strategi pembelajaran batik di sanggar · dr. widyastuti purbani, m.a selaku dekan karyawan...
TRANSCRIPT
i
STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR
“INTENSIVE BATIK COURSE” TAMANSARI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh :
Linda Dian Rahmawati
NIM. 12207241001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KRIYA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JUNI 2016
v
MOTTO
Seorang penakut hanya mengatakan akan melakukan,
tapi membuat banyak alasan mengapa dia belum bisa bertindak sekarang.
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:
Ibu dan Bapak tercinta yang senantiasa memberikan doa
dan kasih sayangnya, terima kasih untuk dukungan,
bimbingan serta doanya sehingga saya bisa seperti sekarang ini
Untuk Mas, Mbak dan keponakanku di rumah,
terimakasih untuk dukungan dan doa kalian selama ini tanpa kalian
aku tak akan bisa mencapai titik ini.
Dan terimakasih untuk Mr. Be yang selalu memotivasi
dan selalu mengajarkan sebuah keoptimisan.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini untuk
memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Penulisan skripsi dengan judul “Strategi Pembelajaran Batik di Sanggar Intensive
Batik Course Tamansari Yogyakarta” ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari
dukungan dan kerja sama dari beberapa pihak. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada bapak Drs. Martono, M.Pd selaku pembimbing skripsi. Rasa hormat dan
terimakasih yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada beliau yang penuh
dengan kesabaran, kearifan, dan kebijaksanaan memberikan arahan dan dorongan
yang tiada hentinya disela-sela kesibukan beliau.
Selanjutnya tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Rohmat Wahab, M.Pd., M.A. selaku rektor Universitas Negeri
Yogyakarta
2. Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku dekan karyawan Fakultas Bahasa dan
Seni beserta staf yang telah membantu kelengkapan administrasi skripsi ini.
3. Dwi Retno Sri Ambarwati, M.Sn selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa
atas dukungan dan bantuannya.
4. Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni
Kerajinan atas dukungan, bantuan dan motivasinya.
5. Dr. Kasiyan, S.Pd, M.Hum selaku Penasehat Akademik yang telah memberi
arahan dalam berbagai urusan akademik.
6. Drs. Hadjir Digdomartodiharjo selaku instruktur sanggar sebagai objek
penelitian ini.
7. Angga Wiranto dan Ardliyani selaku peserta sanggar batik “Intensive Batik
Course” atas pengertiannya.
8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan
angkatan 2012, terimakasih atas pengertian, kerjasama, dan dorongan serta
semangat yang senantiasa diberikan selama penyusunan skripsi ini.
viii
9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Akhirnya ucapan terima kasih yang sangat khusus disampaikan kepada
orangtua, kakak atas pengertian yang mendalam, pengorbanan, dorongan, dan
curahan kasih sayang selama menempuh studi serta menyelesaikan skripsi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan wawasan bagi
pembaca, serta pihak lain yang berkepentingan.
Yogyakarta, 20 Juni 2016
Penulis,
Linda Dian R
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.........................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................
SURAT PERNYATAAN.....................................................................
HALAMAN MOTTO..........................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
DAFTAR GAMBAR............................................................................
DAFTAR TABEL................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
ABSTRAK............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................
B. Identifikasi Masalah ..................................................................
C. Batasan Masalah .......................................................................
D. Rumusan Masalah ....................................................................
E. Tujuan Penelitian.......................................................................
F. Manfaat Penelitian.....................................................................
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Strategi Pembelajaran .........................................................
2. Belajar dan Pembelajaran ....................................................
3. Sanggar ................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
xi
xviii
xix
xx
1
4
5
5
5
6
8
11
17
x
4. Batik ....................................................................................
B. Penelitian Relevan……………………………………………..
BAB III CARA PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ...............................................................
B. Data Penelitian ..........................................................................
C. Sumber Data Penelitian .............................................................
D. Instrumen Penelitian .................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
F. Teknik Analisis Data .................................................................
G. Pemeriksaan Keabsahan Data ...................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keberadaan Sanggar
1. Lokasi Sanggar...................................................................
2. Sejarah berdirinya sanggar batik………………………....
3. Program Pembelajaran Sanggar..........................................
4. Profil Guru Sanggar............................................................
5. Anak Didik Sanggar...........................................................
B. Strategi Pembelajaran…………………………………………
1. Perencanaan Pembelajaran.................................................
a. Materi Pembelajaran ...................................................
b. Metode Pembelajaran..................................................
c. Media Pembelajaran....................................................
d. Bahan dan Alat Batik..................................................
2. Pelaksanaan Pembelajaran..................................................
1) Pendahuluan................................................................
2) Kegiatan Inti ...............................................................
a) Proses Mencanting...............................................
b) Proses Pewarnaan.................................................
c) Proses Pelorodan..................................................
3) Evaluasi Pembelajaran……………………………….
28
39
40
41
42
43
45
47
59
51
52
57
58
61
64
65
66
69
71
75
81
82
92
92
101
112
114
xi
a) Evaluasi Segi Kegiatan.........................................
b) Evaluasi Karya.....................................................
C. Hasil Karya Batik Peserta Sanggar.....................................
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………....
B. Saran…………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA……………………………………..…………
LAMPIRAN…………………………………………………………..
114
115
118
137
139
141
xii
Daftar Gambar
Halaman
Gambar I
Gambar II
Gambar III
Gambar IV
Gambar V
Gambar VI
Gambar VII
Gambar VIII
Gambar IX
Gambar X
Gambar XI
Gambar XII
Gambar XIII
Gambar XIV
Gambar XV
Gambar XVI
Gambar XVII
Gambar XVIII
‘
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Denah Lokasi Sanggar………..……….……….
Peserta Sanggar Pertama (Mrs Smand) saat
Mengikuti Kursus Batik…………...…….….....
Instruktur Sanggar sedang Menjelaskan
Mengenai Pewarna Napthol..…………..………
Kompor batik beserta wajan…..…….....………
Panci untuk Melorod………….……………….
Dingklik untuk Pijakan Kaki…..………...…….
Sketsa Materi Jenis Bahan Kain Batik……...…
Sketsa Materi Jenis Lilin Malam....……………
(Atas) Lilin Malam Klowong, Tembokan, dan
Biron, (bawah) Bahan-bahan Penyusun Lilin
Malam.................................................................
Sketsa Materi Pembelajaran Penyusun Lilin
Malam…………………………………………
Sketsa Materi Pembelajaran Bagaimana Cara
Pengolahan Lilin Malam...................................
Jenis-jenis Canting Indonesia............................
Jenis-jenis Canting dari Berbagai Negara.........
Cara untuk Memanaskan Lilin Malam,
Memposisikan Canting, dan Cara Mengecek
Suhu Lilin Malam untuk Mencanting………….
Pola Dasar untuk Pemula....................................
Tahap Pertama Latihan Mencanting …………..
Pola Kedua dan Ketiga………………………...
Hasil Cantingan Tahap 1 untuk Pola yang
Kedua..…………………………………………
51
53
73
77
78
79
83
84
85
86
87
88
89
91
93
95
97
98
xiii
Gambar XIX
Gambar XX
Gambar XXI
Gambar XXII
Gambar XXIII
Gambar XXIV
Gambar XXV
Gambar XXVI
Gambar XXVII
Gambar XXVIII
Gambar XXIX
Gambar XXX
Gambar XXXI
Gambar XXXII
Gambar XXXIII
Gambar XXXIV
Gambar XXXV
Gambar XXXVI
Gambar XXXVII
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Materi Pembelajaran Jenis Napthol di Berbagai
Negara dan Cara Membuat Larutannya….........
Materi Pembelajaran tentang Grafik Penyusun
Warna Napthol…………………...………...….
Materi Pembelajaran tentang Pewarna Alami…
Materi Pembelajaran Pewarna Indigosol………
Materi Proses Pencelupan pada Indigosol….....
Proses Penjemuran Setelah Pewarnaan
Indigosol……………………………………….
Materi Proses pencelupan pada napthol……….
Proses Mencelupkan Kain pada Larutan
Napthol………………………………………...
Instruktur Sanggar Mengajari Mengejos………
Proses Pelorodan……………..……...…………
Hasil Karya Pertama Angga……………..........
Hasil Karya Pertama Ardliy …………...……...
Hasil Karya Pertama Linda ………….………...
Hasil Karya Kedua Angga………………..…...
Hasil Karya Kedua Ardliy………………..…...
Hasil Karya Kedua Linda.…………..………...
Hasil Karya Ketiga Angga……………..……...
Hasil Karya Ketiga Ardliy…………...………...
Hasil Karya Ketiga Linda.…………………......
101
102
103
105
106
108
108
109
110
112
117
119
120
122
123
124
126
127
128
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
:
:
:
:
Perbedaan antara Pendidikan Nonformal dan Pendidikan
Formal……………………………………………………………
Tulisan Panduan Wisata Orang Asing yang Memuat tentang
“Intensive Batik Course” ………………………………...…..…
Program Pendidikan Sanggar Batik “Intensive Batik
Course”………………………………………………………......
Materi Pembelajaran “Intensive Batik Course”…..………..……
18
53
57
65
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Lokasi Penelitian………………………………………….
Surat Izin Menyelenggarakan Kursus ……………………
Pedoman Observasi……………………………………….
Pedoman Wawancara……………………………………..
Pedoman Dokumentasi……………………………………
Formulir Pendaftaran Peserta Sanggar………..………….
Materi Pembelajaran Membatik…………………………..
Surat Ijin Penelitian dari Jurusan…………………………
Surat Ijin Penelitian dari Fakultas………………………...
Surat Keterangan Penelitian dari Instruktur Sanggar…….
Surat Keterangan Wawancara dengan Peserta Sanggar…..
135
136
137
138
141
142
144
151
152
153
154
xvi
STRATEGI PEMBELAJARAN BATIK DI SANGGAR “INTENSIVE BATIK COURSE” TAMANSARI YOGYAKARTA
Linda Dian Rahmawati NIM 12207241001
ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan di sanggar “Intensive Batik Course” ini
bertujuan untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran dan hasil karya batik tulis yang berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut: 1) Persiapan pembelajaran batik tulis; 2) Pelaksanaan pembelajaran batik tulis; 3) Penutup pembelajaran, dan 4) Hasil karya batik tulis.
Subjek penelitian ini adalah instruktur sanggar dan peserta sanggar. Pengambilan data ini dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dibantu pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Keabsahan data diperoleh melalui triangulasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 1) Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi langsung yang berkaitan dengan: a) Persiapan pembelajaran batik tulis di sanggar “Intensive Batik Course” meliputi persiapan materi, media, dan alat praktik, b) Pelaksanaan pembelajaran batik tulis dilakukan dengan langkah-langkah instruktur sanggar memulai dari membuka pelajaran (salam dan berdoa, apersepsi, penyampaian tujuan pembelajaran), kegiatan inti pembelajaran (penyampaian materi batik, mencanting, mewarna, dan melorod), c) Penutup pembelajaran dilakukan instruktur sanggar melalui evaluasi kegiatan dan karya batik. Selain pada penutup pembelajaran, evaluasi juga dilakukan saat pembelajaran berlangsung yang dilakukan instruktur melalui nasehat dan saran, serta dengan refleksi diri dari peserta sanggar. Pada kegiatan penutup juga disampaikan pula materi pembelajaran yang akan dilakukan untuk pertemuan selanjutnya. 2) Hasil karya batik tulis peserta sanggar “Intensive Batik Course” berjumlah 9 karya, setiap anak memiliki 3 buah karya.
Kata Kunci: Pembelajaran, Batik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan, sekaligus dikenal sebagai
kota budaya. Hal ini dikarenakan Indonesia kaya dengan seni budaya, salah satu
diantaranya adalah seni kerajinan batik. Keberadaan batik di Yogyakarta sudah
banyak dikenal hampir di seluruh Nusantara. Batik adalah warisan budaya
Indonesia yang semakin diakui keberadaannya oleh dunia, setelah diakui oleh
UNESCO sebagai “World Herritage” (warisan dunia) pada tahun 2009. Sebagai
generasi penerus budaya sudah sepantasnya menjaga, melestarikan dan
menjadikan batik sebagai bagian dari karakter bangsa.
Keberadaan batik di Yogyakarta sudah banyak dijadikan sebagai mata
pencaharian oleh beberapa masyarakat di Yogyakarta. Misalnya masyarakat di
daerah Imogiri, Ngasem, Bantul maupun Kulonprogo banyak ditemui pengrajin
batik. Oleh karena semakin banyaknya pengrajin yang secara tidak langsung
menjadi pesaing bisnis di antara mereka maka perlu adanya pelatihan guna
meningkatkan SDM untuk persaingan tersebut . Kaswan (2011: 1) menjelaskan
bahwa agar mampu bersaing dan berkembang dengan pesat, maka organisasi
memasukkan pendidikan karyawan, pelatihan, dan pengembangan sebagai bagian
strategi utama organisasi. Hal tersebut sama halnya dengan peningkatan mutu
SDM guna mempertahankan batik di era globalisasi ini, maka sangatlah penting
untuk diadakannya suatu pendidikan tentang batik, salah satunya adalah dengan
sanggar batik.
2
Pendidikan di sanggar bertujuan untuk mengadakan pembinaan dan
pengembangan bakat, kreasi, fantasi, dan apresiasi seseorang yang nantinya
diharapkan bisa menumbuhkan kemandirian sekaligus membentuk kepribadian
yang positif, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan sistem sanggar,
seseorang dapat belajar membatik secara mudah, bebas berekspresi
mengungkapkan ide, dan adanya interaksi dengan teman sebaya akan
menciptakan iklim kompetisi yang sehat, saling belajar dari kelebihan dan
kekurangan masing-masing, dan terus mengasah keterampilan sehingga seseorang
tersebut dapat menjadi pribadi yang aktif dalam kehidupannya.
Made Pidarta (2007:20) menyebutkan bahwa Proses pendidikan
mempunyai bentuk-bentuk atau modalitas sebagai berikut: 1) bentuk formal, 2)
bentuk non formal, 3) bentuk informal. Perbedaan utama kewajiban ketiga
lembaga tersebut ialah pada orientasi pendidikannya. Kalau lembaga pendidikan
jalur formal berorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya,
maka lembaga pendidikan jalur nonformal dan informal mengutamakan
pengembangan afeksi dan psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan
kognisi sebagai unsur penunjang.
Mengarahkan guna membentuk kepribadian peserta didik yang positif,
kreatif, sekaligus berprestasi, tidak semua orang ataupun lembaga mampu untuk
melaksanakan tugas tersebut dengan hasil memuaskan. Hal tersebut dikarenakan
setiap individu mempunyai basic characteristic yang berbeda-beda, tergantung
perpaduan karakter kedua orang tua masing-masing.
3
Kursus membatik di sanggar batik bagi peserta sanggar tidak hanya
melatih keterampilan tangan, tetapi juga melatih mata, pembentukan persepsi
tentang batik serta menumbuhkan rasa estetika. Kursus membatik tidak mutlak
menjadikan seseorang berprofesi sebagai perajin batik. Tetapi ia dapat
menggunakan kemampuannya dalam membatik dalam kehidupan sehari-harinya.
Membahas mengenai sanggar, maka sanggar “Intensive Batik Course”
yang terletak di Tamansari Yogyakarta adalah salah satu media untuk
mengadakan pembinaan terhadap seseorang yang memiliki hobi atau senang
membatik. Membatik adalah suatu kegiatan kreatifitas yang didasarkan logika
atau penalaran yang bersumber pada kemurnian hati, untuk mengekspresikan apa-
apa yang menjadi beban psikologis seseorang saat membatik. Maka dari itu di
dalam membatik ada kriteria dalam mengapresiasi karya seni batik seseorang,
yaitu kebersihan, kerapian, dan tema yang digunakan. Ketiga hal tersebut adalah
sebagai wacana untuk melihat sejauh mana perkembangan psikologis seseorang.
Keberadaan sanggar “Intensive Batik Course” ini sudah tidak asing lagi
bagi masyarakat Tamansari. Daerah Ngasem atau Tamansari yang dahulunya
sangat terkenal dengan lukisan batik dengan teknik tulis, lukis, usap, dan semprot
sekarang sudah menjadi lebih jarang. Tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat
instruktur sanggar batik “Intensive Batik Course”, karena hingga saat ini sanggar
batik ini tetap eksis dan masih terus ada peserta didik yang mendaftar di sanggar
ini untuk mengikuti pembelajaran di sanggar batik. Sanggar “Intensive Batik
Course” ini telah meluluskan sebanyak 4300 peserta sanggar yang mayoritas
4
merupakan warga Negara asing dan lebih hebatnya lagi adalah sanggar ini
dibimbing oleh seorang instruktur, yaitu Bapak Hadjir.
Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta sebagai tempat
belajar seni lukis untuk anak-anak maupun orang dewasa yang diwujudkan dalam
bentuk karya batik. Belajar membatik di sanggar merupakan salah satu
pembelajaran lebih banyak akan praktik, yang dalam pelaksanaannya masing-
masing peserta sanggar diberi media untuk mampu mendorong dirinya sendiri
dalam menyelesaikan pekerjannya secara maksimal.
Mengingat nilai positif dan kebermanfaatan sanggar “Intensive Batik
Course” dalam proses pembelajaran, perlu dilakukan tindakan kemungkinan
pengelolaan proses pembelajarannya. Bentuk tindakan itu adalah bagaimana
strategi pembelajaran di sanggar batik Tamansari yg dikelola oleh Bapak Hadjir
Digdodarmodjo. Untuk mengetahui lebih jauh dan mendalam terhadap strategi
pembelajaran di sanggar tersebut maka diperlukan upaya pengkajian atau
penelitian tentang strategi pembelajaran dan hasil karya dari peserta sanggar
tersebut. Karena sejauh ini belum terdapat penelitian yang membahas tentang
strategi pembelajaran di sanggar batik Tamansari.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, dapat di identifikasi
masalah, diantaranya:
1. Bagaimana strategi pembelajaran Batik di Sanggar “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
5
2. Bagaimana proses membatik di Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari
Yogyakarta?
3. Bagaimana evaluasi pembelajaran di Sanggar “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
4. Bagaimana hasil karya kursus membatik di Sanggar “Intensive Batik Course“
Tamansari Yogyakarta?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan dalam penelitian ini maka
permasalahan dibatasi pada strategi pembelajaran batik di Sanggar “Intensive
Batik Course” Tamansari Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana strategi pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
2. Bagaimana hasil karya batik di sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari
Yogyakarta?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana strategi
pembelajaran dan hasil karya batik “Intensive Batik Course “ yang dikelola oleh
Drs. Hadjir Digdodarmodjo di Tamansari. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan strategi pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik
Course” Tamansari Yogyakarta.
6
2. Mendeskripsikan hasil karya batik di Sanggar “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta
F. Manfaat Penelitian
Apabila dalam permasalahan tersebut teridentifikasi bagaimana strategi
pembelajaran dan hasil karya batik di sanggar “Intensive Batik Course“
Tamansari, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara:
1. Teoritis
Dengan adanya penelitian yang di lakukan di sanggar batik “Intensive
Batik Course “diharapkan dapat memberi sumbangan kepada guru atau instruktur
sanggar, sekolah, dan yang utama pada dunia pendidikan agar bisa menerapkan
strategi pembelajaran dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan
tuntutan zaman agar terciptanya individu-individu yang berkualitas.
2. Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan memberi pengalaman tersendiri bagi peneliti baik
di bidang penelitian, maupun dunia pendidikan, termasuk seni batik. Dalam
penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan dan sumbangan pemikiran
bagi pembaca tentang dunia pembelajaran batik, serta meningkatkan kesadaran
mahasiswa untuk tetap melestarikan batik dengan ikut serta mengajarkan
pembuata batik kepada masyarakat.
b. Bagi Guru/instruktur
Memberikan masukan positif sebagai bahan kajian dalam usaha
meningkatkan proses pembelajaran/ dalam kursus yang lebih baik agar
7
tercapainya tujuan dari pembelajaran. Selain itu juga diharapkan kepada guru
ataupun instruktur sanggar untuk tetap melanjutkan program sanggar tersebut
demi kelestarian batik di Indonesia.
c. Bagi Dunia Pendidikan
Hasil dari penelitian ini kiranya bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif
perbaikan sistem strategi pengajaran dalam dunia pendidikan maupun kursus
dalam masyarakat, khususnya bagi sekolah informal yang memberikan suatu
pelatihan atau kursus, terutama di sanggar batik “Intensive Batik Course “
8
BAB II KAJIAN TEORI
A. DeskripsiTeori
1. Strategi Pembelajaran
Tercapainya tujuan dalam proses belajar mengajar yang dilakukan pada
dasarnya agar apa proses belajar tersebut berlangsung sesuai yang diharapkan
tercapai, diperlukan suatu strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar
yang dilakukan guru. Majid (2013:7) mendeskripsikan tentang strategi
pembelajaran sebagai berikut:
Strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem pembelajaran yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori belajar tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa, strategi pembelajaran merupakan
pedoman yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, namun
dalam menyusun suatu kerangka kegiatan guru tidak dapat melakukannya secara
sembarangan akan tetapi, guru juga harus mempertimbangkan beberapa hal.
Untuk menentukan strategi pembelajaran atau membuat kerangka kegiatan yang
akan digunakan guru dalam pembelajaran ada beberapa hal yang harus
diperhatikan seperti kemampuan guru, ketersediaan sarana dan prasarana
pembelajaran dan kemampuan diri peserta didik. Setelah itu barulah dapat
ditentukan strategi pembelajaran apa yang tepat untuk digunakan dalam proses
pembelajaran.
Kemp dalam Hamruni (2012:2) juga menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
9
peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Lebih lanjut Majid (2013: 10-12) yang dikutip dari artikel Saskatchewan
Educational (1991) strategi pembelajaran diklasifikasikan menjadi 5, yaitu:
Strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction), Strategi pembelajaran tidak
langsung (indirect instruction), strategi pembelajaran interaktif (interactive
instruction), strategi pembelajaran melalui pengalaman (experienttial learning),
dan strategi pembelajaran mandiri.
a. Strategi Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
1) Strategi pembelajaran langsung merupakan strategi yang kadar berpusat
pada gurunya paling tinggi, dan paling digunakan. Pada strategi ini
termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik,
pengajaran eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi.
2) Strategi pembelajaran langsung efektif digunakan untuk memperluas
informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah
b. Strategi Pembelajaran tidak Langsung (Indirect Instruction)
1) Pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan siswa
yang tinggi dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran
inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis.
2) Dalam pembelajaran tidak langsung, peran guru beralih dari penceramah
menjadi fasilitator, pendukung, dan sumber personal (resource person).
3) Guru merancang lingkungan belajar, memberikan kesempatan siswa
untuk terlibat, dan jika memungkinkan memberikan umpan balik kepada
siswa ketika mereka melakukan inkuiri.
10
4) Strategi pembelajaran tidak langsung mensyaratkan digunakannya bahan-
bahan cetak, non cetak, dan sumber-sumber manusia.
c. Strategi Pembelajaran Interaktif (Interactive Instruction)
1) Strategi pembelajaran interaktif merujuk pada bentuk diskusi dan saling
berbagi di antara peserta didik. Seaman dan Follenz (1989)
mengemukakan bahwa diskusi dan saling berbagi akan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memberikan reaksi terhadap gagasan,
pengalaman, pandangan, dan pengetahuan guru atau kelompok, serta
mencoba mencari alternatif dalam berpikir.
2) Strategi pembelajaran interaktif dikembangkan dalam rentang
pengelompokan dan metode-metode interaktif. Di dalamnya terdapat
bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil atau pengerjaan
tugas berkelompok, dan kerjasama siswa secara berpasangan.
d. Strategi Pembelajaran melalui Pengalaman (Experienttial Learning)
1) Strategi pembelajaran melalui pengalaman menggunakan bentuk sekuens
induktif, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada aktivitas
2) Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah pada proses
belajar, dan bukan hasil belajar
3) Guru dapat menggunakan strategi ini baik di dalam kelas maupun di luar
kelas. Sebagai contoh, di dalam kelas dapat digunakan metode simulasi,
sedangkan di luar kelas dapat digunakan metode observasi untuk
memperoleh gambaran pendapat umum.
