strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan …digilib.unila.ac.id/57621/3/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SAMPAH
DAERAH PERMUKIMAN KUMUH KOTA PALEMBANG (STUDI KASUS KELURAHAN KEMANG AGUNG KECAMATAN KERTAPATI
DAN KELURAHAN 11 ULU KECAMATAN SEBERANG ULU II KOTA PALEMBANG)
(Tesis)
Oleh
AGUNG BAHARI
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SAMPAH DAERAH PERMUKIMAN KUMUH KOTA PALEMBANG (STUDI KASUS KELURAHAN KEMANG AGUNG KECAMATAN
KERTAPATI DAN KELURAHAN 11 ULU KECAMATAN SEBERANG ULU II KOTA PALEMBANG)
Oleh
AGUNG BAHARI
Permukiman kumuh di perkotaan identik dengan masyarakat yang tidak
disiplin lingkungan dan minimnya fasilitas pengelolaan sampah menjadi suatu fenomena yang harus segera ditangani. Pengelolaan persampahan dan lembaga yang menangani pengelolaan persampahan secara umum belum optimal, jika ditinjau dari komponen organisasi, peraturan, pembiayaan dan sumber daya manusia. Pengelolaan sampah terpadu yang sifatnya meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan sangat dibutuhkan yaitu dengan upaya melibatkan partisipasi masyarakat antara lain melalui program 4R, Penelitian ini bertujuan menentukan rancangan pengembangan tatanan kelembagaan yang kompatibel dengan masyarakat setempat dalam pengelolaan sampah dan mengembangkan mekanisme tatanan kelembagaan pasar dan non pasar dalam pengelolaan sampah di lokasi penelitian, baik melalui kelembagaan pasar maupun non pasar. Pendekatan penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi survei data primer dan data sekunder. Variabel dalam penelitian ini responden dari Kepala Keluarga dan responden dari ketua RT/RW/Lurah. Teknik analisis data yaitu analisis statistik deskripsif frekuensi, dan analisis SWOT. Hasil penelitian rancangan strategi membentuk kelembagaan swakelola, memberikan dana bantuan pinjaman, mengadakan bimbingan teknis, sosialisasi, menyediakan sarana dan prasarana, membuat Kebijakan Publik, memberikan Reward, memberikan pelatihan, sosialisasi berkala dengan FGD, pendekatan jemput bola dan Mekanisme tatanan kelembagaan sosialisasi, Bimtek, pemberian sarana penunjang, implementasi, produk, pengawasan. Kata kunci : Kebijakan, Kelembagaan, Pemukiman kumuh, reduce (mengurangi),
reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang), replace (mengantikan). Sampah dan Strategi.
ABSTRACT
STRATEGY FORINSTITUTIONALDEVELOPMENTOF MANAGEMENT OF WASTE SETTLEMENT AREA AND GARBAGE IN PALEMBANG CITY
(Case Study of KemangAgungSubdistrict, KertapatiSubdistrict and 11 Ulu Subdistrict, Seberang Ulu Ii District, City of Palembang)
By
AGUNG BAHARI
Some Urban slums are identical with people who are not environmentally disciplined and the lack of garbage management facilities is a phenomenon that must be addressed quickly. garbage management and institutions that handle garbage management in general are not optimal, when viewed from organizational, regulatory, financing and human resources components. Integrated garbage management that minimizes the amount of garbage produced is needed, namely by involving community participation, among others, through the 4R programs. This study aims to determine the design of institutional arrangements that are compatible with local communities in garbage management and develop mechanisms for market and non-market institutional arrangements in garbage management in research locations, both through market and non-market institutions. The approach of this research is descriptive qualitative and quantitative. Data collection methods used in this study include surveys of primary data and secondary data. The variables in this study were respondents from the Head of the Family and respondents from the head of RT / RW / Lurah. Data analysis techniques are frequency descriptive statistical analysis, and SWOT analysis. The results of the study are designed to form a self-managed institution, provide loan assistance, hold technical guidance, socialize, provide facilities and infrastructure, make Public Policy, provide rewards, provide training, periodic socialization with FGDs, pick up the ball and mechanism for socialization, Bimtek, provision of supporting facilities, implementation, products, supervision.
Keywords: Policy, Institution, Slums, reduce (reduce), reuse (recycle), recycle (recycle), replace (replace). Garbage and Strategy.
STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SAMPAH DAERAH PERMUKIMAN KUMUH KOTA PALEMBANG (STUDI KASUS
KELURAHAN KEMANG AGUNG KECAMATAN KERTAPATI DAN KELURAHAN 11 ULU KECAMATAN SEBERANG ULU II KOTA PALEMBANG)
Oleh
AGUNG BAHARI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER SAINS
pada
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana Universitas Lampung
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkulu pada Tanggal 26 Januari 1989, anak ke Empat dari 6 bersaudara dari Bapak H. Soeherman (Alm) dan Ibu Hj. Zainab
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 309 Palembang pada Tahun 2001. Sekolah Menengah pertama Negeri 10 Palembang. Sekolah Menengah Atas Nurul Iman Palembang pada Tahun 2007. Pendidikan Sarjana Strata 1 pada Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahun 2013.
Tahun 2015 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada program Studi Magister Ilmu Lingkungan di Universitas Lampung dan dinyatakan lulus pada Tanggal 24 Mei 2019.
Karya Tesis ini Kupersembahkan kepada:
1. Kedua orang tua Saya yang sangat Saya sayangi Buya H. Soeherman (Alm) dan Umi H. Zainab yang selalu membimbing dan mendidik dari kecil untuk selalu taat beribadah dan tekun mencari ilmu, dan telah banyak membantu dalam do’a, semangat dan materi dll.
2. Istri Tercinta dr. Siti Aisyah yang selalu memberikan Suport hingga saya dapat meneyelesaikan pendidik Magister Ilmu Lingkungan
3. Mertua yang mendoakan H. Muhammad Ali dan Hj. Ruaidah 4. Berserta saudara-saudaraku yang selalu mendukung.
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil Alamiin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Sampah Daerah Permukiman Kumuh
Kota Palembang : Studi kasus Kelurahan Kemang Agung Kecamatan Kertapati dan
Kelurahan 11 Ulu Kecamatan Seberang Ulu II Kota Palembang”
Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Magister Sains pada Program
Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana
3. Ibu Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., M.Si., Akt. Wakil Direktur Bidang Akademik,
Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. M. Fakih, S.H., M.S. Selaku Wakil Direktur Bidang Umum Universitas
Lampung.
5. Bapak Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan Universitas Lampung dan selaku pembimbing utama atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.
6. Ibu Dr. Eng. Dewi Agustina Iryani, S.T., M.T. selaku pembimbing kedua atas
kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian
tesis ini.
7. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. selaku penguji utama atas kesediaanya untuk
memberikan masukan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.
8. Bapak Dr. Ir. Abdullah Aman Damai, M.Si. selaku penguji kedua atas kesediaanya untuk
memberikan masukan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.
9. Seluruh dosen Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lampung
yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan telah mendidik penulis.
10. Bapak dan Ibu staf administrasi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lampung.
11. Bapak Dr. Marzuki Ali Selaku Pimpinan UIGM Palembang
12. Bapak Ir. Yuwono Aris, M.T.
13. Kepala Dinas, jajaran staf, dan analis Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota
Palembang
14. Seluruh Jajaran KESBANGPOL Kota Palembang.
15. Camat Kertapati dan Camat SU II beserta Staff Kecamatan.
16. Lurah Kemang Agung dan Lurah Sebelas Ulu beserta Staff Kelurahan
17. LKM dan RT/RW Kelurahan Kemang Agung dan Sebelas Ulu
18. Keluarga besar Bapak Effendi dan Ibu Gusnidar yang telah memberikan kemudahan
fasilitas kos selama kuliah.
19. Teman-temanku Group Spur, Pak Anta Sastika, Kak Rizal Chaniago, Imron, Kang Zenal
Mutaqim, Bily, dan Mbak Acha
20. Rekan-rekan MIL angkatan 2015, kak Rendra, Pak Puja, Bang William, Kang Zenal,
Imron, Bu Riri, dan Mas Ari dan angkatan 2014, Bu Agustin, Mbak Sefta, Pak Heppyan,
Bu Ummu dan Desma.
21. Sahabatku Febriansyah, Didit, Olom, dan Seluruh Karyawan CV. Habitat Spasial.
22. Pihak-pihak yang telah membantu Penulis selama menyusun tesis ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Bandar Lampung, Juni 2019
Agung Bahari
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………... i
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………… 5
1.3 Tujuan………………………………………………………………………... 5
1.4 Kerangka Pemikiran…………………………………………………………. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian………………………………………….. 8
2.2 Kondisi Eksisting Sebaran Sarana Persampahan……………………………. 12
2.3 Persoalan Sampah Sebagai Publik Bad……………………………………… 12
2.4 Kegagalan Institusi Pasar dalam Pengelolaan Public Bad……………….….. 13
2.5 Institusi Non Pasar Sebagai Jasa Penengah Kelembagaan Pasar…………… 14
2.5.1 Pemerintah Sebagai Institusi Publik dalam Pengelolaan Public
Bad…………………………………………………………………
14
2.5.2 Institusi Lokal Sebagai Public Bad………………………………... 15
2.5.3 Kinerja Social Capital……………………………………………... 16
2.5.4 Perancangan Pengembangan Institusi Lokal Berbasis Social
Capital……………………………………………………………...
16
2.6 Persampahan………………………………………………………………… 17
2.6.1 Definisi Sampah…………………………………………………… 17
2.6.2 Jenis-jenis Sampah………………………………………………… 18
2.6.3 Komposisi, Karakteristik dan Timbulan Sampah…………………. 18
2.6.4 Definisi Permukiman Kumuh……………………………………... 19
2.6.5 Karakteristik Permukiman Kumuh……………………………….. 21
ii
2.6.7 Persampahan di Permukiman Kumuh……………………………... 21
2.7 Hak dan Kewajiban Masyarakat dalam Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman………………………………………………………
22
2.8 Pengelolaan Persampahan Kota…………………………………………… 23
2.8.1 Aspek Teknik Operasional………………………………………… 24
2.8.2 Aspek Organisasi………………………………………………… 25
2.8.3 Aspek Pembiayaan………………………………………………… 26
2.8.4 Aspek Peraturan…………………………………………………… 27
2.8.5 Aspek Peran Serta Masyarakat……………………………………. 27
2.9 Strategi Pengembangan……………………………………………………… 28
2.9.1 Kelembagaan Lingkungan………………………………………… 29
2.9.2 Pengembangan Kelembagaan…………………………………….. 29
2.9.3 Metode-metode Pengelolaan Persampahan……………………….. 30
2.10 Analisi SWOT……………………………………………………………….. 36
2.10 Analisis Lingkungan Internal……………………………………… 36
2.11 Anlaisis Lingkungan Eksternal…………………………………… 37
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian……………………………………………………….. 38
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………………… 39
3.3 Teknik Penarikan Sampel…………………………………………………… 39
3.4 Jenis dan Sumber Data……………………………………………………… 41
3.4.1 Jenis Data………………………………………………………… 41
3.4.2 Sumber Data……………………………………………………… 41
3.5 Metode Pengumpulan Data………………………………………………… 42
3.5.1 Kuesioner………………………………………………………… 42
3.5.2 Wawancara………………………………………………………… 43
3.6 Metode Analisis Data………………………………………………… 44
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif Frekuensi…………………………… 44
3.6.2 Analisis SWOT…………………………………………………… 45
3.6.2.1 Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal…….. 46
3.6.2.2 Komparasi Urgensi Faktor Internal dan Faktor
iii
Eksternal……………………………………………… 46
3.6.2.3 Evaluasi Keterkaitan Faktor Internal dan Faktor
Eksternal………………………………………………
48
3.6.2.4 Faktor Kunci Keberhasilan dan Peta
KekuatanOrganisasi……………………………………
………..
50
3.6.2.5 Formulasi Strategi…………………………………….. 53
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden Kelurahan 11 Ulu………………………………… 54
4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia……………………… 54
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………… 55
4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir……… 55
4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan Suami… 56
4.1.5 Karakteristik Penduduk Berdasarkan Pendapatan………………… 57
4.1.6 Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga… 58
4.1.7 Karakteristik Penduduk Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah... 59
4.1.8 Karakteristik Penduduk Dalam Membuang Sampah Sesuai
Jenisnya……………………………………………………………
59
4.1.9 Karakteristik Pengetahuan Responden Terhadap Pentingnya
Pengelolaan………………………………………………………..
60
4.1.10 Karakteristik Responden Dalam Mengelola Sampah……………... 66
4.1.11 Karakteristik Operasional Angkutan Sampah di Lokasi Penelitian.. 67
4.1.12 Pembiayaan Masyarakat dalam Membayar Retribusi Sampah 69
4.1.13 Peran Pemerintah dan Tokoh Masyarakat Dalam Mengelola
Sampah……………………………………………………………..
69
4.1.14 Sarana dan Prasarana……………………………………………… 73
4.1.15 Persepsi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga……………………………………………………………..
77
4.1.16 Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga……………………………………………………………..
83
4.2 Analisis Tingkat Urgensi Faktor Internal dan Ekternal……………………... 91
iv
4.2.1 Analisis Faktor Lingkungan Internal……………………………… 91
4.2.2 Analisis Faktor Lingkungan External……………………………... 93
4.3 Hasil Penilaian Responden Terhadap Tingkat Urgensi Faktor Internal dan
Eksternal Kelurahan 11 Ulu…………………………………………………
94
4.4 Penentuan Hasil Penilaian Responden Terhadap Keberhasilan Internal dan
Eksternal Kelurahan 11 Ulu…………………………………………………
97
4.5 Input Prioritas Faktor Internal dan Eskternal sebagai Faktor Keberhasilan..... 100
4.6 Peta Kekuatan Organisasi……………………………………………………. 101
4.7 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan ………… 103
4.7.1 Pertimbangan Dalam Membentuk Kelembagaan Pengelolaan
Sampah Swakelola………………………………………………...
103
4.7.2 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
di Kelurahan 11 Ulu………………………………………………..
103
4.7.2.1 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan
Persampahan di Kelurahan 11 Ulu dengan
Memanfaatkan Kekuatan dan Peluang………………
104
4.7.2.2 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan
Persampahan di Kelurahan 11 Ulu dengan
Memanfaatkan Kelemahan dan Peluang………………
106
4.7.2.3 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan
Persampahan di Kelurahan 11 Ulu dengan
Memanfaatkan Kekuatan dan Ancaman………………
108
4.7.3 Mengembangkan Mekanisme Tatanan Kelembagaan Pengelolaan
Persampahan di Kelurahan 11 Ulu…………………………………
111
4.8 Karakteristik Responden Kelurahan Kemang Agung……………………… 117
4.8.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia………………………. 117
4.8.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………….. 118
4.8.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir……… 118
4.8.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan…………… 119
4.8.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Rumah
Tangga……………………………………………………………..
