skripsi tinjauan hukum terhadap pelaksanaan … · menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu...
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR
PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH UNTUK PERTAMA KALI DI
KANTOR PERTANAHAN KOTA MAKASSAR
OLEH
PUTRI CUT KEUMALAHAYATI
B12113310
PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
HALAMAN JUDUL
TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PROSEDUR
PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH UNTUK PERTAMA KALI DI
KANTOR PERTANAHAN KOTA MAKASSAR
OLEH
PUTRI CUT KEUMALAHAYATI
B 121 13 310
Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Program Studi Hukum Administrasi Negara
PROGRAM STUDI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
Hhhhh
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa:
Nama : Putri Cut Keumalahayati
Nomor Induk : B 121 13 310
Prodi : Hukum Administrasi Negara
Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Pelaksanaan Prosedur
Penerbitan Sertifikat Tanah Untuk
Pertama Kali Di Kantor Pertanahan
Kota Makassar.
Telah diperiksa dan disetuji untuk diajukan dalam ujian skripsi Makassar, Januari 2017 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H. Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H. NIP. 19570101 198601 1001 NIP. 19641123 199002 2001
v
Hkj;
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin segala puji bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam atas segala limpahan rahmat, hidayah dan karunia yang
senantiasa dicurahkan kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat tugas akhir pada
jenjang studi Strata Satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Salam dan shalawat kepada Baginda Rasulullah Muhammad S.A.W yang
selalu menjadi contoh panutan yang baik dalam segala tingkah dan
perbuatan yang kita lakukan sehingga dapat bernilai ibadah di sisi Allah
SWT. Semoga semua hal yang penulis lakukan berkaitan dengan
penyelesaian skripsi ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya. Aamiin.
Penyelesaian skripsi ini telah dilakukan dengan segenap
kemampuan yang telah penulis curahkan didalamnya. Namun demikian,
maksimalnya usaha dan doa penulis, penulis pun menyadari bahwa
penulisan skrispsi ini memiliki nilai yang tidak semua orang dapat menilai
baik karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT.
Oleh karena itu, segala bentuk saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan agar kedepannya dapat membuahkan tulisan yang lebih
baik. Aamiin.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa dalam proses tugas akhir
ini, banyak sekali pihak yang membantu penulis hingga skripsi ini dapat
vii
diselesaikan. Untuk itu, maka penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor Universitas
Hasanuddin dan Wakil Rektor, staf serta jajarannya.
2. Ibu Prof. Dr. A. Farida Patittingi, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H.,
M.H. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan Bapak Dr. Hamzah
Halim, S.H., MH. Selaku Waki Dekan III.
3. Ketua Program Studi S1 Hukum Administrasi Negara beserta seluruh
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Univesitas Hasanuddin yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani proses
perkuliahan di Fakultas Hukum Univesitas Hasanuddin hingga penulis
dapat menyelesaikan studinya.
4. Bapak Dr. Romi Librayanto, S.H.,M.H. selaku Penasihat Akademik
selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
5. Bapak Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H. selaku Pembimbing I dan
Ibu Dr. Sri Susyanti Nur, S.H., M.H. selaku Pembimbing II, terima kasih
atas segala kesabaran, petunjuk, saran, bimbingan dan waktu yang
diluangkan untuk penulis.
6. Ibu Prof. Dr. Marwati Riza, S.H., M.Si., Bapak Dr. Romi Librayanto,
S.H.,M.H., serta Bapak Muhammad Zulfan Hakim, S.H., M.H. selaku
viii
dewan penguji yang telah memberikan masukan dan saran-sarannya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Narasumber yang memberikan pendapatnya dalam skripsi ini yaitu
Kepala Sub Seksi Penetapan Hak Atas Tanah Kantor Pertanahan Kota
Makassar, Bapak Muhammad Thamrin. Kepala Seksi Survei Pemetaan
dan Pengukuran Kantor Pertanahan Kota Makassar, Bapak Taufik.
Kepala Sub Seksi Tematik dan Potensial Tanah Kantor Pertanahan
Kota Makassar, Bapak Susan Surhajana. Serta Kak Asmiyati Anis
selaku staff Bagian Tata Usaha Kantor Pertanahan Kota Makassar
yang membantu penulis dalam proses penelitian.
8. Staff Bagian Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Hukum
Univesitas Hasanuddin Bapak Rony, Bapak Bunga, Bapak Usman,
Bapak Ramalang, Bapak Hakim, Kak Tri, Kak Lina, Kak Tia dan lain-
lain yang penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam pengurusan berkas ujian skripsi.
9. Terima kasih sebesar-besarmya kepada Orang Tua Penulis, Bapak
Drs.H. Supardjono Umar dan Almarhumah Hj. Endah Ekarini yang
senantiasa mendukung penulis dalam setiap aktivitas penulis sejak
masih kanak-kanak hingga dewasa serta selalu mendidik dan
mendoakan penulis. Meskipun kali ini ibunda telah tiada namun jasa-
jasa almarhum sebagai ibu tidak akan pernah penulis lupakan, Terima
kasih telah melahirkan penulis ke dunia. Ragamu mungkin telah tiada
namun engkau selalu hidup di dalam hati, Mah.
ix
10. Ibunda Emma Erni Harun yang senantiasa mendukung penulis dan
berperan menggantikan ibu penulis. Meskipun tidak lahir dari rahimmu,
tapi kami lahir dari hatimu, ummy.
11. Saudari-saudariku tersayang, kakak Putri Joice Johana, Putri Juwita
Permatahati, S.H. Adikku, Putri Jelita Kusumawati yang semoga cepat
menyusul menjadi S.H., dan Putri Adinda Citra Ceria yang selalu
kompak tidak hanya sebagai saudara tapi sebagai teman juga
12. Opa dan Oma penulis, Bapak Mursidi dan Hj. Doris Umar, Ma epin,
Om Visi, Om Iman, Tante Yuli, Kak Wati, Kak Budi, Ian, Angga, Tante
Ika Mustika Putri S.H. yang semuanya senantiasa memberi dukungan
khususnya finansial penulis. Terkhusus bagi Almh. Ma Ica, yang
layaknya berperan sebagai Ibu bagi penulis yang mengurusi penulis
sejak bayi hingga berusia dua puluh tahun.
13. Kakanda Dana Abrian, yang Insha Allah sebentar lagi S.T. yang
senantiasa mendukung, membantu penulis, tempat berkeluh kesah
dan meminta saran dan berdiskusi banyak hal, serta banyak mengajar
penulis
14. Sahabat yang telah mengetahui cita-cita penulis sejak SMP hingga
sekarang, A. St. Dianti Rahma Sanrima dan Nur Inayah Maghfira yang
Insha Allah segera S.H.. Sejak SMA, Ayu Fratiwi Yusna, Ayu Sri
Wahyu Ningsih, Auliya Munawwarah, Ilma Tina, dan Achmad Noor
serta Teman-teman Exact One SMA Angkasa.
x
15. Sahabat dan Saudara seperjuangan selama di Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, Nurul Ilmi, Arridha Fajrin, Dwi Siti Huttami,
Isnaeni, A. Windhasari, dan Nur Adilah Zainuddin yang telah menjadi
keluarga penulis selama tiga tahun terakhir dan mudah-mudahan
seterusnya yang tak henti-hentinya mendoakan penulis, tempat
berbagi suka dan duka, tempat berkeluh kesah,
16. Teman-teman seperjuangan di UKM ALSA LC UNHAS, serta keluarga
besar ALSA LC UNHAS.
17. Teman-teman KKN Tematik Kota Makassar Unhas Gelombang 93,
Rofira Ambar, A. Nilawati Hasbi, Nur Latifa, Kakak Gilang Andika,Muh.
Imran, dan Fachriz Muchtar.
18. Seluruh pihak yang membantu penulis yang tidak dapat penulis
tuliskan satu persatu, terima kasih atas segala semangat, doa, saran
yang diberikan kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis juga memohon maaf sebesar-besarnya atas segala
perbuatan dan ucapan yang sekiranya tidak bb\erkenan. Segala bentuk
kritik, masukan dan saran penulis harapkan guna penyempurnaan skripsi
ini akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat berguna di kemudian hari
dalam memberikan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.
Makassar, Februari 2017
Penulis
xi
ABSTRAK
Putri Cut Keumalahayati (B12113310), Tinjauan Hukum terhadap Pelaksanaan Prosedur Penerbitan Sertifikat Tanah Untuk Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kota Makassar. Dibimbing oleh Achmad Ruslan dan Sri Susyanti Nur.
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan prosedur penerbitan sertifikat tanah untuk pertama kali di Kantor Pertanahan Kota Makassar. Untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah dari pendaftaran tanah pertama kali dikaitkan dengan asas sederhana, asas aman, dan asas terjangkau yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar, serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam pelaksanaan prosedur penerbitan sertifikat hak milik atas tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kota Makassar.
Penelitian hukum ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk dalam penelitian hukum deskriptif. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: wawancara, observasi lapangan dan studi kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kota Makassar dapat disimpulkan: Bahwa ketepatan waktu dalam proses penerbitan sertifikat tanah untuk pertama kali untuk saat ini belum cukup baik dalam pelaksanaanya. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal yaitu 1) masyarakat yang kurang memahami mengenai persyaratan dalam melaksanakan pendaftaran tanah pertama kali. Tidak adanya tabel atau brosur yang menjelaskan prosedur pendaftaran tanah serta biaya dalam pendaftaran tanah, serta kurangnya sosialisasi dari pihak Kantor Pertanahan Kota Makassar terhadap pemohon yang melaksanakan pendaftaran tanah untuk pertama kali, 2) kurangnya kordinasi antara pemohon dengan pihak kantor pertanahan Kota Makassar dalam melaksanakan proses pengukuran dan penetapan batas-batas bidang tanah. 3) Tidak adanya partisipasi pegawai kantor pertanahan Kota Makassar dalan membantu pemohon dalam pengecekan berkas melalui pin di Kantor Pertanahan Kota Makassar.Adapun masalah yang dihadapi Kantor Pertanahan Kota Makassar yaitu 1) kurangnya sumber daya manusia yang menyebabkan keterlambatan waktu dalam proses penerbitan sertifikat tanah yang tidak sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). 2)Tidak lengkapnya alas hak pemohon sehingga memperlambat dalam proses penerbitan sertifikat tanah 3) Kurangnya peralatan teknis seperti komputer untuk pemetaan..
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iv
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................ xi
DAFTAR ISI ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pengambilan Keputusan.............................. ...................... 11
1. Tindakan Pemerintah......................... .................................... 11
2. Keputusan Tata Usaha Negara ............................................. 17
B. Pendaftaran Tanah ..................................................................... 22
1. Pengertian Pendaftaran Tanah .............................................. 22
2. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah ......................................... 24
xiii
3. Asas-Asas Pendaftaran Tanah. ............................................. 27
4. Tujuan Pendaftaran Tanah .................................................... 30
5. Sistem Pendaftaran Tanah .................................................... 33
6. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah ..................................... .34
7. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pertama Kali ..................... .41
8. Penyelenggara Pelaksana Pendaftaran Tanah Pertama Kali .43
C. Sertifikat Tanah ........................................................................... 46
1. Pengertian Sertifikat Tanah ................................................... 46
2. Pemberian Sertifikat Hak Milik Atas Tanah ............................ 48
3. Kegunaan Sertifikat Tanah .................................................... 52
4. Sertifikat Cacat Hukum .......................................................... 53
D. Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Dalam
Pendaftaran Tanah Pertama Kali ................................................ 61
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 64
1. Jenis Penelitian ...................................................................... 64
2. Lokasi Penelitian .................................................................... 64
3. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 64
4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 65
5. Analisis Data .......................................................................... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 67
A. Deskripsi Lokasi .......................................................................... 67
1. Keadaan Kota Makassar ........................................................ 67
2. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Makassar ........... 70
xiv
B. Pelaksanaan Prosedur Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kota Makassar .................. .76
C. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Prosedur
Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Pertama Kali Di Kantor
Pertanahan Kota Makassar ......................................................... .89
BAB V PENUTUP .................................................................................. .94
A. Kesimpulan ................................................................................. .94
B. Saran........................................................................................... .96
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... ........98
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur konversi, pengakuan dan penegasan hak ..................... .54
Gambar 2 Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Makassar........ .68
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Luas Wilayah Kota Makassar .................................................... .62
Tabel 2 Tanggapan Tentang Responden Ketepatan Waktu .................. .75
Tabel 3 Tanggapan Tentang Responden Ketepatan Biaya ................... .78
Tabel 4 Tanggapan Responden Tentang Pengetahuan Prosedur ......... .80
Tabel 5 Tanggapan Responden Terhadap Kinerja Kantor Pertanahan Kota
Makassar ................................................................................... .81
Tabel 6 Rekapitulasi Permhonan Pendaftaran Tanah Pertama Kali Tahun
2016 .......................................................................................... .84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak
dapat dipisahkan dari tata kehidupan mahkluk hidup, seperti
menjadi sarana tempat tinggal maupun menjadi sumber untuk
mencari nafkah bagi kelangsungan hidup mahkluk hidup. Dimana
dewasa ini tanah merupakan salah satu modal utama dalam rangka
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu
tanah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Mayoritas orang ingin memiliki dan menguasai tanah
karena ingin memenuhi kebutuhan hidup. Bagi kebanyakan
manusia, tanah merupakan kebutuhan pokok yang harus dimiliki,
selain makanan dan pakaian. Tanah merupakan komoditas
pemenuhan kebutuhan hidup yang harus dimiliki agar hidup lebih
sejahtera. Secara psikologis manusia, terutama sebuah keluarga
sejahtera, tidak akan merasa tenang sebelum memiliki sendiri
tanah dan bangunan rumah sebagaai tempat bernaung.
Tanah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, hak-hak atas kepemilikan tanah pun diatur oleh konstitusi
(UUD 1945) yang berlaku di Indonesia sebagai Negara Hukum.
Adapun di dalam konstitusi (UUD 1945) pengaturan terhadap atas
2
tanah menggunakan istilah Agraria yang mempunyai cakupan yang
lebih luas yaitu bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Konstitusi yang mengatur pertanahan secara khusus
seperti hak-hak atas kepemilikan tanah yaitu diatur di Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria atau yang sering dikenal dengan Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA).
UUPA memuat dasar-dasar pemerataan distribusi kepemilikan
tanah (Land reform), dan adapun tujuan diundangkannya UUPA
adalah untuk memberikan jaminan pastian hukum. Tujuan tersebut
dapat terwujud melalui dua upaya, yaitu :1
1. Tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas
yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan
ketentuan-ketentuanya.
2. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi
pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan
hak atas tanah yang dikuasainya, dan bagi pihak yang
berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk
memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang
menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi
Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahan.
Tujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum tersebut
termuat dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemmerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republlik
Indonesia menurut ketentuan yaang diatur Peraturan
Pemerintah.”
1 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), Hlm: 69
3
Dari ketentuan tersebut dipahami bahwa pendaftaran tanah
ditujukan kepada pemerintah sebagai penguasa tertinggi terhadap
tanah.2 Beranjak dari ketentuan tersebut maka terbitlah Peraturan
Pemerintah sebagai implementasi dari Pasal 19 UUPA tersebut,
yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah. Dengan adanya Perarturan tersebut,
diharapkan pelaksanaaan pendaftaran tanah agar dilaksanakan
secepatnya agar terciptanya kepastian hukum dan mengurangi
sengketa tanah.
