studi fenomenologi pengalaman anggota … · i studi fenomenologi pengalaman anggota keluarga dalam...
TRANSCRIPT
i
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN ANGGOTA
KELUARGA DALAM MEMBERIKAN DUKUNGAN
TERHADAP PENDERITA DIABETES MELLITUS
(DM) DI POSYANDU LANSIA DESA PUCANGAN
KARTASURA SUKOHARJO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
Kartika Sari Wahono
NIM. ST13043
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN ANGGOTA KELUARGA DALAM
MEMBERIKAN DUKUNGAN TERHADAP PENDERITA
DIABETES MELLITUS (DM) DI POSYANDU LANSIA
DESA PUCANGAN KARTASURA
SUKOHARJO
Oleh :
KARTIKA SARI WAHONO
NIM. ST13043
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal 5 Agustus 2015 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns., M.Kep
NIK: 200984041
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep
NIK: 201279102
Penguji
Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep
NIK. 200679022
Surakarta, 5 Agustus 2015
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK: 201279102
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : KARTIKA SARI WAHONO
NIM : ST13043
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1) Karya tulis skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (Sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di Perguruan Tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan
Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat karya atau
pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.
Surakarta, Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
(Kartika Sari Wahono)
NIM. ST13043
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
limpahan taufik, hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi Penelitian
dengan judul Studi Fenomenologi Pengalaman Anggota Keluarga Dalam
Memberikan Dukungan Terhadap Penderita Diabetes Mellitus.
Penulisan hasil penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan
mencapai Sarjana Keperawatan. Penulisan hasil penelitian ini dapat penulis
selesaikan berkat bantuan banyak pihak. untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.si selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi
S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta sekaligus
Pembimbing Pendamping yang telah memberikan masukan dan arahan
penyusunan penelitian ini.
3. S.Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan masukan dan arahan penyusunan skripsi penelitian ini
4. Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji yang telah
memberikan masukan dan arahan untuk kesempurnaan penelitian ini.
5. Seluruh staf dan staf akademik Program studi S-1 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada.
6. Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura dan para kader yang telah
membantu dan memberi perijinan untuk penelitian dan pengarahan selama
proses penelitian.
7. Orang Tuaku tercinta, yang selalu memberi doa, dukungan dan motivasi
dalam penyusunan skripsi ini.
8. Suamiku Andi S yang selalu membantu, memberikan doa dan dukungan
dalam penyusunan skipsi ini.
9. Partisipan dari penelitian ini yang telah memberikan informasi dan
meluangkan waktu untuk memberikan data kepada peneliti.
v
10. Rekan seperjuangan Dinkes. Wonogiri dan rekan-rekan angkatan transfer
2013 yang selalu memberi dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amalan yang akan mendapat
balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Selanjutnya skripsi penelitian ini
mengharapkan masukan, saran, kritik sehingga dapat digunakan untuk
pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.
Surakarta, 31 Juli 2015
Peneliti
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
SURAT PENGESAHAN ................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
ABSTRAK ....................................................................................................... xii
ABSTRACK ...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 6
I.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
I.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TEORI ................................................................... 8
2.1.1 Pengalaman ...................................................................... 8
2.1.2 Konsep Keluarga .............................................................. 10
2.1.3 Konsep Dukungan Keluarga ............................................ 18
2.1.4 Diabetes Mellitus .............................................................. 23
vii
2.2 Keaslian Penelitian .................................................................... 26
2.3 Kerangka Teori .......................................................................... 27
2.4 Fokus Penelitian ......................................................................... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 31
3.3 Populasi Dan Sampel ................................................................. 31
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data .............................. 33
3.5 Analisa Data ............................................................................... 39
3.6 Keabsahan Data ......................................................................... 40
3.7 Etika Penelitian .......................................................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ...................................................... 44
4.2 Karakteristik Partisipan ............................................................... 44
4.3 Hasil Penelitian .......................................................................... 45
4.3.1 Pengetahuan keluarga ........................................................ 45
4.3.2 Empat Pilar DM ............................................................... 51
4.3.3 Dukungan Nyata Keluarga ................................................. 61
4.3.4 Dukungan Pengharapan .................................................... 70
4.3.5 Dukungan Informasi ......................................................... 77
4.3.6 Dukungan Emosional ........................................................ 82
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................ 86
viii
5.1.1 Persepsi Keluarga Mengenai DM .......................................... 86
5.1.2 Empat Pilar (DM) ................................................................... 91
5.2.1 Dukungan Nyata Keluarga ..................................................... 97
5.3.1 Dukungan Pengharapan ......................................................... 102
5.4.1 Dukungan Informasi .............................................................. 107
5.5.1 Dukungan Emosional ............................................................. 112
BAB V PENUTUP
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 117
6.2 Saran .............................................................................................. 118
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian 26
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
1
2
Kerangka Teori
Fokus Penelitian
27
27
3 Bagan Tema Pertama 50
4 Bagan Tema Kedua 60
5 Bagan Tema Ketiga 68
6 Bagan Tema Keempat 75
7 Bagan Tema Kelima 80
8 Bagan Tema Keenam 84
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran
1.
2.
3.
.
4
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17
Keterangan
Ijin Studi Pendahuluan
Pengajuan Ijin Penelitian Posyandu
Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo
Surat Balasan Ijin Ijin Tempat Penelitian Posyandu
Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo
Permohonan Studi Pendahuluan
Surat Balasan Studi Pendahuluan
Surat Pernyataan Menjadi Partisipan
Surat Pernyataan Persetujuan Informed Consent
Data Demografi Partisipan
Pedoman Wawancara Mendalam
Panduan Wawancara Mendalam
Data Demografi Partisipan 2
Transkrip Wawancara P2
Lembar Hasil Observasi
Analisa Tematik
Lembar Konsultasi
Dokumentasi Penelitian
Jadwal Penelitan (POA)
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Kartika Sari Wahono
Studi Fenomenologi Pengalaman
Anggota Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Terhadap Penderita
Diabetes Mellitus Di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo
Abstrak
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh
ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam
jumlah yang cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah
dihasilkan oleh pankreas secara efektif. Penelitian bertujuan untuk
mengeksplorasi pengalaman anggota keluarga dalam memberikan dukungan
terhadap keluarga yang menderita Diabetes Mellitus di Desa Pucangan
Kartasura sukoharjo.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Metode wawancara indepth interview dengan alat perekam
smartphone (voice notes recorder). Analisa data pada penelitian ini
menggunakan tehnik Collaizi. Dengan partisipan 4 orang lansia dengan DM.
Temuan hasil penelitian didapatkan enam tema yaitu 1) Pengetahuan keluarga
mengenai DM, 2) Upaya keluarga dalam menjaga kesehatan penderita, 3)
Manajemen terapi DM, 4) Respon psikologis penderita, 5) Memilih informasi
yang tepat, 6) koping penderita, kesimpulan dari penelitian adalah bahwa
keluarga belum maksimal dalam memberikan dukungan ke anggota
keluarganya yang sakit, hal ini dikarenakan pengetahuan keluarga dalam
memahami penderita masih dirasa kurang maksimal, dukungan keluarga untuk
penderita menjadi faktor penting dalam membantu memberikan perawatan.
Peran keluarga sangat penting dalam memberi dukungan keluarga,
diharapkan bagi keluarga agar memberi dukungan ke keluarganya yang sakit
dengan penuh kesabaran dan memberi perhatian yang khusus.
Kata Kunci : Pengalaman, Dukungan Keluarga, Diabetes Mellitus
Daftar Pustaka : 46 Literatur (2005-2015)
xiii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Kartika Sari Wahono
Phenomenological Study on Family Members’ Experience in Extending
Support to Diabetes Mellitus Patients at the Elderly Integrated Health Post
of Pucangan Vilage Kartasura Sukoharjo.
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease caused by inherited and/ or
acquired deficiency in production of insulin by the pancreas, or by the
ineffectiveness of the insulin produced. The objective of the research is to explore
the family members’ experience in extending the supports to their family
members with diabetes mellitus in Pucangan Village, Kartasura Sub district,
Sukoharjo Regency.
The research used the qualitative method with the phenomenological
approach. The samples of research were 4 elderlies with DM. The data of research
were collected through in-depth interview aided with smart phone (phone voice
notes recorder) as the instrument.
The result of research shows that there were six themes, namely: (1) Family
members’ knowledge of DM; (2) Family members’’ efforts in maintaining the
patients’ health; (3) Management of DM therapy; (4) Patients’ psychological
response; (5) Proper choice of information; and (6) Patient coping. The result of
the research shows that the family members had not been maximal in extending
their supports to the patients due to their lack of understanding on the disease.
Thus, family members’ role is very important in giving support to the patient.
The families are expected to extend their supports to their ill family members with
full attention and great patience.
Keywords: Experience, family members’ supports, diabetes mellitus
References: 46 (2005-2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Diabetes berasal dari bahasa Yunani siphon yang berarti “mengalirkan
atau mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit Diabetes Mellitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes Mellitus (DM), atau yang juga
dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang
disebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi
hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau
gabungan dari kedua hal tersebut. Pada penderita Diabetes Mellitus yang
tidak terkontrol, akan terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang
disebut hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu lama
akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh kita, terutama pada
saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengontrol
kadar glukosa dalam darah pasien Diabetes Mellitus (Digiulio, Dona Jackson
& Jim Keogh, 2014).
2
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus
akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut maupun
yang kronik. Diagnosis khas DM pada umumnya adalah bahwa terdapat
keluhan khas yaitu poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum),
polifagia (banyak makan) dan penurunan berat badan yang tidak jelas
penyebabnya. Penyakit DM bisa disebut juga penyakit“Long life” disebabkan
penyakit ini tidak dapat disembuhkan selama rentang hidup penderitanya
(Arsita Eka Prasetyani, 2013).
International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12
juta pada tahun 2030. Dari laporan tersebut menunjukkan peningkatan
jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI,
2011). Di Indonesia laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan
terjadi peningkatan prevalensi pada penderita Diabetes Mellitus yang
diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5%
pada tahun 2013 sedangkan prevalensi Diabetes Mellitus berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% dengan
prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%)
dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Disebutkan Wilayah Jawa
Tengah terdapat (1,9%) penderita DM ( Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data dari buku rekap bulanan pasien dari awal tahun 2013
hingga bulan September 2014 pasien Posyandu Lansia Desa Pucangan
3
Kartasura Sukoharjo tercatat setiap bulannya mengalami peningkatan,
Posyandu yang berdiri awal tahun 2013 ini terdapat 96 penderita DM, dimana
peningkatan terjadi pada bulan Mei 2014, pada bulan tersebut terdapat
peningkatan kunjungan yaitu dari total penderita 67 orang bertambah menjadi
96 orang, penjabarannya pada bulan Mei bertambah 12 orang, Juni bertambah
7orang, Juli bertambah 4 orang, Agustus bertambah 6 orang dan total
penderita kini menjadi 96 penderita sampai Agustus 2014. Dengan angka 20
penderita pra Diabetes Mellitus dan 70 Penderita yang sudah terdiagnosis.
Studi pendahuluan dari 8 orang yang bersedia diwawancarai adalah
keluarga yang terlibat langsung dalam pemenuhan kebutuhan anggota
keluarganya yaitu merawat penderita DM pada tahap kronis dan jenuh kontrol
pada bulan Oktober 2014 yang lalu, mengatakan bahwa terkadang hidup
dengan anggota keluarga yang sudah terdiagnosa Diabetes lama, butuh waktu
untuk menelateni dan harus mempunyai kesabaran yang ekstra untuk
merawat. Saat dilakukan pendekatan, keluarga penderita mengatakan bahwa
untuk merawat penderita membutuhkan kesabaran yang tinggi untuk
mengingatkan dan memberikan pengertian dalam hal berkaitan dengan
sakitnya, keluarga juga mengatakan orang terdekat penderita sangat
diperlukan ketika penderita sudah putus asa menghadapi penyakitnya. Hal ini
menunjukkan bahwa keluarga adalah hal yang penting dalam memberikan
dukungan anggota keluarganya yang sakit, sebagai contoh dalam hal ini dapat
dilakukan dengan suatu tindakan dari keluarga antara lain perhatian,
4
dukungan mental dan pendekatan rohani, dengan begitu penderita merasa
beban fikirannya berkurang (Friedman, Bowden & Jones, 2010).
Secara sosial penderita DM akan mengalami hambatan umumnya
berkaitan dengan pembatasan diet yang ketat, keterbatasan fisik karena
komplikasi yang muncul. Pada bidang ekonomi biaya perawatan penyakit
dalam jangka cukup panjang dan rutin merupakan masalah yang menjadi
beban tersendiri bagi penderita. Beban tersebut ditambah dengan adanya
penurunan produktifitas kerja yang berkaitan dengan perawatan ataupun
penyakitnya (Harmoko, 2012).
Adanya penyakit serius dan kronis pada salah satu anggota keluarga,
biasanya mempunyai dampak besar pada sistem keluarga, terutama pada
struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga. Keluarga merupakan
penyedia pelayanan utama dan dukungan bagi pasien yang mengalami sakit
(Friedman, Bowden & Jones, 2010).
Dukungan sosial keluarga sangat diperlukan bagi penderita DM
terutama bagi penderita yang telah terdiagnosis DM lama, bahkan terkadang
menyebabkan anggota keluarga menjadi jenuh untuk memberi perhatian.
Hasil wawancara dari peneliti dengan para kader Posyandu Lansia di Desa
Pucangan Kartasura Sukoharjo mengatakan bahwa peran dukungan keluarga
sangat diperlukan terutama dalam hal treatment penderita DM, semakin lama
keluarga merawat anggota keluarganya yang sakit tentu pengetahuan dan
pengalaman keluargapun seharusnya lebih meningkat, akan tetapi terkadang
dukungan keluarga masih dirasa kurang, karena kesibukan bekerja keluarga
5
jarang bertemu dan berkomunikasi dengan anggota keluarganya yang sakit,
kurang pengetahuan mengenai pelayanan kesehatan maupun penyakit,
sehingga terkadang keluarga kurang ikut memberi dukungan.
Hasil penelitian yang dilakukan Siti Shofiyah dan Henni Kusuma pada
tahun 2014, menunjukkan semakin baik dukungan keluarga yang dimiliki
penderita DM maka akan meningkatkan kepatuhan penderita DM dalam
melakukan penatalaksanaan DM. Masalah kesehatan anggota keluarga saling
terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada satu
anggota keluarga yang bermasalah kesehatannya pasti akan mempengaruhi
pelaksanaan dari fungsi keluarga tersebut (Prosding PPNI, 2014).
Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu
individu menyelesaikan masalah (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Hal
tersebut disebabkan sifat mendasar dari keluarga, dimana keluarga selalu siap
memberikan bantuan dan pertolongan jika diperlukan anggota keluarga,
semakin baik dukungan yang diberikan keluarga, keluarga akan selalu
memberikan bantuan dan perhatian (Ferry Effendi dan Mahmudi, 2009).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengeksplorasi
Pengalaman Anggota Keluarga dalam Memberikan Dukungan Terhadap
Penderita Diabetes Mellitus Di Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo.
6
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud untuk mengeksplorasi
bagaimana“Pengalaman Anggota Keluarga Dalam Memberikan Dukungan
Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo”
I.3 TUJUAN PENELITIAN
1. TUJUAN UMUM
Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin mengeksplorasi Pengalaman
keluarga dalam memberikan dukungan pada penderita Diabetes Mellitus.
2. TUJUAN KHUSUS
1. Mengidentifikasi persepsi keluarga mengenai Diabetes Mellitus.
2. Mengidentifikasi keluarga dalam memberi dukungan pengharapan
terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
3. Mengidentifikasi keluarga dalam memberi dukungan nyata terhadap
terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Mengidentifikasi keluarga dalam memberikan dukungan informasi
terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
5. Mengidentifikasi keluarga dalam memberikan dukungan emosional
terhadap anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
7
I.4 MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini di harap dapat memberikan manfaat
1. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan bagi keluarga dalam memberikan perawatan pada
anggota keluarganya yang menderita Diabetes Mellitus.
2. Bagi Institusi pendidikan
Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha peningkatan kualitas mutu
pendidikan serta sebagai referensi untuk meningkatkan proses belajar
pada mahasiswa.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat menjadi data dasar bagi peneliti yang lain.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menjadi pengalaman belajar dalam meningkatkan
pengetahuan peneliti dan ketrampilan keluarga khususnya dalam
keperawatan keluarga atau komunitas.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengalaman
2.1.1.1 Pengertian Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami
(dijalani, dirasakan, ditanggung) (KBBI, 2005). Pengalaman
dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori
yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau
dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi
sebagai referensi otobiografi (Alwisol, 2012).
Pengalaman merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sehari-harinya. Pengalaman juga sangat
berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat
diberikan kepada siapa saja untuk dugunakan dan menjadi
pedoman serta pembelajaran manusia (Daru Purnomo, 2014).
Pengalaman akan sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang mempersepsikan sesuatu yang dirasakan (diketahui,
dikerjakan dan dipersepsikan) juga merupakan kesadaran akan
suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia, persepsi itu tidak
hanya di tentukan oleh stimulus (ransangan) secara objektif,
tetapi juga di pengaruhi oleh keadaan diri sang perseptor (Carol
wade dan Carol Tavris, 2008). Aktivitas di dalam diri atau
9
pengalaman dari seseorang akan menghasilkan hasil persepsi
yang berbeda. Pendapat ini berarti bahwa objek-objek yang
mendapat tekanan dalam persepsi pada umumnya adalah objek-
objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan
persepsi, persepsi yang sering kita alami (konsisten) secara
berulang-ulang maka dengan sendirinya akan terekam didalam
memori kita dan menjadi sebuah pengalaman atau persepsi yang
akan di recall kembali apabila kita mengalami sensasi yang
sama dilain waktu (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachwati,
2014).
2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengalaman
Faktor yang membuat seorang memiliki pengalaman
adalah adanya suatu pengetahuan yang didapatkannya secara
kontinu, pengetahuan seorang ahli diperoleh melalui
pengalaman selama bertahun-tahun. Lebih lanjut dapat
dikatakan bahwa dalam rangka pencapaian keahlian, seorang
harus mempunyai pengetahuan yang tinggi. Pengalaman yang
lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Carol Wade
dan Carol Tavris, 2008).
Adanya keterlibatan langsung yang dilakukan seorang
individu dalam melakukan suatu kegiatan maupun prinsip
aktifitas yang dialaminya adalah faktor yang mempengaruhi
adanya suatu hal yang dapat menciptakan adanya pengalaman
10
sehingga individu tersebut dapat menuangkannya kedalam suatu
informasi baik secara persepsi maupun ketrampilan yang
dimilikinya (Sardiman, 2007).
