studi parameter fisika perairan bagi peruntukan …

64
STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN BUDIDAYA IKAN (Kasus Waduk Bilibili, Kabupaten Gowa) SKRIPSI AKBAR SYAIFULLAH 105940045910 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

i

STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN

BAGI PERUNTUKAN BUDIDAYA IKAN

(Kasus Waduk Bilibili, Kabupaten Gowa)

SKRIPSI

AKBAR SYAIFULLAH

105940045910

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

Page 2: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

ii

STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN

BUDIDAYA IKAN

(Kasus Waduk Bilibili Zona III, Kabupaten Gowa)

AKBAR SYAIFULLAH

1059400 459 10

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi

Budidaya Perairan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2014

Page 3: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

iii

Page 4: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

iv

Page 5: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

NAMA : AKBAR SYAIFULLAH

NIM :105 9400 459 10

Program Studi : Budidaya Perairan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain,

saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, September 2014

AKBAR SYAIFULLAH

Page 6: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

vi

ABSTRAK

AKBAR SYAIFULLAH. 1059400 459 10. Studi Paramter Fisika Perairan

bagi peruntukan Budidaya Ikan (Studi Kasus Waduk Bilibili, Kabupaten Gowa).

Dibimbing oleh ABDUL HARIS sebagai pembimbing utama dan MURNI

ssebagai anggota.

Lokasi penelitian terletak di wilayah perairan tergenang (Waduk Bilibili)

Desa Bilibili Kecamatan Bontorannu Kabupaten Gowa Pada bulan Mei – Juni

2014. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling)

dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat yang potensial

untuk dilakukan kegiatan budidaya keramba jaring apung (KJA).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji parameter fisika air untuk budidaya

keramba jaring apung di Waduk Bilibili. Pengukuran parameter fisika yang

dilakukan di waduk Bilibili diantaranya adalah suhu, kecerahan, kekeruhan,

kedalaman dan kecepatan arus.

Hasil peneletian menunjukkan parameter fisika perairan yaitu suhu berkisar

antara 29 - 310C yang menunjukkan kisaran suhu pada waduk Bilibili masih

sangat layak bagi peruntukan budidaya ikan, kecerahan yaitu antara 29,1% -

39,7% merupakan kondisi kecerahan yang baik bagi kultivan budidaya seperti

ikan dan udang, kekeruhan yang mempunya nilai di atas batas optimum yaitu

34,3NTU - 58,5NTU sehingga kurang layak bagi peruntukan budidaya ikan,

kedalaman pada stasiun II masih layak bagi peruntukan budidaya dan kecepatan

arus pada stasiun III juga masih layak bagi peruntukan budidaya.

Page 7: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan inayah - Nyalah,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi salah satu

syarat akademik. Taklupa pula salam dan salawat kepada Nabi besar Rassulullah

Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa umatnya dari alam yang penuh

kebodohan menuju alam yang cerdas dan berfikir seperti sekarang ini. Penulis

bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak dapat terselesaikan

tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Orang Tua yang senantiasa mendukung dan mendoakan kelancaran pembuatan

proposal penelitian ini, baik itu dukungan dalam bentuk semangat maupun

dalam bentuk materi.

2. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah banyak memberikan

bantuan langsung maupun tidak langsung selama penulis melakukan penelitian

dari awal hingga selesainya skripsi ini.

3. Dekan Fakultas Pertanian, beserta seluruh staf dosen dan pegawai, yang telah

banyak memberikan bantuan langsung maupun tidak langsung selama penulis

melakukan penelitian dari awal hingga selesainya skripsi ini.

4. Ibu Murni, S.Pi.,M.Si. selaku ketua Program Studi Budidaya Perairan sekaligus

sebagai pembimbing dua pada pembuatan skripsi ini.

Page 8: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

viii

5. Bapak Dr. Abdul Haris, S.Pi.,M.Si. selaku pembimbing utama pada pembuatan

skripsi ini.

6. Serta teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian pembuatan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna maka

penulis membutuhkan kritik dan sarannya agar dapat menjadi acuan dalam

perbaikan skripsi ini.

Makassar, September 2014

Akbar Syaifullah

Page 9: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

ix

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

PENGESAHAN KOMISI PENGUJI iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iv

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan dan Kegunaan 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramba Jaring Apung 4

2.2 Ekosistem Waduk 5

2.3 Struktur Fisik Waduk 5

2.4 Parameter Fisika Perairan 7

2.3.1 Suhu 8

2.3.2 Kecerahan 10

2.3.3 Kekeruhan 11

2.3.4 Kedalaman 12

2.3.5 Kecepatan Arus 13

Page 10: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

x

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat 15

3.2 Alat dan Bahan 16

3.3 Prosedur Penelitian 16

3.3.1 Persiapan 16

3.3.2 Penentuan Stasiun 16

3.3.3 Pengukuran 17

3.4 Peubah yang Diamti 20

3.5 Analisis Data 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum 21

4.2 Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air 21

4.2.1 Suhu air 21

4.2.2 Kecerahan 25

4.2.3 Kekeruhan 28

4.2.4 Kedalaman 31

4.2.5 Kecepatan Arus 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 41

Page 11: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

xi

Daftar Tabel

No. Halaman

1. Kisaran Parameter Suhu Air Optimum 10

2. Kisaran Parameter Kecerahan Air Optimum 11

3. Kisaran Parameter Kekeruhan Optimum 12

4. Kisaran Parameter Kedalaman Optimum 13

5. Klasifikasi Kecepatan Arus di Perairan 14

6. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian 16

7. Pengukuran Parameter Fisika 17

8. Nilai rata-rata hasil pengukuran suhu air stasiun I, II dan III 22

9. Nilai rata-rata hasil pengukuran kecerahan air stasiun I, II dan III 25

10. Nilai rata-rata hasil pengukuran kekeruhan air pada stasiun I, II dan III 28

11. Nilai rata-rata hasil pengukuran kedalaman pada stasiun I, II dan III 31

12. Nilai rata-rata hasil pengukuran kecepatan arus pada stasiun I, II dan III 34

Page 12: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

xii

Daftar Gambar

No. Halaman

1. Peta Peta Sulawesi Selatan 15

2. Stasiun Pengambilan Sampel Air 17

3. Nilai rata-rata Suhu setiap stasiun 22

4. Nilai rata-rata Kecerahan setiap stasiun 26

5. Nilai rata-rata Kekeruhan setiap stasiun 29

6. Nilai rata-rata Kedalaman setiap stasiun 32

7. Nilai rata-rata Kecepatan Arus setiap stasiun 35

Page 13: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Waduk merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat

dengan cara membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan yaitu sebagai

pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi

pertanian, untuk kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya

karamba, dan bahkan untuk kegiatan pariwisata. (Nastiti 2001). Waduk juga

mempunyai fungsi ekonomi yang sangat tinggi. Salah satu fungsi waduk yaitu

perikanan, baik budidaya maupun perairan tangkap. Jika dikelola dengan benar,

waduk dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Apalagi perikanan air

tawar di Indonesia dicirikan oleh kekayaan spesies dan tingkat endemisme yang

tinggi (Wulandari 2006).

Waduk Bili-Bili yang merupakan salah satu waduk terbesar di Propinsi

Sulawesi Selatan terletak di bagian tengah DAS Jeneberang. Memiliki luas

tangkapan air sebesar 384,4 km2 (38.440 Ha) dengan luas genangan 18,5 km2 dan

kedalaman efektif 36,6 m (JRBDP, 2004). Potensi perikanan di waduk Bilibili

cukup besar, dimana memiliki sumberdaya alam yang sangat mendukung untuk

pengembangan ikan budidaya. Namun diantara potensi yang terdapat di waduk

Bilibili masih banyak kendala bagi masyarakat pembudidaya untuk bisa

memanfaatkan potensi perairan tersebut, kendala yang bisa kita lihat diantaranya

yaitu adanya kegiatan penambangan pasir dan batuan juga dampak dari longsoran

dinding kaldera pada tahun 2004 di DAS Jeneberang yang mengakibatkan

Page 14: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

2

meningkatnya sedimen dari tahun ketahun dan terjadi pendangkalan di dasar

waduk Bilibili (LPM UNHAS, 2004).

Melimpahnya sampah di dalam air disebabkan oleh kegiatan masyarakat

yang tinggal disekitar lingkungan waduk Bilibili. Jika hal ini terus berulang maka

akan berdampak terhadap kualitas air termasuk kualitas fisika air yang meliputi

suhu, kedalaman, kecerahan, kekeruhan dan kecepatan arus. sehingga

menimbulkan permasalahan yang menyebabkan phytoplankton kurang mampu

berfotosintesis akibat dari tingginya kekeruhan yang terjadi, sehingga ikan yang

dibudidaya tidak mendapat cukup energi, kemudian akibat dari tingginya sedimen

yang masuk ke waduk Bilibili mengakibatkan kurangya kecerahan/intensitas

cahaya yang masuk pada perairan waduk dan menyebabkan suhu menjadi tidak

optimal, sehingga mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air dan menyebabkan

produktifitas pembudidaya ikan tidak maksimal.

