aksesibilitas penyandang disabilitas pada pemilu …

13
Volume 4, Nomor 2, Agustus 202 AKSESIBILITAS PEMILU TAHUN Sy Magister Ilmu Politik Program Studi Ilmu P Aksesibilitas penyandang d yang dijamin dan sudah di mengupas aksesibilitas ba kalangan disabilitas di Ka disabilitas tergolong rend pemahaman terhadap peny sebagai refleksi bagi peny kebijakan. Penelitian ini me dilakukan secara terbuka, diharapkan dapat membe disabilitas yang sudah sem pemilu tahun 2019 di Kabu terkait diskriminasi yang tim komunitas marginal yang t peningkatan partisipasi dala Kata Kunci: Aksesibilitas, P Accessibility of persons with are guaranteed and regula accessibility for persons w disabilities in Wonosobo Re is low, namely 29.08%. Th disabilities about accessibili the government in implem method. Data collection purposively. This research of persons with disabilities the 2019 elections in Won related to discrimination tha marginalized communities increasing participation in th Keywords: Accessibility, Pe JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH: Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora 20 S PENYANDANG DISABILITAS PAD N 2019 DI KABUPATEN WONOSOB yaifurrohman, 1) Dewi Erowati 2) k, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universi Diponegoro 1 Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Po Universitas Diponegoro 2 [email protected] 1 [email protected] 2 Abstrak disabilitas menjadi bagian penting dalam Pemilu tah iatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Penelitian agi penyandang disabilitas dan memetakan perse abupaten Wonosobo yang partisipasi pemilih pen dah yaitu 29,08%. Penelitian ini bertujuan mem yandang disabilitas tentang aksesibilitas dalam pe yelenggara pemilu, pemerintah dalam mengimplem enggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpu dengan pemilihan informan secara purposive.Pene erikan pemahaman terhadap aksesibilitas pen makin baik dan terhindar dari diskriminatif khusun upaten Wonosobo. Penelitian ini akan mengubah pa mbul dengan adanya asumsi penyandang disabilita tidak berdaya dan tentunya memberikan strategi am Pemilu yang akan datang. Penyandang Disabilitas, Penyelenggara Pemilu Abstract h disabilities is an important part of the 2019 electio ated in Law 7/2017 on Elections. This research wil with disabilities and map the perceptions of peo egency whose voter participation of persons with di his study aims to provide an understanding of pers ity in elections and as a reflection for election admin menting policies. This research uses descriptive q is conducted openly, with the selection of in is expected to provide an understanding of the acc that are getting better and avoid discriminatory esp nosobo Regency. This research will change the p at arises with the assumption that people with disabi who are powerless and certainly provide a stra he coming elections. ersons with Disabilities, Election Organizers 118 DA BO itas olitik, hun 2019 ini akan epsi dari nyandang mberikan emilu dan mentasian ulan data elitian ini nyandang nya pada aradigma as adalah terhadap ons which ll explore ople with isabilities sons with nistrators, qualitative nformants cessibility pecially in paradigm ilities are ategy for

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 118

AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADAPEMILU TAHUN 2019 DI KABUPATEN WONOSOBO

Syaifurrohman,1) Dewi Erowati 2)

Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UniversitasDiponegoro1

Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Diponegoro2

[email protected]

[email protected]

AbstrakAksesibilitas penyandang disabilitas menjadi bagian penting dalam Pemilu tahun 2019yang dijamin dan sudah diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Penelitian ini akanmengupas aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan memetakan persepsi darikalangan disabilitas di Kabupaten Wonosobo yang partisipasi pemilih penyandangdisabilitas tergolong rendah yaitu 29,08%. Penelitian ini bertujuan memberikanpemahaman terhadap penyandang disabilitas tentang aksesibilitas dalam pemilu dansebagai refleksi bagi penyelenggara pemilu, pemerintah dalam mengimplementasiankebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan datadilakukan secara terbuka, dengan pemilihan informan secara purposive.Penelitian inidiharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap aksesibilitas penyandangdisabilitas yang sudah semakin baik dan terhindar dari diskriminatif khusunya padapemilu tahun 2019 di Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini akan mengubah paradigmaterkait diskriminasi yang timbul dengan adanya asumsi penyandang disabilitas adalahkomunitas marginal yang tidak berdaya dan tentunya memberikan strategi terhadappeningkatan partisipasi dalam Pemilu yang akan datang.

Kata Kunci: Aksesibilitas, Penyandang Disabilitas, Penyelenggara Pemilu

AbstractAccessibility of persons with disabilities is an important part of the 2019 elections whichare guaranteed and regulated in Law 7/2017 on Elections. This research will exploreaccessibility for persons with disabilities and map the perceptions of people withdisabilities in Wonosobo Regency whose voter participation of persons with disabilitiesis low, namely 29.08%. This study aims to provide an understanding of persons withdisabilities about accessibility in elections and as a reflection for election administrators,the government in implementing policies. This research uses descriptive qualitativemethod. Data collection is conducted openly, with the selection of informantspurposively. This research is expected to provide an understanding of the accessibilityof persons with disabilities that are getting better and avoid discriminatory especially inthe 2019 elections in Wonosobo Regency. This research will change the paradigmrelated to discrimination that arises with the assumption that people with disabilities aremarginalized communities who are powerless and certainly provide a strategy forincreasing participation in the coming elections.

Keywords: Accessibility, Persons with Disabilities, Election Organizers

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 118

AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADAPEMILU TAHUN 2019 DI KABUPATEN WONOSOBO

Syaifurrohman,1) Dewi Erowati 2)

Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UniversitasDiponegoro1

Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Diponegoro2

[email protected]

[email protected]

AbstrakAksesibilitas penyandang disabilitas menjadi bagian penting dalam Pemilu tahun 2019yang dijamin dan sudah diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Penelitian ini akanmengupas aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan memetakan persepsi darikalangan disabilitas di Kabupaten Wonosobo yang partisipasi pemilih penyandangdisabilitas tergolong rendah yaitu 29,08%. Penelitian ini bertujuan memberikanpemahaman terhadap penyandang disabilitas tentang aksesibilitas dalam pemilu dansebagai refleksi bagi penyelenggara pemilu, pemerintah dalam mengimplementasiankebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan datadilakukan secara terbuka, dengan pemilihan informan secara purposive.Penelitian inidiharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap aksesibilitas penyandangdisabilitas yang sudah semakin baik dan terhindar dari diskriminatif khusunya padapemilu tahun 2019 di Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini akan mengubah paradigmaterkait diskriminasi yang timbul dengan adanya asumsi penyandang disabilitas adalahkomunitas marginal yang tidak berdaya dan tentunya memberikan strategi terhadappeningkatan partisipasi dalam Pemilu yang akan datang.

Kata Kunci: Aksesibilitas, Penyandang Disabilitas, Penyelenggara Pemilu

AbstractAccessibility of persons with disabilities is an important part of the 2019 elections whichare guaranteed and regulated in Law 7/2017 on Elections. This research will exploreaccessibility for persons with disabilities and map the perceptions of people withdisabilities in Wonosobo Regency whose voter participation of persons with disabilitiesis low, namely 29.08%. This study aims to provide an understanding of persons withdisabilities about accessibility in elections and as a reflection for election administrators,the government in implementing policies. This research uses descriptive qualitativemethod. Data collection is conducted openly, with the selection of informantspurposively. This research is expected to provide an understanding of the accessibilityof persons with disabilities that are getting better and avoid discriminatory especially inthe 2019 elections in Wonosobo Regency. This research will change the paradigmrelated to discrimination that arises with the assumption that people with disabilities aremarginalized communities who are powerless and certainly provide a strategy forincreasing participation in the coming elections.

Keywords: Accessibility, Persons with Disabilities, Election Organizers

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 118

AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADAPEMILU TAHUN 2019 DI KABUPATEN WONOSOBO

Syaifurrohman,1) Dewi Erowati 2)

Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UniversitasDiponegoro1

Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Diponegoro2

[email protected]

[email protected]

AbstrakAksesibilitas penyandang disabilitas menjadi bagian penting dalam Pemilu tahun 2019yang dijamin dan sudah diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Penelitian ini akanmengupas aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan memetakan persepsi darikalangan disabilitas di Kabupaten Wonosobo yang partisipasi pemilih penyandangdisabilitas tergolong rendah yaitu 29,08%. Penelitian ini bertujuan memberikanpemahaman terhadap penyandang disabilitas tentang aksesibilitas dalam pemilu dansebagai refleksi bagi penyelenggara pemilu, pemerintah dalam mengimplementasiankebijakan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan datadilakukan secara terbuka, dengan pemilihan informan secara purposive.Penelitian inidiharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap aksesibilitas penyandangdisabilitas yang sudah semakin baik dan terhindar dari diskriminatif khusunya padapemilu tahun 2019 di Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini akan mengubah paradigmaterkait diskriminasi yang timbul dengan adanya asumsi penyandang disabilitas adalahkomunitas marginal yang tidak berdaya dan tentunya memberikan strategi terhadappeningkatan partisipasi dalam Pemilu yang akan datang.

Kata Kunci: Aksesibilitas, Penyandang Disabilitas, Penyelenggara Pemilu

AbstractAccessibility of persons with disabilities is an important part of the 2019 elections whichare guaranteed and regulated in Law 7/2017 on Elections. This research will exploreaccessibility for persons with disabilities and map the perceptions of people withdisabilities in Wonosobo Regency whose voter participation of persons with disabilitiesis low, namely 29.08%. This study aims to provide an understanding of persons withdisabilities about accessibility in elections and as a reflection for election administrators,the government in implementing policies. This research uses descriptive qualitativemethod. Data collection is conducted openly, with the selection of informantspurposively. This research is expected to provide an understanding of the accessibilityof persons with disabilities that are getting better and avoid discriminatory especially inthe 2019 elections in Wonosobo Regency. This research will change the paradigmrelated to discrimination that arises with the assumption that people with disabilities aremarginalized communities who are powerless and certainly provide a strategy forincreasing participation in the coming elections.

Keywords: Accessibility, Persons with Disabilities, Election Organizers

Page 2: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 119

PENDAHULUANIndonesia masih mengalami

kesulitan terhadap pemenuhan hak pilihbagi penyandang disabilitas(Nasution,2019). Padahal,cita-cita dari sebagian besarnegara demokratis untuk mewujudkandemokrasi yang proporsional danberkeadilan dalam mengedepankan aspekhukum, politik dan kemanusiaan sebagaisatu kesatuan. Oleh sebab itu, Indonesiadalam mewujudkan demokrasi pancasiladapat dibuktikan dengan adanyapenyelenggaraan Pemilihan Umum.

Pemilu menjadikan pembedadengan negara-negara yang tidakmenganut paham demokrasi. Pemilumerupakan wujud suksesi kepemimpinantanpa kudeta dan dipercaya menjadi carayang ampuh dalam menggantikepemimpinan tanpa pertumpahan darah,oleh karena itu sangatlah penting pemilu,karena menjadi tolok ukur keberhasilandemokrasi. Proses pemilu di Indonesiamerupakan proses yang panjang daripemilu ke pemilu (Orde Lama, Orde Barudan Masa Reformasi). Perjalanan pemilusangatlah dinamis terutama pada masareformasi dengan adanya pemilihanlangsung dan adanya penggabungan antaraPemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif yangpertama kali di Indonesia yangdilaksanakan pada tahun 2019. Melihatpengawasan terhadap Pemilu yang sangatketat dan terstruktur memungkinkanterselenggaranya Pemilu yang Demokratis,dengan hal tersebut tentulah segala aspekyang berkaitan dengan Pemilu menjadisorotan berbagai pihak dalam Pemilu tahun2019.

Wonosobo menjadi salah satuKabupaten di Provinsi Jawa Tengah yangmelaksanakan Pemilu Tahun 2019 danPartisipasi cukup tinggi yaitu 79,15%(KPUD Wonosobo, 2019). Tingginyapartisipasi ini, apakah juga termasukpartisipasi dari penyandang disabilitas.Lebih jauh lagi penulis akan membahasnya

dalam tulisan ini dengan langkah strategisdan praktis yang menjadi rekomendasidalam penyelenggaraan pemilu danpemilihan yang akan datang, khusunyapemilihan dan pemilu yang ramah terhadappenyandang disabilitas.

Fasilitas jaminan akses padapenyandang disabilitas terhadap pemiluberupa implementasi hak penyandangdisabilitas untuk memilih pada Pemilu. Akantetapi, berbagai negara yang menganutsistem demokrasi menunjukkan partisipasidisabilitas dalam menggunakan hak pilihmasih rendah. Oleh sebab itu, keterlibatanpenyandang disabilitas tidak bisa diabaikan,melihat WHO mengestimasikan jumlahdifabel sebesar 10% dari jumlah populasidunia. Dengan demikian, partisipasidisabilitas di Indonesia memberikanpengaruh besar dalam menentukanperolehan suara terhadap legislatif daneksekutif (Fati, 2005). Sementara itu,keikutsertaan penyandang disabilitas dalamakses pemilihan masih memiliki beberapamasalah, meski secara hukum internasionaldisabilitas telah dijamin hak dankewajibannnya seperti, CRPD (KonvensiHak-hak Penyandang Disabilitas), sehinggaIndonesia yang ikut serta meratifikasiCRPD, sudah seharusnya berkomitmendalam memberikan fasilitas kepadadisabilitas dengan pemberian hak partsipasidalam berpolitik (Adinda, 2011).

Tulisan ini bertujuan memberikanpemahaman terhadap penyandangdisabilitas tentang aksesibilitas dalamPemilu dan sebagai rujukan bagipemerintah dan masyarakat dalammengimplementasian kebijakan. Penulisberusaha membangun sebuah gambaranterkait persamaan hak disabilitas dalammemperoleh akses pada pemilu tahun 2019dengan memperhatikan literatur-literaturterdahulu. Penelitian tentang aksesibilitaspenyandang disabilitas dalam Pemilu telahdilakukan beberapa penulis sebelumnyadan menjadi bahan pertimbangan dalam

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 119

PENDAHULUANIndonesia masih mengalami

kesulitan terhadap pemenuhan hak pilihbagi penyandang disabilitas(Nasution,2019). Padahal,cita-cita dari sebagian besarnegara demokratis untuk mewujudkandemokrasi yang proporsional danberkeadilan dalam mengedepankan aspekhukum, politik dan kemanusiaan sebagaisatu kesatuan. Oleh sebab itu, Indonesiadalam mewujudkan demokrasi pancasiladapat dibuktikan dengan adanyapenyelenggaraan Pemilihan Umum.

Pemilu menjadikan pembedadengan negara-negara yang tidakmenganut paham demokrasi. Pemilumerupakan wujud suksesi kepemimpinantanpa kudeta dan dipercaya menjadi carayang ampuh dalam menggantikepemimpinan tanpa pertumpahan darah,oleh karena itu sangatlah penting pemilu,karena menjadi tolok ukur keberhasilandemokrasi. Proses pemilu di Indonesiamerupakan proses yang panjang daripemilu ke pemilu (Orde Lama, Orde Barudan Masa Reformasi). Perjalanan pemilusangatlah dinamis terutama pada masareformasi dengan adanya pemilihanlangsung dan adanya penggabungan antaraPemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif yangpertama kali di Indonesia yangdilaksanakan pada tahun 2019. Melihatpengawasan terhadap Pemilu yang sangatketat dan terstruktur memungkinkanterselenggaranya Pemilu yang Demokratis,dengan hal tersebut tentulah segala aspekyang berkaitan dengan Pemilu menjadisorotan berbagai pihak dalam Pemilu tahun2019.

Wonosobo menjadi salah satuKabupaten di Provinsi Jawa Tengah yangmelaksanakan Pemilu Tahun 2019 danPartisipasi cukup tinggi yaitu 79,15%(KPUD Wonosobo, 2019). Tingginyapartisipasi ini, apakah juga termasukpartisipasi dari penyandang disabilitas.Lebih jauh lagi penulis akan membahasnya

dalam tulisan ini dengan langkah strategisdan praktis yang menjadi rekomendasidalam penyelenggaraan pemilu danpemilihan yang akan datang, khusunyapemilihan dan pemilu yang ramah terhadappenyandang disabilitas.

Fasilitas jaminan akses padapenyandang disabilitas terhadap pemiluberupa implementasi hak penyandangdisabilitas untuk memilih pada Pemilu. Akantetapi, berbagai negara yang menganutsistem demokrasi menunjukkan partisipasidisabilitas dalam menggunakan hak pilihmasih rendah. Oleh sebab itu, keterlibatanpenyandang disabilitas tidak bisa diabaikan,melihat WHO mengestimasikan jumlahdifabel sebesar 10% dari jumlah populasidunia. Dengan demikian, partisipasidisabilitas di Indonesia memberikanpengaruh besar dalam menentukanperolehan suara terhadap legislatif daneksekutif (Fati, 2005). Sementara itu,keikutsertaan penyandang disabilitas dalamakses pemilihan masih memiliki beberapamasalah, meski secara hukum internasionaldisabilitas telah dijamin hak dankewajibannnya seperti, CRPD (KonvensiHak-hak Penyandang Disabilitas), sehinggaIndonesia yang ikut serta meratifikasiCRPD, sudah seharusnya berkomitmendalam memberikan fasilitas kepadadisabilitas dengan pemberian hak partsipasidalam berpolitik (Adinda, 2011).

Tulisan ini bertujuan memberikanpemahaman terhadap penyandangdisabilitas tentang aksesibilitas dalamPemilu dan sebagai rujukan bagipemerintah dan masyarakat dalammengimplementasian kebijakan. Penulisberusaha membangun sebuah gambaranterkait persamaan hak disabilitas dalammemperoleh akses pada pemilu tahun 2019dengan memperhatikan literatur-literaturterdahulu. Penelitian tentang aksesibilitaspenyandang disabilitas dalam Pemilu telahdilakukan beberapa penulis sebelumnyadan menjadi bahan pertimbangan dalam

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 119

PENDAHULUANIndonesia masih mengalami

kesulitan terhadap pemenuhan hak pilihbagi penyandang disabilitas(Nasution,2019). Padahal,cita-cita dari sebagian besarnegara demokratis untuk mewujudkandemokrasi yang proporsional danberkeadilan dalam mengedepankan aspekhukum, politik dan kemanusiaan sebagaisatu kesatuan. Oleh sebab itu, Indonesiadalam mewujudkan demokrasi pancasiladapat dibuktikan dengan adanyapenyelenggaraan Pemilihan Umum.

