skripsi rancang bangun prototipe motor induksi …
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
RANCANG BANGUN
PROTOTIPE MOTOR INDUKSI ROTOR SANGKAR
5 PHASA, 4 KUTUB, 3 HP, 200 VAC, 50 Hz
Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Program Pendidikan
Sarjana Ekstensi (PPSE) pada Departemen Teknik Elektro Sub-Konsentrasi
Teknik Energi Listrik
Oleh :
ASRIANTO
NIM : 120422039
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
iv
”Ilmu itu bukanlah sebuah kemahiran dalam berkata-kata,
tetapi ilmu itu (menimbulkan) taqwa kepada Tuhan”
(Abdullah bin Mas’ud – sahabat Rasulullah SAW)
“The wonderful things in life are things you do, not the thing you
have”
(Reinhold Messner – Pendaki Gunung)
Universitas Sumatera Utara
v
ABSTRAK
Motor induksi 5 phasa adalah pengembangan motor induksi rotor sangkar
polyphasa. Motor induksi 5 phasa memiliki keunggulan dibandingkan dengan
motor induksi 3 phasa. Tingkat toleransi terhadap gangguan tegangan
sumber/kegagalan stator yang tinggi sehingga mampu untuk menjaga
kesinambungan kinerja motor.
Konstruksi motor induksi 5 phasa asinkron rotor sangkar di desain dan dibangun
dengan 4 kutub, 30 slot stator dengan belitan asimetris dan 33 slot rotor.
Kapasitas motor induksi 5 phasa rotor sangkar yang di desain dan dibangun adalah
3 HP dan disupply dengan tegangan 5 phasa 200 Volt AC dan frekwensi 50 Hz.
Hasil pengujian motor induksi 5 phasa diperoleh data untuk slip maksimum adalah
2,13%, torsi maksimum adalah 12,2946 N-m, torsi induksi adalah 9,1849 N-m dan
torsi start adalah 0,8853 N-m.
Kata kunci : Motor induksi 5 phasa rotor sangkar, slot stator, slot rotor, belitan
asimetris.
Universitas Sumatera Utara
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan perlindunganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“RANCANG BANGUN PROTOTIPE MOTOR INDUKSI ROTOR
SANGKAR, 5 PHASA, 4 KUTUB, 200 VAC, 3 HP, 50 Hz”.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi
dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
Selama masa perkuliahan pada program Ekstensi sampai menyelesaikan
skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua (Hj. Airiyah), istri (Zeinida Purba) dan anak-anak (Cahyata
Widyatama dan Muhammad Kindarta Aulia) yang menginspirasi dan menjadi
pendorong sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si., selaku dosen Pembimbing Skripsi yang
telah banyak meluangkan waktu dan fikirannya untuk selalu memberikan
dorongan, bantuan moril, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama
perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Raja Harahap, M.T., selaku dosen Penguji Skripsi yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama
perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.
4. Ir. Arman Sani, M.T., selaku dosen Penguji Skripsi yang telah banyak
memberikan masukan untuk penyelesaian Skripsi ini.
5. Bapak Dr. Fahmi, S.T, M.Sc., IPM dan Bapak Ir. Arman Sani, M.T., selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU
Medan.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali serta memberikan
pengalaman hidup yang berharga selama penulis menjalani masa perkuliahan.
7. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Elektro FT USU Medan yang telah
membantu penulis dalam pengurusan administrasi saat perkuliahan serta
selama penyusunan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
vii
8. Sdr. Abang Pranacitra, teman diskusi untuk membangun motor induksi 5 phasa
rotor sangkar dan telah meminjamkan workshop berikut peralatan kerja untuk
membangun motor induksi 5 phasa rotor sangkar.
9. Staf pegawai Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (P4TK) Kementrian Pendidikan Nasional, Jalan Setiabudi No.
75, Helvetia, Medan yang memberikan penggunaan fasilitas pengujian induksi
5 phasa rotor sangkar.
10. Seluruh teman-teman Angkatan 2012 program studi Konversi Energi –
Ekstensi, Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.
11. Teman-teman yang tergabung dalam penelitian motor induksi 5 phasa rotor
sangkar : Fernando EP Manurung dan Floid Mangatur Sihombing.
12. Seluruh crew Electrical, Instrumentation dan Mechanical di Sumpal Gathering
Station dan Dayung Gathering Station, Sumatra Operation – ConocoPhillips
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam penulis skripsi ini masih belum sempurna
karena masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun susunan
bahasa.
Saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan untuk menyempurnaan dan
pengembangan motor induksi 5 phasa rotor sangkar sangat penulis harapkan. Akhir
kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, 22 Januari 2019
Penulis,
Asrianto
NIM. 120422039
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………...……...........i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI……….………………..……...……………………………....…........v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................viii
DAFTAR TABEL……….……………..…...………….......……………….............x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Skripsi...............................................................................................2
1.4 Batasan Masalah….......................................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................3
BAB II MOTOR INDUKSI 5 PHASA
2.1 Perbandingan Sistem 3 Phasa dan 5 Phasa...................................................4
2.1.1 Hubungan Tegangan, Arus dan Daya pada Sistem 3 Phasa.........................4
2.1.2 Hubungan Tegangan, Arus dan Daya pada Sistem 5 Phasa.........................5
2.1.3 Perbandingan antara Sistem 3 Phasa dan Sistem 5 Phasa.............................5
2.2 Konstruksi Motor Induksi Asinkron Rotor Sangkar.....................................6
2.2.1 Stator.............................................................................................................6
2.2.2 Rotor..............................................................................................................8
2.3 Perbandingan Medan Putar Motor Induksi 3 Phasa dan 5 Phasa..................9
2.3.1 Medan Putar Motor Induksi 3 Phasa.............................................................9
2.3.2 Medan Putar Motor Induksi 5 Phasa...........................................................13
2.4 Perencanaan Motor Induksi 5 Phasa...........................................................18
Universitas Sumatera Utara
ix
2.4.1 Perencanaan Stator Motor Induksi 5 Phasa.................................................18
2.4.1.1 Model Bentangan Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa............................19
2.4.1.2 Dimensi Stator Motor Induksi 5 Phasa.......................................................19
2.4.1.3 Jumlah Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa............................................22
2.4.1.4 Penampang Kawat dari Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa..................22
2.4.2 Perencanaan Rotor Motor Induksi 5 Phasa................................................23
2.4.2.1 Diameter Rotor...........................................................................................23
2.4.2.2 Jumlah Slot Rotor.......................................................................................24
2.4.2.3 Dimensi Batang (Bar) Rotor dan Dimensi Slot Rotor................................24
2.5 Slip dan Torsi..............................................................................................24
2.5.1 Rangkaian Ekivalen....................................................................................25
2.5.2 Pemisahan Rugi Tembaga pada Rotor dan Rangkaian Ekivalen................26
2.5.3 Torsi Induksi Motor Induksi 5 Phasa..........................................................27
2.5.3.1 Tegangan Thevenin.....................................................................................27
2.5.3.2 Impedansi Thevenin....................................................................................28
2.5.4 Slip Maksimum dan Torsi Maksimum Motor Induksi 5 Phasa..................30
2.6 Menentukan Parameter Rangkaian Model..................................................30
2.6.1 Pengujian Tahanan Isolasi..........................................................................31
2.6.2 Pengujian Tahanan Belitan Stator (DC Test) .............................................31
2.6.3 Pengujian Tanpa Beban..............................................................................32
2.6.4 Pengujian Block–Rotor................................................................................34
2.7 Kerapatan Fluks Celah Udara atau Specific Magnetic Loading (BAV atau
Baverage).........................................................................................................36
2.8 Muatan Listrik atau Specific Electric Loading (q)......................................36
Universitas Sumatera Utara
x
2.9 Pemilihan Faktor Daya and Efisiensi..........................................................36
2.10 D dan L........................................................................................................37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian.................................................................................38
3.2 Pelaksanaan Penelitian................................................................................38
3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian...................................................................38
3.4 Target Penelitian.........................................................................................39
3.5 Prosedur Penelitian.....................................................................................39
BAB IV PERANCANGAN DAN MEMBANGUN MOTOR INDUKSI 5 PHASA
4.1 Perencanaan Dalam Merancang dan Membangun Motor Induksi 5 Phasa
....................................................................................................................44
4.1.1 Perencanaan Stator Motor Induksi 5 Phasa................................................44
4.1.1.1 Dimensi Stator Motor Induksi 5 Phasa …..………....................................44
4.1.1.2 Perencanaan Model Bentangan Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa......45
4.1.1.3 Penandaan Belitan dan Hubungan Antara Sisi Stator Motor Induksi
5 Phasa…….……………….………………………………………..........46
4.1.1.4 Model Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa………………..……….......48
4.1.1.5 Perhitungan Jumlah Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa…...............….49
4.1.1.6 Perhitungan Penampang Kawat dari Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
....................................................................................................................49
4.1.2 Perencanaan Rotor Motor Induksi 5 Phasa................................................50
4.1.2.1 Diameter Rotor………………......……………….……………................50
4.1.2.2 Jumlah Slot Rotor………....…………………….……………….….........51
4.1.2.3 Dimensi Batang (Bar) Rotor dan Dimensi Slot Rotor…….......................51
Universitas Sumatera Utara
xi
4.1.3 Spesifikasi Motor Induksi 5 Phasa……......………….....….……….........52
4.1.4 Proses Pengerjaan Penggulungan Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
....................................................................................................................53
4.2 Transformator 5 Phasa Sebagai Supply Motor Induksi 5 Phasa….............56
4.2.1 Blok Diagram Transformator 5 Phasa……..........…………....…..............56
4.2.2 Susunan Kumparan Transformator…….…......…......……….…..............57
4.2.3 Perbandingan Kumparan Sekunder (NS) dan Kumparan Primer (NP)
Transformator dengan Hubungan Lilitan Bintang – Bintang........….........59
4.2.4 Perhitungan Jumlah Belitan Transformator….……...…………................62
4.2.5 Tegangan Terminal per-Phasa Transformator………........….……...........64
4.2.6 Perhitungan Penampang Kawat Kumparan Transformator......…..............65
4.2.7 Perhitungan Dimensi Inti Transformator…….………...………................66
4.2.8 Rancangan Dry Transformator………...……...……………..……............69
4.3 Pengujian Dry Transformator 3 Phasa – 5 Phasa……....……..……….….71
4.3.1 Pengujian Tahanan Isolasi……....…………………………………….….71
4.3.2 Pengujian Tanpa Beban……....……..……………………………..….….72
4.4 Pengujian Motor Induksi 5 Phasa……....……..……………………....….72
4.4.1 Pengujian Tahanan Belitan Stator…...…………....……...…..…...............73
4.4.2 Pengujian Tahanan Isolasi…………...……….………..………................73
4.4.3 Pengujian Tanpa Beban…………………...……………….…..................74
4.4.4 Pengujian Block Rotor……...………….…………….…...…....................74
4.4.5 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi 5 Phasa…………......…......…...........75
4.4.6 Parameter Hasil Pengujian Motor Induksi 5 Phasa…………......…............78
4.4.7 Analisa Data Parameter Hasil Pengujian Motor Induksi 5 Phasa……........78
Universitas Sumatera Utara
xii
4.4.7.1 Analisa Pengujian Tanpa Beban (No-Load).................................................78
4.4.7.2 Analisa Pengujian Rotor Tertahan (Blocked-Rotor).....................................79
4.4.7.3 Analisa Slip dan Torsi..................................................................................80
4.4.7.4 Pengujian Kehandalan (Reliability)..............................................................80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..................................................................................................81
5.2 Saran............................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Vektor Diagram Sistem 3 Phasa……......……….......….……...........4
Gambar 2.2 Vektor Diagram Sistem 5 Phasa….....................................................5
Gambar 2.3. Komponen dari Motor Induksi Rotor Sangkar...................................6
Gambar 2.4 Bentuk Stator Motor Induksi..............................................................7
Gambar 2.5 Bentuk Belitan Konsentris….……...…...…….…………..................7
Gambar 2.6 Bentuk Belitan Spiral…………………......…..…..……....................8
Gambar 2.7 Rotor Motor Induksi Tipe Rotor Sangkar…………….......................8
Gambar 2.8 Konstruksi Rotor Sangkar Tupai (Squirrel Cage) …….....................9
Gambar 2.9 Belitan 3 Phasa……………………...............…...…..…...................9
Gambar 2.10 Medan Putar Motor Induksi 3 Phasa................................................10
Gambar 2.11 Belitan 5 Phasa….............................................................................13
Gambar 2.12 Medan Putar Motor Induksi 5 Phasa................................................14
Gambar 2.13 Rangkaian Ekivalen Per-Phasa Motor Induksi 5 Phasa…..…..........25
Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen (Akhir) Per-Phasa Motor Induksi 5 Phasa…...27
Gambar 2.15 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen dengan Tegangan Thevenin
……………………………………………………………………………….….....28
Gambar 2.16 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen dengan Impedansi Thevenin
……………………………………………………………………………….….....28
Gambar 2.17 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen dengan Metoda Thevenin….29
Gambar 2.18 Rangkaian Pengujian Tahanan Belitan Stator………………..........31
Gambar 2.19 Rangkaian Pengujian Tanpa Beban………..………………...….....32
Gambar 2.20 Rangkaian Ekivalen Pengujian Tanpa Beban……………...............33
Gambar 2.21 Rangkaian Pengujian Block–Rotor...................................................34
Universitas Sumatera Utara
xiv
Gambar 2.22 Rangkaian Ekivalen Pengujian Block–Rotor....................................34
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengujian Tahanan Isolasi..........................................40
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengujian Tahanan Stator (DC Test)..........................41
Gambar 3.3 Diagram Alir Pengujian Tanpa Beban (No Load Test)....................42
Gambar 3.4 Diagram Alir Pengujian Rotor Tertahan (Block–Rotor Test)...........43
Gambar 4.1 Pembagian Kelompok Belitan per-Phasa……....……..…...…........47
Gambar 4.2 Pembagian Kelompok Belitan per- Kutub.......................................47
Gambar 4.3 Distribusi Belitan per-Phasa pada Slot...…...……...…....................48
Gambar 4.4 Model Belitan Stator pada Motor Induksi 5 Phasa Asimetris…......48
Gambar 4.5 Rangkaian Ekivalen End–Ring.........................................................50
Gambar 4.6 Bentuk Belitan Stator per-Phasa Motor Induksi 5 Phasa.................54
Gambar 4.7 Pemasangan Lembaran Plastik Prespan pada Slot Stator Motor
Induksi 5 Phasa.................................................................................54
Gambar 4.8 Pemasangan Belitan pada Slot Stator Motor Induksi 5 Phasa..........54
Gambar 4.9 Diagram Sistem Transformasi 3 Phasa ke 5 Phasa...........................56
Gambar 4.10 Hubungan Kumparan Primer (Bintang) dan Kumparan Sekunder
(Bintang) Transformator 5 Phasa....................….............................57
Gambar 4.11 Hubungan Transformasi Bintang pada Kumparan Primer dari
Transformator 5 Phasa......................................................................57
Gambar 4.12 Hubungan Transformasi Bintang pada Kumparan Sekunder dari
Transformator 5 Phasa......................................................................58
Gambar 4.13 Diagram Phasor Hubungan Kumparan Primer (Bintang) dan
Sekunder (Bintang) Transformator 5 Phasa.....................................58
Gambar 4.14 Perbedaan Sudut Phasa Kumparan Primer (Bintang) 3 Phasa dan
Universitas Sumatera Utara
xv
Sekunder (Bintang) Transformator 5 Phasa.....................................59
Gambar 4.15 Model Sisi Primer Transformator dengan Transformasi 3 Phasa
dengan Hubungan Lilitan Bintang...................................................61
Gambar 4.16 Model Sisi Sekunder Transforator dengan Transformasi 5 Phasa
dengan Hubungan Lilitan Bintang....................................................62
Gambar 4.17 Desain Inti Transformator Tipe Cangkang (Core Type) untuk
Transformasi 3 Phasa–5 Phasa.........................................................67
Gambar 4.18 Rangkaian Ekivalen Per-Phasa Motor Induksi 5 Phasa....................76
Gambar 4.19 Rangkaian Pengujian Kehandalan Motor Induksi 5 Phasa...............80
Gambar 5.1 Pembagian Kelompok Belitan per-Kutub.........................................82
Gambar 5.2 Pembagian Kelompok Belitan per-Phasa.........................................83
Gambar 5.3 Distribusi Belitan per-Phasa pada Slot.............................................83
Gambar 5.4 Model Belitan Stator pada Motor Induksi 5 Phasa Simetris.............84
Universitas Sumatera Utara
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Nilai Area Product (AP) Inti Besi Transformator 3 Phasa.....................68
Tabel 4.2 Ukuran Inti Besi Transformator 3 Phasa................................................69
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tahanan Isolasi Sisi Primer Dry Transformator 3 Phasa
– 5 Phasa................................…………...………….……..…...............71
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Tahanan Isolasi Sisi Sekunder Dry Transformator
3 Phasa – 5 Phasa……………………………..……………………..…72
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tanpa Beban Terminal Primer dan Sekunder Dry
Transformator 3 Phasa – 5 Phasa...........................................................72
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tanpa Beban Terminal Primer dan Sekunder Dry
Transformator 3 Phasa – 5 Phasa………….………..………………....……...……....…..72
Tabel 4.7 Hasil Pengujian DC Tahanan Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa.....73
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tanpa Beban Motor Induksi 5 Phasa….....…..…........73
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Tanpa Beban Motor Induksi 5 Phasa ….....….............74
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Block Rotor Motor Induksi 5 Phasa………..…..….............…..74
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Motor induksi rotor sangkar merupakan motor listrik yang paling banyak
digunakan dalam industri. Motor induksi jenis ini memiliki kontribusi yang besar
pada kehidupan manusia karena memiliki kelebihan pada bentuk dan konstruksi
yang kokoh, sederhana, memiliki keandalan (reliability) dan performa yang tinggi
serta perawatan yang mudah.
