studi kasus ekowisata bahari pulau mansuar

135

Click here to load reader

Upload: duongdiep

Post on 13-Feb-2017

295 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATATERHADAP

(Studi Kasus Ekowisata

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATATERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI

MASYARAKAT LOKAL

Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat

MUHIDDIN TAFALAS

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATAEKONOMI

Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat )

Page 2: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

PERNYATAAN MENGENAITESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Pengembangan Ekowisata

Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal yang merupakan Studi

Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat adalah karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis

ini.

Bogor, Pebruari 2010

Muhiddin TafalasNrp. E352070021

Page 3: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

ABSTRACT

MUHIDDIN TAFALAS. Impact of Ecotourism Development on Social andEconomic Life of Local People (Case Study of Marine Ecotourism at Mansuar Island,Raja Ampat District). Under the supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB, andHARDJANTO.

Development of Marine Ecotourism often impacted the social and economic lifeof local people. This study aimed to identify the pre conditions of marine ecotourismdevelopment and to analyze the social and economic conditions of local people asimpacted by marine ecotourism development, based on the study in Mansuar Island,Raja Ampat District, West Papua. Methods used was survey and interview and weredone by cluster sampling for selection of study sites. Samples of the study were allfamilies in four villages as location study. Data were analysed using descriptive andstatistic. The results of the study indicated that marine ecotourism development haspositive impacts on the work, income, expenditure and production asset, but has anegative impact in creating society conflict.

Keywords : Marine Ecotourism, Impact, Social, economic, Local peoples, RajaAmpat.

Page 4: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

RINGKASAN

MUHIDDIN TAFALAS. Dampak Pengembangan Ekowisata Terhadap KehidupanSosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Kasus Ekowisata Bahari di PulauMansuar Kabupaten Raja Ampat). Dibimbing oleh HARINI MUNTASIB danHARDJANTO.

Kabupaten Raja Ampat adalah kabupaten bahari yang wilayahnya terdiri dari

ratusan pulau besar dan kecil. Posisinya pada jantung segitiga karang dunia

menjadikan Kabupaten Raja Ampat termasuk sebagai salah satu kawasan yang

memiliki keanekaragaman hayati laut tropis terkaya (CII 2004 dalam Dinas Perikanan

dan Kelautan Raja Ampat 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Conservation

International Indonesia (CII 2004) menyimpulkan bahwa laut Kabupaten Raja Ampat

termasuk salah satu kawasan terumbu karang terbaik di Indonesia. Kekayaan

keanekaragaman hayati laut ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk

kegiatan ekowisata bahari. Salah satu pulau di Raja Ampat yang telah dikembangkan

kegiatan ekowisata bahari adalah Pulau Mansuar di Distrik Meos Mansaar.

Pengembangan ekowisata bahari di Mansuar melalui kegiatan menyelam, snorkel dan

kegiatan alternatif seperti pengamatan burung dan wisata budaya menyebabkan

terjadinya interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal sehingga diduga dapat

menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi bagi masyarakat. Untuk mengetahui

dampak yang terjadi, maka perlu dilakukan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi kondisi awal di Distrik Meos Mansaar sebelum adanya

kegiatan ekowisata dan menganalis dampak sosial dan ekonomi yang terjadi pada

masyarakat lokal.

Penelitian ini merupakan penelitian survey dan observasi (wawancara dan

pengamatan langsung). Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode pembagian

daerah sederhana (cluster sampling) dan diperoleh empat kampung di Distrik Meos

Mansaar (Kabupaten Raja Ampat) yaitu Sawandarek, Yembuba, Yenwapnor dan

Sawingray sebagai lokasi penelitian. Seluruh kepala kampung pada empat lokasi

penelitian didata kondisi sosial dan ekonomi dengan cara sensus. Jumlah kepala

keluarga pada lokasi penelitian adalah 191 KK dan diantaranya yang terlibat dalam

Page 5: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

kegiatan ekowisata sebanyak 20 KK. Penelitian ini menggunakan pula metode

recalling untuk mengetahui kondisi sosial dan ekonomi masyarakat lokal sebelum

kegiatan ekowisata bahari. Setiap parameter sosial dan ekonomi selalu dibedakan

kedalam dua kelompok (situasi) yaitu sebelum-sesudah dan terlibat-tidak terlibat.

Data sosial dianalisis secara deskriptif dan data ekonomi dianalisis secara kualitatif

dan kuantitatif (uji T).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter sosial seperti struktur

penduduk, perilaku masyarakat, pranata sosial dan nilai/norma sosial dan adat istiadat

serta proses sosial dalam bentuk kerjasama tidak berubah dengan adanya kegiatan

ekowisata bahari. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses sosial dalam bentuk

konflik kepemilikan lahan telah terjadi sebagai akibat dari pengembangan ekowisata

bahari. Hasil analisis statistik (uji T) terhadap parameter – parameter ekonomi

menunjukkan bahwa terjadi perbedaan nyata pada parameter pendapatan,

pengeluaran, dan asset produksi masyarakat, namun tidak ada perbedaan nyata pada

parameter kondisi rumah dan asset rumahtangga.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengembangan ekowisata

bahari tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk, perilaku masyarakat,

pranata sosial, nilai/norma dan adat istiadat serta proses kerjasama, namun

menimbulkan dampak negatif berupa terjadinya konflik kepemilikan lahan.

Pengembangan ekowisata telah memberikan dampak positif berupa peningkatan

pendapatan, pengeluaran dan asset produksi bagi masyarakat yang terlibat, namun

tidak memberikan dampak pada kondisi rumah masyarakat dan aset rumahtangga.

Kata Kunci : Ekowisata bahari, Dampak, Sosial, Ekonomi, Masyarakat Lokal, Raja

Ampat.

Page 6: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010Hak Cipta dilindungi Undang-Undangan1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbera. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya

ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatumasalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 7: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

DAMPAK PENGEMBANGAN EKOWISATATERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI

MASYARAKAT LOKAL

(Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat )

MUHIDDIN TAFALAS

Tesissebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains padaProgram Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 8: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc.

Page 9: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Judul Tesis : Dampak Pengembangan Ekowisata TerhadapKehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal(Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau MansuarKabupaten Raja Ampat).

Nama : Muhiddin Tafalas

NIM : E352070021

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS.Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Manajemen Ekowisata dan

Jasa Lingkungan

Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 19 Pebruari 2010 Tanggal Lulus :

Page 10: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2009 ini adalah ekowisata bahari,

dengan Judul Dampak Pengembangan Ekowisata Terhadap Kehidupan Sosial dan

Ekonomi Masyarakat Lokal (Studi Kasus Ekowisata Bahari di Pulau Mansuar

Kabupaten Raja Ampat).

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan

kepada :

1. Prof. Dr. Endang Koestati Sri Harini Muntasib dan Prof. Dr. Ir. Hardjanto, M.S.

selaku pembimbing atas perhatian, bimbingan dan motivasi yang telah

diberikan.

2. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc. selaku penguji luar komisi yang banyak

memberikan masukan dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini.

4. Drs. Marcus Wanma, M.Si. selaku Bupati Kabupaten Raja Ampat atas

kebijakan yang diberikan sehingga penulis dapat dan menyelesaikan pendidikan

program Magister Sains di IPB.

5. Pimpinan PT. Yellu Mutiara atas bantuan dana selama penulis kuliah.

6. Ir. Husen Duwila, MM selaku kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat

atas bantuannya baik moril maupun materil selama penulis kuliah.

7. Kepada Orang Tua tercinta Hi. Muhammad Tafalas dan Hj.Mahapia Tafalas

serta Hi. Musa Buatan (alm) dan Hj. Fatima Tafalas atas kasih sayang yang

telah dicurahkan, dan juga kepada saudara-saudaraku atas dukungan yang telah

diberikan.

8. Teman-teman seperjuangan (Teguh, Umri, Irna, Dewi, Ibu Mery) dan rekan-

rekan HIMAPA Bogor serta rekan-rekan di wisma Novia atas dukungannya.

9. Teman- teman sekantor pada Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat.

Terima kasih yang sungguh luar biasa kepada istri tercinta Hadija Mokodompit

serta anak – anakku tersayang (Nurlika Islamiaty Iffada, Hilman Maulana Tafalas,

Adiffa Quran’nisa, dan Muh. Hilmi Azizi Tafalas) atas kasih sayang, doa dan

pengorbanannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan civitas akademika,

peneliti dan pemerintah.

Bogor, Pebruari 2010

Penulis

Page 11: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 22 juni 1970 dari ayah Hi.

Muhammad Tafalas dan ibu Hj. Mahapia Tafalas. Penulis adalah anak pertama dari

delapan bersaudara.

Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri I Sorong, Papua Barat dan pada

tahun yang sama melanjutkan studi sarjana S-1 di Universitas Cenderawasih

(UNCEN) Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan dan lulus tahun 1995.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Kehutanan

Kabupaten Raja Ampat sejak tahun 2003 dan diberi kesempatan melanjutkan

pendidikan program S-2 pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata (DKSHE) program studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

(MEJ) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007.

Page 12: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. i

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... . iv

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. v

PENDAHULUAN . ……………………………………………………………. 1

Latar Belakang …………………………………………………………. 1

Perumusan Masalah …………………………………………………… . 2

Tujuan Penelitian …………..…………………………………………. . 4

Manfaat Penelitian …………………………………………………….. . 4

Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………………... . 4

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 7

Ekowisata ………………………………………………………………. 7

Ekowisata Bahari ………………………………………………………. 10

Dampak ……………………………………………………………….... 12

Dampak Ekowisata ……………………………………………………. . 13

Persepsi dan Perilaku ………………………………………………... . 15

Nilai dan Norma Sosial ………………………………………………... . 18

Proses Sosial …………………………………………………........... . 19

KEADAAN UMUM ………………………………………………………….. . 20

Letak Geografis ……………………………………………………….. . 20

Sumberdaya Alam Dapat Pulih ……………………………………….. . 20

Ekosistem Pesisir ……………………………………………………… . 21

Terumbu Karang ………………………………………………... . 21

Ikan Karang …………………………………………………....... . 22

Iklim ……………………………………………………………………. 23

Topografi ……………………………………………………………… . 24

Oceanografi …………………………………………………………….. 25

Mata Pencaharian ………………………………………………………. 25

Sejarah dan Budaya Masyarakat …………………………………….. . 26

Pengembangan Ekowisata …………………………………………… . 26

Page 13: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

ii

Kunjungan Wisatawan ………………………………………………….. 29

Kegiatan Ekowisata Bahari …………………………………………… . 29

Kontribusi Terhadap PAD …………………………………………….. . 31

METODE PENELITIAN ……………………………………………………... . 33

Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………….. 33

Penentuan Responden ………………………………………………….. 34

Pengumpulan Data dan Informasi …………………………………….. . 35

Pengukuran Variabel ………………………………………………….. . 36

Analisis Data ………………………………………………………….... 37

Definisi Operasional …………………………………………………... . 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………….. . 41

Kondisi Awal Masyarakat di Meos Mansaar

Sebelum Kegiatan Ekowisata Bahari ………………………………... . 41

Kondisi Sosial Masyarakat ………………………………………. 41

Struktur Penduduk ………………………………………... . 41

Perilaku Masyarakat …………………………………….... . 42

Pranata Sosial, Norma dan Aturan Adat Istiadat ………..... . 43

Proses Sosial ……………………………………………... . 45

Kondisi Ekonomi Masyarakat ……..…………………………… . 46

Mata Pencaharian Masyarakat …………………………... . 46Pendapatan Masyarakat …………………………………... . 47Pengeluaran Masyarakat ………………………………….. . 49Kondisi Perumahan Masyarakat ………………………….. . 50Aset Masyarakat …………………………………………. . 51

Kondisi Masyarakat Setelah Ekowisata Bahari …………………….. . 52Karakteristik Masyarakat ……………………………………...... . 52

Umur Penduduk dan Jumlah Anggota Keluarga ………… . 52

Pendidikan Formal ………………………………………... . 55

Lama Tinggal …………………………………………….... 58

Jenis Pekerjaan …………………………………………….. 59

Pendapatan Keluarga ……………………………………... . 60

Kondisi Sosial Masyarakat …………………………………. . 62

Struktur Penduduk ………………………………………... . 62

Perilaku Masyarakat …………………………………….... . 63

Pranata Sosial …………………………………………….... 64

Nilai/Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat ……………... . 65

Proses Sosial ……………………………………………… . 66

Page 14: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

iii

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata

Bahari ……………………………………………………... 67

Kondisi Ekonomi Masyarakat ……..…………………………… . 69

Mata Pencaharian Masyarakat …………………………..... . 69Pendapatan Masyarakat …………………………………... . 70Pengeluaran Masyarakat ………………………………….. . 71Kondisi Perumahan Masyarakat ………………………….. . 73Aset Masyarakat …………………………………………. . 74

Investasi …………………………………………………... . 75

Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari ………………………….. . 78

Dampak Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat ……………........... . 78

Struktur Penduduk ………………………………………... . 78

Perilaku Masyarakat …………………………………….... . 79

Pranata Sosial …………………………………………….... 79

Nilai/Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat ……………... . 81

Proses Sosial ……………………………………………… . 84

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata

Bahari ……………………………………………………... 86

Dampak Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat ………………. . 87

Mata Pencaharian Masyarakat …………………………..... . 87Pendapatan Masyarakat …………………………………... . 88Pengeluaran Masyarakat ………………………………….. . 92Kondisi Perumahan Masyarakat ………………………….. . 94Aset Masyarakat …………………………………………. . 97

Investasi …………………………………………………... . 101

SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………... . 102

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 104

LAMPIRAN …………………………………………………………………... . 109

Page 15: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Raja Ampat …………….. 5

2. Keadaan curah hujan dan hari hujan Kabupaten Raja Ampat

Tahun 2003 ……………………………………………………………. . 24

3 Obyek Wisata di Distrik Meos Mansaar ……………………………….. 27

4 Jumlah penginapan, kamar dan tempat tidur di Meos Mansaar ………... . 28

5 Daftar operator pariwisata yang beroperasi di Raja Ampat ……………. 28

6 Distribusi pendapatan sektor pariwisata Raja Ampat ………………….. . 32

7 Jumlah penduduk di Distrik Meos Mansaar …………………………... . 41

8 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial

dan ikatan adat istiadat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. 45

9 Jenis pekerjaan masyarakat sebelum ekowisata bahari di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………...... . 47

10 Pendapatan masyarakat di Meos Mansaar sebelum ekowisata bahari …... 48

11 Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum kegiatan ekowisata di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 49

12 Kondisi perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata

bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ……………………….. . 50

13 Jumlah aset masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat ………………………………………………… . 51

14 Interval umur kepala keluarga di lokasi penelitian………………………. . 52

15 Interval umur kepala keluarga yang terlibat ekowisata

di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 53

16 Jumlah anggota per keluarga di Meoss Mansaar Kabupaten

Raja Ampat ……………………………………………………………... . 55

17 Sebaran tingkat pendidikan masyarakat di lokasi ekowisata bahari

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………………… . 56

18 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari

di Meos mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 56

19 Komposisi lama tinggal masyarakat di lokasi ekowisata bahari

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………………… . 58

20 Jenis pekerjaan masyarakat pada lokasi ekowisata di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. . 60

21 Pendapatan keluarga di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar

Page 16: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

v

Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. . 61

22 Rata – rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat

dalam ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……. . 61

23 Jumlah penduduk di Distrik Meos Mansaar ……………………………. . 62

24 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial

dan ikatan adat istiadat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. 65

25 Keadaan masyarakat berdasarkan bentuk kerjasama dan konflik

setelah kegiatan ekowisata di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat …………………………………………………. 66

26 Persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengembangan ekowisata

Bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ………………………... 67

27 Jenis pekerjaan kepala keluarga yang terlibat dalam kegiatan

Ekowisata bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ……………. 70

28 Rata – rata pendapatan kepala keluarga setelah kegiatan ekowisata

di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 71

29 Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….... . 71

30 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di

Sawandarek Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………. . 72

31 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di

Yembuba Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………. 72

32 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di

Yenwapnor Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………. 73

33 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata bahari di

Sawingray Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………… . 73

34 Kondisi perumahan masyarakat setelah kegiatan ekowisata bahari

di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat ……………………………… . 74

35 Jumlah aset masyarakat setelah kegiatan ekowisata di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat…………………………………………………… . 75

36 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Kri …………………… . 76

37 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Sorido ………………... . 77

38 Rata – rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam

kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………….. 88

39 Jumlah keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan

ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………………... . 89

40 Rata rata pendapatan keluarga sebelum dan sesudah ekowisata

Bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………….. 91

Page 17: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

vi

41 Rata rata pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata

Bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………….. 93

42 Kondisi rumah masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata

bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat .………………………. . 95

43 Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat kegiatan

ekowisata Bahari di Meos Mansaar kabupaten Raja Ampat .……………. 97

44 Jumlah aset masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 98

45 Jumlah aset masyarakat berdasarkan jenis sebelum dan sesudah

ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………. . 98

46 Rata – rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata

di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………... . 99

Page 18: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pikir penelitian ……………………………………………... . 6

3 Peta Lokasi Penelitian ………………………………………………… . 41

3 Interval umur keluarga yang terlibat ekowisata bahari di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 54

4 Tingkat pendidikan keluarga yang terlibat ekowisata bahari di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 57

5 Persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………….. . 69

6 Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari

Di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ……………………………. . 83

7 Kondisi aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum

dan sesudah ekowisata bahari …………….……………………………. 83

8 Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah

ekowisata bahari . .................................................................................... . 84

9 Bentuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan

sesudah ekowisata bahari ………………………………………………. 85

10 Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata

bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat …………………….. . 87

11 Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata

bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………. 90

12 Pendapatan keluarga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata

Bahari di Meos Mansaar abupaten Raja Ampat ………………………. . 92

13 Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata

Bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat ………………………. 94

14 Kondisi perumahan keluarga sebelum dan sesudah pengembangan

Ekowisata Bahari di Meos Mansaar Kabupaten

Raja Ampat ……………………………………………………………... 96

15 Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat

Pengembangan Ekowisata Bahari di Meos Mansaar Kabupaten

Raja Ampat …………………………………………………………… . 97

16 Rata – rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat

ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten

Raja Ampat …………………………………………………………… . 100

Page 19: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Uji – t untuk perbandingan pendapatan sebelum dan sesudah

ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………… . 109

2 Uji – t untuk perbandingan pendapatan kelompok yang terlibat

dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ………………… . 109

3 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran sebelum dan sesudah

ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………….. 110

4 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran kelompok yang terlibat

dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ……………….. . 111

5 Uji – t untuk perbandingan kondisi rumah sebelum dan sesudah

ekowisata bahari di Meos Mansaar ………………………………….. . 112

6 Uji – t untuk perbandingan kondisi rumah kelompok yang terlibat

dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ………………… . 113

7 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga sebelum dan sesudah

ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………… . 113

8 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga kelompok yang

terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ……….. . 114

9 Uji – t untuk perbandingan aset produksi sebelum dan sesudah

ekowisata bahari di Meos Mansaar …………………………………… . 115

10 Uji – t untuk perbandingan aset produksi masyarakat yang

terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar ………... . 116

Page 20: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Raja Ampat merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong

Propinsi Papua Barat berdasarkan Undang – Undang Nomor 26/2002 tentang

Pembentukan Kabupaten Baru Hasil Pemekaran. Wilayahnya terdiri dari gugusan

pulau besar dan kecil dan terletak pada posisi 2º.25' Lintang Utara ─ 4º.25' Lintang

serta 130º ─ 132º.55' Bujur Timur, dengan luas wilayah 6.791.55 km². Kepulauan Raja

Ampat terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan

pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini (Dinas Kelautan dan

Perikanan Raja Ampat 2007). Kabupaten Raja Ampat sebagai daerah kepulauan

memiliki potensi sumberdaya laut dan pesisir yang masih alami dan indah, sehingga

merupakan kawasan yang sangat berpeluang untuk pengembangan ekowisata bahari

dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai lokasi Warisan Dunia (Word Herritage

Site) (CII 2006).

Keberadaan sumberdaya laut yang sangat potensial dan yang dijadikan obyek

wisata bahari di Raja Ampat adalah keindahan terumbu karang. Dari hasil penelitian CI

(2002), ditemukan 75 % dari 537 spesies terumbu karang dunia terdapat di Raja Ampat

dan kondisi terumbu karang masih sangat baik. Bahkan hasil penelitian lebih lanjut

yang dilakukan Conservation International (CII 2004) menyimpulkan bahwa laut di

Kepulauan Raja Ampat adalah kawasan terumbu karang terbaik di Indonesia.

Pulau Mansuar adalah salah satu pulau di Kabupaten Raja Ampat (termasuk

Distrik Meos Mansaar) yang terletak dalam Kawasan Konservasi laut Daerah (KKLD)

yang merupakan daerah multipurpose protected area dengan basis utama kegiatan

ekonomi diarahkan untuk pengelolaan dan pengembangan wisata berkelanjutan dan

perikanan (Kembudpar 2003b). Daerah ini juga termasuk dalam salah satu daerah

pengembangan simpul wisata terpadu (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2005).

Penyelenggara kegiatan wisata bahari di Pulau Mansuar adalah PT. Papua Diving, base

resort Papua Diving di Pulau Mansuar yaitu Sorido Bay resort dan Kri Eco resort,

Page 21: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

2

tetapi atraksi wisata bahari mencakup hampir keseluruhan wilayah Distrik Mios

Mansaar.

Implikasi dari ketersediaan sumberdaya laut yang sangat potensial ini, maka

sejak tahun 2003 telah berkembang kegiatan ekowisata bahari di Pulau Mansuar oleh

PT. Papua Diving. Kegiatan penyelenggaraan ekowisata yang utama di Papua Diving

adalah mengamati terumbu karang dari permukaan laut (snorkelling) dan menyelam

(diving). Selain itu paket wisata lain yang juga ditawarkan oleh Papua Diving adalah

mengunjungi perkampungan untuk melihat langsung tanaman dan hewan khas

setempat termasuk Burung Cenderawasih. Papua Diving merupakan satu – satunya

resort wisata eksotis yang ada di Raja Ampat yang menawarkan ekowisata bawah laut

di Kawasan Mansuar. Pada tahun 2005 – 2006, wisatawan mancanegara dari Eropa

yang datang ke resort ini rata-rata berjumlah 600 orang pertahun (Sumedi 2007).

Kehadiran wisatawan ke daerah ini tentu akan memberikan dampak baik positif

maupun negatif, tehadap masyarakat lokal. Untuk itu perlu diketahui dampak sosial

dan ekonomi masyarakat disekitar Mansuar.

Perumusan Masalah

Penyelenggaraan ekowisata di Mansuar dilakukan oleh PT. Papua Diving

sebagai satu-satunya resort yang menyelenggarakan kegiatan ekowisata bahari.

Manajemen PT. Papua Diving berkomitmen untuk melibatkan warga lokal dalam

pembangunan dan pengelolaan resort. Tercatat 90 dari 100 karyawan Papua Diving

adalah masyarakat lokal. Selain sebagai karyawan, penduduk kampung di sekitar resort

juga memasok ikan, buah-buahan serta kerajinan tangan (Sumedi 2007).

Pengembangan ekowisata bahari di Kabupaten Raja Ampat, khususnya Pulau

Mansuar diharapkan selain dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga

menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat lokal yang berada disekitar dan

atau dalam lokasi ekowisata. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan

ekowisata bahari seperti penyediaan makanan dan minuman, tempat tinggal (homestay,

cottage), pemandu, sarana dan prasarana transportasi, penyediaan peralatan ekowisata

Page 22: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

3

bahari, hiburan (tarian) dan lainnya diharapkan mampu mengubah kehidupan sosial

dan ekonomi masyarakat lokal.

Jenis kegiatan ekowisata bahari yang dilakukan di Raja Ampat selama ini hanya

pengamatan dari permukaan laut (snorkeling) dan menyelam (diving). Kegiatan wisata

budaya dan pengamatan burung hanya sebagai pelengkap. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan DKP) Raja Ampat

tahun 2006 yang menunjukkan bahwa preferensi terbesar wisatawan mancanegara

yang datang ke Raja Ampat adalah untuk menyelam.

Penyelenggaraan ekowisata bahari seperti yang tersebut diatas tentu

memberikan dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat. Melalui pengembangan

ekowisata bahari di Mansuar, tentu akan terjadi interaksi antar wisatawan dengan

masyarakat setempat sehingga mengakibatkan perubahan dalam kehidupan sosial dan

ekonomi. Perubahan tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Dari segi

sosial dapat saja terjadi perubahan perilaku, pranata sosial, nilai/norma sosial, proses

sosial, pelapisan sosial serta persepsi. Wisatawan yang berkunjung ada yang bersedia

menjadi donatur pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak di Pulau Mansuar.

Namun adanya pengembangan ekowisata ini juga mengakibatkan terjadinya konflik

lahan antar masyarakat (Sayori 2008). Bahkan ada wisatawan yang bersedia menjadi

donatur pembangunan gereja dan pendidikan anak-anak di Meos Mansaar.

Dari sisi ekonomi tentu terjadi antara lain perubahan tingkat pendapatan

masyarakat, mata pencaharian, dan pola konsumsi. Hasil penelitian lain yang dilakukan

oleh tim Pemda Kabupaten Raja Ampat memperlihatkan bahwa Nilai Ekonomi

ekowisata bahari di Raja Ampat (Mansuar) sebesar Rp. 716.000.000/tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa jika kegiatatan wisata bahari di Raja Ampat dapat dikelola

dengan baik dan berkelanjutan maka dapat memberikan penerimaan yang cukup

signifikan bagi perekonomian daerah dan khususnya memberikan kontribusi langsung

bagi perekonomian rakyat setempat (Dinas Perikanan dan Kelautan Raja Ampat 2007).

Dengan demikian agar nantinya pengembangan kegiatan ekowisata bahari di

Mansuar lebih memberikan kontribusi secara signifikan terhadap sosial dan ekonomi

Page 23: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

4

masyarakat, maka sejak awal perlu dilakukan penelitian yang mendalam menyangkut

hal ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan mengetahui dampak sosial dan ekonomi

penyelenggaraan ekowisata bahari bagi masyarakat lokal. Secara khusus penelitian ini

bertujuan :

1. Mengindentifikasi kondisi awal sebelum ada kegiatan ekowisata bahari .

2. Menganalisis dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap kondisi sosial

masyarakat lokal.

3. Menganalisis dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap kondisi ekonomi

masyarakat lokal.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi perencanaan

pengembangan sektor pariwisata khususnya ekowisata bahari di Pulau Mansuar dalam

rangka peningkatan sosial ekonomi masyarakat lokal dan pelestarian kawasan.

Kerangka Pikir Penelitian

Pulau Mansuar merupakan salah satu kawasan yang termasuk dalam rencana

pengembangan ekowisata bahari di Raja Ampat. Hal ini karena kawasan Mansuar dan

sekitarnya (Distrik Meos Mansaar) memiliki hamparan terumbu karang yang indah dan

dalam kondisi baik. Selain keunggulan terumbu karang, Pulau Mansuar dan sekitanya

juga memiliki hamparan pasir putih yang indah serta air laut yang jernih.

Keunggulan Komparatif kawasan Pulau Mansuar terutama sumberdaya lautnya

menyebabkan kawasan ini mulai dikembangkan untuk kegiatan ekowisata bahari.

Wisatawanpun mulai berdatangan. Pertumbuhan dan jumlah kunjungan wisatawan

(khususnya wisatawan mancanegara) sejak tahun 2004 sampai dengan 2008

memperlihatkan peningkatan yang cukup tajam (tabel 1), dengan rata-rata peningkatan

sebesar 98,29 % kunjungan pertahun untuk wisatawan mancanegara dan 73,31 %

Page 24: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

5

kunjungan untuk wisatawan nusantara. Sekalipun jumlahnya masih sangat kecil jika

dibandingkan dengan jumlah kunjungan di daerah lain, namun idealnya jumlah yang

demikian dapat memberikan kontribusi yang nyata terutama terhadap pendapatan

masyarakat lokal di daerah tersebut yang populasinya berjumlah 391 KK.

Tabel 1 Jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Raja Ampat (Meos Mansaar)

Wisatawan (Orang) JumlahTahun

Lokal Mancanegara (Orang)

2004 - 189 1892005 44 600 6442006 46 652 7462007 64 1,245 1,3092008 261 2,447 2,7082009 183 1,178 1,3611

Jumlah 598 6,359 6,957

Keterangan : 1Data sampai bulan Juli 2009

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, 2009

Pemanfaatan sumberdaya laut terutama untuk pengembangan ekowisata bahari

tentu menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat

setempat. Data – data kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat ini kemudian diolah

dan dianalisis. Data sosial dianalisis secara deskriptif, sedangkan data ekonomi

dianalisis secara statistik. Untuk dapat melihat dan menilai bahwa suatu dampak atau

perubahan telah terjadi, maka perlu adanya bahan pembanding sebagai acuan. Salah

satu acuannya adalah kondisi/keadaan sebelum terjadi perubahan atau sebelum adanya

kegiatan pengembangan ekowisata (Soemarwoto 1988).

Dampak yang timbul dengan adanya penyelenggaraan ekowisata bahari dapat

bersifat positif maupun negatif. Ketika dampak yang ditimbulkan dari kegiatan

ekowisata ini bersifat positif, maka rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini

adalah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan dampak positif tersebut. Ketika

dampak yang ditimbulkan negatif, maka rekomendasi yang diberikan dalam penelitian

ini adalah bagaimana menekan atau meminimalkan dampak negatif tersebut (Gambar

1).

Page 25: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

6

Pulau Mansuar

Dampak

- Mata Pencaharian- Pendapatan- Pengeluaran- Kondisi

Perumahan- Aset- Investasi

- Struktur Penduduk- Perilaku- Pranata Sosial- Nilai/Norma- Proses Sosial- Persepsi

Analisis Deskriptif

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Pengembanganekowisata bahari

Dampak Positif danDampak Negatif

Keindahan Fisik Kekayaan hayati lautdan darat

Sosial Ekonomi

Data Data

Analisis Kuantitatifdan Kualitatif

Page 26: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

7

TINJAUAN PUSTAKA

Ekowisata

Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Kekhususan ini

menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata massal.

Perbedaannya dengan wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar (Damanik

dan Weber 2006).

