studi pembumian sistem grid aplikasi gardu induk 150 … tekni… · penelitian yang dilakukan,...
TRANSCRIPT
xxxv
STUDI PEMBUMIAN SISTEM GRID APLIKASI GARDU INDUK 150 KV KAPASITAS 60 MVA TANJUNG MORAWA
Libianko Sianturi1,2, Fiktor Sihombing1, Odin S. Sitohang1
1)Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas HKBP Nommensen, Medan
ABSTRAK
Salah satu parameter untuk menentukan tingkat keamanan suatu sistem pembumian gardu induk (GI) adalah mengetahui besarnya tahanan jenis tanah disekitar gardu induk. Kondisi keamanan sistem gardu induk diperoleh dari pengukuran tahanan jenis tanah dan pengukuran parameter lain yaitu: tegangan sentuh, tegangan sentuh sebenarnya, tegangan langkah dan tegangan langkah sebenarnya. Hasil pengukuran sistem pembumian gardu induk yang diperoleh akan dibandingkan dengan hasil pengukuran sistem pembumian gardu induk sejak awal.
Dari hasil analisa terhadap pembumian, tegangan sentuh yang diizinkan adalah 890 volt, tegangan sentuh yang sebenarnya adalah 3892 volt, tegangan langkah yang diizinkan adalah 3140 volt dan tegangan langkah yang sebenarnya adalah 2231 volt. Dari analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem pembumian GI Tanjung Morawa masih dapat dipertahankan karena kondisi aman.
Kata kunci : Pembumian, Sistem Grid, Gardu Induk, Tahanan Jenis, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan energi listrik terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhannya. Meningkatnya kebutuhan akan energi listrik tersebut harus diimbangi dengan semakin baiknya sistem tenaga listrik yang ada termasuk kinerja gardu induk yang efisien dan baik. Pada gardu induk kemungkinan terjadinya bahaya bisa disebabkan oleh timbulnya arus gangguan.
xxxvi
Arus gangguan ini akan mengalir pada bagian – bagian peralatan yang terbuat dari bahan logam dan juga mengalir dalam tanah di sekitar gardu induk. Arus gangguan tersebut menimbulkan gradien tegangan diantara peralatan dengan peralatan, peralatan dengan tanah, dan juga gradien tegangan pada permukaan tanah itu sendiri dan dapat menimbulkan bahaya pada peralatan yang berada di gardu induk. Oleh karena itu, kondisi dan keberadaan gardu induk adalah sangat vital dan perlu untuk selalu dianalisis untuk memastikan keamanannya. Dalam Penelitian yang dilakukan, analisis dilakukan pada system pembumian yang ada dan sistem grid yang diterapkan di gardu induk dipastikan memenuhi standart IEEE Std 80-2013.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh besarmya tahanan jenis, nilai tegangan langkah dan tegangan sentuh yang terjadi pada gardu induk yang akan diukur, serta memastikan apakah kondisi tersebut sesuai dengan nilai yang diizinkan serta tegangan langkah sebenarnya dan tegangan sentuh yang sebenarnya pada sistem pembumian gardu induk tanjung morawa 150 kV. Selain itu, analisis juga dilakukan dalam memastikan bentuk pembumian grid serta jumlah kombinasi grid dan rod yang paling ekonomis dan aman di GI Tanjung Morawa 150 kV.
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian yang dilakukan adalah antara lain:
1. Parameter yang diukur adalah nlai resistansi pada peralatan Gardu Induk Tanjung Morawa.
2. Analisis resistansi mengacu pada standar IEEE Std 80-2013. 3. Analisis juga dilakukan terhadap Lay Out, tegangan sentuh, tegangan
langkah, dan tegangan pindah. 4. Sistem yang dianalisis adalah sistem 150 kV gardu induk 60 MVA
Tanjung Morawa. 5. Alat ukur Earth Tester tipe KYOTISU. 6. Pengukuran dilakukan siang hari.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pembumian
Sistem pembumian merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengamanan pada suatu gardu induk. Sistem pembumian adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan, dan
xxxvii
instalasi dengan bumi atau tanah sehingga dapat mengamankan manusia dari sengatan listrik dan mengamankan komponen-komponen instalasi dari bahaya tegangan atau arus abnormal. Secara umum tujuan pembumian adalah: membawa arus listrik ke bumi dalam keadaan normal dan terjadi gangguan tanpa melewati batas pengoperasian dan peralatan atau menimbulkan dampak yang terus menerus pada peralatan. Untuk menjamin bahwa manusia dan hewan disekitar peralatan yang dibumikan terlindung dari bahaya kejutan listrik.
