strategi komunikasi pemerintah daerah kabupaten …
TRANSCRIPT
1
STRATEGI KOMUNIKASI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POSO DALAM
AKSI PENOLAKAN PEMBONGKARAN JEMBATAN PAMONA DI TENTENA
Artikel Ilmiah
Diajukan Kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana, Ilmu Komunikasi
Oleh:
Grivin Cahya Karlingsi Srisanto
602013011
PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
2
3
4
5
6
7
PENDAHULUAN
Jembatan Pamona merupakan jembatan yang terbuat dari kayu hitam dan besi. Jembatan
Pamona juga mengandung nilai sejarah tinggi serta menjadi salah satu ikon budaya bagi
masyarakat Poso karena merupakan hasil dari kerjasama masyarakat yang dibuat sekitar tahun
1930-an sebagai bentuk “Mesale” (gotong royong) masyarakat Poso.
Pada tahun 2017 Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten Poso telah menandatangani
kesepakatan dengan PT. Poso Energy, dimana perusahaan ini merupakan perusahaan Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memanfaatkan arus sungai Poso. Proyek pembangunan lokasi
wisata air ini juga merupakan bagian dari program Corporate Sosial Responsibility (CSR) dari
PT. Poso Energy. Kedua belah pihak telah bersepakat untuk membangun lokasi wisata taman air
yang meliputi kawasan sekitar mulut danau Poso, sampai ke kelurahan Tendeadongi sepanjang
hampir 2 (dua) kilometer. Sehingga dalam pelaksanaan proyek ini, akan dilakukan pengerukan
pinggir sungai sampai pada muara yang mana terdapat jembatan Pamona, yang mengharuskan
Pemda Kabupaten Poso memutuskan untuk membongkar Jembatan Pamona
(http://sulteng.antaranews.com/berita). Oleh karena tindakan Pemerintah tersebut maka
masyarakat kabupaten Poso menilai, pemerintah bertindak sendiri tanpa melakukan sosialisasi
yang merata atau meliputi seluruh lapisan masyarakat. Beberapa tokoh masyarakat menilai
program CSR yang akan dibuat oleh PT.Poso energy tidak relevan dengan keadaan masyarakat
yang ada disekitar Danau Poso.
Bahkan sejak rencana pembongkaran Jembatan terdengar, masyarakat dan budayawan
terus melakukan aksi penolakan. Baik melalui surat kabar, media sosial dan juga melakukan
demonstrasi di sekitar jembatan Pamona. Sampai pada proyek ini dimulai pada bulan Mei 2018,
masyarakat terus menggaungkan “SAVE YONDO PAMONA” yang berarti selamatkan Jembatan
Pamona sebagai aksi penolakan terhadap pembongkaran Jembatan Pamona. Aksi penolakan
yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Poso yang paling berdampak adalah aksi
demonstrasi yang langsung dilakukan di Jembatan Pamona karena aksi ini melibatkan hampir
ribuan masa, sehingga pemerintah bisa melihat antusias masyarakat Kabupaten Poso yang tidak
ingin Jembatan Pamona dibongkar. Olehnya dari aksi penolakan diatas maka dalam penelitian
ini, penulis ingin mengetahui bagaimana awal mula terbentuknya kebijakan pembongkaran
Jembatan Pamona oleh Pemerintah serta bagaimana strategi komunikasi Pemerintah Kabupaten
Poso menghadapi aksi penolakan pembongkaran jembatan Pamona di Tentena.
