studi awal karakteristik teknis elemen panel …konteks.id/p/04-019.pdf · pulau timor merupakan...
TRANSCRIPT
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 179
STUDI AWAL KARAKTERISTIK TEKNIS ELEMEN PANEL
AGROWASTE FEROSEMEN TIPE SANDWICH UNTUK PEMBENTUK LINING
UNITS SALURAN IRIGASI DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Remigildus Cornelis
1 dan Partogi H Simatupang
2
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Nusa Cendana, Jl. Penfui-Adisucipto Kupang
Email: [email protected] 2 Program Studi Teknik Sipil,Universitas Nusa Cendan, Jl. Penfui-Adisucipto Kupang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Umumnya di Propinsi NTT, konstruksi saluran irigasi terbuat dari pasangan batu dan beton
bertulang yang monolit. Sementara saluran irigasi tanpa konstruksi sering dilakukan dengan
membuat saluran galian tanah asli dengan membentuk kemiringan tertentu pada sisinya. Pada
struktur tanah asli yang baik, saluran galian tanah seperti itu dianggap sudah cukup baik untuk
menjalankan fungsinya. Namun hal ini akan menjadi masalah jika tanah aslinya kurang baik
terutama jika sifat kembang susut tanah tinggi terutama pada sifat tanah Lempung/Clay
Bobonaro yang sebagian besar terdapat di daratan Pulau Timor Propinsi NTT. Kerusakan
konstruksi saluran yang monolit akibat kembang susut tanah pada lempung aktif juga sangat
besar pengaruhnya.
Berdasarkan hal di atas, sangat dibutuhkan suatu konstruksi saluran irigasi yang lebih murah,
efisien dan handal. Khusus untuk tanah yang kembang susut tinggi, sistem konstruksi pracetak
yang berupa elemen-elemen dapat menjadi solusi mengingat kerusakan yang terjadi dapat
dilokalisasi. Permasalahan di atas akan dipecahkan dengan membuat elemen lapisan (lining
units) saluran irigasi yang terbuat dari ferosemen tipe sandwich dengan bagian core (inti)
merupakan beton selular yang dibuat dengan menggunakan campuran serbuk ilalang kering yang
terbuang (dihasilkan menggunakan mesin PALWA), semen dan pasir. Sementara lapisan tipis
ferosemen digunakan sebagai pembungkusnya. Keuntungan sistem ini adalah
mengkombinasikan elemen kaku dan tidak kaku ; elemen padat dan tidak padat. Dari penelitian
yang telah dilakukan, beberapa hasil penting diberikan sebagai berikut : (1) campuran optimum
mortar untuk membentuk lapisan pembungkus adalah air/semen=0,5 dan pasir/semen=1,4 yang
menghasilkan kuat tekan 28 hari sebesar 21,1 MPa. Sementara, campuran optimum mortar serat
untuk membentuk lapisan inti/core adalah air/semen=0,8 ; pasir/semen=3 dan serat/semen=0,1
yang menghasilkan kuat tekan sekitar 8,58 MPa pada umur 28 hari, (2) pengaruh treatment
terpentin hanya pada pengurangan kebutuhan air sebesar 15-20% dibandingkan dengan tanpa
treatmen. Namun peningkatan kekuatan tekan dari mortar serat yang di-treatment hanya sebesar
8,64%. Berdasarkan harga terpentin, pembuatan serat dengan treatment kurang efisien,(3) kuat
lentur panel t=7 cm sebesar 2 kali dari kuat panel t=4,5 cm sementara deformasi ½ kali. Grafik
P-∆ tekan panel t=7 cm dan t=4,5 menunjukkan kecenderungan (pola) yang sama. Kuat tekan
panel t=7 cm lebih besar 30% dari t=4,5 cm. Deformasi lateral tekan panel t=7 cm sebesar 2 kali
dari deformasi lateral tekan panel t=4,5 cm,(4) dari uji rembesan (ISAT), panel tipe sandwich ini
menunjukkan kehandalan dengan penetrasi < 2 cm. Peran kekedapan bagian pembungkus sangat
menentukan.
