(studi komparatif penafsiran sayyid qutb dan m. …repository.uinjambi.ac.id/5060/1/ut143185 judul -...
TRANSCRIPT
“FITNAH DALAM AL QUR’AN”
(STUDI KOMPARATIF PENAFSIRAN
SAYYID QUTB DAN M. QURAISH SHIHAB ATAS SURAH AL-
BAQARAH AYAT 191, 193, DAN 217)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Starata Satu (S1) Dalam Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh:
Eka Wulan Sari
NIM: UT 143185
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITA ISLAM NEGERI (UIN)
SULTAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2020
ii
ii
SURAT PERNYATAAN
ii
PENGESAHAN
iii
MOTTO
بسم الل ه الرحن الرحيم
نة اشد واق ت لوهم حيث ثقفتموهم واخرجوهم من حيث اخرجوكم والفت تلوكم فيه المسجدالرام ول ت قاتلوهم عند من القتل حت ي قت لوكم فرين فاق ت لوهم فان ق لك جزاء الك كذ
“dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi
mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat
itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka.
Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir”.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keingin tahuan penulis tentang makna
fitanah lebih kejam dari pembunuhan untuk mengubah pemikiran penulis tentang
makna fitnah yang sebenarnya. Setelah diteliti ternyata banyak para mufassir
memaknai nya dengan makna yang berbeda-beda. Salah satunya yaitu penafsiran
M.Quraish Shihab dan Sayyid Qutb yang memiliki perbedaan pendapat secara
signifikan. M. Quraish Shihab memaknai fitnah sebagai pengusiran,
penganiayaan, dan kekacauan. sedangkan Sayyid Qutb memaknai fitnah sebagai
ancaman dan permusuhan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian library
research. Dimana penulis harus berangkat dari suatu teori atau metode untuk
menganalisis permasalahan yang akan penulis angkat. Adapun teori atau metode
yang penulis gunakan untuk menganalisis permasalahan ini adalah tafsir
muqarran/perbandingan.
Kesimpulan yang dapat diambil dalam hasil penelitian ini adalah
penggambaran mengenai fitnah menurut Al-Qur’an, baik dalam pengertian umum
dan pengertian Al-Qur’an, lalu mengetahui ayat-ayat fitnah dalam al-Qur’an, dan
mengetahui bentuk perbedaan penafsiran makna fitnah dalam al-Qur’an menurut
M.Quraish Shihab dan Sayyid Qutb.
Kata kunci: fitnah
v
PERSEMBAHAN
بسم الل ه الرحن الرحيم
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kemudahan dan
kepuasan. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada insan
terbaik, Nabi Muhammad SAW.
Kepada belahan jiwaku yaitu kedua orang tuaku Bapak Masri’an dan
Ibu Sunarsih, atas pengorbanan, kerja keras dan selalu memberi semangat dan
motivasi kepadaku sehingga bisa meraih gelar Stara Satu (SI) di Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Selanjutnya untuk Alm mbah (Sanding)
dan mbah (Sumiati), Kepada pak de (Supadi), paman (Sukir) dan adikku
(Ni’matul Fauziyah) yang telah memberikan semangat kepadaku.
Semoga keluargaku selalu dalam lindungan dan
Rahmat Allah SWT.
Kupersembahkan juga karyaku ini untuk kakak ku Santo yang sudah sangat
direpotkan untuk membenahi tulisan ini, terlebih untuk mas Rudi Handoko
terimakasih untuk semuanya, sahabat-sahabatku (Putri Rahmadayani,
Endah Zahrani), teman seperjuangan
yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu
memberikan semangat selama proses penulisan karya ini.
Penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ini. Semoga kebaikan yang
diberikan akan diberi balasan kebaikan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.
Aamiin.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur tiada henti-hentinya kehadirat Allah SWT.
Yang telah menganugerahkan penulis dengan sedikit ilmu pengetahuan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam, yakni
Nabi besar Muhammad SAW. Seorang Nabi yang membawa umatnya dari
kejahilan menuju lautan ilmu agama dan menegakkan kalimat tauhid Laa ilaa ha
illallah Muhammada rasulullah.
Adapun maksud dan tujuan penulis ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Stara Satu (SI) dalam Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
pada Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. tak luput pula
rasa terima kasih kepada yang terhormat.
1. Bapak H. Husin Abd. Wahab, Lc., M.A., PH.D Sebagai pembimbing I
dan Ermawati, MA sebagai pembimbing II yang telah sabar mebantu
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
2. Bapak Dr. Bambang Husni Nugroho, S.Th.I.,M.H.I selaku ketua Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Dr. Abdul Halim, S.Ag., M.Ag Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama Universitas Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. Edy Kusnadi, S.Ag., M.phill selaku Wakil Dekan Bidang
Adminisrasi Umum, Perencanaan dan keuangan. Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Dr. M. Ied Al-Munir, S.Ag., M. Hum selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan kerja sama Luar Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Bapak Prof. H. Su’aidi Asy’ari M.A Ph.D selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
vii
8. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, S.E., M.EI. selaku Wakil Rektor Bidang
Akademik dan pengembangan Lembaga. Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifudin Jambi.
9. Bapak Dr. As’ad, M.Pd selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum,
perencanaan dan keuangan. Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
10. Bapak Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
11. Bapak Ibu karyawan dan karyawati di lingkungan Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
12. Bapak Pimpinan Perpustakaan Umum dan Fakultas, beserta staf-stafnya
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi..
13. Kepada kedua orang tua Tercinta yang selalu melimpahkan kasih dan
sayang, memberi dukungan, baik moral maupun Do’a yang tak henti-
hentinya sehingga penulis mampu menyelesaikan jenjang pendidikan di
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
14. Teman-teman seperjuangan Jurusan Ilmu Al-Qur’an da Tafsir yang telah
memberi Motivasi Kepada Penulis.
15. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelasaikan skripsi ini,
yang tidak bisa penulis sebut namanya satu persatu.
Jambi, 30 Juli 2020
Penulis,
Eka Wulan Sari
UT.143185
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ṭ ط ʼ ا
ẓ ظ B ب
‘ ع T ت
gh غ Ts ث
f ف J ج
q ق ḥ ح
k ك Kh خ
l ل D د
m م Dz ذ
n ن R ر
h ه Z ز
w و S س
, ء Sy ش
y ي ṣ ص
ḍ ض
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
iˉ اى ā ا A ا
aw او á اى U ا
ay اى ū او I ا C. Tāʼ Marbūṭah
iii
Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:
1. Tāʼ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya
adalah /h/.
Contoh:
Arab Indonesia
Ṣalāh صلاة
Mirʼāh مراة
2. Tāʼ Marbūṭah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan
dammah, maka transliterasinya adalah /t/.
Contoh:
Arab Indonesia
Wizārat al-Tarbiyah وزراة التبية
Mir’āt al-zaman مراة الزمن
3. Tāʼ Marbūṭah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.
Contoh:
Arab Indonesia
Tan فجئة
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
NOTA DINAS ...................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ..................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Batasan Masalah .............................................................................. 5
D. Tujuan dan Kegunaan penelitian ..................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6
F. Metode Penelitian ............................................................................ 7
G. Sistematika Penelitian ...................................................................... 8
BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIRNYA
A. Biografi Quraish Shihab dan Kitab Tafsir Al-Mishbah ................... 10
B. Bografi Sayyid Qutb dan Kitab Tafsir Fii Dzilalil Qur’an .............. 17
BAB III GAMBARAN TENTANG FITNAH
A. Pengertian Fitnah Secara Umum ..................................................... 29
B. Sebab dan akibat Fitnah ................................................................... 32
C. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Fitnah.................................................34
BAB IV KOMPARASI QURAISH SHIHAB DAN SAYYID QUTB
TERHADAP FITNAH DALAM SURAH AL-BAQARAH AYAT
191,193 DAN 217
A. Pandangan Kedua Mufassir Tentang Fitnah .................................... 39
a. Penafsiran Quraish Shihab ......................................................... 39
iii
b. Penafsiran Sayyid Qutb ............................................................. 46
B. Komparatif Kedua Kitab Tafsir ....................................................... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 51
B. Saran ................................................................................................ 51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran islam dan pedoman hidup bagi
setiap muslim. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya, serta manusia dengan alam sekitarnya.Untuk memahi ajaran Islam
secara sempurna, diperlukan pemahaman terhadap kandungan isi Al-Qur’an
dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh
dan konsisten.1
Al-Qur’anul Karim adalah mukjizat islam yang kekal dan mukjizatnya
selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah SWT.
Kepada Rasulullah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari
suasana yang gelap menuju ke suasana yang terang, serta membimbing
mereka ke jalan yang lurus. Diantara kemurahan Allah terhadap manusia
bahwa Dia mengutus seorang Rasul kepada umat manusia dengan membawa
Kitab dari Allah SWT.Dan menyuruh mereka beribadah hanya kepada Allah
SWT, menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan.Agar yang
demikian menjadi bukti bagi manusia,2 dan membaca Al-Qur’an merupakan
ibadah, karena itu sering dibaca di dalam shalat.
Sesungguhnya, Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi
mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan bahkan al-
Qur’an tidak diturunkan untuk keperluan satu umat atau dalam durasi satu
abad saja, melainkan juga untuk keperluan seluruh umat manusia dan berlaku
sepanjang masa. Oleh karena itu, luas ajarannya sama dengan luasnya umat
manusia. Bagaimanapun, ajaran Islam merupakan salah satu risalah yang
paripurna (bukti keotentikan dan kelengkapan ajaran). Kesempurnaan risalah
yang diterima Nabi Saw didasari pada fakta empiris dan tingkat kelogisan
1 Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat
Press, 2002) , 3. 2 Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Litera Antarnusa, 2013), 10.
2
antar waktu, dan ini tentu saja dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Maksud ini mengindikasikan bahwa ajaran Islam al-Qur’an sebagai pedoman
sejak peristiwa turunnya (senin, 17 Ramadhan atau 5Agustus 610 Masehi)
adalah sama dan serupa dalam pengamalannya hingga saat ini tanpa
mengalami evolusi dan distorsi.3
Dari berbagai keunikan dan keistimewaan Al-Qur’an tersebutlah penulis
tertarik mengambil tema Fitnah. Fitnah menjadi tema yang menarik dikaji
mengingat banyaknya bencana-bencana atau musibah-musibah yang terjadi di
Negara kita ini. Bencana atau musibah yang tidak disukai manusia. Ada
beberapa istilah yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk sesuatu yang
tidak disenangi, antara lain, musibah, bala’, azab, iqab, dan fitnah. Pengertian
dan cakapan maknanya berbeda-beda. Akan tetapi fokus kajian dalam skripsi
ini adalah Fitnah.
Mendasari landasan dan makna al-Qur’an secara sesungguhnya, kiranya
penuh dinamika dan kompleksitas. Ini akan terlihat berdasarkan pembahasan
yang akan diurai dalam kajian ini, yang akan menitikberatkan kepada konsep
fitnah dalam pandangan al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
Qs. Al-Baqarah ayat 191
نة اشد من القتل ول واق ت لوهم حيث ثقفتموهم واخرجوهم من حيث اخرجوكم والفت تلوك المسجدالرام ت قاتلوهم عند ت لوكم فاق ت لوهم م فيه حت ي ق لك جزاء فان ق كذ
فرين الك
“dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi
mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat
itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka.
Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah:191).4
3 M. Quraisy Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan Media Utama, 1996), 3. 4 Tim Penterjemah dan Penafsir al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahnya
(Jakarta:Departemen Agama RI., 1998)
3
Konsep fitnah, dalam banyak tafsirannya mengalami sudut pandang
yang diukur di luar kemampuan dan logika manusia, atau yang tidak disukai
oleh manusia, yang dalam bahasa al-Qur’an serangkaian peristiwa ini disebut
dengan kata “fitnah”, “baliyyah” dan “musibah”. Istilah istilah ini,
sesungguhnya secara generic adalah kata-kata independen yang tidak memiliki
korelasi yang sama. Dikarenakan fokus kajian ini dibatasi dalam konsep
fitnah, karena itu menarik dibicarakan.5
Fitnah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai suatu
perkataan bohong atau tanpa dasar kebenarannya yang disebarkan dengan
maksud menjelekkan orang, seperti pencemaran nama baik atau dalam bentuk
kehormatan lainnya. 6
Pengertian diatas tampak berbeda dengan arti yang digunakan dalam
bahasa Arab. Fitnah menurut bahasa Arab lebih dimaknai kepada sifat tertentu
untuk dibakar [berupa benda-benda logam: emas atau perak] dengan tujuan
diperoleh kemurniannya. Adapun al-Qur’an sendiri dan derivasinya
menggunakan kata fitnah tersebar sebanyak 60 (enam puluh) kali. Bahkan al-
Qur’an memaknai kata fitnah di banyak tempat secara varian dan berbeda-
beda sesuai dengan konteks ayatnya; adakala kata fitnah menunjukkan kepada
bencana, syirik, cobaan, ujian, siksaan, kezhaliman, kesesatan dan bahkan
termasuk kepada kategori kegilaan. Dengan demikian, apa yang dijadikan
sandaran terhadap pemaknaan kata fitnah, al-Qur’an lebih bersifat general
daripada pemaknaan secara parsial seperti dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kendati pemaknaan itu tetap saja mengarah kepada suatu tindakan
yang kurang baik atau perbuatan yang akan menimbulkan bahaya yang lebih
besar. Bahkan sejumlah pemaknaan ini jika dikondisikan dengan makna yang
terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seperti yang disebutkan di
atas akan memiliki penilaian yang berbeda.
5 Umar Latif, Konsep Fitnah Menurut Al-Qur’an, Jurnal Al-Bayan/ VOL. 22, NO. 31,
JANUARI – JUNI 2015 6 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal.
318.
4
Salah satu perbedaan menonjol adalah terbatasnya interpretasi makna
fitnah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni sebatas pencemaran
nama baik atau secara implicit terkait dengan kehormatan itu sendiri. Artinya,
ruang lingkup fitnah begitu mengikat dalam konteks yang parsial.Bahkan
bentuknya pun dapat diketahui secara langsung sikap memfitnah, kendati tidak
dapat diperjelas secara eksplisit apakah tindakan memfitnah itu dikategorikan
ke dalam sifat seseorang yang suka memfitnah.