Ekowisata juga diartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab

dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

lokal (TIES 1990 dalam Fandeli 2000). Dari definisi ini ekowisata dapat dipandang

dari tiga perspektif yaitu :

1. Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada

sumberdaya alam.

2. Ekowisata sebagai pasar yang merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya –

upaya pelestarian lingkungan.

3. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode

pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan.

Disini kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat

lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas

ekowisata.

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip

pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Dalam prakteknya

hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang :

a. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya

b. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan

wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka.

c. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk

kelompok kecil (UNEP, 2000).

Page 27: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

8

Dengan kata lain ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang

memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus

menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam

itu sendiri.

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi tema yang kuat

dan kontroversial. Kuat karena hampir semua negara di dunia menyetujui tema ini,

kontroversial karena tema ini seolah-olah menjadi retorika belaka bagi negara- negara

dunia maju. Lawrence (1994) dalam Hendarto (2003) menuliskan pembangunan

berkelanjutan hanya dapat dicapai jika dampak sosial dan dampak lingkungan

seimbang dengan tujuan ekonomi yang diharapkan. Dalam hal pariwisata, tidak adanya

dampak (zero impact) sebagai akibat dari wisatawan berupa level pencapaian minimum

dari dampak negatif perlu direncanakan.

Dari definisi tersebut diatas, dapat diidentifikasi beberapa prinsip ekowisata

(TIES 1990 dalam Fandeli 2000), yaitu :

1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations),

sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, dan biasanya

lingkungan tersebut dilindungi.

2. Meminimalkan dampak negatif (minimized impact)

Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ekoturisme berusaha untuk

meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan atau infrastruktur

lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan

material/ sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi yang

terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang aman, dan

menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan (landscape) dan budaya

setempat, serta memberikan batas / jumlah wisatawan yang sesuai daya dukung

obyek dan pengaturan perilakunya.

3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness).

Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik kepada wisatawan

maupun masyarakat penyanggah obyek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi

Page 28: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

9

dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik obyek

dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan.

4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan

konservasi (provides direct financial benefits for conservation). Ekoturisme dapat

membantu meningkatkan perlindungan lingkungan, penelitian dan pendidikan,

melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya.

5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat

lokal (provides vinancial benefits and empowerment for local people). Masyarakat

akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi apabila mereka

mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Keberadaan ekoturisme di suatu kawasan harus mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat (local community walfare). Manfaat finansial

dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas

masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, permodalan dan manajemen.

6. Menghormati budaya setempat (respect local culture). Ekoturisme disamping lebih

ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrutif, polutan dan eksploitatif

terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu “core” bagi

pengembangan kawasan ekoturisme.

7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (support human right and

democratic movement).

Ekowisata harus mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal

yang secara umum memiliki posisi tawar yang lebih rendah, menempatkan masyarakat

sebagai elemen pelaku dalam pengembangan suatu kawasan, sehingga terlibat

langsung dalam pengambilan keputusan serta menentukan hak-hak kepemilikan.

Pengambilan keputusan secara komprehensif, adaptif dan demokratis, melalui

pendekatan comanagement (integrated bottom up and top down approach).

Mengacu pada penjelasan tentang ekowisata seperti tersebut diatas, maka ada

beberapa alasan untuk mengembangkan manfaat ekowisata yaitu :

Page 29: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

10

1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membawa kepada peningkatan pendapatan

masyarakat, sehingga menimbulkan perubahan pola konsumsi terutama dibidang

jasa.

2. Jumlah penduduk yang besar membutuhkan adanya lapangan kerja dan lapangan

berusaha khususnya untuk masyarakat pedesaan atau yang berada disekitar

kawasan konservasi.

3. Semakin terbentuknya kesadaran masyarakat internasional maupun nasional

terhadap kelestarian sumber daya hayati.

4. Pengembangan manfaat ekowisata ini dapat memberikan pendapatan atau

pemasukan bagi kepentingan pemerintah dan pengelola.

Ekowisata Bahari

Ekowisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berhubungan dengan

kelautan dengan sasaran antara lain melihat/mengamati terumbu karang, berbagai jenis

ikan, hewan- hewan kecil di laut (microfauna) yang dilakukan dengan cara antara lain

“diving”, “snorkelling”, dan “swimming” (Garrod & Wilson 2004). Menurut Cater

(2003) dalam Garrod dan Wilson (2004), wisata bahari adalah sebuah komponen dari

sektor ekowisata yang lebih luas yang tumbuh dengan pesat baik nilai maupun volume.

Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan

adalah keindahan dan keaslian lingkungan seperti kehidupan dibawah air, bentuk

pantai (gua – gua, air terjun, pasir dan sebagainya) dan kekayaan jenis tumbuhan,

burung dan hewan – hewan lain. Dengan demikian, cakupan kegiatan wisata ini

memiliki spektrum industri yang sesungguhnya sangat luas dan bisnis yang

ditawarkannya sangat beragam, antara lain jasa penyedia transportasi, kapal pesiar,

pengelola pulau kecil, pengelola taman laut, hotel, restoran terapung, kawasan lepas

pantai, rekreasi pantai, konvensi di pantai dan di laut, pemandu wisata alam, dan

sebagainya. Tentunya industri-industri pendukung juga akan terbuka lebar antara lain

jasa foto dan video, pakaian dan peralatan olahraga, jasa kesehatan, jasa keamanan

laut, jasa resque, kerajinan dan cindera mata, pemasok makanan dan minuman, hiburan

Page 30: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

11

dan lain sebagainya. Konsep wisata pesisir dan bahari di dasarkan pada view, keunikan

alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat

sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari haruslah dilakukan secara

terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara

berkelanjutan haruslah dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan

pendekatan pengelolaan konservasi sehingga total dampaknya tidak melebihi kapasitas

fungsionalnya (Dahuri et al. 2001).

Dalam konteks wilayah pesisir atau bahari, maka Dahuri et al. (2001) menyatakan

bahwa pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat menjamin

pemenuhan kebutuhan generasi sekarang tanpa mempertaruhkan kemampuan generasi

mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tujuan pembangunan

berkelanjutan adalah memadukan pembangunan dan lingkungan sejak awal proses

penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan yang strategik sampai pada

penerapannya di lapangan.

Lebih lanjut menurut Dahuri et al. (2001), bila suatu wilayah pesisir dibangun

untuk rekreasi atau wisata, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga

berkembang pesat. Oleh karena itu perencanaan pengembangan wisata di wilayah

pesisir hendaknya dilakukan secara menyeluruh termasuk antara lain inventarisasi dan

penilaian sumberdaya yang cocok, perkiraan tentang berbagai dampak, hubungan

sebab akibat dari berbagai tata guna lahan serta pilihan pemanfaatannya.

Ceballos dan Lascurian (1992) dalam Hilyana (2001) menyatakan bahwa definisi

wisata pesisir ditekankan pada aspek konservasi lingkungan pesisir dan budaya

masyarakatnya secara berkelanjutan sehingga manfaat wilayah pesisir dirasakan

langsung oleh masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian wisata pesisir

(bahari) secara langsung melibatkan lingkungan yang alamiah termasuk aspek budaya

dan ekologi yang berkelanjutan serta ditekankan pada penduduk disekitanya sehingga

dalam jangka panjang akan melibatkan konservasi sumberdaya.

Page 31: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

12

Dampak

Dampak didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan

akibat aktivitas manusia (Soeratmo 1988) . Untuk dapat menilai terjadinya dampak,

perlu adanya suatu acuan yaitu kondisi lingkungan sebelum adanya aktivitas

(Soemarwoto 1988). Oleh karena itu dampak lingkungan adalah selisih antara keadaan

lingkungan tanpa proyek dengan keadaan lingkungan dengan proyek. Dampak dapat

berakibat positif maupun negatif (Soekartawi 1994). Dampak dari suatu kegiatan

pembangunan dapat merambah kesemua aspek kehidupan yang ada di masyarakat

mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan

(Soekartawi 1994). Selanjutnya menurut Soemarwoto (1988), penetapan suatu dampak

dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahap yaitu :

1. Melakukan identifikasi dampak yang terjadi pada komponen lingkungan. Banyak

metode telah dikembangkan untuk memudahkan identifikasi komponen mana yang

akan terkena dampak dan mana yang tidak.

2. Pengukuran atau penghitungan dampak yang akan terjadi pada komponen

lingkungan tersebut.

3. Penggabungan beberapa komponen lingkungan yang sangat berkaitan, kemudian

dianalisis dan digunakan untuk menetapkan refleksi dari dampak komponen-

komponen sebagai indikator menjadi gambaran perubahan lingkungan atau dampak

lingkungan.

Perkiraan dampak adalah suatu proses untuk menentukan siapa yang akan terkena

dampak, dengan cara (melalui proses) seperti apa dan untuk berapa lama dampak itu

berlangsung. Secara ringkas peneliti harus menyajikan;

1. siapa yang terkena dampak (who are going to be affected). Siapa menujukkan pada

berapa orang yang terkena, ciri – ciri mereka bagaimana (umur, pekerjaan ; sebagai

nelayan, petani, pedagang, pemerintahan, dll, pendidikan ; SD, SMP, SMA,

Akademi/ Universitas, kelompok masyarakat; tokoh masyarakat, pemerintah dan

sebagainya). Siapa juga bisa menunjukkan satuan analisa; individu (kepala

keluarga), keluarga (istri, anak, menantu, dll) atau masyarakat.

Page 32: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

13

2. Dalam bentuk apa (in what way) mereka terkena dampak, misalnya penduduk yang

berada di sekitar atau dalam kawasan wisata bahari berdampak dalam bentuk

pekerjaan sebagai pemandu, penyedia transportasi, pengelola cottage/ homestay,

penyedia makanan dan minuman, penyedia honai/ pondokan, dll.

3. Berapa lama dampak itu berlangsung. Dalam penelitian diambil rentang waktu 5

tahun kebelakang. Dampak kegiatan pariwisata dari segi ekonomi sangat penting

diketahui, karena hampir semua negara (suatu masyarakat) mengukur posisi dan

manfaat pariwisata dalam suatu kaitannya dengan penerimaan ekonominya.

Dampak ekonomi wisata antara lain: (1) Akibat terhadap neraca pembayaran; (2)

Akibat untuk kesempatan kerja; (3) Akibat dalam mendistribusikan pendapatan; (4)

Hasil ganda (multiplier effect); (5) Hasilnya dalam memasarkan produk-produk

tertentu; (6) Hasilnya untuk sektor pemerintah (pajak); (7) Hasil “tiruan” yang

mempengaruhi masyarakat; dan (8) Keperluan lainnya (Wahab, 1989 ).

Canadian Environmental Assessment Review Council ( CEARC ) dalam

Soemarwoto (1988) merumuskan ruang lingkup studi dampak sebagai berikut:

1. Perubahan yang berhubungan dengan kependudukan

2. Perubahan yang berhubungan dengan aspek ekonomi

3. Perubahan yang berhubungan dengan aspek budaya

4. Perubahan yang berhubungan dengan sumberdaya alam dimana penduduk sangat

tergantung (misalnya terumbu karang, pesisir pantai, kelautan, dan lainnya)

5. Perubahan yang berkaitan dengan fasilitas publik (misalnya pembangunan sarana

dan prasarana wisata bahari, pengembangan jasa wisata bahari, dan lainnya).

Dampak Ekowisata

Pariwisata (ekowisata) dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting tetapi

apabila tidak dilakukan dengan benar, maka pariwisata berpotensi menimbulkan

masalah atau dampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan

(Suwantoro 1997). Hal senada juga disampaikan oleh Cooper et.al. (1998) bahwa

pariwisata berpeluang menimbulkan dampak ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.

Page 33: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

14

Yoeti (2008) menyatakan bahwa pariwisata (termasuk ekowisata) sebagai katalisator

dalam pembangunan karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan

perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Lebih lanjut Clement dalam

Yoeti (2008) bahkan mengatakan bahwa bila pejabat tinggi pemerintah tidak mengerti

dan tidak mendukung pengembangan pariwisata, maka keseluruhan perekonomian

menderita karena sarana perekonomian akan terbengkalai atau menganggur. Dampak

pariwisata (ekowisata), idealnya dilihat melalui pendekatan komprehensif. Ada

keterkaitan hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara dampak

lingkungan, ekonomi dan sosial. Kepincangan pada salah satu aspek akan membawa

pengaruh pada aspek lainnya. Oleh karenanya tantangan pembangunan ekowisata

terletak pada kemampuan untuk memfasilitasi semua kepentingan lingkungan,

ekonomi dan sosial dalam proporsi yang berimbang dan saling menunjang.

Pada tingkatan nasional menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Republik Indonesia, pada tahun 2006 total penerimaan negara dari pariwisata

diperkirakan 12 triliun rupiah. Untuk tingkatan daerah antara lain studi kasus di Taman

Wisata Alam Baturaden – Purwokerto (Jawa Tengah) disimpulkan bahwa industri

pariwisata dapat memajukan perekonomian daerah karena merupakan sektor yang

padat karya, mempunyai daya serap yang besar terhadap tenaga kerja, serta mampu

meningkatkan pendapatan masyarakat (Mulyaningrum 2005). Kontribusi pariwisata

pada sektor ekonomi tentu berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya atau

antara yang sudah berkembang dan yang baru berkembang. Faktor yang

mempengaruhinya antara lain potensi wisata serta strategi dan manajemen

pengembangan wisata di suatu daerah. Sunarminto (2002), menemukan bahwa di

Buleleng sekalipun kegiatan ekoturisme WBPM – TNBB masih merupakan kegiatan

ekonomi non basis namun memberikan kontribusi terhadap perekonomian wilayah

cukup besar dengan nilai LQ (Location Quotient) 0,45 pada tahun 1995. Menurut

Sunarminto (2002) bahwa sekalipun relatif kecil namun kegiatan ekoturisme wisata

bahari Pulau Menjangan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) telah memberikan

Page 34: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

15

pendapatan langsung kepada masyarakat lokal sebesar 15 % dari prakiraan nilai

ekonomi ekoturisme wisata bahari TNBB tahun 1996 yaitu sebesar ± 0,77 milyar.

Fenomena perkembangan kontribusi pariwisata alam (ekowisata) terhadap

perekonomian daerah tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi di negara –negara lain pun

demikian. Taman Marga satwa Monkey Mia (Australia Barat) dan Harvey Bay

(Queensland) telah memberikan kontribusi terhadap ekonomi regional masing –

masing sebesar 5 - 11 % dan 2 - 4 % terhadap total pendapatan regional (Stoeckl et al.

2005). Di Bostwana (Afrika) salah satu lokasi wisata yaitu “Taman Buru Okavango

Delta” telah memberikan peningkatan pendapatan dan lapangan kerja bagi masyarakat

di Desa Sankoyo (Mbaiwa 2004). Lebih lanjut menurut Mbaiwa (2004), kemitraan

usaha yang dibangun antara masyarakat dan managemen taman buru memberikan hasil

berupa pendapatan tahunan bagi 34 rumahtangga di Sankoyo sebesar P 200,- pada

tahun 2001 menjadi P 500,- untuk 49 rumahtangga pada tahun 2004.

Terhadap sosial budaya masyarakat, pengembangan ekowisata juga

memungkinkan terjadinya dampak. Adanya pertemuan atau kontak antara penduduk

dengan wisatawan memberikan peluang terjadinya transfer budaya baik dalam bentuk

sikap maupun perbuatan atau tingkah laku. Hilyana (2001) menemukan bahwa telah

terjadi pergeseran norma- norma yang selama ini berlaku dalam kehidupan masyarakat

di Desa Batu Layar, Lombok Barat terutama pada masyarakat yang berprofesi sebagai

pemandu wisata pada kegiatan wisata bahari di Lombok Barat, NTB. Dengan demikian

jelas bahwa pariwisata (ekowisata) dapat memberikan dampak positif maupun negatif

bagi ekonomi maupun sosial budaya masyarakat.

Persepsi dan Perilaku

Persepsi dapat diartikan sebagai respon yang bersifat spontan dan instingtif

terhadap sebuah pertanyaan atau pernyataan tentang suatu hal (Achsani et al. 2006).

Persepsi menurut Krech dan Richard dalam Muliady (2005) ditentukan oleh faktor

fungsional dan faktor struktural.

Page 35: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

16

a. Faktor faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi berasal dari kebutuhan,

pengalaman masa lalu dan hal hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai

faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli,

tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Dari faktor faktor

ini kemudian dikenal adanya dalil persepsi Pertama yaitu bahwa “ Persepsi bersifat

selektif secara fungsional”. Dalil ini mengandung arti bahwa obyek-obyek yang

mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya obyek-obyek yang memenuhi tujuan

individu yang melakukan persepsi. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi

persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi kerangka

rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang

diterimanya. Kerangka rujukan mengandung arti bahwa ketika seseorang berbicara

tentang suatu hal, maka seseorang itu harus memiliki pengetahuan tentang hal tersebut

sehingga seorang mahasiswa kedokteran akan sukar memahami pembicaraan tentang

teori-teori komunikasi bila mahasiswa tersebut tidak memiliki latar belakang

pendidikan dalam ilmu komunikasi.

b. Faktor faktor struktural yang mempegaruhi persepsi semata – mata dari sifat

stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para

spikolog merumuskan prinsip prinsip persepsi yang bersifat struktural yang kemudian

dikenal dengan Teori Gestalt. Menurut teori ini bila kita mempersepsi sesuatu, kita

mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya lalu

menghimpunannya keseluruhan. Dari prinsip ini kemudian melahirkan Dalil Persepsi

Kedua yaitu bahwa Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi

arti. Dalil Persepsi yang ketiga yaitu bahwa sifat sifat perseptual dan kognitif dari

substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat sifat struktur secara keseluruhan.

Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, maka semua sifat

individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan

kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.

Terkait dengan persepsi ini, maka penelitian yang dilakukan oleh Hilyana (2001)

di Lombok Barat propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengemukakan bahwa

Page 36: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

17

masyarakat lokal setuju dengan pengembangan pariwisata bahari di Lombok Barat

karena telah memberikan manfaat dan keuntungan berupa lapangan kerja dan usaha.

Perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang dan

merupakan hasil kombinasi antara pengembangan anatomis, fisiologis, dan psikologis

(Kast & Rosenweig 1995). Padmowihardjo (1978) dalam Nayati dan Amanah (2006)

mendefinisikan perilaku sebagai pencerminan – pencerminan yang ditampakkan oleh

seseorang sebagai hasil interaksi dari sifat – sifat genetis dan lingkungan. Selanjutnya

dikatakan bahwa perilaku adalah keseluruhan tindakan seseorang yang dapat diamati

oleh orang lain (Nayati dan Amanah 2006). Unsur perilaku terdiri dari perilaku yang

tidak tampak seperti pengetahuan (cognitif) dan sikap (affectif), serta perilaku yang

tampak seperti keterampilan (psychomotoric) dan tindakan nyata (action). Demikian

pula Muliady (2005), mengklasifikasi karakteristik yang mempengaruhi perilaku

manusia sebagai mahluk sosial kedalam tiga komponen yaitu afektif, kognitif dan

konatif.

Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis yang

terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi. Motif sosiogenis sering disebut motif

sekunder antara lain motif ingin tahu,motif cinta, motif kompetensi dan lain-lain. Sikap

adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi

objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan

untuk berperilaku dengan cara – cara tertentu terhadap objek sikap. Robbins (2002)

menyampaikan bahwa sikap memang mempengaruhi perilaku.

Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala – gejala

kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Komponen kognitif menyangkut

dengan kepercayaan. Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam

mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan

menentukan sikap terhadap objek sikap. Menurut Solomon dalam Muliady (2005),

kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Komponen

Konatif menyangkut kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek perilaku

manusia yangm menetap, berlangsung secara otomatis. Sedangkan kemauan dapat

Page 37: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

18

diartikan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapat tujuan

(Dewey & Humber dalam Muliady 2005). Selain faktor – faktor personal, perilaku

seseorang juga dipengaruhi oleh faktor situasional seperti temporal, ekologis, suasana

perilaku, teknologi, faktor sosial dan lain – lain. Terkait hubungan antara persepsi dan

perilaku maka Achsani et al. (2006) menyatakan bahwa persepsi dapat menentukan

perilaku seseorang.

Nilai dan Norma Sosial

Sebagai mahluk sosial, manusia selalu berinteraksi dengan individu lain. Dalam

berinteraksi diperlukan adanya aturan – aturan yang terwujud sebagai nilai dan norma.

Nilai dan norma dalam masyarakat akan berbeda pada setiap masyarakat sesuai

karakteristik masyarakat itu sendiri. Nilai dan norma tersebut akan dujunjung tinggi,

diakui dan digunakan sebagai dasar dalam melakukan interaksi dan tindakan sosialnya.

Nilai dan norma tersebut harus dijaga kelestariannya oleh seluruh anggota masyakat

agar masyarakat tidak kehilangan pegangan dalam hidup bermasyarakat.

Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang

dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan

sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan

keadaan baik buruk, benar salah atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik

material maupun non material (Abdulsyani 1994). Sebagai contoh, orang menganggap

menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk.

Nilai – nilai sosial kemudian berfungsi umum dalam masyarakat antara lain dapat

menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan

bertingkahlaku, memotivasi seseorang dalam mewujudkan harapannya dan sebagai alat

solidaritas dalam kelompok masyarakat (Abdulsyani 1994). Norma dalam masyarakat

berisi tatatertib, aturan dan petunjuk standar perilaku yang pantas dan wajar. Norma

sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu yang sering

disebut peraturan sosial (Bertrand dalam Abdulsyani 1994). Nilai dan norma tidak

Page 38: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

19

dapat dipisahkan dan selalu berkaitan. Namun secara umum dapat dibedakan yaitu

norma mengandung sanksi yang relatif tegas terhadap pelanggarnya.

Terkait dengan nilai dan norma masyarakat, maka Hilyana (2001) menemukan

bahwa telah terjadi pergeseran norma- norma dikalangan usia muda sebagai dampak

kegiatan wisata bahari di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pergeseran ini

terutama terjadi pada mereka yang berprofesi sebagai pemandu wisata.

Proses Sosial

Soemardjan dan Soemardi (1980) mendefinisikan proses sosial sebagai pengaruh

timbal balik antara perbagai segi kehidupan bersama. Selanjutnya ditambahkan oleh

Abdulsyani (1994) bahwa proses sosial sebagai hubungan timbal balik antar invidu,

individu dengan kelompok dan antar kelompok, berdasarkan potensi atau kekuatan

masing – masing. Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat

dimana terdapat proses hubungan antar manusia berupa interaksi sosial yang terjadi

dalam kehidupan manusia secara terus menerus. Interaksi sosial ini yang dimaksudkan

oleh Soemardjan dan Soemardi sebagai pengaruh timbal balik antara kedua belah

pihak.

Adanya saling mengerti mengenai maksud dan tujuan dari masing – masing

pihak dalam suatu hubungan sosial inilah yang kemudian melahirkan adanya interaksi.

Terbentuknya interaksi sosial apabila terjadi kontak sosial dan komunikasi sosial.

Proses sosial dapat terjadi dalam berbagai bentuk yaitu kerjasama, persaingan,

pertikaian/pertentangan dan akomodasi.

Page 39: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

20

KEADAAN UMUM

Letak Geografis.

Batas dan Luas Wilayah

Pulau Mansuar termasuk dalam Distrik Mios Mansaar yang secara

geografis terletak pada posisi 0° 20’ LS- 0°30’LS dan 130°30 - 131°43’BT dengan

Luas Wilayah 22,32 Km² dengan batas Wilayah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan Pulau Gam

Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Dampier.

Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Waigeo Selatan

Sebelah Barat berbatasan dengan Kepulauan Fam

Sumberdaya Alam Dapat Pulih

Sumberdaya alam dapat pulih atau sumberdaya alam yang dapat diperbaharui

meliputi sumberdaya alam hayati berupa flora dan fauna yang ada di darat maupun

yang ada di perairan laut. Jenis flora dan fauna yang terdapat di daratan kabupaten Raja

Ampat umumnya dan khususnya di Kawasan Mansuar antara lain didominasi oleh

berbagai jenis pohon seperti Kayu Merbau yang biasanya disebut dengan nama Kayu

besi (Intsia bijuga), Kayu Matoa (Pometia sp), Kayu Laka (Metrosidero pitialatta),

kayu Bintanggur (Callophyllum sp), Kayu Angsana (Pterocarpus indicus), kayu kenari

(Canarium aspelis), kayu Nyato (Palaqyum sp), Kayu Damar (Podocarpus blumei),

Kayu Bintanggur pantai ( Bischovia javanica ), Kayu Binuang (Octomeles sumatrana)

dan jenis Beringin (Ficus sp), Kayu Merawan (Anisoptera sp), dan lain-lain.

Sedangkan jenis fauna yang terdapat di daratan antara lain : Cenderawasih Merah

(Paradisaea rubra), Nuri Kepala Hitam (Lorius lory), Raja Udang (Halcyon

nigrocyanea), Mambruk (Saura chiristata), Rengkong yang dikenal dengan nama

Burung Taun-taun (Acceros udallatus), dan jenis hewan yang tidak dilindungi seperti :

Babi Hutan (Sus scorfa), Tikus Tanah (Melimi), Ular Coklat (Lisis alberthesis), Kuskus

Page 40: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

21

(Phalanger maculatus), Nuri ekor panjang (Alisterus chloropterus), Nuri hitam

(Chalcopsitta atra), Emprit (Longchare sp),

Jenis flora di kawasan pesisir dan lautan Mios Mansaar antara lain Mangrove,

Padang lamun, Rumput laut, dan tumbuhan pantai. Sedangkan fauna yang ada di laut

antara lain : Terumbu karang, Ikan laut (ikan karang), Mollusca, Burung, dan lain-lain.

Jenis burung dikawasan pesisir Mios Mansaar antara lain : Cangak laut (Ardea

sumatrana), Kuntul kecil (Egretta garzetta), Elang bondol (Haliastur indus), dan

Umukia raja ( Tadorna radjah).

Ekosistem Pesisir

Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari

komponen hayati dan nir-hayati, yang secara fungsional berhubungan satu sama lain

dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem yang dikenal dengan ekosistem atau

sistem ekologi. Kelangsungan fungsi ekosistem sangat menentukan kelestarian

sumberdaya alam sebagai komponen yang terlibat dalam sistem tersebut. Karena itu

untuk menjamin kelestarian sumberdaya alam, perlu diperhatikan hubungan ekologis

yang berlangsung di antara komponen-komponen sumberdaya alam yang menyusun

suatu sistem. Terkait dengan wisata bahari di Meos Mansaar yang mana ekosistem

pesisir dan laut yang yang menjadi andalan obyek wisata (ekowisata) bahari adalah

terumbu karang dan ikan karang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang khas dan memiliki

produktifitas yang tinggi. Bersama-sama dengan ekosistem lamun dan mangrove,

ekosistem ini merupakan 3 ekosistem pesisir yang khas untuk daerah tropis. Ekosistem

terumbu karang di Kepulauan Raja Ampat terbentang di paparan dangkal di hampir

semua pulau-pulau. Tipe terumbu yang terdapat di Kawasan Meos Mansaar umumnya

berupa karang tepi (fringing reef), dengan kemiringan yang cukup curam. Selain itu

terdapat juga tipe terumbu cincin (atol) dan terumbu penghalang (barrier reef).

Page 41: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

22

Fungsi terumbu karang antara lain sebagai pelindung pantai dari gelombang dan

badai, merupakan sumber plasma nutfah dan keanekaragaman hayati yang sangat

diperlukan bagi industri pangan, bioteknologi, dan kesehatan serta merupakan habitat

bagi berbagai ikan. Hasil penelitian dari lembaga-lembaga internasional seperti

kegiatan Marine RAP (Rapid Assessment Program) yang dilakukan oleh Conservation

International dan REA (Rapid Ecological Assessment) yang dilakukan oleh TNC dan

WWF, menyatakan bahwa keanekaragaman hayati terumbu karang di Kepulauan Raja

Ampat luar biasa dan umumnya dalam kondisi fisik yang baik.

Hasil penelitian terbaru tahun 2006, menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang

berada dalam kondisi baik dengan persen tutupan karang hidup antara 50 % - 70 %.

Di sekitar Meos Mansaar tepatnya di Arborek, persen tutupan karang adalah ≥ 50 %.

(CI dan TNC 2004 dalam Anonimous 2006).

2. Ikan karang

Perairan Kepulauan Raja Ampat mengandung keanekaragaman jenis ikan yang

tinggi. Conservation International (CI) menemukan 828 jenis ikan selama survei

kelautan pada tahun 2001. The Nature Conservancy (TNC) bersama WWF dalam studi

ekologi secara cepat pada tahun 2002 menjumpai 899 jenis. Secara keseluruhan Raja

Ampat diketahui mempunyai 1.104 jenis ikan yang terdiri dari 91 famili.

Daerah Raja Ampat yang mempunyai keanekaragaman ikan karang yang tinggi

adalah antara lain di Selat Dampier yang terletak di utara Pulau Batanta dan selatan

Pulau Waigeo – Gam (termasuk di dalamnya Distrik Meos Mansaar). Daerah-daerah

tersebut tercatat memiliki jenis ikan lebih dari 200 spesies, merupakan angka yang

tinggi dalam keanekaragaman jenis ikan di suatu lokasi. Gerry Allen, ahli karang

dunia, menemukan 284 dan 283 jenis ikan dalam satu kali penyelaman. Sejauh ini

perairan kepulauan Raja Ampat mempunyai enam jenis ikan yang dikategorikan jenis

endemic (Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat 2007) yaitu:

1. Hemiscyllum henryi . Spesies ini terdapat di hamparan karang yang dangkal, dan

terutama terlihat pada malam hari. Jenis ikan ini menyerupai hiu bertotol dan

Page 42: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

23

disebut masyarakat dengan nama Kalabia. Jenis ikan ini berenang dengan

menggunakan siripnya dipermukaan tanah atau karang sehingga terlihat seperti

berjalan.

2. Pseudochromis sp. (Pseudochromidae). Spesies ini umumnya terlihat di dasar-dasar

pecahan batu pada bagian dasar lereng-lereng yang curam di kedalaman sekitar 18

hingga 20 m. Umumnya terlihat menyendiri atau berpasangan.

3. Apogon leptofasciatus. Spesies ini dideskripsikan berdasarkan tiga spesimen yang

dikumpulkan oleh Allen di Pulau Batanta pada tahun 2001. Hanya sekitar 15

individu terlihat pada kedalaman antara 12-15m.

