studi parametrik deformasi pondasi tiang pada kasus …
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR
STUDI PARAMETRIK DEFORMASI PONDASI TIANGPADA KASUS JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU-
TEBING TINGGI( Studi Kasus )
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat MemperolehGelar Sarjana Teknik Sipil Pada Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Disusun Oleh:
PUTRI PANGESTI WAHYU WIJAYANTI1307210250
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARAMEDAN
2018
iv
ABSTRAK
STUDI PARAMETRIK DEFORMASI PONDASI TIANGPADA KASUS JALAN TOL MEDAN – KUALANAMU – TEBING TINGGI
(STUDI KASUS)
Putri Pangesti Wahyu Wijayanti1307210250
Muhammad Husin Gultom, ST, MTTondi A.P, ST, MT
Pondasi tiang bor (Bored Pile) merupakan salah satu jenis pondasi dalam. Padapondasi tiang bor yang menerima beban aksial, beban didistribusikan ke tanahmelalui tahanan ujung dan tahanan selimut tiang. Uji beban aksial tiangterinstrumensasi yang dilengkasi instrumentasi berupa VWSG (Vibrating WireStrain Gauge) dan tell-tale extensometer dilakukan untuk mengetahui perilakudistribusi beban dan beban-penurunan dari pondasi tiang bor. Penelitian inibertujuan untuk mengananlisis daya dukung dan beban-penurunan pada pondasitiang bor. Analisis dilakukan pada pondasi tiang bor dengan diameter 1 m danpamjang 30 m, pada tanah yang terdiri atas medium silty clay, stiff silty clay, danhard clay. Pembebanan saat uji beban dilakukan hingga 200% dari beban kerja(working load) sebesar 600 ton melalui 4 siklus pembebanan. Hasil perhitungananalitis menunjukkan bahwa penurunan pondasi tiang bor adalah 9,82 mm untukmencapai beban 600 ton (titik BH-2). Sementara hasil dari program Plaxis saatbeban uji 600 ton, penurunan pondasi tiang bor adalah 17,19 mm.
Kata Kunci: Pondasi Tiang bor, beban-Penurunan, uji beban, Plaxis.
v
ABSTRACT
PARAMETRIC STUDY OF DEBT DEFORMATION ON THE CASE OF TOLMEDAN ROAD - KUALANAMU - TINGGING HIGH
(CASE STUDY)
Putri1307210250
Muhammad Husin Gultom, ST, MTTondi A.P, ST, MT
Bored pile foundation is one of deep foundation types. On the foundation of theaxial pole receiving the axial, it is distributed upward through the tip resistanceand the blanket blanket resistance. The axial trials of the extruded pole areinstrumented. VWSG (Vibrating Wire Strain Gauge) and tell-tale extensometerwere performed to find out. This study aims to analyze the carrying capacity anda-on the foundation of drill piles. The analysis was performed on the foundationof drill pit with diameter of 1 m and pamjang 30 m, on the ground consisting ofsilty clay, rigid clay, and hard clay. The testing load is 200% of work (workload)of 600 tons through 4 loading cycles. The analytical calculation result shows thedecrease of drill pole pond is 9.82 mm to reach 600 tons (point BH-2). While theresults of the current Plaxis program test 600 tons, the drill bit foundation pole is17.19 mm.
Keywords: Foundation of Drill Pill, Load-Decrease, load test, Plaxis.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala
puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia dan nikmat yang tiada terkira. Salah satu dari nikmat tersebut adalah
keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini yang berjudul
“Studi Parametrik Deformasi Pondasi Tiang Pada Kasus Jalan Tol Medan-
Kualanamu-Tebing Tinggi” sebagai syarat untuk meraih gelar akademik Sarjana
Teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan.
Banyak pihak telah membantu dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir
ini, untuk itu penulis menghaturkan rasa terimakasih yang tulus dan dalam
kepada:
1. Bapak Muhammad Husin Gultom, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I dan
Penguji yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Tondi A.P, ST, MT selaku Dosen Pimbimbing II dan Penguji yang
telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Ade Faisal,ST, M.Sc selaku Dosen Pembanding I dan Penguji yang
telah banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Bambang Hadibroto, ST, MT selaku Dosen Pembanding II yang telah
banyak memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Dr. Fahrizal Zulkarnain, ST, M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknik
Sipil, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
6. Bapak Munawar Alfansury Siregar, ST, MT selaku Dekan Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Program Studi Teknik Sipil, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu
ketekniksipilan kepada saya.
vii
8. Orang tua penulis: Irianto, Amd dan Supiyanti, yang telah membesarkan,
mendidik, memberi semangat, dan selalu memberikan dukungan dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang kepada penulis.
Juga buat abangda Irshadi Fachrul Arifin, SE yang telah membantu dan
memberikan dukungan moril untuk tetap giat dalam menempuh pendidikan
dan menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Bapak/Ibu Staf Administrasi di Biro Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
10. Sahabat-sahabat penulis: Agung Trisna, Zakaria Fadhil, Sugaluh Wisnu Murti,
Erry Prasetyo, rekan-rekan A3 dan B3 malam stambuk 2013 yang tidak
mungkin namanya disebut satu per satu.
Laporan Tugas Akhir ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis berharap kritik dan masukan yang konstruktif untuk menjadi bahan
pembelajaran berkesinambungan penulis di masa depan. Semoga laporan Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat bagi dunia konstruksi teknik sipil.
Medan, Maret 2018
Putri Pangesti Wahyu Wijayanti
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERNYATAN KEASLIAN SKRIPSI iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR NOTASI xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Ruang Lingkup Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
1.5.1. Manfaat Praktis
1.5.2. Manfaat Teoritis
1.6. Sistematika Penulisan 4
BAB 2 STUDI PUSTAKA
2.1. Tanah 6
2.1.1 Propertis Tanah 7
2.1.2 Komposisi Tanah 8
2.1.3 Batas Konsistensi Tanah 9
2.2. Penyelidikan Lapangan 10
2.2.1 Uji Standart Penentration Test (SPT) 12
2.3. Pengujian Laboratorium 15
2.3.1 Parameter Tanah 15
2.4. Pondasi 20
2.5.1 Pondasi Tiang 23
2.5.2 Penggolongan Pondasi Tiang 22
ix
2.5. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) 24
2.6. Uji Pembebanan Statik (Static Loading Test) 27
2.7. Kapasitas Daya Dukung 30
2.8.1 Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek 30
2.8.2 Dari Data Standart Penetration Test (SPT) 31
2.8.3 Dari Data Parameter Tanah (Laboratorium) 31
2.8. Faktor Keamanan 34
2.9. Penurunan Tiang Tunggal (Settlement) 36
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bagan Alir Penelitian 41
3.2. Data Umum Proyek 42
3.3. Lokasi Titik Pengeboran 43
3.4. Pengumpulan Data 43
3.5. Analisis Data Tanah 43
3.6. Analisis Parameter Tanah 47
3.7. Hasil Pengujian Pembebanan Statik (Static Loading Test) 48
3.8. Model Numerik dengan Program Analisis 50
3.8.1 Plaxis Input 51
3.2.2 Plaxis Calculation 52
3.3.3 Plaxis Output 52
3.9. Langkah-langkah Pemodelan Menggunakan Program Plaxis 53
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Daya Dukung Menggunakan Data Parameter (SPT) 58
4.1.1. Perhitungan Pada Titik BH-1 58
4.1.2. Perhitungan Pada Titik BH-2 61
4.1.3. Perhitungan Pada Titik BH-3 64
4.2. Perhitungan Penurunan (Settlement) 66
4.2.1. Penurunan Pada Titik BH-1 66
4.2.2. Penurunan Pada Titik BH-2 68
4.2.3. Penurunan Pada Titik BH-3 70
4.3. Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data Loading Test 72
x
4.3.1. Metode Mazurkiewicz (1972) 73
4.3.2. Metode Chin 74
4.3.3. Metode Davisson 75
4.4. Hasil Analisis Program Plaxis Untuk Penurunan 76
4.5. Perbandingan Hasil analitis dan Program Plaxis untuk
penurunan dan Loading Test 78
4.6. Hasil Analitis Daya Dukung Program Plaxis 80
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 81
5.2. Saran 82
DAFTAR PUSTAKA 83
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Batasan-batasan ukuran golongan tanah 7
Tabel 2.2 Hubungan nilai Indeks Plastisitas dengan jenis tanah Atterberg 10
Tabel 2.3 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah lempung 15
Tabel 2.4 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah pasir 16
Tabel 2.5 Hubungan jenis tanah, konsistensi dan poission ratio (v) 17
Tabel 2.6 Hubungan antar jenis tanah, angka porie, kadar air, konsistensi
dengan berat isi tanah kering 18
Tabel 2.7 Hubungan dariФ dan N dari pasir 18
Tabel 2.8 Nilai koefisien Permeabilitastanah 20
Tabel 2.9 Parameter rencana tiang untuk tanah kohesif 32
Tabel 2.10 Parameter rencana tiang untuk tanah non kohesif 34
Tabel 2.11 Faktor keamanan untuk pondasi tiang 35
Tabel 3.1 Data hasil pengeboran BH-1 (Lokasi jembatan S.Susun Rampah) 45
Tabel 3.2 Data hasil pengeboran BH-2 (Lokasi jembatan S.Susun Rampah) 45
Tabel 3.3 Data hasil pengeboran BH-3 (Lokasi jembatan S.Susun Rampah) 46
Tabel 3.4 Tabel rekapitulasi pembebanan pada pengujian static loading 48
Tabel 4.1 Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT pada titik
BH-1 60
Tabel 4.2 Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT pada titik
BH-2 63
Tabel 4.3 Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT pada titik
BH-3 66
Tabel 4.4 Rekapitulasi perhitungan penurunan tiang tunggal 71
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Elemen-elemen tanah 8
Gambar 2.2 Wujud fisik tanah pada konsistensi tertentu 9
Gambar 2.3 Pengujian penetrasi standar 13
Gambar 2.4 Skema urutan pengujian penetrasi standar 14
Gambar 2.5 pengelompokan pondasi 22
Gambar 2.6 Jenis-jenis tiang bor 25
Gambar 2.7 Hubungan beban-penurunan metode mazurkiewicz 28
Gambar 2.8 Hubungan beban-penurunan metode chin 29
Gambar 2.9 Hubungan beban-penurunan metode davisson 30
Gambar 2.10 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya 31
Gambar 2.11 Korelasi antara α dan Cu pada tanah lempung 33
Gambar 2.12 Faktor penurunan Io 38
Gambar 2.13 Koreksi kompresi Rk 39
Gambar 2.14 Koreksi kedalaman Rh 39
Gambar 2.15 Koreksi angka poisson Rµ 40
Gambar 2.16 Koreksi kekakuan lapisan pendukung Rb 41
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 42
Gambar 3.2 Denah lokasi Proyek pembangunan jalan tol MKTT 6 43
Gambar 3.3 Lokasi titik pengeboran BH-1, BH-2 dan BH-3 44
Gambar 3.4 Grafik siklus penurunan dengan waktu 49
Gambar 3.5 Grafik siklus pembebanan dengan waktu 49
Gambar 3.6 Kurva hubungan beban dan penurunan hasil uji beban statis 50
Gambar 3.7 Pemodelan geometri pada program analisis. 53
Gambar 3.8 Penetapan kondisi batas pada geometri. 54
Gambar 3.9 Input parameter tanah dan pemodelan Mohr-coulomb. 55
Gambar 3.10 Penyusunan jaringan meshing. 56
Gambar 3.11 Pemodelan penguncian geometri 56
Gambar 3.12 Tahapan perhitungan. 57
Gambar 4.1 kurva penurunan titik BH-1, BH-2 dan BH-3 72
Gambar 4.2 Interpretasi daya dukung dengan metode Mazurkiewicz (1972) 73
xiii
Gambar 4.3 Interpretasi daya dukung dengan metode Chin 74
Gambar 4.4 Interpretasi daya dukung dengan metode Davisson 75
Gambar 4.5 Penurunan dengan beban 300 ton 76
Gambar 4.6 Penurunan dengan beban 600 76
Gambar 4.7 Kurva perbandingan penurunan antara titik BH-1, BH-2
dan BH-3 dalam program Plaxis 77
Gambar 4.8 Kurva beban versus penurunan menggunakan program analisis 78
Gambar 4.9 Kurva perbandingan antara analitis dan program Plaxis 78
Gambar 4.10 Kurva perbandingan beban versus penurunan dengan
metode elemen hingga dan data loading test 79
xiv
DAFTAR NOTASI
Ap = Luas penampang tiang
p = Luas selimut tiang
SF = Faktor keamanan
Cu = Kohesif lapisan tanah yang tidak teratur
α = Faktor adhesi
∆L = Kedalaman
σ = tegangan
Es = Modulus elastisitas tana disekitar tiang
EP = Modulus elastisitas dari bahan tiang
Eb = 10 Es = modulus elastisitas tanah di dasar tiang
D = Diameter tiang
Q = Besar beban yang bekerja
S = Besar penurunan yang terjadi
Io = Faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(incomressible) dalam massa semi tak terhingga
Rk = Faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk µ = 0.35
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah
keras
Rµ = Faktor koreksi angka poison
Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan ekonomi saat ini mengiringi kemajuan
pembangunan. Ketersediaan akan sarana infrastuktur yang ada di Indonesia sekarang
ini semakin meningkat. Hal tersebut seiring dengan berjalannya waktu dan zaman
yang semakin maju dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat serta
berkembang pesat. Dengan adanya pengadaan infrastuktur tersebut dapat menunjang
kehidupan Negara Indonesia lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Jalan tol
juga merupakan salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi kemacetan
yang semakin meningkat di Indonesia.
Demi mengembangkan perekonomian di wilayah Sumatera Utara, khususnya
Medan dan sekitarnya. Pemerintah pusat terus berupaya menyediakan infrastruktur
untuk mendukung pusat perekonomian Sumatera Utara antara lain, Bandara
Internasional Kualanamu dan Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi.
Pembangunan jalan tol Trans-Sumatera dengan ruas Medan – Kualanmu – Tebing
Tinggi sepanjang 61,72 kilometer ini terbagi menjadi tujuh seksi. Seksi 1 sampai
seksi 6 sepanjang 52,85 kilometer yang terbentang dari Tanjung Morawa hingga Sei
Rampah. Sedangkan seksi 7 terbentang dari Sei Rampah hingga Tebing Tinggi.
Dalam perencanaan suatu jembatan terdapat 2 bagian yaitu struktur atas dan
struktur bawah. Pondasi merupakan salah satu struktur bangunan yang terletak pada
bagian paling bawah bangunan. Keberadaan pondasi tidak dapat dipisahkan dari
struktur bangunan karena pondasi berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya atau
beban yang bekerja pada struktur atas ke tanah dasar yang cukup keras. Pemilihan
pondasi serta perencanaan pondasi harus dilakukan secara benar. Maka pada
saat perencanaan pondasi para perencana harus menganalisa daya dukung tanah
dimana pondasi akan dibangun karena pada saat pondasi diberi beban dan besar
beban tersebut diteruskan pondasi ke tanah tidak boleh melampaui kekuatan
tanah tersebut. Perencanaan dan pemilihan pondasi yang salah akan
mengakibatkan bangunan tersebut tidak awet bahkan mengalami keruntuhan
(failure).
2
Pondasi tiang bor sebagai pilihan jenis pondasi yang digunakan dalam
pembangunan Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebinggi Tinggi ini menjadi pilihan
yang tepat karena direncanakan sesuai dengan fungsi pembangunan transportasi
untuk kepentingan umum dalam masa layan yang cukup lama sehingga penting
diketahui dan dibahas hal-hal apa saja yang menyangkut daya dukung dan
penurunannya, agar dapat dipertimbangkan nilai kegunaanya berdasarkan faktor
keamanannya.
Adapun lapisan tanah mengalami pembebanan akibat beban di atasnya, maka
tanah di bawah beban yang bekerja tersebut akan mengalami kenaikan tegangan,
akses dari kenaikan tegangan ini adalah terjadinya penurunan elevasi tanah dasar
(settlement). Pembebanan ini mengakibatkan adanya deformasi partikel tanah,
relokasi partikel tanah, dan keluarnya air pori dari tanah yang disertai berkurangnya
volume tanah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah. Pada
umumnya tanah dalam bidang geotek, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu tanah berbutir
dan tanah kohesif. Pada tanah berbutir (pasir/sand), air pori dapat mengalir keluar
struktur tanah dengan mudah, karena tanah berbutir memiliki permeabilitas yang
tinggi. Sedangkan pada tanah kohesif (clay), air pori memerlukan waktu yang lama
untuk mengalir keluar seluruhnya. Hal ini disebabkan karena tanah kohesif
memiliki permeabilitas yang rendah.
Dan ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penurunan konsolidasi ini,
yaitu: 1. Besarnya penurunan yang terjadi, 2. Kecepatan penurunan yang terjadi
(Das, 1995).
Perkembangan perangkat keras komputer mengalami perkembangan yang
sangat berarti beberapa tahun ini.
Dalam dunia teknik sipil sendiri, khususnya geoteknik, dikenal program
perhitungan Soil yaitu Plaxis. Plaxis adalah program elemen hingga untuk aplikasi
geoteknik dimana digunakan model-model tanah untuk melakukan simulasi
terhadap prilaku dari tanah. Program ini sangat membantu proses perhitungan
parameter tanah, pemadatan tanah, lendutan dan lainnya pada proses perhitungan
tiang bor atau tiang pancang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis
tertarik untuk meneliti studi kasus di pembangunan Jalan tol Medan – Kualanamu
– Tebing Tinggi seksi 6 (Sei Rampah) Medan Sumatra Utara.