120
4.8.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan……… 120
4.8.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga... 121
4.8.8 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota
Keluarga……………………………………………………………
122
v
4.8.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Rumah berdasarkan
jenis setiap hari……………………………………………………
122
4.8.10 Karakteristik Responden Dalam Membuang Sampah…………….. 123
4.8.11 Pengetahuan Responden dalam Pengelolaan Sampah…………….. 124
4.8.12 Pengalaman Responden Dalam Mengelola Sampah Rumah
Tangga……………………………………………………………..
129
4.8.13 Operasional Pengangkutan Sampah……………………………….. 132
4.8.14 Pembiayaan Masyarakat dalam Membayar Retribusi Sampah…… 132
4.8.15 Peran Pemerintah dan Masyarakat………………………………… 133
4.8.16 Sarana dan Prasarana Persampahan……………………………….. 137
4.8.17 Persepsi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga……………………………………………………………..
142
4.8.18 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga……………………………………………………………..
147
4.9 Analisis Tingkat Urgensi Faktor Internal dan Ekternal……………………... 156
4.9.1 Analisis Lingkungan Internal……………………………………… 156
4.9.2 Analisis Lingkungan External…………………………………….. 158
4.10 Hasil Penilaian Responden Terhadap Tingkat Urgensi Faktor Internal dan
Eksternal Kelurahan Kemang Agung…………………………………………
159
4.11 Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Terkait Strategi Kelembagaan
Pengelolaan Persampahan diKelurahan Kemang Agung…………………
162
4.12 Keputusan Menentukan Prioritas Kunci Keberhasilan Terhadap Faktor
Internal dan Eskternal…………………………………………………….....
166
4.13 Peta Kekuatan Organisasi…………………………………………………… 167
4.14 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan PersampahanKelurahan
Kemang Agung………………………………………………………………
168
4.14.1 Aspek Pertimbangan Dalam Membentuk Kelembagaan
Pengelolaan Sampah Swakelola…………………………………
168
4.14.2 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan di
Kelurahan Kemang agung……………………………………………
170
4.14.3 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan memanfaatkan kekuatan dan ancaman……………………
171
vi
4.14.4 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
di Kelurahan Kemang Agung dengan memanfaatkan kelemahan
dan Peluang………………………………………………………...
173
4.14.5 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
di Kelurahan Kemang Agung dengan memanfaatkan kekuatan dan
ancaman……………………………………………………………
176
4.14.6 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
di Kelurahan Kemang Agung dengan memanfaatkan kelemahan
dan ancaman………………………………………………………
178
4.14.7 Mengembangkan mekanisme tatanan Kelembagaab Pengelolaan
Pesampahan Di Kemang Agung………………………………...
181
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………... 184
5.2 Saran…………………………………………………………………………. 186
DAFTAR PUSTAKA 187
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Responden…………………………… 191
Lampiran 2 Daftar pertanyaan ahli berkaitan Penetuan skala
kepentingan (Urgent)……………………………
200
Lampiran 3 Daftar pertanyaan ahli berkaitan Penetuan skala
keterkaitan antar faktor…………………………
202
Lampiran 4 Nilai Urgent Berdasarkan penilain petugas
Penangungjawab Kecamatang Seberang Ulu II…
204
Lampiran 5 Nilai Urgent Berdasarkan Penilaian pakar 1……... 205
Lampiran 6 Nilai Urgensi berdasarkan penilai pakar 2……… 206
Lampiran 7 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Oleh Penggungjawan TPS
kecamatan Seberang Ulu II ………………………
207
vii
Lampiran 8 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Oleh pakar 1………………
209
Lampiran 9 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Oleh pakar 2………………
211
Lampiran 10 Rata-rata………………………………………….. 213
Lampiran 11 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Kelurahan 11 Ulu…………
214
Lampiran 12 Nilai Urgent Berdasarkan penilaian petugas
Penanggungjawab Kecamatan Kertapati …………
216
Lampiran 13 Nilai Urgent berdasarkan penilaian pakar 1……… 217
Lampiran 14 Nilai Urgent berdasarkan penilaian pakar 2……… 218
Lampiran 15 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Oleh Penggungjawan TPS
Kecamatan Kertapati……………………………...
219
Lampiran 16 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Oleh pakar 1………………
221
Lampiran 17 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Oleh pakar 2………………
223
Lampiran 18 Nilai rata-rata Kelurahan Kemang Agung……….. 225
Lampiran 19 Tabel Sekoring Pendapat analisis lingkungan
Internal dan Eksternal Kelurahan Kemamg Agung
227
Lampiran 20 Kondisi Sampah di Lingkungan Kelurahan 11 Ulu 229
Lampiran 21 Kondisi Sampah di Lingkungan Kelurahan
Kemang Agung……………………………………
230
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data Sebaran Jumlah Penduduk Permukiman Kumuh Kelurahan
Kemang Agung Tahun 2016………………………………………
10
Tabel 2.2 Data Sebaran Jumlah Penduduk Permukiman Kumuh Kelurahan
11 Ulu Tahun 2016………………………………………………
11
Tabel 2.3 Bentuk Kelembagaan Pengelolaan Sampah……………………… 26
Tabel 3.1 Variabel Penelitian Karakteristik Responden…………………….. 44
Tabel 3.2 Skala Penilaian Tingkat Kepentingan…………………………….. 46
Tabel 3.3 Komparasi Urgensi Faktor Internal dan Eksternal……………….. 47
Tabel 3.4 Skala Penilaian Tingkat Kepentingan……………………………. 49
Tabel 3.5 Skala Penilaian Tingkat Kepentingan……………………………. 50
Tabel 4.1 Faktor Internal dan Eksternal Kelurahan 11 Ulu………………… 92
Tabel 4.2 Faktor Internal dan Eksternal Kelurahan 11 Ulu………………… 94
Tabel 4.3 Faktor Kunci Keberhasilan Dalam Merancang Strategi
Pengembangan Pengelolaan Sampah di Kelurahan 11 Ulu………..
101
Tabel 4.4 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan Memanfaatkan kekuatan dan peluang…………………
107
Tabel 4.5 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan Memanfaatkan kelemahan dan Peluang………………
109
Tabel 4.6 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan Memanfaatkan kekuatan dan ancaman………………
111
Tabel 4.7 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan Memanfaatkan kelemahan dan ancaman……………
114
Tabel 4.8 Faktor Internal Kelurahan Kemang Agung……………………….. 158
Tabel 4.9 Faktor Eksternal Kelurahan Kemang Agung……………………… 159
Tabel 4.10 Kunci Keberhasilan Dalam Merancang Strategi………………….. 167
Tabel 4.11 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan Memanfaatkan kekuatan dan peluang………………
173
Tabel 4.12 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan Memanfaatkan kelemahan dan Peluang………………
175
Tabel 4.13 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
ix
dengan Memanfaatkan kekuatan dan ancaman……………… 177
Tabel 4.14 Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
dengan Memanfaatkan kelemahan dan ancaman……………
180
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Pikiran Penelitian………………………………… 7
Gambar 2.1 Peta Administratif Kelurahan Kemang Agung dan Kelurahan
11 Ulu………………………………………………………...
8
Gambar 2.2 Teknis Operasional Pengelolaan Sampah…………………... 24
Gambar 3.1 Peta Kekuatan Organisasi…………………………………… 52
Gambar 4.1 Diagram Karekteristik Penduduk Berdasarkan Usia……… 54
Gambar 4.2 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin………………………………………………………
55
Gambar 4.3 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Terakhir………………………………………………………
56
Gambar 4.4 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pekerjaan Suami……………………………………………
56
Gambar 4.5 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pekerjaan Istri………………………………………………
57
Gambar 4.6 Diagram Karekteristik Penduduk Berdasarkan Pendapatan..... 58
Gambar 4.7 Diagram Karekteristik Penduduk Berdasarkan Jumlah
Anggota Keluarga……………………………………………
58
Gambar 4.8 Diagram Karekteristik Penduduk Berdasarkan Status
Kepemilikan Rumah…………………………………………
59
Gambar 4.9 Diagram Karekteristik Penduduk Dalam Membuang Sampah
Berdasarkan Jenisnya………………………………………
60
Gambar 4.10 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Arti Pengelolaan Sampah Prinsip 3R…………………………
61
Gambar 4.11 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang ManfaatPengelolaan Sampah Prinsip 3R…………
61
Gambar 4.12 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Sampah Yang Terkumpul Sebaiknya………………………
62
Gambar 4.13 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Sampah Yang Dapat Dijadikan Sebagai Pupuk Kompos……
63
Gambar 4.14 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
xi
Manfaat Dari Pupuk Kompos……………………………… 64
Gambar 4.15 Diagram Karekteristik Pengetahuan Responden Berdasarkan
Kategori Sampah Organik……………………………………
65
Gambar 4.16 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Jenis Sampah Yang Sulit Terurai
65
Gambar 4.17 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Dampak Buruk Sampah Apabila Tidak Dikelola…………
66
Gambar 4.18 Diagram Karekteristik Pengalaman Masyarakat Dalam
Melakukan Kegiatan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman
67
Gambar 4.19 Diagram Karakteristik Penduduk Berdasarkan Ideal
Pengangkutan Sampah Setiap Bulan………………………
68
Gambar 4.20 Diagram Karakteristik Responden Kemampuan Bayar
Retribusi Sampah Setiap Bulan………………………………
68
Gambar 4.21 Diagram Peran Pemerintah Dan Masyarakat Dalam
PengelolaanSampah Melalui Pelatihan……………………
69
Gambar 4.22 Diagram Kegiatan Pelatihan Secara Rutin………………… 70
Gambar 4.23 Diagram Peran Tokoh Masyarakat Dalam Memberikan
Contoh Pengelolaan Sampah Kepada Masyarakat…………
71
Gambar 4.24 Diagram Peran Tokoh Masyarakat Untuk
BerdiskusiMengenai Masalah
Persampahan……………………………
72
Gambar 4.25 Diagram Peran Tokoh Masyarakat Dalam Memberikan
Contoh Pengelolaan Sampah Kepada Masyarakat…………
72
Gambar 4.26 Diagram Kesadaran Antar Warga Untuk Saling
Mengingatkan Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
73
Gambar 4.27 Diagram Ketersediaan Tong Sampah Organik Dan Non
OrganikPengelolaan Sampah Rumah Tangga………………
74
Gambar 4.28 Diagram Jumlah Ketersediaan Tong Sampah……………… 75
Gambar 4.29 Diagram Fasilitas Mengolah Sampah Rumah Tangga
Menjadi Kompos……………………………………………
75
Gambar 4.30 Diagram Ketersediaan Jasa Pengangkutan Sampah Rumah
Tangga………………………………………………………
76
xii
Gambar 4.31 Diagram Ketersediaan Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu………………………………………………………
76
Gambar 4.32 Diagram Lembaga Pengelolaan Sampah Rumah Tangga…… 77
Gambar 4.33 Diagram Pertanyaan Dampak Buruk Sampah RumahTangga
Bagi Lingkungan……………………………………………
78
Gambar 4.34 Diagram Pertanyaan Manfaat Pengelolaan Menjadi Sampah
Kompos Bagi Masyarakat…………………………………
79
Gambar 4.35 Diagram Pertanyaan Dukungan Masyarakat Adanya Bank
Sampah………………………………………………………
79
Gambar 4.36 Diagram Pertanyaan Pengelolaan Sampah Dapat Membuka
Lapangan Pekerjaan Bagi Masyarakat………………………
80
Gambar 4.37 Diagram Pemindahan Sampah Ke Tempat TPS…………… 80
Gambar 4.38 Diagram Pertanyaan Pengolahan Sampah Sudah Dilakukan
Oleh Masyarakat……………………………………………
81
Gambar 4.39 Diagram Pertanyaan Pengolahan Dengan 3R Dapat
Mengatasi Masalah…………………………………………
82
Gambar 4.40 Diagram Pertanyaan Pembayaran Biaya Retribusi Perlu
Dilakukan……………………………………………………
82
Gambar 4.41 Diagram Memilih Sampah Organik dan Non Organik……… 83
Gambar 4.42 Diagram Membawa Wadah Sendiri Ketika Berbelanja…… 84
Gambar 4.43 Diagram Membawa Sampah Ketempat Pembuangan
Sementara……………………………………………………
85
Gambar 4.44 Diagram Membuang Sampah Di Bank Sampah…………… 85
Gambar 4.45 Diagram Memanfaatkan Sampah Botol dan Kaleng Yang
Masih Digunakan……………………………………………
86
Gambar 4.46 Diagram Membuat Kerajinan Dari Barang Bekas…………… 86
Gambar 4.47 Diagram Mendaur Ulang Sampah Menjadi Kompos……… 87
Gambar 4.48 Diagram Mengikuti Kegiatan Kebersihan Seperti Kerja Bakti 88
Gambar 4.49 Kritik dan Saran Kepada Pengurus RT dan RW…………… 88
Gambar 4.50 Diagram Kegiatan Diskusi………………………………… 89
Gambar 4.51 Diagram Kegiatan Penyuluhan Atau Sosialisasi…………… 90
xiii
Gambar 4.52 Diagram Kegiatan Pelatihan………………………………… 90
Gambar 4.53 Diagram Pembayaran Biaya Retribusi……………………… 91
Gambar 4.54 Grafik Penilaian Responden Tingkat Urgensi Faktor Internal 95
Gambar 4.55 Grafik Penilaian Responden Tingkat Urgensi Faktor
Eksternal……………………………………………………
96
Gambar 4.56 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Kekuatan……………………………………………………
97
Gambar 4.57 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Kelemahan……………………………………………………
98
Gambar 4.58 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Peluang………………………………………………………
99
Gambar 4.59 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Ancaman……………………………………………………
100
Gambar 4.60 Peta Kekuatan Organisasi…………………………………… 102
Gambar 4.61 Aspek Pertimbangan………………………………………… 103
Gambar 4.62 Manajemen Pengelolaan Sampah…………………………… 117
Gambar 4.63 Diagram Karekteristik Penduduk Berdasarkan Usia………… 118
Gambar 4.64 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin………………………………………………………
119
Gambar 4.65 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Pendidikan 120
Gambar 4.66 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pekerjaan……………………………………………………
120
Gambar 4.67 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Tingkat
PekerjaanIbu Rumah Tangga………………………………
121
Gambar 4.68 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pendapatan……………………………………………………
122
Gambar 4.69 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Jumlah
Anggota Keluarga……………………………………………
122
Gambar 4.70 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Status
Kepemilikan Rumah…………………………………………
123
Gambar 4.71 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Luas Rumah 124
xiv
Gambar 4.72 Diagram Karekteristik RespondenDalam Membuang Sampah
Setiap Hari Berdasarkan Jenisnya……………………………
124
Gambar 4.73 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Arti Pengelolaan Sampah Prinsip 3R………………………
