studi aplikasi inokulum fungi geotrichum sp. pada …digilib.unila.ac.id/27860/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
STUDI APLIKASI INOKULUM FUNGI Geotrichum Sp. PADA KONDISIASAM DENGAN MEDIA SORGHUM (Sorghum bicolor L.) TERHADAP
KUALITAS KOMPOS SERASAH
(SKRIPSI)
OlehSARAH NIATI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRAK
STUDI APLIKASI INOKULUM FUNGI Geotrichum sp. PADA KONDISIASAM DENGAN MEDIA SORGHUM (Sorghum bicolor L.) TERHADAP
KUALITAS KOMPOS SERASAH
OlehSarah Niati
Dekomposisi lignin pada proses pengomposan secara alami dalam kondisi asamberjalan lambat. Penambahan fungi Geotrichum sp. sebagai aktivatorpengomposan yang memiliki sifat lignolitik diharapkan mampu mempercepat lajupenguraian lignin dan tahan terhadap kondisi lingkungan asam. Tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap produktivitas dan viabilitasspora inokulum fungi Geotrichum sp. serta mengetahui pengaruh pemberianinokulum Geotrichum sp. pada kualitas kompos dengan pemberian perlakuanyang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2017 diLaboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi. Tahap pertama penelitian digunakanTujuh perlakuan pH yaitu pH 3; 3,4; 4; 4,4; 5; 5,4; 6 dengan parameterproduktifitas spora dan viabilitas fungi. Tahap kedua dilakukan dengan empatperlakuan pengomposan yaitu K0 (tanpa penambahan Inokulum), K1(penambahan inokulum pH 3), K2 (penambahan inokulum pH 4), K3(penambahan inokulum pH 6) dengan parameter kadar C, Kadar N dan rasio C/N.Hasil data penelitian dianalisis menggunakan Analisis Of Varians (ANOVA) danuji lanjutan BNT taraf 5% jik terdapat beda nyata. Hasil penelitian menunjukanproduktivitas spora tertinggi diperoleh pada pH 6,0 dan viabilitas tertinggi padapH 4,0. Sedangkan penambahan inokulum pada proses pengomposan belummenunjukan adanya pengaruh inokulum pada awal pengomposan.
Kata kunci : Dekomposisi, Geotrichum sp., Produktivitas spora, Viabilitasspora, Kadar C, Kadar N, Kadar C/N.
STUDI APLIKASI INOKULUM FUNGI Geotrichum Sp. PADA KONDISIASAM DENGAN MEDIA SORGHUM (Sorghum bicolor L.) TERHADAP
KUALITAS KOMPOS SERASAH
OlehSARAH NIATI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelarSARJANA SAINS
PadaJurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
vi
RIWAYAT HIDUP
Sarah Niati adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dari
pasangan suami istri Bapak Suprapto dan Ibu Rusiyah,
lahir di Sendang Baru, Minggu 10 Desember 1996.
Penulis melewati pendidikan Sekolah Dasar di SD
Negeri 01 Sendang Baru pada tahun 2001, setelah
menamatkan pendidikan dasarnnya penulis melanjutkan
pendidikan Sekolah Mengah Pertama di SMP
Muhammadiyah 01 Sendang Agung pada tahun 2007 dilanjutkan pada Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 01 Kalirejo pada tahun 2010. Setelah itu penulis
melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi di Universitas Lampung pada tahun
2013 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi.
Selama menjadi mahasiswi, mahsiwa aktif berorganisasi dan pernah menjabat
sebagai Sekertaris Bidang Ekspedisi di HIMBIO (Himpunan Mahasiswa Biologi)
periode 2014/2015 FMIPA UNILA. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum
Mikrobiologi Umum, Mikrobiologi Tanah dan Mikologi. Pada tahun 2016 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Banding Agung, Kecamatan Punduh
Pedada Kabupaten Pesawaran Lampung selama 60 hari. Penulis juga pernah
melaksanakan Kerja Praktik di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia selama 40 hari
dengan judul “UJI MIKROBIOLOGI FILLER MINGGUAN SETELAH
vii
SANITASI PERALATAN PRODUKSI DENGAN METODE TOTAL COUNT
DAN YEAST MOLD DI PT COCA_COLA BOTTLING INDONESIA
SOUTHERN SUMATERA”.
viii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikannikmat kesehatan dan kesempatan serta kesabaran
untuku dalam menyelesaikan skripsi ini. Karya kecilkukupersembahkan untuk:
Ayahanda tercinta Suprapto dan ibunda tersayangRusiyah yang senantiasa memberiku pelukan dan
tempat ternyaman di bumi ini.
Kakakku terkasih Purwanti dan Suka Esti beserta suamidan anaknya yang senantiasa mendo’akan danmemberikan dukungan dan bimbingan disetiap
langkahku
Bapak dan Ibu Dosen pembimbing yang senantiasasabar dan tak pernah lelah dalam membimbing dan
memberikan ilmu.
Sahabat-sahabatkuAtas kebersamaan, pengalaman dan dukunganya
selama masa studi.
Serta Almamaterku tercintaUniversitas Lampung
ix
MOTTO
Jika engkau tak belajar bersabar dalam kegagalan, engkautak akan sampai pada manisnya keberhasilan
(Mario Teguh)
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baikbagimu
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amatburuk bagimu
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui(Al-Baqarah: 216)
To A Great Mind, Nothing Is Little(Sherlock Holmes)
Temukan sejatinya dirimu dalam ribuan kepingan ketakutandan rasa malasmu
Raih dan genggam serta ayomi, dia adalah senjata yang takbisa dibuat oleh teknologi secanggih apapun- Senjata
mutakhir(Sarah)
Tuhanmu lebih tahu batas rasa sakit yang bisa kau tampung.Jangan sampai engkau menyerah disaat selangkah lagi Ia
mengganti kesakitan dengan sejuta keindahan(Habib Achmad Jamal)
Yakini, syukuriTuhanku tidak akan ingkar
(Sarah)
x
SANWACANA
Dengan mengucap Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI APLIKASI INOKULUM FUNGI
Geotrichum sp. PADA KONDISI ASAM DENGAN MEDIA SORGHUM
(Sorghum bicolor L.) TERHADAP KUALITAS KOMPOS SERASAH”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak sekali bantuan
yang penulis dapatkan dari berbagai pihak. Dengan terselesaikannya skripsi ini,
Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Ayahanda (Suprapto) dan Ibundaku (Rusiyah), Kakakku (Purwanti dan Suka
Esti) serta adik kemenakanku tersayang (Athaa Fairo Mafuudz dan Salsabila
Thalita Aftani) yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, kesabaran
dan semangat kepada penulis dalam menggapai cita-cita.
2. Bapak Dr. Bambang Irawan, M.Sc., selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam melakukan penelitian hingga
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dra. C.N. Ekowati, M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan
nasehat, saran dan bimbingan selama menyelesaikan skripsi ini.
xi
4. Ibu Dra. Yulianty, M.Si., selaku pembahas yang telah banyak memberikan
kritik dan koreksi pada penulis serta membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D. selaku Dekan FMIPA Universitas
Lampung.
6. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung.
7. Ibu Dra. Sri Murwani, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik.
8. Bapak Ibu Dosen Jurusan Biologi FMIPA Unila, terimakasih atas bimbingan
dan ilmu yang sudah diberikan selama penulis melaksanakan studi di Jurusan
Biologi, Karyawan dan staff serta laboran di Jurusan Biologi yang telah
membantu dalam penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Sahabat seperjuangan tim fungi “The Three Musketeer” Dea Putri Andeska
dan Lina Linda Wati terimakasih atas perhatian, kerjasama dan
kebersamaanya dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kesayangan penulis Nungki Nuari Dewi, Dewi Setyawati, Sally Khoirunisa,
Muna Sari, Neria Vicha E, Siti Nurhayati dan Ayu Selviyani atas perhatian
dan semangat yang diberikan.
11. Sahabat “Asal Jalan” Umi Ma’rifah, Muhdi Kholil, Umi Latifatul H, Edi
Yuhono, Hendri Yustriandi, Amin Tohari, Rohmatun, Andri Aprianto dan
Ahmad Nasrun terimakasih atas kasih sayang yang diberikan.
12. Sahabat sepanjang masa Ade Safitri, Tri Yuniati, Aziza Aulia, Eka Setiawati,
Mahmud Ihwani, M. Pambudi Amrullah terimakasih atas dukungan, waktu
dan kebersamaannya selama ini.
xii
13. Sahabat seperjuangan “Microholic” Nuraini, Balqis, Fatma, Yovita, Nailul,
Rizcikal, Noor, Hafiz, Rohman, Hendra, Rizani selaku terimakasih atas
banyak cerita dan kebersamaannya selama ini.
14. Teman-teman “KosanHitz-31” Winda, Renitago, Mba Anna, Nisa, Iska, Noe,
Juplek, Mba Ema, Eka, DDN terimakasih atas bantuan dan keceriaan yang
diberikan.
15. Teman-teman seperjuangan Biologi Angkatan 2013, khususnya “Bio-B 2013”
terimakasih kekeluargaan yang telah terjalin.
16. Kakak tingkat serta adik tingkat atas bantuan dan dorongan semangat yang
diberikan.
17. Seluruh keluarga besar HIMBIO, khususnya bidang Ekspedisi yang telah
memberikan pengalaman dan pembelajaran yang sangat bermanfaat.