11
e. Strategi Pembelajaran Mandiri
1) Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk
membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri.
Fokusnya adalah perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan
bantuan guru. Belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau
sebagai bagian dari kelompok kecil.
Berdasarkan dari klasifikasi strategi pembelajaran di atas, jelas sudah
dalam menentukan suatu strategi pembelajaran guru terlebih dahulu dituntut untuk
memahami dan menguasai strategi pembelajaran dalam menyeluruh, agar dalam
menentukan dan menerapkan strategi pembelajaran apa yang akan digunakan
untuk mengajar itu sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi
yang ada disekitar individu (Rusman 2013: 1). Lebih lanjut Rusman menjelaskan
belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses
berbuat melalui berbagai pengalaman. Menurut Siregar dan Nara (2010: 5) belajar
merupakan suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi
dengan lingkungan yang menghasilakan perubahan yang bersifat relatif konstan.
Hamalik (2013: 27) juga menambahkan belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Pengertian di atas menjelaskan bahwa belajar merupakan proses interaksi
individu dengan lingkungan secara terarah, sehingga terjadinya suatu perubahan
12
pada diri individu ke arah yang lebih baik. Melalui proses ini diharapkan individu
memiliki kepribadian yang berkualitas dan dapat berbaur dengan lingkungan.
b. Pengertian Pembelajaran
Sebagaimana diketahui pembelajaran dapat diartikan suatu kegiatan
belajar dan mengajar untuk memperoleh pengetahuan dimana ada guru yang
memberikan pengetahuan dan murid yang menerima pengetahuan. Rusman (2013:
3) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran dapat
didefenisikan sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung
proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang
berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami
siswa (Winkel dalam Siregar dan Nara, 2013: 12)
Berdasarkanpenjelasan tersebut maka dapat diartikan pembelajaran
merupakan kegiatan terencana yang dilakukan guru sebagai pemberi pengetahuan
dan peserta didik yang menerima pengetahuan, di mana dari proses pembelajaran
ini terjadi interaksi antara guru dan peserta didik. Sehingga melalui proses
pembelajaran ini peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan memiliki
perubahan sikap ke arah yang jauh lebih baik sebagaimana tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran.
c. Perencanaan Pembelajaran
Dalam melaksanakan suatu proses pendidikan dipelukan suatu konsep
manajemen tersendiri agar dalam penerapanya sesuai dengan harapan khususnya
dalam bidang beajar mengajar. Proses pembelajaran yang dilakukan guru dikelas
13
pada dasarnya tidak dilakukan secara langsung akan tetapi dalam proses
pembelajaran tersebut guru melakukan kegiatan perencanaan terlebih dahulu
tentang materi atau bahan ajar apa yang akan disampaikan dan seperti apa
kegiatan pembelajaran akan dilaksanakan. Perencanaan sendiri merupakan suatu
proses mempersiapkan serangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam
pembelajaran yang akan datang.
Menurut Supriadie dan Deni (2012: 91), perencanaan pembelajaran adalah
skenario yang memproyeksikan sejumlah kualifikasi atau kemampuan yang harus
dikuasai atau dimiliki (sebagai kompetensi) oleh peserta didik, dan gambaran
rancangan mengenai tindakantindakan yang akan dilaksanakan dalam proses
pembelajaran.Fakry (dalam Sa’ud dan Makmun, 2006: 4) juga menjelaskan
bahwa, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai
keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai
tujuan yang yang telah ditentukan.
Berdasarkan penjelasan di atas perencanaan merupakan suatu penyusunan
kegiatan yang dilakukan pada waktu yang akan datang dengan tujuan tertentu,
dan dalam jangka waktu yang ditentukan namun dalam suatu sekolah proses
perencanaan meliputi beberapa hal.
d. Pelaksanaan Pembelajaran
Winarno Surachmad dalam Suryobroto (1997: 36) mengemukakan bahwa
pelaksanaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar
mengajar di kelas yang merupakan inti kegiatan pendidikan di sekolah. Jadi
14
pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam rangka
menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.
Pelaksanaan interaksi belajar mengajar yang dilakukan seorang guru
adalah sebagai berikut: membuka pelajaran, menyajikan materi, menggunakan
metode/media, menggunakan alat peraga, menggunakan bahasa yang komunikatif,
memotifasi siswa mengorganisasi kegiatan, berinteraksi dengan siswa secara
komunikatif, menyimpulkan pembelajaran, memberikan umpan balik,
melaksanakan penilaian, menggunakan waktu (Majid, 2006: 7)
Sehubungan dengan pelaksanaan pembelajaran, berikut dijelaskan tentang
membuka pelajaran. Menurut Suryosubroto (1997: 39), membuka pelajaran
adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi awal agar mental dan perhatian
murid terpusat pada apa yang dipelajarinya sehingga akan memberikan efek
positif terhadap kegiatan belajar mengajar. Kegiatan yang dilakukan guru dalam
membuka pelajaran diantaranya: 1) menarik perhatian siswa, 2) menimbulkan
motivasi, 3) memberi acuan, 4) membuat kaitan. Kegiatan tersebut dilakukan guru
dengan maksud agar diperoleh pengaruh positif terhadap proses dan hasil belajar.
Apersepsi (apperception) adalah suatu penafsiran buah pikiran, yaitu
menyatupadukan dan mengasimilasi sesuatu pengamatan dan pengalaman yang
telah dimiliki. Apersepsi sering disebut “batu loncatan”, maksudnya sebelum
pengajaran dimulai untuk menyajikan bahan pelajaran baru, guru diharapkan
dapat menghubungkan lebih dahulu bahan pelajaran (pengajaran) sebelumnya/
kemarin yang menurut guru telah dikuasai peserta didik. Apersepsi ini dapat
disajikan melalui pertanyaan untuk mengetahui apakah peserta didik masih
15
ingat/lupa, sudah dikuasai/belum, hasilnya untuk menjadi titik tolak dalam
memulai pengajaran yang baru. Apersepsi bertujuan dapat membangkitkan minat
dan perhatian terhadap suatu pengajaran (Rohani, 2004: 27)
e. Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Proses belajar mengajar biasanya tidak hanya dilakukan oleh guru saja
akan tetapi ada beberapa faktor lain yang berperan penting dalam
membantujalannya proses belajar mengajar tersebut. Salah satunya ialah sarana
dan prasarana pembelajaran yang berperan penting dalam membantu penyampain
materi ajar. Mulyasa (2009: 49) mengemukakan pengertian sarana dan prasarana
pembelajaran yaitu:
Sarana pendidikan merupakan peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajara. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses pendidikan atau pengajaranseperti halaman kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah,tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman tersebut merupakan sarana pendidikan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sarana adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan.
Dengan kata lain sarana pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu peralatan atau
perlengkapan yang digunakan untuk menunjang pembelajaran agar dapat berjalan
dengan baik, sementara untuk perencanaan sendiri merupakan fasilitas yang
dipergunkan untuk melengkapi proses pembejalaran. Jadi sarana dan prasarana
pembelajaran merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam
16
menunjang jalannya proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak
langsung.
f. Bahan Ajar (Materi Pembelajaran)
Materi ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas (Mudlofir,
2011: 128). Lebih lanjut Mudlofir mengatakan bahan ajar merupakan seperangkat
materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga
tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Materi ajar
memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi (Rusman,
2013: 34)
Pentingnya bahan ajar atau materi dalam suatu pembelajaran dapat dilihat
dari apa yang telah dipaparkan di atas bahwa bahan ajar merupakan seperangkat
materi yang disusun guru secara sistematis dimana materi ajar tersebut
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan kata lain
materi pembelajaran meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap yang harus
dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang
diharapkan
g. Media Pembelajaran
Suranto dalam Sutirman (2013:15) menyebutkan bahwa media
pembelajaran adalah suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dari seorang komunikator kepada komunikan. Sedangkan Jika dilihat dari kontek
17
pendidikan, media biasa disebut sebagai fasilitas pembelajaran yang membawa
pesan kepada pembelajar (Qiyum dan Sum dalam Sutirman, 2013: 15).
Pada suatu proses pembelajaran media pembelajaran merupakan salah satu
alat bantu yang cukup efektif untuk menyapaikan apa yang diajarkan, dengan kata
lain media pembelajaran merupakan sarana pelengkap yang digunakan dalam
proses pembelajaran agar apa yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
h. Metode Pembelajaran
Dalam praktik pembelajaran, terdapat beragam jenis metode pembelajaran
dan penerapannya. Siregar Eveline (2010: 81) menyebutkan terdapat 6 metode
pembelajaran:
1. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi mengedepankan peragaan atau mempertunjukkan
kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari,
baik sebenarnya atau tiruan yang sering disertai dengan penjelasan lisan.
2. Metode Problem Solving
Metode problem solvingmengedepankan metode berpikir untuk
menyelesaikan masalah dan didukung dengan data-data yang ditemukan.
3. Metode Karya Wisata
Metode karya wisata mengajak siswa ke luar kelas dan meninjau atau
mengunjungi objek-objek lainnya sesuai dengan kepentingan pembelajaran.
4. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab menggunakan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab oleh para siswa.
18
5. Metode Latihan
Metode latihan dimaksudkan untuk menanamkan sesuatu yang baik atau
menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu.
6. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode tradisional, karena sejak lama metode
ini digunakan oleh para pengajar. Namun demikian, metode ini tetap memiliki
fungsinya yang penting untuk membangun komunikasi antara pengajar dan
pembelajar.
3. Sanggar
Sanggar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah 1) tempat pemujaan
yang terletak di pekarangan rumah, 2) tempat untuk kegiatan seni (tari, lukis, dan
sebagainya). Definisi tersebut yang paling mendekati dengan masalah dalam
penelitian ini adalah tempat untuk kegiatan seni (tari, lukis, dan sebagainya).
Kegiatanyang dimaksudkan dalam hal ini adalah kegiatan pelatihan/kursus dalam
bidang seni batik. Kegiatan pelatihan merupakan salah satu bagian dari
pendidikan, namun yang membedakan dalam hal ini adalah kelembagaan dalam
pelaksanaan pendidikannya.
Made Pidarta ( 2007:20) menyebutkan bahwa Proses pendidikan
mempunyai bentuk-bentuk atau modalitas sebagai berikut: 1) bentuk formal, 2)
bentuk non formal, 3) bentuk informal. Perbedaan utama kewajiban ketiga
lembaga tersebut ialah pada orientasi pendidikannya. Kalau lembaga pendidikan
jalur formal berorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya,
maka lembaga pendidikan jalur nonformal dan informal mengutamakan
19
pengembangan afeksi dan psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan
kognisi sebagai unsur penunjang.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor
81 tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal menjelaskan
Pendidikan nonformal selanjutnya disebut PNF adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Kemudian Lembaga Kursus dan Pelatihan selanjutnya disebut LKP adalah satuan
pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan
bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Selanjutnya Tilaar (2002:80) dalam bukunya yang berjudul Pendidikan,
Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia menjelaskan bahwa bentuk
pendidikan nonformal yang dikenal sebagai pendidikan luar sekolah, dikenal
dalam masyarakat dalam bentuk kursus-kursus. Biasanya lama pendidikan
terbatas meskipun programnya tetap berstruktur.
Suprijanto (2011: 8) mengatakan bahwa pendidikan nonformal sekurang-
kurangnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) merupakan pendidikan luar
sistem persekolahan, (2) jarang berjenjang, dan (3) tidak ketat ketentuan-
ketentuannya. Kemudian lanjut Suprijanto (2011: 8) Pendidikan nonformal dan
formal memiliki suatu perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain mengenai
tempat, perjenjangan, waktu, umur peserta didik, orientasi studi, materi, penyajian
materi, evaluasi, ijazah, persyaratan kelembagaan, perlengkapan, pengajar, peserta
20
didik dan biaya. Pada prinsipnya ketentuan pendidikan formal lebih ketat daripada
ketentuan pendidikan nonformal. Penjelasan lebih lanjut oleh(2011: 8) mengenai
perbedaan antara pendidikan nonformal dan formal dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara Pendidikan Nonformaldan Pendidikan Formal
Pendidikan Nonformal Pendidikan Formal (1) (2)
1. Pada umumnya tidak dibagi atas jenjang.
2. Waktu penyampaian lebih pendek.
3. Umur peserta didik di suatu kursus tidak perlu sama.
4. Berorientasi studi jangka pendek dan cepat kerja.
5. Merupakan respons kebutuhan khusus yang mendesak.
6. Materi pelajaran lebih banyak bersifat praktis dan khusus.
7. Ijazah kurang memegang peranan penting, terutama bagi penerima peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi.
8. Pada umumnya terjadi di luar kelas.
9. Biaya pendidikan lebih murah. 10. Merupakan kegiatan sampingan. 11. Kurikulum dan materi lebih
luwes. 12. Persyaratan kelembagaan lebih
luwes. 13. Persyaratan perlengkapan lebih
luwes. 14. Persyaratan pengajar lebih luwes. 15. Persyaratan peserta didik lebih
luwes.
1. Selalu dibagi atas jenjang.
2. Waktu penyampaian lebih panjang. 3. Umur peserta didik di suatu kursus
relatif homogen. 4. Berorientasi studi jangka panjang. 5. Merupakan respons kebutuhan
umum dan relatif jangka panjang. 6. Materi pelajaran lebih banyak
bersifat akademis dan umum. 7. Ijazah memegang peranan penting,
terutama bagi penerima peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi.
8. Pada umumnya terjadi di kelas.
9. Biaya pendidikan lebih mahal. 10. Merupakan kegiatan utama. 11. Kurikulum dan materi lebih ketat.
12. Persyaratan kelembagaan lebih
ketat. 13. Persyaratan perlengkapan lebih
ketat. 14. Persyaratan pengajar lebih ketat. 15. Persyaratan peserta didik lebih
ketat.
21
a. Bidang Peserta Didik Nonformal
Bidang peserta didik dalam pendidikan Nonformal menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 tahun 2007tentang standar pengelolaan
pendidikan oleh satuan pendidikan nonformal adalah sebagai berikut:
1. Satuan pendidikan nonformal menyusun dan menetapkan petunjuk
pelaksanaan operasional proses penerimaan peserta didik yang disesuaikan
dengan program-program yang diselenggarakan.
2. Program-program yang diselenggarakan tersebut adalah: a) pendidikan anak
usia dini; b) pendidikan kesetaraan; c) pendidikan kecakapan hidup; d)
pendidikan ketrampilan, kursus dan pelatihan kerja; e) pendidikan
keaksaraan; f) pendidikan pemberdayaan perempuan; g) pendidikan
kepemudaan; dan/atau h) pendidikan lain yang sejenis.
3. Petunjuk pelaksanaan operasional proses penerimaan peserta didik memuat:
a) persyaratan-persyaratan: 1) usia sesuai dengan program; 2) jenis
pendidikan yang dibutuhkan peserta; 3) biaya; 4) penyetaraan; 5) kriteria
penerimaan peserta.
b) Prosedur penerimaan peserta didik.
4. Penerimaan peserta didik dilakukan:
b) secara objektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana tertuang dalam
aturan satuan pendidikan nonformal
c) tanpa diskriminasi gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan
ekonomi
d) berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara
22
e) sesuai dengan ketentuan pemerintah bagi program-program tertentu
f) sesuai dengan fasilitas pelayanan yang dimiliki.
b. Struktur Kurikulum pendidikan nonformal
Struktur Kurikulum pendidikan nonformal menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan adalah
sebagai berikut:
1) Struktur Kurikulum pendidikan nonformal berisi program pengembangan
kecakapan hidup yang mencakup keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian
profesional, dan jiwa wirausaha mandiri, serta Kompetensi dalam bidang tertentu.
2) Struktur Kurikulum pendidikan nonformal terdiri atas struktur kurikulum: (a)
satuan pendidikan nonformal; dan (b) program pendidikan nonformal.
Pendidikan nonformal tersebut di atas berkaitan dengan istilah pendidikan
orang dewasa. Berikut penjelasan mengenai pendidikan orang dewasa.
c. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa
Pannen, (1997) dalam Suprijanto (2011: 11) menjelaskan bahwa
pendidikan orang dewasa merupakan suatu proses menumbuhkan keinginan untuk
bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang
dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya
dan mencari jawabannya.
Suprijanto (2011: 11) menjelaskan bahwa pendidikan orang dewasa
(andragogy) berbeda dengan pendidikan anak-anak (paedagogy). Pendidikan
anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan
23
pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk
memecahkan masalah.
d. Pemilihan Jenis Pertemuan
Metode yang biasa digunakan dalam pendidikan orang dewasa adalah
motode pertemuan. Oleh karea itu, sangat penting bagi kita mengetahui hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pertemuan. Berikut adalah jenis
pertmuan menurut Morgan, et, al. 1975 dalam Suprijanto.
1) Institusi (institution)
Institusi adalah terjemahan dari institution. Mereka yang ikut dalam
institusi adalah orang yang tertarik dalam bidang khusus. Dalam institusi, materi
baru diberikan untuk menambah pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta.
Dalam suatu institusi diharapkan akan berlangsung emberian informasi
dan instruksi, serta identifikasi masalah dan pemecahannya. Institusi adalah satu
bentuk pendidikan orang dewasa yang paling sering digunakan, dalam institusi
sering dilakukan upaya untuk mengembangkan informalitas, kesempatan untuk
berpartisipasi dan mengekspresikan diri. Banyak teknik yang digunakan dalam
institusi ini seperti buzz, permainan peran, diskusi terbuka, penyajian formal, dan
lain-lain.
2) Konvensi
Konvensi seperti institusi, adalah kumpulan dari peserta. Bedanya adalah
peserta datang dari kelompok lokal yang merupakan organisasi orang tua baik dari
tingkat kabupaten, provinsi, ataupun tingkat nasional.
24
3) Konferensi
Konferensi adalah pertemuan dalam kelompok besar maupun kelompok
kecil. Jumlah peserta dalam konferensi mungkin hanya dua orang, atau sampai
lima puluh orang lebih. Biasanya jumlah peserta konferensi tidak sebanyak
peserta institusi. Ciri khusus konferensi yang lain adalah diikuti dengan kata
sebutan yang menunjukkan tema konferensi. Sebagai contoh konferensi
supervisor. Konferensi pendidikan agama, konferensi tanaman, dan lain-lain.
4) Lokakarya (Workshop)
Seperti yang tersirat, lokakarya berarti kerja. Lokakarya adalah pertemuan
orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil. Biasanya dibatasi pada masalah
yang berasal dari mereka sendiri. peran serta peserta diharapkan untuk dapat
menghasilkan produk tertentu (Morgan, el al. 1976; Kang Song, 1984 dalam Ir. H.
Suprijanto)
5) Seminar
Seminar secara umum dikenal sebagai lembaga belajar. Istilah yang sangat
biasa digunakan dalam kampus. Jumlah peserta biasanya sangat sedikit, mungkin
tidak lebih dari lima puluh orang. Maksud seminar adalah untuk mempelajari
subjek di bawah seorang pimpinan yang menguasai bidang yang diseminarkan.
Seminar sering berhubungan erat dengan riset.
6) Kursus Kilat
Kursus kilat merupakan institusi yang sangat intensif selama satu hari atau
lebih tentang beberapa subjek khusus. Institusi ini lebih sederhana dan kurang
konsentrasi jika dibandingkan dengan pelajaran yang diambil di universitas.
25
Penyajian mimbar formal sering diterapkan dalam kursus kilat ini. Kursus kilat
terbatas ada bidang khusus. Istilah tersebut pada dasarnya menunjukkan proses
memperoleh tambahan pelajaran dalam bidang khusus dengan kelompok khusus
yang berhubungan dengan bidang tersebut dalam lingkungan hidup sehari-hari
mereka.
7) Kuliah Tersambung
Kuliah bersambung adalah suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh
dosen dengan periode waktu satu kali per hari, satu kali per minggu, atau satu kali
per bulan. Selang waktu antara masing-masing kuliah bervariasi. Sangat
sederhana untuk mengatur kuliah bersambung karena semua yang diperlukan
hanyalah dosen dan hadirin. Jika dosen menggunakan alat visualisasi, beberapa
persiapan harus dilakukan untuk menggunakan alat tersebut.
8) Kelas Formal
Kelas formal dalam pendidikan orang dewasa biasanya bergabung dengan
program sekolah. Mereka yang hadir telah menyatakan minat mereka dan telah
mendaftar, membayar uang pendaftaran, dan setuju terikat dengan peraturan
program institusi.
9) Diskusi Terbuka
Diskusi tebuka dianggap sebagai salah satu jenis pendidikan orang dewasa
yang sangat penting. Yang memimpin dalam diskusi terbuka ini adalah orang
yang cukup ahli dalam proses kelompok untuk memanfaatkan teknik secara
penuh. Al yang sering terjadi adalah mereka sangat mungkin tergerak untuk
bertindak setelah diskusi terbuka ini.
26
e. Alat bantu audiovisual pendidikan orang dewasa
Alat bantu audiovisual adalah bahan atau alat yang dipergunakan dalam
situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam
menularkan pengetahuan, sikap, dan ide. Beberapa jenis alat bantu audiovisual
yang biasa dipakai antara lain: (1) papan tulis dan papan buletin, (2) Chart, grafik,
diagram, dan peta, (3) drama, wayang kulit, (4) pameran, (5) papan planel dan
papan tempel, (6) gambar, foto, dan bahan cetakan, (7) televisi, radio, dan video
tape, (8) tape recorder, (9) poster, kartun, dan kliping, (10) film, slide, filmstrip.
Adapun manfaat dari audiovisual adalah sebagai berikut:
1) Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar;
2) Mendorong minat;
3) Meningkatkan pengertian yang lebih baik;
4) Melengkapi sumber belajar yang lain;
5) Menambah variasi metode mengajar;
6) Menghemat waktu;
7) Meningkatkan keingintahuan intelektual;
8) Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak perlu;
9) Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama;
10) Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu di luar pengalaman biasa.
f. Evaluasi pendidikan orang dewasa
Evaluasi pembelajaran dalam pendidikan Nonformal menurut Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 49 tahun 2007 tentang standar pengelolaan
pendidikan oleh satuan pendidikan nonformal adalah sebagai berikut:
27
a) Satuan pendidikan nonformal melakukan evaluasi diri terhadap program yang
diselenggarakan.
b) Satuan pendidikan nonformal menetapkan indikator untuk menilai kinerja dan
melakukan perbaikan dalam rangka mencapai SNP.
c) Satuan pendidikan nonformal melaksanakan: 1) evaluasi proses pembelajaran
secara periodik sesuai dengan program yang diselenggarakan; 2) evaluasi
program kerja tahunan secara periodik sekurangkurangnya satu kali dalam
setahun. d. Evaluasi diri program yang diselenggarakan satuan pendidikan
nonformal dilakukan secara periodik dan berkelanjutan.
Evaluasi adalah suatu cara mengukur hasil dari kegiatan pendidikan.
Lunandi (1980: 57) menjelaskan:
Dalam pendidikan orang dewasa metode evaluasinya harus mencerminkan kehendak bebas yang sama seperti proses belajarnya itu sendiri. Dengan kata lain, metode evaluasinya harus datang dari orang yang belajar, bukan dipaksakan dari luar. Secara singkatnya, orang dewasa harus pula belajar menilai sendiri kesuksesan dan kegagalannya. Apa yang harus diketahui orang dewasa adalah: apakah proses belajarnya menghasilkan suatu perubahan pada dirinya. Ia pula yang menilai apakah proses belajar itu terjadi karena dirinya belaka, karena situasi belajar yang dialaminya, karena metode yang dipakai, karena pembimbing yang membantu.