Pemilu menjadikan pembedadengan negara-negara yang tidakmenganut paham demokrasi. Pemilumerupakan wujud suksesi kepemimpinantanpa kudeta dan dipercaya menjadi carayang ampuh dalam menggantikepemimpinan tanpa pertumpahan darah,oleh karena itu sangatlah penting pemilu,karena menjadi tolok ukur keberhasilandemokrasi. Proses pemilu di Indonesiamerupakan proses yang panjang daripemilu ke pemilu (Orde Lama, Orde Barudan Masa Reformasi). Perjalanan pemilusangatlah dinamis terutama pada masareformasi dengan adanya pemilihanlangsung dan adanya penggabungan antaraPemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif yangpertama kali di Indonesia yangdilaksanakan pada tahun 2019. Melihatpengawasan terhadap Pemilu yang sangatketat dan terstruktur memungkinkanterselenggaranya Pemilu yang Demokratis,dengan hal tersebut tentulah segala aspekyang berkaitan dengan Pemilu menjadisorotan berbagai pihak dalam Pemilu tahun2019.

Wonosobo menjadi salah satuKabupaten di Provinsi Jawa Tengah yangmelaksanakan Pemilu Tahun 2019 danPartisipasi cukup tinggi yaitu 79,15%(KPUD Wonosobo, 2019). Tingginyapartisipasi ini, apakah juga termasukpartisipasi dari penyandang disabilitas.Lebih jauh lagi penulis akan membahasnya

dalam tulisan ini dengan langkah strategisdan praktis yang menjadi rekomendasidalam penyelenggaraan pemilu danpemilihan yang akan datang, khusunyapemilihan dan pemilu yang ramah terhadappenyandang disabilitas.

Fasilitas jaminan akses padapenyandang disabilitas terhadap pemiluberupa implementasi hak penyandangdisabilitas untuk memilih pada Pemilu. Akantetapi, berbagai negara yang menganutsistem demokrasi menunjukkan partisipasidisabilitas dalam menggunakan hak pilihmasih rendah. Oleh sebab itu, keterlibatanpenyandang disabilitas tidak bisa diabaikan,melihat WHO mengestimasikan jumlahdifabel sebesar 10% dari jumlah populasidunia. Dengan demikian, partisipasidisabilitas di Indonesia memberikanpengaruh besar dalam menentukanperolehan suara terhadap legislatif daneksekutif (Fati, 2005). Sementara itu,keikutsertaan penyandang disabilitas dalamakses pemilihan masih memiliki beberapamasalah, meski secara hukum internasionaldisabilitas telah dijamin hak dankewajibannnya seperti, CRPD (KonvensiHak-hak Penyandang Disabilitas), sehinggaIndonesia yang ikut serta meratifikasiCRPD, sudah seharusnya berkomitmendalam memberikan fasilitas kepadadisabilitas dengan pemberian hak partsipasidalam berpolitik (Adinda, 2011).

Tulisan ini bertujuan memberikanpemahaman terhadap penyandangdisabilitas tentang aksesibilitas dalamPemilu dan sebagai rujukan bagipemerintah dan masyarakat dalammengimplementasian kebijakan. Penulisberusaha membangun sebuah gambaranterkait persamaan hak disabilitas dalammemperoleh akses pada pemilu tahun 2019dengan memperhatikan literatur-literaturterdahulu. Penelitian tentang aksesibilitaspenyandang disabilitas dalam Pemilu telahdilakukan beberapa penulis sebelumnyadan menjadi bahan pertimbangan dalam

Page 3: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 120

penelitian ini antara lain: Hasil penelitianHilmi memperlihatkan perlindungan hakpolitik bagi disabilitas di Indonesia, berasaldari tujuan UUD 1945 (Nasution, 2019).Sementara itu, penelitian Hernimawatimenunjukkan partisipasi tuna grahita masihsebatas prosedural dan rendahnyapartisipasi disebabkan keterbatasanaksesibilitas dalam Pemilu di Provinsi Riau(Hernimawati, 2019). Selain itu, Merlymenunjukkan mahasiswa penyandangdisabilitas masih menilai buruk terhadapimplementasi perundang-undangan yangtelah banyak mengatur aksesibilitas (Merly,2015). Lebih lanjut, penelitian Fahmimemperlihatkan Pilkada Aceh Tahun 2017di Kabupaten Aceh Besar belum memenuhihak-hak politik bagi pemilih penyandangdisabilitas(Ichsan, 2018). Penelitian Martinimenunjukkan aksesbilitas pemilih PilkadaJawa Barat masih terdapat kelemahan yaituminimnya KPU dalam melakukan sosialisasiaksesbilitas untuk pemilih difable (Martini,2018).

Beberapa penelitian terkaitaksesibilitas penyandang disabilitas dalampemilu telah dikaji oleh beberapa penulissebelumnya tersebut. Penulis melihat kajianyang akan penulis teliti adalah hal yangbaru dengan indikator bahwa penelitiandilakukan di lokus yang berbeda denganpenelitian terdahulu, penelitian dilakukan diKabupaten Wonosobo, yang memilikikeragaman budaya masyarakat, fokuskajian pada aksesibilitas penyandangdisabilitas pada pemilu tahun 2019 yangmerupakan penggabungan pemilu legislatifdan eksekutif pertama kali di Indonesia.

.METODE

Penelitianini menggunakan metodekualitatif deskriptif, sebagai prosedur untukmengamati lisan dan perilaku individu(Moleong, 2016). Dengan demikian,penulis mendeskripsikan dan menganalisispenyelenggaraan Pemiludi KabupatenWonosobo.Penelitian ini memfokuskan

pada aksesibilitas penyandang disabilitasdalam pelaksanaan pemilu tahun 2019 diKabupaten Wonosobo. Agar diperolehgambaran yang mendalam, digunakanlahpendekatan kualitatif dengan bentuk studikasus(Yin, 1987). Lokasi penelitian diKabupaten Wonosobo, pengumpulan datadilakukan dengan wawancara mendalam,observasi dan dokumentasi.

Pengumpulan data dilaksanakanterbuka dan purposive. Informan dipilihberdasarkan tingkat pemahaman danpengalaman. Adapun jumlah informansebanyak 2 orang yang terdiri dari mantananggota panitia pemilihan kecamatan danpemilih disabilitas. Teknik analisa datamerujuk model Miles dan Huberman yangmeliputi reduksi data, display data, danpenarikan kesimpulan(Miles & Huberman,2014).

LANDASAN TEORIAksesibilitas menjadi indikator

kenyamanan untuk mengakses pelayananpublik bagi penyandang disabilitas(Ellis &Kent, 2011). Selain itu, UU 8/2016 tentangpenyandang disabilitas mendefenisikanaksesibilitas adalah kemudahan aksesterhadap disabilitas untuk memperolehkesempatan yang sama. MenyitirRoebyyanto membagi dua macamaksesibilitas yaitu; Pertama, aksesibilitasfisik adalah akses sarana dan prasaranaseperti guilding block, tangga ramp, handrail, lift, tanda – tanda atau signange bagidisabilitas. Kedua, aksesibilitas non fisikmerupakan kemudahan dalam mengaksespelyanan informasi seperti, UU, pendidikan,ketenagakerjaan, serta komunikasi danteknologi bagi disabilitas (Roebyantho,2006). Oleh sebab itu, Penulismenganalisisaksesibilitas pada Pemilu 2019dalammenciptakan hak dan kewajiban yangsama untuk menggunakan hakpilih(Nasution, 2019).

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 120

penelitian ini antara lain: Hasil penelitianHilmi memperlihatkan perlindungan hakpolitik bagi disabilitas di Indonesia, berasaldari tujuan UUD 1945 (Nasution, 2019).Sementara itu, penelitian Hernimawatimenunjukkan partisipasi tuna grahita masihsebatas prosedural dan rendahnyapartisipasi disebabkan keterbatasanaksesibilitas dalam Pemilu di Provinsi Riau(Hernimawati, 2019). Selain itu, Merlymenunjukkan mahasiswa penyandangdisabilitas masih menilai buruk terhadapimplementasi perundang-undangan yangtelah banyak mengatur aksesibilitas (Merly,2015). Lebih lanjut, penelitian Fahmimemperlihatkan Pilkada Aceh Tahun 2017di Kabupaten Aceh Besar belum memenuhihak-hak politik bagi pemilih penyandangdisabilitas(Ichsan, 2018). Penelitian Martinimenunjukkan aksesbilitas pemilih PilkadaJawa Barat masih terdapat kelemahan yaituminimnya KPU dalam melakukan sosialisasiaksesbilitas untuk pemilih difable (Martini,2018).

Beberapa penelitian terkaitaksesibilitas penyandang disabilitas dalampemilu telah dikaji oleh beberapa penulissebelumnya tersebut. Penulis melihat kajianyang akan penulis teliti adalah hal yangbaru dengan indikator bahwa penelitiandilakukan di lokus yang berbeda denganpenelitian terdahulu, penelitian dilakukan diKabupaten Wonosobo, yang memilikikeragaman budaya masyarakat, fokuskajian pada aksesibilitas penyandangdisabilitas pada pemilu tahun 2019 yangmerupakan penggabungan pemilu legislatifdan eksekutif pertama kali di Indonesia.

.METODE

Penelitianini menggunakan metodekualitatif deskriptif, sebagai prosedur untukmengamati lisan dan perilaku individu(Moleong, 2016). Dengan demikian,penulis mendeskripsikan dan menganalisispenyelenggaraan Pemiludi KabupatenWonosobo.Penelitian ini memfokuskan

pada aksesibilitas penyandang disabilitasdalam pelaksanaan pemilu tahun 2019 diKabupaten Wonosobo. Agar diperolehgambaran yang mendalam, digunakanlahpendekatan kualitatif dengan bentuk studikasus(Yin, 1987). Lokasi penelitian diKabupaten Wonosobo, pengumpulan datadilakukan dengan wawancara mendalam,observasi dan dokumentasi.

Pengumpulan data dilaksanakanterbuka dan purposive. Informan dipilihberdasarkan tingkat pemahaman danpengalaman. Adapun jumlah informansebanyak 2 orang yang terdiri dari mantananggota panitia pemilihan kecamatan danpemilih disabilitas. Teknik analisa datamerujuk model Miles dan Huberman yangmeliputi reduksi data, display data, danpenarikan kesimpulan(Miles & Huberman,2014).

LANDASAN TEORIAksesibilitas menjadi indikator

kenyamanan untuk mengakses pelayananpublik bagi penyandang disabilitas(Ellis &Kent, 2011). Selain itu, UU 8/2016 tentangpenyandang disabilitas mendefenisikanaksesibilitas adalah kemudahan aksesterhadap disabilitas untuk memperolehkesempatan yang sama. MenyitirRoebyyanto membagi dua macamaksesibilitas yaitu; Pertama, aksesibilitasfisik adalah akses sarana dan prasaranaseperti guilding block, tangga ramp, handrail, lift, tanda – tanda atau signange bagidisabilitas. Kedua, aksesibilitas non fisikmerupakan kemudahan dalam mengaksespelyanan informasi seperti, UU, pendidikan,ketenagakerjaan, serta komunikasi danteknologi bagi disabilitas (Roebyantho,2006). Oleh sebab itu, Penulismenganalisisaksesibilitas pada Pemilu 2019dalammenciptakan hak dan kewajiban yangsama untuk menggunakan hakpilih(Nasution, 2019).

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 120

penelitian ini antara lain: Hasil penelitianHilmi memperlihatkan perlindungan hakpolitik bagi disabilitas di Indonesia, berasaldari tujuan UUD 1945 (Nasution, 2019).Sementara itu, penelitian Hernimawatimenunjukkan partisipasi tuna grahita masihsebatas prosedural dan rendahnyapartisipasi disebabkan keterbatasanaksesibilitas dalam Pemilu di Provinsi Riau(Hernimawati, 2019). Selain itu, Merlymenunjukkan mahasiswa penyandangdisabilitas masih menilai buruk terhadapimplementasi perundang-undangan yangtelah banyak mengatur aksesibilitas (Merly,2015). Lebih lanjut, penelitian Fahmimemperlihatkan Pilkada Aceh Tahun 2017di Kabupaten Aceh Besar belum memenuhihak-hak politik bagi pemilih penyandangdisabilitas(Ichsan, 2018). Penelitian Martinimenunjukkan aksesbilitas pemilih PilkadaJawa Barat masih terdapat kelemahan yaituminimnya KPU dalam melakukan sosialisasiaksesbilitas untuk pemilih difable (Martini,2018).

Beberapa penelitian terkaitaksesibilitas penyandang disabilitas dalampemilu telah dikaji oleh beberapa penulissebelumnya tersebut. Penulis melihat kajianyang akan penulis teliti adalah hal yangbaru dengan indikator bahwa penelitiandilakukan di lokus yang berbeda denganpenelitian terdahulu, penelitian dilakukan diKabupaten Wonosobo, yang memilikikeragaman budaya masyarakat, fokuskajian pada aksesibilitas penyandangdisabilitas pada pemilu tahun 2019 yangmerupakan penggabungan pemilu legislatifdan eksekutif pertama kali di Indonesia.

.METODE

Penelitianini menggunakan metodekualitatif deskriptif, sebagai prosedur untukmengamati lisan dan perilaku individu(Moleong, 2016). Dengan demikian,penulis mendeskripsikan dan menganalisispenyelenggaraan Pemiludi KabupatenWonosobo.Penelitian ini memfokuskan

pada aksesibilitas penyandang disabilitasdalam pelaksanaan pemilu tahun 2019 diKabupaten Wonosobo. Agar diperolehgambaran yang mendalam, digunakanlahpendekatan kualitatif dengan bentuk studikasus(Yin, 1987). Lokasi penelitian diKabupaten Wonosobo, pengumpulan datadilakukan dengan wawancara mendalam,observasi dan dokumentasi.

Pengumpulan data dilaksanakanterbuka dan purposive. Informan dipilihberdasarkan tingkat pemahaman danpengalaman. Adapun jumlah informansebanyak 2 orang yang terdiri dari mantananggota panitia pemilihan kecamatan danpemilih disabilitas. Teknik analisa datamerujuk model Miles dan Huberman yangmeliputi reduksi data, display data, danpenarikan kesimpulan(Miles & Huberman,2014).

LANDASAN TEORIAksesibilitas menjadi indikator

kenyamanan untuk mengakses pelayananpublik bagi penyandang disabilitas(Ellis &Kent, 2011). Selain itu, UU 8/2016 tentangpenyandang disabilitas mendefenisikanaksesibilitas adalah kemudahan aksesterhadap disabilitas untuk memperolehkesempatan yang sama. MenyitirRoebyyanto membagi dua macamaksesibilitas yaitu; Pertama, aksesibilitasfisik adalah akses sarana dan prasaranaseperti guilding block, tangga ramp, handrail, lift, tanda – tanda atau signange bagidisabilitas. Kedua, aksesibilitas non fisikmerupakan kemudahan dalam mengaksespelyanan informasi seperti, UU, pendidikan,ketenagakerjaan, serta komunikasi danteknologi bagi disabilitas (Roebyantho,2006). Oleh sebab itu, Penulismenganalisisaksesibilitas pada Pemilu 2019dalammenciptakan hak dan kewajiban yangsama untuk menggunakan hakpilih(Nasution, 2019).

Page 4: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 121

HASIL DAN PEMBAHASANPerjalanan panjang demokrasi di

Indonesia menjadi bagian sejarah yangmendewasakan proses demokrasi di negeriini. Isu HAM akan berkorelasi dengandemokrasi di Indonesia, sebagaimanahubungan pemilu dengan akses bagipenyandang disabilitas pada pemilu 2019khusunya di Kabupaten Wonosobo. Olehkarena itu berbagai hal akan penulis kajidalam upaya mendukung tulisan ini.Penyandang Disabilitas di Indonesia

UU 8/2016 tentang penyandangdisabilitas mengejawantahkan individu yangmemiliki keterbatasan fisik, intelektual,mental dalam waktu yang lama, akanmengalami keterbatasan untukberpartisipasi terhadap lingkungannya.Sementara itu, data disabilitas di Indonesiadikumpulkan BPS, Kemensos,Kemendiknas dan Kemenkes yang masing-masing memiliki perbedaan data, sebabmemiliki narasi yang berbeda. Oleh karenaitu, data disabilitas diketahui berjumlah11.580.117 jiwa dengan disabilitaspenglihatan 3.474,035 jiwa, disabilitas fisik3.010.830 jiwa, disabilitas pendengaran2.547.626 jiwa, disabilitas mental 1.389.614jiwa dan disabilitas kronis 1.158.012 jiwa(ILO, 2014).

WHO memperkirakan 10% daripenduduk Indonesia adalah penyandangdisabilitas. Berdasarkan PUSDATIN dariKemensos, tahun 2010, penyandangdisabilitas di Indonesia berjumlah11.580.117 jiwa dengan disabilitaspenglihatan 3.474.035 jiwa, fisik 3.010.830jiwa, pendengaran 2.547.626 jiwa, mental1.389.614 jiwa dan kronis 1.158.012 jiwa.Sementara itu, Kemenakertrans, mirilispada 2010 disabilitas berjumlah 7.126.409jiwa. Selain itu, data disabilitas dari BPSsejak tahun 1980 melakukan sensus dansurvei. Dengan demikian pada tahun 2015terdapat kesulitan fungsional untuk melihat,mendengar, berjalan, menggerakkantangan atau jari, konsentrasi, terganggunya

emosional, gangguan berbicara,memahami/berkomunikasi dengan oranglain dan mengurus diri sendiri. Kondisitersebut, menunjukkanumur 10 tahunkeatas yang mengalami kesulitan fungsionalsebesar 8,56%, sehingga persentasedisabilitas terbesar yaitu kesulitan melihat6,36% dan terkecil, kesulitan mengurus dirisendiri 1,02%. Dengan demikian, jumlahdisabilitas perempuan lebih tinggipersentasenya jika dibandingkan denganlaki-laki untuk semua jenis disabilitas(Ismandari, 2019).