Perbedaan pendapat antara mufassir Indonesia dan mufassir arab, yaitu
antara Quraish Shihab dan Sayyid Qutb. perbedaan tersebut akan sedikit
dibahas pada bab ini. Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Mishbah
kata fitnah dalam Al-Qur’an terulang tidak kurang dari tiga puluh kali dan
tidak satu pun yang mengandung makna membawa berita bohong, atau
menjelekkan orang lain. 7 Karena itu, tidaklah tepat mengartikan al-fitnatu
asyaddu minal qatl dengan al-fitnatu akbaru minal qatl (QS. al-Baqarah ayat
217 dengan makna memfitnah atau membawa berita buruk.
Sedangkan menurut Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fii Dzilalil Qur’an
menegaskan bahwa sesungguhnya fitnah terhadap agama berarti permusuhan
terhadap sesuatu yang paling suci dalam kehidupan manusia. Karena itu, ia
lebih besar bahayanya daripada pembunuhan, lebih kejam daripada
membunuh jiwa seseorang,menghilangkan nyawa dan menghilangkan
kehidupan. Baik fitnah itu berupa intimidasi maupun perbuatan nyata atau
berupa peraturan perundang-undangan bejat yang dapat menyesatkan manusia,
merusak dan menjauhkan mereka dari manhaj Allah serta menganggap indah
kekafiran dan memalingkan manusia dari agama Allah itu.
Islam sebagai agama yang menekankan perdamaian, pada dasarnya
Islam tidak menghendaki terjadinya peperangan dan permusuhan antar
manusia meskipun mereka berbeda agama, tapi bila orang-orang kafir sudah
sampai pada tingkat memerangi kaum muslimin, maka pembalasan harus
dilakukan dan bila mereka berhenti memerangi umat islam apalagi mereka
masuk islam, maka permusuhan pun diakhiri. Betapa mulianya islam ini.
7 M. Shihab Quraish, Tafsir Al-Mishbah, jilid I, hal
5
Tujuan perang ialah memberikan jaminan agar manusia tidak difitnah lagi dari
memasuki atau melaksanakan agama Allah, dan agar mereka tidak dijaukan
atau dimurtadkan darinya dengan kekuatan atau semacamnya seperti kekuatan
undang-undang yang mengatur kehidupan umum manusia dan kekuatan untuk
menyesatkan dan merusak.8
Bertitik tolak dari kenyataan di atas, penulis merasa tertarik dalam
mengetahui serta memahami maksud dari makna fitnah sesuai dengan
permasalahan yang penulis rasa perlu dikaji dengan lebih mendalam. Dengan
itu penulis menamakan skripsi ini dengan judul: Konsep Fitnah menurut Al-
Qur’an (Study Komperatif antara Penafsiran M.Quraisy Shihab dan
Sayyid Qutb).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka penulis mengemukakan
rumusan masalah yang menjadi objek pembahasan pada skripsi ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Apa pengertian fitnah menurut Quraish Shihab dan Sayyid Qutb ?
2. Bagaimana konsep Al-Qur’an tentang fitnah lebih kejam dari
pembunuhan?
3. Bagaimanakah penafsiran Quraish Shihab dan Sayyid Qutb tentang
fitnah?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan judul yang penulis angkat, maka pembahasan yang menjadi
tumpuan utama dari karya ilmiah ini agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam
pembahasan.Baik terhadap penulis sendiri maupun para pembaca, maka
penulis telah membatasi permasalahan yang akan dikaji, yaitu hanya pada
penafsiran ayat- ayat fitnah dalam tafsir Al-Mishbah dan Fii Dzilalil Qur’an
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan fitnah dalam Al-Qur’an
2. Ingin mengetahui makna fitnah lebih kejam dari pembunuhan
8 Yani Ahmad, Era Muslim, Media Islam Rujukan, internet.
6
3. Ingin menjelaskan dan menggambarkan fitnah menurut tafsir Al-Mishbah
dan Fii Dzilalil Qur’an
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini membandingkan penafsiran Sayyid Qutb dan M. Quraish
Shihab atas surat Al-Baqarah ayat 191,193, dan 217. Sebatas penelitian
penulis, banyak karya tulis yang membahas tentang konsep fitnah saja dan
tidak ada yang membahas tentang perbandingan penafsiran. Penulis
menemukan sebuah skripsi yang berjudul konsep fitnah menurut tafsir al-
mishbah pada Jurnal Al-Bayan / VOL.22, NO. 31, JANUARI-JUNI 2015
yang ditulis oleh Umar Latif. Skripsi tersebut lebih banyak membahas tentang
fitnah secara global. Demikian juga karya-karya lain seperti karya Siti Nur
Fitriah IAIN Ponorogo jurusan IAT yang berjudul Fitnah dalam Perspektif M.
Quraish Shihab. Skripsi tersebut lebih banyak membahas tentang telaah ayat-
ayat fitnah dalam tafsir Al-Mishbah saja.
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini memfokuskan penelitian pada surat Al-Baqarah ayat 191, 193,
dan 217 yang membahas tentang Fitnah dengan membandingkan penafsiran
Sayyid Qutb dan M.Quraish Shihab. Sementara penafsiran sebelumnya
mengangkat hanya pada konsep fitnah saja tidak memfokuskan penelitian
pada ayat dan tafsir tertentu.
7
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini, penulis mengungkapkan metodologi penelitian
kepustakaan (library research). Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan penelitian
kepustakaan (library research) dalam tehnis deskriptif kualitatif
eksploratif. Tujuannya adalah pencarian ide-ide baru dalam kerangka
penemuan teori baru. Sesuai dengan sifat data, maka pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan filosofis, yang berupaya menjelaskan inti,
hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang ada dibalik objek
formalnya.9yang menyajikan secara sistematis data yang berkenan dengan
permasalahan yang diperoleh berdasarkan tela’ah terhadap buku-buku
literature-literature yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
Data tersebut akan diperoleh dari sumber-sumber data, yaitu buku-buku
literature yang berhasil dikumpulkan sebagai data tambahan.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber yang digunakan terbagi menjadi dua,
primer dan sekunder. Sumber primer penelitian ini adalah kitab tafsir al-
mishbah dan tafsir fi zilal alquran sayyid qutb yang khusus membahas
tentang masalah yang akan dikaji.
Adapun sumber sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa buku,
artikel, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, tindakan pertama yang dilakukan dalam
pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi dan semua data, baik
primer maupun sekunder, dan yang lain sebagainya. Langkah selanjutnya
setelah terkumpul akan dipilih sesuai dengan sebab bahasan yang ada,
kemudian dianalisis secara kritis.
9Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin,
(Jambi:IAIN STS Jambi, 2016), 44.
8
4. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis muqaran, yakni mendeskripsikan konsep pemikiran Quraish Shihab
dan Sayyid Qutb mengenai fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan untuk
kemudian dibandingkan dan di analisis secara kritis dengan mencari sisi
persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kekurangan dari pemikiran
kedua mufassir tersebut.
Dengan menggunakan metode perbandingan penulis akan
menghubungkan pemikir satu dengan yang lainnya, memperjelas kekayaan
alternative yang terdapat dalam satu permasalahan tertentu dan menyoroti
titik temu pemikiran mereka berdua dengan tetap mempertahankan dan
menjelaskan perbedaan-perbedaan yang ada, baik pada aspek-aspek
metodologi maupun materi pemikirannya. Tidak hanya itu, penulis juga
akan melakukan kritik pemikiran dan pengembangannya, untuk kemudian
dilanjutkan dengan melakukan proses rethinking dari sudut pandang atau
konteks keindonesiaan sehingga tidak terjebak pada taklid buta.
Penelitian ini akan ditulis dengan menggunakan metode muqaran,
penulis akan mencari sisi-sisi persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing tokoh tersebut dan juga implikasi yang
ditimbulkannya. Dalam metode komparatif penulis akan memperhatikan
aspek-aspek komparatif yang bersifat konsep dasar. Setelah itu penulis
akan membuat kesimpulan-kesimpulan secara cermat sebagai jawaban
terhadap rumusan masalah sehingga menghasilkan pemahaman baru yang
komprehensif dan sistematik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mensistematisasi penulisan, maka penelitian ini dibagi menjadi
beberapa bab. Penelitian diawali dari:
Bab I, yang membahas tentang latar belakang masalah, permasalahan,
batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II, membahas tentang pengertian biografi mufassir.
9
Bab III, membahas tentang pengertian fitnah.
Bab IV, merupakan bahasan inti, yang akan menjelaskan tentang
bagaimana Quraish Shihab dan Sayyid Qutb memberikan penafsirannya
tentang fitnah dalam kitab tafsirnya serta beberapa mufassir yang mendukung
refleksi pemikirannya.
Bab V, merupakan bab terakhir yang berisikan penutup penelitian.
Bahasan ini tentang kesimpulan akhir penelitian, saran-saran, penulis tentang
hikmah yang terkandung dalam pembahasan tentang fitnah. Serta kata penutup
yang akan mengakhiri penelitian.
10
BAB II
BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIRNYA
A. Biografi Quraish Shihab
1. Biografi Tokoh
Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab. beliau lahir
di Rappang, Kabupaten Sidenreng, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari
1944. Beliau adalah seorang ulama dan cendikiawan muslim Indonesia,
dikenali ahli dalam bidang Tafsir Al-Qur’an. Ayahnya adalah Prof. KH.
Abdurrahman Shihab keluarga keturunan Arab yang terpelajar.
Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam
bidang tafsir dan dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang
memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan. 10
Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina
dua perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim
Indonesia (UMI), sebagai perguruan tinggi swasta terbesar dikawasan
Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Ia juga
tercatat sebagai mantan rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut:
UMI 1959-1965 dan IAIN 1972-1977.11
Sejak kecil, beliau telah menjalani perkumpulan dan kecintaan
terhadap Al-Qur’an. Pada umur sekitar 6 tahun, beliau harus mengikuti
pengajian Al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain disuruh
membaca Al-Qur’an, ayahnya yang mengurai kisah-kisah dalam Al-
Qur’an. Disinilah menurut beliau sendiri, benih-benih kecintaannya
terhadap Al-Qur’an mulai tumbuh.12 Selain mendapat pendidikan dari
orang tuanya, masa kecil M.Quraish Shihab juga tidak terlepas pandang
dari pendidikan formal. Sekolah dasar dengan nama sekolah rakyatlah
10 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998) 11 Muhammad Ilham, “Transplantasi Babi dalam Perspektif Al-Qur’an Studi Analisis Tafsir
Quraish Shihab dan Ibnu Katsir”, (Jambi: Fakultas Ushuluddin, 2014),16 12 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi: Asma al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati,1998)
11
yang menjadi pendidikan formal pertama dalam kehidupan Muhammad
Quraish Shihab.
Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah sekolah dasar di Ujung
Pandang. Setalah itu ia melanjutkan ke sekolah tingkat pertama di kota
Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul Hadis Al-Falaqiyah
di kota yang sama. Untuk mendalami studi keislamannya, Quraish
Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-azhar, Cairo, pada tahun 1958 dan
diterima di kelas dua sanawiyah. Setelahitu, ia melanjutkan studinya ke
Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir dan
Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC (setingkat sarjana S1). Dua
tahun kemudian 1969, Quraish Shihab berhasil meraih gelar M.A. pada
jurusan yang sama dengan tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasyri’i al-Qur’an
al-Karim (kemukjizatan al-Qur’an al-Karim dari segi Hukum)”.
Pada tahun 1973, beliau dipanggil pulang ayahnya bagi mengganti
kedudukan ayahnya yang sudah uzur sebagai wakil rector akademis dan
kemahasiswaan di IAIN Alauddin. Selain itu, dia juga diserahi jabatan-
jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan
Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia bagian Timur), maupun diluar
kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam
bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang ini, dia juga
sempat melakukan berbagai penelitian: antara lain, penelitian dengan
tema “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur”
(1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi Selatan” (1978).13
Pada tahun 1980, demi cita-citanya, beliau menuntut ilmu kembali
ke almameternya dulu di al-Azhar dengan spesialisasi studi tafsir al-
Qur’an. Untuk meraih gelar doctor dalam bidangn ini, beliau menempuh
dalam waktu dua tahun yang berarti selesai pada tahun 1982,
disertasinya yang berjudul “Nazm al-Durar Li al-Biqa’i Tahqiq wa
Dirasah (Suatu Kajian terhadap Kitab Nazm al-Durar karya al-Biqa’i)”
berhasil dipertahankannya dengan predikat summa cum laude dengan
13 Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta:Jembatan Merah, 1988),111
12
penghargaan Mumtaz Ma’a Martabah al-Saraf al-Ula (Sarjana Teladan
dengan prestasi istimewa). Pendidikan Tingginya yang kebanyakan
ditempuh di Timur Tengah, al-Azhar, Kairo sampai mendapatkan gelar
M.A dan Ph.D-nya. Atas prestasinya, ia tercatat sebagai orang yang
pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut.14
Setelah berhasil meraih gelar doctor dalam bidang ilmu-ilmu Al-
Qur’an di Universitas Al-Azhar, Quraish Shihab kembali ketempat tugas
semula, mengajar di IAIN Alauddin Ujung Pandang. Dalam masa
tugasnya pada periode kedua di IAIN Alauddin Ujung Pandang, ia
menulis karya berjudul “Tafsir Al-Manar: Keistimewaan dan
Kelemahannya.” Tidak sampai dua tahun di IAIN Alauddin Ujung
Pandang, pada tahun 1984, ia hijrah ke Jakarta dan ditugaskan pada
Fakultas Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Suasana kehidupan akademis di ibukota tentu saja
menghadirkan banyak tantangan, khususnya bila dibandingkan dengan
suasana akademis di Ujung Pandang. Tetapi juga menawarkan sejumlah
kesempatan bagi dinamika intelektual dan keilmuannya.15
Selain mengajar, beliau juga dipercaya untuk menduduki sejumlah
jabatan, seperti Ketua Majelis Ulama (MUI) Pusat sejak tahun 1984,
Anggota Badan Perimbangan Pendidikan Nasional sejak tahun 1989,
dan Ketua Lembaga Pengembangan Anggota MPR-RI tahun untuk
periode tahun 1982-1987 dan 1987-2002. Dalam organisasi-organisasi
profesi, ia duduk sebagai Ketua Pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu
Syari’ah, Pengurus Konsersium Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, dan ketika Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) berdiri, M.Quraish Shihab dipercayai menduduki
jabatan sebagai asisten ketua umum. Disela-sela kesibukannya sebagai
staf pengajar IAIN Syarif Hidayatullah dan jabatan-jabatan di luar
14 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 2000) 15 Rudi Mustakim, Tafsir Surat Al-Qadr dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”,
Skripsi IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 2012,17
13
kampus itu, beliau juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatan diskusi
dan seminar, baik dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri.16
Secara intelektual, M.Quraish Shihab telah banyak menerbitkan
karya ilmiah yang bermutu dan berkualitas tinggi. Karya M. Quraish
Shihab yang sejak kemunculannya menjadi best seller diantaranya
adalah “Membumikan Al-Qur’an” pada tahun 1992. Buku ini
merupakan kumpulan makalah-makalah dalam rentang waktu antara
tahun 1975 hingga diterbitkan. Kemudian karya brilian dari M. Quraish
Shihab yang sesuai dngan kapasitasnya sebagai seorang mufassir yang
berkaliber, Nampak pada karyanya yang terdiri dari 15 jilid, yakni
“Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an” pada
tahun 2002. Awal penulisan ini berlangsung di Kairo pada tahun 1999.