18. Almamater tercinta Universitas Lampung.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka mereka dan semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 05 Agustus 2017Penulis
Sarah Niati
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN .................................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL DALAM ............................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................v
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ viii
MOTTO ................................................................................................................ ix
SANWACANA .......................................................................................................x
DAFTAR ISI....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................................11.2 Tujuan Penelitian.....................................................................................31.3 Manfaat Penelitian...................................................................................31.4 Kerangka Pikir.........................................................................................31.5 Hipotesis ..................................................................................................4
xiv
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fungi .......................................................................................................52.2 Fungi Dekomposer ..................................................................................82.3 Pembentukan Spora (Sporulasi) ............................................................112.4 Fungi Geotrichum sp. ...........................................................................132.5 Lignin ....................................................................................................152.6 Tanaman Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench).............................192.7 Biologi Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench.).................19
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................233.2 Alat dan Bahan Penelitian .....................................................................233.3 Rancangan Penelitian ............................................................................243.4 Prosedur Kerja .......................................................................................25
3.4.1 Stok Kultur Isolat Fungi Geotrichum sp.......................................253.4.2 Peremajaan Isolat Fungi Geotrichum sp.......................................253.4.3 Pembuatan Media Inokulum.........................................................253.4.4 Pemanenan Spora .........................................................................273.4.5 Aplikasi Inokulum Geotrichum sp. Pada Seresah Kompos..........283.4.6 Analisis Kandungan Kompos .......................................................29
3.5 Rancangan Diagram Alir Penelitian ......................................................34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .........................................................................................364.1.1 Produksi Jumlah Spora ...................................................................364.1.2 Viabilitas Spora (CFU/ml)..............................................................374.1.3 Kadar Karbon..................................................................................384.1.4 Kadar Nitrogen................................................................................394.1.5 Kandungan C/N Ratio Kompos ......................................................40
4.2 Pembahasan...............................................................................................414.2.1 Produksi Jumlah Spora ...................................................................414.2.2 Viabilitas Spora (CFU/ml)..............................................................454.2.3 Kadar Karbon..................................................................................474.2.4 Kadar Nitrogen................................................................................494.2.5 Kandungan C/N Ratio Kompos ......................................................51
xv
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...................................................................................................555.2 Saran .........................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................56
LAMPIRAN..........................................................................................................63
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi volume citrate buffer ............................................................26
Tabel 2. Perlakuan pH yang dipakai dalam media sorgum....................................35
Tabel 3. Perlakuan pemberian inokulum ke kompos seresah ................................35
Tabel 4. Jumlah spora fungi Geotrichum sp. inkubasi 14 hari...............................63
Tabel 5. Nilai viabilitas spora Geotrichum sp. (CFU/ml)......................................63
Tabel 6. Analisis kadar karbon ..............................................................................63
Tabel 7. Analisis Kadar Nitrogen...........................................................................64
Tabel 8. Kandungan C/N ratio kompos..................................................................64
Tabel 9. Analisis Varian Produktifitas Spora (Spora/ml) ......................................65
Tabel 10. Analisis Varian Viabilitas Spora (CFU/ml) ...........................................67
Tabel 11. Analisis Varian kadar Karbon Minggu 4 ...............................................69
Tabel 12. Analisis Varian kadar Karbon Minggu 7 ...............................................70
Tabel 13. Analisis Varian kadar Nitrogen Minggu 4.............................................71
Tabel 14. Analisis Varian kadar Nitrogen Minggu 7.............................................72
Tabel 15. Uji statistik kadar CN Ratio Minggu 4 & 7 ...........................................73
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. A) koloni, B) septasi hifa, C) disjunction hifa dan arthric konidia
(arthrospora). .......................................................................................15
Gambar 2. Struktur kimia penyusun lignin ............................................................17
Gambar 3. Struktur kimia Lignin ...........................................................................17
Gambar 4. Anatomi Biji Sorgum ...........................................................................21
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian .......................................................................34
Gambar 6. Diagram jumlah spora fungi Geotrichum sp. inkubasi 14 hari ............36
Gambar 7. Jumlah viabilitas spora (CFU/ml) ........................................................37
Gambar 8. Kurva kadar karbon..............................................................................38
Gambar 9. Kurva kadar Nitrogen...........................................................................39
Gambar 10. Kurva Kandungan C/N Ratio Kompos ..............................................40
Gambar 11. Proses penimbangan Sorghum ...........................................................75
Gambar 12. Proses pemasukan sorghum dalam tabung kaca ................................75
Gambar 13. Inokulum fungi Geotrichum sp. inkubasi 14 hari ..............................76
Gambar 14. Proses Perhitungan Produktivitas Spora Fungi Geotrichum sp. ........76
xviii
Gambar 15. Perhitungan Jumlah spora menggunakan Haemocytometer...............76
Gambar 16. Koloni pada Viabitias Spora ..............................................................77
Gambar 17. Serasah Daun Bahan Kompos ............................................................77
Gambar 18. Kompos Perlakuan inkubasi 0 hari.....................................................77
Gambar 19. Pengukuran Kelembapan Kompos .....................................................78
Gambar 20. Fungi Geotrichum tumbuh pada kompos ...........................................78
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dekomposisi adalah proses penguraian senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana oleh mikroorganisme tanah (Kähkönen & Hakulinen,
2011), salah satunya adalah fungi dan prosesnya dipengaruhi oleh kondisi pH
(Noor, 2006). Kondisi lingkungan yang masam menyebabkan
mikroorganisme pendegradasi jumlahnya menurun, sehingga proses
dekomposisi terganggu dan berjalan lambat. Hal ini disebabkan beberapa
jenis mikroorganisme pendegradasi hidup pada pH netral (Higa & Parr,
1994). Alternatif yang dapat dilakukan pada proses pengomposan kondisi
masam adalah dikembangkannya aktivator pengomposan yang memiliki sifat
toleran terhadap pH masam seperti fungi saprotrof.
Geotrichum sp. merupakan fungi saprofit yang berperan dalam proses
dekomposisi. Secara mikroskopis Geotrichum sp. memiliki hifa bersekat dan
bersifat hialin (Malloch, 1981), berkembangbiak dengan cara fragmentasi hifa
yaitu pembentukan spora aseksual dengan membentuk arthosprora. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya fungi Geotrichum sp. membutuhkan nutrisi
yang larut seperti C, N dan asam amino. Sedangkan di alam sebagian besar
tersedia dalam bentuk senyawa kompleks seperti selulosa, lignin sehingga
2
fungi harus mengubahnya menjadi bahan yang lebih sederhana seperti C
organik sebagai sumber energinya (Kähkönen & Hakulinen, 2011). Fungi
mengurai senyawa kompleks dengan menghasilkan enzim ekstraselulase (Dix
& webster, 1995). Penelitian Irawan et al., (2014) menyatakan fungi
Geotrichum sp. bersifat lignolitik yang mampu mendegradasi lignin.
Presentase lignin di alam berkisar antara 25-36% (Chambpell et al., 1996),
merupakan polimer sangat sulit didegradasi kimia secara enzimatik, senyawa
aromatik yang kompleks yang tersusun atas unit fenil propana yang 2/3
bagiannya diikat oleh ikatan eter bersifat non-hydrolysable (Anggorodi,
1990). Enzim ligninase fungi Geotrichum sp. mampu mengurai struktur
kompleks lignin menjadi senyawa-senyawa monomer yang lebih sederhana,
sehingga laju pengomposan lignin berjalan lebih cepat dan dapat
meningkatkan kandungan kompos. Sorghum memiliki kandungan lignin
sebesar 26%, maka dari itu sorghum cocok digunakan sebagai bahan
pembuatan inokulum.
Informasi pengembangan mengenai pH minimum yang dapat ditumbuhi oleh fungi
Geotrichum sp. dan pengembangan kemampuan degradasi fungi Geotrichum sp.
belum cukup tersedia, maka dari itu penting untuk dilakukan penelitian tentang
pengembangan inokulum fungi Geotrichum sp. sebagai agen dekomposer dalam
kondisi lingkungan pH asam dengan menggunakan media sorghum.
3
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh kondisi asam pada media sorghum terhadap
produktivitas dan viabilitas spora fungi Geotrichum sp.
2. Untuk mengetahui kemampuan inokulum fungi Geotrichum sp terhadap
kualitas kompos serasah.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai inokulum fungi ligninolitik yang mampu digunakan sebagai
aktivator pengomposan pada kondisi lingkungan asam serta dapat menjadi
acuan bagi penelitian yang terkait selanjutnya.
1.4 Kerangka Pikir
Fungi Geotrichum sp. memiliki sifat lignolitik yang mendegradasi lignin.
Lignin merupakan senyawa kompleks yang tersusun atas polimer senyawa
fenol kompleks hidroksifenol (H-type), Guacyl (G-type), dan Syringil (S-
type) dengan ikatan non-hidrolisable yang sulit dipecah oleh organisme lain
dengan adanya inokulum yang dapat mendegadasi lignin maka penguraian
lignin dapat terjadi. Secara keseluruhan proses pengomposan dapat terjadi
dengan cepat.
4
Geotrichum sp. mampu mendepolimerisasi lignin menjadi senyawa yang
lebih sederhana. Apabila ditumbuhkan dalam media asam diduga mampu
menyebabkan pertumbuhan yang optimal. Pada pH optimal tersebut fungi
mampu tumbuh dengan baik, hal ini disebabkan pH yang optimal akan
berpengaruh pada muatan total ion H+ yang menyebabkan terjadinya transfer
nutrien. Dengan adanya penyerapan nutrien yang baik akan mempengaruhi
metabolisme dan pertumbuhan dari fungi dan akibatnya akan menghasilkan
produktivitas dan viabilitas spora yang tinggi.
