solidifikasi

28
SOLIDIFIKASI Solidifikasi merupakan teknik pengolahan dengan menggunakan pencampuran antara limbah dengan agen solidifikasi. Keuntungan dari metode solidifikasi adalah mencegah disperse partikel kasar dan cairan selama penanganan, meminimalkan keluarnya radionuklida dan bahan berbahya setelah pembuangan serta mengurangi paparan potensial (pemecahan jangka panjang). Beberapa properti yang harus diperhatikan dalam solidifikasi antara lain: kemampuan leaching, stabilitas kimia, uji kuat tekan, ketahanan radiasi, biodegradasi, stabilitas termal dan kelarutan (Brownstein, xxxx). Beberapa bahan yang digunakan sebagai agen dalam solidifikasi yaitu semen, kaca, termoplastik dan thermosetting. Mekanisme solidifikasi dengan menggunakan semen. Selama absorbsi air, senyawa mineral terhidrasi membentuk substansi dispersi koloid yang disebut “sol”. Sol tersebut kemudian di koagulasi dan dipresipitasi (pengkondisian akhir). Gel yang terbentuk kemudian dikristalisasi. Tabel. Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan Semen Keuntungan Kerugian material dan teknologinya mudah dijangkau peningkatan volume dan densitas yang tinggi for shipping dan disposal sesuai dengan berbagai jenis limbah dapat mengalami keretakan apabila terekspos dengan

Upload: ardynaaprisapoetri

Post on 20-Oct-2015

117 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

SOLIDIFIKASI Solidifikasi merupakan teknik pengolahan dengan menggunakan pencampuran antara limbah dengan agen solidifikasi. Keuntungan dari metode solidifikasi adalah mencegah disperse partikel kasar dan cairan selama penanganan, meminimalkan keluarnya radionuklida dan bahan berbahya setelah pembuangan serta mengurangi paparan potensial (pemecahan jangka panjang). Beberapa properti yang harus diperhatikan dalam solidifikasi antara lain: kemampuanleaching, stabilitas kimia, uji kuat tekan, ketahanan radiasi, biodegradasi, stabilitas termal dan kelarutan (Brownstein, xxxx). Beberapa bahan yang digunakan sebagai agen dalam solidifikasi yaitu semen, kaca, termoplastik danthermosetting.Mekanisme solidifikasi dengan menggunakan semen. Selama absorbsi air, senyawa mineral terhidrasi membentuk substansi dispersi koloid yang disebut sol. Sol tersebut kemudian di koagulasi dan dipresipitasi (pengkondisian akhir).Gelyang terbentuk kemudian dikristalisasi.

Tabel. Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan SemenKeuntunganKerugian

material dan teknologinya mudah dijangkaupeningkatan volume dan densitas yang tinggi for shipping dan disposal

sesuai dengan berbagai jenis limbahdapat mengalami keretakan apabila terekspos dengan air

biaya sedikit

produk sememntasi bersifat stabil terhadap bahan kimia dan biokimia

produk sementasi tidak mudah terbakar dan memiliki kestabilan temperature yang baik

Komposisi bitumen merupakan campuran hidrokarbon dengan berat molekul tinggi. Dua komponen utama terdiri dari senyawa Asphaltene dan senyawa Malthene. Beberapa jenis bitumen antara lain straight run distillation asphalts, oxidized asphalts, craked asphalts dan emulsified asphalts.

Tabel . Keuntungan dan Kerugian Solidifikasi menggunakan BitumenKeuntunganKerugian

material dan teknologinya mudah dijangkaudapat terbakar

tidak larut dalam airproses memerlukan peningkatan temperature

beban kapasitas limbah yang tinggiadanya endapan partikulat selama pendinginan

biaya sedikitkemungkinan adanya reaksi kimia

kemampuan pencampuran yang baik

Stabilisasi/SolidifikasiSecara umum stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran bahan berbahaya dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan untuk menurunkan laju migrasi dan toksisitas bahan berbahaya tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama (Roger Spence and Caijun Shi, 2006).Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan kimiawi bahan berbahaya (limbah B-3) dengan cara penambahan senyawa pengikat sehingga pergerakan senyawa-senyawa B-3 dapat dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive). Proses stabilisasi/solidifikasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu :1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar;2. Microencapsulation, yaitu proses yang miripmacroencapsulationtetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik;3. Precipitation;4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanismeadsorpsi;5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan pemadat;6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali.

