studi kasus louis vuiton
DESCRIPTION
manajemen strategikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Louis Vuitton Malletier - biasa disebut sebagai Louis Vuitton (Perancis: [lwi
vɥitɔ], umumnya keinggeris-inggerisan sebagai / lu ː i ː vu tɒ /), atau disingkat
menjadi LV - adalah sebuah rumah mode Perancis didirikan pada tahun 1854.
Label ini terkenal dengan monogram LV, yang adalah fitur pada kebanyakan
produk, mulai dari batang mewah dan barang-barang kulit untuk siap-pakai,
sepatu, jam tangan, perhiasan, aksesoris, kacamata hitam, dan buku. Louis Vuitton
adalah salah satu rumah terkemuka di dunia fashion internasional. Louis Vuitton
menjual produknya melalui butik kecil di department store high-end, dan melalui
bagian e-commerce website. Louis Vuitton telah menjadi pemasok barang-barang
untuk orang kaya dan berkuasa selama lebih dari 100 tahun dan dikenal
menggabungkan kualitas fabrikasi dengan desain yang inovatif untuk
mencerminkan kebutuhan pelanggan dan mode yang selalu berubah dari
perjalanan dunia. Pada tahun 1987, perusahaan ini menjadi bagian dari Moet
Hennessy Louis Vuitton-(LVMH), konglomerat barang mewah terbesar di dunia.
Louis Vuitton, pendiri brand Louis Vuitton seorang pria yang lahir pada 4
Agustus 1821 di Anchay, tempat tinggal para pekerja kelas bawah di Perancis
Timur. Pada tahun 1837 setibanya di Paris, dia memulai berkarir sebagai pekerja
magang di bengkel pengepakan kotak dan koper ternama di kota itu. Nasib baik
berpihak pada Louis Vuitton, pada tahun 1853 ia ditunjuk sebagai pengepak box
pribadi Ratu Perancis Eugiene de Montijo, istri dari Napoleon Bonaparte. Tahun
1
1854 Vuitton menikah dengan Emelie Pariaux lalu membuka bengkel packing nya
sendiri di kota Paris, dia mendirikan perusahaan pembuat koper yang kemudian
menjadi sebuah dinasti tas dan koper paling laris di dunia.
Untuk menghindari peniruan, George Vuitton merupakan putra dari Louis
Vuitton membayangkan sebuah image yang tidak bisa terpisah dari sebuah merek
Louis Vuitton. Di tahun 1896, dia menggambar bulatan berisi bunga kelopak
empat warna negatif. Kemudian bintang bersudut empat warna positif dan negatif.
Untuk menghormati sang ayah George menambahkan inisial LV diantara bulatan
bunga dan bintang tadi. Lahirlah sebuah komposisi yang kemudian disebut
monogram dan menjadi ikon Louis Vuitton. Dalam sejarah berdirinya Louis
Vuitton ini hingga sekarang tidak pernah mengadakan sale atau obral. Ini
menguatkan Louis Vuitton sebagai wujud citra investasi dan kemewahan. Perinsip
mereka kemewahan bukan untuk di obral. Citra inilah yang membuat Louis
Vuitton tidak pernah turun pamor dalam dunia fashion.
Tahun 1977 LV membuka toko pertamanya di Tokyo dan Osaka tanpa
bantuan distributor di Jepang. Di hari penjualan pertama mencapai satu juta dolar.
Dalam setahun LV mampu menjual lima juta tas di Jepang. LV merupakan merk
terkenal pertama yang membuka cabang perusahaannya di Jepang. Awalnya LV
memasuki pasar Jepang dengan bekerjasama dengan department store dengan
membuka outlet. Seiring berjalannya waktu LV memeperluas bisnisnya di Jepang
karena merupakan negara yang warganya memiliki rasa fashion yang tinggi.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas rumusan masalah yang ingin dibahas adalah:
1. Bagaimanakah strategi korporasi perusahaan Louis Vuitton?
2. Bagaimana strategi korporasi tersebut dapat menghasilkan keunggulan
komptetitif bekelanjutan dengan menggunakan analisis VRIO?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Mengetahui strategi korporasi perusahaan Louis Vuitton.
