stres motivasi kinerja1

7
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal, sampai dengan suatu taraf kedewasaan tertentu. Sedangkan secara terbatas, pendidikan diartikan sebagai proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran. Bersamaan dengan lajunya arus reformasi dalam dunia pendidikan berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terus dilakukan, akibatnya muncul beberapa peraturan pendidikan untuk saling melengkapi dan penyempurnaan peraturan-peraturan yang sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan saat ini. Hal ini dapat dilihat dengan berlakunya Undang- Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan tetapi berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sebenarnya dapat dilakukan salah satunya melalui peningkatan produktivitas kerja guru dalam menyongsong era tinggal landas. Untuk itu, guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya baik secara perseorangan melalui pendidikan dan pelatihan, maupun secara bersama-sama melalui kegiatan penataran. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan. Menurut Djamarah (2002), guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan.Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu 1 1

Upload: kang-didan-praboe

Post on 24-Dec-2015

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

motivasi kerja

TRANSCRIPT

Page 1: Stres Motivasi Kinerja1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal, sampai dengan suatu taraf kedewasaan tertentu. Sedangkan secara terbatas, pendidikan diartikan sebagai proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran.

Bersamaan dengan lajunya arus reformasi dalam dunia pendidikan berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terus dilakukan, akibatnya muncul beberapa peraturan pendidikan untuk saling melengkapi dan penyempurnaan peraturan-peraturan yang sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan saat ini. Hal ini dapat dilihat dengan berlakunya Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan tetapi berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sebenarnya dapat dilakukan salah satunya melalui peningkatan produktivitas kerja guru dalam menyongsong era tinggal landas. Untuk itu, guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya baik secara perseorangan melalui pendidikan dan pelatihan, maupun secara bersama-sama melalui kegiatan penataran.

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.

Menurut Djamarah (2002), guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan.Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.

Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu

1

1

Page 2: Stres Motivasi Kinerja1

© guruvalah.20m.com

hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja dengan kinerja guru

2

mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib (2002), guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.

Kinerja guru merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh seorang guru yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap guru atau sekolah. Kinerja guru yang baik merupakan suatu langkah untuk menuju tercapainya tujuan pendidikan.

Menurut Dahrin (2000), kinerja guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya, guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi kualitas dan kinerjanya belum sesuai dengan harapan. Banyak di antaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas.

Mengenai kinerja guru yang perlu diperhatikan, bukan sekedar kemampuan atau kelayakan secara formal melalui jenjang formal yang diperolehnya, melainkan juga aspek metodologi di samping aspek penampilannya, cara berpakaian dan berperilaku sehari-hari yang semuanya harus menunjukkan dan memberi corak sebagai sosok yang perlu diteladani. Sampai saat ini masih banyak ditemukan sosok guru yang berpakaian seenaknya, melaksanakan tugas ala kadarnya asal bisa memenuhi jam mengajarnya, tak peduli apakah pelajaran yang disampaikannya bisa dicerna dan mampu membelajarkan murid, serta cukup hanya dengan nilai yang diberikan saat ulangan.

Data Pusat Statistik Pendidikan Balitbang Depdiknas 2000/2001 menunjukkan bahwa persentase guru yang layak mengajar terhadap jumlah guru yang ada secara nasional adalah 63,79%. Artinya masih terdapat sekitar 36,21% guru yang tidak layak mengajar baik dilihat dari kompetensi maupun kualifikasi pendidikannya.

Perhatian yang belum sungguh-sungguh terhadap sumber daya pendidikan khususnya guru-guru baik dalam hal peningkatan mutu, kesejahteraan, dan kedudukan sosialnya, proses pendidikan dan perkembangan masyarakat akan lebih memperlebar kesenjangan kualitas guru-guru itu sendiri. Di masyarakat, jabatan guru tidak sepopuler jabatan seorang dokter, demikian juga pendapat seorang guru. Tidaklah mengherankan jika calon mahasiswa yang unggul lebih memilih perguruan tinggi (universitas/institut) favorit daripada LTPK. Calon mahasiswa dengan mutu yang rendah pada akhirnya akan mempengaruhi pula mutu luaran LTPK itu sendiri.

