skripsi pengembangan produk jelly drink … · penulis memiliki pengalaman kerja sebagai guru...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENGEMBANGAN PRODUK JELLY DRINK BERBASIS TEH (Camelia
sinensis) DAN SECANG (Caesalpinia sappan L.) SEBAGAI
PANGAN FUNGSIONAL
Oleh :
YOHANES ZEGA
F24060247
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGEMBANGAN PRODUK JELLY DRINK BERBASIS TEH (Camelia
sinensis) DAN SECANG (Caesalpinia sappan L.) SEBAGAI
PANGAN FUNGSIONAL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
YOHANES ZEGA
F24060247
2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi :Pengembangan Produk Jelly Drink Berbasis Teh (Camelia
sinensis) dan Secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai Pangan
Fungsional
Nama : Yohanes Zega
NIM : F24060247
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si.)
NIP. 19680723.199203.2.001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
(Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.)
NIP. 19650814.199002.1.001
Tanggal Lulus :
Yohanes Zega. F24060247. Pengembangan Produk Jelly Drink Berbasis Teh
(Camelia sinensis) dan Secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai Pangan
Fungsional. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi.
2010.
RINGKASAN
Jelly drink merupakan produk industri pangan yang memiliki tingkat
penjualan yang terus meningkat setiap tahun di Indonesia. Jelly drink kaya akan
serat pangan. Oleh karena itu, produk ini sangat potensial untuk dikembangkan ke
arah pangan fungsional dalam rangka mencegah peningkatan prevalensi obesitas
di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan ekstrak teh sebagai bahan utama
dikombinasikan dengan ekstrak kayu secang. Kedua jenis bahan tersebut telah
terbukti memiliki manfaat bagi penderita obesitas terutama dalam hal aktivitas
antioksidan dan aktivitas inhibisi enzim α-amilase. Penelitian pendahuluan
menunjukkan bahwa memungkinkan dilakukan pencampuran antara ekstrak teh
dan ekstrak secang. Namun, dari hasil pengujian kapasitas antioksidan terlihat
bahwa terdapat kemungkinan ekstrak secang tidak dapat ditambahkan dalam
konsentrasi tinggi. Ekstrak teh hitam 0.1 g/ml, ekstrak teh hijau 0.1 g/ml, dan
ekstrak secang 0.1 g/ml berturut-turut dapat menghambat radikal bebas DPPH 200
µM 68.08%, 82.24% dan 53.55%. Pada tahap selanjutnya ekstrak teh sebanyak
10% (v/v) dicampurkan dengan berbagai konsentrasi ekstrak secang, yaitu 0.5%,
1%, 2%, 3% dan 4% (v/v). Berdasarkan hasil pencampuran tersebut dipilih
formula campuran antara ekstrak teh 10% (v/v) dan secang 1% (v/v) untuk
digunakan dalam pembuatan produk dengan pertimbangan utama yaitu besarnya
peningkatan kapasitas antioksidan yang dihasilkan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan jelly powder carrageenan-
conjac based menghasilkan produk jelly drink yang lebih baik dibandingkan
penggunaan jelly powder carrageenan based. Penggunaan jelly powder sebanyak
0.3% menghasilkan produk jelly drink dengan tekstur terbaik dan mudah disedot.
Parameter yang diukur adalah kekuatan gel dan dilakukan pengamatan secara
subjektif terhadap tingkat sineresis dan daya sedot. Produk yang dihasilkan
memiliki kekuatan gel 5.46 g/mm. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan
kekuatan gel produk jelly drink yang telah ada di pasaran yaitu 5.25 g/mm. Selain
itu, produk memiliki daya sedot yang baik dan secara visual memiliki tingkat
sineresis yang rendah.
Formulasi produk divariasikan pada pemanis yang digunakan, yaitu
sukrosa dan aspartam. Uji rating hedonik yang dilakukan menunjukkan bahwa
produk jelly drink berbasis teh hitam dan secang yang terbaik adalah dengan
formula pemanis kombinasi antara sukrosa 11.25% dan aspartam 187.5 ppm,
sedangkan produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang yang terbaik adalah
dengan formula pemanis sukrosa 15%.
Sifat fungsional produk terpilih ditunjukkan antara lain oleh total kandungan
fenol, aktivitas antioksidan dan aktivitas inhibisi enzim α-amilase. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan tiga parameter tersebut, produk jelly drink yang
terbuat dari teh hijau lebih baik daripada produk jelly drink yang terbuat dari teh
hitam. Produk jelly drink berbasis teh hijau memiliki total fenol dan aktivitas
antioksidan yang lebih tinggi, yaitu berturut-turut 122.57±5.27 mg GAE/ 100 ml
dan 498.65 ± 2.97 mg AEAC/100 ml, sedangkan produk jelly drink berbasis teh
hitam memiliki nilai total fenol dan aktivitas antioksidan yang lebih rendah, yaitu
82.66±0.77 mg GAE/100 ml dan 419.04 ± 10.31 mg AEAC/100 ml.
Berdasarkan analisis akltivitas inhibisi α-amilase secara in vitro, jelly drink
berbasis teh hijau memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim α-amilase 57.11 ±
2.75 %, namun nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan aktivitas inhibisi α-
amilase produk jelly drink berbasis teh hitam, yaitu 53.38 ± 0.33 %, pada taraf
signifikansi p<0.05. Sebagai pembanding, larutan acarbose 0.5 mg/ml memiliki
aktivitas inhibisi α-amilase 90.79 ± 0.46%. Berdasarkan data-data di atas, produk
jelly drink berbasis teh dan secang memiliki potensi yang baik sebagai pangan
fungsional, khususnya bagi penderita overweight maupun bagi penderita obesitas.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 1 Agustus 1988
sebagai anak pertama dari pasangan Fatinaso Zega dan
Tarik Hati Wau. Penulis menempuh pendidikan dasarnya
selama enam tahun di tiga SD yang berbeda, yaitu SD
Budi Murni 2 Medan (1994 – 1997), SD St. Antonius
Medan (1997 – 1998), dan SDN 1 Bawomataluo Nias
(1998 – 2000). Penulis kemudian menempuh pendidikan menengah pertama di
SMPN 1 Tungkal Ulu Jambi (2000 – 2003), dan pendidikan menengah atas di
SMAN 3 Kota Jambi (2003 – 2006). Selanjutnya penulis melanjutkan studi ke
tingkat pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) tahun 2006.
Selama menjalani studi di IPB, penulis terlibat dalam beberapa organisasi
kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa Jambi (HIMAJA), Himpunan
Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (Himitepa IPB), dan Persekutuan Mahasiswa
Kristen IPB dimana penulis aktif pada Komisi Pelayanan Siswa (KPS-PMK IPB).
Penulis memiliki pengalaman kerja sebagai Guru Pendidikan Agama Kristen di
SMPN 11 Bogor (2008 – 2010). Bersama tim, penulis meraih medali perak pada
PIMNAS XII (tahun 2009) pada kategori PKM bidang penelitian, dan medali
perunggu pada kategori poster. Penulis juga menjadi peserta poster presenter pada
acara “The 3rd
World Congress on Tea and Health: Nutraceutical and
Pharmaceutical Applications” yang diadakan oleh International Society of
Antioxidants in Nutrition & Health (ISANH) di Kota Dubai-UAE pada tanggal 3-4
Desember 2009. Bersama tim, penulis juga terlibat dalam pembuatan abstract
book serta pembuatan poster yang disajikan pada acara “USA/IRELAND
Functional Food Conference 2010: Dietary Optimization of Gut Function and the
Microbiota” yang diadakan di Kota Cork-Irlandia. Sebagai tugas akhir, penulis
melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Produk Jelly Drink berbasis
Teh (Camelia sinensis) dan Secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai Pangan
Fungsional” di bawah bimbingan Dr.Ir.Hj.Endang Prangdimurti, M.Si.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur dan pujian ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas pimpinan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Pengembangan Produk Jelly Drink Berbasis Teh
(Camelia sinensis) dan Secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai Pangan
Fungsional”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tercinta, Bapak Fatinaso Zega, Mama Tarik Hati Wau (alm), Adik
Paulus Faomasi Zega, dan Adik Petra Yohana Shinta Zega atas hidup yang
dibagikan kepada penulis. Segenap ketekunan doa, kebersamaan, kekuatan,
semangat dan kasih sayang mereka telah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari hidup penulis, terkhusus dalam menyelesaikan program studi Ilmu dan
Teknologi Pangan IPB
2. Ibu Dr. Ir. Hj. Endang Prangdimurti, M.Si. selaku dosen pembimbing
akademik atas segala bimbingan, teladan, nasihat, pengajaran, semangat dan
dukungan penuh yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan dalam menyelesaikan penelitian
serta skripsi
3. Ibu Dian Herawati, STP, M.Si. dan Ibu Antung Sima Firlieyanti, S.TP, M.Sc.
atas kesediaannya menguji pada ujian skripsi dan atas segala saran serta
nasihat yang sangat membangun
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Departemen ITP yang telah memberikan
pengajaran, pengalaman, motivasi dan teladan kepada penulis
5. Seluruh teman-teman seperjuangan di ITP angkatan 43. Terkhusus kepada
Saudara Dhimas S. Utomo atas segenap kebersamaan dan segala
dukungannya selama studi di ITP dan pelayanan di KPS, Dion Sugianto,
Safiera Karleen, Stephanie GH, Nina Ivana S. atas segala bantuan yang
sangat berarti. WJ dan Zatil sebagai teman-teman satu bimbingan yang selalu
berbagi dukungan dan semangat, serta Frendy, Richie, K’difa, Dessyana,
Arius, Saida, Nenkz, Selma, Bojes, Feriana, Fenny, Stephanie, Erina, Septi,
i
Victor, Yogi, Zakyah, Abdi, Amie, Yenni, Angga, Roni, Jali, Sandra, Anisa,
Federika, Yurin, Tsani, Margaret, Nadia, Imam, dan Kak Nono atas
kebersamaannya selama penelitian di laboratorium ITP
6. Teman-teman adik KPD-The shepherd KPS: Sisca Veronica Siagian,
Freishila Kawilarang, dan Saut Mangasi Hutabarat atas segenap
kebersamaan, doa, semangat, serta segenap dukungan yang sangat berarti
7. Ravi Zacharias, Max Lucado, John Oswald Sanders, Watchman Nee, dan
Stephen Tong atas tulisan-tulisan yang sangat membangun penulis
8. Kak Junius Hardy atas segenap bimbingan, pengajaran dan teladan yang
diberikan kepada penulis
9. Teman-teman di Pondok Syalom: Dhimas, Riferson, Karno, Holand, Rudy,
Dolly, Sabda, Rifal, Silvester dan Tunggul
10. Bang Maxima sebagai Kakak KPD di KPS dan Bang Samuel Sebastian
sebagai kakak Kelompok Kecil Pemuridan
11. Seluruh keluarga besar Komisi Pelayanan Siswa PMK IPB
12. Seluruh teman-teman PMK, terkhusus di kelas TPB A03 & A04
13. Seluruh staf administrasi Departemen ITP IPB
14. Para laboran dan staf, terutama Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Junedi, Pak
Sidiq, Bu Antin, Bu Rubiyah dan Pak Rojak
15. Ibu Novi beserta seluruh staf UPT ITP
16. Eka Tjipta Fondation yang telah memberikan beasiswa Tjipta Agro kepada
penulis
Kiranya damai sejahtera dari Allah yang melampaui segala akal menyertai
hati dan pikiran kita semua.
Bogor, Agustus 2010
Yohanes Zega
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …………………………………………………....... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. v
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. vi
I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang …….………………………………………….. 1
B. Tujuan ………………………………………………………..... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 4
A. Profil Kesehatan Masyarakat Indonesia ………………………. 4
B. Pangan Fungsional …………………………………………..... 5
C. Teh Hijau …………………………………………………….... 5
D. Teh Hitam …………………………………………………...... 9
E. Caesalpinia sappan Linn (secang) ……………………………. 12
F. Jelly Drink …………………………………………………...... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….. 18
A. Bahan dan Alat ……………………………………………...... 18
B. Metode Penelitian …………………………………………...... 18
C. Prosedur Analisis ……………………………………………… 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………….......... 30
A. Sinergisme Kapasitas Antioksidan Campuran Ekstrak Teh dan
Secang……………………………………………………….…..
30
B. Formulasi Produk Jelly Drink ……………………………….….
1. Penentuan Formula Campuran Ekstrak …………….…...
2. Penentuan Jenis dan Konsentrasi Jelly Powder …….…...
3. Penentuan Pemanis Produk ………………………….….
35
35
38
41
C. Analisis Mutu Produk …………………………………….…...
1. Total Fenol ……………………………………….…….
2. Aktivitas Antioksidan …………………………….…….
3. Aktivitas Inhibisi α-Amylase secara In vitro …….………
4. Nilai pH………………………………….……………...
5. Aktivitas Air (aw) ……………………….………………
6. Sineresis ……………………………….………………..
7. Analisis Proksimat …………………….………………..
52
52
54
56
59
59
60
62
V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………...... 66
A. KESIMPULAN ………………………………………………… 66
B. SARAN ……………………………………….………………... 66
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 68
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 73
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Theaflavin yang terdapat dalam teh hitam ……………………….. 10
Tabel 2. Potensial redoks komponen-komponen antioksidan dalam teh ….. 11
Tabel 3. Formulasi produk jelly drink pada berbagai jenis dan konsentrasi
pemanis …………………………………………………………... 20
Tabel 4. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi α-amilase ………... 25
Tabel 5. Perhitungan matematis hasil analisis kapasitas antioksidan
campuran ekstrak dibandingkan dengan nilai yang diperoleh
melalui perhitungan secara matematis …………………………… 32
Tabel 6. Hasil pengamatan berbagai formula jelly powder secara subjektif 40
Tabel 7. Formula pembuatan produk jelly drink berbasis teh dan secang … 41
Tabel 8. Pembobotan hasil organoleptik produk jelly drink berbasis teh
hitam dan secang …………………………………………………. 50
Tabel 9. Pembobotan hasil organoleptik produk jelly drink berbasis teh
hijau dan secang ………………………………………………….. 51
Tabel 10. Hasil analisis proksimat produk jelly drink berbasis teh dan
secang …………………………………………………………….. 62
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur dasar flavonoid dan struktur EGCG …………………. 6
Gambar 2. Struktur molekul berberapa jenis katekin dalam teh hijau …….. 8
Gambar 3. Struktur berbagai jenis theaflavin ……………………………... 10
Gambar 4. Struktur beberapa senyawa antioksidan yang terdapat dalam
secang ………………………………………………………….. 13
Gambar 5. Diagram alir penelitian ……………………………………… 19
Gambar 6. Diagram alir pembuatan produk jelly drink berbasis teh dan
secang .......................................................................................... 21
Gambar 7. Kapasitas Antioksidan Campuran Ekstrak Teh Hijau dan
Ekstrak Secang, dan Ekstrak Teh Hitam dan Ekstrak Secang … 30
Gambar 8. Mekanisme reaksi dalam pengukuran kapasitas antioksidan
dengan metode DPPH …………………………………………. 31
Gambar 9. Kapasitas antioksidan berbagai formulasi produk teh hitam ...... 37
Gambar 10. Kapasitas antioksidan berbagai formulasi produk teh hijau ....... 38
Gambar 11. Nilai gel strength jelly pada berbagai konsentrasi jenis dan
konsentrasi jelly powder dibandingkan dengan produk jelly
drink merk x ………….………………………………………... 39
Gambar 12. Hasil uji rating hedonik terhadap rasa jelly drink berbasis teh
dan secang ……………………………………………………... 43
Gambar 13. Hasil uji rating hedonik terhadap tekstur jelly drink berbasis teh
dan secang …………..…..……………………………………... 45
Gambar 14. Hasil uji rating hedonik terhadap warna jelly drink berbasis teh
dan secang …………..………………………………..………... 46
Gambar 15. Produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang (a) dan produk
jelly drink berbasis teh hitam dan secang (b) .............................. 47
Gambar 16. Hasil uji rating hedonik terhadap aroma jelly drink berbasis teh
dan secang ……………………………..………………............. 48
Gambar 17. Hasil uji rating hedonik terhadap atribut jelly drink berbasis teh
dan secang secara overall ………………..………….................. 50
Gambar 18. Produk jelly drink terpilih, (a) jelly drink berbasis teh hijau dan
secang, (b) jelly drink berbasis teh hitam dan secang …………. 51
Gambar 19. Total fenol produk jelly drink berbasis teh dan secang ............... 53
Gambar 20. Aktivitas antioksidan produk jelly drink berbasis teh dan
secang .......................................................................................... 55
Gambar 21. Aktivitas inhibisi α-amilase produk jelly drink berbasis teh dan
secang .......................................................................................... 57
Gambar 22. Grafik perubahan sineresis produk jelly drink berbasis teh dan
secang .......................................................................................... 61
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan ekstrak teh hitam / teh hijau ……... 73
Lampiran 2. Diagram alir pembuatan ekstrak secang ……………………. 74
Lampiran 3. Data hasil pengukuran kapasitas antioksidan dalam
penentuan sinergisme kapasitas antioksidan pada campuran
antara ekstrak teh dan ekstrak secang ……………………… 75
Lampiran 4. Data hasil pengukuran kapasitas antioksidan pada penentuan
formula campuran ekstrak teh dan ekstrak secang …………. 76
Lampiran 5. ANOVA Kapasitas antioksidan campuran ekstrak teh hitam
dan ekstrak secang ………………………………………….. 77
Lampiran 6. ANOVA Kapasitas antioksidan campuran ekstrak teh hijau
dan ekstrak secang ………………………………………….. 78
Lampiran 7. Data hasil pengukuran gel strength produk jelly drink pada
berbagai jenis dan konsentrasi jelly powder beserta hasil uji
statistik ……………………………………………………... 79
Lampiran 8. Perhitungan jumlah aspartam dalam setiap formula pada
tingkat kemanisan setara dengan tingkat kemanisan sukrosa
15% …………………………………………………………. 81
Lampiran 9. ANOVA uji rating hedonik teh hitam ………………………
82
Lampiran 10. ANOVA uji rating hedonik teh hijau ………………………
86
Lampiran 11. Kurva standar asam galat beserta data dan hasil perhitungan
analisis total fenol produk jelly drink berbasis teh dan
secang ……………………………………………………….
90
Lampiran 12. Kurva standar asam askorbat beserta data dan hasil
perhitungan analisis aktivitas antioksidan produk jelly drink
berbasis teh dan secang …………………………………….. 92
Lampiran 13. Data hasil analisis aktivitas inhibisi enzim α-amilase produk
jelly drink berbasis teh dan secang …………………………. 94
Lampiran 14. Data hasil pengukuran sineresis produk jelly drink berbasis
teh dan secang ……………………………………………… 96
Lampiran 15. Data hasil pengukuran kadar air produk jelly drink berbasis
teh dan secang serta hasil analisis uji statistik …………….... 97
Lampiran 16. Data hasil pengukuran kadar abu produk jelly drink berbasis
teh dan secang serta hasil analisis uji statistik …………….... 98
Lampiran 17. Data hasil pengukuran kadar protein produk jelly drink
vi
berbasis teh dan secang serta hasil analisis uji statistik ……. 99
Lampiran 18. Data hasil pengukuran kadar lemak produk jelly drink
berbasis teh dan secang serta hasil analisis uji statistik ……. 100
Lampiran 19. Data hasil pengukuran kadar karbohidrat produk jelly drink
berbasis teh dan secang secara by difference serta hasil
analisis uji statistik …………………………………………. 101
vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Depkes RI (2008) menyatakan bahwa tingkat penderita penyakit
degeneratif di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya, terutama
penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes mellitus tipe 2, serta
neoplasma/tumor. Menurut WHO (2009), Indonesia menempati posisi ke-4
dalam jumlah penderita diabetes terbesar di dunia. Pola hidup masyarakat dan
lingkungan yang tidak sehat menyebabkan tingginya paparan mikroorganisme
dan radikal bebas. Selain itu, budaya makan masyarakat yang sebagian besar
mengarah kepada produk hasil penggorengan dan produk berbasis karbohidrat
tinggi menyebabkan tingginya asupan karbohidrat, lemak jenuh dan
komponen-komponen berbahaya lainnya.
Salah satu penyakit yang dapat memicu timbulnya beberapa penyakit
degeneratif tersebut adalah obesitas, yaitu kelebihan berat badan sebagai
akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas telah menjadi
salah satu epidemi global yang dialami oleh orang-orang dewasa maupun
anak-anak. Penyakit ini dapat memicu timbulnya beberapa penyakit
degeneratif, seperti hipertensi, peningkatan resistensi insulin (glucose
intolaerance, metabolic syndrome, diabetes mellitus tipe 2), dyslipidemia,
obstructive sleep apnea (OSA), disfungsi endothelial, disfungsi sistolik dan
diastolik, gagal jantung, coronary heart disease, peningkatan systemic
inflammation dan prothrombotic state, beberapa jenis kanker dan penyakit
kardiovaskular (CVD) (Lavie et al., 2009).
Obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang
diperlukan oleh tubuh. Beberapa Negara penderita obesitas terbesar di dunia
adalah Nauru (78.5%), Tonga (56.0%), Saudi Arabia (35.6%), Uni Emirat
Arab (33.7%), Amerika Serikat 32.2%, Bahrain (28.9%), dan Kuwait (28.8%).
Negara-negara tersebut juga memiliki tingkat penderita diabetes yang tinggi.
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan
berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya
mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa
akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Jumlah
penderita obesitas di Indonesia juga terus bertambah dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Susenas tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah
1,1 persen dan 0,7 persen, masing-masing untuk kota dan desa. Angka
tersebut meningkat hampir lima kali menjadi 5,3 persen dan 4,3 persen pada
tahun 1999 (Siagian, 2009). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ≥ 15
tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan
prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5%
dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO
sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun (Depkes, 2009).
Tingginya paparan radikal bebas dan asupan kalori yang berlebih
dapat memperparah obesitas. Asupan antioksidan bermanfaat untuk
meningkatkan aktivitas antioksidan tubuh dalam melawan serangan radikal
bebas. Asupan kalori dari karbohidrat dapat diturunkan dengan meningkatkan
asupan serat dan komponen-komponen fitokimia yang mampu menghambat
proses pencernaan karbohidrat, misalnya penghambatan terhadap enzim α-
amilase.
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan, uji klinis dan
studi epidemiologi, telah terbukti bahwa teh memiliki aktivitas antioksidatif
dan beberapa manfaat kesehatan seperti anti-obesitas, anti-diabetes, dan anti-
kardio protektif (Boschmann, 2009). Oleh karena itu, teh merupakan bahan
pangan yang berpotensi dalam menurunkan asupan kalori, meningkatkan
aktivitas antioksidan tubuh dan mencegah terjadinya berbagai jenis penyakit
degeneratif. Namun sungguh ironis, sebagai salah satu negara penghasil teh
terbaik di dunia, tingkat konsumsi teh masyarakat Indonesia tergolong sangat
rendah. Selain teh, kayu secang secara tradisional telah dikenal oleh
masyarakat Indonesia sebagai tanaman herbal dan telah dikonsumsi sebagai
pewarna makanan, obat, dan juga dalam beberapa minuman tradisional.
Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa ekstrak kayu secang
memiliki berbagai aktivitas farmakologi seperti anti bakteri dan virus, anti
hiperglikemik, sitotoksik, anti aterosklerosis, analgesik, relaksasi pembuluh
2
darah dan antioksidan (Jun et al., 2008). Namun penggunaan ekstrak kayu
secang belum diaplikasikan secara lebih luas dalam produk pangan oleh
masyarakat.
Salah satu cara untuk meningkatkan minat masyarakat dalam
mengkonsumsi komoditi tersebut adalah dengan melakukan inovasi produk.
Minat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk jelly drink
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Gel
pada produk jelly drink terbentuk oleh hidrokoloid yang juga merupakan
sumber serat. Oleh karena itu, pengembangan produk minuman jelly berbasis
teh dan secang sebagai pangan fungsional diharapkan dapat menjadi alternatif
untuk meningkatkan konsumsi teh dan secang oleh masyarakat Indonesia.
Selain itu produk ini diharapkan dapat menjadi pencegah obesitas jika
dikonsumsi sebagai dessert (makanan pembuka atau makan penutup).
Peningkatan konsumsi teh dan secang dalam jangka panjang diharapkan dapat
membantu peningkatan derajat kesehatan Indonesia.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan formula terbaik dari
ekstrak teh hitam atau ekstrak teh hijau, ekstrak secang, dan pemanis yang
digunakan dalam pembuatan produk jelly drink berbasis teh dan secang.
Formula terbaik kemudian dianalisis aktivitas antioksidan dan aktivitas
inhibisi enzim α-amilase untuk melihat potensi produk sebagai pangan
fungsional, khususnya untuk penderita obesitas.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PROFIL KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA
Indonesia menghadapi beban ganda dalam menghadapi
pembangunan kesehatan, yaitu meningkatnya beberapa penyakit menular
sementara penyakit tidak menular atau degeneratif mulai meningkat (Depkes,
2008). Beberapa jenis penyakit menular yang berkembang di Indonesia antara
lain Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
Kusta, Penyakit Menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I),
Penyakit Potensial Wabah, Rabies, Filariasis, Frambusia dan Antraks.
Sementara itu, penyakit jantung merupakan salah satu penyakit tidak menular
(degeneratif) yang sampai saat ini cenderung meningkat, penderitanya tidak
terkecuali pada kondisi sosial ekonomi yang mampu dan tidak mampu. Data
statistik menunjukkan bahwa penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia
meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan perubahan gaya hidup
masyarakat (Depkes, 2008). Menurut WHO (2009), Indonesia menempati
posisi ke-4 dalam jumlah penderita diabetes terbesar di dunia. Berdasarkan
laporan Depkes (2008) penyakit degeneratif lainnya yang sedang meningkat di
Indonesia adalah neoplasma/tumor dengan kejadian kanker payudara sebagai
yang tertinggi di antara jenis kanker lainnya.
Salah satu ukuran untuk menggambarkan tingkat pencapaian hasil
pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan bidang kesehatan
digunakan suatu indikator yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia
(human development index). Indeks Pembangunan Manusia ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Dari segi
kesehatan, indikatornya adalah umur harapan hidup sebagai salah satu ukuran
pencapaian derajat kesehatan masyarakat. Tahun 2009, Indonesia berada di
peringkat 111 dari 182 negara di dunia, lebih rendah dari negara tetangga
ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand
(WHO, 2010). Bahkan, Indonesia merupakan salah satu yang terburuk di Asia
Tenggara setelah Myanmar, Kamboja dan Timor Leste.
B. PANGAN FUNGSIONAL
Pangan fungsional adalah pangan yang dimodifikasi atau diformulasi
untuk menghasilkan efek fisiologis atau gizi yang spesifik meliputi
penambahan komponen dan modifikasi distribusi energi dengan aktivitas
psikologis yang relevan. Formulasi yang dimaksud meliputi penambahan atau
pengurangan satu atau lebih komponen pangan atau gizi (Scheeman, 2000).
Menurut The International Food Information Council Foundation (1998),
pangan fungsional adalah pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar
zat-zat gizi dasar.
Muchtadi (2001) menyatakan bahwa pangan fungsional memiliki
tiga fungsi dasar yaitu sensori (warna dan penampilan menarik serta cita rasa
yang enak), nutrisional (bergizi tinggi), dan fisiologikal (memberi pengaruh
fisiologis bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain
mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, meregulasi
kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan membantu
proses penyembuhan (recovery).
Menurut Ichikawa (1994) suatu pangan dapat dikatakan sebagai
pangan fungsional bila memenuhi beberapa syarat, diantaranya dapat
digunakan sebagai makanan dan memiliki fungsi untuk kesehatan, manfaatnya
bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data ilmiah, aman
dalam diet yang seimbang, memiliki karakteristik fisikokimia berdasarkan
metode analisis yang jelas serta sifat kualitatif maupun kuantitatifnya dalam
bahan pangan dapat ditentukan, tidak mengurangi nilai gizi pangan,
dikonsumsi dengan cara yang wajar dan tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet,
kapsul atau serbuk.
C. TEH HIJAU
Teh hijau diolah dari daun Camellia sinensis (tanaman teh).
Tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan pada
ketinggian lebih dari 1.800 meter di atas permukaan laut (Herbal, 2008).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik RI, hingga tahun 2008
5
perkebunan tanaman teh merupakan jenis tanaman tahunan yang ditanam
paling luas ke-4 di Indonesia (752.000 ha) dengan total produksi 114,861 ton.
Sebagian besar teh Indonesia (65%) ditujukan untuk pasar ekspor
(Suprihartini, 2005). Laporan Rohdiana dari Pusat Penelitian Teh dan Kina
(Anonim, 2008) menyatakan bahwa tingkat konsumsi teh Indonesia sangat
rendah yaitu sekitar 300 gram per kapita per tahun. Sebagai perbandingan,
konsumsi teh Inggris 2.240 gram per kapita per tahun dan Jepang 1.040 gram
per kapita per tahun.
Berdasarkan proses pengolahannya, khususnya tahap proses
fermentasi, terdapat tiga jenis teh: teh hijau (non fermented), teh oolong (semi
fermented) dan teh hitam (fully fermented). Lebih dari tiga per empat teh dunia
diolah menjadi teh hitam yang merupakan jenis yang paling digemari di
Amerika, Eropa dan Indonesia.
Menurut Shahidi dan Naczk (2004), kandungan polifenol yang
terdapat pada daun teh sekitar 35% berat kering. Polifenol yang terdapat di
dalam teh dibagi menjadi 4 subkelas yaitu flavonoid {(-)-epicatechin gallate
(ECG), (-)-epigallocatechin (EGC), (-)-epigallocatechin gallate (EGCG), dan
(+)-catechin (C)}, flavonol (quercetin, kaempferol, dan glikosida), flavon
(vitexin dan isovitexin), flavanon, asam fenolat dan depsides (asam galat,
asam klorogenat dan theogallin). Komposisi polifenol yang terkandung dalam
teh tergantung dari 4 faktor yaitu varietas teh, kondisi lingkungan, situasi
agronomi dan kondisi geografis. Gambar 1. berikut ini memperlihatkan
struktur dasar flavonoid dan struktur EGCG yaitu jenis senyawa flavonid yang
dominan terdapat dalam teh.
Gambar 1. Struktur dasar flavonoid (a) dan struktur EGCG (b)
(b) (a)
4
6’
5’
4’
3’
2’
8
7
6
5
3
2
1
A C
B
6
Kapasitas antioksidan suatu senyawa sangat dipengaruhi oleh
struktur molekul senyawa tersebut. Pada senyawa flavonoid, keberadaan grup
5’-OH pada cincin B (Gambar 1.) menunjukkan kapasitas antioksidan yang
lebih tinggi daripada senyawa flavonoid lainnya yang tidak memiliki grup
tersebut. Keberadaan ester gallat pada senyawa katekin dapat menurunkan
kapasitas antioksidan, sedangkan keberadaan struktur epi pada katekin dapat
meningkatkan kapasitas antioksidan.
Teh hijau diproduksi dari daun teh tanpa perlakuan proses
fermentasi. Daun teh dikeringkan dan dipanaskan dengan steam atau pan-fried
untuk menginaktivasi enzim oksidase. Oleh karena itu, kandungan polifenol
dalam teh hijau sebagian besar masih sama dengan kandungan dalam daun
teh. Golongan katekin yang paling dominan pada teh hijau adalah EGCG dan
sangat terkenal akan aktivitas anti oksidatifnya yang sangat kuat. Stabilitas
katekin dipengaruhi oleh suhu dan pH. Semakin tinggi suhu maka jumlah
katekin akan menurun, begitu pula yang terjadi pada pH tinggi. Jika katekin
teroksidasi, maka EGCG, ECG, EGC dan GC akan mengalami epimerisasi
menjadi GCG, CG, GC dan C (Chen et al., 2001). Gambar 2. menunjukkan
gambar sturktur molekul beberapa senyawa katekin yang terdapat pada teh
hijau.
Polifenol teh, baik teh hijau maupun teh hitam, memiliki potensi
cancer chemoprevention melalui beberapa mekanisme seperti aktivitas
antioksidan, inhibisi proliferasi sel tumor, MAPK signaling, inhibisi
phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K), inhibisi siklus sel, inhibisi inducible
nitric oxide synthase (iNOS), inhibisi aktivitas proteasom, inhibisi matrix
metalloproteinase (MMP), induksi apoptosis, dan inhibisi fatty acid synthase
(FAS). Aktivitas antioksidan ditunjukkan melalui mekanisme penghambatan
yang bermacam-macam terhadap reactive oxygen species (ROS), seperti
superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil, nitrit oksida, dan
peroksinitrit. Polifenol teh juga dapat menekan proliferasi sel tumor melalui
mitogenic signaling blockade, yaitu dengan menghambat berbagai jenis enzim
yang berasosiasi dengan proliferasi sel tumor tersebut. EGCG yang terdapat
7
pada teh hijau dapat menekan beberapa jalur karsinogenik dalam tubuh
melalui aktivasi satu atau lebih mitogen-activated protein kinase (MAPK).
EGCG dan berbagai jenis katekin lainnya juga dapat menghambat jalannya
siklus sel kanker pada fase G1 (Lin, 2009).
Gambar 2. Struktur molekul beberapa jenis katekin dalam teh hijau
Penelitian Hartoyo dan Astuti (2002) membuktikan bahwa teh hijau
memiliki aktivitas antioksidatif dan hipokolesterolemik. Pemberian ekstrak teh
hijau ke dalam ransum tikus sebanyak 10 g/kg ransum mampu menurunkan
kadar malonaldehid dalam serum darah dan homogenat hati secara nyata. Dou
(2009) menjelaskan bahwa polifenol teh, terutama EGCG, yang terdapat pada
teh hijau memiliki efek biologis dan potential molecular target dalam
meningkatkan inhibisi proteasom dan aktivitas anti kanker pada payudara,
prostat dan kolon.
Boschmann (2009) menyatakan bahwa konsumsi teh hijau secara
rutin menunjukkan efek yang nyata dalam mencegah terjadinya metabolic
syndrome seperti obesitas, diabetes meilitus tipe 2, dyslipdaemia, hipertensi,
jantung koroner, penyakit kardiovaskular dan kanker. Studi klinis yang
dilakukan oleh Bettuzzi (2009) membuktikan bahwa teh hijau aman
dikonsumsi dan sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan kanker prostat
(CaP). Selain itu, studi epidemiologi di Jepang menunjukkan rendahnya
8
tingkat penyakit degeneratif di negara tersebut disebabkan oleh tingginya
konsumsi pangan fungsional masyarakat Jepang, seperti teh dan kedelai.
D. TEH HITAM
Teh hitam diolah dari daun Camelia sinensis dengan proses
fermentasi. Berbeda dengan teh hijau, pada pengolahan teh hitam tidak
dilakukan proses inaktivasi enzim PPO (polyphenol oxidase). Aktivitas enzim
tersebut digunakan dalam pembentukan pigmen (theaflavin dan thearubigin).
Hasil epimerisasi pada proses fermentasi akan mengalami oksidasi oleh
katekol oksidase dan menghasilkan o-quinone yang kemudian akan
membentuk kompleks yang disebut theaflavin (Shahidi dan Naczk, 2004).
Struktur berbagai jenis theaflavin dapat dilihat pada gambar 3. Setelah proses
fermentasi selesai, daun teh tersebut dikeringkan untuk menginaktivasi enzim
dan menghentikan proses fermentasi. Pada proses ini, warna daun teh berubah
menjadi coklat kehitaman, terjadi perubahan aroma, dan kelembaban turun
hingga kurang dari 6%.
Pembentukan theaflavin pada teh hitam menggunakan substrat
berupa katekin yang terdapat pada daun teh. Tabel 1. menunjukkan jenis-jenis
theaflavin yang terbentuk berdasarkan jenis substrat yang digunakan.
Theaflavin pada teh hitam memiliki potensi cancer chemoprevention
pada beberapa mekanisme yang hampir sama dengan EGCG pada teh hijau.
TF-3 dan EGCG memiliki aktivitas inhibisi terhadap UVB-induced
phophatidylinositol-3-kinase (PI3K). Asam galat, EGC, EGCG, TF-1, TF-2,
dan TF-3 memiliki aktivitas inhibisi terhadap produksi nitrit dan protein
inducible nitric oxide synthase (iNOS). Theaflavin dan theaflavin-3-galat
memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi dalam melawan human histolytic
lymphoma, tetapi kurang efektif dalam melawan acute T-cell leukemia Jurkat,
sedangkan TF-3 dan EGCG memiliki aktivitas yang lebih rendah. Enzim yang
berperan dalam lipogenensis fatty acid synthase (FAS) dapat dihambat secara
signifikan oleh ekstrak teh dan polifenol teh, seperti TF-3 dan EGCG (Lin,
2009). Turkoglu dan Cigirgil (2007) menyatakan bahwa penggunaan gel yang
9
terbuat dari ekstrak teh hitam mampu menangkal radiasi sinar UV dan
mencegah penyakit kanker kulit.
Lin dan Shiau (2009) menyatakan bahwa fermented tea lebih efektif
daripada unfermented tea dalam menurunkan lipogenesis dan obesitas.
Beberapa mekanisme teh dalam mencegah penyakit obesitas diantaranya
menstimulasi metabolism lipid hepatic, menghambat lipase gastric dan
pancreatic, menstimulasi termogenesis, mengatur nafsu makan, dan menekan
fatty acid synthase (FAS).
Gambar 3. Struktur berbagai jenis theaflavin
Tabel 1. Theaflavin yang terdapat dalam teh hitam
Substrat Jenis theaflavin Jumlah total (basis kering)
EC + EGC TF 0.2 – 0.3%
EC + EGCG TF-3-G 1.0 -1.5%
ECG + EGC TF-3’-G
ECG + EGCG TF-3,3’-DG 0.6 – 1.2%
Sumber: Wan et al. dalam Ho et al. (2009)
Berdasarkan Wan et al. dalam Ho et al. (2009), salah satu indikator
untuk melihat aktivitas antioksidan adalah nilai potensial redoks suatu
10
senyawa. Semakin rendah potensial redoks suatu senyawa, semakin tinggi
aktivitas antioksidannya. Theaflavin (TF) memiliki potensial redoks yang
rendah daripada jenis theaflavin lainnya, setara dengan molekul katekin tetapi
lebih tinggi daripada galokatekin. Ketiga jenis theaflavin lainnya memiliki
struktur galat, sehingga mereka memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik
daripada TF pada fase lipid. Nilai potensial redoks setiap senyawa antioksidan
yang ada dalam teh hijau dan teh hitam terangkum pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensial redoks komponen-komponen antioksidan dalam teh
Komponen First redox potential vs.
SCE (V)
Epigallocatechin (EGC) 0.09
Gallocatechin (GC) 0.13
Epigallocatechin gallate
(EGCG)
0.14
Gallocatechin gallate (GCG) 0.15
Epicatechin (EC) 0.19
Epicatechin gallate (ECG) 0.20
Catechin (C) 0.20
Theaflavin (TF) 0.16
Theaflavin-3-gallate (TF-3-G) 0.20
Theaflavin-3’-gallate (TF-3’-
G)
0.19
Theaflavin-3,3’-digallate(TF-
3,3’-DG)
0.19
Keterangan: SCE = saturated calomel electrode
Sumber: Balentine et al. di dalam Wan et al. (2009)
Berdasarkan Lin dan Shiau (2009), Berat badan dapat dijaga konstan
jika ada keseimbangan antara cellular energy intake (EI) dan energy
expenditure (EE). Ketidakseimbangan antara EI dan EE dapat mengakibatkan
perubahan yang signifikan terhadap berat badan, serta seringkali
mengakibatkan obesitas. Konsumsi polifenol teh, baik teh hitam maupun teh
hijau, dapat membantu tubuh dalam meregulasi keseimbangan EI dan EE
dalam tubuh. Obesitas dapat ditekan dengan menurunkan EI dan
meningkatkan EE.
11
E. Caesalpinia sappan Linn (Secang)
Tanaman secang (Caesalpinia sappan Linn) termasuk family
Leguminoseae. Heyne (1987) menyatakan bahwa secang dapat tumbuh pada
berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, di
tempat yang agak rindang tetapi lebih baik di tempat terbuka, diperbanyak
dengan biji, tersebar di India, Myanmar, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Sejak dahulu kayu secang digunakan sebagai pewarna merah coklat
untuk makanan (Kalimantan), tikar (Pahang), dan kain sampai abad ke-19,
yang akhirnya terdesak oleh pewarna yang lebih praktis (Lemmens dan
Soetjipto, 1992). Sekarang kayu secang terutama digunakan sebagai obat.
Bahan ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit muntah darah, memar
berdarah, murus darah dan juga dapat digunakan sebagai obat sipilis dan
sebagai obat luar untuk dioleskan. Masyarakat di Kalimantan Barat telah
menggunakan ekstrak kayu secang secara tradisional sebagai obat diabetes.
Ekstrak metanol dari kayu secang ini menunjukkan aktivitas anti
hiperglikemik dengan metode toleransi glukosa (Widiyantoro dkk., 2006).
Selain sebagai pewarna dan obat, ekstrak kayu secang mempunyai
daya antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Telah
dilakukan uji efek antimikroba ekstrak secang terhadap bakteri gram positif
seperti Bacillus pumilus, Bacillus subtilis, Staphilococcus aureus dan bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella pnemoniae, serta jamur
Penicillium aeruginosa. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak secang
dapat bersifat sebagai antimikroba (Sundari dan Winarno, 1998).
Menurut penelitian Moon et al. (1990), brazilin secara signifikan
dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes dan tidak
terdapat kenaikan dalam level insulin. Selain itu, terdapat kenaikan pada
sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi gllukosa pada otot tikus diabetes
yang diberi brazilin. Komponen caesalpin P, sappanchalcone, 3-
deoxysappanone, brazilin dan protosappanin A telah diidentifikasi sebagai
inhibitor terhadap enzim aldose reduktase yang dapat menyebabkan
komplikasi pada diabetes (Li et al., 2004). Pemberian komponen dengan dosis
12
sebesar 105 mol/L dapat menghambat aldose reduktase sebesar 84% (Morota
et al., 1990).
Brazilin, yang bila teroksidasi akan menjadi brazilein, merupakan
bahan aktif dalam tanaman secang yang memiliki aktivitas farmakologi seperti
relaksasi pembuluh darah, anti arterosklerosis, analgesic (penahan sakit),
hipoglikemik, anti inflamasi, sitotoksik, aktivitas kontraksi otot, anti bakteri,
anti viral dan antioksidan (Jun et al., 2008).
Gambar 4. Struktur beberapa senyawa antioksidan yang terdapat dalam
secang
Komponen fenolik yang terkenal dengan kemampuan antioksidan
yang terdapat pada kayu secang umumnya adalah homoisoflavonoid dan
komponen turunannya, protosappanin A, protosappanin B, brazilin dan
brazilein. Jun et al. (2008) menunjukkan bahwa komponen ini memiliki
kemampuan antioksidan yang berbeda-beda. Ekstrak kayu secang,
protosappanin A dan protosappanin B menunjukkan inhibisi yang lebih besar
terhadap MDA dan hidrogen peroksidase, sedangkan brazilein menunjukkan
kemampuan dalam menangkap radikal hidroksil. Menurut Batubara et al.
(2009), ekstrak metanol kayu secang mempunyai aktivitas kombinasi (anti-
bakteri sebesar 0.13 mg/ml pada konsentrasi 0.25 mg/ml, 50% inhibisi enzim
lipase IC50 pada konsentrasi 120.0 μg/ml, dan antioksidan IC50 pada
13
konsentrasi 6.47 μg/ml) dibandingkan dengan 40 tanaman Indonesia lainnya.
Sturktur beberapa senyawa antioksidan yang terdapat pada ekstrak secang
ditunjukkan pada Gambar 4.
Berdasarkan Safitri dkk. (2002), beberapa senyawa antioksidan yang
dapat diisolasi dari ekstrak secang adalah 7,11b-dihidrobenz[b]indeno[1,2-
d]piran-3,6a,9,10,(6H)-tetrol (brazilin, senyawa 1), 7,11b-
dihidrobenz[b]indeno[1,2-d]piran-3,6a,9,11,(6H)-tetrol (isobrazilin, senyawa
2), 1’,4’-dihidrospiro[benzofuran-3(2H),3’-[3H-2]benzopiran]-1’,6’,6’,7’-
tetrol (cae 2, senyawa 3), 3-[[4,5-dihidroksi-2(hidroksimetil)fenil]metil]-2-3-
dihidro-3,6-benzofurandiol (cae-3, senyawa 4), dan 7R-,7S-protosapanin B
(senyawa 5). Berdasarkan hasil karakterisasi aktivitas antioksidan, senyawa 1,
3, dan 4 merupakan antioksidan primer dan sekunder karena dapat mencegah
pembentukan radikal bebas dan sekaligus bersifat meredam radikal bebas.
Senyawa 2 hanya bersifat peredam radikal bebas (antioksidan primer).
Senyawa 5 dapat bersifat antioksidan primer dan sekunder namun dengan
aktivitas sedang. Senyawa 4 mempunyai aktivitas yang sangat tinggi yaitu
dapat mencegah pembentukan radikal bebas seperti dapat menghambat enzim
xantin oksidase dan memerangkap hidrogen peroksida, dapat memerangkap
radikal anion superoksida (O2●-
), hidroksil (●OH) dan peroksil, dan
menunjukkan sifat antiperoksidasi lipid
Safitri dkk. (2002) menyatakan bahwa senyawa 1,2,3, dan 4 lebih
efektif dibandingkan senyawa antioksidan yang sudah dikenal seperti asam
askorbat, α-tokoferol, β-karoten, dan BHT. Potensi penghambatan aktivitas
xantin oksidase pada senyawa 1, 3, dan 4 meningkat secara signifikan
terhadap peningkatan konsentrasi, demikian juga potensi peredaman hidroksil
senyawa 1, 2, 3, dan 4. Potensi peredaman radikal superoksida senyawa 1, 2,
3, dan 4 mencapai maksimal pada konsentrasi rendah.