125
Gambar 4.74 Diagram Karekteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Manfaat Pengelolaan Sampah Prinsip 3R…………
126
Gambar 4.75 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Sampah Yang Terkumpul Sebaiknya………………………
127
Gambar 4.76 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Sampah Yang Dapat Dijadikan Sebagai Pupuk Kompos……
127
Gambar 4.77 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Manfaat Dari Pupuk Kompos………………………………
128
Gambar 4.78 Diagram Karekteristik Pengetahuan Responden Berdasarkan
Kategori Sampah Organik……………………………………
129
Gambar 4.79 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Jenis Sampah Yang Sulit Terurai……………………………
129
Gambar 4.80 Diagram Karekteristik Pengetahuan Penduduk Berdasarkan
Dampak Buruk Sampah Apabila Tidak Dikelola…………
130
Gambar 4.81 Diagram Karekteristik Pengalaman Masyarakat Dalam
Melakukan Kegiatan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman
131
Gambar 4.82 Diagram Karekteristik Pengalaman Masyarakat Dalam
Melakukan Kegiatan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman
131
Gambar 4.83 Diagram Karekteristik Pengalaman Masyarakat Dalam
Melakukan Kegiatan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman
132
Gambar 4.84 Diagram Karekteristik Pengalaman Masyarakat Dalam
Melakukan Kegiatan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman
132
Gambar 4.85 Diagram Oprasional Yang Ideal Angkutan Sampah Dalam 1
Bulan…………………………………………………………
133
Gambar 4.86 Diagram KarakteristikPengetahuan Penduduk Berdasarkan
Kemampuan Bayar Retribusi Setiap Bulan………………
134
Gambar 4.87 Diagram Peran Pemerintah Dan Masyarakat Dalam
Pengelolaan Sampah Melalui Pelatihan………………………
135
xv
Gambar 4.88 Diagram Kegiatan Pelatihan Secara Rutin………………… 135
Gambar 4.89 Diagram Peran Tokoh Masyarakat Dalam Memberikan
Contoh Pengelolaan…………………………………………
136
Gambar 4.90 Diagram Peran Tokoh Masyarakat Untuk BerdiskusiMengenai
Masalah Persampahan………………………………………
137
Gambar 4.91 Diagram Peran Tokoh Masyarakat Dalam Memberi
Peringatan Teguran Kepada Warga Apabila Ada yang
Sembarangan Membuang Sampah…………………………
138
Gambar 4.92 Diagram Kesadaran Antar Warga Untuk Saling
Mengingatkan Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
138
Gambar 4.93 Diagram Ketersediaan Tong Sampah Organik Dan Non
Organik………………………………………………………
139
Gambar 4.94 Diagram Jumlah Ketersediaan Tong Sampah……………… 140
Gambar 4.95 Diagram Fasilitas Mengolah Sampah Rumah Tangga
Menjadi Kompos……………………………………………
140
Gambar 4.96 Diagram Ketersediaan Jasa Pengangkutan Sampah Rumah
Tangga………………………………………………………
141
Gambar 4.97 Diagram Ketersediaan Tempat Pembuangan Sampah
Terpadu………………………………………………………
142
Gambar 4.98 Diagram Lembaga Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 143
Gambar 4.99 Diagram Pertanyaan Dampak Buruk Sampah Rumah Tangga
Bagi Lingkungan……………………………………
144
Gambar 4.100 Diagram Pertanyaan Manfaat Pengelolaan Menjadi Sampah
Kompos Bagi Masyarakat……………………………………
144
Gambar 4.101 Diagram Pertanyaan Dukungan Masyarakat Adanya Bank
Sampah………………………………………………………
145
Gambar 4.102 Diagram Pertanyaan Pengelolaan Sampah Dapat Membuka
Lapangan Pekerjaan Bagi Masyarakat……………………
145
Gambar 4.103 Diagram Pemindahan Sampah Ke Tempat TPS…………… 146
Gambar 4.104 Diagram Pertanyaan Pengolahan Sampah Sudah Dilakukan
Oleh Masyarakat……………………………………………
147
xvi
Gambar 4.105 Diagram Pertanyaan Pengolahan Dengan 3R Dapat
Mengatasi Masalah…………………………………………
147
Gambar 4.106 Diagram Pertanyaan Pembayaran Biaya Retribusi Perlu
Dilakukan……………………………………………………
148
Gambar 4.107 Diagram Memilih Sampah Organik dan Non Organik……… 149
Gambar 4.108 Diagram Membawa Wadah Sendiri Ketika Berbelanja…… 150
Gambar 4.109 Diagram Membawa Sampah Ketempat Pembuangan
Sementara……………………………………………………
150
Gambar 4.110 Diagram Membuang Sampah Di Bank Sampah…………… 151
Gambar 4.111 Diagram Memanfaatkan Sampah Botol dan Kaleng Yang
Masih Digunakan……………………………………………
151
Gambar 4.112 Diagram Membuat Kerajinan Dari Barang Bekas………… 152
Gambar 4.113 Diagram Mendaur Ulang Sampah Menjadi Kompos……… 152
Gambar 4.114 Diagram Mengikuti Kegiatan Kebersihan Seperti Kerja Bakti 153
Gambar 4.115 Kritik dan Saran Kepada Pengurus RT dan RW…………… 154
Gambar 4.116 Kegiatan Diskusi…………………………………………… 155
Gambar 4.117 Kegiatan Penyuluhan Atau Sosialisasi……………………… 155
Gambar 4.118 Kegiatan Pelatihan…………………………………………… 156
Gambar 4.119 Pembayaran Biaya Retribusi……………………………… 156
Gambar 4.120 Grafik Penilaian Responden Tangkat Urgensi Faktor Internal 161
Gambar 4.121 Grafik Penilaian Responden Tingkat Urgensi Faktor
Eksternal……………………………………………………
162
Gambar 4.122 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Kekuatan……………………………………………………
163
Gambar 4.123 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Kelemahan……………………………………………………
164
Gambar 4.124 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Peluang………………………………………………………
165
Gambar 4.125 Grafik Prioritas Faktor Kunci Keberhasilan Berdasarkan
Ancaman……………………………………………………
166
Gambar 4.126 Peta Kekuatan Organisasi…………………………………… 168
xvii
Gambar 4.127 Aspek Pertimbangan………………………………………… 169
Gambar 4.128 Manajemen Pengelolaan Sampah…………………………… 183
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meluasnya permukiman kumuh di perkotaan identik dengan masyarakat
yang tidak disiplin lingkungan dan minimnya fasilitas pengelolaan sampah
menjadi suatu fenomena yang harus segera ditangani. Masalah persampahan pada
permukiman padat penduduk ini merupakan permasalahan yang krusial akibat
dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan
kuantitas sampah yang harus dikelola. Sampah sebagai limbah padat dianggap
tidak berguna dan 90 persen dari total produksi sampah di Indonesia belum
mengalami proses daur ulang akibat budaya membuang sampah sembarangan
(NGI, 2011). Buruknya pengelolaan sampah ini menyebabkan terjadinya dampak
negatif yaitu pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan
lingkungan, tetapi jika sampah dikelola dengan baik, maka dampak negatif
sampah dapat diminimalisir bahkan bernilai ekonomi tinggi.
Prapanca (2006) menunjukkan manajemen persampahan di kota-kota besar
seperti Kota Palembang belum mampu menawarkan solusi yang tepat dalam
mengatasi masalah sampah. TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) yang
seharusnya digunakan sebagai tempat pembuangan sementara sering beralih
fungsi sehingga menyebabkan TPS tidak berfungsi secara optimal. Kondisi dan
jumlah armada yang tidak memadai, serta pola pengangkutan yang tidak terjadwal
dengan baik mengakibatkan penumpukan sampah di TPS, bahkan pembuangan
2
sampah di sembarang tempat menyebabkan munculnya TPS-TPS liar.
Penumpukan sampah pada tempat pembuangan akhir (TPA), karena belum
adanya proses pengolahan sampah misalnya menjadi kompos, serta kurangnya
tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah
menjadi kendala dalam mengatasi persoalan sampah.
Merujuk pada Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang tediri dari 17
pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs)
menjadikan pembangunan kota yang berkelanjutan sebagai salah satu target
pencapaian. Indikator dari target ini adalah penataan kawasan permukiman kumuh
dengan meningkatkan kualitas lingkungan di permukiman kumuh, yaitu salah
satunya melalui pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Berdasarkan prinsip
tersebut, maka sampah tidak boleh terakumulasi di alam karena dapat
mengganggu siklus materi dan nutrien dan pembuangannya harus dibatasi agar
tidak melewati daya dukung lingkungan dalam menyerap pencemaran.
Prinsip dari pembangunan berkelanjutan, keterbatasan lahan pembuangan
akibat volume sampah melebihi kapasitas daya tampung TPA mengharuskan
pengelolaan sampah dimulai dari sumber sampah yaitu mengurangi sampah yang
dibuang ke lokasi TPA. Adapun pemerintah telah merumuskan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) bahwa pengelolaan
sampah terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan
sampah yang dimaksud meliputi kegiatan pembatasan timbunan sampah, daur
ulang sampah, dan pemanfaatan sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah
yang dimaksud meliputi pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan
3
sampah sesuai dengan jenisnya serta pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara kemudian ke tempat pemrosesan akhir.
Permasalahan sampah di Kota Palembang sebagaimana kota besar lain di
Indonesia terkait dengan ketersediaan TPA dan perilaku masyarakat khususnya di
kawasan permukiman kumuh. Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa jumlah
penduduk Kota Palembang pada tahun 2010 sebanyak 1.468.007 jiwa dan
meningkat menjadi 1.580.517 jiwa pada tahun 2015 dengan rata-rata pertumbuhan
penduduknya sebesar 1,91 % pertahun (BPS Kota Palembang, 2015). Jumlah
sampah yang dihasilkan Kota Palembang mencapai 600 hingga 700 ton sampah
per harinya. Namun, khusus hari sabtu dan minggu, bisa mencapai 800-900 ton
sampah ke TPA (Sumatera Deadline, 2016).
Penanganan permukiman kumuh, kegiatan inventarisasi menghasilkan
tipologi dan skala prioritas permukiman kumuh yang ada di lingkup kota.
Berdasarkan SK Walikota No. 488 Tahun 2014, cakupan wilayah permukiman
kumuh Kota Palembang terdiri dari 16 (enam) kecamatan. Dan termasuk
didalamnya adalah Kecamatan Kertapati di Kelurahan Kemang Agung yang
diidentifikasi termasuk ke dalam kawasan kumuh tingkat sedang dengan luas
wilayah kumuh seluas 13,77 ha dari total luas wilayah 160 ha dan Kelurahan 11
Ulu dengan kriteria kumuh sedang dengan luas wilayah kumuh 9.89 ha dari total
luas wilayah 15.9 ha .
Hasil tinjauan lapangan, penyediaan sarana dan prasarana persampahan di
Kelurahan Kemang Agung dan Kelurahan 11 Ulu masih terbatas, sehingga
menyebabkan banyak sampah tidak dapat terangkut. Masyarakat cenderung
mencemari permukiman dengan membuang sampah sembarangan, yang terlihat
4
dari tumpukan sampah di setiap sudut permukiman dan di badan-badan sungai
sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang
memberikan dampak negatif, baik dari segi estetika, kesehatan dan menurunkan
kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan sampah terpadu yang sifatnya meminimalkan jumlah sampah
yang dihasilkan sangat dibutuhkan yaitu dengan upaya melibatkan partisipasi
masyarakat antara lain melalui program 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (
menggunakan kembali), recycle (daur ulang), replace (mengantikan).
Komponen-komponen perencanaan pengelolaan sampah kota terpadu ini
terdiri dari peraturan, kelembagaan dan organisasi, pembiayaan, peran serta
masyarakat, teknik operasional dan penelitian pengembangan. Aspek
kelembagaan dan partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam
pengelolaan persampahan. Adapun dalam mengkaji aspek kelembagaan, tidak
hanya organisasi yang menjadi perhatian, tetapi juga peraturan, norma dan etika.
Bila pengembangan aspek ini dilakukan dengan tepat dan sinergis dengan aspek
operasional pengelolaan sampah, maka diharapkan dapat mengatasi persoalan
sampah perkotaan (Djogo et al, 2003).
Masalah pengelolaan persampahan di Kota Palembang terutama di
Kelurahan Kemang dan Kelurahan 11 Ulu salah satunya adalah sistem
kelembagaan yang ada saat ini dirasakan belum optimal, sehingga banyaknya
timbunan sampah rumah tangga yang ada di lingkungan permukiman di buang
kesembarang tempat, apabila kondisi tersebut dibiarkan maka mengakibatkan
penurunan kualitas lingkungan terutama terhadap kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu perlu adanya kajian mengenai strategi pengembangan pengelolaan
5
persampahan di Kelurahan Kemang dan Kelurahan 11 Ulu agar dapat
mengintegrasikan melalui partisipasi masyarakat ke dalam aspek kelembagaan
dalam pengelolaan persampahan rumah tangga.
1.2 Rumusan Masalah
Pengelolaan persampahan dan lembaga yang menangani pengelolaan
persampahan secara umum belum optimal, jika ditinjau dari komponen organisasi,
peraturan, pembiayaan dan sumber daya manusia. Ketidak optimalan tersebut
perlu untuk dikaji dan dianalisis. Hasil pengkajian dan analisis ini merupakan
masukan untuk pengembangan kelembagaan (Patan Conservation and
Development Program, 1996). Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Perlu menentukan rancangan pengembangan tatanan kelembagaan yang
compatible dengan masyarakat setempat dalam pengelolaan sampah.
2. Perlu mengembangkan mekanisme tatanan kelembagaan pasar dan non
pasar terkait pengelolaan sampah di Kelurahan Kemang Agung dan
Kelurahan 11 Ulu.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan rancangan pengembangan tatanan kelembagaan yang
kompatibel dengan masyarakat setempat dalam pengelolaan sampah.
2. Mengembangkan mekanisme tatanan kelembagaan pasar dan non pasar
dalam pengelolaan sampah di lokasi penelitian, baik melalui kelembagaan
pasar maupun non pasar.
6
1.4 Kerangka Pemikiran
Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi diiringi dengan meningkatnya
kebutuhan hidup dan kegiatan masyarakat dalam menghasilkan sampah
memberikan dampak negatif yang dapat mengurangi kualitas lingkungan yang
diakibatkan dari penumpukan sampah, dengan semakin meningkatnya sampah
maka kebutuhan akan sarana dan prasarana persampahan juga meningkat untuk
memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana dasar lingkungan. Pemenuhan sarana
prasarana tersebut tentu dibutuhkan dana yang cukup besar hal ini yang
mengakibatkan Pemerintah tidak bisa mencukupi kebutuhan akan sarana dan
prasarana dengan Optimal.