2.1.2 Konsep Keluarga
2.1.2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Harmoko, 2012).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk
berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dam materiil yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras, serasi dan
seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya (Sudiharto, 2007).
2.1.2.2 Tipe Keluarga
Ada beberapa Tipe Keluarga (Harmoko, 2012) :
1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya
terdiri ayah ibu, dan anak yang diperoleh dari
keturunannya atau adopsi atau keduanya.
11
2. Extended Family adalah Keluarga inti ditambah dengan
sanak saudara, misal nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman/Bibi dsb.
3. Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari
keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri,
tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-
anaknya.
4. Dyanic Nuclear adalah Suami istri yang sudah berumur
dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satunya
bekerja dirumah.
5. Dual Carier, Suami istri atau keduanya berkarir tanpa
anak
6. Three Generation, Tiga generasi atau lebih tinggal dalam
satu rumah
7. Cohobing Couple, Dua orang/ satu pasangan yang
tinggal bersama tanpa pernikahan.
Tipe keluarga Tradisional terdiri dari Zaidin Ali (2010). :
1. Keluarga Inti adalah suatu suatu rumah tangga yang
terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung/angkat).
2. Keluarga Besar adalah keluarga inti ditambah keluarga
lain yang mempunyai hubungan darah misal kakak,
nenek, kakek, paman bibi.
12
3. Single parent adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang tua dengan anak (kandung/ angkat). Kondisi
ini dikarenakan adanya kematian/perceraian.
4. Singgle adult adalah suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang dewasa.
5. Keluarga lanjut usia terdiri dari suami istri lanjut usia.
2.1.2.3 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga antara lain (Harmoko, 2012) :
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal
keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga.
Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikologis. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui
keluarga yang gembira dan bahagia.
2. Fungsi sosialisasi
Dimulai saat lahir dan akan diakhiri dengan
kematian. Sosialisasi merupakan suatu proses yang
berlangsung seumur hidup, dimana individu secara
kontinu mengubah perilaku mereka sebagai respon
terhadap situasi yang terpola sosial yang dialami.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan
13
adanya program keluarga berencana. Pada penderita
Diabetes Mellitus perlu dikaji riwayat kehamilannya
untuk mengetahui adanya tanda-tanda Diabetes Melitus
gestasional, karena diabetes gestasional terjadi pada saat
kehamilan.
4. Fungsi ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti
makanan, pakaian dan rumah, mencari sumber-sumber
penghasilan untuk pemenuhan keluarga.
5. Fungsi Perawatan Keluarga/ Pemeliharaan Kesehatan
Fungsi Perawatan kesehatan meupakan pertimbangan
vital dalam pengkajian keluarga. Keluarga memberikan
perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan secara
bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit.
2.1.2.4 Tugas Keluarga
Tugas keluarga kesehatan keluarga antara lain
(friedman, Bowden & Jones, 2010) :
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang
tidak boleh di abaikan, karena tanpa kesehatan segala
sesuatu tidak akan berarti. Orang tua perlu mengenal
keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialamioleh anggota keluarganya. Anggota keluarga yang
14
menderita Diabetes Mellitus maka kemungkinan besar
memiliki riwayat dari turunan sebelumnya, kurangnya
pengetahuan keluarga tentang kesehatan dapat menjadi
masalah serius karena keluarga tidak dapat menjalankan
tugas keluarga dengan baik, misalnya keluarga tidak
mengerti apabila ada gangguan kesehatan pada anggota
keluarga yang mengarah ke DM, diagnosa dini DM akan
memberikan prognosis yang baik pada penderita.
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara anggota
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan
sebuah tindakan. Apabila penderita DM mengalami
komplikasi keluarga mampu memutuskan kemana sarana
pelayanan yang bisa dituju untuk melakukan perawatan
pada penderita, keluarga mengetahui pilihan tepat ketika
serangan muncul, bagaimana keluarga mengambil
keputusan apabila anggota keluarga terserang diabetes
mellitus. Kemampuan keluarga mengambil keputusan
yang tepat akan mendukung kesembuhan.
3. Memberi Perawatan pada anggota keluarga yang sakit
15
Tugas keluarga dalam memberi perawatan pada
anggota yang sakit sering mengalami keterbatasan.
Anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
perlu memperoleh tindak lanjut atau perawatan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Penderita diabetes
mellitus memerlukan perawatan yang khusus yaitu
mengenai pengaturan makannya. Jadi disini keluarga
perlu tahu manajemen penderita diabetes seperti
bagaimana cara pengaturan makan yang benar pada
diabetes mellitus. Keluarga mengevaluasi efektifnya
perencanaan makan.
Keluarga juga berperan untuk memberikan edukasi
kepada penderita dimana keluarga mencari informasi
tentang apa saja mengenai diabetes. Edukasi dapat
memotivasi penderita untuk mengontrol dan melakukan
hal-hal yang dapat mengurangi keluhan bagi
penderita. Keluarga yang memahami tentang bagaimana
perkembangan penyakit maupun hal-hal yang dibutuhkan
penderita, tahu faktor resikonya, menyadari tentang
adanya kemungkinan serangan komplikasi yang
kemungkinan terjadi, tentunya akan menjadi lebih
waspada (Yudi Garnadi, 2012).
16
Aktifitas Fisik yang teratur bagi penderita sangat
diperlukan, keluarga dapat mendampingi penderita saat
melakukan latihan fisik, dengan latihan fisik yang teratur
dapat mengendalikan berat badan, kadar gula darah,
tekanan darah dan yang paling penting memicu
pengaktifan sel insulin dan mengurangi resiko penyakit
kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup bagi
penderita. (Yudi Garnadi, 2012).
Penggunaan obat-obatan yang diberikan ke
penderita hendaknya keluarga mengetahui bagaimana
aturan pemberian seperti pemberian berupa suntikan
insulin maupun secara oral, dengan begitu penderita
merasa mendapat perhatian dan dukungan bila keluarga
mengetahui aturan pemberian, cara maupun menyediakan
yang telah diresepkan oleh dokter (Yudi Garnadi, 2012).
4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung
dan bersosialisasi bagi anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga akan memiliki waktu lebih banyak
berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Pada
penderita DM fokus lingkungan rumah yang menjadi
perhatian adalah pada lantai, keluarga memperhatikan
kondisi lantai, apakah membahayakan penderita jika
17
dilaluinya, penderita DM yang lama memiliki aliran
darah yang buruk dan kerusakan saraf sehingga keluarga
dapat memberi saran ke penderita untuk menggunakan
alas kaki yang nyaman, baik di dalam maupun diluar
rumah. Alas kaki tidak boleh kebesaran maupun
kekecilan karena dapat menyebabkan kaki lecet. Keluarga
memeriksa pada bagian dalam sepatu sebelum penderita
menggunakannya untuk memastikan tidak ada benda
tajam yang dapat melukai kaki penderita. Pada penderita
DM lama gangguan retinopati menyebabkan
pandanganny berkurang, sehingga keluarga berupaya
mengawasi penderita agar dijauhkan dari lantai yang
licin dan pencahayaan rumah yang tidak terlalu gelap
(Ferry Effendi dan Mahmudi, 2009).
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang
berkaitan dengan kesehatan keluarga atau anggota
keluarga harus dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada di sekitarnya. Hal ini sangat penting untuk
keluarga yang mempunyai masalah Diabetes Mellitus.
Tujuannnya adalah agar penderita dapat memeriksakan
kesehatannya secara rutin. Upaya program perawatan
kaki pada penderita DM perlu melibatkan lingkungan
18
keluarga, lingkungan keluarga bisa memberi pengaruh
positif, keluarga memanfaatkan adanya pelayanan
kesehatan di desa seperti Posyandu Lansia, kelompok
Persatuan Diabetes Indonesia, puskesmas pembantu,
bidan praktek ataupun mantri desa. Kelima tugas diatas
akan memberikan dampak positif bagi penderita DM
terutama pada keluarga, apabila keluarga telah
mengetahui jelas tentang penyakit Diabetes Mellitus
keluarga tentu pastinya dapat merawat secara adekuat
(Ferry Effendi dan Mahmudi, 2009).
2.1.3 Konsep Dukungan Keluarga
2.1.3.1 Definisi Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan
antara keluarga dengan lingkungan (Setiadi, 2008). Dukungan
keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non
verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam
lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh
pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang
merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega
19
karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang
menyenangkan pada dirinya (Zaidin Ali, 2010).
Komponen-komponen dukungan keluarga terdiri dari
(Harmoko, 2012). terdiri dari
1. Dukungan Pengharapan
Dukungan ini juga merupakan dukungan yang
terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap
individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat
diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui
ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu
lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau
perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang
dengan orang lain, dukungan keluarga dapat membantu
meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-
strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus
pada aspek-aspek yang positif. Dukungan sosial
pengharapan pada penderita DM berpengaruh secara
langsung terhadap optimisme, resiliensi, serta harga diri
penderita. Dengan kata lain, semakin tinggi dukungan sosial
pengharapan yang diterima pasien akan diikuti dengan
kenaikan optimisme, reseliensi, dan harga diri (Charles Fox
dan Anne Kilvert, 2010).
20
2. Dukungan Nyata
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan
jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material
berupa bantuan nyata(instrumental support dan material
support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan
membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di
dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi
atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga
dan merawat saat sakit, yang dapat membantu memecahkan
masalah. Pada penderita DM perlu dilakukan pengontrolan
terhadap metabolik yang dapat mempengaruhi gaya hidup
penderita (dalam penggunaan insulin atau diabetic oral)
dimulainya diit 3J (Jadwal makan, Jumlah makanan, Jenis
makanan), memotivasi dan mendampingi ketika klien
berobat ataupun cek kesehatan, hal ini tentu tidak lepas dari
peran keluarga dalam mengawasi dan menyediakan segala
hal yang dibutuhkan penderita (Yudi Garnadi, 2012).
3. Dukungan Informasi
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan
tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya
memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat,
pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang
dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan
21
informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang
baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk
melawan stressor (harmoko, 2012). Pada dukungan
informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan
pemberi informasi. Pada penderita DM, keluarga
memberikan informasi mengenai pelayanan kesehatan yang
tepat, pelayanan kesehatan yang dapat dituju dengan
mudah (Posyandu Lansia, kelompok sosial dengan tujuan
sama) keluarga mendengarkan apa yang menjadi
penghambat dan penyemangat penderita, keluarga mencari
sumber pengobatan alternatif untuk penyembuhan penderita
(Arsita Eka Prasetyawati, 2011).
4. Dukungan Emosional
Dukungan emosional memberikan individu perasaan
nyaman, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa
percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya
merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga
mempunyai fungsi afektif, dimana cara mendapatkannya
dengan persepsi keluarga, fungsi afektif sendiri
berhubungan dengan fungsi internal keluarga untuk
memberikan perlindungan psikososial dan dukungan
dengan keluarganya sebab gangguan DM menimbulkan
gangguan psikologis bagi penderitanya, karena penderita
mempunyai persepsi penyakit DM tidak dapat disembuhkan
22
sehingga mempunyai resiko komplikasi, pada kondisi
seperti ini dapat mempengaruhi seseorang dalam
mengendalikan emosi (Friedman, Bowden & Jones, 2010).
2.1.3.2 Sumber Dukungan Keluarga
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan
sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat
diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau
tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa
orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial
keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti
dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara
kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal
(Harmoko, 2012).
2.1.3.3 Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang
terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan
sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus
kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus
kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai
akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(Arsita Eka Prasetyawati, 2011).
23
Friedman, Bowden & Jones (2010) menyimpulkan bahwa
baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek
negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama
(dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat
dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek
penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan
dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara
lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat
terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih
mudah sembuh darisakit dan dikalangan kaum tua, fungsi
kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Arsita Eka Prasetyawati,
2011).
2.1.4 Diabetes Mellitus
2.1.4.1 Pengertian Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang
kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak, berkembangnya komplikasi makrovaskuler
dan neurologis (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2008). Diabetes
mellitus adalah penyakit sistemis, kronik dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipidemia
(Baradero Mary, 2009).
Diabetes (kencing manis) adalah penyakit di mana tubuh
penderitanya tidak bisa mengendalikan tingkat gula (glukosa)
24
dalam darahnya. Jadi penderita mengalami gangguan
metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh sehingga tubuh
tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau
tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. Akibatnya,
terjadi kelebihan gula di dalam darah sehingga menjadi
racun bagi tubuh (Rachmawati, 2005).
2.1.4.2 Tipe Diabetes Mellitus
Tipe Diabetes Mellitus terdiri dari Diabetes Mellitus tipe
1 merupakan kondisi autoimun sel-sel beta pulau Langerhans
sehingga timbul defisiensi insulin. Individu yang memiliki
kecenderungan penyakit ini tampaknya menerima faktor
pemicu dari lingkungan. Sebagai contoh faktor pencetus yang
mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan
(mumps), rubella, dan sitomegalovirus (CMV) kronis.
Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat
memicu serangan autoimun ini. Karena proses penyakit DM
tipe 1 terjadi dalam beberapa tahun, sering kali tidak ada
faktor pencetus yang pasti. Pada saat diagnosis DM tipe 1
ditegakkan, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans pada sebagian besar pasien (Diguilio, 2014).
DM tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering
terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini
ditandai dengan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif. Individu yang mengidap DM tipe 2 tetap menghasilkan
25
insulin. Tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi
dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini
cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia
pasien.
26
2.2 Keaslian Penelitian
Penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dukungan keluarga pada
Penderita Diabetes Mellitus adalah :
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian
Siti Shofiyah dan
Henni Kusuma
Tahun 2014
Hubungan antara
pengetahuan dan
dukungan
keluarga terhadap
kepatuhan
penderita diabetes
millitus (DM)
dalam
penatalaksanaan
di wilayah kerja
Puskesmas
Srondol
kecamatan
Banyumanik
Semarang
Teknik
kuantitatif
desain deskritif
korelatif dengan
desain cross-
sectional
Hasil dari
penelitian ini
adalah adanya
hubungan yang
signifikan antara
pengetahuan
dengan
kepatuhan
penderita dan ada
hubungan yang
signifikan antara
dukungan
keluarga dengan
kepatuhan
penderita.
Tri Purnomo dan
Supardi Tahun
2013
Hubungan
Dukungan
Keluarga Dengan
Motivasi Klien
Diabetes Mellitus
untuk Melakukan
Latihan Fisik Di
Dinas Kesehatan
Dan
Kesejahteraan
Sosial di
Kabupaten Klaten
korelatif dengan
rancangan cross-
sectional
terdapat
hubungan yang
signifikan antara
dukungan
keluarga dengan
motivasi klien
Diabetes Mellitus
untuk melakukan
latihan fisik
dengan motivasi
klien Diabetes
Mellitus untuk
melakukan
latihan fisik.
27
2.3 Kerangka Teori
Gambar 1 Kerangka Teori
Sumber: Daru Purnomo, 2014 dan Harmoko, 2012
Faktor yang mempengaruhi
Pengalaman
Pengalaman Keluarga
Penderita Diabetes Mellitus
Dukungan Keluarga Terhadap Penderita
Diabetus Mellitus
Dukungan
Pengharapan
Dukungan
Nyata
Dukungan
Informasi
Dukungan
Emosional
28
2.4 Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah peneliti ingin mengeksplorasi lebih mendalam
mengenai fenomena dan persepsi keluarga, motivasi, hambatan dan bentuk
dukungan yang diberikan kepada anggota keluarganya yang menderita
Diabetes Mellitus.
Gambar 2 Fokus Penelitian
Dukungan
Keluarga
Penderita
DM
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah
penelitian yang pada umumnya menjelaskan dan memberi pemahaman dan
intepretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman manusia (individu)
dalam berbagai bentuk. Salah satu cara memahami perilaku dan pengalaman
tersebut adalah memberikan intisari (essence) dari pengalaman hidup atau
fenomena yang dialami individu atau sekelompok individu dengan lebih
menekankan pada hubungan sebab-akibat dalam menjelaskan perilaku
individu tersebut (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachmawati, 2014).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengeksplorasi bagaimana pengalaman
keluarga penderita Diabetes Mellitus secara mendalam. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah desain study fenomenologi dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan, secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah
(Moleong, 2014).
30
Perspektif fenomenologi adalah cara pendekatan untuk memperoleh
informasi tentang sesuatu objek sebagaimana tampilnya dan menjadi
pengalaman kesadaran manusia. Penelitian fenomenologi digunakan untuk
mengungkap pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi
partisipan penelitian, sehingga peneliti dapat memahami pengalaman hidup
partisipan (Djunaidi Chong dan Fauzan almanshur, 2014).
Rancangan fenomenologi ini dilaksanakan dengan berpedoman pada
tahapan fenomenologi deskriptif yaitu tahapan intuitif, analisis dan deskriptif
(Moleong, 2014). Pada tahapan intuitif, peneliti bergabung secara total
dengan fenomena yang ada, untuk mengeksplorasi pengalaman anggota
keluarga dalam memberikan dukungan terhadap penderita Diabetes Mellitus
di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo. Peneliti
menghindari sikap kritis dan evaluatif terhadap semua informasi yang
diberikan oleh partisipan dengan cara tidak menghakimi dan membatasi
pengetahuan yang diketahui peneliti tentang fenomena. Pada tahap analisis,
peneliti mulai mengidentifikasi tema, arti dan makna tentang pengalaman
anggota keluarga dalam memberikan dukungan berdasarkan data
dari transkrip wawancara dengan partisipan guna menjamin keakuratan dan
kemurnian hasil penelitian. Bertolak dari hasil tahap analisis ini, pada tahap
deskripsi peneliti kemudian membuat narasi yang luas dan mendalam tentang
fenomena.
31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah keluarga penderita yang termasuk
anggota rutin datang di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura pada
bulan Februari sampai bulan Maret Tahun 2015.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek, subyek yang mempunyai kualitas dan karakterisitik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Daru Purnomo, 2014). Pada penelitian
kualitatif, pengambilan sampel pada umumnya dilakukan melalui
seleksi secara acak, memiliki formulasi tertentu dan wajib ditentukan
oleh peneliti pada tahap pembuatan proposal penelitian. Pada studi
fenomenologi (Sugiyono, 2011). Populasi dalam penelitian ini
menggunakan populasi seluruh anggota keluarga penderita Diabetes
Mellitus di Posyandu Lansia Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo.
3.3.2 Sampel
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel.
Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian,
teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sampel yang dipilih
32
berorientasi pada tujuan penelitian. Individu diseleksi atau dipilih
secara sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai dengan
fenomena yang diteliti (Sugiyono, 2011). Pengambilan sampel
diarahkan dengan penemuan individu-individu yang memiliki
pengalaman yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Sampel ini
menetapkan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kriteria partisipan yang telah ditentukan yaitu:
1. Anggota Keluarga yang bertindak langsung dalam merawat dan
memberi dukungan ke penderita diabetes mellitus.