.
Gambar 2.1. Sistem pembumian peralatan
Pembumian dengan mesh atau grid adalah cara pembumian dengan jalan memasang kawat konduktor elektroda membujur dan melintang dibawah tanah, yang satu sama lain dihubungkan disetiap tempat sehingga membentuk jala (mesh/grid). Sistem pembumian mesh/grid biasanya dipasang di gardu induk dengan tujuan mendapatkan nilai resistansi tanah yang sangat kecil (kurang dari 1 ), seperti Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Pembumian Grid/ Mesh pada gardu induk
xxxviii
Pembumian grid merupakan salah satu sistem pembumian yang banyak digunakan pada gardu induk karena mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan sistem pembumian lainnya.
Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya menggunakan konduktor yang diatanam secara horizontal, dengan bentuk kisi-kisi (grid). Konduktor pembumian biasanya terbuat dari batang tembaga keras dan memiliki konduktifitas tinggi, terbuat dari tembaga yang dipilin (barestranded cooper) dengan luas penampang 150 dan mempunyai kemampuan arus hubung tanah sebesar 25 KA selama 1 detik. Konduktor ini ditanam kira-kira 30 cm – 80 cm atau bila dibawah kepala pondasi sedalam 25 cm. Luas kisi - kisi di daerah switchyard, sesuai dengan peralatan-pralatan yang ada, dibatasi maksimum 10 m x 5 m. Kisi-kisi pembumian bersambungan satu dengan yang lainnya dan dihubungkan dengan batang pembumian yang terdiri dari batang tembaga. Batang tembaga ini berdiametr 15 mm, panjang 3,5 m, ditanam dengan kedalaman minimal sama dengan panjang batang itu sendiri. Selanjutnya batang pembumian ini disebut titik pembumian. Semua dasar isolator-isolator, terminal-terminal pembumian dan pemisah pembumian, netral trafo arus dan trafo tenaga, dasar penangkal petir (Lightning Arrester) dan struktur dihubungkan dengan kisi-kisi pembumian. Pagar switchyard yang terbuat dari besi/logam dan terisolisir dari tanah ditanam melalui batang tembaga (35 ) panjang 1 m serta ditanam diluar pagar sedalam 50 cm dengan jarak lebih dari 5 meter terhadap kisi-kisi pembumian utama.
2.2. Tahanan Pembumian
Tahanan pembumian dapat diartikan besarnya tahanan pada kontak atau hubungan antara masa (body) dengan tanah. Tahanan pembumian harus sekecil mungkin untuk menghindari bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh adanya arus gangguan tanah. Hantaran netral harus dikebumikan di dekat sumber listrik atau transformator, pada saluran udara setiap 200 m dan di setiap konsumen. Tahanan pembumian satu elektroda di sekitar sumber listrik, transformator atau jaringan saluran udara dengan jarak 200 m maksimum adalah 10 Ohm dan tahanan pembumian untuk gardu induk yang besar sekitar 1 Ohm atau lebih kecil sedangkan untuk gardu induk yang lebih kecil sekitar 1 – 5 Ohm. Namun dalam prakteknya tidaklah selalu mudah untuk mendapatkannya karena banyak faktor yang mempengaruhi tahanan pembumian.
