masih difokuskan pada mitigasi bencanabanjir. Pengembangan prasarana sumber daya air khususnya pada SWS Ciliwungdan Cisadane untuk pengamanan banjir seluas 27.000 ha di Jakarta yaitu denganpembangunan 2 buah waduk di hulu sungai Ciliwung dan Cisadane. Disampingitu dilakukan juga normalisasi banjir kanal Barat, pembangunan banjir kanaltimur untuk kawasan di sekitar Jakarta dan propinsi Banten Tangerang) danJawa Barat (Bekasi) seluas 23.000 ha serta normalisasi seluruh sungai yang adaserta peningkatan fungsi folder dan pompa di Jakarta bagian utara. Selain itudilakukan juga pengembangan prasarana drainase, air limbah, dan pengelolaanpersampahan dikembangkan berdasarkan pada master plan yang telah disusunsebelumnya pada tahun 2000 dengan mempertimbangan perkembangan kotahingga 10-15 tahun mendatang.

Pemerintah daerah yang saat ini terlihat gencar melakukan mitigasi bencanadengan pembangunan prasarana pendukung adalah DKI Jakarta. Meskipunpembangunan prasarana pendukung baru sangat penting, namun hal yang selamaini kurang mendapatkan perhatian adalah upaya pemeliharaan terhadap prasana-

121

prasarana eksisting sehingga prasarana-prasarana tersebut tidak dapat berfungsisebagaimana mestinya. Misalnya, pemeliharaan terhadap saluran-saluran drainaseyang dalam kenyataannya di berbagai tempat banyak yang sudah tidak lagiberbentuk saluran, mampet, atau sudah tertutup dengan inrit (jalan masuk kepersil). Perubahan saluran drainase dapat mengubah aliran air permukaan sehinggamempengaruhi lokasi yang rawan terhadap banjir. Pada sisi lain, tidak semuadaerah memiliki kemampuan finansial yang kuat seperti pemda DKI Jakarta untukmembangun prasarana-prasarana baru sehingga upaya pemeliharaan prasaranaeksisting juga perlu mendapatkan prioritas.

g. Membangun “budaya keselamatan”.

Seperti yang telah dijelaskan di bagian awal, salah satu indikator penting darimasyarakat yang berkelanjutan adalah masyarakat yang memiliki ketahananterhadap bencana (disaster resistant community). Masyarakat yang memilikiketahanan terhadap bencana bukanlah masyarakat yang bebas dari bencana,melainkan masyarakat yang sadar akan adanya potensi bencana dalam hidupmereka dan berupaya untuk mereduksi tingkat kerawanan hidupnya terhadapadanya bencana. Artinya, masyarakat sadar bahwa bencana alam adalah risikoyang harus mereka hadapi dan kelola dengan baik. Hal ini harus diterjemahkandalam kehidupan sehari-hari masyarakat meliputi segala aspek kehidupan.

Upaya “perlawanan” terhadap bencana ini oleh UNDP dianalogikan dengan“peperangan” terhadap penyakit menular seperti TBC, tipus, kolera, disentri,cacar, dan sebagainya yang disebabkan oleh buruknya sanitasi masyarakat.Perlawanan terhadap bencana harus diperjuangkan oleh setiap orang secarabersama-sama dan melibatkan masyarakat dan investasi sektor swasta, perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku sosial dan perbaikan-perbaikan dalam praktek-praktek individual. Hal ini diwujudkan dengan pembangunan “budaya keselamatan”publik. Jadi meskipun pemerintah bertanggung jawab terhadap pembuatan regulasimaupun pembangunan prasarana untuk mewujudkan lingkungan fisik yang dapatmemperkecil peluang terjadinya bencana, tiap individu masyarakat juga harusbertindak untuk melindungi diri mereka sendiri.

Perlindungan publik terhadap potensi bencana juga dipengaruhi oleh perlindunganpribadi terhadap bencana. Misalnya, memilih jenis kompor yang tepat sehinggabila terjadi gempa akan memperkecil risiko terjadinya kebakaran. Hal ini jauh

122

lebih penting dalam mengurangi risiko bahaya kebakaran yang besar daripadamasyarakat memiliki kemampuan mengelola satu brigade khusus pemadamkebakaran. Contoh lain misalnya pada saat akan membangun rumahmempertimbangkan lokasi rumah dan potensi bencana pada lokasi tersebutsehingga orang akan memilih lokasi yang potensi bencananya lebih kecil ataumembangun rumah yang sesuai dengan kondisi lingkungan di mana rumah ituberada. Dengan demikian “Budaya Keselamatan” akan menjadi sangat efektifbila masyarakat juga berperan dalam mereduksi potensi bencana atau menjadilebih siap bila bencana itu terjadi.

Namun, upaya untuk membangun “budaya keselamatan” ini masih minimdilakukan. Upaya yang telah dilakukan pemerintah maupun LSM dalam membangunbudaya keselamatan adalah sosialisasi melalui iklan-iklan layanan masyarakatmengenai pentingnya partisipasi masayarakat dalam menangani banjir. Hal yangharus dicermati ialah pembangunan suatu budaya, apalagi bila budaya itu jauhberbeda dengan praktek hidup masyarakat saat ini, merupakan upaya yang sulitdan tidak bisa dilakukan secara insidental saja melainkan harus dilakukan secarakontinu dan integratif. Oleh karena itu, pembangunan budaya keselamatan iniharus dilakukan secara integral dengan sistem pendidikan nasional,pemasyarakatan konsep mitigasi bencana dan perumusan kebijakan di bidang-bidang lain.

h. Penanganan Saat Terjadinya Bencana.

Dua hal utama sat terjadinya bencana adalah keselamatan jiwa masyarakat korbanbencana dan penanganan kondisi pasca kritis. Hal ini terkait dengan kebijakanmekanisme evakuasi dan penanganan kondisi darurat serta kebijakan penangananpara pengungsi yang menjadi korban bencana. Pada berbagai bencana yang telahterjadi, terlihat bahwa penanganan kondisi saat terjadinya bencana berada dibawah komando Menkokesra pada tingkat nasional dan kepala pemerintah daerahsebagai ketua Bakorlak Penanganan Bencana (Bakorlak PB) pada tingkat daerah.

Hingga saat ini kritik yang ditujukan tehadap penanganan bencana yang dilakukanpemerintah terutama adalah lambatnya penanganan yang dilakukan dan masihburuknya penanganan terhadap para pengungsi/korban bencana. Seperti yangterlihat pada saat penanganan banjir di Jakarta pada tahun 2002 atau longsoryang terjadi di Malang yang mengakibatkan wilayah yang terkena gempa menjadi

123

terisolasi. Dalam hal ini, harus dilakukan tinjauan terhadap mekanismepenanganan kondisi darurat yang melibatkan berbagai pihak seperti Menkokesra,Bakorlak PB, Departemen Kimpraswil, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan,Kementrian Lingkungan Hidup, Palang Merah Indonesia, dan berbagai elemenmasyarakat sehingga membutuhkan koordinasi yang baik dan kejelasan lingkupkerja tiap pihak. Kritikan tajam juga umumnya diberikan terhadap upayapenyaluran bantuan kepada korban bencana yang seringkali tidak terkoordinirdengan baik sehingga lambat tiba di tujuan atau bahkan salah sasaran. Belumlagi isu penyalahgunaan atau korupsi yang selalu menyertai setiap upayapenyaluran bantuan kepada korban bencana.

Penanganan pengungsi juga merupakan isu yang kurang mendapatkan perhatian.Beberapa saat setelah gempa terjadi, kurangnya perhatian pemerintahmengakibatkan memburuknya kondisi pengungsian sehingga timbul masalah-masalah kesehatan maupun masalah-masalah sosial. Dalam hal ini, upayapenanganan pasca bencana seharusnya diintegrasikan dengan upaya pemulihankondisi pasca bencana (rekonstruksi pembangunan) sehingga masyakarat yangmenjadi korban dapat kembali beraktivitas normal.

Penanganan kondisi saat terjadinya bencana juga meliputi upaya-upaya untukmengatasi kerusakan sosial ekonomi akibat bencana. Sebagai contoh, dalammengatasi masalah kekeringan, pemerintah telah meluncurkan tiga program yaitupendistribusian air minum ke daerah-daerah yang kekurangan air, pemberianberas gratis untuk daerah yang terkena puso, dan padat karya untuk petani yangkehilangan pekerjaan. Program terakhir yang berupaya mengatasi dampak ekonomidari bencana kekeringan juga merupakan hal yang dapat meringankan bebanmental dari korban bencana.

i. Pemulihan Kondisi Pasca Bencana.

Pemulihan kondisi pasca bencana seharusnya dipandang sebagai suatu kesempatanuntuk melakukan rekonstruksi pembangunan dalam jangka panjang agar lebihmengarah ke pembangunan yang berkelanjutan. Pemerintah sebenarnya sudahmemiliki program-program rekonstruksi yang bervisi jangka panjang untuk masalahpenanganan banjir dan longsor. Menkimpraswil misalnya telah mencanangkankebijakan penataan daerah-daerah aliran sungai yang dianggap sangat kritis.Namun, implementasinya di lapangan masih dalam skala yang minim.

124

Beberapa pemerintah daerah mulai memanfaatkan upaya pemulihan kondisi pascabencana sebagai kesempatan untuk merekonstruksi pembangunan, sepertipemerintah daerah Bahorok yang kemudian menutup kawasan wisata Bukit Lawanguntuk sementara waktu dan melarang pemukiman pada bantaran Sungai Bahorokdan merelokasi warga di sekitar sungai Bahorok ke tempat lain yang telahdisediakan. Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah daerah Kebumen yangberencana merelokasi warga korban longsor ke wilayah lain yang lebih aman,namun mereka masih memiliki kendala finansial dalam melakukan relokasi tersebut.

Secara umum terlihat bahwa pengelolaan bencana di Indonesia masih didominasioleh pemerintah. Padahal, seperti yang telah dipaparkan dalam bagiansebelumnya, komponen utama dalam pengelolaan bencana adalah masyarakatitu sendiri. Oleh karena itu di masa mendatang pemerintah harus mendorongmasyarakat untuk semakin berpartisipasi aktif dalam pengelolaan bencana. Halini dapat dilakukan, antara lain dengan cara pemerintah mulai terbuka kepadamasyarakat mengenai keterbatasan kemampuan pemerintah dalam melakukanpengelolaan bencana, dan menjelaskan tantangan pengelolaan bencana di masadepan serta mengajak dan mendukung masyarakat untuk bersama-sama menjawabtantangan tersebut.

125

“SPEKTRUM PENGENDALIAN PENCEMARAN DALAM RUANG LINGKUPPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pencemaran, hal mendasar yang perludiketahui adalah pencemaran itu sendiri. Suatu situs yang khusus membahaspengetahuan umum mengenai lingkungan (www.environment.about.com)mendefinisikan pencemaran sebagai :

“The presence of a substance in the environment that because of its chemicalcomposition or quantity prevents the functioning of natural processes andproduces undesirable environmental and health effects”

Namun biasanya istilah pencemaran digunakan untuk perubahan kondisilingkungan yang disebabkan atau dipengaruhi oleh kegiatan manusia sehinggalingkungan tersebut menjadi berbahaya bagi mahluk hidup yang biasanya hidupdi lingkungan tersebut. Sebagai contoh, undang-undang AS tentang air bersih(Clean Water Act) mendefinisikan pencemaran air sebagai “the man-made or man-induced alteration of the physical, biological, chemical, and radiological integrityof water and other media”.

Undang-Undang 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang menjadi payungtertinggi pengelolaan lingkungan di Indonesia mendefinisikan pencemaran sebagaiberikut :

“Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannyamakhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkunganhidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkattertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuaidengan peruntukannya”

Definisi tersebut oleh beberapa kalangan dinilai terlalu ‘fleksibel’ karena ukuranpenurunan kualitas ditentukan oleh peruntukan. Yang menjadi masalah,peruntukan tersebut dapat terus berubah dalam perkembangannya sehinggadikuatirkan degradasi lingkungan dapat semakin buruk. Definisi tersebut jugadipertanyakan untuk kondisi lingkungan yang saat ini sudah terdegradasisedemikian rupa sehingga terjadi perubahan kualitas hidup mahluk di dalamnya.

126

Pencemaran berkaitan erat dengan pelestarian fungsi lingkungan hidup danpelestarian daya dukung lingkungan hidup. Dalam hal ini, apakah acuan definisipencemaran berarti tidak membuat kondisi saat ini menjadi lebih buruk ataujustru dikaitkan dengan pengembalian fungsi lingkungan hidup ke kondisi yanglebih baik dari kondisi saat ini.

Taufik Afiff (PPLH ITB) menyatakan bahwa daya dukung lingkungan hidupmerupakan suatu konsep ekologi yang sangat spesifik sehingga tidak tepatdijadikan acuan dalam regulasi. Penggunaan konsep daya dukung lingkungansebagai dasar dari pencemaran justru akan membuat definisi pencemaran menjadisemakin tidak jelas. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan redefinisi istilahpencemaran yang lebih tepat untuk konteks di Indonesia.

Konsep Umum Pengendalian Pencemaran

Upaya pengendalian pencemaran secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3kategori utama yaitu :

1. Pencegahan Pencemaran atau Pollution Prevention (P2)

2. Smart Growth

3. Reduksi/minimasi tingkat pencemaran

PengendalianPencemaran

PencegahanPencemaran

(P2)

SmartGrowth

ReduksiPencemaran :

air, tanah,udara

Baku Mutu : air, tanah, udara

Peningkatan Teknologi

Sistem Tanggap Darurat

Pengelolaan limbah

Pengembangan program P2oleh pemerintah daerah

Mendorong penerapan P2pada komunitas UKM

Mendorong penerapan P2pada masyarakat umum

Mix land usePerancangan bangunan yang efisien (compact)Banyaknya variasi jenis pemukimanWalkable neighborhoodsKomunitas yang menarik dan spesifik terhadap lokasiPelestarian lahan terbuka dan wilayah lingkungan yang pentingMemperkuat dan mengarahkan pembangunan berbasis komunitas eksistingVariasi opsi jenis transportasiKeputusan pembangunan yang adil, dapat diprediksi, dan cost-effectiveKerjasama masyarakat dan pihak terkait dalam keputusan pembangunan

Gambar 1. Upaya Pengendalian Pencemaran

127

Pencegahan pencemaran dilakukan sebelum terbentuknya limbah dan hal inidilakukan pencemaran sebelum terjadi. Bahkan, pencegahan pencemaranbertujuan untuk menghindari terjadinya pencemaran atau menghindari timbulnyalimbah. Sedangkan reduksi pencemaran bertujuan untuk meminimasi intensitasatau dampak dari pencemaran; dengan kata lain, reduksi pencemaran dilakukansetelah pencemaran itu terjadi.

Reduksi pencemaran masih menjadi prioritas utama dalam pengelolaan lingkungandibandingkan pencegahan pencemaran dan konsep Smart Growth. Hal ini kembalimenegaskan bahwa urusan yang bersifat jangka pendek dan solusi reaktif masihmendapatkan perhatian utama. Dari ketiganya, konsep Smart Growth yang berakarpada visi Pembangunan Berkelanjutan adalah komponen yang paling bersifatholistik dan yang paling diabaikan. Pengendalian pencemaran masih difokuskanpada pencegahan pencemaran maupun reduksi pencemaran. Mengingat bahwatindakan-tindakan operasional dalam pengendalian pencemaran dilakukan ditingkat daerah, maka peran pemerintah daerah sangatlah penting. Masalahnya,terdapat kesenjangan antara kapasitas daerah dan kapasitas yang dibutuhkandalam pengendalian pencemaran. Oleh karena itu dibutuhkan adanya instrumen-instrumen yang dapat meningkatkan kapasitas daerah dalam pengendalianpencemaran. Pembahasan lebih lanjut mengenai ketiga kategori tersebut danbagaimana implementasinya di Indonesia akan dipaparkan pada bagian berikutnya.

II. KONSEP UMUM PENGENDALIAN PENCEMARAN.

a. Tinjauan Umum Terhadap Pengendalian Pencemaran Di Indonesia.

