studi kasus ekowisata bahari pulau mansuar
TRANSCRIPT
DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATATERHADAP
(Studi Kasus Ekowisata
DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATATERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI
MASYARAKAT LOKAL
Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat
MUHIDDIN TAFALAS
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATAEKONOMI
Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat )
PERNYATAAN MENGENAITESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Pengembangan Ekowisata
Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal yang merupakan Studi
Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Bogor, Pebruari 2010
Muhiddin TafalasNrp. E352070021
ABSTRACT
MUHIDDIN TAFALAS. Impact of Ecotourism Development on Social andEconomic Life of Local People (Case Study of Marine Ecotourism at Mansuar Island,Raja Ampat District). Under the supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB, andHARDJANTO.
Development of Marine Ecotourism often impacted the social and economic lifeof local people. This study aimed to identify the pre conditions of marine ecotourismdevelopment and to analyze the social and economic conditions of local people asimpacted by marine ecotourism development, based on the study in Mansuar Island,Raja Ampat District, West Papua. Methods used was survey and interview and weredone by cluster sampling for selection of study sites. Samples of the study were allfamilies in four villages as location study. Data were analysed using descriptive andstatistic. The results of the study indicated that marine ecotourism development haspositive impacts on the work, income, expenditure and production asset, but has anegative impact in creating society conflict.
Keywords : Marine Ecotourism, Impact, Social, economic, Local peoples, RajaAmpat.
RINGKASAN
MUHIDDIN TAFALAS. Dampak Pengembangan Ekowisata Terhadap KehidupanSosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Kasus Ekowisata Bahari di PulauMansuar Kabupaten Raja Ampat). Dibimbing oleh HARINI MUNTASIB danHARDJANTO.
Kabupaten Raja Ampat adalah kabupaten bahari yang wilayahnya terdiri dari
ratusan pulau besar dan kecil. Posisinya pada jantung segitiga karang dunia
menjadikan Kabupaten Raja Ampat termasuk sebagai salah satu kawasan yang
memiliki keanekaragaman hayati laut tropis terkaya (CII 2004 dalam Dinas Perikanan
dan Kelautan Raja Ampat 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Conservation
International Indonesia (CII 2004) menyimpulkan bahwa laut Kabupaten Raja Ampat
termasuk salah satu kawasan terumbu karang terbaik di Indonesia. Kekayaan
keanekaragaman hayati laut ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk
kegiatan ekowisata bahari. Salah satu pulau di Raja Ampat yang telah dikembangkan
kegiatan ekowisata bahari adalah Pulau Mansuar di Distrik Meos Mansaar.
Pengembangan ekowisata bahari di Mansuar melalui kegiatan menyelam, snorkel dan
kegiatan alternatif seperti pengamatan burung dan wisata budaya menyebabkan
terjadinya interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal sehingga diduga dapat
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi bagi masyarakat. Untuk mengetahui
dampak yang terjadi, maka perlu dilakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi kondisi awal di Distrik Meos Mansaar sebelum adanya
kegiatan ekowisata dan menganalis dampak sosial dan ekonomi yang terjadi pada
masyarakat lokal.
Penelitian ini merupakan penelitian survey dan observasi (wawancara dan
pengamatan langsung). Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode pembagian
daerah sederhana (cluster sampling) dan diperoleh empat kampung di Distrik Meos
Mansaar (Kabupaten Raja Ampat) yaitu Sawandarek, Yembuba, Yenwapnor dan
Sawingray sebagai lokasi penelitian. Seluruh kepala kampung pada empat lokasi
penelitian didata kondisi sosial dan ekonomi dengan cara sensus. Jumlah kepala
keluarga pada lokasi penelitian adalah 191 KK dan diantaranya yang terlibat dalam
kegiatan ekowisata sebanyak 20 KK. Penelitian ini menggunakan pula metode
recalling untuk mengetahui kondisi sosial dan ekonomi masyarakat lokal sebelum
kegiatan ekowisata bahari. Setiap parameter sosial dan ekonomi selalu dibedakan
kedalam dua kelompok (situasi) yaitu sebelum-sesudah dan terlibat-tidak terlibat.
Data sosial dianalisis secara deskriptif dan data ekonomi dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif (uji T).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter sosial seperti struktur
penduduk, perilaku masyarakat, pranata sosial dan nilai/norma sosial dan adat istiadat
serta proses sosial dalam bentuk kerjasama tidak berubah dengan adanya kegiatan
ekowisata bahari. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses sosial dalam bentuk
konflik kepemilikan lahan telah terjadi sebagai akibat dari pengembangan ekowisata
bahari. Hasil analisis statistik (uji T) terhadap parameter – parameter ekonomi
menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nyata pada parameter pendapatan,
pengeluaran, dan asset produksi masyarakat, namun tidak ada perbedaan nyata pada
parameter kondisi rumah dan asset rumahtangga.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengembangan ekowisata
bahari tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk, perilaku masyarakat,
pranata sosial, nilai/norma dan adat istiadat serta proses kerjasama, namun
menimbulkan dampak negatif berupa terjadinya konflik kepemilikan lahan.
Pengembangan ekowisata telah memberikan dampak positif berupa peningkatan
pendapatan, pengeluaran dan asset produksi bagi masyarakat yang terlibat, namun
tidak memberikan dampak pada kondisi rumah masyarakat dan aset rumahtangga.
Kata Kunci : Ekowisata bahari, Dampak, Sosial, Ekonomi, Masyarakat Lokal, Raja
Ampat.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010Hak Cipta dilindungi Undang-Undangan1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbera. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatumasalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATATERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI
MASYARAKAT LOKAL
(Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat )
MUHIDDIN TAFALAS
Tesissebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains padaProgram Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc.
Judul Tesis : Dampak Pengembangan Ekowisata TerhadapKehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal(Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau MansuarKabupaten Raja Ampat).
Nama : Muhiddin Tafalas
NIM : E352070021
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS.Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Manajemen Ekowisata dan
Jasa Lingkungan
Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 19 Pebruari 2010 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2009 ini adalah ekowisata bahari,
dengan Judul Dampak Pengembangan Ekowisata Terhadap Kehidupan Sosial dan
Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Kasus Ekowisata Bahari di Pulau Mansuar
Kabupaten Raja Ampat).
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan
kepada :
1. Prof. Dr. Endang Koestati Sri Harini Muntasib dan Prof. Dr. Ir. Hardjanto, M.S.
selaku pembimbing atas perhatian, bimbingan dan motivasi yang telah
diberikan.
2. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc. selaku penguji luar komisi yang banyak
memberikan masukan dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini.
4. Drs. Marcus Wanma, M.Si. selaku Bupati Kabupaten Raja Ampat atas
kebijakan yang diberikan sehingga penulis dapat dan menyelesaikan pendidikan
program Magister Sains di IPB.
5. Pimpinan PT. Yellu Mutiara atas bantuan dana selama penulis kuliah.
6. Ir. Husen Duwila, MM selaku kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat
atas bantuannya baik moril maupun materil selama penulis kuliah.
7. Kepada Orang Tua tercinta Hi. Muhammad Tafalas dan Hj.Mahapia Tafalas
serta Hi. Musa Buatan (alm) dan Hj. Fatima Tafalas atas kasih sayang yang
telah dicurahkan, dan juga kepada saudara-saudaraku atas dukungan yang telah
diberikan.
8. Teman-teman seperjuangan (Teguh, Umri, Irna, Dewi, Ibu Mery) dan rekan-
rekan HIMAPA Bogor serta rekan-rekan di wisma Novia atas dukungannya.
9. Teman- teman sekantor pada Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat.
Terima kasih yang sungguh luar biasa kepada istri tercinta Hadija Mokodompit
serta anak – anakku tersayang (Nurlika Islamiaty Iffada, Hilman Maulana Tafalas,
Adiffa Quran’nisa, dan Muh. Hilmi Azizi Tafalas) atas kasih sayang, doa dan
pengorbanannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan civitas akademika,
peneliti dan pemerintah.
Bogor, Pebruari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 22 juni 1970 dari ayah Hi.
Muhammad Tafalas dan ibu Hj. Mahapia Tafalas. Penulis adalah anak pertama dari
delapan bersaudara.
Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri I Sorong, Papua Barat dan pada
tahun yang sama melanjutkan studi sarjana S-1 di Universitas Cenderawasih
(UNCEN) Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan dan lulus tahun 1995.
Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Kehutanan
Kabupaten Raja Ampat sejak tahun 2003 dan diberi kesempatan melanjutkan
pendidikan program S-2 pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (DKSHE) program studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan
(MEJ) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. i
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... . iv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. v
PENDAHULUAN . ……………………………………………………………. 1
Latar Belakang …………………………………………………………. 1
Perumusan Masalah …………………………………………………… . 2
Tujuan Penelitian …………..…………………………………………. . 4
Manfaat Penelitian …………………………………………………….. . 4
Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………………... . 4
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 7
Ekowisata ………………………………………………………………. 7
Ekowisata Bahari ………………………………………………………. 10
Dampak ……………………………………………………………….... 12
Dampak Ekowisata ……………………………………………………. . 13
Persepsi dan Perilaku ………………………………………………... . 15
Nilai dan Norma Sosial ………………………………………………... . 18
Proses Sosial …………………………………………………........... . 19
KEADAAN UMUM ………………………………………………………….. . 20
Letak Geografis ……………………………………………………….. . 20
Sumberdaya Alam Dapat Pulih ……………………………………….. . 20
Ekosistem Pesisir ……………………………………………………… . 21
Terumbu Karang ………………………………………………... . 21
Ikan Karang …………………………………………………....... . 22
Iklim ……………………………………………………………………. 23
Topografi ……………………………………………………………… . 24
Oceanografi …………………………………………………………….. 25
Mata Pencaharian ………………………………………………………. 25
Sejarah dan Budaya Masyarakat …………………………………….. . 26
Pengembangan Ekowisata …………………………………………… . 26
ii
Kunjungan Wisatawan ………………………………………………….. 29
Kegiatan Ekowisata Bahari …………………………………………… . 29
Kontribusi Terhadap PAD …………………………………………….. . 31
METODE PENELITIAN ……………………………………………………... . 33
Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………….. 33
Penentuan Responden ………………………………………………….. 34
Pengumpulan Data dan Informasi …………………………………….. . 35
Pengukuran Variabel ………………………………………………….. . 36
Analisis Data ………………………………………………………….... 37
Definisi Operasional …………………………………………………... . 38
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………….. . 41
Kondisi Awal Masyarakat di Meos Mansaar
Sebelum Kegiatan Ekowisata Bahari ………………………………... . 41
Kondisi Sosial Masyarakat ………………………………………. 41
Struktur Penduduk ………………………………………... . 41
Perilaku Masyarakat …………………………………….... . 42
Pranata Sosial, Norma dan Aturan Adat Istiadat ………..... . 43
Proses Sosial ……………………………………………... . 45
Kondisi Ekonomi Masyarakat ……..…………………………… . 46
Mata Pencaharian Masyarakat …………………………... . 46Pendapatan Masyarakat …………………………………... . 47Pengeluaran Masyarakat ………………………………….. . 49Kondisi Perumahan Masyarakat ………………………….. . 50Aset Masyarakat …………………………………………. . 51
Kondisi Masyarakat Setelah Ekowisata Bahari …………………….. . 52Karakteristik Masyarakat ……………………………………...... . 52
Umur Penduduk dan Jumlah Anggota Keluarga ………… . 52
Pendidikan Formal ………………………………………... . 55
Lama Tinggal …………………………………………….... 58
Jenis Pekerjaan …………………………………………….. 59
Pendapatan Keluarga ……………………………………... . 60
Kondisi Sosial Masyarakat …………………………………. . 62
Struktur Penduduk ………………………………………... . 62
Perilaku Masyarakat …………………………………….... . 63
Pranata Sosial …………………………………………….... 64
Nilai/Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat ……………... . 65
Proses Sosial ……………………………………………… . 66
iii
Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata
Bahari ……………………………………………………... 67
Kondisi Ekonomi Masyarakat ……..…………………………… . 69
Mata Pencaharian Masyarakat …………………………..... . 69Pendapatan Masyarakat …………………………………... . 70Pengeluaran Masyarakat ………………………………….. . 71Kondisi Perumahan Masyarakat ………………………….. . 73Aset Masyarakat …………………………………………. . 74
Investasi …………………………………………………... . 75
Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari ………………………….. . 78
Dampak Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat ……………........... . 78
Struktur Penduduk ………………………………………... . 78
Perilaku Masyarakat …………………………………….... . 79
Pranata Sosial …………………………………………….... 79
Nilai/Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat ……………... . 81
Proses Sosial ……………………………………………… . 84
Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata
Bahari ……………………………………………………... 86
Dampak Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat ………………. . 87
Mata Pencaharian Masyarakat …………………………..... . 87Pendapatan Masyarakat …………………………………... . 88Pengeluaran Masyarakat ………………………………….. . 92Kondisi Perumahan Masyarakat ………………………….. . 94Aset Masyarakat …………………………………………. . 97
Investasi …………………………………………………... . 101
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………... . 102
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 104
LAMPIRAN …………………………………………………………………... . 109
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Raja Ampat …………….. 5
2. Keadaan curah hujan dan hari hujan Kabupaten Raja Ampat
Tahun 2003 ……………………………………………………………. . 24
3 Obyek Wisata di Distrik Meos Mansaar ……………………………….. 27
4 Jumlah penginapan, kamar dan tempat tidur di Meos Mansaar ………... . 28
5 Daftar operator pariwisata yang beroperasi di Raja Ampat ……………. 28
6 Distribusi pendapatan sektor pariwisata Raja Ampat ………………….. . 32
7 Jumlah penduduk di Distrik Meos Mansaar …………………………... . 41
8 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial
dan ikatan adat istiadat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. 45
9 Jenis pekerjaan masyarakat sebelum ekowisata bahari di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………...... . 47
10 Pendapatan masyarakat di Meos Mansaar sebelum ekowisata bahari …... 48
11 Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum kegiatan ekowisata di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 49
12 Kondisi perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata
bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ……………………….. . 50
13 Jumlah aset masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat ………………………………………………… . 51
14 Interval umur kepala keluarga di lokasi penelitian………………………. . 52
15 Interval umur kepala keluarga yang terlibat ekowisata
di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 53
16 Jumlah anggota per keluarga di Meoss Mansaar Kabupaten
Raja Ampat ……………………………………………………………... . 55
17 Sebaran tingkat pendidikan masyarakat di lokasi ekowisata bahari
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………………… . 56
18 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari
di Meos mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 56
19 Komposisi lama tinggal masyarakat di lokasi ekowisata bahari
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………………… . 58
20 Jenis pekerjaan masyarakat pada lokasi ekowisata di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. . 60
21 Pendapatan keluarga di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar
v
Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. . 61
22 Rata – rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat
dalam ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……. . 61
23 Jumlah penduduk di Distrik Meos Mansaar ……………………………. . 62
24 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial
dan ikatan adat istiadat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. 65
25 Keadaan masyarakat berdasarkan bentuk kerjasama dan konflik
setelah kegiatan ekowisata di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. 66
26 Persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengembangan ekowisata
Bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ………………………... 67
27 Jenis pekerjaan kepala keluarga yang terlibat dalam kegiatan
Ekowisata bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ……………. 70
28 Rata – rata pendapatan kepala keluarga setelah kegiatan ekowisata
di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 71
29 Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….... . 71
30 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di
Sawandarek Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………. . 72
31 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di
Yembuba Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………. 72
32 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di
Yenwapnor Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………. 73
33 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di
Sawingray Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………… . 73
34 Kondisi perumahan masyarakat setelah kegiatan ekowisata bahari
di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 74
35 Jumlah aset masyarakat setelah kegiatan ekowisata di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat…………………………………………………… . 75
36 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Kri …………………… . 76
37 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Sorido ………………... . 77
38 Rata – rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam
kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………….. 88
39 Jumlah keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan
ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………………... . 89
40 Rata rata pendapatan keluarga sebelum dan sesudah ekowisata
Bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………….. 91
vi
41 Rata rata pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata
Bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………….. 93
42 Kondisi rumah masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata
bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat .………………………. . 95
43 Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat kegiatan
ekowisata Bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat .……………. 97
44 Jumlah aset masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 98
45 Jumlah aset masyarakat berdasarkan jenis sebelum dan sesudah
ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………. . 98
46 Rata – rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata
di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………... . 99
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pikir penelitian ……………………………………………... . 6
3 Peta Lokasi Penelitian ………………………………………………… . 41
3 Interval umur keluarga yang terlibat ekowisata bahari di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 54
4 Tingkat pendidikan keluarga yang terlibat ekowisata bahari di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 57
5 Persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 69
6 Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari
Di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………. . 83
7 Kondisi aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum
dan sesudah ekowisata bahari …………….……………………………. 83
8 Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah
ekowisata bahari . .................................................................................... . 84
9 Bentuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan
sesudah ekowisata bahari ………………………………………………. 85
10 Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata
bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………………….. . 87
11 Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata
bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………. 90
12 Pendapatan keluarga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata
Bahari di Meos Mansaar abupaten Raja Ampat ………………………. . 92
13 Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata
Bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………. 94
14 Kondisi perumahan keluarga sebelum dan sesudah pengembangan
Ekowisata Bahari di Meos Mansaar Kabupaten
Raja Ampat ……………………………………………………………... 96
15 Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat
Pengembangan Ekowisata Bahari di Meos Mansaar Kabupaten
Raja Ampat …………………………………………………………… . 97
16 Rata – rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat
ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten
Raja Ampat …………………………………………………………… . 100
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Uji – t untuk perbandingan pendapatan sebelum dan sesudah
ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………… . 109
2 Uji – t untuk perbandingan pendapatan kelompok yang terlibat
dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ………………… . 109
3 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran sebelum dan sesudah
ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………….. 110
4 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran kelompok yang terlibat
dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ……………….. . 111
5 Uji – t untuk perbandingan kondisi rumah sebelum dan sesudah
ekowisata bahari di Meos Mansaar ………………………………….. . 112
6 Uji – t untuk perbandingan kondisi rumah kelompok yang terlibat
dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ………………… . 113
7 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga sebelum dan sesudah
ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………… . 113
8 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga kelompok yang
terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ……….. . 114
9 Uji – t untuk perbandingan aset produksi sebelum dan sesudah
ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………… . 115
10 Uji – t untuk perbandingan aset produksi masyarakat yang
terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ………... . 116
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Raja Ampat merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong
Propinsi Papua Barat berdasarkan Undang – Undang Nomor 26/2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Baru Hasil Pemekaran. Wilayahnya terdiri dari gugusan
pulau besar dan kecil dan terletak pada posisi 2º.25' Lintang Utara ─ 4º.25' Lintang
serta 130º ─ 132º.55' Bujur Timur, dengan luas wilayah 6.791.55 km². Kepulauan Raja
Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan
pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini (Dinas Kelautan dan
Perikanan Raja Ampat 2007). Kabupaten Raja Ampat sebagai daerah kepulauan
memiliki potensi sumberdaya laut dan pesisir yang masih alami dan indah, sehingga
merupakan kawasan yang sangat berpeluang untuk pengembangan ekowisata bahari
dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai lokasi Warisan Dunia (Word Herritage
Site) (CII 2006).
Keberadaan sumberdaya laut yang sangat potensial dan yang dijadikan obyek
wisata bahari di Raja Ampat adalah keindahan terumbu karang. Dari hasil penelitian CI
(2002), ditemukan 75 % dari 537 spesies terumbu karang dunia terdapat di Raja Ampat
dan kondisi terumbu karang masih sangat baik. Bahkan hasil penelitian lebih lanjut
yang dilakukan Conservation International (CII 2004) menyimpulkan bahwa laut di
Kepulauan Raja Ampat adalah kawasan terumbu karang terbaik di Indonesia.
Pulau Mansuar adalah salah satu pulau di Kabupaten Raja Ampat (termasuk
Distrik Meos Mansaar) yang terletak dalam Kawasan Konservasi laut Daerah (KKLD)
yang merupakan daerah multipurpose protected area dengan basis utama kegiatan
ekonomi diarahkan untuk pengelolaan dan pengembangan wisata berkelanjutan dan
perikanan (Kembudpar 2003b). Daerah ini juga termasuk dalam salah satu daerah
pengembangan simpul wisata terpadu (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2005).
Penyelenggara kegiatan wisata bahari di Pulau Mansuar adalah PT. Papua Diving, base
resort Papua Diving di Pulau Mansuar yaitu Sorido Bay resort dan Kri Eco resort,
2
tetapi atraksi wisata bahari mencakup hampir keseluruhan wilayah Distrik Mios
Mansaar.
Implikasi dari ketersediaan sumberdaya laut yang sangat potensial ini, maka
sejak tahun 2003 telah berkembang kegiatan ekowisata bahari di Pulau Mansuar oleh
PT. Papua Diving. Kegiatan penyelenggaraan ekowisata yang utama di Papua Diving
adalah mengamati terumbu karang dari permukaan laut (snorkelling) dan menyelam
(diving). Selain itu paket wisata lain yang juga ditawarkan oleh Papua Diving adalah
mengunjungi perkampungan untuk melihat langsung tanaman dan hewan khas
setempat termasuk Burung Cenderawasih. Papua Diving merupakan satu – satunya
resort wisata eksotis yang ada di Raja Ampat yang menawarkan ekowisata bawah laut
di Kawasan Mansuar. Pada tahun 2005 – 2006, wisatawan mancanegara dari Eropa
yang datang ke resort ini rata-rata berjumlah 600 orang pertahun (Sumedi 2007).
Kehadiran wisatawan ke daerah ini tentu akan memberikan dampak baik positif
maupun negatif, tehadap masyarakat lokal. Untuk itu perlu diketahui dampak sosial
dan ekonomi masyarakat disekitar Mansuar.
Perumusan Masalah
Penyelenggaraan ekowisata di Mansuar dilakukan oleh PT. Papua Diving
sebagai satu-satunya resort yang menyelenggarakan kegiatan ekowisata bahari.
Manajemen PT. Papua Diving berkomitmen untuk melibatkan warga lokal dalam
pembangunan dan pengelolaan resort. Tercatat 90 dari 100 karyawan Papua Diving
adalah masyarakat lokal. Selain sebagai karyawan, penduduk kampung di sekitar resort
juga memasok ikan, buah-buahan serta kerajinan tangan (Sumedi 2007).
Pengembangan ekowisata bahari di Kabupaten Raja Ampat, khususnya Pulau
Mansuar diharapkan selain dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga
menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat lokal yang berada disekitar dan
atau dalam lokasi ekowisata. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
ekowisata bahari seperti penyediaan makanan dan minuman, tempat tinggal (homestay,
cottage), pemandu, sarana dan prasarana transportasi, penyediaan peralatan ekowisata
3
bahari, hiburan (tarian) dan lainnya diharapkan mampu mengubah kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat lokal.
Jenis kegiatan ekowisata bahari yang dilakukan di Raja Ampat selama ini hanya
pengamatan dari permukaan laut (snorkeling) dan menyelam (diving). Kegiatan wisata
budaya dan pengamatan burung hanya sebagai pelengkap. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DKP) Raja Ampat
tahun 2006 yang menunjukkan bahwa preferensi terbesar wisatawan mancanegara
yang datang ke Raja Ampat adalah untuk menyelam.
Penyelenggaraan ekowisata bahari seperti yang tersebut diatas tentu
memberikan dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat. Melalui pengembangan
ekowisata bahari di Mansuar, tentu akan terjadi interaksi antar wisatawan dengan
masyarakat setempat sehingga mengakibatkan perubahan dalam kehidupan sosial dan
ekonomi. Perubahan tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Dari segi
sosial dapat saja terjadi perubahan perilaku, pranata sosial, nilai/norma sosial, proses
sosial, pelapisan sosial serta persepsi. Wisatawan yang berkunjung ada yang bersedia
menjadi donatur pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak di Pulau Mansuar.
Namun adanya pengembangan ekowisata ini juga mengakibatkan terjadinya konflik
lahan antar masyarakat (Sayori 2008). Bahkan ada wisatawan yang bersedia menjadi
donatur pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak di Meos Mansaar.
Dari sisi ekonomi tentu terjadi antara lain perubahan tingkat pendapatan
masyarakat, mata pencaharian, dan pola konsumsi. Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh tim Pemda Kabupaten Raja Ampat memperlihatkan bahwa Nilai Ekonomi
ekowisata bahari di Raja Ampat (Mansuar) sebesar Rp. 716.000.000/tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa jika kegiatatan wisata bahari di Raja Ampat dapat dikelola
dengan baik dan berkelanjutan maka dapat memberikan penerimaan yang cukup
signifikan bagi perekonomian daerah dan khususnya memberikan kontribusi langsung
bagi perekonomian rakyat setempat (Dinas Perikanan dan Kelautan Raja Ampat 2007).
Dengan demikian agar nantinya pengembangan kegiatan ekowisata bahari di
Mansuar lebih memberikan kontribusi secara signifikan terhadap sosial dan ekonomi
4
masyarakat, maka sejak awal perlu dilakukan penelitian yang mendalam menyangkut
hal ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan mengetahui dampak sosial dan ekonomi
penyelenggaraan ekowisata bahari bagi masyarakat lokal. Secara khusus penelitian ini
bertujuan :
1. Mengindentifikasi kondisi awal sebelum ada kegiatan ekowisata bahari .
2. Menganalisis dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap kondisi sosial
masyarakat lokal.
3. Menganalisis dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap kondisi ekonomi
masyarakat lokal.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi perencanaan
pengembangan sektor pariwisata khususnya ekowisata bahari di Pulau Mansuar dalam
rangka peningkatan sosial ekonomi masyarakat lokal dan pelestarian kawasan.
Kerangka Pikir Penelitian
Pulau Mansuar merupakan salah satu kawasan yang termasuk dalam rencana
pengembangan ekowisata bahari di Raja Ampat. Hal ini karena kawasan Mansuar dan
sekitarnya (Distrik Meos Mansaar) memiliki hamparan terumbu karang yang indah dan
dalam kondisi baik. Selain keunggulan terumbu karang, Pulau Mansuar dan sekitanya
juga memiliki hamparan pasir putih yang indah serta air laut yang jernih.
Keunggulan Komparatif kawasan Pulau Mansuar terutama sumberdaya lautnya
menyebabkan kawasan ini mulai dikembangkan untuk kegiatan ekowisata bahari.
Wisatawanpun mulai berdatangan. Pertumbuhan dan jumlah kunjungan wisatawan
(khususnya wisatawan mancanegara) sejak tahun 2004 sampai dengan 2008
memperlihatkan peningkatan yang cukup tajam (tabel 1), dengan rata-rata peningkatan
sebesar 98,29 % kunjungan pertahun untuk wisatawan mancanegara dan 73,31 %
5
kunjungan untuk wisatawan nusantara. Sekalipun jumlahnya masih sangat kecil jika
dibandingkan dengan jumlah kunjungan di daerah lain, namun idealnya jumlah yang
demikian dapat memberikan kontribusi yang nyata terutama terhadap pendapatan
masyarakat lokal di daerah tersebut yang populasinya berjumlah 391 KK.
Tabel 1 Jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Raja Ampat (Meos Mansaar)
Wisatawan (Orang) JumlahTahun
Lokal Mancanegara (Orang)
2004 - 189 1892005 44 600 6442006 46 652 7462007 64 1,245 1,3092008 261 2,447 2,7082009 183 1,178 1,3611
Jumlah 598 6,359 6,957
Keterangan : 1Data sampai bulan Juli 2009
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, 2009
Pemanfaatan sumberdaya laut terutama untuk pengembangan ekowisata bahari
tentu menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
setempat. Data – data kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat ini kemudian diolah
dan dianalisis. Data sosial dianalisis secara deskriptif, sedangkan data ekonomi
dianalisis secara statistik. Untuk dapat melihat dan menilai bahwa suatu dampak atau
perubahan telah terjadi, maka perlu adanya bahan pembanding sebagai acuan. Salah
satu acuannya adalah kondisi/keadaan sebelum terjadi perubahan atau sebelum adanya
kegiatan pengembangan ekowisata (Soemarwoto 1988).
Dampak yang timbul dengan adanya penyelenggaraan ekowisata bahari dapat
bersifat positif maupun negatif. Ketika dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
ekowisata ini bersifat positif, maka rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini
adalah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan dampak positif tersebut. Ketika
dampak yang ditimbulkan negatif, maka rekomendasi yang diberikan dalam penelitian
ini adalah bagaimana menekan atau meminimalkan dampak negatif tersebut (Gambar
1).
6
Pulau Mansuar
Dampak
- Mata Pencaharian- Pendapatan- Pengeluaran- Kondisi
Perumahan- Aset- Investasi
- Struktur Penduduk- Perilaku- Pranata Sosial- Nilai/Norma- Proses Sosial- Persepsi
Analisis Deskriptif
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Pengembanganekowisata bahari
Dampak Positif danDampak Negatif
Keindahan Fisik Kekayaan hayati lautdan darat
Sosial Ekonomi
Data Data
Analisis Kuantitatifdan Kualitatif
7
TINJAUAN PUSTAKA
Ekowisata
Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Kekhususan ini
menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata massal.
Perbedaannya dengan wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar (Damanik
dan Weber 2006).
Ekowisata juga diartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab
dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal (TIES 1990 dalam Fandeli 2000). Dari definisi ini ekowisata dapat dipandang
dari tiga perspektif yaitu :
1. Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada
sumberdaya alam.
