strategi pembelajaran batik di sanggar · dr. widyastuti purbani, m.a selaku dekan karyawan...

171
i STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR “INTENSIVE BATIK COURSE” TAMANSARI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh : Linda Dian Rahmawati NIM. 12207241001 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KRIYA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JUNI 2016

Upload: phungque

Post on 04-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

i

STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR

“INTENSIVE BATIK COURSE” TAMANSARI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh :

Linda Dian Rahmawati

NIM. 12207241001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KRIYA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JUNI 2016

Page 2: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi
Page 3: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi
Page 4: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi
Page 5: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

v

MOTTO

Seorang penakut hanya mengatakan akan melakukan,

tapi membuat banyak alasan mengapa dia belum bisa bertindak sekarang.

Page 6: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:

Ibu dan Bapak tercinta yang senantiasa memberikan doa

dan kasih sayangnya, terima kasih untuk dukungan,

bimbingan serta doanya sehingga saya bisa seperti sekarang ini

Untuk Mas, Mbak dan keponakanku di rumah,

terimakasih untuk dukungan dan doa kalian selama ini tanpa kalian

aku tak akan bisa mencapai titik ini.

Dan terimakasih untuk Mr. Be yang selalu memotivasi

dan selalu mengajarkan sebuah keoptimisan.

Page 7: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah-

Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan skripsi dengan judul “Strategi Pembelajaran Batik di Sanggar Intensive

Batik Course Tamansari Yogyakarta” ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari

dukungan dan kerja sama dari beberapa pihak. Penulis mengucapkan terimakasih

kepada bapak Drs. Martono, M.Pd selaku pembimbing skripsi. Rasa hormat dan

terimakasih yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada beliau yang penuh

dengan kesabaran, kearifan, dan kebijaksanaan memberikan arahan dan dorongan

yang tiada hentinya disela-sela kesibukan beliau.

Selanjutnya tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Rohmat Wahab, M.Pd., M.A. selaku rektor Universitas Negeri

Yogyakarta

2. Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan

Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi ini.

3. Dwi Retno Sri Ambarwati, M.Sn selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa

atas dukungan dan bantuannya.

4. Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni

Kerajinan atas dukungan, bantuan dan motivasinya.

5. Dr. Kasiyan, S.Pd, M.Hum selaku Penasehat Akademik yang telah memberi

arahan dalam berbagai urusan akademik.

6. Drs. Hadjir Digdomartodiharjo selaku instruktur sanggar sebagai objek

penelitian ini.

7. Angga Wiranto dan Ardliyani selaku peserta sanggar batik “Intensive Batik

Course” atas pengertiannya.

8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan

angkatan 2012, terimakasih atas pengertian, kerjasama, dan dorongan serta

semangat yang senantiasa diberikan selama penyusunan skripsi ini.

Page 8: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

viii

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan

dukungan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Akhirnya ucapan terima kasih yang sangat khusus disampaikan kepada

orangtua, kakak atas pengertian yang mendalam, pengorbanan, dorongan, dan

curahan kasih sayang selama menempuh studi serta menyelesaikan skripsi.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan wawasan bagi

pembaca, serta pihak lain yang berkepentingan.

Yogyakarta, 20 Juni 2016

Penulis,

Linda Dian R

Page 9: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL.........................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................

SURAT PERNYATAAN.....................................................................

HALAMAN MOTTO..........................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................

DAFTAR GAMBAR............................................................................

DAFTAR TABEL................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................

ABSTRAK............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................

B. Identifikasi Masalah ..................................................................

C. Batasan Masalah .......................................................................

D. Rumusan Masalah ....................................................................

E. Tujuan Penelitian.......................................................................

F. Manfaat Penelitian.....................................................................

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Strategi Pembelajaran .........................................................

2. Belajar dan Pembelajaran ....................................................

3. Sanggar ................................................................................

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

xi

xviii

xix

xx

1

4

5

5

5

6

8

11

17

Page 10: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

x

4. Batik ....................................................................................

B. Penelitian Relevan……………………………………………..

BAB III CARA PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ...............................................................

B. Data Penelitian ..........................................................................

C. Sumber Data Penelitian .............................................................

D. Instrumen Penelitian .................................................................

E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................

F. Teknik Analisis Data .................................................................

G. Pemeriksaan Keabsahan Data ...................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keberadaan Sanggar

1. Lokasi Sanggar...................................................................

2. Sejarah berdirinya sanggar batik………………………....

3. Program Pembelajaran Sanggar..........................................

4. Profil Guru Sanggar............................................................

5. Anak Didik Sanggar...........................................................

B. Strategi Pembelajaran…………………………………………

1. Perencanaan Pembelajaran.................................................

a. Materi Pembelajaran ...................................................

b. Metode Pembelajaran..................................................

c. Media Pembelajaran....................................................

d. Bahan dan Alat Batik..................................................

2. Pelaksanaan Pembelajaran..................................................

1) Pendahuluan................................................................

2) Kegiatan Inti ...............................................................

a) Proses Mencanting...............................................

b) Proses Pewarnaan.................................................

c) Proses Pelorodan..................................................

3) Evaluasi Pembelajaran……………………………….

28

39

40

41

42

43

45

47

59

51

52

57

58

61

64

65

66

69

71

75

81

82

92

92

101

112

114

Page 11: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

xi

a) Evaluasi Segi Kegiatan.........................................

b) Evaluasi Karya.....................................................

C. Hasil Karya Batik Peserta Sanggar.....................................

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………....

B. Saran…………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA……………………………………..…………

LAMPIRAN…………………………………………………………..

114

115

118

137

139

141

Page 12: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

xii

Daftar Gambar

Halaman

Gambar I

Gambar II

Gambar III

Gambar IV

Gambar V

Gambar VI

Gambar VII

Gambar VIII

Gambar IX

Gambar X

Gambar XI

Gambar XII

Gambar XIII

Gambar XIV

Gambar XV

Gambar XVI

Gambar XVII

Gambar XVIII

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Denah Lokasi Sanggar………..……….……….

Peserta Sanggar Pertama (Mrs Smand) saat

Mengikuti Kursus Batik…………...…….….....

Instruktur Sanggar sedang Menjelaskan

Mengenai Pewarna Napthol..…………..………

Kompor batik beserta wajan…..…….....………

Panci untuk Melorod………….……………….

Dingklik untuk Pijakan Kaki…..………...…….

Sketsa Materi Jenis Bahan Kain Batik……...…

Sketsa Materi Jenis Lilin Malam....……………

(Atas) Lilin Malam Klowong, Tembokan, dan

Biron, (bawah) Bahan-bahan Penyusun Lilin

Malam.................................................................

Sketsa Materi Pembelajaran Penyusun Lilin

Malam…………………………………………

Sketsa Materi Pembelajaran Bagaimana Cara

Pengolahan Lilin Malam...................................

Jenis-jenis Canting Indonesia............................

Jenis-jenis Canting dari Berbagai Negara.........

Cara untuk Memanaskan Lilin Malam,

Memposisikan Canting, dan Cara Mengecek

Suhu Lilin Malam untuk Mencanting………….

Pola Dasar untuk Pemula....................................

Tahap Pertama Latihan Mencanting …………..

Pola Kedua dan Ketiga………………………...

Hasil Cantingan Tahap 1 untuk Pola yang

Kedua..…………………………………………

51

53

73

77

78

79

83

84

85

86

87

88

89

91

93

95

97

98

Page 13: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

xiii

Gambar XIX

Gambar XX

Gambar XXI

Gambar XXII

Gambar XXIII

Gambar XXIV

Gambar XXV

Gambar XXVI

Gambar XXVII

Gambar XXVIII

Gambar XXIX

Gambar XXX

Gambar XXXI

Gambar XXXII

Gambar XXXIII

Gambar XXXIV

Gambar XXXV

Gambar XXXVI

Gambar XXXVII

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Materi Pembelajaran Jenis Napthol di Berbagai

Negara dan Cara Membuat Larutannya….........

Materi Pembelajaran tentang Grafik Penyusun

Warna Napthol…………………...………...….

Materi Pembelajaran tentang Pewarna Alami…

Materi Pembelajaran Pewarna Indigosol………

Materi Proses Pencelupan pada Indigosol….....

Proses Penjemuran Setelah Pewarnaan

Indigosol……………………………………….

Materi Proses pencelupan pada napthol……….

Proses Mencelupkan Kain pada Larutan

Napthol………………………………………...

Instruktur Sanggar Mengajari Mengejos………

Proses Pelorodan……………..……...…………

Hasil Karya Pertama Angga……………..........

Hasil Karya Pertama Ardliy …………...……...

Hasil Karya Pertama Linda ………….………...

Hasil Karya Kedua Angga………………..…...

Hasil Karya Kedua Ardliy………………..…...

Hasil Karya Kedua Linda.…………..………...

Hasil Karya Ketiga Angga……………..……...

Hasil Karya Ketiga Ardliy…………...………...

Hasil Karya Ketiga Linda.…………………......

101

102

103

105

106

108

108

109

110

112

117

119

120

122

123

124

126

127

128

Page 14: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1

Tabel 2

Tabel 3

Tabel 4

:

:

:

:

Perbedaan antara Pendidikan Nonformal dan Pendidikan

Formal……………………………………………………………

Tulisan Panduan Wisata Orang Asing yang Memuat tentang

“Intensive Batik Course” ………………………………...…..…

Program Pendidikan Sanggar Batik “Intensive Batik

Course”………………………………………………………......

Materi Pembelajaran “Intensive Batik Course”…..………..……

18

53

57

65

Page 15: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

Lampiran 11

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Lokasi Penelitian………………………………………….

Surat Izin Menyelenggarakan Kursus ……………………

Pedoman Observasi……………………………………….

Pedoman Wawancara……………………………………..

Pedoman Dokumentasi……………………………………

Formulir Pendaftaran Peserta Sanggar………..………….

Materi Pembelajaran Membatik…………………………..

Surat Ijin Penelitian dari Jurusan…………………………

Surat Ijin Penelitian dari Fakultas………………………...

Surat Keterangan Penelitian dari Instruktur Sanggar…….

Surat Keterangan Wawancara dengan Peserta Sanggar…..

135

136

137

138

141

142

144

151

152

153

154

Page 16: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

xvi

STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR “INTENSIVE BATIK COURSE” TAMANSARI YOGYAKARTA

Linda Dian Rahmawati NIM 12207241001

ABSTRAK

Penelitian yang dilakukan di sanggar “Intensive Batik Course” ini

bertujuan untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran dan hasil karya batik tulis yang berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut: 1) Persiapan pembelajaran batik tulis; 2) Pelaksanaan pembelajaran batik tulis; 3) Penutup pembelajaran, dan 4) Hasil karya batik tulis.

Subjek penelitian ini adalah instruktur sanggar dan peserta sanggar. Pengambilan data ini dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dibantu pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 1) Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi langsung yang berkaitan dengan: a) Persiapan pembelajaran batik tulis di sanggar “Intensive Batik Course” meliputi persiapan materi, media, dan alat praktik, b) Pelaksanaan pembelajaran batik tulis dilakukan dengan langkah-langkah instruktur sanggar memulai dari membuka pelajaran (salam dan berdoa, apersepsi, penyampaian tujuan pembelajaran), kegiatan inti pembelajaran (penyampaian materi batik, mencanting, mewarna, dan melorod), c) Penutup pembelajaran dilakukan instruktur sanggar melalui evaluasi kegiatan dan karya batik. Selain pada penutup pembelajaran, evaluasi juga dilakukan saat pembelajaran berlangsung yang dilakukan instruktur melalui nasehat dan saran, serta dengan refleksi diri dari peserta sanggar. Pada kegiatan penutup juga disampaikan pula materi pembelajaran yang akan dilakukan untuk pertemuan selanjutnya. 2) Hasil karya batik tulis peserta sanggar “Intensive Batik Course” berjumlah 9 karya, setiap anak memiliki 3 buah karya.

Kata Kunci: Pembelajaran, Batik

Page 17: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan, sekaligus dikenal sebagai

kota budaya. Hal ini dikarenakan Indonesia kaya dengan seni budaya, salah satu

diantaranya adalah seni kerajinan batik. Keberadaan batik di Yogyakarta sudah

banyak dikenal hampir di seluruh Nusantara. Batik adalah warisan budaya

Indonesia yang semakin diakui keberadaannya oleh dunia, setelah diakui oleh

UNESCO sebagai “World Herritage” (warisan dunia) pada tahun 2009. Sebagai

generasi penerus budaya sudah sepantasnya menjaga, melestarikan dan

menjadikan batik sebagai bagian dari karakter bangsa.

Keberadaan batik di Yogyakarta sudah banyak dijadikan sebagai mata

pencaharian oleh beberapa masyarakat di Yogyakarta. Misalnya masyarakat di

daerah Imogiri, Ngasem, Bantul maupun Kulonprogo banyak ditemui pengrajin

batik. Oleh karena semakin banyaknya pengrajin yang secara tidak langsung

menjadi pesaing bisnis di antara mereka maka perlu adanya pelatihan guna

meningkatkan SDM untuk persaingan tersebut . Kaswan (2011: 1) menjelaskan

bahwa agar mampu bersaing dan berkembang dengan pesat, maka organisasi

memasukkan pendidikan karyawan, pelatihan, dan pengembangan sebagai bagian

strategi utama organisasi. Hal tersebut sama halnya dengan peningkatan mutu

SDM guna mempertahankan batik di era globalisasi ini, maka sangatlah penting

untuk diadakannya suatu pendidikan tentang batik, salah satunya adalah dengan

sanggar batik.

Page 18: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

2

Pendidikan di sanggar bertujuan untuk mengadakan pembinaan dan

pengembangan bakat, kreasi, fantasi, dan apresiasi seseorang yang nantinya

diharapkan bisa menumbuhkan kemandirian sekaligus membentuk kepribadian

yang positif, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan sistem sanggar,

seseorang dapat belajar membatik secara mudah, bebas berekspresi

mengungkapkan ide, dan adanya interaksi dengan teman sebaya akan

menciptakan iklim kompetisi yang sehat, saling belajar dari kelebihan dan

kekurangan masing-masing, dan terus mengasah keterampilan sehingga seseorang

tersebut dapat menjadi pribadi yang aktif dalam kehidupannya.

Made Pidarta (2007:20) menyebutkan bahwa Proses pendidikan

mempunyai bentuk-bentuk atau modalitas sebagai berikut: 1) bentuk formal, 2)

bentuk non formal, 3) bentuk informal. Perbedaan utama kewajiban ketiga

lembaga tersebut ialah pada orientasi pendidikannya. Kalau lembaga pendidikan

jalur formal berorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya,

maka lembaga pendidikan jalur nonformal dan informal mengutamakan

pengembangan afeksi dan psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan

kognisi sebagai unsur penunjang.

Mengarahkan guna membentuk kepribadian peserta didik yang positif,

kreatif, sekaligus berprestasi, tidak semua orang ataupun lembaga mampu untuk

melaksanakan tugas tersebut dengan hasil memuaskan. Hal tersebut dikarenakan

setiap individu mempunyai basic characteristic yang berbeda-beda, tergantung

perpaduan karakter kedua orang tua masing-masing.

Page 19: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

3

Kursus membatik di sanggar batik bagi peserta sanggar tidak hanya

melatih keterampilan tangan, tetapi juga melatih mata, pembentukan persepsi

tentang batik serta menumbuhkan rasa estetika. Kursus membatik tidak mutlak

menjadikan seseorang berprofesi sebagai perajin batik. Tetapi ia dapat

menggunakan kemampuannya dalam membatik dalam kehidupan sehari-harinya.

Membahas mengenai sanggar, maka sanggar “Intensive Batik Course”

yang terletak di Tamansari Yogyakarta adalah salah satu media untuk

mengadakan pembinaan terhadap seseorang yang memiliki hobi atau senang

membatik. Membatik adalah suatu kegiatan kreatifitas yang didasarkan logika

atau penalaran yang bersumber pada kemurnian hati, untuk mengekspresikan apa-

apa yang menjadi beban psikologis seseorang saat membatik. Maka dari itu di

dalam membatik ada kriteria dalam mengapresiasi karya seni batik seseorang,

yaitu kebersihan, kerapian, dan tema yang digunakan. Ketiga hal tersebut adalah

sebagai wacana untuk melihat sejauh mana perkembangan psikologis seseorang.

Keberadaan sanggar “Intensive Batik Course” ini sudah tidak asing lagi

bagi masyarakat Tamansari. Daerah Ngasem atau Tamansari yang dahulunya

sangat terkenal dengan lukisan batik dengan teknik tulis, lukis, usap, dan semprot

sekarang sudah menjadi lebih jarang. Tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat

instruktur sanggar batik “Intensive Batik Course”, karena hingga saat ini sanggar

batik ini tetap eksis dan masih terus ada peserta didik yang mendaftar di sanggar

ini untuk mengikuti pembelajaran di sanggar batik. Sanggar “Intensive Batik

Course” ini telah meluluskan sebanyak 4300 peserta sanggar yang mayoritas

Page 20: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

4

merupakan warga Negara asing dan lebih hebatnya lagi adalah sanggar ini

dibimbing oleh seorang instruktur, yaitu Bapak Hadjir.

Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta sebagai tempat

belajar seni lukis untuk anak-anak maupun orang dewasa yang diwujudkan dalam

bentuk karya batik. Belajar membatik di sanggar merupakan salah satu

pembelajaran lebih banyak akan praktik, yang dalam pelaksanaannya masing-

masing peserta sanggar diberi media untuk mampu mendorong dirinya sendiri

dalam menyelesaikan pekerjannya secara maksimal.

Mengingat nilai positif dan kebermanfaatan sanggar “Intensive Batik

Course” dalam proses pembelajaran, perlu dilakukan tindakan kemungkinan

pengelolaan proses pembelajarannya. Bentuk tindakan itu adalah bagaimana

strategi pembelajaran di sanggar batik Tamansari yg dikelola oleh Bapak Hadjir

Digdodarmodjo. Untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam terhadap strategi

pembelajaran di sanggar tersebut maka diperlukan upaya pengkajian atau

penelitian tentang strategi pembelajaran dan hasil karya dari peserta sanggar

tersebut. Karena sejauh ini belum terdapat penelitian yang membahas tentang

strategi pembelajaran di sanggar batik Tamansari.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, dapat di identifikasi

masalah, diantaranya:

1. Bagaimana strategi pembelajaran Batik di Sanggar “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

Page 21: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

5

2. Bagaimana proses membatik di Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari

Yogyakarta?

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran di Sanggar “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

4. Bagaimana hasil karya kursus membatik di Sanggar “Intensive Batik Course“

Tamansari Yogyakarta?

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini maka

permasalahan dibatasi pada strategi pembelajaran batik di Sanggar “Intensive

Batik Course” Tamansari Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Dari penjelasan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana strategi pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

2. Bagaimana hasil karya batik di sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari

Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana strategi

pembelajaran dan hasil karya batik “Intensive Batik Course “ yang dikelola oleh

Drs. Hadjir Digdodarmodjo di Tamansari. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan strategi pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik

Course” Tamansari Yogyakarta.

Page 22: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

6

2. Mendeskripsikan hasil karya batik di Sanggar “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta

F. Manfaat Penelitian

Apabila dalam permasalahan tersebut teridentifikasi bagaimana strategi

pembelajaran dan hasil karya batik di sanggar “Intensive Batik Course“

Tamansari, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara:

1. Teoritis

Dengan adanya penelitian yang di lakukan di sanggar batik “Intensive

Batik Course “diharapkan dapat memberi sumbangan kepada guru atau instruktur

sanggar, sekolah, dan yang utama pada dunia pendidikan agar bisa menerapkan

strategi pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan

tuntutan zaman agar terciptanya individu-individu yang berkualitas.

2. Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan memberi pengalaman tersendiri bagi peneliti baik

di bidang penelitian, maupun dunia pendidikan, termasuk seni batik. Dalam

penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan dan sumbangan pemikiran

bagi pembaca tentang dunia pembelajaran batik, serta meningkatkan kesadaran

mahasiswa untuk tetap melestarikan batik dengan ikut serta mengajarkan

pembuata batik kepada masyarakat.

b. Bagi Guru/instruktur

Memberikan masukan positif sebagai bahan kajian dalam usaha

meningkatkan proses pembelajaran/ dalam kursus yang lebih baik agar

Page 23: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

7

tercapainya tujuan dari pembelajaran. Selain itu juga diharapkan kepada guru

ataupun instruktur sanggar untuk tetap melanjutkan program sanggar tersebut

demi kelestarian batik di Indonesia.

c. Bagi Dunia Pendidikan

Hasil dari penelitian ini kiranya bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif

perbaikan sistem strategi pengajaran dalam dunia pendidikan maupun kursus

dalam masyarakat, khususnya bagi sekolah informal yang memberikan suatu

pelatihan atau kursus, terutama di sanggar batik “Intensive Batik Course “

Page 24: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

8

BAB II KAJIAN TEORI

A. DeskripsiTeori

1. Strategi Pembelajaran

Tercapainya tujuan dalam proses belajar mengajar yang dilakukan pada

dasarnya agar apa proses belajar tersebut berlangsung sesuai yang diharapkan

tercapai, diperlukan suatu strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar

yang dilakukan guru. Majid (2013:7) mendeskripsikan tentang strategi

pembelajaran sebagai berikut:

Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem pembelajaran yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori belajar tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa, strategi pembelajaran merupakan

pedoman yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, namun

dalam menyusun suatu kerangka kegiatan guru tidak dapat melakukannya secara

sembarangan akan tetapi, guru juga harus mempertimbangkan beberapa hal.

Untuk menentukan strategi pembelajaran atau membuat kerangka kegiatan yang

akan digunakan guru dalam pembelajaran ada beberapa hal yang harus

diperhatikan seperti kemampuan guru, ketersediaan sarana dan prasarana

pembelajaran dan kemampuan diri peserta didik. Setelah itu barulah dapat

ditentukan strategi pembelajaran apa yang tepat untuk digunakan dalam proses

pembelajaran.

Kemp dalam Hamruni (2012:2) juga menjelaskan bahwa strategi

pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan

Page 25: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

9

peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Lebih lanjut Majid (2013: 10-12) yang dikutip dari artikel Saskatchewan

Educational (1991) strategi pembelajaran diklasifikasikan menjadi 5, yaitu:

Strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction), Strategi pembelajaran tidak

langsung (indirect instruction), strategi pembelajaran interaktif (interactive

instruction), strategi pembelajaran melalui pengalaman (experienttial learning),

dan strategi pembelajaran mandiri.

a. Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

1) Strategi pembelajaran langsung merupakan strategi yang kadar berpusat

pada gurunya paling tinggi, dan paling digunakan. Pada strategi ini

termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik,

pengajaran eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi.

2) Strategi pembelajaran langsung efektif digunakan untuk memperluas

informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah

b. Strategi Pembelajaran tidak Langsung (Indirect Instruction)

1) Pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan siswa

yang tinggi dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran

inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis.

2) Dalam pembelajaran tidak langsung, peran guru beralih dari penceramah

menjadi fasilitator, pendukung, dan sumber personal (resource person).

3) Guru merancang lingkungan belajar, memberikan kesempatan siswa

untuk terlibat, dan jika memungkinkan memberikan umpan balik kepada

siswa ketika mereka melakukan inkuiri.

Page 26: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

10

4) Strategi pembelajaran tidak langsung mensyaratkan digunakannya bahan-

bahan cetak, non cetak, dan sumber-sumber manusia.

c. Strategi Pembelajaran Interaktif (Interactive Instruction)

1) Strategi pembelajaran interaktif merujuk pada bentuk diskusi dan saling

berbagi di antara peserta didik. Seaman dan Follenz (1989)

mengemukakan bahwa diskusi dan saling berbagi akan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memberikan reaksi terhadap gagasan,

pengalaman, pandangan, dan pengetahuan guru atau kelompok, serta

mencoba mencari alternatif dalam berpikir.