Kurangnya validasi data disabilitastelah mengakibatkan implementasi programterkendala. Terlebih lagi, tidak ditemukandata akurat dan spesifik tentang komunitasdisabilitas di Indonesia. Data tersebut jugasangat bervariasi karena adanya definisiyang berbeda dari instansi penyedia data,seperti halnya pendefinisian tuna netra yangdimaknai berbeda, seperti Depkesmendefinisikan penglihatan seseoranguntuk diklasifikasikan sebagai tuna netrajika individu hanya mempunyai ketajamanpenglihatan 20/200, antara lain penglihatansuatu benda pada jarak 20 kaki sebagaidisabilitas, padahal penglihatan normalseharusnyaberjarak 200 kaki. MenurutDepsos tuna netra adalah individu yangtidak bisa merasakan indera penglihatandalam melakukan aktivitas sosial secaranormal(Sidik, 2019).

Merujuk Depnas tuna netra sebagaiindividu yang duduk di jenjang sekolahdengan tingkat penglihatan dalam melihatpapan tulis atau buku cetak dari jaraknormal. Lebih lanjut, Persatuan Tuna NutraIndonesia mengasumsikan tuna netrasebagai individu yang tidak memilikipenglihatanatau masih memiliki sedikitpenglihatan, namun tidak mampu melihatuntuk membaca tulisan berukuran font 12dalam keadaan cahaya normal (Sidik,2019). Sebaliknya, BPS mengukur indivudusebagai tuna netra berdasarkan keterangandari individu sendiri untuk dijadikan

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 121

HASIL DAN PEMBAHASANPerjalanan panjang demokrasi di

Indonesia menjadi bagian sejarah yangmendewasakan proses demokrasi di negeriini. Isu HAM akan berkorelasi dengandemokrasi di Indonesia, sebagaimanahubungan pemilu dengan akses bagipenyandang disabilitas pada pemilu 2019khusunya di Kabupaten Wonosobo. Olehkarena itu berbagai hal akan penulis kajidalam upaya mendukung tulisan ini.Penyandang Disabilitas di Indonesia

UU 8/2016 tentang penyandangdisabilitas mengejawantahkan individu yangmemiliki keterbatasan fisik, intelektual,mental dalam waktu yang lama, akanmengalami keterbatasan untukberpartisipasi terhadap lingkungannya.Sementara itu, data disabilitas di Indonesiadikumpulkan BPS, Kemensos,Kemendiknas dan Kemenkes yang masing-masing memiliki perbedaan data, sebabmemiliki narasi yang berbeda. Oleh karenaitu, data disabilitas diketahui berjumlah11.580.117 jiwa dengan disabilitaspenglihatan 3.474,035 jiwa, disabilitas fisik3.010.830 jiwa, disabilitas pendengaran2.547.626 jiwa, disabilitas mental 1.389.614jiwa dan disabilitas kronis 1.158.012 jiwa(ILO, 2014).

WHO memperkirakan 10% daripenduduk Indonesia adalah penyandangdisabilitas. Berdasarkan PUSDATIN dariKemensos, tahun 2010, penyandangdisabilitas di Indonesia berjumlah11.580.117 jiwa dengan disabilitaspenglihatan 3.474.035 jiwa, fisik 3.010.830jiwa, pendengaran 2.547.626 jiwa, mental1.389.614 jiwa dan kronis 1.158.012 jiwa.Sementara itu, Kemenakertrans, mirilispada 2010 disabilitas berjumlah 7.126.409jiwa. Selain itu, data disabilitas dari BPSsejak tahun 1980 melakukan sensus dansurvei. Dengan demikian pada tahun 2015terdapat kesulitan fungsional untuk melihat,mendengar, berjalan, menggerakkantangan atau jari, konsentrasi, terganggunya

emosional, gangguan berbicara,memahami/berkomunikasi dengan oranglain dan mengurus diri sendiri. Kondisitersebut, menunjukkanumur 10 tahunkeatas yang mengalami kesulitan fungsionalsebesar 8,56%, sehingga persentasedisabilitas terbesar yaitu kesulitan melihat6,36% dan terkecil, kesulitan mengurus dirisendiri 1,02%. Dengan demikian, jumlahdisabilitas perempuan lebih tinggipersentasenya jika dibandingkan denganlaki-laki untuk semua jenis disabilitas(Ismandari, 2019).

Kurangnya validasi data disabilitastelah mengakibatkan implementasi programterkendala. Terlebih lagi, tidak ditemukandata akurat dan spesifik tentang komunitasdisabilitas di Indonesia. Data tersebut jugasangat bervariasi karena adanya definisiyang berbeda dari instansi penyedia data,seperti halnya pendefinisian tuna netra yangdimaknai berbeda, seperti Depkesmendefinisikan penglihatan seseoranguntuk diklasifikasikan sebagai tuna netrajika individu hanya mempunyai ketajamanpenglihatan 20/200, antara lain penglihatansuatu benda pada jarak 20 kaki sebagaidisabilitas, padahal penglihatan normalseharusnyaberjarak 200 kaki. MenurutDepsos tuna netra adalah individu yangtidak bisa merasakan indera penglihatandalam melakukan aktivitas sosial secaranormal(Sidik, 2019).

Merujuk Depnas tuna netra sebagaiindividu yang duduk di jenjang sekolahdengan tingkat penglihatan dalam melihatpapan tulis atau buku cetak dari jaraknormal. Lebih lanjut, Persatuan Tuna NutraIndonesia mengasumsikan tuna netrasebagai individu yang tidak memilikipenglihatanatau masih memiliki sedikitpenglihatan, namun tidak mampu melihatuntuk membaca tulisan berukuran font 12dalam keadaan cahaya normal (Sidik,2019). Sebaliknya, BPS mengukur indivudusebagai tuna netra berdasarkan keterangandari individu sendiri untuk dijadikan

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 121

HASIL DAN PEMBAHASANPerjalanan panjang demokrasi di

Indonesia menjadi bagian sejarah yangmendewasakan proses demokrasi di negeriini. Isu HAM akan berkorelasi dengandemokrasi di Indonesia, sebagaimanahubungan pemilu dengan akses bagipenyandang disabilitas pada pemilu 2019khusunya di Kabupaten Wonosobo. Olehkarena itu berbagai hal akan penulis kajidalam upaya mendukung tulisan ini.Penyandang Disabilitas di Indonesia

UU 8/2016 tentang penyandangdisabilitas mengejawantahkan individu yangmemiliki keterbatasan fisik, intelektual,mental dalam waktu yang lama, akanmengalami keterbatasan untukberpartisipasi terhadap lingkungannya.Sementara itu, data disabilitas di Indonesiadikumpulkan BPS, Kemensos,Kemendiknas dan Kemenkes yang masing-masing memiliki perbedaan data, sebabmemiliki narasi yang berbeda. Oleh karenaitu, data disabilitas diketahui berjumlah11.580.117 jiwa dengan disabilitaspenglihatan 3.474,035 jiwa, disabilitas fisik3.010.830 jiwa, disabilitas pendengaran2.547.626 jiwa, disabilitas mental 1.389.614jiwa dan disabilitas kronis 1.158.012 jiwa(ILO, 2014).

WHO memperkirakan 10% daripenduduk Indonesia adalah penyandangdisabilitas. Berdasarkan PUSDATIN dariKemensos, tahun 2010, penyandangdisabilitas di Indonesia berjumlah11.580.117 jiwa dengan disabilitaspenglihatan 3.474.035 jiwa, fisik 3.010.830jiwa, pendengaran 2.547.626 jiwa, mental1.389.614 jiwa dan kronis 1.158.012 jiwa.Sementara itu, Kemenakertrans, mirilispada 2010 disabilitas berjumlah 7.126.409jiwa. Selain itu, data disabilitas dari BPSsejak tahun 1980 melakukan sensus dansurvei. Dengan demikian pada tahun 2015terdapat kesulitan fungsional untuk melihat,mendengar, berjalan, menggerakkantangan atau jari, konsentrasi, terganggunya

emosional, gangguan berbicara,memahami/berkomunikasi dengan oranglain dan mengurus diri sendiri. Kondisitersebut, menunjukkanumur 10 tahunkeatas yang mengalami kesulitan fungsionalsebesar 8,56%, sehingga persentasedisabilitas terbesar yaitu kesulitan melihat6,36% dan terkecil, kesulitan mengurus dirisendiri 1,02%. Dengan demikian, jumlahdisabilitas perempuan lebih tinggipersentasenya jika dibandingkan denganlaki-laki untuk semua jenis disabilitas(Ismandari, 2019).

Kurangnya validasi data disabilitastelah mengakibatkan implementasi programterkendala. Terlebih lagi, tidak ditemukandata akurat dan spesifik tentang komunitasdisabilitas di Indonesia. Data tersebut jugasangat bervariasi karena adanya definisiyang berbeda dari instansi penyedia data,seperti halnya pendefinisian tuna netra yangdimaknai berbeda, seperti Depkesmendefinisikan penglihatan seseoranguntuk diklasifikasikan sebagai tuna netrajika individu hanya mempunyai ketajamanpenglihatan 20/200, antara lain penglihatansuatu benda pada jarak 20 kaki sebagaidisabilitas, padahal penglihatan normalseharusnyaberjarak 200 kaki. MenurutDepsos tuna netra adalah individu yangtidak bisa merasakan indera penglihatandalam melakukan aktivitas sosial secaranormal(Sidik, 2019).

Merujuk Depnas tuna netra sebagaiindividu yang duduk di jenjang sekolahdengan tingkat penglihatan dalam melihatpapan tulis atau buku cetak dari jaraknormal. Lebih lanjut, Persatuan Tuna NutraIndonesia mengasumsikan tuna netrasebagai individu yang tidak memilikipenglihatanatau masih memiliki sedikitpenglihatan, namun tidak mampu melihatuntuk membaca tulisan berukuran font 12dalam keadaan cahaya normal (Sidik,2019). Sebaliknya, BPS mengukur indivudusebagai tuna netra berdasarkan keterangandari individu sendiri untuk dijadikan

Page 5: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 122

informan primer atau dari keluarga sebagaiinforman sekunder (BPS, 2014). Hal lainterkait persoalan asumsi yang terlihatketika seorang tuna daksa yangmenggunakan kursi roda mungkin tidak bisamenyembunyikan atau menyangkal dirinyaadalah penyandang disabilitas, tapi apabilaseseorang pincang ataupun luka di lengandapat disembunyikan bahkan tidakmengakui dirinya penyandang disabilitassehingga statistik pendisabilitasanyaterhadap disabilitas menjadi bias (Komnas.Ham, 2011). Definisi yang bias daripenyandang disabilitas dari Dinas/Instansidan organisasi mengakibatkan biasnyajumlah dari penyandang disabilitas itusendiri sehingga dalam pendataan pemilihterkendala yang mengakibatkan datadisabilitas yang kurang valid.

Penyandang disabilitas di KabWonosobo adalah bagian dari masyarakatinklusif yang keberadaanya dijamin olehregulasi.Adapun jumlah masyarakatpenyandang disabilitas di KabupatenWonosobo yang terdata di Dinas SosialPemda Kabupaten Wonosobo sebagaimanaberikut :Tabel 1. Penyandang Disabilitas diKabupaten Wonosobo Tahun 2018

JenisDisabilitas

Dewasa Anak Total

Fisik 1.512 247 1.759Intelektual 562 105 667Mental 493 17 510Sensorik - - -Rungu/Wicara 271 17 288Netra 493 17 510Ganda/Multi 294 187 481Total Jiwa 3.625 590 4.215

Sumber: Data Dinsos Kab.Wonosobo 2018Tabel tersebut memperlihatkan

jumlah dari setiap jenis disabilitas yangterdata di Kabupaten Wonosobo : 1)Disabilitas Fisik yaitu penyandangdisabilitas dengan kriteria keterbatasangerak, seperti: amputasi, lumpuh atau kakuyang disebabkan stroke dan kusta, 2)

Disabilitas Intelektual dengan Disabilitaskesulitan untuk berpikir dipengaruhi tingkatkecerdasan dibawah minimum.antara lain:kesulitan belajar, 3) Disabilitas grahita, 4)Disabilitas mental dengan kriteriaketerbatasan berpikir, emosi, perilaku daninteraksi sosial, 5) Disabilitassensorikdnegan klasifikasi terganggunyafungsi dari panca indera, seperti: netra,rungu, dan wicara; 6) Disabilitas gandaantara lain : rungu-wicara atau netra-tuli.Hak Politik Penyandang Disabilitas

Negara demokrasi sepertiIndonesia berusaha menjamin warganegaranya memperoleh persamaan haksebagai wujud pelaksanaan UUD RI 1945pada pasal 27 ayat (2) bahwa setiapwarga negara berhak mendapatkanpekerjaan dan kehidupan yang layak.Pasal tersebut, dipahami dengan negarabertanggungjawab terhadap hakkonstitusional seperti, hak bebas daridiskriminatif dan ancaman. Termasukbagi Disabilitas yaitu perlakuan yangsama oleh negara. Serta dalam UU29/1999 tentang HAM Pasal 42menegaskan : “Setiap warga negara yangberusia lanjut, disabilitas fisik dan ataudisabilitas mental berhak memperolehperawatan, pendidikan, pelatihan danbantuan khusus atas biaya-biaya negara,untuk menjamin kebijakan yang layaksesuai dengan martabat kemanusiaanya,meningkatkan rasa percaya diri, dankemampuan berpartisipasi dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara”.

Konsep normatif menjadi landasanparadigma untuk perlakuan khusus bagidisabilitas. Oleh sebab itu, berbagaiinstrumen internasional seperti padaKonferensi Wina 14-25 Juni 1993, telahmelegalkan pranata tindakan khusus atauperlindungan lebih terhadap hak daridisabilitas untuk mengakses kemanfaatanpelayanan publik. Dalam UU 4/1997 pasal5 berbunyi:“Setiap penyandang disabilitas

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 122

informan primer atau dari keluarga sebagaiinforman sekunder (BPS, 2014). Hal lainterkait persoalan asumsi yang terlihatketika seorang tuna daksa yangmenggunakan kursi roda mungkin tidak bisamenyembunyikan atau menyangkal dirinyaadalah penyandang disabilitas, tapi apabilaseseorang pincang ataupun luka di lengandapat disembunyikan bahkan tidakmengakui dirinya penyandang disabilitassehingga statistik pendisabilitasanyaterhadap disabilitas menjadi bias (Komnas.Ham, 2011). Definisi yang bias daripenyandang disabilitas dari Dinas/Instansidan organisasi mengakibatkan biasnyajumlah dari penyandang disabilitas itusendiri sehingga dalam pendataan pemilihterkendala yang mengakibatkan datadisabilitas yang kurang valid.

Penyandang disabilitas di KabWonosobo adalah bagian dari masyarakatinklusif yang keberadaanya dijamin olehregulasi.Adapun jumlah masyarakatpenyandang disabilitas di KabupatenWonosobo yang terdata di Dinas SosialPemda Kabupaten Wonosobo sebagaimanaberikut :Tabel 1. Penyandang Disabilitas diKabupaten Wonosobo Tahun 2018

JenisDisabilitas

Dewasa Anak Total

Fisik 1.512 247 1.759Intelektual 562 105 667Mental 493 17 510Sensorik - - -Rungu/Wicara 271 17 288Netra 493 17 510Ganda/Multi 294 187 481Total Jiwa 3.625 590 4.215

Sumber: Data Dinsos Kab.Wonosobo 2018Tabel tersebut memperlihatkan

jumlah dari setiap jenis disabilitas yangterdata di Kabupaten Wonosobo : 1)Disabilitas Fisik yaitu penyandangdisabilitas dengan kriteria keterbatasangerak, seperti: amputasi, lumpuh atau kakuyang disebabkan stroke dan kusta, 2)

Disabilitas Intelektual dengan Disabilitaskesulitan untuk berpikir dipengaruhi tingkatkecerdasan dibawah minimum.antara lain:kesulitan belajar, 3) Disabilitas grahita, 4)Disabilitas mental dengan kriteriaketerbatasan berpikir, emosi, perilaku daninteraksi sosial, 5) Disabilitassensorikdnegan klasifikasi terganggunyafungsi dari panca indera, seperti: netra,rungu, dan wicara; 6) Disabilitas gandaantara lain : rungu-wicara atau netra-tuli.Hak Politik Penyandang Disabilitas

Negara demokrasi sepertiIndonesia berusaha menjamin warganegaranya memperoleh persamaan haksebagai wujud pelaksanaan UUD RI 1945pada pasal 27 ayat (2) bahwa setiapwarga negara berhak mendapatkanpekerjaan dan kehidupan yang layak.Pasal tersebut, dipahami dengan negarabertanggungjawab terhadap hakkonstitusional seperti, hak bebas daridiskriminatif dan ancaman. Termasukbagi Disabilitas yaitu perlakuan yangsama oleh negara. Serta dalam UU29/1999 tentang HAM Pasal 42menegaskan : “Setiap warga negara yangberusia lanjut, disabilitas fisik dan ataudisabilitas mental berhak memperolehperawatan, pendidikan, pelatihan danbantuan khusus atas biaya-biaya negara,untuk menjamin kebijakan yang layaksesuai dengan martabat kemanusiaanya,meningkatkan rasa percaya diri, dankemampuan berpartisipasi dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara”.

Konsep normatif menjadi landasanparadigma untuk perlakuan khusus bagidisabilitas. Oleh sebab itu, berbagaiinstrumen internasional seperti padaKonferensi Wina 14-25 Juni 1993, telahmelegalkan pranata tindakan khusus atauperlindungan lebih terhadap hak daridisabilitas untuk mengakses kemanfaatanpelayanan publik. Dalam UU 4/1997 pasal5 berbunyi:“Setiap penyandang disabilitas

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 122

informan primer atau dari keluarga sebagaiinforman sekunder (BPS, 2014). Hal lainterkait persoalan asumsi yang terlihatketika seorang tuna daksa yangmenggunakan kursi roda mungkin tidak bisamenyembunyikan atau menyangkal dirinyaadalah penyandang disabilitas, tapi apabilaseseorang pincang ataupun luka di lengandapat disembunyikan bahkan tidakmengakui dirinya penyandang disabilitassehingga statistik pendisabilitasanyaterhadap disabilitas menjadi bias (Komnas.Ham, 2011). Definisi yang bias daripenyandang disabilitas dari Dinas/Instansidan organisasi mengakibatkan biasnyajumlah dari penyandang disabilitas itusendiri sehingga dalam pendataan pemilihterkendala yang mengakibatkan datadisabilitas yang kurang valid.

