studi perubahan garis pantai di delta sungai porong menggunakan program arcview gis 3
TRANSCRIPT
STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG
Yudha Arie Wibowo
Mahasiswa Program Studi Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya
Email : [email protected]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir khususnya merupakan kawasan yang menyimpan berbagai
potensi kekayaan alam yang melimpah dan memerlukan banyak perhatian untuk
dilakukan pemanfaatan agar segala kekayaan alam tersebut dapat digunakan
dengan baik. Dalam pengelolaannya pun tentu diperlukan perencanaan yang benar
sehingga tidak terjadi kerugian yang besar.
Maka dari itu untuk keperluan berbagai perencanaan pengelolaan pesisir,
diperlukan penelitian mengenai perubahan garis pantai dengan maksud agar setiap
pembangunan yang dilakukan tidak merusak lingkungan sekitar. Olehkarena itu,
studi mengenai perubahan garis pantai diberbagai lokasi pesisir sangatlah
dibutuhkan.
Gambar 1. Muara sungai merupakan kawasan pesisir yang mudah mengalami
perubahan bentuk pantai.
Kawasan muara Sungai Porong sebagai salah satu contoh daerah pesisir
yang cukup menarik untuk dilakukan penelitian mengenai perubahan garis pantai.
Hal ini menarik dibahas karena keberadaan lumpur Lapindo yang hingga saat ini
masih mengeluarkan lumpur bercampur gas yang oleh Badan Penanganan Lumpur
Sidoarjo (BPLS) dibuang ke Sungai Porong yang bergerak ke arah muara Sungai
Porong dengan alasan agar lumpur tidak membahayakan daerah pemukiman warga.
Dibuangnya lumpur melalui sungai Porong mengakibatkan transport sedimen
yang terbawa menuju laut mengalami peningkatan yang sangat tinggi dibanding
sebelum adanya Lumpur Lapindo. Berdasarkan pemantauan pada Google Earth
dengan menggunakan fasilitas “historical imagery”, sebelum kehadiran lumpur
Lapindo kondisi garis pantai di sekitar muara Sungai Porong tidak terlalu mengalami
perubahan yang signifikan. Namun, setelah BPLS mulai mengalirkan luapan lumpur
Lapindo menuju Sungai Porong mengakibatkan terjadi perubahan garis pantai yang
cukup tinggi di pesisir muara Sungai Porong.
Gambar 2. Lumpur Lapindo menjadi penyebab sedimentasi di Kali Porong.
Perubahan garis pantai memiliki karakteristik yang berbeda-beda bergantung
faktor oseanografi yang terjadi di lokasi tersebut. Perbedaan faktor oseanografi yang
terjadi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai baik berupa abrasi
pantai maupun akresi pantai. Khusus untuk daerah muara Sungai Porong,
perubahan garis pantai cenderung mengalami akresi pantai atau penambahan luas
badan daratan yang diakibatkan oleh transport sedimen yang cukup tinggi yang
menuju delta Sungai Porong.
Berdasarkan sedikit uraian di atas maka perubahan garis pantai, khususnya
di muara Sungai Porong, perlu ditelaah secara lebih lanjut agar dapat diketahui
bagaimana perubahan bentuk lahan yang terjadi di lokasi tersebut.
Gambar 3. Citra satelit sebagai salah satu data penelitian perubahan garis pantai.
Pada penelitian ini pemantauan perubahan garis pantai menggunakan sistem
penginderaan jauh dengan memanfaatkan program Arcview GIS 3.3. Sehingga tidak
diperlukan pengukuran perubahan garis pantai secara langsung di lapangan.
Dengan demikian akan mempermudah dalam mengetahui perubahan yang terjadi di
lokasi penelitian. Cara ini digunakan karena relatif mudah, hemat biaya, dapat
diulang kembali dengan tingkat presisi yang lebih baik, skala yang bervariasi, dan
data yang mudah diperoleh dan cukup uptodate.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun untuk permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah
perubahan garis pantai seperti apa yang terjadi di sekitar delta Sungai Porong
setelah dilakukan proses overlay (tumpang-tindih) citera satelit Landsat dengan
SPOT yang diunduh dari Google Earth, apakah berupa abrasi pantai atau akresi
pantai. Kemudian seberapa besar penambahan dan pengurangan area yang
mengalami perubahan di lokasi penelitian.
