studi komparatif metodologi imam asy-syÂfi‘Î dan ibnu

37
STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU QUTAIBAH TERKAIT PENYELESAIAN MUKHTALIF HADIS Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl Mukhtalaf al-Hadîts Tesis Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (M.A.) Dalam Bidang Ilmu Agama Islam Oleh: Al kodri NIM: 211410469 KONSENTRASI ILMU Al-QUR’AN DAN ILMU HADIS PROGRAM PASCASARJANA (S2) INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1437 H / 2015 M

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

STUDI KOMPARATIF METODOLOGI

IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU QUTAIBAH

TERKAIT PENYELESAIAN MUKHTALIF

HADIS

Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl

Mukhtalaf al-Hadîts

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama

(M.A.) Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Oleh:

Al kodri

NIM: 211410469

KONSENTRASI ILMU Al-QUR’AN DAN ILMU HADIS

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1437 H / 2015 M

Page 2: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

STUDI KOMPARATIF METODOLOGI

IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU QUTAIBAH

TERKAIT PENYELESAIAN MUKHTALIF

HADIS

Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl

Mukhtalaf al-Hadîts

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama

(M.A.) Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Oleh:

Al kodri

NIM: 211410469

KONSENTRASI ILMU Al-QUR’AN DAN ILMU HADIS

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1437 H / 2015 M

Page 3: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM

ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU QUTAIBAH TERKAIT PENYELESAIAN

MUKHTALIF HADIS, Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl

Mukhtalaf al-Hadîts, yang disusun oleh Al Kodri dengan Nomor Induk

Mahasiswa 211410469 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan

dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan di

sidang munaqasyah.

Pembimbing I:

DR. H. Sahabudin, MA

Tanggal: 26-1-2015

Pembimbing II :

DR. KH. Ahmad Fatoni, MA

Tanggal: 28-1-2015

Page 4: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

ii

Page 5: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

iii

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Al Kodri

NIM : 211410469

Tempat/Tanggal Lahir : Pringsewu, 5 Mei 1988

Menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Komparatif Metodologi

Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah Terkait Penyelesaian Mukhtalif

Hadis, Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl Mukhtalaf al-Hadîts

adalah benar-benar karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang dirujuk

sumbernya. Kesalahan dan kekurangan dalam tesis ini sepenuhnya menjadi

tanggung jawab saya.

Depok: 8 Sya‘ban 1436 H

26 Mei 2015 M

Yang menyatakan

Al Kodri

Page 6: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

iv

MOTTO

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa

orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.At-Taȗ bah

[9]:122)

Page 7: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

v

PERSEMBAHAN

Teruntuk :

Kedua Orang tua yang telah mendidik dan membesarkan dengan

penuh kasih sayang, serta selalu menanamkan luhurnya nilai-nilai

agama

Para guru dan dosen yang telah mendidik penulis selama belajar

Kakak-kakakku yang telah membimbing dan membantu penulis

dalam suka dan duka

Teman-teman seperjuangan di perantauan, dan

Pembaca yang budiman

Page 8: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya kepada setiap hamba-Nya. Dengan rahmat dan

hidayah-Nya tersebut penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi

Muhammad Saw yang telah membimbing umat manusia agar selalu berjalan

di jalan Allah Swt yang lurus, begitu juga kepada para sahabat, keluarga,

tabiʼ in, dan seluruh pengikutnya hingga akhir masa nanti.

Sungguh rasa lega dapat penulis rasakan ketika ragam kata terakhir

dalam tesis ini selesai ditulis, setelah sebelumnya banyak aral rintangan yang

menghadang penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Namun dari itu semua,

lagi-lagi karunia Allah Swt lah yang membuat itu semua dapat dilalui dengan

baik. Akan tetapi, penulis sadar masih banyak kekurangan dalam tesis ini dan

itu datangnya dari keterbatasan penulis. Selain itu, selesainya tesis ini tidak

luput dari doa serta dukungan dari banyak pihak. Semoga Allah Swt

membalasinya dengan balasan yang berlimpah.

Pada kesempatan ini, penulis haturkan penghargaan serta ucapan terima

kasih kepada :

1. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA, selaku Rektor

Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

2. Bapak DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA, selaku Direktur

Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

3. Bapak DR. H. Sahabudin, MA dan DR. KH. Ahmad Fatoni, MA,

selaku pembimbing tesis ini, berkat bimbingannya penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan baik.

4. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA dan Bapak Dr. Asep

Saepudin Jahar, MA, selaku penguji tesis ini yang telah bersedia

menguji tesis ini dan memberikan kritikan yang membangun.

5. Para Dosen dan Guru di lingkungan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)

Jakarta yang telah mendidik dan membimbing para pelajar untuk

selalu berpegang teguh pada agama Allah Swt.

6. Segenap Staf dan Karyawan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, atas

segala pelayanannya yang baik selama penulis menempuh studi hingga

akhir

Page 9: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

vii

7. Para Guru di lingkungan Pondok Pesantren Modern Sumatera Thawalib

Parabek Bukittinggi Sumatera Barat, yang telah mengenalkan penulis

kepada Ilmu-ilmu agama yang baik dan benar sebagai modal untuk

menjalani kehidupan ini dengan lurus

8. Para Dosen Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, yang dahulu telah

mendidik penulis serta memberikan banyak ilmu dan wawasan

keislaman yang banyak berdasarkan risâlah dan manhaj-nya yang

mulia.

9. Orang tua penulis Ayahanda Azizan Sutan Makmur dan Ibunda

Yerniati Agus, berkat doa restu, serta nasihat yang selalu menyertai

penulis dalam menyelesaikan studinya selama ini.

Akhirnya, penulis meminta maaf atas segala bentuk kesalahan yang

terdapat dalam tesis ini. Kepada Allah Swt penulis selalu memohon

ampunan. Segala kritik dan saran begiti penting bagi penulis guna

kesempurnaan tesis ini. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan nikmat

dan karunianya kepada kita semua.

Depok: 8 Sya‘ban 1436 H

26 Mei 2015 M

Al Kodri

Page 10: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING i

LEMBARAN PENGESAHAN ii

PERNYATAAN PENULIS iii

MOTTO iv

PERSEMBAHAN v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

PEDOMAN TRANSLITERASI xi

ABSTRAKSI xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan 6

1. Identifikasi Masalah 6

2. Pembatasan Masalah 6

3. Perumusan Masalah 7

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian 7

D. Metode Penelitian 7

1. Sumber Data 7

2. Metode Penelitian 7

3. Tehnik Pengumpulan Data 8

4. Kajian Terdahulu Yang Relevan 8

5. Sistematika Penulisan 10

BAB II DEFINISI HADIS DAN STANDARISASI KEOTENTIKANNYA

A. Definisi Hadis 11

B. Menerima dan Menyampaikan Hadis 20

1. Definisi 21

2. Kepiawaian Menerima Hadis 22

a. Penerimaan Hadis Orang Kafir, Anak Kecil 22

b. Kapan Anak Kecil Boleh Menerima Hadis 23

3. Mendengar dan Menulis Hadis 24

C. KRITERIA HADIS SAHIH 26

1. Sanad Bersambung 29

2. Kapasitas Moral Perawi 39

3. Kapasitas Intelektual Perawi 30

4. Terhindar Dari Syâdz 31

5. Terhindar Dari al-‘Illah 32

D. FENOMENA INKAR SUNNAH 39

BAB III MUKHTALIF AL-HADÎTS DAN PROBLEMATIKA

TERMINOLOGI MUSYKIL AL-HADÎTS

A. Definisi 45

Page 11: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

ix

B. Penyebab Terjadinya Mukhtalif al-Hadîts

1. Terkait Lafad Umum Dan Khusus 56

2. Perbedaan Berdasarkan Kondisi 57

3. Berdasarkan Periwayatan 59

C. Problematika Terminologi Musykîl al-Hadîts 62

D. Metode Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts 72

1. Metode an-Nâsikh wa al-Mansûkh

a. Definisi 72

b. Berdasarkan Keterangan Nabi 78

c. Berdasarkan Keterangan Sahabat 79

2. Metode al-Jam‘u

a. Definisi 79

b. Dua Hadis Bermakna Umum 81

c. Dua Hadis Bermakna Khusus 82

3. Metode at-Tarjîh

a. Definisi 84

b. Berdasarkan Penilaian Sanad Hadis 85

c. Berdasarkan Penilaian Matan Hadis 87

BAB IV IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN KITAB IKHTILÂF AL-HADÎTS

A. Biografi

1. Nama Dan Nasab 91

2. Perjalanan Intelektual 92

3. Latar Belakang Sosial dan Politik 95

4. Guru dan Murid-Murid 96

5. Karya-Karya 98

a. Sekilas Tentang Kitab al-‘Umm 98

b. Sekilas Tentang Kitab ar-Risâlah 98

6. Pujian Ulama 99

B. Sumbangsih Terhadap Keilmuan Islam

1. Imam asy-Syâfiʻ î dan Ilmu Hadis 102

2. Madrasah Irak dan Hijaz 106

3. Merintis Qaûl al-Jadîd Setelah Qaûl al-Qadîm 109

C. Sumber Hukum Imam asy-Syâfi‘î 112

D. Tuduhan Nasr Hâmid Abû Zayd 115

E. Hadis Dalam Pandangan Imam asy-Syâfi‘î 122

1. an-Nâsikh wa al-Mansûkh al-Hadîts 124

2. Ikhtilâf al-Hadîts 125

F. Metode Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts

1. Kegunaan Kitab Ikhtilâf al-Hadîts 127

2. Kontradiksi Antara Ayat dan Ayat 132

3. Kontradiksi Antara Ayat dan Hadis 133

4. Mengkompromikan Dua Dalil 135

Page 12: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

x

5. Penggunaan Metode an-Nâsikh wa al-Mansûkh 137

6. Ikhtilâf min Jihât al-Mubâh 140

7. Tarjîh ar-Riwâyah 141

BAB V IBNU QUTAIBAH DAN KITAB TA’WÎL MUKHTALAF Al-

HADÎTS

A. Biografi 143

1. Nama Dan Nasab 143

2. Perjalanan Intelektual 144

3. Karya-Karya 145

4. Pujian Ulama 146

B. Latar Belakang Penulisan Kitab 147

C. Hadis Dalam Pandangan Ibnu Qutaibah 150

D. Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts 153

1. Kontradiksi Antara Hadis Dengan Hadis 154

2. Kontradiksi Antara Hadis Dengan Al-Qur’an 162

3. Kontradiksi Antara Hadis Dengan Akal 165

4. Hadis-Hadis Mutasyâbihât 166

E. Persamaan dan Perbedaan Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah

Terkait Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts 168

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan 173

1. Pemaknaan Musykil dan Mukhtalif Hadis 173

2. Metode Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah Terkait

Penyelesaian Mukhtalif Hadis 174

B. Saran-saran 177

DAFTAR PUSTAKA 179

CURRICULUM VITAE 184

Page 13: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad

yang satu ke abjad yang lainnya. Dalam penulisan tesis di Institut Ilmu Al-

Qur’an (IIQ) Jakarta, transliterasi Arab-Latin mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan

