studi komparatif metodologi imam asy-syÂfi‘Î dan ibnu
TRANSCRIPT
STUDI KOMPARATIF METODOLOGI
IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU QUTAIBAH
TERKAIT PENYELESAIAN MUKHTALIF
HADIS
Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl
Mukhtalaf al-Hadîts
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama
(M.A.) Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Oleh:
Al kodri
NIM: 211410469
KONSENTRASI ILMU Al-QUR’AN DAN ILMU HADIS
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1437 H / 2015 M
STUDI KOMPARATIF METODOLOGI
IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU QUTAIBAH
TERKAIT PENYELESAIAN MUKHTALIF
HADIS
Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl
Mukhtalaf al-Hadîts
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama
(M.A.) Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Oleh:
Al kodri
NIM: 211410469
KONSENTRASI ILMU Al-QUR’AN DAN ILMU HADIS
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1437 H / 2015 M
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul STUDI KOMPARATIF METODOLOGI IMAM
ASY-SYÂFI‘Î DAN IBNU QUTAIBAH TERKAIT PENYELESAIAN
MUKHTALIF HADIS, Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl
Mukhtalaf al-Hadîts, yang disusun oleh Al Kodri dengan Nomor Induk
Mahasiswa 211410469 telah melalui proses bimbingan dengan baik dan
dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan di
sidang munaqasyah.
Pembimbing I:
DR. H. Sahabudin, MA
Tanggal: 26-1-2015
Pembimbing II :
DR. KH. Ahmad Fatoni, MA
Tanggal: 28-1-2015
ii
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Al Kodri
NIM : 211410469
Tempat/Tanggal Lahir : Pringsewu, 5 Mei 1988
Menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Komparatif Metodologi
Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah Terkait Penyelesaian Mukhtalif
Hadis, Analisis Kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Ta’wîl Mukhtalaf al-Hadîts
adalah benar-benar karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang dirujuk
sumbernya. Kesalahan dan kekurangan dalam tesis ini sepenuhnya menjadi
tanggung jawab saya.
Depok: 8 Sya‘ban 1436 H
26 Mei 2015 M
Yang menyatakan
Al Kodri
iv
MOTTO
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.At-Taȗ bah
[9]:122)
v
PERSEMBAHAN
Teruntuk :
Kedua Orang tua yang telah mendidik dan membesarkan dengan
penuh kasih sayang, serta selalu menanamkan luhurnya nilai-nilai
agama
Para guru dan dosen yang telah mendidik penulis selama belajar
Kakak-kakakku yang telah membimbing dan membantu penulis
dalam suka dan duka
Teman-teman seperjuangan di perantauan, dan
Pembaca yang budiman
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada setiap hamba-Nya. Dengan rahmat dan
hidayah-Nya tersebut penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang telah membimbing umat manusia agar selalu berjalan
di jalan Allah Swt yang lurus, begitu juga kepada para sahabat, keluarga,
tabiʼ in, dan seluruh pengikutnya hingga akhir masa nanti.
Sungguh rasa lega dapat penulis rasakan ketika ragam kata terakhir
dalam tesis ini selesai ditulis, setelah sebelumnya banyak aral rintangan yang
menghadang penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Namun dari itu semua,
lagi-lagi karunia Allah Swt lah yang membuat itu semua dapat dilalui dengan
baik. Akan tetapi, penulis sadar masih banyak kekurangan dalam tesis ini dan
itu datangnya dari keterbatasan penulis. Selain itu, selesainya tesis ini tidak
luput dari doa serta dukungan dari banyak pihak. Semoga Allah Swt
membalasinya dengan balasan yang berlimpah.
Pada kesempatan ini, penulis haturkan penghargaan serta ucapan terima
kasih kepada :
1. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA, selaku Rektor
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
2. Bapak DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA, selaku Direktur
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
3. Bapak DR. H. Sahabudin, MA dan DR. KH. Ahmad Fatoni, MA,
selaku pembimbing tesis ini, berkat bimbingannya penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan baik.
4. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA dan Bapak Dr. Asep
Saepudin Jahar, MA, selaku penguji tesis ini yang telah bersedia
menguji tesis ini dan memberikan kritikan yang membangun.
5. Para Dosen dan Guru di lingkungan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta yang telah mendidik dan membimbing para pelajar untuk
selalu berpegang teguh pada agama Allah Swt.
6. Segenap Staf dan Karyawan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, atas
segala pelayanannya yang baik selama penulis menempuh studi hingga
akhir
vii
7. Para Guru di lingkungan Pondok Pesantren Modern Sumatera Thawalib
Parabek Bukittinggi Sumatera Barat, yang telah mengenalkan penulis
kepada Ilmu-ilmu agama yang baik dan benar sebagai modal untuk
menjalani kehidupan ini dengan lurus
8. Para Dosen Universitas Al-Azhar Kairo Mesir, yang dahulu telah
mendidik penulis serta memberikan banyak ilmu dan wawasan
keislaman yang banyak berdasarkan risâlah dan manhaj-nya yang
mulia.
9. Orang tua penulis Ayahanda Azizan Sutan Makmur dan Ibunda
Yerniati Agus, berkat doa restu, serta nasihat yang selalu menyertai
penulis dalam menyelesaikan studinya selama ini.
Akhirnya, penulis meminta maaf atas segala bentuk kesalahan yang
terdapat dalam tesis ini. Kepada Allah Swt penulis selalu memohon
ampunan. Segala kritik dan saran begiti penting bagi penulis guna
kesempurnaan tesis ini. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan nikmat
dan karunianya kepada kita semua.
Depok: 8 Sya‘ban 1436 H
26 Mei 2015 M
Al Kodri
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING i
LEMBARAN PENGESAHAN ii
PERNYATAAN PENULIS iii
MOTTO iv
PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
PEDOMAN TRANSLITERASI xi
ABSTRAKSI xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan 6
1. Identifikasi Masalah 6
2. Pembatasan Masalah 6
3. Perumusan Masalah 7
C. Tujuan dan kegunaan Penelitian 7
D. Metode Penelitian 7
1. Sumber Data 7
2. Metode Penelitian 7
3. Tehnik Pengumpulan Data 8
4. Kajian Terdahulu Yang Relevan 8
5. Sistematika Penulisan 10
BAB II DEFINISI HADIS DAN STANDARISASI KEOTENTIKANNYA
A. Definisi Hadis 11
B. Menerima dan Menyampaikan Hadis 20
1. Definisi 21
2. Kepiawaian Menerima Hadis 22
a. Penerimaan Hadis Orang Kafir, Anak Kecil 22
b. Kapan Anak Kecil Boleh Menerima Hadis 23
3. Mendengar dan Menulis Hadis 24
C. KRITERIA HADIS SAHIH 26
1. Sanad Bersambung 29
2. Kapasitas Moral Perawi 39
3. Kapasitas Intelektual Perawi 30
4. Terhindar Dari Syâdz 31
5. Terhindar Dari al-‘Illah 32
D. FENOMENA INKAR SUNNAH 39
BAB III MUKHTALIF AL-HADÎTS DAN PROBLEMATIKA
TERMINOLOGI MUSYKIL AL-HADÎTS
A. Definisi 45
ix
B. Penyebab Terjadinya Mukhtalif al-Hadîts
1. Terkait Lafad Umum Dan Khusus 56
2. Perbedaan Berdasarkan Kondisi 57
3. Berdasarkan Periwayatan 59
C. Problematika Terminologi Musykîl al-Hadîts 62
D. Metode Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts 72
1. Metode an-Nâsikh wa al-Mansûkh
a. Definisi 72
b. Berdasarkan Keterangan Nabi 78
c. Berdasarkan Keterangan Sahabat 79
2. Metode al-Jam‘u
a. Definisi 79
b. Dua Hadis Bermakna Umum 81
c. Dua Hadis Bermakna Khusus 82
3. Metode at-Tarjîh
a. Definisi 84
b. Berdasarkan Penilaian Sanad Hadis 85
c. Berdasarkan Penilaian Matan Hadis 87
BAB IV IMAM ASY-SYÂFI‘Î DAN KITAB IKHTILÂF AL-HADÎTS
A. Biografi
1. Nama Dan Nasab 91
2. Perjalanan Intelektual 92
3. Latar Belakang Sosial dan Politik 95
4. Guru dan Murid-Murid 96
5. Karya-Karya 98
a. Sekilas Tentang Kitab al-‘Umm 98
b. Sekilas Tentang Kitab ar-Risâlah 98
6. Pujian Ulama 99
B. Sumbangsih Terhadap Keilmuan Islam
1. Imam asy-Syâfiʻ î dan Ilmu Hadis 102
2. Madrasah Irak dan Hijaz 106
3. Merintis Qaûl al-Jadîd Setelah Qaûl al-Qadîm 109
C. Sumber Hukum Imam asy-Syâfi‘î 112
D. Tuduhan Nasr Hâmid Abû Zayd 115
E. Hadis Dalam Pandangan Imam asy-Syâfi‘î 122
1. an-Nâsikh wa al-Mansûkh al-Hadîts 124
2. Ikhtilâf al-Hadîts 125
F. Metode Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts
1. Kegunaan Kitab Ikhtilâf al-Hadîts 127
2. Kontradiksi Antara Ayat dan Ayat 132
3. Kontradiksi Antara Ayat dan Hadis 133
4. Mengkompromikan Dua Dalil 135
x
5. Penggunaan Metode an-Nâsikh wa al-Mansûkh 137
6. Ikhtilâf min Jihât al-Mubâh 140
7. Tarjîh ar-Riwâyah 141
BAB V IBNU QUTAIBAH DAN KITAB TA’WÎL MUKHTALAF Al-
HADÎTS
A. Biografi 143
1. Nama Dan Nasab 143
2. Perjalanan Intelektual 144
3. Karya-Karya 145
4. Pujian Ulama 146
B. Latar Belakang Penulisan Kitab 147
C. Hadis Dalam Pandangan Ibnu Qutaibah 150
D. Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts 153
1. Kontradiksi Antara Hadis Dengan Hadis 154
2. Kontradiksi Antara Hadis Dengan Al-Qur’an 162
3. Kontradiksi Antara Hadis Dengan Akal 165
4. Hadis-Hadis Mutasyâbihât 166
E. Persamaan dan Perbedaan Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah
Terkait Penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts 168
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan 173
1. Pemaknaan Musykil dan Mukhtalif Hadis 173
2. Metode Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah Terkait
Penyelesaian Mukhtalif Hadis 174
B. Saran-saran 177
DAFTAR PUSTAKA 179
CURRICULUM VITAE 184
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lainnya. Dalam penulisan tesis di Institut Ilmu Al-
Qur’an (IIQ) Jakarta, transliterasi Arab-Latin mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
: a : th
: b : zh
: t : ‘
: ts : gh
: j : f
: h : q
: kh : k
: d : l
: dz : m
: r : n
: z : w
: s : h
: sy : ‘
: sh : y
: dh
2. Vocal
Vocal Tunggal Vocal Panjang Vocal Rangkap
Fathah : a أ : â ي.... : ai
Kasrah : i ي : î ....و : au
Dhammah : u و : û
xii
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alim lam )ال) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam )ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, contoh:
al-Madînah : انمدينت al-Baqarah : انبقرة
b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah ditransliterasi
dan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya. Contoh:
as-Sayyidah : انسيدة ar-Rajul : انرجم
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah dalam sistem aksara Arab digunakan lambing )_), sedangkan
untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara
menggandakan huruf yang bertanda syaddah. Aturan ini berlaku
secara umum, baik syaddah yang berada di tengah, akhir kata ataupun
yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyah. Contoh:
Ȃmana as-Sufahâʼ : أمن انسفهبء Inna al-Ladzîna : إن انذين u
d. Ta Marbuthah )ة)
Ta marbuthah )ة) jika berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata
sifat, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (h). Contoh:
ةدئفالأ : al-Afʼ idah تيبمهسالإ تعبمانج : al-Jâmiʻ ah al-
Islâmiyyah
Sedangkan Ta Marbuthah )ة) yang diikuti atau disambungkan dengan
kata benda, maka dialihaksarakan dengan huruf (t). Contoh:
ت انكبرالأي Ȃmilatun Nâshibah :عبمهت نبصبت : al-Ȃ yat al-Kubrâ
xiii
Abstraksi
Pendefinisian terhadap istilah Mukhtalif al-Hadits dan Musykil al-
Hadîts masih belum selesai sehingga kerap disamakan. Istilah Musykil al-
Hadîts tidak disebut serta dipakai dalam jenis-jenis Ilmu Hadis, justru yang
disebutkan ialah Mukhtalif al-Hadîts. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan jawaban terhadap pendefinisian Mukhtalif al-Hadîts dan Musykil
al-Hadîts yang jelas menurut ulama hadis, serta mengetahui metode
penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts sesuai konsep Imam asy-Syâfiʻ i dan Ibnu
Qutaibah.
Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan yang
menjadikan kitab Ikhtilâf al-Hadîts karya Imam asy-Syâfiʻ i dan kitab
Taʼ wîl Mukhtalaf al-Hadîts karya Ibnu Qutaibah sebagai sumber utama,
serta buku-buku yang berkaitan dengan Hadis dan Ilmu Hadis sebagai
penunjang. Melalui metode Deskriptif-Analisis, semua data dikumpulkan
dari sumber utama, kemudian diklasifikasikan dan dideskripsikan sesuai
sumber data dengan permasalahan. Kemudian penulis menganalisa data yang
telah terhimpun sehingga menghasilkan kesimpulan serta jawaban dari
persoalan yang diteliti. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya hanya mengkaji metode
penyelesaian Mukhtalif al-Hadîts menurut Imam asy-Syâfiʻ î dan Ibnu
Qutaibah tanpa membahas problematika terminologi Mukhtalif al-Hadîts dan
Musykil al-Hadîts.
Penelitian ini menemukan bahwa ulama memasukkan Musykil al-
Hadîts dalam pembahasan Mukhtalif al-Hadîts. Padahal, Musykil al-Hadîts
memiliki pembahasan lebih luas dari Mukhtalif al-Hadîts. Definisi untuk
Mukhtalif al-Hadîts masih memiliki kelemahan. Tetapi, penulis melihat
pendefinisian Mahmȗ d ath-Thahhân lebih jelas, bahwa Mukhtalif al-Hadîts
terjadi jika hadis itu sama-sama maqbȗ l. Penelitian ini menjawab bahwa
Musykil al-Hadîts lebih umum dari Mukhtalif al-Hadîts, sesuai definisi Dr.
Nȗ ruddîn Itr dan Dr. Usâmah Abdullah Khayyâth yang mengarah pada
kesimpulan sebagai hadis sahih yang maknanya tidak jelas dan bertentangan
dengan kaidah-kaidah syariat.
Dalam konteks penyelesaian Mukhtalif al-Hadits, Imam asy-Syafiʻ î
dan Ibnu Qutaibah mengisyaratkan bahwa pemahaman yang kurang tepat
terhadap dalil menjadi penyebab adanya anggapan Mukhtalif al-Hadîts.
Peneltian ini berkesimpulan bahwa metode yang digunakan Imam asy-
Syâfiʻ î dan Ibnu Qutaibah untuk menyelesaikan Mukhtalif al-Hadîts yaitu
xiv
al-jamʻ u, an-naskh, dan at-tarjîh. Namun, dalam menerapkan metode-
metode tersebut, terdapat perbedaan sesuai dengan keilmuan mereka masing-
masing.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Selain Al-Qurʼan sebagai sumber hukum dalam ajaran Islam, hadis
yang merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw
berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan hal ihwalnya,1 juga merupakan
sumber hukum yang menguatkan isi kandungan Al-Qurʼan, dan menjelaskan
Hukum-hukum yang memerlukan penjelasan, serta menjelaskan Hukum-
hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qurʼan seperti tidak boleh memakan
daging binatang buas dan tidak boleh memadukan istri dengan bibinya. Hal
ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam ayat berikut ini:
﴾
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr [59]: 7)2
Menurut sebagian ahli tafsir, ayat tersebut memberi petunjuk secara
umum bahwa semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib
dipatuhi oleh Orang-orang yang beriman.3 Jadi, kewajiban patuh kepada
Rasulullah merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.
Hadis dan Al-Qurʼan memiliki hubungan yang sangat erat, karena
untuk memahami dan mengamalkan keduanya, antara Al-Qurʼan dan Hadis
tidak dapat dipisahkan pemahamannya. Hal itu disebabkan karena Al-Qurʼan
merupakan dasar hukum pertama yang di dalamnya berisi Garis-garis besar
ajaran Syariat Islam. Sedangkan hadis merupakan penjelas terhadap
kandungan Al-Qurʼan serta memberikan gambaran konkrit tentang Batas-
batas yang dinyatakan oleh Al-Qurʼan. Dengan demikian, seseorang tidak
bisa memahami Al-Qurʼan jika tanpa memahami dan menguasai hadis begitu
juga jika hanya menggunakan hadis tanpa pedoman dari Al Qurʼan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi hadis sepeninggal Nabi
Muhammad saw berada pada suatu kondisi yang mulai tidak seimbang
dibandingkan dengan eksistensi Al-Qurʼan. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan hal tersebut, yaitu:
1. Cara periwayatan hadis yang selain berlangsung secara lafad juga
berlangsung secara makna.
2. Dalam sejarah hadis telah muncul berbagai pemalsuan terhadap hadis.
1 Shubhi ash-Shâlih, ʻUlȗm al-Hadȋts wa Mushthâlahuhu,(Beirȗt: Dâr al-ʻIlm, 1988
M),h. 3 2Departemen Agama RI, Al-Qur'an Dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qurʼan, (Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994 M), h. 916 3 Wahbah az-Zuhaȋlî, Tafsȋr al-Munȋr, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1991 M), Cet. ke-1, h. 82
2
3. Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang dibukukan dalam rentang
waktu jauh lebih lama daripada pembukuan Al-Qurʼan.
4. Periwayatan hadis selain beragam metodenya, juga beragam tingkat
validitas Masing-masing metodenya.4
Faktor-faktor inilah yang kemudian membuka peluang untuk diadakan
penelitian hadis dalam banyak persoalan yang tidak jarang menimbulkan
perdebatan. Dilihat dari kedudukannya sebagai sumber hukum Islam, hadis
secara garis besar diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu hadis
maqbûl yang memenuhi persyaratan untuk diterima dan dijadikan dalil.5 Lalu
hadis mardûd, yang tidak memenuhi persyaratan untuk diterima dan
dijadikan dalil, karena itu harus ditolak. Yang termasuk kategori pertama
menurut ulama adalah hadis sahih dan hadis hasan. Sedangkan yang
termasuk kategori kedua adalah hadis lemah.
Meskipun demikian, bukan berarti hadis-hadis yang termasuk kategori
maqbȗl itu terbebas dari perdebatan. Diantara perdebatan yang sering timbul
adalah adanya Hadis-hadis yang tampak saling bertentangan. Redaksi hadis-
hadis tersebut Masing-masing memberikan muatan hukum yang saling
bertentangan terkait suatu permasalahan.6 Dalam kondisi seperti ini, matan
Hadis-hadis tersebut menjadi sulit untuk dipahami karena tidak mungkin
mengamalkan salah satu hadis secara langsung dengan begitu saja
mengesampingkan matan hadis yang lainnya. Kondisi dimana terjadi
pertentangan isi matan hadis dengan matan hadis lainnya disebut dengan
Ikhtilâf al-Hadȋts, dan hadis-hadis yang saling bertentangan disebut dengan
Mukhtalif al-Hadȋts.