3
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana hasil perbandingan daya dukung tiang tunggal pada 3 titik yang
berbeda dengan metode analitis dan elemen hingga dengan data parameter
tanah (SPT)?
2. Berapa besarkah penurunan yang terjadi pada pondasi Bored Pile pada 3 titik
yang berbeda?
3. Bagaimana hasil perbandingan penurunan pondasi Bored Pile dengan metode
analitis, metode elemen hingga dan penurunan Loading Test?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Untuk menghitung perbandingan daya dukung tiang tunggal pada 3 titik
yang berbeda dengan data parameter tanah (SPT).
2. Untuk menghitung penurunan yang terjadi pada pondasi Bored Pile pada 3
titik yang berbeda.
3. Untuk membandingkan hasil penurunan dengan metode analitis, elemen
hingga dan penurunan Loading Test.
1.4. Ruang Lingkup Pembahasan
Pada pembangunan proyek Jalan Tol Medan - Kualanamu - Tebing Tinggi,
terdapat banyak permasalahan yang dapat ditinjau dan dibahas, maka didalam
laporan ini sangatlah perlu kiranya diadakan suatu pembatasan masalah, yang
bertujuan menghindari kekaburan serta penyimpangan dari masalah yang
dikemukakan sehingga semuanya yang dipaparkan tidak menyimpang dari tujuan
semula. Walaupun demikian, hal ini tidaklah berarti akan memperkecil arti dari
pokok-pokok masalah yang dibahas disini, melainkan hanya karena keterbatasan
belaka. Namun dalam penulisan laporan ini permasalahan yang ditinjau hanya
dibatasi pada:
1. Hanya meninjau gaya vertikal, tidak meninjau akibat gaya horizontal (gaya
lateral).
4
2. Hanya meninjau perencanaan tiang tunggal, tidak meninjau tiang grup (pile
cap).
3. Hanya meninjau pada titik BH-1, BH-2 dan BH-3 pada lokasi jembatan
simpang susun Sei Rampah.
4. Data tanah yang digunakan data parameter tanah (hanya data Standard
Penetrarion test).
5. Untuk mengetahui kurva/grafik perbandingan penurunan digunakan
pemodelan Mohr-Coulomb pada program komputer (Plaxis).
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini memberikan manfaat terhadap ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang teknik sipil.
2. Sebagai bahan referensi bagi siapa saja yang membacanya khususnya bagi para
peneliti yang menghadapi masalah yang sama.
3. Dapat diperoleh gambaran analisis pengeboran tiang pada pembangunan Jalan
Tol Medan Kualanamu Tebing Tinggi Seksi 6 (Sei Rampah).
1.5.2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini secara praktis dapat menyumbangkan pikiran dalam
pemecahan masalah yang berkaitan dengan bangunan struktur bawah menggunakan
tiang bor (Bored Pile).
1.6. Sistematika Penulisan
Rencana sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari 5 ( lima ) bab,
yang diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan hal-hal umum yang mengenai tugas akhir seperti latar belakang,
rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi dasar teori, rumusan, dan segala sesuatu yang digunakan untuk
menyelesaikan tugas akhir ini, yang diperoleh dari buku literatur, tulisan ilmiah,
website, dan hasil penulisan sebelumnya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelskan rencana atau prosedur yang dilakukan penulis untuk
memperoleh jawaban yang sesuai dengan kasus permasalahan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang uraian perhitungan daya dukung dan penurunan tiang
tunggal.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan sesuai dengan analisis terhadap penelitian danbeberapa saran untuk mengembangkan lebih lanjut dan lebih baik dimasa yangakan datang.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah
Dalam pandangan Teknik Sipil tanah adalah himpunan mineral, bahan
organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas
batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat dise
babkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-
ngendap diantara partikel-partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi
air, udara, ataupun keduanya (Hardiyatmo, 2002).
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas
yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut
(Das, 1995).
Dalam bukunya Das (1995) menjelaskan ukuran dari partikel tanah adalah
sangat beragam dengan variasi yang cukup besar, tanah umumnya dapat disebut
sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (slit), atau lempung (clay),
tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pacta tanah tersebut.
Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya,
beberapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan
jenis tanah (soil-separate-size limits).
Pada Tabel 2.1 diperlihatkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah
yang telah dikembangkan oleh Massachussetts Institute of Technology (MIT),
U.S.Department of Agriculture (USDA), American Association of State Highway
and Transportation Officials (AASHTO) dan oleh U. S. Army Corps of Engineers
dan U. S. Bureau of Reclamation yang kemudian menghasilkan apa yang disebut
sebagai Unified Soil Classification System ( USCS). Pada Tabel tersebut, sistem
MIT diberikan hanya untuk keterangan tambahan saja. Sistem MIT ini penting
artinya dalam sejarah perkembangan sistem batasan ukuran golongan jenis tanah
(Tabel 2.1). Pada saat sekarang, sistem Unified (USCS) telah diterima di seluruh
7
dunia. Sistem ini sekarang telah dipakai pula oleh American Society of Testing
and Materials (ASTM). Gambar 2.1 menunjukkan batasan-batasan ukuran dalam
bentuk grafik.
Tabel 2.1: Batasan-batasan ukuran golongan tanah (Das, 1995).
Nama golongan Ukuran Butiran (mm)
Kerikir Pasir Lanau LempungMassachusetts Instituteof Technology (MJT) >2 2 – 0,06 0,06 – 0,002 <0,002
U.S. [Department ofAgriculture (USDA) >2 2 – 0,05 0,05 – 0,002 <0,002
American Associationof State Highway andTransportationOfficials (AASHTO)
76,2 – 2 2 – 0,075 0.075 –0,002 <0,002
Unified SoilClassification System(U.S. Army Corps ofEngineers, U. S.Bureauof Reclamation)
76,2 –4,74 4,75 – 0,075 Halus (Yaitu lanau dan
lempung) <0,0075
2.1.1. Properties Tanah
Tanah merupakan dasar sebuah konstruksi yang berperan sebagai pendukung
pondasi pada sebuah kontruksi bangunan. Dalam hal ini diperlukannya tanah
dalam kondisi kuat menahan beban di atasnya dan menyebarkannya merata.
Dengan fungsi utama tersebut diperlukan suatu rekayasa perkuatan terhadap
kondisi tanah yang ada, sehingga dihasilkan suatu nilai lebih baik secara kekuatan
maupun struktural untuk meninjau stabilitasnya terhadap pembebanan.
Adapun pengukuran parameter tanah dapat dilakukan pengujian laboratorium
melalui pengukuran-pengukuran mekanika tanah. Hasil dari nilai propertis tanah
itulah yang menjadi masukan untuk pengukuran dan analisa selanjutnya.
8
2.1.2. Komposisi Tanah
Tanah terdiri dari tiga fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1: Elemen-elemen tanah (Das, 1995).
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah
angka pori (void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of
saturation).
1. Angka Pori
Angka pori menunjukkan seberapa besar ruang kosong yang disebut pori-
pori tanah terhadap ruang padat. Pori-pori inilah yang nanti akan terisi air
atau butiran tanah yang lebih kecil. Nilai ini merupakan perbandingan
antara volume pori (VV) dan volume butiran padat (VS ) yang disebut
angka pori (e).
2. Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori dan volume
tanah total. Porositas (n) ini menunjukkan seberapa besar volume pori
yang ada yang dapat diukur dalam prosentase.
3. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (S) adalah perbandingan antara perbandingan volume
air dengan volume pori.
9
4. Kadar Air
Kadar air atau water content (w) didefinisikan sebagai perbandingan
antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki.
Pemeriksaan kadar air dapat dilakukan dengan pengujian soil test di
laboratorium, begitu juga untuk mengukur angka pori, porositas, derajat
kejenuhan dan berat jenis tanah.
2.1.3. Batas Konsistensi Tanah
Atterberg adalah seorang ilmuwan dari Swedia yang berhasil
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir
halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas konsistensi tanah disebut
Atterberg Limits. Kegunaan batas atterberg dalam perencanaan adalah
memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang
bersangkutan. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek. Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai
sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan compressiblitynya
tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatanya. Batas-batas konsistensi tanah dapat
dilihat pada Gambar 2.2:
Gambar 2.2: Wujud fisik tanah pada konsistensi tertentu.
Batas antara fase-fase tanah seperti di atas disebut Batas-batas Konsistensi/
batas-batas Atterberg. Batas-batas kadar air tersebut adalah:
1. Batas cair (Liquid Limit) = LL adalah kadar air pada perbatasan dari fase
tanah antara keadaan plastis – cair.
10
2. Batas Plastis (Plastic Limit) = PL merupakan kadar air minimum dimana
tanah masih dalam keadaan plastis.
3. Batas Susut (Shrinkage Limit) = SL adalah batas kadar air dimana tanah tidak
kenyang air lagi.
4. Indeks Plastisitas = Plastisitas Index = PI adalah interval kadar air dimana
tanah dalam keadaan plastis.
Plastisitas Indeks (PI) menunjukkan tingkat keplastisan tanah. Apabila nilai
Indeks Plastisitas tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung.
Klasifikasi jenis tanah menurut Atterberg berdasarkan nilai Indeks Plastisitas
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2: Hubungan nilai Indeks Plastisitas dengan jenis tanah menurut Atterberg(Indrastono, 1995).
IP Jenis Tanah Plastisitas Kohesi
0 Pasir Non plastis Non kohesif
< 7 Lanau Rendah Agak kohesif
7-17 Lempung berlanau Sedang Kohesif
>7 Lempung murni Tinggi Kohesif
2.2. Penyelidikan Lapangan
Dalam merencanakan sebuah pondasi sangatlah penting untuk mengetahui
jenis, sifat terlebih karakteristik tanah tersebut. Juga apakah tanah tersebut dapat
menahan beban yang ada diatasnya maupun dari pengaruh gaya vertical ataupun
horizontal. Untuk mengetahui tentang jenis tanah tesebut dilakukan test
laboratorium dan tanahnya diambil dari berbagai lapisan maupun juga
pengamatan langsung dilapangan.
Dalam penulisan tugas akhir Hardianty (2016) menjelaskan tujuan dari
penyelidikan tanah ini yakni:
1. Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan – lapisan tanah pada lokasi
yang akan ditinjau.
11
2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli atau tidak terganggu (undisturbed) dan
tidak asli atau terganggu (disturbed) untuk mengidentifikasi tanah tersebut
secara visual dan untuk keperluan pengujian di laboratorium.
3. Untuk menentukan kedalaman tanah keras.
4. Untuk mengetahui kedalaman muka air tanah di lokasi proyek.
5. Untuk mengetahui jenis tanah pada setiap kedalaman tertentu yang diperoleh
dari hasil Standart Penetration Test (SPT).
6. Mempelajari kemungkinan timbulnya masalah perilaku bangunan yang sudah
ada di sekitar lokasi pembangunan tersebut.
Penyelidikan tanah (soil investigation) dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Penyelidikan Lapangan
Jenis penyelidikan di lapangan seperti pengeboran (hand boring ataupun
machine boring), Cone Penetrometer Test (Sondir), Standard Penetration
Test (SPT), Sand Cone Test dan Dynamic Cone Penetrometer.
2. Penyelidikan Laboratorium
Sifat-sifat fisik tanah dapat dipelajari dari hasil uji Laboratorium pada sampel
tanah yang diambil dari pengeboran. Hasil yang diperoleh dapat digunakan
untuk menghitung kapasitas daya dukung ultimit dan penurunan. Jenis
penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji indexproperties tanah (Atterberg
Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve Analysis) dan engineering
properties tanah (Direct Shear Test, Triaxial Test, Consolidation Test,
Permeability Test, Compaction Test, dan CBR).
Dari hasil penyelidikan tanah diperoleh contoh tanah (soil sampling) yang
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Contoh tanah tidak terganggu (undisturbed soil)
Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah itu
dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli yang
dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan pada
strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Contoh tanah seperti ini
tidaklah mungkin bisa didapatkan, akan tetapi dengan menggunakan teknik-
teknik pelaksanaan yang baik, maka kerusakan-kerusakan pada contoh tanah
12
tersebut dapat diminimalisir. Undisturbed soil digunakan untuk percobaan
engineering properties.
2. Contoh tanah terganggu (disturbed soil)
Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa adanya
usaha-usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah tersebut. Disturbed
soil digunakan untuk percobaan uji index properties tanah.
2.2.1. Uji Standart Penetration Test (SPT)
Tujuan Pengujian Penetrasi Standar yaitu untuk menentukan kepadatan relatif
dan sudut geser lapisan tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan
tabung, dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah
tersebut, untuk memperoleh data yang komulatif pada perlawanan penetrasi tanah
dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasanya sulit
diambil sampelnya.
Pengujian Penetrasi Standar (SPT) adalah suatu metode uji yang dilaksanakan
bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik tanah
maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT
terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai
pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm
vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang
dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian
dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing
tahap (SNI 4153, 2008).
A. Persiapan Pengujian
Lakukan persiapan pengujian SPT di lapangan dengan tahapan sebagai
berikut (Gambar 2.3):
a. Pasang blok penahan (knocking block) pada pipa bor.
b. Beri tanda pada ketinggian sekitar 75 cm pada pipa bor yang berada di atas
penahan.
c. Bersihkan lubang bor pada kedalaman yang akan dilakukan pengujian dari
bekas-bekas pengeboran.
d. Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya
13
disambungkandengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan.
e. Masukkan peralatan uji SPT ke dalam dasar lubang bor atau sampai
kedalaman pengujian yang diinginkan.
f. Beri tanda pada batang bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15
cm, 30 cm dan 45 cm.
Gambar 2.3: Pengujian penetrasi standar (SPT) (SNI 4153, 2008).
B. Prosedur Pengujian
Lakukan pengujian dengan tahapan sebagai berikut (Gambar 2.4):
a. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval
sekitar 1,50 m s.d 2,00 m atau sesuai keperluan.
b. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat
sebelumnya (kira-kira 75 cm).
c. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan, ulangi 2) dan
3) berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm.
d. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang
14
pertama.
e. Ulangi 2), 3), 4) dan 5) sampai pada penetrasi 15 cm yang ke-dua dan ke-
tiga.
f. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm:
· 15 cm pertama dicatat N1
· 15 cm ke-dua dicatat N2
· 15 cm ke-tiga dicatat N3
· Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak
diperhitungkan karena masih kotor bekas pengeboran.
g. Bila nilai N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian dan
tambah pengujian sampai minimum 6 meter.
h. Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.
Gambar 2.4: Skema urutan pengujian penetrasi standar (SPT), (SNI 4153,2008).
15
2.3. Pengujian Laboratorium
Dengan uji laboraturium, parameter kuat geser tanah pasir (φ) maupun
lempung (c) dapat disesuaikan atau disimulasikan dengan kondisi pekerjaan di
lapangan.
2.3.1. Parameter Tanah
Parameter tanah adalah ukuran atau acuan untuk mengetahui atau menilai
hasil suatu proses perubahan yang terjadi dalam tanah baik dari sifat fisik dan
jenis tanah. Dengan mengenal dan mempelajari sifat-sifat tersebut, keputusan
yang diambil dalam perancangan akan lebih ekonomis. Karena sifat-sifat tersebut
maka penting dilakukan penyelidikan tanah (soil investigation).
Dari uji lapangan yang dilakukan kita bisa mendapatkan parameter-parameter
tanah yang dapat digunakan untuk analisis maupun desain. Data yang didapat dari
uji lapangan harus dievaluasi terlebih dahulu untuk memperoleh hasil interpretasi
yang baik. Interpretasi data geoteknik mempunyai tingkat ketelitian yang berbeda-
beda tergantung pada uji yang dilakukan, kompleksitas material alami yang
terjadi, perubahan setempat dan asal-usul bahan.
A. Modulus Young (E)
Karena sulitnya pengambilan contoh asli di lapangan untuk tanah granuler
maka beberapa pengujian lapangan (in-situ-test) telah dikerjakan untuk
mengestimasi nilai modulus elastisitas tanah. Nilai perkiraan modulus
elastisitas dapat diperoleh dari pengujian SPT (Standart Penetration Test).
Selain itu modulus elastisitas tanah dapat juga di cari dengan pendekatan
terhadap jenis dan konsistensi tanah dengan N-SPT , seperti pada Tabel 2.3
dan Tabel 2.4.
16
Tabel 2.3: Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah lempung(Randolph,1978).
Subsurfacecondition
Penetrationresistancerange N
Ɛ50(%)
Poisson’sRatio (v)
Shearstrengh
Su(psf)
Young’sModulusRange Es
(psi)
ShearModulusRange G
(psi)
Very soft 2 0,020 0,5 250 170-340 60-110
Soft 2-4 0,020 0,5 375 260-520 80-170Stiff 8-15 0,010 0,45 1500 1040-2080 340-690
Very stiff 15-30 0,005 0,40 3000 2080-4160 690-1390
Hard 30 0,004 0,35 4000 2890-5780 960-1930
40 0,004 0,35 5000 3470-6940 1150-2310
60 0,0035 0,30 7000 4860-9720 1620-3420
80 0,0035 0,30 9000 6250-12500 2080-4160
100 0,003 0,25 11000 7640-15270 2540-5090
120 0,003 0,25 13000 9020-18050 3010-6020
Tabel 2.4: Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir(Schmertman,1970).