: a : th

: b : zh

: t : ‘

: ts : gh

: j : f

: h : q

: kh : k

: d : l

: dz : m

: r : n

: z : w

: s : h

: sy : ‘

: sh : y

: dh

2. Vocal

Vocal Tunggal Vocal Panjang Vocal Rangkap

Fathah : a أ : â ي.... : ai

Kasrah : i ي : î ....و : au

Dhammah : u و : û

Page 14: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

xii

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alim lam )ال) qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lam )ال) qamariyah

ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, contoh:

al-Madînah : انمدينت al-Baqarah : انبقرة

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah ditransliterasi

dan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan

bunyinya. Contoh:

as-Sayyidah : انسيدة ar-Rajul : انرجم

c. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah dalam sistem aksara Arab digunakan lambing )_), sedangkan

untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara

menggandakan huruf yang bertanda syaddah. Aturan ini berlaku

secara umum, baik syaddah yang berada di tengah, akhir kata ataupun

yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

syamsiyah. Contoh:

Ȃmana as-Sufahâʼ : أمن انسفهبء Inna al-Ladzîna : إن انذين u

d. Ta Marbuthah )ة)

Ta marbuthah )ة) jika berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata

sifat, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (h). Contoh:

ةدئفالأ : al-Afʼ idah تيبمهسالإ تعبمانج : al-Jâmiʻ ah al-

Islâmiyyah

Sedangkan Ta Marbuthah )ة) yang diikuti atau disambungkan dengan

kata benda, maka dialihaksarakan dengan huruf (t). Contoh:

ت انكبرالأي Ȃmilatun Nâshibah :عبمهت نبصبت : al-Ȃ yat al-Kubrâ

Page 15: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

xiii

Abstraksi

Pendefinisian terhadap istilah Mukhtalif al-Hadits dan Musykil al-

Hadîts masih belum selesai sehingga kerap disamakan. Istilah Musykil al-

Hadîts tidak disebut serta dipakai dalam jenis-jenis Ilmu Hadis, justru yang

disebutkan ialah Mukhtalif al-Hadîts. Penelitian ini bertujuan untuk

menemukan jawaban terhadap pendefinisian Mukhtalif al-Hadîts dan Musykil

al-Hadîts yang jelas menurut ulama hadis, serta mengetahui metode

penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts sesuai konsep Imam asy-Syâfiʻ i dan Ibnu

Qutaibah.

Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan yang

menjadikan kitab Ikhtilâf al-Hadîts karya Imam asy-Syâfiʻ i dan kitab

Taʼ wîl Mukhtalaf al-Hadîts karya Ibnu Qutaibah sebagai sumber utama,

serta buku-buku yang berkaitan dengan Hadis dan Ilmu Hadis sebagai

penunjang. Melalui metode Deskriptif-Analisis, semua data dikumpulkan

dari sumber utama, kemudian diklasifikasikan dan dideskripsikan sesuai

sumber data dengan permasalahan. Kemudian penulis menganalisa data yang

telah terhimpun sehingga menghasilkan kesimpulan serta jawaban dari

persoalan yang diteliti. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya hanya mengkaji metode

penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts menurut Imam asy-Syâfiʻ î dan Ibnu

Qutaibah tanpa membahas problematika terminologi Mukhtalif al-Hadîts dan

Musykil al-Hadîts.

Penelitian ini menemukan bahwa ulama memasukkan Musykil al-

Hadîts dalam pembahasan Mukhtalif al-Hadîts. Padahal, Musykil al-Hadîts

memiliki pembahasan lebih luas dari Mukhtalif al-Hadîts. Definisi untuk

Mukhtalif al-Hadîts masih memiliki kelemahan. Tetapi, penulis melihat

pendefinisian Mahmȗ d ath-Thahhân lebih jelas, bahwa Mukhtalif al-Hadîts

terjadi jika hadis itu sama-sama maqbȗ l. Penelitian ini menjawab bahwa

Musykil al-Hadîts lebih umum dari Mukhtalif al-Hadîts, sesuai definisi Dr.

Nȗ ruddîn Itr dan Dr. Usâmah Abdullah Khayyâth yang mengarah pada

kesimpulan sebagai hadis sahih yang maknanya tidak jelas dan bertentangan

dengan kaidah-kaidah syariat.

Dalam konteks penyelesaian Mukhtalif al-Hadits, Imam asy-Syafiʻ î

dan Ibnu Qutaibah mengisyaratkan bahwa pemahaman yang kurang tepat

terhadap dalil menjadi penyebab adanya anggapan Mukhtalif al-Hadîts.

Peneltian ini berkesimpulan bahwa metode yang digunakan Imam asy-

Syâfiʻ î dan Ibnu Qutaibah untuk menyelesaikan Mukhtalif al-Hadîts yaitu

Page 16: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

xiv

al-jamʻ u, an-naskh, dan at-tarjîh. Namun, dalam menerapkan metode-

metode tersebut, terdapat perbedaan sesuai dengan keilmuan mereka masing-

masing.

Page 17: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selain Al-Qurʼan sebagai sumber hukum dalam ajaran Islam, hadis

yang merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw

berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan hal ihwalnya,1 juga merupakan

sumber hukum yang menguatkan isi kandungan Al-Qurʼan, dan menjelaskan

Hukum-hukum yang memerlukan penjelasan, serta menjelaskan Hukum-

hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qurʼan seperti tidak boleh memakan

daging binatang buas dan tidak boleh memadukan istri dengan bibinya. Hal

ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam ayat berikut ini:

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang

dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr [59]: 7)2

Menurut sebagian ahli tafsir, ayat tersebut memberi petunjuk secara

umum bahwa semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib

dipatuhi oleh Orang-orang yang beriman.3 Jadi, kewajiban patuh kepada

Rasulullah merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.

Hadis dan Al-Qurʼan memiliki hubungan yang sangat erat, karena

untuk memahami dan mengamalkan keduanya, antara Al-Qurʼan dan Hadis

tidak dapat dipisahkan pemahamannya. Hal itu disebabkan karena Al-Qurʼan

merupakan dasar hukum pertama yang di dalamnya berisi Garis-garis besar

ajaran Syariat Islam. Sedangkan hadis merupakan penjelas terhadap

kandungan Al-Qurʼan serta memberikan gambaran konkrit tentang Batas-

batas yang dinyatakan oleh Al-Qurʼan. Dengan demikian, seseorang tidak

bisa memahami Al-Qurʼan jika tanpa memahami dan menguasai hadis begitu

juga jika hanya menggunakan hadis tanpa pedoman dari Al Qurʼan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi hadis sepeninggal Nabi

Muhammad saw berada pada suatu kondisi yang mulai tidak seimbang

dibandingkan dengan eksistensi Al-Qurʼan. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan hal tersebut, yaitu:

1. Cara periwayatan hadis yang selain berlangsung secara lafad juga

berlangsung secara makna.

2. Dalam sejarah hadis telah muncul berbagai pemalsuan terhadap hadis.

1 Shubhi ash-Shâlih, ʻUlȗm al-Hadȋts wa Mushthâlahuhu,(Beirȗt: Dâr al-ʻIlm, 1988

M),h. 3 2Departemen Agama RI, Al-Qur'an Dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara

Penterjemah/Pentafsir Al-Qurʼan, (Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994 M), h. 916 3 Wahbah az-Zuhaȋlî, Tafsȋr al-Munȋr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1991 M), Cet. ke-1, h. 82

Page 18: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

2

3. Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang dibukukan dalam rentang

waktu jauh lebih lama daripada pembukuan Al-Qurʼan.

4. Periwayatan hadis selain beragam metodenya, juga beragam tingkat

validitas Masing-masing metodenya.4

Faktor-faktor inilah yang kemudian membuka peluang untuk diadakan

penelitian hadis dalam banyak persoalan yang tidak jarang menimbulkan

perdebatan. Dilihat dari kedudukannya sebagai sumber hukum Islam, hadis

secara garis besar diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu hadis

maqbûl yang memenuhi persyaratan untuk diterima dan dijadikan dalil.5 Lalu

hadis mardûd, yang tidak memenuhi persyaratan untuk diterima dan

dijadikan dalil, karena itu harus ditolak. Yang termasuk kategori pertama

menurut ulama adalah hadis sahih dan hadis hasan. Sedangkan yang

termasuk kategori kedua adalah hadis lemah.

Meskipun demikian, bukan berarti hadis-hadis yang termasuk kategori

maqbȗl itu terbebas dari perdebatan. Diantara perdebatan yang sering timbul

adalah adanya Hadis-hadis yang tampak saling bertentangan. Redaksi hadis-

hadis tersebut Masing-masing memberikan muatan hukum yang saling

bertentangan terkait suatu permasalahan.6 Dalam kondisi seperti ini, matan

Hadis-hadis tersebut menjadi sulit untuk dipahami karena tidak mungkin

mengamalkan salah satu hadis secara langsung dengan begitu saja

mengesampingkan matan hadis yang lainnya. Kondisi dimana terjadi

pertentangan isi matan hadis dengan matan hadis lainnya disebut dengan

Ikhtilâf al-Hadȋts, dan hadis-hadis yang saling bertentangan disebut dengan

Mukhtalif al-Hadȋts.

