skripsi...prof. dr. ir.endang siti rahayu, ms nip. 19570104 198003 2 001 ir. sugiharti mulya h, mp...

108
ANALISIS KETERPADUAN PASAR BAWANG PUTIH ANTARA PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN PASAR LEGI KOTA SURAKARTA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Oleh : Putri Wulandari H0306027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: doanh

Post on 26-Apr-2019

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

ANALISIS KETERPADUAN PASAR BAWANG PUTIH

ANTARA PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN

KARANGANYAR DENGAN PASAR LEGI

KOTA SURAKARTA

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Oleh :

Putri Wulandari

H0306027

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

ANALISIS KETERPADUAN PASAR BAWANG PUTIH

ANTARA PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN

KARANGANYAR DENGAN PASAR LEGI

KOTA SURAKARTA

yang dipersiapkan dan disusun oleh Putri Wulandari

H0306027

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 12 Juli 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001

Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001

Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

Surakarta, 2010

Mengetahui Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 19551217 198203 1 003

Page 3: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah

melimpahkan kasih serta anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Dengan Pasar Legi Kota Surakarta”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Ir. Agustono, M.Si selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi

Pertanian UNS.

3. Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS selaku pembimbing utama skripsi ini

yang telah membimbing penulis dan memberikan masukan-masukan yang

berharga.

4. Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP selaku pembimbing pendamping skripsi

ini yang telah membimbing penulis dan memberikan masukan-masukan yang

berharga.

5. Erlyna Wida Riptanti, SP. MP selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan-masukan demi perbaikan skripsi ini.

6. Ir. Priya Prasetya, MS selaku pembimbing akademis yang telah membimbing

dan membantu penulis selama ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian UNS, terima kasih atas ilmu dan

pengetahuan yang telah diberikan selama ini.

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian UNS, terima kasih atas bantuan dan

pelayanan yang telah diberikan.

9. Mbak Ira dan Pak Syamsuri yang telah membantu dalam perizinan selama

penulisan skripsi ini.

10. Kesbangpolinmas Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta beserta staf

yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

Page 4: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

11. Dinas Pertanian Kota Surakarta dan Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar

beserta staf yang telah memberikan banyak informasi penting serta bantuan

kepada penulis.

12. BPS Kabupaten Sragen dan BPS Kota Surakarta beserta staf yang telah

memberikan data-data penting bagi penulis.

13. Dinas Perindustrian dan Perdagangan bagian Pengelolaan Pasar Kabupaten

Karanganyar dan Kota Surakarta beserta staf yang telah memberikan izin

penelitian kepada penulis serta Kantor Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi

yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis.

14. Bapakku, Teguh Widodo dan ibundaku, Suwanti yang telah merawatku,

memberikan doa, kasih sayang serta dukungan yang tak lekang oleh waktu.

15. Adikku Guntur serta segenap keluarga besarku, terima kasih atas dukungan

doa dan motivasi yang telah diberikan.

16. Mas Gunanto, terima kasih telah membantu dalam penelitian ini, terima kasih

untuk semuanya, dan terima kasih telah mengisi hari-hariku.

17. Sahabat-sahabatku “Genk Gombil” : D’trya, Eska, Yuan, Luthfia, dan Pury

trimakasih atas persahabatan yang terjalin indah dan terima kasih kalian

semua telah membuatku semakin mengerti akan arti persahabatan yang sejati.

18. Teman-teman Agrobisnis 2006, terima kasih atas kenangan indah dan

kebersamaan yang telah kalian berikan selama ini. Zero_Six Chayo...!!!!

19. HIMASETA FP UNS, terima kasih atas pengalaman berharga dan

kebersamaannya.

20. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu

per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang

bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap,

semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

Page 5: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

DAFTAR ISI...... ............................................................................................ v

DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi

RINGKASAN....................................... ......................................................... xii

SUMMARY................................. .................................................................. xiii

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ......................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 8

II. LANDASAN TEORI ........................................................................... 9 A. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 9 B. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 10

A. Komoditas Bawang Putih........................................................... 10 B. Pemasaran................................................................................... 14 C. Pasar................ ........................................................................... 17 D. Harga.......................................................................................... 19 E. Keterpaduan Pasar...................................................................... 21 F. Efisiensi Pemasaran.................................................................... 24

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah .............................................. 25 D. Hipotesis .......................................................................................... 34 E. Pembatasan Masalah….. ................................................................. 34 F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel............................... 34 G. Asumsi.............................................................................................. 37

III. METODE PENELITIAN .................................................................... 38 A. Metode Dasar Penelitian ................................................................. 38 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ......................................... 38 C. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 40

A. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 40 B. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 40

Page 6: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

D. Metode Analisis Data ...................................................................... 41 A. Analisis Keterpaduan Pasar............. .......................................... 41 B. Pengujian Model ........................................................................ 42 C. Pengujian Asumsi Klasik ........................................................... 44

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ................................... 47 A. Kabupaten Karanganyar .................................................................. 47

A. Keadaan Alam ............................................................................ 47 a. Letak Geografi ..................................................................... 47 b. Jenis Tanah ........................................................................... 47 c. Topografi .............................................................................. 48 d. Keadaan Iklim ...................................................................... 48

B. Keadaan Penduduk ..................................................................... 50 a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ........................................ 50 b. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar Menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin .................................... 50 c. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ............... 52 d. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................. 54

C. Keadaan Umum Pertanian ......................................................... 55 a. Penggunaan Lahan ............................................................... 55 b. Produk Pertanian .................................................................. 56

D. Keadaan Perekonomian .............................................................. 58 B. Kota Surakarta ................................................................................ 61

A. Keadaan Alam ............................................................................ 61 a. Letak Geografi ..................................................................... 61 b. Topografi .............................................................................. 61

B. Keadaan Penduduk ..................................................................... 62 a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk ........................................ 62 b. Komposisi Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok

Umur dan Jenis Kelamin ...................................................... 62 c. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ............... 63 d. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian .................. 64

C. Keadaan Umum Pertanian ......................................................... 65 D. Keadaan Perekonomian .............................................................. 66

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 68 A. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu ......... 68 B. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Legi ......................... 73 C. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu dan

Pasar Legi ......................................................................................... 78

D. Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih ...................................... 80 1. Hasil Analisis Regresi Antara Pasar Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta............ ........... 80 2. Uji Multikolinearitas.............. .................................................... 83

Page 7: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

3. Uji Heteroskedastisitas.............................................................. . 84 4. Uji Autokorelasi......... ................................................................ 85

E. Pembahasan...................................................................................... 87 1. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu

dan Pasar Legi ............................................................................ 87 2. Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu

dengan Pasar Legi ...................................................................... 89 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 93

A. Kesimpulan ...................................................................................... 93 B. Saran ................................................................................................ 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10.

Tabel 11.

Tabel 12.

Tabel 13.

Tabel 14.

Tabel 15.

Luas Panen dan Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008............................................

Keadaan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota SurakartaBulan Januari-Desember 2008.............................................

Kandungan Zat Gizi dalam Umbi Bawang Putih Per 100 Gram.....................................................................................

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Bawang Putih Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2007.......

Luas Panen dan Produksi Bawang Putih Menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008............

Banyaknya Hari Hujan (hr) dan Curah Hujan (mm) di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008...................................

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2003-2008..................................................................

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008................

Keadaan Penduduk Usia Lima Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.....................................................

Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008...................................

Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.....................................................

Luas Lahan Sawah Menurut Penggunaannya di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008...................................

Luas Tanah Kering Menurut Penggunaannya di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.....................................................

Luas Panen dan Produksi Sayuran di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.....................................................

Luas Panen dan Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008............................................

3

5

13

39

39

49

50

51

53

54

55

55

56

57

57

Page 9: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

Tabel 16.

Tabel 17.

Tabel 18.

Tabel 19.

Tabel 20.

Tabel 21.

Tabel 22.

Tabel 23.

Tabel 24.

Tabel 25.

Tabel 26.

Tabel 27.

Tabel 28.

Tabel 29.

Tabel 30.

Sarana Perhubungan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008......................................................................................

Fasilitas Perdagangan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008......................................................................................

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Surakarta...................................................

Keadaan Penduduk Usia Lima Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Surakarta Tahun 2008...........................................................................

Keadaaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Surakarta Tahun 2008...........................................................

Banyaknya Pasar dan Jenis Pasar di Kota Surakarta Tahun 2008......................................................................................

Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Bulan Januari 2008-Oktober 2009...............

Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar............

Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009........................................

Jumlah Tonase Bawang Putih di Pasar Legi Kota Surakarta (Ton)......................................................................................

Perkembangan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009.......................................................................................

Hasil Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu Dengan Pasar Legi..................

Nilai Koefisien Regresi dan t Hitung Tiap-Tiap Variabel...

Korelasi Tiap-Tiap Variabel.................................................

Collinearity Diagnostics.......................................................

59

59

62

64

65

66

68

71

73

76

78

80

81

83

84

Page 10: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah......................

Grafik Harga Absolut dan Harga Riil Komoditas Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Bulan Januari 2008-Oktober 2009..........................................................

Grafik Harga Riil dan Jumlah Produksi Bawang Putih Di Kabupaten Karanganyar Bulan Januari 2008-Oktober 2009...................................................................

Grafik Harga Absolut dan Harga Riil Komoditas Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009...................................................................

Grafik Jumlah Tonase Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Desember 2009................................

Grafik Perkembangan Harga Riil Komoditas Bawang Putih di Pasar Tawangmangu dan di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009.............................................

Diagram Pencar (Scatterplot)..........................................

33

70

72

75

77

79

84

Page 11: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Lampiran 10.

Lampiran 11.

Lampiran 12.

Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Januari 2008-Oktober 2009...................

Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Legi Januari 2008-Oktober 2008............................................

Nilai IHK dan Inflasi Kelompok Bumbu-Bumbuan Di Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta ...............

Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok Bumbu-Bumbuan di Kabupaten Karanganyar...............

Nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) Kelompok Bumbu-Bumbuan di Kota Surakarta..............................

Data Analisis Regresi Antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi..........................................................

Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi..........................................................

Uji autokorelasi..............................................................

Perhitungan Angka Beban Tanggungan (ABT) dan Sex Ratio...............................................................................

Dokumentasi Penelitian.................................................

Peta Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta.........

Surat Perijinan Penelitian……………………………...

99

100

101

102

103

104

105

111

112

113

115

116

Page 12: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

RINGKASAN

Putri Wulandari. H0306027. 2010. “Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta”. Skripsi dengan pembimbing Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS dan Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP. Fakultas Pertanian, Univesitas Sebelas Maret Surakarta.

Proses penyampaian produk pertanian dari produsen ke konsumen memerlukan jasa pemasaran dari lembaga-lembaga pemasaran yang ada. Adanya lembaga pemasaran menyebabkan terjadinya perbedaan harga di tingkat petani dan di tingkat konsumen. Hal tersebut dikarenakan selama proses distribusi barang dari produsen ke konsumen membutuhkan biaya pemasaran dan adanya keuntungan yang diambil oleh pedagang perantara. Biaya pemasaran dan keuntungan tersebut akan menyebabkan harga suatu komoditas di satu pasar berbeda dengan pasar yang lainnya. Perbedaan harga ini juga ditentukan oleh tingkat keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar menunjukkan bahwa harga di pasar lokal mengikuti harga di pasar acuan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta.

Metode dasar penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yaitu Pasar Tawangmangu sebagai pasar produsen (lokal) dan Pasar Legi sebagai pasar konsumen (acuan). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis keterpaduan pasar dengan IMC, pengujian model dengan uji R2, uji F, dan uji t serta pengujian asumsi klasik dengan uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar komoditas bawang putih antara Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi tidak terpadu dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan perubahan harga bawang putih di Pasar Legi tidak mempengaruhi perubahan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu atau informasi tentang perubahan harga bawang putih di Pasar Legi tidak ditransmisikan ke Pasar Tawangmangu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasar bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi tidak terpadu adalah struktur pasar yang tidak sempurna, kurang lengkapnya informasi pasar, frekuensi data harga bawang putih yang tersedia, adanya persaingan harga bawang putih yang berasal dari daerah lain di Pasar Legi serta petani atau pedagang di Pasar Tawangmangu tidak menjual bawang putihnya langsung kepada konsumen di Pasar Legi

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebaiknya pedagang di Pasar Tawangmangu lebih aktif dalam mencari informasi harga bawang putih dengan menjalin komunikasi yang efisien dengan pedagang perantara, mencantumkan harga bawang putih di pasar-pasar sentral perdagangan pada alamat website pemerintah daerah masing-masing serta pemerintah secara rutin mengumpulkan informasi perkembangan harga bawang putih.

Page 13: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

SUMMARY

Putri Wulandari. H0306027. 2010. “The Analysis of Market Integrity of Garlic Between Tawangmangu Market of Karanganyar Regency and Legi Market of Surakarta”. Thesis by Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS and Ir. Sugiharti Mulya Handayani, MP as the thesis consultants. Agriculture Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Distribution process of agriculture products from farmers to consumers need marketing services from the marketing channel. The marketing channel generate thru differences of price between the farmer and consumer levels. It is caused by the need of marketing cost needs and the profit gained by the intermediary traders within the process of distribution. Those two factors will differenciate the change of a commodity in a certain market. The price difference also determined by the market integrated level. The integrated level shows that the price in local market follows the price in reference market.

The aim of this research is to analyse the garlic market integrated in short-time between Tawangmangu market of Karanganyar Regency and Legi market of Surakarta.

The basic method applied in this research is analytical descriptive. The choice of location is done purposively, they are Tawangmangu market as the producer market and Legi market as the customers market. The data used in this research is secondary data and analyse method used in this research are market integrated with IMC, R2 test, F test, an t test also classical assumption test with multicolinearity, heteroscedasticity, and autocorelasion.

The result of this research shows that the garlic market integrated in short-time between Tawangmangu market of Karanganyar Regency and Legi market of Surakarta is not integrated. It means that the price change which formed in purpose market (Legi market) not transmitted to local market (Tawangmangu market). The price determined by the price in Tawangmangu market itself in the month before. The factors expected that determine of garlic market not integrated in short-time between Tawangmangu market and Legi market are the competition market not perfect, garlic’s price information frequency is not ready, garlic’s price competition from other region in Legi market, and seller in Tawangmangu market are not live to sale to consumer in Legi market.

From this research, it can be suggested seller in Tawangmangu market more active to get price information of garlic’s price with a good communication to seller in Legi market, growth online system about garlic’s price in website, and growth garlic price with repair gathering information and to count very accurate.

Page 14: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia sampai saat ini masih disebut sebagai negara agraris.

Bagi bangsa Indonesia, pertanian bukan hanya sekedar bercocok tanam yang

menghasilkan bahan pangan. Akan tetapi, pertanian di Indonesia telah menjadi

bagian budaya sekaligus nadi kehidupan sebagian besar masyarakatnya dan

menjadi salah satu sektor yang memiliki peran strategis dalam perkembangan

struktur perekonomian nasional. Selain sebagai penghasil pangan dan

pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian juga menjadi

penyerap tenaga kerja, sumber bahan baku industri, cadangan devisa, dan

sumber pendapatan masyarakat (Anjak, 2006).

Mengingat pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian, maka

diperlukan adanya pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan

untuk mewujudkan pertanian yang maju, efisien, dan tangguh yang dicirikan

oleh kemampuannya dalam menyejahterakan petani. Menurut Haryono

(2008), kemampuan tersebut dicapai melalui tujuan pembangunan pertanian

yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi serta keanekaragaman

hasil pertanian, memenuhi bahan pangan dan gizi, memenuhi bahan baku

industri, mengembangkan industri pertanian agribisnis yang mampu

memanfaatkan peluang pasar, memperluas kesempatan usaha dan lapangan

kerja, serta menyumbang devisa negara.

Usaha peningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan petani di Indonesia

dapat dilakukan dengan budidaya tanaman, salah satunya tanaman

hortikultura. Hortikultura adalah suatu cabang dari ilmu pertanian yang

ditunjang oleh beberapa ilmu pengetahuan lainnya, seperti agronomi,

pemuliaan tanaman, proteksi tanaman, dan teknologi benih. Hortikultura

sendiri terbagi menjadi tiga golongan tanaman yaitu tanaman buah-buahan,

tanaman sayuran, dan tanaman bunga atau hias. Komoditas hortikultura

merupakan aset nasional bagi pertumbuhan ekonomi baru di sektor pertanian.

Beberapa komoditas hortikultura komersial yang dibudidayakan dan

1

Page 15: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

2

dihasilkan di Indonesia telah menjadi mata dagang ekspor sekaligus

merupakan sumber pendapatan negara (Ashari, 1995).

Salah satu komoditas hortikultura dari jenis sayuran rempah adalah

bawang putih. Bawang putih termasuk jenis tanaman umbi lapis yang biasanya

terdiri atas 8-20 siung (anak bawang). Siung yang satu dengan yang lain

dipisahkan oleh kulit tipis dan liat sehingga membentuk satu kesatuan yang

rapat. Bawang putih merupakan jenis sayuran rempah yang tumbuh di dataran

tinggi (700-1.100 mdpl) dan menghendaki kelembaban yang cukup untuk

dapat tumbuh secara optimum (Wibowo, 2001).

Bawang putih atau garlic memiliki banyak manfaat. Selain sebagai

sayuran dan penyedap makanan, sayuran rempah ini juga dapat dimanfaatkan

sebagai bahan ramuan obat tradisional. Perubahan pola konsumsi masyarakat

untuk mendapatkan kesehatan dan makanan yang alami, menyebabkan

masyarakat mengkonsumsi bahan makanan, khususnya sayuran, yang tidak

hanya memiliki kandungan gizi tinggi tetapi juga berperan sebagai tanaman

obat seperti bawang putih. Menurut Santoso (1998), bawang putih berkhasiat

untuk mengatasi beberapa penyakit seperti infeksi usus, tekanan darah tinggi,

batuk, gatal-gatal, tifus, maag, dan diabetes. Kandungan gizi dan zat penting

yang terdapat dalam umbi bawang putih antara lain kalori, protein, lemak,

karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), besi (Fe), vitamin B,

vitamin C, scordinin, dan allin.

Tanaman umbi ini tumbuh baik di beberapa dataran tinggi atau

pegunungan di Pulau Jawa dan daerah di Indonesia. Kabupaten Karanganyar

merupakan salah satu daerah penghasil bawang putih di Jawa Tengah.

Tanaman bawang putih tumbuh subur di salah satu kecamatan di Kabupaten

Karanganyar yaitu Kecamatan Tawangmangu. Tabel 1 memberikan gambaran

tentang luas panen dan produksi bawang putih di Kabupaten Karanganyar dari

tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.

Page 16: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

3

Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008

No Tahun Luas Panen

(Ha) Produktivitas

(Ku/Ha) Produksi (Ku)

1 2 3 4 5

2004 2005 2006 2007 2008

137 33 62

102 94

34,16 99,52 93,19

147,00 173,03

4.681 3.284 5.778

14.994 16.265

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa luas panen bawang putih

dari tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi. Produksi tertinggi terjadi pada

tahun 2008 sebesar 16.265 Ku dan produksi terendah terjadi pada tahun 2005

yaitu 3.284 Ku. Meskipun pada tahun 2008 terjadi penurunan luas panen dari

tahun sebelumnya tetapi jumlah produksinya mengalami peningkatan. Hal ini

salah satunya disebabkan pengetahuan petani bawang putih yang semakin

meningkat tentang cara budidaya bawang putih yang baik sehingga

menyebabkan produksi bawang putih meningkat meskipun lahannya semakin

berkurang.

Peningkatan produksi pertanian, khususnya bawang putih, sangat

ditentukan oleh meningkatnya pengetahuan petani sebagai upaya untuk

memenuhi kebutuhan serta permintaan pasar. Menurut Wibowo (2001),

permintaan bawang putih akan terus meningkat sebagai bumbu masakan dan

bahan baku obat tradisional tetapi produksi yang dicapai petani masih rendah.

Permintaan pasar yang semakin meningkat menjadi tantangan bagi petani

bawang putih sebab petani mempunyai kesempatan untuk mengembangkan

usahataninya dan meningkatkan produksi per satuan luas yang sama.

Salah satu faktor penting dalam pengembangan hasil-hasil pertanian

khususnya sayuran seperti bawang putih adalah pemasaran. Sistem pemasaran

berkaitan erat dengan lembaga pemasaran. Hal ini dikarenakan lembaga

pemasaran berperan untuk menghubungkan produsen dengan konsumen dari satu

pasar ke pasar lainnya yang terlibat dalam sistem pemasaran. Proses penyampaian

produk pertanian dilakukan setelah proses produksi pertanian dilalui. Menurut

Page 17: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

4

Tukan, et. al. (2004), pemasaran menjadi sangat penting ketika produsen atau

petani telah mampu mengelola usahataninya dengan baik sampai menghasilkan

produk dalam kuantitas cukup dan kualitas yang baik. Pasar memegang peranan

penting dalam kegiatan pendistribusian komoditas pertanian dari produsen agar

sampai ke tangan konsumen.

Sebuah pasar berfungsi sebagai tempat menampung produk pertanian yang

ditawarkan oleh petani dan menyampaikannya kepada konsumen yang

membutuhkan. Begitu juga dengan pemasaran bawang putih dari Kabupaten

Karanganyar sebagai daerah produsen ke Kota Surakarta sebagai daerah

konsumen diperlukan adanya suatu pasar. Pasar lokal adalah tempat petani

menjual produk pertanian. Pasar Tawangmangu merupakan pasar lokal tempat

petani bawang putih di Kabupaten Karanganyar menjual bawang putih secara

langsung. Pasar acuan merupakan pasar yang menerima produk pertanian dari

pasar lokal. Pasar Legi merupakan pasar acuan komoditas bawang putih di Kota

Surakarta. Harga bawang putih yang terbentuk di Pasar Tawangmangu dan Pasar

Legi berubah-ubah setiap bulannya. Pasar Tawangmangu merupakan pasar lokal

di Kabupaten Karanganyar yang memasarkan dan memasok bawang putih ke

pasar acuan di Kota Surakarta yaitu Pasar Legi. Oleh karena itu, petani akan

berusaha untuk memasarkan hasil usahataninya ke pasar yang dapat menampung

hasil usahataninya dengan harga yang menguntungkan. Gambaran tentang

perbedaan harga bawang putih yang terjadi di Pasar Tawangmangu (tingkat

produsen) dengan harga di Pasar Legi (tingkat konsumen) dapat dilihat pada Tabel

2 di bawah ini.