Pengelolaan lingkungan di Indonesia saat ini secara umum masih menghadapimasalah yang berakar pada masih kurangnya demokratisasi dan debirokratisasidalam pengelolaan lingkungan serta isu lingkungan masih menjadi isu pinggirandibandingkan dengan isu ekonomi dan sosial-politik terutama dalam era otonomidaerah baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Kebijakan pemerintah dalampengelolaan lingkungan masih didominasi oleh perspektif Command-and-Control(CAC) serta upaya-upaya yang sifatnya reaktif. Sebagai contoh, pemerintah daerahkabupaten Lawang dan provinsi Sumatera Utara memberikan perhatian yang lebihbesar kepada konservasi hutan dan kawasan lindung lainnya setelah terjadinyatragedi banjir Bahorok. Upaya yang reaktif menunjukkan rendahnya kemauan

128

politik otoritas negara dalam hal pengelolaan lingkungan karena isu lingkunganmasih kalah dengan isu ekonomi. Dengan kata lain, urusan-urusan jangka pendekmasih mendapatkan prioritas utama dibandingkan pembangunan berkelanjutanyang mengandung perspektif jangka panjang.

Pakar lingkungan, Otto Soemarwoto mengatakan bahwa perspektif CAC atau Atur-Diri-Sendiri (ADA) mengakibatkan penyusunan peraturan perundang-undanganmasih bersifat top-down dan kurang aspiratif (Kompas, 8 Juni 2000). Pelibatanberbagai kalangan masyarakat dalam perumusan kebijakan masih menjadi suatuhal yang bersifat formalitas atau tidak memiliki implikasi penting bagi konsepperaturan yang telah disusun. Hal ini terjadi tidak saja pada pihak pemerintahtetapi juga legislatif. Sebagai akibatnya, peraturan yang dihasilkan tidak merasa“dimiliki” oleh atau mengikat semua pihak yang terkait dengan substansiperaturan. Selain itu, peraturan perundangan yang terlalu rinci juga kurangmendorong dihasilkannya inovasi-inovasi teknologi yang lebih bersih sehinggaupaya pengelolaan lingkungan tidak bersifat cost-effective dan dianggap hanyamenjadi beban bagi masyarakat. Seharusnya kita tidak saja terpaku pada azasPolluter Pays Principle, tetapi melangkah lebih jauh ke azas Pollution PreventionPays sehingga pengelolaan lingkungan menjadi suatu hal yang menguntungkanbagi masyarakat.

Anggapan bahwa pengelolaan lingkungan merupakan suatu beban tidak hanyadimiliki oleh sebagian besar masyarakat, tetapi juga pihak pemerintah. Iniberkontribusi pada dijadikannya lingkungan sebagai isu pinggiran karenapengelolaan lingkungan dianggap tidak menghasilkan “keuntungan” secaraekonomi. Pandangan ini kemudian mulai berubah (mungkin dalam beberapa waktusaja) bila terjadi suatu bencana alam atau pergolakan sosial, seperti pemblokirankegiatan operasi perusahaan ekstraktif oleh masyarakat lokal, yang kemudianmenimbulkan implikasi ekonomi. Perubahan paradigma ini membutuhkan upayapenyadaran yang bersifat strategis seperti pendidikan lingkungan, kampanyedan sosialisasi yang harus dilakukan terus-menerus secara konsisten selamanya.Dan, lagi-lagi pendidikan lingkungan juga merupakan suatu hal yang tidakmendapatkan prioritas bagi pemerintah, seperti yang terlihat pada StatusLingkungan Hidup Indonesia 2002.

Di sisi lain, upaya pengelolaan lingkungan seringkali juga lebih mementingkanmasalah birokrasi daripada subtansi. Otto Soemarwoto memberikan contoh

129

mengenai hal ini dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Amdaltelah diatur amat rinci dalam PP No 27 tahun 1999 dan Keputusan kepala BapedalNo 09 Tahun 2000. Dalam hal ini penyusunan Amdal harus mengikuti formatlaporan yang telah ditentukan. Pada kenyataannya, penekanan pada aspek birokrasitidak menilai kualitas Amdal tetapi lebih pada apakah format bakunya telahdipenuhi. Jadi kalau kualitas Amdal rendah tapi formatnya sesuai peraturan,Amdal disetujui; sebaliknya bila Amdal berkualitas baik tapi tidak sesuai format,maka akan ditolak (Kompas, 8 Juni 2000). Sebagai hasilnya, Amdal yangseharusnya menjadi instrumen pengendalian kualitas lingkungan menjadi tidakefektif karena hanya merupakan instrumen formal saja.

Masalah lingkungan juga tidak bisa dilihat sebagai masalah pada suatu bidangkarena permasalahan lingkungan bersifat kompleks dan meliputi berbagai aspekyang bersifat fisik, politik, sosial, budaya, maupun ekonomi sehingga penyelesaianterhadap masalah lingkungan juga harus melibatkan upaya yang multidisiplinerdan multi pihak. Indrian Tagor Lubis dari Program Lingkar-324 menyatakan bahwakebijakan pengelolaan lingkungan seringkali mendapatkan hambatan karenacepatnya laju transformasi sosial budaya (yang bersifat negatif), adanyakepentingan pribadi yang mensubordinasi kepentingan publik, eksploitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan kepentingan generasi mendatang, prioritaspembangunan nasional yang masih bersandarkan pada vested interest elit politikdan hilangnya pemahaman isu-isu lingkungan. Kondisi di atas membutuhkanadanya demokratisasi pengelolaan lingkungan yang didasarkan pada pendekatanpartisipatif, seperti misalnya:

1. Pengendalian emisi yang cocok dan aplikatif dengan dukungan teknologiramah lingkungan.

2. Penegakan hukum lingkungan

3. Penerapan kebijakan Ekonomi Hijau sebagai alternatif bagi peningkatanPendapatan Asli Daerah (PAD).

4. Pemberdayaan organisasi lingkungan melaui penciptaa standar dan regulasibaru sehingga masyarakat memiliki akses terhadap informasi dan peransertanya dalam penentuan proses kebijakan pra dan pasca proyek dapatterakomodasi.

130

5. Mengefektifkan peran Amdal dalam proses perencanaan, pengelolaan danmonitoring lingkungan.

6. Pendidikan lingkungan untuk memacu kreativitas dan daya kritis individumaupun kolektif.

Prof. Ganjar Kurnia, ahli sosiologi pertanian dari Universitas Padjajaran, jugamenyatakan bahwa masalah lingkungan yang sangat kompleks sesungguhnyalebih banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat struktural ketimbang masalahkultural. Dalam hal ini, kebijakan yang tidak tepat dari pemerintah justrumerupakan biang keladi dari semakin buruknya kondisi lingkungan di Indonesia.

Menurutnya, hal ini terutama disebabkan oleh 2 hal, yaitu:

1. Kebijakan yang tidak tepat merupakan produk dari perumusan kebijakanyang ‘tidak benar’.

2. Implementasi kebijakan yang tidak tepat.

Perumusan kebijakan yang ‘tidak benar’ mungkin disebabkan oleh prosesperumusan yang tidak benar maupun perilaku perumus kebijakan yang tidak benar.Taufik Afiff dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB berpendapat bahwa prosesperumusan kebijakan yang tidak benar cenderung terjadi sebagai akibat dariupaya penyelesaian masalah tanpa benar-benar mencari akar dari suatu masalah.Hasilnya, upaya penyelesaian masalah cenderung reaktif dan bersifat jangkapendek, bukannya antisipatif serta strategis untuk jangka panjang. Hal ini menjadisemakin parah dengan buruknya sistem basis data di Indonesia yang menjadiinput bagi perumusan kebijakan. Akhirnya, terjadilah “garbage in, garbage out”.Dalam hal ini, keberadaan sistem basis data yang baik masih belum dipandangsebagai suatu hal yang bersifat strategis dan penting bagi upaya pengelolaanlingkungan di Indonesia sehingga perhatian serta sumber daya yang dialokasikanjuga masih minim.

Perumusan kebijakan yang tidak benar juga dipengaruhi oleh perilaku perumuskebijakan yang masih banyak didasari oleh kepentingan pribadi atau kelompoktertentu. Sebagai contoh, suatu alternatif bagi pengelolaan sampah yang lebihramah lingkungan pada suatu kota di Jawa Barat yang melibatkan pihak swastaditolak oleh pemerintah daerah yang bersangkutan karena dianggap dapatmengurangi PAD yang diterima. Di wilayah lain, aparat pemda suatu daerah

131

mempertanyakan segmen tertentu dari S. Citarum yang masih rendah tingkatpencemarannya dengan maksud untuk memberikan ijin bagi industri untukberoperasi di segmen tersebut.

Implementasi kebijakan yang tidak tepat, menurut Ganjar, selain diakibatkanoleh adanya penyelewengan dalam implementasi program, juga disebabkan olehkurangnya koordinasi antar pihak dan kurangnya fokus dalam penyelesaianmasalah. Akibatnya, program yang dilakukan tidak efektif dan kurang dirasakanhasilnya. Masalah lingkungan yang kompleks biasanya melibatkan berbagai pihakyang masing-masing memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu masalahyang sama. Dalam hal ini, komunikasi antar pihak dalam penyelesaian masalahmasih sangat minim. Padahal pelibatan berbagai pihak dapat menghasilkanpengambilan keputusan yang lebih partisipatif. Sayangnya, saat ini belum banyakdilakukan upaya-upaya untuk melibatkan berbagai pihak dalam prosespengambilan keputusan secara formal oleh pemerintah. Input yang diperolehdari berbagai pihak yang terlibat dalam suatu permasalahan lingkungan, masihtidak memiliki kekuatan yang cukup kuat untuk mengubah pengambilan keputusanoleh pemerintah.

Dalam era otonomi daerah ini, UU No 23 tahun 1997 juga dianggap memilikibanyak kelemahan dan tidak dapat lagi mengakomodasi berbagai kepentinganmaupun mengantisipasi perubahan-perubahan yang akan terjadi. Otonomi daerahpada satu sisi dapat memberikan kesempatan luas kepada daerah untuk melakukanpengelolaan lingkungan yang lebih baik dan sesuai dengan konteks daerah. Tapiyang lebih terlihat pada kenyataannya adalah semangat eksploitasi sumber dayaalam untuk meningkatkan PAD. Dalam konteks tersebut, pemda menegluarkanperaturan daerah (perda) yang secara langsung dan tidak langsung berpengaruhnegatif pada lingkungan. Contoh, perda tentang ‘pemutihan’ praktik penambangantanpa izin (Peti), baik batubara maupun emas. Kelemahan lain dari UU no 23tahun 1997 adalah lemahnya rumusan tentang kelembagaan pengelolaanlingkungan dan instrumen hukum lingkungan yang bersifat pencegahanpencemaran lingkungan. Selain itu, kompleksnya keterkaitan kejahatan lingkungandengan kejahatan lain yang lebih terorganisasi juga membutuhkan UU yang dapatmengatur secara lebih sistemik dan komprehensif (Suara Pembaruan, 17 Desember2003).

132

b. Implementasi Reduksi Pencemaran di Indonesia.

Upaya reduksi pencemaran meliputi penetapan Baku Mutu untuk unsur air, tanah,dan udara; langkah-langkah reduksi pencemaran air, udara, dan tanah; peningkatanteknologi; sistem tanggap darurat; dan pengelolaan limbah. Pemerintah telahmenetapkan berbagai jenis baku mutu untuk masalah-masalah lingkungan yangterkait dengan unsur air, tanah dan udara. Di tingkat daerah, pemerintah daerahyang bersikap proaktif juga biasanya telah menetapkan baku mutu tersendiriyang dianggap lebih tepat dengan kondisi di daerah. Hal yang perlu lebihdiperhatikan dalam penentuan baku mutu adalah apakah baku mutu tersebutsudah disesuaikan dengan konteks lingkungan, politik, sosial dan ekonomi darimasyarakat di mana baku mutu diberlakukan sehingga keberadaannya dapatmenjadi instrumen pengendalian lingkungan yang efektif; bukan sekedar adopsidari baku mutu sejenis di tingkat intenasional. Baku mutu yang efektif dalam halini bukan sekedar standar yang menyatakan ketentuan dalam aspek teknis semata,melainkan juga dapat diimplementasikan dan dipantau penaatannya denganpertimbangan kemampuan sumber daya yang ada serta mendorong terjadinyaperubahan dalam masyarakat untuk mentaati baku mutu tersebut.

Pengembangan dan inovasi dalam teknologi bersih yang lebih ramah lingkunganjuga belum mendapatkan perhatian yang proporsional, padahal upaya ini memilikipotensi yang besar untuk menghasilkan manfaat yang bernilai ekonomis sehinggapengelolaan lingkungan menjadi cost-effective dan profit-centre, tidak lagi cost-centre. Pada bulan April 2003 telah diadakan Konperensi Nasional Produksi Bersihyang diprakarsai oleh LSM Dana Mitra Lingkungan dan diikuti oleh berbagaikalangan seperti akademisi, pemerintah, bisnis, dan masyarakat umum. Namunternyata partisipasi dari kalangan bisnis masih sangat minim dan sebagian besarpeserta adalah kalangan akademisi. Hal ini menunjukkan bahwa gagasanpengelolaan lingkungan melalui investasi yang dilakukan dalam pengembanganatau inovasi teknologi bersih yang bernilai ekonomis masih belum banyak disadarioleh para pelaku bisnis. Meskipun demikian, para pelaku bisnis yang telah mencobamenerapkan teknologi bersih mengakui bahwa hal itu telah menghasilkan manfaatekonomis yang nilainya bisa jadi cukup signifikan. Namun, mereka juga mengkritikkurangnya dukungan dari pemerintah dalam memberikan insentif atau kemudahan-kemudahan untuk menerapkan teknologi bersih. Bahkan beberapa pihak justrumendapatkan hambatan birokrasi maupun regulatif dalam upayanya menerapkan

133

teknologi bersih. Pemerintah sendiri melalui Kementrian Lingkungan Hidup telahmemiliki program untuk pengembangan teknologi bersih pada beberapa sektorutama, misalnya sektor pertanian, yang difokuskan pada Usaha Kecil dan Menengah(UKM). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebenarnya juga telahmenghasilkan berbagai penelitian mengenai teknologi-teknologi bersih. Sayangnyahingga saat ini, koordinasi antar pihak dalam melakukan sosialisasi mengenaiteknologi bersih kepada pihak-pihak pengguna potensial dirasakan masih sangatkurang.

Kegiatan reduksi pencemaran hingga saat ini masih didominasi oleh institusilingkungan resmi seperti Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) di tingkat pusatmaupun Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) di tingkatdaerah. Namun institusi-institusi yang juga menangani masalah pengendalian ditiap sektor sesungguhnya telah banyak ditemukan pada instansi-instansipemerintah sektoral.

Program-program reduksi pencemaran yang telah dicanangkan pemerintah padaumumnya dapat dikelompokkan ke dalam kategori kegiatan:

• Pemantauan kualitas, misalnya melalui stasiun pemantau kualitas udara

• Kegiatan langsung pemulihan kualitas lingkungan, misalnya melalui ProgramLangit Biru

• Penentuan regulasi seperti Baku Mutu, regulasi tentang penggunaan alternatifenergi yang lebih ramah lingkungan, perizinan

• Pemberdayaan peran masyarakat melalui peningkatan penyediaan danpenyebaran informasi

• Kebijakan insentif maupun disinsentif bagi industri, misalnya melalui SUPER

• Peningkatan kerja sama dengan institusi maupun negara-negara lain

• Pentaatan dan penegakan hukum

Melihat program-program rencana maupun yang sudah dilakukan, upaya reduksipencemaran yang dilakukan institusi pemerintah tampak cukup baik. Padakenyataannya, masih terdapat ketidakpuasan yang tinggi dari masyarakat terhadapkinerja pengendalian pencemaran. Pada derajat tertentu, LSM-LSM yangberkecimpung di bidang yang terkait dengan pengendalian pencemaran mungkin

134

juga memiliki program-program kerja yang sesungguhnya secara formal beradapada kewenangan instansi pemerintah.

Ketidakpuasan masyarakat mungkin didasari oleh :

• Kurangnya informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan olehpemerintah sehingga masyarakat tidak mengetahui pencapaian yang mungkintelah dibuat oleh pemerintah maupun keterbatasan pemerintah dalam halpengendalian pencemaran.

