status epileptikus

17
STATUS EPILEPTIKUS PENDAHULUAN Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus dengan kejang tonik-klonik umum. Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi dalam satu jam, sudah akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu gejala ini harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15% penderita meninggal, walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60 - 80% penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi. (1) 1.DEFINISI Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat 1

Upload: thiagarajan-kandapan

Post on 30-Oct-2014

428 views

Category:

Documents


62 download

DESCRIPTION

saraf

TRANSCRIPT

Page 1: status epileptikus

STATUS EPILEPTIKUS

PENDAHULUAN

Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi : status

petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Di sini khusus dibicarakan status epileptikus

dengan kejang tonik-klonik umum. Biasanya bila status epileptikus tidak bisa diatasi

dalam satu jam, sudah akan terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen. Oleh karena

itu gejala ini harus dapat dikenali dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15%

penderita meninggal, walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60 -

80% penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat

neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi. (1)

1.DEFINISI

Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA), status epileptikus

didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa

adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsung lebih

dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang

persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus

dipertimbangkan sebagai status epileptikus. (2)

2.EPIDEMIOLOGY

Insiden SE telah diperkirakan pada 10 sampai 41 kasus per 100.000 orang per

tahun, terhitung sekitar 100.000 menjadi 160.000 orang per tahun di Amerika

Serikat,yang kebanyakan adalah pasien dengan epilepsi. Sekitar 5% dari orang dewasa

dan 10% sampai 25% anak-anak dengan epilepsi akan memiliki setidaknya satu episode

1

Page 2: status epileptikus

SE, sedangkan 13% dari semua pasien dengan SE akan memiliki rekurensi Angka

kematian keseluruhan dari SE adalah sekitar 20%, tetapi bervariasi luas, terutama

berdasarkan usia, etiologi, dan durasi dari SE. Mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut

usia atau ketika SE sekunder merupakan penghinaan akut (yaitu, stroke akut, anoksia,

trauma, infeksi, gangguan metabolisme). Status epileptikus stroke sekunder dengan

sebelumnya, alkohol atau antikonvulsan penarikan, tumor, atau epilepsi memiliki lebih

baik prognosisnya.(3)

3.ETIOLOGI

Status epileptikus tonik-klonik, banyak berasal dari insult akut pada otak dengan

suatu fokus serangan. Penyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, infark

otak mendadak, anoksia otak, bermacam-macam gangguan metabolisme, tumor otak,

menghentikan kebiasaan minuman keras secara mendadak, atau berhenti makan obat anti

kejang. Jarang status epileptikus disebabkan oleh penyakit degenerasi sel-sel otak,

menghentikan penggunaan penenang dengan mendadak, pasca anestesi dan cedera

perinatal. Penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsi, mungkin

mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor, penyakit pembuluh darah otak.

Kelainan-kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering

menimbulkan status epileptikus, dibandingkan dcngan lokasi lain pada otak. Penderita

yang mempunyai riwayat epilepsi, dcngan sendirinya mempunyai faktor pencetus

tertentu. Umumnya karena tidak teratur makan obat atau menghentikan obat sekehendak

hatinya. Faktor pencetus lain yang harus diperhatikan adalah alkohol, keracunan

kehamilan, uremia dan lain-lain. (4)

Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut: (1)

1. Overt generalized convulsive status epilepticus

Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran

penuh.

a. Tonik klonik

b. Tonik

c. Klonik

2

Page 3: status epileptikus

d. Mioklonik

2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalized

convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.

3. Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)

a. Simple motor status epilepticus

b. Sensory status epilepticus

c. Aphasic status epilepticus

4. Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)

a. Petit mal status epilepticus

b. Complex partial status epilepticus.

4.PATOFISIOLOGI

Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah

kejang. Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter

eksitatori: glutamat, aspartat dan acetylcholine) melebihi kemampuan hambatan intrinsik

(GABA) atau mekanisme hambatan intrinsik tidak efektif.(5)

Status epileptikus dibagi menjadi 2 fase, yaitu: (1,3)

1. Fase I (0-30 menit) - mekanisme terkompensasi. Pada fase ini terjadi:

Pelepasan adrenalin dan noradrenalin

Peningkatan cerebral blood flow dan metabolisme

Hipertensi, hiperpireksia

Hiperventilasi, takikardi, asidosis laktat

2. Fase II (> 30 menit) - mekanisme tidak terkompensasi. Pada fase ini terjadi:

Kegagalan autoregulasi serebral/edema otak

Depresi pernafasan

Disritmia jantung, hipotensi

Hipoglikemia, hiponatremia

Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC

3

Page 4: status epileptikus

Penyebab terjadinya status epileptikus antara lain infeksi, hipoglikemia, hipoksemia,

trauma, epilepsi, panas, dan tidak diketahui (30%)(1)

5.GEJALA KLINIS

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk

mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-

Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari

survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga

terjadi. (1,6)

A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status

Epileptikus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan

potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik

umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada

status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum

tanpa pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.(6)

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan

otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi

sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan

peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan

peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan

asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam

pertama pada kasus yang tidak tertangani. (6)

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)

Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului

fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua. (6)

4

Page 5: status epileptikus

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran

tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan

gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome. (1,6)

D. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah

menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran.

Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan

prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi

atau kondisi degeneratif. (6)

E. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau

dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu

keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow

motion movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada

riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG

terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua

tempat. Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati. (1,6)

F. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks,

karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai

dengan stupor atau biasanya koma. (6)

Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat

marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor

dan pada beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized

spike wave discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens. (6)

5

Page 6: status epileptikus

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada

satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang

menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara

unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu

menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang

berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang

pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia

yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik). (6)

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik

unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march. (6)

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup

untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan

berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat

aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan

epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan

EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status

epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus. (1,6)

6. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Diagnosa dalam keadaan status epileptikus tidak sukar, akan tetapi perawatannya

memerlukan lebih banyak perhatian. Status epileptikus dapat timbul karena berbagai

6

Page 7: status epileptikus

sebab. Bilamana dokter dipanggil untuk menolong penderita, maka ia tidak usah

langsungmemberi obat untuk menghilangkan kejang umum yang hebat itu. Dengan

tenang harus menyelidiki dahulu penyakit yang mendasarinya. (1)

Anamnesis:

Anamnesis pasien harus dilakukan secara tertib dan teratur, meliputi lama

kejang, sifat kejang sama ada fokal, umum atau tonik/klonik. Seterusnya, tingkat

kesadaran diantara kejang, riwayat kejang sebelumnya serta riwayat kejang dalam

keluarga. Pasien juga harus ditanya sama ada panas, atau ada trauma kepala,

riwayat persalinan dan tumbuh kembang. (1)

Selain itu, riwayat penyakit sistemik/SSP seperti keganasan, infeksi, kelainan

metabolic, keracunan. Riwayat putus obat atau gagalnya pengobatan yang sudah

berjalan juga penting. (1)

        Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran, penglihatan

dan pendengaran, refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papiledema akibat

peningkatan TIK—akibat tumor,perdarahan dll., sistem motorik yaitu

kelumpuhan, tonus, pergerakan tidak terkendali, ataksia, dan sistem sensorik yaitu

parastesia, hipestesia, anestesia. (1,7)

Pemerikasaan penunjang:

Terdiri dari pemeriksaan laboratorium yaitu darah CBC, elektrolit,

glukosa, fungsi ginjal dengan urin analisis dan kultur, jika ada didugaan infeksi

maka dilakukan kultur darah, dan Imaging yaitu CT scan dan MRI untuk

mengevaluasi lesi struktural di otak, EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak

dan dilakukan secepat mungkin jika pasien mengalami gangguan mental. Pungsi

lumbar dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau perdarahan

subaraknoid. (1,7,8)

7

Page 8: status epileptikus

Gambar 2 : Gambaran EEG status epileptikus Subtle generalized convulsive status

epilepticus with spike wave activity. (6)

7. DIAGNOSIS BANDING (4)

Serial Epilepsy

Sinkop

8. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

Status epileptikus tipe grandmal ini merupakan gawat darurat neurologic. Harus

diatasi secepat mungkin untuk menghindarkan kematian atau cedera saraf permanen.

Biasanya dilakukan tindakan : (7,9)

1. Stabilisasi penderita.

2. Menghentikan kejang.

Stabilisasi penderita

Tahap ini meliputi usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital

yang mungkin terganggu; membersihkan udara dan jalan pernafasan, serta memberikan

oksigen. Dalam keadaan tcrtcntu, tcrutama bila kejang sudah lama atau ada hambatan

saluran pemafasan, harus dilakukan intubasi. Tekanan darah dipertahankan, diberikan

garam fisiologis dan bila perlu diberi vasopressor. Darah diambil untuk pemeriksaan

8

Page 9: status epileptikus

darah lengkap, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan bagi penderita epilepsi

diperiksa kadar obat dalam scrum darahnya. Harus diperiksa gas - gas darah arteri, untuk

melacak adanya asidosis metabolik dan kemampuan oksigenasi darah. Asidosis dikoreksi

dengan bikarbonat intravena. Segera diberi 50 ml glukosa 50% intravena, diikuti

pemberian tiamin 100 milligram intramuskuler. (7,9,10)

Menghentikan kejang

Usaha mengakhiri kejang dilakukan segera sesudah tahap stabilisasi selesai.

