strategi pengelolaan risiko rantai pasok...
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGELOLAAN RISIKO RANTAI PASOK KOMODITAS
KENTANG DI KABUPATEN BANDUNG
Inggit Riszia Pernanda
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2015M / 1436H
STRATEGI PENGELOLAAN RISIKO RANTAI PASOK KOMODITAS
KENTANG DI KABUPATEN BANDUNG
Oleh
INGGIT RISZIA PERNANDA
1110092000036
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Bidang Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA
SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA
ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, 2 April 2015
Inggit Riszia Pernanda
1110092000036
IDENTITAS DIRI
RIWAYAT HIDUP
Nama : Inggit Riszia Pernanda
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 26 Januari 1992
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Kp. Cilalung Rt 001/05 No. 44,
Ciputat, Tangerang Selatan, Banten 15414
No. Telp : 083898185587
E-mail : [email protected]
IPK : 3,10
1998 – 2004 : SDN Jombang 4
2004 – 2007 : SMP Negeri 3 Ciputat
2007 – 2010 : SMA Negeri 4 Tangsel
2010 – 2015 : S-1 Agribisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 : HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
2012 : HIMAKOTAS (Himpunan Mahasiswa Kota Tangerang Selatan)
2012 : Dewan Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi
RIWAYAT PENDIDIKAN
PENGALAMAN ORGANISASI
i
RINGKASAN
INGGIT RISZIA PERNANDA, Pengelolaan Risiko Rantai Pasok Komoditas Kentang di Kabupaten Bandung. Dibawah bimbingan AKHMAD RIYADI WASTRA dan AKHMAD MAHBUBI MUFTI.
Melemahnya pasokan kentang khususnya dari daerah sentra kentang di
Kabupaten Bandung dapat diidentifikasi antara lain karena konversi lahan kentang, ketersediaan benih berkualitas terbatas, produktifitas kentang stagnan, sarana dan prasarana yang tidak memadai, lemahnya regulasi dan infrastruktur dan lain-lain, serta rantai pasok yang tidak terkendali akibat adanya kesenjangan informasi antara konsumen dan produsen menyebabkan distorsi pada aspek distribusi dan aksesibilitas kentang. Distorsi inilah memunculkan sejumlah persoalan tidak lancarnya pasokan kentang, tidak proporsionalnya pembagian risiko, nilai tambah dan keuntungan antar pelaku serta tidak efisiennya biaya sepanjang rantai pasok produk kentang. Terjadinya distorsi pada aspek distribusi kentang harus dikurangi dengan pengelolaan risiko disetiap tingkatan rantai pasok kentang.
Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui diagram alur rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten Bandung. (2) Mengidentifikasi risiko yang timbul dari rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten Bandung. (3) Pengukuran risiko disetiap tingkatan rantai pasok. (4) Memetakan risiko yang terjadi. (5) pengelolaan risiko dari petani, pengumpul, dan distributor di Kabupaten Bandung.
Penelitian ini menggunakan metode fish bone, Aproksimasi, Matriks Chart. Pada penelitian ini akan ditentukan pengelolaan risiko yaitu menghindari risiko, mengendalikan, mengalihkan, dan menerima risiko.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 20 risiko per kejadian pada tingkat petani, 7 risiko per kejadian pada tingkat pengumpul dan 10 risiko per kejadian pada tingkat distributor. Berdasarkan pengukuran dengan metode aproksimasi diketahui nilai tertinggi terdapat di tingkat petani, kemudian distributor, dan terendah terdapat pada pengumpul. Berdasarkan pemetaan tingkat petani dan distributor terletak di kuadran I, sedangkan tingkat pengumpul terletak di kuadran IV. Berdasarkan prioritas pengelolaan, dilakukan cara menghindari risiko (avoid), mengendalikan risiko (mitigate), mengalihkan risiko (transfer), dan menerima risiko (keep),dilakukan maka diketahui terdapat 26 aksi mitigasi yang dapat direalisasikan untuk mereduksi penyebab risiko tersebut.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan ridho, rahmat, taufik dan hidayah-Nya bagi kita semua. Shalawat
dan salam kepada junjungan dan suri tauladan bagi seluruh umat manusia,
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, kerabat, sahabat dan para
pengikutnya yang setia hingga yaumul qiyamah.
Alhamdulillah, setelah melewati berbagai rintangan dan hambatan dalam
pembuatannya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
dalam rangka memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada program studi
Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi dengan baik dan tepat waktu. Selesainya
skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, do’a dan partisipasi dari
berbagi pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra, MM selaku dosen pembimbing I
dan Bapak Akhmad Mahbubi Mufti, SP, MM selaku dosen pembimbing II
yang telah memberikan banyak waktu luang, dukungan, saran, nasihat dan
bimbingannya, serta motivasi untuk penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Elpawati, MP selaku dosen penguji I dan Ibu Rizki Adi Puspita
Sari, SP., MM selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk
iii
menguji hasil penelitian penulis serta memberikan saran, dukungan dan
motivasi dalam perbaikan skripsi ini
3. Dr. Agus Salim, M.Si selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Neeri Syarif Hidayatulah Jakarta
4. Dr. Elpawati, MP selaku ketua Program Studi Agribisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kedua orang tua penulis, Ibu Sri Lestari dan Bapak Wagimin yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan, nasihat, motivasi serta do’a yang
tidak henti-hentinya dipanjatkan dan bantuan secara moril maupun materil.
Semoga Allah SWT selalu memberikan berkah dan kasih sayang-Nya
kepada Bapak dan Ibu serta selalu diberikan kesehatan, perlindungan dan
pahala yang berlimpah. Amin Ya Robbal Alamin
6. Adik penulis, Anggi yang selalu memberikan bantuan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih de. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan dan kasih sayang kamu. Amin Ya Robbal Alamin.
7. Bapak Hasan, Ketua Kelompok Tani Jawa Barat yang telah memberikan
izin dan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian di
tempat bapak.
8. Feliyana Pramesti Amd. Keb., atas doa, dukungan, dan semangat disaat
penulis merasakan penurunan semangat dan motivasi. Tetap semangat dan
terus berjuang dengan target yang diinginkan.
9. Sahabat terbaik penulis, yaitu Adam, Bagus, Iqbal, Ishano, dan Julian.
Terima kasih telah memberikan dukungan, motivasi dan keceriaan serta
iv
kenangan yang tidak akan penulis lupakan. Tetap semangat untuk
menggapai cita-cita. I love you so much!!
10. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2010 kelas A dan kelas B yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala
dukungan dan motivasi serta kenangannya yang tidak akan penulis
lupakan. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat tercapai dan kita semua
selalu dalam lindungan Allah SWT. Tetap semangat teman-teman!!
11. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa dan bantuannya.
Semoga Allah membalas jasa-jasa kalian. Amin Ya Robbal Alamin
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak
kesalahan-kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Aamin Ya Robbal Alamin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 3 April 2015
Inggit Riszia Pernanda
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN………………………………………………………………. i
KATAPENGANTAR………………………………………........................ ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….... v
DAFTAR TABEL……………………………………………………… .….. ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………….…. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 6
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………… 7
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………...... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian………………………………………….. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diversifikasi Pangan ..................................................................... 9
2.2 Tanaman Kentang ......................................................................... 11
2.3 Risiko……………………………………………………………… 14
2.3.1 Risiko Dari Sudut Pandang Penyebab ................................... 16 2.3.2 Risiko Dari Sudut Pandang Akibat........................................ 17 2.3.3 Konsep Risiko ...................................................................... 18
2.4 Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) ................. 19
2.4.1 Konsep Manajemen Rantai Pasok ......................................... 24 2.4.2 Struktur Rantai Pasok ........................................................... 27 2.4.3 Mekanisme Rantai Pasok ...................................................... 29 2.4.4 Kelembagaan Rantai Pasok ................................................... 30 2.4.5 Tujuan Strategi Manajemen Rantai Pasok ............................. 32 2.4.6 Desain untuk Manajemen Rantai Pasok ................................ 34
2.5 Manajemen Risiko Rantai Pasok ................................................... 35
2.6 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 36
vi
2.7 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 40
3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 40
3.3 Teknik Penentuan Sampel ............................................................. 41
3.4 Teknik dan Analisis Data .............................................................. 43
3.4.1 Uji Validitas ......................................................................... 49 3.4.2 Uji Reliabelitas ..................................................................... 49
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANDUNG
4.1 Letak Geografis dan Topografis .................................................... 50
4.2 Keadaan Penduduk ........................................................................ 51
4.2.1 Jumlah Penduduk.................................................................. 51 4.2.2 Menurut Umur ...................................................................... 52
4.3 Keadaan Ekonomi ......................................................................... 53
4.4 Keadaan Pertanian ......................................................................... 55
4.4.1 Tanaman Pangan .................................................................. 56 4.4.2 Peternakan ............................................................................ 56 4.4.3 Perikanan……………………………………………………. 57
4.5 Keadaan Kondisi Usahatani Kentang ............................................. 57
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Alur Rantai Pasok Komoditas Kentang Kabupaten Bandung ......... 59
5.2 Identifikasi Risiko Rantai Pasok .................................................... 62
5.2.1 Risiko Tingkat Petani ........................................................... 64
5.2.1.1 Risiko Konversi Lahan ............................................. 64 5.2.1.2 Risiko Sarana dan Prasaran ..................................... 65 5.2.1.3 Risiko Produktivitas ................................................. 68 5.2.1.4 Risiko Panen dan Pasca Panen ................................. 69
5.2.2 Risiko Tingkat Pengumpul.................................................... 70
5.2.2.1 Risiko Penyortiran.................................................... 71 5.2.2.2 Risiko Penyimpanan................................................. 72
5.2.3 Risiko Tingkat Distributor .................................................... 73
5.2.3.1 Risiko Pengemasan .................................................. 73
vii
5.2.3.2 Risiko Pengangkutan ................................................ 74
5.3 Tingkat Status Risiko Rantai Pasok ............................................... 76
5.3.1 Pengukuran Risiko Tingkat Petani…………………………... 78 5.3.2 Pengukuran Risiko Tingkat Pengumpul ................................ 79 5.3.3 Pengukuran Risiko Tingkat Distributor ................................. 80
5.4 Pemetaan Risiko dan Pengelolaan Risiko ...................................... 81
5.4.1 Pemetaan Risiko (Risk Matriks Chart)..……………………. 81 5.4.2 Pengelolaan Risiko………………………………………........ 83
5.4.3 Pemetaan dan Pengelolaan Risiko Tingkat Petani……………. 85
5.4.3.1 Risiko Konversi Lahan ……………………………….. 86
5.4.3.1.1 Pemetaan…………………………………….. 86 5.4.3.1.2 Pengelolaan………………………………….. 87
5.4.3.2 Risiko Sarana dan Prasarana………………………….. 90
5.4.3.2.1 Pemetaan……………………………………. 90 5.4.3.2.2 Pengelolaan…………………………………. 92
5.4.3.3 Risiko Produktivitas ………………………………….. 97
5.4.3.3.1 Pemetaan……………………………………. 97 5.4.3.3.2 Pengelolaan…………………………………. 98
5.4.3.4 Risiko Panen dan Pasca Panen……………………….. 101
5.4.3.4.1 Pemetaan……………………………………. 101 5.4.3.4.2 Pengelolaan…………………………………. 102
5.4.4 Pemetaan dan Pengelolaan Risiko Tingkat Pengumpul…….. 105
5.4.4.1 Risiko Penyortiran …………………………………. 105
5.4.4.1.1 Pemetaan…………………………………… 105 5.4.4.1.2 Pengelolaan………………………………… 107
5.4.4.2 Risiko Penyimpanan ………………………………… 110
5.4.4.2.1 Pemetaan…………………………………… 110 5.4.4.2.2 Pengelolaan………………………………… 111
5.4.5 Pemetaan dan Pengelolaan Risiko Tingkat Distributor……… 114
5.4.5.1 Risiko Pengangkutan ………………………………... 114
5.4.5.1.1 Pemetaan…………………………………… 114 5.4.5.1.2 Pengelolaan………………………………… 116
5.4.5.2 Risiko Pengemasan ………………………………….. 120
5.4.5.2.1 Pemetaan…………………………………… 120 5.4.5.2.2 Pengelolaan………………………………… 121
viii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan……………………………………………………….... 124
6.2 Saran ............................................................................................. 126
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 127
LAMPIRAN ............................................................................................... 129
ix
DAFTAR TABEL
Tabel l. Kandungan gizi singkong, ubi jalar dan kentang (dalam 100 gram)… 2 Tabel 2. Produksi Kentang Menurut 5 Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat dari
Tahun 2008-2012…………………………………………………… 4 Tabel 3. Komposisi Penduduk Kabupaten Bandung Menurut Umur
Tahun 2013 ...................................................................................... 53 Tabel 4. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung untuk Tahun 2011 –
2013……………………………………………………............... ...... 54 Tabel 5. Risiko Konversi Lahan per Kejadian………………………………. 65 Tabel 6. Risiko Sarana dan Prasaran per Kejadian………………………….. 67 Tabel 7. Risiko Produktivitas per Kejadian .................................................. 69 Tabel 8. Risiko Panen dan Pasca Panen per Kejadian……………................ 70 Tabel 9. Risiko Penyortiran per Kejadian ..................................................... 71 Tabel 10. Risiko Penyimpanan per Kejadian ................................................ 73 Tabel 11. Risiko Pengemasan per Kejadian .................................................. 74 Tabel 12. Risiko Pengangkutan per Kejadian ............................................... 75 Tabel 13. Pengelolaan Risiko Konversi Lahan ............................................. 89 Tabel 14. Pengelolaan Risiko Sarana dan Prasarana ..................................... 94 Tabel 15. Pengelolaan Risiko Produktivitas ................................................. 100 Tabel 16. Pengelolaan Risiko Panen dan Pasca Panen .................................. 104 Tabel 17. Pengelolaan Risiko Penyortiran .................................................... 109 Tabel 18. Pengelolaan Risiko Penyimpanan ................................................ 113 Tabel 19. Pengelolaan Risiko Pengangkutan ................................................ 118 Tabel 20. Pengelolaan Risiko Pengemasan ................................................... 123
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Produksi Kentang Tahun 2012 .................................................... 3 Gambar 2. Produksi Kentang di Jawa Barat tahun 2012 ............................... 4 Gambar 3. Pola Aliran Material ................................................................... 26 Gambar 4. Struktur Rantai Pasok Pertanian .................................................. 28 Gambar 5. Kerangka Pemikiran ................................................................... 39 Gambar 6. Identifikasi Risiko (Metode Fish Bone) ...................................... 44 Gambar 7. Diagram Pemetaan Risiko (Risk Matriks Chart).......................... 47 Gambar 8. Alur Rantai Pasok Komoditas Kentang di Kabupaten Bandung .. 62 Gambar 9. Identifikasi Risiko (Metode Fish Bone) ...................................... 63 Gambar 10. Status Risiko Tingkat Rantai Pasok ............................................... 77 Gambar 11. Status risiko Tingkat Petani ...................................................... 78 Gambar 12. Status Risiko Tingkat Pengumpul ............................................. 79 Gambar 13. Status Risiko Tingkat Distributor .............................................. 81 Gambar 14. Pemetaan Risiko Tingkat Rantai Pasok .............................................. 82 Gambar 15. Pemetaan Risiko Konversi lahan per Kejadian ................................... 87 Gambar 16. Pemetaan Risiko sarana dan Prasarana per Kejadian ................ 92 Gambar 17. Pemetaan Risiko Produktivitas Risiko per Kejadian ................. 98 Gambar 18. Pemetaan Risiko Panen dan Pasca Panen per Kejadian ............. 102 Gambar 19. Pemetaan Risiko Penyortiran per Kejadian ............................... 107 Gambar 20. Pemetaan Risiko Penyimpanan per Kejadian ............................ 111 Gambar 21. Pemetaan Risiko Pengangkutan per Kejadian............................ 116 Gambar 22. Pemetaan Risiko Pengemasan per Kejadian .............................. 121
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung .................................... 129 Lampiran 2. Pengukuran Risiko (Metode Aproksimasi) ............................... 131 Lampiran 3. Matriks Pengambilan Data ....................................................... 132 Lampiran 4. Matriks Instrumen Penelitian ................................................... 133 Lampiran 5. Lampiran Kuesioner ................................................................. 136 Lampiran 6. Uji Validitas dan Realibelitas ................................................... 141 Lampiran 7. Jawaban Kuesioner .................................................................. 143 Lampiran 8. Data Uji Validitas .................................................................... 158 Lampiran 9. Data Responden ....................................................................... 160
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi kelangsungan hidup manusia.
Di Indonesia permintaan pangan terus meningkat seiring peningkatan populasi
penduduk selama kurun setengah abad dari 95 Juta jiwa di tahun 1960 menjadi 241
Juta jiwa di tahun 2012 (sumber: BPS RI, 2014). Hal ini memerlukan peningkatan
produksi pangan yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut.
Peningkatan produksi pangan menyebabkan tekanan penggunaan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup yang berimplikasi merosotnya produktivitas sumberdaya alam
dan rusaknya lingkungan sehingga dalam jangka panjang mengganggu ketersediaan
pangan.
Fenomena tersebut menempatkan ketahanan pangan sebagai isu utama yang
menjadi perhatian Indonesia sebagai salah satu negara terbanyak penduduknya nomor
empat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Ketahanan pangan di
Indonesia diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 antara lain melalui diversifikasi
pangan, swasembada pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor,
stabilitasi harga dan kesejahteraan petani. Sedangkan diversifikasi pangan diatur
dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 22 Tahun 2009 antara lain, memasyarakatkan
2
pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman serta mengurangi
konsumsi beras/kapita 1,5% per tahun.
Berbagai jenis tanaman di Indonesia berpotensial sebagai alternatif bahan
pangan, bahkan untuk sebagian masyarakat sudah secara turun temurun
mengkonsumsi seperti umbi-umbian yang menjadi makanan pokok masyarakat
papua. Jenis umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar dan kentang mengandung gizi
yang cukup tinggi. Kandungan gizi umbi-umbian dalam 100 gram menunjukan,
bahwa kandungan gizi kentang diantara jenis tanaman umbi-umbian lainnya, secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa kentang memiliki
potensi dan prospek yang baik dalam rangka program diversifikasi pangan pengganti
beras.
Tabel 1. Kandungan gizi singkong, ubi jalar dan kentang (dalam 100 gram) Kandungan gizi Singkong Ubi jalar Kentang
Karbohidrat (gram) 7,49 20,12 38,49 Energi (kkal) 35 86 168 Lemak (gram) 0,41 0,05 0,17 Sodium (mili gram) 41 55 11 Kalium (mili gram) 48 337 888
Sumber; Fatscret Indonesia, 2014
Tren konsumsi kentang segar di Indonesia dalam kurun empat tahun terakhir
mengalami kenaikan sebesar 30% (Kementerian Pertanian, 2014). Pada tahun 2009
konsumsi kentang sebesar 1,46 kg/kapita/tahun menjadi 1,82 kg/kapita/tahun pada
tahun 2012. Kondisi ini menunjukkan konsumsi per kapita per tahun kentang sama
dengan konsumsi jagung dari kelompok padi-padian, yaitu 101,4 kg/kapita/tahun
pada tahun 2009 menjadi 106,5 kg/kapita/tahun pada tahun 2012. Konsumsi kentang
3
di Indonesia selain dikonsumsi berupa kentang rebus juga dikonsumsi berupa pangan
olahan, seperti kentang goreng (French fries) dan keripik.
Konsumsi kentang yang cenderung meningkat berbanding terbalik dengan
produksi kentang nasional. Pada tahun 2009 produksi kentang sebesar 1.176.304 ton
dan pada tahun 2012 produksi kentang mencapai 1.094.240 ton, mengalami
penurunan sebesar 28%. Secara rinci terlihat pada Gambar 1.
Sumber: BPS (2014) Gambar 1. Produksi Kentang Tahun 2012
Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penghasil kentang nasional, pada tahun
2009 menghasilkan produksi kentang sebesar 320.542 ton, pada tahun 2012 produksi
kentang mencapai 261.966 ton, atau mengalami penurunan sebesar 17%. Secara rinci
dapat dilihat pada gambar 2.
2.619.667ton (JB)
2.526.072ton (JTG)
1.620.385ton (JT)
1.289.645ton (SU)
2.886.551 ton (PL)
Produksi Kentang Nasional Tahun 2012
Jawa Barat (JB)
Jawa Tengah (JTG)
Jawa Timur (JT)
Sumatera Utara (SU)
Provinsi lain-lain (PL)
4
Sumber: BPS (2014) Gambar 2. Produksi Kentang di Jawa Barat Tahun 2012.
Berdasarkan Tabel 2. Kabupaten penghasil kentang di Jawa Barat adalah
Kabupaten Bandung, yang menghasikan produksi 128.984 ton pada tahun 2008. Pada
tahun 2012 produksi kentang sebesar 131.876 ton, atau mengalami kenaikan sebesar
29%. Berdasarkan sisi ekosistem Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang
paling sesuai untuk pengembangan tanaman kentang, karena memiliki lahan kering
dataran tinggi yang cukup luas.
Tabel 2. Kabupaten/Kota Penghasil Kentang Di Jawa Barat dari Tahun 2008-2012
(dalam satuan ton)
No. Kabupaten/ Tahun
Kota 2008 2009 2010 2011 2012 1 Bandung 128. 984 182. 858 114.754 105. 926 131.876 2 Garut 135. 910 118. 175 140. 029 94. 204 109.954 3 Majalengka 21. 640 14. 754 11. 864 9. 910 12. 664 4 Sumedang 1. 299 1. 099 1. 188 1. 076 991 5 Cianjur 675 1. 108 184 1.021 402
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat tahun 2014
050000
100000150000200000250000300000350000
2009 2010 2011 2012
2009
2010
2011
2012
5
Pasokan kentang selama lima tahun mengalami fluktuatif sesuai dengan
produksi kentang di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Bandung. Hal ini
mengakibatkan pasokan ke pasar menjadi turun termasuk Kabupaten Bandung,
walaupun produksi kentang meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi belum dapat
memenuhi permintaan.
Pasokan yang mengalami fluktuatif dapat diidentifikasi antara lain karena
konversi lahan kentang, ketersediaan benih berkualitas terbatas, produktifitas kentang
stagnan, sarana dan prasarana yang tidak memadai, lemahnya regulasi dan
infrastruktur dan lain-lain, serta rantai pasok yang tidak terkendali akibat adanya
kesenjangan informasi antara konsumen dan produsen menyebabkan distorsi pada
aspek distribusi dan aksesibilitas kentang (Marimin dkk, 2011: 215). Distorsi ini
memunculkan sejumlah persoalan antara lain, tidak lancarnya pasokan kentang, tidak
proporsionalnya pembagian risiko, nilai tambah dan keuntungan antar pelaku serta
tidak efisiennya biaya sepanjang rantai pasok produk kentang. Petani, sebagai
penyedia bahan baku adalah pelaku utama yang menderita kerugian dalam distorsi
tersebut, yaitu menanggung porsi risiko yang lebih besar dalam menerima porsi
keuntungan dan nilai tambah yang lebih kecil (Arifin, et al., 2001: 216). Terjadinya
distorsi pada aspek distribusi kentang harus dikurangi dengan pengelolaan risiko
disetiap tingkatan rantai pasok.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan melakukan penelitian
tentang Strategi Pengelolaan Risiko Rantai Pasok Komoditas Kentang Di Kabupaten
Bandung.
6
1.2. Rumusan Masalah
Produksi kentang nasional pada tahun 2009-2012 cenderung mengalami
penurunan, demikian juga di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan, sedangkan
konsumsi kentang dari tahun 2009-2012 semakin meningkat. Untuk memenuhi
ketersediaan pangan baik secara nasional maupun lokal di perlukan suatu manajemen
atau pengelolaan pasokan kentang yang baik, agar pasokan atau ketersediaan pangan
nasional mencukupi. Melalui pengelolaan risiko rantai pasok kentang, diupayakan
dapat mengurangi risiko ditingkat petani, pengumpul, dan distributor, sehingga
pemerataan distribusi kentang dapat berjalan dengan optimal.
Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah dibuat dalam pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana alur rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten Bandung?
2. Apa risiko setiap pelaku dalam rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten
Bandung?
3. Bagaimana status risiko rantai pasok komoditas kentang di kabupaten Bandung?
4. Bagaimana tingkat pemetaan risiko rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten
Bandung?
5. Bagaimana mengelola risiko rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten
Bandung?
7
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui diagram alur rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten Bandung.
2. Mengidentifikasi jenis risiko setiap pelaku dalam rantai pasok komoditas kentang
di Kabupaten Bandung.
3. Mengetahui nilai tingkat status risiko rantai pasok komoditas kentang di
Kabupaten Bandung.
4. Mengetahui penyusunan pemetaan risiko berdasarkan kelompok-kelompok
tetentu di Kabupaten Bandung.
5. Pengelolaan risiko komoditas kentang di Kabupaten Bandung.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan
dalam terwujudnya ketahanan pangan nasional.
2. Bagi lembaga pendidikan, memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam
rangka tercapainya ketahanan pangan nasional.
3. Bagi peneliti, meningkatnya pengetahuan mengenai analisis manajemen risiko
rantai pasok kentang di Bandung.
4. Sebagai acuan Kabupaten untuk penelitian selanjutnya.
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan metode fish bone untuk mengidentifikasi risiko
berdasarkan Marimin dan Maghfiroh (2010), metode aproksimasi untuk
memperoleh nilai status risiko, dan metode risk matriks chart untuk memetakan
risiko berdasarkan probabilitas dan dampak.
2. Responden dalam penelitian ini mulai dari petani, pengumpul dan distributor,
dikarenakan rantai pasok yang berada di on farm perlu mendapatkan pengawasan
yang intesif, agar distribusi kentang ke tangan konsumen dapat berajalan dengan
lancar, dan ketersediaan kentang dapat terpenuhi, baik secara kualitas maupun
secara kuantitas.
3. Dalam penentuan pengamatan risiko yang dilakukan, hanya dibatasi untuk
tanaman kentang yang berada di Kecamatan Pangalengan, Kertasari dan
Cimenyan yang merupakan penghasil kentang terbesar di Kabupaten Bandung
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diversifikasi Pangan
Menurut Suwono dan Suryana (2010: 10) suatu peningkatan diversifikasi atau
penganekaragaman pangan merupakan salah satu kunci sukses pembangunan
pertanian sebagaimana tertuang dalam rencana Strategis Kementerian Pertanian
Tahun 2010-2014. Upaya peningkatan diversifikasi pangan dimaksudkan untuk
meningkatkan ketersedian dan konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang,
dan menghindari satu jenis pangan pokok seperti beras. Sementara keberagaman jenis
pangan dan keseimbangan gizi dalam pola konsumsi pangan dibutuhkan tubuh untuk
hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan memperhatikan pola konsumsi pangan
masyarakat Indonesia yang masih belum sesuai harapan tersebut, maka
penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan menjadi penting untuk
dilaksanakan guna menciptakan generasi sumber daya manusia yang lebih berkualitas
dan berdaya saing. Menurut Roadmap Badan Ketahanan Pangan RI tahun 2011,
bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati kedua
terbesar, dengan 77 spesies tanaman sumber karbohidrat seperti serealia (jagung,
sorghum, hotong, gadung dl), ubi-ubian (singkong, kentang, ubi jalar, talas, sagu,
ganyong, garut, gembili, gadung, dll) dan buah (sukun, pisang, labu kuning, buah
10
bakau dll). Pangan sumber karbohidrat tersebut tersedia dan tumbuh subur di seluruh
Indonesia, dan secara tradisional dikonsumsi sebagai pangan pokok maupun kudapan.