xxxix
2.3. Tahanan Jenis Tanah
Tahanan pembumian selain ditimbulkan oleh tahanan kontak juga ditimbulkan oleh tahanan sambungan antara alat pembumian dengan kawat penghubungnya. Unsur lain yang menjadi bagian dari tahanan pembumian adalah tahanan dari tanah yang ada disekitar alat pembumian yang menghambat aliran muatan listrik (arus listrik) yang keluar dari alat pembumian tersebut. Arus listrik yang keluar dari alat pembumian ini menghadapi bagian – bagian tanah yang berbeda tahanan jenisnya. Untuk jenis tahanan jenis yang sama, tahanan jenisnya dipengaruhi oleh kedalamannya. Makin dalam letaknya, umumnya makin kecil tahanan jenisnya, karena komposisinya makin padat dan umumnya juga lebih basah. Oleh karena itu, dalam memasang batang pembumian, makin dalam pemasangannya akan makin baik hasilnya dalam akan di dapat tahanan pembumian yang makin rendah.
Faktor keseimbangan antara tahanan dan kapasitansi disekeliling adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan . Harga tahanan jenis tanah pada daerah kedalaman yang terbatas tergantung dari beberapa faktor yaitu: jenis tanah: tanah liat, berpasir, berbatu dan lain – lain, lapisan: berlapis – lapis dengan tahanan berbeda atau uniform, perngaruh kelembaban dan pengaruh temperature.
Berdasarkan PUIL 2000, secara umum nilai dari tahanan jenis tanah terdapat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tahanan jenis tanah
Jenis Tanah Tahanan Jenis (ohm-m)
Sawah, rawa 30 Tanah Liat 100 Pasir Basah 200 Kerikil Basah 500 Pasir dan Kerikil Kering
1000
Tanah Berbatu 3000
2.4. Tata Letak (Lay Out)
Secara umum bahaya – bahaya yang mungkin dapat ditimbulkan oleh tegangan maupun arus listrik yang mengalir terhadap manusia mulai dari ringan sampai yang paling berat. Pada gardu – gardu induk kemungkinan terjadi
xl
bahaya terutama disebabkan oleh timbulnya gangguan arus yang mengalir ke tanah. Arus gangguan ini akan mengalir pada bagian – bagian peralatan yang terbuat dari metal dan juga mengalir dalam tanah disekitar gardu induk. Arus gangguan tersebut menyebabkan gradien tegangan diantara peralatan dengan peralatan, peralatan dengan tanag dan juga tegangan dipemukaan tanah itu sendiri.
Ada tiga jenis tegangan yang dapat menyebabkan terjadinya arus yang mengalir ketubuh manusia, yaitu:
1. Tegangan sentuh (touch voltage) 2. Tegangan langkah (step voltage) 3. Tegangan pindah (transfer voltage)
Tegangan sentuh adalah tegangan yang terdapat antara suatu objek yang
disentuh dalam suatu titik berjarak 1 (satu) meter, dengan asumsi bahwa objek yang disentuh dihubungkan dengan kisi – kisi pembumian yang berada dibawahnya, dimana besar arus gangguan dibatasi oleh tahana orang dan tahanan kontak ke tanah dari kaki orang tersebut dinyatakan dengan persamaan:
= [ R + ] ……………………………………………… 2.1
Dimana: = tegangan sentuh (volt), = tahanan tubuh manusia (1000 ohm), = tahanan kontak ke tanah ( = 3 ), = besarnya arus yang melalui badan manusia (Ampere), T = waktu kejut atau lama gangguan tanah (detik), dan = merupakan tahanan jenis permukaan tanah yang dilapisi koral setebal 10 cm= 3000 ohm-meter.
Dengan menggantikan = 3 maka besarnya tegangan sentuh menjadi
= + 1,5 ............................................................2.2
Tabel 2.2 Tegangan Sentuh yang diizinkan dan lama Gangguan
Lama gangguan t (detik)
Tegangan sentuh yang diizinkan (Volt)
0,1 1.980 0,2 1.400 0,3 1.140 0,4 990
xli
0,5 890 1,0 626 2,0 443 3,0 362
Tegangan langkah adalah tegangan yang timbul diantara dua kaki manusia yang berdiri di atas permukaan tanah yang sedang dialiri oleh arus kesalahan tanah, dimana panjang langkah berbanding langsung dengan panjang langkah antara dua kaki dinyatakan dengan persamaan:
= ( + /2) . ……………………………………….. 2.3.