Berdasarkan beberapa penelitian, ekstrak secang telah terbukti
memiliki aktivitas anti-hiperglikemik, khususnya aktivitas inhibisi terhadap
enzim α-glukosidase dan α-amilase. Komponen dalam ekstrak secang yang
diduga memiliki aktivitas anti-hiperglikemik adalah kuersetin dan tannin
(Diana, 2010). Kayu secang mengandung komponen kuersetin yang dapat
14
berperan dalam inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase (Cai et al., 2004).
Tannin dalam ekstrak secang juga diduga sebagai komponen yang berperan
dalam inhibisi α-glukosidase dan α-amilase (Ganu dan Jadhav, 2010). Tannin
dalam kayu secang sangat tinggi dan merupakan komponen dominan dalam
polifenol kayu secang. tannin dapat membentuk kompleks dengan protein
enzim sehingga enzim akan kehilangan kemampuannya sebagai katalisator.
F. JELLY DRINK
Minuman Jelly merupakan produk pangan yang berbentuk gel yang
kenyal, yang biasa dikonsumsi sebagai penunda rasa lapar. Gel terbentuk
melalui mekanisme pembentukan junction zone oleh hidrokoloid (seperti
karagenan dan konjak) bersama dengan gula dan asam. Minuman ini memiliki
kadar kekentalan diantara sari buah dan jelly. Jelly drink dapat bermanfaat
untuk memperlancar pencernaan dan mencegah sembelit, karena produk ini
memiliki kandungan serat. Produk ini memiliki karakteristik berupa cairan
kental berbentuk gel yang konsisten sehingga tidak mudah mengendap dan
mudah disedot.
Gelling agent yang digunakan untuk pembentukan jelly pada pada
jelly drink adalah Jelly powder, yaitu bahan pangan berbentuk tepung yang
terdiri dari bahan-bahan hidrokoloid yang dapat membentuk gel (gelling
agent). Terdapat berbagai jenis jelly powder yang telah dijual secara komersial
di pasar berdasarkan jenis kandungan hidrokoloidnya, misalnya jelly powder
carrageenan based (berbasis hidrokoloid karagenan) dan jelly powder
carrageenan-conjac based (berbasis hidrokoloid campuran antara karagenan
dan konyaku (konjac)).
Karagenan merupakan polisakarida linier hasil ekstraksi dari
ganggang merah (Rhodophyceae) (Imeson, 2000). Menurut Fardiaz (1989)
polisakarida karagenan berupa galaktan dengan residu galaktosa yang terikat
dengan alternatif ikatan α-(1,3) dan -(1,4), memiliki fungsi sebagai bahan
penstabil, pengental, pengemulsi, tablet kapsul, plester, dan filter, serta
diklasifikasikan dalam kategori GRAS (Generally Recognized as Safe) yang
digunakan berdasarkan GMP (Good Manufacturing Practices).
15
Kappa karagenan adalah jenis yang akan digunakan dalam penelitian
ini. Kappa karagenan terdiri dari α-(1,3) D-galaktosa-4 sulfat dan -(1,4) 3,6
anhidro-D-galaktosa dan biasanya diekstrak dari ganggang merah (Guo dan
Ding, 2006). Kappa karagenan bersifat peka terhadap ion kalium dan
menghasilkan gel yang kuat dengan garam-garam kalium. Namun,
penambahan garam kalium yang terlalu banyak akan menyebabkan gel yang
terbentuk menjadi rapuh dan cenderung sineresis (Whistler dan BeMiller,
1985).
Konjac (Lasiodeae amorphallus) merupakan tanaman tahunan yang
termasuk dalam family Araceae (Takigami, 2000). Komponen utama yang
berperan dalam konjac adalah glukomanan atau Konjac mannan yang terdapat
di dalam umbinya. Senyawa ini merupakan heteropolisakarida yang tersusun
dari -D-glukosa dan -D-manosa yang dihubungkan melalui ikatan 1,4
(Takigami, 2000; Bin dan Bi-jun, 2003).
Konjac mannan dapat berinteraksi secara sinergis dengan kappa
karagenan dan xanthan gum untuk membentuk gel yang elastic (Takigami,
2000). Konjac mannan telah dikenal sebagai GRAS (Generally Recognize as
Safe) oleh FDA (Food and Drug Administration) dan dalam penerapannya
biasa digunakan sebagai bahan pembentuk gel, pemantap emulsi, bahan
penstabil dan bahan pengikat (Takigami, 2000). Gel yang dihasilkan konjak
diklasifikasikan sebagai serat pangan dengan tekstur yang kenyal. Selain itu,
gel konjak memiliki kemampuan untuk mengurangi kolesterol dan trigliserida,
mempengaruhi penyerapan glukosa, dan dapat menurunkan berat badan
karena berperan sebagai dietary fiber (Akesowan, 2002).
Kappa karagenan akan membentuk gel yang kokoh dengan adanya
kation kalium. Penambahan kalium bersama dengan asam akan membentuk
sistem buffer yang berfungsi mempertahankan pH (Fardiaz, 1989).
Penambahan garam kalium yang terlalu banyak akan menyebabkan gel yang
terbentuk menjadi rapuh dan meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya
sineresis. Kation kalium berperan untuk menaikkan suhu leleh gel, selain itu
kation kalium dapat memperkuat struktur gel dengan cara menurunkan muatan
sulfat (Whistler dan BeMiller, 1985).
16
Winarno (1992) menyatakan bahwa sukrosa merupakan disakarida
yang terdiri dari monosakarida glukosa dan fruktosa, biasa digunakan oleh
industri pangan dalam bentuk kristal halus atau kasar, dan dalam jumlah yang
banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup).
Sukrosa merupakan pemanis yang alami yang telah umum
digunakan, berfungsi menyempurnakan rasa asam dan cita rasa lainnya, serta
dapat menambah kekentalan (Faradian, 2001). Sukrosa dapat berfungsi
sebagai pengikat air dan membantu pembentukan junction zone pada
hidrokoloid untuk membentuk gel.
Aspartam merupakan pemanis sintetis yang berasal dari turunan
dipeptida, ester metil L-aspartil-L-fenilalanin. Aspartam dihasilkan dari dua
asam amino yaitu asam aspartat dan fenilalanin. Senyawa ini merupakan
pemanis rendah kalori dengan kandungan energi sekitar 4 kkal per gram dan
memiliki tingkat kemanisan 200 kali kemanisan sukrosa. JECFA (Joint Expert
Committed on Food Additives) menetapkan ADI aspartam 40 mg/kg berat
badan per hari, sedangkan US FDA menetapkan ADI aspartam 50 mg/kg berat
badan per hari (Nabors, 2001).
17
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan jelly drink adalah
teh hijau dan teh hitam yang merupakan hasil produksi PT Perkebunan
Nusantara VIII Bandung, kayu secang dari Pasar Anyar (Bogor), aspartam,
jelly powder (kandungan berupa karagenan dari Toko Kimia Setia Guna
Bogor; dan kandungan berupa campuran karagenan dan konjak yang telah
umum terdapat di pasaran), kalium sitrat, air untuk pengolahan, dan cup.
Bahan-bahan untuk analisis diantaranya adalah bahan-bahan kimia untuk
analisis proksimat, NaOH, DPPH, Metanol pro analys, asam askorbat, asam
galat, folin ciocalteau, etanol 95%, Na2CO3, NaH2PO4, NaCl, CaCl2, bovine
serum albumin, asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS), Na-K-tartarat, enzim α-
amilase, dan acarbose yang diperoleh dari tablet glukobay ®.
Alat-alat yang digunakan untuk membuat minuman jelly teh-secang
adalah neraca, panci, kompor, pengaduk kayu, termometer, saringan halus dan
mesin pengelim (sealing machine). Alat-alat yang digunakan untuk analisis
adalah neraca analitik, aw meter (Shibaura aw meter WA-360), texture
analyzer, pH meter, oven, tanur, soxhlet, kertas saring, cawan alumunium,
cawan porselen, buret, gelas piala, gelas ukur, labu takar, pipet volumetric,
pipet tetes, dan alat-alat untuk uji organoleptik. Alat-alat yang digunakan
untuk mempersiapkan ekstrak secang adalah pin disc mill dan rotary
evaporator.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahapan seperti
yang terlihat pada Gambar 3. Formulasi minuman jelly teh-secang dilakukan
dengan dengan variasi pada jenis dan konsentrasi pemanis. Pemanis yang
digunakan adalah sukrosa dan aspartam.
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
1. Penelitian Tahap I
a. Pembuatan Ekstrak Teh dan Secang
Ekstraksi teh dilakukan dengan mengikuti metode yang
dilakukan oleh Turkoglu dan Cigirgil (2007). Teh ditambahkan pada air
mendidih sambil diaduk selama 10 menit tanpa pemanasan lebih lanjut.
Diagram alir proses ekstraksi teh terlampir pada Lampiran 1.
Ekstraksi kayu secang dilakukan dengan mengikuti metode
yang dilakukan oleh Herold (2007). Serutan kayu secang terlebih dulu
dibubukkan dengan menggunakan pin disc mill. Diagram alir Proses
ekstraksi kayu secang terlampir pada Lampiran 2.
b. Penentuan Sinergisme Kapasitas Antioksidan Campuran Ekstrak
Sinergisme kapasitas antioksidan dari campuran antara ekstrak
teh dan ekstrak secang ditentukan dengan pengukuran kapasitas
antioksidan beberapa jenis rasio pencampuran ekstrak teh dan secang.
Penelitian Tahap I
a) Penentuan sinergisme kapasitas antioksidan dari campuran
ekstrak teh dan secang
b) Penentuan formula campuran ekstrak berdasarkan
parameter kapasitas antioksidan
c) Penentuan jenis dan konsentrasi jelly powder dengan
parameter gel strength
Penelitian Tahap II
Formulasi dan pembuatan minuman Jelly teh-secang (formula terbaik dipilih berdasarkan parameter uji
organoleptik)
Penelitian Tahap III Analisis mutu produk
(Analisis sifat fisik, kimia dan biokimia, serta analisis
proksimat formula terpilih)
19
Rasio ekstrak teh : ekstrak secang berturut-turut sebagai berikut: 90:10,
70:30, 60:40, 50:50, 40:60, dan 30:70.
c. Penentuan Formula Campuran Ekstrak
Formula campuran antara ekstrak teh dan secang ditentukan
berdasarkan parameter kapasitas antioksidan. Ekstrak teh hitam atau teh
hijau sebesar 10% (v/v) dicampur dengan ekstrak secang pada jumlah
yang berbeda-beda, yaitu 0.5, 1, 2, 3, dan 4% (v/v).
d. Penentuan Jenis dan Konsentrasi Jelly Powder
Jenis dan konsentrasi jelly powder ditentukan dengan
mengukur gel strength produk jelly drink pada berbagai jenis dan
konsentrasi jelly powder. Formula terpilih adalah formula jelly powder
yang menghasilkan gel strength yang mendekati produk jelly drink
(merk x) yang telah ada di pasar.
2. Penelitian Tahap II
Diagram alir proses pembuatan produk jelly drink berbasis teh
dan secang ditunjukkan oleh Gambar 6. Jelly drink yang diproduksi pada
penelitian ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu jelly drink berbasis teh hijau
dan secang dan jelly drink berbasis teh hitam dan secang. Terdapat 5 jenis
formulasi pada setiap jenis produk jelly drink yang masing-masing
berbeda pada jenis pemanis yang digunakan.
Pemanis yang digunakan dalam formulasi produk adalah sukrosa
dan aspartam. Kedua pemanis tersebut dikombinasikan pada konsentrasi
yang berbeda-beda, seperti yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Formulasi produk jelly drink pada berbagai jenis dan konsentrasi
pemanis
Formula Perbandingan
Sukrosa : Aspartam
Jumlah
Sukrosa Aspartam
1 100 : 0 15 % 0
2 75 : 25 11.25 % 187.5 ppm
3 50 : 50 7.5 % 375 ppm
4 25 : 75 3.75 % 562.5 ppm
5 0 : 100 0 750 ppm
20
Gambar 6. Diagram alir pembuatan produk jelly drink berbasis teh dan secang
Uji Organoleptik
Formulasi produk terpilih ditentukan berdasarkan uji
organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji penerimaan
Pencampuran
Pemanasan pada suhu
90 oC, sambil diaduk
Penurunan suhu hingga ±85 oC
Pengeliman dengan cup sealer
Pemanasan (Pasteurisasi) pada
suhu ± 75 oC selama 15 menit
Jelly Drink berbasis teh
dan secang
Air
Pencampuran
Campuran
ekstrak
sukrosa
Larutan gula
Penurunan suhu hingga mencapai
± 50oC
Aspartam
Pencampuran sambil
diaduk cepat
Jelly powder
Potasium
sitrat
21
untuk mendapatkan tanggapan setiap panelis terhadap produk yang
disajikan. Uji penerimaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah produk
minuman jelly berbasis teh dan secang tersebut disukai atau tidak. Uji
penerimaan yang dilakukan adalah uji hedonik dengan menggunakan
minimal 30 panelis.
Pada uji ini panelis diminta tanggapannya terhadap warna,
aroma, rasa, tekstur, dan overall. Skala yang digunakan adalah skala yang
terstruktur yaitu, 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka,
4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka. Data yang diperoleh
akan diolah menggunakan software SPSS 16.0.
3. Penelitian Tahap III
Produk terpilih dari hasil penelitian tahap II dianalisis sifat fisik,
kimia dan biokimianya, serta analisis proksimat. Analisis fisik dilakukan
terhadap aktivitas air (aw) dan sineresis produk, sedangkan analisis kimia
dan biokimia meliputi pH, total polifenol, aktivitas antioksidan, dan
aktivitas inhibisi α-amilase secara in vitro.
C. PROSEDUR ANALISIS
1. Analisis Sifat Fisik
a. Analisis aw (water activity) (SHIBAURA WA-360)
Aktivitas air minuman jelly teh-secang ditentukan dengan
menggunakan aw-meter (Shibaura WA-360). Sebelum digunakan, alat
dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan NaCl jenuh
yang memiliki nilai aw sebesar 0.750. Sebanyak 3 gram sampel
dimasukkan di wadah alat, kemudian aw setiap sampel minuman jelly
teh-secang dapat diketahui secara otomatis.
b. Pengukuran Sineresis (AOAC, 1995)
Sineresis yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan
menyimpan gel teh-secang yang terbentuk pada suhu refrigerator (10
oC) selama 3 kali pengamatan, pada penelitian ini dilakukan
pengamatan pada 24 jam, 48 jam dan 120 jam. Sineresis gel dihitung
22
dengan mengukur kehilangan berat produk selama penyimpanan, yaitu
setelah dilakukan pemisahan terhadap air yang keluar dari gel, lalu
dibandingkan dengan berat awal gel.
Perhitungan: 𝑆𝑖𝑛𝑒𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠 𝐺𝑒𝑙 = 𝐴−𝐵
𝐴 × 100%
Keterangan: A = Berat sampel sebelum penyimpanan (g)
B = Berat sampel setelah penyimpanan
c. Pengukuran Kekuatan Gel (Texture Analyzer)
Uji kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan Texture
Analyzer. Melalui pengujian kekuatan gel ini akan diketahui seberapa
besar gaya yang diperlukan untuk menghancurkan gel yang telah
terbentuk.
2. Analisis Sifat Kimia dan Biokimia
a. Kapasitas Antioksidan (Sharma dan Bhat, 2009)
Sejumlah 1 ml larutan sampel atau standar dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambah 7 ml methanol (sebagai blanko
adalah 8 ml methanol). Suspensi tersebut kemudian ditambahkan 2 ml
larutan DPPH 0.25 mM (sehingga konsentrasi akhir DPPH dalam
larutan uji menjadi 50 µM) dan dihomogenkan dengan menggunakan
vortex. Seluruh reaksi dilakukan pada ruang gelap. Campuran tersebut
diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan
dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal
DPPH dengan perhitungan sebagai berikut:
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 (%) =(𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜× 100%
Keterangan:
Ablanko = nilai absorbansi blanko,
Asampel = nilai absorbansi larutan sampel
Aktivitas antioksidan sampel dinyatakan dalam bentuk AEAC
(Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity), yaitu dengan
menggunakan asam akorbat sebagai standar antioksidan.
23
b. Total Polifenol (Strycharz dan Shetty, 2002)
Larutan standar asam galat dibuat pada berbagai konsentrasi,
yaitu 25, 50, 75, 100, dan 130 ppm. Pengujian ini menggunakan reagen
folin ciocalteau 50%, dan pereakasi Na2CO3 5%.
Larutan standar atau sampel sebanyak 0.5 ml dilarutkan dalam
0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml air suling dan 2.5 ml larutan reagen folin
ciocalteau. Setelah itu, larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang
gelap dan kemudian ditambahkan 1 ml larutan Na2CO3 dan diinkubasi
kembali dalam ruang gelap selama 1 jam. Setelah inkubasi, larutan
divorteks dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm.
c. Inhibisi α-amilase (Thalapaneni et al., 2008 dengan modifikasi)
Larutan enzim α-amilase dibuat dengan melarutkan 50 mg
enzim α-amilase 52.9 IU/mg dari Bacillus subtilis dalam 50 ml buffer
fosfat A. buffer fosfat A diperoleh dengan melarutkan 600 mg
NaH2PO4, 292.5 mg NaCl, 4.7 mg CaCl2 dan 100 mg Bovine Serum
Albumin dalam 100 ml air suling dan ditambahkan NaOH 1 M hingga
pH mencapai 6.9. Larutan substrat diperoleh dengan melarutkan 1 g pati
dalam 100 ml buffer fosfat B pada suhu di bawah 90 oC selama 15
menit. Buffer fosfat B dibuat dengan melarutkan 240 mg NaH2PO4 dan
39.2 mg NaCl dalam 100 ml air suling dan NaOH 1 M ditambahkan
sedikit demi sedikit hingga pH mencapai 6.9. reagen warna dibuat
dengan mencampurkan 20 ml larutan Na-K-tartarat, 50 ml larutan DNS
dan air suling hingga diperoleh volume akhir 100 ml. larutan Na-K-
tartarat dibuat degan melarutkan 1094.88 mg asam 3,5-dinitrosalisilat
dalam 50 ml air suling pada suhu 45-50 oC.
Campuran reaksi diperoleh dengan melarutkan 250 µl larutan
sampel dan 250 µl larutan enzim. Setelah campuran reaksi diinkubasi
pada suhu 25 oC selama 10 menit, larutan pati ditambahkan sebanyak
250 µl dan diinkubasi kembali pada suhu 25 oC selama 10 menit.
Setelah inkubasi kedua, reagen warna ditambahkan sebanyak 500 µl
dan diinkubasi kembali selama 5 menit pada air mendidih. Setelah itu,
24
10 ml air suling ditambahkan dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 540 nm. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini
adalah acarbose 0.5 mg/ml yang diperoleh dari pelarutan 1 tablet
glukobay ® (50mg acarbose) dalam 100 ml HCl 2 N.
Tabel 4. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi α-amilase
Larutan Blanko Kontrol A Kontrol B sampel
Sampel - - 250 µl 250 µl
Buffer B 500 µl 250 µl 250 µl -
Enzim - 250 µl - 250 µl
Pati 250 µl 250 µl 250 µl 250 µl
Reagen Warna 500 µl 500 µl 500 µl 500 µl
Air Suling 5000 µl 5000 µl 5000 µl 5000 µl
Aktivitas inhibisi sampel dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
% 𝑖𝑛𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =𝐴1 − 𝐴2
𝐴1× 100%
Keterangan: A1 = Absorbansi kontrol A – Absorbansi blanko
A2 = Absorbansi sampel – Absorbansi Kontrol B
3. Analisis Proksimat
a. Kadar Air (AOAC, 1995)
Kadar air ditentukan secara langsung dengan menggunakan
metode oven. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan
ke dalam cawan yang sudah dikeringkan dan diketahui beratnya.
Kemudian cawan dan sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC
selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian
dikeringkan kembali sampai mencapai berat tetap. Kadar air sampel
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 % = (𝐴 − 𝐵)
𝐶× 100%
Keterangan:
A = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
B = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
C = berat sampel awal (g)
25
b. Kadar Abu (AOAC, 1995)
Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa
mineral hasil pembakaran bahan organic pada suhu 550 oC. Sejumlah
3-5 g sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan porselen yang
telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan porselen
tersebut dibakar sampai asap menghilang, dan diletakkan dalam tanur
pengabuan selama ± 6 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
beratnya. Kadar abu sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 % =𝐴 − 𝐵
𝐶× 100%
Keterangan:
A = berat cawan + sampel setelah diabukan (g)
B = berat cawan (g)
C = berat sampel awal (g)
c. Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Sejumlah sampel ditimbang 3-5 g ke dalam gelas piala 400 ml.
Air panas sebanyak 45 ml ditambahkan ke dalam gelas piala dan
diaduk sampai homogeny, kemudian ditambahkan 55 ml HCl 25% lalu
ditutup dengan kaca arloji. Gelas piala beserta isinya dipanaskan
sampai mendidih selama 15 menit. Setelah itu kaca arloji dibilas
dengan 100 ml air panas dan disatukan dengan hasil hidrolisis. Hasil
hidrolisis disaring menggunakan kertas saring bebas lemak. Gelas
piala dibilas beberapa kali dengan air panas lalu dituangkan pada
kertas saring hingga bebas asam. Kertas saring yang bebas asam
dikeringkan beserta isinya di dalam oven pada suhu 100-105 oC,
kemudian dibungkus dengan kertas saring. Kemudian sampel
dimasukkan ke dalam alat soxhlet, dituangkan pelarut hexan dan
dipasang alat kondensor di atasnya serta labu lemak di bawahnya.
Ekstraksi lemak dilakukan selama 6 jam. Setelah selesai, pelarut dalam
labu lemak didestilasi dan ditampung, selanjutnya labu lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven yang bersuhu 105 oC. setelah
26
dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu
beserta lemaknya ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 % =𝐵 − 𝐴
𝐶× 100%
Keterangan:
A = berat labu lemak awal (g)
B = berat labu lemak + lemak (g)
C = berat sampel awal (g)
d. Kadar Protein (AOAC, 1995)
Kadar protein ditetapkan dengan metode Kjeldahl-mikro.
Sampel ditimbang sejumlah 0.10 - 0.15 g. kemudian ditambahkan 40
mg HgO, 1.9 g K2HSO4 dan 2 ml H2SO4. Batu didih dimasukkan
sampel dididihkan selama ± 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih.
Sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil akuades sedikit
demi sedikit. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu
dibilas dengan 1-2 ml akuades yang kemudian dituangkan juga ke
dalam alat destilasi. Tabung Erlenmeyer 100 ml yang berisi 5 ml
larutan H2BO3 dan 4 tetes indicator (campuran 2 bagian metil merah
0.2% dalam alkohol dan satu bagian metilen blue 0.2 % dalam
alkohol) diletakkan di bawah kondensor, ujung tabung kondensor
harus terendam di bawah larutan H2BO3. Kemudian ditambahkan 8-10
ml larutan NaOH-Na2SO3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung
kira-kira 40 ml destilat yang berwarna hijau dalam Erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air bilasannya ditampung dalam
Erlenmeyer yang sama. Isi Erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50
ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan
warna menjadi ungu kembali. Hal ini juga dilakukan terhadap blanko.