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin
Communicatio, yang bersumber dari kata communis communis yang berarti sama. Sama disini
maksudnya adalah sama makna (Uchjana Onong, 2009:9). Harold Laswell dalam karyanya, The
Structure and Function of Communication in Society, Laswell mengatakan bahwa cara yang baik
untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut ini : “Who Says What
In Which Channel To Whom With What Effect?”. Paradigma Laswell (Uchjana Onong, 2009:10)
diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan
yang diajukan itu yakni, komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media
(channel, media), komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient), dan efek
(effect, impact, influence). Jadi, berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah
8
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
Strategi Komunikasi
Pada hakekatnya, strategi merupakan perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi bukan hanya
berfungsi sebagai penunjuk jalan saja melainkan juga menunjukan bagaimana taktik
operasionalnya. Sehingga strategi komunikasi adalah paduan antara perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan tersebut keduanya harus
menunjukan operasional secara taktis dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda
sewaktu-waktu tergantung pada situasi dan konsidi. Strategi komunikasi juga sebagai penentu
berhasil tidaknya kegiatan komunikasi secara efektif. Dengan demikian, strategi komunikasi,
baik secara makro (plammed multi-media strategi) maupun secara mikro (single communication
medium strategy) mempunyai fungsi ganda (Effendy, 2000 : 300) :
- Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif
secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal.
- Menjembatani “cultural gap” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan
dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh yang jika dibiarkan akan merusak
nilai-nilai budaya.
Kebijakan Publik
Thomas Dye dalam buku Public Policy (Wayne Parson,2005:150) menyatakan kebijakan
publik adalah tentang apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil
tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut. Kebijakan adalah keputusan
pemerintahan yang dibuat oleh seorang yang memegang kekuasaan baik formal maupun
informal. Sedangkan Publik adalah masyarakat umum, rakyat, atau pemegang saham. Tujuan
kebijakan adalah untuk mengubah kondisi yang sudah ada kearah kondisi yang lebih baik.
Richard Titmus dalam tulisannya Social Policy and Introduction (1997) menyatakan bahwa
kebijakan adalah prinsip tindakan pemerintah menuju tujuan tertentu. Kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan
kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakn tersebut diusulkan agar
berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud (Agustino, 2008 : 7).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif-kualitatif
memiliki ciri ialah menitikberatkan pada observasi dan suasana ilmiah (natural setting).
Peneliti datang langsung ke lapangan, bertindak sebagai pengamat. Peneliti membuat kategori
perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasi (Elvinaro Ardianto,
2010:60).
Metode penelitian yang dilakukan adalah wawancara mendalam serta observasi. Data yang
didapatkan berupa data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui
wawancara terhadap pihak internal Pemerintah Daerah Kabupaten Poso yang dalam hal ini
adalah Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Poso yaitu bapak Drs. Armol Songko.
Narasumber kedua ialah perwakilan masyarakat yang telah melakukan aksi protes, yaitu Bapak
Dimba Tumimomor selaku budayawan.
9
Untuk data sekundernya penulis menggunakan data yang penulis dapatkan secara tidak
langsung yang dalam hal ini data-datanya bersumber dari jurnal dan buku yang menunjang
penelitian ini. Dalam hal ini, penulis akan mereduksi data dari beberapa narasumber yang
kemudian penulis kaitkan strategi yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Poso,
sehingga dapat terlihat dengan apakah strategi yang digunakan berimbas pada aksi protes itu
sendiri. Akhirnya akan didapatkan kesimpulan mengenai bagaimana strategi komunikasi yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Poso dalam menangani aksi penolakan
pembongkaran jembatan Pamona.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Poso
Kabupaten Poso termasuk wilayah yang mempunyai potensi pariwisata yang bagus
karena memiliki hampir seluruh elemen pendukung yaitu pegunungan, sungai, laut, danau, air
terjun serta kearifan lokal. Hal ini membuat pemerintah Kabupaten Poso ingin memaksimalkan
salah satu potensi diatas yaitu danau Poso yang ada di Tentena. Kebijakan tersebut juga mengacu
pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Poso Nomor 8 Tahun 2006 tentang daerah aliran
Sungai dan Danau.