Menurut Arifin (2005: 35-37) upaya diversifikasi pangan tentunya akan
menghadapi berbagai tantangan seperti laju pertumbuhan penduduk yang harus
disertai dengan ketersediaan pangan yang memenuhi gizi. Dari aspek psikologis,
modernisasi dalam kehidupan masyarakat tanpa disadari menggerus pola konsumsi
masyarakat dari mengonsumsi pangan lokal kepada pangan yang instan. Situasi
pergeseran pola kunsumsi pangan masyarakat ini disebabkan oleh banyak hal seperti
masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap konsumsi pangan beragam,
bergizi seimbang dan masih aman. Di sisi lain, untuk mempercepat proses adaptasi
masyarakat kembali kepada pangan lokal diperlukan pengembangan teknologi tepat
guna baik untuk produksi maupun mengolah bahan pangan terutama pangan lokal
non beras. Melalui teknologi tepat guna ditingkatkan nilai tambah dan nilai sosial dari
pangan lokal selain beras. Saat ini ketersediaan dan akses terhadap teknologi
semacam itu diindikasikan relatif rendah. Menurut Hanafie (2010: 17) dengan
semakin disadarinya bahwa diversifikasi pangan merupakan suatu tuntutan yang
penting untuk dilaksanakan melalui gerakan percepatan diversifikasi konsumsi
pangan secara terkoordinasi dan sinergi antar kebijakan di tingkat pusat lintas sektor
dan daerah serta dukungan partisipasi aktif pihak swasta dan masyarakat, yang
diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan sesuai kewenangan masing-masing
namun saling mendukung, termasuk pengembangan program-program percepatan
pengurangan kemiskinan.
11
2.2. Tanaman Kentang
Kentang atau potato atau irish potatoes sudah lama dikenal dan ditananam di
berbagai negara. Menurut Samadi (2005: 3), tanaman kentang berasal dari Amerika
Selatan dan Amerika Tengah. Di Indonesia, kentang pertama kali ditemukan pada
tahun 1794 di daerah Cisarua, Cimahi (Bandung). Jenis kentang yang ditanam di
Cisarua diduga berasal dari Amerika Serikat, yang dibawa oleh orang-orang Eropa.
Varietas kentang yang pertama kali didatangkan ke Indonesia adalah Eigenheimer.
Pada tahun 1811 kentang sudah ditanam secara luas di berbagai daerah, terutama di
pegunungan (dataran tinggi) Pacet, Lembang, Panggalengan (Jawa Barat),
Wonosobo, Tawangmangu (Jawa Tengah), Batu, Tengger (Jawa Timur), Aceh, Tanah
Karo, Padang, Bengkulu, Sumatra Selatan, Minahasa, Bali, Flores
Kentang termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas
Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solonum, Spesies
Solanum tuberosum L. Kentang (Solanum tuberosum L) termasuk jenis tanaman
sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang
termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati.
Bagian-bagian atau organ-organ penting tanaman kentang adalah sebagai berikut:
(Permadi et. al, 1998: 5).
1. Daun
Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun dan letak daun berselang-seling
mengelilingi tanaman. Daun berbentuk oval sampai oval agak bulat dengan ujung
12
meruncing dan tulang-tulang daun menyirip seperti duri ikan. Warna daun hijau
muda sampai hijau tua hingga kelabu. Ukuran daun sedang dengan tangkai tidak
panjang.
2. Batang
Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada
varietasnya. Batang tanaman tidak berkayu, namun agak keras apabila dipijat.
Batang kentang umumnya lemah sehingga mudah roboh bila kena angin kencang.
Warna batang umumnya hijau tua dengan pigmen ungu. Batang tanaman
bercabang-cabang dan setiap cabang ditumbuhi oleh daun-daun yang rimbun.
Permukaan batang halus, pada ruas batang tempat tumbuhnya cabang mengalami
penebalan. Diameter batang kecil dengan panjang mancapai 1,2 meter.
3. Akar
Tanaman kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang
dapat menebus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabutnya
umumnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal.
Akar tanaman berwarna keputih-putihan, dan halus berukuran sangat kecil. Di
antara akar-akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi
bakal umbi (stolon), yang selanjutnya akan menjadi umbi kentang.
4. Bunga
Tanaman kentang ada yang berbunga dan ada yang tidak, tergantung pada
varietasnya. Warna bunga bervariasi, yakni kuning atau ungu. Kentang Varietas
Dasiree berbunga ungu. Pada Varietas Cipanas, Segunung dan Cosima, bunga
13
atau benang sari berwarna kuning, putiknya putih. Pada tanaman kentang yang
berbunga, bunga tumbuh dari ketiak daun teratas. Jumlah tandan bunga juga
bervariasi sedikit sampai banyak. Kentang Varietas Cosima memiliki tandan
bunga sampai 11 buah, sedangkan Varietas Cipanas 7 buah. Bunga kentang
berjenis kelamin dua. Bunga kentang yang telah mengalami penyerbukan akan
menghasilkan buah dan biji-biji. Buah berbentuk buni dan di dalamnya berisi
banyak biji.
5. Umbi
Umbi terbentuk dari cabang sampai di antara akar-akar. Proses pembentukan
umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau
stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi
menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral,
dan air.
Menurut Setiadi (2009: 34) umbi kentang memiliki manfaat yang sama
dengan jenis-jenis sayuran lainnya. Zat-zat gizi yang terkandung dalam 100 gram
bahan adalah energi 168 kkal, protein 0,3 gram, lemak 0,17 gram, karbohidrat 38,49
gram, calsium (Ca) 20 mg, fosfor (P) 30 mg, besi (Fe) 0,5 mg, dan vitamin B 0,04
mg. Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat.
Sebagai sumber utama karbohidrat, kentang sangat bermanfaat untuk meningkatkan
energi di dalam tubuh, sehingga manusia dapat bergerak, berpikir, dan melakukan
aktivitas-aktivitas lainnya. Di samping itu, karbohidrat sangat penting untuk
14
meningkatkan proses metabolisme tubuh, seperti proses pencernaan, pernafasan, dan
lain-lain. Zat protein dalam tubuh manusia bermanfaat untuk pembangunan jaringan
tubuh, seperti otot-otot, daging, dan lain-lain. Sebagai sumber lemak juga dapat
meningkatkan energi. Kandungan gizi lainnya, seperti zat kalsium dan fosfor
bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi: zat besi (Fe) bermanfaat untuk
pembentukan sel darah merah (hemoglobin).
2.3. Risiko (Risk)
Menurut Dewi (2008: 2) risiko adalah peristiwa/kejadian-kejadian yang
potensi untuk terjadi yang mungkin dapat menimbulkan kerugian pada suatu
perusahaan. Risiko timbul karena adanya unsur ketidakpastian di masa mendatang,
adanya penyimpangan, terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan, atau tidak terjadinya
sesuatu yang tidak harapkan. Risiko bersifat dinamis dan memiliki interdependensi
satu sama lain. Dengan demikian dinamisme sifat risiko itu harus diantisipasi sejak
awal.
Risiko yang dihadapi perusahaan memiliki karakteristik antara lain:
1. kejadian risiko akan terulang terus dan cenderung dapat diukur
2. Jenis-jenis risiko yang masih sangat baru sulit diukur
3. Sangat tergantung satu sama lain
15
Menurut Darmawi (2010: 21) risiko dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga, dengan
kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukan adanya ketidakpastian, ketidakpastian
itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika kita kaji lebih
lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu timbul karena berbagai sebab, antara lain:
1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.
Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
2. Keterbatasan tersediannya informasi yang diperlukan.
3. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan/teknik mengambil keputusan.
Menurut Riyadi dan Mahbubi (2013: 6) sumber risiko, pada umumnya
disebabkan oleh adanya ketidakpastian, sehingga menimbulkan tertekannya
keuntungan (profitability), bahkan kerugian. Risiko sangat terkait dan banyak
digunakan dalam konteks pengambilan keputusan, karena risiko diartikan sebagai
peluang akan terjadinya suatu kejadian, makin tinggi tingkat ketidakpastian suatu
kejadian, makin tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan keputusan itu.
Dengan demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses
pengambilan keputusan. Hal ini berarti risiko terkait dengan pengambil keputusan
individu atau pimpinan perusahaan atau organisasi.
Ada dua istilah yang mempunyai pengertian berbeda yaitu risk event dan risk
loss (Riyadi dan Mahbubi, 2013: 6). Istilah tersebut adalah:
16
1. Risk event atau peristiwa yang member imbas pada datangnya risiko, adalah
terjadinya suatu kejadian yang dapat menimbulkan potential for loss (pendapatan
yang buruk).
2. Risk loss atau besaran kerugian yang terjadi sebagai akibat dari suatu kejadian
tersebut adalah berapa kerugian-kerugian yang terjadi baik langsung ataupun
tidak langsung sebagai akibat dari adanya risk event.
2.3.1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab
Sofiyan (2004: 24) menyebutkan faktor-faktor penyebab munculnya risiko itu
pada umumnya dari dua sumber, yakni sumber intern dan sumber ekstern. Sumber
intern umumnya memiliki risiko lebih kecil. Hal ini dapat terjadi karena masalah
intern itu umumnya lebih mudah untuk dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber
ekstern umumnya jauh di luar kendali si pembuat keputusan, antara lain muncul dari
pasar, ekonomi, politik suatu negara, perkembangan teknologi, perubahan sosial
budaya suatu daerah atau negara, kondisi suplai atau pemasok, kondisi geografi dan
kependudukan, serta perubahan lingkungan dimana perusahaan itu didirikan.
17
2.3.2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat
Sofiyan (2004: 25) Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari
perkiraan (expectations) ke salah satu dari dua arah. Artinya, ada kemungkinan
penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula penyimpangan yang merugikan.
Jika kemungkinan itu ada, maka kita katakan risiko bersifat spekulatif. Lawan dari
risiko spekulatif adalah risiko murni yaitu yang hanya ada kemungkinan kerugian.
Risiko ini hanyalah mempunyai kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai
kemungkinan untung. Risiko ini disebut risiko murni.
Disimpulkan bahwa pentingnya penjenisan ini, karena setiap usaha ekonomi
itu penuh dengan adanya risiko, baik risiko spekulatif maupun risiko murni. Risiko
dapat diklasifikasikan. Apakah suatu risiko itu spekulatif atau murni, bergantung pada
pendekatan yang digunakan. Risiko spekulasi biasanya tidak dapat diasuransikan.
Hanya risiko murni yang dapat diasuransikan. Asuransi adalah alat utama bagi orang
yang terbuka terhadap kemungkinan risiko murni.
Menurut Riyadi dan Mahbubi (2013: 35) risiko murni yang dihadapi
seseorang, keluarga, perusahaan dan organisasi lain dapat digolongkan ke dalam
risiko pribadi, risiko harta, dan risiko pertanggung jawab. Risiko pribadi adalah
kemungkinan kerugian atas diri orang itu seperti kematian atau cacat. Risiko harta
adalah risiko kerugian atas harta seperti pencurian mobil. Risiko tanggung gugat
(risiko pertanggung jawab) adalah kemungkinan bertanggung jawab secara hukum
untuk bayar kerusakan terhadap orang atau barang lain.
18
2.3.3 Konsep Risiko
Menurut Dewi (2008: 12-14) beberapa hal penting yang harus diperhatikan
dalam menilai suatu risiko, yaitu:
1. Exposure, suatu risiko kerugian maksimum yang harus dihadapi apabila terjadi
suatu kejadian terburuk. Makin besar nilai eksposur, maka akan semakin besar
kerugian yang timbul
2. Volatility, semakin bervariasi hasil yang akan terjadi pada masa yang akan datang,
maka semakin besar risikonya.
3. Probability, kemungkinan terwujudnya kejadian yang mengandung risiko.
Semakin besar probabilitas dari kejadian risiko, maka semakin besar risiko.
4. Severity, berbeda dengan eksposure yang menekankan kerugian maksimum,
severity menekankan pada kerugian yang sekiranya akan dialami. Severity erat
hubungannya dengan dengan probabilitas kejadian risiko
5. Time Horizon, semakin lama jangka waktu suatu investasi, maka tingkat risiko
semakin besar.
6. Correlaction, jika risiko yang dihadapi saling berhubungan, maka risiko yang
dihadapi perusahaan akan semakin besar
7. Capital, perusahaan menyimpan modal untuk dua alas an utama. Alasan pertama
adalah untuk memenuhi kebutuhan kas, misalnya untuk membayar beban. Alasan
kedua adalah untuk menutupi kerugian yang tidak diperkirakan sebelummya
akibat dari eksposur risiko.
19
2.4. Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)
Menurut Pujawan (2005: 7) rantai pasok merupakan jaringan perusahaan-
perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.
Menurut Anatan dan Elitan (2008: 59) manajemen rantai pasok merupakan
strategi alternatif yang memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian
lingkungan untuk mencapai keunggulan yang kompetitif melalui pengurangan biaya
operasi dan perbaikan pelayanan konsumen. Manajemen rantai pasok menawarkan
suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan
mengurangi biaya operasional perusahaan.
Menurut Pujawan (2005: 7) manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau
pendekatan pengelolaanya. Namun perlu ditekankan bahwa manajemen rantai pasok
menghendaki pendekatan atau metode yang terintergrasi dengan dasar semangat
kolaborasi. Ada beberapa definisi tentang manajemen rantai pasok. Misalnya, the
Council of Logistics Management memberikan difinisi sebagai berikut:
Supply Chain Management the systematic, strategic coordination of the traditional
business functions within a practicular company and across businesses within the
rantai pasok for the purpose of improving the long-term performance of the
individual company and the supply chain as a whole. Jadi, manajemen rantai pasok
tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga
20
urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahan-perusahan partner
(Pujawan 2005: 8).
Selanjutnya, menurut Pujawan (2005: 10) prinsip manajemen rantai pasok
pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait
dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar
organisasi. manajemen rantai pasok sederhana memiliki komponen-komponen yang
diebut channel yang terdiri atas pemasok, pengolah, distribution center, wholesaler,
dan pengecerer yang semuanya bekerja memenuhi konsumen akhir. Sebuah rantai
pasok bisa saja melibatkan sejumlah industri pengolah dalam suatu rantai hulu ke
hilir. Sebuah rantai pasokan tidak selamanya merupakan garis lurus.
Dalam kenyataannya, sebuah industri pengolah bisa memilki ratusan bahkan
ribuan pemasok, dan produk-produk yang dihasilkan oleh sebuah industri
didistribusikan ke beberapa pusat yang melayani ratusan bahkan ribuan wholesaler,
pengecer, pedagang kecil, maupun konsumen. Setiap channel dalam suatu rantai
pasokan memiliki aktivitas-aktivitas yang saling mendukung baik meliputi
perancangan produk, peramalan kebutuhan, pengadaan material, produksi,
pengendalian persediaan, distribusi, transportasi, penyimpangan atau pergudangan,
dukungan pelayanan kepada pelanggan, dan proses pembayaran. Pengelolaan
manajemen rantai pasokan membutuhkan intervensi pihak-pihak yang terkait (Anatan
dan Elitan, 2008: 82).
Menurut Anatan dan Elitan (2008: 47) aplikasi manajemen rantai pasokan
pada dasarnya memiliki tiga tujuan utama yaitu, penurunan biaya (cost reduction),
21
penurunan modal (capital reduction), dan perbaikan pelayanan (service
improvement). Penurunan biaya bisa dicapai dengan meminimalkan biaya logistik,
misalnya dengan memilih alat atau model transportasi, pergudangan, standar layanan
yang meminimalkan biaya, untuk mencapai penurunan modal yang diperlukan dalam
aktivitas bisnis, perusahaan harus mampu meminimalkan tingkat investasi dalam
bidang logistik. Sedangkan perbaikan pelayanan sangat penting dilakukan secara
proaktif karena pelayanan atau jasa logistik yang dilakukan perusahaan sangat
mempengaruhi pendapatan dan profitabilitas perusahaan. manajemen rantai pasok
pada hakekatnya mencakup lingkup pekerjaan dan tanggung jawab yang luas. Semua
kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi, dan uang di sepanjang rantai
pasokan adalah kegiatan-kegiatan dalam cakupan manajemen rantai pasokan.
Menurut Anatan dan Elitan (2008: 63) manajemen rantai pasok merupakan
wujud implementasi strategi sistem jejaring bisnis dalam membangun hubungan
antara perusahaan yang berbasis pada koordinasi. Konsep rantai pasokan
memperlihatkan proses ketergantungan antar berbagai pihak atau perusahaan yang
terkait dalam sebuah sistem jejaring bisnis yang biasa dikenal dengan konsep
kemitraan. Kemitraan merupakan suatu tipe hubungan dimana tanggung jawab dan
keuntungan potensial dibedakan dari satu bentuk koordinasi terkait dengan hubungan
penjual dan pembeli secara umum dan tingkat investasi spesifikasi secara khusus,
kemitraan bisnis juga menunjukan suatu mekanisme koordinasi untuk para pemasok
dan perusahaan dalam suatu penciptaan nilai jejaring bisnis. Penetapan strategi rantai
pasok mengarah pada perencanaan jangka panjang untuk menciptakan produk yang
22
murah, berkualitas, tepat waktu, bervariasi, dan mendukung rantai pasokan untuk
mencapai tujuan-tujuan strategis yang telah ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut perusahaan harus memiliki kemampuan untuk beroperasi secara efisien,
menciptakan kualitas produk yang tinggi, respon cepat terhadap kebutuhan
konsumen, fleksibel, dan inovatif dalam merespon perubahan yang terjadi (Anatan
dan Elitan, 2008: 72-73).
Menurut Pujawan (2005: 9) apabila mengacu pada sebuah perusahaan
pengolah, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi Manajemen Rantai
Pasok adalah:
1. Kegiatan merancang produk baru (Product development)
2. Kegiatan mendapatkan bahan baku ( Procurement, Purchasing, atau Supply)
3. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (Planning & Control)
4. Kegiatan melakukan produksi (Production)
5. Kegiatan melakukan pengiriman/distribusi (Distribution)
6. Kegiatan pengelolaan pengembalian produk/barang (Return)
Keenam klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian-
pembagian departemen atau devisi pada perusahaan pengolah. Pembagian tersebut
sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokan sesuai dengan
fungsinya.
Anatan dan Elitan (2008: 82) suatu manajemen rantai pasok biasanya sangat
kompleksitas dan ketidakpastian yang melibatkan banyak pihak di dalam maupun di
23
luar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali memiliki kepentingan yang berbeda-
beda, bahkan tidak jarang bertentangan (Conflicting) antara yang satu dengan yang
lainnya. Didalam perusahaan perbedaan kepentingan ini sering muncul. Konflik
kepentingan juga sangat jelas terjadi antar perusahaan yang ada pada rantai pasok.
Pemasok menginginkan pembeli untuk memesan produk jauh-jauh hari sebelum
waktu pengiriman dan sependapat mungkin pesanan tersebut tidak berubah. Pemasok
juga semakin senang bila pengiriman bisa dilakukan segera setelah produksi selesai.
Disisi lain, perusahaan pembeli menghendaki fleksibilitas yang tinggi. Mereka akan
lebih mudah dalam kegiatan operasinya apabila pemasok memberikan keleluasaan
untuk mengubah jumlah, spesifikasi, maupun jadwal pengiriman bahan baku yang
dipesan. Pembeli juga menginginkan pemasok bisa mengirim tepat waktu dengan
kuantitas pengiriman kecil (mengikuti model just in time) sehingga pembeli tidak
perlu menumpuk persediaan dengan jumlah besar di gudang mereka. Kompleksitas
suatu rantai pasok juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya
antar satu perusahaan dengan perusahaan lain. Ketidakpastian merupakan sumber
utama kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok. Ketidakpastian menimbulkan
ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan
sering menciptakan pengaman di sepanjang rantai pasok. Pengaman ini bisa berupa
persediaan (safety stock), waktu (safety time) maupun ketidakpastian produksi
maupun transformasi.
Menurut Pujawan (2005: 20) Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi
utama ketidakpastian pada rantai pasok. Pertama adalah ketidak pastian permintaan.
24
Sebuah toko atau supermarket tidak akan pernah bisa memiliki informasi yang pasti
berapa suatu produk x akan terjual pada hari tertentu. Mereka hanya bisa meramalkan
dan sadar bahwa ramalan hampir semua tidak benar. Kedua adalah ketidakpastian
dari arah pemasok. Ini bisa berupa ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga
bahan baku atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang
dikirim. Sedangkan sumber yang ketiga adalah ketidakpastian internal yang bisa
diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin tidak sempurna, ketidakpastian
tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi. Besarnya
ketidakpastian yang dihadapi tiap-tiap rantai pasok berbeda-beda. Pada kebanyakan
kasus permintaaan pelanggan dianggap mendominasi ketidakpastian pada rantai
pasok, namun tentu banyak juga kasus dimana ketidakpastian pasokan bahan baku
atau komponen menjadi isu yang lebih dominan. (Pujawan, 2005: 20)
2.4.1. Konsep Manajemen Rantai Pasok
Menurut Anatan dan Elitan (2008: 61) konsep manajemen rantai pasok
menekankan pada bagaimana perusahaan memenuhi permintaan konsumen tidak
hanya sekedar menyediakan barang. Rantai pasok merupakan proses penciptaan nilai
tambah barang dan jasa yang berfokus pada efisiensi dan efektifitas dari persediaan,
aliran kas dan aliran informasi. Aliran informasi merupakan aliran terpenting dalam
pengelolaan rantai pasokan karena dengan adanya informasi maka pihak pemasok
dapat menjamin tersedianya material lebih tepat waktu, memenuhi permintaan
25
konsumen lebih cepat dengan kuantitas yang tepat sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerja rantai pasokan secara keseluruhan.
Selanjutnya menurut Anatan dan Elitan (2008: 61) tujuan utama dalam
manajemen rantai pasok adalah untuk memperkuat hubungan baik antara pengolah
dengan pemasok dan saluran distribusinya. Artinya pengolah perlu menyertakan
mereka baik dalam resiko ataupun peluang bisnis dengan pembagian responbility
sebagai sesame produsen. Maka dengan manajemen rantai pasok perusahaan akan
lebih responsif dan kapabilitasnya memungkinkan untuk memenuhi permintaan
konsumen.
Fleksibilitas dan kapabilitas perusahaan untuk merespon permintaan
konsumen akan produk yang lebih bervariasi dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem produksi masal, dengan menerapkan desain produk modul untuk mencapai
segmentasi pasar yang lebih luas. Perkembangan teknologi dan pertumbuhan
lingkungan pasar, serta siklus hidup produk yang semakin pendek juga mendorong
perusahaan untuk melempar produk yang berbeda dengan yang lainnya secara lebih
cepat. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan meningkatnya kompleksitas
dalam perencanaan rantai pasokan dan koordinasi proses (Pujawan, 2005: 57).
Seluruh elemen dalam manajemen rantai pasok tidak dapat berjalan secara
terpisah, tetapi harus merupakan satu kesatuan sehingga akan menghasilkan sinergi.
Dalam rantai pasokan yang terpenting adalah saling berbagi informasi, oleh karena
itu dalam aliran material, aliran kas dan aliran informasi merupakan keseluruhan
elemen dalam rantai pasok yang perlu diintegrasikan (Anatan dan Elitan, 2008: 72).
26
Menurut Marimin (2010: 25) manajemen rantai pasok mewakili manajemen
keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi,
pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Berdasarkan
konsep rantai pasok terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah
didistribusikan pada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Aliran
material tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
I
Physical Supply Pengolahing Phisycal Distribution
Planning and control
DOMINANT FLOW OF PRODUCT AND SERVICE
DOMINANT FLOW OF DEMAND AND DESIGN INFORMATION
Gambar 3. Pola Aliran Material
Pola aliran material pada Gambar 3. menunjukan bahwa bahan mentah
didistribusikan kepada pemasok dan pengolah yang melakukan pengolahan, sehingga
menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor.
Aliran produk terjadi mulai dari pemasok hingga konsumen, sedangkan arus balik
aliran ini dalah aliran permintaan dan informasi. Permintaan dari pelanggan
diterjemahkan oleh distributor dan distributor menyampaikan pada pengolah,
selanjutnya pengolah menyalurkan informasi tersebut pada pemasok.
SUPLLIER COSTUMERDISTRIBUTION
SYSTEM MANUFACTUR
27
2.4.2. Sruktur Rantai Pasok
Manurut Marimin (2010: 26) manajemen rantai pasok merupakan serangkaian
pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang,
dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan dapat
didistribusikan dengan kuantitas, tempat, dan waktu yang tepat untuk memperkecil
biaya, serta memuaskan pelanggan. Ada beberapa pemain utama yang memiliki
kepentingan dalam manajemen rantai pasok, yaitu pemasok, pengolah, pendistribusi,
pengecer, dan pelanggan.
Manurut Indrajit dan Djokopranoto (2000) dalam Marimin (2010: 27)
Hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah sebagai berikut:
1. Rantai 1 adalah Pemasok, merupakan sumber penyedia bahan pertama, mata
rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa berbentuk bahan
baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagang, dan suku cadang.
2. Rantai 1-2 adalah pemasok → pengolah, pengolah yang melakukan pekerjaan
membuat, mempabrikasi, meng-assembling, merakit, mengonversi, ataupun
menyelesaikan barang. Pada rantai pasok pertanian, pengolah adalah pengolah
komoditas produk pertanian yang memberikan nilai tambah untuk komoditas
tersebut.
3. Rantai 1-2-3 adalah pemasok → pengolah → distributor. Barang yang sudah jadi
dari pengolah disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk
28
menyalurkan barang kepada pelanggan. Cara yang umum dilakukan adalah
melalui distributor dan biasanya ditempuh dengan rantai pasok.
4. Rantai 1-2-3-4 adalah pemasok → pengolah → distributor → pengecer, pedagang
besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa yang
lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke
pihak pengecer.
5. Rantai 1-2-3-4-5 adalah pemasok → pengolah → distributor → pengecer →
pelanggan, pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli.
Mata rantai pasok akan terhenti ketika barang tersebut tiba pada pemakai
langsung.
Struktur rantai pasok produk pertanian memiliki keunikan karena tidak terlalu
mengikuti urutan rantai di atas. Petani dapat menjual hasil pertaniannya ke pasar
selaku pengecer, sehingga telah memutus rantai pelaku tengkulak, pengolah, dan
distributor. Pengolah juga tidak harus memasok produk lewat pendiostribusi ke
pengecer, tapi bisa langsung ke pelanggan. Pelanggan disini biasanya adalah
pelanggan besar seperti restoran, rumah sakit, atau pun hotel. Pengolah juga banyak
menggunakan jasa eksportir selaku distributor untuk memasarkan produknya ke
pelanggan internasional. Struktur rantai pasok pertanian ditunjukan pada Gambar 4
(Marimin, 2010: 28).
29
Gambar 4. Struktur Rantai Pasok Pertanian
2.4.3. Mekanisme Rantai Pasok
Menurut Marimin (2010: 29) mekanisme rantai pasok secara alami dibentuk
oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Pada negara sedang berkembang seperti
Indonesia, mekanisme rantai pasok dicirikan dengan lemahnya produk pertanian dan
komposisi pasar. Mekanisme rantai pasok dapat bersifat tradisional maupun modern.
Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat
tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar
swalayan. Keberadaan tengkulak sebagai perantara bisa dipandang sebagai sebuah
kemudahan atau kerugian untuk petani.