2. Ekowisata sebagai pasar yang merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya –
upaya pelestarian lingkungan.
3. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan.
Disini kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat
lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas
ekowisata.
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip
pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Dalam prakteknya
hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang :
a. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya
b. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan
wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka.
c. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk
kelompok kecil (UNEP, 2000).
8
Dengan kata lain ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang
memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus
menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam
itu sendiri.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi tema yang kuat
dan kontroversial. Kuat karena hampir semua negara di dunia menyetujui tema ini,
kontroversial karena tema ini seolah-olah menjadi retorika belaka bagi negara- negara
dunia maju. Lawrence (1994) dalam Hendarto (2003) menuliskan pembangunan
berkelanjutan hanya dapat dicapai jika dampak sosial dan dampak lingkungan
seimbang dengan tujuan ekonomi yang diharapkan. Dalam hal pariwisata, tidak adanya
dampak (zero impact) sebagai akibat dari wisatawan berupa level pencapaian minimum
dari dampak negatif perlu direncanakan.
Dari definisi tersebut diatas, dapat diidentifikasi beberapa prinsip ekowisata
(TIES 1990 dalam Fandeli 2000), yaitu :
1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations),
sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, dan biasanya
lingkungan tersebut dilindungi.
2. Meminimalkan dampak negatif (minimized impact)
Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ekoturisme berusaha untuk
meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan atau infrastruktur
lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan
material/ sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi yang
terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang aman, dan
menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan (landscape) dan budaya
setempat, serta memberikan batas / jumlah wisatawan yang sesuai daya dukung
obyek dan pengaturan perilakunya.
3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness).
Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik kepada wisatawan
maupun masyarakat penyanggah obyek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi
9
dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik obyek
dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan.
4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan
konservasi (provides direct financial benefits for conservation). Ekoturisme dapat
membantu meningkatkan perlindungan lingkungan, penelitian dan pendidikan,
melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya.
5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat
lokal (provides vinancial benefits and empowerment for local people). Masyarakat
akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi apabila mereka
mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Keberadaan ekoturisme di suatu kawasan harus mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat (local community walfare). Manfaat finansial
dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas
masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, permodalan dan manajemen.
6. Menghormati budaya setempat (respect local culture). Ekoturisme disamping lebih
ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrutif, polutan dan eksploitatif
terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu “core” bagi
pengembangan kawasan ekoturisme.
7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (support human right and
democratic movement).
Ekowisata harus mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal
yang secara umum memiliki posisi tawar yang lebih rendah, menempatkan masyarakat
sebagai elemen pelaku dalam pengembangan suatu kawasan, sehingga terlibat
langsung dalam pengambilan keputusan serta menentukan hak-hak kepemilikan.
Pengambilan keputusan secara komprehensif, adaptif dan demokratis, melalui
pendekatan comanagement (integrated bottom up and top down approach).
Mengacu pada penjelasan tentang ekowisata seperti tersebut diatas, maka ada
beberapa alasan untuk mengembangkan manfaat ekowisata yaitu :
10
1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membawa kepada peningkatan pendapatan
masyarakat, sehingga menimbulkan perubahan pola konsumsi terutama dibidang
jasa.
2. Jumlah penduduk yang besar membutuhkan adanya lapangan kerja dan lapangan
berusaha khususnya untuk masyarakat pedesaan atau yang berada disekitar
kawasan konservasi.
3. Semakin terbentuknya kesadaran masyarakat internasional maupun nasional
terhadap kelestarian sumber daya hayati.
4. Pengembangan manfaat ekowisata ini dapat memberikan pendapatan atau
pemasukan bagi kepentingan pemerintah dan pengelola.
Ekowisata Bahari
Ekowisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berhubungan dengan
kelautan dengan sasaran antara lain melihat/mengamati terumbu karang, berbagai jenis
ikan, hewan- hewan kecil di laut (microfauna) yang dilakukan dengan cara antara lain
“diving”, “snorkelling”, dan “swimming” (Garrod & Wilson 2004). Menurut Cater
(2003) dalam Garrod dan Wilson (2004), wisata bahari adalah sebuah komponen dari
sektor ekowisata yang lebih luas yang tumbuh dengan pesat baik nilai maupun volume.
Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan
adalah keindahan dan keaslian lingkungan seperti kehidupan dibawah air, bentuk
pantai (gua – gua, air terjun, pasir dan sebagainya) dan kekayaan jenis tumbuhan,
burung dan hewan – hewan lain. Dengan demikian, cakupan kegiatan wisata ini
memiliki spektrum industri yang sesungguhnya sangat luas dan bisnis yang
ditawarkannya sangat beragam, antara lain jasa penyedia transportasi, kapal pesiar,
pengelola pulau kecil, pengelola taman laut, hotel, restoran terapung, kawasan lepas
pantai, rekreasi pantai, konvensi di pantai dan di laut, pemandu wisata alam, dan
sebagainya. Tentunya industri-industri pendukung juga akan terbuka lebar antara lain
jasa foto dan video, pakaian dan peralatan olahraga, jasa kesehatan, jasa keamanan
laut, jasa resque, kerajinan dan cindera mata, pemasok makanan dan minuman, hiburan
11
dan lain sebagainya. Konsep wisata pesisir dan bahari di dasarkan pada view, keunikan
alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat
sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari haruslah dilakukan secara
terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara
berkelanjutan haruslah dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan
pendekatan pengelolaan konservasi sehingga total dampaknya tidak melebihi kapasitas
fungsionalnya (Dahuri et al. 2001).
Dalam konteks wilayah pesisir atau bahari, maka Dahuri et al. (2001) menyatakan
bahwa pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat menjamin
pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mempertaruhkan kemampuan generasi
mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tujuan pembangunan
berkelanjutan adalah memadukan pembangunan dan lingkungan sejak awal proses
penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan yang strategik sampai pada
penerapannya di lapangan.
Lebih lanjut menurut Dahuri et al. (2001), bila suatu wilayah pesisir dibangun
untuk rekreasi atau wisata, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga
berkembang pesat. Oleh karena itu perencanaan pengembangan wisata di wilayah
pesisir hendaknya dilakukan secara menyeluruh termasuk antara lain inventarisasi dan
penilaian sumberdaya yang cocok, perkiraan tentang berbagai dampak, hubungan
sebab akibat dari berbagai tata guna lahan serta pilihan pemanfaatannya.
Ceballos dan Lascurian (1992) dalam Hilyana (2001) menyatakan bahwa definisi
wisata pesisir ditekankan pada aspek konservasi lingkungan pesisir dan budaya
masyarakatnya secara berkelanjutan sehingga manfaat wilayah pesisir dirasakan
langsung oleh masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian wisata pesisir
(bahari) secara langsung melibatkan lingkungan yang alamiah termasuk aspek budaya
dan ekologi yang berkelanjutan serta ditekankan pada penduduk disekitanya sehingga
dalam jangka panjang akan melibatkan konservasi sumberdaya.
12
Dampak
Dampak didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan
akibat aktivitas manusia (Soeratmo 1988) . Untuk dapat menilai terjadinya dampak,
perlu adanya suatu acuan yaitu kondisi lingkungan sebelum adanya aktivitas
(Soemarwoto 1988). Oleh karena itu dampak lingkungan adalah selisih antara keadaan
lingkungan tanpa proyek dengan keadaan lingkungan dengan proyek. Dampak dapat
berakibat positif maupun negatif (Soekartawi 1994). Dampak dari suatu kegiatan
pembangunan dapat merambah kesemua aspek kehidupan yang ada di masyarakat
mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan
(Soekartawi 1994). Selanjutnya menurut Soemarwoto (1988), penetapan suatu dampak
dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahap yaitu :
1. Melakukan identifikasi dampak yang terjadi pada komponen lingkungan. Banyak
metode telah dikembangkan untuk memudahkan identifikasi komponen mana yang
akan terkena dampak dan mana yang tidak.
2. Pengukuran atau penghitungan dampak yang akan terjadi pada komponen
lingkungan tersebut.
3. Penggabungan beberapa komponen lingkungan yang sangat berkaitan, kemudian
dianalisis dan digunakan untuk menetapkan refleksi dari dampak komponen-
komponen sebagai indikator menjadi gambaran perubahan lingkungan atau dampak
lingkungan.
Perkiraan dampak adalah suatu proses untuk menentukan siapa yang akan terkena
dampak, dengan cara (melalui proses) seperti apa dan untuk berapa lama dampak itu
berlangsung. Secara ringkas peneliti harus menyajikan;
1. siapa yang terkena dampak (who are going to be affected). Siapa menujukkan pada
berapa orang yang terkena, ciri – ciri mereka bagaimana (umur, pekerjaan ; sebagai
nelayan, petani, pedagang, pemerintahan, dll, pendidikan ; SD, SMP, SMA,
Akademi/ Universitas, kelompok masyarakat; tokoh masyarakat, pemerintah dan
sebagainya). Siapa juga bisa menunjukkan satuan analisa; individu (kepala
keluarga), keluarga (istri, anak, menantu, dll) atau masyarakat.
13
2. Dalam bentuk apa (in what way) mereka terkena dampak, misalnya penduduk yang
berada di sekitar atau dalam kawasan wisata bahari berdampak dalam bentuk
pekerjaan sebagai pemandu, penyedia transportasi, pengelola cottage/ homestay,
penyedia makanan dan minuman, penyedia honai/ pondokan, dll.
3. Berapa lama dampak itu berlangsung. Dalam penelitian diambil rentang waktu 5
tahun kebelakang. Dampak kegiatan pariwisata dari segi ekonomi sangat penting
diketahui, karena hampir semua negara (suatu masyarakat) mengukur posisi dan
manfaat pariwisata dalam suatu kaitannya dengan penerimaan ekonominya.
Dampak ekonomi wisata antara lain: (1) Akibat terhadap neraca pembayaran; (2)
Akibat untuk kesempatan kerja; (3) Akibat dalam mendistribusikan pendapatan; (4)
Hasil ganda (multiplier effect); (5) Hasilnya dalam memasarkan produk-produk
tertentu; (6) Hasilnya untuk sektor pemerintah (pajak); (7) Hasil “tiruan” yang
mempengaruhi masyarakat; dan (8) Keperluan lainnya (Wahab, 1989 ).
Canadian Environmental Assessment Review Council ( CEARC ) dalam
Soemarwoto (1988) merumuskan ruang lingkup studi dampak sebagai berikut:
1. Perubahan yang berhubungan dengan kependudukan
2. Perubahan yang berhubungan dengan aspek ekonomi
3. Perubahan yang berhubungan dengan aspek budaya
4. Perubahan yang berhubungan dengan sumberdaya alam dimana penduduk sangat
tergantung (misalnya terumbu karang, pesisir pantai, kelautan, dan lainnya)
5. Perubahan yang berkaitan dengan fasilitas publik (misalnya pembangunan sarana
dan prasarana wisata bahari, pengembangan jasa wisata bahari, dan lainnya).
Dampak Ekowisata
Pariwisata (ekowisata) dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting tetapi
apabila tidak dilakukan dengan benar, maka pariwisata berpotensi menimbulkan
masalah atau dampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan
(Suwantoro 1997). Hal senada juga disampaikan oleh Cooper et.al. (1998) bahwa
pariwisata berpeluang menimbulkan dampak ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.
14
Yoeti (2008) menyatakan bahwa pariwisata (termasuk ekowisata) sebagai katalisator
dalam pembangunan karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan
perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Lebih lanjut Clement dalam
Yoeti (2008) bahkan mengatakan bahwa bila pejabat tinggi pemerintah tidak mengerti
dan tidak mendukung pengembangan pariwisata, maka keseluruhan perekonomian
menderita karena sarana perekonomian akan terbengkalai atau menganggur. Dampak
pariwisata (ekowisata), idealnya dilihat melalui pendekatan komprehensif. Ada
keterkaitan hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dampak
lingkungan, ekonomi dan sosial. Kepincangan pada salah satu aspek akan membawa
pengaruh pada aspek lainnya. Oleh karenanya tantangan pembangunan ekowisata
terletak pada kemampuan untuk memfasilitasi semua kepentingan lingkungan,
ekonomi dan sosial dalam proporsi yang berimbang dan saling menunjang.
Pada tingkatan nasional menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia, pada tahun 2006 total penerimaan negara dari pariwisata
diperkirakan 12 triliun rupiah. Untuk tingkatan daerah antara lain studi kasus di Taman
Wisata Alam Baturaden – Purwokerto (Jawa Tengah) disimpulkan bahwa industri
pariwisata dapat memajukan perekonomian daerah karena merupakan sektor yang
padat karya, mempunyai daya serap yang besar terhadap tenaga kerja, serta mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat (Mulyaningrum 2005). Kontribusi pariwisata
pada sektor ekonomi tentu berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya atau
antara yang sudah berkembang dan yang baru berkembang. Faktor yang
mempengaruhinya antara lain potensi wisata serta strategi dan manajemen
pengembangan wisata di suatu daerah. Sunarminto (2002), menemukan bahwa di
Buleleng sekalipun kegiatan ekoturisme WBPM – TNBB masih merupakan kegiatan
ekonomi non basis namun memberikan kontribusi terhadap perekonomian wilayah
cukup besar dengan nilai LQ (Location Quotient) 0,45 pada tahun 1995. Menurut
Sunarminto (2002) bahwa sekalipun relatif kecil namun kegiatan ekoturisme wisata
bahari Pulau Menjangan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) telah memberikan
15
pendapatan langsung kepada masyarakat lokal sebesar 15 % dari prakiraan nilai
ekonomi ekoturisme wisata bahari TNBB tahun 1996 yaitu sebesar ± 0,77 milyar.
Fenomena perkembangan kontribusi pariwisata alam (ekowisata) terhadap
perekonomian daerah tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi di negara –negara lain pun
demikian. Taman Marga satwa Monkey Mia (Australia Barat) dan Harvey Bay
(Queensland) telah memberikan kontribusi terhadap ekonomi regional masing –
masing sebesar 5 - 11 % dan 2 - 4 % terhadap total pendapatan regional (Stoeckl et al.
2005). Di Bostwana (Afrika) salah satu lokasi wisata yaitu “Taman Buru Okavango
Delta” telah memberikan peningkatan pendapatan dan lapangan kerja bagi masyarakat
di Desa Sankoyo (Mbaiwa 2004). Lebih lanjut menurut Mbaiwa (2004), kemitraan
usaha yang dibangun antara masyarakat dan managemen taman buru memberikan hasil
berupa pendapatan tahunan bagi 34 rumahtangga di Sankoyo sebesar P 200,- pada
tahun 2001 menjadi P 500,- untuk 49 rumahtangga pada tahun 2004.
Terhadap sosial budaya masyarakat, pengembangan ekowisata juga
memungkinkan terjadinya dampak. Adanya pertemuan atau kontak antara penduduk
dengan wisatawan memberikan peluang terjadinya transfer budaya baik dalam bentuk
sikap maupun perbuatan atau tingkah laku. Hilyana (2001) menemukan bahwa telah
terjadi pergeseran norma- norma yang selama ini berlaku dalam kehidupan masyarakat
di Desa Batu Layar, Lombok Barat terutama pada masyarakat yang berprofesi sebagai
pemandu wisata pada kegiatan wisata bahari di Lombok Barat, NTB. Dengan demikian
jelas bahwa pariwisata (ekowisata) dapat memberikan dampak positif maupun negatif
bagi ekonomi maupun sosial budaya masyarakat.
Persepsi dan Perilaku
Persepsi dapat diartikan sebagai respon yang bersifat spontan dan instingtif
terhadap sebuah pertanyaan atau pernyataan tentang suatu hal (Achsani et al. 2006).
Persepsi menurut Krech dan Richard dalam Muliady (2005) ditentukan oleh faktor
fungsional dan faktor struktural.
16
a. Faktor faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi berasal dari kebutuhan,
pengalaman masa lalu dan hal hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai
faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli,
tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Dari faktor faktor
ini kemudian dikenal adanya dalil persepsi Pertama yaitu bahwa “ Persepsi bersifat
selektif secara fungsional”. Dalil ini mengandung arti bahwa obyek-obyek yang
mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya obyek-obyek yang memenuhi tujuan
individu yang melakukan persepsi. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi
persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi kerangka
rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang
diterimanya. Kerangka rujukan mengandung arti bahwa ketika seseorang berbicara
tentang suatu hal, maka seseorang itu harus memiliki pengetahuan tentang hal tersebut
sehingga seorang mahasiswa kedokteran akan sukar memahami pembicaraan tentang
teori-teori komunikasi bila mahasiswa tersebut tidak memiliki latar belakang
pendidikan dalam ilmu komunikasi.
b. Faktor faktor struktural yang mempegaruhi persepsi semata – mata dari sifat
stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para
spikolog merumuskan prinsip prinsip persepsi yang bersifat struktural yang kemudian
dikenal dengan Teori Gestalt. Menurut teori ini bila kita mempersepsi sesuatu, kita
mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya lalu
menghimpunannya keseluruhan. Dari prinsip ini kemudian melahirkan Dalil Persepsi
Kedua yaitu bahwa Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi
arti. Dalil Persepsi yang ketiga yaitu bahwa sifat sifat perseptual dan kognitif dari
substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat sifat struktur secara keseluruhan.
Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, maka semua sifat
individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan
kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
Terkait dengan persepsi ini, maka penelitian yang dilakukan oleh Hilyana (2001)
di Lombok Barat propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengemukakan bahwa
17
masyarakat lokal setuju dengan pengembangan pariwisata bahari di Lombok Barat
karena telah memberikan manfaat dan keuntungan berupa lapangan kerja dan usaha.
Perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang dan
merupakan hasil kombinasi antara pengembangan anatomis, fisiologis, dan psikologis
(Kast & Rosenweig 1995). Padmowihardjo (1978) dalam Nayati dan Amanah (2006)
mendefinisikan perilaku sebagai pencerminan – pencerminan yang ditampakkan oleh
seseorang sebagai hasil interaksi dari sifat – sifat genetis dan lingkungan. Selanjutnya
dikatakan bahwa perilaku adalah keseluruhan tindakan seseorang yang dapat diamati
oleh orang lain (Nayati dan Amanah 2006). Unsur perilaku terdiri dari perilaku yang
tidak tampak seperti pengetahuan (cognitif) dan sikap (affectif), serta perilaku yang
tampak seperti keterampilan (psychomotoric) dan tindakan nyata (action). Demikian
pula Muliady (2005), mengklasifikasi karakteristik yang mempengaruhi perilaku
manusia sebagai mahluk sosial kedalam tiga komponen yaitu afektif, kognitif dan
konatif.
Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis yang
terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi. Motif sosiogenis sering disebut motif
sekunder antara lain motif ingin tahu,motif cinta, motif kompetensi dan lain-lain. Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan
untuk berperilaku dengan cara – cara tertentu terhadap objek sikap. Robbins (2002)
menyampaikan bahwa sikap memang mempengaruhi perilaku.
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala – gejala
kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Komponen kognitif menyangkut
dengan kepercayaan. Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam
mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan
menentukan sikap terhadap objek sikap. Menurut Solomon dalam Muliady (2005),
kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Komponen
Konatif menyangkut kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek perilaku
manusia yangm menetap, berlangsung secara otomatis. Sedangkan kemauan dapat
18
diartikan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapat tujuan
(Dewey & Humber dalam Muliady 2005). Selain faktor – faktor personal, perilaku
seseorang juga dipengaruhi oleh faktor situasional seperti temporal, ekologis, suasana
perilaku, teknologi, faktor sosial dan lain – lain. Terkait hubungan antara persepsi dan
perilaku maka Achsani et al. (2006) menyatakan bahwa persepsi dapat menentukan
perilaku seseorang.
Nilai dan Norma Sosial
Sebagai mahluk sosial, manusia selalu berinteraksi dengan individu lain. Dalam
berinteraksi diperlukan adanya aturan – aturan yang terwujud sebagai nilai dan norma.
Nilai dan norma dalam masyarakat akan berbeda pada setiap masyarakat sesuai
karakteristik masyarakat itu sendiri. Nilai dan norma tersebut akan dujunjung tinggi,
diakui dan digunakan sebagai dasar dalam melakukan interaksi dan tindakan sosialnya.
Nilai dan norma tersebut harus dijaga kelestariannya oleh seluruh anggota masyakat
agar masyarakat tidak kehilangan pegangan dalam hidup bermasyarakat.
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan
sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan
keadaan baik buruk, benar salah atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik
material maupun non material (Abdulsyani 1994). Sebagai contoh, orang menganggap
menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk.
Nilai – nilai sosial kemudian berfungsi umum dalam masyarakat antara lain dapat
menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan
bertingkahlaku, memotivasi seseorang dalam mewujudkan harapannya dan sebagai alat
solidaritas dalam kelompok masyarakat (Abdulsyani 1994). Norma dalam masyarakat
berisi tatatertib, aturan dan petunjuk standar perilaku yang pantas dan wajar. Norma
sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu yang sering
disebut peraturan sosial (Bertrand dalam Abdulsyani 1994). Nilai dan norma tidak
19
dapat dipisahkan dan selalu berkaitan. Namun secara umum dapat dibedakan yaitu
norma mengandung sanksi yang relatif tegas terhadap pelanggarnya.
Terkait dengan nilai dan norma masyarakat, maka Hilyana (2001) menemukan
bahwa telah terjadi pergeseran norma- norma dikalangan usia muda sebagai dampak
kegiatan wisata bahari di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pergeseran ini
terutama terjadi pada mereka yang berprofesi sebagai pemandu wisata.
Proses Sosial
Soemardjan dan Soemardi (1980) mendefinisikan proses sosial sebagai pengaruh
timbal balik antara perbagai segi kehidupan bersama. Selanjutnya ditambahkan oleh
Abdulsyani (1994) bahwa proses sosial sebagai hubungan timbal balik antar invidu,
individu dengan kelompok dan antar kelompok, berdasarkan potensi atau kekuatan
masing – masing. Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat
dimana terdapat proses hubungan antar manusia berupa interaksi sosial yang terjadi
dalam kehidupan manusia secara terus menerus. Interaksi sosial ini yang dimaksudkan
oleh Soemardjan dan Soemardi sebagai pengaruh timbal balik antara kedua belah
pihak.
Adanya saling mengerti mengenai maksud dan tujuan dari masing – masing
pihak dalam suatu hubungan sosial inilah yang kemudian melahirkan adanya interaksi.
Terbentuknya interaksi sosial apabila terjadi kontak sosial dan komunikasi sosial.
Proses sosial dapat terjadi dalam berbagai bentuk yaitu kerjasama, persaingan,
pertikaian/pertentangan dan akomodasi.
20
KEADAAN UMUM
Letak Geografis.
Batas dan Luas Wilayah
Pulau Mansuar termasuk dalam Distrik Mios Mansaar yang secara
geografis terletak pada posisi 0° 20’ LS- 0°30’LS dan 130°30 - 131°43’BT dengan
Luas Wilayah 22,32 Km² dengan batas Wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan Pulau Gam
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Dampier.
Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Waigeo Selatan
Sebelah Barat berbatasan dengan Kepulauan Fam
Sumberdaya Alam Dapat Pulih
Sumberdaya alam dapat pulih atau sumberdaya alam yang dapat diperbaharui
meliputi sumberdaya alam hayati berupa flora dan fauna yang ada di darat maupun
yang ada di perairan laut. Jenis flora dan fauna yang terdapat di daratan kabupaten Raja
Ampat umumnya dan khususnya di Kawasan Mansuar antara lain didominasi oleh
berbagai jenis pohon seperti Kayu Merbau yang biasanya disebut dengan nama Kayu
besi (Intsia bijuga), Kayu Matoa (Pometia sp), Kayu Laka (Metrosidero pitialatta),
kayu Bintanggur (Callophyllum sp), Kayu Angsana (Pterocarpus indicus), kayu kenari
(Canarium aspelis), kayu Nyato (Palaqyum sp), Kayu Damar (Podocarpus blumei),
Kayu Bintanggur pantai ( Bischovia javanica ), Kayu Binuang (Octomeles sumatrana)
dan jenis Beringin (Ficus sp), Kayu Merawan (Anisoptera sp), dan lain-lain.
Sedangkan jenis fauna yang terdapat di daratan antara lain : Cenderawasih Merah
(Paradisaea rubra), Nuri Kepala Hitam (Lorius lory), Raja Udang (Halcyon
nigrocyanea), Mambruk (Saura chiristata), Rengkong yang dikenal dengan nama
Burung Taun-taun (Acceros udallatus), dan jenis hewan yang tidak dilindungi seperti :
Babi Hutan (Sus scorfa), Tikus Tanah (Melimi), Ular Coklat (Lisis alberthesis), Kuskus
21
(Phalanger maculatus), Nuri ekor panjang (Alisterus chloropterus), Nuri hitam
(Chalcopsitta atra), Emprit (Longchare sp),
Jenis flora di kawasan pesisir dan lautan Mios Mansaar antara lain Mangrove,
Padang lamun, Rumput laut, dan tumbuhan pantai. Sedangkan fauna yang ada di laut
antara lain : Terumbu karang, Ikan laut (ikan karang), Mollusca, Burung, dan lain-lain.
Jenis burung dikawasan pesisir Mios Mansaar antara lain : Cangak laut (Ardea
sumatrana), Kuntul kecil (Egretta garzetta), Elang bondol (Haliastur indus), dan
Umukia raja ( Tadorna radjah).
Ekosistem Pesisir
Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari
komponen hayati dan nir-hayati, yang secara fungsional berhubungan satu sama lain
dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem yang dikenal dengan ekosistem atau
sistem ekologi. Kelangsungan fungsi ekosistem sangat menentukan kelestarian
sumberdaya alam sebagai komponen yang terlibat dalam sistem tersebut. Karena itu
untuk menjamin kelestarian sumberdaya alam, perlu diperhatikan hubungan ekologis
yang berlangsung di antara komponen-komponen sumberdaya alam yang menyusun
suatu sistem. Terkait dengan wisata bahari di Meos Mansaar yang mana ekosistem
pesisir dan laut yang yang menjadi andalan obyek wisata (ekowisata) bahari adalah
terumbu karang dan ikan karang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang khas dan memiliki
produktifitas yang tinggi. Bersama-sama dengan ekosistem lamun dan mangrove,
ekosistem ini merupakan 3 ekosistem pesisir yang khas untuk daerah tropis. Ekosistem
terumbu karang di Kepulauan Raja Ampat terbentang di paparan dangkal di hampir
semua pulau-pulau. Tipe terumbu yang terdapat di Kawasan Meos Mansaar umumnya
berupa karang tepi (fringing reef), dengan kemiringan yang cukup curam. Selain itu
terdapat juga tipe terumbu cincin (atol) dan terumbu penghalang (barrier reef).
22
Fungsi terumbu karang antara lain sebagai pelindung pantai dari gelombang dan
badai, merupakan sumber plasma nutfah dan keanekaragaman hayati yang sangat
diperlukan bagi industri pangan, bioteknologi, dan kesehatan serta merupakan habitat
bagi berbagai ikan. Hasil penelitian dari lembaga-lembaga internasional seperti
kegiatan Marine RAP (Rapid Assessment Program) yang dilakukan oleh Conservation
International dan REA (Rapid Ecological Assessment) yang dilakukan oleh TNC dan
WWF, menyatakan bahwa keanekaragaman hayati terumbu karang di Kepulauan Raja
Ampat luar biasa dan umumnya dalam kondisi fisik yang baik.
Hasil penelitian terbaru tahun 2006, menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang
berada dalam kondisi baik dengan persen tutupan karang hidup antara 50 % - 70 %.
Di sekitar Meos Mansaar tepatnya di Arborek, persen tutupan karang adalah ≥ 50 %.
(CI dan TNC 2004 dalam Anonimous 2006).
2. Ikan karang
Perairan Kepulauan Raja Ampat mengandung keanekaragaman jenis ikan yang
tinggi. Conservation International (CI) menemukan 828 jenis ikan selama survei
kelautan pada tahun 2001. The Nature Conservancy (TNC) bersama WWF dalam studi
ekologi secara cepat pada tahun 2002 menjumpai 899 jenis. Secara keseluruhan Raja
Ampat diketahui mempunyai 1.104 jenis ikan yang terdiri dari 91 famili.
Daerah Raja Ampat yang mempunyai keanekaragaman ikan karang yang tinggi
adalah antara lain di Selat Dampier yang terletak di utara Pulau Batanta dan selatan
Pulau Waigeo – Gam (termasuk di dalamnya Distrik Meos Mansaar). Daerah-daerah
tersebut tercatat memiliki jenis ikan lebih dari 200 spesies, merupakan angka yang
tinggi dalam keanekaragaman jenis ikan di suatu lokasi. Gerry Allen, ahli karang
dunia, menemukan 284 dan 283 jenis ikan dalam satu kali penyelaman. Sejauh ini
perairan kepulauan Raja Ampat mempunyai enam jenis ikan yang dikategorikan jenis
endemic (Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat 2007) yaitu:
1. Hemiscyllum henryi . Spesies ini terdapat di hamparan karang yang dangkal, dan
terutama terlihat pada malam hari. Jenis ikan ini menyerupai hiu bertotol dan
23
disebut masyarakat dengan nama Kalabia. Jenis ikan ini berenang dengan
menggunakan siripnya dipermukaan tanah atau karang sehingga terlihat seperti
berjalan.