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan
akan kepastian hukum hak atas tanah maka Peraturan tersebut
diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah yang juga menyatakan bahwa PP
No. 10 Tahun 1961 tidak berlaku lagi.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 mempunyai
ketentuan-ketentuan yang bukan hanya pelaksanaan Pasal 19
UUPA, Tetapi sebagai Peraturan Pemerintah yang menjadi Tulang
Punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan
sebagai salah satu Tertib Pertanahan dan Hukum Pertanahan di
Indonesia.3
2 R Soehadi, Penyelesaiaan Sengketa Tanah Sesudah Berlakunya Undang-Undang
Pokok Agraria, (Surabaya: Usana Offest Printing), hlm : 53.
3 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm: 5.
4
Adapun dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
menjelaskan pengertian Pendaftaran Tanah yang termuat dalam
Pasal 1 angka 1, yaitu:
“Serangkaian Kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara
terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pemmbukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak atas milik
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya”.
Definisi Pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup
kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) PP No.
10 Tahun 1961 yang hanya meliputi: Pengukuran, perpetaan dan
pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta
pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembukuan yang kuat.4
Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam
pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar,
kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak. Pendaftaran tanah
ini menghasilkan Sertifikat Tanah atau sertifikat hak-hak atas
tanah sebagai tanda bukti yang sah.
Di Indonesia sertifikat hak-hak atas tanah berlaku sebagai alat
bukti yang kuat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat 2
4 Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, “Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm: 138.
5
huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1977. Kajian mengenai kekuatan berlakunya sertifikat
sangat penting karena pertama, sertifikat memberikan kepastian
hukum kepemilikan tanah sehingga dapat mencegah sengketa
tanah. Kedua, dengan kepemilikan sertifikat, pemilik tanah dapat
melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, ketertiban
umum, dan kesusilaan. Selain itu, sertifikat memiliki nilai ekonomi
yang tinggi apabila dijadikan investasi untuk masa depan.
Kebijakan agraria merupakan bagian dari otonomi daerah
yaitu pendelagasian wewenang Pemerintah Pusat terhadap
Pemerintah Daerah dalam hal pertanahan. Otonomi Daerah
sebagai respon terhadap tuntutan perubahan atas pola kebijakan
Negara yang sentralistis, sehingga Pemerintahan dapat diharapkan
akan memberdayakan daerah secara lebih optimal.5
Badan Pertanahan Nasional sesuai dalam Peraturan Presiden
No. 20 Tahun 2015 mempunyai kewenangan untuk melaksanakan
tugas dan fungsi pemerintahan di bidang pertanahan secara
nasional, regional, dam sektoral.
Bedasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia untuk melaksanakan fungsi Badan Pertanahan
Nasional didaerah maka diterbitkanlah Keputusan Badan
5 Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria, Cetakan Pertama, (Jakarta: Kompress,
2013), hlm: 13.
6
Pertanahan No. 1 Tahun 1989 yang bertujuan untuk membentuk
kantor pertanahan ditingkat kota dan kabupaten.
Kantor Pertanahan Kota Makassar adalah instansi vertikal BPN
kota/kabupaten yang berada dibawah tanggung jawab kepada
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan. Dimana
mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN
yang bersangkutan yang dipimpin oleh seorang kepala.
Agar terciptanya pelaksanaan yang baik, maka pegawai
Kantor Pertanahan Kota Makassar harus tunduk pada Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional/PERKABAN No. 1 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pemerintahan sebagai
tolok ukur Kantor Pertanahan Kota Makassar dalam penerbitan
sertifikat tanah secara nasional, regional maupun sektoral. Kantor
Pertanahan Kota Makassar diharapkan agar dalam proses
penerbitan sertifikat tanah dari pendaftaran tanah pertama kali,
terselenggaranya asas-asas pendaftaran tanah sehingga
terjaminnya kepastian hukum yang baik bagi pemegang hak serta
meminimalisirnya keluhan-keluhan masyarakat dalam
melaksanakan pendaftaran tanah. Yang dimana asas-asas
pendaftaran tanah tersebut telah sesuai dengan tujuan dari
Perkaban No. 1 Tahun 2010.
Untuk mendapatkan sertifikat tanah pertama kali, pemohon
terlebih dahulu melaksanakan pendaftaran tanah pertama kali,
7
yang diharapkan sesuai dengan asas-asas pendaftaran tanah.
Asas Sederhana yang dimaksud ketentuan pokok dan prosedur
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dipahami oleh pihak-
pihak yang melaksanakan pendaftaran tanah serta tidak
mempersulit masyarakat dalam mengurus sertifikat tanah. Asas
Aman dimaksudkan pendaftaran tanah diselenggarakan secara
teliti dan cermat oleh pemohon serta pemerintah sehingga hasilnya
dapat memberikan jaminan kepastian hukum yang baik sesuai
tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. Asas Terjangkau, bahwa tarif
pendaftaran tanah tidak mempersulit masyarakat dalam mengurus
sertifikat tanah. Sehingga tercapainya target pendaftaran tanah dan
tata tertib pertanahan di Kota Makassar.
Permasalahan yang banyak timbul dalam bidang pertanahan
di Kota Makassar yaitu masih banyaknya bidang-bidang tanah yang
belum bersertifikat, sehingga untuk mencapai kepastian tata tertib
pertanahan di Kota Makassar belum terlaksana dengan baik.
Adapun mengenai masih minimnya kualitas pelaksanaan dalam
proses penerbitan sertifikat tanah menyebabkan banyaknya
keluhan-keluhan masyarakat Kota Makassar selaku pemohon
terhadap kinerja Kantor Pertanahan Kota Makassar
Serta kondisi birokrasi yang terkesan lamban dan rumit dalam
melaksanakan penerbitan sertifikat tanah mengakibatkan
keluahan-keluhan masyarakat, sebagian masyarakat menjadi
8
apatis untuk melakukan sertifikasi tanah. Selain itu kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap prosedur dan mekanisme yang
seharusnya untuk menerbitkan sertifikat tanah di Kota Makassar
membuat pelaksanaan pendaftaran tanah terkesan rumit. Biaya
dalam melakukan pendaftaran sertifikat tanah tidak sesuai dengan
PP No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementrian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Adapun biaya yang sering kita dengar untuk melaksanakan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dikeluarkan cukup
mahal,dan mengeluarkan biaya yang sangat besar. Yang pada
akhirnya mengakibatkan pemohon ekonomi lemah merasa enggan
untuk melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali di Kota
Makassar. Serta kemampuan aparatur yang minim dan lalai dalam
pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah sehingga menghasilkan
sertifikat tanah khususnya atas hak milik yang cacat administrasi
atau sertifikat yang tidak sah merupakan deretan keluhan yang
menggambarkan pelaksanaan dalam penerbitan sertifikat tanah
pertama kali yang memprihatinkan.
Kantor Pertanahan Kota Makassar sebagaimana
kewenangnya memiliki fungsi melaksanakan pengurusan
menerbitkan sertifikat tanah sesuai dengan hak-hak atas tanah
diharapkan dapat memberikan pelaksanaan tugas yang optimal
9
kepada masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Serta,
karena sertifikat tanah ini merupakan produk yang diterbitkan oleh
pejabat tata usaha negara, diharapkannya sikap kehati-hatian
pejabat tata usaha negara dalam menerbitkan sertifikat tanah.
Sehingga dapat meminimalisir sengketa pertanahan dan
terciptanya masyarakat yang taat hukum dan tertib administrasi
dalam bidang pertanahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pelaksanaan Prosedur Penerbitan Sertifikat Tanah
Untuk Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kota Makassar.
2. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Prosedur
Penerbitan Sertifikat Tanah Untuk Pertama Kali di Kantor
Pertanahan Kota Makassar.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pelaksanaan dan Prosedur Penerbitan
Sertifikat Tanah Untuk Pertama Kali di Kantor Badan
Pertanahan Kota Makassar
2. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Penghambat Dalam
Pelaksanaan dan Prosedur Penerbitan Sertifikat Tanah Untuk
Pertama Kali di Kantor Pertanahan Kota Makassar.
10
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teortis
Hasil Penelitian ini diharapkan untuk menambah pemahaman ilmu
Hukum Administrasi Negara yang khususnya terhadap
pelaksanaan para administrasi negara dalam penerbitan sertifikat
tanah di bidang pertanahan
2. Secara Praktis
Secara Praktis penelitian ini diharapkan berguna untuk penulis dan
masyarakat sehingga dapat menambah pengembangan Ilmu
Pengetahuan bidang hukum khususnya dalam hal kesadaran
hukum masyarakat dalam pendaftaran hak atas tanah.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Pengambilan Keputusan Tata Usaha Negara
Pengambilan Keputusan Tata Usaha Negara adalah bagian kunci
dalam kegiatan administrasi pemerintahan. Kegiatan tersebut
merupakan tindakan pemerintahan bedasarkan hukum bersegi satu.
Untuk menjalankan fungsi pemerintahan, dalam melakukan
pengambilan keputusan diharapkan sikap kehati-hatian pejabat tata
usaha negara dalam menentukan keputusan dan sesuai dengan syarat
sahnya keputusan. Adapun pengertian tindakan pemerintahan dalam
mengambil suatu keputusan tata usaha negara akan dibahas sebagai
berikut.
1. Tindakan Pemerintah
A. Pengertian Tindakan Pemerintah
Pemerintah melakukan berbagai tindakan untuk dapat
menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan yang disebut dengan
tindakan pemerintah (bestuurshandeling, jamak =
bestuurshandelingen). Tindakan pemerintah adalah setiap tindakan
atau perbuatan yang dilakukan oleh alat perlangkapan
pemerintahan (bestuurorgan) dalam menjalankan fungsi
12
pemerintahan (bestuursfunctie).6 Dalam negara hukum modern
(welfarestate), pemerintah memiliki tugas yang lebih luas daripada
hanya menjalankan undang-undang sebab lapangan pekerjaan
pemerintah meliputi tugas penyelenggara kesejahteraan umum.
Terdapat dua pengertian mengenai pemerintahan, yaitu
pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit.
Menurut teori Trias Politica (teori pemisahan kekuasaan) dari
Monstequieu, pemerintahan dalam arti luas terbagi atas tiga
kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuassan eksekutif,,
kekuasaan yudikatif.
Sedangkan pengertian pemerintahan dalam arti sempit yaitu
hanya meliputi kekuasaan melaksanakan undang-undang
(eksekutif, bestuur, bestuurzog) atau tidak termasuk kekuasaan
membuat undang-undang (legislatif) dan menegakkan undang-
undang (yudikatif) serta fuungsi kepolisian. Pengertian
pemerintahan yang akan dibahas dalam skripsi ini merupakan
pengertian tindakan pemerintahan dalam arti sempit.
B. Bentuk-Bentuk Tindakan Pemerintah
Terdapat dua bentuk tindakan pemerintah (bestuurhandeling)
yang dilakukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi
pemerintahan, yakni tindakan bedasarkan hukum (rechtshandeling)
dan tindakan bedasarkan fakta/bukan bedasarkan hukum
6 Sadjijono, Memahami Bab-Bab Pokok Hukum Admministrasi negara, (Yogyakarta:
Laksbang, 2008), Hlm: 84
13
(feitelijkhandeling)7. E. Utrecht mengartikan “bestuurhandeling”
dengan “perbuatan pemerintah” serta menyebuttkan dua bentukan
tindakan pemerintah ini (rechtshandeling dan feitelijkhandeling)
sebagai dua golongan besar perbuatan pemerintah.
1. Tindakan bedasarkan hukum (rechtshandeling)
Menurut R.J.H.M Huisman (sebagaimana dikutip oleh Ridwan
H.R.), tindakan hukum adalah tindakan-tindakan yang
bedasarkan sifatnnya menimbulkan akibat hukum tertentu.
8Tindakan bedasarkan hukum dari pemerintah berarti tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah yang menimbulkan akibat
hukum tertentu berupa hak dan kewajiban, seperti tercipta atau
hapusnya hak dan kewajiban tertentu. Menurut H.D. van
Wijk/Williem Konjnebelt (sebagaimana dikutiip oleh Sadjijono),
akibat hukum tindakan pemerintah tersebut dapat berupa :9
1. Menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban dan
kewenangan yang ada;
2. Menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang
atau obyek yang ada;
3. Terdapat hak-hak kewajiban, kewenangan ataupun status
yang ditetapkan
7 Djenal Hoesen Koesoemahatmadja, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jilid I,
(Bandung: Penerbit Alumni,1983), Hlm: 40-41 8 Ridwan, H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo.2007) Hlm: 109-
110 9 Sadjijono , op.cit, Hlm: 85
14
Ada dua bentuk tindakan hukum pemerintah, yaitu tanda hukum
pemerintah bedasarkan hukum publik dan tindakan hukum
pemerintahan bedasarkan hukum privat. Perbedaan antara
tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat akan
melahirkan akibat hukum yang berbeda pula.
Tindakan hukum publik (publiekrechtshandeling) berarti bahwa
tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah didasarkan
pada hukum publik dalam keudukannya sebagai pemegang
jabatan pemerintahan yang dilakukan bedasarkan kewenangan
pemerintah yang bersifat hukum publik yang hanya dapat lahir
dari kewenangan yang bersifat hukum publik pula. Tindakan
hukum publik dibagi menjadi dua bentuk, yakni tindakan hukum
publik bersifat sepihak (eenzijdig publiekrechttelijke handeling)
dan tindakaan hukum publik yang bersifat berbagai pihak, yakni
dua atau lebih atau menurut E. Utrecht disebut dengan tindakan
hukum publik bersegi satu dan tindakan hukum publik bersegi
dua.
Dikatakan sebagai tindakan hukum publik bersegi satu (bersifat
sepihak) karena alat-alat perlengkapan pemerintah memiliki
kekuasaan istimewa dalam melakukan atau tidak melakukan
tindakan tergantung kehendak sepihak dari badan atau pejabat
tata usaha negara yang memiliki wewenang pemerintahan untuk
berbuat demikian.Tindakan hukum publik yang bersifat sepihak
15
(bersegi satu) ini disebut dengan “beschikking” atau dalam
Bahasa Indonesia disebut dengan istilah “keputusan” atau
“ketetapan”.10 Selain itu dikatakan tindakan hukum publik
bersegi dua merupakan persesuaian kehendak antara dua pihak
atau lebih (pemerintah dan pihak lain) yang diatur dalam suatu
ketentuan publik. Contoh tindakan hukum publik bersegi dua
adalah “kortvband contract” (perjanjian kerja yang berlaku
selama jangka pendek) antara swasta dengan pemerintahan.
Sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah yang didasarkan pada hukum privat
dalam kedudukannya sebagai badan hukum dan bukan tugas
untuk kepentingan umum sehingga tindakannya didasarkan
pada hukum privat. Contoh tindakan hukum privat misalnya jual
beli tanah dan jual beli barang yang dilakukan oleh pemerintah
dalam hubungan hukum perdata.
2. Tindakan bedasarkan fakta (feitelijkhandeling)
Tindakan bedasarkan fakta adalah tindakan-tindakan yang tidak
ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak
menimbulkan akibat hukum. Menurut Kuntjoro Probopranoto,
tindakan bedasrkan fakta ini tidak relevan karena tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kewenangannya.
Tindakan bedasarkan fakta yang dilakukan oleh pemerintah
10 Ridwan H.R., opcit, Hlm: 111
16
misalnya tindakan meresmmikan gedung-gedung, monumen
dan menyelenggarakan upacar-upacara serta kegiatan lainnya
yang tidak menimbulkan akibat hukum.11
C. Unsur-Unsur Tindakan Hukum Pemerintah
Menurut E. Utrecht tindakan hukum pemerintah merupakan
tindakan pemerintah yang terpenting dalam hal pelaksanaan tugas
pemerintahan. Adapun unsur-unsur tindakan hukum pemerintah
menurut Ridwan H.R (mengutip pendapat Muchsan) yaitu :12
a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam
kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat
perlengkapan pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung
jawab sendiri;
b. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan
fungsi pemerintahan
c. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk
menimbulkan akibat hukum di bidang Hukum Administrasi
Negara
d. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka
pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat
e. Perbuatan hukum administrasi harus didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku
(mengedepankan asas legalitas atau wetmatigheid van
bestuur)
Perlunya asas legalitas dalam setiap tindakan hukum
pemerintah mengingat bahwa wewenang sebagai dasar pemerintah
dalam melakukan berbagai tindakan bersumber pada peraturan
perundang-undangan.