Subsurfacecondition
PenetrationResistancerange
(N)
FrictionAngle Ø
(deg)
PoissonRatio(v)
Conepenetration
qc=4N
RelatiefDensityDr(%)
Young’sModulusRange Es
(psi)
ShearModulusRange G
(psi)
Very loose 0-4 28 0,45 0-16 0-15 0-440 0-160
Losse 4-10 28-30 0,4 16-40 15-35 440-1100 160-390
Mediu m 10-30 30-36 0,35 40-120 35-65 1100-3300 390-1200
Dense 30-50 36-41 0,3 120-100 65-85 3300-55001200-1990
Verydense 50-100 41-45 0,2 200-400 85-100 5500-1000
1990-3900
17
B. Poisson’s Ratio ( ')
Rasio poisson sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan – pekerjaan
mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan
nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan
dalam perhitungan. Ini disebabkan nilai dari rasio poisson sukar diperoleh
untuk tanah. Sementara pada program plaxis khususnya model tanah
undrained '<0,5. Dalam Tabel 2.5 ditunjukkan hubungan antara jenis tanah,
konsistensi dengan poisson ratio.
Tabel 2.5: Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan poisson ratio ( ),(Hardiyatmo, 1994).
Soil Type Description ( ')
Clay
Soft 0.35-0.40
Medium 0.30-0.35
Stiff 0.20-0.30
Sand
Loose 0.15-0.25
Medium 0.25-0.30
Dense 0.25-0.35
C. Berat Jenis Tanah Kering (γdry)
Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering
dengan satuan volume tanah.Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data
Soil Test dan Direct Shear.
D. Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat)
Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh air
dengan satuan volume tanah jenuh.Di mana ruang porinya terisi penuh oleh
air. Pada Tabel 2.6 ditunjukkan hubungan antara jenis tanah, angka porie,
kadar air, konsistensi dengan berat isi tanah kering.
18
Tabel 2.6: Hubungan antara jenis tanah, angka porie, kadar air, konsistensi denganberat isi tanah kering (Djatmiko, 1993).
Jenis TanahAngka
Porie
Kadar air
alami dalam
keadaan
jenuh %
Berat isi tanah
Kering
Lb/ft³ kN/m³
Pasir lepas seragam 0,80 30 92 14,50
Pasir padat seragam 0,45 16 116 18
Pasir kelanauan lepas
berbutir tajam/besudut0,65 25 102 16
Lempung kaku 0,60 21 108 17
Lempung lunak 0,90-1,40 30-50 73-93 11,50-14,50
Loess 0,90 25 86 13,50
Lempung organik lunak 2,50-3,20 90-120 38-51 6-8
Tanah glasial 0,30 10 134 21
E. Sudut Geser Dalam (ø)
Sudut geser dalam bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser
tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan
yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi
keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut
geser dalam didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial
test dan direct shear test. Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan
nilai N dari pasir dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7: Hubungan dari, Ф dan N dari pasir (Sosrodarsono, 1983).
Nilai N Kepadatan Relative (Dr)
Sudut Geser Dalam
Menurut Peck Menurut Mayerhof
0 – 4 0,0 – 0,2 Sangat lepas < 28,5 < 30
4 – 10 0,2 – 0,4 Lepas 28,5 – 30 30 – 35
19
Tabel 2.7: Lanjutan.
Nilai N Kepadatan Relative (Dr)
Sudut Geser Dalam
Menurut Peck Menurut Mayerhof
10 – 30 0,4 – 0,6 Sedang 30 – 36 35 – 40
30 – 50 0,6 – 0,8 Padat 36 – 41 40 – 45
> 50 0,8 – 1,0 Sangat padat < 41 > 45
F. Kohesi (c)
Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan
sudut geser tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang
menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang
bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan
kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari kohesi didapat dari
engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test. Selain
itu nilai berat jenis tanah kering (γdry) , berat jenis tanah jenuh (γsat), sudut
geser (ø) dan kohesi ( C ) dapat juga di peroleh dari program Allpile dengan
memasukkan nilai N-SPT.
G. Sudut Dilatasi (Ѱ)
Sudut dilatansi adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah
pengembangan butiran pada saat butiran menerima tegangan deviatorik.
Dilatansi merupakan fenomena yang terjadi pada pasir padat dan over-
consolidated clay dimana pada saat dibebani (mengalami gaya geser) struktur
tanah mengalami pengembangan volume (pertambahan volume) Tanah
lempung normal konsolidasi tidak memiliki sudut dilatansi, tetapi pada tanah
pasir, besar sudut ini tergantung pada kepadatan relatif (Dr) dan sudut geser
dalamnya yang dinyatakan dengan Pers tersebut.
Ѱ = Ø − 30˚ (2.1)
20
H. Permeabilitas (k)
Permeabilitas adalah kecepatan masuknya air pada tanah dalam keadaan
jenuh. Penetapan permeabilitas dalam tanah baik vertial maupun horizontal
sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air.
Ada empat macam pengujian untuk menentukan koefisien permeabilitas
dilaboratorium, yaitu:
1. Uji tinggi energi tetap (Constant – Head).
2. Uji tinggi energi turun (failing – Head).
3. Penentuan secara tidak langsung dari uji konsolidasi.
4. Penentuan secara tidak langsung dari uji kapiler horizontal.
Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah
tersebut seperti pada Tabel 2.8:
Tabel 2.8: Nilai koefisien permeabilitas tanah (Das,1995).
Jenis tanahK
cm/dtk ft/mnt
Kerikil bersih 1.0-100 2.0-200
Pasir kasar 1.0-0.01 2.0-0.02
Pasir halus 0.01-0.001 0.02-0.002
Lanau 0.001-0.00001 0.002-0.00002
Lepung < 0.000001 < 0.000002
2.4. Pondasi
Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur/bangunan (sub-
structure) yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur/bangunan
(upper-structure) ke lapisan tanah yang berada dibagian bawahnya tanpa
mengakibatkan keruntuhan geser dan penurunan (settlement) tanah/pondasi yang
berlebihan.
21
Untuk tujuan itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin
kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban-beban berguna dan gaya-gaya
luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain-lain, dan tidak boleh terjadi
penurunan pondasi setempat ataupun penurunan pondasi yang merata lebih dari
batas tertentu.
Kegagalan fungsi pondasi dapat disebabkan karena ”base shear failure” atau
penurunan yang berlebihan, dan sebagai akibatnya dapat timbul kerusakan
struktural pada kerangka bangunan atau kerusakan lain seperti tembok retak,
lantai ubin pecah dan pintu jendela yang sukar dibuka.
Agar dapat dihindari kegagalan fungsi pondasi, maka pondasi bangunan harus
diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras/padat serta kuat mendukung
beban bangunan tanpa timbul penurunan yang berlebihan, dan untuk mengetahui
letak/kedalaman lapisan tanah padat dengan daya dukung yang cukup besar, maka
perlu dilakukan penyelidikan tanah.
Adapun pondasi dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1. Pondasi Dangkal (Shallow Foundation)
Terletak pada kedalaman yang dangkal, umumnya kedalaman pondasi dangkal
lebih kecil dari panjang atau lebar pondasi. Pondasi dangkal dengan jenis
pondasi telapak, pondasi rakit, dan lain-lain. (Bowles, 1997).
2. Pondasi Dalam (Deep Foundation)
Merupakan pondasi yang dipergunakan untuk meneruskan beban ke lapisan
tanah yang mampu memikulnya dan letaknya cukup dalam. Pondasi dalam
dengan jenis pondasi bored pile, tiang pancang, dan lain-lain (Bowles, 1997).
Untuk lebih jelas mengenai jenis-jenis pondasi, dapat dilihat pada Gambar 2.6.
22
Gambar 2.5: Pengelompokan pondasi (Raphl, 1973).
Adapun sebuah pondasi harus mampu memenuhi beberapa persyaratan
stabilitas dan deformasi (Bowles, 1997), seperti:
1. Kedalaman harus memadai untuk menghindarkan pergerakan tanah lateral dari
bawah pondasi khusus untuk pondasi tapak dan pondasi rakit.
2. Kedalaman harus berada di bawah daerah perubahan volume musiman yang
disebabkan oleh pembekuan, pencairan, dan pertumbuhan tanaman.
3. Sistem harus aman terhadap penggulingan, rotasi, penggelinciran atau
pergeseran tanah.
4. Sistem harus aman terhadap korosi atau kerusakan yang disebabkan oleh bahan
berbahaya yang terdapat di dalam tanah.
5. Sistem harus cukup mampu beradaptasi terhadap beberapa perubahan geometri
konstruksi atau lapangan selama proses pelaksanaan dan mudah dimodifikasi
seandainya perubahan perlu dilakukan.
6. Metode pemasangan pondasi harus seekonomis mungkin.
PONDASI Pondasi Dalam
(Deep Foundation)Atau Pondasi tidak
Langsung
Pondasi Tiang(Pile Foundation)
1. Driving Pile2. Bor Pile3. Nama-nama khusus:
Delta Pile, Alpha Pile,Franki Pile, VibrexPile, Western BottomPile, WesternCompressed Pile, VibroPile
Daya DukungMengandalkanLuas telapak
Daya Dukungmengandalkan:
1. Ujung (point bearing)2. Gesekan (friction)3. Lekatan (adhesive)4. Kombinasi
Pondasi Sumuran(Well Foundation)Caisson Foundation1. Open Caisson2. Box Caisson3. Pneumatic Caisson
Daya Dukungmengandalkan:
1. Ujung (point bearing)2. Gesekan (friction)3. Lekatan (adhesive)4. Kombinasi
1. Pad Foundation2. Strip Foundation3. Raft Foundation4. Dll
Pondasi Dangkal(Shallow Foundation)
Atau Pondasi Langsung
23
7. Pergerakan tanah keseluruhan (umumnya penurunan) dan pergerakan
diferensial harus dapat ditolerir oleh elemen pondasi dan elemen bangunan
atas.
8. Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi syarat standar untuk perlindungan
lingkungan.
2.5.1. Pondasi Tiang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat
menjadi suatu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang
terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. Pondasi tiang digunakan
untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak
mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban
berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang
mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini
berfungsi untuk menyalurkan beban–beban yang diterimanya dari konstruksi di
atasnya ke lapisan tanah dalam yang mampu memikul berat bangun tersebut.
Teknik pemasangan pondasi tiang ini dapat dilakukan dengan pemancangan
tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang beton bertulang yang
langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang
terlebih dahulu, pondasi ini disebut dengan pondasi bore pile. Pada umumnya
pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah, tetapi apabila
diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya–gaya horizontal. Sudut
kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan
dengan perencanaan.
Adapun pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain:
A. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak
ke tanah pendukung yang kuat.
B. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman
tertentu sehingga pondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang
cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan
tanah disekitarnya.
24
C. Untuk mengangket bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat
tekanan hidrostatis atau momen penggulingan.
D. Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring.
E. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut
bertambah.
F. Mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.
2.5.2. Penggolongan Pondasi Tiang
Adapun Pondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori, sebagai berikut:
A. Tiang perpindahan besar (Large Displacement Pile)
Tiang perpindahan besar, yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung
tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume
tanah yang relative besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar adalah
tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang),
tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya).
B. Tiang perpindahan kecil (Small Displacement Pile)
Tiang perpindahan kecil, adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya
volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relative kecil, contohnya:
tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang
dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, dan tiang
ulir.
C. Tiang tanpa perpindahan (Non Displacement Pile)
Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang di dalam tanah
dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa
perpindahan adalah bore pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung
di dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang
dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002).
2.5. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)
Tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih
dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang bor biasanya dipakai
pada tanah yang stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk
25
lubang yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi
dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu
pengecoran. Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat
dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang, adapun berbagai jenis
pondasi tiang bor dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6: Jenis-jenis tiang bor (Das, 1995).
Adapun beberapa alasan yang digunakan pada pondasi tiang bor (Bored pile)
dalam konstruksi, yaitu:
1. Tiang bor tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap.
2. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
3. Tiang bor dapat dikerjakan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya dalam
konstruksi.
4. Proses pengerjaan tiang bor dapat menghidari kerusakan bangunan yang ada
disekitarnya.
5. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan
membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya
bergerak ke sampaing dan menimbulkan suara serta getaran. Hal ini tidak
terjadi pada konstruksi tiang bor.
26
6. Karena dasar dari tiang bor dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan
yang besar untuk daya dukung.
7. Pondasi tiang bor mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.
Adapun beberapa kelemahan dari pondasi tiang bor:
1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pembetonan.
2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir
atau tanah kerikil.
3. Pengecoran beton sulit apabila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak
dapat dikontrol dengan baik.
4. Pembesaran ujung bawah tiang dapat dilakukan bila tanah berupa pasir.
5. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah,
sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang bor.
6. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak
dilakukan.
7. Karena diameter tiang relatif besar dan memerlukan banyak beton, untuk
proyek pekerjaan kecil dapat mengakibatkan biaya yang melonjak.
8. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah
terpenuhi, terkadang terjadi tiang pendukung kurang sempurna karena adanya
lumpur yang tertimbun di dasar tiang.
Ada tiga metode pelaksanaan pondasi bored pile yaitu:
1. Metode Kering
2. Metode Basah, dan
3. Metode Casing
Dalam pembangunan jalan tol Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi seksi 6
dalam pelaksaan pekerjaan pondasi bored pile menggunakan metode casing,
karena metode tersebut dapat digunakan disegala cuaca pada musim kemarau
ataupun musim hujan. Menggunakan metode casing meminimkan terjadinya
kelongsoran pada saat pekerjaan jika terjadinya musim hujan.
27
2.6. Uji Pembebanan Statik (Static Loading Test)
1. Cara Uji Pembebanan Tiang
Dalam praktek biasanya dilakukan dua cara uji pembebanan tiang, yaitu:
1. Test Pile
1. Desain awal tiang dilakukan berdasarkan data penyelidikan tanah.
2. Uji pembebanan tiang dilakukan untuk desain akhir.
3. Uji pembebanan dilakukan hingga tiang mengalami keruntuhan.
2. Test On Working Pile
1. Dilakukan apabila sudah ada pengalaman desain sebelumnya.
2. Dilakukan secara acak terhadap pondasi tiang untuk mengetahui
kapasitas desain pondasi tiang.
2. Peralatan Pembebanan
1. Hydraulic Jack
2. Pressure Gauge
3. Reference Beam
4. Dial Gauge
3. Interprestasi Hasil Uji Pembebanan
Adapun metode yang digunakan untuk menginterprestasikan data hasil uji
pengujian adalah sebagai berikut:
1. Metode Mazurkiewicz (1972)
Prosedur untuk menentukan beban ultimit menggunakan metode ini adalah
sebagai berikut (Gambar 2.7):
1. Plot kurva beban–penurunan.
2. Pilih sejumlah penurunan dan gambarkan garis verikal yang memotong
kurva. Kemudian gambar garis horizontal dari titik perpotongan ini
pada kurva sampai memotong sumbu beban.
3. Dari perpotongan masing-masing kurva, gambar garis 45° sampai
memotong garis beban selanjutnya.
28
4. Perpotongan ini jatuh kira-kira pada garis lurus. Titik yang didapat oleh
perpotongan dari perpanjangan garis ini pada sumbu vertikal beban
adalah beban ultimit
Gambar 2.7: Hubungan beban - penurunan Metode Mazurkiewicz (1972).
2. Metode Chin
Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Kurva load-settlement digambar dalam kaitannya dengan S/Q, dimana:
S/Q = C1.S + C2 (2.2)
2. Kegagalan beban (Qf) atau beban terakhir (Qult) digambarkan sebagai:
Qult = 1/C1 (2.3)
Dimana :
S : settlement
Q : penambahan beban
C1 : kemiringan garis lurus
Prosedur untuk menentukan beban ultimit menggunakan metode ini adalah
sebagai berikut:
1. Plot kurva antara rasio beban terhadap penurunan (S/Q).
2. Diperoleh persamaan garis tersebut adalah S/Q = C1.S + C2.
3. C1 dihitung dari persamaan garis atau dari gradien/kemiringan.
29
4. Beban ultimit adalah 1/C1. Metode ini biasanya menghasilkan beban
ultimit beban yang terlalu tinggi sehingga harus dikoreksi (1.2 – 1.4).
Gambar 2.8: Hubungan beban - penurunan Metode Chin.
3. Metode Davisson (1972)
Prosedur yang digunakan untuk mendapatkan beban runtuh (ultimit)
menurut metode ini adalah sebagai berikut (Gambar 2.9):
1. Gambarkan kurva beban – penurunan.
2. Tentukan penurunan elastic,
Δ = (Qva) L / AE (2.4)
dari tiang dimana Qav adalah beban yang digunakan, L adalah panjang
tiang, A adalah luas potongan melintang tiang dan E adalah modulus
elastisitas tiang.
3. Gambarkan sebuah garis OA berdasarkan persamaan diatas.
4. Gambarkan sebuah garis BC yang sejajar dengan OA pada jarak sejauh
x, dimana x adalah:
x = 0,15 + D / 120 (inchi) (2.5)
D = diameter tiang dalam satuan inchi
30
5. Beban runtuh ditentukan dari perpotongan garis BC pada kurva beban -
penurunan.
Gambar 2.9: Hubungan beban - penurunan Metode Davisson (1972).
2.8. Kapasitas Daya Dukung
2.8.1. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek
Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua)
macam (Hardiyatmo, 2002), yaitu:
1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas
dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung
ujung berada dalam zona tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras.
Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain
yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan
penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan
dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2.12a).
2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih
ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah
31
disekitarnya.(Gambar 2.10b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi
lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.
(a) (b)
Gambar 2.10: Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya(Hardiyatmo, 2002).
2.8.2. Dari Data Standard Penetratoin Test (SPT)
Standard Penetration Test (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan
memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon kedalam tanah. Dengan
percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah
(Ф) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N).