Page 18: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

5

Tabel 2. Keadaan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta Bulan Januari-Desember 2008

Bulan Harga di Pasar Tawangmangu (Tingkat

Produsen) (Rp/kg)

Harga di Pasar Legi (Tingkat Konsumen)

(Rp/kg)

Margin Harga

(Rp/kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

4000 4000 3880 5000 4000 3600 3800 3400 5500 5800 6000 7750

6700 5500 4233 6750 6500 5567 4633 4767 6200 8100 6800 6589

2700 1500 353

1750 2500 1967 833

1367 700

2300 800

-1161

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar dan BPS Kota Surakarta, 2009

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui perkembangan harga bawang putih

di Pasar Tawangmangu yang merupakan pasar lokal dan Pasar Legi yang

merupakan pasar acuan. Perubahan harga terbesar di tingkat produsen terjadi

pada bulan November. Hal itu dikarenakan pada bulan tersebut merupakan

musim tanam bawang putih sehingga ketersediaan bawang putih sedikit yang

menyebabkan perubahan harga bawang putih di tingkat produsen cukup

tinggi. Sedangkan perubahan harga terbesar di tingkat konsumen terjadi pada

bulan April. Perubahan harga yang tinggi di tingkat konsumen tersebut

disebabkan pada bulan tersebut daerah produksi bawang putih baru mulai

memasuki masa tanam sehingga pasokan bawang putih sedikit. Perbedaan

harga diantara dua pasar paling besar terjadi pada bulan Mei karena pada

bulan tersebut, petani baru memulai menanam bawang putih sehingga

ketersediaan bawang putih terbatas di tingkat produsen dan pasokan bawang

putih yang sedikit di tingkat konsumen. Secara keseluruhan, perubahan harga

bawang putih lebih besar terjadi di tingkat konsumen daripada di tingkat

produsen.

Page 19: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

6

Menurut Adiyoga, et. al. (2006), harga di tingkat produsen dan di tingkat

konsumen cenderung meningkat dengan keseimbangan harga yang relatif

kecil. Sementara itu, harga di tingkat produsen cenderung menurun lebih cepat

dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen. Fluktuasi harga tersebut

dipengaruhi oleh jumlah pasokan komoditas yang masuk ke pasar acuan dari

sentra produksi. Pasar akan memberikan fasilitas pengumpulan dan

penyebaran informasi untuk sampai pada tingkat harga tertentu agar dapat

digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomis di masa datang.

Peranan harga berkaitan erat dengan keragaan pasar sebagai pusat

informasi. Khusus untuk sayuran yang mudah rusak, pengetahuan dan

pemahaman tentang situasi, sifat, dan perilaku pasar sangat diperlukan

terutama oleh produsen. Menurut Muwanga dan Snyder (1997) dalam

Adiyoga, et. al. (1999), pasar-pasar terintegrasi apabila aktivitas perdagangan

antara dua pasar atau lebih yang terpisah secara wilayah dan harga di suatu

pasar berhubungan dengan harga di pasar lainnya. Dalam hal ini, perubahan

harga di suatu pasar secara total atau sebagian ditransmisikan ke harga yang

terjadi di pasar-pasar lain baik dalam jangka pendek atau jangka panjang

sehingga menunjukkan keterpaduan di antara pasar yang terlibat dalam

pemasaran yang mengindikasikan terjadinya pemasaran yang efisien.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian diarahkan untuk mengkaji tingkat

keterpaduan pasar bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Kabupaten Karanganyar merupakan daerah penghasil tanaman

hortikultura. Bawang putih merupakan salah satu tanaman hortikultura yang

diproduksi di Kabupaten Karanganyar meskipun bukan komoditas utama.

Kabupaten Karanganyar menjadi produsen bawang putih yang memasok

bawang putih ke daerah lain yang tidak menghasilkan bawang putih seperti

Kota Surakarta. Bawang putih dibutuhkan masyarakat Kota Surakarta

terutama untuk keperluan bumbu memasak yang dapat dipastikan bahwa

jumlah penggunaan bawang putih sangat besar dan permintaannya semakin

Page 20: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

7

tinggi seiring dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga diperlukan

pasokan dari daerah sentra produksi bawang putih seperti Kabupaten

Karanganyar. Proses pengiriman bawang putih dari daerah produsen ke daerah

konsumen membutuhkan sistem pemasaran yang baik agar bawang putih

dapat dimanfaatkan dengan segera di daerah konsumen.

Adanya lembaga pemasaran yang menghubungkan Pasar Tawangmangu

Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta menyebabkan terjadinya

perbedaan harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen karena selama

proses pemasaran (distribusi barang dari produsen ke konsumen) berlangsung

dibutuhkan biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil pedagang perantara.

Biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil pedagang perantara akan

menyebabkan harga komoditas di satu pasar berbeda dengan pasar yang lainnya.

Akan tetapi, perbedaan harga tersebut saling terkait antara lembaga pemasaran

yang satu dengan yang lainnya. Hal ini akan mempengaruhi perubahan harga baik

di pasar tingkat produsen maupun di pasar tingkat konsumen. Dengan kata lain,

terdapat hubungan antara harga di pasar tingkat produsen dengan harga di pasar

tingkat konsumen. Akan tetapi, seringkali harga yang terbentuk di pasar tingkat

produsen tidak dapat mengikuti perubahan harga yang terjadi di pasar tingkat

konsumen sebagai pasar acuan karena para pelaku pasar tidak memanfaatkan

informasi pasar secara optimal.

Perkembangan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi

mengalami fluktuasi setiap bulan dan terdapat perubahan harga yang cukup besar

antara harga bawang putih bulan sekarang dengan bulan lalu (Tabel 2) sehingga

diperlukan informasi pasar mengenai perubahan harga yang terjadi di Pasar Legi

untuk disampaikan ke Pasar Tawangmangu. Apabila informasi pasar tentang

perubahan harga tersebut tidak disampaikan dan diketahui Pasar Tawangmangu

sebagai pasar produsen, maka akan menyebabkan proses pemasaran bawang putih

diantara kedua pasar tersebut tidak efisien dan terhambat. Hal ini dikarenakan

pemasaran dikatakan efisien apabila dalam proses pemasaran tersebut dapat

memberikan informasi perubahan harga secara cepat dan tepat. Melihat keadaan

tersebut, maka perlu dikaji apakah perubahan harga di pasar tingkat konsumen

Page 21: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

8

akan mempengaruhi perubahan harga di pasar tingkat petani atau produsen dan

apakah harga di waktu lampau akan mempengaruhi harga di waktu berikutnya

sehingga terjadi pemasaran yang efisien.

Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

yaitu ”bagaimana tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih dalam

jangka pendek antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan

Pasar Legi Kota Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tingkat keterpaduan

pasar komoditas bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pemerintah dan pihak yang berwenang, diharapkan penelitian ini

dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan

kebijakan tentang pasar komoditas bawang putih di Kabupaten

Karanganyar dan Kota Surakarta.

2. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi

dan acuan dalam melakukan penelitian yang sejenis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 22: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

9

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Rinda (2000), yang menganalisis keterpaduan pasar bawang

putih di DKI Jakarta secara horisontal dalam jangka pendek antara Pasar

Induk Kramat Jati (PIKJ) sebagai pasar acuan dengan tiga pasar pengecer

sebagai sesama daerah konsumsi di DKI Jakarta yaitu Pasar Senen, Pasar

Jatinegara, dan Pasar Tomang Barat dengan analisis data harga bulanan dari

bulan Februari tahun 1998 sampai bulan September 1999, yang menggunakan

analisis Index of Market Connection ( IMC), dapat diketahui bahwa dari ketiga

pasar pengecer tidak semuanya terpadu dengan pasar acuan yaitu Pasar Induk

Kramat Jati. Tingkat keterpaduan pasar antara Pasar Induk Kramat Jati dengan

Pasar Jatinegara dan Pasar Tomang Barat memiliki nilai IMC sebesar 0,3178

dan 0,9078 artinya ada keterpaduan pasar yang tinggi dengan pasar acuan. Hal

ini menunjukkan harga di Pasar Jatinegara akan cepat menyesuaikan dengan

harga di pasar acuan. Sedangkan nilai IMC antara Pasar Induk Kramat Jati

dengan Pasar Senen yaitu 1,87. Nilai IMC lebih dari 1 menunjukkan tidak

adanya keterpaduan dengan pasar acuan sehingga tidak sepenuhnya arus

informasi dari Pasar Induk Kramat Jati disampaikan ke Pasar Senen. Hal ini

berarti juga tidak ada pengaruh dalam pembentukan harga di Pasar Senen.

Faktor penyebab utama rendahnya tingkat keterpaduan pasar yaitu karena

struktur pasar yang tidak sempurna yang ditandai dengan tidak lancarnya

(lemahnya) arus informasi sehingga diperlukan informasi mengenai perubahan

harga yang terjadi diantara dua pasar tersebut.

Penelitian Budianto (2006) mengenai Analisis Keterpaduan Pasar

Bawang Putih Antara Kecamatan Tawangmangu Sebagai Pasar Produsen

dengan Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta Sebagai Pasar Konsumen

yang menganalisis tingkat keterpaduan pasar jangka pendek dan jangka

panjang komoditas bawang putih antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar

Jongke dan Pasar Legi menganalisis antara satu pasar produsen yang

dikelilingi oleh dua pasar konsumen. Berdasarkan hasil analisis regresi,

9

Page 23: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

10

tingkat keterpaduan pasar antara Pasar Kecamatan Tawangmangu dengan

Pasar Jongke rendah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal

ini terlihat dari nilai IMC sebesar 1,33 serta nilai koefisien b2 yang mendekati

nol yaitu 0,018. Sedangkan tingkat keterpaduan pasar antara Pasar Kecamatan

Tawangmangu dengan Pasar Legi rendah baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang. Hal ini terlihat dari nilai IMC sebesar 3,38 serta nilai

koefisien b2 yang mendekati nol yaitu 0,053. Faktor yang mempengaruhi

rendahnya keterpaduan pasar bawang putih antara Pasar Kecamatan

Tawangmangu dengan Pasar Jongke dan Pasar Legi adalah kurang lancarnya

arus informasi antara satu pasar dengan pasar yang lainnya serta asal bawang

putih di Pasar Jongke Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta

tidak semuanya dari Pasar Kecamatan Tawangmangu.

Berdasarkan kedua penelitian terdahulu yang dilakukan Rinda (2000)

dan Budianto (2006), penelitian ini mempunyai persamaan untuk mengetahui

efisiensi pemasaran dan tingkat keterpaduan pasar komoditas bawang putih

dengan model yang dikembangkan Ravallion dan IMC dari Timmer.

Sementara itu, penelitian ini diarahkan untuk mengkaji tingkat keterpaduan

pasar komoditas bawang putih secara vertikal dalam jangka pendek antara satu

pasar lokal (produsen) yaitu Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

dengan satu pasar acuan (konsumen) yaitu Pasar Legi Kota Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka

1. Komoditas Bawang Putih

a. Arti Ekonomi Bawang Putih

Bawang putih memiliki nilai ekonomi yang tinggi untuk kebutuhan

konsumsi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kebutuhan

konsumsi akan bawang putih digunakan sebagai penyedap atau bumbu

masakan serta sebagai obat tradisional. Bawang putih mempunyai

manfaat yang esensial dalam kehidupan sehari-hari karena setiap

bumbu makanan pasti menggunakan bawang putih sebagai bumbu

dasarnya sedangkan sebagai obat tradisional, bawang putih juga

menjadi bahan utama dalam meracik obat. Kebutuhan konsumsi

Page 24: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

11

bawang putih di Indonesia tidak dapat dipenuhi melalui hasil produksi

di dalam negeri saja. Meningkatnya impor bawang putih disebabkan

juga oleh peningkatan konsumsi masyarakat akan bawang putih yang

tidak didukung oleh adanya peningkatan produksi di dalam negeri

(Anonim, 2009a).

Salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil bawang putih adalah

intensifikasi di daerah-daerah produksi yang sudah ada dan

penambahan areal penanaman di tempat-tempat yang dianggap cocok

untuk pertumbuhan bawang putih. Semula masyarakat mengetahui

bahwa tanaman bawang putih hanya cocok ditanam di dataran tinggi.

Seperti jenis-jenis bawang putih Lumbu Hijau, Lumbu Kuning,

Tawangmangu Baru, dan jenis lokal lainnya. Kebanyakan petani

bawang putih mengusahakannya di dataran tinggi. Akan tetapi,

bawang putih jenis Suren, telah diusahakan di dataran rendah. Jenis

bawang putih ini sedang dikembangkan di Daerah Istimewa

Yogyakarta, khususnya Gunung Kidul dan Bantul, dengan ketinggian

200 mdpl. Dengan ditemukannya bawang putih varietas Suren ini

membuktikan bahwa bawang putih dapat diusahakan di daerah-daerah

dataran rendah dan mampu memberikan keuntungan bagi para

petaninya (Santoso, 1998).

Secara ilmiah dan lebih lengkap, perlu diketahui asal-usul,

morfologi, klasifikasi, dan habitat dari bawang putih. Hal ini dimaksudkan

untuk menambah pengetahuan tentang bawang putih dari aspek ilmiah

serta untuk membuka peluang-peluang pengembangan tanaman bawang

putih, baik dari aspek budidaya maupun bisnis ekonomi.

b. Klasifikasi Bawang Putih

Bawang putih (garlic) termasuk salah satu jenis sayuran umbi

yang pada mulanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, terutama di daerah

sentra sayuran dataran tinggi di atas 800 mdpl. Perkembangan

selanjutnya, sayuran bawang putih meluas ke luar Pulau Jawa, bahkan

Page 25: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

12

ditanam di dataran rendah sampai menengah. Berikut ini merupakan

taksonomi dari tanaman bawang putih :

Genus : Allium

Famili : Liliales

Ordo : Lilioflorae

Kelas : Monocotyledonecae

Devisi : Spermathopyta

Sub Devisio : Angiospermae

Spesies : Allium sativum

(Rukmana, 1995).

Tanaman bawang putih memerlukan suhu yang benar-benar optimum

karena jika suhu terlalu tinggi atau lebih dari 270 C akan menyebabkan

inti lembaga dari bawang putih tidak bisa tumbuh. Selain itu, bawang

putih juga tidak bagus jika tumbuh pada kondisi yang terlalu dingin

atau di bawah 150 C karena dapat menyebabkan pertumbuhan yang

terhambat. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman

bawang putih adalah sekitar 1.200-2.400 mm setiap tahunnya. Selain

itu, tanaman bawang putih menghendaki kelembaban yang cukup

tinggi sekitar 60-80% dan kelembaban ini termasuk dalam kelembaban

di dataran tinggi (Samadi, 2000).

Bawang putih merupakan salah satu komoditas pertanian yang

banyak dibutuhkan oleh masyarakat, terutama dimanfaatkan sebagai bahan

penyedap atau pewangi beberapa jenis makanan. Sebagai salah satu jenis

tanaman umbi, sebagian besar masyarakat sudah banyak mengenal khasiat

bawang putih sebagai obat tradisional. Namun, masyarakat belum

mengenal lebih lengkap tentang kandungan gizi dan zat penting dalam

bawang putih beserta khasiatnya dan kegunaan dari tanaman tersebut.

c. Kandungan dan Kegunaan Bawang Putih

Page 26: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

13

Bawang putih memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia.

Selain sebagai bumbu penyedap untuk makanan, sayuran bawang putih

juga bisa digunakan sebagai obat-obatan alamiah untuk mengatasi

penyakit antara lain infeksi usus, infeksi saluran pernapasan, tekanan

darah tinggi, batuk, gatal-gatal, tifus, maag, dan diabetes. Dewasa ini,

bawang putih juga banyak dimanfaatkan dalam bentuk hasil olahan,

seperti acar (pickle), tepung, dan minyak bawang putih. Selain itu,

bawang putih juga memiliki kandungan gizi yang luar biasa yang

sangat penting bagi tubuh manusia. Berikut merupakan kandungan gizi

yang terdapat pada umbi bawang putih tiap 100 gram.

Tabel 3. Kandungan Zat Gizi dalam Umbi Bawang Putih Per 100 Gram

No Uraian Nilai Gizi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Zat besi Vitamin B1

Vitamin C Air Kalori

4,50 gram 0,20 gram

23,10 gram 42 mg

134 mg 1 mg

0,22 mg 15 mg

71 gram 95 kal

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI dalam Santoso (1998)

Umbi bawang putih juga mengandung beberapa komponen aktif antara

lain alliin, allicin, allithiamine, antihemolytic factor, selenium,

germanium, antitoksin, dan scordinin. Dr. Paavoo Airola, seorang ahli

gizi, telah berhasil menemukan dan mengisolasikan sejumlah

komponen aktif tersebut. Menurut Dr. Paavo Airola, alliin atau suatu

asam amino antibiotik yang terdapat pada umbi bawang putih

mendapat pengaruh dari enzim allinase, allinin dapat berubah menjadi

allicin. Allicin ini merupakan zat aktif yang mempunyai daya bunuh

terhadap bakteri dan daya anti radang. Apabila allicin bertemu dengan

vitamin B1 maka akan membentuk ikatan allithiamine. Allithiamine

Page 27: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

14

merupakan sumber ikatan-ikatan biologik yang aktif. Komponen aktif

lainnya seperti antihemolytic factor berfungsi sebagai anti lesu darah,

selenium berfungsi sebagai antioksidan, germanium berfungsi sebagai

mineral anti kanker, antitoksin berfungsi sebagai anti racun atau

pembersih darah, dan scordinin yang berfungsi sebagai zat aktif yang

mempercepat pertumbuhan tubuh (Santoso, 1998).

Berdasarkan kandungan dan kegunaan bawang putih tersebut, maka

konsumsi bawang putih semakin meningkat. Bawang putih yang

dihasilkan oleh petani akan dapat dikonsumsi oleh konsumen apabila

terjadi pemasaran. Seperti telah diketahui sebelumnya, ciri-ciri dari hasil

pertanian adalah bersifat tidak tahan lama dan mudah rusak. Oleh karena

itu, peran pemasaran dan lembaga pemasaran sangatlah penting dalam

menyalurkan hasil pertanian dari produsen (petani) ke tangan konsumen.

2. Pemasaran

a. Pemasaran Hasil Pertanian

Menurut Asri (1991), pemasaran adalah usaha yang terpadu

untuk mengembangkan rencana strategi yang diarahkan pada usaha

pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli guna mendapatkan

penjualan yang menghasilkan laba. Pemasaran mencakup berbagai

kegiatan secara terpadu. Artinya, untuk memperoleh hasil yang

maksimal meningkatnya penjualan dan akhirnya meningkatnya laba

segala kegiatan dilakukan bersama-sama, saling berhubungan dan

saling mempertimbangkan satu sama lain.

Pemasaran hasil pertanian merupakan akhir dari kegiatan

agribisnis. Subsistem terakhir ini kadang menjadi batu sandungan bagi

produsen, setelah berbagai subsistem dilalui dengan baik. Tidak jarang

produk yang kualitasnya baik, tetapi harga yang diterima produsen

rendah karena terjadi ketidakseimbangan. Jumlah permintaan yang

kecil akan mengakibatkan rendahnya harga. Posisi petani biasanya

dalam keadaan lemah ketika terjadi situasi seperti ini. Petani dalam

posisi sebagai penerima harga dari pedagang perantara sebagai akibat

Page 28: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

15

kurangnya pengalaman yang dimiliki petani dan rendahnya mobilitas

petani (Deptan, 1999).

Pemasaran hasil pertanian merupakan suatu kegiatan yang

produktif dengan penambahan guna suatu produk. Dimana adanya

perubahan fungsi dari produk yang kurang berguna di tempat produsen

menjadi produk yang lebih berguna di tempat konsumen. Memerlukan

perubahan dalam bentuk yang lebih baik, atau penyimpanan pada

waktu panen untuk dijual pada waktu paceklik, atau pemindahan

produk ke tempat lain yang lebih membutuhkan, dan atau

memindahkan produk kepemilikan organisasi atau lembaga lain

(Cahyono, 1998).

Komoditas pertanian mempunyai sifat khusus dalam pemasaran.

Produk pertanian bersifat segar dan mudah rusak sehingga tidak dapat

disimpan dalam waktu yang relatif lama. Produk pertanian juga lebih

mudah terserang hama dan penyakit sehingga diperlukan pemasaran

yang sesegera mungkin untuk menghindari kerusakan yang lebih besar.

Selain itu, produk pertanian bersifat lokal atau kondisional. Artinya,

tidak semua produk pertanian dapat dihasilkan dari satu lokasi

melainkan dari berbagai tempat. Oleh karena itu, sistem pemasaran

sangat penting artinya untuk menyalurkan hasil pertanian yang

biasanya dihasilkan di desa untuk dapat dinikmati masyarakat kota

(Soekartawi, 2002).

Menurut Soekartawi (2001), beberapa sebab terjadinya mata

rantai pemasaran hasil pertanian yang panjang dan produsen (petani)

sering dirugikan adalah sebagai berikut :

(1) Pasar yang tidak bekerja secara sempurna

(2) Lemahnya informasi pasar

(3) Lemahnya produsen (petani) memanfaatkan peluang pasar

(4) Lemahnya posisi produsen (petani) untuk melakukan penawaran

Page 29: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

16

(5) Produsen (petani) melakukan usahatani tidak didasarkan pada

permintaan melainkan karena usahatani yang diusahakan secara

turun-temurun.

Kegiatan pemasaran berkaitan erat dengan lembaga pemasaran,

dimana lembaga pemasaran tersebut berperan untuk menghubungkan

produsen dengan konsumen. Adanya lembaga pemasaran akan terbentuk

margin harga akibat dari biaya pemasaran yang dikeluarkan. Selain itu,

adanya lembaga pemasaran ini akan lebih mempermudah atau

mempercepat proses pemasaran.

b. Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang

menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari

produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan

badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul

karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas

yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan

konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-

fungsi pemasaran, serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal

mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga

pemasaran ini berupa margin pemasaran. Lembaga pemasaran ini

dapat digolongkan menurut penguasaannya terhadap komoditi yang

dipasarkan dan bentuk usahanya, meliputi agen perantara, makelar,

pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, importir, dan asuransi

pemasaran (Sudiyono, 2002).