1.3 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakter
perubahan garis pantai di muara Sungai Porong. Dan juga untuk mengetahui sejauh
mana perubahan garis pantai di lokasi penelitian dan menghitung luasan daerah
yang mengalami perubahan di Delta Sungai Porong setelah dilakukan proses
overlay (tumpang-tindih) citera satelit Landsat dengan SPOT yang diunduh dari
Google Earth.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Garis Pantai
Secara umum Sutikno (1993) menjelaskan bahwa pantai merupakan suatu
daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada saat surut hingga ke arah
daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang. Sedangkan garis pantai
adalah garis pertemuan antara air laut dengan daratan yang kedudukannya
berubah-ubah sesuai dengan kedudukan pada saat pasang-surut, pengaruh
gelombang dan arus laut.
Gambar 4. Pantai sebagai kawasan yang rentan mengalami abrasi dan akresi.
Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan.
Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga cepat, tergantung
pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang,
pasut, dan angin. Perubahan garis pantai ditunjukkan oleh perubahan
kedudukannya, tidak saja ditentukan oleh suatu faktor tunggal tapi oleh sejumlah
faktor beserta interaksinya
Sutikno (1993) kembali menyatakan bahwa secara garis besar proses
geomorfologi yang bekerja pada mintakat pantai dapat dibedakan menjadi proses
destruksional dan konstruksional. Proses destruksional adalah proses yang
cenderung merubah/ merusak bentuk lahan yang ada sebelumnya, sedangkan
proses konstruksional adalah proses yang menghasilkan bentuk lahan baru.
Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis
pantai adalah :
- Faktor Hidro-Oseanografi
Perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang
terjadi pada setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi.
Proses geomorfologi yang dimaksud antara lain adalah :
1. Gelombang : Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air
yang dibentuk secara umum oleh hembusan angin secara tegak lurus
terhadap garis pantai (Open University, 1993). Dahuri, et al. (2001)
menyatakan bahwa gelombang yang pecah di daerah pantai merupakan
salah satu penyebab utama terjadinya proses erosi dan sedimentasi di
pantai.
Gambar 5. Gempuran gelombang menjadi salah satu penyebab erosi pantai
2. Arus : Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah
satu faktor yang berperan dalam pengangkutan sedimen di daerah
pantai. Arus yang berfungsi sebagai media transpor sedimen dan
sebagai agen pengerosi yaitu arus yang dipengaruhi oleh hempasan
gelombang. Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan
arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses
sedimentasi/ abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan terutama oleh
besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan
garis pantai (Pethick, 1997).
Gambar 6. Longshore current menjadi faktor penyebab abrasi dan akresi pantai.
3. Pasut : Menurut Nontji (2002) pasut adalah gerakan naik turunnya muka
laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan
matahari. Arus pasut ini berperan terhadap proses-proses di pantai
seperti penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pasang naik akan
menyebarkan sedimen ke dekat pantai, sedangkan bila surut akan
menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut lepas. Arus pasut
umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat mengangkut sedimen
yang berukuran besar.
- Faktor Antropogenik
Proses anthropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan
lingkungan pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai dapat dibedakan
menjadi gangguan yang disengaja dan gangguan yang tidak disengaja.
Gangguan yang disengaja bersifat protektif terhadap garis pantai dan
lingkungan pantai, misalnya dengan membangun jetti, groin, pemecah
gelombang atau reklamasi pantai. Aktivitas manusia yang tidak disengaja
menimbulkan gangguan negatif terhadap garis pantai dan lingkungan
pantai, misalnya pembabatan hutan bakau untuk dikonversi sebagai tambak
(Sutikno 1993).
Gambar 7. Aktifitas penambangan pasir laut mempercepat proses erosi pantai.
Klasifikasi pantai sangat dibutuhkan untuk menggolongkan pantai, sehingga
diketahui ciri-ciri yang dapat digunakan untuk membedakan pantai satu dengan
pantai yang lain. Valentin (1952) di dalam Sutikno (1993) menyatakan bahwa
perkembangan garis pantai yang maju dan mundur dapat digunakan sebagai
parameter klasifikasi pantai. Dimana perubahan garis pantai yang cenderung maju
disebabkan oleh pengangkatan pantai atau prodegradasi oleh deposisi, sedangkan
pantai yang mundur disebabkan oleh pantai yang tenggelam atau retrogradasi oleh
erosi atau abrasi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Seperti pada gambar 8, lokasi observasi diambil di daerah muara Sungai
Porong di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada posisi diantara
7°34'11.86" S dan 112°52'22.71" E. Kecamatan Jabon sendiri terletak pada posisi
geografis dengan koordinat diantara 7°32'56.67" S dan 112°47'19.19" E.
