strategi peningkatan potensi ikan bandeng (chanos chanos forsk) menuju produk diversifikasi...

22
ynyaSTRATEGI PENINGKATAN POTENSI IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsk) MENUJU PRODUK DIVERSIFIKASI PERIKANAN IMPROVEMENT STRATEGY OF MILKFISH POTENCY (Chanos chanos Forsk) TROUGH AQUATIC DIVERSIFIED PRODUCT I Wayan Darya Kartika* Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Jl. Agatis, Kampus IPB Dramaga Bogor 16680. Telp. (0251) 8622915. *korespondensi: +6281805588326; email: [email protected] ABSTRACT The aquaculture of milkfish (Chanos chanos Forsk) has long been recognized by farmers and today has grown in almost all Indonesian waters. Milkfish culturing not only thrive in brackish water, but in freshwater and sea with floating net cage system (KJA). Milkfish is a fish that is in demand by all people, because this fish has a protein source that does not have the risk of cholesterol, a source of protein, fat, vitamins and minerals. Milkfish contains a medium omega-3 and including into low-lean fish group. Mass milkfish production trough diversivied products are needed as the promotion of fishery products continuously. Selection of species and proper cultivation techniques is a must. Milkfish feeding within biofloc increase the length and weight as well as the survival rate. Further processing with the latest principles of food technology as a form of diversification of product yield of milk is expected to maintain the nutritional components. Keyword: diversification, milkfish (Chanos chanos Forsk), potency, product, strategy ABSTRAK Budidaya ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) telah lama dikenal oleh petani dan saat ini telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia. Budidaya ikan bandeng tidak hanya

Upload: ayurahaweman91

Post on 16-Dec-2015

58 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PERIKANAN

TRANSCRIPT

ynyaSTRATEGI PENINGKATAN POTENSI IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsk) MENUJU PRODUK DIVERSIFIKASI PERIKANAN IMPROVEMENT STRATEGY OF MILKFISH POTENCY (Chanos chanos Forsk) TROUGH AQUATIC DIVERSIFIED PRODUCTI Wayan Darya Kartika*Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Jl. Agatis, Kampus IPB Dramaga Bogor 16680. Telp. (0251) 8622915.

*korespondensi: +6281805588326; email: [email protected]

ABSTRACT

The aquaculture of milkfish (Chanos chanos Forsk) has long been recognized by farmers and today has grown in almost all Indonesian waters. Milkfish culturing not only thrive in brackish water, but in freshwater and sea with floating net cage system (KJA). Milkfish is a fish that is in demand by all people, because this fish has a protein source that does not have the risk of cholesterol, a source of protein, fat, vitamins and minerals. Milkfish contains a medium omega-3 and including into low-lean fish group. Mass milkfish production trough diversivied products are needed as the promotion of fishery products continuously. Selection of species and proper cultivation techniques is a must. Milkfish feeding within biofloc increase the length and weight as well as the survival rate. Further processing with the latest principles of food technology as a form of diversification of product yield of milk is expected to maintain the nutritional components.Keyword: diversification, milkfish (Chanos chanos Forsk), potency, product, strategyABSTRAK

Budidaya ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) telah lama dikenal oleh petani dan saat ini telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia. Budidaya ikan bandeng tidak hanya berkembang di air payau saja, namun di air tawar maupun laut dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Ikan bandeng merupakan ikan yang diminati oleh semua kalangan, karena ikan ini memiliki sumber protein yang tidak memiliki resiko kolesterol, sumber protein, lemak, vitamin dan mineral. Bandeng mengandung asam lemak omega-3 skala menengah dan termasuk low-lean fish. Produksi produk olahan dari ikan bandeng dalam jumlah besar dibutuhkan sebagai promosi produk perikanan secara kontinyu. Pemilihan spesies dan teknik budidaya yang tepat merupakan suatu keharusan. Budidaya ikan bandeng dengan pemberikan pakan biofloc meningkatkan panjang dan berat badan serta tingkat kelulusan hidup. Pengolahan lanjut dengan prinsip teknologi pangan terkini sebagai bentuk diversifikasi produk rendemen bandeng diharapkan dapat menjaga komponen gizi tersebut.Kata kunci: diversivikasi, ikan bandeng (Chanos chanos Forsk), potensi, produk, strategi