Selanjutnya menurut Marimin (2010: 29) mekanisme rantai pasok modern
terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mekanisme mengatasi kelemahan
Pelanggan
Pemasok
Pengolah
Distributor
Pengecer
30
karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani dari sisi
ekonomi dan sosial, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk
yang berkualitas, dan memperluas pangsa pasar yang ada. Hal ini menyebabkan
bertambahnya para pelaku rantai pasok, seperti adanya pengolah yang mengolah
produk pertanian, sehingga memiliki nilai tambah. Pada rantai pasok modern, petani
sebagai produsen dan pemasok pertama membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian
atau kontrak dengan pengolah, eksportir, atau langsung dengan pasar atau pengecer,
sehingga petani memiliki posisi tawar yang baik. Mekanisme ini tidak hanya memacu
petani untuk terus meningkatkan mutu hasil pertaniannya, tapi juga memacu para
pelaku rantai pasok yang lain sepertipengolah, distributor, dan pengecer untuk
menjamin kualitas produk yang diinginkan oleh pasar, sehingga produk dapat
diterima oleh konsumen lokal maupun mancanegara.
2.4.4. Kelembagaan Rantai Pasok
Menurut Marimin (2010: 30) kelembagaan rantai pasok merupakan hubungan
manajemen atau sistem kerja yang sistematis dan saling mendukung di antara
beberapa lembaga kemitraan rantai pasok suatu komoditas. Kelembagaan tersebut
mencapai satu atau lebih tujuan yang menguntungkan semua pihak yang ada di dalam
dan di luar kelembagaan tersebut. Bentuk-bentuk kelembagaan rantai pasok makin
mengalami keragaman dengan keberadaan pasar tradisional dan modern seperti mini
market, super market, hyper market, dan departement store serta keberadaan
31
konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit, dan keberadaan industri
pengolahan. Kedinamikaan bentuk kelembagaan rantai pasok akan menimbulkan
persaingan, namun persaingan tersebut tidak selalu dipandang negatif, persaingan
dapat membawa hasil yang positif selama persaingan tersebut dipandang sebagai
tantangan bagi pelaku rantai pasok.
Menurut Marimin (2010: 30) dalam perkembangannya, bentuk kelembagaan
rantai pasok pertanian terdiri dari dua pola, yaitu pola perdagangan umum dan pola
kemitraan. Pola perdagangan umum melibatkan berbagai pelaku tata niaga yang
umum ditemukan dibanyak lokasi, antara lain petani baik secara individu atau
kelompok dan pedagang, baik yang berada di sentra produksi atau pedagang besar
yang berada di pusat kota. Pola kemitraan rantai pasok yang umum dilakukan oleh
petani, antara lain kemitaan dengan KUD atau asosiasi tani dan petani dengan
pengolah atau pengolah. Gambaran kesepakatan kemitraan rantai pasok yang
umumnya terjadi adalah antara petani secara individu dengan KUD atau asosiasi tani.
Pola kemitraan petani dengan pengolah tidak jauh berbeda dengan kemitraan
antara petani dengan KUD/asosiasi tani, namun terdapat beberapa tambahan
kesepakatan, antara lain kesepakatan dalam penentuan luas area penanaman
komoditas atau produk pada masing-masing petani, kesepakatan tentang jenis atau
varietas komoditas yang akan ditanam, pengaturan tentang jadwal tanam dan panen
antar petani dan area, serta pengadaan sarana produksi. Kemitraan juga terjadi antara
pengolah dengan distributor atau asosiasi tani dengan distributor. Distributor disini
selaku pemasok untuk pengecer modern seperti super market, pemasok untuk
32
konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit, pemasok untuk konsumen
luar negeri atau pemasok untuk industri pengolahan (Marimin, 2010: 30).
Keberhasilan kelembagaan rantai psok komoditas pertanian tergantung sejauh
mana pihak-pihak yang terlibat mampu menerapkan kunci sukses (key success factor)
yang melandasi setiap aktivitas di dalam kelembagaan tersebut. Kunci sukses ini
teridentifikasi melalui penelusuran yang detail dari setiap aktivitas di dalam rantai
pasok. Kunci sukses tersebut adalah: (Marimin, 2010: 32).
1. Membangun kepercayaan
2. Koordinasi dan kerja sama
3. Kemudahan akses pembiayaan
4. Dukungan pemerintah
2.4.5. Tujuan Strategi Manajemen Rantai pasok
Menurut Pujawan (2005: 31) strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan jangka
panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai. Keputusan-keputusan jangka
pendek dan di lingkungan lokal mestinya harus mendukung organisasi atau rantai
pasok kearah tujuan-tujuan yang strategis tersebut. Strategi tersebut perlu dicapai
untuk membuat rantai pasok menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan
pasar. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka rantai pasok harus
menyediakan produk yang:
33
1. Murah
2. Berkualitas
3. Tepat waktu
4. Bervariasi
Selanjutnya menurut Pujawan (2005: 31) keempat tujuan strategis tersebut
sangat penting dimata pelanggan. Namun perlu disadari bahwa tingkat kepentingan
untuk masing-masing tujuan di atas berbeda-beda untuk tiap jenis produk dan segmen
pelanggan. Ada produk yang dibeli oleh pelanggan dengan mempertimbangan utama
harga yang murah, sedangkan ada pelanggan yang membeli dengan kualitas sebagai
pertimbangan utama. Ada jenis produk yang bisa unggul di pasar karena mampu
menciptakan variasi produk yang beragam, ada juga karena mudah atau cepat.bisa
diperoleh untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka rantai pasok harus bisa
menterjemahkan tujuan-tujan di atas ke dalam kemampuan sumber daya yang
dimiliki. Dalam konteks operasi rantai pasok, tujuan-tujuan di atas dapat memiliki
kemampuan untuk:
1. Beroperasi secara efisien
2. Menciptakan kualitas
3. Cepat
4. Fleksibel
5. Inovatif
34
Masing-masing aspirasi pelanggan tersebut bisa didukung oleh satu atau
beberapa kemampuan strategis suatu rantai pasok. Dalam konteks operasi,
kemampuan menciptakan kualitas tidak selalu diasosiasikan dengan produk, tetapi
juga dengan proses. Singkatnya, kualitas proses yang dijaga dengan baik akan banyak
memberikan penghematan sehingga rantai pasok juga mampu menawarkan produk
dengan harga yang lebih murah. Demikian juga, kemampuan rantai pasok untuk
menciptakan kualitas juga berpengaruh pada tujuan untuk menyediakan produk tepat
waktu bagi pelanggan. Kesalahan proses yang mengakibatkan penolakan dan
mengerjakan kembali tentu mengakibatkan waktu produksi lebih lama sehingga
mengurangi kemampuan rantai pasok untuk menyediakan praduk tepat waktu
(Pujawan, 2005: 32).
2.4.6. Desain untuk Manajemen Rantai Pasok
Menurut Pujawan (2005: 59) ongkos transportasi dan persediaan merupakan
rantai pasok cost drivers (pemicu biaya rantai pasok) yang besar porsinya. Oleh
karena itu hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancang produk baru
semestinya bukan hanya masalah kemudahan untuk produksi, kelayakan jual, biaya,
dan waktu pengembangan dalam rancangan tersebut. Namun juga hal-hal lain seperti
aspek lingkungan dan aspek-aspek manajemen rantai pasok. Rancangan produk yang
mempertimbangkan manajemen rantai pasok dinamakan desain untuk manajemen
35
rantai pasok. Secara umum desain untuk manajemen rantai pasok mempertimbangkan
hal-hal seperti:
1. Kemudahan untuk menyimpan, mengirim, dan mengembalikan produk tersebut
2. Fleksibilitas rancangan terhadap perubahan permintaan pelanggan
3. Modularity: banyaknya komponen atau modul yang sama yang bisa digunakan
untuk membuat produk akhir yang berbeda
4. Aspek lokalisasi: rancangan yang memperhatikan bisa tidaknya sebagian kegiatan
perakitan akhir (finalisasi) dilakukan di area pemasaran
5. Reuseability dari rancangan
6. Rancangan yang mendukung mass customization
2.5. Manajemen Risiko Rantai Pasok
Menurut Marimin (2010: 196) risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai
kerugian yang dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan
penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam sebuah perusahaan dan lingkungannya. Dalam
suatu rantai pasok, jika satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka
akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam
jaringan pasokannya. Begitupun dengan risiko akibat dari permasalahan tersebut,
sehingga terjadi interaksi antar risiko yang menyebabkan kerugian secara menyeluruh
dalam jaringan pasokan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian risiko rantai
36
pasok agar dapat terhindar dari akibat berkelanjutan yang terjadi pada setiap titik
dalam jaringan pasokan dengan cara melakukan analisis risiko.
Analisis risiko rantai pasok merupakan bagian dari manajemen rantai pasok
yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kegagalan bisnis
dalam kondisi yang penuh dengan ketidak pastian. Menurut Schoenher dalam
Marimin (2010: 196) kategori risiko rantai pasok, terbagi menjadi tujuh belas macam,
yaitu risiko komplain standarisasi, risiko kualitas produk, risiko biaya produksi, risiko
biaya persaingan, risiko permintaan, risiko pemenuhan pasokan, risiko
penggudangan, risiko ketepatan waktu kirim, risiko ketepatan budget pengiriman,
risiko pemenuhan pemesanan, risiko salah mitra, risiko jarak, risiko pemasok, risiko
manajemen pemasok, risiko rekayasa dan inovasi, risiko transportasi, risiko bencana
serta produk asing (Marimin, 2010: 197).
2.6. Penelitian Terdahulu
Badariah et al., (2010) melakukan penelitian tentang Analisa Supply Chain
Risk Management Berdasarkan Metode Failure and Effects Analysis (FMEA). Hasil
penelitiannya mengidentifikasi risiko dan pencaritahuan akan faktor tertinggi
berdasarkan hasil perhitungan Risk Priority Number. Khususnya pada proses
receiving (penerimaan) bahan baku pada saat kapal tangker tidak bersandar di
darmaga, proses strorage (penyimpanan) ketika pipa penyalur bahan baku mengalami
kebocoran, dan berdasarkan perhitungan nilai Risk Priority Number (RPN) dari
37
proses receiving (penerimaan) dan strorage (penyimpanan), faktor kebocoran pipa
yang terjadi pada sambungan pipa dengan tengker. Faktor ini yang paling
mempengaruhi proses produksi.
Parenrengi, et al., (2011) melakukan penelitian mengenai Analisis Risiko
Manajemen Rantai Pasok Dalam Membangun Ketangguhan Perusahaan Dengan
Metode Failure and Effects Analysis (FMEA). Potensi risiko yang timbul dalam
setiap aktivitas bisnis departemen manajemen rantai pasok dapat menjadi risiko yang
berdampak terhadap aktivitas perusahaan jika tidak mendapat perhatian dalam proses
pengelolaanya. Selain itu diperoleh bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
timbulnya risiko antara lain kurangnya perencanaa, kolaborasi, kontrol, dan
peningkatan kapabilitas karyawan dalam departemen SCM. Upaya untuk membangun
ketangguhan perusahaan dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan secara
kolaboratif dan berkesinambungan terhadap faktor-fakor yang berkontribusi terhadap
timbulnya risiko tersebut. Upaya lain adalah dengan penerapan Bussines Continuity
Management (BCM) / BCP untuk manajemen rantai pasok yang juga mampu
memberikan solusi menyeluruh terhadap pengelolaan rantai pasok.
Fendi dan Yuliawati (2012) melakukan penelitian mengenai Analisis Strategi
Mitigasi Risiko Pada Rantai Pasok PT. PAL. INDONESIA (PERSERO) . Hasil
penelitiannya bahwa identifikasi risiko yang terjadi dalam aktivitas rantai pasok di
peroleh 41 kejadian dan 29 agen risiko yang teridentifikasi, pengurutan nilai RPI dan
pemetaan kejadian risiko dalam risk map memperlihatkan bahwa 6 kejadian risiko
yang berada dalam area merah yang berarti menunjukan perlu dilakukan corrective
38
action dan 14 kejadian risiko di orange yang berarti juga sangat
direkomendasikannya corrective action agar tidak terjadi gangguan pada sistem rantai
pasok perusahaan, strategi mitigasi untuk agen risiko yang terpilih yaitu, dengan
menerapkan strategi proaktif supply. Strategi yang digunakan meliputi strategy stock,
coordination, dan multi route.
2.7 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilandasi dengan kerangka pikir model pengelolaan risiko rantai
pasok produk pertanian tanaman pangan, yaitu komoditas kentang. untuk membuat,
pengukuran risiko rantai pasok tersebut akan digunakan model-model yang sudah
dikembangkan oleh Neureuther dalam Marimin (2010). Tahap penelitian ini dengan
Mengidentifikasi Risiko (Metode Fish Bond), Pengukuran risiko (Metode
Aproksimasi), Pemetaan Risiko (Risk Matriks Chart), dan Pengelolaan Risiko. Kajian
tahapan penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 5.
39
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
Ketahanan Pangan
Diversifikasi
Analisis
Produksi
Analisis
Konsumsi
Alur Rantai Pasok
Identifikasi Risiko Rantai Pasok
Pemetaan
Mengukur Risiko
Pengelolaan
Risiko
Menghindari
Risiko (Avoid)
Mengendalikan
Risiko
(Mitigate)
Mengalihkan
Risiko
(Transfer)
Menerima
Risiko
(Keep)
Strategi Pengelolaan Risiko Rantai
Pasok Komoditas Kentang
Fish bone Metode Aproksimasi Risk Matrik Chart
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, yaitu dari bulan Agustus 2014-
Desember 2014, bertempat di Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung merupakan
salah satu daerah penghasil atau sentra kentang di Provinsi Jawa Barat.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersumber
dari: (1) para petani kentang (2) para pengumpul yang mengumpulkan hasil panen
kentang dari kelompok tani maupun langsung dari petani. (3) distributor yang
menyalurkan hasil panen ke pasar induk atau ke konsumen. Beberapa data sekunder
yang dipergunakan untuk membantu memperoleh data yang bersumber dari: (1)
Badan Pusat Statistik yang banyak menerbitkan data tahunan. (2) Fatscrat Indonesia
yang menerbitkan kandungan gizi umbi-umbian. (3) Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Jawa barat, untuk beberapa data produksi kentang tahunan. (4) Dinas
Pertanian RI, untuk beberapa data konsumsi kentang tahunan.
41
3.3. Teknik Penentuan Sampel
Sampel yang dijadikan responden atau informan penelitian ditentukan secara
Multi Stage Area Sampling. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengambilan contoh
yaitu:
Kabupaten Bandung terdiri dari 31 kecamatan, namun ada 3 kecamatan
penghasil kentang, yaitu Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Kertasari, dan
Kecamatan Cimenyan.
1. Ketiga kecamatan ini merupakan Kecamatan terpilih dalam penelitian ini.
2. Kemudian dari 3 kecamatan terpilih tersebut dipilih 3 daerah sentra dengan
menggunakan random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak.
3. Dari setiap daerah diambil 13 petani kentang beserta rantai pasok yang terlibat
dengan menggunakan metode snow ball sehingga total responden 121.
Penentuan jumlah sampel dengan populasi tidak terhingga menurut
J. Sarwono (2002: 42) adalah sebagai berikut:
Z2 a/2 X p (1-p)
no =--------------------------------
e2
42
Dimana :
Z = tingkat kepercayaan dugaan (1-α)
P = proporsi sampel
e = kesalahan dugaan (sampling eror)
no = jumlah sampel awal
Pada penelitian ini, jumlah sampel yang digunakan berjumlah 120 responden
dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut ini :
1. Z = 90% (tingkat kepercayaan 90%)
2. P = 50% (proporsi sampel 50%)
3. e = 7,5% (sampling error 7,5%)
perhitungan : 1,6452 x 0,5 (1-0,5) no =-------------------------------- 0,0752 no = 120, 2678
Kemudian untuk tingkat pengumpul dan distributor penentuan sampel ini
dilakukan dengan secara sengaja (Purposive sampling), dimana dengan jumlah 15
pengumpul dan 4 distributor dengan pertimbangan bahwa pengumpul dan distributor
di 3 Kecamatan ini merupakan pengumpul dan distributor yang cukup berkembang
dan maju, seperti bertahan ≥ 5 tahun.
43
3.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan
cara:
1. Pengumpulan data kuantitatif dengan teknik wawancara terbimbing dengan
menggunakan pedoman wawancara (kuesioner). Di samping itu, pada tahap ini
juga dilakukan studi dokumentasi dengan cara dicatat di pedoman pencatatan
dokumen.
2. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan cara: (1) Observasi, dilakukan
dengan cara peneliti mengamati kegiatan secara langsung. (2) wawancara
mendalam (indeepth interview), dilakukan sebagai tidak lanjut dari temuan
observasi, dilakukan dengan cara menemui langsung para informan dengan
menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan data lebih lengkap dalam
hal-hal tertentu direkam melalui tape recorder dan foto kamera.
3. Melakukan lembar penilaian (assessment sheet) kepada responden untuk dinilai
probabilitas (P) dan dampak (D) risiko. Responden yang dipilih adalah tingkat
petani, pengumpul dan distributor. Lembar penilaian ini berisiko berisi kumpulan
identifikasi risiko per kejadian pada setiap tingkat rantai pasok yang dibuat dalam
bentuk skala dan bobot probabilitas dan dampak pada per kejadian pada setiap
tingkat rantai pasok.
Ada 4 teknik menganalisis data yakni: Tahap pertama, identifikasi risiko
dengan menggunakan metode fish bone, merupakan aktivitas awal yang bertujuan
44
untuk mengidentifikasi seluruh risiko yang melekat pada seluruh aktivitas di setiap
tingkat rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten Bandung yang akan
menghasilkan output daftar risiko dari setiap tingkat rantai pasok. Menurut Mulyadi
(2007: 114) metode fish bone dalam identifikasi risiko meliputi analisis data historis,
pengamatan, survey baik dengan kuisioner atau wawancara.
Gambar 6. Identifikasi Risiko (Metode Fish Bone)
Tahap kedua, Pengukuran dan Perkiraan Risiko, Metode Pengukuran Risiko
(Metode Aproksimasi) dapat dilakukan secara kuantitatif atau kualitatif. Pengukuran
risiko selalu mengacu paling tidak pada dua ukuran yaitu ukurun pertama adalah
probabilitas, dan juga digunakan untuk kemungkinan (likelihood). Kesemuanya
tersebut mengacu kepada seberapa besar probabilitas (P) risiko tersebut terjadi atau
akan terjadi. Ukuran kedua adalah dampak (D) atau akibat, atau ukuran kuantitas
Cause 2
Problem
Cause 3 Cause 1
45
risiko, yaitu ukuran seberapa besar akibat yang ditimbulkan bila risiko tersebut benar-
benar terjadi.
Metode aproksimasi adalah cara yang digunakan untuk mengetahui
probabilitas (P) dan dampak (D) risiko, metode ini dilakukan dengan menanyakan
kira-kira berapa dampak dan kemungkinan (probabilitas) dari suatu risiko kepada
orang lain. Disebut aproksimasi karena informasi yang diperoleh merupakan
perkiraan atau aproksimasi. Pemilihan ini karena tidak memiliki data historis
mengenai kemungkinan (probabilitas) dan dampak risiko yang ada. Pengumpulan
informasi pada metode aproksimasi dilakukan dengan cara Expert Opinion (Kountur,
2008: 28). Cara ini adalah salah satu cara pengumpulan informasi dimana seorang
yang dianggap mengetahui keadaan lapangan diwawancarai untuk mendapatkan
informasi tentang berapa besar kemungkinan (probabilitas) dan seberapa besar
dampak yang terjadi dari suatu risiko. Menurut Kountur (2008: 30) hal yang bisa
dilakukan untuk mengurangi bias adalah jawaban dari probabilitas dan dampak yang
ditanya dibuatkan dalam bentuk skala dengan bobotnya masing-masing :
Skala Bobot Sangat Besar 5 Besar 4 Sedang 3 Kecil 2 Sangat Kecil 1
46
Penetapan tingkat dampak risiko adalah dengan mempertimbangkan apakah
risiko tersebut akan berdampak pada penutupan bisnis atau bisnis tetap hidup.
Dampak risiko dapat di kategorikan menjadi dampak besar dan kecil.
Penetapan risiko pada peta risiko didasarkan atas perkiraan posisinya berada
dimana hasil perhitungan probabilitas dan dampak. Perhitungan status risiko
diperlukan untuk mengetahui posisi sebenarnya suatu risiko. Status risiko diperoleh
dari perkalian antara kemungkinan (probabilitas) dan dampak (Sumber: Kountur, 2008:
30)
Status risiko = probabilitas x dampak
Tahap ketiga adalah pemetaan, pemetaan merupakan kelanjutan dari tahap
pengukukuran risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga dapat
mengidentifikasi karakter dari setiap risiko dan menetapkan tindakan masing-masing
risiko (Hanafi, 2009: 31). Teknik ini merupakan teknik yang cukup sederhana (tidak
melibatkan kuantitatif yang rumit). Risiko dapat dikelompokan berdasarkan dua
dimensi yaitu frekuensi dan dampak. Pengukuran kuntitatif ini dapat digunakan
menggunakan risk matriks chart. Matriks chart digunakan untuk memilah risiko-
risiko yang berdampak tinggi dari risiko-risiko yang berdampak rendah. Risk matriks
chart dapat dilihat pada Gambar 7.
Hasil penelitian yang terkait dengan dua dimensi risiko, yaitu probabilitas dan
dampak digunakan pada pemetaan. Dua dimensi tersebut kemudian dimasukan ke
dalam diagram pemetaan risiko (Risk Matriks Chart) untuk melihat prioritas risiko
(Gambar 7). Empat kategori arti masing-masing kuadran risk matriks chart, yaitu:
47
1. Kuadran I, risiko mengancam pencapaian tujuan bisnis
2. Kuadran II, risiko berbahaya yang jarang terjadi
3. Kuadran III, risiko yang terjadi secara rutin namun dampak rendah
4. Kuadran IV, risiko tidak berbahaya
5
Dampak 3
1 1 3 5
Probabilitas
Sumber: Kountur, 2008: 45 Gambar 7. Diagram Pemetaan Risiko (Risk Matriks Chart)
Kuadran I, merupakan area dengan tingkat probabiltas besar. Risiko yang
terdapat pada kuadaran ini termasuk ke dalam prioritas I atau prioritas utama.
Kuadran II, merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko dalam prioritas II. Ciri
risiko dalam kuadran II adalah memiliki tingkat probabilitas kejadian kecil, namun
dampaknya bila risiko tersebut menjadi kenyataan menjadi besar. Kuadran III,
memiliki tingkat kejadian yang besar namun dampaknya rendah. Kadang-kadang
mengganggu apabila risiko yang bersangkutan muncul menjadi kenyataan. Terakhir,
pada kuadran IV, risiko dalam kelas ini memiliki tingkat probabilitas kejadian yang
Kuadran II
Kuadran I
Kuadran IV
Kuadran III
48
rendah. Kalaupun terjadi, dampaknya kecil bagi pencapaian tujuan dan target
perusahaan.
Tahap keempat, strategi pengelolaan risiko, berdasarkan strategi yang
dilakukan dalam mencegah suatu risiko, tiap rantai pasok dapat melakukan strategi
pengurangan risiko, atau seberapa besar risiko yang dapat ditoleransi atau diterima
sesuai dengan ukuran minimum sesuai yang diterapkan, antara lain
1. Menghindari risiko (Avoid), yaitu risiko dihindari karena dampaknya terlalu besar
bagi perusahaan, atau menghindari risiko tertentu dengan mengusahakan agar
perusahaan tidak memilih atau melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
sumber datangnya risiko
2. Mengalihkan risiko (Transfer), yaitu membagi risiko kepada pihak ketiga, melalui
hedging, outsourching, diversifikasi, sub-kontrak, tunda jual dan kontrak masa
depan atau asuransi.
3. Mengendalikan (Mitigate), yaitu mengurangi, memperingankan, mengantisipasi
pengaruh yang ditimbulkan oleh kemungkinan terjadinya risiko dengan cara
melakukan kegiatan pencegahan dan meningkatkan pengawasan yang lebih ketat
4. Menerima (Keep), yaitu menghadapi risiko tersebut apa adanya atau risiko
diterima sejauh dalam batas-batas toleransi yang diberikan atau ditetapkan oleh
perusahaan (risk appetite), tetapi dengan tetap melakukan langkah-langkah
antisipasi semaksimal mungkin agar tetap melakukan langkah-langkah antisipasi
semaksimal mungkin agar diperoleh nilai bagi perusahaan.
49
3.4.1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk menguji sah atau validnya suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan dalam kuesioner mampu untuk
mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Imam Ghozali,
2005: 43). Didalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan,
biasanya dilakukan uji signifikan koefisien korelasi pada batasan minimal korelasi
0,30, artinya suatu item dianggap valid jika skor total lebih besar dari 0.30 (Priyanto,
2010: 62)
3.4.2 Uji Reliabelitas
Uji reliabilitas adalah digunakan untuk menguji apakah hasil pengukuran
suatu kuesioner dapat dipercaya atau diandalkan. Suatu kuesioner dikatakan
reliabilitas apabila jawaban seorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau tidak
berubah dari waktu ke waktu. Uji reliabelitas dalam penelitian ini menggunakan
angka cronbach yaitu suatu pertanyaan dalam kuesioner akan reliabel jika cronbach
alpha > 0,6 (Ghozali, 2005: 47)
50
BAB IV
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANDUNG
4.1. Letak Geografis dan Topografi
Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Secara Geografis letak Kabupaten Bandung berada pada 6˚,41’ sampai
dengan 7˚,19’ Lintang Selatan dan diantara 107˚,22’ sampai dengan 108˚,5’ Bujur
Timur. Luas wilayah keseluruhan sebesar 1.762,39 Km2 dengan batas-batas wilayah
administratif sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan
Kabupaten Sumedang
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Bandung Barat
5. Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bandung dan Kota Cimahi
Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan wilayah pegunungan
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara terdapat Gunung Bukit Tunggul (2.200 m), Gunung Tangkuban
Perahu (2.076 m), diperbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. (keduanya kini
menjadi Kabupaten Bandung Barat)
51
2. Sebelah Selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m),
serta Gunung Papandayan (2.2.62 m), dan Gunung Guntur (2.249 m), kedua-
duanya diperbatasan dengan Kabupaten Garut
Dengan iklim tropis dan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan
4.000 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 12˚C sampai 24˚C dengan
kelembaban antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau. Luas
wilayah Kabupaten Bandung tercatat seluas 176.238,67 Ha, dibagi beberapa kategori
diantaranya luas lahan pertanian sawah (berpengairan teknis, berpengairan non teknis
dan tidak berpengairan), luas lahan pertanian bukan sawah dan luas lahan non
pertanian. Kecamatan dengan luas lahan pertanian sawah pengairan teknis terluas
adalah Kecamatan Ciparay, sementara area sawah dengan pengairan non teknis
terluas terletak di Kecamatan Rancaekek dengan masing luas 2.425,40 Ha dan
3.035,10 Ha.
4.2. Keadaan Penduduk
4.2.1. Jumlah Penduduk
Kabupaten Bandung merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi
kedua di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Bogor. Menurut hasil Survey Sosial
dan Ekonomi Daerah (SUSEDA), pada tahun 2009 Kabupaten bandung tercatat
memiliki kepadatan penduduk sekitar 3.127.008 jiwa, naik sekitar 7,38% di tahun
2013 sebesar 3.351.048 jiwa. Meninjau perkembangan junlah penduduk Kabupaten
52
Bandung dalam lima tahun terakhir, tren perkembangan menunjukan bahwa jumlah
penduduk Kabupaten Bandung terus mengalami peningkatan dengan rata-rata
pertumbuhan sekitar 1,6% - 2,3% per tahun. Pertumbuhan penduduk dalam lima
tahun terakhir dapat dilihat pada lampiran 1.
Jumlah penduduk Kabupaten Bandung yang terdapat pada lampiran 1, dalam
persebarannya cenderung tidak tersebar dengan merata disetiap kecamatan-
kecamatan. Kecamatan yang memiliki lokasi berdekatan dengan Kota Bandung
cenderung lebih padat. Sebagai contoh, Kecamatan Margahayu memiliki kepadatan
penduduk sebesar 114..670 pada tahun 2013 dan Kecamatan Deyeuhkolot memilki
kepadatan penduduk sebesar 108.884 pada tahun 2013.