Sorghum merupakan tanaman yang memiliki kandungan lignin sebesar 26%,
merupakan media inokulum fungi Geotrichum sp. yang tepat. Berdasarkan
uraian tersebut kajian pengembangan tentang kemampuan produktivitas dan
viabilitas spora fungi terhadap kondisi lingkungan media asam dan
pengaruhnya terhadap pengomposan tersebut penting untuk dilakukan.
1.5 Hipotesis
1. Kondisi asam pada media sorghum dapat meningkatkan produktivitas
dan viabilitas spora fungi Geotrichum sp.
2. Penambahan inokulum fungi Geotrichum sp. pada bahan pengomposan
dapat menaikan kualitas kandungan kompos yang ditandai dengan
menurunya kandungan rasio C/N organik pada kompos serasah.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fungi
Fungi didefinisikan sebagai organisme eukaryotik, dengan pertumbuhan
berbentuk filamen, bersel tunggal dan yeast, dinding sel disusun oleh kitin
dan selulosa dan tidak berklorofil. Fungi bersifat heterotrof dan memiliki
siklus reproduksi seksual dan aseksual (Gandjar dkk, 1999). Sebagai
organisme eukaryotik fungi memiliki inti sel yang jelas, terdapat membran
yang melapisi sitoplasma, memiliki selaput inti dan selaput organel, serta
membran selnya mengandung sterol dan aliran sitoplasma (Noor, 2006).
Fungi terdiri atas benang-benang yang disebut hifa, benang hifa yang
menyatu membentuk jala disebut miselium. Miselium fungi terbagi atas
dua macam yaitu miselium vegetatif berfungsi menyerap nutrisi pada
substrat, tumbuh secara vertical. Miselium fertil berfungsi dalam proses
perkembangbiakan yang tumbuh secara horizontal membentuk spora .
umumnya hifa berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau
berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara
absorpsi (Gandjar dkk, 2006)
Berdasarkan bentuknya dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu
hifa tidak bersepta dan hifa bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan
6
ciri jamur yang termasuk Chytridiomycota (Jamur tingkat rendah). Hifa
merupakan sel yang memanjang, bercabang-cabang, terdiri atas sitoplasma
dengan banyak inti (soenositik). Hifa yang bersepta merupakan ciri dari
jamur tingkat tinggi, atau yang termasuk Eumycetes (Sumarsih, 2003).
Perkembangbiakan fungi dapat secara seksual dan aseksual (Rao, 1994).
Perkembangbiakan seksual terjadi saat hifa berkonjugasi atau saat
pembentukan sporangia askus dan basidia. Perkembangbiakan aseksual
terjadi dengan fragmentasi secara mitosis dengan atau tanpa diselingi daur
perkembangbiakan yang jelas (Paul and Clark, 1996)
Sebagai makhluk heterotrof, (menurut Sumarsih 2003) jamur mempunyai
3 sifat sebagai berikut :
1. Parasit obligat
Merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya,
sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia
carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS).
2. Parasit fakultatif
Parasit fakultatif adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan
inang yang sesuai, tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang
yang cocok.
3. Saprofit
Merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang
mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah
mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur
7
saprofit mengeluarkan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk
mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana
sehingga mudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung
menyerap bahan-bahan organik dalam bentuk sederhana yang
dikeluarkan oleh inangnya.
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur
yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain
juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya.
Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza
dan liken.
Sebagai organisme heterotrof dan tidak memiliki klorofil fungi sapotrof
memenuhi kebutuhan nutrisinya diperoleh dari sisa-sisa organisme lain
dalam bentuk senyawa organik (Dwidjoseputro, 1978) seperti glukosa,
asam-asam organik, disakarida, polisakarida, pektin, selulosa,dan lignin
sebagai sumber energi (Alexander, 1997). Fungi hanya dapat
memanfaatkan monosakarida dan asam amino sebagai sumber energinya,
jika nutrien yang tersedia dalam bentuk disakarida maupun polisakarida,
makasubstrat didegradasi terlebih dahulu dengan mengeluarkan enzim
ekstraseluler. Enzim ini berfungsi melakukan proses depolimerisasi yaitu
pemecahan senyawa polimer kompleks menjadi senyawa
sederhana(Campbell et al., 2002).
Fungi menyimpan makananya dalam bentuk glikogen, sumber makanan
diperoleh dari miselium vegetatif. Fungi saprofit memanfaatkan zat
8
organik dari sisa makhluk hidup yang telah mati, misalnya kayu tumbang
atau buah jatuh untuk mendapatkan sumber nutrisi dengan cara
mengeluarkan enzim hidrolase untuk mendekomposisi molekul kompleks
menjadi molekul sederhana. Selain itu, hifa mampu menyerap secara
langsung bahan-bahan organik dalam bentuk sederhana yang dikeluarkan
oleh inangnya (Deacon, 1997).
2.2 Fungi Dekomposer
Dekomposisi adalah proses penguraian senyawa organik menjadi senyawa
yang lebih sederhana yang dilakukan oleh mikroogrganisme tanah seperti
fungi, bakteri, antrophoda dll. Proses dekomposisi bertanggung jawab
terhadap siklus materi karbon, air dan berbagai nutrien lainya di alam.
Keberhasilan proses dekomposisi akan menaikan nilai humus dan unsur
hara tanah seperti P dan N (Susanti 2008).
Dekomposer adalah organisme yang bertanggungjawab dalam proses
dekomposisi dan bersifat heterotrof.dekomposer memecah senyawa
organik pada substrat dengan mengeluarkan enzin ekstraseluler menjadi
senyawa sederhana dan menyerap sebagian hasil penguraian tesebut dan
melepaskan senyawa sederhana yang dapat digunakan kembali oleh
tanaman sebagai sumber nutrisinya (Susanti, 2008). Proses dekomposisi
sempurna apabila dekomposer mampu memecah protein, pati, senyawa
organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti N, P, K,
S (Susanti 2008).
9
Mikrofungi menyususn sebagian besar biomasa tanah, mikrofungi
berperan sebagai dekomposer utama pada proses dekomposisi bahan
organik di alam (Kilham, 1994). Memiliki peran aktif dalam ekosistem
sebagai pendegradasi bahan organik dan agregasi tanah dan hidup
dilingkungan alami seperti sisa-sia bahan organik dan sampah. Dengan
cara mengurai bahan organik kompleks menjadi bahan anorganik sehingga
fungi mendapatkan sumber energi dan nutrien yang diperoleh dari sisa-
sisa tumbuhan dan hewan (Noor, 2006) menyerap sebagian hasil
penguraian tersebut dan melepaskan bahan yang sederhana yang kemudian
digunakan kembali oleh tanaman sebagai sumber nutrisi (Sunarto, 2003).
Fungi disebut organisme perombak bahan organik yang memiliki
kemampuan lebih baik dibandingkan bakteri, populasi fungi biasanya
mendominasi pada pH asam, bahkan fungi dapat tumbuh pada pH 2
sampai 3 (Rao, 1994). Sugiharto dan Widawati (2005) menyatakan bahwa
penguraian bahan organik dalam kompos secara alami biasanya
memerlukan waktu 8 minggu, dengan pemberian inokulan atau aktivator
dapat mempercepat penguraian bahan organik karena berperan sebagai
katalisator guna mempercepat proses penguraian bahan kompos. Dalam
penelitian tersebut didapatkan bahwa penambahan mikroba perombak
(dekomposer) dan bakteri penambat N dan P dapat meningkatkan
kandungan N dan P pada kompos.
Dalam penelitian Irawan et al 2007 isolasi fungi dari kompos menunjukan
fungi memiliki sifat xilanolitik dan selulolitik. Sedangkan pada penelitian
10
Irawan et al. 2014 dinyatakan bahwa isolasi fungi kompos didapatkan
fungi yang bersifat lignoliitik, xilanolitk dan selulolitik. Kelompok fungi
yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam fungi lignolitik.
Proses dekomposisi dipengaruhi oleh aktivator seperti fungi yang biasanya
digunakan dalam bentuk inokulum. Dalam tanah fungi sapotrof
menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan yang mirip dengan
humus dalam tanah dan humus merupakan habitat untuk mikroba (Rao,
1994). Faktor lingkungan yang mempengaruhi populasi fungi pada
dekomposisi bahan organik diantaranya bahan organik, kandungan unsur
hara, rasio C/N, pH, suhu dan kelembaban.
Deacon (1997) membagi fungi saprotrof ke dalam 5 kelompok fungi
saprotrof (dekomposer) berdasarkan jenis substrat, kondisi lingkungan
serta interaksinya dengan organisme lain, yaitu :
a. Fungi patogen dan parasit lemah. Fungi ini biasanya tumbuh di awal
fase dekomposisi dengan menggunakan senyawa terlarut dari inang dan
merupakan kompetitor lemah pada dekomposisi serasah (misalnya:
Alternaria spp., Cladosporium herbarum dan Botrytis cinerea).
b. Fungi saprotrof pioner. Fungi ini biasanya menggunakan substrat
senyawa terlarut sederhana, kompetior yang baik, tumbuh cepat dan
siklus hidup pendek (misalnya: Mucor, Rhizopus dan Phytium spp.);
c. Fungi pendegradasi polimer. Fungi ini mampu menggunakan substrat
polimer seperti selulosa, hemiselulosa, khitin, mampu mepertahankan
sumberdaya dengan mengeluarkan antibiosis, dan mempunyai susbstrat
11
spesifik (misalnya: Fusarium, Chaetomium, Humicola dan
Trichoderma).
d. Fungi pendegradasi senyawa rekalsitrans. Fungi ini mampu
mendegradasi senyawa rekalsitrans seperti lignin dan mempunyai
substrat spesifik (misalnya: Mycena galopus, Marasmius oreades, dan
Phanaerochaete chrysoporium).
e. Fungi oportunis sekunder. Fungi ini biasanya menggunakan nutrien
yang berasal dari sisa sisa fungi lainnya, toleran terhadap metabolit
fungi lain dan biasanya antagonistik (misalnya: Thermomyces
lanuginosis, Phytium oligandrum dan Mortierella spp.).