PENDAHULUANIndonesia memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar. Produksi perikanan Indonesia berasal dari kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Berdasarkan data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2009, ikan bandeng termasuk komoditas utama dalam produksi perikanan budidaya memiliki pertumbuhan produksi yang sangat tinggi dalam periode 2005 sampai 2009, dimana pada tahun 2005 (254.067 ton), 2006 (212.883 ton), 2007 (263.139 ton), 2008 (277.471 ton) dan 2009 (291.300 ton) dengan mengalami kenaikan rata-rata 4,46% pada periode 2005-2009 dan 4,98% pada periode 2008-2009. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2002 tercatat sebesar 4.378.495 ton, sedangkan produksi perikanan budidaya adalah 1.076.750 ton (Irianto dan Giyatmi 2009). Sebagian dari hasil produksi tersebut digunakan sebagai bahan baku pengolahan hasil perikanan. Ikan bandeng merupakan salah satu ikan yang menjadi komoditas unggulan. Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani dan saat ini telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia. Budidaya ikan bandeng tidak hanya berkembang di air payau saja, namun saat ini juga sedang berkembang di air tawar maupun laut dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Produksi ikan bandeng di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun yakni 23,60% pada tahun 2007; 5,32% pada tahun 2008; 18,6% pada tahun 2009. Data produksi ikan bandeng mengalami peningkatan tajam yaitu sebesar 47,19% pada tahun 2010 (Kelompok Kerja Data Statistik Kelautan dan Perikanan 2010). Ikan bandeng merupakan ikan yang diminati oleh semua kalangan, karena ikan ini memiliki sumber protein yang tidak memiliki resiko kolesterol, sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Ikan bandeng menjadi komoditas unggulan dan olahannya pun menjadi makanan khas pada beberapa provinsi. Daging ikan yang sangat enak, rendah kolesterol dan mudah dicerna, tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen. Kandungan gizi per-100 gram daging ikan bandeng terdiri dari energi sebesar 129 kkal, protein sebesar 20 g, lemak sebesar 4,8 g, kalsium sebesar 20 mg, fosfor sebesar 150 mg, besi sebesar 2 mg, vitamin A sebesar 150 SI serta vitamin B1 sebesar 0,05 mg (DJPB 2010).

Ikan bandeng adalah jenis ikan air payau yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini disebabkan ikan bandeng memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu memiliki rasa cukup enak dan gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat (Purnomowati, 2007).

Permasalahan yang timbul adalah apakah seluruh bagian ikan bandeng tersebut dapat dimanfaatkan dan memiliki efektifitas sebagai bahan baku produksi produk olahan perikanan. Berkaitan dengan hal tesebut, maka telah dilakukan ulasan dari beberapa penelitian teknik pembudidayaan, analisis kandungan gizi secara komperhensif, hingga potensi pemanfaatan rendemen daging bandeng sebagai produk-produk olahan alternatif. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik dan fisiologis; distribusi, habitat, komposisi kimia bandeng (Chanos chanos Forks), serta potensi pemanfaatan, pengembangan, dan diversifikasi yang sesuai.DESKRIPSI DAN KLASIFIKASIIkan bandeng merupakan salah satu komoditas ekspor yang dikenal dengan nama dagang milkfish. Ikan ini memiliki karakteristik berbadan langsing, sirip bercabang serta lincah di air, memiliki sisik seperti kaca dan berdaging putih. Ikan bandeng memiliki keunikan, yakni mulutnya tidak bergigi dan makanannya adalah tumbuh-tumbuhan dasar laut. Selain itu panjang usus bandeng 9 kali panjang badannya (Gusrina. 2008). Klasifikasi ikan bandeng (Saanin 1984) adalah sebagai berikut :

Filum

: Chordata

Subfilum: Vertebrata

Kelas

: Pisces

Subkelas: Teleostei

Ordo: Actinopterygii

Subordo: Gonorynchiformes

Famili: Chanidae

Genus: Chanos Spesies: Chanos chanos

Gambar 1 Morfologi bandeng (Chanos chanos)

Sumber: Fishbase (2013)Ikan bandeng mempunyai ciri-ciri morfologi badan memanjang, agak pipih, tanpa skut pada bagian perutnya, mata diseliputi lendir mempunyai sisik besar pada sirip dada dan sirip perut, sirip ekor panjang dan bercagak, sisik kecil dengan tipe cycloid, tidak bergigi, sirip dubur jauh di belakang sirip punggung (Gusrina. 2008) Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 1. Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH dan kekeruhan air, serta tahan terhadap serangan penyakit.MORFOLOGI DAN PERTUMBUHANIkan Bandeng mempunyai ciri-ciri seperti badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik, mulut kecil terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus). Sirip punggung terletak jauh di belakang tutup insang dan dengan rumus jari-jari D. 14-16; sirip dada (pectoral fin) mempunyai rumus jari-jari P. 16-17; sirip perut (ventrial fin) mempunyai rumus jari-jari V. 11-12; sirip anus (anal fin) terletak jauh di belakang sirip punggung dekat dengan anus dengan rumus jari-jari A.10-11; sirip ekor (caudal fin) berlekuk simetris dengan rumus jari-jari C. 19 (Purnomowati 2006).