Permasalahan seperti ini dapat diatasi dengan memperhatikan kondisi dari

kualitas perairan. Seperti mengatur suhu yang cocok bagi pertumbuhan ikan

budidaya dan memilih lokasi yang strategis dimana pada lokasi itu cukup banyak

cayaha yang masuk keperairan agar pyhtoplankton dapat berfotosintesis dangan

baik dan energi yang dibutuhkan oleh ikan budidaya juga cukup baik. Karena

untuk tumbuh optimal, biota budidaya membutuhkan lingkungan hidup yang

optimal pula. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran kualitas air khususnya

parameter fisika air agar dapat diketahui sejauh mana daya dukung kualitas air

untuk kegiatan budidaya ikan dan juga untuk peruntukan keramba jaring apung

saat ini di waduk Bilibili.

Page 15: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

3

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur parameter fisika perairan bagi

peruntukan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung (KJA) di

Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Sedangkan kegunaan dari penelitian

ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang data kualitas fisika air pada

perairan waduk Bilibili dan sebagai referensi bagi masyarakat pembudidaya ikan

serta dapat menjadi rujukan bagi peneliti berikutnya.

Page 16: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramba Jaring Apung

Keramba jaring apung merupakan salah satu jenis usaha keramba yang

banyak diusahakan oleh pembudidaya ikan maupun udang. Jika ditijau dari segi

ketersediaan sumberdaya perairan, profitabilitas usaha dan pasar, terutama pasar

ekspor, usaha keramba jaring apung mempunyai prospek untuk dikembangkan

dan merupakan lapangan pekerjaan yang penting bagi masyarakat di sekitarnya.

Ada indikasi bahwa keramba jaring apung bersifat terintegrasi mulai dari

penyediaan benih, usaha pembesaran ikan hingga pemasaran mempunyai

profitabilitas yang lebih tinggi (Manurung, 1997)

Keramba jaring apung merupakan bentuk atau sistem kurungan yang banyak

sekali dipakai, bentuk serta ukurannya bervariasi sesuai dengan tujuan

penggunaannya, (beveridge 1987, Christensen, 1989) dikarenakan sistem keramba

ini memiliki nilai yang ekonomis (murah) dan merupakan cara yang sangat baik

untuk menyimpan berbagai organisme air, maka banyak kegunaannya yaitu :

a. Sebagai sarana penyimpanan sementara

b. Sebagai tempat pemeliharan dan pembesaran ikan konsumsi

c. Tempat penyimpanan dan transportasi ikan umpan

d. Wadah organisme air untuk memonitor kualitas lingkungan

e. Sarana pemeliharaan untuk tujuan “Re-stocking” (Ahmad et.al, 1991)

Budidaya ikan dengan sistem KJA di waduk, termasuk salah satu sistem

produksi perikanan budidaya perairan tawar yang terus berkembang karena

terdapat sejumlah kemudahan dibandingkan dengan sistem budidaya lainnya.

Page 17: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

5

Menurut (Beveridge, 2004) keuntungan budidaya ikan dalam KJA yaitu

konstruksinya yang sederhana dan mudah dibuat, mudah dikelola, ikan yang

ditebar mudah dipantau, proses pemanenan tidak sulit dan dapat dengan mudah

menambah jumlah unit keramba pada saat ingin mengembangkannya.

2.2 Ekosistem Waduk

Waduk merupakan salah satu perairan umum yang merupakan perairan

buatan, dibuat dengan cara membendung badan sungai tertentu (Wiadnya, 1994).

Ekosistem perairan waduk terdiri dari komponen biotik seperti ikan, plankton,

macrophyta, benthos dan sebagainya yang berhubungan timbal balik dengan

komponen abiotik seperti tanah, air dan sebagainya. Berdasarkan sifat fisik, kimia

dan biologinya waduk dibagi menjadi tiga zona yaitu zonamengalir (riverin),

transisi dan tergenang (lakustrin) (Thornton et al., 1981 dalam Thornton et

al.,1990).

2.3 Struktur Fisik Waduk

Karakter fisik suatu waduk umumnya dinyatakan oleh panjang, kedalaman,

luas permukaan dan volume dari waduk (perdana, 2006). Waduk dirincikan

dengan arus yang sangat lambat (0,001-0,01 m/detik) atau tidak ada arus sama

sekali. Arus air waduk dapat bergerak keberbagai arah. Perairan danau atau waduk

biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Strativikasi ini terjadi

akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air yang

terjadi secara vertikal. Strativikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim

(Efendi, 2003).

Page 18: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

6

Zonase perairan tergenang dibagi menjadi dua, yaitu zonase bentos dan

zonase kolom air. Zonase bentos disebut juga zonase dasar, terdiri atas supra-

litoral, litoral, sub-litoran, dan profundal. Zonase kolom air atau open water zone

terdiri atas zonase limnetik, tropogenik, kompensasi, dan tropolitik (Efendi, 2003)

Berdasarkan kedalamannya, waduk dibedakan menjadi waduk dangkal

dengan kedalaman kurang dari 7 meter, waduk sedang dan waduk dalam.

Sedangkan berdasarkan waktu detensi hidrolisnya waduk dibedakan menjadi

waduk dengan waktu detensi hidrolis singkat yaitu kurang dari 1 tahun dan waduk

dengan waktu detensi hidrolis panjang yaitu lebih dari 1 tahun (Perdana, 2006)

Unsur-unsur struktur waduk yang melibatkan pergerakan air dan distribusi

panas sering kali digunakan untuk mendeskripsikan kondisi-kondisi offshore

waduk. Apabila ditinjau dari struktur dalam cekungan waduk, ada dua zona

kedalaman yang umum disebutkan, yaitu zona litoral dan pelagik. Zona litoral

membentang dari tepian tepat di atas pengaruh gelombang sampai kedalaman

dimana cahaya nyaris tidak cukup bagi tumbuhan berakar. Pada waduk yang

dalam, area di luar pengaruh tepian atau dasar disebut sebagai zona limnetik atau

pelagik. Organisme yang menghuni zona tersebut harus beradaptasi untuk

berenang, suspensi atau mengambang. Massa airnya memiliki suhu struktur

vertikal khas yang tidak bergantung pada bentuk basin (cekungan) waduk

(Wulandari, 2006)

Bagian waduk yang jauh dari tepian secara garis besar dibagi menjadi dua

berdasarkan tingkat cahaya. Bagian yang memperoleh cukup cahaya dan biasanya

airnya tercampur dengan baik disebut zona fotik atau eufotik. Zona tersebut

Page 19: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

7

membentang dari permukaan waduk sampai kedalaman cahaya kira-kira 1% dari

yang terdapat di permukaan. Sementara zona afotik membentang di bawah litorsal

dan fotik sampai ke dasar waduk. Cahaya di zona tersebut terlalu sedikit bagi

fotosintesis. Akan tetapi, respirasi terjadi pada semua kedalaman, sehingga zona

afotik merupakan daerah konsumsi oksigen (Wulandari, 2006)

Pada daerah-daerah bersuhu sedang, dapat diutumakan tiga zona vertikal

waduk ketika terjadi stratifikasi termal. Air bagian atas yang lebih hangat dan

bersirkulasi disebut epilimnion, bagian tengah dimana terjadi laju perubahan suhu

paling besar seturut kedalaman (termoklin) adalah metalimnion; dan bagian dalam

yang dingin dan sedikit sirkulasinya disebut hipolimnion (Wulandari, 2006).

Sifat waduk tergantung dari perbedaan fluktuasi aliran masuk dan aliran

keluar, dimana rasio antara volume waduk terhadap alirannya akan memberikan

waktu detensi hidraulik, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan

waduk atau waduk tersebut apabila input ke waduk atau waduk dihentikan.

Apabila aliran keluar berlangsung lambat maka waktu detensi makin besar

sehingga percampuran banyak terjadi di dalam waduk, maka waduk cenderung

bersifat homogen. Sebaliknya, jika waktu detensinya singkat maka percampuran

yang terjadi sedikit sehingga sifat waduk cenderung heterogen (Perdana, 2006).

2.4 Parameter Fisika Perairan

Adapun parameter fisika yang diukur dalam penelitian pada waduk Bilibili

ini diantaranya: 1). Suhu, 2) kecerahan, 3) kekeruhan, 4) kedalaman, 5) kecepatan

arus.

Page 20: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

8

Parameter fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik,

dalam arti dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melaluivisual,

penciuman, peraba dan perasa. Perubahan warna dan peningkatan kekeruhan

air dapat diketahui secara visual, sedangkan penciuman dapat mendeteksi adanya

perubahan bau pada air serta peraba pada kulit dapat membedakan suhu air,

selanjutnya rasa tawar, asin dan lain sebagainya dapat dideteksi oleh lidah

(inderaperasa). Hasil indikasi dari panca indera ini hanya dapat dijadikan indikasi

awal karena bersifat subyektif, bila diperlukan untuk menentukan kondisi tertentu,

misal kualitas air tersebut telah menurun atau tidak harus dilakukan analisis

pemeriksaan air di laboratorium dengan metode analisis yang telah ditentukan.

2.3.1 Suhu

Suhu air mempunyai pengaruh yang nyata terhadap proses pertukaran atau

metabolisme makhluk hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat, suhu

juga berpengaruh terhadap kadar oksigen yang terlarut dalam air, juga

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Dalam berbagai hal

suhu berfungsi sebagai syarat rangsangan alam yang menentukan beberapa proses

seperti migrasi, bertelur, metabolisme, dan lain sebagainya. Diperairan lokasi

budidaya ikan sistem karamba mempunyai kisaran suhu antara 27 - 30°C. Ikan

dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 - 32°C, tetapi dengan perubahan

suhu yang mendadak dapat membuat ikan stress.

Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

musim, letak lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan

awan dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu berpengaruh

Page 21: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

9

terhadap proses fisika, kimia dan biologi perairan. Peningkatan suhu udara

disekitar perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi

dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O2, CO2, N2,CH4 dan sebagainya

(Effendi 2003).

Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat

organisme akuatik, karena itu setiap organisme akuatik mempunyai batas kisaran

maksimum dan minimum (Efendi, 2003). Ikan merupakan hewan poikiloterm,

dimana suhu tubuhnya naik turun sesuai dengan suhu lingkungan (Brotowidjoyo

et al,1995), oleh sebab itu semua proses fisiologis ikan dipengaruhi oleh suhu

lingkungan (Hoar et al, 1979). Suhu perairan berpengaruh terhadap respon

tingkah laku ikan (Bal and Rao, 1984), proses metabolisme, reproduksi (Hutabarat

dan Evans, 1985 ;Efendi, 2003), ekskresi amonia (Wheathon et al, 1994) dan

resistensi terhadap penyakit (Nabib dan Pasaribu, 1989).

Boyd dan Lichtkoppler (1982) menyatakan bahwa suhu yang optimal bagi

pertumbuhan ikan tropis berkisar antara 25°C - 32ºC. Semakin tinggi suhu

semakin cepat perairan mengalami kejenuhan akan oksigen yang mendorong

terjadinya difusi oksigen dari air ke udara, sehingga konsentrasi oksigen terlarut

dalam perairan semakin menurun. Sejalan dengan itu, konsumsi oksigen pada ikan

menurun dan berakibat menurunnya metabolisme dan kebutuhan energi.

Peningkatan suhu perairan sebesar 10ºC, menyebabkan terjadinya peningkatan

konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebanyak dua sampai tiga kali lipat.

Page 22: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

10

Perubahan suhu juga berakibat pada peningkatan dekomposisi bahan-bahan

organik oleh mikroba (Effendi, 2003).

Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air,

memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan

menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organisme perairan (Brown dan

Gratzek, 1980). Selanjutnya Kinne (1972) menyatakan bahwa suhu air berkisar

antara 350C–40

0C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat

menyebabkan kematian.

Tabel 1. Kisaran Parameter Suhu Air Optimum dari Berbagai Rujukan

Parameter

Kualitas Air

Kisaran Optimum Referensi

Suhu 23ºC - 32ºC Barus, 2002

25ºC - 32ºC Boyd dan Lichtkoppler 1982

28ºC - 32ºC PP. NO 82 Tahun 2001

28ºC - 32ºC Kepmen LH, 2004

28ºC - 32ºC Pergub DI Yogyakarta, 2010

2.3.2 Kecerahan

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan

dinyatakan dengan persen (%), dari beberapa panjang gelombang di daerah

spektrum yang terlibat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak

lurus pada permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai

ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan suatu perairan. Dengan mengetahui

nilai kecerahan suatu perairan, berarti dapat mengetahui pula sampai dimana

masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam perairan. Semua plankton

jadi berbahaya kalau nilai kecerahan suatu perairan kurang dari 25 cm kedalaman

piringan secchi. Kecerahan yang baik bagi usaha budidaya ikan dan biota lainnya

Page 23: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

11

berkisar 30 – 40 cm. Bila kecerahan sudah mencapai kedalaman kurang dari 25

cm, berarti akan terjadi penurunan oksigen terlarut secara dratis (Kordi dan

Tancung, 2005).

Semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin

tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi semakin rendah, karena

meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses

fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Kedalaman suatu perairan akan

membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi (Nybakken, 1988).

Tabel 2. Kisaran Parameter Kecerahan Air Optimum dari Berbagai

Rujukan

Parameter

Kualitas Air

Kisaran Optimum Referensi

Kecerahan 20-40 cm Chakroff,1976

30-65 cm Boyd dan Lichkoppler 1979

30-65 cm Suwondo, 2005

2.3.3 Kekeruhan

Kekeruhan diartikan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang

disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya

disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur,

bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan

perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya

cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti waduk lebih banyak

disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus.

Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang

Page 24: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

12

disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi

penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat

menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan

biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan

esuspensi sedimen di dasar waduk. Kekeruhan memiliki korelasi positif dengan

padatan tersuspensi, yaitu semakin tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi

pula nilai padatan tersuspensi (Marganof,2007).

Tabel 3. Kisaran Parameter Kekeruhan Optimum dari Berbagai Rujukan

Parameter

Kualitas Air

Kisaran Optimum Referensi

Kekeruhan 5 - 6 NTU Kepmen LH 2004

20 mg/ L Walhi, 2006

2.3.4 Kedalaman

Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses

respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi

pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas

cahaya yang mengalami penetrasi di permukaan air. Kedalaman kompensasi

sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi

secara harian dan musiman (Effendi, 2003 dalam Irawan et al., 2009).

Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses

assimilasi. besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman

air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis (Nybakken,

1988 dalam Siagian, 2009).

Page 25: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

13

Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi

tersebut. Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar

akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih

dari 3 m dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman perairan lebih

dari dasar jaring (Setiawan, 2010 dalam Siagian, 2009). Kandungan bahan organik

menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam perairan. Tipe

substrat berbeda-beda seperti pasir Lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008).

Adapun kisaran kedalaman bagi perairan di kemukakan (Deptan 1992 ; DKP

2002) seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kisaran kedalaman bagi perairan

Parameter

kualitas air

Kisaran yang baik Kisaran yang buruk

Kedalaman 5-25 meter <5, >25 meter

Sumber Deptan (1992 ; DKP 2002)

2.3.5 Kecepatan Arus

Menurut Barus (2001) dalam Irawan et al., (2009), Arus air adalah faktor

yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada periran lotik maupun

pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas

terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan

bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat tusbulen

yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke

seluruh bagian dari perairan.

Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan biota

perairan. Arus dapat menyebabkan ausnya jaringan jazad hidup akibat pengikisan

Page 26: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

14

atau teraduknya substrat dasar berlumpur yang berakibat pada kekeruhan

sehinggan terhambatnya fotosintesa. Pada saat yang lain, manfaat dari arus adalah

menyuplai makanan, kelarutan oksigen, penyebaran plankton dan penghilangan

CO2 maupun sisa-sisa produk biota laut (Beverige, 1987 ; Romimohtarto, 2003).

Kenyataan yang tidak dapat ditoleransi terhadap kuat maupun lemahnya arus akan

menghambat kegiatan budidaya laut (Ghufron dan Kordi, 2005). Arus juga sangat

penting dalam sirkulasi air, pembawa bahan terlarut dan padatan tersuspensi

(Dahuri, 2003), serta dapat berdampak pada keberadaan organisme penempel

(Akbar et al.,2001).

Mayunar et al.,(1995) menyebutkan organisme penempel akan lebih banyak

menempel pada jaring bila kecepatan arus dibawah 25 cm/dt sehingga akan

mengurangi sirkulasi air dan oksigen. Namun demikian, (Ahmad et al., 1991)

mengemukakan kecepatan arus yang masih baik untuk budidaya dalam KJA

berkisar 5 – 15 cm/dt.

(Siregar, 2004) mengklasifikasikan kecepatan arus sebagai berikut seperti

disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Kecepatan Arus di Perairan

No Kecepatan arus Kategori

1 ˂ 10 cm/det Sangat lambat

2 10-24 cm/det Lambat

3 25-50 cm/det Sedang

4 51-100 cm/det Kuat

5 ˃ 100 cm/ det Sangat kuat

Page 27: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

15

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2014 di

Waduk Bilibili Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi

Selatan.

Gambar 1. Peta Sulawesi Selatan

SULAWESI

Waduk Bilibili

Page 28: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

16

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini seperti

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian

No. Nama Alat / bahan Kegunaan

1

2

3

4

5

6

DO meter

Secchi Disk

Turbidity meter

Tiang Berkala

Current Meter

Stopwatch

Mengukur Suhu

Mengukur Kecerahan

Mengukur Kekeruhan

Mengukur Kedalaman

Mengukur Kecepatan Arus

Mengukur Waktu Tempuh

Current Meter

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi: (1) Persiapan, (2) Penentuan stasiun

pengamatan, (3) Pengukuran.

3.3.1 Persiapan

Tahap ini meliputi pengumpulan informasi mengenai kondisi umum lokasi

penelitian, studi literatur dan penentuan metode penelitian yang akan dilakukan.

3.3.2 Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun pengamatan dalam penelitian ini terdiri atas tiga stasiun

pengamatan yaitu Waduk Bilibili yang mewakili: 1) perairan dekat dengan

pemukiman dan kawasan perikanan, 2) perairan dekat usaha

budidaya/penangkapan ikan, 3) perairan dekat pemukiman dan aktifitas pertanian.

