studi perencanaan konstruksi tubuh bendungan pada waduk
TRANSCRIPT
STUDI PERENCANAAN KONSTRUKSI TUBUH BENDUNGAN PADA WADUK
SUPLESI KONTO WIYU DI KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG
PROVINSI JAWA TIMUR
Brigitta Mutiara Adhyaksa1, Heri Suprijanto
2, Dian Sisinggih
2
1Mahasiswa Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
2Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Email : [email protected]
ABSTRAK
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk Daerah Irigasi Siman, akan direncanakan
Bendungan Konto Wiyu yang dapat dimanfaatkan untuk menampung pasokan air dari Sungai Konto Wiyu
sebagai tambahan supply air kepada DI Siman. Perencanaan tubuh bendungan berdasarkan pertimbangan
topografi dan hidrologi, dengan tipe bendungan adalah bendungan urugan zonal inti tegak. Selanjutnya, akan
dianalisis stabilitas tubuh bendungan dan pondasi terhadap rembesan dan stabilitas lereng bendungan dalam
berbagai kondisi.
Dari hasil studi didapatkan dimensi desain tubuh bendungan berdasarkan Q1000th dan dikontrol oleh
QPMF antara lain tinggi bendungan 38 m, elevasi puncak +1245, lebar puncak bendungan 10 m, kemiringan
hulu 1 : 3 dan kemiringan hilir 1 : 2,2. Material penyusun tubuh bendungan memiliki sifat fisik dan mekanis
yang memenuhi kriteria yang ada. Perencanaan grouting tirai dilaksanakan sebagai langkah perbaikan
pondasi guna memperkecil nilai permeabilitas pada pondasi bendungan. Kapasitas debit rembesan yang
terjadi kurang dari 1% dari debit rata-rata tahunan sungai, yang masuk dengan atau tanpa grouting.
Kecepatan rembesan masih di bawah kecepatan kritis, faktor keamanan terhadap piping dan boiling adalah >
4. Kestabilan lereng dalam berbagai kondisi pembebanan masih termasuk dalam kriteria aman. Total biaya
dari timbunan tubuh bendungan adalah sebesar Rp 66.075.649.170,00.
Kata Kunci : Bendungan Urugan Batu, Dimensi Bendungan, Stabilitas Bendungan
ABSTRACT
In order to fulfill the water irrigation requirements for Siman Irrigation Area, will be planned Konto
Wiyu Dam that can be used to accommodate the additional water supply from Konto Wiyu River to the
Irigation System in Siman. The planning of main dam is based on the topography dan hydrology
consideration, and the type of rockfill dam is central core dam. Furthermore, analyzing the stability of the
main dam and foundation against the seepage and slope stability of the main dam in various conditions will
be done.
The study resulted the design of main dam dimensions, which were based on Q1000 and QPMF , that
are dam height is 38 m, crest dam elevation is +1245, crest dam width is 10 m, upstream slope is 1 : 3 and
downstream slope is 1 : 2,2. The constituent material of the main dam has the physical and mechanical
properties that meet the requirements. Curtain grouting was planned in the need of decreasing the amount of
permeability in dam foundation. The capacity of seepage discharge is less than 1% from the average annual
discharge of the river, with or without the grouting. The seepage velocity is below the critical seepage
velocity, the safety factor from piping and boiling is more than 4. The slope stability in various conditions
are still classified in safe criteria. The total cost of the main dam heap is Rp 66.075.649.170,00.
Key words : Rockfill Dam, Dam Dimensions, Dam Stability
1. PENDAHULUAN
Daerah Irigasi Siman memperoleh
pasokan air dari Waduk Siman yang
terletak di Kabupaten Kediri dimana
waduk ini berfungsi sebagai afterbay
(waduk harian) dari Bendungan Selorejo
yang terletak di Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) Brantas Sub DAS Konto.
Adapun kendala yang terjadi adalah
kapasitas outflow dari Waduk Selorejo
belum dapat mencukupi kebutuhan air
untuk Daerah Irigasi Siman yang memiliki
luas areal 23.226 ha (UPTD Puncu-
Selodono, 2013) serta kebutuhan lainnya,
karena pada perencanaan awal Waduk
Selorejo hanya memiliki fungsi pemanfaat-
an untuk irigasi dengan luas areal 5.700 ha.
Di samping itu, kondisi ketersediaan air
semakin menurun seiring dengan rusaknya
kondisi Sub DAS Konto yang berbanding
terbalik dengan kebutuhan yang semakin
meningkat.
