motor induksi tiga fasa

32
8 BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Motor induksi tiga fasa merupakan motor listrik arus bolak-balik yang paling banyak digunakan dalam dunia industri. Dinamakan motor induksi karena pada kenyataannya arus rotor motor ini bukan diperoleh dari suatu sumber listrik, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar. Dalam kenyataannya, motor induksi dapat diperlakukan sebagai sebuah transformator, yaitu dengan kumparan stator sebagai kumparan primer yang diam, sedangkan kumparan rotor sebagai kumparan sekunder yang berputar. Motor induksi tiga fasa berputar pada kecepatan yang pada dasarnya adalah konstan, mulai dari tidak berbeban sampai mencapai keadaan beban penuh. Kecepatan putaran motor ini dipengaruhi oleh frekuensi, dengan demikian pengaturan kecepatan tidak dapat dengan mudah dilakukan terhadap motor ini. Walaupun demikian, motor induksi tiga fasa memiliki beberapa keuntungan, yaitu sederhana, konstruksinya kokoh, harganya relatif murah, mudah dalam melakukan perawatan, dan dapat diproduksi dengan karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan industri. 2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa Sebuah motor induksi tiga fasa memiliki konstruksi yang hampir sama dengan motor listrik jenis lainnya. Motor ini memiliki dua bagian utama, yaitu Universitas Sumatera Utara

Upload: imanul-ilmi

Post on 25-Oct-2015

124 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Motor Induksi Tiga Fasa

8

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA FASA

2.1 Umum

Motor induksi tiga fasa merupakan motor listrik arus bolak-balik yang

paling banyak digunakan dalam dunia industri. Dinamakan motor induksi karena

pada kenyataannya arus rotor motor ini bukan diperoleh dari suatu sumber listrik,

tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif

antara putaran rotor dengan medan putar. Dalam kenyataannya, motor induksi

dapat diperlakukan sebagai sebuah transformator, yaitu dengan kumparan stator

sebagai kumparan primer yang diam, sedangkan kumparan rotor sebagai

kumparan sekunder yang berputar.

Motor induksi tiga fasa berputar pada kecepatan yang pada dasarnya

adalah konstan, mulai dari tidak berbeban sampai mencapai keadaan beban penuh.

Kecepatan putaran motor ini dipengaruhi oleh frekuensi, dengan demikian

pengaturan kecepatan tidak dapat dengan mudah dilakukan terhadap motor ini.

Walaupun demikian, motor induksi tiga fasa memiliki beberapa keuntungan, yaitu

sederhana, konstruksinya kokoh, harganya relatif murah, mudah dalam melakukan

perawatan, dan dapat diproduksi dengan karakteristik yang sesuai dengan

kebutuhan industri.

2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa

Sebuah motor induksi tiga fasa memiliki konstruksi yang hampir sama

dengan motor listrik jenis lainnya. Motor ini memiliki dua bagian utama, yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Motor Induksi Tiga Fasa

9

stator yang merupakan bagian yang diam, dan rotor sebagai bagian yang berputar

sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.1. Antara bagian stator dan rotor

dipisahkan oleh celah udara yang sempit, dengan jarak berkisar dari 0,4 mm

sampai 4 mm.

Gambar 2.1. Penampang Stator dan Rotor Motor Induksi Tiga Fasa

2.2.1 Stator

Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi

tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan

laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti

dibentuk dari lempengan besi (Gambar 2.2.(a)). Tiap lempengan besi tersebut

memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap

kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan fasa dimana untuk motor tiga

fasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang

digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian

tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar

2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah

disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor

induksi tiga fasa.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Motor Induksi Tiga Fasa

10

(a) (b) (c)

Gambar 2.2. Komponen Stator Motor Induksi Tiga Fasa :

(a) Lempengan Inti,

(b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya,

(c) Tumpukan Inti dan Kumparan dalam Cangkang Stator.

2.2.2 Rotor

Berdasarkan jenis rotornya, motor induksi tiga fasa dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yang juga akan menjadi penamaan untuk motor tersebut, yaitu

rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar tupai (squirrel cage rotor).