4.2.2. Menurut Umur
Badan Statistik Kabupaten Bandung membagi komposisi penduduk menurut
umur dalam dua golongan yaitu golongan umur non produktif dan golongan umur
produktif. Golongan non produktif adalah golongan umur 0-14 tahun dan golongan
umur lebih dari 65 tahun, sedangkan golongan umur produktif adalah 15-64 tahun.
Komposisi penduduk Kabupaten Bandung berdasarkan umur dapat dilihat pada
Tabel. 3 dibawah ini:
53
Tabel 3. Komposisi Penduduk Kabupaten Bandung Menurut Kelompok dan Jumlah
Jiwa Umur Tahun 2013
No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) 1 0-14 998.622 2 15-64 2.202.776 3 ≥ 65 149.65 Jumlah 3.351.048
Sumber: Statistik Kabupaten Bandung Tahun 2013
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa komposisi penduduk menurut umur
pada tahun 2013 di Kabupaten Bandung pada tahun 2013 adalah golongan non
produktif (kelompok 0-14 tahun) adalah sebesar 998.622 jiwa dan kelompok ≥ 65
tahun sebesar 149.650 jiwa, dan golongan produktif kelompok (15-64 tahun) adalah
sebesar 2.202.776 jiwa. Jumlah golongan produktif lebih tinggi dibandingkan jumlah
golongan non produktif, penduduk dalam umur golongan yang produktif dalam usaha
tani kentang masih memungkinkan untuk meningkatkan keterampilan dan menambah
pengetahuan dalam mengelola usahatani serta penyerapan teknologi baru untuk
memajukan usahataninya, sehingga upaya pengembangan usahatani kentang di
Kabupaten Bandung dapat berjalan dengan lebih baik.
4.3. Keadaan Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu ukuran
tingkat keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi sekaligus diperlukan untuk
menyusun perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi regional. PDRB
54
Kabupaten Bandung menggambarkan pertumbuhan ekonomi, secara umum kondisi
makro ekonomi di Kabupaten Bandung, meningkat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, hal itu tidak lepas dari kondisi makro yang mempengaruhi seperti
stabilitas politik dan demokrasi, Kondisi ekonomi nasional yang positif ini berimbas
pada perekonomian Kabupaten bandung untuk tahun 2013, pertumbuhan Kabupaten
Bandung tercatat meningkat, dengan pertumbuhan mencapai 5,88 persen, sedangkan
untuk tahun 2012 berkisar sekitar 4,34 persen.
Sektor yang membuat kenaikan secara signifikan diperoleh dari sektor
industri. Namun tercatat juga terjadi penurunan dari sektor-sektor ekonomi lainnya,
yaitu pertambangan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Untuk tahun 2013,
PDRB Kabubapetn Bandung mengalami peningkatan dibanding dengankan dengan
PDRB tahun 2012 dan tahun sebelum-sebelumnya. Baik PDRB atas harga berlaku
maupun PDRB atas pasar kostanta. Untuk tahun 2013, PDRB atas dasar harga
berlaku mengalami peningkatan sebesar Rp 4,89 triliun, sedangkan untuk PDRB atas
dasar harga konstanta mengalami kenaikan sebesar Rp 1,2 triliun. Pertumbuhan
PDRB Kabupaten Bandung per tahun dapat dilihat pada Tabel. 4 berikut:
Tabel 4. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung untuk tahun 2011 – 2013.
Tahun
PDRB ADH
Berlaku
PDRB ADH Konstanta
Pertumbuhan ADH Berlaku
Pertumbuhan PDRB ADH
Konstan 2011 38.282.269.450.000 19.674.494.5550.000 14,89 % 5,30% 2012 41.201.900.670.000 20.527.539.560.000 7,63% 4,34% 2013 46.092.238.720.000 21.734.661.190.000 11,87% 5,88%
Data Produk Domestik Bruto Semesteran Kabupaten Bandung 2013
55
Secara umum pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung selalu mengalami
peningkatan, baik itu dilihat dari PDRB ADH Konstan maupun PDRB ADH berlaku,
namum pertumbuhan PDRB Kabupaten Bandung tahun 2011 mengalami penurunan
itu disebabkan karena dampak krisis global yang mengalami dunia yang berimbas
pada PDRB Kabupaten Bandung. Memasuki tahun 2013 PDRB Kabupaten Bandung
kembali menunjukan kondisi pertumbuhan yang normal. Kondisi ini tidak terlepas
dari adanya pertumbuhan pada bagian semua sektor lapangan Nilai PDRB tak lepas
dari nilai-nilai PDRB persektor yang menjadi pembentuk PDRB secara umum.
4.4. Keadaan Pertanian
Bandung merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang merupakan
daerah sentra pertanian. Sektor pertanian menyumbang 7,36 persen dari total Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bandung, Dari luas wilayah Kabupaten
Bandung yang tercatat 176.238,67 Ha, dan 21,01% merupakan tanah sawah.
Melihat potensi yang ada maka sektor pertanian merupakan sektor yang patut
mendapat perhatian lebih, baik dari pihak pemerintah daerah maupun masyarakat
pertanian sendiri.
56
4.4.1. Tanaman Pangan
Beberapa jenis tanaman pangan yang diusahakan di Kabupaten Bandung,
antara lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Produksi
terbanyak adalah padi sawah sebanyak 2.467.580,10 kwintal dengan luas panen
seluas 31.271 Ha sehingga didapatkan produktivitas tahun 2013 sebesar 98,91 kw/Ha.
Perlu diperhatikan produktivitas belom menghitung sawah yang ditanam lebih dari
satu kali musim. Keadaan ini dapat dipahami karena luas areal untuk tanaman padi
cukup luas jika dibandingkan dengan luas areal yang ditanami tanaman lainnya.
Disamping itu tanaman pangan Kabupaten Bandung memiliki tanaman hortikultura
unggulan seperti kentang, kubis, cabe merah, dan bawang merah. Juga tanaman
perkebunan seperti teh, kelapa hibrida, cengkeh, jambu mete, dan kopi juga
diusahakan di Kabupaten Bandung.
4.4.2. Peternakan
Berdasarkan jenisnya peternakan dibedakan atas ternak besar, ternak kecil dan
ternak unggas. Jenis ternak besar yang cukup dominan di Kabupaten Bandung adalah
sapi sebanyak 28.109 ekor (termasuk sapi perah), kuda 2.338 ekor dan kerbau
sebanyak 2.332 ekor. Sementara ternak kecil yang cukup dominan adalah domba
sebanyak 118.158 ekor, kemudian kambing sebanyak 18.869 ekor. Sedangkan jenis
57
ternak unggas terbesar adalah ternak ayam, dimana mencapai 255.126.575 ekor dan
itik sebanyak 390.104 ekor.
4.4.3 Perikanan
Prospek perikanan di Kabupaten Bandung memperlihatkan angka yang cukup
menjanjikan. Pada tahun 2013 luas kolam air tenang sebesar 1.230 Ha dengan total
produksi ikan sebesar 7.354 ton, sedangkan luas mina padi meningkat sebesar 4.481
Ha dengan produksi ikan sebesar 2.499 ton, dan luas kolam air deras sebesar 1.025
petak dengan produksi ikan 429 ton.
4.4. Keadaan Kondisi Usahatani Kentang
Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan di
Kabupaten Bandung. Jenis yang banyak diusahakan petani adalah kentang Granola.
Kentang granola merupakan kentang konsumsi, yaitu kentang yang digunakan
sebagai bahan pemenuhan kebutuhan konsumsi sehari-hari, yaitu sebagai sayuran
maupun bahan olahan lain untuk di konsumsi. Sentra produksi kentang di Kabupaten
Bandung berada di Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Kertasari, dan Kecamatan
Cimenyan. Meskipun merupakan komoditi andalan, upaya pengembangan usahatani
kentang di Kabupaten Bandung bukan tanpa kendala. Salah satu indikator adanya
kendala dalam pengembangan usahatani kentang adalah terjadinya konversi lahan.
58
Adapun jumlah produksi kentang di Kabupaten Bandung dalam kurun 5 tahun
mengalami ketidak stabilan, yaitu pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar
182.858/ton, terus mengalami penurunan produksi pada tahun 2010 sebesar
114.754/ton dan tahun 2011 sebesar 105.926/ton, namun pada tahun 2012 produksi
kentang di Kabupaten Bandung kembali mengalami peningkatan produksi sebesar
131.876/ton.
59
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Alur Rantai Pasok Komoditas Kentang Kabupaten Bandung
Berdasarkan Fatimah (2011: 23) dan penelitian di lapangan, bahwa
komoditas kentang di Kabupaten Bandung memiliki enam alur rantai pasok untuk
menuju ke konsumen akhir, yang bermula dari petani/produsen sebagai sumber
penyedia bahan baku sampai di distributor sebagai penyalur kentang. Enam alur
tersebut secara rinci sebagai berikut:
Pertama
Petani menjual hasil produksi kentang ke pedagang pengumpul, di tingkat
pengumpul kentang disortir berdasarkan kualitas dan kuantitas sehingga mendapatkan
nilai tambah, selanjutnya dijual ke distributor, di tingkat distributor kentang di
timbang berdasarkan pesanan dan di kemas agar kentang tidak mengalami kerusakan
selama perjalanan menuju pasar induk, setelah di pasar induk kentang dijual ke
pengecer dengan harga yang bervariasi berdasarkan kualiatas dan kuantitas, di
pengecer konsumen baru dapat membeli kentang dengan harga yang bervariasi
berdasarkan kualitas dan kuantitas.
60
Kedua
Petani dapat menjual kentang langsung menuju distributor, biasanya
distributor bermitra dengan petani dengan mengadakan perjanjian yang
menguntungkan kedua belah pihak, setelah sampai di distributor kentang ditimbang
dan di kemas agar kentang tidak mengalami kerusakan selama perjalanan menuju
pasar induk, setelah di pasar induk kentang kembali dijual ke pengecer dengan harga
yang bervariasi berdasarkan kualiatas dan kuantitas, di pengecer konsumen baru
dapat membeli kentang dengan harga yang bervariasi pula berdasarkan kualitas dan
kuantitas.
Ketiga
Petani sebagai penyedia bahan baku menjual kentang ke pengumpul,
pengumpul menyortir berdasarkan kualitas dan kuantitas, pada alur rantai pasok ini
pengumpul bermitra dengan industri makanan, di industri makanan kentang dijadikan
berbagai jenis makanan olahan yang dapat menghasilkan nilai tambah yang sangat
tinggi, dari industri ini konsumen dapat membeli berbagai jenis kentang olahan.
Keempat
Petani sebagai penyedia bahan baku makanan langsung menjual kentang ke
industri makanan. Industri makanan menjadikan kentang dijadikan berbagai jenis
makanan olahan yang dapat menghasilkan nilai tambah yang sangat tinggi, kemudian
hasil olahan kentang dijual ke pengecer dengan harga yang bervariasi berdasarkan
jenis olahan kentang, di pengecer konsumen baru dapat membeli olahan kentang
dengan harga yang bervariasi pula.
61
Kelima
Petani sebagai penyedia bahan baku menjual kentang ke pengumpul, di
tingkat pengumpul kentang disortir berdasarkan kualitas dan kuantitas sehingga
mendapatkan nilai tambah, kemudian dijual kembali ke distributor, ditingkat ini
distributor bermitra dengan industri makanan, kentang ditimbang dan dikemas
berdasarkan pesanan agar kentang tidak mengalami kerusakan selama perjalanan
menuju industri makanan, di industri makanan kentang dijadikan berbagai jenis
makanan olahan yang dapat menghasilkan nilai tambah yang sangat tinggi, kemudian
hasil olahan kentang dijual ke pengecer dengan harga yang bervariasi berdasarkan
jenis olahan kentang, di pengecer konsumen baru dapat membeli olahan kentang
dengan harga yang bervariasi pula.
Keenam
Petani sebagai penyedia bahan baku menjual kentang langsung ke pengecer di
daerah setempat. Hal ini dilakukan karena kentang sudah mulai rusak, oleh karena itu
petani memutuskan untuk langsung menjual ke pengecer dengan harga yang sangat
rendah, di pengecer konsumen baru dapat membeli kentang dengan harga yang
rendah berdasarkan kualitas yang kurang baik. Lebih lengkapnya alur rantai pasok
komoditas kentang di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Gambar 8.
62
IV
I II
III
V
VI
Keterangan: (Batasan Alur Rantai Pasok yang di Teliti)
Gambar 8. Alur Rantai Pasok Komoditas Kentang di Kabupaten Bandung
5.2. Identifikasi Risiko Rantai Pasok
Langkah pertama dalam risiko agribisnis adalah mengidentifikasi risiko-risiko
yang terjadi dalam setiap tingkat rantai pasok. Pengidentifikasian dilakukan untuk
memperoleh sekumpulan informasi mengenai penyebab risiko dan kejadian-kejadian
risiko yang mengakibatkan kerugian.
Pengecer
Konsumen
Pasar Induk
Pedagang Besar
(Distributor)
Pedagang Pengumpul
(Bandar)
Industri Makanan
Petani/Produsen
63
Risiko krusial sering terjadi di sub sektor on farm, yaitu di tingkat petani,
pengumpul, dan distributor. Kemunculan risiko di tingkat on farm memiliki frekuensi
yang sering terjadi dan berdampak besar.
Risiko krusial di tingkat petani yang diidentifikasi, yaitu risiko konversi lahan,
risiko sarana dan prasarana, risiko produktivitas, dan risiko panen dan pasca panen.
Risiko krusial pada tingkat pengumpul yaitu risiko penyortiran dan risiko
penyimpanan. Risiko krusial pada tingkat distributor yaitu risiko pengemasan dan
pengangkutan. Beberapa risiko krusial tersebut dapat menyebabkan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan
kerugian pada tiap tingkat rantai pasok. Identifikasi risiko pada setiap tingkatan rantai
pasok dapat menggunakan metode tulang ikan (fish bone), seperti Gambar 9.
Gambar 9. Identifikasi Risiko (Metode Fish Bone)
Konversi Lahan
Sarana dan Prasarana
Panen dan Pasca Panen Produktivitas
Pengumpul
Penyortiran Penyimpanan
Pengemasan
Problem
Pengangkutan
Distributor Petani
64
5.2.1. Risiko Tingkat Petani
Umumnya petani di Kabupaten Bandung merupakan petani yang mengolah
sawah atau tanah untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dari bercocok tanam petani
dapat menghasilkan uang untuk bertahan hidup, namun dari tahun ke tahun hingga
saat ini permasalahan di tingkat petani tidak kunjung selesai.
Berdasarkan penelitian di lapangan risiko yang sering muncul di tingkat
petani yaitu, risiko konversi lahan yang setiap tahun mengangalami pengurangan
jumlah lahan produktif, risiko sarana dan prasarana yang tidak memadai, risiko
produktivitas yang selalu menurun akibat kurangnya pengetahuan petani maupun dari
alam, dan adanya risiko panen dan pasca panen yang kurang tepat karena masih
banyaknya menggunakan cara yang konvensional.
5.2.1.1. Risiko Konversi Lahan
Faktor utama dalam bertani adalah adanya ketersediaan lahan yang layak dan
produktif sebagai media tanam komoditas kentang, namun yang terjadi saat ini lahan
tersebut berubah fungsi sebagian atau seluruhnya, perubahan kawasan dari yang
berfungsi semula sebagai kawasan pertanian menjadi kawasan bukan untuk pertanian
(konversi lahan) (Arsyad dan Ernan, 2008: 66). Alih fungsi ini berdampak negatif
kepada produksi kentang dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Berdasarkan
penelitian di lapangan dapat dilihat risiko konversi lahan per kejadian sebagai berikut:
mayoritas petani memilih risiko tinggi merubah lahan tanaman kentang menjadi
65
komoditas non kentang dengan persentase 96,7% (29 orang), seperti banyaknya
perawatan kentang lebih intesif karena banyaknya hama yang menyerang kentang dan
dari segi harga jual kentang sering terjadi fluktuatif; 96,7% (29 orang) memilih risiko
tinggi lahan kentang yang di ambil oleh pihak BUMN, seperti sengketa kepemilikan
lahan kentang yang terjadi saat petani membuka lahan baru di lahan milik BUMN;
90% (27 orang) memilih lahan kentang disewa ke pihak swasta, seperti banyaknya
lahan kentang yang dijadikan industri minimarket, dan villa; 96,7% (29 orang)
memilih risiko tinggi banyaknya pembangunan perumahan, seperti banyaknya angka
kelahiran dibanding angka kematian yang berimplikasi kepada membangun
perumahan penduduk diatas lahan kentang. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Risiko Konversi Lahan per Kejadian Kode Risiko Konversi Lahan Frekuensi (Orang) Persentase (%)
R1 Alih komoditas non kentang 29 96%
R2 Banyak lahan kentang milik pribadi yang diambil oleh pihak BUMN 29 96%
R3 Banyak lahan yang disewa ke pihak swasta 27 90%
R4 Banyaknya pembangunan perumahan 29 96%
5.2.1.2. Risiko Sarana dan Prasarana
Menurut Rita (2010: 31) sarana dan prasarana dalam pertanian sebagai input
atau faktor produksi merupakan penunjang utama untuk memproduksi kentang,
sehingga produktivitasnya tercapai, namun apabila sarana dan prasarana pertanian
66
tersebut tidak atau belum tersedia akan berdampak berkurangnya produktivitas
kentang. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa risiko sarana dan prasarana
per kejadian, sebagi berikut: mayoritas petani memilih risiko tinggi dengan persentase
86,7% (26 orang) memilih risiko tinggi harga sewa traktor yang mahal, untuk
mengolah sawah petani harus mengeluarkan biaya Rp 800.000 – Rp 1.000.000/ha, hal
ini terjadi karena agen sewa teraktor masih terbilang sedikit, sehingga banyak petani
yang meninggalkan traktor dan kembali menggunakan alat manual; 7,3% (22 orang)
memilih risiko tinggi harga bahan bakar traktor yang mahal, seperti untuk
menjalankan traktor diperlukan bahan bakar solar rata-rata sebesar Rp 60.000/ha,
bagi petani harga bahan bakar masih terbilang mahal, oleh karena itu banyak petani
yang menggunakan cara konvesional meskipun tidak efisien; 96,7% (29 orang)
memilih risiko tinggi harga pupuk yang mahal, seperti 18.000kg pupuk digunakan
untuk mengolah lahan satu hektar menghabiskan biaya Rp 5.980.000, hal ini
menunjukan harga pupuk masih terbilang mahal, karena sampai saat ini belum
adanya subsidi pupuk organik dari pemerintah; 96,7% (29 orang) memilih risiko
tinggi keterbatasan ketersediaan pupuk, petani memesan pupuk organik kepada
pengusaha pupuk sebanyak 4.000kg, namun yang terjadi petani hanya dikirimkan
2.500kg, hal ini mengakibatkan banyak petani yang menutupi kekurangan
penggunaan pupuk organik dengan pupuk kimia; 96, 7% (29 orang) memilih risiko
tinggi keterbatasan ketersediaan bibit, satu hektar lahan kentang membutuhkan bibit
8.000kg umbi siap tanam, namun yang terjadi hanya 4.000kg umbi kentang, hal ini
terjadi karena masih terbatasnya agen pemasok kentang; 93,3% (28 orang) memilih
67
risiko tinggi harga bibit yang mahal, seperti dalam satu hektar lahan memerlukan
bibit 4.000kg dengan harga berkisar Rp15.000.000 – Rp18.000.000, hal ini
menujukan harga bibit kentang yang masih terlampau mahal; 93,3% (28 orang)
memilih risiko tinggi banyak aneka merek bibit yang tidak bersertifikat, agen
pemasok kentang yang tidak mendapatkan izin dari Balai Pembibitan Kentang,
sehingga banyaknya petani yang merasa kecewa karena produksi kentang jauh dari
yang diharapkan; 93,3% (28 orang) memilih risiko tinggi banyak alat pertanian yang
tidak sesuai ketentuan, seperti masih banyak menggunakan alat yang tradisional,
sehingga kurang optimalnya dalam mengelola produksi kentang. Lebih lengkap dapat
dilihat dalam Tabel 6.
Tabel 6. Risiko Sarana dan Prasaran per Kejadian Kode Risiko Sarana dan Prasarana Frekuensi (Orang) Persentase (%)
R1 Harga sewa traktor yang mahal 26 86,7
R2 Harga bahan bakar traktor yang mahal 22 73,3
R3 Harga pupuk yang mahal 29 96,7 R4 Keterbatasan ketersediaan pupuk 29 96,7 R5 Keterbatasan ketersediaan bibit 29 96,7 R6 Harga bibit yang mahal 28 93,3
R7 Banyak aneka merek bibit yang tidak memiliki sertifikat 28 93,3
R8 Banyak alat pertanian yang tidak sesuai ketentuan 28 93,3
68
5.2.1.3. Risiko Produktivitas
Menurut Y. Sukoco (2008: 231) risiko produktivitas merupakan risiko yang
disebabkan oleh kesalahan dalam aktivitas maupun alam yang berkaitan dengan hasil
atau tingkat produktivitas yang diharapkan dalam pertanian. Banyaknya pelaku
pertanian di Kabupaten Bandung yang mengeluh karena rendahnya produktivitas
kentang, namun juga jarang diantara mereka yang mau melakukan evaluasi atau
introspeksi lebih jauh. Petani rata-rata melakukan aktivitas pengolahan kentang masih
mengikuti cara-cara yang konvensional. Berdasarkan penelitian di lapangan yang
terdapat dalam risiko produktivitas per kejadian sebagai berikut: 96,7% (29 orang)
memilih risiko tinggi banyaknya mutu benih yang tidak sesuai standar, banyak yang
beredar di pasaran benih kentang yang memiliki turunan G3 dan G4, sehingga banyak
petani yang mengeluh karena produksi kentang tidak maksimal; 96,7% (29 orang)
memilih risiko tinggi banyaknya hama dan penyakit pada tanaman kentang, petani
untuk mengendalikan hama dan penyakit masih menggunakan bahan kimia,
banyaknya menggunakan bahan kimia yang tidak sesuai dosis yang dianjurkan; 90%
(27 orang) memilih risiko tinggi musim tanam yang kurang tepat, banyak petani yang
menanam kentang pada musim kemarau dan musim hujan, dan 93,3% (28 orang)
memilih risiko tinggi iklim yang tidak menentu, seperti adanya pemanasan global
akibat polusi udara yang sudah berlebihan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel
7.
69
Tabel 7. Risiko Produktivitas per Kejadian Kode Risiko Produktivitas Frekuensi (Orang) Persentase (%)
R1 Banyaknya mutu benih tidak sesuai standar 29 96,7
R2 Banyaknya hama dan penyakit pada tanaman kentang 29 96,7
R3 Musim tanam yang kurang tepat 27 90 R4 Iklim yang tidak menentu 28 93,3
5.2.1.4. Risiko Panen dan Pasca Panen
Panen dan pasca panen merupakan tahap akhir dalam proses bertani, dalam
tahap ini petani kentang di Kabupaten Bandung beranggapan bahwa proses ini adalah
proses yang mudah dan tidak dilakukan dengan dengan sungguh-sungguh, hal ini
terlihat dari pengelolaan panen dan pasca panen, namun karena dilakukan secara
konvensional sehingga banyak kentang yang terbuang dengan percuma karena rusak
dan menajadi busuk (Setiadi, 2008: 93). Berdasarkan penelitian di lapangan risiko
panen dan pasca panen per kejadian sebagai berikut: 96,7% (29 orang) memilih risiko
tinggi panen tidak sesuai dengan hari setelah tanam, banyaknya petani kentang panen
tidak menghitung hari setelah tanam, umur panen sekitar 100-110 hari, sehingga
panen melewati umur berakibat kentang tumbuh akar; 93,3% (28 orang) mimilih
risiko tinggi panen tidak berpengaruh dengan cuaca, panen kentang pada saat hujan,
berakibat kentang menjadi basah sehingga umbi cepat busuk saat kentang disimpan;
86,7% (26 orang) memilih risiko tinggi setelah panen tidak melakukan pengeringan
kentang ± 1-2 jam, banyaknya petani setelah panen tidak mengeringkan kentang, hal
70
ini berakibat kentang mudah berjamur, karena 30% kentang mengandung air; 90%
(27 orang) memilih menggunakan alat tradisional, banyak ditemukan petani yang
belum paham mengoperasikan alat modern sehingga kembali menggunakan alat yang
tradisional, hal ini mengakibatkan tidak efisien terhadap proses panen dan pasca
panen. Lebih lengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8. Risiko Panen dan Pasca Panen per Kejadian Kode Risiko Panen dan Pasca Panen Frekuensi (orang) Persentase (%)
R1 Panen tidak sesuai dengan hari setelah tanam 29 96,7
R2 Penen tidak berpengaruh dengan cuaca 28 93,3
R3 Setelah panen tidak melakukan pengeringan kentang ± 1-2 jam 26 86,7
R4 Masih menggunakan alat tradisional saat panen dan pasca panen
27 90
5.2.2. Risiko Tingkat Pengumpul
Umumya dalam rantai pasok peran pengumpul sangatlah penting untuk
memudahkan petani menjual hasil produksi kentang. Pengumpul dapat memperoleh
keuntungan yang besar karena menjual hasil kentang berdasarkan kualitas dan
kuantitas ke distributor maupun langsung ke pasar, namun tingkat pengumpul tidak
lepas dari risiko yang krusial, berdasarkan penelitian di lapangan risiko yang sering
terjadi ditingkat pengumpul yaitu risiko penyortiran yang kurang baik karena masih
menggunakan cara-cara yang konvensional dan risiko penyimpanan yang kurang
memadai yang berimplikasi banyaknya kentang yang mudah busuk dan berjamur.
71
5.2.2.1. Risiko Penyortiran
Menurut Hendro (2007: 91) penyortiran merupakan kegiatan untuk
menyeleksi kentang setelah tahap panen dan pasca panen, penyortiran ini bertujuan
mendapatkan keseragaman ukuran kentang sehingga dapat menentukan nilai jual
berdasarkan ukuran dan kualitas. Selain itu penyortiran berfungsi untuk menentukan
marketing yang akan dituju oleh para pelaku pengumpul, didalam penyortiran per
kejadian ada beberapa risiko yang terjadi di lapangan sebagai berikut: pemisahan
kentang yang layak jual ke pasar tradisional dan swalayan tidak tepat; seperti
banyaknya kentang yang dibeli dari petani memiliki kualitas yang relatif sama bahkan
memiliki kualitas yang kurang baik; pemisahan kentang berdasarkan kualitas tidak
dilakukan dengan baik, seperti banyaknya pedagang pengumpul yang belum memiliki
pengetahuan cara pemisahan kentang yang benar, hal ini berakibat harga jual kentang
yang memiliki kualitas yang baik disama rata dengan harga kentang yang memilki
kualitas rendah; belum adanya mesin grader kentang, saat ini penyortiran kentang
dilakukan manual, hal ini akan mengakibatkan biaya tambahan untuk membayar upah
buruh. Lebih lengkapnya yang dapat di lihat pada Tabel. 9
Tabel 9. Risiko Penyortiran per Kejadian Kode Risiko Penyortiran
R1 Pemisahan kentang yang layak jual ke pasar tradisional dan swalayan tidak tepat
R2 Pemisahan kentang berdasarkan kualitas tidak dilakukan dengan baik R3 Belum adanya mesin penggreding kentang
72
5.2.2.2. Risiko Penyimpanan
Menurut Samadi (2007: 96) penyimpanan pada komoditas kentang sangat
berperan penting dalam mempertahankan kualitas hasil pertanian. Pengaturan
kelembaban dan temperatur ruangan penyimpanan dibutuhkan untuk memperlambat
penurunan kualitas, dan dapat dilakukan dengan alami maupun mekanisasi. Namun
apabila penyimpanan ini buruk akan berdampak kepada penyusutan. Berdasarkan
penelitian di lapangan terdapat beberapa risiko penyimpanan per kejadian sebagai
berikut: tidak ada upaya sanitasi dalam gudang penyimpanan, seperti di gudang
penyimpanan masih terlihat kotor, hal ini akan berakibat kentang akan mudah terkena
jamur; penataan keranjang kentang yang buruk, seperti banyak keranjang kenjang
yang tidak disusun sesuai hari setelah panen, sehingga banyak kentang yang sudah
lama disimpan menjadi rusak/busuk karena kelalaian karyawan; didalam gudang
kentang belum terdapat SOP, seperti masih banyaknya pedagang pengumpul yang
tidak melakukan pengecekan waktu dan tanggal keluar masuknya kentang dan tidak
melakukan sistem FIFO; lamanya kentang didalam gudang lebih dari 6-7 bulan,
seperti masih banyak pengumpul yang menimbun kentangnya saat harga jual kentang
rendah, sehingga banyak kentang yang kualitasnya menurun akibat terlalu lamanya
disimpan di dalam gudang. Lebih lengkapnya yang dapat dilihat pada Tabel 10.