Penentuan titik pengukuran parameter kualitas air pada setiap stasiun disajikan

dalam gambar berikut:

Page 29: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

17

Skema penentuan stasiun pengamatan:

Gambar 2. Stasiun Pengambilan Sampel Air

Ket:

St.1 = Daerah dekat pemukiman dan kawasan perikanan

St.2 = Daerah dekat penagkapan ikan

St.3 = Daerah dekat pemukiman dan aktifitas pertanian

3.3.3 Pengukuran

Adapun variabel yang diukur dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengukuran Parameter Fisika

Variabel Satuan

Suhu 0 C

Kedalaman Cm

Kekeruhan NTU(Nephelometric

Turbidity United )

Kecerahan %

Kecepatan Arus Cm/dtk

Page 30: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

18

Pengukuran parameter kualitas air untuk suhu, kedalaman, kekeruhan,

kecerahan dan kecepatan arus dilakukan secara langsung (in situ). Pengukuran

setiap parameter dilakukan sekali dalam seminggu, waktu pengukuran untuk suhu

yaitu dilakukan pada pagi hari pukul 06.00-07.00 dan sore hari pukul 17.00.

kemudian untuk kedalaman, kecerahan, kekeruhan dan kecepatan arus dilakukan

secara bergantian mulai jam 07.00-13.00 lama penelitian delapan minggu. Adapun

cara pengukuran setiap parameter di atas yaitu:

a. Suhu :

DO meter dicelupkankan ke dalam perairan, ditunggu beberapa menit,

diangkat dan dicatat suhunya, pengukuran ini diulang sebanyak tiga kali dan

dihitung suhu rata-rata agar data yang di peroleh lebih akurat.

b. Kedalaman :

1. Bandul dicelupkan ke dalam perairan hingga ke dasar lalu diamati dan

dicatat tinggi permukaan air pada tali (….. cm).

2. Pengukuran diulang sebanyak tiga kali dan dihitung rata-rata

kedalamannya.

c. Kekeruhan :

Sediakan alat yang digunakan, yakni botol air mineral. Kemudian isi

botol dengan air sampel secukupnya lalu bawa air tersebut ke laboratorium

untuk diukur kekeruhannya. Lalu air sampel tersebut dipindahkan kedalam

gelas piala dan bandingkan dengan standar air yang menjadi patokan

(standar). Masukkan air yang menjadi patokan (standar) kedalam turbidimeter

sehingga jarum turbidimeter menunjukkan angka standarnya. Setelah itu,

Page 31: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

19

keluarkan gelas piala yang berisi air standar tadi lalu masukkan air sampel

kedalam gelas piala lainnya dan kocok. Setelah itu masukkan air sampel

tersebut kedalam turbidimeter dan atur sehingga turbidimeter menunjukkan

angka konstan. Catat hasil yang ditunjukkan oleh jarum turbidimeter.

d. Kecerahan :

1. Secchi disc diturunkan ke dalam perairan hingga batas tidak terlihat dan

dicatat tinggi permukaan air pada tambang secchi disc (A cm).

2. Kemudian secchi disc diangkat perlahan hingga kelihatan dan dicatat

kembali tinggi permukaan air pada tambang secchi disc (B cm).

3. Pengukuran diulang sebanyak tiga kali dan dihitung rata-rata

kecerahannya.

e. Kecepata Arus :

1. Setiap 100 meter perairan tersebut diberi tanda dengan ranting kayu

searah aliran air.

2. Bola pingpong yang telah diikat dengan tali rafia diletakkan diatas

permukaan air berbarengan dengan dijalankannya stop watch.

3. Kecepatan gerakan bola tiap 100 meter dicatat.

4. Percobaan diulangi hingga beberapa kali dan dirata-rata.

Page 32: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

20

3.4 Peubah yang Diamati

Adapun peubah kualitas fisika yang diamati yaitu meliputi:

a. Suhu diukur dengan menggunakan alat yaitu DO meter

b. Kecerahan diukur dengan menggunakan alat yaitu Secchi Disk, adapun rumus

yang digunakan:

Ket : A = Jarak tidak tampak (cm)

B = Jarak tampak (cm)

c. Kekeruhan diukur dengan menggunakan alat Turbidity Meter

d. Kedalaman diukur dengan menggunakan alat yaitu tiang berkala / bandul

logam yang diikat tali (diberi tanda seperti meteran) di salah satu ujungnya.

e. Kecepatan arus diukur dengan menggunakan alat Current Meter, adapun

rumus yang digunakan:

3.5 Analisis data

Data pengukuran yang diperoleh di lapangan akan disajikan dalam bentuk

tabel dan grafik. Kemudian data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif

yaitu membandingkan sumber rujukan parameter fisika yang optimum dengan

hasil penelitian yang didapatkan. Jadi metode ini menyajikan, menganilis data dan

menginterpretasikan data, untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian.

Page 33: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Bendungan Bilibili merupakan bendungan terbesar di Sulawesi Selatan yang

terletak di Kabupaten Gowa, sekitar 30 kilometer ke arah timur Kota Makassar

Bendungan ini diresmikan pada tahun 1989. Secara geografis, daerah tangkapan

waduk Bilibili yang berada di wilayah sub DAS Jeneberang terletak antara

5o11’8”-5

o20’54” LS dan 119

o34’30”-119

o56’54” BT. Bendungan Bilibili terletak

pada ketinggian 75-5000 meter di atas permukaan laut.

Waduk Bilibili memiliki luas tangkapan air sebesar 384,4 km2 (38.440 Ha)

dengan luas genangan 18,5 km2 dan kedalaman efektif 36,6 m (JRBDP, 2004).

Adapun volume tampung total waduk Bilibili yang dapat dibendung adalah

sebesar 375.000.000 m3 dengan volume tampung efektif sebesar 346.000.000 m

3

dan volume tampungan mati sebesar 29.000.000 m3.

4.2 Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air

Parameter fisika air yang diukur pada penelitian ini meliputi : (1) suhu, (2)

kecerahan, (3) kekeruhan, (4) kedalaman, (5) kecepatan arus

4.2.1 Suhu air

Hasil pengukuran suhu air pada tiga stasiun pengamatan dengan lama waktu

penelitian empat minggu yang berlokasi dibagian hulu Waduk Bilibilli (Zona III)

Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan nilai rata-rata suhu

air selama empat minggu pengukuran disajikan pada Tabel 8.

Page 34: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

22

Tabel 8. Nilai rata-rata hasil pengukuran suhu air setiap stasiun.

Minggu Stasiun

I II III

1 30,90C 30,8

0C 31,2

0C

2 30,70C 30,7

0C 30,8

0C

3 30,20C 30,2

0C 30,1

0C

4 29,40C 29,3

0C 29,3

0C

Rata-rata 30,30C 30,3

0C 30,4

0C

Sumber : Hasil Pengukuran 2014

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran rata-rata suhu air ke tiga stasiun

diperoleh suhu tertinggi berada di stasiun III yang merupakan daerah dekat

dengan aktifitas pertanian yaitu berkisar antara 29,30C-31,2

0C, kemudian diikuti

oleh stasiun II yang merupakan daerah yang mewakili aktifitas penagkapan ikan

yaitu berkisar antara 29,30C-30,8

0C, dan suhu terendah berada pada stasiun I yang

merupakan perairan yang dekat dengan aktifitas pemukiman yaitu berkisar antara

29,40C-30,9

0C. Perbedaan nilai rata-rata suhu air ke tiga stasiun tidak begitu

signifikan. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada garik rata-rata suhu air setiap

stasiun yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Nilai rata-rata Suhu setiap stasiun

30.2

30.25

30.3

30.35

30.4

1 2 3

rata-rata 30.3 30.255 30.3575

SUH

U (

0 C)

Page 35: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

23

Fluktuasi suhu air selama empat minggu penelitian pada tiga stasiun

pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan suhu pada tiap stasiunnya

sehingga diperoleh nilai suhu air tertinggi yaitu pada stasiun III yang merupakan

perairan dekat dengan aktifitas pertanian dengan nilai 30,30C, Tingginya suhu

pada stasiun initerjadi karena diketahui kondisi kedalaman perairan pada stasiun

ini tergolong dangkal karena kedalamannya berkisar antara 2,4 m – 4,5 m. Sama

halnya pada stasiun I yang merupakan perairan dekat dengan aktifitas pemukiman

dengan nilai 30,30C dan mempunyai kedalaman berkisar antara 2,9 m – 5,4 m. Hal

ini sesuai dengan pendapat Anonimous, (2001) menyatakan bahwa air yang

dangkal dan memiliki daya tembus cahaya matahari yang tinggi dapat

meningkatkan suhu perairan.

Sedangkan suhu terendah berada pada stasiun II yang merupakan daerah

penangkapan ikan dengan nilai suhu 30,30C. Hal ini disebabkan karena kedalaman

pada stasiun tersebut berkisar 6 m – 7 m karena semakin dalam suatu perairan

suhu akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Barus, (2004) yang

menyatakan bahwa semakin dalam suatu perairan suhu akan semakin rendah atau

dingin hal ini di akibatkan karena kurangnya intensitas cahaya matahari yang

masuk kedalam perairan.

Selain kedalaman faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya suhu

perairan adalah kondisi cuaca, kecerahan, DO dan luas permukaan yang langsung

mendapat sinar matahari sehingga akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya

yang masuk ke perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd, (1991) yang

menyatakan bahwa variasi suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain

Page 36: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

24

tingkat intensitas cahaya yang tiba di permukaan perairan, keadaan cuaca,

kecepatan arus, substrat dasar, suhu yang berasal dari anak sungai dan proses

pengadukan.