Sementara di muara Danau Poso terdapat Jembatan Pamona sebagai penghubung antar
kecamatan yang ada di sekitar danau. Uniknya jembatan khusus pejalan kaki ini merupakan
jembatan tua yang dibangun sekitar tahun 1930-an dan terbuat dari kayu. Hal ini menjadi
primadona tersendiri bagi masyarakat yang datang berkunjung di kota tentena terlebih khusus
bagi turis mancanegara. Mereka bisa menikmati dinginnya angin danau poso dan indahnya
panorama danau dari jembatan yang dibangun hasil gotong royong masyarakat ini atau biasa
disebut dengan “Mesale”.
Oleh karena itu, pemerintah berinisiatif ingin menata kembali Jembatan Pamona
sehingga jembatan Pamona dapat digunakan semaksimal mungkin. Hal ini dilakukan karena
mengingat Jembatan Pamona merupakan bagian dari Danau Poso, sehingga penataan Jembatan
Pamona juga bagian dari penataan Danau Poso. Dimana yang sudah diatur dalam Perda nomor 8
pasal 8 ayat 2, yaitu pengelolaan daerah aliran sungai dan danau harus berorientasi pada
pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, seperti yang disampaikan oleh
Drs. Armol Songko seperti berikut:
“jembatan ini rencananya akan dibongkar dan akan dibangun kembali dengan catatan tidak
merubah nilai artistiknya sehingga maksudnya dibuat lebih bagus supaya arus lalu lintas
angkutan sungai itu bisa lebih lancar, bisa masuk dibawah jembatan itu nah kalo kondisi
sekarang kan tidak bisa terlalu masuk, terlalu rendah, kemudian kakinya terlalu rapat gitu
supaya motor-motor danau itu bisa lancar disitu, dan akan dibuat lebih cantik itu aaaa saya kira
itu alasan eeee utamanya adalah yang pertama ingin menata eeee kota wisata Tentena menjadi
lebih menarik ee untuk bisa dikunjungi oleh wisatawan baik mancanegara atau domestic”.
Dari wawancara tersebut didapatkan hasil bahwa Pemerintah Kabupaten Poso ini
sebenarnya ingin membantu meningkatkan perekonimian warga disekitar Danau Poso dengan
cara merevitalisasi Jembatan Pamona. Pemerintah ingin membangun kembali jembatan Pamona
dengan catatan tidak akan mengubah nilai artistik dari Jembatan itu sendiri. Pemerintah
berencana dan berupaya untuk membuat Jembatan Pamona lebih bagus dan bisa mengopimalkan
fungsinya. Olehnya dalam kesempatan ini Pemerintah menjalin kerjasama dengan PT. Poso
Energy dalam proses pembongkaran serta pembangunan kembali Jembatan Pamona itu sendiri.
10
Kerjasama ini dijalin karena PT. Poso Energy sendiri juga ingin memberikan sumbang sih
kepada warga sekitar Danau Poso dengan cara membangun taman air disana serta melengkapi
fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pemaksimalan Jembatan Pamona di Tentena itu sendiri.
Melalui wawancara penulis pada tanggal 8 Oktober 2018 dengan pihak Pemerintah
Kabupaten Poso, yaitu Bapak Drs. Armol Songko dimana beliau merupakan Kepala Bagian
Hubungan Masyarakat Kabupaten Poso mengatakan bahwa:
“untuk penataan kembali yaa aaaa dan bukan hanya saja jembatan yang mo ditata disitu
ee termasuk juga disekitar sungai Poso itu dibantaran sungai dipinggiran sungai itu akan
dibangun taman disitu taman konservasi namanya nanti. Sehingga Tentena itu sebagai
daerah tujuan wisata itu menarik aaa tidak begitu-begitu saja mengalami perkembangan
supaya bisa dikunjungi oleh wisatawan karena disitu nanti juga dilengkapi dengan
fasilitas-fasilitas sehingga sesuai dengan kondisi saat ini lah”.