• Meskipun sudah ada sub-sub divisi yang terkait dengan masalah lingkunganpada sektor-sektor yang berpotensi menghasilkan pencemaran, namunkeserasian kinerja antar sub-sub divisi tersebut maupun institusi yang secaraformal bergerak di bidang lingkungan masih jauh dari harapan. Sebagaicontoh, upaya reduksi dampak dari pertambangan terbuka melalui UU No41 tentang larangan pertambangan terbuka di hutan lindung yang meskipundilandasi oleh tujuan perlindungan lingkungan, namun proses perumusannyadipandang masih kurang melibatkan berbagai unsur terkait.

• Kurangnya tingkat pemantauan yang dilakukan pemerintah dalampengendalian pencemaran.

• Masih rendahnya tingkat penegakan hukum terhadap pihak-pihak yangmelakukan pencemaran.

• Kurangnya insentif (kemudahan) atau penghargaan bagi pihak-pihak yangproaktif dalam melakukan reduksi pencemaran.

Hambatan reduksi pencemaran yaitu :

• Kurangnya otoritas instansi yang berwenang dalam struktur birokrasipemerintah

• Keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi dalamanalisis dampak dan upaya pengendaliannya. Dalam hal ini, juga diperlukantenaga ahli yang memiliki kemampuan dalam bidang perlindungan lingkunganmaupun manajemen proyek.

• AMDAL seringkali memiliki daya ungkit yang rendah karena :

o Dilihat hanya sebagai prosedur formalitas untuk mendapatkanpersetujuan/izin

135

o Intervensi politik yang kuat sangat menentukan hasil akhir kajian

o Stigma yang buruk terhadap kinerja instansi pemerintah membuat hasilkajian banyak dipertanyakan

o Perlakuan terhadap proyek-proyek yang berada pada wilayah lingkunganyang sensitif masih jauh dari memuaskan.

o Rendahnya partisipasi publik dalam memberikan input terhadap kajiandampak

o Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kajian yang berkualitas baik.

c. Implementasi Pencegahan Pencemaran di Indonesia.

Pollution Prevention Act dari AS mendefinisikan pencegahan pencemaran sebagai“reduksi pada sumber” maupun upaya-upaya lain yang mengurangi ataumengeliminasi terciptanya pencemar melalui :

• Peningkatan efisiensi dalam penggunaan bahan baku, energi, air atau sumberdaya lainnya, atau

• Perlindungan terhadap sumber daya alam melalui konservasi.

Yang dimaksud dengan “reduksi pada sumber” adalah upaya apa pun yang dapat:

• Mereduksi jumlah bahan berbahaya atau pencemar apa pun yang memasukialiran limbah atau dibuang lingkungan secara sengaja atau tidak (misalnyaair larian dari wilayah pertanian), sebelum tahap daur ulang, pengolahan,atau pembuangan; dan

• Mereduksi dampak bahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan akibatpelepasan zat atau pencemar tersebut.

Hal itu meliputi modifikasi peralatan atau teknologi, modifikasi proses atauprosedur, formulasi atau perancangan ulang produk, substitusi bahan baku, danpeningkatan good housekeeping, pemeliharaan, pelatihan, atau pengendalianpersediaan.

Secara singkat Pencegahan Pencemaran adalah pendekatan upaya perlindunganterhadap lingkungan melalui reduksi atau eliminasi dampak pencemaran yangberbahaya maupun tidak pada sumber pencemaran atau pencegahan masuknyapencemar ke dalam media lingkungan atau aliran limbah.

136

Dalam hal pencegahan pencemaran, instrumen yang dibutuhkan pada dasarnyameliputi 3 bidang utama yaitu:

1. Pengembangan program-progam pencegahan pencemaran pada instansi-instansi pemerintah daerah.

Pemerintah perlu memberikan contoh kepada masyarakat bahwa pendekatanpencegahan pencemaran akan memberikan hasil yang lebih baik dari aspeklingkungan maupun ekonomi daripada pendekatan tradisional semata sepertipenanganan pencemaran. Hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwapemerintah juga memiliki komitmen yang kuat dalam implementasipengendalian pencemaran.

Implementasi program pencegahan pencemaran pada fasilitas maupunkegiatan operasi instansi pemerintah daerah, misalnya:

• Meningkatkan kesadaran pegawai akan pentingnya pencegahanpecemaran dan memberikan insentif bagi praktek-praktek kegiatan yanglebih efisien.

• Mengarahkan pertumbuhan dan pembangunan pada lokasi yang tepatdan menentukan sasaran lahan-lahan konservasi

• Menerapkan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan pada lahan publikuntuk meminimalkan dampak lingkungan dari penggunaan lahan.Misalnya, bila lahan digunakan untuk pertanian, diterapkan konsepIntegrated Pest Management.

2. Mendorong upaya-upaya pencegahan pencemaran pada komunitas UsahaKecil dan Menengah (UKM)

Hal ini juga dapat mempererat hubungan pemerintah dengan komunitasbisnis sehingga mereka lebih terdorong untuk mengadopsi praktek-praktekyang lebih ramah lingkungan. Program-program yang dapat dilakukan,misalnya:

• Mensponsori lokakarya pendidikan bagi UKM dan program-programpengenalan untuk meningkatkan dan mendorong diterapkannya prinsippencegahan pencemaran dalam kegiatan usaha yang mereka lakukan.

• Mengkampanyekan penggunaan alat-alat yang lebih efisien dalampenggunaan sumber daya sehingga dapat mengurangi tingkat konsumsi.

137

Misalnya: lampu hemat energi, kran berkualitas baik sehingga tidakmudah bocor, dan sebagainya.

• Memberikan informasi mengenai teknologi bersih pada berbagai sektorusaha dan mendorong adopsi teknologi tersebut, misalnya denganmemberikan insentif yang diperlukan.

• Mendorong pembelian dan penggunaan bahan-bahan yang tidakberacun. Misalnya, mengganti bahan sintetis dengan bahan-bahan alamiatau memberikan insentif atau keringanan bagi penggunaan bahankimia tidak beracun yang mungkin sulit diperoleh atau lebih mahalharganya.

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat daerah dalam hal pencegahanpencemaran.

Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat mengadopsi pendekatan pencegahanpencemaran dalam kehidupan sehari-hari. Program-program yang dapatdilakukan misalnya :

• Mengkampanyekan program reduksi (dan pemilahan sampah) padasumber.

• Mengkampanyekan kebiasaan-kebiasaan yang hemat energi.

• Menginformasikan ciri-ciri produk yang lebih ramah lingkungan.

Hal-hal yang dapat menjadi hambatan dalam implementasi program pencegahanpencemaran yaitu :

• Kurangnya pemahaman instansi-instansi pemerintah terhadap usulanprogram

• Keterbatasan sumber daya, terutama sumber daya finansial dan teknikal.

• Meningkatnya tekanan. Baku mutu maupun regulasi yang tidakproporsional justru akan menimbulkan tekanan berlebihan kepadakalangan usaha sehingga membuat mereka cenderung bersifat reaktif,bukan proaktif terhadap pencemaran.

• Sulitnya memberikan justifikasi bagi program. Pencegahan pencemaranumumnya memberikan dampak yang signifikan pada jangka waktupanjang sehingga seringkali “dikalahkan” oleh kepentingan yangsifatnya mendesak dan jangka pendek.

138

• Kurangnya koordinasi antar instansi-instansi terkait.

• Hambatan akibat regulasi. Ketidakserasian regulasi-regulasi yang adamenimbulkan kesulitan implementasi pencegahan pencemaran.

Hal yang perlu diperhatikan juga adalah masyarakat seringkali tidak menyadaribahwa dirinya adalah bagian dari solusi pengendalian pencemaran. Dalam halini, institusi lingkungan harus lebih giat menyadarkan masyarakat dan mengubahpersepsi mereka terhadap “lingkungan”, “pencemaran” dan mendorong masyarakatuntuk secara aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih ramah lingkungan.

d. Smart Growth.

Dalam konsep Smart Growth, pembangunan dilakukan untuk melayani tujuanekonomi, masyarakat, dan lingkungan. Smart Growth didefinisikan sebagaipembangunan yang berupaya untuk sekaligus mencapai :

• Pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja; yaitu pembangunanyang memperluas kesempatan usaha dan lapangan pekerjaan, meningkatkanpajak lokal, memberikan pelayanan dan kenyamanan bagi masyarakat suatulingkungan, dan menciptakan komunitas yang memiliki daya saing ekonomi.

• Lingkungan yang memiliki ketahanan yang baik (strong neighborhoods);yaitu pembangunan yang memberikan berbagai pilihan pemukiman yangsesuai bagi komunitas di dalamnya sehingga dapat meningkatkan nilailingkungan itu dan menciptakan rasa kebersamaan suatu komunitas (senseof community).

• Masyarakat yang sehat, yaitu pembangunan yang memberikan lingkunganyang sehat bagi komunitas yang tinggal di dalamnya. Smart growthmenyeimbangkan pembangunan dengan perlindungan lingkungan;mengakomodasi pertumbuhan dan pada saat yang sama melestarikan ruangterbuka dan habitat kritis, memanfaatkan lahan secara optimal, danmelindungi sumber-sumber air serta kualitas udara.

Konsep smart growth mendorong dilakukannya pembangunan yang sesuai dengankarakteristik tiap daerah dan komunitas yang mendiaminya yang dilandaskanpada pilar kesejahteraan ekonomi, kebersamaan suatu komunitas, dan lingkunganyang sehat dengan visi jangka panjang. Konsep ini juga mensyaratkan adanya

139

keberagaman, baik dari aspek fisik lingkungan, sosial budaya maupun ekonomisehingga suatu komunitas memiliki ketahanan yang baik dan tidak rentan terhadapberbagai perubahan yang mungkin terjadi. Pada konsep smart growth,pembangunan berkelanjutan menjadi suatu keniscayaan. Dalam hal ini, isulingkungan tidak lagi dilihat sebagai suatu “bidang” masalah, tetapi telah meleburdalam konsep pembangunan yang dilakukan. Smart growth bisa dikatakan sebagaikonsep yang lebih operasional dari Pembangunan Berkelanjutan.

Pembangunan yang didasarkan pada konsep smart growth ini mungkin masihbelum banyak dilirik oleh berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaanlingkungan. Namun, mau tidak mau pada waktu mendatang permasalahanpengelolaan lingkungan akan semakin menuntut langkah-langkah strategis, multiaspek, yang memperhatikan kesejahteraan komunitas yang bersifat unik untuktiap wilayah dalam jangka panjang. Dalam hal ini, smart growth merupakankonsep yang tidak dapat ditawar lagi.

140

“SPEKTRUM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DALAM RUANG LINGKUPPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP ”

I. PENDAHULUAN.

Dari beberapa literatur menyebutkan bahwa Definisi dari kata-kata Konservasitersebut adalah:

• Pemeliharaan dan proteksi terhadap lingkungan dan pengunaan yang bijakterhadap sumber daya alam (www.iteawww.org/TAA/Glossary.htm)

• Suatu pengelolaan yang pemeliharaan yang berhati-hati terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. www.soton.ac.uk/~engenvir/glossary.html,

• Merupakan perencanaan dan pengelolaan manajemen sumberdaya untukmenjamin kesediaan untuk penggunaan jangkan panjang yang terus menerusdan menjamin kualitas, nilai dan keanekaragamaannya yang lebihbaik.edugreen.teri.res.in/explore/glossary.htm

• Proteksi, pemelihataan dan pengelolaan/manajemen yang berhati-hatiterhdap sumber daya alam dan lingkungan.

www.jncc.gov.uk/earthheritage/module/glossy.htm

• Semua aktifitas yang telibat dalam upaya proteksi dan retensi warisan sumberdaya. Termasuk di dalamnya studi, proteksi, pengembangan atministrasi,pemeliharaan, dan interpretasi terhadap warisan sumber daya, baik itumerupakan objek, gedung atau struktur ataupun lingkungan.www.islandnet.com/~hsbc/terms.htm

Bila dilihat dari hal diatas ada 4 hal kunci dalam mengartikan kata-kata konservasitersebut yaitu pemelihataan, proteksi, pengelolaan dan penggunaan yang bijak.Sehingga ketika kita bicara tentang sumber daya alam, maka kata-kata konservasisumber daya alam itu berarti segala bentuk cara yang dilakukan dalam rangkapemeliharaan, proteksi dan bagimana menggelola dan memanfaatkan secara bijaksumber daya alam tersebut.

Secala ekologi, yang menjadi lahan untuk konservasi adalah lahan lindung, artinyadi Indonesia, yang menjadi lahan lindung terutama terdapat pada lahan hutan

141

dan laut yang memiliki kekayaan hayati yang tinggi. Sehingga dalam kasus inipembahasan konservasi akan dibatasi pada dua kawasan tersebut.

II. KONSERVASI SUMBER DAYA KEHUTANAN.

Permasalahan konservasi lingkungan dan sumber daya alam yang kita hadapisekarangnya, kalau dirunut ke belakang tidak lain adalah bersumber daripermasalahan kehutanan yang kita hadapi sekarang ini. Bencana banjir, longsong,air bersih dan daerah aliran sungai, serta langkanya keanekaragaman hayatiIndonesia, semuanya tidak lain disebabkan oleh masalah kehutanan itu sendiri,selain juga disebabkan oleh berbagai kerusakan lingkungan lainya.

Selama lebih dari tiga dekade sampai awal krisis keuanggan tahun 1997, kebijakanpembangunan nasional lebih dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi denganmengacu pada pengendalian ekspor. Hasilnya, memang sangat mengesankan,dimana laju pertumbuhan ekonomi demikian cepat terus berlanjut selama kurunwaktu itu dan bahkan disertai dengan keberhasilan mengurangi jumlah pendudukmiskin secara draktis. Sebagai konsekwensi dari kebijakan pembangunan tersebut,pemerintah pada saat itu memandang sumber daya alam - termasuk hutan –sebagai asset yang dapat dicairkan secara cepat untuk mendukung pertumbuhanitu sendiri. Dengan kata lain, dalam kebijakan perekonomian nasional, sumberdayahutan ditempatkan sebagai salah satu penghasil devisa negara pengekspor kayutropis terkemuka dan terbesar di dunia (World Bank, 2000).

Kebijakan pembangunan seperti yang disebutkan diatas tidak bisa sejalan danmelakukan trade-off antara tujuan-tujuan pembangunan itu sendiri denganlingkungan. Bentrokan kepentingan ini tidak bisa dihindarkan, sehingga kinerjapembangunan seperti yang disebutkan diatas harus ditebus oleh sejumlah akibat,diantaranya kerusakan hutan dan lingkungan.

a. Manajemen/Pengelolan Hutan Dalam Beberapa Dekade (Hingga 2003).

Indonesia memiliki hutan tropis kedua terluas di dunia dengan nilai ekonomistinggi bagi negara maupun masyarakat. Pemanfaat sumberdaya hutan untukkepentingan pertumbuhan ekonomi dimulai secara intensif sejak tahun 1967,sebagai tindak lanjut dari kerjasama Indonesia dengan IMF pada tahun 1996.Dari kerjasama tersebut, Indonesia mulai menerima pinjaman internasional,membuka diri bagi investasi asing, dan mulai mengembangkan kebijakan ekonomi

142

pasar yang bertumpu pada pertumbuhan. Untuk menjamin pengembanganinvestasi, memerintah mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asingtahun 1997, dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri tahun 1968.Kemudian, kebijakan ekonomi pasar Indonesia ditidaklanjuti dengan dilahirkannyapaket kebijakan pengelolaan hutan antara ain melalui Undang-Undangn PokokKehutanan No.5 tahun 1967, PP No 33 tahun 1970 tentang perencanaan Hutan,dan PP No.21 tahun 1970 tentang Penguasaan Hutan. Paket kebijakan tersebutmenciptakan iklim kondusif bagi perusahaan-perusahaan (termasuk perusahaanasing) untuk memulai kegiatan eksploitasi hutan skala besar secara komersial.Tercatat bahwa antara tahun 1967-1980, 519 perusahaan diberi HPH yangmencakup luas 53 juta ha. Hasilnya, pada era 70-an Indonesia mengalami “timberboom”, dan mulai masuk dalam jajaran negara pengekspor kayu bulat terbesar didunia. Tahun 1982, kayu menjadi sumber devisa negara terbesar kedua setelahminyak dan gas. Sampai dengan Juni 1998 terdapat 651 HPH dengan alokasihutan seluas 69,4 juta Ha (Barr, 1998; Kartodirdjo dan Suproono, 1999). Bahkandalam sepuluh tahun terakhir, sumbangan devisa dari industri kayu mencapai20% dari total perolehan devisa Indonesia (Suara Pembaharuan, 13 Maret 1999).Diperkuat oleh data terakhir yang dikeluarkan oleh FWI (2002) menunjukan bahwapertumbuhan kontribusi total ekspor Indonesia dari sektor kehutanan ini palingtinggi, tercatat dari tahun 1992-1997, untuk industri pulp dan kertan mencapai37%, rotan 8% dan plywood 2%.