Menurut Murtidjo (2002), ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dapat tumbuh hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut nener yang biasa ditangkap di pantai panjangnya sekitar 1-3 cm, sedangkan gelondongan berukuran 5-8 cm.Secara morphologi ikan bandeng dewasa masih sulit dibedakan antara jantan dan betina, baik mengenai morphologi, ukuran,warna sisik, bentuk kepala dan lain-lainnya. Namun pada bagian anal (lubang pelepasan) pada induk ikan bandeng yang matang kelamin menunjukkan bentuk anatomi yang berbeda antara ikan bandeng jantan dan ikan bandeng betina.Ikan bandeng jantan mempunyai 2 tonjolan kecil (papila) yang terbuka dibagian luarnya yaitu selaput dubur luar dan lubang pelepasan (yang membuka pada bagian ujungnya. Didalam alat genital ikan jantan (vasa deferentia),mulai dari testes menyatu sedalam 5-10 mm dari lubang pelepasan. Lubang kencing (urinary pore) melebar kearah saluran besar dari sisi atas. Selain itu 2 lubang kecil pada sisi bagian bawah dari tonjolan urogenital yang membuka kearah ventral usus. Ikan bandeng betina mempunyai 3 tonjolan kecll (papila) yang terbuka dibagian anal. Berbeda dengan ikan bandeng jantan yang mempunyai 2 tonjolan kecil. Satu lubang besar dibagian anterior adalah anus. Letaknya anus sejajar dengan genital pore. Lubang ketiga adalah lubang posterior dari genital pore berada pada ujung urogenital papila.. Dari 2 oviduct menyatu kearah saluran yang lebar yang merupakan saluran telur dan saluran tersebut berakhir di genital pore (Murtidjo 2002).Bandeng sudah mulai dibudidayakan oleh penduduk pesisir Indonesia, sehingga pola pertumbuhan spesies tersebut sama sekali berbeda dengan spesies liar di habitat aslinya. Oleh arena kemampuan bandeng dalam mentolerir salinitas, banyak usaha pembudidayaan yang dipakai untuk meningkatkan pertumbuhan komoditas bandeng. Seperti kebanyakan ikan budidaya pada umumnya, faktor komposisi pakan sangat berpengaruh dalam pembentukan daging beserta segala komposisinya. Pada tahap pendederan benih ikan bandeng, pakan utamanya adalah klekap yang merupakan kumpulan berbagai jenis jasad dasar yang komponen utamanya terdiri dari diatom dasar (Bacillariophyceae), alga hijau biru (Cyanophyceae) dan invertebrate tingkat rendah,

Penumbuhan klekap sebagai pakan utama bagi pendederan benih ikan bandeng sampai saat ini masih menjadi kendala dalam pemeliharaan ikan bandeng baik untuk usaha pendederan/penggelondongan maupun pada usaha pembesarannya. Sehingga perlu alternative lain dalam penyediaan pakan alami di dalam pendederan benih ikan bandeng. Biofloc dengan komposisi pembentuknya berupa organisme bakteri pembentuk floc dan mikroorganisme (microalgae, protozoa, jamur, ciliate, flagellate, rotifer, nematode, metazoan dan detritus (Briggs 2007), di harapkan dapat menjadi pakan alternative dalam pemeliharaan benih ikan bandeng.Hasil pengujian menunjukkan pemanfaatan biofloc pada pemeliharaan benih ikan bandeng selama 60 hari pemeliharaan di dapatkan bahwa pemberian biofloc sebanyak 10-20% (perlakuan BFT) dari kultur massal menghasilkan pertumbuhan panjang dan berat akhir yang lebih baik di bandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian (Non BFT). Panjang dan berat akhir pada perlakuan BFT adalah sebesar 6,13 cm dan 5,94 g, sedangkan pada perlakuan Non BFT dengan panjang sebesar 6.09 cm dan berat 5,81 g (Gambar 2 dan 3). Perlakuan dengan pemberian biofloc (BFT) pada pemeliharaan benih ikan bandeng memberikan pertumbuhan panjang harian sebesar 0,0828 cm/hari sedangkan pada perlakuan non BFT dengan pertumbuhan panjang harian sebesar 0,0822 cm/hari.