2) Strategi pembelajaran interaktif dikembangkan dalam rentang

pengelompokan dan metode-metode interaktif. Di dalamnya terdapat

bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil atau pengerjaan

tugas berkelompok, dan kerjasama siswa secara berpasangan.

d. Strategi Pembelajaran melalui Pengalaman (Experienttial Learning)

1) Strategi pembelajaran melalui pengalaman menggunakan bentuk sekuens

induktif, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada aktivitas

2) Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah pada proses

belajar, dan bukan hasil belajar

3) Guru dapat menggunakan strategi ini baik di dalam kelas maupun di luar

kelas. Sebagai contoh, di dalam kelas dapat digunakan metode simulasi,

sedangkan di luar kelas dapat digunakan metode observasi untuk

memperoleh gambaran pendapat umum.

Page 27: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

11

e. Strategi Pembelajaran Mandiri

1) Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk

membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri.

Fokusnya adalah perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan

bantuan guru. Belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau

sebagai bagian dari kelompok kecil.

Berdasarkan dari klasifikasi strategi pembelajaran di atas, jelas sudah

dalam menentukan suatu strategi pembelajaran guru terlebih dahulu dituntut untuk

memahami dan menguasai strategi pembelajaran dalam menyeluruh, agar dalam

menentukan dan menerapkan strategi pembelajaran apa yang akan digunakan

untuk mengajar itu sesuai dengan yang dibutuhkan.

2. Belajar dan Pembelajaran

a. Pengertian Belajar

Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi

yang ada disekitar individu (Rusman 2013: 1). Lebih lanjut Rusman menjelaskan

belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses

berbuat melalui berbagai pengalaman. Menurut Siregar dan Nara (2010: 5) belajar

merupakan suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi

dengan lingkungan yang menghasilakan perubahan yang bersifat relatif konstan.

Hamalik (2013: 27) juga menambahkan belajar merupakan suatu proses, suatu

kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa belajar merupakan proses interaksi

individu dengan lingkungan secara terarah, sehingga terjadinya suatu perubahan

Page 28: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

12

pada diri individu ke arah yang lebih baik. Melalui proses ini diharapkan individu

memiliki kepribadian yang berkualitas dan dapat berbaur dengan lingkungan.

b. Pengertian Pembelajaran

Sebagaimana diketahui pembelajaran dapat diartikan suatu kegiatan

belajar dan mengajar untuk memperoleh pengetahuan dimana ada guru yang

memberikan pengetahuan dan murid yang menerima pengetahuan. Rusman (2013:

3) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran dapat

didefenisikan sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung

proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang

berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami

siswa (Winkel dalam Siregar dan Nara, 2013: 12)

Berdasarkanpenjelasan tersebut maka dapat diartikan pembelajaran

merupakan kegiatan terencana yang dilakukan guru sebagai pemberi pengetahuan

dan peserta didik yang menerima pengetahuan, di mana dari proses pembelajaran

ini terjadi interaksi antara guru dan peserta didik. Sehingga melalui proses

pembelajaran ini peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan memiliki

perubahan sikap ke arah yang jauh lebih baik sebagaimana tujuan yang ingin

dicapai dalam pembelajaran.

c. Perencanaan Pembelajaran

Dalam melaksanakan suatu proses pendidikan dipelukan suatu konsep

manajemen tersendiri agar dalam penerapanya sesuai dengan harapan khususnya

dalam bidang beajar mengajar. Proses pembelajaran yang dilakukan guru dikelas

Page 29: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

13

pada dasarnya tidak dilakukan secara langsung akan tetapi dalam proses

pembelajaran tersebut guru melakukan kegiatan perencanaan terlebih dahulu

tentang materi atau bahan ajar apa yang akan disampaikan dan seperti apa

kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan. Perencanaan sendiri merupakan suatu

proses mempersiapkan serangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam

pembelajaran yang akan datang.

Menurut Supriadie dan Deni (2012: 91), perencanaan pembelajaran adalah

skenario yang memproyeksikan sejumlah kualifikasi atau kemampuan yang harus

dikuasai atau dimiliki (sebagai kompetensi) oleh peserta didik, dan gambaran

rancangan mengenai tindakantindakan yang akan dilaksanakan dalam proses

pembelajaran.Fakry (dalam Sa’ud dan Makmun, 2006: 4) juga menjelaskan

bahwa, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai

keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai

tujuan yang yang telah ditentukan.

Berdasarkan penjelasan di atas perencanaan merupakan suatu penyusunan

kegiatan yang dilakukan pada waktu yang akan datang dengan tujuan tertentu,

dan dalam jangka waktu yang ditentukan namun dalam suatu sekolah proses

perencanaan meliputi beberapa hal.

d. Pelaksanaan Pembelajaran

Winarno Surachmad dalam Suryobroto (1997: 36) mengemukakan bahwa

pelaksanaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar

mengajar di kelas yang merupakan inti kegiatan pendidikan di sekolah. Jadi

Page 30: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

14

pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka

menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.

Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang dilakukan seorang guru

adalah sebagai berikut: membuka pelajaran, menyajikan materi, menggunakan

metode/media, menggunakan alat peraga, menggunakan bahasa yang komunikatif,

memotifasi siswa mengorganisasi kegiatan, berinteraksi dengan siswa secara

komunikatif, menyimpulkan pembelajaran, memberikan umpan balik,

melaksanakan penilaian, menggunakan waktu (Majid, 2006: 7)

Sehubungan dengan pelaksanaan pembelajaran, berikut dijelaskan tentang

membuka pelajaran. Menurut Suryosubroto (1997: 39), membuka pelajaran

adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi awal agar mental dan perhatian

murid terpusat pada apa yang dipelajarinya sehingga akan memberikan efek

positif terhadap kegiatan belajar mengajar. Kegiatan yang dilakukan guru dalam

membuka pelajaran diantaranya: 1) menarik perhatian siswa, 2) menimbulkan

motivasi, 3) memberi acuan, 4) membuat kaitan. Kegiatan tersebut dilakukan guru

dengan maksud agar diperoleh pengaruh positif terhadap proses dan hasil belajar.

Apersepsi (apperception) adalah suatu penafsiran buah pikiran, yaitu

menyatupadukan dan mengasimilasi sesuatu pengamatan dan pengalaman yang

telah dimiliki. Apersepsi sering disebut “batu loncatan”, maksudnya sebelum

pengajaran dimulai untuk menyajikan bahan pelajaran baru, guru diharapkan

dapat menghubungkan lebih dahulu bahan pelajaran (pengajaran) sebelumnya/

kemarin yang menurut guru telah dikuasai peserta didik. Apersepsi ini dapat

disajikan melalui pertanyaan untuk mengetahui apakah peserta didik masih

Page 31: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

15

ingat/lupa, sudah dikuasai/belum, hasilnya untuk menjadi titik tolak dalam

memulai pengajaran yang baru. Apersepsi bertujuan dapat membangkitkan minat

dan perhatian terhadap suatu pengajaran (Rohani, 2004: 27)

e. Sarana dan Prasarana Pembelajaran

Proses belajar mengajar biasanya tidak hanya dilakukan oleh guru saja

akan tetapi ada beberapa faktor lain yang berperan penting dalam

membantujalannya proses belajar mengajar tersebut. Salah satunya ialah sarana

dan prasarana pembelajaran yang berperan penting dalam membantu penyampain

materi ajar. Mulyasa (2009: 49) mengemukakan pengertian sarana dan prasarana

pembelajaran yaitu:

Sarana pendidikan merupakan peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajara. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses pendidikan atau pengajaranseperti halaman kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah,tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman tersebut merupakan sarana pendidikan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sarana adalah segala

sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan.

Dengan kata lain sarana pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu peralatan atau

perlengkapan yang digunakan untuk menunjang pembelajaran agar dapat berjalan

dengan baik, sementara untuk perencanaan sendiri merupakan fasilitas yang

dipergunkan untuk melengkapi proses pembejalaran. Jadi sarana dan prasarana

pembelajaran merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam

Page 32: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

16

menunjang jalannya proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak

langsung.

f. Bahan Ajar (Materi Pembelajaran)

Materi ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas (Mudlofir,

2011: 128). Lebih lanjut Mudlofir mengatakan bahan ajar merupakan seperangkat

materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga

tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Materi ajar

memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk

butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi (Rusman,

2013: 34)

Pentingnya bahan ajar atau materi dalam suatu pembelajaran dapat dilihat

dari apa yang telah dipaparkan di atas bahwa bahan ajar merupakan seperangkat

materi yang disusun guru secara sistematis dimana materi ajar tersebut

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan kata lain

materi pembelajaran meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap yang harus

dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang

diharapkan

g. Media Pembelajaran

Suranto dalam Sutirman (2013:15) menyebutkan bahwa media

pembelajaran adalah suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan

dari seorang komunikator kepada komunikan. Sedangkan Jika dilihat dari kontek

Page 33: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

17

pendidikan, media biasa disebut sebagai fasilitas pembelajaran yang membawa

pesan kepada pembelajar (Qiyum dan Sum dalam Sutirman, 2013: 15).

Pada suatu proses pembelajaran media pembelajaran merupakan salah satu

alat bantu yang cukup efektif untuk menyapaikan apa yang diajarkan, dengan kata

lain media pembelajaran merupakan sarana pelengkap yang digunakan dalam

proses pembelajaran agar apa yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

h. Metode Pembelajaran

Dalam praktik pembelajaran, terdapat beragam jenis metode pembelajaran

dan penerapannya. Siregar Eveline (2010: 81) menyebutkan terdapat 6 metode

pembelajaran:

1. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi mengedepankan peragaan atau mempertunjukkan

kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari,

baik sebenarnya atau tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan.

2. Metode Problem Solving

Metode problem solvingmengedepankan metode berpikir untuk

menyelesaikan masalah dan didukung dengan data-data yang ditemukan.

3. Metode Karya Wisata

Metode karya wisata mengajak siswa ke luar kelas dan meninjau atau

mengunjungi objek-objek lainnya sesuai dengan kepentingan pembelajaran.

4. Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab menggunakan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang

harus dijawab oleh para siswa.

Page 34: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

18

5. Metode Latihan

Metode latihan dimaksudkan untuk menanamkan sesuatu yang baik atau

menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu.

6. Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan metode tradisional, karena sejak lama metode

ini digunakan oleh para pengajar. Namun demikian, metode ini tetap memiliki

fungsinya yang penting untuk membangun komunikasi antara pengajar dan

pembelajar.

3. Sanggar

Sanggar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah 1) tempat pemujaan

yang terletak di pekarangan rumah, 2) tempat untuk kegiatan seni (tari, lukis, dan

sebagainya). Definisi tersebut yang paling mendekati dengan masalah dalam

penelitian ini adalah tempat untuk kegiatan seni (tari, lukis, dan sebagainya).

Kegiatanyang dimaksudkan dalam hal ini adalah kegiatan pelatihan/kursus dalam

bidang seni batik. Kegiatan pelatihan merupakan salah satu bagian dari

pendidikan, namun yang membedakan dalam hal ini adalah kelembagaan dalam

pelaksanaan pendidikannya.

Made Pidarta ( 2007:20) menyebutkan bahwa Proses pendidikan

mempunyai bentuk-bentuk atau modalitas sebagai berikut: 1) bentuk formal, 2)

bentuk non formal, 3) bentuk informal. Perbedaan utama kewajiban ketiga

lembaga tersebut ialah pada orientasi pendidikannya. Kalau lembaga pendidikan

jalur formal berorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya,

maka lembaga pendidikan jalur nonformal dan informal mengutamakan

Page 35: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

19

pengembangan afeksi dan psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan

kognisi sebagai unsur penunjang.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor

81 tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal menjelaskan

Pendidikan nonformal selanjutnya disebut PNF adalah jalur pendidikan di luar

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Kemudian Lembaga Kursus dan Pelatihan selanjutnya disebut LKP adalah satuan

pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan

bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk

mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Selanjutnya Tilaar (2002:80) dalam bukunya yang berjudul Pendidikan,

Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia menjelaskan bahwa bentuk

pendidikan nonformal yang dikenal sebagai pendidikan luar sekolah, dikenal

dalam masyarakat dalam bentuk kursus-kursus. Biasanya lama pendidikan

terbatas meskipun programnya tetap berstruktur.

Suprijanto (2011: 8) mengatakan bahwa pendidikan nonformal sekurang-

kurangnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) merupakan pendidikan luar

sistem persekolahan, (2) jarang berjenjang, dan (3) tidak ketat ketentuan-

ketentuannya. Kemudian lanjut Suprijanto (2011: 8) Pendidikan nonformal dan

formal memiliki suatu perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain mengenai

tempat, perjenjangan, waktu, umur peserta didik, orientasi studi, materi, penyajian

materi, evaluasi, ijazah, persyaratan kelembagaan, perlengkapan, pengajar, peserta

Page 36: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

20

didik dan biaya. Pada prinsipnya ketentuan pendidikan formal lebih ketat daripada

ketentuan pendidikan nonformal. Penjelasan lebih lanjut oleh(2011: 8) mengenai

perbedaan antara pendidikan nonformal dan formal dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 1. Perbedaan antara Pendidikan Nonformaldan Pendidikan Formal

Pendidikan Nonformal Pendidikan Formal (1) (2)

1. Pada umumnya tidak dibagi atas jenjang.

2. Waktu penyampaian lebih pendek.

3. Umur peserta didik di suatu kursus tidak perlu sama.

4. Berorientasi studi jangka pendek dan cepat kerja.

5. Merupakan respons kebutuhan khusus yang mendesak.

6. Materi pelajaran lebih banyak bersifat praktis dan khusus.

7. Ijazah kurang memegang peranan penting, terutama bagi penerima peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi.

8. Pada umumnya terjadi di luar kelas.

9. Biaya pendidikan lebih murah. 10. Merupakan kegiatan sampingan. 11. Kurikulum dan materi lebih

luwes. 12. Persyaratan kelembagaan lebih

luwes. 13. Persyaratan perlengkapan lebih

luwes. 14. Persyaratan pengajar lebih luwes. 15. Persyaratan peserta didik lebih

luwes.

1. Selalu dibagi atas jenjang.

2. Waktu penyampaian lebih panjang. 3. Umur peserta didik di suatu kursus

relatif homogen. 4. Berorientasi studi jangka panjang. 5. Merupakan respons kebutuhan

umum dan relatif jangka panjang. 6. Materi pelajaran lebih banyak

bersifat akademis dan umum. 7. Ijazah memegang peranan penting,

terutama bagi penerima peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi.

8. Pada umumnya terjadi di kelas.

9. Biaya pendidikan lebih mahal. 10. Merupakan kegiatan utama. 11. Kurikulum dan materi lebih ketat.

12. Persyaratan kelembagaan lebih

ketat. 13. Persyaratan perlengkapan lebih

ketat. 14. Persyaratan pengajar lebih ketat. 15. Persyaratan peserta didik lebih

ketat.

Page 37: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

21

a. Bidang Peserta Didik Nonformal

Bidang peserta didik dalam pendidikan Nonformal menurut Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 tahun 2007tentang standar pengelolaan

pendidikan oleh satuan pendidikan nonformal adalah sebagai berikut:

1. Satuan pendidikan nonformal menyusun dan menetapkan petunjuk

pelaksanaan operasional proses penerimaan peserta didik yang disesuaikan

dengan program-program yang diselenggarakan.

2. Program-program yang diselenggarakan tersebut adalah: a) pendidikan anak

usia dini; b) pendidikan kesetaraan; c) pendidikan kecakapan hidup; d)

pendidikan ketrampilan, kursus dan pelatihan kerja; e) pendidikan

keaksaraan; f) pendidikan pemberdayaan perempuan; g) pendidikan

kepemudaan; dan/atau h) pendidikan lain yang sejenis.

3. Petunjuk pelaksanaan operasional proses penerimaan peserta didik memuat:

a) persyaratan-persyaratan: 1) usia sesuai dengan program; 2) jenis

pendidikan yang dibutuhkan peserta; 3) biaya; 4) penyetaraan; 5) kriteria

penerimaan peserta.

b) Prosedur penerimaan peserta didik.

4. Penerimaan peserta didik dilakukan:

b) secara objektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam

aturan satuan pendidikan nonformal

c) tanpa diskriminasi gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan

ekonomi

d) berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara

Page 38: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

22

e) sesuai dengan ketentuan pemerintah bagi program-program tertentu

f) sesuai dengan fasilitas pelayanan yang dimiliki.

b. Struktur Kurikulum pendidikan nonformal

Struktur Kurikulum pendidikan nonformal menurut Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan adalah

sebagai berikut:

1) Struktur Kurikulum pendidikan nonformal berisi program pengembangan

kecakapan hidup yang mencakup keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian

profesional, dan jiwa wirausaha mandiri, serta Kompetensi dalam bidang tertentu.

2) Struktur Kurikulum pendidikan nonformal terdiri atas struktur kurikulum: (a)

satuan pendidikan nonformal; dan (b) program pendidikan nonformal.

Pendidikan nonformal tersebut di atas berkaitan dengan istilah pendidikan

orang dewasa. Berikut penjelasan mengenai pendidikan orang dewasa.

c. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa

Pannen, (1997) dalam Suprijanto (2011: 11) menjelaskan bahwa

pendidikan orang dewasa merupakan suatu proses menumbuhkan keinginan untuk

bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang

dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya

dan mencari jawabannya.

Suprijanto (2011: 11) menjelaskan bahwa pendidikan orang dewasa

(andragogy) berbeda dengan pendidikan anak-anak (paedagogy). Pendidikan

anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan

Page 39: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

23

pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk

memecahkan masalah.

d. Pemilihan Jenis Pertemuan

Metode yang biasa digunakan dalam pendidikan orang dewasa adalah

motode pertemuan. Oleh karea itu, sangat penting bagi kita mengetahui hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pertemuan. Berikut adalah jenis

pertmuan menurut Morgan, et, al. 1975 dalam Suprijanto.

1) Institusi (institution)

Institusi adalah terjemahan dari institution. Mereka yang ikut dalam

institusi adalah orang yang tertarik dalam bidang khusus. Dalam institusi, materi

baru diberikan untuk menambah pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta.

Dalam suatu institusi diharapkan akan berlangsung emberian informasi

dan instruksi, serta identifikasi masalah dan pemecahannya. Institusi adalah satu

bentuk pendidikan orang dewasa yang paling sering digunakan, dalam institusi

sering dilakukan upaya untuk mengembangkan informalitas, kesempatan untuk

berpartisipasi dan mengekspresikan diri. Banyak teknik yang digunakan dalam

institusi ini seperti buzz, permainan peran, diskusi terbuka, penyajian formal, dan

lain-lain.

2) Konvensi

Konvensi seperti institusi, adalah kumpulan dari peserta. Bedanya adalah

peserta datang dari kelompok lokal yang merupakan organisasi orang tua baik dari

tingkat kabupaten, provinsi, ataupun tingkat nasional.

Page 40: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

24

3) Konferensi

Konferensi adalah pertemuan dalam kelompok besar maupun kelompok

kecil. Jumlah peserta dalam konferensi mungkin hanya dua orang, atau sampai

lima puluh orang lebih. Biasanya jumlah peserta konferensi tidak sebanyak

peserta institusi. Ciri khusus konferensi yang lain adalah diikuti dengan kata

sebutan yang menunjukkan tema konferensi. Sebagai contoh konferensi

supervisor. Konferensi pendidikan agama, konferensi tanaman, dan lain-lain.

4) Lokakarya (Workshop)

Seperti yang tersirat, lokakarya berarti kerja. Lokakarya adalah pertemuan

orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil. Biasanya dibatasi pada masalah

yang berasal dari mereka sendiri. peran serta peserta diharapkan untuk dapat

menghasilkan produk tertentu (Morgan, el al. 1976; Kang Song, 1984 dalam Ir. H.

Suprijanto)

5) Seminar

Seminar secara umum dikenal sebagai lembaga belajar. Istilah yang sangat

biasa digunakan dalam kampus. Jumlah peserta biasanya sangat sedikit, mungkin

tidak lebih dari lima puluh orang. Maksud seminar adalah untuk mempelajari

subjek di bawah seorang pimpinan yang menguasai bidang yang diseminarkan.

Seminar sering berhubungan erat dengan riset.

6) Kursus Kilat

Kursus kilat merupakan institusi yang sangat intensif selama satu hari atau

lebih tentang beberapa subjek khusus. Institusi ini lebih sederhana dan kurang

konsentrasi jika dibandingkan dengan pelajaran yang diambil di universitas.

Page 41: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

25

Penyajian mimbar formal sering diterapkan dalam kursus kilat ini. Kursus kilat

terbatas ada bidang khusus. Istilah tersebut pada dasarnya menunjukkan proses

memperoleh tambahan pelajaran dalam bidang khusus dengan kelompok khusus

yang berhubungan dengan bidang tersebut dalam lingkungan hidup sehari-hari

mereka.

7) Kuliah Tersambung

Kuliah bersambung adalah suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh

dosen dengan periode waktu satu kali per hari, satu kali per minggu, atau satu kali

per bulan. Selang waktu antara masing-masing kuliah bervariasi. Sangat

sederhana untuk mengatur kuliah bersambung karena semua yang diperlukan

hanyalah dosen dan hadirin. Jika dosen menggunakan alat visualisasi, beberapa

persiapan harus dilakukan untuk menggunakan alat tersebut.

8) Kelas Formal

Kelas formal dalam pendidikan orang dewasa biasanya bergabung dengan

program sekolah. Mereka yang hadir telah menyatakan minat mereka dan telah

mendaftar, membayar uang pendaftaran, dan setuju terikat dengan peraturan

program institusi.

9) Diskusi Terbuka

Diskusi tebuka dianggap sebagai salah satu jenis pendidikan orang dewasa

yang sangat penting. Yang memimpin dalam diskusi terbuka ini adalah orang

yang cukup ahli dalam proses kelompok untuk memanfaatkan teknik secara

penuh. Al yang sering terjadi adalah mereka sangat mungkin tergerak untuk

bertindak setelah diskusi terbuka ini.

Page 42: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

26

e. Alat bantu audiovisual pendidikan orang dewasa

Alat bantu audiovisual adalah bahan atau alat yang dipergunakan dalam

situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam

menularkan pengetahuan, sikap, dan ide. Beberapa jenis alat bantu audiovisual

yang biasa dipakai antara lain: (1) papan tulis dan papan buletin, (2) Chart, grafik,

diagram, dan peta, (3) drama, wayang kulit, (4) pameran, (5) papan planel dan

papan tempel, (6) gambar, foto, dan bahan cetakan, (7) televisi, radio, dan video

tape, (8) tape recorder, (9) poster, kartun, dan kliping, (10) film, slide, filmstrip.

Adapun manfaat dari audiovisual adalah sebagai berikut:

1) Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar;

2) Mendorong minat;

3) Meningkatkan pengertian yang lebih baik;

4) Melengkapi sumber belajar yang lain;

5) Menambah variasi metode mengajar;

6) Menghemat waktu;

7) Meningkatkan keingintahuan intelektual;

8) Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak perlu;

9) Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama;

10) Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu di luar pengalaman biasa.

f. Evaluasi pendidikan orang dewasa

Evaluasi pembelajaran dalam pendidikan Nonformal menurut Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 tahun 2007 tentang standar pengelolaan

pendidikan oleh satuan pendidikan nonformal adalah sebagai berikut:

Page 43: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

27

a) Satuan pendidikan nonformal melakukan evaluasi diri terhadap program yang

diselenggarakan.

b) Satuan pendidikan nonformal menetapkan indikator untuk menilai kinerja dan

melakukan perbaikan dalam rangka mencapai SNP.

c) Satuan pendidikan nonformal melaksanakan: 1) evaluasi proses pembelajaran

secara periodik sesuai dengan program yang diselenggarakan; 2) evaluasi

program kerja tahunan secara periodik sekurangkurangnya satu kali dalam

setahun. d. Evaluasi diri program yang diselenggarakan satuan pendidikan

nonformal dilakukan secara periodik dan berkelanjutan.

Evaluasi adalah suatu cara mengukur hasil dari kegiatan pendidikan.

