studi perubahan garis pantai di delta sungai porong menggunakan program arcview gis 3

17
STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG Yudha Arie Wibowo Mahasiswa Program Studi Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya Email : [email protected] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir khususnya merupakan kawasan yang menyimpan berbagai potensi kekayaan alam yang melimpah dan memerlukan banyak perhatian untuk dilakukan pemanfaatan agar segala kekayaan alam tersebut dapat digunakan dengan baik. Dalam pengelolaannya pun tentu diperlukan perencanaan yang benar sehingga tidak terjadi kerugian yang besar. Maka dari itu untuk keperluan berbagai perencanaan pengelolaan pesisir, diperlukan penelitian mengenai perubahan garis pantai dengan maksud agar setiap pembangunan yang dilakukan tidak merusak lingkungan sekitar. Olehkarena itu, studi mengenai perubahan garis pantai diberbagai lokasi pesisir sangatlah dibutuhkan. Gambar 1. Muara sungai merupakan kawasan pesisir yang mudah mengalami perubahan bentuk pantai.

Upload: riki-tristanto

Post on 01-Jan-2016

115 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG

Yudha Arie Wibowo

Mahasiswa Program Studi Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya

Email : [email protected]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir khususnya merupakan kawasan yang menyimpan berbagai

potensi kekayaan alam yang melimpah dan memerlukan banyak perhatian untuk

dilakukan pemanfaatan agar segala kekayaan alam tersebut dapat digunakan

dengan baik. Dalam pengelolaannya pun tentu diperlukan perencanaan yang benar

sehingga tidak terjadi kerugian yang besar.

Maka dari itu untuk keperluan berbagai perencanaan pengelolaan pesisir,

diperlukan penelitian mengenai perubahan garis pantai dengan maksud agar setiap

pembangunan yang dilakukan tidak merusak lingkungan sekitar. Olehkarena itu,

studi mengenai perubahan garis pantai diberbagai lokasi pesisir sangatlah

dibutuhkan.

Gambar 1. Muara sungai merupakan kawasan pesisir yang mudah mengalami

perubahan bentuk pantai.

Page 2: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

Kawasan muara Sungai Porong sebagai salah satu contoh daerah pesisir

yang cukup menarik untuk dilakukan penelitian mengenai perubahan garis pantai.

Hal ini menarik dibahas karena keberadaan lumpur Lapindo yang hingga saat ini

masih mengeluarkan lumpur bercampur gas yang oleh Badan Penanganan Lumpur

Sidoarjo (BPLS) dibuang ke Sungai Porong yang bergerak ke arah muara Sungai

Porong dengan alasan agar lumpur tidak membahayakan daerah pemukiman warga.

Dibuangnya lumpur melalui sungai Porong mengakibatkan transport sedimen

yang terbawa menuju laut mengalami peningkatan yang sangat tinggi dibanding

sebelum adanya Lumpur Lapindo. Berdasarkan pemantauan pada Google Earth

dengan menggunakan fasilitas “historical imagery”, sebelum kehadiran lumpur

Lapindo kondisi garis pantai di sekitar muara Sungai Porong tidak terlalu mengalami

perubahan yang signifikan. Namun, setelah BPLS mulai mengalirkan luapan lumpur

Lapindo menuju Sungai Porong mengakibatkan terjadi perubahan garis pantai yang

cukup tinggi di pesisir muara Sungai Porong.

Gambar 2. Lumpur Lapindo menjadi penyebab sedimentasi di Kali Porong.

Perubahan garis pantai memiliki karakteristik yang berbeda-beda bergantung

faktor oseanografi yang terjadi di lokasi tersebut. Perbedaan faktor oseanografi yang

terjadi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai baik berupa abrasi

pantai maupun akresi pantai. Khusus untuk daerah muara Sungai Porong,

perubahan garis pantai cenderung mengalami akresi pantai atau penambahan luas

badan daratan yang diakibatkan oleh transport sedimen yang cukup tinggi yang

menuju delta Sungai Porong.