Perdebatan tersebut tidak terbatas pada hadis-hadis yang secara zahir

bertentangan saja, tetapi ada juga terminologi serupa yang lebih luas

cakupannya, bukan sekedar bertentangan, namun juga memiliki redaksi

matan yang tidak jelas, baik karena mengandung makna ganda atau Multi

Tafsir.7 Terminologi itu disebut dengan Musykil al-Hadȋts. Istilah ini juga

4 Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan as-Sunnah, Kritik Musthafa as-Sibâʻî

Terhadap Pemikiran Ahmad al-Amîn mengenai Hadis Dalam Fajr al-Islâm, (Jakarta:

Prenada Media, 2004 M), Cet. ke-1, h. 5. 5 Ahmad ʻUmar Hâsyim, Qawâ’id al-Ushûl al-Hadîts, (Beirȗt: Dâr al-Fikr, t.th), h. 38

6 Para ulama berbeda pendapat dalam pemaknaan istilah Mukhtalif al-Hadîts. Bagi

ahli Hadis, kalimat mukhtalif dengan huruf 'lam' berharakat kasrah, mempunyai arti sebagai

matan hadis yang bertentangan dengan matan hadis lainnya. Lihat Ibnu Hajar al-Asqalânî,

Syarh an-Nukhbatu al-Fikr fî Mushthalah ʻAhl al-Atsâr, (Damaskus: Mathbaʼah as-Sabâh,

1421 H/2000 M), Cet. ke-3, h. 76. Ada juga yang menggunakan 'lam' berharakat fathah yang

berarti adanya dua hadis yang secara makna bertentangan. Lihat Jalâl ad-Dȋn as-Suyȗthî,

Tadrȋd ar-Râwî bi Syarh Taqrȋb an-Nawâwî, (Madȋnah: Maktabah al-Ilmiyyah, 1392 H/1972

M), Cet. ke-1, jilid. 2, h. 196 7 Abȗ Muhammad ibn Qutaîbah, Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts, Bâb Dzikr Ashhâb al-

Kalâm wa Ashhâb ar-Raʼyu, (Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, t. th), h. 20.

Page 19: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

3

ditemukan dalam kitab Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts, karya Ibnu Qutaibah dan

kitab Syarh Musykil al-Atsâr, karya Imam ath-Thahâwî.

Berdasarkan pembacaan penulis terhadap Buku-buku Mushthalah al-

Hadȋts, karya para ulama terdahulu, seperti al-Muhaddits al-Fâshil baina ar-

Râwî wa al-Wâʼî, karya Ar-Ramâhurmuzî (w. 360 H), Maʻrifat ʻUlȗm al-

Hadȋts, karya Abȗ ʻAbdullah al-Hâkim an-Naisabȗrî (w. 405 H), al-Kifâyah

fi ʻIlm ar-Riwâyah, karya Khatîb al-Baghdâdî (w. 463 H), Muqaddimah fî

ʻUlȗm al-Hadȋts, karya Abȗ ʻAmr Ibnu ash-Shalâh (w. 643 H), Taqrȋb wa at-

Taisȋr, karya Abȗ Zakariya Yahya an-Nawâwî (w. 676 H), Ikhtishâr ʻUlȗm

al-Hadȋts, karya al-Hâfizh Ibnu Katsȋr (w. 774 H), Nukhbatu al-Fikr fî

Mushthalah ʻAhl Atsâr, karya Ibnu Hajar al-Asqalânî (w. 852 H), dan

lainnya, bahwa penggunaan termonologi Musykil al-Hadȋts tidak dipakai dan

disebut dalam Jenis-jenis ilmu hadis.8 Justru yang mereka sebutkan adalah al-

ʻIlm Mukhtalif al-Hadȋts, yang berdasarkan definisi mereka mempunyai

maksud yang menjurus kepada satu kesimpulan, yaitu: Ilmu yang membahas

hadis-hadis yang secara zahir terlihat bertentangan.

Kemudian ketika menyebutkan contoh karya dalam bidang tersebut,

mereka menyebutkan kitab Musykil al-Atsâr, karya Imam ath-Thahâwî.

Padahal, kitab tersebut memuat Hadis-hadis yang tidak hanya bertentangan

dengan hadis lainnya, tetapi juga memuat Hadis-hadis yang multi tafsir, atau

bertentangan zahirnya dengan ayat Al-Qurʼan , sejarah, maupun fakta ilmiah.

Seperti Imam al-Irâqî yang berpendapat sebagai berikut:

ع اف امالش م ال ولم نتكلم فيه أ و ف ي ثص ث يد فاح ل ت ه إخاب ت ف أ لل نف نبدموم بك ص و نة س ح اء ي شأ ىب أ ت ة ف ب يت ق ف أ ل ل نف عف ر الط وب ك او ح ج 9.ار ث اب همشك لالت ي

“Ulama yang pertama kali berbicara tentang Mukhtalif al-Hadȋts ialah

Imam asy-Syâfiʻî dalam kitab Ikhtilâf al-Hadȋts, kemudian Abȗ

Muhammad ibn Qutaîbah, dan Abȗ Jaʻfar ath-Thahâwî melalui

karyanya Musykil al-Atsâr.”

Para ulama terdahulu memasukkan pembahasan hadis-hadis yang

musykil ke dalam pembahasan Mukhtalif al-Hadȋts, tentunya akan timbul

sedikit kerancuan disini, karena ketika mereka memberikan definisi

mukhtalif, mereka hanya menyebutkan pertentangan suatu hadis dengan hadis

lainnya, sedangkan istilah musykil mempunyai makna yang lebih luas dari

sekedar pertentangan antara hadis dengan hadis lainnya.

Dalam hal ini, ternyata Ulama-ulama hadis yang datang setelah mereka

juga melakukan hal yang sama dengan menyamakan terminologi mukhtalif

8 Muhammad ibn Ibrahȋm ibn al-Jamâʻah, al-Manhâl ar-Râwî, (Damaskus: Dâr al-

Fikr, 1406 H), Cet. ke-2, h. 6 9 Zaîn ad-Dȋn Abȗ Fadhl ʻAbd ar-Rahȋm al-Irâqî, Syarh at-Tabshȋrah wa at-Tadzkȋrah

(Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002 M), Cet. ke-1, h. 109

Page 20: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

4

dengan musykil. Diantaranya adalah Imam ash-Shanʼȃnî (w. 1182 H) dalam

kitab Tawdhȋh al-Afkâr,10

Mulla Alî al-Qârî dalam kitab Syarh an-Nukhbah,

dan Muhammad ibn Jaʻfar al-Kattâni dalam kitab Risâlah al-Mustathrafah.

Al-Kattânî menuturkan ketika menyebutkan Karangan-karangan dalam

bidang Ilmu Mukhtalif Hadis sebagai berikut:

ن ه ا اح د يثو م اخت ل ف ف أ وت قولف مت ل ف اح د يث ت أو يل مشك ل أ وت قولف أ واح د يث اح د يث اب ت ك اه ي ح يح ص ل ام م ان ي ب و من اق ض ةال ح اد يث ت قولف للشافعياخت ل ف ر ضي نر و اي ةالرب يعبنسل يم ان هو واللهع نه ع نهم ف م مدع بد الله بن مسل م و ل يل ج د ل

فورعال

عف رالطح او ية ن س ح اء ي شأ ب ه يىف ت أ ة ب يت ق ن بإ ب الث ار سماهو أ بوج 11.مشك ل “Diantara kitab-kitab yang berbicara tentang Ikhtilâf al-Hadȋts atau

Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts atau Musykil al-Hadȋts atau Munâqadhah

al-Hadȋts ialah kitab Ikhtilâf al-Hadȋts, karya Imam Muhammad Idrîs

asy-Syâfiʻî yang diriwayatkan oleh ar-Rabîʻ darinya, dan Ibnu

Qutaîbah, dan kitab Musykil al-Atsâr, karya Abȗ Jaʻfar Ahmad ibn

Muhammad ibn Salâmah ath-Thahâwî.”

Oleh karena itu, salah satu upaya memperkuat eksistensi hadis yang

dilakukan para ulama Hadis adalah dengan memberikan perhatian kepada

studi matan hadis.12

Selain sanad yang menjadi pilar transmisi hadis dari

masa ke masa, matan Hadis adalah salah satu bagian terpenting dari hadis.

Tanpa matan, hadis tidak akan bernilai Apa-apa. Praktik keberagamaan yang

hingga kini masih berlangsung adalah buah dari pemahaman terhadap matan

hadis. Karenanya, studi matan hadis mutlak mendapat perhatian.

Salah seorang tokoh ulama yang mempelopori metode penyelesaian

Hadis-hadis yang zahirnya bertentangan adalah Muhammad ibn Idrȋs asy-

Syâfiʻî (150–204 H.).13

Pemikiran-pemikirannya tentang Ilmu Mukhtalif

Hadis, tertuang dalam karyanya Ikhtilâf al-Hadȋts. Karya ini diakui sebagai

karya pertama yang ditulis seorang tokoh yang khusus membahas tentang

Hadis-hadis yang bertentangan secara makna, serta menjelaskan metode

penyelesaiannya. Buku ini menjadi inspirasi bagi munculnya karya serupa

setelah masa Imam asy-Syâfiʻî.

10

Muhammad ibn Ismâʼîl al-Amȋr ash-Shanʼânî, Taudhȋh al-Afkâr lî Maʻâni Tanqȋh

al-Andhâr, (Beirȗt: Dâr al-Fikr, t. th), h. 423 11

Muhammad ibn Jaʻfar al-Kattânî, Risâlah al-Mustathrafah Li Bayân al-Masyhȗr al-

Kutub as-Sunnah al-Mushannafah, (Beirȗt: Dâr al-Basyâʼir al-Islamiyyah, 1986 M/1406 H),

Cet. ke-1, jilid. 1, h. 95 12

Muhammad Thâhir al-Jawwâbî, Juhȗd al-Muhadditsȗn fî Naqd Matn al-Hadȋts an-

Nabȃwi asy-Syarȋf, (Tunis: Muʼassasah ʻAbd al-Karȋm ibn ʻAbdullah, t.th), h. 368. 13

Ali Musthafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 ), Cet. ke-6, h. 3

Page 21: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

5

Metode yang digunakan oleh Imam asy-Syâfiʻî dalam menyelesaikan

pertentangan antara hadis diakui sebagai metode yang orisinil. Ini terbukti

dengan Karya-karya setelahnya yang membahas tentang Mukhtalif Hadis,

hanya berputar pada metode yang telah digunakan oleh Imam asy-Syâfiʻî.

Kelebihan metode yang digunakan olehnya terlihat pada rumusan Masalah-

masalah fundamental yang kemudian dibahasnya secara mendalam, sehingga

menghilangkan kerumitan yang tampak sebelumnya.