Jenis rotor belitan terdiri dari satu set lengkap belitan tiga fasa yang

merupakan bayangan dari belitan pada statornya. Belitan tiga fasa pada rotor

belitan biasanya terhubung Y, dan masing-masing ujung dari tiga kawat belitan

fasa rotor tersebut dihubungkan pada slip ring yang terdapat pada poros rotor

(gambar 2.3(a)). Belitan-belitan rotor ini kemudian dihubung singkatkan melalui

sikat (brush) yang menempel pada slip ring (perhatikan gambar 2.4), dengan

menggunakan sebuah perpanjangan kawat untuk tahanan luar.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Motor Induksi Tiga Fasa

11

(a) (b)

Gambar 2.3. (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan

(b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan

Gambar 2.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan

Dari gambar 2.4. dapat dilihat bahwa semata-mata keberadaan slip ring

dan sikat hanyalah sebagai penghubung belitan rotor ke tahanan luar (exsternal

resistance). Keberadaan tahanan luar disini berfungsi pada saat pengasutan yang

berguna untuk membatasi arus mula yang besar. Tahanan luar ini kemudian secara

perlahan dikurangi sampai resistansinya nol sebagaimana kecepatan motor

bertambah mencapai kecepatan nominalnya. Ketika motor telah mencapai

kecepatan nominalnya, maka tiga buah sikat akan terhubung singkat tanpa tahanan

luar sehingga rotor belitan akan bekerja seperti halnya rotor sangkar tupai.

Rotor sangkar mempunyai kumparan yang terdiri atas beberapa batang

konduktor yang disusun sedemikian rupa hingga menyerupai sangkar tupai. Rotor

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Motor Induksi Tiga Fasa

12

terdiri dari tumpukan lempengan besi tipis yang dilaminasi dan batang konduktor

yang mengitarinya (perhatikan gambar 2.5(a)). Tumpukan besi yang dilaminasi

disatukan untuk membentuk inti rotor. Alumunium (sebagai batang konduktor)

dimasukan ke dalam slot dari inti rotor untuk membentuk serangkaian konduktor

yang mengelilingi inti rotor. Rotor yang terdiri dari sederetan batang-batang

konduktor yang terletak pada alur-alur sekitar permukaan rotor, ujung-ujungnya

dihubung singkat dengan menggunakan cincin hubung singkat (shorting ring)

atau disebut juga dengan end ring.

(a) (b)

Gambar 2.5. (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya

(b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai

2.3 Prinsip Medan Putar

Pada saat kita menghubungkan sumber tiga fasa ke terminal tiga fasa

motor induksi, maka arus bolak-balik sinusoidal IR, IS, IT akan mengalir pada

belitan stator. Arus-arus ini akan menghasilkan ggm (gaya gerak magnet), yang

mana pada kumparan akan menghasilkan fluks magnetik yang berputar sehingga

disebut juga dengan medan putar. Medan magnet yang demikian kutub-kutubnya

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Motor Induksi Tiga Fasa

13

tidak diam pada posisi tertentu, tetapi meneruskan pergeseran posisinya disekitar

stator.

Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil

contoh pada motor induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Fluks yang

dihasilkan oleh arus-arus bolak-balik pada belitan stator adalah :

ΦR = Φm sin ωt ………………………………………………………. (2.1a)

ΦS = Φm sin (ωt – 120o )……………………………………………… (2.1b)

ΦT = Φm sin (ωt – 240o )……………………………………………… (2.1c)

Gambar 2.6. Gambar 2.7.

Arus Tiga Fasa Setimbang Diagram Fasor Fluksi Tiga Fasa Setimbang

(1) (2) (3) (4)

Gambar 2.8. Medan Putar Pada Motor Induksi Tiga Fasa

(Menggambarkan keadaan pada gambar 2.6)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Motor Induksi Tiga Fasa

14

(a). Pada keadaan 1 (gambar 2.6 dan 2.8), ωt = 0 ; arus dalam fasa R bernilai nol

sedangkan besarnya arus pada fasa S dan fasa T memiliki nilai yang sama

dan arahnya berlawanan. Dalam keadaan seperti ini arus sedang mengalir ke

luar dari konduktor sebelah atas dan memasuki konduktor sebelah bawah.

Sementara resultan fluks yang dihasilkan memiliki besar yang konstan yaitu

sebesar 1,5 Φm dan dibuktikan sebagai berikut :

ΦR = 0 ; ΦS = Φm sin ( -120o ) = 23

− Φm ;

ΦT = Φm sin ( -240o ) = 23 Φm

Oleh karena itu resultan fluks, Φr adalah jumlah fasor dari ΦT dan – ΦS

Sehinngga resultan fluks, Φr = 2 x 23 Φm cos 30o = 1,5 Φm

(b). Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan

pada R dan fasa T bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T, dan pada

saat ini ωt = 30o, oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing-masing

fasa :

ΦR = Φm sin ( -120o ) = 0,5 Φm

ΦS = Φm sin ( -90o ) = - Φm

ΦT = Φm sin (-210o) = 0,5 Φm

Maka jumlah fasor ΦR dan ΦT adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5 Φm.

Sehingga resultan fluks Φr = -ΦS + Φr’ = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.

Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks

berpindah sejauh 30o dari posisi pertama.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Motor Induksi Tiga Fasa

15

(c). Pada keadaan ini ωt = 60o, arus pada fasa R dan fasa T memiliki besar yang

sama dan arahnya berlawanan ( 0,866 Φm ), oleh karena itu fluks yang

diberikan oleh masing-masing fasa :

ΦR = Φm sin ( 60o ) = 23 Φm

ΦS = Φm sin ( -60o ) = 23

− Φm

ΦT = Φm sin ( -180o ) = 0

Maka magnitud dari fluks resultan : Φr = 2 x 23 Φm cos 30o = 1,5 Φm

Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks

berpindah sejauh 60o dari posisi pertama.

(d). Pada keadaan ini ωt = 90o, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus

pada fasa S dan fasa T = 0,5 Φm , oleh karena itu fluks yang diberikan oleh

masing-masing fasa

ΦR = Φm sin ( 90o ) = Φm ΦS = Φm sin ( -30o ) = - 0,5 Φm ΦT = Φm sin (-150o) = - 0,5 Φm

Maka jumlah fasor -ΦT dan -ΦS adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5 Φm.

Sehingga resultan fluks Φr = Φr’ + ΦT = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.

Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks

berpindah sejauh 90o dari posisi pertama.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Motor Induksi Tiga Fasa

16

2.4 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Pada saat terminal tiga fasa stator motor induksi diberi suplai tegangan

tiga fasa seimbang, maka akan mengalir arus pada konduktor di tiap belitan fasa

stator dan akan menghasilkan fluksi bolak-balik . Amplitudo fluksi per fasa yang

dihasilkan berubah secara sinusoidal dan menghasilkan fluks resultan (medan

putar) dengan magnitud yang nilainya konstan yang berputar dengan kecepatan

sinkron :

ns = 120 …………………………………………………………… (2.2)

dimana,

ns = kecepatan sinkron/medan putar (rpm)

f = frekuensi sumber daya (Hz)

P = jumlah kutub motor induksi

Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi

(ggl lawan) pada belitan fasa stator sebesar :

………………………………………………………… (2.3)

untuk nilai maksimum sin = 1

Jadi

…………………………………………………… (2.4)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Motor Induksi Tiga Fasa

17

dimana,

e1 = ggl induksi sesaat stator/fasa (Volt)

Em1 = ggl induksi maksimum stator/fasa (Volt)

E1 = ggl induksi efektif stator/fasa (Volt)

f1 = frekuensi saluran (Hz)

N1 = jumlah lilitan kumparan stator/fasa

= fluks magnetik maksimum (Weber)

Medan putar tersebut juga akan memotong konduktor-konduktor belitan rotor

yang diam (perhatikan gambar 2.9). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan

relatif antara kecepatan fluksi yang berputar dengan konduktor rotor yang diam,

yang disebut juga dengan slip (s).

s = ……………………………………………………………. (2.5)

Akibat adanya slip, maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada konduktor-

konduktor rotor sebesar :

………………………………………………………… (2.6)

atau …………………………………………………… (2.7)

dimana :

e2 = ggl induksi sesaat pada saat rotor diam/fasa (Volt)

E2 = ggl induksi efektif pada saat rotor diam/fasa (Volt)

f2 = frekuensi arus rotor (Hz)

N2 = jumlah lilitan pada kumparan rotor/fasa

= fluks magnetik maksimum (Weber)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Motor Induksi Tiga Fasa

18

Gambar 2.9. Proses Induksi Medan Putar Stator pada Kumparan Rotor

Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin

ujung (end ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan mengalir pada konduktor-

konduktor rotor. Karena konduktor-konduktor rotor yang mengalirkan arus

ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang dihasilkan stator, maka akan

terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada konduktor-konduktor rotor. Hal ini

sesuai dengan hukum gaya lorentz (perhatikan gambar 2.10) yaitu bila suatu

konduktor yang dialiri arus berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka

konduktor tersebut akan mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar :

F = B.i.l.sin θ ………………………………………………………… (2.8)

dimana,

F = gaya yang bekerja pada konduktor (Newton)

B = kerapatan fluks magnetik (Wb/m2)

i = besar arus pada konduktor (A)

l = panjang konduktor (m)

θ = sudut antara konduktor dan vektor kerapatan fluks magnetik

Gaya F ini adalah hal yang sangat penting karena merupakan dasar dari

bekerjanya suatu motor listrik.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Motor Induksi Tiga Fasa

19

Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah

tangan kanan (right-hand rule). Kaidah tangan kanan menyatakan, jika jari

telunjuk menyatakan arah dari vektor arus i dan jari tengah menyatakan arah dari

vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan menyatakan arah gaya F yang

bekerja pada konduktor tersebut.