Lunandi (1980: 57) menjelaskan:

Dalam pendidikan orang dewasa metode evaluasinya harus mencerminkan kehendak bebas yang sama seperti proses belajarnya itu sendiri. Dengan kata lain, metode evaluasinya harus datang dari orang yang belajar, bukan dipaksakan dari luar. Secara singkatnya, orang dewasa harus pula belajar menilai sendiri kesuksesan dan kegagalannya. Apa yang harus diketahui orang dewasa adalah: apakah proses belajarnya menghasilkan suatu perubahan pada dirinya. Ia pula yang menilai apakah proses belajar itu terjadi karena dirinya belaka, karena situasi belajar yang dialaminya, karena metode yang dipakai, karena pembimbing yang membantu.

Daripada istilah “ujian” atau tes bagi orang dewasa lebih tepat digunakan

istilah uji-diri (self-examination). Ia merenungkan dan menilai sendiri:

1. Sejauh mana aku memperkaya khasanah pengetahuanku dan informasi

yang dapat dihandalkan?

2. Sejauh mana aku lebih mampu menerapkan konsep-konsep baru?

Page 44: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

28

3. Sejauh mana aku lebih mampu dalam keterampilan yang berguna?

Entah itu keterampilan mempergunakan komputer atau keterampilan

berkomunikasi.

4. Sejauh mana aku lebih mampu menarik generalisasi dari pengolahan

suatu pengalaman? Entah itu pengalaman buatan dalam ruang dan

situasi belajar maupun pengalaman hidup sehari-hari.

5. Sejauh mana aku memiliki hasrat untuk merubah sikap? Baik sikap

dalam arti tanggapan terhadap suatu rangsangan, maupun sikap dasar

yang pada umumnya lebih bersifat menetap dan tak mudah dirubah.

6. Sejauh mana metode pendidikan, peran pembimbing, dan situasi

belajar membantu atau menghambat proses belajarku.

d) Batik

Kata “batik” berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan

“titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan

“malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain sehingga menahan masuknya

bahan pewarna (dye), atau dalam bahasa inggrisnya teknik ini disebut “wax-resist

dyeing” (Setyawati, 2007 : 14).

1. Teknik Batik

“Teknik batik” adalah proses-proses pekerjaan dari permulaan yaitu dari

mori batik sampai menjadi kain batik (Susanto, 1980 : 5). Proses kerja dalam

pembuatan batik pada umumnya meliputi pelekatan lilin batik pada kain (ditulis

dengan canting tulis, dicapkan dengan canting cap, atau dilukiskan dengan kuas

Page 45: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

29

atau jegul), pemberian warna (bisa dicelup, dicolet atau dilukis), dan proses

terakhir yaitu menghilangkan lilin batik yang telah melekat pada permukaan kain,

pekerjaan ini disebut “melorod” (Riyanto dkk, 1997 : 12).

Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada

keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga

teknik ini berasal dari bunga Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah

dibawa oleh para pedagang India. Saat ini, batik bisa ditemukan di banyak negara

seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia,

batik juga sangat populerdi beberapa Negara di Benua Afrika. Walaupun

demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari

Inonesia, terutama dari Jawa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik batik

adalah proses tutup celup yang meliputi pelekatan lilin batik, pemberian warna,

dan pelorodan. Sedangkan jenis batiknya menurut Anindito Prasetyo (2010: 7)

ada 2 jenis, yaitu:

a. Teknik tulis

Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting, yaitu alat yang

terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan

memiliki ujung berupa saluran/ pipa kecil untuk keluarnya malam dalam

membentuk gambar awal pada permukaan kain. Bentuk gambar atau desain pada

batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih

luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan

batik cap.

Page 46: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

30

Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata

(tembus bolak balik) khusus bagi batik tulis yang halus. Warna dasar kain

biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan motif (batik tulis

putihan/ tembokan). Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada

lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya.

b. Teknik cap

Dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang

dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk pembuatan

satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar: 20cm x 20cm

dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu. Bentuk gambar/ desain pada batik cap

selalu ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak berulang dengan

bentuk yang sama, dengan ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan

dengan batik tulis. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.

Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada

goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan penutupan pada

bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang biasa dilakukan pada

proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan mengejar harga jual yang lebih murah

dan waktu produksi yang lebih cepat.

2. Bahan Baku dalam Seni Lukis Batik

Bahan baku merupakan unsur fisik yang digunakan sebagai media dalam

karya seni dan merupakan bagian penting dalam penciptaan. Mengenai bahan

baku (wojowasito, 1985 : 110) megemukakan bahwa : bahan baku adalah

bersumber dari kata materi sebagai persamaan dengan kata benda, sedangkan

Page 47: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

31

bahan-bahan sendiri memberikan pengertian 1) bakal, barang lain, 2) hal atau

barang apa yang akan dibicarakan. Berbagai macam bahan baku yang bisa

digunakan seniman diantaranya yaitu dari tanah liat, kayu, semen, cat, perunggu,

dan segala macam bahan yang lain.

Berdasarkanbeberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

bahan baku adalah suatu unsur yang bersifat fisik baik berupa bahan, bakal,

barang kebendaan untuk membuat suatu karya seni sesuai dengan potensi tiap-tiap

bahan baku tersebut, bahan baku merupakan pendukung dalam teknik dan unsur

penting dalam proses penciptaan sebuah karya seni.

Perkembangan seni batik dewasa ini telah berkembang pula bahan baku

yang digunakan oleh pengrajin-pengrajinnya. Bahan baku dalam seni Batik

bermacam-macam jenisnya. Dengan adanya keragaman tersebut akan

mendatangkan kreativitas bagi pengrajin pengrajin dalam mengembangkan teknik

pribadinya.

Hal ini seperti diungkapkan oleh Sidik (1973 : 17), pilihan kita terhadap

bahan baku bukan masalah kesempatan. Setiap bahan baku mempunyai

kemampuan dan keterbatasannya dan merupakan bagian dari aktivitas kreativitas

seniman untuk menentukn apakah bahan baku yang dipakainya cocok untuk

mengekspresikan dari konsepnya serta secara teknik mampu menanganinya.

Adapun bahan baku yang digunakan dalam membatik adalah sebagai

berikut :

Page 48: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

32

a. Mori

Mori dapat digolongkan menjadi beberapa golongan berdasarkan

kualitasnya. Penggolongan kain mori menurut kehalusannya, dapat dibedakan

menjadi tiga golongan, yaitu golongan pertama yang sangat halus disebut

Primissima, kemudian golongan kedua yang disebut Prima, sedangkan yang

ketiga disebut Biru (Murtihadi dan Mukminatun, 1979 : 31)

1. Mori Primissima

Mori Primissima adalah golongan mori yang paling halus. Mori

primissima ini mengandung kanji yang ringan sehingga mudah dihilangkan

dalam mencuci.

2. Mori Prima

Mori Prima merupakan jenis mori halus sesudah Primissima, mori

Prima ini banyak dipakai untuk kain-kain batik tulis dan cap yang halus

sampai sedang. Kain jenis ini diperdagangkan dalam bentuk piece atau

gulungan. Susunan kain rata-rata mempunyai jumlah benang tiap inci untuk

lungsi 85-105 dan untuk pakan 70-90 (Murtihadi dan Mukminantun, 1973 :

32).

3. Mori Biru

Mori Biru adalah golongan Mori kualitas ketiga. Mori ini digunakan

untuk batik kasar atau sedang, tidak untuk batik tulis halus. Mori ini juga

diperdagangkan dalam bentuk piece (gulungan) lebar 40 atau 100 cm,

panjang 16 yard, 30 yard, 40 yard (Riyanto dkk., 1997 : 33)

Page 49: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

33

b. Lilin Batik

Lilin batik berfungsi untuk menutup permukaan kain menurut gambar

kain, supaya permukaan kain yang diberi gambar tersebut tidak terkena warna

pada waktu proses pewarnaan.

c. Warna

1. Warna alami

Pada jaman dahulu bahan warna batik diperoleh langsung dari alam.

Di Indonesia bahan warna alam sangat mudah diperoleh karena Indonesia

merupakan negara agraris yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Warna alam

diperoleh dari ramuan tradiional tumbuh-tumbuhan seperti : akar-akaran,

daun, kulit pohon, batang pohon, bunga, dan sebagainya.

Sifat-sifat warna alam adalah warna terbatas pada warna tua, seperti

biru, hitam, soga, hijau lumut, coklat tua, sifatnya kurang cerah, mudah

luntur, lazimnya untuk warna batik tradisional (Sugiyono, 1980 : 32)

2. Warna Sintetis

Warna sintetis adalah warna yang dihasilkan dari proses kimia.

a. Golongan cat Soga

Pada umumnya cat-cat soga buatan termasuk cat direk atau cat

langsung. Dalam pemakaiannya, cat soga buatan dapat dibedakan menjadi

tiga bagian, yaitu cat soga bangkitan yang disebut juga soga garam, kedua

cat soga sarenan kapur, dan yang ketiga cat soga chroom (Murtihadi dan

Mukminatun, 1979 : 36)

Page 50: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

34

b. Golongan Cat Napthol

Warna jenis napthol terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama

disebut napthol selalu ditandai dengan kode A. S., sedangkan bagian kedua

disebut garam yang berfungsi sebagai pembangkit warna dan pengunci

warna (Sugiyono, 1980 : 37)

c. Golongan cat Indigosol

Indigosol adalah zat warna secara kimiawi dari garam-garam

natrium dan ester-ester disolfat. Ciri-ciri indigosol ialah kemampuannya

segera membentuk zat warna aslinya.

Bedanya dengan cat bejana lainnya yaitu dapat larut dalam air

panas dan tidak memerlukan pelarutan tertentu (Riyanto dkk, 1997: 21)

d. Golongan Cat Rapid

Warna jenis rapid adalah warna yang dalam pemakaiannya

menghasilkan warna yang rata karena bagian yang diberi warna adalah

bidang yang tidak terlalu luas.

3. Alat untuk Membatik

Pengertian alat menurut kamus bahasa Indonesia, (1976: 29) yaitu “Barang

yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu, perkakas perabotan atau barang sesuatu

yang dipakai untuk mencapai suatu maksud”.Jadi yang dimaksud dengan alat

sehubungan dengan tugas ini adalah perkakas atau peralatan untuk berkarya.

Alat merupakan faktor yang penting dalam mendukung terciptanya karya

batik, disamping faktor teknik dan bahan baku yang digunakan. Masing-masing

bahan baku mempunyai cara-cara tersendiri dalam pengerjaannya, dan cara

Page 51: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

35

pengerjaan ini membutuhkan alat-alat yang khusus dirancang dan diciptakan

untuk keperluan membatik sesuai dengan bahan baku yang digunakan.

Menurut Suryanto dan Murtihadi (1979 : 97), menyatakan bahwa alat-alat

yang dipakai dalam proses pembatikan pada umumnya yaitu sebagai berikut :

1) Canting

2) Canting Klowong : dipakai untuk bagian-bagian lukisan yang merupakan

bentuk pokok dari lukisan yang dibuat.

3) Canting cecek : dipakai untuk membuat cecek atau ttik-titik dalam isen-

isen, paruh canting ini lebih kecil dibanding paruh canting klowong.

4) Canting tembokan : dipakai untuk menutup pada bidang atau gambar

pada bidang di atas gambar yang lebar dan dikehendaki. Lubang paruh

tembokan ini paling besar dibanding jenis canting yang lain.

5) Canting corat : dipakai untuk membuat garis-garis kembar atau garis

yang lebih dari satu.

a. Wajan

Wajan terbuat dari logam, digunakan untuk tempat malam atau lilin yang

akan dicairkan dengan jalan dipanaskan memakai kompor. Pada waktu melukis

batik sebaiknya menggunakan wajan yang cekung agar mudah mengambil lilin

dengan canting.

b. Kompor

Kompor dipakai untuk memanaskan lilin agar mencair sehingga malam

atau lilin tersebut dapat digunakan untuk melukis dan melekat pada mori.

Page 52: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

36

Keuntungan menggunakan kompor selain cepat menyalakan, juga dapat

dibesarkecilkan apinya sesuai dengan kebutuhan.

c. Gawangan

Gawangan yaitu tempat untuk membentangkan mori pada waktu melukis.

Gawangan ini dapat terbuat dari bambu dan dapat pula terbuat dari kayu yang

dapat berdiri dengan panjang melebihi kain yang dilukis, sedang tingginya

tergantung tinggi rendahnya tempat duduk.

d. Waskom atau Leregan

Waskom atau leregan dipakai untuk membuat warna dan untuk mencelup.

Merupakan suatu wadah yang berbentuk hampir menyerupai ember (bak).

e. Sarung Tangan, Sepatu dan celemek

Sarung tangan, sepatu dan celemek fungsinya sebagai pelindung kesehatan

kerja. Sarung tangan dipakai pada saat mewarnai kain yang telah dicanting,

supaya tangan tidak terkena zat kimia yang terkandung dalam pewarna. Sarung

tangan ini biasanya berbahan plastik supaya tidak tembus air. Sepatu berfungsi

untuk melindungi kaki pada saat mencanting supaya tidak ketetesan malam. Bisa

juga digunakan pada saat proses pewarnaan. Supaya kaki tidak terkena zat

pewarna. Sedangkan celemek berfungsi untuk melindungi badan pada saat

mencanting maupun mewarnai kain.

f. Cangkir dan sendok

Cangkir dan sendok dipakai untuk mencairkan obat pewarna. Karena

sebagian pewarna batik membutuhkan air panas dan dicairkan terlebih dahulu

sebelum dicampur dengan air dingin.

Page 53: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

37

g. Ember Plastik

Ember plastik dipakai untuk tempat air dalam mencelupkan kain pada

pewarna yang telah dicairkan terlebih dahulu.

h. Galah Penjemuran

Galah penjemuran dipakai untuk tempat pengeringan kain setelah proses

pewarnaan selesai. Pada proses ini sangat membutuhkan galah penjemuran supaya

kandungan air yang telah meresap pada kain pada proses pewarnaan sebelumnya

cepat menetes dan kering.

4. Motif

Motif adalah bentuk-bentuk nyata yang dipakai sebagai titik tolak dalam

menciptakan suatu ornamen (Mulyadi, 1983 : 57). Dengan kata lain dapat

diartikan bahwa motif merupakan pokok dari suatu ide dalam karya seni.

Hubungan dan kedudukannya dalam ornamen, maka motif merupakan bentuk

pokok yang diolah dengan cara penyusun beberapa variasi sehingga menghasilkan

suatu pola (Soedardjo, 1982 : 2 ).

Herry (2013: 46) menjelaskan bahwa motif batik yang beredar di pasaran

saat ini terdiri dari motif batik klasik dan motif batik modern. Motif batik klasik

merupakan motif batik yang sudah ada sejak dahulu kala. Setiap motif batikle

klasik ada maknanya bagai pemakai. Batik klasik atau tradisional memiliki ciri-

ciri diantaranya adalah : 1) mempunyai ragam hias yang mempunyai motif ular,

barong, geometris, pagoda, 2) coraknya mempunyai arti simbolik pada masing-

masing motifnya, 3) warna cenderung gelap, biasanya putih, hitam, coklat

kehitaman atau cokelat tua, 4) biasanya merupakan ciri khas daerah asal batik

Page 54: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

38

tersebut. Sedangkan untuk batik modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1)

mempunyai ragam hias bebas, biasanya binatang, tumbuhan, rangkaian bunga,

buah dan sebagainya, 2) motif batik tidak memiliki arti simbolik tertentu, 3)

warna yang digunakan bebas, tidak terikat pada pakem, seperti biru, merah, ungu,

3) biasanya motif batik modern tidak memiliki ciri khas daerah asal.

Lanjut Herry (2013: 48) bagian motif batik ada dua macam, yaitu ornamen

dan isen. Ornamen adalah motif utama sebagai unsur dominan dalam motif batik.

Pada ornamen ini terdapat gambar atau pola yang jelas dan membentuk motif

tertentu sehingga menjadi fokus dalam kain batik tersebut. Dalam batik klasik

terdapat beberapa jenis atau bentuk ornamen batik truntum, parang, catleya,

ceplok dan lain sebagainya. Sedangkan isen adalah motif pengisi sebagai unsur

pelengkap dalam motif batik. Isen menjadi pemanis dalam keseluruhan motif.

tanpa isen, gambar yang ada akan terasa kaku dan kurang menarik. Yang

termasuk dalam unsur isen antara lain titik, garis, garis lengkung dan lain

sebagainya. Pada batik tulis klasik, isen menjadi unsur penentu kehalusan proses

pembuatan titik dan garis, khususnya yang kecil-kecil.

Selain motif batik ada juga yang namanya desain pola batik. Pola motif

batik dibagi menjadi 3 motif, yaitu:

1) Motif geometris

Merupakan motif batik yang ornamennya merupakan susunan geometris.

Ciri-ciri motif geometris ada dua macam, yaitu: 1) raportnya ada yang

berbentuk segi empat, persegi panjang, atau lingkaran. Adapun motif batik

yang memiliki raport segi empat adalah golongan Banji, Ceplok, Ganggang,

Page 55: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

39

Kawung. 2) raportnya tersusun dalam garis miring, sehingga membentuk

belah ketupat. Contoh motif ini adalah motif parang dan udan liris.

2) Motif non geometris

Motif non geometris meliputi motif yang berupa manusia, binatang, dan

tumbuhan.

3) Motif benda mati

Motif benda mati, yang meliputi simbol-simbol yang berupa air, api, awan,

batu, gunung, dan matahari.

B. PenelitianRelevan

Penelitian dengan judul StrategiPembelajaranMusikAnak di SanggarNafs-

I-Ghira Yogyakarta yang merupakan penelitian yang dilakukan oleh

MelaniaSeptianDesti pada tahun 2015 merupakan penelitian yang relevan dengan

penelitian yang berjudul StrategiPembelajaran Batik di SanggarIntensive Batik

CourseTamansari Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Melania tersebut

dilakukan dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik yang

dilakukan untuk mengumpulkan data di sanggarNafs-I-Ghira Yogyakarta ini

adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari uraian data yang

disajikan pada penelitian tersebut, Melania mendeskripsikan strategi pembelajaran

yang digunakan di sanggar Nafs-I-Ghira Yogyakarta. Fokus pada penelitian ini

adalah strategi pembelajaran musi anak di sanggarNafs-I-Ghira Yogyakarta dan

mendeskripsikan tujuan, materi, metode serta media pembelajaran. Hasil dari

penelitian ini adalah strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi

pembelajaran langsung dan strategi pembelajaran interaktif.

Page 56: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

40

BAB III CARA PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian

deskriptif ini dilakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu

menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah

untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai

populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan

situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif

sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat

prediksi, maupun mempelajari implikasi ( Azwar, Saifuddin: 2014).

Djunaidi dan Fauzan (2012: 13) menjelaskan penelitian kualitatif

dutujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas

sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran manusia secara individu

maupun kelompok. Penelitian kualitatif bersifat induktif. Artinya peneliti

memberikan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka

untuk interpretasi. Data dihimpun dengan cara saksama, mencakup deskripsi

dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang

mendalam, serta hasil analisis dokumen lain. Penelitian kualitatif merupakan salah

satu metode penelitian yang bertujuan mendapatkan pemahaman tentang

kenyataan melalui proses berpikir induktif.

Page 57: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

41

Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif yang di dalamnya

mendiskripsikan hasil dari penelitian mengenai strategi pembelajaran dan hasil

karya pada sanggar batik “Intensive Batik Course “. Tujuannya untuk mengetahui

bagaimana strategi pembelajaran pada sanggar batik ini, yang mengajarkan batik

kepada peserta sanggar mulai dari belum bisa hingga sudah bisa dalam membatik

dengan mandiri, juga untuk mengetahui bagaimana hasil karya batik peserta

sanggar.

B. Data Penelitian

Sebagaimana dalam penelitian jenis kualitatif pada umumnya, data

merupakan aset penting karena dalam sumber informasi untuk menguatkan

kontruksi pengetahuan. Data dan sumber utama yang disajikan dalam penelitian

kualitatif berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau

diwawancarai (Moleong 2006: 157). Data yang berupa kata-kata tersebut nantinya

disusun secara naratif deskriptif. Selain data dalam bentuk kata-kata, dalam

penelitian ini data juga berupa gambar dimana hal ini sejalan dengan sifat dari

penelitian kualitatif. Data tersebut diambil dengan metode wawancara, observasi,

dan dokumentasi. Data berupa kata-kata ditunjukan untuk mendeskripsikan

strategi dan hasil karya batik sanggar “Intensive Batik Course”.

Sedangkan data yang berupa gambar digunakan untuk memperjelas dan

memperkuat data yang berupa kata-kata tersebut atau sebagai bukti. Sebuah data

dalam penelitian kualitatif berasal dari sumber data menggunakan teknik

pengumpulan data.

Page 58: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

42

Bentuk data berupa kalimat atau narasi dari subjek atau responden

penelitian yang diperoleh melalui suatu teknik pengumpulan data yang kemudian

data tersebut akan dianalisis dan diolah dengan menggunakan teknik analisis data

kualitatif dan akan menghasilkan suatu temuan atau hasil penelitian yang akan

menjawab pertanyaan penelitianyang diajukan (Herdiansyah, 2010: 116).

Data dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan

pembelajaran kursus pada sanggar batik “Intensive Batik Course” di Tamansari

Yogyakarta. Data yang dimaksud dalam penelitian ini berupa uraian-uraian

berkaitan dengan strategi pembelajaran pada kursus batik tersebut.

C. Sumber Data Penelitian

Pelaksanaan penelitian kuliatatif tidak lepas dari beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam penggumpulan informasi atau data agar dapat diperoleh sesuai

dengan yang diharapkan peneliti. “Pengumpulan data dapat dilakukan dalam

berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara” (Sugiyono, 2013: 193). Dari

ketiga hal tersebut teknik pengumpulan data merupakan bagian salah satu aspek

yang terpenting dalam pelaksanaan penelitian, melalui berbagai sumber

diharapakan dapat diperoleh informasi atau data mengenai proses pembelajaran

pada kursus batik di Tamansari Yogyakarta. Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan

bahwa pengumpulan dapat dilakukan dengan menggunkan sumber primer, dan

sumber sekunder.

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa untuk memperoleh informasi

atau data penelitian dapat dilakukan dengan mengunakan sumber primer dan

sumber sekunder. Sugiyono (2013: 193) mengemukankan bahwa sumber primer

Page 59: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

43

adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan

sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data misalnya menggunakan perantara atau lewat dakumen.

Untuk memperoleh informasi atau data mengenai proses pembelajaran

pada kursus batik di Tamansari Yogyakarta maka digunakan sumber data primer

dan sekunder, di mana narasumber dari penelitian ini adalah Pak Hadjir selaku

pengelola tempat kursus sekaligus sebagai pelatih kursus batik, peserta batik, dan

juga pihak lain yang turut dalam kursus membatik.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang paling utama dalam penelitian kualitatif adalah

manusia, dalam hal ini adalah peneliti itu sendiri. Kedudukan peneliti dalam

penelitian kualitatif merupakan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data,

analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya

(Moleong, 2014:168). Peneliti sebagai instrumen juga harus tetap melengkapi diri

dengan acuan atau pedoman tentang apa yang akan diteliti sehingga data yang

didapatkan tidak melebar lebih jauh. Untuk memperoleh data yang sesuai dengan

pokok permasalahan penelitian, maka selain instrumen utama penelitian ini juga

membutuhkan instrumen pendukung atau alat bantu lainnya berupa:

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara merupakan suatu alat bantu pengumpulan data yang

berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang inti permasalahan yang telah disiapkan

untuk ditanyakan langsung pada nara sumber dengan tujuan untuk mencari

informasi secara mendalam dan terperinci tentang strategi pembelajaran batik di

Page 60: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

44

sanggar “Intensive Batik Course”. Pernyataan-pernyataan yang dimuat dalam

pedoman wawancara tersebut berupa pernyataan yang berhubungan dengan

penelitian.

2. Pedoman Observasi

Agar proses pengamatan berjalan sesuai rencana, maka sebuah penelitian

membutuhkan lembar acuan atau patokan untuk digunakan pada saat observasi

atau pengamatan langsung. Lembar tersebut memuat tentang apa saja yang perlu

diamati atau yang berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian. Pedoman

observasi berisi tentang apa saja yang perlu diamati atau yang berkaitan dengan

pokok permasalahan penelitian, yaitu tentang strategi pembelajaran di “Intensive

Batik Course” dan hasil karya peserta sanggar.

