studi analisis putusan pengadilan agama...
TRANSCRIPT
i
STUDI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KENDAL NO. 772/Pdt.G/2006/PA.kdl TENTANG
PERMOHONAN CERAI TALAK YANG BERAKHIR DENGAN FASAKH NIKAH KARENA MURTAD
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Syari’ah Jurusan al-Ahwal asy-Syahsiyah (AS)
Oleh :
SYAFA’AT (2102091)
FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2007
ii
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan
demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali informasi
yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 12 Desember 2007
Deklarator
Syafa’at
iii
ABSTRAK Salah satu perbuatan halal yang di benci oleh Allah adalah Perceraian.
Banyak permasalahan yang timbul akibat perceraian oleh karena itu UU No 1974 mengandung prinsip mempersulit perceraian. Setiap perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan harus memiliki alasan-alasan perceraian seperti yang terdapat dalam Pasal 19, PP No. 19 Tahun 1974 Jo. Penjelasan Pasal 39 UU No. 1 1974. Tertera dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116. Dalam Putusan Pengadilan Agama Kendal Perkara No.772/Pd. G/2006/PA.kdl tentang fasakh nikah karena murtad, Hakim dalam memutuskan perkara cerai talak tersebut tidak sesuai dengan apa yang dimohonkan oleh pemohon. Sehubungan dengan masalah tersebut penulis tertarik untuk menganalisa Perkara No.772/Pd. G/2006/PA.kdl tentang permohonan cerai talak yang berakhir dengan fasakh nikah karena murtad.
Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitiannya berdasarkan pada penelitian lapangan (field research) penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan mengumpulkan sumber data meliputi dokumentasi, wawancara, kemudian di analisa dari obyek permasalahan berdasarkan fakta dikaitkan dan dihubungkan dengan norma-norma yang ada dalam hukum. Proses analisa tersebut bertujuan untuk memperoleh kesimpulan dari jawaban permasalahan yang diajukan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data, penelitian ini berkesimpulan bahwa secara hukum materiil, putusan No.772/Pd. G/2006/PA.kdl tentang fasakh nikah karena murtad yang seharusnya sesuai tuntutan adalah cerai talak, dalam pengambilan hukum putusan tersebut kurang sesuai atau kurang tepat karena tidak sesuai dengan Pasal 189 R.bg ayat (2) dan (3), Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR yang menyatakan bahwa Hakim wajib memberikan keputusan tentang semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut atau memberikan yang lebih dari yang dimohonkan. Selain itu, putusan tersebut juga tidak sesuai dengan kaidah fiqih yang menyebutkan bahwa Hakim tidak boleh memutus perkara kecuali berdasarkan kepada tuntutannya. Sehingga secara otomatis, dalam tinjauan hukum formil putusan No.772/Pd. G/2006/PA.kdl tentang fasakh nikah karena murtad pun kurang sesuai karena tidak memiliki kesesuaian dengan tata cara yang berlaku dalam penyelesaian masalah perceraian di Pengadilan Agama. Seharusnya penyelesaian tersebut dilaksanakan dalam tata cara penyelesaian cerai talak.
iv
MOTTO
يا أيها الذين آمنوا آونوا قوامين بالقسط شهداء لله ولو على أنفسكم أو )135:النساء . (الوالدين والأقربين
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapa dan kaum kerabatmu. (QS. An-Nisa’ : 135)
v
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrohim
Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat, taufik dan hidayah serta inayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada junjungan Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabatnya dan orang-
orang yang senantiasa mengikuti jejaknya.
Penulis skripsi ini, dimaksudkan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Syari’ah di
Institut Agama Islam Negeri (IAIN ) Walisongo Semarang.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah turut serta membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,
kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A selaku Rektor di IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. H. Muhyiddin M.Ag selaku dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. Nur Khoirin M.Ag., selaku pembimbing I dan Bapak Moh.
Arifin S.Ag. M.Hum selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan dan petunjuk serta pengarahan kepada penulisan
skripsi ini.
4. Bapak Ketua Pengadilan Agama Kendal dan Hakim-hakim serta staf-
stafnya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
research (penelitian) di Pengadilan Agama Kendal serta membantu penulis
selama penulisan berlangsung guna mencari data-data akurat yang
berkenaan dengan penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu tercinta serta mas dan adik-adikku tercinta, yang dengan
kasih sayangnya telah membantu dan memenuhi segala fasilitas yang
penulis perlukan demi selesainya skripsi ini.
vi
6. Semua pihak yang telah membantu dalam berbagai hal selama pencarian
data-data yang berhubungan dengan judul karya skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apa-apa,
hanya untaian rasa terima kasih yang tulus dan mendalam dengan iringan do’a
semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka, dan selalu
melimpahkan rahmat, taufik dan inayah-Nya kepada semua dalam mengarungi
samudera kehidupan ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tentu saja sangat jauh dari sempurna,
karenanya penulis senantiasa mengharapkan masukan dan kritik yang konstruksi
dari pada pembaca. Meski disadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, namun
penulis tetap berharap bahwa tulisan ini bisa bermanfaat. Amin.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis memohon petunjuk dan
berserah diri memohon ampunan dan perlindungan-Nya.
Semarang, 12 Desember 2007
Penulis
Syafa'at
vii
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan yang mengeruhi samudera Ilahi tanpa batas, dengan
keringat dan air mata kupersembahkan karya tulis ini untuk orang-orang yang
selalu hadir dan berharap akan keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka
yang senantiasa berada di ruang dan waktu kehidupanku khususnya buat :
1. Kedua orang tuaku, Bapak Sucipto dan Ibu Rumisih yang tercinta yang selalu
mendoakan, membimbing, mengarahkan dan memberiku bekal hidup.
Ridhomu adalah semangatku
2. Istriku tersayang Nurul Faizah yang selalu setia menemani dan memberikan
semangat dan motifasi, Kakakku Shobirin adik-adikku Naim, Aziz,
terimakasih atas semangat dan dukungannya
3. Teman-teman seperjuangan Asmuni, Farid, Sholeh, yang selalu membantu
pikiran maupun tenaga.
4. Saudaraku Mas Imam sekeluarga dan keluarga besar PRISMASUKA
(Perhimpunan Remaja Islam Masjid Kanjeng Sunan Kalijaga Kadilangu )
terima kasih atas Doanya.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING........................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
DEKLARASI .............................................................................................. iv
ABSTRAKSI ............................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 7
D. Telaah Pustaka ............................................................... 7
E. Metode Penelitian .......................................................... 9
F. Sistematika Penulisan Skripsi ........................................ 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH
A. Pengertian Fasakh .......................................................... 13
B. Sebab-sebab terjadinya Fasakh dan Dasar Hukumnya .. 15
C. Bentuk-Bentuk Fasakh................................................... 19
BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KENDAL NO.
772/Pdt.G/2006/PA.kdl TENTANG PERMOHONAN
CERAI TALAK YANG BERAKHIR DENGAN
FASAKH NIKAH KARENA MURTAD
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Kendal ............. 28
1. Sejarah Pengadilan Agama Kendal........................ 28
2. Kewenangan Pengadilan Agama Kendal ............... 29
3. Perkara-Perkara di Pengadilan Agama Kendal ...... 36
ix
B. Putusan Pengadilan Agama Kendal No.
772/Pdt.G/2006/PA.kdl Tentang Permohonan Cerai
Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad ............................................................................ 38
1. Gugatan .................................................................... 38
2. Penyelesaian Perkara No. 772/Pdt.G/2006/PA.kdl
Tentang Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir
Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad..................... 41
BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
AGAMA KENDAL NO. 772/Pdt.G/2006/PA.kdl
TENTANG PERMOHONAN CERAI TALAK YANG
BERAKHIR DENGAN FASAKH NIKAH KARENA
MURTAD
A. Analisis terhadap Hukum Formil Putusan
Pengadilan Agama Kendal No.
772/Pdt.G/2006/PA.kdl Tentang Permohonan Cerai
Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad ............................................................................ 55
B. Analisis terhadap Hukum Materiil Putusan
Pengadilan Agama Kendal No.
772/Pdt.G/2006/PA.kdl Tentang Permohonan Cerai
Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad ............................................................................ 66
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................... 71
B. Saran-saran..................................................................... 72
C. Penutup........................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia
kekal dan sejahtera, maka dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 mengandung prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian. Bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan Agama dan
untuk dapat melaksanakan perceraian harus ada alasan-alasan cerai.1 Hal ini
juga berdasarkan hadits Rasulullah SAW bahwa talak atau perceraian adalah
perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah.
قال رسول اهللا صلى اهللا عليه : عن ابن عمر رضي اهللا عنه قال 2 ).رواه ابو داود وابن ماجة(وسلم أبغض الحالل إلى اهللا الطالق
Artinya : “Dari Ibnu Umar, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : "Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah ialah talak.” (H.R. Abu Daud dan Ibnu Najah)
Hal tersebut merupakan isyarat agar suami istri mempertimbangkan
kembali bila terjadi perselisihan dan perceraian menjadi alternatif terakhir
manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat dipertahankan
keutuhan dan keseimbangannya. Karena tidak adanya kesepakatan antara
1 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998,
Cet. Ke-3, hlm 120. 2 Abu Dawud , Sunan Abu Dawud, Bairut-Lebanon : Dar al-Fikr, 1996, hlm. 120.
2
suami istri, maka dengan keadilan Allah SWT dibuka-Nya suatu jalan keluar
dari segala kesukaran itu yakni pintu perceraian.3
Perselisihan yang terjadi dalam rumah tangga merupakan urusan pribadi
baik yang ditimbulkan atas kehendak bersama maupun yang di timbulkan oleh
salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu adanya campur tangan
pemerintah. Bila perselisihan yang terjadi hingga ke perceraian ataupun
fasakh maka demi hukum salah satu pihak harus mengajukan ke pengadilan
dan diselesaikan melalui lembaga Pengadilan Agama.4
Untuk memungkinkan terjadinya perceraian, harus ada alasan-alasan
tertentu serta dilakukan di depan persidangan.5 Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Undang-Undang Peradilan Agama No. 3 Tahun 2006 yaitu :
"Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak."6
Adapun hal-hal yang dapat digunakan sebagai alasan perceraian yang
sah telah ditetapkan dalam Pasal 19, PP No. 19 Tahun 1975 Jo. Penjelasan
Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974.7 Tertera dalam Kompilasi Hukum Islam
Pasal 116 adalah sebagai berikut :
3 Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004, Cet. Ke-37,
hlm. 401. 4 Ibid., hlm. 276. 5 Ahmad Rofiq, op.cit., hlm 268. 6 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. 7 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta :
Sinar Grafindo Offset, 2003, hlm. 46.
3
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
7. Suami melanggar taklik talak.
8. Pengalihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga. 8
Dari ketentuan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa suami istri
dapat mengajukan permohonan atau gugatan cerai apabila didasari alasan baik
alternatif maupun komulatif. Alasan alternatif yaitu alasan yang memuat salah
satu dari alasan yang ada dalam pasal undang-undang tersebut. Sedangkan
8 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Akademi Presindo,
1995, hlm. 141.
4
alasan komulatif yaitu alasan yang memuat lebih dari satu alasan yang ada
dalam pasal undang-undang tersebut.
Dalam KHI disebutkan dalam Pasal 129 "Seorang suami yang akan
menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan
maupun tulisan kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal
istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk
keperluan itu".9
Berkaitan dengan masalah cerai talak kiranya perlu mendapat perhatian
di Pengadilan Agama Kendal yaitu tentang permohonan cerai talak yang
berakhir menjadi fasakh nikah.
Sehubungan dengan masalah di atas penulis akan menganalisa Putusan
Pengadilan Agama Kendal No.772/Pdt. G/2006/PA. Kdl tentang Fasakh
Nikah Karena Murtad.
Adapun duduk perkara dan putusannya adalah sebagai berikut :
1. Bahwa pada tanggal 2 Mei 1984, Pemohon dan Termohon melangsungkan
pernikahan dihadapan pejabat KUA Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Kendal yang terdaftar sesuai dengan kutipan akta nikah No. Kk.11. 24.
13/PW. 01/476/2006 tanggal 20 Juni 2006.
2. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon hidup bersama
bertempat tinggal di Plantaran Kaliwungu, dan dikaruniai dua orang anak
bernama Agus Mu'arif umur 20 tahun, dan Teguh Kristiawan umur 17
9 Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Wipres, Cet. I, 2007, hlm. 208.
5
tahun, dan selama pernikahan Pemohon dan Termohon belum pernah
bercerai.
3. Bahwa semula rumah tangga Pemohon dan Termohon hidup rukun,
Pemohon dan Termohon sama-sama bekerja di PT KLI namun sejak bulan
Januari tahun 2005 mulai sering terjadi perselisihan dan pertengkaran
yang terus menerus yang tidak harapan untuk rukun kembali disebabkan
Termohon kurang terima dengan hasil kerja Pemohon, Termohon merasa
curiga dan cemburu.
4. Bahwa Termohon tidak merasa cukup dengan uang hasil pemohon dan
bahkan secara terang-terangan telah keluar dari agama Islam dan kembali
kepada agama semula yaitu Katholik sehingga Pemohon tidak tahan lagi
dan memilih meninggalkan rumah selama satu tahun.
5. Bahwa sehubungan hal tersebut, pemohon tidak sanggup lagi untuk
meneruskan kehidupan rumah tangganya.
Adapun putusannya adalah sebagai berikut :
1. Dalam Primer :
Menolak permohonan pemohon.
2. Dalam Subsider
a. Mengabulkan permohonan pemohon.
b. Memfasakh permohonan pemohon WARJITO bin RADI dengan
Termohon RIYANTI binti BEJO.
6
c. Membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya perkara yang
hingga kini dihitung sebesar Rp. 231.000,-.10
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam permohonan perceraian
apabila upaya perdamaian tidak dapat terlaksana maka akan berakhir dengan
cerai talak, sedangkan dalam perkara tersebut permohonan cerai talak berakhir
menjadi fasakh nikah. Selain itu mengapa dalam perkara tersebut pengadilan
agama Kendal memutuskan mem-fasakh bukan cerai talak. Apakah yang
mendasari putusan tersebut.