4. Apogon oxygrammus. Spesies ini merupakan jenis ikan cardinal yang jarang. Tiga

specimen dikumpulkan oleh Allen (pada kedalaman 45-50 m di Pulau Pef, sebelah

ujung barat Pulau Gam. Ikan-ikan tersebut melayang-layang dalam jarak yang

pendek di atas dasar pecahan batu yang tertutup Halimeda diantara kumpulan besar

Apogon ocellicaudus.

5. Meiacanthus crinitus. Spesies ini umumnya hidup di karang-karang yang ternaungi

dengan karang hidup yang melimpah pada kedalaman 1-20 m.

6. Eviota raja. Ikan gobi yang sangat kecil dan melayang-layang di perairan-tengah ini

merupakan jenis yang umum di perairan yang ternaungi dengan pertumbuhan

karang yang kaya. Sangat mirip dengan E. bifasciata, suatu spesies sympatric yang

tersebar melintasi nusantara .

Iklim

Kepulauan Raja Ampat dan sekitarnya, termasuk Pulau Mansuar pada

umumnya, termasuk daerah beriklim tropis dengan variasi perubahan musim kemarau

dan musim penghujan tidak begitu jelas. Dari letak geografisnya antara Benua Asia

dan Australia menyebabkan keadaan iklim di Kabupaten Raja Ampat pada umumnya

di pengaruhi oleh angin muson yaitu : Bulan Mei – November, bertiup angin Pasat

tenggara dengan sifat – sifatnya relatif kurang mengandung air, termasuk diantaranya

Kepulauan Raja Ampat dan sekitarnya.

Page 43: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

24

Hasil pengamatan Badan Metreologi dan Geofisika Sorong, curah hujan dalam

10 tahun terakhir (1993 – 2003) yaitu rata –rata 2512 mm / tahun, dengan curah hujan

tertinggi pada bulan Juli yaitu 298 mm dan jumlah hari hujan 19 hari. Suhu udara

maksimum rata – rata 31,25 C dan minimum 25,15 C dengan kelembaban rata – rata

8/1,5 % keadaaan iklim tersebut bila diklasifikasikan menurut kategori Schmidt dan

Furguson termasuk daerah dengan tipe iklim A.

Tabel 2 Keadaan curah hujan dan hari hujan Kabupaten Raja Ampat Tahun 2003

No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan

1 Januari 45 62 Pebruari 290 153 Maret 50 104 April 130 115 Mei 120 126 Juni 167 107 Juli 58 78 Agustus 58 189 September 192 1310 Oktober - -11 Nopember 80 1312 Desember 78 10

Total 1314 125

Rata – Rata 109.5 10.4

Sumber : Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat, 2006.

Dari tabel 2 diketahui bahwa hujan paling sedikit adalah 6 kali dan paling banyak

18 kali pada bulan Januari dan bulan Agustus. Kelembaban nisbi udara terendah adalah

82 %, sedangkan temperatur maksimum adalah 31.5 °C dan minimum adalah 19.5 °C.

Topografi.

Keadaan Topografi pada wilayah Kabupaten Raja Ampat sebagian besar + 70 %

merupakan peraian yang memisahkan pulau yang satu dengan pulau yang lain. Pulau –

Page 44: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

25

pulau tersebut bervariasi luasnya yang terdiri dari 4 (empat) Pulau Besar yaitu : Pulau

Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati dan Pulau Misool.

Pulau Mansuar dan Distrik Meos Mansaar terletak di Pulau Waigeo bagian

selatan.Topografi Pulau Mansuar dan pulau-pulau kecil lainnya di Distrik Meos

Mansaar mulai dari datar sampai berbukit dan berbatu sampai dapat mencapai

kemiringan 50 %.

Oseanografi

Perairan Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Perairan Indonesia yang

berbatasan dengan dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik,

sehingga sifat serta kondisi fisik dan kimia seperti massa air, arus, pasang surut dan

kesuburan perairan sangat dipengaruhi oleh kedua samudera tersebut.

Selain pengaruh ini, musim juga turut mempengaruhi kondisi perairan karena

perubahan musim dari barat ke timur atau sebaliknya akan menyebabkan perubahan

kondisi fisik seperti perubahan suhu, salinitas, gelombang, dan lain-lain dari perairan

tersebut (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006)

Mata Pencaharian

Mayoritas mata pencaharian penduduk Meos Mansaar adalah nelayan. Mata

pencaharian sebagai nelayan adalah merupakan mata pencaharian pokok yang

dianggap memberikan hasil bagi penduduk setempat, karena hanya dengan hasil

penangkapan ikan yang dijual, bisa dapat memenuhi kebutuhan penduduk.

Kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan pada siang hari maupun malam

hari. Hasil penangkapan ikan kemudian dijual dan keuntungannya digunakan untuk

membeli kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan.

Disamping mata pencaharian sebagai nelayan, masyarakat juga memiliki mata

pencaharian sebagai petani, juga terdapat beberapa warga masyarakat yang memiliki

pekerjaan sebagai pegawai negeri. Beberapa masyarakat juga ada yang mempunyai

kios yang menyediakan kebutuhan pokok (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006).

Page 45: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

26

Sejarah dan Budaya Masyarakat

Sejarah masyarakat di Distrik Mios Mansaar tidak terlepas dari sejarah

masyarakat Biak dan Numfor di wilayah teluk Cenderawasih. Orang Biak dan Numfor

bermigrasi ke Raja Ampat dalam beberapa periode waktu dan sejarah, bermula dari

pelayaran hongi dan pembayaran upeti kepada Sultan Tidore/Ternate. Periode

perjalanan suku Biak dan Numfor berikutnya mengikuti arah perjalanan Koreri

(Manarmaker) dalam legenda kepercayaan tradisional Biak. Migrasi terakhir

diperkirakan terjadi pada akhir tahun 1950-an. Oleh karena masyarakat di Distrik Meos

Mansaar berasal dari Biak maka budaya dan bahasa mereka juga sama dengan bahasa

Biak. Yang membedakannya hanya dialek/ragam bahasanya. Umumnya penduduk asli

Meos Mansaar beragama Kristen Protestan, kecuali Sawandarek yang beragama

Advent.

Berdasarkan kondisi geografis dan ragam ekosistem, maka masyarakat Meos

Mansaar tergolong masyarakat pesisir atau nelayan. Masyarakat Meos Mansaar dalam

menjalankan kelangsungan hidupnya paling banyak memanfaatkan hasil laut dan

potensi lingkungan perairan dan pesisir. Kampung – kampung yang telah didiami

secara tetap oleh masyarakat Meos Mansaar adalah kampung – kampung yang ada di

daerah pesisir Meos Mansaar yang relatif mudah mengalami kontak – kontak dengan

masyarakat lain. Sistem ekonomi masyarakat Meos Mansaar tidak lagi dikategorikan

pada tingkat subsisten, tetapi sudah tergolong sistem perdagangan karena hasil laut

yang diperoleh tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri melainkan sudah didistribusikan

dengan imbalan ekonomis kepada pihak lain.

Pengembangan Ekowisata

Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung barat Pulau Papua memiliki empat

pulau utama yang bergunung-gunung yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool

dengan ratusan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kawasan karst yang terdiri dari

ratusan pulau-pulau kecil merupakan salah satu fenomena alam yang indah dan masih

asli.

Page 46: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

27

Kekayaan flora dan fauna yang dimiliki Raja Ampat seperti burung

Cenderawasih botak, Cenderawasih merah, Maleo waigeo, Kus-kus, Anggrek, Palem

dan lainnya memberikan daya tarik tersendiri. Dengan kondisi alam Raja Ampat yang

masih asli dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi maka kawasan ini memiliki

potensi pariwisata yang luar biasa, baik alamnya, tingginya endemisitas

keanekaragaman hayati darat dan laut, potensi pesisir, maupun budaya dan adat

masyarakat setempat. Obyek-obyek wisata tersebut dapat dikembangkan untuk

menarik para turis baik domestik maupun mancanegara. Potensi wisata yang dimiliki

Raja Ampat dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan

perekonomian masyarakat apabila dikelola dengan baik.

Tercatat sekitar 46 kawasan wisata pesisir dan bahari yang berpotensi untuk

dikembangkan menjadi obyek ekowisata. Namun pada tahun 2003 sampai sekarang

baru satu lokasi yang dikelola oleh PT. Papua Diving, khusus potensi wisata bahari di

Distrik Meos Mansaar (Pulau Mansuar). Potensi wisata bahari dan wisata alam lainnya

yang telah dikembangkan oleh PT. Papua Diving di Distrik Meos Mansaar (Pulau

Mansuar) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3 Obyek wisata di Distrik Meos Mansaar

No Tempat Wisata Kampung Obyek Wisata

1 Keep Kri Yembuba Terumbu karang2 Pulau Gam Yenwapnor Burung Cenderawasih

Sawingray Ikan karang3 Selat Kabui Kabui Terumbu karang4 Pulau Dua Yenbekwan Pantai, Terumbu karang5 Arborek Arborek Terumbu karang

Ikan Manta6 Pulau Roti Yembuba Pantai, Terumbu karang7 Karuy Bepyar Yembuba Pantai, Terumbu karang8 Tomlol Yembuba Pantai, Terumbu karang9 Sawandarek Sawandarek Danau, Terumbu karang

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, 2007

Page 47: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

28

Pengembangan ekowisata saat ini di Meos Mansaar tidak hanya diselenggarakan

oleh Papua Diving tetapi juga oleh masyarakat yang bekerjasama dengan Papua

Diving. Ada satu penyelenggara lagi dari pihak swasta yang saat ini sudah pada taraf

pembangunan infrastruktur yaitu PT. RADIL. Jumlah Penginapan di Meos Mansaar

saat ini adalah 19 unit dengan sebaran seperti terlihat pada tabel 4.

Tabel 4 Jumlah hotel dan penginapan, kamar dan tempat tidur di Meos Mansaar

No Nama Tempat jumlah Jumlah kamar Keterangan

1 Sorido Bay resort 7 14 PT. Papua Diving

2 Eco Kri resort 7 14 PT. Papua Diving

3 Yembuba 2 8 Masyarakat

4 Sawingray 1 2 Masyarakat

5 Yenwapnor 1 2 Masyarakat

5 Kurkapa 2 4 PT. RADIL

Jumlah 20 44

Sumber : Data Primer, 2009.

Tabel 5 Daftar operator pariwisata yang beroperasi di Raja Ampat

No Perusahaan/Operator Nama Kapal Status

1 PT. Papua Diving - Terdaftar2 PT. Pusat Inti lautan Luas MV. Voyager Terdaftar3 PT. Karya Cemerlang Adv. Komodo Terdaftar4 PT. Grand Komodo KM. Temu Kiri

KM. Putri Papua Terdaftar5 KM. Sakti KM. Sakti Terdaftar6 Pinditho Pinditho Terdaftar7 Ondina - Terdaftar8 Pelagian - Terdaftar9 Lion Wind - Terdaftar10 Bidadari - Terdaftar11 PT.Pura Grup Spirit Of Pura Terdaftar12 Queen Of The Sea - Belum Terdaftar13 Kararu - Belum Terdaftar14 Ikan Gurami - Belum Terdaftar15 Ocean Rover - Belum Terdaftar16 Seven Seas - Belum Terdaftar

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, 2008

Page 48: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

29

Kunjungan Wisatawan

Jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Raja Ampat dari tahun ke

tahun menunjukkan peningkatan. Terhitung tahun 2004 sampai dengan tahun 2008,

peningkatan kunjungan wisatawan pertahun sebesar 98,29 % untuk wisatawan

mancanegara dan 73,31 % untuk wisatawan domestik. Wisatawan yang berkunjung ke

Kepulauan Raja Ampat biasanya tinggal di resort yang ada di Distrik Mios Mansaar

(Papua Diving dan masyarakat) namun ada yang tinggal di atas kapal (liveaboard)

dengan lama tinggal 6 sampai 21 hari. Wisatawan yang menggunakan kapal biasanya

tujuan perjalannya tidak hanya ke Mios Mansaar tetapi sampai di Kofiau dan Misool.

Wisatawan asing yang tinggal di atas kapal (liveaboard) pada umumnya mengikuti

paket kunjungan (paket liveaboard) yang disediakan oleh perusahaan penyedia jasa

ekowisata. Musim kunjungan wisatawan liveaboard ke Raja Ampat adalah mulai dari

bulan September sampai bulan Mei setiap tahunnya.

Perlu diketahui bahwa setiap kunjungan wisatawan (mancanegara atau nusantara)

apakah menggunakan jasa wisata Papua Diving ataupun Liveaboard yang ada pasti

akan berkunjung ke obyek – obyek wisata laut yang ada di Meos Mansaar. Para

wisatawan ini dalam perjalanan wisatanya ada yang menjadikan Meos Mansaar sebagai

tujuan pertamanya sebelum ke obyek wisata lain tetapi ada juga yang menjadikannya

sebagai tujuan terakhir.

Kegiatan Ekowisata Bahari

Penyelenggara kegiatan ekowisata bahari di Pulau Mansuar atau distrik Meos

Mansaar saat ini adalah Papua Diving. Penyelenggara yang dimaksud disini adalah

yang memiliki resort di Distrik Meos Mansaar yaitu Resort Sorido Bay dan Eco Kri

resort. Sebenarnya sesuai data pada tabel 6, ada beberapa perusahaan atau operator

ekowisata bahari yang juga menyelenggarakan kegiatannya di Meos Mansaar namun

basis perusahaan- perusahaan ini ada di sorong dan tidak memiliki resort di Meos

Mansaar.

Page 49: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

30

Perusahaan penyelenggara ini (bukan Papua Diving) melayani wisatawan

langsung dari sorong kemudian dengan menggunakan kapal menuju ke Meos Mansaar

untuk kegiatan wisata bahari. Wisatawan biasanya menginap di kapal selama

melakukan kegiatan sesuai paket wisata yang ditawarkan penyelenggara. Daerah tujuan

wisata dengan menggunakan kapal – kapal ini biasanya selain ke Meos Mansaar,juga

ke Wayag, Kofiau dan Misool.

Paket wisata yang ditawarkan oleh Papua Diving pada umumnya adalah paket

wisata diving dan snorkel, namun ada beberapa paket wisata yang bukan diving seperti

pengamatan burung Cenderawasih merah di Sawingray dan Yenwapnor dan perjalanan

keliling pulau Fam serta mandi di air terjun Batanta. Terdapat ± 31 titik penyelaman

yang direkomendasikan oleh perusahaan untuk kegiatan menyelam. Namun ada

beberapa yang sangat terkenal dan paling sering dikunjungi wisatawan antara lain :

1. Cape Kri adalah salah satu spot diving yang sangat terkenal di dunia internasional

karena Dr. Gerald Allen (ahli ikan dari Australia) menemukan lebih dari 283 jenis

ikan yang berbeda dalam satu spot ini.

2. Mike’s point adalah salah satu titik penyelaman favorit oleh para wisatawan, nama

Mike diambil dari nama anak pertama pemilik Papua Diving. Tempat ini sangat

indah dan cantik karena penuh dengan karang yang berwarna warni. Di tempat ini

kita juga dapat menyaksikan bangkai pesawat amerika yang jatuh saat perang dunia

kedua karena kehabisan bahan bakar.

3. Five rock yaitu salah satu titik penyelaman di Manswar yang banyak terdapat hard

coral maupun soft coral sehingga terkadang terlihat seperti kebun. Pada titik ini kita

bisa menyaksikan electric clamb dengan strip putihnya yang berputar seperti listrik.

4. Satu titik di sebelah barat dari Eco Kri adalah satu titik kegiatan yang dapat

menampilkan atraksi melihat dan memberi makan ikan Kalibia (endemik Raja

Ampat)

Selain titik – titik penyelaman diatas, ada satu atraksi juga yang dapat dilakukan

oleh wisatawan ketika selesai mengamati burung Cenderawasih di Sawingray yaitu

Page 50: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

31

atraksi memberi makan ikan laut. Ikan akan memakan makanan langsung dari tangan

wisatawan.

Untuk bisa menikmati semua atraksi yang ditawarkan oleh Papua Diving, maka

wisatawan harus menginap di resort Sorido Bay dan resort Eco Kri. Tarif penginapan

yang ditawarkan di Eco Kri Resort adalah 65 Euro/orang/malam sudah termasuk tiga

kali makan. Sedangkan di resort Sorido Bay, terdapat tiga bangunan yang cukup

mewah yang menggabungkan arsitektur modern dengan tradisional papua. Tiga

bangunan ini diberi nama Sentani, Wairundi dan Kaimana. Tarif yang ditawarkan

untuk menginap di ketiga bangunan ini cukup mahal yaitu masing-masing 150 euro/

malam, 200 euro/malam dan 225 euro/malam.

Untuk kegiatan diving, tarif yang ditawarkan untuk sekali menyelam adalah 45

euro, namun ada juga paket 10 penyelaman seharga 350 euro dan paket 20 penyelaman

seharga 300 euro. Untuk kegiatan pengamatan burung cenderawasih tarif yang

diberlakukan adalah 25 euro/orang (minimal 2 orang), sedangkan paket mengelilingi

Pulau Fam diberlakukan tarif sebesar 100 euro/orang (minimal 4 orang).

Kontribusi Terhadap PAD

Walaupun Kepulauan Raja Ampat memiliki potensi wisata yang sangat besar,

namun sangat disayangkan potensi tersebut sampai saat ini masih belum dikembangkan

dan dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan laporan PAD Kabupaten Raja Ampat

tahun 2005, sektor pariwisata hanya mampu menyumbang sebesar Rp. 45.600.000 atau

0,0003% dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Raja Ampat yang

sebesar Rp. 151.161.816.000. Pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp. 500.500.000,-

dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp. 1.187.750.000,-. Distribusi PAD dari

sektor Pariwisata tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 6.

Page 51: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

32

Tabel 6 Distribusi Pendapatan sektor pariwisata Raja Ampat tahun 2008

Bulan Jumlah Disetorkan sebagai dana (Rp)

Pendapatan PAD Konservasi Peng.Masy Admins

Januari 87,000,000 26,100,000 24,360,000 24,360,000 12,180,000

Pebruari 119,250,000 35,775,000 33,390.000 33,390.000 16,695,000

Maret 105,000,000 31,500.000 29,400.000 29,400.000 14,700.000

April 149,500,000 44,850,000 41,860,000 41,860,000 20,930.000

Mei 77,000,000 23,100,000 21,560,000 21,560,000 10,780,000

Juni 54,000,000 16,200,000 15,120,000 15,120,000 7,560,000

Juli 45,750,000 13,725,000 12,810,000 12,810,000 6,405,000

Agustus 44,000,000 13,200,000 12,320,000 12,320,000 6,160,000

September 63,250,000 18,975,000 17,710,000 17,710,000 8,855,000

Oktober 139,250,000 41,775,000 38,990,000 38,990,000 19,495,000

Nopember 172,250,000 51,675,000 48,230,000 48,230,000 24,115,000

Desember 131,500,000 39,450,000 36,820,000 36,820,000 18,410,000

Total 1,187,750,000 356,325,000 332,570,000 332,570,000 166,285,000

Keterangan : Peng.Masy = Pengembangan masyarakat

Admins = Administrasi

Sumber : Dinas pariwisata Raja Ampat tahun 2009

Pendapatan sektor pariwisata sebesar ini diperoleh dari pajak orang asing/turis

saja. Padahal bila potensi wisata yang dimiliki ini dikembangkan dengan baik maka

tentu dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi PAD Kabupaten Raja Ampat,

dan sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Guna menggenjot

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata, pemerintah Raja Ampat sedang

berusaha mengembangkan potensi pariwisata yang ada, khususnya pariwisata kelautan

(wisata bahari), dan menempatkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan kedua

setelah sektor perikanan dan kelautan.

Page 52: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

33

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juli sampai dengan September 2009.

Meos Mansaar dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa

pengusahaan ekowisata bahari di Raja Ampat yang pertama dikembangkan adalah di

salah satu pulau di Meos Mansaar yaitu Pulau Mansuar. Aktivitas kegiatan ekowisata

bahari di Pulau Mansuar ini mencakup areal pesisir dan laut pada Distrik Meos

Mansaar, maka desa atau kampung – kampung yang termasuk dalam distrik ini yang

menjadi fokus penelitian (Gambar 2). Lokasi yang terpilih sebagai tempat penelitian

adalah Kampung Sawandarek, Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Penelitian ini didesain sebagai penelitian survei yang bersifat menggali

permasalahan dan fenomena yang ada. Arah penelitian adalah menemukan fakta atas

Page 53: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

34

dasar fenomena faktual tentang perubahan sosial dan ekonomi masyarakat lokal sebagai

dampak dari penyelenggaraan wisata bahari.

Penentuan Responden

Untuk mendapatkan data primer, maka penelitian ini menggunakan responden

yang berasal dari empat kampung di Distrik Meos Mansaar (Sawandarek, Yembuba,

Yenwapnor, Sawingray) yang ditentukan melalui metode area / daerah sederhana

(Cluster sampling). Penggunaan metode cluster dalam penentuan lokasi penelitian atas

dasar bahwa pengaruh kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar akan berbeda antara

kampung- kampung yang dekat dengan resort ( satu pulau) dan kampung – kampung

yang jauh dari resort ( berbeda pulau). Tahapan penentuan lokasi penelitian dengan

metode cluster dilakukan dengan langkah-langkah (Nazir 1983; Iskandar 2008) sebagai

berikut :

1. Menstratifikasi kampung – kampung dalam Distrik Meos Mansaar kedalam 2 (dua)

strata yaitu srata I adalah kampung – kampung yang dekat (jarak dengan base resort

< 8 km ) atau terletak satu pulau dengan base resort PT. Papua Diving yaitu

Kampung Yembuba, Yembekwan, Kurkapa, dan Sawandarek, dan strata II adalah

kampung – kampung yang jauh (jarak dengan base resort > 8 km ) atau tidak

terletak satu pulau (terpisah) dengan resort yaitu Yenwapnor, Sawingray, Arborek,

Kapisawar dan Kabui.

2. Memilih secara acak pada strata I dan II, masing – masing dua kampung sebagai

obyek penelitian sehingga total terdapat empat kampung.

3. Semua kepala keluarga (KK) pada empat kampung tersebut dijadikan responden

(sensus).

Responden yang disensus adalah kepala keluarga dalam satu rumahtangga pada

kampung tersebut baik yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari (langsung dan

tidak langsung) maupun yang tidak terlibat. Pada masing – masing kelompok ini

(terlibat maupun tidak terlibat), akan didata tentang kondisi sosial dan ekonomi

sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari. Dengan demikian responden terdiri

Page 54: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

35

dari dua kelompok yaitu kelompok sebelum kegiatan ekowisata bahari dan kelompok

setelah kegiatan ekowisata bahari. Pada kelompok responden setelah kegiatan

ekowisata bahari akan dibedakan pula antara kelompok yang terlibat dan kelompok

yang tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari. Jumlah responden yang terdapat di

Kampung Sawandarek adalah 39 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 8 KK terlibat

ekowisata bahari dan 31 KK tidak terlibat. Jumlah responden di Yembuba adalah 59

KK yang terdiri dari 9 KK terlibat dalam kegiatan ekowisata dan 50 KK tidak terlibat.

Jumlah responden di Yenwapnor adalah 55 KK yang terdiri dari 1 KK terlibat

ekowisata dan 54 KK tidak terlibat. Untuk Kampung Sawingray, jumlah responden

adalah 38 KK yang terdiri dari 2 KK terlibat dan 36 KK tidak terlibat kegiatan

ekowisata.

Untuk melengkapi data yang diperoleh, maka pada lokasi penelitian ditentukan

pula informan kunci dari tokoh – tokoh yang berpengaruh baik tokoh adat, agama,

maupun pemerintahan.

Pengumpulan Data dan Informasi

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh secara langsung di lokasi penelitian dengan teknik survei dengan

menggunakan kuisioner kepada responden dan wawancara mendalam dengan informan

kunci, serta wawancara tidak terstruktur dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM)

dan pemerintah daerah. Pengumpulan data dilakukan juga melalui observasi

(pengamatan).

Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik masyarakat lokal, aspek

sosial dan aspek ekonomi. Setiap kelompok rumahtangga akan didata menyangkut

kehidupan sosial dan ekonomi sebelum dan sesudah kegiatan pengembangan

ekowisata bahari, baik pada kelompok yang yang terlibat maupun yang tidak terlibat

dalam kegiatan ekowisata bahari. Pengumpulan data untuk kondisi sebelum kegiatan

ekowisata dilakukan dengan tehnik Recalling (mengingat kembali). Untuk karakteristik

responden pengambilan data hanya dilakukan pada saat ini atau setelah kegiatan

Page 55: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

36

ekowisata bahari. Selain masyarakat lokal, pengumpulan data dan informasi juga

dilakukan terhadap masyarakat pendatang yang terlibat dengan kegiatan ekowisata,

lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemerintah daerah yang terkait dengan

bidang ekonomi seperti Bagian Perencanaan Ekonomi daerah (Perekda), Dinas Sosial

dan Dinas Pariwisata.

Pengumpulan data secara tidak langsung (sekunder) diperoleh dari berbagai

instansi di Kabupaten Raja Ampat seperti Kantor Pusat Statistik, Dinas Pariwisata,

Dinas Kependudukan, Dinas Perikanan, Dinas Sosial dan sebagainya. Data ini meliputi

data kunjungan wisatawan ke Kawasan Pulau Mansuar, Raja Ampat Dalam Angka,

data kepariwisataan di Kabupaten Raja Ampat, jumlah penduduk Distrik Meos

Mansaar, Penerimaan daerah dari sektor pariwisata, perkembangan sarana dan

prasarana penunjang wisata, nilai investasi pada wisata bahari dan lain-lain. Data dan

informasi lain yang dikumpulkan berupa peta, seperti peta potensi ekowisata di

Mansuar, dan peta – peta lain yang berhubungan dengan program pengembagan

ekowisata bahari di Pulau Mansuar.

Pengukuran Variabel

Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain :

1. Karakteristik masyarakat lokal seperti umur responden, pendidikan formal, jumlah

anggota keluarga, pendapatan, lama tinggal, mata pencaharian.

2. Kehidupan sosial masyarakat lokal akibat dikembangkannya ekowisata bahari di

lingkungan mereka dengan mengkaji : (a) Struktur penduduk (b) Perilaku (c)

Pranata sosial (d) Norma sosial dan ikatan adat istiadat dan kebiasaan masyarakat

(e) Proses sosial (f) Persepsi.

3. Kondisi ekonomi masyarakat lokal dengan mengkaji antara lain: mata pencaharian,

tingkat pendapatan rumahtangga, tingkat pengeluaran rumahtangga, kondisi

perumahan dan fasilitas perumahan serta investasi.

Page 56: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

37

Analisis Data

1. Analisis Karakteristik Responden.

Untuk mengetahui karakteristik responden pada kelompok rumahtangga yang

terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata, dilakukan analisis secara

deskriptif.

2. Kehidupan Sosial

Untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat lokal sebelum dan sesudah

berkembangnya ekowisata bahari dijelaskan secara deskriptif sesuai hasil

wawancara dan pengamatan di lapangan. Untuk mempermudah analisis, maka

terlebih dahulu data sosial yang diperoleh dibuat dalam bentuk matriks.

3. Aspek Ekonomi

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kondisi ekonomi antara rumahtangga

yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata, dilakukan dengan

menggunakan uji statistik t dua sampel yang independen (Hasan 2004). Prinsip dari uji

ini adalah menentukan nilai uji statistik (nilai t0). Penghitungan nilai t menggunakan

rumus :

=X − X

∑X −(∑X )

n+ ∑X −

(∑X )n

(n + n − 2)n + n

n n

Keterangan :

X1 = Nilai sampel I

X2 = Nilai sampel II

X 1 = Rata – rata nilai sampel I

X2 = Rata – rata nilai sampel II

n1 = Jumlah sampel I

n2 = Jumlah sampel II

Sedangkan untuk melihat ada tidaknya perbedaan kondisi ekonomi terhadap

rumahtangga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata bahari dilakukan dengan

Page 57: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

38

menggunakan Uji statistik t untuk dua sampel yang berkorelasi. Uji statistiknya (t0)

sebagai berikut :

=X − Y

∑D −(∑D)

nn − (n − 1)

Keterangan :

X = Rata – rata nilai sampel I

Y = Rata – rata nilai sampel II

D = Jumlah nilai sampel I dan II

n = Jumlah pasangan sampel

Selain itu dalam aspek ekonomi ini juga dilakukan analisis kualitatif. Dengan

demikian analisis ekonomi ini merupakan kombinasi analisis kuantitatif dan analisis

kualitatif.

Definisi Operasional

1. Masyarakat Lokal adalah masyarakat yang menetap di kawasan Mios Mansaar

yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada.

2. Masyarakat Yang Terlibat Dalam Kegiatan Ekowisata Bahari adalah kelompok

rumahtangga pada masyarakat lokal yang salah satu anggota atau beberapa anggota

keluarganya aktif dalam kegiatan ekowisata bahari baik secara langsung maupun

tidak langsung. Kelompok rumahtangga tersebut dalam penelitian ini disebut

kelompok rumahtangga yang terlibat kegiatan ekowisata bahari.

3. Masyarakat Yang Tidak Terlibat Dalam Kegiatan Ekowisata Bahari adalah

kelompok rumahtangga pada masyarakat lokal yang tidak satupun anggota

keluarganya terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari.

4. Pranata Sosial adalah segala bentuk lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan

pada masyarakat lokal yang di dalamnya terdapat norma – norma dan peraturan –

peraturan tertentu sebagai ciri dari lembaga tersebut.

Page 58: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

39

5. Proses Sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan dalam

masyarakat lokal yang terwujud dalam bentuk kerjasama, persaingan, maupun

konflik.

6. Persepsi adalah pandangan masyarakat lokal berupa pengetahuan dan praduga

terhadap kegiatan pengembangan ekowisata bahari.

7. Umur adalah usia responden yang dihitung dari tanggal lahir sampai saat penelitian

dilakukan dan dinyatakan dalam tahun.

8. Pendidikan Formal adalah jenjang pendidikan resmi yang pernah diikuti responden

sampai saat penelitian dilakukan. Jenjang pendidikan resmi meliputi tidak pernah

sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat akademik /

universitas.