Selain Imam asy-Syâfiʻî, Imam Ibnu Qutaibah (w.276 H) juga termasuk

ulama hadis yang berani dan gigih dalam memberikan argumentasi ilmiah,

serta mampu membendung sikap para pengingkar sunnah yang merendahkan

ulama hadis maupun cercaan mereka terhadap hadis Rasulullah Saw yang

dianggap tidak sejalan dengan akal maupun pendapat mereka.14

Keahliannya

dalam bidang sastra bahasa maupun pengetahuannya yang luas terhadap

tradisi dan adat istiadat masyarakat Arab, telah membuat beliau piawai dan

santun dalam mencermati permasalahan hadis yang muncul pada masanya.

Melalui karyanya Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts, Ibnu Qutaibah berusaha

menjabarkan pandangannya bahwa Hadis-hadis yang menurut Kelompok

Inkar Sunnah telah diklaim saling kontradiktif, sebenarnya bukanlah

demikian. Tidak ada pertentangan dalam arti yang sesungguhnya di dalam

Hadis-hadis tersebut. Justru yang ada hanyalah perbedaan pemahaman dan

kurangnya pengetahuan para pengingkar sunnah terhadap banyak hal yang

berhubungan dengan Sumber-sumber ajaran Islam, Al-Qurʼan Hadis, ada

juga yang disebabkan oleh keyakinan dasar yang mereka anut selama ini. Hal

yang disebutkan terakhir ini diajukan karena terlihat para pengingkar sunnah

beranggapan bahwasannya fungsi Nabi Muhammad Saw hanyalah sekedar

penyampai Ayat-ayat Al-Qurʼan dan sama sekali tidak berwenang untuk

menjelaskannya.15

Dengan dasar keilmuan yang matang beliau pun mampu

mengurai makna hadis yang masih samar atau mengandung ragam tafsir

sehingga para pembaca dapat memahaminya dengan tepat tanpa harus

kebingungan.

Meskipun penyelesaian dalam kedua kitab tersebut hanya merupakan

jawaban dari tuduhan para penginkar sunnah. Namun secara eksplisit, metode

yang mereka tawarkan dalam kitabnya itu dapat dijadikan sebagai inspirasi

dan tolak ukur yang dapat digunakan untuk menghapus keraguan sebagian

kelompok orang terhadap keotentikan suatu hadis. Sementara itu, bila dilihat

dari sudut pandang yang lebih luas, solusi yang ditawarkan oleh Imam asy-

Syâfiʻî dan Imam Ibnu Qutaibah, memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi

14

Muhammad Abû Zahwȗ, al-Hadîts wa al-Muhadditsûn, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th),

h. 364 15

Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995 M),

Cet. ke-2, h. 97

Page 22: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

6

pola pikir generasi selanjutnya untuk menangkis cercaan Musuh-musuh Islam

terhadap hadis Nabi Saw kapan pun dan dimanapun.

Oleh karena itu, penulis akan membahas kedua kitab tersebut yaitu

Ikhtilâf al-Hadȋts dan kitab Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts guna mengetahui

metodologi yang digunakan Imam asy-Syâfiʻî dan Ibnu Qutaibah dalam

karyanya Masing-masing untuk menyelesaikan persoalan Mukhtalif Hadis.

Sedangkan Kitab-kitab lainnya yang membahas Mukhtalif Hadis akan tetap

penulis gunakan sebagai bahan sekunder dari pembahasan ini. Untuk

memahami metodologi dari kedua ulama tersebut, bukanlah persoalan yang

mudah. Akan tetapi, melalui tesis ini penulis mencoba untuk mengetahuinya

serta menjawab pertanyaan yang menjadi fokus penelitian penulis berikut ini.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, muncul permasalahan

mendasar yang menjadi pokok penelitian ini, yaitu bagaimana metode yang

digunakan oleh Imam asy-Syafiʻî dan Ibnu Qutaibah dalam penyelesaian

Mukhtalif Hadis dan bagaimana pemaknaan ulama hadis terkait terminologi

mukhtalif dan musykil hadis. Kemudian, dari permasalahan pokok tersebut,

muncullah pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat diidentifikasikan

sebagai berikut:

a. Bagaimana komponen metodologi ulama hadis dalam penyelesaian

mukhtalif hadis.

b. Siapa saja para ulama yang secara khusus membahas persoalan terkait

mukhtalif hadis

c. Bagaimana ungkapan para ulama dalam mendefinisikan terminologi

mukhtalif dan musykil hadis

d. Faktor apa yang menyebabkan hadis itu dikategorikan sebagai

mukhtalif dan musykil

2. Pembatasan Masalah

Berangkat dari masalah-masalah yang muncul di atas, kiranya penulis

dapat membatasi pembahasannya dengan merujuk kepada kepeloporan Imam

asy-Syafiʻî yang menorehkan sebuah metode dalam menyelesaikan persoalan

mukhtalif hadis melalui karyanya yang fenomenal, Ikhtilâf al-Hadîts. dan

juga kepeloporan Ibnu Qutaibah yang hidup setelah Imam asy-Syafiʻî dengan

tantangan sosial politik yang berbeda yang tertuang dalam karyanya Taʼwîl

Mukhtalaf al-Hadîts. Penulis juga akan memaparkan ungkapan para ulama

terkait definisi yang mereka berikan untuk terminologi mukhtalif dan

musykil hadis, sehingga pada akhirnya akan terlihat perbedaan dan

persamaan antara keduanya.

Page 23: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

7

3. Perumusan Masalah

Dengan beberapa pertimbangan dari pertanyaan-pertanyaan di atas,

maka penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi pokok utama

penelitian dalam dua pertanyaan:

a. Bagaimana pemaknaan terminologi Mukhtalif Hadis, serta cara

penyelesaiannya, dan bagaimana pemaknaan yang tepat untuk

terminologi Musykil Hadis.

b. Bagaimana metodologi yang digunakan oleh Imam asy-Syâfiʻî dalam

kitab Ikhtilâf al-Hadȋts dan Ibnu Qutaibah dalam kitab Taʼwȋl

Mukhtalaf al-Hadȋts terkait penyelesaian Mukhtalif Hadis.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tesis ini bertujuan untuk memberikan sumbangsih pemikiran ilmiah

dalam kajian keislaman terutama yang berhubungan dengan kajian ilmu

hadis. Tesis ini juga diharapkan dapat mendorong dan menyemarakkan kajian

hadis dan ilmu hadis terlebih khusus dari komponen metodologi para ulama

hadis.

Melalui tujuan tersebut, maka tesis ini diharapkan berguna untuk

pengembangan diskursus keilmuan hadis tentang Mukhtalif Hadis, khususnya

komponen metodologinya. Di samping itu, penelitian ini secara praktis

diharapkan dapat memberikan semangat bagi pelajar muslim lainnya untuk

terus menggali konsep dan metodologi ulama hadis yang terlihat dalam

karya-karya mereka serta memberikan kontribusi bagi pengembangan

pengetahuan ilmiah di bidang Ilmu Hadis.

D. Metodologi Penelitian

1. Sumber Data

Penelitian ini merupakan kajian terhadap metodologi seorang ulama

hadis, maka sumber utamanya sudah tentu kitab ulama hadis tersebut. Pada

penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah kitab Ikhtilâf al-

Hadîts, karya Imam asy-Syâfiʻî dan kitab Taʼwîl Mukhtalaf al-Hadîts, karya

Ibnu Qutaibah.

Sedangkan sumber rujukan sekunder, penulis menggunakan kitab-kitab

yang mengandung pembahasan terkait Mukhtalif Hadis yang terkandung

dalam karya-karya Ilmu Mushthalah Hadis seperti al-Muhaddits al-Fâshil

Baina ar-Râwî wa al-Wâʼî, Maʻrifat ʻUlȗm al-Hadîts, al-Kifâyah fî al-ʻIlm

ar-Riwâyah, Muqaddimah fî ʻUlȗm al-Hadîts, Taqrîb wa at-Taisîr, Ikhtishâr

ʻUlȗm al-Hadîts, Nukhbatu al-Fikr fî Mushthalah ʻAhl al-Atsâr, serta kitab-

kitab yang ada relevansinya dengan penelitian penulis. Semua kitab tersebut

penulis gunakan sebagai penunjang dari keberhasilan penelitian ini.

2. Metode Penelitian

Menurut jenisnya, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan.

Data yang diperoleh semuanya berdasarkan kepada bahan bacaan, yang

berkaitan dengan permasalahan Mukhtalif Hadis. Metode yang penulis

Page 24: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

8

gunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif-Analisis, yaitu

metode penelitian yang menuturkan, menganalisa, dan mentafsirkan data

yang ada, seperti situasi yang dialami, hubungan, aktivitas, pandangan, sikap,

dan kecendrungan.16

Model penelitian yang meliputi kasus, penelitian kausal-

komparatif, serta penelitian korelasi. Kemudian, setelah data terkumpul,

maka akan dilakukan penelusuran data yang relevan untuk diklasifikasikan

dan dideskripsikan secara sistematis. Data tersebut kemudian dianalisis

dengan cara menginterpretasikan data, mengaitkan antara satu dengan

lainnya, serta memahami kaitannya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini termasuk penelitian analisis terhadap kitab-kitab hadis,

terutama kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Taʼwîl Mukhtalaf al-Hadîts yang

berbicara khusus tentang Mukhtalif Hadis dan Musykil Hadis. Semuanya

dianalisa dan dideskripsikan apa adanya. Analisis penulis lakukan untuk

menjawab pertanyaan sekaligus membuktikan hipotesis serta mencapai

tujuan yang dinginkan. Analisis juga bertujuan untuk menjelaskan apa yang

menjadi latar belakang fenomena, kejadian, sikap, dan pandangan, baik

secara individu maupun kelompok.17

Dalam melakukan analisis data, penulis

menggunakan dua cara:

a. Analisa yang bersifat Deduktif, yaitu proses penalaran dari hal-hal yang

bersifat umum kepada hal-hal yang sifatnya khusus.

b. Analisa yang bersifat Induktif, yaitu proses penalaran dari hal-hal yang

sifatnya khusus kepada hal-hal yang bersifat umum.18

4. Kajian Terdahulu Yang Relevan

Imam asy-Syâfiʻî dan Imam Ibnu Qutaibah termasuk dari ulama hadis

yang sering dibicarakan, terlebih terkait permasalahan Mukhtalif Hadis. Jadi

wajar kiranya banyak dari pelajar muslim membuat karya yang selalu

membawa nama mereka dalam pembahasannya, tidak terkecuali pelajar

muslim di Indonesia. Pada tataran akademisi IAIN, penulis menemukan

beberapa karya ilmiah sebagai berikut:

Pertama, karya ilmiah dalam bentuk Skripsi dari saudara Ali Saifuddin

dari Fakultas Ushȗluddȋn IAIN Walisongo, Semarang tahun 2007 dengan

judul, Metode Penyelesaian Mukhtalif Hadis menurut Ibnu Qutaibah, Telaah

Kitab Taʼwil Mukhtalaf al-Hadîts. Saudara Ali Saifuddin melalui karya

ilmiahnya tersebut berusaha untuk menelaah dan mengkaji kitab Taʼwȋl

Mukhtalaf al-Hadȋts karya Ibnu Qutaibah dan mencari tahu metode apa yang

digunakannya dalam penyelesaian Mukhtalif Hadis. Melalui penelitiannya

16

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Tehnik,

(Bandung: Tarsito, 1990 M), h. 139 17

Purnawan Junadi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Fineka Cipta, 1998 M), h. 80 18

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.