3. Pedoman Dokumentasi

Pedoman dokumentasi digunakan untuk mencari dan melengkapi data

yang berhubungan dengan fokus permasalahan, yaitu strategi pembelajaran batik

di “Intensive Batik Course” dan hasil karya peserta sanggar. Pencarian

dokumentasi dibatasi pada sumber tertulis yang dikeluarkan oleh satuan

pendidikan yang berupa buku dan tulisan yang berkaitan dengan data penelitian.

Pedoman dokumentasi yang digunakan antara lain materi pembelajaran (hand

out), data peserta sanggar, dokumen gambar/ foto proses kegiatan pembelajaran

batik, dokumen perangkat pembelajaran batik, dokumen hasil karya batik peserta

sanggar.

Page 61: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

45

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitii tidak akan mendapatkan

data yang memenuhi standar yang ditetapkan (Sugiyono: 2010)

Suharsimi, A. (2006) menjelaskan ada beberapa teknik pengumpulan data

yang diakai dalam pengumpulan data, antara lain observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada

natural condition (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan sekunder lebih

banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara

mendalam (in depth interview), dan dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yaitu uraian penjelasan mengenai cara peneliti

melakukan pengumpulan data yang disesuaikan dengan jenis penelitian. Data

dalam penelitian ini dikumpulkan selama kegiatan penelitian berlangsung yaitu

dimulai pada tanggal 3 April 2016 sampai 10 April 2016. Teknik pengumpulan

data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik

pengumpulan data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Teknik Ovservasi

Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan

mengikuti. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan

untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Ini dari observasi adalah

adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang

Page 62: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

46

tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat

didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur (Herdiansyah : 2010)

Observasi atau pengamatan dilakukan secara sistematis terhadap objek

penelitian dengan cara meneliti, mengamati, merangkum, dan mendata kejadian

yang ada di lapangan. Observasi yang dilaksanakan adalah untuk melihat

langsung atau pengamatan langsung terhadap proses kursus batik di sanggar

Tamansari. Maksud pengamatan dalam penelitian ini adalah peneliti mengadakan

pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian yaitu di sanggar batik “Intensive

Batik Course” Tamansari Yogyakarta.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana: 2002).

Percakapan dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas

pertanyaan tersebut. Berhubungan dengan penelitian kualitatif, wawancara dapat

berfungsi deskriptif, yakni melukiskan kenyataan hasil data yang diperoleh dari

lapangan. Dari bahan-bahan tersebut dapat diperoleh gambaran yang lebih

objektif tentang masalah yang diselidiki.

Subjek yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Pak Hadjir selaku

pengelola tempat kursus sekaligus sebagai pelatih kursus batik dan peserta kursus

batik.

Page 63: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

47

3. Dokumentasi

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan teknik

dokumentasi. Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data

kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh

subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek (Herdiansyah: 2010). Studi

dokumentasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk

mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis

dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat oleh subjek yang bersangkutan.

Dokumentasi yang dimaksudkan sebagai proses pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan. Dokumen-dokumen tersebut diantaranya: data

peserta sanggar, materi kursus sanggar, dan brosur sanggar.

F. Teknik Analisis Data

Teknik Analisa data dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang

diungkapkan oleh Lexy Moleong (2005: 280) sebagai berikut:

Analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa analisa data

merupakan proses analisis dengan cara menelaah seluruh data yang dilakukan

dengan wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumentasi.

Page 64: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

48

Selanjutnya menurut Janice Mc. Drury (Collaborative Group Analysis of

Data, 1999) tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut: membaca atau

mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data;

mempelajari kata kunci itu, dan berupaya menemukan tema-tema yang berasal

dari data (Lexy Moleong: 2005).

Analisis data kualitatif (bogdan dan Biklen: 1982) adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-

milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang

harus diceritakan kepada orang lain (Lexy Moleong: 2005).

Penelitian ini menggunakan tehnik analisis data yang bersifat deskriptif

kualitatif, yaitu mendeskripsikan pembelajaran pada pelatihan membatik di

Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta mengenai strategi

pembelajaran, proses dan hasil dari pelatihan batiknya. Data yang diperoleh

dianalisa dan dideskripsikan sesuai dengan kenyataan yang ada.

Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi yaitu reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

1. Reduksi Data

Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengkategorisasian,

penyederhanaan, atau pentransformasikan data kasar. Pada mulanya

diidentifikasikan adanya satuan kecil yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam

data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus masalah penelitian.

Page 65: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

49

2. Penyajian Data

Merupakan sajian informasi data beserta pembahasannya, yang tersajikan

dalam bentuk desktiptif atau teks naratif, sesuai dengan masalah, sehingga

kesimpulan penelitian dapat ditemukan.

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Merupakan proses menentukan keputusan akhir atas temuan penelitian,

sesuai dengan hasil data penelitian yang telah dibahas, sehingga permasalahan

penelitian dapat dirumuskan jawabannya secara sederhana.

G. Pemeriksaan Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dilakukan untuk mengecek kembali data yang

sudah diperoleh tujuanya untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam

pengumpulan data yang sudah diambil dari berbagai sumber. Kegiatan ini meiputi

beberapa langkah seperti;

a) Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan

pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang ditemuai maupun yang

baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara

sumber akan semakin terbentuk raport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi),

semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang

disembunyikan lagi.

b) Triangulasi

Triangulasi adalah cara untuk menguji keabsahan data tersebut. Terdapat

tiga macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, peneliti, dan teori. Triangulasi

Page 66: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

50

sumber berarti peneliti mencari data lebih dari satu sumber, misalnya pengamatan

dan wawancara. Triangulasi peneliti berarti pengumpulan data lebih dari satu

orang dan hasilnya dibandingkan dan ditemukan kesepakatan. Triangulasi teori

berarti mempertimbangkan lebih dari satu teori atau acuan (Moleong, 2000:178)

Berdasarkan penjelasan di atas, triangulasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah triangulasi sumber. Yaitu membandingkan dan mengecek

kembali informasi yang diperoleh dalam observasi, wawancara, dan dokumentasi

dengan sanggar “Intensive Batik Course” dan masyarakat sekitarnya.

Page 67: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keberadaan Sanggar

1. Lokasi Sanggar

Sanggar batik “Intensive Batik Course” terletak di Taman KT I/314

Yogyakarta, Kelurahan Patehan, Kecamatan Keraton Yogyakarta. Berada di

dalam area Tamansari, lebih tepatnya depan pintu Tamansari. Lokasinya sangat

strategis, karena keberadaannya yang sangat dekat dengan Tamansari sehingga

banyak para wisatawan yang tertarik untuk mampir dan melihat proses

pembelajaran batik.

Gambar I : Denah lokasi Sanggar

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 68: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

52

2. Sejarah Berdirinya Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Sanggar batik “Intensive Batik Course” berawal dari keadaan instruktur

sanggar yang terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Sebagai seorang guru di tahun

60-an penghidupannya agak sulit. Ia kemudian mempelajari seni membatik, dan

hasil karyanya kemudian dijual. Suatu hari di tahun 1970 ia melihat di depan

rumahnya ada sepasang suami istri turis asing duduk-duduk dengan wajah

murung, mereka adalah Mrs Smand Snid dan Mr Jeffry Wilton dari Thailand.

Ketika ditanya oleh Pak Hadjir apakah dia kehilangan sesuatu? Mereka menjawab

“Saya ingin belajar membatik, tetapi sangat kecewa di Yogyakarta tidak ada

kursus membatik”. Pak hadjir kemudian menawarkan diri untuk mengajarnya.

Tetapi karena pada waktu itu Pak Hadjir masih belum punya ilmu tentang

membatik akhirnya Pak Hadjir meminta tolong kepada temannya untuk

mengajarkan batik kepada kedua turis tersebut, tetapi Pak Hadjir berperan sebagai

pemandu bahasanya.

Kemudian Pak Hadjir langsung membeli peralatan dan perlengkapan untuk

membatik seadanya. Esoknya dua orang itu mulai belajar membatik. Ternyata

hasil karya yang diciptakan kedua tersebut sangat bagus, karena pada dasarnya

kedua orang tersebut adalah seniman. Sehingga sangatlah gampang baginya untuk

membuat karya yang bagus baginya, hanya saja teknik pembuatan batiknya

seperti apa dia tidak tahu. Kemudian karya tersebut dibawa ke hotel tempat

mereka berdua menginap bersama rekan-rekan turis nya. Di penginapannya karya

batik tersebut sangat dikagumi oleh teman-temannya. Teman-temannya

Page 69: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

53 menyanyakan di manakah dia membelinya? Kedua turis tersebut menjawab

bahwa mereka tidak beli, tetapi mereka membuat sendiri dengan mengikuti kursus

di sanggar batik “Intensive Batik Course”. Sejak itulah Hadjir mulai dikenal

orang asing, karena banyak rombongan wisatawan yang ikut berlatih batik di

“Intensive Batik Course”.

Nama Hadjir menjadi terkenal karena gethok tular omongan dari mulut ke

mulut dan juga karena namanya tercantum di semua buku petunjuk wisata

international. Keterangan lebih lengkap terdapat dalam buku “Student Guide to

Asia” karya David Jenkins dari Australia. Dikatakan di sekitar Taman Sari banyak

terdapat galeri batik ukuran kecil dan tepat di pinggir jalan masuk utama Gapura

terdapat “Intensive Batik Course”, salah satu pusat batik “Kerjakan Sendiri”

paling populer di Jogja. Untuk mengetahui lebih jelas tentang tulisan orang asing

yang memuat berita tentang sanggar “Intensive Batik Course” dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 2: Tulisan panduan wisata orang asing yang memuat tentang “Intensive Batik Course”

No Nama Pengarang Judul Buku 1. David Jenkins Student Guide to Asia 2. Tony Wheeler South East Asia on a Shoestring 3. Bill Dalton Indonesia Hand Book 4. Rober Treichler Suedostasien Selbst Entdecken 5. Pedro Tarallo Le Guide du Routard

Kegiatan pembelajaran membatik di sanggar “Intensive Batik Course” ini

pernah ditulis oleh seorang jurnalis USA bernama Lewis W. Simon. Diterbitkan

di surat kabar The Washington Post pada tanggal 15 Juni 1983. Sehingga hal ini

semakin membuat “Intensive Batik Course” semakin dikenal oleh orang asing.

Page 70: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

54

Sanggar ini pada mulanya bernama “Intensive and Informative Batik

Course” pada tahun 1970-an. Kemudian sanggar tersebut pada tahun 1980

mendatangkan guru batik dari “Research Batik Centre” (Semaki). Setelah itu

barulah sanggar tersebut berubah nama menjadi “Intensive Batik Course”. Nama

sanggar batik ini dibuat sendiri oleh Pak Hadjir selaku instruktur sanggar batik.

Pada tahun 1995 sanggar ini telah mendapat izin dari Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan untuk menyelenggarakan kursus. (Lihat lampiran hal. 139)

Sanggar batik “Intensive Batik Course” ini memiliki fungsi yaitu

memfasilitasi peserta sanggar yang memiliki minat dan bakat di bidang kerajinan

batik, sehingga diharapkan para peserta sanggar bisa mengoptimalkan bakatnya

dalam berkarya batik. Memfasilitasi peserta sanggar, maksudnya peserta sanggar

yang kemampuannya biasa saja dilatih untuk menjadi mahir dalam membatik, dan

peserta didik yang belum bisa sama sekali dalam membatik akan tahu dan bisa

untuk membatik.

Secara umum sanggar batik “Intensive Batik Course” tidak jauh berbeda

dengan sanggar-sanggar batik yang ada di daerah Yogyakarta maupun luar kota

Yogyakarta. Namun perbedaan sanggar “Intensive Batik Course”secara khusus

dengan sanggar-sanggar batik yang lain di antaranya adalah proses awal dari

pembelajaran batik. Pada awal proses membatik, peserta sanggar dilatih untuk

melemaskan tangan (meluweskan tangan) untuk mencanting, dengan cara

diajarkan untuk mencanting suatu pola yang telah digambarkan di atas kain

menggunakan teres (pewarna) yang berbentuk seperti Nirmana Dwimatra.

Page 71: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

55 Diantaranya berbentuk garis-garis lurus yang diulang ulang, garis-garis lengkung

titik-titik, bulatan-bulatan kecil, garis-garis spiral dan lain sebagainya.

Jadi di sanggar “Intensive Batik Course” tidak langsung diajarkan untuk

membatik dengan motif batik pada umumnya, melainkan dengan cara tersebut di

atas. Dengan cara tersebut maka secara perlahan peserta sanggar akan luwes

ketika mencanting, dan memahami teknik mencanting yang bisa menghasilkan

hasil yang bagus. Karena pada tahap awal ini otomatis peserta sanggar bisa

mengetahui ketika ada suatu kekurangan dalam mencanting disebabkan karena

apa. Misalkan kurang maksimalnya hasil cantingan tersebut dikarenakan terlalu

dinginnya suhu cairan lilin malam, atau karena terlalu panasnya suhu lilin malam,

atau juga bisa dikarenakan kurang tepatnya cara memegang canting hingga

membuat kurang maksimalnya hasil.

Selain itu juga di sanggar “Intensive Batik Course” diajarkan pula rahasia

peracikan lilin malam dan pencampuran pewarna napthol. Kalau di sanggar lain

langsung dipraktekkan cara mencanting dan langsung disediakan lilin malam yang

telah jadi seperti umumnya, namun di sanggar batik ini diajarkan cara

peracikannya. Seperti cara peracikan lilin malam yang buat tembokan, dan buat

klowong.

Seiring dengan berjalannya waktu tentunya akan ada perkembangan pada

kualitas sanggar. Usaha untuk meningkatkan kualitas sanggar tentunya dari

instruktur sanggar sendiri terus belajar dalam hal teknik-teknik membatik untuk

anak dan bahan-bahan referensi batik untuk pemula maupun yang untuk

mendalami ilmu batik. Usaha peningkatan kualitas ini dilakukan instruktur dengan

Page 72: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

56 bergabung dengan komunitas “Sekar Jagat” sehingga dari komunitas ini bisa

saling bertukar informasi dan ilmu dengan anggota lainnya.

Untuk meningkatkan kualitas anak didik, diajarkan teknik-teknik baru,

bentuk-bentuk baru, dan dikenalkan pula beberapa peralatan membatik dengan

berbagai tingkatan kualitas. Memperkenalkan berbagai macam teknik, alat,

maupun berbagai referensi diharapkan bisa meningkatkan motivasi peserta

sanggar untuk bisa lebih kreatif dalam berkarya nantinya.

Anggaran dana sanggar “Intensive Batik Course”juga termasuk usaha

untuk peningkatan kualitas sanggar. Sumber dan anggaran sanggar “Intensive

Batik Course” berasal dari biaya administrasi seluruh peserta didik sanggar yang

dikenakan setiap awal program pembelajaran yang diambilnya. Adapun besarnya

administrasi yang dikeluarkan oleh peserta sanggar adalah Rp 350.000,- per paket

(tiga kali pertemuan). Dari anggaran tersebut diambil untuk honor instruktur

sanggar “Intensive Batik Course”, dan sebagian diambil untuk membeli keperluan

pembelajaran. Diantaranya adalah kain primisima, lilin malam, pewarna, canting

dan pelengkap lainnya. Karena tanpa adanya anggaran dana tersebut maka

pembelajaran batik otomatis tidak bisa berjalan karena tidak adanya media dan

perlengkapan untuk praktek membatik. Kualitas dari perlengkapan membatik pun

dipilih untuk yang berkualitas lebih bagus dan layak supaya mendapatkan hasil

yang lebih bagus.

Untuk menunjang kegiatan pembelajaran batik di sanggar batik “Intensive

Batik Course” memiliki prasarana sebagai berikut:

1. Ruangan 3m X 4m (untuk penyampaian materi teori ajar batik)

Page 73: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

57

2. Ruangan terbuka 3m X 6m (untuk ruang praktek batik)

3. Ruang dapur 2,5 X 3m (ruang pelorodan batik)

4. Ruang jemur untuk menjemur kain yang telah selesai diwarna

5. Akses jalan menuju sanggar yang sudah sangat memadahi.

3. Program Pembelajaran Sanggar

Sanggar batik “Intensive Batik Course” memiliki suatu program dalam

pelaksanaan pembelajarannya. Program tersebut adalah program paket

pendalaman materi batik disertai dengan praktek membatik. Paket ini

dilaksanakan seminggu sekali selama 4 jam, sehingga 1 bulan akan ada 3 kali

pertemuan dengan jumlah 12 jam. Paket ini merupakan paket umum yang diambil

para peserta sanggar pemula. Jika dengan paket ini merasa belum cukup maka

peserta sanggar dapat mengambil paket tambahan 125rb setiap hari nya dengan

durasi 4jam.

Tabel 3. Program pendidikan sanggar batik “Intensive Batik Course” No Point Program Keterangan 1. a. Paket kursus materi

dan praktek b. Pendalaman

program

a. Biaya : Rp 350.000,- seminggu 1x pertemuan/ 3x dalam seminggu b. Biaya : Rp 125.000,- / hari

2. Tatap muka Setiap pertemuan 4 jam 3. Biaya administrasi Pembayaran kursus membatik dilakukan pada

awal pembelajaran. 4. Kelas pemula Kelas pemula dilakukan setiap hari Minggu 5. Kelas pendalaman

materi Bebas memilih hari (selama Pak Hadjir tidak ada kepentingan), tetapi tetap diprioritaskan yang hari Minggu

4. Profil Guru Sanggar

Sanggar batik “Intensive Batik Course” yang telah berdiri sejak tahun

1970 itu dahulunya terdapat 2 instruktur yang mengajarkan batik. Yaitu Bapak

Page 74: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

58 Hadjir yang sampai saat ini masih aktif menjadi instruktur sekaligus owner

(pendiri) dari sanggar “Intensive Batik Course” dan juga temannya. Tetapi teman

Pak Hadjir ini hanya bertahan beberapa saat sebelum akhirnya ia melepaskan

sendiri dari sanggar “Intensive Batik Course”. Sehingga tinggal Pak Hadjir

sendiri yang menjadi instruktur dalam sanggar ini hingga sekarang.

Bapak Hadjir selaku pendiri sekaligus instruktur dari sanggar “Intensive

Batik Course” memang memilih untuk mengajarkan batik itu dengan sendiri,

artinya tidak merekrut orang untuk membantunya mengajar setelah sebelumnya

ada satu teman yang membantunya mengajar. Hal ini dikarenakan menurut beliau

bisa menjadi lebih efektif dengan satu guru yang mengajarkan kepada peserta

sanggar, karena memang sebenarnya jumlah peserta sanggarnya pun sudah tidak

sebanyak dahulu.

Bapak Hadir ini memiliki nama lengkap Drs. Hadjir Digdodarmodjo. Lahir

di Yogyakarta, 20 Desember 1931. Bapak Hadjir Digdodarmodjo tinggal di

daerah Taman KT I/314 Yogyakarta, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton

Yogyakarta. Pak Hadjir adalah seorang pensiunan PNS Guru diperbantukan di

SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Meskipun Pak Hadjir pensiunan PNS Guru

diperbantukan di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta tetapi pada awalnya pak

Hadjir ini adalah seorang guru SD (bukan PNS) dengan gaji yang sangat kecil.

Hingga akhirnya pada tahun 1957 Pak Hadjir diangkat sebagai PNS. Setelah

diangkat PNS itu barulah Pak Hadjir bisa mengambil kuliah di IKIP Yogyakarta.

Pada waktu itu IKIP Yogyakarta masih bertempat di daerah sekitar Sayidan. Yang

Page 75: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

59 sekarang sudah berganti nama menjadi UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) dan

bertempat di daerah Karangmalang, Caturtunggal, Depok, Sleman Yogyakarta.

Kuliah Pak Hadjir tidak bisa selesai dengan waktu yang ditentukan karena

memang ada suatu masalah di pertengahan kuliahnya. Hingga pada akhirnya Pak

Hadir melanjutkan studinya di IKIP Yogyakarta hingga lulus, dan mengikuti

wisuda pada 8 Mei 1982. Dan pada hari wisudanya itu Pak Hadjir ditunjuk oleh

pihak IKIP untuk menjadi wakil wisuda pada periode itu.

Pak Hadjir sendiri pernah diundang ke Maffra, Melbourne, Australia pada

tahun 1983. Selama sebulan Pak Hadjir disuruh mengajar seni membatik pada

murid-murid “Maffra High School”. Sambutan mereka sangat mengesankan.

Kepergiannya ke negeri Kanguru ini juga karena kebetulan. Dalam musim libur,

kepala sekolahnya Mrs. Kaye Vardy belajar batik di “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta. Beberapa bulan kemudian Pak Hadjir diundang

berkunjung ke Australia.

Tidak semua murid dari “Intensive Batik Course” orang asing. Tahun

1987 Pak Hadjir mendapat murid Ibu Tamtomo, istri Duta Besar Indonesia untuk

India. Beliau khusus datang belajar batik, karena di India beliau sering ditanya

tentang batik Indonesia. Katanya batik India lebih kasar daripada batik Indonesia.

Ada lagi seorang ibu dari Samarinda ikut kursus batik. Sepulang dari Yogyakarta

ia membuat hem batik dengan motif Dayak. Ternyata banyak pejabat setempat

yang tertarik. Akibatnya ia mendapat order ratusan hem batik dengan motif dayak.

Page 76: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

60

Cita-cita Pak Hadjir memang agar di daerah-daerah berkembang seni batik

dengan motif daerah setempat. Batik sangat mudah dipelajari dan dapat membuka

peluang lapangan pekerjaan. Sedikit banyak akan mengurangi pengangguran. Pak

Hadjir setiap waktu membuka diri bagi siapa saja yang berminat akan belajar

membatik. Tentu saja dengan biaya-biaya tertentu, sekedar untuk mengganti

ongkos bahan-bahan yang diperlukan.

Sanggar batik ini telah memberikan hikmah yang tidak ternilai harganya

untuk keluarga Pak Hadjir. Rumahnya yang semula berdinding anyaman bambu,

kini telah dibangun dengan tembok. Pak Hadjir pun bisa membiayai ongkos

sekolah keempat anaknya. Dimana keempat anaknya semuanya juga mengikuti

program kuliah di Universitas ternama.

5. Anak Didik Sanggar

Berikut adalah daftar nama peserta sanggar “Intensive Batik Course”

periode minggu 1-2 bulan Mei 2016:

1. Nama : Angga Wiranto

Usia : 25th

Alamat : Wonogiri, Jawa Tengah.

Pekerjaan : Wiraswasta

Kebangsaan : Indonesia

2. Nama : Ardliyani

Usia : 23th

Alamat : Samirono, Caturtunggal, Depok, Sleman,

Pekerjaan : Mahasiswa

Kebangsaan : Indonesia

Page 77: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

61

3. Nama : Linda Dian Rahmawati

Usia : 21th

Alamat : Karangmalang A33c, Caturtunggal, Depok,

Sleman, Yogyakarta

Pekerjaan : Mahasiswa

Kebangsaan : Indonesia

Dilihat dari data peserta sanggar tersebut memang hanya sedikit. Beberapa

hal yang membuat peserta sanggar tidak sebanyak biasanya adalah karena

memang jadwal yang diambil oleh peserta sanggar ini tidak sama seperti jadwal

sanggar seperti biasanya. Jika biasanya sanggar “Intensive Batik Course” ini

menjadwalkan proses pembelajaran batik pada hari Sabtu/Minggu (peserta

memilih salah satu dari hari tersebut dan pembelajaran batik dilaksanakan selama

tiga minggu berturut-turut), tetapi pada pembelajaran batik kali ini dilaksanakan

selama satu minggu dengan jadwal hari Minggu, Selasa, Sabtu. Hal ini

dikarenakan ada suatu acara yang mendesak dari instruktur “Intensive Batik

Course” ini sehingga jadwal pembelajaran batik dirubah menjadi 3 kali dalam

seminggu.