2. Mengetahui strategi korporasi tersebut dapat menghasilkan keunggulan
komptetitif bekelanjutan dengan menggunakan analisis VRIO.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Strategi Bisnis
Istilah “strategi” berasal dari kata Yunani “strategeia” ( “stratus” yang
artinya militer dan “ag” yang artinya memimpin), yang artinya seni atau ilmu
untuk menjadi seorang jendral. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu
rencana untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada
daerah–daerah tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
Para ahli perencana strategi percaya bahwa filosofi umum yang
menggambarkan bisnis atau usaha perusahaan tercermin pada missi yang
harus dapat diterjemahkan pada pernyataan dalam strategi bisnis yang
ditetapkan. Perencanaan strategi bahwa strategi jangka panjang diturunkan
dari usaha perusahaan untuk mencari dasar keunggulan bersaing dari strategi
generi (Pearch II dan Robinson, 2007) yaitu:
1. Mengejar untuk mencapai biaya rendah (overall Cost Leadership) dalam
industri. Untuk pengendalian biaya dalam overal cost leadership
dilakukan efesiensi biaya yang dapat diperoleh dari memiliki karyawan
yang berpengalaman, pengendalian biaya overhead,meminimalkan biaya
penelitian dan pengembangan, service, wiraniaga, periklanan dan lain
sebagainya.
2. Mengejar untuk mencaiptakan produk yang unik untuk pelanggan yang
bervariasi atau differensiasi (differentiation). Differensiasi dapat
dilakukan melalui dimensi citra rancangan atau merk, teknologi yang
4
digunakan, karakteristik khusus, service pada pelanggan dan punya
distribusi yang lebih baik. Keunggulan dalam menggunakan differensiasi
selain laba di atas rata-rata adalah kepekaan konsumen terhadap harga
kurang, produk-produk differensiasi menciptakan hambatan masuk yang
tinggi dan posisi terhadap produk pengganti juga tinggi.
3. Mengejar untuk melayani permintaan khusus pada satu atau beberapa
kelompok konsumen atau industri. Memfokuskan (focusting) pada biaya
atau diferensiasi.
Strategi fokus didasarkan pada usaha memenuhi kebutuhan khususnya dari
pelanggan, dengan lini produk yang sedikit. Semua itu untuk menghindar dari
produk konsumen yang rawan terhadap perang iklan dan introduksi produk
baru yang pesat. Ketiga strategi bisnis di atas disebut juga dengan strategi
generik yang dikembangkan oleh Porter (1980) yang digunakan untuk
menghadapi 5 (lima) kekuatan yang mempengaruhi industri.
Menurut Tjiptono ( 2002, p4 ) di dalam suatu perusahaan terdapat 3 level
strategi, yaitu level korporasi, level unit bisnis atau lini bisnis, dan level
fungsional. Penjelasannya adalah sebagai berikut ini:
1. Strategi Level Korporasi, dirumuskan oleh manajemen puncak yang
mengatur kegiatan dan operasi organisasi yang memiliki lini bisnis lebih
dari satu.
2. Strategi Level Unit Bisnis, lebih diarahkan pada pengelolaan kegiatan
dan operasi suatu bisnis tertentu.
3. Strategi Level Fungsional merupakan strategi dalam kerangka fungsi–
fungsi manajemen yang dapat mendukung strategi level unit bisnis.
5
2.2 Strategi Korporasi
Setiap korporasi harus menentukan untuk jangka panjang pada bisnis apa
atau industri mana seharusnya perusahaan berada dan kompetensi seperti apa
yang akan dikembangkan untuk bisa memenangkan persaingan sehingga
perusahaan akan bisa suistain. Strategi korporasi bisa melakukan
pengembangan pasar baru di luar pasar tradisional maupun melakukan
pengembangan produk baru melalui backward dan forward integrasi.
Ada beberapa alterantif strategi yang bisa dipilih untuk strategi korpoasi di
antaranya:
1. Diversifikasi bisa dengan melakukan akuisisi.
2. Aliansi dengan metode ekuitas yakni melalui joint venture and merger.
3. Aliansi dengan metode non ekuitas.
4. Franchise/Waralaba.
2.3 Strategi Diferensiasi
` Philip Kotler ( 2002 : 328) mengatakan bahwa : “Diferensiasi adalah
tindakan merancang serangkaian perbedaan yang berarti untuk membedakan
tawaran perusahaan dengan tawaran pesaing”. Menurut Gunawan Adisaputro
(2010 : 118) bahwa : Diferensiasi adalah upaya untuk merancang seperangkat
pembeda atau atribut produk fisik untuk membedakan produk perusahaan
dengan produk pesaingnya. Variabel-variabel diferensiasi produk yang
disebutkan Kotler dan Keller (2007:9), diantaranya adalah bentuk, banyak
produk dapat didiferensiasi berdasarkan bentuk, ukuran, model, atau struktur
fisik sebuah produk. Kedua, fitur sebagian besar produk yang dapat
6
ditawarkan dengan Fitur yang berbeda-beda yang melengkapi fungsi dasar
produk.
Ketiga,mutu kinerja adalah level berlakunya karateristik dasar produk.