Berangkat dari uraian di atas penulis tertarik mengangkat kasus tentang
cerai talak yang berakhir menjadi fasakh nikah. Untuk lebih jelasnya penulis
ingin membuat dalam bentuk skripsi dengan judul “Studi Analisis Putusan
Pengadilan Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA.Kdl Tentang Permohonan
Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad.”
B. Perumusan Masalah
Adapun pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana Proses penyelesaian perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA.Kdl
tentang Permohonan Cerai Talak yang Berakhir dengan Fasakh Nikah
Karena Murtad sudah sesuai dengan hukum acara Pengadilan Agama?
2. Apakah Putusan PA Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA.Kdl tentang
Permohonan Cerai Talak yang Berakhir dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad sudah didasarkan atas pertimbangan hukum positif dan hukum
Islam yang tepat?
10 Putusan Pengadilan Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA. Kdl.
7
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses penyelesaian perkara No. 772/Pdt.
G/2006/PA.Kdl tentang Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir Dengan
Fasakh Nikah Karena Murtad sudah sesuai dengan hukum acara
Pengadilan Agama.
2. Untuk mengetahui putusan PA Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA.Kdl
tentang Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah
Karena Murtad sudah didasarkan atas pertimbangan hukum positif dan
hukum Islam yang tepat.
D. Telaah Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah menelaah beberapa hasil
penelitian, baik yang tersaji dalam bentuk telah dibukukan maupun yang
belum dibukukan, seputar masalah perceraian yang akan dijadikan sebagai
bahan telaah dalam penelitian. Hasil penelitian sebagai bahan telaah pustaka
yang belum dibukukan antara lain :
Penelitian yang dilakukan oleh Zainuddin, Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang, 2003, dengan judul Studi Analisis Pendapat Ibnu
Qayyim al-Jauziyah tentang Hak Khiyar Fasakh Nikah Karena Cacat.
Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kecacatan
yang dapat menyebabkan fasakh nikah atau perceraian hanya terhadap jenis
cacat atau penyakit tertentu saja yang secara kualitatif dipandang bisa
mengakibatkan tidak tercapainya kewajiban sebagai suami isteri.
8
Penelitian dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap Putusan
Pengadilan Slawi No. 1077/Pdt.G/2003/PA.Slawi tentang Putusan Cerai
Talak (Pengkabulan Hal-Hal yang Tidak Diminta Oleh Para Pihak Yang
Berperkara); oleh Muhammad Fikrul Khadziq, Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang, 2004. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa
Pengadilan Agama Slawi dalam putusannya menambahkan hal-hal yang
sebelumnya tidak diminta oleh pihak yang berperkara dalam putusan
perkara No. 1077/Pdt.G/2003/PA.Slawi.
Penelitian yang lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Riduan,
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2004, dengan judul Analisis
Putusan Pengadilan Agama Kota Semarang No. 750/Pdt.G/2002/PA.Sm
tentang Pelanggaran Ta’lik Talak. Dalam skripsi tersebut disebutkan
bahwa alasan perkara No. 750/Pdt.G/2002/PA.Sm tidak sejalan dengan
alasan-alasan perceraian. Khulu’ tentang besarnya iwadl atau batasan
harus terdapat kesepakatan kedua belah pihak. Tetapi pengadilan
memberikan putusan sela tentang ijin bagi suami yang mengikrarkan
talaknya di depan sidang pengadilan agama.
Sedangkan hasil penelitian sebagai bahan telaah pustaka yang sudah
dibukukan antara lain adalah sebagai berikut :
Soemiyati dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-
Undang Perkawinan, salah satu pembahasannya adalah menerangkan
tentang tata cara pelaksanaan perceraian yang terdapat dalam perundang-
undangan di Indonesia. Buku ini berkesimpulan bahwa perceraian ada dua
9
macam yakni Cerai talak dan Cerai gugat yang mana keduanya harus
menggunakan salah satu alasan yang sudah di atur dalam Pasal 39 ayat 2
dan Pasal 19 P.P No.9 Tahun 1975.11
H. M. Djamil Latif, SH, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia,
Menerangkan tentang prinsip mempersukar terjadinya perceraian kecuali
hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan yang berwenang
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil dalam
mendamaikan kedua belah pihak.12
Berdasarkan pada paparan telaah pustaka di atas dan sejauh
pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang memusatkan
penelitiannya pada permasalahan fasakh nikah karena murtad, khususnya
di Pengadilan Agama Kendal.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada penelitian lapangan (field
research) di Pengadilan Agama Kendal. Adapun metodenya adalah
sebagai berikut :
1. Sumber data
a. Data Primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh dari obyek
penelitian secara langsung. Data ini berkaitan dengan proses
11 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty,
Yogyakarta : 1997, hlm. 130 12 H. M. Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, Ghalia Indonesia,
Yogyakarta : 1985. hlm. 108
10
penyelesaian perkara yang dilakukan oleh hakim termasuk data
putusan yang didokumentasikan.
b. Data sekunder yaitu data penunjang untuk kelengkapan dan dasar
untuk mengukur data lapangan, data ini berupa literatur-literatur
yang berhubungan dengan data kepustakaan, meliputi buku, jurnal,
majalah, dan karya yang lain.
2. Metode pengumpulan data
a. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
lain sebagainya.13 Dalam hal ini penulis mengumpulkan data yang
meliputi : profil pengadilan agama, manajemen dan administrasi
pengadilan agama, serta putusan pengadilan agama.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara yaitu metode yang digunakan seseorang untuk tujuan
tertentu mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari
informan dengan bercakap-cakap langsung.14 Wawancara
dilakukan dengan cara face to face artinya peneliti (pewawancara)
berhadapan langsung dengan informan untuk menanyakan secara
lisan hal-hal yang diinginkan, dan jawaban inforperson tadi dicatat
13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka
Cipta, 2002, hlm. 135 14 Kontjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1990,
hlm 63.
11
oleh pewawancara.15 Dalam hal ini yang menjadi inforperson
adalah para Hakim dan Panitera Pengadilan Agama Kendal.
3. Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan
metode deskriptif normatif maksudnya adalah menggambarkan atau
melukiskan subyek atau obyek permasalahan berdasarkan fakta,16
kemudian dikaitkan dan dihubungkan dengan norma-norma yang ada
dalam norma hukum, setelah itu dinilai dan diambil suatu kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan latar belakang
permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, telaah
pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH
Dalam bab ini merupakan landasan teori yang berisikan antara
lain pengertian fasakh nikah, sebab-sebab terjadinya fasakh
nikah dan dasar hukumnya, bentuk-bentuk fasakh nikah, dan
macam-macam terjadinya fasakh nikah.
15 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit, Cet. I, 2004, hlm. 72.
16 Hadari Nawawi, Metode-metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993, Cet Ke-5, hlm 63.
12
BAB III : PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KENDAL No. 772/Pdt.
G/2006/PA.Kdl TENTANG PERMOHONAN CERAI TALAK
YANG BERAKHIR DENGAN FASAKH NIKAH KARENA
MURTAD
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang didahului oleh
gambaran umum profil Pengadilan Agama Kendal, kedudukan
dan kewenangan Pengadilan Agama Kendal, dan proses Putusan
Pengadilan Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA. Kdl tentang
Permohonana Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah
Karena Murtad dan dasar pertimbangan putusan Pengadilan
Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA. Kdl tentang Fasakh
Nikah Karena Murtad.
BAB IV : ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
KENDAL NO. 772/Pdt. G/2006/PA. Kdl TENTANG
PERMOHONANA CERAI TALAK YANG BERAKHIR
DENGAN FASAKH NIKAH KARENA MURTAD
Pada bab ini akan berisi tentang analisis terhadap hukum formil
dan hukum materiil terhadap putusan Pengadilan Agama Kendal
No. 772/Pdt.G/2006/PA.Kdl tentang Permohonan Cerai Talak
Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari
seluruh rangkaian penyusunan skripsi dan saran-saran
seperlunya dari penyusunan skripsi ini.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH
A. Pengertian Fasakh
Fasakh berasal dari kata al-faskh. Al faskhu bentuk masdar (gurend)
kata kerja faskhon-fasakha-yafsukhu-faskhon yang berarti membatalkan.
Dalam kamus bahasa arab disebutkan fasakhol Amru yang berarti
membatalkan sesuatu juga disebutkan fasakhul Aqdi yang berarti
membatalkan akad1. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia fasakh
adalah pembatalan ikatan pernikahan oleh Pengadilan Agama berdasarkan
dakwaan (tuntutan) istri atau suami yang dapat dibenarkan oleh Pengadilan
Agama atau karena pernikahan yang terlanjur menyalahi Hukum
pernikahan. Mem-fasakh berarti membatalkan pernikahan (oleh Pengadilan
Agama).2
Seperti halnya perceraian, fasakh juga berakibat putusnya hubungan
perkawinan. Secara harfiah fasakh berarti membatalkan suatu perjanjian
atau menarik kembali suatu penawaran dan diputuskan oleh hakim setelah
mempertimbangkan dengan seksama gugatan terhadap suami yang
dilakukan oleh pihak isteri. Bila hakim yakin bahwa wanita tersebut
dirugikan dalam suatu perkawinan maka hakim dapat membatalkan
1 Husin al-Habsi, Kamus al Kaustsar Arab-Indonesia, Bangil : Yayasan Pesantren
Islam, 1990, Cet-4, hlm. 314. 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka, t.th., hlm. 314
perkawinan itu.3 Sedangkan dalam Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan
bahwa fasakh adalah batal dan lepasnya ikatan perkawinan antara suami
istri, adakalanya disebabkan terjadinya kerusakan atau cacat pada akad
nikah itu sendiri dan adakalanya disebabkan hal-hal yang datang kemudian
yang menyebabkan akad perkawinan tersebut tidak dapat dilanjutkan.4
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 22 ditegaskan :
"Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-
syarat untuk dilangsungkan perkawinan". Dinyatakan dalam kitab al-Fiqh
'ala al-Mazahib al-Arba'ah,
النكاح الفاسد هو مااحتل شرط من شروطه والنكاح الباطل هو مااحتل رآن من ارآانه و النكاح الفاسد و الباطل حكمها واحد
Artinya : "Nikah fasid adalah nikah yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syaratnya, sedang nikah batil ialah apabila tidak memenuhi rukunnya. Hukum nikah fasid dan batil adalah sama yaitu tidak sah."5
Fasad menurut mazhab Hanafi adalah suatu hukum yang terletak
antara sah dan batal. Sedang menurut Mazhab Syafi'i, fasad sama artinya
dengan batal.6
3 Abdur Rahman, Inilah Syari'ah Islam, Jakarta : Pustaka Panji Mas, tt, hlm. 244 4 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996, Cet 1, hlm. 317 5 Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al- Fiqh 'ala Mazahib al- Arba'ah, juz IV, Beirut : Dar
al-Fikr, t.t, hlm. 118 6 M. Abdul Mujieb dkk., Kamus Istilah Fiqih, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, Cet. I,
1994, hlm. 75
B. Sebab-sebab Terjadinya Fasakh dan Dasar Hukumnya
Mem-fasakh akad nikah berarti membatalkan dengan melepaskan
ikatan pertalian antara suami istri. Fasakh biasa terjadi karena syarat-syarat
yang tidak terpenuhi dalam akad nikah atau karena hal-hal lain datang
kemudian yang dapat membatalkan kelangsungan perkawinan.
Dalam hal ini ulama' fiqh berpendapat bahwa penyebab terjadinya
fasakh adalah :
a. Fasakh yang disebabkan rusaknya atau terdapatnya cacat dalam akad
nikah antara lain sebagai berikut :
1) Setelah perkawinan berlangsung ternyata suami istri adalah saudara
sekandung, seayah, seibu atau saudara sepersusuan.
Menurut ulama' fiqh, ketika keduanya mengetahui bahwa
mereka saudara seayah di saat itu juga akad nikah mereka batal
dengan sendirinya tanpa perlu mengucapkan talak dan tanpa
memerlukan putusan hakim karena pernikahan antara dua orang
yang seayah tidak dibolehkan.7 Sesuai dengan firman Allah Swt
dalam surat al-Nisa' ayat 23
حرمت عليكم أمهاتكم وبناتكم وأخواتكم وعماتكم وخالاتكم وبنات الأخ وبنات الأخت وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم
وأمهات نسائكم وربائبكم اللاتي في وأخواتكم من الرضاعةحجورآم من نسائكم اللاتي دخلتم بهن فإن لم تكونوا دخلتم بهن فلا جناح عليكم وحلائل أبنائكم الذين من أصلابكم وأن
ن الأختين إلا ما قد سلف إن الله آان غفورا تجمعوا بي )23: النساء . (رحيما
7 Abdul Aziz Dahlan, op. cit., hlm. 317
Artinya : "Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu, dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-Nisa' : 23)8
Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan Pasal 70 (d) dan
(e), Perkawinan batal apabila : (d) Perkawinan dilakukan antara dua
orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan sesusuan
sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal
8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. (e) Isteri adalah saudara
kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri atau isteri-
isterinya. 9
2) Apabila ayah atau kakek menikahkan anak laki-laki atau perempuan
di bawah umur, maka setelah kedua anak itu dewasa maka mereka
berhak memilih melanjutkan perkawinan tersebut atau menghentikan
perkawinan itu. Maka apabila anak menghentikan pernikahan itu
8 Departemen Agama RI., op.cit, hlm. 120 9 Undang-Undang Perkawinan Indonesia, WIPRESS,Cet 1, 2007, hlm. 4
dinamakan fasakh. Hak pilih seperti itu menurut ulama' fiqh disebut
Khiyar al-bulugh. 10
Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan pada pasal 71, (d)
bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila perkawinan yang
melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.11
b. Fasakh disebabkan ada penghalang (mani' al-huruf) setelah
berlangsungnya perkawinan antara lain sebagai berikut :
1) Salah seorang di antara suami isteri itu murtad (keluar dari Islam)
dan tidak mau kembali sama sekali, maka akadnya fasakh (batal). 12
Dalam Kompilasi Hukum Islam di jelaskan dalam Pasal 75
(a) bahwa perkawinan tidak berlaku surut terhadap perkawinan yang
batal karena salah satu diantara suami isteri murtad. 13
2) Apabila pasangan suami isteri tersebut dahulunya menganut agama
non Islam, dengan sendirinya akad perkawinan itu batal, karena
wanita muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki musyrik.14
Sesuai dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 221
ولا تنكحوا المشرآات حتى يؤمن ولأمة مؤمنة خير من . لا تنكحوا المشرآين حتى يؤمنوامشرآة ولو أعجبتكم و
) 221: البقرة (
10 Abdul Aziz Dahlan, op. cit., hlm. 317 11 Undang-Undang Perkawinan Indonesia, op. cit., hlm 4 12 M.Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, Jakarta, Pustaka Al-Kausar, Cet 7, 2001, hlm. 434 13 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo,
Cet. I, 1992, hlm. 131 14 Imran A. Manan, dkk., Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, Surabaya : PT. Bina
Ilmu, 1993, hlm. 235
Artinya : "Dan janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrikah, sehingga mereka beriman. Sesungguhnya hamba wanita yang mukminah lebih baik dari pada wanita musyrikah, meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan (wanita mukminah) dengan laki-laki musyrik sehingga mereka beriman." 15
Apabila suaminya yang masuk Islam sedangkan wanita
tersebut penganut Yahudi atau Nasrani (ahli kitab). Perkawinan
tersebut tidak batal, karena laki-laki muslim boleh kawin dengan
ahli kitab.16 Seperti firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 5
حل لكم اليوم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا الكتابوطعامكم حل لهم والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم إذا آتيتموهن أجورهن
) 5: المائدة . (محصنين غير مسافحينArtinya : "Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik.
Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya."17
Dari ayat tersebut al-Nawawi menjelaskan bahwa menurut
Imam Syafi'i kebolehan laki-laki muslim mengawini wanita
kitabiyah tersebut apabila mereka beragama menurut Taurat dan
Injil sebelum diturunkannya al-Qur'an, bila tidak berarti tidak ahli
15 Departemen Agama RI., op.cit, hlm. 53 16 Imran A. Manan, dkk., op.cit, hlm. 234 17 Ibid, hlm. 158
kitab. Sementara menurut tiga mazhab lainnya, Hanafi, Maliki dan
Hambali berpendapat bahwa kebolehan laki-laki muslim mengawini
wanita kitabiyah bersifat mutlak, meski agama ahli kitab tersebut
telah di-nasakh.18
Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan pada Pasal 40
huruf c dan Pasal 44 bahwa tidak diperbolehkan perkawinan antar
pemeluk agama Islam dengan selain Islam. Selain mengikuti
pendapat Imam Syafi'i juga dikuatkan dengan mengambil pendapat
para ulama Indonesia (MUI) tidak memperbolehkan perkawinan
antar pemeluk agama. 19
C. Bentuk-bentuk Fasakh
Menurut ahli fikih, terjadinya fasakh adakalanya dengan sendirinya
dan ada pula yang melalui putusan hakim. Adapun bentuk-bentuk fasakh
yang terjadi dengan sendirinya diantaranya :
1. Fasakh terjadi karena rusaknya akad perkawinan yang diketahui setelah
perkawinan berlangsung, seperti perkawinan tanpa saksi dan mengawini
mahram yaitu mengawini saudara perempuan atau mengawini dua orang
wanita yang bersaudara.20
18 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada, Cet 6,
2003, hlm. 345 19 Ibid 20 Satria Efendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta : Prenada
Media, Cet 1, 2004, hlm. 24
2. Fasakh terjadi karena perkawinan yang dilakukan adalah nikah
mut'ah.21
3. Fasakh terjadi karena mengawini wanita dalam masa iddah.22
Adapun fasakh yang memerlukan campur tangan hakim antara lain
sebagai berikut :
1. Fasakh disebabkan mahar isteri tidak dibayar penuh sesuai dengan yang
dijanjikan.23
2. Fasakh melalui khiyar al-bulug24
3. Fasakh akibat salah seorang suami atau isteri menderita penyakit gila.25
4. Fasakh terjadi karena isteri yang musyrik tidak mau masuk Islam setelah
suaminya masuk islam, sedangkan wanita tersebut menuntut perceraian
dari suaminya.26
5. Fasakh disebabkan salah seorang suami atau isteri murtad dan menjadi
musyrik/musyrikah27
6. Menurut ulama Mazhab Hanafi, fasakh juga bisa terjadi melalui campur
tangan hakim apabila salah seorang berada di Darul Islam, baik yang di
Darul Islam itu muslim maupun zimmi, sedangkan yang lainnya adalah
kafir dan berada di Darul Harbi. Akan tetapi jumhur ulama menyatakan
21 Syekh Mansyur Ali Nashif, Mahkota Pokok-pokok Hadis Rasulullah SAW, Bandung :
Sinar Baru Algensindo, Cet 1, 1993, hlm. 1016 22 Satria Efendi, op.cit, hlm. 24 23 Moch Anwar, Teremahan Fathul Mu'in, Bandung : Sinar Baru Algensindo, Cet 1, 1994,
hlm. 1479 24 M. Abdul Ghofar, op.cit, hlm. 434 25 Abdurrahman Idol, op.cit., hlm. 245 26 Abdul Ghafur, op.cit., hlm. 434 27 Ibid
bahwa fasakh tidak terjadi dengan berbedanya daerah tempat tinggal
pasangan suami isteri tersebut (Darul Islam dan Darul Harbi).
7. Fasakh terjadi karena li'an.
8. Ulama Mazhab Hambali juga memasukkan khulu’ dan al-ila' apabila
masa al-ila'nya sudah habis.
9. Fasakh disebabkan adanya cacat, baik pada suami maupun isteri, seperti
impotent, mandul, dan mengidap penyakit menular.
10. Menurut jumhur ulama, hakim juga harus campur tangan dalam fasakh
yang disebabkan suami tidak mampu memberi nafkah, baik pangan,
sandang maupun papan.
11. Fasakh disebabkan suami gaib (melakukan perjalanan ke luar daerah
nya atau menghilang) lebih dari enam bulan tanpa berita dan nafkah
12. Fasakh karena suami dipenjara. Ulama Mazhab Maliki berpendapat
bahwa apabila suami dipenjara lebih dari setahun, isteri berhak menuntut
fasakh pada hakim karena dengan dipenjaranya suami, isteri secara
langsung mendapat mudlarat.28
Adapun macam-macam perkawinan yang dapat dibatalkan menurut
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 adalah sebagai berikut :
Pasal 24 :
28 Abdul Aziz Dahlan, op.cit., hlm. 318
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan
salah satu dari kedua belah pihak, dan atas dasar masih adanya
perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru,
dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4
Undang-undang ini.
Pasal 26:
1) Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat
perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah, atau
yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat
dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dari suami isteri, jaksa dan suami atau
isteri
2) Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasarkan alasan
dalam ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama
sebagai suami isteri yang dibuat pegawai pencatat yang tidak
berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Dalam sistematika yang berbeda kompilasi mengaturnya sebagai
berikut:
Pasal 70: Perkawinan batal apabila:
a. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan
akad nikah karena sudah mempunyai empat orang isteri, sekalipun
salah satu dari keempat isterinya itu dalam iddah talak raj'i.
b. Seorang menikahi bekas isterinya yang telah dili'annya.
c. Seorang menikahi bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali
talak olehnya, kecuali bila bekas isterinya tersebut pernah menikah
dengan pria lain yang kemudian bercerai lagi ba'da dukhul dari
pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
d. Perkawinan dilakukan antar dua orang yang mempunyai hubungan
darah, semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang
menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undang No. 1
Tahun 1974, yaitu:
1) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau
ke atas
2) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu
antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua, dan
antara seorang dengan saudara neneknya.
3) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan
ibu atau ayah.
4) Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak
sesusuan, saudara sesusuan, dan bibi atau paman sesusuan.
e. Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan
dari isteri atau isteri-isterinya.
Pasal 71: Suatu perkawinan dapat dibatalakan apabila:
a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih
menjadi isteri pria lain yang mafqud (hilang tidak di ketahui
beritanya);
c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami
lain;
d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974;
e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali
yang tidak berhak;
f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan;
Adapun pasal 27 Undang-undang Perkawinan, Sebagaimana pasal
27 Kompilasi Hukum Islam mengatur hak-hak suami isteri untuk
mengajukan pembatalan manakala perkawinan dilangsungkan dalam
keadaan diancam, ditipu atau salah sangka.
Pasal 27 UU Perkawinan:
a) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di
bawah ancaman yang melanggar hukum.
b) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
Pasal 28 ayat (2) UU perkawinan:
Keputusan tidak berlaku surut terhadap:
a. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
b. Suami atau isteri yang bertindak dengan beriktikad baik kecuali
terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan
atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
c. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam a dan b
sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik
sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai hukum yang
tetap.
Adapun bunyi pasal 75 dan 76 Kompilasi Hukum Islam adalah
sebagai berikut:
Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap:
a. Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau isteri
murtad.
b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
c. Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan
beriktikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 76 Kompilasi Hukum Islam:
Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum
antara anak dengan orang tua.
Berkaitan dengan fasakh nikah maka bila dalam perkawinan terjadi
fasakh nikah, maka salah satu pihak; suami atau isteri, mengajukan
pembatalan perkawinan sesuai yang diatur dalam Pasal 23 UU No. 1 Tahun
1974 jo. Pasal 73 KHI, yaitu :
a. Para keluarga dan garis keturunan lurus ke atas dari suami atau
isteri.
b. Suami atau isteri.
c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum
diputuskan.
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat 2 Pasal 16 UU ini dan setiap
orang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap
perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus. 29
Dalam Pasal 74 KHI mengatur cara beracara dalam permohonan
pengajuan pembatalan perkawinan, dan mengatur kapan mulai berlakunya
keputusan pembatalan perkawinan tersebut yang dalam UU Perkawinan
diatur dalam Pasal 28. Pasal 74 KHI berbunyi :
a. Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau
isteri atau tempat perkawinan dilangsungkan.
b. Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan
Agama mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak
saat berlangsungnya perkawinan.
29 Abdurrahman, op.cit., hlm. 131
Uraian tersebut secara teknis merinci bagaimana seharusnya tata
hubungan keluarga antara suami isteri yang perkawinannya diajukan proses
pembatalan. Menurut penulis, antara suami isteri perlu menjaga agar selama
dalam proses pembatalan di Pengadilan, tidak melakukan hubungan suami
isteri. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbuatan hukum yang tidak
sejalan dengan prinsip hukum Islam. Karena proses pengajuan pembatalan
dapat diajukan apabila diketahui atau diduga terdapat bukti-bukti yang
meskipun masih harus menunggu pembuktian di pengadilan, menjadi alasan
yang dapat dijadikan dasar agar mereka tidak melakukan hubungan suami
isteri.
Pertimbangan hukumnya, dalam situasi demikian antara suami isteri
tentu mengalami keraguan tentang status perkawinannya, apakah masih
dibenarkan bergaul atau tidak. Dalam situasi ragu, seorang dianjurkan tidak
melakukan sesuatu sampai ia menjadi yakin.
Adapun mengenai status anak yang lahir akibat perkawinan yang
dibatalkan tersebut, mereka tetap memiliki hubungan hukum dengan ibu dan
ayahnya. Anak-anak tersebut tidak dapat dibebani kesalahan akibat
kekeliruan yang dilakukan kedua orang tuanya. Meskipun, sesungguhnya
secara psikologis, jika pembatalan perkawinan tersebut benar terjadi, akan
tetap membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi kepentingan anak-
anak tersebut. Tetapi karena demi hukum, maka kebenaran harus
ditegakkan, meski kadang membawa kepahitan.30
30 Ahmad Rofiq, op.cit., hlm. 152
28
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KENDAL No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl
TENTANG PERMOHONAN CERAI TALAK YANG BERAKHIR
DENGAN FASAKH NIKAH KARENA MURTAD
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Kendal
1. Sejarah Pengadilan Agama Kendal
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 jo. UU No. 35
Tahun 1999 jo. UU No. 4 Tahun 2004 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman, di Indonesia terdapat empat lingkungan Peradilan
Umum yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan tiga lingkungan
peradilan khusus yaitu Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara dan
Peradilan Agama. Ketiga lingkungan peradilan ini disebut peradilan
khusus karena hanya mengadili perkara tertentu dan untuk golongan
rakyat tertentu.1 Peradilan Agama misalnya, hanya berwenang untuk
mengadili perkara perdata Islam bagi mereka yang beragama Islam.2
Sebagai lembaga peradilan, Peradilan Agama dalam bentuknya
yang sederhana berupa lembaga tahkim yaitu lembaga penyelesaian antara
orang-orang Islam oleh para ahli agama. Lembaga tahkim yang menjadi
asal usul Peradilan Agama tumbuh dan berkembang bersama dengan
perkembangan masyarakat muslim di kepulauan nusantara ini. Peradilan
Agama yang telah ada sejak agama Islam masuk ke Indonesia itulah yang
kemudian diakui dan dimantapkan kedudukannya di Jawa dan Madura
1 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2000, hlm. 237 2 UU No. 3 Tahun 2006 Pasal 49.
pada tahun 1882, di Kalimantan Selatan pada tahun 1873 dan di luar Jawa,
Madura, dan Kalimantan Selatan pada tahun 1957, yang sekarang dalam
bentuk Pengadilan Agama.3 Secara resmi Pengadilan Agama Kendal
dibentuk pada tahun 1950 yang pada saat itu diketuai oleh K.H.
Abdurrahman Iman sampai tahun 1959. Kemudian setelah K.H.