Penyandang disabilitas di KabWonosobo adalah bagian dari masyarakatinklusif yang keberadaanya dijamin olehregulasi.Adapun jumlah masyarakatpenyandang disabilitas di KabupatenWonosobo yang terdata di Dinas SosialPemda Kabupaten Wonosobo sebagaimanaberikut :Tabel 1. Penyandang Disabilitas diKabupaten Wonosobo Tahun 2018

JenisDisabilitas

Dewasa Anak Total

Fisik 1.512 247 1.759Intelektual 562 105 667Mental 493 17 510Sensorik - - -Rungu/Wicara 271 17 288Netra 493 17 510Ganda/Multi 294 187 481Total Jiwa 3.625 590 4.215

Sumber: Data Dinsos Kab.Wonosobo 2018Tabel tersebut memperlihatkan

jumlah dari setiap jenis disabilitas yangterdata di Kabupaten Wonosobo : 1)Disabilitas Fisik yaitu penyandangdisabilitas dengan kriteria keterbatasangerak, seperti: amputasi, lumpuh atau kakuyang disebabkan stroke dan kusta, 2)

Disabilitas Intelektual dengan Disabilitaskesulitan untuk berpikir dipengaruhi tingkatkecerdasan dibawah minimum.antara lain:kesulitan belajar, 3) Disabilitas grahita, 4)Disabilitas mental dengan kriteriaketerbatasan berpikir, emosi, perilaku daninteraksi sosial, 5) Disabilitassensorikdnegan klasifikasi terganggunyafungsi dari panca indera, seperti: netra,rungu, dan wicara; 6) Disabilitas gandaantara lain : rungu-wicara atau netra-tuli.Hak Politik Penyandang Disabilitas

Negara demokrasi sepertiIndonesia berusaha menjamin warganegaranya memperoleh persamaan haksebagai wujud pelaksanaan UUD RI 1945pada pasal 27 ayat (2) bahwa setiapwarga negara berhak mendapatkanpekerjaan dan kehidupan yang layak.Pasal tersebut, dipahami dengan negarabertanggungjawab terhadap hakkonstitusional seperti, hak bebas daridiskriminatif dan ancaman. Termasukbagi Disabilitas yaitu perlakuan yangsama oleh negara. Serta dalam UU29/1999 tentang HAM Pasal 42menegaskan : “Setiap warga negara yangberusia lanjut, disabilitas fisik dan ataudisabilitas mental berhak memperolehperawatan, pendidikan, pelatihan danbantuan khusus atas biaya-biaya negara,untuk menjamin kebijakan yang layaksesuai dengan martabat kemanusiaanya,meningkatkan rasa percaya diri, dankemampuan berpartisipasi dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa danbernegara”.

Konsep normatif menjadi landasanparadigma untuk perlakuan khusus bagidisabilitas. Oleh sebab itu, berbagaiinstrumen internasional seperti padaKonferensi Wina 14-25 Juni 1993, telahmelegalkan pranata tindakan khusus atauperlindungan lebih terhadap hak daridisabilitas untuk mengakses kemanfaatanpelayanan publik. Dalam UU 4/1997 pasal5 berbunyi:“Setiap penyandang disabilitas

Page 6: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 123

mempunyai hak dan kesempatan yangsama dalam segala aspek kehidupan danpenghidupan” .

Ruang lingkup kesamaan hakdisabilitas terhadap aspek kehidupandalam penjelasan pasal 5 antara lainaspek agama, kesehatan, pendidikan,sosial, ketenagakerjaan, ekonomi,pelayanan umum, hukum, budaya, politik,pertahanan keamanan, olahraga,rekreasi, dan informasi, maka dari itu,memaknai hak disabilitas diperlukanperistilahan atau definisi terkait disabilitas.Istilah “Orang Dengan Disabilitas” sebagaiterjemahan “Person With Disability” dariConvention on The Right of Person WithDisability (CRPD). Istilah orang denganDisabilitas fokuskan menjadi“Penyandang Disabilitas” atau dapatdisebut PD.

Jaminan akan persamaan hakpenyandang disabilitas dalam pemilutahun 2019 dapat tergambarkan dalampartisipasi penyandang disabilitas danaksesibilitas di TPS bagi pemilihdisabilitas dalam Pemilu yang menjadisalah satu syarat pelaksanaan kedaulatanrakyat, pemilu juga tidak akan bisa tanpaadanya partisipasi yang baik dari seluruhwarga negara yang sudah memiliki hakmemilih. Seperti halnya Indonesia yangmenggunkan sistem demokrasi Pancasila,warga negara memperoleh persamaanhak dalam politik. Senada dengan haltersebut bahwa penempatan disabilitassebagai pemilih harus diberikan perlakuankhusus dari penyelenggara Pemilu,bahkanseruan Internasionalmensyaratkan kualitas penyelenggaraanPemilu harus adil dan aksesibilitas.Terlebih lagi, perjanjian InternasionalCovenant on Civil and Political Rights dariresolusi PBB tentang HAM menetapkanbahwa setiap warga penyandangdisabilitas mempunyai hak khusus berupakemudahan untuk memperoleh pelayanandan penyediaan sarana dalam

penyelenggaraan Pemilu (Komnas Ham,2011).

Pemerintah Indonesia telahmenerbitkan beberapa peraturanperundangan terkait penyandangdisabilitas. Namun masih banyak pasaldari peraturan berbasis sumbangan. UU39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,Pasal 41 ayat (2) menyatakan bahwasetiap orang dengan disabilitas memilikihak atas fasilitasi dan perlakuan khusus.UU 25/2009 tentang Layanan Publik,Pasal 29 menegaskan penyedia harusmemberikan layanan khusus kepadapenyandang disabilitas. UU 28/2002tentang Pembangunan Gedung, mengaturdengan jelas, fasilitas harus aksesibelbagi disabilitas. Lebih lanjut, pasal 27mengamanatkan fasilitas harus mudah,aman dan menyenangkan, terutama bagidisabilitas. Pemerintah Daerah KabupatenWonosobo juga sudah menerbitkanPeraturan untuk pemberdyaan terhadapDisabilitas yaitu, Perda Kab Wonosobo1/2015 tentang Perlindungan danPemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.Terbukti kepedulian pemerintah terhadappenyandang disabilitas, dan dalamBagian Kesembilan Sipil-Politik Pasal 75Ayat (2) bahwa setiap disabilitas berhakdan berkesempatan untuk memilih dandipilih.

Hak-hak politik penyandangdisabilitas yang sudah terjamin dalamregulasi, mendukung disabilitas untukmendapatkan haknya. Adapun haltersebut, juga diperlihatkan adanya aturanterkait perlindungan bagi penggunaan hakpilih baik dalam aturan Perda maupunPeraturan Komisi Pemilihan Umum terkaitpemenuhan hak bagi warga negara baikdalam pendataan sebagai pemilih, calonpeserta pemilihan, maupun aksesibilitaspemilih penyandang disabilitas yangdituangkan dalam Peraturan KPU yangmengatur bahwa Persamaan hakpenyandang disabilitas yang diatur dalam

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 123

mempunyai hak dan kesempatan yangsama dalam segala aspek kehidupan danpenghidupan” .

Ruang lingkup kesamaan hakdisabilitas terhadap aspek kehidupandalam penjelasan pasal 5 antara lainaspek agama, kesehatan, pendidikan,sosial, ketenagakerjaan, ekonomi,pelayanan umum, hukum, budaya, politik,pertahanan keamanan, olahraga,rekreasi, dan informasi, maka dari itu,memaknai hak disabilitas diperlukanperistilahan atau definisi terkait disabilitas.Istilah “Orang Dengan Disabilitas” sebagaiterjemahan “Person With Disability” dariConvention on The Right of Person WithDisability (CRPD). Istilah orang denganDisabilitas fokuskan menjadi“Penyandang Disabilitas” atau dapatdisebut PD.

Jaminan akan persamaan hakpenyandang disabilitas dalam pemilutahun 2019 dapat tergambarkan dalampartisipasi penyandang disabilitas danaksesibilitas di TPS bagi pemilihdisabilitas dalam Pemilu yang menjadisalah satu syarat pelaksanaan kedaulatanrakyat, pemilu juga tidak akan bisa tanpaadanya partisipasi yang baik dari seluruhwarga negara yang sudah memiliki hakmemilih. Seperti halnya Indonesia yangmenggunkan sistem demokrasi Pancasila,warga negara memperoleh persamaanhak dalam politik. Senada dengan haltersebut bahwa penempatan disabilitassebagai pemilih harus diberikan perlakuankhusus dari penyelenggara Pemilu,bahkanseruan Internasionalmensyaratkan kualitas penyelenggaraanPemilu harus adil dan aksesibilitas.Terlebih lagi, perjanjian InternasionalCovenant on Civil and Political Rights dariresolusi PBB tentang HAM menetapkanbahwa setiap warga penyandangdisabilitas mempunyai hak khusus berupakemudahan untuk memperoleh pelayanandan penyediaan sarana dalam

penyelenggaraan Pemilu (Komnas Ham,2011).

Pemerintah Indonesia telahmenerbitkan beberapa peraturanperundangan terkait penyandangdisabilitas. Namun masih banyak pasaldari peraturan berbasis sumbangan. UU39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,Pasal 41 ayat (2) menyatakan bahwasetiap orang dengan disabilitas memilikihak atas fasilitasi dan perlakuan khusus.UU 25/2009 tentang Layanan Publik,Pasal 29 menegaskan penyedia harusmemberikan layanan khusus kepadapenyandang disabilitas. UU 28/2002tentang Pembangunan Gedung, mengaturdengan jelas, fasilitas harus aksesibelbagi disabilitas. Lebih lanjut, pasal 27mengamanatkan fasilitas harus mudah,aman dan menyenangkan, terutama bagidisabilitas. Pemerintah Daerah KabupatenWonosobo juga sudah menerbitkanPeraturan untuk pemberdyaan terhadapDisabilitas yaitu, Perda Kab Wonosobo1/2015 tentang Perlindungan danPemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.Terbukti kepedulian pemerintah terhadappenyandang disabilitas, dan dalamBagian Kesembilan Sipil-Politik Pasal 75Ayat (2) bahwa setiap disabilitas berhakdan berkesempatan untuk memilih dandipilih.

Hak-hak politik penyandangdisabilitas yang sudah terjamin dalamregulasi, mendukung disabilitas untukmendapatkan haknya. Adapun haltersebut, juga diperlihatkan adanya aturanterkait perlindungan bagi penggunaan hakpilih baik dalam aturan Perda maupunPeraturan Komisi Pemilihan Umum terkaitpemenuhan hak bagi warga negara baikdalam pendataan sebagai pemilih, calonpeserta pemilihan, maupun aksesibilitaspemilih penyandang disabilitas yangdituangkan dalam Peraturan KPU yangmengatur bahwa Persamaan hakpenyandang disabilitas yang diatur dalam

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 123

mempunyai hak dan kesempatan yangsama dalam segala aspek kehidupan danpenghidupan” .

Ruang lingkup kesamaan hakdisabilitas terhadap aspek kehidupandalam penjelasan pasal 5 antara lainaspek agama, kesehatan, pendidikan,sosial, ketenagakerjaan, ekonomi,pelayanan umum, hukum, budaya, politik,pertahanan keamanan, olahraga,rekreasi, dan informasi, maka dari itu,memaknai hak disabilitas diperlukanperistilahan atau definisi terkait disabilitas.Istilah “Orang Dengan Disabilitas” sebagaiterjemahan “Person With Disability” dariConvention on The Right of Person WithDisability (CRPD). Istilah orang denganDisabilitas fokuskan menjadi“Penyandang Disabilitas” atau dapatdisebut PD.

Jaminan akan persamaan hakpenyandang disabilitas dalam pemilutahun 2019 dapat tergambarkan dalampartisipasi penyandang disabilitas danaksesibilitas di TPS bagi pemilihdisabilitas dalam Pemilu yang menjadisalah satu syarat pelaksanaan kedaulatanrakyat, pemilu juga tidak akan bisa tanpaadanya partisipasi yang baik dari seluruhwarga negara yang sudah memiliki hakmemilih. Seperti halnya Indonesia yangmenggunkan sistem demokrasi Pancasila,warga negara memperoleh persamaanhak dalam politik. Senada dengan haltersebut bahwa penempatan disabilitassebagai pemilih harus diberikan perlakuankhusus dari penyelenggara Pemilu,bahkanseruan Internasionalmensyaratkan kualitas penyelenggaraanPemilu harus adil dan aksesibilitas.Terlebih lagi, perjanjian InternasionalCovenant on Civil and Political Rights dariresolusi PBB tentang HAM menetapkanbahwa setiap warga penyandangdisabilitas mempunyai hak khusus berupakemudahan untuk memperoleh pelayanandan penyediaan sarana dalam

penyelenggaraan Pemilu (Komnas Ham,2011).

Pemerintah Indonesia telahmenerbitkan beberapa peraturanperundangan terkait penyandangdisabilitas. Namun masih banyak pasaldari peraturan berbasis sumbangan. UU39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,Pasal 41 ayat (2) menyatakan bahwasetiap orang dengan disabilitas memilikihak atas fasilitasi dan perlakuan khusus.UU 25/2009 tentang Layanan Publik,Pasal 29 menegaskan penyedia harusmemberikan layanan khusus kepadapenyandang disabilitas. UU 28/2002tentang Pembangunan Gedung, mengaturdengan jelas, fasilitas harus aksesibelbagi disabilitas. Lebih lanjut, pasal 27mengamanatkan fasilitas harus mudah,aman dan menyenangkan, terutama bagidisabilitas. Pemerintah Daerah KabupatenWonosobo juga sudah menerbitkanPeraturan untuk pemberdyaan terhadapDisabilitas yaitu, Perda Kab Wonosobo1/2015 tentang Perlindungan danPemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.Terbukti kepedulian pemerintah terhadappenyandang disabilitas, dan dalamBagian Kesembilan Sipil-Politik Pasal 75Ayat (2) bahwa setiap disabilitas berhakdan berkesempatan untuk memilih dandipilih.

Hak-hak politik penyandangdisabilitas yang sudah terjamin dalamregulasi, mendukung disabilitas untukmendapatkan haknya. Adapun haltersebut, juga diperlihatkan adanya aturanterkait perlindungan bagi penggunaan hakpilih baik dalam aturan Perda maupunPeraturan Komisi Pemilihan Umum terkaitpemenuhan hak bagi warga negara baikdalam pendataan sebagai pemilih, calonpeserta pemilihan, maupun aksesibilitaspemilih penyandang disabilitas yangdituangkan dalam Peraturan KPU yangmengatur bahwa Persamaan hakpenyandang disabilitas yang diatur dalam

Page 7: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 124

peraturan KPU tersebut adalah tentangsemua Warga NKRI yang berumur 17tahun atau sudah kawin berhak memilihtanpa terkeculi (penyandang disabilitas),persyaratan calon peserta, persyaratanmenjadi penyelenggara pemilih yangmengakomodir dari penyandangdisabilitas dan diaturnya TPS yang ramahdisabilitas dan adanya alat bantu tunanetra.Aksesibilitas Penyandang Disabilitas DiIndonesia

Penyandang disabilitas adalahbagian dari masyarakat inklusif yang berartimenjadi satu kesatuan dengan masyarakatpada umumnya tanpa adanya perbedaanbaik itu dalam hal politik, sosial, ekonomidan budaya. Oleh karena itu, terkaitpersamaan hak penyandang disabilitasmenjadi sebuah pekerjaan rumah bersama,dimana peningkatan kesadaran danpemberdayaan terhadap akses bagipenyandang disabilitas adalah hal yangutama(Nasution, 2020).Pentingnyaaksesibilitas bagi disabilitas sebagai bentukjaminan kemandirian dan partisipasi dalamsegala bidang kehidupan di masyarakat.Oleh sebab itu, diskursus aksesibilitasmemiliki cakupan yang luas dan bukanhanya terkait fasilitas publik, seperti pasar,gedung pemerintah, transportasi, tetapi jugaterhadap pelayanan wajib seperti,kesehatan, pendidikan, sosial dan politik.

Seiring itu, akses dan fasilitas umumbagi disabilitas sudah dibangun di beberapakota di tanah air. Misalnya di trotoar, areapublik hingga sarana transportasi.Pembangunan Ramp untuk penggantitangga atau untuk naik ke transportasiumum, Portals untuk melindungi penggunakursi roda, terbuat dari besi dan terletak diujung trotoar, Guiding block yaitu jalurpemandu ubin bergaris lurus dan teksturbulat, jembatan penyeberangan orang yangbisa dilalui kursi roda, Zebra cross yangaman, ruang publik dan transportasi umumseperti : alat bantu terhadap sarana

transportasi, lift prioritas, informasi berupaaudio/visual mudah diakses, informasilayanan khusus dan tersedia tombol papanbraille, personel terlatih siap layani, ruangtunggu, kursi prioritas dan toilet khusus(Dewi, 2015).

Artikiel ini, membahastentangaksesibilitas pada tahapan pemilu danpenggunaan hak pilih dalam pemilu. Secaraspesifik, aksesibilitas pada pemilu tahun2019 dalam penggunaan hak pilih dilihatdari akses tahapan pemilu, TPS, dan alatbantu terhadap penyandang disabilitasdalam pemilu.Aksesibilitas Penyandang Disabilitaspada Pemilu tahun 2019 di KabupatenWonosobo

Kabupaten Wonosobo merupakanKabupaten yang ramah HAM danperlindungan terhadap PenyandangDisabilitas termasuk baik, berkurangnyadiskriminasi terhadap penyandangdisabilitas merupakan salah satu wujudpelaksanaanya. Dalam studi-studidisabilitas pada saat ini lebih banyakdilakukan secara sosiologis (social model)terungkap suatu kenyataan yangmemprihatinkan. Penyandang disabilitas dimana-mana nyaris selalu diperlakukan tidakmanusiawi oleh masyarakatdi tempat manamereka hidup. Ini tentu bukan suatukenyataan yang baru. Beragam bentukkekerasan terhadap penyandang disabilitassudah berlangsung selama berabad-abad.Oleh karena itu pemerintah berusahamelindungi penyandang disabilitas daridiskriminatif dan ancaman, dengan regulasiyang mengatur hak-hak penyandangdisabilitas.