73
Tabel 10. Risiko Penyimpanan per Kejadian Kode Risiko Penyimpanan
R1 Tidak ada upaya dalam sanitasi dalam gudang penyimpanan R2 Penataan keranjang kentang yang buruk R3 Didalam gudang penyimpanan belum terdapat SOP R4 Lamanya kentang di dalam gudang lebih dari 6-7 bulan
5.2.3. Risiko Tingkat Distributor
Distributor merupakan pedagang yang membeli atau mendapatkan produk
kentang dari petani maupun dari pengumpul, selain itu peran distributor
mendistribusikan kentang menuju ke pasar maupun konsumen, namun banyaknya
risiko yang dialami, tentu akan menghambat pendistribusian kentang yang kurang
optimal. Berdasarkan penelitian di lapangan, risiko yang dialami tingkat pengumpul,
yaitu risiko pengemasan yang masih buruk, dan risiko pengangkutan yang belum
sesuai, sehingga banyak kentang yang rusak dan mengalami penyusutan dalam
perjalanan menuju ke pasar maupun konsumen.
5.2.3.1. Risiko Pengemasan
Menurut Hendarto (2007: 73) pengemasan merupakan suatu cara atau
perlakuan pengamanan terhadap bahan pangan, agar bahan pangan baik belum diolah
maupun yang telah diolah, dapat sampai ke tangan konsumen dengan selamat secara
kuantitas maupun kualitas. Pengemasan juga berguna untuk menjaga kesehatan bahan
pangan dan dapat mempermudah distribusi bahan pangan. Adapun beberapa risiko
74
yang terjadi pada pengemasan per kejadian para pelaku distributor sebagai berikut:
kesalahan dalam pengemasan, seperti masih banyak karyawan yang melakukan
kesalahan dalam mengemas kentang sehingga banyak kentang yang menjadi rusak
akibat terserang bakteri; kesalahan penimbangan sebelum pengemasan, banyaknya
konsumen yang komplain akibat berat kentang yang dipesan tidak sesuai, banyaknya
bahan pengemasan yang rusak, bahan pengemasan kentang yang dikirim dari
pemasok bahan kemas terdapat banyak mengalami kerusakan, sehingga menimbulkan
biaya-biaya tambahan; alat pengemasan yang minim, seperti sering terjadinya
keterlambatan dalam pengiriman barang yang disebabkan minimnya alat
pengemasan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Risiko Pengemasan per Kejadian Kode Risiko Pengemasan
R1 Kesalahan dalam pengemasan R2 Kesalahan penimbangan sebelum pengemasan R3 Banyak bahan pengemasan yang rusak R4 Alat pngemasan yang minim
5.2.3.2. Risiko Pengangkutan
Menurut Hendro (2007: 63) pengangkutan merupakan proses terakhir dalam
pendistribusian sebelum kentang sampai di pasar atau ke tangan konsumen, dalam
pengangkutan harus banyak memperhatikan keamanan dan mempertahankan kualitas
dan kuantitas. Apabila dalam pengangkutan belum memenuhi standar akan
berdampak kepada penyusutan dan akan mempengaruhi nilai jual. Berdasarkan
75
penelitian di lapangan, risiko yang terdapat dalam risiko pengangkutan per kejadian
sebagai berikut: pengangkutan kentang tidak dengan hati-hati, seperti mengangkut
kentang kedalam truck dengan cara dilempar, sehingga banyak kentang yang
mengalami kerusakan; rute pengiriman menuju pasar sangat terjal, tanaman kentang
yang berada dilereng gunung, sehingga dalam pengiriman sering terjadi kecelakaan
yang tidak terduga; kurang optimal dalam memilih rute menuju pasar, supir truck
kurang dapat memprediksi kemacetan dan menghindari dari kecelakaan yang tidak
terduga; truk pengangkut tidak sesuai, saat pengangkutan tidak adanya penutup
kentang yang berbahan terpal, sehingga banyak kentang yang mengalami jamuran
dan penyusutan selama pengiriman menuju pasar; waktu pengangkutan tidak pada
waktu pagi/malam hari, sering pendistribusian ke pasar pada waktu siang hari, hal ini
membuat kualitas kentang menjadi berkurang akibat penyusutan; keterlambatan
pengangkutan saat cuaca kurang baik, banyak karyawan yang sakit, berhenti bekerja
dan tidak melaksanakan tugas dengan baik yang berakibat keterlambatan
pengangkutan kentang akibat cuaca kurang baik. Lebih lengkapnya dapat dilihat
dalam Tabel. 12
Tabel 12. Risiko Pengangkutan per Kejadian Kode Risiko Pengangkutan
R1 Pengangkutan kentang tidak dengan hati-hati R2 Rute pengiriman menuju pasar yang sangat terjal R3 Kurang optimal dalam memilih rute menuju kepasar R4 Truck pengangkut tidak sesuai R5 Waktu pengangkutam tidak pada waktu pagi/malam hari R6 Keterlambatan pengangkutan pada saat cuaca kurang baik
76
5.3. Tingkat Status Risiko Rantai Pasok
Metode aproksimasi digunakan untuk mengetahui nilai probabilitas dan
dampak terjadinya risiko. Penilaian risiko dengan metode ini diperoleh dari hasil
pengisian kuesioner oleh 121 petani, 15 pengumpul, dan 4 distributor. Responden
tersebut sebagai representasi untuk mengetahui kemungkinan (probabilitas) terjadinya
risiko dan mengetahui dampak risiko tersebut.
Menurut hasil penilaian, didapatkan probabilitas terjadinya risiko tertentu
dengan nilai dampaknya. Penilaian berdasarkan bobot dan skala untuk setiap tingkat
rantai pasok komoditas kentang, dan hasilnya seperti pada Lampiran 2.
Berdasarkan perhitungan dengan metode aproksimasi, diperoleh nilai status
risiko, untuk tingkat petani dengan nilai 11.18, tingkat pengumpul 8.36, dan tingkat
distributor dengan nilai 10.95. Nilai status risiko disetiap tingkat rantai pasok seperti
pada Gambar 10. Hal ini menunjukan bahwa nilai status risiko rantai pasok pada
setiap tingkatan tersebut, nilai tertinggi ada pada tingkat petani, dan terendah pada
tingkat pengumpul.
Tingkat petani lebih banyak mengalami risiko karena masih minimnya
informasi mengenai cara-cara yang efektif mengenai peningkatan hasil produksi
dalam budidaya kentang karena selama ini masih banyak sekali petani kentang yang
masih mengikuti cara-cara konvensional. Masih kurangnya tingkat intervensi positif
dari pihak penyuluh pertanian juga berpengaruh penting pada tingginya nilai status
risiko pada tingkat petani.
77
Tingkat pengumpul memiliki nilai status risiko paling rendah diantara setiap
tingkatan rantai pasok, hal ini menunjukan bahwa peran dari pengumpul hanya
membeli hasil dari petani dalam jumlah banyak, kemudian disimpan di gudang
dengan berbagai perawatan sebelum di jual kembali ke pihak ketiga.
Tingkat distributor memiliki nilai status risiko dengan urutan kedua setelah
petani, karena distributor sendiri memiliki banyak risiko yang krusial. Peran
distributor berusaha memperlancar/mempermudah dan menjaga penyampaian produk
kentang sampai pasar/konsumen dengan keadaan yang aman, sehingga jenis dan
jumlah yang dipesan sesuai.
Gambar 10. Status Risiko Tingkat Rantai Pasok
0
2
4
6
8
10
12
Petani Pengumpul Distributor
Petani
Pengumpul
Distributor
78
5.3.1. Pengukuran Risiko Tingkat Petani
Pengukuran risiko di tingkat petani, menunjukan nilai status risiko yang di
tingkat petani yaitu; risiko konversi lahan yang memiliki risiko yang paling besar
dengan nilai status risiko sebesar 13.41, berdasarkan penelitian di lapangan bahwa
alih fungsi lahan (konversi lahan) dari tahun ke tahun hingga saat ini mengalami
peningkatan, sehingga lahan produktif untuk menanam kentang menurun; risiko
sarana dan prasarana dengan nilai status risiko sebesar 11.52, hal ini menunjukan
bahwa penunjang utama untuk memproduksi kentang masih kurang baik; risiko
produktivitas dengan nilai status risiko sebesar 10.81, hal ini menunjukan bahwa
input yang dalam usaha kentang lebih besar dari produktivitas kentang; risiko yang
terendah terdapat pada risiko panen dan pasca panen dengan nilai status risiko sebesar
8.97, kegiatan panen dan pasca panen merupakan kegiatan yang paling penting dalam
menunjang keberhasilan penanaman kentang, penanganan yang kurang baik akan
berdampak kepada penurunan mutu dari segi kualitas maupun kuantitas. Nilai status
risiko tingkat petani dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Status Risiko Tingkat Petani
0
5
10
15 Risiko Konversilahan
Risiko Sarana danPrasarana
Produktivitas
Panen dan Pascapanen
79
5.3.2. Pengukuran Risiko Tingkat Pengumpul
Pengukuran risiko di tingkat pengumpul, menunjukan bahwa nilai status
risiko penyortiran yang memiliki nilai status risiko yang paling besar dengan nilai
status risiko sebesar 10.78, hal ini menunjukan bahwa penyortiran untuk
mendapatkan keseragaman masih kurang baik, hal ini disebabkan masih banyaknya
hasil produksi kentang yang dijual petani memiliki kualitas yang rendah, dan dari
segi ekonomi akan menurunkan tingkat finansial secara menyeluruh, bahkan akan
mengakibatkan berhentinya kegiatan bisnis; risiko penyimpanan memiliki risiko
paling rendah dengan nilai status risiko sebesar 8.36. Berdasarkan penelitian di
lapangan menunjukan bahwa penyimpanan kentang sangat berperan penting dalam
mempertahankan kualitas dan kuantitas, apabila dalam penyimpanan kentang tidak
dilakukan dengan baik, maka kentang akan cepat berubah warna hijau menunjukan
kentang mengandung racun solamin dan timbul jamur, sehingga dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas. Nilai status risiko tingkat petani dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Status Risiko Tingkat Pengumpul
0
2
4
6
8
10
Risiko penyortiran RisikoPenyimpanan
Risiko penyortiran
Risiko Penyimpanan
80
5.2.3. Pengukuran Risiko Tingkat Distributor
Pengukuran risiko di tingkat distributor, menunjukan bahwa nilai status risiko
paling tinggi yang terdapat dalam risiko pengangkutan dengan nilai status risiko
sebesar 11.37, hal ini menunjukan bahwa pengangkutan kentang tidak
memperhatikan segi keamanan produk, kualitas dan kuantitas, serta tidak dikerjakan
dengan penuh tanggung jawab, sehingga banyak konsumen yang komplain karena
kentang banyak mengalami kerusakan, dan selanjutnya risiko yang memiliki nilai
status risiko yang paling rendah yaitu risiko pengemasan dengan nilai status risiko
sebesar 10.47. berdasarkan penelitian di lapangan pengemasan berperan sebagai
pengawetan hasil pertanian, adanya pengemasan dapat membantu mencegah atau
mengurangi kerusakan, dan memudahkan dalam pengangkutan, namun yang terjadi
banyak karyawan yang mengemas kentang tidak dilakukan dengan benar, dan masih
ditemukan banyaknya bahan kemas yang mudah rusak sehingga kentang sering
mengalami pembusukan dalam perjalanan menuju ke pasar atau konsumen. Nilai
status risiko tingkat petani dapat dilihat pada Gambar 13.
81
Gambar 13. Status Risiko Tingkat Distributor
5.4. Pemetaan Risiko dan Pengelolaan Risiko
5.4.1. Pemetaan Risiko (Risk Matriks Chart)
Pemetaan merupakan kelanjutan dari tahap pengukuran risiko. Pemetaan
risiko pada dasarnya adalah penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok
tertentu. Setelah prioritas diketahui, diperlukan penyusunan alternatif penanganan
berdasarkan dimensi dampak (D) dan kemungkinan (K). Semakin tinggi nilai status
risiko, maka semakin perlu mendapatkan perhatian, ini diperlukan bagi risiko
terbesar. Sebaliknya, semakin rendah nilai status risiko, semakin rendah pula
kepentingan bagi perusahaan untuk memberi perhatian kepada risiko tersebut.
Prioritas penanganan risiko dalam perusahaan dapat diketahui dari penilaian
status risiko, selanjutnya digunakan teknik pemetaan untuk mengetahui strategi
penanganan risko-risiko yang ada. Pemetaan risiko dikelompokan untuk tiap-tiap
tingkat rantai pasok. Tiap tingkat rantai pasok yang akan diteliti berada dalam suatu
0
2
4
6
8
10
12
14
RisikoPengemasan
RisikoPengangkutan
Risiko Pengemasan
RisikoPengangkutan
82
kuadran yang menggambarkan alternatif pengelolaan risiko dengan tingkat risiko
yang dimilikinya berdasarkan perhitungan status risiko.
Nilai status rata-rata risiko secara keseluruhan jika dipetakan berdasarkan di
setiap tingkat rantai pasok yaitu: tingkat petani dan tingkat distributor terletak di
kuadaran I, hal ini berarti bahwa tingkat probabilitas sangat tinggi dengan dampak
yang ditimbulkan besar yang akan berakibat meruginya petani dan distributor dalam
usaha kentang; tingkat pengumpul yang berada dikuadran IV, berarti memiliki tingkat
probabilitas yang rendah dan dampak yang kecil yang tidak berakibat terhadap
kerugian pengumpul. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 14.
5
4 Dampak 3
2
1 1 2 3 4 5
Probabilitas
Keterangan: Petani (3.27; 3,4) Pengumpul (2.91; 2.9) Distributor (3.2; 3.4) Gambar 14. Pemetaan Risiko Tingkat Rantai Pasok
Kuadran II
Kuadran I
Kuadran IV
Kuadran III
83
5.4.2. Pengelolaan Risiko
Berdasarkan penelitian di lapangan, tingkat rantai pasok di Kabupaten
Bandung belum menerapkan sistem manajemen risiko didalam tiap usahanya.
Pengelolaan risiko yang selama ini dilakukan hanyalah memperkecil risiko
berdasarkan pengalaman dan menyelesaikan masalah yang ada. Pengelolaan risiko
dapat dilakukan untuk semua risiko yang berada didalam tiap tingkat rantai pasok di
Kabupaten Bandung yang teridentifikasi dan terpetakan, baik risiko yang secara
keseluruhan maupun risiko berdasarkan per kejadian.
Jika risiko-risiko per kejadian yang berada ditingkat rantai pasok terjadi, harus
diminimalisasi hingga dampak yang ditimbulkan dapat berkurang dengan cara,
menghindari (avoid), mengalihkan (transfer), mengendalikan (mitigate) dan
menerima (keep).
Risiko yang berada pada kuadran I, dimana mempunyai probabilitas yang
besar dan dampak yang besar, risiko pada kuadran ini bisa berakibat kerugian dan
kebangkrutan, karena itu risiko ini sudah tidak relevan lagi apabila situasi semacam
ini terjadi ditingkat rantai pasok, oleh karena itu pengelolaan pada kuadran I
menggunakan tiga cara untuk meminimalisasi, yaitu dengan cara menghindari,
mengalihkan dan mengendalikan. Tindakan menghindari (avoid), berfungsi untuk
menghindari risiko karena dampaknya terlalu besar bagi tingkat rantai pasok, atau
menghindari risiko tertentu dengan tidak memilih atau melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan datangnya risiko. Tindakan mengendalikan (mitigate) berfungsi
84
untuk mengurangi, memperingankan, mengantisipasi pengaruh negatif yang timbul
oleh kemungkinan terjadinya risiko dan dampak risiko yang ditimbulkan dengan
melakukan kegiatan pencegahan dan meningkatkan pengawasan yang lebih ketat.
Tindakan mengalihkan (transfer), berfungsi mengalihkan risiko ke pada pihak yang
memiliki risiko yang kecil.
Risiko yang berada dikuadran II, mempunyai dampak yang besar, juga dapat
mengakibatkan kerugian, namun risiko ini jarang terjadi dan tidak mudah ditemui
oleh tingkat rantai pasok, oleh karena itu risiko tipe ini paling sulit dipahami
karakteristiknya, dan sulit diprediksi kapan datangnya. Pengelolaan yang tepat untuk
kuadran II, sebaiknya dilakukan dengan cara mengendalikan (migate), yang berfungsi
untuk mengurangi, memperingankan, mengantisipasi pengaruh negatif yang timbul
oleh kemungkinan terjadinya risiko dan dampak risiko.
Risiko yang berada dikuadran III, dimana mempunyai dampak yang kecil,
namun memiliki probabilitas yang besar, untuk tingkat rantai pasok di kuadran ini,
dapat memonitor risiko-risiko tersebut yang masih berada diwilayah normal agar
wilayah yang normal tersebut tidak berubah menjadi dampak yang besar. Pengelolaan
risiko yang tepat untuk kuadran III, sebaiknya dengan cara mengalihkan (transfer),
yang berfungsi mengalihkan risiko ke pada pihak yang memiliki risiko yang kecil.
Risiko yang berada dikuadran IV memiliki risiko yang tidak berbahaya.
Risiko dalam kuadran ini memiliki probabilitas yang sangat kecil, walaupun terjadi,
dampak yang ditimbulkan juga sangat kecil bagi pencapaian dan target ditingkat
rantai pasok. Pengelolaan yang tepat bagi risiko yang terdapat dikuadran IV,
85
sebaiknya dengan cara menerima (keep), yang berfungsi hanya menerima risiko yang
ada, meskipun didalam kuadaran ini tergolong memiliki risiko yang tidak berbahaya,
namun tidak luput dari detect and monitor. Detect berfungsi untuk mendeteksi
kegiatan, orang, alat, atau penyebab yang dapat memunculkan kejadian yang
merugikan ditingkat rantai pasok, sedangkan Monitor berfungsi melakukan
pengawasan terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko tersebut.
5.4.3. Pemetaan dan Pengelolaan Risiko Tingkat Petani
Berdasarkan pemetaan tingkat rantai pasok di tingkat petani, nilai rata-rata
risiko tingkat petani berada di kuadran I, yang berarti risiko tersebut termasuk sangat
berbahaya yang sering terjadi di tingkat petani. Risiko pada kuadran ini bisa
mengakibatkan kerugian yang sangat besar, dan juga risiko ini sering ditemui karena
dapat mengancam tujuan setiap tingkat rantai pasok. Untuk memperjelas risiko
tingkat petani, dibuat pemetaan risiko berdasarkan identifikasi tingkat petani per
kejadian yaitu: risiko konversi lahan, risiko sarana dan prasarana, risiko
produktivitas, dan panen dan pasca panen.
86
5.4.3.1. Risiko Konversi Lahan
5.4.3.1.1. Pemetaan
Berdasarkan peta risiko konversi lahan per kejadian, bahwa risiko yang
dipetakan per kejadian hanya terdapat dikuadran I, risiko yang memiliki tingkat risiko
yang sering terjadi dan dampak yang paling besar dikuadran I sebagai berikut: (R1)
risiko alih komoditas non kentang, banyaknya peluang lahan kentang yang digunakan
untuk menanam hortikultura selain kentang, seperti sawi, cabai,wortel, kubis, dan
lain-lain, dampak yang terjadi saat permintaan kentang sedang tinggi, produksi
kentang menurun; (R4) banyaknya pembangunan perumahan, banyaknya peluang
lahan kentang yang dijadikan rumah penduduk, dampak yang terjadi, terbatasnya
lahan kentang; (R3) banyaknya lahan yang disewa ke pihak swasta, seperti peluang
disewanya lahan kentang untuk dijadikan industri, minimarket, dan villa/hotel,
dampak yang terjadi berkurangnya lahan kentang dan menurunnya produksi kentang;
(R2) banyak lahan kentang milik pribadi yang diambil oleh pihak BUMN, seperti
peluang sengketa kepemilikan lahan kentang yang terjadi saat petani membuka lahan
baru di lahan milik BUMN, dampak yang terjadi, berkurangnya lahan kentang. Lebih
lengkapanya dapat dilihat pada Gambar 15.
87
5
4
Dampak 3
2
1
1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Alih komoditas non kentang (4.5; 4.1) R2 = Banyak lahan kentang milik pribadi yang diambil oleh pihak BUMN
(3.1; 3.6) R3 = Banyak lahan yang disewa ke pihak swasta (3.3; 3.4) R4 = Banyaknya pembangunan perumahan (4,5; 4,1)
Gambar 15. Pemetaan Risiko Konversi lahan per Kejadian
5.4.3.1.2 Pengelolaan
Pengelolaan risiko konversi lahan per kejadian seperti di jelaskan pada
pemetaan risiko terdiri dari: risiko alih komoditas non kentang, banyaknya
pembangungan perumahan, banyaknya lahan yang disewa ke pihak swasta, dan
Kuadran II
Kuadran I
R1 R2 R4
R3
Kuadran IV
Kuadran III
88
banyak lahan kentang milik pribadi diambil oleh pihak BUMN. Pengelolaan risiko
konversi lahan untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 13.
Berdasarkan Tabel 13, menunjukan bahwa risiko alih komoditas non kentang
memiliki nilai status risiko paling tinggi dibandingkan dengan risiko lainnya, hal
tersebut dikarenakan tingginya probabilitas lahan kentang yang digunakan untuk
menanam hortikultura selain kentang, seperti sawi, cabai,wortel, kubis, dan lain-lain,
dan menimbulkan dampak yang tinggi, seperti saat permintaan kentang sedang tinggi,
namun produksi kentang menurun.
89
Tabel 13. Pengelolaan Risiko Konversi Lahan
Risiko konver lahan Pengelolaan No. Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
1
Alih komoditas non
kentang
Menghindari pemakaian pupuk kimia dalam waktu panjang dan pemakaian dosis yang berlebihan, sehingga merusak struktur fisik tanah.
Mengurangi jumlah penanaman komoditas non kentang dan melakukan struktur fisik tanah
Mengalihkan penggunaan pupuk kimia dengan menggunakan pupuk organik secara bertahap.
2
Banyanya
pembangunan perumahan
Menghindari membangun perumahan di lahan kentang yang produktif
Pemerintah mengeluarkan kebijakan tata ruang terhadap wilayah perumahan dan lahan pertanian kentang
Mengalihkan pelaksanaan pembangunan perumahan di lahan yang tidak produktiv, atau tidak di lahan kentang
3
Banyaknya lahan
kentang yang diambil pihak BUMN
Menghindari lahan kentang diatas lahan kepemilikan BUMN tanpa seizin, sehingga banyank terjadinya sengketa kepemilikan lahan
Disarankan BUMN bermitra dengan petani kentang sehingga pihak petani dan pihak BUMN saling memberikan keuntungan satu sama lainnya
Mengalihkan untuk menanam kentang di lahan BUMN yang masih tersedia dengan seizin dari pihak BUMN
4
Banyaknya lahan
kentang yang disewa ke pihak swasta
Menghindari bertambahnya lahan kentang yang disewa dengan harga murah
Pemerintah mengeluarkan kebijakan kepada petani yang menyewakan lahan kentang
Mengalihkan untuk membuka lahan yang belum memiliki hak guna lahan
90
5.4.3.2. Risiko sarana dan Prasarana
5.4.3.2.1. Pemetaan
Berdasarkan pemetaan risiko sarana dan prasarana per kejadian, risiko yang
dipetakan menyebar ke dalam empat kuadran, risiko yang memiliki tingkat risiko
yang sering terjadi dan dampak yang paling besar berada dikuadran I, yaitu:
(R5) risiko keterbatasan ketersediaan bibit, seperti sering terjadi terbatasnya pemasok
bibit kentang, sehingga dampak yang ditimbulkan petani kesulitan mendapatkan
kentang didaerah setempat, dampak yang terjadi proses produksi kentang terhambat
akibat kekurangan pasokan bibit kentang; (R3) harga pupuk yang mahal, seperti
peluang terjadi kenaikan pupuk masih tinggi, yaitu sebesar 3.500/kg, dampak yang
terjadi banyak petani yang menggunakan pupuk kimia yang harganya terjangkau;
(R4) keterbatasan ketersediaan pupuk, seperti terbatasnya pemasok pupuk kentang di
daerah setempat, dampak yang ditimbulkan banyak petani yang menggunakan pupuk
kimia sebagai pengganti pupuk organik.
Risiko yang berada di kuadran II memiliki peluang terjadi yang rendah,
namun dampaknya tinggi yaitu: (R2) harga bahan bakar traktor yang mahal, seperti
dampak yang terjadi apabila bahan bakar traktor mahal, maka banyak petani yang
beralih kembali memakai alat tradisional; (R7) banyak aneka bibit yang tidak
memiliki sertifikat, seperti dampak yang terjadi banyak petani yang menanam bibit
kentang merasa kecewa karena produksi kentang jauh dari yang diharapkan.
91
Risiko yang berada di kuadran III memiliki peluang terjadi yang tinggi,
namun dampak yang rendah yaitu: (R6) risiko harga bibit yang mahal, seperti peluang
terjadi kenaikan bibit masih tinggi yaitu sebesar 4.500/kg; (R1) harga sewa traktor
yang mahal, seperti banyaknya terbatasnya agen sewa traktor.
Risiko dikuadran IV memiliki kejadian terhadap risiko sangat kecil dan
dampak yang ditimbulkan tidak berbahaya, untuk mengantisipasi timbulnya risiko,
harus diadakan pendeteksian dan monitoring sejak dini untuk menghindari timbulnya
risiko, risiko yang terdapat dikuadaran IV yaitu: (R8) risiko banyak alat yang tidak
sesuai ketentuan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada gambar 16.