11 Sadjijono, opcit, Hlm : 84
12 Ridwan H.R. opcit, Hlm: 112-113
17
2. Keputusan Tata Usaha Negara
A. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usahaa Neegara (selanjutnya disebut KTUN)
merupakan tindakan hukum publik pemerintah yang bersegi satu
atau bersifat sepihak (eenzijdge publiekrechtlijke handeling). Istilah
Keputusan Tata Usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh
Otto Meyer dengan istilah “verwaltungsakt” (Jerman). Istilah ini
diperkenalkan di Belandan oleh C.W. van der pot dan C. Van
Vollenhoven dengan istilah “beschikking”. Istilah “beschikking”
diperkenalkan di Indonesia oleh WF. Pins dan diterjemahkan
dengan istilah “ketetapan” (E. Utrecht, Bagir Manan), “penetapan”
(Prajudi Amtosudirjo), dan “keputusan” (Philipus M. Hadjon).13
Menurut E. Utrecht, beschikking diartikan sebagai perbuatan
hukum publik (yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat
pemerintahan bedasarkan suatu kekuasaan istimewa).
Bedasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara menyatakan bahwa :
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertullis
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang
bedasarkan peraturran perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final yang meniimbulkan
akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata.
13 Ridwan H.R. opcit, Hlm : 139-140
18
Sedangkan bedasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
menyatakan bahwa:
Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut
Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi
Negara yang selanjutnya disebut Keputusan atau ketetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dari pemaran beberapa pengertian mengenai KTUN di atas,
dapat disimpulkan bahwa KTUN merupakan tindakan hukum
publik bersegi satu (sepihak) yang dilakukan oleh pemerintah,
melalui alat-alat perlengkapan pemerintahan (badan atau
pejabat tata usaha negara), yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara ( sebagai bentuk pernyataan kehendak),
bedasarlan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
bersifat konkret, individual dan final, serta menimbulkan akibat
hukum terrtentu (dalam bidang administrasi) bagi seseorang
atau badan hukum.
B. Unsur-Unsur KTUN
Bedasarkan pada definisi yang dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan unsur-unsur dari KTUN (beschikking), yakni:14
a. Pernyataan kehendak yang bersifat sepihak (bersegi satu);
b. Dikeluarkan oleh organ pemerintahan;
c. Bedasarkan pada norma wewenang yang diatur dalam hukum
publik;
14 Sadjijono, opcit, Hlm: 94-95
19
d. Ditujukan untuk hal-hal yang bersifat khusus atau peristiwa
konkret dan individual;
e. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam
bidang administrasi;
Unsur-unsur KTUN bedasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan, yaitu:
a. Ketetapan tertulis;
b. Dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
c. Yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
C. Syarat Sah KTUN
Suatu KTUN yang sah akan dengan sendirinya memiliki
kekuatan hukum, baik kekuatan hukum formal maupun kekuatan
hukum materil. Hal ini kemudian melahirkan prinsip praduga
rechtmmatig (presumption iustitae causa) yaitu setiap Keputusan
Tata Usaha Negara dikeluarkan oleh pemerinta dianggap sah
menurut hukum sampai terbukti sebaliknya melalui suatu
pembatalan dari pengadilan.
Menurut Van der Pot, terdapat empat syarat yang harus
dipenuhi agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara berlaku
sebagai ketetapan (keputusan) yang sah, yaitu :15
15 Djenal Hoesen Koesomahatmaja, opcit, Hlm: 80
20
a. Ketetapan harus dibuat oleh alat pemerintah (organ) yang
berwenang (bevoegd);
b. Pembentukan kehendak alat pemerintahan yang membuat
ketetapan tidak boleh memuat kekurangan yuridis (geen
juridische gebreken in de wilsvorming);
c. Ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam
peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya harus juga
memperhatikan cara (procedure) membuat ketetapan itu,
bilamana cara itu ditetapkan dengan tegas dalaam peraturan
dasar tersebut;
d. Isi dan tujuan ketetapan itu, harus sesuai dengan isi dan
tujuan peraturan dasar
Sedangkan menurut Kuntjoro Purbopranoto (sebagaimana
dikutip oleh Sadjijono), ada dua syarat yang harus dipenuhi agar
Keputusan Tata Usaha Negara yang dibuat oleh pemerintah
menjadi keputusan yang sah. Kedua syarat tersebut yakni:16
a) Syarat Materi, meliputi:
1) alat pemerintahan yang membuat keputusan harus
berwenang (berhak);
2) dalam kehendak alat pemerintahan yang membuat
keputusan tidak boleh ada kekurangan yuridis (geen
yuridiche gebreken in de welsvorming);
3) keputusan harus dibentuk (vorm) yang ditetapkan
dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan
pemmbuatannya harus juga memperhatikan prosedur
membuat keputusan bilamana prosedur itu ditetapkan
dengan tegas dalam peraturan itu (rechtmatig);
4) isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi
dan tujuan yang hendak dicapai (doelmatig).
b) Syarat Formil, meliputi:
1) Syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan
persiapan dibuatnya keputusan dan berhubungan
dengan cara dibutnya keputusan harus dipenuhi;
2) Harus diberi bentuk yang telah ditentukan;
16 Sadjijono, opcit, Hlm: 100-101
21
3) Syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan
keputusan itu dipenuhi;
4) Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hak-
hak yang menyebabkan dibuatnya dan
diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh
dilupakan;
5) Ditandatangani oleh pejabat pemmerintahan yang
berwenang membuat keputusan.
Dalam Undnag-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan juga diatur mengenai syarat sahnya
suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yakni diatur dalam ketentuan
Pasal 52 ayat (1) yang menyatakan bahwa :
Syarat sahnya Keputusan meliputi:
a. Ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
b. Dibuat sesuai dengan prosedur;
c. Subtansi yang sesuai dengan objek Keputusan.
Bedasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) dari Undang-Undang
tersebut menyatakan bahwa sahnya KTUN juga didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik. Terhadap Keputusan Tata Usaha Negara
yang tidak memenuhi syarat tersebut diatas, maka akan
menimbulkan kekurangan dan dapat mengakibatkan keputusan itu
dianggap batal sama sekali atau pemberlakuaanya dapat digugat.
22
B. Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran berasaal dari kata cadastre (bahasa Belanda
Kadaster) suatu istilah teknis untuk record (rekaman), menunjukan
kepada luas, nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah.
Kata ini berasal dari bahasa latin Capitastrum yang berati suatu
register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah
Romawi (Capotaatio Terrens). Dalam artian yang tegas Cadastre
adalah record (rekaman dari lahan-lahan, nilai dari tanah dan
pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakkan).17
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, dijelaskan mengenai pengertian
pendaftaran tanah, yaitu: Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta
dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Data fisik menurut Pasal 1 angka 6 PP 24/1997 adalah
keterangan mengenai letak, batas dan luas bidangdas dan satuan
17 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,
2009), Hlm :18.
23
rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya
bangunan atau bagian bangunan di atasnya.
Sedangkan Data Yuridis menurut Pasal 1 angka 7 PP No. 24
Tahun 1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang
tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya
dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono adalah:
“Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa
pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-
tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu,
pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan
rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di
bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan
pemeliharaanya.”18
Bedasarkan pengertian di atas pendaftaran tanah merupakan
tugas negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah untuk
kepentingan rakyat dalam rangka menjamin kepastian hukum di
bidang pertanahan.
Sedangkan penyelenggaraan pendaftaran tanah meliputi :
1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan yang menghasilkan
peta-peta pendaftaran dan surat ukur, dari peta dan pendaftaran
surat ukur dapat diperoleh kepastian luas dan batas tanah yang
bersangkutan;
18 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), Hlm: 72
24
2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
termasuk dalam hal ini pendaftaran atau pencatatan dari hak-
hak lain (baik hak atas tanah maupun jaminan) serta beban-
beban lainnya yang membebani hak-hak atas tanah yang
didaftarkan itu;
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang menurut Pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
Mengenai Sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama kali
tentunya tidak akan terlepas dari bahasan mengenai pendaftaran
tanah pertama kali, karena Sertifkat hak milik atas tanah untuk
pertama kali merupakan hasil kegiatan pendaftaran tanah pertama
kali yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum hak atas
tanah.
2. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Peraturan Perundang-undangan yang menjadi landasan hukum
bagi pendaftaran tanah yaitu:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
a) Pasal 19 UUPA:
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran diseluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
25
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal 6 meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b. Pendaftran hak-hak atas dan peralihan hak tersebut;
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat
keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas
sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya,
menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang
bersangkutan dengan pendaftaran yang dimaksud dalam
ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat tidak
mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut
b) Pasal 23 UUPA
(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan
pembenahannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang termaksud dalam
Pasal 19
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik
serta sahnya peralihan dan pembebasan tersebut.
c) Pasal 32 UUPA
26
(1) Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya,
demikian pula setiap peralihan dan hapusnya hak
tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalam pasal 19
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta
hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu
hapus karena jangka waktunya berakhir.
d) Pasal 38 UUPA
(1) Hak guna bangunan termasuk syarat-syarat
pemberiannya demikian juga setiap peralihan dan
hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna
bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali
dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.
Pasal 19 UUPA merupakan perintah untuk melaksanakan
pendaftaraan tanah yang ditujukan kepada pemerintah. Sedangkan
Pasal 23, 32, dan 38 UUPA merupakan perintah untuk melakukan
pendaftaran hak atas tanah yang ditujukan kepada para pemegang
27
hak yang bersangkutan agar mereka memperoleh kepastian
tentang hak mereka tersebut.19
2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
3. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri ini di undangkan sebagai implementasi atau
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.
3. Asas-Asas Pendaftaran Tanah
Penjelasan Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 menentukan bahwa
asas pendaftaran tanah yaitu:20
1. Asas Sederhana
Dimaksudkan ketentuan pokok dan prosedur dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dipahami oleh pihak-
pihak–pihak yang berkepentingan terutama para pemegang hak
atas tanah;
19 Boedi Harsono , Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), Hlm: 11-16 20 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,
2009), Hlm : 76-77
28
2. Asas Aman
Dimaksudkan pendaftaran tanah diselenggarakan secara
teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan
kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Sesuai ketentuan Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 yang
menyebutkan, Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik
dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik
dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam
surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Bahwa
selama belum dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis
yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data
yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun
dalam sengketa di Pengadilan sepanjang data tersebut sesuai
dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah.
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan
sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang
memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata
menguasainnya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak
atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak
tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya
sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada
pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang
29
bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
Bahwa orang yang tidak menuntut tanahnya yang sudah
bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika
selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu tidak
mengajukan keberatan kepada pemegang sertifikat dan Kepala
Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan pengadilan,
sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum
lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai
olehnya atau orang lain atau badan hukum yang mendapat
persetujuannya.
3. Asas Terjangkau
Berarti keterjangkauan bagi para pihak untuk
memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi
lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh
pihak yang memerlukan.
Dalam peraturan pemeriintah diatur biaya-biaya yang
bersangkutan dengan pendaftaran tanah termaksud dalam ayat
(4) Pasal 19 UUPA, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak
mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
30
4. Asas Mutakhir
Berarti kelengkapan yang memadai dalam pelaksanannya
dan kesinambungan dalam pemeliharaan data pendaftaran
tanah. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang
mutakhir sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan
pencatatan perubahan yang terjadi di kemudian hari.
Tugas dari Kantor Pertanahan selain sebagi sumber
informasi/data, juga melakukan pendaftaran awal yang disebut
sebagai Recording of Title dan dilanjutkan dengan Continuous
Recording, artinya pendaftaran tersebut secara terus menerus
berkesinambungan artinya selalu dimutakhirkan.
5. Asas Terbuka
Berarti data pendaftaran tanah harus dipelihara secara
terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang
tersimpan di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan
keadaan nyata di lapangan dan masyarakat dapat memperoleh
keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
4. Tujuan Pendaftaran Tanah
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan peraturan
dasar yang mmengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan,
penggunaan dan pengendalian pemanfaatan tanah yang bertujuan
terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan tanah untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
31
Salah satu aspek yang dibutuhkan untuk tujuan tersebut adalah
mengenai kepastian hak atas tanah (kepastian hukum), yang
menjadi dasar utama dalam rangka kepastian hukum pemilikan
tanah.
Secara garis besar tujuan pendaftaran tanah dinyatakan dalam
Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997, yaitu:21
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah
susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah
dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan
Sertifikat sebagai tanda buktinya;
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan
rumah susun yang telah terdaftar;
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Adapun mengenai kepastian hukum yang dimaksud adalah
meliputi:
1) Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi
pemegang hak atas tanah tersebut. Kepastian berkenaan
dengan siapakah pemegang hak atas tanah disebut dengan
kepastian mengenai subyek hak atas tanah.
2) Kepastian mengenai letak tanah, batas-batas tanah, panjang
dan lebar tanah. Kepastian berkenaan dengan letak, batas-
21 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, (Surabaya:
Arkola. 2003), Hlm: 157.
32
batas dan panjang serta lebar tanah ini disebut dengan
kepastian mengenai obyek hak atas tanah.
Tujuan pendaftaran tanah yang tercantum pada huruf a
merupakan tujuan pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal
19 UUPA. Disamping itu terselenggaranya pendaftaran tanah juga
dimaksudkan untuk tercapainya pusat informasi mengenai bidang-
bidang tanah sehingga pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-
bidang tanah yang sudah terdaftar. Dengan demikian
terselenggaranya pendaftaran tanah yang baik merupakan dasar
dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka tujuan pendaftaran tanah
itu adalah :
1) Penyediaan data-data penggunaan tanah untuk Pemerintah
ataupun untuk masyarakat agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah
terdaftar
2) Jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang
hak yang bersangkutan
33
3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
5. Sistem Pendaftaran Tanah
Sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan apa yang
didaftar, bentuk dan penyimpanan dan penyajian data yuridisnya
serta bentuk tanda bukti haknya. Menurut Boedi Harsono sistem
pendaftaran tanah ada 2 (dua) macam, yaitu sistem pendaftaran
akta (registration of deeds) dan sistem pendaftaran hak (registration
of title). Baik dalam sistem pendaftaran akta maupun sistem
pendaftaran hak, setiap pemberian atau penciptaan hak baru,
peralihan serta pembebanannya dengan hak lain, harus dibuktikan
dengan suatu akta.
Pada sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftarkan
oleh pejabat pendaftaran tanah. Dalam sistem ini pejabatnya
bersifat pasif sehingga ia tidak melakukan penyelidikan data yang
tercantum dalam akta yang didaftar. Tiap kali melakukan
penyelidikan data yang tercantum dalam akta yang didaftar. Tiap
kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya. Maka
dalam sistem ini data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam
akta-akta yang bersangkutan. Untuk memperoleh data yuridis yang
diperlukan harus melakukan apa yang disebut “tiitlesearch” yang
dapat memakan waktu lama dan biaya.22
22 Boedi Harsono , Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), Hlm: 76.
34
Pada sistem pendaftaran hak, bukan aktanya yang didaftar,
melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya
kemudian. Akta merupakan sumber datanya. Untuk pendaftaran
hak dan perubahan-perubahan yang terjadi disediakan suatu daftar
isian (register), atau disebut juga buku tanah. Buku tanah ini
disimpan di kantor pertanahan dan terbuka untuk umum. Dalam
sistem ini pejabat pendaftaran tanah bersikap aktif dan sebaggai
tanda bukti hak diterbitkan Sertipikat yang merupakan salinan
register (certificate of title).23
Sistem pendaftaran tanah akan mempengaruhi sistem publikasi
yang digunakan pada suatu negara. Untuk itu perlu juga dibhas
tentang sistem publikasi dalam pendaftaran tanah.
6. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
Sistem pendaftaran tanah tergantung pada asas hukum yang
dibuat oleh negara dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Dikenal
ada 2 (dua) macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas
nemo plus yuris.
Asas itikad baik berarti orang yang memperoleh hak dengan
itikad baik akan tetap menjadi pemegang yang sah menurut hukum.
Jadi asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang beritikad baik,
sehingga diperlukan daftar umum yang mempunyai kekuatan bukti.
Sistem pendaftaran tanahnya disebut sistem positif.
23 Boedi Harsono,Ibid, Hlm : 77
35
Asas nemo plus yuris artinya orang tidak dapat mengalihkan
hak melebihi hak yang adaa padanya. Jadi pengalihan hak oleh
orang yang tidak berhak adalah batal. Asas ini bertujuan untuk
melindungi pemegang hak yang sebenarnya. Ia selalu dapat
menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama orang lain.
Sistem pendaftaran tanahnya disebut sistem negatif. Dengan
adanya pendaftaran tanah diharapkan seseorang akan merasa
aman tidak ada gangguan atas hak yang dipunyainya. Jaminan
kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah tergantung
pada sistem publikasi apa yang dipakai dalam melaksanakan
pendaftaran tanah.
Adapun sistem publikasi dalam pendaftaran tanah itu antara
lain :
1. Sistem Publikasi Positif
Sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem
pendaftaran hak, maka harus ada register atau buku tanah sebagai
bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis dan Sertifikat hak
sebagai surat tanda bukti hak. Maka apa yang tercantum dalam
buku tanah dan Sertifikat yang dikeluarkan merupakan alat
pembuktian yang mutlak.
Pihak ketiga yang mempunyai bukti dan beritikad baik yang
bertindak atas dasar bukti tersebut mendapat perlindungan mutlak
meskipun kemudian keterangan-keterangan yang tercantum di
36
dalamnya tidak benar. Pihak ketiga yang merasa dirugikan harus
mendapat ganti rugi (kompensasi) dalam bentuk lain.
Ciri-ciri pokok sistem ini adalah:24
a. Sistem ini menjamin sempurna bahwa nama yang terdaftar
dalam buku tanah tidak dapat dibantah, walaupun ia ternyata
bukan pemilik tanah yang sebenarnya. Jadi sistem ini
memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku tanah.
b. Pejabat-pejabat pertanahan dalam sistem ini memainkan
peranan yang aktif, yaitu menyelidiki apakah hak atas tanah
yang dipindah itu dapat didaftar atau tidak, dan menyelidiki
identitas para pihak, wewenangnya serta apakah formalitas
yang disyaratkan telah terpenuhi atau belum.
c. Menurut sistem ini, hubungan antara hak dari orang yang
namanya tercantum dalam buku tanah dengan pemberi hak
sebelumnya terputus sejak hak tersebut didaftarkan.
Kebaikan dari sistem positif adalah:
a. Adanya kepastian dari buku tanah, sehingga mendorong orang
untuk mendaftarkan tanahnya;
b. Pejabat pertanahan melakukan peran aktif dalam melaksanakan
tugasnya;
24 Bachtiar Effendie, Pendaftaran tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaanya,
(Bandung : Alumni, 1993), hlm : 32
37
c. Mekanisme kerja dalam penerbitan Sertifikat Tanah mudah
dimengerti oleh orang awam.
Sedangkan kelemahan dari sistem positif :
a. Adanya peran aktif para pejabat pertanahan mengakibatkan
diperlukannya jumlah petugas yang lebih banyak dan waktu
yang lebih lama dalam pendaftaran tanah;
b. Pemilik yang sebenarnya berhak atas tanah akan kehilangan
haknya oleh karena kepastian dari buku tanah itu sendiri;
c. Dalam penyelesaian persoalan maka segala hal yang
seharusnya menjadi wewenang pengadilan ditempatkan
dibawah kekuasaan administratif.
2. Sistem Publikasi Negatif
Menurut sistem ini surat tanda bukti hak berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat, berarti keterangan-keteranggan yang
tercantum didalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus
diterima sebagai keterangan yang benar selama tidak ada alat
pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya.25
Jadi, jaminan perlindungan yang diberikan oleh sistem
publikasi negatif ini tidak bersifat mutlak seperti pada sistem
publikasi positif. Selalu ada kemungkinan adanya gugatan dari
25 Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1994), Hlm: 93-94.
38
pihak lain yang dapat membuktikan bahwa dialah pemegang hak
yang sebenarnya.
Ciri pokok sistem ini adalah :
a. Pendaftaran hak atas tanah tidak menjamin bahwa nama yang
terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah jika ternyata di
kemudian hari diketahui bahwa ia bukan pemilik sebenarnya.
Hak dari nama yang terdaftar ditentukan oleh hak dari pemberi
hak seblumnya, jadi perolehan hak tersebut merupakan mata
rantai perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah;
b. Pejabat pertanahan berperan pasif , artinya ia tidak berkewajiban
menyelidiki kebenaran data-data yang diserahkan kepadanya.
Kebaikan dari sistem negatif ini yaitu adanya perlindungan
kepada pemegang hak sejati. Pendaftaran tanah juga dapat
dilakukan lebih cepat karena pejabat pertanahan tidak
berkewajiban menyelidiki data-data tanah tersebut. Sedangkan
kelemahan dari sistem negatif ini adalah:
a. Peran pasif dari pejabat pertanahan dapat menyebabkan
tumpang tindihnya Serifikat Tanah;
b. Mekanisme kerja dalam proses penerbitan sertifikat sedemikian
rumit sehingga kurang dimengerti orang awam;
c. Buku tanah dan segala surat pendaftaran kurang memberikan
kepastian hukum karena surat tersebut masih dapat dikalahkan
oleh alat bukti lain, sehingga mereka yang namanya terdaftar
39
dalam buku tanah bukan merupakan jaminan sebagai
pemiliknya.26
Kelemahan sistem ini oleh negara-negara yang
menggunakannya diatasi dengan lembaga “acquistive verjaring”.
Sistem publikasi yang diapakai UUPA adalah sistem negatif yang
mengandung unsur positif karena akan menghasilkan surat tanda
bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,
bedasarkan Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 32 ayat (2) dan Pasal
38 UUPA.
Kata “kuat” berarti tidak mutlak, sehingga membawa
konsekuensi bahwa segala hal yang tercantum di dalamnya
mempunyai kekuatan hukum dan diterima sebagai keterangan yang
benar sepanjang tidak ada pihak lain yang membuktikan sebaliknya
dengan alat bukti lain bahwa Sertifikat tersebut tidak benar.
Penjelasan Umum PP No. 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa PP
ini tetap mempertahankan sistem publikasi tanah yang
dipergunakan UUPA, yaitu sistem negatif yang mengandung unsur
positif.
Unsur positif dalam Peraturan Pemerintah ini tampak jelas
dengan adanya upaya untuk sejauh mungkin memperoleh data
yang benar, yaitu dengan diaturnya secara rinci dan saksama
prosedur pengumpulan data yang diperlukan untuk pendaftaran
26 Effendi Perangin, Ibid, Hlm: 94.
40
tanah, pembuatan peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukurnya,
pembuktian hak, penyimpanan dan penyajian data dalam buku
tanah, penerbitan sertifikat serta pencatatan perubahan-perubahan
yang terjadi kemudian.
Menurut Boedi Harsono, PP No. 24 Tahun 1997
menggunakan sistem pendaftaran hak (registration of title). Hal ini
terlihat adanya buku tanah yang memuat data fisik dan data yuridis
tanah yang bersangkutan dan diterbitkannya Sertifikat sebagai
tanda bukti hak atas tanah. Umumnya sistem pendaftaran hak
digunakan apabila sistem publikasi yang digunakan adalah sistem
publikasi positif. Ini menunjukan bahwa PP No. 24 Tahun 1997
menggunakan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur
positif. Pengertian negatif disini adalah apabila keterangan dalam
surat tanda bukti hak itu ternyata tidak benar, maka masih ada
diadakan perubahan dan dibetulkan.
Sedangkan pengertian unsur positif yaitu adanya peran aktif
dari pejabat pendaftaran tanah/Kantor Pertanahan dalam
pengumpulan data-data hak-hak atas tanah yang didaftar, yaitu
sebelum diterbitkan Sertifikat diadakan pengumuman,
menggunnakan asas contratdictoir delimitatie dalam menetapkan
batas-batas tanah dan menggunakan sistem pendaftaran hak
seperti yang dianut oleh negara-negara yang menganut sistem
publikasi positif.
41
Kelemahan sistem publikasi negatif bahwa pihak yang
namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan
Sertifikat selalu menghadapi kemungkinann gugatan dari pihak lain
yang merasa mempunyai tanah itu, dann umumnya kelemahan ini
diatasi dengan lembaga acqusitive verjaring atau adverse
possesion. Sedangkan hukum tanah kita (UUPA) yang
menggunakan dasar hukum adat tidak dapat menggunakann
lembaga tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya.
Untuk mengatasi kelemahan ini dalam hukum adat dikenal
lembaga rectsverwerking (penglepasan hak). Dalam hukum adat
jika seorang selama sekian waktu tanahnya tidak dikerjakan,
kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya
dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali
tanah tersebut. Ketentuan dalam UUPA yang menyatakan
hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan (Pasal 27, 34, dan
40 UUPA) sesuai dengan lembaga ini.
7. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
Pendaftaran tanah untuk pertama kali merupakan kegiatan
pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran
tanah yang belum didaftar berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997,
pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali diatur dalam
Pasal 13 dengan ketentuan :
42
1) Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah
secara sporadik.
2) Pendaftaran secara sistematik didasarkan pada suatu rencana
kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh
menteri.
3) Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai
wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui
pendaftaran secara sporadik.
4) Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan
atas permintaan pihak yang berkepentingan.
a. Kegiatan dalam rangka Pendaftaran tanah
Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah yang bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum atas tanah bagi pemegang haknya,
dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Kegiatan dalam bidang yuridis berupa pengumpulan
keterangan atau menginvetarisasi :
a) Hak atas tanah (status hukum dari tanah)
b) Siapa pemegang haknya (subyeknya)
c) Hak-hak atau beban lain yang ada diatas tanah
43
2) Kegiatan dalam bidang teknik geodesi, berupa pengukuran
pemetaan tanah dengan hasil peta-peta pemilikan tanah, surat-
surat ukur dan gambar situasi.
3) Kegiatan dalam bidang administratif berupa pembukuan hasil
kegiatan yuridis dan teknis geodesi diatas, dalam daftar umum
secara berkelanjutan dan terus menerus.
4) Pemberian sertifikat atau surat-surat tanda bukti hak dan
pemberian keterangan serta pelayanan kepada masyarakat
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan hak atas
tanah seperti yang tercantum dalam daftar umum.
Adapun mengenai kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali bedasarkan atas ketentuan Pasal 12 ayat (1) PP No. 24 Tahun
1997, dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
a. Pengumpulan dan pengelolaan data fisik;
b. Pengumpulan dan pengeloaan data yuridis serta pembukuan
haknya;
c. Penerbitan sertifikat
d. Penyajian data fisik dan yuridis
e. Penyediaan daftar umum dan dokumen;
8. Penyelenggara Pelaksana Pendaftaran Tanah Pertama Kali
Pasal 19 UUPA menentukan bahwa pendaftaran tanah
diselenggarakan oleh Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan
Nasional (BPN). BPN adalah lembaga pemerintah non departemen
44
yang mempunyai tugas di bidang pertanahan dengan unit kerja
yaitu Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Propinsi dan
Kantor Pertanahan di Kota/Kabupaten.27
Tugas pokok BPN adalah melaksaanakan tugas pemerintah
secara nasional, regional, dan sektoral. Seperti tercantum dalam
Pasal 2 Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2015.
Pelaksanaan pendaftaran tanah secara sporadiik dilakukan
oleh Kepala Kantor Pertanahan kecuali mengenai kegiatan-
kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada pejabat lain yaitu
kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi
wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan misalnya pengukuran titik
dasar dan pemetaan fotogrametri. Dalam melaksanakan tugas
sebagai penyelenggara pendaftaran tanah secara sporadik, maka
Kantor Pertanahan menyusun panitia yang melaksanakan
penyelenggaraan tersebut dan dibantu oleh pejabat yang
bersangkutan. Adapun susunan panitianya yang sesuai dalam PP
No. 24 Tahun 1997 yaitu :
1) Panitia A
Adapun susunan Panitia A adalah :
1. Kepala seksi atau staf senior seksi hak-hak atas tanah,
sebagai ketua panitia
27 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, (Surabaya: Arkola.
2003), Hlm: 165.
45
2. Kepala seksi atau staf senior seksi pengukuran dan
pendaftaran tanah, sebagai wakil ketua panitia
3. Kepala seksi atau staf senior seksi pengaturan penguasaan
tanah, sebagai anggota
4. Kepala seksi atau staf senior seksi penatagunaan tanah,
sebagai anggota
5. Kepala seksi atau staf senior seksi pengurusan hak-hak atas
tanah, sebagai anggota
6. Kepala desa/Lurah
Tugas Panitia A, yaitu :
1. Meneliti data yuridis bidang tanah yang tidak dilengkapi alat
bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara lengkap
2. Melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan
kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon
3. Mencatat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah
yang dimaksud
4. Mengisi daftar isian 201
2) PPAT
Membuat akte jual beli, jika tanah yang dimohon diperoleh
bedasarkan jual beli
3) Kepala Desa/Lurah
Membantu membuat kutipan Letter C, riwayat tanah,
menandatangani sporadik, berita acara pengukuran, sebagai
46
anggota Panitia A, ikut meneliti data yuridis, membuat surat
keterangan ahli waris jika diperlukan, menandatangani
pengumuman.
4) Camat
Sebagai PPAT sementara, membantu dalam menandatangani
keterangan waris.
C. Sertifikat Tanah
1. Pengertian Sertifikat Tanah
Dalam Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 yang
dimaksud sertifikat adalah:
“Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan,
tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang bersangkutan.”
Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang
sudah ada haknya. (Pasal 1 angka 19 PP No. 24 Tahun 1997).
Menurut Ali Achmad Chomsah, yang dimaksud dengan
Sertifikat adalah:28
”surat tanda buktii hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat
ukur, diberi sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya
ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional.”
28 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak
atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II- Sertipikat dan Permasalahannya (Jakarta :Prestasi Pustaka, 2002) Hlm: 122
47
Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu
bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. (Pasal 1 angka 17 PP
No. 24 Tahun 1997) Peta Pendaftaran adalah peta yang
menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan
pembukuan tanah (Pasal 1 angka 15 PP No. 24 Tahun 1997).
Sertifikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat
ukurnya ataupun tanah-tanah yang sudah diselenggarakan
Pengukuran Desa demi Desa, karenanya Sertifikat merupakan
pembuktian yang kuat, baik subyek maupun obyek ilmu hak atas
tanah.