Gambar 2 Panjang akhir (cm) benih bandeng yang diberi pakan BFT dan NonBFT

Gambar 3 Berat akhir (gram) benih bandeng yang diberi pakan BFT dan NonBFTUntuk pertumbuhan berat harian di dapatkan perlakuan BFT sebesar 0,0988 gram/hari dan perlakuan Non BFT bertambah berat setiap hari sebesar 0,0966 gram/hari.Perlakuan BFT dengan pemberian 1020% volume kultur biofloc ke dalam media pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap pertambahan panjang. Namun memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat bila dibandingkan dengan perlakuan Non BFT. Pengamatan 6 kali (setiap minggu) pada perlakuan BFT tidak di dapatkan koloni pembentuk biofloc di bak pemeliharaan benih bandeng. Komunitas yang terbentuk di dominasi oleh phytoplankton Chlorophyceae (Chlorella sp) dan Cyanophiceae (Microcyetis sp, Oscillatoria sp, Aphanocapsa sp dan alga benang). Sedangkan pada perlakuan Non BFT, phytoplankton di dominasi oleh jenis Chlorella sp, karena memang dari awal pemeliharaan di fokuskan pada pemberian satu jenis phytoplankton tersebut. Sedikitnya volume pemberian biofloc serta tidak optimalnya sistem aerasi pada perlakuan BFT sehingga menyebabkan floc mengendap di dasar bak di duga menyebabkan tidak bisa terbentuknya komunitas floc secara baik pada bak pemeliharaan.Pemberian biofloc sebanyak 10-20% (perlakuan BFT) dari kultur massal menghasilkan tingkat kelulushidupan benih yang lebih rendah bila di bandingkan dengan pemeliharaan benih bandeng dengan system green water (Perlakuan Non BFT). Namun, kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelulushidupan benih yang di hasilkan. Rata-rata nilai kelulushidupan yang di dapatkan pada perlakuan BFT adalah sebesar 74,37% dan pada perlakuan Non BFT sebesar 75,21% (Gambar 4).

Gambar 4 Nilai kelulushidupan benih bandeng pada pengujian pemberian bioflocHABITAT DAN DISTRIBUSI Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada diperairan littoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m. Ikan bandeng merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam famili Chanidia dan termasuk ke dalam jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan dan sering dijumpai di daerah dekat pantai atau litoral.

Di Indonesia, ikan bandeng sudah lama dikenal sebagai ikan yang banyak dipelihara di tambak. Pemeliharaannya tersebar hampir di seluruh pulau besar di tanah air, seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, atau Sulawesi. Selain di Indonesia, ikan bandeng juga banyak dipelihara di Filipina dan Taiwan. Sebenarnya, ikan bandeng memang merupakan jenis ikan air payau.

Namun, saat ini ikan bandeng sudah mulai banyak dibudidayakan di kolam air tawar atau karamba apung air tawar (Gambar 5).Daerah penyebaran ikan bandeng yaitu di laut tropik Indo Pasifik dan dominan didaerah Asia. Di Asia Tenggara ikan bandeng berada didaerah perairan pantai Burma, Thailand, Vietnam, Philipina, Malalysia dan Indonesia. Secara umum penyebaran ikan bandeng tercatat berada di sebagian besar laut Hindia dan laut Pasifik kira-kira dari 40 BT-100 BB dan antara 40 LU - 40 LS. Penyebarannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti phase bulan ,pasang surut,arus air dan kelimpahan plankton. Penyebarannya mencakup areal perairan Indo Pasifik, mulai dari pantai timur Afrika, Malagasi, Laut Merah, Teluk Aden, pantai barat dan timur India, Sri Langka, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, bagian selatan Jepang, pantai utara Australia, Hawaii, sampai ke pantai barat Kalifornia dan Meksiko.KOMPOSISI KIMIAIkan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat baik dan digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak. Komposisi ikan bandeng per 100 gram antara lain terdiri dari air (70,85%), protein (20,53%), lemak (6,73%) dan abu (1,14%). Tabel 1 menunjukkan bahwa air merupakan kandungan atau kadar utama pada ikan bandeng; 3,45 kali kandungan protein sebagai komponen terbesar kedua. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin besar kemungkinan kerusakannya, baik sebagai akibat aktivitas biologis internal maupun masuknya mikroba perusak (Florensia et al. 2012). Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama protein ikan dibandingkan dengan produk lainnya adalah kelengkapan komposisi asam amino dan kemudahannya untuk dicerna. Kandungan protein ikan bandeng cukup tinggi, terdiri dari asam-asam amino yang dibutuhkan tubuh (Tabel 2).Hal ini yang menjadikan ikan bandeng sangat mudah dicerna serta sangat baik untuk