Terminologi 5 phasa dan motor induksi 5 phasa pertama sekali
dikemukakan oleh E. E. Ward dan H. Harer pada jurnal penelitian “Preliminary
investigation of an inverter – fed 5 – phase induction motor”[10] dipublikasikan
pada tahun 1969 dan oleh Emil Levi peneliti dari Liverpool John Moores
University, Inggris “Recent Developments in High Performance Variable-Speed
Multiphase Induction Motor Drives” pada simposium Nikola Tesla ke 6 (18 - 20
Oktober 2006) di Beograd, Serbia[5].
Motor induksi polyphasa (di atas 3 phasa) telah menjadi obyek penelitian
beberapa tahun terakhir. Pada skala penelitian, motor induksi 5 phasa memiliki
keunggulan dibandingkan dengan motor induksi 3 phasa. Keunggulan tersebut
adalah tingkat toleransi terhadap gangguan tegangan sumber atau kegagalan
belitan stator yang tinggi sehingga mampu untuk menjaga kesinambungan kinerja
motor. Apabila satu atau dua phasa mendapat gangguan/hilang maka empat atau
tiga phasa yang lain masih akan mampu memutar motor dengan sedikit penurunan
kinerja. Tetapi pada motor induksi 3 phasa, kehilangan satu phasa menyebabkan
motor akan bekerja satu phasa. Kondisi ini akan menyebabkan kenaikan
temperatur yang tinggi pada motor dan motor akan beputar lebih lambat dan tidak
memungkin di start dari keadaan diam. Tetapi motor induksi 5 phasa dapat di
start dengan empat atau tiga phasa yang tersisa.
Dengan putaran relatif sama dengan motor induksi 3 phasa dan jumlah kutub yang
sama, motor induksi 5 phasa dapat menggantikan peran motor induksi 3 phasa.
Pada skripsi ini, penulis melakukan perencanaan dan membangun motor
induksi 5 phasa rotor sangkar. Objektif perencanaan adalah agar diperoleh motor
Universitas Sumatera Utara
2
induksi 5 phasa rotor sangkar dengan kecepatan putar dan parameter lain dari
motor induksi 5 phasa.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana
merencanakan dan membangun sebuah prototipe motor induksi rotor sangkar 5
phasa dengan berorientasi kepada :
1. Menentukan kecepatan putaran sinkron motor induksi 5 phasa dan
membangkitkan medan putar.
2. Melakukan kalkulasi pada perencanaan stator dan rotor motor induksi 5 phasa.
3. Melakukan pengujian untuk mendapatkan karateristik seperti kecepatan putar
rotor dan daya keluaran untuk memenuhi kebutuhan sebagai motor penggerak.
1.3 Tujuan Skripsi
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Merencanakan belitan stator dari motor induksi 5 phasa.
2. Membuktikan medan putar pada motor induksi 5 phasa rotor sangkar dapat
terjadi, kecepatan sinkron motor tidak berelasi dengan penambahan jumlah
phasa motor dan membuktikan bahwa kebutuhan arus pada motor 5 phasa
rendah.
3. Memaparkan kalkulasi perencanaan motor induksi 5 phasa rotor sangkar.
1.4 Batasan Masalah
Agar skripsi ini lebih terarah dan dapat mencapai hasil yang diinginkan,
permasalahan skripsi akan dibatasi sebagai berikut :
1. Motor induksi 5 phasa rotor sangkar menggunakan sumber tegangan listrik 5
phasa, target daya output ditentukan pada perencanaan.
2. Pengerjaan rancang bangun motor induksi 5 phasa rotor sangkar menggunakan
bahan dan material yang mudah didapat di pasaran umum.
3. Aspek mekanikal tidak dibahas, permasalahan mekanikal hanya disesuaikan
dan diperhitungkan agar mendukung fungsi utama dari motor.
Universitas Sumatera Utara
3
1.5 Manfaat Penelitian
Lingkup penelitian ini dikategorikan bermanfaat secara teoritis dan praktis
karena :
1. Rancang bangun ini menghasilkan prototipe motor induksi 5 phasa rotor
sangkar yang digunakan untuk penelitian agar diketahui keunggulan dan
kelemahan motor induksi 5 phasa rotor sangkar karena sistem 5 phasa
merupakan sistem baru di dunia, sehingga diperoleh pertimbangan sebagai
alternatif pilihan jenis motor induksi yang bisa digunakan sebagai penggerak.
2. Menjadi referensi pembaca khusus di Departemen Teknik Elektro Universitas
Sumatera Utara, akademisi dan masyarakat umum, yang berhubungan dengan
sistem 5 phasa dan aplikasinya.
Universitas Sumatera Utara
4
BAB II
MOTOR INDUKSI 5 PHASA
2.1 Perbandingan Sistem 3 Phasa dan 5 Phasa
Pada sistem kelistrikan 3 phasa, masing-masing phasa memiliki beda
phasa 120° dan sistem tegangan 3 phasa adalah VA, VB dan VC.
Pada sistem 5 phasa beda masing-masing phasa adalah 72° dan sistem tegangan 5
phasa adalah VA, VB, VC, VD dan VE[2].
2.1.1 Hubungan Tegangan, Arus dan Daya pada Sistem 3 Phasa
Sistem tegangan 3 phasa[2]:
(2.1)
(2.2)
(2.3)
Gambar 2.1 Vektor Diagram Sistem 3 Phasa[2]
IL Iph
VAC 2 VAN cos 30o
VAN
P 3 Vph . Iph cos ø
VL . IL cos ø
1,7 VL .IL cos ø (2.4)
Universitas Sumatera Utara
5
2.1.2 Hubungan Tegangan, Arus dan Daya pada Sistem 5 Phasa
Sistem tegangan 5 phasa[2] :
(2.5)
(2.6)
(2.7)
(2.8)
(2.9)
Gambar 2.2 Vektor Diagram Sistem 5 Phasa[2]
VAB 2 VAN cos 54o
VAN
1,175 VAN
IL Iph
P = 5 Vph . Iph cos ø
VL . IL cos ø
4,255 VL . IL cos ø (2.10)
2.1.3 Perbandingan antara Sistem 3 Phasa dan Sistem 5 Phasa
Perbandingan daya pada sistem 5 phasa dengan daya pada sistem 3 phasa
adalah 4,255 : 1,73 atau 2,46 : 1.
VL . IL cos ø
Universitas Sumatera Utara
6
4,255 VL . IL cos ø
Daya 5 phasa lebih besar 2,46 kali dibanding daya 3 phasa[2].
2.2 Konstruksi Motor Induksi Asinkron Rotor Sangkar
Motor induksi AC terdiri dari 2 bagian elektromagnetik yaitu bagian yang
tidak bergerak yang disebut stator dan bagian yang berputar yang disebut rotor.
Stator dan rotor terdiri dari rangkaian listrik yang umumnya terbuat dari tembaga
atau alumunium berisolasi untuk mengalirkan arus listrik dan rangkaian magnet
yang terbuat dari baja silikon terlaminasi untuk mengalirkan fluks magnet[8].
Gambar 2.3 Komponen dari Motor Induksi Rotor Sangkar[7]
2.2.1 Stator
Stator adalah bagian stasioner pada motor yang disusun oleh rangka motor
yang terbuat dari besi tuang (cast iron) atau campuran aluminium tuang (cast
alluminum alloy).
Inti stator merupakan litasan magnet yang disusun dari kumpulan slot terbuat dari
baja yang dilaminasi merupakan inti stator dan membentuk ruang silindris
diletakkan di dalam rangka motor. Tujuan inti stator tersebut dilaminasi adalah
untuk mengurangi eddy current dan mengurangi rugi-rugi akibat panas berlebih.
Belitan listrik terisolasi yang disebut belitan stator ditempatkan pada slot stator.
Penampang kawat belitan harus cukup besar disesuaikan dengan rating daya
motor. Untuk motor 5 phasa dibutuhkan 5 kelompok belitan.
Universitas Sumatera Utara
7
Gambar 2.4 Bentuk Stator Motor Induksi
Ada dua jenis belitan yang digunakan untuk menggulung stator motor
induksi rotor sangkar yaitu belitan konsentris dan belitan spiral.
1. Belitan Konsentris
Belitan konsentris secara pengerjaan lebih mudah tetapi membutuhkan ukuran
mal yang bervariasi tergantung panjang langkah slot dan urutan slot pada satu
kelompok.
Gambar 2.5 Bentuk Belitan Konsentris
2. Belitan Spiral
Belitan spiral secara pengerjaan relatif lebih sulit tetapi ukuran dari belitan
dalam satu kelompok adalah sama pada langkah belitan dan jumlah belitan.
Proses penggulungan relatif sulit karena belitan akan bertumpuk atau
terhalangi oleh belitan yang telah dimasukkan terlebih dahulu pada slot stator.
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.6 Bentuk Belitan Spiral
2.2.2 Rotor
Rotor adalah bagian yang berputar pada motor induksi. Rotor disusun oleh
slot baja silikon berlaminasi yang membentuk rangkaian magnetik dan rangkaian
listrik. Jenis rotor terdiri atas rotor sangkar tupai (squirrel cage) dan rotor lilit
(wound rotor).
Gambar 2.7 Rotor Motor Induksi Tipe Rotor Sangkar
Rotor sangkar tupai (squirrel cage) disusun dari kumpulan batang tembaga atau
batang aluminium yang ditempatkan dalam slot yang terhubung pada sisi
lingkaran pada setiap ujung rotor. Konstruksi dari rotor tipe ini menyerupai rotor
sangkar.
Universitas Sumatera Utara
9
Gambar 2.8 Konstruksi Rotor Sangkar Tupai (Squirrel Cage)
Rotor lilit (wound rotor) tersusun dari belitan terisolasi dengan sambungan yang
keluar menuju ke slip ring yang secara konstruksi terpasang pada poros (shaft)
motor.