Diperlukan suatu pemecahan masalah
dalam penambahan supply air untuk
memenuhi kebutuhan DI Siman dengan
mengidentifikasi semua potensi yang ada
di dalam DAS Brantas khususnya Sub
DAS Konto untuk mencukupi kebutuhan
air DI Siman. Berdasarkan hasil studi
terdahulu, yaitu Studi Optimasi dan
Pengembangan Sumber Daya Air untuk
Suplesi DI Waduk Siman tahun 2010,
ditemukan potensi pembangunan ben-
dungan yang berfungsi sebagai tampungan
air (waduk) untuk memenuhi kebutuhan air
DI Siman. Secara teknis salah satu kom-
ponen utama bendungan adalah tubuh
bendungan (main dam) yang berfungsi
sebagai penahan rembesan air ke arah hilir
serta penyangga tandonan air tersebut.
Dalam perencanaan tubuh bendungan
harus direncanakan dengan pertimbangan
atas berbagai aspek teknis, diantaranya
kondisi topografinya yang perlu diper-
hitungkan antara lain kondisi geologi di
daerah calon bendungan, tersedianya
bahan dengan kualitas yang memenuhi
syarat untuk tubuh bendungan, serta
kemampuan teknologi pelaksanaan pem-
bangunannya. Yang tidak kalah pentingnya
adalah perlu memperhatikan besarnya
debit andalan yang tersedia pada sungai
dari lokasi calon waduk dan debit banjir
rancangan yang ada sebagai dasar dalam
perencanaan dimensi tubuh bendungan.
Adapun tujuan dari studi ini adalah
merencanakan dimensi tubuh bendungan
yang secara teknis layak untuk dibangun
sesuai tujuannya untuk mengatasi masalah
kekurangan pasokan air untuk kebutuhan
irigasi DI Siman, serta agar studi ini dapat
menjadi suatu informasi untuk pengem-
bangan dan pemanfaatan sumber daya air.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam studi ini perhitungan dilakukan
dengan berbagai tahapan di antaranya
dengan analisis hidrologi, menentukan di-
mensi bendungan, analisis stabilitas ben-
dungan, dan menentukan anggaran biaya
timbunan tubuh bendungan dan pondasi.
A. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi dalam menentukan
besarnya elevasi muka air banjir memiliki
tahapan sebagai berikut:
a. Curah hujan rerata daerah
Curah hujan wilayah atau curah hujan
daerah adalah curah hujan yang di-
perlukan untuk penyusunan suatu ran-
cangan pengendalian banjir yang
merupakan curah hujan rata-rata di
seluruh daerah yang bersangkutan, yang
dinyatakan dalam satuan millimeter
(Sosrodarsono, 1983:27). Dalam peren-
canaan curah hujan rerata daerah dalam
studi ini menggunakan metode rata-rata
hitung (arithmetic mean) dengan
persamaan sebagai berikut:
D =
∑
dengan:
d = tinggi curah hujan rerata daerah
(mm)
dn = tinggi curah hujan pada pos pena-
kar n
n = banyaknya pos penakar
b. Curah hujan rancangan
Curah hujan rancangan maksimum ada-
lah hujan terbesar tahunan yang mung-
kin terjadi di suatu daerah dengan peri-
ode kala ulang tertentu. Dalam studi ini
perhitungan hujan rancangan meng-
gunakan distribusi Log Pearson tipe III
karena terbukti distribusi ini bersifat
fleksibel.
Curah hujan rancangan dapat diperoleh
dengan persamaan sebagai berikut
(Montarcih, 2010:19):
log X = ̅ (2-8)
G merupakan nilai yang didapatkan dari
tabel Distribusi Log Pearson III yang
menunjukkan hubungan antara nilai Cs,
Tr, dan P (%).
c. Probability Maximum Precipitation
PMP atau curah hujan maksimum yang
mungkin terjadi umumnya memiliki
besaran 4 – 6 kali dari harga periode
perulangan 100 tahunan, selain itu dapat
pula diperoleh dengan cara sebagai
berikut:
- Membandingan catatan-catatan hasil
observasi dengan jangka waktu
yang berbeda-beda.
- Direktorat Jendral Pengairan telah
mengumpulkan data curah hujan
dan memberi kesimpulan bahwa
angka 700 mm sebagai angka curah
hujan tertinggi di Indonesia.
d. Debit banjir rancangan
Untuk menentukan hidrograf satuan
daerah pengaliran sungai yang tidak
terpasang stasiun AWLR (Automatic
Water Level Recorder), dapat diguna-
kan hidrograf sintetik. Dalam hal ini
biasanya digunakan hidrograf-hidrograf
sintetik yang telah dikembangkan di
negara–negara lain, dimana parameter-
parameternya harus disesuaikan terlebih
dulu dengan karakteristik daerah peng-
aliran yang ditinjau (Soemarto, 1987).