Kandungan nitrogen rata-rata di dalam bahan pangan adalah sekitar
16%, sehingga faktor 6.25 dapat digunakan untuk mengkonversi
nitrogen menjadi protein. Kadar protein sampel ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
27
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁 % = 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 − 𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 × 𝑁𝐻𝐶𝑙 × 0.014
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)× 100%
% 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = % 𝑁 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 (6.25)
e. Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995)
Kadar karbohidrat minuman jelly teh-secang dihitung secara by
difference yang nilainya merupakan pengurangan 100% kandungan
gizi sampel dengan kadar air, kadar protein dan kadar lemak. Nilainya
dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
% 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 = 100% − % 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 + 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 + 𝑎𝑖𝑟 + 𝑎𝑏𝑢
D. RANCANGAN PERCOBAAN
1. Analisis kapasitas antioksidan formula pencampuran ekstrak, analisis gel
strength, dan uji rating hedonik
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua kali ulangan. Model umum percobaan yang digunakan
adalah:
Yij = µ + τi + εij
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-I pada ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = galat percobaan dari perlakuan ke-I pada ulangan ke-j
i = Perlakuan yang diberikan*
j = Ulangan dari masing-masing perlakuan (1,2)
* Pada analisis kapasitas antioksidan formula pencampuran ekstrak:
rasio perbandingan ekstrak teh dan secang 100:5, 100:10, 100:20,
100:30, dan 100:40;
Pada analisis gel strength: konsentrasi jelly powder 0.2%, 0.3%, 0.4%
dan 0.5%;
Pada uji organoleptik: pemanis yang digunakan sukrosa 15%, sukrosa
11.25% + aspartam 187.5 ppm, sukrosa 7.5% + aspartam 375 ppm,
sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm, dan aspartam 750 ppm.
28
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan analisis sidik
ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji
lanjut Duncan.
2. Analisis mutu produk
Produk terpilih terdiri dari dua sampel, masing-masing produk berbasis teh
hitam dan produk berbasis teh hijau. Data hasil analisis diolah dengan
menggunakan analisis statistik uji-t, yaitu t-test two samples assuming
equal variances untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai antara dua
sampel.
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SINERGISME KAPASITAS ANTIOKSIDAN CAMPURAN EKSTRAK
TEH DAN SECANG
Ekstrak teh dan ekstrak kayu secang dicampurkan pada berbagai
perbandingan untuk mengetahui apakah pencampuran tersebut memiliki sifat
sinergis atau antagonis dalam hal kapasitas antioksidan. Perbandingan antara
ekstrak teh dan ekstrak secang adalah 90:10, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, dan
30:70. Hasil pengujian terhadap kapasitas antioksidan campuran ekstrak teh
hijau dan ekstrak secang, serta campuran ekstrak teh hitam dan ekstrak secang
ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7. Kapasitas Antioksidan Campuran Ekstrak Teh Hijau dan
Ekstrak Secang, dan Ekstrak Teh Hitam dan Ekstrak Secang
Ekstrak teh hijau 0.1 g/ml memiliki kapasitas antioksidan yang lebih
tinggi daripada ekstrak teh hitam 0.1 g/ml dan ekstrak secang 0.1 g/ml, yaitu
82.24%. Kapasitas antioksidan ini ditentukan dengan menghitung besar
kemampuan komponen antioksidan sampel dalam mendonorkan hidrogen
untuk berikatan dengan radikal nitrogen yang terdapat pada molekul DPPH,
82.24
53.55
76.57
68.2065.29 61.10
56.5755.17
68.08 67.50
57.6255.87 55.55 54.45 54.01
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
ekstrak teh ekstrak secang
teh-secang (90:10)
teh-secang (70:30)
teh-secang (60:40)
teh-secang (50:50)
teh-secang (40:60)
teh-secang (30:70)
Kapasitas Antioksidan Campuran Ekstrak Teh dan Secang
teh hijau teh hitam
kap
asit
as a
nti
oks
idan
(%
)
sehingga terbentuk molekul DPPH tereduksi yang bersifat tidak radikal.
Ekstrak teh hitam dan ekstrak secang memiliki kapasitas antioksidan berturut-
turut 68.08% dan 53.55%. Data hasil perhitungan kapasitas antioksidan
tersebut terangkum pada Lampiran 3. Mekanisme reaksi pada pengukuran
kapasitas antioksidan dengan metode DPPH terlihat pada Gambar 8. berikut
ini.
Gambar 8. Mekanisme reaksi dalam pengukuran kapasitas antioksidan
dengan metode DPPH
DPPH merupakan senyawa yang memiliki elektron tidak
berpasangan pada salah satu unsur nitrogennya. Suatu senyawa antioksidan
(dilambangkan dengan AH) mampu mendonorkan hidrogen untuk berikatan
dengan unsur nitrogen tersebut, sehingga terbentuklah molekul
diphenylpicrylhydrazin yang bersifat non-radikal. Tahap ini juga
menghasilkan senyawa radikal baru (A●) yang kemudian akan bereaksi
dengan senyawa A● yang lain untuk membentuk senyawa yang stabil. Pada
tahap ini, konsentrasi DPPH yang digunakan pada analisis adalah 200 µM.
Gambar 7. menunjukkan bahwa campuran yang terdiri dari 90
bagian ekstrak teh hijau dan 10 bagian ekstrak secang memiliki kapasitas
antioksidan yang lebih tinggi dari pada campuran lainnya, yaitu 76.57%.
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa semakin kecil jumlah teh
hijau dalam campuran, maka kapasitas antioksidan campuran juga akan
semakin kecil. Pola yang sama juga ditunjukkan oleh campuran ekstrak teh
hitam dan secang, semakin kecil bagian teh hitam dalam campuran, maka
semakin kecil kapasitas antioksidan campuran tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa teh hitam dan teh hijau memiliki kapasitas antioksidan yang lebih besar
daripada secang dalam hal mekanisme donor hidrogen (hydrogen donating).
Gambar 7. juga memperlihatkan bahwa pencampuran ekstrak teh dan secang
+ AH + A●
1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazil
(radikal)
1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazine
(non-radikal)
31
menunjukkan pola kapasitas antioksidan yang linier sehingga memungkinkan
untuk dilakukan pencampuran keduanya dalam formula jelly drink.
Apabila dilakukan perhitungan matematis (Tabel 5.) kapasitas
antioksidan campuran ekstrak teh hitam dan secang maupun campuran ekstrak
teh hijau dan secang menunjukkan sedikit pernurunan. Namun penurunan
tersebut tidak begitu besar, dan tidak memperlihatkan sifat antagonis,
misalnya, pada campuran ekstrak teh hijau dan secang pada perbandingan
90:10 terlihat bahwa berdasarkan perhitungan matematis, 90 bagian teh
tersebut seharusnya menghasilkan kapasitas antioksidan sebesar 74.02%, dan
10 bagian secang tersebut seharusnya menghasilkan kapasitas antioksidan
sebesar 5.36%. Namun hasil analisis menunjukkan bahwa campuran tersebut
memiliki kapasitas antioksidan 76.57%, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan kapasitas antioksidan akibat penambahan secang meskipun
hasilnya masih di bawah hasil perhitungan matematis.
Tabel 5. Perhitungan matematis hasil analisis kapasitas antioksidan campuran
ekstrak dibandingkan dengan nilai yang diperoleh melalui
perhitungan secara matematis
No. sampel
Kapasitas
Antioksidan
Hasil
Analisis (%)
(A)
Kapasitas Antioksidan
secara Matematis (%)
Selisih
(%)
(B-A)
Teh
(T)
Secang
(S)
T+S
(B)
1 Ekstrak secang 53.55
2 Teh Hijau 82.24
3 teh hijau-secang (90:10) 76.57 74.02 5.36 79.37 2.80
4 teh hijau-secang (70:30) 68.20 57.57 16.06 73.633 5.43
5 teh hijau-secang (60:40) 65.29 49.34 21.42 70.76 5.47
6 teh hijau-secang (50:50) 61.10 41.12 26.78 67.89 6.79
7 teh hijau-secang (40:60) 56.57 32.90 32.13 65.07 8.46
8 teh hijau -secang (30:70) 55.17 24.67 37.48 62.16 6.99
9 ekstrak teh hitam 68.08
10 teh hitam-secang (90:10) 67.50 61.27 5.36 66.63 -0.87
11 teh hitam-secang (70:30) 57.62 47.66 16.06 63.72 6.10
12 teh hitam-secang (60:40) 55.87 40.85 21.42 62.27 6.40
13 teh hitam-secang (50:50) 55.55 34.04 26.78 60.82 5.27
14 teh hitam-secang (40:60) 54.45 27.23 32.13 59.36 4.91
15 teh hitam-secang (30:70) 54.01 20.42 37.48 57.91 3.90
Keterangan: Perhitungan matematis didasarkan pada perhitungan kapasitas antioksidan
ekstrak teh atau secang yang seharusnya dihasilkan bila dihitung berdasarkan nilai kapasitas
antioksidan ekstrak tersebut saat diukur pada keadaan tidak tercampur.
32
Adanya nilai selisih yang positif dengan semakin meningkatnya
jumlah ekstrak secang pada campuran menimbulkan dugaan bahwa ekstrak
secang tidak dapat ditambahkan dalam jumlah yang besar dalam formula
produk. Berdasarkan Puspaningrum (2003), pada konsentrasi tinggi ekstrak
secang cenderung menjadi pro-oksidan dan dapat memicu proliferasi sel
kanker K-562.
Beberapa senyawa antioksidan yang terdapat dalam teh hijau adalah
(-)-epigallocatechin gallate (EGCG), (-)-epicatechin gallate (ECG), (-)-epi-
gallocatechin (EGC), (+)-gallocatechin (GC), (-)-epicatechin (EC) dan
(+)-catechin (C). EGCG merupakan senyawa katekin yang paling dominan
pada teh hijau, dan memiliki kapasitas antioksidan terkuat di antara berbagai
jenis senyawa katekin lainnya (Bettuzzi, 2009). Berdasarkan Wan et al.(2009),
EGCG merupakan komponen yang paling efektif di antara jenis katekin
lainnya dalam teh hijau. Setiap molekul EGCG mampu menjerap 6 molekul
anion superoksida (O2●-
) atau radikal hidroksil (●OH) secara in vitro,
sedangkan jenis katekin lainnya lebih rendah, misalnya EC hanya mampu
menjerap 2 molekul radikal.
Teh hitam mengandung theaflavin dan thearubigin. Kedua senyawa
tersebut memiliki kapasitas antioksidan yang baik. Berdasarkan Wan et al.,
theaflavin memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dalam menghambat
oksidasi lipid seperti yang terbukti melalui uji secara in vivo pada erythrocyte
ghost system kelinci dan homogenat hati tikus menghambat oksidasi LDL
pada sel makrofag tikus, theaflavin juga menunjukkan aktivitas pencegahan
terhadap kerusakan oksidatif DNA, penghambatan xanthine oksidase dan
penekanan jumlah spesies oksigen reaktif intrasel pada sel HL-60, serta
memiliki H2O2 scavenging ability.
Perbedaan kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh komponen-
komponen dalam teh hijau dan teh hitam dapat ditinjau dari potensial redoks
yang dimiliki masing-masing komponen tersebut. Potensial redoks tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2. Semakin rendah potensial redoks yang dimiliki
oleh suatu senyawa, maka kemungkinan aktivitas antioksidan senyawa
tersebut semakin tinggi.
33
Berdasarkan potensial redoks yang dimilikinya, terlihat bahwa
theaflavin (potensial redoks=0.16) memiliki kapasitas antioksidan yang lebih
rendah daripada EGCG (potensial redoks=0.14). Namun, dari tabel tersebut
terlihat bahwa EGC dan GC memiliki potensial redoks yang lebih rendah
daripada EGCG. Hal ini tidak berarti bahwa EGC dan GC memiliki kapasitas
antioksidan yang lebih tinggi daripada EGCG, karena meskipun potensial
redoks dapat dijadikan suatu indikator dalam melihat kapasitas antioksidan
suatu senyawa, namun pada kenyataannya kapasitas antioksidan suatu
senyawa juga sangat dipengaruhi oleh struktur molekul senyawa tersebut.
Pada senyawa flavonoid, keberadaan grup 5’-OH pada cincin B (Gambar 1.)
menunjukkan kapasitas antioksidan yang lebih tinggi daripada senyawa
flavonoid lainnya yang tidak memiliki grup tersebut. Keberadaan ester gallat
pada senyawa katekin dapat menurunkan kapasitas antioksidan, sedangkan
keberadaan struktur epi pada katekin dapat meningkatkan kapasitas
antioksidan.
Berdasarkan pengujian kapasitas antioksidan pada tahap ini, tidak
terlihat adanya sinergisme kapsitas antioksidan dalam pencampuran antara
ekstrak teh dan ekstrak secang, tetapi juga tidak menunjukkan adanya sifat
antagonis. Pengujian kapasitas antioksidan pada penelitian ini didasarkan
pada mekanisme donor hidrogen antioksidan ekstrak, sedangkan ekstrak
secang memiliki aktivitas antioksidan dengan berbagai mekanisme, seperti
inhibisi terhadap MDA, inhibisi aktivitas enzim xantin oksidase, dan
kemampuan memerangkap radikal anion superoksida dan radikal hidroksil.
Oleh karena itu aktivitas antioksidan sampel tersebut tidak hanya melalui
mekanisme donor hidrogen, sehingga untuk melihat sinergisme campuran
ekstrak secara keseluruhan, perlu dilakukan pengujian kapasitas antioksidan
pada mekanisme yang lain.
Jun et al. (2008) menyatakan bahwa komponen-komponen ekstrak
kayu secang memiliki kapasitas antioksidan yang berbeda-beda.
Protosappanin A dan protosappanin B menunjukkan inhibisi yang lebih besar
terhadap MDA dan hidrogen peroksida, sedangkan brazilein menunjukkan
kemampuan dalam menangkap radikal hidroksil. Pada tahap ini diketahui
34
ekstrak secang memiliki kemampuan dalam mendonorkan hidrogen untuk
berikatan dengan elektron tak berpasangan pada salah satu unsur nitrogen
yang terdapat pada molekul radikal DPPH. Berdasarkan Safitri dkk. (2002),
beberapa senyawa antioksidan yang dapat diisolasi dari ekstrak secang adalah
7,11b-dihidrobenz[b]indeno[1,2-d]piran-3,6a,9,10,(6H)-tetrol (brazilin,
senyawa 1), 7,11b-dihidrobenz[b]indeno[1,2-d]piran-3,6a,9,11,(6H)-tetrol
(isobrazilin, senyawa 2), 1’,4’-dihidrospiro[benzofuran-3(2H),3’-[3H-
2]benzopiran]-1’,6’,6’,7’-tetrol (cae 2, senyawa 3), 3-[[4,5-dihidroksi-
2(hidroksimetil)fenil]metil]-2-3-dihidro-3,6-benzofurandiol (cae-3, senyawa
4), dan 7R-,7S-protosapanin B (senyawa 5). Berdasarkan hasil karakterisasi
aktivitas antioksidan, senyawa 1, 3, dan 4 merupakan antioksidan primer dan
sekunder karena dapat mencegah pembentukan radikal bebas dan sekaligus
bersifat meredam radikal bebas. Senyawa 2 hanya bersifat peredam radikal
bebas (antioksidan primer). Senyawa 5 dapat bersifat antioksidan primer dan
sekunder namun dengan aktivitas sedang. Senyawa 4 mempunyai aktivitas
yang sangat tinggi yaitu dapat mencegah pembentukan radikal bebas seperti
dapat menghambat enzim xantin oksidase dan memerangkap hidrogen
peroksida, dapat memerangkap radikal anion superoksida (O2●-
), hidroksil
(●OH) dan peroksil, dan menunjukkan sifat antiperoksidasi lipid.
Safitri dkk. (2002) menyatakan bahwa senyawa 1,2,3, dan 4 lebih
efektif dibandingkan senyawa antioksidan yang sudah dikenal seperti asam
askorbat, α-tokoferol, β-karoten, dan BHT. Potensi penghambatan aktivitas
xantin oksidase pada senyawa 1, 3, dan 4 meningkat secara signifikan
terhadap peningkatan konsentrasi, demikian juga potensi peredaman hidroksil
senyawa 1, 2, 3, dan 4. Potensi peredaman radikal superoksida senyawa 1, 2,
3, dan 4 mencapai maksimal pada konsentrasi rendah.
B. FORMULASI PRODUK JELLY DRINK
1. Penentuan Formula Campuran Ekstrak
Berdasarkan Tabel 5., ekstrak secang 0.1 g/ml sebesar 1% dalam
larutan campuran dengan ekstrak teh (pada formula 90:10) menunjukkan
peningkatan kapasitas antioksidan campuran yang lebih baik daripada
35
formula campuran lainnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai selisih
yang sangat kecil antara kapasitas antioksidan hasil analisis dan hasil
perhitungan matematis. Mengacu pada data tersebut, dalam pembuatan
produk jelly drink pada penelitian ini digunakan ekstrak secang sebesar
1%. Teh hitam dan teh hijau umum dikonsumsi dalam dosis 2 g daun teh
kering dalam 200 ml air (0.01 g/ml). Oleh karena itu, dalam penelitian ini,
ekstrak teh hitam atau teh hijau dengan konsentrasi 0.1 g/ml digunakan
sebanyak 10% dalam total larutan campuran sehingga konsentrasi akhir
teh dalam produk menjadi 0.01 g/ml.
Pengujian kapasitas antioksidan dilakukan untuk melihat apakah
formula pencampuran ekstrak teh sebesar 10% dan ekstrak secang sebesar
1% (rasio pencampuran 100:10) menunjukkan kemampuan antioksidatif
yang kuat atau tidak. Sebagai perbandingan, dilakukan juga pengujian
kapasitas antioksidan campuran ekstrak teh 10% dengan ekstrak secang
pada rasio teh dan secang 100:5 (jumlah secang 0.5% dalam larutan),
100:20 (jumlah secang 2% dalam larutan), 100:30 (julah secang 3% dalam
larutan) dan 100:40 (jumlah secang 4% dalam larutan). Data hasil
perhitungan kapasitas antioksidan berbagai formula pencampuran teh hitam
dan secang terangkum pada Lampiran 4. Diagram batang kapasitas
antioksidan berbagai formulasi sampel berbasis teh hitam dan secang
ditunjukkan oleh Gambar 9.
Uji statistik dengan menggunakan SPSS 16.0, hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar kapasitas
antioksidan sampel pada taraf signifikansi p<0.05 seperti yang terangkum
pada Lampiran 5. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula
pencampuran teh hitam dan secang pada rasio 100:20 atau secang 2%
dalam larutan memiliki kapasitas antioksidan yang tertinggi, namun tidak
berbeda nyata dengan formula 100:10 atau jumlah secang 1% dalam
larutan. Oleh karena itu, formula pada rasio 100:10, yaitu penggunaan
ekstrak teh hitam 10% dan ekstrak secang 1% dalam larutan digunakan
dalam pembuatan produk karena terbukti memiliki kapasitas antioksidan
yang tinggi. Berdasarkan Gambar 9. terlihat bahwa terdapat konsentrasi
36
optimum dalam penambahan ekstrak secang dalam larutan, dimana
konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menghasilkan
kapasitas antioksidan yang lebih kecil.
Gambar 9. Kapasitas antioksidan berbagai formulasi produk berbasis teh
hitam dan secang
Uji statistik dengan menggunakan SPSS 16.0, hasil analisis sidik
ragam terhadap berbagai formula pencampuran ekstrak teh hijau dan
ekstrak secang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar
kapasitas antioksidan sampel pada taraf signifikansi p<0.05 seperti yang
terangkum pada Lampiran 6. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
formula pencampuran ekstrak teh hijau dan secang pada rasio 100:40 atau
secang 4% memiliki nilai kapasitas antioksidan yang tertinggi, yaitu
59.32%, tetapi nilai tersebut tidak terlalu jauh berbeda bila dibandingkan
dengan nilai kapasitas antioksidan formula 100:10 atau secang 1% yaitu
57.79%, sedangkan konsentrasi penambahan ekstrak secang pada kedua
formula tersebut berbeda hingga empat kali lipat. Data hasil perhitungan
kapasitas antioksidan berbagai formula pencampuran teh hijau dan secang
terangkum pada Lampiran 4. Perbedaan konsentrasi yang sangat besar,
tetapi dengan perbedaan kapasitas antioksidan yang tidak terlalu besar,
46.7 a
56.1 b 57.8 b
46.2 a 46.8 a
0
10
20
30
40
50
60
70
teh : secang (100:5)
teh : secang (100:10)
teh : secang (100:20)
teh : secang (100:30)
teh : secang (100:40)
Kap
asit
as a
nti
oks
idan
(%)
Formula pencampuran ekstrak
Kapasitas Antioksidan(Formula pencampuran ekstrak teh hitam dan secang)
37
membuat formula pencampuran teh dan secang pada rasio 100:10 atau
jumlah secang 1% dalam larutan dipilih untuk digunakan dalam pembuatan
produk. Selain itu, berdasarkan Tabel 4., terdapat potensi penurunan
kapasitas antioksidan jika konsentrasi secang yang ditambahkan semakin
besar. Produk berbasis teh hijau tersebut juga akan dibandingkan dengan
produk berbasis teh hitam yang menggunakan ekstrak secang sebesar 1%,
maka dipilih formula campuran pada konsentrasi secang 1% dalam
pembuatan produk. Diagram batang kapasitas antioksidan berbagai formula
sampel berbasis teh hijau dan secang ditunjukkan oleh Gambar 10.
Gambar 10. Kapasitas antioksidan berbagai formulasi produk teh hijau
2. Penentuan Jenis dan Konsentrasi Jelly Powder
Bahan pembentuk jelly yang digunakan ada 2 jenis, yaitu jelly
powder dengan kandungan karagenan (carrageenan based) dan jelly
powder dengan kandungan karagenan dan konjak (carrageenan-conjac
based). Jenis dan konsentrasi jelly powder yang digunakan dapat
mempengaruhi tekstur gel yang dihasilkan.
56.8 a 57.8 ab 57.7 ab 59.0 bc 59.3 c
0
10
20
30
40
50
60
70
teh : secang (100:5)
teh : secang (100:10)
teh : secang (100:20)
teh : secang (100:30)
teh : secang (100:40)
Kapasitas Antioksidan(Formula pencampuran ekstrak teh hijau dan secang)
Kap
asit
as
An
tio
ksid
an(%
)
Formula pencampuran ekstrak
38
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan tekstur jelly drink yang
lunak dan mudah disedot. Potassium sitrat ditambahkan dalam pembuatan
jelly drink untuk membantu proses pembentukan gel. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan ion K+ yang dapat membantu proses pembentukan gel
pada kappa karagenan (Belitz dan Grosch, 1999). Konsentrasi potassium
sitrat yang digunakan adalah 0.15% berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Sylviana (2005).
Keterangan: A merupakan perlakuan jenis jelly powder carrageenan-conjac based dan B merupakan jenis perlakuan jelly powder carrageenan based. Konsentrasi yang diuji mulai dari 1 s.d 4 adalah berturut-turut 0.2%, 0.3%, 0.4%, dan 0.5%. Formula B4 tidak diuji kekuatan gel-nya karena memiliki tekstur yang sangat padat.
Gambar 11. Nilai gel strength jelly pada berbagai jenis dan konsentrasi
jelly powder dibandingkan dengan produk jelly drink merk x.