2.3 Pembentukan Spora (Sporulasi)
Sporulasi adalah suatu respon terhadap penurunan kadar nutrisi dalam
medium khususnya sumber karbon dan nitrogen. Pengaturan
pembentukan spora bersifat negatif karena sel membuat repressor dari
senyawa yang terkandung dalam medium untuk mencegah mulainya
sporulasi. Jika proses tersebut menurun maka akan terjadi sporulasi (Moat
et al., 2002). Sporulasi terbentuk pada akhir fase logaritmik dan awal fase
stasioner (Fardiaz, 1992).
Sumber nitrogen berpengaruh terhadap sporulasi dan hasil metabolit
primer atau sekunder. Beberapa asam amino seperti asam aspartat, asam
glutamat, alanin serta ion Mg2+, Mn2+, Zn2+, dan Ca2+ dalam
konsentrasi yang cukup dapat memacu pertumbuhan dan sporulasi
(Dulmage et al., 1990). Kondisi lingkungan seperti suhu dan pH juga
12
berpengaruh terhadap proses pertumbuhan. Secara alami fungi cenderung
tumbuh baik pada pH netral, pH mempengaruhi reaksi enzimatis. Protein
pada kondisi terlarut cenderung mudah berinteraksi dengan pelarutnya,
sehingga bila terjadi perubahan pH larutan diatas atau dibawah pH
optimum, maka akan langsung bersentuhan dengan sisi aktif enzim
sehingga akan terjadi penurunan aktivitas enzim dengan cepat. Perubahan
pH berpengaruh terhadap perpindahan proton dalam membran sel (Singh
et al., 2008). Hal ini menyebabkan proses sporulasi terganggu. Suhu
memiliki peran penting dalam proses pertumbuhan maupun pembentukan
metabolit. Peningkatan suhu diatas optimum dapat mengakibatkan
penurunan dan kematian sel. Suhu mempengaruhi proses produksi. Suhu
yang tinggi dapat membatasi suatu produksi karena dapat mengakibatkan
pemutusan ikatan ion dan hidrogen pada struktur stabil enzim yang
berakibat terjadinya denaturasi (Shuler & Kargi, 2002). Penurunan jumlah
protein karena denaturasi mengakibatkan pembentukan spora menurun.
Sporulasi pada fungi terdiri dari dua macam yaitu secara aseksual dengan
membentuk spora yang mengalami pembelahan mitosis dalam kantung
spora dan selanjutnya spora dikeluarkan ke lingkungan (Solomon, et al.,
2008). Sedangkan pembentukan spora seksual dilakukan dengan cara fusi
pada sel fungi yang haploid. Dua hifa yang memiliki genetik yang cocok
akan mendekat, sitoplasmanya menyatu (plasmogamy) menghasilkan sel
dengan dua inti haploid. Pada waktu tertentu dua inti sel haploid tersebut
akan berfusi yang disebut proses karyogami. Hasil fusi ini disebut sebagai
zigot nucleus bersifat diploid yang akan mengalami meiosis untuk
13
menghasilkan menjadi gamet spora haploid kembali (Moore and
Landecker, 1972).
Fungi yan ditemukan dalam kondisi struktur spora seksual, maka fungi
tersebut berada pada fase teleomorf, sedangkan fungi yang ditemukan
struktur spora aseksual maka fungi berada pada fase anamorf (Webster dan
Weber 2007).
Spora pada fungi menghasilkan struktur yang khusus, berbeda dengan sel
somatik fungi. Beberapa karakteristik yang penting dari spora yang
membedakannya dengan sel tubuh fungi yang lain adalah:
1. Dinding yang lebih tebal, dengan tambahan lapisan atau tambahan
pigmen seperti melanin.
2. Sitoplasma yang padat, dan beberapa organela kurang berkembang.
Misalnya, dijumpai RE yang kurang berkembang.
3. Spora mengandung kadar air yang rendah, tingkat respirasi yang
rendah, dan tingkat sintesis protein dan asam nukleat yang rendah.
4. Spora memiliki materi penyimpanan energi seperti lemak, glikogen
atau trehalose (Deacon, 2005).
2.4 Fungi Geotrichum sp.
Geotrichum sp. memiliki koloni dan miselium berwarna putih seperti
kapas, hifa bersepta dan tumbuh memanjang yang semakin lama tumbuh
semakin rapat dan bercabang (Samson dan van Reenen-Hoekstra, 1988).
Memiliki konidia (arthrospores) hialin yang berasal dari segmentasi hifa
14
(Irawan et al., 2014). Menghasilkan pseudohifa, blastospora dan
arthospora (Harr, 2002). Termasuk ke dalam golongan fungi saprofit yang
berperan dalam proses dekomposisi (Sumarsih 2003). Secara mikroskopis,
jamur Geotrichum sp. memiliki hifa bersekat dan hifa hialin. Penelitian
Irawan et al., 2014 menyatakan bahwa uji isolat fungi Geotrichum sp.
yang diperoleh dari serasah kompos menunjukan positif memiliki
kemampuan mendegradasi lignin pada media uji dengan menghasilkan
spora 4,2 x 109 dan memiliki viabilitas dengan uji CFU yaitu mencapai
angka 8,2 x 106 dengan media uji sorghum, sehingga fungi tersebut sangat
berpotensi dijadikan sebagai starter pengomposan untuk mendegradasi
lignin yang terdapat pada serasah daun.
Klasifikasi jamur Geotrichum sp. menurut Alexopoulos, Mim’s &
Blackwell , 1996 adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Zygomycetes
Bangsa : Monilia
Suku : Moniliaceae
Marga : Geotrichum
Jenis : Geotrichum sp.
15
Gambar 1. A) koloni, B) septasi hifa, C) disjunction hifa dan arthric konidia(arthrospora).
2.5 Lignin
Lignin merupakan komponen utama penyususn lignoselulosa yaitu suatu
gabungan beberapa senyawa dengan ikatan yang kuat mengandung
karbon, hidrogen, dan oksigen. Memiliki inti dengan satu unit aromatik
dan berstruktur rantai yang mengandung unit dasar fenil propane, dengan
gugus metoksi berkadar 5-15% (Anggorodi, 1990).
Komposisi dan struktur lignin tergantung pada genetik dan lebih banyak
ditemukan pada lapisan tengah dan dinding utama. Kadar lignin
bertambah dengan bertambahnya umur tanaman, akibatnya daya cerna
semakin rendah (Jouany, 1991). Lignin sangat tahan terhadap degradasi
kimia termasuk degradasi enzimatik. Pada penelitian Irawan et al., (2014)
A
C
B
16
degradasi lignin oleh mikroba dapat dilakukan oleh fungi saprofit yang
memiliki sifat lignoselulitik yaitu fungi Geotrichum sp.
Lignin lebih sulit dipecah dibandingkan selulosa dan hemiselulosa,
dikarenakan strukturnya yang rumit dan ikatannya yang bersifat non-
hydrolysable. Molekul lignin tersusun atas 3 sub unit yaitu, hidroksifenol
(H-type), guaiacyl (G-type) dan syringil (S-type). Strukturnya juga tidak
mempunyai ikatan tunggal yang berulang antar sub unitnya dan bahkan
bersifat random dengan paling tidak ada 10 jenis ikatan (Tuomela et al.,
2000). Fraksi lignin ini berisi tidak hanya lignin sebenarnya tetapi juga
kutin dan tanin (Knabner, 2002).
Lignin membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang melindungi
polisakarida dari degradasi mikroba dan membentuk struktur
lignoselulosa. Disamping itu memberikan bentuk yang kokoh terhadap
tanaman, Lignin terutama terkonsentrasi pada lamela tengah dan lapisan
dinding sel yang terbentuk selama proses lignifikasi jaringan tanaman
(Steffen, 2003). Lignin tidak hanya mengeraskan mikrofibrilselulosa, juga
berikatan secara fisik dan kimia dengan hemiselulosa. Lignin yang
melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan
arilalkil dan ikatan eter.
17
Berikut adalah struktur kimia penyusun lignin:
Gambar 2. Struktur kimia penyusun lignin(Sumber: steffen, 2003)
Gambar 3. Struktur kimia Lignin(Sumber: Hammel, 1997)
18
Susunan lignin yang komplek menyebabkan degradasinya hanya dapat
dilakukan oleh enzim ekstraseluler (Lankinen, 2004). Enzim ekstraseluler
pendegradasi lignin terdiri dari Lignin peroksidase (LiP), Manganese
peroksidase (MnP) dan Laccase. Enzim tersebut bekera secara tidak
spesifik. Selain dapat didegradasi oleh beberapa jenis mikroorganisme,
juga dapat didegradasi secara kimiawi yaitu dengan penambahan bahan-
bahan seperti NaOH, Na2S, Sulfit, Bisulfit, Klorin, Kalsium Hipoklorit,
Klorin dioksida, dan Peroksida (Jaya, 2014) dan senyawa alkali (Sudiyani
et al., 2010). Lignin peroksidase (LiP) mengoksidasi unit non fenolik
lignin melalui pelepasan satu elektron dan membentuk radikal kation yang
kemudian terurai secara kimiawi.