Rumus dari hidrograf satuan sintetis
Nakayasu adalah :
Qp =
6 p
dengan:
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
R0 = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan
hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh pe-
nurunan debit, dari puncak sam-
pai 30% dari debit puncak
A = luas daerah pengaliran sampai
outlet (km2)
Gambar 1. Unit Hidrograf Nakayasu
Sumber : Soemarto (1987:168)
e. Penelusuran banjir lewat pelimpah
Jika fasilitas pengeluarannya berupa
bangunan pelimpah (spillway), maka
rumus yang digunakan adalah :
Q = C . B . H3/2
dengan:
Q = debit yang melewati ambang pe-
limpah (m3/det)
C = koefisien limpasan debit bangun-
an pelimpah
B = lebar efektif ambang pelimpah
(m)
H = tinggi energi di atas ambang pe-
limpah (m)
B. Dimensi Tubuh Bendungan
Penentuan dimensi tubuh bendungan
diantaranya tinggi bendungan, lebar mercu
bendungan, panjang bendungan, kemiring-
an lereng tubuh bendungan.
a. Tinggi bendungan
Tinggi bendungan adalah perbedaan
antara elevasi permukaan pondasi dan
elevasi mercu bendungan. Untuk me-
nentukan tinggi bendungan secara op-
timal harus memperhatikan tinggi ruang
bebas dan tinggi air untuk operasi
waduk (Soedibyo, 1993 : 219).
Untuk menentukan tinngi bendungan
terlebih dahulu harus menentukan tinggi
jagaan (Hf) yang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Hf ≥ ∆h + (
) + ha + hi
dengan:
∆h = Tinggi kemungkinan kenaikan
permukaan air waduk yang
terjadi akibat timbulnya
banjir abnormal
hw = Tinggi ombak akibat tiupan
angin
he = Tinggi gelombang akibat
gempa
hd = Tinggi kemungkinan kenaikan
permukaan air waduk, apabila
terjadi kemacetan–kemacetan
pada pintu bangunan pelim-
pah
hi = Tinggi tambahan yang di-
dasarkan pada tingkat urgensi
dari waduk
b. Lebar mercu bendungan
Guna memperoleh lebar minimum
mercu bendungan, biasanya dihitung
dengan rumus sebagai berikut
(Sosrodarsono, 1989:174) :
B = 3,6 . H1/3
– 3
dengan:
B = lebar mercu bendungan (m)
H = tinggi bendungan (m)
Tabel 1. Standar Lebar Puncak
Bendungan Menurut Japanese Code
Sumber: Anonim (2010)
c. Panjang bendungan
Panjang bendungan adalah seluruh pan-
jang mercu bendungan yang bersang-
kutan, termasuk bagian yang digali pada
tebing–tebing sungai di kedua sisi ujung
mercu tersebut.
d. Kemiringan lereng bendungan
Pada tubuh bendungan urugan mem-
punyai kemiringan lereng tertentu,
dalam perencanaannya dapat menggu-
nakan persamaan berikut :
FShulu = -
tg ϕ ≥
FShilir = -
tg ϕ ≥
dengan :
FShulu = faktor keamanan lereng bagian
hulu
FShilir = faktor keamanan lereng bagian
hilir
m = kemiringan lereng hulu
n = kemiringan lereng hilir
k = koefisien gempa
ϕ = sudut geser dalam
C. Analisis Stabilitas Bendungan
a. Rembesan pada pondasi
Pondasi suatu bendungan berfungsi
sebagai pendukung semua beban yang
diteruskan oleh bendungan yang
bersangkutan. Apabila nilai permeabi-
litas dan harga lugeon lebih dari angka
yang telah ditentukan maka perlu dila-
kukan treatment pondasi bendungan,
salah satunya adalah dengan cara
grouting. Grouting adalah salah satu
perbaikan pondasi bendungan yang
merupakan pekerjaan dimana suatu
cairan campuran antara semen dan air
diinjeksikan dengan tekanan ke dalam
rongga, pori, rekahan dan retakan ba-
tuan yang selanjutnya cairan tersebut
dalam waktu tertentu akan menjadi
padat dan menjadi satu kesatuan dengan
tanah yang ada.