Page 3: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

Berdasarkan sedikit uraian di atas maka perubahan garis pantai, khususnya

di muara Sungai Porong, perlu ditelaah secara lebih lanjut agar dapat diketahui

bagaimana perubahan bentuk lahan yang terjadi di lokasi tersebut.

Gambar 3. Citra satelit sebagai salah satu data penelitian perubahan garis pantai.

Pada penelitian ini pemantauan perubahan garis pantai menggunakan sistem

penginderaan jauh dengan memanfaatkan program Arcview GIS 3.3. Sehingga tidak

diperlukan pengukuran perubahan garis pantai secara langsung di lapangan.

Dengan demikian akan mempermudah dalam mengetahui perubahan yang terjadi di

lokasi penelitian. Cara ini digunakan karena relatif mudah, hemat biaya, dapat

diulang kembali dengan tingkat presisi yang lebih baik, skala yang bervariasi, dan

data yang mudah diperoleh dan cukup uptodate.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun untuk permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah

perubahan garis pantai seperti apa yang terjadi di sekitar delta Sungai Porong

setelah dilakukan proses overlay (tumpang-tindih) citera satelit Landsat dengan

SPOT yang diunduh dari Google Earth, apakah berupa abrasi pantai atau akresi

pantai. Kemudian seberapa besar penambahan dan pengurangan area yang

mengalami perubahan di lokasi penelitian.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakter

perubahan garis pantai di muara Sungai Porong. Dan juga untuk mengetahui sejauh

Page 4: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

mana perubahan garis pantai di lokasi penelitian dan menghitung luasan daerah

yang mengalami perubahan di Delta Sungai Porong setelah dilakukan proses

overlay (tumpang-tindih) citera satelit Landsat dengan SPOT yang diunduh dari

Google Earth.

Page 5: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Garis Pantai

Secara umum Sutikno (1993) menjelaskan bahwa pantai merupakan suatu

daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada saat surut hingga ke arah

daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang. Sedangkan garis pantai

adalah garis pertemuan antara air laut dengan daratan yang kedudukannya

berubah-ubah sesuai dengan kedudukan pada saat pasang-surut, pengaruh

gelombang dan arus laut.

Gambar 4. Pantai sebagai kawasan yang rentan mengalami abrasi dan akresi.

Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan.

Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga cepat, tergantung

pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang,

pasut, dan angin. Perubahan garis pantai ditunjukkan oleh perubahan

kedudukannya, tidak saja ditentukan oleh suatu faktor tunggal tapi oleh sejumlah

faktor beserta interaksinya

Sutikno (1993) kembali menyatakan bahwa secara garis besar proses

geomorfologi yang bekerja pada mintakat pantai dapat dibedakan menjadi proses

destruksional dan konstruksional. Proses destruksional adalah proses yang

cenderung merubah/ merusak bentuk lahan yang ada sebelumnya, sedangkan

proses konstruksional adalah proses yang menghasilkan bentuk lahan baru.

Page 6: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis

pantai adalah :

- Faktor Hidro-Oseanografi

Perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang

terjadi pada setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi.

Proses geomorfologi yang dimaksud antara lain adalah :

1. Gelombang : Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air

yang dibentuk secara umum oleh hembusan angin secara tegak lurus

terhadap garis pantai (Open University, 1993). Dahuri, et al. (2001)

menyatakan bahwa gelombang yang pecah di daerah pantai merupakan

salah satu penyebab utama terjadinya proses erosi dan sedimentasi di

pantai.

Gambar 5. Gempuran gelombang menjadi salah satu penyebab erosi pantai

2. Arus : Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah

satu faktor yang berperan dalam pengangkutan sedimen di daerah

pantai. Arus yang berfungsi sebagai media transpor sedimen dan

sebagai agen pengerosi yaitu arus yang dipengaruhi oleh hempasan

gelombang. Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan

arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses

sedimentasi/ abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan terutama oleh

besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan

garis pantai (Pethick, 1997).