Persamaan hak pemilu tahun 2019di buktikan dengan didaftarnya penyandangdisabilitas dalam Daftar Pemilih padapemilu tahun 2019. Adapun jumlah yangterdaftar sebagai pemilih sejumlah 1.159yang tersebar di seluruh KecamatanpadaKabupaten Wonosobo. Namun, dari jumlahseluruh pemilih disabilitas terdaftar sebagai

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 124

peraturan KPU tersebut adalah tentangsemua Warga NKRI yang berumur 17tahun atau sudah kawin berhak memilihtanpa terkeculi (penyandang disabilitas),persyaratan calon peserta, persyaratanmenjadi penyelenggara pemilih yangmengakomodir dari penyandangdisabilitas dan diaturnya TPS yang ramahdisabilitas dan adanya alat bantu tunanetra.Aksesibilitas Penyandang Disabilitas DiIndonesia

Penyandang disabilitas adalahbagian dari masyarakat inklusif yang berartimenjadi satu kesatuan dengan masyarakatpada umumnya tanpa adanya perbedaanbaik itu dalam hal politik, sosial, ekonomidan budaya. Oleh karena itu, terkaitpersamaan hak penyandang disabilitasmenjadi sebuah pekerjaan rumah bersama,dimana peningkatan kesadaran danpemberdayaan terhadap akses bagipenyandang disabilitas adalah hal yangutama(Nasution, 2020).Pentingnyaaksesibilitas bagi disabilitas sebagai bentukjaminan kemandirian dan partisipasi dalamsegala bidang kehidupan di masyarakat.Oleh sebab itu, diskursus aksesibilitasmemiliki cakupan yang luas dan bukanhanya terkait fasilitas publik, seperti pasar,gedung pemerintah, transportasi, tetapi jugaterhadap pelayanan wajib seperti,kesehatan, pendidikan, sosial dan politik.

Seiring itu, akses dan fasilitas umumbagi disabilitas sudah dibangun di beberapakota di tanah air. Misalnya di trotoar, areapublik hingga sarana transportasi.Pembangunan Ramp untuk penggantitangga atau untuk naik ke transportasiumum, Portals untuk melindungi penggunakursi roda, terbuat dari besi dan terletak diujung trotoar, Guiding block yaitu jalurpemandu ubin bergaris lurus dan teksturbulat, jembatan penyeberangan orang yangbisa dilalui kursi roda, Zebra cross yangaman, ruang publik dan transportasi umumseperti : alat bantu terhadap sarana

transportasi, lift prioritas, informasi berupaaudio/visual mudah diakses, informasilayanan khusus dan tersedia tombol papanbraille, personel terlatih siap layani, ruangtunggu, kursi prioritas dan toilet khusus(Dewi, 2015).

Artikiel ini, membahastentangaksesibilitas pada tahapan pemilu danpenggunaan hak pilih dalam pemilu. Secaraspesifik, aksesibilitas pada pemilu tahun2019 dalam penggunaan hak pilih dilihatdari akses tahapan pemilu, TPS, dan alatbantu terhadap penyandang disabilitasdalam pemilu.Aksesibilitas Penyandang Disabilitaspada Pemilu tahun 2019 di KabupatenWonosobo

Kabupaten Wonosobo merupakanKabupaten yang ramah HAM danperlindungan terhadap PenyandangDisabilitas termasuk baik, berkurangnyadiskriminasi terhadap penyandangdisabilitas merupakan salah satu wujudpelaksanaanya. Dalam studi-studidisabilitas pada saat ini lebih banyakdilakukan secara sosiologis (social model)terungkap suatu kenyataan yangmemprihatinkan. Penyandang disabilitas dimana-mana nyaris selalu diperlakukan tidakmanusiawi oleh masyarakatdi tempat manamereka hidup. Ini tentu bukan suatukenyataan yang baru. Beragam bentukkekerasan terhadap penyandang disabilitassudah berlangsung selama berabad-abad.Oleh karena itu pemerintah berusahamelindungi penyandang disabilitas daridiskriminatif dan ancaman, dengan regulasiyang mengatur hak-hak penyandangdisabilitas.

Persamaan hak pemilu tahun 2019di buktikan dengan didaftarnya penyandangdisabilitas dalam Daftar Pemilih padapemilu tahun 2019. Adapun jumlah yangterdaftar sebagai pemilih sejumlah 1.159yang tersebar di seluruh KecamatanpadaKabupaten Wonosobo. Namun, dari jumlahseluruh pemilih disabilitas terdaftar sebagai

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 124

peraturan KPU tersebut adalah tentangsemua Warga NKRI yang berumur 17tahun atau sudah kawin berhak memilihtanpa terkeculi (penyandang disabilitas),persyaratan calon peserta, persyaratanmenjadi penyelenggara pemilih yangmengakomodir dari penyandangdisabilitas dan diaturnya TPS yang ramahdisabilitas dan adanya alat bantu tunanetra.Aksesibilitas Penyandang Disabilitas DiIndonesia

Penyandang disabilitas adalahbagian dari masyarakat inklusif yang berartimenjadi satu kesatuan dengan masyarakatpada umumnya tanpa adanya perbedaanbaik itu dalam hal politik, sosial, ekonomidan budaya. Oleh karena itu, terkaitpersamaan hak penyandang disabilitasmenjadi sebuah pekerjaan rumah bersama,dimana peningkatan kesadaran danpemberdayaan terhadap akses bagipenyandang disabilitas adalah hal yangutama(Nasution, 2020).Pentingnyaaksesibilitas bagi disabilitas sebagai bentukjaminan kemandirian dan partisipasi dalamsegala bidang kehidupan di masyarakat.Oleh sebab itu, diskursus aksesibilitasmemiliki cakupan yang luas dan bukanhanya terkait fasilitas publik, seperti pasar,gedung pemerintah, transportasi, tetapi jugaterhadap pelayanan wajib seperti,kesehatan, pendidikan, sosial dan politik.

Seiring itu, akses dan fasilitas umumbagi disabilitas sudah dibangun di beberapakota di tanah air. Misalnya di trotoar, areapublik hingga sarana transportasi.Pembangunan Ramp untuk penggantitangga atau untuk naik ke transportasiumum, Portals untuk melindungi penggunakursi roda, terbuat dari besi dan terletak diujung trotoar, Guiding block yaitu jalurpemandu ubin bergaris lurus dan teksturbulat, jembatan penyeberangan orang yangbisa dilalui kursi roda, Zebra cross yangaman, ruang publik dan transportasi umumseperti : alat bantu terhadap sarana

transportasi, lift prioritas, informasi berupaaudio/visual mudah diakses, informasilayanan khusus dan tersedia tombol papanbraille, personel terlatih siap layani, ruangtunggu, kursi prioritas dan toilet khusus(Dewi, 2015).

Artikiel ini, membahastentangaksesibilitas pada tahapan pemilu danpenggunaan hak pilih dalam pemilu. Secaraspesifik, aksesibilitas pada pemilu tahun2019 dalam penggunaan hak pilih dilihatdari akses tahapan pemilu, TPS, dan alatbantu terhadap penyandang disabilitasdalam pemilu.Aksesibilitas Penyandang Disabilitaspada Pemilu tahun 2019 di KabupatenWonosobo

Kabupaten Wonosobo merupakanKabupaten yang ramah HAM danperlindungan terhadap PenyandangDisabilitas termasuk baik, berkurangnyadiskriminasi terhadap penyandangdisabilitas merupakan salah satu wujudpelaksanaanya. Dalam studi-studidisabilitas pada saat ini lebih banyakdilakukan secara sosiologis (social model)terungkap suatu kenyataan yangmemprihatinkan. Penyandang disabilitas dimana-mana nyaris selalu diperlakukan tidakmanusiawi oleh masyarakatdi tempat manamereka hidup. Ini tentu bukan suatukenyataan yang baru. Beragam bentukkekerasan terhadap penyandang disabilitassudah berlangsung selama berabad-abad.Oleh karena itu pemerintah berusahamelindungi penyandang disabilitas daridiskriminatif dan ancaman, dengan regulasiyang mengatur hak-hak penyandangdisabilitas.

Persamaan hak pemilu tahun 2019di buktikan dengan didaftarnya penyandangdisabilitas dalam Daftar Pemilih padapemilu tahun 2019. Adapun jumlah yangterdaftar sebagai pemilih sejumlah 1.159yang tersebar di seluruh KecamatanpadaKabupaten Wonosobo. Namun, dari jumlahseluruh pemilih disabilitas terdaftar sebagai

Page 8: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 125

DPT yang ikut memilih berjumlah 337pemilih (KPUD Wonosobo, 2019).Sementara itu, partisipasi disabilitas hanya29,08% dalam menggunakan hak pilihnyaatau datang ke TPS pada saat pemungutansuara. Kondisi tersebut,terhitung rendahdibandingkan partisipasi penyandangdisabilitas di Kabupaten/ Kota se - JawaTengah dari 35 Kab/Kota menunjukkandaerah tertinggi Kota Tegal denganpartisipasi 100%,Kkota Magelang partisipasi69,92% dan Kota Semarang partisipasi59,79%. Sedangkan yang terendah tingkatpartisipasi disabilitas yaitu Kab Cilacap21,79%, Karanganyar 27,75% dan KabWonosobo 29,08% (KPUD Wonosobo,2019).

Rendahnya partisipasi pemilihpenyandang disabilitas dalam pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobodimungkinkan oleh banyak faktor sepertihalnya akses terhadap pendidikan politik,sosialisasi, pendataan pemilih, dan fasilitasTPS yang tidak maksimal (Nasution, 2019).Penyandang disabilitas oleh lingkungansosialnya cenderung dibuat terisolasi.Keterisolasian itu, yakni keadaan terputusdari relasi-relasi, menempatkan mereka kedalam kondisi tidak berdaya, semenjakkekuasaan memang diciptakan dalamrelasi-relasi.Keadaan terputus dari relasi-relasi membuat mereka nyaris tidakmemiliki kesempatan dan akses kepadakebutuhan- kebutuhan manusia yangmendasar. Pendidikan, salah satunya,adalah kebutuhan dasar yang penting bagipenyandang disabilitas terutama jikadipersoalkan didalam konteks partisipasipolitik.

Pendidikan merupakan hal yangutama, pendidikan manusia yang merdekadan berdaulat mesti dimulai dari pendidikanrasa-merasai (sensibilitas), yang diabaikanoleh pendidikan kita, untuk mengadopsidengan benar teknologi serta demokrasi,titik simpulnya adalah pada pendidikanorientasi hasrat (Wibowo, 2017). Hal

tersebut, melatari pendidikan politik bagirakyat perlu ditingkatkan, agar semakinsadar akan hak dan kewajiban sebagaiwarga negara sehingga ikut serta secaraaktif dalam kehidupan kenegaraan danpembangunan(Nasution, 2019). Begitupentingnya makna pendidikan politiksebagai upaya pengejawantahan untukmenjawab berbagai tantangan yang akansenantiasa menghadang. Disisi lain sebagaisarana dan media penyaluran aspirasi danpartisipasi masyarakat, pendidikan politikharus pula menciptakan sistem komunikasitimbal balik.

Pendidikan politik memberikanpengetahuan berupa materi-materi yangbersumber dari ideologi bangsa, perjuanganbangsa, nilai, sikap, keterampilan yangakan menambah untuk berkembang dalamdunia yang semakin modern dimana salingketergantungan antara bangsa-bangsa didunia meningkat (Naning, 1982). Aksesbagi pendidikan politik bagi PenyandangDisabilitas sangat diperlukan untukmerubah stigma bahwa Penyandangdisabilitas adalah kaum yangtermarginalkan karena dianggap merupakanmanusia yang memiliki keterbatasan.Pendidikan politik akan beriringan dilingkungan masyarakat, walau pemerintahtidak melakukukan kegiatan tersebut.Sosialisasi politik sendiri adalah usahauntuk menanamkan nilai-nilai, sikap-sikap,pengetahuan tentang kehidupan politikdapat dialihkan melalui keluarga, kelompok-kelompok masyarakat atau organisasi-organisasi politik, maka jika pendidikanpolitik dibiarkan tanpa perencanaan danpembinaan jelas, baik dan terpadu akandapat tumbuh nilai-nilai, sikap-sikappengetahuan politik yang salingbertentangan (Naning, 1982).

Pendidikan politik inilah yangmenjadikan Penyandang Disabilitas lebihberdaya dan mengerti apa yang harusdilakukan, baik itu terkait informasi yang didapat bahkan kemajuan teknologi yang

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 125

DPT yang ikut memilih berjumlah 337pemilih (KPUD Wonosobo, 2019).Sementara itu, partisipasi disabilitas hanya29,08% dalam menggunakan hak pilihnyaatau datang ke TPS pada saat pemungutansuara. Kondisi tersebut,terhitung rendahdibandingkan partisipasi penyandangdisabilitas di Kabupaten/ Kota se - JawaTengah dari 35 Kab/Kota menunjukkandaerah tertinggi Kota Tegal denganpartisipasi 100%,Kkota Magelang partisipasi69,92% dan Kota Semarang partisipasi59,79%. Sedangkan yang terendah tingkatpartisipasi disabilitas yaitu Kab Cilacap21,79%, Karanganyar 27,75% dan KabWonosobo 29,08% (KPUD Wonosobo,2019).

Rendahnya partisipasi pemilihpenyandang disabilitas dalam pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobodimungkinkan oleh banyak faktor sepertihalnya akses terhadap pendidikan politik,sosialisasi, pendataan pemilih, dan fasilitasTPS yang tidak maksimal (Nasution, 2019).Penyandang disabilitas oleh lingkungansosialnya cenderung dibuat terisolasi.Keterisolasian itu, yakni keadaan terputusdari relasi-relasi, menempatkan mereka kedalam kondisi tidak berdaya, semenjakkekuasaan memang diciptakan dalamrelasi-relasi.Keadaan terputus dari relasi-relasi membuat mereka nyaris tidakmemiliki kesempatan dan akses kepadakebutuhan- kebutuhan manusia yangmendasar. Pendidikan, salah satunya,adalah kebutuhan dasar yang penting bagipenyandang disabilitas terutama jikadipersoalkan didalam konteks partisipasipolitik.

Pendidikan merupakan hal yangutama, pendidikan manusia yang merdekadan berdaulat mesti dimulai dari pendidikanrasa-merasai (sensibilitas), yang diabaikanoleh pendidikan kita, untuk mengadopsidengan benar teknologi serta demokrasi,titik simpulnya adalah pada pendidikanorientasi hasrat (Wibowo, 2017). Hal

tersebut, melatari pendidikan politik bagirakyat perlu ditingkatkan, agar semakinsadar akan hak dan kewajiban sebagaiwarga negara sehingga ikut serta secaraaktif dalam kehidupan kenegaraan danpembangunan(Nasution, 2019). Begitupentingnya makna pendidikan politiksebagai upaya pengejawantahan untukmenjawab berbagai tantangan yang akansenantiasa menghadang. Disisi lain sebagaisarana dan media penyaluran aspirasi danpartisipasi masyarakat, pendidikan politikharus pula menciptakan sistem komunikasitimbal balik.

Pendidikan politik memberikanpengetahuan berupa materi-materi yangbersumber dari ideologi bangsa, perjuanganbangsa, nilai, sikap, keterampilan yangakan menambah untuk berkembang dalamdunia yang semakin modern dimana salingketergantungan antara bangsa-bangsa didunia meningkat (Naning, 1982). Aksesbagi pendidikan politik bagi PenyandangDisabilitas sangat diperlukan untukmerubah stigma bahwa Penyandangdisabilitas adalah kaum yangtermarginalkan karena dianggap merupakanmanusia yang memiliki keterbatasan.Pendidikan politik akan beriringan dilingkungan masyarakat, walau pemerintahtidak melakukukan kegiatan tersebut.Sosialisasi politik sendiri adalah usahauntuk menanamkan nilai-nilai, sikap-sikap,pengetahuan tentang kehidupan politikdapat dialihkan melalui keluarga, kelompok-kelompok masyarakat atau organisasi-organisasi politik, maka jika pendidikanpolitik dibiarkan tanpa perencanaan danpembinaan jelas, baik dan terpadu akandapat tumbuh nilai-nilai, sikap-sikappengetahuan politik yang salingbertentangan (Naning, 1982).

Pendidikan politik inilah yangmenjadikan Penyandang Disabilitas lebihberdaya dan mengerti apa yang harusdilakukan, baik itu terkait informasi yang didapat bahkan kemajuan teknologi yang

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 125

DPT yang ikut memilih berjumlah 337pemilih (KPUD Wonosobo, 2019).Sementara itu, partisipasi disabilitas hanya29,08% dalam menggunakan hak pilihnyaatau datang ke TPS pada saat pemungutansuara. Kondisi tersebut,terhitung rendahdibandingkan partisipasi penyandangdisabilitas di Kabupaten/ Kota se - JawaTengah dari 35 Kab/Kota menunjukkandaerah tertinggi Kota Tegal denganpartisipasi 100%,Kkota Magelang partisipasi69,92% dan Kota Semarang partisipasi59,79%. Sedangkan yang terendah tingkatpartisipasi disabilitas yaitu Kab Cilacap21,79%, Karanganyar 27,75% dan KabWonosobo 29,08% (KPUD Wonosobo,2019).

Rendahnya partisipasi pemilihpenyandang disabilitas dalam pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobodimungkinkan oleh banyak faktor sepertihalnya akses terhadap pendidikan politik,sosialisasi, pendataan pemilih, dan fasilitasTPS yang tidak maksimal (Nasution, 2019).Penyandang disabilitas oleh lingkungansosialnya cenderung dibuat terisolasi.Keterisolasian itu, yakni keadaan terputusdari relasi-relasi, menempatkan mereka kedalam kondisi tidak berdaya, semenjakkekuasaan memang diciptakan dalamrelasi-relasi.Keadaan terputus dari relasi-relasi membuat mereka nyaris tidakmemiliki kesempatan dan akses kepadakebutuhan- kebutuhan manusia yangmendasar. Pendidikan, salah satunya,adalah kebutuhan dasar yang penting bagipenyandang disabilitas terutama jikadipersoalkan didalam konteks partisipasipolitik.