Selanjutnya kemampuan dan kehebatan M. Quraish Shihab sebagai
ilmuan yang mumpuni terlihat pula pada karya yang berjudul “M.
Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda
Ketahui” pada tahun 1999. Terdapat juga beberapa karya yang lahir dari
alumnis Al-Azhar ini telah dipublikasikan adalah: Tafsir Al-Manar:
Keistimewaan dan Kelemahannya (1998):Menyikapi Tabir Illahi
(1998): Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat (1999):
Pengantin Al-Qur’an (1999): Sahur Bersama Quraish Shihab (1999):
Shalat Bersama Quraish Shihab (1999): Puasa Bersama Quraish
Shihab (1999): Fatwa-Fatwa (1999): Hidangan Illahi (1999):
Perjalanan Menuju Keabadian (2000): Tafsir Al-Mishbah (2002):
Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (2004): Dia Dimana-mana (2004):
Perempuan (2005).17
2. Metode Penafsiran dan Sistematika
Tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shihab ditulis dalam bahasa
Indonesia yang berisi 30 juz ayat-ayat Al-Qur’an yang terbagi menjadi
15 jilid berukuran besar. Pada setiap jilidnya berisi satu, dua atau sampai
16 Ibid, 17 17 Rudi Mustakim, “Tafsir Surah Al-Qadr dalam Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab”,
Skripsi IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 2012,21
14
tiga juz. Kitab ini dicetak pertama kali pada tahun 2001 untuk jilid satu
sampai tiga belas. Sedangkan jilid empat belas sampai lima belas dicetak
pada tahun 2003. Warna keindonesiaan penulis member warna yang
menarik dank has serta sangat relevan untuk memperkaya khasanah
pemahaman dan penghayatan untuk untuk umat islam terhadap rahasia
makna ayat Allah SWT, dalam buku tafsir ini lebih menggunakan
metode tematik atau maudhu’i.
Metode maudhu’i ialah membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai
dengan tema atau judul yang ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan
dihimpun, dalam arti kata lain sama-sama membicarakan satu topic
kemudian dikaji secara mendalam dari berbagai aspek yang terkait
seperti asbab nuzul, kosakata, makna, kaitan ayat yang dikaji dengan
ayat yang lain dan sebagainya. Semuanya dijelaskan secara rinci dan
tuntas serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta yang dapat dikutip
secara ilmiah, baik argument itu berasal dari A-Qur’an dan hadits
maupun pendapat sahabat-sahabat ataupun mufassir lain. Adapun cirri-
ciri Metode Maudhu’i ialah menonjolkan tema, judul atau topic
pembahasan, sehingga tidak salah bila di katakana bahwa metode ini
juga disebut metode “topikal”. Jadi mufassir mencari tema-tema atau
topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari Al-Qur’an
itu sendiri, ataupun dari yang lain. Kemudian tema-tema yang sudah
dipilih itu dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspek,
sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat
Al-Qur’an, agar tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat dari
pemikiran atau terkaan belaka.
Secara konsepnya, metode maudhu’i ada dua macam bentuk, yaitu:
Pertama, bentuk pembahasan mengenai satu surat secara menyeluruh
dan utuh dengan menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan
khusus, menjelaskan korelasi antar berbagai masalah yang dikajinya,
sehingga surat itu tampak dalam bentuknya yang betul-betul utuh dan
cermat. Kedua: menghimpun sejumlah ayat-ayat tersebut disusun
15
sedemikian rupa dan diletakkan dibawah satu tema pembahasan, dan
selanjutnya ditafsirkan secara tematik.18
Disamping itu penulis dalam mengemukakan uraian-uraiannya,
amat memperhatikan arti kosakata atau ungkapan Al-Qur’an dengan
merujuk kepada pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian
memperhatikan bagaimana kosakata atau ungkapan itu digunakan Al-
Qur’an, lalu memahami arti ayat-ayat dasar penggunaan kata tersebut
oleh Al-Qur’an.
3. Pemikiran Muhammad Quraish Shihab
Dalam kaitan dengan proses memahami dan menafsirkan Al-
Qur’an, dalam bentangan sejarah banyak sekali sarjana intelektual
muslim dari era klasik hingga intelektual muslim kontemporer yang
berusaha merumuskan dan membuat metode penafsiran dengan baik,
benar dan tepat. Dari situasi inilah bermunculan berbagai metode,
gagasan, konsep dan disiplin keilmuan yang khususnya penafsiran Al-
Qur’an, satu dari antara adalah Hermeneutika.19
Hermeneutika dalam decade terakhir ini menjadi satu topic yang
unik dan cukup menarik kajian Islamik Studi, tidak kurang karya-karya
dalam studi Al-Qur’an terutama yang menjamur di Indonesia, bernuansa
hermeneutika dan mengusung tema-tema kekinian. Misalnya tema,
kesetraan jender, metode keislaman, poligami, pluralisme, dekorasi,
hukum, ahli kitab, dan sebagainya. Tema-tema seperti diatas mendapat
beberapa kritik dari sekelompok umat islam yang tidak setuju dengan
penggunaan hermeneutika sebagai salah satu alat bantu dalam
metodologi penafsiran teks suci Al-Qur’an.
Salah satu yang menarik dari penafsiran kontemporer adalah tafsir
Al-Mishbah karya M.Quraish Shihab. Beliau melihat bahwa masyarakat
muslim Indonesia sangat mencintai dan mengagumi Al-Qur’an. Hanya
18 Arie Machlina Amri, “Metode Penafsiran Al-Qur’an”, (Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi
Islam, Vol. 2, No. 1, Juni 2014),19 19 Atik Wartini, Corak Penafsiran M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, (Hunafa: Jurnal
Studi Islamika, Vol.11,No.1, Juni 2014),111
16
saja sebagian dari mereka itu hanya kagum pada bacaan dan lantunan
dengan menggunakan suara merdu. Sebenarnya bacaan dan lantunan Al-
Qur’an harus disertai dengan pemahaman dan penghayatan dengan
menggunakan akal dan hati untuk mengungkapkan pesan-pesan dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an juga telah memberikan banyak motivasi agar
manusia merenungi kandungan-kandunganAl-Qur’an melalui dorongan
untuk memberdayakan akal pikiran. Tradisi tilawah, qira’ah dan
tadabbur Al-Qur’an merupakan upaya memahami dan mengamalkan Al-
Qur’an.
Dari awal dilihat bahwa Tafsir Al-Mishbah menggunakan
pendekatan berbagai pengetahuan dalam mengkaji dan menafsirkan Al-
Qur’an. Dengan demikian Muhammad Quraish Shihab dapat disebut
beraliran sujektivis, ini dapat dilihat dari gaya penafsiran yang sering di
perkuat data-data sejarah sebagai pelengkap data penafsiran atau
terkadang dari kitab lain sebagai pembanding dalam memberikan
penguat dalam argument penafsiran terhadap ayat suci Al-Qur’an.20
Beberapa tujuan M.Quraish Shihab menulis Tafsir Al-Mishbah
adalah21: pertama, memberikan langkah yang mudah bagi umat islam
dalam memahami isi dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dengan jalan
menjelaskan secara rinci tentang pesan-pesan yang dibawa oleh Al-
Qur’an, serta menjelaskan tema-tema yang berkaitan dengan
perkembangan kehidupan manusia. Karena menurut Quraish Shihab
walaupun banyak orang berminat memahami pesan-pesan yang terdapat
dalam Al-Qur’an, namun kendala baik dari segi keterbatasan waktu,
keilmuan dan kelangkaan referensi sebagai bahan acuan.22 Kedua, ada
kekeliruan umat islam dalam memaknai fungsi Al-Qur’an. Misalnya
tradisi membaca QS. Yasin berkali-kali, tetapi tidak memahami apa
yang mereka baca berkali-kali tersebut. Indikasi tersebut juga terlihat
20 Atik Wartini, Corak Penafsiran M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, (Hunafa: Jurnal
Studi Islamika, Vol.11, No.1, Juni 2014),109 21 Ibid, 113 22 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Lentera Hati:2002), Vol I, vii
17
dengan banyaknya buku-buku tentang fadhilah-fadhilah surat-surat
dalam Al-Qur’an. Dari kenyataan tersebut perlu untuk memberikan
bacaan baru yang menjelaskan tema-tema atau pesan-pesan Al-Qur’an
pada ayat-ayat yang mereka baca.23
Ketiga, kekeliruan itu tidak hanya merambah pada level
masyarakat awam terhadap ilmu agama tetapi juga pada masyarakat
terpelajar yang berkecimpung dalam dunia studi Al-Qur’an. Apalagi jika
mereka membandingkan dengan karya ilmiah, banyak diantara mereka
yang tidak mengetahui bahwa sistematika penulisan Al-Qur’an
mempunyai aspek pendidikan yang sangat menyentuh. 24 Keempat,
adanya dorongan dari umat islam Indonesia yang menggugah hati dan
membulatkan tekad M.Quraish Shihab untuk menulis karya tafsir. 25
Berbagai permasalahn yang telah saya sebutkan tadi adalah latar
belakang M.Quraish Shihab dalam menulis Tafsir Al-Miahbah dengan
cara menghidangkannya dalam bentuk tema-tema pokok dalam A-
Qur’an dan hal itu menunjukkan betapa serasinya ayat-ayat dan setiap
surat dengan temanya, tentunya hal ini akan sangat membantu dalam
meluruskan pemahaman tentang tema-tema dalam Al-Qur’an.
B. Biografi Sayyid Qutb dan Kitab Tafsir Fii Dzilalil Qur’an
1. Biografi Sayyid Qutb
a. Sejarah hidup Sayyid Qutb
Sayyid Qutb bin Ibrahim, lahir di Musyrah, propinsi Asiyuth, pesisir
Mesir, tanggal 09 oktober 1906.26 Di desa itu ayahnya cukup terkemuka
dan terkenal sebagai anggota aktif partai nasional pimpinan Mustafa
Kamil. Sayyid Qutb yang bersaudara tiga orang: amidah, aminah, dan
23 Ibid, Vol 1,x 24 Ibid, 25 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Lentera Hati: Jakarta), Vol 15, 645. Bahwa M.Quraish
Shihab pernah menerima surat yang tidak dikenal yang menulis “Kami menunggu karya Ilmiah
Pak Quraish yang lebih serius.” 26 Al-Mustasyar Abdullah Al-Agil, mereka yang telah pergi, tokoh-tokoh pembangunan gerakan
islam kontemporer, (Jakarta: Al-Itishom cahaya umat, 2003), cet 1, hal 602.
18
Muhammad, seperti halnya kebanyakan orang-orang mesir yang berasal
dari kawasan mesir selatan, pada masa kecilnya memperoleh pendidikan
agama dari ayahnya dan sekolah dasar di desanya. Ketika masih kecil
itulah, ayahnya telah mengarahkannya menghafal Al-Qur’an. Tak heran
ketika umur 10 tahun, kitab suci out telah dihafal seluruhnya.27 Ia masuk
madrasah ibtidaiyyah di desanya tahun 1912 dan lulus tahun 1918. Lalu ia
berhenti dari sekolah selama dua tahun karena revolusi 1919. Tahun 1920
ia pergi ke kairo untuk belajar. Ia masuk ke Madrasah Mualimin Al-
Awaliyah tahun 1922, kemudian melanjutkan kesekolah persiapan darul
ulum, 1925. Setelah itu, melanjutkan ke Unuversitas Darul Ulum 1929 dan
lulus tahun 1933 dengan gelar Lisance di bidang Sastra.
Ia diangkat sebagai Departemen Pendidikan madrasah Ad-
Dawudiyah, lalu pindah ke madrasah diniyah tahun 1935, halwan tahun
1936, dan tahun 1940 ke Departemen Pendidikan sebagai pengawas
pendidikan dasar. Ia kembali ke Manajemen Umum Pengetahuan di
departemen yang sama pada tahun 1945. Pada tahun itu juga ia menulis
buku Islam oertama yaitu At-Tashawwur Al-Fanni fil Qur’an dan mulai
menjauhkan diri dari sekolahan sastra l-Aqqad.
Tahun 1948, ia diutus departemen pendidikan ke Amerika untuk
mengkaji kurikulum dan system pendidikan Amerika. Ia di Amerika
selama dua tahun, pulang ke Mesir tanggal 20 Agustus 1950, lalu di
angkat sebagai Asisten Riset Kesenian di kantor Menteri Pendidikan.
Tanggal 18 Oktober 1952, ia mengajukan permohonan pengunduran diri.
Sayyid Qutb bekerja di bidang jurnalistik sejak masa muda dan
menulis ratusan makalah di berbagai surat kabar dan majalah Mesir.
Seperti Al-Ahram, Ar-Risalah dan At-Tasaqafah. Ia menerbitkan majalah
Al-Alam Al-Arabi dan Al-Fikrul Jaded, kemudian memimpin surat kabar
pekanan Al-Ikhwanul Muslimin tahun 1953. Tahun itulah ia secara resmi
bergabung dengan ikhwanul muslimin. Sebelumnya ia sudah dekat dengan
27 Saiful Hadi, 125 Ilmuan Muslim Pengukir Sejarah, (Jakarta Timur: Insan Cemerlang dan Pt
Intimedia Ciptanusantara), Hal 451.