Dengan: = tegangan langkah (volt), = tahanan badan manusia (1000 ohm), = tahanan kontak dari suatu kaki = 3 (ohm), = arus gangguan tanah (Ampere). Dengan demikian besarnya tegangan langkah menjadi:
= ( + ) .............................................................................2.4
Tabel 2.3 Tegangan langkah yang diizinkan dan lama Gangguan
Lama gangguan t (detik)
Tegangan langkah yang diizinkan (Volt)
0,1 7.000 0,2 4.950 0,3 4.040 0,4 3.500 0,5 3.140 1,0 2.216 2,0 1.560 3,0 1.280
Tegangan mesh merupakan salah satu bentuk tegangan sentuh. Tegangan mesh didefenisikan sebagai tegangan peralatan yang diketanahkan terhadap tengah – tengah daerah yang dibentuk kisi – kisi selama gangguan tanah. Tegangan mesh ini menyatakan tegangan tertinggi yang mungkin timbul sebagai tengan sentuh yang dapat dijumpai dalam sistem pembumian gardu induk.
xlii
Tegangan mesh ini secara pendekatan sama dengan I, dimana merupakan tahanan jenis tanah dalam ohm meter dan I adalah arus yang melalui konduktor kisi – kisi. Oleh karena itu untuk mencakup pengaruh – pengaruh jumlah konduktor paralel (n), jarak – jarak konduktor paralel (D), diameter konduktor (d), dan kedalam penanaman (h), maka tegangan mesh dapat dihitung dengan persamaan:
=
dimana :
= ln + x x x...x ] ............................................2.5
dimana : = faktor koreksi untuk ketidak merataan kerapatan arus yang dihitung dengan rumus empiris = 0,65 + 0,172 n, D = jarak antara konduktor – konduktor paralel pada kisi – kisi (m), h = kedalamam penanaman konduktor (n), d = diameter konduktor kisi – kisi (m), n = jumlah konduktor paralel dalam kisi – kisi utama, tidak termasuk sambungan melintang, I = besar gangguan tanah (Amp), = tahanan jenis rata – rata tanah (ohm-meter), = panjang konduktor pembumian yang ditanam,termasuk semua batang pembumian (m).
Tegangan langkah sebenarnya adalah perbedaan tegangan yang terdapat diantar kedua kaki, bila manusia berjalan diatas permukaan tanah dari sistem pembumian pada keadaan terjadi gangguan. Teganagn langkah maksimum sebenarnya dapat dihitung dengan persamaan:
= ...................................................................................2.6
dan
= [ + + + + ...+ ]
Dimana :
= tahanan jenis rata – rata tanah (ohm-meter) H = kedalaman penanaman konduktor (n) D = jarak antara konduktor – konduktor pembumian (meter)
= 0.65 + 0,173 n, = arus gangguan tanah maksimum (Amp) L = panjang konduktor pembumian yang ditanam, termasuk semua
batang elektroda pembumian (m). Sementara Tegangan Pindah dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
xliii
= I . ..................................................................................2.7
Dengan anggapan << I sebab + >> dan
= + .........................................................................................2.8
Dan
r =
dimana :
I = Arus gangguan (Amp) = Arus yang malalui badan (Amp)
r = Jari – jari ekivalen dari luas gardu induk (meter) L = Panjang total dari konduktor ( )
= Tahanan pembumian (ohm) = Tahanan jenis rata – rata tanah (ohm – meter)
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Instrumen Penelitian dan Peralatan
Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) Earth Tester : 1 Buah 2) Pemaku Tanah : 2 Buah 3) Kabel hijau + 5 M beserta Test Lead dan Clip : 1 Buah 4) Kabel Kuning + 10 M beserta Test Lead dan Clip : 1 Buah 5) Kabel Merah + 15 M beserta Test Lead dan Clip : 1 Buah
Earth Tester. Earth Tester adalah alat untuk mengukur nilai resistansi dari grounding, Besarnya tahanan tanah sangat penting untuk diketahui sebelum dilakukan pembumian dalam sistem pengaman dalam instalasi listrik.
xliv
Gambar 3.1. Earth Tester Digital
Penggunaan Alat Ukur Earth Tester
1. Pemeriksaan kondisi kabel grounding BC yang akan di ukur. Bila kotor dibersihkan dahulu permukaan kabel tersebut dengan lap bersih/kertas amplas, agar jepitan kabel probe dapat menyentuh langsung bagian permukaan tembaga yang sudah bersih dan untuk mencegah terjadinya kesalahan pembacaan alat ukur.