Aspek pemasaran menurut Soekartawi (2001) merupakan aspek

yang penting. Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua

pihak yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karena itu, peranan

lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak,

pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir, atau lainnya

sangatlah penting. Lembaga pemasaran ini, khususnya bagi negara

berkembang, yang dicirikan oleh lemahnya pemasaran hasil pertanian

Page 30: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

17

atau lemahnya komposisi pasar yang sempurna akan menentukan

mekanisme pasar.

Pemasaran produk dari produsen agar sampai ke konsumen

memerlukan jasa pemasaran dari lembaga pemasaran yang ada.

Diperlukan sebuah pasar yang dapat menampung dan menyalurkan produk

dari produsen ke konsumen dalam proses pemasaran. Pasar merupakan

tempat yang sangat penting bagi produsen dalam memasarkan produknya.

Pasar juga memiliki peran penting bagi konsumen untuk memenuhi semua

kebutuhan sehari-hari. Tanpa adanya pasar, maka produsen tidak dapat

menjual atau menawarkan produknya dan konsumen tidak akan dapat

memenuhi kebutuhannya.

3. Pasar

a. Pengertian Pasar

Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan

penawaran bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar

tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara

permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar

modern. Permintaan dan penawaran dapat berupa barang atau jasa

(Anonim, 2008).

Menurut Lamarto (1993), kata pasar mempunyai aneka penggunaan

dalam teori ekonomi, dalam bisnis pada umumnya dan di pasaran pada

khususnya. Salah satu definisi pasar yaitu tempat dimana penjual dan

pembeli bertemu, barang atau jasa ditawarkan untuk dijual dan

kemudian terjadi pemindahan hak milik. Pertemuan tersebut akan

tercipta harga yang merupakan respon dari perubahan kekuatan

permintaan dan penawaran.

Pasar merupakan tempat dimana penjual dan pembeli bertemu untuk

mempertukarkan barang-barang mereka. Sekumpulan penjual dan

pembeli melakukan transaksi atas suatu produk atau kelas produk

tertentu. Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang mempunyai

Page 31: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

18

kebutuhan atau keinginan tertentu yang mungkin bersedia dan mampu

melibatkan diri dalam suatu pertukaran guna memuaskan kebutuhan

atau keinginan tersebut (Kotler, 1996).

Menurut Kotler (1996), ukuran pasar tergantung pada jumlah orang

yang mempunyai kebutuhan, mempunyai sumber daya (produk) yang

menarik bagi pihak lain, dan bersedia menawarkan sumber daya ini dalam

pertukaran untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu,

pasar dapat dikelompokkan kembali menjadi lebih spesifik.

b. Jenis-Jenis Pasar

Pasar dapat dibagi atau dikelompokkan sebagai berikut :

(1) Pasar konsumen (Consumer Markets), adalah pasar untuk barang-

barang dan jasa-jasa yang dibeli oleh individu-individu dan rumah

tangga-rumah tangga untuk dipakai sendiri (tidak diperdagangkan).

(2) Pasar produsen (Producer Markets/Industrial Markets), adalah

pasar yang terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi

yang memerlukan barang-barang dan jasa-jasa untuk diproses atau

diproduksi lebih lanjut dan kemudian dijual kepada yang lain.

(3) Pasar pedagang perantara (Reseller Markets), adalah pasar yang

terdiri atas individu-individu dan organisasi-organisasi yang

biasanya disebut perantara dalam penjualan (middlemen), dealer,

distributor yang memerlukan barang-barang untuk dijual lagi

dengan tujuan memperoleh laba.

(4) Pasar pemerintah (Government Markets), adalah pasar yang terdiri

atas unit-unit pemerintah (misalnya pemerintah pusat, pemerintah

daerah, DPR, departemen, dan sebagainya) yang membeli barang-

barang untuk melaksanakan fungsi-fungsi dalam pemerintahan.

(Sumawihardja et al., 1991).

Pasar menurut luas jangkauan dapat dibagi atau dikelompokkan

sebagai berikut :

Page 32: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

19

(1) Pasar daerah, membeli dan menjual produk dalam satu daerah

produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar daerah melayani

permintaan dan penawaran dalam satu daerah.

(2) Pasar lokal, membeli dan menjual produk dalam satu kota tempat

produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar lokal melayani

permintaan dan penawaran dalam satu kota.

(3) Pasar nasional, membeli dan menjual produk dalam satu negara

tempat produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar nasional

melayani permintaan dan penjualan dari dalam negeri.

(4) Pasar internasional, membeli dan menjual produk dari beberapa

negara atau bisa juga dikatakan luas jangkauannya di seluruh dunia

(Anonim, 2008).

Pasar menjadi sarana transaksi atau jual beli bagi produsen dan

konsumen. Pertemuan antara produsen dan konsumen yang terjadi di pasar

akan menciptakan harga yang merupakan respon dari perubahan kekuatan

permintaan dan penawaran.

4. Harga

a. Pengertian Harga

Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau

mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi

dari produk dan pelayanannya. Harga mempunyai empat macam fungsi

dalam saluran distribusi, yaitu :

(1) Sebagai pembayaran kepada lembaga saluran atas jasa-jasa yang

ditawarkannya.

(2) Sebagai senjata dalam persaingan

(3) Sebagai alat untuk mengadakan komunikasi

(4) Sebagai alat pengawasan saluran

(Swastha, 1991).

Harga merupakan suatu cara bagi seorang penjual untuk

membedakan penawarannya dari para pesaing. Harga juga

dimaksudkan sebagai suatu penawaran penjualan barang dan jasa

Page 33: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

20

tertentu untuk sejumlah rupiah tertentu. Harga juga bersifat sangat

relatif (Swastha, 1993).

Harga adalah jumlah uang yang ditukarkan konsumen dengan

manfaat dari memiliki atau menggunakan produk dan jasa. Harga

berperan sebagai penentu utama pilihan pembeli. Harga merupakan

satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan

sedangkan elemen-elemen lainnya menimbulkan biaya (Kotler, 1998).

Terbentuknya suatu harga ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-

faktor tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya harga suatu produk

atau perubahan harga suatu produk yang cukup besar dari waktu ke waktu.

b. Faktor Tinggi Rendahnya Harga

Terdapat tiga subyek yang menentukan pembentukan harga suatu

produk di pasaran dalam kegiatan pemasaran produk pertanian, yaitu :

(1) Produsen dengan dasar biaya-biaya produksi yang telah

dikeluarkannya sehingga produk ini berwujud dan siap untuk

dipasarkan.

(2) Konsumen dengan daya beli dan dasar-dasar kebutuhan serta

kesukaannya.

(3) Pemerintah dengan peraturan atas ketentuan harga sebagai

pengendali tata harga pasaran (price mechanism).

(Kartasapoetra, 1992).

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat harga,

seperti :

(1) Keadaan perekonomian

Keadaan perekonomian sangat berpengaruh pada tingkat harga

yang berlaku, terutama pada saat negara mengalami resesi.

(2) Penawaran dan permintaan

Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli oleh pembeli pada

tingkat harga tertentu. Penawaran adalah kebalikan dari

permintaan, yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh penjual pada

suatu tingkat harga tertentu.

Page 34: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

21

(3) Elastisitas permintaan

Besar kecilnya permintaan mempengaruhi tingkat harga. Semakin

besar permintaan, maka harga barang akan mengalami

peningkatan. Sebaliknya semakin kecil permintaan, maka harga

barang akan menurun atau tidak berubah.

(4) Persaingan

Semakin ketatnya persaingan mendorong penjual untuk

mempertahankan harga yang telah ditetapkan. Selain itu, untuk

beberapa kasus penjual dapat menaikkan atau menurunkan harga

agar dapat tetap mampu bersaing.

(Basu Swastha dan Ibnu Sukotjo (1997) dalam Anonim, 2009b).

Sistem pemasaran yang lemah atau tidak efisien diakibatkan karena

tidak diperhatikannya struktur pasar, pelaksanaan, dan penampilan pasar.

Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya fluktuasi dan perbedaan harga

produk yang cukup besar antara pasar yang satu dengan yang lainnya.

Perbedaan harga yang cukup besar tersebut juga disebabkan karena

kurangnya penguasaan informasi pasar. Oleh karena itu, diperlukan

adanya suatu tingkat keterpaduan pasar agar sistem pemasaran yang

efisien dapat tercipta.

5. Keterpaduan Pasar

Pengertian dari model keterpaduan pasar adalah seberapa jauh

pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga pemasaran

dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Untuk

menganalisa integrasi pasar terdapat dua pendekatan integrasi yang dapat

digunakan yaitu :

a. Integrasi vertikal, digunakan untuk melihat keadaan pasar antara pasar

lokal, kecamatan, kabupaten dan pasar provinsi, bahkan pasar nasional.

Analisis integrasi vertikal ini mampu menjelaskan kekuatan tawar

menawar antara petani dengan lembaga pemasaran.

Page 35: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

22

b. Integrasi horisontal, digunakan untuk melihat mekanisme harga pada

tingkat pasar yang sama, misalnya antar pasar desa, berjalan secara

serentak ataukah berjalan tidak serentak. Alat yang digunakan adalah

korelasi harga antara pasar satu dengan pasar yang lainnya

(Sudiyono, 2002).

Hubungan saling mempengaruhi dalam hal perubahan harga antara

dua pasar atau lebih disebut keterpaduan pasar. Dua pasar dikatakan

terpadu atau terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu pasar

disalurkan ke pasar lainnya. Struktur dan integrasi pasar berkaitan dengan

pembentukan harga dan efisien pemasaran. Analisis struktur dan integrasi

pasar dapat menggambarkan efektifitas dan tingkah laku pasar di tingkat

produsen dan konsumen, yang pada masing-masing tingkat mempunyai

kekuatan permintaan dan penawaran

(Simatupang dan Jefferson, 1988 dalam Handayani, 2007).

Keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga

suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh

harga ditingkat lembaga pemasaran lain. Jenis keterpaduan pasar ada dua

yaitu vertikal dan horizontal. Keterpaduan pasar secara horizontal meliputi

keterpaduan pasar sesama pasar konsumen atau yang terjadi antar sesama

pasar produsen. Sedangkan keterpaduan pasar secara vertikal merupakan

keterpaduan pasar antara pasar di tingkat produsen dengan pasar di tingkat

konsumen (Tim IPB, 1993 dalam Nila, 1994).

Keterpaduan jangka pendek merupakan kondisi terintegrasinya suatu

pasar dengan pasar yang lain dalam satu jenis komoditas yang sama.

Sesuai untuk menganalisis suatu komoditas dengan kondisi harga yang

mudah berfluktuasi seperti komoditas pertanian. Keterpaduan pasar jangka

pendek dapat dianalisis menggunakan Model Ravalion dan Model IMC

dari Timmer. Dengan adanya pengukuran keterpaduan pasar dalam jangka

pendek dapat segera memberikan informasi penting menyangkut cara kerja

pasar yang dapat berguna untuk memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar,

Page 36: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

23

memantau pergerakan harga, dan memperbaiki kebijakan investasi

infrastruktur pemasaran suatu produk pertanian (Adiyoga et.al, 2006).

Analisis korelasi merupakan pengukuran statistik tingkat hubungan

antara dua variabel yang berguna untuk mengetahui tingkat kebebasannya.

Korelasi harga diukur melalui analisis statistik regresi sederhana dengan

menggunakan data berkala (time series data) berupa data harga bulanan di

tingkat petani (Pf) dan di tingkat konsumen (Pr). Jika dari hasil

perhitungan diperoleh angka koefisien korelasi harga (r) mendekati satu,

maka ini menunjukkan keeratan hubungan harga pada kedua tingkat pasar

tersebut dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan kointegrasi merupakan

implikasi statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-

peubah ekonomi (harga). Hubungan jangka panjang tersebut mengandung

arti bahwa peubah harga bergerak bersamaan sejalan dengan waktu.

Prasyarat uji kointegrasi adalah melakukan verifikasi bahwa suatu serial

harga bersifat non-stationary dan menetapkan urutan (order) integrasi

peubah (Supranto, 2005).

Menurut Adiyoga et. al. (2006), integrasi atau keterpaduan pasar

dapat dianalisis dengan menggunakan Model Ravallion dan IMC dari

Timmer. Model Ravallion merupakan suatu model dinamis untuk

menghindari bahaya inferensial penggunaan model bivariat. Model

persamaan regresi yang digunakan dengan pendekatan time lag

(autoregressive distributed lag model) adalah sebagai berikut :

Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2(Pt - Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4Xt + µit

Keterangan :

Pit = harga di pasar lokal pada waktu t

Pt = harga di pasar acuan atau pusat pada waktu t

Pt-1 = harga di pasar lokal pada waktu t-1

Pit-1 = harga di pasar acuan atau pusat pada waktu t-1

b0 = konstanta

b = koefisien regresi (1,2,3)

Xt = deret waktu di pasar lokal dan pasar acuan

Page 37: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

24

mit = kesalahan pengganggu

Sedangkan Timmer (1985) mengembangkan suatu indeks yang disebut

sebagai indeks hubungan pasar (IHP) atau Index of Market Connection

(IMC) dari persamaan model yang dikembangkan oleh Ravallion. Nilai

IMC tersebut diperoleh dari perbandingan nilai koefisien Pit-1 dan

koefisien Pt-1 sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

IMC = (1 + b1) / (b3 - b1)

Menurut Handayani dan Minar (2000) dalam Handayani (2007),

model analisis yang digunakan untuk mengkaji keterpaduan pasar ada

empat yaitu, Koefisien Korelasi, Kointegrasi, Model Ravallion dan Index

of Market Connection (IMC) dari Timmer. Masing-masing metode

tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai berikut :

1. Koefisien Korelasi dan Kointegrasi, mempunyai kelebihan mudah

dalam analisa dan biayanya lebih murah. Tetapi kelemaham dalam

model ini adalah hanya bisa untuk mengukur keterpaduan jangka

panjang dan tidak bisa untuk mengukur keterpaduan jangka pendek.

2. Model Ravallion sesuai untuk menganalisis keterpaduan jangka

pendek dan untuk data mingguan ataupun bulanan, tetapi kurang sesuai

untuk menganalisis keterpaduan jangka panjang. Kekurangan dari

model ini adalah adanya asumsi bahwa ada satu pasar pusat yang

dikelilingi beberapa pasar lokal sehingga perlu pengetahuan tentang

struktur pasar dan memerlukan dua kali perhitungan. Derajat

keterpaduan pasar juga tidak dapat diukur dengan model ini.

3. IMC dari Timmer lebih sensitif daripada model Ravalion karena dapat

menunjukkan derajat integrasi pasar. Selain itu, hanya memerlukan

satu kali perhitungan dan tidak perlu persyaratan lain.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Komoditas pertanian pada umumnya dicirikan oleh sifat produksi

musiman, selalu segar, mudah rusak, jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif

sedikit (bulky), serta lokal dan spesifik (tidak dapat diproduksi di semua

tempat). Produk pertanian juga lebih mudah terserang hama dan penyakit

Page 38: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

25

sehingga diperlukan pemasaran yang sesegera mungkin untuk menghindari

kerusakan yang lebih besar. Pemasaran pertanian sebagai aktivitas

perdagangan yang meliputi aliran barang-barang dan jasa-jasa secara fisik dari

pusat produksi pertanian ke pusat konsumsi pertanian. Pemasaran merupakan

hal yang penting dalam menjalankan usaha pertanian karena hasil produksi

yang baik akan sia-sia karena harga yang rendah. Oleh sebab itu, tingginya

produksi tidak mutlak memberikan hasil atau keuntungan yang tinggi bila

tidak disertai adanya suatu pemasaran yang baik dan efisien

(John, 1968 dalam Sudiyono, 2002).

Pemasaran suatu komoditas pertanian yang sederhana terdapat dua

macam pasar yang terlibat, yaitu pasar produsen dan pasar konsumen. Pasar

produsen adalah pasar sentra produksi yang menghasilkan produk-produk

pertanian dan kemudian dijual ke pasar lain yang membutuhkan. Sedangkan

pasar konsumen adalah pasar tujuan penjualan hasil-hasil pertanian dari

daerah sentra produksi untuk dibeli individu-individu dan rumah tangga untuk

dipakai sendiri (Surachman, 1991). Adanya pemasaran dari pasar produsen ke

pasar konsumen tersebut menyebabkan terjadinya biaya pemasaran dan

keuntungan yang diambil oleh pedagang perantara sebagai lembaga

pemasaran. Hal tersebut akan mempengaruhi perbedaan dan perubahan harga

yang terjadi baik di pasar produsen maupun di pasar konsumen.

Menurut Simatupang dan Situmorang, 1988 dalam Budianto (2006),

hubungan yang saling mempengaruhi dalam hal perubahan harga antara dua

pasar disebut keterpaduan pasar. Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa

jauh pembentukan harga dari suatu komoditas pada tingkat lembaga tertentu

akan dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga yang lain. Sedangkan menurut

Simatupang (1997), dua pasar dikatakan terpadu atau terintegrasi apabila

perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lainnya dengan

kemungkinan yang dapat terjadi adalah salah satu pasar sebagai pemimpin

harga dan pasar satu lagi sebagai pengikut harga serta harga yang terbentuk

sebagai hasil pengaruh dari harga kedua pasar. Berdasarkan Heytens (1992)

dalam Adiyoga et. al. (1999), penyebaran dan pemanfaatan informasi antar

Page 39: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

26

pasar mengenai komoditas tertentu memungkinkan harga komoditas

bersangkutan bergerak secara bersamaan. Kondisi ini menunjukkan adanya

integrasi antar pasar yang merupakan salah satu indikator sistem pemasaran

yang efisien Dimana informasi harga di salah satu pasar dapat dimanfaatkan

oleh pelaku pasar di pasar lainnya dalam proses determinasi atau pembentukan

harga.

Keterpaduan pasar dapat dianalisis dengan beberapa cara. Menurut

Handayani dan Minar (2000), metode yang digunakan untuk melakukan

analisis keterpaduan pasar ada empat metode yaitu koefisien korelasi,

kointegrasi, model yang dikembangkan oleh Ravalion, dan model IMC dari

Timmer. Analisis yang tepat digunakan untuk mengkaji keterpaduan pasar

secara vertikal dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta yaitu model analisis Index of

Market Connection (IMC) yang diperkenalkan oleh Timmer. Hal ini

dikarenakan IMC dari Timmer lebih sensitif daripada model Ravalion karena

dapat menunjukkan derajat integrasi pasar atau derajat keterpaduan pasar.

Apabila dalam analisis regresi yang melibatkan data deretan waktu dan

jika model regresi yang dimasukkan tidak hanya nilai variabel yang

menjelaskan (X) pada waktu sekarang tetapi juga memasukkan nilai pada

waktu yang lalu (lagged) maka model tersebut dikatakan sebagai model

autoregresif yang didistribusikan (Gujarati, 2006). Pertama-tama, model yang

dikembangkan oleh Ravallion dimulai dengan membangun hubungan

Autoregressive Distributed Lag. Model persamaannya dirumuskan :

ai (L) Pit = b0 + bi (L) Pt + gi (L) Xit + mit...................................................(1)

Keterangan:

Pit : harga di pasar lokal pada waktu t

Pt : harga di pasar acuan atau pusat pada waktu t

X it : faktor lain di pasar lokal pada waktu t

mit : random error

ai (L); bi (L); gi (L) : notasi polinomial nilai beda kala atau operatur lag

(LiPt = Pt-1)

Page 40: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

27

Persamaan model (1) diubah menjadi :

DPit = (aitL-L) DPt + bi0 DPt + (ait+bi0+bit-1)Pt-1 + giXt+mit ................... (2)

Dengan mengubah D :

(Pit-Pit-1)=(ai-1)( Pit-1-Pt-1)+bi0(Pt-Pt-1)+(ait+bi0+bit-1)Pt1+giXt+mit..(3)

Bila :

ai-1 = B1

bi0 = B2

ai1+bi0 +bi1-1 = B3

gi = B4

Maka persamaan (3) menjadi :

(Pit-Pit-1) = B1(Pit-1-Pt-1) + B2(Pt-Pt-1) + B3(Pt-1) + B4Xt + mit.............(4)

Persamaan (4) disederhanakan menjadi :

Pit = B0 + (1+B1)Pit-1 + B2(Pt-Pt-1) + (B3-B1)Pt-1 + B4Xt + mit...............(5)

Berdasarkan uraian dari persamaan (1) sampai dengan persamaan (5),

secara keselurahan model persamaan-persamaan tersebut menunjukkan suatu

keadaan bagaimana harga suatu komoditas di pasar acuan mempengaruhi

pembentukan harga di pasar lokal yang lainnya dengan mempertimbangkan

pengaruh harga komoditas tersebut pada waktu sebelumnya atau pengaruh lag

(waktu t-1) dan harga pada waktu sekarang (t).

Nilai dari koefisien (1+B1) dan (B3–B1) dari persamaan model tersebut

menunjukkan besarnya kontribusi relatif dari harga di pasar lokal dan harga di

pasar acuan pada waktu yang lalu terhadap pembentukan harga di pasar lokal

pada waktu tertentu. Harga pada waktu yang lalu di pasar lokal dikatakan

terintegrasi atau terpadu dengan baik apabila harga-harga pada waktu yang

lalu di pasar acuan merupakan faktor utama yang menentukan dalam

pembentukan harga di pasar lokal. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa

kondisi penawaran dan permintaan di pasar acuan dikomunikasikan atau

diinformasikan secara efektif ke pasar lokal dan membawa pengaruh dalam

hal pembentukan harga di pasar lokal tersebut dalam jangka pendek.