19
ikhwan dan saling menjalin kerja sama dengan mereka. Di makalah-
makalahnya, ia memerangi bentuk-bentuk kerusakan dan penyimpanan di
kehidupan sosial politik, dan ekonomi Mesir. Ia serang pihak-pihak yang
bertanggung jawab atas kerusakan ini dan bertanggung jawab atas
kerusakan ini dan menyerukan perbaikan dan berdasarkan prinsip Islam.
Dengan upayanya ini ia menjadi tokoh masyarakat yang selalu hadir di
kehidupan Mesir, baik dalam tatanan budaya, sosial, politik atau
reformasi. Ia tegaskan bahwa inggris, petinggi-petinggi kerajaan, dan
pemerintahan yang menjadi antek-antek penjajah dan melakukan
kolaborasi dengan mereka, tokoh-tokoh partai,feodalisme, dan
konglomerat merupakan biangkeladi keterbelakangan Mesir.28
Ia mencapai puncak karirnya dibidang kritik sastra dan mengenalkan
teori baru dalam kritik sastra yang ia namakan teori deskripsi dan
bayangan. Ia menyerukan system terpadu dalam kritik sastra, yaitu
menggabungkan antara system seni dengan system sejarah bahasa dan
system psikologi.
Tahun 1947, Sayyid Qutb berubah haluan menuju Islam dan menjadi
reformer islam, bahkan tokoh pelopor pemikiran islam kontemporer yang
paling menonjol. Ia menyerukan kebangkitan islam yang bersifat
kepeloporan dan menyerukan dimulai kehidupan berdasarkan islam.
Karena itu, ia menafsirkan Al-Qur’an dengan penafsiran baru karya
monumentalnya, Fii Zilalil Qur’an. Ia pendiri aliran baru dalam
penafsiran, yaitu tafsir araki yang merupakan penggabungan antara manhaj
salaf, ahlusunnah wal jamaah dengan manhaj araki yang bid’ah. Ia
menambahkan makna, pemikiran araki dan tarbiya di tafsirnya.
Ia menyerukan isolasi spiritual yang berkaitan dengan perasaan dan
naluri orang muslim, bukan isolasi material yang berkaitan dengan fisik
dan anggota badan, dalam batas-batas yang di halalkan Allah dan
menjauhi apa yang dilarang-Nya. Ia berpendapat isolasi spiritual muncul
28 Saiful Hadi, 125 Ilmuan Muslim Pengukir Sejarah, 604
20
secara reflek perasaan orang muslim yang berkomitmen terhadap orang-
orang yang tidak komitmen pada perintah-perintah islam.
Aqidah Sayyid Qutb aqidah salafus saleh. Pemikirannya juga
pemikiran salafi (pengkafiran pada muslim lain) yang bersih dari noda.
Pemikirannya terfokus pada tema tauhid yang murni, penjelasan makna
hakiki laa ilaha illallah, penjelasan sifat hakiki iman seperti yang
disebutkan di Al-Qur’an dan Sunnah. Dibukunya ia mengkonsentrasikan
diri pada masalah akimiyah dan loyalitas hendaknya murni hanya untuk
Allah semata.
Ia menghadapi jahiliyyah kontemporer dengan buku-buku yang ia
tulis dan menjelaskan hakikatnya. Ia tegaskan jahiliyyah itu bukan kondisi
individual, namun individunya bergerak sebagai suatu kesatuan, antara
satu bagian dengan bagian yang lain saling member loyalitas. Ia menuntut
masyarakat muslim menghadapi jahiliyyah dengan karakteristik yang
sama, tapi dengan tingkatan yang lebih kuat dan mendalam, agar tidak
terjadi fitnah, yaitu munculnya kerusakan di darat dan di laut.29
b. Konflik dengan tokoh-tokoh revolusi.
Sayyid Qutb berselisih pendapat dengan tokoh-tokoh revolusi Mesir
setelah Abdul Nasir menggulingkan Presiden Muhammad Najib,
menjadikan dirinya penguasa tunggal, menegakkan pemerintahan dictator
bukan pemerintahan demokratis, berbuat zalim kepada pakar hukum dan
perundang-undangan, dai, para pemiir, dan ulama. Sayyid Qutb di tahan
pertama kalinya tahun 1954 dan mendekam di penjara selama dua bulan
bersama para pemimpin Ikhwanul Muslimin. Ia di tahan sekali lagi setelah
“Sandiwara Mansyiah”. Kala itu, Abdul Nasir menuduh ikhwanul
muslimin berusaha membunuhnya tanggal 26 oktober 1954. Pengadilan
yang di ketuai Jama Salim dengan anggota antara lain Anwar Sadat dan
Husain As-Syafi’i melanjutkan hukuman lima belas tahun penjara kepada
Sayyid Qutb. Presiden Irak, Abdul Salim Arif, menjadi mediator
pembebasan Syyid Qutb dan ia dibebaskan karena sakit tahun 1964.
29 Saiful Hadi, 125 Ilmuan Muslim Pengukir Sejarah, 604
21
Tahun 1965, Abdul Nasir dari Moskow mengumumkan ada upaya
pembunuhan terhadap dirinya dan penggulingan pemerintahannya oleh
Ikhwanul Muslimin di bawah pimpinan Sayyid Qutb. Akibat peristiwa
itu, Sayyid Qutb di tahan untuk ketiga kalinya tanggal 09 agustus 1965.
Penyidikan terhadapnya dilakukan di penjara tanggal 19 desember 1965
selama tiga hari. Pengadilan Sayyid Qutb di mulai tanggal 12 April 1966
di ketuai Fuad Ad-Dajwi dan menjatuhkan hukuman mati atas Sayyid
Qutb tanggal 12 agustus 1966. Pelaksanaan hukuman mati terhadap
Sayyid Qutb di lakukan sebelum fajar pada hari senin.30
c. Karya Sayyid Qutb
Gagasan dan ide Sayyid Qutb ia sebarkan dalam beberapa karyanya,
yaitu:
1. Muhimmat Al-Sha’ir fi Al-Hayat wa Al-Jail Al-Hadir (pentingnya
penyair dan syair di masa sekarang), terbit pada tahun 1933.
2. Al-Shati’ Al-Majhul, kumpulan sajak Sayyid Qutb satu-satunya, terbit
Februari 1935.
3. Naqd kitab “Mustaqbal Al-Thaqafat fi Misr” li al-duktur Taha
Husayn, terbit tahun 1939.
4. Al-Taswir Al-Fanni fi Al-Qur’an, buku islam Sayyid Qutb yang
pertama, terbit April 1945.
5. Al-Atyaf Al-Arba’at, ditulis bersama saudara-saudaranya: Aminah,
Muhammad, dan Hamidah, terbit tahun 1945.
6. Al- Tifl min Al-Qaryat, berisi tentang gambaran desanya serta catatan
masa kecilnya di desa, terbit tahun 1946.
7. Al-Madinat Al-Mashurat, sebuah kisah khayalan semisal kisah Seribu
Satu Malam, terbit tahun 1946.
8. Kutub wa Shakhsiyat, sebuah studi Sayyid Qutb terhadap karya-karya
pengarang lain, terbit tahun 1946.
9. Ashwak, terbit tahun 1947.
30 Al-Mukhtasyar Abdullah Al-Agil, Mereka yang telah pergi, tokoh-tokoh pembangunan gerakan
islam kontemporer, (Jakarta: Al-‘Itishom cahaya umat, 2003), cet 1, hal 605
22
10. Mashahid Al-Qiyamat fi Al-Qur’an, bagian kedua dari serial Pustaka
Baru Al-Qur’an, terbit pada bulan April 1947.
11. Raudat Al-Tifl, ditulis bersama Aminah As-Sa’id dan Yusuf Murad,
terbit dua episode.
12. Al-Qasas Al-Dini, ditulis bersama ‘Abd Hamid Jaudat As-Sahhar.
13. Al-Jadid fi Al-Lughat Al-‘Arabiyat, bersama penulis lain.
14. Al-Jadid fi Al-Mahfuzat.
15. Al-‘Ada Lah Al-Ijtima ‘Iyat fi Al-Islam, buku pertama Sayyid Qutb
dalam pemikiran Islam, terbit April 1949.
16. Ma’rakat Al-Islam wa Al-Ra’simaliyat, terbit Februari 1951.
17. As-Salam Al-‘Alamiwa Al-Islam, terbit Oktober 1951.
18. Fizilalil Al-Qur’an, cetakan pertama juz pertama terbit Oktober 1952.
19. Dirasat Islamiyat, kumpulan berbagai macam artikel yang dihimpun
oleh Muhibbudin Al-Khatib, terbit tahun 1953.
20. Al-Mustaqbal li Hadha Al-Din, buku penyempurna dari buku Hadha
Al-Din.
21. Khasais Al-Tasawwur Al-Islami wa Muqawwimatuhu, buku dia yang
mendalam yang dikhususkan untuk membicarakan karakteristik akidah
dan unsure-unsur dasarnya.
22. Al-Islam wa Musykilat Al-Hadarat.
23. Al-Ma’alim fi Al-Tariq.31
2. Tafsir fi Zilalil Qur’an
a. Sejarah Penulisan Tafsir fi Zilalil Qur’an
Pada tahun 1950, Sayyid Qutb memulai penulisan fi Zilalil Qur’an.32
Pada mulanya penulisan tafsir oleh Sayyid Qutb diterbitkan di majalah-
majalah Al-Muslimun edisi ke-3, yang terbit pada Februari 1952. Sayyid
Qutb mulai menulis tafsir secara serial di majalah itu, mulai dari surat Al-
Fatihah dan diteruskan dalam surat Al-Baqarah dalam episode-episode
31 Hidayat, Sayyid Qutb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 2005) 22-
23 32 Muhammad Sayyid Al-Wakil, Kubra Harakat Al-Islamiyah fi Al-Qarn Al-Rabi’ Al-Ashr Al-
Hijr. Diterjemahkan oleh Fachruddin, (Bandung: Asy-Syammil Press dan Grafatika, 2001), 224
23
berikutnya. Setelah tulisannya sampai edisi ke-7, Sayyid Qutb
menyatakan:
Dengan kajian (episode ke-7 ini)maka berakhirlah serial dalam
majalah Al-Muslimun. Sebab Fi Zilalil Qur’an akan dipublikasikan
tersendiri dalam tiga puluh juz bersambung, dan masing-masing
episodenya akan diterbitkan pada awal setiap dua bulan, dimulai
dari bulan September mendatang dengan izin Allah, yang akan
diterbitkan oleh Dar Ihya’ Al-Kutub Al-‘Arabiyah milik Isa
Halabi&Co. Sedangkan majalah Al-Muslimun mengambil tema
lain dengan judul Nahwa Mujtama’ Islami (menuju masyarakat
islami).33
Dalam muqadimah tafsirnya, Sayyid Qutb menjelaskan alas an
menulis kitab tafsir tersebut, Sayyid Qutb merasa bertanggung jawab
untuk mencari solusi terhadap perbagai masalah yang terjadi di
masyarakat berdasarkan Al-Qur’an. Dalam karya tafsirnya, Al-Qur’an
ditafsirkan dengan gaya modern sesuai dengan tuntunan masyarakat.
Dengan pilihan bahasa yang mudah di pahami, walaupun terkadang ada
beberapa bahasa dengan penekanan emosional, hal ini diupayakan untuk
membangkitkan semangat pembaca tafsir Fi Zilalil Qur’an (dibawah
naungan Al-Qur’an). Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah salah
suatu nikmat. Nikmat yang tidak dimengerti, kecuali oleh yang
merasakannya. Nikmat yang mengangkat harkat manusia, menjadikannya
diberkahi, dan menyucikannya.34
Sayyid Qutb menjelaskan, bahwa manusia sekarang sudah masuk
dalam kejahiliyahan, dimana mereka meninggalkan Allah sehingga
timbullah isme-isme di muka bumi yang melakukan segala urusan dengan
serampangan dalam satu generasi, dan melangkahi fitrah yang seimbang
karena mereka tidak sabar terhadap langkah perjalanan yang seimbang.35
Ditengah perjalanan budaya westernisasi yang mengikis moral agama.
33 Hidayat, Sayyid Qutb Biografi, 25-26 34 Sayyid Qutb, Fi Zilalil Al-Qur’an, (Beirut: Dar Al-Shuruq, 1412 H). Vol 1, cet Ke-17, 13 35 Sayyid Qutb. Fi Zilalil Al-Qur’an., 16
24
Maka dari itu, Sayyid Qutb mengajak orang muslim untuk kembali ke
jalan Allah melalui Al-Qur’an.
Maka dengan semangat melakukan pembaharuan islam, Sayyid Qutb
mengajak kembali kepada Al-Qur’an melalui karya tafsirnya.
Juz pertama Fi Zilalil Al-Qur’an terbit Oktober 1952. Sayyid Qutb
memenuhi janjinya kepada pembacanya, sehingga diterbitkan satu juz dari
Fi Zilalil Al-Qur’an setiap dua bulan, bahkan kadang lebih cepat dari
waktu yang ditargetkan. Pada periode antara Oktober 1952 dan Januari
1954, diterbitkan 16 juz dari tafsir tersebut.
Ketika dimasukkan penjara untuk pertama kalinya, Januari hingga
Maret 1954, Sayyid Qutb berhasil menerbitkan dua juz Fi Zilali Al-
Qur’an, juz ke- 17 dan juz ke- 18. Ia kemudian dibebaskan, tapi November
1954 ia bersama jamaah IM ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman 15 tahun
penjara. Pada awalnya, di penjara, Sayyid Qutb tidak bisa melanjutkan
untuk menulis Fi Zilalail Al-Qur’an, karena berbagai siksaan yang
dialaminya. Tapi lambat laun, atas jasa penerbitnya, Sayyid Qutb bisa
melanjutkan tulisannya dan juga merevisi juz-juz tafsir tersebut
sebelumnya.36
Tujuan-tujuan yang dituliskan tafsir Fi Zilalil Al-Qur’an, menurut Al-
Khalidi adalah sebagai berikut: pertama, menghilangkan jurang yang
dalam antara kaum muslimin sekarang ini dengan Al-Qur’an. Sayyid Qutb
menyatakan: sesungguhnya saya serukan kepada para pembaca Zilal,
jangan sampai Zilal ini yang menjadi tujuan mereka. Tetapi hendaklah
membaca zilal agar bisa dekat kepada Al-Qur’an. Selanjutnya agar mereka
mengambil Al-Qur’an secara hakiki dan membuang Zilal ini.