Selama tahun 1980-1985 pemerintah mengeluarkan sejumlah peraturan yangmengharuskan adanya peningkatan pasokan kayu bulat untuk kebutuhanpeningkatan industri perkayuan dalam negeri – dengan alasan untuk kebutuhanpeningkatan nilai tambah – yang kemudian dilanjutkan dengan penghentianekspor kayu bulat. Pada tahun 1981, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentangindustri kehutanan terpadu yang berbasiskan kayu lapis. Kondisi ini melahirkandominasi industri kayu lapis yang kemudian menggiring Indonesia memasukijajaran negara pengekspor kayu lapis terbesar di dunia. Pada tahun 1987 Indonesiatercatat menguasai 58% dari total ekspor kayu lapis dunia. Pada Akhir tahun 80-an, beberapa wilayah pemasok bahan baku kayu (seperti Sumatera Utara danKalimantan Timur) mulai mengalami kelangkaan kayu akibat eksploitasi berlebihan.Bila pada tahun 1950, diperkirakan luas kawasan hutan mencapai 168 juta ha(FWI, 2002). Sementara pada tahun 1985 diperkirakan tinggal 119 juta ha(RePPProt, 1989). Artinya dalam 35 tahun tersebut terjadi perusakan hutan seluas

143

914,000 ha per tahun, atau 49 juta ha seluruhnya (Barber, 1997). Pemerintahmenganggap kondisi ini mengancamkan industri perkayuan nasional yang masihterus diandalkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi perolehan devisa negara.Semenjak itu cadangan minyak bumi Indonesia mulai menipis. Pemerintahkemudian mengeluarkan alternatif baru bagi upaya perolehan devisa dari sektorkehutan ini, yaitu diajukan kebijakan tetang pengembangan Hutan TanamanIndustri (HTI) yang diiringi dengan pengembangan industri pulp dan kertas, danpengembangan perkebunan besar Kalapa Sawit.

Pergeseran kebijakan dengan tujuan untuk merespon pasar dan meningkatkanindustri hilir yang menekankan pada upaya peningkatan nilai tambah (addedvalue). Namun Kebijakan seperti ini, malah pada akhirnya menimbulkankonglomerasi negatif yang ditandai dengan munculnya sistem pemasaran bersama(Kartel) yang akhirnya menimbulkan konsekwensi sehingga kayu bulat rata-ratadihargai begitu rendah. Kondisi ini memberikan implementasi meningkatnyatekanan terhadap sumberdaya hutan yang begini dicerminkan oleh tingkatkerusakan dan degradasi hutan yang begitu tinggi (antara 1,3-2,4 juta ha).

Sebenarnya, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang berkaitan denganaspek rehabitasi dan konservasi sumberdaya hutan dan lingkungan, antara lainkegiatan reboisasi dan penghijaun, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI),retifikasi berbagai perjanjian internasional berkaitan dengan tujuan konservasiseperti CITES. Namun demikian, beberapa kebijkan ini dalam pelaksanaannyajustru tidak sejalan dengan tujuan rehabitasi dan konservasi itu sendiri. Sebagaitontoh, program pembangunan HTI dalam pelaksanaannya kegiatan pembangunanHTI memperlihatkan paradoks, dimana program HTI menjadi salah satu faktorpenyebab kerusakkan hutan alam.

b. Permasalahan yang Dihadapi.

Hasil dari pengeksploitasi hutan yang berorientasi profit, memperlihatkan gejala-gejala telah terjadi penyusutan hutan. Bila tahun 1950 luas tutupan hutanmencapai 162 juta hektar, sedangkan pada tahun 1984, Tata Guna HutanKesepakatan (TGHK) menyebutkan luas kawasan hutan Indonesia mencapai 144,5juta ha yang diklasifikasikan menjadi hutan produksi tetap, hutan produksiterbatas, hutan lindung, suaka alam dan hutan wisata serta hutan konversi.Selanjutnya, studi FAO/GOI Frorestry Project pada tahun 1990 memperkirakan

144

luas kawasan yang ditutupi hutan tinggal 109 juta ha atau 57% dari luas daratanIndonesia. Dan data terakhir tahun 2000 luas tutupan hutan tinggal 98 juta hektar.

Sementara itu, diperkirakan laju kerusakan hutan Indonesia berkisar antara600.000 Ha hingga 1.3 juta ha per tahun pada tahun 1994(GOI dan AsianDeveloment Bank/ADB, 1994), bahkan dari data terbaru kerusahan tersebut telahmencapai 2 juta ha per tahun (FIW, 2002). Hasil analisis FWI (2002) mencatatbahwa kondisi hutan Indonesia pada saat ini, terlihat bahwa 59 juta ha masihmerupakan hutan alam yang belum dialokasikan, 41 juta ha telah rusak danhutan yang berpotensi untuk rusak, dan 9 juta ha hutan yang sudah mengalamideforestasi akibat pengkonversian hutan tersebut bagi industri-industri kayu ataujuga bagi perkebunan dan transmigrasi.

c. Penyebab Tingginya Deforestasi.

Beberapa penyebab tingginya tingkat deforestasi di Indonesia, disebabkan olehbeberapa faktor (gambar 1), yang akan dijelaskan berikut ini

Gambar 3. Proses Pengrusakan Hutan dan Deforestasi di Indonesia (FWI, 2002)

145

1. Pengeksploitasian yang berlebihan akibat kebijakan masa lalu

Menurut FWI (2002), Tingginya tingkat deforestasi di Indonesia merupakan hasildari politik dan sistem ekonomi yang korupsi pada masa orde baru yang melakukanpengekploitasiaan sumber daya alam secara berlebih-lebihan. Pesatnyapertumbuhaan perusahaan-perusahaan pengolahan kayu melalui kebijakan HakPengusahaan Hutan (HPH) dan juga Hutan Tanaman Industri (HTI) pada masarezim Suharto. Memperburuk kondisi hutan di Indonesia.

2. Ekspolitasi Hutan Berlebihan Melalui Pemberian Hak Pengusahaan Hutan(HPH)

Meskipun sebenarnya konsensi tebang bermaksud untuk memelihara lahan hutandan bentuk menjamin permanent produksi, namun tidak dapat dipungkiri secarafakta, malah konsensus inilah penyebab utama deforestasi kerusakan hutan. Ketikakebijakan pemberian konsensi hak pengelolaan hutan (HPH) dimulai pada tahun1967, pada tahun itu baru 4 juta m3 kayu hasil tebangan yang semuanya digunakanuntuk kebutuhan domestik. Namun pada tahun 1977 hasil tebang ini meningkatmencapai 28 juta m3, dengan tujuan ekspor mencapai 75% dari produksi tersebut.Bahkan catatan pada pertengahan tahun 1998, tidak kurang 39 juta ha lahantelah dibuka untuk konsesi tebang ini, yang ditanggani oleh 14 juta ha lahandikelola oleh 5 perusahaan inhutani, 8 ha perusahaan swasta join ventura, serta8 ha lainnya dikonversikan untuk kebutuhan non hutan (Fox et al, 2000). Bahkanpemegang kekuasaan (militer) juga mengambil keuntungan dari konsensi ini,dengan menguasa1,8 juta ha lahan hutan (Brown, 1999:12,40).

Tercatat ada sekitar 10 perusahaan kayu besar yang menguasai dan memimilikiHPH (tabel 7). Dekatnya koneksi antara rezim Soeharto dengan sebagain besarpara kelompok pengusaha kayu ini sehingga mengakibatkan pengawasan dantranparansi, yang akhirnya mengakibatkan buruknya manajemen hutan. Parapenggusaha yang memilki hak tebang ini memiliki tanggung jawab yang sangatrendah sekali terhadap keberadaan hutan lestari, bahka banyak fakta yangmenyebutkan tidak ada sedikitpun kemauan para penggusaha tersebut maumemperbaiki situsai tersebut. Diawal tahun 2000, Departemen Kehutananmelaporkan bahwa hampir semua hutan yang mesuk dalam program HPH iniberada dalam kondisi yang membahayakan.

146

FWI (2002) juga mencatat beberapa tindakan tanpa izin yang dilakukan olehperusahaan-perusahaan kayu ini yang mendorong semakin memperparahnyakondisi kehutanan Indonesia. Izin tebang yang diberikan kepada para perusahaan-perusahan pemilik HPH, mendorong mereka untuk membuka lahan baru sepertijalan sebagai suatu fasilitas

3. Kebijakan Hutan Tanaman Industri

Kebijakan Hutan Tanaman Industri (HTI) demi memacu pertumbuhan industrikayu khususnya di Sumatera dan di Kalimantan malah kemudian memberikandampak terburuk meningkatkan tingkat perusakan hutan. Menurut PP No. 7/1990, pembangunan HTI dapat dibangun pada hutan produksi dan pemberianHPHTI memungkinkan para pemegangnya untuk menebang habis areal konsensinyadan menanaminya kembali dengan jenis pohon komersial. konsesi HTImemperbolehkan Siapa saja dapat mengajukan permohonan untuk memperolehHPHTI dengan periode 35 tahun. Dengan insentif finansial bagi pemilik hakHPHTI ini menjadikan bahwa kebijakan ini semakin jelas debagai suatu skemayang tidak tepat, karena justru meningkatkan permintaan akan areal-areal hutanalam untuk alasan pemenuhan bahan baku. Akibat hutan-hutan menjadi semakinrusak, sebab areal yang benar-benar ditanami lebih sedikit dari pada yangditebangi.

4. Transmigrasi

Transmigrasi merupakan program pemerintah Indonesia jangka panjang, yaitupemindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya (jawa dan Bali) kedaerah yang tidak padat penduduknya terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan.Selang waktu 1989-1993 telah dibuka lahan baru untuk program ini mencapai1,7 juta ha lahan. Program-program trasmigrasi ini terkadang telah melanggarbatas taman nasional, seperti yang terjadi pada kasus taman nasional Wasur diIrian Jaya, melalui program tranmigrasi lebih kurang 3.000 ha lahan hutantanaman nasional ini telah dikonversikan untuk desa-seda pemukiman transmigrasipada tahun 1994 (Decree, 1994, dikutip dari FWI, 2002).

5. Penebangan Liar

Penebangan liar sudah sangat meluas di Indonesia, Sepanjang tahun 2000,disebutkan bahwa 50-70% suplai kayu Indonesia berasal dari penebangan liar.

147

Analisis yang dilakukan oleh kator Meteri Kehutanan dan Perkebunan pada tahuntersebut menyebutka bahwa penebang liar ini bahkan telah terorganisir secarabaik dan memiliki backing dan jaringan yang luas, hal ini telah sangat mengancam,penerapan hukum di bidang kehutanan bisanya terjadi areal-areal konsesi/kesepakatan, areal hutan yang tidak terkunci (anlolocated forest areas), bekasareas kesepakatan, areal hutan kesepakatan, dan hutan-hutan dilindungi. Bahkanpenebangan liar ini juga telah menyebar pada daerah-daerah konservasi , karenadaerah-daerah ini memiliki kayu-kayu yang lebih potensial bila dibandingkandengan hutan-hutan produksi.

Analisis kantor Menteri Kehutanan dan Perkebunan juga menyebutkan para pelaku-pelaku penebangan liar ini juga berasal dari: (a) para pekerja yang berada diareal kehutanan itu sendiri dan juga orang-orang lain yang datang ke daerahtersebut; (b) investor-investor, seperti pedangan-pedangan kayu, pemilik izinpengelola hutan kesepakatan (IPK), dan juga pembeli sendiri yang membeli kayupenebangan liar dari industri-industri penolahan hasil hutan. Dan (c) Juga oknum-oknum yang berasal dari pemerintahan sendiri baik itu sipil maupun militer, danbahkan juga para penegak hukum.

Para oknum-oknum penebang liar ini terus bertumbuh kembang, karena merekamerasa tidak akan memperoleh imbalan yang lebih banyak apa bila hanyamelakukan transaksi kayu melaui cara yang lebih legal. Akibatnya tindakan-tindakan korupsi baik oleh sipil maupun militer semakin memakin merajalela danmeluas baik dalam hal penebangan liar dan juga pemasaran hasil-hasil hutantersebut. Apkindo (2000) mencatat bahwa ekspor kayu dari penebangan liar asalSumetera dan Kalimantan tercatat lebih kurang 1juta m3 kayu untuk memenuhipasar Cina dan beberapa negara tujuan ekspor lain (FWI, 2002).

Kenapa hal ini bisa terjadi?, Tidak lain adalah adanya kebijakan agresif daripemerintah untuk melakukan ekspansi dalam sektor kehutanan tanpamempertimbangkan keberlanjutan ketersediaan suplai kayu Indonesia dalamjangka panjang. Sangat cepatnya ekspansi pada sektor ini tidak lain didorongadanya ketidakseimbangan antara suplai kayu sendiri dengan permintaan terhadapsektor ini. Ketidakseimbangan ini lah yang mendorong munculnya penebanganliar. Scotland (2000) memperkirakan ketidak seimbangan suplai dan demand kayupada tahun 1997-1998 (tabel 7). Dia menyebutkan bahwa permintaan pada sektorini mencapai 84.140.000 m3 kayu sedangkan suplai dari penebangan legar (dengan

148

izin) hanya mencapai 51.527.000 m3. Larsen (2002) menyebutkan bahwapenebangan liar ini memberi kontribusi terhadap kerusakan hutan di Indonesiamencapai 10 juta hektar. Departemen Kehutanan (Dephut) memperkirakanIndonesia mengalami kerugian hingga mencapai Rp 30,42 triliun per tahun akibatkegiatan penebangan liar dan peredaran hasil hutan illegal ini (Kompas, edisi 17Juni 2003). kerugian tersebut belum termasuk terancam punahnya spesies langkadan terganggunya habitat satwa. Sedangkan Bank Dunia pada tahun 2002memperkirakan kerugian akibat dua kegiatan tersebut hanya 600 juta dolar ASper tahun (Kompas, edisi 17 Juni 2003)

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk pengurangan porsi hak tebangpohon bagi HPH guna mengatasi terjadinya tingkat deforestasi di Indonesia.Namundemikian, dampak lain dari kebijakan ini kemungkinan besar akanmeningkatnya penebangan liar, karena tuntutan pasar akan kebutuhan kayu yangmasih tetap tinggi sebagai bahan baku bagi industri berbagan baku kayu,diperkirakan setiap tahunnya kebutuhan kayu untuk industri-industri pulp dankertas saja tidak akan pernah kurang dari 35-40 juta m3 pertahunnya (JakartaPost, edisi 9 mei 2002)(catatan: kapasitas industri pulp dan kertas Indonesia75-80 juta m3 per tahun(FWI, 2002).

6. Kebakaran Hutan

Belakangan ini masalah kebakaran hutan semakin menarik perhatian internasional,sebagai isu lingkungan dan ekonomi, khususnya setelah bencana El Nino (ENSO)1997/98 yang menghanguskan lahan hutan seluas 25 juta hektar di seluruhdunia (FAO ,2001; Rowell dan Moore 2001). Kebakaran hutan dianggap sebagaiancaman bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya yang langsung terhadapekosistem (United Nation International Strategy for Disaster Reduction 2002),kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon dan dampaknya terhadapkeanekaragaman hayati.

Pada tahun 1997/98 Indonesia mengalami kebakaran hutan paling parah diseluruhdunia. Walaupun perhatian dunia terus meningkat terhadap masalah kebakaranhutan yang tidak dikehendaki, bencana pencemaran kabut asap masih terus terjadilagi pada tingkat berbeda di lokasi yang sama pada beberapa negara Asia Tenggara;tingkat tertinggi terjadi pada bulan Agustus-Oktober 2002, sejak peristiwakebakaran hutan tahun 1997 (CIFOR, 2003).

