strategi komisi pemilihan umum provinsi jambi …digilib.unila.ac.id/55178/3/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
STRATEGI KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAMBI DALAMPENINGKATAN PARTISIPASI PEMILIH DI KABUPATEN KERINCI
(Studi Pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum 2019)
(TESIS)
Oleh :
AGUNG NUGROHO
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHANFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
STRATEGI KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAMBI DALAM
PENINGKATAN PARTISIPASI PEMILIH DI KABUPATEN KERINCI
(Studi Pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum 2019)
Oleh :
AGUNG NUGROHO
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
STRATEGI KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAMBI DALAMPENINGKATKAN PARTISIPASI PEMILIH DI KABUPATEN KERINCI
(Studi Pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilu 2019)
Oleh
AGUNG NUGROHO
Tingkat partisipasi pemilih seringkali menjadi parameter keberhasilan pemilu,mengingat partisipasi pemilih berhubungan dengan legitimasi hasil pemilu danberkaitan juga dengan kepercayaan warga negara pada demokrasi, sistem politik,penyelenggara pemilu dan para wakil rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk (1)mendeskripsikan dan menganalisis strategi yang dilakukan oleh KPU ProvinsiJambi untuk meningkatkan partisipasi pemilih, (2) Mendeskripsikan danmenganalisis faktor-faktor penyebab penurunan partisipasi pemilih, (3)Mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan yang dilakukan oleh KPU ProvinsiJambi untuk mengatasi partisipasi yang rendah. Teknik pengumpulan datamelalui panduan wawancara, observasi dan dokumentasi. Tipe penelitiandeskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan yaitu dataprimer dan data sekunder, informan dipilih dengan sengaja. Hasil penelitianmenunjukkan, pertama KPU Provinsi Jambi menerapkan beberapa strategi dalampeningkatan partisipasi pemilih, yaitu: pemilihan dan penetapan komunikator,menetapkan target sasaran, teknik menyusun pesan, memilih media,penyebarluasan media sosialiasi, memobilisasi kelompok berpengaruh, penetapanrencana anggaran dan penyusunan jadwal kegiatan. Kedua, faktor-faktor yangmenyebabkan penurunan partisipasi pemilih di Kabupaten Kerinci dibagi menjadidua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputibekerja di luar negeri, berada di luar kota, primordial, teknis, apatis, jenuh danidentitas ganda. Sedangkan faktor eksternal meliputi administratif, politik dansosialisasi. Ketiga, kebijakan yang dilakukan oleh KPU Provinsi Jambi untukmengatasi partisipasi pemilih yang rendah meliputi perumusan masalah, formulasikebijakan, rekomendasi kebijakan, monitoring kebijakan, dan evaluasi kebijakan.Pada Pilkada Kabupaten Kerinci Tahun 2018, tingkat partisipasi pemilihmenunjukkan peningkatan yaitu berada pada angka 71,25 %. Dengan demikianstrategi yang dilakukan oleh KPU Provinsi Jambi untuk meningkatkan partisipasipemilih menunjukkan keberhasilan.
Kata Kunci : Partisipasi Pemilih, Strategi, Komisi Pemilihan Umum
ABSTRACT
STRATEGY GENERAL ELECTION COMMISSION OF JAMBIPROVINCE FOR IMPROVING VOTER TURNOUT IN KERINCI
REGENCY(Study on 2018 Regional Election and 2019 General Election)
By
AGUNG NUGROHO
The level of voter turnout is often to be a parameter of the success of elections,given that voter turnout is related to the legitimacy of election results and is alsorelated to citizens' trust in democracy, political systems, election organizers andrepresentatives of the people. This study aims to (1) describe and analyze thestrategies carried out by the Election Commission of Jambi Province to increasevoter participation, (2) Describe and analyze the factors causing the decline invoter participation, (3) Describe and analyze policies carried out by the ElectionCommission of Jambi Province to overcome low participation. Data collectiontechniques through interview guides, observation and documentation. Descriptiveresearch type with qualitative approach. Sources of data used are primary data andsecondary data, informants are chosen by purposive sampling. The results showedthat the first Election Commission Of Jambi Province implemented severalstrategies in increasing voter participation, namely: choosing and determiningcommunicators, setting targets, techniques for composing messages, choosingmedia, disseminating socialization media, mobilizing influential groups,establishing budget plans and preparing activity schedules. Second, the factorsthat led to a decrease in voter participation in Kerinci Regency were divided intotwo factors: internal factors and external factors. Internal factors include workingabroad, outside the city, primordial, technical, apathetic, bored and multipleidentities. While external factors include administrative, political andsocialization. Third, the policies carried out by the Election Commission Of JambiProvince to overcome low voter turnout include the formulation of problems,policy formulation, policy recommendations, policy monitoring, and policyevaluation. In the Kerinci Regency Election in 2018, the level of voter turnoutshowed an increase of 71.25%. Therefore the strategy carried out by the ElectionCommission Of Jambi Province to increase voter turnout shows success.
Keywords: Voter Turnout, Strategy, Electoral General Comission
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purbalingga pada tanggal 19 Maret 1985.
Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Utoyo,
S.Pd dan Ibu Murniasih, S.Pd dengan dua orang adik bernama Ade
Hidayat Wijanarko, S.Pd dan Vera Yunita Sari, S.Kep., telah
berkeluarga dengan Istri bernama Heni Herawati, SE dan telah dikaruniai seorang
putra bernama Ranu Budi Nugroho.
Penulis mengawali pendidikan formal awal penulis tempuh di TK Aisyiah 1990 –
1991, SD Negeri 1 Kutasari, Purbalingga tahun 1991 – 1997, SMP Negeri 3
Purbalingga 1997 – 2000, SMU Negeri 1 Purbalingga 2000 – 2003, dan S1 Jurusan
Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah tahun
2004 melalui jalur SPMB. Selama menempuh pendidikan strata satu penulis aktif
dalam kegiatan akademik dan kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Ilmu Pemerintahan Fisip Undip 2004, Lulus S.1 pada tahun 2009 dengan IPK 3,11.
Pada tahun 2009 penulis pernah bekerja di PT. Nusantara Surya Sakti (NSS) Jakarta
sebagai CMS dan ditempatkan di Provinsi Jambi. Pada tahun 2010 penulis diterima
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Sekretariat Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Provinsi Jambi pada Bagian Program Data Organisasi dan SDM sebagai
tenaga Penyusun Program dan Anggaran. Selama bertugas di Sekretariat KPU
Provinsi Jambi, penulis telah mengikuti bimtek, seminar, diklat dan pelatihan
penyusunan anggaran dan SDM. Pada tahun 2014 dan 2015 dipercaya menjadi
Bendahara Pengeluaran KPU Provinsi Jambi, pada tahun 2016 menjadi staf di bagian
Organisasi dan SDM sampai sekarang.
Pada tahun 2016, penulis berkesempatan untuk melanjutkan studi pada jenjang yang
lebih tinggi pada program pascasarjana setelah dinyatakan memenuhi syarat sebagai
penerima beasiswa melalui hasil seleksi beasiswa pendidikan tinggi konsentrasi tata
kelola pemilu yang diselenggarakan atas kerja sama Komisi Pemilihan Umum dengan
Universitas Lampung. Penulis ditetapkan sebagai penerima beasiswa dan ditugaskan
untuk mengikuti perkuliahan dengan status tugas belajar pada Program Pascasarjana
Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung.
MOTTO
“SELALU ADA HARAPAN BAGI MEREKA YANG SERING BERDOA, DAN
SELALU ADA JALAN BAGI MEREKA YANG SERING BERUSAHA”(NN)
“SUKSES ADALAH SINKRONISASI ANTARA USAHA DAN DOA”(NN)
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan karya yang sederhana ini untuk:
1. Kedua Orangtuaku Bapak Utoyo, S.Pd dan Ibu Murniasih, S.Pd
2. Istriku tercinta Heni Herawati, SE
3. Anakku tersayang Ranu Budi Nugroho
4. Seluruh keluarga besarku
5. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
6. Almamater Universitas Lampung
SANWACANA
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas Ridho-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul: Stretegi Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jambi
Dalam Peningkatan Partisipasi Pemilih di Kabupaten Kerinci (Studi Pada Pemilihan
Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum 2019) sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Magister Ilmu Pemerintahan di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung;
3. Bapak Dr. Syarief Makhya, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung;
4. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;
5. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Pembimbing Utama atas bimbingannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;
6. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D., selaku Pembimbing Pembantu atas
bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;
7. Bapak Dr. Sindung Haryanto, M.Si., selaku Dosen Pembahas atas kesediaannya
menjadi pembahas dan memberikan masukan, saran serta bimbingan terbaiknya;
8. Kedua Orang tuaku Bapak Utoyo, S.Pd dan Ibu Murniasih, S.Pd yang selalu
mendoakanku; Istriku Heni Herawati, SE dan anakku tersayang Ranu Budi
Nugroho yang telah menjadi penyemangat hidup. Semoga kita selalu berada
dalam lindungan-NYA;
9. Seluruh staf pengajar dan akademik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung khususnya Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan;
10. Rekan-rekan Tata Kelola Pemilu tahun 2016 Antonius, Candrawansyah, Fajar,
Ikhsan, Zuhairi, Tohap, Susi, Silvi, Risma, Yuliza, Mery dan Muhajiroh semoga
dapat mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh selama menempuh studi tata
kelola pemilu;
11. Rekan-rekan MIP Konsentrasi Otonomi dan Politik Daerah dan Manajemen
Pemerintahan FISIP Universitas Lampung angkatan 2016;
12. KPU RI, KPU Provinsi Jambi dan KPU Kabupaten Kerinci;
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis
selama proses penulisan tesis ini yang belum dapat kami sebutkan satu-persatu.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Penulis,
Agung Nugroho
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................... ii
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... iii
I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1B. Rumusan Masalah ............................................................... ..... 17C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 17D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 18
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 19
A. Lembaga Penyelenggara Pemilu .............................................. 19B. Partisipasi Politik....................................................................... 22C. Pemilihan Umum (Pemilu)........................................................ 28D. Strategi ...................................................................................... 31E. Kerangka Teori .......................................................................... 34
1. Teori Strategi................................................................... 342. Kebijakan Publik............................................................. 403. Partisipasi Pemilih........................................................... 47
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 54
A. Tipe Penelitian ......................................................................... 54B. Fokus Penelitian ....................................................................... 56C. Lokasi Penelitian ...................................................................... 58D. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 58E. Instrumen Penelitian.................................................................. 59F. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 60G. Teknik Pengolahan Data .......................................................... 63H. Teknik Analisis Data................................................................. 64I. Keabsahan Data ........................................................................ 67
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................. 69
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 691. Letak Wilayah dan Topografi ............................................... 692. Demografi Penduduk Provinsi Jambi.................................... 71
B. Gambaran Umum KPU Provinsi Jambi .................................... 711. Sejarah Singkat KPU ............................................................ 712. Kedudukan KPU Provinsi Jambi .......................................... 72
C. Visi dan Misi KPU Provinsi Jambi ........................................... 751. Visi ........................................................................................ 752. Misi ....................................................................................... 75
D. Tugas dan Wewenang KPU Provinsi Jambi ............................. 761. Tugas KPU Provinsi Jambi ................................................... 762. Wewenang KPU Provinsi Jambi........................................... 77
E. Pilkada Kabupaten Kerinci Tahun 2018 ................................... 781. Pasangan Calon dan Partai Politik Pengusung...................... 782. Perolehan Suara dan Sengketa .............................................. 783. Daftar Pemilih dan Partisipasi Pemilih pada tiga pemilu/pilkadaterakhir ...................................................................................... 80
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ . 82
A. Identifikasi Faktor Penyebab Partisipasi Pemilih Yang Rendah DiKabupaten Kerinci.................................................................... 821. Identifikasi Faktor Internal Yang Menyebabkan PartisipasiPemilih Rendah Di Kabupaten Kerinci ................................... 83
a. Bekerja Di Luar Negeri ................................................. 83b. Berada Di Luar Kota ..................................................... 88c. Primordial...................................................................... 91d. Faktor Teknis ................................................................ 93e. Apatis............................................................................. 95f. Jenuh .............................................................................. 98g. Identitas Ganda.............................................................. 100
2. Identifikasi Faktor Eksternal Yang Menyebabkan PartisipasiPemilih Rendah Di Kerinci ....................................................... 103
a. Administratif .................................................................. 103b. Politik ............................................................................. 105c. Sosialisasi ....................................................................... 107
B. Strategi KPU Provinsi Jambi Dalam Meningkatkan Partisipasi PemilihDi Kabupaten Kerinci ............................................................... 1091. Pemilihan dan Penetapan Komunikator ............................... 1102. Penetapan Target Sasaran .................................................... 1183. Teknik Penyusunan Pesan.................................................... 1344. Pemanfaatan Media.............................................................. 1405. Penyebarluasan Media Sosialisasi ....................................... 1436. Memobilisasi Kelompok Berpengaruh ................................ 1457. Penetapan Rencana Anggaran.............................................. 1498. Penyusunan Jadwal Kegiatan............................................... 151
C. Kebijakan Yang Ditetapkan Oleh KPU Provinsi Jambi UntukMeningkatkan Partisipasi Pemilih Di Kabupaten Kerinci......... 1551. Perumusan Masalah ............................................................ 1552. Formulasi Kebijakan (forecasting) ...................................... 1593. Rekomendasi Kebijakan....................................................... 1604. Implementasi Kebijakan....................................................... 1625. Evaluasi Kebijakan............................................................... 164
VI. SIMPULAN DAN SARAN........................................................ ....... 172
A. Simpulan .................................................................................. 172B. Saran ......................................................................................... 174
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
APBN/D : Anggaran Pendapatan Belanja Nasional/Daerah
Bawaslu : Badan Pengawas Pemilu
Caleg : Calon Anggota Legislatif
Dapil : Daerah Pemilihan
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPT : Daftar Pemilih Tetap
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ILM : Iklan Layanan Masyarakat
KPPS : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
KPU : Komisi Pemilihan Umum
Medsos : Media Sosial
NPHD : Naskah Perjanjian Hibah Daerah
Pemilu : Pemilihan Umum
Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah
PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan
PPS : Panitia Pemungutan Suara
TKI : Tenaga Kerja Indonesia
TPS : Tempat Pemungutan Suara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Umum Tahun 1999, 2004, 2009dan 2014…………………………………........................................... 8
2. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Gubernur Jambi Tahun 20052010, dan 2015...............................................……………………….. 8
3. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Gubernur Jambi di KabupatenKerinci Tahun 2005, 2010 dan 2015.......................………………….. 9
4. Faktor Penyebab Golput pada Pilkada Gubernur KalimantanTimur di Kecamatan Muara Jawa........................…………………..... 50
5. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Pemilih Golput diProvinsi Riau Tahun 2009.....................................………………….. 51
6. Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan dan Luas WilayahKabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi................................................ 71
7. Kepadatan Penduduk Per Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi............ 798. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati Kerinci Tahun 2018................................................... 809. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kerinci
Tahun 2008, 2013 dan 2018.................................................................... 8010. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi
Tahun 2005, 2010 dan 2015.................................................................... 7811. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2005, 2010
dan 2015............................................................................................. 8112. Rekapitulasi Penempatan TKI Berdasarkan Periode Di Provinsi
Jambi Tahun 2017................................................................................ 8513. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi Tatap Muka......................... 15414. Pengadaan Bahan Sosialisasi................................................................ 15415. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi Kepada Masyarakat............ 15416. Tabel Kontekstualitas Teori Strategi Komunikasi............................... 169
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Desentralisasi di Indonesia dalam perspektif dinamika politik lokal telah
memasuki babak baru. Pemilihan Umum kepala daerah langsung (pilkada
langsung) yang diberlakukannya dengan dasar Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disertai dengan Perturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah telah menandai
dimulainya era demokrasi langsung. Kedua dasar regulasi tersebut mengatur
Pilkada secara langsung. Keberhasilan demokrasi politik pada aras lokal
ditandai dengan berlangsungnya pilkada langsung menunjukkan bahwa di
Indonesia telah berlangsung sistem politik yang demokratis dan stabil untuk
pemerintahan yang terdesentralisasi, sistem kawal dan imbang (checks and
balances) yang makin baik (Usman, 2003).