2. Pseudochromis sp. (Pseudochromidae). Spesies ini umumnya terlihat di dasar-dasar
pecahan batu pada bagian dasar lereng-lereng yang curam di kedalaman sekitar 18
hingga 20 m. Umumnya terlihat menyendiri atau berpasangan.
3. Apogon leptofasciatus. Spesies ini dideskripsikan berdasarkan tiga spesimen yang
dikumpulkan oleh Allen di Pulau Batanta pada tahun 2001. Hanya sekitar 15
individu terlihat pada kedalaman antara 12-15m.
4. Apogon oxygrammus. Spesies ini merupakan jenis ikan cardinal yang jarang. Tiga
specimen dikumpulkan oleh Allen (pada kedalaman 45-50 m di Pulau Pef, sebelah
ujung barat Pulau Gam. Ikan-ikan tersebut melayang-layang dalam jarak yang
pendek di atas dasar pecahan batu yang tertutup Halimeda diantara kumpulan besar
Apogon ocellicaudus.
5. Meiacanthus crinitus. Spesies ini umumnya hidup di karang-karang yang ternaungi
dengan karang hidup yang melimpah pada kedalaman 1-20 m.
6. Eviota raja. Ikan gobi yang sangat kecil dan melayang-layang di perairan-tengah ini
merupakan jenis yang umum di perairan yang ternaungi dengan pertumbuhan
karang yang kaya. Sangat mirip dengan E. bifasciata, suatu spesies sympatric yang
tersebar melintasi nusantara .
Iklim
Kepulauan Raja Ampat dan sekitarnya, termasuk Pulau Mansuar pada
umumnya, termasuk daerah beriklim tropis dengan variasi perubahan musim kemarau
dan musim penghujan tidak begitu jelas. Dari letak geografisnya antara Benua Asia
dan Australia menyebabkan keadaan iklim di Kabupaten Raja Ampat pada umumnya
di pengaruhi oleh angin muson yaitu : Bulan Mei – November, bertiup angin Pasat
tenggara dengan sifat – sifatnya relatif kurang mengandung air, termasuk diantaranya
Kepulauan Raja Ampat dan sekitarnya.
24
Hasil pengamatan Badan Metreologi dan Geofisika Sorong, curah hujan dalam
10 tahun terakhir (1993 – 2003) yaitu rata –rata 2512 mm / tahun, dengan curah hujan
tertinggi pada bulan Juli yaitu 298 mm dan jumlah hari hujan 19 hari. Suhu udara
maksimum rata – rata 31,25 C dan minimum 25,15 C dengan kelembaban rata – rata
8/1,5 % keadaaan iklim tersebut bila diklasifikasikan menurut kategori Schmidt dan
Furguson termasuk daerah dengan tipe iklim A.
Tabel 2 Keadaan curah hujan dan hari hujan Kabupaten Raja Ampat Tahun 2003
No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan
1 Januari 45 62 Pebruari 290 153 Maret 50 104 April 130 115 Mei 120 126 Juni 167 107 Juli 58 78 Agustus 58 189 September 192 1310 Oktober - -11 Nopember 80 1312 Desember 78 10
Total 1314 125
Rata – Rata 109.5 10.4
Sumber : Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat, 2006.
Dari tabel 2 diketahui bahwa hujan paling sedikit adalah 6 kali dan paling banyak
18 kali pada bulan Januari dan bulan Agustus. Kelembaban nisbi udara terendah adalah
82 %, sedangkan temperatur maksimum adalah 31.5 °C dan minimum adalah 19.5 °C.
Topografi.
Keadaan Topografi pada wilayah Kabupaten Raja Ampat sebagian besar + 70 %
merupakan peraian yang memisahkan pulau yang satu dengan pulau yang lain. Pulau –
25
pulau tersebut bervariasi luasnya yang terdiri dari 4 (empat) Pulau Besar yaitu : Pulau
Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati dan Pulau Misool.
Pulau Mansuar dan Distrik Meos Mansaar terletak di Pulau Waigeo bagian
selatan.Topografi Pulau Mansuar dan pulau-pulau kecil lainnya di Distrik Meos
Mansaar mulai dari datar sampai berbukit dan berbatu sampai dapat mencapai
kemiringan 50 %.
Oseanografi
Perairan Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Perairan Indonesia yang
berbatasan dengan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,
sehingga sifat serta kondisi fisik dan kimia seperti massa air, arus, pasang surut dan
kesuburan perairan sangat dipengaruhi oleh kedua samudera tersebut.
Selain pengaruh ini, musim juga turut mempengaruhi kondisi perairan karena
perubahan musim dari barat ke timur atau sebaliknya akan menyebabkan perubahan
kondisi fisik seperti perubahan suhu, salinitas, gelombang, dan lain-lain dari perairan
tersebut (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006)
Mata Pencaharian
Mayoritas mata pencaharian penduduk Meos Mansaar adalah nelayan. Mata
pencaharian sebagai nelayan adalah merupakan mata pencaharian pokok yang
dianggap memberikan hasil bagi penduduk setempat, karena hanya dengan hasil
penangkapan ikan yang dijual, bisa dapat memenuhi kebutuhan penduduk.
Kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan pada siang hari maupun malam
hari. Hasil penangkapan ikan kemudian dijual dan keuntungannya digunakan untuk
membeli kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan.
Disamping mata pencaharian sebagai nelayan, masyarakat juga memiliki mata
pencaharian sebagai petani, juga terdapat beberapa warga masyarakat yang memiliki
pekerjaan sebagai pegawai negeri. Beberapa masyarakat juga ada yang mempunyai
kios yang menyediakan kebutuhan pokok (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006).
26
Sejarah dan Budaya Masyarakat
Sejarah masyarakat di Distrik Mios Mansaar tidak terlepas dari sejarah
masyarakat Biak dan Numfor di wilayah teluk Cenderawasih. Orang Biak dan Numfor
bermigrasi ke Raja Ampat dalam beberapa periode waktu dan sejarah, bermula dari
pelayaran hongi dan pembayaran upeti kepada Sultan Tidore/Ternate. Periode
perjalanan suku Biak dan Numfor berikutnya mengikuti arah perjalanan Koreri
(Manarmaker) dalam legenda kepercayaan tradisional Biak. Migrasi terakhir
diperkirakan terjadi pada akhir tahun 1950-an. Oleh karena masyarakat di Distrik Meos
Mansaar berasal dari Biak maka budaya dan bahasa mereka juga sama dengan bahasa
Biak. Yang membedakannya hanya dialek/ragam bahasanya. Umumnya penduduk asli
Meos Mansaar beragama Kristen Protestan, kecuali Sawandarek yang beragama
Advent.
Berdasarkan kondisi geografis dan ragam ekosistem, maka masyarakat Meos
Mansaar tergolong masyarakat pesisir atau nelayan. Masyarakat Meos Mansaar dalam
menjalankan kelangsungan hidupnya paling banyak memanfaatkan hasil laut dan
potensi lingkungan perairan dan pesisir. Kampung – kampung yang telah didiami
secara tetap oleh masyarakat Meos Mansaar adalah kampung – kampung yang ada di
daerah pesisir Meos Mansaar yang relatif mudah mengalami kontak – kontak dengan
masyarakat lain. Sistem ekonomi masyarakat Meos Mansaar tidak lagi dikategorikan
pada tingkat subsisten, tetapi sudah tergolong sistem perdagangan karena hasil laut
yang diperoleh tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri melainkan sudah didistribusikan
dengan imbalan ekonomis kepada pihak lain.
Pengembangan Ekowisata
Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung barat Pulau Papua memiliki empat
pulau utama yang bergunung-gunung yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool
dengan ratusan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kawasan karst yang terdiri dari
ratusan pulau-pulau kecil merupakan salah satu fenomena alam yang indah dan masih
asli.
27
Kekayaan flora dan fauna yang dimiliki Raja Ampat seperti burung
Cenderawasih botak, Cenderawasih merah, Maleo waigeo, Kus-kus, Anggrek, Palem
dan lainnya memberikan daya tarik tersendiri. Dengan kondisi alam Raja Ampat yang
masih asli dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi maka kawasan ini memiliki
potensi pariwisata yang luar biasa, baik alamnya, tingginya endemisitas
keanekaragaman hayati darat dan laut, potensi pesisir, maupun budaya dan adat
masyarakat setempat. Obyek-obyek wisata tersebut dapat dikembangkan untuk
menarik para turis baik domestik maupun mancanegara. Potensi wisata yang dimiliki
Raja Ampat dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan
perekonomian masyarakat apabila dikelola dengan baik.
Tercatat sekitar 46 kawasan wisata pesisir dan bahari yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi obyek ekowisata. Namun pada tahun 2003 sampai sekarang
baru satu lokasi yang dikelola oleh PT. Papua Diving, khusus potensi wisata bahari di
Distrik Meos Mansaar (Pulau Mansuar). Potensi wisata bahari dan wisata alam lainnya
yang telah dikembangkan oleh PT. Papua Diving di Distrik Meos Mansaar (Pulau
Mansuar) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3 Obyek wisata di Distrik Meos Mansaar
No Tempat Wisata Kampung Obyek Wisata
1 Keep Kri Yembuba Terumbu karang2 Pulau Gam Yenwapnor Burung Cenderawasih
Sawingray Ikan karang3 Selat Kabui Kabui Terumbu karang4 Pulau Dua Yenbekwan Pantai, Terumbu karang5 Arborek Arborek Terumbu karang
Ikan Manta6 Pulau Roti Yembuba Pantai, Terumbu karang7 Karuy Bepyar Yembuba Pantai, Terumbu karang8 Tomlol Yembuba Pantai, Terumbu karang9 Sawandarek Sawandarek Danau, Terumbu karang
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, 2007
28
Pengembangan ekowisata saat ini di Meos Mansaar tidak hanya diselenggarakan
oleh Papua Diving tetapi juga oleh masyarakat yang bekerjasama dengan Papua
Diving. Ada satu penyelenggara lagi dari pihak swasta yang saat ini sudah pada taraf
pembangunan infrastruktur yaitu PT. RADIL. Jumlah Penginapan di Meos Mansaar
saat ini adalah 19 unit dengan sebaran seperti terlihat pada tabel 4.
Tabel 4 Jumlah hotel dan penginapan, kamar dan tempat tidur di Meos Mansaar
No Nama Tempat jumlah Jumlah kamar Keterangan
1 Sorido Bay resort 7 14 PT. Papua Diving
2 Eco Kri resort 7 14 PT. Papua Diving
3 Yembuba 2 8 Masyarakat
4 Sawingray 1 2 Masyarakat
5 Yenwapnor 1 2 Masyarakat
5 Kurkapa 2 4 PT. RADIL
Jumlah 20 44
Sumber : Data Primer, 2009.
Tabel 5 Daftar operator pariwisata yang beroperasi di Raja Ampat
No Perusahaan/Operator Nama Kapal Status
1 PT. Papua Diving - Terdaftar2 PT. Pusat Inti lautan Luas MV. Voyager Terdaftar3 PT. Karya Cemerlang Adv. Komodo Terdaftar4 PT. Grand Komodo KM. Temu Kiri
KM. Putri Papua Terdaftar5 KM. Sakti KM. Sakti Terdaftar6 Pinditho Pinditho Terdaftar7 Ondina - Terdaftar8 Pelagian - Terdaftar9 Lion Wind - Terdaftar10 Bidadari - Terdaftar11 PT.Pura Grup Spirit Of Pura Terdaftar12 Queen Of The Sea - Belum Terdaftar13 Kararu - Belum Terdaftar14 Ikan Gurami - Belum Terdaftar15 Ocean Rover - Belum Terdaftar16 Seven Seas - Belum Terdaftar
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, 2008
29
Kunjungan Wisatawan
Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Raja Ampat dari tahun ke
tahun menunjukkan peningkatan. Terhitung tahun 2004 sampai dengan tahun 2008,
peningkatan kunjungan wisatawan pertahun sebesar 98,29 % untuk wisatawan
mancanegara dan 73,31 % untuk wisatawan domestik. Wisatawan yang berkunjung ke
Kepulauan Raja Ampat biasanya tinggal di resort yang ada di Distrik Mios Mansaar
(Papua Diving dan masyarakat) namun ada yang tinggal di atas kapal (liveaboard)
dengan lama tinggal 6 sampai 21 hari. Wisatawan yang menggunakan kapal biasanya
tujuan perjalannya tidak hanya ke Mios Mansaar tetapi sampai di Kofiau dan Misool.
Wisatawan asing yang tinggal di atas kapal (liveaboard) pada umumnya mengikuti
paket kunjungan (paket liveaboard) yang disediakan oleh perusahaan penyedia jasa
ekowisata. Musim kunjungan wisatawan liveaboard ke Raja Ampat adalah mulai dari
bulan September sampai bulan Mei setiap tahunnya.
Perlu diketahui bahwa setiap kunjungan wisatawan (mancanegara atau nusantara)
apakah menggunakan jasa wisata Papua Diving ataupun Liveaboard yang ada pasti
akan berkunjung ke obyek – obyek wisata laut yang ada di Meos Mansaar. Para
wisatawan ini dalam perjalanan wisatanya ada yang menjadikan Meos Mansaar sebagai
tujuan pertamanya sebelum ke obyek wisata lain tetapi ada juga yang menjadikannya
sebagai tujuan terakhir.
Kegiatan Ekowisata Bahari
Penyelenggara kegiatan ekowisata bahari di Pulau Mansuar atau distrik Meos
Mansaar saat ini adalah Papua Diving. Penyelenggara yang dimaksud disini adalah
yang memiliki resort di Distrik Meos Mansaar yaitu Resort Sorido Bay dan Eco Kri
resort. Sebenarnya sesuai data pada tabel 6, ada beberapa perusahaan atau operator
ekowisata bahari yang juga menyelenggarakan kegiatannya di Meos Mansaar namun
basis perusahaan- perusahaan ini ada di sorong dan tidak memiliki resort di Meos
Mansaar.
30
Perusahaan penyelenggara ini (bukan Papua Diving) melayani wisatawan
langsung dari sorong kemudian dengan menggunakan kapal menuju ke Meos Mansaar
untuk kegiatan wisata bahari. Wisatawan biasanya menginap di kapal selama
melakukan kegiatan sesuai paket wisata yang ditawarkan penyelenggara. Daerah tujuan
wisata dengan menggunakan kapal – kapal ini biasanya selain ke Meos Mansaar,juga
ke Wayag, Kofiau dan Misool.
Paket wisata yang ditawarkan oleh Papua Diving pada umumnya adalah paket
wisata diving dan snorkel, namun ada beberapa paket wisata yang bukan diving seperti
pengamatan burung Cenderawasih merah di Sawingray dan Yenwapnor dan perjalanan
keliling pulau Fam serta mandi di air terjun Batanta. Terdapat ± 31 titik penyelaman
yang direkomendasikan oleh perusahaan untuk kegiatan menyelam. Namun ada
beberapa yang sangat terkenal dan paling sering dikunjungi wisatawan antara lain :
1. Cape Kri adalah salah satu spot diving yang sangat terkenal di dunia internasional
karena Dr. Gerald Allen (ahli ikan dari Australia) menemukan lebih dari 283 jenis
ikan yang berbeda dalam satu spot ini.
2. Mike’s point adalah salah satu titik penyelaman favorit oleh para wisatawan, nama
Mike diambil dari nama anak pertama pemilik Papua Diving. Tempat ini sangat
indah dan cantik karena penuh dengan karang yang berwarna warni. Di tempat ini
kita juga dapat menyaksikan bangkai pesawat amerika yang jatuh saat perang dunia
kedua karena kehabisan bahan bakar.
3. Five rock yaitu salah satu titik penyelaman di Manswar yang banyak terdapat hard
coral maupun soft coral sehingga terkadang terlihat seperti kebun. Pada titik ini kita
bisa menyaksikan electric clamb dengan strip putihnya yang berputar seperti listrik.
4. Satu titik di sebelah barat dari Eco Kri adalah satu titik kegiatan yang dapat
menampilkan atraksi melihat dan memberi makan ikan Kalibia (endemik Raja
Ampat)
Selain titik – titik penyelaman diatas, ada satu atraksi juga yang dapat dilakukan
oleh wisatawan ketika selesai mengamati burung Cenderawasih di Sawingray yaitu
31
atraksi memberi makan ikan laut. Ikan akan memakan makanan langsung dari tangan
wisatawan.
Untuk bisa menikmati semua atraksi yang ditawarkan oleh Papua Diving, maka
wisatawan harus menginap di resort Sorido Bay dan resort Eco Kri. Tarif penginapan
yang ditawarkan di Eco Kri Resort adalah 65 Euro/orang/malam sudah termasuk tiga
kali makan. Sedangkan di resort Sorido Bay, terdapat tiga bangunan yang cukup
mewah yang menggabungkan arsitektur modern dengan tradisional papua. Tiga
bangunan ini diberi nama Sentani, Wairundi dan Kaimana. Tarif yang ditawarkan
untuk menginap di ketiga bangunan ini cukup mahal yaitu masing-masing 150 euro/
malam, 200 euro/malam dan 225 euro/malam.
Untuk kegiatan diving, tarif yang ditawarkan untuk sekali menyelam adalah 45
euro, namun ada juga paket 10 penyelaman seharga 350 euro dan paket 20 penyelaman
seharga 300 euro. Untuk kegiatan pengamatan burung cenderawasih tarif yang
diberlakukan adalah 25 euro/orang (minimal 2 orang), sedangkan paket mengelilingi
Pulau Fam diberlakukan tarif sebesar 100 euro/orang (minimal 4 orang).
Kontribusi Terhadap PAD
Walaupun Kepulauan Raja Ampat memiliki potensi wisata yang sangat besar,
namun sangat disayangkan potensi tersebut sampai saat ini masih belum dikembangkan
dan dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan laporan PAD Kabupaten Raja Ampat
tahun 2005, sektor pariwisata hanya mampu menyumbang sebesar Rp. 45.600.000 atau
0,0003% dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Raja Ampat yang
sebesar Rp. 151.161.816.000. Pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp. 500.500.000,-
dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp. 1.187.750.000,-. Distribusi PAD dari
sektor Pariwisata tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 6.
32
Tabel 6 Distribusi Pendapatan sektor pariwisata Raja Ampat tahun 2008
Bulan Jumlah Disetorkan sebagai dana (Rp)
Pendapatan PAD Konservasi Peng.Masy Admins
Januari 87,000,000 26,100,000 24,360,000 24,360,000 12,180,000
Pebruari 119,250,000 35,775,000 33,390.000 33,390.000 16,695,000
Maret 105,000,000 31,500.000 29,400.000 29,400.000 14,700.000
April 149,500,000 44,850,000 41,860,000 41,860,000 20,930.000
Mei 77,000,000 23,100,000 21,560,000 21,560,000 10,780,000
Juni 54,000,000 16,200,000 15,120,000 15,120,000 7,560,000
Juli 45,750,000 13,725,000 12,810,000 12,810,000 6,405,000
Agustus 44,000,000 13,200,000 12,320,000 12,320,000 6,160,000
September 63,250,000 18,975,000 17,710,000 17,710,000 8,855,000
Oktober 139,250,000 41,775,000 38,990,000 38,990,000 19,495,000
Nopember 172,250,000 51,675,000 48,230,000 48,230,000 24,115,000
Desember 131,500,000 39,450,000 36,820,000 36,820,000 18,410,000
Total 1,187,750,000 356,325,000 332,570,000 332,570,000 166,285,000
Keterangan : Peng.Masy = Pengembangan masyarakat
Admins = Administrasi
Sumber : Dinas pariwisata Raja Ampat tahun 2009
Pendapatan sektor pariwisata sebesar ini diperoleh dari pajak orang asing/turis
saja. Padahal bila potensi wisata yang dimiliki ini dikembangkan dengan baik maka
tentu dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi PAD Kabupaten Raja Ampat,
dan sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Guna menggenjot
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata, pemerintah Raja Ampat sedang
berusaha mengembangkan potensi pariwisata yang ada, khususnya pariwisata kelautan
(wisata bahari), dan menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan kedua
setelah sektor perikanan dan kelautan.
33
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juli sampai dengan September 2009.
Meos Mansaar dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa
pengusahaan ekowisata bahari di Raja Ampat yang pertama dikembangkan adalah di
salah satu pulau di Meos Mansaar yaitu Pulau Mansuar. Aktivitas kegiatan ekowisata
bahari di Pulau Mansuar ini mencakup areal pesisir dan laut pada Distrik Meos
Mansaar, maka desa atau kampung – kampung yang termasuk dalam distrik ini yang
menjadi fokus penelitian (Gambar 2). Lokasi yang terpilih sebagai tempat penelitian
adalah Kampung Sawandarek, Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray.
Gambar 2 Peta lokasi penelitian.
Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei yang bersifat menggali
permasalahan dan fenomena yang ada. Arah penelitian adalah menemukan fakta atas
34
dasar fenomena faktual tentang perubahan sosial dan ekonomi masyarakat lokal sebagai
dampak dari penyelenggaraan wisata bahari.
Penentuan Responden
Untuk mendapatkan data primer, maka penelitian ini menggunakan responden
yang berasal dari empat kampung di Distrik Meos Mansaar (Sawandarek, Yembuba,
Yenwapnor, Sawingray) yang ditentukan melalui metode area / daerah sederhana
(Cluster sampling). Penggunaan metode cluster dalam penentuan lokasi penelitian atas
dasar bahwa pengaruh kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar akan berbeda antara
kampung- kampung yang dekat dengan resort ( satu pulau) dan kampung – kampung
yang jauh dari resort ( berbeda pulau). Tahapan penentuan lokasi penelitian dengan
metode cluster dilakukan dengan langkah-langkah (Nazir 1983; Iskandar 2008) sebagai
berikut :
1. Menstratifikasi kampung – kampung dalam Distrik Meos Mansaar kedalam 2 (dua)
strata yaitu srata I adalah kampung – kampung yang dekat (jarak dengan base resort
< 8 km ) atau terletak satu pulau dengan base resort PT. Papua Diving yaitu
Kampung Yembuba, Yembekwan, Kurkapa, dan Sawandarek, dan strata II adalah
kampung – kampung yang jauh (jarak dengan base resort > 8 km ) atau tidak
terletak satu pulau (terpisah) dengan resort yaitu Yenwapnor, Sawingray, Arborek,
Kapisawar dan Kabui.
2. Memilih secara acak pada strata I dan II, masing – masing dua kampung sebagai
obyek penelitian sehingga total terdapat empat kampung.
3. Semua kepala keluarga (KK) pada empat kampung tersebut dijadikan responden
(sensus).
Responden yang disensus adalah kepala keluarga dalam satu rumahtangga pada
kampung tersebut baik yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari (langsung dan
tidak langsung) maupun yang tidak terlibat. Pada masing – masing kelompok ini
(terlibat maupun tidak terlibat), akan didata tentang kondisi sosial dan ekonomi
sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari. Dengan demikian responden terdiri
35
dari dua kelompok yaitu kelompok sebelum kegiatan ekowisata bahari dan kelompok
setelah kegiatan ekowisata bahari. Pada kelompok responden setelah kegiatan
ekowisata bahari akan dibedakan pula antara kelompok yang terlibat dan kelompok
yang tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari. Jumlah responden yang terdapat di
Kampung Sawandarek adalah 39 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 8 KK terlibat
ekowisata bahari dan 31 KK tidak terlibat. Jumlah responden di Yembuba adalah 59
KK yang terdiri dari 9 KK terlibat dalam kegiatan ekowisata dan 50 KK tidak terlibat.
Jumlah responden di Yenwapnor adalah 55 KK yang terdiri dari 1 KK terlibat
ekowisata dan 54 KK tidak terlibat. Untuk Kampung Sawingray, jumlah responden
adalah 38 KK yang terdiri dari 2 KK terlibat dan 36 KK tidak terlibat kegiatan
ekowisata.
Untuk melengkapi data yang diperoleh, maka pada lokasi penelitian ditentukan
pula informan kunci dari tokoh – tokoh yang berpengaruh baik tokoh adat, agama,
maupun pemerintahan.
Pengumpulan Data dan Informasi
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh secara langsung di lokasi penelitian dengan teknik survei dengan
menggunakan kuisioner kepada responden dan wawancara mendalam dengan informan
kunci, serta wawancara tidak terstruktur dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
dan pemerintah daerah. Pengumpulan data dilakukan juga melalui observasi
(pengamatan).
Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik masyarakat lokal, aspek
sosial dan aspek ekonomi. Setiap kelompok rumahtangga akan didata menyangkut
kehidupan sosial dan ekonomi sebelum dan sesudah kegiatan pengembangan
ekowisata bahari, baik pada kelompok yang yang terlibat maupun yang tidak terlibat
dalam kegiatan ekowisata bahari. Pengumpulan data untuk kondisi sebelum kegiatan
ekowisata dilakukan dengan tehnik Recalling (mengingat kembali). Untuk karakteristik
responden pengambilan data hanya dilakukan pada saat ini atau setelah kegiatan
36
ekowisata bahari. Selain masyarakat lokal, pengumpulan data dan informasi juga
dilakukan terhadap masyarakat pendatang yang terlibat dengan kegiatan ekowisata,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemerintah daerah yang terkait dengan
bidang ekonomi seperti Bagian Perencanaan Ekonomi daerah (Perekda), Dinas Sosial
dan Dinas Pariwisata.
Pengumpulan data secara tidak langsung (sekunder) diperoleh dari berbagai
instansi di Kabupaten Raja Ampat seperti Kantor Pusat Statistik, Dinas Pariwisata,
Dinas Kependudukan, Dinas Perikanan, Dinas Sosial dan sebagainya. Data ini meliputi
data kunjungan wisatawan ke Kawasan Pulau Mansuar, Raja Ampat Dalam Angka,
data kepariwisataan di Kabupaten Raja Ampat, jumlah penduduk Distrik Meos
Mansaar, Penerimaan daerah dari sektor pariwisata, perkembangan sarana dan
prasarana penunjang wisata, nilai investasi pada wisata bahari dan lain-lain. Data dan
informasi lain yang dikumpulkan berupa peta, seperti peta potensi ekowisata di
Mansuar, dan peta – peta lain yang berhubungan dengan program pengembagan
ekowisata bahari di Pulau Mansuar.
Pengukuran Variabel
Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain :
1. Karakteristik masyarakat lokal seperti umur responden, pendidikan formal, jumlah
anggota keluarga, pendapatan, lama tinggal, mata pencaharian.
2. Kehidupan sosial masyarakat lokal akibat dikembangkannya ekowisata bahari di
lingkungan mereka dengan mengkaji : (a) Struktur penduduk (b) Perilaku (c)
Pranata sosial (d) Norma sosial dan ikatan adat istiadat dan kebiasaan masyarakat
(e) Proses sosial (f) Persepsi.
3. Kondisi ekonomi masyarakat lokal dengan mengkaji antara lain: mata pencaharian,
tingkat pendapatan rumahtangga, tingkat pengeluaran rumahtangga, kondisi
perumahan dan fasilitas perumahan serta investasi.
37
Analisis Data
1. Analisis Karakteristik Responden.
Untuk mengetahui karakteristik responden pada kelompok rumahtangga yang
terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata, dilakukan analisis secara
deskriptif.
2. Kehidupan Sosial
Untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat lokal sebelum dan sesudah
berkembangnya ekowisata bahari dijelaskan secara deskriptif sesuai hasil
wawancara dan pengamatan di lapangan. Untuk mempermudah analisis, maka
terlebih dahulu data sosial yang diperoleh dibuat dalam bentuk matriks.
3. Aspek Ekonomi
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kondisi ekonomi antara rumahtangga
yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata, dilakukan dengan
menggunakan uji statistik t dua sampel yang independen (Hasan 2004). Prinsip dari uji
ini adalah menentukan nilai uji statistik (nilai t0). Penghitungan nilai t menggunakan
rumus :
=X − X
∑X −(∑X )
n+ ∑X −
(∑X )n
(n + n − 2)n + n
n n
Keterangan :
X1 = Nilai sampel I
X2 = Nilai sampel II
X 1 = Rata – rata nilai sampel I
X2 = Rata – rata nilai sampel II
n1 = Jumlah sampel I
n2 = Jumlah sampel II
Sedangkan untuk melihat ada tidaknya perbedaan kondisi ekonomi terhadap
rumahtangga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata bahari dilakukan dengan
38
menggunakan Uji statistik t untuk dua sampel yang berkorelasi. Uji statistiknya (t0)
sebagai berikut :
=X − Y
∑D −(∑D)
nn − (n − 1)
Keterangan :
X = Rata – rata nilai sampel I
Y = Rata – rata nilai sampel II
D = Jumlah nilai sampel I dan II
n = Jumlah pasangan sampel
Selain itu dalam aspek ekonomi ini juga dilakukan analisis kualitatif. Dengan
demikian analisis ekonomi ini merupakan kombinasi analisis kuantitatif dan analisis
kualitatif.
Definisi Operasional
1. Masyarakat Lokal adalah masyarakat yang menetap di kawasan Mios Mansaar
yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada.