MenurutRoger Spence and Caijun Shi (2006), tata cara kerja stabilisasi/ solidifikasi :1. Limbah B-3 sebelum distabilisasi/solidifikasi harus dianalisis karakteristik-nya guna menentukan jenis stabillisasi/solidifikasi yang diperlukan terhadap limbah B-3 tersebut;2. Setelah dilakukan stabilisasi/solidifikasi, terhadap hasil olahan tersebut selanjutnya dilakukan uji kuat tekan (Compressive Strenghth) denganSoil Penetrometer Test. Hasil uji tekan harus mempunyai nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m.3. Kemudian dilakukan uji TCLP untuk mengukur kadar/konsentrasi parameter dalam lindi. Hasil uji TCLP sebagaimana dimaksud, kadarnya tidak boleh melewati nilai ambang batas sebagaimana ditetapkan.4. Hasil olahan yang telah memenuhi persyaratan kadar TCLP dan nilai uji kuat tekan,disamping bisa dibuang kelandfilljuga dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Produk solidifikasi biasanya berupa blok monolitik, material berbasis lempung, granular, dan bentuk fisik lain yang berupa padatan.Solidifikasi LimbahPembuangan limbah padat menjadi isu utamadikarenakan potensinya untuk mengkontaminasi air permukaan dan air tanah dengan kontaminan berupa arsenik, boron, logam berat, anion sulfat, dsb. Pengolahan yang aman terhadap limbah padat dengan mengutamakan perlindungan terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah merupakan hal penting (Marinkovicet al.,2003).Solidifikasi/stabilisasi merupakan teknik yang secara luas diterapkan untu remediasi limbah yang mengandung konstituen berbahaya. Pengolahan ini mencegah migrasi/penyebaran konstituen berbahaya ke lingkungan. Solidifikasi (transformasi lumpur semi-liquid menjadi bentuk solid/padat) mengarah pada perubahan karakteristik fisik limbah. Pengolahan ini mencakup peningkatan kekuatan kompresi, penurunan permeabilitas, dan enkapsulasi konstituen berbahaya (Marinkovicet al.,2003).Pengolahan limbah secara solidifikasi dapat diterapkan pada berbagai bentuk limbah, yaitu lumpur, solid, liquid, drainase tambang, dan pupuk. Solidifikasi digunakan untuk mengubah limbah menjadi bentuk fisik yang sesuai dan tahan yang lebih kompatibel untuk penyimpanan, landfill, atau reuse yaitu bentuk padat yang memiliki interitas tinggi. Bentuk ini dapat diperoleh dengan atau tanpa fiksasi kimiawi (Goniet al.,2009; Meegodaet al.,2003; Materet al.,2006; Mijnoet al.,2007, Junet al.,2005). Solidifikasi menciptakan barrier antara komponen limbah dan lingkungan dengan mereduksi permeabilitas limbah danatau mengurangi luas area permukaan yang efektif untuk difusi (Meegodaet al.,2003). Penelitian dari Andreset al.(2009) menyebutkan bahwa anhydrite dapat mengimobilisasi logam berat pada sludge yang mengandung logam berat sebanyak 90% sehingga aman untuk landfill.Salah satu bahan yang digunakan dalam solidifikasi limbah adalah fly ash. Penambahan fly ash dapat meningkatkan kekuatan ikatan pada limbah, workability, buffering capacity, dan heavy metal leachability. Penambahan fly ash secara efektif mengimobilisasi tiga jenis logam berat Pb, Cr3+, dan Cr6+. Imobilisasi tetap terjadi secara efektif walaupun pH pada saat penambahan bersifat asam atau basa (Dermatas dan Meng, 2003). Pada penelitianyang dilakukan oleh Marinkovicet al.(2003), solidifikasi dapat dilakukan dengan menggunakanfly ash-FGD gypsum-lime-waterdan fly ash-calcined FGD gypsum dapat digunakan sebagai proses solidifikasi. Sistem ini meningkatkan kekuatan kompresi (0.34 MPa). Pada limbah yang mengandung kromium dibawah batas yang ditentukan EPA, rasio komposisi limbah dengan fly ash tidak berpengaruh secara signifikan (Parsalet al.,1996).Teknik ini menghasilkan limbah yang tersolidifikasi sehingga menghindarkan penyebaran konstituen pada air permukaan atau air tanah. Karbonasi dengan menggunakan fly ash dan kapur juga efektif dalam solidifikasi limbah organik dan inorganik (Swarnalathaet al., 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Arceet al.(2010) membuktikan bahwa karbonasi menggunakan fly ash menghasilkan stabilisasi Ba yang efektif, sedangkan untuk Cl-, SO42-, dan F-karbonasi dengan fly ash dapat mensolidifikasi setengah dari kandungannya pada limbah, dan untuk DOC (dissolved organic carbon) memerlukan waktu retensi yang lama untuk mengoptimalkan solidifikasi. Selain itu fly ash juga dapat digunakan pada solidifikasi dengan teknik geopolimer. Penelitian solidifikasi dengan menggunakan fly ash dengan teknik geoplimerisasi telah dilakukan oleh Galianoet al.