Dalam penyelenggaraan pemilu di banyak negara, partisipasi pemilih sering
menjadi isu bersama karena berkaitan dengan seberapa banyak warga negara
hadir untuk memberikan suara mereka di tempat pemungutan suara (TPS).
Tingkat partisipasi seringkali dihubungkan dengan legitimasi hasil pemilu,
karena akan menentukan orang-orang yang akan dipilih oleh rakyat untuk
2
menduduki jabatan tertentu. Pada konteks lain, partisipasi pemilih juga
berkaitan dengan kepercayaan warga negara pada demokrasi, sistem politik,
penyelenggara pemilu dan pihak-pihak yang akan mewakili mereka untuk
memerintah dan menjadi perwakilan di parlemen (Supriyono, 2014).
Menurut Djani (2014 : 25), tingkat partisipasi pemilih (voter turnout) sering
menjadi perhatian terutama menjelang pemilu. Substansinya, keterlibatan di
bidang politik dipandang positif untuk masyarakat karena membuat demokrasi
lebih berarti dan mengakibatkan pemerintahan lebih tanggap dan positif bagi
perorangan karena mengembangkan kepribadian menjadi manusia susila dan
warga negara bertanggung jawab. Bahkan pakar politik tersebut sepakat
dengan konstatasi, keberhasilan pemilu dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya
tingkat partisipasi warganya (voter turnout).
Semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih dalam suatu pemilu akan
berdampak positif terhadap legitimasi kandidat atau calon terpilih. Tingkat
partisipasi dan legitimasi yang tinggi akan menjadi amunisi atau modal yang
bermanfaat bagi kandidat terpilih dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai kepala daerah. Sebaliknya, manakala tingkat partisipasi pemilihnya
rendah dan apalagi suara calon terpilih kalah dibandingkan yang tidak
menyalurkan hak pilihnya (golput), maka legitimasi calon terpilih menjadi
rendah dan patut dipersoalkan. Partisipasi dan legitimasi politik yang rendah
tentu akan menyulitkan kepala daerah menjalankan fungsi dan perannya
(Djani, 2014: 25).
3
Menurut Budiardjo (2008: 369) tingkat partisipasi yang rendah pada
umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan
bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan.
Lagi pula, dikhawatirkan bahwa jika pelbagai pendapat dalam masyarakat
tidak dikemukakan, pimpinan negara akan kurang tanggap terhadap kebutuhan
dan aspirasi masyarakat, dan cenderung melayani kepentingan beberapa
kelompok saja. Pada umumnya partisipasi yang rendah dianggap
menunjukkan legitimasi yang rendah pula.
Partisipasi masyarakat menjadi salah satu kebutuhan agar keberlanjutan
demokrasi dan sistem politik tidak mengalami hambatan. Pemilu sebagai
instrumen utama demokrasi merupakan salah satu instrumen yang
menjembatani suara rakyat sebagai pemilik kedaulatan untuk memberikan
mandat kepada seseorang sebagai wakil rakyat atau sebagai penguasa yang
akan duduk dalam pemerintahan. Di Indonesia partisipasi masyarakat dalam
pemilu dijadikan agenda yang tidak dapat dikesampingkan dalam proses
pemilu khususnya dalam hal hadir atau tidaknya warga negara untuk memilih
(voter turnout) (Nurhasim, 2014: 2).
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara
demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Secara
umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih
ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan warga negara dalam
ikut serta mempengaruhi pengambilan keputusan dan mempengaruhi
kehidupan bangsa relatif sangat kecil. Warga negara yang hanys terdiri dari
4
masyarakat sederhana cenderung kurang diperhitungkan dalam proses politik
(Sastroatmodjo, 1995: 56).
Partisipasi politik sangat penting dalam kehidupan berpolitik, baik penting
bagi pemerintah maupun penting bagi masyarakat. Dalam hubungannya
dengan demokrasi, partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi
masyarakat terhadap jalannya pemerintahan. Dalam suatu pemilu misalnya
partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat kepada
pasangan calon yang terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan
kepentingan masing-masing untuk menentukan pilihan mereka dalam pemilu.
Bisa dikatakan bahwa masa depan pejabat publik yang terpilih dalam suatu
pemilu tergantung pada preferensi masyarakat sebagai pemilih. Tidak hanya
itu, partisipasi politik masyarakat dalam pemilu dianggap penting karena
sebagai kontrol masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Kontrol yang
diberikan beragam tergantung dengan tingkat partisipasi politik masing-
masing. Selain sebagai inti dari demokrasi, partisipasi politik juga berkaitan
erat dengan pemenuhan hak-hak politik warga negara. Wujud dari pemenuhan
hak-hak politik adalah adanya kebebasan bagi setiap warga untuk menyatakan
pendapat dan berkumpul seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28.
Bagi KPU partisipasi politik merupakan hal yang penting dalam upayanya
mewujudkan pemiluhan umum yang berkualitas. Salah satu indikator
keberhasilan pemilihan umum dapat dilihat dari tingkat partisipasi politik
masyarakat yang tinggi. Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, partisipasi
masyarakat dapat dilihat dari bagaimana masyarakat tersebut ikut serta terlibat
dalam kegiatan-kegiatan sehubungan dengan penyelenggaraan pemilihan
5
umum, seperti partisipasi masyarakat dalam memberikan hak suaranya. Dalam
proses penyelenggaraan pemilihan umum, pemilih berada pada posisi yang
sejajar atau setara dengan KPU, partai politik dan stakeholder lainnya. Partai
politik membutuhkan dukungan pemilih, begitu juga dengan KPU yang
berusaha ingin meningkatkan keterlibatan pemilih dalam pemilu (Djani, 2014
:33).
Oleh karena itu, partisipasi pemilih ini dianggap penting bagi penyelenggara
pemilu, kontestan pemilu, ataupun masyarakat. Penting bagi penyelenggara
pemilu yaitu untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih sebagai target
utama, kemudian penting bagi kontestan pemilu untuk meraih suara terbanyak
dan juga masyarakat sebagai alat kontrol untuk jalannya pemerintahan.
Pelaksanaan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur di Jambi sudah
dilaksanakan tiga kali semenjak tahun 2005, 2010 dan terbaru 2015. Pada
Pilkada tahun 2005 diikuti oleh tiga pasang calon gubernur. Data pemilih pada
tahun 2005 sejumlah 1.807.716, pengguna hak pilih berjumlah 1.225.283
sehingga persentase jumlah partisipasi sebesar 67,78%. Pada tahun 2010
pilkada gubernur Jambi diikuti oleh empat pasang calon gubernur. Data
pemilih pada tahun 2010 sejumlah 2.231.990, pengguna hak pilih sejumlah
1.537.303 sehingga persentase jumlah partisipasi sebesar 68,88%. Sedangkan
pada tahun 2015 yang sekaligus merupakan pilkada serentak pertama calon
gubernur Jambi diikuti oleh dua pasang calon gubernur. Data partisipasi
pemilih berjumlah 2.483.426, pengguna hak pilih sejumlah 1.660.093
sehingga persentase jumlah partisipasinya adalah 66,85%. Dari hasil
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi tahun 2015, tingkat
6
pasrtisipasi pemilih tertinggi tercatat di Kabupaten Tanjung Jabung timur
dengan data pemilih berjumlah 167.588, pengguna hak pilih 126.610 sehingga
persentasenya adalah 75,55%. Sedangkan partisipasi pemilih terendah adalah
di Kabupaten Kerinci dengan data pemilih 219.848, pengguna hak pilih
120.759 sehingga persentasenya adalah 54,93%. Selain partisipasinya
terendah dari semua kabupaten/kota di Provinsi Jambi, tren partisipasi
pemilihnya terus menurun dari tahun 2005 sebesar 69,53%, tahun 2010
sebesar 68,04% dan 2015 sebesar 54,93% (KPU Provinsi Jambi, 2017).
Pelaksanaan Pilkada Tahun 2015 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang
ditetapkan pada bulan Maret 2015. Pemilihan Kepala Daerah Secara serentak
Tahun 2015 diikuti oleh 269 daerah, dengan rincian 9 Provinsi, 224
Kabupaten, dan 36 Kota. Untuk Provinsi Jambi sendiri akan diikuti oleh 1
(satu) Provinsi yaitu Provinsi Jambi dan 5 (lima) Kabupaten/Kota yaitu
Kabupaten Bungo, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kota Sungai Penuh. Sebagian besar
daerah dari wilayah-wilayah tersebut telah berakhir masa jabatannya dan akan
digantikan oleh Pelaksana Tugas (KPU Provinsi Jambi, 2017).
Pilkada serentak pada Tahun 2015 merupakan yang pertama kali dalam
sejarah Indonesia. KPU sebagai penyelenggara pemilu akan menghadapi
tantangan yang besar untuk mengorganisir penyelenggaraannya. Salah satu
7
tantangannya adalah masalah partisipasi pemilih. Tingkat partisipasi pemilih
sering menjadi perhatian terutama menjelang pemilu/pilkada.
Legitimasi suatu pemilu/pilkada akan tinggi jika partisipasinya tinggi. Inilah
yang menjadi perhatian sekaligus tantangan penyelenggara pemilu dalam
setiap penyelenggaraan pemilu/pilkada. Pada tahun 2015 KPU RI sebagai
penyelenggara pemilu menargetkan tingkat partisipasi pemilih yang
menggunakan hak pilih sebesar 77,5%. Jumlah itu dinilai cukup besar dan
perlu usaha serius dari semua pihak untuk mencapai target tersebut. KPU
Provinsi Jambi sebagai penyelenggara Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur
berupaya untuk meningkatkan partisipasi pemilihnya. KPU sebagai
penyelenggara pemilu menghadapi tantangan untuk mengorganisir
penyelenggara pemilu di tingkat bawah dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pemilu. Berkaca dari pemilu 1999 hingga 2014 terjadi
penurunan partisipasi pemilih yang cukup signifikan. Tingkat partisipasi terus
menurun dari 92,6% pada pemilu 1999 menjadi 84,1% di 2004 kemudian
70,9% di tahun 2009 dan menjadi 75,2% pada tahun 2014. Begitu juga dalam
pilkada serentak. Target KPU untuk Pilkada serentak pertama tahun 2015
cukup tinggi di angka 77,5%. Sedangkan tren partisipasi pemilih pada
pemilihan gubernur Jambi dari tahun 2005 sampai 2015 adalah 67,7%, 68,8%
dan 66,8%. Kondisi ini berarti angka partisipasi pemilih selama ini di provinsi
Jambi stagnan pada kisaran 67%. Angka ini masih belum memenuhi target
yaitu 77,5%. Berbagai upaya sudah dilakukan demi meningkatnya partisipasi
pemilih, namun tingkat pasrtisipasi pemilih tidak mengalami perubahan, justru
pada tahun 2015 ini menurun (KPU RI dan KPU Provinsi Jambi, 2017).
8
Tabel 1. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Umum Tahun 1999, 2004, 2009dan 2014
Sumber : KPU Republik Indonesia, 2017
Tabel 2. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Gubernur Jambi Tahun 2005,2010 dan 2015
Sumber : KPU Provinsi Jambi, 2017
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
1999 2004 2009 2014
Pers
enta
se
Tahun
Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan UmumTahun 1999, 2004, 2009, dan 2014
65.50%66.00%66.50%67.00%67.50%68.00%68.50%69.00%
2005 2010 2015
Pers
enta
se
Tahun
Partisipasi Pemilih Pada PemilihanGubernur Jambi Tahun 2005, 2010 dan
2015
9
Tabel 3. Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Gubernur Jambi di KabupatenKerinci Tahun 2005, 2010 dan 2015
Sumber : KPU Provinsi Jambi, 2017
Meskipun kecenderungannya menurun, namun KPU memiliki target tinggi
dalam meningkatkan partisipasi pemilih. Jika dalam Pemilihan Legislatif
target partisipasi pada 2014 sebesar 75% maka target pada pemilihan kepala
daerah serentak tahun 2015 ditarget pada angka 77,5%.
Berdasarkan hal itu KPU sebagai penyelenggara pemilu mulai mengambil
fokus untuk melakukan sosialisasi pemilu dan pendidikan pemilih dalam
memastikan bahwa pemilih memperoleh informasi yang memadai terkait
dengan teknis penyelenggaraan pemilu, selain itu tujuannya agar membangun
pengetahuan politik dan kesadaran politik dalam masyarakat.
Penelitian sejenis yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dapat
dijadikan sebagai referensi antara lain penelitian yang dilakukan oleh Gleko
(2017) tentang Strategi Komisi Pemilihan Umum Dalam Upaya Meningkatkan
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
2005 2010 2015
Pers
enta
se
Tahun
Partisipasi Pemilih Pada PemilihanGubernur Jambi di Kabupaten Kerinci
Tahun 2005, 2010, dan 2015
10
Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Malang dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat
pada pilkada 2015, strategi yang digunakan adalah dengan melakukan
sosialisasi pilkada kepada masyarakat. Penerapan strategi sosialisasi tersebut
dapat dilihat dari tiga langkah pelaksanaan strategi antara lain sebagai berikut :
a. Formulasi dan Sasaran Jangka Panjang
Formulasi dan sasaran jangka panjang merupakan sebuah upaya yang
dilakukan oleh organsiasi dalam melakukan perencanaan, dengan
mempertimbangkan beberapa aspek penting antara lain yaitu mengenai
kondisi lingkungan serta identifikasi ancaman dan peluang,
perhitungan mengenai kekuatan dan kelemahan organisasi, identifikasi
tujuan serta nilai-nilai organisasi yang hendak dicapai, serta syarat
strategi tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
b. Pemilihan Tindakan
KPU Kabupaten Malang dalam upaya meningkatkan partisipasi politik
masyarakat melakukan tindakan sosialisasi pilkada kepada delapan
segmen, yaitu melakukan sosialiasi kepada pemilih pemula, pedagang
pasar, masyarakat nelayan, masyarakat adat, masyarakat disabilitas,
pemilih komunitas, masyarakat agama, dan masyarakat umum.
c. Alokasi Sumber Daya
KPU Kabupaten Malang dalam upaya meningkatkan sumber daya
panitia pilkada yaitu dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
sifatnya memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada pegawai
11
KPU serta seluruh panitia ad hoc. Instruksi kepada pegawai KPU dan
panita ad hoc agar memanfaatkan segala moment yang melibatkan
banyak orang dapat digunakan sebagai sarana sosialisasi kepada
masyarakat.
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian diatas mengkaji
keberhasilan strategi yang sudah KPU lakukan untuk meningkatkan partisipasi
pemilih, sedangkan penelitian penulis hanya sebatas strategi yang akan dilakukan
dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah dan
pemilihan umum yang akan datang. Persamaannya adalah penelitian diatas sama-
sama menerapkan strategi sosialisasi dalam upaya meningkatkan partisipasi
pemilih.
Hasil penelitian Hartina (2013), Partisipasi Politik Pemilih Dalam Pemilihan
Umum Kepala Daerah Provinsi Kalimantan Timur 2013 Di Desa Saliki
Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara mengungkapkan bahwa
tingkat partisipasi pemilih di Desa Saliki masih rendah karena hanya sebagian
masyarakat saja yang ikut menyalurkan hak suaranya. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dengan fokus penelitian partisipasi konvensional yang berupa
pemberian hak suara pada saat pemilu, keterlibatan dalam diskusi politik dan
keterlibatan dalam kampanye. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Saliki
keterlibatan dalam pemberian suara pada pilkada tahun 2013 masih sedikit. Dalam
hal pemberian suara ini masyarakat masih belum menyadari perannya sebagai
pemilih. Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi politik antara Komisi
Pemilihan Umum (KPU) kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), kepada
Panitia Pemungutan Suara (PPS) agar memberikan informasi kepada masyarakat
12
untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah
Kalimantan Timur tahun 2013. Informasi tersebut sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara yang baik untuk ikut terlibat langsung dalam pelaksanaan Pilkada
Kalimantan Timur Tahun 2013.