Perdebatan tersebut tidak terbatas pada hadis-hadis yang secara zahir
bertentangan saja, tetapi ada juga terminologi serupa yang lebih luas
cakupannya, bukan sekedar bertentangan, namun juga memiliki redaksi
matan yang tidak jelas, baik karena mengandung makna ganda atau Multi
Tafsir.7 Terminologi itu disebut dengan Musykil al-Hadȋts. Istilah ini juga
4 Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan as-Sunnah, Kritik Musthafa as-Sibâʻî
Terhadap Pemikiran Ahmad al-Amîn mengenai Hadis Dalam Fajr al-Islâm, (Jakarta:
Prenada Media, 2004 M), Cet. ke-1, h. 5. 5 Ahmad ʻUmar Hâsyim, Qawâ’id al-Ushûl al-Hadîts, (Beirȗt: Dâr al-Fikr, t.th), h. 38
6 Para ulama berbeda pendapat dalam pemaknaan istilah Mukhtalif al-Hadîts. Bagi
ahli Hadis, kalimat mukhtalif dengan huruf 'lam' berharakat kasrah, mempunyai arti sebagai
matan hadis yang bertentangan dengan matan hadis lainnya. Lihat Ibnu Hajar al-Asqalânî,
Syarh an-Nukhbatu al-Fikr fî Mushthalah ʻAhl al-Atsâr, (Damaskus: Mathbaʼah as-Sabâh,
1421 H/2000 M), Cet. ke-3, h. 76. Ada juga yang menggunakan 'lam' berharakat fathah yang
berarti adanya dua hadis yang secara makna bertentangan. Lihat Jalâl ad-Dȋn as-Suyȗthî,
Tadrȋd ar-Râwî bi Syarh Taqrȋb an-Nawâwî, (Madȋnah: Maktabah al-Ilmiyyah, 1392 H/1972
M), Cet. ke-1, jilid. 2, h. 196 7 Abȗ Muhammad ibn Qutaîbah, Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts, Bâb Dzikr Ashhâb al-
Kalâm wa Ashhâb ar-Raʼyu, (Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, t. th), h. 20.
3
ditemukan dalam kitab Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts, karya Ibnu Qutaibah dan
kitab Syarh Musykil al-Atsâr, karya Imam ath-Thahâwî.
Berdasarkan pembacaan penulis terhadap Buku-buku Mushthalah al-
Hadȋts, karya para ulama terdahulu, seperti al-Muhaddits al-Fâshil baina ar-
Râwî wa al-Wâʼî, karya Ar-Ramâhurmuzî (w. 360 H), Maʻrifat ʻUlȗm al-
Hadȋts, karya Abȗ ʻAbdullah al-Hâkim an-Naisabȗrî (w. 405 H), al-Kifâyah
fi ʻIlm ar-Riwâyah, karya Khatîb al-Baghdâdî (w. 463 H), Muqaddimah fî
ʻUlȗm al-Hadȋts, karya Abȗ ʻAmr Ibnu ash-Shalâh (w. 643 H), Taqrȋb wa at-
Taisȋr, karya Abȗ Zakariya Yahya an-Nawâwî (w. 676 H), Ikhtishâr ʻUlȗm
al-Hadȋts, karya al-Hâfizh Ibnu Katsȋr (w. 774 H), Nukhbatu al-Fikr fî
Mushthalah ʻAhl Atsâr, karya Ibnu Hajar al-Asqalânî (w. 852 H), dan
lainnya, bahwa penggunaan termonologi Musykil al-Hadȋts tidak dipakai dan
disebut dalam Jenis-jenis ilmu hadis.8 Justru yang mereka sebutkan adalah al-
ʻIlm Mukhtalif al-Hadȋts, yang berdasarkan definisi mereka mempunyai
maksud yang menjurus kepada satu kesimpulan, yaitu: Ilmu yang membahas
hadis-hadis yang secara zahir terlihat bertentangan.
Kemudian ketika menyebutkan contoh karya dalam bidang tersebut,
mereka menyebutkan kitab Musykil al-Atsâr, karya Imam ath-Thahâwî.
Padahal, kitab tersebut memuat Hadis-hadis yang tidak hanya bertentangan
dengan hadis lainnya, tetapi juga memuat Hadis-hadis yang multi tafsir, atau
bertentangan zahirnya dengan ayat Al-Qurʼan , sejarah, maupun fakta ilmiah.
Seperti Imam al-Irâqî yang berpendapat sebagai berikut:
ع اف امالش م ال ولم نتكلم فيه أ و ف ي ثص ث يد فاح ل ت ه إخاب ت ف أ لل نف نبدموم بك ص و نة س ح اء ي شأ ىب أ ت ة ف ب يت ق ف أ ل ل نف عف ر الط وب ك او ح ج 9.ار ث اب همشك لالت ي
“Ulama yang pertama kali berbicara tentang Mukhtalif al-Hadȋts ialah
Imam asy-Syâfiʻî dalam kitab Ikhtilâf al-Hadȋts, kemudian Abȗ
Muhammad ibn Qutaîbah, dan Abȗ Jaʻfar ath-Thahâwî melalui
karyanya Musykil al-Atsâr.”
Para ulama terdahulu memasukkan pembahasan hadis-hadis yang
musykil ke dalam pembahasan Mukhtalif al-Hadȋts, tentunya akan timbul
sedikit kerancuan disini, karena ketika mereka memberikan definisi
mukhtalif, mereka hanya menyebutkan pertentangan suatu hadis dengan hadis
lainnya, sedangkan istilah musykil mempunyai makna yang lebih luas dari
sekedar pertentangan antara hadis dengan hadis lainnya.
Dalam hal ini, ternyata Ulama-ulama hadis yang datang setelah mereka
juga melakukan hal yang sama dengan menyamakan terminologi mukhtalif
8 Muhammad ibn Ibrahȋm ibn al-Jamâʻah, al-Manhâl ar-Râwî, (Damaskus: Dâr al-
Fikr, 1406 H), Cet. ke-2, h. 6 9 Zaîn ad-Dȋn Abȗ Fadhl ʻAbd ar-Rahȋm al-Irâqî, Syarh at-Tabshȋrah wa at-Tadzkȋrah
(Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002 M), Cet. ke-1, h. 109
4
dengan musykil. Diantaranya adalah Imam ash-Shanʼȃnî (w. 1182 H) dalam
kitab Tawdhȋh al-Afkâr,10
Mulla Alî al-Qârî dalam kitab Syarh an-Nukhbah,
dan Muhammad ibn Jaʻfar al-Kattâni dalam kitab Risâlah al-Mustathrafah.
Al-Kattânî menuturkan ketika menyebutkan Karangan-karangan dalam
bidang Ilmu Mukhtalif Hadis sebagai berikut:
ن ه ا اح د يثو م اخت ل ف ف أ وت قولف مت ل ف اح د يث ت أو يل مشك ل أ وت قولف أ واح د يث اح د يث اب ت ك اه ي ح يح ص ل ام م ان ي ب و من اق ض ةال ح اد يث ت قولف للشافعياخت ل ف ر ضي نر و اي ةالرب يعبنسل يم ان هو واللهع نه ع نهم ف م مدع بد الله بن مسل م و ل يل ج د ل
فورعال
عف رالطح او ية ن س ح اء ي شأ ب ه يىف ت أ ة ب يت ق ن بإ ب الث ار سماهو أ بوج 11.مشك ل “Diantara kitab-kitab yang berbicara tentang Ikhtilâf al-Hadȋts atau
Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts atau Musykil al-Hadȋts atau Munâqadhah
al-Hadȋts ialah kitab Ikhtilâf al-Hadȋts, karya Imam Muhammad Idrîs
asy-Syâfiʻî yang diriwayatkan oleh ar-Rabîʻ darinya, dan Ibnu
Qutaîbah, dan kitab Musykil al-Atsâr, karya Abȗ Jaʻfar Ahmad ibn
Muhammad ibn Salâmah ath-Thahâwî.”
Oleh karena itu, salah satu upaya memperkuat eksistensi hadis yang
dilakukan para ulama Hadis adalah dengan memberikan perhatian kepada
studi matan hadis.12
Selain sanad yang menjadi pilar transmisi hadis dari
masa ke masa, matan Hadis adalah salah satu bagian terpenting dari hadis.
Tanpa matan, hadis tidak akan bernilai Apa-apa. Praktik keberagamaan yang
hingga kini masih berlangsung adalah buah dari pemahaman terhadap matan
hadis. Karenanya, studi matan hadis mutlak mendapat perhatian.
Salah seorang tokoh ulama yang mempelopori metode penyelesaian
Hadis-hadis yang zahirnya bertentangan adalah Muhammad ibn Idrȋs asy-
Syâfiʻî (150–204 H.).13
Pemikiran-pemikirannya tentang Ilmu Mukhtalif
Hadis, tertuang dalam karyanya Ikhtilâf al-Hadȋts. Karya ini diakui sebagai
karya pertama yang ditulis seorang tokoh yang khusus membahas tentang
Hadis-hadis yang bertentangan secara makna, serta menjelaskan metode
penyelesaiannya. Buku ini menjadi inspirasi bagi munculnya karya serupa
setelah masa Imam asy-Syâfiʻî.
10
Muhammad ibn Ismâʼîl al-Amȋr ash-Shanʼânî, Taudhȋh al-Afkâr lî Maʻâni Tanqȋh
al-Andhâr, (Beirȗt: Dâr al-Fikr, t. th), h. 423 11
Muhammad ibn Jaʻfar al-Kattânî, Risâlah al-Mustathrafah Li Bayân al-Masyhȗr al-
Kutub as-Sunnah al-Mushannafah, (Beirȗt: Dâr al-Basyâʼir al-Islamiyyah, 1986 M/1406 H),
Cet. ke-1, jilid. 1, h. 95 12
Muhammad Thâhir al-Jawwâbî, Juhȗd al-Muhadditsȗn fî Naqd Matn al-Hadȋts an-
Nabȃwi asy-Syarȋf, (Tunis: Muʼassasah ʻAbd al-Karȋm ibn ʻAbdullah, t.th), h. 368. 13
Ali Musthafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 ), Cet. ke-6, h. 3
5
Metode yang digunakan oleh Imam asy-Syâfiʻî dalam menyelesaikan
pertentangan antara hadis diakui sebagai metode yang orisinil. Ini terbukti
dengan Karya-karya setelahnya yang membahas tentang Mukhtalif Hadis,
hanya berputar pada metode yang telah digunakan oleh Imam asy-Syâfiʻî.
Kelebihan metode yang digunakan olehnya terlihat pada rumusan Masalah-
masalah fundamental yang kemudian dibahasnya secara mendalam, sehingga
menghilangkan kerumitan yang tampak sebelumnya.
Selain Imam asy-Syâfiʻî, Imam Ibnu Qutaibah (w.276 H) juga termasuk
ulama hadis yang berani dan gigih dalam memberikan argumentasi ilmiah,
serta mampu membendung sikap para pengingkar sunnah yang merendahkan
ulama hadis maupun cercaan mereka terhadap hadis Rasulullah Saw yang
dianggap tidak sejalan dengan akal maupun pendapat mereka.14
Keahliannya
dalam bidang sastra bahasa maupun pengetahuannya yang luas terhadap
tradisi dan adat istiadat masyarakat Arab, telah membuat beliau piawai dan
santun dalam mencermati permasalahan hadis yang muncul pada masanya.