Tabel 1 Kandungan gizi pada ikan bandeng segar per 100 gr daging

Kandungan giziKadar1Kandungan2

Air 74,00%70,85gr

Protein20,00%20,53gr

Lemak4,80%6,73gr

Abu1,19%1,14gr

Energi148,00kcal

Energi 619,00kJ

Sumber: 1Saparino et al (2006); 2USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009)Tabel 2 Kandungan asam amino ikan bandeng per 100 gr daging

Asam aminoKandungan1Fungsi strategis2

Tryptophan0.230grNeurotransmiter, sintesis serotonin, reduksi appetite

Threonin0.900grSintesis kolagen dan elastin, control sistem saraf

Isoleusin0.946grRegulasi gula darah, jaringan otot, reduksi laktat

Leusin1.669grRegenerasi jaringan ikat, reduksi gula darah

Lisin1.886grSerapan kalsium, sintesis kolagen, reduksi trigliserida

Methionin0.608grSintesis taurine, reduksi lipid, detoksifikasi logam

Valin1.058grMetabolisme otot, stimulasi regenerasi jaringan

Phenylalanin0.802grSintesis melanin, sintesis dopamine dan norep-inepineprin

Tyrosin*0.693grSintesis melanin, prekursor norep-inepineprin

Sistin*0.220grDetoksifikasi, reduksi kerusakan akibat radiasi

Sumber: 1USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009) ; 2Technical Information Series Natura Product (2011); *asam amino non-esensial (Natura Product 2011)dikonsumsi oleh semua usia dalam mencukupi kebutuhan protein tubuh, menjaga dan memelihara kesehatan serta mencegah penyakit. Hampir semua asam amino memegang peranan penting dalam menjalankan aktivitas organ dalam tubuh. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama omega-3, yang sangat penting artinya bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi untuk potensi kecerdasannya. Kadar lemak bandeng 10%, sehingga dikategorikan sebagai low-lean fish (Gennaro 2005) atau ikan berlemak rendah. Kandungan asam lemak tak jenuh (Tabel 2) mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi yang dapat menyebabkan bau tengik. Proses pembusukan ikan disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme dan oksidasi dalam tubuh ikan itu sendiri.

Seperti halnya salmon dan ikan diadromus dan euryhaline lainnya, ikan bandeng juga mengandung asam lemak omega-3 dan rendah kolesterol (Tabel 2) skala menengah. Komposisi SAFA, MUFA, dan PUFA yang berimbang. Kandungan asam lemak omega-3 sangat bergantung pada bagaimana ikan bandeng tersebut dibudidayakan. Ikan bandeng yang dibudidayakan dengan sistem KJA di laut lebih tinggi daripada budidaya

Tabel 3 Kandungan asam lemak ikan bandeng per 100 gr daging

Jenis asam lemakKandungan

Asam lemak, total saturated (SAFA)1.660gr

Asam lemak, total monounsaturated MUFA)2.580gr

Asam lemak, total polyunsaturated (PUFA)1.840gr

Kolesterol52mg

Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009)

Tabel 4 Kandungan Omega-3 ikan bandeng budidaya air tawar dan air laut

Jenis Usaha BudidayaOmega-3 (g/100 g edible portion)

Bandeng hasil produksi KJA di laut3.15 (EPA 1.76; DHA 1.39)

Bandeng hasil produksi tambak1.88 (EPA 1.44; DHA 0.44)

Sumber: Rachmansyah et al. (2002).

tambak (Tabel 3). Kandungan PUFA pada ikan membantu mencegah terjadinya penggumpalan darah sehingga dapat mencegah serangan penyakit jantung koroner. Selain itu, asam lemak omega-3 juga bersifat hipokolesterolemik yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah serta mampu meningkatkan daya tahan tubuh dan berperan dalam pertumbuhan otak pada janin serta membantu pertumbuhan sistem saraf. Penyakit jantung koroner yang disebabkan karena tersumbatnya pembuluh darah dipicu oleh karena tubuh terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh (Susanto dan Fahmi 2012).Selain protein dan lemak, bandeng juga memiliki komponen vitamin dan mineral. Asupan vitamin dan mineral diperlukan dalam jumlah relatif sedikit, namun dengan peran kunci yang penting. Kandungan vitamin dan mineral dalam ikan bandeng ditunjukkan Tabel 5 Tabel 5 Kandungan mineral dan vitamin ikan bandeng per 100 gr dagingMineralsKandunganVitaminKandungan