Page 41: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

28

Sedangkan nilai dari koefisien B2 merupakan ukuran integrasi atau

keterpaduan pasar dalam jangka panjang karena parameter tersebut

menunjukkan seberapa besar perubahan marjin di pasar acuan dapat

mempengaruhi harga di pasar lokal. Semakin dekat dengan 1 dari nilai B2

berarti pasar terintegrasi atau terpadu dalam jangka panjang. Berdasarkan

rumus dari persamaan (5), apabila :

(1 + B1) = b1

B2 = b2

(B3 – B1) = b3

B4 = b4

Persamaan (5) tersebut dapat disederhanakan lagi menjadi persamaan seperti

berikut ini :

Pit = b0 + b1(Pit-1) + b2(Pt-Pt-1) + b3(Pt-1) + b4Xt + mit.............................(6)

Dimana :

Pit = harga di pasar lokal pada waktu t

Pt = harga di pasar acuan pada waktu t

Pit-1 = harga di pasar lokal pada waktu t-1

Pt-1 = harga di pasar acuan pada waktu t-1

b0 = konstanta

b = koefisien regresi (1,2,3)

Xt = deret waktu di pasar lokal dan pasar acuan

mit = random error

Kemudian dari persamaan (6) tersebut, apabila diasumsikan bahwa deret

waktu di pasar lokal dan pasar acuan mempunyai pola musim yang sama,

maka b4 = 0. Maka persamaan (6) menjadi :

Pit = b0 + b1(Pit-1) + b2(Pt-Pt-1) + b3(Pt-1) + mit.........................................(7)

Menurut Timmer (1987) dalam Setyowati et. al. (2005), rasio dari

koefisien-koefisien tersebut dapat digunakan untuk mengetahui Indeks

Keterpaduan Pasar (Index of Market Connection) atau IMC. Berdasarkan

persamaan (7) dapat ditulis rumus IMC secara matematis yaitu :

Page 42: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

29

IMC = 31

bb

Keterangan :

IMC = rasio dari koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1 dan koefisien

harga di pasar acuan pada waktu t-1

b1 = koefisien harga di pasar lokal pada waktu t-1

b3 = koefisien harga di pasar acuan pada waktu t-1

Nilai IMC < 1 atau semakin mendekati nol, menunjukkan keterpaduan

pasar dalam jangka pendek semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

kondisi di pasar acuan merupakan faktor utama yang mempengaruhi

terbentuknya harga di pasar lokal, sehingga keadaan di pasar acuan

ditransformasikan ke pasar lokal dan mempengaruhi pembentukan harga di

pasar lokal tersebut. Apabila nilai IMC ≥ 1, menunjukkan bahwa keterpaduan

pasar yang rendah, dimana harga di pasar acuan tidak sepenuhnya

ditransformasikan ke pasar lokal. Faktor utama yang menyebabkan

terbentuknya harga di pasar lokal hanyalah kondisi di pasar lokal itu sendiri.

Alat penguji pada analisa regresi dengan metode OLS antara lain adalah

R2 (koefisien determinasi), uji F, serta uji t. Uji R2 dan R2 terkoreksi (adjusted

R2) dipergunakan sebagai suatu kriteria untuk mengetahui ketepatan suatu

garis regresi (goodness of fit criteria). Nilai R2 mengukur proporsi (bagian)

total variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh semua variabel bebas dalam

model regresi, semakin tinggi nilai R2 (semakin mendekati 1) maka makin

banyak proporsi variasi variabel tak bebas yang bisa dijelaskan oleh variabel

bebasnya. Nilai R2 dihitung dengan menggunakan rumus :

R2 = TSSESS

Keterangan :

ESS = jumlah kuadrat regresi

TSS = jumlah kuadrat total

Page 43: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

30

Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua variabel

bebas secara bersama-sama terhadap variabel tak bebasnya dengan rumus :

knRSS

kESS

F

-

-=

)1(

Keterangan :

ESS : jumlah kuadrat regresi

RSS : jumlah kuadrat residual

n : jumlah sampel

k : jumlah variabel

F tabel : F (a ; k-1 ; n-k)

Uji hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Ho : bi = 0 (bi= b1= b2= b3 =0)

H1 : minimal salah satu bi bernilai tidak nol

bi≠0 (b1/b2/b3≠0)

Dengan kriteria :

(1) Jika F hitung < F tabel : Ho diterima, maka variabel bebas secara

bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

(2) Jika F hitung ³ F tabel : H1 diterima, maka variabel bebas secara bersama-

sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

(Gujarati, 2006).

Uji t dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap

variabel tidak bebas secara individu, dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

t hit = )(biSe

bi

Keterangan :

bi : koefisien regresi

Se (bi) : standar error penduga koefisien regresi

Dengan hipotesis: Ho : b1 = 0

H1 : b1 ¹ 0

Page 44: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

31

t tabel = t (a/2 ; n-k)

Dengan kriteria :

(1) Jika t hitung < t tabel : H0 ditolak, maka tidak ada pengaruh dari variabel

bebas terhadap variabel tidak bebas.

(2) Jika t hitung ³ t tabel : H1 diterima, maka ada pengaruh dari variabel bebas

terhadap variabel tidak bebasnya

(Gujarati, 1995).

Pengujian asumsi klasik dengan menggunakan uji matrik Pearson

Correlation (PC), nilai nilai Eigenvalue (Colinearity Diagnostik), diagram

pencar (scatterplot), dan uji Durbin Watson (DW). Uji matrik Pearson

Correlation dan nilai Eigenvalue (Collinearity Diagnostics) dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya multikolinearitas. Bila nilai Pearson Correlation

tidak ada yang lebih dari 0,8 dan nilai Eigenvalue tidak mendekati nol maka

dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multikolinearitas.

Diagram pencar atau scatterplot digunakan untuk mendeteksi terjadi tidaknya

heteroskedastisitas. Apabila dari diagram pencar terlihat titik-titik menyebar

secara acak dan tidak membentuk pola yag teratur maka hal tersebut

menunjukkan bahwa model yang diestimasi tidak terjadi heteroskedastisitas.

Sedangkan uji Durbin Watson (DW), dilakukan untuk melihat apakah

pada persamaan terdapat autokorelasi (salah satu penyimpangan asumsi

klasik). Adapun kriteria adanya autokorelasi adalah sebagai berikut :

(1) d < dL

Tolak H0 (koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol) berarti ada

autokorelasi positif.

(2) d > 4 - dL

Tolak H0 (koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol) berarti ada

autokorelasi negatif.

(3) dU < d < 4 - dU

Terima H0 (tidak ada autokorelasi)

(4) dL £ d £ dU atau 4–dU £ d £ 4 - dL

Page 45: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

32

Tidak dapat disimpulkan

(Gujarati, 2006).

Berdasarkan kerangka teori pendekatan masalah diatas, keterpaduan

pasar antara Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi merupakan keterpaduan

pasar secara vertikal yaitu antara pasar lokal dengan pasar acuan dalam jangka

pendek yang dapat dianalisis dengan Index of Market Connection (IMC)

dengan ketentuan apabila nilai IMC < 1, maka tingkat keterpaduan pasar

jangka pendek tinggi dan apabila nilai IMC ≥ 1, maka tingkat keterpaduan

pasar jangka pendek rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 di

bawah ini.

Page 46: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

33

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah

Keterangan : (tidak diamati)

Integrasi Vertikal Integrasi Horisontal

Keterpaduan Pasar

Jangka Pendek Jangka Panjang

Analisis IMC

IMC < 1 Keterpaduan Pasar Jangka

Pendek Tinggi

IMC ≥ 1 Keterpaduan Pasar Jangka

Pendek Rendah

Pasar Tawangmangu

Pasar Legi

Produsen Bawang Putih

Efisiensi Pemasaran

Page 47: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

34

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga keterpaduan pasar

komoditas bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar Tawangmangu

Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta rendah.

E. Pembatasan Masalah

1. Penelitian memusatkan pada analisis keterpaduan pasar secara vertikal

karena peneliti ingin mengetahui tingkat keterpaduan pasar komoditas

bawang putih antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebagai

pasar lokal (pasar tingkat produsen) dengan Pasar Legi Kota Surakarta

sebagai pasar acuan (pasar tingkat konsumen).

2. Data yang diamati adalah data sekunder harga bulanan bawang putih di

pasar tingkat produsen dan konsumen. Harga bawang putih di pasar

tingkat petani atau produsen adalah harga bawang putih yang berlaku di

pasar lokal terpilih di Kabupaten Karanganyar yaitu Pasar Tawangmangu.

Sedangkan harga bawang putih di pasar tingkat konsumen adalah harga

bawang putih yang berlaku di pasar acuan terpilih di Kota Surakarta yaitu

Pasar Legi.

3. Data yang digunakan dalam penelitian ini selama 22 bulan karena akan

lebih up to date dan data selama 22 bulan tersebut sudah dapat mewakili

dari data yang diperlukan dalam analisis. Data harga bulanan bawang putih

yang dianalisis adalah dari bulan Januari tahun 2008 sampai bulan Oktober

2009. Menurut Gujarati (1995), banyaknya observasi minimum yang

diperlukan sehubungan dengan tabel Durbin Watson adalah 15 karena

apabila suatu sampel yang lebih kecil dari 15, maka observasi menjadi

sulit untuk bisa menarik kesimpulan yang pasti mengenai autokorelasi

dengan memeriksa residual yang ditaksir.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Keterpaduan pasar adalah analisis yang menunjukkan bahwa perubahan

harga dari suatu pasar (sebagai pasar acuan atau konsumen)

mempengaruhi pembentukan harga di pasar lainnya (sebagai pasar lokal

Page 48: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

35

atau produsen). Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari

salah satu pasar disalurkan atau disampaikan ke pasar lainnya.

2. Pasar merupakan lokasi secara fisik terjadi kegiatan jual beli barang atau

jasa antara pedagang dan pembeli serta terjadi pemindahan hak milik

(Kotler, 1996).

3. Pasar lokal (pasar tingkat petani atau produsen) bawang putih adalah

tempat dimana petani menjual bawang putih.

4. Pasar acuan (pasar tingkat konsumen) bawang putih adalah pasar tujuan

perdagangan yang menerima bawang putih dari pasar lokal.

5. Harga absolut adalah nilai yang diwujudkan dalam rupiah sebelum

dilakukan pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK)

(Swasta, 1993).

6. Harga absolut bawang putih di pasar lokal adalah harga bulanan bawang

putih yang berlaku di Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang

dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg) sebelum dilakukan

pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK).

7. Harga absolut bawang putih di pasar acuan adalah harga bulanan bawang

putih yang berlaku di pasar Legi Kota Surakarta yang dinyatakan dalam

satuan rupiah per kilogram (Rp/kg) sebelum dilakukan pendeflasian

dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK).

8. IHK yang digunakan adalah IHK kelompok bumbu-bumbuan karena IHK

bawang putih dipengaruhi oleh IHK bumbu-bumbuan lain. Nilai IHK

kelompok bumbu-bumbuan tersebut diperoleh dari BPS Kabupaten

Karanganyar dan Kota Surakarta. Berdasarkan data IHK yang diperoleh

tersebut, terlebih dahulu dipilih IHK bulan dasar untuk menghitung IHK

yang dipakai dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa dari 22 bulan

yang diteliti dicari bulan yang paling stabil (pengaruh inflasinya tidak

begitu besar). Kemudian dengan IHK bulan dasar yang telah ditentukan

digunakan untuk mencari IHK yang digunakan dalam penelitian. Untuk

menghitung IHK yang digunakan dalam penelitian dengan rumus sebagai

berikut :

Page 49: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

36

IHKb = 100xIHKdIHKa

Keterangan :

IHKb : IHK yang digunakan dalam penelitian

IHKa : IHK dari BPS

IHKd : IHK bulan dasar

IHK bulan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan bulan

dasar Mei 2008 untuk Kabupaten Karanganyar dan dengan bulan dasar

April 2009 untuk Kota Surakarta dengan nilai IHK 100 setelah dilakukan

perhitungan melalui rumus di atas.

9. Harga riil adalah nilai yang diwujudkan dalam rupiah setelah dilakukan

pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk

menghilangkan pengaruh inflasi (Swasta, 1993). Menurut Pindyck dan

Daniel L. R. (1998), untuk menghitung harga riil tersebut digunakan

rumus sebagai berikut :

Hbr = xHbaIHKbIHKd

Keterangan :

Hbr : Harga riil suatu barang pada bulan t

IHKd : IHK bulan dasar

IHKb : IHK yang digunakan dalam penelitian pada bulan t

Hba : Harga absolut suatu barang pada bulan t

10. Harga riil bawang putih di pasar lokal adalah harga bulanan bawang putih

yang berlaku di Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang

dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg) setelah dilakukan

pendeflasian dengan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK).

11. Harga riil bawang putih di pasar acuan adalah harga bulanan bawang putih

yang berlaku di Pasar Legi Kota Surakarta yang dinyatakan dalam satuan

rupiah per kilogram (Rp/kg) setelah dilakukan pendeflasian dengan nilai

Indeks Harga Konsumen (IHK).

12. Harga bawang putih adalah harga riil bawang putih (Rp/kg).

Page 50: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

37

13. Waktu yaitu saat berlakunya harga dihitung dalam satuan bulan.

G. Asumsi

1. Harga bawang putih berada dalam pasar persaingan sempurna.

2. Jenis dan kualitas bawang putih sama.

3. Komoditas bawang putih yang dihasilkan petani di Kabupaten

Karanganyar dijual ke Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dan

komoditas bawang putih yang dijual di Pasar Tawangmangu masuk ke

Pasar Legi Kota Surakarta.

Page 51: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

38

III. METODE PENELITIAN

B. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis dengan menggunakan data time series. Deskriptif berarti

memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan

pada masalah-masalah yang aktual. Sedangkan analitis berarti data yang

dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisis dan

disimpulkan serta didukung dengan teori-teori yang ada dari hasil penelitian

terdahulu (Surakhmad, 1998). Data time series merupakan data runtut waktu

atau data deretan waktu seperti data mingguan, bulanan, tahunan, dan lainnya

(Gujarati, 2003).

C. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja

(purposive sampling). Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), purposive

sampling adalah pemilihan lokasi penelitian diambil berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.

Pertimbangan tertentu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pemilihan Kota Surakarta sebagai daerah penelitian karena berdasarkan data

BPS Surakarta Dalam Angka Tahun 2009, Kota Surakarta tidak

membudidayakan dan menghasilkan bawang putih sendiri sehingga

memerlukan pasokan dari daerah lain. Sedangkan pemilihan Kabupaten

Karanganyar sebagai daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten yang menghasilkan

bawang putih di Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Selain

itu, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Dinas Tanaman Pangan

dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar, Kabupaten

Karanganyar merupakan pemasok bawang putih di Kota Surakarta.

38

Page 52: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

39

Tabel 4. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Bawang Putih Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008

No Kabupaten Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (Ku)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Wonosobo Magelang Wonogiri

Karanganyar

Temanggung Batang Pekalongan Tegal Brebes

502 213 42 94

162 7

30 71 23

72,13 96,60 16,19

173,03 62,34 29,28 52,13

113,71 56,43

36.213 20.576

680 16.265 10.100

205 1.564 8.074 1.298

Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka, 2009

Beberapa kecamatan di Kabupaten Karanganyar yang menghasilkan

bawang putih dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Kecamatan-kecamatan

tersebut merupakan daerah dataran tinggi yang cocok dengan syarat tumbuh

tanaman bawang putih dan Kecamatan Tawangmangu sebagai sentra tanaman

bawang putih yang berada di Kabupaten Karanganyar karena memiliki

produksi paling tinggi daripada kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten

Karanganyar. Oleh karena itu, petani bawang putih dari kecamatan-kecamatan

tersebut biasanya menjual hasil panen bawang putih di Pasar Kecamatan

Tawangmangu.

Tabel 5. Luas Panen dan Produksi Bawang Putih Menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ku) 1 2 3 4 5

Jatipuro Jatiyoso Tawangmangu Ngargoyoso Jenawi

2 25 58 7 2

130 1.583

13.920 538 94

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Pemilihan Pasar Tawangmangu sebagai pasar lokal (tingkat petani atau

produsen) karena pasar tersebut merupakan pasar tujuan petani bawang putih

di Kabupaten Karanganyar dari Kecamatan Jatipuro, Kecamatan Jatiyoso,

Kecamatan Tawangmangu, Kecamatan Ngargoyoso, dan Kecamatan Jenawi

Page 53: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

40

untuk menjual hasil panen bawang putih. Sedangkan pemilihan Pasar Legi

sebagai pasar acuan (pasar tingkat konsumen) dengan pertimbangan bahwa

pasar tersebut merupakan pasar tujuan pemasaran bawang putih dari petani

bawang putih di Kabupaten Karanganyar khususnya dari Pasar

Tawangmangu. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan 15 pedagang

bawang putih di Pasar Legi yang menyatakan bahwa pasokan bawang putih di

Pasar Legi salah satunya berasal dari Pasar Tawangmangu.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh dan telah diolah oleh instansi

atau lembaga yang ada kaitannya dengan penelitian serta sumber-sumber

referensi lainnya yang relevan, seperti jurnal-jurnal dan hasil penelitian..

Instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian antara lain BPS Kota

Surakarta dan Kabupaten Karanganyar, Dinas Pertanian Kota Surakarta

dan Kabupaten Karanganyar, Disperindagkop dan Dinas Pengelola Pasar

Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta, serta Kantor Pasar

Kecamatan Tawangmangu dan Pasar Legi Kota Surakarta.

Data sekunder yang digunakan berupa data harga bulanan bawang

putih yang berlaku di Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dan

Pasar Legi Kota Surakarta, jumlah produksi bawang putih di Kabupaten

Karanganyar, jumlah tonase bawang putih di Pasar Legi serta data Indeks

Harga Konsumen (IHK) kelompok bumbu-bumbuan dengan pertimbangan

bahwa IHK bawang putih dipengaruhi oleh IHK bumbu-bumbuan yang

lain.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi

Pada penelitian ini, observasi dilakukan dengan melakukan

pengamatan secara langsung ke lapang untuk mendapatkan gambaran

Page 54: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

41

yang jelas terkait dengan kondisi Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi

serta pemasaran bawang putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi.

b. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi yang tidak

diperoleh dalam data sekunder seperti asal pasokan bawang putih.

Teknik ini dilakukan dengan wawancara langsung kepada pihak-pihak

yang berkaitan dengan penelitian ini seperti pedagang bawang putih di

Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi serta petugas instansi yang

dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini.

c. Pencatatan

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yaitu

dengan mencatat data yang ada pada instansi yang terkait dengan

penelitian yang meliputi data harga bulanan bawang putih yang

berlaku di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi, Indeks Harga

Konsumen (IHK) kelompok bumbu-bumbuan, jumlah produksi

bawang putih, dan jumlah tonase bawang putih. Adapun instansi yang

dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah BPS Kota

Surakarta dan Kabupaten Karanganyar serta Dinas Pertanian Kota

Surakarta dan Kabupaten Karanganyar.

E. Metode Analisis Data

1. Analisis Keterpaduan Pasar

Tingkat keterpaduan pasar bawang putih dalam jangka pendek antara

Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota

Surakarta dapat diketahui dengan melakukan analisis secara statistik

terhadap data sekunder dengan menggunakan model IMC (Indeks of

Market Connection) yang diperkenalkan oleh Timmer dengan pendekatan

Autoregressive Distributed Lag Model yang dikembangkan oleh Ravallion

yang digambarkan sebagai berikut :

Pit = b0 + b1(Pit-1) + b2(Pt - Pt-1) + b3(Pt-1)

Keterangan :

Pit = harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t

Page 55: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

42

Pt = harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t

Pit-1 = harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1

Pt - Pt-1 = selisih harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t dengan

t-1

Pt-1 = harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1

b0 = konstanta

b1 = koefisien regresi Pit-1

b2 = koefisien regresi Pt - Pt-1

b3 = koefisien regresi Pt-1

Besarnya pengaruh harga di pasar tingkat petani dan pasar di tingkat

konsumen dapat diketahui dengan menggunakan Indeks of Market

Connection (IMC) dengan rumus :

IMC = 31

bb

Dimana :

b1 = koefisien harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1

b3 = koefisien harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1

Kriteria :

a. Jika nilai IMC < 1, maka keterpaduan pasar semakin tinggi.

Hal ini menunjukkan harga di pasar acuan adalah faktor utama yang

mempengaruhi terbentuknya harga di pasar lokal dan mempengaruhi

pembentukan harga di pasar lokal tersebut.

b. Jika IMC ³ 1, maka keterpaduan pasar rendah.

Hal ini menunjukkan harga di pasar acuan tidak sepenuhnya

ditransformasikan ke pasar lokal. Faktor utama yang menyebabkan

terbentuknya harga di pasar lokal hanyalah kondisi di pasar lokal itu

sendiri.

2. Pengujian Model

Pengujian model dilakukan dengan menggunakan uji R2, uji F, dan

uji t.

a. Uji R2

Page 56: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

43

Uji R2 dan R2 terkoreksi (adjusted R2) dipergunakan sebagai

suatu kriteria untuk mengetahui kebaikan atau untuk mengukur cocok

tidaknya suatu garis regresi untuk memperkirakan atau meramalkan

variabel tidak bebas Y (goodness of fit criteria) (Supranto, 2005).

Nilai R2 mengukur proporsi (bagian) total variabel tidak bebas yang

dijelaskan oleh semua variabel bebas dalam model regresi. Semakin

tinggi nilai koefisien determinasi (mendekati satu), maka semakin erat

hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Nilai R2

dihitung dengan menggunakan rumus :

R2= TSSESS

Keterangan :

ESS = jumlah kuadrat regresi

TSS = jumlah kuadrat total

b. Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh semua

variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya,

dengan rumus :

knRSS

kESS

F

-

-=

)1(

Keterangan :

ESS : jumlah kuadrat regresi

RSS : jumlah kuadrat residual

n : jumlah sampel

k : jumlah variabel

F tabel : F (a ; k-1 ; n-k)

Uji hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Ho : bi = 0 (bi= b1= b2= b3 =0)

H1 : minimal salah satu bi bernilai tidak nol

bi≠0 (b1/b2/b3≠0)

Page 57: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

44

Dengan kriteria :

(1) Jika F hitung < F tabel : Ho diterima, maka variabel bebas secara

bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak

bebas.