Melalui karyanya Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts, Ibnu Qutaibah berusaha
menjabarkan pandangannya bahwa Hadis-hadis yang menurut Kelompok
Inkar Sunnah telah diklaim saling kontradiktif, sebenarnya bukanlah
demikian. Tidak ada pertentangan dalam arti yang sesungguhnya di dalam
Hadis-hadis tersebut. Justru yang ada hanyalah perbedaan pemahaman dan
kurangnya pengetahuan para pengingkar sunnah terhadap banyak hal yang
berhubungan dengan Sumber-sumber ajaran Islam, Al-Qurʼan Hadis, ada
juga yang disebabkan oleh keyakinan dasar yang mereka anut selama ini. Hal
yang disebutkan terakhir ini diajukan karena terlihat para pengingkar sunnah
beranggapan bahwasannya fungsi Nabi Muhammad Saw hanyalah sekedar
penyampai Ayat-ayat Al-Qurʼan dan sama sekali tidak berwenang untuk
menjelaskannya.15
Dengan dasar keilmuan yang matang beliau pun mampu
mengurai makna hadis yang masih samar atau mengandung ragam tafsir
sehingga para pembaca dapat memahaminya dengan tepat tanpa harus
kebingungan.
Meskipun penyelesaian dalam kedua kitab tersebut hanya merupakan
jawaban dari tuduhan para penginkar sunnah. Namun secara eksplisit, metode
yang mereka tawarkan dalam kitabnya itu dapat dijadikan sebagai inspirasi
dan tolak ukur yang dapat digunakan untuk menghapus keraguan sebagian
kelompok orang terhadap keotentikan suatu hadis. Sementara itu, bila dilihat
dari sudut pandang yang lebih luas, solusi yang ditawarkan oleh Imam asy-
Syâfiʻî dan Imam Ibnu Qutaibah, memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi
14
Muhammad Abû Zahwȗ, al-Hadîts wa al-Muhadditsûn, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th),
h. 364 15
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995 M),
Cet. ke-2, h. 97
6
pola pikir generasi selanjutnya untuk menangkis cercaan Musuh-musuh Islam
terhadap hadis Nabi Saw kapan pun dan dimanapun.
Oleh karena itu, penulis akan membahas kedua kitab tersebut yaitu
Ikhtilâf al-Hadȋts dan kitab Taʼwȋl Mukhtalaf al-Hadȋts guna mengetahui
metodologi yang digunakan Imam asy-Syâfiʻî dan Ibnu Qutaibah dalam
karyanya Masing-masing untuk menyelesaikan persoalan Mukhtalif Hadis.
Sedangkan Kitab-kitab lainnya yang membahas Mukhtalif Hadis akan tetap
penulis gunakan sebagai bahan sekunder dari pembahasan ini. Untuk
memahami metodologi dari kedua ulama tersebut, bukanlah persoalan yang
mudah. Akan tetapi, melalui tesis ini penulis mencoba untuk mengetahuinya
serta menjawab pertanyaan yang menjadi fokus penelitian penulis berikut ini.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, muncul permasalahan
mendasar yang menjadi pokok penelitian ini, yaitu bagaimana metode yang
digunakan oleh Imam asy-Syafiʻî dan Ibnu Qutaibah dalam penyelesaian
Mukhtalif Hadis dan bagaimana pemaknaan ulama hadis terkait terminologi
mukhtalif dan musykil hadis. Kemudian, dari permasalahan pokok tersebut,
muncullah pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
a. Bagaimana komponen metodologi ulama hadis dalam penyelesaian
mukhtalif hadis.
b. Siapa saja para ulama yang secara khusus membahas persoalan terkait
mukhtalif hadis
c. Bagaimana ungkapan para ulama dalam mendefinisikan terminologi
mukhtalif dan musykil hadis
d. Faktor apa yang menyebabkan hadis itu dikategorikan sebagai
mukhtalif dan musykil
2. Pembatasan Masalah
Berangkat dari masalah-masalah yang muncul di atas, kiranya penulis
dapat membatasi pembahasannya dengan merujuk kepada kepeloporan Imam
asy-Syafiʻî yang menorehkan sebuah metode dalam menyelesaikan persoalan
mukhtalif hadis melalui karyanya yang fenomenal, Ikhtilâf al-Hadîts. dan
juga kepeloporan Ibnu Qutaibah yang hidup setelah Imam asy-Syafiʻî dengan
tantangan sosial politik yang berbeda yang tertuang dalam karyanya Taʼwîl
Mukhtalaf al-Hadîts. Penulis juga akan memaparkan ungkapan para ulama
terkait definisi yang mereka berikan untuk terminologi mukhtalif dan
musykil hadis, sehingga pada akhirnya akan terlihat perbedaan dan
persamaan antara keduanya.
7
3. Perumusan Masalah
Dengan beberapa pertimbangan dari pertanyaan-pertanyaan di atas,
maka penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi pokok utama
penelitian dalam dua pertanyaan:
a. Bagaimana pemaknaan terminologi Mukhtalif Hadis, serta cara
penyelesaiannya, dan bagaimana pemaknaan yang tepat untuk
terminologi Musykil Hadis.
b. Bagaimana metodologi yang digunakan oleh Imam asy-Syâfiʻî dalam
kitab Ikhtilâf al-Hadȋts dan Ibnu Qutaibah dalam kitab Taʼwȋl
Mukhtalaf al-Hadȋts terkait penyelesaian Mukhtalif Hadis.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tesis ini bertujuan untuk memberikan sumbangsih pemikiran ilmiah
dalam kajian keislaman terutama yang berhubungan dengan kajian ilmu
hadis. Tesis ini juga diharapkan dapat mendorong dan menyemarakkan kajian
hadis dan ilmu hadis terlebih khusus dari komponen metodologi para ulama
hadis.
Melalui tujuan tersebut, maka tesis ini diharapkan berguna untuk
pengembangan diskursus keilmuan hadis tentang Mukhtalif Hadis, khususnya
komponen metodologinya. Di samping itu, penelitian ini secara praktis
diharapkan dapat memberikan semangat bagi pelajar muslim lainnya untuk
terus menggali konsep dan metodologi ulama hadis yang terlihat dalam
karya-karya mereka serta memberikan kontribusi bagi pengembangan
pengetahuan ilmiah di bidang Ilmu Hadis.
D. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Penelitian ini merupakan kajian terhadap metodologi seorang ulama
hadis, maka sumber utamanya sudah tentu kitab ulama hadis tersebut. Pada
penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah kitab Ikhtilâf al-
Hadîts, karya Imam asy-Syâfiʻî dan kitab Taʼwîl Mukhtalaf al-Hadîts, karya
Ibnu Qutaibah.
Sedangkan sumber rujukan sekunder, penulis menggunakan kitab-kitab
yang mengandung pembahasan terkait Mukhtalif Hadis yang terkandung
dalam karya-karya Ilmu Mushthalah Hadis seperti al-Muhaddits al-Fâshil
Baina ar-Râwî wa al-Wâʼî, Maʻrifat ʻUlȗm al-Hadîts, al-Kifâyah fî al-ʻIlm
ar-Riwâyah, Muqaddimah fî ʻUlȗm al-Hadîts, Taqrîb wa at-Taisîr, Ikhtishâr
ʻUlȗm al-Hadîts, Nukhbatu al-Fikr fî Mushthalah ʻAhl al-Atsâr, serta kitab-
kitab yang ada relevansinya dengan penelitian penulis. Semua kitab tersebut
penulis gunakan sebagai penunjang dari keberhasilan penelitian ini.
2. Metode Penelitian
Menurut jenisnya, penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan.
Data yang diperoleh semuanya berdasarkan kepada bahan bacaan, yang
berkaitan dengan permasalahan Mukhtalif Hadis. Metode yang penulis
8
gunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif-Analisis, yaitu
metode penelitian yang menuturkan, menganalisa, dan mentafsirkan data
yang ada, seperti situasi yang dialami, hubungan, aktivitas, pandangan, sikap,
dan kecendrungan.16
Model penelitian yang meliputi kasus, penelitian kausal-
komparatif, serta penelitian korelasi. Kemudian, setelah data terkumpul,
maka akan dilakukan penelusuran data yang relevan untuk diklasifikasikan
dan dideskripsikan secara sistematis. Data tersebut kemudian dianalisis
dengan cara menginterpretasikan data, mengaitkan antara satu dengan
lainnya, serta memahami kaitannya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk penelitian analisis terhadap kitab-kitab hadis,
terutama kitab Ikhtilâf al-Hadîts dan Taʼwîl Mukhtalaf al-Hadîts yang
berbicara khusus tentang Mukhtalif Hadis dan Musykil Hadis. Semuanya
dianalisa dan dideskripsikan apa adanya. Analisis penulis lakukan untuk
menjawab pertanyaan sekaligus membuktikan hipotesis serta mencapai
tujuan yang dinginkan. Analisis juga bertujuan untuk menjelaskan apa yang
menjadi latar belakang fenomena, kejadian, sikap, dan pandangan, baik
secara individu maupun kelompok.17
Dalam melakukan analisis data, penulis
menggunakan dua cara:
a. Analisa yang bersifat Deduktif, yaitu proses penalaran dari hal-hal yang
bersifat umum kepada hal-hal yang sifatnya khusus.
b. Analisa yang bersifat Induktif, yaitu proses penalaran dari hal-hal yang
sifatnya khusus kepada hal-hal yang bersifat umum.18
4. Kajian Terdahulu Yang Relevan
Imam asy-Syâfiʻî dan Imam Ibnu Qutaibah termasuk dari ulama hadis
yang sering dibicarakan, terlebih terkait permasalahan Mukhtalif Hadis. Jadi
wajar kiranya banyak dari pelajar muslim membuat karya yang selalu
membawa nama mereka dalam pembahasannya, tidak terkecuali pelajar
muslim di Indonesia. Pada tataran akademisi IAIN, penulis menemukan
beberapa karya ilmiah sebagai berikut:
Pertama, karya ilmiah dalam bentuk Skripsi dari saudara Ali Saifuddin
dari Fakultas Ushȗluddȋn IAIN Walisongo, Semarang tahun 2007 dengan
judul, Metode Penyelesaian Mukhtalif Hadis menurut Ibnu Qutaibah, Telaah
Kitab Taʼwil Mukhtalaf al-Hadîts. Saudara Ali Saifuddin melalui karya
ilmiahnya tersebut berusaha untuk menelaah dan mengkaji kitab Taʼwȋl
Mukhtalaf al-Hadȋts karya Ibnu Qutaibah dan mencari tahu metode apa yang
digunakannya dalam penyelesaian Mukhtalif Hadis. Melalui penelitiannya
16
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Tehnik,
(Bandung: Tarsito, 1990 M), h. 139 17
Purnawan Junadi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Fineka Cipta, 1998 M), h. 80 18
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.