Kalsium, Ca51,00mgThiamin0,013mg

Besi, Fe0,320mgRiboflavin0,054mg

Magnesium, Mg30,000mgNiacin6,440mg

Fosfor, P162,000mgPantothenic acid0,750mg

Kalium, K292,000mgVitamin B-60,423mg

Natrium, Na72,000mgFolate, total16,000mcg

Seng, Zn0,820mgAsam folat0,000mcg

Tembaga, Cu0,034mgFolate, food16,000mcg

Mangan, Mn0,020mgFolate, DFE16,000mcg_DFE

Selenium, Se12,600mgVitamin B-123,400mcg

Vitamin A, RAE30,000mcg_RAE

Retinol30,000mcg

Vitamin A, IU100,000IU

Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference, (2009)

Ikan bandeng mempunyai nilai gizi yang tinggi, namun ikan bandeng juga banyak mengandung duri sehingga kurang diminati masyarakat. Selain itu ada juga ikan bandeng yang berbau tanah, akan mengurangi cita rasa ikan kendati telah dibuat dalam bentuk olahan. Ikan bandeng yang berbau tanah juga sangat tidak disukai oleh banyak kalangan sehingga penggunaannya sebaiknya dihindari. Oleh karena itu, dengan semakin pesatnya teknologi pangan, maka ikan bandeng dapat diolah menjadi beberapa bentuk produk makanan utama, makanan intermediet, maupun makanan kemasan.

POTENSI PEMANFAATAN BANDENG SERTA PROSES PRODUKSINYAFillet AwetanFillet memiliki beberapa keuntungan sebagai bahan baku olahan, antara lain bebas duri dan ntulang, dapat disimpan lebih lama dan mengefisienkan proses produksi serta meningkatkan mutu produk olahannya. Seperti produk perikanan lainnya, fillet juga mempunyai sifat yang mudah rusak. Kandungan asam lemak tak jenuh mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi yang dapat menyebabkan bau tengik. Proses kerusakan harus segera dihambat agar sebagian besar produk perikanan khususnya fillet dapat dimanfaatkan secara maksimal, salah satunya dengan pengembangan beberapa cara pengawetan (Noviantari et al. 2012).

Gambar 6 Grafik nilai organoleptik fillet ikan bandeng selama penyimpanan dingin

Berdasarkan gambar 4, dapat diketahui bahwa nilai organoleptik fillet Ikan bandeng dengan penambahan ekstrak lidah buaya dengan konsentrasi 20 ppm dan 25 ppm hingga hari ke-9 masih berada diatas nilai rata-rata 7, sedangkan pada konsentrasi 15 ppm telah ditolak hari ke-9 sesuai dengan SNI 01-2346-2011. Sedangkan pada fillet Ikan Bandeng tanpa penambahan ekstrak lidah buaya sudah tidak layak konsumsi pada hari ke-6. Pada penelitian Listiyanto (2007), menunjukkan bahwa fillet ikan bandeng tanpa perendaman larutan lidah buaya selama penyimpanan dingin dengan rasio es dengan ikan yaitu 1:1 memiliki nilai organoleptik yang sudah tidak layak pada hari ke-6.