Kata kunci: Ferosemen, elemen lapisan, sandwich, Agrowaste, saluran irigasi
1. PENDAHULUAN
Pulau Timor merupakan pulau yang sangat penting dalam Propinsi Nusa Tenggara Timor (NTT) karena Kota
Kupang sebagai Ibu Kota Propinsi dan Kota Atambua sebagai Kota perbatasan dengan Negara Timor Leste terletak
dalam Pulau Timor ini. Pembangunan infrastruktur irigasi yang baik sangat mendukung bagi berlangsungnya
program-program ketahanan pangan di propinsi NTT ini. Namun kendala kondisi tanah sering membuat biaya
konstruksi dan perbaikan/pemeliharaan pasca konstruksi menjadi mahal. Terutama untuk kondisi-kondisi tanah yang
kembang susutnya tinggi seperti Clay/Lempung Bobonaro yang banyak terdapat di Pulau Timor (Fernandez 2007).
Konstruksi saluran irigasi dapat dibuat dengan menggunakan teknologi ferosemen (Dewobroto 2005; ACI 549
1997). Semuanya masih menggunakan teknologi ferosemen yang konvensional dan monolit. Sementara beberapa
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 180
penelitian melaporkan beberapa penggunaan serat atau serbuk kayu/tumbuhan untuk membuat panel komposit
semen/vegetable and plant fibers-cement composite panel (Al-Makssosi 1990, Schafer H.G, 1990) dan
kemungkinan adanya perkembangan pemakaian agrowaste (tanaman/tumbuhan yang terbuang) sebagai filler dalam
campuran mortar.
Mortar merupakan material dasar dengan volume paling banyak sebagai pembentuk ferosemen. Menurut Wang
(2001), sifat mekanika bahan mortar dapat ditingkatkan (terutama sifat tarik dan lentur) dengan memberikan serat
pada campurannya. Sementara menurut ACI Committee 549 (1997) menyatakan bahwa serat yang dapat dipakai
dalam campuran mortar ferosemen berupa organic maupun organic. Serat alami belakangan ini banyak diterapkan
pada campuran mortar untuk meningkatkan kinerja mekanika bahan.
Isu setempat yang berkaitan dengan pembangunan jaringan dan saluran (infrastruktur) irigasi (secara khusus untuk
Propinsi Nusa Tenggara) yang terjadi adalah : 1) mahalnya konstruksi beton bertulang dan pasangan batu untuk
membangun suatu jaringan irigasi dan 2) kondisi sifat tanah clay Bobonaro yang memiliki kembang susut tinggi
yang sangat mengganggu/merusak saluran irigasi baik dengan galian tanah asli maupun dengan konstruksi monolit.
Sementara isu tentang tersedianya potensi daerah yang tidak tergali atau bahkan terbuang seperti : 1) banyaknya
tersedia material dasar pembentuk ferosemen (pasir, tanah putih, batu kapur, batu karang, dan galian C lainnya) , 2)
cukup melimpahnya potensi tumbuhan yang tidak dimanfaatkan atau terbuang seperti jenis tumbuhan savanna dan
ilalang lainnya dan 3) adanya Mesin Palwa (mesin penghasil serbuk tumbuhan multiguna) sebagai patent dari putra
NTT yang belum dioptimalkan.
Oleh karena itu, diperlukan suatu jenis konstruksi saluran irigasi untuk meredusir permasalahan di atas dengan
memakai potensi daerah yang tersedia yang tidak/kurang terpakai atau bahkan yang terbuang. Sistem konstruksi
yang dipikirkan untuk mencapai hal di atas adalah system konstruksi dengan menggunakan elemen lapisan (lining
units) Tipe Sandwich yang terbuat dari Ferosemen dan Beton Selular. Ferosemen tipe sandwich telah dilakukan
beberapa peneliti : El Debs (2000) menggunakan bagian inti polystyrene stereoform dan Samadi (2008)
menggunakan bagian inti non-aerated concrete.
2. SKETSA LINING UNITS DAN ELEMEN PANEL PENELITIAN
Elemen Lining units yang akan dirancang nantinya, dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Sehingga diharapkan dapat
merekomendasikan suatu rancangan elemen lining units yang diharapkan telah teruji pada skala penuh dengan
dilakukannya pengujian lapangan. Elemen lining units tersebut (produk akhir) dipabrikasi sebagai elemen
pracetak/precast.
Gambar 1. Elemen Lining Units yang akan dirancang
Namun pada paper ini, hasil penelitian difokuskan pada perancangan dan penentuan engineering properties
(karakteristik teknis) dari panel segmental pembentuk elemen lining units tersebut. Panel tersebut dapat dilihat
seperti pada Gambar 2 di bawah.