Abdurrahman, secara berturut-turut Pengadilan Agama Kendal diketuai
oleh K.H. Ahmad Slamet pada tahun 1965-1975; K.R. Mohammad Amin,
tahun 1975 –1977; H. Asy'ari, tahun 1980-1990; Drs. Ahmad Mustofa,
S.H., tahun 1991-1997; Drs. Mumahadiyah Hazim, tahun 1997-1999; Drs.
Yasmidi, S.H., tahun 1999-2002; H. Izzudin, S.H., tahun 2002-2004; Drs.
A. Agus Bahauddin, M. Hum., tahun 2004-2006; dan Drs. Yusuf Buchori
S.H. pada tahun 2007 atau sekarang ini dengan wakil ketua Drs. Masyhudi
Hs, S.H.4
Itulah sekilas gambaran tentang sejarah Pengadilan Agama
Kendal yang hingga saat ini menjadi pilar kekuasaan kehakiman di
Indonesia khususnya di wilayah Kabupaten Kendal.
2. Kewenangan Pengadilan Agama Kendal
Pengadilan Agama Kendal termasuk salah satu pengadilan yang
masuk dalam kategori Kelas IA. Hal ini dikarenakan perkara-perkara yang
diterima dan diputus di Pengadilan Agama Kendal cukup banyak dalam
empat tahun terakhir, yakni kurang lebih 1000 perkara setiap tahunnya
3 Ibid, hlm. 238 4 Hasil wawancara dengan Bapak H. Khoirozi S.H., Hakim PA. Kendal, pada tanggal
12 Juni 2007 di kantornya.
yang meliputi cerai talak dan cerai gugat, dan perkara yang diputus kurang
lebih 800 perkara.5
Tabel I
Jumlah Perceraian di PA Kendal
Perceraian
Yang Diterima Yang Diputus
Cerai Talak Cerai Gugat Cerai Talak Cerai Gugat Tahun
% % % %
2004 444 - 716 - 289 - 518 -
2005 486 9,5 753 5,2 335 15,9 578 11,6
2006 494 1,6 770 2,3 326 -2,7 542 -6,22
Rata-rata - 5,55 - 2,26 - 13,2 - 5,38
Sumber Pengadilan Agama Kendal
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa perkembangan rata-rata
perceraian di Pengadilan Agama Kendal mengalami kenaikan. Cerai talak
yang diterima mengalami kenaikan sebanyak 5,55 %, dan cerai gugat
mencapai 2,26%, sedangkan cerai talak yang diputus yang di putus juga
mengalami kenaikan sebanyak 13,2% dan cerai gugat 5,38%.
Wakil Panitera Pengadilan Agama Kendal menjelaskan bahwa
kasus perceraian di Pengadilan Agama Kendal dalam bentuk talak khulu’
sudah ada sejak lama, seiring dengan adanya sighat ta’lik talak. Bahkan
selama ini yang terjadi di Pengadilan Agama Kendal talak khulu’ hampir
mendominasi bentuk perceraian yang diajukan oleh istri. Perceraian
karena pelanggaran sighat ta’lik talak yang diselesaikan (diputus) dalam
5 Hasil Wawancara dengan Drs. Kawakiby, Wakil Panitera PA Kendal, tanggal 12 Juni 2007
bentuk talak khul’i pada tahun 2004 sebanyak 60%, tahun 2005 65% dan
pada tahun 2006 mencapai 68 %, sedangkan perkara cerai khulu’ di luar
pelanggaran sighat ta’lik talak dalam tiap tahunnya kurang lebih 3%.6
Kewenangan Pengadilan Agama Kendal adalah sama dengan
Pengadilan Agama lain yaitu mempunyai kewenangan relatif dan absolut :
a. Kewenangan relatif ialah kewenangan yang berdasarkan atas wilayah
hukum, kekuasaan yang dimiliki Pengadilan Agama Kendal adalah
sama kedudukannya mengadili dalam lingkungan kota
madya/kabupaten. Artinya, cakupan dan batasan kewenangan relatif
pengadilan ialah meliputi daerah hukumnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.7
Adapun wilayah hukum di Kabupaten Kendal yang terdiri
dari beberapa kecamatan meliputi : Kecamatan Kota Kendal,
Kecamatan Patebon, Kecamatan Pegandon, Kecamatan Cepiring,
Kecamatan Kangkung, Kecamatan Rowosari, Kecamatan Ngampel,
Kecamatan Gemuh, Kecamatan Pageruyung, Kecamatan Ringin
Arum, Kecamatan Plantungan, Kecamatan Weleri, Kecamatan
Sukorejo, Kecamatan Paten, dan Kecamatan Singorojo.
b. Kewenangan absolut/mutlak adalah kewenangan Pengadilan Agama
yang berdasarkan atas materi hukum, atau dengan kata lain
kewenangan yang menyangkut kekuasaan untuk memeriksa, memutus,
6 Hasil Wawancara dengan Drs. Kawakiby, Wakil Panitera PA Kendal, tanggal 12 Juni
2007 7 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2000, hlm. 218
dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan
rakyat tertentu yaitu orang-orang yang beragama Islam. 8
Mengenai kewenangan absolut/mutlak ini, Pengadilan
Agama Kendal mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana yang
diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan
Agama yakni Pasal 49 jo. UU No. 3 Tahun 2006 :
(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang
a) PERKAWINAN
b) KEWARISAN, WASIAT, DAN HIBAH YANG DILAKUKAN
BERDASARKAN HUKUM ISLAM
c) WAKAF DAN SHADAKOH
(2) BIDANG PERKAWINAN SEBAGAIMANA YANG DIMAKSUD DALAM
AYAT (1) HURUF (A) IALAH HAL-HAL YANG DIATUR DALAM ATAU
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG MENGENAI PERKAWINAN YANG
BERLAKU
(3) BIDANG KEWARISAN SEBAGAIMANA YANG DIMAKSUD DALAM AYAT
(1) HURUF B IALAH PENENTUAN SIAPA-SIAPA YANG MENJADI AHLI
WARIS, PENENTUAN MENGENAI HARTA PENINGGALAN, PENENTUAN
BAGIAN MASING-MASING AHLI WARIS, DAN MELAKSANAKAN
PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN TERSEBUT.
8 Ibid, hlm. 220
SALAH satu YANG TERCAKUP DALAM KEKUASAAN MUTLAK
PENGADILAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA IALAH BIDANG
PERKAWINAN. MENURUT PENJELASAN PASAL 49 AYAT (1) UU
NO.7/1989 YANG DIMAKSUD DENGAN BIDANG PERKAWINAN YANG
DIATUR DALAM UU NO. 1/1974 TENTANG PERKAWINAN IALAH :
1) IZIN BERISTRI LEBIH DARI SEORANG
2) IZIN MELANGSUNGKAN PERKAWINAN BAGI ORANG YANG BELUM
BERUSIA 21 TAHUN, DALAM HAL ORANG TUA ATAU WALI ATAU
KELUARGA DALAM GARIS LURUS ADA PERBEDAAN PENDAPAT
3) DISPENSASI KAWIN
4) PENCEGAHAN PERKAWINAN
5) PENOLAKAN PERKAWINAN OLEH PEGAWAI PENCATAT NIKAH
6) PEMBATALAN PERKAWINAN
7) GUGATAN KELALAIAN ATAS KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI
8) PERCERAIAN KARENA TALAK
9) GUGATAN PERCERAIAN
10) PENYELESAIAN HARTA BERSAMA
11) MENGENAI PENGUASAAN ANAK-ANAK
12) IBU DAPAT MEMIKUL BIAYA PEMELIHARAAN DAN PENDIDIKAN ANAK
BILAMANA BAPAK YANG SEHARUSNYA BERTANGGUNG JAWAB TIDAK
MEMENUHINYA
13) PENENTUAN KEWAJIBAN MEMBERI BIAYA PENGHIDUPAN OLEH
SUAMI KEPADA BEKAS ISTRI ATAU PENENTUAN SUATU KEWAJIBAN
BAGI BEKAS ISTRI
14) PUTUSAN TENTANG SAH TIDAKNYA SEORANG ANAK
15) PUTUSAN TENTANG PENCABUTAN KEKUASAAN ORANG TUA
16) PENCABUTAN KEKUASAAN WALI
17) PENUNJUKAN ORANG LAIN SEBAGAI WALI OLEH PENGADILAN DALAM
HAL KEKUASAAN SEORANG WALI DICABUT
18) MENUNJUK SEORANG WALI DALAM HAL SEORANG ANAK YANG
BELUM CUKUP UMUR 18 TAHUN YANG DITINGGAL KEDUA ORANG
TUANYA PADAHAL TIDAK ADA PENUNJUKAN WALI ORANG TUANYA
19) PEMBEBANAN KEWAJIBAN GANTI KERUGIAN TERHADAP WALI YANG
TELAH MENYEBABKAN KERUGIAN ATAS HARTA BEDA ANAK YANG
ADA DI BAWAH KEKUASAANNYA
20) PENETAPAN ASAL USUL ANAK
21) PUTUSAN TENTANG HAL PENOLAKAN PEMBERIAN KETERANGAN
UNTUK MELAKUKAN PERKAWINAN CAMPURAN
22) PERNYATAAN TENTANG SAHNYA PERKAWINAN YANG TERJADI
SEBELUM UNDANG-UNDANG NO.1/1974 TENTANG PERKAWINAN
DAN DIJALANKAN MENURUT PERATURAN YANG LAIN.9
Dengan adanya Undang-Undang No.3/2006 tentang
Pengadilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama Kendal semakin
9 PENJELASAN UU NO. 7/1989 PASAL 49 AYAT (2)
diperluas. Hal ini sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim.
Perluasan tersebut antara lain meliputi ekonomi syari’ah dan
infaq. Dalam kaitannya dengan perubahan undang-undang ini, kalimat
yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang No.7/1989
tentang Pengadilan Agama yang menyatakan: “para pihak sebelum
berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang
dipergunakan dalam pembagian warisan”, dinyatakan dihapus.10
Dalam penjelasannya, infaq ialah perbuatan seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik
berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki
(karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan
rasa ikhlas, dan karena Allah SWT.11
Kegiatan di bidang ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau
kegiatan atau usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah,
antara lain meliputi:
1) BANK SYARI’AH
2) LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARI’AH
3) ASURANSI SYARI’AH
4) REASURANSI SYARI’AH
5) REKSA DANA SYARI’AH
6) OBLIGASI DAN SURAT BERHARGA BERJANGKA MENENGAH SYARI’AH
10 PENJELASAN UU RI NO. 3/2006 TENTANG PERADILAN AGAMA 11 LIHAT PENJELASAN PASAL 49 UU NO. 3/2006 TENTANG PERADILAN AGAMA
7) SEKURITAS SYARI’AH
8) PEMBIAYAAN SYARI’AH
9) PENGGADAIAN SYARI’AH
10) DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
11) BISNIS SYARI’AH12
DENGAN DEMIKIAN BERTAMBAHNYA KEKUASAAN MUTLAK
PENGADILAN AGAMA KENDAL MENANDAKAN SEMAKIN MENAMBAH
EKSISTENSI DAN KEPERCAYAAN NEGARA KEPADA PENGADILAN AGAMA
SERTA MENJADI SEMAKIN KOKOHNYA KEBERADAAN PENGADILAN
AGAMA DI INDONESIA.
3. Perkara-Perkara di Pengadilan Agama Kendal
Pengadilan Agama Kendal termasuk salah satu pengadilan yang
masuk dalam kategori Kelas IA. Hal ini dikarenakan perkara-perkara yang
diterima dan diputus di Pengadilan Agama Kendal cukup banyak dalam
empat tahun terakhir, yakni kurang lebih 1000-1500 perkara setiap
tahunnya.
Pengadilan Agama Kendal merupakan pengadilan tingkat pertama
untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perdata di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan
ekonomi syari'ah.13
12 IBID. 13 UU No. 3 Tahun 2006.
ADAPUN STRUKTUR ORGANISASI PENGADILAN AGAMA KENDAL
KELAS I-A ADALAH SEBAGAI BERIKUT:14
KETUA : DRS. YUSUF BUCHORI S.H
WAKA : DRS. MSHUDI HS. S.H
HAKIM : 1. DRS. H. M. FAUZI HUMAIDI, SH, MH. 2. H. KHOIROZI, SH. 3. DRS. H. ABDUL MANAN, SH. 4. DRS. H. AMIRUDDIN, SH. 5. DRS. H. MUHAMMAD KASTORI 6. DRS. ABDUL KHOLIQ, SH. 7. DRS. SYAMSURRIJAL FS 8. DRS. UNANG NUR ISKANDAR, SH. 9. DRS. ROHMAT, MH.
PANITERA/SEKRETARIS : MAJKOUR SAHLI, S.HI
WAKIL PANITERA : DRS. KAWAKIBY
WAKIL SEKRETARIS : DRS. SLAMET BASYIR
PANMUD PERMOHONAN : DRS. SHOBIRIN MASYHUDI, SH.
PANMUD GUGATAN : NURUL QUMARAENI SH
PANMUD HUKUM : DRA. ARIFATUL LAILI
KASUBAG KEPEG : AMIN, SH.
KASUBAG KEUANGAN : MASRUR
KASUBAG UMUM : ASMONO, SH.
PANITERA PENGGANTI : 1. DRS. FIKRI 2. DRS. BUDIYONO 3. HJ. SHOLIHAH HASAN, SH. 4. DRA. MASTUROH 5. DRS. JUNAIDI 6. LAJINAH HAFNAH RENITA, SH. 7. SRI PARYANI SULISTYOWATI, S. AG. 8. SABIL HUDA, S. AG
14 HASIL WAWANCARA DENGAN WAKIL PANITERA PA KENDAL DRS. KAWAKIBY PADA
TANGGAL 16 MARET 2007
38
9. HJ. KHARIROTUN LATHIFAH, SHI 10. AMNIYATI BUDIWIDIYARSIH, BA
JURU SITA PENGGANTI : H. WARSITO
B. Putusan Pengadilan Agama Kendal No. 772/Pdt.G/PA.kdl Tentang
Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad
1. Gugatan
a. Pihak Yang Berperkara
Perkara No. 772/Pdt.G/PA.kdl tentang Fasakh Nikah Karena
Murtad merupakan perkara permohonan cerai talak yang berakhir
dengan diputus fasakh nikah. Adapun pihak-pihak yang berperkara
adalah antara :
1) WARJITO bin RADI, umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan
karyawan, bertempat tinggal di Patukangan Rt. 02/Rw. 07, Desa
Kutoherjo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, selanjutnya
disebut sebagai pemohon.