Tinggi
Bendungan
Lebar Puncak
Bendungan
30 m 8 m
50 m 10 m
70 m 11 m
100 m 13 m
200 m 18 m
Gambar 2. Sistem pencegahan
kebocoran pada bendungan urugan Sumber : Sosrodarsono (1989:107)
Sementasi tirai salah satu dari jenis
perbaikan pondasi yang dimaksudkan
agar dalam lapisan pondasi terbentuk
semacam tirai kedap air yang disebut
tirai-sementasi untuk mengurangi de-
bit filtrasi yang melalui pondasi
bendungan dengan cara memaksa
aliran filtrasi mengalir melalui ujung
bawah tirai tersebut. Sebagai perkiraan
yang sangat umum, kedalaman semen-
tasi data digunakan rumus empiris
sebagai berikut :
d =
h +c
dengan :
d = kedalaman pengeboran (m)
h = tinggi tekanan statis air (m)
c = koefisien (8 s/d 20)
Perhitungan debit rembesan sebelum
digrouting :
Qo = f
Perhitungan debit rembesan sesudah
digrouting :
Q = f
Efektivitas grouting terhadap debit
rembesan (Ec) :
Ec =
dengan:
Ec = Efektivitas debit akibat
grouting (%)
Qo = Besarnya debit sebelum di-
grouting
Q = Besarnya debit setelah
digrouting
K1 = Koefisien permeabilitas sebe-
lum digrouting
K2 = Koefisien permeabilitas setelah
digrouting
L1 = Panjang aliran rembesan
L2 = Lebar daerah yang digrouting
b. Rembesan pada tubuh bendungan
A. Cassagrande (1937) memberikan
cara untuk menghitung rembesan lewat
tubuh bendungan yang berasal dari
pengujian model.
Gambar 3. Hitungan rembesan cara
Cassagrande Sumber : Masrevaniah (2010:200)
Besarnya debit rembesan dapat diten-
tukan dengan persamaan:
q = 2sinka Debit rembesan juga dapat ditentukan
dengan menggunakan metode jaring
arus (flownet) dengan persamaan:
q = K . h . L .
Gambar 4. Penggambaran jaring arus
pada bendungan Sumber : Masrevaniah (2010)
c. Stabilitas lereng tubuh bendungan
Analisis stabilitas dengan menggunakan
metode irisan, dapat dijelaskan dengan
memperhatikan Gambar 5 dengan AC
merupakan lengkungan lingkaran seba-
gai permukaan bidang longsor perco-
baan.
Gambar 5. Sketsa sederhana analisis
stabilitas lereng metode Fellenius Sumber : Masrevaniah (2010:211)
Gambar 6. Satu Irisan untuk analisis
stabilitas lereng metode Fellenius Sumber : Masrevaniah (2010:212)
Untuk menentukan angka keamanan
maka digunakan persamaan:
sF =
n
pn
n
n
pn
n
nnn
W
WLc
sin
)tancos(
1
1
dengan:
Fs = faktor keamanan
Δ n = n
nb
cos
bn = lebar potongan irisan ke-n
D. Analisa Rencana Anggaran Biaya
Timbunan Tubuh Bendungan Rencana Anggaran Biaya merupakan
perkiraan biaya yang diperlukan dalam suatu
pekerjaan konstruksi. Dalam menentukan
Rencana Anggaran Biaya dibutuhkan
perhitungan volume galian dan timbunan,
volume pekerjaan dan harga satuan
pekerjaan yang nantinya digunakan sebagai
acuan di dalam perhitungan anggaran.
Perhitungan volume mengacu pada gambar
teknis yang telah dibuat.
3. METODOLOGI PERENCANAAN
A. Lokasi Studi
Lokasi studi terletak di sub DAS
Konto Desa Wiyurejo, Kecamatan Pujon,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur
dengan letak geografis 7o48’46,37” LS –
112o28’54,92” BT, berada sekitar 32,6 km
dari Kota Malang. Luas DAS ± 11,93 km2
dan sumber air dari sungai itu sendiri
berasal dari Gunung Petung Molok, dan
Gunung Tumbakan.
B. Data
Data-data yang diperlukan antara lain
data curah hujan dengan menggunakan
data dari Stasiun Hujan Pujon dan
Tampung (Mojokerto), data debit aliran
sungai, data teknis bendungan, topografi
dan as bendungan, karakteristik DAS,
geologi dan mekanika tanah.