LiP mengoksidasi unit non fenolik lignin melalui pelepasan satu elektron
dan membentuk radikal kation yang kemudian terurai secara kimiawi. LiP
dapat memutus ikatan Cα-Cβ molekul lignin dan mampu membuka cincin
lignin dan reaksi lain (Kirk dan Farrell, 1987). MnP mengoksidasi Mn2+
menjadi Mn3+. Sifat reaktif Mn3+yang tinggi selanjutnya mengoksidasi
cincin fenolik lignin menjadi radikal bebas tak stabil dan diikuti dengan
dekomposisi lignin secara spontan. Laccase mengoksidasi cincin fenolik
menjadi radikal fenoksil (Toumela, 2001).
Proses degradasi lignin ini dimulai saat jamur pelapuk putih menembus
dan membentuk koloni dalam sel kayu, lalu mengeluarkan enzim yang
berdifusi melalui lumen dan dinding sel. Jamur pelapuk putih menyerang
19
komponen lignin dari kayu hingga menyisakan selulosa dan hemiselulosa
sehingga pelapukan selanjutnya mudah dilakukan.
2.6 Tanaman Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench)
Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench.) telah banyak dikembangkan di
Indonesia karena memiliki daya adaptasi yang luas, tahan terhadap
kekeringan, produksi tinggi, serta memiliki daya tahan tinggi terhadap
hama dan penyakit. Tanaman sorghum memiliki kandungan nutrisi yang
tinggi (Sirappa, 2003). Sorghum dapat bereproduksi pada lahan yang
kurang subur, sumber air terbatas serta dilahan berpasir sekalipun. Kini
sorghum dibudidayakan khusus sebagai sumber karbohidrat dan energi
(USDA, 2008).
2.7 Biologi Tanaman Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench.)
Sorghum merupakan tanaman Graminae yang mampu tumbuh hingga 6
meter. Sampai saat ini tercatat ada 32 jenis sorghum, sorghum berasal dari
Afrika Timur, satu spesies di antaranya berasal dari Meksiko. Tanaman
ini dibudidayakan di Eropa Selatan, Amerika Utara, Amerika Tengah, dan
Asia Selatan. Spesies Sorghum bicolor (L.) Moench adalah yang paling
banyak dibudidayakan di antara spesies-spesies sorghum lainnya (Sari,
2016).
20
Berdasarkan sistematika tanaman menurut Cronquist (1981), Sorghum
bicolor (L.) termasuk ke dalam :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Cyperales
Suku : Poaceae
Marga : Sorghum
Jenis : Sorghum bicolor (L.) Moench.
Sistem perakaran sorghum terdiri atas akar primer dan sekunder yang
memiliki hampir 2 kali panjang akar jagung pada tahap pertumbuhan yang
sama hal ini merupakan faktor utama sorghum memiliki toleransi yang
tinggi terhadap kekeringan (Thomas et al. 1976).
Sorghum memiliki tipe biji berkeping satu dengan struktur yang terdiri
atas tiga bagian utama, yaitu lapisan luar (coat), embrio (bakal buah) dan
endosperm (jaringan yang mengelilingi dan memberi nutrisi embrio).
Lapisan luar biji sorghum terdapat hilum (pusar biji) dan perikarp (dinding
buah) yang menyusun bobot biji sorghum sebesar 7,3-9,3% dari bobot biji
yang dihasilkan (Du plessis, 2008). Biji sorghum ditutupi oleh sekam
dengan warna coklat muda, krim atau putih, bergantung pada varietas
sorghum tersebut (mudjisihono dan suprapto, 1987). Kandungan pati
dalam biji sorghum tersimpan dalam bentuk granula pada bagian
21
endosperm. Selain pati biji sorghum mengandung arabinosilan, vitamin
dan mineral pada bagian endosperm dan pericarp (Dicko et al., 2005).
Bagian-bagian penyusun biji sorghum dapat dilihat pada gambar berikutini:
S.A=Stylar area/bagian ujung, E.A=Embryonic axis/intiembrio,S=Scutellum/Sekutelum
Gambar 4. Anatomi Biji Sorghum.(Sumber: Earp et al., 2004)
Diantara 32 spesies sorghum yang ada, terdapat 2 kultifar sorghum
unggulan yaitu sorghum Numbu dan Kawali. Kultifar Numbu dan Kawali
dilepas oleh Badan Litbang Pertanian pada tahun 2001. Varietas Numbu
memiliki kandungan etanol sebesar 5.454 l/ha, brix pada angka 9,3%,
bobot batang 4,5 kg/10 tanaman, bobot daun 0,9/10 tanaman. Varietas
Numbu beradaptasi baik pada lahan kering masam, tahan terhadap
penyakit karat dan bercak daun (Aqil et al., 2013).
22
Sorghum kultivar Numbu memiliki kandungan protein 9,12%, Kadar
lemak 3,9 %, Kadar karbohidrat 84,58% (Anonim, 2013) dan biomasa
dinding sel sorghum tersusun atas 26% lignin, 30% hemiselulase dan 44%
selulosa (Sattler, 2010).
23
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017, di
Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, Bandar Lampung.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hotplate magnetik stirer,
autoclaft, timbangan digital, laminar airflow, inkubator kapang,
mikroskop, cangkul, botol kaca transparan, bunsen, beaker glass,
erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, pipet volumetri, ose
tusuk, sendok, corong plastik, sumbat, alumunium foil, haemocytometer,
pipet tetes, alat tulis, batang pengaduk dan magnetik, keranjang sampah.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media PDA sintetik,
aquades, isolat fungi Geotrichum sp., Alkohol, campuran CaCO3 2% dan
CaSO4 4%, asam sitrat, natrium sitrat, sorghum, serasah.
24
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 2 tahap, tahap pertama adalah pembuatan inokulum fungi
Geotrichum sp. dalam media sorghum dengan 7 variasi pH yaitu pH 3,0;
3,4; 4,0; 4,4; 5,0; 5,4; 6,0 dengan 3 kali ulangan sehingga diperoleh 21
satuan penelitian. Parameter yang digunakan dalam tahap pertama adalah
jumlah spora yang dilakukan dengan perhitungan spora menggun
haemocytometer dan viabilitas spora dengan menghitung jumlah CFU
(Colony Forming Unit). Inokulum fungi dengan jumlah spora dan CFU
tertinggi dan terendah digunakan dalam tahap kedua. Tahap kedua adalah
pengomposan dengan pemberian inokulum fungi pada serasah, digunakan
4 perlakuan pengomposan yaitu K0, K1, K2 dan K3 masing-masing
dengan 3 kali ulangan, dengan keterangan sebagai berikut:
K0 : 1 Kg serasah + 500 gram kotoran sapi kering (Kotrol)
K1 : Kontrol + 15 gram inokulum Fungi Geotrichum sp. pH 3,0
K2 : Kontrol + 15 gram inokulum Fungi Geotrichum sp. pH 4,0
K3 : Kontrol + 15 gram inokulum Fungi Geotrichum sp. pH 6,0
Kualitas kompos diketahui dengan melakukan uji parameter kompos yaitu
adalah kadar C, kadar N dan Rasio C/N. Data yang diperoleh dari
pengamatan tahap 2 dianalisis dengan analisis ANOVA (Analisis Of
Varians). Jika terdapat perbedaan nyata dilakukan uji lanjut menggunakan
uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf nyata α 5%.
25
3.4 Prosedur Kerja
Tahapan rancangan penelitian dijelaskan secara detail, sebagai berikut:
3.4.1 Stok Kultur Isolat Fungi Geotrichum sp.
Isolat fungi Geotrichum sp. diperoleh dari koleksi pribadi Dr.
Bambang Irawan, M.Sc.
3.4.2 Peremajaan Isolat Fungi Geotrichum sp.
Peremajaan isolat fungi dilakukan dengan cara media PDA
dituangkan sebanyak 15-20 ml ke cawan kemudian dibiarkan
sampai memadat. Selanjutnya spora isolat fungi yang diperoleh
diinokulasi dalam cawan petri secara aseptik. Kemudian
diinkubasi selama 7 hari.
3.4.3 Pembuatan Media Inokulum
Pembuatan media inokulum terlebih dahulu dilakukan dengan
Pembuatan buffer pH berdasarkan metode Stoll, V.S. and
Blanchard, J.S. (1990) yaitu pH 3,4-6. Komposisi pembuatanya
adalah dengan mencampurkan larutan Asam Sitrat dan Natrium
Sitrat dengan perbandingan volume yang teah ditentukan (Tabel 1).
Selanjutnya ditambahkan aquades sampai 100 ml untuk pembuatan
pH yang diinginkan. Perbandingan jumlah volume yang digunakan
untuk menentukan suatu larutan dapat dilihat pada tabel berikut:
26
Tabel 1. Komposisi volume Citrate buffer
pH 0.1 M Asam Sitrat(ml)
0.1 M Natrium Sitrat(ml)
3.0 46.5 3.53.4 40.0 10.04.0 33.0 17.04.4 28.0 22.05.0 20.5 29.55.4 16.0 34.06.0 9.5 41.5
Sumber: Stoll, V. S. and Blanchard J.S., (1990).
Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan CaSO4 4% (w/v) larutan
CaCO3 2% terlebih dahulu. Larutan tersebut digunakan untuk
mempertahankan kelembapan media inokulum. Sebanyak 40 gram
CaSO4 dan 20 gram CaCO3,masing-masing dilarutkan ke dalam
1000 ml aquades. Kemudian dilakukan pencampuran antara kedua
larutan dengan perbandingan 1 : 1 (v/v).