2. Masyarakat Yang Terlibat Dalam Kegiatan Ekowisata Bahari adalah kelompok
rumahtangga pada masyarakat lokal yang salah satu anggota atau beberapa anggota
keluarganya aktif dalam kegiatan ekowisata bahari baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kelompok rumahtangga tersebut dalam penelitian ini disebut
kelompok rumahtangga yang terlibat kegiatan ekowisata bahari.
3. Masyarakat Yang Tidak Terlibat Dalam Kegiatan Ekowisata Bahari adalah
kelompok rumahtangga pada masyarakat lokal yang tidak satupun anggota
keluarganya terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari.
4. Pranata Sosial adalah segala bentuk lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan
pada masyarakat lokal yang di dalamnya terdapat norma – norma dan peraturan –
peraturan tertentu sebagai ciri dari lembaga tersebut.
39
5. Proses Sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan dalam
masyarakat lokal yang terwujud dalam bentuk kerjasama, persaingan, maupun
konflik.
6. Persepsi adalah pandangan masyarakat lokal berupa pengetahuan dan praduga
terhadap kegiatan pengembangan ekowisata bahari.
7. Umur adalah usia responden yang dihitung dari tanggal lahir sampai saat penelitian
dilakukan dan dinyatakan dalam tahun.
8. Pendidikan Formal adalah jenjang pendidikan resmi yang pernah diikuti responden
sampai saat penelitian dilakukan. Jenjang pendidikan resmi meliputi tidak pernah
sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat akademik /
universitas.
9. Jumlah Anggotan Keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang meliputi
bapak, ibu, anak termasuk orang lain yang menjadi tanggungan keluarga dan
dinyatakan dalam orang / jiwa.
10. Pendapatan adalah tingkat pendapatan total yang diperoleh responden selama
sebulan baik dari mata pencaharian utama maupun diluar mata pencaharian utama.
11. Lama tinggal adalah lamanya responden tinggal dikawasan penelitian yang
dihitung sejak menetap sampai saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam
tahun.
12. Mata Pencaharian adalah jenis mata pencaharian utama yang menopang seluruh
kehidupan rumahtangga responden sampai saat penelitian dilakukan.
13. Tingkat Konsumsi / Pengeluaran Keluarga adalah besarnya pengeluaran keluarga
dalam sebulan.
14. Kondisi Perumahan adalah kondisi bangunan rumah dengan 3 (tiga) kondisi yaitu
permanen (nilai 15 – 19), semi permanen (nilai 10 – 14), dan tidak permanen (nilai
5 – 9). Nilai ini diperoleh dari penjumlahan nilai-nilai kondisi rumah (Debora
2003) seperti :
● Atap : Daun (1)/sirap (2)/seng (3)/ Asbes (4)/Genteng (5)
● Bilik : Bambu (1)/Bambu kayu (2)/Kayu (3)/Setengah tembok (4)/Tembok (5)
40
● Status : Numpang (1)/Sewa (2)/Milik sendiri (3)
● Lantai : Tanah (1)/Papan (2)/Plester (3)/Ubin (4)/Porselen(5)
●Luas perumahan : Sempit (<50 m2) (1)/ Sedang (50-100m2) (2)/Luas (>100m2) (3)
15. Aset adalah benda / barang yang dimiliki oleh warga baik berupa asset
rumahtangga maupun asset produksi / modal.
16. Kondisi Sebelum Kegiatan Ekowisata adalah periode sebelum tahun 2003 ketika
belum berkembangnya kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten
Raja Ampat.
17. Kondisi Setelah Kegiatan Ekowisata adalah periode setelah tahun 2003 ketika
telah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja
Ampat.
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Awal Masyarakat di Meos Mansaar Sebelum Kegiatan EkowisataBahari
Kondisi Sosial Masyarakat
Struktur Penduduk
Kabupaten Raja Ampat terbentuk pada tahun 2003, dan sebelumnya tergabung
atau menjadi bagian dari Kabupaten Sorong. Saat itu Raja Ampat terdiri atas 5
Kecamatan. Meos Mansaar termasuk dalam Distrik Waigeo Selatan. Menggunakan
data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2001 dengan asumsi rata- rata pertumbuhan
penduduk pertahun sebesar 2.93 %, maka diperkirakan penduduk Distrik Meos
Mansaar tahun 2001 (sebelum adanya kegiatan ekowisata) adalah 1,820 jiwa yang
terdiri atas 953 jiwa laki-laki (52.34 %) dan 867 jiwa perempuan (47.66 %). Dengan
luas wilayah 169.6966, maka kepadatan penduduk di Meos Mansaar tahun 2001
adalah 10.73 jiwa / km2. Sebaran penduduk menurut kampung di Distrik Meos
Mansaar tahun 2001 (perkiraan) terlihat pada tabel 7.
Tabel 7 Jumlah penduduk di Distrik Meos Mansaar
Jumlah Penduduk JumlahNo Kampung
KK L P L + P
1 Yembekwan* 48 127 120 2472 Yembuba* 39 139 118 2573 Sawingray* 25 91 83 1744 Arborek 20 84 75 1595 Kapisawar 18 74 62 1366 Kabui 50 128 128 2567 Yenwapnor* 36 117 113 2308 Kurkapa 27 110 95 2059 Sawandarek* 25 83 73 156
Total 288 953 867 1,820
Ket : * Lokasi pelaksanaan penelitian
Sumber : BPS Kabupaten Sorong, 2001 (diolah)
42
Berdasarkan umur, maka sebaran penduduk di Distrik Meos Mansaar terdiri atas
kelompok 0 – 14 tahun sebanyak 423 jiwa laki – laki (44.39 % ) dan 373 jiwa
perempuan (43. 12 %), pada kelompok umur 15 – 59 tahun sebanyak 542 jiwa laki –
laki (53.69 %) dan 479 jiwa perempuan (55.23 %), dan pada kelompok umur diatas 59
tahun (60 tahun keatas) sebanyak 18 jiwa laki – laki (1.92 %) dan 14 jiwa perempuan
(1.65 %). Sebaran umur pada lokasi penelitian adalah 0 – 14 tahun sebanyak 208 jiwa
laki – laki (43.96 % ) dan 192 jiwa perempuan (44.27 %), pada kelompok umur 15 –
64 tahun sebanyak 259 jiwa laki – laki (54.71 %) dan 237 jiwa perempuan (54.71 %),
dan pada kelompok umur diatas 65 tahun, sebanyak 7 jiwa laki – laki (1.33 %) dan 5
jiwa perempuan (1.02 %).
Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat yang diamati adalah perilaku terhadap lingkungan hidup
disekitar kehidupan masyarakat Meos Mansaar. Sejak dulu masyarakat Meos Mansaar
dikenal dengan masyarakat yang hidupnya akrab dengan alam. Pekerjaan masyarakat
yang sangat tergantung dari ketersediaan sumberdaya alam membuat mereka sangat
menjaga kelestarian sumberdaya alam. Pada masa sebelum tahun 2003, ancaman
kerusakan terhadap sumberdaya alam terutama terhadap terumbu karang sering terjadi.
Menurut salah satu tokoh masyarakat Yembuba, pada saat itu sering terjadi eksploitasi
ikan dengan menggunakan bom oleh para penjual ikan dari Sorong. Masyarakat saat
itu hanya bisa melapor ke pihak keamanan di ibukota kecamatan (Saonek).
Perilaku masyarakat ini dinilai berdasarkan pengetahuan, sikap dan tingkahlaku
mereka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebelum kegiatan ekowisata bahari,
masyarakat sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan dan terumbu karang
bagi kehidupan manusia. Hutan bagi penduduk tidak hanya terbatas pada pohon atau
tumbuhannya saja, tetapi seluruh mahluk hidup yang ada di dalamnya. Masyarakat
juga memiliki pengetahuan bahwa terumbu karang adalah rumah dan tempat mencari
makan bagi berbagai jenis ikan. Selanjutnya masyarakat juga mengetahui keterkaitan
antara hutan dan laut (terumbu karang). Pengetahuan masyarakat ini menimbulkan
43
sikap yang baik terhadap lingkungan hidupnya. Sikap ini ditunjukkan dengan
pernyataan mereka yang tidak setuju bila pohon pohon dalam hutan ditebang dan
terumbu karang dijadikan bahan baku pembuatan rumah / bangunan. Hasil pengamatan
di lapangan menunjukkan bahwa tingkahlaku masyarakat di lokasi penelitian terkait
dengan perilaku terhadap lingkungan hidupnya sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki dan sikap yang telah ditunjukkan. Hal ini terlihat dari rimbunnya hutan serta
tutupan terumbu karang yang luas. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa perilaku
masyarakat dalam menjaga lingkungan hidupnya dari kerusakan telah berlangsung
lama. Perilaku ini merupakan kebiasaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang
mereka. Menurut Kepala Kampung Sawandarek dan pelaku ekowisata (warga) di
Sawingray bahwa alam ini sejak nenek moyang kami sampai saat ini selalu terjaga
dengan baik karena ini adalah sumber kehidupan kami.
Pranata Sosial , Norma dan Aturan Adat Istiadat
Pranata Sosial atau yang disebut juga sebagai Lembaga Masyarakat (Soemarjan
& Soemardi 1980) atau Lembaga Sosial (Abdulsyani 1994) yang ada di lokasi
penelitian dan yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat sebelum adanya
kegiatan ekowisata bahari (tahun 2003) adalah lembaga gereja dan lembaga adat.
Lembaga gereja dalam hal ini adalah nilai dan norma – norma religius yang harus
dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat dalam posisinya sebagai mahluk ciptaan
Tuhan. Peranan lembaga gereja sangat dominan karena hampir seluruh masyarakat
Meos Mansaar adalah pemeluk agama Kristen.
Nilai dan norma agama bagi masyarakat Meos Mansaar menurut Steven
Sawiyai (tokoh adat di Yembuba) merupakan petunjuk bagi manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia dan mewajibkan setiap manusia untuk melaksanakannya. Seorang
tokoh agama atau Pendeta merupakan orang pilihan atau yang ditunjuk oleh Tuhan
untuk membimbing manusia sesuai petunjuk Alkitab. Masyarakat sangat menghargai
dan menghormati pendeta.
44
Selain lembaga gereja, lembaga adatpun sangat berperan penting dalam
kehidupan masyarakat di Distrik Meos Mansaar. Kuatnya peranan lembaga adat dalam
kehidupan masyarakat ini sesungguhnya tidak terlepas dari sejarah Raja Ampat yang
dikenal kuat akan aturan adat yang diturunkan oleh empat raja yang saat itu menguasai
empat pulau besar di Raja Ampat yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool
(Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006). Untuk menjaga agar nilai dan norma-
norma adat yang berlaku dan diturunkan secara turun temurun itu tidak hilang maka
dibentuklah dua lembaga adat yaitu Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Amber Woromi
Waigeo dan LMA Kalanafat Salawati. Distrik Meos Mansaar termasuk dalam LMA
Amber Woromi Waigeo. Tujuan dibentuknya kedua lembaga ini adalah untuk
menjaga dan menegakkan keberlangsungan ide-ide yang mengkonsepsikan nilai dan
norma yang berlaku, hukum adat dan aturan – aturan khusus yang mengatur aktivitas
masyarakat dalam ruang lingkup yang terbatas (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat
2006) .
Peranan Lembaga Gereja dan Adat dalam mendampingi kehidupan masyarakat
Meos Mansaar selalu saling mendukung dan saling melengkapi. Agama dan adat
adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Meos Mansaar.
Ajaran agama mutlak harus dilaksanakan oleh manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan
dan aturan adat istiadat harus dipelihara karena selain mengandung nilai dan norma
juga merupakan bentuk penghargaan terhadap nenek moyang yang telah mewariskan
aturan adat yang baik. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 100 % kepala keluarga
(191 KK) di empat lokasi penelitian menyatakan bahwa sebelum kegiatan ekowisata,
lembaga adat dan lembaga agama sangat berperan dalam kehidupan mereka.
Selain aturan adat dan agama, masyarakat Meos Mansaar juga sangat
menjunjung tinggi nilai dan norma hidup lainnya seperti norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Berperilaku dan berhubungan dengan baik antara sesama warga kampung
sangat dipelihara dan dipatuhi sehingga kehidupan sebagai satu kelompok masyarakat
dalam sekampung menjadi harmonis. Kondisi nilai/norma sosial dan ikatan adat
istiadat di Meos Mansaar sebelum kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 8.
45
Tabel 8 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial dan ikatanadat istiadat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten RajaAmpat
Norma Sosial Pemberlakuan dalam Kehidupan Masyarakatdan Adat Istiadat Kuat Sedang Lemah
SawandarekNorma Hidup Bermasyarakat 97.44 % - 2.56 %Aturan Adat yang Berlaku 89.74 % 10.26 % -Hubungan Sosial 97.44 % - 2.56 %
YembubaNorma Hidup Bermasyarakat 98.31 % 1.69 % -Aturan Adat yang Berlaku 100 % - -Hubungan Sosial 100 % - -
YenwapnorNorma Hidup Bermasyarakat 100 % - -Aturan Adat yang Berlaku 100 % - -Hubungan Sosial 100 % - -
SawingrayNorma Hidup Bermasyarakat 100 % - -Aturan Adat yang Berlaku 94.74 % 5.26 -Hubungan Sosial 100 % - -
Data pada tabel 8 menunjukkan bahwa norma hidup bermasyarakat, aturan adat
yang berlaku maupun hubungan sosial antara masyarakat sebelum berkembangnya
kegiatan ekowisata bahari masih kuat diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.
Proses Sosial
Manusia dalam menjalaninya kehidupannya selalu saling berhubungan baik antar
individu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok. Hubungan yang terjadi
dapat berbentuk kerjasama, persaingan bahkan terjadi pertikaian atau konflik.
Proses sosial yang terjadi pada masyarakat di lokasi penelitian sebelum adanya
kegiatan ekowisata bahari adalah proses sosial yang berbentuk kerjasama. Bentuk
kerjasama yang selama ini terjadi sangat terkait dengan adanya sistem kekerabatan
yang ada di lokasi penelitian. Masyarakat yang bermukim disatu kampung (termasuk
juga pada lokasi penelitian) sebagian besar berasal dari satu klen. Klen bagi
masyarakat Meos Manswar adalah kelompok kekerabatan yang masih berasal dari satu
garis keturunan. Hubungan kekerabatan ini masing-masing saling menghargai dan
46
menghormati. Kerjasama yang terjadi biasanya berupa saling tolong menolong bila ada
yang kekurangan atau kena musibah atau ada yang melakukan suatu hajatan dan selalu
gotong royong dalam melakukan suatu pekerjaan yang dianggap berat kalau dikerjakan
oleh seorang. Saling tolong menolong yang sering terlihat terutama dalam pembuatan
rumah warga dan rumah ibadah. Bentuk kerjasama seperti ini terjadi secara spontan
tanpa diperintah oleh seseorang dan umumnya dilakukan oleh semua warga. Hasil
wawancara menunjukkan 100 % (191 KK) pada empat lokasi penelitian menyatakan
bahwa bentuk kerjasama yang terjadi sebelum kegiatan ekowisata adalah gotong
royong, kerja bhakti dan tolong menolong bila ada warga yang melakukan hajatan,
sedangkan bentuk konflik menurut seluruh kepala keluarga (100 %) tidak pernah
terjadi baik dalam hal kepemilikan lahan maupun pengelolaan sumberdaya alam.
Proses sosial berupa konflik tidak pernah terjadi dalam kehidupan masyarakat di
Meos Mansaar baik dalam hal kepemilikan lahan maupun pengelolaan Sumberdaya
Alam. Pemahaman dan penghayatan terhadap norma agama, nilai dan norma sosial
lain, kuatnya aturan adat serta kesadaran sebagai satu keluarga besar yang berasal dari
satu klen diduga sebagai faktor yang berpengaruh terhadap terjalinnya kerjsama dan
tidak terjadinya konflik.
Kondisi Ekonomi Masyarakat
Mata Pencaharian Masyarakat
Mayoritas masyarakat Raja Ampat umumnya dan khususnya Distrik Meos
Mansaar bermukim di daerah pesisir. Oleh karena itu mata pencaharian masyarakat
Meos Mansaar pada umumnya adalah nelayan. Mata pencaharian sebagai nelayan
adalah mata pencaharian pokok yang dianggap dapat memberikan hasil karena hanya
dengan mencari hasil laut, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hasil
wawancara menunjukkan bahwa sebelum berkembangnya ekowisata bahari sebanyak
92.09 % (163 KK) bekerja sebagai nelayan. Keadaan mata pencaharian masyarakat
sebelum adanya kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 9.
47
Tabel 9 Jenis pekerjaan masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat.
Jenis Rata – Rata Pendapatan (Rp) Jumlah PersenPekerjaan (Rp) (%)
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
Sektor Pertanian- Petani 1 - 1 - 2 1.05- Nelayan 36 55 50 36 177 92.66
Non Pertanian- Pedagang - - 1 1 2 1.05- PNS - 2 3 - 5 2.62- Karyawan 2 2 - 1 5 2.62
Jumlah 39 59 55 38 191 100
Masyarakat menangkap ikan dengan menggunakan peralatan sederhana yaitu
hanya nelon dan pancing. Mereka melakukan aktivitas mancing pada siang maupun
malam hari. Pada siang hari selain memancing, mereka juga menyelam untuk mencari
hasil laut lainnya seperti Teripang dan Bia Lola (sejenis kerang laut). Pada malam hari
selain memancing mereka juga mencari ikan dengan menggunakan alat tradisonal yang
disebut Kalawai. Ikan hasil tangkapan dikeringkan (ikan asin) dengan memanfaatkan
sinar matahari. Ikan asin kemudian bersama-sama dengan hasil laut lainnya seperti
Teripang dan Bia Lola dijual ke Sorong atau terkadang ada pembeli yang datang untuk
beli di kampung – kampung tersebut. Frekwensi penjualan hasil laut ini bisa sekali per
bulan atau bahkan sekali per dua bulan. Hanya beberapa masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai petani, dan sebagai karyawan/buruh pada perusahaan mutiara dan
perusahaan ikan di sorong.
Pendapatan Masyarakat
Minimnya peralatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mendukung aktivitas
nelayan dan sulitnya transportasi ke ibukota Kabupaten Sorong sebagai pusat
perekonomian menyebabkan orientasi masyarakat dalam melakukan aktivitas nelayan
48
umumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup.. Kelebihan dari ikan yang didapat
itulah yang kemudian diolah menjadi ikan asin. Kondisi ini menyebabkan pendapatan
yang diperoleh masyarakat rendah. Pendapatan masyarakat sebelum kegiatan
ekowisata di Meos Mansaar dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10 Pendapatan masyarakat di Meos Manswar sebelum kegiatan ekowisata bahari
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pendapatan masyarakat di empat
lokasi penelitian berkisar antara Rp. 235,280.70/bln/kk sampai dengan Rp.
409,370.37/bln/kk. Pendapatan rata – rata terendah terjadi di Kampung Yembuba dan
yang tertinggi di Yenwapnor. Rendahnya pendapatan masyarakat ini disebabkan
fasilitas yang digunakan dalam mencari ikan dan hasil laut lainnya sangat terbatas.
Mereka hanya menggunakan perahu kecil dengan mendayung (tanpa mesin) sehingga
waktu dan tenaga banyak terbuang. Bahan yang digunakan untuk memancing ikan
seperti kail dan nilon (snar) juga tidak tersedia di kampung. Ketika bahan habis,
mereka harus ke Sorong atau Ibukota Distrik di Saonek untuk membelinya. Dari hasil
wawancara diperoleh informasi bahwa saat itu sudah ada masyarakat di Yenwapnor
yang memiliki mesin katinting sehingga mobilitas dalam mencari hasil lautnya lebih
tinggi daripada kampung-kampung lain yang hanya menggunakan perahu dayung
untuk melaut. Pendapatan masyarakat tersebut di atas diperoleh dari hasil penjualan
ikan asin, teripang dan Lola (sejenis kerang laut).
Kampung Rata – rata pendapatan (Rp/bulan/kk)
Sawandarek 279,696.97
Yembuba 235,280.70
Yenwapnor 409,370.37
Sawingray 378,815.79
Rataan 325,790.96
49
Pengeluaran Masyarakat
Kecilnya pendapatan yang diperoleh sangat terkait dengan jumlah pengeluaran
yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Pengeluaran
masyarakat hanya memenuhi kebutuhan untuk makan sehari – hari atau pola
pengeluaran adalah pengeluaran untuk makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi
umumnya terbatas untuk beras dan bumbu-bumbu masak seperti bawang, petsin, garam
dan lain-lain. Pengeluaran untuk makanan / minuman tambahan seperti gula, kopi dan
teh sifatnya situasional. Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum ekowisata bahari
dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11 Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum kegiatan ekowisata di Meos
Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum
adanya kegiatan ekowisata bahari di empat lokasi penelitian berkisar pada Rp.
203,393.94/bln/KK – Rp. 316,148.15/bln/KK. Rata – rata pengeluaran terkecil terjadi
di Kampung Sawandarek dan tertinggi di Yenwapnor. Kecilnya rata-rata pengeluaran
di Sawandarek disebabkan karena adanya makanan substitusi seperti jenis Ubi – ubian
(ubi jalar dan ubi kayu) dari kebun sendiri sehingga pengeluaran untuk beras
berkurang. Pada ketiga lokasi penelitian lainnya juga terdapat makanan substitusi dari
jenis ubi – ubian ini namun jumlahnya sedikit karena masyarakat yang berkebun juga
sedikit dibanding dengan di Sawandarek.
Kampung Rata – rata pengeluaran ( Rp /bulan/kk)
Sawandarek 203,393.94
Yembuba 232,614.04
Yenwapnor 316,148.15
Sawingray 310,657.89
Rataan 265,703.51
50
Kecilnya jumlah masyarakat di Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray yang
berkebun juga dipengaruhi oleh kondisi topografi di ketiga kampung ini yang
bergunung dan berbatu .
Kondisi Perumahan Masyarakat
Tipe rumah masyarakat di Distrik Meos Mansaar sebelum adanya kegiatan
pengembangan ekowisata bahari adalah rumah sederhana dengan atap, dinding maupun
lantai menggunakan bahan-bahan alam yang ada di kampung tersebut. Atap rumah
berasal dari daun palem atau sagu, dinding juga terbuat dari daun palem, papan atau
bambu dan lantai ada yang terbuat dari papan, batang palem namun ada yang hanya
berlantai pasir atau tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode sebelum adanya kegiatan
ekowisata di lokasi penelitian, kondisi perumahan masyarakat yang berkategori
permanen sebanyak 3.61 %, semi permanen sebanyak 7.83 % dan tidak permanen
sebanyak 88.56 %. Banyaknya kondisi perumahan masyarakat yang berkategori tidak
permanen sangat terkait dengan tingkat pendapatan masyarakat saat itu. Kondisi
perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12 Kondisi perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
No Kampung Kategori
Permanen Semi Permanen Tidak Permanen(Unit) (Unit) (Unit)
1. Sawandarek 0 0 312. Yembuba 1 5 453. Yenwapnor 4 4 474. Sawingray 1 1 27
Jumlah (Unit) 6 13 147
Persen (%) 3.61 7.83 88.56
51
Dari hasil wawancara diketahui bahwa masyarakat yang memiliki rumah
permanen karena ada bantuan dari anak/saudara mereka yang mampu dan memiliki
kedudukan dalam pemerintahan pada Pemerintah Daerah Papua. Rumah permanen
yang bukan milik pribadi adalah rumah dinas guru. Dari tabel diatas terlihat bahwa
proporsi terbesar kondisi rumah masyarakat Meos Mansaar adalah tidak permanen
yaitu sebesar 88.56 % (147 unit).
Aset Masyarakat
Aset yang diamati dalam penelitian ini adalah asset rumahtangga yang terdiri
dari televisi, radio/tape recorder, bufet, lemari, genset dan rumah serta aset produktif
yang terdiri dari perahu/longboat dan mesin tempel/katinting. Kepemilikan aset
masyarakat sebelum kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13 Jumlah aset masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat
No Kampung Asset Rumah Tangga (Rp) Asset Produksi (Rp)
1. Sawandarek 206,100,000 24,000,000
2. Yembuba 418,555,000 51,250,000
3 Yenwapnor 578,250,000 33,000,000
4 Sawingray 222,990,000 18,000,000
Rataan 1,425,895,000 126,250,000
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total aset rumahtangga sebelum ekowisata
untuk keseluruhan lokasi penelitian berjumlah Rp. 1,425,895,000,- dan untuk asset
produktif berjumlah Rp. 126,250,000,-.
52
Kondisi Masyarakat Meos Mansaar Setelah Kegiatan Ekowisata Bahari
Karakteristik Masyarakat
Umur Penduduk dan Jumlah Anggota Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kepala keluarga di empat lokasi
penelitian bervariasi dengan kisaran umur antara 18 – 72 tahun, namun umur rata – rata
kepala keluarga di empat lokasi penelitian hanya terbagi kedalam dua kelompok umur.
Umur rata – rata kepala keluarga di Kampung Sawandarek adalah 42 tahun, Kampung
Yembuba 48 tahun, Kampung Yenwaupnor 43 tahun dan Kampung Sawingray 47
tahun. Rata – rata umur responden di keempat kampung penelitian tergolong kedalam
kelompok umur dewasa. Terkait dengan produktifitas (BPS 2007) maka sebanyak
92.15 % kepala keluarga di empat lokasi penelitian tergolong umur produktif dan 7.85
% tergolong umur nonproduktif.
Tabel 14 Interval umur kepala keluarga di lokasi penelitian
No Kelompok
Umur
Kampung Jumlah
(org)
Persen
(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 15 - 19 1 0 0 0 1 00.52
2 20 - 24 3 2 0 0 5 02.62
3 25 - 29 8 3 8 1 20 10.47
4 30 - 34 1 4 6 5 16 08.38
5 35 - 39 5 9 11 5 30 15.71
6 40 - 44 5 7 7 3 22 11.52
7 45 - 49 4 9 5 7 25 13.09
8 50 - 54 1 8 6 7 22 11.52
9 55 - 59 6 2 5 4 17 08.90
10 60 - 64 2 6 5 5 18 09.42
11 ≥ 65 3 9 2 1 15 07.85
jumlah 39 59 55 38 191 100
Data pada tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pada lokasi
penelitian tergolong umur dewasa. Interval umur yang demikian tentu berpengaruh
53
terhadap aktivitas baik sebagai tenaga kerja maupun kegiatan lain yang menopang
kehidupan keluarga.
Apabila kelompok umur dibedakan berdasarkan kelompok responden yang
terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari maka terlihat bahwa rata - rata umur
responden yang terlibat ekowisata bahari sebesar 39.61 % (40) tahun dengan kisaran
umur 18 – 53 tahun dan pada responden yang tidak terlibat ekowisata bahari sebesar
45.66 % (46) tahun dengan kisaran umur 22 – 72 tahun. Dengan demikian maka dapat
dikatakan bahwa masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata bahari maupun yang
tidak terlibat tergolong kelompok umur dewasa atau kelompok produktif. Kelompok
umur responden yang terlibat ekowisata dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15 Interval umur kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos
Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No Kelompok
Umur
Kampung Jumlah
(org)
Persen
(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 15 - 19 1 0 0 0 1 05.00
2 20 - 24 0 0 0 0 0 00.00
3 25 - 29 2 0 0 0 2 10.00
4 30 - 34 0 2 0 1 3 15.00
5 35 - 39 2 3 1 0 6 30.00
6 40 - 44 1 1 0 0 2 10.00
7 45 - 49 0 0 0 1 1 05.00
8 50 - 54 1 1 0 0 2 10.00
9 55 - 59 0 1 0 0 1 05.00
10 60 - 64 1 0 0 0 1 05.00
11 ≥ 65 0 1 0 0 1 05.00
jumlah 8 9 1 2 20 100
Berdasarkan tabel 15 maka responden yang terlibat kegiatan ekowisata bahari
didominasi oleh kelompok umur 35 – 39 tahun yaitu sebesar 30 %. Kelompok umur
kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 Interval umur
Kabupaten Raja Ampat
Keterlibatan masyarakat
didominasi oleh umur produktif (dewasa)
ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti
pendamping “diving”,
Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada
kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata
jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat
adalah sama yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran
konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya
pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula
pengeluaran konsumsi, pendapat
terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi
jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat
pada tabel 16.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
15-19 20-24
5%
0%
Pe
rse
nta
se
Interval umur keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat
masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar
didominasi oleh umur produktif (dewasa) karena sifat dari pekerjaan pada kegiatan
ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti
, “Carventer” dan “Office Boy”.
Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada
kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata
jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat
yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran
konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya
pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula
pengeluaran konsumsi, pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja. Hal sebaliknya
terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi
jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat
24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-60 61-64
0%
10%
15%
30%
10%
5%
10%
5% 5%
Kelompok Umur
54
yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar
dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar
sifat dari pekerjaan pada kegiatan
ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti “driver”,
Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada
kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata – rata
jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat
yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran
konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya
pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula
an dan ketersediaan tenaga kerja. Hal sebaliknya
terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi
jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat
≥ 65
5%
55
Tabel 16 Jumlah anggota per keluarga di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No Anggota Kampung Jumlah PersenKeluarga (Org) (%)
(org) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 ≤ 3 15 14 14 10 53 27.75
2 4-5 10 22 15 10 57 29.84
3 ≥ 6 14 23 26 18 81 42.41
Jumlah 39 59 55 38 191 100
Anggota keluarga khususnya yang berumur produktif merupakan tenaga kerja
dalam keluarga baik sebagai nelayan maupun sebagai tenaga kerja dalam kegiatan
ekowisata bahkan sebagai pelaku ekowisata. Anggota keluarga dari masyaraakat yang
terlibat ekowisata biasanya sebagai driver, pemilik penginapan dan transportasi.