2) RIANTI binti BEJO, umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan
karyawati, bertempat tinggal di Langgengsari Rt. 04/Rw. 02 Desa
Plantaran, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, sebagai
Termohon.
b. Alasan Gugatan
Adapun alasan yang diajukan oleh pemohon dalam perkara
No. 772/Pdt.G/PA.kdl tentang Fasakh Nikah Karena Murtad adalah
sebagai berikut:
1) Bahwa pada tanggal 02 Mei 1984, Pemohon dengan Termohon
melangsungkan perkawinan yang telah dicatat oleh Pegawai
Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal (Kutipan Akta Nikah No : 69/4V/1984 tanggal
02 Mei 1984) sesuai dengan Duplikat Kutipan Akta Nikah No :
Kk. 11.24.13/PW.01/476/2006 tanggal 20 Juni 2006.
2) Bahwa setelah pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon
bertempat tinggal ikut orang tua Termohon di Plantaran
Kaliwungu, lalu rumah sendiri di Plantaran Kaliwungu hingga
Januari 2006. Antara Pemohon dan Termohon telah dikaruniai dua
orang anak bernama Agus Mu'arif berumur 20 tahun dan Teguh
Kristiawan umur 17 tahun dan selama pernikahan Pemohon dan
Termohon belum pernah bercerai.
3) Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon semula hidup
rukun, Pemohon dan Termohon sama-sama bekerja di PT. KLI
namun sejak bulan Januari tahun 2005 mulai sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus yang tidak ada
harapan untuk rukun kembali disebabkan :
a) Termohon kurang terima dengan hasil kerja Pemohon di KLI
padahal hasil kerja Pemohon sudah diberikan semua kepada
Termohon
b) Termohon merasa curiga dan cemburu terhadap Pemohon,
karena teman-teman wanitanya banyak.
c) Pemohon sudah banyak bersabar dan mempertahankan
keutuhan rumah tangganya barangkali Termohon bisa
merubah sikapnya namun ternyata tidak bisa.
4) Bahwa perselisihan dan pertengkaran tersebut berkelanjutan terus
menerus hingga akhirnya sejak Januari 2005 karena tidak tahan
lagi dengan sikap Termohon, maka Pemohon sekarang tinggal
atau kost di Patukangan Kaliwungu di Ibu Kuntariyah.
5) Bahwa sehubungan dengan hal tersebut Pemohon tidak tahan lagi
untuk meneruskan kehidupan rumah tangganya.
c. Petitum
Berdasarkan alasan atau dalil-dalil di atas, Pemohon mohon
kepada Ketua Pengadilan Agama Kendal agar membuka persidangan
selanjutnya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi :
Primer :
1) Mengabulkan permohonan Pemohon
2) Memberikan ijin kepada Pemohon (WARJITO bin RADI) untuk
menjatuhkan talak terhadap Termohon (RIANTI binti BEJO) di
hadapan sidang Pengadilan Agama Kendal
3) Membebankan biaya perkara sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Subsider :
Dan atau menjatuhkan putusan lain yang seadil-adilnya.
2. Penyelesaian Perkara No. 772/Pdt.G/PA.kdl Tentang Permohonan
Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad
a. Proses Beracara
Proses penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Kendal,
pada dasarnya adalah sebagaimana yang dipakai dalam penyelesaian
perkara di peradilan umum. Hal ini sesuai dengan Pasal 54 Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 yaitu : bahwa hukum acara yang berlaku
dalam lingkungan Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang
berlaku dalam lingkungan Peradilan Umum.
Dalam penyelesaian perkara No. 772/Pdt.G/PA.kdl tentang
Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad, Pengadilan Agama Kendal secara garis besarnya melalui tiga
tahap yaitu: tahap penerimaan perkara, tahap pemeriksaan hingga
upaya perdamaian, dan tahap pelaksanaan putusan.
1) Tahap Penerimaan Perkara
Pengadilan Agama mempunyai tugas untuk menerima,
memeriksa, dan mengadili semua perkara yang diajukan.
Seseorang yang ingin mengajukan permohonan/gugatan, maka
pihak Pemohon/Penggugat dapat mengajukan permohonannya /
gugatannya ke Pengadilan, baik secara lisan maupun tertulis.
Permohonan yang diputus oleh Pengadilan Agama
Kendal No. 772/Pdt.G/PA.kdl tentang Permohonan Cerai Talak
Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad termasuk
permohonan yang dilakukan secara tertulis.
41
Adapun duduk perkaranya adalah bahwa pemohon telah
mengajukan permohonan cerai talak pada tanggal 28 Agustus 2006
yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Kendal
tanggal 28 Agustus 2006 dalam register perkara No.
772/Pdt.G/PA.kdl. mengajukan hal-hal sebagai berikut :
a) Bahwa pada tanggal 02 Mei 1984, Pemohon dengan Termohon
melangsungkan perkawinan yang telah dicatat oleh Pegawai
Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Kendal (Kutipan Akta Nikah No : 69/4V/1984
tanggal 02 Mei 1984) sesuai dengan Duplikat Kutipan Akta
Nikah No : Kk. 11.24.13/PW.01/476/2006 tanggal 20 Juni
2006.
b) Bahwa setelah pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon
bertempat tinggal ikut orang tua Termohon di Plantaran
Kaliwungu, lalu rumah sendiri di Plantaran Kaliwungu hingga
Januari 2006. Antara Pemohon dan Termohon telah dikaruniai
dua orang anak bernama Agus Mu'arif berumur 20 tahun dan
Teguh Kristiawan umur 17 tahun dan selama pernikahan
Pemohon dan Termohon belum pernah bercerai.
c) Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon semula hidup
rukun, Pemohon dan Termohon sama-sama bekerja di PT. KLI
namun sejak bulan Januari tahun 2005 mulai sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus yang tidak
ada harapan untuk rukun kembali disebabkan :
d) Termohon kurang terima dengan hasil kerja Pemohon di KLI
padahal hasil kerja Pemohon sudah diberikan semua kepada
Termohon
e) Termohon merasa curiga dan cemburu terhadap Pemohon,
karena teman-teman wanitanya banyak.
f) Pemohon sudah banyak bersabar dan mempertahankan
keutuhan rumah tangganya barangkali Termohon bisa merubah
sikapnya namun ternyata tidak bisa.
g) Bahwa perselisihan dan pertengkaran tersebut berkelanjutan
terus menerus hingga akhirnya sejak Januari 2005 karena tidak
tahan lagi dengan sikap Termohon, maka Pemohon sekarang
tinggal atau kost di Patukangan Kaliwungu di Ibu Kuntariyah.
h) Bahwa sehubungan dengan hal tersebut Pemohon tidak tahan
lagi untuk meneruskan kehidupan rumah tangganya.
Berdasarkan alasan atau dalil-dalil di atas, Pemohon
mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Kendal agar membuka
persidangan selanjutnya menjatuhkan putusan yang amarnya
berbunyi :
Primer :
a) Mengabulkan permohonan Pemohon
b) Memberikan ijin kepada Pemohon (WARJITO bin RADI)
untuk menjatuhkan talak terhadap Termohon (RIANTI binti
BEJO) di hadapan sidang Pengadilan Agama Kendal
c) Membebankan biaya perkara sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Subsider :
Dan atau menjatuhkan putusan lain yang seadil-adilnya.
Selanjutnya karena syarat permohonan Pemohon telah
memenuhi syarat untuk diterima, maka setelah pemohon
membayar ongkos biaya perkara, biaya panggilan dan lain-lain
yang tercantum dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
Selanjutnya surat permohonan tersebut diterima oleh Pengadilan
Agama Kendal, kemudian oleh Kepala Urusan Kepaniteraan
diadakan pengecekan kelengkapannya.
Berkas perkara yang sudah lengkap tersebut, oleh
Panitera diserahkan kepada Ketua Pengadilan Agama Kendal,
kemudian setelah dicatat dalam catatan khusus, Ketua Pengadilan
Agama Kendal mengeluarkan penetapan penunjukan Majelis
Hakim. Adapun Majelis Hakim yang ditunjuk adalah : H. Khoirozi
S.H (sebagai Ketua Majelis), Drs. Syamsurijal Fs. (sebagai Hakim
Anggota), Drs. Unang Nur Iskandar S.H. (sebagai Hakim
Anggota).
Hakim yang telah ditetapkan lalu menentukan Penetapan
Hari Sidang (PHS), yaitu tanggal 27 Nopember 2006 dengan
ketentuan bahwa pemeriksaan perkara tersebut akan
dilangsungkan. Kemudian melalui Juru Relas, Pengadilan Agama
melaksanakan panggilan kepada para pihak yang berperkara.
2) Tahap Pemeriksaan Perkara Hingga Upaya Perdamaian
Pengadilan Agama Kendal mulai memeriksa perkara No.
772/Pdt.G/PA.kdl pada tanggal 27 Nopember 2006 yang dimulai
dengan tahap pemeriksaan perkara. Setelah persidangan dibuka,
Majelis Hakim menyatakan persidangan ini terbuka untuk umum.
Para pihak yang berperkara yaitu Pemohon WARJITO bin RADI
dan Termohon RIANTI binti BEJO. Kemudian Majelis Hakim
telah berusaha mendamaikan agar antara Pemohon dan Termohon
rukun kembali sebagai layaknya suami isteri, namun tidak
berhasil. Kemudian pemeriksaan dimulai dengan membaca surat
permohonan Pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh
Pemohon. Kemudian Termohon di persidangan telah memberikan
jawaban secara lisan sebagai berikut :
a) Bahwa sebelum menikah Termohon beragama Katolik
kemudian menikah secara Islam dan kemudian keluar lagi dari
Islam sampai sekarang.
b) Bahwa Pemohon pada tahun 1995 sampai tahun 1998 juga
masuk Katolik dan sempat dibaptis dengan nama Fransisco dan
kedua anaknya juga dibaptis.
c) Bahwa penyebab goyahnya dalam rumah tangga Pemohon dan
Termohon adalah bahwa tidak benar Termohon tidak terima
nafkah yang diberikan Pemohon dan benar bahwa Pemohon
telah berselingkuh dengan tetangganya bernama Aminah dan
ternyata setelah ditanya ternyata jawabanya berbeda, dan juga
dengan teman wanitanya bernama Siswati
Dari jawaban Termohon tersebut, Pemohon juga telah
memberikan repliknya secara lesan sebagai berikut:
a) Bahwa benar Pemohon telah murtad dan sekarang telah masuk
Islam lagi sesuai dengan KTP yang baru.
b) Bahwa gaji Pemohon sebesar Rp. 1.000.000, diberikan semua
kepada Termohon dan hanya mengambil sebesar Rp. 100.000,
untuk transportasi.
c) Bahwa benar Pemohon pergi dengan Aminah karena
menghadiri pesta pernikahan dan benar Pemohon pulang dari
rumah tetangga, Pemohon dipanggil Siswati untuk memata-
matai Termohon karena mondar mandir di depan rumah.
Kemudian dari replik Pemohon, Termohon juga telah
memberikan dupliknya secara lisan yang pada pokoknya seperti
jawaban di atas.
Dari semua keterangan di atas kemudian Majelis Hakim
meminta Pemohon untuk membuktikan dalil-dalil permohonannya.
Kemudian Pemohon telah mengajukan alat bukti berupa : surat
(Foto copy sah kutipan akta nikah dibumbui dengan materai) dan
saksi-saksi dari keluarga masing-masing dan memberikan
keterangan di muka persidangan yang intinya bahwa keluarga
tersebut telah berusaha merukunkan kembali dengan berbagai
nasehat akan tetapi tidak ada tanda-tanda yang diharapkan untuk
rukun kembali dengan baik.
Kemudian Majelis Hakim menimbang bahwa atas
keterangan para saksi tersebut, Pemohon dan Termohon
membenarkan semua keterangannya dan selanjutnya Pemohon di
depan persidangan mohon agar supaya perkaranya diputus. Majelis
menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini,
Majelis Hakim menunjuk kepada hal-hal sebagaimana yang
tercantum di dalam berita acara perkara ini, yang untuk seperlunya
dianggap termuat dan menjadi bagian dari putusan ini.
3) Tahap Pelaksanaan Putusan
Setelah Pengadilan Agama Kendal menerima dan
memeriksa perkara permohonan cerai talak yang dihadiri oleh
Pemohon dan Termohon dan para saksi, maka Pengadilan Agama
Kendal menetapkan :
a) Dalam Primer :
Menolak permohonan pemohon
b) Dalam Subsider
(1) Mengabulkan permohonan Pemohon
(2) Memfasakh permohonan pemohon WARJITO bin RADI
dengan Termohon RIYANTI binti BEJO
(3) Membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya
perkara yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 231.000,-
(dua ratus tiga puluh satu ribu rupiah).15
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan
Majelis Hakim pada hari Senin tanggal 27 Nopember 2006 M.
bertepatan dengan tanggal 6 Dzulqoidah 1427 H. oleh kami
KHOIROZI, S.H. sebagai Ketua Majelis, serta Drs.
SYAMSURIJAL FS. dan Drs. UNANG NUR ISKANDAR S.H.
masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan mana hari itu
telah diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut dalam persidangan
yang terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim
Anggota tersebut dan Drs. JUNAIDI sebagai Panitera Pengganti
dan dihadiri pula oleh Pemohon dan Termohon.