43
9
tersebut, saudara Ali Saifuddin berkesimpulan bahwa Ibnu Qutaibah
menggunakan beberapa metode dalam menyelesaikan persoalan Mukhtalif
Hadis. ia berpandangan bahwa Ibnu Qutaibah lebih mengedepankan metode
al-Jamʻu sebagai penyelesaian terhadap masalah Mukhtalif Hadis. jika cara
tersebut dinilai tidak dapat memberikan solusi, maka beralih ke cara an-
Naskh sebagai alternatifnya. Ibnu Qutaibah meyakini bahwa dengan cara
seperti itu, hadis-hadis Nabi dapat diamalkan semuanya, selama memiliki
sumber yang pasti.
Kedua, karya ilmiah dalam bentuk Desertasi dari saudara Muhammad
Irfan Helmy pada program Pascasarjana Ilmu Agama Islam UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta tahun 2014, dengan judul Pemaknaan Mukhtalif Hadis
Menurut asy-Syâfiʻî, Tinjauan Sosiologi Pengetahuan. Dalam kajiannya,
saudara Muhammad Irfan Helmy memfokuskan penelitiannya pada dimensi
Sosiologis-Historis guna menggali perspektif lain dari Ilmu Hadis itu sendiri.
Menurutnya, Ilmu Ikhtilaf Hadis yang dirumuskan oleh Imam asy-Syâfiʻî
merupakan bagian dari Ilmu Hadis yang dapat dikaji dengan perspektif
Sosiologis-Historis tadi. Menurutnya, kajian seperti ini belum banyak
dilakukan oleh praktisi Ilmu Hadis, mayoritas pengkaji hadis masih terbatas
penelitiannya pada aspek substantifnya.
Ketiga, karya ilmiah dari saudari Ida Fitriah dalam bentuk Skripsi pada
Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
tahun 2003 dengan judul, Metodologi Penyelesaian Hadis Mukhtalif Hadis,
Studi Perbandingan Antara Metode Imam asy-Syâfiʻî dan Ibnu Qutaibah
dalam karyanya tersebut, saudari Ida Fitriah berusaha mengkaji dan menelaah
karya Imam asy-Syâfiʻî, Ikhtilâf al-Hadȋts dan karya Ibnu Qutaîbah, Taʼwȋl
Mukhtalaf al-Hadȋts dengan tujuan mengetahui metode yang mereka gunakan
dalam penyelesaian Mukhtalif Hadis. Menurutnya, kedua ulama tersebut
memiliki kesamaan dalam penggunaan metode untuk menyelesaikan
Mukhtalif Hadis, yaitu al-Jamʻu, an-Nâsikh wa al-Mansȗkh, dan at-Tarjîh.
Namun, pada pemaparan materi kitab sangat berbeda sesuai dengan kapasitas
keilmuannya. Saudari Ida Fitriah juga menganalisa pemaknaan Mukhtalif
Hadis menurut kedua ulama itu dengan kesimpulan bahwa, sebenarnya tidak
ada hadis-hadis Nabi yang saling bertentangan.
Berdasarkan kajian pustaka tersebut, penulis merasa sangat perlu
menjelaskan hal yang menjadi pembeda antara pembahasan mereka dengan
pembahasan penulis. Jika dibandingkan dengan karya Skripsi yang pertama,
saudara Ali Saifuddin hanya menganalisa satu kitab, yaitu Taʼwîl Mukhtalaf
al-Hadîts. Sedangkan penulis menambahkan penelitian tersebut dengan
analisa kitab Ikhtilâf al-Hadîts, karya Imam asy-Syâfiʼi serta ingin mencari
jawaban terkait problematika terminologi Musykil Hadis. Jadi, posisi penulis
dalam hal ini adalah untuk menambahkan penelitian Ali Saifudin.
10
jika dibandingkan dengan Desertasi kedua, saudara Muhammad Irfan
Helmy meneliti pemaknaan Mukhtalif Hadis menurut Imam asy-Syâfiʻî yang
ditinjau dari sisi latar belakang sosial dan sejarahnya. Penulis dalam hal ini
berbeda dengan saudara Muhammad Irfan. Penulis tidak hanya membahas
pemaknaan Mukhtalif Hadis, tetapi juga Musykil Hadis. Tentunya,
pemaknaan dua terminologi itu penulis analisa dari beberapa ulama hadis lalu
membandingkannya.
Dengan karya ilmiah Ida Fitriah, penulis dalam hal ini menambahkan
beberapa pembahasan yang penting untuk diteliti yang belum dituliskan oleh
saudari Ida Fitriah, yaitu terkait Mukhtalif Hadis dan problematika
terminologi Musykil Hadis. Penulis juga berbeda dengan saudari Ida Fitriah
ketika menganalisa pemaknaan Mukhtalif Hadis, penulis menganalisanya
dari beberapa ulama hadis, baik yang terdahulu maupun yang setelah mereka.
5. Sistematika Penulisan
Tesis ini berjudul Studi Komparatif Metodologi Imam asy-Syâfiʻî dan
Ibnu Qutaibah Terkait Penyelesaian Mukhtalif Hadis, Studi Analisis Kitab
Ikhtilâf al-Hadȋts dan Taʼwȋl Mukhtalif al-Hadȋts yang terdiri dari VI (enam)
Bab. Bab I adalah pendahuluan yang membahas latar belakang masalah,
permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian. Sementara
Bab II akan membahas seputar definisi terminologi hadis dan sunnah,
penerimaan dan penyampaian hadis, kriteria hadis sahih menurut ulama
hadis, fenomena inkar sunnah. Kemudian Bab III akan dibahas definisi
terminologi Mukhtalif dan Musykil Hadis, faktor terjadinya Mukhtalif Hadis,
problematika terminologi Musykil Hadis, dan metode penyelesaian Mukhtalif
hadis. Pada Bab IV, akan dibahas terkait biografi Imam asy-Syâfiʻî,
sumbangsih Imam asy-Syâfiʻî bagi keilmuan Islam, sumber hukum bagi
Imam asy-Syâfiʻî, hadis menurut Imam asy-Syâfiʻî, tuduhan Nasr Hâmid
Abȗ Zayd terhadap Imam asy-Syâfiʻî, dan metode penyelesaian Mukhtalif
Hadis dalam kitab Ikhtilâf al-Hadȋts. Pada Bab V akan dibahas terkait
biografi Ibnu Qutaîbah, latar belakang penyusunan kitab Taʼwȋl Mukhtalaf al-
Hadȋts, konsep sunnah menurut Ibnu Qutaîbah, metode penyelesaian
Mukhtalif hadis Ibnu Qutaîbah dalam kitabnya. Bab VI adalah penutup.
173
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemaknaan Musykil al-Hadîts dan Mukhtalif al-Hadîts
Pertentangan antar dalil itu terjadi karena adanya perbedaan pada
tingkat pemahaman seseorang terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw sehingga memunculkan kesan saat wahyu tersebut telah
terkodifikasi dalam satu kesatuan teks saling bertentangan. Hal ini terjadi
karena memahami wahyu itu bukan sebagai sebuah proses tapi sebagai
sebuah satu kesatuan teks.
Disinilah letak pentingnya penelitian terhadap hadis Nabi Saw
dilakukan secara intensif, baik sanad maupun matan hadis. Sebab, penelitian
terhadap hadis tersebut merupakan jalan utama untuk memahami seluk beluk
rangkaian hadis yang menjadi sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an.
Penelitian terhadap hadis tidak hanya dipahami dari satu sisi saja, banyak hal
yang mesti menjadi pedoman guna memahami hadis secara komprehensif,
seperti penelitian terhadap sebab-sebab turunnya hadis (asbâb al-wurûd),
mempertimbangkan hadis dengan berbagai pendekatan seperti aspek
sosiologis, antropologis dan juga psikologis, memberikan pemaknaan hadis
baik secara tekstual maupun kontekstual, dan dasar-dasar penilaian lainnya
yang telah dicontohkan banyak ulama. Peneltian tersebut jika dilakukan
secara benar dan akurat, semestinya akan menghilangkan anggapan bahwa
hadis-hadis Nabi saw saling bertentangan.
Ulama hadis dalam hal pendefinisian terminologi Mukhtalif Hadis dan
Musykil Hadis sangat beragam, akan tetapi penulis sendiri tidak terjebak
pada beragamnya pendapat ulama hadis tersebut. Penulis hanya mengajukan
pendapat bahwa yang perlu dilakukan ialah redefinisi (pendefinisian ulang)
terhadap kedua terminologi tersebut. Redefinisi itu bukan bertujuan untuk
meragukan pendapat ulama yang selama ini telah berupaya sekuat tenaga
dalam mengkaji hadis-hadis Nabi saw melainkan penulis ingin mengkaji dan
menelaah definisi-definisi tersebut hingga akhirnya dapat memilih dan
memilah mana definisi yang cocok untuk kedua terminologi tersebut. Sebab,
penulis menilai definisi kedua terminologi itu semestinya dibedakan dan
diklasifikasikan berdasarkan muatan isi yang menjadi ciri khusus bagi
keduanya. Jika definisi sudah jelas, maka akan memudahkan seorang
pengkaji menentukan langkah-langkah yang semestinya dilakukan untuk
mengurai permasalahan yang terjadi pada Ilmu Mukhtalif Hadis dan Musykil
Hadis.