43

Page 25: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

9

tersebut, saudara Ali Saifuddin berkesimpulan bahwa Ibnu Qutaibah

menggunakan beberapa metode dalam menyelesaikan persoalan Mukhtalif

Hadis. ia berpandangan bahwa Ibnu Qutaibah lebih mengedepankan metode

al-Jamʻu sebagai penyelesaian terhadap masalah Mukhtalif Hadis. jika cara

tersebut dinilai tidak dapat memberikan solusi, maka beralih ke cara an-

Naskh sebagai alternatifnya. Ibnu Qutaibah meyakini bahwa dengan cara

seperti itu, hadis-hadis Nabi dapat diamalkan semuanya, selama memiliki

sumber yang pasti.

Kedua, karya ilmiah dalam bentuk Desertasi dari saudara Muhammad

Irfan Helmy pada program Pascasarjana Ilmu Agama Islam UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta tahun 2014, dengan judul Pemaknaan Mukhtalif Hadis

Menurut asy-Syâfiʻî, Tinjauan Sosiologi Pengetahuan. Dalam kajiannya,

saudara Muhammad Irfan Helmy memfokuskan penelitiannya pada dimensi

Sosiologis-Historis guna menggali perspektif lain dari Ilmu Hadis itu sendiri.

Menurutnya, Ilmu Ikhtilaf Hadis yang dirumuskan oleh Imam asy-Syâfiʻî

merupakan bagian dari Ilmu Hadis yang dapat dikaji dengan perspektif

Sosiologis-Historis tadi. Menurutnya, kajian seperti ini belum banyak

dilakukan oleh praktisi Ilmu Hadis, mayoritas pengkaji hadis masih terbatas

penelitiannya pada aspek substantifnya.

Ketiga, karya ilmiah dari saudari Ida Fitriah dalam bentuk Skripsi pada

Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

tahun 2003 dengan judul, Metodologi Penyelesaian Hadis Mukhtalif Hadis,

Studi Perbandingan Antara Metode Imam asy-Syâfiʻî dan Ibnu Qutaibah

dalam karyanya tersebut, saudari Ida Fitriah berusaha mengkaji dan menelaah

karya Imam asy-Syâfiʻî, Ikhtilâf al-Hadȋts dan karya Ibnu Qutaîbah, Taʼwȋl

Mukhtalaf al-Hadȋts dengan tujuan mengetahui metode yang mereka gunakan

dalam penyelesaian Mukhtalif Hadis. Menurutnya, kedua ulama tersebut

memiliki kesamaan dalam penggunaan metode untuk menyelesaikan

Mukhtalif Hadis, yaitu al-Jamʻu, an-Nâsikh wa al-Mansȗkh, dan at-Tarjîh.

Namun, pada pemaparan materi kitab sangat berbeda sesuai dengan kapasitas

keilmuannya. Saudari Ida Fitriah juga menganalisa pemaknaan Mukhtalif

Hadis menurut kedua ulama itu dengan kesimpulan bahwa, sebenarnya tidak

ada hadis-hadis Nabi yang saling bertentangan.

Berdasarkan kajian pustaka tersebut, penulis merasa sangat perlu

menjelaskan hal yang menjadi pembeda antara pembahasan mereka dengan

pembahasan penulis. Jika dibandingkan dengan karya Skripsi yang pertama,

saudara Ali Saifuddin hanya menganalisa satu kitab, yaitu Taʼwîl Mukhtalaf

al-Hadîts. Sedangkan penulis menambahkan penelitian tersebut dengan

analisa kitab Ikhtilâf al-Hadîts, karya Imam asy-Syâfiʼi serta ingin mencari

jawaban terkait problematika terminologi Musykil Hadis. Jadi, posisi penulis

dalam hal ini adalah untuk menambahkan penelitian Ali Saifudin.

Page 26: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

10

jika dibandingkan dengan Desertasi kedua, saudara Muhammad Irfan

Helmy meneliti pemaknaan Mukhtalif Hadis menurut Imam asy-Syâfiʻî yang

ditinjau dari sisi latar belakang sosial dan sejarahnya. Penulis dalam hal ini

berbeda dengan saudara Muhammad Irfan. Penulis tidak hanya membahas

pemaknaan Mukhtalif Hadis, tetapi juga Musykil Hadis. Tentunya,

pemaknaan dua terminologi itu penulis analisa dari beberapa ulama hadis lalu

membandingkannya.

Dengan karya ilmiah Ida Fitriah, penulis dalam hal ini menambahkan

beberapa pembahasan yang penting untuk diteliti yang belum dituliskan oleh

saudari Ida Fitriah, yaitu terkait Mukhtalif Hadis dan problematika

terminologi Musykil Hadis. Penulis juga berbeda dengan saudari Ida Fitriah

ketika menganalisa pemaknaan Mukhtalif Hadis, penulis menganalisanya

dari beberapa ulama hadis, baik yang terdahulu maupun yang setelah mereka.

5. Sistematika Penulisan

Tesis ini berjudul Studi Komparatif Metodologi Imam asy-Syâfiʻî dan

Ibnu Qutaibah Terkait Penyelesaian Mukhtalif Hadis, Studi Analisis Kitab

Ikhtilâf al-Hadȋts dan Taʼwȋl Mukhtalif al-Hadȋts yang terdiri dari VI (enam)

Bab. Bab I adalah pendahuluan yang membahas latar belakang masalah,

permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian. Sementara

Bab II akan membahas seputar definisi terminologi hadis dan sunnah,

penerimaan dan penyampaian hadis, kriteria hadis sahih menurut ulama

hadis, fenomena inkar sunnah. Kemudian Bab III akan dibahas definisi

terminologi Mukhtalif dan Musykil Hadis, faktor terjadinya Mukhtalif Hadis,

problematika terminologi Musykil Hadis, dan metode penyelesaian Mukhtalif

hadis. Pada Bab IV, akan dibahas terkait biografi Imam asy-Syâfiʻî,

sumbangsih Imam asy-Syâfiʻî bagi keilmuan Islam, sumber hukum bagi

Imam asy-Syâfiʻî, hadis menurut Imam asy-Syâfiʻî, tuduhan Nasr Hâmid

Abȗ Zayd terhadap Imam asy-Syâfiʻî, dan metode penyelesaian Mukhtalif

Hadis dalam kitab Ikhtilâf al-Hadȋts. Pada Bab V akan dibahas terkait

biografi Ibnu Qutaîbah, latar belakang penyusunan kitab Taʼwȋl Mukhtalaf al-

Hadȋts, konsep sunnah menurut Ibnu Qutaîbah, metode penyelesaian

Mukhtalif hadis Ibnu Qutaîbah dalam kitabnya. Bab VI adalah penutup.

Page 27: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

173

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemaknaan Musykil al-Hadîts dan Mukhtalif al-Hadîts

Pertentangan antar dalil itu terjadi karena adanya perbedaan pada

tingkat pemahaman seseorang terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad Saw sehingga memunculkan kesan saat wahyu tersebut telah

terkodifikasi dalam satu kesatuan teks saling bertentangan. Hal ini terjadi

karena memahami wahyu itu bukan sebagai sebuah proses tapi sebagai

sebuah satu kesatuan teks.

Disinilah letak pentingnya penelitian terhadap hadis Nabi Saw

dilakukan secara intensif, baik sanad maupun matan hadis. Sebab, penelitian

terhadap hadis tersebut merupakan jalan utama untuk memahami seluk beluk

rangkaian hadis yang menjadi sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an.

Penelitian terhadap hadis tidak hanya dipahami dari satu sisi saja, banyak hal

yang mesti menjadi pedoman guna memahami hadis secara komprehensif,

seperti penelitian terhadap sebab-sebab turunnya hadis (asbâb al-wurûd),

mempertimbangkan hadis dengan berbagai pendekatan seperti aspek

sosiologis, antropologis dan juga psikologis, memberikan pemaknaan hadis

baik secara tekstual maupun kontekstual, dan dasar-dasar penilaian lainnya

yang telah dicontohkan banyak ulama. Peneltian tersebut jika dilakukan

secara benar dan akurat, semestinya akan menghilangkan anggapan bahwa

hadis-hadis Nabi saw saling bertentangan.

Ulama hadis dalam hal pendefinisian terminologi Mukhtalif Hadis dan

Musykil Hadis sangat beragam, akan tetapi penulis sendiri tidak terjebak

pada beragamnya pendapat ulama hadis tersebut. Penulis hanya mengajukan

pendapat bahwa yang perlu dilakukan ialah redefinisi (pendefinisian ulang)

terhadap kedua terminologi tersebut. Redefinisi itu bukan bertujuan untuk

meragukan pendapat ulama yang selama ini telah berupaya sekuat tenaga

dalam mengkaji hadis-hadis Nabi saw melainkan penulis ingin mengkaji dan

menelaah definisi-definisi tersebut hingga akhirnya dapat memilih dan

memilah mana definisi yang cocok untuk kedua terminologi tersebut. Sebab,

penulis menilai definisi kedua terminologi itu semestinya dibedakan dan

diklasifikasikan berdasarkan muatan isi yang menjadi ciri khusus bagi

keduanya. Jika definisi sudah jelas, maka akan memudahkan seorang

pengkaji menentukan langkah-langkah yang semestinya dilakukan untuk

mengurai permasalahan yang terjadi pada Ilmu Mukhtalif Hadis dan Musykil

Hadis.