Alasan mengapa Pemerintah ingin membangun kembali Jembatan Pamona adalah karena
Pemerintah menilai bahwa jembatan Pamona tersebut belum bisa memaksimalkan fungsinya,
arus lalu lintas di Danau Poso masih terlalu minim dikarenakan hanya perahu-perahu kecil yang
dapat melintas, jarak Jembatan dengan permukaan air Danau Poso terlalu rendah dan juga kaki
jembatan terlalu rapat sehingga terlihat sempit.
Dalam prakteknya Pemerintah mempunyai beberapa rencana kegiatan yang bertujuan
untuk membangun atau memperbaiki fasilitas, sarana dan prasarana yang dapat menunjang
kemajuan kegiatan masyarakatnya baik dari segi kualitas kehidupan maupun perekonomian.
Oleh karenanya, Pemerintah ingin membangun kembali jembatan Pamona sehingga jembatan
tersebut bisa terlihat lebih besar dan gagah serta dapat dilewati oleh perahu-perahu besar.
Pemerintah juga akan memberikan fasilitas yang sekiranya dapat menunjang minat masyarakat
terhadap Jembatan Pamona itu sendiri. Dari hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa
Pemerintah sudah mengupayakan adanya kebijakan.
Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan
(kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana
kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang
dimaksud (Agustino, 2008 : 7). Jadi, dalam hal ini keputusan yang dibuat oleh Pemerintah
dengan adanya pembongkaran jembatan Pamona yang kemudian nantinya akan dibangun
kembali dengan lebih modern, bisa dijadikan sebagai tempat wisata yang dapat mendongkrak
perekonomian masyarakat sekitar Danau Poso.
Namun, dalam upaya untuk melakukan normalisasi Jembatan Pamona ini Pemerintah
tidak berdiri sendiri. Pemerintah melakukan kerjasama dengan PT.Poso Energy. PT. Poso
Energy sendiri juga ingin melakukan kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) dengan
cara membangunkan taman air di pinggiran Danau Poso dimana Jembatan Pamona berada. CSR
sendiri menurut Suharto (2007:16) menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis yang
berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi
juga untuk pembangunan sosial, ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan
berkelanjutan. Dalam hal ini, PT. Poso Energy ingin membangun taman air dipinggiran Danau
Poso karena mereka ingin memberikan sumbangsih kepada masyarakat sekitar pinggiran danau
Poso itu sendiri. Kegiatan CSR ini dianggap dapat memberikan mata pencaharian baru bagi
masyarakat sekitar sehingga dapat meningkatkan perekonomian, karena dengan dibangunnya
11
taman air ini maka akan mengundang antuasiasme wisatawan baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. PT.Poso Energy ini kemudian ingin melakukan kerjasama dengan Pemerintah karena
keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin membangun kembali Jembatan
Pamona tanpa merubah nilai artistik dari jembatan tersebut. Hanya saja dibuat lebih modern dan
dapat berfungsi secara maksimal. Hasil dari diskusi antara Pemerintah Kabupaten Poso dengan
PT. Poso Energy tersebut adalah membongkar Jembatan Pamona yang ada saat ini dan
membangun kembali Jembatan Pamona dan juga pembangunan taman air di pinggiran danau
Poso tersebut.
Protes Masyarakat Terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Poso
Dari hasil kerjasama Pemerintah dengan PT. Poso Energy yang berujung pada kebijakan
pembongkaran Jembatan Pamona, menimbulkan beberapa masalah yaitu munculnya gerakan
penolakan kebijakan pembongkaran Jembatan Pamona itu sendiri. Melalui pengamatan penulis
disana , ada banyak bentuk penolakan-penolakan kepada Pemerintah dari masyarakat itu sendiri.
Gerakan penolakan yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah adanya beberapa kali aksi demo
di Jembatan Pamona, protes melalui sosial media, melakukan telepon pribadi langsung kepada
Bupati, seperti aksi penolakan yang dilakukan oleh Bapak Dimba Tumimomor yang merupakan
seorang tokoh masyarakat Sulawesi dan juga seorang Budayawan.