(2) Jika F hitung ³ F tabel : H1 diterima, maka variabel bebas secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

(Gujarati, 2006).

c. Uji t

Uji t dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel tidak bebas secara individu, dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

t hit = )(biSe

bi

Keterangan :

bi : koefisien regresi

Se (bi) : standar error penduga koefisien regresi

Dengan hipotesis: Ho : b1 = 0

H1 : b1 ¹ 0

t tabel = t (a/2 ; n-k)

Dengan kriteria :

(3) Jika t hitung < t tabel : H0 ditolak, maka tidak ada pengaruh dari

variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.

(4) Jika t hitung ³ t tabel : H1 diterima, maka ada pengaruh dari

variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya

(Gujarati, 1995).

3. Pengujian Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana terdapat

hubungan atau korelasi linear yang sempurna diantara beberapa atau

Page 58: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

45

semuanya dari variabel-variabel yang menjelaskan dalam model

regresi. Apabila dua atau lebih variabel bebas berhubungan satu

dengan yang lainnya maka tidak dapat ditetapkan sumbangan variabel

tadi secara individual. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat

diketahui dengan menggunakan matriks korelasi yaitu hubungan

antara berbagai variabel bebas yang dimasukkan dalam model. Jika

nilai Pearson Correlation (PC) < 0,8 dan nilai Eigenvalue

(Collinearity Diagnostics) tidak mendekati nol maka model yang

diestimasi tidak terjadi multikolinearitas (Gujarati, 2006).

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain. Penelitian ini menggunakan

metode grafik dengan melihat diagram pencar (scatterplot) untuk

mendeteksi ada atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Apabila dari

diagram pencar terlihat titik-titik menyebar secara acak dan tidak

membentuk pola yang teratur maka hal tersebut menunjukkan bahwa

kesalahan pengganggu memiliki varian yang sama (homoskedastisitas)

dan dapat disimpulkan bahwa dari model yang diestimasi tidak terjadi

heteroskedastisitas (Gujarati, 2006).

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antar anggota seri observasi

yang disusun menurut urutan tempat dan ruang. Ada atau tidaknya

autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan analisis statistik

dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Adapun kriteria adanya

autokorelasi adalah sebagai berikut :

(5) d < dL

Tolak H0 (koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol) berarti

ada autokorelasi positif.

(6) d > 4 - dL

Page 59: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

46

Tolak H0 (koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol) berarti ada

autokorelasi negatif.

(7) dU < d < 4 - dU

Terima H0 (tidak ada autokorelasi)

(8) dL £ d £ dU atau 4–dU £ d £ 4 - dL

Tidak dapat disimpulkan

(Gujarati, 2006).

Page 60: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

47

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Kabupaten Karanganyar

Keadaan Alam

a. Letak Geografi

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di

Propinsi Jawa Tengah yang terletak di antara 110º 40”-110º 70” BT dan

7º 28”-7º 46” LS dengan luas wilayah 77.378,64 Ha. Batas-batas

administratif Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Sragen

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Wonogiri dan Sukoharjo

c. Sebelah Barat : Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali

d. Sebelah Timur : Kabupaten Magetan (Propinsi Jawa Timur)

b. Jenis Tanah

Kabupaten Karanganyar terdiri dari beberapa jenis tanah.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar Tahun 2008,

jenis tanah menurut kecamatan di Kabupaten Karanganyar sebagai

berikut :

a. Tanah grumosol terdapat di wilayah Kecamatan Jaten, Gondangrejo,

dan Kebakkramat.

b. Tanah aluvial terdapat di wilayah Kecamatan Jaten dan

Kebakkramat.

c. Tanah litosol terdapat di wilayah Kecamatan Jatipuro, Jatiyoso,

Jumapolo, Jumantono, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso,

Mojogedang, Kerjo, dan Jenawi.

d. Tanah andosol terdapat di wilayah Kecamatan Jatiyoso,

Tawangmangu, Ngargoyoso, dan Jenawi.

e. Tanah mediteran terdapat di wilayah Kecamatan Matesih,

Karangpandan, Karanganyar, Tasikmadu, Gondangrejo,

Kebakkramat, Mojogedang, dan Jenawi.

47

Page 61: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

48

Tanaman bawang putih dapat tumbuh dengan baik pada tanah

yang subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Jenis

tanah yang biasanya digunakan untuk menanam bawang putih adalah

andosol, litosol, dan regosol. Tanah-tanah tersebut bertekstur lempung

berpasir atau lempung berdebu. Oleh karena itu, kecamatan di

Kabupaten Karanganyar yang jenis tanahnya dapat dimanfaatkan untuk

menanam bawang putih antara lain Ngargoyoso, Jatipuro, Jatiyoso,

Jenawi, dan Tawangmangu.

c. Topografi

Kabupaten Karanganyar mempunyai ketinggian rata-rata 511 m di

atas permukaan laut. Topografi daerah Kabupaten Karanganyar

bervariasi dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan

penggolongan sebagai berikut :

a. 90-250 m : Kecamatan Kebakkramat, Gondangrejo, Tasikmadu,

Colomadu, dan Jaten.

b. 260-690 m : Kecamatan Karanganyar, Jumantono, Karangpandan,

Matesih, Jumapolo, Mojogedang, dan Kerjo.

c. 700-1.200 m : Kecamatan Tawangmangu, Jatiyoso, Ngargoyoso,

Jatipuro, dan Jenawi.

Berdasarkan data keadaan topografi di Kabupaten Karanganyar,

wilayah di Kabupaten Karanganyar yang berpotensi untuk ditanami

bawang putih adalah Kecamatan Tawangmangu, Jatiyoso, Ngargoyoso,

Jatipuro, dan Jenawi. Hal ini dikarenakan tanaman bawang putih dapat

tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 700-1.100 mdpl.

d. Keadaan Iklim

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

Kabupaten Karanganyar, keadaan iklim di Kabupaten Karanganyar

secara umum termasuk beriklim tropis dengan temperatur udara

200-310C. Berdasarkan data dari 6 stasiun pengukur yang ada di

Kabupaten Karanganyar yaitu di Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan

Mojogedang, Kecamatan Jumantono, Kecamatan Colomadu, Kecamatan

Page 62: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

49

Karangpandan, dan Kecamatan Tawangmangu, banyaknya hari hujan

selama tahun 2008 adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan 2.453

mm/tahun serta rata-rata curah hujan perbulan 154,58 mm. Berikut ini

jumlah hari hujan dan curah hujan di Kabupaten Karanganyar pada

tahun 2008.

Tabel 6. Banyaknya Hari Hujan (HR) dan Curah Hujan (MM) di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Bulan Hari Hujan (hari)

Curah Hujan (mm)

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

12 12 19 10 5 2 - - - 9

11 15

345 350 507 199 66 20

- - -

319 348 299

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui jumlah hari hujan dan curah

hujan di Kabupaten Karanganyar paling tinggi terjadi pada Bulan Maret

sebanyak 19 hari hujan dan curah hujan sebesar 507 mm. Sedangkan

jumlah hari hujan dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli,

Agustus, dan September karena pada bulan-bulan itu terjadi musim

kemarau tanpa disertai adanya turun hujan.

Bawang putih menghendaki curah hujan yang cukup antara 100-

200 mm/bulan dengan temperatur antara 180-200C dan kelembaban

udara 60%-80%. Di daerah yang suhu udaranya di atas 250C, bawang

putih akan sulit membentuk umbi. Sebaliknya, di daerah yang suhu

udaranya kurang dari 150C, umbi bawang putih yang terbentuk akan

kecil-kecil. Oleh karena itu, keadaan iklim di Kabupaten Karanganyar

sangat mendukung untuk pembudidayaan hortikultura, khususnya

tanaman bawang putih.

Page 63: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

50

Keadaan Penduduk

Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Pertambahan dan penurunan jumlah penduduk di suatu daerah

dipengaruhi oleh beberapa hal seperti migrasi, mortalitas (kematian),

dan natalitas (kelahiran). Berikut ini adalah tabel mengenai jumlah dan

kepadatan penduduk di Kabupaten Karanganyar Tahun 2003-2008.

Tabel 7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2003-2008

Tahun Luas Wilayah ( km2)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

2003 2004 2005 2006 2007 2008

773,78 773,78 773,78 773,78 773,78 773,78

823.203 830.640 838.182 844.634 851.366 865.580

1.064 1.073 1.086 1.091 1.100 1.119

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Tabel 7 menunjukkan bahwa pertambahan penduduk di

Kabupaten Karanganyar mengalami peningkatan dari tahun 2003-2008.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar,

jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008 adalah

865.580 jiwa yang terdiri dari 429.852 penduduk laki-laki dan 435.728

penduduk perempuan. Dengan luas wilayah sebesar 773,78 km2, maka

kepadatan penduduk geografis Kabupaten Karanganyar sebesar 1.119

jiwa per km2. Artinya, setiap 1 km2 luas wilayah ditempati oleh 1.119

jiwa. Hal ini berarti jumlah tenaga kerja yang tersedia terus meningkat

sehingga peluang penyediaan tenaga kerja yang terlibat dalam usahatani

bawang putih akan bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk.

Selain itu, permintaan bawang putih akan semakin meningkat seiring

dengan peningkatan jumlah penduduk.

Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar Menurut Kelompok

Umur dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut kelompok umur merupakan suatu

bentuk penggolongan penduduk berdasarkan umur sehingga dapat

Page 64: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

51

diketahui jumlah penduduk yang produktif maupun penduduk yang

tidak produktif. Menurut data BPS Kabupaten Karanganyar, golongan

umur produktif adalah golongan umur 15-64 tahun. Sedangkan

golongan umur tidak produktif adalah golongan umur antara 0-14 tahun

dan golongan umur lebih dari atau sama dengan 65 tahun. Komposisi

penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten

Karanganyar dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Karanganyar

Tahun 2008

Golongan Umur (tahun)

Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Laki-laki Perempuan

0-14 111.591 109.664 221.255 15-64 283.868 285.970 569.838

65 ke atas 34.393 40.094 74.487 Jumlah 429.852 435.728 865.580

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang

paling banyak berada pada usia produktif (15-64 tahun) yaitu sebesar

569.838 jiwa. Hal ini memungkinkan penyediaan tenaga kerja yang

cukup dalam usahatani bawang putih. Walaupun pada kenyataannya,

usia 65 tahun keatas juga masih mampu terlibat dalam usahatani bawang

putih. Penduduk yang termasuk usia produktif masih dimungkinkan

adanya keinginan untuk meningkatan ketrampilan dan menambah

pengetahuan dalam mengelola usahataninya serta menyerap teknologi

baru untuk memajukan usahatani bawang putih.

Berdasarkan Tabel 8 tentang komposisi penduduk menurut umur

dan jenis kelamin ini dapat diketahui Angka Beban Tanggungan (ABT)

dan Sex Ratio (SR). Angka Beban Tanggungan diperoleh dari hasil

perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah

penduduk usia produktif. Sedangkan Sex Ratio merupakan hasil

perbandingan antara jumlah penduduk pria dengan jumlah penduduk

wanita.

Page 65: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

52

Berdasarkan perhitungan (Lampiran 5), Angka Beban Tanggungan

(ABT) di Kabupaten Karanganyar adalah sebesar 51,89 persen, yang

berarti setiap 100 orang penduduk umur produktif di Kabupaten

Karanganyar harus menanggung 52 orang penduduk umur non

produktif. Dengan semakin tingginya nilai ABT di Kabupaten

Karanganyar dapat mencerminkan penyediaan tenaga kerja dalam

usahatani bawang putih semakin berkurang. Hal ini akan berpengaruh

terhadap produksi dan penawaran bawang putih yang juga semakin

menurun.

Berdasarkan perhitungan (Lampiran 5) tersebut juga diketahui

bahwa nilai Sex Ratio (SR) di Kabupaten Karanganyar adalah 98,65

persen. Hal ini berarti setiap 100 orang penduduk perempuan di

Kabupaten Karanganyar terdapat 98 orang penduduk laki-laki sehingga

dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Dengan semakin

banyaknya jumlah penduduk perempuan dibandingkan laki-laki maka

akan meningkatkan jumlah tenaga kerja dalam usahatani bawang putih.

Hal ini dikarenakan tenaga perempuan banyak digunakan ketika proses

penanaman, penyiangan, panen, serta pegeringan bawang putih pasca

panen.

Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber

daya manusia. Komposisi penduduk menurut pendidikan dapat

digunakan untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dan

kemampuan penduduk untuk menyerap dan menerapkan teknologi yang

ada maupun teknologi baru di daerah tersebut. Tingkat pendidikan

berpengaruh pada sikap dan tindakan dalam sebuah proses produksi

pertanian dan terkait dengan pengambilan keputusan. Berikut ini

merupakan tabel keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di

Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.

Page 66: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

53

Tabel 9. Keadaan Penduduk Usia Lima Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Pendidikan Yang Ditamatkan Jumlah Presentase (%) Tamat Akademi/ PT Tamat SLTA/MA Tamat SLTP/MTS Tamat SD/MI Tidak Tamat SD Belum Tamat SD Tidak Sekolah

29.597 117.394 142.701 298.694 61.446 81.167 65.060

3,72 14,75 17,92 37,52 7,72

10,20 8,17

Jumlah 796.059 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan yang

paling tinggi di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2008 yaitu tamat

Sekolah Dasar sebanyak 298.694 atau 37,52 persen. Hal itu

menunjukkan bahwa dilihat dari tingkat pendidikannya, sebagian besar

penduduk Kabupaten Karanganyar memiliki kualitas sumber daya

manusia yang masih rendah sehingga petani kurang dapat menerima

perubahan teknologi dalam mengelola usahataninya. Akan tetapi, hal itu

tidak begitu berpengaruh terhadap kualitas di bidang pertanian karena

dalam bidang pertanian yang dibutuhkan adalah pengalaman dan

keterampilan dalam berusahatani.

Sebaliknya, penduduk yang tamat Akademi maupun Perguruan

Tinggi sangat kecil persentasenya. Keadaan demikian dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain kondisi ekonomi yang kurang untuk biaya

sekolah dan sebagian penduduk lebih suka anaknya langsung bekerja

setelah lulus SD. Penyebab yang lain adalah kurang memadainya sarana

prasarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten Karanganyar

khususnya pada tingkat akademi atau perguruan tinggi yang berkualitas,

sehingga bila ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,

penduduk di daerah setempat harus pindah ke daerah lain yang

mempunyai sarana dan prasarana pendidikan yang lebih lengkap dan

berkualitas.

Page 67: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

54

Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat digunakan

untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi penduduk di daerah tersebut.

Mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa

hal, diantaranya sumber daya yang tersedia, keadaan sosial ekonomi,

keterampilan atau kemampuan yang dimiliki, tingkat pendidikan serta

modal yang tersedia. Berikut adalah tabel tentang keadaan penduduk

menurut mata pencaharian di Kabupaten Karanganyar.

Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas di

Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) Petani sendiri Buruh tani Pengusaha Buruh industri Buruh bangunan Pedagang Pengangkutan PNS/TNI/Polri Pensiunan Lain-lain

134.175 88.619 9.384

104.798 49.362 44.762 6.501

20.169 9.764

255.061

18,57 12,26 1,30

14,50 6,83 6,19 0,90 2,80 1,35

35,30 Jumlah 722.595 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa penduduk di

Kabupaten Karanganyar paling banyak bermata pencaharian lain-lain

yang meliputi karyawan swasta, jasa, dan sebagainya yaitu sebesar

35,30 persen. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani

menempati urutan kedua yaitu sebesar 222.794 orang (30,83 persen)

yang terdiri dari petani sendiri dan buruh tani. Walaupun demikian,

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu dari 9 kabupaten di Jawa

Tengah yang menghasilkan bawang putih. Meskipun produksinya

menempati urutan keempat setelah Wonosobo, Magelang, dan

Temanggung, tetapi Kabupaten Karanganyar memiliki produktivitas

bawang putih tertinggi (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa sektor

Page 68: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

55

pertanian, khususnya usahatani bawang putih masih menjadi salah satu

tumpuan hidup sebagian besar penduduk di Kabupaten Karanganyar.

Keadaan Umum Pertanian

Penggunaan Lahan

Lahan merupakan faktor alam yang sangat mendukung kegiatan

produksi di bidang pertanian. Lahan yang ada di Kabupaten

Karanganyar terdiri dari lahan sawah dan lahan kering. Hal tersebut

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 11. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Karanganyar Tahun 2009

Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%) Lahan Sawah Lahan Kering

22.474,91 54.902,73

29,05 70,95

Jumlah 77.378,64 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa luas lahan kering di

Kabupaten Karanganyar mempunyai luas 54.902,73 Ha (70,95 persen)

lebih besar daripada luas lahan sawah 22.474,91 Ha (29,05 persen).

Terkait dengan hal tersebut, lahan untuk tanaman bawang putih dapat

berupa lahan sawah bekas tanaman padi ataupun pada lahan kering

dengan perlakuan pembudidayaan dan pemeliharaan yang baik.

Tabel 12. Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Penggunaannya di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Irigasi Luas (Ha) Persentase (%) Irigasi Teknis Irigasi Non Teknis Tidak Berpengairan

12.929,62 7.587,62 1.957,17

57,53 33,76 8,71

Jumlah 22.474,41 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa lahan sawah di

Kabupaten Karanganyar paling besar menggunakan irigasi teknis yaitu

sebesar 12.929,62 Ha (57,53 persen). Irigasi sangat penting untuk

mencegah tanaman agar tidak layu karena pengairan yang terlambat

dapat mengakibatkan daun layu. Pada fase awal pertumbuhan, tanaman

Page 69: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

56

bawang putih memerlukan ketersediaan air yang cukup. Pengairan atau

penyiraman sebaiknya dilakukan selang waktu 3 hari sekali, terutama

pada musim kemarau. Apabila tanaman sudah membentuk umbi, maka

pengairan (penyiraman) secara berangsur-angsur dikurangi.

Tabel 13. Luas Lahan Kering Menurut Penggunaannya di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Lahan Kering Menurut Penggunaannya Luas Lahan (Ha)

Pekarangan/bangunan Tegalan/kebun Padang gembala Tambak/kolam Hutan negara Perkebunan Lain-lain

21.171,97 17.863,40

219,67 25,53

9.729,50 3.251,51 2.641,14

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan

kering terbesar di Kabupaten Karanganyar adalah untuk pekarangan atau

bangunan yaitu sebesar 21.171,97 Ha. Sedangkan penggunaan untuk

tegalan atau kebun yang dapat digunakan untuk usahatani bawang putih

hanya sebesar 17.863,40 Ha. Hal ini dikarenakan pertumbuhan

penduduk yang cukup tinggi sehingga lahan pertanian mengalami alih

fungsi menjadi tempat pemukiman atau hunian sehingga luas panen

bawang putih di Kabupaten Karanganyar mengalami fluktuasi tiap tahun

(Tabel 1).

Produk Pertanian

Jenis tanaman yang dibudidayakan di suatu daerah berbeda dengan

daerah lainnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor alam seperti

keadaan tanah, iklim, dan ketinggian tempat. Berikut adalah tabel luas

panen dan produksi sayuran di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008.

Page 70: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

57

Tabel 14. Luas Panen dan Produksi Sayuran di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

No Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produksi (Ku) 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11

Bawang merah Bawang putih Kentang Kubis Sawi Wortel Cabe Buncis Tomat Terong Kacang panjang

120 94 2

81 444 605 160 212 84 80

193

8.799 16.265

985 1.492

26.925 110.920

3.451 6.731

124 1.315 3.988

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa produksi sayuran

paling besar di Kabupaten Karanganyar adalah wortel sebesar 110.920

Ku sedangkan produksi paling sedikit adalah tomat sebesar 124 Ku.

Meskipun tanaman bawang putih tidak mempunyai luas panen dan

produksi terbesar, tetapi tanaman bawang putih menghasilkan produksi

yang cukup tinggi yaitu sebesar 16.265 Ku dengan luas panen 94 Ha.

Hal ini terkait dengan pengetahuan petani yang semakin tinggi akan

budidaya tanaman bawang putih yang baik dan kondisi iklim di

Kabupaten Karanganyar yang sesuai dengan usahatani bawang putih.

Tabel 15. Luas Panen dan Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004-2008

No Tahun Luas Panen

(Ha) Produksi (Ku) Rata-rata

Produksi (Ku) 1 2 3 4 5

2004 2005 2006 2007 2008

137 33 62

102 94

4.681 3.284 5.778

14.994 16.265

3,42 99,52 93,19

147,00 173,03

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa luas panen dan

produksi bawang putih dari tahun 2004-2008 mengalami fluktuasi.

Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 16.265 Ku dan

produksi terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu 4.681 Ku. Meskipun

Page 71: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

58

pada tahun 2008 terjadi penurunan luas panen dari tahun sebelumnya

tetapi jumlah produksinya semakin meningkat. Hal ini disebabkan

pengetahuan petani bawang putih semakin meningkat tentang cara

budidaya bawang putih yang baik dari penanaman sampai pasca panen

sehingga bawang putih yang dihasilkan cukup kualitas dan kuantitasnya

meskipun dengan areal panen yang berkurang.

Keadaan Perekonomian

Keadaan sarana dan prasarana perekonomian bagi suatu daerah dapat

mempengaruhi keadaan perekonomian di daerah tersebut. Dengan adanya

sarana perekonomian dalam jumlah yang cukup dan memadai, maka dapat

mendukung serta menunjang pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk

maupun untuk kepentingan produksi. Supaya kegiatan perekonomian

(dalam hal ini kegiatan pemasaran) dapat berjalan dengan lancar, maka

diperlukan adanya sarana dan prasarana perhubungan yang memadai.

Berdasarkan data dari Dinas PU dan LLAJ Kabupaten Karanganyar,

panjang jalan di Kabupaten Karanganyar meliputi jalan negara sepanjang

16,90 km, jalan propinsi sepanjang 95,03 km, dan jalan kabupaten

sepanjang 815,20 km. Jalan permukaan untuk jalan kabupaten terdiri dari

permukaan aspal sepanjang 678,30 km dan kerikil sepanjang 437.