2.3 Perbandingan Medan Putar Motor Induksi 3 Phasa dan 5 Phasa
Putaran motor AC (alternating current) ditimbulkan oleh medan putar
(fluks yang berputar) yang dihasilkan di belitan stator. Medan putar ini terjadi
apabila kumparan stator dihubungkan dengan supply tegangan.
2.3.1 Medan Putar Motor Induksi 3 Phasa
Gambar 2.9 menggambarkan belitan stator 3 phasa berkutub dua. Masing-
masing belitan diwakili oleh belitan terkonsentrasi dengan sumbu kumparan
berbeda 120o
listrik[6].
Gambar 2.9 Belitan 3 Phasa[6]
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2.10 Medan Putar Motor Induksi 3 Phasa[6]
Dari Gambar 2.10, komponen yang membentuk medan putar yang merupakan
induksi magnet atau rapat fluks magnet B untuk masing-masing phasa dari sistem
3 phasa di titik berjarak x dari titik 0 adalah[6]:
(2.11)
(2.12)
(2.13)
Dengan menggunakan transformasi trigonometri :
Maka persamaan menjadi :
B
Universitas Sumatera Utara
11
Dimana :
Sehingga :
Dimana :
Sehingga :
Hasil dari ketiga komponen di x adalah :
Atau :
Universitas Sumatera Utara
12
– (2.14)
Agar bernilai maksimum maka setiap phasa harus memiliki :
–
sin 90o = 1
Maka :
–
–
–
–
Kecepatan putar listrik adalah :
Dari gambar bentuk gelombang 3 phasa diperoleh :
Dengan mempertimbangkan kutub P maka :
Universitas Sumatera Utara
13
Kecepatan putar mekanikal adalah :
Pada kondisi setimbang, kecepatan putar mekanikal = kecepatan putar listrik.
= 60 detik, maka :
(2.15)
2.3.2 Medan Putar Motor Induksi 5 Phasa
Gambar 2.11 menggambarkan belitan stator 5 phasa berkutub dua.
Masing-masing belitan diwakili oleh belitan terkonsentrasi pada sumbu kumparan
berbeda 72o listrik.
Gambar 2.11 Belitan 5 Phasa
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2.12 Medan Putar Motor Induksi 5 Phasa
Dari Gambar 2.12 komponen yang membentuk medan putar yang merupakan
induksi magnet atau rapat fluks magnet B untuk masing-masing phasa dari sistem
5 phasa di titik berjarak x dari titik 0 adalah :
(2.16)
(2.17)
(2.18)
(2.19)
(2.20)
Dengan menggunakan transformasi trigonometri :
Maka persamaan menjadi :
B
Universitas Sumatera Utara
15
Dimana :
Sehingga :
–
Dimana :
Sehingga :
–
Universitas Sumatera Utara
16
Dimana :
Sehingga :
–
Dimana :
Sehingga :
–
Hasil dari kelima komponen di x adalah :
Universitas Sumatera Utara
17
Atau :
– (2.21)
Agar bernilai maksimum maka setiap phasa harus memiliki :
–
sin 90o 1
Maka :
–
–
–
–
Dari gambar bentuk gelombang 5 phasa diperoleh :
Universitas Sumatera Utara
18
Dengan mempertimbangkan kutub P maka :
Kecepatan putar listrik adalah :
Kecepatan putar mekanikal adalah :
Pada kondisi setimbang, kecepatan putar mekanikal = kecepatan putar listrik.
= 60 detik, maka :
(2.22)
2.4 Perencanaan Motor Induksi 5 Phasa
Perencanaan motor induksi 5 phasa bertujuan untuk mendapatkan dimensi
fisik dari seluruh bagian motor secara lengkap utamanya dimensi stator, dimensi
rotor dan belitan stator.
Untuk mendapatkan detail perencanaan tersebut diperlukan spesifikasi yang
diinginkan dari motor induksi yang dibutuhkan seperti rating daya keluaran,
rating tegangan, jumlah phasa, frekwensi, desain stator dan belitan stator, desain
rotor dan pengujian motor.
2.4.1 Perencanaan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Stator pada motor induksi terdiri dari inti stator dan slot stator. Jumlah slot
stator dari motor induksi dirumuskan sebagai[3] :
Universitas Sumatera Utara
19
(2.23)
Dimana :
S : Jumlah slot stator motor yang diperlukan
m : Jumlah phasa motor
P : Jumlah kutub motor
K : Konstanta belitan AC (simetris atau asimetris)
Untuk belitan simetri K = 0, 2, 4, ...
Untuk belitan asimetris K = 1, 3, 5, ...
2.4.1.1 Model Bentangan Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Gambar bentangan belitan stator adalah diagram skematik yang dijadikan
acuan pada proses pengerjaan penggulungan stator pada motor induksi. Faktor-
faktor yang diperlukan agar gambar bentangan belitan stator ini sempurna adalah:
1. Jumlah kutub (P)
Untuk menentukan jumlah kutub stator motor induksi menggunakan
persamaan (2.22) yang diubah menjadi :
2. Jumlah Slot Stator
Untuk menentukan jumlah slot stator untuk motor induksi 5 phasa
menggunakan persamaan (2.23) :
Dimana :
K : Jumlah slot/phasa
S : Jumlah slot stator motor
m : Jumlah phasa motor
P : Jumlah kutub
2.4.1.2 Dimensi Stator Motor Induksi 5 Phasa
Persamaan yang digunakan merupakan ekspresi matematika yang
memberikan relasi antara berbagai parameter fisik dan listrik dari mesin listrik.
Persamaan output motor induksi dalam kW adalah:
Universitas Sumatera Utara
20
Dengan pertimbangan “m” phasa, daya input motor adalah :
(2.24)
Untuk motor 5 phasa dimana m = 5, daya input motor adalah:
(2.25)
Dimana :
Dimana :
(2.26)
Putaran sinkron motor Ns dalam rpm (revolution per-minute), maka :
(2.27)
Putaran sinkron motor ns dalam rps (revolution per-second), maka :
(2.28)
Output motor adalah :
(2.29)
Dimana :
Atau :
(2.30)
Dan :
(2.31)
Sehingga daya keluaran motor 5 phasa adalah :
Universitas Sumatera Utara
21
(2.32)
Dimana :
(2.33)
Karena itu, daya keluaran motor :
(2.34)
Dan daya keluaran motor :
(2.35)
Volume rotor motor induksi adalah :
(2.36)
Kriteria untuk perencanaan motor yang baik adalah :
Kalkulasi perencanaan dimensi stator dan rotor motor induksi 5 phasa dengan 4
kutub menggunakan persamaan dibawah :
Atau :
(2.37)
Dimana :
Vph : Tegangan phasa (Volt)
Iph : Arus phasa (Ampere)
Zph : Jumlah konduktor/phasa
Tph : Jumlah belitan/phasa
Ns : Putaran sinkron dalam (rpm)
ns : Putaran sinkron dalam (rps)
p : Jumlah kutub
q : Muatan listrik (specific electric loading) (Amp konduktor/m2)
: Fluks celah udara (air gap flux)/kutub (Wb)
Universitas Sumatera Utara
22
Bav : Kerapatan fluks rata-rata (Wb/mm2 atau Tesla)
kw : Winding factor
: Efisiensi
cos : Power factor
D : Diameter stator/rotor (mm)
L : Panjang inti stator/rotor (mm)
Co : Koefisien output
2.4.1.3 Jumlah Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Dengan menggunakankan persamaan-persamaan sebelumnya maka
diperoleh persamaan emf pada sebuah motor induksi yaitu :
Eph=4,44 f . .Tph . kw (2.38)
Oleh karena itu jumlah belitan per-phasa dapat diperoleh dari persamaan emf :
(2.39)
Jumlah konduktor per-phasa dan per-slot adalah :
(2.40)
Dimana :
Eph : EMF terinduksi(tegangan per-phasa yangditerapkan) (Volt)
f : Frekuensi rating (Hz)
: Fluks air gap per-kutub (Wb)
Tph : Jumlah belitan per-phasa
kw : Faktor belitan, diasumsikan sebesar 0,955
S : Jumlah slot stator
2.4.1.4 Penampang Kawat dari Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Perhitungan luas penampang konduktor stator berdasarkan arus stator per-
phasa dan nilai kerapatan arus untuk belitan stator, atau :
(2.41)
Persamaan arus stator per-phasa adalah :
(2.42)
Universitas Sumatera Utara
23
Dimana :
as : Ukuran penampang konduktor stator (mm2)
δs : Kerapatan arus dalam belitan stator (A/mm2)
Is : Arus stator per-phasa (Ampere)
Pemilihan kerapatan arus didasarkan pada pertimbangan keuntungan dan
kerugian. Keuntungan dari nilai kerapatan arus yang tinggi yaitu dapat mereduksi
penampang, mereduksi berat dan mereduksi biaya. Kerugian dari nilai kerapatan
arus yang tinggi adalah nilai resistansi meningkat, rugi tembaga meningkat, nilai
kenaikan temperatur meningkat dan efisiensi menurun.
Kerapatan arus pada konduktor stator berkisar antara 3 – 4 A/mm2.
Nilai kerapatan arus yang tinggi digunakan pada motor tegangan rendah dan
rating motor kecil.
Berdasarkan bentuk dan ukuran penampang juga dapat ditentukan. Jika
ukuran penampang konduktor dibawah 5 mm2
maka konduktor berpenampang
bulat yang akan digunakan. Jika ukuran diatas 5 mm2 maka konduktor segi-empat
yang akan digunakan.
2.4.2 Perencanaan Rotor Motor Induksi 5 Phasa
Perencanaan rotor motor bertujuan untuk menentukan dimensi rotor,
jumlah slot rotor dan dimensi batang (bar) rotor motor induksi 5 phasa.
Parameter-parameter tersebut merupakan spesifikasi rotor motor induksi 5 phasa.
2.4.2.1 Diameter Rotor
Penentuan diameter rotor dilakukan dengan mempertimbangkan panjang
celah udara lg, panjang stator L dan diameter stator D.
Panjang celah udara (lg) adalah :
lg= 0,2 + 2
L (2.43)
Minimum diameter luar rotor (Dr) adalah :
Dr = D – 2 lg (2.44)
Universitas Sumatera Utara
24
2.4.2.2 Jumlah Slot Rotor
Faktor yang menjadi perhatian dalam menentukan jumlah slot rotor motor
induksi adalah :
a. Untuk menghindari masalah magnetic locking : Ss ˃ Sr
b. Untuk menghindari masalah cogging dan crawling : (Ss– Sr) ≠ ±P, ±2P, ±5P
Cogging adalah kegagalan rotor untuk berputar pada saat tegangan penuh
sudah disupply pada belitan stator, cogging dapat dikurangi dengan
menggunakan slot rotor yang miring.
Crawling adalah kecenderungan motor induksi untuk berputar dengan
kecepatan sangat rendah dibanding kecepatan sinkron, efek ini dapat dikurangi
dengan memperpendek jarak antara slot stator.
c. Untuk menghindari masalah noise operasi : (Ss– Sr) ≠ ±1, ±2, (±P ± 1), (±P ±
2)
2.4.2.3 Dimensi Batang (Bar) Rotor dan Dimensi Slot Rotor
Tegangan yang disupply ke belitan stator akan diinduksikan pada rotor.
Daya masukkan motor induksi 5 phasa P berupa tegangan phasa dan arus beban
penuh per-phasa dari motor induksi 5 phasa.
Arus beban penuh motor atau arus stator per-phasa adalah :
Arus rotor ekuivalen adalah :
(2.45)
Dengan nilai KWS dan jumlah konduktor rotor/slot maka arus per-konduktor rotor
adalah :
(2.46)
Luas penampang batang rotor bergantung pada kerapatan arus atau :
(2.47)
2.5 Slip dan Torsi
Slip timbul akibat adanya perbedaan antara kecepatan medan putar
(synchronous speed) dengan kecepatan rotor (rotor speed).
Universitas Sumatera Utara
25
Torsi adalah energi yang digunakan mengukur kemampuan mesin melakukan
kerja.
2.5.1 Rangkaian Ekivalen
Karateristik kinerja motor induksi 5 phasa ditentukan dengan
menggunakan rangkaian ekivalen termasuk untuk memperoleh persamaan slip dan
torsi. Rugi tembaga stator, rugi inti dan rugi tembaga rotor dapat ditentukan.
Arus phasa untuk masukan motor adalah :
(2.48)
Rugi tembaga stator pada motor induksi 5 phasa adalah :
(2.49)
Rugi inti atau daya pada celah udara (air gap) adalah :
(2.50)
Gambar 2.13 Rangkaian Ekivalen Per-Phasa Motor Induksi 5 Phasa[14]
Pada rangkaian ekivalen komponen untuk celah udara merupakan
, sehingga :
(2.51)
Rugi tembaga pada rotor adalah :
(2.52)
Rugi tembaga stator, rugi inti dan rugi tembaga rotor dikeluarkan dari daya
masukan motor induksi 5 phasa maka daya yang tersisa diubah bentuk dari bentuk
listrik menjadi mekanik, atau :
Universitas Sumatera Utara
26
(2.53)
Rugi tembaga di rotor harus relatif sama dengan daya pada celah udara dikali slip,
atau[14] :
Semakin rendah slip motor maka rugi rotor semakin rendah.
Bila rotor tidak berputar maka slip s = 1 dan celah udara seluruhnya dikonsumsi
oleh rotor. Jika rotor tidak berputar, daya keluaran Pout (Pout = τload. ωm) harus
nol. Karena Pconv ( ) berhubungan dengan daya yang akan
dikonversi dari bentuk listrik ke mekanik.
(2.54)
Dengan mempertimbangkan rugi-rugi gesekan dan rugi-rugi lainnya, maka daya
keluaran adalah :
(2.55)
2.5.2 Pemisahan Rugi Tembaga pada Rotor dan Rangkaian Ekivalen
Daya yang ditransfer melalui celah udara akan diserap sebagai rugi
tembaga rotor dan diubah menjadi energi mekanik. Rugi tembaga rotor harus
dipisahkan karena komponen rugi tembaga dan tahanan rotor digunakan untuk
rugi tembaga rotor dan daya keluaran.