Keempat, mutu kesesuaian. adalah tingkat kesesuaian dan pemenuhan semua
unit yang diproduksi terhadap spesifikasi sasaran yang dijanjikan. Kelima,
daya tahan (durability) ukuran usia yang diharapkan atas beroperasinya
produk dalam kondisi normal dan/atau berat, merupakan atribut yang berharga
untuk produk-produk tertentu. Keenam, keandalan (reability) adalah ukuran
probabilitas bahwa produk tertentu tidak akan rusak atau gagal dalam periode
waktu tertentu. Ketujuh, mudah diperbaiki adalah ukuran kemudahan untuk
memperbaiki produk ketika produk itu rusak atau gagal.
Delapan,gaya (style) menggambarkan penampilan dan perasaan yang
ditimbulkan oleh produk itu bagi pembeli. Terakhir, rancangan kekuatan
pemaduan adalah totalitas fitur yang mempengaruhi penampilan dan fungsi
produk tertentu menurut yang diisyaratkan oleh pelanggan.
2.4 Strategi Diversifikasi
Perusahaan dapat menempuh berbagai strategi dalam mengembangkan dan
memperluas pasarnya. Diversifikasi adalah strategi perusahaan untuk
mencapai sasaran pasar di luar pasar yang ditekuninya selama ini. Menurut
Jauch dan Glueck (1995:263), diversifikasi mengacu pada sekelompok bentuk
strategi yang berbeda-beda. Dapat mengacu pada perubahan produk, pasar,
atau fungsi; hal ini dapat dilakukan secara internal dan eksternal, secara
horizontal atau vertikal; dan diversifikasi dapat mencakup perubahan yang
7
berkaitan dan yang tidak berkaitan. Diversifikasi adalah strategi perusahaan
dalam pengembangan usaha dengan cara membuka unit bisnis atau anak
perusahaan baru baik dalam lini bisnis yang sama dengan yang sudah ada
maupun dalam unit bisnis yang berbeda dengan bisnis inti perusahaan.
2.5 Strategi Meger
Alasan merger dilakukan adalah berkaitan dengan adanya penghematan
skala dan ruang (economies of scale and scope) yang diharapkan diperoleh
berupa (Koch & Mac Donald, 2000 hal 902), dengan merger berpeluang
untuk:
a. Meningkatkan product diversity, identitas merk, dan memperluas pasar.
b. Pengurangan biaya tetap.
c. Meningkatkan leverage operasional.
Sebagai strategi korporat yang banyak ditempuh oleh banyak perusahaan, ide
dilakukannya merger adalah untuk menciptakan nilai (Sabardi, 1994 hal. 241).
2.6 K erangka Kerja Analisis VRIO
Kerangka kerja VRIO merupakan kerangka yang dikembangkan
berdasarkan definisi sumberdaya (resources) dan kapabilitas (capability) serta
asumsi mengenai sumberdaya yang heterogen (resource heterogenceity) dan
sumberdaya tidak bergerak (resource immobility), yang cukup abstrak dan
tidak secara langsung dapat merespon analisis kekuatan dan kelemahan
perusahaan (Barney, 2007). Untuk itu dikembangkan suatu kerangka kerja,
8
yang dapat diaplikasikan dalam analisis sumberdaya perusahaan yang
potensial menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan.
Analisis ini tidak hanya menunjukkan kondisi teoritis keberadaan
keunggulan bersaing berkesinambungan, namun menunjukkan beberapa
pertanyaan yang diperlukan sebelum hubungan antara sumberdaya. Barney,
dalam analisis kerangka kerja VRIO, mengajukan empat parameter dalam
mengevaluasi kompetensi perusahaan (Barney, 2007; Barney & Clark, 2007;
Wheelen & Hunger, 2006).
1. Pertanyaan tentang Value
a. Sumberdaya dan kapabilitas yang kuat mampu membuat perusahaan
mengekplorasi peluang-peluang atau menetralisasikan tekanan dari
lingkungan. Sumberdaya dan kapabilitas yang menyulitkan perusahaan
untuk eksplorasi peluang atau netralisasi tekanan dianggap sebagai
kelemahan.
b. Perusahaan yang tidak memiliki sumberdaya dan kapabilitas yang
bernilai dapat melakukan dua pilihan mendasar, yaitu: 1)
mengembangkan sumberdaya dan kapabilitas yang baru, yang bernilai,
2) mengaplikasikan kekuatan tradisional dengan cara yang baru
daripada mengembangkan sumberdaya dan kapabilitas yang baru.
2. Pertanyaan tentang Rarity
a. Sumberdaya dan kapabilitas perusahaan yang bernilai tapi umum
dimiliki perusahaan pesaing, artinya tidak jarang dimiliki, merupakan
menjadi sumber dari persaingan paritas (competitive parity) ketika
perusahaan mencoba bertahan dalam industrinya.