Terlihat panel tersebut terdiri dari 2 bagian yaitu : (1) bagian pembungkus yang terbuat dari lapisan ferosemen
dengan ketebalan t1 dan (2) bagian inti (core) yang terbuat dari mortar beton yang dicampur serat alami dengan
ketebalan t2.
Dalam penelitian ini besar ketebalan t1 diambil tetap sebesar 1,0 cm, sementara besar ketebalan t2 diambil sebesar
2,5 cm dan 5 cm.
Bagian pembungkus yang merupakan lapisan ferosemen, dibuat dengan menggunakan mortar dengan komposisi
campuran dengan perbandingan semen : pasir halus : air yang tertentu (optimal) dengan ditambahkan 3 lapisan
wiremesh sebagai perkuatan/reinforcing. Pasir yang digunakan harus merupakan pasir halus sesuai dengan ACI
COMMITTEE 549 1997. Namun demikian aspek ekonomis perlu dipertimbangkan, sebab semakin halus pasir yang
dipakai (karena pengolahan) biasanya semakin mahal biaya pengadaan pasir tersebut.
Sementara bagian inti (core) terbuat dari mortar dengan komposisi campuran dengan perbandingan semen : pasir :
air : serat alami yang tertentu (optimal). Pada bagian inti ini tidak ditambahkan wiremesh. Sehingga kadang-kadang
disebut juga sebagai beton selular/natural fiber mortars. Serat alami yang digunakan adalah serat batang yang telah
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich
Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 181
mengering dari rumput gajah sejenis ilalang. Kemudian dengan menggunakan mesin PALWA (hak paten putra
NTT, Paulus Watang), maka batang ilalang tersebut diproses menjadi berbentuk serat dengan tipe pellet.
Gambar 2. Elemen Panel Segmental yang diteliti
Karakteristik teknis yang ditinjau adalah kekuatan dan permeabilitas. Kekuatan yang akan didapat adalah kekuatan
tekan dan kekuatan lentur dari panel tersebut dengan adanya variasi ketebalan t2. Sedangkan permeabilitas dilakukan
dengan ISAT (Initial Surface Adsorption Test) pada panel dengan ketebalan t2 terkecil (t2=2,5 cm). Karakteristik
kekuatan merupakan hubungan kekuatan dan deformasi ( P-∆ relationships).
perlu mengganti format yang telah ada.
3. BAHAN DAN DETAIL EKSPERIMEN
Pengujian Bahan Dasar
Penyediaan dan Perlakuan Serat Alami Serat alami yang digunakan sebagai campuran mortar untuk membentuk bagian inti(core) panel diambil dari jenis
sabana di Kota Kupang. Masyarakat lokal menyebutnya rumput gajah. Bagian ilalang tersebut yang dipakai adalah
bagian batang, dimana biasanya pada musim kering di Pulau Timor (sekitar Juli-Oktober), jenis rumput ini telah
kering. Pada Gambar 3 (a) terlihat hamparan rumput tersebut yang telah kering dimana pengambilan bahan serat
alami ini dilakukan pada awal Agustus 2009 dan Gambar 3 (b) memperlihatkan tipikal batang rumput tersebut yang
diambil.
(a) (b)
Gambar 3. (a) Foto sebaran rumput gajah/sabana di kota kupang pada musim kering (bulan Agustus 2009) ; (b)
batang rumput tersebut yang akan digunakan sebagai serat
Selanjutnya untuk pengolahan batang-batang rumput gajah yang telah mengering tersebut menjadi serat alami,
digunakan mesin PALWA yang mampu membentuk serat dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini digunakan pilihan
serat serbuk hasil akhir dengan panjang sekitar 3 cm s/d 5 cm. Kategori hasil yang dipakai dalam spesifikasi mesin
tersebut adalah produk Pellet. Proses pengolahan serat alami tersebut dengan menggunakan Mesin Palwa dan
produk seratnya dapat dilihat pada Gambar 4 (a) dan (b) berikut.