Page 3: Stres Motivasi Kinerja1

© guruvalah.20m.com

hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja dengan kinerja guru

3

Kinerja guru merupakan sarana penentu dalam mencapai tujuan sekolah, sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerjanya. Namun hal ini tidak mudah dilakukan, sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja guru. Rendahnya kinerja guru antara lain disebabkan oleh motivasi kerja, tidak punya etos kerja yang tinggi, dan tidak produktif, sebagaimana dikemukakan oleh Sudarminta (2001) antara lain tampak dari gejala-gejala berikut : (1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; (2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan lapangan yang diajarkan; (3) kurang efektifnya cara pengajaran; (4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; (4) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; (6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; (7) relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas.

Perlu kita ketahui SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) semenjak menggunakan kurikulum 1994 hingga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), telah banyak membebani guru. Guru di SMK tidak hanya mengajar dengan mentransfer ilmu pengetahuan, namun mempersiapkan anak didik untuk memasuki dunia kerja. Oleh karena ada bermacam-macam program kegiatan sekolah yang harus dilakukan oleh guru. Seperti pelaksanaan Praktik Industri selama 3 bulan dimana siswa wajib melakukan praktik kerja di perusahaan, kantor selama minimal tiga bulan dan guru bertugas sebagai pemantau siswa. Sekolah melaksanakan Uji Produktif dimana guru harus mempersiapkan siswa untuk menghadapi uji praktik melakukan pekerjaan. Guru harus mengaplikasikan teori pelajaran ke dalam praktik yang sesungguhnya. Guru mengurus unit produksi di sekolah, guru mempersiapkan bahan pengajaran, dan tugas-tugas lainnya.

Adanya tugas sebagai guru di SMK dengan beban yang berat tersebut bisa menimbulkan ketidakpuasan kerja guru ini bisa terjadi dimana fungsi guru berubah dari fungsi yang sebenarnya sebagaimana dikemukakan oleh Malik Fajar di atas. Ini bisa terjadi disebabkan oleh faktor beban kerja guru yang berat tidak sebanding dengan besarnya gaji, kurangnya penghargaan dan pengakuan dari pimpinan, iklim organisasi yang tidak kondusif adanya tekanan kerja (stres) yang timbul dari akibat pekerjaan di sekolah, dan penyebab lain.

Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan kinerja guru, antara lain: pengelolaan stres kerja, pengalaman kerja, keterampilan teknis, tingkat pendidikan, pengetahuan administrasi pembelajaran, motivasi kerja, gaya kepemimpinan kepala sekolah, dan kecerdasan emosional.

Tuntutan hidup demikian besar pada satu sisi, sementara pada sisi lain tanggung jawab dan beban moral yang dipikul sebagai seorang pengajar dan

Page 4: Stres Motivasi Kinerja1

© guruvalah.20m.com

hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja dengan kinerja guru

4

pendidik sangat besar sering mengakibatkan stres kerja/tekanan mental akibat dari kerja pada guru. Belum lagi jika guru menjadi sasaran kritik atas gagalnya suatu proses pendidikan yang dialami oleh anak didiknya. Tak jarang guru akhirnya mengambil sikap apatis terhadap profesinya di tengah dilema tanggung jawab serta tuntutan sosial ekonomi.

Stres kerja, oleh para ahli perilaku organisasi, telah dinyatakan sebagai agen penyebab dari berbagai masalah fisik, mental, bahkan output organisasi. Stres kerja tidak hanya berpengaruh terhadap individu, tetapi juga terhadap biaya organisasi dan industri. Banyak studi yang menghubungkan stres kerja dengan berbagai hal, misalnya stres kerja dihubungkan dengan kepuasan kerja, kesehatan mental, ketegangan, ketidak hadiran, dan sering juga dihubungkan dengan kinerja. Sebagai contoh, tingginya level stres kerja dipersepsikan berhubungan secara negatif dengan kepuasan kerja. Tingginya level stres kerja juga dipersepsikan berhubungan secara negatif dengan kesehatan mental.