149

Kebakaran hutan di Indonesia bersumber pada 3 (tiga) sebab utama yaitu 1)manusia karena kesengajaan, 2) manusia karena kelalaian, dan 3) peristiwa alam.Menurut Dirjen PHPA atau Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (1994) 90 %penyebabnya adalah perbuatan manusia sedangkan 10 % -nya disebabkan olehperistiwa alam.

7. Perluasan Lahan Pertanian Tradisional

Dalam tulisannya “The Effects of Economic Crisis on Small Farmer and NaturalForest Cover in the Outer Islands of Indonesia.”, Willian Sunderlin menyebutkanbahwa pengaruh krisis ekonomi akan memberikan dampak utama bagi peningkatantingkatan deforestasi karena pembukaan lahan pertanian lokal. Menurut Sunderlin,Agibisnis akan menjadi primadona kembali sebagai sarana untuk keluar dari krisis.Akibatnya ada kebijakan memperluas areal pertanian, dan ini mengancamkeberadaan hutan. Selama bertahun-tahun Departemen kehutanan dan Perkebunantelah memberikan ijin kepada 454 usaha untuk menebang habis 4 juta hektardari 26,6 juta hutan konversi. Kebun Sawit luasnya 2,4 juta ha pada awal 1998dan ada rencana untuk menambah 1,5 juta ha pada akhir tahun. Sekitar 50proyek investasi asing mempunyai rencana mengembangkan 900.000 ribu hakebin sawit, kebanyakan di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Peningkatan hargacoklat diperkirakan akan meningkat areal kebun coklat di Sulawesi Selatan dari160.000 ha tahun 1997 hingga 500.000 ha tahun 2005. Disisi lain Udang jugakini menjadi komuditi lain yang harganya juga meningkat. Akibatnya di KalimantanSelatan ratusan ha hutan bakau ditebang untuk dijadikan tambak udang.

8. Dampak dari Sektor lain (Pertambangan, Pembangunan Jalan danInftrastruktur)

Pertambangan

Dalam tulisannya Suderlin (1999) menyebutkan bahwa perkembangan danpembukaan lahan baru pertambangan juga memberikan dampak besar bagi kondisihutan Indonesia, karena hampir sebagian besar lokasi dan potensi pertambanganberada pada areal hutan, bahkan pada kawasan hutan yang dilindungi, sepertipertambangan batubara di taman Nasional Kutai dan Taman rekreasi Bukit Soehartodi Kalimantan Timur dan Taman Nasional Lorenz di Irian Jaya.

150

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunderlin (1999) menunjukan bahwapertambangan menjadi daya tarik setelah agribisnis pada masa pasca krisis, karenapendapatan diperoleh dalam dolar sementara biaya dikeluarkan dalam rupiah.Cadangan sumberdaya mineral di kawasan hutan cukup besar mencakup 204 jutaton batu bara atau 6,7% dari cadangan nasional; 370 juta ton besi atau 51% daricadangan nasional, 375 juta ton nikel atau 71% dari cadangan negara.

Pada bulan Februari 1998 sudah diberikan 50 Kontrak Karya (KK) untukpertambangan emas, nikel, permata dan batu bara. Yang dikhawatirkan adalahbahwa beberapa KK ini diberikan di kawasan lindungan.

Pembukaan lahan bagi perluasan jalan dan Infrastruktir lain

Pembangunan dan pelebaran jalan merupakan salah satu penyebab tidak lansungperubahan fungsi hutan. Pembangunan fasilitas jalan (dan jembatan) jugamemungkinkan pembangan hutan. Sunderlin (1998) menyebutkan bahwa adapembangunan jalan-jalan utama yang membuka lahan hutan telah memberikandampak negatif bagi lingkungan karena perlakukan penebangan yang tidak hati-hati. Kasus yang berhubungan dengan ini seperti perencanaan pembangunanjalan yang menghubungkan antar areal urban di Kalimantan. terbengkalainyaproyek pembukaan jalan sejauh 190 km yang menghubungkan Palangka Rayadengan Buntong yang sudah dimulai sejak1988, ditunda hingga tahun 2005 karenakekurangan dana.

III. KONSERVASI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN MARITIM.

Sumber daya kelautan, merupakan salah satu asset pembangunan Indonesia yangpenting, karena kontribusi produk domestik bruto pemanfaatan sumber dayakelautan tersebut telah mncapai 22% pada tahun 1990 (Dahuri et al., 1996).Sementara sumber daya darat seperti hutan dan lahan semakin terbatas akibatalih fungsi, eksploitasi yang berlebihan, dan kebakaran hutan. Disamping itu,pertambahan populasi penduduk yang hidup di kawasan pesisir meningkat pesatmendorong tekanan terhadap sumber daya kelautan semakin besar. Diperkirakan60% dari populasi Indonesia bermukim di pesisir, dan 80% dari pembangunanIndustri mengambil tempat di pesisir (Hinrichson 1997). Banyak pembangunansektoral, regional, swasta dan masyarakat mengambil tempat di kawasan pesisir,seperti budi daya perikanan, resort wisata, industri, pertambangan lepas pantai,

151

pelabuhan laut, dan reklamasi pantai untuk perluasan kota. Sehingga salah satupilihan, untuk pembangunan jangka panjang adalah memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan, yang terdapat di wilayah. Dengan konsentrasi penduduk yangsebagian besar (60%) berada di wilayah pesisir, secara nyata telah menimbulkantekanan pada lingkungannya.

a. Penyebab terjadinya kerusakan lingkungan pesisir dan laut.

1. Mangrove

Menyusutnya hutan mangrove akibat kebijakan pemerintah, seperti programpengembangan tambak ekstensifikasi, kebijakan perluasan kawasan industri,pembukaan lahan untuk pembukaan persawahan pasang surut, pemukiman danlainnya. Beberapa ahli menyebutkan akar masalahnya antara lain belum adanyasatu persepsi pengelolaan mangrove dan kurang koordinasi dalam tata ruangdaerah.

Seperti yang dikutip dari kompas edisi Selasa 23 september 2003, menyebutkanbahwa pembabatan hutan mangrove secara besar-besaran di Kalimantan Timurini mencapai puncaknya ketika terjadi krisis ekonomi pertengan tahun 1997.Krisis ekonomi yang disertai tepuruknya nilai tukar rupiah dari sekitar Rp. 2.300menjadi sekitar Rp. 16.000 per dolar AS, telah menyebabkan harga udang winduyang sebagian besar di ekspor menagalami kenaikan harga yang semula hanyaRp. 30.00, menjadi Rp. 18.00 per kilogramnya. Hingga sekarang harga itu punmasih tetap bertahan berkisar Rp. 120.000 per kilogram. Kenaikan harga udangtersebut telah memicu masyarakat untuk beramai-ramai membuka tambak udang.Hutan mangrove pun kemudian menjadi korban. Ribuan hutan mangrove denganseketika telah berubah menjadi tambak udang. Di Kota Bontang misalnya darisekitar 13.000 hektar hutan mangrove yang ada, separohnya sudah berada dalamkondisi kritis. Begitu juga di Delta Mahakam, yang merupakan muara dari sunggaimahakam yang luas 1.500 km2 sekarang telah menjadi tambak udang. Akibatnyasekarang telah tejadi pendangkalan di sunggai tersebut sehingga kapal-kapalberukuran besar saat ini sudah sulit masuk ke sunggai Mahakam yang merupakansungai utama untuk menjangkau daerah pendalaman Kaltim.

152

Pengubahfungsian hutan mangrove ini tidak hanya untuk tambak udang tapijuga untuk kawasan pemukiman. Berikut beberapa masalah pelestarian hutanmangrove:

• Kurangnya peran aktif pemerintah daerah dalam upaya rehabilitasi akibatkerusakan mangrove, di antaranya melalui peningkatan pemahaman sertakomitmen di tingkat eksekutif maupun tidak adanya kepastian hukum,terutama dalam penetapan (zonasi) area mangrove. Perambahan hutanmangrove secara sistematis dan sporadis, berbentuk perubahan statuskawasan khususnya untuk perluasan tambak, perubahan status menjadikawasan permukiman, industri, untuk diambil kayunya dan keperluan lain.

• Teknik pemanfaatan sesuai penetapan kebijakan pengelolaan mangrove,sehingga pemanfaatannya pun dapat terus berlanjut, kurang dijalankan;

• Mekanisme rehabilitasi dan pendanaan oleh pemerintah, swasta maupunmasyarakat (para pemangku kepentingan) untuk berbagai programrehabilitasi hutan mangrove, belum memadai.

2. Terumbu karang

Total luas terumbu karang Indonesia 85.707 km2, dengan jenis keanekaragamanhayati terumbu karang meliputi: >450 jenis karang batu; 2.500 jenis moluska;1.512 jenis krustasea; 850 jenis spons; 745 jenis ekinodermata; 2.334 jenisikan; 30 jenis mamalia laut; 38 jenis reptilia laut (Sumber: COREMAP). Kondisiterumbu karang sudah Indonesia semakin mencemaskan. Sekitar 14 persen dalamkondisi kritis, 46 persen telah mengalami kerusakan, 33 persen dalam kondisimasih cukup bagus dan hanya 7 persen kondisinya masih sangat bagus.

Lima ancaman utama yang disebabkan oleh perbuatan manusia yang merusakterumbu karang:

1. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan racun sianida yangdisemprotkan ke arah ‘kepala’ terumbu karang agar ikan mabuk. Ikan yangdiambil masih hidup, baik sebagai ikan hias atau untuk makanan. Proseskegiatan tersebut pasti akan merusak karang secara menyeluruh;

2. Penangkapan ikan menggunakan bahan peledak. Bom diledakkan di wilayahkarang dangkal. Letakan selain membunuh ikan yang dikehendaki, juga dapatmembunuh larva, benur dan karang;

153

3. Pengambilan batu karang untuk bahan bangunan dan produksi kapur;

4. Sedimentasi dan pencemaran, sebagai akibat penggundulan hutan di daerahhulu DAS, dan air limbah pertanian, pemukiman dan industri.

5. Penangkapan ikan dalam jumlah berlebihan (over fishing), meskipun tidakmerusak terumbu karang secara langsung, tetapi dapat mengurangi jumlahdan keragaman ikan dan biota invertebrata lainnya.

• Penangkapan ikan dengan racun

• Penangkapan ikan dengan bahan peledak

• Pengambilan batu karang

b. Hal-hal yang sudah dilakukan.

1. Penanggulangan Kerusakan Mangrove

KLH, melaksanakan Program Pantai dan Laut Lestari (P2LL), dengan tujuan utamamengendalikan pencemaran dan perusakan ekosistem pesisir dan laut, berdasarPeraturan Pemerintah No 19 tahun 1999. P2LL adalah program kerja pengendaliankerusakan dan pemulihan kerusakan terumbu karang dan mangrove. Prinsip dasarpelaksanaan P2LL, adalah “SAFE” yaitu simple (sederhana), accountability(terukur), focus (terfokus) dan enforcement (penegakan hukum) yang “harus”didukung melalui komitmen para kepala daerah dan DPRD setempat.

Kegiatan yang telah diupayakan adalah peningkatan pemantapan koordinasi untukpelaksanaan operasional pelestarian sumber daya alam pesisir dan laut, meliputi:

• Pengendalian kerusakan ekosistem pesisir dan laut (terumbu karang,mangrove, padang lamun)mengadapi abrasi pantai, kegiatan reklamasi,pengusahaan pasir laut melalui penetapan baku kerusakan;

• Pengendalian pencemaran ekosistem pesisir dan laut: dumping di laut,pembuangan limbah langsung ke laut oleh kegiatan industri, pelabuhan,anjungan minyak lepas pantai, National Contingency Plan for Oil Spill, bakumutu laut, resor wisata pantai/pulau;

• Pengendalian kerusakan dan pencemaran pesisir dan laut lintas batas negara:Marine Electronic Highway (MEH) di Selat Malaka dan Selat Singapore,

154

Regional Programme for Building Partnerships in Environmental Protectionand Management for the East Asian Seas (PEMSEA), Coordinating Body onthe Sea of East Asia (COBSEA) and the South China Sea, Indonesia-Norwayfor Barelang (Batam Rempang-Galang) & Bintan Island DevelopmentManagement, Oil Spill Preparedness and Response & Oil Spill Response ActionPlan in the East Asian Seas (OSPAR & OSRAP);

• Rehabilitasi dan budi daya mangrove di Pantai Siwa, Kabupaten Wajo,Sulawesi Selatan (Colaborative Environmental Project in Indonesia, CEPI-Canada).

2. Pengendalian Pencemaran Ekosistem Pesisir dan Laut

Kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian pencemaran ekosistem pesisir danlaut adalah :

• Penyelesaian Rancangan Keppres tentang Penanggulangan Darurat TumpahanMinyak di Laut/National Contingency Plan untuk oil spill (NCP);

• Wisata bahari/resort wisata pantai atau pulau (eco-resort)

IV. APAKAH INDONESIA SUDAH MELAKUKAN KONSERVASI SDA? APA YANGHARUS DILAKUKAN?

Dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, dan apabila kita hubungkan dengandefinisi konservasi itu sendiri. Dapat disebutkan bahwa Indonesia sama sekalibelum melakukan konservasi sumber daya alam yang benar. Walaupun ada beberapaprogram dan kebijakan yang diarahkan untuk hal tersebut, namun kebijakanyang malah menyimpang dari konsep konservasi tersebut lebih banyak lagi.Sehingga tidak ada keseimbangan dalam hal pengelolaan sumber daya alam,akibatnya kerusakan SDA menguap kepermukaan.

Hal ini akan terus menjadi masalah besar yang akan dihadapi dalam upayakonservasi SDA di Indonesia. Hal ini disebkan karena kebijakan dan peraturanyang ada sekarang yang kurang kondusif mendukung kegiatan konservasi itusendiri dan lemah dalam implementasinya, serta datangnya tantangan dari luar,yaitu “godaan pasar” akan permintaan beberapa komoditi sumber daya alamIndonesia, seperti permintaan kayu misalnya bukan hanya untuk kebutuhan

155

industri dalam negeri tetapi juga dari luar. Begitu juga halnya yang terjadi dikawasan laut Indonesia, banyaknya minat terhadap keanekaragaam kekayaanlaut Indonesia, mengancam berbagai biota laut di Indonesia.

Apa yang harus di lakukan pemerintah untuk menghadapi hal tersebut?

1. Segera mewujudkan konsep Good Governace dalam pengelolaan SDA diIndonesia. Karena akar dari berbagai permasalah pengelolaan danpengrusakan SDA di Indonesia tidak lain adalah system ekonomi yang korupsi.Kekuasaan dan kedekatan yang dimiliki oleh beberapa kelompok orangdijadikan sebagai “penghalal” untuk mengrekruk kekayaan pribadi. Tidakadanya prinsip Good Governace ini pula lah yang membuat bahwa semuaaturan yang dibuat dalam pengelolaan SDA di Indonesia hanya dibuat untukkeuntungan segelentir pihak penguasa. Sehingga hal utama yang perludiperbaiki pada masa akan datang, adalah perlunya political will yang lebihtranparansi, jelas, dan komitmen yang kuat dari pemerintah bagi penegakanhukum.

2. Tingginya permintaan terhadap produk-produk alam di Indonesia, akanmenjadi malasah pelik yang paling sulit akan diatasi. Walaupun aturan yangdibuat sudah sangat kuat, tapi dengan “godaan pasar” yang besar akansangat sulit mengontrol tindakan-tindakan illegal. Seperti penebangan liar,penangkapan ikan dengan alat tanggap yang tidak mendorong keberlanjutan,pertambangan liar dan lain-lain Menggatur sisi suplai tidak lah cukup, tetapimungkin sudah saatnya konsep “DEMAND MANAGEMENT” mulaiditerapkan untuk mengatur para pengelola SDA di Indonesia, baik untukindustri dalam negeri dan juga terhadap permintaan dari luar negeri.Manajemen permintaan dalam negeri misalnya dengan memperketat aturanlingkungan bagi industri pengolahan bahan baku (kayu/ikan dll) dari alamterhadap syarat bahan baku yang bisa digunakan/diproses dll. Sedangkanuntuk permintaan ekspor (KLH) dapat bertindak sebagai diplomasi lingkungandengn berperan aktif mendorong para negara-negara pengekspor produkdari Indonesia untuk memberikan syarat lingkungan yang tinggi untuk setiapproduk alam Indonesia ang masuk kenegara mereka, misalnya kayu yanghanya kan diterima adalah kayu yang sudah mendapat surat izin tebang dll.