Penentuan jenis dan konsentrasi jelly powder dilakukan dengan
cara mengukur kekuatan gel (gel strength) yang dihasilkan, kemudian
dibandingkan dengan gel strength produk jelly drink yang ada di pasaran.
Produk jelly drink yang digunakan sebagai pembanding adalah jelly drink
merk x. Produk tersebut dipilih sebagai pembanding karena mengandung
karagenan dan konjak sebagai bahan pembentuk gel. Proses pengukuran
gel dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Gambar 11.
Menunjukkan hasil pengujian terhadap gel strength produk jelly drink
yang dihasilkan pada berbagai konsentrasi jelly powder. Data hasil
2.8 a
5.5 c 6.4 d 6.6 e
8.6 f
11.5 g
13.9 h
5.3 b
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 X
Gel
Stre
ngt
h (g
/mm
)
Formula Konsentrasi Jelly Powder
Pengukuran Nilai Gel Srength padaBerbagai Jenis danKonsentrasi Jelly Powder
39
pengukuran gel strength serta hasil analisis statistik dengan SPSS 16.0
terangkum dalam Lampiran 7.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa jelly powder carrageenan-
conjac based dengan konsentrasi 0.3% memiliki nilai gel strength yang
hampir mendekati nilai gel strength produk jelly drink merk x yang
digunakan sebagai pembanding. Hasil pengamatan secara subjektif (Tabel
6.) terhadap seluruh formula jelly powder tersebut menunjukkan bahwa
semua jenis formula memiliki tingkat sineresis yang sangat kecil.
Tabel 6. Hasil pengamatan berbagai formula jelly powder secara subjektif
Jenis Jelly
Powder
Konsen
-trasi
Hasil Pengamatan
Carrageenan
-conjac based
(A)
0.2% Sangat mudah disedot, sineresis rendah, gel
terlalu kenyal sehingga terlihat sangat cair
0.3% Mudah disedot, sineresis rendah, gel kenyal
0.4% Dapat disedot, sineresis rendah, gel kenyal
0.5% Agak sulit disedot, sineresis rendah, gel
kenyal agak padat
Carrageenan
based (B)
0.2% Agak sulit disedot sineresis rendah, warna
agak keruh, gel tidak kenyal
0.3% Sulit disedot, sineresis tidak ada, gel tidak
kenyal
0.4% Sangat sulit disedot, sineresis tidak ada, gel
tidak kenyal
0.5% Tidak dapat disedot, tekstur mirip agar-agar,
gel tidak kenyal
Penggunaan jelly powder carrageenan-conjac based
menghasilkan tekstur yang kenyal dan mudah disedot pada konsentrasi
0.2% dan 0.3%. Konsentrasi 0.3% menghasilkan tekstur yang hampir
sama dengan jelly drink merk x yang digunakan sebagai pembanding,
sedangkan pada konsentrasi 0.2% jelly yang dihasilkan sangat encer.
Formula dengan menggunakan jelly powder carrageenan based
40
menghasilkan tekstur yang sulit disedot. Oleh sebab itu, jenis jelly powder
carrageenan-conjac based pada konsentrasi 0.3% dipilih sebagai formula
jelly powder dalam pembuatan produk jelly drink berbasis teh dan secang.
3. Penentuan Pemanis untuk Produk Jelly Drink
Berdasarkan berbagai hasil pengujian pada penelitian tahap I,
maka diperoleh komposisi formula pembuatan produk jelly drink berbasis
teh dan secang seperti yang ditampilkan pada Tabel 7. Pemanis yang
digunakan adalah sukrosa dan aspartam, campuran kedua jenis pemanis ini
dibuat dengan tingkat kemanisan setara dengan sukrosa 15%. Penggunaan
aspartam bertujuan untuk mengurangi jumlah sukrosa yang digunakan
pada pembuatan produk. Semakin banyak jumlah aspartam yang dapat
mensubstitusi sukrosa, maka produk yang dihasilkan akan memiliki kalori
yang rendah. Jumlah aspartam yang digunakan dalam pembuatan produk
masih berada dalam batas penggunaan yang aman berdasarkan ADI
(Acceptable Daily Intake). JECFA (Joint Expert Committed on Food
Additives) menetapkan ADI aspartam 40 mg/kg berat badan per hari,
sedangkan US FDA menetapkan ADI aspartam 50 mg/kg berat badan per
hari (Nabors, 2001). Cara perhitungan tingkat kemanisan dan jumlah
kandungan aspartam pada produk terangkum dalam Lampiran 8.
Tabel 7. Formula pembuatan produk jelly drink berbasis teh dan secang
Bahan Formula
A B C D E
Ekstrak teh hitam/teh hijau (v/v)
10% 10% 10% 10% 10%
Ekstrak kayu secang
(v/v)
1% 1% 1% 1% 1%
Jelly powder (b/v) 0.3 % 0.3 % 0.3 % 0.3 % 0.3 %
Potasium sitrat (b/v) 0.15% 0.15% 0.15% 0.15% 0.15%
Sukrosa (b/v) 15 % 11.25 % 7.5% 3.75% -
Aspartam (b/v) - 187.5
ppm
375
ppm
562.5
ppm
750
ppm
41
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanis yang
berbeda terhadap penerimaan produk yang dihasilkan. Penentuan produk
jelly drink terbaik dan terpilih ditentukan dengan melakukan uji
organoleptik.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan pengukuran ilmiah untuk mengukur
dan menganalisis karakteristik bahan pangan dan bahan lain yang diterima
oleh indra penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan dan
pendengaran, serta menginterpretasikan reaksi yang diterima akibat proses
pengindraan tersebut. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini
adalah uji rating hedonik dengan tujuan menilai respon subjektif panelis
dalam hal penerimaan atau preferensi terhadap suatu produk pangan atau
karakteristik tertentu dari suatu produk pangan.
Panelis diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaan atau
ketidaksukaannya terhadap karakteristik produk yang diuji dalam bentuk
skala kategori. Kategori yang digunakan adalah 7 skala, yaitu 1 = sangat
tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6
= suka dan 7 = sangat suka. Karakteristik produk yang diuji adalah rasa,
aroma, warna, tekstur dan overall (keseluruhan). Data yang diperoleh
merupakan data interval dan diolah dengan menggunakan software SPSS
16.0.
a. Uji Hedonik Rasa
Rasa merupakan parameter yang sangat penting dalam
menentukan tingkat penerimaan panelis terhadap produk jelly drink
berbasis teh dan secang. Hasil analisis sidik ragam terhadap produk
jelly drink berbasis teh hitam dan secang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata terhadap rasa antar sampel pada taraf
signifikansi p<0.05 seperti yang terangkum pada Lampiran 9. Hasil uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula A memiliki rasa yang
sama dengan formula B, tetapi keduanya berbeda dengan ketiga jenis
formula lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa formula A dan
formula B lebih banyak disukai oleh panelis dalam hal rasa. Hasil uji
42
hedonik terhadap atribut rasa produk jelly drink berbasis teh hitam dan
secang ditunjukkan oleh Gambar 12.
Hasil analisis sidik ragam terhadap rasa produk jelly drink
berbasis teh hijau dan secang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antar sampel pada taraf signifikansi p<0.05 seperti yang disajikan pada
Lampiran 10. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula A
memiliki rasa yang sama dengan formula B, tetapi keduanya berbeda
dengan ketiga jenis formula lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
formula A dan formula B lebih banyak disukai oleh panelis dalam hal
rasa. Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa produk jelly drink berbasis
teh hitam dan secang ditunjukkan oleh Gambar 12.
Keterangan: A=sukrosa 15%, B=sukrosa11.25% + aspartam 187.5 ppm,
C=skrosa7.5% + aspartam 375 ppm, D=sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm,
E=aspartam 750 ppm
Gambar 12. Hasil uji rating hedonik terhadap rasa jelly drink berbasis
teh dan secang
Rasa produk jelly drink yang dihasilkan pada penelitian ini
sebagian besar dipengaruhi oleh rasa teh. Produk berbasis teh hijau
memiliki rasa yang lebih sepat daripada teh hitam, karena teh hijau
mengandung katekin, terutama EGCG yang memiliki rasa yang sangat
sepat. Teh hitam diproduksi melalui proses fermentasi, sehingga
5.7 d 5.6 d
5.0 c
3.8 b
3.1 a
4.9 c4.7 c
3.6 b 3.4 b
2.5 a
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E
Uji Rating Hedonik Terhadap Rasa
Teh Hitam Teh Hijau
Sko
r
43
katekin yang berada pada daun teh teroksidasi membentuk thearubigin
dan theaflavin yang memberikan rasa dan aroma yang khas pada teh
hitam.
b. Uji Hedonik Tekstur
Tekstur adalah sifat bahan pangan yang dapat diterima
dengan indra peraba. Tekstur mempunyai peranan penting terhadap
mutu jelly drink, karena keadaan tekstur mempengaruhi daya sedot
produk. Hasil analisis sidik ragam terhadap tekstur produk jelly drink
berbasis teh hitam dan secang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata antar tekstur sampel pada taraf signifikansi p<0.05 seperti
yang disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa formula A, formula B dan formula C memiliki tekstur yang
tidak berbeda nyata satu dengan yang lain. Formula A dan formula C
juga tidak berbeda nyata dengan formula D, tetapi keduanya berbeda
nyata dengan formula E. Berdasarkan hasil tersebut, formula B
memiliki rata-rata kesukaan tertinggi, yaitu 5.60. Hasil uji hedonik
terhadap tekstur produk jelly drink berbasis teh hitam ditunjukkan oleh
Gambar 13.
Hasil analisis sidik ragam terhadap tekstur produk jelly drink
berbasis teh hijau dan secang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata antar tekstur sampel pada taraf signifikansi p<0.05 seperti
yang disajikan pada Lampiran 10. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa formula A, formula C, formula D dan formula E
memiliki tekstur yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lain, tetapi
berbeda nyata dengan formula B yang memiliki nilai rata-rata
kesukaan 3.97 (netral). Hasil uji hedonik terhadap atribut tekstur
produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang ditunjukkan oleh
Gambar 13.
44
Keterangan: A=sukrosa 15%, B=sukrosa11.25% + aspartam 187.5 ppm,
C=skrosa7.5% + aspartam 375 ppm, D=sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm,
E=aspartam 750 ppm
Gambar 13. Hasil uji hedonik terhadap tekstur jelly drink
Berbasis teh dan secang
c. Uji Hedonik Warna
Warna merupakan atribut produk yang pertama kali dinilai
oleh panelis, dipertimbangkan secara visual dan kadang-kadang sangat
menentukan (Winarno, 1992). Hasil analisis sidik ragam terhadap
warna produk jelly drink berbasis teh hitam dan secang menunjukkan
bahwa sampel berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf
signifikansi p<0.050 seperti yang disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula A, formula B, formula C
dan formula D memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata
satu dengan yang lain, tetapi keempat formula tersebut berbeda nyata
dengan formula E.
Sampel A memiliki nilai rata-rata kesukaan tertinggi, yaitu
5.77, sedangkan sampel E memiliki nilai rata-rata terendah, yaitu 5.23.
Hasil uji hedonik terhadap warna produk jelly drink berbasis teh hitam
dan secang ditunjukkan oleh Gambar 14.
5.3 bc5.6 c
5.3 bc5.0 ab
4.7 a
5.1 b
4.0 a
4.8 b5.1 b 4.9 b
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E
Uji Rating Hedonik terhadap Tekstur
Teh Hitam Teh Hijau
Sko
r
45
Keterangan: A=sukrosa 15%, B=sukrosa11.25% + aspartam 187.5 ppm, C=skrosa7.5%
+ aspartam 375 ppm, D=sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm, E=aspartam 750 ppm
Gambar 14. Hasil uji rating hedonik terhadap warna produk jelly
drink berbasis teh dan secang
Hasil analisis sidik ragam terhadap warna produk jelly drink
berbasis teh hijau dan secang menunjukkan bahwa sampel berpengaruh
nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi p<0.05 seperti
yang terangkum pada Lampiran 10. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa formula A memiliki nilai rata-rata tertinggi, yaitu
5.77 dan berbeda nyata dengan nilai keempat formula yang lain.
Formula B, formula C formula D dan formula E memiliki tingkat
kesukaan yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lain. Hasil uji
hedonik terhadap atribut warna produk jelly drink berbasis teh hijau
dan secang ditunjukkan oleh Gambar 14.
Jelly drink berbasis teh hitam memiliki warna coklat agak
kemerahan, sedangkan jelly drink berbasis teh hijau memiliki warna
merah cerah. Hal ini disebabkan oleh karena teh hitam memiliki
theaflavin, yaitu komponen polifenol dalam teh hitam yang sangat
mempengaruhi karakteristik seduhan teh hitam, meliputi warna, rasa
dan aroma. Teh hijau memiliki komponen polifenol yang didominasi
5.8 b5.7 b 5.6 b 5.6 b
5.2 a5.8 b5.5 a 5.5 a 5.4 a 5.4 a
0
1
2
3
4
5
6
7
Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E
Uji Rating Hedonik Terhadap Warna
Teh Hitam Teh Hijau
Sko
r
46
oleh golongan katekin, terutama EGCG. Warna merah cerah yang
dihasilkan pada produk jelly drink berbasis teh hijau-secang
menunjukkan bahwa stabilitas warna komponen polifenol teh hijau
sangat rendah dibandingkan dengan stabilitas warna komponen
polifenol pada teh hitam. Ekstrak secang mengandung mengandung
pigmen brazilein yang berwarna merah dan memiliki stabilitas warna
yang baik. Berdasarkan Holinesti (2007), brazilein merupakan hasil
dari proses oksidasi pigmen brazilin (C16H14O5) yang berupa kristal
berwarna kuning. Foto produk jelly drink berbasis teh dan secang
dapat dilihat pada Gambar 15.
(a) (b)
Gambar 15. (a) produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang; (b)
produk jelly drink berbasis teh hitam dan secang; 1=formula A,
2=formula B, 3=formula C, 4=formula D, dan 5=formula E
(Berdasarkan Tabel 7.)
d. Uji Hedonik Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen
dalam memilih produk pangan yang paling disukai. Aroma merupakan
salah satu komponen dari citarasa bahan pangan dan telah menjadi
penentu kelezatan makanan (Winarno, 1992).
Hasil analisis sidik ragam terhadap aroma produk jelly drink
berbasis teh hitam dan secang menunjukkan bahwa sampel
47
berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi
p<0.05 seperti yang disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa formula A, formula B dan formula C
memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata satu dengan yang
lain. Formula A dan formula C juga tidak berbeda nyata dengan
formula D, dan formula D tidak berbeda nyata dengan formula E.
Hasil uji hedonik terhadap atribut aroma produk jelly drink berbasis
teh hitam dan secang ditunjukkan oleh Gambar 16.
Keterangan: A=sukrosa 15%, B=sukrosa11.25% + aspartam 187.5 ppm,
C=skrosa7.5% + aspartam 375 ppm, D=sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm,
E=aspartam 750 ppm
Gambar 16. Hasil uji rating hedonik terhadap aroma produk jelly
drink berbasis teh dan secang
Hasil analisis sidik ragam terhadap aroma produk jelly drink
berbasis teh hijau dan secang menunjukkan bahwa sampel berpengaruh
nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi p<0.05 seperti
yang disajikan pada Lampiran 10. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa formula A, formula B dan formula C memiliki
tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lain.
Formula C juga tidak berbeda nyata dengan formula D, dan formula D
tidak berbeda nyata dengan formula E. Hasil uji hedonik terhadap
5.2 bc 5.4 c 5.2 bc 5.0 ab4.8 a5.1 c 5.1 c 5.0 bc
4.7 ab 4.7 a
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E
Uji Rating Hedonik terhadap Aroma
Teh Hitam Teh Hijau
Sko
r
48
atribut aroma produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang
ditunjukkan oleh Gambar 16.
Aroma yang dihasilkan yaitu aroma teh, baik produk berbasis
teh hitam maupun produk berbasis teh hijau. Hal ini disebabkan oleh
aroma secang yang tidak terlalu kuat dan perbedaan jumlah
penambahan teh dan secang dalam pembuatan produk. Teh hitam dan
teh hijau memiliki aroma yang kuat dan ditambahkan sebesar 10% ke
dalam produk, sedangkan secang hanya ditambahkan sebesar 1%.
e. Uji Hedonik Karakteristik Produk secara Overall
Uji penerimaan secara overall dilakukan untuk melihat
tingkat penerimaan panelis terhadap keseluruhan atribut produk jelly
drink. Hasil analisis sidik ragam terhadap atribut overall produk jelly
drink berbasis teh hitam dan secang menunjukkan bahwa sampel
berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi
p<0.05 seperti yang disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa formula B merupakan formula yang
paling disukai secara overall, namun tidak berbeda nyata dengan
formula A. Ketiga formula lainnya saling berbeda nyata satu dengan
yang lain.Hasil uji hedonik terhadap atribut produk jelly drink berbasis
teh hitam dan secang secara overall ditunjukkan oleh Gambar 17.
Hasil analisis sidik ragam terhadap atribut overall produk
jelly drink berbasis teh hijau dan secang menunjukkan bahwa sampel
berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf signifikansi
p<0.05 seperti yang disajikan pada Lampiran 10. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa formula A merupakan formula yang
paling disukai secara overall dan berbeda nyata dengan keempat
formula lainnya. Formula B dan formula C tidak berbeda nyata.
Formula C tidak berbeda nyata dengan formula D, tetapi keduanya
berbeda nyata dengan formula E. Hasil uji hedonik terhadap atribut
produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang secara overall
ditunjukkan oleh Gambar 17.
49
Keterangan: A=sukrosa 15%, B=sukrosa11.25% + aspartam 187.5 ppm,
C=skrosa7.5% + aspartam 375 ppm, D=sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm,
E=aspartam 750 ppm
Gambar 17. Hasil uji rating hedonik terhadap atribut produk jelly
drink berbasis teh dan secang secara overall
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap produk jelly
drink berbasis teh dan secang, dilakukan pemilihan formula produk
terbaik dari setiap jenis produk. Berdasarkan Sadikin (2009), formula
terbaik dari uji hedonik dapat ditentukan dengan menggunakan metode
skor pembobotan, yaitu dengan memberikan bobot terhadap nilai hasil
organoleptik. Pada penelitian ini persentase skor pembobotan untuk
setiap atribut pada produk jelly drink berbasis teh hitam, yaitu rasa
30%, tekstur 30%, warna 10%, dan aroma 30% seperti yang
terangkum dalam Tabel 8.
Tabel 8. Pembobotan Hasil Organoleptik Produk Jelly Drink Berbasis Teh
Hitam dan Secang
Atribut %
bobot
Formula
A
Formula
B
Formula
C
Formula
D
Formula
E
Rasa 30 1.71 1.68 1.50 1.15 0.93
Tekstur 30 1.58 1.68 1.60 1.51 1.40
Warna 10 0.58 0.57 0.56 0.56 0.52
Aroma 30 1.57 1.61 1.56 1.51 1.43
bobot 5.44 5.54 5.22 4.73 4.28
5.7 d 5.7 d
5.1 c
4.3 b
3.7 a
5.0 d 4.5 c
4.2 bc4.0 b
3.4 a
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Formula A Formula B Formula C Formula D Formula E
Uji Rating Hedonik terhadap Atribut Overall
Teh Hitam Teh Hijau
Sko
r
50
Perbedaan bobot tersebut disebabkan atribut warna hampir
seluruh produk tidak berbeda nyata sehingga diberikan bobot paling
kecil. Atribut rasa dan aroma berperan penting dalam tingkat kesukaan
konsumen terhadap produk, sedangkan atribut tekstur berhubungan
dengan tingkat kemudahan jelly drink disedot. Berdasarkan Tabel 8.
Formula produk terpilih adalah formula B, yaitu formula yang
memiliki bobot tertinggi. Pemilihan ini sesuai dengan hasil uji rating
hedonik terhadap atribut overall produk berbasis teh hitam dan secang,
dimana formula B memiliki nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi.
Gambar 18. (b) menunjukkan foto produk jelly drink berbasis teh
hitam dan secang.
Gambar 18. Produk jelly drink terpilih, (a) jelly drink berbasis teh hijau dan
secang, (b) jelly drink berbasis teh hitam dan secang
Tabel 9. Pembobotan Hasil Organoleptik Produk Jelly Drink Berbasis Teh
Hijau dan Secang
Atribut %
bobot
Formula
A
Formula
B
Formula
C
Formula
D
Formula
E
Rasa 35 1.70 1.64 1.25 1.20 0.88
Tekstur 15 0.76 0.60 0.72 0.76 0.74
Warna 15 0.86 0.83 0.82 0.81 0.80
Aroma 35 1.80 1.77 1.75 1.66 1.63
bobot 5.12 4.84 4.54 4.43 4.05
Persentase skor pembobotan untuk setiap atribut pada produk
jelly drink berbasis teh hijau, yaitu rasa 35%, tekstur 15%, warna 15%,
dan aroma 35%. Perbedaan bobot tersebut disebabkan atribut tekstur
(a) (b)
51
dan warna dari hampir seluruh produk tidak berbeda nyata sehingga
diberikan bobot paling kecil. Berdasarkan Tabel 9. Formula produk
terpilih adalah formula A, yaitu formula yang memiliki bobot tertinggi.
Pemilihan ini sesuai dengan hasil uji rating hedonik terhadap atribut
overall produk berbasis teh hitam dan secang, dimana formula A
memiliki nilai rata-rata tingkat kesukaan tertinggi. Gambar 18. (a)
menunjukkan foto produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang.
C. ANALISIS MUTU PRODUK
1. Total Fenol
Senyawa fenolik merupakan hasil metabolit sekunder terbanyak
pada tanaman, digolongkan dalam senyawa fitokimia, dan memiliki fungsi
nutrisi dalam mencegah beberapa penyakit degeneratif (Goldberg, 1994).
Analisis total polifenol menggunakan metode folin-ciocalteau, yaitu
dengan melihat kemampuan reduksi dari komponen fenol. Standar yang
digunakan adalah asam galat. Berdasarkan Ho et al. (2008), asam galat
merupakan salah satu senyawa asam fenolat terbanyak dalam teh. Prinsip
dari metode ini adalah reduksi dari reagen fosfomolibdat (MoO42-
) dan
asam fosfotungstat (WO42-
) sehingga terbentuk kompleks warna biru yang
dapat terukur secara spektrofotometri sinar tampak (Diana, 2010).
Hasil analisis menunjukkan bahwa produk jelly drink berbasis
teh hijau dan secang memiliki total fenol yang lebih tinggi dari pada
produk berbasis teh hitam dan secang. Jelly drink berbasis teh hijau dan
secang memiliki nilai total fenol yang lebih tinggi, yaitu 122.57 ± 6.36 mg
GAE/100 ml sampel, sedangkan jelly drink berbasis teh hitam dan secang
memiliki nilai total fenol 82.66 ± 0.83 mg GAE/100 ml sampel (Gambar
21). Kurva standar asam galat beserta data dan hasil perhitungan analisis
total fenol produk jelly drink berbasis teh dan secang terlampir pada
Lampiran 11.
Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji-t terhadap nilai
total fenol produk jelly drink berbasis teh dan secang menunjukkan bahwa
52
terdapat perbedaan yang nyata antara total polifenol kedua sampel pada
taraf signifikansi p<0.05 seperti yang terangkum pada Lampiran 11.