Kelembagaan pengelolaan persampahan sangat dibutuhkan dikarenakan
belum optimalnya kelembangaan pengelolaan sampah di tingkat bawah atau
rumah tangga. Sistem kelembagaan pengelolaan sampah inilah yang harus dibuat
baik dari segi teknik Operasional, organisasi Kelembagaan, Pembiayaan,
peraturan dan peran serta dari masyarakat. Untuk itulah perlu adanya strategi
dalam sistem kelembagaan pengelolaan sampah.
7
Sumber: Hasil Analisis, 2018
Gambar 1.1 Kerangka Pikiran Penelitian
Pengumpulan data : Kuesioner, wawancara, studi literatur
Data Primer: • Jumlah dan komposisi
Timbulan Sampah • Persepsi terhadap
pengelolaan sampah
Data Sekunder: • Data Monografi dan
Demografi Daerah Studi
Usulan Desain pengembangan tatanan kelembagaan pengelolaan sampah dengan partisipasi masyarakat
Strategi Pengembangan Pengelolaan Persampahan Permukiman Kumuh
(Kajian Kebijakan Strategis Nasional Percepatan Pengelolaan Sampah, Dokumen Slum Improvment Action Plan Kota
Palembang. Dokumen Neighborhood Upgrading Shalter Project Kelurahan Kemang Agung & Kelurahan 11 Ulu)
Evaluasi
Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah
Pengembangan mekanisme tatanan kelembagaan pengelolaan sampah pasar dan non pasar
Kajian Penelitian: 1. Teknik Operasional 2. Organisasi 3. Pembiayaan 4. Peraturan 5. Peran Serta Masyarakat
Analisis SWOT
Perlu adanya Tatanan Kelembagaan Pengelolaan Sampah agar lebih Optimal
Jumlah Penduduk yang bertambah Mengakibatkan jumlah sampah meningkat
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kemang Agung Kecamatan
Kertapati dan Kelurahan 11 Ulu Kecamatan Seberang Ulu II Kota Palembang
Provinsi Sumatera Selatan.
Sumber: hasil olahan peneliti
Gambar 2.1. Peta Administratif Kelurahan Kemang Agung
dan Kelurahan 11 Ulu
Luas wilayah administratif Kelurahan Kemang Agung sebesar 160,1 hektar,
yang terbagi dalam 9 RW dan 51 RT. Sedangkan Kelurahan 11 Ulu sebesar 15
ha yang terbagi atas 4 RW dan 21 RT. Berdasarkan SK Walikota Palembang No.
488 Tahun 2014, terdapat 59 kelurahan yang telah ditetapkan sebagai lokasi
9
kawasan permukiman kumuh di Kota Palembang. Kelurahan Kemang Agung dan
Kelurahan 11 Ulu merupakan Kawasan Kumuh yang berada di Kota Palembang.
Berdasarkan data 7 indikator kumuh pada dokumen Slum Improvement Action
Plan (SIAP) Kota Palembang Tahun 2016, Indakator persampahan merupakan
indikator terbesar kedua setelah proteksi kebakaran.
Lokasi kawasan/lingkungan permukiman kumuh yang terdapat di Kelurahan
Kemang Agung tersebar pada sejumlah 6 RW dan 27 RT dengan total luas
kawasan/lingkungan kumuh sebesar 41,22 Ha, sedangkan Kelurahan 11 Ulu
tersebar pada 4 RW dan 17 RT dengan total luasan Kawasan Kumuh Sebesar 9,89
Ha.
Sarana prasarana belum terpenuhi secara baik merupakan salah satu
penyebabnya misalnya: sistem drainase yang belum ada atau belum terkoneksi
sehingga menyebabkan genangan wilayah kumuh, sarana jalan masih ada yang
berupa tanah ataupun belum adanya akses jalan yang baik, persampahan yang
belum dikelola dengan baik sehingga sampah banyak terlihat di sembarang
tempat, dan tidak tersedianya sistem sanitasi di Kelurahan Kemang Agung dan
Kelurahan 11 Ulu.
Hal ini mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh. Data tentang sebaran
lokasi kawasan/lingkungan permukiman kumuh tersebut seperti dirinci pada Tabel
berikut.
10
Tabel 2.1. Data Sebaran Jumlah Penduduk Permukiman Kumuh Kelurahan Kemang Agung Tahun 2016
No Lokasi Kumuh Luas
Kumuh (Ha)
Jumlah Penduduk
Jumlah Warga Miskin
RW (RT) KK Jiwa RTM Jiwa 1 01 01 0,2 120 491 48 206 2 01 02 0,35 65 258 26 112 3 01 03 0,44 75 301 30 129 4 01 04 0,6 133 533 54 232 5 01 05 1,41 122 491 49 211 6 01 06 1,16 128 512 51 219 7 01 47 2,01 152 607 61 262 8 01 49 2,43 134 634 54 232 9 02 07 1,68 96 380 39 168 10 02 08 2,71 108 431 43 185 11 02 09 2,44 147 587 59 254 12 02 10 5,54 144 570 58 249 13 02 11 0,62 128 511 51 219 14 .03 12 0,52 142 569 57 285 15 .03 14 1,62 113 449 45 194 16 .03 15 2,9 145 577 55 237 17 .03 16 2,5 148 590 60 258 18 04 17 0,9 106 423 43 185 19 04 18 1,29 101 398 41 176 20 04 19 1,41 92 367 37 159 21 04 51 0,95 150 599 59 254 22 05 22 3,37 76 301 30 129 23 05 23 0,83 129 513 52 224 24 05 24 1,54 135 502 63 271 25 05 28 0,86 127 508 50 215 26 09 43 0,61 128 509 52 224 27 09 44 0,33 156 624 63 271
Jumlah 41,22 3,300 13235 1330 5760 Sumber: Dokumen NUAP, 2017
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepadatan
penduduk di Kelurahan Kemang Agung rata-rata pada seluruh kawasan
permukiman kumuh adalah sebesar 321 jiwa/hektar dengan tingkat kepadatan
bangunan rata-rata sebesar 77 unit/hektar.
11
Tabel 2.2. Data Sebaran Jumlah Penduduk Permukiman Kumuh
Kelurahan 11 Ulu Tahun 2016
No Kawasan Kumuh Luas
Kumuh (Ha)
Jumlah Penduduk Jumlah Warga Miskin
RW RT KK Jiwa RTM Jiwa 1 1 1 0.5 100 420 76 304 2 2 5 0.5 75 312 46 184 3 2 6 0.36 40 101 25 50 4 2 7 0.98 65 276 35 140 5 2 8 0.51 36 185 26 130 6 2 9 0.55 64 229 48 192 7 2 10 0.48 90 340 75 300 8 3 11 1 115 333 40 120 9 3 12 0.4 116 446 83 332 10 3 13 0.86 105 420 82 328 11 3 18 0.48 130 425 100 300 12 3 21 0.27 97 366 65 260 13 4 14 0.3 110 435 91 364 14 4 15 0.64 98 392 72 288 15 4 16 0.58 145 525 105 420 16 4 17 0.91 135 502 116 464 17 4 20 0.57 125 486 100 400
Jumlah 9.89 1646 6193 1185 4576 Sumber: Dokumen NUAP, 2017
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepadatan
penduduk di Kelurahan 11 Ulu rata-rata pada seluruh kawasan permukiman
kumuh adalah sebesar 626 jiwa/hektar dengan tingkat kepadatan bangunan rata-
rata sebesar 111 unit/hektar. Begitu juga dengan Kelurahan 11 Ulu kelembagaan
Pengelolaan sampah belum terbentuk.
12
2.2. Kondisi Eksisting Sebaran Sarana Persampahan
Berdasarkan hasil tinjauan lapangan bahwa pengelolaan Sampah di
Kelurahan Kemang Agung dan 11 Ulu belum optimal di karenakan belum adanya
sarana dan parasaran persampahan dan Kelembagaan Pengelolaan sampah yang
berbasis pada rumah tangga.
2.3. Persoalan Sampah Sebagai Public Bad
Tantangan yang dihadapi di kota-kota besar salah satunya adalah
permasalahan sampah. Sampah merupakan penyumbang permasalahan yang
cukup besar diperkotaan terutama di kawasan permukiman kumuh. Hal tersebut
disebabkan beberapa hal diantaranya intensitas pertambahan penduduk dan arus
urbanisasi setiap tahun meningkat dan telah menyebabkan timbulan sampah pada
perkotaan semakin tinggi, pada akhirnya sampah tidak dapat dianggap menjadi
masalah yang ringan.
Permasalahan sampah di perkotaan terutama di kawasan permukiman Kota
Palembang akan mengganggu terhadap lingkungan tempat tinggal manusia.
Sistem pengelolaan TPA (tempat pembuangan akhir) yang dirasakan saat ini yang
kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan belum diterapkannya pendekatan
program 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse ( menggunakan kembali), recycle
(daur ulang), replace (mengantikan). Kondisi tersebut diatas bukan saja sistem
pengelolaan yang kurang baik, namun hal yang paling penting adalah prilaku
masyarakat terhadap kepedulian kebersihan di lingkungan permukiman sangat
rendah, dimana masih banyak masyarakat membuang sampah sembarangan,
terutama membuang sampah langsung ke sungai, drainase, parit-parit maupun ke
halaman belakang rumah. Rendahnya tingkat prilaku masyarakat terhadap
13
permasalahan sampah di lingkungan permukiman disebabkan beberapa faktor
rendahnya pengetahuan terhadap pengelolaan lingkungan, rendahnya kesadaran
untuk mengurangi sampah terutama memisahkan jenis sempah baik organik
maupun anorganik. Disamping itu komitmen masyarakat dalam memelihara
lingkungan terutama masalah sampah belum sepenuhnya dilaksanakan secara baik
dan konsisten seperti halnya kawasan permukiman kumuh di Kota Palembang
sekitar 70 % (tujuhpuluh persen) permasalahan yang dihadapi di kawasan
permukiman ini adalah persampahan (Siap 2017 Kota Palembang).
2.4. Kegagalan Institusi Pasar dalam Pengelolaan Public Bad
Sumber ketidakefisienan dan atau eksternalitas tidak saja diakibatkan oleh
kegagalan pasar tetapi juga karena kegagalan pemerintah (government failure).
Kegagalan pemerintah banyak diakibatkan tarikan kepentingan pemerintah sendiri
atau kelompok tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi.
Kelompok tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent
seeking) melalui proses politik, melalui kebijaksanaan dan sebagainya. Aksi
pencarian keuntungan (rent seeking) bisa dalam berbagai bentuk (Prasetyantoko,
2009) :
a) Kelompok yang punya kepentingan tertentu (interest groups) melakukan
loby dan usaha-usaha lain yang memungkinkan diberlakukannya aturan
yang melindungi serta menguntungkan mereka.
b) Praktek mencari keuntungan bisa juga berasal dari pemerintah sendiri secara
sah misalnya memberlakukan proteksi berlebihan untuk barang-barang
tertentu seperti mengenakan pajak impor yang tinggi dengan alasan
meningkatkan efisiensi perusahaan dalam negeri.
14
Praktek mencari keuntungan ini bisa juga dilakukan oleh aparat atau oknum
tertentu yang mempunyai otoritas tertentu, sehingga pihak-pihak yang
berkepentingan bisa memberikan uang jasa atau uang pelicin untuk keperluan
tertentu, untuk menghindari resiko yang lebih besar kalau ketentuan atau aturan
diberlakukan dengan sebenarnya. Praktek mencari keuntungan ini membuat
alokasi sumber daya menjadi tidak efisien dan pelaksanaan aturan-aturan yang
mendorong efisiensi tidak berjalan dengan semestinya.
2.5. Institusi Non Pasar Sebagai Jasa Penengah Kelembagaan Pasar
Terkait dengan peran kelembagaan pengelolaan persampahan, masih
ditemui beberapa permasalahan seperti belum adanya peran LSM dan pihak
swasta dalam pengelolaan persampahan. Dengan adanya permasalahan tersebut,
maka diperlukan upaya-upaya yang lebih komprehensif untuk mencari sistem
pengelolaan sampah, baik dari segi kelembagaan maupun operasionalnya. Tidak
hanya berfokus pada sistem end of pipe, tetapi harus berupaya untuk mengatasi
permasalahan sampah sejak awal, seperti clean production ataupun pemanfaatan
sampah menjadi barang yang berdaya guna, serta adanya peran kelembagaan
dalam mendukung pengelolaan sampah.
2.5.1. Pemerintah Sebagai Institusi Publik dalam Pengelolaan Public Bad
Harus disadari bahwa sampai dengan saat ini, pengelolaan persampahan
yang dilakukan oleh pemerintah masih menggunakan pendekatan end of pipe
solution. Pendekatan ini menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah
tersebut telah dihasilkan, yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan
pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
15
Pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya
ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah yang
memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan
dapat dimanfaatkan. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut
dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan
sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran
ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
2.5.2. Institusi Lokal Sebagai Public Bad
Berdasarkan Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah, Pemerintah Kota Palembang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengelola masalah sampah yang ada di daerahnya. Di sinilah dibutuhkan peranan
dari civil society dan swasta untuk membantu pemerintah dalam merencanakan
dan menyelenggarakan keputusan yang telah dibuat. Civil society merupakan
ruang tempat kelompok-kelompok sosial dapat eksis dan bergerak.
Secara umum yang dimaksud dengan kelompok sosial meliputi organisasi
non pemerintah/lembaga swadaya masyarakat (LSM), institusi masyarakat di akar
rumput, media, institusi pendidikan, asosiasi profesi, organisasi keagamaan, dan
lain-lain yang secara keseluruhan dapat menjadi kekuatan penyeimbang dari
pemerintah maupun sektor swasta (Sumarto, 2009).
16
2.5.3. Kinerja Social Capital
Modal sosial (social capital) sebagai suatu perilaku yang mendorong
terciptanya produktivitas dan kreativitas baru tentunya tidak hanya dimaknai
sebagai sumberdaya dalam sudut pandang ekonomi semata (ansich), namun
setidaknya ada 3 pengertian yang bisa dipahami sebagaimana dijelaskan oleh
Usman (2012) yakni; pertama, modal sosial sebagai sumberdaya baik yang aktual
dan potensial, pengertian ini menunjukkan adanya dimensi konkret (fisik) dalam
bentuk barang yang bisa dipergunakan maupun disimpan. Kedua, modal sosial
sebagai sumberdaya yang melekat pada jaringan hubungan, pengertian
menjelaskan bahwa kaidah-kaidah yang melekat dalam modal sosial baru bisa
dilihat ketika terjadi relasi antar aktor yang terlibat dan ketiga, modal sosial
sebagai sumberdaya yang melekat dalam individu maupun kelompok (social unit).