9. Jumlah Anggotan Keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang meliputi

bapak, ibu, anak termasuk orang lain yang menjadi tanggungan keluarga dan

dinyatakan dalam orang / jiwa.

10. Pendapatan adalah tingkat pendapatan total yang diperoleh responden selama

sebulan baik dari mata pencaharian utama maupun diluar mata pencaharian utama.

11. Lama tinggal adalah lamanya responden tinggal dikawasan penelitian yang

dihitung sejak menetap sampai saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam

tahun.

12. Mata Pencaharian adalah jenis mata pencaharian utama yang menopang seluruh

kehidupan rumahtangga responden sampai saat penelitian dilakukan.

13. Tingkat Konsumsi / Pengeluaran Keluarga adalah besarnya pengeluaran keluarga

dalam sebulan.

14. Kondisi Perumahan adalah kondisi bangunan rumah dengan 3 (tiga) kondisi yaitu

permanen (nilai 15 – 19), semi permanen (nilai 10 – 14), dan tidak permanen (nilai

5 – 9). Nilai ini diperoleh dari penjumlahan nilai-nilai kondisi rumah (Debora

2003) seperti :

● Atap : Daun (1)/sirap (2)/seng (3)/ Asbes (4)/Genteng (5)

● Bilik : Bambu (1)/Bambu kayu (2)/Kayu (3)/Setengah tembok (4)/Tembok (5)

Page 59: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

40

● Status : Numpang (1)/Sewa (2)/Milik sendiri (3)

● Lantai : Tanah (1)/Papan (2)/Plester (3)/Ubin (4)/Porselen(5)

●Luas perumahan : Sempit (<50 m2) (1)/ Sedang (50-100m2) (2)/Luas (>100m2) (3)

15. Aset adalah benda / barang yang dimiliki oleh warga baik berupa asset

rumahtangga maupun asset produksi / modal.

16. Kondisi Sebelum Kegiatan Ekowisata adalah periode sebelum tahun 2003 ketika

belum berkembangnya kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten

Raja Ampat.

17. Kondisi Setelah Kegiatan Ekowisata adalah periode setelah tahun 2003 ketika

telah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja

Ampat.

Page 60: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

41

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal Masyarakat di Meos Mansaar Sebelum Kegiatan EkowisataBahari

Kondisi Sosial Masyarakat

Struktur Penduduk

Kabupaten Raja Ampat terbentuk pada tahun 2003, dan sebelumnya tergabung

atau menjadi bagian dari Kabupaten Sorong. Saat itu Raja Ampat terdiri atas 5

Kecamatan. Meos Mansaar termasuk dalam Distrik Waigeo Selatan. Menggunakan

data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2001 dengan asumsi rata- rata pertumbuhan

penduduk pertahun sebesar 2.93 %, maka diperkirakan penduduk Distrik Meos

Mansaar tahun 2001 (sebelum adanya kegiatan ekowisata) adalah 1,820 jiwa yang

terdiri atas 953 jiwa laki-laki (52.34 %) dan 867 jiwa perempuan (47.66 %). Dengan

luas wilayah 169.6966, maka kepadatan penduduk di Meos Mansaar tahun 2001

adalah 10.73 jiwa / km2. Sebaran penduduk menurut kampung di Distrik Meos

Mansaar tahun 2001 (perkiraan) terlihat pada tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penduduk di Distrik Meos Mansaar

Jumlah Penduduk JumlahNo Kampung

KK L P L + P

1 Yembekwan* 48 127 120 2472 Yembuba* 39 139 118 2573 Sawingray* 25 91 83 1744 Arborek 20 84 75 1595 Kapisawar 18 74 62 1366 Kabui 50 128 128 2567 Yenwapnor* 36 117 113 2308 Kurkapa 27 110 95 2059 Sawandarek* 25 83 73 156

Total 288 953 867 1,820

Ket : * Lokasi pelaksanaan penelitian

Sumber : BPS Kabupaten Sorong, 2001 (diolah)

Page 61: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

42

Berdasarkan umur, maka sebaran penduduk di Distrik Meos Mansaar terdiri atas

kelompok 0 – 14 tahun sebanyak 423 jiwa laki – laki (44.39 % ) dan 373 jiwa

perempuan (43. 12 %), pada kelompok umur 15 – 59 tahun sebanyak 542 jiwa laki –

laki (53.69 %) dan 479 jiwa perempuan (55.23 %), dan pada kelompok umur diatas 59

tahun (60 tahun keatas) sebanyak 18 jiwa laki – laki (1.92 %) dan 14 jiwa perempuan

(1.65 %). Sebaran umur pada lokasi penelitian adalah 0 – 14 tahun sebanyak 208 jiwa

laki – laki (43.96 % ) dan 192 jiwa perempuan (44.27 %), pada kelompok umur 15 –

64 tahun sebanyak 259 jiwa laki – laki (54.71 %) dan 237 jiwa perempuan (54.71 %),

dan pada kelompok umur diatas 65 tahun, sebanyak 7 jiwa laki – laki (1.33 %) dan 5

jiwa perempuan (1.02 %).

Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat yang diamati adalah perilaku terhadap lingkungan hidup

disekitar kehidupan masyarakat Meos Mansaar. Sejak dulu masyarakat Meos Mansaar

dikenal dengan masyarakat yang hidupnya akrab dengan alam. Pekerjaan masyarakat

yang sangat tergantung dari ketersediaan sumberdaya alam membuat mereka sangat

menjaga kelestarian sumberdaya alam. Pada masa sebelum tahun 2003, ancaman

kerusakan terhadap sumberdaya alam terutama terhadap terumbu karang sering terjadi.

Menurut salah satu tokoh masyarakat Yembuba, pada saat itu sering terjadi eksploitasi

ikan dengan menggunakan bom oleh para penjual ikan dari Sorong. Masyarakat saat

itu hanya bisa melapor ke pihak keamanan di ibukota kecamatan (Saonek).

Perilaku masyarakat ini dinilai berdasarkan pengetahuan, sikap dan tingkahlaku

mereka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebelum kegiatan ekowisata bahari,

masyarakat sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan dan terumbu karang

bagi kehidupan manusia. Hutan bagi penduduk tidak hanya terbatas pada pohon atau

tumbuhannya saja, tetapi seluruh mahluk hidup yang ada di dalamnya. Masyarakat

juga memiliki pengetahuan bahwa terumbu karang adalah rumah dan tempat mencari

makan bagi berbagai jenis ikan. Selanjutnya masyarakat juga mengetahui keterkaitan

antara hutan dan laut (terumbu karang). Pengetahuan masyarakat ini menimbulkan

Page 62: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

43

sikap yang baik terhadap lingkungan hidupnya. Sikap ini ditunjukkan dengan

pernyataan mereka yang tidak setuju bila pohon pohon dalam hutan ditebang dan

terumbu karang dijadikan bahan baku pembuatan rumah / bangunan. Hasil pengamatan

di lapangan menunjukkan bahwa tingkahlaku masyarakat di lokasi penelitian terkait

dengan perilaku terhadap lingkungan hidupnya sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki dan sikap yang telah ditunjukkan. Hal ini terlihat dari rimbunnya hutan serta

tutupan terumbu karang yang luas. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa perilaku

masyarakat dalam menjaga lingkungan hidupnya dari kerusakan telah berlangsung

lama. Perilaku ini merupakan kebiasaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang

mereka. Menurut Kepala Kampung Sawandarek dan pelaku ekowisata (warga) di

Sawingray bahwa alam ini sejak nenek moyang kami sampai saat ini selalu terjaga

dengan baik karena ini adalah sumber kehidupan kami.

Pranata Sosial , Norma dan Aturan Adat Istiadat

Pranata Sosial atau yang disebut juga sebagai Lembaga Masyarakat (Soemarjan

& Soemardi 1980) atau Lembaga Sosial (Abdulsyani 1994) yang ada di lokasi

penelitian dan yang sangat berperan dalam kehidupan masyarakat sebelum adanya

kegiatan ekowisata bahari (tahun 2003) adalah lembaga gereja dan lembaga adat.

Lembaga gereja dalam hal ini adalah nilai dan norma – norma religius yang harus

dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat dalam posisinya sebagai mahluk ciptaan

Tuhan. Peranan lembaga gereja sangat dominan karena hampir seluruh masyarakat

Meos Mansaar adalah pemeluk agama Kristen.

Nilai dan norma agama bagi masyarakat Meos Mansaar menurut Steven

Sawiyai (tokoh adat di Yembuba) merupakan petunjuk bagi manusia dalam menjalani

kehidupan di dunia dan mewajibkan setiap manusia untuk melaksanakannya. Seorang

tokoh agama atau Pendeta merupakan orang pilihan atau yang ditunjuk oleh Tuhan

untuk membimbing manusia sesuai petunjuk Alkitab. Masyarakat sangat menghargai

dan menghormati pendeta.

Page 63: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

44

Selain lembaga gereja, lembaga adatpun sangat berperan penting dalam

kehidupan masyarakat di Distrik Meos Mansaar. Kuatnya peranan lembaga adat dalam

kehidupan masyarakat ini sesungguhnya tidak terlepas dari sejarah Raja Ampat yang

dikenal kuat akan aturan adat yang diturunkan oleh empat raja yang saat itu menguasai

empat pulau besar di Raja Ampat yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool

(Pemerintah Kabupaten Raja Ampat 2006). Untuk menjaga agar nilai dan norma-

norma adat yang berlaku dan diturunkan secara turun temurun itu tidak hilang maka

dibentuklah dua lembaga adat yaitu Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Amber Woromi

Waigeo dan LMA Kalanafat Salawati. Distrik Meos Mansaar termasuk dalam LMA

Amber Woromi Waigeo. Tujuan dibentuknya kedua lembaga ini adalah untuk

menjaga dan menegakkan keberlangsungan ide-ide yang mengkonsepsikan nilai dan

norma yang berlaku, hukum adat dan aturan – aturan khusus yang mengatur aktivitas

masyarakat dalam ruang lingkup yang terbatas (Pemerintah Kabupaten Raja Ampat

2006) .

Peranan Lembaga Gereja dan Adat dalam mendampingi kehidupan masyarakat

Meos Mansaar selalu saling mendukung dan saling melengkapi. Agama dan adat

adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Meos Mansaar.

Ajaran agama mutlak harus dilaksanakan oleh manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan

dan aturan adat istiadat harus dipelihara karena selain mengandung nilai dan norma

juga merupakan bentuk penghargaan terhadap nenek moyang yang telah mewariskan

aturan adat yang baik. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 100 % kepala keluarga

(191 KK) di empat lokasi penelitian menyatakan bahwa sebelum kegiatan ekowisata,

lembaga adat dan lembaga agama sangat berperan dalam kehidupan mereka.

Selain aturan adat dan agama, masyarakat Meos Mansaar juga sangat

menjunjung tinggi nilai dan norma hidup lainnya seperti norma kesusilaan dan norma

kesopanan. Berperilaku dan berhubungan dengan baik antara sesama warga kampung

sangat dipelihara dan dipatuhi sehingga kehidupan sebagai satu kelompok masyarakat

dalam sekampung menjadi harmonis. Kondisi nilai/norma sosial dan ikatan adat

istiadat di Meos Mansaar sebelum kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 8.

Page 64: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

45

Tabel 8 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial dan ikatanadat istiadat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten RajaAmpat

Norma Sosial Pemberlakuan dalam Kehidupan Masyarakatdan Adat Istiadat Kuat Sedang Lemah

SawandarekNorma Hidup Bermasyarakat 97.44 % - 2.56 %Aturan Adat yang Berlaku 89.74 % 10.26 % -Hubungan Sosial 97.44 % - 2.56 %

YembubaNorma Hidup Bermasyarakat 98.31 % 1.69 % -Aturan Adat yang Berlaku 100 % - -Hubungan Sosial 100 % - -

YenwapnorNorma Hidup Bermasyarakat 100 % - -Aturan Adat yang Berlaku 100 % - -Hubungan Sosial 100 % - -

SawingrayNorma Hidup Bermasyarakat 100 % - -Aturan Adat yang Berlaku 94.74 % 5.26 -Hubungan Sosial 100 % - -

Data pada tabel 8 menunjukkan bahwa norma hidup bermasyarakat, aturan adat

yang berlaku maupun hubungan sosial antara masyarakat sebelum berkembangnya

kegiatan ekowisata bahari masih kuat diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.

Proses Sosial

Manusia dalam menjalaninya kehidupannya selalu saling berhubungan baik antar

individu, individu dengan kelompok maupun antar kelompok. Hubungan yang terjadi

dapat berbentuk kerjasama, persaingan bahkan terjadi pertikaian atau konflik.

Proses sosial yang terjadi pada masyarakat di lokasi penelitian sebelum adanya

kegiatan ekowisata bahari adalah proses sosial yang berbentuk kerjasama. Bentuk

kerjasama yang selama ini terjadi sangat terkait dengan adanya sistem kekerabatan

yang ada di lokasi penelitian. Masyarakat yang bermukim disatu kampung (termasuk

juga pada lokasi penelitian) sebagian besar berasal dari satu klen. Klen bagi

masyarakat Meos Manswar adalah kelompok kekerabatan yang masih berasal dari satu

garis keturunan. Hubungan kekerabatan ini masing-masing saling menghargai dan

Page 65: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

46

menghormati. Kerjasama yang terjadi biasanya berupa saling tolong menolong bila ada

yang kekurangan atau kena musibah atau ada yang melakukan suatu hajatan dan selalu

gotong royong dalam melakukan suatu pekerjaan yang dianggap berat kalau dikerjakan

oleh seorang. Saling tolong menolong yang sering terlihat terutama dalam pembuatan

rumah warga dan rumah ibadah. Bentuk kerjasama seperti ini terjadi secara spontan

tanpa diperintah oleh seseorang dan umumnya dilakukan oleh semua warga. Hasil

wawancara menunjukkan 100 % (191 KK) pada empat lokasi penelitian menyatakan

bahwa bentuk kerjasama yang terjadi sebelum kegiatan ekowisata adalah gotong

royong, kerja bhakti dan tolong menolong bila ada warga yang melakukan hajatan,

sedangkan bentuk konflik menurut seluruh kepala keluarga (100 %) tidak pernah

terjadi baik dalam hal kepemilikan lahan maupun pengelolaan sumberdaya alam.

Proses sosial berupa konflik tidak pernah terjadi dalam kehidupan masyarakat di

Meos Mansaar baik dalam hal kepemilikan lahan maupun pengelolaan Sumberdaya

Alam. Pemahaman dan penghayatan terhadap norma agama, nilai dan norma sosial

lain, kuatnya aturan adat serta kesadaran sebagai satu keluarga besar yang berasal dari

satu klen diduga sebagai faktor yang berpengaruh terhadap terjalinnya kerjsama dan

tidak terjadinya konflik.

Kondisi Ekonomi Masyarakat

Mata Pencaharian Masyarakat

Mayoritas masyarakat Raja Ampat umumnya dan khususnya Distrik Meos

Mansaar bermukim di daerah pesisir. Oleh karena itu mata pencaharian masyarakat

Meos Mansaar pada umumnya adalah nelayan. Mata pencaharian sebagai nelayan

adalah mata pencaharian pokok yang dianggap dapat memberikan hasil karena hanya

dengan mencari hasil laut, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hasil

wawancara menunjukkan bahwa sebelum berkembangnya ekowisata bahari sebanyak

92.09 % (163 KK) bekerja sebagai nelayan. Keadaan mata pencaharian masyarakat

sebelum adanya kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 9.

Page 66: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

47

Tabel 9 Jenis pekerjaan masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat.

Jenis Rata – Rata Pendapatan (Rp) Jumlah PersenPekerjaan (Rp) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

Sektor Pertanian- Petani 1 - 1 - 2 1.05- Nelayan 36 55 50 36 177 92.66

Non Pertanian- Pedagang - - 1 1 2 1.05- PNS - 2 3 - 5 2.62- Karyawan 2 2 - 1 5 2.62

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Masyarakat menangkap ikan dengan menggunakan peralatan sederhana yaitu

hanya nelon dan pancing. Mereka melakukan aktivitas mancing pada siang maupun

malam hari. Pada siang hari selain memancing, mereka juga menyelam untuk mencari

hasil laut lainnya seperti Teripang dan Bia Lola (sejenis kerang laut). Pada malam hari

selain memancing mereka juga mencari ikan dengan menggunakan alat tradisonal yang

disebut Kalawai. Ikan hasil tangkapan dikeringkan (ikan asin) dengan memanfaatkan

sinar matahari. Ikan asin kemudian bersama-sama dengan hasil laut lainnya seperti

Teripang dan Bia Lola dijual ke Sorong atau terkadang ada pembeli yang datang untuk

beli di kampung – kampung tersebut. Frekwensi penjualan hasil laut ini bisa sekali per

bulan atau bahkan sekali per dua bulan. Hanya beberapa masyarakat yang bermata

pencaharian sebagai petani, dan sebagai karyawan/buruh pada perusahaan mutiara dan

perusahaan ikan di sorong.

Pendapatan Masyarakat

Minimnya peralatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mendukung aktivitas

nelayan dan sulitnya transportasi ke ibukota Kabupaten Sorong sebagai pusat

perekonomian menyebabkan orientasi masyarakat dalam melakukan aktivitas nelayan

Page 67: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

48

umumnya hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup.. Kelebihan dari ikan yang didapat

itulah yang kemudian diolah menjadi ikan asin. Kondisi ini menyebabkan pendapatan

yang diperoleh masyarakat rendah. Pendapatan masyarakat sebelum kegiatan

ekowisata di Meos Mansaar dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Pendapatan masyarakat di Meos Manswar sebelum kegiatan ekowisata bahari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pendapatan masyarakat di empat

lokasi penelitian berkisar antara Rp. 235,280.70/bln/kk sampai dengan Rp.

409,370.37/bln/kk. Pendapatan rata – rata terendah terjadi di Kampung Yembuba dan

yang tertinggi di Yenwapnor. Rendahnya pendapatan masyarakat ini disebabkan

fasilitas yang digunakan dalam mencari ikan dan hasil laut lainnya sangat terbatas.

Mereka hanya menggunakan perahu kecil dengan mendayung (tanpa mesin) sehingga

waktu dan tenaga banyak terbuang. Bahan yang digunakan untuk memancing ikan

seperti kail dan nilon (snar) juga tidak tersedia di kampung. Ketika bahan habis,

mereka harus ke Sorong atau Ibukota Distrik di Saonek untuk membelinya. Dari hasil

wawancara diperoleh informasi bahwa saat itu sudah ada masyarakat di Yenwapnor

yang memiliki mesin katinting sehingga mobilitas dalam mencari hasil lautnya lebih

tinggi daripada kampung-kampung lain yang hanya menggunakan perahu dayung

untuk melaut. Pendapatan masyarakat tersebut di atas diperoleh dari hasil penjualan

ikan asin, teripang dan Lola (sejenis kerang laut).

Kampung Rata – rata pendapatan (Rp/bulan/kk)

Sawandarek 279,696.97

Yembuba 235,280.70

Yenwapnor 409,370.37

Sawingray 378,815.79

Rataan 325,790.96

Page 68: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

49

Pengeluaran Masyarakat

Kecilnya pendapatan yang diperoleh sangat terkait dengan jumlah pengeluaran

yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Pengeluaran

masyarakat hanya memenuhi kebutuhan untuk makan sehari – hari atau pola

pengeluaran adalah pengeluaran untuk makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi

umumnya terbatas untuk beras dan bumbu-bumbu masak seperti bawang, petsin, garam

dan lain-lain. Pengeluaran untuk makanan / minuman tambahan seperti gula, kopi dan

teh sifatnya situasional. Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum ekowisata bahari

dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11 Rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum kegiatan ekowisata di Meos

Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata pengeluaran masyarakat sebelum

adanya kegiatan ekowisata bahari di empat lokasi penelitian berkisar pada Rp.

203,393.94/bln/KK – Rp. 316,148.15/bln/KK. Rata – rata pengeluaran terkecil terjadi

di Kampung Sawandarek dan tertinggi di Yenwapnor. Kecilnya rata-rata pengeluaran

di Sawandarek disebabkan karena adanya makanan substitusi seperti jenis Ubi – ubian

(ubi jalar dan ubi kayu) dari kebun sendiri sehingga pengeluaran untuk beras

berkurang. Pada ketiga lokasi penelitian lainnya juga terdapat makanan substitusi dari

jenis ubi – ubian ini namun jumlahnya sedikit karena masyarakat yang berkebun juga

sedikit dibanding dengan di Sawandarek.

Kampung Rata – rata pengeluaran ( Rp /bulan/kk)

Sawandarek 203,393.94

Yembuba 232,614.04

Yenwapnor 316,148.15

Sawingray 310,657.89

Rataan 265,703.51

Page 69: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

50

Kecilnya jumlah masyarakat di Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray yang

berkebun juga dipengaruhi oleh kondisi topografi di ketiga kampung ini yang

bergunung dan berbatu .

Kondisi Perumahan Masyarakat

Tipe rumah masyarakat di Distrik Meos Mansaar sebelum adanya kegiatan

pengembangan ekowisata bahari adalah rumah sederhana dengan atap, dinding maupun

lantai menggunakan bahan-bahan alam yang ada di kampung tersebut. Atap rumah

berasal dari daun palem atau sagu, dinding juga terbuat dari daun palem, papan atau

bambu dan lantai ada yang terbuat dari papan, batang palem namun ada yang hanya

berlantai pasir atau tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode sebelum adanya kegiatan

ekowisata di lokasi penelitian, kondisi perumahan masyarakat yang berkategori

permanen sebanyak 3.61 %, semi permanen sebanyak 7.83 % dan tidak permanen

sebanyak 88.56 %. Banyaknya kondisi perumahan masyarakat yang berkategori tidak

permanen sangat terkait dengan tingkat pendapatan masyarakat saat itu. Kondisi

perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12 Kondisi perumahan masyarakat sebelum kegiatan ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Kategori

Permanen Semi Permanen Tidak Permanen(Unit) (Unit) (Unit)

1. Sawandarek 0 0 312. Yembuba 1 5 453. Yenwapnor 4 4 474. Sawingray 1 1 27

Jumlah (Unit) 6 13 147

Persen (%) 3.61 7.83 88.56

Page 70: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

51

Dari hasil wawancara diketahui bahwa masyarakat yang memiliki rumah

permanen karena ada bantuan dari anak/saudara mereka yang mampu dan memiliki

kedudukan dalam pemerintahan pada Pemerintah Daerah Papua. Rumah permanen

yang bukan milik pribadi adalah rumah dinas guru. Dari tabel diatas terlihat bahwa

proporsi terbesar kondisi rumah masyarakat Meos Mansaar adalah tidak permanen

yaitu sebesar 88.56 % (147 unit).

Aset Masyarakat

Aset yang diamati dalam penelitian ini adalah asset rumahtangga yang terdiri

dari televisi, radio/tape recorder, bufet, lemari, genset dan rumah serta aset produktif

yang terdiri dari perahu/longboat dan mesin tempel/katinting. Kepemilikan aset

masyarakat sebelum kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13 Jumlah aset masyarakat sebelum ekowisata bahari di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Asset Rumah Tangga (Rp) Asset Produksi (Rp)

1. Sawandarek 206,100,000 24,000,000

2. Yembuba 418,555,000 51,250,000

3 Yenwapnor 578,250,000 33,000,000

4 Sawingray 222,990,000 18,000,000

Rataan 1,425,895,000 126,250,000

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total aset rumahtangga sebelum ekowisata

untuk keseluruhan lokasi penelitian berjumlah Rp. 1,425,895,000,- dan untuk asset

produktif berjumlah Rp. 126,250,000,-.

Page 71: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

52

Kondisi Masyarakat Meos Mansaar Setelah Kegiatan Ekowisata Bahari

Karakteristik Masyarakat

Umur Penduduk dan Jumlah Anggota Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kepala keluarga di empat lokasi

penelitian bervariasi dengan kisaran umur antara 18 – 72 tahun, namun umur rata – rata

kepala keluarga di empat lokasi penelitian hanya terbagi kedalam dua kelompok umur.

Umur rata – rata kepala keluarga di Kampung Sawandarek adalah 42 tahun, Kampung

Yembuba 48 tahun, Kampung Yenwaupnor 43 tahun dan Kampung Sawingray 47

tahun. Rata – rata umur responden di keempat kampung penelitian tergolong kedalam

kelompok umur dewasa. Terkait dengan produktifitas (BPS 2007) maka sebanyak

92.15 % kepala keluarga di empat lokasi penelitian tergolong umur produktif dan 7.85

% tergolong umur nonproduktif.

Tabel 14 Interval umur kepala keluarga di lokasi penelitian

No Kelompok

Umur

Kampung Jumlah

(org)

Persen

(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 15 - 19 1 0 0 0 1 00.52

2 20 - 24 3 2 0 0 5 02.62

3 25 - 29 8 3 8 1 20 10.47

4 30 - 34 1 4 6 5 16 08.38

5 35 - 39 5 9 11 5 30 15.71

6 40 - 44 5 7 7 3 22 11.52

7 45 - 49 4 9 5 7 25 13.09

8 50 - 54 1 8 6 7 22 11.52

9 55 - 59 6 2 5 4 17 08.90

10 60 - 64 2 6 5 5 18 09.42

11 ≥ 65 3 9 2 1 15 07.85

jumlah 39 59 55 38 191 100

Data pada tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pada lokasi

penelitian tergolong umur dewasa. Interval umur yang demikian tentu berpengaruh

Page 72: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

53

terhadap aktivitas baik sebagai tenaga kerja maupun kegiatan lain yang menopang

kehidupan keluarga.

Apabila kelompok umur dibedakan berdasarkan kelompok responden yang

terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari maka terlihat bahwa rata - rata umur

responden yang terlibat ekowisata bahari sebesar 39.61 % (40) tahun dengan kisaran

umur 18 – 53 tahun dan pada responden yang tidak terlibat ekowisata bahari sebesar

45.66 % (46) tahun dengan kisaran umur 22 – 72 tahun. Dengan demikian maka dapat

dikatakan bahwa masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata bahari maupun yang

tidak terlibat tergolong kelompok umur dewasa atau kelompok produktif. Kelompok

umur responden yang terlibat ekowisata dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15 Interval umur kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos

Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kelompok

Umur

Kampung Jumlah

(org)

Persen

(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 15 - 19 1 0 0 0 1 05.00

2 20 - 24 0 0 0 0 0 00.00

3 25 - 29 2 0 0 0 2 10.00

4 30 - 34 0 2 0 1 3 15.00

5 35 - 39 2 3 1 0 6 30.00

6 40 - 44 1 1 0 0 2 10.00

7 45 - 49 0 0 0 1 1 05.00

8 50 - 54 1 1 0 0 2 10.00

9 55 - 59 0 1 0 0 1 05.00

10 60 - 64 1 0 0 0 1 05.00

11 ≥ 65 0 1 0 0 1 05.00

jumlah 8 9 1 2 20 100

Berdasarkan tabel 15 maka responden yang terlibat kegiatan ekowisata bahari

didominasi oleh kelompok umur 35 – 39 tahun yaitu sebesar 30 %. Kelompok umur

kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari dapat dilihat pada gambar 3.

Page 73: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Gambar 3 Interval umur

Kabupaten Raja Ampat

Keterlibatan masyarakat

didominasi oleh umur produktif (dewasa)

ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti

pendamping “diving”,

Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada

kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata

jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat

adalah sama yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran

konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya

pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula

pengeluaran konsumsi, pendapat

terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi

jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat

pada tabel 16.

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

15-19 20-24

5%

0%

Pe

rse

nta

se

Interval umur keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat

masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar

didominasi oleh umur produktif (dewasa) karena sifat dari pekerjaan pada kegiatan

ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti

, “Carventer” dan “Office Boy”.

Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada

kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata

jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat

yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran

konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya

pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula

pengeluaran konsumsi, pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja. Hal sebaliknya

terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi

jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat

24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-60 61-64

0%

10%

15%

30%

10%

5%

10%

5% 5%

Kelompok Umur

54

yang terlibat ekowisata bahari di Meos Mansaar

dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar

sifat dari pekerjaan pada kegiatan

ekowisata itu yang menuntut tenaga dan kondisi tubuh yang maksimal seperti “driver”,

Berdasarkan jumlah anggota keluarga di empat lokasi penelitian pada

kelompok yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata maka terlihat bahwa rata – rata

jumlah anggota keluarga responden yang terlibat ekowisata dan yang tidak terlibat

yaitu 5 orang. Jumlah anggota keluarga berkorelasi dengan pengeluaran

konsumsi, ketersediaan tenaga kerja, serta sumber pendapatan dan besarnya

pendapatan. Idealnya semakin tinggi jumlah anggota keluarga semakin tinggi pula

an dan ketersediaan tenaga kerja. Hal sebaliknya

terjadi apabila umur anggota keluarga tergolong umur nonproduktif. Komposisi

jumlah tanggungan keluarga responden untuk semua lokasi penelitian dapat dilihat

≥ 65

5%

Page 74: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

55

Tabel 16 Jumlah anggota per keluarga di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Anggota Kampung Jumlah PersenKeluarga (Org) (%)

(org) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 ≤ 3 15 14 14 10 53 27.75

2 4-5 10 22 15 10 57 29.84

3 ≥ 6 14 23 26 18 81 42.41

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Anggota keluarga khususnya yang berumur produktif merupakan tenaga kerja

dalam keluarga baik sebagai nelayan maupun sebagai tenaga kerja dalam kegiatan

ekowisata bahkan sebagai pelaku ekowisata. Anggota keluarga dari masyaraakat yang

terlibat ekowisata biasanya sebagai driver, pemilik penginapan dan transportasi.

Hasil pengamatan di lapangan membuktikan bahwa sekalipun rata - rata jumlah

anggota keluarga masyarakat di seluruh lokasi penelitian adalah 5 orang dan yang

berusia produktif 56,73 %, namun tenaga kerja dengan keahlian tertentu pada kegiatan

ekowisata tidak tersedia atau sangat terbatas pada masyarakat Meos Mansaar. Hal ini

yang kemudian berimplikasi kepada ketersediaan lapangan kerja yang terbatas

sehingga keterlibatan masyarakat Meos Mansaar dalam kegiatan ekowisata secara

kuantitatif juga kecil.

Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata

bervariasi dari SD sampai SMA. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis pekerjaan pada

kegiatan ekowisata juga membutuhkan tingkatan pendidikan yang berbeda – beda. Ada

jenis pekerjaan yang hanya membutuhkan tingkatan pendidikan SD seperti “Office

boy” namun ada yang membutuhkan tingkat pendidikan minimal SMA seperti tenaga

administrasi. Sebaran tingkat pendidikan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel

17.

Page 75: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

56

Tabel 17 Sebaran tingkat pendidikan masyarakat di lokasi ekowisata bahari MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

Kampung Jumlah PersenNo Pendidikan (Org) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Tdk Sekolah - 1 - - 1 0.522 Tidak Tmt SD 15 20 8 15 58 30.373 Tamat SD 16 20 34 12 82 42.934 Tamat SLTP 4 7 6 9 26 13.615 Tamat SLTA 4 10 4 2 20 10.476 Tamat PT - 1 3 - 4 2.10

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Data pada tabel 16 memperlihatkan bahwa proporsi terbesar tingkat pendidikan

masyarakat adalah tamat SD sebesar 42.93 %. Apabila tingkat pendidikan

dibandingkan dengan masing-masing kelompok responden maka pada kelompok

responden yang terlibat kegiatan ekowisata bahari didominasi oleh tingkat pendidikan

SLTA sedangkan kelompok responden yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari

didominasi oleh tingkat pendidikan SD. Proporsi tingkat pendidikan berdasarkan

kelompok responden dapat dilihat pada tabel 18. Pada Tabel 18 terlihat bahwa tingkat

pendidikan masyarakat yang terlibat ekowisata bahari didominasi oleh tingkat

pendidikan SLTA yaitu sebesar 65 % .

Tabel 18 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

TerlibatNo Kampung Jumlah

SD SLTP SLTA (KK)

1 Sawandarek 4 - 4 82 Yembuba 1 2 6 93 Yenwapnor - - 1 14 Sawingray - - 2 2

Jumlah 5 2 13 20

Persen (%) 25 10 65 100

Page 76: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Data pada tabel

ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai

dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu

dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan mem

kelapa muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan

tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir

pendidikanpun setiap individu laki

dipastikan bisa memancing dan memanjat pohon kelapa.

Hasil wawancara dengan

ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun

setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari

menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi

Mereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai

untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan.

terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar

Gambar 4 Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos

Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya,

mereka harus terlibat dalam pekerjaan

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Pe

rse

nta

seK

ete

rlib

ata

n

Data pada tabel 18 juga menunjukkan bahwa masyarakat yang terlibat kegiatan

ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai

dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu

dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan mem

muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan

tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir

pendidikanpun setiap individu laki-laki yang terlahir sebagai warga Meos Mansaar

ikan bisa memancing dan memanjat pohon kelapa.

Hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa sebelum berkembang

ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun

setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari, setiap kepala keluarga

menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi

ereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai

untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan. Tingkat pendidikan kepala keluarga

terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar 4.

Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos

Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya,

mereka harus terlibat dalam pekerjaan – pekerjaan tertentu yang menuntut pendidikan

SD SMP SMA

10%

25%

65%

Tingkat Pendidikan

57

yang terlibat kegiatan

ekowisata bahari berasal dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari SD sampai

dengan SLTA. Data ini juga memberikan gambaran bahwa sifat dari pekerjaan tertentu

dalam kegiatan ekowisata bahari seperti mencari ikan (nelayan) dan memetik buah

muda untuk dijual kepada para wisatawan tidak membutuhkan pendidikan

tinggi. Karena kebiasaan yang turun temurun sebagai masyarakat pesisir, maka tanpa

laki yang terlahir sebagai warga Meos Mansaar

diketahui bahwa sebelum berkembang

ekowisata bahari tingkat pendidikan di lokasi penelitian tergolong rendah. Namun

setiap kepala keluarga

menginginkan anggota keluarganya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.

ereka mulai menyadari bahwa dengan pendidikan yang memadai, seseorang mudah

Tingkat pendidikan kepala keluarga yang

Tingkat pendidikan kepala keluarga yang terlibat ekowisata bahari di Meos

Masyarakat juga menyadari bahwa untuk dapat mengubah taraf hidupnya,

pekerjaan tertentu yang menuntut pendidikan

Page 77: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

58

tertentu, keahlian dan keterampilan tertentu serta memiliki kemampuan yang spesifik.

Pekerjaan – pekerjaan tertentu ini disadari akan memberikan pendapatan yang jauh

lebih besar dari pendapatan yang selama ini diperoleh sebagai nelayan tradisional.

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi

seseorang untuk berfikir lebih baik dan rasional serta cepat dalam menerima atau

melakukan suatu inovasi.

Lama Tinggal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama tinggal masyarakat dalam

komunitasnya yang lebih dari 10 tahun sebesar 72.25 %, dan mereka merupakan

penduduk asli Meos Mansaar. Masyarakat yang lama tinggalnya dibawah 5 tahun

adalah pendatang yang menetap dan tinggal di lokasi penelitian sehingga kemudian

menjadi bagian dari masyarakat Meos Mansaar karena telah menikah dengan warga

setempat. Komposisi lama tinggal responden dalam komunitasnya dapat dilihat pada

tabel 19.

Tabel 19 Komposisi lama tinggal masyarakat di lokasi ekowisata bahari Meos

Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Lama Kampung Jumlah PersenTinggal (Org) (%)

(thn) Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 ≤ 5 2 3 1 - 6 3.14

2 6 - 10 37 4 3 3 47 24.61

3 > 10 - 52 51 35 138 72.25

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Data pada tabel 19 memperlihatkan bahwa komposisi lama tinggal responden

pada Kampung Sawandarek berbeda dengan tiga kampung lainnya. Pada Kampung

Sawandarek proporsi tertinggi lama tinggal responden adalah 6 – 10 tahun atau

berkategori sedang, sedangkan Kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray

Page 78: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

59

proporsi tertinggi lama tinggal responden adalah lebih dari 10 tahun. Kecenderungan

ini terjadi karena Kampung Sawandarek adalah kampung yang baru berusia 10 tahun

yang sebelumnya merupakan salah satu dusun dari Kampung Kurkapa. Sawandarek

berubah status dari dusun menjadi kampung sejak tahun 2007.

Lama tinggal responden dalam komunitasnya mempengaruhi keterikatan

emosional terhadap daerahnya. Semakin lama tinggal maka seseorang akan memiliki

keterikatan emosional yang semakin kuat dan rasa memiliki yang besar terhadap

kampungnya.

Jenis Pekerjaan

Keterlibatan masyarakat pada kegiatan ekowisata dalam jumlah yang kecil (20

orang) tidak menyebabkan pergesaran jenis pekerjaan responden di lokasi penelitian.

Umumnya sebagai masyarakat pesisir, responden di lokasi penelitian bermata

pencaharian sebagai nelayan. Saat ini setelah berkembangnya kegiatan ekowisata

sebagian besar pekerjaan responden tetap sebagai nelayan. Dari tabel 23, terlihat

bahwa 84.29 % responden bekerja di sektor pertanian (petani dan nelayan) 10.47 %

bekerja di sektor wisata (ekowisata) dan 5.24 % sebagai PNS dan pedagang kios.

Kurangnya jumlah masyarakat di lokasi penelitian yang terlibat kegiatan ekowisata

diduga karena baru satu investor yang mendirikan base resort (Papua Diving) di Meos

Mansaar sehingga kebutuhan tenaga kerja juga terbatas, spesifikasi pekerjaaan tertentu

yang dibutuhkan tidak tersedia pada masyarakat setempat. Selain itu jenis pariwisata

yang berkembang adalah wisata bahari dimana wisatawan lebih banyak melakukan

kontak dengan obyek – obyek alam yang ada dilaut (terumbu karang, ikan dan

sebagainya) sehingga kontak dengan masyarakat luas jarang terjadi. Kunjungan

wisatawan yang relatif sedikit juga diduga memperkecil keterlibatan masyarakat dalam

kegiatan ekowisata bahari.

Dari hasil wawancara dengan beberapa kepala keluarga yang bekerja sebagai

nelayan bahwa hasil nelayan mereka sebelumnya dijual di Resort PT. Papua Diving,

namun karena saat ini ada pengusaha yang membeli hasil nelayan mereka dengan

Page 79: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

60

harga yang lebih tinggi dari Papua Diving sehingga mereka beralih kepada pengusaha

yang bersangkutan. Papua Diving membeli ikan segar dari masyarakat dengan harga

Rp. 5000/kg sedangkan pengusaha (bapak Mochtar) membeli dengan harga Rp.

7000/kg untuk ikan campuran dan untuk ikan tertentu dari jenis kerapu bisa dibeli

dengan harga berkisar antara Rp. 30,000 – Rp. 300.000,-/kg.Selain itu dengan

terbukanya aksesibilitas sebagai konsekwensi dari Raja Ampat menjadi kabupaten baru

(definitif) dengan ibukota kabupatennya di Waisai yang relatif dekat dengan Meos

Mansar, menjadikan hasil nelayan mereka di jual langsung ke Waisai dan terjual

habis. Jenis pekerjaan responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20 Jenis pekerjaan masyarakat di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat

No Jenis Kampung Jumlah PersenPekerjaan (Org) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Sektor Pertanian- Petani - 1 - - 1 0.52- Nelayan 30 46 49 35 160 83.77

2 Sektor Wisata- Karyawan 7 7 - - 14 7.33- Transportasi

dan penginapan - 2 1 1 4 2.09- Guide - - - - - -- Pedagang 1 - - 1 2 1.05

3 Lain – lain 1 3 5 1 10 5.24

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Pendapatan Keluarga

Pendapatan mengindikasikan kondisi ekonomi responden di lokasi penelitian.

Semakin besar pendapatan maka semakin mapan pula ekonomi sebuah keluarga

sehingga kesejahteraan ekonomi keluarga tersebut semakin tinggi. Tingkat pendapatan

responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 21.

Page 80: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

61

Tabel 21 Pendapatan keluarga di lokasi ekowisata bahari Meos Mansaar Kabupaten

Raja Ampat

NoBesar Pendapatan

(Rp/bulan/kk)

Kampung Jumlah

(Org)

Persen

(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 < 700.000,- 29 31 36 28 124 64,92

2 700.000 – 1.000.000 2 16 10 6 34 17,80

3 > 1.000.000,- 8 12 9 4 33 17,28

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Dari data pada tabel 21, terlihat bahwa kepala keluarga dengan pendapatan

diatas Rp. 1.000.000,- lebih banyak terdapat pada Yembuba, Yenwapnor dan

Sawandarek. Besarnya pendapatan ini berkorelasi dengan jumlah responden yang

terlibat dalam kegiatan ekowisata yang mana Sawandarek dan Yembuba lebih banyak

yang terlibat daripada kedua kampung lainnya. Pada Kampung Yenwapnor banyaknya

jumlah pendapatan masyarakat diatas 1 juta rupiah dikarenakan ada 5 warga

masyarakat yang berstatus sebagai guru (PNS) dengan penghasilan diatas 2 juta rupiah

perbulan. Rata – rata pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata

bahari pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 22.

Tabel 22 Rata-rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalamkegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Keterlibatan

Rata – Rata Pendapatan (Rp/bulan/kk)Jumlah

(Rp)Persen

(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Terlibat 1,333,750,00 1,855,000.00 2,500,000.00 2,225,000.00 7,913,750.00 70.70 %

2TidakTerlibat

578,838.71 831,600.00 963,351.85 906,250.00 3,280,040.56 29.30 %

Jumlah 2,024,937.50 2.513.386,04 3,583,351.85 3,201,718.75 11,193,790.56 100

Dari data pada tabel 22, terlihat bahwa persentase rata – rata pendapatan

masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata adalah 70.70 % sedangkan yang tidak

terlibat sebesar 29.30 %. Sekalipun jumlah responden yang terlibat dalam kegiatan

ekowisata hanya 10.47 % namun karena pendapatan dari keterlibatan tersebut cukup

Page 81: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

62

tinggi sehingga pendapatan rata – rata responden yang terlibat melebihi pendapatan

rata – rata responden yang tidak terlibat.

Kondisi Sosial Masyarakat

Struktur Penduduk

Total penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2008 adalah sebesar 41,170

jiwa yang terdiri atas 21,719 jiwa laki-laki (52.75 %) dan 19,451 jiwa perempuan

(47.25 %). Khusus di Distrik Meos Mansaar, jumlah penduduk sebesar 2,243 jiwa

yang terdiri atas 1,211 jiwa laki – laki (53.99 %) dan 1,032 jiwa perempuan (46.01 %)

dengan jumlah kepala keluarga 441 KK. Dengan demikian 5.45 % jiwa dari seluruh

penduduk Kabupaten Raja Ampat yang terdiri atas 5.58 % .% laki – laki dan 5.31 %

perempuan tinggal di Distrik Meos Mansaar.

Distrik Meos Mansaar terdiri atas 9 kampung dengan luas wilayah 169.6966

Km2 dan kepadatan penduduk yang rendah yaitu 13.22 jiwa/km2. Sebaran penduduk

menurut kampung (desa) di Distrik Meos Mansaar terlihat pada tabel 23.

Tabel 23 Jumlah penduduk di Distrik Mios Mansaar

Jumlah Penduduk JumlahNo Kampung

KK L P L + P

1 Yembekwan* 74 160 157 3172 Yembuba* 59 177 152 3293 Sawingray* 38 102 95 1974 Arborek 30 90 83 1735 Kapisawar 27 77 64 1416 Kabui 77 178 166 3447 Yenwapnor 55 163 144 3078 Kurkapa 42 138 118 2569 Sawandarek* 39 94 85 179

Total 441 1,179 1,064 2,243

Ket : *) Kampung/Desa yang menjadi lokasi penelitian

Sumber : Kantor Distrik Meos Mansaar, 2009.

Laju pertumbuhan penduduk Raja Ampat dari tahun 2000 sampai dengan tahun

2006, adalah 18,55 % sehingga laju pertumbuhan rata-rata per tahun adalah 3,09 %.

Laju pertumbuhan tertinggi terjadi di Distrik Waigeo Selatan (termasuk Meos

Page 82: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

63

Mansaar) sebesar 8,67 % sedangkan terendah terjadi di Distrik Kepulauan Ayau (0,10

%).

Berdasarkan umur, maka sebaran penduduk di Distrik Meos Mansaar terdiri atas

kelompok 0 – 14 tahun sebanyak 523 jiwa laki – laki (43.21 % ) dan 445 jiwa

perempuan (43. 12 %), pada kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 665 jiwa laki –

laki (54.87 %) dan 570 jiwa perempuan (55.23 %), dan pada kelompok umur

samadengan atau lebih besar dari 65 tahun, sebanyak 23 jiwa laki – laki (1.92 %) dan

17 jiwa perempuan (1.65 %). Sebaran umur pada lokasi penelitian adalah 0 – 14 tahun

sebanyak 220 jiwa laki – laki (41.25 % ) dan 209 jiwa perempuan (42.64 %), pada

kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 301 jiwa laki – laki (56.50 %) dan 278 jiwa

perempuan (56.95 %), dan pada kelompok umur diatas 65 tahun, sebanyak 12 jiwa laki

– laki (2.25 %) dan 2 jiwa perempuan (0.41 %).

Perilaku Masyarakat

Kegiatan wisata pada umumnya dapat mempengaruhi perilaku seseorang melalui

wisatawan. Kehadiran para wisatawan dengan beragam latar belakang kebudayaan

dapat memberikan kontribusi terhadap perilaku individu yang sering dan selalu

berinteraksi dengan wisatawan tersebut (Marpaung dan Bahar, 2002).

Perilaku yang positif pada masyarakat juga terlihat dari sikap mereka terhadap

keberadaan sumberdaya alam baik yang terdapat di darat maupun yang dilaut. Sikap ini

ditunjang dengan adanya pengetahuan mereka tentang manfaat terumbu karang bagi

kelangsungan hidup mahluk air laut lainnya. Selain pengetahuan tentang terumbu

karang, masyarakat juga memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan bagi

kelangsungan hidup manusia dan pengaruhnya terhadap mahluk hidup dilaut termasuk

terumbu karang. Interaksi antara pengetahuan dan sikap kemudian memunculkan aksi

atau tindakan berupa perlindungan terhadap hutan dan laut. Melalui kegiatan

pendampingan yang dilakukan oleh Conservation International Indonesia (CII) dan

Unit Pelaksanaan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II (Coremap

II), maka dibentuklah Daerah Perlindungan Laut (DPL) setiap kampung yaitu

Page 83: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

64

hamparan terumbu karang pada pesisir dan laut yang ada di areal sekitar kampung.

Pada setiap DPL tidak diperbolehkan adanya kegiatan penangkapan ikan.

Perilaku masyarakat untuk melindungi kawasannya dari kerusakan semakin

terpelihara dengan hadirnya para wisatawan. Masyarakat telah mengetahui bahwa

terumbu karang dan keanekaragaman mahluk hidup baik yang di darat maupun dilaut

dapat menjadi atraksi wisata yang mengagumkan. Masyarakat menyadari dan

mengetahui bahwa hanya dengan melihat dan menikmati keindahan pada setiap atraksi

wisata, dapat menghasilkan uang bagi daerah maupun masyarakat sendiri.

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ada perilaku – perilaku tertentu

dari masyarakat yang meniru apa yang telah dibuat oleh Papua Diving. Sebelumnya

yang bersangkutan pernah bekerja sebagai karyawan di Papua Diving. Warga tersebut

kemudian keluar dan membuat usaha penginapan (homestay) khusus bagi wisatawan

asing dan menyusun paket wisata (dari administrasi sampai pelaksanaannya)

mencontoh pada apa yang dilihat dan dikerjakan ketika bekerja di Papua Diving.

Pranata Sosial

Pranata sosial yang terdapat dalam lembaga sosial yang berperan dalam

kehidupan bermasyarakat setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari adalah

lembaga gereja dan adat. Seluruh kepala keluarga (100%) menyatakan bahwa lembaga

sosial yang berperan penting dalam kehidupan mereka adalah lembaga gereja dan adat.

Sedangkan lembaga – lembaga sosial yang ada dalam masyarakat selain lembaga

gereja dan adat, terdapat pula lembaga kepemudaan dan lembaga yang bergerak dalam

bidang pariwisata.

Setelah adanya kegiatan ekowisata, satu-satunya lembaga sosial yang terbentuk

adalah lembaga yang bergerak dalam bidang wisata yaitu di Kampung Sawingray

dengan nama “Sanggar Wisata Sawingray”. Tujuan berdirinya sanggar ini adalah untuk

mengakomudir semua hasil kerajinan tangan berupa anyam-anyaman dari daun tikar

(sejenis pandan hutan). Hasil kerajinan tangan ini berupa topi, keranjang mini (noken),

miniatur perahu semang, ukiran patung, senat dan tikar mini.

Page 84: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

65

Nilai /Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat

Nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat dapat dilihat dari tiga aspek yaitu

norma hidup bermasyarakat, aturan adat yang berlaku dan hubungan sosial antara

masyarakat. Secara umum dapat dinyatakan bahwa nilai/norma sosial dan ikatan adat

istiadat dalam berbagai aspek kehidupan di empat lokasi penelitian setelah

berkembangnya kegiatan ekowisata bahari termasuk kategori kuat. Sebanyak 93.18 %

kepala keluarga di lokasi penelitian masih memegang kuat norma hidup dalam

kehidupan bermasyarakat. Untuk aturan adat, sebanyak 90.31 % kepala keluarga masih

kuat memberlakukan aturan adat dalam kehidupannya dan untuk hubungan sosial

sebanyak 88.04 % kepala keluarga masih kuat dalam menjalin hubungan sosial antara

warga. Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan norma sosial dan ikatan adat

istiadat dapat dilihat pada tabel 24.

Tabel 24 Keadaan kepala keluarga dalam menjalankan nilai/norma sosial dan ikatanadat istiadat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten RajaAmpat

Norma Sosial Pemberlakuan dalam Kehidupan Masyarakatdan Adat Istiadat Kuat Sedang Lemah

SawandarekNorma Hidup Bermasyarakat 97.44 % - 2.56 %Aturan Adat yang Berlaku 97.44 % - 2.56 %Hubungan Sosial 82.05 % 15.38 % 2.57 %

YembubaNorma Hidup Bermasyarakat 89.83 10.17 % -Aturan Adat yang Berlaku 86.44 % 8.47 % 5.09 %Hubungan Sosial 86.44 % 10.17 % 3.39 %

YenwapnorNorma Hidup Bermasyarakat 85.45 % 10.91 % 3.64 %Aturan Adat yang Berlaku 80 % 14.55 % 5.45 %Hubungan Sosial 83.67 % 12.73 % 3.60 %

SawingrayNorma Hidup Bermasyarakat 100 % - -Aturan Adat yang Berlaku 97.37 % - 2.63 %Hubungan Sosial 100 % - -

Salah satu adat yang masih bertahan di masyarakat Raja Ampat khususnya di

Meos Mansaar adalah kearifan lokal masyarakat yang disebut “sasi” yang sering

Page 85: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

66

dilakukan untuk melindungi hasil laut di wilayahnya. Tujuannya untuk mendapatkan

hasil yang berlimpah, juga dipergunakan untuk membangun gereja dan desa.

Proses Sosial

Proses sosial yang dikaji dalam kehidupan masyarakat di lokasi penelitian ini

adalah bentuk kerjasama dan konflik. Bentuk kerjasama yang sering terjadi dalam

kehidupan masyarakat di lokasi penelitian berupa gotong royong, kerja bakti, dan

saling tolong menolong. Seluruh kepala keluarga (100 %) di lokasi penelitian tetap

menjalin kerjasama seperti gotong royong, kerja bakti dan tolong menolong dalam

membangun rumah ibadah maupun rumah pribadi, pembersihan kampung serta hajatan

warga. Proses sosial setelah berkembangnya kegiatan ekowisata dapat dilihat pada

tabel 25.

Tabel 25 Keadaan masyarakat berdasarkan bentuk kerjasama dan konflik setelahkegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Keadaan Kepala Keluarga

Proses Sosial Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Bentuk Kerjasama1. Gotong royong 39 100 59 100 55 100 38 100

2. Kerja bakti 39 100 59 100 55 100 38 100

3. Hajatan 39 100 59 100 55 100 38 100

Bentuk Konflik1. Kepemilikan lahan 39 100 59 100 - - - -

2. Kelola SDA - - - - - - - -

3. Lain – lain - - - - - - - -

Bentuk konflik yang terjadi selama ini di lokasi penelitian adalah konflik

kepemilikan lahan. Untuk konflik yang terjadi setelah berkembangnya kegiatan

ekowisata bahari, sebayak 51,31 % kepala keluarga terlibat dalam konflik kepemilikan

lahan. Setelah berkembangnya kegiatan ekowisata, bentuk kerjasama tetap berjalan dan

Page 86: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

67

dipertahankan seperti sebelumnya, namun terjadi konflik kepemilikan lahan. Konflik

kepemilikan lahan terjadi pada Kampung Sawandarek dan Yembuba.

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata Bahari

Persepsi masyarakat merupakan respon terhadap upaya pengembangan ekowisata

bahari di Kawasan Meos Mansaar baik oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2,62 % responden menyatakan sangat setuju,

83,77 % menyatakan setuju dan sisanya sebanyak 13,61 % menyatakan ragu-ragu.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 26.

Tabel 26 Persepsi masyarakat terhadap kegiatan pengembangan ekowisata di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

Persepsi Kepala KeluargaKategori Jumlah Persen (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

Sangat Setuju 1 2 1 1 5 2.62Setuju 33 49 47 31 160 83.77Ragu – ragu 5 8 7 6 26 13.61Tidak Setuju 0 0 0 0 0 0.00Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0 0 0.00

Data pada tabel 26 menunjukkan bahwa sekalipun masyarakat yang terlibat

dalam kegiatan ekowisata bahari saat ini masih sangat sedikit, namun sesungguhnya

harapan masyarakat sangat tinggi terhadap pengembangan ekowisata bahari. Hal ini

merupakan modal dalam pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar. Tanpa

adanya harapan masyarakat, maka aktivitas ekowisata tidak akan berjalan dengan baik

sesuai dengan yang diharapkan.

Alasan masyarakat yang menyatakan sangat setuju dan setuju adalah bahwa

kegiatan ekowisata bahari ini sebenarnya tidak akan menguras sumberdaya alam yang

ada di Meos Mansaar karena wisatawan itu hanya melihat – lihat keindahan bawah laut

dan mereka tidak mengambilnya. Masyarakat sangat berharap agar suatu saat mereka

mampu dan dapat menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan ekowisata

Page 87: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

68

bahari. Untuk harapan tersebut, tanggung jawab disandarkan dipundak generasi-

generasi muda dan juga kepada pemerintah. Masyarakat menyadari bahwa untuk

menggapai harapan itu, tentu diperlukan sumberdaya manusia yang memiliki

kreatifitas dan intelektualitas. Indikatornya adalah jenjang pendidikan. Masyarakat

juga memberikan apreasi yang tinggi atas usaha – usaha yang dilakukan baik oleh

pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti TNC, CI, dan

Coremap dalam bentuk pelatihan diving, peningkatan keterampilan berbahasa inggris

maupun studi banding ke daerah yang sudah maju sektor wisata seperti Bali, Manado,

dan lain – lain. Semuanya itu dilakukan dalam rangka peningkatan kesiapan

masyarakat menghadapi pengembangan ekowisata di Raja Ampat umumnya dan

khususnya Meos Mansaar.

Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang ada di Sawandarek yang

tidak terlibat kegiatan ekowisata, mengatakan bahwa wisatawan asing yang datang ke

kampung mereka selalu memberi motivasi kepada orangtua supaya harus

menyekolahkan anak-anaknya. Para wisatawan itu ada yang memberi bantuan

langsung kepada anak – anak sekolah melalui kepala kampung berupa alat tulis

menulis. Bahkan ada yang setelah pulang ke negaranya masih mengirim bantuan

berupa uang untuk membantu biaya anak – anak sekolah yang berasal dari

Sawandarek.

Masyarakat yang menyatakan ragu – ragu merasa pesimis dengan perkembangan

ekowisata yang sudah ada saat ini. Menurut mereka bahwa ekowisata bahari yang

sudah berkembang ini hanya menguntungkan pihak-pihak yang mempunyai

kemampuan ekonomi sedangkan mereka hanya menjadi penonton. Ada juga

sekelompok masyarakat yang takut terjadi degradasi budaya terutama ke generasi

muda. Namun demikian mereka masih berharap perhatian yang lebih serius dari

pemerintah sehingga suatu saat mereka bisa menjadi pelaku dalam kegiatan ekowisata.

Persepsi responden terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar dapat

dilihat pada gambar 5.

Page 88: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Gambar 5 Persepsi masyarakatKabupaten Raja Ampat

Kondisi Ekonomi Masyarakat

Mata Pencaharian Masyarakat

Adanya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar

sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan

kesempatan berusaha pada masyarakat lokal

pencaharian masyarakat yaitu di sektor pariwisata.

Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian

masyarakat dari sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi

10.47 % bekerja pada sektor

% (20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai

karyawan di Base resort Papua Diving sebanyak

transportasi laut 20 % (4 KK) dan

pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada

tabel 27.

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

Sawandarek

2,56%

84,62%P

ers

enta

se

masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari di MeosKabupaten Raja Ampat.

Ekonomi Masyarakat

Masyarakat

danya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar

sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan

kesempatan berusaha pada masyarakat lokal karena telah memperluas jenis mata

pencaharian masyarakat yaitu di sektor pariwisata.

Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian

masyarakat dari sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi 83.77 % nelayan dan

10.47 % bekerja pada sektor pariwisata serta 5.24 % bekerja disektor lain. Dari 10.47

(20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai

karyawan di Base resort Papua Diving sebanyak 70 % (14 KK), pemilik homestay dan

% (4 KK) dan 5 % (1 KK) sebagai pengrajin cinderamata.

pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

2,56% 3,39% 1,82% 2,63%

84,62% 83,05%85,45%

81,58%

12,82% 13,56% 12,73%15,79%

0% 0% 0% 0%0% 0% 0% 0%

Kampung

Sangat Setuju

Setuju

Ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

69

terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar

danya kegiatan ekowisata di Raja Ampat khususnya di Meos Mansaar

sekalipun baru berumur ± 8 tahun tetapi mampu menyediakan peluang kerja dan

telah memperluas jenis mata

Kehadiran kegiatan ekowisata bahari memperluas jenis mata pencaharian

83.77 % nelayan dan

% bekerja disektor lain. Dari 10.47

(20 KK) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, yang bekerja sebagai

% (14 KK), pemilik homestay dan

(1 KK) sebagai pengrajin cinderamata. Jenis

pekerjaan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari dapat dilihat pada

Sangat Setuju

Setuju

Ragu-Ragu

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

Page 89: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

70

Tabel 27 Jenis pekerjaan kepala keluarga yang terlibat dalam kegiatan ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kampung Jumlah PersenNo Pekerjaan (Org) (%)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Karyawan PD 7 7 - - 14 702 Pemilik trans

Portasi danpenginapan - 2 1 1 4 20

3 Pedagang ikandan kelapa - - - 1 1 5

4 Pengrajin cinderamata 1 - - - 1 5

Jumlah 8 9 1 2 20 100

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bila dibedakan berdasarkan

kampung maka jumlah kepala keluarga yang terlibat dari kampung Yembuba sebanyak

9 KK , Sawandarek 8 KK, Sawingray 2 KK dan Yenwapnor 1 KK. Jarak Kampung

Yembuba dan Sawingray ke Resort Papua Diving (Kri resort dan Sorido bay resort)

lebih dekat (< 8 km) dibanding dengan Kampung Yenwapnor dan Sawingray. Selain

lebih dekat. Jarak yang dekat dengan resort mengakibatkan frekwensi kontak antara

masyarakat dengan pihak papua diving lebih besar sehingga informasi dari manajemen

Papua Diving lebih cepat diterima.

Pendapatan Masyarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di Kampung

Sawandarek setelah berkembangnya ekowisata adalah Rp. 696,393.94 . Pendapatan

rata – rata masyarakat di Kampung Yembuba setelah berkembangnya ekowisata adalah

sebesar Rp. 957,456.14. Pendapatan rata – rata masyarakat di Kampung Yenwapnor

setelah berkembangnya ekowisata adalah sebesar Rp. 963,166.67. Pendapatan rata –

rata masyarakat Sawingray setelah berkembangnya ekowisata adalah sebesar Rp.