9
b. Umumnya, apabila sejumlah perusahaan memiliki sumberdaya atau
kapabilitas tertentu kurang dari jumlah perusahaan yang menghasilkan
dinamika persaingan sempurna di dalam suatu industri, sumberdaya
atau kapabilitas tersebut dapat dianggap sebagai sumberdaya yang
langka (rare) dan berpotensi menjadi sumberdaya keunggulan
bersaing.
c. Sumberdaya dan kapabilitas yang bernilai tapi umum, bisa menjadi
sumberdaya persaingan paritas. Tetapi, sumberdaya dan kapabilitas
yang bernilai dan langka, setidak-tidaknya bisa menjadi keunggulan
bersaing sementara.
3. Pertanyaan tentang Imitability
a. Sumberdaya dan kapabilitas yang bernilai dan langka perusahaan lain,
bisa menjadi sumber keunggulan bersaing berkesinambungan jika
perusahaan tidak menghadapi kerugian biaya dalam mendapatkan
sumberdaya tersebut dibandingkan dengan perusahaan yang sudah
memiliki.
b. Jika perusahaan pesaing menghadapi kerugian biaya dalam
menduplikasi kesuksesan dari sumberdaya yang bernilai dari suatu
perusahaan, ini berarti sumberdaya tersebut merupakan bentuk inovasi
untuk mencapai keunggulan bersaing berkesinambungan – suatu
keunggulan yang tidak dapat disaingi melalui imitasi strategis.
4. Pertanyaan tentang Organization
1. Agar sumberdaya yang berpotensi menjadi keunggulan bersaing
menjadi kenyataan, perusahaan harus mengelola potensi sumberdaya
10
tersebut, yang disebut sebagai komplementari sumberdaya dan
kapabilitas (complementary resources and capabilities).
Pengkombinasian sumberdaya-sumberdaya ini akan membantu
perusahaan untuk merealisasikan potensi keunggulan bersaing secara
maksimal (Barney, 2007).
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dimasukkan ke dalam kerangka kerja
tunggal untuk memahami hasil yang potensial dari eksplorasi sumberdaya dan
kapabilitas perusahaan.
2.7 Keunggulan Kompetitif
Menurut Tangkilisan (2003) bahwa Keunggulan Kompetitif merujuk pada
kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang
menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan
perusahaan lainnya. Keunggulan Kompetitif muncul bila pelanggan merasa
bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan
sebuah organisasi pesaingnya. Keunggulan kompetitif adalah kemampuan
perusahaan untuk memformulasi strategi pencapaian peluang profit melalui
maksimisasi penerimaan dari investasi yang dilakukan. Dari segi keragaan
akhir (performance) keunggulan kompetitif didefinisikan sebagai kemampuan
untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar secara
menguntungkan dan berkelanjutan (Porter, 1985; Martin, Westgren and Van
Duren, 1991).
Secara operasional Keunggulan Kompetitif didefinisikan sebagai
kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat, dan bentuk
11
yang diinginkan konsumen, baik di pasar domestik maupun di pasar
internasional, pada harga yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan
pesaing, seraya memperoleh laba paling tidak sebesar ongkos penggunaan
(opportunity cost) sumber daya (Cook dan Bredahl, 1991; Sharples and
Milham, 1990). Di dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh Badudu-Zain (1994)
dinyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat kompetisi dan bersifat
persaingan.
Keunggulan kompetitif dapat tercipta apabila terdapat kesepadanan antara
distinctive competencies dari sebuah perusahaan dengan faktor-faktor kritis
untuk sukses dalam industrinya yang memungkinkan perusahaan dapat
mengungguli pesaingnya (Bannett, 1988).
Terdapat dua cara untuk mencapai keunggulan kompetitif, yaitu:
1. Keunggulan kompetitif dapat tercapai apabila perusahaan melakukan
strategi biaya yang memungkinkan untuk menawarkan produk pada harga
yang lebih rendah dibanding pesaing.
2. Keunggulan kompetitif juga dapat dicapai dengan strategi diferensiasi
produk sehingga pelanggan mempunyai persepsi tentang manfaat mufakat
unik yang membenarkan harga tinggi.
2.8 Keunggulan Bersaing yang Berkesinambungan (Sustainable Competitive
Advantage)
Menurut Barney (2007), secara umum perusahaan memiliki keunggulan
bersaing ketika perusahaan tersebut mampu menciptakan nilai ekonomi yang
lebih dibandingkan dengan perusahaan pesaing. Nilai ekonomi ini yang akan
12
membedakan antara manfaat yang diterima konsumen dari produk atau
pelayanan yang diberikan perusahaan dengan total biaya ekonomi dari produk
dan pelayanan tersebut.
Keunggulan bersaing (competitive advantage) perusahaan bisa terjadi
secara sementara (temporary) atau berkesinambungan (sustained).