Secara geografis, Kecamatan Jabon berbatasan langsung dengan Kec.
Tanggulangin di sebelah utara, Kec. Porong di sebelah barat, Kec. Bangil di sebelah
selatan, dan Selat Madura di sebelah timur.
Gambar 8. Lokasi penelitian berada di muara Sungai Porong.
Saat ini Sungai Porong dimanfaatkan untuk mengalirkan lumpur Lapindo
menuju Delta Sungai Porong di Selat Madura. Akibat dari pembuangan lumpur
lapindo melalui sungai Porong, terjadi transport sedimen yang besar menuju muara
Sungai Porong.
3.2 Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua citera satelit yang
diperoleh dari satelit Landsat 7 ETM tahun 2002 dan satelit SPOT pada tanggal 9
Mei 2011. Untuk citera satelit SPOT tahun 2011 diperoleh dengan men-download
melalui program Google Earth. Dari citera-citera satelit tersebut nantinya akan
Lokasi observasi
dilakukan perbandingan dengan cara overlay (tumpang-tindih) citera sehingga akan
diketahui sejauh mana perubahan garis pantai yang terjadi selama kurun waktu yang
dipiilih. Semua proses pengolahan citera dilakukan menggunakan program Arcview
GIS 3.3.
3.3 Pengolahan Data Inderaja
Metode yang digunakan untuk pengolahan citera satelit tersebut terdiri dari
tiga proses dasar, yakni proses overlay (tumpang-tindih), digitizing, perhitungan
perubahan garis pantai. Proses overlay merupakan proses dimana dua citera
berlokasi sama tapi dengan waktu perekaman yang berbeda ditumpang-tindihkan.
Dengan begitu akan terlihat perbedaan kondisi antara dua citera tersebut.
Proses digitizing merupakan proses digitasi yang dilakukan di atas monitor
dengan menggunakan bantuan mouse. Terdapat tiga fitur digitasi, yakni point, line,
dan polygon. Dengan melakukan proses digitasi ini maka akan dapat dipisahkan
antara garis pantai, lautan, daratan, pemukiman, hutan, dll.
Sedangkan proses berikutnya adalah perhitungan dengan memanfaatkan
fitur “Bappedal Tool”. Dengan fitur ini dapat dilakukan proses perhitungan panjang
garis pantai, luas area, dan keliiling suatu luasan, dll. Dengan begitu akan dapat
diketahui seberapa besar perubahan garis pantai yang terjadi serta berapa besar
penambahan atau pengurangan area yang terjadi akibat akresi atau abrasi di lokasi
tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perubahan Garis Pantai
Hasil pengolahan citera satelit Landsat 7 ETM tahun 2002 dengan lokasi
perekaman di sekitar muara Sungai Porong, setelah dilakukan proses komposit
warna (RGB = 542) untuk memisahkan daerah lautan dan daratan sehingga dapat
diketahui garis pantainya. Setelah proses komposit band tersebut selesai dilakukan,
berikutnya dilakukan proses digitasi dengan menggunakan fitur “line” untuk
mendigitasi garis pantai pada citera satelit tersebut.
Gambar 9. Kondisi garis pantai pada tahun 2002.
Setelah dilakukan proses digitasi garis pantai pada citera Landsat 7 tersebut
diperoleh kondisi garis pantai seperti pada gambar di atas. Dimana garis pantai
dibagi menjadi tiga bagian, yakni atas, tengah, dan bawah. Dengan menggunakan
fitur ”Bappedal Tool”, dilakukan perhitungan panjang garis pantai. Hasil perhitungan
garis pantai untuk bagian yang atas menunjukkan panjang garis pantai sepanjang
6124,679 meter, bagian tengah sepanjang 7964,089 meter, dan bagian bawah
sepanjang 5660,456 meter.
Untuk citera satelit SPOT yang diunduh dari program Google Earth dengan
waktu perekaman tahun 2011 setelah melalui proses overlay dan digitasi, diperoleh
Legenda :
Garis pantai 2002
hasil seperti gambar di bawah. Seperti pada citera satelit Landsat 7 di atas, garis
pantai dibagi menjadi tiga bagian, yakni atas, tengah, dan bawah. Dengan
memanfaatkan fitur yang sama dilakukan perhitungan panjang garis pantai. Hasilnya
adalah untuk garis pantai bagian atas didapatkan panjang garis pantai sebesar
5796,901 meter, bagian tengah sepanjang 6007,956 meter, dan bagian bawah
sepanjang 5840,825 meter.