Daripada istilah “ujian” atau tes bagi orang dewasa lebih tepat digunakan
istilah uji-diri (self-examination). Ia merenungkan dan menilai sendiri:
1. Sejauh mana aku memperkaya khasanah pengetahuanku dan informasi
yang dapat dihandalkan?
2. Sejauh mana aku lebih mampu menerapkan konsep-konsep baru?
28
3. Sejauh mana aku lebih mampu dalam keterampilan yang berguna?
Entah itu keterampilan mempergunakan komputer atau keterampilan
berkomunikasi.
4. Sejauh mana aku lebih mampu menarik generalisasi dari pengolahan
suatu pengalaman? Entah itu pengalaman buatan dalam ruang dan
situasi belajar maupun pengalaman hidup sehari-hari.
5. Sejauh mana aku memiliki hasrat untuk merubah sikap? Baik sikap
dalam arti tanggapan terhadap suatu rangsangan, maupun sikap dasar
yang pada umumnya lebih bersifat menetap dan tak mudah dirubah.
6. Sejauh mana metode pendidikan, peran pembimbing, dan situasi
belajar membantu atau menghambat proses belajarku.
d) Batik
Kata “batik” berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan
“titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan
“malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain sehingga menahan masuknya
bahan pewarna (dye), atau dalam bahasa inggrisnya teknik ini disebut “wax-resist
dyeing” (Setyawati, 2007 : 14).
1. Teknik Batik
“Teknik batik” adalah proses-proses pekerjaan dari permulaan yaitu dari
mori batik sampai menjadi kain batik (Susanto, 1980 : 5). Proses kerja dalam
pembuatan batik pada umumnya meliputi pelekatan lilin batik pada kain (ditulis
dengan canting tulis, dicapkan dengan canting cap, atau dilukiskan dengan kuas
29
atau jegul), pemberian warna (bisa dicelup, dicolet atau dilukis), dan proses
terakhir yaitu menghilangkan lilin batik yang telah melekat pada permukaan kain,
pekerjaan ini disebut “melorod” (Riyanto dkk, 1997 : 12).
Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada
keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga
teknik ini berasal dari bunga Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah
dibawa oleh para pedagang India. Saat ini, batik bisa ditemukan di banyak negara
seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia,
batik juga sangat populerdi beberapa Negara di Benua Afrika. Walaupun
demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari
Inonesia, terutama dari Jawa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik batik
adalah proses tutup celup yang meliputi pelekatan lilin batik, pemberian warna,
dan pelorodan. Sedangkan jenis batiknya menurut Anindito Prasetyo (2010: 7)
ada 2 jenis, yaitu:
a. Teknik tulis
Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting, yaitu alat yang
terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan
memiliki ujung berupa saluran/ pipa kecil untuk keluarnya malam dalam
membentuk gambar awal pada permukaan kain. Bentuk gambar atau desain pada
batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih
luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan
batik cap.
30
Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata
(tembus bolak balik) khusus bagi batik tulis yang halus. Warna dasar kain
biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan motif (batik tulis
putihan/ tembokan). Setiap potongan gambar (ragam hias) yang diulang pada
lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya.
b. Teknik cap
Dikerjakan dengan menggunakan cap (alat yang terbuat dari tembaga yang
dibentuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki). Untuk pembuatan
satu gagang cap batik dengan dimensi panjang dan lebar: 20cm x 20cm
dibutuhkan waktu rata-rata 2 minggu. Bentuk gambar/ desain pada batik cap
selalu ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak berulang dengan
bentuk yang sama, dengan ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan
dengan batik tulis. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain.
Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada
goresan motifnya. Hal ini disebabkan batik cap tidak melakukan penutupan pada
bagian dasar motif yang lebih rumit seperti halnya yang biasa dilakukan pada
proses batik tulis. Korelasinya yaitu dengan mengejar harga jual yang lebih murah
dan waktu produksi yang lebih cepat.
2. Bahan Baku dalam Seni Lukis Batik
Bahan baku merupakan unsur fisik yang digunakan sebagai media dalam
karya seni dan merupakan bagian penting dalam penciptaan. Mengenai bahan
baku (wojowasito, 1985 : 110) megemukakan bahwa : bahan baku adalah
bersumber dari kata materi sebagai persamaan dengan kata benda, sedangkan
31
bahan-bahan sendiri memberikan pengertian 1) bakal, barang lain, 2) hal atau
barang apa yang akan dibicarakan. Berbagai macam bahan baku yang bisa
digunakan seniman diantaranya yaitu dari tanah liat, kayu, semen, cat, perunggu,
dan segala macam bahan yang lain.
Berdasarkanbeberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
bahan baku adalah suatu unsur yang bersifat fisik baik berupa bahan, bakal,
barang kebendaan untuk membuat suatu karya seni sesuai dengan potensi tiap-tiap
bahan baku tersebut, bahan baku merupakan pendukung dalam teknik dan unsur
penting dalam proses penciptaan sebuah karya seni.
Perkembangan seni batik dewasa ini telah berkembang pula bahan baku
yang digunakan oleh pengrajin-pengrajinnya. Bahan baku dalam seni Batik
bermacam-macam jenisnya. Dengan adanya keragaman tersebut akan
mendatangkan kreativitas bagi pengrajin pengrajin dalam mengembangkan teknik
pribadinya.
Hal ini seperti diungkapkan oleh Sidik (1973 : 17), pilihan kita terhadap
bahan baku bukan masalah kesempatan. Setiap bahan baku mempunyai
kemampuan dan keterbatasannya dan merupakan bagian dari aktivitas kreativitas
seniman untuk menentukn apakah bahan baku yang dipakainya cocok untuk
mengekspresikan dari konsepnya serta secara teknik mampu menanganinya.
Adapun bahan baku yang digunakan dalam membatik adalah sebagai
berikut :
32
a. Mori
Mori dapat digolongkan menjadi beberapa golongan berdasarkan
kualitasnya. Penggolongan kain mori menurut kehalusannya, dapat dibedakan
menjadi tiga golongan, yaitu golongan pertama yang sangat halus disebut
Primissima, kemudian golongan kedua yang disebut Prima, sedangkan yang
ketiga disebut Biru (Murtihadi dan Mukminatun, 1979 : 31)
1. Mori Primissima
Mori Primissima adalah golongan mori yang paling halus. Mori
primissima ini mengandung kanji yang ringan sehingga mudah dihilangkan
dalam mencuci.
2. Mori Prima
Mori Prima merupakan jenis mori halus sesudah Primissima, mori
Prima ini banyak dipakai untuk kain-kain batik tulis dan cap yang halus
sampai sedang. Kain jenis ini diperdagangkan dalam bentuk piece atau
gulungan. Susunan kain rata-rata mempunyai jumlah benang tiap inci untuk
lungsi 85-105 dan untuk pakan 70-90 (Murtihadi dan Mukminantun, 1973 :
32).
3. Mori Biru
Mori Biru adalah golongan Mori kualitas ketiga. Mori ini digunakan
untuk batik kasar atau sedang, tidak untuk batik tulis halus. Mori ini juga
diperdagangkan dalam bentuk piece (gulungan) lebar 40 atau 100 cm,
panjang 16 yard, 30 yard, 40 yard (Riyanto dkk., 1997 : 33)
33
b. Lilin Batik
Lilin batik berfungsi untuk menutup permukaan kain menurut gambar
kain, supaya permukaan kain yang diberi gambar tersebut tidak terkena warna
pada waktu proses pewarnaan.
c. Warna
1. Warna alami
Pada jaman dahulu bahan warna batik diperoleh langsung dari alam.
Di Indonesia bahan warna alam sangat mudah diperoleh karena Indonesia
merupakan negara agraris yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Warna alam
diperoleh dari ramuan tradiional tumbuh-tumbuhan seperti : akar-akaran,
daun, kulit pohon, batang pohon, bunga, dan sebagainya.
Sifat-sifat warna alam adalah warna terbatas pada warna tua, seperti
biru, hitam, soga, hijau lumut, coklat tua, sifatnya kurang cerah, mudah
luntur, lazimnya untuk warna batik tradisional (Sugiyono, 1980 : 32)
2. Warna Sintetis
Warna sintetis adalah warna yang dihasilkan dari proses kimia.
a. Golongan cat Soga
Pada umumnya cat-cat soga buatan termasuk cat direk atau cat
langsung. Dalam pemakaiannya, cat soga buatan dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu cat soga bangkitan yang disebut juga soga garam, kedua
cat soga sarenan kapur, dan yang ketiga cat soga chroom (Murtihadi dan
Mukminatun, 1979 : 36)
34
b. Golongan Cat Napthol
Warna jenis napthol terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama
disebut napthol selalu ditandai dengan kode A. S., sedangkan bagian kedua
disebut garam yang berfungsi sebagai pembangkit warna dan pengunci
warna (Sugiyono, 1980 : 37)
c. Golongan cat Indigosol
Indigosol adalah zat warna secara kimiawi dari garam-garam
natrium dan ester-ester disolfat. Ciri-ciri indigosol ialah kemampuannya
segera membentuk zat warna aslinya.
Bedanya dengan cat bejana lainnya yaitu dapat larut dalam air
panas dan tidak memerlukan pelarutan tertentu (Riyanto dkk, 1997: 21)
d. Golongan Cat Rapid
Warna jenis rapid adalah warna yang dalam pemakaiannya
menghasilkan warna yang rata karena bagian yang diberi warna adalah
bidang yang tidak terlalu luas.
3. Alat untuk Membatik
Pengertian alat menurut kamus bahasa Indonesia, (1976: 29) yaitu “Barang
yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu, perkakas perabotan atau barang sesuatu
yang dipakai untuk mencapai suatu maksud”.Jadi yang dimaksud dengan alat
sehubungan dengan tugas ini adalah perkakas atau peralatan untuk berkarya.
Alat merupakan faktor yang penting dalam mendukung terciptanya karya
batik, disamping faktor teknik dan bahan baku yang digunakan. Masing-masing
bahan baku mempunyai cara-cara tersendiri dalam pengerjaannya, dan cara
35
pengerjaan ini membutuhkan alat-alat yang khusus dirancang dan diciptakan
untuk keperluan membatik sesuai dengan bahan baku yang digunakan.
Menurut Suryanto dan Murtihadi (1979 : 97), menyatakan bahwa alat-alat
yang dipakai dalam proses pembatikan pada umumnya yaitu sebagai berikut :
1) Canting
2) Canting Klowong : dipakai untuk bagian-bagian lukisan yang merupakan
bentuk pokok dari lukisan yang dibuat.
3) Canting cecek : dipakai untuk membuat cecek atau ttik-titik dalam isen-
isen, paruh canting ini lebih kecil dibanding paruh canting klowong.
4) Canting tembokan : dipakai untuk menutup pada bidang atau gambar
pada bidang di atas gambar yang lebar dan dikehendaki. Lubang paruh
tembokan ini paling besar dibanding jenis canting yang lain.
5) Canting corat : dipakai untuk membuat garis-garis kembar atau garis
yang lebih dari satu.
a. Wajan
Wajan terbuat dari logam, digunakan untuk tempat malam atau lilin yang
akan dicairkan dengan jalan dipanaskan memakai kompor. Pada waktu melukis
batik sebaiknya menggunakan wajan yang cekung agar mudah mengambil lilin
dengan canting.
b. Kompor
Kompor dipakai untuk memanaskan lilin agar mencair sehingga malam
atau lilin tersebut dapat digunakan untuk melukis dan melekat pada mori.
36
Keuntungan menggunakan kompor selain cepat menyalakan, juga dapat
dibesarkecilkan apinya sesuai dengan kebutuhan.
c. Gawangan
Gawangan yaitu tempat untuk membentangkan mori pada waktu melukis.
Gawangan ini dapat terbuat dari bambu dan dapat pula terbuat dari kayu yang
dapat berdiri dengan panjang melebihi kain yang dilukis, sedang tingginya
tergantung tinggi rendahnya tempat duduk.
d. Waskom atau Leregan
Waskom atau leregan dipakai untuk membuat warna dan untuk mencelup.
Merupakan suatu wadah yang berbentuk hampir menyerupai ember (bak).
e. Sarung Tangan, Sepatu dan celemek
Sarung tangan, sepatu dan celemek fungsinya sebagai pelindung kesehatan
kerja. Sarung tangan dipakai pada saat mewarnai kain yang telah dicanting,
supaya tangan tidak terkena zat kimia yang terkandung dalam pewarna. Sarung
tangan ini biasanya berbahan plastik supaya tidak tembus air. Sepatu berfungsi
untuk melindungi kaki pada saat mencanting supaya tidak ketetesan malam. Bisa
juga digunakan pada saat proses pewarnaan. Supaya kaki tidak terkena zat
pewarna. Sedangkan celemek berfungsi untuk melindungi badan pada saat
mencanting maupun mewarnai kain.
f. Cangkir dan sendok
Cangkir dan sendok dipakai untuk mencairkan obat pewarna. Karena
sebagian pewarna batik membutuhkan air panas dan dicairkan terlebih dahulu
sebelum dicampur dengan air dingin.
37
g. Ember Plastik
Ember plastik dipakai untuk tempat air dalam mencelupkan kain pada
pewarna yang telah dicairkan terlebih dahulu.
h. Galah Penjemuran
Galah penjemuran dipakai untuk tempat pengeringan kain setelah proses
pewarnaan selesai. Pada proses ini sangat membutuhkan galah penjemuran supaya
kandungan air yang telah meresap pada kain pada proses pewarnaan sebelumnya
cepat menetes dan kering.
4. Motif
Motif adalah bentuk-bentuk nyata yang dipakai sebagai titik tolak dalam
menciptakan suatu ornamen (Mulyadi, 1983 : 57). Dengan kata lain dapat
diartikan bahwa motif merupakan pokok dari suatu ide dalam karya seni.
Hubungan dan kedudukannya dalam ornamen, maka motif merupakan bentuk
pokok yang diolah dengan cara penyusun beberapa variasi sehingga menghasilkan
suatu pola (Soedardjo, 1982 : 2 ).
Herry (2013: 46) menjelaskan bahwa motif batik yang beredar di pasaran
saat ini terdiri dari motif batik klasik dan motif batik modern. Motif batik klasik
merupakan motif batik yang sudah ada sejak dahulu kala. Setiap motif batikle
klasik ada maknanya bagai pemakai. Batik klasik atau tradisional memiliki ciri-
ciri diantaranya adalah : 1) mempunyai ragam hias yang mempunyai motif ular,
barong, geometris, pagoda, 2) coraknya mempunyai arti simbolik pada masing-
masing motifnya, 3) warna cenderung gelap, biasanya putih, hitam, coklat
kehitaman atau cokelat tua, 4) biasanya merupakan ciri khas daerah asal batik
38
tersebut. Sedangkan untuk batik modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1)
mempunyai ragam hias bebas, biasanya binatang, tumbuhan, rangkaian bunga,
buah dan sebagainya, 2) motif batik tidak memiliki arti simbolik tertentu, 3)
warna yang digunakan bebas, tidak terikat pada pakem, seperti biru, merah, ungu,
3) biasanya motif batik modern tidak memiliki ciri khas daerah asal.
Lanjut Herry (2013: 48) bagian motif batik ada dua macam, yaitu ornamen
dan isen. Ornamen adalah motif utama sebagai unsur dominan dalam motif batik.
Pada ornamen ini terdapat gambar atau pola yang jelas dan membentuk motif
tertentu sehingga menjadi fokus dalam kain batik tersebut. Dalam batik klasik
terdapat beberapa jenis atau bentuk ornamen batik truntum, parang, catleya,
ceplok dan lain sebagainya. Sedangkan isen adalah motif pengisi sebagai unsur
pelengkap dalam motif batik. Isen menjadi pemanis dalam keseluruhan motif.
tanpa isen, gambar yang ada akan terasa kaku dan kurang menarik. Yang
termasuk dalam unsur isen antara lain titik, garis, garis lengkung dan lain
sebagainya. Pada batik tulis klasik, isen menjadi unsur penentu kehalusan proses
pembuatan titik dan garis, khususnya yang kecil-kecil.
Selain motif batik ada juga yang namanya desain pola batik. Pola motif
batik dibagi menjadi 3 motif, yaitu:
1) Motif geometris
Merupakan motif batik yang ornamennya merupakan susunan geometris.
Ciri-ciri motif geometris ada dua macam, yaitu: 1) raportnya ada yang
berbentuk segi empat, persegi panjang, atau lingkaran. Adapun motif batik
yang memiliki raport segi empat adalah golongan Banji, Ceplok, Ganggang,
39
Kawung. 2) raportnya tersusun dalam garis miring, sehingga membentuk
belah ketupat. Contoh motif ini adalah motif parang dan udan liris.
2) Motif non geometris
Motif non geometris meliputi motif yang berupa manusia, binatang, dan
tumbuhan.
3) Motif benda mati
Motif benda mati, yang meliputi simbol-simbol yang berupa air, api, awan,
batu, gunung, dan matahari.
B. PenelitianRelevan
Penelitian dengan judul StrategiPembelajaranMusikAnak di SanggarNafs-
I-Ghira Yogyakarta yang merupakan penelitian yang dilakukan oleh
MelaniaSeptianDesti pada tahun 2015 merupakan penelitian yang relevan dengan
penelitian yang berjudul StrategiPembelajaran Batik di SanggarIntensive Batik
CourseTamansari Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Melania tersebut
dilakukan dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik yang
dilakukan untuk mengumpulkan data di sanggarNafs-I-Ghira Yogyakarta ini
adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari uraian data yang
disajikan pada penelitian tersebut, Melania mendeskripsikan strategi pembelajaran
yang digunakan di sanggar Nafs-I-Ghira Yogyakarta. Fokus pada penelitian ini
adalah strategi pembelajaran musi anak di sanggarNafs-I-Ghira Yogyakarta dan
mendeskripsikan tujuan, materi, metode serta media pembelajaran. Hasil dari
penelitian ini adalah strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi
pembelajaran langsung dan strategi pembelajaran interaktif.
40
BAB III CARA PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian
deskriptif ini dilakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah
untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai
populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan
situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif
sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat
prediksi, maupun mempelajari implikasi ( Azwar, Saifuddin: 2014).
Djunaidi dan Fauzan (2012: 13) menjelaskan penelitian kualitatif
dutujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas
sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran manusia secara individu
maupun kelompok. Penelitian kualitatif bersifat induktif. Artinya peneliti
memberikan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka
untuk interpretasi. Data dihimpun dengan cara saksama, mencakup deskripsi
dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang
mendalam, serta hasil analisis dokumen lain. Penelitian kualitatif merupakan salah
satu metode penelitian yang bertujuan mendapatkan pemahaman tentang
kenyataan melalui proses berpikir induktif.
41
Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif yang di dalamnya
mendiskripsikan hasil dari penelitian mengenai strategi pembelajaran dan hasil
karya pada sanggar batik “Intensive Batik Course “. Tujuannya untuk mengetahui
bagaimana strategi pembelajaran pada sanggar batik ini, yang mengajarkan batik
kepada peserta sanggar mulai dari belum bisa hingga sudah bisa dalam membatik
dengan mandiri, juga untuk mengetahui bagaimana hasil karya batik peserta
sanggar.
B. Data Penelitian
Sebagaimana dalam penelitian jenis kualitatif pada umumnya, data
merupakan aset penting karena dalam sumber informasi untuk menguatkan
kontruksi pengetahuan. Data dan sumber utama yang disajikan dalam penelitian
kualitatif berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai (Moleong 2006: 157). Data yang berupa kata-kata tersebut nantinya
disusun secara naratif deskriptif. Selain data dalam bentuk kata-kata, dalam
penelitian ini data juga berupa gambar dimana hal ini sejalan dengan sifat dari
penelitian kualitatif. Data tersebut diambil dengan metode wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Data berupa kata-kata ditunjukan untuk mendeskripsikan
strategi dan hasil karya batik sanggar “Intensive Batik Course”.
Sedangkan data yang berupa gambar digunakan untuk memperjelas dan
memperkuat data yang berupa kata-kata tersebut atau sebagai bukti. Sebuah data
dalam penelitian kualitatif berasal dari sumber data menggunakan teknik
pengumpulan data.
42
Bentuk data berupa kalimat atau narasi dari subjek atau responden
penelitian yang diperoleh melalui suatu teknik pengumpulan data yang kemudian
data tersebut akan dianalisis dan diolah dengan menggunakan teknik analisis data
kualitatif dan akan menghasilkan suatu temuan atau hasil penelitian yang akan
menjawab pertanyaan penelitianyang diajukan (Herdiansyah, 2010: 116).
Data dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan
pembelajaran kursus pada sanggar batik “Intensive Batik Course” di Tamansari
Yogyakarta. Data yang dimaksud dalam penelitian ini berupa uraian-uraian
berkaitan dengan strategi pembelajaran pada kursus batik tersebut.
C. Sumber Data Penelitian
Pelaksanaan penelitian kuliatatif tidak lepas dari beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam penggumpulan informasi atau data agar dapat diperoleh sesuai
dengan yang diharapkan peneliti. “Pengumpulan data dapat dilakukan dalam
berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara” (Sugiyono, 2013: 193). Dari
ketiga hal tersebut teknik pengumpulan data merupakan bagian salah satu aspek
yang terpenting dalam pelaksanaan penelitian, melalui berbagai sumber
diharapakan dapat diperoleh informasi atau data mengenai proses pembelajaran
pada kursus batik di Tamansari Yogyakarta. Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan
bahwa pengumpulan dapat dilakukan dengan menggunkan sumber primer, dan
sumber sekunder.
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa untuk memperoleh informasi
atau data penelitian dapat dilakukan dengan mengunakan sumber primer dan
sumber sekunder. Sugiyono (2013: 193) mengemukankan bahwa sumber primer
43
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan
sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data misalnya menggunakan perantara atau lewat dakumen.
Untuk memperoleh informasi atau data mengenai proses pembelajaran
pada kursus batik di Tamansari Yogyakarta maka digunakan sumber data primer
dan sekunder, di mana narasumber dari penelitian ini adalah Pak Hadjir selaku
pengelola tempat kursus sekaligus sebagai pelatih kursus batik, peserta batik, dan
juga pihak lain yang turut dalam kursus membatik.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang paling utama dalam penelitian kualitatif adalah
manusia, dalam hal ini adalah peneliti itu sendiri. Kedudukan peneliti dalam
penelitian kualitatif merupakan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data,
analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya
(Moleong, 2014:168). Peneliti sebagai instrumen juga harus tetap melengkapi diri
dengan acuan atau pedoman tentang apa yang akan diteliti sehingga data yang
didapatkan tidak melebar lebih jauh. Untuk memperoleh data yang sesuai dengan
pokok permasalahan penelitian, maka selain instrumen utama penelitian ini juga
membutuhkan instrumen pendukung atau alat bantu lainnya berupa:
1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan suatu alat bantu pengumpulan data yang
berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang inti permasalahan yang telah disiapkan
untuk ditanyakan langsung pada nara sumber dengan tujuan untuk mencari
informasi secara mendalam dan terperinci tentang strategi pembelajaran batik di
44
sanggar “Intensive Batik Course”. Pernyataan-pernyataan yang dimuat dalam
pedoman wawancara tersebut berupa pernyataan yang berhubungan dengan
penelitian.
2. Pedoman Observasi
Agar proses pengamatan berjalan sesuai rencana, maka sebuah penelitian
membutuhkan lembar acuan atau patokan untuk digunakan pada saat observasi
atau pengamatan langsung. Lembar tersebut memuat tentang apa saja yang perlu
diamati atau yang berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian. Pedoman
observasi berisi tentang apa saja yang perlu diamati atau yang berkaitan dengan
pokok permasalahan penelitian, yaitu tentang strategi pembelajaran di “Intensive
Batik Course” dan hasil karya peserta sanggar.