Page 7: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

Gambar 6. Longshore current menjadi faktor penyebab abrasi dan akresi pantai.

3. Pasut : Menurut Nontji (2002) pasut adalah gerakan naik turunnya muka

laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan

matahari. Arus pasut ini berperan terhadap proses-proses di pantai

seperti penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pasang naik akan

menyebarkan sedimen ke dekat pantai, sedangkan bila surut akan

menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut lepas. Arus pasut

umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat mengangkut sedimen

yang berukuran besar.

- Faktor Antropogenik

Proses anthropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh

aktivitas manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan

lingkungan pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai dapat dibedakan

menjadi gangguan yang disengaja dan gangguan yang tidak disengaja.

Gangguan yang disengaja bersifat protektif terhadap garis pantai dan

lingkungan pantai, misalnya dengan membangun jetti, groin, pemecah

gelombang atau reklamasi pantai. Aktivitas manusia yang tidak disengaja

menimbulkan gangguan negatif terhadap garis pantai dan lingkungan

pantai, misalnya pembabatan hutan bakau untuk dikonversi sebagai tambak

(Sutikno 1993).

Page 8: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

Gambar 7. Aktifitas penambangan pasir laut mempercepat proses erosi pantai.

Klasifikasi pantai sangat dibutuhkan untuk menggolongkan pantai, sehingga

diketahui ciri-ciri yang dapat digunakan untuk membedakan pantai satu dengan

pantai yang lain. Valentin (1952) di dalam Sutikno (1993) menyatakan bahwa

perkembangan garis pantai yang maju dan mundur dapat digunakan sebagai

parameter klasifikasi pantai. Dimana perubahan garis pantai yang cenderung maju

disebabkan oleh pengangkatan pantai atau prodegradasi oleh deposisi, sedangkan

pantai yang mundur disebabkan oleh pantai yang tenggelam atau retrogradasi oleh

erosi atau abrasi.

Page 9: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Seperti pada gambar 8, lokasi observasi diambil di daerah muara Sungai

Porong di Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada posisi diantara

7°34'11.86" S dan 112°52'22.71" E. Kecamatan Jabon sendiri terletak pada posisi

geografis dengan koordinat diantara 7°32'56.67" S dan 112°47'19.19" E.

Secara geografis, Kecamatan Jabon berbatasan langsung dengan Kec.

Tanggulangin di sebelah utara, Kec. Porong di sebelah barat, Kec. Bangil di sebelah

selatan, dan Selat Madura di sebelah timur.

Gambar 8. Lokasi penelitian berada di muara Sungai Porong.

Saat ini Sungai Porong dimanfaatkan untuk mengalirkan lumpur Lapindo

menuju Delta Sungai Porong di Selat Madura. Akibat dari pembuangan lumpur

lapindo melalui sungai Porong, terjadi transport sedimen yang besar menuju muara

Sungai Porong.

3.2 Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua citera satelit yang

diperoleh dari satelit Landsat 7 ETM tahun 2002 dan satelit SPOT pada tanggal 9

Mei 2011. Untuk citera satelit SPOT tahun 2011 diperoleh dengan men-download

melalui program Google Earth. Dari citera-citera satelit tersebut nantinya akan

Lokasi observasi

Page 10: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

dilakukan perbandingan dengan cara overlay (tumpang-tindih) citera sehingga akan

diketahui sejauh mana perubahan garis pantai yang terjadi selama kurun waktu yang

dipiilih. Semua proses pengolahan citera dilakukan menggunakan program Arcview

GIS 3.3.

3.3 Pengolahan Data Inderaja

Metode yang digunakan untuk pengolahan citera satelit tersebut terdiri dari

tiga proses dasar, yakni proses overlay (tumpang-tindih), digitizing, perhitungan

perubahan garis pantai. Proses overlay merupakan proses dimana dua citera

berlokasi sama tapi dengan waktu perekaman yang berbeda ditumpang-tindihkan.