C. Tahapan Studi
Adapun tahapan-tahapan studi ini
yaitu sebagai berikut :
1. Analisis hidrologi
2. Analisis stabilitas bendungan
3. Analisis biaya tubuh bendungan dan
pondasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Hidrologi
a. Curah hujan rerata daerah
Dalam menentukan curah hujan rerata
daerah digunakan data curah hujan
harian selama 20 tahun (tahun 1993
sampai dengan 2012).
Tabel 2. Curah Hujan Maksimum
Rerata Daerah Metode Aritmatik
Sumber: Perhitungan
b. Curah hujan rancangan
Penentuan curah hujan maksimum
dengan periode ulang tertentu dihitung
dengan menggunakan analisa fekuensi
metode Log Pearson tipe III, dengan
alasan bahwa koefisien puncak dan
koefisien kepencengan data yang
tersedia memenuhi syarat metode
tersebut. Hasil perhitungan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Perhitungan Hujan Rancangan
Metode Log Pearson III
Sumber: Perhitungan
c. PMP
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai
PMP teroreksi sebesar 565,362 mm.
selanjutnya nilai PMP ini akan
dikontrol dengan peta Isohit PMP-24
jam untuk wilayah Jawa Timur
(Anonim, 1999). Berdasarkan peta
diketahui PMP di Kecamatan Pujon
sebesar 520 mm, karena lebih kecil dari
PMP hitung maka dalam desain
digunakan hasil PMP hitung.
d. Debit banjir rancangan Nakayasu
Data yang diketahui:
Luas DAS (A) : 11,93 km2
Panjang sungai utama : 5,6 km
Unit hujan efektif (Ro) : 1 mm
Parameter hidrograf α : 3
Untuk sungai dengan L < 15 km
Gambar 7. Grafik rekap hidrograf banjir
Nakayasu
e. Penelusuran banjir lewat pelimpah
Dari penelusuran banjir lewat pelimpah
diperoleh :
- Qoutflow untuk Tr 1000 th sebesar
128,99 m3/dt pada elevasi +1242,05
- Qoutflow untuk Tr 1,2 × 1000 th
sebesar 159,91 m3/dt pada elevasi
+1242,30
- Qoutflow untuk PMF sebesar 345,47
m3/dt pada elevasi +1243,70
B. Dimensi Tubuh Bendungan
a. Tinggi bendungan
- Tinggi jagaan (freeboard)
Dari perhitungan diketahui kenaikan
tinggi muka air waduk akibat banjir
abnormal ΔH) sebesar 0,25 m,
Stasiun
Pujon
Stasiun
Tampung
Rerata
Maksimum
(mm) (mm) (mm)
1 1993 95.00 207.00 151.00
2 1994 87.00 113.00 100.00
3 1995 82.00 237.00 159.50
4 1996 90.00 93.00 91.50
5 1997 89.00 96.00 92.50
6 1998 90.00 83.00 86.50
7 1999 125.00 104.00 114.50
8 2000 79.00 147.00 113.00
9 2001 59.00 74.00 66.50
10 2002 95.00 130.00 112.50
11 2003 78.00 81.00 79.50
12 2004 149.00 69.00 109.00
13 2005 69.00 103.00 86.00
14 2006 139.00 139.00 139.00
15 2007 182.00 86.00 134.00
16 2008 145.00 104.00 124.50
17 2009 75.00 115.00 95.00
18 2010 118.00 143.00 130.50
19 2011 72.00 80.00 76.00
20 2012 68.00 68.00 68.00
No Tahun
T r P (% ) C s G Log X X (mm)
5 20 -0.057 0.839 2.107 127.881
10 10 -0.057 1.275 2.155 142.961
25 4 -0.057 1.731 2.206 160.61
50 2 -0.057 2.023 2.238 173.051
100 1 -0.057 2.326 2.272 186.956
1000 0.1 -0.057 3.01 2.348 222.652
tinggi ombak akibat angin (hw)
sebesar 0,55 m, tinggi ombak akibat
gempa (he) sebesar 0,401 m, tinggi
muka air waduk akibat kemacetan
pintu (ha) adalah 0 karena pelimpah
tidak menggunakan pintu, dan angka
tambahan tinggi jagaan yang dida-
sarkan pada tipe bendungan diren-
canakan 1 m. Maka, tinggi jagaan
(Hf) dapat dihitung sebagai berikut:
Hf ≥ ∆H + hw + e
+ ha + hi
Hf ≥ 5 55 4 5
+ 1
Hf ≥ m
Diambil tinggi jagaan Hf sebesar 2 m
dari tinggi muka air normal.