(2011) dengan menggunakan reagen yaitu sodiumhydroxide, potassiumhydroxide, sodiumsilicate, potassium silicate, kaolin, metakaolin dan ground blast furnace slag. Penelitian ini dilakukan pada limbah yang mengandung logam berat yaitu Pb, Cd, Cr, Zn, dan Ba dengan hasilnya solidifikasi yaitu kekuatan kompresi mencapai 1-9 MPa sehingga imobilisasi logam berat sangan efektif.Cement based technology merupakan salah satu taknik dari solidifikasi yang menggunakan batu kapur, tanah liat, atau materi silikayang dicampur pada suhu tinggi (Meegodaet al.,2003). Salah satu contoh penerapan teknik ini yaitu dalam pengolahan limbah yang mengandung logam berat seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Anastasiadouet al.(2012) yang menggunakan fly ash kemudian dilakukan sementasi.Limbah yang diolah mengandung logam berat Cr, Fe, Ni, Cu, Cd dan Ba. Dengan menggunakan teknik sementasi ini hasilnya aman untuk landfill atau digunakan sebagai material konstruksi karena pengikatan logam berat yang cukup kuat sehingga tidak mudah terlepas ke lingkungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Cozet al.(2009) menunjukkan bahwa pencampuran sodium silicate pada materi semen dapat meningkatkan leachabilitas logam berat terutama Zn, dengan konsentrasi silikat 5-25% menghasilkan leachabilitas yang optimum pada materi semen. Voglar dan Lestan (2010) menyatakan bahwa sementasi dapat diterapkan untuk solidifikasi berbagai jenis logam berat yaitu Cd,Pb, Zn, Cu, Ni dan As . pada penelitian mereka selanjutnya, Voglar dan Lestan (2011) menyatakan dalam jurnalnya bahwa formula solidifikasi paling efisien yaitu semen kalsium aluminat ditambah dengan acrylic polymer akrimal menghasilkan materi yang dapat mengikat sangat kuat terhadap logam berat antara lain Cd,Pb, Zn, Cu, Ni dan As sehingga materi tersebut dapat digunakan untuk landfill atau landcover.Kalsium sangat berperan dalam teknik sementasi, jenis kalsium yang sering digunakan antara lainCalcium Silicate Hydrate, Calcium Hydroxide, Calcium Sulfoaluminate (Meegodaet al.,2003). Kalsium berperan penting dalam teknik sementasi. Sementasi baik yang menggunakan Portlan cement (PC) atau cement kiln dust (CDK) memanfaatkan ikatan yang terbentuk antara Ca dengan As(III) dan As(V) untuk mengimobilisasi logam arsenit tersebut (Yoonet al.,2010). Penelitian dari Qianet al.,(2008)membuktikan bahwa teknik sementasi dapat mengimobilisasi logam berat, terutama logam berat Zn dan Pb. Pada penelitian ini proses solidifikasi dilakukan dengan menggunakan fly ash dan calcium sulfoaluminate cement matrix sehingga imobilisasi logam berat yang efektif matrix semen. Ketidakadaan kalsium dalam materi dapat menurunkan pengikatan logam berat pada semen, atau yang disebut dengan dekalsifikasi materi semen, dapat menurunkan luasan area pengikatan logam berat (Laforest dan Duchesne, 2007).Komponen organik pada limbah berpengaruh pada containment dan karakteristik kekuatan pada limbah hasil solidifikasi. Kandungan minyak dan fenol dalam limbah mengganggu kekuatan dan durabilitas sistem pengikatan pada solidifikasi (Minochaet al., 2003). Kandungan bahan organik juga berpengaruh pada lama waktu hidrasi pada semen. Penelitian Zhanget al.(2008) menunjukkan bahwa keberadaan sukrosa dan sorbitol pada limbah yaitu semakin mempercepat hidrasi semen, keberadaan sukrosa atau sorbitol juga mengurangi leachabilitas semen terhadap Pb. Semakin besar kandungan bahan organik (fenol) pada limbah maka dibutuhkan konsentrasi materi semen yang tinggi untuk mendapatkan hasil solidifikasi yang cukup (Vipulanandan dan Krishnan, 1990). Komponen organik ini dapat dihilangkan dengan cara pembakaran pada suhu 800oC (Swranalathaet al.,2006). Cara lain yaitu dengan menggunakan reactivated carbon yang memiliki daya serap tinggi terhadap fenol (Arafatet al.,1999).Tingkat kekerasan materi semen juga berpengaruh pada kemampuan mengimobilisasi logam berat. Sala satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan tingkat kekerasan semen adalh dengan menambahkan 2-chloroaniline yang berfungsi untuk mempermudah penghilangan air dari tanah liat yang merupakan materi semen (Bottaet al.,2004). Selain itu materi semen juga harus diperhatikan dalam teknik solidifikasi. Pada penelitian Mohamed dan Gamal (2011) disebutkan bahwa cement kiln dust kurang direkomendasikan untuk solidifikasi karena tidak stabil secara kimiawi yang kemampuan mengikat logam beratnya kurang. Permeabilitas terhadap oksigen juga penting karena menggambarkan kualitas fisik material limbah hasil solidifikasi (Poonet al.,1986)Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