Daya pada celah udara membutuhkan
dan rugi tembaga rotor memerlukan R2.
Perbedaan antara
dan rugi tembaga rotor merupakan R konversi, atau[14] :
(2.56)
Sehingga rangkaian ekivalen motor induksi 5 phasa seperti pada Gambar 2.14.
Universitas Sumatera Utara
27
Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen (Akhir) Per-Phasa Motor Induksi 5 Phasa[14]
2.5.3 Torsi Induksi Motor Induksi 5 Phasa
Torsi yang diinduksikan pada motor 5 phasa didefinisikan sebagai torsi
yang dihasilkan daya mekanik, atau :
Atau :
(2.57)
(2.58)
Persamaan mengacu pada kecepatan sinkron. Daya celah udara adalah daya yang
ditransfer dari stator ke rotor melalui celah udara dan didefinisikan sebagai :
(2.59)
Daya celah udara adalah :
Arus pada rangkaian rotor I2 ditentukan dengan metode Thevenin. Teorema
Thevenin menyatakan bahwa setiap rangkaian linier dapat dipisahkan dari sistem
dan digantikan oleh sumber tegangan dan dihubungkan secara seri dengan
impedansi ekivalen.
2.5.3.1 Tegangan Thevenin
Penyederhanaan rangkaian ekivalen dengan menggunakan impedansi
ekivalen untuk mendapatkan tegangan Thevenin ditunjukkan pada Gambar
2.15[14].
Tegangan Thevenin adalah :
Universitas Sumatera Utara
28
(2.60)
Gambar 2.15 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen
dengan Tegangan Thevenin[14]
Karena XM>>X1 dan XM>>R1, sehingga :
(2.61)
2.5.3.2 Impedansi Thevenin
Untuk memperoleh impedansi Thevenin maka komponen rotor
dikeluarkan dari rangkaian. Penyederhanaan rangkaian ekivalen dengan
menggunakan impedansi Thevenin ditunjukkan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen
dengan Impedansi Thevenin[14]
Sehingga impedansi Thevenin adalah :
(2.62)
Karena XM>>X1 dan XM>>R1, sehingga :
(2.63)
Universitas Sumatera Utara
29
Gambar 2.17 Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen
dengan Metoda Thevenin[14]
Rangkaian stator dan rotor terwakili pada rangkaian ekivalen Thevenin, sehingga
I2 adalah[14] :
Atau :
(2.64)
Sehingga daya pada celah udara per-phasa adalah :
(2.65)
Dan daya pada celah udara 5 phasa adalah :
(2.66)
Torsi yang diinduksikan adalah :
(2.67)
(2.68)
Torsi start dimana nilai slip s = 1 adalah :
(2.69)
Dimana :
(2.70)
Universitas Sumatera Utara
30
Untuk frekwensi 50 Hz maka adalah 1500 rpm, maka :
2.5.4 Slip Maksimum dan Torsi Maksimum Motor Induksi 5 Phasa
Torsi yang diinduksikan adalah
, torsi maksimum diperoleh dengan
menentukan celah udara maksimum. Daya celah udara maksimum adalah bila
daya yang dikonsumsi oleh tahanan
tinggi. Transfer daya maksimum akan
tercapai bila impedansi sumber yang sama dengan impedansi beban.
Impedansi sumber adalah[14] :
Transfer daya maksimum yang terjadi adalah :
Transfer daya akan maksimum dimungkinkan bila slip maksimum, atau :
(2.71)
Substitusi nilai kedalam persamaan torsi, atau :
(2.72)
2.6 Menentukan Parameter Rangkaian Model
Ada 4 jenis pengujian yang dilakukan pada motor induksi :
1. Pengujian tahanan isolasi
2. Pengujian DC
3. Pengujian tanpa beban
4. Pengujian Block–Rotor
Universitas Sumatera Utara
31
2.6.1 Pengujian Tahanan Isolasi
Pengujian tahanan isolasi (insulation resistance test) bertujuan untuk
mengetahui kondisi isolasi belitan stator motor induksi.
Sebuah megohmmeter digunakan untuk mengukur nilai tahanan isolasi
menggunakan arus rendah dan tegangan DC minimum sesuai dengan tegangan
yang akan diaplikasikan. Sumber tegangan konstan diterapkan pada tahanan stator
yang akan diukur dan arus yang dihasilkan dibaca dan menampilkan nilai tahanan
isolasi.
Berdasarkan IEEE 43 nilai tahanan isolasi dipersyaratkan :
(2.73)
2.6.2 Pengujian Tahanan Belitan Stator (DC Test)
Pengujian tahanan belitan stator (DCtest) bertujuan untuk mengetahui
kesamaan (balance) atau tidak dari kelima phasa tahanan stator motor. Jika
ditemukan perbedaan yang signifikan maka belitan stator motor harus diperbaiki.
Pengujian ini juga untuk menentukan R1 sebagai dasar untuk menentukan R2, X1
dan X2[14].
Belitan stator diberikan tegangan DC, tidak ada tegangan terinduksi pada
rangkaian rotor. Arus rotor bernilai nol dan reaktansi motor juga bernilai nol.
Besaran yang terlewati arus adalah pada tahanan stator sehingga nilai tahanan
tersebut dapat ditentukan.
Rangkaian untuk pengujian DC ditunjukkan pada Gambar 2.18. Sumber DC
dihubungkan pada terminal belitan stator A, B, C, D dan E.
Gambar 2.18 Rangkaian Pengujian Tahanan Belitan Stator
Universitas Sumatera Utara
32
Prosedur pengujian :
1. Tegangan DC disupply ke terminal motor dan arus ke belitan stator dinaikkan
secara bertahap hingga mencapai nilai rating.
2. Tegangan antar terminal motor diukur dan dicatat.
Tujuan untuk menaikkan arus kebelitan stator hingga mencapai nilai rating adalah
untuk memanaskan belitan mencapai temperatur yang sama dengan ketika kondisi
beban penuh.
Nilai tahanan R1 adalah :
(2.74)
Atau:
Karena nilai tahanan R1 dapat ditentukan sehingga PSCL dapat ditentukan.
2.6.3 Pengujian Tanpa Beban
Pengujian tanpa beban bertujuan untuk mengetahui rugi rotasi dan
memberikan data tentang arus magnetisasi. Motor induksi akan berputar tanpa
beban, beban pada motor adalah rugi gesekan (friction) dan belitan (winding) atau
PF&W. Semua daya terkonversi (Pconv) dalam motor ini diserap oleh rugi mekanik.
Rotor berputar pada kecepatan sinkron sehingga slip sangat kecil[14]. Rangkaian
pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Rangkaian Pengujian Tanpa Beban
Prosedur pengujian :
1. Tegangan AC di supply ke terminal motor dan nilai tegangan terminal motor
dinaikkan secara bertahap hingga mencapai nilai rating.
Universitas Sumatera Utara
33
2. Perubahan tegangan terminal motor, arus dan faktor daya (power factor)
diukur dan dicatat.
Rangkain ekivalen motor pengujian tanpa beban ditunjukkan pada Gambar 2.20.
Gambar 2.20 Rangkaian Ekivalen Pengujian Tanpa Beban[14]
Dengan slip yang sangat kecil, tahanan sesuai dengan daya terkonversi,
R2(1-s)/s lebih besar dibandingkan dengan tahanan rugi tembaga rotor (R2) dan
juga lebih besar dari reaktansi rotor (X2), sehingga tahanan keluaran diparalel
dengan reaktansi magnetisasi (XM) dan rugi besi (RC). Pada kondisi tanpa beban,
daya input motor yang terukur harus sama dengan rugi-rugi pada motor. Rugi
tembaga rotor tidak diperhitungkan karena arus I2 sangat kecil.
Rugi tembaga stator diberikan oleh persamaan dibawah:
(2.75)
Daya masukan motor induksi diberikan oleh persamaan :
(2.76)
Dimana rugi rotasi motor adalah :
(2.77)
Rangkaian ekivalen motor pada kondisi tanpa beban terdiri atas tahanan RC dan
R2(1-s)/s paralel dengan reaktansi magnetisasi (XM). Arus yang dibutuhkan untuk
mempertahankan medan magnet dalam motor induksi cukup besar karena
reluktansi yang tinggi pada air gap motor, jadir eaktansi (XM) akan lebih kecil dari
pada tahanan yang terhubung paralel dan faktor daya masukan akan menjadi lebih
kecil. Drop tegangan akan melintasi komponen induktif dalam rangkaian.
Impedansi masukan ekivalen dapat ditunjukkan dengan :
Universitas Sumatera Utara
34
2.6.4 Pengujian Block–Rotor
Pengujian block-rotor atau locked-rotor bertujuan untuk mendapatkan
parameter rangkaian ekivalen[14].
Prosedur pengujian :
1. Rotor diblock sehingga rotor tidak dapat bergerak.
2. Tegangan AC disupply ke stator kemudian aliran arus diatur hingga berada
pada kondisi full load, kemudian tegangan, arus dan faktor daya diukur dan
dicatat.
Gambar 2.21 Rangkaian Pengujian Block–Rotor
Gambar 2.22 Rangkaian Ekivalen Pengujian Block–Rotor[14]
Karena rotor diblok maka slip akan menjadi maksimum sehingga R2 akan kecil.
Arus akan mengalir ke rangkaian rotor pada cabang magnetisasi, sehingga
rangkaian akan menjadi :
Maka :
Universitas Sumatera Utara
35
Atau :
Sehingga :
(2.78)
(2.79)
Catatan :
Karena R1 dapat ditentukan dari pengujian DC, sehingga R2 dapat ditentukan.
Nilai XLR dapat ditentukan dengan menggunakan rumus di bawah:
(2.80)
Reaktansi ekivalen adalah :
(2.81)
Tahanan blocked-rotor adalah :
R1 diperoleh dari DC test, maka nilai resistansi rotor dan reaktansi rotor dapat
diperoleh dengan persamaan :
(2.82)
Tahanan blocked-rotor adalah :
(2.83)
Faktor daya blocked-rotor serta sudut impedansi ( ) dapat diberikan oleh :
Sehingga :
Magnitudo dari total impedansi dalam rangkaian motor adalah :
(2.84)
Sudut total impedansi adalah , maka :
Universitas Sumatera Utara
36
(2.85)
2.7 Kerapatan Fluks Celah Udara atau Specific Magnetic Loading (BAV
atau Baverage)
Rugi-rugi besi tergantung pada nilai muatan magnetik atau kerapatan fluks
pada celah udara. Pada perencanaan motor, pemilihan untuk nilai kerapatan fluks
adalah[12] :
a. Kerapatan fluks pada teeth : <1,8 Tesla
b. Kerapatan fluks di inti : 1,3 – 1,5 Tesla
Keuntungan dari nilai kerapatan fluks celah udara BAV yang tinggi adalah :
a. Ukuran/dimensi motor akan lebih kecil
b. Biaya pembuatan motor rendah
c. Kapasitas overload meningkat
BAV untuk motor 50 Hz adalah 0,35 – 0,6 Tesla.
2.8 Muatan Listrik atau Specific Electric Loading (q)
Jumlah muatan listrik (q) yang melewati keliling konduktor disebut
sebagai muatan elektris.
Keuntungan dari nilai q yang tinggi adalah[12]:
a. Mengurangi ukuran/dimensi motor
b. Mengurangi biaya pembuatan motor
Kekurangan atau kerugian dari nilai q yang lebih tinggi adalah :
a. Jumlah penggunaan tembaga yang lebih tinggi
b. Rugi-rugi tembaga besar
c. Kenaikan temperatur yang meningkat
d. Kapasitas overload menurun
Nilai kisaran q pada motor yaitu 10.000 ac/m – 450.000 ac/m.
2.9 Pemilihan Faktor Daya and Efisiensi
Pemilihan faktor daya dan efisiensi dalam kondisi beban penuh akan
meningkatkan rating dari motor. Persentase arus magnetisasi dan rugi-rugi akan
Universitas Sumatera Utara
37
lebih rendah untuk motor dengan rating besar dibanding motor dengan rating
kecil. Faktor daya dan efisiensi akan lebih tinggi untuk motor dengan kecepatan
putar tinggi dari pada motor dengan kecepatan putar rendah pada rating yang
sama karena kondisi pendinginan yang lebih baik. Dengan pertimbangan semua
faktor dan parameter di atas akan terjadi variasi berdasarkan output dari
motor[12].
2.10 D dan L
Persamaan output menunjukkan hubungan antara nilai D2L dan output
motor. Pertimbangan desain yang didasarkan pada rasio yang sesuai antara
panjang inti L dan diameter stator D[12]:
a. Untuk mendapatkan biaya minimum : 1,5–2,0
b. Untuk mendapatkan efisiensi yang baik : 1,4–1,6
c. Untuk mendapatkan desain yang baik : 1,0–1,1
d. Untuk mendapatkan faktor daya yang baik : 1,0–1,3
Faktor daya memainkan peran yang sangat penting terhadap kinerja motor induksi
dan disarankan untuk merancang motor induksi dengan faktor daya yang baik
kecuali ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Agar skripsi ini dapat diselesaikan, maka penulis menggunakan
metodologi penelitian sebagai berikut:
1. Studi Literatur tentang dasar-dasar teori motor induksi poly-phasa yang
berkaitan dengan studi kepustakaan, buku referensi, jurnal, artikel dari internet
dan bahan perkuliahan yang relevan dan mendukung dalam penulisan skripsi
ini.
2. Metoda Penelitian yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti yaitu dengan
cara melakukan pengamatan di laboratorium.
3. Metode Diskusi yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
melakukan diskusi dengan Dosen Pembimbing mengenai masalah-masalah
yang timbul selama penulisan skripsi ini berlangsung.