Bau tanah pada ikan bisa disebabkan oleh adanya senyawa geosmin yang ditimbulkan oleh jamur Actinomycetes dan ganggang biru Oscillatoria tenus. Hal ini sering terjadi pada tambak yang dangkal dan letaknya jauh dari laut (tambak darat). Pada tempat tersebut, kandungan tanah pada tambak kurang baik sehingga dapat menurunkan kualitas kesuburan tanah. Hal ini akan membuat banyak klekap mengapung. Klekap yang sudah mengapung tidak disukai oleh ikan bandeng, sihingga ikan bandeng akan mengaduk-aduk tanah mencari makanan dan memakan ganggang biru (Oscilatoria tenus) yang ditumbuhi jamur Actinomycetes. Secara fisik bandeng yang berbau tanah dapat diketahui dari warna punggungnya. Bila warna punggungnya kuning kecokelatan atau abu-abu pucat (tidak berwarna biru cerah), berarti bandeng tersebut beraroma tanah.Bandeng Duri LunakSalah satu hasil olahan ikan bandeng adalah bandeng duri lunak. Mempunyai ciri hampir sama dengan pindang bandeng, dengan kelebihan yakni tulang, duri dari ekor hingga kepalanya cukup lunak, sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Saparinto dan Cahyo 2007). Menurut SNI No: 4106.1-2009, bandeng presto/duri lunak adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan bahan baku, sortasi, penyiangan, pencucian, perendaman, pembungkusan, pengukusan, pendinginan, pengepakan, pengemasan, penandaan, dan penyimpanan.Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis diversifikasi pengolahan hasil perikanan terutama sebagai modifikasi pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Purnomowati 2006). Dalam pengolahan bandeng duri lunak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara tradisional dan modern. Pada pengolahan bandeng duri lunak secara tradisional, wadah yang digunakan untuk memasak biasanya berupa drum yang dimodifikasi atau dandang berukuran besar. Pengolahan bandeng duri lunak secara tradisional menggunakan prinsip pengolahan ikan pindang. Tabel 6 Persyaratan mutu bandeng presto menurut SNI No: 4106.1-2009

*) Apabila diperlukan Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006) (SNI No: 4106.1-2009).

Pengolahan bandeng duri lunak secara tradisional dilakukan dengan menggunakan prinsip pemindangan. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim (Heruwati dan Endang 2002). Secara modern, pengolahan bandeng duri lunak menggunakan autoclave untuk memasak. Prinsip penggunaan autoclave pada pemasakan bandeng duri lunak adalah dengan cara menggunakan tekanan tinggi, sekitar 1 atmosfer. Dengan tekanan yang tinggi proses pemasakan bandeng duri lunak dengan autoclave akan lebih cepat matang dengan lama sekitar 2 jam dan tulang ikan dapat segera lunak daripada menggunakan drum atau dandang. Menurut Purnomowati (2006), pengolahan bandeng duri lunak merupakan salah satu usaha diversifikasi. Proses pengolahan menggunakan suhu yang tinggi (115 - 121C), dengan tekanan satu atmosfir. Suhu dan tekanan yang tinggi ini dicapai dengan menggunakan alat pengukus bertekanan tinggi (autoclave) atau dalam skala rumah tangga dengan alat pressure cooker.Proses pengolahan bandeng duri lunak dengan uap air panas bertekanan tinggi menyebabkan tulang dan duri menjadi lunak. Selain itu uap air panas yang bertekanan tinggi ini sekaligus berfungsi menghentikan aktifitas mikroorganisme pembusuk ikan, kerasnya tulang ikan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik pada tulang. Bahan anorganik meliputi unsur-unsur kalsium, phosphor, magnesium, khlor dan flour sedangkan bahan organik adalah serabut-serabut kolagen. Tulang menjadi rapuh dan mudah hancur bila bahan organik yang terkandung di dalamnya larut (Purnomowati 2006)Kolagen dan GelatinLimbah tulang ikan bandeng dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelatin alternatif. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gelatin yang berasal dari ikan mempunyai tingkat keamanan, viskositas, dan kecepatan disolusi lebih baik daripada gelatin yang berasal dari mamalia. Gelatin diperoleh dari hasil hidrolisis parsial kolagen yang diperoleh melalui ekstraksi dalam air panas yang dikombinasikan dengan perlakuan asam atau basa. Hasil ekstraksi maksimal gelatin dapat diperoleh dari perendaman dengan asam sitrat 9 % selama 48 jam (Fatimah 2008). Pemanfaatan gelatin dalam bidang industri farmasi telah banyak dikembangkan, diantaranya sebagai emulgator, colloid stabilizer, dan foaming agent. Emulsi merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (globul) yang stabil dengan adanya penambahan emulgator. Sebagai emulgator, gelatin mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorpsi pada permukaan dari tetesan fase terdispersi. Lapisan tersebut mencegah terjadinya kontak atau berkumpulnya kembali globul atau fase terdispersi, sehingga kestabilan emulsi terjaga (Gennaro 2005).Berdasarkan hal tersebut di atas, limbah tulang ikan bandeng berpotensi sebagai sumber gelatin alternatif yang dapat digunakan sebagai emulgator pada pembuatan sediaan emulsi. Salah satu sediaan emulsi minyak dalam air yang biasa digunakan sebagai model perlakuan yaitu emulsi minyak ikan.Co-emulgator merupakan bahan yang digunakan dalam sediaan emulsi untuk membantu emulgator utama dalam meningkatkan kestabilan fisik sediaan dengan mencegah terjadinya koalesensi atau menyatunya tetesan-tetesan dari masing-masing fase. Sebagai co-emulgator bagian molekul gelatin yang nonpolar larut dalam lapisan luar molekul minyak sedangkan bagian yang polar terikat dengan air. Akibatnya, gelatin memfasilitasi pembentukan tetesan minyak (oil-droplet), meningkatkan stabilitas emulsi dan menghasilkan sifat fisika-kimia yang diinginkan pada emulsi minyak dalam air (10).Tabel 7 Hasil pemeriksaan pH, viskositas, dan volume kriming sediaan emulsi sebelum dan sesudah kondisi penyimpanan dipercepat