(a) (b)
Gambar 4. (a) proses pengolahan batang menjadi serat pellet; (b) produk serat
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 182
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.010.1110
Di amet er Sar i ngan ( mm)
aktual
max
min
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
0.010.1110
D i a me t e r S a r i n g a n ( m m)
A ktual
max
mi n
0
50
100
150
200
250
300
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1
Deformasi (mm)
Beb
an
(N
)
1-(a)
2-(a)
2-(b)
0
500
1000
1500
2000
2500
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Deformasi (mm)
Be
ban
(N
)
3-(a)
3-(b)
Selanjutnya serat diperlakukan dalam 2 jenis yaitu (1) tanpa treatment/perlakuan dan (2) dengan
treatment/perlakuan yaitu dengan menggunakan impregnasi terpentin selama 24 jam. Selanjutnya serat siap untuk
dicampur dengan bahan dasar lain seperti semen, pasir dan air.
Penyediaan dan Pengujian Pasir (agregat halus) Pasir yang digunakan ada 2 buah yaitu pasir Takari-Kupang dan pasir Cimalaka-Bandung. Hal ini dilakukan karena
pengujian untuk mendapatkan campuran optimum untuk mortar elemen pembungkus dilakukan di Kupang.
Sementara penentuan campuran optimum untuk mortar elemen inti/core dilakukan di Bandung. Hal ini karena
perkiraan sifat mortar elemen inti akan lebih brittle sehingga membutuhkan alat uji UTM elektrikal/otomatis. Pasir
Takari tidak dicampur dengan pasir Cimalaka, melainkan akan digunakan pasir Takari untuk mortar elemen
pembungkus dan pasir Cimalaka untuk mortar elemen inti. Solusi ini diambil karena karakteristik pasir masing-
masing batch yang telah diketahui, diterapkan untuk masing-masing elemen sehingga lebih mudah untuk
menganalisa karakteristik mortar segar dan mortar yang mengerasnya. Walau demikian pemilihan pasir Cimalaka ini
diambil karena lebih mirip dengan karakteristik pasir Takari.
Oleh karena itu, pasir Takari digunakan untuk membentuk bagian pembungkus (lapisan ferosemen). Pasir Takari
yang nanti digunakan adalah merupakan hasil proses penyaringan dengan diameter tertentu, karena kehalusan pasir
pada bagian pembungkus sangat penting.
(a) Pasir Takari – Kupang (b) Pasir Cimalaka - Bandung
Gambar 5. Gradasai Pasir terhadap spesifikasi ASTM C33-90
Pada Gambar 5(a) di atas, bahwa pasir Takari yang lolos diameter 0,425 mm (No.40) sebesar 60,76 %. Ukuran pasir
halus ini digunakan untuk membuat mortar polos (tanpa serat) sebagai pembentuk bagian pembungkus.
Pada pengujian kadar lumpur didapat besaran 3.31 % sedangkan kadar organik No.2. Lebih detailnya pengujian ini
dapat dilihat pada Lampiran. Hal ini menunjukkan bahwa pasir Takari yang didapat dari AMP (Asphalt Mixing
Plant) Takari tidak perlu dicuci dan dapat langsung digunakan. Walaupun kadar absorpsi pasir didapat, namun tidak
ditinjau, karena pasir Takari yang digunakan nantinya adalah pasir dalam kondisi dry oven dengan pemanasan
±1000C selama 24 jam. Untuk pasir Cimalaka, juga dilakukan hal yang sama.
Pada pengujian kadar lumpur didapat besaran 3.106 % sedangkan kadar organik No.1. Lebih detailnya pengujian ini
dapat dilihat pada Lampiran. Hal ini menunjukkan bahwa pasir Cimalaka tidak perlu dicuci dan dapat langsung
digunakan. Kadar absorpsi air sebesar 4,167 %. Dari gradasi pada Gambar 5(a) dan Gambar 5(b) terlihat bahwa
butiran pasir Cimalaka lebih halus dibanding dengan pasir Takari .
Penyediaan dan Pengujian Wiremesh Karena harga wiremesh per meter-nya ada 3 jenis yang sama, yaitu (1) tipe las dengan bukaan lubang 0,5 cm x 0,5
cm, (2) tipe las dengan bukaan 1,0 cm x 1,0 cm dan (3) tipe hexagonal watson bukaan 1,5 cm x 2,5 cm dimana
semuanya memiliki diameter kawat 0,5 mm, maka ketiga jenis wiremesh tersebut dilakukan uji tarik, dimana grafik
beban vs deformasi diberikan pada Gambar 6 berikut.