Page 90: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

71

979,605.26. Rata – rata pendapatan masyarakat setelah berkembangnya ekowisata

bahari dapat dilihat pada tabel 28.

Tabel 28 Rata – rata pendapatan setelah kegiatan ekowisata di Meos MansaarKabupaten Raja Ampat

No Kampung Rata – rata Pendapatan(Rp/bulan/kk)

1 Sawandarek 696,393.942 Yembuba 957,456.143 Yenwapnor 963,166.674 Sawingray 979,605.26

Rataan 899,155.50

Pengeluaran Masyarakat

Rata – rata pengeluaran keluarga setelah berkembangnya ekowisata antara lain di

Sawandarek Rp. 423,696.97, Yembuba Rp. 804,885.96,Yenwapnor Rp. 703,425.93, dan

Sawingray Rp. 687,500.00. Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata

dilihat pada tabel 29.

Tabel 29 Rata – rata pengeluaran keluarga setelah kegiatan ekowisata di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Rata – rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1 Sawandarek 423,696.972 Yembuba 804,885.963 Yenwapnor 703,425.934 Sawingray 687,500.00

Jumlah 654,877.21

Pengeluaran responden untuk kebutuhan bukan makanan seperti kesehatan,

pendidikan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil, sedangkan pengeluaran untuk

perbaikan rumah sifatnya sangat insidential dan sangat jarang dilakukan. Seandainya

ada masyarakat yang membangun atau memperbaiki rumah, maka biaya yang

dikeluarkan juga tidak terlalu besar karena dilakukan secara gotong royong bersama

warga kampung. Selain itu jenis rumah responden yang umumnya tidak permanen

Page 91: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

72

dengan menggunakan bahan alami (Kayu, bambu dan daun sagu) cukup tersedia

sehingga jarang untuk membeli bahan bangunan. Jenis dan pola pengeluaran responden

sebelum dan setelah berkembangnya kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 30.

Tabel 30 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di KampungSawandarek Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan :* Beras 152,419.58* Lauk pauk 77,172.63

2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 58,455.67* Kesehatan 17,701.92* Pendidikan 24,389.51* Biaya sosial 10,778.57

3. Lain – lain 82,778.89

Jumlah 423,696.97

Tabel 31 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di KampungYembuba Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan :* Beras 310,612.23* Lauk pauk 143,905.82

2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 101,534.35* Kesehatan 40,343.50* Pendidikan 32,984.71* Biaya sosial 14,890.74

3. Lain – lain 160,614.61

Jumlah 804,885.96

Page 92: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

73

Tabel 32 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di KampungYenwapnor Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan :* Beras 237,832.36* Lauk pauk 140,000.07

2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 79,421.81* Kesehatan 43,289.92* Pendidikan 71,431.95* Biaya sosial 12,635.20

3. Lain – lain 118,813.96

Jumlah 703,425.93

Tabel 33 Jenis dan pola pengeluaran keluarga setelah ekowisata di Kampung

Sawingray Distrik Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No Jenis dan Pola Pengeluaran Rata-rata Pengeluaran (Rp/bulan/kk)

1. Pangan :* Beras 257,211.66* Lauk pauk 139,926.77

2. Bukan Pangan* Bahan bakar/penerangan 88,100.18* Kesehatan 54,551.46* Pendidikan 52,501.32* Biaya sosial 12,568.23

3. Lain – lain 82,640.38

Jumlah 687,500.00

Kondisi Perumahan Masyarakat

Dalam penelitian ini, kondisi rumah dibedakan atas tiga kategori yaitu permanen,

semi permanen dan tidak permanen yang diperoleh berdasarkan kriteria kualitas

dinding, lantai, atap, luas lantai rumah dan status kepemilikan. Berdasarkan kriteria ini,

Page 93: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

74

maka kondisi perumahan masyarakat setelah pengembangan ekowisata bahari dapat

dilihat pada tabel 34.

Tabel 34 Kondisi perumahan masyarakat setelah kegiatan ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Kategori

Permanen Semi Permanen Tidak Permanen(Unit) (Unit) (Unit)

1. Sawandarek 0 2 292. Yembuba 4 25 223. Yenwapnor 11 24 204. Sawingray 2 12 15

Jumlah (Unit) 17 63 86

Persen (%) 10.24 37.95 51.81

Setelah kegiatan ekowisata bahari, kondisi perumahan masyarakat tidak

mengalami perubahan yang berarti. Rumah anggota masyarakat yang terlibat dalam

kegiatan ekowisata bahari tidak juga mengalami perubahan. Bahkan ada warga yang

bekerja / terlibat dengan kegiatan ekowisata bahari tapi masih menumpang pada

keluarganya.

Aset Masyarakat

Pemilikan asset dibedakan atas dua bagian yaitu asset rumah tangga (internal

asset) dan aset produktif / modal yang digunakan untuk mendukung usaha. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa jumlah aset rumah tangga responden di Kampung

Sawandarek saat ini adalah Rp. 221,850,000. Jumlah aset rumahtangga di Kampung

Yembuba saat ini adalah Rp. 625,150,000. Jumlah aset rumahtangga di Kampung

Yenwapnor saat ini lebih besar yaitu Rp. 769,400,000. Jumlah aset rumahtangga di

Kampung Sawingray saat ini adalah Rp. 334,675,000.

Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Sawandarek saat ini adalah Rp.

140,450,000. Jumlah asset produktif masyarakat di Kampung Yembuba saat ini adalah

Rp. 229,000,000. Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Yenwapnor saat ini

Page 94: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

75

adalah Rp. 201,500,000. Jumlah aset produktif masyarakat di Kampung Sawingray

saat ini adalah Rp 170,850,000. Jumlah aset masyarakat setelah kegiatan ekowisata

dapat dilihat pada tabel 35.

Tabel 35 Jumlah aset masyarakat setelah ekowisata bahari di Meos Mansaar

Kabupaten Raja Ampat

Kelompok Asset Harga (Rp)

Asset Rumah Tangga* Televisi 38,840,000.* Radio/Tape Recorder 23,160,000* Bufet 23,625,000* Lemari 38,000,000* Kulkas 3,900,000* Rumah 1,807,000,000* Genset 16,550,000.Jumlah 1,951,075,000

Asset Produktif* Homestay 30,000,000* Warung 6,500,000.* Perahu 119,800,000* Lain – lain 585,500,000Jumlah 741,800,000

Investasi

Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat merupakan

suatu usaha/proyek yang dibangun oleh PT. Papua Diving. Sebagai suatu proyek,

Papua Diving tentu memerlukan sejumlah dana dan fasilitas agar tujuan

menyelenggarakan kegiatan ekowisata bahari dapat tercapai dalam waktu tertentu.

Agar proyek dapat berhasil maka manajemen perlu memperhatikan beberapa aspek

seperti infrastruktur, superstruktur dan struktur ekonomi.

Oleh karena semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi dunia usaha,

maka manajemen Papua Diving dituntut untuk selalu inovatif dan kreatif agar

usahanya terus berkembang. Salah satu faktor yang ikut menentukan masa depan suatu

perusahaan adalah kebijakan investasi. Merencanakan suatu investasi tidak hanya

Page 95: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

76

sekedar menambah aktiva atau fasilitas yang telah ada, namun juga memberikan nilai

positif bagi perusahaan.

Papua Diving sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pariwisata

khususnya ekowisata bahari, maka pada tahap awal telah membangun beberapa

fasilitas guna mendukung kegiatannya. Fasilitas yang dibangun pada tahun 2003 di

resort Kri dapat dilihat pada tabel 36.

Tabel 36 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Kri

No. Jenis Fasilitas Harga (Rp)

1. Homestay 7 unit @. Rp. 40.000.000,- = Rp. 280.000.000,-

2. Dapur 1 unit @. Rp. 25.000.000,- = Rp. 25.000.000,-

3. Rumah santai I unit @. Rp. 35.000.000,- = Rp. 25.000.000,-

4. Barak Karyawan 2 unit @.Rp. 30.000.000,- = Rp. 60.000.000,-

5. Gudang Peralatan 1 unit @. Rp. 20.000.000,- = Rp. 20.000.000,-

6. Gudang BBM 1 unit @ Rp. 15.000.000,- = Rp. 15.000.000,-

7. Dermaga I unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 60.000.000,-

8. Tabung/Tangki O2 10 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 40.000.000,-

9. Regulator 5 set @. Rp. 6.000.000,- = Rp. 30.000.000,-

10. Base CD/rompi 5 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 20.000.000,-

11. Snorkel 5 unit @. Rp. 400.000,- = Rp. 2.000.000,-

12. Sepatu 5 pasang @. Rp. 350.000,- = Rp. 1.750.000,-

13. Senter 5 buah @. Rp. 600.000,- = Rp. 3.000.000,-

14. Fin 5 buah @. 1.800.000,- = Rp. 9.000.000,-

15. Speed Boat 3 unit @. Rp. 70.000.000,- = Rp. 210.000.000,-.Jumlah = Rp. 660.250.000,-

Setelah kegiatan ekowisata berkembang, maka pada tahun 2005, Papua Diving

menambah investasinya dan membuka resort baru yaitu Resort Sorido. Fasilitas yang

dibangun di Resort Sorido dapat dilihat pada tabel 37.

Page 96: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

77

Tabel 37 Pengadaan fasilitas PT Papua Diving di Resort Sorido

No. Jenis Fasilitas Harga (Rp

1. Homestay 3 unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 180.000.000,-2. Homestay 4 unit @. Rp. 35.000.000,- = Rp. 145.000.000,-2. Dapur 1 unit @. Rp. 25.000.000,- = Rp. 25.000.000,-3. Barak Karyawan 3 unit @.Rp. 40.000.000,- = Rp. 120.000.000,-5. Gudang Peralatan 1 unit @. Rp. 20.000.000,- = Rp. 20.000.000,-6. Gudang BBM 1 unit @ Rp. 15.000.000,- = Rp. 15.000.000,-7. Dermaga I unit @. Rp. 60.000.000,- = Rp. 60.000.000,-8. Tabung/Tangki O2 20 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 80.000.000,-9. Regulator 4 set @. Rp. 6.000.000,- = Rp. 24.000.000,-10. Base CD/rompi 4 unit @. Rp. 4.000.000,- = Rp. 16.000.000,-11. Snorkel 5 unit @. Rp. 400.000,- = Rp. 2.000.000,-12. Sepatu 5 pasang @. Rp. 350.000,- = Rp. 1.750.000,-13. Fin 5 buah @. 1.800.000,- = Rp. 9.000.000,-14. Speed Boat 3 unit @. Rp. 70.000.000,- = Rp. 210.000.000,-

Jumlah = Rp. 907.750.000,-

Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar terus berkembang, sehingga Papua

Diving pada tahun 2008 menambah lagi beberapa fasilitas pendukung antara lain :

1. Speed Boat 1 unit @. Rp. 550.000.000,- = Rp. 550.000.000,-.Jumlah = Rp. 550.000.000,-,-

Penyelenggaraan kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar tidak hanya

dilakukan oleh PT Papua Diving, tetapi juga oleh PT Radil yang saat ini dalam taraf

pembangunan fasilitas penginapan, kantor, dermaga dan perumahan karyawan.

Pelaksanaan Kegiatan ekowisata direncanakan pada awal januari 2010.

Page 97: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

78

Dampak Pengembangan Ekowisata Bahari

Dampak Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat

Struktur penduduk

Pengembangan kegiatan ekowisata bahari oleh PT. Papua Diving tidak

membutuhkan tenaga kerja yang banyak khususnya yang berasal dari luar Distrik Meos

Mansaar sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk setempat.

Dari data yang diperoleh melalui wawancara pada empat lokasi penelitian, hanya

terdapat 5 kepala keluarga (3.14 %) yang bukan penduduk asli (pendatang). Dari 6

kepala keluarga tersebut tercatat hanya 1 kepala keluarga yang terlibat dengan kegiatan

ekowisata, 1 kepala keluarga sebagai pedagang dan 4 kepala keluarga sebagai nelayan.

Faktor penyebab hadirnya 5 KK sebagai penduduk di lokasi penelitian adalah karena

menikah dengan penduduk asli setempat sebanyak 5 KK, dan 1 KK tertarik untuk

berdagang.

Jumlah tenaga kerja di PT. Papua Diving menurut informasi dari mantan

karyawan Papua Diving( Zakarias Weder) ± 90 orang . Karyawan asli papua (termasuk

Meos Mansaar) sebanyak 70 orang dan 20 orang adalah pendatang. Namun karena

posisi resort Papua Diving (Kri resort dan Sorido Bay resort) yang terpisah dengan

Kampung (pulau Mansuar) sehingga karyawan pendatang tidak tercatat sebagai

penduduk kampung setempat.

Mencermati kecilnya jumlah pendatang yang menjadi penduduk di kampung-

kampung pada lokasi penelitian, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan ekowisata

bahari tidak menimbulkan dampak terhadap struktur penduduk. Terkait dengan

pengembangan ekowisata di Meos Mansaar, maka kecilnya jumlah pendatang yang

bekerja pada sektor wisata dikarenakan kebutuhan tenaga kerja di Papua Diving sangat

terbatas. Keterbatasan ini disebabkan perusahaan tersebut baru memiliki 2 base resort

di pulau Mansaar.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan di Kampung Kurkapa (distrik Meos

Mansaar), terdapat 1 unit perusahaan (PT. RADIL) yang sampai dengan saat penelitian

Page 98: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

79

masih dalam taraf pembangunan fasilitas penginapan, dan direncanakan

operasionalnya pada januari 2010. Kehadiran PT. RADIL dalam kegiatan ekowisata

bahari diperkirakan akan merubah struktur penduduk karena dapat menjadi faktor

penarik bagi pendatang untuk mendapatkan lapangan pekerjaan.

Perilaku Masyarakat

Perilaku masyarakat Meos Mansaar terhadap lingkungan hidupnya memang

merupakan kebiasaan yang sudah terbentuk sejak nenek moyang mereka, namun

perilaku ini semakin intensif setelah adanya kegiatan ekowisata bahari dan pemekaran

Raja Ampat menjadi kabupaten definitif. Adanya ekowisata tidak merubah perilaku

positif masyarakat terhadap lingkungan. Hal ini selaras dengan salah satu tujuan

kegiatan ekowisata yaitu membangun kepedulian terhadap lingkungan (Hakim 2004).

Masyarakat mengakui bahwa kegiatan ekowisata saat ini belum memberikan

manfaat langsung berupa peningkatan pendapatan dan mata pencaharian kepada

sebagian besar masyarakat Meos Mansaar, namun harapan terhadap kegiatan ekowisata

bahari dimasa depan sangat tinggi. Masyarakat berharap pemerintah dapat

mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu warga sehingga mereka dapat

berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekowisata bahari.

Perilaku masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidupnya semakin

positif apabila semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata

bahari di waktu mendatang. Dikuatirkan harapan masyarakat akan menurun apabila

perjalanan kegiatan ekowisata tidak mampu melibatkan lebih banyak warga. Hal ini

akan berdampak negatif terhadap pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar.

Pranata Sosial

Dua lembaga sosial atau lembaga masyarakat yang sangat berperan dalam

kehidupan masyarakat Meos Mansaar adalah Lembaga Gereja dan Lembaga Adat baik

sebelum ataupun setelah berkembangnya kegiatan ekowisata. Lembaga gereja sebagai

lembaga yang selalu mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai religius kepada

Page 99: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

80

masyarakat Meos Mansaar tetap bertahan ditengah – tengah kehidupan masyarakat.

Nilai – nilai religius ini tidak berubah dengan adanya pengembangan ekowisata.

Kehadiran para wisatawan asing yang terkadang melakukan ibadah di Kampung

Sawandarek secara tidak langsung menambah motivasi masyarakat untuk tetap

mengamalkan nilai-nilai religius yang diajarkan oleh lembaga gereja. Kesadaran

sebagai satu keluarga besar yang tergabung dalam lembaga gereja semakin kuat antara

lain termotivasi oleh kehadiran wisatawan. Hasil wawancara dengan Kepala Kampung

Sawandarek mengatakan bahwa mereka (wisatawan) yang pintar dan kaya saja tetap

menjalankan kewajibannya sebagai seorang hamba Tuhan apalagi kita yang serba

kekurangan ini. Apa alasan kita untuk tidak menjalankan kewajiban kita sebagai

seorang hamba Tuhan. Kuatnya lembaga gereja dalam kehidupan masyarakat Meos

Mansaar juga terkait dengan sejarah migrasinya orang-orang Biak dan Numfor ke Raja

Ampat mengikuti Koreri (Manarmaker). Koreri atau Manarmaker menurut legenda

Biak adalah seorang hamba pilihan yang diutus Tuhan untuk menjalankan ajaran

agama. Dari cerita ini dapat dipahami bahwa sejak dulu lembaga gereja sudah

memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Selain lembaga gereja, lembaga adat juga memegang peranan penting dalam

kehidupan masyarakat di Meos Mansaar. Aturan adat selalu mewarnai aktivitas

masyarakat Meos Mansaar. Kuatnya lembaga adat juga tidak terlepas dari sejarah

lahirnya Raja Ampat sebagai suatu wilayah kerajaan yang kuat dengan penerapan adat

istiadatnya.

Kuatnya peranan lembaga gereja dan adat ditengah berkembangnya kegiatan

ekowisata bahari di Meos Mansaar menunjukkan bahwa nilai-nilai yang baik yang

telah diyakini kebenarannya selama puluhan bahkan ratusan tahun tidak mudah

terpengaruh oleh adanya pariwisata yang menurut Pitana dan Gayatri (2005) memiliki

energi dobrak yang luar biasa yang mampu membuat masyarakat lokal mengalami

metamorfose dalam berbagai aspek kehidupan. Penelitian yang juga dilakukan oleh

Pitana (1995) dalam Pitana dan Gayatri (2005) di Ubud (Bali) menunjukkan bahwa

eksistensi organisasi sosial tradisional di Ubud seperti solidaritas ”Banjar” tetap tinggi

Page 100: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

81

ditengah pesatnya perkembangan pariwisata di Bali. Lebih lanjut Sudiarmawan (1994)

dalam Pitana dan Gayatri (2005) melaporkan bahwa desa adat dan banjar adat di Ubud

justru semakin kuat dengan semakin berkembangnya pariwisata.

Berkembangnya ekowisata bahari di Meos Mansaar Raja Ampat justru

melahirkan adanya lembaga sosial yang lain yaitu Sanggar Wisata. Lahirnya Sanggar

Wisata ini atas dasar keinginan untuk mengelola atau menampung berbagai kerajinan

tangan masyarakat yang dapat dijadikan souvenir oleh wisatawan.

Nilai /Norma Sosial dan Ikatan Adat Istiadat

Pola sikap dan tingkah laku dalam menjalin hubungan sosial dalam suatu

kelompok masyarakat sangat ditentukan oleh nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat

yang berlaku dalam kelompok tersebut. Adanya kegiatan ekowisata bahari

memberikan peluang terjadinya perubahan terhadap nilai/norma sosial dan ikatan adat

istiadat yang berlaku di Meos Mansaar. Perubahan ini dapat terjadi karena terjadinya

interaksi antara masyarakat lokal dengan para wisatawan. Interaksi ini tidak hanya

terjadi pada mereka yang yang secara langsung melayani kebutuhan wisatawan tetapi

terjadi pada masyarakat secara luas. Faktor – faktor yang diamati terkait dengan

nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat masyarakat di Meos Mansaar setelah

berkembangnya ekowisata bahari adalah norma hidup bermasyarakat, adat istiadat

yang berlaku dan hubungan sosial antar masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ketiga faktor tersebut diatas masih berlaku kuat dalam kehidupan masyarakat

Meos Mansaar. Artinya bahwa pengembangan ekowisata bahari di Meos Mansaar

tidak memberikan dampak terhadap nilai/norma sosial dan adat istiadat yang selama ini

berlaku disana. Nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat yang berlaku sebelum

berkembangnya kegiatan ekowisata bahari tetap berlaku sampai saat ini.

Jenis ekowisata yang dikembangkan di Meos Mansaar adalah jenis ekowisata

bahari dan tergolong wisata alam sehingga objek yang sering ditemui adalah benda –

benda alam (bukan manusia). Menurut Pitana dan Gayatri (2005), interaksi antara

wisatawan dan masyarakat semakin intensif kalau jenis pariwisata yang dikembangkan

Page 101: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

82

adalah pariwisata budaya karena kebudayaan melekat pada kehidupan masyarakat.

Pada pariwisata budaya, peluang terjadinya interaksi antara wisatawan dengan

masyarakat semakin besar karena obyek dari wisata budaya adalah masyarakat.

Semakin sering terjadinya interaksi, pengaruh terhadap nilai/norma sosial dan ikatan

adat istiadat semakin besar.

Ekowisata bahari yang telah dikembangkan di Meos Mansaar Kabupaten Raja

Ampat jelas meminimalkan interaksi yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat

lokal. Kecilnya interaksi yang terjadi juga dipengaruhi oleh karakteristik wilayah Meos

Mansaar yang terdiri dari pulau – pulau kecil. Resort Papua Diving terletak di Pulau

Manswar yang tidak berpenduduk. Untuk ke Pulau Mansuar harus melalui laut.

Interaksi secara kontinue hanya terjadi pada masyarakat yang menjadi karyawan pada

PT. Papua Diving dan atau terbatas pada karyawan yang berprofesi sebagai driver atau

assisten diving serta kelompok masyarakat yang memiliki homestay dan transportasi

pribadi yang sering melayani wisatawan asing.. Interaksi antara wisatawan asing dan

masyarakat Meos Mansaar terjadi ketika wisatawan – wisatawan tersebut berkeinginan

untuk mengunjungi kampung – kampung untuk melihat budaya atau adat istiadat di

kampung tersebut. Namun hal ini terjadi secara temporer dan situasional karena wisata

budaya jarang dilakukan terutama terhadap kampung yang belum atau tidak memiliki

atraksi wisata (obyek wisatanya belum dikembangkan).

Perkembangan kegiatan ekowisata bahari saat ini tidak hanya oleh Papua Diving

atau operator – operator wisata yang berbasis di Sorong tetapi dikembangkan pula oleh

masyarakat lokal. Pengamatan dilapangan menunjukkan ada 5 buah penginapan

(homestay) bercirikan Raja Ampat (Meos Mansaar) milik masyarakat lokal dan sudah

sering dikunjungi wisatawan asing sejak awal tahun 2009. Bangunan milik masyarakat

ini terlaksana atas kerjasama dengan Papua Diving. Penginapan masyarakat ini

dikelola sendiri oleh masyarakat. Apabila hal ini terus berkembang maka peluang

terjadinya interaksi antara masyarakat dengan wisatawan asing semakin besar. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Picard (1990) dalam Pitana dan Gayatri (2005)

Page 102: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

menyatakan bahwa kebudayaan Bali kini telah mengalami erosi dan berangsur

angsur unsur budaya Bali mulai mencair.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma hidup bermas

yang berlaku dan hubungan sosial tetap kuat dijalankan oleh masyarakat.

nilai/norma sosial dan ikatan adat isti

bahari dapat dilihat pada

Gambar 6 Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di MeosMansaar.

Gambar 7 Kondisi Aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata bahari.

Pe

rse

nta

seR

esp

on

de

n(%

)P

ers

en

tase

Re

spo

nd

en

(%)

menyatakan bahwa kebudayaan Bali kini telah mengalami erosi dan berangsur

nsur budaya Bali mulai mencair.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma hidup bermas

yang berlaku dan hubungan sosial tetap kuat dijalankan oleh masyarakat.

nilai/norma sosial dan ikatan adat istiadat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata

bahari dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di Meos

Kondisi Aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata bahari.

0

20

40

60

80

100

Kuat Sedang Lemah

98.95

1.05 0

93.18

5.25 1.57

Kondisi Norma Hidup Bermasyarakat

Sebelum

Sesudah

0

20

40

60

80

10096.86

3.14 0.52

90.31

6.81 2.88

Aturan Adat Yang Berlaku

Sebelum

Sesudah

83

menyatakan bahwa kebudayaan Bali kini telah mengalami erosi dan berangsur –

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma hidup bermasyarakat, aturan adat

yang berlaku dan hubungan sosial tetap kuat dijalankan oleh masyarakat. Kondisi

dat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata

Norma hidup bermasyarakat sebelum dan sesudah ekowisata bahari di Meos

Kondisi Aturan adat yang berlaku pada masyarakat sebelum dan sesudah

Page 103: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Gambar 8 Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata

bahari.

Proses Sosial

Sebelum berkembangnya ekowisata bahari, bentuk kerjasama berupa gotong

royong, kerja bhakti dan hajatan sangat sering dilakukan. Kerjasama pada saat hajatan

biasanya pada acara perkawinan, kematian dan lain

kegiatan ekowisata bahari, bentuk kerjasama ini masih tetap dilakukan oleh

masyarakat. Bentuk kerjasama seperti tersebut diatas sesungguhnya merupakan

nilai/norma sosial yang terpelihara

Mansaar. Oleh karena itu bentuk kerjasama ini sudah menjadi budaya masyarakat

Meos Mansaar. Masih terpeliharanya bentuk kerjasama yang merupakan budaya

ditengah berkembangnya kegiatan ekowosata bahari merupakan

kegiatan pariwisata disini baru berumur ±

relatif masih rendah.

pariwisatanya sangat pesat dan sudah berlangsung berpuluh tahun maka Pitana dan

Gayatri (2005) mengatakan bahwa meskipun telah lama terjadi kontak yang intensif

dengan pariwisata, namun identitas ke

dengan semakin derasnya arus internasionalisasi.

Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar tidak

terhadap eksistensi bentuk kerjasama yang ada di masyarakat tetapi justru

menimbulkan konflik antar masyarakat yaitu

Pe

rse

nta

seR

esp

on

de

n(%

)

Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata

Sebelum berkembangnya ekowisata bahari, bentuk kerjasama berupa gotong

royong, kerja bhakti dan hajatan sangat sering dilakukan. Kerjasama pada saat hajatan

ada acara perkawinan, kematian dan lain – lain. Setelah berkemba

kegiatan ekowisata bahari, bentuk kerjasama ini masih tetap dilakukan oleh

masyarakat. Bentuk kerjasama seperti tersebut diatas sesungguhnya merupakan

nilai/norma sosial yang terpelihara dengan baik dalam kehidupan masyarakat Meos

Oleh karena itu bentuk kerjasama ini sudah menjadi budaya masyarakat

Masih terpeliharanya bentuk kerjasama yang merupakan budaya

ditengah berkembangnya kegiatan ekowosata bahari merupakan hal yang wajar karena

kegiatan pariwisata disini baru berumur ± 8 tahun dengan tingkat kunjungan yang

relatif masih rendah. Jika dibandingkan dengan Bali yang perkembangan

pariwisatanya sangat pesat dan sudah berlangsung berpuluh tahun maka Pitana dan

yatri (2005) mengatakan bahwa meskipun telah lama terjadi kontak yang intensif

pariwisata, namun identitas ke-Bali-an masyarakat Bali ternyata menguat

dengan semakin derasnya arus internasionalisasi.

Kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar tidak menimbulkan

terhadap eksistensi bentuk kerjasama yang ada di masyarakat tetapi justru

menimbulkan konflik antar masyarakat yaitu konflik kepemilikan

0

20

40

60

80

100

Kuat Sedang Lemah

99.48

0 0.52

88.04

9.952.01

Kondisi Hubungan Sosial

Sebelum

Sesudah

84

Kondisi hubungan sosial masyarakat sebelum dan sesudah ekowisata

Sebelum berkembangnya ekowisata bahari, bentuk kerjasama berupa gotong

royong, kerja bhakti dan hajatan sangat sering dilakukan. Kerjasama pada saat hajatan

lain. Setelah berkembangnya

kegiatan ekowisata bahari, bentuk kerjasama ini masih tetap dilakukan oleh

masyarakat. Bentuk kerjasama seperti tersebut diatas sesungguhnya merupakan

dengan baik dalam kehidupan masyarakat Meos

Oleh karena itu bentuk kerjasama ini sudah menjadi budaya masyarakat

Masih terpeliharanya bentuk kerjasama yang merupakan budaya

hal yang wajar karena

tahun dengan tingkat kunjungan yang

Jika dibandingkan dengan Bali yang perkembangan

pariwisatanya sangat pesat dan sudah berlangsung berpuluh tahun maka Pitana dan

yatri (2005) mengatakan bahwa meskipun telah lama terjadi kontak yang intensif

an masyarakat Bali ternyata menguat

menimbulkan dampak

terhadap eksistensi bentuk kerjasama yang ada di masyarakat tetapi justru

onflik kepemilikan lahan. Bentuk

Page 104: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

konflik seperti konflik kepemilikan lahan sebelum ekowisata menurut

pernah terjadi. Kepemilikan lahan secara adat dalam bentuk hak petuanan diketahui

dan diakui oleh seluruh warga. Biasanya hak petuanan/hak ulayat atas wilayah / areal

tertentu merupakan hak marga/ keret dan bukan hak perseorangan. Kepemilikan atas

wilayah tertentu tidak serta merta menutup peluang pemanfaatan sumberdaya alam di

areal tersebut oleh marga lain.

Konflik kepemilikan lahan yang terjadi di Kampung Sawandarek adalah antara

Marga Urbata di Sawandarek dengan Marga Mambraku di Yembekwan. Marg

Mambraku mengklaim bahwa areal yang dijadikan Kampung Sawandarek adalah areal

petuanan Marga Mambraku dan Kampung Sawandarek harus dipindahkan ke tempat

lain karena areal ini rencananya akan dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Marga

Mambraku menganggap bahwa Marga Urbata hanya diberi hak memanfaatkan / hak

pakai oleh Marga Mambraku. Hal sebaliknya dianggap oleh Marga Urbata. Masalah ini

sedang diselesaikan secara kekeluargaan dengan dimediasi oleh Pemerintah Raja

Ampat. Hasil penelitian ini didukung o

menyatakan bahwa salah satu kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari di

Raja Ampat adalah saling

dilokasi penelitian dapat dilihat pada gambar

Gambar 9 Bentuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata.