Sumber: Marzuki et al. (2011)Penentuan konsentrasi gelatin sebagai coemulgator berdasarkan pada penelitian sebelumnya, yaitu konsentrasi gelatin yang digunakan minimal 0,5% dan maksimal 1%. Pembuatan emulsi diformulasikan dalam tipe minyak dalam air (m/a), menggunakan variasi konsentrasi co-emulgator 0,5%, 1%, tanpa co-emulgator dan tanpa emulgator. Setelah diformulasikan, dilakukan pengujian kestabilan fisik emulsi yang diformulasi menggunakan variasi konsentrasi co-emulgator, tanpa co-emulgator, dan tanpa emulgator. Pengujian ini untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi emulgator gelatin terhadap kestabilan fisik emulsi.PENUTUP

Produksi produk olahan dari ikan bandeng dalam jumlah besar dibutuhkan sebagai promosi produk perikanan secara kontinyu. Pemilihan spesies dan teknik budidaya yang tepat merupakan suatu keharusan. Berbagai riset mengenai teknik budidaya ikan bandeng telah banyak dilakukan. Budidaya ikan bandeng dengan pemberikan pakan biofloc meningkatkan panjang dan berat badan serta tingkat kelulusan hidup. Teknik budidaya ini perlu diaplikasikan pada budidaya tambak dan KJA dalam skala besar secara kontinyu.

Komposisi utama ikan bandeng mencakup air, protein, lemak, serta vitamin dan mineral. Bandeng juga mengandung asam lemak omega-3 skala menengah dan termasuk low-lean fish karena dapat hidup secara euryhaline. Pengolahan lanjut dengan prinsip teknologi pangan terkini sebagai bentuk diversifikasi produk rendemen bandeng diharapkan dapat menjaga komponen gizi tersebut tidak berkurang atau bahkan hilang. DAFTAR PUSTAKA

Fatimah D. 2008. Efektivitas Penggunaan Asam Sitrat Dalam Pembuatan Gelatin Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal). Available as PDF File.Gennaro AR. 2005. Remingtons Pharmaceutical Sciences, 21th ed., Merck Publising Company, Pensylvania. pp. 325-330. Gusrina. 2008. Budidaya Ikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Heruwati, Endang S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan Jurnal Litbang Pertanian, 21(3)Irianto HE, Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penerbit Universitas Tebuka

Listiyanto, A. 2007. Pengaruh Penambahan Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Mutu Kesegaran Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) Selama Penyimpanan Dingin (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNDIP. Marzuki A, Pakki E, Zulfikar F. 2011. Ekstraksi dan Penggunaan Gelatin dari Limbah Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) sebagai Emulgator dalam Formulasi Sediaan Emulsi. Majalah Farmasi dan Farmakologi 15(2): 63 68 Murtidjo BA. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta

Noviantari M Ilza N, Ira S. 2012. Pengaruh Penambahan Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Mutu Fillet Ikan Jambal Siam (Pangasius hyhopthalmus) Segar Selama Penyimpanan Suhu Kamar. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Purnomowati, 2006. Bandeng Duri Lunak. Yogyakarta: KanisiusPurnomowati I, Hidayati D, Saparinto C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Yogyakarta: Kanisius..Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring Apung. Bogor: IPB Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Jilid I-II. Edisi II. Bogor: Bina Cipta.Saparinto, Cahyo. 2007. Membuat aneka olahan bandeng. Jakarta: Penebar SwadayaSusanto E, Fahmi AS. 2012. Senyawa ungsional dari Ikan: Aplikasinya dalam Pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1(4):95-102

Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 5 Gambar 2. Wilayah distribusi ikan bandeng (Fishbase 2014; Aquamaps 2014)