Sastrawijaya, (2000) menyatakan, suhu berkaitan erat dengan kadar oksigen

terlarut pada perairan. Semakin rendah kadar oksigen maka suhu air akan semakin

tinggi begitupun sebaliknya semakin tinggi kadar oksigen dalam perairan maka

suhu air semakin rendah. Peningkatan suhu juga menyebabkan kecepatan

metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan

peningkatan konsumsi oksigen. Namun pada stasiun I, II dan III setelah dilihat

kadar oksigen terlarutnya perbedaan dari masing-masing stasiun tidak begitu

mencolok yaitu berkisar antara 7 hingga 8 mg/lsehingga tidak akan

mempengaruhi organisme air seperti yang dijelaskan oleh Brotowidjoyo et

al.(1995) yang menyatakan bahwa variasi oksigen terlarut dalam air biasanya

sangat kecil sehingga tidak menggangu kehidupan ikan. Lanjut Mayunar et al.

1995 dan Akbar, (2001) bahwa kandungan oksigen terlarut untuk menunjang

usaha budidaya adalah 5 –8 mg/l.

Berdasarkan rata-rata suhu air pada stasiun I, II dan III dapat disimpulkan

bahwa nilai suhu air ketiga stasiun tersebut tergolong baik untuk dilakukan

kegiatan budidaya Apabila merujuk pada Widigdo, (2007) yang mengatakan

bahwa suhu antara 260C hingga 31

0C, umumnya dianggap baik karena dapat

menghasilkan pertumbuhan ikan dan udang yang maksimal. Lanjut Kordi,(2010),

yang menyatakan bahwa suhu yang cocok untuk kegiatan budidaya biota air yaitu

antara 23 hingga 320C.

Page 37: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

25

4.2.2 Kecerahan

Hasil pengukuran kecerahan air pada tiga stasiun pengamatan dengan waktu

pengamatan empat minggu yang berlokasi di hulu Waduk Bilibili Kabupaten

Gowa dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan nilai rata-rata kecerahan selama

empat minggu disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai rata-rata hasil pengukuran kecerahan air setiap stasiun.

Minggu Stasiun

I II III

1 46,2% 57,0% 46,5%

2 37,0% 25,2% 15,0%

3 33,2% 36,8% 25,7%

4 43,0% 40,7% 36,7%

Rata-rata 38,8% 39,7% 29,1%

Sumber : Hasil Pengukuran 2014

Berdasarkan Tabel 9, hasil pengukuran rata-rata kecerahan ke tiga stasiun

diperoleh kecerahan tertinggi berada di stasiun II yang merupakan daerah

penagkapan ikan berkisar antara 25,2%-57%. Kemudian diikuti oleh stasiun I

yang merupakan perairan yang dekat dengan aktifitas pemukiman yaitu berkisar

antara 33,2%-37% dan suhu terendah berada pada stasiun III yang merupakan

perairan dekat dengan aktifitas pertanian berkisar antara 15%-46,5%. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada garfik rata-rata kecerahan setiap stasiun yang disajikan

pada Gambar 4.

Page 38: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

26

Gambar 4. Nilai rata-rata Kecerahansetiap stasiun

Fluktuasi kecerahan perairan selama empat minggu penelitian pada tiga

stasiun pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan nilai kecerahan pada

tiap stasiunnya sehingga diperoleh nilai kecerahan tertinggi yaitu pada stasiun II

yang merupakan daerah penagkapan ikan dengan nilai 39,7 % kemudian

kecerahan air pada stasiun I yang merupakan perairan yang dekat dengan aktifitas

pemukiman dengan nilai 38,8 %. Tingginya kecerahan pada stasiun II dan stasiun

I dikarenakan oleh waktu pengukuran yang dilakukan pada siang hari dan pada

saat cuaca sedang cerah dan juga disebabkan karena pengulanagan diambil pada

titik yang berbeda. Jadi salah satu faktor utama yang menyebabkan tinggi

rendahnya nilai kecerahan yaitu diantaranya waktu pengukuran dan kondisi cuaca.

Hal ini sesuai dengan pendapat effendi, (2000) yang menyatakan bahwa faktor

yang menyebabkan kecerahan tinggi dan rendah adalah keadaan cuaca dan waktu

pengukuran, dimana jika cuaca cerah intensitas cahaya matahari yang sampai

kedalam perairan lebih besar dibandingkan jika cuaca mendung atau berawan.

Selain itu faktor yang mempengaruhi tingginya kecerahan yaitu kurangnya

0

10

20

30

40

1 2 3

rata-rata 38.77333333 39.66333333 29.05333333

KEC

ERA

HA

N (

%)

Page 39: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

27

muatan atau padatan tersuspensi yang dapat mengakibatkan kekeruhan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Effendi, (2003) yang menyatakan bahwa kecerahan air

tergantung pada warna dan kekeruhan air.

Sedangkan kecerahan terendah berada pada stasiun III yang merupakan

perairan dekat dengan aktifitas pertanian dengan nilai kecerahan yaitu 29,1%. Hal

ini disebabkan pada stasiun tersebut tingkat kekeruhannya sangat tinggi yang

diakibatkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus

yang terbawa oleh aliran sungai dari hulu yang menyebabkan kurangnya intensitas

cahaya matahari yang masuk ke perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sastrawijaya, (2000) yang menyatakan bahwa kecerahan merupakan parameter

yang berhubungan dengan bahan-bahan atau muatan tersuspensi.

Tingkat kecerahan perairan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesis

tanaman di perairan dan faktor fisiologi air lainnya sehingga apabila kecerahan air

kurang dari kisaran optimum maka akan menghambat proses fotosintesis yang

berpengaruh pada pertumbuhan ikan dan udang. Hal ini sesuai dengan pendapat

samawi, (2000) yang menyatakan bahwa perairan dengan kecerahan yang rendah

akan mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam kolom air, sehingga

membatasi proses fhotosintesis yang dapat mempengaruhi produktifitas perairan

yang akan semakin berkurang seiring dengan rendahnya kecerahan yang

disebabkan oleh partikel tersuspensi. Selanjutnya Effendi, (2003) yang

menyatakan bahwa berkurangnya kecerahan air akan mengurangi fotosintesis

tumbuhan air, selain itu dapat pula mengurangi fisiologi air dalam hal ini suatu

perairan berupa bahan tersuspensi yang dapat mengurangi kecerahan air.

Page 40: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

28

Berdasarkan rata-rata kecerahan air pada stasiun I, II dan III dapat

disimpulkan bahwa nilai ke tiga stasiun tersebut merupakan kondisi kecerahan

yang baik bagi organisme budidaya seperti ikan dan udang karena masih

memungkinkan cahaya matahari dapat menembus sampai pada lapisan di bawah

permukaan perairan, apabila merujuk pada Adiwijaya, (2003) yang menyatakan

bahwa batas toleransi kecerahan organisme budidaya berkisar antara 25 % - 60 %

dan optimum pada kisaran 30 % - 40 %. Lanjut Buwono, (1993) menyatakan

bahwa kecerahan yang berkisar antara 30 % - 40 % membuat organisme budidaya

merasa aman dan plankton-plankton nabati akan mendukung dan membantu

menyerap senyawa berbahaya dalam air.

4.2.3 Kekeruhan

Hasil pengukuran pada tiga stasiun pengamatan dengan lama waktu

penelitian empat minggu yang berlokasi dibagian hulu Waduk Bilibili Kabupaten

Gowa dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan nilai rata-rata kekeruhan selama

empat minggu pengukuran disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai rata-rata hasil pengukuran kekeruhan air pada setiap stasiun.

Minggu Stasiun

I II III

1 20,9 NTU 21,0 NTU 21,9 NTU

2 37,5 NTU 56,3 NTU 96,7 NTU

3 25,7 NTU 25,8 NTU 46,3 NTU

4 53,3 NTU 49,3 NTU 69,3 NTU

rata-rata 34,3 NTU 38,1 NTU 58,5 NTU

Sumber : Hasil Pengukuran 2014

Page 41: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

29

Berdasarkan Tabel 10, hasil pengukuran rata-rata kekeruhan air pada tiga

stasiun pengamatan diperoleh kekeruhan tertinggi berada di stasiun III yang

merupakan daerah dekat dengan aktifitas pertanian yaitu berkisar antara 21,9 NTU

- 96,7 NTU, kemudian diikuti oleh stasiun II yang merupakan daerah yang

mewakili aktifitas penagkapan ikan yaitu berkisar antara21,0 NTU - 56,3 NTU,

dan kekeruhan terendah berada pada stasiun I yang merupakan perairan yang

dekat dengan aktifitas pemukiman yaitu berkisar antara 20,9 NTU – 53,3 NTU.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada garafik rata-rata kekeruhan air setiap

stasiun yang disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai rata-rata Kekeruhansetiap stasiun

Fluktuasi kekeruhan perairan selama empat minggu penelitian pada tiga

stasiun pengamatan dapat dilihat bahwa kekeruhan tertinggi berada pada stasiun

III yang merupakan perairan dekat dengan aktifitas pertanian dengan nilai 58,5

NTU, tingginya kekeruhan pada stasiun ini diduga karena berada di hulu waduk

yang merupakan tempat masuknya air sungai sehingga banyak bahan-bahan yang

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3

rata-rata 34.33 38.1225 58.545

KEK

ERU

HA

N (

NTU

)

Page 42: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

30

tersuspensi berupa koloid dan partikel-partikel halus yang terbawa oleh aliran

sungai. Hal ini sesuai dengan pendapat Hefni Effendi, (2003) yang menyatakan

bahwa kekeruhan pada perairan tergenang lentik lebih banyak disebabkan oleh

bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus dan kekeruhan

pada sungai lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang

berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh

aliran air. Selain itu tingginya kekeruhan pada stasiun III di akibatkan oleh kondisi

dasar perairannya yang dangkal dan berlumpur sehingga menyebabkan

tersuspensinya endapan material organik maupun anorganik. Hal ini sesuai

dengan Nuitjen, (2007) yang menyatakan bahwa penyebab kekeruhan ini antara

lain meliputi tanah liat dan endapan lumpur.