Pada kesempatan wawancara yang telah penulis lakukan kepada Bapak Dimba
Tumimomor pada hari Rabu tanggal 1 Agustus 2018 pukul 18.58 mengatakan bahwa keputusan
Pemerintah ini merupakan keputusan sepihak karena tidak mengikutsertakan seluruh lapisan
masyarakat Poso. Sedangkan menurut Anderson dalam Islamy (2000:100), proses pengesahan
kebijakan diawali dengan kegiatan: (a) Persuasion, yaitu usaha-usaha untuk meyakinkan orang
lain tentang suatu kebenaran atau nilai kedudukan seseorang dan mereka mau menerimanya
sebagai milik sendiri; (b) Barganing, yaitu suatu proses dimana kedua orang atau lebih
mempunyai kekuasaan atau otoritas mengatur setidak-tidaknya tujuan-tujuan mereka tidak
sepakati agar dapat merumuskan serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama tetapi tidak
ideal bagi mereka. Barganing meliputi perjanjian (negotation); saling memberi dan menerima
(take and give); dan kompromi (copromise). Dalam hal ini menurut Dimba Tumimomor,
pemerintah belum sepenuhnya memenuhi tahap diatas karena beliau mengatakan mengetahui
kegiatan pembongkaran dan pembangunan kembali atau normalisasi Jembatan Pamona itu
melalui sosial media yaitu facebook. Beliau juga menambahkan bahwa yang mengetahui serta
yang diikutsertakan sosialisasi hanya masyarakat serta masyarakat yang dekat dengan
Pemerintah saja. Pemerintah tidak melakukan sosialisasi secara merata kepada seluruh lapisan
masyarakat yang akhirnya mengakibatkan tidak semua masyarakat tahu mengenai adanya
rencana normalisasi jembatan itu sendiri.
Alasan utama mengapa beliau tidak meyetujui adanya rencana normalisasi Jembatan
Pamona adalah karena Jembatan Pamona yang ada di Tentena ini merupakan jembatan
peninggalan sejarah yang sudah sepatutnya dijaga dan dilestarikan bukan malah dibongkar dan
dibangun kembali. Proses pelaksanaan kebijakan Pemerintah tersebut dinilai masyarakat kurang
tepat karena berdampak pada pembongkaran Jembatan Pamona yang merupakan ikon budaya
“Mesale” (gotong royong) masyarakat Kabupaten Poso. Pasalnya Jembatan yang sudah berdiri
kokoh sejak sekitar tahun 1930 tersebut merupakan hasil gotong royong masyarakat Poso
sendiri. Masyarakat menganggap dengan adanya kebijakan untuk membongkar Jembatan
Pamona berarti pemerintah tidak menghargai budaya dan kearifan lokal masyarakat Poso.
Disamping itu pengerukan muara danau Poso tersebut dinilai sebagai tindakan yang hanya
12
mementingkan keuntungan bagi Pemerintah sendiri, masyarakat menilai bahwa kebijakan
tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan Pemerintah pribadi dan sama sekali tidak
mementingkan opini dari masyarakat.
Dalam upaya mengaspirasikan suara masyarakat yang menolak adanya rencana
normalisasi tersebut bapak Dimba Tumimomor juga sudah melakukan berbagai macam cara.
Cara pertama yang ia tempuh adalah dengan menggunakan pendekatan pribadi, beliau
mengirimkan pesan secara pribadi kepada Bupati Poso melalui pesan Facebook dan juga via
telepon. Pesan yang dikirimkan kepada Bupati berisi mengenai alasan penolakan dibongkarnya
Jembatan Pamona. Beliau mengatakan alasan melakukan penolakan kebijakan Pemerintah
karena beliau kecewa karena tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu mengenai pembongkaran
Jembatan Pamona. Padahal Jembatan Pamona tersebut merupakan ikon budaya yang mempunyai
nilai sejarah bagi Masyarakat Poso. Kemudian alasan yang ketiga adalah dengan dibongkarnya
Jembatan Pamona menurut Bapak Dimba Tumimomor dapat merusak ekosistem Danau Poso.