Gaya F yang dihasilkan pada konduktor-konduktor rotor tersebut akan

menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar

daripada torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran

medan putar stator.

i F

B

l

Gambar 2.10. Konduktor Berarus Dalam Ruang Medan Magnet

Seperti yang telah disebutkan di atas, motor akan tetap berputar bila

kecepatan medan putar lebih besar dari pada kecepatan putaran rotor (ns > nr).

Apabila ns = nr, maka tidak ada perbedaan relatif antara kecepatan medan putar

(ns) dengan putaran rotor (nr), atau dengan kata lain slip (s) adalah nol. Hal ini

menyebabkan tidak adanya ggl terinduksi pada kumparan rotor sehingga tidak ada

arus yang mengalir, dengan demikian tidak akan dihasilkan gaya yang dapat

menghasilkan kopel untuk memutar rotor.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Motor Induksi Tiga Fasa

20

2.5 Frekuensi Rotor

Frekuensi rotor tidak persis sama seperti frekensi stator. Jika rotor motor

terkunci sehingga tidak dapat bergerak nr = 0 rpm, maka rotor akan mempunyai

frekuensi yang sama seperti stator f2 = f1, dimana pada kondisi ini slip s = 1. Akan

tetapi, jika rotor berputar pada kecepatan (mendekati) sinkron nr ≈ ns, maka

frekuensi rotor akan menjadi (mendekati) nol f2 ≈ 0, dimana pada kondisi ini slip

s ≈ 0.

Dari pernyataan di atas, maka dapat dibuat hubungan persamaan frekuensi

rotor f2 terhadap frekuensi stator f1 sebagai berikut,

f2 = sf1 ………………………………………………………………. (2.9)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.5) ke dalam persamaan (2.9), maka

didapat,

f2 = f1 ……………………………………………………… (2.10)

Dari persamaan (2.2) diketahui bahwa ns = 120f1/P, maka

………………………………………………… (2.11)

2.6 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah

transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama

dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah, karena

pada kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada

transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Motor Induksi Tiga Fasa

21

menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi

dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua

parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut

mempunyai nilai-nilai perfasa.

2.6.1 Rangkaian Ekivalen Stator

Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan

sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang di dalam fasa-fasa

stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar

jatuh tegangan pada impedansi bocor stator , sehingga dapat

dinyatakan dengan persamaan :

……………………………………………(2.12)

dimana,

= tegangan terminal stator (Volt)

= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt)

= arus stator (Ampere)

= tahanan efektif stator (Ohm)

= reaktansi bocor stator (Ohm)

Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator terdiri dari dua

komponen. Komponen pertama adalah komponen beban yang akan

menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang dihasilkan oleh arus rotor.

Komponen lainnya yaitu , arus ini terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu

komponen rugi-rugi inti yang sefasa dengan dan komponen magnetisasi

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Motor Induksi Tiga Fasa

22

yang menghasilkan fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal

dari . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.11

berikut ini.

1V 1EcR mX

1I

mI

0I+

- -

+

cI

1jX1R

''2I

Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Stator per-Fasa Motor Induksi

2.6.2 Rangkaian Ekivalen Rotor

Pada saat rotor dalam kondisi diam yaitu kondisi sesaat rotor sebelum

bergerak atau pada saat rotor terkunci (locked-rotor), slip s = 1 dimana kecepatan

rotor nr = 0, karena seluruh belitan rotor dihubung-singkat, maka akan mengalir

arus akibat ggl induksi pada rotor. Sehingga dapat dituliskan persamaannya

sebagai berikut :

………………………………………………………… (2.13)

dan rangkaian ekivalen rotor perfasa dalam keadaan diam (s = 1) digambarkan

seperti gambar 2.12. di bawah ini.

2I

2R

2E 2jX

Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Rotor Motor Induksi Keadaan Diam

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Motor Induksi Tiga Fasa

23

dimana,

= arus rotor dalam keadaan diam (Ampere)

= ggl induksi rotor dalam keadaan diam (Volt)

= resistansi rotor (Ohm)

= reaktansi rotor dalam keadaan diam (Ohm)

Ketika rotor berputar, maka ggl rotor perfasa dan reaktansi rotor perfasa

masing-masingnya dipengaruhi oleh frekuensi (untuk dapat melihat

persamaan (2.7), sementara reaktansi rotor dapat dijelaskan dari persamaan di

bawah ini dimana nilainya tergantung dari induktansi dan frekuensi rotor.