3. Pedoman Dokumentasi
Pedoman dokumentasi digunakan untuk mencari dan melengkapi data
yang berhubungan dengan fokus permasalahan, yaitu strategi pembelajaran batik
di “Intensive Batik Course” dan hasil karya peserta sanggar. Pencarian
dokumentasi dibatasi pada sumber tertulis yang dikeluarkan oleh satuan
pendidikan yang berupa buku dan tulisan yang berkaitan dengan data penelitian.
Pedoman dokumentasi yang digunakan antara lain materi pembelajaran (hand
out), data peserta sanggar, dokumen gambar/ foto proses kegiatan pembelajaran
batik, dokumen perangkat pembelajaran batik, dokumen hasil karya batik peserta
sanggar.
45
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitii tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar yang ditetapkan (Sugiyono: 2010)
Suharsimi, A. (2006) menjelaskan ada beberapa teknik pengumpulan data
yang diakai dalam pengumpulan data, antara lain observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada
natural condition (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan sekunder lebih
banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara
mendalam (in depth interview), dan dokumentasi.
Teknik pengumpulan data yaitu uraian penjelasan mengenai cara peneliti
melakukan pengumpulan data yang disesuaikan dengan jenis penelitian. Data
dalam penelitian ini dikumpulkan selama kegiatan penelitian berlangsung yaitu
dimulai pada tanggal 3 April 2016 sampai 10 April 2016. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
pengumpulan data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Teknik Ovservasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan dan
mengikuti. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat digunakan
untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Ini dari observasi adalah
adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang
46
tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat
didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur (Herdiansyah : 2010)
Observasi atau pengamatan dilakukan secara sistematis terhadap objek
penelitian dengan cara meneliti, mengamati, merangkum, dan mendata kejadian
yang ada di lapangan. Observasi yang dilaksanakan adalah untuk melihat
langsung atau pengamatan langsung terhadap proses kursus batik di sanggar
Tamansari. Maksud pengamatan dalam penelitian ini adalah peneliti mengadakan
pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian yaitu di sanggar batik “Intensive
Batik Course” Tamansari Yogyakarta.
2. Teknik Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana: 2002).
Percakapan dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Berhubungan dengan penelitian kualitatif, wawancara dapat
berfungsi deskriptif, yakni melukiskan kenyataan hasil data yang diperoleh dari
lapangan. Dari bahan-bahan tersebut dapat diperoleh gambaran yang lebih
objektif tentang masalah yang diselidiki.
Subjek yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Pak Hadjir selaku
pengelola tempat kursus sekaligus sebagai pelatih kursus batik dan peserta kursus
batik.
47
3. Dokumentasi
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan teknik
dokumentasi. Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data
kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh
subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek (Herdiansyah: 2010). Studi
dokumentasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk
mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis
dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat oleh subjek yang bersangkutan.
Dokumentasi yang dimaksudkan sebagai proses pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan penelitian yang dilakukan. Dokumen-dokumen tersebut diantaranya: data
peserta sanggar, materi kursus sanggar, dan brosur sanggar.
F. Teknik Analisis Data
Teknik Analisa data dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang
diungkapkan oleh Lexy Moleong (2005: 280) sebagai berikut:
Analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa analisa data
merupakan proses analisis dengan cara menelaah seluruh data yang dilakukan
dengan wawancara, pengamatan lapangan, dan dokumentasi.
48
Selanjutnya menurut Janice Mc. Drury (Collaborative Group Analysis of
Data, 1999) tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut: membaca atau
mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data;
mempelajari kata kunci itu, dan berupaya menemukan tema-tema yang berasal
dari data (Lexy Moleong: 2005).
Analisis data kualitatif (bogdan dan Biklen: 1982) adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
harus diceritakan kepada orang lain (Lexy Moleong: 2005).
Penelitian ini menggunakan tehnik analisis data yang bersifat deskriptif
kualitatif, yaitu mendeskripsikan pembelajaran pada pelatihan membatik di
Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta mengenai strategi
pembelajaran, proses dan hasil dari pelatihan batiknya. Data yang diperoleh
dianalisa dan dideskripsikan sesuai dengan kenyataan yang ada.
Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
1. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengkategorisasian,
penyederhanaan, atau pentransformasikan data kasar. Pada mulanya
diidentifikasikan adanya satuan kecil yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam
data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus masalah penelitian.
49
2. Penyajian Data
Merupakan sajian informasi data beserta pembahasannya, yang tersajikan
dalam bentuk desktiptif atau teks naratif, sesuai dengan masalah, sehingga
kesimpulan penelitian dapat ditemukan.
3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Merupakan proses menentukan keputusan akhir atas temuan penelitian,
sesuai dengan hasil data penelitian yang telah dibahas, sehingga permasalahan
penelitian dapat dirumuskan jawabannya secara sederhana.
G. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pengujian keabsahan data dilakukan untuk mengecek kembali data yang
sudah diperoleh tujuanya untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
pengumpulan data yang sudah diambil dari berbagai sumber. Kegiatan ini meiputi
beberapa langkah seperti;
a) Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan
pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang ditemuai maupun yang
baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan nara
sumber akan semakin terbentuk raport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi),
semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang
disembunyikan lagi.
b) Triangulasi
Triangulasi adalah cara untuk menguji keabsahan data tersebut. Terdapat
tiga macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, peneliti, dan teori. Triangulasi
50
sumber berarti peneliti mencari data lebih dari satu sumber, misalnya pengamatan
dan wawancara. Triangulasi peneliti berarti pengumpulan data lebih dari satu
orang dan hasilnya dibandingkan dan ditemukan kesepakatan. Triangulasi teori
berarti mempertimbangkan lebih dari satu teori atau acuan (Moleong, 2000:178)
Berdasarkan penjelasan di atas, triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi sumber. Yaitu membandingkan dan mengecek
kembali informasi yang diperoleh dalam observasi, wawancara, dan dokumentasi
dengan sanggar “Intensive Batik Course” dan masyarakat sekitarnya.
51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keberadaan Sanggar
1. Lokasi Sanggar
Sanggar batik “Intensive Batik Course” terletak di Taman KT I/314
Yogyakarta, Kelurahan Patehan, Kecamatan Keraton Yogyakarta. Berada di
dalam area Tamansari, lebih tepatnya depan pintu Tamansari. Lokasinya sangat
strategis, karena keberadaannya yang sangat dekat dengan Tamansari sehingga
banyak para wisatawan yang tertarik untuk mampir dan melihat proses
pembelajaran batik.
Gambar I : Denah lokasi Sanggar
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
52
2. Sejarah Berdirinya Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Sanggar batik “Intensive Batik Course” berawal dari keadaan instruktur
sanggar yang terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Sebagai seorang guru di tahun
60-an penghidupannya agak sulit. Ia kemudian mempelajari seni membatik, dan
hasil karyanya kemudian dijual. Suatu hari di tahun 1970 ia melihat di depan
rumahnya ada sepasang suami istri turis asing duduk-duduk dengan wajah
murung, mereka adalah Mrs Smand Snid dan Mr Jeffry Wilton dari Thailand.
Ketika ditanya oleh Pak Hadjir apakah dia kehilangan sesuatu? Mereka menjawab
“Saya ingin belajar membatik, tetapi sangat kecewa di Yogyakarta tidak ada
kursus membatik”. Pak hadjir kemudian menawarkan diri untuk mengajarnya.
Tetapi karena pada waktu itu Pak Hadjir masih belum punya ilmu tentang
membatik akhirnya Pak Hadjir meminta tolong kepada temannya untuk
mengajarkan batik kepada kedua turis tersebut, tetapi Pak Hadjir berperan sebagai
pemandu bahasanya.
Kemudian Pak Hadjir langsung membeli peralatan dan perlengkapan untuk
membatik seadanya. Esoknya dua orang itu mulai belajar membatik. Ternyata
hasil karya yang diciptakan kedua tersebut sangat bagus, karena pada dasarnya
kedua orang tersebut adalah seniman. Sehingga sangatlah gampang baginya untuk
membuat karya yang bagus baginya, hanya saja teknik pembuatan batiknya
seperti apa dia tidak tahu. Kemudian karya tersebut dibawa ke hotel tempat
mereka berdua menginap bersama rekan-rekan turis nya. Di penginapannya karya
batik tersebut sangat dikagumi oleh teman-temannya. Teman-temannya
53 menyanyakan di manakah dia membelinya? Kedua turis tersebut menjawab
bahwa mereka tidak beli, tetapi mereka membuat sendiri dengan mengikuti kursus
di sanggar batik “Intensive Batik Course”. Sejak itulah Hadjir mulai dikenal
orang asing, karena banyak rombongan wisatawan yang ikut berlatih batik di
“Intensive Batik Course”.
Nama Hadjir menjadi terkenal karena gethok tular omongan dari mulut ke
mulut dan juga karena namanya tercantum di semua buku petunjuk wisata
international. Keterangan lebih lengkap terdapat dalam buku “Student Guide to
Asia” karya David Jenkins dari Australia. Dikatakan di sekitar Taman Sari banyak
terdapat galeri batik ukuran kecil dan tepat di pinggir jalan masuk utama Gapura
terdapat “Intensive Batik Course”, salah satu pusat batik “Kerjakan Sendiri”
paling populer di Jogja. Untuk mengetahui lebih jelas tentang tulisan orang asing
yang memuat berita tentang sanggar “Intensive Batik Course” dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2: Tulisan panduan wisata orang asing yang memuat tentang “Intensive Batik Course”
No Nama Pengarang Judul Buku 1. David Jenkins Student Guide to Asia 2. Tony Wheeler South East Asia on a Shoestring 3. Bill Dalton Indonesia Hand Book 4. Rober Treichler Suedostasien Selbst Entdecken 5. Pedro Tarallo Le Guide du Routard
Kegiatan pembelajaran membatik di sanggar “Intensive Batik Course” ini
pernah ditulis oleh seorang jurnalis USA bernama Lewis W. Simon. Diterbitkan
di surat kabar The Washington Post pada tanggal 15 Juni 1983. Sehingga hal ini
semakin membuat “Intensive Batik Course” semakin dikenal oleh orang asing.
54
Sanggar ini pada mulanya bernama “Intensive and Informative Batik
Course” pada tahun 1970-an. Kemudian sanggar tersebut pada tahun 1980
mendatangkan guru batik dari “Research Batik Centre” (Semaki). Setelah itu
barulah sanggar tersebut berubah nama menjadi “Intensive Batik Course”. Nama
sanggar batik ini dibuat sendiri oleh Pak Hadjir selaku instruktur sanggar batik.
Pada tahun 1995 sanggar ini telah mendapat izin dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan untuk menyelenggarakan kursus. (Lihat lampiran hal. 139)
Sanggar batik “Intensive Batik Course” ini memiliki fungsi yaitu
memfasilitasi peserta sanggar yang memiliki minat dan bakat di bidang kerajinan
batik, sehingga diharapkan para peserta sanggar bisa mengoptimalkan bakatnya
dalam berkarya batik. Memfasilitasi peserta sanggar, maksudnya peserta sanggar
yang kemampuannya biasa saja dilatih untuk menjadi mahir dalam membatik, dan
peserta didik yang belum bisa sama sekali dalam membatik akan tahu dan bisa
untuk membatik.
Secara umum sanggar batik “Intensive Batik Course” tidak jauh berbeda
dengan sanggar-sanggar batik yang ada di daerah Yogyakarta maupun luar kota
Yogyakarta. Namun perbedaan sanggar “Intensive Batik Course”secara khusus
dengan sanggar-sanggar batik yang lain di antaranya adalah proses awal dari
pembelajaran batik. Pada awal proses membatik, peserta sanggar dilatih untuk
melemaskan tangan (meluweskan tangan) untuk mencanting, dengan cara
diajarkan untuk mencanting suatu pola yang telah digambarkan di atas kain
menggunakan teres (pewarna) yang berbentuk seperti Nirmana Dwimatra.
55 Diantaranya berbentuk garis-garis lurus yang diulang ulang, garis-garis lengkung
titik-titik, bulatan-bulatan kecil, garis-garis spiral dan lain sebagainya.
Jadi di sanggar “Intensive Batik Course” tidak langsung diajarkan untuk
membatik dengan motif batik pada umumnya, melainkan dengan cara tersebut di
atas. Dengan cara tersebut maka secara perlahan peserta sanggar akan luwes
ketika mencanting, dan memahami teknik mencanting yang bisa menghasilkan
hasil yang bagus. Karena pada tahap awal ini otomatis peserta sanggar bisa
mengetahui ketika ada suatu kekurangan dalam mencanting disebabkan karena
apa. Misalkan kurang maksimalnya hasil cantingan tersebut dikarenakan terlalu
dinginnya suhu cairan lilin malam, atau karena terlalu panasnya suhu lilin malam,
atau juga bisa dikarenakan kurang tepatnya cara memegang canting hingga
membuat kurang maksimalnya hasil.
Selain itu juga di sanggar “Intensive Batik Course” diajarkan pula rahasia
peracikan lilin malam dan pencampuran pewarna napthol. Kalau di sanggar lain
langsung dipraktekkan cara mencanting dan langsung disediakan lilin malam yang
telah jadi seperti umumnya, namun di sanggar batik ini diajarkan cara
peracikannya. Seperti cara peracikan lilin malam yang buat tembokan, dan buat
klowong.
Seiring dengan berjalannya waktu tentunya akan ada perkembangan pada
kualitas sanggar. Usaha untuk meningkatkan kualitas sanggar tentunya dari
instruktur sanggar sendiri terus belajar dalam hal teknik-teknik membatik untuk
anak dan bahan-bahan referensi batik untuk pemula maupun yang untuk
mendalami ilmu batik. Usaha peningkatan kualitas ini dilakukan instruktur dengan
56 bergabung dengan komunitas “Sekar Jagat” sehingga dari komunitas ini bisa
saling bertukar informasi dan ilmu dengan anggota lainnya.
Untuk meningkatkan kualitas anak didik, diajarkan teknik-teknik baru,
bentuk-bentuk baru, dan dikenalkan pula beberapa peralatan membatik dengan
berbagai tingkatan kualitas. Memperkenalkan berbagai macam teknik, alat,
maupun berbagai referensi diharapkan bisa meningkatkan motivasi peserta
sanggar untuk bisa lebih kreatif dalam berkarya nantinya.
Anggaran dana sanggar “Intensive Batik Course”juga termasuk usaha
untuk peningkatan kualitas sanggar. Sumber dan anggaran sanggar “Intensive
Batik Course” berasal dari biaya administrasi seluruh peserta didik sanggar yang
dikenakan setiap awal program pembelajaran yang diambilnya. Adapun besarnya
administrasi yang dikeluarkan oleh peserta sanggar adalah Rp 350.000,- per paket
(tiga kali pertemuan). Dari anggaran tersebut diambil untuk honor instruktur
sanggar “Intensive Batik Course”, dan sebagian diambil untuk membeli keperluan
pembelajaran. Diantaranya adalah kain primisima, lilin malam, pewarna, canting
dan pelengkap lainnya. Karena tanpa adanya anggaran dana tersebut maka
pembelajaran batik otomatis tidak bisa berjalan karena tidak adanya media dan
perlengkapan untuk praktek membatik. Kualitas dari perlengkapan membatik pun
dipilih untuk yang berkualitas lebih bagus dan layak supaya mendapatkan hasil
yang lebih bagus.
Untuk menunjang kegiatan pembelajaran batik di sanggar batik “Intensive
Batik Course” memiliki prasarana sebagai berikut:
1. Ruangan 3m X 4m (untuk penyampaian materi teori ajar batik)
57
2. Ruangan terbuka 3m X 6m (untuk ruang praktek batik)
3. Ruang dapur 2,5 X 3m (ruang pelorodan batik)
4. Ruang jemur untuk menjemur kain yang telah selesai diwarna
5. Akses jalan menuju sanggar yang sudah sangat memadahi.
3. Program Pembelajaran Sanggar
Sanggar batik “Intensive Batik Course” memiliki suatu program dalam
pelaksanaan pembelajarannya. Program tersebut adalah program paket
pendalaman materi batik disertai dengan praktek membatik. Paket ini
dilaksanakan seminggu sekali selama 4 jam, sehingga 1 bulan akan ada 3 kali
pertemuan dengan jumlah 12 jam. Paket ini merupakan paket umum yang diambil
para peserta sanggar pemula. Jika dengan paket ini merasa belum cukup maka
peserta sanggar dapat mengambil paket tambahan 125rb setiap hari nya dengan
durasi 4jam.
Tabel 3. Program pendidikan sanggar batik “Intensive Batik Course” No Point Program Keterangan 1. a. Paket kursus materi
dan praktek b. Pendalaman
program
a. Biaya : Rp 350.000,- seminggu 1x pertemuan/ 3x dalam seminggu b. Biaya : Rp 125.000,- / hari
2. Tatap muka Setiap pertemuan 4 jam 3. Biaya administrasi Pembayaran kursus membatik dilakukan pada
awal pembelajaran. 4. Kelas pemula Kelas pemula dilakukan setiap hari Minggu 5. Kelas pendalaman
materi Bebas memilih hari (selama Pak Hadjir tidak ada kepentingan), tetapi tetap diprioritaskan yang hari Minggu
4. Profil Guru Sanggar
Sanggar batik “Intensive Batik Course” yang telah berdiri sejak tahun
1970 itu dahulunya terdapat 2 instruktur yang mengajarkan batik. Yaitu Bapak
58 Hadjir yang sampai saat ini masih aktif menjadi instruktur sekaligus owner
(pendiri) dari sanggar “Intensive Batik Course” dan juga temannya. Tetapi teman
Pak Hadjir ini hanya bertahan beberapa saat sebelum akhirnya ia melepaskan
sendiri dari sanggar “Intensive Batik Course”. Sehingga tinggal Pak Hadjir
sendiri yang menjadi instruktur dalam sanggar ini hingga sekarang.
Bapak Hadjir selaku pendiri sekaligus instruktur dari sanggar “Intensive
Batik Course” memang memilih untuk mengajarkan batik itu dengan sendiri,
artinya tidak merekrut orang untuk membantunya mengajar setelah sebelumnya
ada satu teman yang membantunya mengajar. Hal ini dikarenakan menurut beliau
bisa menjadi lebih efektif dengan satu guru yang mengajarkan kepada peserta
sanggar, karena memang sebenarnya jumlah peserta sanggarnya pun sudah tidak
sebanyak dahulu.
Bapak Hadir ini memiliki nama lengkap Drs. Hadjir Digdodarmodjo. Lahir
di Yogyakarta, 20 Desember 1931. Bapak Hadjir Digdodarmodjo tinggal di
daerah Taman KT I/314 Yogyakarta, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton
Yogyakarta. Pak Hadjir adalah seorang pensiunan PNS Guru diperbantukan di
SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Meskipun Pak Hadjir pensiunan PNS Guru
diperbantukan di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta tetapi pada awalnya pak
Hadjir ini adalah seorang guru SD (bukan PNS) dengan gaji yang sangat kecil.
Hingga akhirnya pada tahun 1957 Pak Hadjir diangkat sebagai PNS. Setelah
diangkat PNS itu barulah Pak Hadjir bisa mengambil kuliah di IKIP Yogyakarta.
Pada waktu itu IKIP Yogyakarta masih bertempat di daerah sekitar Sayidan. Yang
59 sekarang sudah berganti nama menjadi UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) dan
bertempat di daerah Karangmalang, Caturtunggal, Depok, Sleman Yogyakarta.
Kuliah Pak Hadjir tidak bisa selesai dengan waktu yang ditentukan karena
memang ada suatu masalah di pertengahan kuliahnya. Hingga pada akhirnya Pak
Hadir melanjutkan studinya di IKIP Yogyakarta hingga lulus, dan mengikuti
wisuda pada 8 Mei 1982. Dan pada hari wisudanya itu Pak Hadjir ditunjuk oleh
pihak IKIP untuk menjadi wakil wisuda pada periode itu.
Pak Hadjir sendiri pernah diundang ke Maffra, Melbourne, Australia pada
tahun 1983. Selama sebulan Pak Hadjir disuruh mengajar seni membatik pada
murid-murid “Maffra High School”. Sambutan mereka sangat mengesankan.
Kepergiannya ke negeri Kanguru ini juga karena kebetulan. Dalam musim libur,
kepala sekolahnya Mrs. Kaye Vardy belajar batik di “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta. Beberapa bulan kemudian Pak Hadjir diundang
berkunjung ke Australia.
Tidak semua murid dari “Intensive Batik Course” orang asing. Tahun
1987 Pak Hadjir mendapat murid Ibu Tamtomo, istri Duta Besar Indonesia untuk
India. Beliau khusus datang belajar batik, karena di India beliau sering ditanya
tentang batik Indonesia. Katanya batik India lebih kasar daripada batik Indonesia.
Ada lagi seorang ibu dari Samarinda ikut kursus batik. Sepulang dari Yogyakarta
ia membuat hem batik dengan motif Dayak. Ternyata banyak pejabat setempat
yang tertarik. Akibatnya ia mendapat order ratusan hem batik dengan motif dayak.
60
Cita-cita Pak Hadjir memang agar di daerah-daerah berkembang seni batik
dengan motif daerah setempat. Batik sangat mudah dipelajari dan dapat membuka
peluang lapangan pekerjaan. Sedikit banyak akan mengurangi pengangguran. Pak
Hadjir setiap waktu membuka diri bagi siapa saja yang berminat akan belajar
membatik. Tentu saja dengan biaya-biaya tertentu, sekedar untuk mengganti
ongkos bahan-bahan yang diperlukan.
Sanggar batik ini telah memberikan hikmah yang tidak ternilai harganya
untuk keluarga Pak Hadjir. Rumahnya yang semula berdinding anyaman bambu,
kini telah dibangun dengan tembok. Pak Hadjir pun bisa membiayai ongkos
sekolah keempat anaknya. Dimana keempat anaknya semuanya juga mengikuti
program kuliah di Universitas ternama.
5. Anak Didik Sanggar
Berikut adalah daftar nama peserta sanggar “Intensive Batik Course”
periode minggu 1-2 bulan Mei 2016:
1. Nama : Angga Wiranto
Usia : 25th
Alamat : Wonogiri, Jawa Tengah.
Pekerjaan : Wiraswasta
Kebangsaan : Indonesia
2. Nama : Ardliyani
Usia : 23th
Alamat : Samirono, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Pekerjaan : Mahasiswa
Kebangsaan : Indonesia
61
3. Nama : Linda Dian Rahmawati
Usia : 21th
Alamat : Karangmalang A33c, Caturtunggal, Depok,
Sleman, Yogyakarta
Pekerjaan : Mahasiswa
Kebangsaan : Indonesia
Dilihat dari data peserta sanggar tersebut memang hanya sedikit. Beberapa
hal yang membuat peserta sanggar tidak sebanyak biasanya adalah karena
memang jadwal yang diambil oleh peserta sanggar ini tidak sama seperti jadwal
sanggar seperti biasanya. Jika biasanya sanggar “Intensive Batik Course” ini
menjadwalkan proses pembelajaran batik pada hari Sabtu/Minggu (peserta
memilih salah satu dari hari tersebut dan pembelajaran batik dilaksanakan selama
tiga minggu berturut-turut), tetapi pada pembelajaran batik kali ini dilaksanakan
selama satu minggu dengan jadwal hari Minggu, Selasa, Sabtu. Hal ini
dikarenakan ada suatu acara yang mendesak dari instruktur “Intensive Batik
Course” ini sehingga jadwal pembelajaran batik dirubah menjadi 3 kali dalam
seminggu.