Gambar 10. Kondisi overlay citera Landsat 2002 dengan SPOT 2011.
Secara visual garis pantai nampak mengalami penambahan dengan
bergerak maju ke arah laut, khususnya untuk bagian atas dan tengah. Namun,
berdasarkan perhitungan panjang garis pantai didapatkan hasil yang cenderung
mengalami pengurangan panjang garis pantai. Hal ini diakibatkan karena kondisi
garis pantai pada tahun 2002 yang cenderung masih banyak daerah yang berongga-
rongga sehingga memperpanjang garis pantai seperti ditunjukkan oleh garis merah.
Sedangkan pada tahun 2011, terjadi sedimentasi yang menyebabkan rongga-rongga
tersebut mulai terisi sedimentasi dan hasilnya memperpendek garis pantai di lokasi
tersebut.
Kondisi tersebut diakibatkan adanya faktor pasang-surut, gelombang, dan
arus laut yang berlaku di lokasi tersebut. Sedimen yang bergerak menuju laut
mengalami interaksi dengan faktor-faktor oseanografi tersebut. Akibatnya terjadi
Bibir pantai yang mengalami
perubahan garis pantai
Garis pantai 2002
Garis pantai 2011
Legenda :
penumpukan sedimen di beberapa bagian pantai yang membuat garis pantai
bergerak maju ke arah laut.
Apalagi sedimen-sedimen yang berasal dari buangan lumpur Lapindo yang
sangat besar membuat proses sedimentasi di Delta Sungai Porong juga semakin
tinggi. Tentu hal tersebut akan mengakibatkan semakin cepat terjadinya proses
akresi di daerah tersebut.
4.2 Sedimentasi di Sepanjang Garis Pantai
Untuk kondisi proses sedimentasi yang terjadi di lokasi tersebut berdasarkan
proses digitasi menggunakan fitur “polygon” pada program Arcview 3.3, diperoleh
hasil sedimentasi yang cukup besar. Gambar di bawah merupakan kondisi pada
tahun 2002 dengan garis merah yang menunjukkan kondisi garis pantainya.
Keberadaan lumpur Lapindo pada saat itu masih belum ada sehingga tidak terjadi
proses sedimentasi yang cukup tinggi.
Gambar 11. Kondisi garis pantai pada citera Landsat 2002.
Setelah dilakukan proses overlay antara citera Landsat 2002 dengan SPOT
2011 serta dilanjutkan dengan proses digitasi dengan fitur “polygon” pada citera
SPOT tahun 2011 yang diunduh dari program Google Earth, diperoleh hasil
sedimentasi yang cukup tinggi, khususnya tepat di Delta Sungai Porong yang
nampak terjadi penambahan luas area daratan (Gambar 12). Diperkirakan sedimen
Legenda :
Garis pantai 2002
yang berasal dari buangan lumpur Lapindo menjadi faktor paling besar yang
mengakibatkan terjadinya akresi pada daratan tersebut.
Gambar 12. Sedimentasi di delta Porong melalui overlay citera.
Berdasarkan hasil dari pengolahan citera di atas menunjukkan terjadi proses
sedimentasi hampir diseluruh bagian dari muara sungai Porong, khususnya di delta
sungai Porong sendiri. Dimana pada gambar sebelumnya dengan ditandai oleh
polygon berwarna merah, kondisi daratan masih berukuran kecil. Namun pada tahun
2011 terjadi proses sedimentasi yang menyebabkan munculnya area akresi di delta
sungai Porong tersebut.
Untuk perhitungan luasan area akresi menggunakan fitur yang sama yakni
”Bappedal Tool” yang dapat menghitung luas dan keliling suatu polygon. Untuk
sepanjang garis pantai bagian atas, total luasan area yang mengalami akresi akibat
sedimentasi seluas ± 167.964,4 m2 atau sekitar 168 km2. Dan untuk bagian tengah
atau tepatnya di delta sungai Porong total luas area termasuk daratan di muara
sungai Porong yang mengalami akresi akibat sedimentasi seluas ± 960.033,33 m2
atau sekitar ± 960 km2. Untuk sepanjang garis pantai bagian bawah total luas area
yang mengalami akresi adalah seluas ± 131.905.5 m2 atau hampir mencapai 132
km2.