Keunggulan bersaing yang sementara hanya bertahan untuk jangka waktu
yang sangat pendek. Sementara itu, keunggulan bersaing yang
berkesinambungan dapat bertahan untuk jangka waktu yang panjang sebagai
sumberdaya keunggulan dalam persaingan. Perusahaan yang menciptakan
nilai ekonomi yang sama dengan pesaing disebut mengalami persaingan
paritas (competitive parity). Dan perusahaan yang memiliki nilai ekonomi
lebih rendah daripada perusahaan pesaing disebut dengan perusahaan yang
tidak dapat unggul dalam persaingan (competitive disadvantage), baik yang
bersifat sementara (temporary) maupun berkesinambungan (sustained).
Suatu penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki prosedur
atau praktek manajemen SDM yang baik memiliki keuntungan yang besar dan
bisa bertahan lebih baik daripada perusahaan yang tidak memiliki manajemen
SDM yang baik (Wheelen dan Hunger, 2006).
BAB III
13
PEMBAHASAN
3.1 Strategi Korporasi yang Diterapkan Louis Vuitton
Dalam membangun bisnis, perusahaan pasti memiliki strategi korporasi.
Ada beberapa alteratif strategi yang bisa dipilih untuk strategi korporasi di
antaranya adalah dengan diversifikasi,dengan melakukan akuisisi ,aliansi
dengan metode ekuitas yakni melalui joint venture and merger atau aliansi
dengan metode non ekuitas serta franchise/waralaba. Dalam kasus ini, Louis
Vuitton menggunakan strategi diferensiasi produk sehingga pelanggan
mempunyai persepsi tentang manfaat unik yang membenarkan harga tinggi.
Diversifikasi pertama perusahaan pada tahun 1968 dengan memperoleh
Christian Dior Pada pada tahun 1971 merger antara Moet & Chandon dan
Champagne Mercier menghasilkan kombinasi penjualan terbaik di Prancis
untuk kategori merk sampanye. Perusahaan mengubah nama menjadi Moet-
Hennessy ketika melakukan merger lagi di tahun yang sama, 1971 kali ini
dengan Jas Hennessy & Company, produsen cognac/konyak (brandy yang
tajam—memiliki kadar alkohol yang tinggi karena telah lama disimpan)
Perusahaan berdiversifikasi lebih jauh lagi di tahun 1987 sebagai hasil dari
kebijakan pemerintah Prancis yang meluncurkan era privatisasi untuk
menaikan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat pengganguran yang
tinggi di Prancis kala itu. Keluarga yang mengontrol Moet-Hennessy &
Leather Goods yang didesign oleh Louis Vuitton melihat bahwa merger antara
2 perusahan akan menjadi strategi terbaik untuk mencegah perusahaan
menjadi target perusahaan asing yang akan berinvestasi di Prancis. $4 milyar
14
nilai merger yang dibuat LVMH mengijinkan ahli waris kedua pendiri
perusahaan untuk mempertahankan kontrol perusahaan baru hasil merger
dengan mengkombinasikan kepemilikan 50% saham utama.
Pimpinan LVMH, AC juga menandatangani persetujuan distribusi
internasional dengan British Brewer Guiness PLC (pembuat bir = brewer)
untuk meningkatkan distribusi sampanye dan merk brandy di Asia dan USA.
Joint venture dengan Guiness disebut oleh kedua perusahaan sebagai alat
untuk menghubungkan interests (keuntungan akibat melakukan joint venture)
dari sekitar 10 persen setiap saham perusahaan dan dibukukan hampir ¼ dari
keuntungan LVMH dan Guiness selama satu tahun pertama joint venture
dilakukan. Kesuksesan joint venture antara LVMH dan Guiness mendorong
AC untuk mengusulkan agar Guiness membeli tambahan 10% interest(saham)
di LVMH untuk melindungi perusahaan lebih jauh dari pencaplokan yang
mungkin dilakukan perusahan asing.
Divisi produk kecantikan LVMH yang terdiri dari 3 rumah produksi yang
berbeda; Christian Dior (yang termasyur di dunia internasional atas kualitas,
inovasi, dan keprestige-annya. Merk ini juga merupakan merk dengan
pertumbuhan tercepat di USA dan memegang posisis nomer satu di eropa
utara.) Parfum Givenchy (merupakan salah satu diantara merk paling prestige
di USA dan telah menambah line produknya termasuk kosmetik pada tahun
1988), dan ROC (yang mengkhususkan diri pada kosmetik anti alergi di Eropa
dan diharapkan akan terjadi peningkatan penjualan di eropa maupun USA
sebagaimana distribusi yang dikembangkan dengan menggandeng perusahaan
pharmacy).