15 Putusan Pengadilam Agama Kendal No. 772/Pdt.G/2006/PA.kdl
b. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Kendal dalam
Menyelesaikan Perkara No. 772/Pdt.G/PA.kdl Tentang Permohonan
Cerai talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad
Dalam memutuskan Perkara No. 772/Pdt.G/PA.kdl tentang
Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad, Hakim dalam pertimbangan hukumnya setelah menerima dan
memeriksa perkara tersebut maka hakim menimbang bahwa maksud
dan tujuan permohonan Pemohon adalah cerai talak sebagaimana
tersebut di atas. Berdasarkan bukti surat P.1 yaitu: Foto copy sah
Kutipan Akta Nikah No. KK.11.24.13/PW.01/47/2006, yang telah
dibubuhi materai cukup dan sesuai dengan aslinya yang dikeluarkan
oleh Kantor Urusan Agama Kec. Kaliwungu, Kab. Kendal, tanggal 20
Juni 2006. Harus dinyatakan terbukti bahwa antara Pemohon dan
Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah.
Pemohon dalam permohonannya mohon diijinkan untuk
menjatuhkan talaknya terhadap Termohon dengan alasan bahwa sejak
tahun 2005 rumah tangganya selalu diwarnai perselisihan dan
pertengkaran yang disebabkan Termohon kurang atas pemberian gaji
Pemohon dan Termohon selalu mencemburui Pemohon dengan wanita
lain sehingga oleh karena tidak tahan dengan perlakuan Termohon
yang selalu menuduh Pemohon bersalah terus, maka sejak Januari
49
2005, Pemohon memilih pergi meninggalkan serta berpisah dengan
Termohon sampai sekarang.16
Berdasarkan pengakuan Termohon dan keterangan kesaksian
keluarga Pemohon dan Termohon yang satu dengan lainnya saling
menguatkan, maka telah terbukti bahwa antara Pemohon dan
Termohon sejak Januari 2005 selalu terjadi perselisihan dan
pertengkaran yang disebabkan sikap Termohon tidak merasa cukup
dengan uang hasil kerja Pemohon dan rumah tangga mereka selalu
diwarnai dengan rasa cemburu dan campur tangan orang tua
Termohon atas rumah tangga Pemohon dan Termohon bahkan secara
terang-terangan Termohon telah keluar dari agama Islam dan kembali
ke agama sebelumnya yaitu Katolik, sehingga dengan kejadian
tersebut Pemohon memilih untuk pergi meninggalkan serta berpisah
dengan Termohon yang sampai sekarang telah berlangsung selama
setahun lebih.17
Hakim memandang bahwa permohonan Pemohon tersebut
telah cukup beralasan bagi Pemohon untuk melakukan perceraian
sebagaimana yang di atur dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) serta huruf (h) Kompilasi Hukum
Islam bahwa telah terjadi perselisihan yang terus menerus dan tidak
16 Putusan Pe ngadilam Agama Kendal No. 772/Pdt.G/2006/PA.kdl 17 Putusan Pe ngadilam Agama Kendal No. 772/Pdt.G/2006/PA.kdl
50
ada harapan untuk kembali juga karena salah satu pihak (suami atau
isteri) murtad atau keluar dari agama Islam.
Sebenarnya alasan tersebut di atas sudah dapat dipergunakan
untuk alasan cerai talak karena sudah sesuai dengan undang-undang
juga Kompilasi Hukum Islam dan tidak diputus fasakh. Namun setelah
kami bermusyawarah, kami juga perlu mengetengahkan dalil-dalil
fiqih dalam kitab al-Fiqh ala Madzhabil Arba'ah jilid 4 hal 361
sebagai berikut : 18
ان يترك أحد الزوجين فإذا فعل ذلك . فتكون فسخا في مواضع خا الطالقابانت منه امرأته فتكون فس
Artinya : Adalah terjadinya fasakh itu dalam beberapa hal diantaranya dikarenakan salah satunya isteri murtad, jika hal demikian telah terjadi, maka itu adalah fasakh bukan talak.
Berdasarkan dalil di atas maka kami memutus fasakh, sebab
kami memandang dari segi kemurtadannya dan kami menitikberatkan
dasar pertimbangan hukum tersebut dari dalil fiqihnya walaupun
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) serta
huruf (h) Kompilasi Hukum Islam di atas memuat alasan cerai talak,
kami masih berharap bila kami putus fasakh mereka bisa kembali lagi
dengan membangun pernikahannya kembali dan istrinya mau masuk
Islam.19
18 Hasil wawancara dengan Bp. H. Khoirozi, SH, Hakim Pengadilan Agama Kendal
tanggal 12 Juni 2007 19 Hasil wawancara dengan Bapak Khoirozi S H. Hakim PA Kendal tanggal 12 Juni
2007
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
maka atas petitum subsider patut untuk dikabulkan dengan menolak
petitum primernya, karena ini merupakan alternatif bila kami menolak
tuntutan primernya kami harus mengabulkan tuntutan subsidernya.
Karena tuntutan diatas memuat tuntutan primer dan subsider. Oleh
karena itu dengan mengabulkan tuntutan Subsider yaitu dengan mem-
fasakh pernikahan Pemohon dan Termohon mereka dapat
memikirkannya kembali untuk membangun pernikahannya kembali
yang rusak akibat salah satu murtad atau keluar dari agama Islam dan
membangun keutuhan keluarganya agar menjadi keluarga yang
bahagia dan kekal. Kemudian berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989, maka semua biaya yang timbul dalam
perkara ini dibebankan pada Pemohon.20
Biaya perkara:
1) Biaya Administrasi : Rp. 50.000,00 2) Lain-lain Atas Perintah Pengadilan : Rp. 65.000,00 3) Biaya Pemanggilan Pemohon : Rp. 30.000,00 4) Biaya Panggilan Termohon : Rp. 60.000,00 5) Materai21 : Rp. 6.000,00
Jumlah Rp. 211.000,00
c. Putusan Perkara No. 772/Pdt.G/PA.kdl Tentang Permohonan Cerai
Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad
Setelah Hakim memeriksa dan mendengarkan keterangan
masing-masing pihak kemudian Hakim bermusyawarah dan
20 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Unang Nur Iskandar, Hakim PA Kendal Pada
tanggal 12 Juni 2007 21 Putusan Pengadilam Agama Kendal No. 772/Pdt.G/2006/PA.kdl
53
memberikan kesimpulan, Hakim telah menimbang bahwa kedua belah
pihak telah menghadirkan saksi-saksi berasal dari keluarga masing-
masing. Atas keterangan saksi-saksi tersebut, Pemohon dan Termohon
membenarkan semua keterangannya dan selanjutnya pemohon di
depan persidangan mohon agar perkaranya segera diputus.
Kemudian Hakim dalam persidangan menimbang bahwa
berdasarkan bukti surat P.1, dinyatakan terbukti bahwa antara
Pemohon dan Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah.
Berdasarkan pengakuan Termohon dan keterangan kesaksian
Pemohon dan Temohon yang satu dengan yang lainnya saling
menguatkan maka telah terbukti bahwa antara Pemohon dan
Termohon telah terjadi perselisihan yang terus menerus yang tidak
bisa diselesaikan lagi. Bahkan secara terang-terangan Termohon yang
telah beragama Islam kembali lagi kepada agama sebelumnya yaitu
Katolik.
Setelah Majelis Hakim bermusyawarah, Hakim menjatuhkan
putusan bahwa mem-fasakh permohonan pemohon yang seharusnya
permohonan pemohon adalah cerai talak. Adapun putusannya adalah
sebagai berikut :
i Dalam Primer :
Menolak permohonan pemohon
ii Dalam Subsider
(1) Mengabulkan permohonan Pemohon
(2) Memfasakh permohonan Pemohon WARJITO bin RADI dengan
Termohon RIYANTI binti BEJO
(3) Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara
yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 231.000,- (Dua ratus tiga
puluh satu ribu rupiah).22
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis
Hakim pada hari Senin tanggal 27 Nopember 2006 M bertepatan
dengan tanggal 6 Dzulqaidah 1427 H. oleh Kami, KHOIROZI, S.H.
sebagai Ketua Majelis, serta Drs. SYAMSURIJAL FS. Dan Drs.
UNANG NUR ISKANDAR S.H. masing-masing sebagai Hakim
Anggota, Putusan mana hari itu telah diucapkan oleh Ketua Majelis
tersebut dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan dihadiri
oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan Drs. JUNAIDI sebagai
Panitera Pengganti dan dihadiri pula oleh Pemohon dan Termohon.23
22 Putusan Pengadilam Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA. Kdl 23Putusan Pengadilam Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA. Kdl
55
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KENDAL No. 772/pdt.
G/2006/PA. kdl TENTANG PERMOHONAN CERAI TALAK YANG
BERAKHIR DENGAN FASAKH NIKAH KARENA MURTAD
A. Analisis terhadap Hukum Formil Putusan Pengadilan Agama Kendal No.
772/Pdt. G/2006/PA. Kdl Tentang Permohonan Cerai Talak Yang
Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad.
Hukum formal merupakan hukum tentang bagaimana beracara di
persidangan yang meliputi tata cara mengajukan gugatan, bagaimana
menyusun gugatan, ke pengadilan mana gugatan diajukan, dan segala macam
yang berkaitan dengan proses persidangan. Hukum formal mempunyai tujuan
untuk menegakkan hukum materiil dalam sidang pengadilan. Oleh karena itu,
hukum materiil harus dikuasai dengan baik dalam penyusunan gugatan,
karena hal ini sangat menentukan dikabulkannya atau ditolaknya suatu
gugatan. Sebuah permohonan/gugatan dikatakan baik dan benar apabila orang
yang membuat mengetahui tentang hukum formal dan hukum materiil, sebab
kedua hukum tersebut berkaitan erat dengan seluruh isi gugatan yang akan
dipertahankan dalam sidang di pengadilan. Dalam praktek Peradilan Agama
sangat sulit ditemukan pada pemohon/penggugat yang mengetahui hukum
formal dan materiil secara utuh. Oleh karena itu dalam Pasal 119 HIR dan
Pasal 143 R.bg dikemukakan bahwa Ketua Pengadilan berwenang memberi
nasihat dan bantuan kepada Pemohon atau Penggugat atau kuasanya dengan
56
tujuan tidak mengalami kesulitan dalam membuat gugatan bagi orang-orang
yang kurang mengetahui hukum formal dan materiil.1
Begitu juga dengan hukum materiil harus dikuasai dengan baik
karena tidak hanya menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan perundang-
undangan tetapi juga teori-teori hukum yang harus dipatuhi. 2
Proses penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Kendal, pada
dasarnya telah menggunakan tata cara sebagaimana yang dipakai di dalam
hukum acara yang berlaku dalam lingkungan peradilan umum. Ini telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 sebagai
berikut : "Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam lingkungan
Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-
Undang ini."3
Berkaitan dengan penyelesaian putusan perkara No. 772/Pdt.
G/2006/PA.kdl tentang cerai talak yang berakhir dengan fasakh nikah antara
Pemohon WARJITO BIN RADI dengan Termohon RIYANTI BINTI BEJO,
Pengadilan Agama Kendal dalam penyelesaiannya melalui tiga tahap adalah
sebagai berikut :
1. Tahap Penerimaan Perkara
Tahap penerimaan perkara secara teknis telah penulis paparkan
pada bab III, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 121 HIR/154 R.bg
1 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,
Jakarta : Prenada Media, Cet. Ke-3, 2005, hlm. 23 2 Ibid 3 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
57
ayat (1) "Sesudah surat gugatan atau catatan yang dibuat itu telah
didaftarkan oleh Panitera di dalam daftar yang disediakan untuk kita, maka
Ketua menentukan hari dan jam waktu perkara itu akan diperiksa di muka
pengadilan. Ketua memerintahkan memanggil kedua belah pihak, supaya
hadir pada waktu yang ditentukan itu, disertai oleh saksi yang mereka
kehendaki untuk diperiksa dan dengan membawa segala surat keterangan
yang akan dipergunakan.”4
Dalam penerimaan perkara secara garis besar meliputi :
a. Pengajuan berkas di Kepaniteraan
b. Pembayaran panjar biaya perkara
c. Pendaftaran perkara
d. Penetapan Majelis Hakim
e. Penunjukan Panitera Sidang
f. Penetapan hari sidang
g. Pemanggilan para pihak
Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam penerimaan perkara
tersebut di atas adalah memberikan penjelasan-penjelasan yang dianggap
perlu berkenaan perkara yang diajukan. Begitu pula dalam memberikan
penjelasan hendaknya dihindarkan dialog-dialog yang tidak perlu.5
Berkaitan dengan penerimaan perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl
antara Pemohon WARJITO BIN RADI dengan Termohon RIYANTI
4 Mukti Arto, Praktek-praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, Cet 3, 2000, hlm. 62 5 Abdul Manan dkk, Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama, Jakarta: CV.
Mitra Sarana, 1994, hlm. 6
58
BINTI BEJO, maka penerimaan perkara tersebut sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Pengadilan Agama
2. Tahap Pemeriksaan
Setelah menerima berkas perkara dan penetapan hari sidang,
Pengadilan Agama Kendal mulai memeriksa perkara No. 772/pdt.
G/PA.kdl pada tanggal 27 Nopember 2006 yang dimulai dengan tahap
pemeriksaan perkara. Setelah persidangan dibuka, Majelis Hakim
menyatakan persidangan ini terbuka untuk umum. Adapun Proses
persidangannya selanjutnya sebagai berikut:
a. Upaya Damai
Dalam proses upaya perdamaian Majelis Hakim telah
memberikan nasihat-nasihat kepada para pihak yang berperkara yaitu
Pemohon WARJITO bin RADI dan Termohon RIYANTI binti BEJO
untuk mempertimbangkan kembali atas keutuhan rumah tangganya
sebelum sidang dilanjutkan. Setelah Majelis Hakim telah berusaha
mendamaikan agar antara Pemohon dan Termohon rukun kembali
sebagai layaknya suami isteri, namun tidak berhasil.