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian diatas mengkaji masalah
penyebab partisipasi pemilih yang rendah antara lain karena sosialisasi KPU
kepada PPK dan PPS kurang, sehingga informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat terkait dengan pemilihan kepala daerah juga kurang.
Penelitian tentang strategi KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada
pemilihan walikota Samarinda oleh Haryono (2016), hasil penelitian
menunjukkan bahwa strategi KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih pada
pemilihan walikota Samarinda adalah melalui: Pertama, strategi penguatan
kelembagaan dengan cara meningkatkan kapasitas dan kualitas penyelenggara
dalam hal ini PPK, PPS, dan KPPS dan meningkatkan komunikasi dan
keterbukaan informasi KPU kepada publik. Kedua, strategi sosialisasi politik
yaitu dengan metode sosialisasi komunikasi melalui media. Ketiga, strategi
pendidikan pemilih pemula yaitu Training of Trainer, Pemilos (Pemilihan Ketua
OSIS) dan Pemilihan Duta Pemilih Pemula. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi strategi KPU dalam meningkatkan partisipasi pemilih adalah
faktor pendukung SDM, anggaran, perhatian pemerintah, kualitas data pemilih.
Sedangkan faktor penghambat adalah sikap apatis dari pemilih tentang
penyelenggaraan pemilu, kurangnya sosialisasi baik oleh KPU maupun kandidat,
partai politik dan pemerintah.
13
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian diatas membahas tentang
tingginya angka partisipasi pemilih di Kota Samarinda, sedangkan penelitian
penulis membahas tentang rendahnya angka partisipasi pemilih sehingga
diperlukan strategi untuk meningkatkannya pada pemilihan kepala daerah dan
pemilihan umum yang akan datang. Persamaannya adalah mengkaji tentang
strategi yang KPU lakukan dalam meningkatkan partisipasi pemilih.
Penelitian yang membahas Peningkatan Partisipasi Masyarakat yang dilakukan
oleh Munir (2016) hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menarik partisipasi
masyarakat KPU Kabupaten Sumenep memiliki strategi dengan melibatkan
kelompok strategis, seperti PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia
Pemungutan Suara), tokoh masyarakat, organisasi kepemudaan, organisasi
mahasiswa, dan tokoh agama. KPU bersama kelompok strategis tersebut bekerja
sama mensosialisasikan pemilihan kepala daerah dengan beberapa metode
sosialisasi antara lain: tatap muka, media massa, media sosial, mobilisasi serta
bentuk lain yang memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi
pemilihan dengan baik. Disisi lain KPU menemui kendala dalam meningkatkan
partisipasi pemilih antara lain: minimnya tenaga sosialisasi, tidak terakomodirnya
suara pemilih yang merantau, serta adanya kekecewaan terhadap hasil pemilihan
sebelumnya.
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian diatas hanya mengkaji
pelibatan badan ad hoc, tokoh masyarakat, organisasi kepemudaan, organisasi
agama dan tokoh agama dalam meningkatkan partisipasi pemilih, sedangkan
penelitian penulis adalah mengkaji strategi KPU dalam meningkatkan partisipasi
pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum yang akan datang.
14
Penelitian tentang sosialiasi dan partisipasi dalam pemilu di Indonesia oleh
Wardani (2014) mengungkapkan bahwa pemilih dihadapkan pada berbagai
kepentingan secara bersamaan. Kepentingan penyelenggara pemilu meningkatkan
angka partisipasi pemilih sebagai target utama; kepentingan caleg untuk meraih
suara terbanyak; kepentingan parpol untuk meraih kursi sebanyak-banyaknya;
kepentingan pengawas pemilu untuk mengurangi kecurangan pemilu dan
sebagainya. Sementara kepentingan pemilih untuk mendapat informasi yang
memadai, akses terbuka terhadap track record peserta pemilu, akses terbuka
terhadap informasi kepemiluan, bebas dari intimadasi dan mobilisasi belum
sepenuhnya terkelola secara memadai, intensif dan berkualitas. Hasilnya adalah
deretan apatisme masyarakat terhadap proses pemilu, seperti ditunjukkan oleh
angka partisipasi pemilih.
Hasil pilkada DKI Jakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa pendidikan pemilih
belum terkelola secara intens dan beranjak dari kebutuhan pemilih. Format
pendidikan pemilih lebih didasarkan pada kepentingan penyelenggara pemilu
yang bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih dalam
menggunakan hak pilih. Sehingga pendekatan yang digunakan cenderung satu
arah yaitu mengajak masyarakat untuk datang ke TPS dengan informasi dasar
tentang jadwal, peserta pemilu, visi misi calon dan sebagainya, namun
kepentingan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya secara cerdas kurang
tegarap secara maksimal.
Perbedaanya dengan penelitian ini adalah penelitian diatas mengkaji masalah
pendidikan pemilih yang belum dikelola dengan baik sehingga angka partisipasi
masyarakat dalam pemilu rendah. Pendekatan hanya cenderung satu arah yaitu
15
mengajak masyarakat untuk datang ke TPS, namun pemenuhan pemilih untuk
memberikan hak pilihnya belum maksimal, sedangkan penelitian penulis terkait
strategi sosialisasi yang akan digunakan oleh KPU dalam meningkatkan angka
partisipasi politik yang rendah.
Reformasi telah membawa perubahan terhadap penyelenggaraan pemilu, dimana
pemilu dipahami sebagai arena terbuka antar peserta pemilu untuk memobilisasi
dukungan suara pemilih. Akibatnya terjadi interaksi yang relatif intens antara
masyarakat dengan peserta pemilu, pemerintah, lembaga penyelenggara pemilu,
pengawas pemilu dan pemantau. Dalam interaksi ini, pemilih berada pada posisi
yang sejajar dengan elemen lainnya atau bahkan seharusnya diuntungkan. Peserta
pemilu memerlukan dukungan pemilih begitu pula dengan penyelenggara pemilu
membutuhkan keterlibatan pemilih dalam pemilu.
Pemilu menjadi indikator yang paling mudah dalam menentukan sebuah negara
tersebut demokratis atau tidak, karena pemilu memberikan sebuah momentum
kepada masyarakat untuk menentukan arah perkembangan sebuah negara. Pada
pemilu rakyat dapat memilih wakilnya dan menentukan siapa yang akan
memimpin sebuah negara. Untuk itu, momentum pemilu juga membutuhkan
keterlibatan masyarakat. Tanpa adanya keterlibatan masyarakat, maka pemilu
hanya akan menjadi instrumen formal dan indikator penilaian demokrasi saja,
tanpa adanya substansi. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemilu harus terus ditingkatkan.
Namun, kondisi yang terjadi tidaklah demikian, hasil evaluasi pemilu sebelumnya
menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
16
pemilu terus mengalami penurunan. Hal ini dapat diketahui dari semakin
meningkatnya angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya/golput. Pada
pemilu pertama dapat diketahui angka partisipasi mencapai 87%, pada masa orde
baru berada di kisaran 90%, pada tahun 1997 mencapai 88%, kemudian pemilu
1999 mencapai 92%, pada pemilu 2004 mencapai 84%, kemudian pada tahun
2009 turun menjadi 70%, dan pemilu terakhir 75%.
Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang
strategi KPU Provinsi Jambi dalam meningkatkan partisipasi pemilih di
Kabupaten Kerinci Pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum
2019. Fokus penelitian yang diambil adalah terkait strategi yang akan dilakukan
oleh KPU Provinsi Jambi dalam meningkatkan angka partisipasi pemilih di
Kabupaten Kerinci yang mengalami kecenderungan menurun dan menjadi daerah
dengan angka partisipasi terendah pada tahun 2015. Hal-hal yang menjadi alasan
KPU untuk menyusun strategi meningkatkan partisipasi pemilih ini yaitu :
Pertama, rendahnya partisipasi pemilih menunjukkan bahwa masyarakat tidak
menaruh perhatian pada masalah kenegaraan, sehingga dikhawatirkan partisipasi
yang rendah menunjukkan legitimasi yang rendah pula. Kedua, pertisipasi pemilih
yang rendah merupakan suatu pemborosan anggaran, karena tidak digunakannya
surat suara yang sudah dicetak oleh KPU. Ketiga, partisipasi pemilih yang rendah
akan menguntungkan calon yang belum tentu berkualitas atau disukai. Artinya,
calon akan bisa memenangkan kontestasi dengan perolehan suara yang rendah.
Sejak pemilihan kepala daerah yang pertama kali pada tahun 2005, angka
partisipasi pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi tidak mengalami
17
perubahan yang signifikan yaitu pada tahun 2005 angka partisipasi pemilih
mencapai 67%, 2010 partisipasi pemilih mencapai 68% dan pada pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur terakhir mencapai angka 66%. Tingginya angka
golput ini cukup mengkhawatirkan, karena mencapai angka lebih dari 30%.
Khusus dalam penelitian ini fokus yang diambil adalah bagaimana strategi yang
dilakukan untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih di Kabupaten Kerinci
yang pada pemilihan terakhir yaitu pada tahun 2015 angka partisipasinya sangat
rendah yaitu hanya berada pada angka 54%. Hal ini yang menarik minat peneliti
untuk membahas permasalahan mengenai Strategi Komisi Pemilihan Umum
Provinsi Jambi Dalam Peningkatan Partisipasi Pemilih Di Kabupaten Kerinci
Pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana KPU mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya
partisipasi pemilih di Kabupaten Kerinci?
2. Bagaimana strategi KPU Provinsi Jambi dalam meningkatkan partisipasi
pemilih di Kabupaten Kerinci?
3. Bagaimana kebijakan yang ditetapkan oleh KPU Provinsi Jambi untuk
mengatasi tingkat partisipasi yang rendah di Kabupaten Kerinci?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi
pemilih di Kabupaten Kerinci.
18
2. Untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh KPU Provinsi Jambi
dalam meningkatkan partisipasi pemilih di Kabupaten Kerinci.
3. Untuk mengetahui kebijakan yang dilakukan oleh KPU Provinsi Jambi
untuk mengatasi tingkat partisipasi yang rendah di Kabupaten Kerinci.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh KPU
Provinsi Jambi dalam melakukan evaluasi program pendidikan pemilih
dan sosialisasi dalam meningkatkan partisipasi pemilih agar ditemukan
formula yang tepat untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih.
2. Secara akademis, diharapkan kajian ini memberikan kontribusi baik secara
langsung atau tidak langsung bagi kepustakaan Program Studi Magister
Ilmu Pemerintahan Fisip Universitas Lampung, serta menjadi alternatif
referensi bagi peneliti yang tertarik pada kajian partisipasi pemilih,
sosialisasi dan pendidikan politik di Provinsi Jambi.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum
Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran tentang pengorganisasian
kekuasaan dan tentang organisasi negara berkembang sangat pesat. Variasi
struktur dan fungsi organisasi dan institusi-institusi kenegaraan itu
berkembang dalam banyak ragam dan bentuknya, baik di tingkat pusat
atau nasional maupun di tingkat daerah atau lokal. Gejala perkembangan
semacam itu merupakan kenyataan yang tak terelakkan karena tuntutan
keadaan dan kebutuhan yang nyata, baik karena faktor- faktor dari pengaruh
sosial, ekonomi, politik dan budaya di tengah dinamika gelombang pengaruh
globalisme versus lokalisme yang semakin kompleks dewasa ini. (Robbins
dalam Assiddiqie, 2006 :1).
Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah (lokal) sama-sama terlibat
dalam upaya eksperimentasi kelembagaan yang mendasar dengan aneka
bentuk organisasi baru yang diharapkan lebih mendorong keterlibatan sektor
swasta dalam mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam mengatasi
masalah ekonomi dan kesejahteraan.
Menurut Rhodes dalam Assidiqie (2006: 2), lembaga-lembaga seperti ini
mempunyai tiga peran utama,
20
“Pertama, lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikanpemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatanberbagai lembaga lain (coordinate the activities of the various otheragencies). Misalnya, Regional Department of the usaha real-estate diwilayahnya. Kedua, melakukan peman-tauan (monitoring) danmemfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan atau policies pemerintahpusat. Ketiga, mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan denganpusat.”
Corak dan struktur organisasi negara kita di Indonesia juga mengalami dinamika
perkembangan yang sangat pesat. Setelah masa reformasi sejak tahun 1998,
banyak sekali lembaga-lembaga dan komisi-komisi independen yang dibentuk.
Banyak orang yang bingung dan tidak mengerti dengan pertumbuhan
kelembagaan semacam ini. Karena itu, untuk melengkapi informasi mengenai
soal, beberapa di antara lembaga-lembaga atau komisi-komisi independen
(Assiddiqie, 2006 :26).
Apter (1996 137-138) mengemukakan bahwa dalam negara demokratis
lembaga penyelenggara pemilihan umum sangat penting artinya yang dapat
menjadi jembatan antara rakyat dengan partai politik.
“Dalam pemerintahan demokratis, kedaulatan rakyat dibutuhkanuntuk jalannya demokrasi. Untuk menghindari tirani mayoritas, makapemerintahan harus dibatasi, agar efisien dalam lingkupkekuasaannya. Tetapi kekuasaan tersebut juga perlu diawasi olehbadan legislatif. Dengan demikian, tanggung jawab pengawasandiserahkan kepada badan legislatif maupun kepada publik. Untukmewujudkan tanggung jawab publik membutuhkan pemungutansuara, yang agar efektif harus diorganisir oleh partai-partai dalampersaingan yang damai. Partai-partai tidak dapat bersaing secara sehattanpa adanya sistem pemilihan dan lembaga pemilihan yang dibentukterlebih dahulu. Oleh karena itu dalam negara demokratis sangatdiperlukan adanya lembaga yang berfungsi sebagai jembatan antararakyat dengan partai politik.”
21
Pendapat lain dikemukakan oleh Rizkiansyah (2007: 78) yang menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan penyelenggara pemilihan umum adalah suatu
lembaga yang secara khusus yang menangani proses pemilihan umum.
Definisi di atas menyebutkan bahwa penyelenggara pemilihan umum adalah
lembaga khusus yang menangani proses pemilihan umum. Komisi pemilihan
umum merupakan lembaga khusus yang menangani proses pemilihan umum
di Indonesia. Komisi pemilihan umum sesuai dengan amanat UUD 1945
merupakan lembaga khusus penyelenggara pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap dan mandiri.
Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang
dapat menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat dibutuhkan
penyelenggara pemilihan umum yang profesional serta mempunyai
integritas, kapabilitas, dan akuntabilitas. Sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Penyelenggaraan Pemilu memiliki tugas menyelenggarakan Pemilu dengan
kelembagaan yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Bersifat nasional
artinya mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bersifat
tetap artinya menunjukan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas
secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu, dan
secara mandiri artinya menegaskan KPU dalam menyelenggarakan
pemilihan umum bebas dari pengaruh pihak manapun.
Menurut Hakim (2010: 55) eksistensi Komisi Pemilihan Umum adalah
sebagai berikut :
22
“Komisi Pemilihan Umum merupakan suatu komisi negara. Peran
komisi negara secara hierarki sebagai lembaga penunjang utama
seperti MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK dan BPK.”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Komisi Pemilihan Umum
merupakan suatu komisi negara. Posisi komisi pemilihan umum adalah
sebagai lembaga penunjang atas lembaga utama. Kedudukan Komisi
Pemilihan Umum dengan demikian tidak dapat disejajarkan dengan lembaga-
lembaga negara yang telah ditentukan dalam UUD 1945.
Diantara lembaga-lembaga atau komisi-komisi independen Komisi Pemilihan
Umum (KPU) berada pada lembaga negara dan komisi negara yang bersifat
independen berdasarkan konstitusi atau yang memiliki constitutional
importance setara kedudukannya dengan Komisi Yudisial (KY), Bank
Indonesia (BI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara
Republik Indonesia (POLRI), Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham).