92
5
4
Dampak 3
2
1
1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Harga sewa traktor yang mahal (3.2; 3) R2 = Harga bahan bakar traktor yang mahal (2.9; 4) R3 = Harga pupuk yang mahal (3.5; 3.7) R4 = Keterbatasan ketersediaan pupuk (3.5; 3.3) R5 = Keterbatasan ketersediaan bibit (4.5; 3.5) R6 = Harga bibit yang mahal (3.4; 3) R7 = Banyak aneka merek bibit yang tidak memiliki sertifikat
(2.8; 3.6) R8 = Banyak alat pertanian yang tidak sesuai ketentuan (3,3)
Gambar 16. Pemetaan Risiko Sarana dan Prasaran per Kejadian
5.4.3.2.2 Pengelolaan
Pengelolaan risiko sarana dan prasaran seperti di jelaskan pada pemetaan
risiko terdiri dari: risiko keterbatasan ketersediaan bibit, harga pupuk yang mahal,
keterbatasan ketersediaan pupuk, harga bahan bakar yang mahal, banyak aneka merek
Kuadran II R2 R7
Kuadran I
R3 R4 R5
Kuadran IV
Kuadran III
93
bibit yang tidak memiliki sertifikat, harga bibit yang mahal, harga sewa traktor yang
mahal, dan banyak alat pertanian yang tidak sesuai ketentuan. Pengelolaan risiko
sarana dan prasarana untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan Tabel 14, menunjukan bahwa risiko risiko keterbatasan
ketersediaan bibit memiliki nilai status risiko paling tinggi dibandingkan dengan
risiko lainnya, hal tersebut dikarenakan tingginya probabilitas terbatasnya pemasok
bibit kentang, dampak yang terjadi proses produksi kentang terhambat akibat
kurangnya pasokan bibit kentang.
94
Tabel 14. Pengelolaan Risiko Sarana dan Prasaran
No.
Risiko Sarana dan Prasarana
Pengelolaan
Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
1
Keterbatasan
ketersediaan bibit
Menghindari pembelian bibit hanya dari dalam kota/daerah,disarankan membeli bibit, seperti di Kabupaten Garut, Kabupaten Majalengka, kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Cianjur.
Disarankan pemerintah membuat suatu penelitian untuk menciptakan bibit yang berkualitas dalam waktu yang relatif lebih singkat, sehingga kebutuhan untuk memproduksi kentang lebih optimal
Mengalihkan melalui hedging yang dilakukan di tahun sebelumnya dengan harga yang sudah disepakatkan, namun dengan risiko apabila harga beli bibit kentang pada tahun sekarang turun kerugian ditanggung oleh petani kentang
2
Harga pupuk yang mahal
Menghindari ketergantungan membeli pupuk dari pemasok.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan kepada petani untuk memberikan subsidi pupuk organik yang terlampau mahal
Mengalihkan dengan membuat pupuk sendiri dengan berbahan organik
95
Lanjutan Tabel 14.
No.
Risiko Sarana dan Prasarana
Pengelolaan
Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
3
Keterbatasan ketersediaan pupuk
Menghindari bermitra dengan satu agen pemasok pupuk
Diberikan penyuluhan agar menjadikan petani yang mandiri, dengan membuat pupuk organik sendiri dan tidak tergantung terhadap pemasok pupuk.
Mengalihkan pembelian pupuk dari satu daerah dan membeli dari luar daerah Kabupaten Bandung.
4
Bahan bakar traktor yang mahal
Pemerintah memberikan subsidi harga bahan bakar untuk penggunaan traktor, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambah
5 Banyak aneka merek bibit yang tidak
memiliki sertifikat
Pemerintah mengeluarkan kebijakan kepada lembaga yang tidak memiliki perizinan.
96
Lanjutan Tabel 14.
No.
Risiko Sarana dan Prasarana
Pengelolaan
Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
6
Harga bibit kentang yang mahal
Membeli bibit kentang yang memilki harga relatif murah dari pemasok, walaupun memiliki risiko dari segi jarak tempuh yang lebih jauh
7
Sewa traktor yang mahal
Kembali menggunakan alat yang tradisonal seperti dengan cangkul, meskipun memiliki risiko tidak efisiennya dalam pengerjaan
8
Banyaknya alat yang tidak sesuai ketentuan
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
97
5.4.3.3. Risiko Produktivitas
5.4.3.3.1. Pemetaan
Berdasarkan pemetaan risiko produktivitas per kejadian, menyatakan bahwa
yang paling berisiko yang terdapat di kuadran I memiliki satu risiko, yaitu: (R4) iklim
yang tidak menentu, seperti, global warming, memiliki dampak bagi penurunan
produktifitas kentang.
Risiko dikuadran III memiliki peluang terjadi yang tinggi, namun dampak
yang rendah yaitu: (R2) risiko banyaknya hama dan penyakit pada tanaman kentang,
seperti banyak peluang kentang terkena penyakit dimusim hujan, dan hama dimusim
kemarau; (R3) musim tanam yang kurang tepat, seperti banyak petani yang menanam
pada awal musim kemarau, dan awal musim hujan.
Risiko dikuadran IV memiliki kejadian terhadap risiko sangat kecil dan
dampak yang ditimbulkan tidak berbahaya, untuk mengantisipasi timbulnya risiko,
harus diadakan pendeteksian dan monitoring sejak dini untuk menghindari timbulnya
risiko yang terdapat dikuadaran IV yaitu: (R1) risiko banyak banyaknya mutu benih
yang tidak sesuai. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 17.
98
5
4
Dampak 3
2
1
1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Banyaknya mutu benih tidak sesuai standar (2.8; 3) R2 = Banyaknya hama dan penyakit pada tanaman kentang (3.5; 3) R3 = Musim tanam yang kurang tepat (3.4; 3) R4 = Iklim yang tidak menentu (3.4; 4)
Gambar 17. Pemetaan Risiko Produktivitas per Kejadian
5.4.3.3.2. Pengelolaan
Pengelolaan risiko sarana dan prasaran seperti di jelaskan pada pemetaan
risiko terdiri dari: risiko iklim yang tidak menentu, banyaknya hama dan penyakit
pada tanaman kentang, musim tanam yang kurang tepat, dan banyaknya mutu benih
Kuadran II
Kuadran I
R4
Kuadran IV
Kuadran III
99
tidak sesuai standar. Pengelolaan risiko untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel
15.
Berdasarkan Tabel 15, menunjukan bahwa risiko iklim yang tidak menentu
memiliki nilai status risiko paling tinggi dibandingkan dengan risiko lainnya, hal
tersebut dikarenakan tingginya probabilitas global warming, dampak yang
ditimbulkan menurunnya produktifitas kentang.
100
Tabel 15. Pengelolaan Risiko Produktivitas
Risiko Produktivitas Pengelolaan No. Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
1
Iklim yang tidak
menentu
Menghindari penanaman kentang pada saat cuaca ekstrim, hal tersebut menghindari dari ancaman gagal panen.
Mengurangi penggunaan emisi gas, penyerapan gas rumah kaca
Mengalihkan penanaman kentang di masa iklim yang sedang ekstrim ke masa iklim yang cerah
2
Banyak hama dan penyakit pada
kentang
Mengalihkan pemberian pestida berbahan kimia dalam jangka waktu panjang, mengganti dengan berbahan organik
3 Musim tanam yang kurang tepat
Mengalihkan untuk menanam pada akhir musim hujan dan awal musim kemarau
4
Banyaknya mutu benih tidak sesuai
standar
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
101
5.4.3.4. Risiko Panen dan Pasca Penen
5.4.3.4.1. Pemetaan
Berdasarkan pemetaan risiko panen dan pasca penen bahwa risiko yang
dipetakan per kejadian menyebar ke dalam dua kuadran yang berbeda. Untuk yang
berada dikuadaran II memiliki peluang terjadi rendah, namun dampak besar yaitu:
(R1) panen tidak sesuai dengan hari setelah tanam, seperti banyak kentang yang
sudah busuk dan tumbuh akar baru, sehingga memiliki dampak kentang tersebut tidak
layak untuk dipanen.
Risiko dikuadran IV memiliki kejadian terhadap risiko sangat kecil dan
dampak yang ditimbulkan tidak berbahaya, untuk mengantisipasi timbulnya risiko,
harus diadakan pendeteksian dan monitoring sejak dini untuk menghindari timbulnya
risiko, risiko yang terdapat dikuadaran IV yaitu: (R3) risiko setelah panen tidak
melakukan pengeringan kentang ± 1-2 jam; (R2) panen tidak berpengaruh dengan
cuaca; (R4) masih menggunakan alat tradisional. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 18.
102
5
4
Dampak 3
2
1
1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Panen tidak sesuai dengan hari setelah tanam (2.8; 3.6) R2 = Penen tidak berpengaruh dengan cuaca (3; 3) R3 = Setelah panen tidak melakukan pengeringan kentang ± 1-2 jam (2.9; 3) R4 = Masih menggunakan alat tradisional saat panen dan pasca panen
(27; 2.8) Gambar 18. Pemetaan Risiko Panen dan Pasca Panen per Kejadian
5.4.3.4.2 Pengelolaan
Pengelolaan risiko panen dan pasca panen seperti di jelaskan pada pemetaan
risiko terdiri dari: panen tidak sesuai dengan hari setelah tanam, setelah panen tidak
melakukan pengeringan kentang ± 1-2 jam, panen tidak berpengaruh dengan cuaca,
Kuadran II R1
Kuadran I
Kuadran IV
Kuadran III
103
masih menggunakan alat tradisional saat panen dan pasca panen. Pengelolaan risiko
panen dan pasca panen untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 16.
Berdasarkan Tabel 16, menunjukan bahwa risiko setelah Panen tidak sesuai
dengan hari setelah tanam memiliki nilai status risiko paling tinggi dibandingkan
dengan risiko lainnya, walaupun memiliki peluang terjadi rendah, namun dampak
yang ditimbulkan dapat menurunkan produktifitas kentang.
104
Tabel 16. Pengelolaan Risiko Panen dan Pasca Panen
Risiko Produktivitas Pengelolaan No. Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
1
Panen tidak sesuai dengan hari setelah
tanam
Memberikan penyuluhan kepada petani untuk mengubah pola pikir dengan memanen 100-110 setelah tanam
2
Tidak melakukan
pengeringan kentang ± 1-2 jam hanya menggunakan
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
3
Panen tidak
berpengaruh dengan cuaca
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
4
Masih menggunakan alat tradisional pada saat panen dan pasca
panen
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
105
5.4.4. Pemetaan dan Pengelolaan Risiko Tingkat Pengumpul
Berdasarkan pemetaan pada rantai pasok nilai rata-rata risiko tingkat
pengumpul berada di kuadran IV, yang berarti risiko tersebut tidak berbahaya bagi
tingkat pengumpul. risiko dalam kuadran ini memiliki tingkat probabilitas kejadian
yang rendah. Kalaupun terjadi, dampaknya kecil bagi pencapaian tujuan dan target
perusahaan. Untuk mengantisipasi timbulnya risiko yang cukup besar ditingkat
pengumpul, dibuat pemetaan risiko berdasarkan identifikasi tingkat pengumpul per
kejadian, yaitu risiko penyortiran dan risiko penyimpanan.
5.4.4.1. Risiko Penyortiran
5.4.4.1.1. Pemetaan
Berdasarkan pemetaan risiko penyortiran per kejadian, bahwa risiko yang
dipetakan per kejadian menyebar ke dalam tiga kuadran, risiko yang memiliki tingkat
risiko yang sering terjadi dan dampak yang paling besar berada dikuadran I yaitu:
(R2) pemisahan kentang berdasarkan kualitas tidak dilakukan dengan baik,
banyaknya pedagang pengumpul yang belum memiliki pengetahuan cara pemisahan
kentang yang benar, hal ini berakibat harga jual kentang yang memiliki kualitas yang
baik disama ratakan dengan harga kentang yang memilki kualitas rendah, dampak
yang ditimbulkan, yaitu banyak pengumpul yang mengalami kerugian karena
106
kurangnya pengetahuan/informasi tentang pemisahan kentang berdasarkan kualitas
yang baik.
Risiko yang terletak dikuadran III memiliki peluang terjadi yang tinggi,
namun dampak yang rendah yaitu: (R3) risiko belum adanya mesin penggreding
kentang, seperti banyaknya seperti masih banyak untuk menggreding kentang dengan
manual atau dengan melihat secara fisik.
Risiko yang terletak dikuadran IV memiliki kejadian terhadap risiko sangat
kecil dan dampak yang ditimbulkan tidak berbahaya, untuk mengantisipasi timbulnya
risiko, harus diadakan pendeteksian dan monitoring sejak dini untuk menghindari
timbulnya risiko, risiko yang terdapat dikuadaran IV yaitu: (R1) risiko pemisahan
kentang yang layak jual ke pasar tradisional dan swalayan tidak tepat. Lebih
lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 19.
107
5
4
Dampak 3
2
1 1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Pemisahan kentang yang layak jual ke pasar tradisional dan swalayan
tidak tepat (3; 3) R2 = Pemisahan kentang berdasarkan kualitas tidak dilakukan dengan baik
(3.4; 3.6) R3 = Belum adanya mesin penggreding kentang (3; 2.9)
Gambar 19. Pemetaan Risiko Penyortiran per Kejadian
5.4.4.1.2. Pengelolaan
Pengelolaan risiko penyortiran seperti di jelaskan pada pemetaan risiko terdiri
dari: risiko pemisahan kentang berdasarkan kualitas tidak dilakukan dengan baik,
belum adanya mesin greding kentang, dan pemisahan kentang yang layak jual
kepasar tradisional dan swalayan tidak tepat. Pengelolaan risiko untuk lebih lengkap
dapat dilihat pada Tabel 17.
Kuadran II
Kuadran I
R2
Kuadran IV
Kuadran III
108
Berdasarkan Tabel 17, menunjukan bahwa risiko pemisahan kentang
berdasarkan kualitas tidak dilakukan dengan baik memiliki nilai status risiko paling
tinggi dibandingkan dengan risiko lainnya, hal tersebut dikarenakan tingginya
probabilitas banyaknya pedagang pengumpul yang belum memiliki pengetahuan cara
pemisahan kentang yang benar, sehingga dampak yang ditimbulkan banyak
pengumpul yang mengalami kerugian.
109
Tabel 17. Pengelolaan Risiko Penyortiran
Risiko Penyortiran Pengelolaan No. Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
1
Pemisahan kentang berdasarkan kualitas
tidak dilakukan dengan baik
Menghindari pembelian kentang dari petani yang memiliki kualitas yang rendah, sehingga pengumpul dapat menentukan harga jual kentang berdasarkan kualitas.
Disarankan agar pengumpul diberikan penyuluhan cara pemilihan kentang berdasarkan mutu yang baik.
Mengalihkan pembelian kentang dari petani yang memiliki mutu yang buruk
2
Belum adanya mesin greding kentang
Mengalihkannya dengan membayar buruh untuk greding kentang, karena harga mesin greding kentang memiliki harga yang cukup mahal
3 Pemisahan kentang yang layak jual
kepasar tradisional dan swalayan tidak
tepat
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
110
5.4.4.2. Risiko Penyimpanan
5.4.4.2.1. Pemetaan
Berdasarkan pemetaan penyimpanan per kejadian, dinyatakan bahwa risiko
yang dipetakan per kejadian menyebar ke dalam dua kuadran, risiko yang memiliki
tingkat risiko yang sering terjadi dan dampak yang rendah terletak dikuadran III
yaitu: (R1) risiko tidak ada upaya sanitasi dalam gudang penyimpanan, sering
terdapat gudang penyimpanan terlihat kotor dan tidak ada upaya pembersihan;
(R3) didalam gudang penyimpanan belum terdapat SOP, seperti sering terjadinya
pedagang pengumpul yang tidak melakukan pengecekan waktu dan tanggal keluar
masuknya kentang tidak, dan melakukan sistem FIFO.
Risiko yang terletak dikuadran IV memiliki kejadian terhadap risiko sangat
kecil dan dampak yang ditimbulkan tidak berbahaya, untuk mengantisipasi timbulnya
risiko, harus diadakan pendeteksian dan monitoring sejak dini untuk menghindari
timbulnya risiko, risiko yang terdapat dikuadaran IV yaitu: (R4) risiko lamanya
kentang di dalam penyimpanan lebih dari 6-7 bulan; (R2) penataan keranjang kentang
yang buruk. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 20.
111
5
4
Dampak 3
2
1
1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Tidak ada upaya dalam sanitasi dalam gudang penyimpanan (3.3; 2.8) R2 = Penataan keranjang kentang yang buruk (2.9; 3) R3 = Didalam gudang penyimpanan belum terdapat SOP (2.7; 3.5) R4 = Lamanya kentang di dalam gudang lebih dari 6-7 bulan (2.9; 3)
Gambar 20. Pemetaan Risiko Penyimpanan per Kejadian
5.4.4.2.2. Pengelolaan
Pengelolaan risiko penyimpanan seperti di jelaskan pada pemetaan risiko
terdiri dari: risiko tidak ada upaya sanitasi dalam gudang penyimpanan, didalam
gudang belum terdapat SOP, lamanya kentang lebih dari 6-7 bulan, penataan
keranjang yang buruk. Pengelolaan risiko untuk lebih lengkap dapat dilihat pada
Tabel 18.
Kuadran II
Kuadran I
Kuadran IV
Kuadran III
R3
112
Berdasarkan Tabel 18, menunjukan bahwa risiko tidak ada upaya sanitasi
dalam gudang penyimpanan memiliki nilai status risiko paling tinggi dibandingkan
dengan risiko lainnya, hal tersebut dikarenakan tingginya probabilitas terdapat
gudang penyimpanan terlihat kotor, namun dampak yang ditimbulkan kecil dan tidak
berbahaya.
113
Tabel 18. Pengelolaan Risiko Penyimpanan
Risiko Penyimpanan Pengelolaan No. Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
1
Tidak ada upaya sanitasi dalam
gudang penyimpanan
Mengalihkan untuk membuat penyimpanan kentang yang baru yang terjaga dari segi sanitasi, dan melakukan upaya sanitasi terhadap gudang penyimpanan yang lama
2
Didalam gudang belum terdapat SOP
Mengalihkan dengan membuat jadwal untuk mengontrol keluar masuk keluarnya barang dengan optimal.
3
Lamanya kentang di dalam penyimpanan lebih dari 6-7 bulan
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
114
5.4.5. Pemetaan dan Pengelolaan Tingkat Distributor
Berdasarkan pemetaan tingkat rantai pasok, nilai rata-rata risiko tingkat
distributori berada di kuadran I, yang berarti risiko tersebut termasuk sengat
berbahaya yang sering terjadi ditingkat petani. Risiko pada kuadran ini bisa
mengakibatkan kerugian yang sangat besar, dan juga risiko ini sering ditemui karena
dapat mengancam tujuan setiap tingkat rantai pasok. Untuk memperjelas risiko
tingkat distributor dibuat pemetaan risiko berdasarkan identifikasi tingkat distributor
per kejadian, yaitu berdasarkan risiko pengangkutan, dan pengemasan.
5.4.5.1. Risiko Pengangkutan
5.4.5.1.1. Pemetaan
Berdasarkan pemetaan risiko pengangkutan per kejadian, bahwa risiko yang
dipetakan per kejadian menyebar ke dalam tiga kuadran, risiko yang memiliki tingkat
risiko yang sering terjadi dan dampak yang paling besar berada dikuadran I yaitu:
(R3) risiko kurang optimal dalam memilih rute menuju kepasar, seperti banyaknya
supir truck yang kurang pandai memprediksi kemacetan dan menghindari dari
kecelakaan yang tidak terduga, sehingga dampak yang ditimbulkan banyak kentang
yang menuju kepasar terlambat dan banyak kentang yang sudah rusak; (R5) waktu
pengangkutan tidak pada waktu malam/pagi, seperti sering mendistribusikan kepasar
pada waktu siang hari, mengakibatkan kualitas kentang menjadi berkurang akibat
penyusutan.
115
Risiko yang terletak dikuadran III memiliki peluang terjadi yang tinggi,
namun dampak yang rendah yaitu: (R1) pengangkutan kentang yang tidak hati-hati,
seperti banyaknya yang mengangkut kentang kedalam truck dengan cara dilempar.
Risiko yang terletak dikuadran IV memiliki kejadian terhadap risiko sangat
kecil dan dampak yang ditimbulkan tidak berbahaya, untuk mengantisipasi timbulnya
risiko, harus diadakan pendeteksian dan monitoring sejak dini untuk menghindari
timbulnya risiko, risiko yang terletak dikuadaran IV yaitu: (R2) risiko rute
pengiriman menuju pasar terjal; (R4) truck pengangkutan tidak sesuai;
(R6) keterlambatan pengangkutan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Gambar 21.
116
5
4
Dampak 3
2
1
1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Pengangkutan kentang tidak dengan hati-hati (2; 4) R2 = Rute pengiriman menuju pasar yang sangat terjal (2.8; 3) R3 = Kurang optimal dalam memilih rute menuju ke pasar (4; 4.5) R4 = Truck pengangkut tidak sesuai (2.9; 2.7) R5 = Waktu pengangkutam tidak pada waktu pagi/malam hari (3.8; 4.5) R6 = Keterlambatan pengangkutan pada saat cuaca kurang baik (2.8; 2.5)
Gambar 21. Pemetaan Risiko Pengangkutan per Kejadian
5.4.5.4. Pengelolaan
Pengelolaan risiko penyimpanan seperti di jelaskan pada pemetaan risiko
terdiri dari: risiko kurang optimal dalam memilih rute menuju pasar, waktu
pengangkutan tidak pada waktu pagi/malam hari, pengangkutan kentang tidak dengan
hati-hati, rute pengiriman menuju pasar yang sangat terjal, truck pengangkut tidak
Kuadran II RI
Kuadran I
R5
Kuadran IV R4
Kuadran III
117
sesuai, keterlambatan pengangkutan pada saat cuaca kurang baik. Pengelolaan risiko
untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 19.
Berdasarkan Tabel 19, menunjukan bahwa risiko kurang optimal dalam
memilih rute menuju pasar, waktu pengangkutan tidak pada waktu pagi/malam hari
memiliki nilai status risiko paling tinggi dibandingkan dengan risiko lainnya, hal
tersebut dikarenakan tingginya probabilitas supir truck yang kurang pandai
meprediksi kemacetan dan menghindari dari kecelakaan yang tidak terduga, dampak
yang ditimbulkan banyak kentang yang menuju kepasar terlambat dan banyak
kentang yang sudah rusak.
118
Tabel 19. Pengelolaan Risiko Pengangkutan
No
Risiko Pengangkutan
Pengelolaan
Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima 1
Kurang optimal
dalam memilih rute menuju kepasar
Menghindari rute yang memiliki kemungkinan terjadi kemacetan dan kecelakaan dalam pengiriman menuju pasar
Disarankan agar supir truck lebih pandai dalam memprediksi dari kemacetan dan berpotensi kecelakan
Mengalihkan memilih rute yang berjarak jauh dan potensi kecelakaan lebih kecil
2
Waktu pengangkutan
tidak pada waktu pagi/malam hari
Menghindari perjalanan siang hari karena mengakibatkan penyusutan
Memberi sanksi yang tegas terhadap supir truck melanggar aturan perusahaan.
Mengalihkan pengangkutan pada malam/dini hari, hal ini mencegah terjadinya penyusutan kentang
3
Pengangkutan ke dalam truck kentang
tidak dengan hati-hati
Disarankan mengangkut kentang dengan menggunakan katrol, sehingga kentang tetap terjamin keamananannya dari segi kualitas dan kuantitas
119
Tabel 19. Lanjutan
No
Risiko Pengangkutan
Pengelolaan
Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima 4
Rute pengiriman menuju pasar yang
sangat terjal
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
5
Truck pengangkut tidak sesuai
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
6
Keterlambatan
pengangkutan pada saat cuaca kurang
baik
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
120
5.4.5.2. Risiko Pengemasan
5.4.5.2.1 Pemetaan
Berdasarkan pemetaan risiko pengemasan per kejadian, dinyatakan bahwa
risiko tersebut tersebar dalam tiga kuadran. Risiko yang teletak dikuadran II terdapat
hanya satu risiko yaitu: alat pengemasan yang minim, seperti dampak yang
diditimbulkan banyak keterlambatan dalam pengiriman kentang,
Risiko yang terletak dikuadran III memiliki peluang terjadi yang tinggi,
namun dampak yang rendah yaitu: (R1) risiko kesalahan dalam pengemasan seperti,
sering terjadi karyawan yang lalai, kurang tanggung jawab dalam mengemas kentang;
(R3) bahan pengemasan yang rusak, seperti sering terjadi bahan kemas kentang yang
dikirim dari agen pemasok bahaan kemas terdapat banyak mengalami kerusakan
Risiko yang terletak dikuadran IV memiliki kejadian terhadap risiko sangat
kecil dan dampak yang ditimbulkan tidak berbahaya, untuk mengantisipasi timbulnya
risiko, harus diadakan pendeteksian dan monitoring sejak dini untuk menghindari
timbulnya risiko, risiko yang terdapat dikuadaran IV terdapat (R2) risiko kesalahan
dalam penimbangan sebelum pengemasan. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 22.
121
5
4
Dampak 3
2
1
1 2 3 4 5 Probabilitas
Keterangan: R1 = Kesalahan dalam pengemasan (4; 3) R2 = Kesalahan penimbangan sebelum pengemasan (3; 2.8) R3 = Banyak bahan pengemasan yang rusak (3.8; 3) R4 = Alat pngemasan yang minim (2.5; 3.8)
Gambar 22. Pemetaan Risiko Pengemasan per Kejadian
5.4.5.2.2. Pengelolaan
Pengelolaan risiko penyimpanan seperti di jelaskan pada pemetaan risiko
terdiri dari: risiko alat pengemasan yang minim, kesalahan dalam pengemasan,
banyak bahan pengemas yang rusak, dan kesalahan penimbangan sebelum
pengemasan. Pengelolaan risiko untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 20.
Kuadran II R4
Kuadran I
Kuadran IV
Kuadran III
122
Berdasarkan Tabel 20, risiko alat pengemasan yang minim memiliki nilai
status risiko paling tinggi dibandingkan dengan risiko lainnya, walaupun memiliki
peluang terjadi rendah, namun dampak yang terjadi dapat menimbulkan
keterlambatan dalam pengiriman.
123
Tabel 20. Pengelolaan Risiko Pengemasan
Risiko Pengemasan Pengelolaan No. Per kejadian Menghindari Mengendalikan Mengalihkan Menerima
1
Alat pengemasan yang minim
Disarankan membeli alat pengemasan kentang sesuai dengan kebutuhan, sehingga tidak ada lagi pengiriman kentang menuju pasar yang terlambat
2
Kesalahan dalam
pengemasan
Mengalihkan karyawan lalai dan tidak bertanggung jawab ke bidang yang memiliki risiko rendah
3
Banyaknya bahan
pengemasan
Mengalihkan pembelian bahan pengemas kentang yang memiliki kualitas baik
4
Kesalahan
penimbangan sebelum pengemasan
Menerima risiko yang ada, namun tidak luput dari detect and monitor terhadap faktor-faktor yang dapat memunculkan risiko
124
124
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu:
1. Model rantai pasok komoditas kentang di Kabupaten Bandung menunjukan
bahwa pendistribusian kentang menuju konsumen akhir memiliki enam alir rantai
pasok, yang bermula dari petani/produsen sebagai sumber penyedia bahan baku
2. Risiko-risiko yang teridentifikasi pada tiap tingkat petani yaitu risiko konversi
lahan, sarana dan prasarana, produktivitas, dan penanganan panen dan pasca
panen. Tingkat pengumpul teridentifikasi memiliki risiko, yaitu risiko
penyortiran, dan penyimpanan. Dan tingkat distributor teridentifikasi memiliki
risiko pengemasan dan pengangkutan.
3. Berdasarkan pengukuran risiko, tingkat petani memiliki nilai status risiko yang
paling tinggi yaitu sebesar 11.18, disusul tingkat distributor memilki nilai status
risiko yaitu sebesar 10.95 dan tingkat pengumpul memiliki nilai status risiko yaitu
sebesar 8.36.
4. Berdasarkan pemetaan risiko, tingkat petani dan tingkat distributor terdapat di
kuadran I, yang berarti risiko tersebut tergolong sering terjadi dan sangat
berbahaya. Tingkat petani memiliki probabilitas sebesar 3.27 dan dampak sebesar
125
3.4, disusul tingkat distributor memilki probabilitas sebesar 3.21 dan dampak
sebesar 3.4. Untuk tingkat pengumpul terdapat dikuadran IV, yang berarti risiko
tersebut tidak berbahaya, karena memiliki probabilitas sebesar 2.91 dan dampak
sebesar 2.9.