Kedua, mengenalkan kepada kaum muslimin pada fungsi Amaliyat
Harakiyat Al-Qur’an, menjelaskan karakternya yang hidup dan bernuansa
jihad, memperlihatkan kepada mereka mengenai Al-Qur’an dalam
pergerakan dan jihad melawan kejahiliyahan, menggariskan jalan yang
mereka lalui dengan mengikuti petunjuknya, menjelaskan jalan yang lurus
36 Hidayat. Sayyid Qutb Biografi, 26.
25
serta meletakkan tangan mereka diatas kunci yang dapat mereka gunakan
untuk mengeluarkan perbendaharaan-perbendaharaan yang terpendam.
Ketiga, membekali orang muslim serkarang dengan petunjuk
amaliyah tertulis menuju cirri-ciri kepribadian islam yang dituntut, serta
menuju cirri-ciri islami yang Qur’ani. Keempat, mendidik orang muslim
dengan pendidikan Qur’ani yang integral, membangun kepribadian
islam yang efektif, menjelaskan karakteristik dan cirri-cirinya, factor-
faktor pembentukan dan kehidupannya.
Kelima, menjelaskan cirri-ciri masyarakat islami yang dibentuk
oleh Al-Qur’an, mengenalkan asas-asas yang menjadi pijakan
masyarakat islami, menggariskan jalan yang bersifat gerakan dan jihad
untuk membangunnya. Dakwah secara murni utuk menegakkannya,
membangkitkan hasrat para aktivis untuk meraih tujuan ini, menjelaskan
secara terperinci mengenai masyarakat islami pertama yang didirikan
oleh Rasulullah saw, diatas nas-nas Al-Qur’an, arah-arahan dan manhaj-
manhajnya sebagai bentuk nyata yang bisa dijadikan teladan, missal, dan
contoh bagi para aktivis.37
Metode dan Corak Penafsiran
Sebelum penulis menjelaskan metode Sayyid Qutb dalam menulis
tafsirnya tersebut, ada baiknya kita mengetahui apa makna yang tersirat
di balik penamaan tafsir FI Zilalil Qur’an. Al-Khalidi dalam bukunya
mengatakan bahwa penamaan tersebut tidaklah dibuat-buat. Artinya, ia
memiliki makna khusus dalam diri Sayyid Qutb. Hal itu untuk
mencerminkan suatu hakikat yang ia alami selama berada di bawah
naungan al-qur’an. Menurut Al-Khalidi, Sayyid Qutb ingin
menyampaikan bahwa hidup naungan Al-Qur’an memberian banyak
inspirasi, petunjuk dan bimbingan yang jika terus diikuti bisa membawa
kita kepada jalan yang lurus. Dan bimbingan serta petunjuk ini tidak
bisa kita dapati kecuali dengan masuk dan hidup dalam naungannya.
Oleh karena itu, ia berusaha keras untuk mengajak para pembacanya
37 Hidayat. Sayyid Qutb Biografi., 27-29
26
untuk mengimplementasikan ajaran-ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan
sehari-hari.
Adapun metode yang ia pakai adalah metode penalaran dengan
pendekatan tahlily. Sedangkan corak penafsirannya adalah adaby
ijtima’i (corak sastra kebudayaan masyarakat).38 Akan tetapi menurut al-
Khalidi, tafsir ini termasuk dalam kategori tafsir haraki (tafsir yang
cenderung mengajak pembacanya kepada suatu pergerakan).39
d. Sumber Penafsiran
Sumber penafsiran merupakan salah satu hal yang sangat penting
untuk diketahui. Karena dengan hal itu, kita bisa mengetahui watak dan
metode seorang mufassir. Begitu juga dengan Sayyid Qutb, sumber
penafsiran yang dipakai olehnya bisa kita bagi menjadi dua: primer dan
sekunder. Adapun sumber primer yang ia pakai adalah ayat Al-Qur’an dan
hadits nabi. Sedangkan untuk sumber sekunder, ia mengambilnya dari
kitab-kitab lain, baik kitab tersebut mengenai tafsir, sejarah, atau yang
lainnya.
Sayyid Qutb memiliki cara unik dalam menggunakan kedua sumber
tersebut. Dalam sumber primer misalnya, ia membaca ayat yang ia
tafsirkan beberapa kali sampai mendapat pemahaman serta pencerahan
dari apa yang ia baca tersebut. Hal itu ia lakukan, sebelum merujuk kepada
kitab literatur sekunder, terutama kitab tafsir. Tatkala ia merujuk kepada
tafsir tersebut, ia tidak mengutipnya kecuali hanya untuk mendukung
penafsirannya dari sumber primer. Dengan kata lain, ia tidak seperti
mufassir modern pada umumnya yang mengambil penafsiran para
mufassir klasik yang dikira cocok untuk menafsirkan ayat tersebut. Karena
Sayyid Qutb melihat kepada Al-Qur’an terlebih dahulu sambil
memahaminya dengan Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman. Setelah itu
baru kemudian ia melihat kepada tafsir-tafsir klasik untuk dijadikan
pelengkap yang membuktikan penafsirannya. Kata lain, ia mendahulukan
38Dr. Muhammad Ibrahim Syarif, Ittijah al-Tajdid fi Tafsir al-Qur’an al-Azim, (Kairo: Dar al-
Salam, 2008), 351 39 Salah Abdul Fatah al-Khalidi, Fi Zilalil Qu’an fi al-Mizan, (‘Amman: Dar ‘Ammar, 2000), 186
27
penafsiran dengan Al-Qu’an dan hadits dan menjadikan karya para
mufassir lainnya sebagai pendukung.
Selain itu, terdapat pula keunikan yang lainnya, yaitu kebiasaannya
dalam mengambil literature-literatur untuk dijadikan sumber sekunder.
Pasalnya, ia terbiasa untuk mengambil suatu buku sesuai dengan bidang
yang digeluti oleh penulisnya. Contohnya, jika ia ingin mengetahui lebih
lanjut perihal sejarah umat dahulu, ia akan merujuk kepada leteratur yang
khusus menjelaskan hal itu. Di samping itu, ia juga tidak mudah menerima
perkataan ulama-ulama sebelumnya, oleh karenanya ia bersifat kritis
dalam mengutip. Maka dari itu, tidak jarang ia mengkritisi suatu pendapat
yang dianggapnya tidak valid. Dan jika ia menerimanya, tidak jarang pula
ia menyebutkan alasan menerima itu. Dalam kata lain, ia melakukan
pengkategorian sumber sekundert yang ia kutip. Dan hal inilah yang
membuat literature yang ia gunakan menjadi banyak. Diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Dalam bidang riwayat al-ma’thur
Sayyid Qutb menggunakan tafsir ibnu Katsir (700-774 H), yaitu Tafsir
Al-Qur’an Azim sebagai sumber utama. Selain itu ia juga
menggunakan tafsir lainnya, yaitu tafsir karya Ibnu Jarir al-Tabari
(224-310 H), jami al-Bayan fi Takwil Al-Qur’an, dan lain sebagainya.
2) Dalam Bidang Fiqh
Untuk pembahasan fiqh, Sayyid Qutb menggunakan tafsir ahkam Al-
Qur’an karya Al-Jassas, ahkam al-qur’an karya Ibnu ‘Arabi, al-Jami’
Li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi, dll. Perlu diingat disini, bahwa
Sayyid Qutb tidak fanatic kepada suatu mazhab. Oleh karena itu, ia
mengunggulkan pendapat yang memiliki bukti yang kuat dan otentik,
apapun mazhabnya.
3) Dalam Bidang Sirah Nabawiyyah
Pada saat ia menjelaskan ayat-ayat yang menyangkut dengan sejarah
nabi, ia mengutipnya dari kitab-kitab yang khusus menjelaskan hal
tersebut. Misalnya, al-Sirah al-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam, Imta’
28
al-Asma karya al-Maqrani, Zad al-Ma’ad karya Ibnu al-Qoyyim al-
Jawziyyah.
4) Dalam Bidang Hadits
Adapun kitab-kitab hadits yang secara langsung ia kutip misalnya,
shahih al-Bukhari,sunan abu dawud, al-Muwatta’, dan al-musnad.
Biasanya, sewaktu ia mengutip hadits,ia akan mengutip perawinya
sekaligus nama kitab yang dijadikan rujukan.
5) Dalam Bidang Sejarah
Kategori ini, alangkah baiknya jika kita membaginya ke dalam dua
kategori. Pertama, sejarah umat-umat sebelum islam dan kedua sejarah
umat islam. Adapun dalam menjelaskan sejarah umat-umat
sebelumnya, ia bertumpu pada kitab-kitab yang khusus menjelaskan
hal tersebut. Misalnya, kitab al-Athar al-Baqiyah ‘an al-Qurun al-
Khaliyah. Karya Abi Rayhan al-Biruni, dan tatkala ia menjelaskan hal-
hal yang berhubungan dengan kaum Nasrani, ia langsung merujuk
pada kitab suci mereka, al-Ahdu al-Qadim. Adapun dalam
menjelaskan sejarah umat Islam, ia menggunakan referensi-referensi
seperti Tarikh al-Umam wa al-Muluk, karya al-Tabari, al-Bidayah wa
al-Nihayah, karya Ibnu Katsir.40
Dengan ini, cukup kiranya untuk membuktikan ketidakbenaran
tuduhan yang dilontarkan oleh sebagian intelektual Barat seperti
Jansen, yang mana mereka menyatakan bahwa tafsir ini hanya sekedar
kumpulan khutbah. Atau yang seperti dituduhkan oleh
Tripp,bahwasanya tafsir ini hanya bersumber dari pemikiran Sayyid
Qutb semata, dan tidak didukung oleh literature lainnya.41
40 Lihat Salah ‘Abdul Fattah, Madkhal ila Zilalil al-Qur’an, (‘Ammar: Dar ‘Ammar, 2000), 135-
183 41 Abdul Bari, Jahuliyyah dalam al-Qur’an. Tesis Fakultas Uashuluddin, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2005,51
29
BAB III
GAMBARAN TENTANG FITNAH
A. Pengertian Fitnah Secara Umum
Dalam percakapan sehari-hari istilah fitnah digunakan dalam pengertian
tuduhan yang dilontarkan kepada seseorang dengan maksud menjelekkan atau
merusak nama baik orang tersebut, padahal dia tidak pernah melakukan
perbuatan buruk sebagaimana yang dituduhkan itu. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia pun kata “fitnah” diartikan sama, yaitu perkataan bohong
atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud
menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan
orang).42
Memfitnah dalam pengertian di atas jelas termasuk perbuatan buruk,
bahkan keji. Fitnah seperti itu dapat berakibat fatal, baik bagi korban fitnah
secara pribadi, maupun bagi keluarga, bahkan masyarakat sekalipun. Oleh
sebab itu, untuk menunjukan bahwa fitnah itu sangat keji, masyarakat
menyatakan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Ungkapan ini
sebenarnya terjemahan dari sepotong ayat dalam Surah Al-Baqarah ayat 191:
نة ا ول شد من القتل واق ت لوهم حيث ثقفتموهم واخرجوهم من حيث اخرجوكم والفت تلوكم فيه المسجدالرام ت قاتلوهم عند ت لوكم فاق ت لوهم حت ي ق فرين فان ق لك جزاء الك كذ
“dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi
mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat
itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka.
Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah:191).43
Memang benar dalam ayat di atas disebutkan bahwa fitnah itu lebih
besar bahayanya dari pembunuhan, tetapi apakah fitnah yang dimaksud dalam
42 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
pustaka, 2005), 318. 43 Ibid
30
ayat tersebut sama artinya dengan fitnah yang kita gunakan sehari-hari? Mari
kita lihat dalam konteks apa ayat ini diturunkan.
Sewaktu berada di Makkah, kaum Muslimin sama sekali tidak
mendapatkan kebebasan untuk menjalankan ajaran agama yang mereka yakini.
Bahkan mereka mendapatkan hinaan, cacian, tekanan, sampai kepada teror
fisik dari orang-orang kafir Quraisy. Akhirnya mereka terpaksa hijrah ke
Yatsrib yang kemudian popular dengan sebutan Madinatun Nabi atau Al-
Madinah Al-Munawwarah. Setelah di Madinah inilah baru kaum Muslimin
diizinkan untuk berperang melawan orang-orang kafir Makkah. Pada ayat
sebelumnya (2: 190), Allah Swt memerintahkan kepada kaum Muslimin
memerangi pada jalan Allah orang-orang yang dulu dan sampai sekarang terus
memerangi mereka. Tetapi perang itu harus ada batasnya, tidak boleh
berlebihan. Perang dilancarkan bukanlah atas harta, tanah air, kedudukan,
kekuasaan dan semacamnya, apalagi untuk melampiaskan dendam, tetapi
haruslah atas nama Allah, pada jalan Allah, untuk menjamin kebebasan
menjalankan agama Allah atau untuk meninggikan kalimat Allah di atas
permukaan bumi ini.44
Pada ayat di atas, Allah Swt memerintahkan kaum Muslimin memerangi
orang-orang kafir secara total dan mengusir mereka sebagaimana mereka
mengusir kaum Muslimin dari Makkah sebelumnya. Pada saat itu kaum
Muslimin diizinkan memerangi orang-orang kafir Makkah dimana saja di
jumpai kecuali di Masjidil Haram. Yang diperangi hanyalah orang-orang kafir
yang mengangkat senjata dan juga memernagi kaum Muslimin, tidak boleh
meluas dengan juga memerangi siapa saja orang-orang kafir yang ditemui.
Orang-orang kafir yang tidak melawan, yang mau berdamai, tidak
membahayakan bagi dakwah islam seperti kaum perempuan, anak-anak, orang
tua, para ahli ibadah yang kerjanya hanya semata-mata beribadah, tidak boleh
diperangi.45
44 Yunahar Ilyas, Tafsir Tematik Cakrawala Al-Qur’an (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003)
cet, 1 , 234. 45 Ibid., 234
31
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “fitnah” diartikan sebagai
“perkataan yang bermaksud menjelekkan orang”. Kata fitnah dalam Al-Qur’an
mempunyai makna yang berbeda.46 Sesuai dengan konteks ayatnya. Bukan hal
yang mudah untuk menarik kesimpulan makna dari sekian banyak
pengulangan dalam aneka ragam konteks penyebutan.