Secara garis besar, setelah mengkaji ragam pendapat ulama hadis
terkait definisi kedua terminologi tersebut serta mendapatkan perbedaan
antara keduanya, maka penulis pun akhirnya dapat berkesimpulan bahwa
174
perbedaan keduanya dapat diwakili dengan sebuah istilah "Keumuman dan
kekhususan secara mutlak". Dalam hal ini, faktor-faktor yang menjadi
penyebab terjadinya hadis tersebut musykil (sukar) lebih umum dan
kompleks jika dibandingkan dengan faktor yang menjadi penyebab hadis
tersebut bertentangan. Untuk mendeskripsikan definisi kedua terminologi
tersebut, maka penulis deskripsikan sebagai berikut:
Mukhtalif Hadis itu adalah hadis maqbûl (shahîh dan hasan) yang
secara zahir maknanya saling berlawanan dengan hadis maqbul lainnya.
namun maksud dari hadis-hadis tersebut tidak bertentangan jika telah diteliti.
Sebab, antara sekian banyak hadis sejatinya dapat dikompromikan atau dicari
jalan keluar lainnya berdasarkan keilmuan yang matang dan pemahaman
yang mendalam. Sedangkan Musykil Hadis ialah Hadis sahih yang secara
zahir maknanya tidak jelas, susah dipahami, sehingga memunculkan kesan
bertentangan dengan Al-Qur’an, sunnah, ijma’, akal ilmiah, serta fakta
sejarah. Setelah kesukaran makna tersebut telah hilang, hingga mudah
dipahami maka sejatinya tidak akan bertentangan dengan dalil-dalil tersebut.
semuanya dapat terurai jika dilakukan penelitian yang mendalam berdasarkan
keilmuan dan pemahaman yang mendalam juga.
Dari deskripsi tersebut, yang menjadi kata kuncinya adalah penelitian
terhadap hadis-hadis Nabi saw yang mendalam berdasarkan keilmuan serta
tingkat pemahaman yang mendalam juga, hingga akhirnya semua
permasalahn dapat teratasi.
2. Metode Imam asy-Syâfi‘î dan Ibnu Qutaibah terkait penyelesaian
Mukhtalif Hadis
Sebagai seorang tokoh intelektual yang memiliki keilmuan serta tingkat
pemahaman yang mendalam, tentaunya permasalahan Mukhtalif Hadis dapat
dengan mudah diselesaikan oleh Imam asy-Syâfi‘î. Peneltiannya terkait
hadis-hadis yang berlawanan tertuang dalam karyanya, Ikhtilâf al-Hadîts
yang secara khusus berbicara terkait terminologi Mukhtalif Hadis.
Perumusan metode untuk menyelesaikan Mukhtalif Hadis tersebut adalah
bukti dari dalamnya ilmu serta tingginya tingkat pemahaman Imam asy-
Syâfi‘î.
Penulis melihat kepada konteks sosial pada masa Imam asy-Syâfi‘î,
bahwa pemaknaan terkait mukhtalif hadis yang dirumuskan olehnya
dipengaruhi oleh dinamika keilmuan yang berkembang sebelum dan ketika
beliau hidup, baik dari aspek teori maupun metodologi. Perseteruan antara
Madrasah Hijaz dan Madrasah Irak telah mengakibatkan maraknya kegiatan
diskusi. Tradisi ini tidak hanya dilakukan pada forum akademik saja, tetapi
juga pada forum keagamaan. Tradisi ini terekam dengan jelas pada literature-
literatur Islam yang berbicara perihal kehidupan tokoh, perdebatan tidak
hanya terjadi secara lisan antara dua tokoh, tetapi juga secara tulisan. Tradisi
diskusi dan debat seperti ini sangat berpengaruh terhadap karya-karya yang
175
ditulis Imam asy-Syâfi‘î. penulis melihat bahwa dalam pemaparannya dalam
kitab Ikhtilâf al-Hadîts banyak dijumpai perdebatan antara dua tokoh, seperti
layaknya sebuah perdebatan yang selalu memunculkan pertanyaan sehingga
dijawab oleh seorang tokoh. Kegiatan diskusi tersebut bertujuan untuk
mengetahui alur pemikiran lawan bicaranya sehingga memperkuat
argumentasi bagi Imam asy-Syâfi‘î.
Selain aspek tersebut, aspek Historis juga mempengaruhi pemikiran
Imam asy-Syâfi‘î dalam menentukan serta menilai setiap permasalahan yang
muncul. Metode historis juga terlihat jelas dalam karya-karyanya, pendapat
sahabat dan tabi‘in bagi Imam asy-Syâfi‘î dijadikan sebagai bagian dari dalil
penyelesaian masalah. Seperti permasalahn Mukhtalif Hadis, metode historis
beliau gunakan saat melakukan tinjauan terhadap sejarah (asbâb al-wurûd)
hadis-hadis yang kontradiktif. Metode historis ini bertujuan untuk
mengetahui, mana hadis yang dikategorikan sebagai an-Nâsikh dan mana
yang al-Mansûkh, juga bertujuan untuk melacak kehidupan para perawi
hadis-hadis tersebut, mana yang dikategorikan sebagai perawi yang tsiqah
dan bukan. Tentunya, hadis yang datang lebih akhir dalam sebuah
permasalahan lebih dipilih dari yang datang lebih awal, begitu juga pemilihan
riwayat perawi tsiqah dibandingkan yang tidak.
Dalam kajiannya tentang Mukhtalif Hadis, metode qiyâs al-Ushûlî
(logis-filosofis) yang digunakan Imam asy-Syâfi‘î dapat terlihat ketika
menerapkan metode takhshîsh (pengkhususan) dalam penyelesaian Mukhtalif
Hadis. Jika kembali kepada pemaknaan Imam asy-Syâfi‘î terhadap Mukhtalif
Hadis, metode analisis tekstual juga dapat ditemukan dengan mudah. Paling
tidak terdapat 2 penerapan metode ini:
a. Penetapan hukum al-Ibâhah terhadap satu masalah yang diceritakan
secara berbeda oleh dua hadis.
b. Memilih mengamalkan hadis yang teksnya lebih sesuai dengan bunyi
teks Al-Qur‘an.
Dari analisis tekstual itu, Imam asy-Syâfi‘î menemukan bahwa tidak
ada teks Hadis yang pesannya tidak mendapat persetujuan dari Nabi
saw.,beliau juga memilih hadis yang râjih setelah mengkonfirmasi teks Hadis
dengan bunyi teks Al-Qur‘an. Jadi, metodologi yang beliau gunakan terkait
penyelesaian Mukhtalif Hadis dapat dikategorikan dalam 3 cara, yaitu al-
jam‘u, an-nâsikh wa al-mansûkh, serta at-tarjîh.
Imam Abû Muhammad ibn Qutaibah ad-Dinawârî juga merupakan
pakar intelektual yang mengkaji hadis-hadis Nabi saw berdasarkan keilmuan
serta tingkat pemahaman yang mendalam. Melalui kitabnya Ta’wîl Mukhtalaf
al-Hadîts beliau tidak hanya berbicara hukum, tetapi juga tentang aqidah.
Selain sebagai pakar hadis, beliau juga pakar dalam bidang hukum dan
bahasa, sehingga dalam memahami Musykil Hadis, beliau menggunakan
176
pendekatan-pendekatan seperti pendekatan logika, bahasa, budaya, dan
rasional.
Ibnu Qutaibah yang hidup pada masa pemerintahan Khalifah al-
Ma’mûn dari Dinasti Abbasiyah yang ketika merupakan pusat ilmu
pengetahuan. Terjadinya inkulturasi helenisme ke dalam dunia Islam melalui
gerakan terjemahan ilmu-ilmu luar telah memunculkan muncul pakar-pakar
Ilmu Kalam dan Filsafat. Sehingga menjadikan wacana pemikiran semakin
semarak dan menjamurnya forum-forum diskusi keagamaan. Pada kondisi
itu, setiap kelompok memahami hadis Nabi saw sesuai kecenderungannya
masing-masing, sehingga tidak sedikit yang telah salah memahaminya,
bahkan sampai pada taraf meragukan keotentikan hadis Nabi saw. sebagai
sumber hukum Islam. Pada kondisi ini, Ibnu Qutaibah tampil sebagai
pembela sunnah Nabi saw.
Meskipun keahlian Ibnu Qutaibah dalam bidang hadis tidak sebanding
dengan Imam al-Bukhârî dan Muslim, namun dalam hal pemahaman
terhadap hadis, Ibnu Qutaîbah dapat dijadikan rujukan. Terbukti
kepiawaiannya dalam Ilmu Bahasa dan Ilmu Kalam yang telah menorehkan
karya seperti Gharîb al-Hadîts, Gharîb Al-Qur’an, Ta’wîl Mukhtalaf al-
Hadîts. Bahkan, Dr. Yûsuf al-Qaradhâwî banyak menjadikan karya-karya
Ibnu Qutaîbah sebagai referensinya. Dalam pemahaman hadis, penulis
melihat bahwa Imam Ibnu Qutaîbah menggunakan pola pemahaman
kontekstual hadis. Hal ini dapat dilihat dari karyanya Ta’wîl Mukhtalaf al-
Hadîts. Dalam konteks penyelesaian terhadap hadis-hadis yang bertentangan,
Ibnu Qutaîbah terlebih dahulu mengedepankan metode kompromi (al-jam‘u)
dengan mengumpulkan hadis-hadis tersebut untuk kemudian dikaji agar
dapat diamalkan keduanya. Namun, jika hal tersebut gagal dilakukan
berdasarkan pertimbangan yang ada, maka langkah kedua yang ia tempuh
adalah penggunaan metode an-nâsikh wa al-mansûkh sebagai solusinya
Berdasarkan kepiawaian Ibnu Qutaibah serta keluasan ilmunya, maka
tidak berlebihan jika ia dikatakan sebagai ulama yang multi talenta, yang
telah menulis karyanya dalam pelbagai disiplin ilmu. Penulis melihat, Ibnu
Qutaîbah melalui karya tersebut seolah menginformasikan bahwa matan
hadis Nabi saw dapat dipahami baik secara tekstual maupun kontekstual,
terutama hadis-hadis yang isi kandungannya dianggap bermasalah dengan
Al-Qur‘an, Hadis, maupun Ijma’. Dalam penelitiannya terkait Mukhtalif
Hadis, aspek historis hadis (asbâb al-wurûd) juga menjadi fokus Ibnu
Qutaîbah dalam memahami hadis-hadis Nabi saw. Hal itu berdasarkan
asumsi bahwa Nabi Muhammad saw tidak mungkin berbicara dalam kondisi
yang vakum historis dan hampa kultural. Sebuah gagasan pemikiran, ide,
termasuk sabda Nabi saw selalu terkait dengan problem historis-kultural
waktu itu.