2. Pemeriksaan kondisi dan perlengkapan penunjang alat ukur digital earth tester resistance digital.
3. Earth tester mempunyai tiga kabel diantaranya adalah kabel merah, kabel kuning, kabek hijau.
4. Menghubungkan kabel ke earth tester dengan warna yang sudah ditentukan pada alat ukur yang sudah ditentukan pada alat ukur dan tancapkan ketanah dengan masing – masing jarak 5 – 10 m dari pembumian atau grounding.
5. Melakukan pengukuran grounding (tahanan pembumian) dengan memutar knob alat ukur Pada posisi 200 0hm atau 2000 Ohm tergantung dari kondisi tanah pada area setempat yang akan di ukur.
6. Kemudian dengan menekan tombol push button untuk mengetahui resistansi grounding dan akan muncul pada penampil alat ukur earth tester.
xlv
Gambar 3.2. Cara mengukur grounding dengan Earth Tester.
Pada Sistem Gardu Induk Tanjung Morawa, peralatan yg akan diukur meliputi :
1. Lightning Arrester (LA) 2. Transformator Tegangan (Potensial Transformator) 3. Disconnecting Switch (DS)/Pemisah (PMS) 4. Transformator Arus (CT) 5. Pemutus Tenaga (PMS) 6. Transformator Tenaga/Transformator Daya (TD)
Gambar 3.3. Lightning Arrester (LA)
Lightning Arrrester adalah suatu alat untuk mengamankan peralatan sistem dari tegangan lebih yang diakibatkan oleh sambaran petir maupun proses switching atau surja hubung (switching surge).
Trafo tegangan adalah trafo satu phasa step-down yang mentransformasikan tegangan sistem ke suatu tegangan rendah yang layak untuk keperluan indikator, alat ukur, rele dan alat sinkronisasi. Hal ini dilakukan atas pertimbangan harga dan bahaya yang dapat di timbulkan tegnagan tinggi
xlvi
bagi operator. Tegangan perlrngkapan seperti indikator, meter dan rele dirancang sesuai dengan tegangan sekunder trafo tegangan.
Gambar 3.4. Transformator Tegangan (Potensial Transformer)
Pemisah (PMS) adalah alat yang dipergunakan untuk menyatakan secara visual bahwa suatu peralatan listrik sudah bebas dari tegangan kerja. Oleh karena itu, pemisah tidak diperbolehkan untuk dimasukkan atau dikeluarkan pada rangkaian listrik dalam keadaan berbeban
Gambar 3.5. Disconnecting Switch (DS) / Pemisah (PMS
xlvii
Gambar 3.6. Transformator Arus (CT)
Trafo arus berfungsi untuk menurunkan yang arus besar / tinggi pada tegangan tinggi / menegah menjadi arus yang lebih kecil pada tegangan rendah yang biasanya disebut arus sekunder. Pada umumnya besar arus nominal dari arus sekunder adalah 5 A atau 1 A.
PMT adalah saklar yang dapat digunakan untuk menghubungkan atau memutuskan arus daya listrik sesuai dengan ratingnya.
Gambar 3.7. Pemutus Tenaga (PMT)
Pada saat proses pemutusan atau penghubung arus/daya listrik yang timbul besar api pada PMT. Untuk memadamkan busur api ini, PMT dilengkapi dengan media pemadam busur api berupa minyak, gas atau udara
xlviii
Gambar 3.8. Transformator Tenaga / Transformator Daya (TD)
3.2. Pengumpulan dan Analisis Data
Dalam penyusunan data sheet, lokasi/outgoing merupakan alat/komponen yang menjadi objek pengukuran dimana tempat/letak sistem grid ada. R,S,T merupakan letak titik pengukuran sistem grid yang pada gardu induk tanjung morawa.