Dengan begitu akan terlihat perbedaan kondisi antara dua citera tersebut.

Proses digitizing merupakan proses digitasi yang dilakukan di atas monitor

dengan menggunakan bantuan mouse. Terdapat tiga fitur digitasi, yakni point, line,

dan polygon. Dengan melakukan proses digitasi ini maka akan dapat dipisahkan

antara garis pantai, lautan, daratan, pemukiman, hutan, dll.

Sedangkan proses berikutnya adalah perhitungan dengan memanfaatkan

fitur “Bappedal Tool”. Dengan fitur ini dapat dilakukan proses perhitungan panjang

garis pantai, luas area, dan keliiling suatu luasan, dll. Dengan begitu akan dapat

diketahui seberapa besar perubahan garis pantai yang terjadi serta berapa besar

penambahan atau pengurangan area yang terjadi akibat akresi atau abrasi di lokasi

tersebut.

Page 11: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perubahan Garis Pantai

Hasil pengolahan citera satelit Landsat 7 ETM tahun 2002 dengan lokasi

perekaman di sekitar muara Sungai Porong, setelah dilakukan proses komposit

warna (RGB = 542) untuk memisahkan daerah lautan dan daratan sehingga dapat

diketahui garis pantainya. Setelah proses komposit band tersebut selesai dilakukan,

berikutnya dilakukan proses digitasi dengan menggunakan fitur “line” untuk

mendigitasi garis pantai pada citera satelit tersebut.

Gambar 9. Kondisi garis pantai pada tahun 2002.

Setelah dilakukan proses digitasi garis pantai pada citera Landsat 7 tersebut

diperoleh kondisi garis pantai seperti pada gambar di atas. Dimana garis pantai

dibagi menjadi tiga bagian, yakni atas, tengah, dan bawah. Dengan menggunakan

fitur ”Bappedal Tool”, dilakukan perhitungan panjang garis pantai. Hasil perhitungan

garis pantai untuk bagian yang atas menunjukkan panjang garis pantai sepanjang

6124,679 meter, bagian tengah sepanjang 7964,089 meter, dan bagian bawah

sepanjang 5660,456 meter.

Untuk citera satelit SPOT yang diunduh dari program Google Earth dengan

waktu perekaman tahun 2011 setelah melalui proses overlay dan digitasi, diperoleh

Legenda :

Garis pantai 2002

Page 12: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

hasil seperti gambar di bawah. Seperti pada citera satelit Landsat 7 di atas, garis

pantai dibagi menjadi tiga bagian, yakni atas, tengah, dan bawah. Dengan

memanfaatkan fitur yang sama dilakukan perhitungan panjang garis pantai. Hasilnya

adalah untuk garis pantai bagian atas didapatkan panjang garis pantai sebesar

5796,901 meter, bagian tengah sepanjang 6007,956 meter, dan bagian bawah

sepanjang 5840,825 meter.

Gambar 10. Kondisi overlay citera Landsat 2002 dengan SPOT 2011.

Secara visual garis pantai nampak mengalami penambahan dengan

bergerak maju ke arah laut, khususnya untuk bagian atas dan tengah. Namun,

berdasarkan perhitungan panjang garis pantai didapatkan hasil yang cenderung

mengalami pengurangan panjang garis pantai. Hal ini diakibatkan karena kondisi

garis pantai pada tahun 2002 yang cenderung masih banyak daerah yang berongga-

rongga sehingga memperpanjang garis pantai seperti ditunjukkan oleh garis merah.

Sedangkan pada tahun 2011, terjadi sedimentasi yang menyebabkan rongga-rongga

tersebut mulai terisi sedimentasi dan hasilnya memperpendek garis pantai di lokasi

tersebut.

Kondisi tersebut diakibatkan adanya faktor pasang-surut, gelombang, dan

arus laut yang berlaku di lokasi tersebut. Sedimen yang bergerak menuju laut

mengalami interaksi dengan faktor-faktor oseanografi tersebut. Akibatnya terjadi

Bibir pantai yang mengalami

perubahan garis pantai

Garis pantai 2002

Garis pantai 2011

Legenda :

Page 13: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

penumpukan sedimen di beberapa bagian pantai yang membuat garis pantai

bergerak maju ke arah laut.