Usia peserta sanggar bervariasi. Tidak ada batasan minimal dan batasan

maksimal dalam usia. Tetapi hingga saat ini yang mendaftar untuk mengikuti

sanggar batik ini rata-rata berusia remaja hingga dewasa, dahulu pernah ada anak

kecil umur 7 tahun wisatawan asing yang ikut dalam pembelajaran batik. Materi

yang diajarkan pun sama semua, tidak ada perbedaan materi pembelajaran.

Kecuali materi untuk peserta sanggar yang mengambil program pendalaman

Page 78: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

62 materi. Tingkat kesulitan pada praktek membatiknya otomatis lebih sulit dari

program yang di ambil sebelumnya.

Dalam suatu pembelajaran pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Dan tujuan

tersebut adalah suatu perubahan yang berkelanjutan atau perkembangan peserta

sanggar untuk lebih memahami dan lebih kreatif dalam hal membatik. Karena

mayoritas peserta sanggar di “Intensive Batik Course” adalah orang-orang yang

belum mengetahui seluk beluk batik, dan belum paham tentang tata cara proses

membatik.

Perkembangan peserta didik selama belajar di sanggar bisa dibilang

memiliki progres yang bagus. Peserta sanggar yang awal mulanya tidak tahu

mengenai seluk beluk batik mereka jadi tahu dan paham tentang seluk beluknya,

juga mereka yang sama sekali tidak tahu bagaimana cara membatik menjadi tahu

dan paham bagaimana cara membatik.

Di sanggar “Intensive Batik Course” ini peserta sanggar dilatih untuk

mencanting pada suatu kain. Bagi pemula yang belum pernah memegang canting

lalu mencanting lilin malam pada selembar kain adalah hal yang sangat sulit. Pasti

suatu kekakuan akan dirasakan oleh semua pemula. Malam yang menetes di luar

pola akan mengotori bagian kain sehingga membuat ketidakindahan hasil

cantingan. Tetapi setelah menjalani beberapa latihan dari pembelajaran batik ini

peserta sanggar menjadi bisa mencanting dengan baik dan menghasilkan suatu

karya yang bagus untuk kategori pemula.

Selain pemula ada juga peserta sanggar yang sudah pernah ada

pengalaman dalam membatik. Namun pengalaman membatiknya ini pun masih

Page 79: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

63 begitu kurang untuk menghasilkan karya yang bagus. Sehingga mereka yang

hanya pas-pasan kemampuannya dalam membatik bisa menjadi lebih mahir dan

paham dalam membatik. Mereka jadi lebih paham saat pencampuran rumus kimia

antara napthol dan garam hingga menghasilkan warna-warna tertentu.

Dengan demikian maka peserta sanggar yang semula tidak paham tentang

batik bisa menjadi paham dan lebih kreatif dalam membatik. Sehingga tidak

jarang pula mereka yang telah memiliki bekal keterampilan dalam membatik

menjadi termotivasi untuk menjadi lebih sukses karena ada suatu motivasi untuk

membuka lapangan kerja baru dengan berbisnis batik tulis.

Sampai saat ini sanggar “Intensive Batik Course”sudah mendidik sekitar

4300 siswa. Sanggar batik yang berdiri sejak tahun 1970 ini sebagian besar

peserta didiknya adalah warga negara asing. Tetapi juga tidak sedikit pula warga

negara Indonesia sendiri yang mengikuti pembelajaran batik di sanggar “Intensive

Batik Course”. Ada beberapa tokoh batik yang pernah belajar di “Intensive Batik

Course”. Di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Mr. Rudolf Smind, beliau memberi informasi telah mendirikan

museum batik di Jerman.

b. Mr. Friz Donart, menjadi seorang pelukis batik di Australia. Beliau

sudah pernah mengadakan pameran batik lukis di Yogyakarta.

c. Prof. David William, MSc, MA, Mtext Phd. Beliau Dosen ANU

(Australian National University)

d. Mrs. Lee Creswell, dosen batik di Cambridge Inggris.

e. Mrs. Alex Wilds, Executive Director Rose Hill Art Game.

Page 80: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

64

Cara perekrutan peserta didik sanggar yaitu dengan menyebarkan brosur

ke beberapa wisatawan yang melewati sanggar “Intensive Batik Course”. Karena

letak lokasinya di depan Tamansari sehingga banyak sekali setiap hari wisatawan

yang melewati sanggar ini. Dari situlah orang banyak yang mengetahui bahwa di

depan Tamansari terdapat suatu sanggar untuk kursus membatik. Dan orang-orang

yang tertarik untuk mendalami ilmu batik akan mendaftar di sanggar batik ini.

B. Strategi Pembelajaran

Pembelajaran yang dilakukan di sanggar “Intensive Batik Course” ini

menggunakan strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction). Strategi

pembelajaran yang digunakan di sanggar adalah strategi pembelajaran langsung

yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi, dan paling digunakan. Pada

strategi ini termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik,

pengajaran eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi. Strategi pembelajaran

langsung efektif digunakan untuk memperluas informasi atau mengembangkan

keterampilan langkah demi langkah

Dalam pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik Course”, instruktur

sanggar menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran. Karena dalam pembelajaran

ini membutuhkan penjelasan yang jelas dari instruktur, dan juga lebih banyak

latihan prakteknya untuk membuat karya batik. Sehingga instruksi dari instruktur

sanggar sangat dibutuhkan ketika pembelajaran praktek membatik sedang

berlangsung.

Dari penjelasan di atas dijelaskan bahwa dalam strategi pembelajaran

langsung ini di dalamnya terdapat metode ceramah, pertanyaan didaktik,

Page 81: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

65 pengajaran eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi. Hal ini sesuai dengan

pemilihan metode pembelajaran yaitu metode ceramah dan latihan partisipatif.

Sehingga strategi yang digunakan adalah strategi pembelajaran langsung. Dalam

pembelajaran yang dilaksanakan di sanggar ini perlu dilakukannya ceramah dari

instruktur dan juga latihan yang dilakukan secara langsung untuk mengasah

keterampilan peserta sanggar.

1. Perencanaan

Perencanaan pembelajaran merupakan tahap persiapan pembelajaran

membatik di sanggar “Intensive Batik Course”. Persiapan pembelajaran

disesuaikan dengan materi apa yang akan dipelajari dalam pembelajaran tersebut

supaya bisa mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam proses pembelajaran formal

seorang guru diharuskan membuat perencanaan pembelajaran dengan format

menyesuaikan dengan isi silabus mata pelajaran. Tetapi karena sanggar ini

merupakan lembaga pendidikan nonformal, maka tidak ada suatu kewajiban untuk

guru membuat RPP. Namun secara umum perencanaan pembelajarannya formal

dan nonformal adalah sama, hanya saja perencanaan di sanggar ini lebih luwes..

Berikut adalah penjelasan perencanaan pembelajarannya:

a. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” secara umum

adalah sama. Tidak ada pembedaan materi maupun program pembelajarannya

untuk semua usia, karena mayoritas yang menjadi peserta sanggar di sana adalah

para remaja dan orang dewasa. Adapun materi pembelajarannya di “Intensive

Page 82: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

66 Batik Course” adalah tentang teknik membatik, jenis batik, teknik pewarnaannya

dan juga teknik pelorodan

Tabel 4: Materi Pembelajaran “Intensive Batik Course”

Lesson Include Translate 1. History of batik and traditional

design Sejarah batik dan desain tradisional

2. Formulae varius waxes used Bahan penyusun lilin malam 3. How to prepare and use chemical

dye and natural dye Bagaimana memersiapkan pewarna kimia dan pewarna alami

4. How to hold and used wax pen (canting) and clean it

Bagaimana memegang dan menggunakan canting serta cara membersihkannya

5. How to apply wax in fine and thick lines

Bagaimana mengaplikasikan lilin dalam garis halus dan tebal

6. How to use batik stamp (cap) Bagaimana menggunakan batik cap 7. How to remove wax from cloth Bagaimana cara menghilangkan lilin

dari kain

Materi pembelajaran dalam sanggar batik ini adalah membatik tulis.

Sebelum peserta sanggar praktek untuk membatik, terlebih dahulu peserta sanggar

diberi materi secara singkat mengenai batik, baik dari sejarahnya, jenis batik, jenis

alat membatik, motif batik dan bahan-bahannya. Karena memang pengetahuan

tentang batik sebenarnya sangat luas untuk dibahas, seperti contohnya jenis batik

yang diajarkan oleh pak Hadjir ini ada jenis batik tulis, batik cap, dan batik

printing. Kemudian untuk jenis alat membatiknya Pak hadjir memberikan

pengetahuan tentang jenis canting yang dipakai untuk membatik. Di antaranya

adalah canting klowong, canting tembok, dan canting untuk isen-isen. Selain itu

juga diberi pengetahuan juga tentang jenis canting dari berbagai Negara, di

antaranya adalah canting dari Jerman, Jepang, Inggris dan Thailan. Meskipun

dalam sanggar batik tetap menggunakan canting asli Indonesia tetapi hal ini

Page 83: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

67 penting untuk pengetahuan seseorang. Kemudian ada lagi untuk jenis pewarna,

ada jenis napthol, indigosol, rhemasol dan warna soga. Selain itu juga dijelaskan

tetang cara membuat lilin malam secara manual (meracik sendiri). Karena materi

pemahaman tentang batik ini akan sangat penting untuk kelanjutan dalam belajar

batik.

Kemudian setelah itu peserta sanggar akan mendapat pelatihan dalam

mencanting pada kain. Dalam hal ini peserta sanggar diberi pengetahuan tentang

teknik yang benar dalam mencanting. Baik dari segi posisi duduk, posisi

memegang canting, posisi memegang kain dan juga posisi mengambil malam ke

dalam canting. Karena bagi pemula posisi duduk pun akan menjadi masalah kalau

tidak sesuai dengan teknik nya. Sehingga benar-benar diajarkan dari awal

seseorang belum paham apa-apa tentang batik hingga seseorang tersebut dapat

membuat batik sendiri.

Di sangar tersebut juga diajarkan cara mencanting yang rapi, tidak tercecer

kemana-mana lilin malamnya. Karena untuk kategori pemula mencanting itu

lumayan sulit, lilin malamnya sering mengalami tumpah ke luar pola sehingga

menyebabkan adanya ketidak rapian karya. Maka dari itu perlu teknik khusus

untuk membuat sebuah karya yang rapi.

Untuk langkah pertama dalam mencanting dibutuhkan suatu keluwesan

tangan untuk menggoreskan canting yang berisi malam pada kain. Sehingga pada

langkah awal pembelajaran ini peserta sanggar diberi pelatihan untuk mencanting

pada pola yang telah disediakan dari sanggar. Pola tersebut adalah sejenis garis-

garis lurus dan garis lengkung, yang bertujuan untuk membuat tangan lebih luwes

Page 84: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

68 dalam menggores lilin malam. Kemudian di tingkat lanjutan dikenalkan dengan

pola.

Materi pembelajaran di sanggar ini disiapkan oleh instruktur sanggar yang

dituliskan secara manual di kertas HVS. Materi pembelajaran yang meliputi

sejarah batik dan desain tradisional, bahan penyusun lilin malam, cara

memersiapkan pewarna kimia dan pewarna alami, cara memegang dan

menggunakan canting serta cara membersihkannya, cara mengaplikasikan lilin

dalam garis halus dan tebal, cara menggunakan batik cap, serta cara

menghilangkan lilin dari kain merupakan materi dasar dalam pembelajaran.

Karena peserta sanggar yang mayoritas masih belum mengetahui tentang batik

sangat memerlukan pengetahuan ini.

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa pemilihan materi

pembelajaran yang terdapat di sanggar secara umum sama dengan materi

pembelajaran yang ada pada sekolah formal. Hanya saja system penyusunan,

penyampaian dan proses pembelajarannya yang berbeda. Jika sekolah formal

proses penyampaian materinya disesuaikan dengan RPP yang telah dibuat, maka

di sanggar ini materi disampaikan secara garis besar dan diikuti dengan praktek.

Hal ini dikarenakan tidak ada kurikulum yang menjadi patokan dalam penyusunan

materi pembelajaran, sehingga materinya bersifat luwes.

b. Metode Pembelajaran

Dalam pembelajaran private di “Intensive Batik Course” menggunakan

dua metode dalam pelaksanaannya, yaitu metode ceramah dan metode latihan

partisipasi. Berikut penjelasan dari masing-masing metode tersebut.

Page 85: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

69 1. Metode Demonstrasi

Dalam pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” ini menggunakan

metode demonstrasi. Metode demontrasi ini digunakan untuk mempertunjukkan

bahan-bahan dan peralatan membatik serta mempertunjukkan cara membatik

kepada peserta sanggar. Metode ini sangat penting digunakan dalam

pembelajaran ini karena perlu adanya suatu pengetahuan dan pengalaman yang

diberikan dari instruktur sanggar. Sehingga dengan dilakukannya pembelajaran

dengan metode demonstrasi ini peserta sanggar akan mengetahui dan paham saat

akan melakukan praktek nanti.

2. Metode Latihan

Pembelajaran di sanggar ini juga menggunakan metode latihan untuk

tercapainya tujuan awal pembelajaran. Di sanggar ini menggunakan metode

latihan karena pembelajaran di sanggar merupakan pembelajaran tentang

keterampilan. Dengan cara latihan peserta sanggar dapat meningkatkan

keterampilan, sikap dan kebiasaannya dalam membatik. Karena dalam membatik

perlu adanya kebiasaan diri agar mampu berkarya batik dengan baik, misalnya

dalam hal mencanting. Dengan adanya latihan mencanting ini peserta sanggar

akan terbiasa dan merasa luwes saat memainkan canting, dan secara otomatis

hasilnya pun juga bisa lebih rapi.

Metode latihan partisipatif juga sangat perlu digunakan dalam

pembelajaran di sanggar ini, karena dengan berlatih membuat karya batik. Dengan

pelatihan tersebut dapat menghasilkan sejumlah pengalaman secara individual

Page 86: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

70 mengenai keterampilan-keterampilan. Misalnya terampil dalam mencanting,

mengembangkan motif dan mewarnai.

3. Metode Ceramah

Dalam pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” ini menggunakan

metode ceramah. Dalam pembelajaran ini instruktur sanggar menjelaskan tentang

materi batik mulai dari sejarah, perkembangan, jenis batik, bahan-bahan batik,

kegunaan batik bermotif tertentu, dan lain sebagainya. Karena peserta sanggar

batik yang mayoritas belum tahu tentang bagaimana batik ini perlu adanya suatu

pemahaman tentang batik yang didapatkan dengan cara metode ceramah seperti

ini. Jika metode ceramah ini tidak dilakukan oleh instruktur sanggar, maka para

peserta sanggar pun tidak akan mengerti dengan dasar-dasar batik.

Metode ceramah di sanggar batik dilakukan di waktu awal setiap

pertemuan. Sehingga sebelum peserta sanggar praktek membuat batik selalu

diberikan materi batik yang baru dengan cara metode ceramah. Metode ceramah

yang dilakukan instruktur sanggar dilakukan dengan bantuan media berupa hand

out dan juga media tentang batik seperti bagan pewarna batik, contoh-contoh alat-

alat dan bahan batik, dan lain sebagainya.

Metode ceramah bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang baru

kepada peserta sanggar tentang batik, karena mayoritas peserta sanggar tersebut

masih belum mengetahui tentang batik. Metode pembelajaran ceramah sangat

sesuai dan dibutuhkan untuk proses pembelajaran batik di sanggar ini karena perlu

adanya suatu penjelasan dalam pengetahuan maupun prosesnya. Sehingga dapat

Page 87: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

71 membuka pengetahuan peserta sanggar untuk memulai proses pembelajarannya

sebelum melakukan praktek membatik.

Setiap metode pembelajaran apapun mempunyai kelemahan dan kelebihan

dalam penerapannya, maka dalam suatu pembelajaran memadukan beberapa

metode untuk mengurangi kelemahan pada setiap metode. Hal ini berkaitan erat

dengan materi yang disampaikan. Sehingga membentuk metode belajar yang

efektif dan menarik pada subyek didik. Suatu metode mempunyai hubungan yang

erat dengan materi belajarnya, sehingga pemilihan metode dapat lebih efektif

dalam pelaksanaannya. Masalah dalam hal ini adalah strategi pembelajaran dan

hasil karya peserta sanggar. Maka metode yang cocok adalah metode demonstrasi,

latihan dan metode ceramah.

4. Media Pembelajaran

Pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” ini menggunakan

beberapa media pembelajaran untuk membantu jalannya pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 3 April 2016, kegiatan pembelajaran

pada sanggar ini memakai berbagai media untuk membantu jalannya proses

pembelajaran. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Handout Materi tentang Pengenalan Batik.

Di dalamnya terdapat penjelasan mulai dari jenis kain, jenis lilin malam,

jenis pewarna, jenis canting, dan cara-cara dalam setiap tahap membatik. Media

hand out yang dipakai dalam pembelajaran disusun oleh instruktur sanggar sendiri

dengan cara menulis secara menual pada kertas HVS polio, kemudian kertas

tersebut di foto copy. Materi dalam hand out tersebut dibuat berdasarkan

Page 88: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

72 pengetahuan Pak Hadjir dan dari beberapa sumber dengan menggunakan bahasa

inggris, karena mayoritas peserta sanggar adalah wisatawan asing. Gambar-

gambarnya pun dibuat sesederhana. Hal ini bertujuan untuk memudahkan peserta

sanggar untuk memahami materi pembelajarannya.

2) Chart pewarna napthol yang berbentuk banner berukuran 60cm X 100cm.

Media ini digunakan saat memasuki materi tentang pemahaman terhadap

pewarna. Dalam banner ini digambarkan tentang pencampuran napthol dan garam

tertentu hingga menghasilkan warna tertentu. Dengan media seperti ini akan lebih

memudahkan peserta sanggar untuk memahami.

3) Contoh pewarna alami dan buatan.

Media pewarna alami dan buatan ini digunakan instruktur untuk

menjelaskan secara langsung kepada peserta sanggar perbedaan antara serbuk

napthol dengan serbuk garam. Karena cara pelarutan dari kedua serbuk tersebut

berbeda. Selain pewarna yang menggunakan bahan kimia, ada juga pewarna alam.

Instruktur sanggar memperlihatkan secara langsung beberapa bahan pewarna

alam. Diantaranya adalah tegeran, tingi, dan jambal.

Page 89: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

73

Gambar III : Instruktur sanggar sedang menjelaskan mengenai pewarna napthol.

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

4) Lilin Malam dan Komponen Penyusunnya

Instruktur sanggar memperkenalkan contoh lilin malam yang sudah jadi

dan juga beberapa komponen untuk lilin malam yang diracik sendiri. diantaranya

adalah parafin, lilin lebah, dan lemak hewan. Hal ini bertujuan untuk membuka

wawasan peserta sanggar terhadap bahan utama yang akan digunakan dalam

membatik.

Page 90: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

74 5) Kain

Kain yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah kain yang sudah

terdapat pola seperti gambar nirmana dwimatra, kain berpola abstrak, dan juga

kain yang sudah berpola gambar burung. Ketiga kain ini adalah kain yang akan

digunakan peserta sanggra untuk berkarya. Selain itu contoh karya batik yang

telah dihasilkan oleh peserta sanggar sebelum-sebelumnya juga dijadikan media

pembelajaran oleh instruktur sanggar untuk diperlihatkan kepada peserta sanggar.

Sehingga sebelum peserta sanggar praktek, mereka akan mempunyai banyak

referensi untuk berkarya nantinya.

Dari penjelasan di atas media yang digunakan dalam proses pembelajaran

meliputi hand out materi, banner grafik pewarna, alat peraga untuk membatik, dan

media kain yang digunakan untuk mencanting peserta sanggar tersebut telah

disediakan oleh instruktur sanggar guna menambah wawasan dan keterampilan

dalam menggunakan beberapa media tersebut. Karena setiap bahan dan alat

mempunyai karakteristik sendiri, sehingga diperlukan pengalaman dalam

pemakaiannya. Misalnya untuk pemakaian canting klowong, tembokan maupun

ceceg, dan juga cara pembuatan dan penggunaan pewarna alami maupun buatan.

Sedangkan untuk kain yang digunakan dalam membatik, instruktur sanggar telah

menyediakan kain primisima lengkap dengan desain pola yang akan dicanting.

Sehingga peserta sanggar tinggal belajar mencanting dan mewarna batik.

Jadi baik materi hand out, bahan maupun peralatan yang digunakan, para

peserta didik tinggal menggunakan dan belajar. Dengan perkembangan zaman

berbagai media pembelajaran semakin banyak jenis dan cara menyampaikannya.

Page 91: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

75 Tetapi di sanggar ini instruktur sanggar tetap memilih untuk menggunakan media

hand out secara manual untuk menyampaikan materinya. Selain untuk menjaga

budaya cara belajar di sanggar yang sudah lama berdiri ini, media handout yang

digunakan berisi lebih sederhana dan mudah dipahami karena materi yang tertera

berisikan dengan gambar-gambar yang disertai dengan keterangan singkat. Tetapi

kelemahannya adalah ketika terdapat suatu tulisan yang kurang jelas, maupun

bahasa yang kurang dimengerti oleh peserta sanggar karena bahasa yang

digunakan adalah bahasa Inggris.

Berbagai media yang digunakan tersebut yang pada akhirnya dapat

menghasilkan serentetan pengalaman tentang kelemahan dan kelebihan setiap

media yang digunakan . Pengalaman tersebut dapat mendukung dalam proses

berkarya selanjutnya dengan kemampuan kreatifitas yang dimiliki.

5. Bahan dan Alat Batik

Berdasarkan hasil penelitian dan observasi yang dilakukan pada tanggal 3

April 2016 – 10 April 2016, bahan dan alat yang digunakan dalam pembelajaran

ekstrakurikuler batik dijelaskan sebagai berikut:

1) Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat hasil karya batik pada proses

pembelajaran di sanggar adalah kain, lilin malam, dan zat warna. Bahan-bahan

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Kain

Kain yang digunakan pada pembelajaran batik adalah kain primisima.

Kain mori dipakai sebagai bahan pembelajaran karena serat dan permukaan halus,

Page 92: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

76 serta terbuat dari bahan katun, sehingga mudah menyerap zat warna batik. Warna

batik yang dihasilkan pada kain mori promissima tidak mudah luntur dan dapat

bertahan lama. Selain itu, bahannya mudah didapat dengan harga terjangkau.

b) Lilin malam

Lilin atau malam merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam

proses membatik, berfungsi sebagai penutup permukaan kain sesuai dengan motif

yang diinginkan supaya tidak terkena zat warna pada saat melakukan proses

pewarnaan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 3 April 2016,

instruktur sanggar menjelaskan bahwa dalam pembelajaran batik di sanggar ini

menggunakan 3 macam lilin, yaitu: 1) lilin tembok adalah lilin malam yang

bersifat elastis, 2) klowong adalah lilin malam yang bersifat agak keras dan

mudah pecah, 3) lilin malam biron yang merupakan lilin malam bekas.

c) Zat pewarna

Zat pewarna batik yang digunakan pada pembelajaran batik adalah zat

warna napthol dan indigosol. Pewarna napthol adalah pewarna yang proses

pencelupannya dilakukan pada dua larutan, yaitu larutan napthol dan larutan

garam. Sedangkan indigosol adalah zat warna batik yang pada prosesnya harus

menggunakan bantuan dari sinar matahari langsung untuk menghasilkan warna

yang sesuai.

d) Zat pembantu (waterglass)

Zat pembantu yang digunakan dalam proses melorod (menghilangkan lilin

malam pada kain) pada pembelajaran batik adalah watterglass. Watterglas

Page 93: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

77 berbentuk seperti lendir yang sangat pekat, yang ketika dimasukkan pada air yang

mendidih dapat melepaskan lilin malam pada kain dengan mudah.

2) Alat

Alat yang digunakan dalam pembelajaran membatik di sanggar “Intensive Batik

Course” Tamansari Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a) Canting

Alat pokok dalam proses pembuatan batik tulis adalah canting. Canting

berfungsi untuk menggoreskan lilin malam pada kain. Canting yang digunakan

ada 3 macam, yaitu: 1) canting klowong, 2) canting ceceg, 3) canting tembok

b) Kompor

Kompor digunakan untuk membantu dalam proses memanaskan lilin

malam. Kompor untuk membatik adalah kompor minyak berukuran kecil,

sedangkan untuk melorod adalah kompor gas berukuran besar.