Gambar 19. Total fenol produk jelly drink berbasis teh dan secang
Kedua jenis bahan yang terkandung dalam produk jelly drink,
yaitu teh dan secang memiliki kandungan komponen fenol yang tinggi,
serta memiliki aktivitas farmakologi (Daniel, 2008). Goldberg (2003)
menyatakan bahwa daun teh mengandung senyawa polifenol sebesar 20-
30% dari total berat daun kering. Komponen polifenol teh, termasuk
katekin telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik.
Berdasarkan Dou (2009), polifenol teh memiliki potential molecular
target dalam menghambat penyakit kanker.
Berdasarkan Jun et al. (2008), beberapa komponen polifenol
yang terdapat dalam ekstrak secang memiliki kemampuan antioksidan
melalui mekanisme penghambatan radikal bebas dan penghambatan enzim
pembentuk radikal. Beberapa senyawa tersebut ialah homoisoflavonoid,
protosappanin A, protosappanin B, brazilin, dan brazilein. Menurut
Bettuzzi (2009), senyawa dari golongan polifenol memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat kuat. Aktivitas antioksidasi komponen polifenol
ditandai dengan aktivitas yang relatif tinggi sebagai donor hidrogen atau
elektron dan kemampuan dari turunan radikal polifenol untuk
122.6 b
82.7 a
0
20
40
60
80
100
120
140
jelly drink berbasis teh hitam dan secang
jelly drink berbasis teh hijau dan secang
Total Polifenol Produk Jelly Drink berbasis Teh dan Secang
mg
GA
E/
10
0 m
l
53
menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak berpasangan (fungsi
pemutusan rantai) juga kemampuan untuk mengkelat transisi logam
(Sandrasari, 2008). Sandrasari (2008) menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara nilai total fenol dan kapasitas antioksidan, semakin tinggi
total polifenol suatu bahan pangan merupakan indikasi bahwa semakin
tinggi juga aktivitas antioksidan bahan tersebut.
Polifenol terbagi menjadi 3 grup, yaitu polifenol non-flavonoid
(hydrolysable tannins), flavonoid, dan asam fenolat (hydroxyl benzoates
dan hydroxyl cinnamates). Jenis polifenol yang terdapat pada teh
merupakan jenis flavonoid. Flavonoid mempunyai kemampuan untuk
menghambat kerja enzim lipoksigenase, prostaglandin synthase, dan
cyclooxygenase. Flavonoid juga berperan sebagai antikarsinogen dan
antimutagen.
Jumlah katekin yang terkandung dalam teh hitam lebih rendah
daripada yang terkandung dalam teh hijau, karena katekin mengalami
oksidasi pada saat proses fermentasi. Stabilitas katekin dipengaruhi oleh
suhu dan pH. Semakin tinggi suhu maka jumlah katekin akan menurun,
begitu pula yang terjadi pada pH tinggi. Jika katekin teroksidasi pada saat
proses fermentasi dalam pembuatan teh hitam, maka EGCG, ECG, EGC,
dan GC akan mengalami epimerisasi menjadi GCG, CG, GC, dan C (Chen
et al., 2001). Proses oksidasi katekin saat fermentasi terjadi secara
enzimatik dan kimiawi. Fermentasi tersebut menghasilkan flavor dan
warna khas pada teh hitam (Wan et al. dalam Ho et al., 2008). Thearubigin
merupakan produk terbesar dari proses oksidasi tersebut.
2. Aktivitas Antioksidan
Antioksidan merupakan komponen penting dalam bahan pangan
yang berperan sebagai health-protecting factor. Komponen kimia yang
berperan sebagai antioksidan dalam produk jelly drink berbasis teh dan
secang adalah komponen fenolik. Berdasarkan hasil analisis aktivitas
antioksidan dengan menggunakan metode DPPH, produk berbasis teh
hijau memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada produk
54
berbasis teh hitam. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini
sebagai pembanding untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel
adalah vitamin C, sehingga hasilnya dapat dinyatakan sebagai ascorbic
acid equivalent antioxidant capacity (AEAC). Kurva standar vitamin C
dan data serta hasil perhitungan analisis aktivitas antioksidan produk jelly
drink berbasis teh dan secang terlampir pada Lampiran 12. Jelly drink
berbasis teh hijau dan secang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih
tinggi, yaitu 498.65 ± 3.54 mg AEAC/100 ml, sedangkan jelly drink
berbasis teh hitam dan secang memiliki aktivitas antioksidan sebesar
419.04 ± 12.24 mg AEAC/100 ml (Gambar 20.). Hasil analisis statistik
dengan uji-t terhadap aktivitas antioksidan produk jelly drink berbasis teh
dan secang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara
aktivitas antioksidan kedua sampel pada taraf signifikansi p<0.05 seperti
yang terangkum pada lampiran 12.
Gambar 20. Aktivitas antioksidan produk jelly drink berbasis teh dan
secang
Marxen et al. (2007) menyatakan bahwa DPPH merupakan
radikal bebas yang stabil dalam larutan metanol. Oleh karena itu, methanol
digunakan sebagai pelarut dalam analisis antioksidan pada penelitian ini.
498.65 b
419.04 a
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
jelly drink berbasis teh hijau dan secang
jelly drink berbasis teh hitam dan secang
Aktivitas Antioksidan ProdukJelly Drink Berbasis Teh dan Secang
mg
AEA
C/1
00m
L
55
Senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat dalam teh hitam, teh hijau,
dan secang merupakan senyawa-senyawa polar yang dapat larut sempurna
dalam larutan methanol. Methanol yang digunakan adalah methanol pro
analys (pa).
Berdasarkan Wan et al. dalam Ho et al. (2008), terdapat tiga
jenis mekanisme kerja antioksidan polifenol teh, yaitu menangkap reactive
oxygen spesies (ROS), mengkelat logam untuk mencegah proses oksidasi,
dan meregulasi enzim atau gen yang berhubungan dengan proses oksidasi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa, baik teh hitam maupun teh hijau
memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik.
Teh hijau memiliki kapasitas antioksidan yang lebih tinggi
daripada teh hitam, hal ini disebabkan oleh komponen utama dalam teh
hijau, EGCG, merupakan senyawa antioksidan yang sangat kuat. Dou
(2009) menyatakan bahwa EGCG memiliki kapasitas antioksidan 25X
lebih kuat daripada vitamin E. Berdasarkan Boschmann (2009), konsumsi
EGCG oleh manusia, selain meningkatkan aktivitas antioksidan tubuh,
juga berfungsi untuk meningkatkan fungsi endothelial dan memperbaiki
kontrol terhadap tekanan darah. Polifenol yang terdapat dalam teh hitam
adalah thearubigin dan theaflavin. Turkoglu (2007) menyatakan bahwa,
kedua molekul tersebut memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi dan
telah terbukti dapat mencegah penyakit kanker kulit.
3. Aktivitas Inhibisi α-Amilase secara In vitro
Aktivitas inhibisi enzim α-amilase merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan adanya aktivitas anti-hiperglikemik yang
dimiliki oleh suatu bahan pangan. Pada tahap ini dilakukan analisis untuk
mengetahui kemampuan produk jelly drink dalam menghambat kerja
enzim α-amilase dalam mencerna pati. Enzim α-amilase adalah enzim
yang mengkatalisasi pemecahan ikatan α-1,4-glikosida menjadi
oligosakarida dan disakarida.
Kontrol positif yang digunakan dalam analisis ini adalah
acarbose yang diekstrak dari obat tablet dengan merk dagang glukobay®.
56
Acarbose merupakan obat diabetes yang telah banyak beredar di pasaran
dengan kemampuan inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase.
Hasil analisis sidik ragam daya inhibisi produk jelly drink
berbasis teh dan secang terhadap enzim α-amilase menunjukkan bahwa
sampel berpengaruh nyata terhadap aktivitas inhibisi pada taraf
signifikansi p<0.05, uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata terhadap aktivitas inhibisi α-amilase kedua sampel
produk, namun keduanya berbeda nyata dengan kontrol positif acarbose.
Data hasil perhitungan dan analisis statistik aktivitas inhibisi α-amilase
sampel disajikan pada Lampiran 13.
Hasil analisis menunjukkan bahwa produk jelly drink berbasis
teh hijau memiliki daya inhibisi enzim α-amilase yang lebih besar
daripada produk berbasis teh hitam, yaitu 57.11 ± 2.75 %, sedangkan
produk berbasis teh hitam dan secang memiliki aktivitas inhibisi 53.38 ±
0.33 %. Namun, secara statistik daya inhibisi jelly drink berbasis teh hijau
tidak berbeda nyata dengan daya inhibisi jelly drink berbasis teh hitam.
Kontrol positif acarbose 0.5 mg/ml memiliki daya inhibisi 90.79 ± 0.46 %
(Gambar 21).
Gambar 21. Aktivitas inhibisi enzim α-amilase produk jelly drink
berbasis teh dan secang
57.11 a53.38 a
90.79 b
0102030405060708090
100
jelly drink berbasis teh hitam dan secang
jelly drink berbasis teh hijau dan secang
acarbose (0.5 g/ml)
Aktivitas Inhibisi α-Amilase
day
a in
hib
isi (
%)
57
Komponen dalam ekstrak secang yang diduga memiliki aktivitas
anti-hiperglikemik adalah kuersetin dan tannin (Diana, 2010). Kayu
secang mengandung komponen kuersetin yang dapat berperan dalam
inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase (Cai et al., 2004). Oleh karena
itu, berdasarkan beberapa penelitian, ekstrak secang telah terbukti
memiliki aktivitas anti-hiperglikemik, khususnya aktivitas inhibisi
terhadap enzim α-glukosidase.
Tannin dalam ekstrak secang juga diduga sebagai komponen
yang berperan dalam inhibisi α-glukosidase dan α-amilase (Ganu dan
Jadhav, 2010). Tannin dalam kayu secang sangat tinggi dan merupakan
komponen dominan dalam polifenol kayu secang. tannin dapat
membentuk kompleks dengan protein enzim (sebagai inhibitor) sehingga
enzim akan kehilangan kemampuannya sebagai katalisator. Keberadaan
tannin tidak hanya akan menurunkan aktivitas pencernaan karbohidrat,
tetapi juga pencernaan protein dan lemak, karena tannin juga dapat
menjadi inhibitor terhadap protease dan lipase. Oleh karena itu, produk
jelly drink berbasis teh dan secang baik dikonsumsi oleh penderita
overweight dan obesitas sebagai dessert, yaitu sebagai makanan pembuka
atau makanan penutup setelah makanan utama, sedangkan orang yang
tidak menderita overweight atau obesitas dapat mengkonsumsinya sebagai
makanan selingan, tidak sebagai dessert.
Daya inhibisi terhadap enzim α-amilase yang ditunjukkan
produk, selain disebabkan oleh keberadaan ekstrak secang, juga diduga
disebabkan oleh keberadaan ekstrak teh. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa baik teh hijau maupun teh hitam memiliki aktivitas
anti-diabetes yang sangat baik.
Boschmann (2009) menyatakan bahwa beberapa manfaat
kesehatan yang dimiliki teh hijau adalah sebagai anti-obesitas, anti-
diabetes, dan kardioprotektiv. Hal tersebut dipengaruhi oleh keberadaan
katekin dalam teh hijau, terutama EGCG. Data yang diperoleh secara In
vitro dan In vivo menunjukkan mekanisme beberapa manfaat kesehatan
58
tersebut, yaitu 1) menurunkan penyerapan karbohidrat, 2) menurunkan
produksi glukosa hepatik, dan 3) meningkatkan sensitivitas insulin.
Penelitian ini menunjukkan bahwa teh hitam juga memiliki
aktivitas anti α-amilase yang sama dengan teh hijau. Lin dan Shiau (2009)
menyatakan bahwa fermented tea lebih efektif daripada unfermented tea
dalam menurunkan lipogenesis dan obesitas. Beberapa mekanisme teh
dalam mencegah penyakit obesitas diantaranya menstimulasi metabolisme
lipid hepatik, menghambat lipase gastric dan pancreatic, menstimulasi
termogenesis, mengatur nafsu makan, dan menekan fatty acid synthase.
4. Nilai pH
Nilai rata-rata pH produk jelly drink berbasis teh dan secang
berada pada kisaran pH netral. Jelly drink berbasis teh hijau memiliki pH
7.09, sedangkan produk jelly drink berbasis teh hitam memiliki pH 7.15.
Sebagai pembanding, jelly drink merk x yang telah ada di pasaran
memiliki pH 4.84. Produk jelly drink merk x tersebut menggunakan asam
benzoat sebagai pengawet.
Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekitar 6.50-7.50,
pada pH di bawah 5.00 dan di atas 8.50, bakteri tidak dapat tumbuh
dengan baik. Sebaliknya, khamir menyukai pH 4.00-5.00 dan dapat
tumbuh pada kisaran pH 2.50-8.50. Kapang memiliki pH optimum 5.00-
7.00, tetapi masih dapat hidup pada kisaran pH 3.00-8.50 (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan data tersebut, produk jelly drink berbasis teh dan secang
rentan terhadap kerusakan mikrobiologi yang disebabkan oleh bakteri,
kapang dan khamir. Namun faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik produk
dan perlakuan pasteurisasi serta penyimpanan dalam refrigerator dapat
menekan kontaminasi mikroba.
5. Aktivitas Air (aw)
Kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan
bahan pangan tersebut terhadap kerusakan mikrobiologi. Air dalam bahan
pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh adalah jenis air
59
bebas. Jumlah air bebas tersbut dinyatakan dalam aw (water activity).
Setiap jenis mikroorganisme mempunyai aw optimum untuk dapat tumbuh
dengan baik, misalnya Pseudomonas dan Escherichia memiliki aw
optimum 0.95-1.00, Salmonella 0.91-0.95, khamir 0.87-0.91 dan kapang
0.80-0.87 (Fennema, 1996). Pengurangan aktivitas air akan memperlambat
aktivitas metabolisme dan membatasi pertumbuhan mikroba (Syarief dan
Nurwitri, 1991).
Produk berbasis teh hijau dan secang memiliki nilai aw 0.984,
sedangkan produk berbasis teh hitam memiliki nilai aw 0.987. Data
tersebut menunjukkan bahwa produk teh hijau yang mengandung sukrosa
lebih banyak (yaitu 15%) memiliki nilai aw yang lebih rendah
dibandingkan produk berbasis teh hitam yang mengandung sukrosa
11.25%. Hal tersebut disebabkan sukrosa mempunyai kemampuan untuk
mengikat air.
Berdasarkan data pengukuran aw dan pH, terlihat bahwa produk
jelly drink berbasis teh dan secang rentan terhadap kerusakan mikrobiologi
oleh beberapa jenis bakteri dan khamir. Namun, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kontaminasi produk pangan, beberapa di antaranya adalah
nutrisi, pH, aw, kandungan senyawa antimikroba, suhu, dan RH
lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembuatan produk penting dilakukan
proses pasteurisasi dan penanganan pasca-produksi dalam refrigerator.
Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh organisme yang merugikan.
Selain itu, berdasarkan Sundari et al. (1998), ekstrak secang dapat bersifat
sebagai antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Penyimpanan produk dalam refrigerator akan mempertahankan suhu
lingkungan tetap rendah sehingga sulit bagi mikroba untuk tumbuh dan
mengkontaminasi produk.
6. Sineresis
Sineresis adalah peristiwa keluarnya atau merembesnya cairan
dari suatu gel (Winarno, 1992). Selama pengukuran sineresis, gel disimpan
pada refrigerator bersuhu 10oC selama 24, 48, dan 120 jam. Hasil
60
pengukuran sineresis produk jelly drink berbasis teh dan secang dapat
dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Grafik perubahan sineresis produk jelly drink berbasis teh
dan secang
Hasil pengamatan terhadap sineresis produk menunjukkan bahwa
jumlah air yang keluar dari produk hingga 120 jam sejak produksi sangat
sedikit. Semua jenis produk jelly drink berbasis teh dan secang memiliki
tingkat sineresis di bawah 1% pada pengamatan 24 jam. Pengamatan pada
120 jam menunjukkan bahwa seluruh produk masih memiliki tingkat
sineresis di bawah 7%. Data hasil pengamatan sineresis dapat dilihat pada
Lampiran 14. Berdasarkan pengamatan tersebut, terlihat bahwa produk
jelly drink berbasis teh dan secang memiliki kualitas gel yang baik.
Sebagai pembanding, jelly drink berbasis rosella (Sadikin, 2009)
mengalami sineresis sebesar 15-20% dalam waktu penyimpanan 24 jam
dan mencapai 25% dalam waktu 48 jam.
Berdasarkan Winarno (1992), nilai pH dapat berpengaruh pada
pembentukan gel, pH yang terlalu rendah akan menimbulkan sineresis.
Karagenan memiliki kestabilan gel pada pH 7, sedangkan pada pH di
bawah 4.3 kekuatan gel dan viskositasnya akan menurun. Karagenan akan
mengalami autohidrolisis dalam larutan asam dengan hidrolisa pada ikatan
3,6-anhidro-D-galaktosa. Produk jelly drink berbasis teh dan secang
memiliki nilai pH di sekitar 7, oleh karena itu, gel yang terbentuk stabil
dan memiliki tingkat sineresis yang kecil.
0
1
2
3
4
5
6
7
24 jam 48 jam 120 jam
Teh Hitam
Teh Hijau
sin
eres
is (%
)
61
7. Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk memperoleh data kasar
mengenai komposisi kimia suatu bahan pangan (Winarno, 1992).
Meskipun hasil yang diperoleh hanya merupakan perkiraan kasar, analisis
ini paling sering digunakan dalam pengawasan mutu pangan. Analisis
proksimat meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar
lemak dan kadar karbohidrat.
Tabel 10. Hasil analisis proksimat produk jelly drink berbasis teh dan
secang
Karakteristik produk
Jelly drink
berbasis teh
hitam
Jelly drink
berbasis
teh hijau
Kadar air (% bb) 90.13 85.69
Kadar abu (% bb) 0.22 0.08
Kadar protein (% bb) 0.0388 0.0526
Kadar lemak (% bb) 0.0617 0.0112
Kadar karbohidrat by diference (% bb) 9.5445 14.1663
a. Kadar Air
Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur
banyaknya air yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar air sering
dijadikan parameter mutu suatu bahan pangan, karena air berbanding
terbalik dengan kadar padatan di dalam bahan pangan tersebut. Air
merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citarasa makanan (Winarno,
1992).
Hasil analisis statistik dengan uji-t terhadap kadar air produk
jelly drink berbasis teh dan secang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata antar kadar air kedua sampel pada taraf
signifikansi p<0.05. Produk berbasis teh hitam dan secang memiliki
kadar air 90.14%, sedangkan produk berbasis teh hijau memiiki kadar
air yang lebih rendah, yaitu 85.69% (Lampiran 15.). Berdasarkan hasil
analisis tersebut, terlihat bahwa produk yang mengandung lebih
62
banyak sukrosa memiliki kadar air yang lebih rendah daripada produk
yang mengandung lebih sedikit sukrosa. Hal ini disebabkan oleh
karena sukrosa merupakan bahan organik padat yang terlarut dalam
air, sehingga semakin tinggi porsinya dalam produk, akan
memperkecil porsi air.
b. Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari
bahan organik dan air, sedangkan sisanya terdiri dari unsur-unsur
mineral (Winarno, 1992). Mineral dalam bahan pangan biasanya
ditentukan dengan pengabuan atau insinerasi (Pembakaran) (DeMan,
1997). Abu merupakan residu organik yang didapat dengan pemanasan
pada suhu tinggi, > 450oC (pengabuan) atau dengan pendekstrusian
komponen-komponen organik dengan asam-asam kuat.
Berdasarkan hasil analisis, produk jelly drink berbasis teh
hijau memiiliki kadar abu 0.08%, sedangkan produk berbasis teh hitam
memiliki kadar abu 0.22%. Analisis statistik dengan uji-t menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar abu kedua produk
pada taraf signifikansi p<0.05. Nilai kadar abu 0.22% berarti bahwa
dalam setiap 100 g produk terdapat 0.22 g unsur-unsur mineral. Unsur-
unsur tersebut berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam
tubuh (Fennema, 1996). Data hasil analisis kadar abu terangkum pada
Lampiran 16.
c. Kadar Protein
Metode yang paling banyak digunakan dan merupakan
metode standar AOAC untuk analisis protein adalah metode Kjeldahl.
Pengukuran kadar protein dengan metode tersebut didasarkan atas
pengukuran kandungan nitrogen rata-rata di dalam bahan pangan.
Kandungan nitrogen rata-rata di dalam bahan pangan adalah sekitar
16% sehingga factor 6.25 dapat digunakan untuk mengkonversi kadar
nitrogen menjadi kadar protein.
Berdasarkan hasil analisis, produk jelly drink berbasis teh dan
secang memiliki nilai kadar protein yang sangat rendah. Uji-t
63
memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara
kadar protein kedua jenis produk pada taraf signifikansi p>0.05.
Produk jelly drink berbasis teh hitam memiliki kadar protein 0.04%,
dan produk berbasis teh hijau memiliki nilai kadar protein 0.05%. Data
hasil analisis kadar protein terangkum pada Lampiran 17.
Berdasarkan Fennema (1996), aspartam atau L-aspartyl-L-
phenylalanine methyl ester terbuat dari dua jenis asam amino, yaitu
asam aspartat dan fenilalanin. Aspartam memiliki ikatan dipeptida,
sehingga produk yang mengandung aspartam seharusnya memiliki
kadar nitrogen yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena pada produk
dalam penelitian ini jumlah aspartam yang ditambahkan sangat sedikit,
maka keberadaan aspartam tidak berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kadar nitrogen produk.
d. Kadar Lemak
Lemak merupakan komponen yang heterogen dan hampir
terdapat dalam semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-
beda (Winarno, 1992). Metode yang digunakan pada analisis lemak
umumnya tergantung pada jenis sampel dan jenis analisis yang akan
dilakukan pada sampel tersebut setelah ekstraksi lemak. Analisis
kandungan kandungan total biasanya dilakukan dengan cara ekstraksi
menggunakan pelarut.
Sebelum dilakukan analisis kadar lemak, produk jelly drink
berbasis teh dan secang terlebih dulu dihidrolisis dengan asam
kemudian dikeringkan untuk memudahkan lemak keluar dari jaringan.
Hidrolisis menggunakan asam dapat memecah ikatan kovalen dan
ikatan ion yang mengikat yang mengikat lemak pada komponen lain
seperti karbohidrat dan protein, sehingga lemak dapat diekstrak dengan
mudah (Min dan Boff, 2003).
Berdasarkan hasil analisis, produk jelly drink berbasis teh dan
secang memiliki nilai kadar lemak yang sangat rendah. Uji-t
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar
lemak kedua jenis produk pada taraf signifikansi p<0.05. Produk jelly
64
drink berbasis teh hitam memiliki kadar lemak 0.06%, sedangkan
produk berbasis teh hijau memiliki nilai yang lebih rendah, yaitu
0.01%. Data hasil analisis kadar lemak terangkum pada Lampiran 18.