5. Berdasarkan pengelolaan risiko, dibuat prioritas pengelolaan berdasarkan
pemetaan dan status risiko yang paling besar. Tingkat petani dapat diminimalisasi
berdasarkan risiko per kejadian, yaitu terdapat risiko konversi lahan sebesar
13.41, risiko sarana dan prasaran sebesar 11.52, risiko produktivitas sebesar 10.81
dan risiko panen dan pasca panen sebesar 8.97. Tingkat pengumpul dapat
diminimalisasi berdasarkan per kejadian, yaitu terdapat risiko penyortiran sebesar
10.78 dan risiko penyimpanan sebesar 6,24. Tingkat distribiutor dapat
diminimalisasi berdasarkan per kejadian, yaitu risiko pengangkutan sebesar 11.36
dan terdapat risiko pengemasan sebesar 10.47, selanjutnya dilakukan pengelolaan
berdasarkan pemetaan dan nilai status risiko, yaitu dengan pengelolaan menerima
risiko (avoid), mengendalikan (mitigate) dan mengalihkan (transfer) yang terjadi
pada kuadran I, untuk yang berada di kuadran II menggunakan strategi
mengendalikan (mitigate), untuk yang berada di kuadran III dapat menggunakan
mengalihkan (transfer) dan untuk yang berada di kuadran IV hanya menerima
risiko (keep).
126
6.2. Saran
1. Dalam pengelolaan risiko, baik dengan cara menghindari (avoid), mengendalikan
(mitigate), mengalihkan (transfer) maupun dengan cara menerima (keep), sangat
penting untuk diingat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan risiko
harus lebih kecil dari dampak yang ditimbulkan
2. Untuk sumber daya manusia yang menjadi pelaku rantai pasok perlu dilakukan
pelatihan untuk mengurangi risiko yang terdapat dalam tiap tingkat rantai pasok
3. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan studi literatur untuk
menghitung nilai keuntungan dan nilai kerugian yang diharapkan dari risiko-
risiko tiap rantai pasok, sehingga dapat dibandingkan antara keuntungan dan
kerugian yang diharapkan dari risiko suatu kegiatan.
127
DAFTAR PUSTAKA
Anatan, Lina, dan Ellitan, Lina. Supply Chain Manajemen Teori Dan Aplikasi. Alfabeta. Bandung. 2008.
Arifin, B. Pembangunan Pertanian. PT. GRASINDO. Jakarta. 2005.
Arsyad, S, dan Rustiandi, E. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. 2008.
Badariah, Nurlaila. dkk. Analisa Supply Chain Risk Management Berdasarkan Failure Metode And Effect Analysis (FMEA). Jurnal Teknik Industri, ISSN : 14411-6340. 2010.
Darmawi, Herman. Manajemen Risiko. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2010.
Fendi, Ari, dan Yuliawati, Evi. Analisis Strategi Mitigasi Risiko Pada Supply Chain PT. PAL. Indonesia (PERSERO). Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III, ISSN : 1979-911X. November 2012.
Ghozali, Imam. Aplikasi Multivariate Dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.
Hanafi, MM. Manajemen Risiko. UPP STIM YKPN. Yogyakarta, 2006.
Hanafie, R. Pengantar Ekonomi Pertanian. CV Andi Offset. Yogyakarta, 2010.
Hanggraeni, Dewi. Pengelolaan Risiko Usaha. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 2008.
Kountur, R. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. PPM. Jakarta,2008.
Kuswanto, Hedarto. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan, dan Penyimpanan Benih. Kanisius. Jakarta. 2007.
Marimin, dan Maghfiroh, Nurul. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor. 2010.
Mulyadi. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Salemba Empat. Yogyakarta. 2007
Parenrengi, Syarifudin M. dkk. Analisis Risiko Supply Chain Management Dalam Membangun Ketangguhan Perusahaan Dengan Metode Failure and Effects Analysis (FMEA). Hasil Penelitian Fakultas Teknik Vol 5. Desember 2011.
128
Priyanto, Dwi. Mari Belajar SPP. Mediakom. Yogyakarta, 2008.
Pujawan, I., N. Suplly Chain Management. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 2005.
Samadi, B. Usaha Tani Kentang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 2005.
Samadi, B. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta. 2007.
Sarwono, J. Mixed Methods. PT Gramedia. Jakarta. 2002.
Setiadi. Budi Daya Kentang. Penebar Swadaya. Bogor. 2009.
Sofyan, I. Manajemen Risiko. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2004.
Suharjito. Dkk. Identifikasi dan Evaluasi Risiko Manajemen Rantai Pasok Komoditas jagung dengan Pendekatan Logika Fuzzy. Jurnal Manajemen dan Organisasi. Vol 1. No. 2. 2010.
Suharjito. Dkk. Pemodelan Optimasi Mitigasi Risiko Rantai Pasok/Komoditas Jagung. Jurnal Agritech. Vol. 31. 2011
Sukoco, Y. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta. 2008.
Sunarjono, Hendro. Petunjuk Praktis Budi Daya Kentang. PT Agromedia Pustaka. Tangerang. 2007
Suswono, dan Suryana, Acmad. Roadmap Diversifikasi Pangan Tahun 2011 – 2015. Kementerian Pertanian. Jakarta. 2012.
Trangjiwani, Wungkir. Manajemen Risiko Operasional CV Bimandiri di Lembang, Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Hasil Penelitian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 2008
Wastra, Riyadi Akhmad dan Mahbubi, Akhmad. Risiko agribisnis. UIN Jakarta Press. Jakarta. 2013.
www.perpuskita.com/budidaya-kentang/307/. Diakses pada tanggal 5 April 2014.
129
Lampiran
Lampiran 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung
No Kecamatan Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung
(Jiwa) 2009 2010 2011 2012 2013
1 Ciwidey 80.407 81.863 73.026 74.260 74.772 2 Rancabali 52.206 52.709 47.700 48.449 48.731 3 Pasirjambu 81.914 82.766 79.958 81.297 81.858 4 Cimaung 74.610 75.743 73.010 74.502 75.749 5 Pangalengan 143.357 146.234 138.843 141.285 142.317 6 Kertasari 70.399 70.927 65.714 66.659 66.995 7 Pacet 104.701 105.797 101.116 102.970 103.821 8 Ibun 75.920 76.709 75.776 77.321 77.910 9 Paseh 117.993 119.727 119.570 122.206 123.371
10 Cikancung 78.485 79.186 82.222 84.455 86.031 11 Cicalengka 108.063 110.312 109.111 111.374 112.412 12 Nagreg 48.822 49.652 47.865 48.980 49.478 13 Rancaekek 164.612 167.183 166.460 170.325 171.929 14 Majalaya 159.350 162.282 151.555 154.161 155.317 15 Solokanjeruk 80.508 81.394 77.557 78.978 79.807 16 Ciparay 150.813 152.643 151.011 154.072 155.594 17 Baleendah 189.533 192.480 224.324 233.336 239.623 18 Arjasari 92.306 93.850 91.033 92.888 94.027 19 Banjaran 112.388 113.243 114.475 117.016 118.247 20 Cangkuang 60.429 60.994 64.963 67.507 69.201 21 Pameungpeuk 66.559 67.140 69.566 71.276 72.520 22 Katapang 96.305 98.275 109.739 114.054 117.113 23 Soreang 102.690 104.746 104.388 107.198 108.890 24 Kutawaringin 87.160 89.190 89.544 92.036 93.197 25 Margaasih 127.560 130.161 134.410 138.871 141.876 26 Margahayu 122.886 124.290 120.375 122.335 123.176 27 Dayeuhkolot 120.251 121.224 113.334 114.577 114.670 28 Bojongsoang 83.950 85.293 103.976 108.884 112.990 29 Cileunyi 132.969 134.323 164.095 173.114 180.290 30 Cilengkrang 42.941 43.598 46.620 48.247 49.302 31 Cimenyan 96.921 98.926 104.212 107.355 109.834 Total 3.127.008 3.172.860 3.215.548 3.299.988 3.351.048
130
Lampiran 2. Pengukuran Risiko (Metode Aproksimasi)
Petani
N0. Risiko Konversi Lahan Kentang Status
P D Risiko
1 Alih fungsi lahan menjadi komoditas non kentang 4.5 4.1 18.45 2 Banyak lahan kentang milik pribadi yang diambil oleh pihak BUMN 3.1 3.6 11.16 3 Banyak lahan yang disewa ke pihak swasta 3.3 3.4 11.22 4 Banyaknya pembangunan perumahan 3.5 3.8 13.3 Total 14.4 14.9 214.56
Rata-rata risiko Konversi lahan 3.6 3.7 13.41 Risiko Sarana dan Prasarana
5 Harga sewa traktor yang mahal 3.2 3 9.6 6 Harga bahan bakar traktor yang mahal 2.9 4 11.6 7 Harga pupuk yang mahal 3.5 3.7 12.95 8 keterbatasan ketersediaan pupuk 3.5 3.3 11.55 9 Keterbatasan ketersediaan bibit 4.5 3.5 15.75
10 Harga bibit yang mahal 3.4 3 10.88 11 Banyak aneka merek bibit yang yang memiliki sertifikat 2.8 3.6 10.08 12 Banyak alat pertanian yang tidak sesuai ketentuan 3 3 9.6 Total 26.8 27.5 737 Rata-rata Risiko Sarana dan Prasarana 3.35 3.4 11.52
Risiko Produktivitas 13 Banyaknya mutu benih tidak sesuai standar 2.8 3 8.4 14 Banyaknya hama dan penyakit pada tanaman kentang 3.5 3 10.5 15 Musim tanam yang kurang tepat 3.4 3 10.2 16 Iklim yang tidak menentu 3.4 4 13.6 Total 13.1 13 172.92 Rata-rata Risiko Produktivitas 3.28 3.3 10.81
Panen dan Pasca panen 17 Panen tidak sesuai dengan hari setelah tanam 2.8 3.6 10.08 18 Penen tidak berpengaruh dengan cuaca 3 3 9 19 Setelah panen tidak melakukan pengeringan kentang ± 1-2 jam 2.9 3 8.7 20 Masih menggunakan alat tradisional saat panen dan pasca panen 2.7 2.8 7.56 Total 11.4 13 143.64
Rata-rata Risiko Panen dan Pasca panen 2.85 3.2 8.978 Rata-rata Risiko di tingkat petani 3.27 3.4 11.18
131
Lampiran 2, Pengukuran Risiko (Metode Aproksimasi), Lanjutan
Pengumpul
N0. Kentang Status Risiko Penyortiran P D Risiko
21 Pemisahan kentang yang layak jual ke pasar tradisional dan swalayan tidak tepat 3 3 9
22 Pemisahan kentang berdasarkan kualitas tidak dilakukan dengan baik 3.4 3.6 12.24
23 Belum adanya mesin penggreding kentang 3.5 2.9 10.15 Total 9.9 9.8 97.02
Rata-rata Risiko Penyortiran 3.3 3.3 10.78 Risko Penyimpanan
24 Tidak ada upaya sanitasi dalam gudang penyimpanan 3.3 2.8 9.24 25 Penataan Keranjang kentang yang buruk 2.9 3 8.7 27 Didalam gudang penyimpanan belum terdapat SOP 3.5 2.7 9.45 28 Lamanya kentang di dalam kentang lebih dari 6-7 bulan 2.5 2.7 6.75 Total 12.6 12.4 156.24
Rata-rata Risiko Penyimpanan 2.52 2.5 6.2496 Rata-rata Risiko pengumpul 2.91 2.9 8.3614 Distributor Risiko Pengemasan
29 Kesalahan dalam pengemasan 4 3 12 30 Kesalahan penimbangan sebelum pengemasan 3 2.8 8.4 31 Banyak bahan pengemasan yang rusak 3.8 3 11.4 32 Alat pngemasan yang minim 2.5 3.8 9.5 Total 13.3 12.6 167.58 Rata-rata risiko Pengemasan 3.325 3.2 10.47375
Risiko Pengangkutan 33 Pengangkutan kentang tidak dengan hati-hati 2 4 8 34 Rute pengiriman menuju pasar yang sangat terjal 2.8 3 8.4 35 kurang optimal dalam memilih rute menuju kepasar 4 4.5 18 36 Truck pengangkut tidak sesuai SOP 2.9 2.7 7.83 37 Waktu pengangkutam tidak pada waktu pagi/malam hari 3.8 4.5 17.1 38 Keterlambatan pengangkutan pada saat cuaca kurang baik 2.8 2.5 7 Total 18.6 22 409.2
Rata-rata Risiko Pengangkutan 3.1 3.7 11.36667 Rata-rata Risiko Distributor 3.2125 3.4 10.94927
132
Lampiran 3. Matriks Pengambilan Data No. Tujuan Rumusan Data Sumber data Instrumen
1 Mengetahui rantai pasok kentang
Kabupaten Bandung
Literatur, petani kentang, pengumpul dan distributor
Wawancara/Interview
2 Mengidentifikasi jenis risiko setiap pelaku rantai pasok
Apa saja risiko setiap pelaku dalam rantai pasok komoditas kentang
Kabupaten Bandung
Petani kentang, pengumpul dan distributor
Wawancara/Interview
Fish bone
3 Mengetahui tingkat risiko setiap pelaku rantai pasok kentang
Bagaimana tingkat risiko rantai pasok komoditas kentang
Kabupaten Bandung
Petani kentang, pengumpul dan distributor
Kuesioner Skala likert, Metode Aproksimasi, dan Risk Matriks Chart
4 Mengetahui tingkat
Bagaimana pengelolaan risiko rantai pasok
Kabupaten Bandung
Kuesioner Menghindari Risiko, mengendalikan risiko, mengalihkan risiko, dan menerima risiko
133
Lampiran 4. Matrik Instrumen Penelitian Tingkat Petani
Variabel Dimensi Indikator Butir
Pernyataan
Konversi lahan
Lahan tidak Produktif
Alih fungsi lahan 1
non kentang Pembuatan pabrik/ 2 Industry
Hak milik lahan Lahan diambil pihak 3 BUMN Sewa lahan 4
Kepadatan penduduk Banyak pembangunan 5
Perumahan
Traktor
Sewa traktor yang 6 Mahal Bahan bakar traktor 7 yang mahal Pupuk Harga pupuk mahal 8 Keterbatasan pupuk 9
Sarana dan
Bibit
ketersediaan bibit 10 Prasaran Harga bibit mahal 11
Aneka merek bibit 12
yang tidak ada sertifikat
Irigasi
Perawatan irigasi yang 13
Mahal Sulit mendapatkan air 14 Pestisida
Banyak pestisida yang 15
tidak original Alat pertanian Alat pertanian yang 16
tidak sesuai standar
Produktivitas Mutu benih
Mutu benih tidak sesuai 17
Hama dan Penyakit Banyaknya hama dan 18 penyakit pada kentang
134
Tingkat Petani, (Lanjutan) Variabel Dimensi Indikator Butir Pernyataan
Produktivitas Musim tanam
Musim tanam yang 19
kurang tepat
Iklim Iklim yang tidak
20 Menentu
Waktu panen
Tidak sesuai HST 21 Tidak berpengaruh 22
Panen dan dengan cuaca Pasca Panen Tidak diwajibkan
23 melakukan pengeringan
1-2 jam Alat panen Masih menggunakan 24 alat tradisional
135
Lampiran 4. Matrik Instrumen Penelitian (Lanjutan) Tingkat Pengumpul
Variabel Dimensi Indikator Butir Pernyataan
Penyortiran
Marketable Pemisahan yang layak pasar 1 tradisional dan swalayan
Grading Pemilihan berdasarkan
2 Kualitas belum ada mesin grading 3
Penyimpanan Gudang
Tidak adanya sanitasi 4 Penataan buruk 5 Terkena matahari 6 Tidak ada SOP 7
Waktu penyimpanan Lama kentang di dalam gudang 8
Lampiran 4. Matrik Instrumen Penelitian (Lanjutan) Tingkat Distributor
Variabel Dimensi Indikator Butir Pernyataan
Pengemasan Standarisasi
Kesalahan pengemasan 1 Kesalahan penimbangan 2 Bahan pengemas rusak 3 Alat kemas minim 4
Pengangkutan
Standarisasi Ketidak hati-hatian 5 Rute menuju pasar 6 sangat terjal
Rute Kurang optimal dalam pengambilan rute 7 Pendistribusian
Transportasi Tidak sesuai 8
Waktu pengangkutan
Waktu pengangkutan tidak 9 pada pagi/malam hari
Cuaca Cuaca yang tidak menentu 10
136
Lampiran 5. Kuesioner
Tingkat Petani
Identitas Responden
1. Nama : 3. Pekerjaan :
2. Umur : 4. Alamat :
Screening
1. Sudah berapa lama anda menanam kentang?
a. < 1 tahun b. 1-3 tahun c. > 3 tahun
2. Apakah anda tergabung dalam sebuah kelompok tani?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah status pemilikan lahan yang anda garap?
a. Pribadi b. Sewa
4. Jenis kentang apa yang anda tanam?
a. c.
b. d.
Penilaian Kejadian Risiko
Dibawah ini tercantum kemungkinan kejadian risiko yang terjadi pada tingkat petani. Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian 1 sampai 5 pada setiap kejadian risiko dengan kriteria sebagai berikut :
Peringkat Kriteria Kulaititatif Nilai Sebutan Kode Sangat Rendah
SR Nilai kerugian dianggap tidak berarti 1
Rendah R Nilai kerugian kecil 2 Sedang S Nilai kerugian sedang 3 Tinggi T Nilai kerugian besar berpengaruh kepada
laba/rugi petani 4
Sangat Tinggi
ST Nilai kerugian sangat besar berpengaruh kepada penurunan produksi kentang
5
137
Pernyataan Untuk Mengukur Variabel Konversi lahan, Sarana dan prasarana, Produktivitas, dan Panen Pasca panen
No. Pernyataan Jawaban ST T S R SR
1 Alih fungsi lahan menjadi menjadi komoditas non kentang 2 Banyaknya lahan kentang yang dijadikan pembuatan pabrik/industry 3 Banyaknya lahan kentang milik pribadi yang diambil oleh pihak BUMN 4 Banyaknya lahan yang disewa dari pihak Swasta 5 Banyaknya pembangunan perumahan karena bertambahnya penduduk 6 Harga sewa traktor yang mahal 7 Harga bahan bakar traktor yang mahal 8 Harga pupuk yang mahal 9 Keterbatasan ketersediaan pupuk 10 Keterbatasan ketersediaan bibit 11 Harga bibit yang mahal 12 Banyaknya aneka merek bibit yang tidak memiliki sertifikat
13 Perawatan irigasi yang mahal 14 Sulitnya mendapatkan air 15 Banyaknya pestisida yang tidak original
16 Banyaknya alat pertanian yang tidak sesuai ketentuan
17 Banyaknya mutu benih tidak sesuai standar
18 Banyaknya hama dan penyakit pada tanaman kentang
19 Musim tanam yang kurang tepat 20 Iklim yang tidak menentu 21 Panen tidak sesuai dengan hari setelah panen
22 Panen tidak berpengaruh dengan cuaca
23 Setelah panen tidak diwajibkan melakukan
pengeringan tanaman kentang 1-2 jam
138
24 Masih menggunakan alat tradisional saat panen dan pasca panen
No. Pernyataan Kentang
P D 1 Alih fungsi lahan menjadi menjadi komoditas non kentang 2 Banyaknya lahan kentang milik pribadi yang diambil oleh pihak BUMN
3 Banyaknya lahan yang disewa dari pihak
Swasta 4 Banyaknya pembangunan perumahan karena bertambahnya penduduk 5 Harga sewa traktor yang mahal 6 Harga bahan bakar traktor yang mahal 7 Harga pupuk yang mahal 8 Keterbatasan ketersediaan pupuk 9 Keterbatasan ketersediaan bibit
10 Harga bibit yang mahal
11 Banyaknya aneka merek bibit yang tidak
memiliki sertifikat
12 Banyaknya alat pertanian yang tidak sesuai ketentuan
13 Banyaknya mutu benih tidak sesuai standar
14 Banyaknya hama dan penyakit pada tanaman kentang
15 Musim tanam yang kurang tepat 16 Iklim yang tidak menentu 17 Panen tidak sesuai dengan hari setelah panen
18 Panen tidak berpengaruh dengan cuaca
19 Setelah panen tidak diwajibkan melakukan
pengeringan tanaman kentang 1-2 jam 20 Masih menggunakan alat
139
Lampiran 5. Kuesioner (Lanjutan)
Tingkat Pengumpul
Identitas Responden
Nama :
Alamat :
Penilaian Kejadian Risiko
Dibawah ini tercantum kemungkinan kejadian risiko yang terjadi pada tingkat pengumpul. Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian 1 sampai 5 pada setiap kejadian risiko dengan kriteria sebagai berikut :
Peringkat Kriteria Kulaititatif Nilai Sebutan Kode Sangat Rendah
SR Nilai kerugian dianggap tidak berarti 1
Rendah R Nilai kerugian kecil 2 Sedang S Nilai kerugian sedang 3 Tinggi T Nilai kerugian besar berpengaruh kepada
laba/rugi pengumpul 4
Sangat Tinggi
ST Nilai kerugian sangat besar berpengaruh dalam penyusutan kentang
5
Pernyataan Untuk Mengukur Variabel Penyortiran dan Penyimpanan
No. Pernyataan Kentang P D
1 Pemisahan kentang yang layak jual ke pasar tradisional dan swalayan tidak tepat
2 Pemisahan kentang berdasarkan kualitas tidak dilakukan dengan baik
3 Belum adanya mesin penggreding kentang
4 Tidak ada upaya sanitasi dalam gudang penyimpanan
5 Penataan Keranjang kentang yang buruk
6 Didalam gudang penyimpanan belum terdapat SOP
7 Lamanya kentang di dalam penyimpanan akan berdampak mengalami pembusukan
140
Lampiran 5. Kuesioner (Lanjutan)
Tingkat Distributor
Identitas Responden
Nama : Alamat :
Penilaian Kejadian Risiko
Dibawah ini tercantum kemungkinan kejadian risiko yang terjadi pada tingkat distributor. Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian 1 sampai 5 pada setiap kejadian risiko dengan kriteria sebagai berikut :
Peringkat Kriteria Kulaititatif Nilai Sebutan Kode Sangat Rendah
SR Nilai kerugian dianggap tidak berarti 1
Rendah R Nilai kerugian kecil 2 Sedang S Nilai kerugian sedang 3 Tinggi T Nilai kerugian besar berpengaruh kepada
laba/rugi distributor 4
Sangat Tinggi
ST Nilai kerugian sangat besar berpengaruh kepada asset perusahan