Hasil pengamatan di lapangan membuktikan bahwa sekalipun rata - rata jumlah
anggota keluarga masyarakat di seluruh lokasi penelitian adalah 5 orang dan yang
berusia produktif 56,73 %, namun tenaga kerja dengan keahlian tertentu pada kegiatan
ekowisata tidak tersedia atau sangat terbatas pada masyarakat Meos Mansaar. Hal ini
yang kemudian berimplikasi kepada ketersediaan lapangan kerja yang terbatas
sehingga keterlibatan masyarakat Meos Mansaar dalam kegiatan ekowisata secara
kuantitatif juga kecil.
Pendidikan Formal
Tingkat pendidikan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata
bervariasi dari SD sampai SMA. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis pekerjaan pada
kegiatan ekowisata juga membutuhkan tingkatan pendidikan yang berbeda – beda. Ada
jenis pekerjaan yang hanya membutuhkan tingkatan pendidikan SD seperti “Office
boy” namun ada yang membutuhkan tingkat pendidikan minimal SMA seperti tenaga
administrasi. Sebaran tingkat pendidikan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel
17.
56
Tabel 17 Sebaran tingkat pendidikan masyarakat di lokasi ekowisata bahari MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
Kampung Jumlah PersenNo Pendidikan (Org) (%)
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 Tdk Sekolah - 1 - - 1 0.522 Tidak Tmt SD 15 20 8 15 58 30.373 Tamat SD 16 20 34 12 82 42.934 Tamat SLTP 4 7 6 9 26 13.615 Tamat SLTA 4 10 4 2 20 10.476 Tamat PT - 1 3 - 4 2.10
Jumlah 39 59 55 38 191 100
Data pada tabel 16 memperlihatkan bahwa proporsi terbesar tingkat pendidikan
masyarakat adalah tamat SD sebesar 42.93 %. Apabila tingkat pendidikan
dibandingkan dengan masing-masing kelompok responden maka pada kelompok
responden yang terlibat kegiatan ekowisata bahari didominasi oleh tingkat pendidikan
SLTA sedangkan kelompok responden yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari
didominasi oleh tingkat pendidikan SD. Proporsi tingkat pendidikan berdasarkan
kelompok responden dapat dilihat pada tabel 18. Pada Tabel 18 terlihat bahwa tingkat
pendidikan masyarakat yang terlibat ekowisata bahari didominasi oleh tingkat
pendidikan SLTA yaitu sebesar 65 % .
Tabel 18 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
TerlibatNo Kampung Jumlah
SD SLTP SLTA (KK)
1 Sawandarek 4 - 4 82 Yembuba 1 2 6 93 Yenwapnor - - 1 14 Sawingray - - 2 2
Jumlah 5 2 13 20
Persen (%) 25 10 65 100
Data pada tabel
ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai
dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu
dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan mem
kelapa muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan
tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir
pendidikanpun setiap individu laki
dipastikan bisa memancing dan memanjat pohon kelapa.
Hasil wawancara dengan
ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun
setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari
menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi
Mereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai
untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan.
terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar
Gambar 4 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos
Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya,
mereka harus terlibat dalam pekerjaan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Pe
rse
nta
seK
ete
rlib
ata
n
Data pada tabel 18 juga menunjukkan bahwa masyarakat yang terlibat kegiatan
ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai
dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu
dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan mem
muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan
tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir
pendidikanpun setiap individu laki-laki yang terlahir sebagai warga Meos Mansaar
ikan bisa memancing dan memanjat pohon kelapa.
Hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa sebelum berkembang
ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun
setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari, setiap kepala keluarga
menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi
ereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai
untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan. Tingkat pendidikan kepala keluarga
terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar 4.
Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos
Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya,
mereka harus terlibat dalam pekerjaan – pekerjaan tertentu yang menuntut pendidikan
SD SMP SMA
10%
25%
65%
Tingkat Pendidikan
57
yang terlibat kegiatan
ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai
dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu
dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan memetik buah
muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan
tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir, maka tanpa
laki yang terlahir sebagai warga Meos Mansaar
diketahui bahwa sebelum berkembang
ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun
setiap kepala keluarga
menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
ereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai, seseorang mudah
Tingkat pendidikan kepala keluarga yang
Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos
Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya,
pekerjaan tertentu yang menuntut pendidikan
58
tertentu, keahlian dan keterampilan tertentu serta memiliki kemampuan yang spesifik.
Pekerjaan – pekerjaan tertentu ini disadari akan memberikan pendapatan yang jauh
lebih besar dari pendapatan yang selama ini diperoleh sebagai nelayan tradisional.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi
seseorang untuk berfikir lebih baik dan rasional serta cepat dalam menerima atau
melakukan suatu inovasi.
Lama Tinggal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama tinggal masyarakat dalam
komunitasnya yang lebih dari 10 tahun sebesar 72.25 %, dan mereka merupakan
penduduk asli Meos Mansaar. Masyarakat yang lama tinggalnya dibawah 5 tahun
adalah pendatang yang menetap dan tinggal di lokasi penelitian sehingga kemudian
menjadi bagian dari masyarakat Meos Mansaar karena telah menikah dengan warga
setempat. Komposisi lama tinggal responden dalam komunitasnya dapat dilihat pada
tabel 19.
Tabel 19 Komposisi lama tinggal masyarakat di lokasi ekowisata bahari Meos
Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No Lama Kampung Jumlah PersenTinggal (Org) (%)
(thn) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 ≤ 5 2 3 1 - 6 3.14
2 6 - 10 37 4 3 3 47 24.61
3 > 10 - 52 51 35 138 72.25
Jumlah 39 59 55 38 191 100
Data pada tabel 19 memperlihatkan bahwa komposisi lama tinggal responden
pada Kampung Sawandarek berbeda dengan tiga kampung lainnya. Pada Kampung
Sawandarek proporsi tertinggi lama tinggal responden adalah 6 – 10 tahun atau
berkategori sedang, sedangkan Kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray
59
proporsi tertinggi lama tinggal responden adalah lebih dari 10 tahun. Kecenderungan
ini terjadi karena Kampung Sawandarek adalah kampung yang baru berusia 10 tahun
yang sebelumnya merupakan salah satu dusun dari Kampung Kurkapa. Sawandarek
berubah status dari dusun menjadi kampung sejak tahun 2007.
Lama tinggal responden dalam komunitasnya mempengaruhi keterikatan
emosional terhadap daerahnya. Semakin lama tinggal maka seseorang akan memiliki
keterikatan emosional yang semakin kuat dan rasa memiliki yang besar terhadap
kampungnya.
Jenis Pekerjaan
Keterlibatan masyarakat pada kegiatan ekowisata dalam jumlah yang kecil (20
orang) tidak menyebabkan pergesaran jenis pekerjaan responden di lokasi penelitian.
Umumnya sebagai masyarakat pesisir, responden di lokasi penelitian bermata
pencaharian sebagai nelayan. Saat ini setelah berkembangnya kegiatan ekowisata
sebagian besar pekerjaan responden tetap sebagai nelayan. Dari tabel 23, terlihat
bahwa 84.29 % responden bekerja di sektor pertanian (petani dan nelayan) 10.47 %
bekerja di sektor wisata (ekowisata) dan 5.24 % sebagai PNS dan pedagang kios.
Kurangnya jumlah masyarakat di lokasi penelitian yang terlibat kegiatan ekowisata
diduga karena baru satu investor yang mendirikan base resort (Papua Diving) di Meos
Mansaar sehingga kebutuhan tenaga kerja juga terbatas, spesifikasi pekerjaaan tertentu
yang dibutuhkan tidak tersedia pada masyarakat setempat. Selain itu jenis pariwisata
yang berkembang adalah wisata bahari dimana wisatawan lebih banyak melakukan
kontak dengan obyek – obyek alam yang ada dilaut (terumbu karang, ikan dan
sebagainya) sehingga kontak dengan masyarakat luas jarang terjadi. Kunjungan
wisatawan yang relatif sedikit juga diduga memperkecil keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan ekowisata bahari.
Dari hasil wawancara dengan beberapa kepala keluarga yang bekerja sebagai
nelayan bahwa hasil nelayan mereka sebelumnya dijual di Resort PT. Papua Diving,
namun karena saat ini ada pengusaha yang membeli hasil nelayan mereka dengan
60
harga yang lebih tinggi dari Papua Diving sehingga mereka beralih kepada pengusaha
yang bersangkutan. Papua Diving membeli ikan segar dari masyarakat dengan harga
Rp. 5000/kg sedangkan pengusaha (bapak Mochtar) membeli dengan harga Rp.
7000/kg untuk ikan campuran dan untuk ikan tertentu dari jenis kerapu bisa dibeli
dengan harga berkisar antara Rp. 30,000 – Rp. 300.000,-/kg.Selain itu dengan
terbukanya aksesibilitas sebagai konsekwensi dari Raja Ampat menjadi kabupaten baru
(definitif) dengan ibukota kabupatennya di Waisai yang relatif dekat dengan Meos
Mansar, menjadikan hasil nelayan mereka di jual langsung ke Waisai dan terjual
habis. Jenis pekerjaan responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 20.
Tabel 20 Jenis pekerjaan masyarakat di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat
No Jenis Kampung Jumlah PersenPekerjaan (Org) (%)
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 Sektor Pertanian- Petani - 1 - - 1 0.52- Nelayan 30 46 49 35 160 83.77
2 Sektor Wisata- Karyawan 7 7 - - 14 7.33- Transportasi
dan penginapan - 2 1 1 4 2.09- Guide - - - - - -- Pedagang 1 - - 1 2 1.05
3 Lain – lain 1 3 5 1 10 5.24
Jumlah 39 59 55 38 191 100
Pendapatan Keluarga
Pendapatan mengindikasikan kondisi ekonomi responden di lokasi penelitian.
Semakin besar pendapatan maka semakin mapan pula ekonomi sebuah keluarga
sehingga kesejahteraan ekonomi keluarga tersebut semakin tinggi. Tingkat pendapatan
responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 21.
61
Tabel 21 Pendapatan keluarga di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar Kabupaten
Raja Ampat
NoBesar Pendapatan
(Rp/bulan/kk)
Kampung Jumlah
(Org)
Persen
(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 < 700.000,- 29 31 36 28 124 64,92
2 700.000 – 1.000.000 2 16 10 6 34 17,80
3 > 1.000.000,- 8 12 9 4 33 17,28
Jumlah 39 59 55 38 191 100
Dari data pada tabel 21, terlihat bahwa kepala keluarga dengan pendapatan
diatas Rp. 1.000.000,- lebih banyak terdapat pada Yembuba, Yenwapnor dan
Sawandarek. Besarnya pendapatan ini berkorelasi dengan jumlah responden yang
terlibat dalam kegiatan ekowisata yang mana Sawandarek dan Yembuba lebih banyak
yang terlibat daripada kedua kampung lainnya. Pada Kampung Yenwapnor banyaknya
jumlah pendapatan masyarakat diatas 1 juta rupiah dikarenakan ada 5 warga
masyarakat yang berstatus sebagai guru (PNS) dengan penghasilan diatas 2 juta rupiah
perbulan. Rata – rata pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata
bahari pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 22.
Tabel 22 Rata-rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalamkegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No Keterlibatan
Rata – Rata Pendapatan (Rp/bulan/kk)Jumlah
(Rp)Persen
(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 Terlibat 1,333,750,00 1,855,000.00 2,500,000.00 2,225,000.00 7,913,750.00 70.70 %
2TidakTerlibat
578,838.71 831,600.00 963,351.85 906,250.00 3,280,040.56 29.30 %
Jumlah 2,024,937.50 2.513.386,04 3,583,351.85 3,201,718.75 11,193,790.56 100
Dari data pada tabel 22, terlihat bahwa persentase rata – rata pendapatan
masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata adalah 70.70 % sedangkan yang tidak
terlibat sebesar 29.30 %. Sekalipun jumlah responden yang terlibat dalam kegiatan
ekowisata hanya 10.47 % namun karena pendapatan dari keterlibatan tersebut cukup
62
tinggi sehingga pendapatan rata – rata responden yang terlibat melebihi pendapatan
rata – rata responden yang tidak terlibat.
Kondisi Sosial Masyarakat
Struktur Penduduk
Total penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2008 adalah sebesar 41,170
jiwa yang terdiri atas 21,719 jiwa laki-laki (52.75 %) dan 19,451 jiwa perempuan
(47.25 %). Khusus di Distrik Meos Mansaar, jumlah penduduk sebesar 2,243 jiwa
yang terdiri atas 1,211 jiwa laki – laki (53.99 %) dan 1,032 jiwa perempuan (46.01 %)
dengan jumlah kepala keluarga 441 KK. Dengan demikian 5.45 % jiwa dari seluruh
penduduk Kabupaten Raja Ampat yang terdiri atas 5.58 % .% laki – laki dan 5.31 %
perempuan tinggal di Distrik Meos Mansaar.
Distrik Meos Mansaar terdiri atas 9 kampung dengan luas wilayah 169.6966
Km2 dan kepadatan penduduk yang rendah yaitu 13.22 jiwa/km2. Sebaran penduduk
menurut kampung (desa) di Distrik Meos Mansaar terlihat pada tabel 23.
Tabel 23 Jumlah penduduk di Distrik Mios Mansaar
Jumlah Penduduk JumlahNo Kampung
KK L P L + P
1 Yembekwan* 74 160 157 3172 Yembuba* 59 177 152 3293 Sawingray* 38 102 95 1974 Arborek 30 90 83 1735 Kapisawar 27 77 64 1416 Kabui 77 178 166 3447 Yenwapnor 55 163 144 3078 Kurkapa 42 138 118 2569 Sawandarek* 39 94 85 179
Total 441 1,179 1,064 2,243
Ket : *) Kampung/Desa yang menjadi lokasi penelitian
Sumber : Kantor Distrik Meos Mansaar, 2009.
Laju pertumbuhan penduduk Raja Ampat dari tahun 2000 sampai dengan tahun
2006, adalah 18,55 % sehingga laju pertumbuhan rata-rata per tahun adalah 3,09 %.
Laju pertumbuhan tertinggi terjadi di Distrik Waigeo Selatan (termasuk Meos
63
Mansaar) sebesar 8,67 % sedangkan terendah terjadi di Distrik Kepulauan Ayau (0,10
%).
Berdasarkan umur, maka sebaran penduduk di Distrik Meos Mansaar terdiri atas
kelompok 0 – 14 tahun sebanyak 523 jiwa laki – laki (43.21 % ) dan 445 jiwa
perempuan (43. 12 %), pada kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 665 jiwa laki –
laki (54.87 %) dan 570 jiwa perempuan (55.23 %), dan pada kelompok umur
samadengan atau lebih besar dari 65 tahun, sebanyak 23 jiwa laki – laki (1.92 %) dan
17 jiwa perempuan (1.65 %). Sebaran umur pada lokasi penelitian adalah 0 – 14 tahun
sebanyak 220 jiwa laki – laki (41.25 % ) dan 209 jiwa perempuan (42.64 %), pada
kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 301 jiwa laki – laki (56.50 %) dan 278 jiwa
perempuan (56.95 %), dan pada kelompok umur diatas 65 tahun, sebanyak 12 jiwa laki
– laki (2.25 %) dan 2 jiwa perempuan (0.41 %).
Perilaku Masyarakat
Kegiatan wisata pada umumnya dapat mempengaruhi perilaku seseorang melalui
wisatawan. Kehadiran para wisatawan dengan beragam latar belakang kebudayaan
dapat memberikan kontribusi terhadap perilaku individu yang sering dan selalu
berinteraksi dengan wisatawan tersebut (Marpaung dan Bahar, 2002).
Perilaku yang positif pada masyarakat juga terlihat dari sikap mereka terhadap
keberadaan sumberdaya alam baik yang terdapat di darat maupun yang dilaut. Sikap ini
ditunjang dengan adanya pengetahuan mereka tentang manfaat terumbu karang bagi
kelangsungan hidup mahluk air laut lainnya. Selain pengetahuan tentang terumbu
karang, masyarakat juga memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan bagi
kelangsungan hidup manusia dan pengaruhnya terhadap mahluk hidup dilaut termasuk
terumbu karang. Interaksi antara pengetahuan dan sikap kemudian memunculkan aksi
atau tindakan berupa perlindungan terhadap hutan dan laut. Melalui kegiatan
pendampingan yang dilakukan oleh Conservation International Indonesia (CII) dan
Unit Pelaksanaan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II (Coremap
II), maka dibentuklah Daerah Perlindungan Laut (DPL) setiap kampung yaitu
64
hamparan terumbu karang pada pesisir dan laut yang ada di areal sekitar kampung.
Pada setiap DPL tidak diperbolehkan adanya kegiatan penangkapan ikan.
Perilaku masyarakat untuk melindungi kawasannya dari kerusakan semakin
terpelihara dengan hadirnya para wisatawan. Masyarakat telah mengetahui bahwa
terumbu karang dan keanekaragaman mahluk hidup baik yang di darat maupun dilaut
dapat menjadi atraksi wisata yang mengagumkan. Masyarakat menyadari dan
mengetahui bahwa hanya dengan melihat dan menikmati keindahan pada setiap atraksi
wisata, dapat menghasilkan uang bagi daerah maupun masyarakat sendiri.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ada perilaku – perilaku tertentu
dari masyarakat yang meniru apa yang telah dibuat oleh Papua Diving. Sebelumnya
yang bersangkutan pernah bekerja sebagai karyawan di Papua Diving. Warga tersebut
kemudian keluar dan membuat usaha penginapan (homestay) khusus bagi wisatawan
asing dan menyusun paket wisata (dari administrasi sampai pelaksanaannya)
mencontoh pada apa yang dilihat dan dikerjakan ketika bekerja di Papua Diving.
Pranata Sosial
Pranata sosial yang terdapat dalam lembaga sosial yang berperan dalam
kehidupan bermasyarakat setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari adalah
lembaga gereja dan adat. Seluruh kepala keluarga (100%) menyatakan bahwa lembaga
sosial yang berperan penting dalam kehidupan mereka adalah lembaga gereja dan adat.
Sedangkan lembaga – lembaga sosial yang ada dalam masyarakat selain lembaga
gereja dan adat, terdapat pula lembaga kepemudaan dan lembaga yang bergerak dalam
bidang pariwisata.
Setelah adanya kegiatan ekowisata, satu-satunya lembaga sosial yang terbentuk
adalah lembaga yang bergerak dalam bidang wisata yaitu di Kampung Sawingray
dengan nama “Sanggar Wisata Sawingray”. Tujuan berdirinya sanggar ini adalah untuk
mengakomudir semua hasil kerajinan tangan berupa anyam-anyaman dari daun tikar
(sejenis pandan hutan). Hasil kerajinan tangan ini berupa topi, keranjang mini (noken),
miniatur perahu semang, ukiran patung, senat dan tikar mini.
65
Nilai /Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat
Nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat dapat dilihat dari tiga aspek yaitu
norma hidup bermasyarakat, aturan adat yang berlaku dan hubungan sosial antara
masyarakat. Secara umum dapat dinyatakan bahwa nilai/norma sosial dan ikatan adat
istiadat dalam berbagai aspek kehidupan di empat lokasi penelitian setelah
berkembangnya kegiatan ekowisata bahari termasuk kategori kuat. Sebanyak 93.18 %
kepala keluarga di lokasi penelitian masih memegang kuat norma hidup dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk aturan adat, sebanyak 90.31 % kepala keluarga masih
kuat memberlakukan aturan adat dalam kehidupannya dan untuk hubungan sosial
sebanyak 88.04 % kepala keluarga masih kuat dalam menjalin hubungan sosial antara
warga. Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan norma sosial dan ikatan adat
istiadat dapat dilihat pada tabel 24.
Tabel 24 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial dan ikatanadat istiadat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten RajaAmpat
Norma Sosial Pemberlakuan dalam Kehidupan Masyarakatdan Adat Istiadat Kuat Sedang Lemah
SawandarekNorma Hidup Bermasyarakat 97.44 % - 2.56 %Aturan Adat yang Berlaku 97.44 % - 2.56 %Hubungan Sosial 82.05 % 15.38 % 2.57 %
YembubaNorma Hidup Bermasyarakat 89.83 10.17 % -Aturan Adat yang Berlaku 86.44 % 8.47 % 5.09 %Hubungan Sosial 86.44 % 10.17 % 3.39 %
YenwapnorNorma Hidup Bermasyarakat 85.45 % 10.91 % 3.64 %Aturan Adat yang Berlaku 80 % 14.55 % 5.45 %Hubungan Sosial 83.67 % 12.73 % 3.60 %
SawingrayNorma Hidup Bermasyarakat 100 % - -Aturan Adat yang Berlaku 97.37 % - 2.63 %Hubungan Sosial 100 % - -
Salah satu adat yang masih bertahan di masyarakat Raja Ampat khususnya di
Meos Mansaar adalah kearifan lokal masyarakat yang disebut “sasi” yang sering
66
dilakukan untuk melindungi hasil laut di wilayahnya. Tujuannya untuk mendapatkan
hasil yang berlimpah, juga dipergunakan untuk membangun gereja dan desa.
Proses Sosial
Proses sosial yang dikaji dalam kehidupan masyarakat di lokasi penelitian ini
adalah bentuk kerjasama dan konflik. Bentuk kerjasama yang sering terjadi dalam
kehidupan masyarakat di lokasi penelitian berupa gotong royong, kerja bakti, dan
saling tolong menolong. Seluruh kepala keluarga (100 %) di lokasi penelitian tetap
menjalin kerjasama seperti gotong royong, kerja bakti dan tolong menolong dalam
membangun rumah ibadah maupun rumah pribadi, pembersihan kampung serta hajatan
warga. Proses sosial setelah berkembangnya kegiatan ekowisata dapat dilihat pada
tabel 25.
Tabel 25 Keadaan masyarakat berdasarkan bentuk kerjasama dan konflik setelahkegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Keadaan Kepala Keluarga
Proses Sosial Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Bentuk Kerjasama1. Gotong royong 39 100 59 100 55 100 38 100
2. Kerja bakti 39 100 59 100 55 100 38 100
3. Hajatan 39 100 59 100 55 100 38 100
Bentuk Konflik1. Kepemilikan lahan 39 100 59 100 - - - -
2. Kelola SDA - - - - - - - -
3. Lain – lain - - - - - - - -
Bentuk konflik yang terjadi selama ini di lokasi penelitian adalah konflik
kepemilikan lahan. Untuk konflik yang terjadi setelah berkembangnya kegiatan
ekowisata bahari, sebayak 51,31 % kepala keluarga terlibat dalam konflik kepemilikan
lahan. Setelah berkembangnya kegiatan ekowisata, bentuk kerjasama tetap berjalan dan
67
dipertahankan seperti sebelumnya, namun terjadi konflik kepemilikan lahan. Konflik
kepemilikan lahan terjadi pada Kampung Sawandarek dan Yembuba.
Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata Bahari
Persepsi masyarakat merupakan respon terhadap upaya pengembangan ekowisata
bahari di Kawasan Meos Mansaar baik oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2,62 % responden menyatakan sangat setuju,
83,77 % menyatakan setuju dan sisanya sebanyak 13,61 % menyatakan ragu-ragu.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 26.
Tabel 26 Persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengembangan ekowisata di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
Persepsi Kepala KeluargaKategori Jumlah Persen (%)
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
Sangat Setuju 1 2 1 1 5 2.62Setuju 33 49 47 31 160 83.77Ragu – ragu 5 8 7 6 26 13.61Tidak Setuju 0 0 0 0 0 0.00Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0 0 0.00
Data pada tabel 26 menunjukkan bahwa sekalipun masyarakat yang terlibat
dalam kegiatan ekowisata bahari saat ini masih sangat sedikit, namun sesungguhnya
harapan masyarakat sangat tinggi terhadap pengembangan ekowisata bahari. Hal ini
merupakan modal dalam pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar. Tanpa
adanya harapan masyarakat, maka aktivitas ekowisata tidak akan berjalan dengan baik
sesuai dengan yang diharapkan.
Alasan masyarakat yang menyatakan sangat setuju dan setuju adalah bahwa
kegiatan ekowisata bahari ini sebenarnya tidak akan menguras sumberdaya alam yang
ada di Meos Mansaar karena wisatawan itu hanya melihat – lihat keindahan bawah laut
dan mereka tidak mengambilnya. Masyarakat sangat berharap agar suatu saat mereka
mampu dan dapat menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan ekowisata
68
bahari. Untuk harapan tersebut, tanggung jawab disandarkan dipundak generasi-
generasi muda dan juga kepada pemerintah. Masyarakat menyadari bahwa untuk
menggapai harapan itu, tentu diperlukan sumberdaya manusia yang memiliki
kreatifitas dan intelektualitas. Indikatornya adalah jenjang pendidikan. Masyarakat
juga memberikan apreasi yang tinggi atas usaha – usaha yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti TNC, CI, dan
Coremap dalam bentuk pelatihan diving, peningkatan keterampilan berbahasa inggris
maupun studi banding ke daerah yang sudah maju sektor wisata seperti Bali, Manado,
dan lain – lain. Semuanya itu dilakukan dalam rangka peningkatan kesiapan
masyarakat menghadapi pengembangan ekowisata di Raja Ampat umumnya dan
khususnya Meos Mansaar.
Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang ada di Sawandarek yang
tidak terlibat kegiatan ekowisata, mengatakan bahwa wisatawan asing yang datang ke
kampung mereka selalu memberi motivasi kepada orangtua supaya harus
menyekolahkan anak-anaknya. Para wisatawan itu ada yang memberi bantuan
langsung kepada anak – anak sekolah melalui kepala kampung berupa alat tulis
menulis. Bahkan ada yang setelah pulang ke negaranya masih mengirim bantuan
berupa uang untuk membantu biaya anak – anak sekolah yang berasal dari
Sawandarek.
Masyarakat yang menyatakan ragu – ragu merasa pesimis dengan perkembangan
ekowisata yang sudah ada saat ini. Menurut mereka bahwa ekowisata bahari yang
sudah berkembang ini hanya menguntungkan pihak-pihak yang mempunyai
kemampuan ekonomi sedangkan mereka hanya menjadi penonton. Ada juga
sekelompok masyarakat yang takut terjadi degradasi budaya terutama ke generasi
muda. Namun demikian mereka masih berharap perhatian yang lebih serius dari
pemerintah sehingga suatu saat mereka bisa menjadi pelaku dalam kegiatan ekowisata.
Persepsi responden terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar dapat
dilihat pada gambar 5.
Gambar 5 Persepsi masyarakatKabupaten Raja Ampat
Kondisi Ekonomi Masyarakat
Mata Pencaharian Masyarakat
Adanya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar
sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan
kesempatan berusaha pada masyarakat lokal
pencaharian masyarakat yaitu di sektor pariwisata.
Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian
masyarakat dari sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi
10.47 % bekerja pada sektor
% (20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai
karyawan di Base resort Papua Diving sebanyak
transportasi laut 20 % (4 KK) dan
pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada
tabel 27.
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
Sawandarek
2,56%
84,62%P
ers
enta
se
masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari di MeosKabupaten Raja Ampat.
Ekonomi Masyarakat
Masyarakat
danya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar
sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan
kesempatan berusaha pada masyarakat lokal karena telah memperluas jenis mata
pencaharian masyarakat yaitu di sektor pariwisata.
Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian
masyarakat dari sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi 83.77 % nelayan dan
10.47 % bekerja pada sektor pariwisata serta 5.24 % bekerja disektor lain. Dari 10.47
(20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai
karyawan di Base resort Papua Diving sebanyak 70 % (14 KK), pemilik homestay dan
% (4 KK) dan 5 % (1 KK) sebagai pengrajin cinderamata.
pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
2,56% 3,39% 1,82% 2,63%
84,62% 83,05%85,45%
81,58%
12,82% 13,56% 12,73%15,79%
0% 0% 0% 0%0% 0% 0% 0%
Kampung
Sangat Setuju
Setuju
Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
69
terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar
danya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar
sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan
telah memperluas jenis mata
Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian
83.77 % nelayan dan
% bekerja disektor lain. Dari 10.47
(20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai
% (14 KK), pemilik homestay dan
(1 KK) sebagai pengrajin cinderamata. Jenis
pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada
Sangat Setuju
Setuju
Ragu-Ragu
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
70
Tabel 27 Jenis pekerjaan kepala keluarga yang terlibat dalam kegiatan ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Kampung Jumlah PersenNo Pekerjaan (Org) (%)
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 Karyawan PD 7 7 - - 14 702 Pemilik trans
Portasi danpenginapan - 2 1 1 4 20
3 Pedagang ikandan kelapa - - - 1 1 5
4 Pengrajin cinderamata 1 - - - 1 5
Jumlah 8 9 1 2 20 100
Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bila dibedakan berdasarkan
kampung maka jumlah kepala keluarga yang terlibat dari kampung Yembuba sebanyak
9 KK , Sawandarek 8 KK, Sawingray 2 KK dan Yenwapnor 1 KK. Jarak Kampung
Yembuba dan Sawingray ke Resort Papua Diving (Kri resort dan Sorido bay resort)
lebih dekat (< 8 km) dibanding dengan Kampung Yenwapnor dan Sawingray. Selain
lebih dekat. Jarak yang dekat dengan resort mengakibatkan frekwensi kontak antara
masyarakat dengan pihak papua diving lebih besar sehingga informasi dari manajemen
Papua Diving lebih cepat diterima.