Salah satu alasan penting mempelajari stres pada guru adalah bahwa berdasarkan pengalaman, stres pada guru dapat mempunyai efek yang merugikan pada diri guru, siswa dan lingkungan kerjanya. Stres tersebut dapat berbentuk kelelahan fisik, emosi, sikap yang negatif terhadap siswa, dan keinginan untuk mengurangi tugas-tugas personal (Schwab dan Jackson, 1986). Konsekuensi dari kelelahan fisik dan emosi ini bisa berbentuk ketidakhadiran guru, sehingga bisa jadi mendorong ketidakhadiran siswa dan tidak adanya prestasi akademis.

Stres pada guru mungkin bisa ditandai dengan munculnya gejala-gejala seperti tidak sabaran, baik dalam sosialisasi maupun saat menghadapi siswa di kelas, lekas marah, sensitif atau mudah tersinggung, bersikap apatis, kurang dapat konsentrasi dalam mengajar, pelupa, peka terhadap kritik yang ditujukan pada dirinya, atau bisa muncul efek organisatoris/kelembagaan yaitu sering absen (tidak masuk) kerja dengan berbagai alasan. Menghindari tanggung jawab, produktivitas kerja/mengajar rendah atau turun, dan justru sering dihinggapi rasa benci terhadap pekerjaan sebagai gejala yang ekstrim.

Menurut Sullivan dan Bhagat (1992), dalam studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan role ambiguity, role conflict, dan role overload) dan kinerja, pada umumnya ditemukan bahwa stres kerja berhubungan secara negatif dengan kinerja.

Kerja guru merupakan kumpulan dari berbagai tugas untuk mencapai tujuan pendidikan. Motivasi dalam menjalankan tugas merupakan aspek penting bagi kinerja atau produktivitas seseorang, ini disebabkan sebagian besar waktu guru digunakan untuk bekerja. Guru akan berusaha mencapai kinerja tertentu sesuai dengan yang dikehendaki sekolah, jika merasa senang dan puas dengan pekerjaannya. Setiap guru yang merasa puas akan bekerja pada tingkat kapasitas penuh.

Keinginan yang timbul dalam diri guru untuk bekerja atau biasa disebut dengan motivasi kerja akan mendorong guru untuk selalu memberikan yang terbaik bagi sekolah tempat ia bekerja. Guru tersebut akan berusaha mencari cara

Page 5: Stres Motivasi Kinerja1

© guruvalah.20m.com

hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja dengan kinerja guru

5

dan melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas kerja dan mutu sekolahnya. Guru yang termotivasi, tidak akan puas dengan apa yang didapat/dicapainya, dalam dirinya ada keinginan untuk meningkatkan apa yang sudah dicapai. Guru juga akan selalu berusaha terus untuk mendapatkan apa yang diinginkan, dengan berusaha meningkatkan mutu secara terus-menerus maka berarti pula meningkatkan kinerja dari guru tersebut. Guru yang mempunyai motivasi kerja akan dapat meningkatkan kinerjanya.

Oleh karena itu dalam upaya peningkatan kinerja guru, menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai stres kerja dan motivasi kerja pada guru-guru SMK khususnya yang berada di kota Samarinda.

1. Perumusan Masalah

Kualitas guru sangat erat hubungannya dengan kualitas pendidikan dan berdampingan erat dengan kualitas siswa, walaupun kualitas guru bukan satu-satunya penentu keberhasilan siswa. Hal ini, dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa guru yang berkualitas dalam profesinya maka dapat membawa efek terhadap kualitas dari siswa yang selanjutnya, kualitas lulusan menjadi suatu kualitas agen perubahan bagi bangsa dan negara.

Oleh karena itu, manajemen sumber daya manusia dalam bidang pendidikan menjadi posisi yang strategis dalam kemajuan suatu bangsa. Diperlukan figure guru yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi bangsa dan Negara yaitu sosok guru yang tak terlepas dengan kinerja, totalitas pelayanan, dedikasi, loyalitas, dan etos kerjanya.

Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor berhubungan dengan kinerja guru dikaitkan dengan stres kerja dan motivasi kerjanya, sehingga dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : a. Adakah hubungan antara stres kerja guru dengan kinerja guru? b. Adakah hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru? c. Adakah hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja guru secara bersama-

sama terhadap kinerja guru? 2. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian sebelumnya tentang kinerja guru telah dilakukan, di antaranya Nunung Herlina (2004), yang meneliti kinerja perawat dikaitkan dengan motivasi dan gaya kepemimpinan dengan hasil penelitian yang menyatakan ada hubungan yang poisti dan signifikan antara motivasi dan gaya kepemimpinan dengan kinerja perawat..