Apalagi sedimen-sedimen yang berasal dari buangan lumpur Lapindo yang

sangat besar membuat proses sedimentasi di Delta Sungai Porong juga semakin

tinggi. Tentu hal tersebut akan mengakibatkan semakin cepat terjadinya proses

akresi di daerah tersebut.

4.2 Sedimentasi di Sepanjang Garis Pantai

Untuk kondisi proses sedimentasi yang terjadi di lokasi tersebut berdasarkan

proses digitasi menggunakan fitur “polygon” pada program Arcview 3.3, diperoleh

hasil sedimentasi yang cukup besar. Gambar di bawah merupakan kondisi pada

tahun 2002 dengan garis merah yang menunjukkan kondisi garis pantainya.

Keberadaan lumpur Lapindo pada saat itu masih belum ada sehingga tidak terjadi

proses sedimentasi yang cukup tinggi.

Gambar 11. Kondisi garis pantai pada citera Landsat 2002.

Setelah dilakukan proses overlay antara citera Landsat 2002 dengan SPOT

2011 serta dilanjutkan dengan proses digitasi dengan fitur “polygon” pada citera

SPOT tahun 2011 yang diunduh dari program Google Earth, diperoleh hasil

sedimentasi yang cukup tinggi, khususnya tepat di Delta Sungai Porong yang

nampak terjadi penambahan luas area daratan (Gambar 12). Diperkirakan sedimen

Legenda :

Garis pantai 2002

Page 14: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

yang berasal dari buangan lumpur Lapindo menjadi faktor paling besar yang

mengakibatkan terjadinya akresi pada daratan tersebut.

Gambar 12. Sedimentasi di delta Porong melalui overlay citera.

Berdasarkan hasil dari pengolahan citera di atas menunjukkan terjadi proses

sedimentasi hampir diseluruh bagian dari muara sungai Porong, khususnya di delta

sungai Porong sendiri. Dimana pada gambar sebelumnya dengan ditandai oleh

polygon berwarna merah, kondisi daratan masih berukuran kecil. Namun pada tahun

2011 terjadi proses sedimentasi yang menyebabkan munculnya area akresi di delta

sungai Porong tersebut.

Untuk perhitungan luasan area akresi menggunakan fitur yang sama yakni

”Bappedal Tool” yang dapat menghitung luas dan keliling suatu polygon. Untuk

sepanjang garis pantai bagian atas, total luasan area yang mengalami akresi akibat

sedimentasi seluas ± 167.964,4 m2 atau sekitar 168 km2. Dan untuk bagian tengah

atau tepatnya di delta sungai Porong total luas area termasuk daratan di muara

sungai Porong yang mengalami akresi akibat sedimentasi seluas ± 960.033,33 m2

atau sekitar ± 960 km2. Untuk sepanjang garis pantai bagian bawah total luas area

yang mengalami akresi adalah seluas ± 131.905.5 m2 atau hampir mencapai 132

km2.

Terjadi proses akresi di Delta

Sungai Porong

Legenda :

Garis pantai 2002

Akresi 2011

Page 15: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

Dari ketiga bagian tersebut, sepanjang garis pantai bagian tengah memiliki

kondisi yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Dimana terdapat daratan yang

awalnya berukuran kecil pada tahun 2002 kemudian mengalami perubahan yang

cukup signifikan dengan bertambahnya luas daratan tersebut pada tahun 2011.