Pasalnya di Muara Danau Poso tersebut merupakan habitat asli dari ikan Sidat (sogili), dimana
ikan tersebut hanya dapat ditemukan di muara Danau Poso.
Cara kedua yang dilakukan oleh tokoh masyarakat adalah membuat artikel di media
massa. Artikel ini berisikan mengenai opini-opini dari budayawan serta tokoh masyarakat yang
memberikan pandangan bahwa Jembatan Pamona patut dipertahankan mengingat Jembatan
tersebut merupakan bentuk kearifan lokal.
Komunikasi media massa ini dilakukan agar masyarakat luas dapat mengetahui tentang
penolakan kebijakan normalisasi Pemerintah. Melalui penerbitan berita serta artikel di media
massa ini maka dapat dikatakan bahwa massa yang memprotes kebijakan Pemerintah ini sudah
melakukan komunikasi informatif dimana komunikasi informatif merupakan proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan sesuatu (Effendy,
2009 : 81).
Jika dilihat dari hasil wawancara kepada Dimba Tumimomor sebenarnya permasalahan
utama yang membuat mereka melakukan aksi penolakan pembongkaran Jembatan Pamona ini
adalah tidak adanya komunikasi secara terbuka yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat
yang ada. Pemerintah dianggap sebagai tokoh tunggal yang menentukan pembongkaran salah
satu ikon budaya masyarakat Poso.
Strategi Pemerintah dalam Menghadapi Protes Masyarakat Poso Terhadap Kebijakan
Pemerintah
Seperti yang sudah penulis sampaikan sebelumnya, dalam menjalankan suatu kebijakan
selalu dapat menimbulkan pro maupun kontra. Dalam kasus ini Pemerintah Kabupaten Poso
sendiri sebenarnya mempunyai beberapa alasan mengapa ingin membongkar dan membangun
kembali Jembatan Pamona, yang pertama adalah karena Pemerintah ingin membangun jembatan
yang lebih modern sehingga perahu-perahu besar dapat melintasi Jembatan Pamona itu sendiri.
Kedua, seperti yang sudah tuliskan pada sub bab sebelumnya Pemerintah ingin membangun
taman air disana sehingga dapat menarik minat wisawatan dengan begitu maka sebenarnya
Pemerintah menginginkan adanya kenaikan perekonomian masyarakat Danau Poso. Namun, hal
tersebut rupanya tidak disambut baik oleh seluruh lapisan masyarakat. Dibuktikan dengan masih
adanya beberapa tokoh masyarakat yang menolak akan rencana normalisasi tersebut. Dalam
kasus kali ini sebenarnya yang membuat masyarakat merasa marah adalah karena masyarakat
tidak dilibatkan dalam terbentuknya kebijakan pembongkaran dan pembangunan kembali
Jembatan Pamona.
13
Langkah pertama yang ditempuh oleh Pemerintah sesuai yang dikatakan oleh Bapak Drs.
Armol Songko mengatakan bahwa setelah adanya protes, Pemerintah melakukan diskusi, baik itu
diskusi kecil maupun diskusi besar. Dalam hal ini diskusi kecil yang dilakukuan oleh Pemerintah
yaitu mengajak beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama serta budayawan. Selain itu pemerintah
juga melakukaan diskusi besar dengan masyarakat sekitar danau Poso bersama dengan
perwakilan PT. Poso Energy. Dalam hal ini Pemerintah sudah mencoba untuk melakukan
komunikasi persuasif sehingga masyarakat sekitar danau Poso mampu mengerti apa sebenarnya
maksud dan tujuan dari pemerintah untuk membongkar dan membangun kembali jembatan
Pamona. Pemerintah juga bertindak untuk menjembatani dan memfasilitasi pertemuan antara PT.