2. Anggota Keluarga yang memiliki keluarga penderita diabetes
melitus dan rutin mengontrol di Posyandu Lansia Desa Pucangan
Kartasura Sukoharjo.
3. Merupakan anggota keluarga inti yang telah lama tinggal bersama
dengan penderita minimal 3 tahun dan mempunyai pengalaman
merawat semenjak awal penderita terdiagnosis.
4. Berusia 40-60 tahun
5. Anggota keluarga yang kooperatif dan bersedia menjadi partisipan.
Sampel penelitian kualitatif pada umumnya tidak ditentukan pada
tahap usulan penelitian. Dalam mengumpulkan data rentang partisipan
1-4 orang partisipan apabila dengan melihat apakah data sudah
tersaturasi atau kejenuhan data apabila sampel kurang dari 4 sudah
mencapai titik saturasi maka peneliti menghentikan pencarian sampel.
Hal ini disebabkan karena ukuran sampel yang diperlukan pada studi
33
kualitatif disesuaikan dengan ketercapaian kelengkapan informasi atau
data yang diperlukan peneliti atau dengan kata lain telah tercapai
kejenuhan (saturasi) pada data yang diperlukan atau tidak terdapat
informasi baru yang ditemukan apabila dirasa belum mencapai saturasi
partisipan ditambah (Yati Afiyanti dan Imami Nur Rachmawati, 2014).
3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data
3.4.1 Instrumen Pengumpul Data
1. Instrumen Inti
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen inti atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus
“divalidasi”. Validasi terhadap peneliti, meliputi; pemahaman metode
penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang
diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian baik secara
akademik maupun logikanya (Sugiyono, 2011).
Instrumen dalam pengumpulan data penelitian kualitatif adalah
manusia berfungsi sebagai instrumen utama pada penelitian meskipun
nantinya pada pelaksanaan peneliti dibantu oleh pedoman pengumpul
data yang lainnya (Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho, 2014).
2. Instrumen Pendukung
Instrumen pendukung dalam penelitian ini menggunakan alat
perekam yang menghasilkan berupa rekaman, dalam hal ini peneliti
menggunakan alat perekam dalam bentuk handphone dan transkrip atau
34
pedoman wawancara yang sudah dibuat, catatan lapangan (nama
partisipan, alamat dan usia) dengan dokumentasi alat tulis dan catatan
pengambilan data berupa memo (Anis Fuad dan Kandung Sapto
Nugroho, 2014). Peneliti akan mengajukan pertanyaan mengenai
definisi, etiologi, tanda gejala dan penatalaksanaan dari diabetes
mellitus. Peneliti akan mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan dukungan dan pengalaman keluarga dalam memberikan
dukungan pada penderita, seperti dukungan pengharapan, dukungan
nyata, dukungan informasi dan emosi.
3.4.2 Prosedur Pengumpulan Data
1. Cara Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data pada penelitian kualitatif yang
digunakan pada penelitian keperawatan Yati Afiyanti dan Imami
Nur Rachmawati, 2014). :
a. Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang paling
sering digunakan dalam penelitian kualitatif, wawancara juga
merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara
yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam
(in dept interview). Wawancara mendalam (in dept interview)
35
dalam hal ini adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara
pewawancara dengan partisipan dengan atau tanpa pedoman dan
partisipan terlibat dalam keadaan sosial yang relatif lama. Dalam
hal ini peneliti melakukan wawancara dan menggunakan alat
perekam untuk menyimpan percakapan hasil wawancara dengan
partisipan, tujuan untuk merekam informasi verbal dari partisipan.
Pedoman wawancara pada penelitian ini dibuat sesuai indikator-
indikator pada anggota keluarga penderita DM.
b. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan data
mengenai hal-hal yang dapat dinilai secara obyektif dari partisipan.
Dari penelitian ini pengumpulan data observasi dilakukan untuk
mengetahui indikator-indikator seperti penghambat, penyulit dan
peran dukungan anggota keluarga. Observasi yang dilakukan
peneliti yaitu peneliti menggunakan catatan lapangan dan lembar
Obsevasi, adapun teknik yang digunakan adalah observasi
partisipatif dimana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian. Sambil melakukan pengamatan peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut
merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai
36
mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak
(Sugiyono, 2011)
c. Studi Dokumentasi
Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan metode
studi dokumen karena dokumen memberi informasi tentang
situasi yang tidak dapat diperoleh lansung melalui observasi
langsung atau wawancara. Sejumlah besar data yang tersimpan
dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Dalam penelitian ini
mengambil sumber data dari buku rekap penyakit tidak menular
pada dokumentasi arsip Posyandu Lansia Desa Pucangan untuk
mengetahui daftar penderita diabetes mellitus.
2. Tahap Pengumpulan Data
a. Tahap Orientasi
Peneliti melakukan pengumpulan data dan dilakukan setelah
peneliti memperoleh izin dari Ketua RT dan Ketua Posyandu
Lansia Desa Pucangan Kartasura untuk selanjutnya peneliti melihat
data identitas partisipan pada buku rekapan arsip bulanan
penyakit tidak menular. Setelah itu meminta pertimbangan dengan
ketua dan para kader untuk menentukan partisipan yang sesuai
kriteria dan kooperatif. Peneliti berkunjung ke rumah partisipan
untuk menjelaskan tujuan penelitian, manfaat penelitian, prosedur
penelitian, kotrak waktu, lama dan tempat wawancara yang
disepakati kemudian dalam penelitian partisipan akan mendapatkan
37
penjelasan mengenai perjanjian yang telah desepakati dengan
menggunakan Informed Consent, apa yang diungkapkan akan
dirahasiakan (confidentiality) dan pemberi informasinya
(anonymity) hak-hak partisipan serta peran partisipan dalam
penelitian.
b. Tahap Pelaksanaan
Setelah peneliti melakukan informed consent dengan calon
partisipan yaitu dengan menandatangani surat persetujuan,
selanjutnya adalah proses wawancara in dept interview
(wawancara mendalam). Peneliti memberikan pertanyaan kepada
partisipan yang telah disesuaikan dengan pedoman wawancara
yang telah dibuat pada saat persiapan sebelum penelitian
dilakukan. Setelah wawancara selesai, peneliti segera melakukan
rekapan hasil wawancara.
Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara yang
tidak mengesankan menyudutkan akan tetapi diusahakan
wawancara yang luwes dan fokus, karena pertanyaan dapat
berkembang sesuai dengan proses yang berlangsung selama
wawancara, dengan tidak meninggalkan teori yang telah
ditetapkan. Hal ini mempunyai tujuan agar memungkinkan peneliti
mendapatkan respon yang luas dari partisipan. Informasi yang
disampaikan partisipan terbebas dari pengaruh orang lain, baik
keluarganya atau orang terdekat.
38
Jumlah pertemuan antar peneliti dengan partisipan berbeda-
beda antara satu hingga dua kali pertemuan, peneliti hendaknya
mengingatkan bila ingin melakukan pertemuan berikutnya dengan
melihat situasi dan kondisi partisipan, apabila pertemuan pertama
belum tercapai maka dapat membuat kesepakatan untuk pertemuan
berikutnya. Wawancara kedua dilakukan setelah semua data dari
hasil wawancara pertama telah dibuat dalam satu transkrip dan
telah ditetapkan kata kunci, makna dan tema sementara dari
berbagai pengalaman yang didiskripsikan dan dipersepsikan oleh
partisipan. Ketika wawancara, partisipan diminta mengkonfirmasi
tema-tema yang sementara dihasilkan berhubungan dengan
pengalaman mereka mengenai pengalaman anggota keluarga
berdasarkan intepretasi data yang telah dibuat oleh peneliti.
Pada wawancara kedua ini juga penting dilakukan untuk
memberi kesempatan pada partisipan melakukan konfirmasi,
memperluas dan menambah deskripsi mereka dari pengalaman-
pengalaman mereka mengenai dampak positif yang dirasakan
partisipan dengan memberikan dukungan terhadap penderita DM.
Setelah selesai dilakukan wawancara, segera membuat transkrip
hasil wawancara sesegera mungkin. Setelah itu dilakukan analisis
dengan cara membuat kategorisasi.
39
c. Tahap Terminasi
Peneliti memvalidasi data pada semua partisipan dengan
melakukan klarifikasi transkrip wawancara. Partisipan menyetujui
semua data yang ditulis oleh peneliti, namun partisipan berhak
mengubah pernyataan yang tidak sesuai, menambah pernyataan
yang kurang, atau mengurangi informasi yang disampaikan.
3.5 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa data
Colaizzi. Langkah-langkah analisis data kualitatif dari Colaizzi adalah sebagai
berikut (Polit & Back, 2006). :
1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman hidup partisipan
yang diteliti yaitu memberikan dukungan terhadap penderita DM
2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan berupa
pengalaman dari anggota keluarga yang memberi dukungan terhadap
penderita DM
3. Peneliti membaca semua protokol atau transkrip untuk mendapatkan
perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudian mengidentifikasi
pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara
berulang – ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan –
pernyataan
4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan ke dalam tema.
Setelah tema dianalisa, merujuk kelompok tema kedalam transkrip dan
protokol asli untuk memvalidasi.
40
5. Peneliti mengintegrasikan hasil kedalam deskripsi lengkap dari
fenomena yang diteliti mengenai pengalaman anggota keluarga yang
memberikan dukungan terhadap penderita DM.
6. Merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai
pernyataan tegas dan diidentifikasi kembali.
7. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir/verifikasi tema –
tema segera setelah proses verifikasi dilakukan dan peneliti tidak
mendapatkan data tambahan baru pengalaman anggota keluarga yang
memberikan dukungan terhadap penderita DM.
3.6 Keabsahan Data
Validitas dalam penelitian kualitatif adalah kepercayaan dari data yang
diperoleh dan analisis yang dilakukan peneliti secara akurat
mempresentasikan dunia sosial di lapangan (Daru Purnomo, 2014).Cara
menilai keabsahan validitas data pada penelitian kualitatif meliputi
creadibility, transferability, dependabilitas, konfirmabilitas (Yati Afiyanti
dan Imami Nur Rachmawati, 2014).
1. Keterpercayaan Data (Creadibility)
Kreadibilitas data atau ketepatan dan keakurasian suatu data yang
dihasilkan dari study kualitatif menjelaskan derajat atau nilai kebenaran
dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis penelitian yang
dilakukan. Pada uji kreadibilitas penelitian ini menggunakan Triangulasi.
Triangulasi adalah melakukan pendekatan berbeda atau menggunakan
wawancara sekaligus obsevasi partisipan yang memastikan bahwa
41
temuan tersebut sesuai dengan pengalamannya (Sugiyono, 2011).
Teknik Triangulasi dibagi menjadi tiga yaitu yang pertama Triangulasi
Sumber yang mana digunakan untuk menguji kredibilitas data
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber. Yang kedua Triangulasi Teknik yang mana ini
digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda. Yang
ketiga Triangulasi Waktu, karena waktu juga sering mempengaruhi
kredibilitas data. Data yang dikumpulkan di pagi hari pada saat nara
sumber masih segar belum banyak masalah, akan memberikan data
yang lebih valid sehingga data yang diterima lebih kredibel. Pada tahap
ini peneliti menggunakan Triangulasi sumber.
2. Keteralihan Data (Transferability)
Seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat diaplikasikan
dan dialihkan pada keadaan atau konteks lain atau kelompok atau
partisipan lainnya merupakan pertanyaan untuk menilai kualitas
tingkat keteralihan atau transferabilitas. Transferability pada penelitian
kualitatif merupakan tipe generalisasi analitik dan teoritis, artinya aspek
generalisasi ini diyakini peneliti untuk memahami suatu fenomena atau
situasi kehidupan manusia secara mendalam.
3. Ketergantungan (Dependability)
Dependability atau ketergantungan adalah bagaimana studi yang
sama dapat diulang atau direplikasi pada saat yang berbeda dengan
42
menggunakan metode yang sama dalam konteks yang sama. Dengan
kata lain peneliti meyakini untuk memperoleh hasil yang sama. Untuk
mendapatkan data yang konsisten maka dilakukan suatu analisis data
yang terstruktur dan mengupayakan untuk hasil studi yang benar,
sehingga diharapkan pembaca dapat membuat kesimpulan yang sama
dalam menggunakan perspektif, data mentah dan dokumen analisis
studi yang sering dilakukan. Bila pembaca laporan penelitian
memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya ”semacam apa” suatu
penelitian dapat diberlakukan maka laporan tersebut memenuhi standar
transferability (Sugiyono, 2011)
4. Confirmability
Confirmability merupakan aspek obyektifitas pada penelitian
kualitatif, yaitu adanya kesediaan peneliti mengungkap secara terbuka
proses dan elemen-elemen penelitiannya. Dalam hal ini peneliti meyakini
bahwa untuk mengontrol hasil penelitiannya adalah dengan
merefleksikannya pada jurnal terkait, konsultasi dengan peneliti ahli dan
melakukan konfirmasi informasi dengan partisipan
3.7 Etika Penelitian
Penelitian dilakukan setelah peneliti meminta izin kepada pihak Stikes
Kusuma Husada Surakarta dan pengambilan data penelitian dilakukan setelah
peneliti mendapat izin dari pihak ketua Posyandu Lansia Desa Pucangan
43
Kartasura Sukoharjo. Dalam melakukan penelitian, peneliti memperhatikan
masalah - masalah etika penelitian yang meliputi:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan lembar bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent akan diberikan kepada responden sebelum penelitian
dilakukan dengan cara mendatangi rumah responden. Tujuan
informedconsent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, dan mengetahui dampaknya.
2. Tanpa nama (anonymity)
Saat memberikan informed consent, peneliti sekaligus memberikan
penjelasan kepada responden saat tentang jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan
nama responden pada lembar atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Saat memberikan informed consent, Peneliti juga memberikan
penjelasan tentang jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun data-data yang diperoleh selama penelitian. Semua informasi yang
telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok
datatertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Creswell, 2010).
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini peneliti menyajikan mengenai hasil penelitian mengenai Studi
Fenomenologi Pengalaman Anggota Keluarga Dalam Memberikan dukungan
terhadap penderita Diabetes Mellitus (DM). Hasil penelitian diuraikan menjadi
dua bagian, bagian yang pertama menjelaskan karakteristik partisipan yang
terlibat dalam penelitian secara singkat, bagian kedua menguraikan hasil tematik
tentang pengalaman partisipan.
4. 1 Gambaran Lokasi Penelitian
Posyandu lansia Desa Pucangan Kartasura merupakan salah satu
Posyandu yang melayani dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
meliputi satu kelurahan Pucangan, Posyandu ini berdiri pada awal tahun
2013 yang terletak di Jl. Pandawa Rt 02 RW 01 Pucangan Kartasura
Sukoharjo Jumlah penderita 136 orang
4. 2 Karakteristik Partisipan
4.2.1 Partisipan 1
Partisipan 1 yaitu anggota keluarga dari penderita DM dengan usia 42
tahun dan tinggal serumah dengan penderita, partisipan 1 adalah anak ketiga
yang merawat dan menyiapkan semua keperluan penderita dan bekerja
meneruskan usaha toko penderita, karena anggota keluarga penderita
banyak yang merantau keluar daerah.
45
4.2.2 Partisipan 2
Partisipan 2 yaitu keluarga penderita DM yang berusia 62 tahun,
partisipan 2 adalah istri dari penderita DM dan pensiunan PNS yang
merawat dan menyiapkan semua keperluan penderita dibantu dengan anak
ragil (paling kecil/akhir).
4.2.3 Partisipan 3
Partisipan 3 adalah anggota keluarga penderita DM berusia 40 tahun,
partisipan 3 adalah anak ke dua dari penderita dana bekerja sebagai guru
PAUD di dekat rumah penderita, partisipan 3 tinggal serumah dan sekaligus
yang merawat dan menyiapkan keperluan penderita semenjak sakit dan
dibantu oleh suami penderita.
4.2.4 Partisipan 4
Partisipan ke 4 adalah keluarga penderita DM berusia 54 tahun,
partisipan ke 4 adalah istri dari penderita yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga, partisipan adalah orang yang berperan langsung dalam menyiapkan
semua kebutuhan dan merawat penderita langsung.
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Pengetahuan keluarga
a. Definisi Diabetes Mellitus (DM)
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema bahwa
definisi DM yaitu: 1. Kadar gula darah lebih dari 200 mg/dl seperti
pernyataan berikut:
46
1) Kadar gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl
Kategori definisi DM muncul kata kunci kadar gula tinggi. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“ya niku mbak gendes gulanya tinggi...geh 200mg/dl niku mbak dhuwur...
(kadar gulanya tinggi..ya 200 mg/dl an itu mbak tinggi)” (P.1)
“ ....kadar gulanya tinggi mbak, kalo patokannya di posyandu lebih dari
200 mg/dl an mbak” (P.2)
“...kalau cek gula darahnya tinggi, darah hasilnya lebih dari 200mg/dl
mbak”(P.3)
“....cek gulo niko hasile tinggi mbak lebih dari 200 mg/dl”(cek gula
darahnya tinggi (P.4)
Analisa dari partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan kadar gula darah tinggi lebih dari 200 mg/dl. Dalam hal ini
beberapa partisipan ketika ditemui dan diwawancarai mengatakan definisi
yang serupa bahwasanya penyakit DM memiliki angka gula normal bila
puasa tidak lebih dari 120 mg/dl, sewaktu tidak lebih dari 140mg/dl dan
2jam lepas makan tidak lebih dari 180-200mg/dl. Dari hasil observasi
realitas, partisipan menunjukkan hasil dari catatan medis kesehatan cek
rutin kadar gula darah lebih banyak menunjukkan angka diatas 200 mg/dl.
b. Tanda gejala
Hasil wawancara keempat partisipan didapatkan sub tema bahwa
pengetahuan keluarga mengenai tanda gejala yaitu : 1) Penurunan berat
badan badan seara drastis, 2) Luka lama sembuhnya, 3) Sering kencing, 4)
Mudah haus.
47
1) Badan gemuk menjadi kurus
Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci badan gemuk
menjadi kurus. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai
berikut:
“....Awal-awalnya dulu bapak badannya gemuk padet gagah sekarang
jadi kurus...” (P.1)
“....Badannya ga gemuk-gemuk, malah terakhir beratnya 60 kg
padahal sebelumnya 95kg mbak....” (P.2)
“....Saya liat badannya ibuk berangsur-angsur cenderung
kuruspadahal ga diet atau pantang makan...”(P.3)
“...Semakin lama badannya bapak habis padahal makanannya ga ada
yang dipantang...” (P.4)
Analisa dari keempat partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan Badan gemuk menjadi kurus. Hal tersebut salah satu
bentuk dari tanda gejala penyakit DM . Dari hasil observasi realitas,
keluarga partisipan menunjukkan dokumentasi berupa foto baik yang
dipajang di didinding rumah maupun berupa album foto dan
interviewer mengetahui riwayat kesehatan penderita dengan
mengobservasi keseharian karena jarak rumah yang berdekatan
dengan beberapa penderita.