Sama halnya pada stasiun II yang merupakan daerah penangkapan ikan yang

masih dipengaruhi oleh arus dari sungai dan juga akibat dari aktifitas para nelayan

yang menagkap ikan sehingga terjadi pengadukan partikel tersuspensi

kepermukaan oleh kapal-kapal dan juga jaring nelayan sehingga banyaknya

partikel-partikel tersuspensi baik itu berupa lumpur dan pasir maupun bahan

anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain yang

terbawah oleh aliran sungai. Hal ini sesuai dengan pendapat APHA, (1976); Davis

dan Cornwell, (1991) yang menyatakan bahwa tingginya kekeruhan disebabkan

oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya

lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa

plankton dan mikroorganisme lain. Lanjut Marganof, (2007) yang menyatakan

bahwa kekeruhan memiliki korelasi positif dengan padatan tersuspensi, yaitu

Page 43: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

31

semakin tinggi nilai kekeruhan maka semakin tinggi pula nilai padatan

tersuspensi.

Sedangkan kekeruhan terendah berada pada stasiun I yang merupakan

perairan dekat aktifitas pemukiman dengan nilai kekeruhan yaitu 34,3 NTU. Hal

ini disebabkan pada stasiun ini tidak dipengaruhi oleh arus dari sungai sehingga

tergolong perairan tenang sehingga tidak mudah terjadi pengangkatan partikel

suspensi dari dasar perairan.

Hasil parameter kekeruhan nilai pada tiga stasiun tersebut menunjukkan

bahwa kekeruhan pada semua stasiun penelitian melebihi batas nilai maksimum

yaitu stasiun I dengan nilai 34,3 NTU, stasiun II dengan nilai 38,1 NTU dan

stasiun III dengan nilai 58,5 NTU. Merujuk pada Kepmen LH, (2004) bahwa

tingkat kekeruhan yang optimal bagi kehidupan organisme di perairan yaitu

berkisar antara 5 – 6 NTU. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan

terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme

aquatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya masuk ke dalam air. Pendapat

ini sejalan dengan Effendi, (2003) yang menyatakan bahwa kekeruhan yang tinggi

sangat berbahaya bagi ikan dan udang karena partikel halus yang tersuspensi

mudah menempel pada insang, sehingga dapat menyebabkan terganggunya

pernafasan, kemudian insang mengalami kerusakan, tidak jarang pula sangat

mudah terinfeksi protozoa epibiont dan bakteri.

4.2.4 Kedalaman

Hasil pengukuran kedalam pada tuga stasiun pengamatan dengan lama

waktu pengamatan empat minggu yang berlokasi dibagian hulu waduk Bilibili

Page 44: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

32

Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan nilai rata-rata

kedalaman selama empat minggu disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai rata-rata hasil pengukuran kedalaman pada setiap stasiun.

Minggu Stasiun

I II III

1 2,9 m 6,3 m 3,5 m

2 5,4 m 7,0 m 4,5 m

3 4,5 m 6,2 m 2,7 m

4 4,1 m 6,0 m 2,4 m

rata-rata 4,2 m 6,4 m 3,3 m

Sumber : Hasil Pengukuran 2014

Berdasarkan tabel 11. Hasil pengukuran rata-rata kedalaman air ke tiga

stasiun diperoleh nilai kedalaman tertinggi berada pada stasiun II yang merupakan

daerah penagkapan ikan berkisar antara 6 m – 7 m. Kemudian diikuti oleh Stasiun

I yang merupakan perairan dekat dengan aktifitas pemukiman berkisar antara 2,9

m – 5,4 m. Sedangkan kedalaman terendah berada pada stasiun III yang

merupakan perairan dekat dengan aktifitas pertanian berkisar antara 2,4 m – 4,5

m. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik rata-rata kedalaman air setiap

stasiun yang disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Nilai rata-rata Kedalaman setiap stasiun

0

1

2

3

4

5

6

7

1 2 3

rata-rata 4.225 6.375 3.275

KED

ALA

MA

N (

m)

Page 45: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

33

Fluktuasi kedalaman perairan selama empat minggu penelitian pada tiga

stasiun pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan nilai kedalaman pada

tiap stasiunnya sehingga diperoleh Nilai kedalaman tertinggi yaitu pada stasiun II

mewakili daerah peangkapan ikan dengan nilai 6,4 m, hal ini dikarenakan bentuk

relief dasar perairan berbentuk cekung sehingga mempengaruhi kedalaman. Hal

ini sesuai dengan pendapat Wibisono, (2005) yang menyatakan bahwa relief dasar

perairan mempengaruhi kedalaman suatu perairan. Lanjut Ariana dalam jailani,

(2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kedalaman adalah

batimetri dimana batimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar perairan.

Selain itu faktor cuaca/musim juga dapat mempengaruhi kedalaman perairan

karena dapat menambah debit air jika curah hujan tinggi sehingga kedalaman

menigkat.

kedalaman terendah berada pada stasiun III mewakili daerah dekat dengan

aktifitas pertanian dengan nilai 3,3 m. rendahnya kedalaman dikarenakan pada

stasiun ini merupakan tempat masuknya air sungai sehingga banyak material

partikel dan kandungan yang dibawa oleh aliran sungai maka semakin

mempercepat proses pendangkalan di perairan.

Dari hasil parameter kedalaman pada tiga stasiun tersebut menunjukkan

bahwa hanya stasiun II yaitu derah mewakili penangkapan ikan yang baik bagi

kehidupan organisme perairan karena rata-rata nilai kedalamannya yaitu 6,4 m.

Hal ini sesuai dengan Deptan (1992) ; DKP (2002) menyatakan bahwa

kedalaman yang dianjurkan untuk kehidupan organisme adalah berkisar 5-25

meter.sehingga menjaga terakumulasinya sisa pakan pada dasar perairan, dan

Page 46: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

34

diharapkan ada perbedaan jarak antara dasar perairan dengan dasar jaring.

Akumulasi yang terjadi berupa proses dekomposisi dari sisa pakan yang

menghasilkan senyawa organik. Sementara untuk daerah stasiun I dan stasiun III

kurang mendukung untuk kehidupan organisme perairan karena kisaran rata-rata

kedalamannya dibawah kisaran optimum yang di anjurkan.

4.2.5 Kecepatan Arus

Hasil pengukuran kecepatan arus pada tiga stasiun pengamatan dengan lama

waktu pengamatan empat minggu yang berlokasi dibagian Waduk Bilibili

Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Lampiran 5. Sedangkan nilai rata-rata

kecepatan arus selama empat minggu disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai rata-rata hasil pengukuran kecepatan arus pada setiap

stasiun.

minggu stasiun

I II III

1 1,9 cm/dtk 3,6 cm/dtk 6,4 cm/dtk

2 4,6 cm/dtk 5,1 cm/dtk 5,1 cm/dtk

3 6,1 cm/dtk 5,3 cm/dtk 4,7 cm/dtk

4 5,2 cm/dtk 5,8 cm/dtk 5,2 cm/dtk

rata-rata 4,4 cm/dtk 4,9 cm/dtk 5,4 cm/dtk

Sumber : Hasil Pengukuran 2014

Berdasarkan tabel 12, hasil pengukuran rata-rata kecepatan arus dari ketiga

stasiun diperoleh kecepatan arus tertinggi berada pada stasiun III yang merupakan

perairan dekat dengan aktifitas pertanian kecepatan arusnya berkisar antara 4,7

cm/dtk – 6,4 cm/dtk. Kemudian diikuti oleh stasiun II yang merupakan daerah

penangkapan ikan kecepatan arusnya berkisar antara 3,6 cm/dtk – 5,4cm/dtk dan

terendah berada pada stasiun Iyang merupakan perairan dekat dengan aktifitas

Page 47: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

35

pemukiman berkisar antara 1,9 cm/dtk – 6,1cm/dtk. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada grafik rata-rata kecepatan arus setiap stasiun yang disajikan pada

Gambar 7.