Kata fitnah kadang-kadang juga digunakan berdasar pemakaian asal kata
di atas, dengan arti “menguji”, baik ujian itu berupa kenikmatan maupun
kesulitan. Di dalam Al-Qur’an, kata fitnah terulang tidak kurang dari 30 kali,
dan tidak satu pun yang mengandung makna seperti dikemukakan oleh Kamus
Besar Bahasa Indonesia di atas.47
Secara umum kata fitnah dalam Al-Qur’an mengandung beberapa arti,
antara lain:48
a. Fitnah berarti kezaliman/ penganiayaan: hal ini diantaranya disebutkan
dalam surah Al-Baqarah/2:191 dan Al-Anfal/8:39.
b. Fitnah berarti membakar secara mutlak, yaitu berupa azab neraka, ini
dijelaskan dalam Surah Az-Zariyat/51:13.
c. Fitnah itu adalah setan karena dia adalah sebagai cobaan bagi manusia, ini
disebut dalam Surah Al-A’raf/7:27.
d. Fitnah berarti “siksaan” atau hukuman, dapat juga berarti malapetaka, hal
ini disebut dalam Surah Al-Anfal/8:25.
e. Fitnah berarti cobaan atau ujian dan inilah mayoritad arti kata yang
digunakan oleh Al-Qur’an. Secara lebih rinci bentuk-bentuk fitnah atau
cobaan bagi manusia antara lain:
1. Harta dan anak, ini diisyaratkan dalam dua ayat: Surah Al-
Anfal/8:28 dan At-Taghabun/64:15.
2. Ujian (keburukan dan kebaikan): ini disebutkan dalam Surah Al-
Anbiya’/21:35 dan An-Nahl/16:110.
3. Sihir adalah fitnah:Surah Al-Baqarah/2:102.
46 Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan
(Yogyakarta:TERAS,2008), cet.1, 176
47 Ibid 48 Perpustakaan Nasional RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir Al-Qur’an Tematik), 334-335.
32
4. Kenikmatan hidup adalah fitnah: Surah Az-Zumar/39:49.
5. Godaan dan pengaruh luar yang dapat dijadikan seseorang
melanggar perintah Allah adalah fitnah: Surah Al-Maidah/5:48-49.
6. Kekacauan dan kerancuan berfikir, Surah Ali ‘Imran/3:7.
Didalam bacaab tahiyyat akhir dalam shalat ada do’a minta
perlindungan kepada Allah dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Fitnah
kehidupan adalah azab dunia dan fitnah akhirat adalah azab kubur atau azab
neraka.
Oleh karena itu fitnah memiliki banyak arti, untuk memahami dan
menerapkan dalam kalimat harus diperintahkan konteks pemakaiannya. Pada
suatu ketika Umar Ibnu al-Khattab (w. 644 H) mendengar seorang sahabat
berdo’a “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala fitnah. “ umar
menegurnya, “apakah kamu minta kepada Allah untuk tidak diberi rizki?
Tidakkah kau baca di dalam Al-Qur’an innama amwalakum wa auladukum
fitnah? “sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah).
Sesungguhnya yang dimaksud fitnah oleh sahabat tadi adalah sesuatu yang
negatif.49
B. Sebab dan Akibat Fitnah
Fitnah adalah hal-hal dan kesulitan-kesulitan yang Alah timpakan
kepada hamba-hamba-Nya sebagai ujian dan cobaan yang mengandung
hikmah. Pada akhirnya berkat karunia Allah, fitnah kelak akan diangkat
sehingga meninggalkan dampak positif bagi orang-orang beriman dan berbuat
baik (sesuai syariat), dan sebaliknya, meninggalkan dampak yang buruk bagi
yang berbuat jahat dan tidak beriman.
Fitnah ada yang bersifat khusus (individual) juga bersifat umum
(global). Fitnah yang khusus menyerang individu terbagi menjadi beragam
macam: 1. Fitnah berupa musibah, 2. Fitnah berupa kenikmatan, 3. Fitnah
hawa nafsu, 4. Fitnah syubhat. Adapun fitnah yang bersifat umum, dengannya
kaum muslimin berada dalam cobaan besar, sehingga menjadi lemah,
49 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, “fitnah”, Ensiklopedi, jil, 1 A-H,301.
33
penganutnya tampak begitu hina, dan umat-umat kafir mengerumuninya
layaknya orang-orang lapar mengerumuni hidangan mereka.
Sebab terjadinya fitnah terbagi menjadi dua:
1. Sebab Kauniyah (Sunnatullah)
Yaitu Allah ingin menunjukkan hikmah dan keadilan—Nya menguji antar
sesame manusia, wafatnya Nabi Muhammad saw, dan meninggalnya para
sahabat.
2. Sebab Khusus (Manusiawi)
Yaitu kaum muslimin menyepelekan perintah untuk mengikuti Al-Qur’an
dan As-Sunnah, terutama ketika terjadi fitnah dan perselisihan.
Keselamatan umat ini sangat bergantung pada sejauh mana mereka
berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah pada setiap urusan agama,
terutama ketika terjadi fitnah, perselisihan dan kekacauan. Ibnu Katsir
ketika menafsirkan An-Nuur ayat 63, beliau menekankan tentang jalan,
manhaj (cara beragama), sunnah dan syari’at Rasulullah.
Muncullah firqah atau aliran yang mempunyai seorang pemimpin yang
mengajak, membela, dan berperang demi kelompoknya, sehingga umat
mengalami kehancuran. Bencana yang ditimbulkan oleh rifadhah,
khawarij, bathiniyyah, dan firqah meyimpang lainnya bisa menjadi bukti.
Semua ini disebabkan mereka jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Memberontak dan merebut kekuasaan dari tangan para pemimpin kaum
Muslimin dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar. Ditekankan oleh Syaikh
Muhammad bahwa “ketika terjadi fitnah kami berlindung kepada Allah
darinya, setiap orang akan kembali kepada sesuatu yang menjadi pedoman
bagi dirinya, guna mencari jalan keluar dari fitnah tersebut. Dan yang
menjadi pedoman bagi umat islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta
komitmen kepada jamaah dan pemimpin kaum muslimin.
Namun, sebagian orang yang telah terkena fitnah tidak merasa tertarik
kepada pedoman-pedoman tersebut. Mereka juga tidak suka merujuk
kepada Ahlul Hall wal Aqd, karena merasa bukan termasuk dari
golongannya. Oleh karena itulah, mereka mencari tempat lain yang dapat
34
menjadi pelindung ketika terjadi fitnah, karena mereka merasa benar-benar
mengetahui realita, maka mereka pun mengadopsi solusi dari luar islma,
dengan anggapan bahwa dengan solusi tersebut akan member jalan keluar
dari fitnah yang terjadi pada umat ini.
Ketika orang-orang terkena fitnah itu merasa pendapatnya yang bathil
tidak didengar oleh ahlul hall wal aqd di negar-negara kaum muslimin,
maka mereka pun merangkul orang-orang awam. Mereka memprovokasi
orang-orang awam itu untuk menentang ulama dengan memanfaatkan
kecintaan orang-orang awam tersebut kepada islam, antusiasme mereka
dalam membela islam, dan gairah mereka dalam melakukan jihad.”50
C. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Fitnah
1. QS.Al-Baqarah ayat 191
نة اشد من القتل ول واق ت لوهم حيث ثقفتموهم واخرجوهم من حيث اخرجوكم والفت تلوكم فيه المسجدالرام ت قاتلوهم عند ت لوكم فاق ت لوهم حت ي ق لك جزاء فان ق كذ
فرين الك
“dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi
mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat
itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka.
Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah:191).51
50 https://www.nahimunkar.com oleh Hasan Al-Jaizy Al-Jaizy 51 Ibid
35
2. QS. Al-Baqarah Ayat 193
نة ويكون ين لل ه وقتلوهم حت ل تكون فت فان ان ت هوا فلا عدوان ال على الظ لمي الد
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya
bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan,
kecuali terhadap orang-orang zalim. (Q.S. Al Baqarah : 193)52
3. QS. Al-Baqarah Ayat 217
لونك عن الشهر الرام قتال فيه ر يس به وصد عن سبيل الل ه وكفر قل قتال فيه كبي نة اكب ر من القتل منه اكب ر عند الل ه والمسجد الرام واخراج اهله ي زالون ول والفت
ف يمت وهو ومن ي رتدد منكم عن دينه ي قاتلونكم حت ي ردوكم عن دينكم ان استطاعوا ن يا والخرة ك حبطت اعمالم ف الد ب النار كافر فاولى ك اصح لدون واولى هم في ها خ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan
haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi
orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam
daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai
kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah : 217)53
Adapun asbabul Nuzul ayat tentang fitnah ini: “Ibnu Abi Hatim
menceritakan, dari Jundub bin Abdullah bahwasanya Rasulullah SAW. Pernah
mengutus sebuah delegasi, dan menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai
pemimpin. Ketika Abu Ubaidah berangkat, ia pun menangis, karena berat
meninggalkan Rasulullah SAW. Maka beliau pun menahan kepergian Abu
Ubaidah. selajutnya beliau mengutus Abdullah bin Jahsy untuk menggantikan
posisi Abu Ubaidah. Rasulullah SAW. Menitipkan sepucuk surat kepadanya
dan memerintahkan agar tidak membacanya hingga ia sampai di suatu tempat
52 Ibid 53 Ibid
36
ini dan itu, seraya berpesan, “janganlah engkau memaksa seseorang dari para
sahabatmu untuk pergi bersamamu.” Setelah membaca isi surat itu, ia pun
berucap: “innaa lillahi wa inna ilaihi raji’uun” dan berkata, “aku patuh dan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya.” Selanjutnya ia menyampaikan berita itu dan
membacakan surat itu kepada mereka, lalu ada dua orang yang pulang kembali
(Dalam sirah diceritakan, tidak ada seorang pun dari mereka yang kembali
pulang. Tetapi Sa’ad bin Abi Waqqash dan Atabah bin Ghazwan tertinggal di
belakang, karena kehilangan unta. Mereka berdua terlambat karena mencari
unta tersebut dan kembali pulang ke Madinah setelah delegasi itu berangkat)
(diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabari di dalam Kitab
Al-Kabir, Al-Baihaqi di dalam sunannya, yang bersumber dari Jundub bin
Abdillah) mereka yang tersisa terus berjalan hingga bertemu dengan Ibnu Al-
Hadhrami, maka mereka membunuhnya, sedang mereka tidak mengetahui
bahwa hari itu termasuk bulan Rajab atau Jumadil Tsaniyah. Lalu orang-orang
musyrik mengatakan kepada kaum Muslimin: “kalian telah berperang pada
bulan Haram.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini bahwasanya tidak
boleh berperang pada bulan haram itu, namun apa yang kalian kerjakan, hai
orang-orang musyrik lebih besar dosanya daripada pembunuhan pada bulan
haram ini, yaitu kalian kufur kepada Allah Ta’ala, kalian halangi Rasulullah
SAW. Dan para sahabatnya dari Masjidil Haram dan kalian mengusir
penduduk yang tinggal di sekitar Masjidil Haram yaitu ketika mereka
mengusir Rasulullah SAW. Dan para sahabatnya. Disisi Allah, hal itu jelas
lebih besar dosanya daripada pembunuhan.
Mengenai firman Allah Ta’ala ini, Al-Aufi mengemukakan, dari Ibnu
Abbas, yaitu bahwa orang-orang musyrik menghalangi dan melarang
Rasulullah SAW. Masuk Masjidil Haram pada bulan Haram. Kemudian Allah
Ta’ala membukakan jalan bagi Nabi-Nya pada bulan Haram tahun berikutnya.
Karena itulah, orang-orang musyrik menuduh Rasulullah SAW. Berperang
pada bulan Haram.
Allah berfirman lebih besar dosanya daripada pembunuhan pada bulan
Haram, tetapi mereka telah menghalangi kalian dari jalan Allah Ta’ala dan
37
Masjidil Haram, kafir kepada-Nya, dan mengusir kalian darinya, padahal
kalian adalah penduduk asli di sana, maka hal itu lebih besar dosanya di sisi
Allah Ta’ala daripada pembunuhan yang kalian lakukan terhadap salah sorang
dari mereka.
Allah berfirman: mereka sebelumnya telah menekan orang muslim
dalam urusan agamanya sehingga mereka berhasil mengembalikannya kepada
kekufuran setelah keimanannya. Maka perbuatan seperti itu lebih besar
dosanya di sisi Allah daripada pembunuhan. Kemudian mereka akan terus
melakukan perbuatan yang lebih keji tanpa ada keinginan untuk bertaubat dan
menghentikan diri.
Menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan perdamaian di
Hudaibiyyah, yaitu ketika Raulullah SAW.kabilah Rasulullah dicegat oleh
kaum Quraish untuk pergi kebaitullah melaksanakan umrah pada tahun
berikutnya. Padahal pada tahun sebelumnya perjanjian ini diperbolehkan
memasuki baitullah. Para sahabat khawatir kalau-kalau orang quraish tidak
menepati janjinya, padahal kaum muslimin enggan berperang pada bulan
haram.54
Jika melihat konteks diatas, maka kita bisa tahu bahwa ayat ini turun
berdasarkan keadaan lingkungan atau disebut asbabun nuzul makro yang
berbicara konteks histori pada ranah lingkungan, artinya suuatu kejadian pada
zaman itu mengangkut kehidupan sosial masyarakat pada masa itu yang
memungkinkan ayat ini turun.55
54 K.H.Q.Shaleh, H. A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya al-Qur’an,
hal. 194 55 Sahiron Syamsudin, sababun Nuzul dari Makro hingga mikro, Pengantar Buku.
38
BAB IV
KOMPARASI QURAISH SHIHAB DAN SAYYID QUTB TERHADAP
FITNAH DALAM SURAH AL-BAQARAH AYAT 191,193 DAN 217
A. Pandangan kedua Mufassir tentang Fitnah
a. Penafsiran Quraish Shihab
1. QS Al-Baqarah ayat 191
نة اشد من القتل ول واق ت لوهم حيث ثقفتموهم واخرجوهم من حيث اخرجوكم والفت تلوكم فيه المسجدالرام ت قاتلوهم عند ت لوكم حت ي ق لك جزاء فاق ت لوهم فان ق كذ
فرين الك
“dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi
mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat
itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka.
Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah:191).56
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menafsirkan ayat ini,
menjelaskan bahwa apabila telah terjadi peperangan antara kamu dan mereka
(kafir), maka bunuhlah mereka di mana saja kamu bertemu. Jangan karena
kamu berada di daerah haram, kamu tidak membunuhnya. Usirlah orang-
orang kafir musyrikin dari Mekkah. Para musyrikin sebelumnya telah
mengusir Nabi dan para sahabatnya dari Mekkah dengan aneka jalan
gangguan terhadap penyebaran agama, sehingga Nabi dan sahabat berhijrah ke
Madinah. Setelah bermukim di Madinah, Nabi dan sahabatnya tak bisa
beribadat di Mekkah karena orang kafir menghalang-halanginya. Nabi dan
pengikutnya terpaksa kembali ke Madinah, setelah gagal masuk Mekkah,
dengan janji baru tahun berikutnya boleh memasuki Mekkah untuk
menunaikan haji dan tinggal di Mekkah selama tiga hari. Namun setelah
sampai waktunya, janji itu pun mereka khianati. Dengan keutamaan Allah dan
56 Ibid
39
rahmatNya, orang-orang mukmin akhirnya memperoleh kekuatan dan Allah
pun mengizinkan mereka untuk kembali ke tanah kelahirannya (Mekkah)
dengan aman dan damai, sebagaimana Allah membenarkan mereka melawan
kaum musyrikin yang telah mengkhianati (mengingkari) perjanjian
(hudaibiyah) dengan tetap menghalangi Nabi dan sahabatnya mengunjungi
Baitullah.mereka memfitnah kaum muslimin dari agamanya dengan cara
menyakitinya, menyiksa dan mengusirnya dari negeri yang dicintainya, serta
menyita harta-hartanya. Hal seperti itu sesungguhnya lebih buruk dari pada
membunuh di bulan haram. Barangsiapa diantara mereka yang masuk kedalam
Masjid Haram, maka amanlah dia, kecuali jika dia memulai peperangan di
dalam Masjid Haram dan merusak kehormatannya. Ketika itu tidak aman
baginya. Jika mereka membunuh umat Islam di dalam Masjid Haram, maka
lawanlah atau membela diri sendiri. Karena yang berdosa adalah mereka yang
memulainya, sedangkan orang yang membunuh karena membela diri sendiri
tidak berdosa.
Telah menjadi sunnah Allah. Orang-orang kafir akan memperoleh
balasan dan azab karena perbuatannya yang melampaui batas, sebagaimana
yang telah diisyaratkannya oleh Allah. Mereka sesungguhnya yang
menganiayai dirinya, karena mereka yang memulai membuat permusuhan.57
Muhammad Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kalau ayat yang lalu
melarang melampai batas, karena Allah tidak suka siapa pun yang melampaui
batas, tetapi bila mereka melampaui batas, maka bunuhlah mereka dan
siapapun yang memerangi dan bermaksud membunuh kamu jika tidak ada
jalan lain yang dapat ditempuh untuk mencegah agresi mereka. Lakukan hal
itu dimanapun kamu menemukan mereka dan bila mereka tidak bermaksud
membunuh, dan hanya mengusir kamu, maka usirlah mereka dari tempat
mereka telah mengusir kamu yakni Mekkah.
Kaum musyrikin Mekkah telah menganiaya kaum muslimin, menyiksa
dengan aneka siksaan jasmani, perampasan harta dan memisahkan sanak
57 Teungku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy, Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur, cet I, jil 1
(Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), 201-202.
40
keluarga, teror serta pengusiran dari tanah tumpah darah, bahkan menyangkut
agama dan keyakinan mereka, sehingga pembunuhan dan pengusiran yang
diizinkan Allah itu, adalah sesuatu yang wajar. Dan hendaknya semua
mengetahui bahwa fitnah yakni penganiayaan seperti disebut diatas, atau
kemusyrikan yakni penolakan mereka atas Keesaan Allah lebih keras yakni
besar bahayanya atau dosanya dari pada pembunuhan yang diizinkan dan
diperintahkan. Namun demikian, wahai kaum muslimin, peliharalah kesucian
dan kehormatan Masjid Al-Haram sepanjang kemampuan kamu, karena itu
janganlah kamu memerangi apabila membunuh mereka di Masjid Al-Haram,
kecuali jika mereka memerangi kamu ditempat itu. Jika mereka memerangi
kamu ditempat itu, maka bukan hanya diizinkan memerangi tetapi kalau perlu
bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir (baik mereka
yang ketika itu berada di Mekkah, maupun selain mereka kapan dan dari mana
pun datangnya).58
Quraish shihab dalam tafsirnya menjelaskan fitnah terhadap kaum
muslimin yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang beliau maksud fitnah
disini adalah penganiayaan seperti penyiksaan jasmani, perampasan harta dan
pemisahan sanak keluarga, terror, serta pengusiran dari tanah tumpah darah
dan pengusiran. Hal ini wajar jika dibalas oleh kaum muslimin sebagai bentuk
pembelaan mempertahankan haknya, dan hal ini diizinkan Allah. Itu adalah
hal yang wajar. Dibandingkan dari pada bentuk penolakan mereka terhadap
keesaan Allah. 59
Berdasarkan tafsir yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI ayat ini
merupakan ayat madaniyah yang termasuk ayat-ayat pertama yang
memerintahkan kaum muslim untuk memerangi orang-orang musyrik, apabila
kaum muslimin mendapat serangan yang mendadak, meskipun pada bulan-
bulan haram seperti rajab, muharram, zulkaidah. 60 Karena dalam tradisi
bangsa arab tidak diperbolehkan berperang ketika bulan-bulan haram, akan
58 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan,Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Cet
IX, vol 1 (Jakarta:Lentera Hati, 2002) 420-421. 59 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal 508 60 Departemen Agama RI, hal. 287
41
tetapi Allah mengizinkan membalas serangan kaum kafir ketika orang
mukmin diserang.61
Kesimpulan dari QS. Al-Baqarah ayat 191 ini adalah menjelaskan
bahwa orang mukmin diperintahkan memerangi orang musyrik yang
memerangi mereka dimana saja, baik di tanah halal maupun di tanah haram
(Mekkah dan sekitarnya). Dijelaskan pula peranan pembelaan terhadap hak-
hak kaum muslim terhadap apa yang dilakukan kaum musyrik seperti mukmin
diperintahkan pula mengusir musyrik dari sana, karena keberadaan kaum
musyrik membahayakan muslim disana. Maksudnya adalah kaum musyrik
melakukan penganiayaan terhadap kaum muslimin dengan pengusiran,
penyiksaan, perampasan harta, serta merintangi pelaksanaan ibadah, dan lain
sebagainya. Jika demikian maka orang mukmin diperintahkan untuk
membalas hal yang setimpal dengannya atau dengan peperangan juga.
Demikian balasan yang harus diberikan orang mukmin kepada orang musyrik.
Namun, jika orang musyrik menghentikan serangan terhadap orang mukmin,
maka mereka tidak boleh diganggu, dan dihormati haknya juga.
Fitnah (menimbulkan kekacauan), seperti mengusir sahabat dari
kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau
mengganggu kebebasan mereka beragama.
1. QS. Al-Baqarah ayat 193
ين لل ه نة ويكون الد عدوان ال على الظ لمي فان ان ت هوا فلا وقتلوهم حت ل تكون فت
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama
hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi)
permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim. (Q.S. Al Baqarah :
193)62
Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan dalam ayat sebelumya
sudah dijelaskan kapan peperangan dimulai, maka ayat ini menjelaskan kapan
61 Ibid. 62 Ibid
42
peperangan itu harus dihentikan. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak
ada lagi fitnah yakni syirik dan penganiayaan. Jika yang dimaksud dengan
kata mereka adalah kaum musyrikin Mekkah pada masa Nabi. Karena
memang, telah digariskan Allah bahwa kota Mekkah harus bersih dari segala
bentuk syirik serta menjadi kota damai lahir dan batin bagi siapa pun yang
mengunjunginya. Karena itu, kaum musyrikin yang melakukan penganiayaan
baik terhadap dirinya melalui keengganan mengesakan Allah, apalagi yang
menganiaya orang lain, tidak dibenarkan berada di Mekkah. Yang enggan
meninggalkannya harus dipaksa keluar, bahkan kalau perlu dibunuh sehingga
dengan demikian ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.63
Setiap Negara mempunyai wewenang yang dibenarkan hukum
internasional untuk menetapkan siapa yang berhak masuk diwilayahnya. Ada
syarat-syarat yang ditetapkan oleh masing-masing, longgar atau ketat untuk
maksud kunjungan atau menetap disuatu wilayah. Dari sini, setiap Negara
menetapkan perlunya visa (izin masuk) kewilayahnya. Tidak satu Negara,
betapa pun demokratisnya, mengizinkan seseorang memasuki wilayahnya jika
yang bersangkutan dinilainya akan mengganggu keamanan atau mengeruhkan
pikiran dan kesucian wilayahnya. Itulah yang digariskan oleh ayat diatas
terhadap orang-orang musyrik, khusus menyangkut bertempat tinggal bahkan
masuk ke kota Mekkah.
Kembali ke ayat diatas. Jika yang dimaksud dengan kata mereka pada
ayat ini adalah mereka yang secara umum melakukan agresi terhadap kaum
muslimin, maka kata fitnah berarti segala bentuk ketidakadilan, baik
penganiayaan fisik, maupun kebebasan beragama, karena hal itu merupakan
salah satu bentuk permusuhan. Jadi, jika mereka berhenti dari memusuhi
kamu, maka tidak ada permusuhan lagi, baik dari kaum muslimin maupun
dari Allah, kecuali terhadap orang-orang yang zhalim. Orang-orang yang
zhalim, dalam ayat ini, mencakup orang-orang kafir yang terus melakukan
agresi, dan juga kaum muslimin yang melanggar tuntutan penghentian
63 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal 422
43
permusuhan itu. Dan jika itu terjadi, maka Allah akan membiarkan mereka
dilanda agresi dan permusuhan melalui makhluk atau manusia-manusia lain. 64
Setelah mengizinkan peperangan disemua tempat walaupun di Masjid
Al-Haram, dan di bulan Haram, maka ayat selanjutnya menjelaskan mengapa
demikian.
2. Surah Al-Baqarah ayat 217
لونك عن الشهر الرام قتال فيه ر يس به وصد عن سبيل الل ه وكفر قل قتال فيه كبي نة اكب ر منه اكب ر عند الل ه والمسجد الرام واخراج اهله ي زالون ول من القتل والفت
ف يمت وهو ومن ي رتدد منكم عن دينه ي قاتلونكم حت ي ردوكم عن دينكم ان استطاعوا ن يا والخرة ك حبطت اعمالم ف الد ب النار واولى كافر فاولى لدون ك اصح هم في ها خ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan
haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi
orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam
daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai
kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah : 217)65
Adanya perintah berperang sebelum ayat ini dengan redaksi yang
bersifat umum menimbulkan pertanyan di kalangan para sahabat, tentang
peperangan pada Bulan Haram. Pertanyaan ini menjadi penting, karena telah
melekat dalam benak mereka, perintah membunuh kau musyrikin di mana saja
mereka berada kecuali di Mesjid al-Haram (ayat 191). Di sisi lain, kaum
musyrikin Mekkah juga mengecam kaum muslimin atas peristiwa pasukan
‘Abdullah Ibn Jahsy yang beranggotakan dua belas orang sahabat Nabi saw.
Dengan tugas rahasia mengati kafilah musyrik Mekah, dan mencari informasi
64 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal 422 65 Ibid
44
tentang rencana-rencana mereka. Pasukan itu menemukan kafilah dimaksud
pada akhir bulan Rajab- dalam riwayat lain awal Rajab yang merupakan salah
satu bulan Haram. Ada juga yang mengatakan, bahwa ketika itu anggota
pasukan menduga bahwa mereka masih berada pada penghujung bulan
Jumadil Akhir. Mereka memutuskan untuk membunuh dan merampas kafilah.
Seorang anggota kafilah terbunuh, seorang berhasil melarikan diri, dan
seorang ditahan. Kafilah dan tawanan dibawa ke Madinah menemui Rasul
saw. Mereka disambut dengan kecaman karena membunuh di bulan Haram,
nabi pun menegur mereka dengan keras. 66
Fitnah yang dimaksud dalam ayat yang ditafsirkan ini adalah penyiksaan
yang dilakukan oleh kaum musyrikin di Mekkah. Itulah yang ditunjuk sebagai
lebih kejam dan lebih besar dosanya daripada pembunuhan yang dilakukan
oleh pasukan pimpinan ‘Abdullah Ibn Jahsy dan kelompoknya, apalagi jika
peristiwa ini terjadi pada malam pertamma bulan Rajab. Penyiksaan kaum
musyrikin lebih kejam dan besar dosanya dari pembunuhan pasukan itu.
Karena ketika itu mereka belum mengetahui bahwa bulan Rajab telah tiba.
Kata fitnah dalam ayat ini dapat juga dipahami dalam arti siksaan yang akan
dialami kaum musyrikin di hari kemudian, lebih besar dan lebih keras sakitnya
dari pembunuhan yang dilakukan baik oleh anggota pasukan ‘Abdullah Ibn
Jahsy maupun kaum musyrikin terhadap kaum muslimin.
Kesimpulan dari QS Al-Baqarah ayat 217 adalah Fitnah yang berarti
penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam
dan muslimin.
Jika kita ikuti Pendapat Ar Razy, Maka terjemah ayat di atas sebagai
berikut: Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan
(adalah berarti) menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah
dan (menghalangi manusia dari) Masjidilharam. tetapi mengusir penduduknya
dari Masjidilharam (Mekah) lebih besar lagi (dosanya) di sisi Allah." Pendapat
Ar Razy ini mungkin berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir Nabi dan
sahabat-sahabatnya dari Masjidilharam sama dengan menumpas agama Islam.