2) Luka lama sembuhnya
Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci luka lama
sembuhnya. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai
berikut:
“....ada lecet di lutut ma dekat jempol kukunya lepas mbak...lha pas
itu kok ketahuan lukanya ga sembuh2....” (P.1)
48
“....Babak mantune dangu sanget (luka lama sekali sembuhnya....”
(P.2)
“....Pernah kena paku di kaki lukanya lama sembuh mbak....”(P3)
“....Lha pas keberet niko mboten cepet mari malah dangu nanahen
niko....” (waktu keberet dulu tidak cepat sembuh, sembuhnya malah
lama jadi nanahan) (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan kena luka tidak sembuh-sembuh. Hal tersebut merupakan
tanda gejala penyakit DM. Dari hasil pengamatan realitas, beberapa
penderita saat menunjukkan anggota badannya tidak tampak luka
ulcus basah maupun sayatan luka, akan tetapi tampak bekas luka
yang terlihat sepeti luka bekas operasi debridemen dan warna kulit
yang menghitam bekas luka lama yang mengering beberapa
diantaranya ada keloid yang cukup membesar di sekitar tulang ekor
penderita karena pernah lama mondok dengan gula darah tinggi.
3) Sering kencing
Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci sering kencing.
Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“.... sering gampang niku(itu) mbak pipis....”(P.1)
“.... kok sering kencing setiap malam....” (P.2)
“ ....pipisnya sering banget pas malam....” (P.3)
“....wira wiri ten(ke) kamar mandi pipis terus mbak....” (P.4)
Hasil wawancara keempat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan mengatakan penderita sering merasa mudah kencing. Hal
tersebut merupakan tanda gejala dari DM yang sangat khas. Dari hasil
49
observasi realitas, beberapa penderita menyiapakan diapers dan pispot
dewasa supaya penderita tidak mengompol.
4) Mudah haus
Kategori tanda gejala DM muncul kata kunci mudah haus.
Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“....gampang haus....”(P.1)
“....mudah ngelak’an (haus) mbak....” (P.2)
“....minum bolak-balik mudah haus...” (P.4)
Analisis dari keempat partisipan, tiga partisipan menghasilkan
bahwa partisipan menyatakan mudah haus. Hal tersebut merupakan
tanda dan gejala khas penyakit DM. Dari hasil observasi realitas
anggota keluarga menyediakan minum dikamar penderita, dan
sebagian partisipan membuatkan minuman khusus bagi penderita
supaya penderita tidak bolak-balik ke dapur belakang karena lantai
yang licin.
c. Riwayat keturunan DM
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema riwayat
keturunan penyakit DM yaitu: 1) ibu dari penderita, 2) Ayah dan ibu
penderita, 3) Nenek. Seperti pernyataan partisipan berikut:
50
1) Ibu dari penderita
Kategori riwayat keturunan DM muncul kata kunci ibu dari
penderita. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai
berikut:
“...ibuknya bapak itu mbak...”(P.1)
“...sepertinya dari ibuknya bapak mbak...” (P.2)
Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan keturunan gula adalah ibu dari penderita. Hal tersebut
merupakan salah satu bentuk dari khas dari riwayat keturunan
penyakit DM dari observasi realitas, di keluarga partisipan ada yang
membenarkan bahwa keluarganya ada yang terkena DM karena ada
riwayat sebelumnya dari anggota keluarga sebelumnya.
2) Ayah dan ibu dari penderita
Kategori riwayat keturunan DM muncul kata kunci Ayah dan
ibu dari penderita. Hal ini ditemukan pada ungkapan partisipan
sebagai berikut:
“...ayah dan ibu orang tua sibu dulu kayaknya ada mbak..”(P.3)
“...bapakipun bapak kaleh sibu niko lak sami gendis..(bapak sama
ibu sama-sama gula)”(P.4)
Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan keturunan gula kedua orang tua dari penderita . Hal
tersebut diungkapkan partisipan karena dengan mengetahui riwayat
sebelumnya keluarga ikut serta dalam upaya pencegahan ke anggota
keluarga sekarang maupun selanjutnya.
51
3) Nenek dari penderita
Kategori riwayat keturunan DM muncul kata kunci nenek. Hal
ini ditemukan pada ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...niku ten keluargane bapak saking buyut ke uti...(di keluarganya
bapak ada dari nenek ke ibunya bapak mbak)”(P.4)
Analisa dari satu partisipan menghasilkan bahwa riwayat
keturunan DM adalah nenek dari penderita. Hal tersebut
disampaikan partispan dan beberapa anggota keluarga partisipan
juga membenarkan dan menceritakan bahwasannya dulu karena
rumah nenek dari penderi jauh dari pelayanan kesehatan dan hanya
bisa berobat di dukun, sehingga pelayanan dan pengetahuannya
sangat minim mengenai penyakit.
Komponen Persepsi Partisipan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3 Bagan Tema Pertama
Kadar gula darah
> 200 mg/dl
Badan gemuk
menjadi kurus
Luka Lama
Sembuh
Sering kencing
Mudah Haus
Definisi
Tanda
Gejala
Riwayat
Ibu
Penderita
Persepsi Pengetahuan
Bapak
Ibu
Penderita
Nenek
52
4.3.2 Empat Pilar DM
a. Upaya keluarga dalam mengatur pola diet
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
upaya keluarga dalam mengatur pola diet yaitu: 1) Menggunakan
gula khusus diabet, 2) Menerapkan 3J (jumlah, jam, jenis makanan
yang diberikan), 3) Mengurangi konsumsi gula dan lemak seperti
pernyataan partisipan sebagai berikut:
1) Menggunakan gula khusus diabet
Kategori upaya mengatur pola diet muncul kata kunci
menggunakan gula khusus diabet. Hal ini ditemukan dalam
ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...menggunakan gula khusus diabet...” (P.1)
“...tidak memakai gula biasa, memakai gula khusus diabet...”
(P.2)
“...memakai gula jagung mbak...” (gula khusus diabet) (P.3)
“...memakai gula jagung...”(gula khusus diabet)(P.4)
Analisa dari keempat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menggunakan gula khusus diabet. Pernyataan
partisipan tersebut merupakan hal yang digunakan untuk
mencegah terjadinya kenaikan gula darah secara cepat.
2) Menerapkan 3J
Kategori upaya mengatur pola diet muncul kata kunci
menerapkan 3J. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan
sebagai berikut:
“...3J kalau diterapin ke bapak masih sulit mbak...” (P.1)
“...kalau diet sendirit untuk 3J susah diterapin mbak....” (P.2)
53
“...kalau diet 3J susah diterapin mbak...” (P.3)
“...Ya masih sulit diterapin mbak...” (P.4)
Analisa dari keempat partisipan menghasilkan bahwa
menerapkan program 3J partisipan masih mengalami kesulitan,
hal tersebut dikarenakan sebagian keluarga masih beranggapan
bahwa bila ada anggota keluarga yang sakit haruslah makan
yang banyak dan enak, karena takut kondisinya menjadi lemas,
kesulitan dalam menerapkan 3J juga dikarenakan ketidak
pahaman keluarga mengenai hal yang telah diberikan melalui
penyuluhan merasa enggan dan takut akan salah dalam
menyiapkan hidangan, terutama bila melihat berat badan
penderita yang cenderung berkurang, sehingga membuat berat
psikis partisipan dalam menyiapkan diet penderita sehingga
keluarga mempunyai keharusan untuk menyiapkannya.
3) Mengurangi gula dan lemak
Kategori upaya keluarga dalam penerapan mengatur pola
diet muncul kata kunci mengurangi gula dan lemak. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...cuma ngurangin gula sama lemak-lemakan gitu...” (P.2)
“...ngurangin manis2 sama lemak...” (P.3)
“...konsumsi gula sama lemak dibatasi...”(P.4)
Analisis dari ketiga partisipan menyatakan mengurangi
gula dan lemak. Hal ini adalah cara supaya kadar gula darah
tidak menjadi tinggi, dan penderita DM bisa mengontrol kondisi
tubuhnya supaya tetap stabil.
54
b. Keluarga mendapat informasi
Hasil wawancara dengan kempat partisipan didapatkan sub
tema dari keluarga mendapat informasi yaitu: 1) Posyandu Lansia,
2) Puskesmas, 3) Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia) seperti
pernyataan partisipan sebagai berikut:
1) Posyandu Lansia
Kategori keluarga mendapat informasi muncul kata kunci
Posyandu Lansia. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan
sebagai berikut:
“paling sering pas ada penyuluhan di lansia mbak, niko ada
kegiatan kaya senam kaki DM... ”(P.1)
“di lansia mbak mengenai DM, dietnya, komplikasi sama
perawatan kaki DM...”(P.2)
“...di lansia juga hampir sama perawatan kaki DM..”(P.3)
“...di lansia kaya perawatan kaki DM, pentingnya menjaga gula
darah...”(P.4)
Analisis dari keempat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan informasi didapatkan dari Posyandu
lansia. Hal ini memperlihatkan bahwa keluarga tersebut sangat
berpartisipasi kegiatan lansia, karena informasi kesehatan bisa
didapat juga partisipan mengetahui bagaimana merawat
penderita DM.
2) Puskesmas
Kategori keluarga mendapat informasi muncul kata kunci
Puskesmas. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan
sebagai berikut:
55
“...di puskesmas biasanya pakai kertas isinya tentang DM”
...(P.1)
“...di puskesmas penyuluhan program kesehatan kaya senam
osteo,senam kaki diabet...” (P.2)
“...di puskesmas ada dokter diberi penyuluhan tentang penyakit
DM, tanda gejala, dietnya apa ja,harus sering olahraga...”
(P.3) “...dari posyandu biasanya mendatangkan dari puskesmas
mbak misalnya mengenai senam diabet, diit kagem penderita
DM...” (P.4)
Analisis dari keempat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan Informasi didapat dari puskesmas. Hal
ini dikarenakan puskesmas adalah pusat kesehatan rujukan
pertama dan lansia adalah binaan puskesmas sehingga
masyarakat mudah menjangkaunya.
3) Persadia (Persatuan Diabetes Indonesia)
Kategori keluarga mendapat informasi muncul kata
kunci Persadia. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan
sebagai berikut:
“...persadia motivasi menjaga gula darah...” (P.1)
“...persadia motivasi menjaga gula darah...”(P.4)
Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan Persadia. Hal ini adalah salah satu
organisasi masyarakat yang bergerak dengan adanya penderita
penyakit DM, dimana para penderita bisa mendapat informasi
banyak dalam kegiatan perkumpulan tersebut seperti halnya
informasi mengenai motivasi menjaga gula darah, kelompok
mengingatkan akan adanya penyuluhan dan cara mengkonsumsi
makanan yang rendah gula dan kalori.
56
c. Alternatif Pengobatan
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
alternatif pengobatan yaitu: 1) Daun insulin, 2) Bekam, 3) Madu.
Seperti pernyataan partisipan sebagai berikut:
1) Daun Insulin
Kategori alternatif pengobatan muncul kata kunci daun
insulin. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai
berikut:
“...suka minum daun insulin yang direbus” (P.1)
“...rebusan daun insulin...” (P.2)
“...rebusan daun insulin sebagai selingan mbak...” (P.3)
Analisis dari ketiga partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan bahwa minum rebusan daun insulin. Hal
tersebut merupakan cara pengobatan secara herbal selain
pengobatan menggunakan resep dokter. Dari hasil observasi
realitas interviewer menyaksikan sediaan rebusan daun insulin
yang disiapkan untuk diminum penderita.
2) Bekam
Kategori alternatif pengobatan muncul kata kunci
Bekam. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai
berikut:
“...sama suka bekam”(P.1)
“...kadang ya sama bekam itu”(P.2)
Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan bekam. Hal ini adalah alternatif apabila
57
dengan pengobatan dokter keluhan kecapean penderita belum
berkurang menggunakan alternatif dibekam pada bagian yang
nyeri atau sakit. Dari hasil observasi penderita melakukan
bekam supaya nyeri atau capeknya mereda dengan
ditemukannya bekas merah pada bagian tubuh partisipan yang
3) Madu
Kategori alternatif pengobatan muncul kata kunci madu
pahit. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai
berikut:
“...sama madu hitam khusus diabet” (P.2)
“...itu mbak madu pahit” (p.4)
Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan madu. Hal ini adalah upaya partisipan
untuk menjaga kesehatan penderita. Dari hasil observasi realitas
partisipan menyediakan madu tersebut sebagai selingan obat
yang berasal dari resep dokter.
d. Aktifitas fisik yang dilakukan
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
aktifitas fisik yang dilakukan yaitu: 1) jalan-jalan, 2) sepeda santai,
3) Badminton. Seperti pernyataan partisipan berikut:
58
1) Jalan-jalan
Kategori aktifitas fisik yang dilakukan didapatkan sub
tema jalan-jalan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan
sebagai berikut:
“...setiap pagi jalan-jalan sekitar jalan aspal di kampung...”
(P.1)
“...setiap pagi jalan-jalan ajak cucu keliling jalan aspal...”(P.2)
“...olahraga jalan kaki muterin jalan aspal di desa...” (P.3)
“ ...alan-jalan setiap pagi muterin komplek...”(P.4)
Analisis dari keempat partisipan menghasilkan
bahwa partisipan menyatakan jalan-jalan . Hal ini adalah jenis
olahraga ringan yang dapat dilakukan penderita DM supaya
asupan gizi yang dikonsumsi tidak menumpuk menjadi gula
darah dan mampu menjaga kestabilan gula darah penderita.
2) Sepeda santai
Kategori aktifitas fisik yang dilakukan didapatkan sub
tema sepeda santai. Hal ini ditemukan dalam ungkapan
partisipan sebagai berikut:
“...hari jumat sama minggu sepeda santai sama teman
komunitas sepeda santai itu mbak...”(P.1)
“...sepeda santai setiap hari minggu...”(P.2)
“...setiap minggu sepeda santai komunitas sepeda kebo” (P.3)
Analisis dari tiga partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan sepeda santai. Hal ini adalah aktifitas
fisik yang ringan untuk menjaga gula darah stabil.
59
3) badminton
Kategori aktifitas fisik yang dilakukan didapatkan
subtema Badminton. Hal ini ditemukan dalam ungkapan
partisipan sebagai berikut:
“...Selasa sore Badminton mbak...(P.2)
“...Badminton kaleh tiyange ten PKP saben jumat pagi
mbak..(P.4)
Analisis dari keempat partisipan didapat dua partisipan
sub tema badminton. Hal ini merupakan salah satu aktifitas
olahraga yang cukup menggunakan energi, namun saat
diwawancarai kedua partisipan, keluarganya tidak terlalu
bermain sampai seperti pertandingan, jadi kalau sudah lelah
penderita berhenti, karena peserta olahraga tersebut juga para
lansia yang hanya menyalurkan hobinya.
e. Pengobatan yang selama ini ditempuh
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
pengobatan yang selama ini ditempuh yaitu: 1. Rutin kontrol
posyandu lansia seperti pernyataan partisipan berikut:
1) Rutin kontrol di Puskesmas
Kategori pengobatan yang selama ini ditempuh muncul
kata kunci pengobatan rutin kontrol ke posyandu lansia. hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
60
“ kalau rutinnya di posyandu lansia...”(P.1)
“kalau selama ini bapak rutin ikut kegiatan lansia sama kontrol
disana...“(P.2)
“...sama posyandu lansia mbak...” (P.3)
“...kalau bapak cek gula rutin sama berobat mbak ke posyandu
lansia...”(P.4)
Analisa dari keempat partisipan menyatakan bahwa
partisipan menyatakan rutin kontrol ke posyandu lansia. Hal ini
adalah sarana kesehatan yang mudah dijangkau penderita dalam
mengontrolkan sakitnya, karena posyandu lansia di desa
pucangan terdapat bidan dan mantri dari puskesmas yang
praktek dsana, sehingga bila membuka layanan pengobatan
beberapa orang yang memiliki keluhan bisa berobat kesana.
2) Rutin Kontrol ke Posyandu Lansia
Kategori pengobatan yang selama ini ditempuh muncul kata
kunci pengobatan rutin kontrol ke Puskesmas. hal ini ditemukan
dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
...”mbak kalau tidak ada obatnya nanti disuruh ke
puskesmas”(P.1)
...”kalau berobat tidak ada lansia ya ke puskesmas mbak”(P.2)
...” ibuk rutin ke puskesmas”(P.3)
...”nanti dirujuk ke puskesmas dulu nant di follow up...”(P.4)
Analisa dari keempat partisipan menyatakan bahwa
partisipan menyatakan rutin kontrol ke Puskesmas, hal ini
dikarenakan pelayanan dan jarak ke fasilitas kesehatan milik
pemerintah tingkat pratama adalah puskesmas.
61
Komponen Empat Pilar dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 4 Bagan Tema Kedua
4.3.3 Dukungan Nyata Keluarga
a. Upaya keluarga mengontrolkan kesehatan penderita, bila enggan
berobat
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan empat sub tema
bahwa upaya keluarga mengontrolkan kesehatan penderita, bila enggan
Menerapkan 3 J
Persadia
Mengurangi
Gula dan Lemak
Manajemen
Terapi DM
Daun Insulin
Posyandu Lansia
Badminton
Puskesmas
Bekam
Jalan
Sepeda santai
Diet
Penyuluhan
Aktifitas
Jasmani
Alternatif
Pengobatan
Madu Pengobatan
Rutin ke
Puskesmas
s
Rutin Kontrol
Ke Posyandu
Menggunakan Gula
Khusus Diabet
Empat Pilar
62
berobat yaitu : 1) Memberi Pengetian dan 2) Memotivasi. Seperti
pernyataan partisipan berikut:
1) Memberi Pengertian
Kategori upaya keluarga mengontrolkan kesehatan
penderita muncul kata kunci 1) Memberi pengertian. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“... ya diberi pengertian kalau hidup sehat bisa panjang
umurnya...” (P.1)
“ya dari keluarga memberi pengertian,...“(P.2)
“...Pasti ibu merasa diperhatikn...”(P.3)
“ya diberi pengertian mbak, disemangati supaya bisa menjaga
kesehatannya...” (P.4)
Analisis dari partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan Memberi pengertian . Partisipan menyatakan diberi
Memberi Pengertian. Partisipan menyatakan hal tersebut supaya
penderita melunak hatinya dan mau memeriksaan kondisi
kesehatannya.