4. Menganalisa hasil pengumpulan data dari penelitian yang dilakukan.
5. Membuat kesimpulan dari hasil analisa yang telah dilakukan.
3.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Konversi Energi
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU Medan dan di Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK)
Kementrian Pendidikan Nasional, Jalan Setiabudi No. 75, Helvetia, Medan.
3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian
Kebutuhan peralatan dan bahan untuk penelitian skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Motor induksi rotor sangkar
Spesifikasi : 5 phasa, 4 kutub, 3 HP, 50 Hz, VL-N : 200 VAC
2. Transformator 5 phasa
Universitas Sumatera Utara
39
Spesifikasi :8kVA, 50 Hz, kumparan primer 3 phasa, 380 VAC dan kumparan
sekunder 5 phasa, VL-N : 200 VAC
3. Power supply
Spesifikasi : 3 phasa, 380 VAC, 50 Hz, 10 A
4. Tacho Generator
5. Digital Tachometer
6. Temperature Gun /Thermometer
7. Ampere Meter atau Ampere Clamp
8. Multimeter
9. Modul load test
3.4 Target Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, target data yang dibutuhkan adalah :
1. Kecepatan putar rotor dari motor induksi asinkron rotor sangkar 5 phasa, 4
kutub dengan frekwensi 50 Hz adalah mendekati putaran sinkron Ns 1500 rpm.
2. Arus yang ditarik oleh motor induksi asinkron rotor sangkar 5 phasa, 4 kutub
dengan frekwensi 50 Hz harus lebih rendah dibanding arus pada motor induksi
asinkron rotor sangkar 3 phasa, 4 kutub dengan frekwensi 50 Hz (berdasarkan
name plate motor).
3.5 Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan sebelum melakukan penelitian atau pengujian motor
induksi 5 phasa rotor sangkar ini adalah :
1. Menentukan spesifikasi motor yang akan dirancang, motor induksi 5 phasa
rotor sangkar ini tidak akan langsung diaplikasikan sebagai penggerak namun
hanya sebagai motor prototipe.
2. Melakukan analisa dan perhitungan terhadap spesifikasi, dimensi serta
komponen-komponen motor yang diperlukan untuk menyusun motor induksi
5 phasa rotor sangkar tersebut.
3. Perancangan stator motor dan kumparan stator.
Universitas Sumatera Utara
40
4. Untuk perhitungan mekanikal tidak diutamakan namun dibuat sedemikian
rupa sehingga sisi mekanikal mendukung fungsi utama motor induksi 5 phasa
rotor sangkar.
5. Proses perakitan motor induksi 5 phasa rotor sangkar dengan berpedoman
pada desain yang sudah dibuat. Proses perakitan meliputi penggulungan
belitan stator dan assembly rotor pada motor.
6. Motor induksi 5 phasa rotor sangkar yang telah selesai dirakit dilanjutkan
dengan pengujian.
Teknik pengambilan data dan pengolahan/kalkulasi data pada pengujian
berdasarkan diagram alir (flowchart) dan dibagi atas :
a. Pengujian Tahanan Isolasi
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengujian Tahanan Isolasi
Universitas Sumatera Utara
41
b. Pengujian Tahanan Stator (DC Test)
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengujian Tahanan Stator (DC Test)
Universitas Sumatera Utara
42
c. Pengujian Tanpa Beban (No Load Test)
Gambar 3.3 Diagram Alir Pengujian Tanpa Beban (No Load Test)
Universitas Sumatera Utara
43
d. Pengujian Rotor Tertahan (Block–Rotor Test)
Gambar 3.4 Diagram Alir Pengujian Rotor Tertahan (Block–Rotor Test)
Universitas Sumatera Utara
44
BAB IV
PERANCANGAN DAN MEMBANGUN MOTOR INDUKSI 5 PHASA
4.1 Perencanaan Dalam Merancang dan Membangun Motor Induksi
5 Phasa
Urutan perencanaan dalam membangun motor induksi 5 phasa rotor
sangkar adalah :
1. Perencanaan stator motor induksi 5 phasa.
2. Perencanaan rotor motor induksi 5 phasa.
3. Menggulung motor induksi 5 phasa.
4. Power supply 5 phasa untuk kebutuhan pengujian motor.
5. Pengujian motor induksi 5 phasa.
6. Spesifikasi motor induksi 5 phasa.
4.1.1 Perencanaan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Perencanaan stator motor bertujuan untuk menentukan dimensi stator,
jumlah kutub stator, model bentangan belitan stator, jumlah konduktor per-phasa
dan per-slot dan penampang konduktor belitan stator motor induksi 5 phasa.
Parameter-parameter tersebut merupakan spesifikasi stator motor induksi 5 phasa.
4.1.1.1 Dimensi Stator Motor Induksi 5 Phasa
Daya keluaran motor dari motor induksi 5 phasa yang direncanakan 3 HP
(2,238 kW) dan efesiensi 85% adalah :
= 1,9023 kW
Koefisien keluaran motor dari motor induksi 5 phasa yang direncanakan dengan
muatan listrik (q) 12.000 Amp konduktor/m2
dan kerapatan fluks (Bav) 0,65
Wb/mm2
atau Tesla adalah :
Putaran sinkron motor induksi per-detik adalah :
Universitas Sumatera Utara
45
Volume rotor motor induksi 5 phasa adalah :
Diameter stator dan rotor motor induksi 5 phasa adalah :
Diameter stator yang dipilih pada perencanaan motor induksi 5 phasa adalah 82
mm.
Panjang stator dan rotor motor induksi 5 phasa adalah :
Panjang stator dan rotor motor induksi 5 phasa yang dipilih adalah 100 mm.
4.1.1.2 Perencanaan Model Bentangan Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Gambar model bentangan belitan stator merupakan gambar acuan yang
digunakan untuk proses pengerjaan menggulung belitan stator. Parameter yang
menjadi dasar suatu model bentangan belitan stator adalah jumlah kutub (P).
Perhitungan menentukan jumlah kutub stator motor induksi menggunakan
Universitas Sumatera Utara
46
persamaan (2.21) dengan frekwensi yang digunakan adalah 50 Hz dan putaran
sinkron NS adalah 1500 rpm.
Jumlah slot stator untuk motor induksi 5 phasa dengan 4 kutub belitan asimetris
dan konstanta belitan K = 1 adalah :
slot
Untuk motor induksi dengan jumlah phasa adalah 5 phasa, belitan asimetris dan
jumlah slot stator motor induksi adalah 30 slot, perhitungan menentukan jumlah
slot/phasa stator motor induksi adalah :
4.1.1.3 Penandaan Belitan dan Hubungan Antara Sisi Stator Motor Induksi
5 Phasa
Motor 5 phasa memiliki 30 slot stator, 4 kutub dan belitan akan
membentuk hubungan 5 phasa. Pembagian kelompok belitan per-kutub akan
asimetris. Pembagian jumlah slot pada masing-masing kelompok kutub belitan
dilakukan seperti Gambar 4.1, masing-masing phasa memiliki 6 kumparan.
Konfigurasi untuk membentuk 5 phasa adalah dengan membagi 30 slot
stator kedalam 5 kelompok belitan dan masing-masing kelompok belitan per-
phasa terdiri dari 6 kumparan. Keenam belitan per-phasa ini terhubung secara seri
membentuk kelompok di masing-masing kutub[3]:
a. Phasa A dibentuk oleh 6 kumparan terdiri atas (1T – 7B), (2T – 8B), (15B –
9T), (16T – 22B), (17T – 23B) dan (30B – 24T).
Universitas Sumatera Utara
47
b. Phasa B dibentuk oleh 6 kumparan terdiri atas : (4T – 10B), (5T – 11B), (18B
– 12T), (19T – 25B), (20T – 26B) dan (3B – 27T).
c. Phasa C dibentuk oleh 6 kumparan terdiri atas : (7T – 13B), (8T – 14B), (21B
– 15T), (22T – 28B), (23T – 29B) dan (6B – 30T).
d. Phasa D dibentuk oleh 6 kumparan terdiri atas : (10T – 16B), (11T – 17B),
(22B – 18T), (25T – 1B), (26T – 2B) dan (3T – 9B).
e. Phasa E dibentuk oleh 6 kumparan terdiri atas : (13T – 19B), (14T– 20B),
(27B – 21T), (28T – 4B), (29T – 5B) dan (12B – 6T).
Gambar 4.1 Pembagian Kelompok Belitan per-Phasa[3]
Gambar 4.2 Pembagian Kelompok Belitan per-Kutub[3]
Universitas Sumatera Utara
48
Konfigurasi kelompok belitan masing-masing phasa akan membentuk belitan
stator motor 5 phasa dengan belitan lapis tunggal.
Gambar 4.3 Distribusi Belitan per-Phasa pada Slot
4.1.1.4 Model Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Hubungan antar slot pada stator yang membentuk belitan 5 phasa
diperoleh suatu model diagram belitan stator untuk motor induksi 5 phasa dengan
4 kutub.
Gambar 4.4 Model Belitan Stator pada Motor Induksi 5 Phasa Asimetris
Universitas Sumatera Utara
49
4.1.1.5 Perhitungan Jumlah Belitan Stator Motor Induksi 5 Phasa
Fluks per-kutub dengan kerapatan fluks rata-rata (Bav) 0,48 Tesla adalah :
Tegangan per-phasa motor induksi 5 phasa adalah :
Eph=4,44 f . . Tph . kw
Maka jumlah belitan per-phasa adalah :
Jumlah konduktor adalah :
Jumlah konduktor per-slot adalah :
= 54 Lilitan
4.1.1.6 Perhitungan Penampang Kawat dari Belitan Stator Motor Induksi
5 Phasa
Arus stator per-phasa motor induksi 5 phasa adalah :
Universitas Sumatera Utara
50
Luas area penampang konduktor belitan stator motor induksi 5 phasa dengan
kerapatan arus ( ) dalam belitan stator 4 A/mm2adalah:
Kawat yang digunakan untuk belitan stator motor induksi 5 phasa adalah yang
berukuran 0,8 mm2 dengan diameter 0,5 mm.
4.1.2 Perencanaan Rotor Motor Induksi 5 Phasa
Perencanaan rotor motor bertujuan untuk menentukan dimensi rotor,
jumlah slotrotor dan dimensi batang (bar) rotor motor induksi 5 phasa. Parameter-
parameter tersebut merupakan spesifikasi rotor motor induksi 5 phasa.
Gambar 4.5 Rangkaian Ekivalen End-Ring[14]
4.1.2.1 Diameter Rotor
Penentuan diameter rotor Dr dengan panjang stator L = 100 mm dan
diameter stator D = 82 mm harus mempertimbangkan panjang celah udara lg.
Panjang celah udara adalah :
lg = 0,2 + 2
L
=
= 0,21 mm
Minimum diameter luar rotor adalah :
Dr = D – 2 lg
= 0,082 – (2 0,00021)
Universitas Sumatera Utara
51
= 0,08158 m
= 81,58 mm
Dalam perencanaan motor induksi 5 phasa diameter rotor yang dipilih adalah 81,5
mm dan panjang rotor yang dipilih adalah 100 mm.
4.1.2.2 Jumlah Slot Rotor
Beberapa faktor yang dijadikan perhatian dalam menentukan jumlah slot
rotor motor induksi 5 phasa adalah[11]:
a. Untuk menghindari masalah magnetic locking : Ss ˃ Sr
Jumlah slot rotor untuk motor induksi 5 phasa dengan 4 kutub dengan 30 slot
stator, sehingga :
30 ˃ Sr
b. Untuk menghindari masalah cogging dan crawling : (Ss Sr) ≠ ±P, ±2P, ±5P
Sehingga :
(Ss Sr) ≠ 4, 8, 20
c. Untuk menghindari masalah noise (bising) operasi : (Ss Sr) ≠ ±1, ±2, (±P ± 1),
(±P ± 2)
Sehingga :
(Ss Sr) ≠ 1, 2, 3, 5, 6
Pilihan untuk jumlah slot rotor Sr adalah : 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29.
Jumlah slot rotor Sr motor induksi rotor sangkar 5 phasa yang dipilih adalah 33
slot.
4.1.2.3 Dimensi Batang (Bar) Rotor dan Dimensi Slot Rotor
Daya motor 5 phasa 3 HP (2,238 kW) dengan hubungan stator bintang
(star), tegangan phasa : 200 VAC (VL-N), effesiensi : 0,85 dan PF : 0,8 maka arus
beban penuh motor atau arus stator per-phasa adalah :
Universitas Sumatera Utara
52
Arus rotor ekuivalen adalah :
= 0,85 2,38
= 2,023 Amp
Dengan nilai KWS = 0,955 dan jumlah konduktor rotor/slot adalah 1 batang maka
arus per-konduktor rotor adalah :
= 94,84 Amp
Kerapatan arus pada batang rotor adalah 6 Amp/mm2, luas area batang rotor
adalah :
Dimensi batang rotor yang digunakan adalah : 100 mm 1 mm dan tebal slot
adalah 6 mm dengan rotor diameter adalah 81,5 mm.
4.1.3 Spesifikasi Motor Induksi 5 Phasa
Spesifikasi motor induksi 5 phasa
Spesifikasi Simbol Nilai Satuan
Kapasitas Motor P 3,0 HP
Tegangan Phasa Vph 200 Volt
Frekwensi f 50 Hz
Jumlah Kutub p 4 Kutub
Jumlah Phasa m 5 Phasa
Putaran Sinkron Ns 1500 rpm
Tipe Rotor Rotor Sangkar
Universitas Sumatera Utara
53
Detail desain stator motor induksi 5 phasa
Spesifikasi Simbol Nilai Satuan
Kerapatan Fluks Bav 0,65 Wb/mm2 atau Tesla
Muatan Listrik q 12.000 Amp konduktor/m2
Diameter Stator D 82 mm
Panjang Stator L 100 mm
Belitan per-Phasa Tph 162 Lilitan
Jumlah Slot S 30 mm
Jumlah Kawat/Slot Zs 54 Lilitan
Arus Beban Penuh Is 2,38 Ampere
Luas Penampang Kawat as 0,8 mm2
Detail desain rotor motor induksi 5 phasa
Spesifikasi Simbol Nilai Satuan
Panjang Celah Udara lg 0,21 mm
Diameter Rotor Dr 81,5 mm
Panjang Rotor Lr 100 mm
Jumlah Slot Rotor Sr 33 pcs
Luas Penampang Bar Rotor ar 15,81 mm2
4.1.4 Proses Pengerjaan Penggulungan Belitan Stator Motor Induksi
5 Phasa
Menggulung belitan stator motor induksi merupakan ketrampilan teknis
yang membutuhkan ketelitian dan kerapian untuk mendapatkan hasil yang optimal
yaitu parameter dari motor listrik relatif sesuai dengan nilai spesifikasi yang
dipersyaratkan.