Gambar IV: Kompor Batik beserta Wajan

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 94: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

78 c) Wajan

Wajan berfungsi sebagai tempat memanaskan lilin malam. Wajan yang

digunakan untuk membatik terbuat dari alumunium dan berukuran kecil.

d) Gawangan kecil

Gawangan adalah alat bantu yang digunakan peserta didik untuk

membentangkan kain. Pada proses pembelajaran di sanggar ini menggunakan

gawangan kecil yang berbentuk persegi berukuran 40 cm X 40 cm. karena media

kain yang digunakan juga hanya berukuran kecil.

e) Panci

Panci dengan ukuran besar merupakan alat yang digunakan dalam proses

melorod, dengan tujuan agar dapat menampung kain ketika proses melorod.

Gambar V: Panci untuk Melorod

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 95: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

79 f) Kursi

Dalam praktek membatik ini menggunakan kursi sebagai tempat duduk

ketika mencanting dengan ketinggian sejajar dengan tinggi permukaan wajan.

Kursi yang digunakan berjumlah tiga buah sesuai dengan jumlah peserta sanggar

yang mengikuti sanggar.

g) Dingklik

Dingklik dalam proses pembelajaran ini memiliki fungsi sebagai alas kaki

(pijakan kaki). Karena kursi yang digunakan agak tinggi sehingga untuk

menyesuaikan ketinggiannya maka digunakan dingklik ini supaya menyangga

kaki.

Gambar VI: Dingklik untuk Pijakan Kaki

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 96: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

80 h) Ijuk

Ijuk merupakan alat bantu yang digunakan untuk membuka lubang kecil

pada canting jika terdapat suatu sumbatan.

i) Baskom dan gayung

Baskom dan gayung digunakan untuk tempat larutan pewarna pada proses

pewarnaan. Terdapat 3 baskom untuk proses pembelajaran ini, dua baskom untuk

larutan pewarna dan satu baskom untuk tempat air bersih.

j) Pisau

Dalam pembelajaran ini pisau digunakan untuk mengerok sisa-sisa lilin

malam yang masih menempel pada kain. Sehingga kain yang telah dilorod

tersebut bisa lebih bersih.

k) Celemek

Celemek merupakan alat yang penting untuk keselamatan kerja. Selama

proses praktek membatik berlangsung peserta sanggar selalu memakai celemek

ini. Selain untuk menjaga tubuh dari tetesan malam yang panas itu, celemek juga

melindungi baju pada saat proses pewarnaan.

Seluruh alat dan bahan untuk pembelajaran di sanggar tersebut sudah

disiapkan oleh instruktur sanggar. alat dan bahan tersebut sangat penting untuk

jalannya proses pembelajaran. Tanpa adanya alat dan bahan maka pembelajaran

tidak akan bisa berjalan. Karena pembelajaran di sanggar yang 75% merupakan

praktik untuk membatik. Sehingga peserta sanggar yang mengikuti kegiatan

pembelajaran ini tinggal memakai dan melakukan pembelajaran praktik membatik

tanpa harus menyiapkan atau membawa sendiri semua alat dan bahannya.

Page 97: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

81 6. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan inti dari pembelajaran

yang bertujuan untuk mencapai tujuan dari sebuah pembelajaran tersebut.

Pelaksanaan pembelajaran batik di sanggar ini dapat terlaksana dengan baik

karena adanya interaksi antara instruktur sanggar dengan peserta sanggar.

pelaksanaan pembelajaran batik ini diikuti oleh 3 orang siswa. Pembelajaran batik

di sanggar ini dilaksanakan pagi hari pada pukul 08.00 WIB sampai dengan 11.00

WIB. Berikut adalah serangkaian pelaksanaan pembelajarannya.

1) Pendahuluan

Sebelum pembelajaran batik dimulai, terlebih dahulu instruktur sanggar

mengucapkan salam kepada peserta sanggar. Setelah itu instruktur sanggar

memberikan apersepsi dengan mengecek kesiapan peserta sanggar untuk

mengikuti pembelajaran dan memotivasi kepada peserta sanggar dengan

memberikan penjelasan tentang pentingnya mempelajari materi pembelajaran

batik.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 3 April 2016, Instruktur sanggar

batik memulai pembelajarannya dengan memperkenalkan tentang batik. Mulai

dari filosofi kata batik, asal usul batik, jenis-jenis batik, tahapan membatik, jenis

pewarna, jenis kain, jenis canting yang digunakan. Pada proses ini instruktur

sanggar menjelaskan apa itu pengertian batik dan juga sejarah batik. Berikut hal-

hal yang disampaikan oleh instruktur batik ketika menjelaskan tentang batik:

“Batik berasal dari bahasa jawa yang tersusun atas dua kata yaitu “amba” yang mempunyai arti menulis, dan kata titik. Awal mula munculnya batik adalah pada masa kerajaan Mataram. Di sana ada sebuah arca, di mana arca tersebut dililit dengan sebuah sarung batik, batik

Page 98: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

82

tersebut namanya parang rusak yang saat ini berada di museum Jakarta. Dahulu berkembangnya batik itu karena raja-raja yang mempunyai tenaga khusus untuk membuat batik. Sebab pakaian raja itu harus bagus, sehingga raja-raja tersebut memilih tangan-tangan terampil untuk membuat batik. Kemudian hal itu berkembang hingga putri-putrinya pun juga diajari membatik. Kenapa batik tersebut dibuat di keraton oleh raja-raja? Sebab masyarakat nantinya akan mengikuti langkah-langkah raja hingga masyarakatnya juga ikut membuat batik.

Kemudian ditelusuri dan dicari sebabnya itu, ternyata batik itu berkembang tidak hanya polos saja tetapi mempunyai motif yang berbeda-beda yang berlandaskan agama Hindu. Contohnya batik yang bernama “Wahyu Tumurun”. Batik ini sering digunakan oleh raja-raja dan keluarganya. Hal ini dikarenakan ada suatu anggapan bahwa siapapun yang menggunakan batik “Wahyu Tumurun” ini memiliki sifat-sifat yang baik. Jadi orang-orang awam tidak boleh memakai batik “Wahyu Tumurun” ini.

Kemudian batik ini berkembang terus dan orang-orang Jogja mempunyai batik khas sendiri yang namanya Parang Rusak. Kemudian batik ini selalu dipakai oleh seorang Raja ketika ada suatu upacara-upacara keraton. Kemudian batik ini berkembang lagi dan muncullah batik sidoluhur. Truntum ini dipakai oleh seorang temanten, supaya kehidupan mereka bisa rukun. Ada lagi batik truntum, yang biasanya batik truntum ini dipakai oleh orang-orang tua. Jadi kesimpulannya, motif-motif batik tersebut memiliki makna harapan serta doa.

Dilihat dari penjelasan di atas instruktur sanggar memberikan pengetahuan

tentang sejarah batik. Hal ini disampaikan oleh instruktur sanggar karena sangat

diperlukan untuk menambah wawasan peserta sanggar tentang batik. Setelah

dijelaskan mengenai sejarah batik, peserta sanggar akan mengetahui bahwa batik

tulis mempunyai filosofi makna bagi setiap motif yang ada dan sering digunakan

oleh raja-raja dalam upacara-upacara di dalam keraton. Sehingga dengan ini

peserta sanggar akan termotivasi untuk melestarikan batik salah satunya dengan

cara berkarya batik.

Page 99: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

83

Setelah selesai dijelaskan mengenai pengertian batik dan sejarah batik

sebagai perkenalan, instruktur sanggar menjelaskan tentang bahan batik. Yang

pertama kali dijelaskan taitu mengenai jenis bahan kain yang digunakan dalam

membatik. Berikut materi nya:

Gambar VII: Sketsa Materi Jenis Bahan Kain Batik

(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Yang pertama ada primissima, prima, biru/ blue, dan volissima. Dari

keempat jenis ini yang paling bagus kualitas bahannya adalah primissima.

Kemudian prima adalah jenis kain yang kualitasnya di bawah primissima. Begitu

selanjutnya ada biru/ blue dan yang terakhir ada vollisima. Bagus atau tidaknya

jenis kain bisa dilihat dari serat kain tersebut. Primissima memiliki serat benang

yang halus, ulet, dan serat kainnya rapat. Karena permukaannya yang halus kain

primisima ini mudah untuk dibatik, dan ketika dilorod akan mudah melepaskan

lilin malamnya. Sedangkan serat benang pada kain prima tidak sepenuh kain

primissima. Kain prima jika diterawang agak tembus pandang karena seratnya

yang tidak begitu memenuhi. Masih ada sedikit ruang diantara serat-serat benang

yang menyusunnya.

Page 100: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

84

Dalam penjelasan tentang jenis bahan kain yang digunakan dalam

membatik ini instruktur sanggar memperlihatkan contoh jenis-jenis kain tersebut.

Karena orang yang akan membatik harus benar-benar tahu kualitas dari kain.

Sehingga peserta sanggar akan lebih paham dengan perbedaan antara jenis-jenis

kain tersebut. Dan di sanggar “Intensive Batik Course” lebih sering menggunakan

kain dengan jenis primissima.

Selanjutnya instruktur sanggar menjelaskan tentang jenis lilin alam.

Karena lilin malam yang digunakan dalam mencanting itu beda-beda. Berikut

materinya:

Gambar VIII: Sketsa Materi Jenis Lilin Malam

(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Dari gambar tersebut dijelaskan terdapat tiga jenis lilin malam. Yaitu yang

pertama ada tembokan, klowong, dan biron. Tembokan ini sifatnya tidak mudah

pecah (elastis) karena lilin malam tembokan ini digunakan untuk mencanting

bagian utama pola batik. Sedangkan klowong ini bersifat elastis, karena

digunakan untuk mengeblok bagian-bagian kain. Bisa dikatakan membentuk

motif utama pada batik. Sehingga lilin malam harus lebih elastis dan tidak pecah.

Kemudian selanjutnya ada biron, yang merupakan lilin bekas dan bersifat kotor.

Lilin malam biron ini digunakan untuk keperluan akhir pada batik, biasanya

digunakan dalam mengeblok bagian-bagian kain yang sudah di warna, dan mau

ditutup malam lagi dengan biron ini kemudian diwarna lagi dengan warna lain.

Page 101: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

85

Penjelasan tentang jenis lilin malam ini juga sangat diperlukan peserta

sanggar untuk pengetahuan dari pembelajaran membatik. Karena sifat-sifat dari

malam tersebut berbeda. Sehingga ketika peserta sanggar akan membatik paham

akan penggunaan setiap jenis malam yang ada. Karena jika penggunaannya tidak

sesuai maka hasil karya batik tersebut tidak akan maksimal.

Tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan antara penjelasan dari instruktur

sanggar dengan teori yang menjelaskan mengenai jenis canting. Yaitu dari

penjelasan instruktur menerangkan bahwa lilin tembok merupakan lilin yang

bersifat elastic, dan biasanya dipakai untuk mencanting pada motif utama. Tetapi

dalam teori menjelaskan canting tembok digunakan untuk mengeblok bagian

motif. Sehingga pada umumnya lilin malam yang digunakan adalah malam yang

sifatnya tidak seelastis lilin malam yang dipakai untuk mengklowong.

Gambar IX: (Atas) Lilin malam klowong, tembokan, dan biron,

(bawah) Bahan-bahan pengusun lilin malam (Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 102: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

86

Setelah menjelaskan mengenai jenis-jenis lilin malam, instruktur sanggar

menjelaskan mengenai elemen-elemen lilin malam. Karena selain kita bisa

langsung membeli lilin malam di toko-toko bahan batik, sebenarnya lilin malam

ada cara pengracikannya sendiri dengan bahan-bahan berikut ini:

Gambar X: Sketsa Materi pembelajaran penyusun lilin malam

(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Bahan-bahan tersebut di atas merupakan bahan baku yang ketika diolah

dan dilarutkan menjadi satu nantinya akan menjadi lilin malam tembokan atau

klowong. Tetapi kedua jenis lilin malam ini tentunya juga ada perbedaan ukuran

dan bahan penyusunnya. Karena sifat dan kegunaan dari kedua jenis lilin ini

berbeda, ada yang elastis dan ada juga yang mudah pecah. Tergantung fungsinya

dalam proses membatik. Pengenalan bahan penyusun lilin malam ini penting

untuk diketahui para peserta sanggar supaya peserta sanggar memiliki

pengetahuan sehingga peserta sanggar tersebut mampu ketika akan praktek

membuat lilin malam. Berikut adalah penjelasan dari komponen penyusun

sekaligus cara pembuatan dari lilin malam temboka dan juga klowong:

Page 103: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

87

Gambar XI: Sketsa Materi pembelajaran bagaimana cara pengolahan

lilin malam (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Gambar di atas menjelaskan material yang digunakan untuk membuat lilin

malam tembokan dan klowong. Untuk bahan-bahan yang digunakan untuk lilin

malam tembokan antara lain brown resin (gondorukem), white resin, parafin,

bee’s wax (lilin lebah), dan animal’s fat (lemak hewan). Sedangkan untuk lilin

malam klowong menggunakan bahan brown resin (gondorukem), parafin (hasil

penyulingan minyak tanah), dan animal’s fat (lemak hewan). Masing-masing

bahan dibuat dengan ukuran seperti yang telah disebutkan di atas.

Cara pembuatannya untuk lilin malam tembokan dan klowong sama.

Semua bahan tersebut di atas dimasukkan pada panci kemudian di panaskan di

atas kompor hingga masing-masing bahan meleleh. Semua bahan tersebut

dipanaskan sambil diaduk supaya tercampur menjadi satu hingga mencapai suhu

70ºC. Setelah itu dituangkan di sebuah loyang khusus untuk mencetak lilin malam

tersebut sambil disaring supaya tidak ada kotoran yang tercampur pada lilin

Page 104: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

88 malam yang sudah jadi nanti. Karena jika banyak kotoran yang tercampur

nantinya akan mempersulit saat proses pencantingan. Akan ada banyak kotoran

yang menyangkut di canting dan pastinya membuat lilin malam menjadi tidak bisa

keluar.

Penjelasan tentang cara pembuatan lilin malam ini diberikan kepada

peserta didik dengan tujuan agar peserta didik mengetahui dan memahami dalam

proses pembuatannya. Sehingga ketika dengan keadaan yang terpaksa tidak ada

lilin malam yang sudah siap pakai, maka peserta sanggar diharapkan dapat

membuat racikan sendiri.

Setelah dijelaskan mengenai material lilin malam tembokan dan klowong,

instruktur sanggar menjelaskan tentang jenis-jenis canting. Canting merupakan

alat utama batik, yang dibuat dari plat tembaga atau kuningan tipis dan dibuat

seperti bentuk teko. Pegangannya terbuat dari kayu atau bambu. Ada beberapa

jenis canting yang digunakan di Indonesia. Berikut ilustrasi canting yang

digunakan di Indonesia.

Gambar XII: Sketsa materi jenis-jenis canting Indonesia

(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Page 105: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

89

Pada gambar di atas terdapat tiga jenis canting. Yang pertama adalah

canting yang memiliki satu lubang saluran lilin malam. Canting ini biasanya ada

tiga ukuran. Ukuran yang paling kecil namanya canting ceceg yang digunakan

untuk membuat isen-isen pada motif batik. Canting yang berukuran sedang

bernama canting klowong. Canting ini biasanya digunakan untuk mencanting kain

tahap pertama. Pola pada kain dicanting dengan canting klowong ini sebelum

nantinya kain tersebut dicanting menggunakan canting ceceg. Kemudian yang

berukuran paling besar adalah canting tembokan. Canting ini digunakan untuk

mencanting bagian-bagian kain yang berukuran luas, atau istilah yang sering

digunakan adalah ngeblok.

Selain canting yang sering digunakan di Indonesia, instruktur sanggar juga

mengenalkan jenis-jenis canting dari berbagai negara. Gambar dari canting-

canting tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar XIII: Sketsa Materi jenis-jenis canting dari berbagai Negara (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Page 106: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

90

Dari gambar di atas bisa dilihat ada empat jenis canting dari empat

negara. gambar yang paling atas adalah canting yang berasal dari Jerman,

gambar kedua adalah canting yang berasal dari Jepang, gambar ketiga canting

dari Inggris, dan yang terakhir adalah canting dari Thailand. Canting yang

berasal dari Jerman, Jepang, dan Inggris dillihat sekilas hampir menyerupai

canting yang ada di Indonesia, hanya saja tempat penampungan lilin

malamnya yang berbeda.

Sedangkan canting yang berasal dari Thailand ini memiliki model

yang berbeda sendiri daripada canting lainnya. Canting Thailand ini memiliki

bentuk yang kerucut untuk tempat lilin malamnya. Di atasnya terdapat suatu

batang besi kecil yang ketika ditekan pada pangkal batangnya otomatis ujung

batang besi yang menutupi lubang saluran malam ini akan terangkat dan

malam cair yang ada di dalamnya keluar. Begitu sebaliknya ketika pangkal

batang tidak ditekan maka saluran malam akan tertutup.

Penjelasan pengetahuan tentang canting ini sangat penting bagi

peserta sanggar. Karena hal ini sama dengan pengetahuan tentang jenis lilin

malam. Penggunaan dari setiap jenis canting berbeda-beda karena ukuran

lubang pada ujung canting yang berbeda-beda. Sehingga ketika peserta

sanggar sudah memahami dari perbedaan saat menggunakannya, maka akan

sangat membantu ketika akan melakukan praktek membuat karya batik.

Sedangkan untuk penjelasan pengetahuan tentang bentuk canting dari

berbagai Negara tersebut di atas bertujuan untuk memberikan wawasan.

Page 107: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

91

Sehingga ketika peserta sanggar tersebut suatu saat pergi ke luar negeri, maka

peserta sanggar sudah tidak asing lagi dengan bentuk canting yang seprti itu.

b. Kegiatan Inti

1) Proses Mencanting

Mencanting merupakan sebuah kegiatan inti dalam membatik. Tanpa

adanya proses mencanting tidak akan pernah ada yang namanya karya batik

tulis. Dalam proses mencanting ini peserta sanggar berlatih menggoreskan

malam cair pada kain. Sebelum instruktur sanggar mengajarkan bagaimana

cara mencanting yang benar, terlebih dahulu instruktur sanggar mengajarkan

bagaimana cara memanaskan lilin malam dan bagaimana ukuran suhu yang

standar untuk bisa digunakan dalam mencanting.

Gambar XIV: Sketsa materi cara memanaskan lilin, cara memposisikan

canting, dan cara mengecek suhu lilin malam yang pas untuk mencanting (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Page 108: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

92

Berdasarkan gambar di atas, yang pertama kali diajarkan oleh

instruktur sanggar adalah bagaimana cara memanaskan lilin malam.

Instruktur sanggar mempraktekkan cara memanaskan lilin malam dengan

menggunakan wajan kecil sebagai tempat lilin dan kompor minyak kecil

sebagai alat untuk memanaskan. Kemudian ditunggu hingga lilin malam

berubah wujud menjadi cair. Tetapi dalam hal ini ada hal yang perlu

diperhatikan. Bahwa lilin malam yang cair ini tidak boleh terlalu panas dan

juga tidak boleh kurang panas, ukuran yang pas adalah pada suhu 70ºC. Jika

suhu terlalu panas ( 90ºC ) akan menghasilkan goresan malam yang meluber

hingga keluar dari garis pola. Dan juga jika bersuhu 60ºC maka hasil goresan

malam pada kain akan tidak rata dan tidak tembus pada kain bagian belakang.

Maka untuk mengecek apakah suhu lilin malam tersebut sudah layak untuk

digunakan mencanting atau belum bisa dicek dengan cara mencanting pada

selembar kertas.

Penjelasan pengetahuan tentang cara memanaskan lilin malam di atas

dilakukan oleh instruktur sanggar dengan berinteraksi langsung dengan

peserta sanggar melalui metode ceramah. Pengetahuan ini perlu diketahui

oleh peserta sanggar sebagai pemula karena ini merupakan suatu dasar untuk

mencanting, dengan tujuan peserta sanggar tersebut bisa rapi dalam proses

mencanting. Sehingga garis goresan malam yang dibuat akan lebih konsisten

dan hasil batiknya akan rapi.

Setelah menjelaskan teknik memanaskan lilin, langkah selanjutnya

adalah penjelasan tentang teknik mencanting. Oleh karena sanggar batik ini

Page 109: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

93

peserta didiknya belum memiliki dasar untuk membatik, maka pola untuk

membatik pada kain sudah disediakan oleh pihak sanggar. Sehingga peserta

sanggar yang ingin belajar membatik bisa langsung berlatih dalam proses

mencantingnya.

Gambar XV: Pola dasar untuk pemula

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Gambar di atas merupakan pola dasar untuk mencanting. Untuk

langkah awal dalam berlatih mencanting peserta sanggar diajarkan untuk

mencanting garis-garis lurus, garis putus-putus, titik-titik, garis gelombang

dan bidang segitiga yang diulang-ulang, dan sebagainya yang berbentuk

seperti nirmana dwimatra.

Page 110: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

94

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melemaskan (meluweskan)

tangan ketika menggoreskan lilin malam dengan canting pada kain. Karena

ketika tangan masih kaku untuk menggoreskan malam, maka batik yang

dihasilkan tidak rapi. Sehingga dengan dilakukannya pemanasan mencanting

seperti ini maka hasil batik peserta sanggar nantinya akan lebih rapi.

Untuk memulai proses ini, instruktur sanggar mengajarkan bagaimana

memegang canting yang benar. Cara memegang canting yang benar adalah

batang canting dipegang dengan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk.

Kemudian ketika menggoreskan canting pada kain posisi cantingnya tidak

berdiri tegak, tetapi agak dimiringkan ke kanan ±20º supaya memberikan

kesempatan lilin malamnya untuk keluar.

Saat pengambilan lilin malam dari wajan ke canting dilakukan dengan

menggoyang-goyangkan canting dalam cairan malam yang terdapat di wajan.

Hal ini bertujuan supaya jika terdapat lilin yang padat maka lilin tersebut

bisa mencair dan jika terdapat suatu kotoran yang menyumbatinya, kotoran

tersebut akan keluar. Sehingga tidak akan mengganggu proses

mencantingnya.

Selanjutnya setelah tidak ada sumbatan dalam saluran canting, maka

lilin malam dapat diambil dari wajan tersebut ke penampungan lilin malam

pada canting dengan takaran setengah dari keseluruhan volume penampung

pada canting. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya malam yang

tumpah pada saat proses mencanting. Selain itu posisi ketinggian canting

antara penampung malam dan batang canting juga harus diperhatikan. Teknik

Page 111: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

95

yang benar dalam mencanting adalah posisi penampung lilin malam pada

canting lebih tinggi daripada batang canting. Kemiringan canting tersebut

±40º. Supaya lilin malam yang tertampung pada canting tidak akan tumpah.

Setelah teknik dasar ini sudah dipahami peserta sanggar, maka bisa

dilanjutkan untuk mencanting pada media di bawah ini.

Gambar XVI: Tahap Pertama Latihan Mencanting (Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Gambar di atas merupakan proses latihan untuk praktek mencanting

untuk pemula. Dalam gambar tersebut terdapat suatu kain yang sudah

memiliki sketsa pola garis-garis lurus maupun lengkung yang dipasang pada

sebuah kerangka gawangan berbentuk persegi, dan di atas kain ini dipasang

selembar kertas. Di kertas tersebut peserta sanggar mencanting sebuah garis-

garis berukuran ±10cm yang secara terus menerus hingga hasil goresannya

rapi dan lurus. Cara menggoreskan canting yang benar adalah dari kiri ke

Page 112: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

96

kanan, arahnya secara horizontal, bukan vertikal. Hal ini dilakukan terus

hingga sudah lurus dan rapi hasil cantingannya.

Pemasangan kertas ini berfungsi untuk media berlatih menggoreskan

malam pada kain. Sehingga secara perlahan peserta sanggar dapat

melemaskan tangannya untuk lebih luwes dalam mencanting. Teknik awal

seperti ini sudah lama dilakukan oleh instruktur sanggar kepada peserta

sanggar karena dianggapnya lebih efektif untuk melatih keluwesan tangan

untuk mencanting sebelum mulai mencanting pada kain.