= ωrL2 = 2πf2L2 …………………………………………………. (2.14)

dengan f2 = sf,

maka = 2πsfL2

= s(2πfL2)

= sX2 …………………………………………………………(2.15)

Dengan demikian dan X2 nilainya bergantung terhadap slip s, sementara

resistansi rotor perfasa tidak dipengaruhi oleh frekuensi sehingga tidak

tergantung terhadap nilai slip s. Sehingga dari persamaan (2.13) di atas dapat

dibuat persamaannya menjadi :

……………………………………………………… (2.16)

Dengan membagi pembilang dan penyebut pada persamaan (2.16) di atas dengan

s, maka

………………………………………………………… (2.17)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Motor Induksi Tiga Fasa

24

Perhatikan bahwa magnitud dan fasa dari pada persamaan (2.16) dan

(2.17) adalah sama. Namun demikian, terdapat sebuah perbedaan signifikan

diantara dua persamaan ini. Pada persamaan (2.16) ggl berada pada frekuensi-

slip, ketika dibagi dengan memberikan arus frekuensi-slip. Tetapi pada

persamaan (2.17), berada pada frekuensi-saluran ketika dibagi dengan +

memberikan arus frekuensi-saluran.

Nilai dari sekarang lebih besar dari R2 dikarenakan s memiliki nilai

dalam bentuk pecahan. Untuk itu, dapat dipecah menjadi sebuah bagian yang

bernilai konstan R2 dan sebuah bagian yang variabel ( ), yaitu

……………………………………………… (2.18)

Bagian pertama R2 merupakan tahanan rotor/fasa dan mewakilkan rugi

tembaga (Cu loss). Bagian kedua

−11

s merupakan sebuah beban tahanan-

variabel. Daya yang dikirim ke beban ini mewakilkan daya mekanik keseluruhan

yang dibangun di rotor. Untuk itu beban mekanik pada motor dapat digantikan

dengan sebuah beban tahanan-variabel dengan nilai R2

−11

s. Ini diketahui

sebagai tahanan beban RL.

Dengan demikian persamaan (2.17) dapat dirubah menjadi :

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Motor Induksi Tiga Fasa

25

2R

2Ess

R22jsX

2jX

'2I'

2I

(i) (ii)

2E

++

- -

2R

)11(2 −

sR

2jX

'2I

(iii)

2E

+

-

…………………………………………………… (2.19)

Dari persamaan (2.16), (2.17) dan (2.19) di atas, maka dapat digambarkan

rangkaian ekivalen rotor seperti gambar 2.13. di bawah ini.

Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Rotor per-Fasa

Keadaan Berputar pada Slip = s dimana (i) menyatakan persamaan 2.16, (ii)

menyatakan persamaan 2.17, (iii) menyatakan persamaan 2.19

2.6.3 Rangkaian Ekivalen Lengkap

Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas,

maka dapat dibuat rangkaian ekivalen perfasa motor induksi dengan model

transformator, dengan rasio perbandingan ‘a’ antara stator dan rotor. Perhatikan

gambar 2.14.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Motor Induksi Tiga Fasa

26

1V 1EcR

1I

mI

+

-

cI 2E

2jX

''2I '

2I

1R 1jX

mjX

0I

a = N1/N2

sR2

Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Per-Fasa Motor Induksi Model Transformator

Untuk menghasilkan rangkaian ekivalen per-fasa akhir dari motor induksi,

penting untuk menyatakan bagian rotor dari model rangkaian ekivalen gambar

2.14 di atas terhadap sisi stator. Pada transformator yang umum, tegangan, arus,

dan impedansi pada sisi sekunder, dapat dinyatakan terhadap sisi primer dengan

menggunakan rasio perbandingan belitan dari transformator tersebut. Dengan

mengasumsikan jenis rotor yang digunakan adalah jenis rotor belitan dan

terhubung bintang ( Y ), yang mana motor dengan rotor jenis ini sangat mirip

dengan transformator, maka kita dapat juga menyatakan sisi rotor terhadap sisi

stator seperti halnya pada transformator.

Jika rasio perbandingan efektif dari sebuah motor induksi adalah a

(= N1/N2), maka pentransformasian tegangan rotor terhadap sisi stator menjadi:

……………………………………………………. (2.20)

untuk arus rotor :

……………………………………………………………… (2.21)

dan untuk impedansi rotor :

= = = ……………………………………………… (2.22a)

=

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Motor Induksi Tiga Fasa

27

cRmIcI

0I1I

1V 1Es

R '2

1R 1jX '2jX

mjX

''2I

+

-

cR mIcI

0I1I

)11('2 −s

R

2'R

1V 1E

1R

''2I

'2jX1jX

mjX

+

-

dengan penguraian lebih lanjut :

= a2 R2 …………………………………………………………. (2.22b)

= a2 X2 …………………………………………………………. (2.22c)

Dari persamaan (2.18), (2.19), dan (2.22) di atas, maka dapat kita

gambarkan rangkaian ekivalen per-fasa motor induksi sebagai kelanjutan dari

gambar 2.14, dimana disini bagian rangkaian rotor telah dinyatakan terhadap

bagian stator. Rangkaian ekivalen tersebut dapat dilihat pada gambar 2.15(a),

sedangkan pada gambar 2.15(b) merupakan modifikasi dari gambar 2.15(a)

dimana adanya R2

−11

smenyatakan resistansi variabel sebagai analog listrik

dari beban mekanik variabel.