B. Partisipasi Politik
KPU sebagai lembaga negara yang mempunyai tugas utama
menyelenggarakan pemilu terus berupaya agar pemilu dapat berjalan dengan
baik dan benar. Ukuran keberhasilan pemilu di Indonesia sesungguhnya
sangat sederhana. Pemilu bisa dianggap sukses besar jika pelaksanaannya
berjalan luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur dan adil)
serta tingkat partisipasinya tinggi. Hal yang tidak sederhana adalah
mengamankan agar asas pemilu tersebut bisa terpenuhi. Bila asas luber dan
23
jurdil bisa berlangsung dengan baik, maka ukuran berikutnya adalah
pencapaian tingkat partisipasi warga (Supriyono, 2014: 47).
Djani (2014: 27), Salah satu penjelasan dominan tentang mengapa
memberikan suaranya ke TPS pada hari pemungutan suara digagas oleh
kelompok rational choice theory. Pendekatan ‘calculus of voting’
dikembangkan oleh Anthony Downs (1957) dan kemudian dilanjutkan oleh
Riker dan Ordeshook (1968). Downs menjelaskan “the political functions of
elections in a democracy is to select a government. Therefore rational
behavior in connection with elections is behavior oriented towards this end
and no other” (Downs, dalam Djani: 7).
Menurut teori ini, warga negara memilih setelah melakukan perhitungan jika
keuntungan yang akan diperoleh (expected benefit) dikalikan dengan
probabilitas pilihan tersebut akan memenangkan kandidat pilihannya. Pada
pemilu yang kompetitif, maka suara yang ia berikan akan menentukan
probabilitas kandidat yang didukung menang. Setelah estimasi keuntungan
dan probabilitas tersebut diperoleh, pemilih rasional lalu menghitung biaya
(opportunity costs) yang dikeluarkan untuk memilih.
Akan tetapi, perhitungan sederhana diatas tidak dapat menjelaskan mengapa
orang tetap memilih walau biaya memilih lebih besar, apa yang disebut
dengan paradox of voting (Blais, 2000). Andre Blais mempertanyakan
argumen demi mempertahankan demokrasi karena satu suara dianggap tidak
dapat menentukan hasil pemilu dan mempertahankan demokrasi. Kritik lain
terhadap “minimax regret” karena sebenarnya pemilih dapat mengira hasil
dari suatu pemilu walau daerah dengan dapil dan jumlah pemilih besar. Kritik
24
kedua terhadap model “minimax regret” adalah model ini justru menegaskan
perilaku pemilih yang tidak rasional (Beck dalam Djani, 1975: 918).
Meraih legitimasi formal yang tinggi, sekaligus juga mendapatkan legitimasi
riil yang memadai, bisa diperoleh sekaligus bila tingkat pertisipasi warga
dalam pelaksanaan pemilu cukup tinggi. Mendorong partisipasi masyarakat
agar aktif menggunakan hak pilih menjadi sesuatu yang sangat penting dalam
kaitan ini. Meningkatkan partisipasi pemilih , dengan demikian menjadi
kewajiban bagi pihak yang berkepentingan (Supriyono, 2014: 38).
Merujuk pendapat Huntington dan Nelson (1990) partisipasi merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh warga negara yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik ini bersifat
suka rela dan bukan merupakan mobilisasi massa. Disini jelas, Huntington dan
Nelson membedakan partisipasi dan mobilisasi politik. Warga negara
diwajibkan untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dianggap sebagai
bentuk mobilisasi massa. Dalam menjalankan partisipasinya ini, seseorang
bertindak dalam kapasitasnya sebagai warga negara biasa dan bukan aktor
politik.
Keikutsertaan masyarakat (partisipasi) dalam pemilu merupakan salah satu
bentuk untuk mempengaruhi keputusan proses politik berupa pemilihan calon
pemimpin. Proses ini merupakan salah satu tahap penting karena akan sangat
berpengaruh terhadap model dan kebijakan apa yang akan diambil dan
dijalankan oleh pemerintah mendatang. Rakyat sangat berkepentingan untuk
menyalurkan aspirasinya kepada pemimpin yang akan membawa negara ke
arah yang lebih baik (Supriyono, 2014: 39).
25
Pendapat lain dikemukakan oleh Kumoroto dalam Efriza (2012 : 151)
menyatakan bahwa partisipasi merupakan berbagai corak tindakan massa
Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang
memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dan
warganya corak partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat macam,
yaitu : pertama, partisipasi dalam pemilihan (electoral participation), kedua,
partisipasi kelompok (group participation), ketiga, kontak antara warga
negara dengan warga pemerintah (citizen government contacting) dan
keempat, partisipasi warga negara secara langsung.
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara
demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Di
negara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan
baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik
dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah. Partisipasi politik pada
dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat
dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah.
Dari pengertian mengenai partisipasi politik di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan
individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang
berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan
untuk berpatispasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi
kebijakan pemerintah.
26
Partisipasi politik mempunyai beberapa bentuk, seperti yang diungkapkan
oleh Dedi Irawan dalam Efriza (2012: 178), yatiu :
1. Voting ( pemberian suara)
Voting adalah bentuk partisipasi yang dapat diukur dengan skala
waktu atau periodisasi. Pemberian suara pada pemilu legislatif,
pemilu presiden dan wakil presiden, pemilihan kepala daerah,
pemilihan kepala desa, dan lain-lain.
2. Kampanye Politik
Kampanye adalah kegiatan politik yang bertujuan untuk memengaruhi
orang atau kelompok lain agar orang lain atau kelompok lain tersebut
mengikuti kegiatan politik pihak yang berkampanye (misalnya dalam
pemilu).
3. Aktivitas Group
Kegiatan politik yang digerakkan oleh sebuah kelompok secara
sistematis. Misalnya saja demonstrasi, aksi menuntut perubahan
politik, terror dan intimidasi, diskusi politik, dan lain-lain.
4. Kontak Politik
Kegiatan politik yang biasanya dilakukan oleh individu-individu untuk
melakukan komunikasi politik kepada pimpinan parpol, elit politik,
dan lain-lain.
27
Selain bentuk partisipasi diatas, ilmuan politik mengidentifikasi beberapa
kecenderungan perilaku politik masyarakat, Rush dan Althoff (1989:131)
dalam Efriza (2012: 170) menyebutkan sebagai berikut :
1. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau
tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.
2. Sinisme diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”,
dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor,
tidak dapat dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam
bentuk apa pun sia-sia dan tidak ada hasilnya.
3. Alienasi sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan
pemerintahan masyarakat dan kecenderungan berpikir mengenai
pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk
oranng lain tidak adil.
4. Anomie sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal
dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan ketidak efektifan
dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan
devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi pemilih
merupakan bagian dari partisipasi politik, yaitu dalam bentuk pemberian suara
dalam pemilihan umum. Partisipasi pemilih hanya bagian konvensional dari
partisipasi politik.
28
C. PEMILIHAN UMUM (PEMILU)
Dalam sebuah negara demokrasi, Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah
satu pilar utama dari sebuah akumulasi kehendak rakyat, pemilu sekaligus
merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin. Melalui pemilu
rakyat memilih wakilnya, selanjutnya para wakil rakyat ini diserahi mandat
kedaulatan rakyat untuk mengurusi negara. Menurut Gaffar (2012:5) pemilu
adalah sarana utama untuk mewujudkan demokrasi dalam sebuah negara.
Substansi pemilu adalah penyampaian suara rakyat untuk membentuk lembaga
perwakilan dan pemerintahan sebagai penyelenggara negara. Suara rakyat
diwujudkan dalam bentuk hal pilih, yaitu hak untuk memilih wakil dari
berbagai calon yang ada. Sedangkan menurut Efriza (2012:335) pemilu
merupakan cara yang terkuat bagi rakyat untuk berpartisipasi di dalam sistem
demokrasi perwakilan modern.
Negara demokrasi mengutamakan kepentingan umum dari pada pribadi,
artinya demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana formulasi
kebijakan, secara langsung atau tidak ditentukan oleh suara mayoritas warga
yang memiliki hak suara melalui wadah pemilihan. Demokrasi bicara
soal kehendak rakyat, demokrasi juga bisa sebagai kebaikan bersama, jadi
pemerintahan demokratis adalah menciptakan kebaikan bersama yang
ditetapkan melalui kontrak politik, bicara demokrasi berarti berhubungan
dengan pemilihan umum.
Dalam demokrasi, pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk memilih
dan mengawasi pemerintahan. Melalui pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya
yang akan duduk di lembaga legislatif. Wakil-wakil itu akan menjalankan
29
kedaulatan yang didelegasikan kepadanya (Darmawan, 2009). Saat ini, hanya
sistem demokrasi yang memiliki ruang terbuka untuk memberikan
penghargaan yang maksimal kepada rakyat (Hall dan Klinger dalam
Darmawan, 2009). Sistem demokrasi memberikan ruang terbuka bagi pengakuan
terhadap kedaualatan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai warga negara
(Madjid, 1994: 132). Oleh karena itu, tujuan untuk melakukan penguatan sistem
demokrasi perlu terus dilakukan dan ditumbuhkembangkan oleh semua,
termasuk melalui proses pemilu.
Pemilu adalah salah satu instrumen untuk memberikan ruang politik kepada
rakyat Indonesia. Pemilu adalah saluran kedaulatan politik rakyat. Melalui
saluran inilah, seseorang dapat menunjukkan sikap politiknya. Dan melalui hal
ini pula, proses dan mekanisme politik dapat dibangun. Oleh karena itu,
pemilu adalah bagian penting atau selebrasi yang mutlak bagi sebuah proses
demokrasi (Budiardjo, 1992: 50).
Ada beberapa alasan mengapa pemilu sangat penting bagi kehidupan
demokrasi suatu negara, khususnya di negara-negara dunia ketiga, pertama,
melalui pemilu memungkinkan suatu komunitas politik melakukan transfer
kekuasaan secara damai. Kedua, melalui pemilu akan tercipta pelembagaan
konflik. Persoalannya adalah bagaimana menciptakan suatu pemilu yang
bebas dan adil. Sebab jika tidak, akan mengundang protes massa untuk
menentang penyelewengan dalam penyelenggaraan kekuasaan, yang tidak
jarang dilakukan dengan cara-cara kekerasan (Darmawan, 2009).
Secara konseptual, terdapat dua mekanisme untuk menciptakan pemilu yang
bebas dan adil. Pertama, menciptakan seperangkat metode atau aturan untuk
30
mentransfer suara pemilih ke dalam suatu lembaga perwakilan rakyat secara
adil, atau yang disebut oleh banyak kalangan ilmuwan politik disebut dengan
sistem pemilihan (electoral system). Kedua, menjalankan pemilu sesuai
dengan aturan main dan prinsip-prinsip demokrasi, atau yang oleh kalangan
ilmuwan politik disebut dengan proses pemilihan (electoral process) (Harris,
2002: 2).
Pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu
diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah,
serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh
dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu
dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan
rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi,
meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam
pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang
demokratis.
Penyelenggara pemilu yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil hanya dapat terwujud apabila penyelenggara pemilu mempunyai integritas
yang tinggi serta memahami dan menghormati hak-hak sipil dan politik dari
warga negara.
Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat, akan lebih meningkatkan
kualitas partisipasi rakyat di satu pihak dan keterwakilan elit di lain pihak,
31
karena masyarakat dapat menentukan sendiri siapa yang di anggap pantas dan
layak yang akan menjadi calon anggota legislatif dan partai politik untuk
membawa aspirasi masyarakatnya, baik di pusat maupun di tingkat lokal
(Darmawan, 2008: 85).
Menurut Diamond dalam Darmawan (2008), demokrasi pemilihan adalah
suatu sistem konstitusional yang menyelenggarakan pemilihan umum
multipartai yang kompetitif dan teratur dengan hak pilih universal untuk
memilih anggota legislatif dan kepala eksekutif. Mengutip dari Caller dan
Levitsky, Diamond mengidentifikasi sistem seperti itu sebagai demokrasi
prosedural yang diperluas menyatakan bahwa yang terpenting dalam pemilu
adalah substansi demokrasi bukan klaim politis atas kedemokrasian negara
yang dibangun.
D. STRATEGI
Dalam penyelenggaraan pemilu, partisipasi masyarakat merupakan aspek
yang sangat penting sehingga KPU perlu menggunakan strategi khusus untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan (Gleko, dkk, 2017).
Strategi merupakan sebuah langkah yang dilakukan oleh individu atau organisasi
dalam proses pencapaian tujuannya dengan mengambil langkah-langkah seperti
menetukan tujuan dan sasaran jangka panjang, pengunaan serangkaian tindakan serta
pengalokasian sumber daya yang diperlukan untuk panjang, pengunaan serangkaian
tindakan serta pengalokasian sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut (Salusu 2015:64).
Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang artinya seni atau
ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Strategi juga bisa diartikan suatu rencana
32
untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer pada daerah – daerah tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu (Tciptono, 2006:3).
Penetapan strategi yang baik dalam mencapai suatu tujuan sangat penting untuk
dilakukan. Dalam menetapkan strategi ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu :
1. Strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing.
Dengan demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah
bisnis tersebut harus ada atau tidak (Learned, Christensen, Andrews,
dan Guth dalam Rangkuti, 2013).
2. Strategi merupakan respons secara terus-menerus maupun adaptif
terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan
kelemahan internal yang dapat memengaruhi organisasi (Learned,
Christensen, Andrews, dan Guth dalam Rangkuti, 2013).
3. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa
meningkat) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut
pandang tentang apa yang diharapkan pelanggan di masa depan.
Dengan demikian, perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari
“apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari “apa yang terjadi”
(Hamel dan Prahalad dalam Rangkuti, 2013).
Pendapat lain dikemukakan oleh Arifin (1984:59) strategi merupakan
Keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan guna
mencapai tujuan. Jadi dalam merumuskan strategi komunikasi, selain diperlukan
perumusan tujuan yang jelas, juga terutama memperhatikan kondisi dan situasi
khalayak.
33
Berbeda dengan Arifin menurut Reksohadiprodjo (2010:41) strategi
merupakan Fondasi tujuan organisasi dan pola gerak serta pendekatan
manajemen mencapai ujuan. Strategi juga merupakan rencana menyatu,
komprehensif dan terpadu yang mengkaitkan keunggulan strategis dengan
kesempatan dan ancaman yang datang dari luar.
Sedangkan menurut Effendi (2016: 32) strategi merupakan Perencanan atau
planning dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan yang hanya dapat
dicapai melalui taktik operasional. Sebuah strategi komunikasi hendaknya
mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana
berkomunikasi dengan khalayak sasaran. Strategi komunikasi mendefinisikan
khalayak sasaran, berbagai tindakan yang akan dilakukan, mengatakan
bagaimana khalayak sasaran akan memperoleh manfaat berdasarkan sudut
pandangnya, dan bagaimana khalayak sasaran yang lebih besar dapat
dijangkau secara efektif.
Berdasarkan pengertian diatas, dapa disimpulkan strategi merupakan suatu
kerangka rencana dan tindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu
rangkaian kegiatan, yang dibuat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan memperhitungkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Strategi
juga diartikan sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan berdasarkan
ketentuan yang telah direncanakan sebelumnya dalam kurun waktu tertentu.
Strategi yang baik, memiliki beberapa dimensi tim kerja, memiliki tema,
mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki
taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. Salah satu cara yang ditempuh
34
KPU Provinsi Jambi dalam meningkatkan partisipasi pemilih di Kabupaten
Kerinci adalah melalui pelaksanaan pendidikan pemilih dan kegiatan
sosialisasi pemilihan.
Dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan dan misi organisasi maka suatu
organisasi menggunakan bentuk atau tipe strategi tertentu. Menurut Koten
dalam Salusu (2008: 104) tipe-tipe strategi meliputi :
1. Corporate strategy (strategi organisasi). Strategi ini berkaitan dengan
perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif-inisiatif strategis yang
baru;
2. Program strategy (strategi program). Strategi ini lebih memberi
perhatian pada implikasi-implikasi strategis dari suatu program
tertentu;
3. Resource support strategy (strategi pendukung sumber daya). Strategi
ini memusatkan pada perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan
sumber-sumber daya esensial yang tersedia guna meningkatkan
kulitas kinerja organisasi.
4. Institutional strategy (strategi kelembagan). Fokus dari strategi
institusional ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk
melaksanakan inisiatif-inisiatif strategi.
E. KERANGKA TEORI
1. Teori Strategi
Ujung tombak dari peningkatan partisipasi pemilih adalah dengan
melakukan sosialisasi pemilihan dan pendidikan politik. Untuk itu
35
teori yang tepat untuk menganalisa permasalahan yang ada adalah
dengan menggunakan teori strategi komunikasi. Menurut Hafied
Changara (2014: 133-175) penetapan strategi komunikasi kembali
kepada elemen dari komunikasi, yakni who says what, to whom
through what channel dan what effects. Karena itu strategi yang
dijalankan dalam perencanaan komunikasi harus diawali dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pemilihan dan Penetapan Komunikator
Dalam berbagai kajian komunikasi, komunikator menjadi sumber
dari kendali semua aktivitas komunikasi. Karena itu jika proses
komunikasi tidak berhasil dengan baik, maka kesalahan bersumber
dari komunikator, karena komunikatorlah yang tidak memahami
penyusunan pesan, memilih media yang tepat dan mendekati
khalayak yang menjadi target sasaran. Sebagai pelaku utama dalam
aktivitas komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat
penting. Untuk itu seorang komunikator yang akan bertindak
sebagai ujung tombak suatu program harus terampil
berkomunikasi, kaya ide serta penuh daya kreativitas.
b. Penetapan Target Sasaran dan Analisis Kebutuhan Khalayak
Memahami masyarakat, terutama yang akan menjadi target sasaran
program merupakan hal yang sangat penting, sebab semua aktivitas
komunikasi diarahkan kepada mereka. Merekalah yang
menentukan berhasil tidaknya suatu program, sebab bagaimanapun
besarnya biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk
36
mempengaruhi mereka jika masyarakat tidak tertarik pada program
yang ditawarkan, maka kegiatan komunikasi akan sia-sia.
Manusia tidak bisa dipisahkan dengan kelompok, maka masyarakat
sering dikelompokkan menurut segmentasi. Misalnya ada
kelompok masyarakat yang hidup dengan mata pencaharian
sebagai petani, maka ia menjadi segmen petani. Ada kelompok
masyarakat yang hidup dengan gaji sebagai pegawai pemerintah
maka ia menjadi segmen pegawai, demikian pula ada segmen
menurut agama, minat, pendidikan, jenis kelamin, usia dan lain-
lain.
c. Teknik Penyusunan Pesan
Pesan adalah segala sesuatu yang disampaikan oleh seseorang yang
disampaikan dalam bentuk simbol yang dipersepsi dan diterima
oleh khalayak dalam serangkaian makna. Kemampuan manusia
menciptakan membuktikan bahwa manusia sudah memiliki
kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi, mulai dari simbol
yang sederhana seperti bunyi, isyarat, dan warna sampai pada
simbol-simbol yang dimodifikasi dalam bentuk sinyal-sinyal
melalui gelombang udara dan cahaya. Melalui radio, televisi,
telegram, satelit dan internet.
Pesan sangat bergantung pada program yang mau disampaikan.
Jika program itu bersifat komersial untuk mengajak orang lain
membeli barang yang dipasarkan, maka pesannya bersifat persuasif
dan provokatif, sedangkan jika produk dalam bentuk penyuluhan
37
atau sosialisasi kepada masyarakat maka sifat pesannya harus
persuasif dan edukatif. Tapi jika program yang ingin disampaikan
sifatnya hanya sekedar untuk diketahui masyarakat maka sifat
pesannya harus bersifat informatif. Pesan yang bersifat informatif
sebenarnya harus melekat pada semua jenis program apakah itu
komersial, sosialisasi dan informasi publik, sebab sebuah pesan
yang tidak memiliki nuansa informatif bisa menimbulkan
kesalahan persepsi.
Selain itu, ada juga teknik penyusunan pesan dalam bentuk (1)
One-side issue, yaitu teknik penyampaian pesan yang menonjolkan
sisi kebaikan atau keburukan sesuatu. Artinya seorang komunikator
dalam menyampaikan sesuatu harus memberikan tekanan apakah
pada kebaikannya atau sebaliknya pada keburukannya. Teknik
penyampaian seperti ini hanya cocok untuk mereka yang kurang
berpendidikan, sehingga tidak mempunyai alternatif pilihan, (2)
Two side Issue, yaitu teknik penyampaian pesan dimana
komunikator selain mengemukakan yang baik-baik juga
menyampaikan hal-hal yang kurang baik. Komunikator memberi
kesempatan kepada khalayak untuk berpikir apakah ada
keuntungan jika mereka melaksanakan informasi yang diterimanya.
Biasanya teknik seperti ini lebih cocok disampaikan kepada
khalayak yang berpendidikan dan bersikap kritis.
38
d. Pemanfaatan Media
Memilih media harus mempertimbangkan karakteristik isi dan
tujuan pesan yang ingin disampaikan dan jenis media yang dimiliki
oleh khalayak. Isi pesan ialah maksudnya kemasan pesan untuk
komunitas tertentu. Untuk masyarakat luas pesan sebaiknya
disalurkan melalui media massa misalnya surat kabar atau televisi
dan untuk komunitas tertentu digunakan media selebaran atau
saluran komunikasi kelompok.
Perkembangan jenis media pada saat ini sudah terjadi pergeseran.
Media cetak(surat kabar, majalah, tabloid), media elektrinik (radio
dan TV), media luar ruang dan media tradisional sudah
digolongkan sebagai media lama (konvensional) sedangkan internet
dan telepon selular digolongkan dalam media baru.
e. Penyebarluasan Media Komunikasi
Penyebarluasan media sangat menentukan keberhasilan suatu
program, sebab jika tidak selain akan membuang waktu dan tenaga
juga bisa menjadi pemborosan dari segi uang. Penyebarluasan
media pada prinsipnya berbeda satu sama lain, tergantung dari
sifat, karakteristik dan jangkauan media itu sendiri.
f. Memobilisasi Kelompok Berpengaruh
Dalam berbagai program komunikasi, apakah itu sosialisasi,
pemasaran, promosi, kampanye politik selain dilakukan dalam
bentuk media maka memobilisasi massa juga perlu dilakukan.
Mobilisasi dilakukan dengan menggerakkan masyarakat untuk bisa
39
mengerti, memahami dan menerima program-program yang
ditawarkan. Untuk menggerakkan atau memobilisasi masyarakat
tentu tidak mudah, apalagi dalam situasi reformasi dimana orang
sudah tidak terlalu tergantung kepada orang lain.
Namun, di beberapa negara Asia, Afrika dan Amerkia Latin masih
ditemui warga dalam mengambil keputusan masih tergantung
kepada tokoh-tokoh formal dan informal, khususnya mereka yang
tinggal di daerah pedesaan. Para warga memiliki hubungan yang
sangat erat dengan para tokoh-tokoh formal dan informal ini.
Tokoh formal misalnya Camat, Kepala Desa, Kepala Kampung dan
Ketua RT/RW. Sedangkan tokoh informal misalnya imam desa,
guru-guru, tetua adat, punggawa dan semacamnya. Para warga
umumnya hanya bisa menerima sesuatu pembaruan jika para
tokoh-tokoh masyarakat yang mereka panuti lebih dulu menerima
perubahan itu.
g. Penetapan Rencana Anggaran
Untuk program yang dilakukan dengan skala nasional sebaiknya
digunakan media komunikasi seperti televisi, radio dan surat kabar.
Akan tetapi dalam berbagai kasus pemilihan kandidat, pemasaran
maupun sosialisasi ternyata yang banyak menentukan adalah
penggunaan saluran-saluran komunikasi sosial seperti tatap muka,
komunikasi kelompok, media format kecil (selebaran, leaflet).
Mengenai besarnya belanja media pada prinsipnya tergantung dari
terget sasaran. Tidak ada patokan resmi, sebab tidak ada gunanya
40
mengeluarkan dana untuk beriklan di televisi jika sasaran target
khalayak tidak terjangkau oleh televisi, demikian juga beriklan di
surat kabar jika target khalayaknya tidak dijangkau oleh sebaran
surat kabar.
h. Penyusunan Jadwal Kegiatan
Menetapkan jadwal kegiatan (time schedule) untuk suatu program
komunikasi harus memakai strategi, terutama untuk menghindari
kegiatan yang memiliki gaung lebih besar pengaruhnya dari
kegiatan yang akan kita lakukan.
Kegiatan kampanye atau sosialisasi harus dilakukan dengan
memperhitungkan waktu yang kondisif, sehingga sasaran
kampanye/sosialisasi mengena. Dalam penetapan waktu harus
memperhitungkan waktu-waktu awal (starting point) dan waktu-
waktu akhir (ending point).
2. Kebijakan Publik
Kebijakan dalam Bahasa Inggris adalah policy, sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak
(tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya) pernyataan cita-
cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran.
41
Carl J Federick dalam Agustino (2008: 7) mendefinisikan kebijakan
sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-
kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pendapat yang dikemukakan oleh Friederich di atas akan semakin
jelas dipertegas lagi dengan pendapat Knoephel dan kawan-kawan
dalam Wahab (2012:10) dengan mengartikan
”Kebijakan sebagai serangkaian keputusan dan tindakan-tindakan sebagai akibat dari interaksi terstruktur dan berulang diantara berbagai aktor, baik publik/pemerintah maupunprivat/swasta yang terlibat berbagai cara dalam merespon,mengidentifikasikan, dan memecahkan suatu masalah yangsecara politis didefinisikan sebagai masalah publik”.
Berdasarkan definisi di atas, kebijakan mengandung suatu unsur
tindakantindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut
ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah.
Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan pada
pelaksanaannya tetapi harus mencari peluang-peluang untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Dari beberapa pengertian
tentang kebijakan yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi tentang
policy (kebijakan) menyangkut tentang masalah yang dihadapi
lembaga-lembaga yang mengambil keputusan yang menyangkut isi,
42
cara atau prosedur yang ditentukan, strategi, waktu keputusan itu
diambil dan dilaksanakan.
Sedangkan pemahaman mengenai kebijakan publik sendiri masih
terjadi adanya silang pendapat dari para ahli. Namun dari beberapa
pendapat mengenai kebijakan publik terdapat beberapa persamaan,
diantaranya yang disampaikan oleh Dye dalam Subarsono (2012:2)
yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai “is what ever
government chose to do or not to do” (apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).
Apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus
ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijakan negara itu harus meliputi
semua “tindakan” pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan
pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.
Disamping itu, “sesuatu yang tidak dilaksanakan” oleh pemerintah
pun termasuk kebijakan negara. Hal ini disebabkan karena “ sesuatu
yang tidak dilakukan” oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh
(dampak) yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh
pemerintah.
Jenskins dalam Wahab (2012:15) merumuskan definisi mengenai
kebijakan publik yaitu
”A set of interrelated decisions taken by a political actor orgroup of actors concerning the selection of goals and the meansof achieving them within a specified situation where thesedecisions should, in principle, be within the power of theseactors to achieve”
43
(serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil olehseorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengantujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainyadalam situasi keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masihberada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktortersebut).
Dalam hubungan ini dapat dinyatakan bahwa kebijakan publik adalah
serentetan instruksi/perintah dari para pembuat kebijakan yang
menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Pandangan mengenai kebijakan publik tersebut, dapat
dikatakan bahwa kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang
telah ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
pemerintah yang memiliki tujuan dan berorientasi pada tujuan yang
telah ditentukan untuk kepentingan seluruh rakyat.
Dunn dalam Subarsono (2012:8) mengungkapkan bahwa proses
kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang
dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Dunn (2000:25-
29) menyatakan prosedur analisis kebijakan dengan tipe-tipe
pembuatan kebijakan aktivitas politis tersebut nampak dalam
serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting,
rekomendasi kebjakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah
aktivitas yang lebih bersifat intelektual.
a. Perumusan Masalah (Penyusunan agenda)
Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang
44
mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan
kebijakan melalui penyusunan agenda. Perumusan masalah dapat
membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,
mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan
yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang
bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang
baru.
b. Formulasi Kebijakan (forecasting)
Yaitu tahap peramalan yang dapat menyediakan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di
masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif,
termasuk tidak melakukan sesuatu. Ini dilakukan dalam tahap
formulasi kebijakan. Peramalan dapat menguji masa depan yang
potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari
kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala-
kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan
mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari
berbagai pilihan.
Tujuan dari forecasting adalah memberikan informasi mengenai
kebijakan dimasa depan dan konsekuensinya, melalui kontrol dan
intervensi kebijakan guna mempengaruhi perubahan, sehingga akan
mengurangi resiko yang lebih besar. Pada tahap ini juga dilakukan
pengembangan terhadap alternatif-alternatif kebijakan dan
menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang
45
ditawarkan untuk kemudian dipilih dan ditetapkan sebagai
kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan untuk tujuan
memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
c. Rekomendasi Kebijakan (Adopsi Kebijakan)
Yaitu tahap rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai
alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan
melalui peramalan. Ini membantu pengambil kebijakan pada tahap
adopsi kebijakan. Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat
resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat
ganda, menentukan pertanggungjawaban administratif bagi
implementasi kebijakan.
d. Monitoring Kebijakan (Implementasi Kebijakan)
Yaitu tahap pemantauan yang menyediakan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang
diambil sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan pada
tahap implementasi kebijakan. Banyak badan secara teratur
memantau hasil dan dampak kebijakan dengan mempergunakan
berbagai indikator kebijakan di bidang kesehatan, pendidikan,
perumahan, kesejahteraan, kriminalitas, dan ilmu teknologi.
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan
akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program,
mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan
46
menemukan letak pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap
tahap kebijakan.
Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan monitoring agar
kesalahankesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat
dilakukan tindakan perbaikan sehingga mengurangi resiko yang
lebih besar. Adapun tujuan dari monitoring adalah menjaga agar
kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan
dan sasaran, menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga
mengurangi resiko yang lebih besar dan melakukan tindakan
modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring
mengharuskan untuk itu.
e. Evaluasi Kebijakan (Penilaian Kebijakan)
Tahap terakhir dari proses kebijakan publik adalah penilaian
kebijakan atau evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk
menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauh mana kebijakan
tersebut mencapai sasaran dan tujuannya, juga berguna untuk
memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih
baik. Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang
diharapkan dengan benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu
pengambilan kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap
proses pembuatan kebijakan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan
kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan,
tetapi juga menyumbang pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-
47
nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan
perumusan kembali masalah. Contoh bagus dari evaluasi adalah
tipe analisis yang membantu memperjelas, mengkritik, dan
mendebat nilai-nilai dengan mempersoalkan dominasi penalaran
teknis yang mendasari kebijakan.
3. Partisipasi Pemilih
Dalam kajian perilaku memilih hanya ada dua konsep utama, yaitu :
perilaku memilih (voting behavior) dan perilaku tidak memilih (non
voting behavior). David Moon mengatakan ada dua pendekatan
teoritik utama dalam menjelaskan perilaku tidak memilih yaitu :
pertama, menekankan pada karakteristik sosial dan psikologi pemilih
dan karakteristik institusional sistem pemilu; dan kedua, menekankan
pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugaian atas
keputusan mereka untuk hadir atau tidak hadir (Saleh: 2007).