0

10

20

30

40

50

60

Pe

rse

nta

se(%

)

konflik seperti konflik kepemilikan lahan sebelum ekowisata menurut

pernah terjadi. Kepemilikan lahan secara adat dalam bentuk hak petuanan diketahui

dan diakui oleh seluruh warga. Biasanya hak petuanan/hak ulayat atas wilayah / areal

tertentu merupakan hak marga/ keret dan bukan hak perseorangan. Kepemilikan atas

ilayah tertentu tidak serta merta menutup peluang pemanfaatan sumberdaya alam di

areal tersebut oleh marga lain.

Konflik kepemilikan lahan yang terjadi di Kampung Sawandarek adalah antara

Marga Urbata di Sawandarek dengan Marga Mambraku di Yembekwan. Marg

Mambraku mengklaim bahwa areal yang dijadikan Kampung Sawandarek adalah areal

petuanan Marga Mambraku dan Kampung Sawandarek harus dipindahkan ke tempat

lain karena areal ini rencananya akan dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Marga

ap bahwa Marga Urbata hanya diberi hak memanfaatkan / hak

pakai oleh Marga Mambraku. Hal sebaliknya dianggap oleh Marga Urbata. Masalah ini

sedang diselesaikan secara kekeluargaan dengan dimediasi oleh Pemerintah Raja

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Sayori

menyatakan bahwa salah satu kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari di

saling klaim hak ulayat antar suku. Bentuk konflik

dilokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 9.

entuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan sesudahekowisata.

KepemilikanLahan

Kelola SDA Lain - Lain

0 0 0

51,31

0 0

Bentuk Konflik

Sebelum

Sesudah

85

konflik seperti konflik kepemilikan lahan sebelum ekowisata menurut masyarakat tidak

pernah terjadi. Kepemilikan lahan secara adat dalam bentuk hak petuanan diketahui

dan diakui oleh seluruh warga. Biasanya hak petuanan/hak ulayat atas wilayah / areal

tertentu merupakan hak marga/ keret dan bukan hak perseorangan. Kepemilikan atas

ilayah tertentu tidak serta merta menutup peluang pemanfaatan sumberdaya alam di

Konflik kepemilikan lahan yang terjadi di Kampung Sawandarek adalah antara

Marga Urbata di Sawandarek dengan Marga Mambraku di Yembekwan. Marga

Mambraku mengklaim bahwa areal yang dijadikan Kampung Sawandarek adalah areal

petuanan Marga Mambraku dan Kampung Sawandarek harus dipindahkan ke tempat

lain karena areal ini rencananya akan dikembangkan untuk kegiatan ekowisata. Marga

ap bahwa Marga Urbata hanya diberi hak memanfaatkan / hak

pakai oleh Marga Mambraku. Hal sebaliknya dianggap oleh Marga Urbata. Masalah ini

sedang diselesaikan secara kekeluargaan dengan dimediasi oleh Pemerintah Raja

Sayori (2008) yang

menyatakan bahwa salah satu kelemahan dalam pengembangan pariwisata bahari di

entuk konflik masyarakat

entuk konflik yang terjadi pada masyarakat sebelum dan sesudah

Sebelum

Sesudah

Page 105: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

86

Konflik kepemilikan lahan juga terjadi antara Marga Sauyai di Kampung

Yembuba dengan Marga Wiyai di Kampung Friwen. Masing – masing marga

mengklaim bahwa Pulau Manswar yang dijadikan Base Resort Papua Diving adalah

milik mereka. Konflik lahan ini dipicu oleh adanya kompensasi hak petuanan yang

diberikan oleh Papua Diving kepada pemilik kawasan. Sampai saat ini, konflik lahan

masih berlangsung dan dalam tahap penyelesaian yang juga dimediasi oleh Pemerintah

Kabupaten Raja Ampat.

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Ekowisata Bahari

Persepsi masyarakat terhadap program pengembangan ekowisata bahari pada

umumnya baik atau setuju. Tidak ada masyarakat yang menyatakan tidak setuju

dengan program pengembangan ekowisata di Meos Mansaar. Masyarakat menganggap

bahwa walaupun keterlibatan masyarakat saat ini dalam kegiatan ekowisata bahari

tergolong kecil, namun akan memberikan peluang ekonomi yang lebih baik bagi

masyarakat di waktu mendatang.

Persepsi masyarakat terhadap kegiatan ekowisata bahari disebabkan juga oleh

adanya dampak positif berupa insentif yang langsung dirasakan oleh masyarakat

seperti penyediaan minyak solar sebanyak 240 liter / bulan oleh Papua Diving kepada

masyarakat di Kampung Yembuba untuk penerangan, makanan tambahan berupa susu

dan kacang ijo untuk anak-anak di Sawingray, alat tulis sekolah untuk anak-anak

sekolah di Sawandarek serta insentif lain berupa alokasi dana untuk pengembangan

masyarakat.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa selain Papua Diving, ada

pengusaha lain yang berinvestasi dalam sektor wisata di Meos Mansaar yaitu PT.

Radil. Kehadiran PT. Radil menunjukkan adanya harapan masyarakat terhadap

kegiatan ekowisata . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Sibagariang (2007) di

Kampung Arborek (Distrik Meos Mansaar) dan Friwen (Distrik Waigeo Selatan)

Kabupaten Raja Ampat yang mengatakan bahwa masyarakat sangat akseptabel

terhadap pengembangan kegiatan ekowisata bahari.

Page 106: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Dampak Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat

Mata Pencaharian Masyarakat

Kegiatan ekowisata bahari sekalipun

pencaharian masyarakat di lokasi penelitian namun telah memberikan dampak positif

berupa perluasan lapangan kerja da

yang terjadi dapat dilihat dari perubahan persentasi mata pencaharian masyarakat yang

sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan

disektor ekowisata bahari.

kegiatan ekowisata dapat dilihat pada gambar

Gambar 10 Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata baharidi Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kegiatan ekowisata bahari akan lebih

mata pencaharian masyarakat apabila ada penambahan investor pada sektor wisata

bahari sehingga memungkinan lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan

ini. Dengan demikian perlu kerjasama antara berbagai pihak ba

pemerintah maupun pihak swasta untuk lebih mengembangkan ekowisata bahari di

Raja Ampat, khususnya di Meos Mansaar.

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Pe

rse

nta

se(%

)

mpak Terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat

Mata Pencaharian Masyarakat

Kegiatan ekowisata bahari sekalipun belum mampu mengubah struktur mata

pencaharian masyarakat di lokasi penelitian namun telah memberikan dampak positif

berupa perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Perluasan lapangan kerja

yang terjadi dapat dilihat dari perubahan persentasi mata pencaharian masyarakat yang

sebelumnya 92.09 % sebagai nelayan menjadi 83.77 % nelayan dan 10.47 % bekerja

disektor ekowisata bahari. Keadaan mata pencaharian masyarakat sebelum dan sesudah

kegiatan ekowisata dapat dilihat pada gambar 10.

Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata baharidi Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kegiatan ekowisata bahari akan lebih memberikan dampak positif terhadap

mata pencaharian masyarakat apabila ada penambahan investor pada sektor wisata

bahari sehingga memungkinan lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan

ini. Dengan demikian perlu kerjasama antara berbagai pihak baik masyarakat, LSM,

pemerintah maupun pihak swasta untuk lebih mengembangkan ekowisata bahari di

Raja Ampat, khususnya di Meos Mansaar.

Pertanian Wisata NonPertanian

93.71%

0%6.29%

84.29%

10.47%5.24%

Jenis mata pencaharian

Sebelum

Sesudah

87

belum mampu mengubah struktur mata

pencaharian masyarakat di lokasi penelitian namun telah memberikan dampak positif

n kesempatan berusaha. Perluasan lapangan kerja

yang terjadi dapat dilihat dari perubahan persentasi mata pencaharian masyarakat yang

menjadi 83.77 % nelayan dan 10.47 % bekerja

caharian masyarakat sebelum dan sesudah

Keadaan mata pencaharian sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari

memberikan dampak positif terhadap

mata pencaharian masyarakat apabila ada penambahan investor pada sektor wisata

bahari sehingga memungkinan lebih banyak masyarakat yang terlibat dalam kegiatan

ik masyarakat, LSM,

pemerintah maupun pihak swasta untuk lebih mengembangkan ekowisata bahari di

Sebelum

Sesudah

Page 107: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

88

Pendapatan Masyarakat

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata – rata pendapatan responden yang

terlibat untuk masing – masing kampung lebih besar daripada rata – rata pendapatan

responden yang tidak terlibat. Rata – rata pendapatan responden yang terlibat

ekowisata untuk Kampung Sawandarek adalah Rp. 1,333,750,00, Kampung Yembuba

adalah Rp. 1,855,000.00 - , Kampung Yenwapnor adalah Rp. 2.500.000,-, dan

Kampung Sawingray adalah Rp. 2.225.000,00,- . Rata – rata pendapatan responden

yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 38.

Tabel 38 Rata-rata pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam

kegiatan ekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kampung Terlibat Tidak TerlibatSebelum (Rp) Sesudah (Rp) Sebelum (Rp) Sesudah (Rp)

Sawandarek 369,285.71 1,333,750,00 382,200.00 578,838.71Yembuba 244,444.44 1,855,000.00 233,562.50 831,600.00Yenwapnor 500,000.00 2,500,000.00 409,370.37 963,351.85Sawingray 400,000.00 2,225,000.00 377,638.89 906,250.00

Rataan 378,432.54 1,978,437.5 350,692.94 820,010.14

Peningkatan Pendapatan (%) 422.80 - 133.83

Data pada tabel 38 juga memperlihatkan bahwa rata – rata pendapatan

responden yang terlibat pada Kampung Sawandarek dan Yembuba lebih kecil daripada

rata – rata pendapatan responden pada Kampung Yenwapnor dan Sawingray. Disisi

lain jumlah responden yang terlibat kegiatan ekowisata pada Kampung Sawandarek

dan Yembuba lebih banyak daripada Kampung Yenwapnor dan Sawingray (tabel 39).

Kecilnya rata – rata pendapatan responden yang terlibat kegiatan ekowisata di

Kampung Sawandarek dan Yembuba dibandingkan dengan responden yang terlibat di

Kampung Yenwapnor dan Sawingray disebabkan karena keterlibatan responden pada

Kegiatan Ekowisata di Kampung Sawandarek dan Yembuba lebih banyak sebagai

karyawan PT. Papua Diving, yang memperoleh upah bulanan sebesar Rp. 1.200.000,- –

Page 108: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

89

Rp. 1.450.000,-. Sedangkan untuk Yenwapnor, keterlibatan responden yang jumlahnya

hanya 1 kepala keluarga (KK) merupakan pemilik jasa penginapan (Homestay) dan

jasa trasnportasi, sementara keterlibatan responden di Sawingray yang jumlahnya

hanya 2 (dua) kepala keluarga selain sebagai penjual ikan juga sebagai pemilik jasa

penginapan, pemilik areal untuk atraksi wisata (pengamatan burung cenderawasih) dan

atraksi memberi makan ikan laut sehingga pendapatan yang diperolehnya lebih besar.

Secara keseluruhan rata-rata pendapatan responden yang terlibat ekowisata di

empat lokasi penelitian adalah Rp. 1,978,437.50,- dan termasuk kategori pendapatan

tinggi. Jika dibandingkan dengan Upah Minimum Propinsi (UMP) Propinsi Papua

Barat yaitu Rp. 1.180.000, maka pendapatan rata – rata responden yang terlibat

ekowisata berada diatas UMP tersebut. Namun lain halnya dengan pendapatan rata –

rata responden yang tidak terlibat ekowisata sebesar Rp.820,010,14,- yang termasuk

kategori pendapatan sedang dan berada dibawah UMP Papua Barat yang berlaku saat

ini. Persen kenaikan pendapatan kelompok yang terlibat adalah 422.80 % dan persen

kenaikan pendapatan kelompok yang tidak terlibat adalah 133.83 %. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa kenaikan pendapatan kelompok yang terlibat lebih besar

daripada kelompok masyarakat yang tidak terlibat.

Tabel 39 Jumlah keluarga yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

N

o KeterlibatanJumlah (org) Jumlah

(Org)

Persen

(%)Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1 Terlibat 8 9 1 2 20 10,47

2 Tidak Terlibat 31 50 54 36 171 89,53

Jumlah 39 59 55 38 191 100

Data pada tabel 39 memperlihatkan bahwa jumlah responden yang terlibat dalam

kegiatan ekowisata bahari adalah 20 orang ( 10,47 %) atau ± 3,28 % dari jumlah

penduduk usia produktif di empat lokasi penelitian. Namun dengan melihat rentang

waktu mulai berkembangnya ekowisata di Raja Ampat yang baru berusia ± 8 tahun,

Page 109: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

maka sesungguhnya jumlah keterlibatan responden sebesar 3,28 % merupakan suatu

kemajuan, jika dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat Kecamatan Gerokgak

Kabupaten Buleleng (Propinsi Bali) dalam kegiatan Wisata

sebesar 0,24 % dari 36.666 penduduk usia produktif (

Hasil analisis statistik (lampiran

antara pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat. Hal ini menunj

bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar

meningkatkan pendapatan mereka atau dengan kata lain bahwa kegiatan ekowisata

bahari memberikan dampak positif terhadap pendapatan masyarakat.

responden yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata dap

Gambar 11 Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendapatan responden sebelum

adanya kegiatan ekowisata bahari lebih kecil dibanding dengan setelah berkembangnya

ekowisata bahari. Adanya peningkatan pendapatan rata

berkembangnya ekowisat

ekowisata tetapi disebabkan

Kabupaten Sorong. Hal ini didukung oleh adanya data mengenai peningkatan

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

Sawandarek

1.333.750

Ra

ta-r

ata

pe

nd

ap

ata

n(R

p/b

ln/K

K)

maka sesungguhnya jumlah keterlibatan responden sebesar 3,28 % merupakan suatu

dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat Kecamatan Gerokgak

Kabupaten Buleleng (Propinsi Bali) dalam kegiatan Wisata Bahari di Pulau Menjangan

sebesar 0,24 % dari 36.666 penduduk usia produktif (Sunarminto 2002).

statistik (lampiran 2), memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata

antara pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat. Hal ini menunj

bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar

meningkatkan pendapatan mereka atau dengan kata lain bahwa kegiatan ekowisata

bahari memberikan dampak positif terhadap pendapatan masyarakat.

rlibat dan tidak terlibat ekowisata dapat dilihat pada gambar berikut.

Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di

Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendapatan responden sebelum

adanya kegiatan ekowisata bahari lebih kecil dibanding dengan setelah berkembangnya

Adanya peningkatan pendapatan rata-rata

berkembangnya ekowisata ternyata tidak mutlak disebabkan karena pengaruh kegiatan

disebabkan juga oleh adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat dari

Hal ini didukung oleh adanya data mengenai peningkatan

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

1.333.750

1.855.000

2.500.000

2.225.000

578.839

831.600963.352 906.250

Kampung

Terlibat

Tidak Terlibat

90

maka sesungguhnya jumlah keterlibatan responden sebesar 3,28 % merupakan suatu

dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat Kecamatan Gerokgak

Bahari di Pulau Menjangan

2002).

, memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata

antara pendapatan responden yang terlibat dan tidak terlibat. Hal ini menunjukkan

bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata bahari di Meos Mansaar

meningkatkan pendapatan mereka atau dengan kata lain bahwa kegiatan ekowisata

bahari memberikan dampak positif terhadap pendapatan masyarakat. Pendapatan

t dilihat pada gambar berikut.

Pendapatan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendapatan responden sebelum

adanya kegiatan ekowisata bahari lebih kecil dibanding dengan setelah berkembangnya

masyarakat setelah

a ternyata tidak mutlak disebabkan karena pengaruh kegiatan

juga oleh adanya pemekaran Kabupaten Raja Ampat dari

Hal ini didukung oleh adanya data mengenai peningkatan

Terlibat

Tidak Terlibat

Page 110: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

91

pendapatan rata – rata responden yang tidak terlibat kegiatan ekowisata pada semua

lokasi penelitian. Terjadinya peningkatan pendapatan disebabkan karena :

1. Adanya konsumen (pembeli) ikan hidup serta hasil laut lain seperti Lola, dan

teripang pasca pemekaran Kabupaten Raja Ampat.

2. Kehadiran PT. Papua Diving sebagai satu-satunya resort yang bergerak dalam

sektor ekowisata bahari sehingga terjadi perluasan lapangan kerja .

Adanya kegiatan ekowisata bahari di Raja Ampat hampir bersamaan dengan

lahirnya Kabupaten Raja Ampat. Dengan demikian keadaan responden sebelum

kegiatan ekowisata identik dengan sebelum Raja Ampat menjadi kabupaten definitif..

Dengan lahirnya Raja Ampat sebagai Kabupaten baru, maka Meos Mansaar yang

sebelumnya terisolir mulai terbuka karena aksesibilitas khususnya trasnportasi laut dari

Sorong (sebagai sentra ekonomi) ke Waisai (ibukota Raja Ampat) menjadi lancar.

Waisai mulai tumbuh menjadi pusat ekonomi di Raja Ampat sehingga arus urbanisasi

mulai mengarah ke sana. Masyarakat Meos Mansaar tidak perlu lagi ke Sorong untuk

membeli kebutuhan hidup sehari – hari dan menjual hasil lautnya tetapi cukup ke

Waisai yang hanya membutuhkan waktu 1 jam perjalanan dengan menggunakan

longboat. Lancarnya transportasi laut dari dan ke Waisai – Sorong menyebabkan

beberapa pengusaha dari sorong yang datang dan bahkan ada yang mau menetap untuk

membeli hasil laut masyarakat sambil berdagang (membuka toko / kios). Rata – rata

pendapatan responden sebelum dan setelah berkembangnya ekowisata bahari dapat

dilihat pada tabel 40 dan gambar 12.

Tabel 40 Rata-rata pendapatan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No. Kampung Pendapatan PeningkatanSebelum (Rp) Sesudah (Rp) Pendapatan (%)

1. Sawandarek 279.696.97 696,393.94 -2. Yembuba 235,280.70 957,456.14 -3. Yenwapnor 409,370.37 963,166.67 -4, Sawingray 378,815.79 979,605.26 -

Rataan 325,790.96 899,155.50 175.99

Page 111: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Gambar 12 Pendapatan

bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Hasil analisis statistik

pendapatan responden sebelum dan setelah adanya ekowisata ( p < 0.05). Hal ini

menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata bahari memberikan peningkatan

pendapatan responden secara keseluruhan.

Pengeluaran Masyarakat

Pengeluaran keluarga

gambaran keadaan kesejahteraan penduduk (BPS

penduduk sangat berkorelasi dengan keadaan ekonomi penduduk tersebut. Tingkat

pengeluaran responden sebelum adanya ekowisata di

menunjukkan pola yang sederhana. Proporsi pengeluaran terbesar adalah untuk bahan

makanan, sedangkan untuk kebutuhan lain seperti perawatan kesehatan, pendidikan,

perumahan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil. Pola pengeluar

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.000

1.000.000P

en

dap

ata

n(R

p/b

ln/K

K)

Pendapatan keluarga sebelum dan sesudah pengembangan ekowisata

bahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Hasil analisis statistik (lampiran 1) memperlihatkan adanya

pendapatan responden sebelum dan setelah adanya ekowisata ( p < 0.05). Hal ini

menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata bahari memberikan peningkatan

pendapatan responden secara keseluruhan.

Masyarakat

Pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan

aan kesejahteraan penduduk (BPS 2007). Gambaran kesejahteraan

penduduk sangat berkorelasi dengan keadaan ekonomi penduduk tersebut. Tingkat

pengeluaran responden sebelum adanya ekowisata di semua lokasi penelitian

menunjukkan pola yang sederhana. Proporsi pengeluaran terbesar adalah untuk bahan

makanan, sedangkan untuk kebutuhan lain seperti perawatan kesehatan, pendidikan,

perumahan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil. Pola pengeluar

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.000

1.000.000

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

279696.97235280.7

409370.37378815.79

696393.94

957456.14 963166.67 979605.26

Kampung

92

ebelum dan sesudah pengembangan ekowisata

memperlihatkan adanya beda nyata antara

pendapatan responden sebelum dan setelah adanya ekowisata ( p < 0.05). Hal ini

menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata bahari memberikan peningkatan

merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan

2007). Gambaran kesejahteraan

penduduk sangat berkorelasi dengan keadaan ekonomi penduduk tersebut. Tingkat

semua lokasi penelitian

menunjukkan pola yang sederhana. Proporsi pengeluaran terbesar adalah untuk bahan

makanan, sedangkan untuk kebutuhan lain seperti perawatan kesehatan, pendidikan,

perumahan dan partisipasi sosial lainnya sangat kecil. Pola pengeluaran masyarakat

sebelum

sesudah

Page 112: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

93

masyarakat berhubungan dengan tingkat pendapatannya. Rata – rata pengeluaran

masyarakat sebelum dan setelah kegiatan ekowisata dapat dilihat pada tabel 41.

Tabel 41 Rata-rata pengeluaran keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

No. Kampung Pengeluaran PeningkatanSebelum (Rp) Sesudah (Rp) Pengeluaran (%)

1. Sawandarek 203,393.94 423,696.97 -2. Yembuba 232,614.04 804,885.96 -3. Yenwapnor 316,148.15 703,425.93 -4, Sawingray 310,657.89 687,500.00 -

Rataan 265,703.51 654,877.21 146.47

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS 2007), peningkatan pengeluaran sebagai

akibat dari peningkatan pendapatan akan menyebabkan pergeseran pola pengeluaran

dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pada tabel diatas,

terlihat bahwa rata-rata peningkatan pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah

ekowisata adalah 146.47 %. Sekalipun terjadi peningkatan pengeluaran setelah

berkembangnya ekowisata, namun tidak terjadi pergeseran pola pengeluaran.

Pengeluaran terbesar tetap pada bahan makanan namun terjadi pergeseran jenis bahan

makanan yaitu dari sagu menjadi beras. Selain itu, pemenuhan akan kebutuhan

makanan tambahan non karbohidrat seperti gula, kopi, teh, susu dan lain – lain juga

meningkat. Dari hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa kelebihan dari

pendapatan mereka ditabung untuk kepentingan pendidikan anak-anak. Mereka merasa

bahwa keterbelakangan mereka selama ini jika dibanding dengan saudara-saudara

mereka diluar Meos Mansaar juga dikarenakan rendahnya pendidikan mereka.

Pengeluaran responden sebelum dan setelah pengembangan ekowisata bahari dapat

dilihat pada gambar 13.

Page 113: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Gambar 13 Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

Rataan pengeluaran setelah kegiatan ekowisata sebesar Rp. 654,877.21

sama dengan Rp. 130,975.44/kap/bln yang berarti masih di bawah garis kemiskinan

Kabupaten Raja Ampat yaitu Rp. 20

analisis statistik (lampiran

antara pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari

maupun yang terlibat maupun yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari. Hal ini

berarti bahwa kegiatan ekowisata bahari dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat.

Kondisi Perumahan Masyarakat

Rumah pada saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung tetapi

rumah merupakan bagian dari gaya hidup dan status symbol bahkan menunjukkan

identitas pemiliknya. Secara umum, kualitas rumah tinggal

rumah menunjukkan tingkat kesejahteraan. Rumah dikatakan layak sebagai bangunan

tempat tinggal apabila rumah tersebut telah memiliki dinding, atap dan lantai.

0

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

600.000

700.000

800.000

900.000R

ata

-ra

tap

en

gelu

ara

n(R

p/b

ln/K

K)

Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata bahari di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

Rataan pengeluaran setelah kegiatan ekowisata sebesar Rp. 654,877.21

sama dengan Rp. 130,975.44/kap/bln yang berarti masih di bawah garis kemiskinan

Kabupaten Raja Ampat yaitu Rp. 200,039/kap/bln. (BPS Papua Barat

analisis statistik (lampiran 3 dan 4) menunjukkan adanya perbedaan nyata

a pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari

yang terlibat maupun yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari. Hal ini

berarti bahwa kegiatan ekowisata bahari dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat.

Perumahan Masyarakat

Rumah pada saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung tetapi

rumah merupakan bagian dari gaya hidup dan status symbol bahkan menunjukkan

identitas pemiliknya. Secara umum, kualitas rumah tinggal yang ditentukan oleh fisik

menunjukkan tingkat kesejahteraan. Rumah dikatakan layak sebagai bangunan

tempat tinggal apabila rumah tersebut telah memiliki dinding, atap dan lantai.

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

203393,94232614,04

316148,15 310657,89

423696,97

804885,96

703425,93 687500

Kampung

94

Pengeluaran keluarga sebelum dan sesudah ekowisata bahari di Meos

Rataan pengeluaran setelah kegiatan ekowisata sebesar Rp. 654,877.21 kk/bln

sama dengan Rp. 130,975.44/kap/bln yang berarti masih di bawah garis kemiskinan

0,039/kap/bln. (BPS Papua Barat 2007). Hasil

) menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < α 0.05)

a pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari

yang terlibat maupun yang tidak terlibat kegiatan ekowisata bahari. Hal ini

berarti bahwa kegiatan ekowisata bahari dapat meningkatkan pengeluaran masyarakat.

Rumah pada saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung tetapi

rumah merupakan bagian dari gaya hidup dan status symbol bahkan menunjukkan

yang ditentukan oleh fisik

menunjukkan tingkat kesejahteraan. Rumah dikatakan layak sebagai bangunan

tempat tinggal apabila rumah tersebut telah memiliki dinding, atap dan lantai.

sebelum

sesudah

Page 114: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

95

Disamping itu kualitas ketiga unsur tersebut ditambah dengan luas lantai rumah juga

menunjukkan tingkat kesejahteraan penghuninya (BPS 2007). Kondisi rumah

masyarakat pada empat lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 42.

Tabel 42 Kondisi rumah masyarakat sebelum dan setelah kegiatan ekowisata di Meos

Mansaar Kabupaten Raja Ampat

KategoriNo Kampung

Permanen Semi Permanen Tidak Permanen(Unit) (Unit) (Unit)

Belum Sudah Belum Sudah Belum Sudah

1. Sawandarek 0 0 0 2 31 292. Yembuba 1 4 5 25 45 223. Yenwapnor 4 11 4 24 47 204. Sawingray 1 2 1 12 27 15

Jumlah (Unit) 6 17 10 63 150 86

Persen (%) 3.61 10.24 6.02 37.95 90.36 51.81

Peningkatan (%) - 183.33 - 530 - 74.42

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kondisi

rumah masyarakat yaitu untuk permanen sebesar 183.33 %, semi permanen sebesar

530 % dan penurunan rumah permanen sebesar 74.42 %. Hasil analisis statistik

(lampiran 5) menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < α 0.05) pada kondisi rumah

sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari namun tidak berbeda nyata (P > α

0.05) pada kondisi rumah masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari

(lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekowisata bahari tidak memberikan

peningkatan terhadap kondisi rumah masyarakat. Kondisi perumahan masyarakat

sebelum dan sesudah ekowisata bahari dapat dilihat pada gambar 14.

Page 115: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Gambar 14 Kondisi perumahan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja

Dari gambar 13

perumahan responden kategori permanen meningkat dari 3.

semi permenen meningkat dari

menurun dari 90.36 % menjadi

peningkatan kondisi rumah responden untuk masing

disebabkan oleh berkembangnya kegia

pemekaran Kabupaten Raja Ampat. Perubahan kondisi rumah kategori semi permanen

untuk kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray adalah perumahan sosial yang

dibangun oleh PEMDA Kabupaten Raja Ampat.

Apabila kondisi perumahan dibedakan berdasarkan yang terlibat dan tidak

terlibat ekowisata, maka semakin memperkuat analisis diatas bahwa adanya perubahan

kondisi perumahan bukan disebabkan oleh pengembangan kegiatan ekowisata. Hal ini

terlihat dari kondisi perumahan responden yang terlibat ekowisata yaitu berkategori

permenen adalah 0 %, semi permanen adalah

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Pe

rse

nta

seke

pe

mili

kan

(%)

Kondisi perumahan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata diMeos Mansaar Kabupaten Raja.

3 terlibat bahwa setelah berkembangnya pariwisata, kondisi

perumahan responden kategori permanen meningkat dari 3.61 % menjadi 10.

ermenen meningkat dari 6.02 % menjadi 37.95 %, dan kategori tidak permanen

% menjadi 51.81 %. Namun perlu diketahui bahwa adanya

peningkatan kondisi rumah responden untuk masing – masing kategori tidak

disebabkan oleh berkembangnya kegiatan ekowisata bahari melainkan dari adanya

pemekaran Kabupaten Raja Ampat. Perubahan kondisi rumah kategori semi permanen

untuk kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray adalah perumahan sosial yang

dibangun oleh PEMDA Kabupaten Raja Ampat.

Apabila kondisi perumahan dibedakan berdasarkan yang terlibat dan tidak

terlibat ekowisata, maka semakin memperkuat analisis diatas bahwa adanya perubahan

kondisi perumahan bukan disebabkan oleh pengembangan kegiatan ekowisata. Hal ini

i perumahan responden yang terlibat ekowisata yaitu berkategori

permenen adalah 0 %, semi permanen adalah 35.29 % dan tidak permanen

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 43 dan gambar 15.

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Permanen SemiPermanen

TidakPermanen

3,61% 6,02%

90,36%

10,24%

37,95%

51,81%

Kondisi Rumah

sebelum

Sesudah

96

Kondisi perumahan keluarga sebelum dan setelah kegiatan ekowisata di

terlibat bahwa setelah berkembangnya pariwisata, kondisi

% menjadi 10.24 %,

%, dan kategori tidak permanen

%. Namun perlu diketahui bahwa adanya

masing kategori tidak

tan ekowisata bahari melainkan dari adanya

pemekaran Kabupaten Raja Ampat. Perubahan kondisi rumah kategori semi permanen

untuk kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray adalah perumahan sosial yang

Apabila kondisi perumahan dibedakan berdasarkan yang terlibat dan tidak

terlibat ekowisata, maka semakin memperkuat analisis diatas bahwa adanya perubahan

kondisi perumahan bukan disebabkan oleh pengembangan kegiatan ekowisata. Hal ini

i perumahan responden yang terlibat ekowisata yaitu berkategori

% dan tidak permanen 64.71 %.

sebelum

Sesudah

Page 116: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

Tabel 43 Kondisi pekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Keterlibatan/Kondisi rumah

Sawandarek

Terlibat :* Permanen* Semi Permanen* Tidak PermanenJumlah (1)

Tidak Terlibat :* Permanen* Semi Permanen* Tidak PermanenJumlah (2) 25

Keterangan : Persentase diperhtingkan dari jumlah masing

Gambar 15 Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Aset Masyarakat

Pertambahan jenis as

homestay dan perahu (sampan ke

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Permanen

Per

sen

tase

Kep

emil

ika

n(%

)perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat

kowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kondisi Perumahan (Rp)

Sawandarek Yembuba Yenwapnor Sawingray

- - - -2 3 - 14 5 1 16 8 1 2

- 4 11 2- 22 24 11

25 17 19 1425 43 54 27

Keterangan : Persentase diperhtingkan dari jumlah masing – masing kelompok

Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat.

