soal audiologi

5
1. suara frekuensi tinggi menyebabkan daerah kecil dari membran basilar dekat stapes untuk bergerak, sementara frekuensi rendah menyebabkan hampir seluruh membran untuk bergerak. Fekeunsi menengah pergerakan membran basiler pada pertengahan antara apex dan round window. Namun, perpindahan puncak membran terletak dekat puncaknya. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang berjalan selalu bepergian dari dasar ke puncak, dan seberapa jauh menuju puncak itu perjalanan tergantung pada frekuensi stimulasi, frekuensi yang lebih rendah perjalanan lebih lanjut. CARA Dix-Hallpike Cara melakukannya sebagai berikut: - Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akantimbul namun menghilang setelah beberapa detik .- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepalaekstensi ke belakang 30 – 40 derjat, penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yangmuncul. - Kepala diputar menengok ke kanan 45 derjat (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkankemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior. - Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepalatergantung pada ujung tempat periksa.

Upload: bayulesmono

Post on 21-Nov-2015

241 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

1.suara frekuensi tinggi menyebabkan daerah kecil dari membran basilar dekat stapes untuk bergerak, sementara frekuensi rendah menyebabkan hampir seluruh membran untuk bergerak. Fekeunsi menengah pergerakan membran basiler pada pertengahan antara apex dan round window. Namun, perpindahan puncak membran terletak dekat puncaknya. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang berjalan selalu bepergian dari dasar ke puncak, dan seberapa jauh menuju puncak itu perjalanan tergantung pada frekuensi stimulasi, frekuensi yang lebih rendah perjalanan lebih lanjut.

CARA Dix-HallpikeCara melakukannya sebagai berikut:- Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akantimbul namun menghilang setelah beberapa detik.- Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepalaekstensi ke belakang 30 40 derjat, penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yangmuncul.- Kepala diputar menengok ke kanan 45 derjat (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkankemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.- Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepalatergantung pada ujung tempat periksa.- Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.- Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.- Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan dan penderitamengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.- Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saatgerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukannistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bilasebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya seranganvertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus

BERABentuk gelombang dianalisis dan dikelompokkan dengan melihat parameter :1. Masa laten absolut (absolut latency), yaotu waktu yang diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai timbul gelombang.2. Beda masing-masing masa laten antar gelombang (Inter Peak Latency/IPL) antara Gelombang I-III, I-V, dan III-V3. Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri terutama pada gelombang V4. Beda masa laten pada penurunan intensitas5. Rasio amplitudo gelombang V/I, yaitu rasio antara nilai puncak ke puncak gelombang V dan gelombang I

Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain : Teori Cupulolithiasispartikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula Teori Canalithiasispartikel otolith bergerak bebas di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai 90o di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing.

Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik.

Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.

Klasifikasi tinnitus A. Tinnitus Subjektif Yang paling banyak adalah penyebab terjadinya gangguan pendengaran, baik yang konduktif maupun yang sensorineural. B. Tinnitus ObjektifTinnitus jenis ini jarang dijumpai, biasanya disebabkan oleh gangguan vaskuler, penyakit neurologik, ataupun disfungsi tuba eustakius.

GARPUTALATES RINNETujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.Cara Pemeriksaan :- Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif. Bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.- Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, kemudian dipancangkan pada planum mastoid, kemudian segera dipindahkan di dpan MAE, kemudian penderita ditanya mana yang terdengar lebih keras. Bila lebih keras di depan disebut rinne positif, bila lebih keras di belakang disebut rinne negatif. Interpretasi :- Normal : Rinne positif- Tuli konduksi : Rinne negatif- Tuli sensori neural : Rinne positif TES WEBERTujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderitaCara Pemeriksaan :- Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal. Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang tidak mendengar atau mendengar lebih keras . Bila mendengar pada satu telinga disebut laterisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi. Interpretasi :- Normal : Tidak ada lateralisasi- Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit- Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang sehatKarena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.Contoh : lateralisasi ke kanan, telinga kiri normal, dapat diinterpretasikan :- Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal- Tuli konduksi kanan dan kiri, tgetapi kanan lebih berat- Tuli sensorineural kiri, telinga kanan normal- Tuli sensorineural kanan dcan kiri, tetapi kiri lebih berat- Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri. 144. TES SCHWABACHTujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksaCara pemeriksaan :- garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu Schwabah memendek atau normal.Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa.Garpu tala 512 dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sam-sama normal, bila pemeriksa masih masih mendengar berarti schwabach penderita memendek. Interpretasi :- Normal : Schwabach normal- Tuli konduksi : Schwabach memanjang- Tuli sensorineural : Schwabach memendekKesalahan terjadi bila :- Garpu tala tidak di letakkan dengan benar, kakinya tersentuh sehingga bunyi menghilang- Isyarat hilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita. 14TES BING (Tes Oklusi)Tes Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana garpu tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup.Cara pemeriksaan :- Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Garpu tala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber).Interpretasi :- Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal.- Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. 3,19TES STENGERTes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking.Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Garpu tala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian garpu tala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Interpretasi :Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi. 19