Istilah golput muncul pertama kali menjelang pemilu pertama zaman
Orde Baru tahun 1971. Pemakarsa sikap untuk tidak memilih itu,
antara lain Arief Budiman, Usman dan Malujo Sumali. Langkah
mereka didasari pada pandangan bahwa aturan main berdemokrasi
tidak ditegakkan, cenderung diinjak-injak (Putra: 2003:104).
Sikap orang-orang golput, menurut Arbi Sanit dalam memilih
memang berbeda dengan kelompok pemilih lain atas dasar cara
48
penggunaan hak pilih. Apabila pemilih umumnya menggunakan hak
pilih sesuai peraturan yang berlaku atau tidak menggunakan hak pilih
karena berhalangan di luar kontrolnya, kaum golput menggunakan hak
pilih dengan tiga kemungkinan. Pertama, menusuk lebih dari satu
gambar partai. Kedua,menusuk bagian putih dari kartu suara. Ketiga,
tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk tidak
menggunakan hak pilih. Bagi mereka, memilih dalam pemilu
sepenuhnya adalah hak. Kewajiban mereka dalam kaitan dengan hak
pilih ialah menggunakannya secara bertanggungjawab dengan
menekankan kaitan penyerahan suara kepada tujuan pemilu, tidak
hanya membatasi pada penyerahan suara kepada salah satu kontestan
pemilu (Sanit: 1992).
Jadi berdasarkan hal di atas, golput adalah mereka yang dengan
sengaja dan dengan suatu maksud dan tujuan yang jelas menolak
memberikan suara dalam pemilu. Dengan demikian, orang-orang yang
berhalangan hadir di Tempat Pemilihan Suara (TPS) hanya karena
alasan teknis, seperti jauhnya TPS atau terluput dari pendaftaran,
otomatis dikeluarkan dari kategori golput. Begitu pula persyaratan
yang diperlukan untuk menjadi golput bukan lagi sekedar memiliki
rasa enggan atau malas ke TPS tanpa maksud yang jelas. Pengecualian
kedua golongan ini dari istilah golput tidak hanya memurnikan
wawasan mengenai kelompok itu, melainkan juga sekaligus
memperkecil kemungkinan terjadinya pengaburan makna, baik di
sengaja maupun tidak.
49
Berbeda dengan Sanit, Ali (1992:22) mengklasifikasikan dua
kelompok golput. Pertama, adalah kelompok golput awam. Yaitu
mereka yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan
politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya.
Kemampuan politik kelompok ini tidak sampai ke tingkat analisis,
melainkan hanya sampai tingkat deskriptif saja. Kedua, adalah
kelompok golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak bersedia
menggunakan hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan
politik. Misalnya tidak puas dengan kualitas partai politik yang ada
atau karena mereka menginginkan adanya satu organisasi politik lain
yang sekarang belum ada. Maupun karena mereka mengkehendaki
pemilu atas dasar sistem distrik, dan berbagai alasan lainnya.
Kemampuan analisis politik mereka jauh lebih tinggi dibandingkan
golput awam. Golput pilihan ini memiliki kemampuan analisis politik
yang tidak cuma berada pada tingkat deskripsi saja, tapi juga pada
tingkat evaluasi.
Berdasarkan kajian penelitian sebelumnya, secara garis besar
partisipasi pemilih yang rendah (golput) dapat dikelompokkan
menjadi dua sebab yakni internal dan eksternal. Menurut Rinjani pada
Studi Tentang Golongan Putih Dalam Pilkada Gubernur Kaltim 2013
faktor penyebab golput adalah sebagai berikut :
50
Tabel 4. Faktor penyebab golput pada Pilkada Gubernur KalimantanTimur di Kecamatan Muara Jawa
No Faktor penyebabgolput
Jenis-jenis golput
1. Faktor Internal - Teknis : telat bangun, malas- Ekonomi : lebih baik mencari uang- Tidak percaya pada calon- Tidak melihat pentingnya pemilu- Rasionalisme terbatas
2. Faktor Eksternal - Teknis : tidak terdaftar- Ideologi atau paham tertentu- Cuaca- Letak TPS yang jauh
Sumber : Rahmad Rinjani, 2013
Golput yang terjadi di Kecamatan Muara Jawa dapat dikelompokan
menjadi dua yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
yang meliputi kesalahan teknis dari diri sendiri seperti malas, telat
bangun, ada keperluan mendadak dan lain-lain. Selain itu faktor
internal lain yang menyebabkan banyaknya golput tersebut adalah
tidak percaya lagi masyarakat terhadap calon-calon yang ada,
kemudian masyarakat tidak melihat akan pentingnya pemilu bagi
mereka serta rasionalisme terbatas.
Kemudian faktor eksternal penyebab golput yang dimaksud disini
meliputi kesalahan-kesalahan teknis dari petugas pelaksana baik itu
KPU, PPK, PPS maupun KPPS. Seperti masih banyak warga
masyarakat yang tidak terdaftar atau terdaftar ganda, selanjutnya
adanya warga yang sudah tidak berada di daerah tersebut tetapi masih
ada dalam daftar pemilih tetap. Selain kendala teknis dari KPU
penyebab lain yang menyebabkan golput karena faktor eksternal
adalah adanya para penganut ideologi atau paham-paham tertentu
51
yang bertentangan dengan kondisi serta sistem pemilu yang ada saat
ini, sehingga mereka tidak ingin menggunakan hak pilih mereka
dengan tidak ikut berpartisipasi dalam pemilihan yang dilaksanakan
oleh pemerintah. Alasan lainnya adalah letak atau lokasi tempat
pemilihan atau TPS yang berada jauh dari wilayah tempat tinggal
masyarakat yang bersangkutan serta karena kendala cuaca seperti
turun hujan ada saat pemilihan berlangsung juga menjadi penyebab
golput yang didasari oleh faktor eksternal.
Kajian penelitian lain terkait dengan penyebab partisipasi pemilih
yang rendah adalah penelitian Bismar Arianto tentang Analisa
Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu di Provinsi Riau
Tahun 2009. Secara sederhana penyebab partisipasi pemilih rendah
dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok besar yaitu faktor
internal dan eksternal.
Tabel 5. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Pemilih Golput diProvinsi Riau Tahun 2009
No Internal Eksternal
1. Teknis Administratif
2. Pekerjaan Sosialisasi
3. - Politik
Sumber : Arianto, 2009
1. Faktor internal
a. Faktor teknis, faktor teknis yang dimaksud adalah kendala
yang bersifat teknis yang dialami oleh pemilih sehingga
menghalanginya untuk menggunakan hak pilih. Contoh : sakit,
52
sedang di luar kota, ada keperluan keluarga, dan sedang
liburan.
b. Faktor pekerjaan, faktor pekerjaan pemilih ini menurut
penulis memiliki kontribusi cukup besar terhadap jumlah yang
tidak memilih. Penduduk Indonesia sebagian besar bekerja di
sektor informal yang apabila tidak bekerja maka tidak akan
mendapat penghasilan. Contohnya adalah tukang ojek, buruh
harian, nelayan, petani harian. Kemudian ada pekerjaan yang
mengharuskan mereka untuk tinggal di tempat kerjanya selama
beberapa lama, seperti pelaut dan pekerja tambang.
2. Faktor eksternal
a. Faktor administratif, Faktor adminisistratif adalah faktor yang
berkaitan dengan aspek adminstrasi yang mengakibatkan
pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya
tidak terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan kartu
pemilihan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP).
b. Sosialisasi, Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan
pemilu di Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka
memenimalisir golput. Hal ini di sebabkan intensitas pemilu di
Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala desa,
bupati/walikota, gubernur pemilu legislatif dan pemilu
presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan yang lebih kecil
RT/RW.
53
c. Faktor politik, Faktor politik adalah alasan atau penyebab yang
ditimbulkan oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih.
Seperti ketidak percaya dengan partai, tak punya pilihan dari
kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada
akan membawa perubahan dan perbaikan. Kondisi inilah yang
mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak
pilihnya.
Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan
lain sebagainya memperburuk kepercayaan masyarakat
terhadap politik sehingga membuat masyarakat enggan untuk
menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat
sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan.
Politik dimana baru mendekati masyarakat ketika akan ada
agenda politik seperti pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan
kepercayaan masyarakat pada politisi.
54
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian bersifat deskriptif kualitatif, yaitu memberikan gambaran
tentang masalah yang diteliti mengenai bagaimana Strategi Komisi
Pemilihan Umum Provinsi Jambi dalam Peningkatan Partisipasi Pemilih di
Kabupaten Kerinci Pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Penggunaan
penelitian kualitatif dipandang jauh lebih subjektif karena menggunakan
metode yang berbeda dari mengumpulkan informasi, individu dalam
wawancara. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Pada penyelesaian suatu masalah yang dihadapi metodologi penelitian
mempunyai peranan yang sangat penting dalam penelitian ilmiah disini
diperlukan suatu metode yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti
sebelumnya, sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. Metode
penelitian dirasakan perlu, guna memperoleh data yang akurat dan
pengembangan pengehtahuan serta menguji suatu kebenaran di dalam
pengehtahuan tersebut dan ini akan menentukan nilai ilmiah atau tidaknya
suatu hasil penelitian yang telah dilakukan.
Penggunaan metode deskriptif didasarkan pada asumsi bahwa penelitian
ini bermaksud untuk mendapatkan keterangan atau gambar secara aktual
55
dan faktual terhadap gejala sosial, dalam arti bahwa penelitian tersebut
memusatkan pada pemecahan masalah yang terjadi pada masa sekarang,
yaitu memperoleh gambaran yang nyata mengenai strategi KPU dalam
peningkatan partisipasi pemilih melalui pendidikan politik dan sosialisasi
pemilihan.
Peneliti berusaha menggambarkan hasil penelitian atau fenomena-
fenomena yang diteliti, kemudian digambarkan ke dalam bentuk uraian-
uraian yang menunjukan bagaimana strategi KPU Provinsi Jambi dalam
peningkatan partisipasi.
Oleh karena itu, selama proses penelitian, peneliti lebih banyak
berkomunikasi dengan subjek penelitian yaitu Komisioner KPU Provinsi
Jambi beserta jajarannya. Selajutnya dalam penelitian ini peneliti
menggunakan lebih banyak uraian secara deskriptif hasil temuan-temuan
di lapangan.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif bukan hanya menyajikan
data apa adanya melainkan juga berusaha menginterpretasikan korelasi
sebagai faktor yang ada yang berlaku meliputi sudut pandang atau proses
yang sedang berlangsung.
Menurut Moleong (2007: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-
lain secara menyeluruh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
56
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2007: 5)
mengemukakan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai
suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif
berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan orang yang
diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.
B. Fokus Penelitian
Moleong (2006: 63) menyatakan bahwa fokus penelitian dimaksudkan
untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian untuk
memilih data yang relevan, agar tidak dimasukkan kedalam data yang
sedang dikumpulkan, walaupun data tersebut menarik.
Berdasarkan pada rumusan masalah, peneliti memfokuskan pada :
Strategi KPU Provinsi Jambi dalam peningkatan partisipasi pemilih di
Kabupaten Kerinci meliputi :
a. Pemilihan dan penetapan Komunikator
Penyelenggara Pemilu (KPU Provinsi dan KPU Kabupaten
Kerinci)
Tokoh masyarakat/ tokoh adat/ tokoh agama
Agen/ relawan demokrasi
b. Penetapan Target Sasaran
57
Pemilih pemula, pemilih perempuan, pemilih disabilitas,
kelompok agama, pemilih komunitas, masyarakat umum
c. Teknik Penyusunan Pesan
Informatif
Persuasif
Edukatif
d. Pemanfaatan Media
Media massa (media cetak, media elektronik)
Media sosial (facebook, instagram, twitter)
Website
Spanduk, baliho, brosur, leaflet
Telepon selular
e. Penyebarluasan Media Sosialisasi
Iklan Layanan Masyarakat (ILM)
Talk Show
Mobilisasi massa (KPU goes to school/campus, Gerak jalan,
kirab nasional)
f. Memobilisasi Kelompok Berpengaruh
Tokoh masyarakat/ Tokoh adat/ Tokoh agama
Kepala Desa, Ketua RT/RW
g. Penetapan Rencana Anggaran
Membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Membuat Kerangka Acuan Kerja (KAK)
h. Penyusunan Jadwal Kegiatan
58
Membuat jadwal pelaksanaan kegiatan sosialisasi pemilihan
dan pendidikan politik
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jambi, penentuan lokasi penelitian ini
atas pertimbangan sebagai berikut : pertama, berdasarkan latar belakang
masalah tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Kerinci merupakan yang
terendah pada pemilihan kepala daerah terakhir. Kedua, pertimbangan
efisiensi dan efektivitas dalam penelitian. Ketiga, faktor kemudahan dalam
memperoleh sumber data dalam penelitian.
D. Jenis dan Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
menurut Lofland dalam Moelong (2006:157) jenis data dalam penelitian
kualitatif terbagi dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto
dan statistik. Sumber data utama dapat dicatat tertulis atau melalui
perekam, pengambilan foto atau film. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara
yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap
berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya
di lapangan. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui hasil
wawancara mendalam dengan informandan catatan di lapangan yang
59
relevan dengan masalah penelitian. Informan-informan yang dipilih
meliputi :
a. Anggota KPU Provinsi Jambi yang membidangi divisi Sosialisasi.
b. Anggota KPU Kabupaten Kerinci yang membidangi divisi
Sosialisasi.
c. Kabag dan Kasubag Teknis dan Hupmas KPU Provinsi Jambi
d. Staf Teknis dan Hupmas Sekretariat KPU Provinsi Jambi
e. Unsur Masyarakat
f. Akademisi, LSM Pemilu, Jurnalis, NGO, Partai Politik
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang
mewakili populasi. Informasn ditentukan terlebih dahulu dengan
menggunakan teknik purposive sampling dimana pemilihan informan
dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan
menggunakan beberapa orang sebagai key informan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti dari sumber-sumber yang telah ada. Data diperoleh dari
kepustakaan, studi dokumentasi atau dari laporan penelitian terdahulu,
sehingga data sekunder dalam penelitian ini dapat diperoleh melalui
catatan-catatan, arsip dan dokumen-dokumen lain yang dapat
digunakan sebagai informasi pendukung dalam analisis data primer.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.
Instrument atau alat yang dimaksud adalah semenjak awal hingga akhir
60
penelitian, peneliti sendiri yang berfungsi penuh atau peneliti sendiri yang
terlibat aktif dalam penelitian yang dilakukan, mulai dari menetapkan
fokus masalah, sumber data analisis data, sampai membuat kesimpulan.
Selain itu dalam penelitian kualitatif ini, peneliti harus mampu berperan
sebagai peneliti itu sendiri dan sebagai evaluator. Penelitian ini
menggunakan human instrument.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
wawancara dan dokumentasi, yaitu:
1. Wawancara
Teknik wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi
verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang
diinginkan, yaitu dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara
lisan untuk dijawab secara lisan pula. Teknik wawancara yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu atau yang menjadi pusat
penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapat informasi secara
langsung dan mendalam sebagai data primer. Wawancara mendalam
ini dilakukan dengan informan yang dianggap memiliki representasi
informasi yang relevan dengan penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan berbagai
narasumber. Adapun laporan hasil wawancaranya adalah sebagai
berikut :
61
a. Wawancara dengan D. A pada hari Senin tanggal 14 Mei 2018
dengan tema wawancara identifikasi penyebab rendahnya
partisipasi pemilih di Kabupaten Kerinci.
b. Wawancara dengan Nsi pada hari Senin tanggal 14 Mei 2018
dengan tema identifikasi penyebab rendahnya partisipasi pemilih di
Kabupaten Kerinci.
c. Wawancara dengan M. A. A pada hari Selasa tanggal 15 Mei 2018
dengan topik TKI ilegal yang berasal dari Kabupaten Kerinci.
d. Wawancara dengan An pada hari Selasa tanggal 15 Mei 2018
dengan topik alasan tidak memilih pada hari pemungutan suara.
e. Wawancara dengan M. F pada hari Rabu 16 Mei 2018 dengan tema
identifikasi penyebab rendahnya partisipasi pemilih di Kabupaten
Kerinci dan strategi peningkatan partisipasi pemilih.
f. Wawancara dengan M. A pada hari Kamis 17 Mei 2018 dengan
tema identifikasi penyebab rendahnya partisipasi pemilih di
Kabupaten Kerinci.
g. Wawancara dengan D. A pada hari Kamis 17 Mei 2018 dengan
tema strategi KPU Provinsi Jambi dalam meningkatkan partisipasi
pemilih.
h. Wawancara dengan Fy pada hari Jumat 18 Mei 2018 dengan topik
alasan tidak mau datang ke TPS.
i. Wawancara dengan Kdi pada hari Sabtu tanggal 19 Mei 2018
dengan tema strategi melibatkan tokoh masyarakat dalam
sosialisasi dan sosialisasi kepada pemilih pemula.