(a)

(b)

Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan Bagian

Rangkaian Rotor Dinyatakan Terhadap Sisi Stator

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Motor Induksi Tiga Fasa

28

(a) dengan tahanan variabel s

R '2

(b) dengan tahanan variabel )11('2 −s

R sebagai bentuk analog

listrik dari beban mekanik

Pada transformator, analisis rangkaian ekivalen dilakukan dengan

mengabaikan cabang pararel yang terdiri dari Rc dan Xm atau dengan

memindahkan cabang pararel ke terminal primer. Bagaimanapun, penyederhanaan

ini tidak diperbolehkan pada rangkaian ekivalen motor induksi. Ini disebabkan

kenyataan bahwa arus penguatan pada transformator bervariasi dari 2% sampai

6% dari arus beban penuh dan per unit reaktansi bocor primer kecil. Tetapi pada

motor induksi, arus penguatan bervariasi dari 30% sampai 50% dari arus beban

penuh dan per unit reaktansi bocor stator adalah lebih tinggi. Dengan demikian

kesalahan yang besar akan terjadi dalam penentuan daya dan torsi, dalam hal

cabang pararel diabaikan, atau dihubungkan pada terminal stator.

Dibawah kondisi kerja normal pada tegangan dan frekuensi konstan, rugi

inti pada motor induksi biasanya juga konstan. Dalam pandangan pada kenyataan

ini, tahanan rugi inti Rc yang mewakili rugi inti motor, dapat dihilangkan dari

rangkaian ekivalen motor induksi pada gambar 2.15(b). Akan tetapi, untuk

menentukan daya poros atau torsi poros, rugi inti yang konstan harus diikut-

sertakan dalam pertimbangan, bersama dengan gesekan, rugi-rugi beban buta

(stray-load losses) dan angin. Dengan penyederhanaan ini, maka dapat

digambarkan rangkaian ekivalen baru (gambar 2.16.) dengan akurasi rugi yang

dapat diabaikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Motor Induksi Tiga Fasa

29

0I1I

)11('2 −s

R

2'R

1V 1E

1R '2jX1jX

mjX

''2I

+

-

Gambar 2.16. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan

Mengabaikan Rugi Inti

2.7 Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa

2.7.1 Aliran Daya

Untuk melihat dan memahami bagaimana energi listrik dikonversikan

menjadi energi mekanik pada motor induksi tiga fasa, akanlah lebih mudah jika

kita merunut aliran daya aktif yang mengalir pada mesin tersebut. Dari gambar

2.17 dapat kita lihat bahwa, sebelum akhirnya daya masukan Pin dikonversikan

menjadi daya keluaran Pout dalam bentuk daya mekanik, terdapat bannyak rugi-

rugi pada motor yang akan mengurangi besar daya masukan yang akan

dikonversikan menjadi daya keluaran (mekanik). Rugi-rugi (losses) tersebut

ialah :

1. Rugi-rugi tetap (fixed losses)

Rugi-rugi ini terdiri dari :

Rugi-rugi inti stator (stator core losses)

Pcore = = 3 ……………………………………………… (2.23)

Rugi-rugi gesek dan angin (friction and windage losses), (PFW)

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Motor Induksi Tiga Fasa

30

2. Rugi-rugi variabel (variable losses)

Rugi-rugi ini terdiri dari :

Rugi-rugi tembaga stator (stator coper losses)

PSCL = ………………………………………………………. (2.24)

Rugi-rugi tembaga rotor (rotor coper losses)

PRCL = ………………………………………………………. (2.25)

Gambar 2.17. Diagram Aliran Daya Aktif Motor Induksi Tiga Fasa

dimana :

Pin = daya aktif masukan ke stator (Watt)

PSCL = rugi-rugi tembaga stator (Watt)

Pcore = rugi-rugi inti stator (Watt)

PAG = daya celah udara (Watt)

PRCL = rugi-rugi tembaga rotor (Watt)

Pm = daya yang dikonversikan dari bentuk listrik ke mekanik (Watt)

PFW = rugi-rugi gesek dan angin (Watt)

Pout = daya poros/keluaran (Watt)

Daya masukan tiga fasa disuplai ke stator melalui terminal tiga fasa.