Menurut Grotaert et.al (2004) dalam Masik (2005), melihat bahwa
pendefinisian modal sosial pada skala kelompok lebih umum dipakai, karena
implikasi kebijakan yang banyak dilihat dari berbagai bidang, merupakan outcome
pada skala kelompok, regional, bahkan pada skala nasional. Modal sosial
mengandung aspek-aspek struktur sosial yang dapat memfasilitasi tindakan dari
stakeholder baik dalam bentuk perseorangan atau kelompok dalam sebuah
struktur (Fisabilillah, 2014).
2.5.4. Perancangan Pengembangan Institusi Lokal Berbasis Social Capital
Perencanaan pembangunan yang mengakui adanya keragaman nilai dan
kepentingan di masyarakat, dan pendekatan yang dipergunakan adalah dalam
upaya mempertemukan berbagai kepentingan tersebut, serta membangun adanya
17
kesepakatan bersama (konsensus), akan meningkatkan modal sosial di
masyarakat. Menurut Grootaert (1998) dalam Masik (2005) Modal sosial
memiliki dampak yang signifikan terhadap outcome pembangunan seperti
pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan pemberantasan kemiskinan. Modal sosial
dapat menjembatani dialog antar berbagai permasalahan masyarakat, serta dialog
antara praktisi dan teorisi, modal sosial dapat dipandang sebagai suatu cara untuk
mendapatkan lebih banyak dan pandangan yang lebih baik untuk menjawab
permasalahan yang jawabannya memerlukan banyak perspektif.
Kemampuan untuk melihat permasalahan dari berbagai perspektif ini,
tentunya harus dimiliki oleh perencana, karena masalah perencanaan di arena
publik bersifat komplek (Masik, 2005). Modal sosial berguna untuk mengurangi
biaya transaksi dalam mekanisme formal untuk melakukan kerjasama, seperti
biaya perjanjian atau kesepakatan, hierarki, aturan-aturan birokrasi dan lain
sebagainya Fukuyama (2001) dalam Fisabilillah (2014). Modal sosial menjadikan
hubungan kerjasama antara sektor/instansi terkait menjadi lebih efisien. Adanya
hubungan yang baik antar sektor/instansi terkait yang saling bekerjasama dapat
mempermuda proses pelaksanaan suatu kegiatan tertentu.
2.6. Persampahan
2.6.1. Definisi Sampah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
18
Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia
dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007). Banyak sampah organik
masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (re-using), walaupun
akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan
kembali (Dainur, 1995).
2.6.2. Jenis-jenis Sampah
Menurut Hidayat (2006) Jenis-jenis Sampah Berdasarkan bahan asalnya,
sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Sampah Organik berasaldari makhluk hidup, baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah
organik basah dan sampah organik kering.
b. Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini berasal
dari bahan yang bisa diperbarui dan bahan yang berbahaya serta beracun.
Jenis yang termasuk ke dalam katagori bisa didaur ulang (recycle) ini
misalnya bahan yang terbuat dari plastik logam
2.6.3. Komposisi, Karakteristik dan Timbulan Sampah
Definisi timbulan sampah menurut SNI 19- 2454-2002 tentang Tata Cara
Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah banyaknya sampah
yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita
perhari, atau per luas bangunan, atau per panjang jalan. Komposisi sampah
menyatakan komponenkomponen yang terdapat pada sampah, biasanya
dinyatakan dengan % (persen) berat.
19
Data komposisi sampah diperlukan dalam penentuan peralatan yang
diperlukan, sistem,dan manajemen program dan perencanaan (Tchobanoglous,
et,al, 1993). Salah satu karakteristik fisika sampah adalah berat jenis. Berat jenis
merupakan berat material per unit volume m3 (Tchobanoglous at al, 1993).
Karakteristik kimia sampah salah satunya adalah analisa perkiraan (proximate
analysis) terhadap komponen sampah mudah terbakar, yang meliputi
(Tchobanoglous, at al, 1993):
a. Kelembapan (kadar air berkurang pada 1050C selama 1 jam);
b. Volatile combustible matter (berat sampah yang berkurang pada pemanasan
9500C);
c. Fixed carbon (sisa material setelah volatil hilang);
d. Ash (sisa pembakaran).
Karakteristik kimia lainnya yaitu rasio C/N. Rasio karbon dan nitrogen
sangat penting dalam memasok unsur hara yang dibutuhkan mikroorganisme
selama proses pengomposan berlangsung (Tarigan, 2012).
2.6.4. Definisi Permukiman Kumuh
Menurut UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan
permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni
antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan atau
tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat
terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan
rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan
keberlangsungan kehidupan dan penghuninya. Munculnya permukiman kumuh di
20
beberapa wilayah kota merupakan hal yang tidak dapat dihindari, yaitu tidak
direcanakan oleh pemerintah tetapi tumbuh sebagai proses alamiah.
Berdasarkan hasil studi Titisari dan Kurniawan (1999), untuk menentukan
kekumuhan suatu kawasan, dapat ditinjau dari 4 (empat) aspek, yaitu:
a. Kondisi bangunan atau rumah,
b. Ketersediaan prasarana dasar dan lingkungan,
c. Kerentanan status penduduk, dan
d. Berdasarkan aspek pendukung, seperti tidak tersedianya lapangan kerja
yang memadai, kurangnya tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan
social dan dapat dikatakan hampir tidak ada fasilitas yang dibangun secara
bersama swadaya maupun non swadaya oleh masyarakat.
Berdasarkan kriteria tersebut maka studi tersebut menentukan tiga skala
permukiman kumuh, yaitu tidak kumuh, kumuh dan sangat kumuh.
Berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Rudiyantono (2000), hanya
menentukan dua standar permukiman kumuh, yaitu:
a. Ditinjau dari keadaan kondisi rumahnya, yang antara lain dilihat dari stuktur
rumahnya, pemisahan fungsi ruang, kepadatan hunian/rumah dan bangunan
dan tatanan bangunan.
b. Ditinjau dari ketersediaan prasarana dasar lingkungan, seperti pada jalan, air
bersih, sanitasi, persampahan, ketersediaan fasilitas tempat ibadah,
pendidikan, kesehatan, dan sarana ekonomi, ada tidaknya ruang terbuka di
luar perumahan. Studi ini tidak mempertimbangkan kriteria non fisik seperti
kerentanan status penduduk untuk melihat tingkat kekumuhan permukiman.
21
2.6.5. Karakteristik Permukiman Kumuh
Karakteristik permukiman kumuh (Silas, 1996) adalah sebagai berikut:
a. Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata
6 m²/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani
karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman
yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
b. Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat
mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas
keterjangkauan) baik membeli atau menyewa.
c. Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga
murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi.
2.6.6. Persampahan di Permukiman Kumuh
Banyak pihak yang akan terkena dampak dari pemukiman kumuh yang
tidak berpihak pada kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena kurangnya
sarana dan prasarana yang mendukung sehingga masyarakat menggunakan
alternatif-alternatif lain yang di kemudian hari akan semakin merusak lingkungan,
seperti pembuangan sampah ke sungai (Rofiana, 2015).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan
Kumuh dan Permukiman Kumuh, definisi elemen perumahan dan permukiman
adalah sebagai berikut:
a. Prasarana perumahan dan permukiman adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan
bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman,
22
b. Sarana perumahan dan permukiman adalah fasilitas dalam lingkungan hunian
yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan
kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi; dan
c. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan
hunian.
2.7. Hak dan Kewajiban Masyarakat dalam Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman
Berdasarkan Pasal 129 Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa setiap orang
dapat memperoleh hak :
1. Menempati, menikmati, dan /atau memiliki/memperoleh rumah yang layak
dan lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
2. Melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
3. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman
4. Memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman
5. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara
langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman
6. Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan masyarakat.
23
Sedangkan Pasal 130 Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, bahwa setiap orang
berkewajiban:
1. Menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan di perumahan
dan kawasan permukiman.
2. Turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman yang merugikan dan membahayakan kepentingan orang lain
dan/atau kepentingan umum.
3. Menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana lingkungan, dan
utilitas umum yang berada di perumahan dan kawasan permukiman
4. Mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan dan kawasan permukiman.
2.8. Pengelolaan Persampahan Kota
Perencanaan sistem persampahan kota mengacu pada pola standar
spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (PU).
Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 19-
2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah Di Permukiman. Menurut
spesifikasi tersebut, sistem pengelolaan sampah merupakan proses pengelolaan
sampah yang terdiri dari 5 (lima) komponen yang saling mendukung. Komponen-
komponen tersebut antara satu dengan yang lainnya saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan, yang meliputi: aspek teknis operasional, aspek organisasi, aspek
peraturan, aspek pembiayaan dan aspek peran serta masyarakat. Secara substantif
pengelolaan persampahan diuraikan sebagai berikut:
24
2.8.1. Aspek Teknik Operasional
Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat terpadu dan integral
secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan, meliputi kegiatan
penampungan/pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan
pembuangan akhir/pengolahan. Gambaran umum alur operasional persampahan
secara terpada tersaji pada Gambar 3.
Sumber: SNI 19-2454-2002
Gambar 2.2. Teknis Operasional Pengelolaan Sampah
Pewadahan melalui teknik operasional tersebut diatas dilakukan oleh
sumber sampah, yaitu rumah tangga, toko, pedagang pasar dan sebagainya.
Bentuk wadah yang digunakan ditentukan sesuai selera dan kemampuan
pemiliknya, dapat berupa tong, plastik atau bak pasangan bata. Selanjutnya
dilakukan pengumpulan sampah, yaitu proses mengambil sampah dari sumber
untuk dikelola lebih lanjut. Pada umumnya proses ini dilakukan oleh organisasi
masyarakat yang dibiayai dari iuran yang dipungut dari masyarakat yang dilayani.
25
Pemindahan sampai dengan pembuangan sampah umumnya dilakukan oleh
pengelola persampahan. Sampah hasil pengumpulan akan dikumpulkan di lokasi
pemindahan (transfer depo) untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan
akhir (TPA). Lokasi pemindahan secara prinsip berupa area tempat menumpahkan
sampah dari alat pengumpul (gerobak).
Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan alat pemadat (kompaktor).
Metode pembuangan akhir yang dipakai di Indonesia adalah open dumping
(penimbunan terbuka). Mengingat akibat yang banyak timbul, yaitu bau dan
pencemaran air tanah oleh leachate, metode ini secara berangsur telah diganti
dengan sanitary atau controlled landfill (Schubeler 1996).
2.8.2. Aspek Organisasi
Institusi dalam sistem pengelolaan sampah memegang peranan yang
sangat penting meliputi: struktur organisasi, fungsi, tanggung jawab dan
wewenang serta koordinasi, baik vertikal maupun horizontal dari badan pengelola
(Widyatmoko dan S.Moerdjoko, 2002:29). Organisasi pengelolaan persampahan
di Indonesia di Indonesia cukup beragam, umumnya disesuaikan dengan jumlah
sampah yang harus ditangani. Pengelolaan sampah di Kota Palembang di kelola
oleh Dinas Kebersihan, sedangkan kota besar lainnya seperti Kabupaten Sleman
dikelola oleh Sub Dinas Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum.
Jumlah personil pengelola sampah persampahan harus memadai sesuai
dengan lingkup tugasnya. Untuk proses pengumpulan sampah, jumlah personil
minimal 1 orang per 1000 penduduk yang dilayani, begitupula dengan sistem
pengangkutan dan sistem pembuangan akhir. Bentuk kelembagaan yang
dianjurkan untuk beberapa kategori kota di Indonesia tersaji pada Tabel 2.3
26
Tabel 2.3. Bentuk Kelembagaan Pengelolaan Sampah
No. Kategori Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Bentuk Kelembagaan
1 Kota Metropolitan/
besar
>1.000.000
500.000-1.000.000
Perusahaan Daerah, Dinas
tersendiri
2 Kota Sedang 250.000-500.000 Dinas tersendiri
3 Kota Sedang II 100.000-250.000 Dinas/Suku Dinas,UPTD/PU,
Seksi/PU
4 Kota Kecil 20.000-100.000 UPTD/PU, Seksi PU
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Kebersihan.
2.8.3. Aspek Pembiayaan
Aspek pembiayaan berfungsi untuk membiayai operasional pengelolaan
sampah yang dimulai dari sumber sampah/penyapuan, pengumpulan, transfer dan
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Aspek pembiayaan terdiri dari
sumber dana dan biaya pengelolaan persampahan yang meliputi biaya operasi,
pemeliharaan dan administrasi.
Pemungutan retribusi dapat dilakukan secara langsung kepada masyarakat,
misalnya melalui RT/RW yang membuang sampah ke lokasi pemindahan atau
dapat pula secara tidak langsung melalui pembayaran dibarengi dengan pungutan
lain misalnya pembayaran rekening listrik. Biaya pengelolaan persampahan
diusahakan diperoleh dari masyarakat (80%) dan Pemerintah Daerah (20%) yang
digunakan untuk pelayanan umum. Sedangkan dana pengelolaan persampahan
suatu kota jumlahnya disyaratkan minimal sekitar 10% dari APBD. Bila
dibandingkan dengan besarnya kebutuhan biaya pengelolaan persampahan, maka
masih dibutuhkan subsidi yang harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah. Subsidi
27
pada tahun 2022 adalah sebesar 40% dari biaya pengelolaan (Departemen
Kimpraswil, 2003).
2.8.4. Aspek Peraturan
Peraturan daerah (Perda) merupakan dasar hukum dalam aspek peraturan
pengelolaan persampahan yang meliputi: 1) Perda yang dikaitkan dengan
ketentuan umum pengelolaan kebersihan, 2) Perda mengenai bentuk institusi
formal pengelolaan kebersihan, 3) Perda yang khusus menentukan struktur tarif
dan tarif dasar pengelolaan kebersihan (Hartoyo, 1998). Peraturan lainnya
umumnya tidak banyak berfungsi disebabkan kurangnya kekuatan hukum yang
menyertai pemberlakuan suatu peraturan.
2.8.5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam bidang persampahan adalah proses dimana
masyarakat sebagai konsumen sekaligus produsen pelayanan persampahan
mempengaruhi kualitas dan kelancaran prasarana yang tersedia untuk mereka.
Adapun peran serta masyarakat yang sudah berjalan hingga saat ini yaitu
melakukan pengumpulan sampah dan membayar retribusi sampah. Sejalan dengan
Gerak 3R masyarakat diminta kesediaannya untuk melakukan pemilahan sampah
antara sampah basah (organik) yang dapat dijadikan kompos dan sampah kering
(anorganik).yang dapat menjadi bahan baku industri daur ulang.
Kenyataan yang banyak ditemui adalah rendahnya kesadaran masyarakat
dalam pengelolaan sampah dan tidak adanya pernagkat hukum yang mampu
mengatur perilaku masyarakat, misalnya berupa sanksi bagi warga yang tidak
memilah sampah atau penghargaan bagi masyarakat yang mendaur ulang sampah.