2) Memotivasi
Kategori upaya keluarga mengontrolkan kesehatan penderita
muncul kata kunci Memotivasi
“...di motivasi...”(P.1)
“...di motivasi mbak...” (P.2)
“...”ya memberi semangat mbak, di kasih tau supaya kesehatan ibu
terjaga...” (P.3)
“..ya diberi semangat supaya bisa menjaga kesehatan...”(P.4)
Analisa dari keempat partisipan menyatakan Memotivasi.
Dalam Hal ini motivasi keluarga dianggap merupakan paling
utama, karena dengan begitu partisipan sebagai orang yang masih
63
dibutuhkan sehingga penderita merasa bahwa kesembuhan dan
keberadaannya dirindukan lingkungan ataupun orang-orang yang
dekat dengannya.
b. Upaya keluarga supaya penderita mau mengontrolkan penyakitnya.
Hasil wawancara empat partisipan didapat sub tema dari
upaya keluarga supaya penderita mau mengontrolkan penyakitnya
yaitu: 1) Mengingatkan dan 2) Memperhatian. Seperti pernyataan
partisipan berikut ini
1) Mengingatkan
Kategori upaya keluarga supaya penderita mau mengontrolkan
penyakitnya muncul kata kunci 1) Mengingat Seperti
pernyataan partisipan sebagai berikut:
“...diwelengke (diingatkan) sehat niku bentuk nikmat, (P.1)
“...diingatkan kalau sehat itu bentuk nikmat dari Alloh biar bisa
aktifitas” (P.2)
“Saling mengingatkan waktu kontrol, diberi semangat mbak
kalau bisa keluarga ikut...P.3)
“...anggota keluarga harus saling mengingatkan mbak, ...”
(P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan Mengingatkan. Partisipan menyatakan
hal tersebut karena terkadang penderita DM tidak merasakan
keluhannya dan tidak mengetahui bila terkadang kadar gula
darah naek ataupun tiba-tiba turun karena tidak minum obat
64
maupun kontrol sehingga dalam hal ini perhatian keluarga
sangat penting.
1) Memperhatikan
Kategori upaya keluarga supaya penderita mengontrolkan
penyakitnya muncul kata kunci 1) Memperhatikan Seperti
pernyataan partisipan sebagai berikut:
... kan perhatian keluarga itu yang paling penting untuk
kesehatan bapak”(P.1)
...supaya perhatian ke bapak lebih maksimal”(P2)
... menemani..pasti ibu merasa diperhatikan dan mau kontrol”
(P.3)
... dengan begitu bapak kan lebih merasa diperhatikan”(P.4)
Analisis dari partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan memperhatikan. Hal ini dikarenakan perhatian dari
keluarga sangat penting bagi penderita DM dengan merasa
diperhatikan maka penderita merasa percaya diri.
c. Bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
bentuk dukungan nyata yang diberikan yaitu: 1) Transportasi dari
keluarga, 2) 3J tidak terlalu ditekankan, 3) Mengurangi gula dan
lemak, 4) Semua kebutuhan tanggung jawab keluarga. Seperti
pernyataan sebagai berikut:
65
1) Transportasi dari keluarga
Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan
muncul kata kunci transportasi dari keluarga. Hal ini ditemukan
dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“untuk transport sendiri dari putra-putrine bapak sedoyo siap
bantu mbak, mangkeh siap sedoyo ngebantu...” (P.1)
“.transport kami keluarga sendiri mbak...” (P.2)
“...transportasi kami sekeluarga siap sedia mbak...” (P.3)
”kalau transportasi kami sekeluarga sudah siapkan mbak...”
(P.4)
Analisa dari empat partisipan menghasilkan bahwa
sumber transportasi dari bentuk dukungan nyata keluarga
dari keluarga sendiri. Hal ini dikarenakan bila penderita
memerluakan tindakan cepat berkaitan dengan sakitnya maka
keluarga tidak kesulitan menuju pelayanan kesehatan yang bisa
dituju. Dari hasil observasi partisipan dan keluarga sudah
menyiapakn kendaraan yang digunakan khusus untuk mengantar
penderita.
2) Menjalankan 3J (Jenis diit, Jumlah Porsi dan Jam Pemberian)
Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan
muncul kata kunci 3J belum sepenuhnya jalan. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...diitnya ga terlalu saya tekankan mbak 3J soalnya kadang
bapak niku cepet bosenan...” (P.1)
“...kalau untuk program 3J niko yang pernah disampaikan bu
kader, jalan walau kadang mungkin masih ga sepenuhnya
mbak...” (P.2)
“...3J hampir diterapkan tapi masih belum sempurna
mbak...”(P.3)
66
“...meniko kalau 3J belum maksimal mbak kalau DM gampil
laper terus...” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan 3J belum sepenuhnya jalan. Partisipan
menyatakan tersebut karena beberapa keluarga jawa memiliki
rasa ketidaktegaan bila ada anggota keluarganya menyantap
menu yang tak sama dengan anggota keluarga yang lain dan
mengira membedakan dan dua partisipan mengatakan bila
terlalu ditekankan penderita mudah bosan dan stress.
3) Mengurangi gula dan lemak
Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan
muncul mengurangi gula dan lemak. Hal ini ditemukan dalam
ungkapan partisipan sebagai berikut:
“... intinya mengurangi manis sama kolestrol” (P.1)
“...yang penting ga manis mbak prinsipnya itu sama ga banyak
minyak- minyak itu mbak geh ngoten...” (P.2)
“... intinya sudah ngurangin yang manis-manis sama ngurangin
lemak-lemak apalagi karbo...” (P.3)
“utamakan penting bapak mboten katah konsumsi gula, garam,
lemak-lemak geh pun dikurangi mbak” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan mengurangi gula dan lemak, partisipan
menyatakan hal tersebut dikarenakan dengan mengurangi itu,
gula darah penderita tetap stabil dan mengurangi resiko
kenaikan yang drastis.
67
4) Kebutuhan tanggung jawab keluarga
Kategori bentuk dukungan nyata keluarga yang diberikan
muncul semua kebutuhan menjadi tanggung jawab keluarga. Hal
ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“segala kebutuhan bapak sampun jadi tanggung jawab
keluarga, pokoknya keluarga siap sedia mbak”.(P.2)
“kebutuhan ibuk yang sering menyiapkan saya mbak, kalau
semisal ibuk kesulitan kami sekeluarga siap membantu
mbak”(P.3)
Analisis dari dua partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan kebutuhan menjadi tanggung jawab
keluarga. Hal ini dikarenakan dukungan keluarga sangat penting
untuk membantu proses kesembuhan anggota keluarganya yang
lain dengan segala kebutuhan ditanggung keluarga sendiri
beban fikiran mengenai pengobatan maupun kebutuhan keluarga
menjadi ringan.
d. Sumber biaya yang didapat untuk perawatan kesehatan
hasil wawancara empat partisipan didapat sub tema sumber
biaya yang didapat untuk perawatan kesehatan yaitu: 1. Ikut
asuransi kesehatan.seperti pernyataan sebagai berikut:
1) Ikut asuransi kesehatan
Kategori sumberbiaya yang didapat untuk perawatan
kesehatan muncul kata kunci ikut asuransi kesehatan. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
68
“Bapak nderek BPJS mbak. sama diikutkan asuransi
kesehatan...” (P.1)
“...bapak diikutkan Jamkesmas yang BPJS mbak...”(P.2)
“...ibuk punya kartu ASKES mbak” (P.3)
“...sumber biaya bapak ada asuransi kesehatan pribadi
mbak...” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan ikut asuransi kesehatan, partisipan
menyatakan hal tersebut karena dengan asuransi kesehatan
masalah biaya kesehatan tidak terlalu mahal dan meringankan
beban berobat. Dari hasil observasi realitas partisipan
menunjukkan beberapa klaim dari asuransi kesehatan dan kartu
keanggotaan.
e. Keterlibatan keluarga dalam mengontrolkan penyakit penderita.
Hasil wawancara empat partisipan didapat sub tema dari
keterlibatan keluarga dalam mengontrolkan penyakit penderita yaitu:
Yang dekat dengan penderita. Seperti pernyataan partisipan berikut:
1) Keluarga Dekat
Kategori keterlibatan keluarga dalam mengontrolkan
penyakit penderita didapatkan sub tema yang tinggal bersama
dengan penderita. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan
sebagai berikut:
“...ya saya mbak yang diberi tanggung jawab karena saya ikut
bapak...” (P.1)
“...saya sama ibu sering mendampingi, karena saya rumahnya
berdempetan sama rumah orang tua saya mbak...”(P.2)
“... karena saya yang serumah“ (P.3)
69
“...biasanya kalau kontrol saya mbak yang nemenin kan saya
yang serumah sama bapak...” (P.4)
Analisa dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan yang dekat dengan penderita. Partisipan
menyatakan hal tersebut karena orang yang paling dekat
jangkauan maupun tinggal dengan penderita paling mengerti apa
yang diperlukan dan tau perkembangan kesehatan penderita.
Komponen Dukungan Nyata dapat diihat pada gambar berikut:
Gambar 5 Bagan Tema Ketiga
Memberi pengertian
Memberi Motivasi
Mengingatkan
Membatasi Gula
Dan Lemak
3J tidak terlalu
ditekankann
Memperhatikan
Sumber Biaya
Transportasi Sendiri
Semua Kebutuhan
Menjadi
Tanggung Jawab
keluarga
Asuransi kesehatan
Keluarga Dekat Keterlibatan
Keluarga
Bentuk
Dukungan
Mencapai
Kesehatan
Mengontrolkan
Bila Enggan
Upaya
Keluarga
Dukungan
Nyata
70
4.3.4 Dukungan Pengharapan
a. Faktor penyulit dalam memberi dukungan
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
faktor penyulit dalam memberi dukungan yaitu: 1) Cepat putus asa, 2)
Keras kepala. Seperti pernyataan partisipan berikut:
1) Cepat putus asa
Kategori faktor penyulit dalam memberi dukungan muncul
kata kunci cepat putus asa. Hal ini ditemukan dalam ungkapan
partisipan sebagai berikut:
“...minum obat, gulanya ga turun2, trus bapak cepet marah
mbak kalo pas kondisi tertentu, mgkn putus asa ntah
pripun(gimana) ya mbak...” (P.1)
“...minum obat bosenn, kalau kondisi kecapean atau gulanya ga
turun maunya diem ajah mbak nyerah berobat...”(P.2)
“...selalu mengatakan aku sehat, jadi kadang sok g diminum
obatnya mbak, trus sok bilang mik obat sama suntik yo ra
mudun mudun gulane nyerah sama obatnya...”(P.3)
“kadang tidak merasakan keluhannya ...sudah disiapkan
obatnya ga diminum, katanya juga ga akan turun
gulanya...”(P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan cepat putus asa. Hal ini adalah dampak dari faktor
sakit yang diderita sudah lama yang terkadang membuat
penderita menjadi cepat putus asa menghadapi penyakitnya yang
tak kunjung berkurang keluhannnya.
71
2) Keras kepala
Kategori faktor penyulit dalam memberi dukungan muncul
kata kunci Ngeyel (keras kepala). Hal ini ditemukan dalam
ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...ngeyele niku mbak sek angel...” (P.1)
“Ya itu mbak ngeyel...” (P.2)
“...jadi malah kayak debat mbak ngeyele dulu istilahnya...”(P.3)
“...mangkeh yen diparingi pangertian ngueeyellle niku lho, jadi
kadang serba bingung” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan ngeyel (keras kepala). Hal ini adalah
sering muncul pada penderita diabet apabila sudah mengalami
putus asa dalam pengobatan penderita terkadang tidak mau
menggambarkan keluhannnya karena penderita terkadang merasa
keluhannya tidak akan berkurang dan cepat sembuh dari sakitnya
atau diakibatkan bahwa nantinya akan membuat beban fikiran.
b. Motivasi dalam memberikan dukungan ke penderita
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
motivasi dalam memberikan dukungan ke penderita yaitu: 1)
Motivasi spiritual, 2) Memahami kemauan penderita. Seperti
pernyataan partisipan berikut:
1) Motivasi Spiritual
Kategori motivasi dalam memberikan dukungan ke penderita
muncul kata kunci motivasi spiritual. Hal ini ditemukan
dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
72
“...lebih mendekatkan diri ke gusti Alloh, minta diberi
kesehatan...” (P.1)
“....ya sama agamanya yang utama mbak mbak , yang
memberi kesehatan Alloh kan mbak...” (P.2)
“yang utama spiritualnya dikuatkan...”(P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan bahwa motivasi spiritual sangat
penting. Hal tersebut merupakan salah satu pendukung agar
manusia mendapat pemikiran yang positif mengenai
kehidupan yang dialaminya saat ini, dengan lebih berpasrah
diri diharapkan mampu membuat ketenangan batin penderita
mengurangi beban fikiran mengenai sakitnya.
2) Memahami Penderita
Kategori motivasi dalam memberikan dukungan ke
penderita muncul kata kunci memahami kemauan. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“ ya ditanya apa yang jadi kemauannya, didengar gimana ya
gitu mbak...” (P.1)
“...motivasi itu disesuaikan sama yang jadi kemauanya bapak
gimana mbak...”(P2)
“...ya kita mengetahui kemauannya ibu dulu apa
mbak...”(P.3)
“...didengerin apa yang dimauin, biar bisa nentuin kedepan
gimana...”(P.4)
Analisa dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan memahami kemauan. Dalam hal ini
penderita terkadang mempunyai suatu keinginan yang
menyebabkan beban fikiran, sehingga psikis penderita
semakin turun dan menghambat penyembuhan.
73
c. Dampak adanya dukungan
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
dampak adanya dukungan keluarga didapatkan sub tema yaitu: 1.
Semangat untuk sehat. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan
sebagai berikut:
1) Semangat untuk sehat
Kategori dampak adanya dukungan didapat muncul kata
kunci semangat untuk sehat. Hal ini ditemukan dalam ungkapan
partisipan sebagai berikut:
“...dados semangat sembuh” (P.1)
“...bapaknya lebih semangat buat sehat no mbak...”(P.2)
“...sibu jadi semangat dalam menjga kesehatan mbak...”(P.3)
“...mangkeh dadi semangat sehat geh mbak...” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan dampak adanya dukungan. Hal tersebut
merupakan dampak pada penderita yang merasakan adanya
perhatian dan keikutsertaan keluarga dalam merawat maupun
menemani dan mendukung upaya kesembuhan bagi kesehatannya
agar lebih membaik.
d. Yang diharapkan adanya dukungan keluarga
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema
dari yang diharapkan adanya dukungan keluarga yaitu: 1)
Diperhatikan, 2) Tidak ingin menjadi beban. Seperti pernyataan
partisipan berikut:
74
1) Diperhatikan
Kategori yang diharapkan adanya dukungan keluarga
muncul kata kunci diperhatikan. Hal ini ditemukan dalam
ungkapan partisipan berikut:
“...ingin ditemani mbak, intinya jangan ditinggal
sendiri...”(P.1)
“intinya perhatian dari keluarga ke bapak jangan sampai
tidak...”(P.2)
“...perhatian saking anak2 sama cucu jangan sampe ndak biar
lebih erat dengan begitu beliau kan merasa disayang...”(P.4)
Analisis dari tiga partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan diperhatikan. Hal ini merupakan faktor
yang dapat meningkatkan kepercayaan diri penderita, karena
merasa hidupnya sangat berguna bagi keluarganya, bahwa
kehadirannya sangat dibutuhkan keluarganya dengan adanya
perhatian dari keluarga penderitapun semangat akan menjaga
status kesehatannya.
2) Tidak ingin menjadi beban
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema
tidak ingin menjadi beban. Hal ini ditemukan dalam ungkapan
partisipan sebagai berikut:
“...harapannya pokoknya pengen sehat biar g jadi beban
keluarga” (P.1)
“...yang penting bapak itu ga mau sakitnya bikin beban ke
anak2 sama saya”(P.2)
“...ibuk ga pengen sakitnya bikin kepikiran ndak marai
susah(buat susah) katanya mbak “(P.3)
“...bapak juga ga mau sakitnya jadi beban pikiran anak-anak
maupun keluarga besarnya, pengen awak e bakoh
ngoten(badannya kuat seperti itu) mbak”(P.4)
75
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan tidak ingin menjadi beban. Partisipan
menyatakan hal tersebut karena penderita pada umumnya ingin
dianggap bahwa tubuhnya tidak sakit dan sehat, dan penderita
ingin membahagiakan keluarganya, penderita ingin hidupnya
berarti bagi keluarga dan orang-orang disekitarnya.
e. Yang meningkatkan optimisme sembuh
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
yang meningkatkan optimisme sembuh yaitu: 1. Perhatian dari
keluarga akan. Seperti pernyataan partisipan berikut:
1) Perhatian dari keluarga
Kategori yang meningkatkan optimisme sembuh muncul
kata kunci perhatian dari keluarga. Hal ini ditemukan dalam
ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...pilihan pengobatan yang tepat sama perhatian dari anggota
keluarga...” (P.1)
“...yang utama mestinya dari perhatian orang terdekat mbak”
...(P.2)
“...kita antar keluaga sama anak--anak harus saling
memperhatikan apa yang jadi kebutuhan kesehatan ibuk...”
(P.3)
“ya perhatian dari keluarga tentang keluhan bapak, setiap
kontrol selalu menunjukkan yang baik mengenai kesehatan
bapak...”(P.4)
Analisis dari empat partisipan menhasilkan bahwa
partisipan menyatakan perhatian dari keluarga . Partisipan
menyatakan hal tersebut karena dengan adanya perhatian,
penderita merasa dirinyasangat dibutuhkan kehadirannya serta
76
perannya dalam keluarga. Dengan merasa diperhatikan penderita
merasa hidupnya akan berharga dan penderita akan berusaha
menjaga kesehatannya.
Komponen Dukungan Pengharapan dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 6 Bagan Tema Keempat
Cepat Putus
Asa Keras
Berdasar Kemauan
Penderita
Memahami
Penderita
Motivasi Spiritual
Faktor
Penyulit
Tidak Ingin
Menjadi Beban
Keluarga
Mendapat
Perhatian
Semangat Sehat Dampak
Dukungan
Pengharapan
Perhatian dari
Keluarga
Pengharapan
Motivasi
Yang
Meningkatkan
Optimisme
Respon
Psikologis
Penderita
77
4.3.5 Dukungan Informasi
a. Bentuk informasi yang diberikan dan keluarga mendapatkannya
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
bentuk informasi dan dari mana keluarga mendapatkan yaitu :
1) Penyuluhan dari pelayanan kesehatan, 2) Browsing internet.