Secara garis besar, setelah mengkaji ragam pendapat ulama hadis

terkait definisi kedua terminologi tersebut serta mendapatkan perbedaan

antara keduanya, maka penulis pun akhirnya dapat berkesimpulan bahwa

Page 28: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

174

perbedaan keduanya dapat diwakili dengan sebuah istilah "Keumuman dan

kekhususan secara mutlak". Dalam hal ini, faktor-faktor yang menjadi

penyebab terjadinya hadis tersebut musykil (sukar) lebih umum dan

kompleks jika dibandingkan dengan faktor yang menjadi penyebab hadis

tersebut bertentangan. Untuk mendeskripsikan definisi kedua terminologi

tersebut, maka penulis deskripsikan sebagai berikut:

Mukhtalif Hadis itu adalah hadis maqbûl (shahîh dan hasan) yang

secara zahir maknanya saling berlawanan dengan hadis maqbul lainnya.

namun maksud dari hadis-hadis tersebut tidak bertentangan jika telah diteliti.

Sebab, antara sekian banyak hadis sejatinya dapat dikompromikan atau dicari

jalan keluar lainnya berdasarkan keilmuan yang matang dan pemahaman

yang mendalam. Sedangkan Musykil Hadis ialah Hadis sahih yang secara

zahir maknanya tidak jelas, susah dipahami, sehingga memunculkan kesan

bertentangan dengan Al-Qur’an, sunnah, ijma’, akal ilmiah, serta fakta

sejarah. Setelah kesukaran makna tersebut telah hilang, hingga mudah

dipahami maka sejatinya tidak akan bertentangan dengan dalil-dalil tersebut.

semuanya dapat terurai jika dilakukan penelitian yang mendalam berdasarkan

keilmuan dan pemahaman yang mendalam juga.

Dari deskripsi tersebut, yang menjadi kata kuncinya adalah penelitian

terhadap hadis-hadis Nabi saw yang mendalam berdasarkan keilmuan serta

tingkat pemahaman yang mendalam juga, hingga akhirnya semua

permasalahn dapat teratasi.

2. Metode Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah terkait penyelesaian

Mukhtalif Hadis

Sebagai seorang tokoh intelektual yang memiliki keilmuan serta tingkat

pemahaman yang mendalam, tentaunya permasalahan Mukhtalif Hadis dapat

dengan mudah diselesaikan oleh Imam asy-Syâfi‘î. Peneltiannya terkait

hadis-hadis yang berlawanan tertuang dalam karyanya, Ikhtilâf al-Hadîts

yang secara khusus berbicara terkait terminologi Mukhtalif Hadis.

Perumusan metode untuk menyelesaikan Mukhtalif Hadis tersebut adalah

bukti dari dalamnya ilmu serta tingginya tingkat pemahaman Imam asy-

Syâfi‘î.

Penulis melihat kepada konteks sosial pada masa Imam asy-Syâfi‘î,

bahwa pemaknaan terkait mukhtalif hadis yang dirumuskan olehnya

dipengaruhi oleh dinamika keilmuan yang berkembang sebelum dan ketika

beliau hidup, baik dari aspek teori maupun metodologi. Perseteruan antara

Madrasah Hijaz dan Madrasah Irak telah mengakibatkan maraknya kegiatan

diskusi. Tradisi ini tidak hanya dilakukan pada forum akademik saja, tetapi

juga pada forum keagamaan. Tradisi ini terekam dengan jelas pada literature-

literatur Islam yang berbicara perihal kehidupan tokoh, perdebatan tidak

hanya terjadi secara lisan antara dua tokoh, tetapi juga secara tulisan. Tradisi

diskusi dan debat seperti ini sangat berpengaruh terhadap karya-karya yang

Page 29: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

175

ditulis Imam asy-Syâfi‘î. penulis melihat bahwa dalam pemaparannya dalam

kitab Ikhtilâf al-Hadîts banyak dijumpai perdebatan antara dua tokoh, seperti

layaknya sebuah perdebatan yang selalu memunculkan pertanyaan sehingga

dijawab oleh seorang tokoh. Kegiatan diskusi tersebut bertujuan untuk

mengetahui alur pemikiran lawan bicaranya sehingga memperkuat

argumentasi bagi Imam asy-Syâfi‘î.

Selain aspek tersebut, aspek Historis juga mempengaruhi pemikiran

Imam asy-Syâfi‘î dalam menentukan serta menilai setiap permasalahan yang

muncul. Metode historis juga terlihat jelas dalam karya-karyanya, pendapat

sahabat dan tabi‘in bagi Imam asy-Syâfi‘î dijadikan sebagai bagian dari dalil

penyelesaian masalah. Seperti permasalahn Mukhtalif Hadis, metode historis

beliau gunakan saat melakukan tinjauan terhadap sejarah (asbâb al-wurûd)

hadis-hadis yang kontradiktif. Metode historis ini bertujuan untuk

mengetahui, mana hadis yang dikategorikan sebagai an-Nâsikh dan mana

yang al-Mansûkh, juga bertujuan untuk melacak kehidupan para perawi

hadis-hadis tersebut, mana yang dikategorikan sebagai perawi yang tsiqah

dan bukan. Tentunya, hadis yang datang lebih akhir dalam sebuah

permasalahan lebih dipilih dari yang datang lebih awal, begitu juga pemilihan

riwayat perawi tsiqah dibandingkan yang tidak.

Dalam kajiannya tentang Mukhtalif Hadis, metode qiyâs al-Ushûlî

(logis-filosofis) yang digunakan Imam asy-Syâfi‘î dapat terlihat ketika

menerapkan metode takhshîsh (pengkhususan) dalam penyelesaian Mukhtalif

Hadis. Jika kembali kepada pemaknaan Imam asy-Syâfi‘î terhadap Mukhtalif

Hadis, metode analisis tekstual juga dapat ditemukan dengan mudah. Paling

tidak terdapat 2 penerapan metode ini:

a. Penetapan hukum al-Ibâhah terhadap satu masalah yang diceritakan

secara berbeda oleh dua hadis.

b. Memilih mengamalkan hadis yang teksnya lebih sesuai dengan bunyi

teks Al-Qur‘an.

Dari analisis tekstual itu, Imam asy-Syâfi‘î menemukan bahwa tidak

ada teks Hadis yang pesannya tidak mendapat persetujuan dari Nabi

saw.,beliau juga memilih hadis yang râjih setelah mengkonfirmasi teks Hadis

dengan bunyi teks Al-Qur‘an. Jadi, metodologi yang beliau gunakan terkait

penyelesaian Mukhtalif Hadis dapat dikategorikan dalam 3 cara, yaitu al-

jam‘u, an-nâsikh wa al-mansûkh, serta at-tarjîh.

Imam Abû Muhammad ibn Qutaibah ad-Dinawârî juga merupakan

pakar intelektual yang mengkaji hadis-hadis Nabi saw berdasarkan keilmuan

serta tingkat pemahaman yang mendalam. Melalui kitabnya Ta’wîl Mukhtalaf

al-Hadîts beliau tidak hanya berbicara hukum, tetapi juga tentang aqidah.

Selain sebagai pakar hadis, beliau juga pakar dalam bidang hukum dan

bahasa, sehingga dalam memahami Musykil Hadis, beliau menggunakan

Page 30: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

176

pendekatan-pendekatan seperti pendekatan logika, bahasa, budaya, dan

rasional.

Ibnu Qutaibah yang hidup pada masa pemerintahan Khalifah al-

Ma’mûn dari Dinasti Abbasiyah yang ketika merupakan pusat ilmu

pengetahuan. Terjadinya inkulturasi helenisme ke dalam dunia Islam melalui

gerakan terjemahan ilmu-ilmu luar telah memunculkan muncul pakar-pakar

Ilmu Kalam dan Filsafat. Sehingga menjadikan wacana pemikiran semakin

semarak dan menjamurnya forum-forum diskusi keagamaan. Pada kondisi

itu, setiap kelompok memahami hadis Nabi saw sesuai kecenderungannya

masing-masing, sehingga tidak sedikit yang telah salah memahaminya,

bahkan sampai pada taraf meragukan keotentikan hadis Nabi saw. sebagai

sumber hukum Islam. Pada kondisi ini, Ibnu Qutaibah tampil sebagai

pembela sunnah Nabi saw.

Meskipun keahlian Ibnu Qutaibah dalam bidang hadis tidak sebanding

dengan Imam al-Bukhârî dan Muslim, namun dalam hal pemahaman

terhadap hadis, Ibnu Qutaîbah dapat dijadikan rujukan. Terbukti

kepiawaiannya dalam Ilmu Bahasa dan Ilmu Kalam yang telah menorehkan

karya seperti Gharîb al-Hadîts, Gharîb Al-Qur’an, Ta’wîl Mukhtalaf al-

Hadîts. Bahkan, Dr. Yûsuf al-Qaradhâwî banyak menjadikan karya-karya

Ibnu Qutaîbah sebagai referensinya. Dalam pemahaman hadis, penulis

melihat bahwa Imam Ibnu Qutaîbah menggunakan pola pemahaman

kontekstual hadis. Hal ini dapat dilihat dari karyanya Ta’wîl Mukhtalaf al-

Hadîts. Dalam konteks penyelesaian terhadap hadis-hadis yang bertentangan,

Ibnu Qutaîbah terlebih dahulu mengedepankan metode kompromi (al-jam‘u)

dengan mengumpulkan hadis-hadis tersebut untuk kemudian dikaji agar

dapat diamalkan keduanya. Namun, jika hal tersebut gagal dilakukan

berdasarkan pertimbangan yang ada, maka langkah kedua yang ia tempuh

adalah penggunaan metode an-nâsikh wa al-mansûkh sebagai solusinya

Berdasarkan kepiawaian Ibnu Qutaibah serta keluasan ilmunya, maka

tidak berlebihan jika ia dikatakan sebagai ulama yang multi talenta, yang

telah menulis karyanya dalam pelbagai disiplin ilmu. Penulis melihat, Ibnu

Qutaîbah melalui karya tersebut seolah menginformasikan bahwa matan

hadis Nabi saw dapat dipahami baik secara tekstual maupun kontekstual,

terutama hadis-hadis yang isi kandungannya dianggap bermasalah dengan

Al-Qur‘an, Hadis, maupun Ijma’. Dalam penelitiannya terkait Mukhtalif

Hadis, aspek historis hadis (asbâb al-wurûd) juga menjadi fokus Ibnu

Qutaîbah dalam memahami hadis-hadis Nabi saw. Hal itu berdasarkan

asumsi bahwa Nabi Muhammad saw tidak mungkin berbicara dalam kondisi

yang vakum historis dan hampa kultural. Sebuah gagasan pemikiran, ide,

termasuk sabda Nabi saw selalu terkait dengan problem historis-kultural

waktu itu.