Urutan proses menggulung belitan stator motor induksi adalah :
1. Menentukan tipe belitan yang akan diaplikasikan.
Belitan stator yang akan diaplikasikan pada motor induksi 5 phasa adalah
belitan konsentris.
2. Merencanakan mal belitan
Ukuran mal belitan berdasarkan lebar antar slot pada stator dimana belitan
akan ditempatkan.
Mal belitan digunakan untuk mendapatkan hasil belitan yang sama secara
ukuran pada masing-masing phasa sehingga memudahkan untuk melakukan
peletakkan kawat belitan pada slot stator.
Universitas Sumatera Utara
54
Gambar 4.6 Bentuk Belitan Stator per-Phasa
Motor Induksi 5 Phasa
3. Menyiapkan kertas plastik prespan
Kertas plastik prespan digunakan untuk melapisi dan membentuk isolasi
antara slot stator dengan kawat email belitan. Kertas plastik prespan juga
berfungsi sebagai pelindung belitan terhadap gesekan mekanis pada saat
peletakkan dan pemasangan kawat belitan di slot stator.
Ukuran kertas plastik prespan disesuaikan dengan dimensi slot stator dan pada
kedua ujung dilebihkan 4 mm.
Ukuran ketebalan kertas plastik prespan yang digunakan adalah 0,2 mm.
Gambar 4.7 Pemasangan Lembaran Plastik Prespan pada
Slot Stator Motor Induksi 5 Phasa
4. Proses penggulungan
Kawat belitan per-phasa yang sudah digulung menggunakan mal diletakkan
pada slot stator berdasarkan gambar model bentangan belitan stator motor
induksi 5 phasa.
Pemasangan ini memerlukan ketelitian yang tinggi, dijaga agar tidak terjadi
gesekan mekanis antara kawat email dengan slot stator. Bila terjadi gesekan
mekanis antara kawat email dengan slot stator akan menimbulkan kerusakan
isolasi pada kawat belitan yang akan berpotensi short antar belitan (turn to
Universitas Sumatera Utara
55
turn short) atau short antara belitan ke body motor (short to ground) atau short
antar belitan phasa (short circuit). Short antar belitan akan menyebabkan
tahanan belitan berkurang dan berpotensi over current pada motor induksi.
Short to ground akan menyebabkan insulation resistance belitan berkurang
dan berpotensi over current atau ground fault pada motor induksi.
Short circuit akan mengakibatkan panas lebih pada belitan stator dan merusak
isolasi belitan hingga berakibat belitan stator terbakar.
Gambar 4.8 Pemasangan Belitan pada Slot Stator
Motor Induksi 5 Phasa
5. Terminal Motor
Ujung-ujung belitan phasa (A2, B2, C2, D2 dan E2) disambung membentuk
hubungan bintang (star connection) dan sambungan disolder.
Ujung-ujung kawat belitan phasa (A1, B1, C1, D1 dan E1) dibersihkan terlebih
dari isolasi email dan dihubungkan pada terminal block yang diletakkan pada
terminal box. Terminal ini merupakan terminal motor yang akan dihubungkan
ke sumber tegangan 5 phasa.
6. Merapikan belitan
Agar kawat belitan pada setiap slot tidak keluar dari lubang slot maka kawat
belitan dilapisi dengan kertas plastik prespan dipermukaan slot kemudian
diberi pasak mika tebal atau pasak bambu (wedge) pada masing-masing slot
agar kawat email tidak keluar, menjaga agar tidak terjadi gesekan dengan rotor
pada saat rotor berputar.
Susunan belitan yang berada pada bagian luar slot diatur rapi dan diikat agar
bagian rotor yaitu end bracket/bearing housing pada sisi DE (drive end) dan
NDE (non-drive end) dapat dipasang (assembly) dengan mudah. Belitan-
Universitas Sumatera Utara
56
belitan ini dikat dengan benang besar atau dengan lakban kain hingga kencang
dan rapi.
7. Insulating Varnish
Insulating varnish adalah cairan kimia bening/transparan berfungsi sebagai
pelapis, pelindung, isolasi, pada kawat gulungan. Pada belitan stator motor
listrik berfungsi untuk melindungi belitan stator agar terhindar dari
kelembaban udara, perubahan kimia asam dan temperatur.
Untuk aplikasi tegangan rendah insulating varnish harus dapat menahan
tegangan hingga 3.000 volt/mil.
8. Pemanasan isolasi belitan stator
Belitan stator yang sudah di varnish dikeringkan dengan pemanasan
menggunakan oven pada temperatur 100oC selama 1 jam.
Pemanasan bertujuan untuk menghilangkan kelembaban pada isolasi belitan
bertujuan agar nilai tahanan isolasi tinggi.
4.2 Transformator 5 Phasa Sebagai Supply Motor Induksi 5 Phasa
Motor induksi 5 phasa memerlukan supply tegangan AC 5 phasa dengan
nilai tegangan phasa 200 VAC. Kebutuhan ini di supply oleh dry transformator 5
phasa.
4.2.1 Blok Diagram Transformator 5 Phasa
Supply tegangan sinusoidal 5 phasa diperlukan untuk kebutuhan motor
induksi 5 phasa. Sistem dan hubungan transformasi 3 phasa ke 5 phasa yang
diaplikasikan harus menghasilkan supply 5 phasa yang relatif setimbang.
Sistem transformasi 3 phasa ke 5 phasa menghasilkan tegangan 5 phasa tetap dan
frekwensi tetap. Output atau sekunder transformator dapat diatur bervariasi
dengan mendisain autotransformator pada sisi input atau primer transformator.
Gambar 4.9 Blok Diagram Sistem Transformasi 3 Phasa ke 5 Phasa[1]
Universitas Sumatera Utara
57
C1
C2
B1
B2
A2
A1
VR
VS
VT
N
a2
a1
a3
a4
b6
b5
b4b3
b2
b1
c6
c5
c4c3
c2c1
VA
VE
VC
VB
NVD
N
T R
S
C 2
C 1A 1
A 2
B 1
B 2
4.2.2 Susunan Kumparan Transformator
Transformator terdiri dari kumparan primer dan sekunder yang dibelitkan
pada inti ferromagnetik. Transformator yang digunakan merupakan tipe inti (core
type) dengan konstruksi inti berbentuk E – I.
Gambar 4.10 Hubungan Kumparan Primer (Bintang) dan Kumparan
Sekunder (Bintang) Transformator 5 Phasa[1]
Inti transformator dirancang dengan 3 kumparan primer dan 8 kumparan
sekunder, 6 terminal sisi primer terhubung dalam hubungan bintang dan 16
terminal sekunder terhubung juga dalam hubungan bintang.
Hubungan bintang merupakan hubungan transformasi sistem 3 phasa pada
sisi primer dengan beda phasa 120°.
Gambar 4.11 Hubungan Transformasi Bintang pada Kumparan Primer
dari Transformator 5 Phasa[1]
Universitas Sumatera Utara
58
Na4a3
b3
b4
b6
VE
a1VA
VD
VC
VB
c6
c5
b1
b2
c1
c2
a2
c3
c4
b5
Sisi sekunder transformator dihubungkan dengan transformasi bintang sistem 5
phasa dengan beda masing-masing phasa dipersyaratkan 72° dan ini diperoleh
dengan menggunakan rasio belitan yang sesuai.
Skematik hubungan kumparan sekunder untuk mendapatkan keluaran bintang
diilustrasikan seperti pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Hubungan Transformasi Bintang pada Kumparan
Sekunder dari Transformator 5 Phasa[1]
Phasor diagram yang membentuk keadaan ini diilustrasikan pada Gambar
4.13. Penentuan rasio belitan adalah kunci dalam menciptakan perbedaan phasa
yang diperlukan pada phasa keluaran.
c4
b1
b2
b4
b3
b5
b6
c5
c3c6
a1 a2
c2
c1
a4a3VR
VA-VX
VD
VT
VE
-VS
Vc
VS
VB-VT
N
Gambar 4.13 Diagram Phasor Hubungan Kumparan Primer (Bintang)
dan Sekunder (Bintang) Transformator 5 Phasa[1]
Universitas Sumatera Utara
59
c4
b1
b2
b4
b3
b5
b6
c5
c3c6
a1 a2
c2
c1
a4a3VR
VA-VX
VD
VT
VE
-VS
Vc
VS
VB-VT
N
120o
120o
120o
72o
72o
72o
72o
72o
X
Z
N b1
b2
c5
Zc6
12o
120o48o
VB
c5
4.2.3 Perbandingan Kumparan Sekunder (NS) dan Kumparan Primer (NP)
Transformator dengan Hubungan Lilitan Bintang – Bintang
Untuk menentukan jumlah lilitan kumparan primer (NP) dan kumparan
sekunder (NS) transformator diperlukan perhitungan perbandingan kumparan
sekunder (NS) dan kumparan primer (NP) transformator.
a. Perbandingan kumparan sekunder (NS) dan kumparan primer (NP)
padaterminal tegangan sekunder VA (a1a2)
Sudut phasa adalah 0o
Gambar 4.14 Perbedaan Sudut Phasa Kumparan Primer (Bintang) 3 Phasa
dan Sekunder (Bintang) Transformator 5 Phasa
b. Perbandingan kumparan sekunder (NS) dan kumparan primer (NP) pada
terminal tegangan sekunder VB (b1b2 dan c5c6)
Universitas Sumatera Utara
60
c. Perbandingan kumparan sekunder (NS) dan kumparan primer (NP) pada
terminal tegangan sekunder VC (a3a4 dan b3b4).
b4
b3
a4a3
Vc
X36o60o 120o
24o30o
Universitas Sumatera Utara
61
N
T R
S
C 2
C 1A 1
A 2
B 1
B 2
1
1
1
d. Perbandingan kumparan sekunder (NS) dan kumparan primer (NP) pada
terminal tegangan sekunder VD (c1c2)
e. Perbandingan kumparan sekunder (NS) dan kumparan primer (NP) pada
terminal tegangan sekunder VE (c3c4 dan b5b6)
0,88
Dengan nilai kumparan primer (NP) yang ditetapkan maka model susunan sisi
primer transformator dengan transformasi 3 phasa seperti ditunjukkan Gambar
4.15.
Gambar 4.15 Model Sisi Primer Transformator dengan Transformasi
3 Phasa dengan Hubungan Lilitan Bintang[1]
Universitas Sumatera Utara
62
Hasil kalkulasi perbandingan kumparan sekunder (NS) dan kumparan primer (NP)
pada terminal tegangan sekunder VA, VB, VC, VD dan VE membentuk model
susunan sisi sekunder transformator dengan transformasi 5 phasa seperti
ditunjukkan Gambar 4.16.
0.47
0.68
0.68
0.24
0.24
1
0.88
0.88
Na4a3
b3
b4
b6
VE
a1VA
VD
VC
VB
c6
c5
b1
b2
c1
c2
a2
c3
c4
b5
Gambar 4.16 Model Sisi Sekunder Transformator dengan Transformasi
5 Phasa dengan Hubungan Lilitan Bintang[1]
4.2.4 Perhitungan Jumlah Belitan Transformator
Perencanaan transformator diawali dengan pemilihan nilai volt/turn atau
volt/lilit.
Dengan nilai volt/lilit (Et) adalah 1,1 dan tegangan input (VP Line-Line) di sisi
primer transformator adalah 380 Volt maka jumlah belitan primer adalah :
Perhitungan diperlukan untuk menentukan jumlah belitan sekunder transformator
berdasarkan perbandingan kumparan sekunder (NS) dan kumparan primer (NP)
pada setiap terminal tegangan sekunder VA, VB, VC, VD dan VE.
Jumlah belitan sekunder terminal a1a2 adalah :
NSa1a2 = 1 347 Lilitan
= 347 Lilitan
Universitas Sumatera Utara
63
Jumlah belitan sekunder terminal a3a4 adalah :
NSa3a4 = 0,47 347 Lilitan
= 163,08 Lilitan
164 Lilitan
Jumlah belitan sekunder terminal b1b2 adalah :
NSb1b2 = 0,24 347 Lilitan
= 83,28 Lilitan
84 Lilitan
NSb1b2 = 0,24 347 Lilitan
= 83,28Lilitan
84 Lilitan
Jumlah belitan sekunder terminal b3b4 adalah :
NSb3b4 = 0,68 347 Lilitan
= 235,96 Lilitan
236 Lilitan
NSb3b4 = 0,68 347 Lilitan
= 235,96 Lilitan
236 Lilitan
Jumlah belitan sekunder terminal b5b6 adalah :
NSb5b6 = 0,88 347 Lilitan
= 305,36Lilitan
306 Lilitan
Jumlah belitan sekunder terminal c1c2 adalah :
NSc1c2 = 0,68 347 Lilitan
= 235,96 Lilitan
236 Lilitan
Jumlah belitan sekunder terminal c3c4 adalah :
NSc3c4 = 0,24 347 Lilitan
= 83,28Lilitan
84 Lilitan
Jumlah belitan sekunder terminal c5c6 adalah :
NSc5c6 = 0,88 347 Lilitan
Universitas Sumatera Utara
64
= 305,36Lilitan
306 Lilitan
4.2.5 Tegangan Terminal per-Phasa Transformator
Tegangan terminal per-phasa pada sisi primer dan sekunder transformator
dihasilkan dari jumlah phasor tegangan kumparan pada masing-masing phasa.