Usia peserta sanggar bervariasi. Tidak ada batasan minimal dan batasan
maksimal dalam usia. Tetapi hingga saat ini yang mendaftar untuk mengikuti
sanggar batik ini rata-rata berusia remaja hingga dewasa, dahulu pernah ada anak
kecil umur 7 tahun wisatawan asing yang ikut dalam pembelajaran batik. Materi
yang diajarkan pun sama semua, tidak ada perbedaan materi pembelajaran.
Kecuali materi untuk peserta sanggar yang mengambil program pendalaman
62 materi. Tingkat kesulitan pada praktek membatiknya otomatis lebih sulit dari
program yang di ambil sebelumnya.
Dalam suatu pembelajaran pasti ada tujuan yang ingin dicapai. Dan tujuan
tersebut adalah suatu perubahan yang berkelanjutan atau perkembangan peserta
sanggar untuk lebih memahami dan lebih kreatif dalam hal membatik. Karena
mayoritas peserta sanggar di “Intensive Batik Course” adalah orang-orang yang
belum mengetahui seluk beluk batik, dan belum paham tentang tata cara proses
membatik.
Perkembangan peserta didik selama belajar di sanggar bisa dibilang
memiliki progres yang bagus. Peserta sanggar yang awal mulanya tidak tahu
mengenai seluk beluk batik mereka jadi tahu dan paham tentang seluk beluknya,
juga mereka yang sama sekali tidak tahu bagaimana cara membatik menjadi tahu
dan paham bagaimana cara membatik.
Di sanggar “Intensive Batik Course” ini peserta sanggar dilatih untuk
mencanting pada suatu kain. Bagi pemula yang belum pernah memegang canting
lalu mencanting lilin malam pada selembar kain adalah hal yang sangat sulit. Pasti
suatu kekakuan akan dirasakan oleh semua pemula. Malam yang menetes di luar
pola akan mengotori bagian kain sehingga membuat ketidakindahan hasil
cantingan. Tetapi setelah menjalani beberapa latihan dari pembelajaran batik ini
peserta sanggar menjadi bisa mencanting dengan baik dan menghasilkan suatu
karya yang bagus untuk kategori pemula.
Selain pemula ada juga peserta sanggar yang sudah pernah ada
pengalaman dalam membatik. Namun pengalaman membatiknya ini pun masih
63 begitu kurang untuk menghasilkan karya yang bagus. Sehingga mereka yang
hanya pas-pasan kemampuannya dalam membatik bisa menjadi lebih mahir dan
paham dalam membatik. Mereka jadi lebih paham saat pencampuran rumus kimia
antara napthol dan garam hingga menghasilkan warna-warna tertentu.
Dengan demikian maka peserta sanggar yang semula tidak paham tentang
batik bisa menjadi paham dan lebih kreatif dalam membatik. Sehingga tidak
jarang pula mereka yang telah memiliki bekal keterampilan dalam membatik
menjadi termotivasi untuk menjadi lebih sukses karena ada suatu motivasi untuk
membuka lapangan kerja baru dengan berbisnis batik tulis.
Sampai saat ini sanggar “Intensive Batik Course”sudah mendidik sekitar
4300 siswa. Sanggar batik yang berdiri sejak tahun 1970 ini sebagian besar
peserta didiknya adalah warga negara asing. Tetapi juga tidak sedikit pula warga
negara Indonesia sendiri yang mengikuti pembelajaran batik di sanggar “Intensive
Batik Course”. Ada beberapa tokoh batik yang pernah belajar di “Intensive Batik
Course”. Di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Mr. Rudolf Smind, beliau memberi informasi telah mendirikan
museum batik di Jerman.
b. Mr. Friz Donart, menjadi seorang pelukis batik di Australia. Beliau
sudah pernah mengadakan pameran batik lukis di Yogyakarta.
c. Prof. David William, MSc, MA, Mtext Phd. Beliau Dosen ANU
(Australian National University)
d. Mrs. Lee Creswell, dosen batik di Cambridge Inggris.
e. Mrs. Alex Wilds, Executive Director Rose Hill Art Game.
64
Cara perekrutan peserta didik sanggar yaitu dengan menyebarkan brosur
ke beberapa wisatawan yang melewati sanggar “Intensive Batik Course”. Karena
letak lokasinya di depan Tamansari sehingga banyak sekali setiap hari wisatawan
yang melewati sanggar ini. Dari situlah orang banyak yang mengetahui bahwa di
depan Tamansari terdapat suatu sanggar untuk kursus membatik. Dan orang-orang
yang tertarik untuk mendalami ilmu batik akan mendaftar di sanggar batik ini.
B. Strategi Pembelajaran
Pembelajaran yang dilakukan di sanggar “Intensive Batik Course” ini
menggunakan strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction). Strategi
pembelajaran yang digunakan di sanggar adalah strategi pembelajaran langsung
yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi, dan paling digunakan. Pada
strategi ini termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik,
pengajaran eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi. Strategi pembelajaran
langsung efektif digunakan untuk memperluas informasi atau mengembangkan
keterampilan langkah demi langkah
Dalam pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik Course”, instruktur
sanggar menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran. Karena dalam pembelajaran
ini membutuhkan penjelasan yang jelas dari instruktur, dan juga lebih banyak
latihan prakteknya untuk membuat karya batik. Sehingga instruksi dari instruktur
sanggar sangat dibutuhkan ketika pembelajaran praktek membatik sedang
berlangsung.
Dari penjelasan di atas dijelaskan bahwa dalam strategi pembelajaran
langsung ini di dalamnya terdapat metode ceramah, pertanyaan didaktik,
65 pengajaran eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi. Hal ini sesuai dengan
pemilihan metode pembelajaran yaitu metode ceramah dan latihan partisipatif.
Sehingga strategi yang digunakan adalah strategi pembelajaran langsung. Dalam
pembelajaran yang dilaksanakan di sanggar ini perlu dilakukannya ceramah dari
instruktur dan juga latihan yang dilakukan secara langsung untuk mengasah
keterampilan peserta sanggar.
1. Perencanaan
Perencanaan pembelajaran merupakan tahap persiapan pembelajaran
membatik di sanggar “Intensive Batik Course”. Persiapan pembelajaran
disesuaikan dengan materi apa yang akan dipelajari dalam pembelajaran tersebut
supaya bisa mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam proses pembelajaran formal
seorang guru diharuskan membuat perencanaan pembelajaran dengan format
menyesuaikan dengan isi silabus mata pelajaran. Tetapi karena sanggar ini
merupakan lembaga pendidikan nonformal, maka tidak ada suatu kewajiban untuk
guru membuat RPP. Namun secara umum perencanaan pembelajarannya formal
dan nonformal adalah sama, hanya saja perencanaan di sanggar ini lebih luwes..
Berikut adalah penjelasan perencanaan pembelajarannya:
a. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” secara umum
adalah sama. Tidak ada pembedaan materi maupun program pembelajarannya
untuk semua usia, karena mayoritas yang menjadi peserta sanggar di sana adalah
para remaja dan orang dewasa. Adapun materi pembelajarannya di “Intensive
66 Batik Course” adalah tentang teknik membatik, jenis batik, teknik pewarnaannya
dan juga teknik pelorodan
Tabel 4: Materi Pembelajaran “Intensive Batik Course”
Lesson Include Translate 1. History of batik and traditional
design Sejarah batik dan desain tradisional
2. Formulae varius waxes used Bahan penyusun lilin malam 3. How to prepare and use chemical
dye and natural dye Bagaimana memersiapkan pewarna kimia dan pewarna alami
4. How to hold and used wax pen (canting) and clean it
Bagaimana memegang dan menggunakan canting serta cara membersihkannya
5. How to apply wax in fine and thick lines
Bagaimana mengaplikasikan lilin dalam garis halus dan tebal
6. How to use batik stamp (cap) Bagaimana menggunakan batik cap 7. How to remove wax from cloth Bagaimana cara menghilangkan lilin
dari kain
Materi pembelajaran dalam sanggar batik ini adalah membatik tulis.
Sebelum peserta sanggar praktek untuk membatik, terlebih dahulu peserta sanggar
diberi materi secara singkat mengenai batik, baik dari sejarahnya, jenis batik, jenis
alat membatik, motif batik dan bahan-bahannya. Karena memang pengetahuan
tentang batik sebenarnya sangat luas untuk dibahas, seperti contohnya jenis batik
yang diajarkan oleh pak Hadjir ini ada jenis batik tulis, batik cap, dan batik
printing. Kemudian untuk jenis alat membatiknya Pak hadjir memberikan
pengetahuan tentang jenis canting yang dipakai untuk membatik. Di antaranya
adalah canting klowong, canting tembok, dan canting untuk isen-isen. Selain itu
juga diberi pengetahuan juga tentang jenis canting dari berbagai Negara, di
antaranya adalah canting dari Jerman, Jepang, Inggris dan Thailan. Meskipun
dalam sanggar batik tetap menggunakan canting asli Indonesia tetapi hal ini
67 penting untuk pengetahuan seseorang. Kemudian ada lagi untuk jenis pewarna,
ada jenis napthol, indigosol, rhemasol dan warna soga. Selain itu juga dijelaskan
tetang cara membuat lilin malam secara manual (meracik sendiri). Karena materi
pemahaman tentang batik ini akan sangat penting untuk kelanjutan dalam belajar
batik.
Kemudian setelah itu peserta sanggar akan mendapat pelatihan dalam
mencanting pada kain. Dalam hal ini peserta sanggar diberi pengetahuan tentang
teknik yang benar dalam mencanting. Baik dari segi posisi duduk, posisi
memegang canting, posisi memegang kain dan juga posisi mengambil malam ke
dalam canting. Karena bagi pemula posisi duduk pun akan menjadi masalah kalau
tidak sesuai dengan teknik nya. Sehingga benar-benar diajarkan dari awal
seseorang belum paham apa-apa tentang batik hingga seseorang tersebut dapat
membuat batik sendiri.
Di sangar tersebut juga diajarkan cara mencanting yang rapi, tidak tercecer
kemana-mana lilin malamnya. Karena untuk kategori pemula mencanting itu
lumayan sulit, lilin malamnya sering mengalami tumpah ke luar pola sehingga
menyebabkan adanya ketidak rapian karya. Maka dari itu perlu teknik khusus
untuk membuat sebuah karya yang rapi.
Untuk langkah pertama dalam mencanting dibutuhkan suatu keluwesan
tangan untuk menggoreskan canting yang berisi malam pada kain. Sehingga pada
langkah awal pembelajaran ini peserta sanggar diberi pelatihan untuk mencanting
pada pola yang telah disediakan dari sanggar. Pola tersebut adalah sejenis garis-
garis lurus dan garis lengkung, yang bertujuan untuk membuat tangan lebih luwes
68 dalam menggores lilin malam. Kemudian di tingkat lanjutan dikenalkan dengan
pola.
Materi pembelajaran di sanggar ini disiapkan oleh instruktur sanggar yang
dituliskan secara manual di kertas HVS. Materi pembelajaran yang meliputi
sejarah batik dan desain tradisional, bahan penyusun lilin malam, cara
memersiapkan pewarna kimia dan pewarna alami, cara memegang dan
menggunakan canting serta cara membersihkannya, cara mengaplikasikan lilin
dalam garis halus dan tebal, cara menggunakan batik cap, serta cara
menghilangkan lilin dari kain merupakan materi dasar dalam pembelajaran.
Karena peserta sanggar yang mayoritas masih belum mengetahui tentang batik
sangat memerlukan pengetahuan ini.
Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa pemilihan materi
pembelajaran yang terdapat di sanggar secara umum sama dengan materi
pembelajaran yang ada pada sekolah formal. Hanya saja system penyusunan,
penyampaian dan proses pembelajarannya yang berbeda. Jika sekolah formal
proses penyampaian materinya disesuaikan dengan RPP yang telah dibuat, maka
di sanggar ini materi disampaikan secara garis besar dan diikuti dengan praktek.
Hal ini dikarenakan tidak ada kurikulum yang menjadi patokan dalam penyusunan
materi pembelajaran, sehingga materinya bersifat luwes.
b. Metode Pembelajaran
Dalam pembelajaran private di “Intensive Batik Course” menggunakan
dua metode dalam pelaksanaannya, yaitu metode ceramah dan metode latihan
partisipasi. Berikut penjelasan dari masing-masing metode tersebut.
69 1. Metode Demonstrasi
Dalam pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” ini menggunakan
metode demonstrasi. Metode demontrasi ini digunakan untuk mempertunjukkan
bahan-bahan dan peralatan membatik serta mempertunjukkan cara membatik
kepada peserta sanggar. Metode ini sangat penting digunakan dalam
pembelajaran ini karena perlu adanya suatu pengetahuan dan pengalaman yang
diberikan dari instruktur sanggar. Sehingga dengan dilakukannya pembelajaran
dengan metode demonstrasi ini peserta sanggar akan mengetahui dan paham saat
akan melakukan praktek nanti.
2. Metode Latihan
Pembelajaran di sanggar ini juga menggunakan metode latihan untuk
tercapainya tujuan awal pembelajaran. Di sanggar ini menggunakan metode
latihan karena pembelajaran di sanggar merupakan pembelajaran tentang
keterampilan. Dengan cara latihan peserta sanggar dapat meningkatkan
keterampilan, sikap dan kebiasaannya dalam membatik. Karena dalam membatik
perlu adanya kebiasaan diri agar mampu berkarya batik dengan baik, misalnya
dalam hal mencanting. Dengan adanya latihan mencanting ini peserta sanggar
akan terbiasa dan merasa luwes saat memainkan canting, dan secara otomatis
hasilnya pun juga bisa lebih rapi.
Metode latihan partisipatif juga sangat perlu digunakan dalam
pembelajaran di sanggar ini, karena dengan berlatih membuat karya batik. Dengan
pelatihan tersebut dapat menghasilkan sejumlah pengalaman secara individual
70 mengenai keterampilan-keterampilan. Misalnya terampil dalam mencanting,
mengembangkan motif dan mewarnai.
3. Metode Ceramah
Dalam pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” ini menggunakan
metode ceramah. Dalam pembelajaran ini instruktur sanggar menjelaskan tentang
materi batik mulai dari sejarah, perkembangan, jenis batik, bahan-bahan batik,
kegunaan batik bermotif tertentu, dan lain sebagainya. Karena peserta sanggar
batik yang mayoritas belum tahu tentang bagaimana batik ini perlu adanya suatu
pemahaman tentang batik yang didapatkan dengan cara metode ceramah seperti
ini. Jika metode ceramah ini tidak dilakukan oleh instruktur sanggar, maka para
peserta sanggar pun tidak akan mengerti dengan dasar-dasar batik.
Metode ceramah di sanggar batik dilakukan di waktu awal setiap
pertemuan. Sehingga sebelum peserta sanggar praktek membuat batik selalu
diberikan materi batik yang baru dengan cara metode ceramah. Metode ceramah
yang dilakukan instruktur sanggar dilakukan dengan bantuan media berupa hand
out dan juga media tentang batik seperti bagan pewarna batik, contoh-contoh alat-
alat dan bahan batik, dan lain sebagainya.
Metode ceramah bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang baru
kepada peserta sanggar tentang batik, karena mayoritas peserta sanggar tersebut
masih belum mengetahui tentang batik. Metode pembelajaran ceramah sangat
sesuai dan dibutuhkan untuk proses pembelajaran batik di sanggar ini karena perlu
adanya suatu penjelasan dalam pengetahuan maupun prosesnya. Sehingga dapat
71 membuka pengetahuan peserta sanggar untuk memulai proses pembelajarannya
sebelum melakukan praktek membatik.
Setiap metode pembelajaran apapun mempunyai kelemahan dan kelebihan
dalam penerapannya, maka dalam suatu pembelajaran memadukan beberapa
metode untuk mengurangi kelemahan pada setiap metode. Hal ini berkaitan erat
dengan materi yang disampaikan. Sehingga membentuk metode belajar yang
efektif dan menarik pada subyek didik. Suatu metode mempunyai hubungan yang
erat dengan materi belajarnya, sehingga pemilihan metode dapat lebih efektif
dalam pelaksanaannya. Masalah dalam hal ini adalah strategi pembelajaran dan
hasil karya peserta sanggar. Maka metode yang cocok adalah metode demonstrasi,
latihan dan metode ceramah.
4. Media Pembelajaran
Pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” ini menggunakan
beberapa media pembelajaran untuk membantu jalannya pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 3 April 2016, kegiatan pembelajaran
pada sanggar ini memakai berbagai media untuk membantu jalannya proses
pembelajaran. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Handout Materi tentang Pengenalan Batik.
Di dalamnya terdapat penjelasan mulai dari jenis kain, jenis lilin malam,
jenis pewarna, jenis canting, dan cara-cara dalam setiap tahap membatik. Media
hand out yang dipakai dalam pembelajaran disusun oleh instruktur sanggar sendiri
dengan cara menulis secara menual pada kertas HVS polio, kemudian kertas
tersebut di foto copy. Materi dalam hand out tersebut dibuat berdasarkan
72 pengetahuan Pak Hadjir dan dari beberapa sumber dengan menggunakan bahasa
inggris, karena mayoritas peserta sanggar adalah wisatawan asing. Gambar-
gambarnya pun dibuat sesederhana. Hal ini bertujuan untuk memudahkan peserta
sanggar untuk memahami materi pembelajarannya.
2) Chart pewarna napthol yang berbentuk banner berukuran 60cm X 100cm.
Media ini digunakan saat memasuki materi tentang pemahaman terhadap
pewarna. Dalam banner ini digambarkan tentang pencampuran napthol dan garam
tertentu hingga menghasilkan warna tertentu. Dengan media seperti ini akan lebih
memudahkan peserta sanggar untuk memahami.
3) Contoh pewarna alami dan buatan.
Media pewarna alami dan buatan ini digunakan instruktur untuk
menjelaskan secara langsung kepada peserta sanggar perbedaan antara serbuk
napthol dengan serbuk garam. Karena cara pelarutan dari kedua serbuk tersebut
berbeda. Selain pewarna yang menggunakan bahan kimia, ada juga pewarna alam.
Instruktur sanggar memperlihatkan secara langsung beberapa bahan pewarna
alam. Diantaranya adalah tegeran, tingi, dan jambal.
73
Gambar III : Instruktur sanggar sedang menjelaskan mengenai pewarna napthol.
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
4) Lilin Malam dan Komponen Penyusunnya
Instruktur sanggar memperkenalkan contoh lilin malam yang sudah jadi
dan juga beberapa komponen untuk lilin malam yang diracik sendiri. diantaranya
adalah parafin, lilin lebah, dan lemak hewan. Hal ini bertujuan untuk membuka
wawasan peserta sanggar terhadap bahan utama yang akan digunakan dalam
membatik.
74 5) Kain
Kain yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah kain yang sudah
terdapat pola seperti gambar nirmana dwimatra, kain berpola abstrak, dan juga
kain yang sudah berpola gambar burung. Ketiga kain ini adalah kain yang akan
digunakan peserta sanggra untuk berkarya. Selain itu contoh karya batik yang
telah dihasilkan oleh peserta sanggar sebelum-sebelumnya juga dijadikan media
pembelajaran oleh instruktur sanggar untuk diperlihatkan kepada peserta sanggar.
Sehingga sebelum peserta sanggar praktek, mereka akan mempunyai banyak
referensi untuk berkarya nantinya.
Dari penjelasan di atas media yang digunakan dalam proses pembelajaran
meliputi hand out materi, banner grafik pewarna, alat peraga untuk membatik, dan
media kain yang digunakan untuk mencanting peserta sanggar tersebut telah
disediakan oleh instruktur sanggar guna menambah wawasan dan keterampilan
dalam menggunakan beberapa media tersebut. Karena setiap bahan dan alat
mempunyai karakteristik sendiri, sehingga diperlukan pengalaman dalam
pemakaiannya. Misalnya untuk pemakaian canting klowong, tembokan maupun
ceceg, dan juga cara pembuatan dan penggunaan pewarna alami maupun buatan.
Sedangkan untuk kain yang digunakan dalam membatik, instruktur sanggar telah
menyediakan kain primisima lengkap dengan desain pola yang akan dicanting.
Sehingga peserta sanggar tinggal belajar mencanting dan mewarna batik.
Jadi baik materi hand out, bahan maupun peralatan yang digunakan, para
peserta didik tinggal menggunakan dan belajar. Dengan perkembangan zaman
berbagai media pembelajaran semakin banyak jenis dan cara menyampaikannya.
75 Tetapi di sanggar ini instruktur sanggar tetap memilih untuk menggunakan media
hand out secara manual untuk menyampaikan materinya. Selain untuk menjaga
budaya cara belajar di sanggar yang sudah lama berdiri ini, media handout yang
digunakan berisi lebih sederhana dan mudah dipahami karena materi yang tertera
berisikan dengan gambar-gambar yang disertai dengan keterangan singkat. Tetapi
kelemahannya adalah ketika terdapat suatu tulisan yang kurang jelas, maupun
bahasa yang kurang dimengerti oleh peserta sanggar karena bahasa yang
digunakan adalah bahasa Inggris.
Berbagai media yang digunakan tersebut yang pada akhirnya dapat
menghasilkan serentetan pengalaman tentang kelemahan dan kelebihan setiap
media yang digunakan . Pengalaman tersebut dapat mendukung dalam proses
berkarya selanjutnya dengan kemampuan kreatifitas yang dimiliki.
5. Bahan dan Alat Batik
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi yang dilakukan pada tanggal 3
April 2016 – 10 April 2016, bahan dan alat yang digunakan dalam pembelajaran
ekstrakurikuler batik dijelaskan sebagai berikut:
1) Bahan
Bahan yang digunakan untuk membuat hasil karya batik pada proses
pembelajaran di sanggar adalah kain, lilin malam, dan zat warna. Bahan-bahan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Kain
Kain yang digunakan pada pembelajaran batik adalah kain primisima.
Kain mori dipakai sebagai bahan pembelajaran karena serat dan permukaan halus,
76 serta terbuat dari bahan katun, sehingga mudah menyerap zat warna batik. Warna
batik yang dihasilkan pada kain mori promissima tidak mudah luntur dan dapat
bertahan lama. Selain itu, bahannya mudah didapat dengan harga terjangkau.
b) Lilin malam
Lilin atau malam merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam
proses membatik, berfungsi sebagai penutup permukaan kain sesuai dengan motif
yang diinginkan supaya tidak terkena zat warna pada saat melakukan proses
pewarnaan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 3 April 2016,
instruktur sanggar menjelaskan bahwa dalam pembelajaran batik di sanggar ini
menggunakan 3 macam lilin, yaitu: 1) lilin tembok adalah lilin malam yang
bersifat elastis, 2) klowong adalah lilin malam yang bersifat agak keras dan
mudah pecah, 3) lilin malam biron yang merupakan lilin malam bekas.
c) Zat pewarna
Zat pewarna batik yang digunakan pada pembelajaran batik adalah zat
warna napthol dan indigosol. Pewarna napthol adalah pewarna yang proses
pencelupannya dilakukan pada dua larutan, yaitu larutan napthol dan larutan
garam. Sedangkan indigosol adalah zat warna batik yang pada prosesnya harus
menggunakan bantuan dari sinar matahari langsung untuk menghasilkan warna
yang sesuai.
d) Zat pembantu (waterglass)
Zat pembantu yang digunakan dalam proses melorod (menghilangkan lilin
malam pada kain) pada pembelajaran batik adalah watterglass. Watterglas
77 berbentuk seperti lendir yang sangat pekat, yang ketika dimasukkan pada air yang
mendidih dapat melepaskan lilin malam pada kain dengan mudah.
2) Alat
Alat yang digunakan dalam pembelajaran membatik di sanggar “Intensive Batik
Course” Tamansari Yogyakarta adalah sebagai berikut:
a) Canting
Alat pokok dalam proses pembuatan batik tulis adalah canting. Canting
berfungsi untuk menggoreskan lilin malam pada kain. Canting yang digunakan
ada 3 macam, yaitu: 1) canting klowong, 2) canting ceceg, 3) canting tembok
b) Kompor
Kompor digunakan untuk membantu dalam proses memanaskan lilin
malam. Kompor untuk membatik adalah kompor minyak berukuran kecil,
sedangkan untuk melorod adalah kompor gas berukuran besar.