(a) Tipe Las (b) Tipe Hexagonal Watson
Gambar 6. Grafik P-∆ Uji Tarik Wiremesh
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich
Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 183
( a ) ( b )
Gambar 7 Pengujian tarik wiremesh Tipe Las; (a) Setting Pengujian dan (b) spesimen yang telah ultimate.
( a ) ( b )
Gambar 8 Pengujian tarik wiremesh Tipe Hexagonal Watson; (a) Setting Pengujian dan
(b) spesimen yang telah ultimate.
Dari Gambar 6 di atas, disimpulkan untuk menggunakan wiremesh tipe Hexagonal Watson, karena kekuatan dan
daktilitas jauh lebih besar dibandingkan dengan tipe Las. Selanjutnya, tipe hexagonal watson digunakan untuk
membentuk elemen panel ferosemen ini dengan jumlah lapisan wiremesh tersebut adalah 3 lapis.
Penentuan Campuran Optimum Bagian Inti/Core (Mortar serat) Campuran optimum mortar (perbandingan semen, pasir, air dan serat alami tanpa treatment) didapat dengan terlebih
dahulu melakukan serangkaian preliminary campuran yang ekstensif dimana awalnya menggunakan kriteria
kepadatan (berkaitan dengan workability) yang dinilai dari permukaan mortar yang telah mengeras pada umur 3
hari. Proses pemadatan dilakukan konsisten untuk semuanya yaitu 3 lapisan pemadatan dimana tiap lapis dilakukan
25 kali rojokan. Kemudian dari preliminary tersebut diambil 3 buah campuran yang mewakili pemadatan yang baik
dan pemadatan yang kurang baik. Campuran tersebut diberikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1.
Campuran mewakili untuk uji Tekan
Rasio Campuran 1 Campuran 2 Campuran 3
Air/semen (W/C) 0,50 0,65 0,80
Pasir/semen (S/C) 2,00 2,00 3,00
Serat/semen (F/C) 0,10 0,10 0,10
Kategori Workability Kurang Baik Baik Baik
Gambar 9. Preliminary campuran mortar yang menggunakan Serat Alami tanpa treatment
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 184
0
5
10
15
20
25
30
35
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Stroke (mm)
Beb
an
(K
N)
I_28_(1)
I_28_(2)
III_28_(1)
III_28_(2)
II_28_(1)
II_28_(2)
4.243.62
5.9
9.7
11.8
5.48
8.74 8.58
0
2
4
6
8
10
12
14
7 hari 21 hari 28 hari
Umur Mortar
Teg
an
gan
Ult
imate
Mo
rtar
(MP
a)
Campuran-1
Campuran-2
Campuran-3
(a) Workability yang baik (b) Workability yang kurang baik
Gambar 10. Bentuk permukaan setelah diratakan sebanyak 3 kali dengan
menggunakan sendok semen
Dari hasil uji tekan diketahui bahwa campuran 3 dan campuran 2 hampir memiliki kekuatan yang sama. Namun
karena campuran 3 lebih murah dibandingkan dengan campuran 2 (melihat harga air/semen dan pasir/semen), maka
campuran 3 dipilih untuk digunakan sebagai mortar serat untuk membentuk bagian inti. Hasil pengujian tekan
diberikan pada Gambar 11 dan Gambar 12 berikut. Sementara, jika campuran 1, 2 dan 3 di atas digunakan serat
yang telah di-treatment, dimana treatment pada serat yang dilakukan adalah merendam serat alami dalam terpentin
selama 24 jam yang kemudian dilanjutkan dengan mengeringkan selama 24 jam, maka akan didapat treatment
terpentin mengurangi penyerapan air sebanyak 15-20% namun menambah kekuatan < 9%. Namun, jika melakukan
analisa harga, dimana harga terpentin 250 ml sebesar Rp.15.000,- dan untuk mendapatkan serat yang telah
ditreatment lebih mahal, maka penggunaan terpentin menjadi tidak feasible untuk membuat mortar serat tersebut.
Oleh karena itu serat yang digunakan adalah serat tanpa perlakuan.
(a) Grafik Beban vs stoke (b) Pola hancur cube mortar
Gambar 11. Pengujian tekan cube mortar serat tanpa treatment pada umur 28 hari
Gambar 12. Perkembangan Tegangan Ultimate Mortar yang tanpa Treatment
Penentuan Campuran Optimum Bagian Pembungkus (lapisan ferosemen) Campuran optimum mortar untuk membentuk bagian pembungkus adalah pencarian perbandingan semen:pasir:air.