Pada tahap selanjutnya peserta sanggar mencanting pada media kain

ini. Pada kain ini sudah terdapat sketsa pola yang berbentuk garis-garis lurus,

lengkung, titik-titik, maupun garis-garis vertikal dan horizontal yang

membentuk segitiga. Tujuan dari tahap ini masih sama dengan tujuan yang

ada pada tahap mencanting pada kertas, yaitu melemaskan tangan untuk bisa

lebih luwes dalam mencanting. Sehingga dengan demikian hasil cantingan

akan menjadi lebih rapi.

Setelah selesai pada tahap pelemasan tangan untuk mencanting,

instruktur sanggar langsung memberikan suatu kain lagi yang sudah berpola.

Kali ini pola kain yang sudah tergambar di kain berbeda dengan pola yang

terdapat pada kain sebelumnya.

Page 113: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

97

Gambar XVII: Pola kedua dan ketiga untuk berlatih mencanting

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Kain tersebut selanjutnya dicanting menurut dengan garis pola gambar

pada kain tersebut. Tetapi peserta sanggar diberi kebebasan untuk

mengembangkan motifnya. Bisa diberikan isen-isen atau ditambah dengan

motif gambar lainnya sesuai dengan kreativitas masing-masing peserta

sanggar. Dari kedua media kain yang telah disediakan dari pihak sanggar di

atas, terdapat suatu perbedaan dari pola yang digambarnya. Gambar yang kiri

bergambarkan pola yang sederhana tetapi gambar ini melatih peserta sanggar

untuk bisa berkreasi dengan mengembangkan dari pola yang ada tersebut.

Sedangkan gambar yang kanan memiliki pola yang lebih rumit dari gambar

kiri. Pola yang terdapat dalam gambar tersebut berukuran kecil-kecil atau

memiliki ruang yang sempit antara garis satu dengan garis yang lainnya.

Sehingga dengan pola ini peserta sanggar berlatih untuk lebih sabar, telaten,

dan rapi dalam mencanting. Tetapi juga dalam mencanting di pola ini peserta

Page 114: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

98

sanggar tetap bisa mengembangkan kreativitasnya misalnya dengan

menambahkan motif-motif yang selain terdapat di kain tersebut.

Proses ini bertujuan untuk melatih keluwesan tangan dalam

mencanting dan mengembangkan kreativitas peserta sanggar untuk

mengembangkan motif batik secara spontan, sehingga hasil karya antara

peserta sanggar satu dengan yang lainnya berbeda.

Gambar XVIII: Hasil cantingan tahap 1 untuk pola yang kedua

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 115: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

99

Setelah proses pencantingan yang pertama, maka kain yang telah

dicanting tersebut diwarna sesuai pilihan warna yang diinginkan. Setelah

pewarnaan pertama selesai, selanjutnya kain ini kembali dicanting untuk

menutup warna-warna yang akan dipertahankan sebelum adanya pewarnaan

kedua. Pencantingan kedua bisa dilakukan dengan mengeblok bagian motif-

motif tertentu yang berukuran besar dengan menggunakan canting

tembokan/kuas. Atau dalam proses ini bisa juga dilakukan dengan

menambah-kan isen-isen di dalam motif-motif yang sudah ada. Sehingga

isen-isen tersebut akan berwarna seperti warna pada pewarnaan yang

pertama. Sebaliknya, bagian kain yang tidak ditutup malam akan berwarna

sesuai dengan warna pada pewarnaan kedua atau pencampuran dari warna

pertama dan kedua.

Pada proses ini diajarkan cara alternatif membuat alat untuk

mengeblok kain, yaitu dengan mengguanakan lidi yang dibelah dua pada

ujungnya dan kapas yang kemudian dililitkan dan digulung hingga

menyerupai cottonbud. Sehingga tanpa adanya kuas pun masih bisa

mengeblok kain dengan cara ini.

Begitu juga selanjutnya setelah selesai diblok ataupun ditambahi

dengan isen-isen, kain tersebut siap dicelupkan ke warna kedua. Dan setelah

kering lagi kain tersebut diblok lagi dan siap diwarna dengan pewarna ketiga.

Begitu juga seterusnya, tergantung mau memakai berapa warna untuk batik

yang dibuat ini.

Page 116: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

100

a) Proses Pewarnaan

Proses pewarnaan merupakan proses dalam membatik yang dilakukan

setelah proses mencanting selesai. Dalam proses ini instruktur sanggar

mengawali dengan memperkenalkan jenis pewarna pewarna buatan (dari

bahan kimia) antara lain napthol, indigosol, rhemasol, dan rapid. Selanjutnya

menjelaskan tentang pewarna alami.

Untuk warna yang dibahas pertama kali adalah pewarna napthol.

Napthol memiliki nama yang berbeda-beda di setiap negara. seperti yang

dijelaskan pada gambar di bawah ini napthonil (USA), napthasol idine

(Perancis), brenthol (Inggris), naptholine (Belanda), uhothol (Jepang),

cibanaphol (Swiss), naptholo (Italia), napthoelen (Polandia) dan sebagainya.

Instruktur menjelaskan bahwa napthol adalah pewarna berbahan kimia

yang terdiri dari dua macam komponen yang berbeda, yaitu napthol (yang

memiliki rumus AS, ASG, dan ASLB) dan garam (yang memiliki rumus

B.M.R, B. BB). Kedua komponen napthol ini tidak akan bisa menjadi warna

yang diinginkan jika cara pelarutannya salah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat

pada gambar di bawah ini.

Page 117: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

101

Gambar XIX: Sketsa materi pembelajaran tentang jenis napthol di

berbagai Negara (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Dari gambar di atas dapat kita lihat bagaimana prosedur membuat

larutan napthol yang benar. Kedua larutan di atas tidak boleh sampai keliru

dalam proses pelarutannya. Karena larutan pertama harus menggunakan air

panas supaya kostik nya bisa hancur dan larut dalam larutan, karena kostik ini

berwujud seperti garam yang bertekstur kasar. Jika dalam pelarutannya sudah

salah, maka warna yang diinginkan tersebut tidak akan muncul sempurna. Di

bawah terdapat grafik tentang rumus pencampuran napthol.

Page 118: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

102

Gambar XX: Sketsa materi pembelajaran tentang grafik penyusun warna

napthol (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Selanjutnya setelah dijelaskan mengenai pewarna napthol, instruktur

sanggar menjelaskan tentang jenis pewarna yang alami atau dari bahan-bahan

alam yang berwarna coklat. Pewarna alam berwarna coklat ini lebih dikenal

dengan nama soga. Dalam pembelajaran sanggar diajarkan secara teori

bagaimana pembuatan pewarna alami soga.

Page 119: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

103

Gambar XXI: Materi pembelajaran tentang pewarna alami (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Untuk membuat soga terdapat tiga elemen penyusunnya. Yaitu

tegeran, tingi, dan jambal. Tegeran merupakan suatu tumbuhan yang

biasanya tumbuh di hutan-hutan, dimana tumbuhan ini menghasilkan warna

kuning. Bagian tumbuhan yang digunakan untuk pewarna adalah bagian

akarnya. Sedangkan tingi adalah jenis tanaman yang sekilas dilihat mirip

dengan tanaman bakau, tetapi ukurannya lebih kecil. Kulit kayunya lah yang

kemudian dipakai untuk bahan pewarna soga, dimana tingi ini menghasilkan

Page 120: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

104

warna merah gelap kecoklatan. Selanjutnya jambal merupakan tanaman

penghasil warna cokelat kemerahan.

Untuk membuat pewarna soga, semua bahan tersebut dimasukkan ke

dalam panci besar berdasarkan ukuran bahan dan dengan ukuran air yang

telah tertera pada gambar di atas, dengan hasil akhir air yang digunakan untuk

merebus bahan yaitu 90liter. Kemudian 90 liter air rebusan pewarna soga ini

direbus terus hingga menyusut menjadi 45 liter soga. Kalau sudah mencapai

ukuran setengah dari jumlah awal seperti ini maka pewarna soga siap dipakai

untuk mewarnai kain batik.

Dalam penyampaian materi tentang pewarna alami batik ini instruktur

sanggar hanya menjelaskan secara ceramah dengan memperlihatkan alat

peraga dari contoh-contoh bahan pewarna alami tersebut. Untuk praktek

pembuatannya tidak dilakukan karena pembuatan pewarna buatan ini

memerlukan waktu yang panjang. Sehingga cukup dijelaskan mengenai cara

pembuatannya secara teori.

Selanjutnya instruktur sanggar menjelaskan tentang pewarna

indigosol. Indigosol merupakan tepung kimia untuk membuat warna dengan

perantaraan sinar matahari. Indigosol ini tersusun dari dua larutan, larutan

yang pertama adalah nitrit (3gram) dan indogosol (4gram). Kedua bahan ini

dituangi 1 gelas air mendidih dan air dingin 3 gelas, kemudian diaduk.

Sedangkan larutan kedua ada air dingin ± 4 gelas dan HCL 5cc. Untuk lebih

jelasnya bisa dilihat dari gambar di bawah ini.

Page 121: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

105

Gambar XXII: Sketsa materi pembelajaran tentang pewarna indigosol (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Setelah selesai dijelaskan tentang jenis-jenis pewarna dan bagaimana

cara pelarutannya, maka proses selanjutnya adalah pewarnaan pada kain yang

telah dibatik tadi. Dari tiga karya yang dibuat peserta sanggar, ada dua karya

yang diwarna dengan menggunakan beberapa warna. Sedangkan yang kain

pertama yang dibatik tidak diwarna karena kain pertama adalah untuk dasar-

dasar dalam mencantingnya saja.

Untuk pewarnaan karya kedua, instruktur sanggar memilihkan warna

indogosol sebagai zat pewarna yang digunakan, yaitu warna orange dan

merah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pewarna indigosol

memerlukan bantuan sinar matahari untuk memunculkan warnanya. Untuk

lebih jelas prosesnya ada pada gambar berikut.

Page 122: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

106

Gambar XXIII: Sketsa materi tentang cara pencelupan pada indigosol

(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Langkah pertama untuk pewarnaan menggunakan indigosol adalah

menyiapkan kedua larutan yaitu larutan indigosol dan larutan air dengan

HCL, beserta air rinso, dan air bersih. Kemudian langkah selanjutnya adalah

membasahi kain dengan mencelupkan kain pada larutan rinso. Setelah semua

kain basah, maka kain tersebut digantungkan hingga berhenti menetes.

Selanjutnya kain tersebut dicelupkan pada larutan indigosol hingga rata ke

seluruh bagian kain. kemudian kain di angkat dan jemur di bawah sinar

matahari hingga berubah warna kecoklatan. Setelah itu dicelupkan di larutan

air yang bercampur HCL. Pada larutan HCL ini kain yang semula berwarna

kecoklatan akan berubah menjadi warna orange. Mencelupkan pada larutan

HCL tidak boleh terlalu lama, apalagi direndam sampai satu malam. Karena

hal ini akan membuat kain menjadi gampang rapuh, gampang sobek. Karena

HCL ini bersifat keras. Jadi hanya dibutuhkan kira-kira 2 menit untuk

Page 123: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

107

mencelupkan pada larutan HCL, kemudian kain tersebut dicuci di air biasa

supaya kandungan HCL dalam kain hilang. Setelah itu dijemur hingga kering.

Setelah pewarnaan pertama selesai langkah selanjutnya adalah

menutup atau mengeblok kain yang akan dipertahankan warna biru mudanya

sebelum nanti dicelup pada pewarna indigosol merah. Langkah-langkahnya

sama dengan langkah pewarnaan dengan indigosol sebelumnya.

Gambar XXIV: Proses penjemuran setelah pewarnaan indigosol

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Selanjutnya untuk pewarnaan karya ketiga, instruktur sanggar memilih

warna biru napthol sebagai zat pewarna yang digunakan. Proses pertamanya

adalah melarutkankedua zat penyusun napthol (serbuk napthol dan garam)

dengan cara yang dijelaskan instruktur sebelumnya. Maka langkah

selanjutnya adalah mencelupkan terlebih dahulu kain pada larutan rinso,

supaya seluruh kain bisa basah sehingga warna yang menempel pada kain

akan rata. Kemudian kain tersebut digantungkan hingga berhenti untuk

Page 124: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

108

meneteskan air. Selanjutnya kain tersebut dimaskkan pada larutan yang

pertama yang berisi larutan napthol. Kain dicelupkan ke dalam larutan hingga

rata terkena warna napthol. Pada proses ini warna kain masih belum terlihat

warna biru nya. Kemudian kain ini digantungkan kembali hingga berhenti

meneteskan air. Setelah ini barulah dicelupkan pada larutan garam hingga

seluruh bagian kain terkena larutan dan berubah warna menjadi biru.

Gambar XXV: Sketsa Materi tentang cara pencelupan pada napthol

(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)

Setelah kain berubah warna menjadi orange, maka proses terakhir

adalah mencelupkannya pada air bersih biasa dengan tujuan menetralisir zat

pewarna tersebut, sehingga mengurangi adanya kelunturan warna ketika

dicuci nanti saat pemakaian. Karena jika tidak dicuci dalam air maka kedua

zat pewarna tadi masih belum terkunci dan tetap luntur ketika dicuci.

Page 125: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

109

Gambar XXVI: Proses Mencelupkan Kain Pada Larutan Napthol

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Dalam proses pewarnaan seperti yang telah dijelaskan di atas

instruktur sanggar memberikan arahan dahulu tentang jenis pewarna dan cara

menggunakannya. Tujuannya adalah untuk membuka pikiran peserta sanggar

tentang pewarnaan yang akan dia lakukan nanti. Selanjutnya praktek

mewarna dilakukan oleh peserta sanggar sendiri. Setiap pewarna yang

digunakan mempunyai kelebihan dan kekurangannya, juga cara

penggunaannya pun juga berbeda. Misalnya untuk pewarna napthol yang

perlu diperhatikan adalah cara pelarutan dan proses pencelupan antara serbuk

napthol dan serbuk garamnya. Karena jika salah dalam langkah pencelupan

maka kain tersebut tidak akan muncul warna yang diinginkan.

Dalam observasi yang dilakukan pada tanggal 10 April 2016, saat

semua proses mencanting dan mewarnai selesai instruktur sanggar

mengajarkan kepada peserta didik untuk membersihkan tetesan-tetesan

Page 126: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

110

malam pada kain yang tidak dikehendaki dengan cara mengejos. Cara

mengejos ini dilakukan dengan menggunakan pisau yang dipanaskan, lalu

menempelkannya pada tetesan malam di kain yang telah dibasahi terlebih

dahulu. Proses ini dilakukan hingga tetesan malamnya hilang.

Proses tersebut merupakan salah satu strategi pembelajaran yang

dilakukan oleh instruktur sanggar kepada peserta sanggar untuk menangani

kejadian yang tidak diinginkan tersebut, sehingga peserta sanggar tidak perlu

khawatir apabila saat mencanting ada tetesan malam di luar pola.

Gambar XXVII: Instruktur sanggar mengajari mengejos

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

3. Proses Pelorodan

Detelah semua proses mencanting dan pewarnaan selesai, proses akhir

yang harus dilakukan dalam membatik adalah pelorodan. Pelorodan

merupakan proses melepaskan lilin malam pada kain dengan cara

Page 127: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

111

memasukkan kain yang telah dibatik pada air mendidih yang sudah dicampuri

soda api atau watter glass ataupun tepung tapioka. Tetapi dalam pelorodan ini

dilakukan dengan menggunakan watterglass.

Proses pertama dalam proses pelorodan ini adalah menyiapkan bahan

dan alatnya. Yang perlu disiapkan adalah memanaskan ±5liter air yang

dituangkan pada sebuah panci, ±5 liter air dingin pada ember, kain koran

untuk membantu mengeringkan kain setelah dilorod, dan sebuah pisau untuk

membantu membersihkan sisa-sisa lilin yang masih menempel.

Setelah semua bahan dan peralatan sudah siap, maka proses

selanjutnya adalah memanaskan 5 liter air di atas kompor. Untuk proses

pelorodan kali ini menggunakan watter glass. Setelah watter glass

dimasukkan dan air tersebut sudah mendidih , maka kain siap dimasukkan

pada air tersebut sambil di aduh dan ditarik-tarik ke atas supaya malam yang

menempel pada kain tersebut bisa lepas. Kemudian kain tersebut dimasukkan

dalam air dingin supaya lilin malam yang telah dimasukkan dalam air

bercampur watter glass tadi bisa benar-benar lepas. Selanjutnya mencelupkan

kembali kain tersebut pada air mendidih tadi dan memasukkan pada air dingin

kembali.

Setelah proses tersebut selesai maka proses selanjutnya adalah

membersihkan sisa-sisa malam yang masih menempel dengan menggunakan

pisau, dengan cara menggosok-gosokkan permukaan pisau pada kain hingga

bersih. Tahap selanjutnya adalah menjemur kain tersebut hingga kering.

Page 128: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

112

Gambar XXVIII: Proses pelorodan

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Dari proses ini yang perlu diperhatikan adalah cara mencelupkan kain

pada air yang telah mendidih tersebut. Cara mencelupkan kain tersebut

adalah dengan melipatnya dahulu secara bolak balik (seperti membuat kipas

dari kertas) supaya malam yang menempel pada kain tersebut dapat langsung

lepas dari kain dan tidak menempel ulang pada kain lainnya. Sehingga malam

pada kain bisa lebih bersih sebelum dicuci pada air dingin.

7. Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi atau penilaian dalam hal ini berbeda dengan pembelajaran

formal, hasil evaluasi bukan berupa angka tetapi berupa kualitas karya dan

Page 129: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

113

segi kegiatan. Jadi hasil karya dan segi kegiatan menjadi objek dalam

evaluasi pembelajaran batik di Sanggar “Intensive Batik Course”.

1) Evaluasi Kegiatan

Evaluasi kegiatan ini terdapat beberapa aspek dalam proses

pembelajaran tersebut, antara lain semangat peserta didik, pemanfaatan waktu

serta ketepatan dalam pengerjaan karya. Segi semangat tampak pada sikap

tubuh dan cara kerjanya. Misalnya sikap duduk saat mencanting serta

ketelatenannya. Ketenangan dalam mengerjakan, bahkan sesekali diselingi

bernyanyi yang dapat membuat suasana ceria. Bekerja secara sungguh-

sungguh diperlukan keterlibatan fikir atau konsentrasi terhadap garapannya.

Kebersamaan antar peserta sanggar juga mempunyai keterkaitan yang

erat secara psikologis antara peserta sanggar. Karena jika salah satu kurang

aktif atau malas maka akan mempengaruhi yang lain berbuat serupa.

Sehingga diperlukan kesadaran yang memadai pada setiap kegiatan agar

dapat berjalan secara lancar dan dinamis. Tujuan dari kondisi belajar

demikian agar dapat membentuk pribadi mereka secara bersungguh-sungguh

dalam setiap kegiatan.

Evaluasi ini dilakukan instruktur sanggar melalui nasehat, kritik dan

saran terhadap hasil pembelajaran peserta sanggar hari itu. Selain itu evaluasi

proses ini juga dilakukan oleh masing-masing peserta sanggar. Peserta

sanggar mengevaluasi atau merenungkan diri apakah proses membatik yang

telah dilakukan sudah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh instruktur

sanggar atau belum, sudah bisa mengembangkan kreatifitas sendiri dari

Page 130: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

114

konsep yang ada atau belum. Karena evaluasi diri juga berperan penting

dalam perbaikan diri peserta sanggar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Angga (peserta sanggar) pada

10 April 2016, Angga menyatakan bahwa selama pembelajarannya di sanggar

itu ada peningkatan dalam kemampuannya membatik. dan Selama proses

pembelajaran itu yang menurutnya paling susah adalah saat mencanting.

Angga pun mengaku bahwa tehnik yang diajarkan oleh instruktur sanggar

mudah diterima tetapi masih sedikit sulit untuk dipraktekkan. Misalnya pada

saat mencantingnya Angga masih merasa belum lancar dalam menggoreskan,

karena tangan masih agak kaku. Sehingga hasilnya pun juga tidak maksimal.

2) Karya

Hasil karya seni batik di sanggar ini dapat dievaluasi dari segi

goresan, kreativitas, kerapian, dan warna. Keempat hal tersebut sangat

berkaitan pada proses pencantingan maupun pewarnaan. Penguasaan bentuk

berpengaruh pada proses keluwesan goresan malam dan segi keluwesan

goresan malam mempengaruhi hasil bentuk ornamen batik. Jika bentuk

kurang luwes maka sulit untuk dicanting hingga bentuk yang dihasilkan tidak

maksimal. Kualitas goresan nampak pada tahap mencanting yang pertama.

Karena cantingan yang pertama ketika sudah diwarna akan berwarna putih.

Sehingga akan nampak lebih jelas. Penguasaan bentuk juga perlu

diperhatikan misalnya saat pola batik membentuk posisi vertical. Dalam hal

ini peserta sanggar harus paham bagaimana cara memegang posisi canting

Page 131: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

115

maupun posisi kain. Karena jika tidak disesuaikan maka goresan malam yang

dihasilkan tidak rata dan bisa juga tidak tembus sampai belakang.

Kreativitas dalam karya peserta sanggar dapat dilihat ketika peserta

sanggar mengembangkan pola yang telah disediakan oleh instruktur sanggar.

pola dasar yang telah disediakan tersebut dikembangkan dengan memberikan

isen-isen maupun ornamen lainnya. Sehingga jika batik yang dihasilkan

memiliki ornamen yang bervariasi dan serasi maka kreativitas dari peserta

sanggar tersebut tinggi.

Selanjutnya evalasi karya juga dilihat dari kerapian karya. Kerapian

karya tersebut bisa dilihat dari kerataan dan garis yang konsisten dari goresan

malam yang telah decanting. Selain itu juga goresan malam yang tembus

sampai kain sisi belakangnya secara konsisten juga menunjukkan bahwa

karya tersebut rapi. Karena goresan malam yang rapi akan terlihat bagus saat

kain sudah diwarnai. Dan yang terakhir dalam hal evaluasi adalah dilihat dari

warnanya. Pemilihan perpaduan warna karya batik sangat berpengaruh

terhadap keindahan karya. Dan juga kerataan warna pada kain saat

pencelupan juga menjadi pertimbangan dalam keindahan karya. Jika warna

pada kainnya rata di seluruh bagian kain maka pewarnaannya bagus. Kecuali

kalau memang karya yang akan dibuat akan diwarna secara abstrak.

Dari penjelasan di atas pelaksanaan evaluasi dilaksanakan secara

langsung pada proses kerja dan hasil karya, jadi hasil evaluasi tersebut bukan

berupa nilai angka seperti halnya pada sekolah. Evaluasi pada proses kerja

berupa kritik, teguran, nasihat apa saja atau bagaimana sebaiknya dilakukan.

Page 132: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

116

Misalnya para peserta sanggar kurang benar dalam memegang canting, maka

diberi pengarahan agar dalam mengerjakan batik dilakukan dengan teknik

yang benar supaya hasilnya bagus. Hal ini berkaitan dengan motivasi dalam

belajar, sehingga membentuk ketekunan dan ketelatenan dalam berkarya.

Evaluasi proses kerja meliputi ketekunan, ketelitian dan kecepatan

penguasaan teknik mencanting. Hal tersebut tercermin pada proses kerja dan

hasil karyanya. Beberapa kali pengarahan terus dilakukan , pada setiap kali

mengalami kesulitan atau kesalahan. Sehingga tidak berkelanjutan yang pada

akhirnya dapat membentuk sikap kerja yang tekun, teliti dan bersungguh-

sungguh pada setiap pekerjaan.

Penilaian tentang karya seberapa jauh kualitas karya yang dihasilkan

oleh peserta sanggar. kualitas karya dapat dilihat pada kehalusan karya yang

meliputi pembentukan dan keluwesan ornamen batik dari hasil goresan

malam dan pewarnaan. Misalnya ornamen berbentuk garis gelombang yang

berulang-ulang jika dapat decanting dengan rapi mampu mendukung bentuk

ornamen dan tampak luwes dan menarik. Warna pada karya batik tulis

terdapat aturannya, maka bagaimana mengkomposisikan warna pertama

dengan selanjutnya. Kesatuan warna pada karya batik mempunyai peran

penting seperti halnya pada karya lukisan lainnya.