Pertambahan jenis aset produktif setelah berkembangnya ekowisata hanya berupa

homestay dan perahu (sampan ke longboat). Pertambahan jenis a

Permanen SemiPermanen

TidakPermanen

0%

35,29%

64,71%

11,41%

38,26%

50,33%

Kondisi rumah

Terlibat

Tidak Terlibat

97

idak terlibat kegiatan

Jumlah Persen(%)

0 00.006 35.29

11 64.7117 100.00

17 11.4157 38.2675 50.33149 100.00

masing kelompok

Kondisi perumahan keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata

et produktif setelah berkembangnya ekowisata hanya berupa

longboat). Pertambahan jenis aset produktif ini

Tidak Terlibat

Page 117: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

98

terjadi di Kampung Yembuba, Yenwapnor dan Sawingray karena responden selain

karyawan PT. Papua Diving juga sebagai pemilik homestay (pelaku wisata), sedangkan

di Sawandarek keterlibatan responden hanya sebagai karyawan/buruh pada PT. Papua

Diving. Jumlah aset masyarakat setelah ekowisata bahari dapat dilihat pada tabel 44.

Tabel 44 Jumlah aset masyarakat sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata di MeosMansaar Kabupaten Raja Ampat

No Kampung Aset Rumah Tangga (Rp) Aset Produksi (Rp)Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

1. Sawandarek 206,100,000 221,850,000 24,000,000 140,450,0002. Yembuba 418,555,000 625,150,000 51,250,000 229,000,0003 Yenwapnor 578,250,000 769,400,000 33,000,000 201,500,0004 Sawingray 222,990,000 334,675,000 18,000,000 170,850,000

Rataan 1,425,895,000 1,951,075,000 126,250,000 741,800,000

Persen Peningkatan (%) - 36.83 - 487.56

Pembagian aset menurut jenis aset sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata dapat

dilihat pada tabel 45.

Tabel 45 Jumlah aset masyarakat berdasarkan jenis sebelum dan sesudah kegiatanekowisata di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kelompok Aset Harga (Rp)Sebelum Sesudah

Asset Rumah Tangga* Televisi 4,800,000 38,840,000.* Radio/Tape Recorder 15,945,000 23,160,000.* Bufet 22,550,000. 23,625,000* Lemari 37,350,000 38,000,000* Kulkas - 3,900,000* Rumah 1,338,500,000. 1,807,000,000.* Genset 6,750,000. 16,550,000.Jumlah 1,425,895,000 1,951,075,000

Asset Produktif* Homestay - 30,000,000.* Warung - 6,500,000.* Perahu 84,500,000 119,800,000.* Lain – lain 41,750,000 585,500,000.Jumlah 126,250,000 741,800,000.

Page 118: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

99

Data pada tabel 45 memperlihatkan bahwa baik aset rumahtangga maupun aset

produktif pada kepala keluarga setelah ekowisata lebih besar daripada sebelum adanya

kegiatan ekowisata. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan pendapatan

masyarakat pada periode setelah ekowisata baik terhadap warga yang terlibat maupun

yang tidak terlibat. Peningkatan pendapatan mendorong warga mulai melengkapi

kebutuhan non makannnya sekalipun sifatnya temporer dan tanpa melihat kualitas

barang yang dibutuhkan. Terdapat peningkatan aset rumah tangga dan aset produksi

setelah kegiatan ekowisata sebesar masing – masing 36.83 % dan 487.56 %. Hasil

analisis statistik (lampiran 7 dan lampiran 9) menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata

(P < α 0.05) pada aset rumah tangga sebelum dan sesudah ekowisata, maupun pada

asset produksi sebelum dan setelah ekowisata bahari.

Apabila aset rumah tangga dilihat berdasarkan masyarakat yang terlibat dan tidak

terlibat, maka akan tampak seperti tabel dibawah ini.

Tabel 46 Rata - rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat kegiatan ekowisatabahari di Meos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Kelompok Asset Terlibat (Rp) Tidak Terlibat (Rp)

Asset Rumah Tangga* Televisi 360,000 225,380.12* Radio/Tape Recorder 158,000 153,508.77* Bufet 162,500 132,602.34* Lemari 257,500 209,357.73* Kulkas 70,000 35,087.72* Rumah 8,100,000 9,939,473.68* Genset 335,000 78,654.97Jumlah 9,443,000 10,774,064,33

Asset Produktif* Homestay 1,525,000 -* Warung - 38,011.70* Perahu 1,685,000. 643,859.65* Lain – lain 6,950,000 3,244,152.05Jumlah 10,160,000 3,926,023.39

Data pada tabel 46 menunjukkan bahwa rata – rata aset rumah tangga pada

responden yang tidak terlibat kegiatan ekowisata lebih besar yaitu Rp. 10,774,064.33 ,-

daripada warga yang terlibat ekowisata yaitu Rp. 9,443,000,-. Hal yang berbeda terjadi

Page 119: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

pada aset produktif yaitu bahwa

besar Rp. 10,160,000,

disebabkan karena ada beberapa

homestay, longboat dan

masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata sebesar

masyarakat yang tidak terlibat kegiatan ekowisata juga terjadi peningkatan sebesar

35.61 %. Aset masyarakat yang terlibat

dilihat pada gambar 1

Gambar 16 Rata - rata asMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Hasil analisis statistik (lampiran

nyata (P > α 0.05) pada as

Hai ini mengandung arti bahwa kegiatan

rumahtangga masyarakat.

yang terlibat sebesar 1,250

terjadi peningkatan sebesar

menunjukkan adanya perbedaan nyata (P

2.000.000

4.000.000

6.000.000

8.000.000

10.000.000

12.000.000

if yaitu bahwa masyarakat yang terlibat memiliki as

160,000,- daripada yang tidak terlibat Rp. 3,926,023.39

ada beberapa kepala keluarga yang terlibat ekowisata memiliki

ongboat dan motor tempel. Terdapat peningkatan aset rumah tangga pada

masyarakat yang terlibat kegiatan ekowisata sebesar 109.91 %, sedangkan untuk

masyarakat yang tidak terlibat kegiatan ekowisata juga terjadi peningkatan sebesar

et masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat kegiatan ekowisata dapat

dilihat pada gambar 16.

rata aset keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari diMeos Mansaar Kabupaten Raja Ampat

Hasil analisis statistik (lampiran 8) menunjukkan bahwa ti

nyata (P > α 0.05) pada aset rumahtangga masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat.

Hai ini mengandung arti bahwa kegiatan ekowisata tidak meningkatkan as

rumahtangga masyarakat. Pada aset produksi, terdapat peningkatan untuk masyarak

1,250 %, sedangkan untuk masyarakat yang tidak terlibat juga

terjadi peningkatan sebesar 481.18 %. Hasil analisis statistik

perbedaan nyata (P < α 0.05) pada aset produksi masyarakat yang

0

2.000.000

4.000.000

6.000.000

8.000.000

10.000.000

12.000.000

AssetRumahtangga

Asset Produksi

9.443.000,00

10.160.000,0010.771.064,33

3.926.023,39Terlibat

Tidak Terlibat

100

yang terlibat memiliki aset produktif lebih

926,023.39,-. Hal ini

yang terlibat ekowisata memiliki

et rumah tangga pada

%, sedangkan untuk

masyarakat yang tidak terlibat kegiatan ekowisata juga terjadi peningkatan sebesar

dan tidak terlibat kegiatan ekowisata dapat

et keluarga yang terlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di

) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

et rumahtangga masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat.

ekowisata tidak meningkatkan aset

et produksi, terdapat peningkatan untuk masyarakat

, sedangkan untuk masyarakat yang tidak terlibat juga

asil analisis statistik (lampiran 10)

et produksi masyarakat yang

Terlibat

Tidak Terlibat

Page 120: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

101

terlibat dan tidak terlibat ekowisata. Hal ini berarti bahwa kegiatan ekowisata

menigkatkan aset produksi masyarakat.

Investasi

Melihat kecenderungan investasi yang dilakukan oleh PT. Papua Diving dalam

kurun waktu tertentu maka dapat dikatakan bahwa ada kemajuan atau gairah dari usaha

yang dilakukan. PT. Papua Diving telah merencanakan dengan tepat investasi yang

ditanamkan sehingga setiap penambahan fasilitas tentu memberikan nilai positif bagi

perusahaan. Menurut Deanta (2006), investasi yang menarik adalah investasi yang

memiliki nilai bersih saat ini lebih besar dari nol. Hasil penelitian Dohar dan

Anggraeni (2006) menemukan bahwa dengan jumlah turis di Papua Diving pertahun

449 orang, penerimaan total yang diperoleh Rp. 3.057.120.000 dengan biaya

operasional yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.348.197.000 (termasuk upah tenaga kerja,

bahan bakar, biaya perawatan, dan retribusi per orang).

Page 121: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

102

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kondisi sosial masyarakat Meos Mansaar sebelum kegiatan ekowisata bahari

seperti perilaku dalam menjaga lingkungan hidupya, pranata sosial, adat istiadat

dan proses sosial sangat kuat diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.

2. Mata pencaharian masyarakat Meos Mansaar sebelum kegiatan ekowisata adalah

nelayan dan tani dengan tingkat pendapatan dan pengeluaran lebih rendah daripada

setelah berkembangnya kegiatan ekowisata bahari.

3. Pengembangan ekowisata bahari menimbulkan dampak positif berupa semakin

terpeliharanya perilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan hidupnya, tetapi

menimbulkan dampak negatif terjadinya konflik kepemilikan lahan.

4. Kegiatan ekowisata bahari tidak menimbulkan dampak terhadap struktur

penduduk, pranata sosial, norma dan adat istiadat serta kerjasama antar

masyarakat.

5. Aktivitas ekowisata bahari menimbulkan dampak positif terhadap kondisi ekonomi

masyarakat lokal berupa peningkatan lapangan kerja, pendapatan, pengeluaran,

dan asset produksi.

6. Pengembangan ekowisata bahari tidak menimbulkan dampak terhadap kondisi

rumah serta asset rumahtangga.

7. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan ekowisata bahari di Meos Mansaar

tergolong baik. Masyarakat umumnya setuju dengan pengembangan ekowisata

bahari di wilayah mereka.

Saran

1. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan pengusaha serta para pihak yang

berkepentingan perlu meningkatkan dampak positif yang terjadi dari kegiatan

ekowisata bahari dan meminimalkan dampak negatifnya dengan cara melakukan

penguatan institusi yang didukung dengan regulasi yang tepat.

Page 122: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

103

2. Perlu dilakukan penelitian secara berkala setiap satu tahun untuk mendapatkan

data yang lebih lengkap dari pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari serta dampak

yang ditimbulkan.

3. Penting untuk dilakukan kajian menyangkut strategi dan kebijakan pengembangan

ekowisata bahari di Meos Mansaar khususnya dan Raja Ampat umumnya dengan

mempertimbangkan karakteristik fisik (daya dukung) maupun nonfisik (budaya)

Raja Ampat.

Page 123: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

104

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2002. Sosiologi. Skematika, Teori dan Terapan. Bumi Aksara. Jakarta.

Achsani NA, Oktaviani R, Wijayanto H, Sumedi, Anggaraeni T, Mulyati H, PasaribuSH, Rukmitasari D, Sigalingging H, Bimantoro S. 2006. Persepsi, Preferensidan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap PembayaranNon Tunai. Kerjasama Bank Indonesia dengan Fakultas Ekonomi danManajemen Institut Pertanian Bogor (Penelitian). Bogor.

Beehler BM, Pratt TK, Zimmerman DA. 2001. Burung – burung di Kawasan Papua.Puslitbang Biologi – LIPI. Bogor.

Black JA, Champion DJ. 2001. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. RefikaAditama. Bandung.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Kabupaten Sorong Dalam Angka. Badan PusatStatistik Kabupaten Sorong. Sorong.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Indikator Kesejahteraan Rakyat (WelfareIndicators). BPS. Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik Papua Barat. 2007. Tinjauan Tingkat KeparahanKemiskinan Propinsi Papua Barat. Manokwari.

[BPS] Badan Pusat Statistik Papua Barat. 2007. Statistik Kesejahteraan RakyatPropinsi Papua Barat. Manokwari.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Raja Ampat Dalam Angka. BadanPusat Statistik Kabupaten Raja Ampat. Waisai.

Cater E, Lowman G. 1996. Ecotourism- A Sustainable Option? Royal GeographicalSociety. London.

[CII] Conservation Indonesia International. 2004. Konservasi Laut, Bermula dariDaerah. Conservation Indonesia. Sorong.

[CII] Conservation Indonesia International. 2006. Kepulauan Raja Ampat (warisanDunia yang Terpendam. Conservation Indonesia. Sorong.

Cooper C, Fletcher J, Gilbert D, Wanhill S. 1998. Tourism Principles and Practice.Second Edition. Longman. New York.

Page 124: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

105

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan Sumber Daya WilayahPesisir dan Lautan Secara Terpadu.(Edisi Revisi) PT. Pradnya Paramita.Jakarta

Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata. Dari Teori ke Aplikasi. Andi.Yogyakarta.

Deanta A. 2006. Perencanaan Investasi dan Studi Kelayakan Proyek denganMicrosoft Exel. Andi. Yogyakarta.

[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1993. DampakPengembangan PariwisataTerhadap Kehidupan Sosial Budaya DaerahIstimewa Yogyakarta. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. ProyekPenelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya. Yogyakarta.

[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1995. DampakPembangunan Pasar Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat diDaerah Irian Jaya. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Bagian ProyekPengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Irian Jaya. Jayapura.

Dinas Perikanan dan Kelautan Raja Ampat. 2007. Informasi Kelautan dan PerikananKabupaten Raja Ampat. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja AmpatProvinsi Papua Barat.

Dohar AG, Anggraeni D. 2006. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam di KepulauanRaja Ampat. Laporan Akhir. Conservation International Indonesia bekerjasamadengan Universitas Negeri Papua (UNIPA). Waisai, Raja Ampat.

Edington JM, Edington MA. 1985. Ecology, Recreation and Tourism. CambrigdeUniversity Press. Cambridge.

Fandeli CM. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta : Fakultas KehutananUniversitas Gadjah Mada.

Field CB. 2001. Natural Resource Economics - an Introduction. McGraw – Hill. NewYork.

Garrod B, Wilson JC. 2004. Nature on the Edge? Marine Ecotourism in PeripheralCoastal Areas. Journal of Sustainable Tourism 12 (2):95-99.

Hakim L. 2004. Dasar – Dasar Ekowisata. Bayumedia. Malang.

Page 125: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

106

Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta.

Hendarto KA. 2003. Ekowisata : Sebuah Diferensiasi Produk Pariwisata Di IndonesiaPasca Tragedi Bali ” 12 Oktober 2002”. Usahawan No. 01 TH XXXII Januari2003.

Hilyana S. 2001. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Karakteristik Kulturaldan Struktural Masyarakat Lokal (Studi Kasus di Kawasan Wisata BahariLombok Barat Propinsi NTB [tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor.

Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif).Gaung Persada Press. Jakarta.

Kast FE, Rosenweig JE. 1995. Organisasi dan Manajemen. Jilid I. Edisi ke-4. Cet. Ke-4. A. Hasyani Alih Penerjemah. Terjemahan dari : Organization andManagemen. Bumi Aksara. Jakarta.

[Kembudpar] Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2003b. PedomanPengembangan Pariwisata Kepulauan Raja Ampat. Kementerian Kebudayaandan Pariwisata Republik Indonesia. Jakarta.

[KLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1994. Keputusan Menteri NegaraLingkungan Hidup Republik Indonesia No.KEP – 14/MENLH/3/1994. Jakarta.

[KLH] Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2005. Pengelolaan LingkunganSosial. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Karim A. 2008. Kapitalisasi Pariwisata dan Marginalisasi Masyarakat Lokal diLombok. Genta Press. Yogyakarta.

Linberg K, Hawkins DE. 1993. Ekoturisme. Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola.Terjemahan dari: Ecotourism. A Guide For Planners and Managers. TheEcotourism Society. North Bennington.

Marpaung H, Bahar H. 2002. Pengantar Pariwisata. Alfabeta. Bandung.

Mbaiwa JE. 2004. The Social Economic Benefits and Challenges of a CommunityBased Safari Hunting Tourism in the Okavango Delta, Botswana. The Journalof Tourism Studies 15:41-44.

Page 126: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

107

Mulyadi, TR. 2009. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertaniandan Dampaknya Pada Perilaku Petani Padi di Jawa Barat [disertasi]. Bogor :Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mulyaningrum. 2005. Eksternalitas Ekonomi Dalam Pembangunan Wisata AlamBerkelanjutan. Jurnal Penelitian UNIB 11(1):9-20.

Nazir M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Darussalam.

Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat. 2006. Atlas Sumberdaya Wilayah PesisirKabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat. Kerjasama PemerintahKabupaten Raja Ampat dengan Konsorsium Atlas Sumberdaya PesisirKabupaten Raja Ampat. Raja Ampat.

Pitana IG, Gayatri PG. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi Yogjakarta. Yogyakarta.

Robbins SP, 2002. Prinsip – Prinsip Perilaku Organisasi. (Terjemahan dari EssentialsOf Organizational behavior). Erlangga. Jakarta.

Rudito B, Famiola M. 2008. Social Mapping. Metode Pemetaan Sosial. TeknikMemahami Suatu Masyarakat atau Komuniti. Rekaya Sains. Bandung.

Sayori N. 2008. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap PengembanganPariwisata Bahari dan Perekonomian Wilayah Kepulauan (Studi Kasus diKabupaten Raja Ampat Propinsi Papua Barat [tesis]. Bogor: ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sibagariang IL. 2008. Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir Interpretatifdi Kawasan Konservasi Laut Daerah Selat Dampier Kabupaten Raja AmpatPropinsi Papua Barat [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sobur A. 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung.

Soekartawi. 1994. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soemarjan S, Soemardi S. 1980. Setangkai Bunga Sosiologi. Lembaga PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Soemarwoto O. 1988. Analisis Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press.Djogjakarta.

Soeratmo FG. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah MadaUniversity Press. Djogjakarta.

Page 127: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

108

Sumedi TP. 2007. Pesona Laut Raja Ampat, 2007. (http://liburan .info/content/view/54/43/lang/Indonesia.

Sunarminto T. 2002. Dampak Ekoturisme Wisata Bahari Pulau Menjangan TamanNasional Bali Barat Terhadap Ekonomi Masyarakat dan Kelestarian Kawasan[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suwantoro G. 1997. Dasar – Dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta.

Stoeckl N, Smith A, Newsome D, Lee D. 2005. Regional Economic Dependence onIconic Wildlife Tourism. (Case studies of Monkey Mia and Harvey Bay). TheJournal Of Tourism Studies 16:69-76.

Susilo RKD. 2008. Sosiologi Lingkungan. PT. Rajagrafindo. Jakarta.

Syamsuddin. 2003. Dampak Program Pemukiman Nelayan Terhadap KehidupanSosial Ekonomi Masyarakat (Kasus Pemukiman Nelayan Untia BulurokengMakassar). Jurnal Analisis, 4:48-54.

UNEP, About Ecotourism, 2000 (http://www.unepic.org)

Utami HN, Amanah S. 2006. Perilaku Nelayan Dalam Pengelolaan Wisata Bahari diKawasan Pantai Lovina, Buleleng, Bali. Jurnal Penyuluhan 2:83-90.

Wahab S. 1988. Manajemen Kepariwisataan. Pradnya Paramita. Jakarta.

Wanma AO, Matalar B. 2008. Menyimak Ekowisata di Pulau Wayag Raja Ampat.Warta Konservasi Lahan Basah. Edisi Juli 2008.

Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Andi. Yogyakarta.

Wearing S, Neil J. 2009. Ecotourism. Impacts, Potentials and Possibilities. Secondedition. Butterworth – Heinemann. University of Technology Sydney.Australia.

Yoety OA. 2008. Ekonomi Pariwisata. Introduksi, Informasi dan Implementasi.Kompas. Jakarta.

Page 128: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

109

Lampiran 1 Uji – t untuk perbandingan pendapatan sebelum dan sesudahEkowisata bahari di Meos Mansaar

Hipotesis

H0 : μd = 0 pendapatan sebelum = pendapatan sesudah

H1 : μd ≠ 0 pendapatan sebelum ≠ pendapatan sesudah

Pada output diatas diperoleh nilai-p (0.000) artinya tolak H0, maka pendapatan

sebelum berbeda dengan pendapatan sesudah. Sehingga bisa disimpulkan rata-rata

sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum.

Lampiran 2 Uji – t untuk perbandingan pendapatan yang terlibat dan tidakterlibat ekowisata bahari di Meos

Paired Samples Statistics

323967,03 182 467483,742 34652,200

918637,36 182 904570,604 67051,234

Pendapatan Sebelum

Pendapatan Sesudah

Pair1

Mean N Std. DeviationStd. Error

Mean

Paired Samples Correlations

182 ,755 ,000Pendapatan Sebelum &Pendapatan Sesudah

Pair1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-594670 631038,608 46775,694 -686966 -502375 -12,713 181 ,000Pendapatan Sebelum -Pendapatan Sesudah

Pair1

Mean Std. DeviationStd. Error

Mean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Group Statistics

20 1715750 718414,327 160642,3

171 843099,42 885268,199 67698,151

KeterlibatanTerlibat

Tidak Terlibat

PendapatanN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Page 129: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

110

HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat

H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) < alpha 5% artinya antara terlibat

dengan yang tidak terlibat untuk peubah pendapatan berbeda nyata. Rata-rata

pendapatan yang terlibat lebih tinggi daripada rata-rata pendapatan yang tidak terlibat.

Lampiran 3 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran sebelum dan sesudahEkowisata bahari di Meos Mansaar

Independent Samples Test

,038 ,846 4,245 189 ,000 872650,58 205586,33 467112,0 1278189

5,006 26,255 ,000 872650,58 174324,40 514491,2 1230810

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

PendapatanF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Paired Samples Statistics

267324,18 182 317444,313 23530,538

699453,30 182 631821,378 46833,716

Pengeluaran Sebelum

Pengeluaran Sesudah

Pair1

Mean N Std. DeviationStd. Error

Mean

Paired Samples Correlations

182 ,412 ,000Pengeluaran Sebelum &Pengeluaran Sesudah

Pair1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-432129 578411,383 42874,704 -516728 -347531 -10,079 181 ,000Pengeluaran Sebelum -Pengeluaran Sesudah

Pair1

Mean Std. DeviationStd. Error

Mean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Page 130: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

111

HipotesisH0 : μd = 0 pengeluaran sebelum = pengeluaran sesudahH1 : μd ≠ 0 pengeluaran sebelum ≠ pengeluaran sesudah

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka pengeluaran

masyarakat sebelum kegiatan ekowisata berbeda dengan pengeluaran sesudah. Dapat

disimpulkan bahwa rata – rata pengeluaran masyarakat sesudah lebih tinggi daripada

pengeluaran masyarakat sebelumnya.

Lampiran 4 Uji – t untuk perbandingan pengeluaran yang terlibat dan tidakterlibat ekowisata bahari di Meos

HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat

H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.001) < alpha 5% artinya antara terlibat

dengan yang tidak terlibat untuk peubah pengeluaran berbeda nyata. Rata-rata

pengeluaran yang terlibat lebih tinggi daripada rata-rata pengeluaran yang tidak

terlibat.

Group Statistics

20 948100,00 426577,062 95385,531

171 625149,12 418876,891 32032,316

KeterlibatanTerlibat

Tidak Terlibat

PengeluaranN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

,691 ,407 3,256 189 ,001 322950,88 99174,150 127320,4 518581,3

3,210 23,494 ,004 322950,88 100620,42 115043,4 530858,3

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

PengeluaranF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 131: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

112

Lampiran 5 Uji – t untuk perbandingan Kondisi rumah masyarakat sebelumdan sesudah Ekowisata bahari di Meos Mansaar

HipotesisH0 : μd = 0 kondisi rumah sebelum = kondisi rumah sesudahH1 : μd ≠ 0 kondisi rumah sebelum ≠ kondisi rumah sesudah

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka Kondisi

rumah sebelum kegiatan ekowisata berbeda dengan kondisi rumah sesudah. Dapat

disimpulkan bahwa rata-rata kondisi rumah sesudah lebih tinggi daripada rata rata

kondisi rumah sebelumnya.

Paired Samples Statistics

9,20 166 2,034 ,158

11,17 166 3,139 ,244

Kondisi Rumah Sebelum

Kondisi Rumah Sesudah

Pair1

Mean N Std. DeviationStd. Error

Mean

Paired Samples Correlations

166 ,536 ,000

Kondisi RumahSebelum & KondisiRumah Sesudah

Pair1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-1,976 2,674 ,208 -2,386 -1,566 -9,520 165 ,000

Kondisi RumahSebelum - KondisiRumah Sesudah

Pair1

Mean Std. DeviationStd. Error

Mean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Page 132: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

113

Lampiran 6 Uji – t untuk perbandingan kondisi rumah masyarakat yangterlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos

HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat

H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.057) > alpha 5% artinya antara terlibat

dengan yang tidak terlibat untuk peubah kondisi rumah tidak berbeda nyata. Rata-rata

kondisi rumah yang terlibat sama rata-rata kondisi rumah yang tidak terlibat.

Lampiran 7 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga masyarakat sebelumdan sesudah Ekowisata bahari di Meos Mansaar

Group Statistics

17 10,18 2,157 ,523

149 11,34 3,200 ,262

KeterlibatanTerlibat

Tidak Terlibat

Kondisi_RumahN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

32,641 ,000 -1,463 164 ,146 -1,166 ,797 -2,740 ,408

-1,992 24,871 ,057 -1,166 ,585 -2,371 ,040

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

Kondisi_RumahF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Paired Samples Statistics

7834588 182 4844956,735 359132,1

1E+007 182 6496029,245 481517,7

Asset RT sebelum

Asset RT sesudah

Pair1

Mean N Std. DeviationStd. Error

Mean

Page 133: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

114

HipotesisH0 : μd = 0 Aset RT sebelum = Aset RT sesudahH1 : μd ≠ 0 Aset RT sebelum ≠ Aset RT sesudah

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka Aset RT

sebelum berbeda dengan Aset RT sesudah. Sehingga bisa disimpulkan rata-rata

sesudah lebih tinggi daripada rata-rata sebelum.

Lampiran 8 Uji – t untuk perbandingan aset rumahtangga masyarakat yangterlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos

HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat

H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat

Paired Samples Correlations

182 ,781 ,000Asset RT sebelum &Asset RT sesudah

Pair1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-2885604 4060814,178 301007,6 -3479540 -2291669 -9,586 181 ,000Asset RT sebelum -Asset RT sesudah

Pair1

Mean Std. DeviationStd. Error

Mean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Group Statistics

20 1E+007 5501503,353 1230174

171 1E+007 6815835,735 521220,0

KeterlibatanTerlibat

Tidak Terlibat

Asset_RTN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

2,727 ,100 -,326 189 ,745 -515314,3 1582264,2 -3636481 2605852

-,386 26,339 ,703 -515314,3 1336037,9 -3259860 2229231

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

Asset_RTF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means

Page 134: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

115

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.745) > alpha 5% artinya antara terlibat

dengan yang tidak terlibat untuk peubah aset RT tidak berbeda nyata. Rata-rata Aset

RT yang terlibat sama saja dengan rata-rata Asset RT yang tidak terlibat.

Lampiran 9 Uji – t untuk perbandingan aset produksi masyarakat sebelum dansesudah Ekowisata bahari di Meos Mansaar

HipotesisH0 : μd = 0 Aset Produksi sebelum = Aset Produksi sesudahH1 : μd ≠ 0 Aset Produksi sebelum ≠ Aset Produksi sesudah

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) artinya tolak H0, maka Aset Produksi

sebelum berbeda dengan Aset Produksi sesudah. Sehingga bisa disimpulkan rata-rata

aset sesudah ekowisata lebih tinggi daripada rata-rata sebelumnya.

Paired Samples Statistics

693681,32 182 1364132,561 101116,2

4018132 182 3941541,166 292166,5

Asset Produksi Sebelum

Asset Produksi Sesudah

Pair1

Mean N Std. DeviationStd. Error

Mean

Paired Samples Correlations

182 ,346 ,000

Asset ProduksiSebelum & AssetProduksi Sesudah

Pair1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-3324451 3697900,476 274106,6 -3865306 -2783595 -12,128 181 ,000

Asset ProduksiSebelum - AssetProduksi Sesudah

Pair1

Mean Std. DeviationStd. Error

Mean Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Page 135: Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar

116

Lampiran 10 Uji – t untuk perbandingan aset produksi masyarakat yangterlibat dan tidak terlibat ekowisata bahari di Meos

HipotesisH0 : μ terlibat = μ tidak terlibat

H1 : μ terlibat ≠ μ tidak terlibat

Pada output diatas diperoleh nilai-p(0.000) < alpha 5% artinya antara terlibat

dengan yang tidak terlibat untuk peubah aset produksi berbeda nyata. Rata-rata Aset

Produksi yang terlibat lebih tinggi daripada yang tidak terlibat.

Group Statistics

20 1E+007 18544445,899 4146664

171 3926023 4678858,393 357801,2

KeterlibatanTerlibat

Tidak Terlibat

Asset_ProduksiN Mean Std. Deviation

Std. ErrorMean

Independent Samples Test

83,651 ,000 5,046 189 ,000 8783976,6 1740819,7 5350044 1E+007

2,110 19,284 ,048 8783976,6 4162072,3 81330,132 2E+007

Equal variancesassumed

Equal variancesnot assumed

Asset_ProduksiF Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper

95% ConfidenceInterval of the

Difference

t-test for Equality of Means