Adapun pengertian Sertifikat Tanah adalah:29
a. Di dalam hukum Agraria pengertian sertifikat pada dasarnya
merupakan abstraksi dari daftar umum hak atas tanah dan
merupakan satu-satunya pembuktian formal hak atas tanah dan
merupakan satu-satunya pembuktian formal hak atas tanah;
atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa sertifikat
merupakan turunan atau salinan dari buku tanah dan surat
ukur.
b. Daftar Umum didalam rangkah pendaftaran tanah terdiri dari
daftar tanah; daftar nama; daftar buku tanah, dan daftar surat
ukur yang merupakan hasil kegiatan inventarisasi (pendaftaran
29 Prof. Dr. Mhd Yamin Lubis,S.H.,MS.,CN. dan Abd. Rahim Lubis, SH., M.Kn., Hukum
Pendaftaran Tanah. Ed.Rev, (Medan: Mandar Maju, 2010), hlm: 204.
48
tanah) Desa demi Desa atau sporandis dalam rangka pelayanan
masyarakat.
c. Surat Ukur adalah akta Authentik yang secara jelas
menguraikan objek hak atas tanah, letak, luas, tanda dan
petunjuk batas dan sebagainya.
d. Gambar Tanah, dapat diperoleh melalui kutipan peta tanah
(Krawangan).
Mengenai jenis Sertifikat Tanah Achmad Chomsah
berpendapat bahwa sampai saat ini ada 3 jenis Sertifikat Yaitu :30
a. Serifikat hak atas tanah yang biasa disebut Sertifikat
b. Sertifikat hak atas tanah yang sebelum Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dikenal
sebagai Serifikat Hypotheek dan Sertifikat Credietverband.
Setelah berlakunya Undang-Undang No. 4 Ttahun 1996
tentang Hak Tanggungan, penyebutan Sertifikat Hypoteek
dan Sertifikat credietverband sudah tidak digunakan lagi
yang ada penyebutannya adalah Sertiffikat Hak
Tanggungan saja.
c. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
2. Pemberian Hak Milik Atas Tanah
Hak milik juga memiliki sifat yang Terkuat dan Terpenuhi
maksudnya hak milik ini mempunyai kedudukan yang lebih tinggi
30 Ali Achmad Chomsah, Op.Cit. Hlm: 125
49
dibandingkan dengan hak lain baik hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pengelolaan maupun hak pakai serta hak-hak
lainnya.31
Permohonan hak milik yang diajukan harus memuat identitas
dari pemohon dan yang terpenting adalah bidang-bidang tanah apa
saja yang telah dipunyai oleh pemohon, keterangan yang meliputi
data yuridis dan data fisik atas tanah sertifikat tanah, letak tanah,
batas-batas tanah dan luas tanah.
Tata Cara pemberiian dan pembatalan hak milik atas tanah
negara dan hak pengelolaan diatur dalam Perkaban No. 9 Tahun
1999. Bedasarkan peraturan tersebut, hak milik atas tanah negara
dapat diberikan kepada warga negara Indonesia dan badan-badan
hukum yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang belaku Hal ini sesuai dengan Pasal 8
ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/KBPN No. 9 Tahun 1999 yang
menetapkan bahwa hak milik dapat diberikan kepada :
a. Warga Negara Indonesia
b. Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu:
1. Bank Pemerintah
31 Benny Bosu, Perkembangan Terbaru Sertipikat (Tanah, Tanggungan, dan
Condominium). (Jakarta: Mediatama Saptakarya, 1999), Hlm: 16.
50
2. Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh
pemerintah.
Sebelum hak milik atas tanah diperoleh, harus terlebih dahulu
diajukan permohonan tertulis dan memenuhi syarat-syarat
sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan
Menteri Agraria/KBPN No. 9 Tahun 1999. Disebutkan bahwa
permohonan hak milik, sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
memuat hal-hal tersebut.
1. Keterangan mengenai pemohon
a. Apabila perorangan, nama, umur, kewarganegaraan, tempat
tinggal dan pekerjaannya, serta keterangan mengenai
isteri/suami dan anak yang masih menjadi tanggungannya.
b. Apabila badan hukum, nama, tempat kedudukan, akta atau
peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan
pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang
penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan
data fisik
a. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertifikat
girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan
pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah
51
dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta
pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah
lainnya;
b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada surat ukur atau
gambar situasi, sebutkan tanggal dan nomornya);
c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian);
d. Rencana penggunaan tanah
e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara),
3. Lain-lain
Keterarangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-
tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang
dimohon dan keterangan lain yang dianggap perlu.
Permohonan tersebut ditujukan kepada Kepala Badan
Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan meliputi
letak tanah yang bersangkutan.
Proses lanjutan yang dilakukan Kepala Kantor Pertanahan
adalah mengadakan pengukuran, pemetaan dan pemeriksaan
tanah setempat. Setelah hal ini dilakukan langkah selanjutnya
adalah memeriksa apakah permohonan tersebut telah memiliki
surat daftar, data yuridis dan data fisiknya secara lengkap atau
belum dan hal ini dituangkan ke dalam risalah pemeriksaan tanah.
Jika ketidak lengkapan dalam persyaratan permohonan tersebut,
52
kepala kantor akan meminta kepada pemohon untuk
melengkapinya agar dapat diproses lebih lanjut.
Apabila permohonan tersebut dinyatakan lengkap, berkas
permohonan tersebut dilimpakan ke kantor wilayah badan
pertanahan nasional untuk diterbitkan Surat Keputusannya. Jika
kewenangan untuk memberikan keputusan pemberian hak miliknya
ada pada Kepala Kantor Pertanahan, maka Kepala Kantor
Pertanahan akan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak
Miliknya.
3. Kegunaan Sertifikat Tanah
Adapun fungsi dari sertifikat tanah yaitu berguna sebagai alat
bukti, alat bukti yang menyatakan tanah ini telah diadministrasi oleh
Negara. Dengan dilakukannya administrasinya lalu diberikan
buktinya kepada orang yang mengadministrasi tersebut.32
Ketentuan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah dalam
penerbitan sertifikat ini, pada hakekatnya dimaksudnya untuk :33
1. Memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah
baik oleh manusia secara perseorangan maupun oleh suatu
badan hukum.
32 Prof. Dr. Mhd Yamin Lubis,S.H.,MS.,CN. dan Abd. Rahim Lubis, SH., M.Kn., Hukum
Pendaftaran Tanah. Ed.Rev, (Medan: Mandar Maju, 2010), hlm: 204.
33 Benny Bosu, opcit, Hlm: 3.
53
2. Memberikan bukti autentik bahwa orang yang tercantum
namanya dalam sertifikat tersebut adalah pemegang hak
sesungguhnya.
3. Memberikan kepastian mengenai subjek dan objek hak atas
tanah serta status hak atas tanah tersebut.
Singkatnya dengan adanya sertifikat tersebut akan memberikan
kekuatan pembuktian bagi orang yang tercantum namanya dalam
sertifikat tersebut manakala suatu ketika terjadi sengketa perdata
dipersidangkan pengadilan negeri.
Adanya sertifikat tersebut juga akan menambah kepercayaan
masyarakat di dalam lalu lintas hukum misalnya jual-beli tukar-
menukar dan lain-lain; di samping itu akan menambah nilai jual
suatu hak atas tanah.
Demikian pentingnya peranan sertifikat sehingga kekuatan
pembuktiannya memberikan rasa aman bagi para
pemegang/pemiliknya serta para ahli warisnya agar ahli warisnya di
kemudian hari tidak mengalami kesulitan, dalam arti tidak perlu
bersusah-payah untuk mengurusnya .
4. Sertifikat Cacat Hukum
Sertifikat cacat Hukum adalah penerbitan sertifikat yang keliru
pada saat penerbitannya. Keliru pada saat penerbitannya dapat
terjadi karena cacat hukum administrasi dan cacat kepemilikan.
54
Suatu Sertifikat Hak Atas Tanah dikatakan cacat hukum
administrasi apabila melanggar ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 107 PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999, sedangkan
dikatakan cacat kepemilikan apabila Serifikat yang diterbitkan
tersebut didasrkan kepada alas hak/bbukti kepemilikan yang tidak
sah. Cacat kepemilikan ini terjadi apabila bukti-bukti/alas hak
peralihan tanah tersebut diperoleh dengan cara melawan hukum.
Adapun bentuk-bentuk Sertifikat Cacat Hukum :
1) Sertifikat Palsu
Sertifikat disebut Sertifikat palsu, apabilla :34
a. Data pembuatan Sertifikat palsu atau dipalsukan;
b. Tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dipalsukan;
c. Blanko yang dipergunakan untuk membuat Sertifikat
merupakan blanko yang palsu/bukan blanko yang
dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Sebuah Sertifikat dinyatakan palsu atau tidak, dapat diketahui
dari buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat, yaitu bahwa data yang ada pada
Sertifikat tidak sesuai dengan data yang ada pada buku tanah.
Meskipun jumlah sertifikat palsu relatif tidak banyak, namun adanya
34 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian
Hak atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II- Sertipikat dan Permasalahannya (Jakarta :Prestasi Pustaka, 2002) Hlm: 136.
55
sertifikat palsu dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan
tersendiri dalam bidang pertanahan.
Umumnya sertifikat palsu ini dibuat tehadap tanah-tanah yang
masih kosong dan mempunyai nilai tanah yang cukup tinggi, serta
terhadap tanah-tanah yang sertifikatnya masih menggunakan
blanko sertifikat lama.
Untuk memonitor setiap lembar sertifikat palsu yang telah
beredar tidaklah mudah, sehingga masih saja adanya sertifikat
palsu meskipun telah ada usaha-usaha pencegahannya.
Upaya untuk mencegah timbulnya sertifikat palsu ini telah
dilakukan dengan:35
1. Blanko Sertifikat dicetak demikian rupa dengan teknik
pencetakan mutakhir sehingga sulit dipalsukan dan ditunjang
dengan pengelolaan yang tertib.
2. Meningkatkan tertib administrasi pertanahan.
3. Upaya-upaya untuk mencegah dan mendeteksi Sertifikat palsu
Apabila pada suatu ketika Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
mengetahui adanya Sertifikat Palsu, sementara pihak Badan
Pertanahan Nasional tidak mempunyai wewenang untuk
menyatakan bahwa sertifikat yang dimaksud adalah palsu, maka
sertifikat yang sebenarnya palsu tersebut, diteliti, kemudian
distempel dengan kata-kata: “Sertifikat ini bukan produk Badan
35 Ali Achmad Chomzah, Ibid, Hlm : 137
56
Pertanahan Nasional”, dan perlu dilaporkan kepada pihak
kepolisian setempat untuk diadakan penelitian lebih lanjut.36
2) Sertifikat Asli Tapi Palsu
Sertifikat asli tetapi palsu, yaitu sertifikat secara formal
diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
setempat, tetapi surat-surat bukti kepemilikan ataupun surat-
surat lain yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan dan
penerbitan sertifikat tersebut palsu.37
Sertifikat semacam itu tentunya harus dibatalkan dan
dinyatakan tidak berlaku serta ditarik dari peredaran setelah
dibuktikan melalui proses di Pengadilan Negeri atau Pengadilan
Tata Usaha Negara, bahwa surat keterangan yang merupakan
dokumen yang mendasari penerbitan sertifikat tersebut adalah
palsu. Termasuk kategori sertifikat asli tetapi palsu, yaitu
sertifikat yang diterbitkan tenyata didasari atas bukti-bukti surat
keterangan atau dokumen yang kurang/tidak lengkap.Upaya
untuk mencegah terjadinya sertifikat asli tetapi palsu, yaitu
dengan meningkatkan kecepatan dan ketelitian aparat yang
memproses pembuatan penerbitan sertifikat.
36 Ali Achmad Chomzah, Op.Cit, Hlm :138 37 Ibid, Hlm : 138
57
3) Sertifikat Ganda
Sertifikat ganda adalah sertifikat-sertifikat yang menguraikan
satu bidang tanah yang sama. Jadi dengan demikian satu
bidang tanah diuraikan dengan 2 (dua) sertifikat atau lebih yang
berlainan datanya. Hal semacam ini disebut pula “Sertifikat
tumpang tindih” (overlapping), baik tumpah tindih seluruh bidang
maupun tumpah tindih sebagian dari tanah tersebut.38
Yang tidak termasuk dalam kategori Sertifikat Ganda yaitu :
a. Sertifikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertifikat yang
hilang;
b. Sertifikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertifikat yang
rusak;
c. Sertifikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertifikat yang
dibatalkan. Hal ini disebabkan karena sertifikat-sertifikat
dimaksud diatas telah dinyatakan dan tidak berlaku sebagai
tanda bukti.
d. Sertifikat Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik maupun di
atas Hak Pengelolaan, karena menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, hal yang dimaksud
memang dimungkinkan.
Sertifikat ganda sering terjadi di wilyah-wilayah yang masih
kosong, belum dibangun dan di daerah perbatasan kota dimana
38 Ali Achmad Chomzah, Ibid Hlm : 139
58
untuk lokasi tersebut belum ada peta-peta pendaftaran
tanahnya. Sertifikat ganda dapat terjadi karena beberapa hal
sebagai berikut :39
a. Pada waktu dilakukan pengukuran atau penelitian di
lapangan, pemohon dengan sengaja atau tidak sengaja
menunjukkan letak tanah dan batas-batas yang salah;
b. Adanya surat bukti atau pengakuan hak dibelakang hari
terbukti mengandung ketidakbenaran, kepalsuan atau sudah
tidak berlaku lagi;
c. Untuk wilayah yang bersangkutan belum tersedia peta
pendaftaran tanahnya.
d. Kasus penertiban lebih dari satu sertifikat atas sebidang
tanah dapat pula terjadi atas tanah warisan. Latar belakang
kasus tersebut adalah sengketa harta warisan yaitu oleh
pemilik sebelum meninggalnya telah dijual kepada pihak lain
(tidak diketahui oleh anak-anaknya) dan telah diterbitkan
sertifikat atas nama pembeli, dan kemudian para ahli
warisnya menyertifikatkan tanah yang sama, sehingga
mengakibatkan terjadi sertifikat ganda, karena sertifikat
terdahulu ternyata belum dipetakan.
Upaya untuk mencegah timbulnya sertifikat ganda yaitu melalui
program Pengadaan Peta Pendaftaran Tanah yang dilakukan
39 Ali Achmad Chomzah, Ibid. Hlm: 140-141
59
oleh Badan Pertanahan Nasional. Namun demikian dalam
melaksanakan pengadaan peta pendaftaran tanah ini
memerlukan dana dan waktu, maka pengadaanya dilakukan
secara bertahap melalui pendekatan pengukuran desa demi
desa, sebagai tercantum dalam ketentuan PP No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Bedasarkan apa yang dilakukan diatas bahwa dalam proses
penerbitan sertifikat didahului dengan pendaftaran tanah dan
mengenai pendaftaran tanah ini secara yuridis formal telah diatur
dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Bedasarkan aturan-aturan pendaftaran tanah tersebut sehingga
dapat diketahui apa yang menjadi faktor-faktor terbitnya sertifikat
diatas tanah orang lain diantaranya adalah faktor intern :
1. Tidak dilaksanakannya Undang-Undang Pokok Agraria dan
peraturan pelaksanaannya secara konsekuen dan
bertanggungjawab disamping masih adanya orang yang
berbuat untuk memperoleh keuntungan pribadi.
2. Kurang berfungsinya aparat pengawas sehingga memberikan
peluang kepada aparat bawahannya untuk bertindak
menyeleweng dalam arti tidak melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sesuai sumpah jabatannya.
3. Ketidaktelitian pejabat Kantor Pertanahan dalam menerbitkan
sertifikat tanah yaitu dokumen-dokumen yang menjadi dasar
60
bagi penerbitan sertifikat tidak diteliti dengan seksama yang
mungkin saja dokumen-dokumen tersebut belum memenuhi
persyaratan sebagaimana ditentukan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Selain dari pada faktor intern hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
ekstern antara lain:
1. Masyarakat masih kurang mengetahui undang-undang dan
peraturan tentang pertanahan khususnya tentang prosedur
pembuatan sertifikat tanah.