8. Hasil Karya Batik Peserta Sanggar

Selama mengikuti pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik

Course” ini peserta sanggar mengerjakan tiga buah karya batik dengan pola

yang berbeda-beda. Mulai dari pola dasar hingga pengembangan pola. Pola

Page 133: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

117

yang dikerjakan peserta sanggar ini tidak terlalu rumit, karena pembelajaran

sanggar di sini mayoritas diikuti oleh pemula yang belum mengetahui tentang

bagaimana membuat batik. Selama mengikuti pembelajaran di sanggar,

terdapat 3 karya yang harus dikerjakan oleh peserta sanggar. Berikut adalah

salah satu hasil karya peserta sanggar:

1. Karya Pertama

Gambar XXIX: Hasil Karya Pertama Angga

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Gambar di atas merupakan hasil karya pertama dari Angga. Karya

pertama yang merupakan dasar dari mencanting ini sengaja tidak dicelupkan

pada pewarna, cukup dengan hasil goresan malam seperti gambar di atas.

Garis hasil goresan cantingan pada karya ini masih belum stabil karena masih

Page 134: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

118

banyak terdapat garis yang ketebalannya berbeda, sehingga pada gambar

karya di atas dapat dilihat banyak goresan malam yang berhimpitan antara

garis satu dengan yang lainnya. Selain itu juga masih belum luwes karena

masih terlihat belum lurus mengikuti pola. Karya ini juga banyak terdapat

tetesan malam di luar pola. Sehingga mengurangi nilai kerapian pada karya.

Hal di atas merupakan hal yang biasa bagi seorang pemula dalam

belajar membatik. Adanya ketidak rapian pada garis yang telah dicanting bisa

diakibatkan oleh faktor lilin malam yang suhunya belum stabil, atau masih

kurang panas. Sehingga garis yang dihasilkan pun juga belum stabil.

Sedangkan untuk ketidakluwesan garis tersebut terjadi karena masih kurang

luwesnya tangan untuk menggerakkan canting ketika menggoreskan lilin

malam pada kain. Dalam karya tersebut juga terdapat tetesan-tetesan malam

yang berada di luar pola. Hal ini diakibatkan karena peserta sanggar kurang

memperhatikan kebersihan canting di sekitar bak penampungnya. Karena

ketika setelah mengambil malam pada wajan biasanya bagian luar canting

banyak terdapat lilin yang ikut menempel. Dan ketika diarahkan pada kain,

lilin malam tersebut jatuh secara tidak sengaja hingga karya pun menjadi

tidak rapi. Inilah tujuannya dari pembelajaran karya pertama ini supaya

melatih tangan untuk bisa luwes dalam menggerakkan canting serta berlatih

rapi dalam mencanting.

Page 135: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

119

Gambar XXX: Hasil Karya Pertama Ardliy

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Gambar di atas merupakan hasil karya pertama dari Ardliy. Karya

tersebut sudah termasuk rapi dalam mencanting karena dilihat dari ketebalan

garis-garis yang dicanting sudah stabil. Tetapi masih kurang luwes hasil

goresannya karena masih terlihat belum lurus mengikuti pola. Karya ini juga

masih banyak terdapat tetesan malam di luar pola. Sehingga mengurangi nilai

kerapian pada karya.

Karya ini sudah termasuk karya yang bagus. Kestabilan tebal/tipis

garis karya ini sudah baik karena saat mencanting dia memperhatikan suhu

lilin malam dengan cara mengecek dahulu lilin malam pada kertas. Sehingga

garis yang dihasilkan pun juga stabil. Sedangkan untuk ketidakluwesan garis

tersebut terjadi karena masih kurangnya latihan menggoreskan lilin malam

Page 136: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

120

pada kain. Dalam karya tersebut juga terdapat tetesan-tetesan malam yang

berada di luar pola. Hal ini diakibatkan karena peserta sanggar kurang

memperhatikan kebersihan canting di sekitar bak penampungnya. Karena

ketika setelah mengambil malam pada wajan biasanya bagian luar canting

banyak terdapat lilin yang ikut menempel. Dan ketika diarahkan pada kain,

lilin malam tersebut jatuh secara tidak sengaja hingga karya pun menjadi

tidak rapi. Inilah tujuannya dari pembelajaran karya pertama ini supaya

melatih tangan untuk bisa luwes dalam menggerakkan canting serta berlatih

rapi dalam mencanting.

Gambar XXXI: Hasil Karya Pertama Linda

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 137: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

121

Gambar di atas merupakan hasil karya pertama dari Linda. Karya

tersebut sudah termasuk rapi dalam mencanting karena dilihat dari ketebalan

garis-garis yang dicanting sudah stabil. Tetapi karya ini juga masih banyak

terdapat tetesan malam di luar pola. Sehingga mengurangi nilai kerapian pada

karya.

Karya ini sudah termasuk karya yang bagus. Kestabilan tebal/tipis

garis karya ini sudah baik karena saat mencanting memperhatikan suhu lilin

malam dengan cara mengecek dahulu lilin malam pada kertas. Sehingga garis

yang dihasilkan pun juga stabil.

Dalam karya tersebut juga terdapat tetesan-tetesan malam yang berada

di luar pola. Hal ini diakibatkan karena peserta sanggar kurang

memperhatikan kebersihan canting di sekitar bak penampungnya. Karena

ketika setelah mengambil malam pada wajan biasanya bagian luar canting

banyak terdapat lilin yang ikut menempel. Dan ketika diarahkan pada kain,

lilin malam tersebut jatuh secara tidak sengaja hingga karya pun menjadi

tidak rapi. Inilah tujuannya dari pembelajaran karya pertama ini supaya

melatih tangan untuk bisa luwes dalam menggerakkan canting serta berlatih

rapi dalam mencanting.

Page 138: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

122

2. Karya Kedua

Gambar XXXII: Hasil Karya Kedua Angga

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Gambar di atas merupakan hasil karya kedua dari Angga. Karya kedua

merupakan tahap pengembangan dari tahap pertama. Pada karya kedua

Angga ini pola dasar batik dikembangkan dengan isen-isen motif seperti garis

lengkung yang diulang-ulang dan titik-titik. Karya kedua ini dicelupkan pada

tiga warna yaitu orange, merah muda, dan merah tua. Tujunnya adalah supaya

karya yang dihasilkan memiliki keharmonisan warna. Tetapi dalam karya

tersebut sangat terlihat kasar pada garis batas antara warna orange dan merah

maupun warna maroon.

Hal di atas merupakan hal yang biasa bagi seorang pemula dalam

belajar membatik. Adanya ketidakrapian pada warna tersebut terjadi karena

Page 139: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

123

saat mengeblok kain sebelum pewarnaan kedua tidak menutup semua

permukaan yang diinginkan. Sehingga hasilnya sangat tidak rapi dan

warnanya pun kelihatan tidak menyatu antara komponen motif satu dengan

motif yang lainnya.

Gambar XXXIII: Hasil Karya Kedua Ardliy

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Gambar di atas merupakan hasil karya kedua dari Ardliy. Pada karya

kedua Ardliy ini pola dasar batik dikembangkan dengan motif abstrak seperti

garis lengkung, garis gelombang, garis lurus yang diulang-ulang. Karya

kedua ini dicelupkan pada tiga warna yaitu orange, merah muda, dan merah

tua. Tujunnya adalah supaya karya yang dihasilkan memiliki keharmonisan

warna. Warna dalam karya ini lebih banyak ke warna merah maroonnya

daripada warna orange maupun putih. Warna putih hanya dibuat pada garis

Page 140: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

124

dasarnya saja, sedangkan orang dipakai untuk pengembangan pola dasar

secara abstrak.

Karya tersebut sudah tergolong karya yang bagus. Garis-garis

cantingannya rapi, serta perbedaan warna pada karyanya terihat harmonis dan

menyatu, tidak ada suatu batasan warna yang kaku. Meskipun karya ini

desainnya abstrak tetapi terlihat adanya keluwesan bentuk sehingga membuat

karya ini nyaman untuk dipandang,. Jika terdapat garis yang pecah-pecah itu

terjadi karena saat proses pewarnaan, bukan saat proses pencantingan. Hal ini

diakibatkan terlalu lama saat merendam kain pada larutan sehingga lilin

malam yang sudah menempel mudah pecah atau bisa juga karena saat

pencelupan kain tersebut terlalu ditekan-tekan hingga menjadi pecah.

Gambar XXXIV: Hasil Karya Kedua Linda (Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Page 141: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

125

Gambar di atas merupakan hasil karya kedua dari Linda. Pada karya

kedua Linda ini pola dasar batik dikembangkan dengan pola abstrak dan

memberikan isen-isen seperti garis lengkung, garis lurus, titik-tik yang

diulang-ulang. Dalam karya ini masih banyak malam yang pecah karena

dapat dilihat dari hasil pewarnaannya garis-garis yang dihasilkan tidak rata.

Karya kedua ini dicelupkan pada tiga warna yaitu orange, merah muda, dan

merah tua. Sehingga karya yang dihasilkan memiliki keharmonisan warna.

Pada karya ini komponen garis putihnya sangat terlihat, meskipun warna yang

mendominasi adalah tetap warna merah maroon sebagai background.

Karya tersebut tergolong karya yang bagus. Ketebalan garis-garis

cantingannya terlihat konsisten, karena banyak terdapat garis yang berwarna

putih sehingga garis-garis tersebut dapat terlihat jelas. Tetapi dalam karya ini

juga masih banyak terdapat garis yang pecah-pecah yang diakibatkan karena

saat proses pewarnaan terlalu lama merendam kain pada larutan sehingga lilin

malam yang sudah menempel mudah pecah atau bisa juga karena saat

pencelupan kain tersebut terlalu ditekan-tekan hingga malam pada kain

menjadi pecah dan warnanya masuk pada pori-pori kain. Karya ini memiliki

perpaduan warna yang harmonis dan nyaman untuk dipandang, karena warna

yang digunakan adalah warna orange, merah, dan merah marun. Sehingga

ketiga warna ini dapat menambah nilai keindahan karya batik.

Page 142: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

126

3. Karya Ketiga

Gambar XXXV: Hasil Karya Ketiga Angga

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Sedangkan untuk karya ketiga ini merupakan tahap lanjutan dari karya

kedua. Motif yang telah disediakan oleh pihak sanggar sedikit rumit, karena

ukuran motifnya yang kecil-kecil sehingga membutuhkan ketlatenan bagi

peserta didik untuk mencantingnya. Karya kedua ini memiliki motif yang

berbentuk seperti gunungan, memiliki sayap di kanan dan di kiri, dan juga

motif daun-daun dan rantai. Karya ini diberi isen-isen berbentuk titik-titik

pada bagian-bagian motif yang sudah disediakan sebelumnya. Warna yang

digunakan dalam karya ini adalah warna ungu dan warna merah maroon.

Pada karya ketiga Angga ini sudah menunjukkan peningkatan dalam

mencanting. Garis cantingannya rapi, serta perbedaan warna antara motif satu

dengan yang lainnya bisa harmonis dan luwes, sehingga nyaman untuk

dipandang.

Page 143: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

127

Gambar XXXVI: Hasil Karya Ketiga Ardliy

(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)

Gambar di atas merupakan karya ketiga dari Ardliy. Motif yang telah

disediakan oleh pihak sanggar sedikit rumit, karena ukuran motifnya yang

kecil-kecil sehingga membutuhkan ketlatenan bagi peserta didik untuk

mencantingnya. Karya kedua ini memiliki motif burung yang memiliki sayap

di kanan dan di kiri, serta dibingkai dalam garis berbentuk bulat dan kotak

pada luar motif utamanya. Ardliy memberi isen-isen berbentuk titik-titik pada

bagian-bagian motif yang sudah disediakan sebelumnya. Dan warna yang

digunakan dalam karya ini adalah warna biru indigosol, yaitu biru muda dan

biru tua.

Pada karya ketiga Ardliy ini sudah menunjukkan adanya suatu

keterampilan yang baik dalam membatik. Garis cantingannya rapi, serta

perbedaan warna antara motif satu dengan yang lainnya bisa harmonis dan

luwes, sehingga nyaman untuk dipandang.

Page 144: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

128

Gambar XXXVII: Hasil Karya Ketiga Linda Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016

Gambar di atas merupakan karya ketiga dari Linda. Motif yang telah

disediakan oleh pihak sanggar sedikit rumit, karena ukuran motifnya yang

kecil-kecil sehingga membutuhkan ketlatenan bagi peserta didik untuk

mencantingnya. Karya kedua ini memiliki motif burung yang memiliki sayap

di kanan dan di kiri, serta dibingkai dalam garis berbentuk bulat dan kotak

pada luar motif utamanya. Karya ini diberi isen-isen berbentuk titik-titik pada

bagian-bagian motif yang sudah disediakan sebelumnya. Dan warna yang

digunakan dalam karya ini adalah warna biru indigosol, yaitu biru muda dan

biru tua.

Pada karya ketiga Linda ini sudah menunjukkan adanya suatu

keterampilan yang baik dalam membatik. Garis cantingannya rapi, serta

perbedaan warna antara motif satu dengan yang lainnya bisa harmonis dan

luwes, sehingga nyaman untuk dipandang.

Page 145: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

129

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan strategi pembelajaran dan karya Batik Tulis di sanggar

“Intensive Batik Course” adalah sebagai berikut:

1. Strategi pembelajaran Batik Tulis di sanggar “Intensive Batik Course”

Pembelajaran yang dilakukan di sanggar “Intensive Batik Course” ini

menggunakan strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction), dimana

instruktur menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran. Pada strategi ini

termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik, pengajaran

eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi. Dalam pembelajaran ini

membutuhkan penjelasan yang jelas dari instruktur, dan juga lebih banyak latihan

prakteknya untuk membuat karya batik. Sehingga instruksi dari instruktur sanggar

sangat dibutuhkan ketika pembelajaran praktek membatik sedang berlangsung.

Penjelasan strategi yang digunakan dalam pembelajaran tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Perencanaan Pembelajaran Batik di sanggar “Intensive Batik Course”

Yogyakarta dilakukan dengan menyiapkan materi pembelajaran, media

pembelajaran dan juga peralatan pembelajaran batik. Perencanaan untuk

pembelajaran batik tulis tersebut disesuaikan dengan materi yang akan

digunakan dalam pelajaran membatik, dimana materi pembelajaran lebih

banyak bersifat praktik.

Page 146: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

130 b. Proses Pembelajaran Batik Tulis di sanggar “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta dilaksanakan pada pagi hari. Dalam pembelajaran

batik tulis ini instruktur melakukan 3 tahap dalam pembelajaran, yaitu

pendahuluan pembelajaran (salam, doa, apersepsi, dan pengenalan tentang

batik), inti pembelajaran (proses mencanting, mewarnai, dan melorod), dan

yang terakhir adalah menutup pembelajaran (melalui evaluasi kegiatan dan

hasilkarya batik pesertasanggar. Selain pada penutup pembelajaran, evaluasi

juga dilakukan saat pembelajaran berlangsung yang dilakukan instruktur

melalui nasehat dan saran, serta dengan refleksi diri dari peserta sanggar.

Kegiatan penutup juga dilakukandenganmenyampaikan materi pembelajaran

yang akan dilakkukan untuk pertemuan selanjutnya.

c. Hasil karya batik tulis peserta sanggar “Intensive Batik Course” berjumlah 9

karya, setiap anak memiliki 3 buah karya. Karya pertama yang dihasilkan

masih banyak kekurangan karena belum terbiasa dengan mencanting. Karya

kedua sudah mengalami peningkatan hasil tetapi masih terdapat bagian-

bagian yang kurang rapi. Karya ketiga sudah menunjukkan hasil cantingan

yang rapi dan warnanya lebih merata. Jadi dengan digunakannya strategi

pembelajaran langsung di sanggar “Intensive Batik Course” tersebut ketiga

hasil karya dari masing-masing peserta sanggar relative sama dengan hasil

karya peserta sanggar lainnya, tetapi sudah menunjukkan adanya

perkembangan yang baik dalam kemampuan membatik.

Page 147: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

131 B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, perlu diberikan

saran untuk berbagai pihak sebagai bahan pertimbangan guna untuk terus

memajukan batik tulis lagi.

1. Bagi pihak instruktur sanggar “Intensive Batik Course”untuk terus

mengembangkan media dan sumber belajar seperti modul, buku yang dapat

menumbuhkan semangat belajar peserta sanggar.

2. Bagi pihak sanggar “Intensive Batik Course” untuk bisa memberikan

sertifikat hasil kursus kepada peserta sanggar dan mencari partner atau

generasi penerus untuk mengajar di sanggar.

Page 148: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

132

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2014. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ghony, M. Djunadi dan Fauzan Almansyur. Metodologi Penelitian Kualitatif. 2012. Jogjakarta: Ar-Ruzz media

Hamalik, Oemar. 2013. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksaran.

Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madina

Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal, Permendikbud. No. 81 tahun 2013

Indonesia.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan.PP Nomor 32 tahun 2013

Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan nonformal. PMPN No. 49 tahun 2007

Kaswan, 2011. Pelatihan dan Pengembangan untuk Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Penerbit Alfabeta

Lisbijanto, Herry. 2013. Batik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung PT Remaja Rosda Karya.

___________. 2006. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). Bandung: Remaja Rosda Karya.

Moleong, J.Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Mulyadi, Dalidjo. 1983. Pengenalan Ragam Hias Jawa. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Mulyana, D. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 149: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

133

Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Murtihadi dan Mukminatun. 1979. Pengetahuan Teknologi Batik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Prasetyo, Anindito. 2010. Batik – Karya Agung Warisan Budaya Dunia. Jakarta: Pura Pustaka

Riyanto dkk. 1997. Katalog Batik Indonesia. Jkt: ProyekPengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kerajinan dan batik.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Rusman. 2013. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta

Sa’ud, S. Udin dan Makmun, S. Abin. 2006. Perencanaan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Setiawati, Rahmida. 2007. Seni Budaya 1 Untuk SMK Kelas X. Bogor:Yudhistira

Sidik. 1973. Masalah Seni Material. Yogyakarta: STSRI-ASRI

Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Gholia Indonesia

Sugiyono.2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono dan Omas Mas’un Sukarya Praja. 1980. Penuntun Praktek Dasar Kerajinan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suharsimi, A. 2006. Prosedur Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada Universuty Press.

Supriadie dan Deni. 2012. Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suryosubroto. 1997. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya

Susanto, S. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan

Sutirman. 2013. Media dan Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 150: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

134

Tilaar. 2002. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Page 151: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

135 Lampiran 1 : LokasiSanggar

Page 152: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

136 Lampiran 2 : Surat Izin Menyelenggarakan Kursus

Page 153: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

137 Lampiran3:Pedoman Observasi

PEDOMAN OBSERVASI

Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data dengan pengamatan di

lapangan tentang pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari

Yogyakarta. Aspek yang ingin diketahui dalam penelitian dengan teknik observasi

ini adalah tentang strategi pembelajaran danhasilkaryapeserta sanggar “Intensive

Batik Course” Tamansari Yogyakarta yang meliputi:

1. Materi pelajaran yang digunakan untuk pembelajaran batik.

2. Media pembelajaran yang digunakan dalam proses pebelajaran batik.

3. Strategi pembelajaranyang digunakan instruktur dalam pembelajaran batik di

sanggar “Intensive Batik Course”.

4. Kegiatan pembelajaran batik yang meliputi kegiatan pendahuluan

pembelajaran, inti pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

5. Hasil pembelajaran batik yang meliputi hasil karya peserta sanggar berupa

produk.

Page 154: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

138 Lampiran4: PedomanWawancara

PEDOMAN WAWANCARA

Wawancara dengan informan dilaksanakan secara langsung oleh peneliti.

Informan yang diwawancarai yaitu Drs. Hadjir Digdomartodiharjo sebagai pendiri

sekaligus instruktur sanggar batik, dan beberapa peserta sanggar “Intensive Batik

Course”.Garis besar masalah yang digali pada wawancara ini adalah:

A. Pedoman Wawancara untuk Pendiri sekaligus Instruktur Sanggar

1. Bagaimana sejarah berdirinya Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

2. Bagaimana asal-usul nama“Intensive Batik Course” ini bisa menjadi

pilihan nama untuk sanggar batik ini?

3. Kapan Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta

berdiri/aktif ?

4. Apa motto, visi, misi, dan tujuan Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

5. Apa fungsi dan tugas Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari

Yogyakarta?

6. Bagaimana dengan sumber daya manusia di sanggar batik “Intensive

Batik Course” Tamansari Yogyakarta?

7. Bagaimana profil guru Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

Page 155: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

139

8. Berapa usia peserta sanggar batik “Intensive Batik Course” Tamansari

Yogyakarta?

9. Apa saja program pembelajaran Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

10. Apa saja fasilitas pendidikan Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

11. Berapa biaya administrasi Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

12. Berapa lama pendidikan yang harus ditempuh selama belajar di Sanggar

Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?

13. Sejauh mana perkembangan peserta Sanggar Batik “Intensive Batik

Course” Tamansari Yogyakarta?

14. Bagaimana cara perekrutan peserta sanggar?

15. Sampai saat ini, Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari

Yogyakarta sudah mendidik berapa generasi? Berjumlah berapa anak?

16. Dari beberapa sanggar yang ada di Yogyakarta, apa keunikan dari

Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?

17. Apa saja materi pembelajaran Sanggar Batik “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta?

18. Apa tujuan sebelum dan sesudah dalam proses pembelajaran Sanggar

Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?

19. Adakah hambatan-hambatan yang dialami ketika mendidik dalam kursus

membatik?

Page 156: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

140

20. Bagaimana solusi dalam mengatasi hambatan tersebut?

21. Bagaimanastrategiataucaramengajarmembatik di sanggarini?

22. Bagaimana cara mengevaluasibaikdarisegikaryamaupunsegikegiatan di

Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?

B. Pedoman Wawancara untuk Peserta Sanggar

1. Bagaimana anda mendapatkan informasi tentang Sanggar Batik

“Intensive Batik Course”?

2. Apa motivasi anda untuk mengikuti kursus batik tersebut?

3. Apakah pembelajaran di Sanggar Batik “Intensive Batik Course” mudah

diterima?

4. Seberapa dalam kepahaman dan keterampilan anda setelah mengikuti

kursus batik tersebut?

5. Apa hambatan selama mengikuti kegiatan pembelajaran kursus batik?

6. Padasaat proses pembelajaran yang manakahyang

menurutandasusahuntukdipelajari?

7. Apakahandamerasapuasdenganhasilkaryaanda?

Page 157: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

141 Lampiran5 :Pedoman Dokumentasi

PEDOMAN DOKUMENTASI

Aspek yang ingin diketahui dalam penelitian dengan teknik dokumentasi

ini adalah tentang pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari

Yogyakarta. Aspek yang ingin diketahui dalam penelitian dengan teknik observasi

ini adalah tentang proses pembelajaran pada sanggar “Intensive Batik Course”

Tamansari Yogyakarta yang meliputi:

A. Dokumen tertulis

1. Materi pembelajaran

2. Biodata peserta sanggar

B. Dokumen gambar/ foto proses kegiatan pembelajaran batik

C. Dokumen perangkat pembelajaran batik

D. Dokumen hasil karya batik peserta sanggar

Page 158: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

142 Lampiran 6: Formulir Pendaftaran Peserta Sanggar

Page 159: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

143

Page 160: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

144 Lampiran 7 : Materi Pembelajaran Membatik

Page 161: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

145

Page 162: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

146

Page 163: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

147

Page 164: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

148

Page 165: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

149

Page 166: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

150

Page 167: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

151 Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian dari Jurusan

Page 168: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

152 Lampiran9 :SuratIjinPenelitiandariFakultas

Page 169: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

153 Lampiran10 :SuratKeteranganPenelitiandariInstrukturSanggar

Page 170: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

154 Lampiran11 :SuratKeteranganWawancaradenganPesertaSanggar

Page 171: STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR · Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi

155