Nilai kadar lemak yang sangat rendah tersebut menunjukkan bahwa
produk jelly drink berbasis teh dan secang baik dikonsumsi oleh orang
yang menderita obesitas. Sebagai pembanding, jelly drink berbasis
rosella pada penelitian Sadikin (2009) juga ditujukan pada penderita
obesitas dan memiliki kadar lemak 0.37%.
e. Kadar Karbohidrat
Kandungan karbohidrat dalam bahan pangan dapat
diperkirakan melalui beberapa cara analisis. Salah satu cara yang
paling mudah adalah dengan cara menghitung Carbohydrate by
difference, yaitu kandungan karbohidrat total yang diperoleh dari hasil
pengurangan angka 100% dengan persentase komponen lain (kadar air,
abu, lemak dan protein).
Berdasarkan hasil analisis, produk jelly drink berbasis teh dan
secang memiliki nilai kadar lemak yang sangat rendah. Uji-t
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kadar
karbohidrat by difference kedua jenis produk pada taraf signifikansi
p<0.05. Produk jelly drink berbasis teh hitam memiliki kadar
karbohidrat by difference 9.54%, sedangkan produk berbasis teh hijau
memiliki nilai yang lebih tinggi, yaitu 14.17%. Hal ini disebabkan oleh
karena produk jelly drink berbasis teh hijau memiliki kandungan
sukrosa yang lebih tinggi daripada jelly drink berbasis teh hitam. Data
hasil perhitungan kadar karbohidrat by difference terangkum pada
Lampiran 19.
65
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Jelly drink berbasis teh dan secang merupakan minuman jelly yang
memiliki ingredien utama ekstrak secang sebesar 1% (v/v) dan ekstrak teh (teh
hitam atau teh hijau) sebesar 10% (v/v), gelling agent yang digunakan adalah
jelly powder carrageenan-conjac based sebesar 0.3%, dan pemanis sukrosa
15% untuk produk berbasis teh hijau, sedangkan untuk produk berbasis teh
hitam menggunakan pemanis sukrosa 11.25% dan aspartam 187.5 ppm.
Teh dan secang mengandung komponen fenolik yang memiliki
aktivitas antioksidan dan inhibisi α-amilase. Produk jelly drink berbasis teh
hijau memiliki total fenol dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi, yaitu
berturut-turut 122.57±5.27 mg GAE/ 100 ml dan 498.65 ± 2.97 mg
AEAC/100 mL, sedangkan produk jelly drink berbasis teh hitam memiliki
nilai total fenol dan aktivitas antioksidan yang lebih rendah, yaitu 82.66±0.77
mg GAE/100 ml dan 419.04 ± 10.31 mg AEAC/100 mL.
Jelly drink berbasis teh hijau memiliki aktivitas inhibisi enzim α-
amilase sebesar 57.11 ± 2.75 %. Nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan
aktivitas inhibisi α-amilase produk jelly drink berbasis teh hitam, yaitu 53.38 ±
0.33 %. Larutan acarbose 0.5 mg/ml digunakan sebagai pembanding dan
memiliki aktivitas inhibisi 90.79 ± 0.46%. Penelitian ini menunjukkan bahwa
produk jelly drink berbasis teh dan secang memiliki potensi yang baik sebagai
pangan fungsional, khususnya bagi penderita overweight dan penderita
obesitas.
B. SARAN
Studi lebih lanjut tentang analisis aktivitas inhibisi α-glukosidase
secara in vitro dan aktivitas anti-hiperglikemik secara in vivo perlu dilakukan.
Studi in vivo dapat menunjukkan aktivitas produk jelly drink berbasis teh dan
secang di dalam tubuh. Selain itu, analisis kapasitas antioksidan campuran
ekstrak teh dan secang dengan menggunakan beberapa metode pengukuran
kapasitas antioksidan perlu dilakukan untuk melihat sinergisme kapasitas
DAFTAR PUSTAKA
Akesowan, A. 2002. Viscosity and Gel Formation of a Konjac Flour from
Amorphophallus oncophyllus.
http://www.journal.au.edu/au_techno/2002/Jan2002/article6.pdf. [diakses
tanggal 15 Januari 2009].
Anonim. 2008. Teh masih dianggap minuman inferior.
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0709/08/Jabar/26268.htm
[diakses tanggal 25 Januari 2009].
Batubara, I., Mitsunaga, T., dan Ohasi, H. 2009. Screening antiacne potency of
Indonesian medicinal plants: antibacterial, lipase inhibition, and
antioxidant activities. Journal of Wood Science 55(3): 230-235.
Belitz, HD. dan Grosch, W. 1999. Food Chemistry. Springer. Berlin.
Bettuzzi, Saverio. 2009. Inhibition of human prostate cancer progression by
administration of green tea catechins: from the bench to the clinical trial.
Di dalam The 3rd
World Congress on Tea and Health Nutraceutical &
Pharmaceutical Applications. ISANH. Dubai.
Bin, L. Dan Bi-Jun, X. 2003. Study on Molecular Chain Morphology of Konjac
Glukomannan. Agricultural Science in China 2(7) : 798-803.
http://www.inano.net/pdffiles/Study%20on%Molecular%20Chain%20M
orphology%20of%20Konjac%20Glukomannan.pdf [diakses tanggal 20
Januari 2009].
Boschmann, Michael. 2009. Green tea and metabolic syndrome: recent advances
and perspectives. Di dalam The 3rd
World Congress on Tea and Health
Nutraceutical & Pharmaceutical Applications. ISANH. Dubai.
BPS. 2008. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman.
www.bps.go.id [diakses tanggal 23 Januari 2010].
Cai, YZ. et al. 2004. Antioxidant Activity and Phenolic Compounds of 112
Traditional, Chinese Medicinal Plants Associated with Anticancer. Life
Sciences (74): 2157 – 2184.
Chen, Z.Y., Zhu, Q.Y., Tsang, D. Dan Huang, Y. 2001. Degradation of Green Tea
Catechins in Tea Drinks. Journal of Agriculture and Food Chemistry
49:477-482.
Daniel, M. 2008. Medicinal Plant: Chemistry and Properties. Science Publisher,
Enfield.
Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 2009. Obesitas dan Kurang Aktivitas Fisik Menyumbang 30%
Kanker. :
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid
=3328 [diakses tanggal 25 Agustus 2010].
Diana. 2010. Aktivitas Anti-Hiperglikemik dari Minuman Fungsional berbasis
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BL Miq) secara In vitro dan Ex
vivo. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Dou, Ping. 2009. Recent Advances on Tea Polyphenols: Biological Effects and
Potential Molecular Target. Di dalam The 3rd
World Congress on Tea
and Health Nutraceutical & Pharmaceutical Applications. ISANH.
Dubai.
Faradian, F. 2001. Pengujian kualitas minuman ringan berkarbonat terhadap
pengaruh penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, PAU
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker, Inc.
USA.
FIC Foundation. 1998. Backgrounder: Functional Food. Di dalami Food Insight
Media Guide. IFICF, Washington, DC. Hariyadi (ed). 2001. Pangan
Tradisional Pusat Kajian Makanan Tradisional. IPB.
Ganu, Gayatri dan Jadhav, Suresh. 2010. In Vitro Antioxidant and In Vivo
Antihyperglicemic Potential of Mimusops elengi L. in Alloxan-Induced
Diabetes in Mice. Journal of Complementary and Integrative Medicine
7(1) Art.4.
Goldberg, Gail. 2003. Plants: Diet and Health. Blackwell Publishing. UK.
Goldberg, Israel. 1994. Functional Foods: Designer Foods, Pharmafoods,
Nutraceuticals. Chapman & Hall. USA.
Guo, R. dan Ding, E.Y. 2006. Rheological and DSC Studies on The Interaction
Between κ-Carrageenan and Cellulose Nanocrystals (CNC). Chinese
Chemical Letters 17(5):695-698.
Hartoyo, Arif dan Astuti, Mary. 2002. Aktivitas antioksidatif dan
hipokolesterolemik ekstrak teh hijau dan teh wangi pada tikus yang
diberi ransum kaya asam lemak tidak jenuh ganda. Jurnal teknologi dan
industri pangan 13(1): 78-84.
69
Herbal, L. 2008. Teh hijau sebagai antioksidan alami. http://www.mail-
archive.com/[email protected]/msg00097.html
[diakses tanggal 19 Januari 2010].
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan. Badan Litbang
Kehutanan. Jakarta.
Ho, Chi-Tang., Lin, Jen-Kun., Shahidi, Fereidoon. 2008. Tea and Tea Products:
Chemistry and Health-Promoting Properties. CRC Press. USA.
Holinesti, Rahmi. 2007. Studi Pemanfaatan Pigmen Brezilein Kayu Secang
(Caesalpinia sappan L.) sebagai Pewarna Alami Serta Stabilitasnya
pada Model Pangan. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
Ichikawa, T. 1994. Functional food in Japan. Di dalam I. Goldberg (ed).1994.
Functional Food. Designer, Pharmafoods, Nutraceuticals, Chapman and
Hall Inc. New York.
Imeson, A. P. 2000. Carageenan. Di dalam : Philips, G. O. dan P. A. Williams,
editors. Handbook of Hydrocolloids. CRC Press. Florida. P87-101.
Jun, H., Yan, X.L., Wang, W., Wu, H., Hua, L., dan Du, L.J. 2008. Antioxidan
activity in vitro of three constituents from Caesalpinia sappan L.
Tsinghua Science and Technology 13 (4): 474-479.
Lavie, Carl J et al. 2009. Obesity and Cardiovascular Disease: Risk Factor,
Paradox, and Impact of Weight Loss. Journal of the American College
of Cardiology 53 (21): 1925 – 1932.
Lemmens, R.H.M.J. dan Soetjipto, Wulijani N. 1992. Plant Resources of
Southeast Asia No.3: Dye and Tannin Producing Plant. Wageningen.
The Netherlands. Jurnal Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1998. Vol.
4(3): 17-18.
Li, WL. et al. 2004. Review: Natural Medicine Used In The Traditional Chinese
Medical System for Therapy of Diabetes Mellitus. Journal of
Ethnopharmacology 92: 1-32.
Lin, Jen-Kun. 2009. Mechanisms of Cancer Chemoprevention by Tea and Tea
Polyphenols. Di dalam Ho, Chi-Tang et al. (editors). 2009. Tea and Tea
Products: Chemistry and Health-Promoting Properties. CRC Press. USA.
Lin, Jen-Kun dan Shiau, Shoei-Yn Lin. 2009. Fermented Tea Is More Effective
Than Unfermented Tea in Suppressing Lipogenesis and Obesity. Di
dalam Ho, Chi-Tang et al. (editors). 2009. Tea and Tea Products:
Chemistry and Health-Promoting Properties. CRC Press. USA.
Marxen, Kai et al.2007. Determination of DPPH Radical Oxidation Caused by
Methanolic Extracts of Some Microalgal Species by Linear Regression
Analysis of Spectrophotometric Measurements. Sensors (7): 2080–2095.
70
Min, DB. dan Boff, JM. 2003. Crude Fat Analysis. Di dalam Nielsen, SS, editor.
Food Analysis 3rd
Edition. Plenum Publisher. New York.
Moon, C.K. et al. 1990. Effect of brazilin on glucose metabolism in isolated
soleus muscles from streptozotocin induced diabetic rats. Archives of
Pharmacal Research (Seoul) 13: 359-364.
Morota, T., Takeda, H., Sasaki, H., Sato, S. 1990. Aldose reductase inhibitors
containing phenols of Caesalpinia sappan. Japan Kokai Tokyo Koho
[paten]. Paten number: JP 02264718.
Muchtadi, Deddy. 2001. Potensi pangan tradisional sebagai pangan fungsional
dan suplemen. Di dalam L. Nuraida dan R. D. Haryadi. (Eds). Pangan
Tradisional. Pusat Kajian Makanan Tradisional. IPB.
Nabors, Lyn O’Brien. 2001. Alternative Sweeteners 3rd
Edition. Marcel Dekker,
Inc. USA.
Puspaningrum R. 2003. Pengaruh Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)
Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Limpa Tikus dan Sel Kanker K-562
(Chronic Myelogeous Leukemia) secara In vitro [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sadikin, Akhmad Arief. 2009. Pemanfaatan Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn)
dalam Pembuatan Minuman Jelly. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor.
Safitri, Ratu dkk. 2002. Analisis Kemampuan Ekstrak Hati Kayu Secang
(Caesalpinia sappan L.) sebagai Antioksidan (Memerangkap Radikal
Superoksida, Hidroksil dan Peroksidasi Lipid) untuk Pengembangan
Jamu Menjadi Minuman Kesehatan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing
IX. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Sandrasari, Diny Agustini. 2008. Kapasitas Antioksidatif dan Hubungannya
dengan Nilai Total Fenol Ekstrak Sayuran Indigenous. Sekolah
Pascasarjana IPB. Bogor.
Scheeman, B.O. 2000. Relationship of Food, Nutrition, and Health. Di dalam
Essentials of Functional Foods. Schimidi M. K. dan Labuza T. P. (eds).
CRC Press. USA.
Shahidi, F. Dan Naczk, M.G. 2004. Phenolic in foods and nutraceuticals. CRC
Press LLC. USA.
Sharma, Om P. dan Bhat, Tej K. 2009. DPPH Antioxidant Assay Revisited. Food
Chemistry (113): 1202 – 1205.
71
Siagian, Albiner. 2009. Hubungan Sarapan dan Obesitas.
http://www.eurekaindonesia.org/hubungan-sarapan-dan-obesitas/
[diakses tanggal 20 Agustus 2010].
Strycharz, Sarah dan Shetty, Kalidas. 2002. Effect of Agrobacterium rhizogenes
on Phenolic Content of Mentha pulegium Elite Clonal Line
Phytoremediation Applications. Process Biochemistry (38): 287 – 293.
Sundari, D., L. Widowati dan Winarno, MW. 1998. Informasi khasiat keamanan
dan fitokimia tanaman secang (Caesalpinia sappan Linn). Warta
Tumbuhan Obat Indonesia 4(3):1-3.
Suprihartini, Rohayati. 2005. Daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia.
Jurnal Agro Ekonomi 23 (1): 1-29.
Sylviana. 2005. Pembuatan Produk Minuman Jelly Cincau Hitam (Mesona
palustris BL.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Takigami, S. 2000. Konjac Mannan. Di dalam: Philips, G.O. dan Williams, P.A.,
editors. Handbook of Hydrocolloids. CRC Press. Florida.
Thalapaneni, Nageswara R. et al. 2008. Inhibition of Carbohydrate Digestive
Enzymes by Talinum portulacifolium (Forssk) Leaf Extract. Journal of
Complementary Integrative Medicine (5) Iss.1 Art. 11.
Turkoglu, M. dan Cigirgil, N. 2007. Evaluation of black tea gel and its protection
potential against UV. International journal of cosmetic science 29:437-
442.
Wan, Xiaochun et al. 2009. Antioxidant Properties and Mechanisms of Tea
Polyphenols. Di dalam Ho, Chi-Tang et al. (editors). 2009. Tea and Tea
Products: Chemistry and Health-Promoting Properties. CRC Press. USA.
Whistler, R.L. dan BeMiller, J.N. 1985. Carbohydrates. Di dalam: Fennema, O.R.,
editor. Food Chemistry. Marcell Dekker, Inc. New York. P211-214.
WHO. 2009. World Health Statistics 2009. World Health Organization.
Switzerland.
WHO. 2010. Human Development Report 2009-HDI rankings.
http://hdr.undp.org/en/statistics/. [diakses tanggal 20 Januari 2010].
Widiyantoro, A. dkk. 2006. Aktivitas anti hiperglikemia ekstrak methanol kayu
secang (Caesalpinia sappan Linn). Jurnal kedokteran dan kesehatan 5(1):
41.
Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
72
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan ekstrak teh hitam / teh hijau (Turkoglu dan
Cigirgil, 2007)
Diekstraksi dalam air mendidih
(±100 oC), 10 menit sambil diaduk
(tanpa pemanasan lebih lanjut)
Serbuk
Teh hitam / teh hijau 50 g
Air
mendidih
500 ml
disaring Ampas
ekstrak
Teh hitam / teh hijau
(0.1 g/ml)
73
Lampiran 2. Diagram alir pembuatan ekstrak secang (Diana, 2010)
Serbuk kayu
secang 18.16 g
Direbus dengan air mendidih 500 ml
selama 10-15 menit dalam panci
tertutup dengan api kecil
Disaring vakum
(kertas Whatman No.42)
ampas
Dipekatkan dengan rotary evaporator hingga volume
akhir = 1/3 x volume awal, suhu 65oC dengan kecepatan
putar skala 75% (skala 7.5)
Dibotolkan dalam botol kaca steril
Dipasteurisasi pada suhu 80oC
selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu
secara cepat (shock cooling)
Ekstrak cair
kayu secang
74
Lampiran 3. Data hasil pengukuran kapasitas antioksidan dalam penentuan
sinergisme kapasitas antioksidan pada campuran antara ekstrak
teh dan ekstrak secang
Sampel Uji Abs.
ulangan 1 Abs.
ulangan 2 rata-rata
Kapasitas antioksidan (%)
Teh hijau Hijau 0.1 g/ml 0.315 0.296 0.306 82.24
Ekstrak secang 0.808 0.790 0.799 53.55
Teh hitam 0.1 g/ml 0.558 0.540 0.549 68.08
teh hijau-secang (90:10) 0.412 0.394 0.403 76.57
teh hijau-secang (70:30) 0.556 0.538 0.547 68.20
teh hijau-secang (60:40) 0.606 0.588 0.597 65.29
teh hijau-secang (50:50) 0.678 0.660 0.669 61.10
teh hijau-secang (40:60) 0.756 0.738 0.747 56.57
teh hijau -secang (30:70) 0.780 0.762 0.771 55.17
teh hitam-secang (90:10) 0.568 0.550 0.559 67.50
teh hitam-secang (70:30) 0.738 0.720 0.729 57.62
teh hitam-secang (60:40) 0.768 0.750 0.759 55.87
teh hitam-secang (50:50) 0.775 0.754 0.765 55.55
teh hitam-secang (40:60) 0.797 0.770 0.784 54.45
teh hitam-secang (30:70) 0.806 0.776 0.791 54.01
Keterangan: absorbansi blanko = 1.720
Contoh perhitungan: Teh hijau 0.1 g/ml
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 =(𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜× 100%
= {(1.720 – 0.306) / 1.720} x 100%
= 82.24%
75
Lampiran 4. Data hasil pengukuran kapasitas antioksidan pada penentuan
formula campuran ekstrak teh dan ekstrak secang
Sampel
Konsentrasi
secang
(% v/v) ulangan absorbansi
kapasitas
antioksidan
(%)
rata-
rata
(%)
Teh Hitam : secang
100:5 0.5
1 0.396 42.36 46.72
2 0.336 51.09
100:10 1
1 0.305 55.54 56.11
2 0.298 56.69
100:20 2
1 0.294 57.14 57.79
2 0.286 58.43
100:30 3
1 0.373 45.64 46.22
2 0.366 46.79
100:40 4
1 0.368 46.37 46.80
2 0.363 47.22
Teh Hijau : secang
100:5 0.5
1 0.300 56.31 56.77
2 0.294 57.22
100:10 1
1 0.286 58.33 57.79
2 0.294 57.24
100:20 2
1 0.293 57.29 57.71
2 0.288 58.14
100:30 3
1 0.283 58.75 59.02
2 0.280 59.30
100:40 4
1 0.281 59.09 59.32 2 0.278 59.54
Keterangan: jumlah teh yang ditambahkan pada semua jenis formula sama, yaitu
10% (v/v); Absorbansi blanko = 0.687
Contoh perhitungan: Teh Hitam : secang = 100:5 ulangan 1
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 =(𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜× 100%
= {(0.687 – 0.396) / 0.687}x 100
= 42.36%
76
Lampiran 5. ANOVA Kapasitas antioksidan formula campuran ekstrak teh
hitam dan ekstrak secang
Univariate Analysis of Variance
ANOVA
kapasitas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 261.361 4 65.340 8.042 .021
Within Groups 40.622 5 8.124
Total 301.984 9
Post Hoc Tests
sampel
Homogeneous Subsets
kapasitas
Duncan
sampel N
Subset for alpha = 0.05
1 2
D 2 46.2150
A 2 46.7250
E 2 46.7950
B 2 56.1150
C 2 57.7850
Sig. .850 .583
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Keterangan: dari perlakuan A hingga E berturut-turut merupakan perlakuan pencampuran
ekstrak teh hitam (10% dalam larutan) dan secang pada rasio 100:5 (secang 0.5% dalam
larutan), 100:10 (secang 1% dalam larutan), 100:20 (secang 2% dalam larutan), 100:30
(secang 3% dalam larutan), dan 100:40 (secang 4% dalam larutan).
77
Lampiran 6. ANOVA Kapasitas antioksidan formula campuran ekstrak teh hijau
dan ekstrak secang
Univariate Analysis of Variance
ANOVA
kapasitas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 8.719 4 2.180 6.720 .030
Within Groups 1.622 5 .324
Total 10.340 9
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
kapasitas
Duncan
sampel N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
A 2 56.7650
C 2 57.7150 57.7150
B 2 57.7850 57.7850
D 2 59.0250 59.0250
E 2 59.3150
Sig. .142 .076 .632
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Keterangan: dari perlakuan A hingga E berturut-turut merupakan perlakuan pencampuran
ekstrak teh hitam (10% dalam larutan) dan secang pada rasio 100:5 (secang 0.5% dalam
larutan), 100:10 (secang 1% dalam larutan), 100:20 (secang 2% dalam larutan), 100:30
(secang 3% dalam larutan), dan 100:40 (secang 4% dalam larutan).
78
Lampiran 7. Data hasil pengukuran gel strength produk jelly drink pada berbagai
jenis dan konsentrasi jelly powder beserta hasil uji statistik
jelly powder Konsen-trasi
U Gaya (g)
Jarak (mm)
Gel Strength (g/ml)
rata-rata (g/ml)
Carrageenan-conjac based
0.2 1 21.74 7.710 2.82 2.83
2 21.97 7.735 2.84
0.3 1 42.55 7.850 5.42 5.46
2 42.90 7.800 5.50
0.4 1 51.04 8.000 6.38 6.41
2 52.31 8.122 6.44
0.5 1 52.72 7.963 6.62 6.64
2 53.28 8.000 6.66
Carrageenan based
0.2 1 68.56 8.000 8.57 8.58
2 68.25 7.945 8.59
0.3 1 91.60 8.000 11.45 11.51
2 93.72 8.100 11.57
0.4 1 110.14 7.952 13.85 13.90
2 112.30 8.050 13.95
Jelly drink merk x
1 41.42 7.965 5.20 5.25
2 41.87 7.900 5.30
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) terhadap gel strength
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Gel_Strength
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 1099.753a 9 122.195 1.653E5 .000
ulangan .018 1 .018 24.652 .002
sampel 182.250 7 26.036 3.522E4 .000
Error .005 7 .001
Total 1099.758 16
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
79
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
Gel_Strength
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3 4 5 6 7 8
A 2 2.8300
H 2 5.2500
B 2 5.4600
C 2 6.4100
D 2 6.6400
E 2 8.5800
F 2 11.5100
G 2 13.9000
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .001.