Dari perhitungan tinggi jagaan di atas,
maka dapat ditentukan elevasi mercu
dan tinggi bendungan sebagai berikut:
Elevasi mercu bendungan:
E = 1242,05 + 2,00
= 1244,05
Tinggi bendungan:
H = 1244,05 – 1207,00
= 37,05 m
Untuk antisipasi terjadinya konsolidasi
setelah pelaksanaan penimbunan,
maka perlu penambahan ketinggian
bendungan sebesar 1% dari rencana
ketinggian sebelumnya, maka:
∆H = (0,01 . 37,05) + 37,05
= 7 4 m ≈ 8 m
Elevasi mercu bendungan:
El. = 1207 + 38
= +1245
b. Lebar mercu bendungan
Lebar mercu bendungan Konto Wiyu
dapat dicari dengan sebagai berikut:
B = 3,6 . H1/3
– 3
= 3,6 . 381/3
– 3
= 9 ≈ m
c. Panjang bendungan
Sesuai dengan gambar maka diperoleh
panjang bendungan sebesar 209,2 m.
d. Kemiringan lereng bendungan
Sebagai pendekatan, kemiringan tubuh
bendungan dapat ditentukan sebagai
berikut:
FShulu = -
tg ϕ ≥
1,1 = – 4 74
4 74 . tg 37°
m = 646 ≈
FShilir = -
tg ϕ ≥
1,1 = – 4
4 . tg 37°
n = ≈
Maka diperoleh kemiringan lereng
tubuh bendungan bagian hulu adalah
1:3 dan kemiringan hilir adalah 1:2,2.
Gambar hasil desain rencana tubuh
bendungan dapat dilihat pada Gambar
9.
C. Analisis Stabilitas Bendungan
a. Rembesan pada pondasi bendungan
Perhitungan debit rembesan sebelum
digrouting:
Qo =
= 9 496 -6 4
9
= 6,291 × 10-5
m3/dt.m
Direncanakan Efisiensi Ec sebesar 60%
Maka perhitungan debit setelah
grouting dapat dihitung sebagai berikut:
Ec = -
× 100%
60%= 6 9 -5
6 9 -5 × 100%
Q = 2,516 × 10-5
m3/dt . m
b. Rembesan pada tubuh bendungan
Untuk menentukan besarnya debit
rembesan yang lewat di tubuh
bendungan maka terlebih dahulu
menentukan formasi garis depresi pada
tubuh bendungan.
Gambar 8. Formasi garis depresi pada
tubuh bendungan Sumber: Perhitungan
Dari gambar penentuan garis depresi
dan flownet maka dapat dihitung
besarnya kapasitas aliran filtrasi sebagai
berikut:
Qf = f
p . k .h .L
= 9
. 2,86 . 10
-9 .33 . 176,164
= 1,496 . 10-5
m3/det
Untuk menyatakan bahwa bendungan
aman terhadap bahaya piping dan
boiling maka dapat dikontrol dengan:
- Maximum exit gradient
ie =
= 476
7 9
= 0,671
ic =
= 58
4
= 4,719
SF =
= 4 7 9
67
= 7,029
SF (faktor aman) minimum
ditentukan 4 (Christady, 2010:220).
Karena SFhitung > SFmin maka ben-
dungan dinyatakan aman terhadap
bahaya piping.
- Kecepatan kritis
Selain dengan analisis di atas, perlu
juga adanya kontrol besar kecepatan
aliran rembesan yang melalui tubuh
bendungan.
V =
= 86 -9 67
758
= 2,531 . 10-9
m/det
Kecepatan kritis dapat dihitung
dengan persamaan :
c = √ ef
= 1,02 . 10-4
m/det
Oleh karena v < vc , maka bendungan
aman terhadap bahaya piping.
Gambar 9. Detail rencana tubuh bendungan Konto Wiyu
c. Kontrol rembesan total
Total rembesan bendungan baik yang
melalui inti maupun yang melalui
pondasi bendungan perlu dicek apakah
memenuhi syarat yaitu hanya diper-
kenankan antara 2 – 5% dari debit rata-
rata tahunan sungai. Diketahui debit
rata-rata tahunan adalah sebesar 4,474
m3/det. Qijin rembesan dapat dihitung
sebagai berikut:
Qijin = 2% × 4,474 m3/det
= 0,0895 m3/det
Maka nilai Qtotal rembesan dan pondasi
harus lebih kecil daripada Qijin tersebut.
- Rembesan sebelum grouting
Qf total = Qf inti + Qf pondasi
= 1,496 . 10-5
+ 0,011
= 0,0111 m
3/det
P = f total
rerata tah nan
× 100%
=
4 474 × 100%
= 0,248%
Qf total sebelum grouting = 0,0111
m3/det < Qijin = 0,0895 m
3/det
maka bendungan dinyatakan aman
terhadap rembesan.