62
j. Wawancara dengan A. K pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2018
dengan tema strategi partai politik dalam meningkatkan partisipasi
pemilih, pendekatan dalam meraih suara masyarakat, pendekatan
kepada pemilih pemula dan pemilih berbasis agama serta berbagai
kegiatan yang dilakukan dalam sosialisasi partai politik kepada
masyarakat.
k. Wawancara dengan Ar pada hari Sabtu tanggal 22 Desember 2018
dengan tema penyebab rendahnya partisipasi pemilih di Provinsi
Jambi dan di Kerinci, strategi dan upaya KPU dalam meningkatkan
partisipasi pemilih dan perbaikan dalam peningkatan partisipasi
dan pemilu.
l. Wawancara dengan M. F pada hari Minggu tanggal 23 Desember
2018 dengan tema identifikasi penyebab rendahnya partisipasi
pemilih, strategi peningkatan partisipasi pemilih dan kebijakan
yang dilakukan KPU.
m. Wawancara dengan A. K pada hari Minggu tanggal 23 Desemeber
2018 dengan tema identifikasi penyebab rendahnya partisipasi
pemilih, strategi peningkatan partisipasi pemilih dan kebijakan
yang dilakukan KPU.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data melalui peninggalan
tertulis seperti arsip, buku tentang teori, pendapat ataupun hukum yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik ini untuk
menghimpun secara selektif bahan-bahan yang digunakan sebagai
63
landasan dalam penyusunan teori. Dalam penelitian ini, dokumentasi
yang digunakan adalah setiap bahan-bahan tertulis, yang kemudian
didukung dengan kajian pustaka berupa buku-buku maupun peraturan
perundang-undangan yang terkait.
G. Teknik Pengolahan Data
Data primer dan sekunder yang telah terkumpul selanjutnya diolah melalui
1. Tahapan Editing
Merupakan kegiatan mengolah data dengan cara meneliti data yang
berhasil diperoleh melalui wawancara mendalam dan dokumentasi
dalam rangka menjamin validitas data sehingga dapat segera diproses
lebih lanjut.
2. Tabulating dan Coding
Tahap tabulasi adalah tahap mengelompokkan jawaban-jawaban yang
serupa, teratur, dan sistematis. Tahap ini dilakukan dengan cara
mengelompokkan data data yang serupa dan sesuai secara sistematis.
Data-data yang telah diperolah dari lapangan kemudian disusun ke
dalam bentuk table dan diberi kode oleh peneliti.
3. Interpretasi Data
Tahap intepretasi data yaitu tahapan peneliti untuk memberikan
penafsiran atau penjabaran dari data yang ada pada tabel untuk dicari
maknanya yang lebih luas dengan menghubungkan data dengan hasil
yang lain, serta hasil dari data-data lain yang sudah dikumpulkan.
64
H. Teknik Analisis Data
Dalam teknik analisis data kualitatif ini terdapat tiga komponen analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Dalam tahapan reduksi data peneliti memilih hal-hal pokok dan
memfokuskan pada hal-hal penting dalam penelitian. Kemudian
melakukan analisis menajam, menggolongkan, mengarahkan
penelitian terhadap indikator-indikator yang sudah dibuat sebelumnya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila
diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik
seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek
tertentu.
2. Penyajian Data (Display Data)
Tahap kedua adalah penyajian data, data yang sudah disusun dan
dikelompokkan adalah data-data yang didapat dari lapangan. Dalam
penyajian data informasi informasi yang sudah disusun ditarik sebuah
kesimpulan dan tidakan-tindakan yang harus dilakukan. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan
sejenisnya, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Dengan
mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
65
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
dipahami tersebut.
3. Conclution Drawing/Verification
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis
dan teori.
4. Analisis data taksonomi
Setelah selesai analisis domein, dilakukan pengamatan dan wawancara
terfokus berdasarkan fokus yang sebelumnya telah dipilih oleh
peneliti. Hasil terpilih untuk memperdalam data ditemukan melalui
pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih
dimuat dalam catatan lapangan. Tujuh langkah analisis taksonomi
yaitu: (1) memilih satu domein untuk dianalisis untuk dianalisis, (2)
mencari kesamaan atas dasar hubungan semantik yang sama digunakan
untuk domein itu, (3) mencari tambahan istilah bagian, (4) mencari
66
domein yang lebih besar dan lebih inklusif, (5) membentuk taksonomi
sementara, (6) mengadakan wawancara terfokus untuk mencek analisis
yang telah dilakukan, dan (7) membangun taksonomi secara lengkap.
I. Keabsahan Data
Penelitian kulitatif menurut Moleong (2006:324) ada beberapa teknik
untuk memperoleh tingkat keabsahan data yang meliputi sebagai berikut :
1. Kredibilitas Data
Kredibilitas data diperoleh dengan melakukan teknik triangulasi yaitu
teknik keabsahan data yang memanfaatkan data dari luar data tersebut
sebagai pembanding sehingga kebenaran itu dapat diketahui dengan
pasti, selain itu juga dapat melakukan pengamatan, memperbanyak
referensi serta melakukan pembicaraan dengan rekan sejawat.
2. Ketergantungan Data
Ketergantungan data dapat digunakan dengan model audit trail yaitu
pemeriksaan data lapangan, reduksi data, dan interpretasi data.
3. Kepastian Data
Hal ini diperoleh dari pengumpulan data, rekonstruksi data, sintesis
emik-etik, dan memperhatikan etika lapangan.
4. Triangulasi
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber dengan berbagai waktu.
Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah triangulasi
sumber. Trianglasi sumber merupakan alat uji kredibilitas data yang
67
dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
setting) sehingga disebut juga metode etnografi karena pada awalnya
metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi
budaya; disebut metode kualitatif karena data yang terkumpul dan
analisanya lebih bersifat kualitatif (Sugiyanto, 2015: 8).
Penelitian kualitatif tidak lepas dari perspektif etik dan emik.
Koentjaraningrat (1982: xviii-xix) menyatakan bahwa pandangan etik
adalah pandangan yang dikuasai oleh nilai-nilai, norma-norma dan teori-
teori ilmiah yang merupakan pandangan “dari luar”. Sebaliknya
pandangan emik adalah pandangan tentang kebudayaan sendiri dari warga
masyarakat yang bersangkutan yang merupakan pandangan “dari dalam”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa emik merupakan upaya menjelaskan suatu
fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri.
Sebaliknya, etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang
berjarak (peneliti) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan para
informan menggunakan pendekatan emik sehingga dapat diketahui
fenomena yang berlangsung berdasarkan sudut pandang informan yang
diteliti. Kemudian peneliti menggunakan pendekatan etik dalam
68
merumuskan kesimpulan akhir terhadap fenomena yang diteliti
berdasarkan sudut pandang peneliti.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Wilayah dan Topografi
Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 00 45' sampai 20 45' lintang
selatan dan antara 1010 10' sampai 1040 55' bujur timur. Luas wilayah
Provinsi Jambi adalah 50.250 km², dan panjang pantai adalah 185 km². Secara
administratif pemerintahan Provinsi Jambi terdiri dari 9 (sembilan) Kabupaten
dan 2 (dua) Kota, 135 Kecamatan, 1.399 Desa dan 163 Kelurahan.
Selanjutnya, jarak dari Ibu Kota Provinsi dengan Ibu Kota Kabupaten/Kota,
serta luas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota.
Tabel 6 Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan dan Luas WilayahKabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi.
No Kabupaten/Kota JumlahKecamatan
JumlahDesa
JumlahKelurahan
LuasWilayah(km2)
1. Kab. Kerinci 10 285 2 3.3552. Kab. Merangin 24 205 10 7.7693. Kab. Sarolangun 10 149 9 6.1844. Kab. Batanghari 8 110 14 5.8045. Kab. Muaro Jambi 11 150 5 5.3266. Kab. Tanjab Barat 11 73 20 4.6497. Kab. Tanjab Timur 13 114 20 5.4458. Kab. Tebo 12 107 5 6.4619. Kab. Bungo 17 141 12 4.65910. Kota Jambi 11 - 62 205,4311. Kota Sungai Penuh 8 65 4 391,5
Jumlah 135 1.399 163 50.250Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2016
70
Fokus penelitian ini dilakukan pada Provinsi Jambi dan Kabupaten Kerinci.
Kabupaten Kerinci berada pada ketinggian 500 sampai 1500 meter diatas
permukaan air laut. Kabupaten Kerinci berjarak 419 km dari ibukota Provinsi
Jambi, yang secara administratif kabupaten Kerinci terdiri dari 10 wilayah
Kecamatan dan 285 Desa serta 2 Kelurahan dengan luas wilayah 3.355 km2.
Secara topografis, Provinsi Jambi terdiri atas 3 (tiga) kelompok variasi
ketinggian (Bappeda, 2010):
a. Daerah dataran rendah 0-100 m (69,1%), berada di wilayah timur sampai
tengah. Daerah dataran rendah ini terdapat di Kota Jambi, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebagian Kabupaten
Batanghari, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan
Kabupaten Merangin.
b. Daerah dataran dengan ketinggian sedang 100-500 m (16,4%), pada
wilayah tengah. Daerah dengan ketinggian sedang ini terdapat di 64
Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten
Merangin serta sebagian Kabupaten Batanghari.
c. Daerah dataran tinggi >500 m (14,5%), pada wilayah barat. Daerah
pegunungan ini terdapat di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh serta
sebagian Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan
Kabupaten Merangin.
Provinsi Jambi memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari
ketinggian 0 meter dpl di bagian timur sampai pada ketingian di atas 1.000
meter dpl, ke arah barat morfologi lahannya semakin tinggi dimana di bagian
barat merupakan kawasan pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan
71
Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat yang merupakan bagian dari kawasan
Taman Nasional Kerinci Seblat.
2. Demografi Penduduk Provinsi Jambi
Menurut Badan Pusat Statistik (2015), jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun
2014 berjumlah 3.344.421 jiwa, pada tahun 2013 sebanyak 3.317.034 jiwa.
Selama kurun waktu tersebut terjadi pertumbuhan sebesar 0,83%. Kepadatan
penduduk tahun 2014 menurut kabupaten/kota adalah sebagai berikut :
Tabel 7 Kepadatan Penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi
No Kabupaten/Kota Kepadatan
(Orang/K
m2)
Jml Penduduk Luas Wilayah
1. Kabupaten Kerinci 72 234.882 3.355
2. Kabupaten Merangin 47 366.315 7.769
3. Kabupaten Sarolangun 44 278.222 6.184
4. Kabupaten Batanghari 44 260.631 5.804
5. Kabupaten Muaro Jambi 73 399.157 5.326
6. Kabupaten Tanjab Timur 39 213.670 4.649
7. Kabupaten Tanjab Barat 66 310.914 5.445
8. Kabupaten Tebo 50 330.962 6.461
9. Kabupaten Bungo 72 344.100 4.659
10. Kota Jambi 2.765 576.067 205,43
11. Kota Sungai Penuh 220 87.132 391,5
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015
B. Gambaran Umum KPU Provinsi Jambi
1. Sejarah singkat KPU
Pada tahun 2000 atau satu tahun setelah penyelenggaraan pemilu tahun 1999,
Pemerintah bersama DPR mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang
72
Pemilihan Umum. Pokok isi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2000
adalah adanya perubahan pada penyelenggaraan Pemilu tahun 2004, yaitu
dilaksanakan oleh sebuah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen
dan non partisan.
2. Kedudukan KPU Provinsi Jambi
Keberadaan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota saat ini memiliki
landasan hukum yang sangat kuat. Selain didasarkan pada konstitusi negara
pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 juga telah memiliki undang-undang
tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jambi yang ada saat ini merupakan
periode keanggotaan ketiga yaitu periode 2013-2018, setelah sebelumnya
periode kedua 2008-2013 dan periode pertama 2003-2008.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2008 tentang Tata Kerja KPU,
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, keanggotaan KPU Kabupaten/Kota
terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota dan anggota yang berjumlah 5
(lima) orang.
Dalam surat edaran KPU Nomor 420/KPU/VIII/2016 perihal Penamaan dan
Pembagian Divisi Anggota KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP
Kabupaten/Kota disebutkan pembagian divisi sebagai berikut:
a. Divisi Umum, Keuangan dan Logistik yang mempunyai tugas terkait
dengan kebijakan:
1. Administrasi perkantoran;
2. Kearsipan;
3. Protokol dan Persidangan;
73
4. Pengelolaan dan Pelaporan Barang Milik Negara;
5. Kerumahtanggaan kantor;
6. Keamanan;
7. Pelaksanaa, Pertanggungjawaban dan Pelaporan Keuangan;
8. Logistik;
9. Pengadaan barang dan jasa.
b. Divisi Teknis mempunyai tugas terkait dengan kebijakan:
1. Penentuan daerah pemilihan dan alokasi kursi;
2. Pencalonan;
3. Pemungutan, penfhitungan dan rekapitulasi suara serta penetapan
hasil pemilu;
4. Penggantian Antar Waktu anggota DPRD dan DPD.
c. Divisi Perencanaan dan Data mempunyai tugas terkait pengambilan
kebijakan:
1. Penyusunan Program dan Anggaran;
2. Pemutakhiran data pemilih;
3. Sistem Informasi yang berkaitan dengan Tahapan Pemilihan;
4. Pengelolaan jariangan IT;
5. Scan Hasil Pemilu;
6. Pelaporan dan evaluasi tahapan pemilu.
d. Divisi Hukum mempunyai tugas terkait pengambilan kebijakan:
1. Pembuatan Rancangan Keputusan;
2. Verifikasi Partai Politik;
3. Verifikasi DPD;
74
4. Pelaporan Dana Kampanye;
5. Telaah Hukum;
6. Advokasi Hukum;
7. Sengketa Pemilu;
8. Dokumentasi Hukum;
9. Pengawasan/Pengendalian Internal.
e. Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat mempunyai tugas terkait
pengambilan kebijakan:
1. Administrasi dan Rekruitmen Kepegawaian;
2. Rekruitmen dan PAW Anggota KPU dan Badan Adhock;
3. Diklat dan Pengembangan SDM;
4. Pengembangan budaya kerja organisasi;
5. Penegakan disiplin organisasi;
6. Kampanye;
7. Sosialisasi, Publikasi dan Kehumasan;
8. Partaisipasi Masyarakat dan Pendidikan Pemilih;
9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis. Dalam
menjalankan tugasnya KPU Provinsi dibantu oleh sekretariat yang dipimpin
oleh seorang sekretaris. Sekretaris KPU Provinsi/Kabupaten/Kota secara
administratif bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal KPU dan secara
fungsional bertanggung jawab kepada ketua KPU Provinsi/Kabupaten/Kota.
Dalam struktur organisasi Sekretariat KPU Provinsi Jambi dipimpin oleh
75
seorang Sekretaris dibantu oleh 3 (tiga) Kepala Bagian, 6 (enam) Kepala Sub
Bagian, staf PNS dan tenaga honor. Sedangkan Sekretariat KPU Kabupaten
Kerinci dipimpin oleh seorang Sekretaris dibantu oleh 4 (empat) Kepala Sub
Bagian.