156

a. Keterkaitan dengan Isu Lain.

Disebabkan

oleh

PolitikEkonomi

-

OtonomiDaerah Budaya

MASALAHKONSERVASI

SDA INDONESIA

Men

yeba

bkan

- Kekuatan politik yangdimiliki digunakan sebagaijalan untuk dapat memilikikekuasaan mengelolakekayaan alam korupsi- Salah dalam penentuankebijakan bermuarakarena kasus maslah yangdiatas

Bencana Alam(Banjir, longsor dll)

- OTDA dijadikan sebagaialasan untuk mengekrukkekayaan SDA untukmeningkatkan PAD

- Beberapa budaya kuno,seperti peladanganberpindah dll (tapipengaruhnya sangat kecil)

PolitikLingkungan

- Rendahnya Perhatiaanpemerintah dan elit politikterhadap lingkungan,sehingga isu lingkungantidak pernah menjadiagenda politik

Masalah Sosial& Kemiskinan

- Sulitnya lapanganpekerjaan mendorong oranguntuk membuka lahan danmencari penghasilan darialam

Teknologi

- Penggunaan teknologi yangtidak menjamin keberlanjutan(seperti jaringan pukatharimau, bom dalampenangkatan ikan,

Konflik (tata gunalahan, sosial)

157

“SPEKTRUM KONFLIK-KONFLIK SUMBER DAYA ALAM DALAM RUANGLINGKUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP”

I. PENDAHULUAN

Secara umum arti konflik adalah pertikaian terbuka antara dua atau lebih indifidu/kelompok yang saling berseberangan.

II. KONFLIK-KONFLIK HORIZONTAL

a. Konflik Daerah Kawasan Hutan

Konflik sumberdaya hutan yang sering terjadi adalah konflik antara masyarakatdi dalam dan sekitar hutan dengan berbagai pihak dari luar yang menganggapmemiliki otoritas dalam mengelola sumberdaya hutan. Pihak-pihak di luarmasyarakat tersebut antara lain; pemerintah (pusat dan daerah), pengusaha hutanswasta dan BUMN, pengusaha kayu dan hasil hutan non kayu, pengelola kawasankonservasi, dan aparat keamanan. Konflik yang demikian dapat digolongkansebagai konflik vertikal.

Rusak dan berkurangnya kualitas sumberdaya hutan telah menyebabkan puladampak sosial yang sangat berarti. Hal ini, juga ditunjukan oleh semakinmeningkatnya bermacam konflik baik vertical maupun horizontal. Berbagai konflikini, terjadi terutama dalam kaitan dengan pemanfaatan dan pemilikan lahan(tenurial) yang banyak terjadi di kawasan hutan yang telah dibebani HPH, HTIdan kawasan-kawasan yang dikonversi menjadi perkebunan besar dan arealtrasmigrasi. Berbagai konflik itu timbul, karena kehadiran HPH dan sejenisnyadianggap telah meminggirkan dan bahkan meniadakan keberadaan dan pranatasosial masyarakat. Akibatnya, akses masyarakata dengan sumberdaya hutanberkurang bahkan tertutup. Lebih jauh lagi, kehadiran HPH dan sejenisnya tidakdisertai secara memadai dengan upaya pengakuan dan perlindungan terhadapsistem-sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang telah dikembangkanmasyarakat berdasarkan pengetahuan tradisionalnya.

Selain dipandang telah mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan masyarakatlokal atas sumberdaya hutan, dan membatasi serta menutup akses atas sumberdayahutan, kehadiran HPH bahkan diduga telah diwarnai pula oleh kasus-kasus yang

158

menunjukan adanya proses kriminalisasi aktifitas-aktifitas masyarakat yangmemanfaatkan sumberdaya hutan. Dalam beberapa kasus, telah terjadi pula prosesmarjinalisasi dan viktimisasi hak-hak, kepentingan, dan akses masyarakat adatdan masyarakat lokal atas sumberdaya hutan sebagai sumber kehidupan, sertaatas kekayaan sosial dan budaya masyarakat adat dan masyararakat lokal (socialand cultural cost). Proses tersebut dibarengi dengan proses pemiskinan strukturyang berlangsusng secara sistematis dalam kehidupan politik, ekonomi, socialdan budaya.

Pada era reformasi konflik ini makin marak dan keras, beberapa camp HPH dibakardan jalannya diblokir sehingga tidak bisa beroperasi. Di Kalimantan Timur sebagaisalah satu propinsi yang kaya akan sumberdaya hutan konflik antara HPH/HTIdengan masyarakat adat terus berlanjut dan meluas. Konflik-konflik yang terjadipada umumnya karena wilayah adat mereka telah diambil alih dan tanaman tumbuhmereka digusur bersamaan dengan penebangan kayu oleh HPH dan land clearingoleh HPHTI. Konflik sumberdaya hutan dapat meliputi :

• Konflik lahan yang berupa masalah tumpang tindih penggunaan lahan,sengketa lahan, penyerobotan lahan dan perladangan liar.

• Konflik sumberdaya hutan/alam yang ada di atas lahan seperti penjarahandan pencurian kayu dan hasil hutan lainnya

• Konflik sosial/etnis, misalnya antara pendatang dan penduduk asli.

Namun seringkali, konflik itu bersifat multi-dimensi atau campuran dari ketigamacam konflik di atas. Konflik sumberdaya hutan saat ini tidak lagi hanya bersifatlatent (tertutup) tetapi kebanyakan sudah mencuat (emerging) bahkan bersifatterbuka (manifest). Pada kondisi ini konflik yang terjadi sudah mencapai eskalasiyang tinggi dan bersifat konfrontatif.

Diantara kasus-kasus ini adalah:

1. Dayak di Matalibaq vs PT Limbang Praja dan PT Anangga Pundi Nusa(Barito Pacific Timber Group) sekitar tahun 2001. Kehidupan Dayak Bahausejak 1992 terancam dengan kehadiran perusahaan pemegang hakpengelolaan hutan (HPH) dan dan perusahhan pemegang hak tanamaniindustri (HTI) ini. Tahun itu, PT Limbang Praja dan PT Anangga Pundi Nusa,menetapkan lokasi HTI Trans di kawasan tanah adat Matalibaq. Penetapan

159

itu, tanpa musyawarah dengan warga masyarakat. Lokasi HTI Trans untuktransmigran dari NTT meliputi tanah adat di kawasan sungai Bengeh seluas8.400 hektar dan sungai Meritiq seluas 6.800 hektar. Sejak itu, masyarakatMatalibaq, kehilangan kedaulatan untuk penguasaan, pemilikan, pengelolaandan pemanfaatan sumber daya hutan di kawasan tanah adat.

2. Dayak Benuaq Vs Lonsum International, PT London Sumatera (Lonsum)International pada 1996 menyerobot tanah adat Dayak Benuaq di Kutai,Kalimantan Timur. PT Lonsum International melakukan operasi pembukaanlahan untuk perkebunan sawit di tanah adat itu. Mula-mula, pembukaanlahan milik adat itu diprotes masyarakat adat di Lamin Mancong, Kutaipada Mei 1996. Di desa Mancong dan sekitarnya akan dibuka seluas 18 ribuhektar lahan sawit dari tanah milik adat. Pemerintah daerah memaksamasyarakat setempat menerima kehadiran perusahaan dalam wilayah mereka.

b. Konflik Daerah Perusahaan Pertambangan dan Rakyat Setempat.

Indonesia adalah sumber tambang. Potensinya luar biasa. Penambangan emas diPapua oleh PT Freeport Indonesia misalnya, merupakan tambang emas terbesarkelima di dunia, kendati manfaatnya untuk kesejahteraan rakyat belum tampakbenar. Juga, tambang batubara, baik tambang batubara terbuka, maupun tambangbatubara bawah tanah, cukup berlimpah.

Industri pertambangan di Indonesia memang kekurangan investor dan tenagaahli untuk mencari dan mengembangkan sumber daya ini. Sejumlah perusahaanAustralia saja sudah menghabiskan lebih dari A$100 juta untuk kegiatan eksplorasidi Indonesia sejak 1995.

Perlawanan terhadap kegiatan penambangan skala besar di Indonesia terusmenguat. Ini karena timbulnya kesadaran pengaruh pertambangan terhadapkehidupan dan lingkungan.

Beberapa konflik di daerah-daerah pertambangan adalah:

1. Dayak Kelian vs Rio Tinto dan PT Kelian Equatorial Mining

Sengketa antara masyarakat Dayak Kelian melawan PT Kelian EquatorialMining terus berlangsung hingga kini. PT Kelian, yang 90 persen sahamnyadimiliki Rio Tinto, adalah pemegang kontrak karya penambangan emas

160

terbesar di Kalimantan Timur. Rio Tinto, merupakan perusahaan tambangraksasa yang berkantor pusat di London dan Melbourne, memiliki saham diFreeport McMoran, pemilik mayoritas saham PT Freeport Indonesia.

2. Masyarakat Kutai vs UNCOAL

Penduduk kampung Marangkayu, Terusan dan Rapak Lama di Kabupaten Kutai,Propinsi Kalimantan Timur melakukan protes terhadap Uncoal, perusahaantambang minyak dan gas bumi yang berkantor pusat di California, AmerikaSerikat. Pada 8 Oktober 2000, di sekitar wilayah operasi Uncoal, masyarakatmelakukan blokade jalan menuju perusahaan. Sekitar 60 polisi membubarkanaksi blokade itu. Aksi pembubaran itu menyebabkan 23 orang luka-luka.Tujuh orang terkena pelu dan 16 orang teridentifikasi mengalami luka-lukaserius akibat pukulan benda keras.

3. Suku Dayak vs PT Indo Muro Kencana

Masyarakat adat Dayak Siang, Dayak Murung dan Dayak Bekumpai harusberhadapan dengan kekerasan aparat keamanan untuk mendapatkan hak-hak mereka yang dirampas PT Indo Muro Kencana (Aurora Gold).

Perusahaan tambang emas milik Australia yang mulai beroperasi sejak 1987di wilayah ini dituduh telah melakukan pelanggaran HAM, pencemaranlingkungan hidup, perampasan tanah-tanah adat dan penggusuran tambangrakyat yang dilakukan perusahaan bersama aparat pemerintah, tidak pernahdidengar. Malah, mereka kini mengalami pengulangan nasib buruk, sebagaikorban dari perbuatan yang melanggar HAM.

Peristiwa buruk itu terjadi, lantaran perusahaan terus menerus menolakbertanggung- jawab atas tuntutan rakyat, serta selalu melibatkan aparatkeamanan dalam sengketa mereka dengan masyarakat. Tidak hanya itu,perusahaan ini, juga menjalankan praktik-praktik keji dalam penanggulangankonflik, melalui politik uang, rekrut warga lokal untuk jadi keamanan sampaidengan membentuk tim-tim masyarakat lokal yang mendapat imbalan untukmeredam perjuangan rakyat. Seluruh upaya itu pada akhirnya akan melahirkankonflik horisontal antar warga.

161

4. Dayak vs “MINAMATA”

Setiap tahun paling sedikit 10 ton air raksa dibuang secara sembarang, kesungai dan daratan oleh penambangan emas. Penambang itu beroperasi dialur 11 sungai besar di Kalimantan Tengah (Kalteng), dan mereka membuanglimbah air raksa ke sungai-sungai itu. Pencemaran air raksa ini sudahmengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk Kalteng. Air dari kawasanAmpalit mengalir ke Daerah Alur Sungai (Mentaya dan Katingan. Sejak duluair 11 sungai yang membelah propinsi seluas 153.560 km persegi itu masihmerupakan sumber air utama penduduk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

5. Konflik PT Newmont Nusa Tenggara dan Rakyat Setempat

PT NNT telah melakukan penyerobotan atas hak tanahnya denganmenempatkan pipa-pipa saluran air tanpa melakukan kompromi masyarakatsetempat selaku. Disebutklan bahwa dengan telah beroperasinya PT NNT,banyak sekali permasalahan yang muncul, baik masalah ekonomi, sosialmaupun masalah lainnya. Dampak yang paling parah dirasakan olehmasyarakat adalah bagi mereka yang terkena dampak langsung seperti diMaluk, Tongo dan Sekongkang. Perubahan kehidupan yang begitu drastistelah ’mengejutkan’ warga yang saat itu belum sepenuhnya siap menerimakehadiran perusahaan raksasa dengan berbagai masalahnya. Apalagi saatitu pemerintah pun bahkan turut mendukung keberadaan perusahaan tersebutdengan cara ’menjual’ tanah subur untuk dikeruk yang pada kemudian hariakan berubah tanah tersebut menjadi tanah yang tidak produktif dan bahkanakan mewariskan beribu-ribu permasalahan.

6. Konflik PT Freeport dan Rakyat Papua

Sengketa orang Papua atas operasi PT. FI dan pemerintah Indonesiamerupakan sengketa berkepanjangan yang tak kunjung selesai. ”Perlakukankami sebagai manusia”adalah topik gugatan utama orang Amungme-salahsatu suku di pegunungan tengah Papua Barat-yang menderita oleh operasitambang emas dan tembaga perusahaan asal Amerika itu.

Pencaplokan tanah adat, pelanggaran HAM, penghancuran tanah adat,perusakan dan penghancuran ibu bumi, perusakan lingkungan hidup,penghancuran sendi-sendi ekonomi rakyat, dan pengingkaran eksistensi orang

162

Amungme, adalah fakta yang dirasakan penduduk pegunungan tengah Papua,dimana operasi tambang Freeport berlangsung. Tidak heran jika frekuensiprotes (meski fluktuatif) terus dilakukan orang Papua untuk menentangketidakadilan yang mereka rasakan. Bahkan patut diduga, salah satukontributor menguatnya tuntutan merdeka orang Papua dari RepublikIndonesia adalah akumulasi kemarahan mereka terhadap kehadiran Freeportserta sokongan yang diberikan pemerintah dan militer terhadap perusahaanitu.

Bencana-bencana akibat kelalaian operasi PT FI terhadap lingkungan hidupdan masyarakat juga sudah banyak terjadi. Misal, jebolnya Danau Wanagonsampai tiga kali akibat pembuangan limbah batuan yang sangat besarkapasitasnya dan tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan. Peristiwaini terjadi pada tanggal 20 Juni 1998, 20-21 Maret 2000, dan 4 Mei 2000.Jebolnya danau ini juga berakibat buruk bagi masyarakat yang tinggal didesa-desa yang terletak di bawah danau serta lingkungan hidup. Selain itu,peristiwa meluapnya Sungai Ajkwa hingga Sungai Kopi dan Sungai Minajerwiakibat tidak mampunya lagi sungai Ajkwa menampung tailing yang begitubanyak. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan bukti kuat betapa PT FIsangat ceroboh dalam kegiatan penambangannya.

9. Konflik PT. Kaltim Prima Coal dan rakyat setempat

Selama kurun waktu 1993-2002 di lokasi KPC terjadi rentetan kasuspenggusuran yang disertai tindak kekerasan. Demikian juga gejolak munculdari karyawan KPC sendiri yang merasa tidak mendapatkan hak-hak yangseharusnya diperolehnya.

Pada bulan Oktober 1993 perampasan lahan milik penduduk terjadi di desaSekerat-Sekurau dengan alasan untuk jalur hijau. Lahan-lahan garapan milikmasyarakat digusur dan dilarang ditanami kembali. Dalam peristiwa ini,KPC mengerahkan bantuan militer dan aparat kepolisian untuk mengamankanproses pengambilalihan lahan.

Tanggal 2 Mei 1998, sekitar 50 warga sekitar tambang mendatangi KPCuntuk menuntut ganti rugi lahan. KPC kemudian mengerahkan aparat Kodim0809 Bontang dan Brimob dari Balikpapan untuk meredakan massa.

163

10. PT. Barisan Tropical Mining Sumsel dengan masyarakat Desa Muara Tiku

Awalnya, wilayah yang dijadikan lokasi penambangan PT. BTM adalah kebunkaret rakyat, kebun buah-buahan, hutan cadangan rakyat ( yang seringdisebut hutan negara), serta hutan peramuan dengan kepemilikan tanahsecara individu maupun komunal.