Dalam penelitian ini penulis juga melakukan analisis data serta perhitungan terhadap nilai – nilai:
1. Arus Fibrilasi 2. Arus Gangguan 3. Tegangan Sentuh yang Diizinkan 4. Tegangan Langkah yang Diizinkan 5. Tegangan Mesh atau Tegangan Sentuh Maksimum Sebenarnya 6. Tegangan Langkah maksimim Sebenarnya 7. Tegangan Pindah
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data hasil Pengukuran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh data dan disajikan sebagai berikut:
xlix
Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Awal
Lokasi Peralatan Hasil Pengukuran
Cuaca
BAY KOPEL 150 KV
PMT BUS A Berawan
CT BUS A Berawan
CT BUS A Berawan
CT BUS B Berawan
PMT Berawan
BAY TD 1 60 MVA
PMT BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
LA Berawan
TRAFO Berawan
l
BAY TD 2 60 MVA
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
LA Berawan
TRAFO Berawan
BAY TD 3 60 MVA
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
LA Berawan
TRAFO Berawan
BAY DENAI PMS BUS A Berawan
li
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
CVT Berawan
PMS LINE Berawan
PMS GROUND
Berawan
LA Berawan
BAY SEI ROTAN
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
CVT Berawan
PMS LINE Berawan
lii
PMS GROUND
Berawan
LA Berawan
Dari Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa lokasi pengukuran ada pada 6 lokasi.
Masing-masing lokasi memiliki peralatan yang bervariasi untuk diukur nilai pembumiannya. Pengukuran nilai pembumian dilakukan pada kondisi dan cuaca yang berawan. Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil bahwa kondisi pembumian pada semua lokasi dan semua peralatan dalam kondisi normal. Dari hasil resistansi dapat dibandingkan ke persyaratan IEEE Std 80-2013.
Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Kedua
Lokasi Peralatan Hasil Pengukuran Cuaca
BAY KOPEL 150 KV
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
TD 1 60 MVA
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
liii
PMT Berawan
CT Berawan
LA Berawan
TRAFO Berawan
TD 2 60 MVA
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
LA Berawan
TRAFO Berawan
TD 3 60 MVA
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
liv
CT Berawan
LA Berawan
TRAFO Berawan
BAY DENAI
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
PMT Berawan
CT Berawan
CVT Berawan
PMS LINE Berawan
PMS GROUND Berawan
LA Berawan
BAY SEI ROTAN
PMS BUS A Berawan
PMS BUS B Berawan
lv
PMT Berawan
CT Berawan
CVT Berawan
PMS LINE Berawan
PMS GROUND Berawan
LA Berawan
Dalam Penelitian ini, pngukuran dilakukan pada 6 (enam) lokasi pengukuran. Peneliti melakukan pengukuran pada ke enam bagian tersebut karena terkait dengan sistem standar kemanan dan SOP sehingga membatasi akses lebih dekat ke gardu. Resistansi diukur pada titik 3 lokasi R, S, dan T.
4.2. Perbandingan Hasil Pengukuran
Berdasarkan hasil pengukuran awal sama dengan pengukuran oleh peneliti pada 6 lokasi tertentu. Hasil pengukuran rata-rata resistansi sistem grid di 6 lokasi, dapat di lihat pada tabel 4.3. Berdasarkan tabel 4.3 sesuai dengan standart IEEE std 80-2013.