28
2.9. Strategi Pengembangan
Strategi adalah rencana berskala besar yang berorintas jangkauan masa
depan yang jauh serta ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
organisasi berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya dalam kondisi
persaingan yang semuanya diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dengan
berbagai sasaran organisasi yang bersangkutan. Menurut Chandler dalam Anoraga
(2004), strategi adalah sasaran dan tujuan jangka panjang sebuah perusahaan , dan
arah tindakan serta alokasi sumber daya yang di perlukan untuk mencapai sasaran
dan tujuan itu. Strategi adalah kekuatan- kekuatan sumber daya, kapabilitas dan
kompetensi inti internal untuk mencapai tujuan perusahaan dalam lingkungan
persaingan. Strategi juga dapat di definisikan sebagai pola tanggapan atau respon
organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pada definisi ini, setiap
organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi tersebut tidak pernah di
rumuskan secara eksplisit.
Dalam strategi pengembangan, menurut Hafsah (2000), pengembangan
adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat
melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kualitas. Sedangakan menurut Mangkuprawira (2004 : 135)
menyatakan bahwa pengembangan merupakan upaya meningkatkan pengetahuan
yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan.
Selanjutnya Yoder dalam Moekijat (2001) menjelaskan bahwa pengembangan
adalah setiap usaha memperbaiki pelaksanaan pekerjaan yang sekarang maupun
yang akan datang, dengan memberikan informasi mempengaruhi sikap-sikap atau
menambah kecakapan.
29
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa strategi pengembangan memiliki
makna yang luas sesuai kondisi dan lingkup konsentrasi setiap masyarakat.
Strategi pengembangan dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi atau
perkumpulan kelompok yang memiliki visi dan misi untuk meningkatkan kualitas
atau memperbaiki pelaksanaan pekerjaan agar visi dan misi tersebut dapat
tercapai.
2.9.1. Kelembagaan Lingkungan
Kelembagaan lingkungan (environmental institution) adalah norma dan
nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan
komunikasi, serta pergerakan sosial, yang membentuk interaksi sosial dari
individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok secara langsung dan
tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumber daya alam
(Muller-Glodde, 1994). Pengembangan kelembagaan dalam bidang lingkungan
hanya dilihat sebagai proses supra-sektoral dan supra-media, yang dihasilkan
struktur kelembagaan yang memperbaiki sinergi dan komunikasi antara variabel
dalam sistem. Selain itu, pengembangan dalam bidang ini merupakan prosedur
metodologis untuk mengembangkan dan memperluas pengetahuan, keterampilan,
norma-norma, dan struktur.
2.9.2. Pengembangan Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan merupakan proses yang terus menerus seperti
siklus. Terdapat 5 (lima) tahapan dalam proses pengembangan kelembagaan, yaitu
(DFID, 2003):
a. Analisis dan diagnosis kerangka kerja kelembagaan.
30
Tahap ini menganalisis kerangka kerja kelembagaan untuk melihat tujuan apa
yang ingin dicapai dan mengapa termasuk peran para stakeholder dengan
mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan kelembagaan.
b. Analisis dan diagnosis organisasi dalam konteks kelembagaan
Melihat keterlibatan organisasi dalam kerangka kerja kelembagaan dan
mengidentifikasi masalah-masalah dalam organisasi.
c. Desain. Proses merancang intervensi yaitu menentukan alternatif-alternatif
intervensi dengan panduan untuk pemilihan alternatif.
d. Implementasi
e. Monitoring dan evaluasi
Proses ini untuk melihat bagaimana tujuan telah dicapai dengan menetapkan
proses untuk pemantauan.
2.9.3. Metode-metode Pengelolaan Persampahan
Menurut Reksosoebroto (1985) dalam Efrianof (2001), pengelolaan
sampah sangat penting untuk mencapai kualitas lingkungan yang bersih dan sehat,
dengan demikian sampah harus dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa
sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi.
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap
baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit
serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebar luasnya suatu
penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah
tidak mencemari udara, air, dan tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak
menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.
31
Menurut Cunningham (2004) tahap pengelolaan sampah modern terdiri
dari 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebelum akhirnya dimusnahkan atau
dihancurkan. Namun demikian, seiring dengan perkembangan zaman dan
kemajuan IPTEK terdapat beberapa metode pengelolaan sampah lain yang akan
dijelaskan lebih lanjut.
1. Penerapan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R
Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah misalnya
dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah
konsep penanganan sampah dengan cara Reduce (mengurangi), Reuse
(menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang sampah), sedangkan 4-R
ditambah Replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip
tersebut di atas ditambah lagi dengan Replant (menanam kembali). Penanganan
sampah 4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah
padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat mengurangi
biaya pengelolaan sampah.
a. Reduce
Prinsip reduce dilakukan dengan cara sebisa mungkin melakukan
minimalisasi barang atau material yang digunakan. Semakin banyak kita
menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Menurut Suyoto
(2008) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program reduce:
b. Reuse
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih barang-
barang yang bisa dipakai kembali. Dan juga menghindari pemakaian barang-
32
barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian
barang sebelum ia menjadi sampah.
c. Recycle
Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin, barang-barang
yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur
ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga
yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
d. Replace
Prinsip replace dilakukan dengan cara lebih memperhatikan barang yang
digunakan sehari-hari. Dan juga mengganti barang-barang yang hanya bisa
dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Prinsip ini mengedepankan
penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti mengganti kantong
plastik dengan keranjang saat berbelanja, atau hindari penggunaan styrofoam
karena banyak mengandung zat kimia berbahaya.
e. Replant
Prinsip replant dapat dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan
sekitar baik lingkungan rumah, perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-
lain. Penanaman kembali ini sebagian menggunakan barang atau bahan yang
diolah dari sampah.
2. Bank Sampah
Definisi Bank Sampah menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI
Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle
Melalui Bank Sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang
dapat didaur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi.
33
Sedangkan menurut Yayasan Unilever Indonesia, 2013, definisi bank sampah
adalah suatu sistem pengelolaan sampah kering seara kolektif yang mendorong
masyarakat untuk berperan serta aktif di dalamnya.
Bank sampah adalah salah satu strategi penerapan 3R (reduce, reuse dan
recycle) dalam pengelolaan sampah pada sumbernya di tingkat masyarakat.
Pelaksanaan bank sampah pada prinsipnya adalah salah satu rekayasa sosial untuk
mengajak masyarakat memilah sampah. Dengan menukarkan sampah dengan
uang atau barang berharga yang dapat ditabung, masyarakat akhirnya terdidik
untuk menghargai sampah sehingga mereka mau memilah sampah (Dirjen Cipta
Karya, 2011).
Selain itu, pelaksanaan bank sampah juga memiliki potensi ekonomi
kerakyatan yang cukup besar. Pelaksanaan bank sampah dapat memberikan output
nyata bagi masyarakat berupa kesempatan kerja dalam melaksanakan manajemen
operasi bank sampah dan investasi dalam bentuk tabungan. Munculnya bank
sampah dapat menjadi momentum awal dalam membina kesadaran masyarakat.
Pembangunan bank sampah sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus
disertai integrasi dengan gerakan 3R secara menyeluruh di kalangan masyarakat.
Hal ini perlu dilakukan agar manfaat langsung yang dirasakan masyarakat tidak
hanya kuatnya ekonomi kerakyatan tetapi juga pembangunan lingkungan yang
hijau dan bersih sehingga dapat menciptakan masyarakat yang sehat (Dirjen Cipta
Karya, 2011)
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, peran Bank Sampah menjadi penting karena PP tersebut mewajibkan
34
produsen melakukan kegiatan 3R dengan cara menghasilkan produk dengan
menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh proses alam dan yang
menimbulkan sampah sesedikit mungkin, menggunakan bahan baku produksi
yang dapat didaur ulang dan diguna ulang dan/atau menarik kembali sampah dari
produk dan kemasan produk untuk didaur ulang dan diguna ulang.
Bank Sampah dapat berperan sebagai dropping point bagi produsen untuk
produk dan kemasan produk yang masa pakainya telah usai. Sehingga sebagian
tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan sampah juga menjadi
tanggungjawab pelaku usaha. Dengan menerapkan pola ini diharapkan volume
sampah yang dibuang ke TPA berkurang. Penerapan prinsip 3R sedekat mungkin
dengan sumber sampah juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah sampah
secara terintegrasi dan menyeluruh sehinga tujuan akhir kebijakan Pengelolaan
Sampah Indonesia dapat dilaksanakan dengan baik.
3. Pengomposan
Kompos merupakan hasil fermentasi dari bahan-bahan organik sehingga
berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Pengomposan
merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi
sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga
dapat dihasilkan bahan yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan
(Santoso, 2009). Usaha pengomposan sampah kota memiliki beberapa manfaat
yang dapat ditinjau baik dari segi teknologi, ekonomi, lingkungan maupun
kesehatan. Dari segi teknologi manfaat pembuatan kompos antara lain:
35
1. Teknik pembuatan kompos sangat beragam, mulai dari proses yang mudah
dengan menggunakan peralatan yang sederhana sampai dengan proses yang
canggih dengan peralatan modern
2. Secara teknis, pembuatan kompos dapat dilakukan secara manual sehingga
modal yang dibutuhkan relatif murah atau secara masinal (padat modal)
untuk mengejar skala produksi yang tinggi dari segi ekonomi, pembuatan
kompos dapat memberikan manfaat secara ekonomis, yaitu:
a) Pengomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan
mengurangi biaya operasinal pemusnahan sampah
b) Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu
yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang.
Dengan demikian akan mengurangi investasi lahan TPA
c) Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh
tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetitif dan
ekonomis yang berarti kompos dapat dijual
d) Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat
meningkatkan efisiensi penggunaannya.
Dari segi kesehatan, manfaat kesehatan yang diperoleh dari proses pembuatan
kompos adalah :
1. Pengurangan tumpukan sampah akan menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat.
2. Proses pengomposan berjalan pada suhu yang tinggi sehingga dapat
mematikan berbagai macam sumber bibit penyakit yang ada pada sampah
(Santoso, 2009).
36
2.10. Analisis SWOT
SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan teknik
analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi dan masalah (kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan) dalam suatu wilayah atau daerah dimana
aspek kekuatan dan kelemahan lebih mengarah pada potensi dan masalah yang
dimiliki (intern factors). Secara umum data yang digunakan sebagai bahan
analisis bersumber dari berbagai dokumen meliputi perencanaan tata ruang, profil
wilayah/daerah, data pemerintah atau lembaga lainnya serta informasi dari
masyarakat setempat (Sumpeno, 2011).
2.10.1. Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal mencakup sejumlah pertimbangan yang
bersifat mikro meliputi faktor kelebihan atau kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness) suatu organisasi, dimana konteks pembangunannya dilakukan untuk
mengidentifikasi keunggulan bersaing (competitive adventage) suatu desa.
(Sumpeno, 2011).
2.10.2. Anlaisis Lingkungan Eksternal
Analisis lingkungan ekternal mencakup sejumlah pertimbangan yang
bersifat makro seperti politik, ekonomi, sosial dan perkembangan teknologi
(Wright, Kroll, dan Parnell, 1996; Pierce dan Robinson, 1997) dalam Sumpeno,
2011.
1. Pertimbangan politik, seperti pengaruh kekuasaan para elit politik dan
tokoh masyarakat yang mempengaruhi berbagai kebijakan terutama yang
37
dapat menghambat pembangunan, sehingga belum mampu membawa
pencerahan atau perbaikan situasi dan kondisi masyarakat.
2. Pertimbangan ekonomi, berkaitan dengan meningkatnya persaingan
ekonomi global yang berpengaruh terhadap kondisi keuangan dan usaha
di tingkat masyarakat
3. Pertimbangan sosial. Interaksi masyarakat tidak hanya mencakup dua
desa atau lebih tetapi hingga tingkat yang lebih luas seperti kabupaten
dan propinsi. Hubungan tersebut memiliki intensitas dan pengaruh yang
sangat kuat akibat penetapan kebijakan, tata ruang dan budaya yang
berbeda.
4. Pertimbangan teknologi. Perkembangan informasi dan teknologi yang
sangat cepat dan merambah ke berbagai aspek kehidupan, sehingga
menimbulkan pengaruh dalam pemilihan teknologi yang akan digunakan
oleh masyarakat dalam pembangunan.
38
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian strategi pengembangan pengelolaan persampahan di
Kawasan Kelurahan Kemang Agung dan Kelurahan 11 Ulu menggunakan
deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian deskriptif kualitatif bermaksud mendeskripsikan fenomena yang
terjadi dan berusaha menelaah secara cermat, sistematis terhadap permasalahan
aktual mengenai pengembangan pengelolaan persampahan mulai identifikasi
kondisi eksisting maupun preferensi masyarakat di Kelurhan Kemang Agung dan
Kelurahan 11 Ulu melalui kuesioner.
Penggunaan metode kualitatif ini memiliki keunggulan karena eksplorasi
terhadap masalah yang dikaji tidak sekedar berdasarkan pada laporan suatu
kejadian atau fenomena saja melainkan juga dikroscek dengan sumber-sumber
lain yang relevan. Dengan demikian, penelitian deskriptif kualitatif yang
dilakukan dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan mengenai
strategi pengembangan dalam pengelolaan persampahan di Kawasan Kemang
Agung dan 11 Ulu baik penilaian masyarakat, tokoh masyarakat maupun berbagai
dokumen perencanaan.
Menurut Miles dan Huberman (1984) menyatakan bahwa data kualitatif
merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta
memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat
dimana dengan data kualitatif kita dapat memahami alur peristiwa secara
kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang, serta
39
memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. Sedangkan pendekatan
kuantitatif digunakan sebagai pendukung metode kualitatif dalam hal ini untuk
mengolah data hasil kuesioner (Yuwono, 2009).
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak di kawasan permukiman kumuh di Kelurahan
Kemang Agung Kecamatan Kertapati dan Kelurahan 11 Ulu Kecamatan Seberang
Ulu II Kota Palembang. Penelitian akan dilaksanakan di 27 rukun tetangga (RT)
di Kelurahan Kemang Agung dan 17 rukun tetagga (RT) di kelurahan 11 Ulu
yang telah teridentifikasi ke dalam dokumen SIAP 2016. Gambar 4 dan Gambar 5
menunjukkan peta lokasi penelitian yang dipilih. Penetapan dan penentuan lokasi
penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa kedua daerah tersebut masuk
kedalam SK Walikota Lokasi Permukiman kumuh. Penelitian dilakukan dari
bulan November 2017 hingga bulan Januari 2018.