Sedangkan menurut kondisinya, jalan yang kondisinya baik sepanjang

378,30 km dan sedang 437,60 km. Sarana perhubungan di Kabupaten

Karanganyar sudah semakin lancar yaitu dilihat dari jenis permukaan jalan

yang berupa aspal dan kondisi jalan yang sebagian besar sudah baik. Dalam

usahatani bawang putih, sarana perhubungan berupa jalan dan keadaannya

mempunyai peranan penting. Seperti diketahui bahwa sentra produksi

bawang putih di Kabupaten Karanganyar berada di dataran tinggi, maka

dibutuhkan jalan yang baik dan lancar untuk mengangkut hasil panen

bawang putih sehingga dalam melakukan pemasaran tidak terhambat.

Berikut ini adalah tabel sarana perhubungan yang terdapat di

Kabupaten Karanganyar tahun 2008.

Page 72: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

59

Tabel 16. Sarana Perhubungan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Jenis Sarana Perhubungan Jumlah (Unit)

1. Sepeda Motor 2. Mobil

a. Pribadi b. Taxi c. Colt d. Bus e. Truk/Pick up f. Alat berat

166.253

20.415 95

490 295

6.924 10

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa sarana perhubungan

yang ada di Kabupaten Karanganyar cukup beragam dengan jumlah

terbesar yaitu sepeda motor sebanyak 166.253 unit. Hal ini terkait dengan

bawang putih yang dihasilkan di dataran tinggi sementara konsumennya

jauh dari daerah produksi sehingga sarana perhubungan khususnya

kendaraan umum mempunyai peranan penting. Adanya fasilitas sarana

perhubungan di Kabupaten Karanganyar yang cukup beragam dan memadai

diharapkan dapat mendukung pemasaran bawang putih dari petani ke

konsumen berjalan dengan efisien.

Koperasi dan pasar merupakan sarana perekonomian yang sangat

penting bagi penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pasar dan

koperasi juga merupakan tempat untuk memasarkan produk-produk hasil

pertanian. Berikut adalah tabel yang menunjukkan jumlah koperasi dan

pasar di Kabupaten Karanganyar.

Tabel 17. Fasilitas Perdagangan di Kabupaten Karanganyar Tahun 2008

Sarana Perekonomian Jumlah

Koperasi 1. KUD 2. Koperasi Simpan Pinjam Total Pasar Toko/kios/warung

17

910 927 52

9.807

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Page 73: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

60

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa di Kabupaten

Karanganyar cukup banyak terdapat koperasi serta pasar. Akan tetapi,

fasilitas perdagangan yang paling banyak berupa toko, kios atau warung

yaitu sebanyak 9.807 buah. Sarana produksi usahatani bawang putih dapat

diperoleh di pasar dan koperasi yang ada di Kabupaten Karanganyar. Selain

itu, pasar dan koperasi serta toko, kios atau warung merupakan tempat

untuk memasarkan produk-produk hasil pertanian, salah satunya bawang

putih. Hal itu dapat menekan biaya transportasi penjualan bawang putih,

sehingga petani memperoleh pendapatan yang lebih besar dibanding bila

petani harus menjual bawang putih di luar wilayah Kabupaten

Karanganyar. Bank dapat digunakan petani untuk mendapatkan modal

usahatani bawang putih yang dapat diperoleh dengan cara hutang dan

pengembaliannya dengan cara kredit.

Keberadaan pasar sangat penting bagi berlangsungnya kegiatan jual

beli dan sebagai sarana bagi produsen untuk menjual hasil panen atau

produksinya serta bermanfaat bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Dalam pemasaran komoditas bawang putih, diperlukan sebuah

pasar yang dapat menampung hasil panen bawang putih dari petani untuk

disalurkan kepada konsumen.

Pasar Tawangmangu merupakan pasar produsen dan pasar sentra

sayuran di Kabupaten Karanganyar. Para petani yang ada di Kabupaten

Karanganyar pada umumnya menjual bawang putih mereka ke Pasar

Tawangmangu untuk disalurkan ke wilayah-wilayah yang lain, seperti

Surakarta, Sragen, Sukoharjo, Semarang, dan Yogyakarta. Pasar

Tawangmangu termasuk dalam kategori pasar kelas I dan aktivitas pasar

tersebut harian. Luas Pasar Tawangmangu yaitu 11.700 m2, yang terdiri

dari 815 pedagang yang sudah memiliki SIDT (Surat Izin Dasaran Tetap)

dan 220 pedagang yang belum memiliki SIDT. Jumlah los yang ada di

Pasar Tawangmangu terdiri dari 1.080 petak dan 237 kios. Jenis dagangan

yang ada di pasar ini antara lain sayuran, buah, kelontong, toko emas,

gerabah, dan perbankan. Pedagang sayur-sayuran terletak di lantai I dan III.

Page 74: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

61

Keadaan tempat berdagang sayuran di Pasar Tawangmangu sudah sangat

baik. Fasilitas lain yang tersedia di Pasar Tawangmangu adalah kantor

pasar, MCK, pos keamanan, pos polisi, tempat parkir, perbankan, sarana

kesehatan serta mushola.

Kota Surakarta

Keadaan Alam

Letak Geografi

Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Propinsi Jawa

Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang dan

Yogyakarta. Kota Surakarta terletak antara 110º 45’ 15” dan 110º 45’

35” BT dan antara 7º 36’ dan 7º 56’ LS. Secara administratif, Kota

Surakarta memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo

c. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar

d. Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo.

Topografi

Berdasarkan topografinya, wilayah Kota Surakarta merupakan

dataran rendah dan berada di antara pertemuan Sungai Pepe, Sungai

Jenes, dan Sungai Bengawan Solo. Kota Surakarta mempunyai

ketinggian tempat antara ± 92 meter di atas permukaan laut dengan

kemiringan tanah 0-40m. Kecamatan Serengan dan Kecamatan Pasar

Kliwon mempunyai ketinggian tempat sama yaitu 80-100m sedangkan

untuk Kecamatan Laweyan 80-110m. Kecamatan Jebres dan Banjarsari

memiliki ketinggian tempat sama yaitu 80-130m. Berdasarkan keadaan

topografi tersebut, proses pemasaran atau distribusi bawang putih dari

daerah sentra produksi ke Kota Surakarta sebagai daerah acuan atau

konsumen dapat berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini ditunjukkan

dengan ketinggian Kota Surakarta yang relatif datar.

Page 75: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

62

Keadaan Penduduk

a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Surakarta,

jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2008 adalah 522.935 jiwa

yang terdiri dari 247.245 penduduk laki-laki dan 275.690 penduduk

perempuan. Dengan luas wilayah 44,06 km2, maka kepadatan penduduk

geografis Kota Surakarta sebesar 12.849 jiwa/km2. Hal ini berarti bahwa

setiap 1 km2 luas wilayah ditempati oleh 12.849 jiwa. Pada tahun 2008,

tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Serengan

yang mencapai angka 19.899 jiwa/km. Kepadatan penduduk yang tinggi

di Kota Surakarta menyebabkan jumlah permintaan dan pasokan

bawang putih yang diperlukan di Kota Surakarta semakin meningkat.

b. Komposisi Penduduk Kota Surakarta Menurut Kelompok Umur

dan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut kelompok umur merupakan suatu

bentuk penggolongan penduduk berdasarkan umur sehingga dapat

diketahui jumlah penduduk yang produktif maupun penduduk yang

tidak produktif. Menurut data BPS Kota Surakarta, golongan umur

produktif adalah golongan umur 15-64 tahun. Sedangkan golongan

umur tidak produktif adalah golongan umur antara 0-14 tahun dan

golongan umur lebih dari atau sama dengan 65 tahun. Berdasarkan

pengelompokan umur tersebut, dibedakan juga berdasarkan jenis

kelaminnya.Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis

kelamin di Kota Surakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 18. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Surakarta Tahun

2008

Golongan Umur(tahun)

Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Laki-laki Perempuan

0-14 55.232 55.232 110.464 15-64 178.977 199.597 378.574 65 ke atas 13.037 20.858 33.896 Jumlah 247.246 275.687 522.934

Sumber : BPS Surakarta, 2009

Page 76: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

63

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

yang paling banyak berada pada usia produktif yaitu sebesar 378.574

jiwa. Pada kelompok umur ini, umumnya terdiri dari para ibu rumah

tangga yang melakukan aktivitas memasak setiap harinya. Walaupun

tidak semua orang senang dengan bawang putih tetapi bawang putih

hampir setiap hari dibutuhkan dan digunakan sebagai bahan penyedap

dan bumbu masakan sehingga permintaannya akan terus meningkat.

Berdasarkan perhitungan Angka Beban Tanggungan (ABT) pada

Lampiran 6, diketahui bahwa nilai ABT Kota Surakarta sebesar 38,13%,

artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung 38 orang usia non

produktif. Angka Beban Tanggungan tersebut berpengaruh pada daya

beli suatu rumah tangga. Apabila semakin tinggi nilai ABT di Kota

Surakarta maka daya beli masyarakat akan menurun karena semakin

banyak tanggungannya. Keadaan demikian akan mengurangi tingkat

permintaan bawang putih.

Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan nilai Sex Ratio (SR)

diketahui bahwa besarnya nilai Sex Ratio di Kota Surakarta adalah

89,68%, artinya dalam 100 orang penduduk perempuan terdapat 90

orang penduduk laki-laki sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah

penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah

penduduk laki-laki. Hal ini menyebabkan kebutuhan atau permintaan

bawang putih akan semakin meningkat karena perempuan biasanya

gemar memasak dan bawang putih menjadi salah satu bumbu masakan

yang selalu digunakan.

c. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat berperan penting

dan dapat mempengaruhi pembangunan suatu wilayah secara

keseluruhan. Berikut ini merupakan tabel keadaan penduduk menurut

tingkat pendidikan di Kota Karanganyar Tahun 2008.

Page 77: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

64

Tabel 19. Keadaan Penduduk Usia Lima Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota Surakarta Tahun 2008

Pendidikan Yang Ditamatkan Jumlah Presentase (%) Tamat Akademi/ PT Tamat SLTA/MA Tamat SLTP/MTS Tamat SD/MI Tidak Tamat SD Belum Tamat SD Tidak Sekolah

35.639 71.143

101.351 98.118 44.051 66.799 32.192

7,93 15,83 22,56 21,84 9,80

14,87 7,17

Jumlah 449.293 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Karanganyar, 2009

Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan yang

paling tinggi di Kota Surakarta pada tahun 2008 yaitu tamat

SLTP/MTS sebanyak 101.351 (22,56 persen). Sedangkan tingkat

pendidikan yang paling rendah yaitu pada tingkat tidak sekolah yaitu

sebesar 32.192 (7,17 persen). Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat

pendidikan penduduk Kota Surakarta cukup baik karena sebagian besar

penduduk telah mengenyam pendidikan dan telah mengikuti program

wajib belajar 9 tahun. Hal ini akan berdampak pada pola pikir penduduk

yang cenderung lebih mudah menerima perubahan kearah yang lebih

baik. Hal ini terkait dengan mudahnya berbagai komoditas pertanian

masuk ke Kota Surakarta dan penyampaian informasi yang terkait

dengan Kota Surakarta sebagai daerah konsumen yang diperlukan

daerah sentra produksi.

d. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh

beberapa hal, diantaranya adalah sumber daya yang tersedia, keadaan

sosial ekonomi, keterampilan atau kemampuan yang dimiliki, tingkat

pendidikan serta modal yang ada. Berikut ini adalah tabel tentang

keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kota Surakarta.

Page 78: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

65

Tabel 20. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota

Surakarta Tahun 2008

Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%) Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS/TNI/POLRI Pensiunan Lain-lain

456 429

8.254 70.034 62.759 32.374 15.776 26.424 22.683

162.290

0,11 0,11 2,06

17,44 15,64 8,06 3,93 6,58 5,65

40,42 Jumlah 401.479 100,00

Sumber : BPS Kota Surakarta, 2009

Tabel 20 menunjukkan bahwa jumlah penduduk menurut mata

pencaharian di Kota Surakarta sebagian besar adalah bermata

pencaharian lain-lain sebanyak 162.290 jiwa (40,42 persen) yaitu

sebagai karyawan swasta dan sektor jasa. Sedangkan jumlah penduduk

menurut mata pencaharian yang paling kecil adalah petani sendiri dan

buruh tani sebesar 0,11 persen. Mata pencaharian sebagai pedagang

menempati urutan keempat sebesar 32.374 jiwa dimana diantara jumlah

tersebut adalah pedagang bawang putih. Adanya pedagang bawang putih

di Kota Surakarta maka semakin memperlancar pemasaran komoditas

bawang putih. Hal ini dikarenakan pasokan bawang putih dari daerah

sentra produksi yang masuk ke Kota Surakarta harus segera di

distribusikan kepada konsumen yang membutuhkan sehingga peran

pedagang sangat penting.

Keadaan Umum Pertanian

Produk pertanian yang dihasilkan berupa tanaman padi dan palawija.

Berdasarkan data BPS Surakarta Dalam Angka Tahun 2008, produksi padi

sawah sebesar 11.811 Ku, padi gogo sebesar 1.054 Ku, ubi kayu sebesar

2.916 Ku, jagung sebesar 527 Ku, dan kacang tanah sebesar 180 Ku.

Page 79: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

66

Berdasarkan data BPS Surakarta Dalam Angka Tahun 2009 di Kota

Surakarta tidak terdapat produksi sayur-sayuran termasuk komoditas

bawang putih. Hal ini dikarenakan faktor alam yang tidak mendukung

dalam budidaya bawang putih antara lain suhu udara yang cukup panas dan

jenis tanahnya yang liat berpasir sehingga Kota Surakarta menjadi daerah

konsumen yang memerlukan pasokan bawang putih dari daerah lain.

Keadaan Perekonomian

Pasar merupakan sarana perekonomian yang sangat penting bagi

penduduk untuk memenuhi kebutuhannya, Kota Surakarta memiliki

berbagai macam pasar. Berikut adalah tabel yang menunjukkan jumlah dan

jenis pasar di Kota Surakarta.

Tabel 21. Banyaknya Pasar dan Jenis Pasar di Kota Surakarta Tahun 2008

Jenis Pasar Jumlah

Departement Store Pasar Swalayan Pusat Perbelanjaan Pasar Tradisional a. Umum b. Hewan c. Buah d. Sepeda e. Ikan f. Lain-lain

11 19 4

32 2 1 - - 3

Sumber : BPS Kota Surakarta, 2009

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa jumlah pasar yang

paling banyak terdapat di Kota Surakarta adalah pasar umum yaitu 32 pasar.

Banyaknya pasar umum di Kota Surakarta membuat produsen bawang putih

lebih mudah memasarkan bawang putih di dalam kota. Hal ini berpengaruh

pada ketersediaan bawang putih di Kota Surakarta dimana Kota Surakarta

sebagai daerah konsumen yang tidak menghasilkan bawang putih sendiri

sehingga membutuhkan pasokan bawang putih dari daerah lain.

Keberadaan pasar sangat penting bagi berlangsungnya kegiatan jual

beli dan penting sebagai sarana bagi produsen untuk menjual hasil

produksinya dan bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-

Page 80: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

67

hari. Pasar Legi merupakan salah satu pasar tradisional dan pasar konsumen

di Kota Surakarta. Pasar ini menjadi salah satu tujuan utama pemasaran

hasil-hasil pertanian dari berbagai daerah. Pasar Legi sebagai salah satu

pasar tujuan pemasaran bawang putih dari petani bawang putih di

Kabupaten Karanganyar khususnya dari Pasar Tawangmangu. Pasar Legi

termasuk dalam kategori pasar kelas IA dan aktivitas pasar tersebut harian.

Luas Pasar Legi yaitu 16.640 m2, dengan jumlah los sebanyak 1542 petak

dan kios 236 petak. Pasar Legi terdiri dari 763 pedagang oprokan dalam dan

luar, 1238 pedagang los, dan 181 pedagang kios. Pedagang yang terdapat di

Pasar Legi terdiri dari pedagang sayuran, buah, sembako, daging, dan lain-

lain. Pedagang sayuran terletak di lantai I dan II. Fasilitas di Pasar Legi

antara lain kantor pasar, tempat parkir, pos keamanan, sarana kesehatan,

masjid, perbankan, dan MCK.

Berdasarkan kondisi umum Kabupaten Karanganyar dan Kota

Surakarta di atas dapat diketahui bahwa Kabupaten Karanganyar sebagai

daerah produsen atau penghasil bawang putih dan Kota Surakarta sebagai

daerah konsumen yang tidak menghasilkan bawang putih sendiri sehingga

diperlukan adanya suatu pemasaran bawang putih. Pemasaran bawang putih

dari daerah produsen ke daerah konsumen memerlukan adanya suatu pasar

(Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota

Surakarta) sebagai lembaga pemasaran untuk menampung dan menyalurkan

bawang putih sehingga pemasaran dapat terjadi secara efisien. Pemasaran

yang efisien dapat diketahui dengan keterpaduan kedua pasar dari efisiensi

pembentukan harga di pasar acuan (Pasar Legi) yang mempengaruhi

pembentukan harga di pasar lokal (Pasar Tawangmangu).

Page 81: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

68

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu

Pasar Tawangmangu merupakan pasar sentra sayuran (termasuk bawang

putih) di Kabupaten Karanganyar sebagai tempat untuk memasarkan bawang

putih yang dihasilkan petani dari Kecamatan Tawangmangu dan dari

kecamatan lain di Kabupaten Karanganyar. Perkembangan harga bawang

putih di Pasar Tawangmangu pada bulan Januari 2008 sampai dengan bulan

Oktober 2009 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 22. Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Bulan Januari 2008-Oktober 2009

Bulan

Harga Absolut/ Sebelum Dideflasi (Rp/kg)

IHK Penelitian Kelompok

Bumbu-bumbuan di Kabupaten Karanganyar

Harga Riil/ Setelah

Dideflasi (Rp/kg)

Perkembangan Harga Riil

Januari 2008 4000 108,31 3692,95 Februari 4000 100,62 3975,50 282,55 Maret 3880 100,90 3845,39 -130,11 April 5000 100,18 4991,21 1145,82 Mei *) 4000 100,00 4000,00 -991,21 Juni 3600 101,28 3554,45 -445,55 Juli 3800 102,32 3713,90 159,45 Agustus 3400 100,42 3385,76 -328,14 September 5500 101,70 5407,95 2022,20 Oktober 5800 102,76 5644,30 236,35 November 6000 103,21 5813,48 169,17 Desember 7750 106,43 7282,01 1468,53 Januari 2009 5000 109,93 4548,41 -2733,60 Februari 4000 114,58 3490,87 -1057,54 Maret 4000 118,77 3367,81 -123,05 April 4500 117,13 3841,95 474,14 Mei 4200 118,00 3559,36 -282,59 Juni 5500 119,12 4617,06 1057,69 Juli 7975 133,00 5996,06 1379,00 Agustus 8500 126,00 6746,02 749,96 September 9800 128,89 7603,63 857,61 Oktober 10300 131,61 7826,44 222,81

Sumber : Analisis Data Sekunder Keterangan : *) bulan dasar penelitian dengan nilai IHK 100

68

Page 82: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

69

Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui nilai Indeks Harga Konsumen

(IHK) untuk penelitian di Kabupaten Karanganyar digunakan IHK kelompok

bumbu-bumbuan. Hal ini dikarenakan bawang putih termasuk dalam

kelompok bumbu-bumbuan dan IHK bawang putih dipengaruhi oleh IHK

bumbu-bumbuan yang lain. Nilai IHK untuk penelitian di Kabupaten

Karanganyar berpatokan pada nilai IHK dengan bulan dasar Mei 2008 dengan

nilai IHK 100. Pemilihan bulan dasar tersebut didasarkan pada pertimbangan

bahwa dari 22 bulan yang diteliti dicari terlebih dahulu bulan yang paling

stabil (pengaruh inflasinya tidak begitu besar atau paling rendah). Penggunaan

IHK kelompok bumbu-bumbuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan

pengaruh inflasi yang terjadi serta untuk mendapatkan harga riil.

Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui juga bahwa harga bawang putih

di Pasar Tawangmangu berfluktuasi dari bulan Januari 2008 sampai bulan

Oktober 2009. Harga absolut bawang putih per kilogram berkisar antara Rp

3.400,00 sampai Rp 10.300,00. Sedangkan harga riil bawang putih per

kilogram berkisar antara Rp 3.367,81 sampai Rp 7.826,44. Data Tabel 22

dapat digunakan untuk menggambarkan grafik perkembangan harga bawang

putih di Pasar Tawangmangu. Fluktuasi harga bawang putih yang terjadi di

Pasar Tawangmangu akan terlihat jelas dengan digambarkan grafiknya.

Berikut ini grafik perkembangan harga absolut dan harga riil bawang putih di

Pasar Tawangmangu dari bulan Januari 2008 sampai bulan Oktober 2009.

Page 83: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

70

0,00

2000,00

4000,00

6000,00

8000,00

10000,00

12000,00

Jan-08

Februari

Maret

April

Mei

Juni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Novem

ber

Desember

Jan-09

Februari

Maret

April

Mei Juni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Bulan yang diteliti

Har

ga b

awan

g pu

tih (R

p/K

g)

Harga Riil Harga Absolut

Gambar 2. Grafik Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih Di Pasar Tawangmangu Bulan Januari 2008-Oktober 2009

Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui perkembangan dan fluktuasi

yang terjadi pada harga bawang putih di Pasar Tawangmangu selama bulan

Januari 2008 sampai dengan bulan Oktober 2009 sebelum dideflasi (harga

absolut) dan sudah dideflasi (harga riil). Fluktuasi harga bawang putih di

Pasar Tawangmangu disebabkan oleh beberapa hal antara lain jumlah

produksi atau penawaran, jumlah permintaan, dan banyaknya pedagang

pengumpul.

Harga absolut bawang putih terendah terjadi pada bulan Agustus 2008

sebesar Rp 3.400,00 per kilogramnya dan harga absolut bawang putih

tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2009 sebesar Rp 10.300 per kilogramnya.