Seperti pernyataan sebagai berikut:
1) Penyuluhan dari pelayanan kesehatan
Kategori bentuk informasi yang diberikan dan keluarga
mendapatkannya muncul kata kunci penyuluhan dari pelayanan
kesehatan. Hal ini ditemukan dalam ungkapan partisipan berikut:
“Ya biasanya kalo dari puskesmas ada kegiatan untuk lansia
banyak penyuluhannnya sama cek darah gratis mbak, kadang
dari kegiatan posyandu ada mbak diit gula pakai demostrasi
sama aplikasi...” (P.1)
“Dari Posyandu lansia sering diberikan penyuluhan dari
puskesmas mbak, biasanya ada program-program khusus bagi
penderita seper ti hipertensi, asam urat, kalau diabetes sendiri di
puskesmas ada senam kaki diabetes mbak...” (P.2)
“informasinya itu disampaikan langsung dari petugas
kesehatan baik saat di puskesmas ataupun di posyandu lansia
mbak...”(P.3)
“info geh biasanya di lansia ada penyuluhan mengenai cara
mengontrol gula darah, kalau tidak di puskesmas itu ada juga
mbak senam gt, atau penyuluhan tentang diit gula...” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan penyuluhan dari pelayanan kesehatan. Hal ini karena
puskesmas dan lansia adalah pusat pelayanan kesehatan yang
mudah dijangkau oleh masyarakat selain itu lansia apabila
melakukan kegiatan menyertakan petugas puskesmas untuk bekerja
78
sama dalam hal menyampaikan informasi kesehatan beserta dengan
kegiatannya.
2) Browsing internet
Kategori bentuk informasi yang diberikan dan keluarga
mendapatkannya muncul kata kunci browsing internet. Seperti
pernyataan sebagai berikut:
“...biasanya sama buka internet mbak infonya kan up to date”
(P.1)
“...browsing internet katah up to date infonya”(P.2)
“...info yang banyak di internet itu banyak mbak ulasan tanya
jawab dokter” (P.3)
“...browsing internet anak2 nanti yang menyampaikan mbak”
(P.4)
Analisis dari empat partisipan didapat bahwa partisipan
menyatakan browsing internet. Hal ini dikarenakan internet
adalah sarana informasi multimedia yang dapat di aplikasi semua
orang untuk mendapat informasi terkini, termasuk mengenai
informasi kesehatan, sehingga keluarga dapat mengakses
informasi mengenai kesehatan dengan menggunakan internet.
b. Upaya keluarga menyikapi bila penderita enggan berobat, merasa
tidak sembuh dari sakitnya.
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
upaya keluarga menyikapi bila penderita enggan berobat, merasa
tidak sembuh dari sakitnya yaitu: 1. Keluarga memberi nasehat
2.Orang yang dituangkan, seperti pernyataan partisipan berikut:
79
1) Keluarga memberi nasehat
Kategori upaya keluarga menyikapi bila penderita
enggan berobat, merasa tidak sembuh dari sakitnya. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...biasanya ibuk mbak yang terus ngasih nasehat sama
nyemangati bapak...” (P.1)
“kami memberi semangat sama lebih memberi pengertian
mbak...” (P.2)
“ya kita memberi masukan sama pengertian ke ibuk
mbak...” (P.3)
“...kalau dari keluarga biasanya ya memberi semangat sama
mengarahkan mbak...” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
keluarga memberi nasehat. Hal tersebut merupakan salah satu
hal yang terpenting karena keluargalah yang dekat dan
bertanggung jawab langsung mengenai kesehatan penderita
dan keluargalah yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan
anggota keluarganya sendiri.
2) Melibatkan Orang Yang Dihormati
Kategori upaya keluarga menyikapi bila penderita enggan
berobat, merasa tidak sembuh dari sakitnya. Hal ini ditemukan
dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...melibatkan keluarga besar, misal orang yang dituakan
bapak, atau orang yang dihormati bapak begitu untuk
menasehati...” (P.1)
“...minta bantuan kakak dari bapak mbak, soalnya bapak itu
saudaranya ya tinggal mbakyu itu mbak, bapak manut kalau
sudah diomongin mbakyu...”(P. 2)
“...minta tolong ke saudara yang dituakan mbak biasanya
nasehatnya bisa membantu mengurangi beban fikiran
bapak...”(P.3)
80
Analisis tiga partisipan menghasilkan bahwa partisipan
menyatakan bila enggan minta toling orang yang dituakan.
Yang dimaksud partisipan dalam hal ini adalah meminta
pertimbangan kepada saudar yang sangat dekat ke penderita,
dengan maksud dengan adanya nasehat atau masukan dari
orang yang paling dihormati maupun dituakan akan memberi
pengaruh penderita mau mengontrolkan kesehatannya dan
memberi pertimbangan supaya penderita mau memeriksakan
kesehatnnya.
c. Cara keluarga menyampaikan informasi ke penderita.
Hasil wawancara empat partisipan pada Bagaimana keluarga
menyampaikan informasi ke penderita muncul kata kunci: 1.
Memilih ketepatan informasi. Seperti pernyataan partisipan berikut:
1) Memilih ketepatan Informasi
Kategori keluarga menyampaikan informasi ke penderita
muncul kata kunci memilih ketepatan informasii.Hal ini
ditemukan dalam ungkapan
“..tapi ya sedikit memfilter mbak dalam menyampaikan
diminimalkan kata-kata yang membuat takut atau menyinggung
perasaan mengenai penyakit bapak...” (P.1)
“...kalau bisa itu ada kata2 yang membuat pikiran sedikit
disaring, pinter2 yang ngomong mbak...” (P.2)
“...didampingi saat penyampaiannya mbak kadang kita harus
menyaring dulu kata-kata yang bikin ibuk bikin ngedrop
mbak...” (P.3)
“...misalnya dalam menyampaikan ada istilah yang membuat
takut bapak ya kami saring mbak, harus ada pendampingan biar
ga salah persepsi mbak...” (P.4)
81
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan memilih ketepatan informasi, partisipan
menyatakan hal tersebut dikarenakan terkadang penderita
diabetes masih belum siap menerima informasi mengenai
kesehatan sehingga keluarga sebaiknya ikut menemani untuk
mendampingi setiap informasi yang didapat dan dapat
mengingatkan, maupun bertukar fikiran dari setiap informasi
yang didapat.
Komponen Dukungan Informasi dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 7 Bagan Tema Kelima
Dukungan Informasi
Cara Keluarga
Menyampaikan
Informasi ke
Penderita
Informasi Yang Tepat
Keluarga
Memberi Nasehat
Penyuluhan
dari Petugas
Kesehatan Melibatkan Orang
Yang dihormati
Penyampaian
Informasi ke
Penderita
Upaya Keluarga
Menyikapi Bila
Penderita Enggan
Berobat
Bentuk
Informasi Yang
diberikan
Memilih
Ketepatan
Informasi
Browsing
Internet
82
4.3.6 Dukungan Emosional
a. Yang dilakukan keluarga agar penderita tidak stress
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema yang
dilakukan keluarga agar penderita tidak stress yaitu: 1. Diarahkan ke
religi atau keagamaan. Seperti pernyataan partisipan berikut:
1) Diarahkan ke religi atau keagamaan
Kategoriyang dilakukan keluarga agar penderita tidak
stres muncul kata kunci diarahkan ke religi atau keagamaan. Hal
ini ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...lebih di arahkan ke agama saja mbak...” (P.1)
“...diarahkan lebih berpasrah diri sama Tuhan supaya,
diringankan dosanya, diangkat penyakitnya” (P.2)
“...lebih di arahkan khusyu sama ibadahnya mbak supaya
lebih positif pemikirannya mbak”(P.3)
“...diarahkan lebih mendekatkan diri pada Alloh mbak supaya
lebih kearah positif”(P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan mengarahkan penderita ke religi atau keagamaan. Hal
ini dikarenakan dengan aktifitas religi setiap pribadi penderita
dalam menerima segala hal yang berkaitan dengan
kehidupannya, dengan lebih mendekatkan diri ke agama
penderita lebih tenang dan menerima segala apa yang terjadi
dalam hidupnya, dan dengan memohon khusyu kepada sang
pencipta, partisipan berharap keluhan yang dialami keluarganya
diangkat atau diringankan.
83
b. Perubahan psikis pada penderita pada saat menderita
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan sub tema dari
perubahan psikis pada penderita dengan dan sebelum sakit yaitu:
1. Mudah Sensitif. Seperti pernyataan partisipan berikut:
1) Mudah Sensitif
Kategori perubahan psikis pada penderita dengan dan
sebelum sakit muncul kata kunci mudah emosi. Hal ini
ditemukan dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“sekarang bapak mudah emosi sama marah2 kalau kondisi
kecapean”(P.1)
“sedikit-sedikit cepat marah”(P.2)
“ya mungkin sedikit agak sensi ya mbak sama tiba2 diem ga
ngrespon “(P.3)
“...gampang mikir dalem mbak kalo pas gulanya kadang ga
turun2, sensitif perasaan mbak...” (P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan penderita mudah sensitif. Hal ini
dikarenkan pada penderita diabetes memiliki keinginan
melakukan aktifitas yang maksimal tapi dikarenakan kondisi
gula yang mudah naik turun menyebabkan kondisi
metabolisme penderita diabetes tidak seimbang, bila aktifitas
berlebihan akan menyebabkan hipoglikemi akan tetapi bila
jarang beraktifitas maka penderita merasa cepat lelah.
Perubahan itulah yang menyebabkan kondisi psikis penderita
mudah berubah dikarenakan keluhan kesehatan yang ia
rasakan.
84
c. Bentuk kesiapan keluarga apabila Penderita sulit mengendalikan
perasaan mengenai resiko penyakit
Hasil wawancara empat partisipan didapatkan subtema dari
kesiapan keluarga apabila penderita sulit mengendalikan perasaan
mengenai resiko penyakit yaitu: 1. Diberi pengertian 2. Keluarga
saling menguatkan.
1) Diberi pengertian
Kategori bentuk kesiapan keluarga apabila penderita sulit
mengendalikan perasaan mengenai resiko penyakit muncul kata
kunci diberi pengertian. Hal ini ditemukan dalam ungkapan
partisipan sebagai berikut:
“...tetep diberi pengertian mbak, jangan ditinggal sendiri
mbak” (P.1)
“...diberi pengertian mbak, jangan ditinggal sendiri” (P.2)
“...apapun yang terjadi di kemudian hari semua kami
serahkan kepada allah, latian sabar memberi pengertian” (P.3)
“...lebih memberi pengertian ke bapak untuk lebih
mendekatkan diri”(P.4)
Analsis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan diberi pengertian. Partisipan menyatakan
hal tersebut karena dengan memberi pengertian ke penderita
maka penderita akan mengerti untuk lebih menenangkan fikiran
serta mampu mengontrol amarah dan mengendalikan emosinya.
2) Keluarga saling menguatkan
Kategori bentuk kesiapan keluarga apabila penderita sulit
mengendalikan perasaan mengenai resiko penyakit muncul
85
kata kunci: keluarga saling menguatkan. Hal ini ditemukan
dalam ungkapan partisipan sebagai berikut:
“...keluarga harus saling menguatkan”(P.1)
“...saling menguatkan satu sama lain mbak” (P.2)
“...saling menguatkan supaya ibu tidak berat mikir sakitnya
mbak” (P.3)
“...keluarga harus saling menguatkan supaya bapak ga
merasa sendiri”(P.4)
Analisis dari empat partisipan menghasilkan bahwa
partisipan menyatakan keluarga saling menguatkan.
Partisipan menyatakan hal tersebut karena dengan keluarga
saling menguatkan maka beban fikiran penderita akan
berkurang dan penderita merasa hidupnya lebih berharga.
Komponen Dukungan Informasi dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 8 Bagan Tema Keenam
Dukungan Emosional
Koping Penderita
Perubahan
Psikis
Penderita
Keluarga
Saling
Menguatkan
Yang dilakukan
Keluarga agar
Penderita Tidak Stres
Bentuk Kesiapan bila
Penderita Sulit
Mengendalikan Perasaan
Diberi
peringatan
Mudah
Sensitif
Diarahkan Ke
Religi atau
Keagamaan
Dukungan Informasi
86
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang pembahasan hasil penelitian yang diperoleh,
keterbatasan penelitian, dan implikasi penelitian bagi keperawatan. Pada bagian
pembahasan , penulis akan mengintepretasikan hasil penelitian dengan cara
membandingkan hasil penelitian dengan teori dan berbagai penelitian sebelumnya
yang terkait dengan topik penelitian. Pada bagian keterbatasan penelitian, peneliti
mengemukakan berbagai keterbatasan dengan membandingkan proses selama
penelitian dilakukan dengan proses yang seharusnya dilakukan sesuai rencana atau
konsep dan teori.
5.1 Pembahasan Hasil Penelitian
5.1.1 Persepsi Keluarga Mengenai DM
5.1.1.1 Pengetahuan Keluarga Mengenai Penyakit DM
Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu:
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoadmodjo 2010).
Tujuan khusus yang pertama pada penelitian ini, tergambar
dengan tema yaitu pengetahuan keluarga mengenai penyakit DM
87
a. Definisi Diabetes Melitus(DM)
Definisi Diabetes Mellitus adalah Diabetes mellitus
adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan
oleh gagalnya pengaturan gula darah, klasifikasi gula
darah 200 mg/dl dikategorikan sangat tinggi dalam
metabolisme gula dalam tubuh (Elmon, Monica, kreviuck,
2010).
Pada penelitian ini 4 partisipan yang diwawancarai
memiliki pengetahuan definisi dari DM yaitu kadar gula
darah tinggi lebih dari 200 mg/dl dari partisipan 1 hingga
partisipan 4 mengatakan kesamaan definisi. Hal ini
menandakan dari total sampel memiliki pandangan yang
sama
Menurut penelitian Laurentia Mihardja (2009)
menyebutkan bahwa prevalensi penderita DM (responden
dengan riwayat DM) meningkat sesuai usia, meningkat
tajam pada kelompok usia 35 tahun ke atas, tertinggi pada
kelompok usia 55-64 tahun, hal ini dikarenakan kurangnya
pemahaman pengetahuan dari penyakit DM itu sendiri.
Penelitian yang membahas mengenai pengetahuan
kadar gula darah seperti yag dilakukan oleh Masfufah,
Veni Hadju, Nurhaedar Jafar (2014) Penelitian yang
berjudul Pengetahuan, Kadar Glukosa Darah Penderita
88
Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Makasar dengan metode pengumpulan
data metode diskriptif exhaustif sampling dengan sampel 36
orang, penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan yang baik tentang Diabetes Melitus akan
dimungkinkan mempunyai persepsi yang benar terhadap
resiko komplikasi pada diabetes dan selanjutnya
berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan untuk
upaya pencegahanan.
b. Tanda Gejala Diabetes Mellitus (DM)
Tanda gejala DM adalah Gejala klasik penyakit
Diabetes Mellitus dikenal dengan istilah trio P, yaitu
meliputi polyuria (peningkatan berkemih), polypagia (rasa
lapar berlebihan), polydipsia (rasa haus), rasa letih yang
tidak jelas sebabnya, rasa gatal, peradangan kulit yang
menahun, pada penderita kronis timbul gejala lain seperti
penurunan berat badan, kesemutan, luka sukar sembuh dan
peningkatan kadar gula darah diatas 200mg/dl ( Manaf,
2009).
Pada penelitian ini keempat partisipan menyebutkan
tanda gejala dari DM antara lain: Penurunan berat badan
secara drastis, Luka lama sembuhnya, sering kencing dan
89
mudah haus. Hal ini menandakan bahwa keempat partisipan
mempunyai persepsi yang sama.
Menurut Dimas Saifunurmazah (2013) menjelaskan
bahwa gejala DM diakibatkan antara lain adanya rasa haus
berlebih, sering kencing terutama malam hari dan berat
badan turun dengan cepat.
Kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jaringan tangan
dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah
seks menurun, dan luka sukar sembuh.
Hal ini serupa dengan pendapat Sunita (2007) tanda
dan gejala khas pada penderita DM bila ditemukannya
adanya gejala klasik berupa poliuri, polidipsi, dan polifagi
serta adanya penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya.
c. Riwayat Diabetes Mellitus (DM)
Menurut Singht (2011) bahwa Diabetes Melitus
bersifat poligenik yaitu bukan hanya satu gen saja yang
berperan tetapi interaksi berbagai gen. Faktor genetik
berperan penting dalam penyakit DM, terutama pada jenis
DM tipe2 dengan melibatkan berbagai gen yang terlibat
dalam sekresi insulin dan kerja insulin. Gangguan kerja
insulin dapat disebabkan oleh aktivitas elektrik sel beta
90
pankreas yang kurang adekuat sebagai respon terhadap
glukosa (Hartini, 2009)
Pada penelitian ini tiga dari partisipan mengatakan
bahwa sakit yang diderita anggota keluarganya dikarenakan
ada riwayat keturunan dari ibu penderita, satu dari keempat
partisipan menyatakan bahwa sakit yang diderita anggota
keluarganya disebabkan dari faktor kedua orangtua. Hal ini
menandakan bahwa lebih dari setengah total sampel
menyampaikan kesamaan pendapat.
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau
diwariskan, bukan ditularkan. Anggota keluarga penderita
DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan
penyakit yang terpaut kromosom seks. Biasanya kaum laki-
laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum
perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya (Maulana, 2008). Faktor
keturunan merupakan faktor presdidposisi terjadinya DM
(Sugiyono, 2006).
91
5.1.2 Empat Pilar DM
5.1.2.1 Manajemen Terapi DM
Terkendalinya kadar gula darah yang baik dan optimal
diperlukan untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik,
untuk menyatakan kadar glukosa darah yang terkendali tidak
hanya tergantung pada hilangnya gejala diabetes saja, tetapi juga
pemeriksaan kadar glukosa darah. Kadar gula darah puasa
merupakan prediktor dari kualitas hidup pada domain kondisi
lingkungan. Semakin tinggi kadar gula darah puasa maka skor
domain kesehatan lingkungan akan semakin menurun secara
bermakna. Kontrol gula darah merupakan salah satu indikator
kualitas hidup individu dengan diabetes karena kontrol gula darah
pusat kesehatan maupun mandiri yang baik menjadi salah satu
parameter kesuksesan penyesuaian pada pola hidup (Delameter,
2008).Hal tersebut dapat dilakukan untuk penderita dalam
mengontrolkan kesehatannya melalui Empat Pilar (Fox&Kilvert,
2010).
a. Perencanaan Makan (Diet)
Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan
diabetes, meski sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan
makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus
disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang
92
dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat (Adip,
2011).
Pada penelitian ini keempat partisipan telah memulai
persiapan makan atau diet dengan mengganti gula yang biasa
dikonsumsi dengan gula khusus DM, adapun dalam hal diet,
partisipan mengungkapkan bahwa dimulainya diet 3J untuk
anggota keluarganya yang sakit, telah mengetahui namun untuk
menerapkan pada penderita dirasa masih kurang maksimal dan
cara untuk mengurangi kadar glukosa darah yang berlebih
partisipan konsumsi gula dan lemak.