3.3. Teknik Penarikan Sampel
Responden sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) proses
pengambilan berdasarkan tingkat kepentingan, pertama responden untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ada di wilayah penelitian terdiri kepala
rumah tangga, ketua rukun tetangga (RT), ketua rukun warga (RW). Metode
Pengambilan sampel berdasarkan SNI 19-3964-1994 tentang Pengukuran
Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Pemilihan responden rumah tangga
dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan sampel acak strata (stratified
random sampling) menggunakan rumus berikut:
40
. .............................................................................................(1) dimana:
S = Jumlah contoh (jiwa)
Cd = Kota besar / metropolitan = 1
Cd = Kota sedang / kecil / IKK = 0,5
Ps = Populasi (jiwa)
..................................................................................................................(2)
dimana:
K = Jumlah contoh (KK)
N = Jumlah jiwa per keluarga
Metode ini berdasarkan pada komposisi pendapatan setempat dengan
asumsi bahwa kuantitas dan komposisi sampah dipengaruhi oleh tingkat
kehidupan masyarakat. Sampling dilakukan kepada tiga kelompok masyarakat: a)
masyarakat berpendapatan rendah, b) masyarakat berpendapatan sedang, dan c)
masyarakat berpendapatan tinggi. Palembang merupakan klasifikasi kota
Metropolitan yang mana pada pengambilan sampel KK atara 200-300 untuk
klasifikasi Kota Metropolitan. Kedua responden untuk menilai tingkat
kepentingan dan keterkaitan hasil permasalahan yang telah teridentifikasi oleh
penilaian masyarakat. Penilaian tersebut diatas sebagai dasar untuk menentukan
strategi pengelolaan sampah di wilayah penelitian dengan menggunakan teknik
penarikan sampel purposive or judgemental sampling yaitu memilih sampel
berdasarkan kriteria tertentu yang diharapkan memiliki informasi yang akurat
(Jauhari, 2010). Sumber responden purposiv sampling dalam penelitian ini yaitu
para ahli yang memberikan pertimbangan atau penilaian. Sumber responden
41
tersebut meliputi perwakilan dari Dinas Kebersihan 1 orang, Ketua RT/LKM 5
orang, Kelurahan 1 Orang dan tokoh masyarakat 3 orang.
3.4. Jenis dan Sumber Data
3.4.1. Jenis Data
Jenis pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Berikut penjelasannya:
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari responden sampel berupa data profil responden,
tingkat dan komposisi timbulan sampah dan cara penanganan sampah di sumber,
biaya yang dikeluarkan untuk penanganan sampah, peran anggota keluarga dalam
pengelolaan sampah, persepsi tentang partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan
sampah meliputi tingkat pengetahuan tentang 5R dan kesediaan untuk melakukan
5R.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang telah disajikan secara tertulis, yang
biasanya diproduksi oleh instansi pengeluar data yang berwenang. Data sekunder
berupa data jumlah penduduk dan profil wilayah permukiman kumuh yang berasal
dari data SIAP Kota Palembang Tahun 2016 dari instansi BAPPEDA Kota
Palembang.
3.4.2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, terdapat tiga sumber data, yaitu: (1) Personal, (2)
Place, dan (3) Paper. Sumber data Personal, yaitu orang yang memiliki
kompetensi untuk memberikan keterangan yang relevan dengan tema penelitian,
42
personal dalam penelitian ini adalah Ketua RT/RW, Pengelola Sampah,
masyarakat pelaku, Pejabat Kelurahan, dan Pejabat Dinas Lingkungan Hidup.
Sumber data Place, yaitu meliputi tempat atau lokasi serta situasi dan
kondisi tempat penelitian. Sumber data jenis ini juga meliputi fenomena yang
terjadi di lokasi penelitian berkaitan dengan tema penelitian. Pengambilan data
dilakukan melalui observasi, yaitu berupa pengamatan lapangan, pengambilan
gambar, dan pencatatan fenomena. Sumber data Paper, yaitu berupa dokumen
yang dapat berupa laporan,catatan, berkas, atau bahan-bahan tertulis lainnya yang
merupakan dokumen resmi yang relevan dengan tema penelitian dan dapat
dijadikan referensi.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
survei data primer dan data sekunder. Survei data primer yaitu pengamatan secara
langsung dilapangan melalui pengumpulan data profil responden, pengelolaan
sampah, dan persepsi tentang partisipasi masyarakat dengan menggunakan
metode pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara.
Sedangkan survei data sekunder yaitu pengambilan data-data secara tidak
langsung diperoleh dari instansi terkait pengembangan pengelolaan sampah di
Kota Palembang maupun perpustakaan. Gambaran umum pengumpulan data
secara substantif dijelaskan sebagai berikut:
3.5.1. Kuesioner
Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
43
responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung bertanya jawab
dengan responden (Sutopo, 2006: 87). Bentuk kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan data primer kuantitatif
3.5.2. Wawancara
Wawancara (interview) adalah situasi peran antar pribadi bersemuka (face-
to-face), ketika seseorang, yaitu pewawancara, mengajukan pertanyaanpertanyaan
yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan
masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancara atau responden
(Kerlinger dalam Sanapiah, 1995).
Wawancara dilakukan di wilayah penelitian atas kesepakatan antara
peneliti dengan responden, dimana proses wawancara dilakukan satu-persatu
melalui pedoman wawancara yang telah di disusun oleh peneliti. Teknik
wawancara yang dilakukan oleh peneliti tidak kaku dalam mengajukan
pertanyaan, tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi eksisting, termasuk
dalam hal bahasa, istilah, dan cara bertanya.
3.5.3. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah dirbagi menjadi 2 (dua) kelompok,
kelompok pertama berdasarkan responden dari Kepala Keluarga (KK) dengan
komponen pengamatan meliputi profil kepala rumah tangga, pengelolaan sampah
rumah tangga dan persepsi tentang partisipasi masyarakat. Kelompok kedua
berdasarkan responden ketua RT/RW/Lurah dengan komponen pengamatan
meliputi profil dan pengelolaan sampah. Secara umum variabel penelitian tersaji
pada Tabel. berikut.
44
Tabel 3.1 Variabel Penelitian Karakteristik Responden
Karakteristik Umum
Variabel Sumber Data
Profil Kepala Keluarga (KK)
1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan Terakhir 4. Pekerjaan Kepala Keluarga 5. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 6. Pendapatan 7. Jumlah Anggota Keluarga 8. Status Kepemilikan Rumah 9. Kemampuan Bayar Retribusi
Sampah
Data BPS, Bappeda
dan Survei
Lapangan/Kuesioner
Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan
1. Maksud dan Manfaat Pengelolaan Sampah dengan prinsip 3R
2. Manfaat Pengelolaan Sampah dengan Prinsip
3. Jenis Sampah Yang Dapat dijadikan Pupuk Kompos
4. Manfaat Pupuk Kompos 5. Jenis Sampah Yang sulit Terurai 6. Dampak Adanya Timbunan
Sampah Yang Dibiarkan
Kuesioner
Sumber: Hasil Identifikasi Penulis, 2018.
3.6. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik deskripsif frekuensi, dan analisis SWOT (Strenght, Weakness,
Opportunities, Threats). Adapun penjelasan lebih detail diuraikan sebagai berikut:
3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif Frekuensi
Analisis deskriptif frekuensi untuk menggambarkan karakteristik
responden secara keseluruahan berdasarkan variabel yang telah ditentukan dalam
penelitian ini, hasilnya akan dikuantitatifkan melalui tabel distribusi frekuensi
dengan bantuan program SPSS 18, tujuan analisis deskriptif frekuensi untuk
menggambarkan, menilai dan mengasilkan faktor internal dan faktor eksternal.
45
3.6.2. Analisis SWOT
SWOT adalah proses identifikasi berbagai faktor untuk merumuskan
strategi organisasi (Rangkuti, 2006). Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman
(threats). Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, sedangkan
faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Sedangkan menurut
(Sumpeno, 2011) SWOT merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan
untuk mengidentifikasi potensi dan masalah (kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan) dalam suatu wilayah/daerah pengembangan. Aspek kekuatan dan
kelemahan lebih mengarah pada potensi dan masalah yang dimiliki faktor
internal, sedangkan peluang dan tantangan datang dari luar daerah pengembangan
faktor eksternal.
Analisis SWOT baik pendekatan kualitatif maupun kuantitatif sangat
dipengaruhi kemampuan tim atau stakeholders dalam menggali informasi dan
menganalisis situasi baik internal maupun eksternal (Sumpeno,2011). Keduanya
dapat digunakan sebagai alat bantu analisis dalam merumuskan kebutuhan dan
pengembangan strategi.
Langkah-langkah proses analisis swot meliputi Identifikasi Faktor Internal
dan Eksternal, Komparasi Urgensi Faktor Internal dan Eksternal, Evaluasi
Keterkaitan Faktor Internal dan Eksternal, Faktor Kunci Keberhasilan dan Peta
Kekuatan Organisasi, Perumusan Rancangan Strategi dan Penilaian Rancangan,
Strategi dan Alternatif Strategi (Anonim, 2013).
46
3.6.2.1. Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Proses untuk mendapatkan data faktor internal maupun faktor eksternal
sebagai dasar untuk menentukan rencana strategi berdasarkan hasil identifikasi
melalui variabel kuesioner yang telah dirancang/disusun melalui metode analisis
dengan deskriptif frekuensi. Hasilnya digunakan untuk menentukan faktor internal
dan faktor eksternal.
3.6.2.2. Komparasi Urgensi Faktor Internal dan Eksternal
Metode komparasi yaitu suatu alat untuk menentukan tingkat urgensi
(kepentingan) antar faktor (Anonim, 2013). Untuk memudahkan penilaian dalam
menentukan nilai tingkat urgensi yaitu menggunakan skala sikap (likert) pendapat
maupun persepsi seseorang atau kelompok terhadap berbagai kejadian maupun
gejala sosial (Riduwan, 2013). Adapun penilaian metode tersebut diatas bentuk
kuesionernya adalah berupa pernyataan dengan nilai skala 1 sampai dengan 9.
Tabel 3.2 Skala Penilaian Tingkat Kepentingan
Nilai Bobot
Kepentingan
Kriteria
Penilaian
1 Tidak Terlalu Penting
3 Sedikit lebih Penting
5 Cukup Penting
7 Sangat Penting
9 Sangat Penting Sekali
Sumber: Hasil modifikasi dalam Riduwan,2013
47
Setelah hasil komparasi urgensi faktor internal dan eksternal ditentukan,
kemudian mencari nilai bobot faktor (BF) dengan satuan ukurannya adalah %
(porsen). (Anonim, 2008)
BF = NF x 100% ...............................................................................................(3) ∑NF
Keterangan: Nilai Faktor (NF), Jumlah Nilai Faktor (∑NF), Bobot Faktor ( BF% )
Menentukan bobot faktor tersebut diatas adalah dengan menjumlahkan nilai
urgensi faktor internal dan seterusnya. Selanjutnya masing-masing prosentase
bobot faktor dimasukan kedalam kolom bobot faktor yang telah disusun kedalam
tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Anonim, 2013). Bentuk tabel evaluasi
faktor internal dan eksternal tersaji pada tabel berikut.
Tabel 3.3 Komparasi Urgensi Faktor Internal dan Eksternal
No Faktor Internal dan Eksternal Nilai Urgensi NF BF
(%) 1 2 3 4 5 6
Kekuatan (S) 1 2 n
Kelemahan (W) 1 2 n
Peluang (O) 1 2 n
Ancaman (T) 1 2 n
Jumlah Sumber: Anonim, (2013)
48
3.6.2.3. Evaluasi Keterkaitan Faktor Internal dan Eksternal
Evaluasi keterkaitan faktor internal dan faktor eksternal memiliki 3
(tujuan) yaitu menentukan bobot faktor, nilai bobot dukungan (NBD) dan nilai
keterkaitan
1. Bobot Faktor (BF)
Hasil komparasi urgensi faktor internal dan eksternal, yang telah
menghasilkan nilai bobot faktor (BF) kemudian dimasukkan nilai tersebut
kedalam kolom BF yang tersedia pada tabel evaluasi faktor internal dan faktor
eksternal.
2. Nilai Bobot Dukungan (NBD)
Setelah menentukan nilai urgensi antar faktor internal dan faktor eksternal
yang menghasilkan nilai bobot faktor, selanjutnya menggabungkan nilai bobot
faktor melalui tabel penilaian keterkaitan faktor internal dan eksternal dengan
nilai bobot dukungan (NBD).
Faktor internal dan faktor eksternal berpotensi sebagai prioritas unggulan
untuk meraih keberhasilan dalam menentukan strategi. Setiap faktor merupakan
masukan (input) yang harus dikelola dengan baik agar memberikan dukungan
yang maksimal sehingga sukses dalam meraih keberhasilan dalam menentukan
rancangan strategi yang diinginkan.
Penentuan nilai bobot dukungan terhadap faktor internal dan eksternal yaitu
melalui penilaian responden yaitu tokoh masyarakat yang mengetahui kondisi
eksisting di lokasi penelitian, masyarakat pada umumnya serta pemerintah selaku
pemberi kebijakan. Penilaian dukungan setiap faktor dinilai berdasarkan 5 (lima)
tingkatan penilaian. Nilai dukungan setiap kekuatan (strength) dan kelemahan
(weaknesses) dimasukan kedalam kolom ND pada tabel evaluasi faktor internal
49
dan eksternal. Kemudian dihitung nilai bobot dukungan (NBD) setiap faktor
dengan cara mengalikan bobot faktor dengan nilai dukungan. Sebagaimana tersaji
pada rumus berikut ini
NBD = BF X ND .........................................................................................(4)
Sumber: (Anonim, 2008)
Keterangan:
NBD= Nilai Bobot Dukungan, BF= Bobot Faktor, ND= Nilai Dukungan
Rensis Likert menganjurkan suatu penilaian dengan dengan model rating
scale yang selanjutnya disebut model skala nilai. Artinya nilai yang diberikan
pada suatu faktor secara kualitatif yaitu sangat mendukung sekali, mendukung,
cukup mendukung, sedikit lebih mendukung, kurang mendukung, tidak
mendukung sekali
Tabel 3.4 Skala Penilaian Tingkat Kepentingan Nilai Skor
Kepentingan Kriteria
Penilaian 1 Tidak Terlalu Mendukung 3 Sedikit lebih Mendukung 5 Cukup Mendukung 7 Sangat Mendukung 9 Sangat Mendukung sekali
Sumber: Hasil modifikasi dalam Riduwan,2013
3. Nilai Keterkaitan (NRK)
Penentuan nilai keterkaitan antar faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman setelah mendapatkan nilai bobot dukungan. Proses penilaiannya dengan
skala 1-5. Hasil dari nilai keterkaitan keseluruhan kemudian membuat nilai rata-
rata keterkaitan (NRK) tiap faktor dan menuliskannya pada kolom NRK,
NRK = TNRK (total nilai keterkaitan faktor) ..............................................(5) ∑ N- 1 Sumber: (Anonim, 2008)
50
Dalam menentukan nilai hal ini hampir sama dengan menggunakan skala
likert.