Pendidikan merupakan hal yangutama, pendidikan manusia yang merdekadan berdaulat mesti dimulai dari pendidikanrasa-merasai (sensibilitas), yang diabaikanoleh pendidikan kita, untuk mengadopsidengan benar teknologi serta demokrasi,titik simpulnya adalah pada pendidikanorientasi hasrat (Wibowo, 2017). Hal

tersebut, melatari pendidikan politik bagirakyat perlu ditingkatkan, agar semakinsadar akan hak dan kewajiban sebagaiwarga negara sehingga ikut serta secaraaktif dalam kehidupan kenegaraan danpembangunan(Nasution, 2019). Begitupentingnya makna pendidikan politiksebagai upaya pengejawantahan untukmenjawab berbagai tantangan yang akansenantiasa menghadang. Disisi lain sebagaisarana dan media penyaluran aspirasi danpartisipasi masyarakat, pendidikan politikharus pula menciptakan sistem komunikasitimbal balik.

Pendidikan politik memberikanpengetahuan berupa materi-materi yangbersumber dari ideologi bangsa, perjuanganbangsa, nilai, sikap, keterampilan yangakan menambah untuk berkembang dalamdunia yang semakin modern dimana salingketergantungan antara bangsa-bangsa didunia meningkat (Naning, 1982). Aksesbagi pendidikan politik bagi PenyandangDisabilitas sangat diperlukan untukmerubah stigma bahwa Penyandangdisabilitas adalah kaum yangtermarginalkan karena dianggap merupakanmanusia yang memiliki keterbatasan.Pendidikan politik akan beriringan dilingkungan masyarakat, walau pemerintahtidak melakukukan kegiatan tersebut.Sosialisasi politik sendiri adalah usahauntuk menanamkan nilai-nilai, sikap-sikap,pengetahuan tentang kehidupan politikdapat dialihkan melalui keluarga, kelompok-kelompok masyarakat atau organisasi-organisasi politik, maka jika pendidikanpolitik dibiarkan tanpa perencanaan danpembinaan jelas, baik dan terpadu akandapat tumbuh nilai-nilai, sikap-sikappengetahuan politik yang salingbertentangan (Naning, 1982).

Pendidikan politik inilah yangmenjadikan Penyandang Disabilitas lebihberdaya dan mengerti apa yang harusdilakukan, baik itu terkait informasi yang didapat bahkan kemajuan teknologi yang

Page 9: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 126

harusnya mempermudah untukberkomunikasi dengan sesamaPenyandang Disabilitas dan juga denganmasyarakat umum, sehingga dapatmewujudkan cita-cita menjadikan sebuahnegara yang sejahtera tanpa mengurangipenghargaan bagi Penyandang Disabilitasdengan mengedepankan persamaan hakdalam akses terhadap bentuk pelayananpublik dewasa ini. Pendidikan politik sendirimemberikan wawasan yang luas terutamabagi Penyandang Disabilitas terkait ideologi,politik, sosial dan budaya juga teknologiyang menyertainya, akhirnya fungsimenjadilebih bermakna apabila penyandangdisabilitas mampu menyerap segalainformasi dan pengetahun dalampendidikan politik, disamping menambahkecintaan pada bangsa dan negara jugamencerdaskan Penyandang Disabilitasdiharapkan dengan keteraksesanpendidikan politik bagi PenyandangDisabilitas dapat memacu partisipasi dalampemilu tahun 2019.

Aksesibilitas terhadap pemilihanumum sangat penting untuk menjaminpartisipasi penyandang disabilitas. Hal ituharus mulai dipastikan dari tahap-tahappaling awal, seperti sosialisasi danpendataan. Sosialisasi pemilihan umum diKabupaten Wonosobo, terutama yangdiarahkan kepada penyandang disabilitaspada pelaksanaannya tidak melibatkankeluargadan kerabat serta hanyamenjangkau penyandang disabilitasdipusat-pusat pemerintahan dimana telahterbentuk organisasi penyandangdisabilitas. Daerah-daerah yang berjarakdengan pusatpemerintahan belumtersentuh. Pendataan yang dilakukan pundiragukan ketepatannya, karena petugaslapangan belum memiliki pengetahuan danpemahaman yang memadai terkaitdisabilitas dan penyandang disabilitas itusendiri. Persoalan ini kembali membawakita berjumpa dengan pengakuan tentangmasih bercokolnya wacana-wacana

negative tentang disabilitas danpenyandang disabilitas.

Disabilitas adalah persoalan yangpribadi sekaligus publik, persoalan yanglocal sekaligus global. Hubungan-hubungantersebu tpaling kentara pada kasusperubahan undang-undang atau ratifikasiHAM, pergeseran wacana dan paradigmadalam ilmu pengetahuan, serta dinamikaadvokasi atas hak-hak penyan dangdisabilitas. Semua itu telah memengaruhimasyarakat berbagai belahan bumi,termasuk di Kabupaten Wonosobo. Padasaat bersamaan, dunia social pada levellocal (masyarakat dan keluarga) punmemainkan peran yang sangat besar danbersifat menentukan terhadap partisipasidisabilitas terhadap pemilu 2019 diKabupaten Wonosobo.

Pemilu 2019 menjamin aksesibilitaspenyandang disabilitas seperti dalam PKPUNo.3 tahun 2019 menegaskan untukmemberi kemudahan bagidisabilitas untukmenggunakan hak pilih. Kegiatan tersebut,seperti TPS mudah di tempuh olehdisabilitas, sehingga kemudahan bagipenyandang disabilitas sudah diatur jelas,dari hasil wawancara dengan salah satupenyandang disabilitas Tuna Netra yangmenggunakan hak pilihnya pada pemilu2019 denganBapak RJ (Penyandang TunaNetra) menyampaikan bahwa : “Biasanecara-carane kulo kan ditunjukan tengkamar bilik, kulo di takeni ajeng milihsinten, ada saksi dua yang satumenyaksikan, yang satu menunjukkan, alatbantu enten, ning nek ngangge nikukedalon, tempat duduknya bergabungdengan yang umum, teng TPS enten TPSsemawi undak-undakan, ning gih singnyoblos tetep kulo mung disaksikan tiangkalih tanpa mboten dikancani sederek”(“Biasanya tata caranya saya di tunjukkanke kamar bilik, terus saya di tanyakan maumemilih siapa, ada dua saksi yang satumenyaksikan, yang satu menunjukkan, alatbantu ada, namun kalau memakai itu

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 126

harusnya mempermudah untukberkomunikasi dengan sesamaPenyandang Disabilitas dan juga denganmasyarakat umum, sehingga dapatmewujudkan cita-cita menjadikan sebuahnegara yang sejahtera tanpa mengurangipenghargaan bagi Penyandang Disabilitasdengan mengedepankan persamaan hakdalam akses terhadap bentuk pelayananpublik dewasa ini. Pendidikan politik sendirimemberikan wawasan yang luas terutamabagi Penyandang Disabilitas terkait ideologi,politik, sosial dan budaya juga teknologiyang menyertainya, akhirnya fungsimenjadilebih bermakna apabila penyandangdisabilitas mampu menyerap segalainformasi dan pengetahun dalampendidikan politik, disamping menambahkecintaan pada bangsa dan negara jugamencerdaskan Penyandang Disabilitasdiharapkan dengan keteraksesanpendidikan politik bagi PenyandangDisabilitas dapat memacu partisipasi dalampemilu tahun 2019.

Aksesibilitas terhadap pemilihanumum sangat penting untuk menjaminpartisipasi penyandang disabilitas. Hal ituharus mulai dipastikan dari tahap-tahappaling awal, seperti sosialisasi danpendataan. Sosialisasi pemilihan umum diKabupaten Wonosobo, terutama yangdiarahkan kepada penyandang disabilitaspada pelaksanaannya tidak melibatkankeluargadan kerabat serta hanyamenjangkau penyandang disabilitasdipusat-pusat pemerintahan dimana telahterbentuk organisasi penyandangdisabilitas. Daerah-daerah yang berjarakdengan pusatpemerintahan belumtersentuh. Pendataan yang dilakukan pundiragukan ketepatannya, karena petugaslapangan belum memiliki pengetahuan danpemahaman yang memadai terkaitdisabilitas dan penyandang disabilitas itusendiri. Persoalan ini kembali membawakita berjumpa dengan pengakuan tentangmasih bercokolnya wacana-wacana

negative tentang disabilitas danpenyandang disabilitas.

Disabilitas adalah persoalan yangpribadi sekaligus publik, persoalan yanglocal sekaligus global. Hubungan-hubungantersebu tpaling kentara pada kasusperubahan undang-undang atau ratifikasiHAM, pergeseran wacana dan paradigmadalam ilmu pengetahuan, serta dinamikaadvokasi atas hak-hak penyan dangdisabilitas. Semua itu telah memengaruhimasyarakat berbagai belahan bumi,termasuk di Kabupaten Wonosobo. Padasaat bersamaan, dunia social pada levellocal (masyarakat dan keluarga) punmemainkan peran yang sangat besar danbersifat menentukan terhadap partisipasidisabilitas terhadap pemilu 2019 diKabupaten Wonosobo.

Pemilu 2019 menjamin aksesibilitaspenyandang disabilitas seperti dalam PKPUNo.3 tahun 2019 menegaskan untukmemberi kemudahan bagidisabilitas untukmenggunakan hak pilih. Kegiatan tersebut,seperti TPS mudah di tempuh olehdisabilitas, sehingga kemudahan bagipenyandang disabilitas sudah diatur jelas,dari hasil wawancara dengan salah satupenyandang disabilitas Tuna Netra yangmenggunakan hak pilihnya pada pemilu2019 denganBapak RJ (Penyandang TunaNetra) menyampaikan bahwa : “Biasanecara-carane kulo kan ditunjukan tengkamar bilik, kulo di takeni ajeng milihsinten, ada saksi dua yang satumenyaksikan, yang satu menunjukkan, alatbantu enten, ning nek ngangge nikukedalon, tempat duduknya bergabungdengan yang umum, teng TPS enten TPSsemawi undak-undakan, ning gih singnyoblos tetep kulo mung disaksikan tiangkalih tanpa mboten dikancani sederek”(“Biasanya tata caranya saya di tunjukkanke kamar bilik, terus saya di tanyakan maumemilih siapa, ada dua saksi yang satumenyaksikan, yang satu menunjukkan, alatbantu ada, namun kalau memakai itu

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 126

harusnya mempermudah untukberkomunikasi dengan sesamaPenyandang Disabilitas dan juga denganmasyarakat umum, sehingga dapatmewujudkan cita-cita menjadikan sebuahnegara yang sejahtera tanpa mengurangipenghargaan bagi Penyandang Disabilitasdengan mengedepankan persamaan hakdalam akses terhadap bentuk pelayananpublik dewasa ini. Pendidikan politik sendirimemberikan wawasan yang luas terutamabagi Penyandang Disabilitas terkait ideologi,politik, sosial dan budaya juga teknologiyang menyertainya, akhirnya fungsimenjadilebih bermakna apabila penyandangdisabilitas mampu menyerap segalainformasi dan pengetahun dalampendidikan politik, disamping menambahkecintaan pada bangsa dan negara jugamencerdaskan Penyandang Disabilitasdiharapkan dengan keteraksesanpendidikan politik bagi PenyandangDisabilitas dapat memacu partisipasi dalampemilu tahun 2019.

Aksesibilitas terhadap pemilihanumum sangat penting untuk menjaminpartisipasi penyandang disabilitas. Hal ituharus mulai dipastikan dari tahap-tahappaling awal, seperti sosialisasi danpendataan. Sosialisasi pemilihan umum diKabupaten Wonosobo, terutama yangdiarahkan kepada penyandang disabilitaspada pelaksanaannya tidak melibatkankeluargadan kerabat serta hanyamenjangkau penyandang disabilitasdipusat-pusat pemerintahan dimana telahterbentuk organisasi penyandangdisabilitas. Daerah-daerah yang berjarakdengan pusatpemerintahan belumtersentuh. Pendataan yang dilakukan pundiragukan ketepatannya, karena petugaslapangan belum memiliki pengetahuan danpemahaman yang memadai terkaitdisabilitas dan penyandang disabilitas itusendiri. Persoalan ini kembali membawakita berjumpa dengan pengakuan tentangmasih bercokolnya wacana-wacana

negative tentang disabilitas danpenyandang disabilitas.

Disabilitas adalah persoalan yangpribadi sekaligus publik, persoalan yanglocal sekaligus global. Hubungan-hubungantersebu tpaling kentara pada kasusperubahan undang-undang atau ratifikasiHAM, pergeseran wacana dan paradigmadalam ilmu pengetahuan, serta dinamikaadvokasi atas hak-hak penyan dangdisabilitas. Semua itu telah memengaruhimasyarakat berbagai belahan bumi,termasuk di Kabupaten Wonosobo. Padasaat bersamaan, dunia social pada levellocal (masyarakat dan keluarga) punmemainkan peran yang sangat besar danbersifat menentukan terhadap partisipasidisabilitas terhadap pemilu 2019 diKabupaten Wonosobo.

Pemilu 2019 menjamin aksesibilitaspenyandang disabilitas seperti dalam PKPUNo.3 tahun 2019 menegaskan untukmemberi kemudahan bagidisabilitas untukmenggunakan hak pilih. Kegiatan tersebut,seperti TPS mudah di tempuh olehdisabilitas, sehingga kemudahan bagipenyandang disabilitas sudah diatur jelas,dari hasil wawancara dengan salah satupenyandang disabilitas Tuna Netra yangmenggunakan hak pilihnya pada pemilu2019 denganBapak RJ (Penyandang TunaNetra) menyampaikan bahwa : “Biasanecara-carane kulo kan ditunjukan tengkamar bilik, kulo di takeni ajeng milihsinten, ada saksi dua yang satumenyaksikan, yang satu menunjukkan, alatbantu enten, ning nek ngangge nikukedalon, tempat duduknya bergabungdengan yang umum, teng TPS enten TPSsemawi undak-undakan, ning gih singnyoblos tetep kulo mung disaksikan tiangkalih tanpa mboten dikancani sederek”(“Biasanya tata caranya saya di tunjukkanke kamar bilik, terus saya di tanyakan maumemilih siapa, ada dua saksi yang satumenyaksikan, yang satu menunjukkan, alatbantu ada, namun kalau memakai itu

Page 10: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 127

terlalu lama, tempat duduknya bergabungdengan yang umum, di TPS ada tangganaik, tetapi tetap yang mencoblos adalahtetap saya hanya disaksikan dua orangtanpa ditemani oleh keluarga”).

Kondisi tersebut, memperlihatkankondisi TPS dan sebenarnya dalam PKPUNo.3 tahun 2019 harus menjamin aksesbagi pemilih disabilitas. Terlihat dari yangdisampaikan oleh informan bahwa untukmasuk ada tangga yang berundak tentunyamenghambat akses gerak bagi disabilitasapalagi apabila dengan menggunakan kursiroda. Dalam PKPU No.3 tahun 2019 pasal2,3 dan 4. Menegaskan pemilih disabilitasdapat dibantu oleh pendamping. Lebihlainjut, Pendamping dapat berasal darianggota KPPS atau orang lain ataspermintaan Pemilih. Sementara itu, pemilihtunanetra dalam pemberian suara dapatmenggunakan alat bantu yang disediakan.Dari keterangan informan bahwasesampainya di TPS langsung di dampingioleh dua orang untuk masuk ke bilik suaradan menggunakan hak pilih hanya sajafasilitas berupa alat bantu tuna netra(template) tidak dimanfaatkan. Jadiprosedur di TPS sudah sesuai denganprotokol namun memang karena kendaladari penyandang disabilitas terkaitpengetahuan pentingnya penggunaan suaraagar dapat mewakili kepentinganpenyandang disabilitas kurang dan tentunyaasas kerahasiaan menjadi tidak mutlak lagidengan keterangan dari informan.

Selanjutnya, dari hasil pemantauanoleh penyelenggara pemilu di tingkatkecamatan oleh F (mantan Ketua PPK):“Dari hasil monitoring ke TPS denganmengambil sampel 10 TPS dari 210 TPSyang ada di kecamatan, ada 3 penyandangdisabilitas yang menggunakan hak pilihnya,untuk akses bagi penyandang disabilitasmemang di beri akses yang khusus danlebih diutamakan karena memangketerbatasan kemampuan bagi pengandangdisabilitas. alhamdulillah TPS yg kita

pilihkan untuk penyandang disabilitas punmemenuhi syarat baik luas ataupunpelaksanaannya”. Jadi berdasarkaninformasi dari informan bahwa untuk TPSbagi penyandang disabilitas sudah disesuaikan dengan kebutuhan bagipenyandang disabilitas hanya saja ditempatkan pada TPS tertentu, sesuai datadisabilitas dari DPT pemilu tahun 2019”.

Mengingat pentingnya aksesibilitasbagi penyandang disabilitas dalampemilihan umum, maka peran semua pihakdibutuhkan khususnya keluargapenyandang disabilitas yang cenderungmembutuhkan dukungan keluarga dankerabat dekat (family support). Perlunyakeluarga faham terkait penyediaan aksesbagi penyandang disabilitas agar dalampemilu keluarga dapat mendampingimenggunakan akses yang disediakan.

Proses panjang menuju keterlibatanpenyandang disabilitas dalam pemilihanumum sebagian besar berlangsung didalamkeluarga,mulai dari penyediaan akseskepada pengetahuan politik yang aktual,diskusi-diskusi sebagai bagian dari prosespengambilan keputusan, danpendampingan yang perlu terkait aksestempat pemungutan suara. Pengabaianterhadap proses ini, tentu bukan masalahkeluarga, tetapi masalah social dalamcakupan yang sangat luas, sehingga bilahendak diselesaikan, ia harus dilakukansecara komprehensif pada semua level.

Pemahaman tentang disabilitas danpenyandang disabilitas memang sangatberpengaruh. Atas dasar pemahamanbahwa penyandang disabilitas tidakmemiliki kemampuan untuk membuatkeputusan,maka mereka sering digeneralisirsebagai orang yang sakit, sehingga petugasdi lapangan memberikan formulir C-3 ataupendamping pemilih untuk mencoblos.Pada titik ini, angka partisipasi penyandangdisabilitas akan tercatat, tetapi suaranyatidak digunakan.