- Rembesan setelah grouting
Qf total = Qf inti + Qf pondasi
= 1,49 .10-5
+ 4,432.10-3
= 4,447 . 10
-3 m
3/det
P = f total
rerata tah nan
× 100%
= 4 447 -
4 474 × 100%
= 0,099%
Qf total setelah grouting = 4,447 .
10-3
m3/det < Qijin = 0,0895 m
3/det
maka bendungan dinyatakan aman
terhadap rembesan.
d. Stabilitas lereng bendungan
Contoh perhitungan pada bagian hulu
bendungan saat waduk kosong dalam
kondisi tanpa gempa.
1. Menentukan jari-jari bidang longsor
(R) sehingga tepi lingkaran me-
nyinggung dasar pondasi dan me-
ngenai semua jenis material tim-
bunan tubuh bendungan, dapat
dilihat pada Gambar 10.
2. Membagi bidang longsor menjadi
beberapa bagian sama lebar, kemu-
dian masing-masing pias dihitung
luas (A) dan gaya beratnya (W). Pada
perhitungan, untuk pias 1 didapatkan
nilai:
A = 7,374 m2
W = 12,905 ton/m
α = -31,592⁰
T = -6,760 ton/m
N = 10,992 ton/m
N tan ϕ = 8,283 ton/m
Gambar 10. Stabilitas lereng hulu saat kondisi kosong
3. Menghitung kekuatan tahanan kohesi
terhadap gejala peluncuran
C . l =
6
C . l = 5 8 66 58
6
= 56,949 ton/m2
4. Prosedur perhitungan di atas diulang
sampai semua pias yang membentuk
bidang longsor dihitung, selanjutnya
mencari nilai faktor keamanan (SF),
jika W cos α = N dan W sin α = T,
maka:
SF = ∑{ tan }
∑
= 56 949 74 76
6 4 6
= 3,871
Faktor keamanan diperoleh 3,871.
Berdasarkan tabel faktor aman
minimum untuk bendungan urugan
(Novak, 2007 : 85), untuk kondisi
akhir pelaksanaan (waduk kosong)
faktor aman minimumnya adalah
1,25. Dalam perhitungan SF > SF
minimum maka bendungan dinya-
takan aman.
Berdasarkan perhitungan stabilitas lereng
bendungan didapatkan rekapitulasi sebagai
berikut:
Tabel 4. Rekapitulasi Nilai SF pada
Analisis Stabilitas Lereng Bendungan
dengan Berbagai Macam Kondisi
Sumber: Perhitungan
D. Analisa Biaya Tubuh Bendungan
Untuk analisa harga satuan pekerjaan
tanah, yang dalam studi ini difokuskan
pada pekerjaan galian tanah yang telah
disesuaikan SNI 2835 : 2008 tentang Tata
Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan
Tanah. Dari hasil perhitungan diperoleh
total biaya timbunan tubuh bendungan
sebesar Rp 66.075.649.170,00.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa yang telah dilaku-
kan pada pembahasan sebelumnya di-
peroleh beberapa hasil antara lain sebagai
berikut :
1. Berdasarkan analisa hidrologi yang
telah dilakukan didapatkan hasil
sebagai berikut:
- Debit banjir rancangan dengan kala
ulang 1000 tahun (Q1000th) adalah
sebesar 128,99 m3/det dengan elevasi
muka air +1242,05.
- Debit banjir rancangan 1,2 × Q1000th
adalah sebesar 159,91 m3/ det
dengan elevasi muka air +1242,30.
- Debit banjir rancangan PMF adalah
sebesar 345,47 m3/ det dengan
elevasi muka air +1243,70.
2. Data teknis dimensi bendungan yang
telah direncanakan adalah tinggi
bendungan 38 m, elevasi puncak
bendungan +1245, lebar puncak
bendungan 10 m, kemiringan hulu 1:3,
kemiringan hilir 1:2,2, panjang
bendungan 209,2 m, tinggi pelimpah 3
m, elevasi puncak pelimpah +1240,
lebar pelimpah 20 m, tebal filter halus
dan kasar 2 m, tebal rip-rap 0,5 m.
3. Analisis keamanan tubuh bendungan
dan pondasi terhadap rembesan mem-
berikan hasil berupa rembesan total
sebagai berikut:
- Total rembesan tanpa grouting ada-
lah sebesar 0,0111 m3/det (0,248%
dari debit rerata tahunan).