Sedangkan penelitian tentang stres kerja telah dilakukan, diantaranya Falah Yunus (2003), yang meneliti tentang korelasi antara stres kerja, iklim sekolah dengan kepuasan kerja pada guru-guru SD dengan hasil rendahnya stres kerja dan iklim sekolah berkorelasi secara positif dengan kepuasan kerja guru. Iswanto (2003), meneliti tentang hubungan antara stres kerja, kepribadian dan kinerja manajer bank. Hasilnya stres kerja justru berpengaruh positif terhadap

Page 6: Stres Motivasi Kinerja1

© guruvalah.20m.com

hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja dengan kinerja guru

6

kinerja manajer bank, tetapi stres kerja tersebut masih diambang toleransi. Penelitian tentang motivasi dilakukan Turin (2000) yang mengaitkan

motivasi kerja dan performansi mengajar. Hasilnya terdapat hubungan positif antara motivasi kerja dengan performansi mengajar. Penelitian Sri Hardjo dan Badjuri (2000) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.

Mengkaji beberapa penelitian yang telah dilakukan terdahulu, penulis belum pernah menemukan adanya penelitian yang khusus tentang hubungan kinerja guru dalam kaitannya dengan stres kerja dan motivasi kerja. Oleh karena itu, penelitian yang penulis lakukan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

3. Manfaat Penelitian

Dalam kajian Penelitian ini diharapkan dapat menemukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja guru. Selanjutnya kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan (urun rembug) kepada dunia pendidikan dalam kerangka meningkatkan kinerja guru. a. Manfaat secara praktis

Jika hasil penelitian ini ternyata terbukti dengan pembuktian secara empirik dimana ada hubungan yang positif antara stres kerja dan motivasi kerja baik dengan kinerja guru, baik secara bersama-sama maupun secara parsial, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Dinas Pendidikan Kota Samarinda maupun Pemerintah Kota Samarinda dalam merancang program yang berkaitan dengan peningkatan kinerja guru.

Hasil penelitian ini juga diharapkan berguna bagi ‘Stakeholder’ yaitu pihak dunia industri/dunia kerja sebagai partner Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam program ‘Pendidikan Sistem Ganda’, serta ‘Masyarakat’ sebagai pelanggan dan pengguna Sekolah, sebagai masukan bagai mereka untuk merancang program-program yang berkaitan dengan peningkatan kinerja dan motivasi kerja guru, maupun manajemen stres kerja. b. Manfaat secara teoretis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang upaya peningkatan kinerja guru melalui pengurangan stres kerja dan peningkatan motivasi kerja

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah menghimpun bahan dan informasi secara sistematis dan terencana mengenai hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja dengan kinerja guru.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan untuk mengetahui : a. Hubungan antara stres kerja dengan kinerja guru b. Hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru.

Page 7: Stres Motivasi Kinerja1

© guruvalah.20m.com

hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja dengan kinerja guru

7

c. Hubungan antara stres kerja dan motivasi kerja secara bersama-sama dengan kinerja guru.

Stres kerja dan motivasi kerja sebagai variabel bebas sedangkan kinerja guru sebagai variabel tergantung yang diukur dengan skala yang disusun oleh peneliti yang telah dilakukan uji validitas butir dan uji reliabilitas. Cara pengumpulan data dilakukan menggunakan skala model likert. Terdapat tiga macam skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kinerja guru untuk mengungkap tingkat kinerja guru, skala stres kerja untuk mengungkap tinggi rendahnya stres yang menimpa guru dan skala motivasi kerja untuk mengungkat tingkat motivasi kerja guru.

Subyek penelitian ini meliputi 100 guru pada 10 SMK Negeri di Samarinda yang diambil secara random. Data penelitian dianalisis dengan analisis regresi (anareg) untuk membuktikan hipotesis penelitian yang telah diajukan oleh peneliti..