Pendapatan Masyarakat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di Kampung
Sawandarek setelah berkembangnya ekowisata adalah Rp. 696,393.94 . Pendapatan
rata – rata masyarakat di Kampung Yembuba setelah berkembangnya ekowisata adalah
sebesar Rp. 957,456.14. Pendapatan rata – rata masyarakat di Kampung Yenwapnor
setelah berkembangnya ekowisata adalah sebesar Rp. 963,166.67. Pendapatan rata –
rata masyarakat Sawingray setelah berkembangnya ekowisata adalah sebesar Rp.
71
979,605.26. Rata – rata pendapatan masyarakat setelah berkembangnya ekowisata
bahari dapat dilihat pada tabel 28.
Tabel 28 Rata – rata pendapatan setelah kegiatan ekowisata di Meos MansaarKabupaten Raja Ampat
No Kampung Rata – rata Pendapatan(Rp/bulan/kk)
1 Sawandarek 696,393.942 Yembuba 957,456.143 Yenwapnor 963,166.674 Sawingray 979,605.26
Rataan 899,155.50
Pengeluaran Masyarakat
Rata – rata pengeluaran keluarga setelah berkembangnya ekowisata antara lain di
Sawandarek Rp. 423,696.97, Yembuba Rp. 804,885.96,Yenwapnor Rp. 703,425.93, dan
Sawingray Rp. 687,500.00. Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata
dilihat pada tabel 29.
Tabel 29 Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
No Kampung Rata – rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)
1 Sawandarek 423,696.972 Yembuba 804,885.963 Yenwapnor 703,425.934 Sawingray 687,500.00
Jumlah 654,877.21
Pengeluaran responden untuk kebutuhan bukan makanan seperti kesehatan,
pendidikan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil, sedangkan pengeluaran untuk
perbaikan rumah sifatnya sangat insidential dan sangat jarang dilakukan. Seandainya
ada masyarakat yang membangun atau memperbaiki rumah, maka biaya yang
dikeluarkan juga tidak terlalu besar karena dilakukan secara gotong royong bersama
warga kampung. Selain itu jenis rumah responden yang umumnya tidak permanen
72
dengan menggunakan bahan alami (Kayu, bambu dan daun sagu) cukup tersedia
sehingga jarang untuk membeli bahan bangunan. Jenis dan pola pengeluaran responden
sebelum dan setelah berkembangnya kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 30.
Tabel 30 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di KampungSawandarek Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)
1. Pangan :* Beras 152,419.58* Lauk pauk 77,172.63
2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 58,455.67* Kesehatan 17,701.92* Pendidikan 24,389.51* Biaya sosial 10,778.57
3. Lain – lain 82,778.89
Jumlah 423,696.97
Tabel 31 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di KampungYembuba Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)
1. Pangan :* Beras 310,612.23* Lauk pauk 143,905.82
2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 101,534.35* Kesehatan 40,343.50* Pendidikan 32,984.71* Biaya sosial 14,890.74
3. Lain – lain 160,614.61
Jumlah 804,885.96
73
Tabel 32 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di KampungYenwapnor Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)
1. Pangan :* Beras 237,832.36* Lauk pauk 140,000.07
2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 79,421.81* Kesehatan 43,289.92* Pendidikan 71,431.95* Biaya sosial 12,635.20
3. Lain – lain 118,813.96
Jumlah 703,425.93
Tabel 33 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di Kampung
Sawingray Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)
1. Pangan :* Beras 257,211.66* Lauk pauk 139,926.77
2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 88,100.18* Kesehatan 54,551.46* Pendidikan 52,501.32* Biaya sosial 12,568.23
3. Lain – lain 82,640.38
Jumlah 687,500.00
Kondisi Perumahan Masyarakat
Dalam penelitian ini, kondisi rumah dibedakan atas tiga kategori yaitu permanen,
semi permanen dan tidak permanen yang diperoleh berdasarkan kriteria kualitas
dinding, lantai, atap, luas lantai rumah dan status kepemilikan. Berdasarkan kriteria ini,
74
maka kondisi perumahan masyarakat setelah pengembangan ekowisata bahari dapat
dilihat pada tabel 34.
Tabel 34 Kondisi perumahan masyarakat setelah kegiatan ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
No Kampung Kategori
Permanen Semi Permanen Tidak Permanen(Unit) (Unit) (Unit)
1. Sawandarek 0 2 292. Yembuba 4 25 223. Yenwapnor 11 24 204. Sawingray 2 12 15
Jumlah (Unit) 17 63 86
Persen (%) 10.24 37.95 51.81
Setelah kegiatan ekowisata bahari, kondisi perumahan masyarakat tidak
mengalami perubahan yang berarti. Rumah anggota masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan ekowisata bahari tidak juga mengalami perubahan. Bahkan ada warga yang
bekerja / terlibat dengan kegiatan ekowisata bahari tapi masih menumpang pada
keluarganya.
Aset Masyarakat
Pemilikan asset dibedakan atas dua bagian yaitu asset rumah tangga (internal
asset) dan aset produktif / modal yang digunakan untuk mendukung usaha. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jumlah aset rumah tangga responden di Kampung
Sawandarek saat ini adalah Rp. 221,850,000. Jumlah aset rumahtangga di Kampung
Yembuba saat ini adalah Rp. 625,150,000. Jumlah aset rumahtangga di Kampung
Yenwapnor saat ini lebih besar yaitu Rp. 769,400,000. Jumlah aset rumahtangga di
Kampung Sawingray saat ini adalah Rp. 334,675,000.
Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Sawandarek saat ini adalah Rp.
140,450,000. Jumlah asset produktif masyarakat di Kampung Yembuba saat ini adalah
Rp. 229,000,000. Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Yenwapnor saat ini
75
adalah Rp. 201,500,000. Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Sawingray
saat ini adalah Rp 170,850,000. Jumlah aset masyarakat setelah kegiatan ekowisata
dapat dilihat pada tabel 35.
Tabel 35 Jumlah aset masyarakat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar
Kabupaten Raja Ampat
Kelompok Asset Harga (Rp)
Asset Rumah Tangga* Televisi 38,840,000.* Radio/Tape Recorder 23,160,000* Bufet 23,625,000* Lemari 38,000,000* Kulkas 3,900,000* Rumah 1,807,000,000* Genset 16,550,000.Jumlah 1,951,075,000
Asset Produktif* Homestay 30,000,000* Warung 6,500,000.* Perahu 119,800,000* Lain – lain 585,500,000Jumlah 741,800,000
Investasi
Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat merupakan
suatu usaha/proyek yang dibangun oleh PT. Papua Diving. Sebagai suatu proyek,
Papua Diving tentu memerlukan sejumlah dana dan fasilitas agar tujuan
menyelenggarakan kegiatan ekowisata bahari dapat tercapai dalam waktu tertentu.
Agar proyek dapat berhasil maka manajemen perlu memperhatikan beberapa aspek
seperti infrastruktur, superstruktur dan struktur ekonomi.
Oleh karena semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi dunia usaha,
maka manajemen Papua Diving dituntut untuk selalu inovatif dan kreatif agar
usahanya terus berkembang. Salah satu faktor yang ikut menentukan masa depan suatu
perusahaan adalah kebijakan investasi. Merencanakan suatu investasi tidak hanya
76
sekedar menambah aktiva atau fasilitas yang telah ada, namun juga memberikan nilai
positif bagi perusahaan.
Papua Diving sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pariwisata
khususnya ekowisata bahari, maka pada tahap awal telah membangun beberapa
fasilitas guna mendukung kegiatannya. Fasilitas yang dibangun pada tahun 2003 di
resort Kri dapat dilihat pada tabel 36.
Tabel 36 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Kri
No. Jenis Fasilitas Harga (Rp)
1. Homestay 7 unit @. Rp. 40.000.000,- = Rp. 280.000.000,-
2. Dapur 1 unit @. Rp. 25.000.000,- = Rp. 25.000.000,-
3. Rumah santai I unit @. Rp. 35.000.000,- = Rp. 25.000.000,-
4. Barak Karyawan 2 unit @.Rp. 30.000.000,- = Rp. 60.000.000,-
5. Gudang Peralatan 1 unit @. Rp. 20.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
6. Gudang BBM 1 unit @ Rp. 15.000.000,- = Rp. 15.000.000,-
7. Dermaga I unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 60.000.000,-
8. Tabung/Tangki O2 10 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 40.000.000,-
9. Regulator 5 set @. Rp. 6.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
10. Base CD/rompi 5 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
11. Snorkel 5 unit @. Rp. 400.000,- = Rp. 2.000.000,-
12. Sepatu 5 pasang @. Rp. 350.000,- = Rp. 1.750.000,-
13. Senter 5 buah @. Rp. 600.000,- = Rp. 3.000.000,-
14. Fin 5 buah @. 1.800.000,- = Rp. 9.000.000,-
15. Speed Boat 3 unit @. Rp. 70.000.000,- = Rp. 210.000.000,-.Jumlah = Rp. 660.250.000,-
Setelah kegiatan ekowisata berkembang, maka pada tahun 2005, Papua Diving
menambah investasinya dan membuka resort baru yaitu Resort Sorido. Fasilitas yang
dibangun di Resort Sorido dapat dilihat pada tabel 37.
77
Tabel 37 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Sorido
No. Jenis Fasilitas Harga (Rp
1. Homestay 3 unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 180.000.000,-2. Homestay 4 unit @. Rp. 35.000.000,- = Rp. 145.000.000,-2. Dapur 1 unit @. Rp. 25.000.000,- = Rp. 25.000.000,-3. Barak Karyawan 3 unit @.Rp. 40.000.000,- = Rp. 120.000.000,-5. Gudang Peralatan 1 unit @. Rp. 20.000.000,- = Rp. 20.000.000,-6. Gudang BBM 1 unit @ Rp. 15.000.000,- = Rp. 15.000.000,-7. Dermaga I unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 60.000.000,-8. Tabung/Tangki O2 20 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 80.000.000,-9. Regulator 4 set @. Rp. 6.000.000,- = Rp. 24.000.000,-10. Base CD/rompi 4 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 16.000.000,-11. Snorkel 5 unit @. Rp. 400.000,- = Rp. 2.000.000,-12. Sepatu 5 pasang @. Rp. 350.000,- = Rp. 1.750.000,-13. Fin 5 buah @. 1.800.000,- = Rp. 9.000.000,-14. Speed Boat 3 unit @. Rp. 70.000.000,- = Rp. 210.000.000,-
Jumlah = Rp. 907.750.000,-
Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar terus berkembang, sehingga Papua
Diving pada tahun 2008 menambah lagi beberapa fasilitas pendukung antara lain :
1. Speed Boat 1 unit @. Rp. 550.000.000,- = Rp. 550.000.000,-.Jumlah = Rp. 550.000.000,-,-
Penyelenggaraan kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar tidak hanya
dilakukan oleh PT Papua Diving, tetapi juga oleh PT Radil yang saat ini dalam taraf
pembangunan fasilitas penginapan, kantor, dermaga dan perumahan karyawan.
Pelaksanaan Kegiatan ekowisata direncanakan pada awal januari 2010.
78
Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari
Dampak Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat
Struktur penduduk
Pengembangan kegiatan ekowisata bahari oleh PT. Papua Diving tidak
membutuhkan tenaga kerja yang banyak khususnya yang berasal dari luar Distrik Meos
Mansaar sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk setempat.
Dari data yang diperoleh melalui wawancara pada empat lokasi penelitian, hanya
terdapat 5 kepala keluarga (3.14 %) yang bukan penduduk asli (pendatang). Dari 6
kepala keluarga tersebut tercatat hanya 1 kepala keluarga yang terlibat dengan kegiatan
ekowisata, 1 kepala keluarga sebagai pedagang dan 4 kepala keluarga sebagai nelayan.
Faktor penyebab hadirnya 5 KK sebagai penduduk di lokasi penelitian adalah karena
menikah dengan penduduk asli setempat sebanyak 5 KK, dan 1 KK tertarik untuk
berdagang.
Jumlah tenaga kerja di PT. Papua Diving menurut informasi dari mantan
karyawan Papua Diving( Zakarias Weder) ± 90 orang . Karyawan asli papua (termasuk
Meos Mansaar) sebanyak 70 orang dan 20 orang adalah pendatang. Namun karena
posisi resort Papua Diving (Kri resort dan Sorido Bay resort) yang terpisah dengan
Kampung (pulau Mansuar) sehingga karyawan pendatang tidak tercatat sebagai
penduduk kampung setempat.
Mencermati kecilnya jumlah pendatang yang menjadi penduduk di kampung-
kampung pada lokasi penelitian, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan ekowisata
bahari tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk. Terkait dengan
pengembangan ekowisata di Meos Mansaar, maka kecilnya jumlah pendatang yang
bekerja pada sektor wisata dikarenakan kebutuhan tenaga kerja di Papua Diving sangat
terbatas. Keterbatasan ini disebabkan perusahaan tersebut baru memiliki 2 base resort
di pulau Mansaar.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan di Kampung Kurkapa (distrik Meos
Mansaar), terdapat 1 unit perusahaan (PT. RADIL) yang sampai dengan saat penelitian
79
masih dalam taraf pembangunan fasilitas penginapan, dan direncanakan
operasionalnya pada januari 2010. Kehadiran PT. RADIL dalam kegiatan ekowisata
bahari diperkirakan akan merubah struktur penduduk karena dapat menjadi faktor
penarik bagi pendatang untuk mendapatkan lapangan pekerjaan.
Perilaku Masyarakat
Perilaku masyarakat Meos Mansaar terhadap lingkungan hidupnya memang
merupakan kebiasaan yang sudah terbentuk sejak nenek moyang mereka, namun
perilaku ini semakin intensif setelah adanya kegiatan ekowisata bahari dan pemekaran
Raja Ampat menjadi kabupaten definitif. Adanya ekowisata tidak merubah perilaku
positif masyarakat terhadap lingkungan. Hal ini selaras dengan salah satu tujuan
kegiatan ekowisata yaitu membangun kepedulian terhadap lingkungan (Hakim 2004).
Masyarakat mengakui bahwa kegiatan ekowisata saat ini belum memberikan
manfaat langsung berupa peningkatan pendapatan dan mata pencaharian kepada
sebagian besar masyarakat Meos Mansaar, namun harapan terhadap kegiatan ekowisata
bahari dimasa depan sangat tinggi. Masyarakat berharap pemerintah dapat
mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu warga sehingga mereka dapat
berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekowisata bahari.
Perilaku masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidupnya semakin
positif apabila semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata
bahari di waktu mendatang. Dikuatirkan harapan masyarakat akan menurun apabila
perjalanan kegiatan ekowisata tidak mampu melibatkan lebih banyak warga. Hal ini
akan berdampak negatif terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar.
Pranata Sosial
Dua lembaga sosial atau lembaga masyarakat yang sangat berperan dalam
kehidupan masyarakat Meos Mansaar adalah Lembaga Gereja dan Lembaga Adat baik
sebelum ataupun setelah berkembangnya kegiatan ekowisata. Lembaga gereja sebagai
lembaga yang selalu mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai religius kepada
80
masyarakat Meos Mansaar tetap bertahan ditengah – tengah kehidupan masyarakat.
Nilai – nilai religius ini tidak berubah dengan adanya pengembangan ekowisata.
Kehadiran para wisatawan asing yang terkadang melakukan ibadah di Kampung
Sawandarek secara tidak langsung menambah motivasi masyarakat untuk tetap
mengamalkan nilai-nilai religius yang diajarkan oleh lembaga gereja. Kesadaran
sebagai satu keluarga besar yang tergabung dalam lembaga gereja semakin kuat antara
lain termotivasi oleh kehadiran wisatawan. Hasil wawancara dengan Kepala Kampung
Sawandarek mengatakan bahwa mereka (wisatawan) yang pintar dan kaya saja tetap
menjalankan kewajibannya sebagai seorang hamba Tuhan apalagi kita yang serba
kekurangan ini. Apa alasan kita untuk tidak menjalankan kewajiban kita sebagai
seorang hamba Tuhan. Kuatnya lembaga gereja dalam kehidupan masyarakat Meos
Mansaar juga terkait dengan sejarah migrasinya orang-orang Biak dan Numfor ke Raja
Ampat mengikuti Koreri (Manarmaker). Koreri atau Manarmaker menurut legenda
Biak adalah seorang hamba pilihan yang diutus Tuhan untuk menjalankan ajaran
agama. Dari cerita ini dapat dipahami bahwa sejak dulu lembaga gereja sudah
memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
Selain lembaga gereja, lembaga adat juga memegang peranan penting dalam
kehidupan masyarakat di Meos Mansaar. Aturan adat selalu mewarnai aktivitas
masyarakat Meos Mansaar. Kuatnya lembaga adat juga tidak terlepas dari sejarah
lahirnya Raja Ampat sebagai suatu wilayah kerajaan yang kuat dengan penerapan adat
istiadatnya.
Kuatnya peranan lembaga gereja dan adat ditengah berkembangnya kegiatan
ekowisata bahari di Meos Mansaar menunjukkan bahwa nilai-nilai yang baik yang
telah diyakini kebenarannya selama puluhan bahkan ratusan tahun tidak mudah
terpengaruh oleh adanya pariwisata yang menurut Pitana dan Gayatri (2005) memiliki
energi dobrak yang luar biasa yang mampu membuat masyarakat lokal mengalami
metamorfose dalam berbagai aspek kehidupan. Penelitian yang juga dilakukan oleh
Pitana (1995) dalam Pitana dan Gayatri (2005) di Ubud (Bali) menunjukkan bahwa
eksistensi organisasi sosial tradisional di Ubud seperti solidaritas ”Banjar” tetap tinggi
81
ditengah pesatnya perkembangan pariwisata di Bali. Lebih lanjut Sudiarmawan (1994)
dalam Pitana dan Gayatri (2005) melaporkan bahwa desa adat dan banjar adat di Ubud
justru semakin kuat dengan semakin berkembangnya pariwisata.
Berkembangnya ekowisata bahari di Meos Mansaar Raja Ampat justru
melahirkan adanya lembaga sosial yang lain yaitu Sanggar Wisata. Lahirnya Sanggar
Wisata ini atas dasar keinginan untuk mengelola atau menampung berbagai kerajinan
tangan masyarakat yang dapat dijadikan souvenir oleh wisatawan.
Nilai /Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat
Pola sikap dan tingkah laku dalam menjalin hubungan sosial dalam suatu
kelompok masyarakat sangat ditentukan oleh nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat
yang berlaku dalam kelompok tersebut. Adanya kegiatan ekowisata bahari
memberikan peluang terjadinya perubahan terhadap nilai/norma sosial dan ikatan adat
istiadat yang berlaku di Meos Mansaar. Perubahan ini dapat terjadi karena terjadinya
interaksi antara masyarakat lokal dengan para wisatawan. Interaksi ini tidak hanya
terjadi pada mereka yang yang secara langsung melayani kebutuhan wisatawan tetapi
terjadi pada masyarakat secara luas. Faktor – faktor yang diamati terkait dengan
nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat masyarakat di Meos Mansaar setelah
berkembangnya ekowisata bahari adalah norma hidup bermasyarakat, adat istiadat
yang berlaku dan hubungan sosial antar masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ketiga faktor tersebut diatas masih berlaku kuat dalam kehidupan masyarakat
Meos Mansaar. Artinya bahwa pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar
tidak memberikan dampak terhadap nilai/norma sosial dan adat istiadat yang selama ini
berlaku disana. Nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat yang berlaku sebelum
berkembangnya kegiatan ekowisata bahari tetap berlaku sampai saat ini.
Jenis ekowisata yang dikembangkan di Meos Mansaar adalah jenis ekowisata
bahari dan tergolong wisata alam sehingga objek yang sering ditemui adalah benda –
benda alam (bukan manusia). Menurut Pitana dan Gayatri (2005), interaksi antara
wisatawan dan masyarakat semakin intensif kalau jenis pariwisata yang dikembangkan
82
adalah pariwisata budaya karena kebudayaan melekat pada kehidupan masyarakat.
Pada pariwisata budaya, peluang terjadinya interaksi antara wisatawan dengan
masyarakat semakin besar karena obyek dari wisata budaya adalah masyarakat.
Semakin sering terjadinya interaksi, pengaruh terhadap nilai/norma sosial dan ikatan
adat istiadat semakin besar.
Ekowisata bahari yang telah dikembangkan di Meos Mansaar Kabupaten Raja
Ampat jelas meminimalkan interaksi yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat
lokal. Kecilnya interaksi yang terjadi juga dipengaruhi oleh karakteristik wilayah Meos
Mansaar yang terdiri dari pulau – pulau kecil. Resort Papua Diving terletak di Pulau
Manswar yang tidak berpenduduk. Untuk ke Pulau Mansuar harus melalui laut.
Interaksi secara kontinue hanya terjadi pada masyarakat yang menjadi karyawan pada
PT. Papua Diving dan atau terbatas pada karyawan yang berprofesi sebagai driver atau
assisten diving serta kelompok masyarakat yang memiliki homestay dan transportasi
pribadi yang sering melayani wisatawan asing.. Interaksi antara wisatawan asing dan
masyarakat Meos Mansaar terjadi ketika wisatawan – wisatawan tersebut berkeinginan
untuk mengunjungi kampung – kampung untuk melihat budaya atau adat istiadat di
kampung tersebut. Namun hal ini terjadi secara temporer dan situasional karena wisata
budaya jarang dilakukan terutama terhadap kampung yang belum atau tidak memiliki
atraksi wisata (obyek wisatanya belum dikembangkan).
Perkembangan kegiatan ekowisata bahari saat ini tidak hanya oleh Papua Diving
atau operator – operator wisata yang berbasis di Sorong tetapi dikembangkan pula oleh
masyarakat lokal. Pengamatan dilapangan menunjukkan ada 5 buah penginapan
(homestay) bercirikan Raja Ampat (Meos Mansaar) milik masyarakat lokal dan sudah
sering dikunjungi wisatawan asing sejak awal tahun 2009. Bangunan milik masyarakat
ini terlaksana atas kerjasama dengan Papua Diving. Penginapan masyarakat ini
dikelola sendiri oleh masyarakat. Apabila hal ini terus berkembang maka peluang
terjadinya interaksi antara masyarakat dengan wisatawan asing semakin besar. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Picard (1990) dalam Pitana dan Gayatri (2005)
menyatakan bahwa kebudayaan Bali kini telah mengalami erosi dan berangsur
angsur unsur budaya Bali mulai mencair.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma hidup bermas
yang berlaku dan hubungan sosial tetap kuat dijalankan oleh masyarakat.
nilai/norma sosial dan ikatan adat isti
bahari dapat dilihat pada
Gambar 6 Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di MeosMansaar.
Gambar 7 Kondisi Aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata bahari.
Pe
rse
nta
seR
esp
on
de
n(%
)P
ers
en
tase
Re
spo
nd
en
(%)
menyatakan bahwa kebudayaan Bali kini telah mengalami erosi dan berangsur
nsur budaya Bali mulai mencair.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma hidup bermas
yang berlaku dan hubungan sosial tetap kuat dijalankan oleh masyarakat.
nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata
bahari dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di Meos
Kondisi Aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata bahari.
0
20
40
60
80
100
Kuat Sedang Lemah
98.95
1.05 0
93.18
5.25 1.57
Kondisi Norma Hidup Bermasyarakat
Sebelum
Sesudah
0
20
40
60
80
10096.86
3.14 0.52
90.31
6.81 2.88
Aturan Adat Yang Berlaku
Sebelum
Sesudah
83
menyatakan bahwa kebudayaan Bali kini telah mengalami erosi dan berangsur –
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma hidup bermasyarakat, aturan adat
yang berlaku dan hubungan sosial tetap kuat dijalankan oleh masyarakat. Kondisi
dat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata
Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di Meos
Kondisi Aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum dan sesudah
Gambar 8 Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata
bahari.
Proses Sosial
Sebelum berkembangnya ekowisata bahari, bentuk kerjasama berupa gotong
royong, kerja bhakti dan hajatan sangat sering dilakukan. Kerjasama pada saat hajatan
biasanya pada acara perkawinan, kematian dan lain
kegiatan ekowisata bahari, bentuk kerjasama ini masih tetap dilakukan oleh
masyarakat. Bentuk kerjasama seperti tersebut diatas sesungguhnya merupakan
nilai/norma sosial yang terpelihara
Mansaar. Oleh karena itu bentuk kerjasama ini sudah menjadi budaya masyarakat
Meos Mansaar. Masih terpeliharanya bentuk kerjasama yang merupakan budaya
ditengah berkembangnya kegiatan ekowosata bahari merupakan
kegiatan pariwisata disini baru berumur ±
relatif masih rendah.
pariwisatanya sangat pesat dan sudah berlangsung berpuluh tahun maka Pitana dan
Gayatri (2005) mengatakan bahwa meskipun telah lama terjadi kontak yang intensif
dengan pariwisata, namun identitas ke
dengan semakin derasnya arus internasionalisasi.
Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar tidak
terhadap eksistensi bentuk kerjasama yang ada di masyarakat tetapi justru
menimbulkan konflik antar masyarakat yaitu
Pe
rse
nta
seR
esp
on
de
n(%
)
Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata
Sebelum berkembangnya ekowisata bahari, bentuk kerjasama berupa gotong
royong, kerja bhakti dan hajatan sangat sering dilakukan. Kerjasama pada saat hajatan
ada acara perkawinan, kematian dan lain – lain. Setelah berkemba
kegiatan ekowisata bahari, bentuk kerjasama ini masih tetap dilakukan oleh
masyarakat. Bentuk kerjasama seperti tersebut diatas sesungguhnya merupakan
nilai/norma sosial yang terpelihara dengan baik dalam kehidupan masyarakat Meos
Oleh karena itu bentuk kerjasama ini sudah menjadi budaya masyarakat
Masih terpeliharanya bentuk kerjasama yang merupakan budaya
ditengah berkembangnya kegiatan ekowosata bahari merupakan hal yang wajar karena
kegiatan pariwisata disini baru berumur ± 8 tahun dengan tingkat kunjungan yang
relatif masih rendah. Jika dibandingkan dengan Bali yang perkembangan
pariwisatanya sangat pesat dan sudah berlangsung berpuluh tahun maka Pitana dan
yatri (2005) mengatakan bahwa meskipun telah lama terjadi kontak yang intensif
pariwisata, namun identitas ke-Bali-an masyarakat Bali ternyata menguat
dengan semakin derasnya arus internasionalisasi.
Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar tidak menimbulkan
terhadap eksistensi bentuk kerjasama yang ada di masyarakat tetapi justru
menimbulkan konflik antar masyarakat yaitu konflik kepemilikan
0
20
40
60
80
100
Kuat Sedang Lemah
99.48
0 0.52
88.04
9.952.01
Kondisi Hubungan Sosial
Sebelum
Sesudah
84
Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata
Sebelum berkembangnya ekowisata bahari, bentuk kerjasama berupa gotong
royong, kerja bhakti dan hajatan sangat sering dilakukan. Kerjasama pada saat hajatan
lain. Setelah berkembangnya
kegiatan ekowisata bahari, bentuk kerjasama ini masih tetap dilakukan oleh
masyarakat. Bentuk kerjasama seperti tersebut diatas sesungguhnya merupakan
dengan baik dalam kehidupan masyarakat Meos
Oleh karena itu bentuk kerjasama ini sudah menjadi budaya masyarakat
Masih terpeliharanya bentuk kerjasama yang merupakan budaya
hal yang wajar karena
tahun dengan tingkat kunjungan yang
Jika dibandingkan dengan Bali yang perkembangan
pariwisatanya sangat pesat dan sudah berlangsung berpuluh tahun maka Pitana dan
yatri (2005) mengatakan bahwa meskipun telah lama terjadi kontak yang intensif
an masyarakat Bali ternyata menguat
menimbulkan dampak
terhadap eksistensi bentuk kerjasama yang ada di masyarakat tetapi justru
onflik kepemilikan lahan. Bentuk
konflik seperti konflik kepemilikan lahan sebelum ekowisata menurut
pernah terjadi. Kepemilikan lahan secara adat dalam bentuk hak petuanan diketahui
dan diakui oleh seluruh warga. Biasanya hak petuanan/hak ulayat atas wilayah / areal
tertentu merupakan hak marga/ keret dan bukan hak perseorangan. Kepemilikan atas
wilayah tertentu tidak serta merta menutup peluang pemanfaatan sumberdaya alam di
areal tersebut oleh marga lain.