Keterangan:
A = jelly powder carrageenan-conjac based 0.2%
B = jelly powder carrageenan-conjac based 0.3%
C = jelly powder carrageenan-conjac based 0.4%
D = jelly powder carrageenan-conjac based 0.5%
E = jelly powder carrageenan based 0.2%
F = jelly powder carrageenan based 0.3%
G = jelly powder carrageenan based 0.4%
H = jelly drink merk x
80
Lampiran 8. Perhitungan jumlah aspartam dalam setiap formula pada tingkat
kemanisan setara dengan tingkat kemanisan sukrosa 15%
Jumlah sajian per kemasan produk jelly drink berbasis teh dan secang = 100 g
Perhitungan konsentrasi aspartam:
Aspartam memiliki tingkat kemanisan 200 kali tingkat kemanisan sukrosa
Aspartam = 1/200 x sukrosa
Formula A: Sukrosa 15% per 100 g = 15% x 100 g = 15 g
Formula B: Sukrosa 11.25% per 100 g = 11.25 g
Aspartam = 1/200 x (15% - 11.25%) = 1/200 x 3.75 % = 187.5 ppm
Aspartam per 100 g = 187.5 ppm x 100 g = 18.75 mg
Formula C: Sukrosa 7.5 % per 100 g = 7.5% x 100 g = 7.5 g
Aspartam = 1/200 x (15% - 7.5%) = 1/200 x 7.5% = 375 ppm
Aspartam per 100 g = 375 ppm x 100 g = 37.5 mg
Formula D: Sukrosa 3.75 % per 100 g = 3.75% x 100 g = 3.75 g
Aspartam = 1/200 x (15% - 3.75%) = 1/200 x 11.25% = 562.5 ppm
Aspartam per 100 g = 562.5 ppm x 100 g = 56.25 mg
Formula E: Aspartam = 1/200 x (15% - 0) = 1/200 x 15% = 750 ppm
Aspartam per 100 g = 750 ppm x 100 g = 75 mg
Nilai Acceptable Daily Intake (ADI) untuk aspartam berdasarkan JECFA (Joint
Expert Committed on Food Additives) adalah 40 mg/kg berat badan per hari.
Asumsi rata-rata berat badan = 50 kg
Jumlah aspartam yang boleh dikonsumsi per hari = 50 kg BB x 40 mg/kg BB
= 2000 mg
Jumlah aspartam pada seluruh formula produk pada penelitian ini masih berada
dalam batas aman berdasarkan ADI.
81
Lampiran 9. ANOVA uji rating hedonik teh hitam
Keterangan: Produk A = formula produk dengan pemanis sukrosa 15% Produk B = formula produk dengan pemanis sukrosa 11.25% + aspartam 187.5 ppm
Produk C = formula produk dengan pemanis sukrosa 7.5% + aspartam 375 ppm
Produk D = formula produk dengan pemanis sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm
Produk E = formula produk dengan pemanis aspartam 750 ppm
A. RASA
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 3511.307a 34 103.274 154.193 .000
sampel 155.907 4 38.977 58.194 .000
panelis 116.673 29 4.023 6.007 .000
Error 77.693 116 .670
Total 3589.000 150
a. R Squared = .978 (Adjusted R Squared = .972)
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
Skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3 4
produk E 30 3.10
produk D 30 3.83
produk C 30 5.00
produk B 30 5.60
produk A 30 5.70
Sig. 1.000 1.000 1.000 .637
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .670.
82
B. TEKSTUR
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 4159.773a 34 122.346 188.659 .000
sampel 14.773 4 3.693 5.695 .000
panelis 120.140 29 4.143 6.388 .000
Error 75.227 116 .649
Total 4235.000 150
a. R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .977)
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
Skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3
produk E 30 4.67
produk D 30 5.03 5.03
produk A 30 5.27 5.27
produk C 30 5.33 5.33
produk B 30 5.60
Sig. .080 .177 .133
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .649.
C. WARNA Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 4743.893a 34 139.526 424.730 .000
sampel 5.093 4 1.273 3.876 .005
panelis 79.493 29 2.741 8.344 .000
Error 38.107 116 .329
Total 4782.000 150
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .990)
83
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2
produk E 30 5.23
produk D 30 5.57
produk C 30 5.60
produk B 30 5.70
produk A 30 5.77
Sig. 1.000 .224
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .329.
D. AROMA Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 4077.573a 34 119.929 362.033 .000
sampel 6.373 4 1.593 4.810 .001
panelis 139.040 29 4.794 14.473 .000
Error 38.427 116 .331
Total 4116.000 150
a. R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .988)
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3
produk E 30 4.77
produk D 30 5.03 5.03
produk C 30 5.20 5.20
produk A 30 5.23 5.23
produk B 30 5.37
Sig. .075 .208 .295
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .331.
84
E. OVERALL
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source
Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 3797.533a 34 111.692 233.587 .000
sampel 91.333 4 22.833 47.752 .000
panelis 104.700 29 3.610 7.550 .000
Error 55.467 116 .478
Total 3853.000 150
a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .981)
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3 4
produk E 30 3.73
produk D 30 4.27
produk C 30 5.13
produk A 30 5.67
produk B 30 5.70
Sig. 1.000 1.000 1.000 .852
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .478.
85
Lampiran 10. ANOVA uji rating hedonik teh hijau
Keterangan: Produk A = formula produk dengan pemanis sukrosa 15%
Produk B = formula produk dengan pemanis sukrosa 11.25% + aspartam 187.5 ppm Produk C = formula produk dengan pemanis sukrosa 7.5% + aspartam 375 ppm
Produk D = formula produk dengan pemanis sukrosa 3.75% + aspartam 562.5 ppm
Produk E = formula produk dengan pemanis aspartam 750 ppm
F. RASA
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 2481.173a 34 72.976 64.214 .000
sampel 112.173 4 28.043 24.677 .000
panelis 180.140 29 6.212 5.466 .000
Error 131.827 116 1.136
Total 2613.000 150
a. R Squared = .950 (Adjusted R Squared = .935)
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3
produk E 30 2.53
produk D 30 3.43
produk C 30 3.57
produk B 30 4.70
produk A 30 4.87
Sig. 1.000 .629 .546
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.136.
86
G. TEKSTUR
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 3620.293a 34 106.479 112.587 .000
sampel 25.893 4 6.473 6.845 .000
panelis 176.693 29 6.093 6.442 .000
Error 109.707 116 .946
Total 3730.000 150
a. R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .962)
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2
produk B 30 3.97
produk C 30 4.83
produk E 30 4.90
produk D 30 5.07
produk A 30 5.10
Sig. 1.000 .341
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .946.
H. WARNA
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 4693.173a 34 138.035 733.598 .000
sampel 2.973 4 .743 3.951 .005
panelis 130.673 29 4.506 23.947 .000
Error 21.827 116 .188
Total 4715.000 150
a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .994)
87
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2
produk E 30 5.37
produk D 30 5.40
produk C 30 5.50
produk B 30 5.53
produk A 30 5.77
Sig. .180 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .188.
I. AROMA Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 3753.973a 34 110.411 399.907 .000
sampel 5.173 4 1.293 4.684 .002
panelis 117.840 29 4.063 14.718 .000
Error 32.027 116 .276
Total 3786.000 150
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .989) Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3
produk E 30 4.67
produk D 30 4.73 4.73
produk C 30 5.00 5.00
produk B 30 5.07
produk A 30 5.13
Sig. .624 .052 .359
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .276.
88
J. OVERALL
Univariate Analysis of Variance
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:skor
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 2922.267a 34 85.949 120.509 .000
sampel 40.867 4 10.217 14.325 .000
panelis 193.233 29 6.663 9.342 .000
Error 82.733 116 .713
Total 3005.000 150
a. R Squared = .972 (Adjusted R Squared = .964)
Post Hoc Tests
sampel Homogeneous Subsets
skor
Duncan
sampel N
Subset
1 2 3 4
produk E 30 3.40
produk D 30 4.03
produk C 30 4.23 4.23
produk B 30 4.53
produk A 30 4.97
Sig. 1.000 .361 .172 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .713.
89
Lampiran 11. Kurva standar asam galat beserta data dan hasil perhitungan
analisis total fenol produk jelly drink berbasis teh dan secang
y = 0.007x - 0.176R² = 0.946
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 20 40 60 80 100 120 140
Kurva Standar Total Polifenol
Data hasil pengukuran total fenol produk
Sampel Ulangan Absorbansi Total Polifenol
(mg GAE/100
mL)
rata-rata
ulangan
(mg GAE/100
mL)
Rata-rata Total
Polifenol
(mg GAE/100
mL)
Jelly drink
berbasis teh
hijau dan
secang
1 0.376 118.29 118.07 122.57 ±
5.27 0.374 117.86
2 0.422 128.14 127.07
0.412 126.00
Jelly drink
berbasis teh
hitam dan
secang
1 0.205 81.64 82.07 82.66 ± 0.77
0.209 82.50
2 0.212 83.14 83.25
0.213 83.36
Contoh perhitungan: Produk berbasis teh hijau ulangan 1 (plo 1)
x: konsentrasi asam galat; y: absorbansi
y=0.007x-0.176
0.376 = 0.007x-0.176 → x = 78.8571 ppm
pengenceran sampel: 15X → x = 78.8571 ppm X 15 → x = 1182.8571 ppm
jadi, total polifenol sampel adalah 1182.8571 mg GAE per 1 L sampel atau sama
dengan 118.29 mg GAE/100 ml sampel.
90
Hasil analisis statistik uji-t terhadap total fenol produk jelly drink berbasis teh dan
secang
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
jelly drink berbasis teh
hitam jelly drink yang berbasis teh
hijau
Mean 82.66 122.57
Variance 0.6962 40.5
Observations 2 2
Pooled Variance 20.5981 Hypothesized Mean
Difference 0 df 2 t Stat -8.79363 P(T<=t) one-tail 0.006343 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.012686 t Critical two-tail 4.302653
91
Lampiran 12. Kurva standar asam askorbat beserta data dan hasil perhitungan
analisis aktivitas antioksidan produk jelly drink berbasis teh dan secang
sampel U Abs.
Aktivitas
Antioksidan
(mg
AEAC/100
mL)
Rata-rata Ulangan
(mg
AEAC/100mL)
Rata-rata
Aktivitas
(mg
AEAC/10ml) Ulangan
1
Ulangan
2
Jelly drink
berbasis teh
hijau dan
secang
1 0.109 500.77
501.15 496.15 498.65 ± 2.97 0.108 501.54
2 0.116 495.38
0.114 496.92
Jelly drink
berbasis teh
hitam dan
secang
1 0.202 429.23
427.69 410.38 419.04 ± 10.31 0.206 426.15
2 0.223 413.08
0.230 407.69
Contoh perhitungan: Jelly drink berbasis teh hijau dan secang ulangan 1 plo1
x = konsentrasi asam askorbat; y = absorbansi
y = -0.013x + 0.760
0.109 = -0.013x + 0.760
→ x = 50.0769 mg/L
Jadi, aktivitas antioksidan sampel (1mL/100mL) setara dengan aktivitas
antioksidan asam askorbat 50.0769 mg/L.
y = -0.013x + 0.760R² = 0.999
0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0.700
0.800
0 10 20 30 40 50 60
Kurva Standar Asam AskorbatAbsorbansi(λ=517 nm)
Konsentrasi (mg/L)
92
𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔 𝐴𝐸𝐴𝐶 𝑝𝑒𝑟 100 𝑚𝐿)
=50.0769 𝑚𝑔/𝐿
1𝑚𝐿/100𝑚𝐿×
100
100
= 500.77 mg AEAC/100 mL
Hasil analisis statistik uji-t terhadap aktivitas antioksidan produk jelly drink
berbasis teh dan secang
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
jelly drink berbasis teh
hitam jelly drink yang berbasis teh
hijau
Mean 419.035 498.65
Variance 149.8181 12.5
Observations 2 2
Pooled Variance 81.15903 Hypothesized Mean
Difference 0 df 2 t Stat -8.83744 P(T<=t) one-tail 0.006282 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.012563 t Critical two-tail 4.302653
93
Lampiran 13. Data hasil analisis aktivitas inhibisi enzim α-amilase produk jelly
drink berbasis teh dan secang
No. Sampel Ulangan Abs. Kontr
ol B
%
inhibisi
Rata-rata
ulangan
(%)
Rata-rata
% inhibisi
1 Jelly drink
berbasis teh
hijau dan
secang
1 0.995 0.484 55.99
54.87 57.11 ±
2.75
1.025 0.488 53.75
2 0.915 0.446 59.60
59.35 0.925 0.450 59.09
2 Jelly drink
berbasis teh
hitam dan
secang
1 1.070 0.528 53.32
53.58 53.38 ±
0.33
1.060 0.524 53.83
2 0.995 0.450 53.06
53.19 1.000 0.458 53.32
3 Acarbose
(0.5 mg/ml) 1
0.115 0.004 90.40 90.40
90.79 ±
0.46
0.114 0.003 90.40
2 0.106 0.005 91.26
91.18 0.109 0.006 91.09
Blanko sampel = 0.129; Kontrol A untuk sampel= 1.290
Blanko acarbose = 1.260; Kontrol A untuk acarbose = 0.104
Keterangan:
Kontrol A = dengan pemberian enzim, tanpa pemberian sampel
Kontrol B = tanpa pemberian enzim, dengan pemberian sampel
Contoh perhitungan: Jelly drink berbasis teh hijau dan secang ulangan 1 plo 1
% inhibisi = (Abs. kontrol A – Abs. blanko) – (Abs. sampel – Abs. kontrol B)
(Abs. kontrol A – Abs. blanko)
= (1.290 – 0.129) – (0.995 – 0.484)
(1.290 – 0.129)
= 55.99 %
ANOVA analisis aktivitas inhibis enzim α-amilase secara In vitro oleh produk
jelly drink berbasis teh dan secang
ANOVA
inhibisi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1698.509 2 849.254 244.704 .000
Within Groups 10.412 3 3.471
Total 1708.921 5
94
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets inhibisi
Duncan
sampel N
Subset for alpha = 0.05
1 2
B 2 53.3800
A 2 57.1100
C 2 90.7900
Sig. .139 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Keterangan:
A: produk jelly drink berbasis teh hijau dan secang
B: produk jelly drink berbasis teh hitam dan secang
C: larutan acarbose 0.5 mg/ml
95
Lampiran 14. Data hasil pengukuran sineresis produk jelly drink berbasis teh dan secang
sampel U
24 jam 48 jam 120 jam
Berat
awal (g)
Berat
akhir (g)
Sineresis
(%)
Rata-
rata (%)
Berat
awal (g)
Berat
akhir (g)
Sineresis
(%)
Rata-
rata (%)
Berat
awal (g)
Berat
akhir (g)
Sineresis
(%)
Rata-
rata (%)
jelly drink
berbasis teh hijau
dan secang
1 123.5500 123.5500 0 0 120.0611 119.3231 0.61 0.61 119.2110 113.2890 4.97 4.97
2 120.4700 120.4700 0 120.7899 120.0648 0.60 118.7358 112.8415 4.96
jelly drink
berbasis teh
hitam dan secang
1 121.3395 120.5295 0.67 0.65 124.5019 122.7145 1.44 1.42 124.6315 116.8873 6.21 6.21
2 124.7931 124.0097 0.63 126.2351 124.4561 1.41 124.5832 116.8394 6.22
Contoh perhitungan: jelly drink berbasis teh hijau dan secang, 48 jam ulangan 1
𝑆𝑖𝑛𝑒𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠 𝐺𝑒𝑙 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑘𝑖𝑟 (𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑎𝑛)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100%
𝑆𝑖𝑛𝑒𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠 𝐺𝑒𝑙 = 120.0611 − 119.3231
120.0611 × 100%
= 0.61 %
96
Lampiran 15. Data hasil pengukuran kadar air produk jelly drink berbasis teh dan
secang serta hasil analisis uji statistik
sampel ulangan Berat
Cawan (g)
Berat Sampel
(g)
Berat Sampel + Cawan
(g)
Berat Sampel + Cawan setelah
dikeringkan (g)
Kadar Air (%)
rata-rata (%)
Jelly drink berbasis
teh hitam dan
secang
1 5.0395 17.5320 22.5715 6.8683 89.57 90.13
2 4.9414 15.5195 20.4609 6.3847 90.70
Jelly drink berbasis teh hijau
dan secang
1 5.1157 23.2546 28.3703 8.4134 85.82 85.69
2 4.4642 24.7388 29.203 8.0366 85.56
Contoh Perhitungan: jelly drink berbasis teh hitam dan secang ulangan 1
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 % = 𝐴 − 𝐵
𝐶× 100%
A: berat sampel+cawan sebelum dikeringkan, B: berat sampel dan cawan setelah dikeringkan (g);
C: berat sampel awal (g)
Kadar air (%) = {(22.5715 g – 6.8683 g) / 17.5320 g}x 100%
= 89.57 %
Hasil analisis statistik dengan uji-t terhadap kadar air produk jelly drink berbasis
teh dan secang
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
jelly drink berbasis teh
hitam jelly drink berbasis teh
hijau
Mean 90.135 85.84
Variance 0.63845 0.0008
Observations 2 2
Pooled Variance 0.319625 Hypothesized Mean
Difference 0 df 2 t Stat 7.597012 P(T<=t) one-tail 0.008444 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.016889 t Critical two-tail 4.302653
97
Lampiran 16. Data hasil pengukuran kadar abu produk jelly drink berbasis teh
dan secang serta hasil analisis uji statistik.
Sampel Ulangan Berat
Cawan (g)
Berat Sampel
(g)
Berat Sampel + Cawan
(g)
Berat Sampel + Cawan setelah
diabukan (g)
Kadar Abu (%)
rata-rata
Jelly drink berbasis teh hitam dan
secang
1 18.1014 16.6501 34.7515 18.1376 0.22 0.22
2 19.2907 17.9592 37.2499 19.3305 0.22
Jelly drink berbasis teh
hijau dan secang
1 17.8945 21.3695 39.264 17.9125 0.08 0.08
2 16.3285 15.0926 31.4211 16.341 0.08
Contoh Perhitungan: Teh Hitam A ulangan 1
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 % = 𝐴 − 𝐵
𝐶× 100%
A: berat sampel+cawan setelah diabukan (g), B: berat cawan (g); C: berat sampel awal (g)
Kadar abu (%) = {(18.1376 g – 18.1014 g) / 16.6501 g}x 100%
= 0.22 %
Hasil analisis statistik dengan uji-t terhadap kadar air produk jelly drink berbasis
teh dan secang
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
jelly drink berbasis teh
hitam jelly drink berbasis teh
hijau
Mean 0.22 0.08
Variance 0 0
Observations 2 2
Pooled Variance 0 Hypothesized Mean
Difference 0 df 2 t Stat 65535 P(T<=t) one-tail 0 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0 t Critical two-tail 4.302653
98
Lampiran 17. Data hasil pengukuran kadar protein produk jelly drink berbasis teh
dan secang serta hasil analisis uji statistik
sampel ulangan Berat
Sampel (g)
Titrasi
Sampel
(g)
Kadar N
(%)
Kadar
Protein (%) rata-rata
Jelly drink
berbasis
teh hitam
1 2.6726 0.45 0.0053 0.0328 0.0388
2 2.5162 0.55 0.0072 0.0448
Jelly drink
berbasis
teh hitam
1 2.4322 0.65 0.0091 0.0567 0.0526
2 2.5874 0.6 0.0078 0.0485
Keterangan: Konsentrasi HCl =0.02866; faktor konversi = 0.014; titrasi blanko = 0.1 ml
Contoh Perhitungan: Jelly drink berbasis teh hitam dan secang ulangan 1
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁 % = 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 − 𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 × 𝑁𝐻𝐶𝑙 × 0.014
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)× 100%
= [{(0.45 g – 0.1 g) 0.02866 x 0.014g} / 2.6726]x 100%
= 0.0052 %
% 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = % 𝑁 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
= 0.0052 x 6.25
= 0.0328 %
Hasil analisis statistik dengan uji-t terhadap kadar protein produk jelly drink
berbasis teh dan secang
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
teh hitam teh
hijau
Mean 0.0388 0.0526
Variance 0.000072 3.36E-
05
Observations 2 2
Pooled Variance 5.28E-05 Hypothesized Mean Difference 0 df 2 t Stat -1.89898 P(T<=t) one-tail 0.098986 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.197973 t Critical two-tail 4.302653
99
Lampiran 18. Data hasil pengukuran kadar lemak produk jelly drink berbasis teh
dan secang serta hasil analisis uji statistik
sampel U Berat
Sampel (g)
Berat Labu
(g)
Berat Labu +
lemak (g)
Kadar
Lemak (%) rata-rata
Jelly drink berbasis teh
hitam
1 4.2437 102.7102 102.7128 0.0613 0.0617
2 4.0251 106.3417 106.3442 0.0621
Jelly drink
berbasis teh hijau
1 5.7664 93.1059 93.1065 0.0104 0.0112
2 4.1968 107.1458 107.1463 0.0119
Contoh Perhitungan: Jelly drink berbasis teh hitam ulangan 1
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 % =𝐵 − 𝐴
𝐶× 100%
A= berat labu lemak awal (g); B= berat labu + lemak (g); C= berat sampel awal (g)
Kadar lemak (%) = {(102.7128 g – 102.7102 g) / 4.2437}]x 100%
= 0.0613 %
Hasil analisis statistik dengan uji-t terhadap lemak produk jelly drink
berbasis teh dan secang
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
jelly drink berbasis teh
hitam jelly drink berbasis teh
hijau
Mean 0.0617 0.01115
Variance 3.2E-07 1.13E-06
Observations 2 2
Pooled Variance 7.23E-07 Hypothesized Mean
Difference 0 df 2 t Stat 59.47059 P(T<=t) one-tail 0.000141 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.000283 t Critical two-tail 4.302653
100
Lampiran 19. Data hasil pengukuran kadar karbohidrat produk jelly drink berbasis teh
dan secang secara by difference serta hasil analisis uji statistik
Sampel Kadar air
(%)
Kadar Abu (%)
Kadar Protein (%)
Kadar Lemak (%)
Kadar Karbohidrat by difference
(%)
Rata-rata (%)
Jelly drink berbasis
teh hitam
89.57 0.22 0.0328 0.0613 10.12 9.5445
90.7 0.22 0.0448 0.0621 8.97 Jelly drink berbasus teh hijau
85.82 0.08 0.0567 0.0104 14.03 14.1663
85.56 0.08 0.0485 0.0119 14.30 Keterangan: A merupakan formula produk dengan menggunakan pemanis sukrosa 11.25%, dan B
merupakan formula produk dengan menggunakan pemanis sukrosa 11.25% + aspartam 187.5 ppm
Contoh Perhitungan: Teh Hitam A ulangan 1
% 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 = 100% − % 𝑎𝑖𝑟 + 𝑎𝑏𝑢 + 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 + 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
= 100% - (89.57+0.22+0.0328+0.0613)%
= 10.12%
Hasil analisis statistik dengan uji-t terhadap kadar karbohidrat by
difference produk jelly drink berbasis teh dan secang
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
jelly drink berbasis teh
hitam jelly drink berbasis teh
hijau
Mean 9.545 14.165
Variance 0.66125 0.03645
Observations 2 2
Pooled Variance 0.34885 Hypothesized Mean
Difference 0 df 2 t Stat -7.82209 P(T<=t) one-tail 0.007977 t Critical one-tail 2.919986 P(T<=t) two-tail 0.015954 t Critical two-tail 4.302653
101