2.8.3. Dari Data Parameter Tanah (Laboratorium)
Adapun perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesi dan
non kohesi didasarkan pada data uji laboratorium, O’Neill and Reese (1999)
mengusulkan persamaan untuk menghitung tahanan ujung tiang ditentukan
dengan perumusan sebagai berikut:
1. Kekuatan ujung tiang (end bearing) dan kekuatan lekatan (skin friction) pada
tanah kohesif (O’Neill and Reese, 1999) ditunjukkan dalan Pers. 2.6 dan 2.7.
Kekuatan ujung tiang:
q A . N . C (2.6)
Tahanan geser selimut tiang:
32
q α . C . p .∆L (2.7)
Dimana:
p = Keliling
C = Kohesif lapisan tanah yang tidak teratur
α = Faktor adhesi
∆L = Kedalaman
Hubungan nilai pendekatan untuk mendapatkan nilai Cu berdasarkan nilai SPT
dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9: Parameter rencana tiang untuk tanah kohesip (BMS Panduanperencanaa Teknik Jembatan, 1992).
Kondisi Tanah Kohesip Kuat GeserUndrained rata-rata nominal, Cu
kPa
Koeffisienterganggu “fe”Konsistensi Nilai “N”
Sangatlembek
Hilang antarajari tangan 0 – 2 0 - 10 1.0
LembekMudah
dibentukdengan jari
2 – 4 10 - 25 1.0
TeguhDapat dibentukdengan jari dan
tekanan kuat4 – 8
25 – 45 1.0
45 - 50 1.0 – 0.95
KenyalTidak dapat
dibentukdengan jari
8 – 1550 - 60 0.95 – 0.860 – 80 0.8 – 0.6580 - 100 0.65 – 0.55
Sangatkenyal
Getas atautahan 15 - 30
100 – 120 0.55 – 0.45120 – 140 0.45 – 0.4140 – 160 0.4 – 0.36160 – 180 0.36 – 0.35180 – 200 0.35 – 0.34
Keras Keras >30 >200 0.34
Adapun Persamaan Untuk mencari nilai :
α = 0,55 → forCP ≤ 1,5
0,55 − 0,1 . − 1,5 → for 1,5 < ≤ 2,5 (2.8)
Luas selimut tiang:
p = π. d (2.9)
33
Luas penampang tiang:
Ap = .π . D (2.10)
Gambar 2.11: Korelasi antara α dengan Cu pada tanah lempung (cohessionundrained).
2. Kekuatan ujung tiang (end bearing) dan kekuatan lekatan (skin friction) pada
tanah non kohesif (O’Neill and Reese, 1999) ditunjukkan dalan Pers. 2.12 dan
2.13.
Kekuatan ujung tiang:
q = q . a (2.11)
Adapun persamaan untuk mencari nilai :
q = 57,5 . Nspt (2.12)
Tahanan geser selimut tiang:
q = ∑ f . p . ∆L (2.13)
Adapun persamaan untuk mencari nilai
f = β . σ (2.14)
Dimana:
β = faktor adhesi
σ = tegangan
34
Tabel 2.10: Parameter rencana tiang untuk tanah non kohesif.
Kondisi Tanah Bataskedalaman/diameter
tiangKonsistensi N-SPT Tiang
PancangTiangBor
TiangPancang
TiangBor
Lepas 0-10 6 0,8 0,3 60 25Sedang 10-30 8 1,0 0,5 100 60Padat 30-50 15 1,5 0,8 180 100
2.9. Faktor Keamanan
Daya dukung ijin pondasi tiang untuk beban aksial, Qa atau Qult, dengan
suatu faktor keamanan (FK) baik secara keseluruhan maupun secara terpisah
dengan menerapkan faktor keamanan pada daya dukung selimut tiang dan pada
tahanan ujungnya. Karena itu daya dukung ijin tiang dapat dinyatakan dalam Pers.
2.15 dan 2.16:
Qa = (2.15)
Qa = + (2.16)
Penentuan faktor keamanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Jenis dan kepentingan struktur.
2. Variasi kondisi tanah.
3. Tingkat kehandalan penyelidikan geoteknik.
4. Ketersediaan data uji pembebanan didekat lokasi.
5. Tingkat pengawasan dan pengendalian mutu pekerjaan pondasi.
6. Probabilitas beban rencana yang akan terjadi sepanjang masa bangunan.
Untuk menentukan faktor keamanan dapat digunakan klasifikasi struktur
bangunan menurut Pugsley (1966) sebagai berikut:
1. Bangunan monumental, umumnya memiliki umur rencana melebihi 100 tahun,
seperti Tugu Monas, Monumen Garuda Wisnu Kencana, jembatan-jembatan
besar, dan lain-lain.
2. Bangunan permanen, umumnya adalah bangunan gedung, jembatan, jalan raya
dan jalan kereta api, dan memiliki umur rencana 50 tahun.
35
3. Bangunan sementara, umur rencana bangunan kurang dari 25 tahun, bahkan
mungkin hanya beberapa saat saja selama masa konstruksi.
Faktor-faktor lain kemudian ditentukan berdasarkan tingkat pengendaliannya pada
saat konstruksi.
1. Pengendalian baik: kondisi tanah cukup homogen dan konstruksi didasarkan
pada program penyelidikan geoteknik yang tepat dan profesional, terdapat
informasi uji pembebanan di dekat lokasi proyek dan pengawasan konstruksi
dilaksanakan secara ketat (Tabel 2.11).
2. Pengendalian normal: Situasi yang paling umum, hampir serupa dengan
kondisi diatas, tetapi kondisi tanah bervariasi dan tidak tersedia data pengujian
tanah (Tabel 2.11).
3. Pengendalian kurang: Tidak ada uji pembebanan, kondisi tanah sulit dan
bervariasi, pengawasan pekerjaan kurang, tetapi pengujian geoteknik dilakukan
dengan baik (Tabel 2.11).
4. Pengendalian buruk: Kondisi tanah amat buruk dan sukar ditentukan,
penyelidikan geoteknik tidak memadai (Tabel 2.11).
Tabel 2.11: Faktor keamanan untuk pondasi tiang (Reese & O’Neil, 1989; Pugsley,1966).
Klasifikasi strukturbangunan
Bangunanmonumental
Bangunanpermanen
Bangunansementara
Probabilitas kegagalanyang dapat diterima
10-3 10-4 10-3
FK(Pengendalian baik)
2.3 2.0 1.4
FK(Pengendalian normal)
3.0 2.5 2.0
Klasifikasi strukturbangunan
Bangunanmonumental
Bangunanpermanen
Bangunansementara
FK(Pengendalian kurang)
3.5 2.8 2.3
FK(Pengendalian buruk)
4.0 3.4 2.8
36
Untuk beban aksial tarik dianjurkan menggunakan faktor keamanan yang
lebih tinggi daripada kondisi beban aksial tekan karena keruntuhan akibat beban
tarik umumnya bersifat tiba-tiba. Karena itu dianjurkan untuk menggunakan
faktor keamanan sebesar 1.5 kali dari nilai yang diberikan dalam Tabel 2.11.
2.10. Penurunan Tiang Tunggal (Settlement)
Terdapat dua hal yang perlu diketahui mengenai penurunan, yaitu:
a. Besarnya penurunan yang akan terjadi.
b. Kecepatan penurunan.
Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik
tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Umumnya, penurunan
yang tidak seragam lebih membahayakan bangunan dari pada penurunan totalnya.
Selain dari kegagalan daya dukung (bearing capacity failure) tanah, setiap proses
penggalian selalu dihubungkan dengan perubahan keadaan tegangan di dalam
tanah. Perubahan tegangan pasti akan disertai dengan perubahan bentuk,
umumnya ini yang menyebabkan penurunan pada pondasi.
Menurut Poulus dan Davis (1980), penurunan jangka panjang untuk pondasi
tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah
relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap
dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari kedua nya.
Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan Persamaan di
bawah ini:
a. Untuk tiang apung atau friksi
s = ..
(2.17)
Dimana:
I = I . R . R . R
b. Untuk tiang dukung ujung
s = ..
(2.18)
Dimana:
37
I = I . R . R . R
Keterangan:
S = Besar penurunan yang terjadi
Q = Besar beban yang bekerja
D = Diameter tiang
Es = Modulus elastisitas tana disekitar tiang
Io = Faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat
(incomressible) dalam massa semi tak terhingga
Rk = Faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk µ = 0.35
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada
tanah keras
Rµ = Faktor koreksi angka poison
Rb = Faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung
H = Kedalaman
K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang
dinyatakan oleh Persamaan:
K = . (2.19)
Dimana RA dihitung dengan Pers.
R =. . ²
(2.20)
Keterangan:
K = faktor kekakuan tiang
EP = modulus elastisitas dari bahan tiang
Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang
Eb = 10 Es = modulus elastisitas tanah di dasar tiang
Terzaghi menyarankan nilai μ = 0,3 untuk tanah pasir, μ= 0,4 sampai 0,43 untuk
tanah lempung. Umumnya banyak digunakan μ = 0,3 sampai 0,35 untuk tanah
pasir dan μ = 0,4 sampai 0,5 untuk tanah lempung. Sedangkan Io, Rk, Rh, Rμ, dan
Rb dapat dilihat pada Gambar 2.12, Gambar 2.13, Gambar 2.14, Gambar 2.15 dan
Gambar 2.16.
38
Gambar 2.12: Faktor penurunan Io (Poulos dan Davis, 1980).
Gambar 2. 13: Koreksi kompresi Rk (Poulos dan Davis, 1980).
39
Gambar 2.14: Koreksi kedalaman Rh (Poulus dan Davis, 1980).
Gambar 2.15: Koreksi angka Poisson, Rμ (Poulus dan Davis, 1980).
40
Gambar 2.16: Koreksi kekakuan lapisan pendukung Rb (Poulos dan Davis, 1980).
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bagan Alir Penelitian
Tahapan perencanaan dapat disajikan secara sistematis dalam Gambar 3.1.
TIDAK
YA
Gambar 3.1: Diagram alir penelitian.
.
- Analisis DataParameter Tanah
Loading Test- Metode Davisson- Metode Mazurkiewicz- Metode Chin
Metode Elemen Hingga- Medel Mohr-Coulomb
(Menggunakan ProgramPlaxis)
Studi Pustaka
Mulai
Analisis Perbandingan
Hasil Perhitungan
Pengumpulan Data- Layout Perencanaan- Data Tanah lapangan- Data Tanah Laboratorium- Data Pembebanan
- Daya Dukung Tiang Tunggaldengan Metode Reese N O’Neil
- Penurunan Tiang Tunggal denganMetode Poulus N Davis
Kesimpulan
Selesai
42
3.2. Data Umum Proyek
Data umum dari pembangunan Jalan Tol Medan – Kualanamu – Tebing
Tinggi Seksi 6, Sumatra Utara adalah sebagai berikut:
1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Tol MKTT Seksi 6
2. Lokasi Proyek : Sungai Rampah, Medan
3. Kontraktor Utama : PT. WASKITA KARYA (Persero)
4. Denah lokasi proyek dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2.Denah Lokasi Proyek Pembangunan Jalan Tol Medan KualanamuTebing Tinggi Seksi 6.
LOKASI PROYEK
43
3.3. Lokasi Titik Pengeboran
Dari data yang diperoleh dari pihak kontraktor, penulis memilih 3 titik
pengeboran yaitu pada bagian jembatan simpang susun Sei Rampah Rampah
seperti diperlihatkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3: Lokasi titik pengeboran BH-1, BH-2 dan BH-3 simpang susunMKTT seksi 6 (Dokumentasi PT. Waskita Karya).
3.4. Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada tugas akhir ini, keseluruhannya merupakan data
sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data hasil loading test , data
tanah yang merupakan hasil dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan
data pengujian laboratorium.
3.5. Analisa Data Tanah
Data propertis material dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari pihak kontraktor yang menangani pekerjaan pembangunan Jalan
Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi (seksi 6). Data lapangan yang dimaksud
ialah data uji Standart Penetration Test (SPT) sedalam 30 m, data laboratorium
dan data hasil pengujian statik tekan (loading test) yang terletak dalam kawasan
pembangunan.
BH-1
BH-2BH-3
SIMPANGSUSUN
45
Tabel 3.1: Data hasil pengeboran BH1 (lokasi Jembatan S.Susun Rampah).
Depth Jenis Tanah
Standart Penetration Test (SPT) N Value GraphNo of Blows
N Value0-15 15-30 30-45
0 - 0 0 0 02 Clay 1 2 1 34 Sand 1 1 2 36 Clay 2 1 3 48 Clay 3 2 2 4
10 Clay 5 3 4 712 Sand 6 4 5 914 Sand 7 10 11 2116 Sand 9 13 17 3018 Sand 12 17 24 4120 Sand 15 21 32 5322 Sand - - - 6024 Sand - - - 6026 Sand - - - 6028 Sand - - - 6030 Sand - - - 60
Tabel 3.2: Data hasil pengeboran BH2 (lokasi Jembatan S.Susun Rampah).
Depth Jenis Tanah
Standart Penetration Test (SPT) N Value GraphNo of Blows
N Value0-15 15-30 30-45
0 - 0 0 0 02 Clay 1 1 2 34 Sand 2 1 1 26 Clay 1 3 2 58 Clay 4 6 8 14
10 Clay 7 9 11 2012 Sand 14 20 21 4114 Sand - - - 6016 Sand - - - 6018 Sand - - - 6020 Sand - - - 6022 Sand - - - 6024 Sand - - - 6026 Sand - - - 6028 Sand - - - 6030 Sand - - - 60
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
0 1 02 03 04 05 06 0
024681012141618202224262830
0 1 02 03 04 05 06 0
46
Tabel 3.3: Data hasil pengeboran BH3 (lokasi Jembatan S.Susun Rampah).
Depth JenisTanah
Standart Penetration Test (SPT) N Value GraphNo of Blows
N Value0-15 15-30 30-45
0 - 0 0 0 02 Clay 1 2 1 34 Sand 2 1 2 36 Sand 3 2 4 68 Clay 5 4 6 1010 Clay 6 5 7 1212 Clay 6 7 9 1614 Clay 9 10 12 2216 Clay 11 12 14 2618 Sand 13 14 16 3020 Sand 15 17 20 3722 Sand - - - 6024 Sand - - - 6026 Sand - - - 6028 Sand - - - 6030 Sand - - - 60
Dari ketiga tabel dan grafik di atas terlihat bahwa pada titik pengeboran BH-1
nilai N-SPT naik di kedalaman 8 m pada lapisan tanah pasir dan terus meningkat
pada kedalaman 22 m saat mencapai tanah keras hingga kedalaman 30 m.
Pada titik pengeboran BH-2 terlihat bahwa nilai N-SPT naik di kedalaman 4 m
pada lapisan tanah pasir dan mencapai tanah keras di kedalaman 14 m hingga
kedalaman 30 m, begitu juga dengan pengeboran pada titik BH-3 nilai N-SPT
naik pada kedalaman 6 m pada lapisan tanah pasir dan mencapai tanah keras
dikedalaman 22 m hingga kedalaman 30 m.
Setelah diketahui kondisi lapisan tanah dari ketiga titik pengeboran tersebut
struktur lapisan tanah pada lokasi titik BH-2 yang memiliki tekstur tanah yang
cukup baik.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
0 1 02 03 04 05 06 0
47
3.6. Analisis Parameter Tanah
Struktur lapisan tanah pada lokasi penelitian berdasarkan data SPT terdiri
atas lapisan tanah lempung dan pasir. Setelah diketahui kondisi lapisan tanah,
kemudian dilakukan input parameter tanah untuk masing-masing lapisan
konsistensi tanah lempung ataupun berpasir. Model tanah yang digunakan pada
pemodelan ini adalah model Mohr Coloumb. Pada model ini diasumsikan perilaku
tanah bersifat plastis sempurna. Adapun parameter yang dibutuhkan dalam
pemodelan ini yaitu, Modulus Young E (stiffness modulus), Poisson’s ratio (υ),
sudut geser dalam (ø), kohesi (c), sudut dilantansi (Ψ) berat isi tanah (γ).
Parameter tanah dari hasil uji SPT dan laboratorium ini di ambil dari
penyelidikan tanah yang dilaksanakan oleh PT. Waskita Karya (persero). Karena
keterbatasan data, maka sebagian parameter tanah pada lapisan tertentu ditentukan
berdasarkan korelasikan nilai N-SPT dan juga jenis tanah pada lapisan.
1. Untuk koefisien rembesan (kx, ky) diambil dari korelasi jenis tanah dan
koefisien rembesan.
2. Untuk modulus elastisitas (E) diambil dari nilai perkiraan modulus elastisitas
tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan 2.4, yaitu dengan cara
mengkorelasikan nilai SPT dan konsistensi jenis tanah terhadap modulus
elastisitas. Nilai modulus elastisitas di konversikan kedalam satuan kN/m2.
3. Untuk angka poisson (ߥ), diambil dari hubungan jenis tanah, konsistensi dan
poisson ratio (ߥ) yaitu pada Tabel 2.5.
4. Untuk sudut geser dalam (ø), berat isi tanah jenuh dan kohesi (c), diambil dari
bantuan nilai korelasi yang menurut Mayerhoff dari data N-SPT dapat dilihat
pada Tabel 2.7.
5. Sementara untuk ߛ saturated diperoleh dengan cara menambahkan γ
unsaturated sebesar 9,8 (berat isi air), pada Tabel 2.6.
6. Untuk nilai permeabilitas (݇), diambil dari hubungan jenis tanah, yaitu pada
Tabel 2.8, nilai permeabilitas di konversikan kedalam satuan m/hari.
Adapun tabel parameter tanah dapat di lihat pada Lampiran.