Tabel 3.5. Skala Penilaian Tingkat Kepentingan Nilai Skor
Kepentingan Kriteria
Penilaian 1 Sangat Kurang Terkait 3 Sedikit Kurang Terkait 5 Cukup Terkait 7 Sangat Terkait 9 Sangat Terkait sekali
Sumber: Hasil modifikasi dalam Riduwan,2013
Selanjutnya menentukan nilai bobot keterkaitan (NBK) dan total nilai bobot
(TNB). Adapun kedua rumus bobot keterkaitan dan total nilai keterkaitan tersebut
diatas adalah sebagai berikut:
NBK = NRK x BF ...................................................................................(6)
Untuk menghasilkan nilai bobot keterkaitan (NBK) dilakukan dengan cara
mengkalikan nilai NRK dengan BF. selanjutnya menghitung total nilai bobot
(TNB) yaitu dengan rumus
TNB= NBD + NBK ...................................................................................(7)
3.6.2.4. Faktor Kunci Keberhasilan dan Peta Kekuatan Organisasi
1. Faktor Kunci Keberhasilan
Tahapan selanjutnya adalah pemilihan faktor kunci sukses, dimana dasar
pemilihannya adalah faktor yang memiliki total nilai bobot (TNB) terbesar dari
antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sasaran yang akan dicapai.
Faktor kunci sukses disebut juga sebagai kekuatan kunci atau faktor strategi.
Cara menentukan faktor kunci sukses (FKS) adalah sebagai berikut:
a. FKS dipilih dari TNB yang terbesar
51
b. Kalau nilai TNB sama maka pilih nilai NBD terbesar
c. Kalau nilai NBD sama maka pilih nilai NBK terbesar
d. Kalai nilai NBK sama maka pilih nilai BF terbesar
e. Kalau nilai BF sama maka pilih berdasarkan pengalaman dan
pertimbangan secara rasional.
2. Peta Kekuatan Organisasi
Hasil dari faktor kunci keberhasilan tersebut diatas, selanjutnya
membandingkan kunci keberhasilan yang terpilih dengan menggunakan diagram
pemetaan, hal ini bertujuan untuk melihat apakah posisi kekuatan faktor internal
dan faktor eksternal sebagai dasar untuk merancang strategi pengelolaan
persampahan di Kelurahan 11 Ulu dan Kelurahan Kemang Agung berada pada
keadaan pengembangan, bertahan ataupun merubah rencana. Hasil perhitungan
tersebut diatas, kemudian dimasukkan kedalam matrik kuadran untuk membantu
tim perencana mengetahui organisasi berdasarkan aspek penilaian faktor-faktor
SWOT. Secara substantif matrik kuadran dibagi dalam empat kategori
(Sumpeno,2011) yaitu sebagai berikut:
1. Kuadran I { Positif-positif }
Posisi hasil analisis sangat kuat dan memiliki peluang besar untuk
berkembang. Strategi yang direkomendasikan ‘progres’, artinya adanya
pengembangan yang lebih besar untuk mencapai tingkat kemajuan secara
maksimal.
2. Kuadran II { Positif-Negatif }
Posisi hasil analisis sangat kuat dan memiliki peluang besar untuk
berkembang. Strategi yang direkomendasikan ‘diversifikasi’, pengembanga
52
startegi disarankan untuk memperbanyak berbagai pilihan strategi agar dapat
memperbesar peluang yang ada di lokasi penelitian
3. Kuadran III { Negatif - Positif }
Posisi hasil analisis bersifat lemah namun memiliki peluang besar untuk
berkembang. Strategi yang dapat direkomendasikan yaitu merubah strategi,
dimana strategi yang terdahulu sangat sulit untuk menangkap berbagi peluang
yang ada d lokasi penelitian
4. Kuadran IV { Negatif - Negatif}
Menandakan posisi hasil analisis yang sangat sulit untuk berkembang.
Strategi yang direkomendasikan ‘bertahan’, artinya kondisi internal membutuhkan
peningkatan pengembangan berbagai rencana agar tidak semakin terpuruk.
Gambaran umum untuk mengukur kekuatan organisasi.
Gambar 3.1 Peta Kekuatan Organisasi
Opportunity. O
Weakness. W
Threath. T
Strengh. S
KUADRAN I , (+,+) (Progresif)
KUADRAN II , (+,- ) (diversifikasi Strategi)
KUADRAN III, (-,+) (Ubah Strategi)
KUADRAN IV, (-,-) (Strategi Bertahan)
53
3.2.6.5. Formulasi Strategi
Menentukan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan
yaitu menggunakan formulasi strategi dengan metode menginteraksikan faktor-
faktor kunci keberhasilan yaitu dengan matrik SWOT (Anonim, 2013). Matrik
swot sebagai sarana dalam menyusun beberapa strategi utama pada 4 (empat)
kuadran yang saling berkaitan serta fokus ke arah tujuan yang telah dirumuskan
sesuai dengan peta kekuatan masing-masing. Ada 4 (empat) strategi utama yang
dapat dirumuskan dalam 4 (empat) kuadran SWOT (Anonim, 2013) yaitu:
1. Strategi SO : Memanfaatkan Kekuatan Untuk Meraih Peluang
2. Strategi ST : Memanfaatkan Kekuatan Untuk Mengatasi
Ancaman
3. Startegi WO : Memperbaiki Kelemahan yang masih potensial
untuk Mendukung Kekuatan Meraih Peluang atau
sasaran yang akan dicapai
4. Strategi WT : Meminimalkan Kelemahan atau Memperbaiki
Kekurangan agar Ancaman tidak menjadi
penghambat meraih peluang
184
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Rancangan Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Persampahan
secara swakelola oleh masyarakat berdasarkan faktor internal maupun
eksternal yang ada di Kelurahan 11 Ulu dan Kemang Agung adalah sebagai
berikut
a. Membentuk kelembagaan swakelola pengelolaan sampah rumah tangga
yang mellibatkan unsur masyarakat;
b. Memberikan Dana Bantuan Pinjaman Modal Untuk Mengelola
Kelembagaan Persampahan serta pelatihan dasar manajemen;
c. Mengadakan bimbingan teknis mengelola sampah rumah tangga tingkat
kelurahan untuk para petugas kelembagaan;
d. Sosialisasi Pemerintah Daerah kepada Masyarakat Terkait Pentingnya
Mengelola Sampah;
e. Menyediakan sarana dan prasarana persampahan;
f. Membuat Peraturan bersama atau Kebijakan Publik;
g. Memberikan Reward (Disinsentif) Kepada Masyarakat;
h. Memberikan Pelatihan kepada masyarakat;
i. Sosialisasi berkala dengan pendekatan Forum Group Discusi ;
j. Pendekatan Jemput Bola.
2. Mekanisme tatanan kelembagaan pengelolaan sampah rumah tangga
merupakan implementasikan strategi pengembangan kelembagaan pengeloaan
sampah rumah tangga adalah sebagi berikut:
185
a. Sosialisasi. sosialisasi kepada masyarakat menjelaskan maksud dan tujuan
mengembangkan kelembagaan swakelola ini, dengan harapan seluruh
masyarakat dapat berperan aktif
b. Bimtek (Pelatihan). dalam bentuk pelatihan terkait pengelolaan sampah
rumah tangga secara swakelola kepada masyarakat dengan harapan
masyarakat mampu mngelola sampah organik menjadi kompos serta
mampu mengembangkan sampah non organik menjadi produk yang
bernilai ekononi atau bahan baku material hasil dari proses daur ulang.
c. (Pemberian Sarana Penunjang). Sarana alat komposter dan kantong-
kantong sampah untuk memisahkan sampah organik dan non organik serta
alat pencacah pelastik secara gratis.
d. Implementasi. Masyarakat melaksanakan proses pembuatan kompos yang
menghasilkan pupuk organik dan proses daur ulang dari sampah non
organik
e. Produk. Mengasilkan nilai produk yang dapat di jual kepada perusahaan
air minum kemasan, perusahaan yang berhubungan daur ulang pelastik dan
usaha dibidang tanaman hias.
f. Pengawasan. Pentingnya dilakukan pengawasan baik dari Pemerintah
terkait proses pengelolaan sampah secara swakelola dan secara eksternal
untuk menilai sejauh mana dampak dari kegiatan ini terhadap perubahan
kualitas lingkungan permukiman di Kelurahan Kemang Agung maupun
11 Ulu
186
5.2. Saran
1. Perlu adanya kebijakan Pemerintah Kota Palembang yang mengatur
pengolahan sampah dengan baik
2. Perlu adanya pembentukan kelembagaan pengolahan sampah pada setiap
kelurahan
3. Perlu adanya perhitungan dalam menentukan penilaian harga dari setiap
sampah yang akan dikelolah
187
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Diklat Kepemimpinan Untuk Tingkat Eselon 3. Kabupaten Musi Banyuasin. Sumatera Selatan.
Agresti, A., dan B. Finlay. 1997. Statistical Methods for The Social Sciences, Third Edition. Prentice Hall. Upper Sadle River.
Anoraga, P. 2004. Manajemen Bisnis. Cetakan Ketiga, Rineka Cipta, Jakarta.
BPS Kota Palembang.2015. Palembang Dalam Angka
Budi, B.S. 2006. Memisahkan sampah: belajar dari Jepang. Artikel Iptek bidang Tata Kota, Perumahan dan Permukiman. Artikel 1 sampai 4. Berita Iptek Online. www.beritaiptek.com (diakses pada 2 September 2017).
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Conservation and Development Program. 1996. Community Participation in Solid Waste Management in Patan. Kathmandu, Nepal.
http://www.globenet.org/preceup/pages/ang/chapitre/capitali/cas/nepal.htm(diakses pada 15 Juli 2017).
Cunningham, W.P., Cunningham, M.A., 2004. Principles of Environmental Science: Inquiry and Applications Second Edition. New York: McGraw Hill Companies,
Dainur. 1995. Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya Medika.
Departemen Kimpraswil. 2003. Pedoman Pengelolaan Persampahan Perkotaan Bagi Pelaksana. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Jakarta.
DFID. 2003. Promoting Institutional and Organizational Development. Department for International Development. London.
Djogo, T.D. et al. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembagan Agroforestro. Bahan Ajar Agroforestri 8. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Bogor.
188
Fiisabillah, FD.,Vidayani, AF., Hudalah, D. 2014. Peran Modal Sosial dalam Kerjasama Antar Daerah Kartamantul. Jurnal MIMBAR. Vol 3.
Hafsah, J.M. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Hartoyo. 1998. Pemanfaatan Pengelolaan Sampah Kota Jawa Timur. Bahan Seminar Nasional Penanganan Sampah Kota. Fakultas Teknik Brawijaya, Malang.
Jauhari. 2006. Panduan Penulisan Skripsi Teori dan Aplikasi.
Kustiawan, I. 1999. Perubahan pemanfaatan Lahan Perumahan ke Perkantoran: Implikasinya Terhadap Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol 11.
Mangkuprawira, S. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Cetakan Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Masik, Agustomi. 2005. Hubungan Modal Sosial dan Perencanaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol 16.
Moekijat. 2001. Pengantar Sistem Informasi Manajemen. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muller-Glodde, H. 1994. The Round Table as a Programme? Institutional Development Caught between the Environment and Development-Options and Limitations. Duetsche Gesellaschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. Bonn.
National Geographic Indonesia (NGI). 2011. 90 Persen Sampah di Indonesia Belum Didaur Ulang. http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/11/90-persen-sampah-di-indonesia-belum-didaur-ulang (diakses pada 14 Juli 2017).
NUAP Kelurahan Kemang Agung Tahun 2017. Neightborhood Upgrading Action Plan Kelurahan Kemang Agung Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang.
Pemerintah Kota Medan. 2013. Kajian Model Pengelolaan Sampah dan SDM Kebersihan Di Kota Medan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle.
188
189
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
Prapanca, M.A. 2006. Studi Pola Pengangkutan Sampah Di Kota Palembang. Tesis. Program Studi Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Palembang.
Riyanto, Bambang. 2008. Prospek Pengelolaan Sampah Non Konvensional Di Kota Kecil (Studi Kasus Kabupaten Gunung Kidul). Tesis. Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Program Pascasarjana Universitas Dipenegoro. Semarang.
Riduwan, 2013. Belajar Mudah Penelitian. Penerbit: ALFABETA Bandung
Rofiana, V. 2015. Dampak Pemukiman Kumuh Terhadap Kelestarian Lingkungan Kota Malang (Studi Penelitian di Jalan Muharto Kel Jodipan Kec Blimbing, Kota Malang). The Indonesian Journal of Public Administration (IJPA). Vol.2 (1).
Rudiyantono. 2000. Model Program Intervensi dalam Penanggulangan Permukiman Kumuh Perkotaan: Studi Kasus Permikiman Penerima Program Intervensi di Surabaya. Program Pasca Sarjana Teknik Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Santoso, B. E. (2009), Catatan pribadi dalam melaksanakan pelayanan dan penelitian di 54 pabrik gula di Indonesia pada musim giling 1975 - 2008. Tidak Diterbitkan.
Sanapiah, F. 1995. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Schubeler, P., K. Wehrle and J. Chrsiten. 1996. Conceptual Framework for Municipal Solid Waste Management in Low-Income Countries. UNDP/UNCHS (Habitat)/Worl Bankd/SDC Collaborative Programme on Municipal Solid Waste Management in Low-Income Countries. Washinton Dc.
190
SIAP Kota Palembang Tahun 2016. Slum Improvment Action Plan (SIAP) Kota Palembang.
Silas, J. 1996. Kampung Surabaya menuju Metropolitan. Yayasan Keluarga Bhakti, Surabaya.
SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.
SNI 19- 2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.
Sumpeno,W. 2011. Perencanaan Desa Terpadu. Reinforcement Action And Development. Banda Aceh.
Sutopo, HB. 2006, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press.
Tarigan. 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Sayuran Kubis (Brassica Aleracege. L) Dan Isi Rumen Sapi.
Tchobanoglous G, et al. 1993. Solid Waste Principle and Management Issues, Mc Graw Hill, Tokyo.
Teknik – Teknik Analisis Manajemen, 2008. Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia.
Triani, Evy. 2017. Optimalisasi Kinerja Pengelolaan Sampah Di Kota Palangka Raya. Tesis. Program Studi Arsitek Program Magister Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).
Undang-undang No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman.
Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Widyatmoko dan S. Moerdjoko. 2002. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Smpah. Abadi Tandur: Jakarta.
Yuwono,A . 2009. Preferensi Bermukim Masyarakat Disepanjang Koridor Sungai Musi Kota Sekayu dan Arahan Penanganannya (Studi Kasus Kelurahan Soak Baru dan Kelurahan Balai Agung). Tesis. Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponogoro Semarang. [tidak terpublikasi].