Dengan menggunakan batasan yang dianjurkan ACI 549, dilakukan sejumlah preliminary campuran. Hingga
akhirnya mengambil 3 buah campuran yang akan diuji tekan seperti pada Tabel 2. Hubungan kekuatan vs umur
mortar yang juga diberikan dalam rumus regresi diberikan pada Gambar 14. Dari Gambar 14 diambil campuran
mortar bagian pembungkus adalah w/c=0,50 dan s/c=1,40 dengan menghasilkan kuat tekan pada umur 28 hari
sebesar 21,119 MPa.
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich
Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 185
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3
Campuran
Teg
an
gan
(M
Pa)
Treatment
Untreatment
y = -0.0933x2 + 4.2482x + 6.9953
R2 = 0.8418
y = -0.0707x2 + 2.6424x + 4.7897
R2 = 0.7706
y = -0.083x2 + 3.0023x + 7.2947
R2 = 0.6331
0
10
20
30
40
50
60
70
0 5 10 15 20 25 30
umur (hari)
Beb
an
Ult
imate
(K
N)
Campuran-1
Campuran-2
Campuran-3
Poly. (Campuran-1)
Poly. (Campuran-3)
Poly. (Campuran-2)
Gambar 13. Efek treatment terhadap tegangan tekan ultimate mortar pada umur 28 hari
Tabel 2
Komposisi Campuran Mortar Bagian Pembungkus
No. Campuran (w/c) (s/c)
Campuran I 1:2 1,40:1
Campuran II 1:1,667 1,90:1
Campuran III
0.3<w/c<0.5
1:1,425
1.4<s/c<2.5
2,50:1
NB : *, jumlah air lebih besar dari yang disyaratkan ACI 549 untuk mendapatkan kelecakan yang cukup.
Gambar 14 Persamaan Perkembangan Kekuatan Mortar untuk Bagian Pembungkus
Pembentukan Elemen Panel Tipe Sandwich dan Pengujian yang dilakukan Elemen panel tipe sandwich dibuat dengan terlebih dahulu membuat bagian inti yaitu mortar serat yang kekuatannya
pada umur 28 hari sebesar 8,58 MPa. Pemasangan 3 buah lapis wiremesh dilakukan pada umur 7 hari. Pada umur 14
hari umur elemen bagian inti tersebut, diberikan mortar bagian pembungkus yang kekuatan pada umur 28 hari
sebesar 21,119 MPa. Proses pengerjaan elemen panel tipe sandwich tersebut diberikan pada Gambar 16. Selanjutnya
menunggu 14 hari kemudian dilakukan beberapa pengujian : (1) pengujian lentur (Gambar 17), (2) pengujian tekan
(Gambar 15) dan (3) pengujian rembesan (Gambar 18). Pengujian tekan dan lentur dilakukan dengan mesin UTM
dengan kecepatan pembebanan 0,02 mm/dt. Jumlah panel masing-masing dibuat 1 buah untuk masing-masing
pengujian.
Gambar 15. Setting pengujian tekan elemen panel ferosemen tipe sandwich
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 186
Gambar 16 Tahapan Pembuatan Elemen Ferosemen tipe Sandwich
(a) Ketebalan elemen t = 4,5 cm
(b) Ketebalan elemen t = 7 cm
Gambar 17 Setting pengujian lentur elemen panel ferosemen tipe sandwich
Gambar 18. Pengujian rembesan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Lentur Panel
Hasil Pengujian lentur elemen panel ferosemen diberikan pada Gambar 19 berikut. Hal ini berarti dengan ketebalan
lapisan pembungkus (dalam penelitian ini digunakan 1 cm) yang sama, jika lapisan inti ketebalannya diperbesar 2
kali, maka kekuatan beban akan bertambah 2 kali sementara deformasi (stroke) berkurang ½ kali.
pembuatan bagian inti
(mortar+serat)
mortar+serat yang
telah mengeras dililit
3 lapis wiremesh
peletakan mortar
lapisan pembungkus
penggetaran dan
perataan permukaan
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich
Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 187
0
1
2
3
4
5
6
0 2 4 6 8 10 12
Stroke (mm)B
eb
an
(K
N)
Element-t=4,5 cm.