Masuknya BTM, telah ” berhasil” mengubah pola produksi rakyat itu, karenalahan-lahan pertanian mereka telah direbut dan sungai mereka telah dicemariserta munculnya sejumlah papan pengumuman yang isinya melarang berbagaiaktifitas rakyat. Ada 8 desa yang terkena dampak langsung dan 5 desa yangterkena dampak tidak langsung kegiatan pertambangan PT. BTM. Kedelapandesa tersebut adalah : Desa Sungai Jambu, Desa Muara Tiku, Desa EmbacangBaru, Desa Embacang Lama, Desa Karang Jaya, Desa Suka Menang, DesaRantau Telang, dan Desa Tanjung Agung.

c. Konflik di Daerah Pesisir Pantai.

Dalam pengelolaan sumber daya kelautan (SDK), sering muncul konflik antaraberbagai pihak yang berkepentingan, khususnya di wilayah pesisir yangpembangunannya pesat. Wilayah pesisir, dimana sumber daya darat dan lautbertemu, memiliki sumber daya yang sangat kaya, sehingga banyak pihak yangmempunyai kepentingan untuk memanfaatkannya. Secara umum pihak yangberkepentingan ini dapat dikategorikan dalam sektor perikanan, pariwisata,pertambangan lepas pantai, perhubungan laut, industri maritim, konservasi danpertahanan/keamanan2. Selain itu sektor pekerjaan umum dan energi jugamempunyai kepentingan yang relatif besar, terutama dalam perlindungan pantaidari abrasi, dan lokasi pembangkit listrik tenaga uap.

Setiap pihak yang berkepentingan mempunyai maksud, tujuan, target dan rencanauntuk mengeksploitasi sumber daya tersebut. Perbedaan maksud, tujuan, sasarandan rencana tersebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan sumber dayakelautan. Sektor perikanan mempunyai tujuan untuk meningkatkan produksi ikantangkap. Sektor pariwisata bertujuan untuk meningkatkan jumlah wisatawan yangmelakukan snorkelling dan scuba diving. Pengembang kawasan reklamasi bertujuanmembangun kota pantai yang bisa langsung melihat ke pulau, sunset dan pantaiberpasir, sementara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam ingin mengkonservasikeanekaragaman hayati lautnya. Untuk mencapai maksud, tujuan dan sasaran

164

tersebut, masing-masing pihak menyusun perencanaan sendiri-sendiri, dengantugas pokok dan fungsinya yang berbeda-beda. Perencanaan dari masing-masingsektor sering tumpang tindih dan berkompetisi pada ruang laut yang sama.Tumpang tindih perencanaan dan kompetisi pemanfaatan sumber daya ini memicumunculnya konflik pemanfaatan di wilayah pesisir.

Konflik dapat juga muncul karena adanya kesenjangan antara tujuan, sasaran,perencanaan, dan fungsi antara berbagai pihak terkait. Banyak pihak yangmengambil keputusan menyadari bahwa telah terjadi penangkapan ikan secaraillegal, berkembangnya perusakan ekosistem mangrove, terumbu karang danpadang lamun, namun tidak ada atau tidak banyak kegiatan pembangunan yangmengatasi persoalan tersebut. Akar permasalahan konflik ini sering berasosiasidengan faktor sosial-ekonomi-budaya dan bio-fisik yang mempengaruhi kondisilingkungan pesisir. Konflik tersebut, baik langsung maupun tidak langsung dapatmenyebabkan pihak-pihak yang bertikai, terutama mengurangi minat pendudukdan Pemerintah Daerah setempat untuk melestarikannya, dan membiarkankerusakan sumber daya kelautan berlangsung hingga mencapai tingkat yangmengkhawatirkan, karena tidak ada insentif bagi mereka untuk melestarikannya.

Fenomena konflik tersebut sebenarnya sudah lama ada, tetapi makin lama makinbanyak jumlahnya dan makin besar skala konfliknya. Konflik pemanfaatan SDKdan jasa lingkungan muncul di Teluk Jakarta, di Banyuwangi dan di KepulauanNatuna. Konflik antara pengelola pariwisata dan pengelola kawasan konservasilaut. Konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan komersial, sehingga terjadipembakaran kapal nelayan di Sumatera Utara.

d. Konflik Sengketa Tanah.

Gerakan reformasi yang dimulai tahun 1998 tampaknya menjadi roh baru dalammembangun kesadaran rakyat akan hak atas tanah. Arti penting tanah bagikelangsungan hidup mulai dirasakan sebagai hak mutlak seiring dengan krisisekonomi yang menginpit kehidupan sebagian besar. Namun, sayangnya, gelombangreformasi belum mampu memberikan perlindungan secara tegas terhadap hak-hak rakyat. Sehingga konflik tanah sepertinya tak pernah berakhir. Ironisnya,banyak kalangan melihat konflik tanah semata masalah hukum dan mengabaikanjalinan kepentingan ekonomi politik yang berada di baliknya

165

Ketidak puasan yang dialami sejak orde baru ini secara kumulatif mendorongpetani melakukan gerakan reclaiming. BPN, misalnya mencatat pada 1999-Juli2003 terdapat 1.080 kasus sengketa tanah. Jika diklasifikasikan, paling tidakterdapat tujuh kelompok sebagaimana dipaparkan berikut:

1. Sengketa Perkebunan

Bentuk sengketa di atas tanah perkebunan paling sering terangkatkepermukaan. Bisa demikian karena lahan yang disengketakan rata-rataratusang hektar dan melibatkan masyarakat dengan institusi, baik swatasmaupun pemerintah. Sepanjang era reformasiini terdapat 164 kasus. PropinsiSumatera Utara menjadi daerah yang paling banyak memilki kasus tanahperkebunan, 29 persen. Penyerobotan dan pendudukan lahan perkebunanyang sudah dilekati dengan hak guna (HGU) menjadi model penuntutankembali hak atas tanga. Ganti rugi yang terlalu rendah dan pola intimidasibiasanya menjadi alasan kuat masyarakat untuk menguasai kembali tanahgarapannya.

Selain ganti rugi, sengketa tanah ini disebabkan oleh tanah perkebunan ituberasal dari lahan garapan yang telah diusahakan turun menurun. Denganalasan itu, masyarakat mengklaim tanah perkebunan itu sebagai tanah ulayatatau adat yang menjadi hak masyarakat adat untuk dijadikan garapan.

Beberapa contoh kasus sengketa di tanah perkebunan diantaranya adalahkasus di Sumatera Utara, rentang waktu 1970-1990, tanah rakyat yangdikonversi menjadi perkebunan dan lahan baru mencapai 500.000 ribuhektare. Dari jumlah tersebut masyarakat yang menjadi korban penggusuranberjumlah 250.000 kepala keluarga. Pasca Mei 1998, tercatat 554 kasustanah di Sumut yang terkonsentrasi di semua tingkatan. Dari jumlah tersebut,97 persen di antaranya persoalan tanah antara rakyat dengan pihakperkebunan. Di Jawa Barat, sekitar 150 ribu ha tanah statusnya masihbermasalah. Data di LBH Bandung menyebutkan, sejak tahun 1984-2003,tercatat sekitar 40 kasus pertanahan. Dari jumlah ini, 17 kasus dipicu olehHak Guna Usaha (HGU). Hal sama terjadi di Jawa Tengah. Mayoritas kasustanah yang selalu meruncing pada konflik kekerasan itu dipicu oleh terbitnyaHGU atas tanah garap petani tersebut.

166

2. Sengketa Kawasan Hutan

Berkaitan dengan kasus ini, bisanya masyarakat menuntut hak atas tanahyang dalam kenyataanya masih tercatat dalam kawasan hutan, baik yangsecara fisik masih atau sudah tidak berfungsi lagi sebagai hutan. Dalamkasus seperti ini, BPN mengambil sikap tidak memproses, kecuali adapelepasan kawasan hutan dari mentri kehutanan. BPN mencatat 9 sengketatanah di atas tanah kawasan hutan dan tak satu pun selesai di proses

3. Sengketa Kawasan Perumahan

Dalam kasus ini, biasanya terjadi pendudukan tanah yang telah dibebaskanoleh pengembang untuk perumahan atau perkantoran. Kasus ini muncullantaran proses pengalihan hak dilakukan melalui perantara. Masyarakatmemberikan kuasanya kepada panitia atau wakilnya untuk bertransaksidengan pengembang.

Kasus yang muncul merupakan klain masyrakat akibat ganti rugi yang diterimaterlalu rendah atau bahkan belum diterima. Untuk kasus seperti ini, BPNtidak mengambil sikap karena yang terjadi adalah masalah perdata antaramasyarakat dan wakilnya atau panitia penjualan yang harus diselesaikan dipengadilan.

4. Sengketa Objek Landreform

Sengketa tanah di atas tanah obyek landreform, bekas partikelir, dan bekashak barat. Dalam kasus diatas tanah obyek landreform terdiri sengketa antarapenggarap bukan penerima redistribusi atau badan hukum.

Dalam sengketa tanah bekas partikelir, mereka yang bersengketa adalahahli waris bekas pemilik tanah pertikelir dan pengembanga atau masyarakatdengan tuntutan pembatalan hak guna bangunan (HGB). Sementara untukkasus tanah bekas hak barat, sengketa yang teradi antara masyarat danmasyarakat dengan tuntutan pembatalan hak asal konversi hak barat. BPNmencatat 118 kasus atau 9 persen kasus masuk dalam kategori ini.

5. Sengketa Hak dan Batas

Kasus tanah yang terjadi akibat tumpang tindih hak atau sengketa batas.Kasus ini banyak terjadi karena maish banyak tanah yang belum bersertifikat.

167

BPN menyebut angka sekitar 40 persen tanah belum bersertifikat. BPNmembedakan tumpang tindih status tanah dan sertifikat.

Tumpang tidih status tanah dapat terjadi karana tanah belum terdaftaratau belum bersertifikat. Tidak kurang dari 287 kasus tumpang tindih statustanah yang ditangani oleh BPN. Kasus tumpang tindih sertifikat terjadipada tanah yang sudah memilki sertifikat, artinya sertifikat tanah tersebutdobel. BPN mencatat 10 kasus seperti itu dan 9 di antaranya sudah selesaidiproses. Tumpang tindih sertifikat tanah menjadi sengketa terbesar, yaitu27 persen. Kasus ini banyak terjadi di Pulau Jawa dengan 197 kasus. DKIJakarta, 25 persen dan Jawa barat merupakan wilayah dengan kasus terbayak.

6. Sengketa Keputusan Pengadilan

Sengketa demikian terjadi berkaitan dengan pelaksanaan putusanpengadilan. Pihak yang kalah dalam sengketa tidak menerima keputusandan meminta BPN memberikan keputusan sesuai dengan yang dikehendaki.Dalam hal ini BPN akan tetap melaksanakan putusan pengadilan. Kasusseperti ini berada pada peringkat kedua setelah tumpang tindih status tanah.Kasus sengketa tanah akibat dilakukannya putusan pengadilan yang masukke BPN berjumlah 256 kasus, dengan 80 persen kasusnya tersebar di PulauJawa.

Dalam beberapa kasus juga terdapat putusan pengadilan yang tidak dapatdilaksanakan. Tanah yang disengketakan telah berubah status maupunkepemilikan. Dengan kata lain, obyek tereksekusi tidak ada lagi. Sebab lainadalah putusan pengadilan perdata dengan pengadilan Tata Usaha Negara.

e. Konflik Antar Daerah.

Dampak lain Otonomi daerah adalah mendorong tumbuh suburnya egoisme daerah.Sebab, dengan orientasi PAD, pemerintah kabupaten/kota cenderung mengeloladaerahnya berdasarkan prinsip administrasi. Sebagai contoh konflik tentangpemanfaatan sumber air antara kabupaten dan kota di beberapa daerah di JawaTengah, seperti Kota Semarang dengan Kendal, Surakarta dengan Boyolali. “Begitupula konflik pengelolaan Segara Anakan antara Kabupaten Ciamis (Jabar) danKabupaten Cilacap (Jateng).

168

Begitu juga dengan konflik yang terjadi di Blora dan Bojonegoro, Jatim. Selamaini di Cepu, Kabupaten Blora, ada perusahaan minyak internasional Exxon Mobil.Bertahun-tahun kantor Exxon Mobil berada di Cepu, meski wilayah kerjanya didua kabupaten itu. Namun tiba-tiba kemudian ditemukan cadangan minyakterbesar di Bojonegoro. Pemerintah dan DPRD Bojonegoro menuntut kantor Exxonpindah ke Bojonegoro.

Masih banyak lagi konflik antar pemda daerah yang pada umumnya menyangkutbatas administratif wilayah.

III. KONFILIK VERTIKAL.

a. Konflik Kewenangan Pusat dan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan.

Dalam kaitan dengan pemberlakuan penerapan otonomi daerah Januari 2001,kekhawatiran makin memburuk-nya kondisi lingkungan hidup di daerah ini sulitdihapuskan.

Pelaksanaan otonomi daerah, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaanlingkungan hidup dihadapkan pada tarik-menarik kepentingan dalam pengelolaansumber daya alam. Kecenderungan perebutan porsi pemanfaatan kekayaan alamdi daerah terjadi baik antara pemerintah pusat dengan daerah maupun antardaerahsendiri Dampak dari keadaan ini sudah barang tentu mengancam kelestarianlingkungan hidup untuk menunjang pembangunan berkelanjutan dan sejalandengan itu juga akan mengancam kelangsungan mata pencaharian dan hidupmasyarakat setempat.

Selain itu, secara kelembagaan, pengelolaan lingkungan hidup di daerah jugadianggap oleh pemerintah pusat masih sangat lemah. Keadaan ini makinbertambah lagi karena banyak kepala daerah dan elite daerah yang tidak pedulidengan masalah lingkungan hidup. Mereka bahkan ada yang sudah mengeluarkankebijakan politis, yang justru mengorbankan lingkungan hidup.

Hal tersebut juga diperjelas olah Prof Dr Sudharto P Hadi MES, Ketua ProgramStudi Magister Ilmu Lingkungan (PS MIL) Universitas Diponegoro Semarang dalam“Hari Bumi 22 April 2001. Banyak kebijakan yang dikeluarkan daerah dalammenerapkan otonomi daerah, selama empat bulan terakhir telah banyakmengabaikan aspek lingkungan. Bahkan, ada daerah nekat menerbitkan peraturan

169

daerah (perda) yang mendukung eksploitasi sumber daya alam (SDA) di kawasanhutan, demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Ini terjadi, karenakewenangan pemerintah kabupaten/kota yang demikian luas di era otonomi,sehingga mendorong daerah meluncurkan berbagai kebijakan yang lebih banyakditujukan pada pendapatan daerah, dan cenderung mengabaikan lingkungan.

Sebagai contoh kasus di salah satu kabupaten di Jawa Timur mengizinkan perluasanpenambangan kapur sebagai bahan baku semen. Padahal daerah penambanganitu merupakan kawasan karst yang harus dilindungi. Otonomi daerah ternyatadipandang sebagai peluang bagi negara lain mengirimkan limbah ke kabupaten/kota yang bersedia menjadi daerah pasokan dengan iming-iming kompensasiyang bisa memperbesar kantung PAD. Bahkan berbagai tawaran limbah datangdari Singapura, Jepang, dan Jerman

Tarik-menarik kepentingan membuat masalah lingkungan tidak akan mudahdipecahkan. Tanpa ada pemecahan yang kongrit dan kesadaran banyak pihakterhadap pentingnya pengelolaan dan memperhatikan masalah-masalahlingkungan.

b. Konflik Masyarakat Daerah TPA dan PEMDA.

LEBIH dari 1,5 tahun lalu, tepatnya antara tanggal 11-15 Desember 2001,Pemerintah Kota Bekasi pernah menolak segala macam sampah buangan asalJakarta. Ribuan ton sampah yang setiap hari menumpuk itu, tidak dibolehkannyampah di tempat buangan akhir (TPA) Bantar Gebang. Anggota DPRD KotaBekasi sudah menolak, rencana ”perpanjangan” kontrak baru per Desember 2003.Protes yang dilayangkan oleh DPRD Bekasi tersebut tidak lain adalah juga wujudkeberatan rakyak Bantar Gebang Bekasi karena lebih 15 tahun sudah daerahmeraka sebagai tempat buangan limbah orang Jakarta tersebut. Konflik itu terusberlangsung lama bahkan terjadi pembakaran terhadap mobil truk truk sampahmilik Dinas Kebersihan DKI oleh massa di Sumur Batu, Bantargebang, Bekasi.Kejadian pertama tanggal 15 November, dan yang kedua kalinya tanggal 1Desember 2001 malam.