15
LV tidak hanya bergerak dibidang fashion dan kulit melainkan juga dalam
bidang wine dan miras, parfum dan kosmetik serta jam dan perhiasan. LV
tidak hanya berhenti dibidang-bidang tersebut, LVMH juga mengelola unit
bisnis yang terdiri dari media, pelelangan seni, dan bisnis e-commerce.
Operasi media meliputi 6 media publikasi cetak yang di jual hanya di Prancis,
dua media publikasi seni yang dipasarkan untuk pasar seni internasioal, media
untuk melaporkan laporan berkala perusahaan, dan jaringan radio Prancis.
Divisi bisnis media lainnya mencangkup iklan penjualan perusahaan, agensi
percetakan audiovisual, dan 4 berita yang semuanya berhubungan dengan situs
internet. Bisnis yang paling terkemuka dari sektor media LVMH adalah
investor sebuah pemimpin untuk publikasi investasi baik investasi online
maupun cetak. Jaringan radio classique dari stasiun radio di luar Prancis yang
telah berhasil menarik 600,000 pendengar setiap hari. Cnnnaissance des Arts
dan Art Auction (pelelangan seni). Yang memiliki cabang publiaksi seni
dengan perputaran mulai 40,000 dan 17,500 berturut-turut (yang berputar
apanya ya? Asetkah? Barangnya kah? Masih misteri). Dan 2 pemimpin
publiaksi musik di Prancis, yaitu Jazzman dan Le Monde de la Musique.
Perusahaan melakukan integrasi vertikal ke dalam operasi Louis Vuitton,
Christian Dior, dan label toko designer lain di Paris, New York, Beverly Hills,
dan lokasi lain. Walaupun pertumbuhan LVMH lebih banyak dikarenakan
akuisisi pada bisnis baru, LVMH menuntuk setiap bisnis perusahaan
memperlihatkan komitmennya terhadap kreatifitas, inovasi, produk yang
excellent. Kesuksesan jangka panjang Merk-merk LVMH sebagian besar
merupakan sekumpulan kreativitas yang artistik, perhatian untuk setiap detail
16
proses produksi. Inovasi dan kreativitas berkontribusi terhadap pertumbuhan
internal dalam bisnis LVMH. Image dan reputasi produk perusahaan dilihat
senilai dengan kreativitas dan keahlian pekerja selama pengembangan dan
produksi dari LVMH sejak image adalah dimensi produk yang bertentangan
dengan logika namun menghasilkan hasrat yang kuat pada konsumen untuk
Merk tertentu. Image itu takternilai dan taktergantikan dan untuk itu
diperlukan kontrol manajemen yang keras untuk setiap bagian dari image
sebuah merk termasuk di dalamnya pengiklanan, pemberitahuan dari
perusahaan, dan kemampuan berbicara manajemen dan designer.
Bagian akhir dari strategi perusahaan LVMH adalah pengawasan pada
distribusi dan penjualan untuk produknya, hal ini mengijinkan setiap divisi
untuk mendengarkan kebutuhan konsumen, mengetahui lebih baik tentang
selera konsumen, mengantisipasi keinginan konsumen. Kepemilikan LVMH
terhadap 1,500 lokasi retail di negara maju di seluruh dunia mewajibkan
perusahaan memperhalus image merk dengan pengawasan estetika toko
dengan pendekatan retailing yang konsisten dan tanpa cela untuk pelayanan
pelanggan.
Dalam membuka bisnisnya di Jepang Louis Vuitton memilih beberapa
strategi untuk memasuki pasar Jepang diantaranya standarisasi, inovasi dan
lokalisasi. Standarisasi LV dilakukan dengan membuat produknya tetap di
Perancis mengingat warga Jepang mengenal LV sebagai merk mewah yang
dapat mempengaruhi status penggunanya. LV sangat berfokus pada kualias
produknya sehingga teknisi pembuat tas selalu mengetes tas dengan mengisi
penuh isi tas kemudian menjatuhkannya dari ketinggian setengah meter,
17
kemudian mengetes anti pudar dengan sinar ultraviolet serta melakukan tes
pada resleting tas dengan membuka menutup sebanyak 5000 kali.
LV juga melalukan pengawasan yang ketat dalam proses produksi. Setiap
produk harus melalui pengujian dan konsistensi. Kemudian produk yang gagal
yang tidak sesuai standar di buang dan dihancurkan. LV melakukan
pengawasan yang ketat karena semuanya diproduksi di Perancis, meskipun
biaya tenaga kerjanya mahal. Strategi inovasi LV diantaranya yaitu
berkolaborasi dengan Takashi Murakami dengan membuat produk Multi
Color Pallet yang disesuaikan dengan minta dan fashion warga Jepang. LV
juga berinovasi dengan memodifikasi logo LV dengan nilai-nilai artistic
sehingga menciptakan produk baru. Strategi lokalisasi LV dalah dengan
melakukan survey-survey pada warga Jepang tentang minat, kebudayaan dan
kebiasaan warga Jepang. Seperti kebiasaan warga Jepang yang beranggapan
bahwa merk sangat penting.