5
Pernyataan Untuk Mengukur Variabel Pengemasan dan pengangkutan
No. Pernyataan Jawaban P D
1 Kesalahan dalam pengemasan 2 Kesalahan penimbangan sebelum pengemasan 3 Banyak bahan pengemas yang rusak 4 Alat pengemasan yang minim 5 Pengangkutan kentang yang tidak hati-hati 6 Rute pengiriman menuju pasar yang terjal 7 Kurang optimal dalam memilih rute menuju kepasar 8 Truk pengangkut tidak sesuai SOP
9 Waktu pengangkutan tidak pada waktu pagi/malam hari
10 Keterlambatan pengangkutan pada saat cuaca kurang baik
141
Lampiran 6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0 Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items
.930 24
Item Statistics Mean Std. Deviation N
Q1 4.6667 .66089 30 Q2 4.3333 .66089 30 Q3 4.5333 .57135 30 Q4 4.4000 .67466 30 Q5 4.2667 .52083 30 Q6 4.5333 .81931 30 Q7 3.8667 .81931 30 Q8 4.4333 .56832 30 Q9 4.8000 .48423 30 Q10 4.4333 .62606 30 Q11 4.3333 .60648 30 Q12 4.5333 .62881 30 Q13 4.5667 .56832 30 Q14 4.5333 .57135 30 Q15 4.2000 .55086 30 Q16 4.3667 .61495 30 Q17 4.4000 .56324 30 Q18 4.6000 .56324 30 Q19 4.0667 .63968 30 Q20 4.3000 .70221 30 Q21 4.1667 .59209 30 Q22 4.3000 .70221 30 Q23 4.1667 .74664 30 Q24 4.2333 .62606 30
142
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation
N of Items
105.0333 88.792 9.42295 24
Lampiran 6. Uji validitas dan Reliabilitas (Lanjutan)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted Q1 100.3667 79.068 .790 .924 Q2 100.7000 81.183 .227 .927 Q3 100.5000 84.810 .442 .931 Q4 100.6333 81.551 .557 .928 Q5 100.7667 84.461 .424 .929 Q6 100.5000 77.431 .741 .924 Q7 101.1667 80.489 .519 .929 Q8 100.6000 83.007 .527 .928 Q9 100.2333 81.013 .866 .924
Q10 100.6000 82.593 .510 .928 Q11 100.7000 82.907 .500 .929 Q12 100.5000 81.638 .595 .927 Q13 100.4667 85.085 .323 .931 Q14 100.5000 84.328 .259 .930 Q15 100.8333 82.075 .356 .926 Q16 100.6667 81.747 .600 .927 Q17 100.6333 83.964 .437 .929 Q18 100.4333 83.357 .498 .928 Q19 100.9667 79.551 .774 .924 Q20 100.7333 79.168 .731 .925 Q21 100.8667 82.120 .589 .927 Q22 100.7333 79.099 .737 .925 Q23 100.8667 79.154 .683 .925 Q24 100.8000 83.269 .449 .929
143
Lampiran 7. Jawaban Kuesioner Tingkat Petani
144
145
146
147
148
149
150
151
Lampiran 7. Jawaban Kuesioner (Lanjutan)
Tingkat Pengunpul
152
153
154
Lampiran 7. Jawaban Kuesioner (Lanjutan)
Tingkat Distributor
155
156
157
Lampiran 9. Data Validitas
158
Lampiran 8. Data Uji Validitas
P Q 1
Q 2
Q 3
Q 4
Q 5
Q 6
Q 7
Q 8
Q 9
Q 10
Q 11
Q 12
Q 13
Q 14
Q 15
Q 16
Q 17
Q 18
Q 19
Q 20
Q 21
Q 22
Q 23
Q 24
1 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 2 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 3 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 4 4 3 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 6 5 4 4 5 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 4 5 4 5 3 4 5 4 5 5 7 4 4 5 4 4 5 3 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 5 8 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 9 5 5 5 4 5 5 5 4 5 3 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 4 5 4 5
10 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 11 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 12 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 13 5 4 5 5 4 4 3 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 14 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 15 4 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 16 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4 17 5 4 5 5 4 4 3 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 18 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 19 4 4 4 3 5 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 20 4 5 5 4 4 3 3 4 4 4 5 3 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 21 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 22 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 23 4 5 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 24 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 5 4
159
P Q 1
Q 2
Q 3
Q 4
Q 5
Q 6
Q 7
Q 8
Q 9
Q 10
Q 11
Q 12
Q 13
Q 14
Q 15
Q 16
Q 17
Q 18
Q 19
Q 20
Q 21
Q 22
Q 23
Q 24
25 5 4 4 5 4 4 3 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 5 26 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 27 4 4 5 3 4 3 3 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 28 5 4 4 5 4 5 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 3 4 3 29 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 4 3 4 30 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 4 5 4
160
Lampiran 9. Data Responden
Tingkat Petani
N0. Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Q 5 Q 6 Q 7 Q 8 Q 9 Q 10 P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D
P 1 5 4 5 3 4 3 3 4 2 5 4 5 3 3 5 4 5 5 4 3 P 2 3 5 5 5 5 3 3 4 3 3 5 5 3 3 4 3 4 2 5 4 P 3 3 5 2 5 2 5 5 5 2 3 4 4 3 4 5 3 4 3 3 5 P 4 4 3 4 4 3 3 5 4 3 1 4 4 4 3 4 2 5 4 4 4 P 5 4 3 4 5 3 3 5 5 3 3 3 5 4 4 4 3 4 3 3 4 P 6 3 4 3 4 3 5 4 5 4 2 2 4 5 3 3 4 5 4 5 2 P 7 5 4 3 5 3 3 4 5 3 1 3 4 5 4 4 5 5 4 5 2 P 8 4 3 2 4 5 5 4 5 2 2 4 5 4 3 5 4 4 4 3 4 P 9 5 4 3 3 3 4 4 5 3 2 4 3 3 4 4 3 5 2 4 5
P 10 5 5 4 5 3 4 5 4 3 2 5 4 4 5 3 2 5 2 3 4 P 11 5 4 3 4 5 3 4 5 4 3 3 3 5 4 4 1 5 3 5 3 P 12 5 5 4 4 3 5 4 5 2 3 2 4 4 4 5 2 5 3 3 3 P 13 4 4 3 3 5 3 4 5 4 3 2 3 3 3 2 2 4 4 4 3 P 14 3 4 3 4 4 2 4 4 1 2 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 P 15 5 4 3 4 4 1 3 5 1 3 4 5 5 4 4 3 4 5 4 5 P 16 5 5 3 4 3 2 4 5 4 5 4 5 5 5 5 2 4 4 4 4 P 17 4 5 2 5 5 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 5 4 4 P 18 5 5 3 5 2 3 4 3 4 2 2 4 3 4 4 4 4 4 3 3 P 19 5 4 3 3 4 1 4 5 4 3 2 4 2 4 5 3 4 4 3 4 P 20 4 5 4 4 4 2 5 4 5 3 3 5 4 5 4 4 4 4 3 4 P 21 5 4 5 4 3 2 5 5 4 3 4 4 4 4 3 3 5 3 4 2 P 22 4 3 4 5 4 2 4 4 4 2 1 3 3 5 3 4 5 3 4 2 P 23 5 4 3 5 4 3 5 5 4 2 3 3 4 4 2 4 5 2 4 4
161
P 24 5 5 3 4 3 1 5 5 4 1 3 4 4 5 3 4 4 3 4 5 P 25 4 4 4 5 2 3 5 3 3 4 5 3 5 4 4 3 5 2 4 4 P 26 5 4 5 3 3 2 5 3 3 2 4 3 3 3 4 3 4 2 2 3 P 27 5 5 2 3 5 1 5 5 5 3 3 4 2 2 3 2 3 3 4 4 P 28 5 4 4 5 4 3 2 4 5 2 3 3 2 4 2 3 4 3 3 5 P 29 5 5 3 4 1 3 3 5 4 2 3 3 1 4 3 4 4 4 4 5 P 30 5 5 3 4 2 1 2 5 4 4 2 4 4 4 4 2 4 4 3 4 P 31 5 5 2 5 3 2 2 4 3 2 2 4 2 5 3 1 4 5 5 4 P 32 5 2 4 5 4 3 3 5 4 2 2 3 2 5 4 3 3 4 4 4 P 33 5 5 1 3 4 3 1 5 4 3 2 4 3 5 2 3 4 5 5 5 P 34 5 5 3 4 5 4 2 5 3 3 3 5 2 5 2 4 4 4 3 4 P 35 4 3 3 3 3 1 2 4 4 4 2 5 2 5 3 3 4 4 3 4 P 36 4 4 4 4 4 5 3 3 4 1 3 4 3 4 4 3 5 4 3 3 P 37 5 4 5 2 3 4 3 3 5 2 2 4 4 4 3 3 5 3 3 3 P 38 5 4 2 2 3 3 2 5 2 3 2 3 4 3 2 4 5 3 3 4 P 39 4 4 3 5 3 3 2 3 3 1 4 3 3 4 2 3 4 4 3 3 P 40 5 5 3 3 4 2 1 3 1 3 4 3 3 3 3 4 5 5 4 1 P 41 4 4 3 4 5 1 4 5 3 2 3 3 2 3 4 4 5 4 4 1 P 42 5 5 3 5 4 2 3 5 4 2 5 4 5 3 3 4 5 4 3 2 P 43 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 2 2 5 5 3 4 5 5 3 3 P 44 5 4 3 4 3 1 4 4 4 2 3 3 4 4 3 4 4 5 5 4 P 45 4 5 4 2 3 1 3 5 5 2 2 2 4 4 3 3 5 5 4 4 P 46 4 4 4 4 5 2 3 3 5 1 2 4 3 5 3 1 5 4 3 3 P 47 5 4 2 5 5 2 2 3 4 1 3 4 3 5 3 1 5 3 3 3 P 48 4 4 4 5 3 2 3 4 3 2 3 4 2 4 4 2 3 2 4 2 P 49 4 5 4 5 3 2 3 4 4 3 1 5 2 3 3 2 4 2 4 4 P 50 4 5 1 4 5 2 3 4 5 2 2 4 3 3 4 3 4 3 5 4 P 51 5 5 4 2 4 3 1 5 4 3 2 3 3 3 4 3 4 3 4 5 P 52 4 4 4 2 3 3 2 4 5 3 3 4 4 3 4 4 5 4 5 3 P 53 4 5 4 5 5 5 2 5 4 2 4 4 4 4 4 4 5 4 4 2
162
P 54 5 4 4 5 3 3 4 4 5 2 3 5 5 4 3 5 4 5 4 4 P 55 4 4 5 2 4 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 P 56 5 4 2 3 3 3 5 3 5 3 2 4 2 4 4 3 4 3 3 5 P 57 4 5 3 2 3 4 1 3 5 1 3 4 4 3 3 2 5 2 3 4 P 58 5 4 2 5 3 4 2 4 1 4 3 2 3 3 3 1 5 2 4 3 P 59 5 4 3 5 3 4 3 3 4 3 3 3 5 2 3 1 5 3 5 3 P 60 5 5 3 5 2 4 3 5 4 5 2 5 4 2 4 1 5 4 4 1 P 61 4 4 4 4 3 3 3 2 2 3 1 4 2 3 3 1 5 4 4 2 P 62 4 4 4 4 4 4 3 2 4 2 2 4 3 4 2 5 4 5 5 2 P 63 5 4 2 4 5 5 3 1 5 3 2 4 5 3 4 4 5 5 5 3 P 64 4 5 5 2 4 5 5 2 2 3 3 5 1 2 4 3 4 5 5 4 P 65 5 4 2 2 3 2 5 3 2 2 4 4 3 2 4 2 5 1 1 3 P 66 5 4 3 3 3 3 3 1 3 4 3 4 4 5 4 3 4 3 2 3 P 67 5 5 2 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 5 4 4 4 3 2 P 68 5 4 5 4 3 4 4 2 2 3 2 4 2 4 5 4 5 4 3 3 P 69 4 5 2 4 3 5 5 3 1 4 4 4 5 5 5 5 5 4 1 4 P 70 5 5 2 3 2 3 1 3 3 4 3 5 4 4 3 4 5 4 1 3 P 71 5 5 4 5 4 4 3 4 2 4 5 5 3 4 3 4 4 3 3 2 P 72 4 4 2 4 1 3 3 2 3 4 4 4 2 2 4 3 4 2 2 2 P 73 4 3 2 4 3 3 3 4 1 4 2 4 4 4 5 2 5 5 2 5 P 74 5 4 5 3 3 3 4 3 1 5 3 3 5 5 3 1 4 5 3 2 P 75 4 3 2 4 4 3 5 3 3 4 3 3 2 5 3 2 5 3 4 3 P 76 4 3 5 3 5 4 5 5 3 4 2 4 4 5 3 4 3 3 4 1 P 77 4 4 2 4 2 3 4 2 1 4 2 5 3 2 4 4 5 5 4 4 P 78 5 5 3 4 3 3 5 3 1 4 3 5 4 2 3 4 5 4 3 1 P 79 5 2 2 2 3 5 5 4 3 4 5 5 5 3 2 4 5 3 2 1 P 80 5 4 5 4 3 4 5 3 2 4 3 5 5 4 2 4 5 3 2 3 P 81 3 3 3 4 3 3 4 4 2 4 3 4 4 2 4 5 5 1 3 4 P 82 5 3 5 1 5 5 3 5 3 4 2 4 4 3 4 5 5 1 4 4 P 83 5 2 3 4 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 5 5 4 3 4 5
163
P 84 5 4 3 4 3 5 5 2 4 3 2 4 2 1 4 5 4 4 3 1 P 85 5 4 4 4 5 4 3 3 4 4 2 3 4 3 3 4 5 4 3 4 P 86 5 3 3 4 3 4 3 4 4 3 2 4 4 3 4 4 5 4 3 2 P 87 4 3 3 5 4 3 5 3 3 3 4 4 5 4 5 3 5 4 4 3 P 88 5 4 4 2 3 5 5 1 2 3 4 3 4 5 5 2 5 4 5 1 P 89 5 5 2 3 3 2 4 3 2 4 4 4 4 4 4 2 5 5 5 1 P 90 4 4 3 2 3 4 4 4 2 5 3 4 5 3 3 4 5 2 5 5 P 91 5 4 2 3 3 4 5 4 3 2 3 5 5 4 3 4 5 3 3 4 P 92 5 3 4 3 3 5 3 3 3 4 4 4 4 3 2 4 5 3 2 5 P 93 5 3 1 4 2 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 5 5 4 2 3 P 94 5 3 2 4 3 4 5 3 2 5 3 4 2 3 4 5 5 4 4 3 P 95 5 5 2 2 3 3 5 5 4 4 3 3 3 2 4 4 5 5 5 5 P 96 5 3 1 5 4 5 3 3 2 4 2 4 4 2 5 4 5 4 4 5 P 97 5 3 4 2 4 3 3 3 5 3 3 4 3 3 4 3 5 3 4 3 P 98 4 5 3 3 2 4 3 2 4 5 1 5 4 4 3 2 5 2 3 4 P 99 4 3 3 2 5 5 3 4 2 2 4 4 3 3 2 3 5 2 3 3
P 100 5 5 2 4 2 4 5 4 5 4 4 4 3 3 3 3 5 3 5 2 P 101 4 4 2 5 3 4 5 4 3 2 4 4 2 4 4 4 5 2 4 2 P 102 4 4 3 2 2 5 3 3 2 1 5 4 3 4 5 4 4 2 3 1 P 103 4 3 3 3 2 4 5 5 3 1 4 5 5 3 4 4 5 2 3 1 P 104 4 5 1 4 4 5 5 3 3 5 4 4 4 3 5 3 5 4 2 1 P 105 4 2 2 3 3 5 4 3 3 4 2 5 4 4 4 5 5 5 2 3 P 106 5 4 2 4 2 5 5 5 2 3 2 4 3 3 3 2 4 5 3 2 P 107 4 5 5 4 3 4 5 3 2 4 2 3 3 4 2 2 5 4 3 3 P 108 4 5 5 4 4 3 3 2 3 4 1 4 5 5 3 4 4 5 3 2 P 109 4 4 3 2 4 4 3 5 3 3 1 4 4 5 2 5 5 4 1 5 P 110 4 4 1 2 3 3 4 5 3 3 1 3 3 5 3 5 4 3 1 4 P 111 4 5 4 3 2 5 5 4 4 4 2 5 4 4 4 5 3 3 1 3 P 112 4 5 4 3 1 4 2 5 4 2 2 4 3 4 4 5 4 3 1 3 P 113 4 5 3 4 2 4 3 5 2 4 5 4 4 4 5 4 4 3 2 3
164
P 114 4 4 2 4 1 4 2 4 3 2 5 5 4 5 4 3 5 3 3 2 P 115 5 4 4 3 3 4 2 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 P 116 5 3 3 3 5 4 1 3 3 4 3 4 4 4 2 2 4 3 4 4 P 117 5 3 5 3 4 4 3 2 2 5 2 5 4 4 4 2 3 4 3 3 P 118 4 5 3 3 4 3 3 4 4 5 2 5 5 3 4 2 4 3 3 3 P 119 3 4 2 3 3 4 2 3 2 5 2 4 5 3 4 2 5 4 2 2 P 120 4 5 2 2 3 5 2 5 4 3 3 5 4 3 3 4 4 4 3 3 P 121 4 3 4 3 3 3 5 5 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 Total 542 496 381 441 405 407 429 459 386 367 354 480 428 443 429 396 544 427 411 386
Rata-rata 4.5 4.1 3.1 3.6 3.3 3.4 3.5 3.8 3.2 3 2.9 4 3.5 3.7 3.5 3.3 4.5 3.5 3.4 3
N0. Q 11 Q 12 Q 13 Q 14 Q 15 Q 16 Q 17 Q 18 Q 19 Q 20 P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D
P 1 2 5 4 2 5 4 5 3 3 2 5 4 3 4 5 4 3 3 3 4 P 2 2 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 2 4 3 P 3 4 4 3 2 4 4 3 3 5 2 3 5 3 3 3 4 5 3 3 3 P 4 5 4 3 2 3 4 3 3 4 3 3 5 2 3 3 3 4 4 2 2 P 5 3 5 2 3 2 3 4 3 3 4 4 4 3 4 2 4 4 3 3 3 P 6 4 4 2 4 2 4 3 3 3 5 3 5 3 3 3 5 5 2 3 4 P 7 3 4 2 3 2 5 3 3 4 4 4 3 3 3 2 3 3 3 4 3 P 8 4 4 3 4 3 5 4 3 5 3 5 4 4 4 3 2 3 4 1 3 P 9 3 5 2 4 4 3 4 3 3 3 4 5 3 3 5 4 4 3 2 3
P 10 4 4 2 5 3 5 3 2 1 3 3 4 4 3 4 5 5 4 3 3 P 11 4 5 1 4 2 4 3 3 3 2 4 3 3 2 3 2 4 3 4 3 P 12 3 5 1 4 3 4 4 4 2 4 3 4 2 4 2 3 3 2 2 2 P 13 3 5 2 3 4 5 5 3 2 3 2 4 3 3 2 2 2 3 3 4 P 14 4 3 2 4 3 4 4 2 4 3 3 3 2 4 4 5 3 4 3 3 P 15 5 3 3 5 4 3 4 2 4 1 3 5 2 3 2 2 4 4 1 3 P 16 2 3 3 5 3 2 3 3 1 5 4 5 3 4 3 3 5 5 1 1
165
P 17 2 4 3 4 2 3 2 4 4 3 3 4 2 5 3 3 4 5 2 3 P 18 3 3 3 4 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 5 4 3 3 P 19 1 4 3 3 3 4 2 4 4 3 3 3 2 5 5 5 2 3 4 1 P 20 5 4 4 3 3 5 3 5 4 2 4 4 1 5 4 2 3 4 2 2 P 21 4 3 3 3 4 5 4 2 3 1 5 4 2 5 4 3 3 4 2 1 P 22 3 3 3 4 3 5 3 3 4 5 4 3 3 4 3 3 3 3 3 1 P 23 3 3 2 4 1 4 3 2 5 4 3 3 4 5 4 3 3 2 3 3 P 24 4 3 3 5 2 4 3 2 5 3 5 3 3 4 5 4 2 3 2 2 P 25 3 3 4 4 2 3 3 3 4 2 3 3 4 5 4 3 3 3 3 4 P 26 3 3 3 4 3 2 2 2 2 3 3 4 3 4 4 2 4 4 3 3 P 27 3 3 3 3 4 2 3 3 2 3 3 4 2 5 3 2 4 4 4 3 P 28 2 4 2 3 4 2 4 4 2 3 3 3 3 4 2 3 3 2 5 3 P 29 2 3 3 2 5 3 5 3 3 2 4 4 4 3 3 3 2 2 4 2 P 30 4 4 2 2 5 4 4 4 1 3 3 4 3 3 3 4 3 1 2 3 P 31 2 4 1 2 4 4 3 3 4 3 3 4 2 4 4 5 4 2 3 3 P 32 3 3 2 4 4 3 3 3 3 4 2 5 3 5 3 3 5 3 4 2 P 33 3 2 2 4 3 2 2 2 4 3 3 5 4 4 4 3 4 4 2 3 P 34 4 2 3 4 2 2 4 2 2 3 3 3 3 5 4 3 4 4 4 3 P 35 2 2 3 5 1 3 4 3 3 4 3 5 2 4 3 4 3 3 3 2 P 36 2 2 4 5 1 4 3 4 4 2 4 5 4 5 3 5 3 2 2 3 P 37 2 3 3 4 1 5 3 3 5 4 4 3 2 4 2 4 4 1 2 1 P 38 4 3 3 4 2 4 4 4 3 3 4 4 2 5 1 2 2 1 2 2 P 39 3 4 2 3 3 3 3 3 3 2 5 4 3 3 2 3 3 2 3 4 P 40 3 5 2 3 3 3 3 3 4 2 4 3 2 2 2 2 4 3 2 3 P 41 3 3 2 4 4 3 3 2 2 3 3 4 3 2 3 5 2 3 3 2 P 42 2 3 2 3 4 4 3 2 3 4 2 4 3 3 4 3 3 4 3 3 P 43 1 4 3 3 4 5 3 3 4 4 3 4 2 3 2 5 3 5 4 2 P 44 2 3 3 3 5 4 4 3 3 4 2 3 2 4 4 4 3 4 2 4 P 45 2 2 4 3 5 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 2 3 3 3 P 46 3 5 3 5 6 3 4 3 3 4 4 4 3 5 3 3 1 3 2 1
166
P 47 2 4 2 5 5 2 3 3 4 3 4 5 1 4 2 4 2 2 3 2 P 48 3 4 3 5 4 2 3 5 4 2 4 4 3 3 3 5 2 2 3 1 P 49 3 3 4 4 4 3 4 3 5 1 3 4 4 3 3 2 1 3 3 2 P 50 3 3 3 4 3 3 3 2 4 4 4 5 1 2 4 1 1 3 4 3 P 51 3 4 3 2 2 4 4 3 5 3 3 3 4 3 3 2 2 4 2 3 P 52 3 4 2 1 2 5 3 3 5 4 1 5 3 4 4 2 3 5 3 2 P 53 2 3 3 1 1 4 4 3 5 5 3 3 2 5 3 2 2 2 3 3 P 54 2 3 2 1 1 4 3 2 4 3 3 5 3 4 3 3 2 2 3 3 P 55 3 3 2 1 2 3 3 2 3 4 3 4 4 3 2 3 3 2 3 4 P 56 2 4 4 4 3 2 3 3 1 3 4 3 4 2 2 2 4 3 4 3 P 57 3 2 3 3 4 3 4 3 3 1 4 3 3 4 3 3 3 3 3 2 P 58 2 3 2 3 5 3 3 2 4 2 4 3 2 2 4 2 2 4 4 2 P 59 2 3 2 2 4 4 4 3 3 2 4 4 3 2 5 2 2 3 3 3 P 60 1 3 3 1 4 4 5 3 4 3 4 5 4 2 4 3 3 3 3 3 P 61 3 4 4 1 3 3 4 4 4 4 5 3 4 3 3 3 4 4 3 4 P 62 2 4 4 4 2 3 3 1 3 3 3 4 2 4 2 3 4 3 2 1 P 63 3 3 5 2 1 2 3 2 3 2 3 3 3 4 3 5 3 1 3 2 P 64 2 3 4 2 2 2 4 3 4 2 2 4 3 4 4 2 3 2 2 1 P 65 3 5 3 2 1 2 4 3 4 1 5 5 3 5 5 3 2 1 3 2 P 66 2 3 4 1 1 3 3 5 3 2 3 4 2 4 4 2 2 3 3 3 P 67 3 3 3 5 1 3 3 4 5 3 2 3 3 3 3 2 3 3 4 3 P 68 4 4 3 4 2 4 4 2 4 3 4 4 2 4 2 3 3 3 2 2 P 69 5 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 2 2 2 3 2 4 1 3 P 70 4 2 4 3 4 3 4 4 2 4 2 4 3 5 2 4 4 5 3 3 P 71 3 4 4 2 4 2 2 3 2 4 2 4 2 4 3 3 3 4 4 2 P 72 2 4 3 2 4 2 3 3 2 3 3 4 4 3 4 4 5 3 3 3 P 73 4 3 4 3 3 2 3 3 3 5 3 4 4 3 5 3 4 2 3 2 P 74 5 5 5 4 1 3 3 2 4 4 4 4 5 4 4 3 3 2 3 2 P 75 3 5 4 4 1 3 3 3 5 3 4 4 2 3 4 2 2 3 1 3 P 76 3 4 4 4 1 4 3 3 3 3 5 5 3 4 3 3 1 4 3 3
167
P 77 2 4 3 1 1 4 4 2 3 3 4 5 1 5 2 3 2 3 2 4 P 78 3 2 3 2 2 5 2 3 3 2 3 3 4 5 3 4 3 4 4 3 P 79 3 5 5 4 2 4 3 3 2 3 3 4 5 4 4 4 2 3 3 2 P 80 2 3 3 4 3 4 3 3 3 2 3 5 4 3 1 3 3 3 3 2 P 81 3 4 3 4 4 2 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 2 2 2 3 P 82 2 3 4 3 3 2 5 3 4 3 5 4 2 3 3 2 1 2 3 2 P 83 2 3 3 4 2 2 5 4 3 2 3 4 2 4 2 3 2 3 3 3 P 84 2 4 3 4 1 2 3 4 4 3 3 4 5 3 1 4 1 4 2 3 P 85 4 5 1 3 1 3 4 3 4 4 3 5 2 4 2 3 3 3 3 3 P 86 4 4 1 2 2 3 4 3 5 5 5 4 1 3 3 4 2 2 4 2 P 87 4 3 3 2 3 3 3 2 5 4 5 3 4 3 2 5 2 2 3 2 P 88 2 3 3 3 3 4 4 3 5 3 3 4 3 4 3 3 5 3 2 3 P 89 3 3 3 4 2 4 4 3 4 3 3 4 4 5 4 2 5 4 4 5 P 90 4 4 4 4 1 4 5 3 3 2 4 4 3 4 3 1 4 3 2 2 P 91 3 4 3 3 1 4 5 2 4 2 4 5 3 3 2 2 3 3 3 5 P 92 3 4 3 3 1 3 5 3 3 4 3 3 2 4 2 3 4 4 1 3 P 93 1 3 2 4 2 3 3 3 5 3 4 4 2 3 3 4 2 5 1 3 P 94 4 3 3 5 3 2 4 4 4 3 4 3 3 4 3 5 3 3 3 3 P 95 3 5 4 4 4 2 4 3 3 2 3 4 4 3 3 4 1 2 3 2 P 96 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 4 4 1 3 4 3 3 2 2 3 P 97 1 3 3 2 3 2 4 4 2 4 3 3 3 3 2 1 2 1 4 3 P 98 4 5 3 1 3 2 4 3 2 5 2 5 2 4 5 2 2 4 2 3 P 99 2 5 4 1 2 3 3 3 4 3 3 4 2 4 4 3 3 3 3 3
P 100 3 3 4 1 1 3 3 3 4 3 4 5 3 5 3 4 1 4 1 2 P 101 2 4 3 1 1 4 4 3 3 2 3 4 3 4 2 5 4 4 2 5 P 102 2 4 3 4 2 4 4 5 3 2 3 4 4 3 3 4 1 4 3 4 P 103 1 5 3 4 3 5 3 3 3 3 2 3 2 4 1 3 3 3 3 2 P 104 2 3 3 4 4 4 5 3 2 4 3 4 3 3 2 4 2 2 2 3 P 105 3 3 4 3 3 2 4 4 4 2 4 5 2 4 3 5 3 2 3 3 P 106 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2 2 1 2 3
168
P 107 3 2 3 3 2 2 3 3 2 4 2 5 4 2 3 2 3 3 3 4 P 108 2 5 4 4 2 1 4 3 3 5 2 3 5 3 2 1 2 3 3 4 P 109 1 4 3 4 3 1 3 3 2 3 3 4 3 3 2 5 3 3 2 4 P 110 2 4 2 4 3 1 3 3 3 3 3 5 2 3 2 3 2 3 3 4 P 111 2 3 3 3 4 1 3 3 4 1 4 5 2 4 3 5 3 4 2 4 P 112 2 5 2 2 3 2 3 4 3 3 3 3 2 3 2 4 3 3 1 3 P 113 3 3 2 3 4 2 3 3 4 4 4 4 3 2 3 3 2 3 2 3 P 114 2 3 3 4 5 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 P 115 1 3 3 4 4 4 4 3 3 2 2 4 3 3 4 3 2 2 3 3 P 116 1 4 4 3 3 4 3 4 2 4 3 4 2 3 3 3 3 2 1 4 P 117 2 2 4 2 4 3 5 3 3 3 2 5 3 3 2 4 3 4 3 4 P 118 3 3 3 2 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 2 3 4 2 5 P 119 3 5 4 1 4 4 3 3 3 3 4 4 2 4 4 2 2 5 3 4 P 120 2 3 3 2 3 5 3 3 3 2 3 3 4 3 2 3 2 3 3 3 P 121 3 3 2 4 2 4 3 4 3 2 4 4 2 4 2 2 3 3 2 3 Total 335 433 359 383 343 392 419 368 406 367 407 478 344 438 369 382 350 367 329 341
Rata-rata 2.8 3.6 3 3 2.8 3 3.5 3 3.4 3 3.4 4 2.8 3.6 3 3 2.9 3 2.7 2.8
169
Lampiran 10. Data Responden (Lanjutan)
Tingkat Pengumpul
N0. Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Q 5 Q 7 Q 8 P D P D P D P D P D P D P D
P 1 5 4 4 4 3 3 5 2 2 3 4 5 3 5 P 2 4 3 3 5 3 4 3 4 3 3 4 5 2 4 P 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 2 3 4 3 2 P 4 5 3 3 4 5 5 4 2 3 4 4 4 1 3 P 5 3 4 4 3 3 2 3 3 4 3 5 3 4 4 P 6 2 3 4 4 4 3 5 2 3 2 3 2 2 2 P 7 3 3 2 2 3 2 5 3 2 3 2 2 3 3 P 8 2 3 2 3 4 3 3 4 2 4 3 2 3 2 P 9 2 4 4 5 3 3 4 4 2 5 4 3 2 2
P 10 5 2 2 3 3 2 3 3 4 4 3 4 2 1 P 11 2 3 5 4 2 3 4 4 3 2 3 4 3 3 P 12 1 3 3 4 4 3 3 5 4 4 3 3 2 2 P 13 2 5 5 3 3 2 4 4 3 2 4 2 1 1 P 14 2 3 2 2 4 3 4 4 3 4 3 2 3 3 P 15 3 4 4 4 5 1 5 3 2 3 2 3 4 3 Total 45 50 51 54 53 43 58 50 44 48 50 48 38 40
Rata-rata 3 3 3.4 3.6 3.5 2.9 3.3 2.8 2.9 3 3.5 2.7 2.5 2.7
170
Lampiran 10. Data Responden (Lanjutan)
Tingkat Distributor
N0. Q 1 Q 2 Q 3 Q 4 Q 5 Q 6 Q 7 Q 8 Q 9 Q 10 P D P D P D P D P D P D P D P D P D P D
P 1 4 3 5 2 5 4 3 3 2 5 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3 P 2 5 2 3 4 3 2 2 4 3 4 3 3 4 5 3 2 4 5 5 3 P 3 4 3 2 2 3 3 3 4 2 3 2 2 4 5 3 2 4 4 2 4 P 4 3 4 2 3 4 3 2 4 1 4 3 3 5 4 2 3 4 5 2 3
Total 16 12 12 11 15 12 10 15 8 16 11 12 16 18 12 10 15 18 12 13 Rata-rata 4 3 3 2.8 3.8 3 2.5 3.8 2 4 2.8 3 4 4.5 2.9 2.7 3.8 4.5 2.8 2.5