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 127

terlalu lama, tempat duduknya bergabungdengan yang umum, di TPS ada tangganaik, tetapi tetap yang mencoblos adalahtetap saya hanya disaksikan dua orangtanpa ditemani oleh keluarga”).

Kondisi tersebut, memperlihatkankondisi TPS dan sebenarnya dalam PKPUNo.3 tahun 2019 harus menjamin aksesbagi pemilih disabilitas. Terlihat dari yangdisampaikan oleh informan bahwa untukmasuk ada tangga yang berundak tentunyamenghambat akses gerak bagi disabilitasapalagi apabila dengan menggunakan kursiroda. Dalam PKPU No.3 tahun 2019 pasal2,3 dan 4. Menegaskan pemilih disabilitasdapat dibantu oleh pendamping. Lebihlainjut, Pendamping dapat berasal darianggota KPPS atau orang lain ataspermintaan Pemilih. Sementara itu, pemilihtunanetra dalam pemberian suara dapatmenggunakan alat bantu yang disediakan.Dari keterangan informan bahwasesampainya di TPS langsung di dampingioleh dua orang untuk masuk ke bilik suaradan menggunakan hak pilih hanya sajafasilitas berupa alat bantu tuna netra(template) tidak dimanfaatkan. Jadiprosedur di TPS sudah sesuai denganprotokol namun memang karena kendaladari penyandang disabilitas terkaitpengetahuan pentingnya penggunaan suaraagar dapat mewakili kepentinganpenyandang disabilitas kurang dan tentunyaasas kerahasiaan menjadi tidak mutlak lagidengan keterangan dari informan.

Selanjutnya, dari hasil pemantauanoleh penyelenggara pemilu di tingkatkecamatan oleh F (mantan Ketua PPK):“Dari hasil monitoring ke TPS denganmengambil sampel 10 TPS dari 210 TPSyang ada di kecamatan, ada 3 penyandangdisabilitas yang menggunakan hak pilihnya,untuk akses bagi penyandang disabilitasmemang di beri akses yang khusus danlebih diutamakan karena memangketerbatasan kemampuan bagi pengandangdisabilitas. alhamdulillah TPS yg kita

pilihkan untuk penyandang disabilitas punmemenuhi syarat baik luas ataupunpelaksanaannya”. Jadi berdasarkaninformasi dari informan bahwa untuk TPSbagi penyandang disabilitas sudah disesuaikan dengan kebutuhan bagipenyandang disabilitas hanya saja ditempatkan pada TPS tertentu, sesuai datadisabilitas dari DPT pemilu tahun 2019”.

Mengingat pentingnya aksesibilitasbagi penyandang disabilitas dalampemilihan umum, maka peran semua pihakdibutuhkan khususnya keluargapenyandang disabilitas yang cenderungmembutuhkan dukungan keluarga dankerabat dekat (family support). Perlunyakeluarga faham terkait penyediaan aksesbagi penyandang disabilitas agar dalampemilu keluarga dapat mendampingimenggunakan akses yang disediakan.

Proses panjang menuju keterlibatanpenyandang disabilitas dalam pemilihanumum sebagian besar berlangsung didalamkeluarga,mulai dari penyediaan akseskepada pengetahuan politik yang aktual,diskusi-diskusi sebagai bagian dari prosespengambilan keputusan, danpendampingan yang perlu terkait aksestempat pemungutan suara. Pengabaianterhadap proses ini, tentu bukan masalahkeluarga, tetapi masalah social dalamcakupan yang sangat luas, sehingga bilahendak diselesaikan, ia harus dilakukansecara komprehensif pada semua level.

Pemahaman tentang disabilitas danpenyandang disabilitas memang sangatberpengaruh. Atas dasar pemahamanbahwa penyandang disabilitas tidakmemiliki kemampuan untuk membuatkeputusan,maka mereka sering digeneralisirsebagai orang yang sakit, sehingga petugasdi lapangan memberikan formulir C-3 ataupendamping pemilih untuk mencoblos.Pada titik ini, angka partisipasi penyandangdisabilitas akan tercatat, tetapi suaranyatidak digunakan.

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 127

terlalu lama, tempat duduknya bergabungdengan yang umum, di TPS ada tangganaik, tetapi tetap yang mencoblos adalahtetap saya hanya disaksikan dua orangtanpa ditemani oleh keluarga”).

Kondisi tersebut, memperlihatkankondisi TPS dan sebenarnya dalam PKPUNo.3 tahun 2019 harus menjamin aksesbagi pemilih disabilitas. Terlihat dari yangdisampaikan oleh informan bahwa untukmasuk ada tangga yang berundak tentunyamenghambat akses gerak bagi disabilitasapalagi apabila dengan menggunakan kursiroda. Dalam PKPU No.3 tahun 2019 pasal2,3 dan 4. Menegaskan pemilih disabilitasdapat dibantu oleh pendamping. Lebihlainjut, Pendamping dapat berasal darianggota KPPS atau orang lain ataspermintaan Pemilih. Sementara itu, pemilihtunanetra dalam pemberian suara dapatmenggunakan alat bantu yang disediakan.Dari keterangan informan bahwasesampainya di TPS langsung di dampingioleh dua orang untuk masuk ke bilik suaradan menggunakan hak pilih hanya sajafasilitas berupa alat bantu tuna netra(template) tidak dimanfaatkan. Jadiprosedur di TPS sudah sesuai denganprotokol namun memang karena kendaladari penyandang disabilitas terkaitpengetahuan pentingnya penggunaan suaraagar dapat mewakili kepentinganpenyandang disabilitas kurang dan tentunyaasas kerahasiaan menjadi tidak mutlak lagidengan keterangan dari informan.

Selanjutnya, dari hasil pemantauanoleh penyelenggara pemilu di tingkatkecamatan oleh F (mantan Ketua PPK):“Dari hasil monitoring ke TPS denganmengambil sampel 10 TPS dari 210 TPSyang ada di kecamatan, ada 3 penyandangdisabilitas yang menggunakan hak pilihnya,untuk akses bagi penyandang disabilitasmemang di beri akses yang khusus danlebih diutamakan karena memangketerbatasan kemampuan bagi pengandangdisabilitas. alhamdulillah TPS yg kita

pilihkan untuk penyandang disabilitas punmemenuhi syarat baik luas ataupunpelaksanaannya”. Jadi berdasarkaninformasi dari informan bahwa untuk TPSbagi penyandang disabilitas sudah disesuaikan dengan kebutuhan bagipenyandang disabilitas hanya saja ditempatkan pada TPS tertentu, sesuai datadisabilitas dari DPT pemilu tahun 2019”.

Mengingat pentingnya aksesibilitasbagi penyandang disabilitas dalampemilihan umum, maka peran semua pihakdibutuhkan khususnya keluargapenyandang disabilitas yang cenderungmembutuhkan dukungan keluarga dankerabat dekat (family support). Perlunyakeluarga faham terkait penyediaan aksesbagi penyandang disabilitas agar dalampemilu keluarga dapat mendampingimenggunakan akses yang disediakan.

Proses panjang menuju keterlibatanpenyandang disabilitas dalam pemilihanumum sebagian besar berlangsung didalamkeluarga,mulai dari penyediaan akseskepada pengetahuan politik yang aktual,diskusi-diskusi sebagai bagian dari prosespengambilan keputusan, danpendampingan yang perlu terkait aksestempat pemungutan suara. Pengabaianterhadap proses ini, tentu bukan masalahkeluarga, tetapi masalah social dalamcakupan yang sangat luas, sehingga bilahendak diselesaikan, ia harus dilakukansecara komprehensif pada semua level.

Pemahaman tentang disabilitas danpenyandang disabilitas memang sangatberpengaruh. Atas dasar pemahamanbahwa penyandang disabilitas tidakmemiliki kemampuan untuk membuatkeputusan,maka mereka sering digeneralisirsebagai orang yang sakit, sehingga petugasdi lapangan memberikan formulir C-3 ataupendamping pemilih untuk mencoblos.Pada titik ini, angka partisipasi penyandangdisabilitas akan tercatat, tetapi suaranyatidak digunakan.

Page 11: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 128

Adapun hal yang paling mendasarbagi penyandang disabilitas adalahkeluarga, karena kebanyakan daripenyandang disabilitas menjadi tulangpunggung keluarga sehingga masalahekonomi lebih mendesak daripada masalah-masalah yang lain. Untuk itu keluarga dekatadalah faktor yang penting dalammendukung sikap dan partisipasi daripenyandang disabilitas tersebut.

Padabagianyang terakhirini, perludisebutkan adanya hal-hal teknis yangdapat mempengaruhi aksesibilitaspenyandang disabilitas, antara lain: materipemilu (surat suara), lokasi, dan gedung(TPS) yang ramah disabilitas sepertihalnya lokasi yang landai untuk jalur kursiroda dan adanya ruang tunggu khusus/prioritas bagi penyandang disabilitasmenjadi faktor-faktor pendukung yangmenentukan suatu penyelenggaraanpemilihan umum yang sepenuhnya biasdiakses oleh disabilitas.

Penulis memberikan sebuahpemahaman bagaimana dan strategi apayang perlu dilakukan untuk keteraksesanpemilu bagi penyandang disabilitas diKabupaten Wonosobo dalam pemilukedepan, diantaranya perlunya darisosialisasi yang secara keberlanjutan harusdilakukan semua elemen untuk partisipasipemilih dapat terukur kuantitas dankualitasnya. Semua unsur yang terlibatlangsung dalam pemilu ini membutuhkansinergi dalam proses pemilu. Kualitassangat ditentukan oleh peran unsurtersebut. Jika salah satu unsur saja tidakberperan sesuai fungsinya, sistem pemiluakan pincang dan berpotensi menimbulkandistorsi. Tujuan pemilu sebagai saranademokrasi pun akan kehilanganesesnsinya. Ada dua aspek pokok dalampeningkatan kualitas pemilu yang mestidimiliki oleh unsur yang terlibat, yaknipemahaman utuh terhadap aturanpenyelenggara pemilu dan ketaatanterhadap aturan yang sudah diatur dalam

UU dan perangkat hukum dibawahnya(Sardini, 2011). Sosialisasi ini juga perlumelibatkan keluarga, bekerja sama dengankomunitas disabilitas berupa penunjukanagen sosialisasi (Relawan Demokrasi) darisetiap komunitas disabilitas yang berfungsimemberikan sosialisasi dan pendidikanpolitik kepada komunitasnya, fasilitas diTPS pada disabilitas harus sesuai terhadapjenis disabilitas dan tempat tunggu khususatau prioritas bagi penyandang disabilitas,serta pemerintah memfasilitasi bentuk-bentuk penyampaian aspirasi untukmenyerap kebutuhan dari disabilitas.

KESIMPULANPenyediaan akses terhadap

penyandang disabilitas pada pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobo merupakanbentuk fasilitasi dari penyelenggara Pemiluuntuk warga berperan serta dalamPemilihan. Oleh sebab itu,aksesibilitas bagipenyandang disabilitas pada pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobo harusmempertimbangkan kebutuhan bagi merekayang terdata sebagai pemilih penyandangdisabilitas secara keseluruhan dalambentuk keteraksesan informasi tahapan olehpenyandang disabilitas melalui sosialisasitahapan serta distribusi logistik yang tepatguna dengan maksud menyesuaikanpersebaran disabilitas di TPS bersangkutan,tidak hanya template untuk tuna netranamun penting pula bagi penyandangdisabilitas lainnya seperti halnya tempattunggu prioritas, portals, guiding block, kursiroda. Kondisi tersebut adalah bentukaksesibilitas bagi pemilih berkebutuhankhusus secara keseluruhan. Sehinggasangat diperlukan pemantauan dan evaluasiagar pemberian akses pada penyandangdisabilitas dapat di tingkatkan pada masa-masa pemilu mendatang.

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 128

Adapun hal yang paling mendasarbagi penyandang disabilitas adalahkeluarga, karena kebanyakan daripenyandang disabilitas menjadi tulangpunggung keluarga sehingga masalahekonomi lebih mendesak daripada masalah-masalah yang lain. Untuk itu keluarga dekatadalah faktor yang penting dalammendukung sikap dan partisipasi daripenyandang disabilitas tersebut.

Padabagianyang terakhirini, perludisebutkan adanya hal-hal teknis yangdapat mempengaruhi aksesibilitaspenyandang disabilitas, antara lain: materipemilu (surat suara), lokasi, dan gedung(TPS) yang ramah disabilitas sepertihalnya lokasi yang landai untuk jalur kursiroda dan adanya ruang tunggu khusus/prioritas bagi penyandang disabilitasmenjadi faktor-faktor pendukung yangmenentukan suatu penyelenggaraanpemilihan umum yang sepenuhnya biasdiakses oleh disabilitas.

Penulis memberikan sebuahpemahaman bagaimana dan strategi apayang perlu dilakukan untuk keteraksesanpemilu bagi penyandang disabilitas diKabupaten Wonosobo dalam pemilukedepan, diantaranya perlunya darisosialisasi yang secara keberlanjutan harusdilakukan semua elemen untuk partisipasipemilih dapat terukur kuantitas dankualitasnya. Semua unsur yang terlibatlangsung dalam pemilu ini membutuhkansinergi dalam proses pemilu. Kualitassangat ditentukan oleh peran unsurtersebut. Jika salah satu unsur saja tidakberperan sesuai fungsinya, sistem pemiluakan pincang dan berpotensi menimbulkandistorsi. Tujuan pemilu sebagai saranademokrasi pun akan kehilanganesesnsinya. Ada dua aspek pokok dalampeningkatan kualitas pemilu yang mestidimiliki oleh unsur yang terlibat, yaknipemahaman utuh terhadap aturanpenyelenggara pemilu dan ketaatanterhadap aturan yang sudah diatur dalam

UU dan perangkat hukum dibawahnya(Sardini, 2011). Sosialisasi ini juga perlumelibatkan keluarga, bekerja sama dengankomunitas disabilitas berupa penunjukanagen sosialisasi (Relawan Demokrasi) darisetiap komunitas disabilitas yang berfungsimemberikan sosialisasi dan pendidikanpolitik kepada komunitasnya, fasilitas diTPS pada disabilitas harus sesuai terhadapjenis disabilitas dan tempat tunggu khususatau prioritas bagi penyandang disabilitas,serta pemerintah memfasilitasi bentuk-bentuk penyampaian aspirasi untukmenyerap kebutuhan dari disabilitas.

KESIMPULANPenyediaan akses terhadap

penyandang disabilitas pada pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobo merupakanbentuk fasilitasi dari penyelenggara Pemiluuntuk warga berperan serta dalamPemilihan. Oleh sebab itu,aksesibilitas bagipenyandang disabilitas pada pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobo harusmempertimbangkan kebutuhan bagi merekayang terdata sebagai pemilih penyandangdisabilitas secara keseluruhan dalambentuk keteraksesan informasi tahapan olehpenyandang disabilitas melalui sosialisasitahapan serta distribusi logistik yang tepatguna dengan maksud menyesuaikanpersebaran disabilitas di TPS bersangkutan,tidak hanya template untuk tuna netranamun penting pula bagi penyandangdisabilitas lainnya seperti halnya tempattunggu prioritas, portals, guiding block, kursiroda. Kondisi tersebut adalah bentukaksesibilitas bagi pemilih berkebutuhankhusus secara keseluruhan. Sehinggasangat diperlukan pemantauan dan evaluasiagar pemberian akses pada penyandangdisabilitas dapat di tingkatkan pada masa-masa pemilu mendatang.

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 128

Adapun hal yang paling mendasarbagi penyandang disabilitas adalahkeluarga, karena kebanyakan daripenyandang disabilitas menjadi tulangpunggung keluarga sehingga masalahekonomi lebih mendesak daripada masalah-masalah yang lain. Untuk itu keluarga dekatadalah faktor yang penting dalammendukung sikap dan partisipasi daripenyandang disabilitas tersebut.

Padabagianyang terakhirini, perludisebutkan adanya hal-hal teknis yangdapat mempengaruhi aksesibilitaspenyandang disabilitas, antara lain: materipemilu (surat suara), lokasi, dan gedung(TPS) yang ramah disabilitas sepertihalnya lokasi yang landai untuk jalur kursiroda dan adanya ruang tunggu khusus/prioritas bagi penyandang disabilitasmenjadi faktor-faktor pendukung yangmenentukan suatu penyelenggaraanpemilihan umum yang sepenuhnya biasdiakses oleh disabilitas.

Penulis memberikan sebuahpemahaman bagaimana dan strategi apayang perlu dilakukan untuk keteraksesanpemilu bagi penyandang disabilitas diKabupaten Wonosobo dalam pemilukedepan, diantaranya perlunya darisosialisasi yang secara keberlanjutan harusdilakukan semua elemen untuk partisipasipemilih dapat terukur kuantitas dankualitasnya. Semua unsur yang terlibatlangsung dalam pemilu ini membutuhkansinergi dalam proses pemilu. Kualitassangat ditentukan oleh peran unsurtersebut. Jika salah satu unsur saja tidakberperan sesuai fungsinya, sistem pemiluakan pincang dan berpotensi menimbulkandistorsi. Tujuan pemilu sebagai saranademokrasi pun akan kehilanganesesnsinya. Ada dua aspek pokok dalampeningkatan kualitas pemilu yang mestidimiliki oleh unsur yang terlibat, yaknipemahaman utuh terhadap aturanpenyelenggara pemilu dan ketaatanterhadap aturan yang sudah diatur dalam

UU dan perangkat hukum dibawahnya(Sardini, 2011). Sosialisasi ini juga perlumelibatkan keluarga, bekerja sama dengankomunitas disabilitas berupa penunjukanagen sosialisasi (Relawan Demokrasi) darisetiap komunitas disabilitas yang berfungsimemberikan sosialisasi dan pendidikanpolitik kepada komunitasnya, fasilitas diTPS pada disabilitas harus sesuai terhadapjenis disabilitas dan tempat tunggu khususatau prioritas bagi penyandang disabilitas,serta pemerintah memfasilitasi bentuk-bentuk penyampaian aspirasi untukmenyerap kebutuhan dari disabilitas.