Tabel 4.3 Perbandingan hasil Pengukuran
Lokasi/outgoing Peralatan Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata
Pengukuran Awal
Pengukuran Kedua
PMS BUS A
0.2 0.1
lvi
Bay Kopel 150 KV
PMS BUS B
0.2 0.2
PMT 0.2 0.1 CVT 0.3 0.1
Bay TD 1 60 MVA
PMS BUS A
0.2 0.3
PMS BUS B
0.2 0.3
PMT 0.3 0.3 CT 0.3 0.3 LA 0.3 0.3 TRAFO 0.2 0.3
Bay TD 2 60 MVA
PMS BUS A
0.3 0.4
PMS BUS B
0.2 0.4
PMT 0.2 0.4 CT 0.3 0.1 LA 1 0.8 TRAFO 0.3 0.4
Bay TD 3 60 MVA
PMA BUS A
0.2 0.4
PMS BUS B
0.2 0.4
PMT 0.2 0.2 CT 0.2 0.2 LA 0.3 0.8 TRAFO 0.2 0.3
Bay Denai
PMS BUS A
0.3 0.5
PMS BUS B
0.2 0.4
PMT 0.3 0.5 CT 0.4 0.5 CVT 0.2 0.6 PMS LINE
0.3 0.6
PMS GROUND
0.2 0.2
LA 0.2 0.5
lvii
Bay Sei-Rotan
PMS BUS A
0.2 0.7
PMS BUS B
0.2 0.4
PMT 0.2 0.5 CT 0.2 0.6 CVT 0.4 0.5 PMS LINE
0.2 0.4
PMS GROUND
0.3 0.5
LA 0.2 0.4
Dari tabel 4.3 dapat dilihat hasil perbandingan pengukuran awal dan peneliti. Dari hasil perbandingan diatas dapat dilihat bahwa hasilnya dalam keadaan normal.
4.3. Analisis Tata Letak (Lay Out)
Analisis Lay Out dalam Penelitian ini adalah dalam rangka menghitung besar tegangan sentuh yang diizinkan, tegangan sentuh sebenarnya, tegangan langkah yang diizinkan dan tegangan langkah yang sebenarnya dan tegangan pindah dalam kaitannya dengan sistem proteksi dan keamanan lokasi Gardu Induk Tanjung Morawa 150 KV.
Data sistem pembumian berdasarkan survey pada lokasi gardu induk Tanjung Morawa adalah sebagai berikut:
1. Panjang : 130 meter 2. Lebar : 65,1 meter 3. Luas : 8463 4. Elektroda yang dipakai
a. Jenis : tembaga (Cu) b. Panjang batang elektroda (l) : 2,80 meter c. Diameter konduktor kisi-kisi (d) : 0,016 d. Jarak antara konduktor-konduktor paralel (D) : 10 meter e. Kedalaman penanaman konduktor (h) : 1,8 meter
5. Jumlah konduktor kisi-kisi melintang 13 x 65,1 : 846,3 meter 6. Jumlah konduktor kisi-kisi melintang 8 x 130 : 1040 meter 7. Panjang batang-batang pembumian : 313,6 meter
lviii
8. Panjang konduktor keseluruhan (L) ( + + : 2199,9 meter 9. Jumlah konduktor paralel pada kisi-kisi utama (n) : 8 buah Adapun bentuk sistem pembumian pada gardu induk Tanjung Morawa
dengan bentuk kisi-kisi (grid), ditunjukkan oleh gambar 4.1.
Gambar 4.1 Bentuk kisi-kisi (Grid)
4.4. Perhitungan Tegangan
Besarnya arus fibrilasi, dihitung dengan (persamaan 2.1.) dan dengan waktu kejut atau lama gangguan adalah detik, maka :
Dengan menggunakan (persamaa 2.2) maka tegangan sentuh yang diizinkan adalah sebagai berikut:
Dari (persamaan 2.4) diperoleh besar tegangan langkah yang diizinkan
sebagai berikut :
Volt.
lix
Sementara itu, besar tegangan mesh atau tegangan sentuh dapat ditemtukan sebagai berikut :
Dimana:
Untuk n = 8
Sehingga
volt Tegangan langkah maksimum sebenarnya adalah sebagai berikut :
Dimana :
( +.....+ ), dan untuk n= 8, maka :
Maka :
Volt.