48
3.7. Hasil Pengujian Pembebanan Statik (Static Loading Test)
Hasil dari pengujian pembebanan dan besarnya penurunan dapat dilihat pada
Tabel 3.4 dan Gambar 3.4 dalam bentuk kurva. Gambar 3.5 menunjukkan tahapan
pembebanan dan lama waktu pembebanan untuk 4 siklus, sedangkan Gambar 3.6
menunjukkan kurva penurunan tekan, penurunan elasrtis dan penurunan tekan
permanen pada 4 siklus pembebanan.
Tabel 3.4: Tabel rekapitulasi pembebanan pada pengujian static loading.
Siklus Beban Penurunan (mm)Ton %1 0 0 0
75 25% 0,835150 50% 1,6875 25% 1,35
2 0 0% 0,4875150 50% 1,165225 75% 3,1575300 100% 5,0575225 75% 4,9025150 50% 4,745
3 0 0% 2,865150 50% 4,1300 100% 5,2925375 125% 6,7525450 150% 8,72375 125% 8,575300 100% 8,4525150 50% 8,44
4 0 0% 5,7625150 50% 6,995300 100% 8,0325450 150% 9,3175525 175% 11,34600 200% 15,07450 150% 14,7475300 100% 14,17150 50% 12,88750 0% 6,86
49
0
2
4
6
8
10
12
14
160 4 8 12 16 20 24 28 32
Sett
lem
ent (
mm
)
Time (Hour)
0
100
200
300
400
500
600
7000 4 8 12 16 20 24 28 32
Load
(Ton
)
Time (Hour)
Gambar 3.4: Grafik siklus penurunan dengan waktu.
Gambar 3.5: Grafik siklus pembebanan dengan waktu.
50
Gambar 3.6: Kurva hubungan beban dan penurunan hasil uji beban statis.
Total pergeseran yang terjadi dari hasil pengujian static loading:
Beban rencana (100%) : 300 ton
- Total pergeseran tekan : 5.06 mm
- Pergeseran tekan elastis : 2.19 mm
- Pergeseran tekan permanen : 2.87 mm
Beban percobaan (200%) : 600 ton
- Total pergeseran tekan : 15.07 mm
- Pergeseran tekan elastis : 8.21 mm
- Pergeseran tekan permanen : 6.86 mm
3.8. Model Numerik dengan Program Analisis
Plaxis merupakan suatu aplikasi program komputer menggunakan
metoda elemen hingga (finite element) untuk menganalisa
deformasi dan stabilitas dalam permasalahan geoteknik. Plaxis ini
telah dikembangkan sejak tahun 1987 oleh Delft University, Belanda.
Program ini dapat menganalisis untuk perhitungan kondisi plane-strain
maupun axisymmeetric. Program ini merupakan program pendekatan prinsip
finite elemen method dalam analisia beberapa masalah yang komplek dibidang
0123456789
10111213141516
0 100 200 300 400 500 600 700
Sett
lem
ent(
mm
)
Load- ton
Load-Settlement Curve
51
geoteknik. Konsep dasar program ini membagi elemen-elemen kecil tak terhingga
berbentuk beraturan (meshing). Pada titik sudut segitiga merupakan nilai
deformasi yang belum diketahui. Penelitian menggunakan program Plaxis untuk
mengetahui daya dukung pondasi dan penurunan yang terjadi akibat beban
bangunan di atasnya.
3.8.1. Plaxis Input
Plaxis input merupakan tahap awal untuk membuat dan memodifikasi model
geometri, mendefiniskan parameter model, menentukan kondisi batas (boundary
Condition), meshing model serta menentukan kondisi awal (initial condition) dari
model yang dibuat. Adapun langkah yang dilakukan pada tahap Plaxis input
dengan material model mohr coulomb adalah sebagai berikut:
1. Kondisi awal geometri tanah dan material dengan awal proses yaitu project
setting dan dimension setting.
2. Menentukan model struktur yang akan dilakukan analisis, model struktur
dibagi menjadi dua jenis yaitu plane strain dan axisymetry
3. Menentukan elemen-elemen jaringan segitiga tak berhingga dan tak beraturan
dalam beberapa titik nodal (node). PLAXIS memberikan dua pilihan yaitu 6
node dan 15 node.
4. Pembuatan model geometri konstruksi yang akan dilakukan analisis secara
numeris. Geometry line toolbar menggambarkan konstruksi dan bidang batas
pada draw area koordinat x dan y.
5. Menetapkan Boundary Condition sebagai batas yang diaplikasikan dalam
penelitian. Boundary Condition ini memegang peran penting dalam analisis,
karena sangat menentukan pola area deformasi dan tegangan regangan tanah
yang akan terjadi setelah beban bekerja.
6. Menetapkan boundary condition menjadi geometri terkekang (standard
fixities), pada kondisi ini sebagai batas perpindahan deformasi yang
terpengaruh beban secara horizontal (Ux) dan vertikal (Uy).
7. General material setting, Pada bagian ini perlu tipe material, berat volume
tanah (γsat dan γunsat) nilai permeabitias tanah (Kx dan Ky). parameter
setting nilai kekakuan bahan (E) dari hasil uji di laboratorium maupun
52
menggunakan persamaan korelasi. Properties tanah seperti kohesi (c), sudut
gesek dalam (φ) dan sudut dilatansi (ψ). Interface setting struktur merupakan
interaksi struktur dengan tanah, pilih rigid interface jika keberadaan material
mempengaruhi kekuatan tanah.
8. Tahap tipe konstruksi, konstruksi yang digunakan dalam simulasi numerik
adalah model pelat (plate). Parameter input untuk pelat adalah nilai tipe
material normal stiffness (EA) yaitu nilai modulus elastisitas pelat dengan
luas pelat, flexural rigidly (EI) yaitu modulus elastisitas pelat dengan inersia
pelat, (w) adalah berat pelat dan (v) merupakan angka poisson rasio.
9. Menentukan beban luar (external load)
Besarnya beban luar diaplikasikan pada konstruksi dapat berupa beban
terbagi rata (distributed load) maupun beban titik (point loads).
10. Mesh Generation, Pada tahap ini konstruksi yang akan didiskritsasi atau
dibagi menjadi elemen-elemen segitiga yang lebih kecil, dan hasil geometri
berupa Meshing yang tidak teratur. Tingkat ketelitian dalam mendiskritisasi
(meshing) dapat dibagi menjadi beberapa pilihan antara lain very coarse,
coarse, medium fined, fine dan very fined.
Kondisi awal (initial condition ) merupakan tahap penentuan awal sebelum
dilakukan analisis. Kondisi ini dibagi menadi dua yaitu kondisi awal tekanan
air pori (initial water pressure) dan kondisi awal tegangan air pori (initial
stresses).
3.8.2. Plaxis Calculation
Plaxis calculation adalah tahap apakah model yang telah didefinisikan pada
Plaxis input siap untuk dianalisis.
3.8.3. Plaxis Output
Plaxis output merupakan pemaparan hasil analisis proses hitungan dari Plaxis
calculation yang terdiri dari geometry, deformation dan stresses. Output Plaxis
dapat ditampilkan dalam bentuk gambar, angka dan kurva.
53
3.9. Lagkah-langkah Pemodelan Menggunakan Program Plaxis
Pada bagian ini dijelaskan tentang cara-cara yang dilakukan untuk
memodelkan suatu proyek ke dalam bentuk analisa yang bisa dihitung oleh
program komputer. Adapun langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
1. Pemodelan Geometri
Pembuatan sebuah model elemen hingga dimulai dengan pembuatan geometrik
dari model, yang merupakan gambaran dari masalah yang ingin dianalisis.
Pada penelitian ini dimodelkan klaster sebagai kontur geometrik dengan
dimensi sebagai berikut; tinggi kontur geometrik adalah 2L dimana L
merupakan kedalaman tiang sebesar 15 m, sedangkan untuk lebar kontur
geometrik menggunakan aximetry 30 m (Gambar 3.7). Setelah pemodelan
klaster lapisan tanah, selanjutnya ialah pemodelan struktur tiang.
Gambar 3.7: Pemodelan geometri pada program analisis.
2. Kondisi Batas (Boundary Condition)
Saat memilih kondisi batas dari sub menu load atau dengan mengklik tombol
standar fixities pada toolbar, Plaxis secara otomatis akan menerapkan kondisi
batas umum pada model geometri. Plaxis kemudian akan membentuk jepit
penuh pada dasar geometri dan kondisi batas rol pada sisi vertical
௫ݑ) = 0; ௬ݑ = bebas). Jepit pada arah tertentu akan ditampilkan pada layar
54
berupa dua garis paralel yang tegak lurus terhadap arah yang dijepit. Karena itu
rol akan berupa dua garis vertikal sejajar dan jepit penuh akan berupa dua
pasang garis vertikal sejajar yang bersilangan (crosshatched lines) (Gambar
3.8).
Gambar 3.8: Penetapan kondisi batas pada geometri.
3. Input Parameter Tanah
Analisis yang akan dilakukan didasarkan pada model material Mohr-Coulomb
yang merupakan pemodelan dengan kondisi elastis-plastis terdiri dari beberapa
parameter (Gambar 3.7) yakni Modulus Young (E) dan Poisson Rasio (υ),
kohesif (c), sudut gesek dalam (φ), sudut dilatansi (ψ), berat jenis kering
(γdry), berat jenis jenuh (γsat), dan juga permeabilitas (K).
55
Gambar 3.9: Input parameter tanah dan pemodelan Mohr-coulomb.
4. Penyusunan Jaringan Elemen (Meshing)
Setelah model didefinisikan secara lengkap serta sifat material telah
diaplikasikan kesetiap lapisan, maka geometri harus disusun menjadi elemen-
elemen yang lebih kecil untuk melakukan hitungan elemen hingga. Komposisi
dari elemen-elemen tersebut sebagai jaring elemen hingga.
Penyusunan jaring elemen dalam program Plaxis dimulai dengan mengklik
tombol penyususnan jaring elemen pada toolbar atau dengan memilih Generate
dari sub menu Mesh. Penyusunan jaring elemen juga langsung dimulai setelah
opsi refine line dari sub menu mesh. Hasil dari proses meshing (diskritisasi)
model dalam Plaxis dapat dilihat pada Gambar 3.10.
56
Gambar 3.10: Penyusunan jaringan meshing.
5. Kondisi Awal (Initial Condition)
Kondisi awal didefinisikan untuk menghitung tekanan air pori awal (initial
condition) dan tegangan awal (initial soil stress) seperti Gambar 3.11.
Gambar 3.11: Hasil perhitungan initial soil stresses.
57
6. Kalkulasi
Setelah proses input, selanjutnya adalah proses kalkulasi dengan mengklik
tombol calculate untuk masuk ke dalam program calculation seperti pada
Gambar 3.12.
Gambar 3.12: Tahapan perhitungan.
Adapun gambaran umum mengenai tahapan perhitungan beban aksial pada
model geometri adalah sebagai berikut:
1. Tahapan awal yaitu mengaktifkan plate (tiang pondasi) pada model geometri.
2. Setelah tiang aktif kemudian tahapan pengaktifan beban struktur atas.
3. Tahap selanjutnya yaitu tahap Total Multipliers (pengalian jumlah beban).
4. Tahap akhir ialah tahap SF dengan memilih Phi/c reduction, dimana pada
tahapan ini dilakukan perhitungan faktor keamanan.
5. Kemudian mengaktifkan titik beban pada ujung tiang bagian atas lalu klik
update.
6. Kemudian klik calculate unttuk memulai proses kalkulasi.
58
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Perhitungan Daya Dukung Menggunakan Data Parameter (SPT)
Menghitung kapasitas daya dukung dengan menggunakan data SPT dilakukan
per lapisan tanah serta perhitungannya menggunakan metode O’Neil & Reese.
Perhitungan ini menggunakan dua rumus yakni untuk jenis tanah non-kohesif
(pasir) dan jenis tanah kohesif (lempung).
4.1.1. Perhitungan Pada Titik BH-1
Diameter (D) = 100 cm = 1
Luas selimut tiang pondasi (p)
p = π . d
p = 1,0 × 3,14 = 3,14 m
Luas penampang tiang pondasi (Ap)
Ap = .π . D²
= × 3,14 × 1² = 0,785 m
Faktor keamanan (SF)
Ujung = 3
Geser = 2,5
Ø Daya dukung ujung tiang dan geser selimut tiang pada tanah kohesif
v Kedalaman 2 m
1. Daya dukung ujung tiang
Qb = Ap . Nc . Cu
Ap = 0,785
Nc = 8
Cu = 17,83
Qb = 0,785 × 8 × 17,83
= 111,97 kN
59
2. Daya dukung geser selimut tiang
Qs = α . Cu . p .∆L
α = 0,55
Cu = 17,83
Qs = 0,55 × 17,83 × 3,14 × 2
= 61,61 kN
3. Daya dukung ultimate
Qult = Qb + Qs (komulatif)
= 111,97 + 61,61
= 173,6 kN = 17,4 ton
4. Daya dukung ijin
Qall =QbSF +
QsSF
=112,02
3 +61,612,5
= 65,3 kN = 6,5 ton
Ø Daya dukung ujung tiang dan geser selimut tiang pada tanah non kohesif
v Kedalaman 4 m
1. Daya dukung ujung tiang
Qb = q . a
q = 57,5 . N = 57,5 × 3 = 172,5
a = 0,785
Qb = 172,5 × 0,785
= 135,41 kN
2. Daya dukung geser selimut tiang
Qs = f . p .∆L
f = β .σ = 1,01 × 48 = 48,58
= 48,58 × 3,14 × 2
= 305,2 kN
60
3. Daya dukung ultimate
Qult = Qb + Qs (komulatif)
= 135,48 + 366,82
= 502,30 kN = 50,2 ton
4. Daya dukung ijin
Qall =QbSF +
QsSF
=135,38
3 +366,82
2,5
= 176,4 kN = 17,6 ton
Untuk perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1: Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT pada titik BH-1.
Depth Nspt Cu NcSkin Friction (kN) End
BearingQult(ton)
Qall(ton)Local Cumm
0 02 3 17,83 0,55 - 8 61,61 61,61 111,97 17,4 6,54 3 - - 1,01 - 305,21 366,82 135,41 50,2 17,66 4 24,60 0,55 - 9 84,99 451,81 173,76 62,6 22,08 4 24,60 0,55 - 9 84,99 536,80 173,76 71,1 24,810 7 44,89 0,55 - 9 155,14 691,94 317,17 100,9 35,812 9 - - 0,65 - 790,17 1482,11 406,24 188,8 65,714 21 - - 0,59 - 840,92 2323,03 947,89 327,1 115,316 30 - - 0,52 - 869,19 3192,22 1354,13 454,6 160,618 41 - - 0,46 - 876,50 4068,72 1850,64 591,9 209,620 53 - - 0,41 - 863,46 4932,18 2392,29 732,4 260,122 60 - - 0,36 - 832,09 5764,27 2708,25 847,3 300,524 60 - - 0,30 - 781,88 6546,15 2708,25 925,4 326,526 60 - - 0,26 - 714,17 7260,32 2708,25 996,9 350,328 60 - - 0,25 - 753,98 8014,30 2708,25 1072,3 375,530 60 - - 0,25 - 810,53 8824,83 2708,25 1153,3 402,5
Adapun penjelasan mengenai tabel pada titik BH-1 dengan kedalaman 2 m untuk
jenis tanah lempung memiliki nilia NSPT 3 menghasilkan nilai daya dukung
ujung tiang sebesar 111,97 kN dan Qult sebesar 17,4 ton, sedangkan nilai Qall
(Qijin) yang sudah dibagi dengan angka keamanan untuk ujung 3 dan untuk geser
2,5 menghasilkan nilai sebesar 6,5 ton. Pada kedalaman 4 m untuk jenis tanah
pasir memiliki nilai NSPT 3 menghasilkan nilai daya dukung ujung tiang sebesar
61
135,41 kN dan Qult sebesar 50,2 ton, sedangkan nilai Qall (Qijin) yang sudah
dibagi dengan angka keamanan untuk ujung 3 dan untuk geser 2,5 menghasilkan
nilai sebesar 17,6 ton.
4.1.2. Perhitungan Pada Titik BH-2
Diameter (D) = 100 cm = 1 m
Luas selimut tiang pondasi (p)
p = π . d
p = 1 × 3,1 = 3,14 m
Luas penampang tiang pondasi (Ap)Ap = .π . D²
= × 3,14 × 1² = 0,785 m
Faktor keamanan (SF)
Ujung = 3
Geser = 2,5
Ø Daya dukung ujung tiang dan geser selimut tiang pada tanah kohesif
v Kedalaman 8 m
1. Daya dukung ujung tiang
Qb = Ap . Nc . Cu
Ap = 0,785
Nc = 9
Cu = 92,26
Qb = 0,785 × 9 × 92,26
= 651,78 kN
2. Daya dukung geser selimut tiang
Qs = α . Cu . p .∆L
α = 0,55
Cu = 92,26
Qs = 0,55 × 92,26 × 3,14 × 2
= 318,81 kN
62
3. Daya dukung ultimate
Qult = Qb + Qs (komulatif)
= 651,78 + 844,88
= 1496,7kN = 149,7 ton
4. Daya dukung ijin
Qall =QbSF +
QsSF
=651,78
3 +844,88
2,5
= 542,3 kN = 54,2 ton
Ø Daya dukung ujung tiang dan geser selimut tiang pada tanah non kohesif
v Kedalaman 4 m
1. Daya dukung ujung tiang
Qb = q . a
q = 57,5 . N = 57,5 × 3 = 172,5
a = 0,785
Qb = 172,5 × 0,785
= 135,41 kN
2. Daya dukung geser selimut tiang
Qs = f . p .∆L
f = β.σ = 1,01 × 56 = 56,67
= 56,67 × 3,14 × 2
= 356,08 kN
3. Daya dukung ultimate
Qult = Qb + Qs (komulatif)
= 135,48 + 417,69
= 553,17 kN = 55,3 ton
4. Daya dukung ijin
Qall =QbSF +
QsSF
63
=135,48
3 +417,69
2,5
= 193,42 kN = 19,3 ton
Untuk perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2: Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT pada titik BH-2.