Gambar IV: Kompor Batik beserta Wajan
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
78 c) Wajan
Wajan berfungsi sebagai tempat memanaskan lilin malam. Wajan yang
digunakan untuk membatik terbuat dari alumunium dan berukuran kecil.
d) Gawangan kecil
Gawangan adalah alat bantu yang digunakan peserta didik untuk
membentangkan kain. Pada proses pembelajaran di sanggar ini menggunakan
gawangan kecil yang berbentuk persegi berukuran 40 cm X 40 cm. karena media
kain yang digunakan juga hanya berukuran kecil.
e) Panci
Panci dengan ukuran besar merupakan alat yang digunakan dalam proses
melorod, dengan tujuan agar dapat menampung kain ketika proses melorod.
Gambar V: Panci untuk Melorod
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
79 f) Kursi
Dalam praktek membatik ini menggunakan kursi sebagai tempat duduk
ketika mencanting dengan ketinggian sejajar dengan tinggi permukaan wajan.
Kursi yang digunakan berjumlah tiga buah sesuai dengan jumlah peserta sanggar
yang mengikuti sanggar.
g) Dingklik
Dingklik dalam proses pembelajaran ini memiliki fungsi sebagai alas kaki
(pijakan kaki). Karena kursi yang digunakan agak tinggi sehingga untuk
menyesuaikan ketinggiannya maka digunakan dingklik ini supaya menyangga
kaki.
Gambar VI: Dingklik untuk Pijakan Kaki
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
80 h) Ijuk
Ijuk merupakan alat bantu yang digunakan untuk membuka lubang kecil
pada canting jika terdapat suatu sumbatan.
i) Baskom dan gayung
Baskom dan gayung digunakan untuk tempat larutan pewarna pada proses
pewarnaan. Terdapat 3 baskom untuk proses pembelajaran ini, dua baskom untuk
larutan pewarna dan satu baskom untuk tempat air bersih.
j) Pisau
Dalam pembelajaran ini pisau digunakan untuk mengerok sisa-sisa lilin
malam yang masih menempel pada kain. Sehingga kain yang telah dilorod
tersebut bisa lebih bersih.
k) Celemek
Celemek merupakan alat yang penting untuk keselamatan kerja. Selama
proses praktek membatik berlangsung peserta sanggar selalu memakai celemek
ini. Selain untuk menjaga tubuh dari tetesan malam yang panas itu, celemek juga
melindungi baju pada saat proses pewarnaan.
Seluruh alat dan bahan untuk pembelajaran di sanggar tersebut sudah
disiapkan oleh instruktur sanggar. alat dan bahan tersebut sangat penting untuk
jalannya proses pembelajaran. Tanpa adanya alat dan bahan maka pembelajaran
tidak akan bisa berjalan. Karena pembelajaran di sanggar yang 75% merupakan
praktik untuk membatik. Sehingga peserta sanggar yang mengikuti kegiatan
pembelajaran ini tinggal memakai dan melakukan pembelajaran praktik membatik
tanpa harus menyiapkan atau membawa sendiri semua alat dan bahannya.
81 6. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan inti dari pembelajaran
yang bertujuan untuk mencapai tujuan dari sebuah pembelajaran tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran batik di sanggar ini dapat terlaksana dengan baik
karena adanya interaksi antara instruktur sanggar dengan peserta sanggar.
pelaksanaan pembelajaran batik ini diikuti oleh 3 orang siswa. Pembelajaran batik
di sanggar ini dilaksanakan pagi hari pada pukul 08.00 WIB sampai dengan 11.00
WIB. Berikut adalah serangkaian pelaksanaan pembelajarannya.
1) Pendahuluan
Sebelum pembelajaran batik dimulai, terlebih dahulu instruktur sanggar
mengucapkan salam kepada peserta sanggar. Setelah itu instruktur sanggar
memberikan apersepsi dengan mengecek kesiapan peserta sanggar untuk
mengikuti pembelajaran dan memotivasi kepada peserta sanggar dengan
memberikan penjelasan tentang pentingnya mempelajari materi pembelajaran
batik.
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 3 April 2016, Instruktur sanggar
batik memulai pembelajarannya dengan memperkenalkan tentang batik. Mulai
dari filosofi kata batik, asal usul batik, jenis-jenis batik, tahapan membatik, jenis
pewarna, jenis kain, jenis canting yang digunakan. Pada proses ini instruktur
sanggar menjelaskan apa itu pengertian batik dan juga sejarah batik. Berikut hal-
hal yang disampaikan oleh instruktur batik ketika menjelaskan tentang batik:
“Batik berasal dari bahasa jawa yang tersusun atas dua kata yaitu “amba” yang mempunyai arti menulis, dan kata titik. Awal mula munculnya batik adalah pada masa kerajaan Mataram. Di sana ada sebuah arca, di mana arca tersebut dililit dengan sebuah sarung batik, batik
82
tersebut namanya parang rusak yang saat ini berada di museum Jakarta. Dahulu berkembangnya batik itu karena raja-raja yang mempunyai tenaga khusus untuk membuat batik. Sebab pakaian raja itu harus bagus, sehingga raja-raja tersebut memilih tangan-tangan terampil untuk membuat batik. Kemudian hal itu berkembang hingga putri-putrinya pun juga diajari membatik. Kenapa batik tersebut dibuat di keraton oleh raja-raja? Sebab masyarakat nantinya akan mengikuti langkah-langkah raja hingga masyarakatnya juga ikut membuat batik.
Kemudian ditelusuri dan dicari sebabnya itu, ternyata batik itu berkembang tidak hanya polos saja tetapi mempunyai motif yang berbeda-beda yang berlandaskan agama Hindu. Contohnya batik yang bernama “Wahyu Tumurun”. Batik ini sering digunakan oleh raja-raja dan keluarganya. Hal ini dikarenakan ada suatu anggapan bahwa siapapun yang menggunakan batik “Wahyu Tumurun” ini memiliki sifat-sifat yang baik. Jadi orang-orang awam tidak boleh memakai batik “Wahyu Tumurun” ini.
Kemudian batik ini berkembang terus dan orang-orang Jogja mempunyai batik khas sendiri yang namanya Parang Rusak. Kemudian batik ini selalu dipakai oleh seorang Raja ketika ada suatu upacara-upacara keraton. Kemudian batik ini berkembang lagi dan muncullah batik sidoluhur. Truntum ini dipakai oleh seorang temanten, supaya kehidupan mereka bisa rukun. Ada lagi batik truntum, yang biasanya batik truntum ini dipakai oleh orang-orang tua. Jadi kesimpulannya, motif-motif batik tersebut memiliki makna harapan serta doa.
Dilihat dari penjelasan di atas instruktur sanggar memberikan pengetahuan
tentang sejarah batik. Hal ini disampaikan oleh instruktur sanggar karena sangat
diperlukan untuk menambah wawasan peserta sanggar tentang batik. Setelah
dijelaskan mengenai sejarah batik, peserta sanggar akan mengetahui bahwa batik
tulis mempunyai filosofi makna bagi setiap motif yang ada dan sering digunakan
oleh raja-raja dalam upacara-upacara di dalam keraton. Sehingga dengan ini
peserta sanggar akan termotivasi untuk melestarikan batik salah satunya dengan
cara berkarya batik.
83
Setelah selesai dijelaskan mengenai pengertian batik dan sejarah batik
sebagai perkenalan, instruktur sanggar menjelaskan tentang bahan batik. Yang
pertama kali dijelaskan taitu mengenai jenis bahan kain yang digunakan dalam
membatik. Berikut materi nya:
Gambar VII: Sketsa Materi Jenis Bahan Kain Batik
(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Yang pertama ada primissima, prima, biru/ blue, dan volissima. Dari
keempat jenis ini yang paling bagus kualitas bahannya adalah primissima.
Kemudian prima adalah jenis kain yang kualitasnya di bawah primissima. Begitu
selanjutnya ada biru/ blue dan yang terakhir ada vollisima. Bagus atau tidaknya
jenis kain bisa dilihat dari serat kain tersebut. Primissima memiliki serat benang
yang halus, ulet, dan serat kainnya rapat. Karena permukaannya yang halus kain
primisima ini mudah untuk dibatik, dan ketika dilorod akan mudah melepaskan
lilin malamnya. Sedangkan serat benang pada kain prima tidak sepenuh kain
primissima. Kain prima jika diterawang agak tembus pandang karena seratnya
yang tidak begitu memenuhi. Masih ada sedikit ruang diantara serat-serat benang
yang menyusunnya.
84
Dalam penjelasan tentang jenis bahan kain yang digunakan dalam
membatik ini instruktur sanggar memperlihatkan contoh jenis-jenis kain tersebut.
Karena orang yang akan membatik harus benar-benar tahu kualitas dari kain.
Sehingga peserta sanggar akan lebih paham dengan perbedaan antara jenis-jenis
kain tersebut. Dan di sanggar “Intensive Batik Course” lebih sering menggunakan
kain dengan jenis primissima.
Selanjutnya instruktur sanggar menjelaskan tentang jenis lilin alam.
Karena lilin malam yang digunakan dalam mencanting itu beda-beda. Berikut
materinya:
Gambar VIII: Sketsa Materi Jenis Lilin Malam
(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Dari gambar tersebut dijelaskan terdapat tiga jenis lilin malam. Yaitu yang
pertama ada tembokan, klowong, dan biron. Tembokan ini sifatnya tidak mudah
pecah (elastis) karena lilin malam tembokan ini digunakan untuk mencanting
bagian utama pola batik. Sedangkan klowong ini bersifat elastis, karena
digunakan untuk mengeblok bagian-bagian kain. Bisa dikatakan membentuk
motif utama pada batik. Sehingga lilin malam harus lebih elastis dan tidak pecah.
Kemudian selanjutnya ada biron, yang merupakan lilin bekas dan bersifat kotor.
Lilin malam biron ini digunakan untuk keperluan akhir pada batik, biasanya
digunakan dalam mengeblok bagian-bagian kain yang sudah di warna, dan mau
ditutup malam lagi dengan biron ini kemudian diwarna lagi dengan warna lain.
85
Penjelasan tentang jenis lilin malam ini juga sangat diperlukan peserta
sanggar untuk pengetahuan dari pembelajaran membatik. Karena sifat-sifat dari
malam tersebut berbeda. Sehingga ketika peserta sanggar akan membatik paham
akan penggunaan setiap jenis malam yang ada. Karena jika penggunaannya tidak
sesuai maka hasil karya batik tersebut tidak akan maksimal.
Tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan antara penjelasan dari instruktur
sanggar dengan teori yang menjelaskan mengenai jenis canting. Yaitu dari
penjelasan instruktur menerangkan bahwa lilin tembok merupakan lilin yang
bersifat elastic, dan biasanya dipakai untuk mencanting pada motif utama. Tetapi
dalam teori menjelaskan canting tembok digunakan untuk mengeblok bagian
motif. Sehingga pada umumnya lilin malam yang digunakan adalah malam yang
sifatnya tidak seelastis lilin malam yang dipakai untuk mengklowong.
Gambar IX: (Atas) Lilin malam klowong, tembokan, dan biron,
(bawah) Bahan-bahan pengusun lilin malam (Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
86
Setelah menjelaskan mengenai jenis-jenis lilin malam, instruktur sanggar
menjelaskan mengenai elemen-elemen lilin malam. Karena selain kita bisa
langsung membeli lilin malam di toko-toko bahan batik, sebenarnya lilin malam
ada cara pengracikannya sendiri dengan bahan-bahan berikut ini:
Gambar X: Sketsa Materi pembelajaran penyusun lilin malam
(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Bahan-bahan tersebut di atas merupakan bahan baku yang ketika diolah
dan dilarutkan menjadi satu nantinya akan menjadi lilin malam tembokan atau
klowong. Tetapi kedua jenis lilin malam ini tentunya juga ada perbedaan ukuran
dan bahan penyusunnya. Karena sifat dan kegunaan dari kedua jenis lilin ini
berbeda, ada yang elastis dan ada juga yang mudah pecah. Tergantung fungsinya
dalam proses membatik. Pengenalan bahan penyusun lilin malam ini penting
untuk diketahui para peserta sanggar supaya peserta sanggar memiliki
pengetahuan sehingga peserta sanggar tersebut mampu ketika akan praktek
membuat lilin malam. Berikut adalah penjelasan dari komponen penyusun
sekaligus cara pembuatan dari lilin malam temboka dan juga klowong:
87
Gambar XI: Sketsa Materi pembelajaran bagaimana cara pengolahan
lilin malam (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Gambar di atas menjelaskan material yang digunakan untuk membuat lilin
malam tembokan dan klowong. Untuk bahan-bahan yang digunakan untuk lilin
malam tembokan antara lain brown resin (gondorukem), white resin, parafin,
bee’s wax (lilin lebah), dan animal’s fat (lemak hewan). Sedangkan untuk lilin
malam klowong menggunakan bahan brown resin (gondorukem), parafin (hasil
penyulingan minyak tanah), dan animal’s fat (lemak hewan). Masing-masing
bahan dibuat dengan ukuran seperti yang telah disebutkan di atas.
Cara pembuatannya untuk lilin malam tembokan dan klowong sama.
Semua bahan tersebut di atas dimasukkan pada panci kemudian di panaskan di
atas kompor hingga masing-masing bahan meleleh. Semua bahan tersebut
dipanaskan sambil diaduk supaya tercampur menjadi satu hingga mencapai suhu
70ºC. Setelah itu dituangkan di sebuah loyang khusus untuk mencetak lilin malam
tersebut sambil disaring supaya tidak ada kotoran yang tercampur pada lilin
88 malam yang sudah jadi nanti. Karena jika banyak kotoran yang tercampur
nantinya akan mempersulit saat proses pencantingan. Akan ada banyak kotoran
yang menyangkut di canting dan pastinya membuat lilin malam menjadi tidak bisa
keluar.
Penjelasan tentang cara pembuatan lilin malam ini diberikan kepada
peserta didik dengan tujuan agar peserta didik mengetahui dan memahami dalam
proses pembuatannya. Sehingga ketika dengan keadaan yang terpaksa tidak ada
lilin malam yang sudah siap pakai, maka peserta sanggar diharapkan dapat
membuat racikan sendiri.
Setelah dijelaskan mengenai material lilin malam tembokan dan klowong,
instruktur sanggar menjelaskan tentang jenis-jenis canting. Canting merupakan
alat utama batik, yang dibuat dari plat tembaga atau kuningan tipis dan dibuat
seperti bentuk teko. Pegangannya terbuat dari kayu atau bambu. Ada beberapa
jenis canting yang digunakan di Indonesia. Berikut ilustrasi canting yang
digunakan di Indonesia.
Gambar XII: Sketsa materi jenis-jenis canting Indonesia
(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
89
Pada gambar di atas terdapat tiga jenis canting. Yang pertama adalah
canting yang memiliki satu lubang saluran lilin malam. Canting ini biasanya ada
tiga ukuran. Ukuran yang paling kecil namanya canting ceceg yang digunakan
untuk membuat isen-isen pada motif batik. Canting yang berukuran sedang
bernama canting klowong. Canting ini biasanya digunakan untuk mencanting kain
tahap pertama. Pola pada kain dicanting dengan canting klowong ini sebelum
nantinya kain tersebut dicanting menggunakan canting ceceg. Kemudian yang
berukuran paling besar adalah canting tembokan. Canting ini digunakan untuk
mencanting bagian-bagian kain yang berukuran luas, atau istilah yang sering
digunakan adalah ngeblok.
Selain canting yang sering digunakan di Indonesia, instruktur sanggar juga
mengenalkan jenis-jenis canting dari berbagai negara. Gambar dari canting-
canting tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar XIII: Sketsa Materi jenis-jenis canting dari berbagai Negara (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
90
Dari gambar di atas bisa dilihat ada empat jenis canting dari empat
negara. gambar yang paling atas adalah canting yang berasal dari Jerman,
gambar kedua adalah canting yang berasal dari Jepang, gambar ketiga canting
dari Inggris, dan yang terakhir adalah canting dari Thailand. Canting yang
berasal dari Jerman, Jepang, dan Inggris dillihat sekilas hampir menyerupai
canting yang ada di Indonesia, hanya saja tempat penampungan lilin
malamnya yang berbeda.
Sedangkan canting yang berasal dari Thailand ini memiliki model
yang berbeda sendiri daripada canting lainnya. Canting Thailand ini memiliki
bentuk yang kerucut untuk tempat lilin malamnya. Di atasnya terdapat suatu
batang besi kecil yang ketika ditekan pada pangkal batangnya otomatis ujung
batang besi yang menutupi lubang saluran malam ini akan terangkat dan
malam cair yang ada di dalamnya keluar. Begitu sebaliknya ketika pangkal
batang tidak ditekan maka saluran malam akan tertutup.
Penjelasan pengetahuan tentang canting ini sangat penting bagi
peserta sanggar. Karena hal ini sama dengan pengetahuan tentang jenis lilin
malam. Penggunaan dari setiap jenis canting berbeda-beda karena ukuran
lubang pada ujung canting yang berbeda-beda. Sehingga ketika peserta
sanggar sudah memahami dari perbedaan saat menggunakannya, maka akan
sangat membantu ketika akan melakukan praktek membuat karya batik.
Sedangkan untuk penjelasan pengetahuan tentang bentuk canting dari
berbagai Negara tersebut di atas bertujuan untuk memberikan wawasan.
91
Sehingga ketika peserta sanggar tersebut suatu saat pergi ke luar negeri, maka
peserta sanggar sudah tidak asing lagi dengan bentuk canting yang seprti itu.
b. Kegiatan Inti
1) Proses Mencanting
Mencanting merupakan sebuah kegiatan inti dalam membatik. Tanpa
adanya proses mencanting tidak akan pernah ada yang namanya karya batik
tulis. Dalam proses mencanting ini peserta sanggar berlatih menggoreskan
malam cair pada kain. Sebelum instruktur sanggar mengajarkan bagaimana
cara mencanting yang benar, terlebih dahulu instruktur sanggar mengajarkan
bagaimana cara memanaskan lilin malam dan bagaimana ukuran suhu yang
standar untuk bisa digunakan dalam mencanting.
Gambar XIV: Sketsa materi cara memanaskan lilin, cara memposisikan
canting, dan cara mengecek suhu lilin malam yang pas untuk mencanting (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
92
Berdasarkan gambar di atas, yang pertama kali diajarkan oleh
instruktur sanggar adalah bagaimana cara memanaskan lilin malam.
Instruktur sanggar mempraktekkan cara memanaskan lilin malam dengan
menggunakan wajan kecil sebagai tempat lilin dan kompor minyak kecil
sebagai alat untuk memanaskan. Kemudian ditunggu hingga lilin malam
berubah wujud menjadi cair. Tetapi dalam hal ini ada hal yang perlu
diperhatikan. Bahwa lilin malam yang cair ini tidak boleh terlalu panas dan
juga tidak boleh kurang panas, ukuran yang pas adalah pada suhu 70ºC. Jika
suhu terlalu panas ( 90ºC ) akan menghasilkan goresan malam yang meluber
hingga keluar dari garis pola. Dan juga jika bersuhu 60ºC maka hasil goresan
malam pada kain akan tidak rata dan tidak tembus pada kain bagian belakang.
Maka untuk mengecek apakah suhu lilin malam tersebut sudah layak untuk
digunakan mencanting atau belum bisa dicek dengan cara mencanting pada
selembar kertas.
Penjelasan pengetahuan tentang cara memanaskan lilin malam di atas
dilakukan oleh instruktur sanggar dengan berinteraksi langsung dengan
peserta sanggar melalui metode ceramah. Pengetahuan ini perlu diketahui
oleh peserta sanggar sebagai pemula karena ini merupakan suatu dasar untuk
mencanting, dengan tujuan peserta sanggar tersebut bisa rapi dalam proses
mencanting. Sehingga garis goresan malam yang dibuat akan lebih konsisten
dan hasil batiknya akan rapi.
Setelah menjelaskan teknik memanaskan lilin, langkah selanjutnya
adalah penjelasan tentang teknik mencanting. Oleh karena sanggar batik ini
93
peserta didiknya belum memiliki dasar untuk membatik, maka pola untuk
membatik pada kain sudah disediakan oleh pihak sanggar. Sehingga peserta
sanggar yang ingin belajar membatik bisa langsung berlatih dalam proses
mencantingnya.
Gambar XV: Pola dasar untuk pemula
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Gambar di atas merupakan pola dasar untuk mencanting. Untuk
langkah awal dalam berlatih mencanting peserta sanggar diajarkan untuk
mencanting garis-garis lurus, garis putus-putus, titik-titik, garis gelombang
dan bidang segitiga yang diulang-ulang, dan sebagainya yang berbentuk
seperti nirmana dwimatra.
94
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melemaskan (meluweskan)
tangan ketika menggoreskan lilin malam dengan canting pada kain. Karena
ketika tangan masih kaku untuk menggoreskan malam, maka batik yang
dihasilkan tidak rapi. Sehingga dengan dilakukannya pemanasan mencanting
seperti ini maka hasil batik peserta sanggar nantinya akan lebih rapi.
Untuk memulai proses ini, instruktur sanggar mengajarkan bagaimana
memegang canting yang benar. Cara memegang canting yang benar adalah
batang canting dipegang dengan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk.
Kemudian ketika menggoreskan canting pada kain posisi cantingnya tidak
berdiri tegak, tetapi agak dimiringkan ke kanan ±20º supaya memberikan
kesempatan lilin malamnya untuk keluar.
Saat pengambilan lilin malam dari wajan ke canting dilakukan dengan
menggoyang-goyangkan canting dalam cairan malam yang terdapat di wajan.
Hal ini bertujuan supaya jika terdapat lilin yang padat maka lilin tersebut
bisa mencair dan jika terdapat suatu kotoran yang menyumbatinya, kotoran
tersebut akan keluar. Sehingga tidak akan mengganggu proses
mencantingnya.
Selanjutnya setelah tidak ada sumbatan dalam saluran canting, maka
lilin malam dapat diambil dari wajan tersebut ke penampungan lilin malam
pada canting dengan takaran setengah dari keseluruhan volume penampung
pada canting. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya malam yang
tumpah pada saat proses mencanting. Selain itu posisi ketinggian canting
antara penampung malam dan batang canting juga harus diperhatikan. Teknik
95
yang benar dalam mencanting adalah posisi penampung lilin malam pada
canting lebih tinggi daripada batang canting. Kemiringan canting tersebut
±40º. Supaya lilin malam yang tertampung pada canting tidak akan tumpah.
Setelah teknik dasar ini sudah dipahami peserta sanggar, maka bisa
dilanjutkan untuk mencanting pada media di bawah ini.
Gambar XVI: Tahap Pertama Latihan Mencanting (Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Gambar di atas merupakan proses latihan untuk praktek mencanting
untuk pemula. Dalam gambar tersebut terdapat suatu kain yang sudah
memiliki sketsa pola garis-garis lurus maupun lengkung yang dipasang pada
sebuah kerangka gawangan berbentuk persegi, dan di atas kain ini dipasang
selembar kertas. Di kertas tersebut peserta sanggar mencanting sebuah garis-
garis berukuran ±10cm yang secara terus menerus hingga hasil goresannya
rapi dan lurus. Cara menggoreskan canting yang benar adalah dari kiri ke
96
kanan, arahnya secara horizontal, bukan vertikal. Hal ini dilakukan terus
hingga sudah lurus dan rapi hasil cantingannya.