Konflik kepemilikan lahan yang terjadi di Kampung Sawandarek adalah antara
Marga Urbata di Sawandarek dengan Marga Mambraku di Yembekwan. Marg
Mambraku mengklaim bahwa areal yang dijadikan Kampung Sawandarek adalah areal
petuanan Marga Mambraku dan Kampung Sawandarek harus dipindahkan ke tempat
lain karena areal ini rencananya akan dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Marga
Mambraku menganggap bahwa Marga Urbata hanya diberi hak memanfaatkan / hak
pakai oleh Marga Mambraku. Hal sebaliknya dianggap oleh Marga Urbata. Masalah ini
sedang diselesaikan secara kekeluargaan dengan dimediasi oleh Pemerintah Raja
Ampat. Hasil penelitian ini didukung o
menyatakan bahwa salah satu kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari di
Raja Ampat adalah saling
dilokasi penelitian dapat dilihat pada gambar
Gambar 9 Bentuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata.
0
10
20
30
40
50
60
Pe
rse
nta
se(%
)
konflik seperti konflik kepemilikan lahan sebelum ekowisata menurut
pernah terjadi. Kepemilikan lahan secara adat dalam bentuk hak petuanan diketahui
dan diakui oleh seluruh warga. Biasanya hak petuanan/hak ulayat atas wilayah / areal
tertentu merupakan hak marga/ keret dan bukan hak perseorangan. Kepemilikan atas
ilayah tertentu tidak serta merta menutup peluang pemanfaatan sumberdaya alam di
areal tersebut oleh marga lain.
Konflik kepemilikan lahan yang terjadi di Kampung Sawandarek adalah antara
Marga Urbata di Sawandarek dengan Marga Mambraku di Yembekwan. Marg
Mambraku mengklaim bahwa areal yang dijadikan Kampung Sawandarek adalah areal
petuanan Marga Mambraku dan Kampung Sawandarek harus dipindahkan ke tempat
lain karena areal ini rencananya akan dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Marga
ap bahwa Marga Urbata hanya diberi hak memanfaatkan / hak
pakai oleh Marga Mambraku. Hal sebaliknya dianggap oleh Marga Urbata. Masalah ini
sedang diselesaikan secara kekeluargaan dengan dimediasi oleh Pemerintah Raja
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Sayori
menyatakan bahwa salah satu kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari di
saling klaim hak ulayat antar suku. Bentuk konflik
dilokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 9.
entuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata.
KepemilikanLahan
Kelola SDA Lain - Lain
0 0 0
51,31
0 0
Bentuk Konflik
Sebelum
Sesudah
85
konflik seperti konflik kepemilikan lahan sebelum ekowisata menurut masyarakat tidak
pernah terjadi. Kepemilikan lahan secara adat dalam bentuk hak petuanan diketahui
dan diakui oleh seluruh warga. Biasanya hak petuanan/hak ulayat atas wilayah / areal
tertentu merupakan hak marga/ keret dan bukan hak perseorangan. Kepemilikan atas
ilayah tertentu tidak serta merta menutup peluang pemanfaatan sumberdaya alam di
Konflik kepemilikan lahan yang terjadi di Kampung Sawandarek adalah antara
Marga Urbata di Sawandarek dengan Marga Mambraku di Yembekwan. Marga
Mambraku mengklaim bahwa areal yang dijadikan Kampung Sawandarek adalah areal
petuanan Marga Mambraku dan Kampung Sawandarek harus dipindahkan ke tempat
lain karena areal ini rencananya akan dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Marga
ap bahwa Marga Urbata hanya diberi hak memanfaatkan / hak
pakai oleh Marga Mambraku. Hal sebaliknya dianggap oleh Marga Urbata. Masalah ini
sedang diselesaikan secara kekeluargaan dengan dimediasi oleh Pemerintah Raja
Sayori (2008) yang
menyatakan bahwa salah satu kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari di
entuk konflik masyarakat
entuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan sesudah
Sebelum
Sesudah
86
Konflik kepemilikan lahan juga terjadi antara Marga Sauyai di Kampung
Yembuba dengan Marga Wiyai di Kampung Friwen. Masing – masing marga
mengklaim bahwa Pulau Manswar yang dijadikan Base Resort Papua Diving adalah
milik mereka. Konflik lahan ini dipicu oleh adanya kompensasi hak petuanan yang
diberikan oleh Papua Diving kepada pemilik kawasan. Sampai saat ini, konflik lahan
masih berlangsung dan dalam tahap penyelesaian yang juga dimediasi oleh Pemerintah
Kabupaten Raja Ampat.
Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata Bahari
Persepsi masyarakat terhadap program pengembangan ekowisata bahari pada
umumnya baik atau setuju. Tidak ada masyarakat yang menyatakan tidak setuju
dengan program pengembangan ekowisata di Meos Mansaar. Masyarakat menganggap
bahwa walaupun keterlibatan masyarakat saat ini dalam kegiatan ekowisata bahari
tergolong kecil, namun akan memberikan peluang ekonomi yang lebih baik bagi
masyarakat di waktu mendatang.
Persepsi masyarakat terhadap kegiatan ekowisata bahari disebabkan juga oleh
adanya dampak positif berupa insentif yang langsung dirasakan oleh masyarakat
seperti penyediaan minyak solar sebanyak 240 liter / bulan oleh Papua Diving kepada
masyarakat di Kampung Yembuba untuk penerangan, makanan tambahan berupa susu
dan kacang ijo untuk anak-anak di Sawingray, alat tulis sekolah untuk anak-anak
sekolah di Sawandarek serta insentif lain berupa alokasi dana untuk pengembangan
masyarakat.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa selain Papua Diving, ada
pengusaha lain yang berinvestasi dalam sektor wisata di Meos Mansaar yaitu PT.
Radil. Kehadiran PT. Radil menunjukkan adanya harapan masyarakat terhadap
kegiatan ekowisata . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Sibagariang (2007) di
Kampung Arborek (Distrik Meos Mansaar) dan Friwen (Distrik Waigeo Selatan)
Kabupaten Raja Ampat yang mengatakan bahwa masyarakat sangat akseptabel
terhadap pengembangan kegiatan ekowisata bahari.
Dampak Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat
Mata Pencaharian Masyarakat
Kegiatan ekowisata bahari sekalipun
pencaharian masyarakat di lokasi penelitian namun telah memberikan dampak positif
berupa perluasan lapangan kerja da
yang terjadi dapat dilihat dari perubahan persentasi mata pencaharian masyarakat yang
sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan
disektor ekowisata bahari.
kegiatan ekowisata dapat dilihat pada gambar
Gambar 10 Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata baharidi Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Kegiatan ekowisata bahari akan lebih
mata pencaharian masyarakat apabila ada penambahan investor pada sektor wisata
bahari sehingga memungkinan lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan
ini. Dengan demikian perlu kerjasama antara berbagai pihak ba
pemerintah maupun pihak swasta untuk lebih mengembangkan ekowisata bahari di
Raja Ampat, khususnya di Meos Mansaar.
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Pe
rse
nta
se(%
)
mpak Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat
Mata Pencaharian Masyarakat
Kegiatan ekowisata bahari sekalipun belum mampu mengubah struktur mata
pencaharian masyarakat di lokasi penelitian namun telah memberikan dampak positif
berupa perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Perluasan lapangan kerja
yang terjadi dapat dilihat dari perubahan persentasi mata pencaharian masyarakat yang
sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi 83.77 % nelayan dan 10.47 % bekerja
disektor ekowisata bahari. Keadaan mata pencaharian masyarakat sebelum dan sesudah
kegiatan ekowisata dapat dilihat pada gambar 10.
Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata baharidi Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Kegiatan ekowisata bahari akan lebih memberikan dampak positif terhadap
mata pencaharian masyarakat apabila ada penambahan investor pada sektor wisata
bahari sehingga memungkinan lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan
ini. Dengan demikian perlu kerjasama antara berbagai pihak baik masyarakat, LSM,
pemerintah maupun pihak swasta untuk lebih mengembangkan ekowisata bahari di
Raja Ampat, khususnya di Meos Mansaar.
Pertanian Wisata NonPertanian
93.71%
0%6.29%
84.29%
10.47%5.24%
Jenis mata pencaharian
Sebelum
Sesudah
87
belum mampu mengubah struktur mata
pencaharian masyarakat di lokasi penelitian namun telah memberikan dampak positif
n kesempatan berusaha. Perluasan lapangan kerja
yang terjadi dapat dilihat dari perubahan persentasi mata pencaharian masyarakat yang
menjadi 83.77 % nelayan dan 10.47 % bekerja
caharian masyarakat sebelum dan sesudah
Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari
memberikan dampak positif terhadap
mata pencaharian masyarakat apabila ada penambahan investor pada sektor wisata
bahari sehingga memungkinan lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan
ik masyarakat, LSM,
pemerintah maupun pihak swasta untuk lebih mengembangkan ekowisata bahari di
Sebelum
Sesudah
88
Pendapatan Masyarakat
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata – rata pendapatan responden yang
terlibat untuk masing – masing kampung lebih besar daripada rata – rata pendapatan
responden yang tidak terlibat. Rata – rata pendapatan responden yang terlibat
ekowisata untuk Kampung Sawandarek adalah Rp. 1,333,750,00, Kampung Yembuba
adalah Rp. 1,855,000.00 - , Kampung Yenwapnor adalah Rp. 2.500.000,-, dan
Kampung Sawingray adalah Rp. 2.225.000,00,- . Rata – rata pendapatan responden
yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 38.
Tabel 38 Rata-rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam
kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Kampung Terlibat Tidak TerlibatSebelum (Rp) Sesudah (Rp) Sebelum (Rp) Sesudah (Rp)
Sawandarek 369,285.71 1,333,750,00 382,200.00 578,838.71Yembuba 244,444.44 1,855,000.00 233,562.50 831,600.00Yenwapnor 500,000.00 2,500,000.00 409,370.37 963,351.85Sawingray 400,000.00 2,225,000.00 377,638.89 906,250.00
Rataan 378,432.54 1,978,437.5 350,692.94 820,010.14
Peningkatan Pendapatan (%) 422.80 - 133.83
Data pada tabel 38 juga memperlihatkan bahwa rata – rata pendapatan
responden yang terlibat pada Kampung Sawandarek dan Yembuba lebih kecil daripada
rata – rata pendapatan responden pada Kampung Yenwapnor dan Sawingray. Disisi
lain jumlah responden yang terlibat kegiatan ekowisata pada Kampung Sawandarek
dan Yembuba lebih banyak daripada Kampung Yenwapnor dan Sawingray (tabel 39).
Kecilnya rata – rata pendapatan responden yang terlibat kegiatan ekowisata di
Kampung Sawandarek dan Yembuba dibandingkan dengan responden yang terlibat di
Kampung Yenwapnor dan Sawingray disebabkan karena keterlibatan responden pada
Kegiatan Ekowisata di Kampung Sawandarek dan Yembuba lebih banyak sebagai
karyawan PT. Papua Diving, yang memperoleh upah bulanan sebesar Rp. 1.200.000,- –
89
Rp. 1.450.000,-. Sedangkan untuk Yenwapnor, keterlibatan responden yang jumlahnya
hanya 1 kepala keluarga (KK) merupakan pemilik jasa penginapan (Homestay) dan
jasa trasnportasi, sementara keterlibatan responden di Sawingray yang jumlahnya
hanya 2 (dua) kepala keluarga selain sebagai penjual ikan juga sebagai pemilik jasa
penginapan, pemilik areal untuk atraksi wisata (pengamatan burung cenderawasih) dan
atraksi memberi makan ikan laut sehingga pendapatan yang diperolehnya lebih besar.
Secara keseluruhan rata-rata pendapatan responden yang terlibat ekowisata di
empat lokasi penelitian adalah Rp. 1,978,437.50,- dan termasuk kategori pendapatan
tinggi. Jika dibandingkan dengan Upah Minimum Propinsi (UMP) Propinsi Papua
Barat yaitu Rp. 1.180.000, maka pendapatan rata – rata responden yang terlibat
ekowisata berada diatas UMP tersebut. Namun lain halnya dengan pendapatan rata –
rata responden yang tidak terlibat ekowisata sebesar Rp.820,010,14,- yang termasuk
kategori pendapatan sedang dan berada dibawah UMP Papua Barat yang berlaku saat
ini. Persen kenaikan pendapatan kelompok yang terlibat adalah 422.80 % dan persen
kenaikan pendapatan kelompok yang tidak terlibat adalah 133.83 %. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kenaikan pendapatan kelompok yang terlibat lebih besar
daripada kelompok masyarakat yang tidak terlibat.
Tabel 39 Jumlah keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
N
o KeterlibatanJumlah (org) Jumlah
(Org)
Persen
(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1 Terlibat 8 9 1 2 20 10,47
2 Tidak Terlibat 31 50 54 36 171 89,53
Jumlah 39 59 55 38 191 100
Data pada tabel 39 memperlihatkan bahwa jumlah responden yang terlibat dalam
kegiatan ekowisata bahari adalah 20 orang ( 10,47 %) atau ± 3,28 % dari jumlah
penduduk usia produktif di empat lokasi penelitian. Namun dengan melihat rentang
waktu mulai berkembangnya ekowisata di Raja Ampat yang baru berusia ± 8 tahun,
maka sesungguhnya jumlah keterlibatan responden sebesar 3,28 % merupakan suatu
kemajuan, jika dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng (Propinsi Bali) dalam kegiatan Wisata
sebesar 0,24 % dari 36.666 penduduk usia produktif (
Hasil analisis statistik (lampiran
antara pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat. Hal ini menunj
bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar
meningkatkan pendapatan mereka atau dengan kata lain bahwa kegiatan ekowisata
bahari memberikan dampak positif terhadap pendapatan masyarakat.
responden yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata dap
Gambar 11 Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendapatan responden sebelum
adanya kegiatan ekowisata bahari lebih kecil dibanding dengan setelah berkembangnya
ekowisata bahari. Adanya peningkatan pendapatan rata
berkembangnya ekowisat
ekowisata tetapi disebabkan
Kabupaten Sorong. Hal ini didukung oleh adanya data mengenai peningkatan
0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
Sawandarek
1.333.750
Ra
ta-r
ata
pe
nd
ap
ata
n(R
p/b
ln/K
K)
maka sesungguhnya jumlah keterlibatan responden sebesar 3,28 % merupakan suatu
dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng (Propinsi Bali) dalam kegiatan Wisata Bahari di Pulau Menjangan
sebesar 0,24 % dari 36.666 penduduk usia produktif (Sunarminto 2002).
statistik (lampiran 2), memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata
antara pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat. Hal ini menunj
bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar
meningkatkan pendapatan mereka atau dengan kata lain bahwa kegiatan ekowisata
bahari memberikan dampak positif terhadap pendapatan masyarakat.
rlibat dan tidak terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar berikut.
Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di
Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendapatan responden sebelum
adanya kegiatan ekowisata bahari lebih kecil dibanding dengan setelah berkembangnya
Adanya peningkatan pendapatan rata-rata
berkembangnya ekowisata ternyata tidak mutlak disebabkan karena pengaruh kegiatan
disebabkan juga oleh adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat dari
Hal ini didukung oleh adanya data mengenai peningkatan
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
1.333.750
1.855.000
2.500.000
2.225.000
578.839
831.600963.352 906.250
Kampung
Terlibat
Tidak Terlibat
90
maka sesungguhnya jumlah keterlibatan responden sebesar 3,28 % merupakan suatu
dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat Kecamatan Gerokgak
Bahari di Pulau Menjangan
2002).
, memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata
antara pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat. Hal ini menunjukkan
bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar
meningkatkan pendapatan mereka atau dengan kata lain bahwa kegiatan ekowisata
bahari memberikan dampak positif terhadap pendapatan masyarakat. Pendapatan
t dilihat pada gambar berikut.
Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendapatan responden sebelum
adanya kegiatan ekowisata bahari lebih kecil dibanding dengan setelah berkembangnya
masyarakat setelah
a ternyata tidak mutlak disebabkan karena pengaruh kegiatan
juga oleh adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat dari
Hal ini didukung oleh adanya data mengenai peningkatan
Terlibat
Tidak Terlibat
91
pendapatan rata – rata responden yang tidak terlibat kegiatan ekowisata pada semua
lokasi penelitian. Terjadinya peningkatan pendapatan disebabkan karena :
1. Adanya konsumen (pembeli) ikan hidup serta hasil laut lain seperti Lola, dan
teripang pasca pemekaran Kabupaten Raja Ampat.
2. Kehadiran PT. Papua Diving sebagai satu-satunya resort yang bergerak dalam
sektor ekowisata bahari sehingga terjadi perluasan lapangan kerja .
Adanya kegiatan ekowisata bahari di Raja Ampat hampir bersamaan dengan
lahirnya Kabupaten Raja Ampat. Dengan demikian keadaan responden sebelum
kegiatan ekowisata identik dengan sebelum Raja Ampat menjadi kabupaten definitif..
Dengan lahirnya Raja Ampat sebagai Kabupaten baru, maka Meos Mansaar yang
sebelumnya terisolir mulai terbuka karena aksesibilitas khususnya trasnportasi laut dari
Sorong (sebagai sentra ekonomi) ke Waisai (ibukota Raja Ampat) menjadi lancar.
Waisai mulai tumbuh menjadi pusat ekonomi di Raja Ampat sehingga arus urbanisasi
mulai mengarah ke sana. Masyarakat Meos Mansaar tidak perlu lagi ke Sorong untuk
membeli kebutuhan hidup sehari – hari dan menjual hasil lautnya tetapi cukup ke
Waisai yang hanya membutuhkan waktu 1 jam perjalanan dengan menggunakan
longboat. Lancarnya transportasi laut dari dan ke Waisai – Sorong menyebabkan
beberapa pengusaha dari sorong yang datang dan bahkan ada yang mau menetap untuk
membeli hasil laut masyarakat sambil berdagang (membuka toko / kios). Rata – rata
pendapatan responden sebelum dan setelah berkembangnya ekowisata bahari dapat
dilihat pada tabel 40 dan gambar 12.
Tabel 40 Rata-rata pendapatan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No. Kampung Pendapatan PeningkatanSebelum (Rp) Sesudah (Rp) Pendapatan (%)
1. Sawandarek 279.696.97 696,393.94 -2. Yembuba 235,280.70 957,456.14 -3. Yenwapnor 409,370.37 963,166.67 -4, Sawingray 378,815.79 979,605.26 -
Rataan 325,790.96 899,155.50 175.99
Gambar 12 Pendapatan
bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Hasil analisis statistik
pendapatan responden sebelum dan setelah adanya ekowisata ( p < 0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata bahari memberikan peningkatan
pendapatan responden secara keseluruhan.
Pengeluaran Masyarakat
Pengeluaran keluarga
gambaran keadaan kesejahteraan penduduk (BPS
penduduk sangat berkorelasi dengan keadaan ekonomi penduduk tersebut. Tingkat
pengeluaran responden sebelum adanya ekowisata di
menunjukkan pola yang sederhana. Proporsi pengeluaran terbesar adalah untuk bahan
makanan, sedangkan untuk kebutuhan lain seperti perawatan kesehatan, pendidikan,
perumahan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil. Pola pengeluar
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
1.000.000P
en
dap
ata
n(R
p/b
ln/K
K)
Pendapatan keluarga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata
bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Hasil analisis statistik (lampiran 1) memperlihatkan adanya
pendapatan responden sebelum dan setelah adanya ekowisata ( p < 0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata bahari memberikan peningkatan
pendapatan responden secara keseluruhan.
Masyarakat
Pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan
aan kesejahteraan penduduk (BPS 2007). Gambaran kesejahteraan
penduduk sangat berkorelasi dengan keadaan ekonomi penduduk tersebut. Tingkat
pengeluaran responden sebelum adanya ekowisata di semua lokasi penelitian
menunjukkan pola yang sederhana. Proporsi pengeluaran terbesar adalah untuk bahan
makanan, sedangkan untuk kebutuhan lain seperti perawatan kesehatan, pendidikan,
perumahan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil. Pola pengeluar
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
1.000.000
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
279696.97235280.7
409370.37378815.79
696393.94
957456.14 963166.67 979605.26
Kampung
92
ebelum dan sesudah pengembangan ekowisata
memperlihatkan adanya beda nyata antara
pendapatan responden sebelum dan setelah adanya ekowisata ( p < 0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata bahari memberikan peningkatan
merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan
2007). Gambaran kesejahteraan
penduduk sangat berkorelasi dengan keadaan ekonomi penduduk tersebut. Tingkat
semua lokasi penelitian
menunjukkan pola yang sederhana. Proporsi pengeluaran terbesar adalah untuk bahan
makanan, sedangkan untuk kebutuhan lain seperti perawatan kesehatan, pendidikan,
perumahan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil. Pola pengeluaran masyarakat
sebelum
sesudah
93
masyarakat berhubungan dengan tingkat pendapatannya. Rata – rata pengeluaran
masyarakat sebelum dan setelah kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 41.
Tabel 41 Rata-rata pengeluaran keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
No. Kampung Pengeluaran PeningkatanSebelum (Rp) Sesudah (Rp) Pengeluaran (%)
1. Sawandarek 203,393.94 423,696.97 -2. Yembuba 232,614.04 804,885.96 -3. Yenwapnor 316,148.15 703,425.93 -4, Sawingray 310,657.89 687,500.00 -
Rataan 265,703.51 654,877.21 146.47
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS 2007), peningkatan pengeluaran sebagai
akibat dari peningkatan pendapatan akan menyebabkan pergeseran pola pengeluaran
dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pada tabel diatas,
terlihat bahwa rata-rata peningkatan pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah
ekowisata adalah 146.47 %. Sekalipun terjadi peningkatan pengeluaran setelah
berkembangnya ekowisata, namun tidak terjadi pergeseran pola pengeluaran.
Pengeluaran terbesar tetap pada bahan makanan namun terjadi pergeseran jenis bahan
makanan yaitu dari sagu menjadi beras. Selain itu, pemenuhan akan kebutuhan
makanan tambahan non karbohidrat seperti gula, kopi, teh, susu dan lain – lain juga
meningkat. Dari hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa kelebihan dari
pendapatan mereka ditabung untuk kepentingan pendidikan anak-anak. Mereka merasa
bahwa keterbelakangan mereka selama ini jika dibanding dengan saudara-saudara
mereka diluar Meos Mansaar juga dikarenakan rendahnya pendidikan mereka.
Pengeluaran responden sebelum dan setelah pengembangan ekowisata bahari dapat
dilihat pada gambar 13.
Gambar 13 Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
Rataan pengeluaran setelah kegiatan ekowisata sebesar Rp. 654,877.21
sama dengan Rp. 130,975.44/kap/bln yang berarti masih di bawah garis kemiskinan
Kabupaten Raja Ampat yaitu Rp. 20
analisis statistik (lampiran
antara pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari
maupun yang terlibat maupun yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari. Hal ini
berarti bahwa kegiatan ekowisata bahari dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat.
Kondisi Perumahan Masyarakat
Rumah pada saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung tetapi
rumah merupakan bagian dari gaya hidup dan status symbol bahkan menunjukkan
identitas pemiliknya. Secara umum, kualitas rumah tinggal
rumah menunjukkan tingkat kesejahteraan. Rumah dikatakan layak sebagai bangunan
tempat tinggal apabila rumah tersebut telah memiliki dinding, atap dan lantai.
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000R
ata
-ra
tap
en
gelu
ara
n(R
p/b
ln/K
K)
Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
Rataan pengeluaran setelah kegiatan ekowisata sebesar Rp. 654,877.21
sama dengan Rp. 130,975.44/kap/bln yang berarti masih di bawah garis kemiskinan
Kabupaten Raja Ampat yaitu Rp. 200,039/kap/bln. (BPS Papua Barat
analisis statistik (lampiran 3 dan 4) menunjukkan adanya perbedaan nyata
a pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari
yang terlibat maupun yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari. Hal ini
berarti bahwa kegiatan ekowisata bahari dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat.
Perumahan Masyarakat
Rumah pada saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung tetapi
rumah merupakan bagian dari gaya hidup dan status symbol bahkan menunjukkan
identitas pemiliknya. Secara umum, kualitas rumah tinggal yang ditentukan oleh fisik
menunjukkan tingkat kesejahteraan. Rumah dikatakan layak sebagai bangunan
tempat tinggal apabila rumah tersebut telah memiliki dinding, atap dan lantai.
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
203393,94232614,04
316148,15 310657,89
423696,97
804885,96
703425,93 687500
Kampung
94
Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata bahari di Meos
Rataan pengeluaran setelah kegiatan ekowisata sebesar Rp. 654,877.21 kk/bln
sama dengan Rp. 130,975.44/kap/bln yang berarti masih di bawah garis kemiskinan
0,039/kap/bln. (BPS Papua Barat 2007). Hasil
) menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < α 0.05)
a pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari
yang terlibat maupun yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari. Hal ini
berarti bahwa kegiatan ekowisata bahari dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat.
Rumah pada saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung tetapi
rumah merupakan bagian dari gaya hidup dan status symbol bahkan menunjukkan
yang ditentukan oleh fisik
menunjukkan tingkat kesejahteraan. Rumah dikatakan layak sebagai bangunan
tempat tinggal apabila rumah tersebut telah memiliki dinding, atap dan lantai.
sebelum
sesudah
95
Disamping itu kualitas ketiga unsur tersebut ditambah dengan luas lantai rumah juga
menunjukkan tingkat kesejahteraan penghuninya (BPS 2007). Kondisi rumah
masyarakat pada empat lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 42.
Tabel 42 Kondisi rumah masyarakat sebelum dan setelah kegiatan ekowisata di Meos
Mansaar Kabupaten Raja Ampat
KategoriNo Kampung
Permanen Semi Permanen Tidak Permanen(Unit) (Unit) (Unit)
Belum Sudah Belum Sudah Belum Sudah
1. Sawandarek 0 0 0 2 31 292. Yembuba 1 4 5 25 45 223. Yenwapnor 4 11 4 24 47 204. Sawingray 1 2 1 12 27 15
Jumlah (Unit) 6 17 10 63 150 86
Persen (%) 3.61 10.24 6.02 37.95 90.36 51.81
Peningkatan (%) - 183.33 - 530 - 74.42
Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kondisi
rumah masyarakat yaitu untuk permanen sebesar 183.33 %, semi permanen sebesar
530 % dan penurunan rumah permanen sebesar 74.42 %. Hasil analisis statistik
(lampiran 5) menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < α 0.05) pada kondisi rumah
sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari namun tidak berbeda nyata (P > α
0.05) pada kondisi rumah masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari
(lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekowisata bahari tidak memberikan
peningkatan terhadap kondisi rumah masyarakat. Kondisi perumahan masyarakat
sebelum dan sesudah ekowisata bahari dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14 Kondisi perumahan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja
Dari gambar 13
perumahan responden kategori permanen meningkat dari 3.
semi permenen meningkat dari
menurun dari 90.36 % menjadi
peningkatan kondisi rumah responden untuk masing
disebabkan oleh berkembangnya kegia
pemekaran Kabupaten Raja Ampat. Perubahan kondisi rumah kategori semi permanen
untuk kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray adalah perumahan sosial yang
dibangun oleh PEMDA Kabupaten Raja Ampat.
Apabila kondisi perumahan dibedakan berdasarkan yang terlibat dan tidak
terlibat ekowisata, maka semakin memperkuat analisis diatas bahwa adanya perubahan
kondisi perumahan bukan disebabkan oleh pengembangan kegiatan ekowisata. Hal ini
terlihat dari kondisi perumahan responden yang terlibat ekowisata yaitu berkategori
permenen adalah 0 %, semi permanen adalah
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Pe
rse
nta
seke
pe
mili
kan
(%)
Kondisi perumahan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja.
3 terlibat bahwa setelah berkembangnya pariwisata, kondisi
perumahan responden kategori permanen meningkat dari 3.61 % menjadi 10.
ermenen meningkat dari 6.02 % menjadi 37.95 %, dan kategori tidak permanen
% menjadi 51.81 %. Namun perlu diketahui bahwa adanya
peningkatan kondisi rumah responden untuk masing – masing kategori tidak
disebabkan oleh berkembangnya kegiatan ekowisata bahari melainkan dari adanya
pemekaran Kabupaten Raja Ampat. Perubahan kondisi rumah kategori semi permanen
untuk kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray adalah perumahan sosial yang
dibangun oleh PEMDA Kabupaten Raja Ampat.
Apabila kondisi perumahan dibedakan berdasarkan yang terlibat dan tidak
terlibat ekowisata, maka semakin memperkuat analisis diatas bahwa adanya perubahan
kondisi perumahan bukan disebabkan oleh pengembangan kegiatan ekowisata. Hal ini
i perumahan responden yang terlibat ekowisata yaitu berkategori
permenen adalah 0 %, semi permanen adalah 35.29 % dan tidak permanen
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 43 dan gambar 15.