Dikarenakan rugi-rugi tembaga stator, maka daya sebesar PSCL didisipasikan

sebagai panas pada belitan. Bagian lainnya Pcore didisipasikan sebagai panas pada

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Motor Induksi Tiga Fasa

31

inti stator, yaitu sebagai rugi-rugi inti besi. Daya aktif sisa PAG ditransfer ke rotor

melalui celah udara dengan induksi elektromagnetik. Sehingga daya celah udara

dapat ditentukan sebagai berikut :

PAG = Pin – PSCL – Pcore ……………………………………………… (2.26)

Dengan memperhatikan secara cermat rangkaian ekivalen pada rotor

(gambar 2.15(a)), satu-satunya elemen yang dapat mengkonsumsi daya celah-

udara PAG adalah tahanan . Untuk itu daya celah udara dapat kita tuliskan

dengan persamaan :

……………………………………………………… (2.27)

Dengan adanya rugi-rugi I2R pada rotor, maka bagian daya PRCL

didisipasikan sebagai panas, dan sisanya akhirnya terdapat dalam bentuk daya

mekanik Pm. Adapun rugi-rugi tahanan aktual rangkaian rotor (gambar 2.13.)

diberikan oleh persamaan :

……………………………………………………… (2.28)

Karena daya tidak berubah besarnya ketika rangkaian rotor dinyatakan

terhadap sisi stator, dalam bentuk rangkaian ekivalen transformator ideal, maka

rugi-rugi tembaga rotor dapat juga dinyatakan dengan :

……………………………………………………. (2.29)

Setelah rugi-rugi tembaga stator, rugi-rugi inti stator, dan rugi-rugi

tembaga rotor dikurangi dengan daya masukan motor, maka daya yang tertinggal

adalah yang dikonversikan kebentuk mekanik. Daya mekanik yang dibangun ini

diberikan oleh persamaan :

Pm = PAG – PRCL …………………………………………………… (2.30)

= –

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Motor Induksi Tiga Fasa

32

Pm =

−11

s ……………………………………………… (2.31)

Dari persamaan (2.27) dan (2.29) dapat dilihat bahwa rugi-rugi tembaga

rotor PRCL dan daya celah udara PAG memiliki hubungan sebagai berikut :

PRCL = s.PAG ………………………………………………………. (2.32)

Untuk itu, semakin kecil slip motor, semakin kecil juga rugi-rugi pada

rotor. Perhatikan juga, bahwa, jika rotor tidak berputar slip s = 1 dan daya celah

udara seluruhnya dipakai pada rotor. Karena Pm = PAG – PRCL, ini juga

memberikan hubungan yang lainnya diantara daya celah udara dan daya yang

dikonversikan dari bentuk listrik ke mekanik :

Pm = PAG – PRCL …………………………………………………… (2.33)

Pm = PAG – s.PAG

Pm = (1 – s) PAG …………………………………………………… (2.34)

Sehingga jika rugi-rugi gesekan dan angin PFW dan rugi-rugi lainnya Pmisc

(stray load losses) diketahui, dan dikurangi dengan daya mekanik Pm, maka akan

didapat daya keluaran Pout atau daya yang memutar poros.

Pout = Pm – PFW – Pmisc ……………………………………………… (2.35)

2.7.2 Efisiensi

Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk

mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai

perbandingan antara daya keluaran dan daya masukan dan biasanya dinyatakan

dalam persen juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan

keluaran ditambah rugi - rugi, yang dirumuskan dalam persamaan berikut.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Motor Induksi Tiga Fasa

33

Lossout

out

in

lossin

in

out

PPP

PPP

PP

+=

−==η %100× …………………………… (2.36)

Pada beban-beban dengan nilai yang kecil, rugi-rugi tetap lebih besar

dibandingkan dengan keluaran, untuk itu efisiensi yang dihasilkan rendah.

Sebagaimana beban bertambah, efisiensi juga bertambah dan menjadi maksimum

ketika rugi inti dan rugi variabel adalah sama. Efisiensi maksimum terjadi sekitir

80 – 95 % dari rating output mesin, dimana nilai yang lebih tinggi terdapat pada

motor-motor yang besar. Jika beban yang diberikan melebihi beban yang

menghasilkan efisiensi maksimum, maka rugi-rugi beban bertambah lebih cepat

daripada output, konsekuensinya efisiensi berkurang.

Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan

dengan beberapa cara seperti:

- Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran

- Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan

- Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan,

dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas.