Pemasangan kertas ini berfungsi untuk media berlatih menggoreskan
malam pada kain. Sehingga secara perlahan peserta sanggar dapat
melemaskan tangannya untuk lebih luwes dalam mencanting. Teknik awal
seperti ini sudah lama dilakukan oleh instruktur sanggar kepada peserta
sanggar karena dianggapnya lebih efektif untuk melatih keluwesan tangan
untuk mencanting sebelum mulai mencanting pada kain.
Pada tahap selanjutnya peserta sanggar mencanting pada media kain
ini. Pada kain ini sudah terdapat sketsa pola yang berbentuk garis-garis lurus,
lengkung, titik-titik, maupun garis-garis vertikal dan horizontal yang
membentuk segitiga. Tujuan dari tahap ini masih sama dengan tujuan yang
ada pada tahap mencanting pada kertas, yaitu melemaskan tangan untuk bisa
lebih luwes dalam mencanting. Sehingga dengan demikian hasil cantingan
akan menjadi lebih rapi.
Setelah selesai pada tahap pelemasan tangan untuk mencanting,
instruktur sanggar langsung memberikan suatu kain lagi yang sudah berpola.
Kali ini pola kain yang sudah tergambar di kain berbeda dengan pola yang
terdapat pada kain sebelumnya.
97
Gambar XVII: Pola kedua dan ketiga untuk berlatih mencanting
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Kain tersebut selanjutnya dicanting menurut dengan garis pola gambar
pada kain tersebut. Tetapi peserta sanggar diberi kebebasan untuk
mengembangkan motifnya. Bisa diberikan isen-isen atau ditambah dengan
motif gambar lainnya sesuai dengan kreativitas masing-masing peserta
sanggar. Dari kedua media kain yang telah disediakan dari pihak sanggar di
atas, terdapat suatu perbedaan dari pola yang digambarnya. Gambar yang kiri
bergambarkan pola yang sederhana tetapi gambar ini melatih peserta sanggar
untuk bisa berkreasi dengan mengembangkan dari pola yang ada tersebut.
Sedangkan gambar yang kanan memiliki pola yang lebih rumit dari gambar
kiri. Pola yang terdapat dalam gambar tersebut berukuran kecil-kecil atau
memiliki ruang yang sempit antara garis satu dengan garis yang lainnya.
Sehingga dengan pola ini peserta sanggar berlatih untuk lebih sabar, telaten,
dan rapi dalam mencanting. Tetapi juga dalam mencanting di pola ini peserta
98
sanggar tetap bisa mengembangkan kreativitasnya misalnya dengan
menambahkan motif-motif yang selain terdapat di kain tersebut.
Proses ini bertujuan untuk melatih keluwesan tangan dalam
mencanting dan mengembangkan kreativitas peserta sanggar untuk
mengembangkan motif batik secara spontan, sehingga hasil karya antara
peserta sanggar satu dengan yang lainnya berbeda.
Gambar XVIII: Hasil cantingan tahap 1 untuk pola yang kedua
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
99
Setelah proses pencantingan yang pertama, maka kain yang telah
dicanting tersebut diwarna sesuai pilihan warna yang diinginkan. Setelah
pewarnaan pertama selesai, selanjutnya kain ini kembali dicanting untuk
menutup warna-warna yang akan dipertahankan sebelum adanya pewarnaan
kedua. Pencantingan kedua bisa dilakukan dengan mengeblok bagian motif-
motif tertentu yang berukuran besar dengan menggunakan canting
tembokan/kuas. Atau dalam proses ini bisa juga dilakukan dengan
menambah-kan isen-isen di dalam motif-motif yang sudah ada. Sehingga
isen-isen tersebut akan berwarna seperti warna pada pewarnaan yang
pertama. Sebaliknya, bagian kain yang tidak ditutup malam akan berwarna
sesuai dengan warna pada pewarnaan kedua atau pencampuran dari warna
pertama dan kedua.
Pada proses ini diajarkan cara alternatif membuat alat untuk
mengeblok kain, yaitu dengan mengguanakan lidi yang dibelah dua pada
ujungnya dan kapas yang kemudian dililitkan dan digulung hingga
menyerupai cottonbud. Sehingga tanpa adanya kuas pun masih bisa
mengeblok kain dengan cara ini.
Begitu juga selanjutnya setelah selesai diblok ataupun ditambahi
dengan isen-isen, kain tersebut siap dicelupkan ke warna kedua. Dan setelah
kering lagi kain tersebut diblok lagi dan siap diwarna dengan pewarna ketiga.
Begitu juga seterusnya, tergantung mau memakai berapa warna untuk batik
yang dibuat ini.
100
a) Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan merupakan proses dalam membatik yang dilakukan
setelah proses mencanting selesai. Dalam proses ini instruktur sanggar
mengawali dengan memperkenalkan jenis pewarna pewarna buatan (dari
bahan kimia) antara lain napthol, indigosol, rhemasol, dan rapid. Selanjutnya
menjelaskan tentang pewarna alami.
Untuk warna yang dibahas pertama kali adalah pewarna napthol.
Napthol memiliki nama yang berbeda-beda di setiap negara. seperti yang
dijelaskan pada gambar di bawah ini napthonil (USA), napthasol idine
(Perancis), brenthol (Inggris), naptholine (Belanda), uhothol (Jepang),
cibanaphol (Swiss), naptholo (Italia), napthoelen (Polandia) dan sebagainya.
Instruktur menjelaskan bahwa napthol adalah pewarna berbahan kimia
yang terdiri dari dua macam komponen yang berbeda, yaitu napthol (yang
memiliki rumus AS, ASG, dan ASLB) dan garam (yang memiliki rumus
B.M.R, B. BB). Kedua komponen napthol ini tidak akan bisa menjadi warna
yang diinginkan jika cara pelarutannya salah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada gambar di bawah ini.
101
Gambar XIX: Sketsa materi pembelajaran tentang jenis napthol di
berbagai Negara (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Dari gambar di atas dapat kita lihat bagaimana prosedur membuat
larutan napthol yang benar. Kedua larutan di atas tidak boleh sampai keliru
dalam proses pelarutannya. Karena larutan pertama harus menggunakan air
panas supaya kostik nya bisa hancur dan larut dalam larutan, karena kostik ini
berwujud seperti garam yang bertekstur kasar. Jika dalam pelarutannya sudah
salah, maka warna yang diinginkan tersebut tidak akan muncul sempurna. Di
bawah terdapat grafik tentang rumus pencampuran napthol.
102
Gambar XX: Sketsa materi pembelajaran tentang grafik penyusun warna
napthol (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Selanjutnya setelah dijelaskan mengenai pewarna napthol, instruktur
sanggar menjelaskan tentang jenis pewarna yang alami atau dari bahan-bahan
alam yang berwarna coklat. Pewarna alam berwarna coklat ini lebih dikenal
dengan nama soga. Dalam pembelajaran sanggar diajarkan secara teori
bagaimana pembuatan pewarna alami soga.
103
Gambar XXI: Materi pembelajaran tentang pewarna alami (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Untuk membuat soga terdapat tiga elemen penyusunnya. Yaitu
tegeran, tingi, dan jambal. Tegeran merupakan suatu tumbuhan yang
biasanya tumbuh di hutan-hutan, dimana tumbuhan ini menghasilkan warna
kuning. Bagian tumbuhan yang digunakan untuk pewarna adalah bagian
akarnya. Sedangkan tingi adalah jenis tanaman yang sekilas dilihat mirip
dengan tanaman bakau, tetapi ukurannya lebih kecil. Kulit kayunya lah yang
kemudian dipakai untuk bahan pewarna soga, dimana tingi ini menghasilkan
104
warna merah gelap kecoklatan. Selanjutnya jambal merupakan tanaman
penghasil warna cokelat kemerahan.
Untuk membuat pewarna soga, semua bahan tersebut dimasukkan ke
dalam panci besar berdasarkan ukuran bahan dan dengan ukuran air yang
telah tertera pada gambar di atas, dengan hasil akhir air yang digunakan untuk
merebus bahan yaitu 90liter. Kemudian 90 liter air rebusan pewarna soga ini
direbus terus hingga menyusut menjadi 45 liter soga. Kalau sudah mencapai
ukuran setengah dari jumlah awal seperti ini maka pewarna soga siap dipakai
untuk mewarnai kain batik.
Dalam penyampaian materi tentang pewarna alami batik ini instruktur
sanggar hanya menjelaskan secara ceramah dengan memperlihatkan alat
peraga dari contoh-contoh bahan pewarna alami tersebut. Untuk praktek
pembuatannya tidak dilakukan karena pembuatan pewarna buatan ini
memerlukan waktu yang panjang. Sehingga cukup dijelaskan mengenai cara
pembuatannya secara teori.
Selanjutnya instruktur sanggar menjelaskan tentang pewarna
indigosol. Indigosol merupakan tepung kimia untuk membuat warna dengan
perantaraan sinar matahari. Indigosol ini tersusun dari dua larutan, larutan
yang pertama adalah nitrit (3gram) dan indogosol (4gram). Kedua bahan ini
dituangi 1 gelas air mendidih dan air dingin 3 gelas, kemudian diaduk.
Sedangkan larutan kedua ada air dingin ± 4 gelas dan HCL 5cc. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat dari gambar di bawah ini.
105
Gambar XXII: Sketsa materi pembelajaran tentang pewarna indigosol (Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Setelah selesai dijelaskan tentang jenis-jenis pewarna dan bagaimana
cara pelarutannya, maka proses selanjutnya adalah pewarnaan pada kain yang
telah dibatik tadi. Dari tiga karya yang dibuat peserta sanggar, ada dua karya
yang diwarna dengan menggunakan beberapa warna. Sedangkan yang kain
pertama yang dibatik tidak diwarna karena kain pertama adalah untuk dasar-
dasar dalam mencantingnya saja.
Untuk pewarnaan karya kedua, instruktur sanggar memilihkan warna
indogosol sebagai zat pewarna yang digunakan, yaitu warna orange dan
merah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pewarna indigosol
memerlukan bantuan sinar matahari untuk memunculkan warnanya. Untuk
lebih jelas prosesnya ada pada gambar berikut.
106
Gambar XXIII: Sketsa materi tentang cara pencelupan pada indigosol
(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Langkah pertama untuk pewarnaan menggunakan indigosol adalah
menyiapkan kedua larutan yaitu larutan indigosol dan larutan air dengan
HCL, beserta air rinso, dan air bersih. Kemudian langkah selanjutnya adalah
membasahi kain dengan mencelupkan kain pada larutan rinso. Setelah semua
kain basah, maka kain tersebut digantungkan hingga berhenti menetes.
Selanjutnya kain tersebut dicelupkan pada larutan indigosol hingga rata ke
seluruh bagian kain. kemudian kain di angkat dan jemur di bawah sinar
matahari hingga berubah warna kecoklatan. Setelah itu dicelupkan di larutan
air yang bercampur HCL. Pada larutan HCL ini kain yang semula berwarna
kecoklatan akan berubah menjadi warna orange. Mencelupkan pada larutan
HCL tidak boleh terlalu lama, apalagi direndam sampai satu malam. Karena
hal ini akan membuat kain menjadi gampang rapuh, gampang sobek. Karena
HCL ini bersifat keras. Jadi hanya dibutuhkan kira-kira 2 menit untuk
107
mencelupkan pada larutan HCL, kemudian kain tersebut dicuci di air biasa
supaya kandungan HCL dalam kain hilang. Setelah itu dijemur hingga kering.
Setelah pewarnaan pertama selesai langkah selanjutnya adalah
menutup atau mengeblok kain yang akan dipertahankan warna biru mudanya
sebelum nanti dicelup pada pewarna indigosol merah. Langkah-langkahnya
sama dengan langkah pewarnaan dengan indigosol sebelumnya.
Gambar XXIV: Proses penjemuran setelah pewarnaan indigosol
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Selanjutnya untuk pewarnaan karya ketiga, instruktur sanggar memilih
warna biru napthol sebagai zat pewarna yang digunakan. Proses pertamanya
adalah melarutkankedua zat penyusun napthol (serbuk napthol dan garam)
dengan cara yang dijelaskan instruktur sebelumnya. Maka langkah
selanjutnya adalah mencelupkan terlebih dahulu kain pada larutan rinso,
supaya seluruh kain bisa basah sehingga warna yang menempel pada kain
akan rata. Kemudian kain tersebut digantungkan hingga berhenti untuk
108
meneteskan air. Selanjutnya kain tersebut dimaskkan pada larutan yang
pertama yang berisi larutan napthol. Kain dicelupkan ke dalam larutan hingga
rata terkena warna napthol. Pada proses ini warna kain masih belum terlihat
warna biru nya. Kemudian kain ini digantungkan kembali hingga berhenti
meneteskan air. Setelah ini barulah dicelupkan pada larutan garam hingga
seluruh bagian kain terkena larutan dan berubah warna menjadi biru.
Gambar XXV: Sketsa Materi tentang cara pencelupan pada napthol
(Sumber: Dokumen tulisan materi dari Instruktur sanggar, April 2016)
Setelah kain berubah warna menjadi orange, maka proses terakhir
adalah mencelupkannya pada air bersih biasa dengan tujuan menetralisir zat
pewarna tersebut, sehingga mengurangi adanya kelunturan warna ketika
dicuci nanti saat pemakaian. Karena jika tidak dicuci dalam air maka kedua
zat pewarna tadi masih belum terkunci dan tetap luntur ketika dicuci.
109
Gambar XXVI: Proses Mencelupkan Kain Pada Larutan Napthol
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Dalam proses pewarnaan seperti yang telah dijelaskan di atas
instruktur sanggar memberikan arahan dahulu tentang jenis pewarna dan cara
menggunakannya. Tujuannya adalah untuk membuka pikiran peserta sanggar
tentang pewarnaan yang akan dia lakukan nanti. Selanjutnya praktek
mewarna dilakukan oleh peserta sanggar sendiri. Setiap pewarna yang
digunakan mempunyai kelebihan dan kekurangannya, juga cara
penggunaannya pun juga berbeda. Misalnya untuk pewarna napthol yang
perlu diperhatikan adalah cara pelarutan dan proses pencelupan antara serbuk
napthol dan serbuk garamnya. Karena jika salah dalam langkah pencelupan
maka kain tersebut tidak akan muncul warna yang diinginkan.
Dalam observasi yang dilakukan pada tanggal 10 April 2016, saat
semua proses mencanting dan mewarnai selesai instruktur sanggar
mengajarkan kepada peserta didik untuk membersihkan tetesan-tetesan
110
malam pada kain yang tidak dikehendaki dengan cara mengejos. Cara
mengejos ini dilakukan dengan menggunakan pisau yang dipanaskan, lalu
menempelkannya pada tetesan malam di kain yang telah dibasahi terlebih
dahulu. Proses ini dilakukan hingga tetesan malamnya hilang.
Proses tersebut merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
dilakukan oleh instruktur sanggar kepada peserta sanggar untuk menangani
kejadian yang tidak diinginkan tersebut, sehingga peserta sanggar tidak perlu
khawatir apabila saat mencanting ada tetesan malam di luar pola.
Gambar XXVII: Instruktur sanggar mengajari mengejos
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
3. Proses Pelorodan
Detelah semua proses mencanting dan pewarnaan selesai, proses akhir
yang harus dilakukan dalam membatik adalah pelorodan. Pelorodan
merupakan proses melepaskan lilin malam pada kain dengan cara
111
memasukkan kain yang telah dibatik pada air mendidih yang sudah dicampuri
soda api atau watter glass ataupun tepung tapioka. Tetapi dalam pelorodan ini
dilakukan dengan menggunakan watterglass.
Proses pertama dalam proses pelorodan ini adalah menyiapkan bahan
dan alatnya. Yang perlu disiapkan adalah memanaskan ±5liter air yang
dituangkan pada sebuah panci, ±5 liter air dingin pada ember, kain koran
untuk membantu mengeringkan kain setelah dilorod, dan sebuah pisau untuk
membantu membersihkan sisa-sisa lilin yang masih menempel.
Setelah semua bahan dan peralatan sudah siap, maka proses
selanjutnya adalah memanaskan 5 liter air di atas kompor. Untuk proses
pelorodan kali ini menggunakan watter glass. Setelah watter glass
dimasukkan dan air tersebut sudah mendidih , maka kain siap dimasukkan
pada air tersebut sambil di aduh dan ditarik-tarik ke atas supaya malam yang
menempel pada kain tersebut bisa lepas. Kemudian kain tersebut dimasukkan
dalam air dingin supaya lilin malam yang telah dimasukkan dalam air
bercampur watter glass tadi bisa benar-benar lepas. Selanjutnya mencelupkan
kembali kain tersebut pada air mendidih tadi dan memasukkan pada air dingin
kembali.
Setelah proses tersebut selesai maka proses selanjutnya adalah
membersihkan sisa-sisa malam yang masih menempel dengan menggunakan
pisau, dengan cara menggosok-gosokkan permukaan pisau pada kain hingga
bersih. Tahap selanjutnya adalah menjemur kain tersebut hingga kering.
112
Gambar XXVIII: Proses pelorodan
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Dari proses ini yang perlu diperhatikan adalah cara mencelupkan kain
pada air yang telah mendidih tersebut. Cara mencelupkan kain tersebut
adalah dengan melipatnya dahulu secara bolak balik (seperti membuat kipas
dari kertas) supaya malam yang menempel pada kain tersebut dapat langsung
lepas dari kain dan tidak menempel ulang pada kain lainnya. Sehingga malam
pada kain bisa lebih bersih sebelum dicuci pada air dingin.
7. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi atau penilaian dalam hal ini berbeda dengan pembelajaran
formal, hasil evaluasi bukan berupa angka tetapi berupa kualitas karya dan
113
segi kegiatan. Jadi hasil karya dan segi kegiatan menjadi objek dalam
evaluasi pembelajaran batik di Sanggar “Intensive Batik Course”.
1) Evaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan ini terdapat beberapa aspek dalam proses
pembelajaran tersebut, antara lain semangat peserta didik, pemanfaatan waktu
serta ketepatan dalam pengerjaan karya. Segi semangat tampak pada sikap
tubuh dan cara kerjanya. Misalnya sikap duduk saat mencanting serta
ketelatenannya. Ketenangan dalam mengerjakan, bahkan sesekali diselingi
bernyanyi yang dapat membuat suasana ceria. Bekerja secara sungguh-
sungguh diperlukan keterlibatan fikir atau konsentrasi terhadap garapannya.
Kebersamaan antar peserta sanggar juga mempunyai keterkaitan yang
erat secara psikologis antara peserta sanggar. Karena jika salah satu kurang
aktif atau malas maka akan mempengaruhi yang lain berbuat serupa.
Sehingga diperlukan kesadaran yang memadai pada setiap kegiatan agar
dapat berjalan secara lancar dan dinamis. Tujuan dari kondisi belajar
demikian agar dapat membentuk pribadi mereka secara bersungguh-sungguh
dalam setiap kegiatan.
Evaluasi ini dilakukan instruktur sanggar melalui nasehat, kritik dan
saran terhadap hasil pembelajaran peserta sanggar hari itu. Selain itu evaluasi
proses ini juga dilakukan oleh masing-masing peserta sanggar. Peserta
sanggar mengevaluasi atau merenungkan diri apakah proses membatik yang
telah dilakukan sudah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh instruktur
sanggar atau belum, sudah bisa mengembangkan kreatifitas sendiri dari
114
konsep yang ada atau belum. Karena evaluasi diri juga berperan penting
dalam perbaikan diri peserta sanggar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Angga (peserta sanggar) pada
10 April 2016, Angga menyatakan bahwa selama pembelajarannya di sanggar
itu ada peningkatan dalam kemampuannya membatik. dan Selama proses
pembelajaran itu yang menurutnya paling susah adalah saat mencanting.
Angga pun mengaku bahwa tehnik yang diajarkan oleh instruktur sanggar
mudah diterima tetapi masih sedikit sulit untuk dipraktekkan. Misalnya pada
saat mencantingnya Angga masih merasa belum lancar dalam menggoreskan,
karena tangan masih agak kaku. Sehingga hasilnya pun juga tidak maksimal.
2) Karya
Hasil karya seni batik di sanggar ini dapat dievaluasi dari segi
goresan, kreativitas, kerapian, dan warna. Keempat hal tersebut sangat
berkaitan pada proses pencantingan maupun pewarnaan. Penguasaan bentuk
berpengaruh pada proses keluwesan goresan malam dan segi keluwesan
goresan malam mempengaruhi hasil bentuk ornamen batik. Jika bentuk
kurang luwes maka sulit untuk dicanting hingga bentuk yang dihasilkan tidak
maksimal. Kualitas goresan nampak pada tahap mencanting yang pertama.
Karena cantingan yang pertama ketika sudah diwarna akan berwarna putih.
Sehingga akan nampak lebih jelas. Penguasaan bentuk juga perlu
diperhatikan misalnya saat pola batik membentuk posisi vertical. Dalam hal
ini peserta sanggar harus paham bagaimana cara memegang posisi canting
115
maupun posisi kain. Karena jika tidak disesuaikan maka goresan malam yang
dihasilkan tidak rata dan bisa juga tidak tembus sampai belakang.
Kreativitas dalam karya peserta sanggar dapat dilihat ketika peserta
sanggar mengembangkan pola yang telah disediakan oleh instruktur sanggar.
pola dasar yang telah disediakan tersebut dikembangkan dengan memberikan
isen-isen maupun ornamen lainnya. Sehingga jika batik yang dihasilkan
memiliki ornamen yang bervariasi dan serasi maka kreativitas dari peserta
sanggar tersebut tinggi.
Selanjutnya evalasi karya juga dilihat dari kerapian karya. Kerapian
karya tersebut bisa dilihat dari kerataan dan garis yang konsisten dari goresan
malam yang telah decanting. Selain itu juga goresan malam yang tembus
sampai kain sisi belakangnya secara konsisten juga menunjukkan bahwa
karya tersebut rapi. Karena goresan malam yang rapi akan terlihat bagus saat
kain sudah diwarnai. Dan yang terakhir dalam hal evaluasi adalah dilihat dari
warnanya. Pemilihan perpaduan warna karya batik sangat berpengaruh
terhadap keindahan karya. Dan juga kerataan warna pada kain saat
pencelupan juga menjadi pertimbangan dalam keindahan karya. Jika warna
pada kainnya rata di seluruh bagian kain maka pewarnaannya bagus. Kecuali
kalau memang karya yang akan dibuat akan diwarna secara abstrak.
Dari penjelasan di atas pelaksanaan evaluasi dilaksanakan secara
langsung pada proses kerja dan hasil karya, jadi hasil evaluasi tersebut bukan
berupa nilai angka seperti halnya pada sekolah. Evaluasi pada proses kerja
berupa kritik, teguran, nasihat apa saja atau bagaimana sebaiknya dilakukan.
116
Misalnya para peserta sanggar kurang benar dalam memegang canting, maka
diberi pengarahan agar dalam mengerjakan batik dilakukan dengan teknik
yang benar supaya hasilnya bagus. Hal ini berkaitan dengan motivasi dalam
belajar, sehingga membentuk ketekunan dan ketelatenan dalam berkarya.
Evaluasi proses kerja meliputi ketekunan, ketelitian dan kecepatan
penguasaan teknik mencanting. Hal tersebut tercermin pada proses kerja dan
hasil karyanya. Beberapa kali pengarahan terus dilakukan , pada setiap kali
mengalami kesulitan atau kesalahan. Sehingga tidak berkelanjutan yang pada
akhirnya dapat membentuk sikap kerja yang tekun, teliti dan bersungguh-
sungguh pada setiap pekerjaan.
Penilaian tentang karya seberapa jauh kualitas karya yang dihasilkan
oleh peserta sanggar. kualitas karya dapat dilihat pada kehalusan karya yang
meliputi pembentukan dan keluwesan ornamen batik dari hasil goresan
malam dan pewarnaan. Misalnya ornamen berbentuk garis gelombang yang
berulang-ulang jika dapat decanting dengan rapi mampu mendukung bentuk
ornamen dan tampak luwes dan menarik. Warna pada karya batik tulis
terdapat aturannya, maka bagaimana mengkomposisikan warna pertama
dengan selanjutnya. Kesatuan warna pada karya batik mempunyai peran
penting seperti halnya pada karya lukisan lainnya.