Depth Nspt Cu NcSkin Friction (kN) End
BearingQult(ton)
Qall(ton)Local Cumm
0 02 3 17,83 0,55 - 8 61,61 61,61 111,97 17,4 6,54 3 - - 1,01 - 356,08 417,69 135,413 55,3 19,36 5 31,36 0,55 - 9 108,38 526,07 221,57 74,8 26,48 14 92,26 0,55 - 9 318,81 844,88 651,78 149,7 54,210 20 132,85 0,55 - 9 459,10 1303,98 938,59 224,3 81,012 41 - - 0,65 - 823,10 2127,08 1850,638 397,8 144,914 60 - - 0,59 - 870,42 2997,50 2708,25 570,6 208,216 60 - - 0,52 - 895,53 3893,03 2708,25 660,1 238,118 60 - - 0,46 - 899,88 4792,91 2708,25 750,1 268,120 60 - - 0,41 - 884,02 5676,93 2708,25 838,5 297,622 60 - - 0,36 - 849,99 6526,92 2708,25 923,5 325,924 60 - - 0,30 - 797,21 7324,13 2708,25 1003,2 352,526 60 - - 0,26 - 727,04 8051,17 2708,25 1075,9 376,728 60 - - 0,25 - 766,55 8817,72 2708,25 1152,6 402,330 60 - - 0,25 - 823,10 9640,82 2708,25 1234,9 429,7
Adapun penjelasan mengenai tabel pada titik BH-2 dengan kedalaman 8 m untuk
jenis tanah pasir memiliki nilia NSPT 14 menghasilkan nilai daya dukung ujung
tiang sebesar 651,78 kN dan Qult sebesar 149,7 ton, sedangkan nilai Qall (Qijin)
yang sudah dibagi dengan angka keamanan untuk ujung 3 dan untuk geser 2,5
menghasilkan nilai sebesar 54,2 ton.Pada kedalaman 4 m untuk jenis tanah
lempung memiliki nilai NSPT 3 menghasilkan nilai daya dukung ujung tiang
sebesar 135,413 kN dan Qult sebesar 55,3 ton, sedangkan nilai Qall (Qijin) yang
sudah dibagi dengan angka keamanan untuk ujung 3 dan untuk geser 2,5
menghasilkan nilai sebesar 19,3 ton.
64
4.1.3. Perhitungan Pada Titik BH-3
Diameter (D) = 100 cm = 1 m
Luas selimut tiang pondasi (p)
p = π . d
p = 1 × 3,14 = 3,314 m
Luas penampang tiang pondasi (Ap)
Ap = .π . D²
= × 3,14 × 1² = 0,785 m
Faktor keamanan (SF)
Ujung = 3
Geser = 2,5
Ø Daya dukung ujung tiang dan geser selimut tiang pada tanah kohesif
v Kedalaman 10 m
1. Daya dukung ujung tiang
Qb = Ap . Nc . Cu
Nc = 9
Cu = 78,72
Qb = 0,785 × 9 × 78,72
= 556,18 kN
2. Daya dukung geser selimut tiang
Qs = α . Cu . p .∆L
α = 0,55
Cu = 78,72
Qs = 0,55 × 78,72 × 3,14 × 2
= 272,05 kN
3. Daya dukung ultimate
Qult = Qb + Qs (komulatif)
= 556,81 + 1444,83
= 2001,0 kN = 200,1 ton
65
4. Daya dukung ijin
Qall =QbSF +
QsSF
=556,81
3 +1444,83
2,5
= 704,1 = 70,4 ton
Ø Daya dukung ujung tiang dan geser selimut tiang pada tanah non kohesif
v Kedalaman 18 m
1. Daya dukung ujung tiang
Qb = q . a
q = 57,5 × N = 57,5 × 30 = 1725
a = 0,785
Qb = 1725 × 0,785
= 1354,13 kN
2. Daya dukung geser selimut tiang
Qs = f . p . ∆L
f = β . σ = 0,47 × 312,8 = 147,016
= 315,928 × 3,14 × 2
= 913,50 kN
3. Daya dukung ultimate
Qult = Qb + Qs (komulatif)
= 1354,13 + 3806,43
= 5161,01 kN = 516,1 ton
4. Daya dukung ijin
Qall =QbSF +
QsSF
=1354,81
3 +3806,20
2,5
= 1810,66 kN = 181,1 ton
Untuk perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
66
Tabel 4.3: Hasil perhitungan daya dukung berdasarkan data SPT pada titik BH-3.
Depth Nspt Cu NcSkin Friction (kN) End
BearingQult(ton)
Qall(ton)Local Cumm
0 02 3 17,83 0,55 - 8 61,61 61,61 111,97 17,4 6,54 3 - - 1,01 - 391,69 453,30 135,413 58,9 20,56 6 - - 0,90 - 494,20 947,50 270,825 121,8 42,48 10 65,19 0,55 - 9 225,28 1172,78 460,57 163,3 57,510 12 78,72 0,55 - 9 272,05 1444,83 556,18 200,1 70,412 16 105,79 0,55 - 9 365,57 1810,40 747,39 255,8 90,314 22 146,38 0,55 - 9 505,87 2316,27 1034,2 335,0 118,616 26 173,45 0,55 - 9 576,26 2892,53 1225,4 411,8 145,518 30 - - 0,46 - 913,90 3806,43 1354,125 516,1 181,120 37 - - 0,41 - 900,47 4706,90 1670,088 637,7 223,722 60 - - 0,36 - 867,88 5574,78 2708,25 828,3 294,224 60 - - 0,30 - 815,61 6390,39 2708,25 909,9 321,326 60 - - 0,26 - 745,05 7135,44 2708,25 984,4 346,128 60 - - 0,25 - 786,65 7922,09 2708,25 1063,0 372,330 60 - - 0,25 - 845,72 8767,81 2708,25 1147,6 400,5
Adapun penjelasan mengenai tabel pada titik BH-3 dengan kedalaman 10 m untuk
jenis tanah pasir memiliki nilia NSPT 12 menghasilkan nilai daya dukung ujung
tiang sebesar 556,18 kN dan Qult sebesar 200,1 ton, sedangkan nilai Qall (Qijin)
yang sudah dibagi dengan angka keamanan untuk ujung 3 dan untuk geser 2,5
menghasilkan nilai sebesar 70,4 ton. Pada kedalaman 18 m untuk jenis tanah
lempung memiliki nilai NSPT 30 menghasilkan nilai daya dukung ujung tiang
sebesar 1354,13 kN dan Qult sebesar 516,1 ton, sedangkan nilai Qall (Qijin) yang
sudah dibagi dengan angka keamanan untuk ujung 3 dan untuk geser 2,5
menghasilkan nilai sebesar 181,1 ton.
4.2. Perhitungan Penurunan (Settlement)
4.2.1. Penurunan Pada Titik BH-1
Pada kedalamaan 16 m diperoleh nilai N untuk lapisan pasir = 30
Maka, q = 4N = 4 × 30 = 120 kg/cm²
Ø Modulus elastisitas di sekitar tiang (Es)
E = 3 × q
67
= 3 × 120 = 360 kg/cm = 36 mpa
Ø Menentukan modulus elastisitas tanah di dasar tiang
E = 10 × E
= 10 × 36 mpa = 360 mpa
Ø Menentukan modulus elastisitas dari bahan tiang
E = 4700 . fc′
= 4700 × √30 = 25742,96 mpa = 25742960 kN/m²
R =AA =
0,7850,785 = 1
Ø Menentukan faktor kekakuan tiang
K =E . R
E =25742,96 × 1
36 = 715
Untuk = = 1 (diameter ujung dan atas tiang)
Untuk = = 16 cm
Dari masing – masing grafik di peroleh:
I = 0.1 untuk = 16; = 1 (Gambar 2.12)
R = 1,5 untuk = 16; K = 715 (Gambar 2.13)
R = 0.77 untuk = 16; = 1.8 (Gambar 2.14)
R = 0,98( untuk µs = 0.35; K = 715) (Gambar 2.15)
R = 0.35 untuk = 16; = 10 (Gambar 2.16)
68
Ø Penurunan dengan beban rencana 300 ton dan 600 ton.
1. Untuk tiang apung atau tiang friksi
I = 0.1 × 1.5 × 0.77 × 0.98 = 0.113
S =300000 kg × 0,113360 kg/cm² × 100
= 0,942 cm = 9,42 mm (dengan Q = 300 ton)
S =600000 × 0,113
360 kg/cm² × 100= 1,884 cm = 18,84 mm (dengan Q = 600 ton)
2. Untuk tiang dukung ujung
I = 0.1 × 1.5 × 0.35 × 0.98 = 0.0514
S =300000 kg × 0,0514360 kg/cm² × 100
= 0,428 cm = 4,28 mm (dengan Q = 300 ton)
S =600000 kg × 0,0514
360kgcm × 100
= 0,857 cm = 8,57 mm (dengan Q = 600 ton)
S total = 9,42 + 4,28 = 13,7 mm (dengan Q = 300 ton)
S total = 18,84 + 5,87 = 24,71 mm (dengan Q = 600)
4.2.2. Penurunan Pada Titik BH-2
Pada kedalamaan 16 m diperoleh nilai N untuk lapisan pasir = 60
Maka, q = 4N = 4 × 60 = 240 kg/cm²
Ø Modulus elastisitas di sekitar tiang (Es)
E = 3 × q
= 3 × 240 = 720 kg/cm = 72 mpa
Ø Menentukan modulus elastisitas tanah di dasar tiang
E = 10 × E
= 10 × 72 mpa = 720 mpa
Ø Menentukan modulus elastisitas dari bahan tiang
E = 4700 . fc′
= 4700 × √30 = 25742,96 mpa = 25742960 kN/m²
R =AA =
0,7850,785 = 1
69
Ø Menentukan faktor kekakuan tiang
K =E . R
E =25742,96 × 1
72 = 357
Untuk = = 1 (diameter ujung dan atas tiang)
Untuk = = 16 cm
Dari masing – masing grafik di peroleh:
I = 0.1 untuk = 16; = 1 (Gambar 2.12)
R = 1,2 untuk = 16; K = 357 (Gambar 2.13)
R = 0.77 untuk = 16; = 1.8 (Gambar 2.14)
R = 0,88 ( untuk µs = 0.35; K = 357) (Gambar 2.15)
R = 0.35 untuk = 16; = 10 (Gambar 2.16)
Ø Penurunan dengan beban rencana 300 ton dan 600 ton.
1. Untuk tiang apung atau tiang friksi
I = 0.1 × 1.2 × 0.77 × 0.88 = 0.081
S =300000 kg × 0,081720 kg/cm² × 100
= 0,337 cm = 3,37 mm (dengan Q = 300 ton)
S =600000 × 0,081
720 kg/cm² × 100= 0,674 cm = 6,75 mm (dengan Q = 600 ton)
2. Untuk tiang dukung ujung
I = 0.1 × 1.2 × 0.35 × 0.88 = 0,0369
S =300000 kg × 0,0369720 kg/cm² × 100
= 0,154 cm = 1,54 mm (dengan Q = 300 ton)
S =600000 kg × 0,0369720 kg/cm² × 100
= 0,307 cm = 3,07 mm (dengan Q = 600 ton)
S total = 3,37 + 1,54 = 4,91 mm (dengan Q = 300 ton)
S total = 6,75 + 3,07 = 9,82 mm (dengan Q = 600 ton)
70
4.2.3. Penurunan Pada Titik BH-3
Pada kedalamaan 16 m diperoleh nilai N untuk lapisan pasir = 26
Maka, q = 4N = 4 × 26 = 104 kg/cm²
Ø Modulus elastisitas di sekitar tiang (Es)
E = 3 × q
= 3 × 104 = 312 kg/cm = 31,2 mpa
Ø Menentukan modulus elastisitas tanah di dasar tiang
E = 10 × E
= 10 × 31,2 mpa = 312 mpa
Ø Menentukan modulus elastisitas dari bahan tiang
E = 4700 . fc′
= 4700 × √30 = 25742,96 mpa = 25742960 kN/m²
R =AA =
0,7850,785 = 1
Ø Menentukan faktor kekakuan tiang
K =E . R
E =25742,96 × 1
31,2 = 825
Untuk = = 1 (diameter ujung dan atas tiang)
Untuk = = 16 cm
Dari masing–masing grafik di peroleh:
I = 0.1 untuk = 16; = 1 (Gambar 2.12)
R = 1,6 untuk = 16; K = 825 (Gambar 2.13)
R = 0.77 untuk = 16; = 1.8 (Gambar 2.14)
R = 0,98 ( untuk µs = 0.35; K = 825) (Gambar 2.15)
R = 0.35 untuk = 16; = 10 (Gambar 2.16)
71
Ø Penurunan dengan beban rencana 300 ton dan 600 ton.
1. Untuk tiang apung atau tiang friksi
I = 0.1 × 1.6 × 0.77 × 0.98 = 0.120
S =300000 kg × 0,120825 kg/cm² × 100
= 0,436 cm = 4,36 mm (dengan Q = 300 ton)
S =600000 × 0,120
825 kg/cm² × 100= 0,872 cm = 8,72 mm (dengan Q = 600 ton)
2. Untuk tiang dukung ujung
I = 0.1 × 1.2 × 0.35 × 0.98 = 0,0412
S =300000 kg × 0,0412825 kg/cm² × 100
= 0,149 cm = 1,49 mm (dengan Q = 300 ton)
S =600000 kg × 0,0412825 kg/cm² × 100
= 0,299 cm = 2,99 mm (dengan Q = 600 ton)
S total = 4,36 + 1,49 = 5,85 mm (dengan Q = 300 ton)
S total = 8,72 + 2,99 = 11,71 mm (dengan Q = 600 ton)
Untuk rekapan nilai perbandingan penurunan dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan
kurva penurunan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Tabel 4.4: Rekapitulasi perhitungan penurunan tiang tunggal.
No Titik Beban
Penurunan untuk
tiang
Apung/friksi
Penurunan untuk tiang
dukung ujungS-Total
1 BH-1 300 9,42 mm 4,28 mm 13,7 mm
600 18,84 mm 8,57 mm 24,71 mm
2 BH-2 300 3,37 mm 1,54 mm 4,91 mm
600 6,75 mm 3,07 mm 9,82 mm
3 BH-3 300 4,36 mm 1,49 mm 5,85 mm
600 8,72 mm 2,99 mm 11,71 mm
Dari hasil tabel rekapitulasi di atas titik BH-1 dengan beban 300 menghasilkan
nilai penurunan (S-Total) sebesar 13,7 mm dan beban 600 sebesar 24,71 mm.
72
Titik BH-2 dengan beban 300 menghasilkan nilai penurunan (S-Total) sebesar
4,91 mm dan beban 600 sebesar 9,82 mm. titik BH-3 dengan beban 300
menghasilkan nilai penurunan sebesar 5,85 mm dan beban 600 sebesar 11,71 mm.
Gambar 4.1: Kurva penurunan titik BH-1, BH-2 dan BH-3.
Terlihat jelas perbedaan ketiga kurva diatas karena memiliki karakteristik tanah
yang berbeda2 dari tiap titiknya. Dalam perhitungan manual pada titik BH-1
memiliki lapisan tanah yang kurang baik sehingga mengalami penurunan yang
cukup siknifikan.
4.3. Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Data Loading Test
Data bored pile:
Diameter tiang (D) = 100 cm = 1 m = 39,3701 in
Panjang tiang (L) = 15 m
Keliling bored pile (p) = π × D = 3.14 × 100 = 314 cm = 3.14 m
Luas bored pile (Ap) = .π . D = × 3.14 × 100 = 0.785 m²
Modulus elastisitas Ep = 4700.√35 = 25742.9 mpa² = 25742900 kN/m²
Beban rencana = 300 ton = 2940 kN
Beban uji = 600 ton = 5880 kN
0
5
10
15
20
25
30
0 200 400 600 800
Penu
runa
n
Beban
BH-1 (Manual)
BH-2 (Manual)
BH-3 (Manual)
73
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 100 200 300 400 500 600 700
Sett
lem
ent (
mm
)
Load (ton)
Qu
4.3.1. Menginterprestasikan Data Hasil Uji Pembebanan Menggunakan
Metode Mazurkiewicz (1972)
Beban runtuh ditentukan dari perpotongan garis BC pada kurva beban-
penurunan (Gambar 4.2).
1. Diplot kurva beban uji yang diberikan terhadap penurunan.
2. Menarik garis dari beberapa titik penurunan yang dipilih hingga memotong
kurva, kemudian ditarik garis vertikal hingga memotong sumbu beban.
3. Dari perpotongan setiap beban tersebut dibuat garis bersudut 45° terhadap
garis perpotongan berikutnya dan seterusnya.
4. Menghubungkan titik-titik yang terbentuk ini hingga menghasilkan sebuah
garis lurus. Perpotongan garis lurus ini dengan sumbu beban merupakan
beban ultimitnya (Gambar 4.2).
Gambar 4.2: Interpretasi daya dukung dengan metode Mazurkiewicz (1972).
Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban
maksimum (Qu) dengan metode Mazurkiewicz sebesar = 700 ton.