2. Persediaan tanah tidak seimbang dengan jumlah peminat
yang memerlukan tanah.
3. Pembangunan mengakibatkan kebutuhan akan tanah
semakin meningkat sedangkan persediaan tanah sangat
terbatas sehingga mendorong peralihan fungsi tanah dari
tanah pertanian ke non pertanian, mengakibatkan harga
tanah melonjak.
Sertifikat tanah merupakan produk yang dihasilkan atau yang
dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara. Dalam proses
penerbitan sertifikat tanah diharapkan sikap kehati-hatian dari
pejabat tata usaha negara sehingga tidak mengakibatkannya
sertifikat yang cacat hukum atau cacat admministrasi dan
terjaminnya rasa aman akan kepastian hukum bagi pemilik sertifikat
tanah tersebut.
61
D. Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Dalam
Pendaftaran Tanah Pertama Kali
Suatu sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama kali tidak
begitu saja diberikan kepada yang berhak. Untuk mendapatkan
sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama kali harus dilakukan
tahapan-tahapan proses pendaftaran tanah pertama kali sebagai
suatu proses yang diakhiri dengan terbitnya sertifikat yang
bermanfaat bagi pemegang hak atas tanah, pihak yang
berkepentingan dan bagi pemerintah dalam mendukung kebijakan
pertanahan. Berikut mekanisme alir proses pendaftaran tanah
pertama kali yang hasilnya akan menerbitan sertifikat tanah atas
hak milik untuk pertama kali
Gambar 1
Proses Pendaftaran Tanah Pertama Kali
(Sumber Perkaban No. 1 Tahun 2010)
62
Dasar Hukum :
1. UUPA No. 5 Tahun 1960
2. UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000
3. PP No. 48 Tahun 1994 jo. PP No. 79 Tahun 1996
4. PP No. 24 Tahun 1997
5. PP No. 13 Tahun 2010
6. PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997
7. Peraturan KBPN RI No. 7 Tahun 2007
Persyaratan :
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani
pemohon atau kuasanya diatas materai cukup
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
3. Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila
dikuasakan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh
petugas loket
4. Bukti Pemilikan tanah/alas hak milik adat/bekas milik adat
5. Fotocopy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokan
dengan aslinya oleh petugas loket dan penyerahan bukti
SSB (BPHTB)
6. Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan
63
Biaya :
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tentang jenis
dan tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang
berlaku pada Badan Pertanahan Republik Indonesia yaitu PP
No. 128 Tahun 2015.
Waktu :
98 (sembilan puluh delapan) hari.
64
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah Penelitian yang
bersifat empiris, yaitu suatu metode penelitian hukum yang
berfungsi untuk melihat ketentuan-ketentuan hukum secara nyata
dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan
masyarakat.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dimaksud adalah suatu tempat atau
wilayah dimana penelitian tersebut akan dilaksanakan. Bedasarkan
judul “Tinjauan Hukum Terhadap Penerbitan Sertifikat Tanah
Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kota Makassar” Maka penulis
menetapkan lokasi penelitian di Kantor Pertanahan Kota Makassar
sebagai instansi publik yang mengurus dan mengatur pertanahan
di Kota Makassar.
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang disajikan meliputi data primer dan data sekunder.
Adapun Jenis dan sumber data yang akan digunakan
penjelasannya sebagai berikut :
65
1. Data primer
Yaitu sumber data atau keterangan yang merupakan data yang
diperoleh langsung dari sumber utama bedasarkan penelitian di
lapangan. Data primer dalam penelitian ini nantinya merupakan
hasil wawancara dan observasi lapangan di Kantor Pertanahan
Kota Makassar.
2. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan terhadap
berbagai macam bahan bacaan yang berkaitan dengan objek
kajian seperti perundang-undangan, literatur-literatur, dokumen,
yang memiliki relevansi dengan objek penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan proposani adalah
sebagai berikut :
a) Penelitian Lapangan
1. Wawancara (interview), yaitu dengan cara melakukan
proses tanya jawab kepada pihak-pihak yang terkait
ataupun yang menangani antara lain pegawai di Kantor
Pertanahan Kota Makassar, khususnya yang mengurus
dalam pelaksaanaan penerbitan sertifikat tanah
2. Pengamatan (observasi), yaitu cara untuk memperoleh data
dengan cara mengamati langsung terhadap obyek penelitian
66
yaitu pada instansi yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.
b) Studi Kepustakaan
Cara memperoleh dengan mempelajari buku-buku referensi
atau buku-buku ilmiah, dokumen-dokumen yang menunjang dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pokok
permasalahan.
E. Analisis Data
Untuk memeroleh hasil akhir yang diinginkan, data-data yang
diperoleh baik itu data primer maupun data sekunder, kemudian
dianalisa dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif yaitu metode yang menganalisis data yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, kemudian dipilih dengan pikiran yang
logis untuk menghindarkan kesalahan dalam proses analisis data.
Hasil yang diperoleh dipaparkan secara deskriptif, yaitu dengan
menguraikan, menjelaskan, dan menggambarkan sesuai dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi
1. Keadaan Kota Makassar
a) Letak Wilayah
Kota Makassar terletak di pesisir pantai Barat bagian
Selatan pulau Sulawesi. Secara geografis, Kota Makassar berada
pada garis lintang antara 05°31’30,”81 - 05°14’6,”49 LS dan garis
bujur antara 119° 28’19” – 119°32’31” BT, dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene
Kepulauan;
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros;
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa;
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar.
Wilayah Kota Makassar yang berbatasan langsung dengan
Selat Makassar mempunyai garis pantai sepanjang 32 km yang
membentang dari arah Selatan ke Utara, membujur ke arah Timur
Laut. Wilayahnya mencakup beberapa pulau, diantaranya ada 13
pulau yang mempunyai nama, yaitu : Pulau Kayangan, Pulau Lae-
Lae, Pulau Lanjukang, Pulau Langkai, Pulau Lumu-Lumu, Pulau
68
Bone Batang, Pulau Barang Lompo, Pulau Barangkeke, Pulau
Kodingarenglompo, Pulau Samalona dan Pulau-pulau kecil lainnya.
b) Luas Wilayah
Luas Wilayah Kota Makassar adalah 17.577 Ha. Secara
umum konfigurasi bentuk wilayah Kota Makassar termasuk datar
dan menurut morfologi regional merupakan deretan pegunungan
Lompobattang yang berelief rendah. Keadaan topogratifinya datar
hingga berombak dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter
di atas permukaan laut. Satuan relief di daerah ini pada umumnya
ditutupi aluvium hasil sedimentasi rawa, pantai dan sungai serta
material hasil gunung api, dengan kemiringan lereng 0-2 %.
Bentuk lahan adalah hasil bentukan asal aluvial di beberapa
tempat mempunyai ketinggian yang sangat rendah dari permukaan
laut sehingga sering tergenang dan merupakan rawa-rawa. Bentuk
lahan ini dijumpai disekitar muara Sungai Tallo dan Sungai
Jeneberang yang secara geomorfologi dikategorikan sebagai
dataran banjir sungai. Selanjutnya daerah yang mempunyai bentuk
topografi berombak sebagai bagian terkecil dari wilayah Kota
Makassar hanya dijumpai di Wilayah Utara dan Timur yang secara
administratif termasuk Kecamatan Biringkanaya.
c) Administrasi
Secara administratif Kota Makassar sebagai Ibukota
Propinsi Sulawesi Selatan, mempunyai luas wilayah 17.577 Ha
69
atau 0,28 % dari luas wilayah Sulawesi Selatan, terdiri dari 14
Kecamatan 143 Kelurahan.
Dari 14 Wilayah Kecamatan, Kecamatan Tamalate yang
merupakan wilayah terluas yaitu : 1,997 Ha dan Kecamatan Mariso
yang merupakan wilayah Kecamatan terkecil dengan luas wilayah :
0, 182 Ha.
Gambaran Luas Wilayah perkecamatan dalam Kota
Makassar dapat dilihat pada tabel berikut : 40
Tabel 1
Luas Wilayah Kota Makassar
No. Nama Kecamatan Luas Wilayah (Ha)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Mariso
Mamajang
Tamalate
Makassar
Ujung pandang
Wajo
Bontoala
Ujung tanah
Tallo
Panakkukang
Biringkanaya
Tamalanrea
Manggala
Rappocini
182.000
542.000
1.997.000
251.000
263.000
199.000
209.000
593.000
583.000
1.686.000
4.654.000
3.352.000
2.433.000
947.000
Jumlah 17.577.000
(Sumber : Kantor Pertanahan Kota Makassar, 2016)
Jumlah Bidang Tanah Bersertifikat : 233.377 bidang
40 Sumber dari Kantor Pertanahan Kota Makassar, Tahun 2016
70
Jumlah Bidang Tanah Belum Bersertifikat : 17.363.822
Apabila dilihat dari tabel diatas, maka dapat disimpulkan
masih banyaknya jumlah bidang tanah yang belum bersertifikat di
Kota Makassar karena tidak mencapai setengah dari jumlah bidang
tanah yang telah bersertifikat. Dapat disimpulkan tata tertib
administrasi pertanahan di Kota Makassar belum terlaksana
dengan baik serta untuk mewujudkan pendaftaran tanah yang
merata dapat dikatakan masih jauh yang diharapkan dengan tujuan
UUPA. Perlu adanya peningkatan dalam mencapai tujuan UUPA.
2. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Makassar
a) Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Makassar
Kantor Pertanahan Kota Makassar adalah lembaga
pemerintah non departemen yang berkoordinasi langsung dengan
Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN sendiri yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan pimpinan oleh
Kepala (sesuai Perpres No. 20 Tahun 2015). Badan Pertanahan
Nasional mempunyai tugas melaksanakan nasional, regional,
mauupun sektoral.
Adapun agenda Kantor Pertanahan Kota Makassar adalah :
1. Membangun kepercayaan masyarakat kepada BPN.
2. Meningkatkan pelayan dan pelaksanaan pendaftaran tanah.
3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah.
71
4. Menyelesaikan persyaratan atas pertanahan di daerah-daerah
korban bencana alam dan daerah-daerah konflik di seluruh
tanah air.
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah sengketa dan
konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
6. Membangun Sistem Informasi dan Manajemen (SIMTANAS)
dan sistem pengamanan dokumen.
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat.
8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah skala
besar.
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-
undangan pertanahan yang ditetapkan.
10. Menata kelembagaan
11. Mengembangkan dan memperbaiki politik dan kebijakan
pertanahan.
Penilaian kinerja suatu instansi adalah kegiatan
membandingkan antara hasil yang diperoleh atau kenyataan yang
ada di lapangan dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan visi dan misi Kantor Pertanahan Kota
Makassar, yaitu :41
41 Sumber Kantor Pertanahan Kota Makassar
72
Visi :
Bersertipikatnya seluruh Bidang Tanah dalam Wilayah Kota
Makassar Tahun 2020”.
Misi :
1. Meningkatkan penyelesaian Sertifikat Hak Atas Tanah
2. Meningkatkan Pemanfaatan, Penggunaan, Penguasaan
dan Kepemilikan Tanah yang efektif
3. Memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak
serta perlindungan hukum kepada masyarakat dan
investor
4. Mendukung peningkatan Ekonomi masyarakat dalam
rangka mewujudkan Makassar sebagai Kota Maritim,
Niaga, Pendidikan, Budaya dan Jasa yang berorientasi
global, berwawasan lingkungan dan paling bersahabat.
Janji/Maklumat Pelayanan :
1. Memberikan layanan sesuai Norma, Standar, Prosedur
dan Kriteria
2. Bekerja dengan jujur, tertib, disiplin, dan tidak
diskriminatif
3. Memberikan kemudahan dalam memberikan informasi
yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku
4. Merespon cepat keluhan pengguna layanan pertanahan
73
5. Melakukan inovasi pelayanan untuk memenuhi standar
pelayanan prima.
b) Susunan Organisasi Kantor Pertanahan Kota Makassar
Kantor Pertanahan Kota Makassar dipimpin oleh satu orang
Kepala Kantor yang membawahi satu Kepala Sub Bagian dan lima
Kepala Seksi. Masing-masing Kepala Seksi membawahi Kepalaa
Sub Seksi dan masing-masing Kepala Sub Seksi membawahi staff-
stafnya. Demikian terjadi kepemimpinan secara hierarki dari atas
sampai bawah.
a. Sub Bagian Tata Usaha
Tugas dari bagian Tata Usaha adalah :
1) Memberikan pelayanan admministratif kepada semua satuan
organisasi Kantor Pertanahan
2) Menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan proogram
dan peraturan perundang-undangan
3) Melaksanakan urusan surat menyurat, kepegawaian,
perlengkapan dan rumah tangga kantor.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut di atas, maka dapat
dilihat fungsi dari Sub Bagian Tata Usaha ini adalah :
1) Mengelola data informasi
2) Menyusun rencana program dan anggaran serta laporan
akuntabilitas kinerja pemerintah
3) Pelaksanaan urusan kepegawaian
74
4) Pelaksanaan urusan keuangan dan anggaran
5) Pelaksanaan urusan tata usaha, rumah tangga, sarana dan
prasarana.
b. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan
Seksi ini mempunyai tugas melakukan survei, pengukuran dan
pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan, peratapan
kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan
tematik dan survei potensi tanah, serta penyiapan pembinaar
surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah.
c. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
Bagian ini bertugas unruk mengurus pendaftaran, peralihan, dan
pembebanan hak atas tanah serta melakukan bimbingan
kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
d. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan
Bagian ini bertugas untuk mengumpulkan data dan menyiapkan
pengaturan, penggunaan tanah dan perubahan penatagunaan
tanah.
e. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan
Bagian ini bertugas untuk menyiapkan dan melakukan
pengendalian dan pemberdayaan tanah masyarakat
f. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara
Bagian ini mengatasi dan menyelesaikan sengketa, konflik dan
perkara yang timbull dalam pelaksanaan maupun hasil dari
75
Kepala Kantor
ACHMAD KADIR, S.H, M.H
Ka. Seksi Sengketa Konflik dan Perkara
MUHALLIS, S.SiT, M.H
Ka. Sub Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan
ASIH LESTARI, S.H
Ka. Sub Seksi Perkara Pertanahan
NANY JUMAWATY, S.H
Ka. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan
HJ. NURAENI, S.H, M.H.
Ka. Sub Seksi Pengendalian Pertanahan
ANDI MUSTAINAH, S.H
Ka. Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat
Ka. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan
A. AYA NURDIN, B.A, S.Sos
Ka. Sub Seksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu
MANSYUR, S.P
Ka. Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah
YOHANNIS
Ka. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah
SUHARTONO, S.H
Ka. Sub Seksi Penetapan Hak Tanah
M. THAMRIN
Ka. Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah
MUHAMMAD HADRAWI, S.SiT
Ka. Sub Seksi Pendaftaran Hak
ACHMAD, S.ST
Ka. Sub Seksi Peralihan Pembebanan Hak dan PPAT
KAMARUDDIN, S.H, M.H
Plt. Ka. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan
TAUFIK, S.TKa. Sub Seksi
Pengukuran dan Pemetaan
MUH.NATSIR MAUDU, S.H
Ka. Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah
SUSAN SUHARJANA, S.H
Ka. Sub Bagian Tata Usaha
HASANUDDIN, S.E, M.M
Ka. Urusan Umum dan Kepegawaian
SITTI SAYIDAH SAHYANI, S.Sos
Ka. Urusan Perencanaan dan Keuangan
ANDI SANTI, S.E
kegiatan serta menjadi wakil di pengadilan karena adanya
sengketa, konflik dan perkara yang tidak bisa diselesaikan lewat
jalur musyawarah.