Harga riil bawang putih tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar Rp

7.826,44 per kilogram. Hal tersebut disebabkan petani baru mulai menanam

bawang putih sehingga produksi bawang putih sedikit sementara permintaan

relatif tetap. Hal tersebut dapat juga diketahui dari produksi bawang putih di

Kabupaten Karanganyar pada bulan Oktober 2009 menurun dari bulan

Page 84: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

71

sebelumnya yang mencapai 1.807 ku hanya menjadi 569 Ku (Tabel 23).

Sedangkan harga riil bawang putih terendah terjadi pada bulan Maret 2009

yaitu sebesar Rp 3.367,81 per kilogram karena pada bulan tersebut terjadi

panen raya bawang putih sehingga ketersediaan bawang putih relatif besar

dengan jumlah produksi sebesar 1.987 Ku (Tabel 23).

Produksi bawang putih di Kabupaten Karanganyar berfluktuasi

sepanjang tahun. Pada saat panen raya, kadang produksi melimpah tetapi ada

kalanya produksi menurun drastis sehingga menyebabkan jumlah penawaran

berubah. Sementara itu, kebutuhan masyarakat akan bawang putih kontinyu

sepanjang tahun. Data produksi bawang putih di Kabupaten Karanganyar

dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Produksi Bawang Putih di Kabupaten Karanganyar

No Bulan Jumlah Produksi (Ku)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Januari 2008 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari 2009 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober

654 1.626 2.248

208 530 734

1.701 2.318 1.490

917 527 222 240

1.780 1.987

651 178 669 612

2.614 1.807

569

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar

Page 85: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

72

Berikut ini merupakan grafik harga riil di Pasar Tawangmangu dengan

perubahan jumlah produksi bawang putih di Kabupaten Karanganyar dari

bulan Januari 2008 sampai bulan Oktober 2009.

0,00

1000,00

2000,00

3000,00

4000,00

5000,00

6000,00

7000,00

8000,00

Jan-08

Februari

Mare

tApri

lM

eiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Novem

ber

Desembe

r

Jan-09

Februari

Mare

tApri

lM

eiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Bulan yang diteliti

Har

ga b

awan

g pu

tih (R

p/K

g) d

an ju

mla

h pr

oduk

si

baw

ang

Putih

(Ku)

Harga Riil Jumlah Produksi

Gambar 3. Grafik Harga Riil dan Jumlah Produksi Bawang Putih Di Kabupaten Karanganyar Bulan Januari 2008-Oktober 2009

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa jumlah produksi bawang

putih di Kabupaten Karanganyar mengalami perubahan setiap bulannya. Hal

ini dipengaruhi oleh waktu tanam, waktu panen, dan hama penyakit sehingga

berpengaruh pada perkembangan harga bawang putih.

Ketika terjadi panen raya pada bulan Februari-Maret dan Agustus-

September, jumlah produksi bawang putih meningkat sehingga harga

cenderung turun. Begitu juga sebaliknya, pada saat musim tanam pada bulan

April-Mei dan Oktober-November, jumlah produksi bawang putih menurun

sehingga harga cenderung naik. Akan tetapi, pada musim panen Agustus-

September 2009 harga cenderung naik karena menjelang hari raya Idul Fitri.

Produksi bawang putih tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2009 sebesar

2.614 Ku dan produksi bawang putih terendah terjadi pada bulan Mei 2009

sebesar 178 Ku.

Page 86: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

73

B. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Legi

Kegiatan perekonomian di Kota Surakarta cukup lancar dan banyak

pasar grosir berdiri di kota ini. Produk-produk pertanian yang membanjiri

pasar-pasar di Kota Surakarta biasanya berasal dari kabupaten-kabupaten

dalam Karesiden Surakarta dan juga dari kabupaten lain. Salah satu komoditas

pertanian yang masuk ke Kota Surakarta adalah bawang putih dan salah satu

pasar grosir bawang putih adalah Pasar Legi Kota Surakarta.

Perkembangan harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan Januari

2008 sampai dengan bulan Oktober 2009 dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009

Bulan

Harga Absolut/ Sebelum Dideflasi (Rp/kg)

IHK Penelitian Kelompok Bumbu-

bumbuan di Kota Surakarta

Harga Riil/ Setelah

Dideflasi (Rp/kg)

Perkembangan Harga Riil

Januari 2008 6700 141,57 4732,53 Februari 5500 124,13 4430,97 -301,56 Maret 4233 122,35 3459,65 -971,31 April 6750 124,72 5412,11 1952,46 Mei 6500 119,36 5445,81 33,69 Juni 5567 120,65 4614,21 -831,59 Juli 4633 127,19 3642,57 -971,65 Agustus 4767 125,43 3800,65 158,08 September 6200 129,59 4784,25 983,60 Oktober 8100 135,05 5997,82 1213,57 November 6800 138,54 4908,20 -1089,62 Desember 6589 136,54 4825,76 -82,44 Januari 2009 6900 145,62 4738,40 -87,36 Februari 5750 145,27 3958,02 -780,37 Maret 5500 100,63 5465,57 1507,54 April *) 5717 100,00 5717,00 251,43 Mei 6084 100,44 6057,41 340,41 Juni 6967 103,60 6725,04 667,63 Juli 6775 99,36 6818,43 93,39 Agustus 8000 101,83 7855,97 1037,54 September 10100 109,57 9217,74 1361,77 Oktober 12334 111,00 11111,69 1893,96

Sumber : Analisis Data Sekunder Keterangan : *) bulan dasar penelitian dengan nilai IHK 100

Page 87: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

74

Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui nilai Indeks Harga Konsumen

(IHK) untuk penelitian di Kota Surakarta digunakan IHK kelompok bumbu-

bumbuan seperti di Kabupaten Karanganyar. Akan tetapi, nilai IHK untuk

penelitian di Kota Surakarta berpatokan pada nilai IHK dengan bulan dasar

April 2009 dengan nilai IHK 100. Bulan dasar yang digunakan berbeda

dengan Kabupaten Karanganyar karena kestabilan nilai IHK di kedua wilayah

tersebut juga berbeda. Pemilihan bulan dasar tersebut didasarkan pada

pertimbangan bahwa dari 22 bulan yang diteliti dicari terlebih dahulu bulan

yang paling stabil (pengaruh inflasinya tidak begitu besar atau yang paling

rendah). Penggunaan IHK kelompok bumbu-bumbuan tersebut bertujuan

untuk menghilangkan pengaruh inflasi yang terjadi serta untuk mendapatkan

harga riil.

Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat pula bahwa harga bawang putih

yang terjadi di Pasar Legi dari bulan Januari 2008 sampai bulan Oktober 2009

mengalami fluktuasi setiap bulannya. Harga bawang putih di Pasar Legi

berkisar antara Rp 4.233,00 per kilogram sampai dengan Rp 12.334,00 per

kilogram. Berikut ini adalah gambar grafik perkembangan harga bawang

putih sebelum dilakukan pendeflasian (harga absolut) dan sesudah

dideflasikan (harga riil) selama 22 bulan di Pasar Legi Kota Surakarta dari

bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Oktober 2009.

Page 88: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

75

0,00

2000,00

4000,00

6000,00

8000,00

10000,00

12000,00

Jan-08

Februari

Maret

April

Mei Juni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Novem

ber

Desembe

r

Jan-09

Februari

Maret

April

Mei Juni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Bulan yang diteliti

Har

ga b

awan

g pu

tih (R

p/kg

)

Harga Riil Harga Absolut

Gambar 4. Grafik Harga Absolut dan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009

Berdasarkan Gambar 4 tersebut dapat dilihat bahwa harga absolut dan

harga riil bawang putih di Pasar Legi dari bulan Januari 2008 sampai bulan

Oktober 2009 mengalami fluktuasi setiap bulannya. Harga yang berfluktuasi

tersebut disebabkan pasokan bawang putih atau penawaran bawang putih di

Pasar Legi dan permintaan bawang putih.

Harga absolut bawang putih tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2009

sebesar Rp 12.334,00 per kilogramnya dan terendah terjadi pada bulan Maret

2008 sebesar Rp 4.233,00 per kilogramnya. Sedangkan harga riil bawang

putih tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2009 sebesar Rp 11.111,69 per

kilogramnya. Hal ini disebabkan terjadi penurunan pasokan bawang putih di

Pasar Legi karena di daerah produksi bawang putih sedang masa tanam.

Penurunan pasokan tersebut dapat dilihat dari jumlah tonase bawang putih di

Pasar Legi pada bulan Oktober 2009 menurun sebesar 98 ton (Tabel 25).

Sedangkan harga riil bawang putih terendah terjadi pada bulan Maret 2008

sebesar Rp 3.459,65 per kilogram. Harga bawang putih yang rendah tersebut

Page 89: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

76

disebabkan karena pasokan bawang putih di Pasar Legi relatif besar yaitu 108

ton (Tabel 25) sehingga penawaran bawang putih di Pasar Legi meningkat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 15 pedagang bawang putih di

Pasar Legi diperoleh informasi bahwa pasokan bawang putih di Pasar Legi

tidak hanya berasal dari Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

melainkan dari daerah lain penghasil bawang putih seperti Magelang dan

Wonosobo. Selain itu, bawang putih di Pasar Legi juga diimpor dari negara

Thailand dan Filipina. Data jumlah tonase bawang putih di Pasar Legi Kota

Surakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 25. Jumlah Tonase Bawang Putih di Pasar Legi Kota Surakarta (Ton)

No Bulan 2008 2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

42 92

108 76 60

107 123 286 148 139 165 141

123 167 183 105 135 150 133 206 181 98 98

101

Jumlah 1.487 1.680

Sumber : Dinas Pertanian Kota Surakarta

Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa pasokan bawang putih di

Pasar Legi mengalami fluktuasi setiap bulannya. Ketika di daerah sentra

produksi sedang masa panen raya maka jumlah tonase bawang putih di Pasar

Legi akan mengalami peningkatan dan sebaliknya. Pasar Tawangmangu

Kabupaten Karanganyar bukan sebagai pemasok utama bawang putih di Pasar

Legi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi bawang putih di Kabupaten

Karanganyar (Tabel 23) yang hanya memasok sebagian kecil dari jumlah

tonase bawang putih di Pasar Legi. Hal ini dikarenakan pasokan bawang putih

di Pasar Legi lebih didominasi oleh bawang putih impor dari Thailand dan

Filipina.

Page 90: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

77

Berikut ini grafik jumlah tonase bawang putih di Pasar Legi dari bulan

Januari 2008-Desember 2009.

0

50

100

150

200

250

300

Jan-08

Februari

Mare

tApri

lM

eiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Novem

ber

Desem

ber

Jan-09

Februari

Mare

tApr

ilM

eiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Bulan

Jum

lah

tona

se b

awan

g pu

tih (

Ton

)

Jumlah Tonase

Gambar 5. Grafik Jumlah Tonase Bawang Putih di Pasar Legi Bulan Januari 2008-Desember 2009

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa jumlah tonase bawang

putih di Pasar Legi mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini tergantung

dari pasokan bawang putih yang masuk ke Pasar Legi setiap bulannya yang

mempengaruhi pembentukan harga bawang putih di Pasar Legi. Pasokan

bawang putih di Pasar Legi berasal dari Karanganyar, Magelang, Wonosobo,

dan bawang putih impor dari Thailand dan Filipina.

Bawang putih merupakan jenis sayuran kelompok bumbu-bumbuan

yang dapat bertahan lama dan tidak cepat busuk sehingga pasokan pada bulan

sekarang dapat menjadi stok bulan depan. Jumlah tonase bawang putih

tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2008 karena pada bulan tersebut terjadi

panen raya bawang putih secara bersamaan di daerah sentra produksi bawang

putih sehingga bawang putih yang masuk ke Pasar Legi relatif besar.

Sedangkan jumlah tonase bawang putih terendah terjadi pada bulan Januari

Page 91: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

78

2008 karena stok bawang putih dari musim panen sebelumnya mulai

berkurang.

C. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar

Legi

Perbedaan perubahan harga riil bawang putih antara Pasar

Tawangmangu dengan Pasar Legi dapat digunakan untuk mengetahui

perkembangan harga bawang putih yang terjadi. Data dari Tabel 22 dan Tabel

24 dapat digunakan untuk membuat grafik yang menggambarkan

perkembangan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi

serta dapat digunakan untuk membandingkan harga bawang putih di Pasar

Tawangmangu dan Pasar Legi.

Tabel 26. Perkembangan Harga Riil Bawang Putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi Bulan Januari 2008-Oktober 2009

Bulan Harga Riil Bawang Putih di

Pasar Tawangmangu (Rp/kg)

Harga Riil Bawang Putih di Pasar Legi

(Rp/kg) Januari 2008 3692,95 4732,53 Februari 3975,50 4430,97 Maret 3845,39 3459,65 April 4991,21 5412,11 Mei 4000,00 5445,81 Juni 3554,45 4614,21 Juli 3713,90 3642,57 Agustus 3385,76 3800,65 September 5407,95 4784,25 Oktober 5644,30 5997,82 November 5813,48 4908,20 Desember 7282,01 4825,76 Januari 2009 4548,41 4738,40 Februari 3490,87 3958,02 Maret 3367,81 5465,57 April 3841,95 5717,00 Mei 3559,36 6057,41 Juni 4617,06 6725,04 Juli 5996,06 6818,43 Agustus 6746,02 7855,97 September 7603,63 9217,74 Oktober 7826,44 11111,69

Sumber : Analisis Data Sekunder

Page 92: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

79

Berikut ini merupakan grafik perkembangan harga riil komoditas

bawang putih di Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi bulan Januari 2008

sampai dengan Oktober 2009.

0,00

2000,00

4000,00

6000,00

8000,00

10000,00

12000,00

Janua

ri

Februari

Mare

tApri

lM

eiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Novem

ber

Desember

Janua

ri

Februari

Mare

tApri

lM

eiJu

ni Juli

Agustu

s

Septem

ber

Oktober

Bulan yang diteliti

Har

ga b

awan

g pu

tih (R

p/kg

)

Pasar Tawangmangu Pasar Legi

Gambar 6. Grafik Perkembangan Harga Riil Komoditas Bawang Putih di

Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi Bulan Januari 2008 sampai Oktober 2009.

Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa harga bawang putih di

Pasar Legi cenderung lebih tinggi dari harga bawang putih di Pasar

Tawangmangu. Akan tetapi, pada bulan Maret, Juli, September, November,

dan Desember tahun 2008 harga bawang putih di Pasar Legi lebih rendah dari

harga bawang putih di Pasar Tawangmangu. Hal ini antara lain disebabkan

bawang putih di Pasar Legi tidak hanya berasal dari Kabupaten Karanganyar

(Pasar Tawangmangu) tetapi dari daerah lain seperti Magelang, Wonosobo

bahkan pasokan bawang impor dari Thailand dan Filipina. Ketika terjadi

panen raya bersamaan di daerah sentra produksi bawang putih, maka bawang

putih banyak yang masuk ke Pasar Legi. Kondisi inilah yang menyebabkan

harga bawang putih di Pasar Legi menjadi lebih murah.

Selain itu, ketika harga bawang putih di Pasar Tawangmangu lebih

tinggi, maka pedagang pengumpul akan mencari bawang putih di daerah lain

Page 93: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

80

dengan harga yang lebih murah. Hal inilah yang menyebabkan harga bawang

putih di Pasar Legi lebih rendah dari harga bawang putih di Pasar

Tawangmangu.

D. Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih

1. Hasil Analisis Regresi Antara Pasar Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar Dengan Pasar Legi Kota Surakarta

Berdasarkan analisis regresi akan diperoleh nilai koefisien

determinasi (R2), nilai adjusted R2, nilai F hitung, nilai t hitung, dan nilai

koefisien regresi masing-masing variabel bebas (b1, b2, b3). Berikut ini

adalah hasil analisis regresi dari harga riil bawang putih antara Pasar

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi Kota Surakarta.

Tabel 27. Hasil Analisis Regresi Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi

Sumber Varian

Jumlah Kuadrat

df Rata-rata Kuadrat

F

Hitung Tabel 5%

Regresi Residual Total R2

Adjusted R2 DW

29257966,959 14289819,428 43547786,387 0,672 0,614 1,996

3 17 20

9752655,653 840577,613

11,602** 3,16

Sumber : Analisis Data Sekunder Keterangan : ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95%

Berdasarkan hasil analisis regresi antara Pasar Tawangmangu dengan

Pasar Legi diperoleh nilai F hitung sebesar 11,602. Nilai F hitung sebesar

11,602 lebih besar dari nilai F tabel pada tingkat kepercayaan 95% yang

besarnya 3,16. Nilai ini menunjukkan bahwa variabel bebas yaitu harga

bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1, selisih harga bawang

putih di Pasar Legi pada bulan t dengan bulan t-1, dan harga bawang putih

di Pasar Legi pada bulan t-1 secara bersama-sama berpengaruh nyata

terhadap harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t.

Page 94: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

81

Nilai adjusted R2 dari hasil analisis regresi antara Pasar

Tawangmangu dengan Pasar Legi (Tabel 27) yaitu sebesar 0,614. Hal ini

berarti bahwa harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t

sebesar 61,4% dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang dimasukkan dalam

model yaitu harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1,

selisih harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t dengan bulan t-1, dan

harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1, sedangkan sisanya yaitu

sebesar 38,6% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model.

Variabel-variabel lain di luar model tersebut antara lain musim tanam dan

panen, jumlah produksi, dan jumlah pasokan dari daerah lain.

Tabel 28. Nilai Koefisien Regresi dan t Hitung Tiap-Tiap Variabel

Variabel Koefisien Regresi t Hitung

Constanta Pit-1 Pt-Pt-1

Pt-1

663,462 0,542

0,435 0,292

0,767 2,688* 1,965* 1,528ns

Sumber : Analisis Data Sekunder Keterangan : Pit-1 = harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada

bulan t-1 Pt-Pt-1 = selisih harga bawang putih di Pasar Legi pada

bulan t dengan bulan t-1

Pt-1 = harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1 * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90% ns = tidak signifikan

Berdasarkan hasil analisis regresi di atas dapat diketahui nilai t

hitung dari masing-masing variabel bebas. Nilai t hitung pada variabel

harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1 yaitu 2,688 dan

nilai t tabel µ/2 pada tingkat kepercayaan 90% yaitu 1,729. Dengan

demikian, t hitung > t tabel µ/2 sehingga hipotesis H0 ditolak dan H1

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga bawang putih di Pasar

Tawangmangu pada bulan t-1 secara individu berpengaruh terhadap

variabel harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t.

Page 95: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

82

Nilai koefisien regresi variabel harga bawang putih di Pasar

Tawangmangu pada bulan t-1 adalah sebesar 0,542. Tanda koefisien yang

positif ini memberi petunjuk adanya hubungan searah antara harga bawang

putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1 dan harga bawang putih di

Pasar Tawangmangu pada bulan t. Hal ini berarti apabila terjadi

peningkatan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1

sebesar Rp 1,- per kilogram maka harga bawang putih di Pasar

Tawangmangu pada bulan t akan meningkat sebesar Rp 0,542 per

kilogramnya.

Nilai t hitung pada variabel selisih harga bawang putih

di Pasar Legi antara bulan t dengan bulan t-1 yaitu sebesar 1,965 dengan

nilai t tabel µ/2 pada selang kepercayaan 90% yaitu sebesar 1,729. Hal ini

menunjukkan bahwa t hitung > t tabel µ/2, sehingga hipotesis H0 ditolak

dan H1 diterima. Artinya, variabel selisih harga bawang putih di Pasar Legi

antara bulan t dengan bulan t-1 secara individu berpengaruh terhadap

variabel harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t.

Nilai koefisien regresi variabel selisih harga bawang putih

di Pasar Legi antara bulan t dengan bulan t-1 yaitu sebesar 0,435. Tanda

koefisien yang positif ini memberi petunjuk adanya hubungan searah antara

selisih harga bawang putih di Pasar Legi antara bulan t dengan bulan t-1

dan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t. Hal ini berarti

apabila terjadi peningkatan selisih harga bawang putih

di Pasar Legi antara bulan t dengan bulan t-1 sebesar Rp 1,- per kilogram

maka harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t akan

meningkat sebesar Rp 0,435 per kilogramnya.

Sedangkan nilai t hitung pada variabel harga bawang putih di Pasar

Legi pada bulan t-1 yaitu sebesar 1,528 dengan t tabel µ/2 pada selang

kepercayaan 90% yaitu 1,729. Dengan demikian, t hitung < t tabel µ/2

sehingga hipotesis H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti variabel harga

bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1 secara individu tidak

Page 96: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

83

berpengaruh terhadap variabel harga bawang putih di Pasar Tawangmangu

pada bulan t.

2. Uji Multikolinearitas

Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui dengan

menggunakan matriks korelasi yaitu hubungan antara berbagai variabel

bebas yang dimasukkan dalam model. Jika nilai Pearson Correlation < 0,8

dan nilai Eigenvalue (Colinearity Diagnostik) tidak mendekati nol maka

model yang diestimasi tidak terjadi multikolinearitas. Berikut ini tabel

yang menunjukkan nilai Pearson Correlation dan nilai Eigenvalue.

Tabel 29. Korelasi Tiap-Tiap Variabel

Pearson corelation

Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Pada Bulan t

Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Pada Bulan t-1

Selisih Harga Bawang Putih di

Pasar Legi Antara Bulan t dengan

Bulan t-1

Harga Bawang Putih di Pasar

Legi Pada Bulan t-1

Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Pada Bulan t

1,000 0,732 0,452 0,661

Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Pada Bulan t-1

0,732 1,000 0,216 0,645

Selisih Harga Bawang Putih di Pasar Legi Antara Bulan t dengan Bulan t-1

0,452 0,216 1,000 0,231

Harga Bawang Putih di Pasar Legi Pada Bulan t-1

0,661 0,645 0,231 1,000

Sumber : Analisis Data Sekunder

Page 97: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

84

Tabel 30. Collinearity Diagnostics

Dimensi

Eigenvalu

e

Condition

Index

Variance Proportions

(Constant)

Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Pada Bulan t-1

Selisih Harga Bawang Putih di

Pasar Legi Antara Bulan t dengan

Bulan t-1

Harga Bawang Putih di

Pasar Legi Pada Bulan

t-1 1 3,103 1,000 ,01 ,00 ,02 ,00 2 ,837 1,925 ,00 ,00 ,94 ,00 3 ,736 9,237 ,93 ,34 ,04 ,07 4 1,023 11,559 ,06 ,66 ,00 ,93

Sumber : Analisis Data Sekunder

Berdasarkan hasil analisis regresi antara Pasar Tawangmangu dengan

Pasar Legi diperoleh nilai Pearson Correlation < 0,8 dan nilai Eigenvalue

tidak mendekati nol. Hal ini berarti bahwa antar variabel bebas tidak terjadi

multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui melalui metode

grafik yaitu dengan melihat diagram pencar (scatterplot). Berikut ini adalah

gambar diagram pencar (scatterplot).