177
Dalam memahami hadis secara kontekstual, Ibnu Qutaibah fokus
dengan pembacaan ulang isi kandungan hadis tersebut dengan menggunakan
pendekatan taʼ wîl. Pendekatan itu dilakukannya berdasarkan sumber yang
beragam, tetapi lebih banyak mengarah kepada pemahaman makna bahasa
yang digunakan pada teks-teks hadis tanpa meninggalkan budaya yang
melekat pada bahasa tersebut. Jadi, metode Ibnu Qutaibah dalam
menyelesaikan persoalan Mukhtalif Hadis tidak berbeda dengan Imam asy-
Syâfiʻ î, hanya saja berbeda dalam pemaparan materi kitab sesuai dengan
kilmuan yang mereka miliki.
B. Saran-Saran
Pada bagian akhir ini, penulis memberikan saran-saran kepada para
pengkaji atau pihak-pihak yang mempunyai perhatian terhadap Studi Hadis
untuk senantiasa melakukan pengkajian lebih lanjut terhadap hadis-hadis
yang banyak dianggap oleh mayoritas masyarakat saling bertentangan antara
satu dengan yang lainnya, serta menjawab setiap persoalan yang berkaitan
dengan hadis-hadis yang masih susah dipahami oleh mayoritas masyarakat
yang merupakan dampak dari minimnya pemahaman mereka terhadap Ilmu
Hadis.
Hal ini penting dilakukan, agar tidak ada lagi kebingungan yang
mereka rasakan. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pada akhirnya akan
menimbulkan sikap masyarakat yang menjauh dari sunnah-sunnah Nabi
Muhammad Saw Tentunya, tesis ini masih banyak kekurangan, sehingga
membutuhkan dukungan dan semangat dari para dosen, sahabat, dan pengkaji
hadis lainnya, agar menjadi sebuah kesatuan yang saling menguatkan demi
menjaga kemurnian sunnah Nabi Muhammad saw.
177
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurʼan al-Karîm
ʻAbd Muthallib, Rifʼat Fawzî, Naqd Kitâb Nasr Hâmid Abȗ Zayd wa Dahdu
Subhâtihi, Kairo: Maktabah al-Khanjî, 1996 M
ʻAbd as-Salâm, Ahmad Nahrawî, al-Imâm asy-Syâfiʻî fî Madzhabaîh fi al-
Qadîm wa al-Jadîd, Kairo: Dâr al-Kutub, 1994
ʻAbd ar-Rahîm, Muhammad, Gharȋb Al-Qurʼan fî Syiʻri al-ʻArab, Suʼâlât an-
Nâfiʻ ibn al-Azrâq ila ʻAbdillah ibn Abbâs, Beirȗt: Muʼassasah al-
Kutub ath-Thaqafiyah, 1993 M
Abȗ Rayyah, Mahmȗd, Adhwâ’ ala as-Sunnah al-Muhammadiyyah aw Difâʼ
ʻan al-Hadȋts, Mesir: Dâr al-Ma‘ârif, t.th
Abȗ Sulaîmân, ʻAbd al-Wahhâb, Manhajiyyah al-Imâm Muhammad bin Idrȋs
asy-Syâfiʻî fi Ushȗl al-Fiqh, Taʼshȋl wa at-Tahlȋl, Beirȗt: Dâr Ibn
Hazm, 1999 M
Abȗ Zahrah, Muhammad, al Imâm asy-Syâfiʻî, Hayâtuhu wa ‘Asruhu wa
Fikruhu Arâ’uhu wa Fiqhuh, terj. Abdul Syukur dan Ahmad Rifai
Utsman, Jakarta: Lantera Basritama, 2005
Abȗ Zayd, Nasr Hâmid, al-Imâm asy-Syâfiʻî wa Taʼtsȋts al-Aydulȗjiyyah al-
Washtiyyah, Kairo: Maktabah Madbȗli, 1996 M
Abȗ Hatim, Abȗ Muhammad ʻAbd ar-Rahmân ibn Muhammad, al-Jarh wa
at-Taʻdȋl, Beirȗt: Dâr al-Fikr, t. th
Ajjâj al-Khâthib, Muhammad, Ushȗl al-Hadȋts, Ulȗmuh wa Mushthalahuh,
Beirȗt: Dâr al-Fikr, 2006 M
ʻAzhamî, Muhammad Dhiyâʼ ar-Rahmân, Muʻjam Mushthahât al-Hadȋts wa
Lathâ’if al-Asânȋd, Riyadh: Maktabah Adhwâ as-Salaf, 1999 M
ʻAzhamî, Muhammad Musthafa, Prof. Dr., Hadis Nabawi dan Sejarah
Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa Yaqub, M.A., Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000 M
______, On Schacht`s Origins of Muhammadan Jurisprudence, Riyadh: King
Saud University, 1985 M
______, Studies in Hadith Methodology and Literature, Indianapolis:
American Trust Publications, 1977 M
Al-Ȃmidî, Muhammad, al-Ihkâm fî Ushȗl al-Ahkâm, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, t. th.
Al-Ashfahânî, Syams ad-Dȋn, Syarh al-Minhâj li al-Baydhâwî fî ‘Ilm al-
Ushȗl, Riyâdh: Maktabah ar-Rusyd, 1999 M
Al-Attâs, Syed Naquȋb, Prologomena to Methaphysics of Islam, Kuala
Lumpur: The International Institute of Islamic Thought and
Civilization, 1995 M
Al-Asqalânî, Ibnu Hajar, Fath al-Bâri fî Syarh ash-Shahȋh al-Bukhârî, Kairo:
Maktabah Salafiyah, t. th
178
__________, Lisân al-Mizân, Beirut: Dâr al-Ma`arif al-Utsmaniyyah, 1329 H
Al-Baghdadî, Khathîb, al-Kifâyah fî ʻIlm ar-Riwâyah, Beirut: Maktabah al-
Ilmiyyah, 1358 H
Al-Baîhaqî, Abȗ Bakr Ahmad, Syuʻb al-Imâm, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-
Ilmiyyah, 1410 H
_________, Sunan al-Kubra, Beirut: Dar al-Maʻrifah, 1344 H
Al-Bukhârî, Muhammad ibn Ismâʼîl, al-Jâmiʻ ash-Shahȋh, Beirȗt: Dâr Ibnu
Katsȋr al-Yamâmah, 1987 M
Ad-Dimyathî, Ahmad ibn Muhammad, Hasyiyah ad-Dimyâthi ala Syarh al-
Waraqât, Beirut: Maktabah al-Alawiyyah, t. th
Ad-Dâruquthnî, Alî ibn ʻUmar, Sunan ad-Dâruquthnî, Kairo: Dâr al-
Mahâsin, 1966 M
Adz-Dzâhabî, Syams ad-Dîn Abȗ ʻAbdullah Muhammad, al-Munqȋzhah fî al-
ʻIlm Mushthalah al-Hadȋts, Kairo: Dâr as-Salâm, 1428
___________, Siyâr Aʻlâm an-Nubalâʼ, Beirȗt: Dâr al-Fikr, 2001 M
__________,Târîkh al-Islâmî wa Thabaqât al-Masyahîr al-Aʻlâmî, Kairo, t.p.
1950 M
Al-Ghazalî, Abȗ Hâmid, al-Mushtashfa fî al-‘Ilm al-Ushȗl, Beirut: Dâr al-
Kutub al-Ilmiyyah, 1994 M
_________, Ihyâʼ ʻUlȗm ad-Dȋn, Riyâdh: Maktabah asy-Syâmilah, t. th
Al-Hâzhimî, al-Iʻtibâr fî an-Nâsikh wa al-Mansȗkh fî al-Hadȋts, Beirȗt: Dâr
Ibnu Hazm, 2001 M
Al-Irâqî, Zaîn ad-Dîn, Alfiyyah al-Hadȋts, Beirȗt: Dr al-Jȋl, 1992 M
_______, Syarh at-Tabshȋrah wa at-Tadzkȋrah Beirȗt: Dâr al-Kutub al-
Ilmiyyah, 2002 M
Al-Jâbirî, Muhammad Abîd, at-Turâst wa al-Hadatsah, Beirȗt: Markaz as-
Saqâfi al-Arâbi, 1991 M
_______,Binyât al-ʻAql al-Arabî, Dirâsah Tahlîliyyah an-Naqdiyyah
Linuzhum al-Maʻrifah fî ats-Tsaqâfah al-‘Arabiyyah, Beirut: Markaz
Dirasât al-Wahdah al-Arâbiyyah, t. th
Al-Jawwâbî, Muhammad, Juhȗd al-Muhadditsȗn fî Naqd al-Matn al-Hadȋts
an-Nabawi asy-Syarȋf, Tunis: Muʼassasah ʻAbd al-Karȋm ibn
ʻAbdullah, t. th
Al-Jazâirî, Muhammad ath-Thâhir, Tawjȋh an-Nazhr ʼIla Ushȗl al-Atsâr,
Beirut: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyyah, 1995 M
Al-Kattânî, Muhammad, Risâlah al-Mustathrafah li al-Bayân al-Masyhȗr al-
Kutub as-Sunnah al-Mushannafah, Beirȗt: Dâr al-Basyâir al-
Islamiyyah, 1986
Al-Khaththâbî, Abȗ Sulaîmân, Maʻâlim as-Sunan, Kairo: Mathbaʼah as-
Sunnah Muhammadiyah, t. th
Al-Minâwî, Zaîn ad-Din Muhammad ʻAbd ar-Raȗf , al-Yawâqit wa ad-Durar
fî Syarh Nukhbat Ibn Hajar, Riyâdh: Maktabah ar-Rusyd, 199 M
179
An-Naisabȗrî, Abȗ ʻAbdullah Muhammad ibn ʻAbd al-Hâkim, Maʻrifatu
ʻUlȗm al-Hadȋts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1977 M
An-Nawawî, Abȗ Zakariya Muhyî ad-Dîn, al-Majmȗʻ Syarh al-Muhadzdzab,
Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2006 M
__________, Syarh ash-Shahîh Muslim, Beirȗt: Dâr al-Qalam, 1987 M
Al-Qâshimî, Jamâl ad-Dȋn, Qawâʼid at-Tahdȋts Min Funȗn Mushthalah al-
Hadȋts, Beirȗt: Dâr an-Nafâis, 2010 M
Al-Qaththân, Mannâʼ ibn Khalil, at-Tasyrȋʼ wa al-Fiqh al-Islâmî, Kairo:
Maktabah al-Wahbah, 1422 H
Al-Qârî, Mulla Alî, Syarhu Nukhbatu al-Fikr fi Mushthalah ʼAhl al-Atsâr,
Beirȗt: Dâr al-Arqâm, t. th
Al-Qaradhawî, Yȗsuf, Madkhal lî ad-Dirâsati as-Sunnah an-Nabawiyyah,
Kairo: Maktabah al-Wahbah, 2004 M
Ash-Shanâʼnî, Muhammad, Tawdȋh al-Afkâr lî Maʻâni Tanqȋh al-Andhâr,
Beirȗt: Dâr al-Fikr, t. th
Ash-Shiddiqi, Hasbi, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta: Bulan
Bintang, 1994 M
As-Subkî, Tâj ad-Dȋn ibn ʻAbd al-Wahhâb, Jamʻu al-Jawâmiʻ, Beirȗt: Dâr
al-Kutub al-Ilmiyah, 2005 M.