74
4.3.2. Menginterprestasikan Data Hasil Uji Pembebanan Menggunakan
Metode Chin
1. Plot kurva antara rasio beban terhadap penurunan (S/Q).
2. Diperoleh persamaan garis tersebut adalah S/Q = C1.S + C2.
3. C1 dihitung dari persamaan garis atau dari gradien/kemiringan.
4. Beban ultimit adalah 1/C1. Metode ini biasanya menghasilkan beban ultimit
beban yang terlalu tinggi sehingga harus dikoreksi (1,2 – 1,4), Sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
Q =1
0,0014
= 714 ton
Dari langkah penyelesaian dengan menggunakan Metode Chin, maka diperoleh
beban ultimate (Qult) dari data hasil Loading Test dilokasi tersebut dapat dilihat
pada gambar grafik 4.3.
Gambar 4.3: Interpretasi daya dukung dengan metode Chin.
Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban
maksimum (Qult) dengan metode Chin sebesar = 714 ton.
y = 0,0014x + 0,0003
0
0,0002
0,0004
0,0006
0,0008
0,001
0,0012
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Sett
lem
ent m
m
Beban
Series1 Linear (Series1)
75
4.3.3. Menginterprestasikan Data Hasil Uji Pembebanan Menggunakan
Metode Davisson
1. Gambarkan kurva beban-penurunan.
2. Tentukan penurunan elastis dari tiang dengan Pers. 2.5.
∆=5340 × 15
0.785 × 25742900 = 0.0039 = 3.9
3. Gambarkan sebuah garis OA berdasarkan persamaan diatas
4. Gambarkan sebuah garis BC yang sejajar dengan OA pada jarak sejauh x
menggunakan Pers. 2.6.
= 0.15 +39.3701
120 = 0.478 = 12.1
5. Beban runtuh ditentukan dari perpotongan garis BC pada kurva beban-
penurunan (Gambar 4.4).
Gambar 4.4: Interpretasi daya dukung dengan metode Davisson.
Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban
maksimum (Qult) dengan metode Davisson sebesar = 600 ton.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Sett
lem
ent m
m
Beban
O
A
B
C
76
4.4. Hasil Analisis Program Plaxis Untuk Penurunan
Setelah melakukan kalkulasi pada tahapan analisis kemudian dapat dilihat
hasil outputnya berupa gambar dan grafik seperti Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.
Gambar 4.5: Penurunan dengan beban 300 ton.
Gambar 4.6: Penurunan dengan beban 600 ton.
77
Kedua gambar penurunan diatas adalah perwakilan dari ketiga titik tersebut yang
diambil dari program Plaxis pada titik BH-2, karna pada titik tersebut yang
memiliki struktur lapisan tanah yang cukup baik diantara 3 titik tersebut.
Setelah proses perhitungan selesai, maka langkah berikutnya adalah masuk
pada katagori kurva penurunan. Adapun perbandingan kurva penurunan antara
titik BH-1, BH-2 dan BH-3 dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7: Kurva perbandingan penurunan antara titik BH-1, BH-2 dan BH-3dalam program Plaxis.
Pada gambar 4.7 yang dihasilkan oleh program Plaxis dijelaskan bahwah grafik
berwarna hijau titik BH-1 yang menghasilkan nilai penurunan sebesar 24,62 mm,
grafik berwarna merah titik BH-2 yang menghasilkan nilai penurunan sebesar
17,19 mm dan yang berwarna biru titik BH-3 yang menghasilkan nilai penurunan
sebesar 26,51 mm.
Adapun kurva pembebanan dan penurunan Loading test yang dihasilkan oleh
program Plaxis dapat dilihat pada Gambar 4.8.
78
Gambar 4.8: Kurva beban versus penurunan menggunakan program analisis.
4.5. Perbandingan Hasil Analitis dan Program Plaxis untuk Penurunan
dan Loading Test
Adapun kurva perbandingan penurunan antara analitis dan program Plaxis
dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9: Kurva perbandingan antara analitis dan program Plaxis.
0
5
10
15
20
25
30
0 200 400 600 800
Penu
runa
n
Beban
BH-1 (Plaxis)
BH-2 (Plaxis)
BH-3 (Plaxis)
BH-1 (Manual)
BH-2 (Manual)
BH-3 (Manual)
79
Pada Gambar 4.9 dijelaskan bahwa grafik yang berwarna biru, orange dan ungu
untuk perhitungan manual, sedangkan grafik yang berwarna merah, hijau dan
dongker untuk perhitungan Plaxis.
Dalam gambar tersebut untuk perhitungan manual gambar grafik terlihat lurus
kebawah sedangkan untuk perhitungan Plaxis terlihat sedikit melengkung
kebawah, karena dalam perhitungan manual yang diketahui hanya elemen tanah
ujung tiang dan permukaan tiang, sedangkan dalam perhitungan program Plaxis
mengetahui sampai elemen-elemen tanah yang terkecil. Jadi menggunakan
program jauh lebih akurat hasil perhitungannya.
Adapun kurva perbandingan Loading test antara analitis dan program Plaxis
dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10: Kurva perbandingan beban versus penurunan dengan metodeelemen hingga dan data loading test.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 100 200 300 400 500 600 700
Penu
runa
n
Beban
Plaxis
Loading
80
4.6. Hasil Analitis Daya Dukung Program Plaxis
1. Dari hasil perhitungan titik BH-1 dengan menggunakan program analisis di
dapat nilai tegangan efektif sebesar 4528,93 kN/m2 maka nilai Qu adalah:
= .
= 4528,93 × 0,785
= 3555,21
= 355 ton
Dengan penurunan sebesar:
Ø 10,26 mm untuk beban 300 ton
Ø 24,62 mm untuk beban 600 ton
2. Dari hasil perhitungan titik BH-2 dengan menggunakan program analisis di
dapat nilai tegangan efektif sebesar 16.262 kN/m2 maka nilai Qu adalah:
= .
= 12.262 × 0,785
= 12.765,67
= 1276 ton
Dengan penurunan sebesar:
Ø 7,48 mm untuk beban 300 ton
Ø 17,19 mm untuk beban 600 ton
3. Dari hasil perhitungan titik BH-1 dengan menggunakan program analisis di
dapat nilai tegangan efektif sebesar 2240,53 kN/m2 maka nilai Qu adalah:
= .
= 2240,53 × 0,785
= 1758,8
= 176 ton
Dengan penurunan sebesar:
Ø 8,65 mm untuk beban 300 ton
Ø 26,51 mm untuk beban 600 ton
81
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pengolahan data, analisis dan evaluasi daya dukung serta
penurunan pada podasi tiang bor dengan cara analitis dan menggunakan metode
elemen hingga yang akan dibandingkan maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Cara analitis menghasilkan daya dukung ultimit sebesar:
1) Titik BH-1 = 1153,1 ton
2) Titik BH-2 = 1234,7 ton
3) Titik BH-3 = 1147,4 ton
Elemen hingga (Plaxis) menghasilkan daya dukung ultimit sebesar:
1) Titik BH-1 = 355 ton
2) Titik BH-2 = 1276 ton
3) Titik BH-3 = 176 ton
2. Penurunan yang dihasilkan dari analitis sebesar:
1) Titik BH-1
Beban 300 ton = 13,7 mm
Beban 600 ton = 24,71 mm
2) Titik BH-2
Beban 300 ton = 4,91 mm
Beban 600 ton = 9,82 mm
3) Titik BH-3
Beban 300 ton = 5,85 mm
Beban 600 ton = 11,71 mm
Penurunan yang dihasilkan dari program analisis (Plaxis) sebesar:
1) Titik BH-1
Beban 300 ton = 10,26 mm
Beban 600 ton = 24,62 mm
2) Titik BH-2
Beban 300 ton = 7,48 mm
82
Beban 600 ton = 17,19 mm
3) Titik BH-3
Beban 300 ton = 8,65 mm
Beban 600 ton = 26,51 mm
3. Selisih penurunan Plaxis dan analitis:
1) Titik BH-1 untuk beban 600 ton adalah 0,09 mm atau 0,45% dari
penurunan sebenarnya.
2) Titik BH-2 untuk beban 600 ton adalah 7,37 mm atau 36,85% dari
penurunan sebenarnya.
3) Titik BH-3 untuk beban 600 ton adalah 14,8 mm atau 74% dari penurunan
sebenarnya.
5.2. Saran
Dari hasil analisis serta kesimpulan yang diambil pada tugas akhir ini, penulis
memberi saran untuk proses pemaksimalan perhitungan serta keakuratan hasil
perhitungan kedepannya nanti, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis daya dukung pondasi lebih akurat memakai hasil data
loading test karena hasil yang dikeluarkan alat loading test benar-benar
menyajikan keadaan dilapangan sebenarnya.
2. Untuk memaksimalkan hasil perhitungan daya dukung dan penurunan,
parameter-parameter yang digunakan sebagai input dalam program plaxis harus
benar-benar diperhatikan.
83
DAFTAR PUSTAKA
Das, B. M. (2007) Principles of Foundation Engineering, SI, Seventh, Edition United
States of America: ©2011, 2007 Cengage Learning.
Das, B. M. (2007) Principles of Foundation Engineering, Sixth Edition, North
America: © 2007 by Nelson.
Das, B. M. (1995) Mekanika Tanah (Prinsi-prinsip Rekayasa Geoteknik), Jilid 1,
Jakarta: Erlangga.
Bowles, J. E. (1997) Analisis Dan Desain Pondasi, Edisi Keempat Jilid 1, Jakarta:
Erlangga.
Hardiyatmo, H. C. (2002) Mekanika Tanah I, Edisi Ketiga, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Hardiyatmo, H. C. (2002) Mekanika Tanah II, Edisi Ketiga, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Hardiyatmo, H. C. (1996) Teknik Pondasi I, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Hardiyatmo, H. C. (2008) Teknik Pondasi II, Edisi Keempat, Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama.
SNI 4153. (2008) Cara Uji Penetrasi Lapangan Dengan SPT.
SNI 2827. (2008) Cara Uji Penetrasi Lapangan Dengan Alat Sondir.
Sosrodarsono, S. dan Nakazawa, K. (2000) Mekanika Tanah Dan Teknik Pondasi,
Jakarta: PT.Pradnya Paramita.
Harianto, E. (2007) Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Bor Menggunakan
Software Shaft1 Dan Uji Beban Statis (Studi Kasus Tiang Uji TP-4 Dan TP-5
Pada Proyek Grand Indonesa Di Jakarta). Tugas Akhir S1 Unniversitas Katolik
Soegijapranata.
Poulos, H. G. Dan Davis, E. H. (1980) Pile Foundation Analysis And Design,
Rainbow Bridge Book Co.
84
Soedarmo, G. D. dan Purnomo, J. E. (1993) Mekanika Tanah 1, Malang: Kanisius.
Bridge Menagemen System. (1992) Desain Of Pile Foundation, Indonesia dan
Australia.
Bakker, K. J, dkk. (2007) Plaxis Tutorial Manual, 2D Version 8, Delft, Netherlands:
Plaxis b.v.
LAMPIRAN
Tabel L.1: Hasil pengujian beban statik aksil tekan (Loading test).
Siklus Waktu Beban Pembacaan Penurunan (mm) Rata-rata
JamMenit
Ton % 1 2 3 4Penurunan
No Durasi (mm)I 17.30 0 0 0 0 0 0 0 0
17.30 0 75 25 0,58 0,36 0,79 1,05 0,69510 0,69 0,42 0,86 1,09 0,765
20 0,71 0,43 0,86 1,1 0,77530 0,74 0,46 0,89 1,12 0,8025
40 0,75 0,46 0,89 1,13 0,807550 0,77 0,48 0,91 1,16 0,83
60 0,79 0,48 0,91 1,16 0,835
18.30 0 150 50 1,37 1,04 1,58 2 1,497510 1,44 1,09 1,64 2,07 1,56
20 1,48 1,13 1,69 2,11 1,602530 1,51 1,16 1,71 2,15 1,6325
40 1,54 1,18 1,73 2,16 1,652550 1,57 1,21 1,75 2,19 1,68
60 1,57 1,21 1,75 2,19 1,68
19.30 0 75 25 1,35 0,93 1,45 1,73 1,36510 1,35 0,92 1,41 1,73 1,352520 1,34 0,93 1,41 1,72 1,35
19.50 0 0 0 0,8 0,45 0,75 0,71 0,677510 0,53 0,38 0,58 0,56 0,5125
20 0,5 0,36 0,56 0,53 0,4875
II 20.10 0 150 50 1,08 0,69 1,22 1,46 1,112510 1,13 0,74 1,25 1,51 1,157520 1,15 0,75 1,25 1,51 1,165
20.30 0 225 75 2,72 2,28 2,81 3,55 2,8410 2,87 2,43 2,91 3,68 2,9725
20 2,94 2,5 2,96 3,74 3,03530 2,98 2,54 2,99 3,77 3,07
40 3,01 2,57 3,02 3,78 3,09550 3,04 2,6 3,05 3,81 3,125
60 3,08 2,64 3,07 3,84 3,1575
Tabel L.2: Lanjutan.
Siklus Waktu Beban Pembacaan Penurunan (mm) Rata-rataPenurunan
(mm)Jam Menit Ton % 1 2 3 4No Durasi
21.30 0 300 100 4,5 4 4,35 5,3 4,537510 4,79 4,2 4,53 5,52 4,76
20 4,9 4,32 4,61 5,62 4,862530 5 4,38 4,67 5,67 4,93
40 5 4,42 4,69 5,7 4,952550 5,04 4,45 4,71 5,71 4,9775
60 5,06 4,49 4,75 5,75 5,012570 5,1 4,5 4,78 5,77 5,0375
80 5,13 4,53 4,78 5,79 5,0575
22.50 0 225 75 4,99 4,4 4,65 5,62 4,91510 4,99 4,4 4,64 5,58 4,9025
20 4,99 4,4 4,64 5,58 4,9025
23.10 0 150 50 4,85 4,28 4,48 5,4 4,752510 4,84 4,28 4,47 5,39 4,745
20 4,84 4,28 4,47 5,39 4,745
23.30 0 0 0 3,72 3,6 3,08 3,17 3,392510 3,26 2,44 2,69 3 2,915
20 3,21 2,39 2,9 2,96 2,865
III 23.50 0 150 50 4,3 3,42 3,85 4,54 4,027510 4,35 3,45 3,89 4,6 4,0725
20 4,38 3,48 3,92 4,62 4,1
00.10 0 300 100 5,33 4,33 4,99 5,93 5,14510 5,45 4,43 5,08 6,01 5,2425
20 5,51 4,48 5,14 6,04 5,2925
00.30 0 375 125 6,45 5,4 6,01 7,08 6,23510 6,78 5,68 6,26 7,28 6,5
20 6,88 5,77 6,34 7,36 6,587530 6,93 5,82 6,38 7,42 6,6375
40 6,98 5,86 6,43 7,45 6,6850 7,03 5,9 6,46 7,5 6,7225
60 7,05 5,93 6,5 7,53 6,7525
Tabel L.3: Lanjutan.
Siklus Waktu Beban Pembacaan Penurunan (mm) Rata-rataPenurunan
(mm)Jam Menit Ton % 1 2 3 4No Durasi
01.30 0 450 150 8,4 7,3 7,72 8,85 8,067510 8,67 7,56 7,94 9,05 8,305
20 8,81 7,67 8,05 9,14 8,417530 8,9 7,75 8,1 9,2 8,4875
40 8,95 7,81 8,16 9,26 8,54550 9 7,86 8,2 9,3 8,59
60 9,05 7,9 8,26 9,36 8,642570 9,08 7,93 8,29 9,37 8,6675
80 9,12 7,95 8,32 9,4 8,697590 9,14 7,97 8,34 9,43 8,72
03.00 0 375 125 8,98 7,8 8,21 9,31 8,57510 8,98 7,8 8,21 9,31 8,575
20 8,98 7,8 8,21 9,31 8,575
03.20 0 300 100 8,91 7,71 8,13 9,18 8,45510 8,9 7,71 8,1 9,1 8,4525
20 8,9 7,71 8,1 9,1 8,4525
03.40 0 150 50 8,87 7,69 8,07 9,13 8,4410 8,87 7,69 8,07 9,13 8,44
20 8,87 7,69 8,07 9,13 8,44
04.00 0 0 0 6,95 5,4 6,02 6,15 6,1310 6,49 5,23 5,8 5,85 5,8425
20 6,41 5,15 5,72 5,77 5,7625
IV 04.20 0 150 50 7,64 6,22 6,65 7,35 6,96510 7,68 6,25 6,68 7,37 6,995
20 7,68 6,25 6,68 7,37 6,995
04.40 0 300 100 8,57 7,07 7,7 8,6 7,98510 8,61 7,07 7,75 8,64 8,0175
20 8,62 7,09 7,77 8,65 8,0325
05.00 0 450 150 9,68 8,08 8,83 9,89 9,1210 9,92 8,3 9 10,05 9,3175
20 9,98 8,34 9,04 10,07
Tabel L.4: Lanjutan.