Dilakukan pembuatan media inokulum dengan larutan yang telah
dibuat yang dilakukan dengan modifikasi metode Gaind et al.,
(2009) menggunakan biji sorghum. Bahan yang digunakan adalah
biji Sorghum yang digunakan adalah yang memiliki kondisi baik
yaitu utuh dan bersih, campuran larutan CaSO4 4% dan larutan
CaCO3 2% serta buffer sitrat. Seberat 30 gr biji sorghum yang
telah ditumbuk kasar untuk mengisi satu botol kaca pipih. Biji
sorghum ditambahkan larutan campuran CaCO3 4% dan CaSO4
2% sebanyak 10 ml dan larutan pH buffer sebanyak 10 ml sesuai
dengan perlakuan pH yang diinginkan. Selanjutnya biji sorghum
27
dimasukan ke dalam botol kaca pipih dan disumbat menggunakan
kapas serta dilaspisi alumunium foil. Kemudian media disterilisasi
menggunakan autoklaf tekanan 2 atm selama 15 menit.
Selanjutnya media diinokulasi dengan isolat fungi Geotrichum sp.
kemudian diinkubasi selama 14 hari.
`3.4.4 Pemanenan Spora
Inokulum fungi Geotrichum sp. yang berumur 14 hari kemudian
dihitung jumlah spora dan CFU (Colony Forming Unit)
berdasarkan metode Prescout (2002). Perhitungan jumlah spora
dilakukan dengan cara ditimbang 1 gram inokulum fungi dilakukan
pengenceran dengan langkah sebagai berikut: 1 gram inokulum
dimasukan ke dalam 99 ml aquades steril untuk memperoleh delusi
10-2 dihomogenkan agar spora agar merata dalam air (Malloch,
1981). Selanjutnya diambil 1 tetes pipet tetes diteteskan pada
Haemocytometer secara perlahan kemudian di letakan gelas
penutup diatasnya, setelah itu di serap menggunakan tisu.
Kemudian diamati dengan mikroskop binokuler dan dihitung
jumlah spora (Gabriel dan Riyanto, 1989) jumlah spora dinyatakan
dalam spora/ml. Jumlah spora dihitung dengan persamaan (Gabriel
dan Riyanto, 1989) sebagai berikut:
t . dS = x 106
n . 0.25
28
Keterangan :S = Jumlah sporat = Jumlah total spora dalam kotak sampel yag diamatid = Tingkat pengencerann = Jumlah kotak yang diamati
Viabilitas spora dilakukan dengan perhitungan CFU (Coloning
Forming Unit) yaitu dengan cara 1 gram dari inokulum fungi
dilakukan pengenceran hingga 10-3 seperti tahap pada perhitungan
spora. Selanjutnya diplanting dengan cara diambil 1 ml ke dalam
cawan petri berisi media PDA yang telah dibuat sebelumnya
dengan metode spreadplate dan diduplo. Fungi diinkubasi selama 4
hari lalu dihitung koloni fungi yang terbentuk dengan kriteria
penghitungan 8-80 koloni per cawan petri (Sutton, 2011) untuk
menentukan gambaran tingkat viabilitas spora. Perhitungan CFU
dilakukan dengan persamaan sebagai berikut (Prescoat, 2002):
Inokulum dengan jumlah spora terbesar dan terkecil diambil
sebagai inokulum yang digunakan dalam tahap pengomposan.
3.4.5 Aplikasi Inokulum Geotrichum sp. Pada Serasah Kompos
Inokulum yang digunakan dalam aplikasi kompos serasah adalah
inokulum yang berumur 14 hari yaitu yang memiliki jumlah spora
terbesar dan terkecil. Pengomposan dilakukan menggunkan
modifikasi metode Kumar et al. (2008) dan Takakura Home
Metode (Ying et al., 2012). Bahan pengomposan yang digunakan
Jumlah KoloniJumlah koloni per gram bahan = CFU
Faktor Perngenceran
29
adalah serasah kota yang telah dicacah dan dikering anginkan.
Kemudian digunakan campuran bahan pengomposan berupa
kotoran sapi yaitu 2:1 ditambahkan dengan inokulum 1% dari berat
bahan pengomposan (Gaind et al., 2009). Penambahan inokulum
bertujuan untuk mempercepat proses dekomposisi serasah sehingga
kualitas kompos meningkat. Proses pengomposan diawali dengan
menyiapkan keranjang pengomposan berkapasitas 3 kg dengan
lubang-lubang kecil beserta tutupnya dan dilapisi kardus bekas
guna menjaga kondisi kelembapan pada saaat pengomposan.
Selanjutnya disiapkan campuran bahan pengomposan seberat 1,5
kg serasah, 500 gr kotoran sapi dan 15 gram inokulum fungi
Geotrichum sp. selanjutnya dilakukan tahap yang sama. Kemudian
diberikan air sampai kadar kelembapan mencapai 60%. Aerasi
udara dan dilakukan dengan membalik bahan pengomposan setiap
1 minggu sekali (Ying et al., 2012), hal tersebut juga bertujuan
untuk menurunkan temperatur pengomposan agar fungi dapat
bekerja secara optimal. Inkubasi pengomposan dilakukan selama 7
minggu (Irawan et al., 2014). Kompos kemudian diayak
menggunakan saringan 2 mm untuk selanjutnya dilakukan analisis
kompos meliputi C total, N total dan kandungan bahan organik.
3.4.6 Analisis Kandungan Kompos
Analisis kandungan kompos dilakukan pada minggu ketiga dan
keenam dengan cara 200 gram sampel kompos diambil dan
30
dikering-anginkan, kemudian ditumbuk dan diayak menggunakan
saringan berkuran 2 mm untuk selanjutnya dilakukan analisis
kimia. Parameter kimia yang di analisis meliputi C total, N total
dan kandungan bahan organik (Balai Penelitian Tanah, 2005).
3.4.6.1 Penentuan Kadar C
Penetapan kadar C berdasarkan metode Walkley and
Black. Prinsip penentuan kadar C kompos ini yaitu
karbon yang terdapat sebagai bahan organik di dalam
tanah tereduksi dengan larutan kalium dikromat
(K2Cr2O7) 1 N dalam suasana asam. Dikromat yang
telah bereaksi dititrasi dengan larutan ferrosulfat
menggunakan difenilamain sebagai indikator. Kompos
yang telah dimaserasi ditimbang 1 gram dan
dikeringanginkan. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500
ml kemudian ditambahkan 10 ml larutan kalium dikromat
1 N dan secara perlahan-lahan, selanjutnya ditambahkan
20 ml H2SO4 pekat. Erlenmeyer digoyang-goyang
dengan tangan selama 1 menit. Didiamkan di atas asbes
selama 30 menit. Ditambahkan pada masing-masing
Erlenmeyer (blanko dan perlakuan) 200 ml air destilasi, 5
ml asam phospat pekat (85%) dan 1 ml larutan
dipenilamin. Blanko dan kompos dititrasi dengan larutan
ferosulfat 1 N hingga warna hijau. Ditambahkan lagi 0.5
ml larutan K2Cr2O7 1 N dan dititrasi kembali dengan
31
larutan FeSO4 1 N hingga warna hijau timbul kembali
(Fauzi, 2008).
3.4.6.2 Penentuan Kadar N
Penentuan kadar N dilakukan menggunakan metode
Kjeldahl yang meliputi dua tahap pengerjaan, yaitu : (1)
destruksi nitrogen dengan menggunakan H2SO4 pekat
96% dan campuran selen membentuk ammonium sulfat
dan (2) amonium yang terbentuk diukur dengan cara
destilasi titrimetri dan kolorimetri menggunakan
autoanalyzer, lalu hasilnya dikonversi menjadi nitrogen.
Pendestruksian dilakukan dengan cara menimbang 0,5
gram kompos lalu dimasukkan ke dalam tabung digest.
Ditambahkan 3 ml H2SO4 pekat 96% dan 0,20 gram
campuran selen. Dipanaskan pada suhu 350°C selama 3-4
jam. Setelah destruksi sempurna (keluar asap putih),
kompos didinginkan lalu diencerkan sampai 50 ml dengan
air bebas ion dan dikocok hingga homogen. Larutan yang
sudah dikocok dibiarkan selama semalam hingga
terbentuk larutan jernih.Dibuat blanko (tanpa kompos)
dengan perlakuan yang sama terhadap kompos.Penetapan
koreksi bahan kering (KBK) dilakukan dengan cara
menimbang 5 gram kompos dalam pinggan aluminium
yang telah diketahui bobotnya, lalu dimasukkan ke dalam
oven pada suhu 105°C selama 4 jam. Didinginkan dalam
32
eksikator, lalu ditimbang sampai bobot tetap. Bobot yang
hilang adalah kadar air. Perhitungan :
Kehilangan Bobot x 100%Kadar air (%) = ————————————
Bobot Kompos
Kadar kompos kering (%) = 100% - % kadar air
1Koreksi bahan kering = ——————————
% kadar kompos kering
Pengukuran N-total secara destilasi titrimetri dilakukan
dengan cara larutan ekstrak jernih hasil destruksi dipipet
masing-masing 25 ml ke dalam 1abu didih yang telah
diberi batu didih, kemudian diencerkan dengan air suling
menjadi 100 ml, ditambah 20 ml NaOH 30% dan labu
didih segera ditutup. Labu didih dihubungkan dengan alat
destilasi untuk menyuling N yang dilepaskan dan
ditampung dengan erlenmeyer yang berisi 10 ml asam
borat 1% dan tiga tetes indikator Conway (berwarna
merah).