Element-t=7 cm.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 1 2 3 4 5 6 7
Stroke (mm)
Beb
an
(K
N)
panel,t=7 cm
panel,t=4,5 cm
Gambar 19. Hubungan Beban P (KN) dengan stroke (mm) untuk pengujian lentur
Pola keruntuhan dan pola retak dari elemen tersebut, agak berbeda. Hal ini dikarenakan nilai a/t. Dimana a adalah
jarak dari tumpuan ke titik beban dan t adalah ketebalan panel. Analog dengan elemen beton bertulang biasa,
dimana terjadi pergeseran pola keruntuhan lentur murni dan keruntuhan lentur-geser. Namun pada elemen panel
ferosemen tipe sandwich ini, pola retak tetap tegak lurus terhadap sumbu panjang elemen, walaupun letaknya
bergeser ke arah perletakan, untuk a/t yang semakin kecil (ketebalan semakin besar). Pola ini dapat dilihat pada
Gambar 20 berikut.
(a) Element dengan tebal 4,5 cm (b) Element dengan tebal 7 cm
Gambar 20. Pola Retak Pengujian Lentur Elemen Panel
Pengujian Tekan Searah Sumbu Panel
Hasil Pengujian tekan elemen panel ferosemen diberikan pada Gambar 21 berikut.
Gambar 21. Hubungan Beban P (KN) dengan stroke (mm) untuk pengujian tekan
Pada Gambar 21 di atas perilaku elemen dengan tebal 4,5 cm dan 7 cm menunjukkan kecenderungan yang sama.
Namun kekakuan tekan dari elemen tebal 4,5 cm lebih kecil Kemudian pada kedua elemen tipe sandiwch ini, grafik
tekan mengalami flat (datar) pada beban ± 60 KN. Hal ini diperkirakan karena elemen inti pada tipe sandwich ini
mangalami retak (keruntuhan) dahulu kemudian diikuti keruntuhan elemen pembungkus. Saat elemen inti retak,
perilaku lebih dikontribusikan oleh elemen pembungkus yang dibedakan dengan jarak terhadap titik pusat/titik berat
penampang. Pola retak dan keruntuhan panel tebal 4,5 cm dan 7 cm memiliki kecenderungan yang sama, yaitu
memanjang dari titik beban menuju bagian tengah elemen dan berarah diagonal pada penampang melintang yang
lebih kecil. Gambar 23 yang merupakan hubungan beban dengan displacement lateral, menunjukkan kecenderungan
yang sama, dan saling keterkaitan yang baik antara lateral kiri dan lateral kanan. Sementara, displacement lateral
untuk panel tebal 4,5 cm besarnya sekitar 2 kali dari displacement lateral untuk panel tebal 7 cm.
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 188
-200
-180
-160
-140
-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Displacement (mm)
Be
ba
n (
KN
) Lateral-7cm,kanan
Lateral-7cm,kiri
Lateral-4,5cm,kiri
Lateral-4,5cm,kanan
Tekanan Rata-rata
(kg/cm^2) 1 2 3 4 (mL)
1.0 45 30 95 100 67.5
3.0 240 40 550 420 312.5
7.0 - - - - -
Penetrasi (cm) 1.8 1 0.8 T 1.2
NB : T = Tembus
Perembesan air ke dalam beton (mL)
- = tidak dilakukan
(a) Penel tebal 4,5 cm (b) Panel Tebal 7 cm
Gambar 22. Pola Keruntuhan dan Pola Retak
Gambar 23. Grafik Hubungan Beban (KN) dengan Displacement Transversal (mm)
Pengujian Rembesan
Hasil Pengujian rembesan elemen panel ferosemen diberikan pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3.
Hasil Pengujian Rembesan Air pada element
Hasil ini tidak menunjukkan suatu kecenderungan yang sama, namun demikian jika melihat profil melintang
element setelah diuji rembesan, maka untuk panel 1, 2 dan 3 kedalaman penetrasi rembesan < 2 cm. Jika
dibandingkan dengan syarat rembesan menurut DIN.1045 yang sebesar < 5 cm, maka elemen memiliki ketahanan
rembesan yang cukup baik. Lapisan pembungkus yang berupa lapisan ferosemen sangat berperan penting untuk
membuat elemen panel memiliki ketahanan rembesan yang baik. Proporsi campuran dan ketebalan lapisan
pembungkus yang digunakan pada penelitian ini telah menunjukkan ketahanan rembesan yang cukup baik.