Pada sisi primer transformator, tegangan terminal per-phasa dihasilkan oleh
phasor tegangan A1A2, B1B2, C1C2.
Phasor tegangan : A1A2 = B1B2 = C1C2 = 1
Tegangan phasa sisi primer transformator adalah :
VRN = VSN = VTN = (A1A2)
= 1 219,65 Volt
= 219,65 Volt
220 Volt
Pada sisi sekunder transformator, tegangan keluaran phasa A adalah
phasor tegangan pada sepanjang masukan phasa R karena phasa A se-phasa
dengan phasa R. Tegangan keluaran phasa B dihasilkan dari jumlah phasor
tegangan kumparan c6c5 dan b1b2. Tegangan keluaran phasa C diperoleh dari
penjumlahan phasor dari tegangan kumparan a4a3 dan b3b4. Tegangan keluaran
phasa D diperoleh dari penjumlahan phasor tegangan kumparan a4a3 dan c1c2.
Dan tegangan keluaran phasa E dihasilkan dari jumlah phasor dari tegangan
kumparan c3c4 dan b6b5.
Tegangan Phasa A (a1a2) adalah :
VAN = (a1a2) VRN
= 1 198 Volt
= 198 Volt
Tegangan Phasa B (b1b2 dan c5c6) adalah :
VBN = (b1b2 c5c6) VRN
= (0,24 0,88) 198 Volt
= 1,2 198 Volt
= 237,6 Volt
Tegangan Phasa C (a3a4 dan b3b4) adalah :
Universitas Sumatera Utara
65
VCN = (a3a4 b3b4) VRN
= (0,47 0,68) 198 Volt
= 1,15 198 Volt
= 227,7 Volt
Tegangan Phasa D (a3a4 dan c1c2) adalah :
VDN = (a3a4 c1c2) VRN
= (0,47 0,68) 198 Volt
= 1,15 198 Volt
= 227,7 Volt
Tegangan Phasa E (c3c4 dan b5b6) adalah :
VEN = (c3c4 b5b6) VRN
= (0,24 0,88) 198 Volt
= 1,2 198 Volt
= 237,6 Volt
4.2.6 Perhitungan Penampang Kawat Kumparan Transformator
Rating transformator adalah 8 kVA dan tegangan line – line sisi primer
transformator dengan sistem 3 phasa 380 Volt maka arus sisi primer adalah :
Tegangan per-phasa sisi sekunder transformator dengan sistem 5 phasa adalah 200
Volt maka arus sisi sekunder adalah :
Luas area penampang konduktor kumparan primer transformator dengan
kerapatan arus dalam belitan stator 4 A/mm2
adalah :
Universitas Sumatera Utara
66
Kawat yang digunakan untuk kumparan primer transformator adalah berukuran
3,5 mm2 dengan diameter 2 mm.
Luas area penampang konduktor kumparan sekunder transformator dengan
kerapatan arus dalam belitan stator 4 A/mm2
adalah :
Kawat yang digunakan untuk kumparan primer transformator adalah yang
berukuran 2,5 mm2 dengan diameter 1,75 mm.
4.2.7 Perhitungan Dimensi Inti Transformator
Inti transformator adalah media fluks elektromagnetik mengalir dari
kumparan primer ke kumparan sekunder. Kedua kumparan ini tidak terhubung
secara langsung.
Kerapatan fluks (Bm) atau kuat medan magnet menentukan luas penampang inti
transformator, nilai kerapatan fluks yang lebih tinggi menghasilkan area inti
transformator yang lebih kecil. Pemilihan kerapatan fluks bergantung pada
peruntukan transformator (transformator distribusi atau transmisi) dan bahan yang
digunakan untuk laminasi inti. Inti yang terlaminasi terbuat dari baja silikon dan
dapat bekerja dengan fluks yang lebih tinggi.
Inti dry transformator 3 phasa – 5 phasa didesain menggunakan tipe
cangkang (core type) dengan material siliconstell. Dimensi dari desain inti
transformator harus mengakomodasi jumlah fluks elektromagnetik yang mengalir
agar diperoleh dry transformator yang sesuai dengan kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
67
A
D
B
E
D F D
DD
D
A
D
t
Gambar 4.17 Desain Inti Transformator Tipe Cangkang (Core Type)
untuk Transformasi 3 Phasa –5 Phasa
Rating transformator (Q) 8 kVA dengan tegangan sisi primer
transformator (VP) 380 Volt, frekwensi (f) 50 Hz, kuat medan magnet (Bm) 0,9
Wb/m2 atau 0,9 Tesla, kerapatan arus ( ) 4 A/mm
2 dan faktor jendela (Kw) 0,27
maka :
Dari persamaan diatas penampang inti transformator AP adalah :
(m4)
Ukuran lebar inti transformator D diperoleh menggunakan Tabel 4.1 berdasarkan
nilai AP. Dari Tabel 4.1 yang mendekati nilai AP : 4,94321 10-5
m4 adalah
5,12177 10-5
m4. Dengan nilai AP : 5,12177 10
-5 m
4 dari Tabel 4.1 nilai area
product inti besi transformator 3 phasa, lebar inti transformator D diperoleh
0,0515 m atau 51,5 mm.
Ukuran tebal inti transformator adalah :
t = D 1,618
= 0,0515 1,618
= 0,083m
90 mm
Universitas Sumatera Utara
68
Ap (m4) Ac (m
2) Aw (m
2) E (m)
2.9823E-08 0.000103552 0.000288 0.008
4.77706E-08 0.000131058 0.0003645 0.009
5.93042E-08 0.000146025 0.000406125 0.0095
7.281E-08 0.0001618 0.00045 0.01
1.06601E-07 0.000195778 0.0005445 0.011
1.89411E-07 0.000260967 0.000725805 0.0127
3.04463E-07 0.000330865 0.000920205 0.0143
4.77168E-07 0.000414208 0.001152 0.016
6.82878E-07 0.000495513 0.001378125 0.0175
9.48867E-07 0.000584098 0.0016245 0.019
1.76849E-06 0.000797415 0.00221778 0.0222
3.03058E-06 0.001043869 0.00290322 0.0254
4.80364E-06 0.001314221 0.003655125 0.0285
6.05646E-06 0.001475681 0.00410418 0.0302
1.2923E-05 0.002155581 0.005995125 0.0365
1.95889E-05 0.002653925 0.007381125 0.0405
2.98567E-05 0.00327645 0.0091125 0.045
5.12177E-05 0.004291341 0.011935125 0.0515
8.82265E-05 0.005632258 0.0156645 0.059
0.000174817 0.0079282 0.02205 0.070
Tabel 4.1 Nilai Area Product (AP) Inti Besi Transformator 3 Phasa[7]
D diperoleh 0,0515 m atau 51,5 mm, dengan menggunakan Tabel 4.2 dimensi lain
untuk inti besi transformator 3 phasa diperoleh :
A : 0,354 m atau 35,4 mm
B : 0,236 m atau 23,6 mm
E : 0,089 m atau 8,9 mm
F : 0,177 m atau 17,7 mm
Universitas Sumatera Utara
69
A (m) B (m) D (m) E (m) F (m)
0.048 0.032 0.008 0.016 0.024
0.054 0.036 0.009 0.018 0.027
0.057 0.038 0.0095 0.019 0.0285
0.06 0.04 0.01 0.02 0.03
0.066 0.044 0.011 0.022 0.033
0.0762 0.0508 0.0127 0.0254 0.0381
0.0858 0.0572 0.0143 0.0286 0.0429
0.096 0.064 0.016 0.032 0.048
0.105 0.07 0.0175 0.035 0.0525
0.114 0.076 0.019 0.038 0.057
0.1332 0.888 0.0222 0.0444 0.0666
0.1524 0.1016 0.0254 0.0508 0.0762
0.171 0.114 0.0285 0.057 0.0855
0.1812 0.1208 0.0302 0.0604 0.0906
0.219 0.146 0.0365 0.073 0.1095
0.243 0.162 0.0405 0.081 0.1215
0.27 0.18 0.045 0.09 0.135
0.309 0.206 0.0515 0.103 0.1545
0.354 0.236 0.059 0.118 0.177
0.42 0.28 0.07 0.14 0.21
Tabel 4.2 Ukuran Inti Besi Transformator 3 Phasa[7]
4.2.8 Rancangan Dry Transformator
Spesifikasi dry transformator
Daya Transformator : 8 kVA
Tegangan sisi primer : 380 VAC (VL-L), 3 Phasa, 50 Hz
Hubungan sisi primer : Bintang
Beda phasa sisi primer : 120o
Arus sisi primer : 12,17 Amp
Tegangan sisi sekunder : 200 VAC (VL-N), 5 Phasa, 50 Hz
Hubungan sisi sekunder : Bintang
Universitas Sumatera Utara
70
35
,4 m
m
51
,5 m
m
23,6 mm
89
mm
51,5 mm 17,7 mm 51,5 mm
51
,5 m
m5
1,5
mm
51
,5 m
m
35
,4 m
m
51
,5 m
m
90 mm
Sudut phasa sisi sekunder : 72o
Arus sisi sekunder : 8 Amp
Faktor daya : 0,9
Material inti transformator : Silicon steel
Pendinginan : Udara dengan sirkulasi alami
Kawat belitan primer : 3,5 mm2
Kawat belitan sekunder : 2,5 mm2
Perbandingan NS dan NP :
Sisi Primer Sisi Sekunder
Terminal
Rasio
Kumparan
(NP/NS)
Jumlah
Lilitan
Kumparan
(Lilit)
Terminal
Rasio
Kumparan
(NS/NP)
Jumlah
Lilitan
Kumparan
(Lilit)
A1A2 1 347 a1a2 1 347
a3a4 0,47 164
B1B2 1 347
b1b2 0,24 84
b3b4 0,68 236
b5b6 0,88 306
C1C2 1 347
c1c2 0,68 236
c3c4 0,24 84
c5c6 0,88 306
Dimensi inti transformator :
Universitas Sumatera Utara
71
Model belitan transformator :
4.3 Pengujian Dry Transformator 3 Phasa – 5 Phasa
Tujuan dari pengujian dry transformator 3 phasa – 5 phasa adalah untuk
mengetahui parameter-parameter dry transformator 3 phasa – 5 phasa agar bisa
digunakan untuk digunakan sebagai power supply motor motor induksi 5 phasa.
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian tahanan isolasi dan pengujian tanpa
beban.
4.3.1 Pengujian Tahanan Isolasi
Hasil pengujian tahanan isolasi belitan stator primer dan sekunder dry
transformator 3 phasa – 5 phasa ditampilkan pada tabel dibawah.
Terminal
Primer
Tegangan
Pengujian Nilai Satuan
R–Ground 250 VDC 10,5 GOhm
S–Ground 250 VDC 10,6 GOhm T–Ground 250 VDC 11,0 GOhm
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tahanan Isolasi Sisi Primer
Dry Transformator 3 Phasa – 5 Phasa
Universitas Sumatera Utara
72
Terminal
Sekunder
Tegangan
Pengujian
Nilai Satuan
A –Ground 250 VDC 8,4 GOhm
B–Ground 250 VDC 8,5 GOhm C–Ground 250 VDC 8,3 GOhm D –Ground 250 VDC 8,6 GOhm E–Ground 250 VDC 8,5 GOhm
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Tahanan Isolasi Sisi Sekunder
Dry Transformator 3 Phasa – 5 Phasa
4.3.2 Pengujian Tanpa Beban
Hasil pengujian tanpa beban (no-load test) pada dry transformator 3 phasa
– 5 phasa ditampilkan pada tabel dibawah.
Terminal
Primer Nilai Satuan
R–S 380 Volt
S–T 380 Volt
R–T 380 Volt
R–N 220 Volt
S–N 220 Volt T–N 220 Volt
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tanpa Beban Terminal Primer dan
Sekunder Dry Transformator 3 Phasa – 5 Phasa
Terminal
Sekunder Nilai Satuan
A–B 237 Volt
B–C 234 Volt
C–D 236 Volt
D–E 234 Volt
E–A 235 Volt A–N 201 Volt B–N 203 Volt C–N 201 Volt D–N 202 Volt E–N 201 Volt
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tanpa Beban Terminal Primer dan
Sekunder Dry Transformator 3 Phasa – 5 Phasa
4.4 Pengujian Motor Induksi 5 Phasa
Tujuan dari pengujian motor induksi 5 phasa adalah untuk mengetahui
karaterisktik dan parameter-parameter dari motor induksi 5 phasa serta kinerja
motor induksi 5 phasa.
Universitas Sumatera Utara
73
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian tahanan isolasi, pengujian
tahanan belitan stator, pengujian tanpa beban dan pengujian blocked–rotor.
4.4.1 Pengujian Tahanan Belitan Stator
Hasil pengujian tahanan belitan stator motor induksi 5 phasa ditampilkan
pada tabel dibawah.
IDC (A)
VDC (Volt)
R1 (Ω)
0 0 0
0,3 20,8 69,3
0,6 26,2 43,7
0,9 31,6 35,1
1,2 37,9 31,6
1,5 44,3 29,5
1,8 52,7 29,3
2,3 60,2 26,2
Tabel 4.7 Hasil Pengujian DC Tahanan Belitan
Stator Motor Induksi 5 Phasa
Dengan nilai R1 ini maka rugi tembaga stator dapat ditentukan.
Nilai rata-rata R1 dari tabel diatas adalah :
4.4.2 Pengujian Tahanan Isolasi
Hasil pengujian tahanan isolasi belitan stator motor induksi 5 phasa
ditampilkan pada tabel dibawah.