As-Suyȗthî, Jalâl ad-Dȋn, Tadrȋb ar-Râwî bi Syarh Taqrȋb an-Nawâwî,
Madȋnah: Maktabah al-Ilmiyyah, 1392 H/1972 M
Asy-Syâfiʻî, Muhammad ibn Idrȋs, Ikhtilâf al-Hadȋts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-
Ilmiyyah, 1429 H/2008 M
__________, ar-Risâlah, Kairo: Maktabah Dâr at-Turâts, 1979 M
__________, al-ʼUmm, Beirut: Dâr al-Maʻrifah, 1973 M
Asy-Syakhâwî, Syams ad-Dȋn Muhammad, Fath al-Mughȋts fî Syarh Alfiyah
al-Hadȋts, Madinah: Maktabah Salafiyah, 1388 H
Asy-Syâqirî, Muhammad, Sunan wa al-Mubtada’ât, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1994 M
Asy-Syâthibî, Ibrahȋm ibn Mȗsa, al-Muwâfaqhât fî Ushȗl asy-Syarȋʻah,
Beirȗt: Dâr Maʻrifah, t. th
Asy-Syaukânî, Muhammad ibn ʻAli Abdullah al-Yamânî, Irsyâd al-Fuhȗl ila
Tahqȋq al-Haqq min ‘Ilm al-Ushȗl, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1994 M
Ath-Thahânawî, Zhafar Ahmad al-Utsmânî, Qawâʻid fî ʻUlȗm al-Hadȋts,
Beirȗt: Maktabah al-Mathbuʼât al-Islamiyyât, 1972 M
Ath-Thahâwî, Abu Jaʻfar Ahmad ibn Muhammad ibn Salâmah, Musykil al-
Atsâr, Dâirah Maʻârif an-Nidzamiyyah, t.t. t. th.
Ath-Thahhân, Mahmȗd, Taisȋr Mushthalah al-Hadȋts, Kairo: Maktabah al-
Imân, 1425 H
180
Ath-Thanthâwî, Mahmȗd Muhammad, al-Madkhal ila al-Fiqh al-Islâmî,
Târȋkh at-Tasyrȋʻ wa Mashâdiruhuh wa Nazariyât al-Fiqhiyyah, Kairo:
Maktabah al-Wahbah, 1987 M
At-Tirmasî, Muhammad Mahfȗdh, Manhaj Dzâwî an-Nazhr, Syarh
Manzhumât ‘Ilm al-Atsâr, Beirȗt: Dâr al-Fikr, 1997
At-Tirmidzî, Muhammad ibn Isa, Sunan at-Tirmidzî, Beirȗt: Dâr Ihyâʻ at-
Turâst al-Arâbî, t. th
Al-Yahshubî, Iyyâdh ibn Mȗsa, al-Ilmâʻ ila Ushȗl ar-Riwâyah wa Taqyȋd as-
Samâʻ, Kairo: Dâr at-Turâst, 1970 M
Az-Zurqânî, Muhammad ʻAbd al-Adhîm, Manâhil al-Irfân fî ʻUlȗm Al-
Qurʼan, Beirȗt: Dâr Ihyâʼ at-Turâst al-Arâbi, t. th
Az-Zuhaîlî, Wahbah, Fiqh al-Imâm asy-Syâfiʻî, terj. Muhammad Afifi dan
Abdul Hafidh, Jakarta: Almahira, 2010 M
Darmalaksana, Wahyudin, Hadis Di Mata Orientalis; Telaah atas
Pandangan Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht, Bandung: Benang
Merah Press, 2004
Hashim Kamali, Mohammed, Principles of Islamic Jurispredence,
Cambridge: The Islamic Texts Society, 1991 M
Hâsyim, Ahmad ʻUmar, Qawâ’id Ushûl al-Hadîts, Beirȗt: Dâr al-Fikr, t.th
Hafnâwî, Muhammad Ibrahȋm Muhammad, Taʻârudh wa at-Tarjȋh ʻInda al-
Ushȗliyȗn, wa Atsaruhumâ fî al-Fiqh al-Islâmî, Mansȗrah: Dâr Wafâʻ,
1987
Hammâd, Nafiz Husaîn, Mukhtalaf al-Hadîts Baina al-Fuqahâʼ wa al-
Muhadditsȗn, Manshȗrah: Dâr al-Wafâʼ, 1993 M
Ismail, Nurjannah, Perempuan Dalam Pasungan: Bias Laki-Laki Dalam
Penafsiran, Yogyakarta: LKiS, 2003 M
Ismail, Syuhudi, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis, Jakarta: Bulan Bintang,
1995
Itr, Nȗr ad-Dȋn, Manhaj an-Naqd fî ‘Ulȗm al-Hadȋts, Damaskus: Dâr al-Fikr,
1997
Ibnu Katsîr, Abȗ Fidâʼ Ismâʼîl ibn ʻUmar al-Quraîsy al-Basyârî ad-Dimasyqî,
al-Bidâyah wa an-Nihâyah, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1387 H
__________, Ikhtishār ʻUlȗm al-Hadīts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
t.th
Ibnu Manzhȗr, Jamâl ad-Dîn, Lisân al-Arâb, Kairo: Dâr al-Hadȋts, 2003 M
Ibnu Qutaîbah, Abȗ Muhammad ʻAbdullah ibn Muslim, Taʼwȋl Mukhtalaf al-
Hadȋts, Beirȗt: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t. th.
Jumʻah, Muhammad Alî, al-Madkhal Ilâ Madzâhib al-Arbaʻah, Kairo: Dâr
as-Salâm, 1428 H/2008 M
Mazîd, Alî ʻAbd al-Basîth, Manâhij al-Muhadditsîn fî al-Qarn al-Awwal al-
Hijri Hattâ Ashrinâ al-Hâdhir, Kairo: Maktabah al-Imân, 2010 M
181
Mubarak, Jaih, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul
Jadid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Nawawi, Hadhari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1998 M
Rahman, Fazlur, Islamic Methodology in History, Islamabad: Islamic
Research Institute, 1984 M
Renard, John, Seven Doors to Islam; Spirituality and The Religious Life of
Muslims, California: University of California Press, 1996 M
RI, Departemen Agama, Al-Qurʼan Dan Terjemahnya, Yayasan
Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qurʼan, Semarang:
Kumudasmoro Grafindo, 1994
Ritonga, Ahmad Rahman, Studi Ilmu-Ilmu Hadis, Yokyakarta: Interpena,
2011 M
Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999 M
Syâkir, Ahmad Muhammad, al-Bâits al-Hatsȋts Syarh Ikhtishâr ʻUlȗm al-
Hadȋts, Kairo: Dâr al-Atsâr, 1423 H/2002 M
Seed, Abdullah, Islamic Thought; an Introduction, New York & London:
Routledge, 2006 M
Shâlih, Shubhî, ‘Ulȗm al-Hadȋts wa Mushthâlahuh, Beirȗt: Dâr al-Ilmi, 1988
M
Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qurʼan; Fungsi Dan Peran
Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992 M
Sibâʻî, Musthafa, as-Sunnah wa Makânatuhâ fî at-Tasyrȋ’ al-Islâmi, Beirȗt:
al-Maktab al-Islâmi, 1985 M
Soebahar, Erfan, Menguak Fakta Keabsahan as-Sunnah: Kritik Mustafa As-
Sibaʼi Terhadap Pemikiran Ahmad Amîn mengenai Hadis Dalam Fajr
al-Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004 M
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 M
Syaîkh Ahmad Farîd, 60 Biografi Ulama Salaf, terj. Masturi Ilham dan
Asmuʻi Taman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006 M
Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 M
______, Peran Ilmu Hadis dalam Pembinaan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1998 M
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995 M
Zahwȗ, Muhammad Abû, al-Hadîts wa al-Muhadditsûn, Beirȗt: Dâr al-Fikr,
t.th
182
CURRICULUM VITAE
Nama : Al Kodri
Tempat/Tanggal Lahir : Pringsewu, 5 Mei 1988
Alamat : Jln. Margonda Raya, Depok Jawa Barat
Alamat Asal : Jln. Pringadi No 668, Pringsewu Utara Lampung Selatan
Kontak : 085711594276 / [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD Muhammadiyah 1 Pringsewu Utara, Lampung Selatan
2. Madrasah Tsanawiyah Sumatera Thawalib Parabek, Bukittinggi
Sumatera Barat
3. Madrasah Aliyah Sumatera Thawalib Parabek, Bukittinggi Sumatera
Barat
4. S1 Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir
5. S2 Institut Ilmu Al-Qurʼan (IIQ) Jakarta
Riwayat Organisasi :
1. Redaktur Buletin Informatika, ICMI cabang Kairo Mesir
2. Redaktur Majalah Mitra, KMM Kairo Mesir
3. Bendahara Konsulat Mahasiswa Lampung (IKMAL) Kairo Mesir
4. Koordinator Bimbingan Belajar Marhalah ISBAT, Kairo Mesir
5. Reporter Buletin Majalah Informatika, ICMI cabang Kairo
Riwayat Pekerjaan :
1. Guru SDIT Al Haraki, Depok Jawa Barat
2. Editor Bahasa Pustaka Kautsar, Cipinang Muara Jakarta Timur