Walaupun ada 1 buah benda uji, yaitu spesimen no.4 yang memiliki ketahanan rembesan yang tidak baik.
5. KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, beberapa hasil penting diberikan sebagai berikut : (1) campuran optimum
mortar untuk membentuk lapisan pembungkus adalah air/semen=0,5 dan pasir/semen=1,4 yang menghasilkan kuat
tekan 28 hari sebesar 21,1 MPa. Sementara, campuran optimum mortar serat untuk membentuk lapisan inti/core
adalah air/semen=0,8 ; pasir/semen=3 dan serat/semen=0,1 yang menghasilkan kuat tekan sekitar 8,58 MPa pada
umur 28 hari, (2) pengaruh treatment terpentin hanya pada pengurangan kebutuhan air sebesar 15-20%
dibandingkan dengan tanpa treatmen. Namun peningkatan kekuatan tekan dari mortar serat yang di-treatment hanya
sebesar 8,64%. Berdasarkan harga terpentin, pembuatan serat dengan treatment kurang efisien,(3) kuat lentur panel
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich
Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 189
t=7 cm sebesar 2 kali dari kuat panel t=4,5 cm sementara deformasi ½ kali. Grafik P-∆ tekan panel t=7 cm dan t=4,5
menunjukkan kecenderungan (pola) yang sama. Kuat tekan panel t=7 cm lebih besar 30% dari t=4,5 cm. Deformasi
lateral tekan panel t=7 cm sebesar 2 kali dari deformasi lateral tekan panel t=4,5 cm,(4) dari uji rembesesan (ISAT),
panel tipe sandwich ini menunjukkan kehandalan dengan penetrasi < 2 cm. Peran kekedapan bagian pembungkus
sangat menentukan.
6. UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik atas dukungan penuh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Indonesia
melalui biaya Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional T.A 2009 Tahap I. Untuk itu, diucapkan terima
kasih yang tulus atas bantuan tersebut. Terimakasih yang dalam juga penulis sampaikan kepada Lab Beton Teknik
Sipil Universitas Nusa Cendana, Lab Pengujian Bahan Politeknik Negeri Kupang, Lab Mekanika Struktur PAU ITB
dan Lab B4T Bandung, yang telah menyediakan tempat untuk melakukan penelitian dan pengujian.
DAFTAR PUSTAKA
ACI COMMITTEE 549.(1997). State-of-the-Art Report On Ferrocement. ACI 549R-97 Code American Concrete
Institute.USA.
Al-Maksossi, K.S.J and Kasir, W.A.(1990). “Preliminary Work To Produce Papyrus-Cement Composite Board”,
Proceeding of The Second International Symposium on Vegetable Plants and Their Fibres as Building
Materials, Salvador-Bavia, Brazil, Sept 17-21, 1990. 193-198.
Dewobroto, W.S .(2005). Ferrocement Used As Alternative Structure Method for Water Pass and Canal
Construction (Banjar, West Java), SPFS Indonesia, 1-6. http://database.deptan.go.id/saims-
indonesia/index.php?Files=DetailTechnologies&id=14.
El Debs, M.K., Machado, J.E.F., Hanai, J.B. and Takaya, T. (2000). “Ferrocement Sandwich Walls”, Journal of
Ferrocement, 30(1) : 45-51.
Fernandez, G.J.W. (2007). ”Kajian Karakteristik Lempung Bobonaro di Propinsi Nusa Tenggara Timur”, Jurnal
Jalan-Jembatan (PU), Vol.24 No.1 April 2007.26-42.
Schafer, H.G and Brunssen, G.W. (1990). “Sisal-Fibre Reinforced Lost Formwork for floor Slabs”, Proceeding of
The Second International Symposium on Vegetable Plants and Their Fibres as Building Materials, Salvador-
Bavia, Brazil, Sept 17-21, 1990. 173-181.
Sumadi, S.R and Ramli, M .(2008). Development of Lightweight Ferrocement Sandwich Panels For Modular
Housing and Industrialized Building System, Reseacrh Vote No. 73311, Universiti Teknologi Malaysia.54-70.
Wang, S., Naaman ,A.E., and Li V.C. (2001). “Bending Response of Hybrid Ferrocement Plates with meshes and
fibers”. http://ace-mrl.engin.umich.edu/NewFiles/publications/ferrocement_00.pdf