- Total rembesan dengan grouting
adalah sebesar 4,447 . 10-3
m3/det
(0,099% dari debit rerata tahunan).
u/s d/s u/s d/s
Setelah Konstruksi (Kosong) 0 1.5 3.871 aman
NWL (el. +1240) 0 1.5 4.814 aman
FWL (el. +1242,16) 0 1.5 5.199 aman
Rapid Draw Down (el. +1240 to +1229) 0 1.2 2.614 - aman -
Setelah Konstruksi (Kosong) 0 1.5 3.645 aman
NWL (el. +1240) 0 1.5 4.478 aman
FWL (el. +1242,16) 0 1.5 4.992 aman
Rapid Draw Down (el. +1240 to +1229) 0 1.2 2.629 - aman -
Setelah Konstruksi (Kosong) 0 1.5 3.078 aman
NWL (el. +1240) 0 1.5 4.380 aman
FWL (el. +1242,16) 0 1.5 4.658 aman
Rapid Draw Down (el. +1240 to +1229) 0 1.2 2.407 - aman -
Setelah Konstruksi (Kosong) 0.140 1.1 2.311 aman
NWL (el. +1240) 0.140 1.1 1.935 aman
FWL (el. +1242,16) 0.140 1.1 1.934 aman
Rapid Draw Down (el. +1240 to +1229) 0.140 1.1 1.363 - aman -
Setelah Konstruksi (Kosong) 0.140 1.1 2.207 aman
NWL (el. +1240) 0.140 1.1 1.827 aman
FWL (el. +1242,16) 0.140 1.1 1.930 aman
Rapid Draw Down (el. +1240 to +1229) 0.140 1.1 1.304 - aman -
Setelah Konstruksi (Kosong) 0.140 1.1 2.089 aman
NWL (el. +1240) 0.140 1.1 1.790 aman
FWL (el. +1242,16) 0.140 1.1 1.855 aman
Rapid Draw Down (el. +1240 to +1229) 0.140 1.1 1.288 - aman -
T1
T2
T3aman
Keterangan
T1
T2
T3
Titik KondisiKoef.
Gempa
Angka
Keamanan
FS Kritis
3.247
3.015
2.599
2.228
2.082
1.805
aman
aman
aman
aman
aman
Kedua hasil di atas dinyatakan aman
terhadap bahaya piping dan boiling.
4. Berdasarkan analisa stabilitas lereng
tubuh bendungan dengan metode
Fellenius terhadap beberapa kondisi,
diantaranya saat bendungan selesai
dibangun (kosong), muka air pada
elevasi NWL dan FWL, serta saat
terjadi penurunan muka air mendadak,
dan seluruhnya dihitung dalam kondisi
tanpa gempa dan kondisi gempa,
didapatkan nilai SF atau angka ke-
amanan yang tidak melebihi nilai
minimumnya. Karena itu bendungan
dinyatakan aman terhadap kelong-
soran dalam berbagai kondisi.
5. Dari hasil analisis rencana anggaran
biaya timbunan tubuh bendungan
diperoleh total biaya sebesar Rp
66.075.649.170,00
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. Panduan
Perencanaan Bendungan
Urugan Volume II (Analisis
Hidrologi). Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 2010. The Japanese Code
1957 Specifies Crest Width.
http://www.dur.ac.uk/~des0ww
w4/cal/dams/emba/ecrest.htm
(diakses 9 Oktober 2013).
Anonim. 2015. Standar Satuan
Harga Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur. Malang:
Pemkab Malang.
Christady Hardiyatmo, Hary. 2010.
Mekanika Tanah 2 Edisi
Kelima. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Masrevaniah, Aniek. 2010.
Konstruksi Bendungan Urugan.
Malang : CV. Asrori Malang.
Limantara, Lily Montarcih. 2010.
Hidrologi Praktis. Bandung:
Lubuk Agung.
Novak, P., Moffat, A.I.B., Nalluri, C. &
Narayanan, R. 2007. Hydraulic
Structures. New York : Taylor
& Francis.
Soedibyo, 1993. Teknik Bendungan.
Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Soemarto, CD. 1987. Hidrologi
Teknik. Surabaya : Usaha
Nasional.
Sosrodarsono, Suyono & Takeda,
Kensaku. 1989. Bendungan
Type Urugan. Jakarta:
Erlangga.
Sosrodarsono, Suyono & Takeda,
Kensaku. 1983. Hidrologi
Untuk Pengairan. Jakarta: PT.
Abadi.