Poso Energy dengan masyarakat. Pemerintah dan PT. Poso Energy berupaya untuk memberikan
sosialisasi dan menceritakan mengenai tujuan sebenarnya dilakukan pembongkaran serta
pembangunan kembali Jembatan Pamona itu sendiri.
Pemerintah sudah melakukan komunikasi persuasif, dimana komunikasi persuasif adalah
komunikasi yang dilakukan sebagai ajakan atau bujukan agar mau bertindak sesuai dengan
keinginan komunikator. Dalam hal ini Pemerintah merupakan komunikator dan keinginan yang
diinginkan oleh Pemerintah adalah masyarakat akhirnya mengerti tujuan dan maksud mengenai
normalisasi jembatan Pamona sehingga masyaraka dapat menghentikan aksi penolakan terhadap
kebijakan tersebut (Barata, 2003 : 170).
Langkah kedua yang sudah Pemerintah upayakan adalah agar adanya pertemuan, diskusi
serta sosialisasi antara tokoh masyarakat dengan PT. Poso Energy agar hal-hal yang selama ini
dipermasalahkan mampu menemukan titik terang. Namun, sayangnya dari pertemuan-pertemuan
serta diskusi yang telah ditempuh Pemerintah tersebut belum bisa meredam aksi penolakan dari
masyarakat mengenai pembongkaran Jembatan Pamona.
Kemudian, langkah terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah ialah tidak memberikan
tanggapan mengenai aksi penolakan yang dilakukan oleh beberapa masyarakat, baik yang
dilakukan di media sosial maupun media lainnya. Pemerintah menyiasati pemberitaan negatif
tersebut dengan menerbitkan artikel-artikel serta berita positif mengenai kegiatan dan pencapaian
atau prestasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah. Sehingga diharapkan dapat mengkaburkan
berita mengenai normalisasi Jembatan Pamona. Hal ini dirasa paling efektif karena Pemerintah
berfikir protes yang dilakukan oleh masyarakat sudah sedikit berkurang karena teredam
pemberitaan positif lainnya dari Pemerintah. Dikatakan efektif karena menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia apabila kegiatan tersebut ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)
(https://kbbi.web.id/efektif-atau-efektip) serta dapat membawa hasil, berhasil guna tentang
usaha atau tindakan, dalam hal ini hasil yang didapatkan oleh pemerintah adalah berkurangnya
pemberitaan serta aksi penolakan pembongkaran Jembatan Pamona.
Jika ditilik lagi hasil dari wawancara bersama Bapak Armol ini, maka sebenarnya mereka
sudah memikirkan terlebih dahulu mengenai rencana pembongkaran Jembatan Pamona ini,
terbukti dengan pernyataan Bapak Drs. Armol yang mengatakan bahwa Pemerintah sudah
mengetahui bahwa kebijakan yang dibuat dapat memunculkan beberapa dampak.
Kebijakan yang dibuat pasti akan memunculkan dampak yang salah satunya adalah
pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dan melibatkan masyarakat, lebih
jauh lagi bahwa kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan ataupun tidak diharapkan
(Agustino, 2008 : 191). Dalam hal ini dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah yaitu adanya aksi penolakan dari masyarakat.