Siklus Waktu Beban Pembacaan Penurunan (mm) Rata-rataPenurunan
(mm)Jam Menit Ton % 1 2 3 4No Durasi
05.20 0 525 175 11,18 9,61 10,24 11,35 10,59510 11,64 10,01 10,55 11,64 10,96
20 11,74 10,12 10,64 11,72 11,05530 11,84 10,23 10,7 11,82 11,1475
40 11,87 10,26 10,73 11,85 11,177550 11,98 10,37 10,84 11,95 11,285
60 12,05 10,42 10,9 11,99 11,34
06.20 0 600 200 13,2 11,6 11,98 13,13 12,477510 13,38 11,81 12,13 13,27 12,6475
20 13,58 12,01 12,3 13,42 12,827530 13,72 12,15 12,43 13,53 12,9575
40 13,85 12,26 12,53 13,62 13,06550 13,9 12,32 12,59 13,69 13,125
07.20 60 13,95 12,35 12,62 13,71 13,157570 14 12,41 12,66 13,76 13,2075
80 14,05 12,45 12,7 13,78 13,24590 14,12 12,52 12,75 13,82 13,2975
100 14,15 12,55 12,74 13,85 13,322508.10 110 14,18 12,57 12,76 13,88 13,3475
09.10 170 15,47 13,91 14 15,08 14,61510.10 230 15,59 14,02 14,11 15,19 14,727511.10 290 15,66 14,1 14,17 15,25 14,79512.10 350 15,71 14,15 14,23 15,3 14,847513.10 410 15,78 14,2 14,31 15,37 14,942514.10 470 15,83 14,24 14,34 15,43 14,9615.10 530 15,85 14,26 14,36 15,48 14,987516.10 590 15,87 14,28 14,4 15,49 15,0117.10 650 15,91 14,31 14,44 15,55 15,052518.10 710 15,93 14,33 14,45 15,57 15,07
18.10 0 450 150 15,62 13,94 14,13 15,3 14,747510 15,62 13,94 14,13 15,3 14,7475
20 15,63 13,95 14,13 15,25 14,747530 15,63 13,95 14,13 15,25 14,7475
40 15,63 13,95 14,13 15,25 14,747550 15,63 13,95 14,13 15,25 14,7475
Tabel L.5: Lanjutan.
Siklus Waktu Beban Pembacaan Penurunan (mm) Rata-rataPenurunan
(mm)Jam Menit Ton % 1 2 3 4No Durasi
60 15,63 13,95 14,13 15,25 14,7475
19.10 0 300 100 15,06 13,42 13,65 14,73 14,21510 15,03 13,42 13,63 14,71 14,1975
20 15,02 13,41 13,62 14,69 14,18530 15,02 13,41 13,61 14,67 14,1775
40 15,01 13,41 13,6 14,67 14,172550 15,01 13,41 13,6 14,67 14,1725
60 15 13,41 13,6 14,67 14,17
20.10 0 150 50 14,03 12,3 12,38 13,22 12,982510 14,03 12,3 12,37 13,22 12,98
20 14,01 12,27 12,35 13,22 12,962530 14,01 12,27 12,35 13,22 12,9625
40 13,98 12,23 12,32 13,21 12,93550 13,96 12,21 12,3 13,16 12,9057
60 13,93 12,19 12,28 13,15 12,8875
21.10 0 0 0 12,7 10,6 11,14 11,3 11,43522.10 60 11,81 9,9 10,5 10,58 10,697523.10 120 11,68 9,75 10,38 10,47 10,5700.10 180 11,59 9,62 10,3 10,37 10,4701.10 240 9,82 8,75 8,88 8,89 9,08502.10 300 8,46 6,85 7,82 7,61 7,68503.10 360 8,41 6,79 7,8 7,57 7,642504.10 420 8,41 6,79 7,8 7,57 7,642505.10 480 8,41 6,79 7,8 7,57 7,642506.10 8,33 6,67 7,67 4,82 6,872507.10 8,32 6,66 7,65 4,81 6,8608.10 8,32 6,66 7,65 4,81 6,8609.10 8,32 6,66 7,65 4,81 6,8610.10 8,32 6,66 7,65 4,81 6,8611.10 8,32 6,66 7,65 4,81 6,8612.10 8,32 6,66 7,65 4,81 6,86
Tabel L.6: Hasil perhitungan daya dukung titik BH-1 (Metode REESE AND O'NEILL (1999)).
No z(m)
Δ(m) Nspt Clay or
Sand?γ
(kN/m3)γ'
(kN/m3)σeffective
(kN/m3)Clay,cu(kPa) α β Friction
(kPa) Qsi ∑Qs Nc* Clay∑Qb
Sand∑Qb ∑Qb ∑Qs+
∑Qb Qall
1 0 0 0 0 02 2 2 3 clay 21,8 12 24 17,83 0,55 - 9,81 61,61 61,61 8,00 112,02 - 112,02 17,4 6,53 4 2 3 sand 21,8 12 48 - - 1,01 48,58 305,21 366,82 - 0 135,4812 135,4812 50,2 17,64 6 2 4 clay 27,8 18 84 24,60 0,55 - 13,53 84,99 451,81 9,00 173,85 - 173,85 62,6 22,05 8 2 4 clay 27,8 18 120 24,60 0,55 - 13,53 84,99 536,80 9,00 173,85 - 173,85 71,1 24,86 10 2 7 clay 27,8 18 156 44,89 0,55 - 24,69 155,14 691,94 9,00 317,33 - 317,33 100,9 35,87 12 2 9 sand 27,8 18 192 - - 0,65 125,71 789,88 1481,82 - 0 406,4435 406,4435 188,8 65,78 14 2 21 sand 27,8 18 228 - - 0,59 133,84 840,97 2322,79 - 0 948,3683 948,3683 327,1 115,49 16 2 30 sand 27,8 18 264 - - 0,52 138,34 869,19 3191,98 - 0 1354,812 1354,812 454,7 160,6
10 18 2 41 sand 27,8 18 300 - - 0,46 139,44 876,12 4068,10 - 0 1851,576 1851,576 592,0 209,711 20 2 53 sand 27,8 18 336 - - 0,41 137,36 863,04 4931,14 - 0 2393,501 2393,501 732,5 260,112 22 2 60 sand 27,8 18 372 - - 0,36 132,26 831,02 5762,16 - 0 2709,624 2709,624 847,2 300,513 24 2 60 sand 27,8 18 408 - - 0,30 124,30 780,98 6543,14 - 0 2709,624 2709,624 925,3 326,514 26 2 60 sand 27,8 18 444 - - 0,26 113,59 713,72 7256,86 - 0 2709,624 2709,624 996,6 350,315 28 2 60 sand 27,8 18 480 - - 0,25 120,00 753,98 8010,84 - 0 2709,624 2709,624 1072,0 375,416 30 2 60 sand 27,8 18 516 - - 0,25 129,00 810,53 8821,37 - 0 2709,624 2709,624 1153,1 402,4
Tabel L.7: Hasil perhitungan daya dukung titik BH-2 (Metode REESE AND O'NEILL (1999)).
No z(m)
Δ(m) Nspt
Clayor
Sand?γ
(kN/m3)γ'
(kN/m3)σeffective
(kN/m3)Clay,cu(kPa) α β Friction
(kPa) Qsi ∑Qs Nc* Clay∑Qb
Sand∑Qb ∑Qb ∑Qs+
∑Qb Qall
1 0 0 0 0 02 2 2 3 clay 25,8 16 32 17,83 0,55 - 9,81 61,61 61,61 8,00 112,02 - 112,02 17,4 6,53 4 2 3 sand 21,8 12 56 - - 1,01 56,67 356,08 417,69 - 0 135,4812 135,4812 55,3 19,34 6 2 5 clay 27,8 18 92 31,36 0,55 - 17,25 108,38 526,07 9,00 221,68 - 221,68 74,8 26,45 8 2 14 clay 27,8 18 128 92,26 0,55 - 50,74 318,81 844,88 9,00 652,11 - 652,11 149,7 54,26 10 2 20 clay 27,8 18 164 132,85 0,55 - 73,07 459,10 1303,98 9,00 939,07 - 939,07 224,3 81,07 12 2 41 sand 27,8 18 200 - - 0,65 130,95 822,79 2126,77 - 0 1851,576 1851,576 397,8 145,08 14 2 60 sand 27,8 18 236 - - 0,59 138,54 870,48 2997,25 - 0 2709,624 2709,624 570,7 208,39 16 2 60 sand 27,8 18 272 - - 0,52 142,53 895,53 3892,78 - 0 2709,624 2709,624 660,2 238,1
10 18 2 60 sand 27,8 18 308 - - 0,46 143,16 899,48 4792,26 - 0 2709,624 2709,624 750,2 268,111 20 2 60 sand 27,8 18 344 - - 0,41 140,63 883,58 5675,84 - 0 2709,624 2709,624 838,5 297,612 22 2 60 sand 27,8 18 380 - - 0,36 135,10 848,89 6524,73 - 0 2709,624 2709,624 923,4 325,913 24 2 60 sand 27,8 18 416 - - 0,30 126,73 796,29 7321,02 - 0 2709,624 2709,624 1003,1 352,414 26 2 60 sand 27,8 18 452 - - 0,26 115,64 726,58 8047,60 - 0 2709,624 2709,624 1075,7 376,615 28 2 60 sand 27,8 18 488 - - 0,25 122,00 766,55 8814,15 - 0 2709,624 2709,624 1152,4 402,216 30 2 60 sand 27,8 18 524 - - 0,25 131,00 823,10 9637,25 - 0 2709,624 2709,624 1234,7 429,6
Tabel L.9: Hasil perhitungan daya dukung titik BH-2 (Metode REESE AND O'NEILL (1999)).
No z(m)
Δ(m) Nspt
Clayor
Sand?γ
(kN/m3)γ'
(kN/m3)σeffective
(kN/m3)Clay,cu(kPa) α β Friction
(kPa) Qsi ∑Qs Nc* Clay∑Qb
Sand∑Qb ∑Qb ∑Qs+
∑Qb Qall
1 0 0 0 0 02 2 2 3 clay 27,8 18 36 17,83 0,55 - 9,81 61,61 61,61 8,00 112,02 - 112,02 17,4 6,53 4 2 3 sand 21,8 12,8 61,6 - - 1,01 62,34 391,69 453,30 - 0 135,4812 135,4812 58,9 20,54 6 2 6 sand 21,8 12,8 87,2 - - 0,90 78,68 494,38 947,68 - 0 270,9624 270,9624 121,9 42,45 8 2 10 clay 27,8 18,8 124,8 65,19 0,55 - 35,86 225,28 1172,96 9,00 460,81 - 460,81 163,4 57,56 10 2 12 clay 27,8 18,8 162,4 78,72 0,55 - 43,30 272,05 1445,01 9,00 556,46 - 556,46 200,1 70,47 12 2 16 clay 27,8 18,8 200 105,79 0,55 - 58,18 365,57 1810,58 9,00 747,76 - 747,76 255,8 90,38 14 2 22 clay 27,8 18,8 237,6 146,38 0,55 - 80,51 505,86 2316,44 9,00 1034,72 - 1034,72 335,1 118,69 16 2 26 clay 27,8 18,8 275,2 173,45 0,529 - 91,72 576,26 2892,70 9,00 1226,02 - 1226,02 411,9 145,5
10 18 2 30 sand 27,8 18,8 312,8 - - 0,46 145,39 913,50 3806,20 - 0 1354,812 1354,812 516,1 181,111 20 2 37 sand 27,8 18,8 350,4 - - 0,41 143,24 900,02 4706,22 - 0 1670,935 1670,935 637,7 223,712 22 2 60 sand 27,8 18,8 388 - - 0,36 137,95 866,76 5572,98 - 0 2709,624 2709,624 828,3 294,213 24 2 60 sand 27,8 18,8 425,6 - - 0,30 129,66 814,67 6387,65 - 0 2709,624 2709,624 909,7 321,314 26 2 60 sand 27,8 18,8 463,2 - - 0,26 118,50 744,59 7132,24 - 0 2709,624 2709,624 984,2 346,115 28 2 60 sand 27,8 18,8 500,8 - - 0,25 125,20 786,65 7918,89 - 0 2709,624 2709,624 1062,9 372,316 30 2 60 sand 27,8 18,8 538,4 - - 0,25 134,60 845,72 8764,61 - 0 2709,624 2709,624 1147,4 400,5
Tabel L.9: Parameter tanah BH-1
No. Parameter simbolLapisan satuan
Lap 1 Lap 2 Lap 3 Lap 4 Lap 5 Lap 6
1 Konsistensi - Lunak ke sedang Sedang ke padat Sangat padat Sangat padat Sangat padat Sangat padat -
2 Model material - Mohr Coulomn MohrCoulomn
Mohr Coulomn MohrCoulomn
Mohr Coulomn Mohr Coulomn -
3 Jenis perilaku - Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase -
4Berat isi tanah di atasgaris freatik γdry 12 12 18 18 18 18 kN/m³
5Berat isi tanah dibawah garis freatik γsat 21.8 21.8 27.8 27.8 27.8 27.8 kN/m³
6Permeabilitas arahhorizontal Kx 1,160E-13 1,160E-13 1,160E-09 1,160E-09 1,160E-09 1,160E-09 m/hari
7Permeabilitas arahvertical Ky 1,160E-13 1,160E-13 1,160E-09 1,160E-09 1,160E-09 1,160E-09 m/hari
8 Modulus Young E 3137,12 6274,27 19339,8 39782,8 44126,5 44126,5 kN/m²
9 Angka Poisson V 0.4 0.4 0.25 0.25 0.25 0.25 -
10 Kohesi c 7.5 8.8 1 1 1 1 kN/m²
11 sudut geser dalam φ 5 6 34,5 41 41,8 41,8 °
12 sudut dilatansi ψ 0 0 0 11 11,8 11,8 °
Tabel L.10: Parameter tanah BH-2.
No. Parameter simbolLapisan satuan
Lap 1 Lap 2 Lap 3 Lap 4 Lap 5 Lap 6
1 Konsistensi - Lunak ke sedang Sedang ke padat Sangat padat Sangat padat Sangat padat Sangat padat -
2 Model material - Mohr Coulomn MohrCoulomn
Mohr Coulomn MohrCoulomn
Mohr Coulomn Mohr Coulomn -
3 Jenis perilaku - Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase -
4Berat isi tanah di atasgaris freatik γdry 16 12 18 18 18 18 kN/m³
5Berat isi tanah dibawah garis freatik γsat 25.8 21.8 27.8 27.8 27.8 27.8 kN/m³
6Permeabilitas arahhorizontal Kx 1,160E-09 1,160E-013 1,160E-07 1,160E-07 1,160E-07 1,160E-07 m/hari
7Permeabilitas arahvertical Ky 1,160E-09 1,160E-013 1,160E-07 1,160E-07 1,160E-07 1,160E-07 m/hari
8 Modulus Young E 2654,5 19121,5 44126,5 44126,5 44126,5 44126,5 kN/m²
9 Angka Poisson V 0.3 0.35 0.25 0.2 0.2 0.24 -
10 Kohesi c 1 10.6 1 1 1 1 kN/m²
11 sudut geser dalam φ 24 12 41,8 41,8 41,8 41,8 °
12 sudut dilatansi ψ 0 0 11,8 11,8 11,8 11,8 °
Tabel L.11: Parameter tanah BH-3.
No. Parameter simbolLapisan satuan
Lap 1 Lap 2 Lap 3 Lap 4 Lap 5 Lap 6
1 Konsistensi - Lunak ke sedang Sedang ke padat Sangat padat Sangat padat Sangat padat Sangat padat -
2 Model material - Mohr Coulomn Mohr Coulomn Mohr Coulomn Mohr Coulomn Mohr Coulomn Mohr Coulomn -
3 Jenis perilaku - Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase Tak terdrainase -
4Berat isi tanah di atasgaris freatik γdry 18 12 12 18 18 18 kN/m³
5Berat isi tanah dibawah garis freatik γsat 27,8 21,8 21,8 27,8 27,8 27,8 kN/m³
6Permeabilitas arahhorizontal Kx 1,160E-07 1,160E-013 1,160E-013 1,160E-09 1,160E-09 1,160E-09 m/hari
7Permeabilitas arahvertical Ky 1,160E-07 1,160E-013 1,160E-013 1,160E-09 1,160E-09 1,160E-09 m/hari
8 Modulus Young E 50000 2500 2500 25000 25000 25000 kN/m²
9 Angka Poisson v 0.3 0.4 0.4 0.25 0.25 0.25 -
10 Kohesi c 1 11.5 12.6 0.01 0.01 0.01 kN/m²
11 sudut geser dalam φ 15 7 15 40 40 40 °
12 sudut dilatansi ψ 0 0 0 10 10 10 °
Gambar L.1: Grafik perbandingan penurunan antara titik BH-1, BH-2 dan BH-3 pada program analisis.
Gambar L.2: Grafik beban versus penurunan pada program analisis.
Gambar L.3: Gambar penurunan titik BH-1 dengan beban 300 ton.
Gambar L.4: Gambar penurunan titik BH-1 dengan beban 600 ton.
Gambar L.5: Gambar penurunan titik BH-2 dengan beban 300 ton.
Gambar L.6: Gambar penurunan titik BH-2 dengan beban 600 ton.
Gambar L.7: Gambar penurunan titik BH-3 dengan beban 300 ton.
Gambar L.8: Gambar penurunan titik BH-3 dengan beban 600 ton.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI PESERTA
Nama Lengkap : Putri Pangesti Wahyu WijayantiPanggilan : PutriTempat, Tanggal Lahir : Medan, 11 Februari 1996Jenis Kelamin : PerempuanAlamat : Jl. Medan-Binjai Km.15 Diski, Desa Sei
Semayang, Kec. SunggalAgama : Islam
Nama Orang TuaAyah : IriantoIbu : YantiNo.HP : 082166070835E-Mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKANNomor Pokok Mahasiswa : 1307210250Fakultas : TeknikProgram Studi : Teknik SipilPerguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Sumatera UtaraAlamat Perguruan Tinggi : Jl. Kapten Muchtar Basri BA. No. 3 Medan 20238
No Tingkat Pendidikan Nama dan Tempat Tahun Kelulusan1 SD SD Negri 020261 20072 SMP SMP Negri 2 Binjai 20103 SMA SMK Negri 2 Binjai 20134 Melanjutkan kuliah di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Tahun
2013 sampai selesai.