Lokasisasi tersbut dilakukan dengan membuat beragam kategori produk
yang berbeda dengan yang ada di toko lainnya.LV menyesuaikan desain toko
sesuai dengan negara tempat tokonya. LV berkelanjutan membuka cabang
kelas menengah di Saitama dan Mito dan di kota besar LV mengenalkan
Global Store. Dalam promosi LV menggunakan CRM sistem untuk mencapai
para pelanggannya. Merk tersebut juga merencankan fashion show di Tokyo
untuk gebrakan pasar.
LV terus menjaga ekslusivitas produknya. Hal ini berarti, LV selalu
menciptakan produk-produknya secara manual, 100% merupakan buatan
tangan manusia. Setiap detail barang dikerjakan secara hati-hati sehingga
18
keunikan tiap barang LV terlihat dengan jelas. LV kemudian mengekspos
secara luas orisinalitas dan hand-made karya-karyanya. Ketiadaan produk LV
yang sama, menjadi wujud promosi terpenting terkait pembuatan produk
secara manual. Apabila diperlukan, LV akan membuka pabrik di dekat butik-
butiknya di luar negeri. Hal ini untuk menjaga cita rasa manual LV karena
apabila proses produksi dipusatkan pada satu pabrik, maka kecenderungan
untuk menjadi mass-production akan lebih mudah terjadi.
LV memilih menjual produk-produknya di toko khusus, seperti halnya
Apple yang secara eksklusif menjual produknya di iStore. LV tidak pernah
menyalurkan barang-barangnya ke toko-toko umum, atau bahkan ke
department store. Pembukaan toko LV sendiri tidak dilakukan dengan
serampangan, tetapi dengan benar-benar memilih lokasi yang memungkinkan
brand ini mampu dipromosikan. Strategi ini kembali mengukuhkan “kelas
atas” produk LV, bahwa produk tidak hanya dibuat dengan hati-hati, tetapi
juga sulit ditemukan.
LV menggunakan teknologi untuk menjaga kualitas produknya. Memang,
setiap produk LV dibuat secara manual untuk menjaga orisinalitas produk.
Namun, pengerjaan manual selalu memiliki resiko berupa ketidaksamaan
kualitas. Penurunan kualitas barang tentunya menjadi hal berbahaya yang
harus dicegah. Akan tetapi, penggunaan teknologi juga jangan sampai
membuat seluruh barang menjadi sama, seperti hal mass-production goods.
Teknologi kemudian “hanya” diperlukan untuk menjaga tingkat kualitas
seperti ketebalan kulit yang dipakai, atau penggambaran pola yang efisien.
19
Sehingga pada akhirnya, teknologi hanya digunakan untuk menjaga efektivitas
kerja manual, bukan menggantikannya.
3.2 Strategi Korporasi Dapat Menghasilkan Keunggulan Komptetitif
Bekelanjutan Dengan Menggunakan Analisis VRIO
Berdasarkan analisa VIOR (Valuable, Rare, Imitate to Cost and
Organized), kekuatan dari sumber daya dan kemampuan Louis Vuitton adalah
sebagai berikut:
1. Value
Louis Vuitton merupakan merk mewah nomor satu di Jepang,
inilah yang membuatnya sangat bernilai. Louis Vuitton memiliki peminat
tersendiri yang tergolong pelanggan yang sangat loyal. Loyalitas
pelanggan inilah yang menyebabkan ketenaran Louis Vuitton di dunia
terutama Jepang mengingat warga Jepang tergolong pecinta barang
bermerk. Loyalitas pelanggan didapatkan dari inovasi Louis Vuitton
terhadap produknya. Louis Vuitton selalu berinovasi dalam membuat
produk yang menarik dan baru. Louis Vuitton tidak sekedar membuat
produk namun sangat memperhatikan kualitasnya. Produk Louis Vuitton
merupakan produk yang memiliki kualitas tinggi yang telah memalui
proses pengawasan yang ketat. Oleh karena kualitas produk tinggi, maka
harga yang ditawarkanpun harga premium yang pantas dengan kualitas
produknya.