Terjadi proses akresi di Delta
Sungai Porong
Legenda :
Garis pantai 2002
Akresi 2011
Dari ketiga bagian tersebut, sepanjang garis pantai bagian tengah memiliki
kondisi yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Dimana terdapat daratan yang
awalnya berukuran kecil pada tahun 2002 kemudian mengalami perubahan yang
cukup signifikan dengan bertambahnya luas daratan tersebut pada tahun 2011.
Pada tahun 2002, daratan tersebut memiliki luas ± 31,9 km2 dan keliling sepanjang ±
791,5 m2. Lalu pada tahun 2011 perubahan yang terjadi menunjukkan penambahan
luas daratan sebesar ± 702,2 km2 dan panjang keliling sebesar 4,7 km2. Artinya
selama kurun waktu 9 tahun sedimentasi yang terjadi di daratan tersebut sebesar ±
702,2 km2 dan pada tahun 2011 daratan tersebut memiliki luas sebesar ± 734,1 km2
dan keliling sepanjang ± 5,5 km2. Seperti dijelaskan sebelumnya, sejak munculnya
lumpur Lapindo dan dibuangnya lumpur melalui Kali Porong menyebabkan proses
sedimentasi di Delta Sungai Porong meningkat dibanding sebelum adanya lumpur.
Gambar 13. Daerah akresi di delta Sungai Porong.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama kurun waktu 9 tahun
sedimentasi yang terjadi di sepanjang garis pantai di Delta Sungai Porong tersebut
sebesar ± 1.260 km2. Dan keberadaan lumpur Lapindo menjadi faktor yang sangat
berpengaruh terhadap proses sedimentasi di lokasi tersebut yang menyebabkan
terbentuknya daerah-daerah akresi di sana.
Daerah akresi
Legenda :
Garis pantai 2002
Akresi 2011
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari pembahasan mengenai perubahan garis pantai
dengan lokasi di muara Sungai Porong tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
dengan menggunakan metode tumpang-tindih (Overlay) dapat diketahui bagaimana
perubahan garis pantai suatu lokasi dari tahun ke tahun, termasuk perubahan garis
pantai di Delta Porong.
Setelah melalui tahap overlay seperti pada gambar di atas, dapat dilihat
bahwa perubahan yang terjadi pada lokasi observasi cenderung mengalami proses
akresi. Dengan kata lain bahwa terjadi sedimentasi dihampir sepanjang pantai,
khususnya di area delta Porong yang menyebabkan terjadinya penambahan luas
daratan.
Dari hasil perhitungan luas area yang mengalami perubahan dengan
menggunakan fitur ”Bappedal Tool” yang dapat dioperasikan melalui program
Arcview 3.3, diperoleh kesimpulan bahwa terjadi proses sedimentasi di sepanjang
garis pantai pesisir Porong, khususnya di Delta Porong yang mengakibatkan
terbentuknya daerah-daerah akresi. Dan selama kurun waktu 9 tahun daerah-daerah
akresi yang terbentuk secara keseluruhan seluas ± 1.260 km2 dengan jumlah yang
paling besar terjadi di garis pantai bagian tengah, khususnya di Delta Porong.
DAFTAR PUSTAKA
Esry T. Opa, 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomen,
Minahasa. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. Manado.
Sakka, Mulia P., I Wayan N., Hidayat, & Siregar, 2011. Studi Perubahan Garis Pa-
ntai di Delta Sungai Jeneberang, Makassar. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. Bogor.
Gathot W., Haris Joko, & Samsul Arifin. Kajian Penggunaan Data Inderaja Untuk
Pemetaan Garis Pantai (Studi Kasus Pantai Utara Jakarta). Jakarta.
Khomsin, 2005. Studi Perencanaan Konservasi Kawasan Mangrove Di Pesisir Se-
latan Kabupaten Sampang Dengan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sis-
tem Informasi Geografi. Teknik Geodesi ITS. Surabaya.
Oktovianus S. Gainau, 2011. Analisa Penginderaan Jarak Jauh Untuk Mengiden-
tifikasi Perubahan Garis Pantai Di Pantai Timur Surabaya. Fakultas Tekno-
logi Kelautan. Surabaya.
Nurdin, 2005. Pemantauan Wilayah Pesisir Berdasarkan Citra Landsat Thematic
Mapper Multi Temporal. Jurnal Sains dan Teknologi 4. Pekanbaru.
Arif Prasetyo, 2011. Modul Dasar ArcGIS 10 “Aplikasi Pengelolaan Sumberdaya
Alam”. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.