1. Pengertian B3Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya.Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.Tujuan pengelolaan limbah B3Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.Identifikasi limbah B3

Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:1. Berdasarkan sumber2. Berdasarkan karakteristikGolongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi: Limbah B3 dari sumber spesifik; Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan: mudah meledak; pengoksidasi; sangat mudah sekali menyala; sangat mudah menyala; mudah menyala; amat sangat beracun; sangat beracun; beracun; berbahaya; korosif; bersifat iritasi; berbahayabagi lingkungan; karsinogenik; teratogenik; mutagenik.Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu: mudah meledak; mudah terbakar; bersifat reaktif; beracun; menyebabkan infeksi; bersifat korosif.Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini. Pengelolaan dan pengolahan limbah B3Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (www.menlh.go.id/i/art/pdf_1054679307.pdf)Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan: Lokasi pengolahanPengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:1. daerah bebas banjir;2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:1. daerah bebas banjir;2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;5. dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m. Fasilitas pengolahanFasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:1. sistem kemanan fasilitas;2. sistem pencegahan terhadap kebakaran;3. sistem pencegahan terhadap kebakaran;4. sistem penanggulangan keadaan darurat;5. sistem pengujian peralatan;6. dan pelatihan karyawan.Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan. Penanganan limbah B3 sebelum diolahSetiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah. Pengolahan limbah B3Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 grTidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah. Hasil pengolahan limbah B3Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup.Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).