2. Rareness
20
Louis Vuitton sangat memperhatikan kualitas produknya sehingga
dilakukan proses pengawasan produk yang sangat ketat. Proses
pengawasan tersebut diantarnya adalah mengisi penuh isi tas kemudian
menjatuhkannya dari ketinggian setengah meter, kemudian mengecek
pemudaran warna dengan sinar ultraviolet. selain itu jugaada pengujian
resleting dengan membuka menutup resleting sebanyak 5000 kali. Louis
Vuitton melakukan proses produksinya di Perancis demi menjaga image
dan kualitas produknya walaupun biaya tenaga kerja di Perancis tergolong
mahal. Louis Vuitton juga memiliki jaringan distribusi sendiri sehingga
tidak memerlukan perushaan distributor dalam mendistribusikan
produknya ke manapun. Louis Vuitton membuat jaringan distribusnya
sendiri guna menjaga kualitas produknya saat dalam proses
pendistribusian. Selain itu, Louis Vuitton menyediakan fasilitas garansi
seumur hidup pada produknya. Hal-hal tersebuttermasuk jarang dilakukan
oleh perusahan lain.
3. Imitability
Louis Vuitton ingin selalu menjada image produknya, produk
Louis Vuitton terkenal dengan merk mewah berasl dari Perancis. Oleh
karena itu proses produksi dilakukan di Perancis walaupun biaya tenaga
kerjanya tergolong mahal. Kualitas produk Louis Vuitton juga tinggi
karne dibuat oleh para pekerja yang handal dan menggunakan teknologi
yang inovatif. Louis Vuitton memiliki pengawasan produk yang sangat
ketat sehingga susah ditiru oleh perusahan lain.
21
4. Organization
Louis Vuitton mempunyai kebijakan pada karyawan dengan
memberikan penjelasan tentang kinerja produk Louis Vuitton seperti harga
eceran dan seberapa baik penjualan Louis Vuitton serta cara kerja
karyawan yang dibagi per tim untuk menyelesaikan satu produk sehingga
para karyawan bekerja dengan hati-hati dan bertanggung jawab untuk
menjaga image dan kualitas produk Louis Vuitton. Selain itu, saat Louis
Vuitton membuka cabang di Jepang, bekerjasama dengan artis local untuk
membuat produk yang diminati. Keputusan ini menjadikan Louis Vuitton
favorit warga Jepang dan menjadi brand nnomor satu di Jepang.
Keunggulan kompetitif perusahaan akan terbentuk saat perusahaan
memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang
menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif
muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi
yang dilakukan dengan sebuah organisasi pesaingnya. Louis Vuitton
membuktikan bahwa keunggulannya dapat berkompetisi dengan brand lainnya
dan menjadi keunggulan kompetitif. Louis Vuitton menjadi merk mewah nomor
satu di Jepang.
BAB IV
PENUTUP
22
4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab tiga, dapat disimpulkan bahwa:
1. Strategi korporasi Louis Vuitton dalam menjalankan bisnisnya adalah
strategi diferensiasi dengan kualitas baik dengan harga
premium,diversifikasi dengan akuisisi , joint venture and merger
perusahaan lain sehingga Louis Vuitton berhasil memperluas bisnisnya
hingga ke Jepang.
2. Louis Vuitton memiliki keunggulan yang sangat kuat dibidang inovasi,
brand image, kualitas dan pengawasan produk. Dari analisis VIOR
membuktikan bahwa Louis Vuitton secara keseluruhan, Samsung
mempunyai kekuatan untuk dapat bertahan secara berkelanjutan (sustained
advantage).
DAFTAR PUSTAKA
23
Agung Utama. 2003. Upaya Meningkatkan Keunggulan Kompetitif Perusahaan
Dalam Era Persaingan Global Melalui Aliansi Strategis, Kajian Bisnis
No. 30, Hal 57-73
Aisyah, Mimin Nur.Peran Strategi, Sumber Daya serta Perubahan Teknologi dan
Lingkungan Terhadap Penciptaan Keunggulan Kompetitif yang
Berkesinambungan.Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 4 No.
1,2007.pp. 93-95
Barney, J.B. (2007). Gaining and sustaining competitive advantage (3rd ed.).
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Nogi S. Tangkilisan, Hesel, 2003. Strategi Keunggulan Pelayanan Publik:
Manajemen Sumber Daya Manusia Birokrasi Publik (Konsep-
Teori&Praktek MAnajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan
Konsep Russel), Yogyakarta, Kerjasama Yayasan Pembaharuan
Administrasi Publik Indonesia&Lukman Offset.
Stoner, James A.F., R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert Jr., 2000,
Manajemen, Edisi Bahasa Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta.
Suci, Puji Rahayu. Peningkatan Kinerja Melalui Orientasi Kewirausahaan,
Kemampuan Manajemen, dan Strategi Bisnis (Studi pada Industri Kecil
Menengah Bordir di Jawa Timur). Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, Vol.11, No. 1,2009.pp. 46-58
Suwinto Johan, Implementasi Strategi Bisnis dan Korporasi Melalui Merger dan
Akuisisi, Ultima Management Vol.3 No.1, 2011, 68-81
24