Page 31: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

177

Dalam memahami hadis secara kontekstual, Ibnu Qutaibah fokus

dengan pembacaan ulang isi kandungan hadis tersebut dengan menggunakan

pendekatan taʼ wîl. Pendekatan itu dilakukannya berdasarkan sumber yang

beragam, tetapi lebih banyak mengarah kepada pemahaman makna bahasa

yang digunakan pada teks-teks hadis tanpa meninggalkan budaya yang

melekat pada bahasa tersebut. Jadi, metode Ibnu Qutaibah dalam

menyelesaikan persoalan Mukhtalif Hadis tidak berbeda dengan Imam asy-

Syâfiʻ î, hanya saja berbeda dalam pemaparan materi kitab sesuai dengan

kilmuan yang mereka miliki.

B. Saran-Saran

Pada bagian akhir ini, penulis memberikan saran-saran kepada para

pengkaji atau pihak-pihak yang mempunyai perhatian terhadap Studi Hadis

untuk senantiasa melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap hadis-hadis

yang banyak dianggap oleh mayoritas masyarakat saling bertentangan antara

satu dengan yang lainnya, serta menjawab setiap persoalan yang berkaitan

dengan hadis-hadis yang masih susah dipahami oleh mayoritas masyarakat

yang merupakan dampak dari minimnya pemahaman mereka terhadap Ilmu

Hadis.

Hal ini penting dilakukan, agar tidak ada lagi kebingungan yang

mereka rasakan. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pada akhirnya akan

menimbulkan sikap masyarakat yang menjauh dari sunnah-sunnah Nabi

Muhammad Saw Tentunya, tesis ini masih banyak kekurangan, sehingga

membutuhkan dukungan dan semangat dari para dosen, sahabat, dan pengkaji

hadis lainnya, agar menjadi sebuah kesatuan yang saling menguatkan demi

menjaga kemurnian sunnah Nabi Muhammad saw.

Page 32: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

177

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qurʼan al-Karîm

ʻAbd Muthallib, Rifʼat Fawzî, Naqd Kitâb Nasr Hâmid Abȗ Zayd wa Dahdu

Subhâtihi, Kairo: Maktabah al-Khanjî, 1996 M

ʻAbd as-Salâm, Ahmad Nahrawî, al-Imâm asy-Syâfiʻî fî Madzhabaîh fi al-

Qadîm wa al-Jadîd, Kairo: Dâr al-Kutub, 1994

ʻAbd ar-Rahîm, Muhammad, Gharȋb Al-Qurʼan fî Syiʻri al-ʻArab, Suʼâlât an-

Nâfiʻ ibn al-Azrâq ila ʻAbdillah ibn Abbâs, Beirȗt: Muʼassasah al-

Kutub ath-Thaqafiyah, 1993 M

Abȗ Rayyah, Mahmȗd, Adhwâ’ ala as-Sunnah al-Muhammadiyyah aw Difâʼ

ʻan al-Hadȋts, Mesir: Dâr al-Ma‘ârif, t.th

Abȗ Sulaîmân, ʻAbd al-Wahhâb, Manhajiyyah al-Imâm Muhammad bin Idrȋs

asy-Syâfiʻî fi Ushȗl al-Fiqh, Taʼshȋl wa at-Tahlȋl, Beirȗt: Dâr Ibn

Hazm, 1999 M

Abȗ Zahrah, Muhammad, al Imâm asy-Syâfiʻî, Hayâtuhu wa ‘Asruhu wa

Fikruhu Arâ’uhu wa Fiqhuh, terj. Abdul Syukur dan Ahmad Rifai

Utsman, Jakarta: Lantera Basritama, 2005

Abȗ Zayd, Nasr Hâmid, al-Imâm asy-Syâfiʻî wa Taʼtsȋts al-Aydulȗjiyyah al-

Washtiyyah, Kairo: Maktabah Madbȗli, 1996 M

Abȗ Hatim, Abȗ Muhammad ʻAbd ar-Rahmân ibn Muhammad, al-Jarh wa

at-Taʻdȋl, Beirȗt: Dâr al-Fikr, t. th

Ajjâj al-Khâthib, Muhammad, Ushȗl al-Hadȋts, Ulȗmuh wa Mushthalahuh,

Beirȗt: Dâr al-Fikr, 2006 M

ʻAzhamî, Muhammad Dhiyâʼ ar-Rahmân, Muʻjam Mushthahât al-Hadȋts wa

Lathâ’if al-Asânȋd, Riyadh: Maktabah Adhwâ as-Salaf, 1999 M

ʻAzhamî, Muhammad Musthafa, Prof. Dr., Hadis Nabawi dan Sejarah

Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa Yaqub, M.A., Jakarta: Pustaka Firdaus,

2000 M

______, On Schacht`s Origins of Muhammadan Jurisprudence, Riyadh: King

Saud University, 1985 M

______, Studies in Hadith Methodology and Literature, Indianapolis:

American Trust Publications, 1977 M

Al-Ȃmidî, Muhammad, al-Ihkâm fî Ushȗl al-Ahkâm, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, t. th.

Al-Ashfahânî, Syams ad-Dȋn, Syarh al-Minhâj li al-Baydhâwî fî ‘Ilm al-

Ushȗl, Riyâdh: Maktabah ar-Rusyd, 1999 M

Al-Attâs, Syed Naquȋb, Prologomena to Methaphysics of Islam, Kuala

Lumpur: The International Institute of Islamic Thought and

Civilization, 1995 M

Al-Asqalânî, Ibnu Hajar, Fath al-Bâri fî Syarh ash-Shahȋh al-Bukhârî, Kairo:

Maktabah Salafiyah, t. th

Page 33: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

178

__________, Lisân al-Mizân, Beirut: Dâr al-Ma`arif al-Utsmaniyyah, 1329 H

Al-Baghdadî, Khathîb, al-Kifâyah fî ʻIlm ar-Riwâyah, Beirut: Maktabah al-

Ilmiyyah, 1358 H

Al-Baîhaqî, Abȗ Bakr Ahmad, Syuʻb al-Imâm, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-

Ilmiyyah, 1410 H

_________, Sunan al-Kubra, Beirut: Dar al-Maʻrifah, 1344 H

Al-Bukhârî, Muhammad ibn Ismâʼîl, al-Jâmiʻ ash-Shahȋh, Beirȗt: Dâr Ibnu

Katsȋr al-Yamâmah, 1987 M

Ad-Dimyathî, Ahmad ibn Muhammad, Hasyiyah ad-Dimyâthi ala Syarh al-

Waraqât, Beirut: Maktabah al-Alawiyyah, t. th

Ad-Dâruquthnî, Alî ibn ʻUmar, Sunan ad-Dâruquthnî, Kairo: Dâr al-

Mahâsin, 1966 M

Adz-Dzâhabî, Syams ad-Dîn Abȗ ʻAbdullah Muhammad, al-Munqȋzhah fî al-

ʻIlm Mushthalah al-Hadȋts, Kairo: Dâr as-Salâm, 1428

___________, Siyâr Aʻlâm an-Nubalâʼ, Beirȗt: Dâr al-Fikr, 2001 M

__________,Târîkh al-Islâmî wa Thabaqât al-Masyahîr al-Aʻlâmî, Kairo, t.p.

1950 M

Al-Ghazalî, Abȗ Hâmid, al-Mushtashfa fî al-‘Ilm al-Ushȗl, Beirut: Dâr al-

Kutub al-Ilmiyyah, 1994 M

_________, Ihyâʼ ʻUlȗm ad-Dȋn, Riyâdh: Maktabah asy-Syâmilah, t. th

Al-Hâzhimî, al-Iʻtibâr fî an-Nâsikh wa al-Mansȗkh fî al-Hadȋts, Beirȗt: Dâr

Ibnu Hazm, 2001 M

Al-Irâqî, Zaîn ad-Dîn, Alfiyyah al-Hadȋts, Beirȗt: Dr al-Jȋl, 1992 M

_______, Syarh at-Tabshȋrah wa at-Tadzkȋrah Beirȗt: Dâr al-Kutub al-

Ilmiyyah, 2002 M

Al-Jâbirî, Muhammad Abîd, at-Turâst wa al-Hadatsah, Beirȗt: Markaz as-

Saqâfi al-Arâbi, 1991 M

_______,Binyât al-ʻAql al-Arabî, Dirâsah Tahlîliyyah an-Naqdiyyah

Linuzhum al-Maʻrifah fî ats-Tsaqâfah al-‘Arabiyyah, Beirut: Markaz

Dirasât al-Wahdah al-Arâbiyyah, t. th

Al-Jawwâbî, Muhammad, Juhȗd al-Muhadditsȗn fî Naqd al-Matn al-Hadȋts

an-Nabawi asy-Syarȋf, Tunis: Muʼassasah ʻAbd al-Karȋm ibn

ʻAbdullah, t. th

Al-Jazâirî, Muhammad ath-Thâhir, Tawjȋh an-Nazhr ʼIla Ushȗl al-Atsâr,

Beirut: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, 1995 M

Al-Kattânî, Muhammad, Risâlah al-Mustathrafah li al-Bayân al-Masyhȗr al-

Kutub as-Sunnah al-Mushannafah, Beirȗt: Dâr al-Basyâir al-

Islamiyyah, 1986

Al-Khaththâbî, Abȗ Sulaîmân, Maʻâlim as-Sunan, Kairo: Mathbaʼah as-

Sunnah Muhammadiyah, t. th

Al-Minâwî, Zaîn ad-Din Muhammad ʻAbd ar-Raȗf , al-Yawâqit wa ad-Durar

fî Syarh Nukhbat Ibn Hajar, Riyâdh: Maktabah ar-Rusyd, 199 M

Page 34: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

179

An-Naisabȗrî, Abȗ ʻAbdullah Muhammad ibn ʻAbd al-Hâkim, Maʻrifatu

ʻUlȗm al-Hadȋts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1977 M

An-Nawawî, Abȗ Zakariya Muhyî ad-Dîn, al-Majmȗʻ Syarh al-Muhadzdzab,

Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006 M

__________, Syarh ash-Shahîh Muslim, Beirȗt: Dâr al-Qalam, 1987 M

Al-Qâshimî, Jamâl ad-Dȋn, Qawâʼid at-Tahdȋts Min Funȗn Mushthalah al-

Hadȋts, Beirȗt: Dâr an-Nafâis, 2010 M

Al-Qaththân, Mannâʼ ibn Khalil, at-Tasyrȋʼ wa al-Fiqh al-Islâmî, Kairo:

Maktabah al-Wahbah, 1422 H

Al-Qârî, Mulla Alî, Syarhu Nukhbatu al-Fikr fi Mushthalah ʼAhl al-Atsâr,

Beirȗt: Dâr al-Arqâm, t. th

Al-Qaradhawî, Yȗsuf, Madkhal lî ad-Dirâsati as-Sunnah an-Nabawiyyah,

Kairo: Maktabah al-Wahbah, 2004 M

Ash-Shanâʼnî, Muhammad, Tawdȋh al-Afkâr lî Maʻâni Tanqȋh al-Andhâr,

Beirȗt: Dâr al-Fikr, t. th

Ash-Shiddiqi, Hasbi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta: Bulan

Bintang, 1994 M

As-Subkî, Tâj ad-Dȋn ibn ʻAbd al-Wahhâb, Jamʻu al-Jawâmiʻ, Beirȗt: Dâr

al-Kutub al-Ilmiyah, 2005 M.