Gambar 7. Nilai rata-rata Kecepatan Arus setiap stasiun

Fluktuasi kecepatan arus pada tiga stasiun pengamatan dapat dilihat bahwa

terjadi perbedaan nilai kecepatan arus pada tiap stasiunnya sehingga diperoleh

nilai kecepatan arus tertinggi yaitu pada stasiun III yang merupakan perairan dekat

dengan aktifitas pertanian dengan nilai 5,4 cm/dtk. Hal ini terjadi karena stasiun

ini merupakan tempat masuknya air sungai sehingga arus pada stastiun ini juga

menjadi cepat selain itu faktor angin juga sangat berpengaruh. Hal ini sesuai

dengan pendapat Lilian, (2012) yang menyatakan bahwa arus dapat disebabkan

desiran air, tiupan angin atau dapat pula dikarenakan oleh pasang surut. Lanjut

Barus, (2001) yang menyatakan bahwa pada ekosistem lentik arus dipengaruhi

oleh kekuatan angin, semakin kuat tiupan angin akan menyebabkan arus semakin

kuat dan semakin dalam mempengaruhi lapisan air. Kemudian diikuti kecepatan

arus pada stasiun II yang merupakan daerah penagkapan ikan dengan nilai

0

1

2

3

4

5

6

1 2 3

rata-rata 4.445 4.8575 5.35

KEC

EPA

TAN

AR

US

(Cm

/dtk

)

Page 48: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

36

4,9cm/dtk. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi perairan disatasiun ini tergolong

dalam sehingga arusnya melamban.

Sedangkan kecepatan arus terendah berada pada stasiun I yang merupakan

perairan dekat dengan aktifitas pemukiman dengan kecepatan arus yaitu 4,4

cm/dtk. Nilai kecepatan arus pada kisaran tersebut menunjukkan bahwa kecepatan

arus pada semua stasiun penelitian tergolong perairan yang kecepatan arusnya

sangat lambat karena berada di bawah nilai 10 cm/dtk. Sesuai dengan pendapat

siregar, (2004) bahwa kecepatan arus di bawah 10 cm/dtk dikategorikan sebagai

kecepatan arus yang sangat lambat sehingga dapat mempengaruhi distribusi zat

makanan bagi organisme perairan.

Namun setelah dilakukan pengamatan lebih lanjut, arus yang sangat lemah

ini disebabkan karena saluran utama yang ada pada waduk tersebut pada saat

pengukuran dalam kondisi tidak mengalir karena volume air kurang yang

disebabkan oleh musim kemarau sehingga kondisi perairan sedang surut. Namun

demikian, Ahmad et al. (1991) mengemukakan kecepatan arus yang masih baik

untuk budidaya dalam KJA berkisar 5 – 15 cm/dtk. Merujuk dari pendapat Ahmad

et al(1991) bahwa stasiun III masih baik untuk dilakukan budidaya dalam KJA.

Page 49: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dan telah diuraikan

pada bagian sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Suhu dan Kecerahan perairan yang berada di bagian hulu waduk Bilibili

masih layak untuk kegiatan budidaya ikan karena nilai suhu dan

kecerahan perairan pada kawasan tersebut masih dalam batas yang

optimum.

2. Kekeruhan pada hulu Waduk Bilibili (Zona 3) memiliki nilai di atas batas

optimum sehingga kurang layak bagi peruntukan budidaya ikan.

3. Kedalaman pada stasiun II masih layak bagi peruntukan budidaya karena

masih dalam batas optimum sedangkan pada stasiun I dan III kelayakan

budidaya berada di bawah kisaran minimum.

4. kecepatan arus pada stasiun III masih layak bagi peruntukan budidaya

ikan karena masih dalam batas yang optimum sedangkan stasiun I dan II

kelayakan budidaya berada di bawah kisaran minimum.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan pada musim hujan untuk

mengetahui kelayakan perairan berdasarkan parameter fisika untuk kegiatan

budidaya ikan pada musim hujan serta sebagai pelengkap data parameter fisika

perairan Waduk Bilibili setiap musimnya yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Page 50: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

38

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T., P.T. Imanto, Muchari, A. Basyarie, P. Sunyoto, B. Slamet, Mayunar,

R. Purba, S. Diana, S. Redjeki, A.S. Pranowo, S. Murtiningsih. 1991.

Operasional pembesaran kerapu dalam keramba jaring apung. Dalam

Mansur, A. (Ed.). Prosiding temu karya ilmiah potensi sumberdaya

kekerangan di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Watampone, (7): 8 – 10.

Akbar, S dan Sudaryanto. (2001). Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek.

Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Bal, D.V and K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata Mc Graw-Hill Publishing

Company Limited, New Dehli.

Barus, 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sumatra

Utara. Medan

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnology Study Tentang Ekosistem Air Daratan.

USU Press. Medan.

Beveridge, M. 1987. Cage Aquaculture. Fishing News Books Ltd, Farnhan

Surrey.

Boyd, C. E. 1991. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Departemen

of Fish and Allied Aquaculture. Agricultur Experiment Station Auburn

University. Alabama

Boyd, CE, F. Lichkopper, 1982. Water Quality management For Pond Fish

culture. Elsevier Scientific Publishing Company Amsterdam New York.

Brotowijoyo, M.D., Dj. Tribawono., E. Mulbyantoro.1995. Pengantar lingkungan

perairan dan budidaya air. Penerbit Liberty, yogyakarta

Brown, E. E and J. B. Gratzek. 1980. Fish Farming Handbook. AVI Publishing

Company INC, New York.

Chakroff, M. 1976. Freshwater Fish Pond Culture and Management.

PublisherPeace Corp Program Training, London. 169 p

Davis, M.L. and Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Environmental

Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hall, Inc., New York. 822 p

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Bogor. Bogor 285 hal.

Page 51: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

39

Effendy, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan.259 hal. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ghufron M, dan H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung.

Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Hoar, W. S., D. J. Randall and J. R. Brett. 1979. Fish Fisiology : Bioenergenetic

and Growth. Academic Press, Florida.

Jailani. 2012. Kedalaman dan Zonasi Lingkungan Laut.

(http://abdulkadirjailani.blog.com/2012/10/08/kedalaman-dan-zonasi-

lingkungan-laut.html/ . Diakses Pada 4 September 2014)

JRBDP. 2004. Country Report-Indonesia. Jeneberang River Basin Development

Project. Indonesia.

KLH, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun2004

Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta, hal. 32.

Kordi, M. G dan Tancung A. B., 2005.Pengelolaan Kualitas air. Penerbit Rineka

Cipta. Jakarta. 208 hal.

Lilian Anna. 2012. Kecepatan Arus.

(http://abdulkadirjailani.blogspot.com/2012/01/keceptan-arus.html .

Diakses Pada 4 September 2014)

LPM UNHAS. 2004. Laporan Akhir ANDAL Pekerjaan Pengendalian Sedimen

akibat Longsor Dinding Kaldera Gunung Bawakaraeng. Lembaga

Pengabdian pada Masyarakat Universitas Hasanuddin.Makassar.

Manurung, V.T. 1997. Status dan Prospek Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring

Apung di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Vol.XVI. No I.

Marganof, 2007, Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau Maninjau

Sumatra Barat, Laporan hasil penelitian Sekolah Pasca Sarjana IPB

Bogor, http://www.damandiri.or.id/ile/marganoipb.

Mayunar, R. Purba, P.T. Imanto. 1995. Pemilihan lokasi budidaya ikan laut.

Prosiding temu usaha pemasyarakatan teknologi keramba jaring apung

bagi budidaya laut, Puslitbang Perikanan. Badan Litbang Pertanian: 179

– 189.

Nabib, R dan F. H. Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Nastiti, 2001.Daya Dukung Perairan Waduk Jatiluhur untuk Budidaya Ikan Dalam

Karamba Jaring Apung.Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.Volume 7.

Hal 15-19.

Page 52: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

40

Nuitjen H., 2007. Air dan Sifat dari Air. Pontianak : PDAM Pontianak-Oasen 604

DA.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekolgis. Penerbit

PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dariMarine

biology: An ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G.

Bengen, M. Hutomo & S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.

Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.

Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta

Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta

Sembiring.2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Kaitannya dengan

faktor Fisik Kimia. Diambil dariwww.repository.usu.ac.id pada 28

November 2010.

Setiawan. 2010. Pemetaan laju Perubahan Arus Lahan Huatn Mongrove di

sebagian Taman nasional Bali Barat. Diambil

dariwww.firmman08.wordpress.com pada 28 November 2010.

Siregar, Azrul. 2004. Materi Kuliah Limnologi. Jurusan Perikanan dan Kelautan

Universitas jenderal Soedirman. Purwokerto.

Walhi. 2006. Dampak Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan Tembaga dan

Emas Freeport-Rio Tinto di Papua. WALHI. Jakarta Indonesia.

Weathon, F. W., J. N. Hochheimer., G. E. Kaiser., M. J. Krones., G. S. Libey and

C. C. Easter. 1994. Nitrification Filter Principles. M. B. Timmons and T.

M. Losardo (ed). Aquaculture Water Reuse Systems: Engineering Design

and Management. Elsevier Science, Amsterdam.

Welch, P. 1952. Limnology. New York, Mc Graw-Hill Book,Co. Inc

Wiadnya, D.G.R. 1994. Bahan Referansi Kuliah Analisis Laboratorium Tanah dan

Air. Fakultas Pasca Sarjana Jurusan PTA Universitas Brawijaya. Malang.

Wibisono, M. S.2005. Pengantar Ilmu Perikanan. PT. Grasindo : Jakarta.

Widigdo B. 2000. Diperlukan Pembakuan Kriteria Ekobiologis untuk Menentukan

Potensi Alami Kawasan Pesisir untuk Budidaya Udang. Prosiding

Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor 21

– 26 Februari 2000. PKSPL IPB, Bogor.

Page 53: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

41

Page 54: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

42

Lampiran I. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air Di Waduk Bilibili Pada

Minggu Ke-1.