8. Hasil Karya Batik Peserta Sanggar
Selama mengikuti pembelajaran batik di sanggar “Intensive Batik
Course” ini peserta sanggar mengerjakan tiga buah karya batik dengan pola
yang berbeda-beda. Mulai dari pola dasar hingga pengembangan pola. Pola
117
yang dikerjakan peserta sanggar ini tidak terlalu rumit, karena pembelajaran
sanggar di sini mayoritas diikuti oleh pemula yang belum mengetahui tentang
bagaimana membuat batik. Selama mengikuti pembelajaran di sanggar,
terdapat 3 karya yang harus dikerjakan oleh peserta sanggar. Berikut adalah
salah satu hasil karya peserta sanggar:
1. Karya Pertama
Gambar XXIX: Hasil Karya Pertama Angga
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Gambar di atas merupakan hasil karya pertama dari Angga. Karya
pertama yang merupakan dasar dari mencanting ini sengaja tidak dicelupkan
pada pewarna, cukup dengan hasil goresan malam seperti gambar di atas.
Garis hasil goresan cantingan pada karya ini masih belum stabil karena masih
118
banyak terdapat garis yang ketebalannya berbeda, sehingga pada gambar
karya di atas dapat dilihat banyak goresan malam yang berhimpitan antara
garis satu dengan yang lainnya. Selain itu juga masih belum luwes karena
masih terlihat belum lurus mengikuti pola. Karya ini juga banyak terdapat
tetesan malam di luar pola. Sehingga mengurangi nilai kerapian pada karya.
Hal di atas merupakan hal yang biasa bagi seorang pemula dalam
belajar membatik. Adanya ketidak rapian pada garis yang telah dicanting bisa
diakibatkan oleh faktor lilin malam yang suhunya belum stabil, atau masih
kurang panas. Sehingga garis yang dihasilkan pun juga belum stabil.
Sedangkan untuk ketidakluwesan garis tersebut terjadi karena masih kurang
luwesnya tangan untuk menggerakkan canting ketika menggoreskan lilin
malam pada kain. Dalam karya tersebut juga terdapat tetesan-tetesan malam
yang berada di luar pola. Hal ini diakibatkan karena peserta sanggar kurang
memperhatikan kebersihan canting di sekitar bak penampungnya. Karena
ketika setelah mengambil malam pada wajan biasanya bagian luar canting
banyak terdapat lilin yang ikut menempel. Dan ketika diarahkan pada kain,
lilin malam tersebut jatuh secara tidak sengaja hingga karya pun menjadi
tidak rapi. Inilah tujuannya dari pembelajaran karya pertama ini supaya
melatih tangan untuk bisa luwes dalam menggerakkan canting serta berlatih
rapi dalam mencanting.
119
Gambar XXX: Hasil Karya Pertama Ardliy
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Gambar di atas merupakan hasil karya pertama dari Ardliy. Karya
tersebut sudah termasuk rapi dalam mencanting karena dilihat dari ketebalan
garis-garis yang dicanting sudah stabil. Tetapi masih kurang luwes hasil
goresannya karena masih terlihat belum lurus mengikuti pola. Karya ini juga
masih banyak terdapat tetesan malam di luar pola. Sehingga mengurangi nilai
kerapian pada karya.
Karya ini sudah termasuk karya yang bagus. Kestabilan tebal/tipis
garis karya ini sudah baik karena saat mencanting dia memperhatikan suhu
lilin malam dengan cara mengecek dahulu lilin malam pada kertas. Sehingga
garis yang dihasilkan pun juga stabil. Sedangkan untuk ketidakluwesan garis
tersebut terjadi karena masih kurangnya latihan menggoreskan lilin malam
120
pada kain. Dalam karya tersebut juga terdapat tetesan-tetesan malam yang
berada di luar pola. Hal ini diakibatkan karena peserta sanggar kurang
memperhatikan kebersihan canting di sekitar bak penampungnya. Karena
ketika setelah mengambil malam pada wajan biasanya bagian luar canting
banyak terdapat lilin yang ikut menempel. Dan ketika diarahkan pada kain,
lilin malam tersebut jatuh secara tidak sengaja hingga karya pun menjadi
tidak rapi. Inilah tujuannya dari pembelajaran karya pertama ini supaya
melatih tangan untuk bisa luwes dalam menggerakkan canting serta berlatih
rapi dalam mencanting.
Gambar XXXI: Hasil Karya Pertama Linda
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
121
Gambar di atas merupakan hasil karya pertama dari Linda. Karya
tersebut sudah termasuk rapi dalam mencanting karena dilihat dari ketebalan
garis-garis yang dicanting sudah stabil. Tetapi karya ini juga masih banyak
terdapat tetesan malam di luar pola. Sehingga mengurangi nilai kerapian pada
karya.
Karya ini sudah termasuk karya yang bagus. Kestabilan tebal/tipis
garis karya ini sudah baik karena saat mencanting memperhatikan suhu lilin
malam dengan cara mengecek dahulu lilin malam pada kertas. Sehingga garis
yang dihasilkan pun juga stabil.
Dalam karya tersebut juga terdapat tetesan-tetesan malam yang berada
di luar pola. Hal ini diakibatkan karena peserta sanggar kurang
memperhatikan kebersihan canting di sekitar bak penampungnya. Karena
ketika setelah mengambil malam pada wajan biasanya bagian luar canting
banyak terdapat lilin yang ikut menempel. Dan ketika diarahkan pada kain,
lilin malam tersebut jatuh secara tidak sengaja hingga karya pun menjadi
tidak rapi. Inilah tujuannya dari pembelajaran karya pertama ini supaya
melatih tangan untuk bisa luwes dalam menggerakkan canting serta berlatih
rapi dalam mencanting.
122
2. Karya Kedua
Gambar XXXII: Hasil Karya Kedua Angga
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Gambar di atas merupakan hasil karya kedua dari Angga. Karya kedua
merupakan tahap pengembangan dari tahap pertama. Pada karya kedua
Angga ini pola dasar batik dikembangkan dengan isen-isen motif seperti garis
lengkung yang diulang-ulang dan titik-titik. Karya kedua ini dicelupkan pada
tiga warna yaitu orange, merah muda, dan merah tua. Tujunnya adalah supaya
karya yang dihasilkan memiliki keharmonisan warna. Tetapi dalam karya
tersebut sangat terlihat kasar pada garis batas antara warna orange dan merah
maupun warna maroon.
Hal di atas merupakan hal yang biasa bagi seorang pemula dalam
belajar membatik. Adanya ketidakrapian pada warna tersebut terjadi karena
123
saat mengeblok kain sebelum pewarnaan kedua tidak menutup semua
permukaan yang diinginkan. Sehingga hasilnya sangat tidak rapi dan
warnanya pun kelihatan tidak menyatu antara komponen motif satu dengan
motif yang lainnya.
Gambar XXXIII: Hasil Karya Kedua Ardliy
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Gambar di atas merupakan hasil karya kedua dari Ardliy. Pada karya
kedua Ardliy ini pola dasar batik dikembangkan dengan motif abstrak seperti
garis lengkung, garis gelombang, garis lurus yang diulang-ulang. Karya
kedua ini dicelupkan pada tiga warna yaitu orange, merah muda, dan merah
tua. Tujunnya adalah supaya karya yang dihasilkan memiliki keharmonisan
warna. Warna dalam karya ini lebih banyak ke warna merah maroonnya
daripada warna orange maupun putih. Warna putih hanya dibuat pada garis
124
dasarnya saja, sedangkan orang dipakai untuk pengembangan pola dasar
secara abstrak.
Karya tersebut sudah tergolong karya yang bagus. Garis-garis
cantingannya rapi, serta perbedaan warna pada karyanya terihat harmonis dan
menyatu, tidak ada suatu batasan warna yang kaku. Meskipun karya ini
desainnya abstrak tetapi terlihat adanya keluwesan bentuk sehingga membuat
karya ini nyaman untuk dipandang,. Jika terdapat garis yang pecah-pecah itu
terjadi karena saat proses pewarnaan, bukan saat proses pencantingan. Hal ini
diakibatkan terlalu lama saat merendam kain pada larutan sehingga lilin
malam yang sudah menempel mudah pecah atau bisa juga karena saat
pencelupan kain tersebut terlalu ditekan-tekan hingga menjadi pecah.
Gambar XXXIV: Hasil Karya Kedua Linda (Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
125
Gambar di atas merupakan hasil karya kedua dari Linda. Pada karya
kedua Linda ini pola dasar batik dikembangkan dengan pola abstrak dan
memberikan isen-isen seperti garis lengkung, garis lurus, titik-tik yang
diulang-ulang. Dalam karya ini masih banyak malam yang pecah karena
dapat dilihat dari hasil pewarnaannya garis-garis yang dihasilkan tidak rata.
Karya kedua ini dicelupkan pada tiga warna yaitu orange, merah muda, dan
merah tua. Sehingga karya yang dihasilkan memiliki keharmonisan warna.
Pada karya ini komponen garis putihnya sangat terlihat, meskipun warna yang
mendominasi adalah tetap warna merah maroon sebagai background.
Karya tersebut tergolong karya yang bagus. Ketebalan garis-garis
cantingannya terlihat konsisten, karena banyak terdapat garis yang berwarna
putih sehingga garis-garis tersebut dapat terlihat jelas. Tetapi dalam karya ini
juga masih banyak terdapat garis yang pecah-pecah yang diakibatkan karena
saat proses pewarnaan terlalu lama merendam kain pada larutan sehingga lilin
malam yang sudah menempel mudah pecah atau bisa juga karena saat
pencelupan kain tersebut terlalu ditekan-tekan hingga malam pada kain
menjadi pecah dan warnanya masuk pada pori-pori kain. Karya ini memiliki
perpaduan warna yang harmonis dan nyaman untuk dipandang, karena warna
yang digunakan adalah warna orange, merah, dan merah marun. Sehingga
ketiga warna ini dapat menambah nilai keindahan karya batik.
126
3. Karya Ketiga
Gambar XXXV: Hasil Karya Ketiga Angga
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Sedangkan untuk karya ketiga ini merupakan tahap lanjutan dari karya
kedua. Motif yang telah disediakan oleh pihak sanggar sedikit rumit, karena
ukuran motifnya yang kecil-kecil sehingga membutuhkan ketlatenan bagi
peserta didik untuk mencantingnya. Karya kedua ini memiliki motif yang
berbentuk seperti gunungan, memiliki sayap di kanan dan di kiri, dan juga
motif daun-daun dan rantai. Karya ini diberi isen-isen berbentuk titik-titik
pada bagian-bagian motif yang sudah disediakan sebelumnya. Warna yang
digunakan dalam karya ini adalah warna ungu dan warna merah maroon.
Pada karya ketiga Angga ini sudah menunjukkan peningkatan dalam
mencanting. Garis cantingannya rapi, serta perbedaan warna antara motif satu
dengan yang lainnya bisa harmonis dan luwes, sehingga nyaman untuk
dipandang.
127
Gambar XXXVI: Hasil Karya Ketiga Ardliy
(Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016)
Gambar di atas merupakan karya ketiga dari Ardliy. Motif yang telah
disediakan oleh pihak sanggar sedikit rumit, karena ukuran motifnya yang
kecil-kecil sehingga membutuhkan ketlatenan bagi peserta didik untuk
mencantingnya. Karya kedua ini memiliki motif burung yang memiliki sayap
di kanan dan di kiri, serta dibingkai dalam garis berbentuk bulat dan kotak
pada luar motif utamanya. Ardliy memberi isen-isen berbentuk titik-titik pada
bagian-bagian motif yang sudah disediakan sebelumnya. Dan warna yang
digunakan dalam karya ini adalah warna biru indigosol, yaitu biru muda dan
biru tua.
Pada karya ketiga Ardliy ini sudah menunjukkan adanya suatu
keterampilan yang baik dalam membatik. Garis cantingannya rapi, serta
perbedaan warna antara motif satu dengan yang lainnya bisa harmonis dan
luwes, sehingga nyaman untuk dipandang.
128
Gambar XXXVII: Hasil Karya Ketiga Linda Sumber: Dokumentasi Rahmawati, April 2016
Gambar di atas merupakan karya ketiga dari Linda. Motif yang telah
disediakan oleh pihak sanggar sedikit rumit, karena ukuran motifnya yang
kecil-kecil sehingga membutuhkan ketlatenan bagi peserta didik untuk
mencantingnya. Karya kedua ini memiliki motif burung yang memiliki sayap
di kanan dan di kiri, serta dibingkai dalam garis berbentuk bulat dan kotak
pada luar motif utamanya. Karya ini diberi isen-isen berbentuk titik-titik pada
bagian-bagian motif yang sudah disediakan sebelumnya. Dan warna yang
digunakan dalam karya ini adalah warna biru indigosol, yaitu biru muda dan
biru tua.
Pada karya ketiga Linda ini sudah menunjukkan adanya suatu
keterampilan yang baik dalam membatik. Garis cantingannya rapi, serta
perbedaan warna antara motif satu dengan yang lainnya bisa harmonis dan
luwes, sehingga nyaman untuk dipandang.
129
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan strategi pembelajaran dan karya Batik Tulis di sanggar
“Intensive Batik Course” adalah sebagai berikut:
1. Strategi pembelajaran Batik Tulis di sanggar “Intensive Batik Course”
Pembelajaran yang dilakukan di sanggar “Intensive Batik Course” ini
menggunakan strategi Pembelajaran Langsung (direct instruction), dimana
instruktur menjadi pusat perhatian dalam proses pembelajaran. Pada strategi ini
termasuk di dalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik, pengajaran
eksplisit, praktek dan latihan, serta demonstrasi. Dalam pembelajaran ini
membutuhkan penjelasan yang jelas dari instruktur, dan juga lebih banyak latihan
prakteknya untuk membuat karya batik. Sehingga instruksi dari instruktur sanggar
sangat dibutuhkan ketika pembelajaran praktek membatik sedang berlangsung.
Penjelasan strategi yang digunakan dalam pembelajaran tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Perencanaan Pembelajaran Batik di sanggar “Intensive Batik Course”
Yogyakarta dilakukan dengan menyiapkan materi pembelajaran, media
pembelajaran dan juga peralatan pembelajaran batik. Perencanaan untuk
pembelajaran batik tulis tersebut disesuaikan dengan materi yang akan
digunakan dalam pelajaran membatik, dimana materi pembelajaran lebih
banyak bersifat praktik.
130 b. Proses Pembelajaran Batik Tulis di sanggar “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta dilaksanakan pada pagi hari. Dalam pembelajaran
batik tulis ini instruktur melakukan 3 tahap dalam pembelajaran, yaitu
pendahuluan pembelajaran (salam, doa, apersepsi, dan pengenalan tentang
batik), inti pembelajaran (proses mencanting, mewarnai, dan melorod), dan
yang terakhir adalah menutup pembelajaran (melalui evaluasi kegiatan dan
hasilkarya batik pesertasanggar. Selain pada penutup pembelajaran, evaluasi
juga dilakukan saat pembelajaran berlangsung yang dilakukan instruktur
melalui nasehat dan saran, serta dengan refleksi diri dari peserta sanggar.
Kegiatan penutup juga dilakukandenganmenyampaikan materi pembelajaran
yang akan dilakkukan untuk pertemuan selanjutnya.
c. Hasil karya batik tulis peserta sanggar “Intensive Batik Course” berjumlah 9
karya, setiap anak memiliki 3 buah karya. Karya pertama yang dihasilkan
masih banyak kekurangan karena belum terbiasa dengan mencanting. Karya
kedua sudah mengalami peningkatan hasil tetapi masih terdapat bagian-
bagian yang kurang rapi. Karya ketiga sudah menunjukkan hasil cantingan
yang rapi dan warnanya lebih merata. Jadi dengan digunakannya strategi
pembelajaran langsung di sanggar “Intensive Batik Course” tersebut ketiga
hasil karya dari masing-masing peserta sanggar relative sama dengan hasil
karya peserta sanggar lainnya, tetapi sudah menunjukkan adanya
perkembangan yang baik dalam kemampuan membatik.
131 B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, perlu diberikan
saran untuk berbagai pihak sebagai bahan pertimbangan guna untuk terus
memajukan batik tulis lagi.
1. Bagi pihak instruktur sanggar “Intensive Batik Course”untuk terus
mengembangkan media dan sumber belajar seperti modul, buku yang dapat
menumbuhkan semangat belajar peserta sanggar.
2. Bagi pihak sanggar “Intensive Batik Course” untuk bisa memberikan
sertifikat hasil kursus kepada peserta sanggar dan mencari partner atau
generasi penerus untuk mengajar di sanggar.
132
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2014. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ghony, M. Djunadi dan Fauzan Almansyur. Metodologi Penelitian Kualitatif. 2012. Jogjakarta: Ar-Ruzz media
Hamalik, Oemar. 2013. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksaran.
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madina
Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal, Permendikbud. No. 81 tahun 2013
Indonesia.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan.PP Nomor 32 tahun 2013
Indonesia. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan nonformal. PMPN No. 49 tahun 2007
Kaswan, 2011. Pelatihan dan Pengembangan untuk Meningkatkan Kinerja SDM. Bandung: Penerbit Alfabeta
Lisbijanto, Herry. 2013. Batik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung PT Remaja Rosda Karya.
___________. 2006. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). Bandung: Remaja Rosda Karya.
Moleong, J.Lexy. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Mulyadi, Dalidjo. 1983. Pengenalan Ragam Hias Jawa. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Mulyana, D. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
133
Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Murtihadi dan Mukminatun. 1979. Pengetahuan Teknologi Batik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Prasetyo, Anindito. 2010. Batik – Karya Agung Warisan Budaya Dunia. Jakarta: Pura Pustaka
Riyanto dkk. 1997. Katalog Batik Indonesia. Jkt: ProyekPengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Kerajinan dan batik.
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Rusman. 2013. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta
Sa’ud, S. Udin dan Makmun, S. Abin. 2006. Perencanaan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Setiawati, Rahmida. 2007. Seni Budaya 1 Untuk SMK Kelas X. Bogor:Yudhistira
Sidik. 1973. Masalah Seni Material. Yogyakarta: STSRI-ASRI
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Gholia Indonesia
Sugiyono.2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono dan Omas Mas’un Sukarya Praja. 1980. Penuntun Praktek Dasar Kerajinan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suharsimi, A. 2006. Prosedur Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada Universuty Press.
Supriadie dan Deni. 2012. Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto. 1997. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya
Susanto, S. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan
Sutirman. 2013. Media dan Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
134
Tilaar. 2002. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
135 Lampiran 1 : LokasiSanggar
136 Lampiran 2 : Surat Izin Menyelenggarakan Kursus
137 Lampiran3:Pedoman Observasi
PEDOMAN OBSERVASI
Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data dengan pengamatan di
lapangan tentang pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari
Yogyakarta. Aspek yang ingin diketahui dalam penelitian dengan teknik observasi
ini adalah tentang strategi pembelajaran danhasilkaryapeserta sanggar “Intensive
Batik Course” Tamansari Yogyakarta yang meliputi:
1. Materi pelajaran yang digunakan untuk pembelajaran batik.
2. Media pembelajaran yang digunakan dalam proses pebelajaran batik.
3. Strategi pembelajaranyang digunakan instruktur dalam pembelajaran batik di
sanggar “Intensive Batik Course”.
4. Kegiatan pembelajaran batik yang meliputi kegiatan pendahuluan
pembelajaran, inti pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
5. Hasil pembelajaran batik yang meliputi hasil karya peserta sanggar berupa
produk.
138 Lampiran4: PedomanWawancara
PEDOMAN WAWANCARA
Wawancara dengan informan dilaksanakan secara langsung oleh peneliti.
Informan yang diwawancarai yaitu Drs. Hadjir Digdomartodiharjo sebagai pendiri
sekaligus instruktur sanggar batik, dan beberapa peserta sanggar “Intensive Batik
Course”.Garis besar masalah yang digali pada wawancara ini adalah:
A. Pedoman Wawancara untuk Pendiri sekaligus Instruktur Sanggar
1. Bagaimana sejarah berdirinya Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
2. Bagaimana asal-usul nama“Intensive Batik Course” ini bisa menjadi
pilihan nama untuk sanggar batik ini?
3. Kapan Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta
berdiri/aktif ?
4. Apa motto, visi, misi, dan tujuan Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
5. Apa fungsi dan tugas Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari
Yogyakarta?
6. Bagaimana dengan sumber daya manusia di sanggar batik “Intensive
Batik Course” Tamansari Yogyakarta?
7. Bagaimana profil guru Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
139
8. Berapa usia peserta sanggar batik “Intensive Batik Course” Tamansari
Yogyakarta?
9. Apa saja program pembelajaran Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
10. Apa saja fasilitas pendidikan Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
11. Berapa biaya administrasi Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
12. Berapa lama pendidikan yang harus ditempuh selama belajar di Sanggar
Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?
13. Sejauh mana perkembangan peserta Sanggar Batik “Intensive Batik
Course” Tamansari Yogyakarta?
14. Bagaimana cara perekrutan peserta sanggar?
15. Sampai saat ini, Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari
Yogyakarta sudah mendidik berapa generasi? Berjumlah berapa anak?
16. Dari beberapa sanggar yang ada di Yogyakarta, apa keunikan dari
Sanggar Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?
17. Apa saja materi pembelajaran Sanggar Batik “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta?
18. Apa tujuan sebelum dan sesudah dalam proses pembelajaran Sanggar
Batik “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?
19. Adakah hambatan-hambatan yang dialami ketika mendidik dalam kursus
membatik?
140
20. Bagaimana solusi dalam mengatasi hambatan tersebut?
21. Bagaimanastrategiataucaramengajarmembatik di sanggarini?
22. Bagaimana cara mengevaluasibaikdarisegikaryamaupunsegikegiatan di
Sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari Yogyakarta?
B. Pedoman Wawancara untuk Peserta Sanggar
1. Bagaimana anda mendapatkan informasi tentang Sanggar Batik
“Intensive Batik Course”?
2. Apa motivasi anda untuk mengikuti kursus batik tersebut?
3. Apakah pembelajaran di Sanggar Batik “Intensive Batik Course” mudah
diterima?
4. Seberapa dalam kepahaman dan keterampilan anda setelah mengikuti
kursus batik tersebut?
5. Apa hambatan selama mengikuti kegiatan pembelajaran kursus batik?
6. Padasaat proses pembelajaran yang manakahyang
menurutandasusahuntukdipelajari?
7. Apakahandamerasapuasdenganhasilkaryaanda?
141 Lampiran5 :Pedoman Dokumentasi
PEDOMAN DOKUMENTASI
Aspek yang ingin diketahui dalam penelitian dengan teknik dokumentasi
ini adalah tentang pembelajaran di sanggar “Intensive Batik Course” Tamansari
Yogyakarta. Aspek yang ingin diketahui dalam penelitian dengan teknik observasi
ini adalah tentang proses pembelajaran pada sanggar “Intensive Batik Course”
Tamansari Yogyakarta yang meliputi:
A. Dokumen tertulis
1. Materi pembelajaran
2. Biodata peserta sanggar
B. Dokumen gambar/ foto proses kegiatan pembelajaran batik
C. Dokumen perangkat pembelajaran batik
D. Dokumen hasil karya batik peserta sanggar
142 Lampiran 6: Formulir Pendaftaran Peserta Sanggar
143
144 Lampiran 7 : Materi Pembelajaran Membatik
145
146
147
148
149
150
151 Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian dari Jurusan
152 Lampiran9 :SuratIjinPenelitiandariFakultas
153 Lampiran10 :SuratKeteranganPenelitiandariInstrukturSanggar
154 Lampiran11 :SuratKeteranganWawancaradenganPesertaSanggar
155