Pada tahun 2002, daratan tersebut memiliki luas ± 31,9 km2 dan keliling sepanjang ±

791,5 m2. Lalu pada tahun 2011 perubahan yang terjadi menunjukkan penambahan

luas daratan sebesar ± 702,2 km2 dan panjang keliling sebesar 4,7 km2. Artinya

selama kurun waktu 9 tahun sedimentasi yang terjadi di daratan tersebut sebesar ±

702,2 km2 dan pada tahun 2011 daratan tersebut memiliki luas sebesar ± 734,1 km2

dan keliling sepanjang ± 5,5 km2. Seperti dijelaskan sebelumnya, sejak munculnya

lumpur Lapindo dan dibuangnya lumpur melalui Kali Porong menyebabkan proses

sedimentasi di Delta Sungai Porong meningkat dibanding sebelum adanya lumpur.

Gambar 13. Daerah akresi di delta Sungai Porong.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama kurun waktu 9 tahun

sedimentasi yang terjadi di sepanjang garis pantai di Delta Sungai Porong tersebut

sebesar ± 1.260 km2. Dan keberadaan lumpur Lapindo menjadi faktor yang sangat

berpengaruh terhadap proses sedimentasi di lokasi tersebut yang menyebabkan

terbentuknya daerah-daerah akresi di sana.

Daerah akresi

Legenda :

Garis pantai 2002

Akresi 2011

Page 16: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari pembahasan mengenai perubahan garis pantai

dengan lokasi di muara Sungai Porong tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

dengan menggunakan metode tumpang-tindih (Overlay) dapat diketahui bagaimana

perubahan garis pantai suatu lokasi dari tahun ke tahun, termasuk perubahan garis

pantai di Delta Porong.

Setelah melalui tahap overlay seperti pada gambar di atas, dapat dilihat

bahwa perubahan yang terjadi pada lokasi observasi cenderung mengalami proses

akresi. Dengan kata lain bahwa terjadi sedimentasi dihampir sepanjang pantai,

khususnya di area delta Porong yang menyebabkan terjadinya penambahan luas

daratan.

Dari hasil perhitungan luas area yang mengalami perubahan dengan

menggunakan fitur ”Bappedal Tool” yang dapat dioperasikan melalui program

Arcview 3.3, diperoleh kesimpulan bahwa terjadi proses sedimentasi di sepanjang

garis pantai pesisir Porong, khususnya di Delta Porong yang mengakibatkan

terbentuknya daerah-daerah akresi. Dan selama kurun waktu 9 tahun daerah-daerah

akresi yang terbentuk secara keseluruhan seluas ± 1.260 km2 dengan jumlah yang

paling besar terjadi di garis pantai bagian tengah, khususnya di Delta Porong.

Page 17: Studi Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Porong Menggunakan Program Arcview Gis 3

DAFTAR PUSTAKA

Esry T. Opa, 2011. Perubahan Garis Pantai Desa Bentenan Kecamatan Pusomen,

Minahasa. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. Manado.

Sakka, Mulia P., I Wayan N., Hidayat, & Siregar, 2011. Studi Perubahan Garis Pa-

ntai di Delta Sungai Jeneberang, Makassar. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Kelautan Tropis. Bogor.

Gathot W., Haris Joko, & Samsul Arifin. Kajian Penggunaan Data Inderaja Untuk

Pemetaan Garis Pantai (Studi Kasus Pantai Utara Jakarta). Jakarta.

Khomsin, 2005. Studi Perencanaan Konservasi Kawasan Mangrove Di Pesisir Se-

latan Kabupaten Sampang Dengan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sis-

tem Informasi Geografi. Teknik Geodesi ITS. Surabaya.

Oktovianus S. Gainau, 2011. Analisa Penginderaan Jarak Jauh Untuk Mengiden-

tifikasi Perubahan Garis Pantai Di Pantai Timur Surabaya. Fakultas Tekno-

logi Kelautan. Surabaya.

Nurdin, 2005. Pemantauan Wilayah Pesisir Berdasarkan Citra Landsat Thematic

Mapper Multi Temporal. Jurnal Sains dan Teknologi 4. Pekanbaru.

Arif Prasetyo, 2011. Modul Dasar ArcGIS 10 “Aplikasi Pengelolaan Sumberdaya

Alam”. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.