KESIMPULANPenyediaan akses terhadap

penyandang disabilitas pada pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobo merupakanbentuk fasilitasi dari penyelenggara Pemiluuntuk warga berperan serta dalamPemilihan. Oleh sebab itu,aksesibilitas bagipenyandang disabilitas pada pemilu tahun2019 di Kabupaten Wonosobo harusmempertimbangkan kebutuhan bagi merekayang terdata sebagai pemilih penyandangdisabilitas secara keseluruhan dalambentuk keteraksesan informasi tahapan olehpenyandang disabilitas melalui sosialisasitahapan serta distribusi logistik yang tepatguna dengan maksud menyesuaikanpersebaran disabilitas di TPS bersangkutan,tidak hanya template untuk tuna netranamun penting pula bagi penyandangdisabilitas lainnya seperti halnya tempattunggu prioritas, portals, guiding block, kursiroda. Kondisi tersebut adalah bentukaksesibilitas bagi pemilih berkebutuhankhusus secara keseluruhan. Sehinggasangat diperlukan pemantauan dan evaluasiagar pemberian akses pada penyandangdisabilitas dapat di tingkatkan pada masa-masa pemilu mendatang.

Page 12: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 129

DAFTAR PUSTAKABuku :Adinda, T. (2011). Menggugat Kebijakan

dan Pengadaan Fasilitas Umum untukDifabel. Yayasan Jurnal Perempuan.

Miles, M. B., Huberman, M. & Saldana.(2014). Qualitative Data Analysis: AMethods Sourcebook. (H. Salmon, Ed.)(3rd ed.). London: SAGE.

Moleong, L. J. (2016). Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: PT RemajaRosadkarya Offset.

Naning, R. (1982). Pendidikan Politik danRegenerasi. Yogyakarta: Liberty.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.(2011). Marjinalisasi Hak PolitikPenyandang Disabilitas. Jakarta:Komnas HAM.

Sardini, N. H. (2011). RestorasiPenyelenggaraan Pemilu di Indonesia.Yogyakarta: Fajar Media Press.

Wibowo, A. S. (2017). Paideia : FilsafatPendidikan-Politik Platon. Yogyakarta:PT Kanisius.

Yin, R. K. (1987). Case Study Research :Design and Methods. Baverly Hills:Sage Publications.

Jurnal :Hernimawati. (2019). Prinsip-Prinsip

Berdemokrasi Bagi PenyandangDisabilitas Tuna Grahita PadaPemilihan Umum 2019 di ProvinsiRiau. Nakhoda: Jurnal IlmuPemerintahan, 18(1), 11–20.https://doi.org/10.35967/jipn

Ichsan, F. A. & Fadila, F. (2018).Aksesibilitas Tempat PemungutanSuara (TPS) dan ImplikasinyaTerhadap Persentase PemilihDisabilitas (Studi Kasus: PemilihanGubernur dan Wakil Gubernur AcehTahun 2017 di Kabupaten AcehBesar). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIPUnsyiah, 3(3), 1–15.https://doi.org/http://www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP/article/view/8328/3835

Martini, N. (2018). Aksesbilitas Pemilu BagiPenyandang Disabilitas di KecamatanKarawang Timur Kabupaten KarawangPada Pemilihan Gubernur Jawa BaratTahun 2018. JURNAL POLITIKOMINDONESIANA, 3(2), 163–178.https://doi.org/10.35706/jpi.v3i2.1664

Merly, M. (2015). Aksesibilitas Pemilu 2014Dan Implikasinya Terhadap KetahananPolitik (Studi Tentang PersepsiMahasiswa Penyandang Disabilitas DiPusat Layanan Difabel UIN SunanKalijaga Yogyakarta). JURNALKETAHANAN NASIONAL, 21(2), 61–77. https://doi.org/10.22146/jkn.8123

Nasution, F. A., & Kushandajani, K. (2019).Partisipasi Politik MasyarakatKecamatan Medan Maimun padaPemilihan Gubernur Sumatera UtaraTahun 2018. JPPUMA Jurnal IlmuPemerintahan dan Sosial PolitikUniversitas Medan Area, 7(2), 227–235. Retrieved fromhttps://doi.org/10.31289/jppuma.v7i2.3015

Nasution, F. A. (2020). PemberdayaanPemerintahan Desa Dalam MembuatPeraturan Desa di Desa BandarKhalipah Kabupaten Deli Serdang.Jurnal Ilmiah Muqoddimah: Jurnal IlmuSosial, Politikk Dan Humaniora, 4(2),53–60.https://doi.org/10.31604/jim.v4i2.2020.%25p

Nasution, H. A. (2019). Memilih dan Dipilih,Hak Politik Penyandang DisabilitasDalam Kontestasi Pemilihan Umum :Studi Daerah Istimewa Yogyakarta.Jurnal HAM, 10(2), 161–178.https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.161-178

Roebyantho, H. (2006). ImplementasiAksesibilitas Non Fisik (PelayananInformasi dan Pelayanan Khusus) BagiPenyandang cacat di Enam Provinsi.Jurnal Penelitian Dan PengembanganUsaha Kesejahleraan Sosial, 11(1),

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 129

DAFTAR PUSTAKABuku :Adinda, T. (2011). Menggugat Kebijakan

dan Pengadaan Fasilitas Umum untukDifabel. Yayasan Jurnal Perempuan.

Miles, M. B., Huberman, M. & Saldana.(2014). Qualitative Data Analysis: AMethods Sourcebook. (H. Salmon, Ed.)(3rd ed.). London: SAGE.

Moleong, L. J. (2016). Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: PT RemajaRosadkarya Offset.

Naning, R. (1982). Pendidikan Politik danRegenerasi. Yogyakarta: Liberty.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.(2011). Marjinalisasi Hak PolitikPenyandang Disabilitas. Jakarta:Komnas HAM.

Sardini, N. H. (2011). RestorasiPenyelenggaraan Pemilu di Indonesia.Yogyakarta: Fajar Media Press.

Wibowo, A. S. (2017). Paideia : FilsafatPendidikan-Politik Platon. Yogyakarta:PT Kanisius.

Yin, R. K. (1987). Case Study Research :Design and Methods. Baverly Hills:Sage Publications.

Jurnal :Hernimawati. (2019). Prinsip-Prinsip

Berdemokrasi Bagi PenyandangDisabilitas Tuna Grahita PadaPemilihan Umum 2019 di ProvinsiRiau. Nakhoda: Jurnal IlmuPemerintahan, 18(1), 11–20.https://doi.org/10.35967/jipn

Ichsan, F. A. & Fadila, F. (2018).Aksesibilitas Tempat PemungutanSuara (TPS) dan ImplikasinyaTerhadap Persentase PemilihDisabilitas (Studi Kasus: PemilihanGubernur dan Wakil Gubernur AcehTahun 2017 di Kabupaten AcehBesar). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIPUnsyiah, 3(3), 1–15.https://doi.org/http://www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP/article/view/8328/3835

Martini, N. (2018). Aksesbilitas Pemilu BagiPenyandang Disabilitas di KecamatanKarawang Timur Kabupaten KarawangPada Pemilihan Gubernur Jawa BaratTahun 2018. JURNAL POLITIKOMINDONESIANA, 3(2), 163–178.https://doi.org/10.35706/jpi.v3i2.1664

Merly, M. (2015). Aksesibilitas Pemilu 2014Dan Implikasinya Terhadap KetahananPolitik (Studi Tentang PersepsiMahasiswa Penyandang Disabilitas DiPusat Layanan Difabel UIN SunanKalijaga Yogyakarta). JURNALKETAHANAN NASIONAL, 21(2), 61–77. https://doi.org/10.22146/jkn.8123

Nasution, F. A., & Kushandajani, K. (2019).Partisipasi Politik MasyarakatKecamatan Medan Maimun padaPemilihan Gubernur Sumatera UtaraTahun 2018. JPPUMA Jurnal IlmuPemerintahan dan Sosial PolitikUniversitas Medan Area, 7(2), 227–235. Retrieved fromhttps://doi.org/10.31289/jppuma.v7i2.3015

Nasution, F. A. (2020). PemberdayaanPemerintahan Desa Dalam MembuatPeraturan Desa di Desa BandarKhalipah Kabupaten Deli Serdang.Jurnal Ilmiah Muqoddimah: Jurnal IlmuSosial, Politikk Dan Humaniora, 4(2),53–60.https://doi.org/10.31604/jim.v4i2.2020.%25p

Nasution, H. A. (2019). Memilih dan Dipilih,Hak Politik Penyandang DisabilitasDalam Kontestasi Pemilihan Umum :Studi Daerah Istimewa Yogyakarta.Jurnal HAM, 10(2), 161–178.https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.161-178

Roebyantho, H. (2006). ImplementasiAksesibilitas Non Fisik (PelayananInformasi dan Pelayanan Khusus) BagiPenyandang cacat di Enam Provinsi.Jurnal Penelitian Dan PengembanganUsaha Kesejahleraan Sosial, 11(1),

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 129

DAFTAR PUSTAKABuku :Adinda, T. (2011). Menggugat Kebijakan

dan Pengadaan Fasilitas Umum untukDifabel. Yayasan Jurnal Perempuan.

Miles, M. B., Huberman, M. & Saldana.(2014). Qualitative Data Analysis: AMethods Sourcebook. (H. Salmon, Ed.)(3rd ed.). London: SAGE.

Moleong, L. J. (2016). Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: PT RemajaRosadkarya Offset.

Naning, R. (1982). Pendidikan Politik danRegenerasi. Yogyakarta: Liberty.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.(2011). Marjinalisasi Hak PolitikPenyandang Disabilitas. Jakarta:Komnas HAM.

Sardini, N. H. (2011). RestorasiPenyelenggaraan Pemilu di Indonesia.Yogyakarta: Fajar Media Press.

Wibowo, A. S. (2017). Paideia : FilsafatPendidikan-Politik Platon. Yogyakarta:PT Kanisius.

Yin, R. K. (1987). Case Study Research :Design and Methods. Baverly Hills:Sage Publications.

Jurnal :Hernimawati. (2019). Prinsip-Prinsip

Berdemokrasi Bagi PenyandangDisabilitas Tuna Grahita PadaPemilihan Umum 2019 di ProvinsiRiau. Nakhoda: Jurnal IlmuPemerintahan, 18(1), 11–20.https://doi.org/10.35967/jipn

Ichsan, F. A. & Fadila, F. (2018).Aksesibilitas Tempat PemungutanSuara (TPS) dan ImplikasinyaTerhadap Persentase PemilihDisabilitas (Studi Kasus: PemilihanGubernur dan Wakil Gubernur AcehTahun 2017 di Kabupaten AcehBesar). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIPUnsyiah, 3(3), 1–15.https://doi.org/http://www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP/article/view/8328/3835

Martini, N. (2018). Aksesbilitas Pemilu BagiPenyandang Disabilitas di KecamatanKarawang Timur Kabupaten KarawangPada Pemilihan Gubernur Jawa BaratTahun 2018. JURNAL POLITIKOMINDONESIANA, 3(2), 163–178.https://doi.org/10.35706/jpi.v3i2.1664

Merly, M. (2015). Aksesibilitas Pemilu 2014Dan Implikasinya Terhadap KetahananPolitik (Studi Tentang PersepsiMahasiswa Penyandang Disabilitas DiPusat Layanan Difabel UIN SunanKalijaga Yogyakarta). JURNALKETAHANAN NASIONAL, 21(2), 61–77. https://doi.org/10.22146/jkn.8123

Nasution, F. A., & Kushandajani, K. (2019).Partisipasi Politik MasyarakatKecamatan Medan Maimun padaPemilihan Gubernur Sumatera UtaraTahun 2018. JPPUMA Jurnal IlmuPemerintahan dan Sosial PolitikUniversitas Medan Area, 7(2), 227–235. Retrieved fromhttps://doi.org/10.31289/jppuma.v7i2.3015

Nasution, F. A. (2020). PemberdayaanPemerintahan Desa Dalam MembuatPeraturan Desa di Desa BandarKhalipah Kabupaten Deli Serdang.Jurnal Ilmiah Muqoddimah: Jurnal IlmuSosial, Politikk Dan Humaniora, 4(2),53–60.https://doi.org/10.31604/jim.v4i2.2020.%25p

Nasution, H. A. (2019). Memilih dan Dipilih,Hak Politik Penyandang DisabilitasDalam Kontestasi Pemilihan Umum :Studi Daerah Istimewa Yogyakarta.Jurnal HAM, 10(2), 161–178.https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.161-178

Roebyantho, H. (2006). ImplementasiAksesibilitas Non Fisik (PelayananInformasi dan Pelayanan Khusus) BagiPenyandang cacat di Enam Provinsi.Jurnal Penelitian Dan PengembanganUsaha Kesejahleraan Sosial, 11(1),

Page 13: AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS PADA PEMILU …

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 130

47–58.https://doi.org/10.33007/ska.v11i1.588

Konferensi Nasional :Dewi, P. R. (2015). Aksesibilitas Partisipasi

Politik Penyandang Disabilitas dalamPemilu di Kota Denpasar. SeminarNasional Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Terbuka (hal. 543-550). Universitas Terbuka.

Website :BPS. (2014). Indonesia - Pendataan

Potensi Desa 2008. Retrieved June 12,2020, fromhttps://mikrodata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/80/datafile/F2/V300

Fati, M. A. (2005). Pilkada dan PerjuanganKaum Difabel. Retrieved June 5, 2020,from Mitranetra.com.

ILO. (2014). Inklusi Penyandang Disabilitasdi Indonesia. Retrieved June 12, 2020,fromhttps://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf

Ismandari, F. (2019). Indonesia Inklusi danRamah Disabilitas. InfoDATIN PusatData dan Informasi KementerianKesehatan RI, 1-8. Retrieved June 10,2020, from pusdatin.kemenkes.go.id

Komisi Pemilihan Umum KabupatenWonosobo. (2019). LaporanTahapan Pemilu Tahun 2019 KPUKabupaten Wonosobo. Wonosobo:KPU Kabupaten Wonosobo.Retrieved June 9, 2020, fromhttps://kpud.wonosobokab.go.id/

Komisi Pemilihan Umum Provinsi JawaTengah. (2019, Mei 12). RetrivedJune 12, 2020, fromhttps://jateng.kpu.go.id/2019/05/pengumuman/hasil-rekap-penghitungan-perolehan-suara-tingkat-provinsi/

Sidik, B. (2019). Data Disabilitas yangMembingungkan. Kompas.Id, p. 1.Retrieved fromhttps://kompas.id/baca/riset/2019/12/17/data-disabilitas-yang-membingungkan/

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 130

47–58.https://doi.org/10.33007/ska.v11i1.588

Konferensi Nasional :Dewi, P. R. (2015). Aksesibilitas Partisipasi

Politik Penyandang Disabilitas dalamPemilu di Kota Denpasar. SeminarNasional Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Terbuka (hal. 543-550). Universitas Terbuka.

Website :BPS. (2014). Indonesia - Pendataan

Potensi Desa 2008. Retrieved June 12,2020, fromhttps://mikrodata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/80/datafile/F2/V300

Fati, M. A. (2005). Pilkada dan PerjuanganKaum Difabel. Retrieved June 5, 2020,from Mitranetra.com.

ILO. (2014). Inklusi Penyandang Disabilitasdi Indonesia. Retrieved June 12, 2020,fromhttps://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf

Ismandari, F. (2019). Indonesia Inklusi danRamah Disabilitas. InfoDATIN PusatData dan Informasi KementerianKesehatan RI, 1-8. Retrieved June 10,2020, from pusdatin.kemenkes.go.id

Komisi Pemilihan Umum KabupatenWonosobo. (2019). LaporanTahapan Pemilu Tahun 2019 KPUKabupaten Wonosobo. Wonosobo:KPU Kabupaten Wonosobo.Retrieved June 9, 2020, fromhttps://kpud.wonosobokab.go.id/

Komisi Pemilihan Umum Provinsi JawaTengah. (2019, Mei 12). RetrivedJune 12, 2020, fromhttps://jateng.kpu.go.id/2019/05/pengumuman/hasil-rekap-penghitungan-perolehan-suara-tingkat-provinsi/

Sidik, B. (2019). Data Disabilitas yangMembingungkan. Kompas.Id, p. 1.Retrieved fromhttps://kompas.id/baca/riset/2019/12/17/data-disabilitas-yang-membingungkan/

JURNAL ILMIAH MUQODDIMAH:Jurnal Ilmu Sosial, Politikk Dan Humaniora

Volume 4, Nomor 2, Agustus 2020 130

47–58.https://doi.org/10.33007/ska.v11i1.588

Konferensi Nasional :Dewi, P. R. (2015). Aksesibilitas Partisipasi

Politik Penyandang Disabilitas dalamPemilu di Kota Denpasar. SeminarNasional Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Terbuka (hal. 543-550). Universitas Terbuka.

Website :BPS. (2014). Indonesia - Pendataan

Potensi Desa 2008. Retrieved June 12,2020, fromhttps://mikrodata.bps.go.id/mikrodata/index.php/catalog/80/datafile/F2/V300

Fati, M. A. (2005). Pilkada dan PerjuanganKaum Difabel. Retrieved June 5, 2020,from Mitranetra.com.

ILO. (2014). Inklusi Penyandang Disabilitasdi Indonesia. Retrieved June 12, 2020,fromhttps://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf

Ismandari, F. (2019). Indonesia Inklusi danRamah Disabilitas. InfoDATIN PusatData dan Informasi KementerianKesehatan RI, 1-8. Retrieved June 10,2020, from pusdatin.kemenkes.go.id

Komisi Pemilihan Umum KabupatenWonosobo. (2019). LaporanTahapan Pemilu Tahun 2019 KPUKabupaten Wonosobo. Wonosobo:KPU Kabupaten Wonosobo.Retrieved June 9, 2020, fromhttps://kpud.wonosobokab.go.id/

Komisi Pemilihan Umum Provinsi JawaTengah. (2019, Mei 12). RetrivedJune 12, 2020, fromhttps://jateng.kpu.go.id/2019/05/pengumuman/hasil-rekap-penghitungan-perolehan-suara-tingkat-provinsi/

Sidik, B. (2019). Data Disabilitas yangMembingungkan. Kompas.Id, p. 1.Retrieved fromhttps://kompas.id/baca/riset/2019/12/17/data-disabilitas-yang-membingungkan/