C. Visi Dan Misi KPU Provinsi Jambi
1. Visi :
Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan
Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan
akuntabel, demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Misi :
a. Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki
kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan
Pemilihan Umum;
b. Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
adil, akuntabel, edukatif dan beradab;
c. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum yang
bersih, efisien dan efektif;
76
d. Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara
adil dan setara, serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara
konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif
dalam Pemilihan Umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat
Indonesia yang demokratis. (sumber : KPU Provinsi Jambi, 2018).
D. Tugas dan Wewenang KPU Provinsi Jambi
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum tugas dan wewenang KPU Provinsi adalah sebagai berikut :
1. Tugas KPU Provinsi :
a. Menjabarkan program dan melaksanakan anggaran;
b. Melaksanakan semua tahapan Penyelenggaraan Pemilu di provinsi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Mengoordinasikan, menyelenggrakan dan mengendalikan tahapan
Penyelenggaraan Pemilu yang dilaksanakan oleh KPU
Kabupaten/Kota;
d. Menerima daftar pemilih dari KPU Kabupaten/Kota dan
menyampaikannya kepada KPU;
e. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data pemilu terakhir dengan
memperhatikan data kependudukan yang disiapkan dan diserahkan
itungan suara oleh Pemerintah dan menetapkannya sebagai daftar
pemilih;
77
f. Merekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu anggota DPR dan
anggota DPD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di provinsi
yang bersangkutan dan mengumumkannya berdasarkan berita acara
hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Kabupaten/Kota.
g. Membuat berita acara penghitungan suara serta membat sertifikat
penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi Peserta
Pemilu, Bawaslu Provinsi dan KPU;
h. Mengumumkan calon anggota DPRD provinsi terpilih sesuai dengan
alokasi jumlah kursi setiap daerah pemilihan di provinsi yang
bersangkutan dan membuat berita acaranya;
i. Melaksanakan putusan Bawaslu dn Bawaslu Provinsi;
j. Menyosialisasikan Penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada masyarakat;
k. Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
Penyelenggaraan Pemilu;
2. Wewenang KPU Provinsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan jadwal pemilu di provinsi;
b. Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara
Pemilu anggota DPRD provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di KPU
Kabupaten/Kota dengan membuat berita acara penghitungan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara;
c. Menerbitkan keputusan KPU Provinsi untuk mengesahkan hasil
Pemilu anggota DPRD provinsi dan mengumumkannya;
78
d. Menjatuhkan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara
anggota KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan Penyelenggaraan Pemilu
berdasarkan putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
E. Gambaran Umum Pilkada Kabupaten Kerinci Tahun 2018
1. Pasangan Calon dan Partai Politik Pendukung
Pada Pilkada tahun 2018 di Kabupaten Kerinci diikuti oleh tiga pasangan
calon yaitu :
a. Pasangan calon Monadi-Edison yang diusung oleh empat partai politik
yaitu Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Nasional Demokrat
(Nasdem), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Partai
Bulan Bintang (PBB)
b. Pasangan calon Adirozal-Ami Taher yang diusung oleh dua partai
politik yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP).
c. Pasangan calon Zainal-Arsal yang diusung oleh dua partai politik yaitu
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Kebangkitan
Bangsa.
2. Perolehan Suara dan Sengketa
Berdasarkan hasil Rapat pleno penetapan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Kerinci tahun 2018, KPU Kabupaten Kerinci menetapkan pasangan Adi
79
Rozal dan Ami Taher ditetapkan sebagai pemenang perolehan suara
dengan jumlah perolehan suara sebanyak 55.597 (37,5%) suara disusul
pasangan calon Zainal Abidin dan Arsal Arpi dengan perolehan suara
sebanyak 49.992 (33,7%) dan pasangan calon Monadi dan Edison dengan
perolehan suara 42.683 (28,8%). Adapun jumlah pengguna hak pilih
dalam Pilkada Kabupaten Kerinci pada Tahun 2018 ini adalah sejumlah
151.385 (71,2%).
Dalam pilkada Kabupaten Kerinci pasangan calon Zainal Abidin dan Arsal
Arpi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil
Pilkada Kerinci Tahun 2018. Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi
menolak gugatan pasangan calon Zainal Abidin dan Arsal Arpi, sehingga
pada tanggal 12 Agustus 2018 KPU Kabupaten Kerinci menggelar rapat
pleno terbuka penetapan Bupati dan Wakil Bupati terpilih.
Tabel 8 Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Bupatidan Wakil Bupati Kabupaten Kerinci Tahun 2018
NO URAIAN PEROLEHAN SUARA %
1. MONADI, S.Sos, M.Si danEDISON, SH
42.683 28,8
2. Dr. H. ADIROZAL, M.Sidan Ir. H. Ami Taher
55.597 37,5
3. ZAINAL ABIDIN, SH, MHdan ARSAL ARPI
49.992 33,7
4. Jumlah Pengguna Hak Pilih 151.385 71,25. Jumlah Pemilih 212.458Sumber : KPU Kabupaten Kerinci, 2018.
80
3. Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Partisipasi Pemilih
Sejak digelar pilkada langsung, Kabupaten Kerinci telah melaksanakan
pilkada sebanyak 3 kali untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati Kerinci,
yaitu tahun 2008, 2013 dan 2018. Sedangkan pilkada Gubernur dan Wakil
Gubernur Jambi juga 3 kali yaitu pada tahun 2005, 2010 dan 2015. Pada
pertama yang digelar tahun 2005 jumlah pemilih sebanyak 218.630
dengan tingkat partisipasi 69,53%. Sedangkan pada pilkada terakhir
digelar yaitu tahun 2018 data pemilih sejumlah 212.458 dengan tingkat
partisipasi sebesar 71,25%. Berikut ini data lengkap jumlah pemilih dan
tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Kerinci. Pada tahun 2010 terjadi
pemekaran wilayah di Kabupaten Kerinci yaitu menjadi Kabupaten
Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
Tabel 9 Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Bupati dan Wakil BupatiKerinci Tahun 2008, 2013 dan 2018
NO TAHUN DATAPEMILIH
PARTISIPASIPEMILIH
PERSENTASE
1. 2008 240.092 165.366 68,882. 2013 200.028 138.228 69,103. 2018 212.458 152.385 71,25Sumber : KPU Provinsi Jambi, tahun 2018
Tabel 10 Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Gubernur dan WakilGubernur Jambi Tahun 2005, 2010 dan 2015
NO TAHUN DATAPEMILIH
PARTISIPASIPEMILIH
PERSENTASE
1. 2005 218.630 152.010 69,532. 2010 257.124 174.937 68,043. 2015 219.848 120.759 54,93Sumber : KPU Provinsi Jambi, tahun 2018
81
Tabel 11 Partisipasi Pemilih Pada Pemilihan Legislatif Tahun 2004, 2009dan 2014
NO TAHUN DATAPEMILIH
PARTISIPASIPEMILIH
PERSENTASE
1. 2004 214.611 157.669 73,472. 2009 251.641 175.449 69,723. 2014 209.666 162.561 77,53Sumber : KPU Provinsi Jambi, tahun 2018
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang mengenai strategi KPU Provinsi Jambi
dalam peningkatan partisipasi pemilih pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Secara garis besar terdapat dua faktor penyebab rendahnya partisipasi pemilih
di Kabupaten Kerinci yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi bekerja diluar negeri, berada di luar kota, primordial, teknis,
apatis, jenuh, dan identitas ganda. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor
administratif, politik dan sosialiasi. Faktor administratif merupakan faktor
yang berkaitan dengan aspek administrasi pemilih yang mengakibatkan
pemilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya seperti tidak mempunyai KTP
dan tidak terdaftar dalam daftar pemilih. Faktor politik merupakan penyebab
yang ditimbulkan oleh aspek politik sehingga masyarakat enggan
memberikan suaranya. Faktor terakhir yaitu sosialisasi yang kurang bisa
menyebabkan masyarakat tidak mengetahui kapan hari pemungutan suara
apalagi masyarakat yang jauh dari pusat kota.
173
2. Strategi KPU Provinsi Jambi dalam meningkatkan partisipasi pemilih adalah
sebagai berikut :
a. Pemilihan dan Penetapan komunikator
b. Penetapan target sasaran
c. Teknik penyusunan pesan
1. Pesan yang bersifat informatif
2. Pesan yang bersifat persuasif
3. Pesan yang bersifat edukatif
d. Pemanfaatan media
e. Penyebarluasan media sosialisasi
f. Memobilisasi kelompok berpengaruh
g. Menetapkan rencana anggaran
h. Penyusunan jadwal kegiatan
3. Kebijakan yang ditempuh KPU Provinsi Jambi dalam meningkatkan
partisipasi pemilih adalah melalui beberapa tahapan kebijakan yaitu
perumusan masalah (penyusunan agenda), formulasi kebijakan, rekomendasi
kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.
4. Berdasarkan hasil Pilkada Kabupaten Kerinci Tahun 2018 dapat diketahui
bahwa tingkat partisipasi pemilihnya mencapai 71%, meningkat
dibandingkan pada pilkada sebelumnya (pilgub 2015) yang mencapai 54%.
Untuk itu strategi yang diterapkan oleh KPU Provinsi Jambi dalam
peningkatan partisipasi di Kabupaten Kerinci dapat dikatakan berhasil.
174
5. Program sosialisasi dan pendidikan pemilih yang dilakukan hanya sebatas
melaksanakan PKPU Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sosialisasi, Pendidikan
Pemilih dan Partisipasi Masyarakat, belum ada pemetaan daerah golput.
B. Saran
Adapun saran hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam meningkatkan tingkat partisipasi pemilih, KPU Provinsi Jambi dan
KPU Kabupaten Kerinci bekerja sama dengan Disosnakertrans dalam
menekan jumlah TKI ilegal agar tingkat akurasi DPT lebih baik.
2. Kerja sama dengan Kementrian Pendidikan agar pedidikan pemilih dapat
masuk kurikulum sekolah. Tujuannya supaya pada usia dini dapat ditanamkan
tentang arti pentingnya pemilu dan dapat menumbuhkan kesadaran politik
dalam masyarakat.
3. Tugas peningkatan partisipasi pemilih bukan menjadi tugas penyelenggara
pemilu semata, melainkan menjadi tugas bersama baik pemerintah, partai
politik dan KPU sebagai penyelenggara pemilu.
4. Dalam sosialisasi dan pendidikan pemilih seharusnya dilakukan
berkesinambungan, tidak hanya pada saat ada pemilu/pilkada tetapi setiap
tahun seharusnya menjadi rutinitas yang harus dikerjakan.
5. Perlu pemetaan daerah golput agar sosialisasi dapat lebih tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Afifudin, Muhammad. 2014. Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Dalam Pemilu diIndonesia (Belajar dari Pengalaman JPRR). Jakarta: Yayasan Perludem.
Agustino, Leo. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung
Ali, Novel. 1999. Peradaban Komunikasi Politik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi Politik. Bandung: Armico.
Apter, David E.. 1996. Pengantar Analisa Politik. Jakarta: LP3ES Indonesia.
Assiddiqie, Jimly. 2011. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: SinarGrafika.
Assiddiqie, Jimly. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara PascaReformasi. Jakarta : Sekjen Kepaniteraan dan Mahkamah Konstitusi.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia PustakaUtama.
Cangara, Hafied. 2014. Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Darmawan, Cecep. 2008. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Lab PKN UPI.
David, Fred R. 2005. Manajemen Strategi Konsep-Konsep. Jakarta: PT IndeksKelompok Gramedia.
Effendi, Onong Uchjana. 2016. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: RemajaRosdakarya.
Efriza. 2012. Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.
Heene, A. dan Desmidt, S. 2010. Manajemen Strategik Keorganisasian Publik. Jakarta:PT. Refika Aditama.
Hakim, Lukman. 2010. Kedudukan Hukum Komisi Negara di Indonesia. Malang: PPSUB, Puskasi Universitas Widyagama Malang dan Setara Press.
Harun, Rochhajat dan Sumarno AP, 2006. Komunikasi Politik sebagai SuatuPengantar. Bandung: CV Mandar Maju.
Huntington, Samuel P. dan Joan Nelson, 1990. Partisipasi Politik di NegaraBerkembang. Jakarta: Rineka Cipta.
Madjid, Nurcholish. 1994. Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi : PengalamanIndoensia Masa Orde Baru. Jakarta: Paramadina.
Moleong, 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.
Perludem. 2016. Evaluasi Pilkada Serentak 2015, Jakarta: Yayasan Perludem.
Perludem, 2014. Mendorong Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu. Jakarta: YayasanPerludem.
Rangkuti, Freddy, 2005. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta :PT. Gramedia.
Rizkiansyah, Ferry Kurnia. 2007. Mengawal Pemilu, Menatap Demokrasi : CatatanPenyelenggaraan Pemilu 2004. Jakarta: iDEA Publishing.
Putra, Fadillah. 2004. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Salusu. J. 2015. Pengambilan Keputusan Stratejik: Untuk Organisasi Publik DanOrganisasi Non Profit. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sanit, Arbi. 1992. Aneka Pandangan Fenomena Politik Golput. Jakarta : Pustaka SinarHarapan.
Sastroatmodjo, Sudjiono. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:CV Alfabeta
Tjenreng, Zubkhrum. 2016. Pilkada Serentak Penguatan Demokrasi di Indonesia.Depok: Pustaka Kemang.
Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke PenyusunanModel-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnal :
Arianto, Bismar. 2011. Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu.Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja AliHaji.
Darmawan, Cecep. 2009. Pemilu dan Penguatan Demokrasi. Jurnal Konstitusi, VolumeII, Nomor 1. Fakultas Hukum, Universitas Wishnuwardhana.
Djani, Lucky. 2014. Irregukar Voters dan Voter Turnout. Perludem.
Hartina, Andi. 2014. Partisipasi Politik Pemilih Dalam Pemilihan Umum KepalaDaerah Provinsi Kalimantan Timur 2013 Di Desa Saliki Kecamatan MuaraBadak Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Administrasi Negara, 5 (3)2014, Universitas Mulawarman.
Gleko, Petrus, dkk. 2017. Strategi Komisi Pemilihan Umum Dalam UpayaMeningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Umum KepalaDaerah. Jurnal Ilmu Sosial Politik, Vol. 6 No. 1, Unitri.
Haryono, Dwi. 2016. Strategi KPU Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih PadaPemilihan Walikota dan Wakil Walikota Samarinda Tahun 2015. eJournalAdministrative Reform, Unmul.
Munir, Sirajul. 2016. Peningkatan Partisipasi Masyarakat (Analisis Dalam PemilihanKepala Daerah di Kabupaten Sumenep Tahun 2015). UIN Sunan Kalijaga.
Rinjani, Rahmad. 2014. Studi tentang golongan putih (Golput) Dalam pilkadagubernur Kaltim di Kecamatan Muara Jawa Kabupaten Kutai Kartanegara.Ejournal Ilmu Pemerintahan Universitas Mulawarman, Volume 2, Nomor 4tahun 2014, Unmul.
Saleh, Hasanuddin M.. 2007. Perilaku Tidak Memilih Dalam Pemilihan KepalaDaerah (Pilkada) Langsung Di Riau: Suatu Bahasan Awal. UniversitasRiau.
Supriyono, Arif. 2014. Mendongkrak Partisipasi Pemilu di Indonesia. Perludem.
Usman, Syaikhu. 2003. Politik Lokal Di Era Desentralisasi: Menuju Otonomi Rakyat.Lembaga Penelitian SMERU.
Wardani, Sri Budi Eko, 2014. Sosialisasi dan Partisipasi Dalam Pemilu di Indonesia :Antara Regulitas, Cara, dan Substansi. Perludem. Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.PKPU Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atauWalikota dan Wakil Walikota Tahun 2018.
PKPU Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan PartisipasiMasyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan WakilBupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
PKPU Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan PartisipasiMasyarakat Dalam Pemilihan Umum.