Terminal Tegangan
Pengujian Nilai Satuan
A – Ground 250 VDC 6,4 GOhm
B–Ground 250 VDC 5,5 GOhm C–Ground 250 VDC 6,3 GOhm D –Ground 250 VDC 5,6 GOhm E–Ground 250 VDC 5,5 GOhm
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tahanan Isolasi Belitan Stator
Motor Induksi 5 Phasa
Universitas Sumatera Utara
74
4.4.3 Pengujian Tanpa Beban
Hasil pengujian tanpa beban (no-load test) motor induksi 5 phasa
ditampilkan pada tabel dibawah.
VLN (Volt)
PF Iph (A)
0 0 0 50 0,6 0,2 100 0,35 0,4 150 0,15 0,6 200 0,2 1,2
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Tanpa Beban Motor Induksi 5 Phasa
Impedansi ekivalen tanpa beban (no-load) :
Sehingga :
Rugi tembaga stator adalah :
Watt
Rugi tanpa beban (no-load) adalah :
4.4.4 Pengujian Block-Rotor
Data hasil pengujian blocked-rotor motor induksi 5 phasa dalam
perancangan ini ditampilkan pada tabel dibawah.
Parameter Nilai Satuan
VLN 105,6 Volt PF 0,5
Iph 2,3 Ampere
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Block Rotor Motor Induksi 5 Phasa
Universitas Sumatera Utara
75
Faktor daya blocked-rotor serta sudut impedansi ( ) adalah :
Sehingga :
Magnitudo dari total impedansi dalam rangkaian motor saat ini adalah :
Sudut total impedansi adalah , maka :
4.4.5 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi 5 Phasa
Tahanan lock-rotor adalah :
=
Nilai R1 sebesar 18,91Ω diperoleh berdasarkan data percobaan dan R1 merupakan
tahanan belitan stator motor induksi 5 phasa dengan jumlah slot stator adalah 30
slot, tetapi untuk R2 menggunakan data pabrikan karena tidak dilakukan
modifikasi pada rotor. Nilai R2 yang merupakan data pabrikan adalah 0,332 Ω.
Reaktansi ekivalen adalah :
Universitas Sumatera Utara
76
Diasumsikan reaktansi dibagi sama rata antara rotor dan stator maka :
Bila :
maka
Sehingga :
Rangkaian ekivalen per-phasa seperti gambar di bawah :
Gambar 4.18 Rangkaian Ekivalen Per-Phasa Motor Induksi 5 Phasa
Untuk rangkaian ekivalen ini nilai ekivalen Thevenin diperoleh melalui
persamaan dibawah :
Universitas Sumatera Utara
77
Volt
Dimana :
Dari nilai ekivalen Thevenin di atas maka nilai slip maksimum motor induksi 5
phasa adalah :
Nilai torsi maksimum motor induksi 5 phasa adalah :
N-m
Nilai torsi induksi motor induksi 5 phasa adalah :
N-m
Nilai torsi awal (starting) motor induksi 5 phasa adalah :
Universitas Sumatera Utara
78
N-m
4.4.6 Parameter Hasil Pengujian Motor Induksi 5 Phasa
Parameter motor induksi 5 phasa asinkron rotor sangkar, 3 HP, 4 kutub,
200 VAC (tegangan phasa), 50 Hz yang diperoleh dari hasil pengujian adalah :
Parameter Nilai Satuan
R1 18,91 Ohm
X1 9,9402 Ohm
R2 0,332 Ohm
X2 0,464 Ohm
XM 35,9719 Ohm
VTH 144,8967 Ohm
RTH 11,6057 Ohm
Smax 2,13 %
Tmax 12,2946 N.m
Tind 9,1849 N.m
Tstart 0,8853 N.m
4.4.7 Analisa Data Pengujian Motor Induksi 5 Phasa
Analisa hasil pengujian motor induksi 5 phasa adalah membuktikan
keberhasilan dalam rancang bangun motor induksi 5 phasa rotor sangkar.
4.4.7.1 Analisa Pengujian Tanpa Beban (No-Load)
Dalam pengujian tanpa beban (no-load) tegangan, daya input, faktor daya
dan arus stator motor induksi 5 phasa beroperasi tanpa beban. Pengaruh dari
pengujian ini adalah :
1. Kecepatan Putar
Kecepatan praktis konstan sampai tegangan sangat rendah dicapai. Pengaruh
fluktuasi tegangan relatif sangat kecil pada kecepatan motor induksi.
2. Arus Stator
Ketika tegangan supply meningkat, arus stator naik secara bertahap karena
Universitas Sumatera Utara
79
peningkatan arus magnetisasi yang diperlukan untuk menghasilkan fluks
stator. Komponen arus stator memproduksi fluks dan medan putar untuk
meningkatnya kecepatan putaran rotor.
Pada tegangan sangat rendah, induksi sangat rendah sehingga hampir seluruh
arus stator digunakan untuk menyeimbangkan arus rotor.
Pada tegangan normal, arus rotor hanya membutuhkan sebagian kecil dari arus
stator untuk menyeimbangkannya. Arus magnetisasi yang lebih kuat untuk
mempertahankan fluks celah udara.
3. Faktor Daya
Komponen magnetisasi dari arus stator menjadi lebih besar dengan
meningkatnya tegangan. Dengan demikian, terjadi peningkatan pada sudut
faktor daya sehingga terjadi penurunan faktor daya.
4. Daya Input
Daya input tanpa beban digunakan atau terkonversi untuk mengatasi rugi
belitan dan rugi gesekan. Kehilangan gesekan hampir konstan pada semua
tegangan (sampai kecepatan motor turun dengan cepat), sementara rugi-rugi
belitan terus meningkat dengan meningkatnya tegangan yang diberikan.
4.4.7.2 Analisa Pengujian Rotor Tertahan (Blocked-Rotor)
Dalam pengujian rotor tertahan (blocked-rotor) tegangan, daya input,
faktor daya dan arus stator motor induksi 5 phasa beroperasi dengan rotor diblock
sehingga rotor tidak dapat bergerak.
Pengaruh dari pengujian ini adalah :
1. Daya Input
Ketika rotor tertahan (blocked), arus beban penuh mengalir melalui belitan.
Rugi belitan akan sangat kecil karena pada saat itu magnetisasi tegangan akan
rendah.
Daya akan diserap oleh motor, sehingga rugi-rugi akan meningkat. Dengan
kenaikan tegangan yang diterapkan ke stator, rugi-rugi akan meningkat
sebagai kuadrat arus.
Universitas Sumatera Utara
80
2. Arus Stator
Arus stator akan meningkat sebanding dengan arus rotor, sebagai
penyeimbang arus rotor.
4.4.7.3 Analisa Slip dan Torsi
Berdasarkan kalkulasi slip dan torsi motor induksi 5 phasa rotor sangkar
diperoleh :
1. Slip pada torsi maksimum bergantung pada nilai tahanan rotor.
2. Semakin rendah slip motor maka rugi rotor semakin rendah.
3. Torsi berhubungan dengan kuadrat tegangan yang diberikan.
4. Torsi berbanding terbalik dengan impedansi motor induksi.
5. Torsi tidak bergantung pada nilai tahanan rotor.
4.4.7.4 Pengujian Kehandalan (Reliability)
Untuk menguji kehandalan motor induksi 5 phasa rotor sangkar dilakukan
pengujian dengan mode operasi 4 phasa (gangguan 1 phasa) dan mode operasi3
phasa (gangguan 1 phasa). Kondisi ini mensimulasikan gangguan terhadap
tegangan sumber atau kegagalan belitan stator.
Gambar 4.19 Rangkaian Pengujian Kehandalan Motor Induksi 5 Phasa
Pada kedua mode operasi 4 phasa (gangguan 1 phasa) dan mode operasi 3 phasa
(gangguan 1 phasa) motor induksi 5 phasa rotor sangkar beroperasi dengan
putaran normal dan konstan.
Universitas Sumatera Utara
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam skripsi ini, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Belitan stator motor induksi 5 phasa asimetris yang merupakan bagian dari
desain stator motor induksi 5 phasa berhasil direncanakan dan dibangun.
2. Untuk mendapatkan spesifikasi motor induksi 5 phasa dilakukan perencanaan
motor induksi 5 phasa rotor sangkar menggunakan formula dengan sistem 5
phasa.
3. Medan putar motor induksi asinkron rotor sangkar 5 phasa berhasil
dibangkitkan, kecepatan sinkron motor tidak berelasi dengan penambahan
jumlah phasa motor dan kebutuhan arus pada motor 5 phasa rendah.
4. Motor induksi asinkron rotor sangkar 5 phasa terbukti memiliki keunggulan
tingkat toleransi terhadap gangguan tegangan sumber yang tinggi sehingga
mampu untuk menjaga kesinambungan kinerja motor apabila satu atau dua
phasa mendapat gangguan/hilang.
Empat atau tiga phasa sisa masih akan mampu memutar motor dengan sedikit
penurunan kinerja.
5.2 Saran
Berdasarkan uraian hasil analisis dalam skripsi ini, saran yang diberikan
adalah sebagai berikut :
1. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan nilai tahanan stator motor
induksi 5 phasa yang relatif sangat rendah.
2. Pada penelitian lanjutan diperlukan penurunan tegangan terminal motor
induksi 5 phasa untuk mendapatkan nilai arus induksi 5 phasa yang relatif
besar.
3. Motor induksi 5 phasa dapat dijadikan penelitian unggulan pada Departemen
Teknik Elektro – Fakultas Teknik USU.
Universitas Sumatera Utara
82
4. Penelitian lanjutan untuk belitan stator simetris motor induksi 5 phasa
disarankan untuk dilakukan karena memiliki keunggulan lain disamping
memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap gangguan tegangan sumber
dapat mereduksi dimensi phisik (frame) motor karena memiliki jumlah slot
stator yang lebih sedikit dibanding belitan stator asimetris motor induksi 5
phasa.
Jumlah minimum slot stator untuk motor induksi 5 phasa dengan 4 kutub
untuk belitan simetris adalah :
slot
Konfigurasi untuk membentuk 5 phasa adalah dengan membagi 20 slot stator
kedalam 5 kelompok belitan simetris dan masing-masing kelompok belitan
per-phasa terdiri dari 4 kumparan. Keempat belitan per-phasa ini terhubung
secara seri membentuk kelompok di masing-masing kutub :
Gambar 5.1 Pembagian Kelompok Belitan per-Kutub
a. Phasa A dibentuk oleh 4 kumparan terdiri atas (1 – 4), (8 – 5), (9 – 12) dan
(16 – 13).
Universitas Sumatera Utara
83
b. Phasa B dibentuk oleh 4 kumparan terdiri atas : (3 – 6), (10 – 7), (11 – 14)
dan (18 – 15).
c. Phasa C dibentuk oleh 4 kumparan terdiri atas : (5 – 8), (12 – 9), (13 – 16)
dan (20 – 17).
d. Phasa D dibentuk oleh 4 kumparan terdiri atas : (2 – 5), (9 – 6), (10 – 13)
dan (17 – 14).
e. Phasa E dibentuk oleh 4 kumparan terdiri atas : (4 – 7), (11– 8), (12 – 15)
dan (19 – 16).
Gambar 5.2 Pembagian Kelompok Belitan per-Phasa
Konfigurasi kelompok belitan masing-masing phasa akan membentuk
belitan stator motor 5 phasa dengan belitan lapis tunggal.
Gambar 5.3 Distribusi Belitan per-Phasa pada Slot
Universitas Sumatera Utara
84
Hubungan antar slot pada stator yang membentuk belitan 5 phasa diperoleh
suatu model diagram belitan stator untuk motor induksi 5 phasa dengan 4
kutub.
Gambar 5.4 Model Belitan Stator pada Motor Induksi 5 Phasa Simetris
5. Laboratorium Konversi Energi, Departemen Teknik Elekto – Fakultas Teknik
USU harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan pengujian yang memadai
untuk melakukan penelitian yang komprehensif.
Universitas Sumatera Utara
85
DAFTAR PUSTAKA
[1] Monika. N, Samhita. V, Sindhu. M, Swetha. P.V, Somashekar. B, Modelling
And Simulation Of Three-Phase To Five-Phase Transformation Using A
Special Transformer Connection, International Journal of Emerging
Technology And Advance Engineering, Volume 3, Issue 5 May 2013.
[2] K.P. Prasad Rao, B. Krishnaveni, D. Ravithej, Five-Leg Inverter for Five-
Phase Supply, International Journal of Engineering Trends and Technology-
Volume 3, Issue 2 December 2012.
[3] M. Rizwan Khan, Atif Iqbal, SK. Moin Ahmed, S. Moinuddin, Saifullah
Payami, Multi-Phase Alternative Current Machine Winding Design,
International Journal of Engineering, Science and Technology Vol. 2, 10
Nov. 2010, pp. 79-86.
[4] Turan Gönen, Electric Power Distribution System Engineering, McGraw-
Hill Book Company, 2006.
[5] Emil Levi, Recent Developments in High Performance Variable-Speed
Multiphase Induction Motor Drives, 2006
[6] Djuhana Djoekardi, Mesin Listrik Arus Tukar, Universitas Trisakti, Jakarta,
1997.
[7] N. Mittle, Arvind Mittal, Design Of Electrical Machine, Bhopal Standard
Publishers Distributors, 1996.
[8] Zuhal, Dasar Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Pt. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1993.
[9] D. Stevenson, William Jr., Analisis Sistem Tenaga Listrik, Edisi Keempat,
Erlangga, Jakarta, 1990.
[10] E. E. Ward, . rer, Preliminary Investigation of an Invertor-Fed 5-Phase
Induction Motor, Proc. Inst. Elect. Eng., vol. 116, no. 6, 1969.
[11] A.M. Dudley, Rewinding and Reconnecting Induction Motors,
Westinghouse Electric Corporation. Pennsylvania, 1948.
[12] Dr.R.C. Goel and Nafees Ahmed, 3 Phase Induction Motor Design,
www.eedofdit.com.
[13] Design of Induction Motors, VTU Learning
Universitas Sumatera Utara
86
[14] EEEB344 Electromechanical Devices – Chapter 7
Universitas Sumatera Utara
87
Universitas Sumatera Utara