-2 -1 0 1 2

Regression Standardized Residual

-1

0

1

2

3

Regre

ssion

Standa

rdized

Predi

cted V

alue

Dependent Variable: Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu Pada Bulan t

Scatterplot

Gambar 7. Diagram Pencar (Scatterplot)

Page 98: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

85

Berdasarkan diagram scatterplot dapat terlihat titik-titik menyebar

secara acak dan tidak membentuk sebuah pola yang teratur. Hal ini

menunjukkan bahwa kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson.

Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 27 memberikan nilai Durbin

Watson (DW) sebesar 1,996. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan

nilai d pada tingkat a = 5% didapatkan nilai du =1,66, sehingga diperoleh

du < d < 4-du (1,66 < 1,996 < 2,34) yaitu daerah penerimaan tidak

terjadinya autokorelasi, maka dapat simpulkan bahwa tidak ada

autokorelasi baik autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif.

Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut maka dapat dituliskan

persamaan sebagai berikut :

Pit = b0 + b1(Pit-1) + b2(Pt-Pt-1) + b3(Pt-1)

Pit = 663,462 + 0,542(Pit-1) + 0,435(Pt-Pt-1) + 0,292(Pt-1)

Keterangan :

Pit = harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t

Pit = harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t

Pit-1 = harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1

Pt-Pt-1 = selisih harga bawang putih di Pasar Legi antara bulan t dengan

bulan t-1

Pt-1 = harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1

b0 = konstanta

b1 = koefisien regresi Pit-1

b2 = koefisien regresi Pt - Pt -1

b3 = koefisien regresi Pt-1

Persamaan regresi yang dihasilkan telah memenuhi asumsi klasik

dengan tidak terjadinya multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan

autokorelasi sehingga koefisien regresi yang dihasilkan merupakan

Page 99: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

86

pemerkira yang terbaik, linier, dan tidak bias (Best Linier Unbiased

Estimator).

Hasil analisis regresi antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi

tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar

dengan melihat nilai IMC (Indeks Market of Connection). Tingkat

keterpaduan pasar dapat diukur dengan menggunakan perumusan sebagai

berikut :

IMC = 31

bb

Keterangan :

b1 = koefisien regresi Pit-1

b3 = koefisien regresi Pt-1

Berdasarkan nilai koefisien regresi variabel harga bawang putih di

Pasar Tawangmangu pada bulan t-1 dengan nilai koefisien regresi variabel

bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1 sebagai indikator IMC antara

Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi menunjukkan bahwa nilai koefisien

regresi variabel bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1 yang tidak

signifikan. Oleh karena itu, antara Pasar Tawangmangu dan Pasar Legi

tidak terpadu dalam jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa harga

bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1 tidak mempengaruhi harga

bawang putih di Pasar Tawangmangu pada bulan t-1 atau harga bawang

putih di Pasar Legi pada bulan t-1 tidak ditransmisikan ke Pasar

Tawangmangu. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis dari penelitian

ini yaitu keterpaduan pasar komoditas bawang putih dalam jangka pendek

antara Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dengan Pasar Legi

Kota Surakarta rendah ditolak.

Page 100: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

87

E. Pembahasan

1. Perkembangan Harga Bawang Putih di Pasar Tawangmangu

Kabupaten Karanganyar dan Pasar Legi Kota Surakarta

Bawang putih merupakan salah satu jenis jenis sayuran rempah yang

dibudidayakan di Kabupaten Karanganyar. Tanaman ini banyak

dibudidayakan di daerah Kabupaten Karanganyar yang memiliki

ketinggian > 700 mdpl karena tanaman bawang putih dapat tumbuh dengan

baik pada ketinggian 700-1.100 mdpl seperti Kecamatan Kecamatan

Tawangmangu, Jatiyoso, Ngargoyoso, Jatipuro, dan Jenawi. Tanaman

bawang putih mudah dalam pemeliharaannya serta memiliki masa tanam

sekitar 3-4 bulan. Bawang putih memiliki keunggulan yaitu tahan lama

untuk disimpan sampai berbulan-bulan. Bawang putih banyak

dimanfaatkan sebagai bumbu makanan dan bahan baku obat tradisional.

Perkembangan harga suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain jumlah permintaan akan barang tersebut, jumlah

penawaran, harga barang substitusi, dan pendapatan masyarakat itu sendiri.

Begitu pula dengan komoditas pertanian seperti bawang putih. Meskipun

bawang putih memiliki sifat tahan lama, tetapi ketika terjadi panen tetap

mengakibatkan harga bawang putih cenderung turun. Hal tersebut

dikarenakan terjadi perubahan jumlah permintaan dan penawaran setiap

bulannya. Menurut Sudiyono (2002), pada umumnya kenaikan harga

komoditas pertanian akan meningkatkan jumlah penawaran dan

mengurangi jumlah permintaan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa harga komoditas

bawang putih baik di Pasar Tawangmangu maupun di Pasar Legi

mengalami fluktuasi setiap bulannya. Harga bawang putih menjadi rendah

atau turun ketika terjadi panen secara besar-besaran atau panen raya di

daerah sentra produksi bawang putih karena jumlah penawaran meningkat.

Demikian juga sebaliknya, ketika tidak terjadi musim panen atau saat

musim tanam tiba, jumlah penawaran dari produsen menurun sehingga

menyebabkan harga bawang putih melambung tinggi.

Page 101: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

88

Keadaan demikian diharapkan mampu disiasati petani dengan

memilih waktu yang tepat untuk menanam bawang putih. Hal ini

dikarenakan keadaan iklim sekarang jauh berbeda dengan jaman dahulu

sehingga menuntut petani bawang putih untuk lebih pintar dalam bercocok

tanam. Keadaan iklim atau cuaca sekarang mengakibatkan perubahan

harga bawang putih tidak dapat diperkirakan. Selain itu, kegiatan petani

bawang putih yang menanam bawang putih serentak di berbagai daerah

sentra produksi bawang putih, secara langsung dan tidak langsung akan

mempengaruhi pembentukan harga bawang putih di tingkat pedagang baik

pengecer maupun grosir.

Harga bawang putih di Pasar Tawangmangu lebih rendah

dibandingkan dengan harga bawang putih di Pasar Legi. Pasar

Tawangmangu merupakan pasar sentra sayuran dimana petani bawang

putih menjual hasil panen bawang putih. Selain untuk konsumsi penduduk

di Kecamatan Tawangmangu, hasil bawang putih di Pasar Tawangmangu

juga di jual ke luar, misalnya ke kecamatan lain di Kabupaten Karanganyar

serta ke kabupaten lain seperti Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo,

dan Kota Surakarta yang tidak menghasilkan bawang putih. Sedangkan

harga bawang putih di Pasar Legi lebih tinggi dari harga bawang putih di

Pasar Tawangmangu sebagai pasar produsen. Hal ini disebabkan Kota

Surakarta yang tidak menghasilkan bawang putih sehingga membutuhkan

pasokan dari Pasar Tawangmangu. Kegiatan distribusi bawang putih dari

Pasar Tawangmangu ke Pasar Legi memerlukan biaya pemasaran sehingga

harga di Pasar Legi lebih tinggi karena biaya pemasarannya relatif lebih

besar.

Perkembangan harga bawang putih di Pasar Legi kadangkala

mengalami kondisi khusus dimana terdapat beberapa bulan harga bawang

putih di Pasar Legi sebagai pasar acuan lebih rendah daripada Pasar

Tawangmangu sebagai pasar lokal. Hal ini antara lain disebabkan bawang

putih di Pasar Legi tidak hanya berasal dari Kabupaten Karanganyar (Pasar

Tawangmangu). Berdasarkan hasil wawancara dengan 15 pedagang

Page 102: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

89

bawang putih di Pasar Legi, diperoleh informasi bahwa pasokan bawang

putih di Pasar Legi juga berasal dari Kabupaten Magelang, Kabupaten

Wonosobo dan bawang putih impor dari negara Thailand dan Filipina.

Ketika terjadi panen raya bersamaan di daerah sentra produksi bawang

putih, maka bawang putih banyak yang masuk ke Pasar Legi. Selain itu,

ketika harga bawang putih di Pasar Tawangmangu lebih tinggi, maka

pedagang pengumpul akan mencari bawang putih di daerah lain dengan

harga yang lebih murah. Kondisi inilah yang menyebabkan harga bawang

putih di Pasar Legi menjadi lebih murah.

2. Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Pasar Tawangmangu

dengan Pasar Legi

Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh persamaan regresi yaitu

Pit = 663,462 + 0,542(Pit-1) + 0,435(Pt-Pt-1) + 0,292(Pt-1). Berdasarkan

uji atau nilai F yaitu harga bawang putih di Pasar Tawangmangu pada

bulan t-1, selisih harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t dengan

bulan t-1, dan harga bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1 secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap harga bawang putih di Pasar

Tawangmangu pada bulan t. Akan tetapi, berdasarkan uji t dari tiga

variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model, hanya dua variabel yang

berbeda nyata atau signifikan yaitu harga bawang putih yang terjadi di

Pasar Tawangmangu pada bulan t-1 dan selisih harga bawang putih di

Pasar Legi pada bulan t dengan bulan t-1.

Berdasarkan perbandingan koefisien b1 dengan b3 dari persamaan

regresi dapat digunakan untuk mengetahui nilai IMC. Koefisien harga

bawang putih di Pasar Legi pada bulan t-1 atau koefisien b3 yang tidak

signifikan karena t hitung < t tabel menunjukkan bahwa pasar komoditas

bawang putih antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi tidak terpadu

dalam jangka pendek. Hal tersebut menunjukkan informasi tentang

perubahan harga bawang putih di Pasar Legi tidak ditransmisikan ke

perubahan harga bawang putih di Pasar Tawangmangu sebagai pasar lokal

atau pasar produsen. Hal ini menunjukkan perubahan harga bawang putih

Page 103: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

90

di Pasar Tawangmangu lebih dipengaruhi oleh perubahan harga bawang

putih yang terjadi di Pasar Tawangmangu itu sendiri.

Indikator-indikator statistik untuk Pasar Tawangmangu sebagai

pasar lokal sebenarnya memberikan petunjuk bahwa kekuatan-kekuatan

ekonomi yang menyebabkan terjadinya perubahan harga bawang putih di

Pasar Legi secara umum tetap tercermin pada tingkat harga bawang putih

di Pasar Tawangmangu dalam jangka waktu yang lama. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai koefisien b2 yang signifikan terhadap harga

bawang putih di Pasar Tawangmangu yang menunjukkan adanya integrasi

pasar dalam jangka panjang. Dengan demikian, karakteristik keterpaduan

pasar sebenarnya masih dijumpai dalam sistem pemasaran yang berlaku,

meskipun keterkaitan jangka pendek (short-run integration) antara Pasar

Tawangmangu dan Pasar Legi tidak terungkap secara statistik.

Keadaan tersebut dapat memberikan gambaran bahwa di satu sisi,

kekuatan pasar atau ekonomi secara umum telah menyebabkan perubahan

harga bawang putih di pasar acuan tetap tercermin dalam waktu lama

(meskipun belum optimal) pada tingkat harga bawang putih di pasar lokal

dan disisi lain, tingkat harga bawang putih di pasar lokal secara dominan

masih dipengaruhi oleh perubahan harga bawang putih di pasar lokal yang

bersangkutan dengan cepat dan tepat. Kondisi ini menunjukkan bahwa

pemasaran bawang putih antara Pasar Tawangmangu dengan Pasar Legi

tidak efisien karena informasi tentang perubahan harga bawang putih di

Pasar Legi yang mewakili kondisi pasar acuan tidak diteruskan secara

langsung dan segera serta direfleksikan terhadap harga bawang putih di

Pasar Tawangmangu dan dimanfaatkan pelaku pasar di Pasar

Tawangmangu dalam proses pembentukan harga.

Penyebab pasar bawang putih dalam jangka pendek antara Pasar

Tawangmangu dengan Pasar Legi tidak terpadu ada beberapa faktor.

Faktor penyebab yang pertama yaitu struktur pasar yang tidak sempurna.

Hal ini disebabkan sebagian besar bawang putih yang dihasilkan petani

bawang putih di Kabupaten Karanganyar langsung dijual kepada pedagang

Page 104: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

91

pengumpul yang ada di Pasar Tawangmangu sehingga harga yang

terbentuk dapat dimonopoli oleh pedagang pengumpul serta pedagang

pengumpul tidak menginformasikan keadaan harga bawang putih yang

sebenarnya kepada pedagang yang ada di Pasar Tawangmangu. Hal ini

dilakukan pedagang pengumpul agar dapat memperoleh keuntungan yang

sebesar-besarnya.

Faktor kedua yang menyebabkan Pasar Tawangmangu dan Pasar

Legi tidak terpadu adalah kurang lengkapnya informasi pasar antara lain

data perkembangan harga bawang putih, jenis dan kualitas bawang putih

yang diinginkan oleh konsumen, serta waktu dan jumlah bawang putih

yang diinginkan konsumen atau walaupun informasi pasar itu telah ada

tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini dikarenakan para

pelaku pasar bertindak sesuai dengan kegiatan atau aktivitas yang ada di

pasar setiap harinya sehingga apabila terdapat masukan informasi pasar

yang baru, maka hal tersebut dianggap kurang penting dan kurang

berpengaruh.

Faktor ketiga yang menyebabkan Pasar Tawangmangu dan Pasar

Legi tidak terpadu adalah frekuensi data harga bawang putih yang tersedia

dari dinas yang terkait berupa data harga bulanan bawang putih yang tidak

mencerminkan perubahan harga bawang putih dalam jangka waktu pendek,

khususnya untuk dua pasar yang terpisah dalam wilayah yang tidak jauh.

Bawang putih disalurkan atau didistribusikan antara Pasar Tawangmangu

ke Pasar Legi dalam waktu lima hari atau satu minggu sekali. Sementara

itu, data bawang putih setiap hari atau minggu di Pasar Tawangmangu dan

Pasar Legi belum tersedia secara optimal dari dinas yang terkait.

Faktor keempat yang menyebabkan Pasar Tawangmangu dan Pasar

Legi tidak terpadu adalah bawang putih di Pasar Legi tidak semuanya

berasal dari Kabupaten Karanganyar (Pasar Tawangmangu). Berdasarkan

hasil wawancara dengan 15 pedagang bawang putih di Pasar Legi, bawang

putih di Pasar Legi ada yang berasal dari Kabupaten Magelang dan

Kabupaten Wonosobo serta bawang putih impor dari Thailand dan

Page 105: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

92

Filipina. Kondisi inilah yang menyebabkan persaingan harga semakin ketat

sehingga pedagang yang berada di Pasar Legi berusaha untuk mencari

pasokan yang menguntungkan dari daerah selain Pasar Tawangmangu

tetapi tetap menjaga agar pasokan dari Pasar Tawangmangu konsisten

setiap waktu dengan membatasi informasi dari Pasar Legi ke Pasar

Tawangmangu.

Faktor kelima yang menyebabkan tidak terpadunya Pasar

Tawangmangu dan Pasar Legi adalah petani atau pedagang di Pasar

Tawangmangu tidak menjual bawang putihnya langsung kepada konsumen

di Pasar Legi sehingga para pelaku pasar tersebut tidak dapat segera

mengetahui perkembangan dan perubahan harga yang terjadi di Pasar Legi.

Hal ini dikarenakan keterbatasan modal petani yang tidak seimbang

dengan biaya transportasi yang menyebabkan biaya pemasaran semakin

besar sehingga mereka lebih memilih menjual bawang putihnya kepada

pedagang pengumpul.

Page 106: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

68

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W., Mieke, A., dan Achmad, H. 1999. Segmentasi dan Integrasi Pasar : Studi Kasus Dalam Sistem Pemasaran Bawang Merah. Jurnal Hortikultura. 9 (2) : 153-163. http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:jurnal hortikultura.jpg. Diakses pada tanggal 2 November 2009 pukul 15.00 WIB.

Adiyoga, W., Keith, O. F., dan Rachman, S. 2006. Integrasi Pasar Kentang di Indonesia : Analisis Korelasi dan Kointegrasi. Informasi Pertanian. (15) : 835-852. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/keterpaduan pasar.pdf. Diakses pada tanggal 31 Desember 2009 pukul 13.00 WIB.

Anjak. 2006. Analisis dan Arah Kebijakan Makro Pembangunan Pertanian. http:// www.dictionary.com. Diakses pada tanggal 2 November 2009 pukul 15.00 WIB.

Anonim. 2008. Pasar. http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Pasar Tradisional.jpg. Diakses pada tanggal 2 November 2009 pukul 15.00 WIB.

______. 2009a. Bawang Putih Secara Ekonomi. http://digilib.petra.ac.id/. Diakses pada tanggal 20 Januari 2009 pukul 13.00 WIB.

______. 2009b. Pengertian Harga. http://www.opensubscriber.com/. Diakses pada tanggal 2 November 2009 pukul 15.00 WIB.

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.

Asri, M. 1991. Marketing. UPP - AMP YKPN. Yogyakarta.

BPS Kabupaten Karanganyar. 2009. Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009. BAPPEDA dan BPS Kabupaten Karanganyar. Karanganyar.

BPS Kota Surakarta. 2009. Surakarta Dalam Angka 2009. BAPEDDA dan BPS Kota Surakarta. Surakarta.

BPS. 2007. Jawa Tengah dalam Angka 2007. BAPEDDA dan BPS Jawa Tengah. Semarang.

Budianto, Y. 2006. Analisis Keterpaduan Pasar Bawang Putih Antara Kecamatan Tawangmangu Sebagai Pasar Produsen Dengan Kabupaten Karanganyar Dan Kota Surakarta Sebagai Pasar Konsumen. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Cahyono, B. T. 1998. Manajemen Pemasaran Analisis Agribisnis dan Industri. Badan Penerbit IPWI. Jakarta Selatan.

Deptan. 1999. Pemasaran Produk Pertanian. http:// www.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 2 November 2009 pukul 15.00 WIB.

Gujarati, D. N. 1995. Basic Econometrics. McGraw-Hill Book. New York.

. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika (Terjemahan : Mulyadi J.A). Erlangga. Jakarta.

Page 107: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

69

Hanafiah, A. M dan Saefuddin, A. M. 1993. Tataniaga Hasil Perikanan. UI Press. Jakarta.

Handayani, S. W. 2007. Analisis Keterpaduan Pasar Salak Pondoh Antara Pasar Tempel dengan Pasar Gamping. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Handayani, S. M dan Minar F. 1999. Respon Penawaran Ubi Jalar di Kabupaten Karanganyar. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta Press. Surakarta.

. 2000. Integrasi Pasar Antar Tempat dalam Pemasaran Ubi Kayu. Laporan Penelitian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Haryono. 2009. Pembangunan Pertanian. http://www.haryono.com/article/.html. Diakses pada tanggal 13 Januari 2009 pukul 13.30 WIB.

Hastuti, A. D. 2005. Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Kedelai Antara Kabupaten Wonogiri dengan Kota Surakarta. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kartasapoetra, G. 1992. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Rineka Cipta. Jakarta.

Kotler, P. 1996. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, dan Pengendalian. Erlangga. Jakarta.

. 1998. Manajemen Pemasaran: Analisis, Implementasi, dan Kontrol (Terjemahan : Jaka Wasana). Edisi Kesembilan Jilid I. Prenhallindo. Jakarta.

Lamarto, Y. 1994. Prinsip Pemasaran. Erlangga. Jakarta.

Nila, S. 1994. Pemasaran Cabe Besar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. UGM. Yogyakarta.

Pindyck, R. S dan Daniel L. R. 1998. Microeconomic. Prentice Hall Upper Saddle River. New Jersey.

Rinda, E. 2000. Analisis Perilaku Pasar dan Keterpaduan Pasar Bawang Putih di DKI Jakarta. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/keterpaduan pasar.pdf. Diakses pada tanggal 31 Desember 2009 pukul 13.00 WIB.

Rukmana, R. 1995. Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta.

Samadi, B. 2000. Usahatani Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta.

Santoso, H. B. 1998. Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta.

Setyowati, R. W. dan Wahyuningsih S. 2005. Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Wortel Antara Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar. Sepa. 2 (1) : 16-27.

Page 108: Skripsi...Prof. Dr. Ir.Endang Siti Rahayu, MS NIP. 19570104 198003 2 001 Ir. Sugiharti Mulya H, MP NIP. 19650626 199003 2 001 Erlyna Wida Riptanti SP. MP NIP. 19780708 200312 2 002

70

Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 2001. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian: Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.

Simatupang, P. 1997. Dinamika Sumber Daya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Singarimbun, M dan Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.

Sumawihardja, S., Suparlan S., dan Sacherly. 1993. Manajemen Pemasaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Supranto. 2005. Ekonometri. Ghalia Indonesia. Bogor.

Surachman, S. 1991. Intisari Manajemen Pemasaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Tarsito. Bandung.

Swastha, B. 1991. Saluran Pemasaran, Konsep, dan Strategi Analisa Kuantitatif. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

_________.1993. Manajemen Penjualan Edisi 3. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Tukan, J. M., Yulianti., Roshetko J. M., dan Darusman D. 2004. Pemasaran Kayu dari Lahan Petani di Propinsi Lampung. http://worldagroforestrycentre.org/SEA/Publications/files/journal/JA0028-04.PDF. Diakses pada tanggal 10 Mei 2010 pukul 13.30 WIB .

Wibowo, H. 2001. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Serta Dukungan Aspek Teknologi Pascapanen Tanaman Sayuran. Remaja Rosdakarya. Bandung.