Dari hasil analisa penulis yang didapatkan dari wawancara yang melibatkan Bpk. Armol
dan Bpk.Dimba Tumimomor, masyarakat hanya menuntut agar tidak membongkar Jembatan
14
Pamona. Pada umumnya masyarakat belum mengetahui Jembatan Pamona akan dibangun
kembali, masyarakat terlampau fokus pada pembongkaran Jembatan Pamona yang dilakukan
oleh Pemerintah. Padahal jika dicermati kembali Pemerintah tidak hanya semata-mata akan
membongkar jembatan tersebut namun sebaliknya, Pemerintah akan membangun kembali
jembatan dengan lebih modern tersebut sehingga Jembatan tersebut dapat digunakan untuk
dilalui oleh kapal-kapal besar. Selain itu, Pemerintah juga akan membangun taman air disana
sehingga dengan begitu masyarakat sekitar dapat mempunyai usaha untuk menunjang
perekonomian mereka. Masyarakat juga tidak perlu khawatir dengan adanya kerusakan
ekosistem di danau Poso karena apabila Jembatan Pamona sudah jadi maka secara perlahan-
perlahan ekosistempun akan terbentuk kembali dengan sendirinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian yang peneliti telah lakukan kepada tokoh Masyarakat
serta Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Poso , penulis menarik beberapa
kesimpulan mengenai Strategi Komunikasi Pemerintah Daerah Kabupaten Poso Dalam Aksi
Penolakan Pembongkaran Jembatan Pamona di Tentena. Berikut ini merupakan beberapa hasil
penelitian yang penulis dapatkan antara lain Kebijakan Pembongkaran Jembatan Pamona
dilatarbelakangi oleh keinginan Pemerintah untuk memaksimalkan potensi pariwisata untuk
mendongkrak perekomian masyarakat ada disekitar Danau. Oleh karena itu, Pemerintah
melakukan kerjasama dengan PT. Poso Energy karena mereka juga mempunyai kepentingan
CSR yaitu untuk membangun taman air di muara Danau Poso yang akhirnya ditetapkan untuk
membongkar dan membangun Jembatan Pamona. Protes yang dilakukan oleh masyarakat Poso
sendiri sebenarnya dilatarbelakangi karena tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses rencana
pelaksanaan normalisasi Jembatan Pamona.
Pemerintah akhirnya melakukan strategi setelah adanya aksi protes dari masyarakat
adalah Pemerintah menjembatani dan memfasilitasi pertemuan antara PT. Poso Energy dengan
masyarakat. Dalam kegiatan ini Pemerintah dan PT. Poso Energy berupaya untuk memberikan
materi mengenai tujuan sebenarnya dilakukan pembongkaran serta pembangunan kembali
Jembatan Pamona itu sendiri. Kemudian strategi terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah dalam
upaya menangani adanya aksi protes dari masyarakat mengenai pembongkaran Jembatan
Pamona yaitu dengan menerbitkan pemberitaan-pemberitaan positif Pemerintah, keberhasilan
Pemerintah, prestasi-prestasi Pemerintah, dan juga kegiatan positif yang dilakukan oleh
Pemerintah. Hal ini dilakukan Pemerintah untuk meredam pemberitaan mengenai protes
masyarakat.
Daftar Pustaka
Buku
Agustino, Leo. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung
Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta; Elex Media Komputindo
Elvinaro. 2010. Metodologi Penelitian Untuk Public Relations Kuantitatif dan Kualitatif.
Bandung : Simbiosa Rekatama Media
Islamy, M. Irfan. 2000. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta ; Sinar Grafika
Kamus Bahasa Indonesia, 1989
Kriyantono, Rachmat. 2007. Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana
Nugroho, Riant. 2014. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Parson, Wayne. 2005. Public Policy.
Suharto. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri : Memperkuat Tanggung Jawab Sosial
15
Perusahaan (CSR). Bandung: Refika Aditama.
Uchjana, Onong. 2009. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Online
http://sulteng.antaranews.com/berita diakses pada 20 Agustus 2018
https://kbbi.web.id/efektif-atau-efektip diakses pada 21 Agustus 2018
Skripsi dan Jurnal
Fitriyah, Neka. 2014. Strategi Komunikasi Dalam Upaya Penanganan Konflik Pembangunan
Industrial (Studi Kasus Konflik Masyarakat Padarincang Terhadap Pembangunan PT. Aqua
Danone. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Lantemona, George. 2016. Strategi Komunikasi Pemerintah Desa Bagi Konflik Antar Jaga Di
Desa Sendangan Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa. Universitas Samratulangi.