Tabel 1.Hasil Pengukuran Parameter Suhu Air.

Ulangan Stasiun

I II III

1 30,3 31 31,7

2 31,1 30,1 31,8

3 30,5 30 31,9

Rata-Rata 30,63333 30,36667 31,8

Tabel 2.Hasil Pengukuran Parameter KecerahanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 30 33,5 31

2 31 35,5 29,5

3 21 40,5 28

Rata-Rata 27,33333 36,5 29,5

Tabel 3.Hasil Pengukuran Parameter KekeruhanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 34,03 27,9 36,09

2 27,52 29,62 34,21

3 28,33 28,26 34,2

Rata-Rata 29,96 28,59333 34,83333

Page 55: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

43

Lampiran II. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air Di Waduk Bilibili

Pada Minggu Ke-2.

Tabel 4.Hasil Pengukuran Parameter Suhu Air.

Ulangan Stasiun

I II III

1 31,3 30,8 31,2

2 31,2 30,6 31,2

3 30,2 30,9 31,3

Rata-Rata 30,9 30,76667 31,23333

Tabel 5.Hasil Pengukuran Parameter KecerahanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 44,5 57 46,5

2 47 56,5 44,5

3 47 57,5 48,5

Rata-Rata 46,16667 57 46,5

Tabel 6.Hasil Pengukuran Parameter KekeruhanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 20,76 21,19 22,74

2 21,41 21,33 21,02

3 20,57 20,59 21,95

Rata-Rata 20,91333 21,03667 21,90333

Tabel 7.Hasil Pengukuran Parameter KedalamanPerairan.

Stasiun

I II III

290 630 350

Tabel 8.Hasil Pengukuran Parameter Kecepatan ArusPerairan.

Stasiun

I II III

1,9 3,62 6,43

Page 56: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

44

Lampiran III. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air Di Waduk Bilibili

Pada Minggu Ke-3

Tabel 9.Hasil Pengukuran Parameter Suhu Air.

Ulangan Stasiun

I II III

1 30,8 30,9 30,9

2 30,7 30,7 30,9

3 30,6 30,6 30,6

Rata-Rata 30,7 30,73333 30,8

Tabel 10.Hasil Pengukuran Parameter KecerahanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 35 27,5 15

2 36 24 15

3 40 24 15

Rata-Rata 37 25,16667 15

Tabel 11.Hasil Pengukuran Parameter KekeruhanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 40,18 60 102

2 37,74 56 98

3 34,66 53 90

Rata-Rata 37,52667 56,33333 96,66667

Tabel 12.Hasil Pengukuran Parameter KedalamanPerairan.

Stasiun

I II III

540 700 450

Tabel 13.Hasil Pengukuran Parameter Kecepatan ArusPerairan.

Stasiun

I II III

4,59 5,13 5,15

Page 57: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

45

Lampiran IV. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air Di Waduk Bilibili

Pada Minggu Ke-4.

Tabel 14.Hasil Pengukuran Parameter Suhu Air.

Ulangan Stasiun

I II III

1 30,2 30,2 30,1

2 30,2 30,2 30,1

3 30,2 30,2 30,1

Rata-Rata 30,2 30,2 30,1

Tabel 15.Hasil Pengukuran Parameter KecerahanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 30,5 39 23,5

2 33,5 35 28,5

3 35,5 36,5 25

Rata-Rata 33,16667 36,83333 25,66667

Tabel 16.Hasil Pengukuran Parameter KekeruhanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 25,57 26,77 42,4

2 25,84 25,32 52

3 25,27 25,42 44,47

Rata-Rata 25,56 25,83667 46,29

Tabel 17.Hasil Pengukuran Parameter KedalamanPerairan.

Stasiun

I II III

450 620 270

Tabel 18.Hasil Pengukuran Parameter Kecepatan ArusPerairan.

Stasiun

I II III

6,09 5,31 4,67

Page 58: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

46

Lampiran V. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air Di Waduk Bilibili

Pada Minggu Ke-5

Tabel 19.Hasil Pengukuran Parameter Suhu Air.

Ulangan Stasiun

I II III

1 29,4 29,3 29,2

2 29,4 29,3 29,3

3 29,4 29,4 29,4

Rata-Rata 29,4 29,33333 29,3

Tabel 20.Hasil Pengukuran Parameter KecerahanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 46 40 37

2 42 40 35

3 41 42 38

Rata-Rata 43 40,66667 36,66667

Tabel 21.Hasil Pengukuran Parameter KekeruhanPerairan.

Ulangan Stasiun

I II III

1 53 46,06 85

2 54 45,85 64

3 53 56 59

Rata-Rata 53,33333 49,30333 69,33333

Tabel 22.Hasil Pengukuran Parameter KedalamanPerairan.

Stasiun

I II III

410 600 240

Tabel 23.Hasil Pengukuran Parameter Kecepatan ArusPerairan.

Stasiun

I II III

5,2 5,37 5,15

Page 59: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

47

Lampiran VI. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Air Selama 5 Minggu

Penelitian Pada 3 Stasiun Pengamatan.

Tabel 24. Hasil Pengukuran Parameter Suhu Air Di Waduk Bilibili Zona 3

Selama 5 Minggu Penelitian Pada 3 Stasiun Pengamatan.

Minggu Stasiun

I II III

1 30,63 30,36 31,8

2 30,9 30,76 31,23

3 30,7 30,73 30,8

4 30,2 30,2 30,1

5 29,4 29,33 29,3

Rata-rata 30,366 30,276 30,646

Tabel 25.Hasil Pengukuran Parameter Keceerahan Air Di Waduk Bilibili Zona 3

Selama 5 Minggu Penelitian Pada 3 Stasiun Pengamatan.

Minggu Stasiun

I II III

1 27,33 36,5 29,5

2 46,16 57 46,5

3 37 25,16 15

4 33,16 36,83 25,66

5 43 40,66 36,66

Rata-rata 35,9125 38,8725 29,165

Tabel 26.Hasil Pengukuran Parameter Kekeruhan Air Di Waduk Bilibili Zona 3

Selama 5 Minggu Penelitian Pada 3 Stasiun Pengamatan.

Minggu Stasiun

I II III

1 29,96 28,59 34,83

2 20,91 21,03 21,9

3 37,52 56,33 96,66

4 25,56 25,83 46,29

5 53,33 49,3 69,33

Rata-rata 33,456 36,216 53,802

Page 60: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

48

Tabel 27. Hasil Pengukuran Parameter Kedalaman Air Di Waduk Bilibili Zona 3

Selama 5 Minggu Penelitian Pada 3 Stasiun Pengamatan.

Minggu Stasiun

I II III

1

2 290 630 350

3 540 700 450

4 450 620 270

5 410 600 240

Rata-rata 422,5 637,5 327,5

Tabel 28. Hasil Pengukuran Parameter Kecepatan Arus Air Di Waduk Bilibili

Zona 3 Selama 5 Minggu Penelitian Pada 3 Stasiun Pengamatan.

Minggu Stasiun

I II III

1

2 1,9 3,62 6,43

3 4,59 5,13 5,15

4 6,09 5,31 4,67

5 5,2 5,37 5,15

Rata-rata 4,445 4,8575 5,35

Page 61: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

49

Lampiran VII. Foto Alat-Alat Yang Di Gunakan Selama Penelitian

Gambar 1. DO Meter Untuk Mengukur Suhu

Gambar 2. Secchi Disk Untuk Mengukur Kecerahan

Page 62: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

50

Gambar 3. Turbidity Meter Untuk Mengukur Kekeruhan

Gambar 4. Tali Yang Diberi Pemberat Untuk Mengukur Kedalaman

Page 63: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

51

Gambar 5. Current Meter Untuk Mengukur Kecepatan Arus

Gambar 6. Stopwatch Untuk Mengukur Waktu Tempuh Current Meter

Page 64: STUDI PARAMETER FISIKA PERAIRAN BAGI PERUNTUKAN …

52

RIWAYAT HIDUP

Akbar Syaifullah merupakan anak pertama dari empat

bersaudara pasangan Ibunda Hj. Balak Daeng dg

Rampu ayahanda H. Daeng Siruttung, Lahir di Ujung

Pandang 08 Mei 1992. Pendidikan formal yang dilalui

penulis mulai di SDN NO.1 Centre Pattallassang,

lulus pada tahun 2004, dilanjutkan di SMP Negeri 2

Takalar lulus pada tahun 2007, kemudian penulis

Melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Takalar lulus tahun 2010. Pada tahun

yang sama, penulis lulus seleksi masuk program studi Budidaya Perairan Fakultas

Pertanian Universitas Muhamm adiyah Makassar. Selama mengikuti perkuliahan,

penulis pernah magang di Balai Benih Ikan Air Tawar (BBI) Kab. Maros. Penulis

juga pernah mengikuti kuliah kerja profesi (KKP) di Kecamatan Tanete Rilau

Kabupaten Pangkep. Atas berkat rahmat Allah Swt, disertai perjuangan keras dan

dorongan semangat dari orang tua dan adik-adikku tercinta, penulis akhirnya

dapat menyelesaikan Studi pada tahun 2014 dengan judul skripsi “Studi Parameter

Fisika Perairan Bagi Perentukukan Budidaya Ikan (Studi Kasus Waduk Bilibili

Zona III Bagian Hulu, Kabupaten Gowa)”.