Karena kasus-kasus tersebut maka kemudian Pemprov DKI menpersiapkan tigatempat pengelolaan sampah di tiga lokasi yakni di Duri Kosambi (Jakarta Barat),Bojong Jonggol (Jawa Barat), dan Cakung (Jakarta Utara). Kendati begitu,

170

kapasitas tiga tempat itu tak dapat menampung seluruh sampah DKI. Setiap hariDKI menghasilkan 6000 ton sampah. Sementara tiga tempat pengelolaan ituhanya bisa menampung maksimal 4000 ton.

Rencana Pemprov DKI tersebut juga mendapat penolakan dari masyarakat Bojong,sekitar 400 warga Bogor mendatangi Gedung DPRD dan Balaikota DKI Jakarta,Rabu (30/7) siang. Mereka berunjuk rasa hingga nekat ”membuang” sampah kepelataran kedua gedung itu.

Masalah sampah di DKI tidak akan pernah kelar, apa bila tidak ada upayapengolahan sampah yang lebih baik lagi. Pengunaan TPS Jonggol sekarang inimungkin saja akan mengalami masalah yang sama setelah beberapa tahun kedepan.

IV. FENOMENA YANG MUNCUL DARI KONFLIK.

Munculnya berbagai konflik di Indonesia lebih cenderung karena masalahkepentingan setiap pihak merasa dirinya memeiliki kepentingan terhadap suatuhal. Baik konflik horizontal maupun vertical semuanya muncul kebanyakan setelahada perubahan dan juga pengerusakan terhadap lingkungan yang dirasakan olehpihak-pihak yang dirugikan. Artinya bahwa selama ini masalah hukum dan undang-undang kepemilikan di Indonesia sangat lemah sekali, baik itu lemah dari sisi“persyaratan lingkungannya” maupun keadilan akan pembagian hak berbagaipihak terkait. “hukum rimba” sepertinya masih tetap berlaku, siap yang kuat dialah yang menang.

a. Apa yang harus dilakukan.

Selama ini, kita jarang melihat bahwa konflik yang terjadi disebabkan karenahal-hal yang telah dilakukan pada masa lalu, artinya segala bentuk peraturandan perundnagan kita selama ini yang ada mungkin belum efektif berjalan denganbaik atau malah memang peraturan tersebut telah salah digunakan.

Seperti yang telah disebutkan diatas maka konflik yang paling banyak terjadiadalah konflik masyarakat suatu daerah dengan masyarakat pendatang (perusahaanbesar yang beroperasi di daerah tersebut) dan pada umumnya baru dirasakantelah terjadi masalah atau telah menjadi konflik setelah ada masalah lingkungandan juga hak-hak adat yang direngut. Artinya, bahwa pemerintah harus:

171

1. Mengembangkan peraturan-peraturan yang bertujuan untuk mencegah konflik(bertindak di hulu masalah), artinya peraturan-peraturan yang sudah adaterutama tentang tata ruang, masalah penegakan hukum pelaksanaan aturanlingkungan bagi perusahaan-perusahaan besar harus dikaji ulang dandilakukan perbaikan.

2. Membentuk suatu kajian untuk pengelolaan konflik (bertindak di muaramasalah).

Sebenarnya usaha kedua tidak akan berat lagi untuk dipecahkan apa bila usahasatu telah terlaksana dengan baik. Tetapi untuk menegakkan aturan ini, kembalilagi bahwa konsep Good Governace harus segera ditegakan. Walaupun peratuanyang dibuat telah kuat, namun apa bila tidak ada good will dari pemerintahsendiri untuk mewujudkannya tidak ada maka akan sulit untuk dilaksanakan.Artinya selama ini, kebijakan yang sudah ada bukan hanya lemah karena tingginyaKKN di Indonesia, tapi juga adanya kesenjangan antara kebijakan denganimplementasi. Gap itu terjadi karena tidak adanya monitoring dari pelaksanaankebijakan dan rendahnya kemampuan untuk mengevaluasi apakah kebijakantersebut sudah efektif atau belum ketika dilaksanakan.

Gambar 1. Gap antara kebijakan dan Implementasi

Sedangkan untuk memecahkan masalah untuk ketika konflik tersebut terjadi,dapat dengan mempertimbangkan hal yang kembangkan oleh EnvironmentProtection Agency (USA) mengembangkan konsep alternative dispute resolution(ADR), khususnya untuk masalah konflik lingkung di masyarakat. Hal-hal yangdikembangkan dalam ADR ini adalah: Convening (or Conflict Assessment),Facilitation, Mediation, Consensus Building, dan An Ombudsman.

Kebijakan Implementasi

Monitoring Evaluasi

Kebijakan Implementasi

Monitoring Evaluasi

172

173

DAFTAR PUSTAKA/BAHAN BACAAN

Literatur:

Aditjondro, George J., 2003, Pola-pola Gerakan Lingkungan di Indonesia, PustakaPelajar,

Booth, A. 1998. Agricultural Development in Indonesia. Allen & Unwin Ltd.

Coleman, Daniel A. 1994, Ecopolitics; Building a Green Society, Rutgers UniversityPress,

Dahuri, R., J. Rais, S.P Ginting dan M.J Sitepu, 2001., Pengelolaan Sumber DayaPesisir dan Lautan Secara Terpadu, Prandya Paramita, Jakarta

De Rivero, Oswaldo, 2001, The Myth of Development, Zed Books

Dixon, John A., Margulis, Sergio, Integrating the Environment into DevelopmentPolicymaking, 1994

Djajadiningrat, Surna T., 2001, Untuk generasi Masa Depan : Pemikiran, tantangandan permasalahan lingkungan, Penerbit Aksara Budaya,.

Dryzek, John S., 1997, The Politics of the Earth; enviromental Disscourse, OxfordUniversity Press

Eckersley, Robyn, 1992, Environmentalism and Political Theory, State Univesity ofNew York Press

Khor, Martin, 2001, Rethinking Globalization : Critical Issues and Policy Choices,Zed Books

Lechner, Frank J. and Boli, John, 2000, The Globalization Reader, BlackwellPublisher

Redcliff, Michale, 1984, Development and the Environmental Crisis: Red or GreenAlternative, Methmen & Co. Ltd

Senghaas, Hans D., 1977, Orde Ekonomi Dunia dan Politik Pembangunan, SuatuPledoi untuk Politik Disosiasi, Frankfurt Press.

174

Shiva, Vandana, _____, Water Wars, Insist Press

Sutrisno, B. Alamsyah, Amri, N. Ali, Optimalisasi Pengelolaan Sumber daya MineralDalam Paradigma Otonomi Daerah, 2001, Universitas Pembangunan NasionalVeteran Yogyakarta.

Todaro, Michael P., 1983, Economic Development in The Third World: Part III-IV,Penerbit Ghalia Indonesia.

Wackernagel, M., Rees, W., ______, Our Ecological Footprint, The New Catalyst

Laporan-laporan:

Adisasmito, W., Handoko, Chrisandini, A. Sugandhy & Gunardi (editors). 1998.Mitigation Assessment of Climate Change in Indonesia. Indonesia Country Studyon Climate Change: Country Study Program. State Ministry of Environment RepublicIndonesia, Jakarta.

Forest Watch Indonesia, 2001, Potret Keadaan Hutan Indonesia, Bogor, Indonesia:Forest Watch Indonesia dan Washington DC : Global Forest Watch

International Institute for Sustainable Development (IISD), 1999, Indicators forSustainable Development: Theory, Method, Applications,

Kementerian Lingkungan Hidup, 2002, Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia.Jakarta

LPEM-FEUI, 2003, Rencana Pertumbungan Ekonomi Periode 2004 – 2006, laporanpenelitian, Universitas Indonesia Jakarta.

Suntana, A.S, at.al. 2000. Agenda 21 Sektoral: Agenda Kehutanan untukPengembangan Kualitas Hidup secara Berkelanjutan. Proyek Agenda 21 Sektoral,kerjasama Kantor Kementrian Lingkungan Hidup dengan UNDP, Jakarta.

UNDP, Capacity Assessment and Development, January 1998

World Bank, 1994, Making Development Sustainable, Washington DC

_________, 2001. INDONESIA: Environment and Natural Resource Managementin a Time of Transition, Washington DC

175

Artikel/jurnal/kertas kerja/makalah ilmiah:

Ekawan, Rudianto, “Beberapa isu Pengelolaan Sumber daya Mineral dipandangdari Ekonomi Sumber daya Alam,” 2001, ITB

Fahri, Sabilal, “Menjual Hutan Tanpa Menebang Pohon, “ makalah FalsafahSains(PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. 2002,Bogor

Fuad, FH. “Kehutanan Indonesia Pasca Pemberlakuan UU No. 41 Tahun 1999 :Antara Keberlanjutan Dan Maraknya Konflik.” 1999 http://www.arupa.or.id/papers/28.htm

Handayani, Ines and Basyaib, Hamid, “History : Still Our Greatest Teacher,” 29Oktober 2001, Majalah Tempo – Aksara.

KLH, “Tanggapan dan Usulan Perbaikan atas Penyempurnaan RUU TentangPemerintahan Daerah,” draft, 2004, Jakarta

Laksmi, “Up For Grabs,” 29 Oktober 2001, Majalah Tempo – Aksara.

Makarim, Nono A, “Rewriting The Autonomy Manual,” 29 Oktober 2001, MajalahTempo – Aksara.

Muhadi, Ruslah, “Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pengelolaan PengusahaanPertambangan,” 2001, PT. INCO Tbk.

Sarjono, Setjo dan Susilo, Bambang, “Tantangan Industri Pertambangan DalamKerangka Otonomi Daerah,” 2002, PERHAPI.

Senghaas, Hans D., “Alternatif Politik Pembangunan Dunia Ketiga?”, Mei 1979,LP3ES - Prisma

Setjipto, R.B., “Pengelolan Sumberdaya Air Tanah Di Indonesia Perspektif PadaAbad 21,” makalah

Sibarani, Ronald, “Mining-Minerals-Sustainable Development Versus LingkunganHidup di Indonesia,” 2002, PERHAPI.

Sinjal, Daud, “On a Leash – Roping in The 368 Regencies,” 29 Oktober 2001,Majalah Tempo – Aksara.

176

Soelityo, Ukar W. dan Mujib, “Konvergenisasi Ekonomi antar Daerah dalam EraOtonomi Daerah di Indonesia, 2001,” Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara.

Raka, Gede, “Transformasi Birokrasi Menuju Good Governance,” Makalah, Februari2000

Winanto, M. Ajie PH, “Permasalahan dan Potensi Sumber daya Mineral dalam EraOtonomi Daerah,” 2002, PERHAPI.

Artikel dan berita di majalah/koran/internet:

Ginting, L. “Bahorok”. Kompas Edisi Sabtu 24 Agustus 2003

Ruliantu, A. Levianer. D.Arjanto, Biarkan Penyu Jangan Diganggu, Tempo MajalahMingguan Edisi No 52/XXVIII/28Februari-5 Maret 2000

Ruliantu, A. D Aryanto, Selimut Kentut yang Panas, Tempo Majalah MingguanEdisi 13-20 Desember 1999

Zulkifli, A. I.G.G. Maha. Kekayaan Hayati Kita Menakjubkan. Tempo MajalahMingguan Edisi No 16/XXVII/19-25 januari 1999

Zulkifli, A. I.G.G. Maha. Mimpi Buruk Lahan Sejuta Hektar. Tempo MajalahMingguan Edisi 15-21 Desember 1998

Zulkifli,A. V.Madjowa. Hantu Laut yang Mengikis Pantai, Tempo Majalah MingguanEdisi 17-23 November 1998

Patnistik, A. DKI Tetap Ingin Buang Sampah di Bantar Gebang. Kompas EdisiJumat, 29 Agustus 2003

Bencana Lingkungan Buatan Manusia, Kompas Edisi Sabtu 24 Agustus 2003Bencana Itu Tak Pernah Menjadi Pelajaran, Kompas Edisi Sabtu 8 November 2003

Ingat Tanan Ingat Cuaca, Kompas Edisi Sabtu 24 Agustus 2003

Lahan Gambut dan Kearifan Adat, Kompas Edisi Sabtu 29 Juni 2003

Pelangi in the Media, 16 Oktober 2002

177

Banyak Kebijakan Daerah yang Mengabaikan Aspek Lingkungan, Kompas Edisi,Kompas Edisi Sabtu, 21 April 2001

Otonomi Daerah dan Kegamangan soal Lingkungan Hidup, Kompas Edisi Kamis,18 Januari 2001

Jalan Berliku Perjuangan Hak Atas Tanah, Sinar Harapan edisi senin 29 September2003.

Sekilas Kata Dunia tentang Freeport, kompas edisi Minggu, 23 Februari 2003

Pembakaran Truk Sampah, Pukulan Berat bagi Pemda DKI, Selasa, 4 Desember2001

Tolak TPST, Warga Bogor Demo ke DPRD DKI,kompas Kamis, 31 Juli 2003

Pencemaran Sampah Bantar Gebang, 18 September 1999, Majalah Mingguan Gatra.

Raport Merah Kehutanan Indonesia, 12-18 Februari 2001, Majalah MingguanTempo.

Konflik Pencemaran laut oleh kapal tanker, 23-29 April 2001, Majalah MingguanTempo

Konflik Ambang Batas Emisi SO2 PLTU di Indonesia, 26 Februari-4 Maret 2001,Majalah Mingguan Tempo.

Pencemaran Limbah Beracun dari PT Indah Kiat, 18-24 Juni 2001, MajalahMingguan Tempo

Pencemaran laut di Indonesia, 28 Juli 2001, Majalah Mingguan Gatra.

Masalah Banjir di Jakarta, 12 Januari 2002, Majalah Mingguan Gatra.

Kegagalan operasi polisi di Tanjung Putting menangkap Cukong Penebangan KayuLiar, 24 Februari – 2 Maret 2003, Majalah Mingguan Tempo

Sulitnya desa konservasi untuk Bali, 17-23 Maret 2003, Majalah Mingguan Tempo.

Kasus Pencemaran Teluk Jakarta, 27-24 Mei 2003, Majalah Mingguan Gatra

Konflik Reklamasi di Daerah Jakarta, 11-17 Agustus 2003, Majalah MingguanTempo.

178

Nila Ardianie, 2003, Sosialisasi dan Arah Kebijakan Rancangan Undang-UndangSumber Daya Air, (www.unisosdem.org)

Penderitaan Panjang Suku Dayak. Asasi Newsletter, Edisi Maret- April 2001 http://www.elsam.or.id/txt/asasi/2001_0304/04.html

Mendukung masyarakat INDONESIA melawan dehumanisasi dan kerusakanlingkungan yang disebabkan oleh industri tambang, minyak dan gas. http://www.jatam.org/indonesia/case/nn/nntdoc2.html

Konflik Suku (Etnis)?, Asasi Newsletter Edisi Maret- April 20001. http://www.elsam.or.id/txt/asasi/2001_0304/04.html

Unisosdem, Catatan Akhir tahun Nusantara : Konflik Politik, Korupsi, dan KerusakanLingkungan, 2003, (www.unisosdem.org)

Jaringan advokasi tambang (JATAM). 2003. Fokus Galian: Kontroversi Re-NegosiasiKontrak Karya PT. Freeport Indonesia Edisi http://www.jatam.org/indonesia/case/kpc/

Jaringan advokasi tambang (JATAM). 2003. Propaganda KPC: Mengubur KebenaranDibalik Gundukan Kebohongan. http://www.jatam.org/indonesia/case/kpc/

Jaringan advocasi tambang. 2003. Lembaran Fakta Kehadiran PT. Barisan TropicalMining Di Sumsel, http://www.jatam.org/indonesia/case/kpc/

Situs-situs internet yang sering diakses:

Green Information: www.greeninformation.comInternational Institute for Sustainable Development: www.issd.orgKompas Online: www.kompas.comThe Third World Network: www.twn.og.sg,Walhi: www.walhi.or.id,www.gp.orgwww.newint.org