As-Suyȗthî, Jalâl ad-Dȋn, Tadrȋb ar-Râwî bi Syarh Taqrȋb an-Nawâwî,

Madȋnah: Maktabah al-Ilmiyyah, 1392 H/1972 M

Asy-Syâfiʻî, Muhammad ibn Idrȋs, Ikhtilâf al-Hadȋts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-

Ilmiyyah, 1429 H/2008 M

__________, ar-Risâlah, Kairo: Maktabah Dâr at-Turâts, 1979 M

__________, al-ʼUmm, Beirut: Dâr al-Maʻrifah, 1973 M

Asy-Syakhâwî, Syams ad-Dȋn Muhammad, Fath al-Mughȋts fî Syarh Alfiyah

al-Hadȋts, Madinah: Maktabah Salafiyah, 1388 H

Asy-Syâqirî, Muhammad, Sunan wa al-Mubtada’ât, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, 1994 M

Asy-Syâthibî, Ibrahȋm ibn Mȗsa, al-Muwâfaqhât fî Ushȗl asy-Syarȋʻah,

Beirȗt: Dâr Maʻrifah, t. th

Asy-Syaukânî, Muhammad ibn ʻAli Abdullah al-Yamânî, Irsyâd al-Fuhȗl ila

Tahqȋq al-Haqq min ‘Ilm al-Ushȗl, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,

1994 M

Ath-Thahânawî, Zhafar Ahmad al-Utsmânî, Qawâʻid fî ʻUlȗm al-Hadȋts,

Beirȗt: Maktabah al-Mathbuʼât al-Islamiyyât, 1972 M

Ath-Thahâwî, Abu Jaʻfar Ahmad ibn Muhammad ibn Salâmah, Musykil al-

Atsâr, Dâirah Maʻârif an-Nidzamiyyah, t.t. t. th.

Ath-Thahhân, Mahmȗd, Taisȋr Mushthalah al-Hadȋts, Kairo: Maktabah al-

Imân, 1425 H

Page 35: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

180

Ath-Thanthâwî, Mahmȗd Muhammad, al-Madkhal ila al-Fiqh al-Islâmî,

Târȋkh at-Tasyrȋʻ wa Mashâdiruhuh wa Nazariyât al-Fiqhiyyah, Kairo:

Maktabah al-Wahbah, 1987 M

At-Tirmasî, Muhammad Mahfȗdh, Manhaj Dzâwî an-Nazhr, Syarh

Manzhumât ‘Ilm al-Atsâr, Beirȗt: Dâr al-Fikr, 1997

At-Tirmidzî, Muhammad ibn Isa, Sunan at-Tirmidzî, Beirȗt: Dâr Ihyâʻ at-

Turâst al-Arâbî, t. th

Al-Yahshubî, Iyyâdh ibn Mȗsa, al-Ilmâʻ ila Ushȗl ar-Riwâyah wa Taqyȋd as-

Samâʻ, Kairo: Dâr at-Turâst, 1970 M

Az-Zurqânî, Muhammad ʻAbd al-Adhîm, Manâhil al-Irfân fî ʻUlȗm Al-

Qurʼan, Beirȗt: Dâr Ihyâʼ at-Turâst al-Arâbi, t. th

Az-Zuhaîlî, Wahbah, Fiqh al-Imâm asy-Syâfiʻî, terj. Muhammad Afifi dan

Abdul Hafidh, Jakarta: Almahira, 2010 M

Darmalaksana, Wahyudin, Hadis Di Mata Orientalis; Telaah atas

Pandangan Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht, Bandung: Benang

Merah Press, 2004

Hashim Kamali, Mohammed, Principles of Islamic Jurispredence,

Cambridge: The Islamic Texts Society, 1991 M

Hâsyim, Ahmad ʻUmar, Qawâ’id Ushûl al-Hadîts, Beirȗt: Dâr al-Fikr, t.th

Hafnâwî, Muhammad Ibrahȋm Muhammad, Taʻârudh wa at-Tarjȋh ʻInda al-

Ushȗliyȗn, wa Atsaruhumâ fî al-Fiqh al-Islâmî, Mansȗrah: Dâr Wafâʻ,

1987

Hammâd, Nafiz Husaîn, Mukhtalaf al-Hadîts Baina al-Fuqahâʼ wa al-

Muhadditsȗn, Manshȗrah: Dâr al-Wafâʼ, 1993 M

Ismail, Nurjannah, Perempuan Dalam Pasungan: Bias Laki-Laki Dalam

Penafsiran, Yogyakarta: LKiS, 2003 M

Ismail, Syuhudi, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis, Jakarta: Bulan Bintang,

1995

Itr, Nȗr ad-Dȋn, Manhaj an-Naqd fî ‘Ulȗm al-Hadȋts, Damaskus: Dâr al-Fikr,

1997

Ibnu Katsîr, Abȗ Fidâʼ Ismâʼîl ibn ʻUmar al-Quraîsy al-Basyârî ad-Dimasyqî,

al-Bidâyah wa an-Nihâyah, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1387 H

__________, Ikhtishār ʻUlȗm al-Hadīts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

t.th

Ibnu Manzhȗr, Jamâl ad-Dîn, Lisân al-Arâb, Kairo: Dâr al-Hadȋts, 2003 M

Ibnu Qutaîbah, Abȗ Muhammad ʻAbdullah ibn Muslim, Taʼwȋl Mukhtalaf al-

Hadȋts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t. th.

Jumʻah, Muhammad Alî, al-Madkhal Ilâ Madzâhib al-Arbaʻah, Kairo: Dâr

as-Salâm, 1428 H/2008 M

Mazîd, Alî ʻAbd al-Basîth, Manâhij al-Muhadditsîn fî al-Qarn al-Awwal al-

Hijri Hattâ Ashrinâ al-Hâdhir, Kairo: Maktabah al-Imân, 2010 M

Page 36: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

181

Mubarak, Jaih, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul

Jadid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Nawawi, Hadhari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1998 M

Rahman, Fazlur, Islamic Methodology in History, Islamabad: Islamic

Research Institute, 1984 M

Renard, John, Seven Doors to Islam; Spirituality and The Religious Life of

Muslims, California: University of California Press, 1996 M

RI, Departemen Agama, Al-Qurʼan Dan Terjemahnya, Yayasan

Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qurʼan, Semarang:

Kumudasmoro Grafindo, 1994

Ritonga, Ahmad Rahman, Studi Ilmu-Ilmu Hadis, Yokyakarta: Interpena,

2011 M

Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1999 M

Syâkir, Ahmad Muhammad, al-Bâits al-Hatsȋts Syarh Ikhtishâr ʻUlȗm al-

Hadȋts, Kairo: Dâr al-Atsâr, 1423 H/2002 M

Seed, Abdullah, Islamic Thought; an Introduction, New York & London:

Routledge, 2006 M

Shâlih, Shubhî, ‘Ulȗm al-Hadȋts wa Mushthâlahuh, Beirȗt: Dâr al-Ilmi, 1988

M

Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qurʼan; Fungsi Dan Peran

Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992 M

Sibâʻî, Musthafa, as-Sunnah wa Makânatuhâ fî at-Tasyrȋ’ al-Islâmi, Beirȗt:

al-Maktab al-Islâmi, 1985 M

Soebahar, Erfan, Menguak Fakta Keabsahan as-Sunnah: Kritik Mustafa As-

Sibaʼi Terhadap Pemikiran Ahmad Amîn mengenai Hadis Dalam Fajr

al-Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004 M

Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 M

Syaîkh Ahmad Farîd, 60 Biografi Ulama Salaf, terj. Masturi Ilham dan

Asmuʻi Taman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006 M

Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 M

______, Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1998 M

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1995 M

Zahwȗ, Muhammad Abû, al-Hadîts wa al-Muhadditsûn, Beirȗt: Dâr al-Fikr,

t.th

Page 37: STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU

182

CURRICULUM VITAE

Nama : Al Kodri

Tempat/Tanggal Lahir : Pringsewu, 5 Mei 1988

Alamat : Jln. Margonda Raya, Depok Jawa Barat

Alamat Asal : Jln. Pringadi No 668, Pringsewu Utara Lampung Selatan

Kontak : 085711594276 / [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. SD Muhammadiyah 1 Pringsewu Utara, Lampung Selatan

2. Madrasah Tsanawiyah Sumatera Thawalib Parabek, Bukittinggi

Sumatera Barat

3. Madrasah Aliyah Sumatera Thawalib Parabek, Bukittinggi Sumatera

Barat

4. S1 Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir

5. S2 Institut Ilmu Al-Qurʼan (IIQ) Jakarta

Riwayat Organisasi :

1. Redaktur Buletin Informatika, ICMI cabang Kairo Mesir

2. Redaktur Majalah Mitra, KMM Kairo Mesir

3. Bendahara Konsulat Mahasiswa Lampung (IKMAL) Kairo Mesir

4. Koordinator Bimbingan Belajar Marhalah ISBAT, Kairo Mesir

5. Reporter Buletin Majalah Informatika, ICMI cabang Kairo

Riwayat Pekerjaan :

1. Guru SDIT Al Haraki, Depok Jawa Barat

2. Editor Bahasa Pustaka Kautsar, Cipinang Muara Jakarta Timur