Hakim dalam melakukan upaya perdamaian adalah sangat tepat
karena bagaimanapun juga Hakim harus memberikan pengarahan
ataupun nasihat-nasihat agar kedua belah pihak tidak jadi bercerai. Hal
ini sesuai dengan Pasal 130 HIR, Pasal 154 R.bg dan Pasal 14 ayat (2)
UU No. 14 Tahun 1970. "Apabila para pihak yang telah ditentukan
59
kedua belah pihak hadir, maka Pengadilan dengan perantara Ketua
Sidang berusaha memperdamaikan mereka.”6
Masalah perceraiaan, merupakan masalah yang harus mendapat
priortas dalam menanganinya, sebab bagaimanapun juga perceraiaan
harus dihindarkan. Maka sangatlah tepat bila Hakim dalam perkara ini
berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang telah berperkara.
Kemudian sidang dilanjutkan dengan pembacaan Permohonan.
b. Pembacaan Permohonan
Setelah Majelis Hakim melakukan upaya perdamaian antara
Pemohon dan Termohon tetapi tidak berhasil, kemudian proses
pemeriksaan dilanjutkan dengan pembacaan permohonan. Dalam surat
permohonannya No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl telah memuat identitas
para pihak, posita (alasan-alasan), serta petitum (tuntutan). Ketiganya
sudah saling berkaitan satu sama lain yang merupakan syarat formal
untuk dikabulkannya suatu gugatan yang berlaku di Pengadilan Agama.
Sehingga proses persidangan dilanjutkan dengan jawaban Termohon.
c. Jawaban Termohon
Setelah pembacaan permohonan kemudian dari pihak Termohon
yaitu RIYANTI binti BEJO memberikan jawabannya secara lisan.
Menurut penulis, jawaban secara lisan adalah diperbolehkan sebab
karena sesuai dengan Pasal 132 HIR/158 R.bg ayat (1) yang isinya
6 Ibid, hlm 94
60
Tergugat dapat mengajukan jawaban secara tertulis atau lisan.7 Dari
jawaban Termohon secara lisan, kemudian dilanjutkan dengan replik
(jawaban Pemohon).
d. Replik (Jawaban Pemohon)
Dari jawaban Termohon kemudian dilanjutkan dengan replik
pemohon. Dari replik tersebut Pemohon tetap mempertahankan apa
yang telah dimohonkan.
1) Bahwa benar Pemohon telah murtad dan sekarang telah masuk Islam
lagi sesuai dengan KTP yang baru.
2) Bahwa gaji Pemohon sebesar Rp. 1.000.000, diberikan semua
kepada Termohon dan hanya mengambil sebesar Rp. 100.000, untuk
transportasi.
3) Bahwa benar Pemohon pergi dengan Aminah karena menghadiri
pesta pernikahan dan benar Pemohon pulang dari rumah tetangga,
Pemohon dipanggil Siswati untuk memata-matai Termohon karena
mondar mandir di depan rumah.
Kemudian sidang dilanjutkan dengan duplik Termohon.
e. Duplik (Jawaban Termohon)
Dari replik Pemohon kemudian dilanjutkan dengan duplik
Termohon. Dalam hal ini Termohon juga tetap mempertahankan
jawabannya sehingga sidang dilanjutkan dengan pembuktian.
7 M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah
Syari'ah di Indonesia, Jakarta : Prenada Media, Cet. I, 2005, hlm. 22
61
Menurut penulis bahwa setelah Pemohon menyampaikan
repliknya kemudian Termohon diberi kesempatan untuk menanggapi
pula (duplik), adalah sangat benar sebab dengan acara replik dan duplik
(jawab menjawab) tidak lain adalah untuk mendapatkan titik temu
antara Pemohon dan Termohon agar Hakim mudah untuk mendapatkan
kejelasan. Namun apabila acara jawab menjawab dianggap telah cukup
tetapi masih ada hal yang tidak disepakati oleh Pemohon dan Termohon
maka perlu dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu acara dilanjutkan
dengan tahap pembuktian.
f. Pembuktian.
Pada tahap ini baik Pemohon dan Termohon diberikan
kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti-bukti baik berupa alat
bukti surat ataupun saksi-saksi secara bergantian yang diatur oleh
Hakim. Dalam hal ini kedua belah pihak telah memberikan alat bukti
surat dan saksi-saksi di antaranya sebagai berikut :
1) Alat bukti surat tersebut berupa :
a) Foto copy sah Kutipan Akta Nikah No.
KK.11.24.13/PW.01/47/2006, yang telah dibubuhi materai
cukup dan sesuai dengan aslinya yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan Agama Kec. Kaliwungu, Kab. Kendal, tanggal 20 Juni
2006.
b) Satu lembar Foto copy Akta Nikah yang telah dibubuhi materai
cukup serta satu asli Kutipan Akta Nikah No. 69/4/1984,
62
tertanggal 2 Mei 1984 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan
Agama Kec. Kaliwungu, Kab. Kendal, tanggal 20 Juni 2006.
Dalam hukum acara perdata alat bukti berupa surat tercantum
dalam Pasal 138, 165, 167 HIR atau Pasal 164, 285 sampai 305
R.bg. Pada asasnya di dalam persoalan perdata, alat bukti yang
berbentuk surat merupakan alat bukti yang diutamakan atau
merupakan alat bukti yang nomor satu jika dibandingkan dengan
alat bukti lainnya.8
2) Saksi
Adapun saksi-saksi tersebut berasal dari keluarga Pemohon yang
bernama : Kasmin Bin Jasman, Anggela Merica Riyanti Binti
Bejo, Hadi Prayitno Bin Hadi Sunaryo. Dari keterangan saksi-
saksi tersebut telah memberikan keterangan bahwa benar telah
terjadi perselisihan yang terus menerus antara Pemohon dan
Termohon dan tidak ada harapan untuk kembali. Dari keterangan
saksi-saksi tersebut yang dikuatkan oleh Termohon ternyata
diperoleh juga keterangan bahwa Termohon telah keluar dari
agama Islam (murtad).
Menurut penulis bahwa alat bukti berupa surat dan juga para saksi
sudah sesuai dengan Pasal 164 HIR/284 R.bg. Oleh karena itu dari
keterangan di atas baik berupa surat maupun saksi-saksi maka
akan diambil suatu kesimpulan. Sebelum diambil suatu
8 Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, Cet. I, 2004, hlm. 69
63
kesimpulan, maka baik Pemohon ataupun Termohon diberikan
kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang
merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang
berlangsung menurut pandangan masing-masing. Setelah itu akan
dilanjutkan dengan tahap putusan.
3. Putusan
Setelah Hakim memeriksa dan mendengarkan keterangan masing-
masing pihak kemudian Hakim bermusyawarah dan memberikan
kesimpulan, Hakim telah menimbang bahwa kedua belah pihak telah
menghadirkan saksi-saksi berasal dari keluarga masing-masing. Atas
keterangan saksi-saksi tersebut, Pemohon dan Termohon membenarkan
semua keterangannya dan selanjutnya Pemohon di depan persidangan
mohon agar perkaranya segera diputus.
Kemudian Hakim dalam persidangan menimbang bahwa
berdasarkan bukti surat P1, dinyatakan terbukti bahwa antara Pemohon
dan Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah. Berdasarkan
pengakuan Termohon dan keterangan kesaksian Pemohon dan Termohon
yang satu dengan yang lainnya saling menguatkan maka telah terbukti
bahwa antara Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan yang terus
menerus yang tidak bisa diselesaikan lagi. Bahkan secara terang-terangan
Termohon yang telah beragama Islam kembali lagi kepada agama
sebelumnya yaitu Katolik.
64
Setelah Majelis Hakim bermusyawarah, Hakim menjatuhkan
putusan bahwa mem-fasakh permohonan pemohon yang seharusnya
permohonan pemohon adalah cerai talak. Adapun putusannya adalah
sebagai berikut :
i. Dalam Primer :
Menolak permohonan Pemohon
ii. Dalam Subsider
a. Mengabulkan permohonan Pemohon
b. Mem-fasakh permohonan Pemohon WARJITO bin RADI dengan
Termohon RIYANTI binti BEJO
c. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara
yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 231.000,- (Dua ratus tiga
puluh satu ribu rupiah).9
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
pada hari Senin tanggal 27 Nopember 2006 M bertepatan dengan tanggal 6
Dzulqoidah 1427 H. oleh Kami, KHOIROZI, S.H. sebagai Ketua Majelis,
serta Drs. SYAMSURIJAL FS. Dan Drs. UNANG NUR ISKANDAR
S.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, Putusan mana hari itu telah
diucapkan oleh Ketua Majelis tersebut dalam persidangan yang terbuka
untuk umum dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan
Drs. JUNAIDI sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri pula oleh Pemohon
dan Termohon.
9 Putusan Pengadilam Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl
65
Dalam hukum acara pasal 55 undang-undang no (3) tahun 2006
disebutkan bahwa “Tiap pemeriksaan perkara di pengadilan dimulai
sesudah diajukannya suatu permohonan atau gugatan dan pihak-pihak
yang berperkara telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku”. Dan
perkara tersebut dalam pemeriksaan dan penyelesaian sesuai dengan
hukum acara dalam pasal tersebut.
Putusan tersebut merupakan putusan biasa, karena dihadiri oleh
kedua belah pihak yang berperkara. Dalam memutuskan perkara menurut
analisa penulis, sebenarnya kurang tepat sebab hakim dalam memutuskan
perkara seharusnya wajib mengadili semua bagian permohonan dan tidak
boleh menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau
mengabulkan lebih dari apa yang dimohonkan. Hal tersebut sesuai dengan
Pasal 178 HIR/189 R.bg ayat (2) dan (3),10 dan dalam pasal 56 ayat (1)
undang-undang tahun 2006 juga di sebutkan pengadilan tidak boleh
menolak untuk memeriksa dan memutuskan suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
memeriksa dan memutuskannya. Ayat (2) ketentuan yang dimaksud dalam
ayat (1) tidak menutup kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara
damai,11 dan seharusnya putusan tersebut adalah cerai talak bukan fasakh
nikah.
10 M. Fauzan, op.cit, hlm. 57 11 Undang-undang No 3 tahun 2006 Pasal 56
66
B. Analisis terhadap Hukum Materiil Putusan Perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA. kdl Tentang Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad.
Hukum materiil merupakan hukum yang menyangkut hal-hal yang
berhubungan dengan peraturan perundang-undangan, doktrin-doktrin, teori-
teori hukum dan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat yang sudah dianggap
sebagai hukum yang harus dipatuhi. Hukum materiil yang berlaku meliputi
hukum positif dan hukum Islam.12
Adapun hukum materiil yang berlaku di Peradilan Agama adalah
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan, Inpres
No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, serta
doktrin-doktrin dan teori-teori hukum baik yang tersebut dalam kitab-kitab
fiqih maupun dalam kitab-kitab hukum lainnya.13
Berkaitan dengan hukum materiil yang digunakan dalam putusan No.
772/Pdt. G/2006/PA. kdl Tentang Permohonan Cerai Talak Yang Berakhir
Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad, Majelis Hakim dengan pertimbangan
hukumnya mengungkapkan bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon
adalah sebagaimana yang telah diuraikan dalam surat permohonan.
Berdasarkan permohonan Pemohon yang dikuatkan dengan bukti surat
maupun saksi-saksi, Majelis Hakim berpendapat bahwa sebenarnya alasan
permohonan Pemohon telah cukup beralasan bagi Pemohon untuk melakukan
perceraian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang
12 Abdul Manan dkk, op.cit., hlm. 23 13 Ibid, hlm. 24
66
67
Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal 19 (f), Peraturan Pemerintah No. 9
Tahun 1975 dan Pasal 116 (f) dan (h) Kompilasi Hukum Islam.14 Tetapi
Majelis Hakim berpendapat bahwa perlu mengetengahkan dalil fiqih dari
kitab al-Fiqh 'Ala Mazhab al-Arba'ah Jilid IV halaman 361 :
ان يترك أحد الزوجين فإذا فعل ذلك بانت . فتكون فسخا في مواضع .منه امرأته فتكون فسخا الطالقا
Artinya : Adalah terjadinya fasakh itu dalam beberapa hal diantaranya dikarenakan salah satunya isteri murtad, jika hal demikian telah terjadi, maka itu adalah fasakh bukan talak.
Dalil tersebut di atas menjadi dasar bagi Hakim dalam memutus fasakh
bukan cerai talak.15
Berdasarkan pertimbangan hukum, Majelis Hakim telah memberikan
putusan menolak permohonan Pemohon dalam petitum primernya dan
mengabulkan petitum subsidernya. Bila dilihat dari petitumnya, petitum
primer adalah tuntutan pokok yang merupakan tuntutan sebenarnya atau yang
diminta oleh Penggugat sebagaimana yang telah dijelaskan dalam posita.
Hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari apa yang diminta atau dituntut. 16
Tuntutan subsider atau pengganti adalah tuntutan untuk mengantisipasi
barangkali tuntutan pokok tidak diterima oleh Majelis Hakim. Dalam
mengabulkan tuntutan subsider Hakim tidak boleh lepas dari ruang lingkup
peristiwa kejadian dan peristiwa hukum. Hakim tidak boleh mengabulkan
14 Hasil wawancara dengan Bp. H. Khoirozi, SH, Hakim Pengadilan Agama Kendal
tanggal 12 Juni 2007 15Wawancara dengan Bp. Drs. Unang Nur Iskandar S.H, Hakim Pengadilan Agama
Kendal tanggal 12 Juni 2007 16 Abdul Manan dkk, op.cit., hlm. 32
67
68
melebihi yang dituntut atau menetapkan hukum berdasarkan hal-hal yang
tidak dituntut.17
Sebenarnya alasan Hakim dalam memberikan putusan adalah benar
adanya bila dilihat dari bukti-bukti yang terdapat di atas. Bahwasanya
perselisihan yang terus menerus dan juga karena salah satu suami atau istri
murtad itu bisa menjadikan alasan perceraian. Begitu juga dalil fiqih yang
dikemukakan juga benar bahwasanya apabila salah satu suami atau istri keluar
dari agama atau murtad adalah terjadi fasakh. Namun yang menjadi
permasalahan adalah dalam memberikan putusan, Hakim memberi putusan
mem-fasakh permohonan Pemohon.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam permohonan Pemohon apabila
upaya perdamaian tidak dapat terlaksana, maka akan berakhir dengan cerai
talak. Dalam petitum perkara tersebut adalah permohonan cerai talak tetapi
dalam putusan Hakim, Hakim memutus fasakh. Menurut hemat penulis,
Majelis Hakim dalam memutus perkara cerai talak kurang tepat karena tidak
sesuai dengan Pasal 189 R.bg, ayat (2) dan (3) Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR
yang menyatakan bahwa Hakim wajib memberikan keputusan tentang semua
bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak
dituntut atau memberikan yang lebih dari yang dimohonkan.18
Dalam kaidah fiqih juga disebutkan sebagai berikut :
17 Ibid, hlm. 33 18 Sudigno Martokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberti,
2002, hlm. 12
69
19 واليحكم به اال بمطالبة المدعي
Artinya : "Hakim tidak boleh memutus perkara kecuali berdasarkan kepada tuntutannya"
Walaupun Hakim memutus fasakh antara Pemohon dan Termohon
dengan harapan pernikahannya dapat diperbaharui lagi namun pada akhirnya
akan berpisah pula karena berdasarkan bukti-bukti Pemohon dan Termohon
telah terjadi perselisihan yang terus menerus dan juga karena faktor perbedaan
agama.
Dalam setiap persidangan Hakim selalu melakukan upaya perdamaian,
ini diharapkan agar kedua belah pihak bisa rukun dan membangun
keluarganya kembali, dan hal tersebut merupakan cermin bahwa perdamaian
mempunyai arti yang baik bagi orang yang mencari keadilan pada khususnya,
dan bagi masyarakat pada umumnya. Hal tersebut sesuai Pasal 130 HIR, Pasal
154 R.bg dan Pasal 14 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970. "Apabila para pihak
yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan
perantara Ketua Sidang berusaha memperdamaikan mereka. 20
Setelah Hakim berusaha mendamaikan mereka ternyata tidak berhasil,
kemudian diputus itu merupakan putusan akhir yang harus diterima oleh pihak
berperkara yang mencari keadilan. Perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl.
merupakan perkara permohonan cerai talak yang diputus fasakh. Dalam
memberikan putusan perkara tersebut Hakim telah memberikan putusan yang
19 Abi Ishaq Ibrahim, Al-Muhadzab : Fiqh Imam Syafi’i, Juz III, Libanon-Beiurt : Dar
al-Kutub al-Ilmiah, 1995, Cet. I, hlm. 395 20 Retno Wulan sutanto, dkk, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek,
Bandung :Mandar Maju, 1989, hlm 30
70
terbaik dan seadil-adilnya. Namun menurut hemat penulis, putusan tersebut
belum memberikan keadilan bagi kedua belah pihak, dan tidak sesuai dengan
Undang-Undang Perkawinan dan juga hukum Islam, sebab Hakim dalam
memberikan putusan tidak sesuai apa yang telah Pemohon tuntutkan apalagi
alasan yanag di kemukakan Pemohon juga berdasarkan bukti-bukti bahwa
telah terjadi perselisihan yang terus menerus hingga tidak ada harapan untuk
kembali, jadi menurut hemat penulis seharusnya tuntutan tersebut harus
dikabulkan.
Sebenarnya Hakim dalam memutus fasakh mempunyai tujuan baik,
yaitu dengan harapan suatu saat pihak yang berperkara dapat rukun kembali
dengan membangun pernikahannya yang baru, tetapi hal tersebut belum bisa
mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak, dengan memutus fasakh
nikah, pihak berperkara tetap akan berpisah, dan hanya bisa kembali menjadi
suami isteri lagi bila kedua belah pihak membangun atau memperbaharui
pernikahannya kembali.
Bila terjadi fasakh, pihak berperkara perlu menjaga agar selama dalam
proses pembatalan tidak melakukan hubungan suami isteri. Ini dimaksud agar
tidak terjadi perbuatan hukum yang tidak sejalan dengan prinsip hukum
Islam.21 Hal tersebut sesuai dengan kaidah fiqih :
21 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998,
Cet. Ke-3, hlm 151
71
درأ المفاسد مقدم على جلب المصلحArtinya : "Menghindari madarat harus didahulukan dari pada mengambil
manfaat".22
Suatu putusan akan mempunyai kekuatan hukum tetap apabila,
terhadap putusan tersebut, masa upaya hukum yang ditetapkan menurut
undang-undang telah habis dan tidak dimintakan upaya hukum dalam masa
tersebut. Yang dimaksud upaya hukum di sini adalah upaya hukum biasa yaitu
verzet, banding, atau kasasi.23
Dalam perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl. menurut hemat penulis
perkara tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini sesuai dengan
Pasal 28 Undang-Undang Perkawinan ayat (1) dan Pasal 74 ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam bahwa "Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah
keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku
sejak saat berlangsungnya perkawinan".24
Walaupun demikian putusan Hakim harus tetap dihormati karena
Hakim dalam memberikan keputusan telah mencurahkan segala kemampuan
yang ada dan telah memberikan putusan yang seadil-adilnya.25 Sesuai dengan
firman Allah dalam surat an-Nisa' : 65
فال وربك ال يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم ال يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلمواتسليما
22 Imam Musbikin, Qawaid al-Fiqhiyah, Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001, hlm
74 23 Mukti Arto, op.cit., hlm. 237 24 Undang-undang Perkawinan Indonesia, WIPRESS, Cet 1, 2007, hlm 9 25 Ahmad Rofiq, op.cit., hlm 295
71
72
Artinya : "Maka demi Tuhanmu, mereka pada (hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (Q.S. an-Nisa' 65)26
Jadi bagaimanapun juga putusan Hakim adalah putusan yang
terbaik dan tetap harus dihormati dan dijunjung tinggi apa yang menjadi
keputusannya. Keputusan Hakim haruslah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ada, agar kelak tidak menimbulkan
permasalahan hukum yang baru. Meskipun dalam memutuskan perkara
kurang tepat, Hakim tetap mendapatkan pahala. 27
26 Departemen Agama RI., Al-Qur'an Dan Terjemahannya, Jakarta : PT. Tanjung Mas
Inti Semarang, 1992, hlm. 129 27 Hal ini tidak lepas dari adanya penghargaan yang diberikan oleh Islam bagi usaha
yang telah ditempuh oleh orang yang mau berusaha menetapkan hukum atas dasar kemaslahatan hidup manusia, meskipun terdapat kekurang tepatan. Lih. Hasbi Ash-Shiddiqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Yogyakarta : Al-Ma'arif, 1984, hlm. 31
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, kesimpulan yang
dapat penulis ambil adalah:
1. Perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA. kdl tentang Permohonan Cerai Talak
yang Berakhir dengan Fasakh Nikah Karena Murtad berawal dari cerai
talak yang diajukan oleh WARSITO bin RADI, di mana dalam
permohonannya berisi bahwa telah terjadi pertengkaran yang terus
menerus hingga tidak tercapai kata damai. Selain itu juga bahwa istri
WARSITO bin RADI yang bernama RIYANTI binti BEJO telah nyata-
nyata keluar dari agama Islam atau murtad dan hal tersebut sudah sesuai
dengan alasan yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam. Namun setelah perkara diajukan ke Pengadilan
Agama Kendal dan setelah melalui proses persidangan, perkara cerai talak
tersebut diputus dengan fasakh nikah.
2. Proses penyelesaian perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl tentang
Permohonan Cerai Talak yang Berakhir dengan Fasakh Nikah Karena
Murtad, yang meliputi tahap penerimaan perkara, pemeriksaan, upaya
perdamaian, pembacaan permohonan Pemohon, jawaban Termohon,
replik, duplik, proses pembuktian yang meliputi bukti surat dan saksi,
adalah sudah sesuai dengan undang-undang hukum positif Namun dalam
74
pengambilan putusan, di mana Hakim mem-fasakh permohonan Pemohon,
adalah kurang tepat karena Hakim telah memutuskan perkara yang tidak
dituntut oleh Pemohon dan itu tidak sesuai dengan Pasal 178 ayat 2 dan 3
HIR, Pasal 189 R.bg ayat 2 dan 3 yang menjelaskan bahwa Hakim wajib
mengadili seluruh tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas dasar
perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
Dalam hukum Islam ada kaidah fiqih yang menerangkan bahwa :
واليحكم به اال بمطالبة المدعي
Artinya : "Hakim tidak boleh memutus perkara kecuali berdasarkan kepada tuntutannya"
Putusan Perkara No. 772/Pdt. G/2006/PA.kdl tentang Permohonan Cerai
Talak Yang Berakhir Dengan Fasakh Nikah Karena Murtad, sebenarnya
sudah memiliki kekuatan hukum tetap, namun dalam pengambilan
putusan, Hakim Pengadilan Agama Kendal dalam memutus perkara No.
772/Pdt. G/2006/PA.kdl adalah kurang sesuai dengan hukum positif dan
hukum Islam.
B. Saran-saran
Sesuai dengan isi bahasan skripsi, maka saran yang dapat penulis
berikan adalah sebagai berikut:
1. Kepada pihak yang berperkara, hormatilah apa yang menjadi putusan
Hakim, bagaimanapun juga proses penyelesaian perkara di persidangan
sudah dilakukan dengan tatacara yang ada dalam persidangan, walaupun
putusan tersebut tidak mengabulkan tuntutan primer pemohon yang berarti
menolak permohonan cerai talak, namun Hakim dalam memutuskan
74
75
perkara sudah mengeluarkan segala kemampuan yang ada memberikan
putusan yang seadil-adilnya. Laksanakan apa yang menjadi putusannya
(memfasakh pernikahan) agar kelak tidak menimbulkan masalah hukum
yang tidak sejalan dengan hukum Islam.
2. Kepada Yth. Hakim Ketua dan Hakim Anggota, kiranya dalam
memberikan putusan, berikanlah putusan kepada pihak yang berperkara
dengan putusan yang seadil-adilnya dengan dasar pertimbangan hukum
yang berlaku dan sesuai dengan hukum Islam dan hukum positif agar
kelak mendatangkan maslahat yang lebih besar bagi pihak yang
berperkara.
C. Penutup
Dengan mengucap syukur alhamdulillah yang tiada terkira ke hadirat
Ilahi Rabbi atas segala ridha dan hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan segala kemampuan
yang dimiliki walaupun hanya sederhana. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada semua para pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada dosen pembimbing, para Hakim
Pengadilan Agama Kendal beserta seluruh stafnya dan semua pihak yang telah
berpartisipasi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu dengan
kerendahan hati penulis mohon kepada para pembaca yang budiman kiranya
76
mau memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya penulisan skripsi ini dan demi kebaikan kita bersama.
Penulis senantiasa berharap, semoga penulisan skripsi ini dapat
diterima dan dapat menambah khazanah keilmuan serta memberikan manfaat
bagi kita semua. Semoga Allah senantiasa meridhai langkah kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Akademi Presindo, 1995.
_________, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo, 1992, Cet. I
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit, 2004, Cet. I.
Al-Habsi, Husin, Kamus al Kaustsar Arab-Indonesia, Bangil : Yayasan Pesantren Islam, 1990, Cet-4.
Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000
Al-Jaziry, Abdurrahman, Kitab al- Fiqh 'ala Mazahib al- Arba'ah, juz IV, Beirut : Dar al-Fikr, t.t
Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, Surabaya : Pustaka Pelajar, 2004, Cet. I.
Anwar, Moch, Teremahan Fathul Mu'in, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994, Cet 1
Arto, Mukti, Praktek-praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet 3, 2000
Bakker, Anton dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, 1990.
Bisri, Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, Cet 1
Dawud, Abu, Sunan Abu Dawud, Bairut-Lebanon : Dar al-Fikr, 1996.
Departemen Agama RI., Al-Qur'an Dan Terjemahannya, Jakarta : PT. Tanjung Mas Inti Semarang, 1992
Efendi, Satria, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta : Prenada Media, 2004, Cet 1
Fauzan, M., Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari'ah di Indonesia, Jakarta : Prenada Media, Cet. I, 2005
Ghofar, M.Abdul, Fiqih Wanita, Jakarta, Pustaka Al-Kausar, 2001, Cet 7
Harahap, M. Yahya, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta : Sinar Grafindo Offset, 2003.
Hasbi Ash-Shiddiqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Yogyakarta : Al-Ma'arif, 1984
Ibrahim, Abi Ishaq, Al-Muhadzab : Fiqh Imam Syafi’i, Juz III, Libanon-Beiurt : Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1995, Cet. I
Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia, 1990.
Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Wipres, 2007, Cet. I.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta : Prenada Media, 2005 , Cet. Ke-3
Manan, Abdul dan M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-5.
Manan, Abdul., dkk, Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama, Jakarta: CV. Mitra Sarana, 1994
Manan, Imran A., dkk., Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993
Martokusumo, Sudigno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberti, 2002
Mujieb, M. Abdul dkk., Kamus Istilah Fiqih, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 1994, Cet. I
Musbikin, Imam, Qawaid al-Fiqhiyah, Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001
Nashif, Syekh Mansyur Ali, Mahkota Pokok-pokok Hadis Rasulullah SAW, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1993, Cet 1
Nawawi, Hadari, Metode-Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993, Cet Ke-5.
Putusan Pengadilan Agama Kendal No. 772/Pdt. G/2006/PA. Kdl.
Rahman, Abdur, Inilah Syari'ah Islam, Jakarta : Pustaka Panji Mas, tt
Rasjid, Sulaiman, Fikih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004, Cet. Ke-37.
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998, Cet. Ke-3.
__________, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet 6
Sutanto, Retno Wulan, dkk, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung :Mandar Maju, 1989
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Perkawinan Indonesia, WIPRESS, 2007,Cet 1