Besar tengangan pindah dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan:
Dengan diperoleh:
lx
Jadi :
Volt. Dari hasil perhitungan di atas maka dapat dibuat tabel perhitungan
sebagai berikut :
Tabel 4.4. Nilai Hasil Perhitungan Tegangan
Spesifikasi Satuan
Hasil
Tahanan jenis rata-rata tanah -m
750
Jumlah konduktor paralel dalam kisi-kisi utama (n)
- 8 buah
Kofisien -
Koefisien = 0,65 + 0,172 n - 6,576
Panjang konduktor pembumian yang ditanam (L)
m 2199,9
Koefisien - 0,3318
Tegangan sentuh yang diizinkan Vo
737
lxi
lt
Tegangan langkah yang diizinkan
Volt
2546
Tegangan mesh Volt
3892
Tegangan langkah maksimum sebenarnya
Volt
2231
Tegangan pindah Volt
1030,8
Tahanan pembumian Ohm
0,3436
Dengan demikian maka kondisi pembumian sistem Grid dari Gardu Induk Tanjung Morawa dapat di evaluasi dengan membuat perbandingan antara nilai hasil perhitungan dan nilai yang diizinkan, seperti pada tabel yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Nilai Hasil Perhitungandan Nilai Hasil yang Diizinkan
Jenis Hasil perhitungan (Volt)
Diizinkan (Volt)
Tgangan Langkah
2546 3140
Tegangan Sentuh
737 890
Tegangan Pindah
1362 -
lxii
Dari hasil perhitungan yang dilakukan atau seperti ditunjukkan pada tabel 4.4 dan 4.5 diperoleh pemahaman bahwa hasilnya lebih kecil. Sehingga berdasarkan hasil perhitungan dapat dinyatakan bahwa lokasi gardu induk tanjung morawa aman dan memenuhi standart IEEE 80-2013.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang pembumian sistem grid aplikasi gardu induk tanjung morawa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai pembumian sistem grid tetap dibawah 0,3-3 ohm, dinyatakan menurut PUIL dan besar hasil pengukuran adalah sebesar 0,1 ohm, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa GI tersebut masih aman ditinjau dari sisi system pembumian yang sedang dioperasikan.
2. Berdasarkan hasil analisi terkait dengan tegangan sentuh yang diizinkan, tegangan sentuh sebenarnya, tegangan langkah, tegangan langkah sebenarnya adalah sesuai dengan hasil perhitungan 737 Volt, yang diperbolehkan untuk 0,75 detik s/d 1 detik = 890 Volt.
5.2. Saran
Sesuai hasil penelitian tentang pembumian sistem grid aplikasi gardu induk tanjung morawa, maka kami memberi saran sebagai berikut :
1. Dalam pemasangan sistem pembumian perlu dilakukan pengukuran pembumian secara berkala dan pengkuran dilakukan pada cuaca terik dan berawan.
2. Perlu dilakukan tindakan pemeliharaan secara berkala agar pembumian tetap pada besaran yang diperbolehkan.
3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djiteng Marsudi,2005, Pembangkit Energi Listrik, Erlangga. Jakarta.
2. Djiteng Marsudi 2005 “Operasi Sistem Tenaga Listrik” Edisi Ketiga, Erlangga. Jakarta.
3. Hutauruk,TS.,1991, Penetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahn Peralatan, Erlangga. Jakarta.
lxiii
4. Arismunandar, A., 2004, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, jilid I, Pradnya Paramita, 1993, Jakarta.
5. Arismunandar, A., 2004, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, jilid II, Pradnya Paramita, 1993, Jakarta.
6. PUIL, 2000, “Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000” SNI 04-0225.2000.
7. IEEE 80/1979, ”IEEE Guide for Safety in Substation Grounding” N.Y 1979.
8. Tobing, Bonggas L, “Peralatan Tegangan Tinggi Edisi Kedua”. Penebit Erlangga, Jakarta,2012.
9. SPLN Gardu Induk (Buku Petunjuk Serandang dan Pembumian Gardu Induk).
10. Nawai Zainuddin, “Perencanaan Sistem tenaga Listrik Konsep Dasar Penyediaan Energi Listrik” Diklat, Jurusan Teknik Elektro FT. Unsri,1991.
lxiv