Adapun susunan organisasi Kantor Pertanahan Kota Makassar
adalah sebagai berikut :42
Gambar 2
Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Makassar
(Sumber Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2016)
42 Sumber Data Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2016
76
B. Pelaksanaan Prosedur Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas
Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kota Makassar
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2015,
bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas dan fungsi di
bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Untuk
melaksanakan fungsi Badan Pertanahan Nasional didaerah maka
bedasarkan Keputusan Badan Pertanahan No. 1 Tahun 1989
dibentuklah kantor pertanahan ditingkat kota dan kabupaten.
Kantor Pertanahan Kota Makassar adalah instansi vertikal
BPN kota/kabupaten yang berada dibawah tanggung jawab
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan.
Dimana mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan
fungsi BPN yaitu dalam menerbitkan sertifikat tanah.
Dalam proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah untuk
pertama kali merupakan proses yang sangat penting, karena
sertifikat tanah dianggap suatu tanda bukti yang secepatnya harus
dimiliki sehingga terjaminnya kepastian hukum bagi pemohon hak
sendiri. Adapun dalam proses tersebut diharapkannya penerapan
Asas Sederhana, Asas Aman dan Asas Terjangkau dalam
pendaftaran tanah pertama kali yang pada akhirnya menghasilkan
sertifikat hak milik atas tanah tersebut belum terselanggara dengan
baik. Sehingga banyaknya keluhan dari masyarakat bahwa dalam
proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah dari pendaftaran
77
tanah pertama kali terkesan sangat lambat atau belum mencukupi
kepuasaan pemohon hak tersebut, biaya dalam mengurus sertifikat
tanah yang relatif mahal bagi pemohon yang khususnya golongan
ekonomi lemah, serta masih kurangnya pengetahuan masyarakat
terhadap prosedur dalam penerbitan sertifikat hak milik tanah dari
pendaftaran tanah pertama kali.
Sebelum melaksanakan proses penerbitan sertifikat hak milik
atas tanah untuk pertama kali, pemohon hak diharapkan
melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Dalam proses
pendaftaran tanah pertama kali, Kantor Pertanahan Kota Makassar
pertama kali membuat susunan Panitia A untuk melaksanakan
pengumpulan dan pengolahan data fisik dan yuridis yang pada
akhirnya menghasilkan sertifikat hak milik atas tanah. Dalam
penyusunan panitia tersebut mempunyai kendala-kendala yang
dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar sendiri, selain itu
ada pula permasalahan-permasalahan yang dihadapi panitia
tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga tidak terjadinya
penerbitan sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama kali yang
tepat waktu sesuai dengan SPOP (Standar Pengaturan Operasi
Pelayanan) Kantor Pertanahan Kota Makassar tersebut.
Kantor Pertanahan Kota Makassar diharapkan dapat
meningkatkan kinerjanya dalam penerbitan sertifikat tanah
sehingga masyarakat Kota Makassar dapat mengembalikan rasa
78
percaya kepada pemerintahannya dan terciptnya peningkatan
kepastian hukum terhadap bidang pertanahan di Kota Makassar.
Kinerja yang optimal diwujudkan dalam suatu kinerja instansi yang
berdasarkan peraturan-peraturan dan SPOP (Standar Pengaturan
Operasi Pelayanan) sebagai tolok ukur keberhasilannya dalam
menerbitkan sertifikat tanah.
Adapun Peraturan-Peraturan sebagai landasan-landasan
dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama kali
yaittu :
1. Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah
3. Peraturan Menteri Agraria No. 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah
4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 2010
Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan
Dalam pembahasan ini akan dibahas mengenai proses
prosedur penerbitan sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama
kali di Kantor Pertanahan Kota Makassar, apakah sudah berjalan
dengan peraturan yang berlaku atau mengalami masalah teknis
tertentu. Dari ketepatan waktu, biaya, serta prosedur dan
79
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh pemohon hak dan
Kantor Pertanahan Kota Makassar sendiri dalam penerbitan
sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama kali.
1. Pelaksanaan Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik dan
Data Yuridis
Dalam proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah, maka
dilakukan pengumpulan dan pengolahan data fisik dan data yuridis
terlebih dahulu oleh Panitia A, yang dimana hasil dari proses
tersebut menghasilkan sertifikat tanah. Proses ini merupakan
proses yang terpenting dalam penerbitan sertifikat tanah, karena
dalam proses ini dilakukan penelitian data yuridis bidang tanah dan
pengumpulan data fisik bidang-bidang tanah yang akan dilampirkan
dalam buku tanah.
Menurut narasumber penulis bernama Ibu Elizabeth selaku
pemohon dari pendaftaran tanah untuk pertama kali ketepatan
waktu dalam proses ini yaitu :43
“Kalau yang buatki lama dalam penerbitan sertifikat itu di
kegiatan penetapan batas dan pengembalian batas-batas.
Karena susahki atur waktunya dari pihak Kantor Pertanahan
sama kita sendiri, lurah dan pihak-pihak yang bersebelahan
sama tanahta’. Tapi kinerjanya bagus ji.”
Dari pernyataan Ibu Elizabeth di atas, dapat disimpulkan
adapun permasalahan dalam melaksanakan kegiatan tersebut yaitu
43 Wawancara 23 Januari 2017, Pukul 10.40, WITA.
80
kurang adanya koordinasi antara pemohon hak dan pihak kantor
pertanahan kota makassar dalam menentukan jadwal pengukuran
dan penetapan batas-batas bidang tanah. Sehingga tidak
terpenuhinya ketepatan waktu dalam melaksanakan proses ini dan
juga dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama
kali.
Adapun ketetapan waktu dalam proses ini yaitu 18 hari, sesuai
dengan dikatakan pejabat pelaksana tugas Seksi Survei,
Pengukuran dan Pemetaan, Bapak Taufik :44
“Ketetapan waktunya SOP itu 18 hari, tetapi dalam
kenyataannya tidak begitu menurut kami ketetapan waktunya
itu masih rendah. Yang berat di lapangan kita sulit hubungi
pemohon, waktu kita hubungi ki waktunya sama kita ndak
sesuai. Biasanya ada kesibukan masing-masing pemohon.
Harus ada kesepakatan diantara kami, pemohon, sama pemilik
batas, nah disitu ki yang buatki lambat Kadang juga ada lokasi
yang dimohon luasannya berbeda dengan permohonan.
Kadang ada yang lebih luas dari permohonan jadi kita ukur lagi
dan masyarakat semakin hari sudah sadar dalam pembuatan
sertifikat tanah. Jadi jumlah pengukuran bidang tanah dalam
melaksanakan proses ini tidak sesuai dengan sumber daya
yang ada. Lebih banyak yang mau diukur daripada
pengukurnya”
Dari pernyataan Bapak Taufik di atas, dapat diketahui bahwa
penghambat dalam proses pengukuran ini yaitu kurangnya jumlah
sumber daya manusia dibandingkan dengan kebutuhan yang
dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan tersebut, adapun
44 Wawancara 23 Januari 2017, Pukul 10.40, WITA.
81
permasalahan yang terjadi di lapangan yaitu lokasi pemohon yang
ada di alas hak tidak sesuai dengan kondisi lapangan, serta
kurangnya kordinasi antara pihak pengukur dengan pihak pemohon
dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
Dalam proses ini diperlukan Asas Aman, yang diimaksudkan
pendaftaran tanah diselenggarakan secara teliti dan cermat
sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum
sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri sehingga tidak
terjadinya sertifikat ganda atau sertifikat cacat hukum.
Agar terwujudnya asas aman tersebut, maka Kantor
Pertanahan Kota Makassar berusaha meminimalisir permasalahan-
permasalahan yang mengakibatkan sertifikat tanah menjadi cacat
hukum/sertifikat ganda. Adapun upaya-upaya yang dilakukan
Kantor Pertanahan tersebut menurut Bapak Taufik :45
“Sekarang itu kemampuan teknologi itu semakin hari semakin
canggih. Kalau untuk mengatasi sertifikat ganda atau yang
tumpah tindih, kita sudah punya aplikasi yang dibangun yang
dimana diharapkan semua bidang-bidang tanah sudah
dipetakkan. Sudah di validasi secara gambar. Jadi sekarang
sudah tidak bisa di validasi kalau ada kembar gambarnya,
kayak di filter lah, jadi ndak adami overlapnya.’
Dalam melakukan observasi di lapangan, Adapun
permasalahan dalam melaksanakan kegiatan tersebut yaitu kurang
adanya koordinasi antara pemohon hak dan pihak kantor
pertanahan kota makakassar dalam menentukan jadwal
45 Wawancara 23 Januari 2017, Pukul 10.40, WITA.
82
pengukuran dan penetapan batas-batas bidang tanah. Tetapi
menurut sebagian pemohon hak mengatakan kinerja Kantor
Pertanahan Kota Makassar dalam melaksanakan kegiatan
pengukuran penetapan batas-batas bidang tanah sudah baik dan
kinerja Kantor Pertanahan Kota Makassar dalam meminimalisir
sertifikat ganda sudah baik.
2. Ketepatan Waktu Dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Milik
Atas Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kota Makassar
Seperti yang diketahui Kantor Pertanahan Kota Makassar
adalah tempat dimana masyarakat Kota Makassar mengajukan
permohonan dalam pengurusan penerbitan Sertifikat Tanah. Dalam
menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama kali,
adapun banyaknya keluhan-keluhan dari masyarakat sebagai
pemohon dalam proses ketepatan penerbitan sertifikat tanah dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2
Tanggapan Responden Tentang Ketepatan Waktu Dalam
Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Pertama Kali46
Tanggapan Responden Responden Persentase
Baik 2 10%
Cukup Baik 8 40%
Tidak Baik 10 50%
Total 20 100%
46 Sumber Data Diolah dari Kuisioner di Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2017
83
Dalam tabel tersebut disimpulkan masih banyaknya keluhan
masyarakat dalam ketepatan waktu penerbitan sertifikat tanah
untuk pertama kali di Kantor Pertanahan Kota Makassar.
Responden penulis yang bernama Hj. Jamila mengatakan bahwa
dari dua tahun yang lalu hingga saat ini sertifikat hak milik atas
tanahnya belum diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Makassar.
Adapun responden penulis yang lainnya bernama bapak Aslan
Landewa, mengatakan bahwa sertifikat hak milik atas tanahnya
telah jadi setelah ia menunggu kurang lebih 1 setengah tahun.
Ketetapan waktu dalam proses penerbitan sertifikat tanah
untuk pertama kali sesuai dengan Perkaban No. 1 Tahun 2010
yaitu 98 hari. Kantor Pertanahan Kota Makassar pun membenarkan
atas permasalahan ketepatan waktu proses penerbitan sertifikat
hak milik atas tanah. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kepala
Sub. Seksi Penetapan Hak Tanah, Bapak Muhammad Thamrin
yang mengatakan :47
“Dalam proses penerbitan sertifikat tanah, sudah sesuai dengan
prosedur. Hanya kita tidak dapat mengatakan sertifikat itu sudah
jadi 98 hari, karena dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali
dibuatlah panitia A. Dalam menyusun panitia tersebut itu agak
susah mengkoordinirnya karena semua pegawai disini
volumelitas pekerjaanya semakin hari semakin meningkat. Alas
Hak yang diberikan pemohon juga tidak lengkap. Jadi saya rasa
sertifikat itu tidak bisa jadi 98 hari, kalau berkas-berkas dari
pemohon juga tidak lengkap. Yang terutama itu kita disini
memaksimalkan kinerja kita, tetapi volume pekerjaan kami
semakin hari meningkat ditambah lagi SDM kami juga kurang.”
47 Wawancara, 16 Januari 2017, 09.15 WITA
84
Dari hasil wawancara dan observasi kepada responden, 50%
responden tidak merasa puas dalam ketepatan waktu penerbitan
sertifikat hak milik atas tanah dari pendaftaran tanah pertama kali
dikarenakan salah satunya yaitu tugas Kantor Pertanahan semakin
hari semakin meningkat. Dengan adanya permasalahan seperti ini
Kantor Pertanahan Kota Makassar harus melakukan beberapa
upaya yang optimal dengan tujuan penerbitan sertifikat hak milik
atas tanah pertama kali bisa sesuai dengan waktu yang ditentukan
pada Standar Operasional Prosedur (SOP), karena kebutuhan
masyarakat sendiri terhadap kepastian hukum kepemilikan tanah
semakin hari semakin meningkat. Adapun dalam upaya tersebut
mempunyai dampak positif kepada Kantor Pertanahan Kota
Makassar sehingga tidak terjadinya penumpukan berkas yang
menambah volume pekerjaan Kantor Pertanahan Kota Makassar.
3. Ketepatan Biaya Dalam Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas
Tanah Pertama Kali Di Kantor Pertanahan Kota Makassar
Pengenaan biaya dalam proses penerbitan sertifikat tanah
untuk perama kali harus diitetapkan secara wajar dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut
Kepala Sub. Seksi Penetapan Hak Tanah, Bapak Muhammad
Thamrin, pembiayaan terkait pelaksanaan penerbitan sertifikasi
tanah diatur dalam PP No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif
85
atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.48 Berikut tabel yang
menggambarkan hasil respondensi terhadap ketepatan biaya
dalam mengurus sertiifikat hak milik atas tanah
Tabel 3
Tanggapan Responden Tentang Ketepatan Biaya Dalam Penerbitan
Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Pertama Kali 49
Tanggapan Responden Responden Persentase
Baik 7 35%
Cukup Baik 10 50%
Tidak Baik 3 15%
Total 20 100%
Bedasarkan observasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
ketepatan dari segi biaya dapat dikatakan sudah cukup baik, atau
dapat dikatakan sudah cukup terjangkau bagi masyarakat Kota
Makassar dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 125 Tahun
2015 yang mengatur tarif dalam pelaksanaan penerbitan sertifikat
tanah.
Namun masih ada juga masyarakat Kota Makassar yang
mengeluh terhadap pembiayaan dalam proses penerbitan sertifikat
tanah untuk pertama kali. Adapun responden penulis yang bernama
Bapak Mustafa, mengatakan bahwa dalam biaya dalam
melaksanakan penerbitan sertifikat tanah menghabiskan biaya
48 Wawancara, 16 Januari 2017, 09.15 WITA 49 Sumber Data Diolah dari Kuisioner di Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2017
86
sebesar lebih dari 2 (dua) juta rupiah. Responden lain penulis yang
bernama, Ibu Rasna mengatakan bahwa dalam pelaksanaan
penerbitan sertifikat tanah juga menghabiskan biaya sebesar 1,5
(satu koma lima) juta hingga 2 (dua) juta rupiah.
Bedasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka
penulis berasumsi terselenggaranya Asas Terjangkau sudah cukup
baik. Tetapi Kantor Pertanahan Kota Makassar harus berkinerja
dengan lebih baik lagi dan mendengarkan keluhan-keluhan bagi
masyarakat yang tidak terlalu mampu dalam melakukan
pembiayaan dalam proses penerbitan sertifikat tanah, sehingga
tercapainya kepastian hukum pertanahan di Kota Makassar.
4. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Prosedur Penerbitan
Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Pertama Kali Di Kantor
Pertanahan Kota Makassar
Pengetahuan masyarakat selaku pemohon terhadap prosedur
dalam melakukan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah di
wilayah Kantor Pertanahan Kota Makassar sangatlah penting,
sehingga kantor pertanahan kota makassar lebih mudah melakukan
tertib administrasi di bidang pertanahan dan terjadinya ketepatan
waktu dalam proses penerbitan sertifikat tanah. Untuk lebih jelas
mengenai pengetahuan masyarakat atau responden tentang
prosedur penerbitan sertifikat hak milik atas tanah untuk pertama
kali dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
87
Tabel 4
Tanggapan Responden Tentang Pengetahuan Prosedur Penerbitan
Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Pertama Kali 50
Tanggapan Responden Responden Persentase
Mengetahui 5 25%
Tidak Mengetahui 15 75%
Total 20 100%
Dalam tabel tersebut disimpulkan masih banyaknya
masyarakat yang tidak mengetahui prosedur penerbitan sertifikat
tanah untuk pertama kali di Kantor Pertanahan Kota Makassar.
Responden penulis yang bernama Bapak Harmin mengatakan :
“Saya kurang mengetahui prosedurnya sehingga bolak balik ke
informasi”51
Adapun responden penulis yang lainnya, Bapak Aslan
Landewa mengatakan:
“Kalau tahu prosedur atau tidak. Saya tidak tahu. Tapi kalau
kita bertanya sama pegawai di loket langsung diberi tahu apa
langkah selanjutnya.”52
Dari pernyataan kedua responden penulis diatas, dapat
disimpulkan bahwa ketidak tahuan prosedur penerbitan sertifikat
50 Sumber Data Diolah dari Kuisioner di Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2017 51 Wawancara, 20 Januari 2017, 10.40 WITA 52 Wawancara, 25 Januari 2017, 12.00 WITA
88
hak milik atas tanah untuk pertama kali dapat diatasi dengan cukup
baik oleh pegawai kantor pertanahan kota makassar sendiri.
Adanya bagian informasi merupakan upaya kantor pertanahan kota
makassar sendiri dalam membantu masyarakat atau pemohon
dalam menjawab ketidaktahuan prosedur serta keluhan-keluhan
yang dihadapi pemohon.
Banyaknya tanggapan positif dari responden selaku
pemohon dalam penerbitan sertifikat hak milik atas tanah dari
pendaftaran tanah pertama kali terhadap kinerja pegawai Kantor
Pertanahan Kota Makassar dalam menangani kesulitan yang
dihadapi pemohon dalam menerbitkan sertifikat tanah dapat dilihat
dari tabel di bawah ini:
Tabel 5
Tanggapan Responden Tentang Kinerja Pegawai Kantor Pertanahan
Kota Makassar Dalam Menyelesaikan Kesulitan/Keluhan Pemohon53
Tanggapan Responden Responden Persentase
Baik 3 15%
Cukup Baik 15 75%
Tidak Baik 2 10%
Total 20 100%
53 Sumber Data Diolah dari Kuisioner di Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2017
89
C. Faktor-Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Prosedur
Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Untuk Pertama Kali
Di Kantor Pertanahan Kota Makassar
1. Hambatan Yang Dihadapi Kantor Pertanahan Kota Makassar
Hambatan yang dihadapi Kantor Pertanahan Kota
Makassar dalam menerbitkan sertifikat hak atas tanah dari
pendaftaran tanah pertama kali ada yang berupa faktor eksternal
dan faktor internal. Adapun hambatan dalam faktor internal yaitu
mengakibatkan pemohon hak di Kantor Pertanahan Kota
Makassar merasa kecewa karena ketepatan waku dalam
pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah terkesan lambat, dan
tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yaitu 98 hari.
Sedangkan hambatan yang berasal dari faktor eksternal
dalam melaksanakan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah
untuk pertama kali, masih banyak pemohon yang dalam
melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali tidak
melengkapi alas haknya, yang dimana alas hak merupakan
syarat yang penting dalam melaksanakan pendaftaran tanah
untuk pertama kali.
Adapun hambatan-hambatan yang ada pada Kantor
Pertanahan Kota Makassar, yaitu dapat dilihat sebagai berikut :
90
1. Kurangnya sumber daya manusia. Dalam hal ini tenaga ahli
di bidang pertanahan, yang menangani pendaftaran tanah
untuk pertama kali tersebut pada Seksi Hak Tanah dan
Pendaftaran Tanah dan Seksi Survei, Pengukuran dan
Pemetaan sangatlah minim. Dalam pelaksanaan ini
dibutuhkan banyaknya tenaga ahli yang sesuai bidangnya
karena volume pekerjaan dalam bidang tersebut selalu
meningkat. Diharapkan keseimbangan antara jumlah tenaga
ahli dengan tugas yang harus diselesaikan sehingga dapat
mempercepat proses penertiban sertifikat hak milik atas
tanah.
2. Setiap tahunnya Kantor pertanahan Kota Makassar selalu
meninggalkan berkas-berkas permohonan yang belum
diselesaikan. Yang dimana berkas-berkas permohonan
tersebut menjadi “hutang” yang harus diselesaikan tersendiri
bagi kantor pertanahan ditahun berikutnya. Berikut ini
adalah tabel rekapitulasi permohonan pendaftaran tanah
untuk pertama kali periode Januari sampai dengan
Desember 2016.
91
Tabel 6
Rekapitulasi Permohonan Pendaftaran Pertama Kali Bulan Januari
S/D Desember Tahun 2016 54
Uraian Sisa Tahun Lalu Masuk Selesai Sisa
Konversi 832 871 1336 367
3. Adanya berkas-berkas yang diperlukan untuk melakukan
pendaftaran tanah untuk pertama kali, tidak lengkap atau
kurang lengkap. Hal ini dapat dilihat dari kelengkapan alas
haknya tidak dipenuhi atau berbeda dengan data yang di
lapangan. Berkas yang kurang lengkap inilah yang nantinya
dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi terlebih
dahulu. Hal inilah juga yang yang memperpanjang waktu
dalam proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah
untuk pertama kali sehingga yang mengakibatkan kesan
buruk pada pelaksanaannya.
4. Serta Kurangnya kordinasi antara pemohon hak dan Kantor
Pertanahan Kota Makassar dalam menentukan waktu untuk
melaksanakan proses pengukuran dan penetapan batas-
batas bidang tanah, sehingga dapat menghambat dallam
proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah untuk
pertama kali.
54 Sumber Data Kantor Pertanahan Kota Makassar Tahun 2016
92
2. Hambatan Yang Dihadapi Pemohon
Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali,
pemohon juga mengalami hambatan-hambatan sehingga
pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali tidak berjalan
dengan harapan yang diinginkan. Beberapa faktor penghambat
yang timbul terdiri dari faktor eksternal, dalam hal ini pemohon
sendiri, yakni sebagai berikut :
1. Masih Kurangnya Pemahaman Masyarakat terhadap
prosedur pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali.
Tidak adanya papan informasi seperti tabel atau brosur yang
menjelaskan prosedur dan tata cara untuk melaksanakan
pendaftaran tanah untuk pertama kali, sehingga
menghambat dalam pelaksanaan penerbitan sertifikat hak
milik atas tanah untuk pertama kali di Kantor Pertanahan
Kota Makassar.
2. Tidak adanya partisipasi pegawai Kantor Pertanahan Kota
Makassar dalam membantu pemohon, khususnya pemohon
yang tak tahu melacak berkas melalui pin dengan sistem
komputerisasi.
3. Biaya Pendaftaran Mahal, Bagi masyarakat Kota Makassar
yang khususnya masyarakat dengan golongan ekonomi
lemah. Biaya yang dikeluarkan unruk melaksanakan
pendaftaran tanah untuk pertama kali cukup mahal,dan
93
mengeluarkan biaya yang sangat besar bagi masyarakat
dengan ekonomi lemah. Yang pada akhirnya mengakibatkan
pemohon ekonomi lemah merasa enggan untuk melakukan
pendaftaran tanah untuk pertama kali di Kota Makassar.
Di dalam UUPA, Pasal 19 Ayat (4) dikatakan bahwa orang yang
tidak mampu dapat dibebaskan dari biaya pendaftaran tanah. Tetapi
dalam keyataannya, peraturan tersebut belum terlaksana dengan
baik. Sehingga bagi masyarakat Kota Makassar yang golongan
ekonomi lemah memilih befikir kembali untuk mendaftarkan tanahnya.
Sebagian besar pemohon dalam melaksanakan pendaftaran
tanah untuk pertama kali belum mengetahui prosedur pelaksanaanya
Sehingga dalam melaksanakan pendaftaran tanah untuk pertama kali
banyaknya syarat-syarat atau berkas-berkas yang belum dilengkapi
yang dapat mengakibatkan lambatnya proses penerbitan sertifikat hak
milik atas tanah. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi atau
penyuluhan kepada masyarakat bagaimana mekanisme prosedur
dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali.
94
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan dimuka, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja
Kantor Pertanahan Kota Makassar dalam Penerbitan Sertifikat Hak
Milik Atas Tanah Pertama Kali (dari Pendaftaran Tanah Pertama
Kali) termasuk dalam kategori belum cukup baik, dapat dilihat dari
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah dalam
prosedur pendaftaran tanah untuk pertama kali pada Kantor
Pertanahan Kota Makassar, belum cukup baik dapat dilihat dari
beberapa tanggapan masyarakat yang merasa tidak puas
dalam ketepatan waktu penerbitan sertifikat tanah dari
pendaftaran tanah pertama kali tersebut. Sesuai dengan
Perkaban No. 1 Tahun 2010, proses penerbitan sertifikat hak
milik atas tanah dari pendaftaran tanah untuk pertama kali
hanya memerlukan waktu 98 hari. Namun kondisi yang terjadi di
lapangan, banyaknya keluhan masyarakat yang telah
menunggu cukup lama terhadap penerbitan sertifikat hak milik
atas tanah dari pendaftaran tanah pertama kali.
95
2. Adapun penyebab pelaksanaan Kantor Pertanahan Kota
Makassar belum cukup baik, yaitu setiap tahun Kantor
Pertanahan Kota Makassar meninggalkan berkas-berkas
permohonan yang belum diselesaikan sehingga menjadi
“hutang” untuk dikerjakan di tahun berikutnya. Hal itu lah yang
membuat pekerjaan di Kantor Pertanahan Kota Makassar tidak
tepatnya ketepatan waktu yang dianjurkan sesuai Standar
Operasi Prosedur, Serta masih kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai tata cara atau prosedur dalam
pendaftaran tanah pertama kali, dan ketepatan waktu serta
biaya yang dibutuhkan dalam proses penerbitan sertifikat hak
milik atas tanah dari pendaftaran tanah pertama kali. Kurangnya
pengetahuan masyarakat mengakibatkan terhambatnya proses
penerbitan sertifikat tanah pertama kali, seperti contohnya
berkas-berkas pemohon tidak lengkap yang akhirnya
dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi terlebih dahulu.
Serta alas hak berbeda dengan data dilapangan, dan kurangnya
sumber daya manusia di Kantor Pertanahan Kota Makassar.
Sedangkan volumelitas pekerjaan di Kantor Pertanahan Kota
Makassar semakin hari semakin meningkat, tidak seimbangnya
jumlah SDM dengan volume pekerjaan di Kantor Pertanahan
Kota Makassar yang menyebabkan pekerjaannya tidak
maksimal
96
B. Saran
Bedasarkan hasil kesimpulan diatas, penulis hendak
mengajukan saran yang dapat berguna bagi peningkatan kinerja
Kantor Pertanahan Kota Makassar khususnya dalam penerbitan
sertifikat hak milik atas tanah pertama kali yaitu :
1. Perlu adanya penyerdehanaan prosedur dalam pendaftaran
tanah untuk pertama kali karena masyarakat cenderung masih
kurang paham apa saja yang perlu dilengkapi dalam
melaksanakan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Serta
perlunya pemasangan papan informasi tata cara pendaftaran
tanah untuk pertama kali sesuai prosedur
2. Kantor Pertanahan Kota Makassar sebaiknya selalu
meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik lagi. Meskipun
selama ini Kantor Pertanahan Kota Makassar sudah
menanggapi dengan baik berbagai keluhan yang ada,
diharapkan selanjutnya untuk berupaya lebih baik lagi agar
dapat meminimalisir keluhan yang dialami pemohon. Perlunya
evaluasi yang intensif dalam melaksanakan tugas-tugasnya,
sehingga Kantor Pertanahan Kota Makassar dapat mengetahui
kekurangan-kekurangan kinerjanya, dan dapat membenahinya
sedini mungkin.
3. Kepada Kantor Pertanahan Kota Makassar, agar lebih giat
memberikan penyuluhan atau melakukan sosialisasi kepada
97
masyarakat akan pentingnya pengetahuan tentang pentingnya
melaksanakan pendaftaran tanah dan prosedur atau tata cara
dalam melakasanakan pendaftaran tanah pertama kali,
sehingga tercapainya tertib administrasi pertanahan di Kota
Makassar serta terjaminnya kepastian hukum terhadap pemilik
hak.
4. Diharapkannya Kantor Pertanahan Kota Makassar
memerhatikan dengan lebih baik lagi terhadap pemohon-
pemohon hak yang bergolongan ekonomi lemah dalam
mengurus sertifikat tanah
5. Perlunya pemasangan papan informasi mengenai prosedur
dalam pengurusan sertifikat tanah serta tabel biaya-biaya
pengurusan sertifikat, sehingga masyarakat dapat mengetahui
secara jelas mengenai biaya-biaya yang seharusnya dibayar
dalam melaksanakan penerbitan sertifikat tanah.
6. Perlunya partisipasi pegawai Kantor Pertanahan Kota Makassar
dalam membantu pemohon, khususnya pemohon yang tak tahu
melacak berkas melalui pin dengan sistem komputerisasi.
7. Penambahan prasarana dalaam proses penerbitan sertifikat
tanah, seperti penambahan unit komputer di bidang pemetaan.
98
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Achmad Sodiki. 2013. Politik Hukum Agraria, Cetakan Pertama. Jakarta:
Kompress
Ali Achmad Chomzah.2002. Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan
I-Pemberian Hak atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II-
Sertipikat dan Permasalahannya Jakarta :Prestasi Pustaka.
A.P. Parlindungan. 2009 Pendaftaran Tanah di Indonesia. Bandung:
Mandar Maju.
Bachtiar Effendie.1993. Pendaftaran tanah di Indonesia dan Peraturan
Pelaksanaanya. Bandung : Alumni.
Benny Bosu. 1997. Perkembangan Terbaru Sertipikat (Tanah,
Tanggungan, dan Condominium). Jakarta: Mediatama Saptakarya.
Boedi Harsono. 2003. Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta:
Djambatan.
Djenal Hoesen Koesoehatmadja. 1983. Pokok-Pokok Hukum Tata
Negara. Bandung: Penerbit Alumni
Effendi Perangin. 1994. Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari
Sudut Pandang Praktisi Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Irawan Soerodjo. 2003. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia.
Surabaya: Arkola.
Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis. 2008. Hukum
Pendaftaran Tanah Bandung: Mandar Maju.
Philippus M Hadjon. 2005. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
99
Prof. Dr. Mhd Yamin Lubis,S.H.,MS.,CN. dan Abd. Rahim Lubis, SH.,
M.Kn. 2010. Hukum Pendaftaran Tanah. Ed.Rev. Medan: Mandar Maju.
Ridwan HR. 2007. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo.
R Soehadi. Penyelesaiaan Sengketa Tanah Sesudah Berlakunya Undang-
Undang Pokok Agraria. Surabaya: Usana Offest Printing.
Sadjijono. 2008. Memahami Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi Negara.
Yogyakarta: Laksbang
Urip Santoso. 2010. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sumber Undang-Undang :
1. Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
2. Peraturan Pemerintah No. 128 Tahun 2015
3. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
4. Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2015
5. Peraturan Menteri Negeri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 9 Tahun 1999
6. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.
3 Tahun 1997
7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan No. 1 Tahun 2010