66 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal 461
45
b. Penafsiran Sayyid Qutb
1. QS Al-Baqarah ayat 191
نة اشد من القتل واق ت لوهم حيث ثقفتموهم و ول اخرجوهم من حيث اخرجوكم والفت تلوكم فيه المسجدالرام ت قاتلوهم عند ت لوكم فاق ت لوهم حت ي ق لك جزاء فان ق كذ
فرين الك
“dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah
mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih
besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika
mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah
Balasan bagi orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah:191).67
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa fitnah terhadap agama itu adalah
permusuhan terhadap sesuatu yang paling suci dalam kehidupan manusia.
Karena itu, ia lebih besar bahayanya daripada pembunuhan, lebih kejam dari
pada membunuh jiwa seseorang, menghilangkan nyawa, dan menghilangkan
kehidupan. Baik fitnah itu berupa intimidasi maupun perbuatan nyata, atau
berupa peraturan dan perundang-undangan bejat yang dapat menyesatkan
manusia, merusak, dan menjauhkan mereka dari manhaj Allah, serta
menganggap indah kekafiiran dan memalingkan manusia dari agama Allah itu.
Sesuatu yang paling mulia pada manusia adalah kebebasan akidah.
Karena itu, siapa saja yang merusak kebebasan ini dan memfitnah manusia
dari agamanya (islam) baik secara langsung maupun tidak, maka dia dihukum
dengan hukuman yang tidaklah dijatuhi hukuman semacam itu atas orang
yang membunuh kehidupan yang bersangkutan. Dan, tindakan ini menjadi
alasan untuk dibunuhnya orang-orang yang demikian itu. Oleh karena itu,
Allah tidak mengatakan , “pergilah mereka”, tetapi Dia mengatakan,
“Bunuhlah mereka1” “Bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka1”,
bagaimanapun keadaan mereka, dan dengan alat apa apa pun yang kamu
pergunakan, asal dengan menjaga etika Islam yang di antaranya tidak
67 Tim Penterjemah dan Penafsir al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahnya
(Jakarta:Departemen Agama RI., 1998)
46
membunuh dengan menyiksanya terlebih dahulu seperti menyayat atau
memotong-motongnya sedikit demi sedikit, tidak memotong-motong
mayatnya, dan tidak membakarnya dengan api.
Tidak boleh berperang Dimasjidil Haram telah ditetapkan Allah sebagai
daerah aman, dan dijadikanNya kawasan sekitarnya sebagai kawasan yang
aman, sebagai pengabulan doa Nabi Ibrahim as, dan telah dijadikannya
sebagai tempat berkumpul manusia sehingga mereka mendapatkan keamanan,
kehormatan, dan kedamaian. Tidak boleh berperang di Masjidil Haram kecuali
terhadap orang-orang kafir yang tidak menjaga kehormatan Masjidil Haram,
lalu memulai menyerang kaum muslimin disana. Pada waktu itu
diperkenankanlah bagi kaum muslimin untuk memerangi mereka dan tidak
dilarang lagi untuk membunuh mereka, karena begitulah balasan yang
setimpal bagi orang-orang kafir yang memfitnah kaum muslimin dari
agamanya, dan tidak menjaga kehormatan Masjidil Haram yang mereka hidup
disekitarnya dengan aman.
2. QS.Al-Baqarah ayat 193
ين لل ه نة ويكون الد فان ان ت هوا فلا عدوان ال على الظ لمي وقتلوهم حت ل تكون فت
“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya
bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan,
kecuali terhadap orang-orang zalim. (Q.S. Al Baqarah : 193)68
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa berulang-ulangnya pembicaraan
tentang larangan melakukan fitnah, setelah sebelumnya dijelek-jelekkan dan
dianggapnya sebagai sesuatu yang lebih berbahaya dan lebih kejam dari pada
pembunuhan. Pengulangan ini memberikan kesan betapa pentingnya masalah
ini dalam pandangan Islam. Suatu kelahiran yang dengannya ditetapkan nilai
manusia dengan nilai akidahnya, dan diletakkan kehidupannya dalam satu
anak timbangan dan akidahnya pada anak timbangan satunya, yang kemudian
timbangan akidahnya lebih berat. Demikianlah didalam prinsip ini ditetapkan
68 Ibid
47
siapa sebenarnya musuh manusia itu. Sesungguhnya, musuh-musuh manusia
itu ialah orang-orang yang memfitnah orang mukmin dari agamanya dan
orang-orang yang menyakiti orang muslim disebabkan keislamannya. Mereka
itulah yang menghalang-halangi manusia dari unsure kebaikannya yang
terbesar dan menghalang-halangi mereka dari manhaj Allah. Jadi, terhadap
mereka inilah kaum muslimin harus memeranginya dan membunuhnya di
manapun nereka berada, “sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan (keberagamaan) itu hanya semata-mata untuk Allah”.69
Apabila orang-orang yang zalim menghentikan kezalimannya dan
menahan diri dari menghalang-halangi hubungan antara manusia dan
Tuhannya, maka tidak ada permusuhan yakni tidak ada pembunuhan lagi
terhadap mereka, karena jihad itu hanya ditujukan kepada kezaliman dan
orang-orang yang zalim.70
Kesimpulan dari QS.Al-Baqarah ayat 193 adalah perlawanan terhadap
orang-orang yang zalim itu sebagai permusuhan adalah termasuk bab
bentukan lafal saja. Karena sebenarnya yang demikian itu adalah keadilan dan
penolakan permusuhan dari orang-orang zalim.
3. QS.Al-Baqarah ayat 217
لونك عن الشهر الرام قتال فيه ر يس به وصد عن سبيل الل ه وكفر قل قتال فيه كبي نة اكب ر من القتل ند الل ه منه اكب ر ع والمسجد الرام واخراج اهله ي زالون ول والفت
ف يمت وهو ومن ي رتدد منكم عن دينه ي قاتلونكم حت ي ردوكم عن دينكم ان استطاعوا ك حبطت اعمالم ف ن يا والخرة كافر فاولى ب النار الد ك اصح لدون واولى هم في ها خ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada bulan
haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi
orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih
besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam
daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai
kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa
69 Sayyid Qutb “tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an” hal. 226 70 ibid
48
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah : 217)71
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa ayat ini turun untuk menetapkan dan
mengakui kehormatan bulan Haram, serta menetapkan bahwa berperang pada
bulan itu memang merupakan dosa besar.
B. Komparatif Kedua Kitab Mufassir
a. Perbedaan
1. Menurut Quraish Shihab
• QS. Al-Baqarah ayat 191 penganiayaan seperti penyiksaan
jasmani, perampasan harta dan pemisahan sanak keluarga, terror,
serta pengusiran dari tanah tumpah darah dan pengusiran.
• QS. Al-Baqarah ayat 193 menjelaskan kapan peperangan harus
dihentikan. “dan pergilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi
fitnah” yakni syirik dan penganiayaan.
• QS. Al-Baqarah ayat 217 penganiayaan dan segala perbuatan yang
dimaksudkan untuk menindas Islam dan muslimin.
2. Menurut Sayyid Qutb
• QS. Al-Baqarah ayat 191 permusuhan terhadap sesuatu yang
paling suci dalam kehidupan manusia. Karena itu ia lebih besar
bahayanya daripada pembunuhan, lebih kejam dari pada
membunuh jiwa seseorang, menghilangkan nyawa, dan
menghilangkan kehidupan.
• QS. Al-Baqarah ayat 193 perlawanan terhadap orang-orang yang
zalim itu sebagai permusuhan adalah termasuk bab bentukn lafal
saja. Karena sebenarnya yang demikian itu adalah keadilan dan
penolakan permusuhan dari orang-orang zalim.
71 Ibid
49
• QS.Al-Baqarah ayat 217 menetapkan dan mengakui kehormatan
bulan Haram, serta menetapkan bahwa berperang pada bulan itu
memang merupakan dosa besar.
b. Persamaan
• QS. Al-Baqarah ayat 217 dan 193 memiliki persamaan penafsiran
yakni makna penganiayaan dengan perlawanan terhadap orang-
orang yang zalim.
50
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konteks ayat ini bisa diketahui bahwa perang fisabilillah sebenarnya
bukan untuk merampas hak orang lain, bukan juga untuk memperbesar
kekuasaan dan kejayaan. Melainkan untuk membela hak dan menegakkan
keadilan.
Yang dimaksud fitnah lebih besar dari pembunuhan menurut Ibnu Abi
Hatim yaitu larangan bagi kaum muslimin untuk membunuh di bulan-bulan
Haram yang dilarang yaitu bulan Rajab atau Jumadil Tsaniyah. Penafsiran
Quraish Shihab menjelaskan makna fitnah ini yakni sebagai:
1. QS. Al-Baqarah ayat 191 penganiayaan seperti penyiksaan jasmani,
perampasan harta dan pemisahan sanak keluarga, terror, serta
pengusiran dari tanah tumpah darah dan pengusiran.
2. QS. Al-Baqarah ayat 193 menjelaskan kapan peperangan harus
dihentikan. “dan pergilah mereka itu, sehingga tidak ada lagi fitnah”
yakni syirik dan penganiayaan.
3. QS. Al-Baqarah ayat 217 penganiayaan dan segala perbuatan yang
dimaksudkan untuk menindas Islam dan muslimin.
Sedangkan penafsiran Sayyid Qutb menjelaskan makna fitnah ini
sebagai:
1. QS. Al-Baqarah ayat 191 permusuhan terhadap sesuatu yang paling
suci dalam kehidupan manusia. Karena itu ia lebih besar bahayanya
daripada pembunuhan, lebih kejam dari pada membunuh jiwa
seseorang, menghilangkan nyawa, dan menghilangkan kehidupan.
2. QS. Al-Baqarah ayat 193 perlawanan terhadap orang-orang yang
zalim itu sebagai permusuhan adalah termasuk bab bentukn lafal
saja. Karena sebenarnya yang demikian itu adalah keadilan dan
penolakan permusuhan dari orang-orang zalim.
51
3. QS.Al-Baqarah ayat 217 menetapkan dan mengakui kehormatan
bulan Haram, serta menetapkan bahwa berperang pada bulan itu
memang merupakan dosa besar.
B. Saran
Skripsi ini bermaksud menguak makna fitnah, makna kata tersebut perlu dikaji
kembali karena dikontekstualisasikan dengan kehidupan masyarakat sehingga
membawa sesuatu yang baru yang tidak akan pernah habis untuk dibahas.
Maka dari itu tulisan ini hadir sebagai salah satu penelitian mengenai makna
fitnah dalam Tafsir Al-Mishbah dan Fii Zhilalil Al-Qur’an. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam banyak hal, baik secara teknis,metodologis,
maupun bahan materi kajian. Penulis berharap dan menerima partisipasi aktif
pembaca, baik kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan
kedepan.
52
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Al-Agil, Al-Mustasyar. Mereka yang telah pergi tokoh-tokoh
Pembangunan Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta: Al-Itishom Cahaya
Umat, 2003), cet I, hal.
Al- Wakil, M. Sayyid,Kubra Harakat Al-Islamiyah Fi Al-Qarn Al- Rabi’ Al- Ashr
Al-Hijr, Diterjemahkan oleh Fachruddin, (Bandung: Asy-Syammil Press dan
Grafatila, 2001).
Al-Khalid, Salah Abdul Fatah. Fi Zhilalil Qur’an Fi Al-Mizan, (‘Amman: Dar
‘Ammar, 2000).
Ahmad, Yani. Era Muslim Media Islam Internal
Agil Said Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Krsalehan Hakiki
(Jakarta: Ciputat Press, 2002).
Amri, Arie Machlina. Metode Penafsiran Al-Qur’an, (Jurnal Ilmu Bahasa Arab
dan Studi Islam, Vol.2, No. 1, Juni 2014).
Al-Qattan Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Litera Antarnusa,
2013).
Esiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Jembatan Merah, 1998).
Hadi, Saiful,125 Ilmu Muslim Pengukir Sejarah, (Jakarta Timur: Insan Cemerlang
dan Pt Intimedia Ciptanusantara).
Hidayat, Sayyid Qutb Biografi, dan Kejernihan Pemikirannya, (Jakarta: Gema
Insan, 2005).
Ilham, Muhammad. Transplantasi Babi dalam Perspektif Al-Qur’an Studi Analisi
Tafsir Quraish Shihab dan Ibnu Katsir, (Jambi: Fakultas Ushuluddin,
2014).
Ilyas, Yunahar. Tafsir Tematik Cakrawala Al-Qur’an (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2003) cet, 1 .
Latif Umar, Konsep Fitnah Menurut Al-Qur’an, Jurnal Al-Bayan / VOL. 22, NO.
31, JANUARI-JUNI 2015.
Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang
Pendidikan (Yogyakarta: TERAS, 2008), cet. 1 .
53
Mustakim, Rudi. Tafsir Surat Al-Qadr dalam Tafsir Al-Mishbah Karya
M.Quraish Shihab, Skripsi IAIN Sultan Thaha Saifuddin, 2012.
Mu’awanah, Fitnah dalam Al-Qur’an Studi Tematik, Skripsi (Semarang: Program
Strata I IAIN Walisongo Semarang, 2006).
Nasional RI, Perpustakaan. Pelestarian Lingkungan Hidup (Tafsir Al-Qur’an
Tematik).
Penulis Tim, IAIN Syarif Hidayatullah, fitnah, Ensiklopedi, jil, 1 A-H.
Qutb, Sayyid. Fi Zhilalil Al-Qur’an, (Beirut: Dar Al-Shuruq, 1412 H). Vol I, Cet
ke-17.
Qutb, Sayyid. Fi Zhilalil Al-Qur’an.
Shihab M.Quraisy, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan Media Utama, 1996).
Shihab M.Quraisy, kaidah Tafsir. (Tanggerang: Lentera Hati, 2013).
Shihab M. Quraisy, Menyingkap Tabir Illahi:Asma Al-Husna dalam Perspektif
Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 1998).
Shihab M.Quraisy.Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1998).
Syarif, Ibrahim. Ittijah, Al-Jadid Fi Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, (Kairo: Dar Al-
Salam, 2008).
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001).
Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Ushuluddin, (Jambi: IAIN STS Jambi, 2016).
Tim Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Departemen
Agama RI., 1998)
Wartini, Atik. Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah.
(Hunafa: Jurnal Studi Islamika, Vol. 11, NO 1, Juni 2014).
54