2.8 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa

Torsi induksi τind yang terdapat pada sebuah mesin didefinisikan sebagai

torsi yang dibangkitkan oleh konversi internal listrik ke mekanik. Torsi induksi ini

diberikan oleh persamaan :

τind = ……………………………………………………………. (2.37)

dengan mensubstitusikan persamaan (2.34) dan diktehui bahwa ,

maka dapat kita peroleh bentuk persamaan torsi induksi yang lain, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Motor Induksi Tiga Fasa

34

τind =

τind = …………………………………………………………… (2.38)

dimana,

= kecepatan sudut rotor (rad/s)

= kecepatan sudut medan putar (rad/s)

Persamaan 2.38 sangatlah berguna, karena kecepatan sudut medan putar

(sinkron) adalah konstan untuk suatu nilai frekuensi dan jumlah kutub. Sehingga,

dengan mengetahui daya celah udara PAG dapat kita peroleh nilai torsi induksi

motor. Daya celah udara PAG adalah daya yang menyebrangi celah dari rangkaian

stator ke rangkaian rotor. Daya ini sama dengan daya yang diserap pada

tahanan sR ,

2 . Dengan menggunakan persamaan (2.27), bila harga dapat kita

temukan, maka daya daya celah udara dan torsi induksi akan dapat diketahui.

Dengan memperhatikan gambar 2.18, untuk menyelesaikan rangkaian

tersebut guna mendapatkan harga , ada beberpa cara yang dapat ditempuh.

Salah satu cara termudah adalah dengan menggunakan penyelesaian Thevenin,

yaitu dengan menentukan ekivalen Thevenin dari bagian yang bertanda X ke kiri

rangkaian.

0I1I

1V 1E

1R 1jX

mjX

''2I

sR '

2

+

-

Gambar 2.18. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi Tiga Fasa

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Motor Induksi Tiga Fasa

35

+

-1V

1R1jX

mjX THV

1R1jX

mjX

Untuk men-Theveninkannya, hal pertama yang harus dilakukan adalah

dengan meng-open-circuit terminal yang bertanda X (perhatikan gambar 2.19(a))

sehingga didapatkan tegangan open-circuit disana. Kemudian, untuk menemukan

impedansi Thevenin, hubung-singkatkan tegangan fasa (sumber) sehingga

didapatkan Zeq.

Dari gambar 2.19(a), dengan menggunakan aturan pembagian tegangan

diperoleh :

=

Magnitud dari tegangan Thevenin di atas adalah :

……………………………………………. (2.39)

Karena reaktansi magnetisasi Xm >> X1 dan Xm >> R1, maka harga pendekatan

magnitud tegangan Thevenin adalah :

……………………………………………………. (2.40)

(a) (b)

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Motor Induksi Tiga Fasa

36

+

-

THRTHjX

1E

'2jX

sR '

2THV

''2I

(c)

Gambar 2.19. (a) Tegangan Ekivalen Thevenin Sisi Rangkaian Input,

(b) Impedansi Ekivalen Sisi Rangkaian Input,

(c) Hasil Rangkaian Ekivalen yang Disederhanakan

dari Gambar 2.18.

Pada gambar 2.19(b) dapat dilihat bahwa rangkaian input dengan sumber

tegangan input ditiadakan, dua impedansi dalam posisi pararel, dan didapatkan

impedansi Thevenin sebagai berikut :

………………………………… (2.41)

Karena Xm >> X1, dan (Xm + X1) >> R1, tahanan dan reaktansi Thevenin

pendekatan adalah :

…………………………………………………………… (2.42)

…………………………………………………………… (2.43)

Dari hasil rangkaian ekivalen yang diberikan pada gambar 2.19(c), dapat kita

peroleh suatu persamaan untuk arus

…………………………………………….. (2.44)

Magnitud dari arus ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Motor Induksi Tiga Fasa

37

………………………………………….. (2.45)

Sehingga dapat diperoleh persamaan daya celah udara

…………………………………… (2.46)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.46) ke dalam persamaan (2.38), maka

dapat kita peroleh suatu persamaan untuk torsi induksi

……………………………… (2.47)

Gambar 2.20 memperlihatkan kurva torsi motor induksi sebagai fungsi

dari slip.

Gambar 2.20. Kurva Karakteristik Torsi-Slip Motor Induksi

2.9 Desain Motor Induksi Tiga Fasa

Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam

empat kelas yakni desain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat

dilihat pada Gambar 2.17.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Motor Induksi Tiga Fasa

38

Gambar 2.21. Karakteristik Torsi Kecepatan Motor Induksi

pada Berbagai Desain

Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai

ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan

yang paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani

beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5%

Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran.

Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A,

akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked

rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam

aplikasi industri. Slip motor ini < =5 %, efisiensi dan faktor dayanya pada

saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling

populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin, dan

peralatan-peralatan mesin.

Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari

dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban-beban

seperti konveyor, mesin penghancur (crusher), komperesor,dll. Operasi

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Motor Induksi Tiga Fasa

39

dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah

besar. Arus startnya rendah, slipnya < = 5 %

Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan

beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 – 13 %),

sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan

perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya :

elevator, crane, dan ekstraktor.

Universitas Sumatera Utara