Tindakan ini dimulai dengan pemberian bolus diazepam, 2 mg/menit, masing-masing 10

mg. Pemberian bolus diazepam dilanjutkan sampai jumlah 50 mg, sementara itu

pernafasan dimonitor terus. Biasanya kejang sudah dapat diatasi. Bila pemberian

diazepam yang waktu paruhnya hanya sekitar 15 menit belum berhasil, diberikan fenitoin

yang bekerja lebih lama, mempunyai waktu paruh selama 24 jam. Fenitoin diberikan

secara intravena, 2 – 10 mg fenitoin dilarutkan dalam 1ml garam fisiologis ( 5mg/ml),

dengan dosis fenitoin 18 mg/kg berat badan, dengan kecepatan kurang dari 50 mg/menit.

Efek samping aritmi jantung sering timbul pada pemberian fenitoin yang terlalu cepat

atau lebih dari 50 mg/menit, bukan karena jumlah fenitoin yang diberikan. Diazepam dan

fenitoin dapat menekan pernafasan, terutama bila pemberian terlalu cepat. Oleh karena

itu selama pemberian obat ini harus dilakukan monitoring ECG dan pernafasan. Bila

kejang masih terus berlangsung sesudah 20 menit pemberian fenitoin, intubasi harus

dilakukan. Selanjutnya diberi fenobarbital sampai kejang berhenti atau dosis seluruhnya

mencapai 20 mg/kg berat badan. Fenobarbital juga diberikan per infus dengan kecepatan

maksimum 100 mg/menit. Selama pemberian fenobarbital harus diperhatikan

kemungkinan gangguan pernafasan dan turunnya tekanan darah. Apabila tahap

pemberian fenobarbital belum berhasil menghentikan kejang, maka ahli saraf harus

memikirkan tindakan resusitasi otak melalui anestesi dengan pemberian pentobarbital

atau amobarbital. Takaran obat yang diberikan disesuaikan sampai tercapai aktivitas otak

yang dikenal dengan outburst suppression pattern pada rekaman EEG. Dosis ini

dipertahankan selama tiga jam, agar otak mempunyai waktu yang cukup untuk

membangkitkan homeostasis dan melawan kejang berkelanjutan. Di tempat-tempat yang

tidak mempunyai sarana pemberian obat secara intravena atau tidak ada fasilitas

9

Page 10: status epileptikus

resusitasi, dapat diberikan pertolongan pertama dengan pemberian paraldehid ke dalam

otot atau rektum. Suntikan paraldehid masing-masing 5 mg ke dalam kedua otot bokong

setiap 3 jam, atau paraldehid 10% dalam larutan garam fisiologis, sebanyak 5 ml melalui

rektum. (7,9,10)

9. KOMPLIKASI (7)

Asidosis

Hipoglikemia

Hiperkarbia

Hipertensi pulmonal

Edema paru

Hipertermia

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Gagal ginjal akut

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Edema otak

Aspirasi Pneumonia

10. PROGNOSIS

Tergantung pada: (11)

Penyakit dasar

Kecepatan penanganan kejang

Komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

10

Page 11: status epileptikus

1. Turner C. Epilepsy. In: Neurology Crash course. 2nd edition.Philadelphia:Mosby

Elsevier:2006.p.95-100

2. Franzon D.Status Epileptikus [online] [cited on 31st Oktober 2011] Available

from : peds.stanford.edu/8_status_epilepticus.pdf

3. Manno M.E. New Management Strategies in the Treatment of Status Epilepticus.

In.Symposium on Seizures: Mayo Foundation for Medical Education and

Research:2003.p.508-518

4. Aminoff M.J. Seizures and Syncope In:Clinical Neurology:3rd

edition.Stamford:Simon Shuster;1996.p.234-236

5. deGroot J. Signalling in the nervous system. In :Correlative Neuroanatomy. 21st

edition.Connecticut:Appleton and Lange;1996.p.18-24

6. Omkar N. Pearls,Perils and Pitfalls:EEG in Status Epilepticus [online]2010 [cited

on 31st Oktober 2011] Available from

;http://www.medscape.com/viewarticle/458594_8

7. LBM Sitorus.Gawat Darurat Penyakit Syaraf [online]1992 [cited on 31st Oktober

2011] Available from:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/24_Status

Epileptikus.pdf/24_StatusEpileptikus.html

8. Khalil B.A. The EEG in Epilepsy. In: Atlas of EEG and seizure

semiology.Pensylvania:Elsevier Inc:2006.p.125-130

9. Kellaway P.The over all management in adult epileptic. In: The Medical Clinics

of North America.Philadelphia:W.B.Saunders:1958.p.324-326

10. H. Meierkord.EFNS guideline on the management of status epilepticus In:

European Journal of Neurology 2006, 13: 445–450.

11. Reetta K. Status epilepticus treatment guidelines. In: Outcomes Of Status

Epilepticus:Finland.p.99-102

11