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Permanen SemiPermanen
TidakPermanen
3,61% 6,02%
90,36%
10,24%
37,95%
51,81%
Kondisi Rumah
sebelum
Sesudah
96
Kondisi perumahan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata di
terlibat bahwa setelah berkembangnya pariwisata, kondisi
% menjadi 10.24 %,
%, dan kategori tidak permanen
%. Namun perlu diketahui bahwa adanya
masing kategori tidak
tan ekowisata bahari melainkan dari adanya
pemekaran Kabupaten Raja Ampat. Perubahan kondisi rumah kategori semi permanen
untuk kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray adalah perumahan sosial yang
Apabila kondisi perumahan dibedakan berdasarkan yang terlibat dan tidak
terlibat ekowisata, maka semakin memperkuat analisis diatas bahwa adanya perubahan
kondisi perumahan bukan disebabkan oleh pengembangan kegiatan ekowisata. Hal ini
i perumahan responden yang terlibat ekowisata yaitu berkategori
% dan tidak permanen 64.71 %.
sebelum
Sesudah
Tabel 43 Kondisi pekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Keterlibatan/Kondisi rumah
Sawandarek
Terlibat :* Permanen* Semi Permanen* Tidak PermanenJumlah (1)
Tidak Terlibat :* Permanen* Semi Permanen* Tidak PermanenJumlah (2) 25
Keterangan : Persentase diperhtingkan dari jumlah masing
Gambar 15 Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Aset Masyarakat
Pertambahan jenis as
homestay dan perahu (sampan ke
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Permanen
Per
sen
tase
Kep
emil
ika
n(%
)perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat
kowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Kondisi Perumahan (Rp)
Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray
- - - -2 3 - 14 5 1 16 8 1 2
- 4 11 2- 22 24 11
25 17 19 1425 43 54 27
Keterangan : Persentase diperhtingkan dari jumlah masing – masing kelompok
Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.
Pertambahan jenis aset produktif setelah berkembangnya ekowisata hanya berupa
homestay dan perahu (sampan ke longboat). Pertambahan jenis a
Permanen SemiPermanen
TidakPermanen
0%
35,29%
64,71%
11,41%
38,26%
50,33%
Kondisi rumah
Terlibat
Tidak Terlibat
97
idak terlibat kegiatan
Jumlah Persen(%)
0 00.006 35.29
11 64.7117 100.00
17 11.4157 38.2675 50.33149 100.00
masing kelompok
Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata
et produktif setelah berkembangnya ekowisata hanya berupa
longboat). Pertambahan jenis aset produktif ini
Tidak Terlibat
98
terjadi di Kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray karena responden selain
karyawan PT. Papua Diving juga sebagai pemilik homestay (pelaku wisata), sedangkan
di Sawandarek keterlibatan responden hanya sebagai karyawan/buruh pada PT. Papua
Diving. Jumlah aset masyarakat setelah ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 44.
Tabel 44 Jumlah aset masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat
No Kampung Aset Rumah Tangga (Rp) Aset Produksi (Rp)Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1. Sawandarek 206,100,000 221,850,000 24,000,000 140,450,0002. Yembuba 418,555,000 625,150,000 51,250,000 229,000,0003 Yenwapnor 578,250,000 769,400,000 33,000,000 201,500,0004 Sawingray 222,990,000 334,675,000 18,000,000 170,850,000
Rataan 1,425,895,000 1,951,075,000 126,250,000 741,800,000
Persen Peningkatan (%) - 36.83 - 487.56
Pembagian aset menurut jenis aset sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata dapat
dilihat pada tabel 45.
Tabel 45 Jumlah aset masyarakat berdasarkan jenis sebelum dan sesudah kegiatanekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Kelompok Aset Harga (Rp)Sebelum Sesudah
Asset Rumah Tangga* Televisi 4,800,000 38,840,000.* Radio/Tape Recorder 15,945,000 23,160,000.* Bufet 22,550,000. 23,625,000* Lemari 37,350,000 38,000,000* Kulkas - 3,900,000* Rumah 1,338,500,000. 1,807,000,000.* Genset 6,750,000. 16,550,000.Jumlah 1,425,895,000 1,951,075,000
Asset Produktif* Homestay - 30,000,000.* Warung - 6,500,000.* Perahu 84,500,000 119,800,000.* Lain – lain 41,750,000 585,500,000.Jumlah 126,250,000 741,800,000.
99
Data pada tabel 45 memperlihatkan bahwa baik aset rumahtangga maupun aset
produktif pada kepala keluarga setelah ekowisata lebih besar daripada sebelum adanya
kegiatan ekowisata. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat pada periode setelah ekowisata baik terhadap warga yang terlibat maupun
yang tidak terlibat. Peningkatan pendapatan mendorong warga mulai melengkapi
kebutuhan non makannnya sekalipun sifatnya temporer dan tanpa melihat kualitas
barang yang dibutuhkan. Terdapat peningkatan aset rumah tangga dan aset produksi
setelah kegiatan ekowisata sebesar masing – masing 36.83 % dan 487.56 %. Hasil
analisis statistik (lampiran 7 dan lampiran 9) menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata
(P < α 0.05) pada aset rumah tangga sebelum dan sesudah ekowisata, maupun pada
asset produksi sebelum dan setelah ekowisata bahari.
Apabila aset rumah tangga dilihat berdasarkan masyarakat yang terlibat dan tidak
terlibat, maka akan tampak seperti tabel dibawah ini.
Tabel 46 Rata - rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat kegiatan ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Kelompok Asset Terlibat (Rp) Tidak Terlibat (Rp)
Asset Rumah Tangga* Televisi 360,000 225,380.12* Radio/Tape Recorder 158,000 153,508.77* Bufet 162,500 132,602.34* Lemari 257,500 209,357.73* Kulkas 70,000 35,087.72* Rumah 8,100,000 9,939,473.68* Genset 335,000 78,654.97Jumlah 9,443,000 10,774,064,33
Asset Produktif* Homestay 1,525,000 -* Warung - 38,011.70* Perahu 1,685,000. 643,859.65* Lain – lain 6,950,000 3,244,152.05Jumlah 10,160,000 3,926,023.39
Data pada tabel 46 menunjukkan bahwa rata – rata aset rumah tangga pada
responden yang tidak terlibat kegiatan ekowisata lebih besar yaitu Rp. 10,774,064.33 ,-
daripada warga yang terlibat ekowisata yaitu Rp. 9,443,000,-. Hal yang berbeda terjadi
pada aset produktif yaitu bahwa
besar Rp. 10,160,000,
disebabkan karena ada beberapa
homestay, longboat dan
masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata sebesar
masyarakat yang tidak terlibat kegiatan ekowisata juga terjadi peningkatan sebesar
35.61 %. Aset masyarakat yang terlibat
dilihat pada gambar 1
Gambar 16 Rata - rata asMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Hasil analisis statistik (lampiran
nyata (P > α 0.05) pada as
Hai ini mengandung arti bahwa kegiatan
rumahtangga masyarakat.
yang terlibat sebesar 1,250
terjadi peningkatan sebesar
menunjukkan adanya perbedaan nyata (P
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
if yaitu bahwa masyarakat yang terlibat memiliki as
160,000,- daripada yang tidak terlibat Rp. 3,926,023.39
ada beberapa kepala keluarga yang terlibat ekowisata memiliki
ongboat dan motor tempel. Terdapat peningkatan aset rumah tangga pada
masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata sebesar 109.91 %, sedangkan untuk
masyarakat yang tidak terlibat kegiatan ekowisata juga terjadi peningkatan sebesar
et masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat kegiatan ekowisata dapat
dilihat pada gambar 16.
rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari diMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat
Hasil analisis statistik (lampiran 8) menunjukkan bahwa ti
nyata (P > α 0.05) pada aset rumahtangga masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat.
Hai ini mengandung arti bahwa kegiatan ekowisata tidak meningkatkan as
rumahtangga masyarakat. Pada aset produksi, terdapat peningkatan untuk masyarak
1,250 %, sedangkan untuk masyarakat yang tidak terlibat juga
terjadi peningkatan sebesar 481.18 %. Hasil analisis statistik
perbedaan nyata (P < α 0.05) pada aset produksi masyarakat yang
0
2.000.000
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
AssetRumahtangga
Asset Produksi
9.443.000,00
10.160.000,0010.771.064,33
3.926.023,39Terlibat
Tidak Terlibat
100
yang terlibat memiliki aset produktif lebih
926,023.39,-. Hal ini
yang terlibat ekowisata memiliki
et rumah tangga pada
%, sedangkan untuk
masyarakat yang tidak terlibat kegiatan ekowisata juga terjadi peningkatan sebesar
dan tidak terlibat kegiatan ekowisata dapat
et keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di
) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
et rumahtangga masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat.
ekowisata tidak meningkatkan aset
et produksi, terdapat peningkatan untuk masyarakat
, sedangkan untuk masyarakat yang tidak terlibat juga
asil analisis statistik (lampiran 10)
et produksi masyarakat yang
Terlibat
Tidak Terlibat
101
terlibat dan tidak terlibat ekowisata. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekowisata
menigkatkan aset produksi masyarakat.
Investasi
Melihat kecenderungan investasi yang dilakukan oleh PT. Papua Diving dalam
kurun waktu tertentu maka dapat dikatakan bahwa ada kemajuan atau gairah dari usaha
yang dilakukan. PT. Papua Diving telah merencanakan dengan tepat investasi yang
ditanamkan sehingga setiap penambahan fasilitas tentu memberikan nilai positif bagi
perusahaan. Menurut Deanta (2006), investasi yang menarik adalah investasi yang
memiliki nilai bersih saat ini lebih besar dari nol. Hasil penelitian Dohar dan
Anggraeni (2006) menemukan bahwa dengan jumlah turis di Papua Diving pertahun
449 orang, penerimaan total yang diperoleh Rp. 3.057.120.000 dengan biaya
operasional yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.348.197.000 (termasuk upah tenaga kerja,
bahan bakar, biaya perawatan, dan retribusi per orang).
102
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Kondisi sosial masyarakat Meos Mansaar sebelum kegiatan ekowisata bahari
seperti perilaku dalam menjaga lingkungan hidupya, pranata sosial, adat istiadat
dan proses sosial sangat kuat diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.
2. Mata pencaharian masyarakat Meos Mansaar sebelum kegiatan ekowisata adalah
nelayan dan tani dengan tingkat pendapatan dan pengeluaran lebih rendah daripada
setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari.
3. Pengembangan ekowisata bahari menimbulkan dampak positif berupa semakin
terpeliharanya perilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan hidupnya, tetapi
menimbulkan dampak negatif terjadinya konflik kepemilikan lahan.
4. Kegiatan ekowisata bahari tidak menimbulkan dampak terhadap struktur
penduduk, pranata sosial, norma dan adat istiadat serta kerjasama antar
masyarakat.
5. Aktivitas ekowisata bahari menimbulkan dampak positif terhadap kondisi ekonomi
masyarakat lokal berupa peningkatan lapangan kerja, pendapatan, pengeluaran,
dan asset produksi.
6. Pengembangan ekowisata bahari tidak menimbulkan dampak terhadap kondisi
rumah serta asset rumahtangga.
7. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan ekowisata bahari di Meos Mansaar
tergolong baik. Masyarakat umumnya setuju dengan pengembangan ekowisata
bahari di wilayah mereka.
Saran
1. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan pengusaha serta para pihak yang
berkepentingan perlu meningkatkan dampak positif yang terjadi dari kegiatan
ekowisata bahari dan meminimalkan dampak negatifnya dengan cara melakukan
penguatan institusi yang didukung dengan regulasi yang tepat.
103
2. Perlu dilakukan penelitian secara berkala setiap satu tahun untuk mendapatkan
data yang lebih lengkap dari pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari serta dampak
yang ditimbulkan.
3. Penting untuk dilakukan kajian menyangkut strategi dan kebijakan pengembangan
ekowisata bahari di Meos Mansaar khususnya dan Raja Ampat umumnya dengan
mempertimbangkan karakteristik fisik (daya dukung) maupun nonfisik (budaya)
Raja Ampat.
104
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2002. Sosiologi. Skematika, Teori dan Terapan. Bumi Aksara. Jakarta.
Achsani NA, Oktaviani R, Wijayanto H, Sumedi, Anggaraeni T, Mulyati H, PasaribuSH, Rukmitasari D, Sigalingging H, Bimantoro S. 2006. Persepsi, Preferensidan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap PembayaranNon Tunai. Kerjasama Bank Indonesia dengan Fakultas Ekonomi danManajemen Institut Pertanian Bogor (Penelitian). Bogor.
Beehler BM, Pratt TK, Zimmerman DA. 2001. Burung – burung di Kawasan Papua.Puslitbang Biologi – LIPI. Bogor.
Black JA, Champion DJ. 2001. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. RefikaAditama. Bandung.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Kabupaten Sorong Dalam Angka. Badan PusatStatistik Kabupaten Sorong. Sorong.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat (WelfareIndicators). BPS. Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik Papua Barat. 2007. Tinjauan Tingkat KeparahanKemiskinan Propinsi Papua Barat. Manokwari.
[BPS] Badan Pusat Statistik Papua Barat. 2007. Statistik Kesejahteraan RakyatPropinsi Papua Barat. Manokwari.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka. BadanPusat Statistik Kabupaten Raja Ampat. Waisai.
Cater E, Lowman G. 1996. Ecotourism- A Sustainable Option? Royal GeographicalSociety. London.
[CII] Conservation Indonesia International. 2004. Konservasi Laut, Bermula dariDaerah. Conservation Indonesia. Sorong.
[CII] Conservation Indonesia International. 2006. Kepulauan Raja Ampat (warisanDunia yang Terpendam. Conservation Indonesia. Sorong.
Cooper C, Fletcher J, Gilbert D, Wanhill S. 1998. Tourism Principles and Practice.Second Edition. Longman. New York.
105
Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan Sumber Daya WilayahPesisir dan Lautan Secara Terpadu.(Edisi Revisi) PT. Pradnya Paramita.Jakarta
Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata. Dari Teori ke Aplikasi. Andi.Yogyakarta.
Deanta A. 2006. Perencanaan Investasi dan Studi Kelayakan Proyek denganMicrosoft Exel. Andi. Yogyakarta.
[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1993. DampakPengembangan PariwisataTerhadap Kehidupan Sosial Budaya DaerahIstimewa Yogyakarta. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. ProyekPenelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya. Yogyakarta.
[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1995. DampakPembangunan Pasar Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat diDaerah Irian Jaya. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Bagian ProyekPengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Irian Jaya. Jayapura.
Dinas Perikanan dan Kelautan Raja Ampat. 2007. Informasi Kelautan dan PerikananKabupaten Raja Ampat. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja AmpatProvinsi Papua Barat.
Dohar AG, Anggraeni D. 2006. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam di KepulauanRaja Ampat. Laporan Akhir. Conservation International Indonesia bekerjasamadengan Universitas Negeri Papua (UNIPA). Waisai, Raja Ampat.
Edington JM, Edington MA. 1985. Ecology, Recreation and Tourism. CambrigdeUniversity Press. Cambridge.
Fandeli CM. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta : Fakultas KehutananUniversitas Gadjah Mada.
Field CB. 2001. Natural Resource Economics - an Introduction. McGraw – Hill. NewYork.
Garrod B, Wilson JC. 2004. Nature on the Edge? Marine Ecotourism in PeripheralCoastal Areas. Journal of Sustainable Tourism 12 (2):95-99.
Hakim L. 2004. Dasar – Dasar Ekowisata. Bayumedia. Malang.
106
Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta.
Hendarto KA. 2003. Ekowisata : Sebuah Diferensiasi Produk Pariwisata Di IndonesiaPasca Tragedi Bali ” 12 Oktober 2002”. Usahawan No. 01 TH XXXII Januari2003.
Hilyana S. 2001. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Karakteristik Kulturaldan Struktural Masyarakat Lokal (Studi Kasus di Kawasan Wisata BahariLombok Barat Propinsi NTB [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif).Gaung Persada Press. Jakarta.
Kast FE, Rosenweig JE. 1995. Organisasi dan Manajemen. Jilid I. Edisi ke-4. Cet. Ke-4. A. Hasyani Alih Penerjemah. Terjemahan dari : Organization andManagemen. Bumi Aksara. Jakarta.
[Kembudpar] Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2003b. PedomanPengembangan Pariwisata Kepulauan Raja Ampat. Kementerian Kebudayaandan Pariwisata Republik Indonesia. Jakarta.
[KLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1994. Keputusan Menteri NegaraLingkungan Hidup Republik Indonesia No.KEP – 14/MENLH/3/1994. Jakarta.
[KLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2005. Pengelolaan LingkunganSosial. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Karim A. 2008. Kapitalisasi Pariwisata dan Marginalisasi Masyarakat Lokal diLombok. Genta Press. Yogyakarta.
Linberg K, Hawkins DE. 1993. Ekoturisme. Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola.Terjemahan dari: Ecotourism. A Guide For Planners and Managers. TheEcotourism Society. North Bennington.
Marpaung H, Bahar H. 2002. Pengantar Pariwisata. Alfabeta. Bandung.
Mbaiwa JE. 2004. The Social Economic Benefits and Challenges of a CommunityBased Safari Hunting Tourism in the Okavango Delta, Botswana. The Journalof Tourism Studies 15:41-44.
107
Mulyadi, TR. 2009. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertaniandan Dampaknya Pada Perilaku Petani Padi di Jawa Barat [disertasi]. Bogor :Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mulyaningrum. 2005. Eksternalitas Ekonomi Dalam Pembangunan Wisata AlamBerkelanjutan. Jurnal Penelitian UNIB 11(1):9-20.
Nazir M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Darussalam.
Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat. 2006. Atlas Sumberdaya Wilayah PesisirKabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat. Kerjasama PemerintahKabupaten Raja Ampat dengan Konsorsium Atlas Sumberdaya PesisirKabupaten Raja Ampat. Raja Ampat.
Pitana IG, Gayatri PG. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi Yogjakarta. Yogyakarta.
Robbins SP, 2002. Prinsip – Prinsip Perilaku Organisasi. (Terjemahan dari EssentialsOf Organizational behavior). Erlangga. Jakarta.
Rudito B, Famiola M. 2008. Social Mapping. Metode Pemetaan Sosial. TeknikMemahami Suatu Masyarakat atau Komuniti. Rekaya Sains. Bandung.
Sayori N. 2008. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap PengembanganPariwisata Bahari dan Perekonomian Wilayah Kepulauan (Studi Kasus diKabupaten Raja Ampat Propinsi Papua Barat [tesis]. Bogor: ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sibagariang IL. 2008. Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir Interpretatifdi Kawasan Konservasi Laut Daerah Selat Dampier Kabupaten Raja AmpatPropinsi Papua Barat [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sobur A. 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung.
Soekartawi. 1994. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soemarjan S, Soemardi S. 1980. Setangkai Bunga Sosiologi. Lembaga PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Soemarwoto O. 1988. Analisis Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press.Djogjakarta.
Soeratmo FG. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah MadaUniversity Press. Djogjakarta.
108
Sumedi TP. 2007. Pesona Laut Raja Ampat, 2007. (http://liburan .info/content/view/54/43/lang/Indonesia.
Sunarminto T. 2002. Dampak Ekoturisme Wisata Bahari Pulau Menjangan TamanNasional Bali Barat Terhadap Ekonomi Masyarakat dan Kelestarian Kawasan[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suwantoro G. 1997. Dasar – Dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta.
Stoeckl N, Smith A, Newsome D, Lee D. 2005. Regional Economic Dependence onIconic Wildlife Tourism. (Case studies of Monkey Mia and Harvey Bay). TheJournal Of Tourism Studies 16:69-76.
Susilo RKD. 2008. Sosiologi Lingkungan. PT. Rajagrafindo. Jakarta.
Syamsuddin. 2003. Dampak Program Pemukiman Nelayan Terhadap KehidupanSosial Ekonomi Masyarakat (Kasus Pemukiman Nelayan Untia BulurokengMakassar). Jurnal Analisis, 4:48-54.
UNEP, About Ecotourism, 2000 (http://www.unepic.org)
Utami HN, Amanah S. 2006. Perilaku Nelayan Dalam Pengelolaan Wisata Bahari diKawasan Pantai Lovina, Buleleng, Bali. Jurnal Penyuluhan 2:83-90.
Wahab S. 1988. Manajemen Kepariwisataan. Pradnya Paramita. Jakarta.
Wanma AO, Matalar B. 2008. Menyimak Ekowisata di Pulau Wayag Raja Ampat.Warta Konservasi Lahan Basah. Edisi Juli 2008.
Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Andi. Yogyakarta.
Wearing S, Neil J. 2009. Ecotourism. Impacts, Potentials and Possibilities. Secondedition. Butterworth – Heinemann. University of Technology Sydney.Australia.
Yoety OA. 2008. Ekonomi Pariwisata. Introduksi, Informasi dan Implementasi.Kompas. Jakarta.
109
Lampiran 1 Uji – t untuk perbandingan pendapatan sebelum dan sesudahEkowisata bahari di Meos Mansaar
Hipotesis
H0 : μd = 0 pendapatan sebelum = pendapatan sesudah
H1 : μd ≠ 0 pendapatan sebelum ≠ pendapatan sesudah
Pada output diatas diperoleh nilai-p (0.000) artinya tolak H0, maka pendapatan
sebelum berbeda dengan pendapatan sesudah. Sehingga bisa disimpulkan rata-rata
sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum.
Lampiran 2 Uji – t untuk perbandingan pendapatan yang terlibat dan tidakterlibat ekowisata bahari di Meos
Paired Samples Statistics
323967,03 182 467483,742 34652,200
918637,36 182 904570,604 67051,234
Pendapatan Sebelum
Pendapatan Sesudah
Pair1
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Correlations
182 ,755 ,000Pendapatan Sebelum &Pendapatan Sesudah
Pair1
N Correlation Sig.
Paired Samples Test
-594670 631038,608 46775,694 -686966 -502375 -12,713 181 ,000Pendapatan Sebelum -Pendapatan Sesudah
Pair1
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Group Statistics
20 1715750 718414,327 160642,3
171 843099,42 885268,199 67698,151
KeterlibatanTerlibat
Tidak Terlibat
PendapatanN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
110
HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat
H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) < alpha 5% artinya antara terlibat
dengan yang tidak terlibat untuk peubah pendapatan berbeda nyata. Rata-rata
pendapatan yang terlibat lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan yang tidak terlibat.
Lampiran 3 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran sebelum dan sesudahEkowisata bahari di Meos Mansaar
Independent Samples Test
,038 ,846 4,245 189 ,000 872650,58 205586,33 467112,0 1278189
5,006 26,255 ,000 872650,58 174324,40 514491,2 1230810
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
PendapatanF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Paired Samples Statistics
267324,18 182 317444,313 23530,538
699453,30 182 631821,378 46833,716
Pengeluaran Sebelum
Pengeluaran Sesudah
Pair1
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Correlations
182 ,412 ,000Pengeluaran Sebelum &Pengeluaran Sesudah
Pair1
N Correlation Sig.
Paired Samples Test
-432129 578411,383 42874,704 -516728 -347531 -10,079 181 ,000Pengeluaran Sebelum -Pengeluaran Sesudah
Pair1
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
111
HipotesisH0 : μd = 0 pengeluaran sebelum = pengeluaran sesudahH1 : μd ≠ 0 pengeluaran sebelum ≠ pengeluaran sesudah
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka pengeluaran
masyarakat sebelum kegiatan ekowisata berbeda dengan pengeluaran sesudah. Dapat
disimpulkan bahwa rata – rata pengeluaran masyarakat sesudah lebih tinggi daripada
pengeluaran masyarakat sebelumnya.
Lampiran 4 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran yang terlibat dan tidakterlibat ekowisata bahari di Meos
HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat
H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.001) < alpha 5% artinya antara terlibat
dengan yang tidak terlibat untuk peubah pengeluaran berbeda nyata. Rata-rata
pengeluaran yang terlibat lebih tinggi daripada rata-rata pengeluaran yang tidak
terlibat.
Group Statistics
20 948100,00 426577,062 95385,531
171 625149,12 418876,891 32032,316
KeterlibatanTerlibat
Tidak Terlibat
PengeluaranN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
,691 ,407 3,256 189 ,001 322950,88 99174,150 127320,4 518581,3
3,210 23,494 ,004 322950,88 100620,42 115043,4 530858,3
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
PengeluaranF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
112
Lampiran 5 Uji – t untuk perbandingan Kondisi rumah masyarakat sebelumdan sesudah Ekowisata bahari di Meos Mansaar
HipotesisH0 : μd = 0 kondisi rumah sebelum = kondisi rumah sesudahH1 : μd ≠ 0 kondisi rumah sebelum ≠ kondisi rumah sesudah
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka Kondisi
rumah sebelum kegiatan ekowisata berbeda dengan kondisi rumah sesudah. Dapat
disimpulkan bahwa rata-rata kondisi rumah sesudah lebih tinggi daripada rata rata
kondisi rumah sebelumnya.
Paired Samples Statistics
9,20 166 2,034 ,158
11,17 166 3,139 ,244
Kondisi Rumah Sebelum
Kondisi Rumah Sesudah
Pair1
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Correlations
166 ,536 ,000
Kondisi RumahSebelum & KondisiRumah Sesudah
Pair1
N Correlation Sig.
Paired Samples Test
-1,976 2,674 ,208 -2,386 -1,566 -9,520 165 ,000
Kondisi RumahSebelum - KondisiRumah Sesudah
Pair1
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
113
Lampiran 6 Uji – t untuk perbandingan kondisi rumah masyarakat yangterlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos
HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat
H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.057) > alpha 5% artinya antara terlibat
dengan yang tidak terlibat untuk peubah kondisi rumah tidak berbeda nyata. Rata-rata
kondisi rumah yang terlibat sama rata-rata kondisi rumah yang tidak terlibat.
Lampiran 7 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga masyarakat sebelumdan sesudah Ekowisata bahari di Meos Mansaar
Group Statistics
17 10,18 2,157 ,523
149 11,34 3,200 ,262
KeterlibatanTerlibat
Tidak Terlibat
Kondisi_RumahN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
32,641 ,000 -1,463 164 ,146 -1,166 ,797 -2,740 ,408
-1,992 24,871 ,057 -1,166 ,585 -2,371 ,040
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Kondisi_RumahF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Paired Samples Statistics
7834588 182 4844956,735 359132,1
1E+007 182 6496029,245 481517,7
Asset RT sebelum
Asset RT sesudah
Pair1
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
114
HipotesisH0 : μd = 0 Aset RT sebelum = Aset RT sesudahH1 : μd ≠ 0 Aset RT sebelum ≠ Aset RT sesudah
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka Aset RT
sebelum berbeda dengan Aset RT sesudah. Sehingga bisa disimpulkan rata-rata
sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum.
Lampiran 8 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga masyarakat yangterlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos
HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat
H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat
Paired Samples Correlations
182 ,781 ,000Asset RT sebelum &Asset RT sesudah
Pair1
N Correlation Sig.
Paired Samples Test
-2885604 4060814,178 301007,6 -3479540 -2291669 -9,586 181 ,000Asset RT sebelum -Asset RT sesudah
Pair1
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Group Statistics
20 1E+007 5501503,353 1230174
171 1E+007 6815835,735 521220,0
KeterlibatanTerlibat
Tidak Terlibat
Asset_RTN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
2,727 ,100 -,326 189 ,745 -515314,3 1582264,2 -3636481 2605852
-,386 26,339 ,703 -515314,3 1336037,9 -3259860 2229231
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Asset_RTF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
115
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.745) > alpha 5% artinya antara terlibat
dengan yang tidak terlibat untuk peubah aset RT tidak berbeda nyata. Rata-rata Aset
RT yang terlibat sama saja dengan rata-rata Asset RT yang tidak terlibat.
Lampiran 9 Uji – t untuk perbandingan aset produksi masyarakat sebelum dansesudah Ekowisata bahari di Meos Mansaar
HipotesisH0 : μd = 0 Aset Produksi sebelum = Aset Produksi sesudahH1 : μd ≠ 0 Aset Produksi sebelum ≠ Aset Produksi sesudah
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka Aset Produksi
sebelum berbeda dengan Aset Produksi sesudah. Sehingga bisa disimpulkan rata-rata
aset sesudah ekowisata lebih tinggi daripada rata-rata sebelumnya.
Paired Samples Statistics
693681,32 182 1364132,561 101116,2
4018132 182 3941541,166 292166,5
Asset Produksi Sebelum
Asset Produksi Sesudah
Pair1
Mean N Std. DeviationStd. Error
Mean
Paired Samples Correlations
182 ,346 ,000
Asset ProduksiSebelum & AssetProduksi Sesudah
Pair1
N Correlation Sig.
Paired Samples Test
-3324451 3697900,476 274106,6 -3865306 -2783595 -12,128 181 ,000
Asset ProduksiSebelum - AssetProduksi Sesudah
Pair1
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
116
Lampiran 10 Uji – t untuk perbandingan aset produksi masyarakat yangterlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos
HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat
H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat
Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) < alpha 5% artinya antara terlibat
dengan yang tidak terlibat untuk peubah aset produksi berbeda nyata. Rata-rata Aset
Produksi yang terlibat lebih tinggi daripada yang tidak terlibat.
Group Statistics
20 1E+007 18544445,899 4146664
171 3926023 4678858,393 357801,2
KeterlibatanTerlibat
Tidak Terlibat
Asset_ProduksiN Mean Std. Deviation
Std. ErrorMean
Independent Samples Test
83,651 ,000 5,046 189 ,000 8783976,6 1740819,7 5350044 1E+007
2,110 19,284 ,048 8783976,6 4162072,3 81330,132 2E+007
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Asset_ProduksiF Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means