Melakukan pola disesuaikan dengan status gizi DM.
Prinsip diit diabetes mellitus adalah tepat jumlah, jadwal dan
jenis (Tjokroprawiro, 2006). Diet tepat jumlah, jadwal dan jenis
yang dimaksud adalah jumlah kalori yang diberikan harus habis,
jangan dikurangi atau ditambah sesuai dengan kebutuhan, jadwal
diit harus sesuai dengan intervalnya yang dibagi menjadi 6 waktu
makan, yaitu 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan selingan,
jenis makanan yang manis harus dihindari karena dapat
meningkatkan jumlah kadar gula darah. Melalui cara demikian
diharapkan insiden diabetes mellitus dapat ditekan serendah
mungkin. Namun demikian pada kenyataannya hingga saat ini
harapan tersebut belum dapat tercapai karena terbukti angka
93
kejadian diabetes mellitus masih tetap tinggi. (Sastroasmoro,
2008).
Pemanis buatan atau yang disebut juga dengan pengganti
gula, memiliki kandungan kalori dalam jumlah kecil dan dapat
memberikan rasa manis yang lebih besar dibanding dengan gula
biasa, sehingga penggunaannya pun jauh lebih sedikit (Pranandji,
2012)
Menurut Penelitan Qurataeni (2009) dengan hasil Faktor
yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara
memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta
komposisi makanan (karbohidrat, gula, lemak, dan protein).
Tujuan diet penyakit diabetes mellitus adalah membantu
pasien memperbaiki kebiasaan makan menghindari konsumsi
gula, karbohidrat dan lemak yang tak diperlukan kemudian
olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik
(Almatsier, 2010).
b. Edukasi (Penyuluhan)
Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan
partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan
harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan
motivasi (Pranandji, 2008)
94
Pada penelitian ini diungkapkan dari empat partisipan
bahwasanya partisipan mendapat edukasi mengenai DM dari
Posyandu Lansia, Puskesmas dan Persadia. Hal ini menandakan
bahwa dari semua sampel mempunyai kesamaan persepsi.
Dalam hal penyuluhan menurut penelitian Rita Sari (2013)
Hasil penelitian menunjukkan menurut seluruh informan bahwa
dengan adanya penyuluhan banyak memberikan mereka
pengetahuan bagaimana mengatur menu makanan pasien dan
bagaimana memantau pasien dalam meminum obat serta
mengetahui olahraga yang dapat membantu menurunkan kadar
gula darah.
c. Aktifitas Fisik
Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes adalah
memperbaiki metabolisme atau menormalkan kadar glukosa
darah dan lipid darah, meningkatkan kerja insulin, membantu
menurunkan berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani dan
rasa percaya diri, mengurangi risiko kardiovaskuler (Manaf,
2013)
Pada penelitian ini empat partisipan mengungkapkan bahwa
penderita melakukan olahraga rutin ringan seperti jalan-jalan
setiap paginya, partisipan juga mengungkapkan bahwa partisipan
juga melakukan olahraga sepeda dan badminton, hal ini dilakukan
penderita bila merasa kondisinya baik, agar ketika olahraga tidak
95
terlalu terforsir sehingga terkadang gula menjadii cepat naik
namun juga mudah turun. Penderita dengan gula darah lebih dari
280 mg/dl, tidak disarankan melakukan aktifitas fisik berlebih, hal
ini akan menyebabkan kenaikan gula darah yang berlebih karena
metabolisme yang berlebihan yang memaksa insulin bekerja
untuk memecah gula menjadi energi yang maksimal (Sudoyo,
2006)
Menurut penelitian Rita Sari (2013) Hasil penelitian
menunjukkan, menurut seluruh informan bahwa dengan adanya
penyuluhan banyak memberikan mereka pengetahuan bagaimana
mengatur menu makanan pasien dan bagaimana memantau pasien
dalam meminum obat serta mengetahui olahraga yang dapat
membantu menurunkan kadar gula darah.
d. Pengobatan
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan
pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat
hipoglikemik oral atau suntikan dengan indikasi (PERKENI,
2011). Pengobatan akan dapat berjalan dengan baik jika diberikan
bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Namun masih banyak penderita penyakit Diabetes
Melitus yang tidak rutin dalam mengonsumsi obat-obatan yang
diberikan oleh dokter. Kebanyakan para penderita Diabetes
Melitus mengonsumsi obat-obatan apabila merasakan keluhan
96
saja. Hal tersebut bisa dimungkinkan karena berbagai faktor
seperti penderita kurang mendapat informasi tentang upaya
pengendalian glukosa darah yang lengkap dan kepatuhan
responden dalam melaksanakan anjuran yang diberikan dokter
(Fox&Kilvert, 2010).
Pada penelitian ini terdapat empat partisipan yang
mengatakan bahwa anggota keluarganya rutin kontrol di
Posyandu lansia dan Puskesmas, hal tersebut diungkapakan
partisipan satu hingga empat, dengan hal tersebut keempat
partisipan memiliki pandangan yang sama.
Adapun alternatif yang ditempuh beberapa partisipan
adalah mengkonsumsi herbal atau yang berasal dari bahan alami,
hal ini terdapat dalam ungkapan partisipan bila penderita
mengkonsumsi rebusan insulin, madu dan rebusan daun salam.
Menurut penelitian Nurlaili Haida Putri dan Muhammad
Atoillah Isfandiari (2015). menunjukkan bahwa alasan pasien
diabetes melitus berobat ke pengobatan tradisional karena biaya
yang lebih murah dibandingkan pengobatan konvensional,
ketakuan akan efek samping karena obat konvensional yang juga
termasuk mahal.
Mengenai bekam menurut penelitian Kamaluddin (2010)
yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
proses pengambilan keputusan memilih terapi bekam salah
97
satunya adalah faktor sosial yakni adanya dukungan keluarga dan
diskusi dengan keluarga. Dalam penelitian ini anggota keluarga
yang mendukung adalah Suami/Istri, Anak dan Orang tua.
5.2.1 Dukungan Nyata Keluarga
5.2.1.1 Upaya Keluarga Menjaga Kesehatan Penderita
a. Mengontrolkan Bila Penderita Enggan Berobat
Dukungan keluarga merupakan dukungan sosial yang
dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat
diakses atau diadakan untuk keluarga, adapun fungsi dukungan
nyata ini adalah meningkatkan motivasi penderita dalam
mengontrolkan sakitnya (Romadhani Tri P dan Supardi, 2008)
Menurut pendapat partisipan dari keempat partisipan untuk
memberisemangat penderita, keluarga memberikan perhatian dan
juga memotivasi, Hal ini diungkapkan keempat partisipan dengan
pandangan yang sama.
Dalam hal memberi semangat dan motivasi, keluarga sangat
berperan penting , sebagaimana yang telah diungkapkan Friedman,
Bowden & Jones (2010) bahwa salah satu fungsi keluarga atau
peran keluarga diantaranya adalah fungsi perawatan kesehatan dan
salah satu tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga
diantaranya adalah memberikan perawatan kepada anggota
keluarganya, sehingga keluarga yang merupakan orang dekat dan
98
berinteraksi dengan individu senantiasa berusaha agar individu
tersebut yang merupakan bagian dari keluarga terjaga
kesehatannya diantaranya melalui perhatian yang merupakan wujud
dukungan keluarga
motivasi terkuat yang mendasari diabetesi adalah harapan
untuk menormalkan gula darah yang didapat dari dukungan nyata
dan motivasi diabetesi dirasakan bertambah kuat karena ditunjang
dngan dukungan keluarga dalam bentuk perhatian dan informasi
mengenai pengendalian gula darah (Prasetyani,2011).
b. Mencapai Kesehatan dengan kontrol
Dukungan sosial sebagai interaksi sosial atau hubungan
yang memberikan individu-individu suatu bantuan nyata atau
menempatkan individu individu dalam suatu sistem sosial yang
dipercaya dapat memberikan cinta, perhatian atau sense of
attachment terhadap suatu kelompok sosial atau pasangan (Spring,
2006).
Empat partisipan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa
cara mencapai kesehatan dengan cara kemauan penderita
mengontrolkan sakitnya yaitu engan cara mengingatkan dan
memberi perhatian. Dalam hal ini seluruh sampel mempunyai
pandangan yang sama.
Bahwa dukungan sosial realta perhatian keluarga sebagai
suatu hubungan sosial positif yang dapat membantu
99
mempertahankan serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
individu (Hustabarat, 2008).
Penelitian menurut Bayu agusta Yulianto dan RA retno
kumolohadi (2008) dengan hasil Penderita diabetes mellitus
memerlukan bantuan agar dapat menjalani tritmen, karena kesehatan
fisik erat kaitannya dengan motivasi, emosional dan mental
seseorang. Bantuan dalam bentuk-bentuk dukungan informatif,
dukungan emosional dan dukungan penilaian atau penghargaan serta
dukungan instrumental dari keluarga disebut dengan dukungan
sosial keluarga
c. Bentuk Dukungan Nyata Keluarga
Dukungan keluarga adalah proses yang terjadi sepanjang
hidup, dimana sumber dan jenis dukungan keluarga berpengaruh
terhadap tahap lingkaran kehidupan keluarga (Friedman,
Bowden&Jones, 2010).
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah
seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan
nyata (instrumental support,material support) suatu kondisi dimana
benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,
termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang
memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-
hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan
100
merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat
membantu memecahkan masalah,
Memulai diet 3J (Jadwal makan, Jumlah makanan, Jenis
makanan), memotivasi dan mendampingi ketika klien berobat
ataupun cek kesehatan, hal ini tentu tidak lepas dari peran keluarga
dalam mengawasi dan menyediakan segala hal yang dibutuhkan
penderita (Yudi Garnadi, 2012).
Pada saat wawancara keempat partisipan menyatakan
bahwa transportasi, perencanaan diet 3J yang belum maksimal
dan semua kebutuhan penderita menjadi tanggung jawab keluarga,
hal ini berati bahwa seluruh sampel memiliki kesamaan pandangan
meskipun dalam ungkapan yang berbeda.
Penelitian menurut Rosita Saragih (2010) dengan hasil bahwa
dengan adanya bahwa dukungan keluarga adalah suatu keadaan
atau proses hubungan antara keluarga yang memberi manfaat
kepada orang lain.
d. Keterlibatan Keluarga dalam mengontrolkan
Pemberi layanan dalam melakukan aktifitas tidak hanya
berfungsi sebagai pemberi layanan pada penderita DM, tetapi juga
sebagai anggota keluarga dan mempunyai tugas dan tanggung
jawab, hal ini dapat menimbulkan konflik karena adanya beban
tugas (Meiner dan Lueckonette, 2006).
101
Berdasarkan wawancara keempat partisipan menyatakan
bahwa yang terlibat dalam mengontrolkan penderita adalah
menjadi tanggung jawab keluarga yang dekat, pernyataan ini
dikemukakan keempat partisipan dengan persepsi yang sama.
Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Gusti (2013) peran aktif
yang dilakukan keluarga penderita merupakan aktivitas keluarga
yang dapat diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan, dan
kebersamaan anggota keluarga, dalam suatu kegiatan tertentu, baik
secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan sampai
dengan pengambilan keputusan. Peranan anggota keluarga secara
langsung berarti keluarga tersebut ikut memberikan bantuan tenaga,
keuangan, pikiran dan material yang diperlukan.
e. Sumber Biaya
Menurut Rita (2010) mendapatkan jaminan kesehatan dari
pemerintah seperti JAMKESMAS, ataupun asuransi kesehatan non
pemerintah menjadi sumber finansial yang membantu keluarga.
Berdasarkan wawancara dengan keempat partisipan, dua
partisipan menggunakan BPJS, satu diantaranya menggunakan
ASKES dan satu partisipan menggunakan Asuransi swasta AXA,
dalam hal ini meskipun partisipan mendaftarkan penderita dengan
layanan asuransi yang berbeda-beda namun semua hal tersebut
merupakan layanan finansial kesehatan, dan hal tersebut
merupakan kesamaan pandangan dalam keikut sertaan asuransi
102
Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini
diselenggarakan secara nasional agar terjadi silang dalam rangka
mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi
masyarakat (Bungin, 2008).
5.3.1 Dukungan Pengharapan
5.3.1.1 Respon Psikologis Penderita
a. Faktor Penyulit
Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu
untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi
dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor.
Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai
seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi
melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain,
penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan
perbandingan positif seseorang dengan orang lain (Yudi Garnadi,
2012).
Berdasarkan wawancara empat partisipan yang ditemui dan
diwawancarai pada partisipan satu, partisipan dua,tiga dan empat
mengatakan bahwa penderita mudah putus asa, dan keempat partisipan
juga mengungkapkan bahwa penderita keras kepala.
103
Bila ada penyulit dari partisipan dalam merawat anggota
keluarganya yang sakit maka dengan perhatian dan kasih sayang
diharapkan penderita lebih memahami agar mampu perhatian dari
keluarga menjadi maksimal bagi penderita. Orientasi subjek yang
memperlihatkan bahwa dukungan sosial pengharapan terdiri atas
informasi yang menuntun seorang mempunyai dukungan pengharapan
akan kasih sayang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi. Dukungan
sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, mempunyai harapan
yang bisa terkabul, penghargaan akan kepedulian, atau membantu
seseorang menerima orang atau kelompok lain (Mary B, 2009).
Hal senada juga diungkapkan Efendi, F. & Makhfudli (2009)
mengatakan perubahan sikap penderita diabetes mellitus dalam
pengobatan ditandai dengan perubahan kepatuhan berobat,
mengabaikan anjuran dokter, minum obat sembarangan, dan melanggar
diet. Perlu diwaspadai jika terdapat kekambuhan berulang terhadap
pengobatan penyakit kronis yang dideritanya meski terapi sudah
optimal, motivasi dan tingkat partisipasi yang rendah, kehilangan minat
terhadap aktivitas yang disukai, gangguan tidur, selera makan menurun,
perubahan sifat dan perilaku.
b. Motivasi dalam Memberikan Dukungan ke Penderita
Motivasi memiliki peranan yang penting dalam pembentukan
perilaku, termasuk perilaku untuk menjalani tritmen. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang menyebabkan
104
seseorang menyadari kebutuhan yang mendorongnya melakukan
suatu kegiatan (Andi dan Djendoko,2007). Kondisi tersebut dapat
bersifat intrinsik yang disebut dengan motivasi intrinsik dan dapat
bersifat ekstrinsik yang disebut dengan motivasi ekskrinsik Motivasi
instrinsik merupakan motif yang berasal dari dalam diri individu yang
berupa kebutuhan-kebutuhan fisiologis, misalnya dorongan untuk
makan, minum dan bernafas serta kebutuahan-kebutuhan umum
misalnya dorongan kasih sayang, ingin tahu dan berusaha. Motivasi
ekstrinsik merupakan motif yang berasal dari luar individu terutama
secara sosial, misalnya dorongan ingin merasa diterima, dihargai dan
merasa aman (Setiadi,2008).
Berdasarkan hasil wawancara empat partisipan, partisipan satu
hingga partisipan empat mengatakan bahwa motivasi spritual adalah
yang dibutuhkan bagi penderita, dan partisipan satu hingga empat juga
menyatakan bahwa memahami penderita juga sangat diperlukan supaya
penderita semangat dalam berobat. Sehingga dalam hal ini seluruh
partisipan mempunyai pandangan yang sama.
Hasil penelitian Yanti Ariyani (2011) menyimpulkan perhatian
ke penderita mempunyai semangat dalam berobat, memiliki harapan
bahwa kehadirannya sangat diperlukan keluarganya, partisipan
mengarahkan keluarganya untuk lebih memberi motivasi spiritual ke
keluarganya yang sakit dengan harapan bahwa sakitnya adalah ujian
yang harus dilewati dengan ikhlas, dikarenakan oleh keluarga
105
mempunyai semangat dan yakin terhadap Tuhan mereka, sehingga
penderita mampu mengontrol ketidak stabilan psikisnya, status mental
dan persepsi terhadap yang terjadi pada dirinya adalah yang terbaik
untuknya
c. Dampak Adanya Dukungan Keluarga
Keluarga memiliki pengaruh yang penting sekali terhadap
pembentukan identitas seorang individu dan perasaan harga diri.
Keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama
masa penyembuhan dan pemulihan pasien. Apabila dukungan semacam
ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan/pemulihan (rehabilitasi)
sangat berkurang (Friedman, Bowden&Jones, 2010). Dampak positif
dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri
seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.
Berdasarkan hasil wawancara keempat partisipan menyatakan
penderita menjadi semangat sembuh, dan hal tersebut diungkapkan
sama dari partisipan satu hingga empat. Dalam hal ini keempat
partisipan memiliki pandangan yang sama
Hal ini juga dibuktikan oleh Yusra (2010) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang kuat dan bermakna antara dukungan
keluarga dengan kualitas hidup pasien DM, sehingga penderita
memiliki motivasi dirinya untuk sehat.
106
d. Yang Diharapkan Dengan Adanya Dukungan Keluarga
Soegondo (2006) berpendapat bahwa keluarga mempunyai
pengaruh kepada sikap dan kebutuhan belajar bagi penderita
DM dengan cara menolak atau memberikan dukungan baik secara
fisik, psikologis, emosional, dan sosial. Pasien DM akan memiliki
sikap lebih positif untuk mempelajarii DM apabila keluarga
memberikan dukungan dan berpartisipasi dalam pendidikan
kesehatan mengenai DM.
Berdasarkan hasil wawancara ke empat partisipan di
dapatkan tiga partisipan yang menyatakan bahwa penderita ingin
diperhatikan, dan partisipan satu hingga empat menyatakan penderita
tidak ingin sakitnya menjadi beban keluarga.
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh seseorang yang
menderita suatau penyakit, misalnya diabetes mellitus. Dukungan
sosial keluarga juga dibutuhkan oleh penderita suatu penyakit yang
membutuhkan pengobatan yang lama, sehingga perhatian yang
utama adalah berasal dari keluarga itu sendiri (Setiadi, 2008).
Dukungan sosial pada individu dapat diperoleh dari anggota
keluarga, baik saudara kandung atau keluarga besar, teman dan
tetangga, hal ini dapat berupa perhatian sebagai upaya positif
kesembuhan maupun sebagai penyemangat agar penderita merasa
berharga akan kehidupannya sekarang (Setiadi, 2008).