Teknologi PengolahanTerdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration.1. Chemical Conditioning Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan utama dari chemical conditioning ialah: menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur mendestruksi organisme patogen memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkunganChemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:1. Concentration thickening Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.2. Treatment, stabilization, and conditioning Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation. 3. De-watering and drying De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press. 4. Disposal Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.2. Solidification/Stabilization Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu: 1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik3. Precipitation4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekaliTeknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995. 3. Incineration Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil. Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air dan senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O.Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioperasikan IIncenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan operasionalLOGAM BERAT A. Logam BeratIstilah logam secara khas memberikan suatu unsur yang merupakan konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapat, mudah ditempa, keras, dan kelektropositifan yang tinggi (Connel, Des W dan Miller, Gregory J, 1995). Hampir 75% dari unsur-unsur yang terdapat dalam tabel periodik merupakan unsur logam. Unsur logam tersebut, ditemukan hampir pada setiap golongan kecuali pada golongan VII-A dan golongan VIII-A dari Tabel Periodik Unsur (Palar, 2008).Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Karakteristik dari kelompok logam berat adalah sebagai berikut (Palar, 2010) :a) Memiliki spesifikasi graviti yang sangat besar (lebih dari 4).b) Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur-unsur lantanida dan aktinida.c) Mempunyai respon biokimia yang khas (spesifik) pada organisme hidup .Logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup, karena semua logam berat bersifat toksik. Namun demikian, sebagian dari logam-logam tersebut tetap dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang biasa dinamakan sebagai logam-logam esensial tubuh.Keberadaan logam-logam dalam perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah dan dari aktivitas manusia. Sumber-sumber logam alamiah yang masuk ke dalam perairan bisa berupa pengikisan dari batuan mineral. Kegiatan manusia juga merupakan suatu sumber utama pemasukan logam ke dalam lingkungan perairan. Masukan logam berasal dari buangan langsung berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada cekungan-cekungan perairan, presipitasi dan jatuhan dari atmosfer. Sumber utama masuknya logam ke dalam perairan adalah sebagai berikut (Wittman, 1979 dalam Connel, Des W dan Miller, Gregory J, 1995 ):1) Kegiatan Pertambangan. Eksploitasi timbunan bijih membongkar permukaan batuan baru dan sejumlah besar sisa-sisa batu atau tanah untuk mempercepat proses pelapukan. Sehingga mengakibatkan oksidasi mineral dan pembentukan air saluran tambang yang asam.Kegiatan proses pengambilan bijih, peleburan dan penyulingan minyak dapat menyebabkan hamburan dan penimbunan sejumlah besar logam runutan seperti Pb, Zn, Cu, As, dan Ag ke dalam saluran pembuangan di sekelilingnya atau pengeluaran langsung ke dalam lingkungan perairan.2) Cairan Limbah Rumah Tangga dan Aliran Air Badai Perkotaan. Jumlah logam runutan yang cukup besar disumbangkan ke dalam cairan limbah rumah tangga oleh sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb, Zn dan Cd) dan produk-produk konsumer (misalnya, formula detergen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, Cr, B dan As). Pembuangan sampah lumpur dapat juga menyumbangkan pengkayaan logam (Cu, Pb, Zn, Cd dan Ag) ke dalam air penerima (William dkk, 1974 dalam Connel, Des W dan Miller, Gregory J, 1995)Komposisi logam pada aliran air perkotaan tergantung pada banyak faktor, seperti rencana perkotaan, keadaan lalu lintas, kontruksi jalan, penggunaan tanah, dan ciri-ciri fisik dan klimatologi batas air (Hahne dan Kroontji, 1973 dalam Connel, Des W dan Miller, Gregory J, 1995).3) Limbah dan Buangan Industri. Beberapa logam runutan di buang ke dalam lingkungan perairan melalui cairan limbah industri demikian juga dengan penimbunan dan pencucian lumpur industri. Kepekatan logam dalam air limbah industri seringkali dalam skala miligram per liter (lihat Tabel 2.1). Emisi logam dari pembakaran bahan bakar fosil juga merupakan sumber utama pemaculogam di udara yang ada di dalam air alamiah dan daerah aliran sungai .Pembakaran bahan bakar yang mengandung timah hitam secara nyata membreikan sumbangan pada timbunan timah hitam di perkotaan (Wittman, 1979 dalam Connel, Des W dan Miller, Gregory J, 1995).4) Aliran Pertanian. Sangat banyak endapan yang mengandung logam, hilang dari daerah pertanian sebagai akibat dari erosi tanah (McElroy dkk, 1975 dalam Connel, Des W dan Miller, Gregory J, 1995).Di dalam perairan, biasanya logam berikatan dengan senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut berada.Tingkat kandungan logam pada setiap kompartemen sangat bervariasi, bergantung pada lokasi, jenis kompartemen dan tingkat pencemarannya. Biasanya tingkat konsentarsi logam berat dalam air dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan nonpolusi (Darmono, 2001).Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh makhluk hidup logam diabsorpsi oleh darah, berikatan dengna protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam organ detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam ini dapar berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme) (Darmono, 2001).Menurut Gossel dan Bricker (1984) dalam Darmono, 2001 ,ada 5 logam yang berbahaya pada manusia yaitu arsen (As), Kadmium (Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan besi (Fe). Selain itu, ada 3 logam yang kurang beracun, yaitu tembaga (Cu), selenium (Se), dan seng (Zn). Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manuia maupun hewan .

DAFTAR PUSTAKAhttp://amirrasabou.blogspot.com/2013/05/golongan-logam_19.htmlhttp://limbahb3-limbahb3.blogspot.com/http://depisatir.blogspot.com/2013/01/solidifikasi.html