Destilasi dilakukan sampai volume larutan penampung
sekitar 60 ml yang berwarna hijau. Larutan hasil destilasi
kemudian dititer dengan H2SO4 (0,05 N) sampai warna
hijau berubah menjadi merah muda. Sebagai kontrol
terhadap N yang ada dalam bahan pelarut yang digunakan,
prosedur yang sama dilakukan pada larutan yang tidak
33
mengandung tanah (sebagai blanko) dengan perlakuan
yang sama terhadap contoh.
Perhitungan:
Keterangan:
Vc = volume H2SO4 hasil titrasi contohN = normalitas H2SO4 (0,05 N)Vb = volume H2SO4 hasil titrasi blankoKBK = koreksi bahan kering
Pengukuran N total secara kolorimetri dilakukan dengan
autoanalyzer. Pengukuran dilakukan dengan cara
memanaskan alat tersebut terlebih dahulu sekitar 30 menit,
lalu pereaksi-pereaksi dialirkan. Dituangkan berturut-turut
standar 0, 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm nitrogen dan
ekstrak jernih hasil destruksi contoh dan blanko ke dalam
cup sampler autoanalyzer. Hasil pengukuran akan
ditampilkan pada layar monitor dan sudah dalam bentuk
konsentrasi ppm nitrogen (Usman, 2012).
Perhitungan:
34
3.5 Rancangan Diagram Alir Penelitian
Rancangan tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram
alir berikut ini:
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
Stok Kultur Isolat FungiGeotrichum sp.
Peremajaan Isolat Fungi
Pembuatan Media PDA
Pembuatan Buffer pH(pH 3,0; 3,4; 4,0; 4,4; 5,0; 5,4; 6,0)
Pembuatan media Sorghumdengan Variasi pH
Kadar C, Kadar N danpresentase rasio C/N
Perhitungan Jumlah Spora dan ViabilitasSpora (CFU)
Aplikasi Inokulum keKompos Serasah
Analisis KimiaKandungan Kompos
Kesimpulan
Inokulasi dan ProduksiIsolat Fungi
35
Perlakuan pemberian pH pada media sorghum dapat dilihat pada Tabel 2,
sebagai berikut:
Tabel 2. Perlakuan pH yang dipakai dalam media sorghum
Perlakuan pH SimbolJumlah Ulangan
1 2 3
3,0 G1 G1A G1B G1C
3,4 G2 G2A G2B G2C
4,0 G3 G3A G3B G3C
4,4 G4 G4A G4B G4C
5,0 G5 G5A G5B G5C
5,4 G6 G6A G6B G6C
6,0 G7 G7A G7B G7C
Perlakuan pemberian inokulum ke serasah kompos dilakukan seperti pada
tabel 3 berikut:
Tabel 3. Perlakuan pemberian inokulum ke kompos serasah
Perlakuan Simbol
Jumlah Ulangan
1 2 3
Seresan Non Inokulum
(Kontrol) KO K01 K02 K03
Serasah + inokulum Ʃ
spora tertinggi K1 K1A K1B K1C
Serasah + inokulum Ʃ
spora terendah K2 K2A K2B K2C
Serasah + inokulum Ʃ
CFU tertinggi K3 K3A K3B K3C
55
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Produktivitas spora Inokulum Fungi Geotrichum sp. tertinggi pada pH
6 sebesar 12,6x105dan viabilitas fungi paling baik pada pH 4 dengan
persentase 7,7% sebesar 1,917x104.
2. Aplikasi inokulum Geotrichum sp. fungi lignolitik belum mampu
menunjukan pengaruh pada awal proses pengomposan.
5.2.1 Saran
Dari hasil penelitian disarankan pada penelitian selanjutnya:
1. Digunakan waktu inkubasi pengomposan yang lebih panjang untuk
mengetahui kematangan kompos dan memperbanyak parameter
kualitas kompos seperti asam fumat dll.
2. Menggunakan faktor-faktor pertumbuhan yang lain untuk
meningkatkan produktifitas inokulum seperti temperatur dan salinitas.
3. Menambahkan sumber Nitrogen lain ke dalam bahan pembuatan
inokulum.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ade, Filza Yuliana. 2008. Isolasi dan Seleksi Jamur Pendegradasi Amilosa padaEmpelur Tanaman Sagu (Metroxylon sagu Rottb.). Jurnal SeminarNasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS. Hal 3-4.
Ade, Filza Yuliana. 2013. Isolasi dan Identifikasi Jamur-Jamur PendegradasiAmilosa pada Empelur Tanaman Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.). JurnalIlmiah Edu Research. Universitas Pasir Pangaraian.
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiolgy. Academic Press. NewYork.
Alexopoulus, C.J., Mims, C.W., and BlackWell, M. 1996. Introductory Micology.Wiley. New York.
Andriani, Aviv. 2013. Morfologi dan Fase Pertumbuhan Sorgum. Jurnal BalaiPenelitian Tanaman Serealia. 34: 47-68.
Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Anonim. 2013. Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalamPengembangan Komoditas Jagung, Sorgum dan Gandum. DirektoratJenderal Tanaman Pangan. Kementan RI. Jakarta.
Aqil, Muhammad, N.N Andayani, Taufik Ratule. 2013. Ketersediaan TeknologiPengembangan Sorgum Manis Sebagai Sumber Energi Alternatif. JurnalBalai Penelitian Tanaman Serealia. Vol. 34: 251-257.
Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Kualitas Kompos. SNI 19-7030-2004.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,Air dan Pupuk. Jurnal Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Hal 1-2.
Blanchette R.A., K.R. Cease and A.R. Abad. 1991. An evaluation of differentforms of deterioration found in archaeological wood. Int. Biodeter. Vol.28: 3-22.
57
Campbell, D. G., 1996, Environmental Assessment of Clinacox. MallinckrodtVeterinary Inc. Hal 7-55.
Campbell, N. A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Jilid 1. EdisiKelima. Alih Bahasa: Wasmen. Erlangga. Jakarta.
Campbell, N. A., Reece, J.B.. 2010. Biologi. Jilid 1. Edisi Kedelapan. AlihBahasa: Wasmen. Erlangga. Jakarta.
Cronquist, A. (1981). An Intergrated System of Clasification of Flowering Plants.New York: Columbia University Press.
Deacon, J.W. 2005. Fungal Biology. Blackwell Publishing. United Kingdom.
Deacon, J.W. 1997. Modern Mycology. 3nd ed. Blackwell Science. New York.
Dicko, M.H., H. Gruppen, A.S. Traoré, W.J.H van Berkel, and A.G.J Voragen.2005. Evaluation of the effect of germination on content of phenoliccompounds and antioxidant activities in sorghum varieties. Journal ofAgric. Food Chem. Vol. 53: 2581-2588.
Dix, N.J & Webster, J. 1995. Fungal Ecology. Chapman & Hall. London UK.
Du Plessis, J. 2008. Sorghum production. Republic of South Africa Department ofAgriculture. www.nda.agric.za/publications.
Dulmage T, Yousten AA, Singer S, Lacey LA. 1990. Guidelines for production ofBacillus thuringiensis H-14 and Bacillus sphaericus. UNDP/WHOspecial programme for research and training in tropical diseases (tdr).
Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi. Edisi Kedua. Alumni. Bandung.Hal 1-2.
Earp, C.F., C.M. Mc Donough, and L.W. Rooney. 2004. Microscopy of pericarpdevelopment in the caryopsis of Sorghum bicolor (L.) Moench. Journalof Cereal Science. Vol. 39: 21–27.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Fauzi, Ahmad. 2008. Analisis Kadar Unsur Hara Karbon Organi dan Nitrogen didalam Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Skripsi. FMIPAUniversitas Sumatera Utara. Medan.
Gabriel, B.P. dan Riyanto. 1989. Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sor.Taksonomi, Patologi, Produksi, dan Aplikasinya. Proyek PengembanganPerlindungan Tanaman Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta.
58
Gaind, S., Nian, L., & Patel, V.B. 2009. Quality Evluation of Co-CompostedWheat Straw, Poultry Dropping and Oil Seeds Cakes. Biodegradation.Vol. 20: 307-317.
Gandjar, I., Robert A.S., Karin V.D., Ariyanti O., dan Iman S.1999. PengenalanKapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal dan Ariyanti Oetari, 2006. MikologiDasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta.
Gusewell, Sabine and Mark O. Gessener. 2009. N:P Rations Influence LitterDecompostional Colonisation By Fungi and Bacteria In Microsoms.Journal Functional Ecology. Vol. 23: 211-219.
Hammel, K.E. 1997. Fungal Degradation of Lignin. http://www.fpl.fs.fed.us/documnts/PDF1997/hamme97a.pdf. Diakses pada tanggal 04 Desember2016. Pukul 19.51 WIB.
Harr, Robert R. 2002. Clinical Laboratory Science Review. Buku KedokteranEGC. Jakarta.
Higa, T. & J. Parr. 1994. Beneficial and Effective Microorganisms for aSustainable Agriculture and Environment. Journal of InternationalNature Farming Research Center Atami. Japan pp. 7.
Hao, Xiying and Monica B. Benke. 2008. Nitrogen Transformation and Lossesduring Composting and Mitigation Strategies. Journal of Dynamic SoilDynamic Plant. Pp 10-18.
House, L. R. 1985. A Guide to Sorghum Breeding. Journal of International CropsResearchInstitute for Semi-Arid Tropics. Andhra Pradesh. India.
Hudecova, Anna., L. Valik and D. Liptakova. 2009. Quantification of Geotrichumcandidum Growth in Co-Culture with Lactic Acid Bacteria. JournalCzech Food Sci. Vol. 27: 18-27.
Irawan, Bambang., Sumardi., A. Laila., H. Prasetyani dan T. Triwahyuni. 2007.Decomposition Properties (Weight Loss, Xylanase and CellulaseActivities) Of Soil Fungi Based On Pure Culture Decomposition Test.Journal Sains MIPA. Vol 13:11-16.