107
e. Optimisme Penderita Sembuh
Dalam hal optimisme dukungan sosial keluarga sebagai suatu
keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari anggota-
anggota keluarganya. Dengan demikian individu menjadi tahu
bahwa keluarga memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya
(Alwisol, 2012)
Pada wawancara dengan keempat partisipan mengatakan perhatian
dari keluarga penderita meningkatkan penderita optimis sembuh. Hal
ini diutarakan keempat partisipan dengan persamaan pandangan
Seperti hal yang diungkapkan Soegondo (2009) dukungan sosial
keluarga mempengaruhi kondisi psikologis dan kesehatan orang yang
menderita suatu penyakit, termasuk juga penderita diabetes mellitus.
Bila orang yang menderita suatu penyakit mendapat dukungan sosial
keluarga yang tinggi untuk berobat maka akan timbul optimisme
penderita diabetes mellitus untuk mejalani rangkaian penyembuhan
kesehatan.
5.4.1 Dukungan Informasi
5.4.1.1 Memilih Informasi yang Tepat
a. Bentuk Informasi dan Asal Keluarga Mendapatkan
Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal
dan atau nonverbal,bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan
oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
108
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak
penerima ( Smet, 2009).
Berdasarkan wawancara dari keempat partisipan didapatkan
bahwa semua partisipan telah mendapat informasi berupa
penyuluhan, penyuluhan didapat dari pelayanan kesehatan,
keluarga juga mencari informasi melalui media internet dengan
cara browsing, Dari partisipan satu hingga empat mempunyai
pendapat yang sama dengan begitu keempat partisipan mempunyai
pandangan yang sama.
Penyuluhan mengenai edukasi penderita DM adalah upaya
pencegahan terhadap komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM.
Edukasi merupakan salah satu bentuk dukungan informasi, dalam
hal ini partisipan mengatakan bahwa informasi paling sering
didapatkan melalui penyuluhan pada saat kegiatan lansia, dan
setiap kali ada informasi keluarga yang selalu menyampaikan
informasi tersebut, hal ini keluarga juga merupakan penyebar
informasi yang dapat diwujudkan dengan pemberian dukungan
semangat,dimana dalam penelitian ini partisipan juga
mengungkapkan keluarga seperti anak, istri, orang tua maupun
orang terdekat memberi nasehat serta memberi pengawasan
terhadap pola kegiatan sehari-hari. Keluarga berfungsi sebagai
sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang
dunia, menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
109
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Informasi
itu bisa didpat melalui jaringan internet. Manfaat dari dukungan ini
adalah dapat menekan munculnya suatu stressor apabila penderita
atau keluarga yang sakit merasa tidak akan sembuh dari sakitnya,
karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi
sugesti yang khusus pada individu (Harmoko, 2012).
Dengan memberikan pendidikan kesehatan dapat
meningkatkan pengetahuan penderita. Pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tahapan yaitu: tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan penilaian kembali. Untuk
dapat menjalani perilaku yang diinginkan seseorang harus
melampui semua tahap tersebut. Enam tahap tersebut merupakan
suatu proses yang memerlukan waktu, dan lama proses tersebut
tidak sama untuk setiap orang (Sugondo, 2008)
b. Penderita Enggan Berobat Merasa Tidak Sembuh Dari Sakitnya
Bahwa dukungan sosial adalah informasi dan umpan balik
dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan
diperhatikan, dihargai, dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan
komunikasi dan kewajiban yang timbal balik (Saifudin, 2010)
110
Hasil wawancara dari empat partisipan mengatakan bahwa
untuk memberi nasehat adalah hal yang dilakukan keluarga apabila
penderita enggan berobat karena putus asa pengobatan atau merasa
tidak sembuh, hal ini keluarga memberikan masukan dan
pengertian supaya anggota keluarganya bisa tertolong dari
komplikasi, Hal yang dilakukan keluarga yang dilakukan partisipan
satu hingga empat adalah meminta bantuan orang yang dituakan
supaya penderita bisaterbujuk unuk memeriksakan sakitnya. Dalam
Hal ini keempat partisipan memiliki kesamaan pandangan.
Dalam hal meminta pertimbangan dengan orang yang di
hormati menurut Zahtamal, Suyanto&Restuastuti (2007)
mengatakan bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan
oleh orang-orang yang akrab atau orang yang dituakan atau
dihormati dengan individu di dalam lingkungan sosialnya atau
berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan
emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara
emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau
kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh seseorang yang
menderita suatau penyakit, misalnya diabetes mellitus. Dukungan
sosial keluarga juga dibutuhkan oleh penderita suatu penyakit yang
membutuhkan pengobatan yang lama, sehingga perhatian dan
111
masukan-masukan yang dapat membangkitkan semangat bagi
keluarganya dan yang utama adalah berasal dari keluarga itu
sendiri (Setiadi, 2008).
c.. Cara Keluarga Menyampaikan Informasi ke Penderita
Ada berbagai skema untuk mengelola dan memberikan
prioritas dari berbagai infromasi yang harus diajarkan kepada
diabetesi. Di samping itu banyak pelayanan kesehatan yang
mencatat dan mengevaluasi hasil pengajaran tentang diabetes.
Pendekatan umum untuk mengelola pendidikan diabetes adalah
dengan membagi informasi dan keterampilan menjadi dua tipe
utama yaitu keterampilan serta informasi yang bersifat dasar
(basic), awal (initial) atau bertahan (survival) dan pendidikan
tingkat lanjut (advanced or continuing education) (Garnadi, 2012)
Berdasarkan wawancara dari keempat partisipan
menyatakan bahwa partisipan satu dan dua menyatakan bahwa
informasi yang didapat haruslah tepat yang akan diberikan ke
keluarganya yang sakit hal ini dikarenakan terkadang informasi
yang tidak sesuai dengan yang diperlukan justru akan
menyebabkan pemahaman yang keliru dan justru menyebabkan
beban fikiran (Saifudin,2010).
Hasil wawancara dari keempat partisipan memiliki
kesamaan pandangan, dalam hal memilih informasi yang tepat
adapun aspek-aspeknya meliputi nasehat, usulan, saran, petunjuk
112
dan pemberian informasi. Dukungan informasi adalah dukungan
berupa pemberian informasi yang dibutuhkan oleh individu
(Hanifah, 2011).
5.5.1 Dukungan Emosional
5.5.1.1 Koping Penderita DM
a.Hal Yang Dilakukan Keluarga Agar Penderita Tidak Stress
Penderita diabetes mellitus akan mengalami kendala
terhadap dirinya sendiri yang setiap saat akan merasa putus asa
dan takut karena penyakit tidak dapat disembuhkan, sehingga
dalam hal ini diperlukan peran keluarga yang memberikan
dukungan emosoinal sebagai tempat pasien mengatakan isi
hatinya, apa yang dia rasakan dan keluarga memberikan
dukungan bahwa pasien harus percaya akan dapat membaik,
dengan tipe mekanisme dukungan emosionalnya, dimana dengan
memberikan dukungan emosional dapat memberikan parasaan
bahwa kita dicintai oleh orang lain sehingga tidak ada merasa
rendah diri maupun stress, sehingga dukungan tersebut dapat
mengembangkan hubungan personal yang relatif (Adib, 2011).
Hasil wawancara dengan empat partisipan mengatakan
dengan motivasi spritual maka akan mengurangi penderita
berfikiran negatif ataupun strezz, dalam hal ini partisipan satu
hingga empat memiliki pandangan yang sama.
113
Partisipan mengarahkan keluarganya untuk lebih memberi
motivasi spiritual ke keluarganya yang sakit dengan harapan
bahwa sakitnya adalah ujian yang harus dilewati dengan ikhlas.
Menurut penelitian ya dikarenakan oleh keluarga mempunyai
semangat dan yakin terhadap Tuhan mereka, sehingga penderita
mampu mengontrol ketidak stabilan psikisnya, status mental dan
persepsi terhadap yang terjadi pada dirinya adalah yang terbaik
untuknya dan bahwa beranggapan bahwa sakitnya adalah cara
untuk menghapus dosa-dosa yang telah diperbuat (Yanti Ariyani,
2011).
b. Perubahan Psikis Penderita Pada Saat Menderita
Menurut Hensarling (2009). Penyandang diabetes mellitus
merasa hidupnya terganggu atau tertekan. Penderita merasa
dicabut kebebasannya akibat banyaknya larangan dan keharusan
yang menyangkut kehidupan sehari-harinya sebagai penyandang
diabetes mellitus dapat mengakibatkannya menjadi stres dan
munurunkan motivasinya untuk menjalani tritmen. Penderita
diabetes mellitus tidak dapat lagi makan makanan sesukanya
kalau lingkungannya kurang mendukung. Keluarga selalu
mengawasi makanannya, olahraganya, kadar gula darahnya. Jadi
rasanya tidak nyaman. Dokter dan perawat, teman dan terutama
keluarga sering manjadi target kemarahan karena dianggap selalu
memberi perintah dan larangan. Sebagian penderita merasa
114
frustrasi dan menyerah dengan kadar gula darah yang tetap saja
tinggi, walaupun rasanya sudah berusaha mengendalikannya
dengan menjalani tritmen secara teratur. Hampir setiap pasien
mengalami rasa cemas terhadap semua yang berhubungan dengan
diabetes mellitusnya.
Hasil wawancara keempat partisipan menyatakan bahwa
perubahan psikis yang nampak pada penderita adalah mudah
sensitiy, dari partisipan 1 Hingga partisipan 4 Mengatakan hal
yang serupa sehingga total sampel pada hal ini memiliki
kesamaan pandangan.
Hal ini juga disampaikan Alwisol (2012) menyatakan
Diabetes adalah gangguan psikosomatik seumur hidup, faktor
psikologis berperan penting terhadap terjadinya, perkembangan,
khasiat dan prognosis penyakit. Suasana hati seperti cemas,
frustrasi, depresi, mudah marah bisa memperburuk diabetes
sehingga menyebabkan berbagai komplikasi. Dan diabetes juga
dapat memperparah gangguan psikologis, interaksi antara
keduanya, membentuk sirkulasi buruk.
c. Bentuk Kesiapan Keluarga Bila Penderita Sulit Mengendalikan
Perasaan
Kesulitan-kesulitan dalam mengubah gaya hidup, dapat
melahirkan perilaku-perilaku yang tidak direncanakan. Perubahan
sikap penderita diabetesmellitus dalam pengobatan ditandai
115
dengan perubahan kepatuhan berobat, mengabaikan anjuran
dokter, minum obat sembarangan, dan melanggar diet. Perlu
diwaspadai jika terdapat kekambuhan berulang terhadap
pengobatan penyakit kronis yang dideritanya meski terapi sudah
optimal, motivasi dan tingkat partisipasi yang rendah, kehilangan
minat terhadap aktivitas yang disukai, gangguan tidur, selera
makan menurun, perubahan sifat dan perilaku (Dharmono, 2008).
Hasil wawancara keempat partisipan menyatakan bahwa
dalam menghadapi resiko penderita yang mengalami perubahan
sifat dan sikap keluarga memberikan pengertian, dan dalam
bentuk kesiapan bila nanti penderita sulit mengendalikan adalah
dengan menguatkan penderita.
Penderita yang tidak mau menerima kenyataan sebagai
penyandang diabetes sering bertindak seperti diluar biasanya
dengan alasan yang sama. Cara mengatasi hal ini adalah dengan
mengubah rasa tidak berdaya tersebut menjadi rasa percaya diri
(Alwisol,2012) . Perilaku-perilaku tersebut dapat menyebabkan
kontrol gula darah dapat memburuk. Kontrol yang memburuk
memperparah penyakit diabetes mellitus. Kesulitan-kesulitan
tersebut dapat berkonsekuensi menurunnya motivasi untuk
melakukan perawatan kesehatan DM .
Peranan keluarga amat penting, pihak keluarga yang penuh
pengertian dan kooperatif dengan pihak perawatan dan
116
memberikan dorongan moril penuh kepada penderita, akan
banyak membantu dalam penatalaksanaan penderita dengan tipe
mekanisme dukungan emosionalnya diharap keluarga bisa
menjadi menjadi pusat pengendali dimana dengan memberikan
dukungan emosional dapat memberikan parasaan bahwa kita
dicintai, menguatkan satu sama lain oleh orang lain sehingga
tidak ada merasa rendah iri maupun stress sehingga dukungan
tersebut dapat mengembangkan hubungan personal yang relatif
(Friedman, Bowden&Jones).
117
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Persepsi keluarga mengenai Diabetes Mellitus didapatkan tema
pengetahuan keluarga mengenai Definisi, Tanda Gejala dan Riwayat
penyakit
2. Komponen empat pilar didapat tema manajemen terapi DM pada lansia
penderita diabetes mellitus di desa Pucangan Kartasura masih terkendala
pada menerapkan 3J hal ini disebabkan keluarga beranggapan bahwa
orang sakit masih memerlukan asupan makanan yang enak sehingga
keluarga masih menghidangkan makanan yang seharusnya perlu dibatasi.
3. Dukungan nyata didapat tema upaya keluarga dalam menjaga kesehatan
penderita hal tersebut telah diberikan keluarga dalam bentuk bantuan
finansial dan material (instrumental support material support)
4. Dukungan pengharapan didapat tema respon psikologi penderita hal ini
dikarenakan orientasi subjek memperlihatkan bahwa keluarga berupaya
memberi kasih sayang supaya penderita tidak merasakan sendiri dan
psikologis penderita tidak mengalami gangguan.
5. Dukungan informasi didapat tema memilih ketepatan informasi dalam hal
ini keluarga berusaha mencari informasi yang tepat untuk disampaikan ke
anggota keluarganya yang sakit.
118
6. Dukungan emosional didapat tema koping penderita DM. Keluarga
berusaha memberikan penguatan berupa motivasi spritual sehingga dapat
mengembangkan hubungan personal dan pemikiran positif penderita.
6.2 Saran
1. Peran keluarga sangat penting dalam memberi dukungan keluarga,
diharapkan bagi keluarga agar memberi dukungan ke keluarganya yang
sakit dengan penuh kesabaran dan memberi perhatian yang khusus dengan
adanya dukungan sangat membantu, untuk meningkatkan keyakinan akan
kemampuan penderita untuk bisa mandiri dalam merawat diri.
2. Institusi Pendidikan Tinggi Keperawatan hendaknya bisa mengembangkan
ilmu komunitas keluarga sehingga dalam hal memberi dukungan sosial
keluarga, sudah mengetahui hal yang akan dilakukan langsung ke lahan
komunitas
3. Bagi peneliti selanjutnya, agar dapat melanjutkan penelitian ini mengenai
hubungan perubahan psikis terhadap adanya dukungan keluarga ataupun
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita
Diabetes Mellitus.
119
4. Bagi Kader lansia hendaknya senantiasa meningkatkan pengetahuan
mengenai dukungan keluarga, sehingga kader lansia mampu memberikan
motivasi keluarga untuk kesembuhan penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y & Rachmawati, I.N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam
Riset Keperawatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Ragam Penyakit Mematikan yang Paling
Sering Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru
Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
Almatsier, Sunita.( 2007). Penuntun Diet Penderita DM. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Alwisol. (2012). Psikologi Kepribadian. Malang: Ummi Press
Bungin, B. (2008). Penelitian Kualitatif: Kominikasi, Ekonomi. Kebijakan Politik
dan Ilmu Sosial. Jakarta: Prenada Media Group
Chong, D & Almanshur, F. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
AR-Ruzz Media
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Creswell, J.W (2010). Research Desaign Kuantitatif, Kualitatif and mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Digiulio, Mary Jackson, Dona & Keogh, Jim. (2014). Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 1. Yogyakarta: Rapha Publising
Effendy, F & Mahmudi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:
Salemba Medika
Elmon S, Monika Vendousa & Kreviuk Wagendeght. (2010). Diabetes and
kardiovaskular risk adults, Norwege: Assay the ranco bernado study
.
Fox, C & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Jakarta: Niaga
Swadaya
Friedman, M.M Bowden, V R. & Jones, E.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Keluarga. Edisi 5. Jakarta: EGC
Fuad, A & Nugroho, K.S. (2014). Panduan Praktis Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Garnadi, Y. (2012). Hidup Nyaman dengan Diabetes Melitus. Jakarta: Agromedia
Pustaka
Haida, N. dan Atoilah, M I.(2015).Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM
Tipe2 Dengan Rerata Gula Darah.UNAIR:Surabaya:JATIM.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hensarling, J. (2009). Development and Psychometric Testing of Hensarling’s
Diabetes Family Support Scale. Texas: Proquest, UMI Dissertation Publishing
Laurentia Mihardja.(2009).Fakor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula
Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Wilayah Perkotaan
Indonesia.BPPKes Jakarta
Manaf, A.(2013).Insulin:Mekanisme Sekresi dalam Aspek Metabolisme. Dalam:
Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi IV .Jakarta: FKUI
Moleong, J.L (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya
Mary, B. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC
Maulana, M. (2008). Mengenal Diabetes Melitus: Panduan Praktis Mengenai
Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta: Katahati.
Notoatmodjo, S.(2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
.......Perkeni.(2011).Persatuan Endokrin Indonesia.
Prasetyani, A.E. (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan Holistik.
Yogyakarta: Nuha Medika
Purnomo, D. (2014). Statistik Sosial & Aplikom. Edisi II. Salatiga: Widya Sari
Qurotaeni.(2009).Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terkendalinya Gula
Darah di RS.FATMAWATI Jakarta
Rachmawati. (2005). Manajemen Diabetes Melitus. Jakarta: Salemba Medika
.......Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Litbangkes
Departemen Kesehatan RI
Rita Sari.(2013).Hubungan Penyuluhan dan Psikologi Penderita DM di
RS.Sanglah:Denpasar
Riyadi,S & Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu
Saifudin.(2010). Dukungan Sosial Pada Penyakit Kronis.Jakarta:Tim Egans
Sarwono, J. (2014). Metodologi Penelitian Kuaantitatif & Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Saryono & Dwi anggraini, Mekar. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Alfabeta
Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Surabaya: Graha
Ilmu
Shofiyah, S & Kusuma, H (2014). Hubungan Antara Pengetahuan Dan
Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Penderita Diabetes Mellitus
(DM) Dalam Penatalaksanaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Srondol
Kecamatan Banyumanik Semarang. Prosding Konferensi Nasional II
PPNI. Jateng
Smet, B.(2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Lingkup sosial.Jakarta:PT.Gramedia
Delamater, A.L. (2006). Improving adherence. Clinical Diabetes. Norwegee
Alexandria:Spring
Soegondo, S. (2009). Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Bagi Dokter
dan Edukator Diabetes: Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta: Balai Pustaka FKUI
Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan
Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC
Sugiyono. (2011).Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sugondo, S. (2008). Penyuluhan Sebagai Komponen Terapi Diabetes Dan
Penatalaksanaan Terpadu, Editor: Sidartawan Sogondo, Pradana
Suwondo, Iman Subekti, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia Pusat. (2005). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Yusra, A. (2011). Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis: Universitas Indonesia
Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan Restuastuti, T. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien
Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 3. Hal. 142-147.