Irawan, Bambang., R.S Kasiamdari., B.H. Sunarminto dan E. Sutariningsih. 2014.Preparation Of Fungal Inoculum For Leaf Litter Composting FromSelected Fungi. Journal of Agricultural and Biological Science. Vol 9(3): 89-94.
59
Jaya, G.P., Edy B.M.R., N. Anna. 2014. Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih PadaKayu Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai PendegradasiLignin. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Jouany, J.P. 1991. Defaunation of the rumen. In: Rumen Microbial Metabolismand Ruminant Digestion. J.P Jouany (Ed.). INRA, Paris.
Kähkönen, M. A. &, Hakulinen, R., 2011. Hydrolytic Enzyme Activities, CarbonDioxide Production And The Growth Of Litter Degrading Fungi InDifferent Soil Layers In A Coniferous Forest In Northern Finland.Journal of European Soil Biology. Vol 47: 108-113.
Kilham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge Universitas Press. Cambridge.
Kirk, K.T and Farrel. L. R. 1987. Enzymatic Combustion The MikrobialDegradation Of Lignin. Journal Annual Reviews Microbiol. Vol 41: 465-505.
Knabner, Ingrid K. 2002. The Macromoleculer Organic Composition Of Plant andMicrobial Residues as Inputs to Soil Organic Mater. Journal of SoilBiology & Biochemistry. Vol 34: 139-162.
Kuhad, R,C., Rishi Gupta and Ajay Singh. 2011. Microbial Cellulases and TheirIndustrial Applications. Enzyme Research. pp. 4-6.
Kumar, A., Gaind, S. & Nain, L. 2008. Evaluation Of thermophilic FungalConsortium for Paddy Straw Composting. Journal Biodegradation. Vol.19: 395-402.
Lankinen, P. 2004. Ligninolytic Enzymes of The Basidiomycetous Fungi Agaricusbisporus and Phlebia radiata on Lignocellulose-Containing Media.[Dissertation]. University of Helsinki. Finland.
Listiandiani, Kirana. 2011. Identifikasi Kapang Endofit ES1, ES2, ES3, dan ES4dari Broussonetia Papyrifera Vent. dan Pengujian Aktivitas Antimikroba.Skripsi. FMIPA. Universitas Indonesia.
Malloch, M. S. & Hobbie, J. E. 1981. Moulds: Their Isolation, Cultivation, andIdentification. University of Toronto Press.
Moat, Albert G., John W. Foster and Michael P. Spector. 2002. MicrobialPhysiology 4Ed. Wiley-Liss, Inc. New York.
Moore, Elizabeth & Landecker. 1972. Fundamental of the Fungi.Prentice Hall,Inc. United States of America.
Mudjisihono dan Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. PenebarSwadaya, Jakarta.
60
Noor, Rasuane. 2006. Sebaran dan Kemampuan Dekomposisi Isolat MikrofungiTanah dari Kawasan Sumber Air Panas di Desa Sukajadi KecamatanSuoh Kabupaten Lampung Barat. Skripsi. Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Paul, E.A. and F. E. Clark, 1996. Soil Microbiolgy and Biochemistry. SecondEdition. Academic Press. San Diego.
Pelczar, Michael J. 2007. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. Rubia, and J. Martinez. 2002. Biodegradation andbiological treatments of cellulose, hemicellulose and lignin. Journal IntMicrobiology. Vol. 5: 53-63.
Piegza, M. D. Witkowska and R. Stempniewicz. 2014. Enzymatic and molecular
characteristics of Geotrichum candidum strains as a starter culture for
malting. Journal institute of Brewing & Distiling. Vol. 120 : 341-346.
Prescott, L.M., 2002, Prescott-Harley-Klein’s: Microbiology, 5th ed., 553, TheMcGraw-Hill Companies. New York.
Rao, S. 1994. Mikroba Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas IndonesiaPress, Jakarta.
Ristiawan, Ardhi. 2011. Studi Pemanfaatan Aktifator Lumpur Aktiv dan EM4dalam Proses Pengomposan Lumpur Organik, Sampah OrganikDomestik, Limbah Bawang Merah Goreng dan Limbah Kulit Bawang.Jurusan Teknik Lingkungan. Skripsi. Fakultas Teknik. UniversitasSemarang. Semarang.
Robinson, Trevor. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. UniversitasNegeri Malang. Bandung.
Rosalin, R. 2000. The Effect of Certain Nutriens on Caonidial Germiantion ofBeauveria bassiana blan and Paecilomyces jumoseroseus. USDAAgriculture Research Service Totra.
Samson, A. R. dan E. S. van Reenen Hoekstra. 1988. Introduction to Food BorneFungi. Centralbureau Voor Schimmelcultures. Baarn. Delpt.
Sari, Irma Yunita. 2016. Pengaruh Tingkat Kemasakan Pada Produksi, Mutu Fisikdan Mutu Fisiologis Benih Sorgum (Sorghum Bicolor (L.) Moench.)Varietas Numbu Dan Samurai-2. Skripsi. Fakultas Pertanian. UniversiasLampung. Bandar Lampung.
Sattler, Scott. 2010. Modifying Lignin to Improve Sorghum for Cellulocic andThermal Bioenergy. USDA-ARS Lincoln. Nebraska.
61
Setyorini, D. dan Prihatini, T. 2003. Kompos. Disampaikan dalam PertemuanPersiapan Penyusunan Persyaratan Minimal Pupuk Organik di Pupuk danPestisida, Ditjen Bina Sarana Pertanian. Jakarta.
Shuler dan Kargi. 2002. Biology Tissue Culture for Animals. Article Biology
Singh, Harbhajan. 2006. Mycoremidiation. John Wiley & Sons, Inc., HobokenAmerica. pp. 358-375.
Solomon, E.P, Berg, L. R, Martin, D. W. 2008. Biology 8th Edition. Thomson.Singapore
Singh, V., Tripati, C.K.M., Vinod, B. 2008. Prodction, Optimization andPurification of Antifungl Compound from Streptomyces capoamusMTCC 8123. Med Shem Res. Vol. 17 : 94-102.
Sirappa MP. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagaiKomoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal LitbangPertanian. Jurnal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian SulawesiSelatan. Makassar.
Steffen, K.T. 2003. Degradation Of Recalcitrant Biopolymers And PolycycicAromatic Hydrocarbons By Litter Decomposing Basidiomycetous Fungi.Desertasi. Helsinki: Division of Microbiology Departement of AppliedChemistry and Microbiology Viikki Biocenter, university of Helsinki.
Stoll, Vincent S. And Ajohn S. Blanchard. 1990. Buffer Principles and Practice.Journal Methods in Enzimologi.Vol. 182: 8-9.
Subali, Bambang dan Ellianawati. 2010. Pengaruh Waktu pengomposan terhadaprasio penurunan unsur C/N dan jumlah kadar air dalam kompos.Prosiding pertemuan ilmiah XXIIV HFI Jateng. Vol . 49-50.
Subandriyo, 2013. Optimasi Pengomposan Sampah Organik Rumah TanggaMenggunakan Kombinasi Aktivator EM4 & Aktivator MokroorganismeLokal (MOL). Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.Semarang.
Sugiharto, A dan Widawati, S. 2005. Pengaruh Kompos dan Berbagai PupukHayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Temulawak (Curcumaxanthorrhiza). Jurnal Biologi Indonesia. Vol. 3(9): 371-378.
Sumarsih, S., 2003. Mikrobiologi Dasar. Universitas Pembangunan NasionalVeteran, Yogyakarta.
Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi Dalam Proses Produksi Pada EkosistemLaut. Institut Pertanian Bogor.
62
Susanti, Evi. 2008. Studi Aplikasi Inokulum Spora Isolat Fungi Pada MediaTanah Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Cabai (Capsicumannuum L.). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sutton, Scott. 2011. Determination of Inoculum for Microbiological Testing.Journal of GXP Compliance. Vol. 15(3): 49-53.
Tanada Y, dan Kaya H.K. 1993. Insect Pathology. Academic Press, Inc. SanDiego.
Thomas J. C., K. W. Brown and W. R. Jordan. 1976. ‘Stomata response to leafwater potential as affected by preconditioning water stree in the field’,Agron. J., Vol. 68: 706-708.
Tuomela M., Vikman M., Hatakka A., Itävaara M. 2000. Biodegradation of ligninin a compost environment. Journal Bioresource Technol. Vol. 72, 169-183.
USDA, 2008. National Nutrient Database for Standard Reference, Release 21.Nuts, coconut water (liquid from coconuts). http://www.nal.usda.gov.Diakses 03 Desember 2016.
Usman. 2012. Teknik Penetapan Nitrogen Total pada Contoh Tanah SecaraDestilasi Titrimetri dan Kolorimetri menggunakan Autoanalyzer. JurnalBuletin Teknik Pertanian. Vol. 17(1) : 41-44.
Webster J. & Weber R.W.S. 2007. Introduction to Fungi 3rd Edition. Singapore:Cambridge University Press.
Yan, Jin-young and Yun-jun Yan. 2008. Optimization for producing cell-boundlipase from geotrichum sp. and synthesis of methyl oleate inmicroaqueous solvent. Journal of Appl Microbiol Biotechnological. Vol.78: 431-439.
Ying, G. H., Chi, L. S. dan Ibrahim, M. H. 2012. Changes of Microbial Biotaduring the Biostabilization of Cafetaria Wastes by Takakura HomeMethod (THM) Using Three Different Fermented Food Products. UMT11th International Annual Symposium on Sustainability Science andManagement. 1408-1413.